Anda di halaman 1dari 2

OMAH JOGLO

Bentuk Rumah
Orang Jawa menyebut rumah omah yang berarti tempat tinggal. Bentuknya empat persegi
panjang atau bujur sangkar. Bentuk rumah joglo merupakan bentuk rumah tradisional Jawa
yang paling sempurna. Bangunan ini memiliki bentuk dan teknik pembuatan tinggi, sehingga
tampak sangat megah dan artistik. Keistimewaan rumah joglo terletak pada empat soko guru
yang menyangga blandar tumpang sari. Kemudian bagian kerangka yang disebut brunjung
yaitu bagian atas keempat soko guru atau tiang utama sampai bubungan yang disebut molo
atau suwunan. Oleh karenanya rumah joglo banyak membutuhkan kayu sebagai bahan
bangunannya. Rumah tradisional Jawa bukanlah berbentuk panggung. Sebagai fondosi
(bebatur) dibuat dari tanah yang ditinggikan dan dipadatkan atau diperkeras, yang menurut
istilah setempat disebut dibrug. Tiang rumah didirikan di atas ompak, yaitu alas tiang dari
batu alam berbentuk persegi empat, bulat atau segi delapan. Pada mulanya rumah joglo hanya
bertiang empat seperti yang ada di bagian tengah rumah joglo jaman sekarang (soko guru).
Selanjutnya joglo diberi tambahan pada bagian samping dan bagian lain, sehingga tiangnya
bertambah sesuai dengan kebutuhan.
Susunan Ruangan
Dari halaman depan, pertama-tama yang kita temui adalah ruangan lepas terbuka yang
disebut pendopo. Ruang ini berfungsi sebagai tempat menerima tamu, pertemuan bila ada
musyawarah serta kegiatan kesenian seperti menari, bermain sandiwara atau pementasan
wayang. Pada bagian pinggir pendopo, yaitu bagian emperannya dahulu tempat anak-anak
perempuan bermain dakon. Pada waktu ada upacara atau pagelaran kesenian, pendopo ini
menjadi tempat pertunjukkan. Sementara para undangan duduk di bagian kanan dan kiri
ruang pendopo. Ruang terdepan diperuntukkan bagi iringan gamelan atau musik pemilik
rumah beserta keluarga duduk dalam ruangan pendopo menghadap keluar searah bangunan.
Selanjutnya masuk ke ruangan tengah yang disebut pringgitan, tempat untuk mementaskan
wayang (pringgit). Kadang-kadang antara pendopo dan pringgitan dibuat terpisah oleh gang
kecil yang disebut longkangan. Ruang tersebut digunakan untuk jalan kendaraan kereta atau
mobil keluarga. Bila pendopo bersambung dengan pringgitan, maka untuk pemberhentian
kendaraan dibuat di depan pendopo, yang disebut kuncung.
Dari ruang tengah kemudian menuju ruang belakang, yang disebut dalem atau omah
jero. Ruangan ini berfungsi sebagai ruang keluarga atau tempat menerima tamu wanita. Di
kala ada pementasan wayang kulit, dahulu wanita hanya diperbolehkan menyaksikan di balik
kelir, di ruangan ini. Di dalem atau rumah jero, terdapat tiga buah kamar atau senthong yaitu
senthong kiwo (kiri), senthong tengah dan senthong tengen (kanan).
Pada para petani, senthong kiwo berfungsi untuk menyimpan senjata atau barang-
barang keramat. Senthong tengah untuk menyimpan benih atau bibit akar-akaran atau gabah.
Sedangkan senthong tengen untuk ruang tidur. Kadang-kadang senthong tengah dipakai pula
untuk berdoa dan pemujaan kepada Dewi Sri. Oleh karenanya disebut juga pasren atau
petanen. Senthong tengah tersebut diberi batas kain yang disebut langse atau gedhek, berhias
anyaman yang disebut patang aring.
Pada rumah joglo milik bangsawan, senthong tengah ini berisi bermacam-macam benda
lambang (perlengkapan) yang mempunyai kesatuan arti yang sakral (suci). Setiap benda
memiliki arti lambang kesuburan dan kebahagiaan rumah tangga. Sebelah kiri, kanan dan
belakang senthong terdapat gandhok, yaitu bangunan kecil yang digunakan untuk tempat
tinggal kerabat. Bila ada upacara atau kenduri, gandhok ini dipakai untuk tempat para wanita
mengerjakan segala keperluan dan persiapan upacara terutama mengatur makanan yang
sudah dimasak di dapur. Dapur (pawon) terletak di belakang dalem, yang selain untuk
memasak, juga berfungsi sebagai tempat menyimpan perkakas dapur serta bahan makanan
seperti kelapa, palawija, beras dan sebagainya. Antara gadhok kiri dan kanan dengan dalem,
dibuat gerbang kecil yang disebut seketheng.

Anda mungkin juga menyukai