Anda di halaman 1dari 7

Salma baby allista

12 ipa 4

BIOGRAFI TENTANG WALISONGO

Walisongo atau sembilan wali adalah intelektual yang dijadikan sebagai teladan masyarakat ketika
Islam baru masuk ke Indonesia. Ada 9 sunan yang tergabung dan merupakan pendakwah agama
Islam di pulau Jawa sekitar abad ke 14 M. Selain berdakwah, sunan juga mengajarkan cara bercocok
tanam, berdagang, seni dan budaya yang mengandung unsur ajaran agama Islam.

Walisongo Sunan Gresik

Sunan Gresik memiliki nama asli Maulana Malik Ibrahim merupakan walisongo pertama
yang menyebarkan Islam di pulau Jawa. Sunan ini lahir di Campa (Kamboja) dan ayahnya
adalah seorang ulama besar di Maghrib yang bernama Barakat Zainul Alam. Sunan memiliki
beberapa nama sebutan lain seperti Syekh Maghribi atau Makhdum Ibrahim al-Samarqandi
dan Asmaraqandi. Asmaraqandi adalah nama yang biasa disebut oleh masyarakat jawa untuk
Sunan Gresik. Pertama kali sunan datang ke daerah Gresik dengan ditemani oleh beberapa
sahabat. Tepatnya yaitu ke Desa Sembolo yang saat ini berganti nama menjadi Desa Laren
kecamatan Manyar. Desa ini berada sekitar 9 kilometer kota Gresik bagian utara.

Sebelum berdakwah ke pulau Jawa, Sunan Gresik bermukim di daerah Champa selama 13
tahun (sebuah negeri cermin dalam legenda). Disana sunan menikah dengan putri raja dan
memiliki dua orang putra. Kedua putra tersebut bernama Raden Rahmat atau Sunan Ampel
dan Rasyid Ali Murtadha atau Raden Santri.

Sunan Gresik mulai berdakwah di pulau Jawa tepatnya di daerah Gresik pada tahun 801 H/
1329 M. Beliau juga mendirikan toko di sebuah desa yang terletak sekitar 3 km dari barat
kota Gresik. Nama desa tersebut adalah Desa Romo, dimana sunan mulai memperkenalkan
barang yang dibawanya dari negeri sebelumnya.

Toko ini merupakan salah satu cara sunan untuk melakukan pendekatan kepada masyarakat
sekitar. Sunan menjual berbagai keperluan pokok dengan harga terjangkau. Selain itu beliau
juga menjadi tabib untuk mengobati warga dengan gratis. Sunan juga mengajarkan cara-cara
bercocok tanam kepada masyarakat di daerah tersebut.

Islamisasi dilakukan dengan cara merangkul masyarakat bawah dengan melakukan


pendekatan dan perdagangan tersebut. Masyarakat bawah pada saat itu dibedakan dengan
masyarakat kelas atas pada komunitas Hindu. Sunan Gresik tidak memaksa masyarakat untuk
memeluk Islam secara terang-terangan. Namun dilakukan dengan memperlihatkan indahnya
agama Islam.

Beliau yang sangat ramah tamah tersebut membuat banyak masyarakat jadi tertarik untuk
mempelajari Islam. Setelah merasa cukup mapan Sunan Gresik sempat melakukan kunjungan
ke kerajaan Majapahit di Trowulan. Kunjungan tersebut disambut baik oleh raja yang
berbeda keyakinan dengan memberikan sebidang tanah di Gresik (Gapura).

Setelah Sunan Gresik meninggal pada 1419 M, dimakamkan tidak jauh dari alun-alun kota
Gresik, provinsi Jawa Timur. Bagi Anda yang ingin berwisata religi di kota Gresik dapat
mengunjungi makam di Jl.Malik Ibrahim No.52-62, Gapura Sukolilo, Bedilan.

Walisongo Sunan Ampel

Raden Rahmat adalah nama asli Sunan Ampel, merupakan seorang wali sesepuh. Sunan
Ampel menikah dengan dua wanita yaitu Dewi Condrowati (Nyai Ageng Manila) dan Dewi
Karimah binti Ki Kembang Kuning. Dewi Condrowati adalah salah satu putri dari adipati
Tuban, Arya Teja. Dari pernikahan dengan Dewi Condrowati, sunan memiliki enam orang
anak. Raden Rahmat adalah nama asli Sunan Ampel, merupakan seorang wali sesepuh.
Sunan Ampel menikah dengan dua wanita yaitu Dewi Condrowati (Nyai Ageng Manila) dan
Dewi Karimah binti Ki Kembang Kuning. Dewi Condrowati adalah salah satu putri dari
adipati Tuban, Arya Teja. Dari pernikahan dengan Dewi Condrowati, sunan memiliki enam
orang anak.

Nama keenam anak tersebut adalah Raden Makhdum Ibrahim (Sunan Bonang), Raden Qasim
(Sunan Derajat), Sunan Sedayu, Siti Syari’ah, Siti Mutma’innah dan Siti Hafsah. Sedangkan
pernikahan dengan Dewi Karimah juga dikaruniai enam anak. Dua anaknya adlah istri sunan
yaitu Dewi Murtasiyah (istri Sunan Giri) dan Dewi Murtasimah / Dewi Asyiqah (istri Raden
Fatah).

Empat anak lainnya bernama Raden Hasamuddin atau Sunan Lamingan, Raden Zaenal
Abidin atau Sunan Demak, Pangeran Tumapel serta Raden Faqih atau Sunan Ampel II. Jadi
dari dua pernikahan tersebut Sunan Ampel memiliki total 12 orang anak laki-laki dan
perempuan. Keluarga Sunan Ampel juga banyak yang menjadi sunan selanjutnya.

Pada awalnya sunan datang ke pulau Jawa untuk mengunjungi bibinya yang bernama
Dwarawati. Bibinya adalah seorang putri negeri Champa yang menikah dengan seorang raja
Majapahit bernama Prabu Kertawijaya. Moh Limo merupakan dakwah yang disampaikan
Sunan Ampel dan sangat terkenal di masyarakat Jawa.

Moh Limo adalah dakwah yang dilakukan untuk memperbaiki berbagai kerusahakan akhlak
yang terjadi di dalam masyarakat Jawa. Moh Limo terdiri dari Moh Mabok (tidak minum
minuman keras), Moh Main (tidak berjudi, taruhan atau togel), Moh Madon (tidak berzina,
homo atau lesbian), Moh Madat (tidak mencuri) dan Moh Maling (tidak korupsi atau mencuri
serta lainnya).

Sunan Ampel juga sempat mendirikan sebuah masjid pada tahun 1479 M, yang dikenal
dengan masjid Agung Demak. Pesantrennya berada di Ampel Denta di kota Surabaya.
Makam Sunan Ampel juga terletak di kota Surabaya, Jawa Timur. Tepatnya berada di Jalan
Nyamplungan dan merupakan salah satu wisata religi yang ramai dikunjungi serta berada di
tengah kota.

Walisongo Sunan Bonang

Raden Maulana Makhdum Ibrahim atau Sunan Bonang lahir pada tahun 1465. Sunan Bonang
merupakan anak dari Sunan Ampel dengan Dewi Condrowati. Bonang adalah sebuah desa
yang berada di wilayah kabuoaten Rembang. Nama Sunan Bonang diambil dari kata Bong
Ang, nama marga ayahnya yaitu Bong Swi Hoo atau Sunan Ampel.

Sunan Bonang sempat menimba ilmu sebelum kembali ke daerah Tuban dan mendirikan
sebuah pesantren. Cara berdakwah disesuaikan dengan budaya masyarakat pada saat itu,
yaitu kesenian. Masyarakat yang menyukai hiburan mendorong sunan untuk membuat alat
musik gamelan. Pertunjukan musik ini bertujan untuk menarik masyarakat agar tertarik untuk
belajar agama Islam.

Pesantren yang dibangun adalah basis untuk belajar agama Islam. Sunan Bonang juga aktif
berkeliling untuk berdakwah dengan alat musik. Cara berdakwah menggunakan alat musik ini
sangat menarik hati masyarakat pada saat itu. Beliau juga mempelajari kesenian masyarakat
Jawa seperti Bonang. Bonang merupakan alat musik yang mengeluarkan suara merdu jika
dipukul.

Setiap sunan melakukan pertunjukan, banyak masyarakat yang datang untuk menonton.
Setelah banyak masyarakat yang tertarik, sunan mulai menyelipkan ajaran agama Islam.
Keahliannya di bidang seni mampu menciptakan tembang yang berisi ajaran Islam. Tembang
tersebut juga disukai oleh masyarakat sehingga dipelajari secara tidak langsung dan tanpa
paksaan.

Sunan juga memiliki banyak ilmu yang diajarkan kepada murid-muridnya. Ilmu ini
merupakan cara yang digunakan untuk berdakwah. Sunan mengajarkan ilmu agar muridnya
dapat menghapal huruf hijaiyyah dan membaca Al-Qur’an. Salah satu ilmu yang masih
dilestarikan saat ini adalah Silat Tuhid Indonesia.

Tombo Ati adalah salah satu lagu ciptaan Sunan Bonang yang sangat terkenal hingga saat ini.
Makam Sunan Bonang dikatakan terdapat di tiga lokasi yaitu Tuban, Rembang dan Pulau
Bawean. Namun para ahli sejarah dan ulama setuju jika makam tersebut terletak di Tuban.
Tepatnya berada di sebelah barat masjid Agung kota Tuban, Jawa Timur.

Walisongo Sunan Derajat

Raden Qasim atau Sunan Drajat memiliki nama kecil Syarifuddin. Sunan Drajat merupakan
putra bungsu Sunan Ampel dengan Dewi Condrowati. Sunan ini berdakwah untuk
menyebarkan agama Islam di Desa Paciran Lamongan. Awalnya sunan berdakwah di pesisir
pantai Gresik atas perintah ayahnya, namun akhirnya menetap di Lamongan.

Sebelum menetap di daerah tersebut, Sunan Derajat di antar oleh ayahnya (Sunan Bonang)
untuk meminta izin kepada sultan Demak. Sultan yang baik hati tersebut memberi izin dan
bahkan memberikan tanah di daerah tersebut pada tahun 1486 H. Sunan ini terkenal sebagai
pendakwah yang berjiwa sosial tinggi, memperhatikan fakir miskin dan mengutamakan
kesejahteraan sosial.
Cara berdakwah yang dilakukannya menggunakan ajaran luhur dan tradisi lokal tanpa
paksaan. Sunan mengajarkan bahwa agama Islam merupakan agama yang empati dan
memiliki etos kerja. Etos kerja ini adalah kedermawanan dalam berbagai kegiatan. Beliau
mengajarkan tentang gotong royong, solidaritas, cara mengetaskan kemiskinan dan berbagai
usaha mencapai kemakmuran.

Makam Sunan Drajat terletak di Lamongan, Jawa Timur. Tepatnya di daerah Pacitan yang
dikelilingi perbukitan dan pepohonan luas. Di sekitar makam juga dibangun Museum Sunan
Derajat yang dapat dikunjungi dengan gratis. Museum berisi tentang sejarah dan budaya
untuk pendidikan, sehingga dapat dikunjungi dengan keluarga Anda.

Walisongo Sunan Kudus

Sunan Kudus lahir pada 9 September 1400 M atau 808 H di Palestina. Nama aslinya adalah
Ja’far Shadiq berasal dari Al-Quds Yerussalem, Palestina. Ayahnya bernama Raden Usman
Haji dan ibunya bernama Syarifah Ruhil. Sunan ini datang ke pulau Jawa bersama ayah dan
kakeknya, jadi bukan merupakan warga asli Kudus.

Ada juga cerita yang mengisahkan jika Sunan Kudus pendatang dari daerah Jipang Panolan
yaitu sebuah daerah di Blora Utara. Sunan ini belajar agama Islam melalui Sunan Ampel dan
Kyai Telingsing. Selama hidupnya Sunan Kudus banyak berperan dalam kerajaan Islam
Demak yaitu sebagai penasehat sultan Demak.

Awalnya Sunan Kudus merupakan seorang senopati kerajaan Demak yang hebat. Beliau
diketahui sebagai senopati yang menaklukkan kerajaan Majapahit. Hal ini membuat
kedudukan Ja’far Shadiq menjadi kuat dan disegani di kerajaan Demak. Namun beliau
meninggalkan kedudukan tersebut agar dapat hidup merdeka dan menyebarkan agama Islam
selama hidupnya.

Metode penyebaran agama Islam yang dilakukan oleh sunan ini hampir sama dengan Sunan
Kalijaga. Persamaan ini dikarenakan Sunan Kudus memang belajar agama Islam dengan
Sunan Kalijaga. Cara berdakwah yang digunakan adalah dengan mengapresiasi budaya
kearifan lokal masyarakat daerah tersebut.

Saat itu sapi adalah hewan suci bagi agama Hindu dan Budha. Sunan Kudus mengajarkan
pengikutnya untuk tidak menyembelih sapi guna menghormati agama lain. Sunan
mengajarkan toleransi dalam beragama dalam berbagai bentuk seperti diatas. Sehingga Sunan
Kudus terkenal karena toleransinya dalam beragama dan berbudaya.

Makam Sunan Kudus berada di kota Kudus, Jawa Tengah. Tepatnya tidak jauh dari Masjid
Kudus dengan menara yang berbentuk mirip candi agama Hindu. Makam sunan ini juga
dapat dikunjungi sebagai salah satu wisata walisongo.

Walisongo Sunan Giri

Sunan Giri memiliki nama asli Raden Paku dan diberi nama Joko Samudro oleh ibu yang
menemukannya di lautan. Kelahiran Raden Paku dianggap kutukan oleh kakeknya sehingga
dibuang ke lautan. Ayahnya bernama Syekh Maulana Ishaq yang merupakan seorang ulama
dari Gujarat. Ibunya bernama Dewi Sekardadu yang merupakan putri raja Blambangan
beragama Hindu.

Setelah dewasa, ibu angkat Sunan Giri membawanya ke Ampel Denta untuk belajar agama
Islam kepada Sunan Ampel. Saat Sunan Ampel mengetahui identitas asli Joko Samudro,
maka beliau dikirim untuk berdakwah ke daerah Pasai. Sunan berangkat dengan temannya
yaitu Sunan Bonang. Sunan Giri berdakwah melalui lagu dan permainan untuk mendekatkan
Islam pada anak-anak.

Sunan juga menciptakan tembang yang berisi pelajaran tentang ketauhitan yang dikenal
dengan jelungan atau jitungan. Sunan juga membangun sebuah pesantren yang terdapat di
kota Gresik, tepatnya di desa Sidomukti. Karena berada di tempat yang tinggi maka sunan
diberi nama Sunan Giri yang berarti dataran tinggi atau gunung.

Sunan mendirikan pesantren di daerah perbukitan Sisomukti, Kebomas, kota Gresik. Pondok
pesantren ini menjadi pesantren pertama yang didirikan di kota Gresik. Lokasi pembangunan
dipilih berdasarkan tafakkur yang dilakukan sunan. Tafakkur ini adalah cara untuk meminta
pertolongan Allah, dan lokasi pesantren ditunjukkan dengan sebuah cahaya.

Setelah meninggal pada tahun 1506 M, Sunan Giri dimakamkan di kota Gresik. Makamnya
terletak di atas sebuah bukit pada daerah Kebomas, yaitu di Dusun Giri Gajah. Desa Giri
berada sekitar empat kilometer dari pusat kota Gresik. Makam ini sangat ramai dikunjungi
oleh wisatawan hingga saat ini.

Walisongo Sunan Kalijaga

Sunan Kalijaga memiliki nama asli Raden Said yang lahir pada tahun 1450. Ayahnya adalah
seorang adipati Tuban yang bernama Tumenggung Wilatikta/ Raden Sahur. Nama Kalijaga
berasal dari sebuah desa di Cirebon. Sebelum menjadi sunan, Raden Said sering berdiam diri
di sungai desa. Dalam bahasa Jawa disebut dengan jogo kali dan akhirnya menjadi Kalijaga.

Raden Said sangat peduli dan dekat dengan rakyat jelata. Sehingga ketika rakyat berada
dalam masa sulit, sunan mencuri untuk mereka. Hasil bumi yang dicuri tersebut berasal dari
gudang ayahnya yang akan disetorkan ke pemerintah pusat. Pemerintah saat itu membuat
rakyat membayar pajak tinggi untuk mengatasi pembangunan.

Saat malam tiba Raden Said membagikan hasil curiannya secara sembunyi-sembunyi kepada
rakyat miskin. Namun perbuatan tersebut ketahuan oleh ayahnya. Setelah bebas dari ayahnya,
Raden Said kembali mencuri ke orang kaya pelit luar istana. Hingga dijebak dan diusir oleh
ayahnya dari daerah tersebut. Dari sinilah kemudian Raden Said betemu dan berguru dengan
Sunan Bonang.

Sunan Kalijaga memiliki perbedaan yang menonjol dari segi berpakaian. Sunan berpakaian
layaknya masyarakat Jawa, seperti menggunakan baju hitam dan blangkon. Metode dakwah
yang digunakan adalah dengan kesenian dan kebudayaan. Kesenian tersebut seperti seni
suara, seni ukir, wayang dan gamelan. Beberapa tembang ciptaan sunan yang terkenal adalah
Lir Ilir dan Gundul Pacul.
Sunan Kalijaga sangat terkenal dibanding sunan lainnya. Hal ini karena beliau memiliki
banyak ilmu dan kecerdasan. Sunan Kalijaga menguasai banyak ilmu yang didapatkan dari
Sunan Bonang. Ilmu tersebut dipercaya sangat bermanfaat untuk membawa rejeki,
kewibawaan dan perlindungan. Saat ini banyak yang mengunjungi makam sunan untuk
mendapatkan ilmu-ilmu tersebut.

Sunan Kalijaga dimakamkan di desa Kadilangu, kota Demak, Jawa Tengah. Makam
merupakan salah satu tempat wisata religi yang banyak dikunjungi. Saat bulan puasa makam
hanya buka hingga hari Jumat saja. Bagi Anda yang menginginkan ilmu sunan, sebaiknya
gunakan untuk berbagai kegaitan positif.

Walisongo Sunan Muria

Nama Sunan Muria diberikan sesuai dengan tempat tingganya, yaitu lereng Gunung Muria.
Raden Umar Said adalah nama asli sunan tersebut. Ayahnya adalah Sunan Kalijaga, oleh
sebab itu cara berdakwahnya menggunakan metode yang sama. Metode tersebut adalah
dengan kesenian dan kebudayaan masyarakat Jawa.

Sunan Muria menyebarkan ajaran agama Islam di daerah sekitaran Gunung Muria. Tempat
tinggalnya berada di atas puncak gunung disebuah desa bernama Colo. Untuk berdakwah,
beliau lebih sering ke tempat terpencil yang jauh dari kota. Sunan juga mengajarkan
masyarakat cara bercocok tanam yang baik, cara berdagang dan cara melaut.

Wilayah dakwah meliputi lereng dan gunung Muria. Selain itu wilayah dakwahnya diperluas
hingga ke daerah Tayu, Juwana dan Kudus. Sunan Muria, keluarganya dan pengikutnya
terkenal memiliki kondisi fisik yang kuat. Mereka mampu naik turun gunung yang memiliki
tinggi sekitar 750 meter, untuk melakukan perluasan wilayah dakwah.

Gemelan dan wayang adalah kesenian yang sering digunakan sunan untuk berdakwah. Beliau
juga menciptakan tembang-tembang yang berisi amalan agama Islam dan dikenal dengan
topo ngeli. Sunan ini dikenal cerdas karena selain berdakwah juga mampu memberikan
penyelesaian terhadap bermacam masalah dalam masyarakat.

Metode dakwah Sunan Muria cukup moderat hingga mampu masuk ke barbagai tradisi
masyarakat Jawa. Contohnya adat kenduri yang dilakukan setelah kematian diganti dengan
nelong dino (tiga harian) sampai nyewu (seratus harian). Masyarakat juga sangat gemar
membakar kemenyam dan memberi sesaji pada saat itu, namun diganti dengan bersholawat
dan berdoa.

Setelah wafat, Sunan Muria dimakamkan di puncak gunung Muria, utara kota Kudus. Untuk
mencapai ke makam, Anda harus melewati 700 anak tangga. Makamnya berada persis di
belakang masjid dengan nama Masjid Muria.

Walisongo Sunan Gunung Jati


Syarif Hidayatullah adalah nama asli Sunan Gunung Jati lahir pada tahun 1448 M. Sunan
merupakan cucu dari Prabu Siliwangi dan ayahnya adalah seorang raja di Mesir. Saat dewasa
sunan di daulat untuk menggantikan ayahnya, namun beliau menolak dan kembali ke pulau
Jawa untuk berdakwah. Syaifah Muda’imah adalah ibunya yang kembali bersama ke pulau
Jawa.

Metode dakwah yang disampaikannya cenderung menggunakan cara Timur Tengah yang
mendekati masyarakat dengan lugas. Saat berusia 25 tahun beliau sudah terkenal sebagai
ulama dan pemimpin yang adil serta bijaksana. Beliau juga memiliki banyak keahlian seperti
ilmu kedokteran, bahasa dan strategi. Penyebaran wilayah dakwahnya adalah sekitaran
daerah Cirebon.

Sunan berhasil memuslimkan ribuan prajuritnya dan prajurit Cina. Beliau juga menikahi
seorang putri Cina yang bernama Nyi Ong Tin. Cara berdakwah sunan dilakukan dengan
pertunjukan kesenian. Jika seseorang ingin melihat pertunjukan seni sunan maka sebelumnya
harus melafalkan dua kalimat syahadat.

Pada tahun 1487, Sunan Gunung Jati diangkat menjadi seorang sultan di Cirebon. Sunan
memiliki pergaulan yang luas dengan walisongo lainnya. Saat menjadi sultan di Cirebon,
hubungan dengan Cina semakin erat. Sunan mengajarkan gerakan salat yang memiliki
manfaat yang sama dengen terapi akupuntur ringan. Akupuntur pernah dipelajari ketika sunan
mengembara ke Cina.

Sunan Gunung Jati wafat pada tahun 1569, tepatnya tanggal 19 September. Usianya
mencapai 121 dan dimakamkan di gunung Sembung. Gunung ini berada di desa Astana,
Cirebon. Makamnya juga merupakan salah satu wisata religi yang banyak dikunjungi
masyarakat hingga saat ini.

Anda mungkin juga menyukai