Anda di halaman 1dari 207

FILOSOFI PEMAKAMAN DAN KREMASI DALAM GEREJA

ROMA KATOLIK
(Studi Kasus di Rumah Duka dan Krematorium Oasis Lestari Kota Tangerang)

Proposal Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan


Mengerjakan Tugas Akhir Skripsi
Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S. Ag)

Oleh :

Pipit Fitrianti

1113032100030

PROGRAM STUDI
STUDI AGAMA-AGAMA
FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2020
Filosofi Pemakaman dan Kremasi dalam Gereja Roma Katolik

(Studi Kasus di Rumah Duka dan Krematorium Oasis Lestari Kota


Tangerang)
Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Agama (S.Ag)

Oleh:

Pipit Fitrianti
NIM : 1113032100030

Di bawah Bimbingan :

Dra.Hj. Hermawati, MA.


NIP.195412261986032002

PRODI STUDI AGAMA-AGAMA


FAKULTAS USHULUDDIN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1441 H./2020 M.

i
PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi berjudul Filosofi Pemakaman dan Kremasi dalam Gereja Roma Katolik
(Studi Kasus di Rumah Duka dan Krematorium Oasis Lestari Kota
Tangerang)telah diajukan dalam sidang Munaqasyah Fakultas Ushuluddin,
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 24 Juli
2020. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar
Sarjana Agama (S.Ag) Program Strata (S-1) pada Program Studi Agama-agama.
Jakarta, 12 Agustus 2020

Sidang Munaqasyah

Ketua Merangkap Anggota Sekretaris Merangkap

Syaiful Azmi, MA. Lisfa Sentosa Aisyah, MA.


NIP:1971031019971031005 NIP: 1975050506 200501 2 003

Anggota,
Penguji I Penguji II

Drs. M. Nuh Hasan, MA. Drs. Dadi Darmadi ,MA.


NIP: 19610312198903 1 002 NIP: 19690707 199503 1 001

Pembimbing

Dra. Hermawati, MA
NIP: 195412261 98603 2 002

ii
SURAT PERNYATAAN
ABSTRAK

iii
Pipit Fitrianti

ABSTRAK

Judul Skripsi : “Filosofi Pemakaman dan Kremasi dalam Gereja Roma


Katolik (Studi Kasus di Rumah duka dan Krematorium Oasis Lestari)”

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan memahami apa filosofi pemakaman
dan Kremasi dalam Gereja Roma Katolik, dan Tata cara upacara pemakaman dan
Kremasi dalam Gereja Roma Katolik.

Dalam Melakukan penelitian ini, penulis menggunakan penelitian lapangan (field


research), yaitu penulis mengadakan penelitian lapangan di Rumah Duka dan
Krematorium Oasis Lestari Kota Tangerang.

Metode yang digunakan dalam Penulisan ini menggunakan Metode penelitian


Kualitatif. Penelitian Kualitatif merupakan prosedur penelitian yang akan
menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis dan lisan dari perilaku
seseorang yang dapat diamati.

Hasil penelitian menyimpulkan bahwa Gereja Katolik tetap Konsisten melihat


pemakaman jenazah sebagai pilihan utama yang sesuai dengan keyakinan iman
akan kebangkitan badan dan merupakan cara yang paling tepat untuk
mengungkapkan iman dan pengharapan Gereja akan kesakralan Tubuh manusia.

Kremasi dasar nilainya Lebih pada hal-hal praktis, Lebih Mudah, lebih praktis
bagi keluarga yang merasa biaya pemakamannya Berat dan ongkosnya lebih
murah.

Kremasi tidak dilarang kalau ada alasan yang tidak bertentangan dengan Gereja
(Legitimate).

Kata Kunci :Filosofi, Katolik, Kremasi, Kesakralan Tubuh.

iv
KATA PENGANTAR

Puji Syukur ke hadirat Allah SWT atas segala berkat dan Nikmat-Nya,

yang telah diberikan kepada hamba-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan

studi untuk meraih gelar Sarjana Agama hingga pada tahap penulisan skripsi di

Program Studi Agama-Agama Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta. Sholawat serta salam tersampaikan kepada Rasulullah Nabi Muhammad

SAW beserta para sahabat dan keluarganya, semoga rahmat dan Syafaat beliau

menjadi bekal sarana wasilah Allah SWT dengan makhluk ciptaan-Nya.

Alhamdulillah atas Hidayah dan inayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan

penyusunan Skripsi ini yang berjudul : “Filosofi Pemakaman dan Kremasi dalam

Gereja Roma Katolik (Studi Kasus di Rumah Duka dan Krematorium Oasis

Lestari Kota Tangerang)”.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna, hal

itu disadari karena keterbatasan kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki

penulis. Besar harapan penulis, semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis

khususnya dan bagi pihak lain pada umumnya. Dalam penyusunan Skripsi ini,

penulis banyak mendapat pelajaran, dukungan motivasi, bantuan berupa

bimbingan yang sangat berharga dari berbagai pihak mulai dari pelaksanaan

hingga penyusunan laporan skripsi ini.

v
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-

besarnya kepada orang-orang yang penulis hormati dan cintai yang membantu

secara langsung maupun tidak langsung selama pembuatan skripsi ini.

1. Ibu Dra. Hj. Hermawati, MA. Selaku Dosen Pembimbing Penulis yang

dengan tulus dan sangat baik memberikan arahan dan pandangan-

pandangan agar skripsi ini memperoleh hasil yang memuaskan. Semoga

Allah SWT selalu memberikan kesehatan dan kemudahan bagi beliau.

2. Bapak Prof Kautsar Azhari Noer, selaku Dosen Penasehat Akademik

Penulis yang dalam memberikan konsultasi selalu dengan aura positif bagi

penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan studi dengan lancar.

3. Bapak Dr. Yusuf Rahman, MA. Sebagai Dekan Fakultas Ushuluddin UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta beserta jajaran Dekanat, semoga Bapak

diberikan kelancaran memimpin Ushuluddin kearah Kemajuan.

4. Bapak Syaiful Azmi, MA. dan Ibu Lisfa Sentosa, MA. sebagai Ketua dan

Sekertaris Program Studi, Studi Agama-Agama yang selalu memberikan

dukungan dan Support Moral terhadap penulis dalam mengerjakan Skripsi

juga setiap proses birokrasi dan administrasi di Prodi.

5. Seluruh Dosen Fakultas Ushuluddin yang telah memberikan ilmu dalam

setiap Mata Kuliah yang diikuti penulis, khususnya bagi Dosen-Dosen

Program Studi Agama-Agama mulai dari Bapak Prof. Dr. Kautsar Azhari

Noer, MA, Bapak Prof. Dr. Ikhsan Tanggok, MA, Bapak Dr. Amin

Nurdin, MA, Bapak Wakil Dekan III Dr. Media Zainul Bahri, MA, Ibu Siti

vi
Nadroh, MA dan Ibu Halimah Mahmudy, MA. semoga kesehatan dan

kesuksesan selalu menyertai beliau-beliau.

6. Seluruh Staff dan Karyawan di Bagian Tata Usaha dan Fakultas

Ushuluddin , terutama Bapak Toto Tohari, M.Ag. yang telah membantu

penulis dalam setiap birokrasi dan administrasi kampus di Ushuluddin.

7. Para Karyawan/Karyawati Perpustakaan Utama dan Fakultas Ushuluddin

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah menyediakan fasilitas dalam

rangka penulisan skripsi ini.

8. Kepala Direktur Utama PT Danita Ibu Bernadette Ania Desliana yang

telah baik hati mengijinkan penulis untuk melakukan penelitian lapangan

di Rumah Duka dan Krematorium Oasis Lestari Kota Tangerang.

9. Romo Johannes Adrianus Hendra Sutedja, S.J., Romo FX. Dedomau D. da

Gomez, SJ dan Ibu Florentino Sunarsari, S. Sos. Yang baik hati telah

bersedia mengizinkan penulis untuk penelitian dan menjadi narasumber

dalam skripsi ini.

10. Ayahanda terkasih Bapak Masari dan Almarhumah Ibunda tersayang Ibu

Henny Andrianty yang telah memberikan dukungan penuh, baik, merawat,

mendidik, dan memberikan support moral dan material juga senantiasa

mendoakan bagi penulis mulai dari sekolah dasar hingga menimba ilmu di

Kampus Pembaharu UIN Syarif Hidayatullah Jakarta hingga pada proses

penulisan skripsi ini. Tidak lupa untuk Kakak Perempuan penulis yaitu Tia

Mutia Tunnimah, dan Juga Tidak Lupa bagi Ketiga adik-adik penulis yaitu

Lia Amalia Sari, Muhammad Ilyas Afazany, dan Ahmad Yusuf Saifullah

vii
yang selalu mendukung dan mendoakan yang terbaik bagi penulis. Semoga

mereka selalu berada dalam lindungan Allah SWT.

11. Untuk kawan-kawan dan sahabat-sahabat SAA 2013 yang berjuang

bersama dalam proses pembelajaran di Ushuluddin dari Semester 1 hingga

sekarang, terkhusus untuk sahabat-sahabat penulis mulai dari Mursanah,

Fuji Ayu Amalia, Novi Karyahti, Yuliana, Sarah Muthia Maghfiroh (lala),

Nur Fitri Barliyana (Fitri). Semoga mereka selalu berada dalam lindungan

Allah SWT.

12. Untuk Tante Ika Sutarti, Wa yuyang yang telah memberikan dukungan

penuh baik merawat, mendidik dan memberikan support moral dan

material juga senantiasa mendoakan bagi penulis. Semoga selalu berada

dalam lindungan Allah SWT.

13. Teman mengajarku Anita, Herni Rismayanti, Nida Farikha dan Vica Dwi

Febriana yang selalu memberikan semangat dan Motivasi agar penulis bisa

menyelesaikan ini.

Semoga peran-peran beliau semua mendapatkan imbalan yang

sepantasnya dan mendapatkan Ridho dari Allah SWT Amin. Penulis

menyadari bahwa karya tulis ini bukanlah akhir dan puncak dari pencarian

ilmu pengetahuan akan tetapi merupakan awal dan pintu dalam

mengembangkan karya-karya ilmiah lainnya. Kritik dan saran serta solusi

sangat penulis harapkan dari berbagai pihak guna penyempurnaan dan

kebaikan karya-karya penulis nantinya.

Tangerang , 12 Juli 2020

viii
Penulis.

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING ............................................. i


LEMBAR PENGESAHAN PANITIA SIDANG. ...................................... ii
LEMBAR PERNYATAAN ......................................................................... iii
ABSTRAK .................................................................................................... iv
KATA PENGANTAR .................................................................................. v
DAFTAR ISI ................................................................................................. ix
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ xi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ....................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................ 12
C. Tujuan Penelitian ................................................................. 13
D. Manfaat Penelitian ............................................................... 13
E. Tinjauan Pustaka .................................................................. 14
F. Metodologi Penelitian ......................................................... 16
G. Sistematika Penelitian ......................................................... 21

BAB II GAMBARAN UMUM OASIS LESTARI KOTA TANGERANG


A. Sejarah Berdirinya Oasis Lestari Kota Tangerang .............. 22
B. Letak Geografis dan Demografis Oasis Lestari .................. 24
C. Fasilitas Oasis Lestari Kota Tangerang …………………... 26
D. Keadaan Sosial Oasis Lestari Kota Tangerang …………… 32

BAB III ANALISIS PROSESI PEMAKAMAN DAN KREMASI DALAM


GEREJA ROMA KATOLIK
A. Definisi Kematian ………………………………………… 34
1. Kematian Secara Umum ……………………………… 37
2. Kematian dalam Pandangan Alkitab ………………... .. 40
3. Kematian dalam Pandangan Kristen ……... ………….. 43
4. Kematian dalam Pandangan Gereja Roma Katolik. ....... 44
B. Pengurusan Menjelang Meninggal Katolik ………………. 46

ix
C. Pengurusan Setelah Meninggal Katolik ………………….. 62
1. Proses Merawat Jenazah …………………………. 63
D. Prosesi Pemakaman ………………………………………. 79
E. Prosesi Kremasi …………………………………………... 90

BAB IV MAKNA FILOSOFIS PEMAKAMAN DAN KREMASI DALAM


GEREJA ROMA KATOLIK
A. Filosofi Pemakaman………………………………………. 101
1. Pengertian Pemakaman ………………………………. 102
B. Filosofi Kremasi ……………………………………... ..... 107
1. Pengertian Kremasi …………….. ................................. 108
2. Kremasi di Dunia Barat ……………............................. 111
3. Sejarah Kremasi ............................................................ 114
C. Memahami Tradisi …………………….. ............................ 118
D. Kebangkitan Badan ……………………………………. .... 125
E. Tetap Menghormati Tubuh ……………………………….. 131

BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan .......................................................................... 135
B. Saran ..................................................................................... 139

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 140


LAMPIRAN .................................................................................................. 146

x
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 ..................................................................................................... 146


Surat Izin Penelitian ...................................................................... 146
Lampiran 2 ..................................................................................................... 150
Bukti Telah Melakukan Wawancara ............................................. 150
Lampiran 3 ..................................................................................................... 153
Pertanyaan Wawancara.................................................................. 153
Lampiran 4 Hasil Wawancara ……………………………………………... 155
Hasil Wawancara Romo J.A Hendra Sutedja S.J .......................... 155
Hasil Wawancara Ibu Florentino Bowo Rini Sunarsari ............... 169
Hasil Wawancara Romo FX Dedomau D, da Gomez, SJ ............. 178
Lampiran 5 ..................................................................................................... 188
Foto Kegiatan Lapangan ................................................................ 188

xi
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kehidupan manusia berlangsung dalam jangka waktu tertentu. Dalam

perjalanan hidupnya, manusia mengalami perubahan. Ia mengalami sakit, tua

dan mati. Peristiwa tersebut adalah kenyataan yang dialami oleh setiap

manusia. Peristiwa kematian adalah peristiwa terakhir yang mesti dihadapi

oleh manusia di dalam kehidupan. Kematian adalah puncak kehidupan

manusia di dunia. Ketika manusia mati, tubuh manusia hancur, tetapi jiwanya

tetap hidup. Pemahaman Teologi Kristiani memandang bahwa kematian, jiwa

manusia hidup, dan jiwa hidup dalam keadaan terpisah dari badan (anima

sparata). Gereja meyakini bahwa setiap jiwa dipisahkan dari badan, dalam

kebangkitan Allah akan memberikan kehidupan abadi kepada badan baru

yang diubah, dan mempersatukannya kembali dengan jiwa manusia.

Keyakinan ini dikaitkan dengan Peristiwa Kristus yang telah bangkit dan

hidup untuk selamanya, demikian juga manusia yang telah mati di dalam

Kristus akan bangkit pada hari Kiamat.1

Keunikan pandangan Katolik tentang kematian diungkapkan dengan tepat

dalam liturgi Gereja. Dalam Doa Prefasi2 Arwah 1 diungkapkan dengan jelas

sebagai berikut. “ Sebagian Umat beriman, kami yakin bahwa hidup hanyalah

1
Yosep Pranadi, Kematian dan Kehidupan Abadi : Sebuah Eksplorasi dalam Persfektif
Gereja Katolik, (Bandung : Melintas, 2018), h. 255.
2
Prefasi (Latin : Praefatio) adalah doa pujian dan syukur meriah, yang merupakan bagian
pertama dari Doa Syukur Agung dan Perayaan Ekaristi. Intisari Prefasi adalah ucapan syukur atas
karya penebusan Kristus.

1
2

diubah, bukannya dilenyapkan. Dan sesudah roboh rumah kami di dunia ini,

akan tersedia bagi kami kediaman abadi di Surga”.3 Doa prefasi tersebut

mengungkapkan iman Gereja yang percaya bahwa setelah manusia mati,

kehidupannya tidak berakhir. Dengan demikian, pengalaman kematian adalah

suatu perubahan atau transformasi kehidupan, yakni transformasi dari alam

fana ke alam baka. Gereja mengharapkan bahwa ada harapan akan

kebangkitan bagi orang-orang yang telah meninggal. Paulus dalam suratnya

memberikan nasihat kepada jemaat di Tesalonika agar orang-orang yang

masih hidup tetap memiliki pengharapan : “Karena Jikalau kita Percaya,

bahwa Yesus telah mati dan telah bangkit, maka kita percaya juga mereka

yang telah meninggal dalam Yesus akan dikumpulkan Allah bersama-sama

dengan Dia (1 Tes. 4:14).

Berdasarkan pemaparan diatas, dimengerti bahwa kematian adalah momen

transisi antara kehidupan temporal di dunia dengan Kehidupan kekal bersama

Allah. Kematian merupakan sebentuk gerakan dari kehidupan di dunia yang

sifatnya sementara menuju kehidupan kekal. Kematian merupakan peristiwa

perubahan atau transformasi keadaan manusia secara rohaniah (1 Kor.

15:51).

Sakit menjadi bagian dari Hidup Manusia, sekaligus merupakan

pengalaman yang sangat khusus bagi kehidupan manusia. Selain rasa sakit,

sejuta rasa lain yang akan dialami secara serentak. Sakit merupakan gejala

3
Konferensi Waligereja Indonesia (KWI), Tata Perayaan Ekaristi (Yogyakarta :
Kanisius,2005), h. 107.
3

yang begitu umum dan biasa, dan secara praktis sukar dipisahkan dari

kehidupan manusia.

Sebelum merumuskan sakit, pertama-tama mencoba membandingkan

keadaan manusia dalam dua sisi situasi kehidupan yaitu ketika sehat dan

ketika sakit. Sakit dapat didefinisikan setelah melihat situasi manusia dalam

keadaan sehat.

Manusia sehat yang ideal adalah manusia yang sehat, baik badan, jiwa

maupun social. Segala daya dan tenaga, guna mencapai tujuan hidup yang

ditentukan oleh Tuhan. Sakit merupakan situasi dimana terjadi

ketidakseimbangan antara jasmani, rohani, dan lingkungan si sakit. Dapat

dipahami bahwa penyakit merupakan gangguan kesehatan sehingga manusia

kurang dapat menggunakan daya dan tenaga badan maupun jiwanya. Ia

sendirilah yang harus menentukan sikap dan perbuatannya terhadap penyakit

itu.

Dalam kitab suci Perjanjian Lama, sakit sering dikaitkan dengan kutuk dan

dosa. Penyakit dilihat sebagai Kutukan Allah atas dosa orang.

Dalam Kateksimus Gereja Katolik, Kutipannya sebagai berikut :

1502 : Manusia PL menanggung penyakit dengan memandang kepada

Allah. Ia mengeluh kepada Allah mengenai penyakitnya (Maz, 38). Ia

memohon penyembuhan-Nya (Maz, 6;3) Tuhan atas hidup dan mati. Penyakit

menjadi menuju jalan pertobatan (Maz, 38;5) dan karena pengampunan oleh

Allah terjadilah penyembuhan (Maz, 32;5).


4

1053 : Belas Kasih Yesus kepada orang sakit dan penyembuhan segala

macam penyakit yang dilakukan-Nya adalah tanda-tanda bahwa Allah telah

melawat umat-Nya (Luk. 7:16) dan bahwa kerajaan Allah sudah dekat.

Dari kutipan ini jelas terlihat bagaimana gereja memandang sakit sebagai

persatuan dengan sengsara Kristus. Melalui pengurapan sakramen ini, orang

sakit ,menerima kekuatan dan anugerah untuk mempersatukan diri lebih erat

lagi dengan sengsara Tuhan. 4

Dalam Teologi sakramen pengurapan orang sakit, umumnya diakui bahwa

sakramen itu juga memberikan pengampunan Dosa, termasuk dosa berat,

dengan tetap ada kewajiban untuk mengakui dosa itu seandainya orang itu

sakit menjadi sembuh. Kalau orang itu tidak sembuh lagi, maka sakramen

pengurapan orang sakit itu memberikan pengampunan dosa dan penghapusan

siksa dosa dengan memberikan pengampunan dosa dan penghapusan siksa

dosa dengan memberikan indulgensi penuh, seperti terdapat dalam rumus

liturgi sakramen. Bila keadaan orang sakit memungkinkan, maka bisa

diterimakan sakramen pengakuan dosa, sakramen pengurapan orang sakit,

dan sambut komuni (Victicum) sebagai bekal perjalanan menuju kepenuhan

hidup dalam Allah. Namun biasanya orang sakit yang menerima minyak suci

tidak mampu lagi ambil bagian aktif dalam liturgi yang dirayakan untuknya

(atau bersamanya). Dengan demikian, terbuka peluang untuk

mengembangkan teologi sakramen sebagai sakramen pengampunan dosa

4
Romanus Romas, Pendampingan Patoral Orang Menjelang Ajal, STIPAS Tasahak
Danum Pambelum, Juni 2017: h. 184.
5

yang sungguh-sungguh, bahkan pengampunan dosa yang terakhir bagi orang

sakit yang bersangkutan, jika ia tidak sembuh lagi.5

Kesamaan antara kedua sakramen itu terletak dalam hal pelayannya yang

adalah iman. Keduanya merupakan sakramen kerahiman Allah bagi manusia

lemah. Baik sakramen pertobatan maupun perminyakan menonjolkan segi

kebutuhan manusia akan belas kasih Allah dan tindakan Gereja lewat imam

sebagai tanda kelihatan dari pengampunan dan Belas kasih Allah.6

Hidup dan Mati begitu dekat bagaikan dua sisi dari koin yang sama. Tetapi

dekatnya kematian juga membuka tirai kenyataan bahwa banyak hal yang

begitu gelap tentang kematian.7

Kita sebagai manusia pasti memiliki rasa takut terhadap kematian, dengan

cara berusaha memperpanjang hidup kita. Berkat kemajuan ilmu kedokteran

kita memang berhasil untuk menunda saat kematian. Namun akhirnya kita

semua pasti mati juga. Tetapi apa yang terjadi pada saat kematian?

Pernafasan berhenti, jantung tidak berdenyut lagi dan badai mulai hancur.

Hancurkan seluruh manusia? Hati kita rindu akan “Hidup seribu tahun lagi”,

atau yang disebut dengan hidup kekal. Gereja Mengajarkan bahwa manusia

bukan hanya tubuh, melainkan juga roh. Manusia diciptakan tuhan untuk

mengenyam yang melampaui keadaan dunia fana ini.8

5
Wawancara Pribadi dengan Johannes Adrianus Hendra Sutedja, S.J. (Imam Gereja
Katolik, Pondok Labu Jakarta Selatan) Pada Tanggal 26 April 2019.
6
Albertus Sujoko, MSC, Praktek Sakramen Pertobatan dalam gereja Katolik
(Yogyakarta : Penerbit Kanisius, 2008), h. 153-154.
7
Dr. Petrus Maria Handoko, CM, Hidup di balik Kematian (Malang : Penerbit Dioma,
2015), h. 5.
8
Pankat Kas, Ikutilah Aku, Warta Gembira untuk Para Calon Baptis (Yogyakarta :
Penerbit Kanisius, 1986), h. 172.
6

Kematian adalah akhir dari kehidupan, ketiadaan nyawa dalam organisme

biologis. Semua makhluk hidup pada akhirnya mati secara permanen, baik

dari secara alami seperti penyakit atau dari penyebab tidak alami seperti

kecelakaan. Setelah kematian tubuh makhluk hidup mengalami pembusukan.

Semua orang tidak akan tahu apa itu kematian. Bagaimana rasa kematian, dll.

Sampai orang itu merasakan kematian. Kematian dipandang sebagai

keterpisahan seseorang dari komunitas tempat ia pernah hidup dan adanya

penghormatan yang mendalam pada orang yang meninggal tersebut. 9

Bagi seorang Katolik kematian bukanlah semata-mata akhir hidup atau

takdir yang terelakan, melainkan suatu peristiwa iman. Sebab pada saat

kematian, kita mengambil bagian dalam misteri paskah Kristus. Ketika

dibaptis kita sudah digabungkan dengan Kristus yang telah wafat dan bangkit.

Maka pada saat kematian, bersama dengan Kristus kita beralih dari dunia fana

ini kepada kehidupan kekal. Sebab “kalau kita bergabung dengan kristus dan

turut mati bersama dengan Dia, maka kita akan bergabung dengan Dia pula

dalam Kebangkitan” (Rm. 6:5). Kita menghadap Bapa dan sesudah disucikan

dari dosa, kita diterima dalam keluarga Allah yang berbahagia, sambil

menantikan penuh harapan kedatangan Kristus yang mulia dan kebangkitan

semua orang pada akhir Zaman.10 Kristus bukan hanya mengalahkan dosa,

melainkan juga kematian. Akhirnya yang dimusnahkan adalah maut (1 Kor

15:25). Jadi orang mati akan bangkit (Kor 1 15:35-36). Memang kristus

menyelamatkan manusia, bukan hanya jiwanya, melainkan manusia


9
Maya Dewi Ariani, Kompleks Pelayanan Kematian di Bantul, DIY. Skripsi Jurusan
Arsitektur Fakultas Tehnik, Univ. Atma Jaya Yogyakarta (Yogyakarta, 2015), h. 24.
10
Grafika Mardi Yuana . Upacara Pemakaman (Jakarta : Obor, 2011), h. 1.
7

seutuhnya termasuk tubuhnya. Maka penebusan Kristus baru selesai dengan

sempurna bila jiwa disatukan kembali dengan badan, tetapi dalam keadaan

baru, dimana tubuh kita dimuliakan menyerupai tubuh Kristus yang

dimuliakan sesudah bangkit.11

Jiwa manusia dipaksa bersatu dengan tubuh. Ketika manusia mengalami

kematian, di situlah jiwa dibebaskan dari badan seperti tahanan dibebaskan

dari penjara. Pandangan Plato ini tidak sejalan dengan pandangan Alkitabiah

atau Kristiani. Sebab, tradisi Alkitabiah atau ajaran Kristiani mengajarkan

bahwa jiwa dan tubuh bukanlah hal yang berlawanan, tetapi sebaliknya dua

hal yang saling melengkapi.

Jiwa bersifat abadi dan tidak akan hilang. Ia adalah daya Ilahi yang

menghidupkan manusia. Ia mempengaruhi pikiran, perasaan, hasrat, dan

keputusan-keputusan moral yang diambil manusia. Jiwa adalah inti pribadi

terdalam dari manusia. Karena bersifat abadi, jiwa tidak terpengaruh oleh

kematian manusia. Jiwa tetep hidup sekalipun tubuh menjadi rusak. Karena

jiwa diciptakan oleh sang pencipta (Allah), keberadaan jiwa itu sangat

ditentukan oleh relasinya dengan Allah. Semakin dekat dengan Allah, jiwa itu

akan semakin hidup dan berkembang. Semakin menjauh dari Allah, jiwa itu

akan semakin layu dan kering. Jiwa adalah Jati diri manusia yang selalu

terkoneksi dengan sang pencipta. Karena adanya jiwa, manusia mampu

mengenal menyadari kehadiran Allah dalam hidupnya. 12

11
Pankat Kas, Ikutilah Aku, Warta Gembira untuk Para Calon Baptis (Yogyakarta :
Penerbit Kanisius, 1986), h. 173.
12
Albertus Purnomo, OFM, Riwayat Api Penyucian Dalam kitab suci dan Tradisi
(Yogyakarta : Penerbit Kanisius, 2017 ) h. 38-39.
8

Sekalipun jiwa itu abadi, jiwa menjadi hidup jika ia berada dalam relasi.

Di atas sudah disebutkan,jiwa berkembang dalam relasinya dengan Allah.

Tetapi, sebenarnya bukan hanya Allah saja. Jiwa ada dalam relasinya dengan

tubuh. Tanpa tubuh, jiwa tidak bisa memanifestasikan dirinya. Jiwa hidup

juga dalam relasinya dengan jiwa-jiwa yang lainnya. Jadi, seandainya Allah

telah menciptakan jiwa manusia jauh sebelum lahir ke dunia, jiwa itu baru

hidup dan berkembang selama berada dalam tubuh jasmani dan dalam

relasinya dengan yang lain.

Dalam kehidupan saat ini orang bisa melakukan dua cara dalam mengurus

soal jenazah ada yang melakukan dengan cara dikubur, atau dimakamkan ada

juga ada yang memakai cara dibakar atau diperabukan atau yang sering juga

disebut Kremasi.

Gereja-gereja di Indonesia memiliki sikap yang berbeda-beda terhadap

cara mengurus orang yang sudah meninggal, baik yang melakukan Kremasi

maupun yang dimakamkan. Sebagian gereja yang dapat melayani jika

keluarga yang ditinggalkan menginginkan orang yang meninggal tersebut

dikremasikan, tetapi ada juga sebagian gereja yang tidak dapat melayani jika

ada keluarga yang ditinggalkan ini menginginkan orang yang telah meninggal

dikremasikan.

Secara statistik kebanyakan yang melakukan Kremasi itu dari Etnis

Tionghoa. Jawa, Sunda Ambon itu jarang yang melakukan Kremasi.

Mengapa Etnis Tionghoa ini melakukan Kremasi ? karena di dalam tata nilai

Umat Katolik yang dari Etnis Tionghoa makam itu sendiri sakral. Maka tidak
9

bisa seenaknya dipindahkan sedangkan akhir-akhir ini banyak yang

melakukan Kremasi. Sejak tahun 60-an itu mulai terjadi penggusuran makam-

makam, jadi banyak makam orang Tionghoa yang tergusur pada zaman itu.

Ini pertama kalinya makam di gusur dan itupun menggoncangkan masyarakat

Tionghoa dan itu bertepatan di Keramat Sentiong jauhar baru Jakarta pusat

yang beralamat di Jl Raden Saleh masuk ke dalam dari Sebrang itu terdapat

kuburan yang besar sekali yang sudah sangat tua makam orang Tionghoa juga

kebanyakan yang dimakamkan disana suatu saat diumumkan bahwa “Makam

itu akan dibongkar” dan itu pada zaman Ali Sadikin yang dikabarkan akan

dijadikan perumahan. Dari sanalah orang Tionghoa itu diberi kesempatan

untuk menggali kuburan keluarganya, mengangkat tulang-tulangnya dan

memindahkannya. Dari sinilah Mereka orang-orang Tionghoa tidak terima

jikalau makamnya di bongkar dan bagi umat Tionghoa ini belum pernah

terpikirkan dan sangat mengejutkan bagi mereka dari segi kelanggengannya

dan mereka tidak tahu akan dibawa kemana tulang-tulang dari hasil menggali

kuburan ini?. Jadi menurut Etnis Tionghoa ini berpendapat bahwasannya

makam itu tidak stabil (tidak aman) dari segi kelanggengannya, Makam

Tionghoa Terkenal di Jakarta kecuali Sentiong ada juga di daerah Kebun

Nanas Pemakaman Besar. Dalam suasana sosial politik yang kurang

menyenangkan diarah ke Makam Mereka merasa kurang Aman karena sering

dimintain uang karena makamnya dibersihkan dan kemudian orang yang

membersihkannya meminta imbalan karena telah membersihkan makam itu

padahal dalam pemakaman itu sudah dibayarkan semuanya kepada


10

sumbangan kebersihan dan penjagaan makam dari sinilah terlihat secara

tudak resmi meminta paksa untuk membayar kebersihan tersebut dari sinilah

Umat Etnis Tionghoa pun merasa tidak nyaman. Kenapa bisa di gusur? Dan

ke tempat lain pun mereka tidak nyaman. Begitu pula ketika ada perayaan-

perayaan Besar Tionghoa yaitu perayaan Ceng Beng yang diadakan setiap

tanggal 5 April mereka orang-orang Tionghoa berziarah Ke Makam-makam

dan ketika perayaan berjalan di daerah pemakaman orang-orang sekitar dan

begitu pula preman sudah tahu bahwasannya mereka akan datang berziarah

ke makam dan itu menjadi lahan dan kesempatan mereka mencari uang dan

bagi Orang Tionghoa itu mereka tidak merasa nyaman dengan suasananya

ibadatnya disana tidak nyaman begitupun dengan suasananya mereka juga

tidak merasakan kenyamanan. Maka mereka Orang-orang Tionghoa banyak

kemudian mengambil jalan sederhana yaitu dengan cara Mengkremasi

Jenazah. Setelah di Kremasikan kemudian dimasukan ke dalam. Kalau Orang

Tionghoa yang beragama Buddha atau yang beragama Konghuchu mereka

punya Kolumbarium dan Orang Katolik Juga punya jadi tidak perlu repot lagi

pergi ke Makam. Orang Katolik, Buddha juga boleh memakamkan Abu

Jenazahnya ke dasar laut jadi itu semua praktis tidak ada lagi yang dinamakan

meminta uang secara paksa (palak) dan tidak bisa dipindah-pindah lagi dan

inilah sebabnya alasannya Mengapa Orang Tionghoa Katolik seperti orang

Tionghoa yang bukan Katolik banyak yang memilih Kremasi. 13

13
Wawancara Pribadi dengan Johannes Adrianus Hendra Sutedja, S.J. (Imam Gereja
Katolik, Pondok Labu Jakarta Selatan) Pada Tanggal 26 April 2019.
11

Banyak sebagian Umat Katolik, yang memilih untuk mengkremasikan

Jenazah hingga saat ini, sehingga di kalangan orang Katolik sendiri timbul

perbedaan pendapat tentang cara kremasi, ada yang setuju ada juga yang

tidak setuju, bahkan tidak memperbolehkan. Banyak orang menilai bahwa

kremasi bukanlah budaya orang Indonesia. Dalam hal ini perlu terlebih

dahulu memahami alasan dari pandangan yang menolak cara kremasi dan

berpendapat hanya cara penguburan yang diperbolehkan. Antara lain :

1. Alasan Larangan Kremasi yaitu :

a. Iman akan Kebangkitan Badan.

b. Penghargaan akan tubuh sebagai anggota “Tubuh Mistik

Kristus”, “Bait Roh Kudus”, sarana menjelmakan daya ilahi

yang Kudus, begitu Kerap disucikan oleh sakramen-sakramen.

c. Orang-orang kafir mengkremasikan jenazah sebagai ungkapan

ketidak percayaan mereka akan kebangkitan badan.

2. Alasan memilih kremasi Jenazah yaitu :

a. Lebih Ekonomis.

b. Tidak perlu pelihara Kuburan.

c. Masalah Penyakit Menular.

d. Lebih memilih tubuh cepat hancur daripada hancur dalam

kuburan perlahan-lahan.14

e. Harga tanah yang semakin mahal setiap tahun-Nya.15

14
Rm. Ignatius Joko Purnomo O’Carm, “Prima Putra Machinery Engineering”
(November 2006 )h. 13.
12

Gereja mengizinkan Kremasi, sejauh hal ini tidak ingin menyangkal

kepercayaan dan kebangkitan badan. Memang pada masa lalu, selama

berabad-abad, Gereja Katolik melarang kremasi karena pada saat itu, kremasi

sering kali dipandang sebagai ungkapan penolakan beberapa butir ajaran iman

katolik, yaitu : 1) kebangkitan badan 2) keluhuran badan duniawi. Jadi

sebenarnya, Gereja Katolik tidak memandang tindakan itu sendiri sebagai

suatu yang negatif. Yang ditolak ialah alasan-alasan yang mendasari tindakan

mengkremasi jenazah, yang berlawanan dengan iman Katolik.16

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis membatasi permasalahan

yang akan di teliti dalam Field Research ini. Yaitu penulis hanya akan

membahas “Filosofi Pemakaman dan Kremasi dalam Gereja Roma Katolik”

Adapun rumusan masalah yang penulis buat yaitu :

1. Bagaimana tata cara dan makna Filosofis upacara Pemakaman

dan Kremasi dalam Gereja Roma Katolik di Rumah Duka dan

Krematorium di Oasis Lestari Kota Tangerang?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah sebagai berikut

a. sebagai salah satu syarat untuk memenuhi persyaratan akhir

perkuliahan untuk meraih gelar Sarjana Agama (S.Ag) dalam jurusan

15
Wawancara Pribadi dengan F. Bowo Rini Sunarsasi (Pimpinan Umum PT Danita &
Pemimpin Umum Oasis Lestari di Jatake Tangerang, Banten) Pada Tanggal 22 Februari 2018.
16
Dr. Petrus Maria Handoko, CM, Hidup di balik Kematian (Malang : Penerbit Dioma,
2015), h. 35.
13

Studi Agama-Agama Fakultas Ushuluddin (UIN) Universitas Islam

Negri Syarif Hidayatullah Jakarta.

b. Untuk mengembangkan wawasan penulis mengenai bagaimana tata

cara pemakaman dan kremasi dalam Gereja Roma Katolik

c. Untuk mengembangkan wawasan penulis mengenai bagaimana

Filosofi Pemakaman dan Kremasi dalam Gereja Roma Katolik

Penelitian ini bertujuan untuk menjawab pertanyaan penelitian yang

penulis ajukan.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan memiliki manfaat sebagai berikut :

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangasih atau

memperkaya konsep-konsep, teori-teori terhadap ilmu pengetahuan dari

penelitian yang sesuai dengan bidang ilmu. Suatu penelitian secara teoritas

dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam memperkaya wawasan

tentang Pemakaman dan Kremasi dalam Katolik.

2. Manfaat Praktis

Adapun Manfaat dari Penelitian Ini :

a. Sebagai Informasi bagi masyarakat umum tentang tata cara

pemakaman dan kremasi dalam Gereja Roma Katolik. Serta bagi umat

Katolik agar dapat lebih memahami tata cara pemakaman dan kremasi

dalam Gereja Roma Katolik.


14

b. Sebagai Informasi bagi masyarakat untuk lebih mengenal filosofi

pemakaman dan kremasi dalam Gereja Roma Katolik.

E. Tinjauan Pustaka

Penulis menemukan satu judul yang membahas mengenai pemakaman dan

kremasi dalam Katolik. Kajian Pustaka ini pada dasarnya adalah untuk

mendapatkan gambaran yang jelas tentang hubungan topik yang akan diteliti

dengan penelitian lain sejenisnya, yang pernah dilakukan oleh peneliti

sebelumnya agar tidak ada pengulangan. Adapun karya tulis ilmiah yang

berkaitan dengan Filosofi Pemakaman dan kremasi dalam Katolik adalah

sebagai berikut :

Pertama, Skripsi yang dituliskan oleh Maya Dewi Ariani, yang berjudul

“Kompleks Pelayanan Kematian di Bantul, DIY”. Dari Universitas Atma

Jaya Yogyakarta 2015, dalam penelitian ini menjelaskan bagaimana arsitektur

komplek pelayanan kematian di bantul, menggambarkan konsep perencanaan

dan perancangan dan begitupula menganalisis bangunan untuk orang yang

meninggal.

Kedua, Jurnal yang dituliskan oleh Hanny Frederic, yang berjudul

“Konsep Persatuan dengan Kematian dan Kebangkitan Kristus berdasarkan

Roma 6:1-14”. Dari Sekolah Tinggi Theologia Jaffray 2015, dalam penelitian

ini menjelaskan bagaimana Konsep Persatuan dengan Kematian dan

Kebangkitan Kristus berdasarkan Roma 6:1-14 diperoleh sebagai Kesimpulan

berikut : Pertama, Orang percaya telah dipersatukan dengan kematian dan


15

kebangkitan Kristus melalui baptisan, yang berarti ia turut serta mengalami

peristiwa-peristiwa yang dialami Kristus oleh Sejarah, yakni penyaliban,

kematian, penguburan dan Kebangkitan Kristus. Kedua, persatuan dengan

kematian dan kebangkitan Kristus mengakibatkan berlalunya ciptaan lama,

yaitu kematian lama sebagai status atau kedudukan seseorang dalam

persekutuannya dengan Adam. Ketiga, persatuan dengan kematian dan

kebangkitan Kristus menghasilkan ciptaan baru, yaitu kehidupan baru

sebagai status atau kedudukan orang percaya dalam persekutuan dengan

Kristus. Keempat, kehidupan yang berpadanan dengan status baru orang

percaya dalam Kristus adalah kehidupan dalam pengudusan yang meliputi

hidup dalam pertobatan dan hidup untuk melayani Allah.

Ketiga, Jurnal yang dituliskan Oleh Romanus Romas, yang berjudul

“Pendampingan Pastoral Orang Menjelang Ajal”. Dari STIPAS Tahasak

Danum Pambelum 2017, dalam penelitian ini menjelaskan bahwasanya

tuntunan yang mendasar supaya kematian dihadapi secara damai, tidak

sendirian, secara hormat dan manusiawi. Pendampingan orang yang

menjelang ajal umumnya belum ditangani dengan baik di zaman modern

sikap orang terhadap kematian dan sekarat semakin ditandai oleh kecemasan,

ketakutan, ataupun sikap menghindar.

Dari sebagian besar kajian pustaka yang ditulis dan yang saya temukan

belum ada yang membahas secara spesifik mengenai “Filosofi pemakaman

dan Kremasi dalam Katolik”. Oleh karena itu saya tertarik ingin menulis dan

membahas Judul tersebut.


16

F. Metodologi Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan

beberapa hal yang meliputi :

1. Jenis Penelitian

Dalam Melakukan penelitian ini, penulis menggunakan penelitian

lapangan (field research), yaitu penulis mengadakan penelitan lapangan di

Oasis Lestari di Rumah Duka, dan Krematorium Oasis Lestari Kota

Tangerang.

2. Metode Penelitian

Metode penelitian yang penulis gunakan adalah metode penelitian

kualitatif. Penelitian Kualitatif merupakan prosedur penelitian yang akan

menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis dan lisan dari perilaku

seseorang yang dapat diamati.17

Sedangkan dalam buku Samiaji Sarosa dijelaskan bahwa penelitian

yang bersifat kualitatif adalah penelitian yang mencoba memahami fenomena

yang terjadi dan penelitian berusaha untuk tidak memanifulasi data yang
18
sesuai dengan fenomena yang terjadi, dengan kata lain, memahami realita

sosial yang bersifat deskriptif.

Penelitian Deskriptif adalah sebuah penelitian yang bertujuan untuk

menggambarkan suatu gejala sosial, politik ekonomi dan budaya, yang mana

17
Lexy J. Meolong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung : PT. Remaja
Rosdakarya, 2007), h. 3.
18
Samiaji Sarosa, Penelitian Kualitatif dasar-dasar (Jakarta : PT. Indeks, 2012), h. 7.
17

dalam penelitian ini penulis berusaha untuk menggambarkan suatu gejala

keagamaan. 19

3. Data Penelitian

Untuk mendapatkan data dalam penelitian ini , penulis menggunakan dua

data yang diperlukan yaitu,data primer dan data sekunder. 20

a. Data Primer

Data Primer adalah data penelitian utama atau pokok dan merupakan

data yang didapat secara langsung dari yang berkaitan dengan permasalahan

skripsi ini.

Data primer diperoleh dari hasil pengamatan, pemahaman, dan

wawancara dengan Tiga Narasumber. Tiga Narasumber tersebut adalah :

1. Melakukan wawancara dengan pemimpin umum Oasis Lestrai di

Jatake Kota Tangerang.

2. Melakukan wawancara dengan Romo Johannes Adrianus Hendra

Sutedja, S.J.

3. Melakukan wawancara dengan Romo FX Dedomau D. Da Gomez,

SJ.

b. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang digunakan sebagai pelengkap dan

penunjang dari data primer. Adapun yang termasuk dalam data sekunder

19
U. Maman Kh, dkk, Metodologi Penelitian Agama Teori dan Praktik (Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2006), h. 29.
20
Kartini Kartono, Pengantar Metodologi Reaserch Sosial (Bandung: Alumni,1983), h
27.
18

adalah jurnal, buku-buku, skripsi dan tesis yang relevan dengan judul skripsi

diatas. Diantaranya buku atau skripsi yang berkaitan dengan judul skripsi

diatas adalah: “Riwayat Api Penyucian”, karya Albertus Purnomo, Ofm.

“Pertobatan dalam tradisi Katolik”, karya Al. Purwa Hardiwiyono, MSF.

“Pokok-pokok Iman Gereja”, karya Emanuel Martasudjita, Pr. “Merawat

Jenazah”, karya Sr. Agustina, CB. “Tata laksana melepas Jenazah”, karya

Komisi Liturgi Keuskupan Agung Semarang.

4. Tehnik Pengumpulan Data

Dalam melakukan penelitian lapangan (field research), penulis

menggunakan tehnik penguumpulan data yang terbagi atas:

a. Wawancara

Wawancara adalah suatu kegiatan tanya jawab yang terjadi dua orang atau
21
lebih dengan landasan dari tujuan penelitian. biasanya dalam penelitian

kualitatif banyak menggunakan teknik wawancaa dalam pengumpulan data

yang mana dalam melakukan wawancara peneliti dapat menggali data. 22

Dalam teknik pengumpulan data wawancara ini, penulis akan melakukan

wawancara kepada pemimpin Oasis Lestari di Jatake Kota Tangerang.

b. Dokumentasi

Metode dokumentasi adalah suatu metode yang digunakan untuk mencari

data mengenai hal-hal atau variable berupa catatan, transkip, buku, surat

21
Anas Sudijono, Diklat metodologi Research dan bimbingan skripsi (Yogyakarta: UD.
Rama, 1981), h. 18.
22
Sarosa, Penelitian Kualitatif, h. 45.
19

kabar, dan VCD dengan maksud untuk mendapatkan informasi mengenai

keagamaan, letak geografis, serta keadaan sosial Oasis lestari di Jatake Kota

Tangerang.

5. Pendekatan Penelitian

Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan Antropologi

Agama, pendekatan ini berupaya memahami kebudayaan-kebudayaan produk

manusia yang berhubungan dengan agama. Sejauh mana agama memberi

pengaruh terhadap budaya dan sebaliknya, sejauh mana kebudayaan suatu

kelompok masyarakat memberi pengaruh terhadap agama.23

Dalam penelitian ini penulis juga menggunakan pendekatan Sosiologi

Agama. Sosiologi Agama yaitu pendekatan yang mempelajari peran agama di

dalam masyarakat, praktik, latar sejarah, perkembangan dan tema universal

suatu agama di dalam masyarakat. 24

6. Tehnik Analisis Data

Tehnik analisi data yang penulis gunakan adalah metode deskriptif

analitik, yaitu metode yang dilakukan dengan cara menguraikan sekaligus

menganalisis data yang menjadi hasil pengkajian dan pendalaman atas bahan-

bahan penelitian. metode deskriptif lebih banyak berkaitan dengan kata-kata

dimana semua data-data hasil penelitian diterjemahkan ke dalam bentuk

bahasa, baik lisan maupun tulisan. Kemudian, data-data yang berbentuk

23
Dr. Media Zainul Bahri, Wajah Sudi Agama – Agama (Yogyakarta : Pustaka Pelajar,
2015), h. 47.
24
Daniel L. Pals, Seven Theoris of Religion. Penerjemah Iniyak Ridwan Muzier
(Yogyakarta : IRCiSoD, 2011), h. 342.
20

bahasa ini dianalisis sesuai dengan tujuan penelitian sehingga menghasilkan

kesimpulan.25

Dengan Menguraikan (Deskriptif) dan menganalisa (Analitik), penulis

dapat memberikan gambaran secara maksimal atas objek penelitian yang

dikaji dan dialami dalam penelitian ini. Hasil kajian dan penelitian dalam

skripsi ini disajikan dalam bentuk narasi.

7. Metode Penulisan

Metode Penulisan skripsi ini berpedoman pada prinsip-prinsip yang diatur

dan dibukukan dalam Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis dan

Desertasi), yang diterbitkan oleh CeQDA (Center for Quality Development

and Assurance) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

G. Sistematika Penelitian

Agar Mempermudah dalam pembahasan maka dari itu disusun

sistematika Penulisan yang terdiri dari 5 (Lima) bab terdiri dari sub-sub

bab sebagai berikut :

Bab I Bab ini merupakan pendahuluan. Dalam bab ini tercakup di

dalamnya lima pasal pembahasan yang terdiri dari Latar

Belakang Masalah; Rumusan Masalah; Tujuan Penelitian;

Manfaat Penelitian; Metode Penelitian; Tinjauan Pustaka;

dan Sistematika Penulisan.


25
Nyonya Kutha Ratna, Metodologi Penelitian : Kajian Kebudayaan dan Ilmu Sosial
Humaniora Pada Umumnya (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2010), h. 337.
21

Bab II Bab ini akan Mendeskripsikan tentang gambaran umum

Oasis Lestari Kota Tangerang, dimulai dari Sejarah

berdirinya oasis lestari, letak geografis oasis lestari Kota

Tangerang, keadaan sosial Oasis Lestari Kota Tangerang

dan Fasilitas.

Bab III Bab ini akan mendeskripsikan prosesi pemakaman dan

kremasi dalam Katolik yang berisikan Makna Kematian

dalam Katolik.Pengurusan Menjelang Meninggal dalam

Katolik, Pengurusan Setelah Meninggal dalam Katolik,

prosesi Pemakaman dan prosesi Kremasi dalam Gereja

Roma Katolik

Bab IV Bab ini merupakan tentang Makna Filosofis Pemakaman

dan Kremasi dalam Gereja Roma Katolik

Bab V Bab ini merupakan bab penutup yang berisikan kesimpulan

dari seluruh kajian dalam skripsi ini, dan saran-saran yang

sifatnya membangun dari penulis.


BAB II

GAMBARAN UMUM OASIS LESTARI KOTA TANGERANG

A. Sejarah Berdirinya Oasis Lestari Kota Tangerang

“Tidak sedikit orang yang enggan, bahkan tabu, berbicara tentang

kematian. Padahal kematian adalah yang sangat penting bagi manusia, bahkan

dalam arti terentu dapat lebih penting daripada kehidupannya di dunia. Sebab

kehidupan di dunia ini bagaimanapun indahnya tetaplah fana, tidak abadi

sedangkan kehidupan setelah kematian, bagi kebanyakan orang diyakini

sebagai kehidupan kekal abadi. Kehidupan kekal jauh lebih indah daripada

kehidupan di dunia.”

Kematian merupakan peristiwa penting, karena kematian bagaikan pintu

menuju kehidupan yang baru. Oleh karena itu dalam tradisi banyak komunitas

masyarakat maupun agama, yang meninggal harus dihormati dan diperlakukan

sebaik-baiknya.

Maka bermimpilah ia, di bumi ada didirikan sebuah tangga yang ujungnya

sampai di langit, dan tampaklah malaikat-malaikat Allah turun dari tangga itu

(kej 28:12). Nukilan ayat inilah yang mengilhami berdirinya Oasis Lestari,

sarana menuju keabadian.1

Oasis Lestari diresmikan pada Tanggal 5 April 2005, merupakan suatu

komplek terpadu yang memiliki fasilitas Rumah Duka (Mortuarium) terdiri

1
Sewindu Oasis Lestari, “12 Tahun Membangun Tradisi Memuliakan Jiwa,” 2017 h. 3.

22
23

dari 6 Ruang Semayam, Krematorium (Crematorium), terdiri dari 3 Oven

pembakaran, Rumah Abu (Columbarium) terdiri dari 2.500 ruang

penyimpanan abu dan Dinding Memorial (Memorial Wall) yang dapat

mengabadikan nama Almarhum di Oasis Lestari.2

Oasis lestari dimiliki oleh Dana Konferensi Waligereja Indonesia (DP

KWI) Dengan Tujuan menyediakan pelayanan yang lebih terjangkau bagi

masyarakat luas karena mahalnya biaya pemakaman. Selain itu DP KWI

berniat untuk memperbaiki standard Rumah Duka, Krematorium dan Rumah

Abu di Indonesia terutama di Jakarta.

Lebih dari itu, DP KWI berkeinginan untuk membangun sebuah momen

peringatan atau yang disebut sebagai Dinding Memorial guna Mengenang

dan Menjadi Kebanggaan bagi keluarga yang ditinggalkan. Melalui Dinding

Memorial baik anak, cucu, maupun seluruh kerabat Almarhum dapat

mengenang segala sesuatu tentang Almarhum didalam berkarya. membangun

bisnis, keluarga dan lainnya. Pelayanan Dinding Memorial ini adalah untuk

mengenang nama Almarhum dan merupakan yang pertama di Indonesia.3

2
Wawancara Pribadi dengan Ir. Epesus Sirait (Kepala Krematorium dan Tehnik Umum
PT Danita Oasis Lestari di Jatake Tangerang, Banten) Pada Tanggal 22 Februari 2018.
3
Oasis Lestari, “12 tahun membangun tradisi memuliakan jiwa,” (Jakarta : 2017), h. 12.
24

B. Letak Geografis dan Demografis Oasis Lestari Kota Tangerang

Kompleks dan Bangunan Oasis Lestari Lokasinya diapit Sejumlah pabrik

dan kawasan rumah penduduk.Oasis Lestari sungguh menjadi oase di

Lingkungan sekitarnya selama sewindu ini, 2005-2013 Letak Oasis Lestari di

Jalan Gatot Subroto km 7-8, Jatake Tangerang mudah dicapai dalam waktu

yang relative singkat melalui tol Jakarta Merak (exit bitung). Arealnya, ditata

dengan seksama dan nyaman diharapkan menjadi bagian dari proses

penyembuhan kedukaan. Oasis Lestari dijadikan “Zona Hijau” diantara

cerobong-cerobong asap pabrik-pabrik yang bertebaran di sepanjang jalan itu.

Di lahan seluas 3,9 Hektar itu berdiri 3 Gedung Utama yang megah (Rumah

Duka/mortarium, Krematorium/Pembakaran Jenazah, dan Kolumbarium

/Rumah Abu) yang ditata sedemikian rupa, dikitari tanaman-tanaman, kolam-

kolam, perpohonan rindang, dan barisan pohon bambu yang menjadi pagar

tempat parkir mobil dan bus yang cukup luas. Bangunan gedung untuk

kremasi misalnya, didesain “bermandikan cahaya” dengan arnomen kaca patri

di langit-langit yang mampu mengusir kesan angker sebuah krematorium.

Oasis Lestari menjadi One stop service untuk kedukaan.4

“Baru kali ini, saya melihat tempat pembakaran mayat seindah ini,’ kesan

pengunjung pada umumnya ketika datang ke Oasis Lestari untuk pertama

kalinya.

4
Sewindu Oasis Lestari, “Jejak Suplemen Majalah Hidup,” 2013 h. 3-4.
25

Oasis lestari, memang melayani orang yang berduka, bila ada sanak famili

yang meninggal, entah di rumah sakit maupun dirumah, bersegeralah

menelpon atau mendatangi sendiri ke Oasis Lestari. Sr Ulfrida Lempang JMJ

bersama stafnya seperti Antonius Kris Biantro, Luhur Astoto, dan Margaretha

Linawati akan melayani sesuai keinginan Anda.

“Klien kami biasanya dari yayasan yang mengurus kematian, pengurus

seksi kematian paroki/ lingkungan,atau umat langsung yang ditinggal mati

keluarganya. Tidak semua Katolik. Karena Oasis Lestari Melayani untuk

Umum,” tutur Antonius Kris Biantoro, karyawan senior di front Office sejak

Oasis Lestari resmi berdiri 5 April 2005. Dalam catatan mereka, setiap bulan

Oasis Lestari rata-rata menerima jenazah 30-50 Jenazah. Jenazah tersebut ada

yang disemayamkan saja, kemudian dimakamkan. Atau setelah jenazah

disemayamkan saja, kemudian dimakamkan. Atau setelah jenazah di

semayamkan, lalu kremasi untuk dilarung ke laut atau disimpan di rumah Abu

(Kolumbarium). “biasanya yang beragama Islam hanya disemayamkan,

kemudian dimasukan ke peti mati untuk segera dimakamkan di luar kota.

Kami juga melayani memandikan dan mengkafani jenazah secara Islam,” tutur

Luhur.

Arsitektur bangunan Oasis Lestari Ini memberikan kesan gaya klas

minimalis dengan cat putih yang dominan untuk memberikan suasana

simplistik dengan pilar-pilar kokoh yang menghiasi beberapa sudut bangun

memancarkan aura keangunan, kenyamanan,dan kedamaian. Kompos warna

putih yang mendominasi hampir seluruh bagian gedung memberi kesan bersih
26

dan indah. Bangunannya dikelilingi oleh tanam dan kolam ikan sehingga

memberikan kesan yang sejuk.5

C. Fasilitas Oasis Lestari :

1. Rumah Duka

Rumah Duka Oasis Lestari memberikan pelayanan 24 jam penuh dengan

fasilitas ruang transit jenazah, kantor administrasi, kantin dan sarana umum

untuk pengunjung.

Ruang transit jenazah 6 X 4 meter, terdapat 2 tempat yang bersih dan steril

untuk jenazah. Ruang pemandian jenazah berukuran 6 X 4 meter, dibagi

menjadi 2 Ruangan, satu ruangan, satu ruangan digunakan untuk memandikan

jenazah dilengkapi dengan shower dan satu ruangan lagi digunakan untuk

membersihkan jenazah. Ruang rias jenazah berukuran 3 X 2 meter.

Aula/Ruang semayaman dirancang Khusus untuk kapasitas 150 pelayat

setiap ruangannya, ukurannya luas dan ketinggian ruang yang maksimal,

dilengkapi dengan sistem tata udara yang membuat pengunjung dapat

menikmati kenyamanan. Oasis lestari mempunyai 7 ruang persemayaman

jenazah yang luas, ruang keluarga yang berukuran 4 X 3 meter dilengkapi

dengan tempat tidur queen size dan kamar mandi yang terjaga kebersihannya.

Fasilitas :

5
Rm. Ignatius Joko Purnomo O’Carm, “Prima Putra Machinery Engineering”
(November 2006 )h. 17.
27

a. Ruang Semayam yang luas memiliki kapasitas ruangan yang besar bisa

menampung 100 s/d 150 kursi di dalamnya. Serta ruangan yang dingin

yang bisa disesuaikan sesuai keinginan.

b. Dispenser dan Kulkas dilengkapi dengan cooler serta kulkas bagi

keluarga yang berduka, yang ingin menikmati kesegaran air minum,

baik minuman dingin maupun minuman panas serta pedapat

menyimpan makanan dan minuman dalam kulkas.

c. Ruang tidur keluarga

Khusus ruang semayam premium, memiliki tempat istirahat yaitu

kamar tidur keluarga yang ber AC sebagai salah satu fasilitas yang

ditawarkan sehingga keluarga berduka bisa beristirahat dengan

nyaman dan tenang.

d. Sound System dan Mic

Setiap tempat memiliki fasilitas sound system dan Microfon untuk

kegiatan acara Ibadah dan Doa. Salah satu tempat penginapan bagi

keluarga yang sedang berduka dimana letaknya tidak jauh dan masih

dalam satu kompleks/lingkungan Oasis Lestari. Jadi untuk keluarga

tidak perlu jauh jauh cari penginapan karena fasilitas tersebut sudah

termasuk di dalam paket pelayanan semayam.

Fasilitas Lain :

- Kantin
28

Memiliki 2 kantin yang berada di depan gedung Krematorium Oasis

Lestari dan di Belakang gedung Rumah Duka Oasis Lestari. Kantin

depan menyediakan minuman dingin dan minuman panas seperti :

Kopi, Teh, dan lain lain. Sedangkan kantin yang belakang

menyediakan makanan serta minuman dimana kedua kantin tersebut

berada di dalam ruang terbuka hijau serta dapat dirasakan sejuknya

udara di antara rindangnya perpohonan di sekitar lingkungan Oasis

Lestari.

- Ruang Terbuka Hijau

Kebutuhan oksigen yang diperlukan manusia untuk menunjang

kesehatan sangatlah diperlukan. Apalagi di lingkungan yang saat ini

cenderung kurangnya tempat terbuka hijau dimana udara dijalanan

cenderung berdebu dan kotor karena asap kendaraan. Oasis Lestari

adalah tempat yang cocok memberikan suasana dan nuansa sejuk

diantara taman dan pepohonan yang indah.

- Parkir yang luas

Oasis lestari memiliki tempat parkir yang luas baik parkir mobil

maupun parkir motor. 6

6
Oasis Lestari “Ketenangan Hati-Ketenangan Jiwa” https://oasislestari.co.id/rumah-abu/
Diakses Pada 11 April 2019.
29

2. Krematorium

Krematorium Oasis Lestari merupakan salah satu tempat kremasi modern

dan ramah lingkungan pada masa ini khususnya di daerah Jabodetabek.

Menggunakan teknologi Krematorium kualitas standart terbaik Eropa

yang paling modern dan ramah lingkungan. Pemeliharaan mesin dibawah

supervise langsung para ahli dari Inggris. Sempurna dalam proses kremasi,

cepat dan berkualitas. Memiliki 3 Oven kremasi dengan kualitas standart

terbaik Eropa. Bermartabat memuliakan jiwa.

Dua Aula krematorium yang masing-masing berukuran 10 Meter,

dirancang denggan tata cahaya, tata artistik dan tata suara sehingga tercipta

ruang yang tenang dan nyaman. Tiap aula krematorium dapat menampung 100

orang yang dilengkapi dengan ruang keluarga. Lobby Krematorium Oasis

Lestari dapat mengakomodasi 200 orang.

Kremasi adalah suatu proses yang mempercepat perubahan tubuh menjadi

abu. Untuk memberikan penghormatan yang tinggi terhadap Jenazah, proses

ini dilakukan dengan elegan dan khidmat. Fasilitas Aula disediakan bagi

Keluarga untuk melakukan upacara keagamaan sebelum Jenazah dimasukan

ke dalam oven.

Proses kremasi dilakukan dengan oven digital yang dipesan dari Leeds,

Inggris. Oven Kremasi ini menggunakan teknologi yang modern ramah

lingkungan sehingga pembakaran berlangsung cepat dan bersih. Pembakaran

dengan oven ini hanya berlangsung sekitar 90 menit pada suhu 960 derajat
30

celcius. Peti jenazah yang dapat masuk ke dalam 2 oven kremasi tersebut

adalah dengan panjang peti maksimal 215, lebar peti maksimal 87 cm, tinggi

peti maksimal 70 cm dan tebal peti maksimal 6 cm.

Tarif kremasi 2018 :

 Peti Kecil, Ukuran 80-100 cm ............................ Rp. 5.000.000,-

 Peti Dewasa, Tebal 2-3 cm.................................. Rp. 7.000.000,-

 Peti Dewasa,>- 4 cm atau Jumbo ....................... Rp. 9.000.000,-

Catatan

Ukuran peti maksimum untuk :

 Oven Standard = P x L x T = 215 X 80 X 75

 Oven Jumbo = P x L x T = 220 X 100 X 82

Tarif dapat berubah sewaktu-waktu

3. Kolumbarium

Rumah Abu Oasis Lestari didesain terbuka untuk menimbulkan kesan

simple dan nyaman. Lobby dari rumah abu dilengkapi dengan kolam ikan

yang memanjang dimulai dari sisi kiri hingga menuju bundaran air mancur

berada di area masuk kawasan Oasis Lestari, didalamnya terdapat ikan hias

dan bunga lotus yang dapat menambah rasa nyaman.

Rumah abu menampung 2030 Kotak Abu berukuran 38 X 48 X 60 cm

yang tersusun rapi dan bersih. Hal ini sangat diutamakan karena merupakan

salah satu kewajiban Oasis Lestari untuk memberikan pelayanan bagi para
31

keluarga. Lobby kolumbarium dapat digunakan oleh keluarga almarhum untuk

mengadakan upacara keagamaan dengan kapasitas sebesar 200 orang. Di

belakang bagian rumah abu terdapat kantor kolumbarium dan toilet.

Selain penyimpanan abu, Rumah Abu juga memiliki “Memorial Service”

yang meliputi pembuatan obituari dalam bentuk buku eksklusif, penulisan

nama almarhum pada dinding memorial, serta pencantuman riwayat singkat

dan family tree di dalam website Oasis Lestari.

4. Wisma Oasis Lestari

Wisma Oasis Lestari dibangun Tiga lantai, dibangun luas 696 meter

persegi per lantainya. Wisma ini dirancang dengan arsitektur modern dalam

perpaduan yang pas dengan bangunan-bangunan yang ada sebelumnya.

Sebagai kontraktor pembangunan gedung milik Dana Pensiun KWI ini, PT

Imesco dito yang sudah berpengalaman sejak 1979, baik dalam design dan

kontruksi, khususnya perumahan dan tempat tinggal.

Pemberkatan tiang pancang pertama pada tanggal 24 Oktober 2016, Oleh

Romo Royke Djakarya-ketua pengurus Dana Pensiun KWI Sekaligus

Komisaris Utama PT Danita – Oasis Lestari. Pemberkatan gedung ini,

bersamaan waktu dengan Gedung Workshop Oleh Romo Julius Edyanto MSF

– salah seorang Direktur PT Danita – Oasis Lestari. Gedung wokshop ini

sudah digunakan sebagai tempat dan memperbaiki dan merawat fasilitas

kawasan Oasis Lestari. Wisma Oasis Lestari dibangun dengan tujuan untuk

menyediakan fasilitas penginapan bagi keluarga-keluarga yang


32

menyemayamkan jenazah anggota keluarga di Rumah Duka Oasis Lestari.

Wisma ini terdiri dari 18 kamar tidur dilengkapi dengan fasilitas-fasilitas lain

berkualitas hotel. Harapannya, anggota keluarga dan kerabat yang sedang

berduka dapat mengambil kesempatan untuk beristirahat dengan nyaman.

Oasis Lestari dikelola secara bisnis modern. Fasilitas-fasilitas yang dibangun

pun direncanakan tidak sembarangan. Romo Roy mengungkapkan , “Oasis

Lestari dibangun agar orang terbantu untuk memuliakan jiwa saudaranya

yang meninggal, menuju kehidupan abadi”.7

D. Keadaan Sosial Oasis Lestari Kota Tangerang

Sebelum mendirikan Oasis Lestari harus memenuhi tiga Kriteria yang ada

di bawah ini : Pertama dapat memberikan nilai yang bermanfaat ekonomis

bagi warga dilingkungan sekitar (kelurahan Jatake), Kedua dapat menciptakan

lapangan kerja bagi warga sekitar yang membutuhkan , dan Ketiga harus

ramah lingkungan. Jika tidak memenuhi tiga kriteria tersebut maka

pembangunan Oasis Lestari tidak berjalan dengan lancar.

Ketika Oasis Lestari sudah berdiri : harus selalu dapat memberikan

pelayanan yang baik bagi orang yang sudah meninggal dengan tidak

memandang suku, agama, ras, dan bahasa. Karena Indonesia adalah Negara

kesatuan yang menjunjung tinggi Keberagaman. Oasis Lestari bukan sekedar

tempat menempatkan jenazah, mengkremasinya dan Menyimpan abu Jenazah

7
Sewindu Oasis Lestari, “12 th Membangun Tradisi Memuliakan Jiwa,” (Jakarta :
2017), h. 12.
33

. Oasis Lestari dibangun untuk memberikan pelayanan agar semua orang yang

meninggal dan keluarga yang berduka terlayani dengan baik. Dan juga tidak

lupa tetap mendoakan bagi arwah-arwah yang disemayamkan, dikremasi dan

abu jenazah yang masih ada di Oasis Lestari .8

8
Wawancara Pribadi dengan F. Bowo Rini Sunarsasi (Pimpinan Umum PT Danita &
Pemimpin Umum Oasis Lestari di Jatake Tangerang, Banten) Pada Tanggal 15 Februari 2019.
34

BAB III

ANALISIS PROSESI PEMAKAMAN DAN KREMASI DALAM GEREJA

ROMA KATOLIK

A. Definisi Kematian

Kematian pada dasarnya adalah kewajaran dalam hidup. Mati menjadi

pasangan dari hidup. Setiap yang bernyawa pasti merasakan kematian. Tetapi

kita memang sering tidak memahami kapan sang maut itu datang dan harus kita

hadapi. Kematian datang bagaikan pencuri, menyelinap masuk lalu keluar

membawa roh kehidupan kita dengan meninggalkan jasad kita tergolek tak

berdaya. Terasa hidup menjadi terlalu singkat, terasa banyak tugas dan

pekerjaan dan kewajiban yang belum terselesaikan. Kematin sering identik

dengan tragedi yang membawa banyak kesedihan bagi yang ditinggalkan.1

Kematian menjadi dramatis, apalagi kalau peristiwa itu melibatkan diri

kita, orang yang sangat kita cintai, orang yang sangat kita butuhkan, orang

yang mempengaruhi dan bahkan menentukan jalur hidup kita. Akibatnya,

meskipun manusia hidup di alam dimana semua makhluk lahir, tumbuh dan

mengalami kematian, tidak mudah menerima kematian diri sendiri, atau

kematian orang yang dicintai sebagai suatu kenyataan yang wajar. Kita semua

merasakan kesedihan yang barangkali bagi kebanyakan orang sungguh luar

biasa mengalami kematian ayah dan ibu kita, orang yang kita sayangi, orang

baik yang dibutuhkan oleh masyarakat, atau kematian yang mengenaskan dari

1
Louis Leahy, S.J., Misteri Kematian Suatu Pendekatan Filosofis, ( Jakarta : Pt Gramedia
Pustaka Utama, 1998), h. 10.
35

para pembunuhan korban sadis atau bencana alam. Kematian berarti

keterpisahan jarak yang ditimbulkannya menjadi tak terukur, tak terbatas.

Semakin dekat dengan jarak dan emosi kita dengan mereka, semakin kita tidak

bisa menerima keterpisahan ini. Semakin jauh jarak semakin terasa wajar

kematian itu. Kendati demikian, akhirnya bagi seluruh manusia toh kematian

harus dan akan diterima sebagai “Nasib” , sesuatu yang tak mungkin terelakan,

sebagaimana kelahiran itu sendiri, kehidupan itu sendiri, kendatipun ada upaya

untuk menyikapi nasib, tetap tak terelakan.

Masalah-masalah tersebut yang mengantarkan manusia pada suatu

kesadaran mengapa ia harus mengalami kematian. 2

Kematian adalah suatu kejadian yang tidak bisa dielakkan, maka peristiwa

itu harus dijadikan sebagai personal yang harus diterima dan dihidupi secara

bebas dan bertanggung jawab. Meninggal dengan pantas berarti menghadapi

kematian dengan tenang. Kematian diterima sebagai bagian Integral dari

Eksistensi manusia. Orang mampu mengatakan bahwa dia mau meninggal,

tetapi bukan dia yang menentukan kematian. 3

Kematian merupakan sebuah kepastian bagi manusia. Manusia yang hidup

pasti mati. Kematian badani itu sudah bersifat alami. Itulah akhir kehidupan

duniawi. Artinya ketika manusia hidup dan pada suatu saat meninggal atau

mati entah dalam usia berapa pun, manusia mengakhiri kehidupan alaminya.

2
Louis Leahy, S.J., Misteri Kematian Suatu Pendekatan Filosofis, ( Jakarta : PT
Gramedia Pustaka Utama, 1998), h. 11.
3
P. Gonzales Nadeak, OFMCap, Lebih Baik Mati, (Medan : PT Bina Media Perintis,
2004), h. 34.
36

dalam hal ini menjadi wajar dan diterima semua kebijaksanaan hidup berbagai

bangsa yang melihat bahwa kehidupan ini bersifat fana, tidak kekal seperti

orang Jawa bilang: urip iku mung mampir ngombe (= hidup ini hanya singgah

hanya untuk minum, artinya hidup sementara saja).

Teologi Neoskolastik bisa membahas makna kematian dalam tiga makna.

Pertama: semua orang secara tidak terkecuali pasti mati. Dalam pengertian ini

kematian dilihat sebagai kemestian yang umum berlaku untuk semua manusia.

Bahkan dapat dikatakan bahwa eksistensi manusia menurut adanya adalah

untuk mati. Kedua: kematian berarti akhir dari perjalanan dan penziarahan

hidup. Dalam tradisi Kristiani dipahami bahwa kehidupan manusia antara

kelahiran dan kematian merupakan suatu penziarahan, suatu keadaan

perjalanan dan sekaligus masa waktu untuk membuat keputusan. Dalam

pengertian ini kematian bukan hanya sebuah akhir tetapi sebuah pengabdian

kehidupan di dunia ini. Jadi kehidupan ini hanyalah sekali. Keputusanku pada

akhir hidup menjadi keputusan yang berlaku selamanya, dan tak dapat diulangi

lagi. Ketiga: kematian secara tradisional dipandang sebagai akibat hukuman

dosa. Tradisi Kristiani juga memahami kematian sebagai akibat dosa. “sebab

itu, sama seperti dosa telah masuk ke dalam dunia oleh satu orang, dan oleh

dosa itu juga maut,demikianlah maut itu telah menjalar kepada semua orang,

karena semua orang telah berbuat dosa”(Rm 5:12). Ajaran Paulus ini sering

dirujuk dalam ajaran Gereja. Kita menafsirkan pernyataan “kematian sebagai

hukuman dosa, melainkan bahwa kita mengalami kematian sebagai sesuatu


37

yang berlawanan dengan dinamik kehidupan dan makna seluruh kehidupan

yang hanya bersumber pada Allah. 4

1. Kematian Secara Umum

Pandangan umum tentang Kematian yang sering di dengar, yaitu Kematian

merupakan akhir dari kehidupan manusia di dunia ini. Kematian manusia akan

terjadi seiring semakin tuanya usia dan berjalan secara alami sebagaimana

makhluk hidup pada umumnya. Kematian dianggap sebagai sesuatu yang

wajar apabila orang meninggal dalam usia yang sudah cukup tua dan banyak

anak.5

Ketika kematian tiba, tidak ada satu pun kuasa di atas bumi ini yang

mampu menolaknya.6 Kematian adalah pemisahan pikiran dari tubuh, dan

pada saat itu pikiran berpindah ke dalam suatu dunia kehidupan lain.

Kematian menghantar manusia untuk memahami hidupnya dan sekaligus

mengajaknya untuk percaya akan adanya kekuatan dan kekuasaan di luar

dirinya yang membuat dia ada dan tiada kembali.7 Kateksimus Gereja Katolik

Menulis :

“Kematian adalah akhir perjalanan perziarahan manusia di dunia, titik

akhir dari masa rahmat dan belas kasihan, yang Allah berikan kepadanya,

4
Emmanuel Martasudjita, Pr, Pokok-Pokok Iman Gereja (Yogyakarta : Kanisius, 2013),
h. 267.
5
Bdk, Peter C. Phan, 101 Tanya Jawab Tentang Kematian dan Kehidupan Kekal
(Yogyakarta : Kanisius, 2005), h.79.
6
Norman J. Muckerman, CSSR, Menyingkap Keajaiban Rahasia di Balik Kehidupan
Kematian Akhirat (Jakarta : Fidei, 2005), h. 8.
7
Ig. Joko Suyanto, Berziarah Bersama Allah Menuju Allah (Yogyakarta : Kanisius,
2006), h. 107.
38

supaya melewati kehidupan di dunia ini sesuai dengan rencana Allah dan

dengan demikian menentukan nasibnya yang terakhir” (KGK 1013).

Kematian menjadi akhir dari perjalanan hidup di dunia dan akan

memasuki hidup yang baru bersama Allah. Namun, kualitas perjalanan

manusia di dunia sangat menentukan kelayakan untuk dapat hidup bersama

Allah. Allah akan memperhitungkan semua perbuatan manusia di dunia.

Kematian merupakan bagian integral dari kehidupan manusia. Mengapa?

Karena manusia tidak tercipta dari percikan Ilahi ataupun perkawinan dewa-

dewi seperti yang diceritakan oleh Mitos dan dongeng zaman purbakala.

Sebaliknya, Al-kitab menyaksikan bahwa manusia tercipta dari debu tanah. Ia

bahkan menjadi makhluk hidup karena Allah mengembuskan nafas kepadanya

(Kej. 2:7). Itulah alasan mengapa manusia menjadi makhluk yang terbatas dan

fana.

Keterbatasan dan kefanaan manusia antara lain tampak dalam ketidak

mampuannya untuk hadir diberbagai tempat sekaligus. Sebab, manusia sangat

terikat oleh ruang dan waktu. Tubuh manusia mudah terserang oleh penyakit

dan mengalami penuaan. Obat tercanggih sekalipun tidak dapat membuat

manusia hidup untuk selamanya. Sekuat apapun tubuh manusia, pada akhirnya

ia akan meninggal juga.

Kematian memang bagian dari siklus hidup manusia di dunia. Kelirulah

jika menganggap kematian semata-mata adalah akibat atau upah dari dosa.

Kematian telah ditetapkan oleh Allah sejak semula bagi manusia yang adalah
39

makhluk ciptaan-Nya. Karena itu, sama seperti kehidupan, kematian manusia

juga berada dalam Kuasa Allah. Tidak ada kematian terjadi diluar

pengetahuan dan/atau kehendak-Nya.8

Menginsafi kematian sebagai bagian dari kehidupan tidak lantas

meniadakan ketakutan manusia. Pertama, karena tidak ada seorang pun yang

tahu bilamana hal itu terjadi akan terjadi. Jika Ya, maka setiap orang

barangkali akan berusaha hidup sebaik mungkin menjelang kematiannya.

Kedua, karena tidak ada seorang pun yang mengetahui dengan pasti apa yang

terjadi setelah kematian. Ketiga, ketakutan manusia akan kematian sering kali

juga disebabkan oleh ketidaksiapannya untuk melepaskan segala sesuatu yang

dimilikinya di dunia, seperti pasangan hidup, keluarga, jabatan, pekerjaan,

harta benda, dan lain sebagainya. Manusia tidak mau melepaskan semua itu

karena ia begitu mengasihinya dan tidak bersedia kehilangannya.

Terlepas dari siap tidak siap, mau atau tidak mau, toh kematian pasti akan

terjadi. Kali ini kematian dialami oleh orang yang kita kenal dan kasihi.

Besok, lusa, atau waktu ke depan, kematian akan menjadi bagian kita. Karena

itu, sebagai orang percaya kita meski bersiap diri untuk menghadap kematian.

Bagaimana caranya? Tidak lain adalah menjalani hidup sebagaimana Tuhan

kehendaki.hidup dalam kebenaran dan kasih antara seorang dengan yang lain.

Hanya dengan cara tersebut, maka kematian tidak lagi menjadi perkara

yang menakutkan. Sebaliknya, kematian diterima sebagai akhir dari perjalanan

8
Sally Neparassi, ALLAH Merangkul : Maknai Kehidupan Kematian dalam Allah,
(Jakarta : PT BPK Gunung Mulia, 2018), h. 10.
40

hidup kita di dunia. Bahkan, kematian dihayati sebagai pintu untuk memasuki

babak kehidupan yang baru bersama dengan Tuhan, yakni kehidupan mulia

dan kekal. Kehidupan tanpa pergumulan dan air mata. Kehidupan dimana

sukacita dan damai sejahtera tidak akan pernah sirna.

Tepatlah jika pemazmur berkata : “Berharga di mata Tuhan, kematian

semua orang yang dikasihani-Nya.” Mengapa? Sebab, kematian mereka tidak

sia-sia. Mereka meninggal di dalam rencana dan Kehendak Allah. Mereka

juga meninggal dengan mewariskan teladan dan kenangan yang mendapat

berkat bagi banyak orang. Meskipun jasad mereka hancur dan kembali

menjadi tanah, karya dan prestasi mereka akan selalu diingat dan

menginspirasi generasi selanjutnya. 9

2. Kematian dalam Pandangan AlKitab

Dalam kamus pintar Alkitab konsep kematian dijelaskan dalam Bahasa

Yunani menggunakan beberapa istilah untuk bisa menjelaskan konsep

kematian yang dimaksudkan oleh Alkitab secara khusus tertuju pada injil

Lukas 16 : 19-31. Kata “Mati” ialah nekrous (akusatif, plural, maskulin) dari

kata nekros (Ef 2:1,5), berarti ebnoksius to death “Kematian yang buruk,

menjijikan, atau mortal “Yang mematikan” dalam (The Analytic Greek

Lexicon). Kata nekrous juga dead “Mati” lifeless “tidak bernyawa” on a death

person „orang mati‟ useless „tidak berguna, tidak bermanfaat‟ (A Concise

9
Sally Neparassi, Allah Merangkul : Maknai Kehidupan Kematian dalam Allah, (Jakarta
: PT BPK Gunung Mulia, 2018), h. 11.
41

Greek English Dictionary of The New Testament).10 Konsep kematian

menurut Alkitab merupakan suatu keadaan buruk, atau menjijikan, yang

dialami oleh setiap manusia, dan arti lain yang dijelaskan juga kematian itu

disebabkan oleh “Moral” yang artinya moral yang tidak benar itu “Yang

Mematikan” , standart untuk mengetahui benar atau tidaknya moral manusia

terhadap dirinya dan lingkungan dimana ia berlindung, itu terukur dari norma-

norma dalam undang-undang yang ditetapkan. Namun dalam konteks ini yang

tidak benar itu bukan tertuju pada Allah sendiri, sehingga standar untuk

mengukur kebenaran moral harus sesuai dengan Alkitab, sebagai firman Allah

yang satu-satunya, sungguh sangat benar untuk membuktikan kebenaran

dengan seadil-adilnya tidak memihak. 11

Menurut Alkitab, ketika manusia meninggal, jiwa dan roh orang-orang

yang ada dalam Yesus Roh mereka akan pergi ke surga (Kor 5:5) dan sorga

yang dimaksudkan adalah Firdaus. Sedangkan Jiwa-jiwa yang menolak Yesus

akan masuk ke siksaan api neraka sementara bersama-sama dengan orang-

orang dari zaman Nuh yang juga menolak Kristus (1 Ptr 3:1). Sesudah itu

mereka akan dihukum untuk selama-lamanya di lautan api kekal (Why 20:15).

Roh dan jiwa mereka di bawa oleh malaikat ke satu tempat yang dalam

Alkitab disebut “ Dunia Orang Mati” atau “Alam Maut”.

Oleh karena itu, ayat-ayat tersebut menunjukan bahwa roh orang mati

tidak bisa berjalan sesukanya. Namun mereka tetep dikawal jadi arwah orang
10
Selvester M. Tacoy, M.Div. Kamus Pintar Alkitab, (Kalam Hidup Bandung, 2002), h.
203.
11
Agustian Faot,. Jonathan Octavianus,.Juanda, Kematian Bukan Akhir dari Segalanya,
(Surabaya : Keruso, 2017), VOLUME 2 NUMBER 2, h. 17.
42

mati bersikap pasif tidak mempunyai pilihan lain, ia harus menuruti malaikat

yang membawanya. Tidak ada kesempatan untuk beralih pilihan, masa ini

sedang menunjukan siapa yang akan mengalami kebahagiaan dan siapa yang

menderita tidak ada pilihan lain. Sebab penentuannya diwaktu hidup, setelah

mati tidak bisa bersifat aktif dengan kata lain atau mereka akan dikomando

oleh Malaikat yang ditugaskan Tuhan untuk menempati tempat yang

ditentukan oleh Allah sendiri istilah yang dipakai oleh Alkitab untuk

memberikan penjelasan dunia orang mati adalah “sheol” dalam Perjanjian

Lama atau “Hades” dalam Perjanjian Baru .12

Kutipan Injil : “Akulah kebangkitan dan hidup; barang siapa percaya

kepada Ku, ia akan hidup walaupun ia udah mati, dan setiap orang yang

hidup dan yang percaya kepada-Ku, tidak akan mati selama-lamanya.”

(Yohanes 11:25-26)

Kutipan Al-Kitab : “Sesungguhnya aku menyatakan kepadamu suatu

rahasia; kita tidak akan mati semuanya, tetapi kita semuanya akan

diubah............”(1 Kor 15:51).

12
Agustian Faot,. Jonathan Octavianus,.Juanda, Kematian Bukan Akhir dari Segalanya,
(Surabaya : Keruso, 2017), VOLUME 2 NUMBER 2, h. 18.
43

3. Kematian dalam pandangan Kristen

Semua manusia pasti akan menghadapi kematian. Kematian adalah satu

kenyataan hidup.13 Nafas hidup yang dihembuskan ke dalam hidung manusia

akan ditarik kembali. Manusia akan mengalami kematian seperti makhluk

hidup lainnya yang diciptakan Allah. Manusia yang berasal dari debu akan

kembali menjadi debu, kematian akan tiba dan pasti akan tiba.14

Kristus yang datang ke dunia sebagai manusia mengalami kematian yang

sam dengan manusia. Iman akan kematian Yesus mengakui bahwa Ia adalah

anak Allah (Bdk. Mrk 15:39) dan akan bangkit dari antara orang mati (Bdk.

Luk 24:46). Kematian manusia memberi harapan akan kesatuan dengan

Kristus yang “Telah Bangkit” dari mati (Mrk 16:6). Namun, didalam ketidak

tahuan, keangkuhan serta kemanusiawian kita yang lemah , kita sama sekali

tidak mengerti bahwa Allah telah bertindak dalam sejarah dan dalam

kehidupan pribadi kita masing-masing. Kebangkitan Kristus memberi

keyakinan dan harapan bahwa manusia yang telah mati akan dibangkitkan

seperti Dia.

Allah yang mengutus Yesus, mempunyai rencana besar untuk menarik

kembali semua hal menjadi satu kesatuan di dalam tangan-Nya.15 Maka, Allah

telah bertindak untuk menebus kita dari kematian rohani dan dari kematian

jasmani. Semua dosa dan kelemahan akan dipulihkan dalam darah Yesus

13
Gladys Hunt, Pandangan Kristen tentang Kematian (Jakarta : BPK Gunung Mulia,
2000), h. 33.
14
Bdk Alfonsus Maria de Ligouri, Kematian itu Indah (Jakarta : Obor, 2004), h.27.
15
Otto Hentz SJ, Pengharapan Kristen (Yogyakarta : Kanisius, 2005), h.35.
44

Kristus. Kematian menjadi kehidupan abadi, sehingga kematian bukanlah

sesuatu yang menakutkan tetapi suatu rahmat untuk di dapat memperoleh

kehidupan abadi.16

Bagi orang Kristen inti dari semua harapan adalah harapan akan Tuhan.

Tuhan merupakan sumber keselamatan dan hidup baru semua orang Kristen.

Oleh Karena itu, segala karya dan harapan akan menjadi nyata dalam

penyelenggaraan Tuhan. Harapan manusia menunjukan hubungan mendasar

dengan tuhan yang memberi arti pada semua usaha keras manusia. Semua

orang yang telah ditebus dengan Kristus akan kembali untuk bersatu dengan-

Nya (Bdk, Yoh 13:32). Yesus pernah berkata :

“Janganlah gelisah hatimu, percayalah kepada Allah, percayalah juga

kepada-Ku. Di rumah Bapa-ku banyak tempat tinggal. Jika tidak demikian,

tentu aku mengatakannya kepadamu. Sebab aku telah pergi ke situ untuk

menyediakan tempat bagimu. Dan apabila aku telah pergi ke situ dan telah

menyediakan tempat bagimu, aku akan datang kembali dan membawa kamu

ke tempat-Ku, supaya di tempat di mana aku berada, kamu pun berada” (Yoh

14:1-3).

Pada saat kematian inilah semua orang beriman akan dihimpun dan

bertemu dengan Kristus. Semua orang beriman akan “Melihat Dia dalam

keadaan yang sebenarnya” (1 Yoh 3:2). Oleh karena itu, kebersamaan dalam

Kristus memberi jaminan akan hidup yang kekal, sehingga dapat dikatakan

16
Bdk., Lukas Wiryadinata, Mengapa Kematian Terjadi …? Sebuah Renungan atas
Kematian (Yogyakarta : Pustaka Nusatama, 2004), h. 19.
45

“hari kematian lebih baik dari kehidupan” (Pkh 7:1). Rasul Paulus berkata,

“Karena bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan” (Fil 1:21).

Kematian bagi Kristen menjadi saat yang membahagiakan karena penantian

akan kebahagiaan bersama Kristus telah tiba.

4. Kematian dalam Pandangan Gereja Roma Katolik

Dalam Teologi Katolik Kematian itu “berarti beralih dari dunia Ini masuk

ke dalam persekutuan Allah di Surga”. Karena Yesus Berkata : “Barang

siapa yang percaya kepadaku, Ia tidak akan mati”.

Di dalam ajaran Katolik adalah bahwa orang beralih dari hidup sementara

di dunia ini masuk ke dalam kehidupan abadi di Surga. Maka dalam Teologi

Katolik tidak dikenal dengan Kematian,yang ada adalah peralihan dari hidup

ini kepada hidup kekal, Tubuh akan selesai di bumi ini. Itulah yang disebut

sebagai orang mati. tubuh akan kembali ke tanah menjadi tanah karena tubuh

diciptakan dari tanah. Tubuh akan menjadi ke tanah dan nafas Allah yang

menjadi hidup manusia akan bersatu dengan Allah. Maka harus tahu Siapa

Manusia dalam ajaran Katolik ? Manusia diciptakan dari tanah dia membawa

struktur fana yaitu karena diciptakan dari tanah tetapi dia membawa unsur

Ilahi. Manusia diciptakan oleh hembusan Allah ke dalam hidung Manusia,

maka manusia membawa Keilahian. 17

17
Wawancara Pribadi dengan Johannes Adrianus Hendra Sutedja, S.J. (Imam Gereja
Katolik, Pondok Labu Jakarta Selatan) Pada Tanggal 26 April 2019.
46

Dalam buku De Civitate Dei, Agustinus menjelaskan tentang rasa sakit yang

akan dialami oleh jiwa mereka yang meninggal.

Mengenai rasa sakit sementara, beberapa orang akan mengalami hanya pada

waktu hidup di dunia ini, yang lainnya setelah kematian, dan sisanya baik dalam

hidup ini maupun setelah kematian. Semuanya itu akan mendahului Pengadilan

Terakhir yang paling keras. Beberapa akan menerima pengampunan di dunia yang

akan datang untuk apa yang tidak bisa diampuni di dunia ini supaya mereka tidak

dihukum dalam hukuman kehidupan kekal di dunia yang akan datang.

Sebagian yang menjalani hukuman sementara di dunia dan sebagian yang lain

setelah kematian. Mereka yang menderita hukuman sementara setelah mati, tidak

akan mengalami peyucian karena belum menerima penghapusan dosa di dunia ini.

Penyucian tersebut berlangsung sebelum Pengadilan Terakhir.18

B. Pengurusan Menjelang Meninggal dalam Gereja Roma Katolik

Pengurusan dalam Gereja Katolik disebut dengan Rexa Pastoral. Rexa

Pastoral merupakan tritugas sebagai nabi yang mewartakan injil sebagai Imam

yang menguduskan dengan pelayanan sakramen, dan sebagai raja yang murah hati

dalam pelayanan, yang dilaksanakan untuk kaum beriman. Jadi, semacam

pelayanan Gereja biasanya orang-orang yang ditunjuk oleh Imam setempat pada

umatnya. Biasanya persiapan – persiapan ini sangat penting dan disebut juga

persiapan rohani. 19

18
Albertus Purnomo, OFM, Riwayat Api Penyucian (Semarang : 2017, Kanisius), h. 115.
19
Wawancara Pribadi dengan Johannes Adrianus Hendra Sutedja, S.J. (Imam Gereja
Katolik, Pondok Labu Jakarta Selatan) Pada Tanggal 26 April 2019.
47

Cakupan Rexa Pastoral terdiri atas tiga bagian, diantaranya :

1. Umat sehat

Pandangan tentang hidup sehat adalah suatu pola piker, pola tindak, tentang

cara hidup yang sehat baik menyangkut kesehatan fisik/ badan maupun

menyangkut kesehatan Rohani. Melakukan kegiatan olah rohani dan jasmani yang

teratur, terus menerus, dan seimbang, dalam mencapai pemenuhan kebutuhan

mendasar hidup manusia. Kesehatan dimengerti sebagai keadaan sejahtera dari

badan, jiwa dan social yang memungkinkan manusia hidup produktif dan kreatif

seturut dimensi social dan ekonomi.

Sasaran dan tujuan pola hidup sehat ialah menghargai dan menghormati tubuh

sebagai kenyataan yang sangat pribadi sebagai tanda dan wahana untuk

membangun hubungan-hubungan dengan sesama, dengan Allah dana lam

semesta, demi terwujudnya kesejahteraan bersama.

Hal yang harus dimengerti sehingga setiap orang menjaga tubuhnya itu

menjaga sesuatu yang lebih dalam dari hal fisik belaka. Menurut Gereja Katolik,

manusia terdiri dari tubuh dan jiwa. Namun jiwanya disini adalah jiwa spiritual

(rohani) yang menyebabkan manusia sebagai makhluk rational/berakal budi,

sedangkan binatang juga mempunyai tubuh dan jiwa, namun jiwanya bukan

rohani, sehingga disebut sebagai makhluk irrational/ tidak berakal budi, jadi

jiwanya mati jika tubuhnya mati, jiwa didalam tubuh manusia merupakan “prinsip

utama yang memberikan kehidupan”, sehingga jika jiwa ini tidak ada lagi di
48

dalam tubuh maka tidak ada lagi kehidupan di dalam tubuh manusia. Ini yang

terjadi saat kita meninggal. 20

2. Umat sakit

Kateksimus Gereja Katolik mengatakan bahwa penyakit merupakan percobaan

yang paling berat dalam kehidupan manusia. Di sana manusia mengalami

ketidakmampuan, keterbatasan dan kefanaannya. Penyakit mengingatkan manusia

kepada kematian.

Manusia yang mengalami sakit, juga mengalami rasa takut, menutup diri dan

terkadang muncul rasaputus asa dan pembrontakan terhadap Allah. Namun sisi

lain, penyakit juga dapat menhantar manusia kepada pribadi yang lebih matang,

memprioritaskan yang penting dan menjauhi yang kurang penting dalam

kehidupan dan sering kali juga membuat orang mencari Allah dan kembali

kepada-Nya.

Dalam kitab Mazmur dikatakan bahwa sakit itu membawa manusia pada

penyerahan kepada Allah. “ketika hatiku merasa pahit dan buah pinggangku

menusuk-nusuk rasanya, aku dungu dan mengerti, seperti hewan aku di dekat-Mu.

Tetapi aku tetap di dekat-Mu; engkau memegang tangan kananku. Penyerahan diri

ini muncul karena keterbatasan pengetahuan manusia tentang sebab adanya

penderitaan yang dialami manusia yang didasarkan pada keyakinan bahwa Allah

tidak mungkin menghendaki penderitaan.

20
Martinus, “Hidup sehat menurut pandangan Gereja”Artikel diakses pada tanggal 11
Agustus 2020 dari http://online.bergema.com/hidup-sehat-menurut-pandangan-gereja/.
49

Iman yang memandang bahwa sakit adalah sebuah salib kehidupan,

sebuah partisipasi dalam penderitaan Kristus, merupakan tujuan penting

dalam pelayanan pengurapan orang sakit. Kitab hukum Kanonik mengatakan

bahwa dengan pengurapan orang sakit, Gereja menyerahkan umat beriman

yang sakit (berbahaya) kepada Tuhan yang menderita dan dimuliakan, agar Ia

meringnkan dan yang menderita dan dimuliakan, agar ia meringankan dan

menyelamatkan mereka.

3. Umat meninggal

Kematian mengakhiri kehidupan manusia di dunia ini, ia dapat menerima

atau menolak rahmat ilahi yang ditawarkan Kristus kepadanya. Saat kematian

setiap manusia menerima ganjaran abadi dalam jiwanya yang tidak mati. Ini

terjadi dalam suatu pengadilan khusus yang menghubungkan kehidupannya

dengan Kristus, entah masuk ke dalam kebahagiaan surgawi melalui api

penyucian, atau masuk dalam kebahagiaan surgawi, atau menjuluki dirinya

untuk selama-lamanya dalam nyala api yang kekal yaitu neraka.

Siapa yang mati dalam rahmat dan dalam persahabatan dengan Allah

namun belum disucikan secara sempurna sudah pasti akan menikmati tanah

air abadi yaitu surga. Akan tetapi sebelum ia bersatu dengan Allah dan

menikmati kebahagiaan surgawi, ia masih harus menjalankan suatu pemurnian

supaya ia sempurna dalam kesuciannya sehingga ia dapat masuk ke dalam

kebahagiaan surgawi. Pandangan Gereja Katolik menamakan tempat ini

dengan api penyucian atau purgatorium. Ini berbeda dengan siksaan abadi atau
50

neraka. Purgatorium merupakan suatu tempat persinggahan untuk dimurnikan

sebelum masuk dan bersatu dengan Allah dalam kerajaan surga.

Pelayanan Pastoral atau Tugas Kegembalaan diserahkan oleh Yesus

sebagai gembala yang baik dan gembala tertinggi, kepada seluruh Gereja-Nya

(1 Ptr 5:4). Pelayanan pastoral yang juga disebut pemeliharaan jiwa (Cura

animarum) antara lain mencakup perwartaan kabar gembira, ibadat/liturgy,

pelayanan gereja terhadap dunia, menjalankan administrasi gereja dalam

lembaga-lembaga.

Dasar kegiatan Pastoral adalah Kehendak Allah untuk menyelamatkan

semua orang dengan mengikutsertakan orang-orang yang dipilih-Nya dalam

Berbagai karya penyelamatan. Pelayanan Pastoral bukan hanya Imam yang

telah menerima tahbisan, tetapi seluruh umat Kristen yang telah dibaptis.

Umat Kristen yang telah dibaptis wajib ikut serta dalam pelayanan Pastoral

dalam Gereja, Karena kehidupan Rohani yang diperoleh dalam sakramen

pembaptisan dan penguatan dengan karunia yang dianugerahkan kepada

mereka dalam Roh Kudus.21

Pada dasarnya Pelayanan Pastoral diatur secara teritorial, tetapi juga secara

kategorial, sesuai dengan kebutuhan Umat, Misalnya : dalam lingkungan

Mahasiswa, rumah Sakit, untuk pengusaha, muda-mudi, buruh dan lain

sebagainya. Setiap pelayanan pastoral harus memperhatikan keadaan khusus

umat yang dilayani, sehingga pelayanan pastoral sungguh menyentuh dan

21
Romanus Romas, Pendampingan Pastoral Orang Menjelang Ajal, ( Stipas Tahasak
Danum Pambelum, 17 Juni 2017), h. 137.
51

membantu umat yang dilayani. Masing-masing pelayanan Pastoral tentu

berbeda-beda sesuai dengan keadaan dan situasi umat yang dilayani. Tetapi

suatu yang tidak dapat dilupakan dalam pelayanan Pastoral adalah Meneladani

Gembala yang baik, yang mengenal setiap Domba-Nya dan yang

mempertaruhkan Nyawa-Nya untuk membela dan mencari mereka yang

hilang, walaupun tidak akan melupakan umat yang setia.

Konsili Vatikan II Telah menarik perhatian khusus terhadap orang sakit:

“dengan urapan suci orang sakit kepada Tuhan yang menderita dan yang

dimuliakan, agar ia menghibur dan menyembuhkan mereka (Yak 5:14-16).

Gereja juga mengajak mereka agar bergabung dalam derita dan wafat Kristus

dengan sukarela dan demikian memberi sumbangan bagi kepentingan umat

Allah. Hal ini menunjukan bahwa Gereja sungguh memberikan perhatian

kepada orang sakit, sekaligus mengajak umat untuk memberikan pertolongan

kepada mereka dengan berbagai usaha. Dengan perawatan, penghiburan, dan

lawatan dihadapkan orang sakit mampu menggabungkan derita mereka

dengan derita kristus sendiri. Orang sakit dibantu untuk menemukan makna

baru dalam penderitaan mereka.

a. Pengertian Pastoral orang sakit

Pastoral Orang sakit adalah penggembalan yang dikhususkan bagi orang

sakit. Orang sakit sebagai anggota tubuh Kristus diberi perhatian khusus

dalam bentuk pelayanan secara medis maupun non medis. Orang sakit tetap

dipandang sebagai manusia utuh yang membutuhkan sentuhan sentuhan dan


52

pendampingan dengan penuh kasih. Karena itu sikap yang diperlukan adalah

“simpati pribadi terhadap konkret orang yang sakit”. 22

a. Medan pelayanan Pastoral Orang Sakit

Medan Pelayanan Pastoral Orang sakit adalah pendampingan.

Pendampingan yang dimaksud disini adalah pendampingan iman. Manusia

tetap dipandang manusia utuh. Manusia tidak dapat dipandang secara fisik

saja, karena manusia terdiri atas berbagai dimensi yang saling berhubungan

dan tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Tubuh manusia terdiri atas dimensi

fisik dan psikologis serta dimensi social dan religious spiritual. Dengan

demikian jika seseorang menderita sakit, maka seluruh dimensi dalam dirinya

terpengaruh. 23

Orang sakit dalam situasi berat, krisis dan dalam ketidakmampuan secara

manusiawi sering mengalami pergolakan dalam hidupnya. Tidak jarang

seorang menderita sakit berada dalam ambang batas kemampuan,

mempertanyakan keberadaan Allah. Orang sakit mulai menggugat peran serta

marah kepada Allah, dan melihat Allah sebagai Allah yang bengis, kejam dan

tidak adil. Hal ini menggambarkan bahwa hidup beriman seseorang sungguh

ditantang.

Kehadiran pendamping Pastoral sungguh sangat dibutuhkan. Kehadiran

mereka bukan hanya bermaksud untuk menghalau kecemasan hati orang

22
Kusmaryanto, Diktat Kuliah Etika Medis, (Yogyakarta : FTW, 2010), h.21
23
Romanus Romas, Pendampingan Pastoral Orang Menjelang Ajal, ( Stipas Tahasak
Danum Pambelum, 17 Juni 2017), h. 138.
53

sakit, melainkan juga untuk mendampingi orang bertemu dengan Allah dalam

situasi hidup yang terbatas. Kehadiran pendamping pastoral hadir sebagai

teman untuk menempuh jalan kepercayaan. Orang sakit tidak semata-mata

mendambakan perawatan, teknik kedokteran, dan acara kerohanian, tetapi

mereka juga membutuhkan temen seperjalanan pada jalan yang sulit dan

gelap. Seorang pendamping hadir sebagai teman yang jujur, ikut percaya

karena ikut menderita. Mereka harus siap dengan berbagai pertanyaan yang

mungkin bagi dirinya sendiri belum jelas. Pertanyaan akan makna hidup

dalam penderitaan akan berakhir, tidak jarang dihadapi dalam pendampingan.

Pendampingan pastoral berjuang dalam perjalanan bersama orang sakit

yang mengalami tahap penolakan, dan isolasi, kemarahan, tawar-menawar,

depresi, hingga tahap penyerahan diri. Pendampingan iman terhadap orang

sakit dirasa penting karena diyakini bahwa iman seseorang sungguh berperan

untuk menumbuhkan suatu pengharapan. Iman berperan dalam kesembuhan,

karena dengan iman seseorang, dapat memberi makna baru bagi pengalaman

penderitaannya. Yesus sendiri dalam menyembuhkan orang sakit menunjukan

iman sedemikian penting. Misalnya, ketika yesus menyembuhkan orang di

Yerikho, Yesus berkata : “Melihatlah Engkau, Imanmu telah menyelamatkan

engakau! (Luk 18:48). Iman menjadi yang terutama, sehingga seseorang

dimampukan memperoleh sesuatu kesembuhan dalam dirinya.

Kesembuhan secara Fisik bukanlah satu-satunya yang diperjuangkan tetapi

bagaimana seseorang menjadi pasrah akan kehendak Allah dan dimampukan

memaknai hidupnya. Dr. Andry Mengatakan sebagai berikut :


54

Iman menjadi suatu hal yang penting ketika kita sakit berat dan

menghadapi Kematian. Hal yang paling utama adalah keselamatan Roh

melalui pertobatan dan iman kita. Kesembuhan fisik akan terjadi kemudian

jika Tuhan memutuskan untuk memperpanjang hidup kita.

Hal ini menunjukan bahwa sikap tobat yang penuh iman sungguh

dibutuhkan ketika seseorang menderita sakit. Beriman kepada Allah yang

senantiasa memberikan yang terbaik kepada kehidupan setiap orang. Para ahli

melihat hubungan dekat antara iman dan penyembuhan. Misalnya pada

Institut Nasional untuk penelitian perawatan yang didirikan di Amerika

meneliti hubungan antara agama dan kesehatan. Kesimpulan yang mereka

temukan sebagai berikut :

Adanya hubungan erat antara agama dengan kesehatan, dan bahwa praktek

religious mempunyai pengaruh pengobatan terhadap kesehatan secara umum.

Hasil penelitian mereka juga menunjukan bahwa iman dan praktek religius

merupakan faktor efektif dalam mencegah dan mengobati penyakit jantung,

tumor ganas, dan gangguan kejiwaan. Penelitian ini juga menunjukan bahwa

agama meningkatkan harapan hidup pada umumnya, dan bahwa sikap dan

praktek religius tertentu dengan efektif. 24

Kesehatan dipahami tidak sebatas kesehatan secara jasmani tetapi secara

utuh. Dengan iman, seseorang yang menderita sakit dibantu melihat kembali

makna hidup sekalipun dalam penderitaan. Kesembuhan dan kesehatan

24
B Jakob, dkk., Penyembuhan Yang Mengutuhkan, (Yogyakarta : Penerbit Kanisius,
2003), h. 76.
55

dipahami lebih luas daripada keembuhan secara fisik Tetapi kesembuhan

yang memampukan orang sakit menemukan makna baru dalam

penderitaannya. Seseorang sembuh secara mental dan rohani sehingga dia

sekalipun sakit secara jasmani tetapi sehat secara mental dan rohani. Dengan

demikian, keadaan sakit secara jasmani dapat menjadi saat yang sungguh

berahmat, karena menjadi kesempatan untuk menemukan makna hidup yang

sejati dalam diri Allah yang penuh kasih tetap mencintai dengan kepasrahan

secara Total.

b. Tujuan pendampingan Pastoral Orang Sakit

Pendampingan Pastoral untuk orang sakit bertujuan untuk mendampingi

orang sakit agar mampu mengatasi rasa keterasingan dan kesendirian. Orang

sakit didampingi agar mampu mengatasi situasi dalam hidupnya.

Pendampingan ini juga membantu orang sakit untuk menemukan makna

hidup dengan mengikutsertakan mereka dalam penghayatan iman. Orang

sakit didampingi agar tetap memiliki pengharapan akan kasih setia Allah

yang penuh kasih, sekalipun mereka sungguh menderita. Secara singkat dapat

dikatakan pendampingan bertujuan untuk memberikan pelayanan kasih,

sebagai ungkapan iman sekaligus jawaban konkrit atas panggilan hidup

kristiani, dengan kepedulian dan keprihatinan maupun perhatian kepada

mereka yang menderita untuk meringkankan beban psikisnya. 25

c. Pentingnya pendapingan Pastoral Orang Sakit

25
Lokakarya Pendampingan Pastoral, Keterampilan Pendampingan dengan Hati (Jakarta
: Penerbit Phedarki, 2005), h. 197.
56

Manusia adalah makhluk yang bernilai, karena manusia adalah makhluk

yang bermartabat. Sebagai makhluk yang bermartabat, manusia memiliki

hak-hak yang melekat pada dirinya. Hak yang mendasar dan menjiwai

seluruh diri manusia adalah hak hidup. Hak ini tidak akan diberikan orang

atau instansi lain, karena melekat pada dirinya oleh karena dia seorang

manusia. Nilai inilah yang melekat pada diri manusia secara kodrati.26

Jika salah satu anggota tubuh sakit, maka seluruh tubuh merasakannya.

Demikian halnya dengan anggota tubuh Gereja, satu sama lain saling

memperhatikan dan memberi pertolongan.

Pendampingan Pastoral Orang sakit merupakan tindakan meneladani Yesus

sendiri. Yesus tidak hanya mengajarkan kepada muridnya perihal membantu

orang sakit dan menderita, tetapi kepada setiap orang Kristen. Dalam

Perjanjian Baru, khususnya Injil Sinoptik, sangat jelas sikap dan tindakan
27
Yesus memperhatikan orang miskin dan menderita. Ia peka akan

penderitaan orang banyak dan menyembuhkan orang-orang sakit. Misalnya,

Yesus menyembuhkan seorang perempuan yang telah dua belas tahun

menderita pendarahan (Mrk 5:34), menyembuhkan seorang anak yang bisu

dan tuli (Mrk 9:24), menyembuhkan seorang yang mati sebelah tangannya

(Mat 12:9).

Dalam pelayananya, Yesus menempatkan pendampingan kepada orang

sakit sebagai prioritas utama. Ia peduli dan melakukan tindakannya bagi

26
C.B. Kusmaryanto, Tolak Aborsi (Yogyakarta : Penerbit Kanisius, 2005), h. 63.
27
P.H. Santoso, Pelayanan Kesehatan yang Holistik, Seri Pastoral No. 223 (Yogyakarta :
Pusat Pastoral), h. 26-27.
57

orang sakit. Yesus meberikan dirinya pada mereka yang sakit dengan

meluangkan waktu, tenaga dan pikiran. Tindakan itu mengungkapkan

bagaimana Allah yang mengutus-Nya begitu berbelas kasih kepada manusia

(Orang Sakit). Ia menghindar tetapi hatinya senantiasa tergerak oleh belas

kasihan, misalnya tindakan menjamah dan tinggal bersama mereka yang

menderita.

Pendampingan Pastoral orang sakit merupakan pelayanan yang bersifat

pribadi. Pendampingan pribadi sangat perlu sehingga orang sakit merasa

bebas untuk mengungkapkan segala perasaan dan perjuangannya. Orang sakit

tidak merasa ditinggalkan sendirian dalam mengatasi pergulatannya.

d. Peranan Pendampingan Pastoral Orang Sakit

Peranan pendampingan Pastoral orang sakit yang bersifat penggembalaan

berperan untuk menyembuhkan, meneguhkan, mendorong dan mendukung,

sehingga orang sakit yang didampingi semakin berkembang, dan berani

menghadapi pergumulan dan perjuangan hidup. Pendampingan Pastoral juga

berperan untuk membnagkitkan potensi-potensi dalam diri orang sakit yang

didampingi, sehingga mempunyai harapan untuk bergerak maju.

Pendampingan Pastoral merupakan penemanan, sehingga orang yang

menderita tidak merasa sendirian dan terasing, sekaligus meringankan beban

mereka secara psikis.

e. Hal-hal yang perlu di perhatikan dalam menghadapi Pasien

Terminal.
58

Dalam menghadapi Pasien secara terminal, Sakit Terminal adalah penyakit

yang tidak dapat disembuhkan dan tidak ada obatnya, kita perlu :

1. Katakan sebenarnya apabila ia butuh.

2. Kembangkan empati pada pasien.

3. Bila diperlukan konsultasi dengan spesialis lainnya.

4. Komunikasikan dengan keluarga lainnya.

5. Tumbuhkan harapan, tetapi jangan memberikan harapan palsu.

6. Bantu bila ia butuh pertolongan.

f. Strategi Pastoral

1. Konseling Pastoral

Salah satu bentuk memberikan konseling adalah melakukan Pastoral Care

kepada penderita sakit terminal, baik yang dirawat maupun dirumah sakit. Inti

dari Pastoral Care adalah menjadi teman sesama yang sedang sakit dan

menjadi rekan bagi keluarga pasien. Semua hal tersebut kita lakukan dengan

memberikan bantuan sebagai berikut :

2. See Healing

Maksudnya melakukan suatu penyembuhan holistik dalam bentuk

kesediaan kita untuk duduk di samping pasien dan mendengarkan dia

mengungkapkan perasaan, keluhan, kemarahannya kepada kita. Singkatnya

kita menjadi media katarsis baginya atau tempat “tumpahan” macam-macam

keluh-kesahnya.
59

3. Sustaining (Penopangan)

Maksudnya mendampingi Pasien, atau Keluarga yang merasa mendapat

“Beban”, supaya mereka tidak mengalami stress berkepanjangan. Misalnya

bagaimana kita harus bersikap menghadapi pasien Terminal yang dihinggapi

rasa cemas menjalani hari-harinya dalam ketidakpastian atau yang ketakutan

karena fakta kematian terbentang di hadapannya.

4. Guiding (membimbing)

Melakukan penelaahan bersama (dengan pasien atau keluarganya) dengan

tujuan memahami kasus-kasus yang di alami pasien, yang biasanya tak ada

hubungan rumah sakit sekalipun, tetapi tetap perlu dibantu untuk ditangani.

Contoh : Pasien yang mengalami perceraian, pasien yang ternyata hamil di

luar nikah, (dan ingin melakukan aborsi) dan lain-lain. Tujuannya membantu

pasien melihat konsekwensi-konsekwensi untuk mengadakan pertimbangan-

pertimbangan moral.

5. Reconciliation (memperbaiki hubungan)

Pasien kerap kali mempunyai perasaan telah menjadi beban bagi

keluarganya dan keluarga sendiri sering merasa bosan mendengar keluhan

tersebut, akibatnya terjadi kerenggangan hubungan diantara pasien dan

keluarganya. Untuk itu pastoral care bertujuan menjadi media yang dapat

“menyambung hati” antara kedua kubu tersebut.


60

Soal lain : pasien mengidap TBC, Lever, AIDS, “Sakit Kotor”…….kerap

kali menjadi rendah diri (karena tahu penyakitnya itu termasuk kategori

menular atau susah sembuh), maka petugas pastoral care perlu membantu

pasien memeliki kepercayaan diri lagi. 28

Menurut Gereja Katolik, “Hidup itu tidak akan selesai sampai kita

meninggal”. Maka juga persiapan untuk memasuki hidup baru artinya kita

memasuki hidup yang kekal. Selanjutnya dari segi pelayanan rohani dalam

arti ajarannya disebut juga dengan Sakramen orang sakit dan ada jarang orang

yang mengetahui bahwa dia itu sakitnya terminal. Sakit Terminal adalah

penyakit yang tidak dapat disembuhkan dan tidak ada obatnya, kematian

tidak dapat dihindari dalam waktu yang bervariasi. Kematian menjadi suatu

yang menakutkan karena mereka berhadapan dengan ketidaktahuan dan

ketidak pastian. Tahap-tahap terminal ini antara lain menjadi penolakan dan

isolasi, marah, terjadi tawar-menawar, depresi, menerima dan pengharapan.

Maka dia akan diberi Viaticum yang artinya hampir sama dengan sakramen

orang sakit dan ditambah Komuni (Menerima roti yang kita percaya sebagai

tubuh Yesus Kristus untuk diberikan kepada orang lain).29

Gereja Katolik Roma memahami sakramen sebagai saluran anugerah

Allah. Jadi mereka menekankan arti perjamuan kudus sebagai sarana

keselamatan bagi umat. Tidak cukup hanya kesetiaan Gereja saja melainkan

mengikuti sakramen juga untuk selamat. Gereja Roma Katolik pada saat itu

28
Romanus Romas, Pendampingan Pastoral Orang Menjelang Ajal, h. 20.
29
Wawancara Pribadi dengan Johannes Adrianus Hendra Sutedja, S.J. (Imam Gereja
Katolik, Pondok Labu Jakarta Selatan) Pada Tanggal 26 April 2019.
61

mempercayai ajaran perjamuan Kudus bahwa waktu Imam yang melayani

Perjamuan Malam mengucapkan kata-kata penetapan “Inilah Tubuhku …

Inilah darahku…” substansi roti dan anggur (Secara otomatis) berubah

menjadi tubuh dan darah Kristus. Ajaran inilah yang dikenal dengan

transustansiasi. Jadi Gereja Katolik mengatakan bahwa roti dan anggur telah

menjadi tubuh dan darah Kristus pada saat ditahbiskan dalam pelaksanaan

perjamuan Kudus. Setiap perjamuan kudus dilakukan diyakini bahwa setiap

kali Yesus mengorbankan ulang tubuh dan darah-Nya untuk keselamatan

manusia berdosa.

Oleh karena itu ketika perjamuan kudus, Gereja Katolik membagikan

tubuh Kristus dalam rupa roti yang disebut komuni. Maka penerimaan

Komuni adalah merujuk kepada partisipasi umat dalam karya penebusan

Tuhan yang dihadirkan pada waktu doa syukur agung yang dibawakan oleh

Imam. Komuni yang umat terima akan menghubungkan dan memasukan

umat ke dalam karya penebusan Tuhan itu. Itulah sebabnya, dalam Katolik

juga mereka sangat menghargai dan menjaga roti itu, jangan sampai jatuh ke

lantai. Namun anggur tidak dibagikan kepada Jemaat.30

Begitupun Viaticum artinya bekal pada perjalanan, ketika ada orang

meninggal diupayakan sebagai peralihan dari dunia ini masuk kedalam

kehidupan abadi disitulah ada perjalanan. Supaya jiwanya itu bisa selamat

maka Viaticum yang diberikan adalah diberikan Sakramen Ekaristi. Jadi,

pengurusannya lebih kepada spiritual dan Theologal. Theologal berasal dari

30
J. L. Ch. Abineno, Perjamuan Malam Menurut Ajaran Reformatur (Jakarta : BPK
Gunung Mulia, 1990), h. 20.
62

kata sifat dari “Theologis/Theology” kecuali itu yang sangat praktis. Juga ada

orang yang mulai berpikir kalau meninggal nanti jenazah

almarhum/almarhumah akan bagaimana penyelesaian akhir jenazahnya itu

bisa dimakamkan atau bisa dikremasikan.31

C. Pengurusan Setelah Meninggal dalam Gereja Roma Katolik

Pengurusan setelah meninggal biasanya ada upacara-upacara yang

mengantar kepergian ini dan upacara tersebut dinamakan dengan Misa

Requiem itu adalah Ekaristi yang dipersembahkan untuk kedamaian jiwa yang

meninggal dan berasal dari kata “Damai”. Misa Ekaristi yang dipersembahkan

supaya jiwa orang yang meninggal itu berdamai kembali dan didamaikan oleh

Tuhan dan dengan Tuhan dan ini biasanya dilakukan sebelum dimakamkan

biasanya ada Misa Requiem. Setelah Misa Requiem selesai ada pemakaman

Katolik.

Misa Requiem adalah Misa pemberkatan arwah. Sering juga disebut Misa

pro defunctist (Misa untuk orang yang sudah meninggal) atau Misa

defunctorum. Kata Requiem diambil dari kata awal pembukaan misa arwah:

“Requiem aternam dona eis, Domine”, artinya berilah kepada mereka istirahat

kekal ya Tuhan.” Kata Requiem berasal dari Kata Latin requies artinya

Beristirahat.

Menurut Liturgi Katolik dilakukan pemberkatan Jenazah tentu ada

tujuannya:

31
Wawancara Pribadi dengan Johannes Adrianus Hendra Sutedja, S.J. (Imam Gereja
Katolik, Pondok Labu Jakarta Selatan) Pada Tanggal 26 April 2019.
63

1. Mengenang kembali rahmat baptisan yang sudah diterima.

2. Untuk berkat pengkudusan bagi yang wafat.

Dalam ajaran Gereja Katolik “Tubuh manusia itu sakral” kenapa disebut

sakral? Karena, dikuduskan oleh Tuhan dan di dalam berbagai sakramen dalam

baptisan dan sakramen dalam pengakuan dosa. Dalam Ekaristi itu semua

dikuduskan bahkan sakramen-sakramen itulah membuat Manusia menjadi

kudus. Dikuduskan dalam arti “Dia semakin dijadikan serupa dengan Kristus”.

Sakramen yang dia terima dia dikuduskan sehingga dia semakin serupa dengan

Kristus. 32

Dalam upacara pemakaman tanah tempat dimana dia dimakamkan harus

disucikan maka ada berkah juga untuknya.

1. Proses Merawat Jenazah

Mengapa Merawat Jenazah?

Belakangan ini di sejumlah paroki di Keuskupan Agung Jakarta

(misalnya) diselenggarakan seminar dan latihan perawatan Jenazah Tak diduga

acara ini cukup diminati pengurusan-pengurusan lingkungan dengan ngirim

perwakilan. Tujuannya jelas agar disetiap lingkungan ada orang yang terampil

dalam memberikan perawatan terhadap jenazah dilingkungan masing-masing

jika ada orang yang meninggal dunia.

32
Wawancara Pribadi dengan Johannes Adrianus Hendra Sutedja, S.J. (Imam Gereja
Katolik, Pondok Labu Jakarta Selatan) Pada Tanggal 26 April 2019.
64

Harus diakui, merawat jenazah mulai dari memandikan hingga

menaruhnya di peti jenazah bukanlah pekerjaan atau hal yang mudah. Tidak

semua orang mempunyai kemampuan untuk melakukannya. Ada langkah-

langkah atau tahapan-tahapan yang musti dimengerti oleh setiap orang yang

mengerjakannya. Yang bersangkutan tak hanya berhadapan dengan jenazah

tetapi juga anggota keluarga yang berduka. Mereka pun menjadi bagian dari

„perawatan‟ jenazah dengan memberikan rohani. Ketika jenazah sudah

dimandikan dengan mestinya, diberikan pakaian yang pantas (tidak

berlebihan), dirias sedemikian rupa, barulah Jenazah dimasukan ke dalam peti.

Dalam kebudayaan daerah tertentu, diadakan upacara adat sebelum dilanjutkan

dengan ibadat atau doa menurut tata cara Gereja Katolik.33

Bagi Umat Katolik jenazah orang meninggal harus dihormati dan

dimuliakan, termasuk jikalau jenazah (tubuh) dikremasi, tidak begitu saja

ditabur dilaut. Dalam Perjanjian Baru, kepada umat di Roma, Rasul Paulus

berkata, “Dan, Jika Roh Dia, yang telah membangkitkan Yesus dari antara

orang mati, diam didalam kamu, maka ia, yang telah membangkitkan Kristus

dari antara orang mati akan menghidupkan juga tubuhmu yang itu oleh Roh-

Nya yang diam di dalam kamu” (Roma 8:11), Korintus 15:19,21; Yohanes

11:25.

Kateksimus Gereja Katolik Mengatakan : “Oleh Kematian jiwa dipisahkan

dari badan; tetapi dalam kebangkitan, Allah memberi kehidupan abadi kepada

badan yang telah diubah, dengan mempersatukannya kembali dengan jiwa kita.

33
Hidup Mingguan Katolik, Menghormati Jenazah, Sajian Utama : 14 April 2019; h. 11.
65

Seperti Kristus telah bangkit dan hidup untuk selamanya, demikian juga kita

semua akan bangkit pada hari kiamat”. Seperti apakah badan/tubuh yang telah

diubah tersebut, kita tidak dapat bayangkan. Namun, dalam “Kredo” kita

menegaskan iman kita dengan mengakui, “aku percaya akan kebangkitan

badan, kehidupan yang kekal.” Lagi-lagi, Rasul Paulus mengatakan, “tetapi

Allah memberikan kepadanya suatu tubuh, seperti yang dikehendaki-Nya; ia

memberikan kepada tiap-tiap biji tubuhnys sendiri, ada tubuh surgawi dan ada

tubuh duniawi, tetapi kemuliaan tubuh sorgawi lain dari pada kemuliaan tubuh

duniawi (1 kor 15:35-54).

Setiap kali kita mengenangkan kisah sengsara Kristus pada Hari Jumat

Agung, kita merenungkan ayat ini: “Mereka mengambil mayat Yesus,

mengapaninya dengan kain lenan dan membubuhinya dengan rempah-rempah

menurut adat orang Yahudi bila menguburkan mayat”. (Yoh,19; 40).

Merawat Jenazah merupakan salah satu bentuk kehadiran dan

pendampingan Gereja bagi umatnya. Vikep Surakarta, Keuskupan Agung

Semarang, Pastor R.Budiharyana, dalam tulisannya Merawat Jenazah di rubik

sekolah Liturgi, Mengatakan, hanya ada satu tujuan dan tema dari seluruh

pendampingan itu, yakni agar orang beriman memperoleh keselamatan berkat

wafat dan kebangkitan Kristus karena belas kasih Allah.34

Upacara merawat Jenazah dimulai ketika seseorang dinyatakan meninggal

hingga pemakaman.

34
Hidup Mingguan Katolik, Menghormati Jenazah, Sajian Utama : 14 April 2019; h. 13.
66

a. Memandikan Jenazah

Memandikan Jenazah mempunyai maksud agar saudari/a yang meninggal

ada dalam keadaan bersih serta rapi sehingga pantas menghadap Tuhan. Hal-

hal yang perlu dipersiapkan sebelum memandikan jenazah dimulai yaitu:

 Untuk memandikan Jenazah : Ember dengan air hangat, sabun, waslap

2 buah, handuk 2 buah, baskom mandi, kertas kloset, kapas biasa,

kapas lemak, pinset 2 buah, gunting, plester, dan Celemek skart.

 Jika ada kasus tertentu,diperlukan: penyangga lambung, plastik,

masker, sarung tangan karet, alkohol, verban elastis, sabun cuci tangan

, tangan sampo.

Dimulai dari bagian Kepala

1. Menyiapkan perlengkapan untuk cuci rambut atau keramas (air hangat,

handuk, shampo dialasi handuk).

2. Gosok kulit kepala sampai merata, lalu tuangi air pelan-pelan hingga

bersih.

3. Rambut dikeringkan dengan handuk atau pengering rambut sampai

kering dan rambut masih terurai

Bagian Muka

1. Bagian kepala dialasi handuk kemudian baju dilepaskan dan ditutup

dengan handu/ selimut


67

2. Ambil waslap, basahi dengan air gosokkan pada sabun dan bersihkan

bagian muka (wajah).

3. Perhatikan lekuk-lekuk bagian telinga, hidung, dan mulut jangan

sampai bagian-bagian itu terlewatkan untuk dibersihkan.

4. Bilas dengan air bersih, digosok dengan waslap kurang lebih 2-3 kali.

5. Keringkan dengan handuk. 35

Badan dan anggota badan

1. Tangan kanan/kiri bergantian diangkat dialasi dengan handuk lalu

bersihkan dengan waslap yang telah diberi sabun.

2. Setelah merata, bilas dengan waslap dengan air bersih 2-3 kali, lalu kita

keringkan handuk.

3. Setelah selesai tangan dilipat/ditekuk ke atas, searah dengan kepala

supaya tidak mengganggu ketika memandikan badan.

b. Memandikan badan

Yang harus diperhatikan adalah lipatan pada buah dada(untuk

jenazah perempuan, pusar, ketiak, dan pangkal paha). Caranya :

1. Letakkan handuk terbuka disamping badan dengan posisi terbuka.

2. Lalu badan dibersihkan dengan waslap yang telah diberikan sabun lalu

dibilas dengan waslap dengan air bersih 2-3 kali lalu dikeringkan

dengan handuk.

35
Sr.Agustina, CB. Merawat Jenazah Ibadat dan Panduan Praktis, (Yogyakarta : PT
Kanisius, 2011), h. 28-29.
68

3. Bagian belakang badan dimiringkan, kemudian lakukan hal yang sama

seperti memandikan anggota badan yang lain.

4. Apabila ada luka pada badan, luka tersebut harus kita tutup terlebih

dahulu dengan kapas/kain kasa, ditutup plastik lalu diplester yang rapat.
36

Bagian kemaluan dalam

Jika ada cairan tubuh mengalir, kita usahakan untuk dikeluarkan

sampai besih atau disumbat dengan kapas. Caranya:

1. Untuk jenazah pereempuan, kandung kemih ditekan supaya cairan

keluar. Kemudian, masukkan kapas berlemak atau kapas formalin pada

vagina.

2. Badan dalam posisi miring, dubur dibersihkan dengan cara yang sama.

3. Setelah selesai, ambil kapas berlemak yang berwarna agak kuning atau

kapas biasa yang ditetesi formalin,digulung kecil dan panjang sebesar

jari kelingking, kemudian masukkan ke dalam anus samai penuh

dengan bantuan pinset. Kapas jangan kelihatan dari luar.

4. Jenazah kita kembalikan ke posisi terlentang, lalu mulai dibersihkan

bagian kemaluan sampai bersih (air kita ganti beberapa kali supaya

tetap bersih) dan keringkan. Setelah semuanya selesai pakaikan celana

dalam.

36
Sr.Agustina, CB. Merawat Jenazah Ibadat dan Panduan Praktis, h. 31.
69

5. Untuk jenazah perempuan, dipasang pembalut yang kemudian

direkatkan pada celana dalamnya.

6. Setelah jenazah selesai dimandikan, segera bereskan perlengkapan

mandi dengan membuang air bekas mandi ke Wc/ kamar mandi agar

airnya dapat langsung mengalir ke tempat pembuangan. Hal yang

diperhatikan adalah : Jangan membuang air di kebun.

c. Merawat mata

Kadang, ada Jenazah yang biji matanya masih kelihatan atau sedikit

terbuka. Cara merawatnya:

1. Bersihkan bagian-bagian sekitar mata/kelopak mata dengan pembersih.

2. Katupkan kedua kelopak mata dengan hati-hati.

3. Bisikan kata-kata sebut namanya: “Saudari/a-Ku (...) marilah

menghadap tuhan dengan mata yang tertutup rapi.”

4. Bagi mata yang terbuka, letakkan kapas biasa yang dibasahi air sedikit,

biarkan sekitar 15 menit. Kemudian, kapas diangkat kembali.

5. Semua bekas kotoran dimasukkan ke dalam plastik.

d. Merawat Hidung

1. Jika ada cairan/ kotoran dalam yang menyumbat hidung sebaiknya

dibersihkan dulu dengan kapas lidi (cotton buds).

2. Setelah bersih, masukkan kapas digulung kecil, dimasukkan hati-hati

jangan sampai hidung berdarah dan kapas jangan sampai kelihatan.

3. Jika jenazah yang menderita penyakit tertentu mengeluarkan cairan dari

hidung, lebih baik berunding dahulu dengan tenaga kesehatan yang


70

terdekat, mungkin perlu memasang selang penduga lambung untuk

mengeluarkan cairan dihidung.

4. Kemudian, masukkan formalin atau tindakan yang paling perlu.

5. Semua bekas kotoran dimasukkan dalam kantong plastik.

e. Merawat Telinga

Perawatan telinga sangat penting bagi mereka yang meninggal.

secara khusus bagi mereka yang mengalami pendarahan atau kanker

bagian telinga, tindakan untuk merawat telinga yaitu :

1. Membersihkan daerah sekitar telinga dan lubang telinga dengan kapas

lidi.

2. Jika tidak mengeluarkan cairan, telinga jenazah tidak perlu disumbat

dengan kapas.

3. Jika dianggap perlu, karena luka bakar atau pendarahan, perawatan

telinga bisa dikonsultasikan kepada tenaga kesehatan.

4. Dan jika sudah rapi dan dianggap selesai, masukkan bekas kotoran

dalam satu kantong plastic.

f. Merawat Mulut

Perawatan mulut juga penting bagi mereka yang meninggal karena dapat

mempengaruhi keindaha wajah. Jika mulut tidak bersih, akan ada

menimbulkan bau yang tidak sedap. Caranya:

1. Mulut perlu dibersihkan dengan sportel yang telah dililit kapas atau

kain kasa sampai bersih.


71

2. Bagi mereka yang meninggal sudah tua atau ompong dan tidak

mempunyai gigi palsu, supaya tidak kelihatankempot, tindakan nya

adalah: menyiapkan kapas yang sudah dibuat bulat dimasukkan

melalui mulut kedalam rongga mulut di sebelah pipi dengan pinset.

Bentuklah supaya gigi tidak terlalu besar dan agak kencang. Sebelah

kiri dan kanan caranya sama. Setelah itu, dengan telapak tangan, kita

tarik pipi dari bawah ke atas telinga supaya kencang tujuannya adalah

membentuk keindahan wajah terlebih setelah dirinya tampak berisi dan

kelihatan lebih segar dan muda.

1. Memakaikan busana dan memasukan Jenazah ke dalam peti

Pilihlah busana yang paling disukai oleh saudara atau saudari yang

meninggal. Atau pakaian yang kita anggap paling berkesan baginya.

Pakaian itu bersih dan rapi, tak harus baru. Selain itu, bias juga

mengenakan kaus kaki dan kaus tangan kepada yang meninggal.37

Setelah perlengkapan sudah siap dan kita sudah merawat seperti

keterangan diatas, maka kita bisa mengenakan pakaian. Yang perlu

diperhatikan adalah dalam semua tindakan bagi jenazah hendaklah

diawali dengan menyebut nama, meminta izin, dan mengajak untuk

berpantas diri menghadap tuhan. Tujuannya agar kita tetap menjalin

komunikasi dengan yang dirawat, selain itu, dengan menyebut namanya,

37
Hidup Mingguan Katolik, Menghormati Jenazah, h. 14.
72

juga dapat mengurangi rasa takut bagi yang akan merawat jenazah karena

tetap menganggap dia sebagai sahabat dan temen yang sedang tidur. 38

1. Pilihlah pakaian yang paling disukai saudara/i kita yang sudah meninggal

atau pakaian yang kita anggap paling mengesan bagi dia.

2. Pakaikan perlengkapan pakaian dalam terlebih dahulu lalu pakaian bawah

celana panjang/ tidak.

3. Untuk pakaian atas, jenazah perempuan bisa dipakaikan kebaya atau blus

lalu kenakan selendang untuk kebaya, untuk jenazah laki-laki, bisa

dipakaikan surjan/beskap atau jas langsung kenakan blangkon/ destar untu

jenazah yang memakai surjan/beskap dan dasiuntuk jenazah yang

memakai jas.

4. Kenakan kaus kaki dan kaus tangan.

Semua panduan tersebut kita lakukan apabila jenazah belum kaku. Apabila

jenazah sudah kaku maka ada cara tersendiri, terutama untuk memakaikan

baju, yaitu memasukkan terlebih dahulu kedua lengannya dengan baju

terbalik, baru bagian bawah ditarik ke atas lewat kepala. Berikut ini cara

yang dapat kita lakukan agar jenazah tidak mudah kaku:

1. Hendaknya kita mengusahakan menarik kedua ibu jari kaki dengan sekuat

tenaga hingga berbunyi “Kluk” (jangan lupa menyebut namanya ketika

akan menarik).

38
Sr.Agustina, CB. Merawat Jenazah Ibadat dan Panduan Praktis, h. 40.
73

2. Jika jenazah sudah kaku (meninggal sudah agak lama) maka dapat kita

oleskan cuka pada bagian persendian-persendian sambil menyebut

namanya agar dapat lemas.

3. Kemudian, daerah yang terdekat dengan persendian-persendian itu kita

gerak-gerakkan.

4. Setelah selesai, baru dipindahkan di tempat yang telah disiapkan.

5. Kini, jenazah sudah siap untuk dirias.

2. Merias jenazah

Sesudah Jenazah mengenakan pakaian yang pantas, mulailah merias

wajah layaknya merias wajah orang yang masih hidup. Biasanya, relawan

menyesuaikan hasil riasan dengan rupa yang bersangkutan saat masih

hidup. Merias jenazah biasanya dilakukan bila yang meninggal


39
perempuan. Untuk merias jenazah, alat-alat yang harus dipersiapkan

terlebih dahulu adalah:

 Peralatan make up, hairspray, bedak,lipstik, dan sisir.

 Rosario

 Isolasi tipis atau selotip

 Jepit Rambut

 Peniti.

 Gunting

 Kain kasa/kapas

39
Yanuaria Marwanto, “Menghormati Manusia Ketika hidup dan meninggal” Artikel
diakses pada 7 Juli 2020 dari https://www.hidupkatolik.com/2019/05/15/36351/menghormati-
manusia-ketika-hidup-dan-meninggal/
74

 Alkohol, tas plastik

Sesudah jenazah mengenakan pakaian yang pantas, mulailah merias wajah

jenazah layaknya merias wajah kita, terutama bagi jenazah perempuan,

yaitu dengan langkah sebagai berikut:

1. Bersihkan muka dari noda bekas plester dengan alkohol, pembersih,

lalu keringksn muka dengan kapas.

2. Beri alas bedak yang sesuai warna kulit dan beri bedak yang berwarna

jambon untuk menghilangkan warna pucat (jangan memakai bedak

kuning karena jenazah akan pucat), jangan terlalu tebal,tetapi

sesuaikan dengan kebiasaan almarhumah sehari-hari dalam berdandan.

3. Ambil pensil alis warna cokelat/hitam dan bentuk alis tipis-tipis kanan

dan kiri.

4. Bibir harus bersih dari noda, lalu oleskan lipstik yang sesuai dengan

baju dan warna kulit, jangan terlalu tebal. Bagi Pria, bibir dapat diberi

lipstik merah tua lalu dihapus sehingga tidak kelihatan mencolok

lipstiknya dan kesan bibir pucat dapat dihilangkan.

5. Bisa ditambah eyeshadow pada mata dan rose pada pipi asal tidak

terlalu tebal.

6. Mulailah menyisir rambut. Jika rambutnya panjang, bisa dikepang

dahulu baru diatur sesuai bentuk yang dihendaki dengan bantuuan

penjepit rambut,atau semprotkan hairspray supaya rambut kelihatan

rapi.

7. Pada jas atau kebaya bisa disematkan sekuntum bunga.


75

8. Pada ketupan kedua jari tangan disematkan sebuah rosario.

9. Jenazah siap dimasukkan ke dalam peti.

10. Untuk jenazah perempuan, bisa dipakaikan hand bag.

11. Semua bekas kotoran dimasukkan plastik lalu dibakar.

3. Menghias Peti dan memasukkan jenazah

Untuk menempatkan jenazah agar mudah diusung maka diperlukan peti

sebagai tempatnya. Peralatan yang perlu disediakan untuk menghias peti

antara lain:

 Jarum pentul

 Pines

 Renda/Pita

 Sarung bantal dan guling satin

 Bunga melati yang sudah dironce dan bunga anggrek

 Daun asparagus

 Gunting

 Kapur barus/kopi untuk mengurangi bau jenazah.

 Kain putih atau kain smok untuk peti yang luar dan dalamnya

dilapisi.40

Caranya :

40
Sr. Agustina, CB Merawat Jenazah Ibadat dan panduan praktis (Yogyakarta :Penerbit
Kanisius, 2011), h. 47.
76

1. Apabila peti sudah dilapisi bagian luar dan dalamnya, kita tinggal

menghias dengan bunga melati dan anggrek. Sebaiknya bunga jangan

dipasang dulu sebelum jenazah dimasukkan supaya hiasan tidak rusak.

Dan dalam peti,ditaburi dengan kapur barus untuk mengurangi bau.

Tapi peti bisa dilapisi dengan pita/renda. Bunga bisa disematkan

dengan pines atau jarum pentul.

2. Setelah semua sudah selesai dan bunga sudah dirangkai, peti

dibersihkan atau ditaburi dengan kapur barus yang sudah ditumbuk

kemudian ditaburi teh dan kopi.

3. Jenazah diangkat oleh tiga atau empat orang dengan posisi

sama,sebelumnya memberi sapaan, “Bapak, Ibu, Saudari/a (...)

sekarang sudah rapi, marilah berpindah.” Lalu, jenazah diangkat

dalam satu posisi,satu orang memberikan aba-aba secara perlahan

supaya dapat serentak.

4. Jenazah dirapikan,kapur barus jangan sampai tampak, demikian pula

teh atau kopi,semua ditaruh dibawah badan supaya tampak bersih.

5. Bunga yang disiapkan mulai dipasang. Caranya : letakkan bunga di

tempat anda ingin memasang, lihatlah dahulu apakah semua sudh

lengkap dan rapi,baru mulai dipasang dengan jarum pentul, letak

bunga diusahakan sama,yaitu miring ke kiri (harmoni), miringnya

sedikit saja.

6. Kalau masih ada bunga, bagian atas dan bawah dibuat tiga rangkai

supaya kelihatan lebih besar dan bagus.


77

7. Teliti lagi apabila ada barang-barang yang tertinggal di dalam peti.

Lebih baik peti tetap bersih, hanya diberi bunga. Dapat juga dibagian

atas atau di bagian bawah peti diberi bunga mawar asal diletakkan

dengan rapi.

8. Setelah lingkungan disekitarnya dibersihkan, peti dipersiapkan untuk

penghormatan jenazah. Bagian wajah ditutup menggunakan kaca

supaya dapat dilihat. Sedangkan, bagian tubuh dan kaki ditutup

dengan kain tule (Kain Kelambu).

9. Waktu penghormatan jenazah terakhir, boleh dengan memberi minyak

wangi asal tidak kena muka badan. 41

4. Memakamkan Jenazah

Menguburkan jenazah merupakan salah satu karya belas kasih jasmani

sekaligus berkaca dari penguburan Kristus sendiri. Aturan mengenai

pemakaman Gerejawi terdapat dalam Kitab Hukum Kanonik (KHK).

Secara Khusus Kanon 1176-1188. Dalam Kanon 1176 S1, disebutkan

bahwa “Umat beriman Kristiani yang telah meninggal dunia harus diberi

pemakaman Gerejawi menurut norma hukum‟, lebih lanjut, diatur juga

bahwa, “Pemakaman bagi setiap orang beriman yang telah meninggal

dunia harus dirayakan pada umumnya dalam Gereja Parokinya sendiri”

(Kan, 1177 S1). Selanjutnya, Kanon 1181 mengatur, “namun hendaknya

41
Sr. Agustina, CB Merawat Jenazah Ibadat dan panduan praktis (Yogyakarta :Penerbit
Kanisius, 2011), h. 50.
78

diusahakan agar dalam pemakaman jangan ada pandang bulu dan orang-

orang miskin jangan sampai tidak diberi pemakaman yang semestinya”.

Dalam instruksi Piam et Costantem (1963) Dan ditegaskan kembali

dalam Instruksi Ad Resurgendum cum Christo (2016), Gereja sangat

menganjurkan penguburan jenazah, Gereja mengizinkan untuk melakukan

Kremasi asalkan tidak bertentangan dengan iman.

Gereja juga menegaskan, abu jenazah harus dihormati sama dengan

yang diberikan tubuh manusia asalnya sehingga abu jenazah juga harus

dikuburkan atau disemayamkan di mausoleum atau Kolumbarium. Meski

demikian, Konferensi Wali Gereja Indonesia Juga memberi wewenang

kepada uskup setempat untuk : “Memberi izin menyimpan abu jenazah di

tempat yang layak di rumah tinggal asalkan tidak bertentangan dengan

iman akan kebangkitan badan dan rasa hormat kepada orang yang telah

meninggal.”42

Hal-hal yang harus diperhatikan

Bagi jenazah yang harus menginap (dimakamkan besok paginya):

1. Bagian hidung jenazah disumbat menggunakan kapas (supaya tidak

keluar cairan dari hidung).

2. Bagian telinga juga perlu disumbat menggunakan kapas.

3. Daerah sekitar leher diberi lipatan handuk supaya kalau keluar cairan,

tidak mengotori baju.

42
Anonim, Hidup Mingguan Katolik (Jakarta : Sajian Utama, 2018), 11 April 2018, h. 15.
79

4. Waktu pagi perlu diperhatikan wajahnya. Jika jenazah pucat, perlu

dirias ulang, lipstik dibibir perlu diperbaiki,kapas dihidung dan telinga

diangkat (jika perlu,dimasukkan).

5. Untuk mengurangi bau yang tidak sedap, bisa digunakan pengawet (es

balok ditaruh dibawah peti).43

D. Prosesi Pemakaman

Dalam Gereja Katolik : Gereja mencoba memberikan dukungan Rohani

bagi yang meninggal dan memberikan rasa hormat pada jasadnya sekaligus

memberikan dorongan dan harapan bagi keluarga dan sahabat yang

ditinggalkan.

Biasanya diawali dengan Misa Arwah atau yang disebut Misa Requiem

dalam Bahasa Latin disebut Misa Pro Defuntis yakni misa kudus bagi

kedamaian kekal jiwa orang yang telah meninggal. Misa ini dipimpin oleh

Imam dan berlangsung di Gereja atau di Rumah Duka. Dalam misa ini juga

dilakukan pemberkatan Jenazah dengan air suci.

Air suci sebagai lambing pembaptisan, dan Dupa sebagai ambang agar

keharuman amalnya membubung dan berkenan kepada Tuhan.

Setelah pemberkatan Jenazah dan penutupan peti jenazah

1. Jenazah diarak menuju ke pemakaman, entah pemakaman umum,

maupun pemakaman khusus keluarga. Tiba dipemakaman

43
Sr. Agustina, CB Merawat Jenazah Ibadat dan panduan praktis, h. 51.
80

diadakan upacara atau Ibadat pemakaman yang bisa dipimpin oleh

Imam, Prodiakon, atau petugas yang lain yang ditentukan.

2. Ibadat Pemakaman terdiri dari : Lagu Pembuka, tanda salib dan

salam, pengantar dan doa pembuka, dilanjutkan dengan bacaan

Injil dan jika memungkinkan disertai Homily singkat. Setelah itu

dilakukan Upacara Pemberkatan Makam : Setelah Imam atau

Pemimpin Ibadat berdoa, selanjutnya berkata Imam :

“Melalui Pembaptisan, kita dipersatukan dengan wafat, dan

kebangkitan Kristus, semoga air suci ini mendapatkan peristiwa

persatuan saudara kita ini dengan wafat dan kebangkitan Kristus

dalam hidup kekal. Selanjutnya makam didupai sambal berkata :

Semoga Allah menguduskan saudara kita ini dan doa-doa kita boleh

mengiringi perjalanannya menuju rumah Bapa di Surga”.

3. Lalu peti diturunkan diiringi dengan kata-kata Imam atau

Pemimpin Ibadat.

“Saudaraku, Ingatlah bahwa Tuhan kita Yesus Kristus telah bersabda,

setiap orang yang melihat Anak yang dipercaya kepadanya beroleh

hidup yang kekal dan supaya aku membangkitkan dia pada akhir

zaman dan supaya aku membangkitkan dia pada akhir zaman maka

beristirahatlah disini dalam damai Tuhan”.

4. Sementara peti diturunkan umat mengiringi dengan memadahkan

kidung simeon atau bisa dinyanyikan dengan lagu yang sesuai.


81

Kemudian makam ditaburi tanah yang sudah diberkati dalam Misa

Requiem. Sambal berkata :

“manusia diciptakan dari Tuhan dan kembali ke tanah, semoga

Kristus yang telah mengalahkan kebinasaan maut memuliakan

saudara kita ini dalam kebangkitan mulia, Amin.

5. Dan kemudian makam ditaburi dengan bunga yang sudah diberkati

dalam Misa Requiem. Sambil dibacakan doa : semoga kuntum

Hidup Ilahi yang telah ditanamkan dalam diri saudara kita ini

mekar bagaimana semerbak harum mewangi dan menyebarkan

keharuman nama Allah. Amin”. Lalu salib diulurkan ke atas peti

jenazah sambil berkata :

“Bapa/Ibu/Saudara … Terkasih, inilah salib, tanda kemenangan

Tuhan atas kuasa, dosa dan maut. Dengan tanda salib ini kita

diselamatkan, maka masukilah hidup Ilahi dengan membawa tanda

kemenangan Kristus ini dalam nama Bapa dan Putera dan Roh Kudus.

Amin”.

6. Selanjutnya keluarga dan pelayat menburi bunga, kemudian peti

ditimbun di tanah.

7. Penimbun dapat juga dilakukan setelah urusan Ibadat selesai, umat

mengiringi dengan Doa dan Nyanyian yang sesuai.

8. Setelah itu dilakukan penanaman salib sambil peimpin Ibadat

mendoakan :
82

“salib ini kami tanamkan sebagai lambang pengharapan kami akan

kebangkitan dan kehidupan kekal yang diperoleh Yesus kayu salib.

Semoga Bapak /Ibu / Saudari kami ini kau perkenankan memperoleh

suka cita itu juga.

9. Lalu Ibadat dilakukan Doa Umat, Bapa Kami, Doa Penutup dan

berkat penutup, lalu di tutup dengan lagu. 44

Prosesi Pemakaman diantaranya :

1. Upacara di Kuburan45

Pembuka

Setibanya di kuburan, perarakan langsung menuju ke makam. Pemimpin

upacara dengan pembantu-pembantunya berdiri di dekat makam, dan

sebaiknya ia menunggu sampai para hadirin berkumpul disekitar makam.

Kalau keadaan mengizinkan, sementara ini dapat dilagukan nyanyian, lihat

No. 298. Sesudah semuanya siap, pemimpin upacara mengucapkan kata

pengantar, misalnya sebagai berikut :

P Saudara-saudara terkasih,

Sebelum berpisah dengan saudara (atau :anak) kita …,

44
Josse Herman CMF, “Pemakaman Katolik.” Youtube, diunggah oleh Josse Herman
CMF, 08 Juli 2020.
45
Upacara Pemakaman, Buku Pemimpin Upacara, (Bogor : PT Obor, 2012), h. 33.
83

Marilah kita mengucapkan selamat jalan kepadanya. Doa dan

salam yang kita ucapkan pada makam ini, melambangkan cinta,

meringankan duka, dan meneguhkan iman kita.

Sebab kita berharap akan berjumpa lagi dengan saudara (atau

:anak) kita dalam keluarga abadi, yaitu bila Kristus dating sebagai

pemenang atas maut untuk mengumpulkan semua sahabatnya

dalam kerajaan Bapa.

Menyusul doa pembuka, Misalnya sebagai berikut:

P Marilah berdoa. (saat hening sejenak) Allah yang maha kuasa dan

maharahim, kehidupan dan kematian kami berada dalam tangan-

Mu.

Engkau telah memanggil saudara (atau:anak) kami… dari

kehidupan di dunia ini menghadap hadirat-Mu.

Dengan hati sedih kami berdiri di sini untuk membaringkan

jenazahnya dalam makam. Namun dengan penuh harapan kami

menantikan kebangkitan, sebab Kristus telah bangkit sebagai yang

pertama dari antara orang-orang mati.

Maka kasihanilah dia, ya Tuhan, kasihanilah dia, dan terimalah dia

dalam pelukan cinta-Mu. Demi Kristus, Tuhan dan Pengantara

Kami.

U Amin.
84

Bacaan

Bila keadaan mengizinkan, dapat dibacakan salah satu kutipan dari Kitab

suci, Misalnya yang berikut:

Rm. 6:3-4. 8-9, Lihat No.109 (Yang Pendek).

Flp. 3:20-21, Lihat No. 116.

1Yoh. 3:1-2, Lihat No. 119.

1Yoh. 3:14-16, Lihat No. 120.

Why. 14:13, Lihat No. 121.

Yoh 6:37-40, Lihat No. 155.

Untuk kanak-kanak, Lihat No. 240-254; untuk kanak-kanak yang belum

dibaptis, No. 268-272.

Kalau perlu, dapat digunakan sebuah nyanyian. Dapat juga diadakan

homili singkat atau saat hening. Sesuai dengan kebiasaan setempat,

sekarang dapat diberikan kesempatan untuk menyampaikan sambutan-

sambutan.

2. Pemberkatan Makam46

Sekarang pemimpin upacara mengucapkan doa pemberkatan makam.

P Marilah berdoa.

46
Upacara Pemakaman, Buku Pemimpin Upacara, h. 35.
85

Tuhan Yesus Kristus, Engkau sendiri berbaring dalam makam

selama tiga hari.

Kami Mohon, sucikanlah makam ini, agar hamba-Mu yang kami

istirahatkan di sini akhirnya bangkit bersama Engkau dan Hidup

mulia sepanjang segala masa.

U Amin.

Dapat juga dipilih doa lain, Lihat No. 236-238; untuk kanak-kanak, No.

267.

Sesudah itu pemimpin upacara dapat memerciki makam dengan air suci

dan mendupainya.

3. Upacara Perpisahan

Lalu Peti Jenazah dimasukan ke dalam Makam. Pada saat itu pemimpin

Upacara dapat berkata:

P Allah yang mahakuasa telah berkenan memanggil saudara

(atau:anak) kita ini ke hadapan hadirat-Nya.

Jenazahnya kita serahkan kembali kepada tanah. Tetapi kita

percaya, bahwa Kristus akan mengubah tubuh yang fana ini

menjadi serupa dengan tubuh-Nya yang Mulia.

Semoga Tuhan menerima dia dalam damai dan membangkitkannya

untuk kehidupan kekal.


86

Rumus kata pengantar lain, Lihat No. 239, hlm. 166.

Kemudian pemimpin upacara dapat memerciki Jenazah dengan air suci,

sambil berkata sebelumnya:

P Kita tahu, bahwa ketika dibaptis kita disatukan dengan Kristus dan

turut mati bersama dengan-Nya.

Saudara (atau: anak) kita ini dalam perjalanannya menuju Rumah

Bapa.

Sesuai dengan kebiasaan setempat, pemimpin upacara dapat menaburkan

bunga di atas peti Jenazah, sambal berkata sebelumnya:

P Semoga kuntum hidup ilahi yang telah ditanamkan dalam diri

saudara (atau;anak) kita ini mekar bagaikan bunga yang semerbak

harum mewangi.

Sesudah itu pemimpin upacara dapat menaburkan tanah diatas peti, sambal

berkata sebelumnya :

P Manusia diciptakan dari tanah, dan ia kembali ke tanah. Semoga

Kristus mengalahkan kebinasaan Maut dan memulihkan saudara

(atau;anak) kita ini dalam kebangitan orang-orang mati.

Kemudian para hadirin dapat dipersilahkan menabur bunga atau tanah,

atau memercikan air suci ke dalam makam. Sementara itu sebaiknya

dilakukan nyanyian sesuai, Lihat No. 302. Dapat juga dilakukan

kebiasaan-kebiasaan setempat lainnya.


87

Akhirnya pemimpin Upacara membuat tanda salib di atas peti jenazah,

sambal berkata :

P Saudara tercinta, (atau : Anakku Terkasih), semoga saudara

(Engkau) memasuki hidup abadi dengan membawa tanda

kemenangan Kristus, dalam nama Bapa dan Putra dan Roh Kudus.

U Amin.

Untuk orang yang tidak dibaptis, Lihat No.80, hlm. 50.

4. Doa Permohonan

Kemudian menyususl doa permohonan, sebagai berikut :

P Marilah kita mendoakan saudara (atau;anak)

Kita pada tuhan Yesus Kristus. Sebab Kristus telah berkata :

Akulah kebangkitan dan hidup. Barang siapa percaya kepada-Ku

akan hidup, sekalipun sudah meninggal. Dan setiap orang yang

hidup dan percaya akan hidup selama-lamanya.

L Ya Tuhan Kristus, Engkau menangisi Kematian Lazarus, Semoga

Engkau mengusap air mata kami. Marilah Kita Mohon :

U Kabulkanlah doa kami, ya Tuhan.

L Engkau telah menghidupakan kembali pemuda di Nain,

anugerahkanlah hidup kekal kepada saudara (atau;anak) kami.

Marilah kita Mohon:


88

U Kabulkanlah doa kami, ya Tuhan.

L Engkau menjanjikan firdaus kepada penyambun yang bertobat,

terimalah saudara (atau;anak) kami dalam kebahagiaan di Surga.

Marilah Kita mohon :

U Kabulkanlah doa kami, ya Tuhan.

L Saudara kami telah menerima sakramen Pembaptisan dan

Pengurapan Orang Sakit, semoga ia kugabungkan dalam

persekutuan para Kudus. Marilah Kita Mohon:

U Kabulkanlah doa kami, ya Tuhan.

L Saudara kami telah menikmati perjamuan Tubuh dan Darah-Mu,

Perkenalkanlah ia mengambil bagian dalam perjamuan surgawi.

Marilah Kita mohon:

U Kabulkanlah doa kami, ya Tuhan.

L Kami berdukacita atas kematian saudara (atau;anak) kami,

hiburkanlah kami dengan harapan akan hidup kekal. Marilah kita

mohon:

U Kabulkanlah doa kami, ya Tuhan.

Rumus doa umat lain, lihat No. 199, hlm. 135.

Sesudah doa umat pemimpin upacara mengajak para hadirin untuk

mengucapkan doa Bapa Kami, misalnya sebagai berikut :


89

P Saudara-saudari,

Marilah Kita bersama-sama mengucapkan doa yang kita terima

dari Yesus sendiri

U Bapa Kami ….

Sesudah doa Bapa Kami dapat disediakan kesempatan untuk sambutan-

sambutan sesuai dengan kebiasaan setempat. Kemudian, selama makam

ditutup, dapat digunakan nyanyian-nyanyian yang sesuai, Lihat No. 291-

314. Akhirnya, upacara pemakaman ditutup sebagai berikut:

P Tuhan, berilah dia istirahat kekal.

U dan sinarilah dia dengan cahaya abadi.

P semoga semua orang yang sudah meninggal beristirahat dalam

damai.

U Amin.

Seturut kebiasaan setempat, makam dapat juga ditutup sesudah upacara

selesai. 47

E. Prosesi Kremasi

Kremasi dalam KBBI artinya pembakaran mayat hingga menjadi Abu

atau disebut juga proses pengabuan.

47
Komisi Liturgi KWI, Upacara Pemakaman (Bogor : Penerbit Obor, 2012), h. 39.
90

Pada dasarnya Kremasi merupakan proses pembakaran jasad manusia

yang telah meninggal dan dilakukan pada tempat atau tungku yang dirancang

khusus dan istimewa. Biasanya akan dilakukan di Krematorium/Pancaka atau

biasa juga disebuah makam di Bali yang disebut setra atau pasetran. Dalam

tradisi Bali, Praktek Kremasi disebut Ngaben.

Apabila dilakukan di Pancaka atau Krematorium Jenazah diletakkan di

dalam sebuah peti kayu dan dibakar pada suhu 760 hingga 1150 Celcius. Abu

pembakaran kira-kira beratnya sekitar 5 % dari berat tubuh jenazah. Pada

umumnya Krematorium membutuhkan wadah untuk Tubuh seperti peti mati

yang sesuai atau juga wadah kardus yang kaku wadah itulah yang akan

dibakar bersamaan dengan tubuh atau jasad manusia di dalamnya. Sisa-sisa

kremasi biasanya disebut Abu walaupun sebenarnya hasil merupakan sisa

pembakaran yang terdiri dari fredmit tulang dari jenazah yang sudah di

kremasi.

Menurut laman Funeral Wise, kremasi menghasilkan antara 3-9 pon sisa

abu pembakaran itu juga tergantung pada ukuran tubuh dan juga proses yang

digunakan oleh Krematorium.

Adapun Proses Kremasi dapat dijelaskan sebagai berikut :

Pertama-tama, jasad atau Jenazah harus diidentifikasi dan mendapat

otoritas dari keluarga terlebih dahulu. Biasanya Krematorium memiliki

peraturan yang ketat dalam hal itu.


91

Sebelum Kremasi dilakukan keluarga harus memiliki ijin untuk mengurusi

kremasi kita harus melengkapi dokumen dan formulir untuk menentukan

siapa yang berwenang mengambil sisa abu nantinya dan jenis wadah apa yang

akan digunakan kian terang laman menerangi funeral wise. Prosedur

identifikasi akan melibatkan anggota keluarga untuk mengkonfirmasi

identitas. Setelah itu, jenazah diberi Tag Id dari bahan logam yang

ditempatkan dibadan untuk mencegah kekeliruan identitas. Ini berlaku kalau

kremasi umum atau bersamaan dengan yang lain

Kedua, perlakuan jasad khusus sebelum dikremasi, tubuh jenazah akan

dimandikan, dibersihkan, dan diberi pakaian oleh petugas. Biasanya jasad

tidak dibalsem sebelum di kremasi kecuali ada permintaan khusus dari pihak

keluarga. Selanjutnya, jika ada perhiasan atau barang lainnya ada ditubuh

jenazah akan dilepas terang laman funeral wise, apabila ada perangkat medis

atau prostetik mekanis yang mengandung batterai juga harus dilepas. Hal ini,

untuk mencegah reaksi selama kremasi berlangsung namun kebijakan ini

berbeda-beda disetiap Krematiorium.

Yang ketiga, Kremasi Jenazah biasanya dilakukan di suhu antara 760-1000

celcius. Panas yang hebat akan membantu mereduksi tubuh menjadi elemen-

elemen dasar dan fragmen tulang kering.

Ruang kremasi dipanaskan pada titik setel dan kemudian tubuh

ditempatkan dengan cepat di dalamnya untuk menghindari kehilangan panas.

Pra Krematorium Risolus. Untuk memanaskan tungku atau oven


92

Krematorium, dibutuhkan minyak, gas alam, propane dan lainnya. Jasadpun

ditempatkan di peti mati yang mudah terbakar dan mudah hancur, peti ini

nantinya terbakar bersama dengan jasad yang ada di dalamnya. Kemudian

panas api perlahan-lahan menyelimuti tubuh jenazah. Proses kremasipun

dimulai, dan biasanya durasi pembakaran memakan waktu antara 1,5 hingga 3

jam pada satu jasad, terang laman Funeral Wise. Gas-gas yang dilepaskan

selama proses pembakaran akan dikeluarkan melalui sistem pembuangan.

Biasanya, tidak ada bau karena ada zat emisi khusus yang diproses untuk

menghancurkan asap dan menguapkan gas yang berbau. Durasi kremasi

bergantung pada berat atau ukuran tubuh, presentase lemak tubuh terhadap

massa otot, suhu ruang kremasi, jenis wadah atau peti dan kinerja peralatan

Kremasi.

Apa yang terjadi setelah proses kremasi usai? Setelah proses kremasi yang

memakan waktu antara 1,5 hingga 3 jam, abu diumpulkan dalam baki.

Sementara sisa residu dari jasad yang masih tersisa di bilik akan dibersihkan

segera setelah ruangan kremasi mendingin suhunya, terang laman Cremation

Resource. Karena dibakar bersamaan dengan peti mati abu tersebut perlu

dipisahkan dari struk, paku, ensil dan bagian lain dari peti mati yang

digunakan. Benda-benda yang mengandung Logam akan dipisahkan dari abu

jenazah, lalu abu akan ditempatkan pada tempat khusus yang disebut Gucci,

dan kemudian diserahkan ke pihak keluarga untuk selanjutnya disimpan di

Kolumbarium dan kemudian dimakamkan ke dalam tanah. Bahwa abu yang

sudah dimasukan ke dalam Guci itu dimakamkan di Laut dan ditenggelamkan


93

utuh ke dasar laut itu yang dinamakan pemakaman dalam laut. Abu Jenazah

yang dimasukan ke dalam Guci yang sudah Tertutup dengan baik dan secara

utuh ditenggelamkan Ke Dasar Laut.48

Prosesi Kremasi diantaranya :

1. Upacara di Krematorium

Bila ada orang yang menginginkan agar jenazahnya diperabukan, dapat

diikuti upacara berikut.

Pembuka

Setibanya di Krematorium, perarakan langsung menuju ruang yang

disediakan upacara. Untuk pembukaan dapat dilakukan sebuah nyanyian

yang sesuai, lihat No.298, hlm. 199. Sesudah semuanya siap, pemimpin

upacara mengucapkan kata pengantar, misalnya sebagai berikut:

P Saudara-saudari terkasih,

Sebelum berpisah dengan saudara (atau:anak) kita …,

Marilah Kita mengucapkan selamat jalan kepadanya.

Doa dan salam yang kita ucapkan dalam upacara ini

melambangkan cinta, meringankan duka dan meneguhkan iman

kita. Sebab kita berharap akan berjumpa lagi dengan saudara (atau

48
. Josse Herman CMF, “Kremasi atau Bakar Jenazah.” Youtube, diunggah oleh Josse
Herman CMF, 07 Agustus 2020.
94

anak) kita dalam keluarga abadi, yaitu bila Kristus dating sebagai

pemenang atas maut untuk mengumpulkan semua sahabat-Nya

dalam kerajaan Bapa.

Menyusul doa pembuka, misalnya sebagai berikut :

P Marilah berdoa. (saat hening sejenak)

Allah yang mahakuasa dan maharahim, kehidupan dan kematian kami

berada dalam tangan-Mu. Engkau telah memanggil saudara (atau:anak)

kami dari kehidupan di dunia ini menghadap hadirat-Mu. Dengan hati

sedih kami menyerahkan jenazahnya untuk diperabukan.

Namun dengan penuh harapan kami menantikan kebangkitan, sebab

Kristus telah bangkit sebagai yang pertama dari antara orang-orang mati.

Maka kasihanilah dia, ya Tuhan, kasihanilah dia, dan terimalah dia dalama

pelukan cinta-Mu.

Demi Kristus, Tuhan dan Pengantar Kami.

U Amin.

Bacaan

Bila keadaan mengizinkan, dapat dibacakan salah satu kutipan dari Kitab

Suci, misalnya sebagai berikut:

Kis. 10:34. 42-43, Lihat No. 106 (yang pendek).

Flp. 3:20-21, Lihat No. 116.


95

1 Yoh. 3:1-2, Lihat No. 119.

1 Yoh. 3:14-16, Lihat No. 120.

Why. 14:13, Lihat No.121.

Yoh. 6:37-40, Lihat No. 155.

Untuk kanak-kanak, Lihat No. 240-254; untuk kanak-kanak yang

belum dibaptis, No.268-272.

Kalau perlu, dapat dilagukan sebuah nyanyian. Dapat juga diadakan

homili singkat atau saat hening. Sesuai dengan kebiasaan setempat,

sekarang dapat diberikan kesempatan untuk menyampaikan sambutan-

sambutan.

2. Upacara Perpisahan.

Kemudian pemimpin upacara dapat memerciki peti jenazah dengan air

suci, sambal berkata sebelumnya:

P Kita tahu, bahwa ketika dibaptis, kita disatukan dengan Kristus dan

turut mati bersama dengan-Nya. Saudara (atau: anak) kita sekarang

ini mati bersama dengan Kristus. Semoga ia hidup pula dalam

keadaan baru seperti Kristus.

Bila dianggap perlu, pemimpin upacara dapat mendupai peti jenazah,

sambil berkata sebelumnya :


96

P Semoga Kuntum hidup Ilahi yang telah ditanamkan dalam diri

saudara (atau: anak) kita ini mekar bagaikan bunga yang semerbak

harum mewangi.

Kemudian para hadirin dapat dipersilakan untuk menaburkan bunga atau

memercikan air suci diatas peti jenazah. Sementara itu sebaiknya

dilagukan nyanyian sesuai, Lihat No. 302. Dapat juga dilakukan

kebiasaan-kebiasaan setemoat lainnya.

Akhirnya, pemimpin upacara membuat tanda salib di atas peti jenazah,

sambal berkata:

P Saudara tercinta, (atau:anakku terkasih), semoga saudara (atau :

Engkau) memsuki hidup abadi dengan membawa tanda

kemenangan Kristus, dalam nama Bapa dan Putra dan Roh Kudus.

U Amin.

Untuk orang yang tidak dibaptis

3. Doa Permohonan

Kemudian menyususl doa pemohonan, sebagai berikut:

P Marilah kita mendoakan saudara (atau: anak) kita pada Tuhan

Yesus Kristus. Sebab Kristus telah berkata :

Akulah kebangkitan dan hidup. Barang siapa percaya kepada-Ku

akan hidup, sekalipun sudah meninggal. Dan setiap orang yang

hidup dan percaya, akan hidup selama-lamanya.


97

L Ya Tuhan Yesus Kristus, Engkau menangisi kematian Lazarus,

Semoga Engkau mengusap air mata Kami. Marilah Kita Mohon :

U Kabulkanlah doa kami, ya Tuhan.

L Engkau telah menghidupkan kembali pemuda di Nain,

anugerahkanlah hidup kekal kepada saudara (atau: anak ) kami.

Marilah kita mohon :

U Kabulkanlah doa kami, ya Tuhan.

L Engkau menjanjikan firdaus kepada penyamun yang bertobat,

terimalah saudara (atau: anak) kami dalam kebahagiaan di Surga.

Marilah kita Mohon:

U Kabulkanlah doa kami, ya Tuhan.

L Saudara kami telah menerima Sakramen Pembaptisan dan

Pengurapan orang sakit, semoga ia Kau gabungkan dalam

persekutuan para Kudus. Marilah kita mohon:

U kabulkanlah doa kami, ya Tuhan.

L (Saudara Kami telah menikmati perjamuan Tubuh dan Darah-Mu,

perkenalkanlah ia mengambil bagian dalam perjamuan Surgawi.

Marilah Kita mohon:

U Kabulkanlah doa kami, ya Tuhan.


98

L Kami berduka cita atas kematian saudara (atau:anak) kami,

hiburkanlah kami dengan harapan akan hidup kekal. Marilah kita

Mohon :

U Kabulkanlah doa kami, ya Tuhan.

Sesudah doa umat pemimpin upacara mengajak para hadirin untuk

mengucapkan doa Bapa Kami, misalnya sebagai berikut:

P Saudara-Saudari,

Marilah kita bersama-sama mengucapkan doa yang kita terima dari

Yesus sendiri:

U Bapa Kami ….

Sesudah doa Bapa Kami dapat disediakan kesempatan untuk sambutan-

sambutan sesuai dengan kebiasaan setempat. Akhirnya upacara ditutup

sebagai berikut:

P Tuhan, berilah dia istirahat kekal.

U dan sinarilah dengan cahaya abadi.

P Semoga semua yang sudah meninggal beristirahat dalam damai.

U Amin.
99

Sebelum para hadirin meninggalkan ruangan, kalau dianggap perlu, dapat

dilagukan nynyian yang sesuai. 49

4. Terkait Penempatan akhir Abu

Jika Kremasi dilakukan, penempatan akhir abu jenazah harus

memperhatikan ketentuan-ketentuan Gereja diantaranya :

a. Abu Jenazah sebaiknya disemayamkan di Rumah Abu

b. Penyimpanan Abu di rumah seharusnya mendapat ijin uskup.

Tidak boleh di ubah bentuk atau di pisah-pisahkan.

c. Menurut Iman Katolik, Jika Abu Jenazah dikubur didalam laut

itu harus ditenggelamkan satu Guci dan tidak boleh disebar.

d. Agama Budha : Boleh disebar Abu Jenazah.

Dasar Teologi Katolik adalah Kebangkitan orang mati pada akhir

zaman bukan tubuhnya yang lama yang dihidupkan. Dalam ajaran Katolik

: “Oleh kematian, jiwa dipisahkan dari badan, tetapi dalam kebangkitan.

Allah akan memberi kehidupan abadi kepada badan yang telah diubah,

dengan mempersatukannya kembali dengan jiwa kita. Seperti Kristus telah

bangkit dan hidup untuk selamanya, demikian juga kita semua akan

bangkit pada hari kiamat”. Dalam ajaran Kateksimus Gereja Katolik

terapat ajaran tentang tubuh yang menjelaskan bahwa : “… dalam

kebangkitan, Allah akan memberi kehidupan abadi kepada badan yang

telah diubah …”. Dalam kalimat itu, kata “diubah” berarti bukan berarti

49
Komisi Liturgi KWI, Upacara Pemakaman (Bogor : Penerbit Obor, 2012), h. 46.
100

badan yang lama yang sudah rusak di makam atau sudah menjadi abu

dalam kremasi, tetapi badan yang “dicipta” baru yaitu badan yang mulia.

Yesus bangkit dengan dengan tubuh yang mulia. Membawa ciri yang lama

tapi tidak persis sama. Maka Maria Magdalena, orang pertama yang

melihat Yesus yang bangkit tidak langsung bisa mengenali Yesus yang

bangkit. 50

50
Wawancara Pribadi dengan Johannes Adrianus Hendra Sutedja, S.J. (Imam Gereja
Katolik, Pondok Labu Jakarta Selatan) Pada Tanggal 8 Juli 2020.
101

BAB IV

MAKNA FILOSOFIS PEMAKAMAN DAN KREMASI DALAM GEREJA

KATOLIK ROMA

A. Filosofi Pemakaman

Pemakaman adalah tradisi purba dalam agama Yahudi. Dalam kitab kejadian

23:19 diceritakan bahwa Abraham menguburkan sara istrinya. Banyak naskah-

naskah Alkitab Perjanjian Lama yang menyebut pemakaman mengajarkan cara

pemakaman Yahudi. Agama Kristen mengikuti tradisi itu. Yesus sendiri

dimakamkan. Tetapi kemudian muncul beberapa ciri yang berbeda dengan tradisi

Perjanjian Lama, Seperti dalam kisah para Rasul 9:37 jenazah dimandikan. Dan

tampak sudah ada pula kebiasaan mengurapi jenazah. Seperti apa yang ditulis oleh

Markus dalam Injilnya, bahwa jenazah Yesus diurapi (Mrk 16:1), lalu dikafani

dan diikat serta diberi wangi-wangian. (Yohanes 19:40 TB) “Mereka mengambil

mayat Yesus, mengapaninya dengan kain lenan dan membubuhinya dengan

rempah-rempah menurut adat Yahudi bila menguburkan mayat”. Muka jenazah

ditutupi denga kain peluh (Yohannes 11:44) “Orang yang telah mati itu datang ke

luar, kaki dan tangannya masih terikat dengan kain kapan dan mukanya tertutup

dengan kain peluh. Kata Yesus kepada mereka “Bukankah kain-kain itu darinya

dan biarkan dia pergi”.

Tubuh orang suci diyakini sebagai kehadiran yang Ilahi. Oleh karenanya, para

Kudus biasanya dimakamkan di sekitar Gereja, bahkan dalam Gereja dan dibawah

Altar. Segala peninggalan yang berhubungan dengan tubuhnya dijadikan relikwi


102

suci yang ditaruh di altar yang dihubungkan dengan Kematian Yesus sebagai

pengorbanan untuk keselamatan manusia. Peranan tubuh dalam ritus juga tampak

dalam upacara pemakaman. Orang yang dibaptis dikuburkan dalam tanah yang

diberkati sedangkan orang Yahudi, Kusta dan tak dibaptis tidak diperkenankandi

atas tanah yang diberkati. Oleh karenanya, pemakaman pada zaman itu

menunjukkan perbedaan status sosial (Religius). Upacara ritual menjadi presentasi

sosial seseorang. 1

1. Pengertian Pemakaman

Pemakaman Katolik adalah Pemakaman Gerejawi merujuk pada ritus khusus

yang digunakan dalam praktik Imani Gereja Katolik Roma.

Dalam Gereja Katolik : Gereja mencoba memberikan dukungan Rohani bagi

yang meninggal dan memberikan dorongan dan harapan bagi keluarga dan

sahabat yang ditinggalkan.

Biasanya diawali dengan Misa Arwah atau yang disebut Misa Requiem (Latin

Misa Defuntis) yakni Misa Kudus bagi kedamaian kekal jiwa orang yang telah

meninggal. Misa ini dipimpin oleh Imam dan Berlangsung di Gereja atau di

Rumah Duka

Gereja memandang pemakaman sebagai tempat yang kudus, maka sebaiknya

diusahakan dan dianjurkan, supaya pemakaman yang dibuat umat Katolik

1
Antonius Subianto Bunyamin, “Sakral dan Profan dalam kaitan dengan Ritus dan
Tubuh : Suatu Telaah Filsafati melalui Agama dan Konsep Diri” Bandung : Melintas, 2012, h.
31.
103

diberkati dan disitu didirikan salib Tuhan sebagai tanda harapan dan kebangkitan

bagi seluruh umat manusia.2

Seorang Kristen yang meninggal dalam Kristus, pada akhirnya eksistensinya

di dunia ini, mencapai kepenuhan kehidupan baru yang sudah dimulai dalam

sakramen pembaptisan, diperkuat dalam sakramen penguatan, dan diberi makan

dalam Ekaristi, sebagai antisipasi dari perjamuan surgawi. Makna kematian

seorang Kristen menjadi jelas dalam terang wafat dan kebangkitan Kristus, satu-

satunya harapan kita. Orang Kristen yang meninggal dalam Kristus Yesus pergi

“beralih dari Tubuh ini untuk menetap pada Tuhan”. (2 Kor 5:8).

Walaupun dilaksanakan dalam ritus yang berbeda sesuai dengan situasi dan

tradisi macam-macam daerah, pemakaman mengungkapkan ciri khas pasca

kematian Kristen dalam pengharapan akan kebangkitan, Pemakaman juga

menampilkan arti persekutuan dengan orang-orang yang sudah meninggal secara

khusus melalui doa untuk pemurnian jiwa-jiwa mereka. 3

Ritus pemakaman terdiri dari bagian Empat utama : penyambutan Jemaat

dengan kata-kata penghiburan dan pengharapan, Liturgy, Sabda, Ekaristi, dan

perpisahan yang antara lain berisi penyerahan jiwa orang yang meninggal ke

dalam tangan Allah, Sumber kehidupan kekal , sementara Jenazah dimakamkan

dengan harapan akan kebangkitan.

2
Komisi Liturgi KWI, Ibadat berkat, (Jakarta : Obor, 1986), h. 1.
3
Paus Benedictus XVI, Kompedium Kateksimus Gereja Katolik, (Yogyakarta : PT
Kanisius, 2009), h. 119.
104

Penguburan adalah salah satu bagian penting dalam peristiwa kematian. Tidak

heran jika penguburan dipersiapkan dengan seksama, baik oleh keluarga maupun

oleh masyarakat sekitar. Mengapa demikian? Barangkali karena penguburan yang

layak merupkan salah satu ekspresi rasa hormat dan ungkapan kasih sayang kita

kepada orang yang telah meninggal dunia. Tidak jarang tata cara penguburan pun

dilakukan sesuai dengan mandat atau pesan yang pernah disampaikan oleh mereka

yang meninggal dunia kepada kita.4

Gereja terus lebih mengutamakan penguburan jenazah karena ini menunjukan

penghargaan yang lebih besar terhadap orang-orang yang telah meninggal, namun

demikian, kremasi tidak dilarang, kecuali cara itu dipilih demi alasan-alasan yang

bertentangan dengan ajaran Kristiani.

Dengan mengikuti Tradisi Kristen yang amat kuno, Gereja Terus menerus

menganjurkan bahwa jenazah umat yang beriman dikuburkan dipemakaman atau

tempat-tempat suci yang lainnya.

Dengan kenangan akan wafat, pemakaman dan kebangkitan Tuhan, Misteri

yang memerangi makna kematian secara Kristiani, maka pemakaman pertama-

tama merupakan cara yang paling pantas untuk mengungkapkan iman dan harapan

akan kebangkitan badan.

Dengan menguburkan jenazah-jenazah umat beriman, Gereja menegaskan

Imannya akan kebangkitan badan, dan bermaksud menunjukan martabat agung

tubuh manusia sebagai bagian integral dari pribadi di mana tubuh mengambil

4
Sally Neparassi, Allah Merangkul “Maknai Kehidupan Kematian dalam Allah”,
(Jakarta : BPK Gunung Mulia, 2018), h. 65.
105

bagian dalam sejarahnya. Oleh sebab itu, tidak bisa dibenarkan sikap-sikap dan

ritus-ritus yang menyertakan gagasan-gagasan keliru mengenai kematian, yang

dianggap sebagai pemusnahan pribadi secara definitive, atau seperti saat

pelaburannya dengan Ibu Pertiwi atau alam semesta, atau sebagian tahap dalam

proses Reinkarnasi, atau sebagai pembebasan definitive dari “Penjara” tubuh.


5
Lebih lanjut, penguburan dipemakaman atau tempat suci lainnya menanggapi

dengan pantas praktik kesalehan dan penghormatan yang diberikan kepada

Jenazah umat beriman, yang melalui pembaptisan telah menjadi bait Roh Kudus

yang mana “Sebagai alat-alat dan tempat, yang secara kudus digunakan Roh untuk

melaksanakan begitu banyak perbuatan baik”.

Akhirnya, penguburan umat beriman yang telah meninggal di pemakaman-

pemakaman atau tempat-tempat suci lainnya mendorong anggota-anggota

keluarga dan seluruh komunitas Kristiani untuk berdoa dan mengenang mereka

yang dipanggil Tuhan, dengan demikian juga memberi penghormatan kepada para

martir dan orang kudus.

Melalui Praktik penguburan orang mati di pemakaman, di gereja-gereja atau

lingkungan sekitarnya, tradisi Kristen telah memelihara persekutuan antara orang

orang yang hidup dan mati dan telah melawan kecenderungan untuk

5
Departemen Dokumentasi dan Penerangan Konferensi Waligereja Indonesia, “Ad
Resurgendum Cum Christo (Untuk bangkit bersama Kristus)”, h. 4.
106

menyembunyikan atau menempatkan ke ranah pribadi peristiwa kematian dan

makna yang dimilikinya bagi orang-orang Kristen. 6

Bagi beberapa suku di Indonesia, peristiwa penguburan merupakan peristiwa

kemasyarakatan yang besar. Masyarakat Toraja, misalnya melakukan upacara

pemakaman Rambu Solo di tengah rumah adat tongkonan. Di sana mereka

membungkus jasad, menghias peti jenazah dengan benang emas dan perak, lalu

mengarak jasad itu ke sebuah lumbung untuk di semayamkan. Setelah itu, mereka

pun bersama-sama melaksanakan pertunjukkan seni, baik sebagai bentuk

penghormatan kepada orang yang sudah meninggal maupun sebagai doa supaya

arwahnya dapat tinggal tenang ditempat keabadian yang disebut Puya.

Rambu Solo wajib hukumnya dilaksanakan oleh keluarga yang ditinggalkan.

Sebab, hanya dengan cara itu arwah yang meninggal bisa mencapai

kesempurnaan. Ia tidak gentayangan (Bombo), tetapi berkumpul kembali dengan

para leluhurnya serta bertransformasi menjadi arwah setingkat dewa (To Mebali

Puang), atau arwah pelindung (Deata) namun, biaya yang diperlukan untuk

menyelenggarakan Ra,bo Solo tidaklah sedikit. Oleh karena itu, upacara

pemakaman khas Toraja ini sering kali dilaksanakan beberapa bulan bahkan

bertahun-tahun setelah meninggalnya seseorang.

Ayat 6 berkata, „dan di kuburkan-nyalah dia (Musa) disuatu lembah ditanah ,

ditentangan Bet-Peor, dan tidak ada orang yang tau kuburannya sampai hari ini.

„mengapa Allah melakukannya? Kita tidak tahu dengan pasti. Kemungkinan

6
Departemen Dokumentasi dan Penerangan Konferensi Waligereja Indonesia, “Ad
Resurgendum Cum Christo (Untuk bangkit bersama Kristus)”, h. 5.
107

pertama adalah karena Allah ingin meratapi kematian Musa seorang diri. Ia

memilih untuk berkabung tanpa penghiburan dari siapa pun. Kemungkinan kedua

adalah karena Allah ingin menghargai jerih lelas Musa dengan memberikan

penguburan yang eksklusif bagi nya. Kemungkinan ketiga adalah karena Allah

ingin mencegah bangsa Israel merasa putus asa akibat kematian Musa.7

B. Filosofi Kremasi

Filosofi-nya adalah terkait dengan pandangan mendasar tentang tubuh

manusia yang sakral. Kenapa Sakral ? karena tubuh itu diciptakan oleh tuhan dan

di dalam Gereja Katolik tubuh manusia yang diciptakan oleh Tuhan itu yang

keluar dari Allah sendiri dan dipelihara dan dijaga sakralitasnya dengan menerima

sakramen-sakramen. 1.selalu dijaga sakralitasnya dengan kehidupannya yang baik

secara moral, 2. Kekudusan tubuh dijaga dengan penerimaan sakramen.

Pentingnya Tubuh juga tampak dalam teks-teks liturgy abad XVI, “The most

frequently printed prayer in early sisteenth / century primers was the Salve

salutaris hostia, emphasissed the bodily suffering of Jesus as a focus for ensuring

the bodily revewal of individual Christians and the Church itself.” Sebelum

komuni, umat berdoa supaya layak dipersatukan dengan tubuh Kristus yang

adalah Gereja. Pada waktu konsekrasi , imam mengambil roti persis saat ia

mengucapkan kata-kata Yesus sendiri. Pada Jaman itu, ada banyak prosesi liturgis

pada awal misa yang mencerminkan posisi sosial masyarakat kota dan desa. Di

situ terjadi integrase antara keterlibatan ritual (dan sakramental) seorang dengan

integrasi dan harmoni social. Oleh karenanya, pengakuan dosa merupakan


7
Sally Neparassi, Allah Merangkul “Maknai Kehidupan Kematian dalam Allah”, h. 66.
108

tindakan tanggung jawab-Komunitas pada sesame daripada sebagai tindakan

pengakuan pribadi. Oleh karena itu, torevall melihat bahwa pada masa itu Ekaristi

dipahami dengan tiga cara : sebagai saat dimana Ekaristik terjadi sewaktu

konsekrasi oleh imam, sebagai korban ritual yang mengulangi tindakan Kristus

yang menyarankan dirinya, dan sebagai penampilan dramatic dari ekonomi

penyelamatan secara keseluruhan.

Sakramen dalam Ajaran Katolik : Kehadiran Tuhan yang menyelamatkan

Tuhan yang diwujudkan dalam tanda-tanda . seperti : kehadiran Tuhan yang

menyelamatkan ditandai dengan sakramen ekaristi yaitu kehadiran Tuhan Yesus

dalam tanda roti dan anggur. Maka kehadirannya itu diwujudkan dengan tanda

dan tanda-tanda itu diberikan oleh Tuhan Yesus sendiri.

Sakramen secara dasariah terus menerus menjaga dan menumbuhkan

kekudusan manusia adalah Sakramen Baptis, Sakramen Ekaristi, Sakramen

Pengakuan dosa.8

1. Pengertian Kremasi

Sesudah Kematian, yaitu terpisahnya jiwa dengan badan, badan menjadi rusak

sedangkan jiwa yang tak dapat mati, menghadapi pengadilan Allah dan

menantikan persatuannya kembali dengan badan dibandingkan pada saat Tuhan

datang kembali. 9

8
Wawancara Pribadi dengan Johannes Adrianus Hendra Sutedja, S.J. (Imam Gereja
Katolik, Pondok Labu Jakarta Selatan) Pada Tanggal 29 April 2020.
9
Konferensi Waligereja Indonesia, Kompedium Kateksimus Gereja Katolik, (Yogyakarta
: PT Kanisius, 2009), h. 37.
109

Krematorium10 : Tempat untuk membakar mayat atau jenazah hingga menjadi

abu.

Kremasi berasal dari kata, antara lain:

Cremare11 : Pembakaran.

Cremation12 : The Process of disposing of the bodies of the dead by

reducing then to ashes.

Arti kata Kremasi adalah proses pembakaran mayat sampai menjadi abu

dengan menggunakan tungku berbahan bakar kayu dan ada yang menggunakan

tabung gas. Proses Kremasi terdiri dari serangkaian acara yang bersifat sakral

mulai dari memandikan jenazah, melakukan kebaktian, proses perabuan badan

dan tulang jenazah, sampai Pelarungan atau menghanyutkan abu jenazah ke laut.

Dengan demikian pengertian kremasi dapat diartikan sebagai kegiatan

pembakaran jenazah hingga menjadi abu pada tungku berbahan kayu maupun

solar yang terdapat pada bangunan Krematorium.

Apabila dilakukan di sebuah Krematorium, biasanya jenazah ditaruh di sebuah

peti kayu dan dibakar pada suhu 760 – 1150 derajat celcius. Abu pembakaran

kira-kira beratnya sekitar 5% berat jenazah.

10
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Cetakan ke delapan
Belas Edisi IV. (Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 2014), h. 40.
11
Hoeve Van, Ensiklopedia Indonesia, Ichtiar Baru, (Indonesia : PT Delta Pamungkas,
2004), h. 183.
12
Francis Lieber, Encyclopedia Americana (United State : Corporation America ,1959),
h. 171.
110

Kremasi atau pengabuan adalah praktik penghilangan jenazah manusia setelah

meninggal dengan cara membakarnya dan biasanya dilakukan di Krematorium.13

Budaya Kremasi muncul pertama kali di Dunia Barat Kuno, praktek Kremasi

telah lama dilakukan pula, hal ini diketemukan juga di kitab Perjanjian Lama

maupun dalam sejarah manusia dimana banyak dilakukan upacara pembakaran

jenazah diperadaban Yunani Kuno dan di Jaman Romawi. Pada saat itu

pembakaran dilakukan diruang terbuka dan mayat langsung diletakan di atas

tumpukan kayu.

Dasarnya Katolik mengkremasi jenazah diantaranya :

1. Kremasi tidak berlawanan dengan Gereja Katolik tentang kebangkitan

badan.

2. Kremasi juga merupakan salah satu penyempurnaan jenazah yang baik

3. Praktik dan ekonomis, walaupun itu benar, dan bukan menjadi dasar.

Untuk bangkit bersama Kristus (Ad resurgendum cum Christo), kita harus

mati bersama Kristus, harus beralih dari Tubuh ini untuk menetap pada Tuhan” (2

Kor 5:8). Dengan Instruksi Piam et Constantem, 5 Juli 1962, maka kantor suci

(Sonctum Officium) menetapkan bahwa “hendaknya dipertahankan dengan setia

kebiasaan menguburkan jenazah umat beriman”, namun dengan menambahkan

bahwa kremasi “pada dasarnya tidak bertentangan dengan iman Kristen” dan

hendaknya tidak lagi di tolak sakramen-sakramen dan upacara-upacara

pemakaman bagi mereka yang telah meminta untuk di Kremasi, dengan syarat

13
Wawancara Pribadi dengan Johannes Adrianus Hendra Sutedja, S.J. (Imam Gereja
Katolik, Pondok Labu Jakarta Selatan) Pada Tanggal 26 April 2019.
111

bahwa pilihan ini dilakukan bukan sebagai “penyangkalan dogma-dogma Kristen,

atau dengan semangat sektarian, atau kebencian terhadap agama Katolik dan

Gereja.

Sementara itu, praktik-praktik kremasi telah tersebar luas di banyak negara,

tetapi disaat yang bersamaan, tersebar luas juga gagasan-gagasan baru yang

bertentangan dengan Iman Gereja.14

2. Kremasi di dunia Barat

Setelah masuknya agama Kristen di Dunia Barat. Kremasi dilarang karena

Gereja Kristen percaya akan kebangkitan pada hari kiamat. Tetapi semenjak abad

ke-19, praktek kremasi ini sering dilakukan lagi. Pada Tahun 1963, Paus Paulus

VI lewat surat ke Pausan KHK (1917) # 1230 memperbolehkan praktek kremasi

lagi untuk umat Katolik dan sejak tahun 1966, para pastor diperbolehkan

mengiringi ritual Kremasi.

Selain alasan-alasan Teologis, praktek Kremasi sering kali dilakukan

berdasarkan pertimbangan praktis, misalkan : lahan perkuburan yang semakin

terbatas dikota-kota besar membuat orang memilih kremasi daripada penguburan,

belum lagi masalah biaya, masa kuburan dan efisiensi menangani yang wafat. 15

14
Departemen Dokumentasi dan Penerangan Konferensi Waligereja Indonesia, “Ad
Resurgendum Cum Christo (Untuk bangkit bersama Kristus)” (Januari : Seri Dokumen Gerejawi,
2020), h. 2.
15
Rm. Ignatius Joko Purnomo O‟Carm, “Prima Putra Machinery Engineering”
(November 2006 )h. 8.
112

Kremasi menjadi alternatif penanganan jenazah selain proses pemakaman di

sejumlah negara tertentu dengan presentanse yang cenderung meningkat setiap

tahunnya.

Di jaman yang semakin canggih seperti sekarang pengabuan atau kremasi

tidak hanya dapat dilakukan dengan membakar tubuh jenazah dengan api namun

juga dapat menggunakan aliran listrik yang tinggi hingga tubuh menjadi hangus

dan menjadi abu. 16

Kremasi, menurut Piam et Costantem, bukan tindakan yang secara intrinsik

jahat, yaitu tindakan yang di dalam dirinya sendiri memuat unsur melawan agama

Kristiani. Arti “Tidak Jahat” :

1. Tindakan Kremasi tidak mengandung pengertian ketiadaan

“Kebangkitan Badan” dan “Keabadian Jiwa”.

2. Kremasi tidak berakibat pada jiwa dan juga tidak bisa

menghalangi Tuhan merestorasi tubuh manusia.

3. Karena itu, kremasi tidak mengandung pada Dogma. 17

Pada mulanya agama Katolik menolak pembakaran jenazah, karena motivasi

dari pembakaran jenazah tersebut terkesan tidak menghormati jenazah dan

menghina kebangkitan. Namun, jika motivasi pembakaran jenazah dilandasi oleh

rasa cinta kasih, bahkan jika Kremasi jenazah dilandasi oleh hal-hal yang

mendesak seperti keterbatasan lahan, modernisasi sosial dan pesan terakhir dari

16
Redaksi Tuhan Yesus Org, “Kremasi Menurut Katolik : Pandangan dan
Ajarannya.”Artikel diakses pada 2 Juli 2020 dari https://tuhanyesus.org/kremasi-menurut-katolik.
17
JA, Hendra Setedja, S.J. dalam Seminarnya yang berjudul “Hidup Setelah Mati dan
Kremasi Menurut Ketentuan Gereja Katolik” Pada tanggal 4 Februari 2017. h. 18-19.
113

almarhum/almarhumah, hal ini justru dianjurkan karena kremasi jenazah atas

dasar cinta kasih.

Kremasi dapat dianggap sebagai suatu proses, sama halnya dengan

pemakaman, oleh sebab itu, tidak ada larangan tetapi bukan berarti menganjurkan.

Gereja Katolik tetap menganjurkan pemakaman sebagai cara yang sangat terpuji

tetapi tidak melarang kremasi.18 Dalam upacara kematian (baik dikubur maupun

dikremasi), bukan untuk menyembah orang yang telah mati. Tetapi merupakan

penghormatan pada yang mati dan mempunyai makna untuk menghibur dan

menyadarkan keluarga/kerabat yang ditinggalkan dengan mengingatkan pada

firman Tuhan.

Alkitab banyak sekali memberikan gambaran tentang hukuman yang kekal.

Kematian seringkali dipergunakan sebagai gambaran dari hukuman yang kekal

dari murka Allah, sebab pada waktu Tuhan ingin menekankan tentang murka-Nya

Dia memakai ungkapan “api” yang turun dari langit untuk memusnahkan. Dengan

kata lain Dia membakar orang itu dengan api, dan kita dapat Bahwa Tuhan

mengkremasi orang tersebut. Dan Ibrani 12:29 dikatakan : “Sebab Allah kita

adalah api yang menghanguskan”.

Amos 2:1-2 berkata : “Beginilah firman Tuhan” karena tiga perbuatan Jahat

Moab, bahkan empat, aku tidak akan menarik kembali keputusan-Ku : Oleh

karena ia telah membakar tulang-tulang raja Edon menjadi kapur, Aku akan

18
Wawancara Pribadi dengan Johannes Adrianus Hendra Sutedja, S.J. (Imam Gereja
Katolik, Pondok Labu Jakarta Selatan) Pada Tanggal 26 April 2019.
114

melepas api ke dalam Moab, sehingga putri Keriot dimakan habis, Moab akan

mati didalam kegaduhan, diiringi sorak sorai pada saat sangkakala berbunyi”.

Membakar tulang-tulang raja Edom menjadi kapur adalah gambaran dari

Kremasi. Dari pernyataan-pernyataan bagaimana Tuhan memakai api untuk tidak

mengkremasi tubuh seseorang yang kita cintai.

3. Sejarah Kremasi

Kebanyakan para arkeolog percaya bahwa kremasi telah diketemukan di

abad zaman batu, kira-kira tahun 3000 SM. Diperkirakan dilakukan didaratan

Eropa atau Timur Tengah. Tahun 800 SM di Yunani sudah menjadi pemusnahan

jenazah yang umum dan tahun 600 SM di Roma. Tetapi masyarakat lainnya pada

waktu itu mempunyai metode-metode yang lain :

o Israel Kuno, goa-goa adalah tempat penguburan Jenazah, Kremasi

dilarang Keras.

o Gereja Kristen Perdana, menolak kremasi karena ada hubungan

dengan masyarakat penyembah berhala Yunani dan Roma. Orang

Kristen jaman tersebut mengubur jenazah di goa-goa di bawah

tanah.

o Mesir kuno, jenazah di balsam (Mummi)

o Di China Kuno, jenazah dikubur.19

19
Rm. Ignatius Joko Purnomo O‟Carm. Machine Engineering (Jakarta : Prima Putra,
2006), h. 11.
115

Ketika agama Kristen menjadi agama resmi di kerajaan Romawi, dimana

agama-agama lain terpinggirkan, penguburan jenazah di dalam tanah merupakan

satu-satunya cara untuk memusnahkan jasad manusia di seluruh Eropa.

Professor Brunetti, orang Italia pada tahun 1870 mengembangkan ruang

Kremasi modern yang pertama. Ini yang memicu perkembangan Kremasi di

Eropa dan Amerika Utara tetapi tahun 1886, Gereja Katolik Roma secara resmi

melarang kremasi jenazah.

Ketika Kremasi dipilih Karena alasan-alasan higenis, ekonomi, atau social,

pilihan ini tidak pernah boleh melanggar keinginan yang dinyatakan secara

eksplisit atau implisit oleh umat beriman yang meninggal. Gereja tidak

mengajukan keberatan-keberatan doktrinal atas praktik ini, karena kremasi

jenazah tidak menyentuh jiwa, tidak juga menghalangi kemahakuasaan Allah

untuk membangkitkan tubuh. Karena itu, kremasi tidak mengandung

penyangkalan objektif ajaran Kristen tentang keabdian jiwa ataupun kebangkitan

badan.20

Bila tidak ada alasan yang bertentangan dengan ajaran Kristen, Gereja, setelah

Ibadat pemakaman, mendampingi pilihan Kremasi dengan petunjuk-petunjuk

liturgis dan pastoral yang tepat, dan sangat berhati-hati untuk menghindari setiap

bentuk skandal atau ketidakpedulian akan agama.

Ketika dengan alasan-alasan yang sah, pengkremasian jenazah telah dipilih,

abu jenazah harus disimpan dengan semestinya, di suatu tempat suci, yakni

20
Bdk Sanctum Officium, Instruksi Piam et Constantem, 5 Juli 1963, h.56.
116

dipemakaman, atau dalam kasus-kasus tertentu, di gereja atau disebuah area yang

dipersembahkan khusus untuk tujuan ini oleh otoritas gerejawi yang berwenang.

Penyimpanan abu di tempat suci bisa membantu untuk mengurangi resiko

bahwa orang-orang yang meninggal tidak didoakan dan dikenang oleh sanak

keluarga dan komunitas Kristiani. Selain itu, dengan cara ini dihindari dengan

kemungkinan dilupakan dan kurang dihormati, yang bisa terjadi terutama sesudah

generasi pertama juga telah meninggal. Hal ini juga mencegah terjadinya praktik-

praktik yang tidak tepat dan takhayul.21

Dengan alasan-alasan tersebut, penyimpanan abu jenazah di rumah kediaman

tidak diizinkan. Hanya dalam kasus yang berat dan luar biasa, tergantung pada

kondisi-kondisi budaya dan kekhasan lokal, maka Ordinaris, dengan persetujuan

Konferensi Episkopal atau sinode para Uskup Gereja Timur, bisa memberikan

izin bagi penyimpanan abu jenazah di rumah kediaman. Namun, abu tersebut

tidak boleh dibagi-bagikan diantara berbagai keluarga inti dan harus dijamin rasa

hormat dan terkait kondisi-kondisi penyimpanan yang memadai.

Untuk menghindari setiap bentuk panteisme, naturalisme, atau nihilisme,

hendaknya tidak diizinkan penyebaran abu jenazah di udara, di tanah, di air atau

dengan cara lain atau abu tersebut disimpan ke dalam kotak-kotak kenangan,

keping perhiasan atau dalam benda-benda lainnya. Tindakan-tindakan yang

21
Departemen Dokumentasi dan Penerangan Konferensi Waligereja Indonesia, “Ad
Resurgendum Cum Christo (Untuk bangkit bersama Kristus)” (Januari : Seri Dokumen Gerejawi,
2020), h. 6.
117

dilakukan seperti itu tidak bisa menunjukkan bahwa alasan untuk memilih

kremasi adalah alasan-alasan kesehatan, sosial atau ekonomi.

Dalam kasus dimana orang yang meninggal secara jelas telah meminta

Kremasi dan penyebaran abunya dengan alasan yang bertentangan dengan iman

Kristiani, haruslah ditolak upacaranya sesuai norma hukum.22

Table yang melakukan Pemakaman Jenazah dan Kremasi Jenazah tahun 2018-

2019.

2018

Bulan Disemayamkan Dikremasi

November 45 37

Desember 47 43

2019

Januari 49 38

Februari 44 39

Maret 45 43

Secara lebih besar yang disemayamkan disini adalah 53 % Katolik, 25 %

Buddha, dan Hindu 1 % karena tradisi yang masih melekat.

Gereja memandang pemakaman sebagai tempat yang kudus, maka sebaiknya

diusahakan dan dianjurkan, supaya pemakaman yang dibuat umat Katolik


22
Departemen Dokumentasi dan Penerangan Konferensi Waligereja Indonesia, “Ad
Resurgendum Cum Christo (Untuk bangkit bersama Kristus)” (Januari : Seri Dokumen Gerejawi,
2020), h. 7.
118

diberkati dan disitu didirikan salib Tuhan sebagai tanda harapan dan kebangkitan

bagi seluruh umat manusia.

C. Memahami Tradisi

Tradisi adalah Warisan Iman yang selalu mengalir dari awal Gereja yang

diterima dari para Rasul yang mengalir disepanjang sejarah Gereja sampai hari

ini. Tradisi, bukan sesuatu yang beku, statis, dan mati tetapi selalu tumbuh dan

berkembang sesuai dengan zaman. Maka gereja perlu selalu menerjemahkan

tradisi Gereja dari zaman ke zaman dengan tetap setia pada jiwa dan hakekat iman

yang ada dalam tradisi hidup. Contoh-nya : Perawatan tubuh manusia dimulai

pada saat Jenazah Yesus yang dimakamkan. Maka dalam Gereja Katolik itu

menjadi awal dari tradisi pemakaman tubuh dan itu terus sepanjang sejarah Gereja

dipelihara.23

1. Penyucian Setelah Kematian

Keberadaan diri yang berdosa dan merasa belum layak untuk menghadap

Allah, membuat manusia menganggap diri kurang baik untuk masuk surga dan

tidak juga mau untuk masuk neraka, maka api penyucian di pandang sebagai pintu

yang “Normal”. Api penyucian menjadi suatu tempat untuk pemurnian diri dari

dosa.

23
Wawancara Pribadi dengan Johannes Adrianus Hendra Sutedja, S.J. (Imam Gereja
Katolik, Pondok Labu Jakarta Selatan) Pada Tanggal 26 April 2019.
119

Dalam Kateksimus Gereja Katolik tertulis :

“Api penyucian adalah keadaan yang harus dialami oleh semua orang yang

mati dalam rahmat dan dalam persahabatan dengan Allah, namun belum disucikan

sepenuhnya, memang sudah pasti akan ada keselamatan abadi, tetapi ia masih

harus menjalani suatu penyucian untuk memperoleh pengudusan yang perlu,

supaya masuk dalam kegembiraan surga”(KGK 1030). 24

Untuk dapat masuk Surga, Keadaan diri seseorang harus dalam keadaan suci.

“tidak ada sesuatu yang najis yang akan masuk” ke dalam surga (bdk, Why

21:27). Api penyucian hanyalah suatu tahap sesudah kematian dimana jiwa

dimurnikan dari segala kenajisan, yakni pengaruh dosa selama ia masih hidup.

Tahap ini merupakan pemurnian dari segala dosa, agar menjadi layak masuk

dalam Kerajaan Surga.

Dalam Bahasa resmi Gereja juga disebut “api”, hanya “penyucian”

(purgatorium) saja. Proses pemurnian dari semua perbuatan dan kesalahan yang

dilakukan selama perziarahan di dunia belum selesai ketika kematian. Pada saat

kematian manusia melihat dirinya sendiri dan menyadari dalam kedalaman yang

sesungguhnya akan semua dosa yang telah dilakukan selama hidup.

Sejumlah tradisi agama kuno menggambarkan secara berbeda nasib jiwa

setelah kematian. Meskipun demikian, ada kebersamaan, yaitu adanya

kebahagiaan kekal untuk orang benar dan kebinasaan. Kekal untuk orang jahat.

Konsep mengenai adanya penyucian jiwa orang yang mati rupanya sudah cukup

24
Viktorinus Raja Odja, Keberadaan Jiwa Manusia setelah Kematian, (Desember :
STIPAS Tahasak Danum Pambelum, 2016), h. 127.
120

berkembang kepercayaan akan penyucian di suatu tempat di alam lain bagi jiwa

orang meninggal tampaknya merupakan konsep universal bagi sebagian besar

agama atau kepercayaan lokal, termasuk agama sebelum ke kristenan muncul.

Adat kepercayaan bahwa karena Dia yang Ilahi (entah apapun sebutan-Nya,

Tuhan, Allah, Dewa dsb). Karena pada diri-Nya sendiri adalah Maha sempurna

dan mahasuci, maka ciptaan nya yang akan hidup dalam kesatuan dengannya,

hendaknya memiliki tingkat kesempurnaan dan kesucian yang kurang lebih sama.

Lantaran setelah kematian, jiwa tidak mampu untuk menyucikan dirinya sendiri,

maka entah dia yang ilahi itu sendiri atau orang yang masih hidup di dunia, akan

menolongnya, entah dengan doa-doa, upacara korban, atau kultus penebusan

lainnya.

Ajaran api penyucian berkembang pesat pada abad pertengahan.

Perkembangan ini tidak dapat dijelaskan dari dua pernyataan ini. Pertama, dari

kalangan umat awam, tradisi mendoakan jiwa orang yang beriman tidak pernah

mati dan justru semakin berkembang. Kedua, para Teolog sendiri terus menggali,

membuka, dan merumuskan kembali secara lebih sistematis kebenaran iman

dalam ajaran api penyucian yang sebelumnya telah dirintis Bapa-Bapa Gereja.25

Pada Abad Pertengahan ini mulai umum dipergunakan istilah purgatorium.

Sebagai catatan, pada zaman Bapa Gereja istilah yang sering dipakai adalah „Ignis

Purgatorius‟ (Api yang Menyucikan). Di sini fokusnya adalah api sebagai sarana

penyucian. Namun, memasuki abad pertengahan, istilah Purgatorium (tempat

25
Albertus Purnomo, Ofm, Riwayat Api Penyucian dalam Kitab Suci danTradisi,
(Yogyakarta : PT Kanisius, 2017), h. 152.
121

untuk penyucian) semakin populer. Sampai sekarang pun kebanyakan umat masih

memahami Api Penyucian sebagai tempat . meskipun demikian, masih ada

beberapa teolog yang berfokus pada Api yang Menyucikan daripada tempat

penyucian itu sendiri. Mereka sepertinya tidak mau berspekulasi lebih jauh

mengenai tempat penyucian itu. Sebab, dalam pandangan mereka, tempat itu

masih bersifat misteri dan tidak terjangkau oleh pikiran manusia. Masuk kedalam

Api Penyucian, berarti masuk kedalam misteri.

Para Teolog abad pertengahan menekankan pentingnya dan perlunya

menolong jiwa-jiwa di Api Penyucian dalam bentuk Ekaristi, Derma, dan

Perbuatan kasih lainnya. Dari orang yang masih hidup. Pertolongan ini

mengungkapkan keyakinan bahwa relasi antara orang yang masih hidup dengan

mereka yang sudah meninggal tidak pernah terputus. Kematian bukanlah

perpisahan abadi dengan jiwa-jiwa mereka yang sudah meninggal.26

2. Mendoakan Arwah

Dalam ajaran Katolik mendoakan orang yang meninggal perlu dilakukan.

Biasanya kita mendoakan arwah pada hari ketiga, ketujuh, empat puluh hari,

sampai seribu hari. Tetapi pada dasarnya kapanpun kita dapat mendoakan orang

yang telah meninggal, tidak harus tepat pada hari-hari tertentu yang tadi disebut.

Ada banyak bukti bahwa orang-orang kristiani berdoa bagi orang-orang

beriman yang sudah meninggal sejak abad-abad awal. Pada abad pertengahan,

gagasan barat tentang api penyucian menjadi lebih yuridis, dengan menekankan

26
Albertus Purnomo, Ofm, Riwayat Api Penyucian dalam Kitab Suci danTradisi, h. 153.
122

kebutuhan untuk pemulihan dosa. Gereja timur terus melajutkan penekanan pada

pembersihan dan pertumbuhan rohani.27

Kebiasaan saleh mendoakan jiwa mereka yang sudah meninggal (arwah)

ibarat tanah subur untuk pertumbuhan dan perkembangan ajaran api penyucian.

Gereja Katolik memelihara kebiasaan saleh ini dalam perayaan ekristi. Dalam Doa

Syukur Agung pertama sebelum bagian penutup (Doksologi) disebutkan demikian

Kami mohon kepada-Mu Ya Tuhan, perkenalkan lah mereka dan semua orang

yang telah beristirahat dalam Kristus mendapatkan kebahagiaan, terang dan

damai. Demi Kristus, Tuhan Kami.

Jika dibandingkan dengan agama dan kepercayaan yang lain, mendoakan

arwah agar memperoleh keselamatan didunia yang lain, adalah praktik yang sudah

biasa dilakukan dari zaman kuno sampai sekarang ini. Misalnya, ada praktik

mendoakan arwah dalam tradisi agama Romawi Kuno, yang disebut agama

misteri Orfeus. Para pengikut agama ini memanjatkan doa dengan menjalankan

ritual suci kepada arwah. Hanya saja permintaan nya agak tidak lazim, yaitu

supaya dibebaskan dari arwah leluhur mereka yang jahat. Mereka tidak berdoa

untuk keselamatan arwah. Sebaliknya, doa bersifat membujuk supaya arwah

jangan mengganggu mereka yang masih hidup. Sekalipun nadanya negative, doa

dan ritual dalam agama Orfeus menunjukan keyakinan antara yang hidup dengan

yang sudah mati dan berada didunia yang lain, masih ada hubungan.

27
Thomas P. Rausch, Katolisisme-Teologi Bagi Kaum Awam (Yogyakarta : Kanisius,
2011), h. 318.
123

Kebiasaan mendoakan arwah dalam tradisi gereja awal muncul bersamaan

dengan lahirnya kekristenan itu sendiri. Ini terlihat dalam ungkapan doa yang

dipahat dalam nisan di pemakaman orang Kristen di Roma pada abad-abad

pertama. Berikut ini beberapa contoh nya.

Disinilah. Anakku yang terkasih, hidupnya berakhir. Tetapi disana, O Bapa

disurga, kami memohon ampunan dan belas kasihan atas penderitaan anakku,

demi Kristus, Tuhan Kami atau untuk Lucifera, kepada siapapun yang

berkesempatan membaca ini, doakanlah kepada Allah supaya jiwanya yang suci

dan murni diantar kepada Allah. Atau cahaya abadi terangilah atas dia, Timotea,

dalam Kristus.

Kutipan doa-doa ini merupakan tanda nyata bahwa orang Kristiani sangat

peduli dengan jiwa orang yang meninggal. 28

Peringatan arwah pada tanggal 2 november berawal dari kebiasaan komunitas

biara di Abad pertengahan untuk menuliskan nama-nama orang yang meninggal

(biasanya para penderma biara) dalam “Gulungan” dan mendengarkan gulungan

tersebut supaya terdengar oleh penghuni biara. Nama-nama itu kemudian

didoakan pada perayaan Ekaristi dan Ibadat harian. Dalam perjalanan waktu

tersusun juga suatu daftar para biarawan yang telah meninggal dalam komunitas

biara mereka. Daftar itu dikenal dengan istilah necrologium atau Nekrologi

(Nekro : orang mati, logos : kitab / tulisan).

28
Albertus Purnomo, Ofm, Riwayat Api Penyucian dalam Kitab Suci danTradisi, h. 124.
124

Salah satu biara yang begitu memperhatikan dan mendoakan jiwa-jiwa

saudara yang sudah meninggal adalah biara Cluny. Selain yang paling setia untuk

menyusun nekrologi, setiap tahun mereka merayakan secara meriah perayaan

witurgi (Ekaristi, Ibadat harian, dan doa-doa) untuk orang yang telah meninggal.

Dalam nekrologi ini bisa didaftar sekitar 15.000 Ribu sampai 40.000. kebiasaan

mencatat nama orang yang meninggal ini dan tentu saja mendoakan mereka,

menunjukan perhatian besar biara Cluny terhadap keselamatan jiwa-jiwa orang

yang meninggal.

Pada abad XI mungkin antara tahun 1024 dan 1033, biara Cluny mulai

menenangkan orang yang sudah meninggal, satu hari setelah Hari Raya semua

orang kudus. Karena reputasi dan pengaruh dari biara Cluny pada waktu itu begitu

kuat, maka tak lama sesudah itu peringatan untuk orang yang sudah meninggal

dilaksanakan oleh seluruh umat Kristen. Peringatan yang menunjukan ikatan kuat

antara yang hidup dan yang mati ini sangat berperan penting dalam perkembangan

ajaran Api Penyucian dikemudian hari. 29

Kita perlu mendoakan mereka yang berada di Api penyucian karena mereka

masih dalam ikatan kesatuan antara mereka yang terbakti di surga dan kita yang

sedang berada di jalan menuju Rumah Bapa. Namun perlu diingat, mendoakan

orang yang meninggal jangan pernah dipandang sebagai barter, tawar-menawar,

atau menyuap Allah agar jiwa-jiwa dipercepat masuk surga sehingga tidak terlalu

lama tersiksa oleh hukuman di Api Penyucian. Doa bagi jiwa di api penyucian

29
Albertus Purnomo, Ofm, Riwayat Api Penyucian dalam Kitab Suci danTradisi,
(Yogyakarta : PT Kanisius, 2017), h. 128.
125

juga bukan semacam pembayaran terhadap hutang dosa yang seharusnya dibayar

oleh mereka di Api Penyucian. Allah bukanlah semacam pedagang atau pejabat

yang akan memperlancar proses jika pembayaran dilakukan dengan tepat, atau

bahkan lebih.

Mendoakan mereka yang telah meninggal harus dipahami dan dipraktikkan

sebagai ungkapan kasih yang melimpah demi kebahagiaan mereka. Doa adalah

ungkapan dan wujud nyata solidaritas kita untuk menemani mereka yang telah

meninggal dalam peziarahannya menuju kesempurnaan dan kebahagiaan akhir.

Ini jelas memberi harapan kepada mereka, bahwa setelah kematian mereka tidak

berjalan sendirian. Mereka ada bersama kita dan kita pun ada bersama mereka,

Tidak lagi secara jasmani, tetapi secara rohani. 30

D. Kebangkitan Badan

Pandangan Kremasi menurut Katolik yakni bagaimana tubuh akan tetap

dibangkitkan ketika Tuhan datang yang kedua kalinya ke atas dunia ini. Terdapat

beberapa budaya yang telah diwariskan dan dipelihara secara turun-termurun

salah satu di dalamnya adalah tindakan Kremasi atau pengabuan orang yang telah

meninggal. Di dalam budaya ini juga terdapat beberapa tata cara atau aturan yang

harus diikuti. Seiring berjalannya waktu tujuan dari Kremasi ini menjadi semakin

berkembang akibat Tujuan yang yang dapat diberikan dari Tindakan Kremasi ini

seperti lebih higenis pada jenazah yang memiliki penyakit menular atau lebih

praktis pada Tubuh korban akibat kecelakaan.

30
Albertus Purnomo Ofm, “Riwayat Api Penyucian”, (Semarang : PT Kanisius, 2017),
h.234.
126

Dalam Gereja Katolik bahwa ada badan, jiwa itu menjadi suatu kesatuan.

Meskipun dalam keadaan orang meninggal dalam keadaan hancur jadi abu, jadi

tanah jangan lupa bahwa dalam setiap kehidupan ada yang harus kita hormati.

Maka Patoralnya adalah kita harus mendoakan dia, dan perlu mengunjungi

makamnya, kita perlu pergi ke tempat abunya jikalau abunya ada di

Kolumbarium. Itu adalah memandakan spirit bahwa orang itu masih ada

meskipun badannya sudah hancur menjadi tanah.

Kebangkitan badan itu adalah rasa dalam Syahadat itu tidak serta merta seperti

itu, karena badan kita bangkit itu tidak sama seperti Lusarus. Ketika kita sudah

mati itu sudah hancur.31

Namun bagi beberapa orang juga memilih untuk menguburkan tubuh orang

yang telah meninggal dengan beberapa alasan dibaliknya seperti bagaimana

mungkin tubuh akan dibangkitkan kembali jika tubuh aslinya telah mati sudah

tidak berbentuk. Sebagai orang percaya kita harus menggunakan Firman Tuhan

sebagai petunjuk dan acuan tindakan yang mungkin seharusnya kita lakukan,

dalam Kitab 1 Korintus 15:44-45 mengatakan “yang ditaburkan adalah tubuh

alamiah, yang dibangkitkan adalah tubuh rohaniah, jika ada tubuh alamiah maka

ada pula tubuh rohaniah.

Seperti ada tertulis “Manusia pertama, Adam menjadi makhluk yang hidup,

tetapi Adam yang akhir menjadi Roh yang menghidupkan” ini merpakan janji

Tuhan bagi orang percaya. Tubuh manusia yang saat ini dimiliki bukanlah yang

31
Wawancara Pribadi dengan FX Dedomau D da, Gomez, SJ (Imam Gereja Katolik)
Pada Tanggal 04 Juli 2020.
127

berkenan di hadapan Tuhan karena telah jatuh ke dalam dosa sehingga dosalah

yang telah membuat Tubuh manusia menjadi fana dan cacat. Ketika kebangkitan

Tuhan tidak lagi akan menggunakan Tubuh manusia yang penuh dengan dosa ini

melainkan tubuh rohanialah yang akan dibangkitkan-Nya. Daging yang dimiliki

manusia yang hidup atau yang telah mati dapat terkikis dan terluka oleh hal

lainnya akan tetapi tubuh rohaniah adalah tubuh yang berasal dari Tuhan dan

dapat memancarkan Tuhan itu sendiri.32

Dikatakan bahwa roh itu bersifat kekal dan badan bersifat fana. Mengapa di

dalam syahadat dikatakan “Kebangkitan Badan” dan bukan “kebangkitan roh”

orang Hindu dan Buddha dikremasi karena mereka percaya pada reinkarnasi.

Apakah orang Katolik boleh dikremasi? Bagaimana menjelaskan tentang

kebangkitan badan, jika badannya sudah dikremasi ? Badan apa yang akan

dibangkitkan nantinya?

Pertama, “Kebangkitan Badan” seperti yang ada di dalam Syahadat ialah

“Kebangkitan daging”. Yang dimaksud dengan ungkapan “Daging” ialah manusia

dalam kelemahannya dan keadaannya yang fana. Jadi, “kebangkitan badan”

berarti bahwa seluruh diri manusia, yang mempunyai dimensi badan, jiwa dan roh

(1 Tes 5 : 23), akan dibangkitkan pada akhir zaman. Kebangkitan ini menyangkut

bukan hanya badan atau roh saja, tetapi seluruh diri pribadi manusia. Kateksimus

mengajarkan bahwa “sesudah kematian tidak hanya jiwa kita yang hidup terus,

tetapi bahwa tubuh yang fana ini juga akan hidup kembali” (Rm 8 :11).

32
Redaksi Tuhan Yesus Org, “Kremasi Menurut Katolik : Pandangan dan
Ajarannya.”Artikel diakses pada 2 Juli 2020 dari https://tuhanyesus.org/kremasi-menurut-katolik.
128

Kedua, yang akan dibangkitkan ialah semua orang yang jenazahnya

dimakamkan, dikremasi maupun yang tercerai-berai karena kecelakaan. Baik

jenazah yang dikremasi maupun dimakamkan, semuanya sama-sama menjadi

debu, meskipun caranya berbeda, yaitu yang satu dengan bantuan api sedangkan

yang lain melalui pembusukan alamiah. Bagi Tuhan yang mahakuasa tidak ada

masalah sama sekali untuk membangkitkan tubuh-tubuh itu, bagaimanapun

keadaan aktualnya pada akhir zaman. Karena semuanya menjadi debu, maka

percaya pada kebangkitan mereka yang dimakamkan berarti harus juga percaya

pada kebangkitan mereka yang dikremasi. Dalam hidup didunia ini, pribadi

manusia merupakan kesatuan dengan tiga dimensi, yaitu badan, jiwa dan roh,

yang tak terpisahkan.

Ketiga, Gereja Katolik mengizinkan kremasi, sejauh hal ini tidak ingin

menyangkal kepercayaan akan kebangkitan badan”. Upacara Kremasi itu sendiri

tidak menyiratkan kepercayaan akan reinkarnasi. Uraian diatas menunjukan

bahwa upacara kremasi tidak bertentangan dengan kepercayaan pada kebangkitan

akhir zaman. Demikian pula, upacara kremasi tidak bertentangan dengan

kepercayaan Katolik akan keluhuran badan. Dibeberapa tempat, perintah

mengharuskan Kremasi dan tidak menyediakan tempat untuk pemakaman.

Kebijakan pemerintah ini tidak bertentangan dengan ajaran iman Katolik,

termasuk Paus, Uskup, dan Imam. Gereja menganjurkan dengan sangat, agar

kebiasaan saleh untuk mengebumikan jenazah dipertahankan”.

Keempat, dalam kebangkitan pada akhir zaman. Seluruh pribadi manusia akan

dibangkitkan, termasuk dimensi badaniah manusia. Artinya, tubuh kita yang ada
129

didunia ini juga akan dibangkitkan, seperti halnya tubuh Kristus yang bangkit.

Tubuh dalam “rupa tubuh yang mulia” tidaklah sama dengan tubuh duniawi kita,

artinya ada kebaruan dalam tubuh itu. Tetapi, tubuh itu juga bisa dikenali, artinya

juga ada kesinabungan antara tubuh duniawi dengan “Tubuh Rohani”, dipenuhi

dengan kemuliaan dan kekuasaan Allah (1 Kor 15: 42-44). Inilah tubuh yang

sudah di transformasikan oleh Roh Kudus.33

Kateksimus Gereja Katolik menyatakan bahwa pengakuan iman kepada Bapa,

Putra dan Roh Kudus serta segala karya-Nya “berpuncak pada pewartaan bahwa

orang-orang yang mati akan bangkit pada akhir zaman dan bahwa ada kehidupan

abadi. Pernyataan ini dapat dimengerti sepenuhnya bila berpegang pada

pernyataan Santo Paulus yang berkata : “Tetapi andai kata Kristus tidak

dibangkitkan, maka sia-sialah penderitaan kami dan sia sialah juga kepercayaan

kamu” (1 Kor 15:14). Sebab seluruh Iman Kristen itu berpangkal pada

kebangkitan Kristus, dan hanya karena peristiwa kebangkitan Kristus itu pula

boleh berharap kepada kebangkitan badan sebagai yang kita nanti-nantikan.

Syahadat mengungkapkan kepercayaan tersebut justru kaitannya dengan seluruh

pernyataan iman akan Allah Tritunggal khususnya akan Tuhan Yesus Kristus

yang wafat dan bangkit untuk keselamatan kita. 34

Syahadat para Rasul Bahasa Indonesia menggunakan ungkapan “Kebangkitan

Badan”. Dalam teks asli berbunyi : ….. eis sarkos anastasin atau in resurrectinem

carnis yang kalau diterjemahkan secara harfiah menjadi kebangkitan daging. Kata
33
Dr. Petrus Maria Handoko, CM, Hidup di balik Kematian (Malang : Dioma, 2016), h.
131-133.
34
Emmanuel Martasudjita, Pr, Pokok-pokok Iman Gereja Pendalaman Teologis Syahadat
(Yogyakarta : Kanisius, 2013), h.263.
130

“daging” tentu saja menimbulkan penangkapan pengertian yang bisa keliru :

daging sebagian tubuh selain tulang darah, atau daging dalam arti metamorfis :

berkaitan dengan nafsu-nafsu badani. Pengertian ini tentu saja tidak sesuai dengan

iman kebangkitan Kristiani. Terjemahan yang ada pada kita ialah Kebangkitan

Badan. Namun terjemahan ini juga bukan tanpa masalah. Sebab istilah badan

dalam bahasa sehari-hari dikaitkan dengan tubuh kita: hendaknya kamu mandi,

sebab badanmu kotor, badanmu sangat kuat kita ini makhluk berjiwa

danberbadan. Bila kita mengartikan Syahadat kita dengan pengertian “Badan”

atau “Tubuh” menurut arti sehari-hari tersebut, barangkali kita akan terlalu cepat

memahami arti yang dimaksdukan Credo, kita dengan kebangkitan badan. Sebab

kata “Tubuh” atau “Badan” pada hari ini terlalu biasa dimengerti sebagai bagian

manusia selain jiwa. Pengertian macam ini tentu saja amat dipengaruhi filsafat

yunani yang melihat manusia sebagai yang terdiri atas badan dan jiwa. 35

Peristilahan yang lebih tepat justru terungkap dalam Credo Nikea-

Konstantinopel: “Aku menantikan kebangkitan orang mati. Istilah “kebangkitan

orang mati” disini tepat. Sebab yang dimaksudkan dalam artikel iman ini

bukannya sekedar kebangkitan tubuh yang berisi daging, darah, tulang, dan

sebagainya, dimana tubuh ini membusuk dan menjadi tanah ketika kita mati.

Pernyataan iman mengenai kebangkitan badan benar – benar mengungkapkan

nasib akhir dan final seluruh diri manusia secara utuh yang mencakup seluruh

tubuh, jiwa, roh, kehendak dan pribadi diri manusia seluruhnya kedalam

eksistensi baru sebagai manusia secara utuh dan total ditebus oleh Kristus dan kini

35
Emmanuel Martasudjita, Pr, Pokok-pokok Iman Gereja Pendalaman Teologis Syahadat
(Yogyakarta : Kanisius, 2013), h.265.
131

hidup kekal bersama Allah. Jadi iman akan kebangkitan badan merupakan iman

yang menunjukan kepada kebangkitan seluruh diri manusia kita dan bukan hanya

kebangkitan daging dan tubuh atau fisik kita ini. Maka kalau memang kita

menerjemahkan in resurrectionem carnis dengan kebangkitan badan, kita harus

memahami dan menafsirkan “Badan” disini masih dalam konsepsi biblis : yaitu

tubuh atau soma, yang dalam Kitab Suci selalu mencakup seluruh diri manusia

yang utuh.36

E. Tetap Menghormati Tubuh

Kremasi menurut Katolik adalah bahwa anggota keluarga yang melakukan

Kremasi atau pengabuan harus tetap menghormati tubuh atau abu tersebut

sebagai keberadaan orang yang telah tiada itu. Ketika manusia hidup, orang itu

sejak semula telah memiliki bentuk dan rupa sebagai manusia sehingga ketika

orang itu meninggal ada baiknya jika tubuhnya sebagai manusia juga masih tetap

sama.

Jika keluarga memutuskan untuk melakukan kremasi terhadap tubuh orang

yang sudah meninggal dan setelahnya melupakan keberadaan abunya tentunya

hal ini dapat dianggap sebagai tindakan yang salah karena tidak menghormatinya.

Jika ingin melakukan Kremasi ada baiknya jika setelahnya tetap menghormati abu

jenazah tersebut. Namun hal ini berbeda jika tindakan Kremasi adalah sebuah

Keputusan yang terbaik yang dilakukan pada Tubuh yang telah meninggal

tersebut dengan tujuan-tujuan tertentu seperti keinginan dari orang itu sendiri.

36
Emanuel Martasudjita, Pr, Pokok-pokok Iman Gereja Pendalaman Teologis Syahadat,
h. 264.
132

Tubuh kita adalah bagian Integral dari Kemanusiaan kita dan diciptakan oleh

Tuhan sebagai sesuatu yang baik. kita menerima tubuh kita dari orang tua kita,

dan dari orang tua kita dari orang tua mereka dan ini berlangsung terus sampai

kita menemukan Tuhan sebagai sumber dari karunia ini. Karena Tubuh kita

adalah karunia dari Tuhan, kita dipanggil untuk menghormati tubuh kita

sebagaimana kita menghormati sang pemberi karunia. 37

Tubuh adalah keseluruhan jasad manusia atau binatang yang kelihatan dari

bagian ujung kaki sampai ujung rambut. Tubuh juga di artikan badan dalam arti

organisme (Depdikbud, 1994 : 1075). Dengan demikian, menurut iman Katolik,

tubuh adalah seluruh bidang kehidupan manusia fisik-material yakni segala

sesuatu yang menyangkut segi jasmani atau badani.

Teologi tubuh adalah refleksi kritis iman atas tubuh manusia. Selaras dengan

pengertian tersebut, teologi tubuh merupakan kajian tentang hubungan alam

ilahiah, dunia kekal transenden dengan dunia fisik. Kita dapat mengidentifikasi

bahwa kedua hal ini yakni ilahi dan fisik ekstrim berbeda namun memiliki

keterkaitan satu sama lain. Yang pertama (Teologi) menunjukan hal yang Ilahi tak

kasat mata sedangkan yang kedua (tubuh) bersifat sangat fisis. Hubungan antara

perbedaan mendalam bahwa Teologi yang berbicara tentang Allah yang tak

terlihat menjadi terlihat melalui tubuh manusia. Tubuh manusia menjadi sebuah

refleksi kritis yang menunjuk pada kenyataan akan Allah yang tak terlihat itu.

Tubuh menjadi penjelasan atau perkataan tentang Allah karena tubuh manusia

37
Wawancara Pribadi dengan FX Dedomau D da, Gomez, SJ (Imam Gereja Katolik)
Pada Tanggal 04 Juli 2020.
133

sebuah theos-logos, sebuah teologi. Jadi tubuh tidak hanya berarti sisi biologis-

masterialis manusia belaka tetapi juga bermakna ilahi karena tubuh kita melihat

Allah.38

Harus diyakini bahwa pengertian orang percaya telah di landaskan atas Yesus

Kristus, proses kebangkitan dan kondisi tubuh yang dimiliki oleh orang percaya

jelas sama tidak ada perbedaan. Tubuh kebangkitan orang percaya mempunyai

karakteristik atau sifat yang sama dengan tubuh yang dimiliki oleh Yesus setelah

ia bangkit dari kematian-Nya. Ia dapat masuk melalui pintu yang tertutup atau

dinding. Tubuh seperti ini tidak lagi dibatasi oleh ruang dan waktu. Dan yang

terutama sekali tubuh kebangkitan yang diperoleh umat percaya adalah yang

kudus dan layak untuk masuk kedalam surga. Tubuh ini tidak bisa mati lagi, tubuh

ini masih mempunyai perasaan, emosi, hasrat dan sebagainya. Tubuh ini masih

bisa menikmati makanan (seperti Tuhan Yesus setelah ia bangkit makan bersama

dengan murid-muridNya), namun tidak akan beranak cucu lagi atau tidak ada

kawin-dikawinkan. (Mrk 12:25), sebab apabila seorang bangkit dari antar orang

mati, orang tidak kawin dan tidak dikawinkan, melainkan hidup seperti malaikat

disorga. Tubuh kemuliaan ini masih bisa menikmati makanan. Terlihat pada

waktu Yesus bertemu dengan murid-murid dan pertemuan ditepi pantai danau

Tiberias, dan dua orang di Emaus Yesus makan bersama-sama dengan mereka.

38
Widi Astuti, Skripsi : “Teologi Tubuh : Kajian dalam Pandangan Para Pelacur”
(Yogyakarta : 2010, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta), h. 34.
134

Jadi dalam tubuh kemuliaan ini orang-orang yang percaya kepada Yesus mereka

masih bisa makan tetapi tidak berkeinginan.39

Di dalam Kremasi Gereja Katolik tetap menghormati tubuh, menghargai

tubuh, sakralitas tubuh manusia karena upacaranya, upacara Gereja yang luhur.

Akan tetapi ketika diakhir jenazah itu tidak dimasukan dibawah tanah , tetapi

diperabukan maka proses terjadinya penghancuran tubuh dilakukan secara cepat

daripada jika dikuburkan. Maka disini titik terberat pada acara upacaranya. Liturgi

untuk penguburan dan Liturgi untuk Kremasi itu sama, bedanya hanya terletak

pada fase terakhir. Jika Pemakaman Tubuh itu dimasukan kedalam bawah tanah,

Jika dikremasi tubuh dimasukan kedalam pembakaran, dimana perabuan terjadi

dilakukan lebih cepat.40

39
Agustinus Faot, Jonathan Octavianus, Juanda, September 2017. Jurnal : “Kematian
bukan Akhir Segalanya” Vol 2 Number 2, h. 27.
40
Wawancara Pribadi dengan Johannes Adrianus Hendra Sutedja, S.J. (Imam Gereja
Katolik, Pondok Labu Jakarta Selatan) Pada Tanggal 26 April 2019.
135

BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan

Adapun tata cara Pemakaman dan Kremasi dalam Gereja Roma Katolik,

diantaranya :

1. Prosesi Pemakaman

Biasanya diawali dengan Misa Arwah atau yang disebut Misa Requiem dalam

Bahasa Latin disebut Misa Pro Defuntis yakni misa kudus bagi kedamaian kekal

jiwa orang yang telah meninggal. Misa ini dipimpin oleh Imam dan berlangsung

di Gereja atau di Rumah Duka. Dalam misa ini juga dilakukan pemberkatan

Jenazah dengan air suci.

1. Air suci sebagai lambing pembaptisan, dan Dupa sebagai ambang agar

keharuman amalnya membubung dan berkenan kepada Tuhan.

Setelah pemberkatan Jenazah dan penutupan peti jenazah

Jenazah diarak menuju ke pemakaman, entah pemakaman umum, maupun

pemakaman khusus keluarga. Tiba dipemakaman diadakan upacara atau

Ibadat pemakaman yang bisa dipimpin oleh Imam, Prodiakon, atau

petugas yang lain yang ditentukan.

2. Ibadat Pemakaman terdiri dari : Lagu Pembuka, tanda salib dan salam,

pengantar dan doa pembuka, dilanjutkan dengan bacaan Injil dan jika

memungkinkan disertai Homily singkat. Setelah itu dilakukan Upacara

Pemberkatan Makam
136

3. Lalu peti diturunkan diiringi dengan kata-kata Imam atau Pemimpin

Ibadat.

4. Sementara peti diturunkan umat mengiringi dengan memadahkan kidung

simeon atau bisa dinyanyikan dengan lagu yang sesuai. Kemudian makam

ditaburi tanah yang sudah diberkati dalam Misa Requiem.

5. Dan kemudian makam ditaburi dengan bunga yang sudah diberkati dalam

Misa Requiem. Sambil dibacakan doa : semoga kuntum Hidup Ilahi yang

telah ditanamkan dalam diri saudara kita ini mekar bagaimana semerbak

harum mewangi dan menyebarkan keharuman nama Allah. Amin”. Lalu

salib diulurkan ke atas peti jenazah sambil berkata :

6. Selanjutnya keluarga dan pelayat menburi bunga, kemudian peti ditimbun

di tanah.

7. Penimbun dapat juga dilakukan setelah urusan Ibadat selesai, umat

mengiringi dengan Doa dan Nyanyian yang sesuai.

8. Setelah itu dilakukan penanaman salib Lalu Ibadat dilakukan Doa Umat,

Bapa Kami, Doa Penutup dan berkat penutup, lalu di tutup dengan lagu.

2. Prosesi Kremasi

Adapun Proses Kremasi dapat dijelaskan sebagai berikut :

Pertama-tama, jasad atau Jenazah harus diidentifikasi dan mendapat otoritas

dari keluarga terlebih dahulu.

Sebelum Kremasi dilakukan keluarga harus memiliki ijin untuk mengurusi

kremasi kita harus melengkapi dokumen dan formulir untuk menentukan siapa
137

yang berwenang mengambil sisa abu nantinya dan jenis wadah apa yang akan

digunakan kian terang laman menerangi funeral wise. Prosedur identifikasi akan

melibatkan anggota keluarga untuk mengkonfirmasi identitas. Setelah itu,

jenazah diberi Tag Id dari bahan logam yang ditempatkan dibadan untuk

mencegah kekeliruan identitas. Ini berlaku kalau kremasi umum atau bersamaan

dengan yang lain

Kedua, perlakuan jasad khusus sebelum dikremasi, tubuh jenazah akan

dimandikan, dibersihkan, dan diberi pakaian oleh petugas. Biasanya jasad tidak

dibalsem sebelum di kremasi kecuali ada permintaan khusus dari pihak keluarga.

Selanjutnya, jika ada perhiasan atau barang lainnya ada ditubuh jenazah akan

dilepas terang laman funeral wise, apabila ada perangkat medis atau prostetik

mekanis yang mengandung batterai juga harus dilepas. Hal ini, untuk mencegah

reaksi selama kremasi berlangsung namun kebijakan ini berbeda-beda disetiap

Krematiorium.

Yang ketiga, Kremasi Jenazah biasanya dilakukan di suhu antara 760-1000

celcius. Panas yang hebat akan membantu mereduksi tubuh menjadi elemen-

elemen dasar dan fragmen tulang kering.

Ruang kremasi dipanaskan pada titik setel dan kemudian tubuh ditempatkan

dengan cepat di dalamnya untuk menghindari kehilangan panas. Pra Krematorium

Risolus. Untuk memanaskan tungku atau oven Krematorium, dibutuhkan minyak,

Jika Kremasi dilakukan, penempatan akhir abu jenazah harus memperhatikan

ketentuan-ketentuan Gereja diantaranya :


138

a. Abu Jenazah sebaiknya disemayamkan di Rumah Abu

b. Penyimpanan Abu di rumah seharusnya mendapat ijin uskup.

Tidak boleh di ubah bentuk atau di pisah-pisahkan.

c. Menurut Iman Katolik, Jika Abu Jenazah dikubur didalam laut

itu harus ditenggelamkan satu Guci dan tidak boleh disebar.

d. Agama Budha : Boleh disebar Abu Jenazah.

Filosofi dari Pemakaman dan Kremasi adalah terkait dengan pandangan

mendasar tentang tubuh manusia yang sakral. Kenapa Sakral ? karena tubuh itu

diciptakan oleh tuhan dan di dalam Gereja Katolik tubuh manusia yang diciptakan

oleh Tuhan itu yang keluar dari Allah sendiri dan dipelihara dan dijaga

sakralitasnya dengan menerima sakramen-sakramen. 1.selalu dijaga sakralitasnya

dengan kehidupannya yang baik secara moral, 2. Kekudusan tubuh dijaga dengan

penerimaan sakramen.

Tubuh orang suci diyakini sebagai kehadiran yang Ilahi. Oleh karenanya, para

Kudus biasanya dimakamkan di sekitar Gereja, bahkan dalam Gereja dan dibawah

Altar. Segala peninggalan yang berhubungan dengan tubuhnya dijadikan relikwi

suci yang ditaruh di altar yang dihubungkan dengan Kematian Yesus sebagai

pengorbanan untuk keselamatan manusia. Peranan tubuh dalam ritus juga tampak

dalam upacara pemakaman. Orang yang dibaptis dikuburkan dalam tanah yang

diberkati sedangkan orang Yahudi, Kusta dan tak dibaptis tidak diperkenankandi

atas tanah yang diberkati. Oleh karenanya, pemakaman pada zaman itu

menunjukkan perbedaan status sosial (Religius). Upacara ritual menjadi presentasi

sosial seseorang.
139

Sakramen dalam Ajaran Katolik : Kehadiran Tuhan yang menyelamatkan

Tuhan yang diwujudkan dalam tanda-tanda . seperti : kehadiran Tuhan yang

menyelamatkan ditandai dengan sakramen ekaristi yaitu kehadiran Tuhan Yesus

dalam tanda roti dan anggur. Maka kehadirannya itu diwujudkan dengan tanda

dan tanda-tanda itu diberikan oleh Tuhan Yesus sendiri.

Sakramen secara dasariah terus menerus menjaga dan menumbuhkan kekudusan

manusia adalah Sakramen Baptis, Sakramen Ekaristi, Sakramen Pengakuan dosa.

Terkait Penempatan akhir Abu.

Adapun tata cara Pemakaman dan Kremasi dalam Gereja Roma Katolik,

diantaranya :

B. Saran

Adapun saran yang dapat diberikan dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut :

1. Kepada Pihak Oasis Lestari Kota Tangerang hendaknya menyediakan

buku , dokumen dan Jurnal yang berkaitan dengan Pemakaman dan

Kremasi dalam Katolik Guna mempermudah mahasiswa yang sedang

melakukan penelitian di lokasi tersebut.

2. Bagi mahasiswa Studi Agama-agama, hendaknya dengan adanya

perbedaan ataupun persamaan segala bentuk aktivitas antar umat

beragama harus dijadikan sebagai bahan wacana dan memperluas

wawasan ilmu pengetahuan.


DAFTAR PUSTAKA

Ariani, Maya Dewi, Kompleks Pelayanan Kematian di Bantul, DIY. Skripsi

Jurusan Arsitektur Fakultas Tehnik, Univ. Atma Jaya Yogyakarta

Yogyakarta, 2015.

Astuti, Widi Skripsi : “Teologi Tubuh : Kajian dalam Pandangan Para Pelacur”

Yogyakarta : 2010, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Bahri, Dr. Media Zainul, Wajah Sudi Agama – Agama Yogyakarta : Pustaka

Pelajar, 2015.

Bdk Sanctum Officium, Instruksi Piam et Constantem, 5 Juli 1963.

Benedictus XVI, Paus, Kompedium Kateksimus Gereja Katolik, Yogyakarta : PT

Kanisius, 2009.

CB, Sr. Agustina, Merawat Jenazah, Yogyakarta : PT Kanisius 2011.

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Cetakan ke

delapan Belas Edisi IV. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 2014.

Departemen Dokumentasi dan Penerangan Konferensi Waligereja Indonesia, “Ad

Resurgendum Cum Christo Untuk bangkit bersama Kristus” Januari :

Seri Dokumen Gerejawi, 2020.

Faisal, Sanapiah, Format – Format Penelitian Sosial, Jakarta : Rajawali Pers,

2008.

Faot, Agustinus, Jonathan Octavianus, Juanda, September 2017. Jurnal :

“Kematian bukan Akhir Segalanya” Vol 2 Number 2.

Hadiwardoyo,MSF, Al. Purwa, Pertobatan dalam Tradisi Katolik, Yogyakarta :

PT Kanisius, 2007.

140
141

Handoko, Dr. Petrus Maria CM, Hidup di balik Kematian Malang : Dioma, 2015.

Hentz SJ, Otto, Pengharapan Kristen, Yogyakarta : Kanisius, 2005.

Herman CMF, Josse, “Pemakaman Katolik.” Youtube, diunggah oleh Josse

Herman CMF, 08 Juli 2020.

Herman CMF, Josse, “Kremasi atau Bakar Jenazah.” Youtube, diunggah oleh

Josse Herman CMF, 07 Agustus 2020.

Hunt, Gladys Pandangan Kristen tentang Kematian Jakarta : BPK Gunung Mulia,

2000.

Ikapi, Anggota, Aneka Ibadat Kristiani, Yogyakarta : PT Kanisius 2013.

Jakob, B dkk., Penyembuhan Yang Mengutuhkan, Yogyakarta : Penerbit Kanisius,

2003.

Kas, Pankat, Ikutilah Aku, Warta Gembira untuk Para Calon Baptis Yogyakarta :

PT Kanisius, 1986.

Kartono, Kartini, Pengantar Metodologi Reaserch Sosial Bandung: Alumni,1983.

Kh, U. Maman, dkk, Metodologi Penelitian Agama Teori dan Praktik Jakarta: PT

Raja Grafindo Persada, 2006.

Keuskupan Agung Jakarta, Puji Syukur, Jakarta : Obor, 2017.

Komisi Liturgi Keuskupan Agung Semarang, Tata Laksana melepas jenazah,

Yogyakarta : PT Kanisius, 2007.

Komisi Liturgi KWI, Ibadat berkat, Jakarta : Obor, 1986.

Komisi Liturgi KWI, Upacara Pemakaman, Bogor : Penerbit Obor, 2012.

Kusmaryanto, Diktat Kuliah Etika Medis, Yogyakarta : FTW, 2010.


142

Kusmaryanto, C.B. Tolak Aborsi Yogyakarta : Penerbit Kanisius, 2005.

Lieber, Francis, Encyclopedia Americana United State : Corporation America

,1959.

Leahy, S.J., Louis Misteri Kematian Suatu Pendekatan Filosofis, Jakarta : Pt

Gramedia Pustaka Utama, 1998.

Ligouri, Bdk Alfonsus Maria de, Kematian itu Indah Jakarta : Obor, 2004.

Lokakarya Pendampingan Pastoral, Keterampilan Pendampingan dengan Hati

Jakarta : Penerbit Phedarki, 2005.

Martasudjita, Pr, Emanuel, Pokok-pokok Iman Gereja Pendalaman Teologis

Syahadat, Yogyakarta : PT Kanisius, 2013.

Martinus, “Hidup sehat menurut pandangan Gereja”Artikel diakses pada tanggal

11 Agustus 2020 dari http://online.bergema.com/hidup-sehat-menurut-

pandangan-gereja/.

Mulyono, Y. Bambang STh, Tuhan, Ajarilah Aku Pegangan Iman Kristen. Jawa

Timur : BPM GKI, 1993.

Meolong, Lexy J, Metodologi Penelitian Kualitatif Bandung : PT Remaja

Rosdakarya, 2007.

M. Tacoy, SelvesterM.Div. Kamus Pintar Alkitab, Kalam Hidup Bandung, 2002.

Muckerman, Norman J. CSSR, Menyingkap Keajaiban Rahasia di Balik

Kehidupan Kematian Akhirat Jakarta : Fidei, 2005.

Nadeak, OFMCap, P. Gonzales, Lebih Baik Mati, Medan : PT Bina Media

Perintis, 2004.
143

Neparassi, Sally, Allah Merangkul : Maknai Kehidupan Kematian dalam Allah,

Jakarta : PT BPK Gunung Mulia, 2018.

Nurung, John, Ibadat untuk Orang Sakit, Kematian,dan Arwah, Jakarta : Fidei

Press 2007.

Sewindu Oasis Lestari, “12 tahun membangun tradisi memuliakan jiwa,” Jakarta

: 2017.

Sewindu Oasis Lestari, “Jejak Suplemen Majalah Hidup,” 2013.

Oasis Lestari “Ketenangan Hati - Ketenangan Jiwa”

https://oasislestari.co.id/rumah-abu/ Diakses Pada 11 April 2019.

Odja, Viktorinus Raja, Keberadaan Jiwa Manusia setelah Kematian, Desember :

STIPAS Tahasak Danum Pambelum, 2016.

Pals, Daniel L, Seven Theoris of Religion. Penerjemah Iniyak Ridwan Muzier

Yogyakarta : IRCiSoD, 2011.

Phan, Bdk, Peter C. 101 Tanya Jawab Tentang Kematian dan Kehidupan Kekal

Yogyakarta : Kanisius, 2005.

P.H. Santoso, Pelayanan Kesehatan yang Holistik, Seri Pastoral No. 223

Yogyakarta : Pusat Pastoral.

Pranadi, Yosep Kematian dan Kehidupan Abadi : Sebuah Eksplorasi dalam

Persfektif Gereja Katolik, Bandung : Melintas, 2018.

Purnomo, OFM, Albertus, Riwayat Api Penyucian dalam Kitab suci dan Tradisi,

Yogyakarta : PT Kanisius, 2017.


144

Purnomo O’Carm, Rm. Ignatius Joko, “Prima Putra Machinery Engineering”

November 2006.

Ratna, Nyonya Kutha, Metodologi Penelitian : Kajian Kebudayaan dan Ilmu

Sosial Humaniora Pada Umumnya Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2010.

Redaksi Tuhan Yesus Org, “Kremasi Menurut Katolik : Pandangan dan

Ajarannya.”Artikel diakses pada 2 Juli 2020 dari

https://tuhanyesus.org/kremasi-menurut-katolik.

Romas, Romanus, Pendampingan Pastoral Orang Menjelang Ajal, Stipas

Tahasak Danum Pambelum, 17 Juni 2017.

Sarosa, Samiaji, Penelitian Kualitatif dasar-dasar Jakarta : PT. Indeks, 2012.

Subianto Bunyamin, Antonius, “Sakral dan Profan dalam kaitan dengan Ritus

dan Tubuh : Suatu Telaah Filsafati melalui Agama dan Konsep Diri”

Bandung : Melintas, 2012.

Sudijono, Anas, Diklat metodologi Research dan bimbingan skripsi Yogyakarta:

UD. Rama, 1981.

Sujoko, Albertus, MSC, Praktek Sakramen Pertobatan dalam gereja Katolik

Yogyakarta : Penerbit Kanisius, 2008.

Suyanto, Ig. Joko, Berziarah Bersama Allah Menuju Allah Yogyakarta : Kanisius,

2006.

Sutedja, S.J. JA, Hendra dalam Seminarnya yang berjudul “Hidup Setelah Mati

dan Kremasi Menurut Ketentuan Gereja Katolik” Pada tanggal 4

Februari 2017.
145

Van, Hoeve, Ensiklopedia Indonesia, Ichtiar Baru, Indonesia : PT Delta

Pamungkas, 2004.

Wiryadinata, Bdk., Lukas Mengapa Kematian Terjadi …? Sebuah Renungan atas

Kematian Yogyakarta : Pustaka Nusatama, 2004.

Wawancara Pribadi dengan JA Hendra Sutedja S.J. (Imam Besar Gereja Katolik)

Pada Tanggal 26 April 2019.

Wawancara Pribadi dengan Johannes Adrianus Hendra Sutedja, S.J. (Imam Gereja

Katolik, Pondok Labu Jakarta Selatan) Pada Tanggal 8 Juli 2020.

Wawancara Pribadi dengan F. Bowo Rini Sunarsasi (Pimpinan Umum PT Danita

& Pemimpin Umum Oasis Lestari di Jatake Tangerang, Banten) Pada

Tanggal 15 Februari 2019.

Wawancara Pribadi dengan FX Dedomau D da, Gomez, SJ (Imam Gereja

Katolik) Pada Tanggal 04 Juli 2020.

Yanuaria Marwanto, “Menghormati Manusia Ketika hidup dan meninggal”

Artikel diakses pada 7 Juli 2020 dari

https://www.hidupkatolik.com/2019/05/15/36351/menghormati-

manusia-ketika-hidup-dan-meninggal/.
146

Lampiran 1

Surat Bukti Penelitian


147
148
149
150

Lampiran 2

Bukti Telah melakukan Wawancara


151
152
153

Lampiran 3

Pertanyaan Wawancara

Pertanyaan Wawancara

1. Apakah ada pengurusan khusus menjelang meninggal dalam Katolik? Jika

ada, apa saja yang dilakukan selama pengurusan menjelang meninggal

dalam Katolik?

2. Bagaimana umat Katolik mempersiapkan diri untuk menghadapi

kematian?

3. Bagaimana Pengurusan setelah meninggal dalam Katolik?

4. Apa definisi Kematian secara umum?

5. Bagaimana pandangan Alkitab tentang Kematian?

6. Apa latar belakang dan sejarah Adanya dua cara antara pemakaman dan

kremasi dalam Katolik?

7. Apa definisi Kremasi Secara umum dan kremasi menurut iman Katolik?

8. Apa dasar nilai dari pemakaman dan kremasi dalam Katolik?

9. Apa definisi pemakaman dalam Katolik?

10. Bagaimana tata cara pemakaman dan kremasi dalam Katolik?

11. Apakah sampai saat ini masih ada pertentangan mengenai kremasi dan

pemakaman?

12. Bagaimana Prosesi-prosesi kremasi dan pemakaman dalam Katolik?

13. Apakah di Gereja Katolik menggunakan proses pemakaman dan kremasi

secara bersamaan ?
154

14. Kremasi, bagaimanakah sikap Gereja Katolik?

15. Kremasi, Bagaimana penilaiannya dalam Tradisi Katolik?

16. Siapa yang menentukan pemakaman dan kremasi dalam Gereja Katolik?

17. Apakah ada persyaratan khusus yang harus dipenuhi keluarga untuk di

Kremasi?

18. Apakah prosesi pemakaman dan kremasi Katolik itu sama?

19. Apakah yang memilih untuk dikremasi saat ini banyak? Kenapa?

20. Apakah di Indonesia sudah ada panduan resmi dan penyempurnaan abu

jenazah?

21. Bagaimana cara yang tepat untuk menyempurnakan abu jenazah?

22. Apakah di dalam upacara Kremasi terdapat nyanyian dalam pengiringan

Jenazah seperti yang ada dalam pemakaman Katolik ?

23. Apa filosofi dari pemakaman dan kremasi dalam Katolik ?

24. Bagaimana umat katolik memahami setiap tradisi yang ada di Gereja

Katolik?

25. Apakah di dalam kremasi Katolik berkaitan dengan kebangkitan badan ?

dan bagaimana dengan pemakaman dalam Katolik ?

26. Bagaimana umat Katolik agar tetap menghormati tubuh?


155

Lampiran 4

Hasil Wawancara

Hasil Wawancara

Nama : Johannes Adrianus Hendra Sutedja, S.J.

Jabatan : Imam Gereja Katolik

Tanggal Wawancara : 27 November 2018 s/d 26 April 2019

1. Apakah ada Pengurusan khusus menjelang meninggal dalam katolik?

Jika ada, apa saja yang dilakukan selama pengurusan menjelang

meninggal dalam katolik?

Jawab :

Pengurusan dalam Gereja Katolik disebut dengan Rexa Pastoral

jadi, Semacam pelayanan Gereja biasanya orang orang yang ditunjuk oleh

Imam setempat pada umatnya. biasanya persiapan-persiapan ini sangat

penting. Yaitu persiapan Rohani .

Menurut Gereja Katolik, “Hidup itu tidak akan selesai sampai kita

Meninggal” maka juga persiapan untuk memasuki hidup baru artinya kita

memasuki hidup yang kekal. Selanjutnya dari segi pelayanan rohani dalam

arti ajarannya disebut juga dengan sakramen orang sakit dan ada jarang
156

orang yang tahu bahwa jikalau sakitnya terminal yaitu yang sakitnya tidak

bisa sembuh lagi kemudian mendekati Pastor merasa kelihatannya dia

akan beralih artinya dia sudah kelihatan dari segi fisik tidak mampu lagi

maka dia akan diberi Viatikum adalah masih sama dengan sakramen orang

sakit ditambah Komuni (Menerima Roti yang Kita percaya Sebagai Tubuh

Yesus Kristus untuk diberikan kepada Orang Lain). Begitupun Viatikum

artinya bekal pada perjalanan, Ketika Orang Meninggal diupayakan

sebagai peralihan dari dunia ini masuk ke dalam kehidupan abadi di

situlah ada perjalanan. Supaya jiwanya itu bisa selamat maka Viatukum

yang diberikan padanya adalah diberikan Sakramen Ekaristi. Jadi,

Pengurusannya lebih kepada Spiritual dan Theologal. Theolgal berasal

dari Kata sifat dari Teologis “Theology” kecuali itu yang sangat praktis itu

juga bisa ada orang mulai berfikir kalau meninggal nanti Jenazah

Almarhum/ah akan bagaimana penyelesaian akhir Jenazahnya itu bisa

dimakamkan atau bisa di Kremasikan

2. Bagaimana Umat Katolik mempersiapkan diri untuk menghadapi

kematian?

Jawab :

Masih Berkaitan dengan No 1, Umat biasanya ketika menghadapi

Kematian penuh dengan rasa takut, maka untuk membantu dia lepas dari

rasa takut maka


157

1. Rexa Pastoral-Lah dapat menghilangkan rasa takutnya kelayanan

Pastoral ajaran keimanan akan membantu dan mengingatkan dia agar

tidak takut.

2. Sakramen Ekaristi yang selalu diberikan dan juga pada akhirnya kalau

ada kasus yang mendekati pada wafatnya maka akan diberi minyak

sunyinya sakramen orang sakit dan Viatikum.

3. Bagaimana Pengurusan setelah meninggal dalam Katolik?

Jawab :

Setelah meninggal biasanya ada upacara-upacara yang mengantar

kepergian ini dan upacara tersebut dinamakan dengan Misa Requiem itu

adalah Ekaristi yang dipersembahkan untuk kedamaian jiwa yang

meninggal dan berasal dari Kata “Damai”. Misa Ekaristi yang

dipersembahkan supaya jiwa orang yang meninggal itu berdamai kembali

dan didamaikan oleh Tuhan dan dengan Tuhan. dan ini biasanya dilakukan

Sebelum dimakamkann biasanya ada Misa Requiem. Setelah misa

Requiem selesai ada pemakaman Katolik.

Menurut Liturgi Katolik dilakukan pemberkatan Jenazah tentu ada

Tujuannya :

1. Mengenang kembali Rahmat Baptisan yang Sudah diterima.

2. Untuk Berkat Pengkudusan bagi yang Wafat.

dalam Ajaran Gereja Katolik “Tubuh Manusia itu Sakral” Kenapa?

Karena dikuduskan oleh Tuhan di dalam berbagai Sakramen, dalam

baptisan, dalam pengakuan Dosa, dalam Ekaristi, itu semua dikuduskan


158

bahkan sakramen-sakramen itu membuat manusia menjadi Kudus.

Dikuduskan dalam arti, dia semakin dijadikan Serupa dengan Kristus.

Sakramen yang dia terima dia dikuduskan dalam arti semakin serupa

dengan Kristus.

Dalam Upacara Pemakaman tanah tempat dimana dia dimakamkan harus

disucikan maka ada berkah juga untuknya.

4. Apa Definisi Kematian secara umum?

Jawab :

Dalam Gereja Katolik dalam Teologi Katolik Kematian itu

“berarti beralih dari dunia Ini masuk ke dalam persekutuan Allah di

Surga”. Karena Yesus Berkata : “Barang siapa yang percaya kepadaku,

Ia tidak akan mati”.

Di dalam ajaran Katolik adalah bahwa orang beralih dari hidup sementara

di dunia ini masuk ke dalam kehidupan abadi di Surga. Maka dalam

Teologi Katolik tidak dikenal dengan Kematian,yang ada adalah peralihan

dari hidup ini kepada hidup kekal, Tubuh akan selesai di bumi ini. Itulah

yang disebut sebagai orang mati. tubuh akan kembali ke tanah menjadi

tanah karena tubuh diciptakan dari tanah. Tubuh akan menjadi ke tanah

dan nafas Allah yang menjadi hidup manusia akan bersatu dengan Allah.

Maka harus tahu Siapa Manusia dalam ajaran Katolik ? Manusia

diciptakan dari tanah dia membawa struktur fana yaitu karena diciptakan

dari tanah tetapi dia membawa unsur Ilahi. Manusia diciptakan oleh
159

hembusan Allah ke dalam hidung Manusia, maka manusia membawa

Keilahian.

5. Bagaimana pandangan Al-kitab tentang Kematian?

Jawab :

Kutipan Injil : “Akulah kebangkitan dan hidup; barang siapa percaya

kepada Ku, ia akan hidup walaupun ia udah mati, dan setiap orang yang

hidup dan yang percaya kepada-Ku, tidak akan mati selama-lamanya.”

(Yohanes 11:25-26)

Kutipan Al-Kitab : “Sesungguhnya aku menyatakan kepadamu suatu

rahasia; kita tidak akan mati semuanya, tetapi kita semuanya akan

diubah............”(1 Kor 15:51).

6. Apa Latar Belakang dan sejarah Adanya dua Cara antara

pemakaman dan kremasi dalam Katolik?

Jawab :

1. Sepanjang sejarahnya dari tahun 1963 Gereja Katolik Hanya

mempunyai satu cara penyelesaian jenazah Yaitu pemakaman. Tata

cara penyelesaian akhir Jenazah dengan pemakaman di dasarkan pada

ajaran atau pada kepercayaan akan kebangkitan badan dan Kehidupan

Kekal. Gereja Katolik melihat walau penyempurnaan jenazah dengan

pemakaman adalah cara yang paling dekat atau yang paling sempurna

untuk mengusung ajaran Gereja sehubungan dengan kebangkitan

badan dan Kehidupan Kekal.


160

Pada awal sejarah Gereja Katolik terjadi upaya-upaya dari orang yang

tidak mengenal Yesus Kristus yang menyemabah Dewa-Dewa yaitu

Orang-orang yang hidupnya menyembah Dewa-dewa itu berusaha

melecehkan ajaran Katolik dengan membakar jenazah-jenazah Marter

(Orang yang mati demi Iman) agar tidak mengacaukan keyakinan umat

pada hukum gereja .

2. Pada tahun 1917 ada larangan Eksplisit bahwa orang Katolik dilarang

membakar Jenazah umatnya

3. Pada Tahun 1960 /1963 Paulus-Paulus mengeluarkan Instruksi yang

mencabut Larangan Kremasi dengan alasan bahwa bahaya atheistik itu

tidak nyata maka larangan nya dicabut. maka supaya perilaku orang-

orang atheistik itu yang membakar jenazah-jenazah orang Katolik

sebagai Pelecehan ditakutkan mengganggu kepercayaan orang Katolik

4. Pada tahun 1983 Hukum Gereja yang baru umat Katolik tidak dilarang

untuk mengkremasi jenazah umat Katolik

7. Apa Definisi Kremasi Secara Umum dan Kremasi menurut iman

Katolik?

Jawab : Kremasi secara umum sama dengan Kremasi Menurut Katolik,

Jenazah itu dikembalikan menjadi abu dengan waktu yang cepat dalam

waktu sangat singkat Karena, diperabukan dengan Api.

8. Apa Dasar nilai dari Pemakaman dan Kremasi dalam Katolik?

Jawab :
161

Gereja Katolik sangat menghargai Pemakaman dan menganjurkan

pemakaman. karena, nilai yang ingin dijaga oleh Gereja adalah untuk

pemakaman.

1. Pemakaman selalu mengingatkan akan kebangkitan badan dan

kehidupan kekal.

2. Pemakaman itu sangat cocok dengan pemandangan gereja akan

sakralitas tubuh.

Tubuh manusia itu sakral. Jadi tindakan Mengkremasi itu gereja melihat

bisa merupakan tindakan yang sangat menjunjung tinggi Sakralitas Tubuh

manusia.

Kremasi dasar nilainya Lebih pada hal-hal praktis, Lebih Mudah,

lebih praktis bagi keluarga-keluarga yang merasa biaya pemakamannya

Berat dan ongkosnya lebih murah.

9. Apa Definisi Pemakaman dalam Katolik?

Jawab : Jenazah yang di masukan ke dalam Tanah dan diberi tanda dan

dirawat dan diberi tempat yang terbaik.

10. Bagaimana Tata Cara Pemakaman dan Kremasi dalam Katolik?

Jawab :

Ada upacaranya tersendiri. Tata cara pemakaman dan Kremasi itu ada tata

cara upacaranya sendiri

1. Pemberkatan Jenazah, Pemberkatan Makam kalau itu dimakamkan di

darat.
162

2. Dalam Kremasi Juga terjadi pemberkatan Jenazah dan lain sebagainya

dan juga tempat abu Jenazah akan di sempurnakan setelah Kremasi.

Ada beberapa kemungkinan :

1. Diletakkan di tempat peletakan Abu Jenazah (Kolumbarium)

berbentuk kotak-kotak Jendela Perpustakaan buku seperti kandang

burung merpati columba. dalam bahasa Itali atau spanyol Colum-

Ba Maka Columbarium diartikan tempat seperti Kandang burung

merpati dimasukan di dalamnya dalam Guci jadi abu dimasukan

dalam Guci, Gucinya Kemudian disimpan di tempat Kolumbarium

yang Khusus dibuat dan itupun harus disucikan atau bisa

dimakamkan di darat . jadi setelah Abu Jenazah itu di pilih

dibereskan dimasukan dalam Guci bersama Guci Abu di dalam

Guci itu kemudian dimakamkan ke dalam Tanah.

2. Bahwa abu yang sudah dimasukan ke dalam Guci itu dimakamkan

di Laut dan ditenggelamkan utuh ke dasar laut itu yang dinamakan

pemakaman dalam laut.

3. Abu Jenazah yang dimasukan ke dalam Guci yang sudah Tertutup

dengan baik dan secara utuh ditenggelamkan Ke Dasar Laut.

11. Apakah ada Pro-Kontra dalam Kremasi Katolik ?

Jawab : Tidak ada, yang ada hanyalah kecenderungan Orang memilih di

makamkan ataupun di kremasi asalkan sesuai dengan ajaran Katolik dan

bukan berdasarkan dari pandangan Atheistik.


163

Terjadi Kontroversi mengenai Kremasi Sejak tahun 80 belum begitu

paham akan arti Kremasi dan bahwa Gereja Katolik sudah Mengangkat

Larangan Kremasi maka terjadi kontroversi

12. Apakah sampai saat ini masih ada pertentangan mengenai kremasi

dan pemakaman?

Jawab : Tidak Ada pertentangan mengenai kremasi dan pemakaman

13. Bagaimana Prosesi-prosesi kremasi dan pemakaman dalam Katolik?

Jawab :

1. Setelah orang dinyatakan wafat maka terjadi pembersihan jenazah yaitu

dimandikan dan diberikan pakaian yang pantas dan sesuai keinginan yang

wafat dan Jenazah dimasukan ke dalam peti jenazah dan akan di kubur dan

di kremasi bersama dengan peti itu . Kemudian setelah sudah dimasukan

ke dalam peti diadakan upacara-upacara terutama yang paling penting

adalah upacara Misa Requiem yaitu Misa yang memohon kedamaian bagi

arwah yang beralih dari dunia ini ke dalam kehidupan abadi itu semua

upacara sebelum pemakaman setelah itu upacara semua selesai barulah ada

prosesi ke pemakaman atau ke krematorium untuk di kremasi.

Dimakamkan langsung dimasukan ke dalam tanah dan kalau dikremasi itu

setelah di kremasi abu baru dimasukan terlebih dahulu ke dalam guci,

gucinya dibawa ke tempat peristirahatan Terakhir dari abu itu. Bisa Ke

Kolumbarium peletakan abu dan bisa dimakamkan ke darat bisa di

makamkan ke dalam laut setelah itu selesai maka semua selesai.


164

14. Apakah di Gereja Katolik Menggunakan Proses Pemakaman dan

Kremasi secara bersamaann ?

Jawab : Harus Pilih salah satu

15. Kremasi, Bagaimanakah sikap Gereja Katolik?

Jawab : Tidak Melarang, tetapi Bukan berarti menganjurkan. Gereja

Katolik tetap menganjurkan pemakaman sebagai cara yang sangat terpuji

tetapi tidak melarang kremasi.

16. Kremasi, Bagaimana penilaiannya dalam Tradisi Katolik?

Jawab : Gereja Katolik merasa bahwa

1. Kremasi bisa dilakukan dan bukan dari dalam praktek-praktek atheistik

maka diperbolehkan, dengan beberapa catatan tidak boleh dilakukan

kalau alasannya bertentangan dengan Ajaran Gereja Katolik yaitu

alasan-alasan atheistik.

2. Ingin melepaskan ikatan dengan yang wafat.

17. Siapa yang menentukan Pemakaman dan Kremasi dalam Gereja

Katolik?

Jawab :

1. Yang wafat semasa kalau hidup dia sudah menentukan.

2. Kalau dia belum menentukan semasa dia hidup, keluarga yang

menentukan .

18. Apakah ada Persyaratan Khusus yang Harus dipenuhi Keluarga

untuk di Kremasi?
165

Jawab : tidak boleh ada alasan yang atheistik melawan Gereja Katolik dan

tidak boleh hanya untuk alasan yang praktis dan tidak Ingin repot

19. Apakah prosesi pemakaman dan kremasi katolik itu sama?

Jawab : Prosesinya sama, bedanya hanyalah pada penyelesaian akhir

Jenazah yang satu dimakamkan dan di bakar.

20. Apakah yang memilih untuk dikremasi saat ini banyak? Kenapa?

Jawab : Cukup Banyak, Lebih Murah dan tidak mau repot lagi mengurus

memelihara tanah makam

21. Apakah di Indonesia sudah ada panduan resmi dan penyempurnaan

abu jenazah?

Jawab : Ada, baik dari Gereja Katolik instruksi yang dikeluarkan oleh

Vatikan maupun oleh Uskup-uskup setempat. Uskup (Pimpinan gereja

lokal). Baik secara universal yang dikeluakan oleh Roma maupun oleh

keuskupan setempat.

22. Bagaimana cara yang tepat untuk menyempurnakan abu jenazah?

Jawab :

Dalam adat tertentu di Indonesia bisa diletakkan dirumah atau

dimakamkan di rumah harus ada izin terlebih dahulu dari Uskup

Setempat.

23. Apakah di dalam upacara Kremasi terdapat nyanyian dalam

pengiringan Jenazah seperti yang ada dalam pemakaman Katolik ?

Jawab :
166

Waktu ibadat Kremasi di Krematorium, di ruang ibadat, diadakan ibadat

kremasi, atau kalau belum, bisa juga dirayakan Misa. Pada saat itu tentu

ada nyanyian-nyanyian, tetapi setelah peti jenazah dimasukkan ke dalam

ruang pembakaran, maka tidak ada do’a dan nyanyian

24. Apa Filosofi dari Pemakaman dan Kremasi dalam Katolik ?

Jawab :

Tubuh manusia menurut pandangan Teologi Katolik : Sakral dalam Arti

“Kudus” bukan barang duniawi belaka.

Filosofi-nya adalah terkait dengan pandangan mendasar tentang tubuh

manusia yang sakral. Kenapa Sakral ? karena tubuh itu diciptakan oleh tuhan.

Dan di dalam Gereja Katolik tubuh manusia yang diciptakan oleh tuhan itu

yang keluar dari Allah sendiri dan dipelihara dan dijaga sakralitasnya dengan

menerima sakramen-sakramen. 1.selalu dijaga sakralitasnya dengan

kehidupannya yang baik secara moral, 2. Kekudusan tubuh dijaga dengan

penerimaan sakramen.

Sakramen dalam Ajaran Katolik : Kehadiran Tuhan yang menyelamatkan

Tuhan yang diwujudkan dalam tanda-tanda . seperti : kehadiran Tuhan yang

menyelamatkan ditandai dengan sakramen ekaristi yaitu kehadiran Tuhan

Yesus dalam tanda roti dan anggur. Maka kehadirannya itu diwujudkan

dengan tanda dan tanda-tanda itu diberikan oleh Tuhan Yesus sendiri.
167

Sakramen secara dasariah terus menerus menjaga dan menumbuhkan

kekudusan manusia adalah Sakramen Baptis, Sakramen Ekaristi, Sakramen

Pengakuan dosa.

25. Bagaimana Umat Katolik memahami setiap tradisi yang ada di

Gereja Katolik ?

Jawab :

Tradisi adalah Warisan Iman yang selalu mengalir dari awal Gereja yang

diterima dari para Rasul yang mengalir disepanjang sejarah Gereja sampai hari

ini. Tradisi, bukan sesuatu yang beku, statis, dan mati tetapi selalu tumbuh dan

berkembang sesuai dengan zaman. Maka gereja perlu selalu menerjemahkan

tradisi Gereja dari zaman ke zaman dengan tetap setia pada jiwa dan hakekat

iman yang ada dalam tradisi hidup. Contoh-nya : Perawatan tubuh manusia

dimulai pada saat Jenazah Yesus yang dimakamkan. Maka dalam Gereja

Katolik itu menjadi awal dari tradisi pemakaman tubuh dan itu terus sepanjang

sejarah Gereja dipelihara.

26. Apakah di dalam Kremasi Katolik ada unsur yang terkait dengan

Kebangkitan Badan? Bagaimana dengan pemakaman dalam Katolik

Jawab :

Tidak ada, Baik Pemakaman dan kremasi itu dua-duanya tidak ada kesulitan

terhadap kebangkitan badan. Mengapa? Karena Tuhan bisa membangkitkan


168

badan manusia tanpa harus ada jenazah lengkapnya. Artinya Kebangkitan

badan tidak terkait dengan cara penyempurnaan jenazah.

27. Bagaimana Umat Katolik agar tetap menghormati Tubuh (Kremasi) ?

Jawab :

Di dalam Kremasi Gereja Katolik tetap menghormati tubuh, menghargai

tubuh, sakralitas tubuh manusia karena upacaranya, upacara Gereja yang

luhur. Akan tetapi ketika diakhir jenazah itu tidak dimasukan dibawah tanah ,

tetapi diperabukan maka proses terjadinya penghancuran tubuh dilakukan

secara cepat daripada jika dikuburkan. Maka disini titik terberat pada acara

upacaranya. Liturgi untuk penguburan dan Liturgi untuk Kremasi itu sama,

bedanya hanya terletak pada fase terakhir. Jika Pemakaman Tubuh itu

dimasukan kedalam bawah tanah, Jika dikremasi tubuh dimasukan kedalam

pembakaran, dimana perabuan terjadi dilakukan lebih cepat.

Hasil Wawancara

Hasil Wawancara

Nama : Florentina Bowo Rini Sunarsasi, S.Sos

Jabatan : Pimpinan Umum PT. Danita

Tanggal Wawancara : 22 Februari 2018 s/d 30 Juli 2019


169

1. Apakah ada Pengurusan khusus menjelang meninggal dalam Katolik?

Jika ada, apa saja yang dilakukan selama pengurusan menjelang

meninggal dalam Katolik?

Jawab :

Ada Pengurapan orang sakit tujuannya untuk di Doakan, di urapi, diberkati

bisa saja diberikan minyak suci. Adanya Pengurapan orang sakit untuk

harapan agar bisa cepat sembuh dari sakitnya dan mungkin saja bisa

meninggal itu sudah melalui proses yang sudah dilaluinya. Orang kalau

sudah di doakan pengurapan orang sakit artinya dia sudah mulai siap.

merasa sangat parah karena penyakit yang di deritanya. Tapi pada saat

ingin meninggal itu bisa berdamai dengan semuanya dan bisa meminta

maaf kepada semua dan bisa sampai menerima permintaan maaf-nya. Jika

sudah mendekat kepada menjelang meninggal itu masih punya kesempatan

untuk bertobat. Orang yang suci biasanya selalu menyadari dosa dan

kesalahannya, menyesali dirinya sendiri dalam bertobat sehingga kualitas

diri pun meningkat dengan harapan pada saat meninggal semua proses

dimudahkan layak dihadapan Allah, dihadapan Sesama dan diri sendiri

menjadi sangatlah penting dalam Katolik mendoakan jiwa yang

ditinggalkan.

2. Bagaimana umat Katolik mempersiapkan diri untuk menghadapi

kematian?

Jawab :
170

Dalam Dogma Gereja Katolik adanya proses api penyucian “Menyucikan

Diri”

Segalanya berawal Allah menciptakan manusia menurut gambar dan

Citranya pada Ke 6 (Kej 1:27) yang agung dan mulia. Saat itu Allah telah

mempunyai rencana yang indah bagi manusia untuk memberikan mereka

kebahagiaan kekal di surga kelak.

Tapi karena godaan dan tipu muslihat iblis serta berkeinginan jahat

manusiawi dan pengaruh duniawi, manusia jatuh ke dalam dosa. Sejak itu,

sebagai manusia yang lahir ke dunia turun temurun telah membawa beban

dosa asal dan berada dalam kuasa dosa (Rm 3:9-10, 5:12), kecuali Yesus,

Bunda Maria dan beberapa orang Kudus dimata Allah.

Mereka itu tidak dapat langsung masuk ke surga ketika meninggal karena

tempat Allah adalah kudus dan penuh dengan kemuliaan Allah. Oleh

karena itu bagi manusia yang meninggal dalam keadaan yang belum bersih

dimata Allah maka telah disediakan suatu “Tempat” untuk mereka yaitu

api penyucian.

3. Bagaimana Pengurusan setelah meninggal dalam Katolik?

Jawab :

Memandikan diiringi doa-doa dan perawatan jenazah almarhum diberikan

dengan sebaik mungkin sebagai penghormatan terakhir dengan

serangkaian Upacara, Ibadat serta Misa untuk Mendoakannya. dan

Kadang dilaksanakan dengan megah. Dibuat sekhidmat dan seindah

mungkin. Dari segi agama pengurusan setelah meninggal Secara Fisik


171

memberikan yang terbaik untuk yang meninggal begitupula dengan secara

rohani yaitu dengan mendoakannya.

4. Apa Definisi Kematian secara umum?

Jawab :

Kematian secara Umum awal dari kehidupan baru dan bisa juga “Kembali

Kepada sang Pencipta” karena manusia tidak pernah tahu kapan kematian

akan datang dan tidak memandang umur

5. Bagaimana pandangan Al-kitab tentang Kematian?

Jawab :

“Karena kita tahu, bahwa jika kemah tempat kediaman kita di bumi ini

dibongkar, Allah telah menyediakan suatu tempat kediaman di sorga bagi

kita, suatu tempat kediaman yang kekal, yang tidak dibuat oleh tangan

manusia (2 Kor 5:1)”.

6. Apa latar belakang dan sejarah adanya dua cara antara pemakaman

dan kremasi dalam Katolik?

Jawab :

Harusnya sama upacara untuk menghantarkan-Nya.

Doa menjelang pemakaman dan Kremasi doanya sama begitupun Doa

penghormatan Jenazah sebelum melakukan Kremasi

7. Apa definisi kremasi secara umum dan kremasi menurut iman

Katolik?
172

Jawab :

Kremasi merupakan praktek penghilangan atau pemusnahan Jenazah

manusia setelah meninggal dengan cara membakarnya.

8. Apa dasar nilai dari pemakaman dan kremasi dalam Katolik?

Jawab :

Dasarnya satu kesatuan, tidak boleh dipisahkan karena badan adalah suatu

kesatuan. Sejatinya meninggal bertemunya dengan sang Pencipta ialah Tuhan

9. Apa definisi pemakaman dalam Katolik?

Jawab :

“Dari tanah kembali ke tanah” Jenazah yang di masukan ke dalam Tanah

dan diberi tanda dan dirawat dan diberi tempat yang terbaik.

10. Bagaimana tata cara pemakaman dan kremasi dalam Katolik?

Jawab :

*Dari mulai membersihkan, Kemudian di Doakan kerahimannya agar

diterima oleh tuhan. Kemudian dimakamkan.

*Kremasi Mendoakan almarhum/ah kepada sang pencipta.

11. Apakah ada pro-kontra dalam kremasi Katolik ?

Jawab :

Tidak ada pro-kontr


173

12. Apakah sampai saat ini masih ada pertentangan mengenai kremasi dan

pemakaman?

Jawab :

Tidak ada pertentangan mengenai kremasi dan pemakaman

13. Bagaimana Prosesi-prosesi kremasi dan pemakaman dalam Katolik?

Jawab :

Prosesi Pemakaman :

Pemberkatan Jenazah, Pemberkatan Makam kalau itu dimakamkan di

darat.

Prosesi Kremasi :

1. Abu kremasi dikebumikan di pemakaman umum.

2. Abu kremasi disemayamkan dalam kolumbarium

3. Abu kremasi dimakamkan di laut. Caranya , dengan membenamkan

guci abu ke dasar laut.

14. Apakah di Gereja Katolik menggunakan proses pemakaman dan

kremasi secara bersamaan ?

Jawab :

Tidak, Harus pilih salah satu Proses baik dengan cara dimakamkan atau di

Kremasi.
174

15. Kremasi, Bagaimanakah sikap Gereja Katolik?

Jawab :

Sebelum konsili Vatikan II, Gereja dengan tegas melarang Kremasi.

Larangan itu termaktub dalam Kitab Hukum Kanonik (KHK) tahun 1917

Kanon 1203. Kanon tersebut mengatakan bahwa Gereja Menolak untuk

menyelenggarakan ritual penguburan secara Katolik bagi yang memilih

Kremasi. Gereja Menekankan pemakaman Jenazah dengan

mengebumikannya.

16. Kremasi, Bagaimana penilaiannya dalam Tradisi Katolik?

Jawab :

Kremasi diperbolehkan, tetapi harus dengan alasan yang kuat. Misalnya

alasan-alasan yang tidak muncul dari sikap yang berlawanan dengan dogma

dan kebencian akan ajaran gereja

17. Siapa yang menentukan Pemakaman dan Kremasi dalam Gereja

Katolik?

Jawab :

Tergantung pribadi masing-masing selama masih hidup, ada yang biasanya

sudah memberikan wasiat sebelum meninggalnya. Ada pula yang di tentukan

dari keluarga karena tidak ada wasiat ketika dia meninggal


175

18. Apakah ada persyaratan khusus yang harus dipenuhi Keluarga untuk

di Kremasi?

Jawab :

Ada, Harus adanya surat kematian dari rumah sakit dan menyatakan bahwa

dia benar-benar ingin melakukan Kremasi, dan itupun harus ada persetujuan

dari pihak keluarga

19. Apakah prosesi pemakaman dan kremasi Katolik itu sama?

Jawab :

Sama, yang membedakannya adalah proses terakhirnya.

20. Apakah yang memilih untuk dikremasi saat ini banyak? Kenapa?

Jawab :

Banyak, dalam satu tahun 2018 Jumlah Keseluruhan adalah 900 Orang yang

memilih Kremasi

21. Apakah di Indonesia sudah ada panduan resmi dan penyempurnaan

abu jenazah?

Jawab :

Ada, dipimpinan yang Tertinggi

22. Bagaimana cara yang tepat untuk menyempurnakan abu jenazah?

Jawab :
176

Abu Kremasi harus diperlakukan dengan penuh hormat, sama seperti

perlakuan tubuh manusia. Sikap hormat yang dimaksud hendaknya di

ungkapkan dalam pemilihan dan pengguunaan guci “yang pantas” untuk

menempatkan abu kremasi. Cara membawa abu kremasi pun harus bersikap

hormat, sampai pada cara mengistirahatkannya di tempat peristirahatan yang

terakhir.

23. Apakah di dalam upacara kremasi terdapat nyanyian dalam

pengiringan Jenazah seperti yang ada dalam pemakaman Katolik ?

Jawab :

Ada, karena nyanyian bagian dari doa, dan bisa disebut juga sebagai

peneguhan bentuk pertobatan kepada Tuhan yang Maha Rahim.

24. Apa Filosofi dari Pemakaman dan Kremasi dalam Katolik ?

Jawab :

Pemakaman arti persekutuan dengan orang-orang yang sudah meninggal

secara khusus melalui doa untuk pemurnian jiwa-jiwa mereka.

Kremasi merupakan salah satu cara yang dipilih oleh masyarakat dalam

menyemayamkan jenazah, karena selain anjuran agama, juga dinilai praktis,

efisien, hemat biaya dan hemat dalam penggunaan lahan pemakaman serta

lebih layak di lakukan sebagai langkah untuk menyemayamkan jenazah.


177

25. Apakah ada batasan waktu bagi keluarga yang ingin berziarah ?

Jawab :

Tidak ada batasan waktu, untuk keluarga bisa ziarah kapan saja untuk

mendoakan arwahnya.

26. Apakah abu yang disemayamkan di Rumah abu hanya berlaku bagi

yang beragama Katolik ?

Jawab :

Abu yang disemayamkan di Rumah Abu tidak hanya beragama Katolik

yang pasti non Muslim. Karena Oasis lestari tidak menerima Kremasi kalau

jenazah ktpnya tertulis Islam.

27. Apakah di dalam kremasi Katolik ada unsur yang terkait dengan

Kebangkitan Badan? Bagaimana dengan pemakaman dalam Katolik ?

Jawab :

Ada, Karena arti kebangkitan badan dalam tradisi Katolik mau

mengatakan bahwa seseorang setelah mati akan mendapat hidup yang baru di

Surga. Entah lewat kremasi atau dikuburkan.

28. Bagaimana Umat Katolik agar tetap menghormati tubuh (kremasi) ?

Jawab :
178

Membangun kesadaran bahwa hidup ini selalu menuju yang Kuasa. Maka

mau dikubur ataupun di Kremasi ataupun dengan cara lain tujuannya tetap

satu yakni pada Allah.

29. Dalam rangka apakah Rumah Abu mengundang keluarga-keluarga

almarhum?

Jawab :

Rumah Abu mengundang keluarga-keluarga almarhum dalam rangka

memperingati Misa Arwah.

Hasil Wawancara

Nama : FX. Dedomau D, da Gomez, SJ

Jabatan : Imam Gereja Katolik

Alamat : Jl. Gereja Theresia No 2, Gongdandia, Menteng-


Jakarta Pusat

Tanggal Wawancara : 04 Juli 2020

1. Apakah ada pengurusan khusus menjelang meninggal dalam Katolik? Jika

ada, apa saja yang dilakukan selama pengurusan menjelang meninggal

dalam Katolik?

Jawab :
179

Dalam kasus orang yang mau meninggal dia akan menerima sakramen

pengurapan minyak itu maksudnya adalah orang itu dengan minyak sebagai

tanda hadir dari Tuhan dan diberikan kekuatan kepada orang yang meninggal.

Memberikan berkat dan rahmat-rahmat yang dibutuhkan misalnya rahmat

ketenangan supaya dia meninggal dengan tenang dan baik.

2. Bagaimana Umat Katolik mempersiapkan diri untuk menghadapi

kematian?

Jawab :

Sakramen orang sakit ini dulu istilahnya sakramen terakhir yang diterimakan

oleh seseorang yang beragama Katolik dan sekarang di ganti dengan sakramen

pengurapan orang sakit. Jadi, maksudnya untuk memberikan kekuatan dan

keadaan orang tersebut dalam keadaan sakit dan itu sudah hari terakhir dia

maka Tuhan akan hadir memberikan ketenangan supaya tidak panik dalam

menghadapi kematian. Ini adalah cara mempersiapkan diri dalam menghadapi

kematian.

3. Bagaimana Pengurusan setelah meninggal dalam Katolik?

Jawab :
180

Baik sebelum meninggal ataupun sudah meninggal itu segala sesuatunya

sudah dipersiapkan baik batin, kerohanian dan juga secara Fisik. Misalnya ada

sebuah lembaga yang mengurusi segala macam terutama dalam pengurusan

orang yang meninggal. Dari mulai pemilihan petinya, pemakamannya di

mana, ambulannya di mana. Sudah ada paket tersendiri dalam pengurusan

orang yang meninggal. Siap membantu keluarga yang ditinggalkan untuk

menyiapkan fisik maupun materi, bagi yang bersangkutan maupun anggota

yang ditinggalkan. Bahkan sesudah meninggalpun harus memberikan

penghormatan bagi yang bersangkutan. Dan ada hari peringatan ada 49 hari,

100 hari 1 tahun ataupun 2 tahun Sebagai mengenangkan bagi yang sudah

meninggal dan mengadakan pesta dengan meriah seperti layaknya acara

pernikahan, keluarga di ajak bergembira karena yang sudah meninggal itu

sudah merasakan bahagia disana.

4. Apa Definisi Kematian secara umum?

Jawab :

Kematian merupakan peralihan dari dunia nyata menuju ke dunia yang baru.

Walau kehidupan ini dipenuhi dengan penderitaan, kesedihan serta

perjuangan, akan tetapi sesudah kematian dan masuk ke kehidupan yang

abadi, Allah akan menghapus semua derita kita dan tidak aka nada lagi maut,

dukacita, tangisan atau segala bentuk penderitaan yang seperti kita alami di

dunia.
181

5. Bagaimana pandangan Al-kitab tentang Kematian?

Jawab :

Kitab Suci Menegaskan bahwa kehidupan dan kematian adalah dua realitas

eksistensial yang harus dijalani oleh setiap orang (2 Sam 1 : 23; 18:21).

Kematian dirumuskan hakekatnya sebagai penarikan kembali nafas kehidupan

atau Roh Allah dari kehidupan manusia ( Ayb 34 : 13-15).

6. Apa Definisi Kremasi Secara Umum dan Kremasi menurut iman katolik?

Jawab :

o Kremasi adalah metode cara menghilangkan tubuh jenazah dengan

cara pembakaran.

o Kremasi menurut Iman Katolik adalah bahwa anggota keluarga yang

melakukan Kremasi atau pengabuan harus tetap menghormati tubuh

atau abu tersebut sebagai keberadaan orang yang telah tiada itu.

7. Apa Dasar nilai dari Pemakaman dan Kremasi dalam Katolik?

Jawab :

o Nilai dari pemakaman lebih banyak perhatian pada sifat berdosa

manusia dan pengadilan yang datang di akhir sebuah kehidupan.

o Kremasi di Nilai dari Kepraktisannya karena tidak perlu repot mencari

lahan yang kosong.


182

8. Apa Definisi Pemakaman dalam Katolik?

Jawab :

Salah satu bagian penting dalam peristiwa kematian

9. Bagaimana Tata Cara Pemakaman dan Kremasi dalam Katolik?

Jawab :

Ada tata cara pemakaman dan kremasi. Baik dikremasi maupun dimakamkan

itu sama saja karena Dalam agama Katolik sangat menghayati bahwa kita

berasal dari abu. Abu asal kata dari “Humus”. Bedanya hanya di akhirnya saja

yang satu secara alami dimasukan ke dalam tanah secara perlahan-lahan dan

yang kedua menggunakan teknologi yang paling canggih dan kemudian

dibakar.

10. Apakah sampai saat ini masih ada pertentangan mengenai kremasi dan

pemakaman?

Jawab :

Tidak ada pertentangan

11. Bagaimana Prosesi-prosesi kremasi dan pemakaman dalam Katolik?

Jawab :

Prosesnya sama tidak ada bedanya, yang membedakan ada diakhir.


183

12. Apakah di Gereja Katolik menggunakan proses pemakaman dan kremasi

secara bersamaann ?

Jawab :

Harus pilih salah satunya dan tidak boleh secara bersamaan.

13. Kremasi, Bagaimanakah sikap Gereja Katolik?

Jawab :

Gereja menganjurkan dengan sangat, agar kebiasaan saleh untuk

mengebumikan jenazah dipertahankan, namun gereja tidak melarang kremasi,

kecuali cara itu dipilih dengan alasan-alasan yang bertentangan dengan ajaran

Kremasi.

14. Kremasi, Bagaimana penilaiannya dalam Tradisi Katolik?

Jawab :

Kremasi bukanlah tradisi, melainkan upaya terbaik memberikan

penghormatan terakhir bagi keluarga yang sangat dikasihi.

15. Siapa yang menentukan Pemakaman dan Kremasi dalam Gereja Katolik?

Jawab :

Yang menentukan dengan Cara dimakamkan maupun dikremasi biasanya

tergantung perorangan masing-masing


184

16. Apakah ada persyaratan khusus yang harus dipenuhi Keluarga untuk di

Kremasi?

Jawab :

Tidak ada persyaratan khusus karena merupakan pilihan yang sangat personal

dan biasanya telah disepakati sebelumnya.

17. Apakah prosesi pemakaman dan kremasi katolik itu sama?

Jawab :

Prosesi Pemakaman dan Kremasi sama yang membedakannya adalah prosesi

akhirnya.

18. Apakah yang memilih untuk dikremasi saat ini banyak? Kenapa?

Jawab :

Banyak, karena beberapa alasan diantaranya adalah hemat biaya, ramah

lingkungan, pemakaman yang lebih praktis, dan ada banyak alasan

kepraktisan, dimana ada banyak negara yang mempunyai keterbatasan tanah.

19. Apakah di Indonesia sudah ada panduan resmi dan penyempurnaan abu

jenazah?

Jawab : Ada
185

20. Bagaimana cara yang tepat untuk menyempurnakan abu jenazah?

Jawab :

Abu Jenazah harus di simpan di tempat yang suci, seperti kuburan sesuai

dengan petunjuk Gereja Katolik. Tidak sembarangan ketika menyimpan Abu

Jenazah.

21. Apakah di dalam upacara Kremasi terdapat nyanyian dalam pengiringan

Jenazah seperti yang ada dalam pemakaman Katolik ?

Jawab :

Ada, karena ada ibadah sebentar biasa sama seperti kalau kita memakamkan

seseorang di dalam tanah kuburan, yang membedakannya ketika jenazah

sudah sampai langsung dimasukan ke dalam oven, peti dimasukan ke dalam

oven, kemudian sama-sama berdoa dan kremasi bisa dimulai sekitar 2 jam

lebih dan kita dipanggil untuk di lihatkan tulang-tulang hasil pengabuan Abu

Jenazah kita hormat dan kemudian kita tunggu lagi untuk dihaluskan tulang-

tulang setelah itu disediakan 2 wadah yang diisi denga tulang dan tubuh dan

satu lagi abu dari petinya, bajunya, sepatunya. Masuk sama – sama dalam satu

oven disana sudah dibagi menjadi tiga bagian untuk tulang/tubuh, peti dan

baju. Dan dari sana kita bisa membedakan mana hasil perabuan dari

tulang/tubuh, peti dan baju. Lalu dimasukan kedalam ranjang yang sudah

disediakan dan ditempatkan dalam satu ruangan sebentar. Kemudian kita bawa

ke Gereja dan berdo’a lalu ditempatkanlah abu itu.


186

22. Apa Filosofi dari Pemakaman dan Kremasi dalam Katolik ?

Jawab :

o Pemakaman Katolik di sebut Misa Requiem yang digunakan dalam

misa-misa dengan Tujuan Pemakaman orang mati oleh para Imam.

o Kremasi biasanya disebut juga sebagai pengabuan merupakan cara

yang dilakukan untuk menghilangkan Tubuh Jenazah setelah

meninggal dengan cara membakarnya.

23. Bagaimana Umat Katolik memahami setiap tradisi yang ada di Gereja

Katolik?

Jawab :

Api penyucian tidak dialami bagi semua orang yang meninggal. Karena

orang-orang yang memang hidupnya suci. Dia tidak mengalami kalau dia

disucikan lagi dimurnikan lagi yang disebut sebgai api penyucian. Adanya Api

penyucian ini ketika dia meninggal tidak langsung masuk kesurga ataupun

neraka jadi dibantu terlebih dahulu apakah ada dosa yang telah dia buat dari

sini kita paham bahwasannya mendoakan yang meninggal itu sangatlah

penting karena doa kita itu masih sangat dibutuhkan. Karena dia belum

menemukan cahayanya dan belum menemukan mencari jalan kembali. Api

penyucian itu selalu ada disaat orang yang mau meninggal.


187

24. Apakah di dalam kremasi Katolik berkaitan dengan kebangkitan badan ?

dan bagaimana dengan pemakaman dalam Katolik ?

Jawab :

Dalam Gereja Katolik bahwa ada badan, jiwa itu menjadi suatu kesatuan.

Meskipun dalam keadaan orang meninggal dalam keadaan hancur jadi abu,

jadi tanah jangan lupa bahwa dalam setiap kehidupan ada yang harus kita

hormati. Maka Pastoralnya adalah kita harus mendoakan dia, dan perlu

mengunjungi makamnya, kita perlu pergi ke tempat abunya jikalau abunya

ada di Kolumbarium. Itu adalah memandakan spirit bahwa orang itu masih

ada meskipun badannya sudah hancur menjadi tanah.

Kebangkitan badan itu adalah rasa dalam Syahadat itu tidak serta merta seperti

itu, karena badan kita bangkit itu tidak sama seperti Lusarus. Ketika kita sudah

mati itu sudah hancur.

25. Bagaimana Umat Katolik agar tetap menghormati Tubuh?

Jawab :

Tubuh kita adalah bagian Integral dari Kemanusiaan kita dan diciptakan

oleh Tuhan sebagai sesuatu yang baik dengan cuma – Cuma kita menerima

tubuh kita dari orang tua kita, dan dari orang tua kita dari orang tua mereka

dan ini berlangsung terus sampai kita menemukan Tuhan sebagai sumber dari

karunia ini. Karena Tubuh kita adalah karunia dari Tuhan, kita dipanggil
188

untuk menghormati tubuh kita sebagaimana kita menghormati sang pemberi

karunia.
189

Lampiran 5

Foto Kegiatan Lapangan

Foto I : Gapura Oasis Lestari

Foto 2 : Memorial Wall


190

Foto 3 : Rumah Duka

Foto 4 : Kolumbarium
191

Foto 5 : Krematorium

Foto 6 : Ruang Oven


192

Foto 7: Memperingati Misa Arwah


193

Foto 8 : Penulis bersama Ibu Florentina Bowo Rini Sunarsasi, S.Sos. Selaku

Pimpinan Umum PT Danita Oasis Lestari. Pada Tanggal 22 Februari 2018.

Foto 9 : Penulis bersama Bapak Ir. Epesus Sirait, Selaku kepala Krematorium &

Teknik. Pada Tanggal 22 Februari 2018.


194

Foto 10 : Penulis bersama Romo Johannes Adrianus Hendra Sutedja, S.J. Pada

tanggal 26 April 2019.

Foto 11 : Penulis sedang melakukan Video Panggilan Wawancara bersama Romo

FX. Dedomau D. da Gomez, SJ. Pada Tanggal 04 Juli 2020.


195

Foto 12. Prosesi Pemberkatan Misa Jenazah Katolik.

Anda mungkin juga menyukai