Anda di halaman 1dari 116

MAKNA MUSIK GEREJA TERHADAP

RELIGIUSITAS JEMAAT
UMAT KRISTEN
(Studi Atas Gereja Ekklesia Kalibata Timur Jakarta Selatan)

SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Agama (S. Ag)

Oleh:
Khairul Ulam
NIM: 1112032100038

PRODI STUDI AGAMA-AGAMA

FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1440 H/2019 M
LEMBAR PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini:


Nama Khairul Ularn
NIM 1112032100038
Fakultas Ushuluddin
Jurusar/Prodi Studi Agarna-Agarna
Alamat Rumah Jl. SDN II Dsn. Konkokon RT 008/015 Desa Kertagena
Tengah Kecamatan Kadur Kabupaten Pamekasan
Telp/HP 0878-5065-0665
Judul Skripsi Makna Musik Gereja Terhadap Religiusitas Jemaat Umat
Kristen (Studi Atas Gereja Ekklesia Kalibata Timur Jakarta
Selatan)

Dengan ini saya menyatakan bahwa:


l. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar stlata satu (S-1) di Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penrrlisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan (etentuan yang berlaku di Universitas Islam Neger.i (UIIJ)
Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa saya ini bukan hasil karya asli saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta.
ABSTRAK

Khairul Ulam
Makna Musik Gereja Terhadap Religiusitas Jemaat Umat Kristen ( Studi
Atas Gereja Ekklesia Kalibata Timur Jakarta Selatan )
Musik di dalam ibadah Kristen adalah merupakan media seni untuk berk-
omunikasi dengan Tuhan dan untuk menyatakan isinya nyanyian keimanan kepa-
daNya, dan dapat pula menjadi media komunikasi dengan sesama umat Kristen
dalam menyatakan rasa persekutuan, sehingga boleh dikata “orang Kristen tidak
dapat dipisahkan dari kegiatan memuji dan bernyanyi”. Skripsi ini berjudul
“Makna Musik Gereja Terhadap Religiusitas Jemaat Umat Kristen” merupakan
penelitian lapangan yang lebih memfokuskan bagaimana makna musik terhadap
religiusitas umat Kristen sebagai bagian dari objek penelitian.
Penelitian ini menggunakan metode pendekatan Psikologi Agama.
Pengumpulan data dilakukan dengan metode observasi, interview atau wa-
wancara, dokumentasi. Analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif
kualitatif.
Hasil penelitian memperlihatkan bahwa bentuk-bentuk musik yang ada di
Gereja Ekklesia Kalibata Jakarta Selatan bila dilihat dari jenis nyanyian yang ser-
ing digunakan adalah Kidung Jemaat, Pelengkap Kidung Jemaat, Nyanyian Ro-
hani, Gita Bakti,Kidung Muda-mudi, Kidung Ceria, dan Mazmur. Isi nyanyian di
Gereja Ekklesia Kalibata Jakarta Selatan untuk menghadap Allah, pelayanan fir-
man Tuhan, pelayanan khusus, waktu dan musim, sedangkan fungsi musik terse-
but adalah sebagai sarana untuk memuji tuhan, sarana untuk persekutuan, sebagai
pemohonan, nasehat atau ajakan/dorongan, sebagai sarana hiburan. Musik atau
lebih khusus nyanyanyian selalu berhubungan dengan kehidupan manusia, apa
pun jenis musik jenis musik yang disukai dan digemari bila didengarkan dan dini-
kmati secara terus-menerus, cepat atau lambat akan mengakibatkan pengaruh ter-
tentu, seperti nyanyian gereja bagi jemaat Gereja Ekklesia Kalibata Jakarta Se-
latan mempengaruhi terhadap tubuh, emosi, intelektual dan kerohaniannya.
Adapun makna musik dalam ibadah umat Kristen adalah sebagai sarana
manusia untuk lebih mendekatkan diri kepada sang pencipta, dan pelaksanaan
nyanyiannya mempunyai pengaruh juga terhadap relgiusitas jemaat di Gereja
Ekklesia Kalibata Jakarta Selatan yaitu terhadap dimensi keyakinan, pengetahuan,
pengalaman, konsekuensi, serta dimensi praktik/peribadatan. Dari pengaruh yang
ditimbulkan nyanyian jemaat terhadap religiusitas seseorang, khususnya subjek
penelitian ini maka terbukti bahwa nyanyian dalam ibadah umat Kristen menarik
bagi para pendengarnnya dan memotivasi mereka untuk menyelaraskan dengan isi
nyanyian tersebut.

Keyword: Musik, Religiusitas, Kristen

v
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah Segala puji syukur penulis panjatkan kepada Allah Swt,

yang telah memberikan hidayah serta inayah-Nya kepada penulis melalui

pertolongannya skripsi ini terselesaikan dengan baik yang berjudul “MAKNA

MUSIK GEREJA TERHADAP RELIGIUSITAS JEMAAT UMAT KRISTEN

(Studi Atas Gereja Ekklesia Kalibata Timur Jakarta Selatan)”. Shalawat serta

salam semoga tetap tercurahkan untuk baginda Nabi Muhammad Saw, sebagai

suri teladan bagi ummat seluruh dunia ini hingga akhir zaman.

Penulis menyadari dalam penyelesaian skripsi ini tidak lepas dari

rintangan dan kebimbangan yang harus dihadapi. Penulis yakin tanpa adanya

bantuan, dorongan dan bimbingan dari berbagai pihak, tidaklah mungkin skripsi

ini dapat terselesaikan dengan baik. Baik itu bantuan secara moril ataupun

material selama menempuh perkuliahan pada jenjang Strata Satu (S1) Fakultas

Ushuluddin Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatulah Jakarta. Dengan penuh

rasa hormat, dalam kesempatan ini penulis bermaksud menyampaikan ucapan

terimakasih tak terhingga kepada:

1. Keluarga tersayang, Ibunda Barsiti dan Ayahanda Muraji, mbak, kakak

dan adik. Terutama kepada kedua orang tua yang penulis cintai dan

hormati sepanjang hidup, dengan rasa cinta dan kasih sayang mereka

secara tulus telah mengurus, membesarkan dan mendidik penulis sehingga

vi
hari ini. Munajat doanya di setiap waktu telah memberikan kekuatan lahir

dan batin dalam mengarungi bahtera kehidupan.

2. Ibu Prof. Dr. Amany Burhanuddin Lubis, MA, selaku Rektor Universitas

Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Dr. Yusuf Rahman, MA selaku dekan Fakultas Ushuluddin Universitas

Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta;

4. Dr. Media Zainulbahri, MA dan Dra. Halimah SM, MA selaku ketua dan

sekretaris Program Studi Agama-Agama;

5. Dr. H. Lebba, S.ag, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah sabar

membimbing penulis hingga tersusun skripsi ini;

6. Ibu Dra. Hj. Hermawati, MA, sebagai penguji dalam ujian kompre, yang

telah meluangkan waktu, tenaga pikiran dan kesabaran dalam menguju.

Sehingga penulis dapat menyelesaikan dan lulus dalam ujiannya.

7. Bapak Ibu Dosen FakulasUshuluddin dan pimpinan Perpustakaan

Fakultas, Perputakaan Utama beserta stafnya yang telah memberikan izin

dan layanan kepustakaan yang diperlukan dalam penyusunan skripsi ini;

8. Petugas Perpustakaan Utama, Perpustakaan Fakultas Ushuluddin,

Perpustakaan Nasional dan Penerbit buku Musik dan Nyanyian Kristen

BPK Gunung Mulia yang telah menyediakan referensi dalam bentuk buku

yang dibutuhkan oleh penulis.

9. Pengurus Gereja Ekklesia Kalibata Jakarta Selatan, Bapak Edison Sanaki

selaku narasumber yang selalu menyambut kedatangan penulis dan tidak

segan-segan memberikan apapun yang penulis butuhkan dalam skripsi ini.

vii
10. Para narasumber, baik pendeta, tokoh, guru, semua jajaran di Kelurahan

Kalibata dan penganut agama Kristen di Gereja Ekklesia Kalibata Jakarta

Selatan selaku narasumber yang menyambut kedatangan penulis dengan

ramah, baik, dan tidak segan-segan memberikan informasi, masukan yang

penulis butuhkan dalam skripsi ini.

11. Sahatib, selaku paman yang selalu hadir untuk menguatkan dalam

membantu memberikan arahan, motivasi dan bimbingan moril dalam

menyelesaikan penulisan skripsi ini.

12. Kanda Sabran Sanaf S.Psi, Kanda Idris Hemay M.Si, Kanda Abdus Saleh

Meller S.Ag, Kanda Helmiyono, Kanda Muhawi S.Pd, Kanda Sapraji

S.Th.I, Kanda Kurniyadi, S.Sos, Kanda Supriyono Hemay S.S, Kanda

Suhardi S.Sos, Kanda Sutarji, Kanda Herman Siswanto, Kanda Abdul

Wafi, Kanda KholiliS.Si, Yunda Suliyati Sanaf S.Th.I, Yunda Nia

Trisnawati M.Pd, Yunda Atifatul Uyun Elvas, selaku senior yang selalu

memberikan bimbingan dan arahan dalam menyelesaikan penulisan skripsi

ini.

13. Sahabat-sahabat terdekat Prodi Studi Agama, Aqidah Filsafat Islam, Tafsir

Hadis, dan Komunitas anak Madura Kampung Utan, Moh Faisal As’adi,

S.Sos, Khairil Anwar, Bambang Romaidi, Ihwanul Arifir Rahman, Hendri

Purnawan, Walid, Achmad Sufaili Muslim, Mohammad Rifky Nuris,

Muniri, Achmad Rofiq, A. Saiful Rijal, Mohammad Farid, Very Prima,

Robiatun Jamilah, Ilma Inayah Diana, Kurratul Aini, Nita Nur Ningsih,

Nory Fitriani Fajrin dan sahabat jurusan Jamiludin S.Ag, Fauzan Aziz

viii
Maulana, S.Ag, Ahmad Fauzi, Hidayatullah, MohSyafiq,

ElvitaFatchiyyatus Sa’adah, dan seluruh angkatan 2012.

Teriring doa, semoga segala kebaikan semua pihak yang membantu

penulis dalam penyusunan skripsi ini diterima oleh Allah SWT. Semoga

ilmu yang telah Allah berikan kepada manusia dapat memberikan manfaat

dan kontribusi yang nyata bagi lingkungan dan agama. Penyusun juga

merasa bahwa dalam skripsi ini terdapat banyak kekurangan, untuk itu

saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan.

Jakarta, 13 April 2019 M

Penulis

ix
DAFTAR ISI

LEMBAR JUDUL............................................................................................i
LEMBAR PERNYATAAN .............................................................................ii
LEMBAR PERSETUJUAN ............................................................................iii
LEMBAR PENGESAHAN ..............................................................................iv
ABSTRAK........................................................................................................v
KATA PENGANTAR ......................................................................................vi
DAFTAR ISI ....................................................................................................x
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .......................................................................1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ....................................................9
C. Tujuan Penelitian ................................................................................9
D. Manfaat Penelitian ...............................................................................10
E. Tinjaun Pustaka ....................................................................................11
F. Metode Penelitian.................................................................................13
G. SistematikaPenulisan ............................................................................16

BAB II GAMBARAN UMUM MUSIK GEREJAWI DAN NYANYIAN


JEMAAT DALAM IBADAH KRISTEN
A. Pengertian Musik .................................................................................18
B. Musik Gerejawi ....................................................................................20
a. Definisi Musik Gerejawi .......................................................20
b. Bentuk Musik Gerejawi ........................................................22
C. Pengertian Nyanyian Jemaat .................................................................25
D. Bentuk Nyanyian Jemaat ......................................................................26
a. Mazmur ................................................................................26
b. Kidung Pujian (Himne) .........................................................27
c. Nyanyian Rohani ..................................................................28
d. Lagu Rohani Komtemporer ...................................................29

x
BAB III MUSIK DALAM IBADAH UMAT KRISTEN DI GEREJA
EKKLESIA KALIBATA TIMUR
A. Sejarah Musik Gereja ...........................................................................31
B. Sejarah Pertumbuhan Dan Perkembangan Gereja Ekklesia ...................36
C. Letak Giografis Kelurahan Kalibata .....................................................45
D. Korelasi Musik dengan Ibadah .............................................................49
E. Kedudukan Musik dalam Ibadah ..........................................................54

BAB IV MAKNA MUSIK JEMAAT DALAM IBADAH UMAT KRISTEN


A. Jenis-Jenis Musik di Gereja Ekklesia ....................................................57
B. Isi Musik di Gereja Ekklesia .................................................................63
C. Makna Musik Gereja dalam Ibadah Jemaat Umat Kristen .....................67

BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ..........................................................................................87
B. Saran ....................................................................................................90
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................92
LAMPIRAN .....................................................................................................

xi
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Keberadaan agama sebagai salah satu tanda perkembangan peradaban

manusia pun erat memiliki hubungan yang nyata dengan musik. Kehidupan

sebuah agama tidak mungkin dilepaskan dari identitasnya. Identitas 1 dari

sebuah hidup keagamaan adalah spiritualitas, yakni adanya iman kepercayaan

yang terwujud dalam praktek beserta motivasi-motivasi yang mendorong

terwujudnya praktek keagamaan tersebut.

Kekristenan dikenal sebagai agama yang bernyanyi, bahkan ada

ungkapan yang menyatakan “Jemaat Kristen adalah jemaat yang menyanyi”.

Hal ini dilatarbelakangi oleh fakta bahwa dalam ibadah atau liturgi Kristen

terdapat satu unsur yang sangat mencolok yaitu nyanyian. Nyanyian

merupakan bagian dari musik gereja yang menjadi salah satu saka guru liturgi

gereja. 2 Pelaksanaan liturgi Kristen di gereja maupun di tempat-tempat lain

tidak pernah lepas dari unsur nyanyian. Boleh dikata, seluruh denominasi

Kristen menggunakan nyanyian dalam liturginya.

Keindahan dalam musik terjadi bukan saja atau sama sekali akibat

kebutuhan manusia, tetapi karena kesadaran manusia akan bunyi dan waktu.

Kesadaran-kesadaran tersebut membentuk perbandingan-perbandingan dan

1
Identitas adalah ciri-ciri atau keadaan khusus seseorang atau jati diri; kekhasan dari
sebuah organisasi.
2
Mawene, Gereja yang Bernyanyi (Yogyakarta: Penerbit ANDI,2004), h.42.
1
2

perbedaan-perbedaan. 3 Oleh karena kesadaran tersebut, musik memiliki

beberapa fungsi didalam kehidupan manusia, yakni musik berfungsi sebagai

media ekspresi, hiburan, pendidikan, ekonomi/industri iringan tarian, upacara,

religi dan lain sebagainya.

Musik memiliki peran yang sangat penting dalam liturgi Kristen,

sehingga secara ekstrim dapat dikatakan bahwa liturgi Kristen adalah sebuah

musical event. Sifat musikal ini merupakan satu keunikan dan kekuatan

tersendiri dari liturgi Kristen. “Musik adalah cetusan ekspresi isi hati yang

diungkapkan dalam bentuk bunyi yang bernada dan berirama, khususnya dalam

bentuk lagu dan nyanyian.”4 Musik dapat membuat seseorang menjadi tenang

atau bersemangat, anggun atau kasar, rasional atau emosional yang tak

terkendali, tergantung dari pengaturan proporsinya. Musik dapat membantu

proses ibadah karena lebih bersifat ekspresif dibandingkan dengan hanya

sekedar berbicara. Dalam musik, segala perasaan dapat diungkapkan dengan

intensitas yang jauh lebih tinggi dan diekspresikan melalui nada-nada, tempo,

dan irama. 5

Dalam kehidupan Kristiani, musik memiliki peran yang sangat besar,

bahkan sangat berperan aktif dalam setiap ritual keagamaan mereka sehingga

sulit dipisahkan dari kehidupan iman. Musik dan nyanyian menjadi sebagian

dari acara kebaktian, sama nilainya dengan doa dalam acara kebaktian. Musik

juga dianggap sebagai bagian dari upacara penyembahan, karena Allah

3
Hardjana, Estetika Musik (Jakarta: Depdikbud, 1983), h. 75.
4
Mawene, Gereja yang Bernyanyi, h.1.
5
Winnardo Saragih, Misi Musik: Menyembah atau Menghujat Allah (Yogyakarta:Penerbit
ANDI, 2008), h.89.
3

dipermuliakan melalui lagu-lagu pujian dari hati yang bersih dipenuhi dengan

kecintaan dan penyembahan kepada-Nya. 6

Musik bahkan menjadi ciri peribadatan dalam Agama Kristen, doa-doa

dan pujian dilantunkan dengan irama terasa lebih merasuk kalbu, sehingga

seseorang yang mengungkapkan doanya, menjadi lebih menjiwai doa tersebut

secara mendalam dan penuh penghayatan.

Sebagaimana dikutip oleh Alwi Shihab, John Crysostom, seorang

pemuka Agama Kristen yang hidup pada masa abad 4 M begitu memberikan

penghargaan terhadap musik dan mengungkapkan: “tiada sesuatu, selain

aransemen musik dan nyanyian agama, yang dapat meninggikan derajat akal,

memberinya sayap untuk meninggalkan bumi dan melepaskannya dari

belenggu jasmani serta menghiasinya dengan rasa cinta kepada kearifan”. 7 Dari

pernyataan Crysostom tersebut dapat tergambarkan bagaimana musik mampu

membawa jiwa manusia untuk mereguk pengalaman-pengalaman diluar dirinya

yang tidak biasa, bahkan hingga melewati batas jasmaniyahnya.

Psikologi musik, berperan dalam kejiwaan seseorang yakni

mempengaruhi pola berfikir, intelegensi seseorang dalam dunia pendidikan dan

musik berperan dalam suatu terapi kesehatan.8 Peranan-peranan dalam

psikologi musik tersebut, pada intinya musik memiliki pengaruh atas kejiwaan

seseorang. Ketika seseorang mengikuti suatu peribadatan, maka seseorang akan

6
Ohn Handel, Nyanyian Lucifer-ikhwal Penciptaan, Pengaruh terhadap Kerohanian dan
Kejiwaan (Yogyakarta: Yayasan Andi, 2002), h. 87.
7
Alwi Shihab, Islam Inklusif (Bandung: Mizan, 1999), h. 214.
8
Djohan, Psikologi Musik (Yogyakarta: Best Publisher, 2009), h. 22.
4

dapat lebih memaknai ketika musik yang dibawakannya sesuai dengan karakter

lagu yang dibawakannya.

Berdasarkan penjelasan tersebut, pada intinya musik memiliki fungsi

sebagai sarana peribadatan. Pemakaian musik Gereja dalam ibadah juga

merupakan bagian dalam ibadah, bukan hanya sekedar sarana. M. Alferd

Bischel “music has both sacramental and sacrificial overtunes” (musik

memiliki unsur yang bersifat sakramen dan persembahan).9 Dengan begitu

musik dan nyanyian, berperan dalam hal pembangunan dan pertumbuhan iman

serta kehidupan umat kristen sebagai jemaat atau sebagai anggota tubuh

kristus. Melalui musik dan nyanyian, jemaat dapat mengekspresikan kasih

persaudaraan dan persatuan diantara sesama saudara seiman. Maka musik

ibadat Kristiani tidak dapat terpisahkan dari tempat orang berkumpul dari

Gereja pembangunan, dari seni rupa,bahasa, gerak-gerik, musik dan tari.

Wilson menyatakan bahwa musik Gereja adalah musik yang berkembang

dikalangan Kristen10 terutama dilihat dari penggunaannya dalam ibadah

Gereja. Lebih jauh menurut Mawene, musik Gereja merupakan isi hati orang

percaya yang diungkapkan dalam bunyi-bunyian yang bernada dan berirama

secara harmonis, anatara lain dalam bentuk lagu dan dinyanyikan.11

Musik menggunakan bunyi sebagai materi, mempunyai bentuk melodi.

Musik merupakan produk budaya yang tertinggi atau merupakan keindahan

9
Tanudjaja Royandi, Musik dalam Ibadah (Jakarta: Grafika Kreasindo, 2012), h. 98.
10
Tanudjaja Royandi, Musik dalam Ibadah, h. 54.
11
Tanudjaja Royandi, Musik dalam Ibadah, h. 60.
5

seni yang tertinggi. 12 Pentingnya musik dalam sebuah peribadatan Gereja

dikarenakan sebagian porsi ibadah Gereja memiliki unsur musik, baik musik

vocal maupun instrumental. Menurut Marthin Luther, seorang tokoh Gereja

Protestan era reformasi mengungkapkan bahwa Gereja yang baik adalah Gereja

yang bernyanyi13.

Gereja yang bernyanyi, memiliki unsur musik yang saling keterkaitan

dengan Gereja dalam hal pengembangan kehidupan spiritual, sumber daya,

organisasi Gereja, mentalitas keahlian, integritas keteladanan umat beriman

yang harus senantiasa dipikirkan oleh Gereja sebagai organisasi. Dengan

begitu, musik menjadi latar theologi dalam mendidik umat dengan tujuan untuk

mencerdaskan umat agar berperilaku yang baik sesuai ajaran Gereja dan

Alkitab, dalam tujuannya pengkabaran Injil dikemas didalam bentuk nyanyian

sehingga akan mempermudah para jemaat dalam memahami apa yang

terkandung dan apa yang disampaikan didalam kitab Injil.

Adapun seruan untuk bernyanyi terdapat dalam al kitab kolase yang

memperlihatkan bahwa nyanyian mempunyai fungsi didaktis (pengajaran)

dalam menanamkan firman kristus, yang berbunyi “......dan berkata-katalah

seseorang kepada yang lain dalam mazmur, kidung puji-pujian dan nyanyian

rohani. Bernyanyi dan bersoraklah bagi Tuhan dengan segenap hati. (Efesus 5

: 19)”. Mengingat iman Kristen adalah iman yang selalu memuji-muji Tuhan,

iman yang tidak dapat terpisahkan dari menyanyi ataupun nyanyian. Nyanyian

12
Tamara Adriani Salim, “ Efek Musik dalam sajak Liris Chanson D’Automne dan
Serenade Karya Paul Verlane”, skripsi Sarjana Pendidikan (Jakarta: Perpustakaan UI, 1989), h. 1.
13
Tanudjaja Royandi, Musik dalam Ibadah, h. 46.
6

telah memerankan peran utama dalam kehidupan umat Kristen, menyanyi

merupakan perintah Al-kitab, Alkitab memerintahkan untuk menyanyi bagi

Tuhan, Tuhan memerintahkan umatnya untuk menyanyi, Tuhan ingin umatnya

menyanyikan lagu-lagu puji-pujian untuknya. Jadi karena perintah dari blibikal

ini, kekristenan menjadi iman yang menyanyi.

Di Gereja masa kini, sentuhan kepada tiap jemaat menjadi satu

penekanan penting dalam mengadakan peribadatan atau acara khusus yang

merupakan program gereja. Jemaat yang tak jarang datang dengan membawa

beban psikologis mengharapkan satu penyegaran iman dengan apa yang

disajikan oleh Gereja. Dengan realita ini, tuntutan bagi gereja masa kini adalah

menyajikan suatu ibadah yang dirasa mampu memenuhi kebutuhan jemaat

tanpa meninggalkan nilai-nilai kekristenan atau esensi utama yang ada dalam

Injil. Gereja masa kini dituntut untuk senantiasa memperbarui diri guna

memenuhi kebutuhan anggotanya sebagai jawaban atas tugas dan

panggilannya. Pemenuhan kebutuhan ini dapat diberikan lewat pemilihan

tema-tema yang berkaitan langsung dengan realita keseharian jemaat,

penyajian khotbah yang tidak membosankan, variasi ibadah, dan penyajian

musik Gereja yang mampu mengekpresikan diri jemaat.

Masalah yang banyak ditemui oleh gereja di masa kini adalah

berpindahnya anggota jemaat yang ada di suatu gereja ke gereja yang lain

dengan salah satu alasan tidak didapatinya rasa bersekutu dengan Allah yang

intim lewat nyanyian jemaat dan musik gereja yang ditampilkan dalam
7

ibadah. 14 Jemaat yang merasa kering ketika pujian yang dilantunkan tidak

dapat mengekpresikan kerinduannya untuk beribadah dan tidak mempu

menyentuh emosinya lebih memilih untuk mengikuti ibadah yang dadakan oleh

gereja lain, yang dinilai lebih mampu mengakomodasi kebutuhannya untuk

bersekutu bersama Allah. 15 Permasalahan ini juga saya temukan pada saat

menyaksikan langsung jalalannya Ibadah di Gereja Ekklesia Kalibata Jakarta

Selatan, yaitu banyaknya bangku yang kosong saat Ibadah Minggu.

Permasalahan musik gereja memang tidak menjadi faktor utama berpindahnya

jemaat Gereja Ekklesia Kalibata ke gereja lain, tetapi salah satu hal yang

menyebabkan jemaat (terutama kaum muda yang telah menempuh pendidikan

di luar kota) merasa lebih nyaman beribadah di gereja lain adalah rasa kurang

mendapatkan sentuhan lewat pujian dan musik yang disajikan oleh gereja.

Seorang Pendeta di Gereja Ekklesia mengatakan bahwa nyanyian jemaat

yang ada pada saat ini sudah tidak mampu mewakili kerinduan jemaat untuk

memuji karena terjemahan yang kurang bisa dipahami oleh jemaat awam.

Perihal pemilihan nyanyian jemaat, terjadi pertentangan antara jemaat tua yang

masih mempertahankan nyanyian lama dan jemaat muda yang menginginkan

lagu pujian kontemporer rohani yang bersifat lebih dinamis dalam hal pola

ritmik, progresi melodik, dan harmoniknya.

Jelaslah di sini, bahwa musik jemaat mempunyai makna dan kekuatan

yang sangat mendukung kelangsungan ibadah dalam umat Kristen. Nyanyian

melibatkan partisipasi langsung seluruh umat, baik untuk nyanyian ordinarium

14
W. Saragih, Misi Musik: Menyembah atau Menghujat Allah, h. 90.
15
Wawancara dengan Ibu Ria Patty, sebagai kantoria sekaligus sebagai jemaat di Gereja
Ekklesia Kalibata, pada tanggal 04 November 2018 di Gereja Ekklesia Kalibata Jakarta Selatan.
8

maupun nyanyian proprium. Konsepsi partisipasi jauh lebih luas dan bermakna

karena seluruh umat dengan segala keberadaannya ikut masuk dan menghayati

liturgi ibadah, membentuk penyembahan yang sakral dan rohani, menggiring

umat untuk mengalami hadirat Tuhan. 16

Dengan demikian jelaslah, bahwa musik mempunyai peran yang sangat

penting dalam ibadah. Melalui musik, energi dan gaya penyembahan

diekspresikan dalam nuansa yang ada pada umat: kegembiraan, kekhidmatan,

dan keagungan, bahkan kepedihan sekalipun; artinya, penyembahan bukan

hanya dengan respon fisik (saja), yang cenderung berupa luapan emosi, disertai

tepuk tangan, sorak-sorai yang riuh dengan lompatan-lompatan dan

semacamnya, hal yang tidak biasa dalam ibadah liturgi di kalangan gereja

protestan tradisi, tetapi hanya dengan postur atau sikap tubuh disertai suara

yang ekspresif pun sudah dapat menandai umat berada di dalam hadirat Allah.

Dengan mengamati sikap umat secara langsung pada saat beribadah, dan

mengadakan ibadah wawancara secara random atas anggota jemaat aktif, baik

majelis, pemusik, penyanyi, anggota paduan suara, dan jemaat awam, penulis

tertarik meneliti secara khusus tentang bagaimana sesungguhnya jemaat Gereja

Akklesia Kalibata Timur memahami dan menyadari, rangkaian ibadah yang

disusun dalam tata liturgi adalah penyembahan yang utuh, musik jemaat

mendorong, mendukung, dan menguatkan sehingga hati dan pikiran umat

tertuju kepada Allah. Dan untuk penulisan hasil penelitian ini, penulis memberi

judul: “Makna Musik Gereja Terhadap Religiusitas Jemaat Umat Kristen”.

16
E. Martasudjita Pr, Penyajian Musik Gereja Dalam Perayaan Liturgi Musik Gereja
Zaman Sekarang (Yogyakarta: PML A-63, 2009), h 49.
9

A. PEMBATASAN DAN RUMUSAN MASALAH

Dari pembatasan masalah tersebut penulis merumuskan beberapa

pertanyaan penelitian yang akan dijawab dalam analisis dan kesimpulan

penelitian. Pertanyaan yang akan diajukan dalam penelitian untuk skripsi ini

adalah:

1. Apa saja jenis-jenis musik yang ada di Gereja Ekklesia Kalibata Jakarta

Selatan ?

2. Bagaimana makna musik terhadap religiusitas jemaat bagi umat Kristen

di Gereja Ekklesia Kalibata Jakarta Selatan ?

B. TUJUAN PENELITIAN

Agar menghasilkan pembahasan yang jelas dan konkret, maka penelitian

skripsi ini memiliki tujuan untuk:

a. Untuk memperkaya kajian ilmu Studi Agama-agama khususnya di

bidang keagamaan yang mencangkup tentang sejarah musik dalam

Agama Kristen, Cara beribadah jemaat Kristen, kepentingan nyanyain

dalam ibadah umat Kristen dan lain-lain sebagainya.

b. Untuk membantu memberikan gambaran kepada pembaca, dan

masyarakat tentang pemahaman dan tujuan dari nyanyian yang ada

dalam Agama Kristen secara umum dan khusus. Serta untuk mengetahui

apa saja makna yang tersurat dan tersirat dibalik sebuah nyanyian atau

musik dalam Ibadah umat Kristen. Selain itu, penelitian ini diharapkan

dapat memberikan masukan atau pertimbangan bagi kerukunan umat

beragama dan kemajemukan budaya yang ada. Dan penelitian ini juga
10

diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan rujukan untuk penelitian-

penelitian selanjutnya dan juga dapat dijadikan sebagai bahan referensi

atau komparasi bagi para peneliti lain.

c. Manfaat akademis penelitian skripsi ini adalah sebagai syarat

mendapatkan gelar kesarjanaan di Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta dan menunaikan kewajiban mahasiswa untuk

meneliti di masyarakat dan perguruan tinggi penulis.

C. MANFAAT PENELITIAN

Adapun manfaat yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut:

a. Untuk mengetahui jenis-jenis musik yang ada di Gereja Ekklesia

Kalibata Jakarta Selatan.

b. Untuk mengetahui alasan penting makna musik dalam penyembahan

Ibadah umat Kristen di Gereja Ekklesia Kalibata Timur.

D. TINJAUAN PUSTAKA

Setiap penelitian harus berpegang teguh pada asas orisinalitas,

autensitas, dan kontekstualitas (baru dan belum pernah diteliti). Melihat hal-hal

tersebut, maka penulis melakukan kajian kepustakaan untuk menguji bahwa

penelitian ini benar-benar baru dan autentik.

Mengenai pembahasan yang berkenaan dengan pengaruh nyanyian

terhadap kekhusyukan ibadah umat Kristen, sudah ada yang penulis temui,

namun dari beberapa yang penulis temui baik yang berupa buku, skripsi,

artikel, maupun yang lainnya belum penulis temukan yang spesifik dan
11

komprahensif yang mengkaji tentang pengaruh nyanyian. Dari hasil

penulusuran penulis ditemukan beberapa hasil penelitian yang terkait dengan

tema yang akan diteliti, di antaranya sebagai berikut adalah:

Pertama, Peran Musik Iringan dan Pemandu Nyanyian Jemaat dalam

Ibadah di GKJ Wonosobo, disusun oleh Kristian Satriyo Arwanto Mahasiswa

Fakultas Bahasa dan Seni. Universitas Negeri Yogyakarta 2014. Dalam skripsi

ini mendeskripsikan peran musik iringan dan pemandu nyanyian jemaat dalam

ibadah di GKJ Wonosobo, yang difokuskan pada peran musik iringan dan

pemandu nyanyian jemaat didalam melodi, irama, harmoni dan ekspresi lagu

lagu dalam ibadah di GKJ Wonosobo tersebut.17

Kedua, Skripsi yang ditulis oleh Wiranti Dwi Pangesti, dengan judul

”Nyanyian Gereja Kristen Jawa”, (2017)”. Pada intinya skripsi ini membahas

bagaimana peran nyanyian dalam agama Kristen yang merupakan bentuk

media seni untuk berkomunikasi dengan Tuhan dan untuk menyatakan isi

keimanannya, dan dapat pula menjadi media komunikasi dengan sesama umat

dalam menyatakan rasa persekutuan, sehingga boleh dikatakan “umat Kristiani

tidak dapat dipisahkan dari kegiatan memuji dan menyanyi”. Skripsi ini berisi

4 bab, yang pembahasan utamanya tentang gambaran umum tentang nyanyian

dan GKJ Gondokusuman Yogyakarta, Nyanyian di GKJ Gondokusuman

17
Kristian Satriyo Arwanto, Peran Musik Iringan dan Pemandu Nyanyian Jemaat dalam
Ibadah di GKJ Wonosobo, Skripsi Fakultas Bahasa dan Seni, UNY, 2014.
12

Yogyakarta, serta Makna dan Pengaruh Nyanyian Gereja Jawa Terhadap

Religiusitas Jemaat Di GKJ Gondokusuman Yogyakarta.18

Dari skripsi Wiranti Dwi Pangesti di atas di fokuskan untuk meneliti

tentang GKJ Kristen jawa, jadi untuk nyanyian-nyanyian yang digunakan

dalam ibadahnya yaitu memakai nyanyian jawa dan hanya sedikit nyanyian

umum yang digunakan dalam gereja kristen jawa Gondokusuman tersebut.

Skripsi yang saya akan teliti ini yaitu di Jakarta yang lebih memfokuskan

bagaimana makna pengaruh musik dan otomatis gereja ini menggunakan

nyanyian bahasa Indonesia dan juga ada campuran bahasa Inggrisnya. Objek

penelitian sebelumnya fokus utamanya adalah pengaruh musik tembang jawa

atau nyanyian jawa maka disini kemudian penelitian ini memakai nyanyian

bahasa Indonesia, di akhir penelitian ini nanti akan membedakan apakah ada

makna dan pengaruh musik antara menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa

Inggris terhadap religiusitas jemaat umat Kristen.

E. METODE PENELITIAN

Adapun teknik penulisan yang digunakan dalam penulisan skripsi ini

adalah metode kualitatif. Tujuannya adalah menjelaskan, memahami dan

menganalisa secara mendalam. Metode penelitian kualitatif menurut Sugiyono

ialah metode yang digunakan untuk meneliti kondisi objek yang alamiah,

dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci, teknik pengumpulam data

dilakukan secara trianggulasi yaitu gabungan dokumentasi pustaka atau

fotografi, wawancara dan observasi lapangan. Analisa data bersifat induktif

18
Wiranti Dwi Pangesti, Pengaruh Nyanyian Terhadap Religiusitas Jemaat di Gereja
Kristen Jawa Gondokusuman Yogyakarta, Skripsi Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam, UIN
Yogyakarta, 2017.
13

dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna dari pada

generalisasi. 19 Data penelitian ini diperoleh melalui :

a) Penelitian Kepustakaan (Library Research)

Penggunaan penelitian ini penulis maksudkan dalam upaya

merumuskan definisi, pendapat, teori-teori yang ada hubungannya dengan

masalah yang dibahas serta untuk memperkuat atau melemahkan sebuah

argumentasi dan penulis mengadakan studi kepustakaan mengenai penelitian

terhadap buku-buku dan media internet yang ada kaitannya dengan

pembahasan skripsi ini.

b) Penelitian Lapangan (Field Risearch)

Data lapangan diperoleh dengan teknik observasi partisipasi. Dan

pengumpulan data primer melalui wawancara (interview) dengan informan

secara mendalam. Tokoh Rohaniawan baik dari Islam maupun Kristen, dan

masyarakat. Dalam wawancara, penulis telah mempersiapkan beberapa

pertanyaan yang ada kaitannya degan skripsi baik yang tertulis ataupun tidak

tertulis.

Cara ini dilakukan untuk memperkuat data dan mendapatkan

keterangan dari individu tertentu untuk keperluan informasi, sikap atau

pandangan dari informan yang di wawancarai khususnya dari pemimpin

Gereja (Pastur), dan Prokantor.

Berdasarkan kelompok bidang keilmuan, penelitian dapat digolongkan

menjadi sangat beragam, pada penulisan skripsi ini dalam melaksanakan

19
Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif (Bandung: CV. Alfabeta, 2005), h. 1.
14

metode penelitian diatas penulis menggunakan yaitu pendekatan psikologi

agama.

Penelitian ini menggunakan pendekatan psikologi agama dalam aspek

pengalaman keagamaan. Psikologi agama adalah cabang dari ilmu psikologi

yang menyelidiki manusia beragama. Obyek psikologi agama adalah manusia

yang keluar ari dirinya menuju Tuhan. Gerak keluar atau relasi itulah yang

dipelajari manusia dalam psikologi agama. Dengan catatan bahwa psikologi

agama hanya dapat menyelidiki segi manusia agama. Hal yang beragama itu

penulis perincikan sebagai sebuah relasi dengan Tuhan yang dihayati

manusia.20

Adapun sebagai pengalaman keagamaan diartikan tingkat manusia

beragama dalam pelaksanaan ajaran agama. Dalam bahasa Dale Cannon

disebut dengan variasi cara-cara beragama yang terdiri dari cara ritus,

perbuatan baik, ketaatan, meditasi (samedi) pecarian mistik dan pencarian

rasional. 21

Dengan ini penulis berharap penuh dapat menghadirkan tulisan yang

menggambarkan bagaimana sesungguhnya makna musik terhadap religiusitas

jemaat umat Kristen, khususnya di Gereja Ekklesia Kalibata Timur.

1. Sumber Data

Menurut Lofland yang dikutip oleh Lexy J. Moleong, sumber data

dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata dan tindakan, selebihnya berupa

tambahan seperti dokumen dan lain-lain. Data dalam penelitian ini adalah

20
Begigna Osu, Psikologi Agama Sebagai Penunjang Katekase (Yogyakarta:
Pradantawidya Kanisius, 1981), h. 3.
21
Dale Cannon, Enam Cara Beragama (Yogyakarta: SUKAPRESS, 2002), h. 160-178.
15

semua data atau informasi yang diperoleh dari objek penelitian yang dianggap

penting dan dokumentasi-dokumentasi yang menunjang penelitian. 22

Adapun data yang penulis gunakan dalam penelitian dibagi dalam dua

bentuk yaitu primer dan sekunder :

a. Data Primer

Menurut S. Nasution data primer dalam penelitian kualitatif adalah data

yang diperoleh langsung dari lapangan atau tempat penelitian Kemudian

Lofland menspesifikan definisi sumber data itu adalah data berbentuk kata-

kata dan tindakan.23

Data primer yang penulis gunakan diperoleh dari para responden ketika

diwawancarai yaitu berupa keterangan dari pihak para jemaat gereja,

pengurus gereja Ekklesia, panitia pelaksanaan ibadah, ketua pengurus gereja

Ekklesia, , dan pendeta yang bersangutan. Sedangkan data berbentuk tindakan

penulis dapat dari hasil observasi dan data berupa dokumentasi di lapangan. 24

b. Data Sekunder

Data Sekunder ini penulis peroleh dari penelusuran terhadap hasil

penelitian sebelumnya yang relevan dan terkait dengan judul skripsi ini.

Adapun bentuknya adalah buku, jurnal, tesis, skripsi, proseding seminar dan

internet (website pemerintah dan lembaga non pemerintah).

22
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2010), h. 3.
23
S. Nasution, Azas-azas Kurikulum (Bandung: Penerbit terate, 1964), h. 34.
24
Data primer berupa hasil wawancara penelitian ini penulis peroleh dari: dari pihak
pengurus gereja Ekklesia, panitia pelaksanaan ibadah, ketua pengurus gereja Ekklesia, sebagian
para jemaat gereja, dan pendeta yang bersangkutan; Sedangkan data primer yang berupa
pengamatan lapangan, penulis peroleh ketika pelaksanaan ibadah minggu dan prosesi observasi
penulis pada bulan Juni, Juli, dan Desember (2017), saat penelitian lapangan.
16

F. SISTEMATIKA PENULISAN

Untuk kemudahan penelitian, penulis membagi menjadi lima bab sesuai

dengan sistimatika penulisan skripsi berdasarkan “Pedoman akademik fakultas

Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta” tahun 2012-2013.

Pada tiap bab terdiri dari sub bab dengan perincian sebagai berikut :

BAB I: Adalah pendahuluan. Dalam bab ini penulis akan memaparkan

latar belakang masalah kenapa memilih tema tersebut sebagai tema penelitian,

batasan dan ru musan masalah, metode penelitian, tujuan dan manfaat

penelitian, tinjauan pustaka dan sistematika penulisan.

BAB II: Pada bab ini akan memberikan pemaparan yang jelas mengenai

gambaran umum tentang musik gereja Ekklesia Kalibata Timur dengan sub-

sub bab: yang pertama, pengertian nyanyian, musik Gerejawi, , pengertian

nyanyian Jemaat, bentuk-betuk nyanyian Jemaat.

BAB III: Memberikan pemaparan mengenai musik dan nyanyian di

Gereja Ekklesia Kalibata Jakarta Selatan dengan sub-sub bab: sejarah nyanyian

Gereja, sejarah Gereja Ekklesia, letak geografis kelurahan Kalibata, korelasi

musik dan nyanyian dalam ibadah, kedudukan nyanyian dalam ibadah.

BAB IV: Pada bab ini merupakan bagian terpenting dari penulisan skripsi,

karena berisikan tentang permasalahan yang penulis angkat dengan beberapa

sub-sub yaitu : jenis-jenis musik di Gereja Kalibata Jakarta Selatan, isi musik

di Gereja Ekklesia Kalibata, Makna Musik Gereja dalam Ibadah Jemaat Umat

Kristen.
17

BAB V: Memberikan kesimpulan dan saran yang dibutuhkan dalam

penulisan karya ilmiah ini.


BAB II

GAMBARAN UMUM MUSIK GEREJAWI DAN NYANYIAN JEMAAT


DALAM IBADAH KRISTEN

A. Pengertian Musik

Pengertian musik banyak sekali yang ditulis oleh para pakar didalam

buku-bukunya. Sekalipun istilah tersebut sudah akrab ditelinga masyarakat

Indonesia, akan tetapi tidak menutup kemungkinan istilah tersebut masih banyak

orang yang mengetahuinya secara definitif.

Musik berasal dari Bahasa Yunani mousike yang diterjemahkan ke dalam

Bahasa Latin musica. Kata benda mousike atau kata sifat mousikos dibentuk dari

akar kata mousa, yaitu nama salah satu Dewi kesenian dan ilmu pengetahuan

dalam mitos Yunani. 1

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Musik dibagi menjadi dua bagian:

1. Musik adalah ilmu atau seni menyusun nada suara dalam urutan

kombinasi dan hubungan temporal untuk menghasilkan komposisi suara

yang mempunyai kesatuan dan keseimbangan.

2. Musik adalah nada atau suara yang disusun sedemikian rupa sehingga

menyandang irama lagu dan harmoni. 2

1
E. Martasudjita, Pengantar Liturgi-makna, Sejarah dan Teologi Liturgi, (Yogjakarta:
Kanisius, 1999), h. 135.
2
Disdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka 1998), h. 609.

18
19

Selain itu, ada beberapa hal definisi music, yang diucapkan atau hasil pemikiran

para ahlinya. Sifatnya memang cenderung subyektif, tetapi minimal dapat

digunakan sebagai bahan perbandingan. Diantaranya adalah :

a. Musik adalah ekspresi dari sesuatu yang agung (Wolfgang von Goethe).

b. Musik adalah bahasa dunia: ia tidak perlu diterjemahkan, dalam music

berbicara kepada jiwa (Dr. Alfred Aurbach, Universitas California).

c. Musik adalah suatu perwujudan yang lebih tinggi daripada segala budi

(Roman Rolland).

d. Musik adalah suatu perwujudan yang lebih tinggi daripada segala budi dan

filsafat (Beethoven).3

Setelah melihat beberapa definisi musik yang dikemukakan dapat ditarik

kesimpulan bahwa musik adalah ungkapan perasaan yang diwujudkan dengan

suara beraturan baik vocal manusia lewat alat-alat musik, itu berarti yang

dikatakan musik itu bukan hanya instrument tetapi juga vocal.4

Jadi musik adalah ekpresi perasaan dan jiwa manusia sebagai fitrahnya

terhadap keindahan yang diungkapkan lewat nada dan irama baik vocal maupun

instrument yang tersusun dalam melodi dan harmoni.

Musik merupakan ekspresi budaya manusia dan mengungkapkan citarasa

keindahan. Musik lahir dari sisi terdalam manusia yang didorong oleh

kecenderungan manusia pada segala yang indah. Memalui perwujudan bentuk


3
Abay D. subama, et al, Islam dan Kesenian. (Majelis Kebudyaan Muhammadiyah
Universitas Achmad Dahlan Lembaga LITBANG: 1995), h. 50.
4
Huzaemah, “Musik sebagai Media Dakwah: Analisa Isi program Syair dan Syair TVRI
Juni-November 2001”, Skripsi Sarjana Pendidikan (Jakarta: Perpustakaan UIN Syarif
Hidayatullah, 2002), h. 25.
20

gagasan atau pesan, musik memiliki daya kekuatan yang langsung dapat

menggerakkan hati dan menyentuh pencipta maupun pendengarnya. 5

B. Musik Gerejawi

1. Definisi Musik Gerejawi

Pada mulanya musik gerejawi dipahami sebatas instrument yang digunakan

untuk mengiringi nyanyian jemaat dan paduan suara di sebuah Gereja. Tetapi

harus dipahami bahwa gerejawi adalah baik musik instrumental, nyanyian,

maupun paduan suara yang menjadi bagian dalam sebuah ibadah. 6 Tidak semua

musik dapat disebut sebagai musik gerejawi jika tidak menjadi bagian dari ibadah

atau liturgi yang ada. Musik membantu seseorang mengahayati perasaannya

termasuk perasaannya tentang Tuhan. Ester Nasrani mengutip suatu pernyataan

Martin Luther dalam artikelnya yaitu musik sebagai anugrah yan diberikan oleh

tuhan, oleh karena itu setiap manusia memiliki tanggung jawab untuk

mengupayakan musik sebagai sarana untuk mengembangkan secara kreatif dalam

ibadah kita.7

Tak jarang musik disebut kunci untuk membangkitkan atau justru

melemahkan semangat sebuah ibadah. Jika musik itu bisa membuat jemaat merasa

berada di sebuah panggung dan mendapatkan porsinya untuk bernyanyi, maka

semangat jemaat dalam menyanyikan pujiannya dibangkitkan. Tetapi jika

5
Mohammad S Hali, “Unsur Musik dalam 3 buah Sajak Khalil Matran”, Skripsi Sarjana
Pendidikan, (Jakarta:Perpustakaan UI, 1998), h. 8
6
Paulus Dian presetya, Peran Nyanyian dan Musik Gerejawi di GKMI Pacangaan,
(Salatiga: Fakultas Teologi UKSW, 2002), h. 14.
7
Ester Gunawan Nasrani, Suatu Tinjauan Teologis dan Historis, diunduh resmi dari
http://www.gpdiworld.us tanggal 16 Juli 2018 pukul 22:25 WIB
21

musikyang ada membuat jemaat merasa di sebuah padang gurun (bernyanyi

seorang diri), justru melemahkan semangat ibadah yang sudah dibawa oleh

jemaat. Oleh karena itu tantangan bagi keberadaan musik gereja adalah membuat

suatu ibadah menjadi pertunjukan bersama, bukan sebagai pertunjukan

sekelompok orang yang bisa memainkan alat musik dan bernyanyi dalam paduan

suara.

Musik gereja yang baik atau tidak tergantung dari kesepakatan bersama

seluruh anggota gereja, apakah mereka menganggap bahwa musik itu penting atau

sekedar menjadi pengiring nyanyian jemaat. Ketika seluruh anggota gereja

berpikiran bahwa musik gerejawi membuat jemaat dapat menghayati unsur liturgi,

nyanyian dan ibadah, serta telah menjadi nyanyian jiwa atau doa hati, maka akan

muncul usaha-usaha untuk menghasilkan suatu musik gerejawi yang lebih baik.

Musik yang baik, akan mengubah suatu ibadah yang rata-rata menjadi ibadah

yang luar biasa dan kemudian manjadi wahana anugerah Allah. 8

Ketika Allah menganugerahkan musik bagi manusia, tentu memiliki maksud

dan tujuan. Tujuan ini tidak lain adalah untuk membantu manusia dalam memuji

Dia. 9 Namun demikian musik tidak boleh manjadi satu pertunjukan yang ditonton

oleh jemaat. Musik harus bisa menjadi suatu tempat di mana emosi dirasakan. Jika

tidak ada perasaan berbeda ketika musik digunakan, maka fungsi utama dari

musik gerejawi tidak terpenuhi. Musik gereja gereja harus diusahakan sebaik

mungkin, tetapi tidak boleh membawa kesan konser dalam peribadatan.

8
Paulus Dian presetya, Peran Nyanyian dan Musik Gerejawi di GKMI Pacangaan, h. 16
9
Lamar Boshman, Musik Bangkit Kembali, (Jakarta: Pekabaran Injil Imanuel, 2001), h. 19
22

2. Bentuk Musik Gerejawi

a. Musik Instrumentalia

Bentuk musik gerejawi yang pertama adalah musik instrumentalia.

Jenis musik ini didefinisikan sebagai instrument musik yang digunakan

untuk mendukung penyelenggaraan sebuah ibadah. Dalam prakteknya

biasa diwujudkan dalam fungsi mengiringi nyanyian jemaat dan fungsi

liturgis. Di dalam Alkitab banyak sekali instrument musik yang digunakan

dalam peribadatan, misalnya gambus kecapi, harpa, seruling, sangkakala,

dsb. Tidak ada satu ayatpun di dalam Alkitab yang membatasi jenis musik

instrumentalia yang boleh digunakan dalam kebaktian. Pada

perkembangannya Organ dipilih sebagai salah satu instrumen yang

digunakan, meskipun demikian, organ bukan dibuat oleh orang barat,

tetapi oleh seorang ahli teknik kebangsaan Yunani bersama Ktesibios abad

ke 3 SM.10

Seiring dengan perkembangan jaman, musikpun turut berkembang

dengan sebutan music komtemporer. Begitu juga halnya dengan music

Gerejawi. Banyak Gereja Protestan yang mulai menggunakan jenis musik

rohani kontemporer dalam peribadatan, seperti halnya nyanyian. Lagu

beganre pop banyak yang digunakan sebagai pengganti himne yang dinilai

sudah tidak relevan bagi kaum muda.11 Usaha gereja untuk menarik

10
Paulus Dian presetya, Peran Nyanyian dan Musik Gerejawi di GKMI Pacangaan, h. 18
11
Winnardo Saragih, Misi Musik: Menyembah aau menghujat Allah
(Yogyakarta:Penerbit ANDI, 2008), h. 90.
23

perhatian kaum muda dengan mengadopsi musik kontemporer agar tidak

berpindah ke gereja lain.

Penyajian musik di dalam gereja sering menjadi penyebab bentrokan

antar generasi. Tidak semua orang dapat mengikuti nyanyian dan merasa

nyaman dengan instrument yang digunakan oleh gereja di masa kini.

Namun demikian, musik Kristen kontemporer sudah menjadi satu bagian

dari Pekabaran Injil yang berusaha menarik perhatian kaum muda.

Tanggapan yang muncul antara lain proses yang diajukan oleh pemimpin

gereja. Mereka menilai musik Kristen kontemporer bukanlah musik yang

diberkati oleh tuhan, karena menimbulkan dampak yang negatif melalui

syair dan penampilan penyanyiannya, sangat duniawi, kurang rohani dan

dipakai untuk mencari popularitas pribadi. 12

Dilema yang dialami gereja masa kini harus dapat disikapi dengan

bijaksana. Musik Kristen kontemporer memang menarik perhatian kaum

muda, tetapi juga harus memperhtikan kebutuhan generasi sebelumnya

dan memberikan penghargaan kepada himne dan mazmur yang menjadi

warisan Kekristenan sejak masa lalu.

b. Musik Vokal

Bentuk musik yang termasuk dalam musik gerejawi adalah musik

Vokal. Musik vokal biasanya berupa nyanyian yang dilagukan oleh

jemaat. Syair akan lebih menyentuh dan mudah dimaknai jika disandarkan

pada sebuah rangkaian melodi menjadi sebuah lagu. Kita sudah mengenal

12
W. Saragih, Misi Musik, h. 91.
24

penggunaan Mazmur, Himne dan nyanyian baru dapat membuat jemaat

membisu karena nyanyian yang sulit. 13

Musik instrumentalia berfungsi untuk mengiringi nyanyian jemaat,

tetapi tidak semua nyanyian harus dibawakan dengan iringan musik. Inilah

yang disebut musik acapella(berasal dari kata alla dan capela) yang

merujuk kepada jenis musik yang digunakan di dalam gereja atau kapel,

yaitu bernyanyi tanpa iringan. Beberapa nyanyian tetap tedengar merdu

meskipun dibawakan tanpa iringan.

Paduan suara merupakan bagian dari musik vokal dalam Gerejawi.

Fungsi utama paduan suara yang benar pada dasarnya adalah untuk

membantu jemaat dalam bernyanyi, misalnya dalam mengenalkan lagu

baru atau lagu yang sulit, sehingga bukan justru berfungsi sebagai

tontonan yang dilihat di depan jemaat. Ini juga membawa pengaruh pada

penempatan paduan suara yang sebenarnya, yaitu dibelakang atau di

tengah-tengah jemaat sehingga pauan suara turut bernyanyi bersama

jemaat.14 Suatu kesalahan jika paduan suara hanya menjadi tontonan atau

mengambil alih semua nyanyian jemaat seperti di abad-abad sebelum

reformasi, nyanyian jemaat sempat kehilangan perannya, karena diambil

oleh pengaruh Roma, nyanyian jemaat diserahkan kepada paduan suara. 15

13
David Ray, Gereja yang Hidup: Ideide Segar Menjadikan Ibadah Lebih Indah, (Jakarta:
BPK Gunung Mulia, 2009), h. 89.
14
White, Pengantar Ibadah Kristen, h. 106.
15
J.L. Ch. Abineno, Unsur-unsur Liturgia: yang Dipakai Gereja-gereja di Indonesia,
(Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2010), h. 107.
25

C. Pengertian Nyanyian Jemaat

Dalam sebuah ibadah Kristen, nyanyian jemaat adalah aktivitas penting

yang sudah melekat bagi umat Kristen sebagai sebuah identitas. Bukan sebuah

keanehan jika orang Kristen bernyanyi, bahkan Kenneth W. Osbeck memberi

pernyataan bahwa iman Kristen adalah iman yang bernyanyi. 16 Nyanyian

Jemaat merupakan pencerminan dari vitalitas spiritual suatu jemaat dan

menjadi respon atas anugerah yang diberikan Tuhan. 17Dengan demikian

Nyanyian Jemaat tidak dapat digantikan oleh pemimpin ibadah, pemimpin

pujian dan paduan suara yang mendominasi, karena ini merupakan bentuk

ekspresi pujian dan penyembahan seluruh anggota jemaat.

Secara psikologis, bernyanyi merupakan kemampuan alami dari setiap

manusia dan yang dapat dinikmati. Jemaat yang bernyanyi tidak hanya

mendatangkan keuntungan bagi tiap pribadi, tetapi nyanyian jemaat merupakan

karakteristik utama yang membedakan.

Kekristenan dari kepercayaan lain. Fakta mencengangkan bahwa anggota

jemaat yang datang dalam ibadah Minggu memiliki tujuan utama untuk

bernyanyi, sedangkan hal teologis berada di urutan kedua, 18maksudnya adalah

banyak anggota jemaat yang datang ke gereja untuk bernyanyi bersama-sama

daripada memperhatikan hal-hal teologis yang ada lewat liturgi dan khotbah.

Melihat pentingnya nyanyian dalam sebuah ibadah, tugas gereja adalah

memilih nyanyian yang bukan merupakan nyanyian kesukaan pendeta,

16
Kenneth W. Osbeck, 101 Hymns Stories, (Michigan: Kregel Publications, 1982), xi.
17
Agastya RamaListya, Kontekstualisasi Musik Gereja, (Salatiga: Fakultas Teologi
UKSW,1999), h. 1.
18
David R. Ray, Gereja Yang Hidup; Ide-ide Segar Menjadikan ibadah Lebih Indah,
(Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2009), h 146.
26

pemimpin pujian, pemain musik atau paduan suara, tetapi menjadi nyanyian

kesukaan jemaat.19

D. Bentuk Nyanyian Jemaat

Bentuk nyanyian di masa Kekristenan mula-mula dapat kita temukan di

surat Rasul Paulus untuk Jemaat Kolose 3:16, yaitu mazmur, kidung pujian dan

nyanyian rohani.

1. Mazmur

Nyanyian Mazmur merujuk kepada sebuah kitab yang ada di

Perjanjian Lama yang pada awalnya kitab ini merupakan kumpulan

dari syair lagu dengan berbagai tema. Mengetahui Kitab Mazmur

adalah kumpulan syair lagu, maka di masa gereja mula-mula cara

membaca kitab ini adalah dengan melagukannya serta dengan

berbalas-balasan antara pemimpin ibadah atau paduan suara dan

jemaat (antiphonal psalmody Pada masa kini, kita menyanyikan

mazmur yang merupakan ayat-ayat Alkitab yang digubah ke dalam

lagu-lagu kontemporer.20 Ada pula cara lain dalam menyanyikan

Mazmur yaitu dinyanyikan oleh seorang solis (direct psalmody),

dinyanyikan bergantian antara solis dan paduan suara (responsorial

psalmody dan beberapa ayat yang merupakan pengulangan

dinyanyikan oleh paduan suara (litanical psalmody).21

19
David R. Ray, Gereja Yang Hidup, h, 151.
20
Bob Sorge, Mengungkap Segi Pujian dan Penyembahan, (Yogyakarta: Andi, 1991), h,
41.
21
Listya, Nyanyian Jemaat dan Perkembangannya, h, 3.
27

2. Kidung Pujian (Himne)

Istilah ini pada awalnya digunakan untuk menyebut himne. Tetapi

pada masa kemudian, pengertian himne dibatasi pada semua pujian

yang digubah menggunakan syair puitis baru yang membedakannya

dengan Mazmur.22 Himne merupakan salah satu ciri khas Kekristenan

mula-mula, karena himne dinyanyikan pertama kali ketika peristiwa

Pentakosta dan setelah jemaat merasa bahwa Mazmur sudah tidak

relevan untuk dinyanyikan pada masa itu. Dalam perkembangannya

tidak hanya himne yang disebut sebagai Kidung Pujian, tetapi

nyanyian-nyanyian pendek berupa pujian dan penyembahan yang

dibuat berdasarkan ucapan Roh Kudus juga disebut sebagai Kidung

Pujian.23

Pada masa kini, himne dapat kita temukan sebagai nyanyian jemaat

yang dibukukan dalam Kidung Jemaat, Pelengkap Kidung Jemaat dan

Nyanyikanlah Kidung Baru yang diterbitkan oleh Yayasan Musik

Gereja (YAMUGER) atau buku-buku lainnya seperti Puji-pujian

Rohani (PPR) yang digunakan GKMI. Oleh banyak gereja di masa

kini, himne mulai banyak ditinggalkan dan digantikan oleh nyanyian

rohani kontemporer yang dinilai lebih kontekstual dan mudah

dipelajari. Tetapi Bob Sorge menyanggah anggapan tersebut dengan

mengutarakan beberapa kelebihan dari himne, antara lain himne

22
Listya, Nyanyian Jemaat dan Perkembangannya, h, 4.
23
Sorge, Mengungkap Segi Pujian, h, 142.
28

memuat banyak tema yang dapat digunakan dalam tiap peribadatan,

himne memiliki syair yang lebih mendalam daripada nyanyian rohani

kontemporer yang ada di masa kini, himne memiliki usia untuk

bertahan lebih lama daripada nyanyian rohani kontemporer, kidung

Pujian atau himne lebih efektif digunakan untuk mengajarkan

Kekristenan kepada generasi penerus, dan himne merupakan warisan

Kekristenan yang penting karena digubah oleh teolog-teolog yang

lebih memahami Firman Tuhan dan mengekspresikannya lewat himne

yang dibuat.24

3. Nyanyian Rohani

Nyanyian rohani merupakan nyanyian yang diciptakan tanpa

bersumber pada ayat-ayat Alkitab. Nyanyian ini merupakan ekspresi

individual yang mencerminkan pengalaman bersama Allah. Di masa

kini, nyanyian rohani banyak dikenal melalui nyanyian gospel yang

liriknya lebih sederhana. Nyanyian ini pada mulanya diciptakan untuk

membantu kaum muda untuk mengekspresikan keinginan mereka

memuji Tuhan dengan bentuk yang lebih mudah dalam kehidupan

sehari hari. Tetapi Saragih berpendapat bahwa nyanyian rohani

merupakan nyanyian dilantunkan berdasarkan tuntunan Roh Kudus

secara spontan.25

24
Sorge, Mengungkap Segi Pujian, h, 143-144
25
Sorge, Mengungkap Segi Pujian, h, 148
29

4. Lagu Rohani Kontemporer

Di masa kini banyak ditemukan lagu rohani kontemporer yang

digunakan gereja sebagai nyanyian jemaat. Nyanyian rohani

kontemporer pada dasarnya merupakan nyanyian rohani yang

dimaskud oleh Rasul Paulus dalam Kolose 3:16. Yang membedakan

nyanyian rohani ini adalah penggunaan lirik yang lebih lugas,

kontekstual, dan struktur melodi yang lebih mudah diingat dengan

irama pop yang bersifat kekinian. Tak jarang penggunaan lagu

kontemporer rohani ini dilandaskan pada kaum muda yang

menggemari lagu-lagu berirama pop.

Istilah kontemporer merujuk pada pengertian mengikuti zamannya,

sesuatu yang bersifat modern, atau hadir pada masa yang sama,

sehingga istilah lagu kontemporer adalah lagu yang bersifat kekinian. 26

Lagu rohani kontemporer lahir dalam konteks Jesus Movement di

California, yaitu orang-orang yang mencari jalan keluar dari masalah

yang menimpa. 27 Dengan bahasa yang lebih mudah untuk dipahami

oleh orang-orang yang hidup di masa kini, musisi gerejawi berusaha

menyajikan musik yang merepresentasikan kerinduan kaum muda

yang ingin memuji Tuhan.

Kemunculan lagu rohani kontemporer sebagai nyanyian yang

dipilih dalam peribadatan tidak bebas dari hambatan. Kritik dari pihak

26
Agastya Rama Listya, Menyanyi dan Memuji Tuhan dengan Roh dan Akal Budi dalam
Kritis: Jurnal Studi Pembangunan Interdisiplin, (Salatiga: Program Pasca Sarjana UKSW, 2004),
h, 220.
27
W. Saragih, Misi Musik (Yogyakarta:Penerbit ANDI, 2008), h. 76
30

yang skeptis terhadap kehadiran lagu kontemporer rohani pun

bermunculan,misalnya adanya unsur subyektivitas yang tinggi,

humanisme yang menonjol, sifat anti keintelektualitas, psikologisme,

profesionalisme, konsumerisme, dan pragmatisme. Lagu Rohani

Kontemporer dikritik hanya sebagai sarana untuk menarik minat orang

untuk masuk ke dalam gereja, sehingga lebih nampak sebagai sebuah

tontonan atau sarana promosi gereja.28

Kesegaran memang diperlukan bagi tiap jemaat untuk memuji

Tuhan lewat nyanyian, tetapi sebagai generasi penerus, meninggalkan

apa yang telah diwariskan oleh pendahulu bukanlah hal yang bijak.

Kecenderungan gereja Kharismatik dalam menyingkirkan buku

Kidung Pujian dan Mazmur dengan anggapan bahwa penggubah

nyanyian di masa lalu kuang menikmati wahyu yang disampaikan

Allah dan menyatakan bahwa lagu kontemporer lebih relevan untuk

membuka hati jemaat saat beribadah.29 Harus diperhatikan bahwa jika

gereja sudah mulai menentukan bentuk nyanyian mana yang paling

baik dan yang tidak baik maka gereja sudah tidak berada dalam upaya

menyenangkan Allah lewat ibadah dan nyanyian disampaikan. Gereja

seyogyanya dapat memfasilitasi kebutuhan seluruh anggota jemaat,

bukan sekelompok anggota jemaat. Di tengah-tengah jemaat yang

heterogen, gereja harus mampu mempersembahkan suatu ibadah

sebagai persembahan yang homogen bagi Allah.

28
Listya, Nyanyian Jemaat dan Perkembangannya, h, 225.
29
Listya, Nyanyian Jemaat dan Perkembangannya, h, 143.
BAB III
MUSIK DALAM IBADAH UMAT KRISTEN DI GEREJA EKKLESIA
KALIBATA TIMUR

A. Sejarah Musik Gereja

Nyanyian musik Gereja mengalami sejarah perkembangan yang panjang.

Berikut ini merupakan uraian singkat mengenai sejarah musik nyanyian Gereja.

a. Musik Gereja Perdana

Musik Gereja merupakan bagian yang terpenting dalam kehidupan

sosial sekuler orang Ibrani. Mereka tidak membedakan antara kehidupan

rohani dan sakuler. Kehidupan musik mereka tumbuh dari jiwa-jiwa

orang-orang yang kehidupan sehari-harinya diatur oleh kehidupan

agamanya menurut koleksi tulisan Yahudi yang ditulis setelah penulian

kitab Injil, Raja Salamo menikah dengan wanita Mesir dengan mas kawin

berupa 1000 pelaratan musik. 1 Latar belakang Agama Kriste dalam

hubungannya dengan sumber utama yaitu agama Yahudi menjadi awal

untuk mebicarakan sumber-sumber liturgy (tata ibadat) Kristen dan Musik

Gerejawi.

Sesudah menyanyikan nyanyian pujian, pergilah Yesus dan para muri-

murid-Nya ke bukit Zaitun.” Begitulah Injil Matius 26:30 dan Markus

14:26 tentang perjamuan terakhir yang diadakan oleh Yesus dan murid-

muiridnya. Perjamuan ini pada dasarnya berbentuk perjamuan Paskah

1
“Musik Gereja dan Remaja”, dalam Musik dalam Ibadah di Komisi Remaja SMP, at
http://www/gkjmb.or.id.bulletin10/tiwi.html, h. 01

31
32

Yahudi sehingga berakhir dengan nyanyian Hallel yakni Mazmur-mazmur

114 sampai 118. Inilah awal dari musik ibadat Kristen yang dilanjutkan

dalam ibadat Gereja perdana. 2

Dalam mitos oleh orang Yahudi kuno music dianggap sebagai ciptaan

dewa-dewi atau setengah dewa. Ada anggapan bahwa musil memiliki

kekuasaan ajaib yang dapat menyempurnakan tubuh dan jiwa manusia,

serta dapat membuat mu’jizat dalam dunia yang alamiah. Seperti halnya

dalam tradisi orang-orang Ibrani, dalam tradisi musik Yunani Kuno pun

tidak dapat dipisahkan dari upacara-upacara keagamaan, misalnya alat

musik Iyra terkait dengan aliran Apollo, Aulos berkaitan dengan alat musik

Dionysus.3 Dalam musik Ibrani, syair dan lagu dikatakan lebih penting

dari musiknya dan lagunya lebih ditekankan untuk mengikuti alunan yang

wajar dari syair aksen diantara kata-kata itu. Generasi Kristen mula-mula

menggunakan lagu-lagu Yahudi lama untuk penyembahan mereka. Yang

artinya, musik Gereja Perdana berasal dari bentuk nyanyian ibadat

sebagaimana dilakukan dalam dinagoge Yahudi. Kerena belum adanya

notasi musik pada zaman itu, nyanyian ini berkembang lewat improvisasi

seorang solis. Pada waktu menjelang akhir Perjanjian Lama, memasuki

zaman Kristus, bangsa yahudi membiakan penyembahan berkembang

secara leluasa. Dalam Perjanjian Baru, para rasul Yesus meneruskan

kebiasaan sebagai seorang Yahudi yang dalam peribadatannya ia selalu

menggunakan nyanyian ibadat Yahudi dan lagu-lagu yang memuji Yesus

2
Karl-Edmund Prier SJ, “Perkembangan Musik Gereja Sampai Abad ke-20”, dalam
Gema Duta Wacana, Edisi Musik Gereja (Yogyakarta: Gema Duta Wacana, 1994), h. 35-36.
3
“Musik Gereja dan Remaja”, dalam Musik dalam Ibadah di Komisi Remaja SMP, h.01
33

dalam bentuk seperti Mazmur menjadi dasar liturgi yang dinyanyikan

ibadat yahudi maupun tradisi musik dari Palestina dan sekitarnya.

b. Masa Musik Gereja Mencari Identitasnya Sampai Periode Pekkembangan

Pada Abad ke-X

Mulai abad ke 1 Gereja tersebar sampai kawasan Eropa Selatan. Di

Roma sendiri berkembang warisan Gereja Perdana. Sejak abad ke IV

selain Solis terdapat pula Scholla.4 Sehingga diri situlah terbuka jalan bagi

lagu-lagu yang leih akan seni, sehingga berkembanglah bentuk-bentuk

nyanyian baru yang dipelopori oleh St. Ambrosius (333-397). Dalam

perang melawan bangsa Arian (386), ia terkurung dalam Gereja bersama

para umatnya sehingga ia melatih mereka nyanyian yang mudah

dinyanyikan bersama-sama. Yang pertama, Himne atau madah yakni

nyanyian berbait dengan syair baru bukan dari kitab suci. Yang kedua,

adalah Nyanyian antiphon, refren yang diulang diantara ayat-ayat

Mazmur.5

Sampai pada abad ke X musik berkembang sebagai tradisi lisan

berupa musik jemaat, yang dinyanyikan dalam bahasa Latin dan

dimengerti oleh semua umat.

c. Musik Gereja Dalam Masa Abad Pertengahan (1000-1400)

Sekitar tahun 1000 terjadi perubahan dalam musik Gereja di Eropa

mulai dikembangkan notasi musik, sebagai tuntutan keperluan didaktis.

4
Scholla adalah sebutan bagi kelompok penyanyi terlatih.
5
Karl-Edmund, “Perkembangan Musik Gereja Sampai Abad ke-20”, h. 36.
34

Saat itu, musik Gereja menjadi musik klerikal6, jemaat menjadi pasif

kerena penyanyi dan paduan suara hanya terdapat disemninari dan diiara.

Hal ini yang menjadikan Gereja berulangkali mengeluarkan peraturan

stentang musik ibadat, namun pada kenyataannya hal tersebut tidak sesuai

dengan apa yang diharapkan. Maka sejak abad ke XIII Imam harus

mengucapkan semua teks liturgi, meskipun nyanyian tersebut telah

dibawakan oleh paduan suara.

Pada zaman ini, musik Gereja di pandang sebagai tambahan, hiasan,

bukan lagi bagian dari Integral dari ibadat itu sendiri. Sehingga terjadilah

jurang pemisah antara liturgi resmi dan musik Gereja.

d. Musik Gereja Zaman Renesans (1400-1600)

Jika dibandingkan dengan musik pada abad zaman pertengahan,

musik Renesans lebih manusiawi. Hal ini tampak dalam bunyi vocal

Renesans, suara linear berkembang dalam polifon menjadi harmonis.

Dalam abad zaman Renesans musik vokal diharuskan mengungkapkan isi

hati dan perasaan yang termuat dalam syair.

e. Musik Gereja Zaman Barok (1600-1750)

Pada zaman ini Gereja mengalami perkembangan lahiriyah yakni

Gereja dengan arsitekstur yang mewah. Begitu pula dengan perayaan

liturgi dan musik Gereja. Hal ini, di latar belakangi oleh gengsi untuk

berprestasi yang merupakan saingan antar istana dan arena situasi perang

yang selama 40 tahun dan rasa tidak aman dalam hidup sehari-hari

6
Musik Klerikal adalah musik yang menjadi bagina dari tugas yang akan dilakukan oleh
klerus (orang-orang yang beriman yang mau menerima tahbisan daiakoniat, imanat atau
keuskupan).
35

mendorong masyarakat mencari pegangan pada Tuhan. Maka tidak

mengherankan perkembangan musik Gereja menjadi meriah, bahkan tidak

jarang melampaui batas kewajaran.

Para pemimpin Gereja yang dengan usahanya mngendalikan

perkembangan musik Gereja yang dengan itu mereka mengeluarkan

peraturan bahwasanya secara tegas ia melarang syair liturgi tidak boleh

dikurangi atau diubah, larangan dipergunakannya alat musik terutama flute

dan piano kerena dicap sebagai musik teather, larangan jenis alat musik

selama prapaskah. Namun semua aturan ini bersifat nasional regional

f. Musik Gereja Zaman Klasik Wina

Disamping melanjutkan tradisi Barok dengan iringan orkesta yang

megah, dalam dalam musik ini nampak cita-cita klasik Wina untuk

menciptakan musik bermutu setinggi mungkin, sehingga pegangan teknis,

formal dan estetis dan musik profane klasik diambil alih dalam musik

Gereja.

Musik Gereja zaman klasik mencerminkan suatu optimisme dan

pandangan yang luas. Musik Gereja Mozart tidak berbeda dengan musik

profan seperti opera ciptaan Mozart. Seperti halnya seniman klasik

lainnya. Haydo dan Mozart mengabdi pada Allah dengan hati gembira,

Haydo berkata, “Karena Allah memberikan kepadaku sesuatu hati yang

gembira, maka kiranya ia akan memaafkan daku, bila aku mengabdi

kepada-Nya dengan hati gembira”. 7

7
Karl-Edmund Prier SJ, Sejarah Musik 1, (Yogyakarta: PML, 1991), h, 93.
36

Manusia abad zaman XVIII merasa satu dengan dunia disekitarnya

berdasarkan oleh humanisme sebagaimana diajarkan oleh para filosof pada

abad ke XIII, pada zaman ini terlihat iman begitu terbuka untuk dunia,

sehingga mengangkat semua unsur yang dapat memperlihatkan sikap

terbuka ini masuk ke dalam dunia Gereja.

g. Musik Gereja Zaman Romantik

Pada zaman ini terlihat bagaimana musik Gereja sebelumnya

mendapat kritikan kerena dinilai terlalu gembira dan terbuka. Pada awal

abad XIX, E. TH. A. Hoffman, seorang sastrawan Jerman menuntun

musik liturgi Gereja menjadi seni musik Gereja (musica sacra) yang

memiliki tujuan mengangkat hati manusia langsung kepada Allah.

B. Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Gereja Ekklesia

Berawal dari deretan komplek karyawan Pabrik Sepatu Bata. Akhir pekan

itu memang ada acara istimewa di tempat tinggal kepala keamanan pabrik

yang berada di kalibata. Hari itu, Sabtu, 12 Juni 1954, sepuluh orang

berkumpul untuk beribadah merayakan ulang tahun tuan rumah yaitu, Willem

Tampi. Obrolan demi obrolan selepas kebaktian berlanjut ke pembicaraan soal

ibadah Minggu dan keinginan bergereja di dekat rumahnya, selama ini mereka

harus beribadah Minggu di Gereja Bethel di Jatinegara. 8

“Waktu itu di kalibata angkutan umum belum banyak dan masih

dikelilingi hutan yang kalau malam gelap dan rawan,” kata Jerry Ririhena. Pria

yang kini masih menjadi anggota majelis jemaat di GPIB Ekklesia bercerita,

8
Hendry B. Dj. Jacob, S. Th, “Ketika Benih Bertumbuh”, GPIB Jemaat Ekklesia DKI
Jakarta (Jakarta, T.tp, 2011), h, 26
37

saat itu kabar pencuriaan dan perampokan kerap sampai di telinga warga

sekitar Pabrik Sepatu Bata, lalu tercetuslah ide mendirikan pos pelayanan di

sekitar Kalibata. Tujuh orang yang hadir pada ibadah ulang tahun itu berusaha

mencari tempat. Mereka adalah G. Polii, J. Talumepa, F. Tumbelaka, M.

Sepaya, Enock, Viktor Tompi, dan Willem Tampi. Setelah mencari-cari,

akhirnya pilihan jatuh pada Asrama Polisi Pasar Minggu. Rencana itu lantas

disampaikan ke Majelis Sinode, yang langsung menyetujuinya. Pendeta S.

Manuputty dan Penatua Tuwanakota dari Gereja Bathel ditugaskan oleh

Majelis Sinode untuk melayani pos pelayanan yang baru itu.

Empat hari menjelang perdana itu, mendadak datang kabar bahwa

Komandan Asrama Polisi tak memberi izin, “Mereka berusaha mencari tempat

lain tapi tidak berhasil”, kata Tertulianus Tatipang yang menceritakan sejarah

pendirian Ekklesia dalam Skripsinya. Ketujuh penggegas rapat darurat pada 22

Agustus 1954. Hasilnya, mereka memindahkan ibadah ke rumah Willem

Tampi. Pavillun terbuka di samping rumah itu diubah menjadi ruang ibadah

dilengkapi dengan beberapa baris depan.

Dua bulan setelah ibadah ulang tahun Willem Tampi, Pendeta S.

Manuputty meresmikan rumah keluarga Tampi sebagai tempat kebaktian

Wilayah pelayanan III GPIB Bethel. Mulai selasa pagi 24 Agustus 1954 itu,

pos pelayanan baru itu menampung warga jemaat yang tinggal di daerah

Cawang, Kalibata, Pasar Minggu, Tanjung Barat, Kramat jati, hingga ke Pasar

Rebo.
38

Resminya, pos pelayanan ini bernama “Jemaat Kristen Protestan Kalibata

Pasar Minggu dan sekitarnya.” Tapi Willem Tampi mengganti nama rumah

ibadah di jalan pahlawan No. A3 yang kini sudah berubah menjadi Gedung

kementrian Tenaga Kerja dan Transmigrasi itu menjadi jemaat GPIB

Jatinegara Wilayah III Ekklesia Pinaesaan.

“Pinaesaan” dalam bahasa Manado berarti persatuan. Pada 1958 istilah ke

daerahan itu di hilangkan agar lebih terbuka bagi orang Kristen lain yang

bukan asal Sulawesi Utara. Selain merevisi nama, pada tahun itu juga diadakan

pemulihan Majelis jemaat. Terpilihlah Willem Tampi, G. Polii, J. Aheru, bapak

Mailangkay, dan Bapak Sahubuma. Lima laki-laki ini bertugas menjadi

Prasbiter dengan masa tugas 1958 hingga 19962. 9

Berdirinya Ekklesia di rumah Willem Tampi terjadi pada masa GPIB

tengah bertumbuh pesat. Tahun-tahun di mana Gereja-gereja di bawah naungan

GPIB mulai beranak-pinak. Dibentuk 31 Oktober 1948 dalam sidang Sinode

Am Gereja Protestan Indonesia di Bogor, Jawa barat, gedung-gedung Gereja

Protestan di Indonesia bagian barat sempat kosong. Pada awal 1950-an

beberapa jemaat di GPIB kekurangan anggota. Gedung Gereja di sukabumi dan

Cirebon, Jawa Barat, serta Bukittinggi, Sumatera Barat, terbengkalai. Sebagain

gedung akhirnya diberikan kepada gereja lain. Tak sedikit pula yang diambil

pemerintah dan masyarakat setempat.

Menurut Pendeta Hedrik Ongirwalu dalam tulisannya, “Sejarah GPIB

1948-1990”, masalah itu muncul lantaran warga GPIB sebenarnya bukan

9
http://www.gpib-ekklesia.org/tentang-ekklesia/sejarah.html, diakses pada tanggal 11
Februari 2019.
39

penduduk lokal. Gereja diisi orang Belanda serta orang yang datang dari

Minahasa, Ambon, timor. Ini memang sesuai dengan tujuan Sinode Am Gereja

Protestan Indonesia yang mendirikan GPIB buat menampung anggota jemaat

Gereja Masehi Injili Timor yang tengah berada di belahan Barat Indonesia.

Memanasnya hubungan Indonesia dengan Belanda ketika kedua negara berebut

Irian Barat (Papua) pada 1958, membuat banyak oarng asal belanda, baik

anggota jemaat biasa maupun Pendeta, kembali ke negaranya. 10

Kelesuan itu berubah setelah Sidang Sinode VI di Gdog, Jawa Barat, pada

1960. Dalam ceramahnya, pendeta D.R. Maitimoe mendorong peserta sidang

memikirkan soal pemahaman Ekklesiologis GPIB dan kehadiran yang

mesioner. Sidang itupun ditutup dengan memproklamirkan GPIB sebagai

Gereja sasaran Pekabaran Injil. Maka dijalankanlah proyek pekabaran Injil di

desa-desa. Sementara itu pelayanan masyarakat kota dan Industri menyasar

kawasan Industri yang dikelilingi perumahan buruh, kalangan mahasiswa,

tentara, dan polisi.

Bertambahnya orang-orang percaaya Pekabaran Injil GPIB serta

tumbuhnya oemukiman di daerah Jakarta Sealatan juga dirasakan Oleh

Ekklesia. Pada 1963, pos pelayanan Ekklesia tidak mampu lagi menampung

warga jemaat. Akhirnya mereka yang berasal dari daerah Pasar Minggu

membuat tempat ibadah sendiri. Sebagian warga jemaat Ekklesia itu mulai

beribadah di rumah Slamet. Lalu pindah lagi ke kediaman Nyonya Kustoro di

Komplek Pertanian Pasar Minggu yang menjadi cikal-bakal GPIB Jemaat

10
Hendry B, “Ketika Benih Bertumbuh”, h, 49
40

Pasar Minggu. Bertambahnya jemaat di daerah Kramat Jati dan Pasar Rebo

juga mendorong dibuatnya pos pelayanan di Asrama B.S. di Cililitan Kecil.

Pos pelayanan ini nantinya jadi GPIB jemaat Horeb.

Sementara itu di Ekklesia yang sejak akhir dekade 1950-an tercatat sudah

punya warga jemaat sekitar 50 jiwa dan mulai kedatangan wajah-wajah baru.

Mereka rata-rata warga yang baru menempati komplek perumahan yang mulai

bermuculan di sekitar Taman Makam Pahlawan Kalibata. Orang-orang Kristen

di berbagai komplek itu memilih beribadah Minggu di rumah Willem Tampi.

Lama-kelamaan pavilliun rumah itu tak sanggup lagi menampung jemaat yang

pada 1969 jumlahnya sudah lebih dari seratus orang. Mulailah dicari tempat

baru. 11

Terbetik kabar Ajun Komisaris Besar Polisi S. Harsojo berniat menjual

bangunan semipermanen miliknya di sebidang tanah seluas 350 meter persegi.

Tanah itu berada di tengah-tengah kebun karet di sisi barat Taman Makam

Pahlawan Kalibata. Bangunannya sendiri bekas penggilingan kopi sehingga

bentuknya memanjang tanpa sekat-sekat di dalamnya. Ideal untuk gereja.

Tawaran harga opsir polisi itu akhirnya diterima. Apa lagi, jemaat boleh

mencicil pembayaran tanah dan bangunan di daerah yang oleh orang setempat

disebut Rawa Bayem.

Saat itu jemaat hanya perlu mengumpulkan separuh dari pembelian rumah

dan tanah, kerena pembayaran 50 persen dari harga tanah disumbang oleh

Laksamana Muda Yahya Daniel Dharma atau lebih dikenal nama John Lie.

11
Hendry B, “Ketika Benih Bertumbuh”, h, 57
41

Selain itu Letnan Dua Laduu Muda bersama Letnan Dua Busono Mustari juga

menemui Jenderal Maraden Pangabean. Panggilama Angkatan Darat itu pun

ikut menyumbang.

“Sekalipun kami cukup lelah, tetapi kami tetap jalan terus,” tulis Laduu

dalam sebuah surat yang menjelaskan sejarah pembangunan gereja di Rawa

Bayem. “Semua perjuangan kami bisa terwujud itu karena berkat Tuhan Yang

Maha Pengasih dan penyayang,” tambahnya. Kebaktian “perpisahan” dengan

rumah Willem Tampi disiapkan pada hari Minggu 24 Agustus 1969. Tepat 15

tahun sejak pertama kali diadakan ibadah Minggu di sana. Pukul sembilan pagi

kebaktian penutup diadakan dirumah Willem Tampi, lalu Pukul empat sorenya

diselenggarakan ibadah perdana di Rawa Bayem.

Lalu di penghujung tahun 1969, bekas pabrik kopi itu direnovasi. Insinyur

B.E. Tambunan, salah seorang Mejelis Jemaat, menyiapkan penambahan

ruangan dua lantai di bagian belakang. Lantai bawah dijadikan konsistori yang

dilengkapi ruang makan dan dapur, sementara loteng dijadikan tempat tinggal

pendeta. Alexander A. Aipassa bercerita kala listrik masih sering mati. Kalau

terjadi saat pelajaran ketekisasi yang diadakan dua kali seminggu di malam

hari, maka pelajaran tetap diteruskan dengan memakai Petromak. 12

Pada tahun-tahun itu terjadi pembicaraan dengan Majelis Sinode GPIB

soal pelembagaan Ekklesia. Majelis Sinode dan Dewan pelayanan khusus

GPIB juga meninjau kondisi Ekklesia kemudian membahas usul pelembagaan

itu dalam sebuah rapat di Majelis Sinode pada 14 Desember 1970. Lalu pada

12
Hendry B, “Ketika Benih Bertumbuh”, h, 59
42

23 Januari 1971 Majelis Sinode menerbitkan Surat Keputusan nomer:

011/71/M.S.X/Kpts yang memisahkan Ekklesia dari Jemaat GPIB Marturia.

Terhitung mulai minggu 24 Januari 1971 Majelis Sinode melembagakan

jemaat baru, jemaat GPIB Ekklesia di DKI Jakarta.13

Dalam ketenangan berjemaat, tiba-tiba terbetik berita bahwa Taman

Makam pahlawan kalibata akan dipugar dan diperluas. Perluasan itu meliputi

tanah tempat lokasi Gereja Ekklesia. Proposal itu terus menanjak ke meja

pejabat yang lebih tinggi hingga akhirnya sampai ke Presiden Soeharto. Isinya,

rencana perluasan Taman Makam Pahlawan Kalibata menjadi total 25 hektar,

tahap lanjut itu ternyata menyertakan daerah Rawa Bayem, termasuk gedung

Gereja Ekklesia. Pemberitahuan penggusuran datang pada Juni 1976 lewat

surat yang meminta gereja segera dikosongkan.

Sebulan setelah surat itu diterima, Ekklesia membentuk Panitia

Penyelesaian Pemindahan Gedung Gereja Ekklesia yang diketuai oleh Penatua

Th. Y.S. Ayal. Ruben Nalenan mendampinginya sebagai wakil ketua

sementara Diaken Benny Suswaskitho jadi sekretaris. Surat demi surat

dilayangkan untuk mengganti rugi serta memastikan ada lahan dan izin buat

membangun Gereja baru. Anggota jemaat yang berkarier di meliter menyurati

Panglima Daerah Militer V Jaya Mayor Jenderal G.H. Mantik agar Gereja yang

tergusur itu bisa mendapat penggantian layak sehingga jemaatnya bisa

mandapat tanah baru dan kembali membangun gerejanya. Tak mudah

mengurus ganti rugi karena pembangunan Taman Makam Pahlawan Nasional


13
http://gpib.jurnal-biologi.com/id3/2729-2204/Gpib_64983_gpib-jurnal-biologi.html,
diakses pada tanggal 11 Februari 2019.
43

kalibata berstatus proyek nasional, sehingga semua harus dibicarakan dengan

pemerintah pusat.

Permohonan ganti rugi baru mendapat tanggapan pada awal januari 1979.

Guburnur DKI Jakarta Tjokropranolo mengabarkan permintaan ganti rugi

sudah di setujui. “Tuntutan ganti ganti rugi sudah kami sampaikan kepada

Presiden Soeharto dan telah diputuskan melalui Menteri Sekretaris Negara

untuk memberi ganti rugi itu, “ tulis Tjokropranolo dalam suratnya. Pemerintah

memberi uang pengganti sebesar Rp 15 juta. Tjokropranolo juga menyatakan

pemerintah daerah sudah menentukaan lokasi gereja baru di daerah Empang

Tiga. “Tapi masih harus saudara bebaskan sendiri dari pemiliknya,” kata

Tjokropranolo.14

Setelah perbicaraan panjang, pemerintah Kotamadya Jakarta Selatan

menawarkan Ekklesia tanah pengganti yang berada di pekarangan sekolah

yang kini menjadi SMP Negeri 182 Jakarta. Majelis Ekklesia memutuskan

menukar lahan seluas 800 meter persegi dengan 580 meter persegi di halaman

sekolah tersebut. Wali Kota Jakarta Selatan Oetomo menekankan pengesahan

penukaran itu pada 28 November 1980.15

Pembersihan lahan itu menjadi titik awal pembangunan gereja sebelum

akhirnya secara resmi dimulai lewat seremoni peletakan batu pertama pada 20

Maret 1983 oleh Oma Putuhena-Wattimena. Namun duri dari semak belukar

bukan satu-satunya duri dalam pembangunan gereja. Ketua Panitia terakhir

pembanunan Gedung Gereja Ekklesia (sejak 1981 ada lima kali kepanitiaan
14
http://www.gpib-ekklesia.org/tentang-ekklesia/sejarah.html, diakses pada tanggal 11
Februari 2019.
15
Hendry B, “Ketika Benih Bertumbuh”, h, 64
44

dibentuk) Ellen Karamoy Tangkudung bercerita pada masa-masa awal

pembuatan rumah ibadah baru itu berbagai masalah bermunculan.

Prakiraan awal pembangunan biaya pembangunan yang disusun pada 1981

sebesar Rp 43 juta jadi berantakan karena tiga tahun kemudian terjadi

devaluasi mata uang rupiah. Setelah dihitung ulang, kebutuhan uang

membengkak jadi Rp 75 juta. Memang ada bantuan pemerintah yang

disampaikan Menteri Agama sebesar Rp 1,5 juta ditambah Rp 12,5 juta dari

pemerintah DKI Jakarta. Kebutuhan uang sedikit pengempis karena ada warga

jemaat yang menyumbang ubin keramik, kusen, kayu rangka atap, semen, dan

batu bata. Selain bahan bangunan ada juga yang menyumbangkan dua lampu

kristal, mimbar kayu jati, dan lonceng gereja yang hingga kini masih

berdendang nyaring sebelum ibadah dimulai.

Ada dua orang jemaat yang dipandang Ellen Karamoy punya peran besar

dalam pemabngunan gereja dari hari ke hari, yakni Kasmuri dan Jacob Lahallo.

Dua orang inilah yang mengawasi pembangunan. “sepulang kerja mereka

langusung kontrol ke gereja,” kata Ellen. “Bapak Jacob Lahallo itu sangat ketat

mengawasi dan menegur keras para tukang kalau ada hitungan dan tekaran

bahan bangunan yang salah.”

Sepekan sebelum hari natal 1985, atap gereja sudah terpasang, maka

ibadah malam natal sudah diadakan di lantai atas. Balkon oun sudah bisa

dipakai sehingga gereja bisa menampung jemaat lebih banyak dari tahun-tahun

sebelumnya. Malam itu untuk pertama kalainya muncul Paduan Suara Sektor

IV yang dipimpin Ori Sudarto.


45

Namun suasana malam itu masih kalah semarak dibanding keesokan

harinya. Bulletin Ekklesia yang terbit pada Desember 1985 menulis ada

ledakan jumlah jemaat yang menghadiri Ibadah Natal. Tercatat 650 orang tua

dan muda memenuhi gereja. Bahkan puluhan orang yang tak kebagian tampat

duduk, terpaksa berdiri di halaman gereja. Hari-hari setelahnya, ibadah

diselenggarakan di lantai atas sehingga panitia Pembangunan bisa memberi

sentuhan akhir pada lantai bawah. Kelar di bawah, ibadah diturunkan lagi agar

pembangunan lantai atas bisa dituntaskan. Akhirnya seluruh pembangunan

rampung pada 1989 dengan memakan biaya Rp 250 juta. Pada 19 November

1989 gereja baru ini diresmikan. 16

Pertumbuhan ditandai dengan perubahan makin besar, makin banyak,

makin berkambang, makin beragam. Setiap kelompok memiliki perbedaan,

setiap generasi memiliki kekhasannya sendiri, setiap masa memiliki

dinamikanya masing-masing, namun dalam gereja semua melebur dalam satu

nafas, satu tujuan, satu jiwa. Ekklesia adalah persekutuan yang bertumbuh, dan

meskipun dalam proses pertumbuhan senantiasa menorehkan luka, dan

kepedihan. Namun sukacita dan pengharapan tak pernah pupus dari hati setiap

jemaatnya.

C. Letak Giografis Kelurahan Kalibata

Kelurahan ini terletak di kecamatan Pancoran, Jakarta Selatan. Jumlah RW

10 dan jumlah RT sebanyak 133 jumlah penduduk laki-laki sebanyak 25.002

dan perempuan sebanyak 24.649 (Update 2018) kelurahan ini memiliki Kepala

16
Hendry B, “Ketika Benih Bertumbuh”, h, 66
46

Keluarga sebanyak 15.659 sesuai Surat Kepetusan Gubernur Provensi DKI

Jakarta Nomor 1815 Tahun 1989 bahwa luas wilayah Kelurahan Kalibata

adalah 228,60 Ha yang berbatasan dengan beberapa Kelurahan.

Kelurahan ini berbatasan dengan Kelurahan Durentiga di sebelah utara,

kelurahan Bangka di sebelah barat. Kelurahan Rawajati di sebelah timur dan

kelurahan Pejaten Barat di sebelah selatan. Kalibata merupakan suatu tempat di

Jakarta Selatan, yang cukup terkenal karena di sana terdapat “taman makam

pahlawan,” tempat dimakamkan atau dikuburnya para pejuang, pahlawan dan

orang-orang penting di negeri ini. Kenapa dinamakan Kalibata? Zaenuddin HM

menjelaskannya dalam bukunya “212 Asal-Usul Djakarta Tempo Doeloe,”

yang diterbitkan Ufuk Press pada Oktober 2012. Dijelaskan bahwa konon

dahulunya daerah tersebut berupa kali atau sungai yang penuh dengan

bebatuan, termasuk batu bata yang lazim digunakan untuk membangun dinding

rumah. Masyarakat setempat pada masa lampau sering melintasi kali tersebut

dan kemudian menyebut kawasan ini sebagai Kalibata. Tetapi, sekarang

kalibata angat edentik dengan taman makam pahlawan itu dan juga dikenal

karena ada beberapa pusat perbelanjaan, salah satunya Kalibata Mall. Taman

makam pahlawan semula berada di daerah Ancol. Namun, seiring

perkembangan Kota Jakarta di bagian utara saat itu, maka presiden pertama RI,

Soekarno, menetapkan lokasi baru taman makam pahlawan di Jakarta Selatan.

Adapun lokasinya berada di Kalibata, daerah dekat Pasar Minggu yang kala itu
47

belum padat penduduknya. Selanjutnya taman makam pahlawan nasional

Kalibata diresmikan pada 10 November 1954. 17

Masyarakat Kelurahan Kalibata mayoritas penduduk asli Betawi yang

Agamis, sehingga berpotensi untuk dapat dikembangkannya pelestarian

budaya. Aktivitas perekonomian yang sangat menonjol di Wilayah ini adalah

jasa dan perdagangan. Secara gegrafis Kelurahan Kalibata terletak di pinggir

selatan kota dan merupakan wilayah pendukung dan resapan serta daerah

pemukiman di Kota Administrasi Jakarta Selatan.

Sedangkan pola rencana pembangunan Kelurahan Kalibata mengacu

kepada Rencana Umum Tata Ruang (RUTR) Tahun 2005 dan Rencana Bagian

Wilayah Kota (RBWK) Wilayah Jakarta Selatan sebagai hunian perumahan

dan kegiatan usaha, hal ini terlihat dari banyaknya komplek perumahan dan

kegiatan usaha disepanjang jalan raya Pasar Minggu dan jalan Buncit Raya.

Perkembangan penduduk di Kelurahan Kalibata, Kecamatan Pancoran, Kota

Adminisrasi Jakarta Selatan semakin pesat, ini terlihat dari keadaan statistik

kependudukan setiap bulannya dengan adanya penambahan penduduk baik

pendatang baru maupun kelahiran. Penduduk di wilayah Kelurahan Kalibata

mayoritas penghuninya adalah penduduk asli betawi yang memiliki mata

pencaharian dagang dan wiraswasta, yang telah berbaur dengan penduduk

pendatang dan telah terbina dengan baik. Fasilitas umum telah disediakan

dengan baik untuk menunjang kelancaran dan kemudahan warga dalam

beraktifitas sehari-hari seperti tersedianya fasilitas serana ibadah yang

17
https://id.wikipedia.org/wiki/Kalibata,_Pancoran,_Jakarta_Selatan, diakses ada
tanggal tanggal 16 Februari 2019
48

memadai, fasilitas kesehatan, pendidikan, kemudahan transportasi, sarana

pendidikan, komunikasi, sarana olaha raga dan lain-lain.

Kelurahan Kalibata, Kecamatan Pancoran, Kota Adminitrasi Jakarta

Selatan dalam melaksanakan tugasnya telah mengacu kepada Peraturan Daerah

Khusus Ibukota Jakarta Nomor 10 Tahun 2010 tentang Bentuk Susunan

Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah dan Sekretariat Dewan

Perwakilan Rakyat DKI Jakarta, Surat Keputusan Gubernur Provensi DKI

Jakarta Nomor 147 Tahun 2009 tentang Organisasi dan Tata kerja Pemeritah

Kelurahan di Provensi DKI Jakarta.

Lurah selaku perangkat daerah dalam memberikan pelayanan masyarakat

memiliki pola pelayanan fungsional yaitu pelayanan masyarakat yang

diberikan olh suatu instansi pemerintah sesuai dengan tugas dan fungsinya

dalam suatu rangkaian kegiatan terpadu yang bersifat sederhana, terbuka,

lancar, tepat, lengkap, wajar dan terjangkau sedangkan sebagai pelayanan

astributf dan kewenangan delegatif yaitu kewenangan yang melekat pada

dirinya melalui Tupoksi dan pendelegasian wewenang yang diberikan di

Kelurahan sesuai era otonomi daerah. 18

Dalam melaksanakan tugasnya sebagai upaya memberdayakan masyarakat

dengan mengerahkan potensi Sumber Daya Masyarakat dan kondisi wilayah

yang dimilikinya, antara lain bermitra dengan Lembaga Musyawarah

Kelurahan bedasarkan perda Nomor 5 Tahun 2010 tentang Lembaga

Musyawarah kelurahan Provinsi DKI Jakarta serta koordinasi antara Babinsa

18
www.jaksel.go.id, diakses pada tanggal 16 Februari 2019
49

dan Binmaspol. Kegiatan Pemerintahan Kelurahan Kalibata senantiasa

mendapat dukungan, baik dari Tingkat Kecamatan maupun warga masyarakat

melalui RT, RW, LMK, Tokoh Masyarakat serta Alim Ulama dan Generasi

mudanya yaitu Karang Taruna dan Remaja Masjid.

JUMLAH PENDUDUK BERDASARKAN AGAMA

KOTA ADMINISTRASI : JAKARTA SELATAN


KECAMATAN : PANCORAN
KELURAHAN : KALIBATA
BULAN : DESEMBER

PEMELUK AGAMA
JUMLAH
NO KELURAHAN ISLAM PROTESTAN KATHOLIK HINDU BUDHA KHONGHUCU
PENDUDUK
(JIWA) (JIWA) (JIWA) (JIWA) (JIWA) (JIWA)

1 KALIBATA 49,825 46,870 1,860 792 219 84


JUMLAH 49,825 46,870 1,860 792 219 84

Catatan : Dikoordinasikan dengan Kepada Satuan Pelayanan Registrasi Dukucapil

Kelurahan agar jumlah Penduduk sama dengan jumlah Penduduk laporan Kepala

Satuan Pelayanan Registrasi Dukucapil. 19

D. Korelasi Musik dan dengan Ibadah

Musik adalah karunia ilahi. 20 Musik ibadat umat Kristiani merupakan

suatu pilihan di antara bentuk-bentuk musik dan cara-cara bermusik yang lazim

dipakai dalam masyarakat tertentu. Dengan disesuaikan pada ibadat, maka

19
http://data.jakarta.go.id/dataset/jumlah-penduduk-dki-jakarta-berdasarkan-agama,
diakses pada tanggal 16 Februari 2019
20
E. Martasudjita, Pr dan Karl-Edmund Prier SJ, Musik Gereja Zaman Sekarang,
(Yogyakarta: PML, 1998), h. 15-16
50

cara-cara bermusik banyak atau sedikit mengalami perubahan. Warisan musik

ibadat dari gereja seluruhnya merupakan harta yang tak terperikan nilainya.

Sebagai lagu yang disertai dengan syair ia nampak lebih gemilang di antara

ungkapn-ungkapan seni lainnya, terutama karena sebagai nyanyian ia

merupakan bagian mutlak dan fungsional di dalam liturgi. 21

Para Paus yang dipelopori oleh Paus Pius X makin menekankan tugas

mengabdi dari musik untuk ibadat. Maka musik kiranya makin suci makin erat

hubungannya dengan upacara-upacara suci diperkaya dengan rasa khidmat

yang lebih besar. Gereja menghargai dan mengijinkan untuk dipakai dalam

ibadat segala bentuk seni sejati, yang memiliki sifat-sifat yang dituntut, seperti

memperhatikan tujuan musik untuk ibadat, yakni memuliakan Allah dan

pengudusan para beriman. 22

Musik dalam ibadat tidak hanya sekedar membuat suasana ibadah menjadi

meriah atau lebih semarak. Namun, lebih dai itu, musik dan nyanyian pujian

memiliki tujuan khusus yang lebih dalam dan penting. Adapun tujuannya di

antaranya adalah sebagai berikut:

a. Mengajak umat untuk memuji dan menyembah Tuhan. Segala yang

bernafas memuji Dia. 23 Setiap mulut mengakui Dia adalah Tuhan24 dan

setiap lutut bertekuk menyembah Tuhan25.

21
Kerl Edmund Prier, SJ, Pedoman Untuk Nyanyian dan Musik dalam Ibadat Dokumen
Universa Laus, (Yogyakarta: PML, 1987), h. 3.
22
Karl Edmund Preir, Tentang Musik Ibadat, h. 3.
23
Mazmur 148 dan 150.
24
Roma 10:9
25
Yesaya 45:23; Roma 14:11
51

b. Membantu mengajarkan kebenaran Alkitab atau sebuah konsep

kebenaran Alkitab, sehingga seringkali kebenaran Alkitab dapat lebih

efektif bila disampaikan lewat bemusik atau memalui nyanyian 26

c. Membangun suasana ibadah yang hidup dan terarah, Khususnya

penyembahan kepada Tuhan. Hadirnya musik dan nyanyian pujian

dapat membawa perubahan suasana hati seorang umat yang

mengikutinya, lagu riang dan gembira mengenai alam ciptaan Tuhan

akan menyadari umat akan kuasa dan pemeliharaan tuhan atas seisi

dunia, sedang lagu yang lembut mengenai kasih Tuhan akan membawa

umat untuk menyadari pengorbanan Kristus bagi jiwa mereka, dan

sebagainya.

d. Membina persekutuan yang penuh Kasih. Ibadah memiliki dua aspek

penting. Pertama, persekutuan dengan Tuhan (hubungan vertikal), dan

kedua, persekutuan dengan sesame orang percaya (hubungan

horizontal). Dengan musik dan nyanyian pujian, jemaat dapat

dikondisikan untuk saling berinteraksi dengan sesamanya. Misalnya,

menyanyikan lagu sambil berjabat tangan, melakukan gerakan secara

berpasangan, menyanyi bersahutan, dan sebagainya.

Musik yang mengarah kepada Tuhan dapat membawa perubahan

dalam diri sesorang. Musik tersebut apabila tepat dibawakan akan

sanggup memenuhi hati yang mendengar dengan kedamaian,

kegembiraan, semangat, dan suka cita. Demikian pula halnya, dengan

26
Misalnya lagu: “Demikian Allah Mengasihi Dunia” (Yohanes 3:16), atau “Yesus
Sayang Padaku”.
52

nyanyian yang benar dapat membuat suasana dalam beribadat menjadi

lebih hidup untuk siap mengadirat Tuhan.

Selain itu manfaat musik dalam ibadat tidak bisa dikesampingkan begitu

saja karena juga memiliki hubungan yang erat dengan peran dan fungsi Gereja

sebagai persekutuan umat. Oleh karena itu, peran dan manfaat musik dalam ibadat

terjabar dalam tiga relasi berikut:27

a. Relasi Terhadap Allah

Musik ibadat disatu pihak berperan sebagai sarana ibadat umat,

meliputi penyembahan, pemujaan, penyampaian syukur, doa dan

sebagainya. Melalui musik orang percaya dapat mengekspresikan

ibadahnya dengan lebih hidup dan indah. Di lain pihak, pemakaian musik

gereja dalam ibadah ini juga merupakan bagian dari ibadah itu sendiri,

bukan sekedar sarana.

b. Relasi Terhadap Sesama Jemaat

Musik berperan dalam pembangunan dan pertembuhan iman serta

kehidupan orang Kristen sebagai anggota tubuh Kristus. Dengan musik,

umat mengekspresikan kasih persuadaraan dan persatuan di antara saura

seiman. Melalui puji-pujian Rohani jemaat dapat saling menyatakan dan

menyaksikan imannya dalam perjalanannya bersama Tuhan. Saling

menasehati, mengenal dan menghibur sehingga mendatangkan manfaat

yang positif dan membangun anggota persekutuan yang lain. Jemaat

berkumpul bersama, datang dari berbagai latar belakang. Oleh karena

27
John Hnadel, ML, Nyanyian Lucifer, (Yogyakarta: Yayasan Andi, 2002), h, 19.
53

itulah jemaat memerlukan sebuah sarana yang dapat memudahkan diri

agar semuanya memusatkan perhatian kepada Tuhan Yesus Kristus. 28

c. Relasi Terhadap Orang Lain

Musik juga memiliki peran yang amat membantu pekerjaan

pekabaran Injil Yesus. Banyak lagu diciptakan dan dinyanyikan sebagai

kesaksian dari orang-orang Kristen terhadap dunia bahwa Yesus adalah

Juru Selamat.

Ciri musik yang dipakai dalam ibadat umat Kristiani: 29

a) Musik ibadat merupkan tanda lahiriah tentang apa yang terjadi

sesungguhnya, sekaligus merupakan tugas bagi setiap jemaat yang

akan merayakan ibadat. Jadi, musik yang dipakai harus bisa

dilaksanakan dalam umat ini, harus membawa arti bagi orang yang

sedang berkumpul disini.

b) Musik ibadat harus mewujudkan segala perbuatan liturgis terutama

memperhatikan manusia yang ingin merayakan liturgi.

c) Dan yang penting dalam musik ibadat Kristen pada umumnya adalah

mencerminkan segi kebersamaan dan memiliki arti khusus yang

diberikan sabda.

Ada tiga cara untuk menilai musik yang sehat dan dapat digunakan

dalam beribadat. Pertama, pelajari lirik lagunya, karena lirik menunjukkan

28
Tom Kracuter, Kunci Keberhasilan Pemimpin Pujian dan Musik, (Bandung: Lembaga
Literatur Baptis, 2001), h. 84-86.
29
Prier, SJ, Pedoman Untuk Nyanyian dan Musik dalam Ibadat Dokumen Universa Laus,
h. 6-13.
54

jiwa dan maksud dari sebuah lagu. Kedua, adalah dengan melihat musiknya.

Metode ini lebih subjektif karena menyangkut selera pribadi. Ketiga, untuk

menyaring musik yang baik adalah melalui jiwa musik itu sendiri. Tentu saja

semua ini tidak terlepas dari pengarang lagu, penggubah, dan penyanyi karena

semuanya memiliki bagian tersendiri di dalam jiwa musik tersebut dimana ada

sesuatu yang ingin ditanamkan melalui lagu, musik dan lirik pada pendengar.

Mereka yang menulis lagu dan menyanyikannya memberi pengaruh terbesar

dalam menentukan ciri khas dari jawa musik itu, yang dapat termasuk di

dalamnya kemarahan, kegelapan, kekerasan, dan kebencian. 30

E. Kedudukan Nyanyian dalam Ibadah

Nyanyian memerankan peranan yang penting di dalam ibadah-ibadah

Kristen, dengan kata lain nyanyian peribadahan merupakan bagian integral

dalam liturgi (peribadahan) itu sendiri. Nyanyian peribadatan bukan saja

mempunyai kedudukan yang istimewa dalam peribadatan Kristen bukan karena

nilai unsur seninya saja akan tetepi nyanyian juga memiliki unsur didalamnya

dimana nyanyian peribadatan dapat mengubah suasana menjadi lebih hidup

membangun suasana menjadi lebih hidup, membangun suasana psikologis

rohani dalam ibadah, responsif, dan tidak monoton. Selain itu dalam Alkitab

disebutkan 300 kali kata “nyanyian”.31 Hal ini memiliki sebuah indikasi

bahwasanya nyanyian merupakan sebuah prioritas dalam peribadatan umat

Kristiani.

30
Boschman, Musik Bangkit Kembali, h. 19.
31
Karl-Edmund Prier SJ, Sejarah Musik 1, (Yogyakarta: PML, 1991), h, 12
55

Bahwa nyanyian memiliki kedudukan yang sangat penting dalam

peribadatan umat Kristiani. Ada bebrapa butir peran dari nyanyian pujian yang

dapat disebutkan sebagai berikut:32

a. Mengungkapkan aklamasi jemaat kepada Tuhan atas kasih dan

kemurahan-Nya, baik yang sifatnya doa (nyanyian doa), bentuk

ucapan syukur, uangkapan puji-pujian kepada Tuhan, atau pernyataan

kesanggupan tekad atas iman untuk mentaati Tuhan dan hidup dengan

senantiasa menjalankan perintah Tuhan.

b. Merupakan sebuah respon dari jemaat atas pemberitaan firman Tuhan,

baik yang dibicarakan (pembacaan Alkitab) maupun yang diulas

(khotbah). Dalam firman ini, jemaat mengakui kebenaran akan firman

Tuhan dan kesediannya untuk mentaati firman Tuhan tersebut.

c. Menegaskan aspek kesaksian jemaat baik kepada sesama persekutuan

sesama peserta ibadah sendiri maupun kepada semua orang lain yang

mendengar puji-pujian itu untuk ikut mengimani dan memuliakan

Tuhan.

d. Membangun suasana peribadahan diperlukan bagi pemberitaan firman

Tuhan dan bagi doa yang hendak dinaikan kepada Tuhan. Apalagi jika

ibadah mengambil tempat diluar gedung, dimana pandangan peserta

ibadah dapat saja tidak focus, nyanyian-nyanyian peribadahan

berfungsi untuk memusatkan fokus perhatian peserta ibadah pada

Tuhan dan firman-Nya.

32
M. Th. Mawene, Gereja yang Bernyanyi, (Yogyakarta: Penerbit ANDI,2004), h, 45-46
56

e. Disamping itu janji Yesus kepada Gereja-Nya bahwa dia akan

berkenan hadir didalam peribadatan mereka, “dimana dua atau tiga

orang berkumpul didalam Nama-ku, disitu Aku berada di tengah-

tengah mereka” (Mat. 18:20). Bagaimana kehadiran Tuhan itu

dirasakan dan dialami? Dari sinilah nyanyian ibadah berfungsi untuk

menghantar jemaat perlahan-lahan masuk kedalam suasana kudus dari

ibadah, dimana dalam suasana kudus tersebut kehadiran Allah

dirasakan dengan kuat.

Nyanyian Kristen yang bersumber pada refleksi iman Kristen atas

pergumulan kehidupan atau mengenai pergumulan kehidupan atau mengenai

pergumulan kehidupan atau mengenai hubungan dengan Tuhan. 33

Nyanyian Kristen adalah unsur yang penting dalam liturgi Gerejawi, yang

merupakan uangkapan perasaan hati yang terdalam yang ditunjukkan kepada uhan

Allah sendiri, dan sekaligus menjadi kesaksian iman kepercayaan orang yang

percaya yang dapat mempengaruhi dan menolong memberikan petunjuk orang

lain untuk percaya kepada Tuhan. Dengan kata lain nyanyian Kristen merupakan

unsur yang penting dalam peribadahan Gereja yang tidak dapat terlepaskan dari

unsur-unsur liturgi. 34

33
M.Th. Mawane, Gereja yang Bernyanyi, h, 23
34
Nyanyian, at http://www.gkps.or.id, diakses pada tanggal 19 Desember 2018, pukul
21:20 WIB
BAB IV

MAKNA MUSIK JEMAAT DALAM IBADAH UMAT KRISTEN

A. Jenis-Jenis Musik di Gereja Ekklesia Kalibata

Musik menjadi suatu hal yang penting di dalam ibadah umat Kristiani,

karena musik dan nyanyian memiliki peran di dalam membangun kehidupan

rohani. Musik dan nyanyian bukan sebagai aksesoris yang berfungsi untuk

memperindah rangkaian acara ibadah saja, bukan juga sebagai rutinitas yang

harus ada di dalam ibadah. Apalagi sebagai sajian yang dapat dinikmati atau di

tonton oleh jemaat. Lebih dari itu musik dan nyanyian ibadah memiliki nilai

yang sangat tinggi, karena musik ibadah di harapkan menuntun jemaat

mempersiapkan diri masuk ke dalam suasana hikmat untuk merasakan

kehadiran Tuhan. Guna mengikuti kebaktian selain Al-kitab, umat Kristiani

juga membawa buku nyanyian rohani. Hanya pembendaharaan nyanyian-

nyanyian setiap Gereja bisa berbeda-beda. Ada denominasi yang hanya

menyanyikan lagu-lagu mazmur saja, dan juga ada yang disamping itu

menyanyikan nyanyian rohani disamping mazmur.

Pada dasarnya Gereja-gereja di Indonesia telah memiliki kitab (buku)

nyanyian masing-masing baik dalam bahasa daerah maupun dalam bahasa

melayu atau bahasa Indonesia, Misalnya: Kidung pasamuan dan kidung pujian

dari Gereja Kristen Jawa, nyanyian Ende dari Gereja Hura Kristen Batak

Protestan, kitab nyanyian Tahlil dan mazmur yang di pakai di Gereja-gereja di

Maluku, Minahasa, dan Sangir-Talud sebelum perang pasifik, Dua Sahabat

Lama yang di pakai di Gereja-gereja tersebut yang dipakai setelah adanya

57
58

perang pasifik, Nyanyian Kesukaan Kristen yang digunakan oleh Gereja-

Gereja yang mereka menggunakan bahasa mandarin dan Indonesia

“dwibahasa”, Puji-pujian Rohani (GKMI), Nyanyian Kemenangan Iman yang

digunakan oleh Gereja-Gereja dari kalangan Pantakosta dan Injili lainnya,

Kidung Jemaat digunakan secara bersama-sama oleh Gereja-Gereja Indonesia.1

Disamping jenis-jenis nyanyian yang telah disebutkan diatas, terdapat pula

sejumlah nyanyian di dalam Alkitab, baik Perjanjian Lama maupun Perjanjian

Baru. Nyanyian-nyanyian tersebut adalah sebagai berikut:2

1. Perjanjian Lama: Nyanyian Laut Merah (Kel. 15:01-18:21), Nyanyian

Musa (UI. 32:1-43), Nyanyian Debora (Hak. 5:2-31), Nyanyian Pujian

Hana (01 sam. 2:01-10), Nyanyian tentang kebun Anggur Tuhan (Yes.

05:01-11), Nyanyian Celaka yang didalamnya mengandung

Penghukuman Bagi Orang yang Fasik (Hab. 02:06-20), Nyanyian-

nyanyian yang terhimpun dalam Alkitab yakni dalam kitab Mazmur dan

Kidung Agung, dan sebagainya.

2. Perjanjian Baru: Nyanyian Pujian Maria (Lak. 1:46-55), Nyanyian

Pujian Zhakaria (Luk. 1:68-79), Nyanyian Malaikat (Luk. 02:14),

Nyanyian Simeon (Luk. 01:29-31), Nyanyian Kristus (Flp. 2:05-11; 1

Tim. 3:16), Nyanyian Penjaga Takhta (Why. 04:08), Nyanyian ke-24

Tua-tua (Why. 04:11), Nyanyian Surgawi (Why. 11:15, 17-18),

Nyanyian Kemenangan (Why. 12:10-12), Nyanyian Musa dan Nyanyian

1
Hasil Wawancara dengan Pdt. Hendrik L. Tiwow (Pendeta GPIB Gereja Ekklesia
Kalibata saat ini), Rabu, 31 Oktober 2018 di Gereja Ekklesa Kalibata Jakarta Selatan.
2
M. Th. Mawane, Gereja Yang Bernyanyi (Yogyakarta: Andi Offset, 2014), h, 5
59

Anak Doma (Why. 15:3-4), Nyanyian Tentang Kejatuhan Babel (Why.

9:01-03), dan Nyanyian Perkawinan Anak Domba (Why. 19:6-10).

Telah terlihat dari berbagai macam nyanyian yang telah disebutkan diatas

bahwasanya antara Gereja satu dengan lainnya memiliki perbedaan maupun

persamaan dalam menggunakan nyanyian ibadat. Nyanyian jemaat yang

merupakan bagian dari musik Gereja yang menjadi satu dengan liturgi, “artinya

setiap unsur liturgi itu terangkai satu dengan lainnya yang membentuk satu

kesatuan pemahaman iman yang diyakini umat, yaitu keyakinan akan keselamatan

anugerah Allah atas manusia. Dalam hal ini, Gereja Ekklesia Kalibata selain

mereka melakukan peribadatan kebaktian dengan penggunan bahasa daerah, disini

juga mereka melakukan peribadatan kebaktian menggunakan bahasa Indonesia.

Adapun nyanyian yang tersusun dalam beberapa buku dan sering digunakan

dalam kebaktian di GPIB Gereja Ekklesia Kalibata Jakarta Selatan adalah sebagai

berikut:

1. Kidung Jemaat

Salah satu hal yang dapat mempersatukan Gereja adalah nyanyian

jemaat, sifat yang universal Gereja harus tercermin di dalam nyanyian itu.

Kidung Jemaat merupakan kidung nyanyian yang dinyanyikan oleh

Gereja-Gereja Indonesia, yang memiliki tujuan nyanyian tersebut dapat

dinyanyikan bersama dengan menghidupkan nyanyian secara bersama-

sama, sehingga kalaupun ada warga Gereja dari luar kota yang akan

beribadat ke Gereja lain tidak merasa asing akan nyanyian yang


60

dinyanyikan, karena nyanyian tersebut sama dengan nyanyian yang

dinyanyikan di Gerejanya. 3

Pada awalnya kidung jemaat ini tercipta adanya atas prakarsa dari PGI

(Persatuan Gereja Indoneisa), yang mana merupakan penerbit dan juga

pengganggas kidung ini adalah YAMUGER (Yayasan Musik Gerejawi),

yang memiliki tujuan untuk mengembangkan nyanyian dan musik

Gerejawi di Indonesia dengan cara menghimpun nyanyian-nyanyian yang

sudah ada dan cukup popular di Gereja-Gereja, menjemaatkan nyanyian

yang belum dikenal namun mengandung nilai spiritual yang bermanfaat,

maupun melalui upaya penciptaan nyanyian-nyanyian baru oleh orang

Indonesia yang memperlihatkan pergumulan oleh Gereja-Gereja di

Indonesia. 4 Kidung Jemaat biasa digunakan dalam perayaan ibadah di

berbagai Gereja. Gereja Ekklesia sendiri menggunakan Kidung Jemaat ini

pada saat Ibadah Hari Minggu, Ibadah Keluarga, dan pada saat Ibadah

Pelayanan Katagorial, dan hampir disetiap Ibadahnya Gereja Ekklesia ini

menggunakan Kidung Jemaat.5

3
Wawancara dengan Bpk. Hendrik L. Tiwow selaku pendeta dan juga mengikuti
peribadatan di Gereja Ekklesia Kalibata Jakarta Selatan saat ini, pada tanggal 04 November 2018
di Gereja Ekklesia Kalibata Jakarta Selatan
4
Dikutip dari kata pengantar dalam Kidung Jemaat, h. 2
5
Wawancara dengan Ibu Miske selaku pengurus pembuatan tata ibadah dan juga
mengikuti peribadatan di Gereja Ekklesia Kalibata Jakarta Selatan saat ini, pada tanggal 18 Januari
2019 di Gereja Ekklesia Kalibata Jakarta Selatan
61

2. Pelengkap Kidung Jemaat

Pelengkap Kidung Jemaat adalah (PKJ) adalah buku nyanyian rohani

(himne) yang dibuat untuk melengkapi Kidung Jemaat. Lagu-lagu yang

ada dalam Pelengkap Kidung Jemaat biasa digunakan dalam perayaan

ibadah di berbagai Gereja Kristen. Isi dari nyanyian ini 308 lagu yang di

dalamnya terdapat 12 lagu Taize. Yayasan Musik Gereja (Yamuger) di

Indonesia sudah empat kali menerbitkan Pelengkap Kidung Jemaat dan

terakhir diterbitkan pada tahun 2007. Saat ini sudah diterbitkan Pelengkap

Kidung Jemaat versi 4 suara. Pelengkap Kidung Jemaat ini biasa

digunakan hampir di tiap-tiap Ibadah, Gereja Ekklesia sendiri

menggunakan Kidung Jemaat ini pada saat Ibadah Hari Minggu, Ibadah

Keluarga, dan pada saat Ibadah Pelayanan Katagorial, dan hampir disetiap

Ibadahnya Gereja Ekklesia ini menggunakan Pelengkap Kidung Jemaat,

sama halnya dengan Kidung Jemaat, dan tergantung pada tema Ibadah

yang ada di Gereja. 6

3. Nyanyian Rohani

Nyanyian rohani merupakan nyanyian yang tidak bersumber pada satu

periskop tertentu yang dalam isi Al-kitab sendiri, melainkan merupakan

yang bersumber pada refleksi iman Kristen yang memang berhubungan

dengan pergumulan iman atau tujuan dari sebuah ibadah itu sendiri. 7

Nyanyian rohani yang merupakan nyanyian yang dinyanyikan oleh jemaat,

6
Wawancara dengan Ibu Nova selaku pendeta dan juga mengikuti peribadatan di Gereja
Ekklesia Kalibata Jakarta Selatan saat ini, pada tanggal 20 Januari 2019 di Gereja Ekklesia
Kalibata Jakarta Selatan
7
M. Th. Mawene, Gereja yang Bernyanyi (Yogyakarta: Penerbit ANDI,2004), h. 21
62

yang menjadi kombinasi dari lagu-lagu Zending dan juga lagu-lagu yang

diambil oleh barat. Begitu juga dengan Ekklesia Kalibata. 8

4. Gita Bakti

Gita bhakti ini diterbitkan oleh Sinode GPIB, Jenis lagu ini tergantung

pada tata Ibadah di Minggu itu (tema ibadah). Buku ini berisi nyanyian

yang dibuat khusus untuk digunakan dalam ibadah/kebaktian. 9 Gita bakti

GPIB dibentuk oleh Kelompok Kerja Musik Gereja (PokJaMuger) Gereja

Protestan di Indonesia Bagian Barat (GPIB) pada Mei 1999. Pada

perkembangannya, paduan suara Gita Bakti menjadi suatu wadah

Pembinaan dan pengembangan musik Gereja.

5. Kidung Muda-Mudi

Kidung Muda-Mudi adalah nyanyian yang digunakan untuk anak-

anak atau pemuda usia Taruna (usia SMP sampai dengan kelas 2 SMA

atau 12-16 tahun, setelahnya usia pemuda 17-35 tahun) dan nyanyian ini

untuk di Gereja Ekklesia Kalibata biasa digunakan pada saat hari Sabtu.10

6. Kidung Ceria

Kidung Ceria, merupakan salah satu nyanyian yang berisi lagu-lagu

pujian yang diterbitkan Yamuger (Yayasan Musik Gereja). Kidung Ceria

diklasifikasikan sebagai buku nyanyian jemaat anak, dari kategori umur

8
Wawancara dengan Bpk. Hendrik L. Tiwow selaku pendeta dan juga mengikuti
peribadatan di Gereja Ekklesia Kalibata Jakarta Selatan saat ini, pada tanggal 04 November 2018
di Gereja Ekklesia Kalibata Jakarta Selatan
9
Wawancara dengan Ibu Nova selaku pendeta dan juga mengikuti peribadatan di Gereja
Ekklesia Kalibata Jakarta Selatan saat ini, pada tanggal 20 Januari 2019 di Gereja Ekklesia
Kalibata Jakarta Selatan
10
Wawancara dengan Ibu Nova selaku pendeta dan juga mengikuti peribadatan di Gereja
Ekklesia Kalibata Jakarta Selatan saat ini, pada tanggal 20 Januari 2019 di Gereja Ekklesia
Kalibata Jakarta Selatan
63

balita sampai 11 tahun, dengan melodi yang sederhana namun memiliki

kandungan syair yang baik dalam rangka mendidik serta menumbuhkan

iman anak. Nyanyian inilah yang dipakai oleh Sekolah Minggu di

beberapa Gereja. Kidung Ceria adalah nyanyian suci yang merupakan

kidung yang berisi 400 nyanyian untuk dipakai dalam rumah tangga,

sekolah, sekolah Minggu dan lain-lain. Sekeli-sekali disana terbuka juga

dengan nyanyian Pop Rohani.

7. Mazmur

Mazmur adalah nyanyian atau syair puji-pujian yang biasa

dilantunkan oleh para nabi yang dipakai dalam ibadat di Bait Suci di

Yerusalem dan upacara kerajaan pada masa Israel Kono, kumpulan-

kumpulannya terdapat pada Perjanjian Lama di dalam Alkitab yang berisi

150 pasal.11 Kitab Perjanjian Lama adalah bagian dari Alkitab orang

Kristen sehingga diwarisi sampai sekarang dalam kehidupan umat atau

Jemaat. Hanya saja nyanyian Mazmur ini jarang dipakai di Gereja

Ekklesia Kalibata hanya di khususkan untuk ibadah-ibadah tertentu.

B. Isi Musik di Gereja Ekklesia Kalibata

Musik bagi umat Kristiani tak ubahnya adalah bagaikan pakaian, yang

selalu melekat akan tubuh manusia. Ibadah tanpa persekutuan atau nyanyian

tak ubahnya bagaikan seseorang memakai pakaian yang tidak lengkap.

11
Wawancara dengan Ibu Nova selaku pendeta dan juga mengikuti peribadatan di Gereja
Ekklesia Kalibata Jakarta Selatan saat ini, pada tanggal 20 Januari 2019 di Gereja Ekklesia
Kalibata Jakarta Selatan
64

Gambaran ini menunjukkan betapa pentingnya nyanyian dalam kehidupan

warga Gereja.12

Melodi dari sebuah lagu dapat dilengkapi dengan kata-kata atau Lirik.

Bentuk inilah yang dipakai oleh Gereja-gereja untuk mengungkapkan

kesaksian dan pemberitaan akan kebesaran allah pencipta dan sebagai medium

bagi umat-Nya untuk menyampaikan segala pujian kepada-Nya.

Nyanyian dapat diisi dengan pengalaman seseorang kepada Tuhan. Dan

juga dapat merupakan kesaksian umat Tuhan mengenai hubungan pribadinya

dengan Tuhan. Dapat pula merupakan kesaksian yang terdapat dala Alkitab

yang merupakan sebagai pedoman bagi kehidupan iman warga Gereja.

Didalam ibadah umat akan mengikuti liturgy sebagai cara bagi kita untuk

melakukan atau berbuat dan sekaligus menanggapi karya Yesus karena

keselamatan itu sudah dianugerahkan kepada kita, untuk keselamatan itulah

kita berkata-kata dan untuk itu pula kita menyanyi. 13

Dalam hal ini, kita dapat melihat bagaimana musik (nyanyian) dan ibadah

memang erat hubungannya, karena keduanya merupakan bagian yang integral

dalam kehidupan manusia. Secara lebih singkat, dapat dikatakan bahwa sebuah

nyanyian yang dipakai dalam ibadah umat Kristiani adalah nyanyian yang

memiliki karekater: lagu yang sederhana, bahasa yang digunakan baik dan

jelas, isi theologinya jelas, dan mencerminkan iman Kristiani.

12
Diambil dalam Buletin LPK 06 Sinode GKJ-GKI Jawa Tengah “Peranan dalam
Pembinaan Warga Gereja” (LPK Sinode GKJ dan GKI Jateng, Yogyakarta: 1991), h, 14
13
Buletin LPK 06 Sinode GKJ-GKI Jawa Tengah, h, 14-15
65

Sesuai dengan tujuan nyanyian itu hendaknya, suatu nyanyian berisikan

didalamnya:14 Getaran jiwa yang sesungguhnya dan murni.

1. Permohonan kepada Tuhan

2. Ucapan syukur terhadap Tuhan, memuliakan kebesaran dan

kekudusan-Nya, sehingga dapat mengungkan

3. Meneguhkan iman dan mengaku percaya kepada Tuhan.

4. Persembahan kepada Tuhan.

Di Gereja Ekklesia Kalibata, isi nyanyian yang digunakan dalam setiap

peribadatan sudah disistematisasikan sesuai dengan kumpulan-kumpulan

nyanyian yang terdapat dalam buku nyanyian tersebut diatas, adapun sistematisasi

isi nyanyian tersebut adalah:

A. Menghadap Allah

1. Puji-pujian dan Pembuka Ibadah

Dalam nyanyian ini berisi tentang ungkapan aklamasi jemaat

kepada Tuhan atas kasih dan kemurahan-Nya, baik yang bersifat doa

(nyanyian doa), ucapan syukur, ucapan puji-pujian kepada Tuhan, atau

pernyataan tekad iman untuk mentaati Tuhan dan hidup dengan Tuhan

senantiasa. Karena sebenarnya musik (nyanyian) adalah bentuk pujian

yang terbaik untuk memuliakan nama Tuhan, disamping itu menyanyi

dan memuji mengungkapkan persekutuan umat Kristen yang paling

erat hubungannya dengan sang pencipta. Selain itu nyanyian tersebut

14
Nyanyian, at http://www.gkps.or.id
66

juga berisikan tentang pembukaan ibadah, sehingga nyanyian tersebut

digunakan dalam pembukaan ibadah.

2. Bentuk Pengampunanan Pengakuan Dosa

Dalam kehidupan yang komplek ini, ditengah-tengah dunia

warga Gereja sering terjatuh dari kekhilafan dosa-dosa. Sehingga

dimana ia mengaku telah berbuat dosa secara khusus dihadapan Tuhan.

Untuk itu dalam nyanyian ini berisikan tentang pengakuan dosa dan

pengampunan dosa.

B. Pelayanan Firman Tuhan

Dalam pelayanan firman ini biasanya ini nyanyian yang merupakan

bentuk pelayanan tentang missal pembacaan Alkitab, penciptaan dan

pemiliharaan, perjanjian lama dan kelahiran Yesus dan missal Natal, kisah

pelayanan Yesus, Gereja dan kerajaan Alkitab, kehidupan sorgawi dan

lain-lain sebagainya.

C. Respon Terhadap Pelayanan Firman

Yang merupakan respon jemaat atas pemberitaan firman Tuhan, baik

yang dibacakan (pembacaan Alkitab) maupun yang diulas (khotbah).

Dalam fiman ini, jemaat mengakui kebenaran firman Tuhan dan

kesedianya untuk mentaati firman Tuhan tersebut.

D. Pelayanan Khusus

Dalam pelayanan khusus ini, isi nyanyian disesuaikan dengan bentuk

pelayanan khusus tersebut. Yakni, pelayanan khusus yang berupa:


67

1. Pelayanan Baptis

2. Perjamuan Kudus

3. Pelayanan Pernikahan

4. Pemakaman

Jadi dalam hal ini isi nyanyian akan disesuaikan dengan bentuk

pelayanan tersebut, dan hanya dinyanyikan pada saat pelayanan tersebut

berlangsung.

E. Waktu dan Musim

Dalam waktu dan musim disini seperti halnya pergantian tahun,

pergantian hari, dan musim yang berlangsung. Maka isi nyanyiannya di

sesuaikan dengan tema tersebut dan dinyanyikan pada waktu itu.

C. Makna Musik Gereja dalam Ibadah Jemaat Umat Kristen

Nyanyian memerankan peran yang sangat penting dalam kehidupan umat

Krstiani yang merupakan nyanyian adalah sebuah media untuk berkomunikasi

dengan Tuhan sebagai makanan rohani. Pencapaian rohani dengan melalui

nyanyian adalah sarana paling tepat untuk manusia yang hidup dizaman

sekarang yang dalam isi nyanyian merupakan gambaran dari pengalaman

kemanusiaan dan pergumulan iman didalam nyanyian itu telah menjembatani

hati manusia yang di bimbangkan oleh kepahitan hidup yang besar.

Alkitab meyaksikan bahwa musik cukup mendapat tempat dan perhatian

yang tersendiri dan ini mengandung implikasi bahwa kehadiran musik

mempunyai tujuan dan sasaran tertentu yang perlu dicapai. Allah memberikan

perintah dan tuntutan tertentu terhadap pemanfaatan dan peran musik di dalam
68

kehidupan Gereja-nya. Semua ini bertolak dari pemahaman bahwa musik

(dalam ibadah) pada dasarnya merupakan ide Allah yang dikaruniakan kepada

manusia pada umumnya dan umat Allah pada khususnya untuk memperkaya

kehidupan mereka.

Dalam hal ini, Dr. Brace H. Leafblad memberikan kesimpulan yang tepat:

“Music was God’s idea… a luxurious gift to Human Beings which has

enriched our life since earliest times. In Old Testament, God melded music and

worship, a glorious union still stable today… God takes music in the church

seriously…”15

Walaupun inisiatif pengadaan musik itu diperintahkan oleh Allah, namun

jika tidak sesuai dengan maksud Allah maka Allah tidak berkenan atasnya. Bila

Allah sendiri menyatakan perhatian yang cukup serius terhadap pemanfaatan

musik di dalam kehidupan umat-Nya, maka sudah seharusnyalah kita diwarisi

peninggalan karya-karya musik yang kaya dan indah harus memikirkan musik

gereja dengan serius pula. Berikut beberapa konsep yang benar mengenai

fungsi musik ataupun nyanyian . Seperti halnya di Gereja Ekklesia Kalibata

suatu nyanyian Gereja memiliki fungsi-fungsi tertentu bagi jemaatnya. Fungsi

nyanyian tersebut adalah sebagai berikut:

1. Sebagai Sarana untuk Memuji Tuhan

Horold Best, dekan dari Wheaton Conservatory of Music, dengan

tegas mengatakan bahwa: “Music is also an act of worship.” Sedangkan

seorang profesor Emeritus dalam bidang musik gerejawi dari Universitas

15
Brace H. Leafblad, “What Sound Church Music?”, dalam Christianity Today, 19 May
1998, 19-20 (Karl-Edmund Prier SJ, “Perkembangan Musik Gereja Sampai Abad ke-
20”,(Yogyakarta:Gema Duta Wacana, 1994), h. 38.
69

Rochester, M. Alfred Bicheh pernah mengatakan dalam khotbahnya di

Concordia Theological Seminary Indiana, 16 Maret 1978: “Music has

both sacramental and sacrificial overtunes”. 16 Musik merupakan

pemberian karunia yang dianugerahkan Allah kepada manusia karena itu

manusia harus memakainya untuk memuji Tuhan. Hal ini merupakan

prinsip dasar manusia, seperti yang dikatakan Rasul Paulus dalam Roma

11:36:

“sebab segala sesuatu adalah dari Dia, dan oleh Dia, dan kepada Dia:

Bagi Dialah kamuliaan sampai selama-lamanya!”.

Pengertian seseorang terhadap konsep peranan musik dalam ibadah

akan menentukan sikap orang yang bersangkutan dalam melakukan

tindakan ibadahnya. Lovelace dan Rice mengatakan dengan keras bahwa

penyalahgunaan musik dalam ibadah pada dasarnya merupakan tindakan

yang sudah menjadikan musik sebagai “pelacur” (Prostitute) dan bukan

sebagai “pelayan” (handmaid of religion). 17

Mengapa demikian? Karena dengan penyalahgunaan musik dalam

gereja, musik telah “dipaksa” untuk menjalankan peranan yang tidak

sesuai dengan makna dan maksud ibadah yang sesungguhnya. Maka

sebagai bagian dari ibadah, musik harus diperankan sesuai dengan makna

ibadah, dalam hubungan antara umat Allah dan Allah sendiri.

16
Harold Best, Music: Offerings of Creativity,(Yogyakarta:PML, 1987), h. 10.
17
Agusin C. Lovelace & William C. Rice, Worship and Music in the Church (Nashville:
Abingdon, 1976), 20-21 (Karl-Edmund Prier SJ. Pedoman Untuk Nyanyian dan Musik dalam
Ibadat Dokomen Universa Laus (Yogyakarta: PML, 1987), h. 10
70

Alasan dan tujuan pemanfaatan musik dalam relasi tersebut harus

bertolak dari Allah dan berporos kepada Allah. Dr. Leafbled

menyimpulkan:

“In our ministry to the Lord, our ultimate goal is to glorify Him. The goal

of worship is not the delight of man, but the pleasure of God. Thus the

ministry of music in worship must be primarily concerned with pleasing

and glorifying God. In worship, God is the audience”. 18

Tujuan akhir ibadah bukanlah kepuasan manusia melainkan kepuasan

Allah. Maka, pelayanan musik gerejawi dalam ibadah pertama-tama harus

berusaha memuaskan dan memuliakan Allah. Di dalam Mazmur 100:2b

berkata: “Datanglah di hadapan-Nya dengan sorak-sorai!” Ayat ini

menunjukkan bahwa musik Allah memiliki sesuatu yang disukai-Nya

ketika Dia dihampiri. 19 Musik bukan sekedar pencair suasana, bukan pula

sebagai pembangkit semangat jemaat. Karena itu tuntutan kualitas musik

tidak hanya ditekankan pada aspek “science and art” saja, melainkan juga

pada aspek isi atau berita dari syair-syair nyanyian yang bersangkutan. Hal

ini dimaksudkan untuk melihat apakah ada keselarasan antara isi atau

berita dengan realitas sifat dan Eksistensi Allah beserta musiknya.

Menyanyi merupakan salah satu kunci dari bentuk-bentuk

penyembahan. Melalui nyanyian Gereja, jemaat mengadakan pujian dan

penyembahan kepada Tuhan Allah, dimana jemaat tersebut memuji dan

memuja Tuhan, mengagungkan dan memuliakan nama Tuhan dengan

18
Leafblad, What Sound Church Music?, h. 10
19
Lamar Boschman, Musik Bangkit Kembali (Jakarta: Yayasan Pekabaran Injil Immanuel,
2001), h. 19.
71

sebuah nyanyian yang didalamnya merupakan pergumulan dari iman

Kristen. 20

2. Sebagai Sarana untuk Persekutuan (Fellowship)

Relasi pertama, yaitu antara umat dengan Allah, yang diwujudkan

dalam ibadah akan dengan sendirinya membawa mereka masuk dalam

relasi. Kedua, yaitu antara umat dengan sesamanya. Hal ini terjadi sebagai

konsekuensi logis, dimana setiap orang sama-sama datang ke hadirat Allah

sebagai umat yang telah ditebus, disucikan, diperbarui. Musik memiliki

daya untuk mempersatukan, sehingga dapat berperan sebagai sarana

pemersatu jemaat yang berkumpul bersama-sama untuk menyembah

Tuhan. Jemaat yang sudah dipersatukan dalam Kristus dipanggil dan

tergerak untuk mengikrarkan pengakuan, penyembahan, pngucapan syukur

bahkan puji-pujian kepada Allah. Hal tersebut sesuai dengan karakteristik

musik. Pengertian tentang peranan musik yang demikian akan mempunyai

akar teologis sebagaimana yang digariskan Alkitab, dan bukan sekedar

alasan fungsional belaka. Musik sakral senantiasa mempersatukan karena

pada saat ibadah dilangsungkan gereja telah menjadi satu.21

3. Sebagai Permohonan

Nyanyian memiliki sebagai fungsi permohonan yang terbanyak

disamping pujian dan penyembahan, hampir semua isi nyanyian

20
Wawancara dengan Bpk. Yohannes Wahono (Koordinator Pengurus dalam bidang
Ibadah di Gereja Ekklesia Kalibata Jakarta Selatan saat ini sekaligus sebagai Jemaat), pada tanggal
04 November 2018 di Gereja Ekklesia Kalibata Jakarta Selatan.
21
Best, Musik: Offering of Creativity, h. 10.
72

mengandung unsur-unsur permohonan didalamnya, hanya saja ada yang

sangat menonjol yang sangat sedikit unsur tersebut.

Melalui nyanyian ini, jemaat dapat menyampaikan permohonan-

permohonannya kepada Tuhan yang meyangkut tentang berbagai

pergumulan hidupnya dalam berbagai hal, dari hal-hal yang paling rohani

hingga yang paling jasmani, seperti halnya rejeki dan lain sebagainya. 22

Yang merupakan pada dasarnya satu nyanyian itu dapat digunakan sebagai

alat komunikasi dengan Tuhan, yang sama halnya dengan doa.

4. Sebagai Sarana untuk Pembinaan (Nurture)

Peranan musik erat hubungannya dengan menasehati jemaat. Musik

sebagai sarana untuk menyampaikan nasehat, dorongan, peringatan dan

penghiburan (encouragement, comfort) kepada saudara seiman agar

mereka dapat dikuatkan untuk bertumbuh dan berani menghadapi segala

realitas dan tantangan hidup sebagai orang Kristen yang benar. Ini jelas

berbeda dengan fungsi musik yang hanya sekedar bersifat entertainment

atau hiburan, di mana umumnya membawa orang kepada dunia mimpi

yang seolah-olah tidak ada persoalan dan kesulitan hidup yang

menyebabkan timbulnya rasa pesimis dan frustasi. Walaupun musik itu

sendiri memiliki aspek nilai Entertainment, namun di tengah-tengah

jemaat hal tesebut tidaklah menjadi tujuan yang paling utama.

22
Selatan Wawancara dengan Bpk. Yohannes Wahono (Koordinator Pengurus dalam
bidang Ibadah di Gereja Ekklesia Kalibata Jakarta Selatan saat ini sekaligus sebagai Jemaat), pada
tanggal 04 November 2018 di Gereja Ekklesia Kalibata Jakarta.
73

Dengan berdasarkan pengertian di atas, maka peranan musik gerejawi

dapat dimanfaatkan sebagaimana seharusnya, sehingga hal-hal yang

bersifat negative, misalnya manipulasi emosi yang ditimbulkan sebagai

efek sampingan dari jenis musik atau nyanyian tertentu dapat dihindari.

Sebaliknya, kehangatan ekspresi persekutuan dengan Allah yang saling

membangun akan dan dapat dirasakan oleh jemaat.

5. Sebagai Sarana Nasehat atau Ajakan/Dorongan

Nyanyian selain digunakan dalam upacara-upacara ibadah di Gereja,

nyanyian juga dapat digunakan sebagai bentuk semangat kepada umat

dalam menghadapi peristiwa-peristiwa yang besar dan bahkan juga dapat

dipakai untuk menenangkan orang.

Dalam fungsi ini nyanyian dapat memberikan nasehat dari orang-

orang yang beriman kepada orang yang beriman lainnya yang isisnya

antara lain dapat berupa ajakan kepada yang lain agar selalu tabah dalam

menghapi cobaan, penderitaan, dan ajakan agar selalu dekat dan berpegang

kepada Tuhan dan ajaran-Nya.

6. Sebagai Sarana untuk Pengajaran (Eduation)

Pada umunya peranan musik di sini dimengerti sebagai sarana untuk

menanamkan pengajaran-pengajaran yang terdapat dalam Alkitab ke

dalam hati, pikiran dan kehidupan umat-Nya. Kebenaran-kebenaran

spriritual tersebut menjadi lebih jelas, ekspresif dan komunikatif ketika

dinyatakan melalui melodi, harmoni dan ritme yang bersangkutan.


74

Dalam hal ini musik merupakan sarana yang amat efektif daripada

pendekatan verbal. Musik sebagai sarana pendidikan sudah lama dikenal

dan diterapkan. Di India para guru memakai untuk membina kerohanian

atau mental para murid atau pengikutnya. 23

Begitu pula Plato dan Aristoteles amat menganjurkan penggunaan

musik sebagai mata pelajaran wajib bagi para murid mereka untuk

membentuk karakter.24 Secara pedagogis, musik merupakan metode

pengajaran itu sendiri (a sound teaching method).

Penjelasan di atas sebenarnya sudah dikenal sebelumnya oleh para

filsuf di abad ke-3 SM, dan khususnya berkenaan dengan integrase

keunikan peranan musik dengan pendidikan agama Kristen, Marthin

Luther mengatakan bahwa Musik adalah metode dan sekaligus

kurikulum. 25

Oleh karena itu, gereja-gereja Liturgikal mempunyai kepekaan akan

pentingnya pengajaran doctrinal di dalam musik gerejawi. Theologi yang

tidak membawa manusia menyembah kepada Allah adalah theologi yang

tidak benar dan berbahaya. Agar makna ibadah tidak diselewengkan, maka

hubungan musik dan ibadah harus jelas. Musik dan nyanyian dipakai

23
Charles R. Hoffer, The Understanding of Music (California: Wadsworth Publishing Co,
1971), 2. Karl-Edmund Prier SJ. Pedeoman Untuk Nyanyian dan Musik dalam Ibadat Dokumen
Universa Laus (Yogyakarta: PML, 1987), h. 11.
24
Wlliam Lyod Hooper, Church In Music Transisition (Tennessee: Broadman Press,
1963), vi. Karl-Edmund Prier SJ. Pedoman Untuk Nyanyian dan Musik dalam Ibadat Dokumen
Universa Laus (Yogyakarta: PML, 1987), h. 11.
25
John F. Wilson, An Introduction to Church Music (Chicago: Moody Press, 1974), 39.
Karl-Edmund Prier SJ. Pedoman Untuk Nyanyian dan Musik dalam Ibadat Dokumen Universa
Laus (Yogyakarta: PML, 1987), h. 11
75

untuk menjaga keutuhan pengajaran yang bener agar gereja tidak terlena

dengan keindahan yang tidak menumbuhkan iman.

7. Sebagai Bentuk Pemberitaan

Dalam Al-Kitab (Matius 4:1) dijelaskan bahwasanya “Tuhan Yesus

Kristus datang kedunia ini untuk melaksanakan misi Allah yaitu untuk

memberitakan Injl Kerjaan Allah”. Salah satu tugas dari panggilan Gereja

sebagai buah dan sekaligus juga merupakan alat keselamatan, yang

kemudian disebut sebagai Pengkabar Injil.

Melalui nyanyian, merupakan jemaat yang sedang bersaksi dan

sekaligus ia sebagai bentuk pemberitaan Injil kepada keanggotaan yang

lain dan orang yang belum percaya kepada Tuhan Yesus Kristus. Pada

waktu tertentu nyanyian nyatanya lebih efektif sebagai sarana pemberitaan

atau sebagai pelayanan rohani jika dibandingkan dengan khotbah yang

dilakukan secara verbal. Ada saat-saat tertentu juga ketika khotbah tidak

begitu dihiraukan atau tidak berarti bagi seseorang yang berada dalam

kondisi kejiwaan (psikologis) tertentu disaat itulah suatu nyanyian yang

merupakan sebagai sarana pelengkap pengkabaran Injil yang efektif.

8. Sebagai Sarana Hiburan

Secara harfiah kata hiburan dapat didefinisikan sebagai usaha untuk

menarik perhatian, minat dan kesenangan. Nyanyian sebagaimana dapat

memberikan kesenangan dan hiburan bagi orang-orang yang

mendengarkannya ataupun menyanyikannya maka hati nya akan merasa


76

tenang. 26 Sekalipun nyanyian dijadikan sebagai sarana hiburan dan di lain

waktu nyanyian dalam Agama Kristen difungsikan sebagai pelayanan.

Pada dasarnya manusia memiliki beberapa aspek penting dalam

kehidupannya yang menjadikan ia makhluk yang sampurna, secara umum

aspek-aspek tersebut adalah aspek emosi, kognisi dan psikomotorik.

Emosi yang merupakan suatu keadaan dan reaksi organik didalam diri

manusia yang terjadi secara alamiah. Pada masing-masing individu mempunyai

cara tersendiri dalam merespon apa yang terjadi dalam dirinya maupun dengan

sekitarnya, yakni sebuah perasaan panik, takut, senang, terkejut dan lain

sebagainya.

Hal yang ketiga merupakan aspek Psikomotorik yang merupakan sebuah

reaksi motor (gerak otot) terhadap proses psikologis. Sebagaimana kita adanya

merespon terhadap bunyi dan mencari dari sumber bunyi tersebut atau kita

mengamatinya lewat tingkah laku kita sendiri. Pengaruh dari ketiga aspek

tersebut memiliki peran yang sangat besar terhadap kemampuan seseorang,

terutama jika sudah diperkenalkan sejak dini yakni semasa anak masih dalam

kandungan dan masa golden age.

Musik memiliki pengaruh yang cukup besar pada setiap manusia. Yang

dalam musik itu sendiri memiliki 3 bagian penting yang mempunyai pengaruh

pada seseorang yakni beat, ritme dan harmony. Beat dapat mempengaruhi

tubuh misalnya apabila ketika kita menynyikan atau mendengarkan musik rock

atau dangdut, bisa dipastikan tubuh kita akan bergerak atau bergoyang secara

26
Wawancara dengan Bpk. Yohannes Wahono (Koordinator Pengurus dalam bidang
Ibadah di Gereja Ekklesia Kalibata Jakarta Selatan saat ini sekaligus sebagai Jemaat), pada tanggal
04 November 2018 di Gereja Ekklesia Kalibata Jakarta.
77

spontan mengikuti alunan musiknya, ritme dapat mempengaruhi jiwa,

sedangkan harmony sendiri dapat mempengaruhi roh misalnya apabila kita

sedang merasakan pergumulan dalam hidup seperti halnya sedang gelisah,

sedang susah, dengan menyanyikan atau mendengarkan musik yang indah

yakni yang memiliki ritme teratur, maka perasaan kita akan manjadi lebih

tenang. Sedangkan hal yang berkaitan dengan roh jika kita menonton film yang

mengacu adrenalin misalnya horror, dimana selalu terdengar musik-musik

yang menyanyat sehingga bisa membuat merinding. Sementara dalam situasi

keagamaan, maka harmoni mengeringi kita ke alam ke-Tuhanan. Sebuah

nyanyian dapat menimbulkan rasa senang, rasa sedih, rasa gembira, dan lain

sebagainya sesuai dengan lagu dan iramanya. Nyanyian yang dalam kata-

katanya cocok dengan perasaan yang ditimbulkan sangat mengesankan dan

meresap kedalam hati orang yang menyanyikannya maupun mendengarkannya.

Musik bukan saja menjadi bahan hiburan tetapi juga sudah dimulai sebagai

bahan referensi untuk menjalani hidup, seperti halnya yang diungkapkan oleh

Don Campbell bahwa musik bukan hanya sebagai alat hiburan saja, melainkan

musik sebagai obat bagi tubuh dan jiwa. 27 Selain musik dapat mempengaruhi

suasana hati, musik kini diketahui memiliki sebuah kekuatan yang amat

mengagumkan. Dalam bahasa sederhana, musik itu berpengaruh bagi

seseorang, baik secara fisik, emosi dan spiritual.

27
M. Th. Mawene, Gereja yang Bernyanyi, (Yogyakarta: Penerbit ANDI,2004), h, 61
78

1. Pengaruh Nyanyian terhadap Dimensi Keyakinan

Dimensi keyakinan yaitu dimensi yang berisikan atas pengharapan-

pengharapan dimana dimana orang religius berpegang teguh pada

pandangan theologis tertentu dan mengakui kebenaran doktrin-doktrin

tersebut. Setiap gama mempertahankan seperangkat kepercayaannya

dimana para umatnya diharapkan agar taat terhadap ajaran-ajaran

agamanya. Walaupun demikian, isi dan ruang lingkup keyakinan itu

sangatlah bervariasi tidak hanya diantara agama-agama tetapi juga diantara

tradisi-tradisi dalam gama yang sama.28

Dari hasil analisis wawancara terhadap aspek atau komponen-

komponen yang mempunyai pengaruh terhadap dimensi keyakinan dapat

diketahui bahwasanya nyanyian mempunyai pengaruh terhadap dimensi

keyakinan. Terlihat dari hasil jawaban jemaat di Gereja Ekklesia Kalibata

Jakarta Selatan atas beberapa pertanyaan yang terdapat di panduan

wawancara, jemaat berpegang teguh terhadap pandangan theologisnya

mengenai ajaran-ajaran karya dari Tuhan Yesus yang dijewantahkan

dalam bentu nyanyian, yang merupakan suatu seruan untuk

diimplimentasikan dalam kehidupan yang nyata. Karena dengan nyanyian

jemaat mengadakan pujian dan memuja Tuhan, mengadakan permohonan

serta mengagungkan dan memuliakan-Nya.29

28
Djmaludin Ancok dan Fuad Nashori Suroso, Psikologi Islam: Solusi Islam atas
Problem-Problem Psikologi (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1995), h, 76
29
Wawancara dengan Bpk. Edison Sanaki selaku jemaat sekaligus sebagai pengurus
dalam bidang ibadah dan di kantor Gereja Ekklesia Kalibata Jakrata Selatan saat ini, pada tanggal
04 November 2018 di GPIB Gereja Ekklesia Kalibata Jakarta Selatan.
79

Dijelaskan oleh Bapak Hendrik L. Tiwow bahwa didalam ini syair

nyanyian-nyanyian yang ada dalam agama Kristen yng didalamnya

mengandung puji-pijian terhadap Tuhan Yesus, dan dengan

menyanyikannya dapat meneguhkan keyakinan imannya terhadap Tuhan

Yesus. Dengan mengikuti seluruh kegiatan ibadah di Gereja Ekklesia

Kalibata seperti halnya puji-pujian, belajar kitab akan meneguhkan

keyakinannya terhadap Tuhan Yesus sehingga merasa tenang dan hidup

lebih pasrah kepada Tuhan. 30

Berdasarkan tanggapan jemaat dari hasil wawancara dapat ditarik suau

kesimpulan bahwasanya nyanyian Gereja mempunyai pengaruh yang

cukup kuat terhadap dimensi keyakinan, karena didalam isi syair dari

nyanyian Gereja mengandung suatu bentuk ajaran dari Tuhan dan

permohonan terhadap Tuhan, dengan menyanyikannya meneguhkan

keyakinan iman jemaat di Gereja Ekklesia Kalibata Jakarta Selatan

Terhapap Tuhan.

2. Pengaruh Nyanyian terhadap Dimensi Ritual

Dimensi ibadah mencakup perilaku peribadatan, ketaatan dan hal-hal

yang dilakukan orang untuk menunjukan komitmennya terhadap agama

yang dianutnya. Hal ini diwujudkan kedalam bentuk pelaksanaan-

pelaksanaan yang bersifat praktis berupa perintah ataupun suatu

30
Wawancara dengan Bpk. Hendrik L. Tiwow selaku pendeta dan juga mengikuti
peribadatan di Gereja Ekklesia Kalibata Jakarta Selatan saat ini, pada tanggal 04 November 2018
di GPIB Kalibata Jakarta Selatan.
80

larangan. 31 Dalam Gama Kristen salah satu bentuk ibadah yang

dilaksanakan yaitu dengan nyanyian.

Hasil analisis pernyataan dalam hasil wawancara, setiap hari hampir

seluruh jemaat di GPIB Ekklesia Kalibata melakukan kidung nyanyian

baik mendengarkannya ataupun menyanyikannya sebagai bentuk

pengingat dalam kehidupannya ketika ia merasakan kesenangan,

merasakan kesedihan atau kebimbangan dalam hidupnya sebagai bentuk

kasih dari Tuhan terhadapnya dikarenakan dalam sebuah nyanyian

didalamnya mengandung ajaran-ajaran dari Tuhan serta sebagai bentuk

doa dan permohonan. Karena dengan melakukan nyanyian setiap hari

dalam waktu-waktu tertentu akan menumbuhkan kesadaran akan Tuhan

dan menjadikannya selalu dekat dengan Tuhan, dengan mengingat akan

kasih karunia yang diberikan Tuhan dalam segala kehidupannya. 32

Menurut pemahaman Bapak Hendrik nyanyian merupakan pendukung dari

ibadah dan merupakan bagian dari ibadah umat Kristen sendiri, serta

menurut pemahaman beliau nyanyian itu di istilahkan berdoa dua kali

karena isi dari syair-syair yang dinyanyikan dalam ibadah Kristen itu

sudah merupakan doa, adapun didalam syair isi nyanyian tersebut yang

merupakan ajaran dari Tuhan yang harus kita implimentasikan dalam

31
Djmaludin Ancok dan Fuad Nashori Suroso, Psikologi Islam: Solusi Islam atas
Problem-Problem Psikologi, h, 76
32
Wawancara dengan Bpk. Hendrik L. Tiwow selaku pendeta dan juga mengikuti
peribadatan di Gereja Ekklesia Kalibata Jakarta Selatan saat ini, pada tanggal 04 November 2018
di Gereja Ekklesia Kalibata Jakarta Selatan
81

kehidupan yang nyata agar kita mendapati keselamatan-Nya. 33 Selain itu

menurut Ria dengan mendengarkan maupun menyanyikan nyanyian

Gereja dapat memoivasi untuk berdoa setiap harinya. 34

Nyanyian mempunyai pengaruh yang kuat terhadap dimensi ibadah

para jemaat di Gereja Ekklesia Kalibata, terlihat dari respon jemaat di atas

yang melaksanakan nyanyian setiap harinya, karena dengan melaksanakan

nyanyian akan selalu mengingatkan kepada Tuhan, serta membangkitkan

kesadaran Tuhan yang terpendam dalam hati setiap jemaat bahwa Tuhan

mengasihi terhadap umatnya.

3. Pengaruh Nyanyian Terhadap Dimensi Pengalaman

Pengalaman keagamaan, tidak berbeda jauh dengan konsep

keagamaan lainnya, yaitu pengalaman keagamaan kepada realitas yang

mutlak. Dalam pengalaman tersebut realitas mutlak memberikan rasa

terpesona serta kagum dengan adanya kekuatan yang maha Agung

(overpowering and energetic presense), yang semua pengalaman tersebut

diekpresikan oleh aktivitas-aktivitas kesehariannya dan dalam ibadah.

Dimensi pengalaman berisikan fakta bahwa semua agama

mengandung pengharapan-pengharapan tertentu.35 Begitupun dari

pengalaman Wemmy Hukubun jika melaksanakan nyanyian akan

membawa pengaruh yang besar dalam kehidupannya. Karena didalam

33
Wawancara dengan Bpk. Yohannes Wahono (Koordinator Pengurus dalam bidang
Ibadah di Gereja Ekklesia Kalibata Jakarta Selatan saat ini sekaligus sebagai Jemaat), pada tanggal
04 November 2018 di Gereja Ekklesia Kalibata Jakarta
34
Wawancara dengan Ibu Ria Patty, sebagai kantoria sekaligus sebagai jemaat di Gereja
Ekklesia Kalibata, pada tanggal 04 November 2018 di Gereja Ekklesia Kalibata Jakarta Selatan
35
Djmaludin Ancok dan Fuad Nashori Suroso, Psikologi Islam: Solusi Islam atas
Problem-Problem Psikologi, h, 76
82

nyanyian yang di dalamnya merupakan isi ajaran dari Tuhan sehingga

ketika kita menyanyikan atau mendengarkan nyanyian hati akan menjadi

tenang, tidak mudah emosi, dan selalu ingat kepada Tuhan dimanapun

berada. 36 Dari hasil analisis wawancara bahwa kebanyakan jemaat juga

merasakan dengan mendengarkan dan menyanyikan nyanyian Gereja

selalu mendorong diingatkan untuk kembali kepada Tuhan ketika kita

sedang mengalami pergumulan dalam hidup.

Dalam pelaksanaannya, seseorang yang menyanyikan maupun

mendengarkan nyanyian dapat terhanyut dalam alunan musiknya sehingga

secara reflex akan bergerak menari mengikuti irama musik yang dihasilkan

ketika mengikuti peribadatan. Ketika alunan musiknya bersemangat dan

bergembira akan menghasilkan gerakan-gerakan yang bersemangat bahkan

pula ada berjingkrak-jingkrak dn bertepuk-tepuk mengikuti irama musik

yang dinyanyikannya, begitu juga sebaliknya, apabila alunan musiknya

pelan, akan menghasilkan gerakan tubuh yang lembut. Gerakan yang

ditimbulkan ini merupakan suatu bentuk ekspresi keagamaan, yang secara

sadar ataupun tidak sadar dapat dirasakan oleh pelakunya, sehingga dapat

merasakan kepuasan dan kenikmatan batin serta dapat mengekpresikan

rasa dalam hati secara lebih lepas.

Pengaruh nyanyian terhadap orang yang menyanyikannya maupun

mendengarkannya adalah dikarenakan bahwa orang tersebut tidak hanya

mendengarkan musik melalui telinganya saja, akan tetapi juga melewati

36
Wawancara dengan Wemmy Hukubun, sebagai jemaat di Gereja Ekklesia Kalibata,
pada tanggal 04 November 2018 di Gereja Kalibata Jakarta Selatan
83

setiap pori-pori tubuh. Hal tersebut seperti halnya yang diungkapkan oleh

Hazrat Inayat Khan, yakni bunyi-bunyi meresap melalui seluruh dirinya

dan berdasar pada pengaruh khususnya ia melibatkan atau mempercepat

sirukulasi darah, membangkitkan atau menenangkan sistem syaraf,

meninggikan gairah dan menenangkannya. Terlihat dari jawaban jemaat di

Gereja Ekklesia Kalibata atas beberapa pertanyaan yang terdapat dalam

panduan wawancara, ada sebagian jemaat yang memang masih tergolong

muda jemaat bernyanyi dan mendengarkan nyanyian Gereja sambil

bergoyang (ekpresif), bergoyang disini bukandalam artian bukan

bergoyang seperti halnya dalam musik rock ataupun dangdut melainkan

hanya sekedar menggerakkan kaki atau tangan saja. Dan ada pula di dalam

Gereja Ekklesia Kalibata ada kebaktian ekpresif dimana dalam kebaktian

tersebut jemaat bebas mengekpresikan bagaimana kita menyembah dan

memuji terhadap Tuhan, dalam kebaktian tersebut jemaat bebas dalam

mengekpresikannya. Para jemaat dapat melompat atau sekedar bertepuk

tangan, karena dalam hal tersebut kita merasa lepas dalam mengekpresikan

sebuah persembahan bagi Tuhan.37

Dilihat dari hasil respon jemaat atas beberapa pertanyaan dapat

disimpulkan bahwasanya nyanyian mempunyai pengaruh yang sangat kuat

terhadap pengalaman beragama seseorang, karena dengan nyanyian jemaat

merasakan adanya hubungan rohani dengan Tuhan Yesus sehingga kondisi

jiwa menjadi stabil karena merasa dekat dengan Tuhan.

37
Wawancara dengan Ibu Ria Patty, sebagai kantoria sekaligus sebagai jemaat di Gereja
Ekklesia Kalibata, pada tanggal 04 November 2018 di Gereja Ekklesia Kalibata Jakarta Selatan
84

4. Pengaruh Nyanyian Terhadap Dimensi Konsekuensial

Dimensi ini mengacu pada identifikasi akibat keyakinan keagamaan,

praktik, pengalaman dan pengetahuan seseorang dari hari ke hari.

Walaupun agama banyak yang menggariskan bagaimana penganutnya

seharusnya berpikir dalam bertindak dalam sehari-hari, tidak sepenuhnya

jelas sebatas nama konsekuensi-konsekuensi agama-agama merupakan

bagian dari bagian dari kometmen keagamaan atau semata-mata berasal

dari agama.38

Adanya perasaan bersalah merupakan ekpresi dari pengalaman

beragama. Kebanyakan dari hasil wawancara terhadap jemaat mereka

mengatakan dengan menyanyikan dan mendengarkan serta menelaah

makna dari nyanyian yang didalamnya mereka merasakan adanya perasaan

bersalah ketika menyanyikan atau mendengarkan nyanyian yang sesuai

dengan kondisi hatinya pada saa itu. Seperti yang diungkapkan oleh Ibu

Ani Rohani, jika seseorang sering memuja nama Tuhan maka akan

menjadi suatu kebiasaan dan selalu berpengaruh apabila melontarkan

perkataan-perkataan yang baik seperti halnya apabila seseorang tersebut

mendaptkan keterjatuhan (kaget) maka ia akan menyebut nama Tuhan

(Yesus).39 Dengan menyanyikan ataupun mendengarkan nyanyian Gereja,

jemaat termotivasi untuk menjalani hidup yang lebih bermakna. Hidup

bermakna yang dimaksud disini adalah mengerjakan segala aktifitas yang

38
Djmaludin Ancok dan Fuad Nashori Suroso, Psikologi Islam: Solusi Islam atas
Problem-Problem Psikologi, h, 76
39
Wawancara dengan Ibu Ani Rohni jemaat di Gereja Ekklesia Kalibata, pada tanggal 04
November 2018 di Gereja Ekklesia Kalibata Jakarta Selatan
85

berguna dalam hidup dan tidak mengerjakan aktifitas tanpa manfaat.

Dalam nyanyian Gereja juga dapat dijadikan sebagai alat control perilaku

jemaat dalam mentaati norma-norma yang berlaku baik dalam agama

maupun dalam masyarakat. Bagi jemaat baik norma agama maupun norma

dalam masyarakat sama-sama penting guna menciptakan kehidupan yang

harmonis.

Melihat tanggapan-tanggapan jemaat dari hasil wawancara dapat

ditarik sebuah kesimpulan bahwasanya nyanyian mempunyai pengaruh

yang sangat kuat terhadap dimensi pengalaman para jemaat.

5. Pengaruh Nyanyian terhadap Dimensi Pengetahuan

Pemahaman makna dari isi nyanyian Gereja merupakan salah satu hal

yang penting dan yang harus diperhatikan karena keindahan suatu

nyanyian amat dipengaruhi oleh bagaimana nyanyian itu dibawakan. Akan

tetapi maksud disini bukan hanya pemahaman dari nyanyian untuk

dinyanyikan saja, melainkan maksud pemahaman makna kata-kata dalam

nyanyian ini adalah pemahaman aka nisi nyanyian tersebut, sehingga

jemaat tidak hanya mampu menyanyikan saja tetapi juga ia sanggup

menjiwai isi dari apa yang disampaikan oleh nyanyian tersebut. Bagi

jemaat di Gereja Ekklesia kalibata yang membuat lebih mengerti tentang

ajaran-ajaran Tuhan Yesus, karena menurut pengalaman Bapak Hendrik

syair-syair dalam nyanyian Gereja yang didalamnya mengandung ajaran-

ajaran kehidupan yang telah diajarkan oleh Tuhan Yesus melainkan juga

dalam bentuk bahasa ibu (bahasa keseharian) yakni dalam hal ini
86

merupakan bahasa Indonesia yang digunakan dalam syair nyanyian

tersebut tentu hal itu menjadikan seseorang yang paham dan merupakan

bahasa kesehariannya lebih memaknai dan lebih menghayati apa yang

disampaikan dalam isi nyanyian tersebut.40 Oleh karenanya jemaat tahu

dan mampu menjelaskan akan dasar-dasar agama yang dijelaskan lewat

nyanyian. Berdasarkan hasil analisis diatas dapat disimpulkan bahwasanya

nyanyian Gereja Kriten mempunyai pengauh terhadap dimensi

pengetahuan.

Musik selalu berhubungan dengan kehidupan manusia, apapun jeninya

musik yang disukai dan digemari bila didengarkan dan dinikmati secara

terus menerus, cepat atau lambat akan memberikan pengaruh tertentu. Dari

pengaruh yang ditimbulkan nyanyian terhadap religiusitas seseorang,

khususnya subjek penelitian ini yakni di Gereja Ekklesia Kalibata Jakarta

Selatan maka terbukti bahwa nyanyian menarik bagi orang menyanyikan

dan mendengarkannya sehingga memotivasi mereka untuk menyelaraskan

dengan nyanyian tersebut dalam religiusitas jemaat di Gereja Ekklesia

Kalibata bisa disebabkan oleh menyanyikan dan mendengarkan nyanyian

Gereja dalam agama Kristen.

40
Wawancara dengan Bpk. Hendrik L. Tiwow selaku pendeta dan juga mengikuti
peribadatan di Gereja Ekklesia Kalibata Jakarta Selatan saat ini, pada tanggal 04 November 2018
di Gereja Ekklesia Kalibata Jakarta Selatan
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Sesuai dengan tujuan penelitian yaitu jenis-jenis musik yang sering

ataupun yang ada di Gereja Ekklesia Kalibata Jakarta Selatan yakni, Kidung

Jemaat, nyanyian ini digunakan pada hari minggu ibadah keluarga dan pada

saat pelayanan katagorial, lengkap dengan kidung pelengkap jemaatnya, ada

juga nyanyian Rohani yang merupakan kombinasi dari lagu-lagu zending

dan lagu-lagunya diambil dari barat. Selanjtnya ada Gita Bakti yang

diterbitkan oleh sinode GPIB yang berisi nyanyian yang dibuat khusus

untuk ibadah kebaktian, ada pula kidung Muda-mudi di khususkan untuk

anak-anak atau pemuda usia 12-16 tahun dan penggunaannya pada hari

sabtu selanjutnya Kidung Ceria, dan Mazmur. Sedangkan isi nyanyian yang

ada di Gereja Ekklesia Kalibata mempunyai sistematika unsur nyanyian

yaitu menghadap Allah Esa yang berisi puji-pujian dan pembuka ibadah

nyanyian ini berisi tentang ungkapan aklamasi jemaat kepada Tuhan atas

kasih dan kemurahan-Nya, baik yang bersifat doa dan ucapan syukur,

kemudian bentuk pengampunanan pengakuan dosa, pelayanan firman

Tuhan, respon terhadap pelayanan firman Tuhan, dan juga ada pelayanan

khusus, Dalam pelayanan khusus ini, isi nyanyian disesuaikan dengan

bentuk pelayanan khusus tersebut. Yakni, pelayanan khusus yang berupa

yang berupa pelayanan baptis, perjamuan kudus, pelayanan pernikahan dan

pemakaman, kemudian yang terakhir waktu dan musim, dalam waktu dan

87
88

musim disini seperti halnya pergantian tahun, pergantian hari, dan musim

dan musim yang berlangsung. Sedangkan makna dan pengaruh musik gereja

terhadap jemaat di GPIB Ekklesia Kalibata Jakarta Selatan yaitu

bahwasanya makna musik Gereja Kristen sebagai sarana jemaat untuk lebih

mendekatkan dirinya kepada tuhan, karena akhir dari ibadah bukanlah

kepuasan manusia melainkan kepuasan Allah dan dengan musik umat bisa

berelasi dengan Allah dan relasi antara umat dengan sesamanya sehingga

musik memiliki daya pemersatu jemaat, musik juga sebagai permohonan

karena melalui musik jemaat dapat menyampaikan permohonan kepada

tuhannya yang menyangkut tentang berbagai pergumulan dalam hidupnya

dari hal yang paling rohani hingga paling jasmani, seperti rezeki dan lain-

lain, serta musik gereja juga sebagai pembinaan yang erat hubungannya

menasehati jemaat, menyampaikan nasehat, dorongan dan penghiburan

maknanya agar mereka dikuatkan untuk bertumbuh dan berani menghadapi

tantangan hidup sebagai orang Kristen, dan musik juga sebagai ajakan atau

dorongan agar jadi penyemangat kepada umat dalam menghadapi peristiwa-

peristiwa besar supaya tabah dalam menghadapi cobaan. Musik juga

mempunyai makna pengajaran yang untuk menanamkan pengajaran-

pengajaran yang terdapat dalam Alkitab ke hati dan pikiran umat Kristen

serta musik sebagai pemberitaan, melalui musik jemaat bersaksi dan

sekaligus ia sebagai bentuk pmberitaan Injil ke anggota lain dan orang yang

belum percaya kepada tuhan Yesus Kristus, yang terakhir musik sebagai
89

hiburan untuk menarik perhatian, minat dan kesenanga, maka hatinya akan

merasa lebih tenang.

Di samping itu musik juga mempunyai pengaruh-pengaruh tertentu

terhadap religiusitas jemaat khususnya jemaat di gereja Ekklesia Kalibata

Jakarta Selatan, yaitu terhadap dimensi keyakinan, karena didalam isi dalam

syair dari musik gereja mengandung bentuk ajaran dari tuhan dan

permohonan terhadap tuhan, dengan menyanyikannya meneguhkan iman

jemaat terhadap tuhan dan musik dimensi ritual karena merupakan

pendukung dari ibadah umat Kristen, nyanyian itu di istilahkan berdoa dua

kali karena isi dari syair-syairnya sudah merupakan bentuk doa yang

syairnya merupakan ajaran tuhan yang harus di implimentasikan dalam

kehidupan nyata agar mendapati keselamatan. Musik juga mempunyai

pengaruh terhadap dimensi pengalaman karena dalam pelaksanaannya

seseorang yang menyanyikan ataupun mendengarkan nyanyian secara

reflek akan bergerak mengikuti irama musik pada saat mengikuti

peribadatan. Dan ada juga pengaruh konseksual yaitu adanya perasaan

bersalah ketika menyanyikan atau mendengarkan nyanyian yang sesuai

dengan kondisi hatinya pada saat beribadah. Yang terakhir pengaruh

terhadap pengetahuan yaitu jemaat bisa lebih mengerti tentang ajaran-ajaran

tuhan Yesus, karena syair dalam nyanyian gereja didalamnya mengandung

ajaran-ajaran kehidupan yang telah diajarkan oleh tuhan Yesus.

Dari makna dan pengaruh yang ditimbulkan musik terhadap

religiusitas seseorang, khususnya pada subjek penelitian ini maka terbukti


90

bahwa musik Kristen mempunyai makna yang dalam terhadap jemaat,

menguatkan iman serta menarik bagi pendengarnya dan bagi yang

menyanyikannya, dalam peribadatan memotivasi mereka untuk

menyelaraskan isi nyanyian yang merupakan ajaran dalam Alkitab dan

Tuhan Yesus dalam kehidupan kesehariannya. Jadi dari hasil penelitian ini

religiusitas jemaat di Gereja Ekklesia Kalibata bisa disebabkan oleh

menyanyikan serta mendengarkan nyanyian Gereja. Musik atau nyanyian

juga memiliki pengaruh terhadap perubahan emosional jemaat dalam ibadah

dikarenakan dengan iringan musik dan nyanyian akan mempermudah

jemaat untuk masuk dalam suasana peribadatan yang khusuk atau hikmat.

B. Saran

Sehubungan dengan penelitian ini, penulis ingin memberikan saran

kepada umat Kristen serta para personil yang bertugas dalam pelaksanaan

ibadah di Gereja untuk lebih merenungkan lagi makna-makna religius yang

terkandung dalam syair-syair nyanyian dan mengaplikasikannya kedalam

kehidupan sehari-hari. Bagi para pemusik atau penata ibadah dalam ibadah

umat Kristen untuk terus berlatih meningkatkan kemampuan bermain

musiknya agar dapat menjaga dan meningkatkan kualitas karya musik

iringin yang dihasilkan. Selain itu pemandu nyanyan jemaat harus lebih

teliti dalam membaca notasi lagu dan tidak hanya membaca syair saja,

namun lebih kepada memaknai atau menghayati isi nyanyian. Musik juga

memiliki bagian yang besar dan penting dalam liturgi ibadah. Agar ibadah
91

dapat berjalan dengan baik dan khidmat musik dan nyanyian perlu

dipersiapkan secara matang demi meningkatkan sebuah kualitas ibadah

yang lebih baik.

Seseorang pemain musik Gereja harus lebih memahami tanggung

jawabnya baik kepada Allah ataupun Gereja. Pemain musik memiliki

tanggung jawab terhadap Gereja karena pelayanan di bidang musik

merupakan bagian yang terpenting dari seluruh rencana pengajaran dan

kegiatan Gereja. Selain itu pemain musik Gereja memiliki tanggung jawab

yang lebih besar terhadap Allah, karena Allah telah mempercayakan bakat

serta kesanggupan istimewa kepada pemain musik, untuk itu pemain musik

iringan harus bersungguh-sungguh mempersembahkan dirinya akan melatih

setiap hari agar bakatnya dapat berkembang dan dapat digunakan dengan

baik.

Kesimpulan akhir yang penulis capai bukanlah sebuah kebenaran

yang bersiat mutlak, akan tetapi membutuhkan banyak lagi pertimbangan

baik dalam hal akademis maupun praktis. Penelitian yang penulis lakukan

di Gereja Ekklesia Kalibata Jakarta Selatan merupakan sebuah potret kecil

yang coba penulis kemukakan, alangkah baiknya jikalau penelitian lebih

lanjut dapat dengan lebih luas cakupannya, baik materi maupun subyek

yang diikutsertakan dalam Agama Kristen.


DAFTAR PUSTAKA

Buku

Alkitab. (2004). Jakarta: Lembaga Alkitab Indonesia.

Agastya Rama Listya, Kontekstualisasi Musik Gereja, Salatiga: FakultasTeologi

UKSW,1999.

Best Harold, Music: Offerings of Creativity, Yogyakarta:PML, 1987.

Boschman Lamar, Musik Bangkit Kembali, Jakarta: Yayasan Pekabaran Injil

Immanuel, 2001.

Boshman Lamar, Musik Bangkit Kembali, Jakarta: Pekabaran Injil Imanuel, 2001.

D. subama Abay, et al, Islam dan Kesenian. Majelis Kebudyaan Muhammadiyah

Universitas Achmad Dahlan Lembaga LITBANG: 1995.

David Ray, Gereja yang Hidup: Ideide Segar Menjadikan Ibadah Lebih Indah,

Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2009.

Dikutip dari kata pengantar dalam Kidung Jemaat.

Disdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka 1998.

Djohan, Psikologi Musik, Yogyakarta: Best Publisher, 2009.

F. White James, Pengantar Ibadah Kristen, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2011.

Fuad Nashori Suroso dan Djmaludin Ancok, Psikologi Islam: Solusi Islam atas

Problem-Problem Psikologi, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1995.

92
93

Ghazali, Muchtar Adeng, Ilmu Perbandingan Agama, Bandung: Pustaka Setia,

2000.

Handel Ohn, Nyanyian Lucifer-ikhwal Penciptaan, Pengaruh terhadap Kerohani-

andan Kejiwaan, Yogyakarta: Yayasan Andi, 2002.

Hardjana, Estetika Musik, Jakarta: Depdikbud, 1983.

J.L. Ch. Abineno, Unsur-unsur Liturgia: yang Dipakai Gereja-gereja di Indone-

sia, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2010.

Jacob, S. Th, Hendry B. Dj. “Ketika Benih Bertumbuh”, GPIB Jemaat Ekklesia

DKI Jakarta, Jakarta, T.tp, 2011.

Kenneth W. Osbeck, 101 Hymns Stories, Michigan: Kregel Publications, 1982.

Kracuter Tom, Kunci Keberhasilan Pemimpin Pujian dan Musik, Bandung:

Lembaga Literatur Baptis, 2001.

Martasudjita, E. Pengantar Liturgi- makna, Sejarah dan Teologi Liturgi, Yogja-

karta: Kanisius, 1999.

Mawene, Gereja yang Bernyanyi, Yogyakarta: Penerbit ANDI, 2004.

MoleongLexy J, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT Remaja Rosda-

karya, 2010.

Nasution, S. Azas-azas Kurikulum, Bandung: Penerbitterate, 1964.

Prier SJ Karl-Edmund, “Perkembangan Musik Gereja Sampai Abad ke-20”, da-

lam Gema Duta Wacana, Edisi Musik Gereja, Yogyakarta: Gema Duta

Wacana, 1994.

R. Ray David, Gereja Yang Hidup; Ide-ide Segar Menjadikan ibadah Lebih In-

dah, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2009.


94

Saragih Winnardo, Misi Musik: Menyembah atau Menghujat Allah, Yogyaka-

ta:Penerbit ANDI, 2008.

Shihab Alwi, Islam Inklusif, Bandung: Mizan, 1999.

Sorge Bob, Mengungkap Segi Pujian dan Penyembahan, Yogyakarta: Andi, 1991.

Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, Bandung: CV. Alfabeta, 2005.

Suprayogo Imam, Metode Penelitian Studi Agama, Bandung: PT. REMAJA

ROSDAKARYA, 2001.

Tanudjaja Royandi, Musik dalam Ibadah, Jakarta: Grafika Kreasindo, 2012.

Zainul Bahri Media, Wajah Studi Agama-agama Dari Era Teosofi Indonesia,

1901-1940 Hingga Masa Reformasi, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015.

Internet, Jurnal

Arwanto Kristian Satriyo, Peran Musik Iringan dan Pemandu Nyanyian Jemaat-

dalam Ibadah di GKJ Wonosobo, Skripsi Fakultas Bahasa dan Seni, UNY,

2014.

Diambil dalam Buletin LPK 06 Sinode GKJ-GKI Jawa Tengah “Peranan dalam

Pembinaan Warga Gereja” , LPK Sinode GKJ dan GKI Jateng,

Yogyakarta: 1991.

Dian presetya Paulus, Peran Nyanyian dan Musik Gerejawi di GKMI Pacangaan,

Salatiga: Fakultas Teologi UKSW, 2002.

Ester Gunawan Nasrani, Suatu Tinjauan Teologis dan Historis, diunduh resmi dari

http://www.gpdiworld.us tanggal 16 Juli 2018 pukul 22:25 WIB


95

F. Detwiler David, Church Music and Colossian 3:16 dalam Bibli otecha Sacra

Volume 158 No. 631, USA: Dallas Theological Seminary, 2001.

http://data.jakarta.go.id/dataset/jumlah-penduduk-dki-jakarta-berdasarkan-agama,

diaksespadatanggal 16 Februari 2019

http://gpib.jurnal-biologi.com/id3/2729-2204/Gpib_64983_gpib-jurnal-

biologi.html, diaksespadatanggal 11 Februari 2019.

http://www.gpib-ekklesia.org/tentang-ekklesia/sejarah.html, diakses pada tanggal

11 Februari 2019.

https://id.wikipedia.org/wiki/Kalibata,_Pancoran,_Jakarta_Selatan, diakses pada

tanggal tanggal 16 Februari 2019

Huzaemah, “Musik sebagai Media Dakwah: Analisa Isi program Syair dan Syair

TVRI Juni-November 2001”, Skripsi Sarjana Pendidikan, Jakarta: Per-

pustakaan UIN Syarif Hidayatullah, 2002.

Mazmur 148 dan 150.

Musik Gereja dan Remaja”, dalam Musik dalam Ibadah di Komisi Remaja SMP,

at http://www/gkjmb.or.id.bulletin10/tiwi.html.

Nyanyian, at http://www.gkps.or.id, diakses pada tanggal 19 Desember 2018,

pukul 21:20 WIB.

Rama ListyaAgastya, Menyanyi dan Memuji Tuhan dengan Roh dan Akal Budi

dalam Kritis: Jurnal Studi Pembangunan Inter disiplin, Salatiga: Program

Pasca Sarjana UKSW, 2004.

Roma 10:9
96

S Hali Mohammad, “Unsur Musik dalam 3 buah Sajak Khalil Matran”, Skripsi

Sarjana Pendidikan, Jakarta:Perpustakaan UI, 1998.

Salim Tamara Adriani, “ Efek Musik dalam sajak Liris Chanson D’Automnedan

Serenade Karya Paul Verlane”, skripsi Sarjana Pendidikan, Jakarta: Per-

pustakaan UI, 1989.

Wiranti Dwi Pangesti, Pengaruh Nyanyian Terhadap Religiusitas Jemaat di Ger-

eja Kristen Jawa Gondokusuman Yogyakarta, Skripsi Fakultas Ushuluddin

dan Pemikiran Islam, UIN Yogyakarta, 2017.

www.jaksel.go.id, diakses pada tanggal 16 Februari 2019.

Yesaya 45:23; Roma 14:11

Wawancara

Wawancara pribadi dengan Bpk. Edison Sanaki, pada tanggal 04 November 2018

di GPIB Gereja Ekklesia Kalibata Jakarta Selatan.

Wawancara pribadi dengan Bpk. Yohannes Wahono, pada tanggal 04 November

2018 di Gereja Ekklesia Kalibata Jakarta Selatan.

Wawancara pribadi dengan Ibu Ani Rohani, pada tanggal 04 November 2018 di

Gereja Ekklesia Kalibata Jakarta Selatan.

Wawancara pribadi dengan Ibu Miske, pada tanggal 18 Januari 2019 di Gereja

Ekklesia Kalibata Jakarta Selatan.

Wawancara pribadi dengan Ibu Nova, pada tanggal 20 Januari 2019 di Gereja

Ekklesia Kalibata Jakarta Selatan.


97

Wawancara pribadi dengan IbuRia Patty, sebagai kantoria sekaligus sebagaij

emaat di Gereja Ekklesia Kalibata, pada tanggal 04 November 2018 di Ger-

eja Ekklesia Kalibata Jakarta Selatan.

Wawancara pribadi dengan Wemmy Hukubun, pada tanggal 04 November 2018

di Gereja Kalibata Jakarta Selatan.

Wawancara pribadi dengan Pdt. Hendrik L. Tiwow, Pada Rabu, c31Oktober 2018

di Gereja Ekklesa Kalibata Jakarta Selatan.


Lampran 1

PEDOMAN INTERVIEW

A. Diajukan Kepada Pengurus Serta Pimpinan Majelis Gereja Ekklesia Kalibata

1. Apa pengertian dari kata Gereja Ekklesia ?

2. Bagaimana sejarah berdirinya Gereja Ekklesia Kalibata ?

3. Apa saja aktivitas yang ada di Gereja Ekklesia Kalibata ?

4. Bagaimana bentuk pembinaan yang dilakukan dalam komisi-komisi di Gereja

Ekklesia Kalibata?

5. Jenis musik kontemporer apa musik tradisional yang digunakan di Gereja Ekklesia

ini?

6. Apa jenis serta isi nyanyian yang ada di Gereja Ekklesia Kalibata?

7. Apa yang di maksud dengan arti istilah musik dibawah ini dan kapan

digunakannya?

a. Kidung jemaat

b. Pelengkap kidung jemaat

c. Nyanyian rohani

d. Gita bakti

e. Kidung muda-mudi

f. Kidung ceria

g. Mazmur

8. Fasilitas peralatan apa saja yang digunakan dalam mengiringi nyanyian Gereja?

9. Apa peran atau fungsi dari nyanyian Gereja? Di fungsikan sebagai apa saja

nyanyian Gereja?
10. Bagaimana makna pelaksanaan nyanyian dalam Ibadah umat Kristen di Gereja

Kalibata?

11. Bagaimana pengaruh nyanyian Gereja terhadap jemaat di Gereja Ekklesia

Kalibata?

12. Bagaimana hubungan musik dengan Ibadah umat Kristen?

13. Bagaimana kedudukan nyanyian dalam ibadah dan Gereja?

14. Bagaimana cara pelaksanaan nyanyian yang benar?

15. Apakah selalu harus ada musik atau nyanyian dalam setiap ibadah umat Kristen?

B. Diajukan Kepada Jemaat Di Gereja Ekklesia Kalibata

1. Bagaimana perasaan anda ketika menyanyikan dan mendengarkan nyanyian pada

saat beribadah?

2. Apakah nyanyian Gereja memotivasi anda untuk senantiasa untuk senantiasa

berperilaku baik?

3. Apakah anda selalu memahami makna kata-kata yang terdapat dalam nyanyian

gereja pada saat beribadah?

4. Ketika menyanyikan dan mendengarkan musik atau nyanyian pada saat beribadah

memotivasi anda untuk menjalani hidup yang lebih bermakna?

5. Apakah nyanyian gereja memotivasi anda untuk berdoa setiap hari?

6. Apakah musik atau nyanyian gereja mendorong anda untuk semakin cinta

terhadap Tuhan Yesus?

7. Apakah nyanyian gereja tersebut membuka mata hati anda untuk bertaubat?

8. Disaat anda kesusahan, hati merasa terhibur setelah mendengarkan nyanyian

gereja?
9. Ketika anda menyanyikan dan mendengarkan nyanyian gereja apakah anda

merasa keimanan anda semakin bertambah?

10. Apakah anda merasa terpaksa ketika menyanyikan dan mendengarkan nyanyian

pada saat beribadah?

11. Ketika anda mendengarkan dan menyanyikan nyanyian gereja anda ikut terbawa

suasana dengan menggerak-gerakan anggota tubuh anda?

12. Apakah anda merasa bosan untuk menyanyikan nyanyian di gereja?


lampiran II

Daftar Informan di Gereja Ekklesia Kalibata

1. Nama : Hendrik Loley Tiwow


Umur : 53
Status : Pendeta
2. Nama : Nova
Umur : 43
Status : Pendeta
3. Nama : Yohanes Wahono
Umur : 50
Status : Pelayan Pendeta
4. Nama : Edison Sanaki
Umur : 52
Status : Ketua Pengurus Gereja Ekklesia Kalibata
5. Nama : Ria Patty
Umur : 32
Status : Jemaat (Kategori Kantoria atau Penyanyi di Gereja Ekklesia
Kalibata)
6. Nama : Miske
Umur : 41
Status : Jemaat (Kategori Karyawan / Pembuatan Tata Ibadah)
7. Nama : Ani Rohani
Umur : 52
Status : Jemaat ( Kategori Rajin Mengikuti Ibadah)
8. Nama : Wemmy Hukubun
Umur : 28
Status : Jemaat (Kategori Pendidikan Tinggi)
Lampiran III

Dokumentasi Penelitian di Gereja Ekklesia Kalibata Jakarta Selatan

Dokumentasi Wawancara Penelitian

Bersama Pdt. Hendrik Loley Tiwow


Bersama Pdt. Nova Bersama Bpk. Yohannes Wahono

Bersama Ibu Ria Patty Edi Sopandi


Menyaksikan Langsung Jalannya Dokomentasi Pada Saat Jemaat
Ibadah Minggu di Gereja Ekklesia Mengikuti Ibadah Minggu
Kalibata

Dokumentasi Latihan Para Pemuda Alat Musik Pengering Ibadah


Halaman Gereja Ekklesia Kalibata Jakarta Selatan

Depan GPIB Gereja Ekklesia Kalibata Jakarta Selatan

Anda mungkin juga menyukai