Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin dan Filsafat
Untuk memenuhi Syarat-Syarat Mencapai
Gelar Sarjana Theologi Islam
(S. Th. I)
Oleh :
Desy Susanti
103032127685
Skripsi yang berjudul "Makna dan Tata Cara Upacara Kuningan Dalam
Agama Hindu" telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Ushuluddin dan
Filsafat Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal
18 November 2008. skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar sarjana program strata 1 (S1) pada Jurusan Perbandingan
Agama.
SIDANG MUNAQASYAH
Anggota
Pembimbing
Skripsi
Oleh :
Desi Susanti
NIM : 103032127685
Di Bawah Bimbingan
2008
KATA PENGANTAR
tanda rasa sykur kehadirat Allah S.W.T, yang berkat rahmat-nya yang maha
luas tak kenal batas, penulis ahirnya dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai
salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Theologi Islam (S.Thi)
Skripsi ini membahas ttentang makna dan tata cara upacara haari
raya kuningan dalam agama Hindu sebagai hasil dari studi lapangan (Field
sekitar penulis dan juga bimbingan serta serta bantuan banyak pihak yang
selesai dalam menulis skripsi ini. Semoga allah memberinya balasan pahla
sholeh.
Penulis ingin berterima kasih kepada berbagai pihak yang telah
1. Kedua orang tuaku ibunda Asnani dan ayahanda Dedy Sagita yang
8. bu Dra. Hj. Ida Rosydah, M.A., dan Bapak Maulana, M.A., Sebagai
9. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Ushuluddin dan Filsafat yan gtelah
10. Bapak I Yoman Astawa sebagai Dosen STHI ( Sekolah Tinggi Agama
12. Seluruh pihak yang karena kealpaan saya belum tercantum namanya
menyadari bahwa hasil skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Namun,
pembaca, dan semua pihak yang senantiasa haus akan ilmu pengetahuan.
Terima kasih.
Desy Susanti
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
Bhuana....................................................................... 33
BEKASI
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................... 70
B. Saran ......................................................................... 72
Daftar Pustaka...................................................................................... 74
BAB 1
PENDAHULUAN
ini, percaya kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Banyak hal yang mendorong
umat Hindu harus percaya terhadap adanya Tuhan itu dan berlaku secara
alami. Adanya gejala atau kejadian dan keajaiban di dunia ini, menyebabkan
kepercayaan umat Hindu semakin mantap, bahwa semuanya itu pasti ada
yang mengatur semua ini, Tuhan pula sebagai penyebab pertama segala yang
ada.1
Karena agama itu adalah kepercayaan, maka dengan agama pula umat
umat Hindu untuk mendekatkan diri. Mendekatkan diri itu tiada lain adalah
Tuhan, yang merupakan sumber dari semua yang ada dan terjadi. Kepada-
Nyalah umat Hindu memasrahkan diri, karena tidak ada tempat lain dari pada-
Nya tempat umat Hindu kembali. Keimanan kepada Tuhan ini merupakan
agama Hindu.
Yajna, asal katanya dari Sansekerta yaitu “Yaj” (dibaca yad) yang
korban. Kata ini juga dihubungkan pula dengan konsepsi penciptaan alam
1
Drs. Anak Agung Gde Oka Netra, Tuntunan Dasar Agama Hindu, (Jakarta: Hanoman
Sakti, 1994), h. 19.
semesta1. Yajna adalah simbol bahasa yang mengandung pengertian sebagai
untuk memperoleh suasana kesucian lahir dan batin. Karena itu, yajna
merupakan jalan yang paling popular dan yang paling banyak dapat dilakukan
kalangan masyarakat Hindu dalam wujud yajna dibagi menjadi lima yang
1. Dewa Yajna yaitu: salah satu dari ajaran Tri Rna yang disebut Dewa Rna,
artinya adalah hutang budhi kepada Ida Sang Hyang Widhi yang telah
1
Ida Pandita Mpu Wijayananda, Makna Filosofis Upacara dan Upakara (Surabaya:
Paramita, 2004), h. 7.
3
G. Putja MA. SH, Pengantar Agama Hindu II Sraddha ( Jakarta: Mayasari, 1984), h. 76.
4
I. B Bangli, Mutiara dalam Budaya Hindu Bali (Surabaya: Paramita, 2005), h. 77-78.
“ Yajna-sistasinah santo
Mucyante sarva-ki’bisaih,
Bhunjate tetu agham papa
Ye pacanty atman-karanat.”
2. Pita Yajna adalah suatu korban suci yang dilakukan oleh umat Hindu yang
ditujukan ke hadapan pitra yang berarti bapak atau ibu leluhur yang
sehingga menjadi orang yang dapat hidup mandiri. Terhadap leluhur yang
3. Rsi Yajna adalah menghaturkan dunia kepada para Pandita yang telah
4. Bhuta Yajna adalah suatu persembahan atau tawur yang ditujukan kepada
para Bhuta Kala yaitu suatu kekuatan negatif yang timbul sebagai akibat
dekat kepada Tuhan, karena ia akan lebih memahami kekuatan Dewa yang
adalah:
a. Otonan atau Wetonan, adalah upacara yang dilakukan pada hari lahir,
5
Tattwam Asi adalah kata-kata dalam filsafat Hindu yang mengajarkan kesosialan yang
tanpa batas, karena diketahui bahwa “Ia adalah kamu”, saya adalah kamu dan segala makhluk
adalah sama sehingga menolong orang lain berarti menolong diri sendiri dan menyakiti orang lain
berarti pula menyakiti diri sendiri.
6
I Made Titib, Pedoman Upacara Suddhi Wadani (Denpasar: PT. Upada Sastra, 1994), h.
11.
7
Ed. Visvanathar, Tanya Jawab Hindu Bagi Pemula (Surabaya: Paramita, 2001), h. 279
yang telah beranjak remaja atau dewasa. Bagi wanita yang telah
mengalami menstruasi, dan bagi pria yang telah memasuki akil balik.
pertama yaitu persembahan kepada Dewa Yajna. Upacara hari raya Kuningan
dan dharma), juga merupakan perwujudan dari tiga kerangka dasar ajaran
Dalam skripsi ini, penulis hanya akan membahas mengenai Makna dan
Tatwa cara Upacara Hari Raya Kuningan dalam Agama Hindu (Studi Kasus
3. Apa tujuan dari upacara yang diadakan di Pura Agung Tirta Bhuana
Bekasi?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan penelitian skripsi ini memiliki dua bagian, tujuan umum dan tujuan
khusus.
1. Tujuan Umum
2. Tujuan Khusus
ilmiah (skripsi).
data-data tertulis yang berhubungan dengan judul skripsi ini, serta Penulis juga
yang ada hubunganya dengan penulisan skripsi ini. Dan penulis juga
8
G. Pudja MA. SH. Bhagawad Gita ( Pancama Weda ) (Jakarta: Departemen Agama R.I,
1993/1994), h.174-176.
menggunakan ( Field Research) penelitian lapangan, supaya Penulis mngetahui
pembahasan. Gagasan ini didapatkan dari buku-buku primer atau pun sekunder.
Adapun pendekatan yang Penulis gunakan dalam penelitian ini adalah dengan
Sedangkan teknik analisis merupakan salah satu teknik dalam penelitian dengan
pemuka Agama Hindu, bersama Bapak I Wayan Sudarma, Penganut agama Hindu
dan pemangku. Adapun teknik penulisan skripsi ini, Penulis mengacu pada buku
diterbitkan oleh CeQDA ( Center For Quality development and Assurance ), tahun
2007.
E. Sistematika Penulisan
10
Alimuddin Tuwu (ed), Pengantar Metode Penelitian, ( Jakarta: UI Press, 1993), h. 85.
secara garis besar tentang hal-hal yang akan disajikan. Adapun sistematika
BAB II : Pura Agung Tirta Bhuana Bekasi: Pengertian pura, fungsi dan
lampiran-lampiran.
BAB II
1. Pengertian Pura
pulau Bali, istilah “pura” menjadi khusus untuk tempat tinggal para raja
dan bangsawan.2
agama, tempat untuk sujud dan menyembah. Tempat untuk sujud secara
lahir batin, sujud jiwa raga ke hadapan Sang Hyang Widhi ( Tuhan Yang
Maha Esa). Sujud dalam arti patuh, taat dan bakti secara tulus ikhlas. Siap
yang datang tidak boleh uang kotoran ke dalam tempat suci, tidak boleh
masuk ke tempat suci ketika dalam keadaan cuntaka atau sebel, tidak
boleh berbuat dan berkata-kata yang tidak baik di tempat suci dan
Tempat suci bagi umat Hindu dari sekian banyak untuk beribadah
adalah Pura, sebenarnya istilah Pura berasal dari kata “Pur” yang artinya
Kota, benteng, atau kota yang berbenteng, dan juga berarti pada suatu hari,
pada waktu yang lalu, dan juga bisa berarti puas dan terisi4. Pura berarti
suatu tempat khusus dipakai untuk dunia kesucian dengan dikelilingi oleh
Astina Pura. Pura disebut juga dengan istilah kahyangan, tempat pemujaan
Hyang Widhi.5
kepada Sang Hyang Widhi. Pura adalah tempat manusia mengabdi dan
4
Kamus Sansekerta Indonesia, Proyek Peningkatan Mutu Pendidikan Pemerintahan
Daerah Tingkat Bali, h. 249-251.
5
Panitia Tujuh Belas, Pedoman Sederhana Pembangunan (Jakarta: Metra Sari, 1986), h.
164.
berbakti kepada Sang Hyang Widhi, tempat memohon dan bersujud
Artinya :
Pura dibangun untuk memohon kehadiran Sang Hyang Siva, sakti,
kekuatan atau prinsip dasar dan segala manifestasi atau wujudnya
dari elemen hakekat yang pokok, Parthivi sampai kepada Sakti-Nya,
wujud konkrit (materi) Sang Hyang Siva merupakan Sthana Sang
Hyang Widhi. Hendaknya seseorang melakukan perenungan dan
memujan-Nya.6
hidupnya ke arah jalan yang benar serta tempat memohon ampun atas
suka ria, dia datang ke Pura untuk mengucapkan rasa syukur atas
6
I. Made Titib, Teologi dan Simbol-simbol dalam Agama Hindu (Surabaya: Paramita,
2003), h. 89-90
Hyang Widhi (Tuhan Yang Maha Esa) dengan berbagai manifestasi-
c. Tempat untuk memuja roh-roh suci (yang dipandang suci), baik roh
suci leluhur atau roh para Rsi maupun Raja-raja yang dianggap telah
menjadi Dewa-Dewi.
Pura sebagai tempat suci yang dikramatkan oleh umat Hindu, pada
7
Netra, Tuntunan Dasar Agama Hindu, h. 85-86.
a. Masyarakat setempat telah mengadakan pemufakatan untuk
oleh yoga.
artinya salah satu pustaka suci yang tertua setelah kitab suci Weda
diwahyukan. Isi kitab suci lontar berisi petikan-petikan (inti sari) dari
kitab suci Weda yang ditulis oleh para Rsi-rsi zaman dahulu khususnya
kitab suci Weda kepada penganutnya dan umumnya isi suci lontar
yang diyakini oleh umat Hindu sebagai Dewa pencipta alam semesta
berserta isinya Kerti artinya tulisan yang bisa bermanfaat bagi umat
manusia.
biasanya dilakukan pada hari Purnama (bulan penuh) atau pada hari
Tilem (bulan mati). Hal ini disebabkan karena pada hari Purnama dan
Tilem itu merupakan hari pensucian para Dewa. Upacara ini disertai
dengan upakara (banten) burat wangi dan lenga wangi (sejenis canang
penyeimbang, dan dua ekor naga sebagai pengikat yaitu Naga Taksaka
masing, yaitu ada kayu prabhu, kayu arya dan kayu patih. Yang
disebut kayu prabhu, misalnya kayu ketewel dan kayu cendana. Kayu
arya, misalnya kayu sentul dan kayu jati, sedangkan kayu cempaka
a. Pura Keluarga
lingkup yang lebih kecil disebut dengan Sanggah atau pamerajan, dan
di dalam Pura Keluarga ini adalah Hyang Widhi (Tuhan Yang Maha
beruang tiga merupakan tempat pemujaan Tri Murti dan Dewa Pitara,
b. Pura Desa
Pura Desa ini disebut pula Pura Khayangan Tiga atau Kahyangan
sebagai Tri Wisesa dan Tri Murti. Pura ini terdiri Pura Desa (Balai
Agung) ialah tempat pemujaan Hyang Widhi (Tuhan Yang Maha Esa)
Nya sebagaui Wisnu yaitu Pemelihara, dan Pura Dalem ialah tempat
disungsung oleh umat Hindu yang ada di seluruh Indonesia pada khususnya dan seluruh Umat Hindu
umumnya. Di Indonesia, Pura yang paling besar yang tergolong Khayangan Jagat ini adalah Pura Besakih.
Di samping Pura Besakih, tempat suci yang juga tergolong Khayngan Jagat, sebagaimana disebutkan
dalam lontar-lontar Bali adalah Pura Batur atau Ulun Danu sebagai tempat memuja Hyang Widhi dalam
manifestasinya sebagai Wisnu, Pura Andakasa adalah tempat memuja Hyang Widhi dalam manifestasinya
sebagai Brahman, Pura Lempuyang adalah tempat memuja Hyang Widhi daalm manifestasinya sebagai
Iswara, Pura Goa Lawah tempat memuja Maheswara, Pura Uluwatu adalah tempat memuja Rudra, Pura
Watukaru tempat Mahadewa dan Pura Bukit Pangelengan atau Gunung Mangu adalah tempat Sangkara.
Sedangkan Pura Besakih adalah tempat memuja Hyang Widhi (Tuhan Yang Maha Esa) dalam
manifestasinya sebagai Siwa dan sambhu. Semua Pura Khayangan Jagat ini terletak di seluruh pemjuru
mata angin pulau Bali, yang berfungsi sebagai pelambang untuk menjaga keseimbangan alam semesta.
Semua Dewa yang beristana di tiap-tiap Pura Khayangan Tiga ini adalah personifikasi atau perwujudan
Yang dimaksud dengna Pura Fungsional di sini adalah di mana pemuja, pendukung atau penyungsung dari
Pura atau tempat suci tersebut mempunyai suatu kepentingan yang sama dalam hal-hal tertentu. Tempat
suci yang termasuk golongan Pura Fungsional ini adalah Pura Subak (Ulun Suwi atau Ulun Carik) dan lain
sebagainya. Pura Subak disungsung dan didukung oleh para petani sebagai anggota dari suatu subak,
mereka mempunyai kepentingan yang sama terutama dalam mendapatkan air untuk sawh-sawah mereka,
maka bersama-samalah mereka mendirikan Pura. Yang dipuja di Pura Subak ini adalah Hyang Widhi
dalam manifestasinya sebagai Wisnu dengan saktinya Dewi Sri memberikan dan yang menjadi sebab dari
kesuburan itu.
2. Fungsi Pura
memuliakan dan memuja ida Sang Hyang Widhi Wasa (Tuhan Yang
Maha Esa).
Berikut ini pengelompokkan Pura di Bali, berdasarkan Sraddha atau Tatwa agama Hindu yang
berpokok pangkal pada konsepsi ketuhanan Yang Maha Esa dengan berbagai manifetasi atau prabhawa-Nya
dan konsepsi Atman Manunggal dengan Brahman (Atmasiddhadevata) menyebabkan timbulnya pemujaan pada
Prabhawa/ manifestasi-Nya.
b. Pura Kawitan; Tempat memuja atma sidha dwata atau roh suci
leluhur.9
8
Ketut Soebandi, Sejarah Perkembangan Pura-pura di Bali, (Departemen Cv. Kayumas,
1983), Sebuah Pengantar.
9
Ngurah, Buku Pendidikan Agama Hindu untuk Perguruan Tinggi, h. 178.
sama dalam mata pencarian seperti: pura subak, melanting dan
sebagainya.
mungkin terdapat pula pura yang berfungsi gandha yaitu memuja Hyang
Widhi atau dewa juga untuk memuja bhattara. Hal itu dimungkinkan
tinggal (teritorial), ikatan pengakuan atas jasa seorang guru suci (Dang
10
Titib, Teologi dan Simbol-simbol dalam Agama Hindu, h. 100.
Ikatan geneologis adalah atas dasar garis kelahiran dengan perkembangan
lebih lanjut.
3. Manfaat Pura
bersama.
Bhuana Bekasi berdasarkan arsip atau diktat Bapak I Made, ketua Banjar. Pura
serta dibarengi pembentukkan Parisadha Hindu Dharma Indonesia di Kabupaten Bekasi. Sampai saat ini Umat
Hindu di Bekasi berjumlah sekitar 533 kepala keluarga yang dikelompokan menjadi 3 (tiga) Banjar yaitu Banjar
Seroja, Banjar Kodya Bekasi dan Banjar Hita Karma Pondok Gede terdiri dari 19 (sembilan belas) Sub Banjar. 11
Banjar suka duka Hindu Bekasi itu ada Tiga (3) Banjar yaitu:
a. Banjar Proja.
b. Banjar Bekasi.
11
Panitia Pembangunan Pura Agung Tirta Bhuana, Sejarah Pendiri Tempat Ibadah,
(Yayasan Tirta Bhuana Bekasi, 1988), h. 23.
Terbagi lagi menjadi 19 sub Banjar yaitu:
1. Pekayon.
2. Bintara.
4. Harapan Jaya.
6. Narogong.
7. Marga Hayu.
8. Duren Jaya.
9. Tambu.
11. Cikarang.
13. Seroja.
15. Perumnas.
diusahakan dengan membeli tanah, namun tidak terwujud karena saat itu
wilayah Kota Madya Bekasi propinsi Jawa Barat. Pura dengan luas +/-
(Sabtu), Kliwon wuku Landep, tanggal 23 Maret 1991, yang dipuput oleh
Ida Pedanda Gde Putu Singarsa dan diresmikan oleh Bupati Tk. II
diperingati pada setiap Tumpek Landep (210 hari sekali) Pura Agung Tirta
Bhuana terletak di Jl. Jati Luhur raya No. 1, Kelurahan Jaka Sampurna,
linggih (diresmikan) tahun 1991, sapai saat ini diempon oleh tiga Banjar
yaitu: banjar Suka Duka Kota Bekasi, banjar Pondok Gede dan banjar
Seroja. Banjar Suka Duka Kota Bekasi terdiri dari duabelas tempek
Seroja. Sampai saat ini jumlah umat Hindu yang berdomisili di wilayah
2008), Namun yang terdafatar sebagai anggota tempek dan Banjar Suka
Duka Kota bekasi sebanyak 700 KK dan 200 KK terdaftar di banjar
Pondok Gede ( sumber : data statistik banjar Suka Duka Kota bekasi
periode 2008). Dan sampai saat ini memiliki siswa Pasraman sebanyak
cukup mudah.
Sejak Ngenteg Linggih untuk pertama kalinya, hingga saat ini setiap
2. Proses Bangunan
dilakukan oleh beberapa umat yang saat itu bekerja di Departemen PU,
Nomor 006/ PHDI/ II/ 1988, tanggal 25 Februari 1988, permohonan umat
Serba Guna Jatiluhur yang terletak di jalan Jatiluhur Raya no.1 Kelurahan
Jakasempurna, Bekasi Selatan sebagai lokasi Pura. Permohonan ini juga
persetujuan Nomor. 04.04. Da / 508 tanggal 9 Mei 1988 dan dengan surat
status yang lebih kuat untuk menjamin kepastian hukum telah selesai
tanggal 31 Maret 2000. saat ini perolehan sertifikat Hak Milik sedang
dalam proses.
3. Perjanjian
Kesra, tanggal 1 Agustus 1989, dan ijin mendirikan bangunan Nomor. 946
b. Dana pembangunan Pura berasal dari Dana Punia Umat dan usaha-
tanah serta telah mengikuti ukuran atau sikut bangunan ritual yang
Putu Singarsa Cimahi Jawa Barat, dihadiri oleh Bupati Tk. II Bekasi
4. Nama Pura
lokasi adalah bumi atau daerah yang banyak air sedangkan Ditjen
seluas 2.512m2.
Pura Agung adalah tempat suci yang besar secara spiritual. Tirta
Ada banyak kegiatan yang dilakukan oleh Pura Agung Tirta Bhuana,
baik yang dilakukan secara rutin maupun non-rutin atau berkala atau
insidental.
1. Kegiatan Rutin
a. Kegiatan ritual atau upacara pada setiap hari suci Hindu, seperti
yang ada.
(Persatuan Wanita Suka Duka Hindu Dharma) untuk setiap hari Sabtu.
f. Kegiatan seni dan budaya, seperti sanggar tari Saraswati setiap hari
sebagainya, yaitu pada setiap hari Minggu (waktu dan ruang tertentu) dan
hari Minggu pertama sampai Minggu terakhir. Jenis aktivitas yang telah
Wanita Suka Duka Hindu Dharma) atau KPSHD (Kumpulan Suka Duka
c. Kegiatan seni dan budaya Hindu atau Bali dari DKI Jakarta, Bali dan
daerah lainnya.
akhir hidup.
Tata krama dalam upacara Kuningan adalah ada beberapa tata krama
adalah:
bulan (42 hari) bayi tersebut belum boleh dibawa untuk melaksanakan
Perkataan susila berasal dari kata “su” yang berarti baik, indah dan bagus.
Sedangkan “sila” berarti tingkah laku atau laksana. Jadi, susila berarti tingkah
laku atau tata laksana yang baik atau bagus. Secara garis besar susila dibagi
sadar dengan tugas dan kewajiban sendiri, tugas dan kewajiban yang dipilih
Artinya:
Lebih baik mengajarkan kewajiban sendiri walaupun tidak sempurna
dari pada dharmanya orang lain yang dilakukan dengan baik lebih baik mati
dalam tugas sendiri dari pada dalam tugas orang lain yang sangat
berbahaya.
sadar dan mengerti tentang tugas orang lain, kita harus sadar mengapa
seseorang memilih pekerjaan itu. Oleh karenanya kita harus dapat menghargai
sewajarnya tugas sesama kita, sehingga tidak menimbulkan iri hati bila orang
lain sukses dalam bidangnya, dan sebaliknya kita pun harus bahagia atas
1. Pengertian Upacara
dan memahami makna upakaranya. Oleh karena itu upacara dan upakara
jalan yajna merupakan sebuah bentuk metode ritual yang selalu dilakukan
oleh umat Hindu (dan semua umat beragama secara umumnya), dengan
1
S. wojowasito, Kamus Kawi Indonesia ( Jakarta: Bali Pustaka, 1988), h. 286.
mantap dalam beragama. Yajna, asal katnya dari Sansekerta yaitu “Yaj”
atau memberikan korban. Kata ini juga dihubungkan pula dengan konsepsi
Hyang Widhi Wasa serta semua manifestasiNya. Dengan jalan yajna untuk
akan keadaan jiwa yang sebenarnya ( awidya) yaitu tidak tahu akan
Indonesia. Peta itu sendiri bukanlah Indonesia, tetapi peta Indonesia itu
kesucian.
pengantar persembahan umat Hindu. Dan bunga atau canang sari serta
alat lain yang fungsinya kadang-kadang sebagai hiasan atau cetusan rasa
seni.
Acara.
yaitu Sang Hyang Widhi Waasa yang berada dalam makhluk hidup.
• Susila adalah tingkah laku yang baik dan mulia yang selaras dengan
• Acara adalah adat istiadat atau prilaku yang benar secara individu
Sedangkan pengertian Hari Raya (suci) bagi umat Hindu adalah hari-
hari yang dianggap suci dan kramat untuk melaksanakan yajna yaitu
manifestasinya dan para leluhur, dalam hal ini akan ada beberapa jenis hari
raya seperti:
4
I Ketut Jingga, Upadeca tentang ajaran-ajaran agama hindu ( Singaraja: Parisada
yayasan hindu Dharma Sarathi, 19), h. 61.
c) Hari Raya Saraswati.
Wuku Kuningan yaitu, setiap 6 bulan sekali atau 210 hari sekali
sepuluh hari setelah hari raya Galungan. Yaitu hari kembalinya Sang
Upacara hari raya Kuningan harus sudah selesai sebelum tengah hari.
Pada hari Kuningan ini membawa sesajen (banten) yang dihaturkan
dilimpahkan oleh Hyang Widhi Wase. Pada hari itu umat Hindu
tengah hari kalau sampai lewat tengah hari sudak tidak ada maknanya
lagi.
Jawa tetapi sumbernya di India yang dikenal dengan Hari Raya Wijaya
Dasami berasal dari kata dasa yang artinya pengabdian dan mi artinya
saya. Jadi, kata Wijaya Dasami artinya saya memenangkan diri dengan
kebajikan, yakni tanpa pamrih, jiwa dan ini rohnya hanya boleh
5
Endogan adalah symbol tempat makan karena itu Endogan berisikan buah-buahan, tebu,
tumpeng serta lauk-pauk yang biasa umat Hindu makan sehari-hari.
melakukan sesuatu kebaikan yaitu pengabdian, artinya memberi dia
wajib melakukan itu tanpa harus meminta atau ingin diberi, ini adalah
adalah 2 hari raya dalam satu rangkaian di mulai dari Wuku Galungan
menang, hari raya Wijaya Dasami di mulai dari hari raya Galungan
kotoran atau penyucian diri yang dilakukan selama 10 hari, dan proses
pekan. Satu pekan atau minggu terdiri dari 7 hari. Maka satu tahun
wuku terdiri dari 210 hari. Perhitungan tahun secara wuku terutama
saptawara terdiri dari tujuh hari. Dalam satu wuku, pertemuan antara
hari pasaran dan hari pekan sudah pasti. Misalnya hari Sabtu-Pon
Kuningan
Indra. Pada minggu ini jatuh hari Raya Kuningan pada hari Sabtu
– Kliwon.
Minggu – Wage
Senin – Kliwon
Selasa – Legi/Umanis
Rabu – Paing
Kamis – Pon
Jumat – Wage
b. Sapta Wara yaitu: redite (pembagian hari dalam satu minggu) dari
c. Panca Wara yaitu: adalah lima (5) sifat dalam menentukan baik
dan buruknya hari yang terdiri dari: Humanis, Paing, Pon, Wage
dan Kliwon
Jadi Wuku ada 30 Wuku, satu Wuku umurnya 7 hari, satu bulan
2009.
Maha Esa berupa sesaji-sesaji atau pebanten (banten) yang berasal dari
kepada Tuhan Yang Maha Esa memakai upacara yaitu sesajen sesuai
selain warna adalah “Amertha” (air suci). Satu sudut pandangan yang lain
bahwa, kata Kuningan berasal dari kata Keuningan” yang mengandung arti
dan tujuan dari pelaksanaan hari suci Kuningan adalah pada hari itu segenap
Artinya: “Sabtu wuku kliwon kuningan itu bataranya maha dewa, maha dewa
itu sama dengan siwa turun, beliau para dewa dengan pitara-pitaranya untuk
menengok keluarganya untuk memberikan restu, makanan suci dan kehidupan
sebagai mana mestinya laksana suci membuat sesajen makanan selangi (nasi
kuning) nasi kuning yang lengkap”.
umat mengenai Tattwa, Etika, dan Upacara atau Upakara hari suci Kuningan,
atau Loka Dresta. Oleh karena itulah umat Hindu perlu meningkatkan diri
bahwa, waktu pelaksanaan upacara hari suci Kuningan, jangan sampai lewat
dari pukul. 12.00 sing, karena kalau lewat dari waktu tersebut, para Dewata
filsafat agama yang paling tinggi tidak perlu lagi menyembah Tuhan
2. Menyembah Tuhan dengan cara imanen yaitu dengan cara Bhakti Marga
disucikan atau Pratima (arca kecil lalu disembah) karena keterbatasan ilmu
Sedangkan. landasan dari kitab Wedanya adalah Bhagawad Gita bab III
6
G. Pudja, Bhagawad Gita (Pancama Weda), h. 76-77.
“Dewan bhawayat ‘nena
Te dewa bhawayantuwah,
Paraparam bhawayantah
Sreyah paramawapsyatha.
hari lamanya. pada hari raya Galungan leluhur turun kebumi dari Pitraloka
sanak keluarganya dibumi ini, maka umat Hindu selama 10 hari itu
percaya moksa artinya menyatu dengan Tuhan. Maka itulah umat Hindu
tepatnya sebelum jam 12 siang jika lewat dari jam 12 siang itu tidak ada
serembeng itu ada isinya; ada yang disebut tapak dari yang artinya
dibersihkan setelah kelapa dilengkapi dengan telur itik (karena telur itik
satu buah kemiri (lambang purusa atau laki-laki), setelah itu dilengkapi
benteng diri.
pendeta atau pindanita. Pendeta (guru suci yang sudah melaksanakan Dwi Jati
yaitu (guru suci itu melaksanakan proses upacara kematian untuk menjadi
(kowitenan).
sedikit yaitu; tentang tata cara upacaranya hanya yang membedakan pada
macam sebutan, misalnya: Kyai dalam agama Islam atau, Paulus dalam agama
Kristen, Bikhu atau Bikhuni dalam agama Budha. Begitu juga dalam agama
Karena sifatnya yang khas atau khusus, dapat disebutkan sifat-sifat itu
tangga dan tidak takut pada makanan sederhana, kesucian perbuatan serta
Orang Suci adalah yang karena sifat, tugas dan kewajibannya dalam
Artinya:
7
Ketut Subagiasta, Acara Agama Hindu, (Jakarta: Universitas Terbuka, 1993), h. 391.
Syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh orang suci, yakni:
tertentu dalam sastra suci meliputi fisik, susila atau moral, mental spiritual,
a. Syarat Fisik.
dan bahkan juga sampai larut malam. Untuk itu diperlukan kondisi fisik
yang mendukung.
b. Syarat Kesusilaan.
bersih dan bersusila. Syarat kesusilaan ini dikukuhkan pula oleh Parisada
1968 yaitu menetapkan adanya syarat berkelakukan baik serta tidak pernah
(Loka palasraya) cukup berat yaitu melayani umat dalam hidupnya untuk
mencapai kebahagiaan hidup lahir dan bathin, maka bobot mental spiritual
(Pinandita) adalah abdi Sanghyang Widhi Wasa yang harus dekat secara
bathin dengan Sang penciptanya. Oleh karena itu dia harus memiliki sifat-
a) Pancasila.
b) Bahasa Indonesia.
a) Weda.
b) Upanisad.
c) Dharsana.
d) Itihasa.
e) Bhagawad Gita.
f) Purana.
g) Tantrayana.
h) Siwasidhanta.
i) Pujastuti.
j) Sasana (Lokapalasraya).
k) Acara agama.
b) Bahasa Sansekerta.
c) Bahasa Inggris.
d) Hukum Hindu/adat.
e) Hukum Nasional
f) Sosiologi agama.
g) Psikologi agama.
h) Dharma Wacana.
i) Dharma Gita.
j) Yoga/Dharma Sadhana.
Jati.
2. Persiapan
tempat suci (Pura) perlu untuk diketahui secara seksama. Hal ini adalah
selalu menjaga kebersihan dan kesucian dirinya baik lahir maupun bathin
swaha.
b. Sampai di Pura.
singlarapadang ya namah.
Lanjutkan dengan mohon pengasih kepada Tuhan yang berstana
namah swaha.
namah swaha.
namah swaha.
10) Menaruh dupa pada Pelinggih dan Banten. Mantra : Om, Ang
namah swaha.
Bila semuanya telah dipersiapkan dengan baik, barulah Pemangku
upacara lainnya.
BAB IV
Simbol artinya dalam Agama Hindu sebagai alat yan gdipergunakan untuk
memuja Tuhan. Contohnya Padmasana itu adalah salah satu simbol yang
pada waktu pelaksanaan upacara. Karena dengan sujud bhaktinya bagi Umat
Alat-alat Upacara
1
Simbol adalah lambang, sedangkan lambang yaitu suatu tanda yang menunjukkan suatu
hal atau maksud tertentu seperti gambar, lukisan dan lain-lain.
Persiapan perayaan hari raya Galungan dimulai sejak Tumpek
Wariga disebut juga Tumpek Bubuh, pada hari ini umat memohon
pikiran agar hening, heneng dan metirta gocara. Selanjutnya, Redite Paing
Dungulan disebut penyekeban. Pada hari ini adalah hari turunnya Sang
Kala Tiga Wisena, maka pada hari ini para wiku dan widnyana
Pon Dungulan disebut penyajaan pada hari ini tetap menguji keteguhan
melakukan bhuta yadnya ring catur pate atau lebuh di halaman rumah,
agar tidak diganggu Sang Kala Tiga Wisena. Besoknya Buda Kliwon
Kuningan hari Raya Kuningan, pada hari ini umat Hindu memuja Tuhan
dilaksanakan jangan sampai lewat tengah hari. Karena pada tengah hari
dari rangkaian hari raya Galungan, yaitu Budha Kliwon Pahang disebut
pewarah Dewi Durga kepada Sri Jaya Kasunu ditandai dengan mencabut
ditanam di pekarangan.
a. Penjor adalah hiasan yang terbuat dari janur yang pada bagian
syukur, berterima kasih kepada Sang Hyang Widhi Wasa yang telah
menghaturkan ke bumi.
lannya).
bagian atas dari canang sari dapat dipergunakan untuk keperluan lain,
porosan.
g. Pelinggih adalah tempat stana Sang Hyang Widhi Wasa dengan segala
manifestasinya yang dibuat sesuai dengan Asta Dewa dan Asta Kosali
tulus dan ikhlas tanpa mengharapkan imbalan. Maka inilah yang disebut
upakara dan jika sudah selesai pembuatan sesaji itu lalu dipersembahkan
Pratima, membuat alat suci yang dipergunakan dalam upacara yadnya Sanggar
1. Upakara-upakaranya :
c. Hio atau api yaitu; gunanya untuk lambang dari Dewa Brahma (Dewa
2. Pelaksanaan Upacaranya
hari Galungan, hanya sarana dan jenis upakaranya lebih banyak dan ada
berikut:
a. Langakah awal melaksanakan pembersihan pada tempat-tempat
tengah hari, setelah itu Umat Hindu selesai amukti sesajen (menikmati
Wariga disebut juga Tumpek Bubuh, pada hari ini umat memohon
adalah hari turunnya Sang Kala Tiga Wisena, maka pada hari ini para
Besoknya Soma Pon Dungulan disebut penyajaan pada hari ini tetap
disebut penampahan melakukan bhuta yadnya ring catur pate atau lebuh
di halaman rumah, agar tidak diganggu Sang Kala Tiga Wisena. Besoknya
Dungulan disebut pemaridan guru pada hari ini umat melaksanakan tirta
Pitara ke Kahyangan.
1. Makna
kejahatan.
“Dharma” berasal dari bahasa sansekerta, urutan kata dari “dhr” artinya
pekerjaan yang baik adalah yadnya, sebab yadnya adalah perbuatan Ida
Sang Hyang Widhi atau Tuhan yang dapat diikuti oleh manusia. Oleh
karena itu, dalam merayakan kemenangan dharma atau Kuningan
2. Tujuan
hidup itu dalam ajaran agama Hindu direalisasikan melalui ajaran Catur
Purusa Artha, yaitu empat tujuan hidup manusia yang terdiri dari Dharma
Kama (keinginan atau nafsu) dan moksa yang merupakan tujuan akhir dari
hidup manusia. Dengan demikian, tujuan hidup dalam ajaran agama Hindu
dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu tujuan secara duniawi dan tujuan
secara rohani. Dalam hal ini keempat tujuan itu merupakan satu kesatuan
harta itu tidak akan berarti, demikian juga halnya dengan kama, dan
dharma pula lah yang menjadi landasan hidupp untuk mencapai moksa
raja Sri Jaya Kasunu, perayaan Kuningan pernah tidak dilaksanakan, oleh
satu ketetapan “tidak ada Galungan buwung” atau tidak ada Galungan
batal. Sejak itu mulailah kehidupan rakyat menjadi bahagia dan sejahtera
Indra.
bebas dari iri hati; meningkatnya kesucian rohani; wajar dan tenang
A. KESIMPULAN
yang mana ini merupakan suatu bentuk upacara yang dirayakan setiap 210 hari
(kejahatan), maka Penulis dalam hal ini dapat mengambil kesimpulan, bahwa
akan menjadi tonggak agar terpeliharanya sikap dharma dan juga sebagai
wujud perayaan diri kepada Sang Hyang Widhi Wasa dalam memohon
misalnya: sifat iri hati, congkak dan berbagai sifat yang tidak terpuji lainnya
untuk menggantikan dengan sikap penuh welas asih, tidak congkak, tidak iri
hati, sehingga kehidupan ini menjadi damai dan aman. Sudah seharusnya lah
yang tidak akan pernah berhenti untuk menghasut manusia sehingga bebar-
benar terperangkap.
Salah satu jenis perlengkapan sembahyang adalah: air suci, tirtha, yang
simbol pengendalian diri dari perbuatan yang tidak bermoral yang dating
dalam diri sendiri maupun dari luar, dan sebagai tanda hormat dan bakti yang
ditunjukan kehadapan Sang Hyang Widhi Wasa. Senteng ditaruh pada areal
bangunan Madya dan setiap kita akan memasuki Bangunan Utama akan
do’a-do’a umat Hindu akan dikabulkan oleh Sang Hyang Widhi Wasa, karena
upacara Tumpek Wariga. Tumpek Wariga jatuh setiap 210 hari sekali
kehidupan manusia.
berhasil akan dapat mengambil hikmahnya, maka ia akan menjadi lebih baik
agamanya.
B. SARAN
Saran-saran ini ditujukan selain bagi Penulis, juga bagi para pembaca
1. Dalam menjalani hidup ini hendaknya selalu mempunyai sifat yang terpuji
memiliki moralitas yang tinggi, menjauhi dari sifat buruk (asubha karma
pemeluk agama saling menghargai dan tidak saling menjelekan agama dan
Megah, 2004.
Bungli, I.B. Putu, Mutiara dalam Hindu Bali., Surabaya: Paramita, 2004.
Guratna, C, Upacara atau Ritual dalam Agama Budha, Jakarta: UKI, 1985
Mudera, I. Wayan, Bidang Studi Pendidikan Agama Hindu, Bandung excat, 1986.
Netra, Anak Agung, Tuntunan Dasar Agama Hindu, Jakarta: Hanoman Sakti,
1994.
Ngurah, I Gusti Made, Drs. Buku Pendidikan Agama Hindu untuk Perguruan
Panitia Pembangunan Pura Agung tirta Bhuana, Sejarah Pendiri Tempat Ibadah,
1986
Putja. G, Pengantar Agama Hindu II Sraddha, Jakarta: Mayasari, 1984.
1993/1994.
Kayumas, 1983.
Sri Arwati, Ni Made,. Hari Raya Galungan, Denpasar: Upada Sastra, 1995.
Tim Penyusun, Buku Pelajaran Agama Hindu Untuk SLTA ke-II, Surabaya:
Paramita, 2004.
Paramita, 2003.
1994.
Visvanathar. Ed, Tanya Jawab Hindu bagi Pemula, Surabaya: Paramita, 2001
Wiana, Ketut, Yama dan Bhakti dari Sudut Pandang Hindu. Jakarta: Pustaka
Manikgeni, 1995.
Wijayananda Mpu Jaya Ida Pandita, Makna Filosofis Upacara dan Upakara,
Selayang Pandang Umat Hindu di DKI Jakarta dan Sekitarnya dan Profile Pura
Jabatan : Pemangku
dengan membeli tanah, namun tidak terwujud karena saat itu ada
kendala lingkungan.
1991, yang dipuput oleh Ida Pedanda Gde Putu Singarsa dan
diresmikan oleh Bupati Tk. II Kabupaten Bekasi, Bapak H. Suko
Landep (210 hari sekali) Pura Agung Tirta Bhuana terletak di Jl.
linggih (diresmikan) tahun 1991, sapai saat ini diempon oleh tiga
Gede dan banjar Seroja. Banjar Suka Duka Kota Bekasi terdiri
mudah.
Upakara?
mewangian dan ketiga Hio atau api yaitu; gunanya untuk lambing
Jawab : Manfaat pura bagi umat Hindu adalah manfaatnya sangat besar
Hindu?
atau nafsu) dan moksa yang merupakan tujuan akhir dari hidup
duniawi dan tujuan secara rohani. Dalam hal ini keempat tujuan
berarti, demikian juga halnya dengan kama, dan dharma pula lah
Bahu).
Tanya : Seperti apakah Tata Krama dan Tata Tertib Pura Agung Tirta
Bhuana Bekasi?
Perkataan susila berasal dari kata “su” yang berarti baik, indah
Jadi, susila berarti tingkah laku atau tata laksana yang baik atau
bagus. Secara garis besar susila dibagi menjadi dua bagian, yaitu