Anda di halaman 1dari 39

Metode Istinbat} Hukum Mathla’ul Anwar (Studi Analisis terhadap

Fatwa Sosial Keagamaan tahun 2001-2016)

Diajukan kepada Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


untuk mengikuti Ujian Promosi Tesis

Oleh:
Hendra Matdravi
2117.1200.000.112

Pembimbing:
Dr. Asep Saepudin Jahar, MA

KONSENTRASI SYARI’AH FIQH


PROGRAM STUDI PENGKAJIAN ISLAM
SEKOLAH PASCA SARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGRI (UIN)
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2019/1440

i
ii
LEMBAR PENGESAHAN TESIS

iii
v
vi
KATA PENGANTAR
‫بسم هللا الرحمان الرحيم‬
Segala puji dan syukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT
berkat rahmat dan hidayat-Nya, penulis dapat menyelesaikan penulisan
tesis ini dengan judul: ‚Metode Istinbath Hukum Mathla’ul Anwar (Studi
Analisis Terhadap Fatwa Sosial Keagamaan tahun 2001-2016)‚. Tesis ini
merupakan hasil penelitian penulis untuk menyelesaikan jenjang pendidikan
S2 di Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dengan
konsentrasi Syari’ah Fiqih.
Penyelesaian tesis ini tidak akan terealisasi tanpa bantuan berbagai
pihak, oleh karenanya ucapan terima kasih dan rasa hormat yang tidak
terhingga penulis haturkan kepada semua pihak yang telah memberikan
dukungan baik moril, maupun materil dalam menyelesaikan penelitian ini.
Pertama kepada Prof. Dr. Dede Rosyada MA, Prof. Dr. Amany lubis, MA
selaku rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Prof. Dr. Masykuri
Abdillah MA, Prof. Dr. Jamhari, MA selaku Direktur SPS Uin Jakarta, Dr.
JM Muslimin MA, dan Dr. Kamarusdiana MH, selaku Kaprodi Magister,
Prof. Didin Saefudin, MA, Prof. Dr. Ahmad Rodoni, MM Selaku kaprodi
Doktor, beserta Staff SPS mas Adam, mas Arif, mbak Femmy, ibu Asri dan
Jajaran Staff Perpustakaan.
Ucapan terima kasih kepada Dr. Asep Saepudin Jahar, MA, dan Dr.
JM Muslimin, MA selaku pembimbing, atas kesabaran dan keikhlasanya
dalam memberikan bimbingan kepada penulis, sehingga akhirnya dapat
menyelesaikan tesis ini. Terima kasih atas ilmu-ilmu interdisipliner yang
telah diberikan, sehingga membuat penulis berfikir global komprensif atas
studi Islam, serta metodologi penelitian yang sistematis dan kritis. Tak
luput kepada para dosen yang telah mengajarkan kami yaitu: Prof. Dr.
Azyumardi Azra M.Phil, Prof. Dr. Suwito MA, Prof. Dr. Atho Mudzhar
MSPD, Prof. Dr. Said Agin Husin Munawar MA, Prof. Dr. Huzaemah
Tahido Yanggo MA, Prof. Dr. Yunasril Ali MA, Prof. Dr Zaenun Kamal
MA, Prof. Salman Harun MA, Prof. Bambang Pranowo (Alm), Dr.
Kusmana, Dr. Yusuf Rahman, Dr. Fuad Jabali, MA, Dr. Abdul Moqsit
Ghozali, MA, dan seluruh dosen yang telah mengajar yang telah
memperkaya wawasan penulis.
Ucapan terima kasih selanjutnya, kepada perguruan organisasi
Mathla’ul Anwar, kepada KH. Ahmad Sadeli Karim MA (ketua umum),
KH. Abdul Wahid Sahari MA, dan KH. Bai Ma’mun MA (ketua majelis
fatwa), Dr. Jihaduddin M.Pd (ketua perguruan), Ust.Endang Saeful Anwar
MA, dan Ust. Lili Nahriri MA (sekretaris dewan fatwa), Ust. Ahmad
Fawwaz, SHI (kader MA), yang telah membantu penulis dalam proses
penulisan tesis ini, terkait data-data penelitian, dan hasil wawancara penulis
selama ini, sehingga tersusunlah penelitian yang sederhana ini.

vii
Ucapan terima kasih selanjutnya kepada kedua orang tua penulis:
Ayahanda Indra Gumanti SE, dan Ibunda Noviarti Md atas segala kasih
sayang, do’a, jerih payah dalam membesarkan dan mendidik penulis, kepada
Abih KH. Zaenudin Amir MA dan Umah Drs. Mamay Rohmayati atas
kesabaran, serta dukungan tiada henti, untuk menyelesaikan pendidikan S2.
Ungkapan terima kasih selanjutnya, untuk Istriku tercinta ‚Ira
Rohimatuzzahra S.Pd.I‛ yang telah menjadi teman suka maupun duka
dalam mengarungi bahtera rumah tangga, penyemangat dikala putus asa,
terima kasih atas kesabarannya, yg selalu mendoakan penulis tiada henti,
agar dapat menyelesaikan studi dengan lancar. Untuk buah hatiku yang
mungil ‚Muhammad Ali Ihsan al-‘Izzy‛ penghibur dikala hati gundah,
suplement penyemangat untuk menyelesaikan study, dan teruntuk adik-
adikku tersayang uni Siti Azizah, bang Syahrul Mahmud, dan Uncu Naila
Nur Rohmah, teh Wida, mas Faridz, neng Zia, Aa Jihad, dek Faruq, Lulu,
Fita, Tia yang telah mendoakan, mensupport penulis hingga selesai. Untuk
anak-anak didikku santriwan santriwati Pondok Pesantren Sultan
Hasanuddin Lebak Banten, yang telah mensupport dan mendoakan penulis.
Sesungguhnya karya tesis ini merupakan persembahan untuk orang-orang
yang kucintai dan sayangi diatas.
Terakhir tak lupa penulis ucapan terima kasih kepada teman-teman
SPS UIN Jakarta yakni: Ust. Deden MA, Khoirul Amal MA, Arianto MA,
bang Lerry MA, uni Achievina MA, Muflihah MA, Harista MA, Ismatullah
MA, Haniin Muhsin MA, Lutfi Chakim MA, Azis Lc MA, Hafidz MA,
Deni Irawan MA, Ahmad Taufik MA, Ainun MA, Mujib Lc MA, Hengki
MA, Mun’im MA, Yudril MA, Fadil MA, Sansan Lc MA, Dadan Lc MA,
pak Bahrudin MA, Fahmi Firman MA, Fahmi Majid MA, Irham MA,
Robitul Umam MA, Sahlan, MA, Fauzan Arrasyid, MA dan seluruh teman-
teman yang tidak bisa disebutkan satu persatu, yang telah banyak mengukir
kenangan di Ciputat dengan diskusi, touring, dan sebagainya, selama studi
di SPS UIN Jakarta. Semoga Allah memberikan imbalan pahala yang
berlimpah kepada mereka yang telah memberikan kontribusinya secara
langsung kepada penulis. Terakhir penulis menyadari betul bahwa
penelitian ini masih jauh dari sempurna, karena keterbatasan dan
kekurangan keilmuan penulis, oleh karena itu, penulis sangat mengharpkan
kritik dan saran untuk penyempurnaan penelitian tesis ini.

Jakarta, 15 Juli 2019

Penulis: Hendra Matdravi, S.H>I, MA

viii
Abstrak
Penelitian ini bertujuan, Pertama, memberikan pandangan terhadap
ijtihad fikih kontemporer yang progresif, kontributif, serta menjawab
tantangan modernisasi dengan memberikan solusi atas problematika yang
berkembang dimasyarakat. Kedua, menjelaskan metode istinbat/penemuan
hukum yang dilakukan oleh Mathla’ul Anwar dengan berbagai corak
pemikiran keagamaan.
Model penelitian ini bersifat kepustakaan (library research) dan
merupakan penelitian kualitatif dengan menggunakan analisis (deskriptif-
analitik). Adapun data primer dalam penelitian ini adalah kumpulan fatwa
Mathla’ul Anwar terkait fatwa pemimpin non-muslim, pemimpin wanita,
dan asuransi kesehatan BPJS, beserta wawancara beberapa tokoh dan ulama
Mathla’ul Anwar. Pendekatan yang digunakan us}u>l al-fiqh (filsafat hukum
Islam) dengan menggunakan teori maqa>s}id al-shari>’ah, dan hermeneutika
kontekstual Abdullah Saeed.
Tesis ini membuktikan bahwa: metode ijtihad hukum yang
dilakukan oleh majelis fatwa Mathla’ul Anwar, cenderung tekstualis dalam
memahami produk hukum, kurang toleran dan akomodatif dalam merespon
ragam pemikiran keagamaan dan sosial politik yang berkembang saat ini.
Mathla’ul Anwar tidak konsisten dalam menggunakan metodologi istinbat
hukum, tidak sesuai khittah-nya.
Penelitian ini mendukung pernyataan bahwa metodologi penafsiran
hukum yang cenderung literalis (tekstual),dapat menghasilkan produk
hukum (fatwa) yang diskriminatif dan intoleran dengan perkembangan
sosial-budaya dan politik. Pernyataan di atas mempunyai persamaan dengan
komunitas akademik, seperti: Fazlur Rahman (1984), Khaled Abou El al-
Fadl (2001), Ibnu Ashur (2001), Abdullah Saeed (2006), M. Quraish Shihab
(2002), dan Jasser Auda (2007). Pada sisi lain, pernyataan tersebut berbeda
dengan pandangan sebagian kelompok akademik lainnya, seperti: ‘Abd al-
Waha>b Khala>f (1978), Wahbah al-Zuhaili (1991), ‘Abd Allāh bin Bāz
(1992), Khālid al-Sabt (1994), dan Muḥammad Ḥusayn al-Dhahabī (2012),
yang menyatakan bahwa penafsiran hukum literalis/tekstual dengan
menggunakan metode kebahasaan dan periwayatan hadis adalah cara yang
paling sah dan otoritatif untuk menafsirkan hukum syariah.

Kata Kunci: Mathla’ul Anwar, Metode Istibat Hukum, Pemimpin Non-


Muslim, Pemimpin Wanita, Asuransi Kesehatan BPJS.

ix
‫ملخص البحث‬

‫هتدف ىذه الرسالة إىل اإلسهام ىف املنهج العصرى لتفسري األحكام‪ ،‬يستطيع أن يواجو‬
‫التحديات املعاصرة بتقدمي احلل ملشاكل األمة‪ .‬الثاىن البيان عن منهج إستنباط احلكم‬
‫مطلع األنوار بأدلة املختلفة عن األفكار الدينية ‪ .‬ىذه الرسالة حتاول أن تبحث ىف بعض الفتاوى‬
‫الدينية الىت أصدرهتا ىذه املنظمة (إمامة غري املسلم‪ ،‬املساواة بني اجلنسني)‪.‬‬
‫أخذت البيانات هلذا البحث من الكتب واملقاالت و اجملالت العلمية‪ .‬يستخدم الباحث‬
‫ىف ىذه الرسالة الطريقة النوعية (الوصفى والتحليلى)‪ ،‬ويرى املوضوع من منظور أصول الفقو‪،‬‬
‫ومقاصد الشريعة‪ ،‬والتأويل النصى لعبد اهلل سعيد‪ .‬البيانات تتكون من ‪ :‬املصادر األولية‪ ،‬مأخوذة‬
‫من الفتاوى الدينية والكتب أصدرهتا املنظمة‪ ،‬واحلوار مع العلماء ومشاىري املنظمة‪ .‬وأما املصادر‬
‫الثانوية مأخوذة من الكتب واملقاالت و اجملالت العلمية تتعلق مبوضوع البحث‪.‬‬
‫وجد البحث أن تفسري األحكام قامت بو املنظمة مييل إىل التفسري احلرىف ىف فهم‬
‫األحكام الشرعية‪ ،‬غري متسامح وغري متكيف الستجاب التفكريات الديىن واالجتماعى‬
‫والسياسى ىف ىذا العصر‪.‬‬
‫البحث يدعم الرأى يقول أن استخدام املنهج احلرىف ىف تفسري األحكام الشرعية ينتج‬
‫األحكام التمييزية وغري متساحمة‪ .‬ىذا الرأى قدمو األشخاص البارزة مثل فزل الرمحن (‪،)۱٤٨٩‬‬
‫وخالد أبو فضل (‪ ،)۲۰۰۱‬وابن عاشور (‪ ،)۲۰۰۱‬وحممد قريش شهاب (‪ ،)۲۰۰۲‬وعبد اهلل‬
‫سعيد (‪ ،)٦٠٠٢‬وجاسر عودة (‪ .)٦۰۰۰‬ويرفض البحث الرأى يقول أن املنهج احلرىف أسسو‬
‫املنهج اللغوى وعلم الرواية ىو املنهج الوحيد ىف تفسري األحكام الشرعية‪ .‬قدمو األشخاص مثل‬
‫عبد الوىاب (‪ ،)۱٤٨۰‬ووىبة زىيلى (‪ ،)۱٤٤۱‬عبد اهلل ابن باز (‪ ،)۱٤٤٦‬وخالد السبط‬
‫(‪ ،)۱٤٤٩‬وحممد حسني الذىىب (‪).٦۰۱٦‬‬

‫‪x‬‬
Abstract
Mathlaul Anwar is one the largest Islamic non-governmental
organization in Indonesia beside Nahdatul Ulama, Muhammadiyyah, Persis,
Al-Irsyad, Nahdatul Watan and al-Khairiyyah. It was founded in 1926 and
has played its part in educational, religious and social aspects in Banten.
This thesis investigates some of religious decrees (fatwa) issued by
Mathlaul Anwar, i.e. Non-Muslim Leader, Gender Equality and BPJS.
The study aims to contribute to contemporary method of legal
interpretation which able to cope with the challenge of modernization. This
library research gains its data from books, articles and scientific journals. It
utilizes qualitative method (descriptive-analytic) and approaches the theme
from Usul Fiqh, Maqasid Shariah, and Abdullah Saeed's textual
hermeneutis perspectives. The data consists of : primary sources (religious
decrees and books issued by Mathlaul Anwar, interviews with Mathlaul
Anwar's ulama and prominent figures) and secondary sources (books,
articles and scientific journals related to the theme).
The study finds that legal interpretation conducted by Mathlaul
Anwar's Board of religious decree tends to take more textual approach in
understanding Islamic Law, intolerant and not accommodative enough to
respond to plethora of religious, social and political thinking in this age.
The study supports the idea that textual approach in legal
interpretation produces discriminative and intolerant law. This idea was
proposed by Fazlur Rahman (1984), Khaled Abou Fadl (2001), Ibn Ashur
(2001), M. Quraysh Shihab (2002), Abdullah Saeed (2006), and Jasser Auda
(2007). It opposes the idea of Abd al-Wahab (1978), Wahbah Zuhaili
(1991), Abd Allah b. Baz (1992), Khalid al-Sabt (1994), and Muhammad
Husayn al-Dhahabi (2012), which states that textual legal interpretation
based on linguistic method and hadith transmission is the most
authoritative method to interpret Islamic Law.

xi
PEDOMAN TRANSLITERASI
Pedoman transliterasi Arab-Latin yang digunakan dalam penelitian ini
adalah ALA-LC ROMANIZATION tables yaitu sebagai berikut:
A. Konsonan
Initial Romanization Initial Romanization
Intial Romanization Initial Romanzation
‫ا‬ A ‫ض‬ D{
‫ب‬ B ‫ط‬ T}
‫ت‬ T ‫ظ‬ Z}
‫ث‬ Th ‫ع‬ ‘
‫ج‬ J ‫غ‬ Gh
‫ح‬ H} ‫ف‬ F
‫خ‬ Kh ‫ق‬ Q
‫د‬ D ‫ك‬ K
‫ذ‬ Dh ‫ل‬ L
‫ر‬ R ‫م‬ M
‫ز‬ Z ‫ن‬ N
‫س‬ S ‫ة‬،‫ه‬ H
‫ش‬ Sh ‫و‬ W
‫ص‬ S} ‫ي‬ Y

B. Vokal
1. Vokal Tunggal
Tanda Nama Huruf Latin Nama
َ Fatḥah A A

َ Kasrah I I

َ Ḑammah U U

2. Vokal Rangkap
Tanda Nama Gabungan Huruf Nama

xii
‫ ي‬... َ Fatḥah dan ya Ai A dan I

‫ و‬... َ Fatḥah dan wau Au A da U

Contoh:
‫حسين‬ : H}usain ‫حول‬ : H{aul
C. Vokal Panjang
Tanda Nama Gabungan Huruf Nama
‫ــا‬ Fatḥah dan alif a> a dan garis di atas

‫ــي‬ Kasrah dan ya Ī I dan garis di atas

‫ــو‬ Ḑamah dan wau Ū u dan garis di atas

D. Ta’ Marbu>t}ah
Transliterasi ta’ marbūţah (‫ )ة‬di akhir kata, bila dimatikan ditulis h.
Contoh:
‫ مرأة‬: Mar’ah ‫مدرسة‬: Madrasah
(ketentuan ini tidak digunakan terhadap kata-kata Arab yang sudah
diserap ke dalam bahasa Indonesia seperti shalat, zakat dan
sebagainya, kecuali dikehendaki lafadz aslinya)
E. Shiddah
Shiddah/Tashdīd di transliterasi ini dilambangkan dengan huruf,
yaitu huruf yang sama dengan huruf bershaddah itu.
Contoh:
‫ ربّنا‬: Rabbana> ‫شوّ ال‬: Shawwa>l
F. Kata Sandang Alif+La>m
“ Apabila diikuti dengan huruf qamariyah, ditulis al.
Contoh: ‫ القلم‬: al-Qalam.

xiii
METODE ISTINBAT} HUKUM MATHLA’UL ANWAR

(Studi Analisis terhadap Fatwa Sosial Keagamaan Tahun 2001-2016)

DAFTAR ISI
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING TESIS............................ III
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN TESIS............................................ IV
LEMBAR PERNYATAAN ORIGINAL TESIS.................................... V
LEMBAR PENGESAHAN REVISI UJIAN TESIS.............................. VI
KATA PENGANTAR............................................................................ VII
ABSTRAK # 3 BAHASA........................................................................ IX
PEDOMAN TRANSLITERASI ............................................................ XII
DAFTAR ISI ......................................................................................... XIV

BAB I: PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah.............................................................. 1
B. Permasalahan Kasus Penelitian................................................... 11
1. Identifikasi Masalah............................................................... 12
2. Rumusan Masalah.................................................................. 12
3. Batasan Masalah..................................................................... 13
C. Tujuan Penelitian........................................................................ 13
D. Manfaat Penelitian...................................................................... 13
E. Penelitian Terdahulu Yang Relevan............................................ 14
F. Metodologi Penelitian................................................................. 21
1. Jenis dan Sifat Penelitian....................................................... 22
2. Pendekatan Penelitian .......................................................... .. 22
3. Sumber Data........................................................................... 22
4. Metode Pengumpulan Data.................................................... 23
5. Metode Analisis Data............................................................. 23
G. Sistematika Pembahasan............................................................. 24
BAB II: FATWA DAN METODE IJTIHAD
A. Defenisi dan Lapangan Fatwa..................................................... 25
1. Defenisi Fatwa..................................................................... 25
2. Bentuk dan Lapangan Fatwa............................................... 28
B. Metode Penemuan Huku Klasik-Modern.................................... 32
1. Metodologi Hukum Klasik: al-Qur’an, al-Hadits, Ijma’,
Qiyas..................................................................................... 32
a. al-Qur’an......................................................................... 33
b. al-Hadits.......................................................................... 34
c. Ijma’................................................................................ 34
d. Qiyas................................................................................ 36

xiv
2. Metodologi Hukum Klasik-Modern: Maslahah, Mas}lahah Al-
Mursalah, Maqa>sidu al-Shari>’ah........................................... 38
a. Konsep Maslahah........................................................... 38
b. Konsep Mas}lahah Al-Mursalah...................................... 42
c. Konsep Maqa>sidu al-Shari>’ah........................................ 46
C. Metode Ijtihad dalam Penafsiran Tekstual dan Kontekstual... 50
1. Penafsiran Tekstual dan Kontekstual dalam Pencarian
Makna................................................................................. 52
2. Identifikasi Sosio-Historis (Asba>bu al-Nuzu>l).................. 57
3. Penarikan Legal-Ethics al-Qur’an Respon Terhadap Perubahan
Sosial.................................................................................. 61
4. Perumusan Hirarki Nilai dalam Ayat-Ayat Etika-Hukum:
yang Absolut (tetap) dan Relative (dapat berubah).......... 66
BAB III: PROFIL ORGANISASI ISLAM MATHLA’UL ANWAR
A. Sejarah berdirinya Mathla’ul Anwar................................ 73
B. Kontribusi Mathla’ul Anwar terhadap pendidikan, dakwah
dan sosial............................................................................. 75
C. Khittah Mathla’ul Anwar................................................. 77
1. Landasan Operasional Mathlaul Anwar........................ 77
2. Ideologi Ahlu sunnah wal jama’ah................................ 83
BAB IV: FATWA MATHLA’UL ANWAR TENTANG SOSIAL
KEAGAMAAN
A. Metodologi Penetapan Fatwa Mathla’ul Anwar.................. 87
1. Teori dalam Penetapan Fatwa Mathla’ul Anwar............ 87
2. Metode Penetapan Fatwa Persoalan Khilafiyah............. 95
3. Metode Penetapan Fatwa belum Memiliki
Ketetapanya.................................................................. 99
B. Fatwa Pemimpin Non-Muslim........................................... 101
1. Deskripsi Fatwa Pemimpin Non-muslim..................... 101
2. Konteks Sosial Fatwa................................................... 103
3. Analisa Fatwa dan Metode Istinbath Hukum............. 105
a) Dalil Normatif (al-Qur’an, al-Hadith, Kaidah
Fiqhiyah)............................................................... 106
b) Analisis Fatwa...................................................... 111
c) Metode Istinbath Hukum...................................... 129
C. Fatwa Kesetaraan Gender dan Pemimpin Wanita dalam
Negara............................................................................... 133
1. Deskripsi Fatwa Keseteraan Gender............................ 133
2. Konteks Sosial Fatwa.................................................. 135
3. Analisa Fatwa dan Metode Istinbath Hukum............. 137
a) Dalil Normatif (al-Qur’an, al-Hadith, Kaidah
Fiqhiyah)................................................................. 137

xv
b) Analisis Fatwa......................................................... 144
c) Metode Istinbath Hukum........................................ 160
D. Fatwa Jaminan Kesehatan BPJS....................................... 163
1. Deskripsi Fatwa Jaminan Kesehatan BPJS................. 164
2. Konteks Sosial Fatwa.................................................. 168
3. Analisa Fatwa dan Metode istinbath hukum.............. 169
a) Dalil Normatif (al-Qur’an, al-Hadith, Kaidah
Fiqhiyah)................................................................. 169
b) Analisis Fatwa......................................................... 178
c) Metode Istinbath Hukum........................................ 188
BAB V: PENUTUP
A. Kesimpulan....................................................................... 191
B. Saran................................................................................. 193
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................... 194
GLOSSARY .......................................................................................... 218
INDEKS................................................................................................. 226
GALERI PHOTO MATHLA’UL ANWAR ......................................... 230
DRAFT FATWA MATHLA’UL ANWAR.
BIOGRAFI PENULIS.

xvi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Al-Qur’an merupakan sumber utama umat Islam, didalamnya
dinyatakan bahwa Islam ialah agama yang sempurna dan penyempurna bagi
agama-agama sebelumnya.1 Pernyataan ini menegaskan bahwa al-Qur’a>n
selalu sesuai dengan waktu dan tempat, s}a>lihun li kulli maka>>n wa zama>n:
sesuai untuk semua ras umat manusia dan generasinya.2 Rasulullah SAW
merupakan rujukan kedua dalam al-Hadits, merupakan tutunan dalam
melaksanakan tatanan kehidupannya. Muslim menyakini bahwa al-Qur’a>n
dan Hadith merupakan dua sumber rujukan utama dalam melaksanakan
ajaran agama. al-Qur’an sebagai rujukan pertama, menjelaskan persoalan
agama secara global yang keotentikannya dijamin oleh Allah Ta’ala dan
merupakan kitab yang selalu terpelihara,‛inna nah}nu nazzalna> al-dhikra wa
inna lahu lah}afidun’ (QS. 15:9). Adapun Hadith lebih berfungsi sebagai
penjelas (bayan tafsi>r, bayan tahri>r, dan bayan taud}ih).3
Sedangkan al-Hadith berfungsi sebagai penjelas/pemerinci terhadap
hukum atau ayat al-Qur’an yang bersifat global. Hal ini senada dengan
paparan Prof. Quraish Shihab bahwa ayat-ayat al-Qurān merupakan serat
yang membentuk tenunan kehidupan manusia dan benang yang menjadi
rajutan jiwanya.4 Pada kenyataannya, kedua rujukan di atas dipahami umat
Islam secara beragam. Keragaman corak pemahaman umat Islam terhadap
al-Qur’a>n dan Hadith sangat dipengaruhi oleh cara memahami teks
keagamaan (al-Qur’a>n dan Hadith) dan (metode istinbat} hukum) disertai
standar kualitas penetapan hadith, pemahaman terhadap asba>b al nuzu>l,
asba>b al-wuru>d, dan sebagainya.5Secara umum, cara memahami teks
keagamaan dapat dikategorikan menjadi dua metode, yakni tekstual dan
kontekstual. Tekstual dapat diartikan memahami teks sesuai dengan yang
symbol-simbol tertulis. Adapun kontekstual memahami teks bukan sebagai
teks semata, akan tetapi memahami secara eksplisit dan implisit yang
melekat pada teks, mempertimbangkan aspek sosial budaya dan politik.

1
Lihat Qs. Al Maidah (5): 3.
2
M. Syuhudi Ismail, Hadits Nabi Tekstual dan Kontekstual: Telaah Al-
Hadits tentang Ajaran Islam Universal, Temporal, dan Lokal, Cet. ke-2 (Jakarta:
Bulan Bintang, 2009), 3.
3
Burhanuddin TR dan Asep Sopian, Kajian Islam: Sebuah Pengantar
(Subang: Royyan Press, 2009), 55.
4
M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qurān Tafsir Mauḍu’i atas berbagai
Persoalan Umat (Bandung : Mizan, 1998), 8.
5
Dewan Hisbah Persatuan Islam, Sambutan Prof. Dr. Maman Abdurrahman
kumpulan keputusan sidang Dewan Hisbah PERSIS tentang mu’amalat (Bandung:
Persis Press, 2007), VI.

1
Secara historis, terbentuknya hukum Islam:‛at-ta>rikh at-tasyri’ al-
Isla>mi>‛, al-Qur’an dan as-Sunnah merupakan sumber pokok hukum Islam,
kedua sumber ini tidaklah bertambah setelah wafatnya Rasulullah SAW,
oleh sebab itu ayat-ayat al-Qur’an dan sunnah jumlahnya sangat terbatas.
Apabila dirincikan ayat al-Qur’an yang berbicara tentang hukum jumlahnya
sangatlah terbatas, sedangkan peristiwa hukum selalu bertambah seiring
dengan perkembangan zaman. Menurut Abd al-Wahha>b Khalla>f, ayat
hukum hanya 368 ayat, 140 ayat berbicara tentang ibadah, yang
menjelaskan tentang hubungan manusia dengan Allah dan 228 ayat hukum
dalam bidang muamalah, yang mengatur hubungan baik sesama manusia6
Imam Al-Ghazali berpendapat (w. 505 H) jumlah ayat-ayat hukum sekitar
500 ayat.7 Nash-nash Shari‘ah terbatas sedangkan peristiwa hukum
senantiasa berkembang, oleh sebab itu kasus hukum yang tidak ada
nashnya, maka ijtihad salah satu solusi yang terbaik.
Ijtihad memerlukan nalar akal (ra’yu) untuk dapat memahami nas
secara eksplisit, hal ini didasarkan hadith yang diriwayatkan oleh Sahabat
Mu’adz bin Jabal ketika diutus oleh rasulullah ke Yaman, bahwa jika ia
tidak menemukan nash dari al-Qur’an dan al-Sunnah, ia akan berijtihad
dengan ra’yu ( pendapat akal) nya8. Peristiwa hukum sangatlah beragam,
hal ini terjadi konflik atau keragaman adat tradisi, sedangkan nas syari’ah
tidaklah bertambah, maka para mujtahid berupaya melakukan ijtihad atas
masalah-masalah yang belum ditetapkan dengan dalil qath’i, sehingga
syariat Islam mampu memberikan solusi yang tepat terhadap semua
permasalahan yang muncul. Ijtihad yang dilakukan oleh para mujtahid
bersifat relatif (zanni), maka tidak mutlak harus diterima.
Para fuqaha (ahli hukum) menyusun seperangkat metodologi untuk
menafsirkan ayat hukum, untuk memberikan kemudahan dalam memahami
agama secara komprehensif. Secara umum (metode ijtihad) dibagi dalam
tiga pola, yaitu: Pertama, pola bayani (semantic), kedua, pola istislahi9 dan
ketiga, pola ta’lili.10 Pola ta’lili merupakan pola yang memasukkan semua
penalaran yang menjadikan illat (keadaan atau sifat yang menjadi tambatan

6
‘Abd al-Wahha>b Khalla>f, ‘Ilmu Us}u>l al-Fiqh (Jakarta: Majlis al-A’la al
Indonesiy Li al-Da’wah al-Islamiyyah, 1392/1972), 32-33, Lihat juga Khallaf,
Khula>sah Ta>rikh Tashri’ Al Isla>mi (Kuwait: Darul Qalam, 1971), 8, 96-97.
7
Abu> Hami>d al-Ghaza>li, al Mus}tashfa> Min I’lm al-Us}u>l (al-Qa>hirah:
Maktabah al-Jundi, 1971), 479.
8
Huzaemah Tahido Yanggo, Pengantar Perbandingan Mazhab Fiqih (Jakarta:
Gaung Persada Press,1996), 38.
9
Metode Istisla>hi> ialah; penetapan hukum berdasarkan kemaslahatan Nas,
Wah}bah al-Zuhaili, Us}u>l al-Fiqh al-Isla>mi> (Damaskus: Da>r al-Fikr, 1986).
10
Metode Ta’li>li> ialah: penetapan hukum berdasarkan illat, Wah}bah al-
Zuhaili, Us}u>l al-Fiqh al-Isla>mi>.

2
hukum) sebagai titik tolaknya, maka pola ini dalam bentuk operasionalnya
adalah qiya>s dan istihsa>n.11
Indonesia merupakan negara muslim yang terbesar didunia, kaya
akan ragam pemikiran, adat dan budaya. Persoalan yang sering menjadi
perdebatan terkait ritual keagamaan. Hal ini merupakan hal baru yang
belum dijelaskan hukumnya secara tegas dalam nas, maka ulama
bertanggung jawab memberikan solusi.12Ulama terdahulu menawarkan
beragam metode ushul fikih, sebagai pedoman dalam berijtihad (metode
istinba>t hukum),13dipergunakan untuk menjawab problematika hukum Islam
yang berkembang dimasyarakat. Keunikan muslim Indonesia, terdiri atas
beraneka ragam ideologi, ormas dan madzhab. Masing-masing memiliki
kecenderungan atau ciri tertentu dalam memilih metode dalam istinbat
hukum.14
Hal ini dibuktikan dengan adanya proses Islamisasi damai dan
evolusioner dalam beberapa periode di Indonesia, yang dilakukan oleh
penyiar Islam dalam memperkenalkan Islam, dengan mengadopsi sistem-
sistem keyakinan yang telah ada, proses ini memunculkan konflik internal
antara kaum ‚heterodoks‛ dengan kaum ‚ortodoks‛dari kelompok sufi
Islam, sebagian mereka memilih menampilkan Islam dengan wajah
sinkretis, sementara lain berusaha menampilkan Islam dengan wajah yang
lebih ‚murni‛. Konfik ini menjadi tajam, ketika terbangun relasi antara
Indonesia dan Makkah-Madinah sebagai pusat pengajaran dan lahirnya

11
Ahmad Hasan, ‚Early Modes of Jihad: Ra’y, Qiya>s and Istihsa>n‛, Islamic
Research institute, Islamic studies vol.6, No.1 (March 1967), 67,
http://www.jstor.org/stable/20847235 , Accessed 04-01-2017
12
Kamus Besar Bahasa Indonesia mendefenisikan nas menjadi dua
pengertian: pertama, nas berarti perkataan atau kalimat yang berasal dari al-Qur’an
dan al-Hadis yang dipakai sebagai dasar untuk memutuskan suatu masalah (sebagai
pegangan dalam hukum syarak), dan kedua, nas berarti teks. Lihat Tim Penyusun,
Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 2007), Edisi ke-3 cet. ke-4,
775.
13
Istinba>t} secara bahasa berarti mengeluarkan atau menarik, yakni
mengeluarkan (menetapkan kesimpulan) hukum dari dalil-dalil (nas). Untuk
melakukan istinbat diperlukan usaha sungguh-sungguh untuk mengeluarkan hukum
dari dalil-dalil (nas). Istinba>t} juga diartikan ijtihad, yang artinya mengerahkan
segenap upaya dan kemampuan secara sungguh-sungguh untuk mengeluarkan atau
menetapkan kesimpulan hukum dari dalil-dalinya. Dalam (KBBI) Ijtihad diartikan
sebagai usaha sungguh-sungguh yang dilakukan para ahli agama untuk mencapai
suatu putusan (simpulan) hukum syarak mengenai kasus yang penyelesaiannya
belum tertera di al-Qur’an dan Sunnah. Lihat Tim Penyusun, Kamus Besar Bahasa
Indonesia, Edisi ke-3 Cet. ke-4 (Jakarta: Balai Pustaka, 2007), 418.
14
Lihat Supani, Kontroversi Bid’ah dalam Tradisi Keagamaan Muslim di
Indonesia ( Jakarta: Sps Uin Jakarta, 2013), 4.

3
Islam murni.15 Kesadaran para pencari ilmu mengenai perbedaan dalam
penerapan ajaran Islam didua tempat itulah yang menjadikan mereka yakin
bahwa reformasi harus dijalankan, agar Islam Indonesia lebih dekat kepada
mainstream Islam.16
Paham keagamaan umat Islam pada umumnya merupakan hasil dari
sebuah kontruksi sosial. Ia terbentuk oleh seluruh proses kehidupan, mulai
dari kehidupan keluarga, proses studi, interaksi sosial, dan hasil bacaan
(pemahaman) mereka terhadap literatur Islam. Jika studi yang dilakukan
serius dengan bahan bacaan yang kaya, maka akan dalam pemahaman
keagamaan seseorang. Apabila literatur bacaan semakin beragam, maka
semakin moderat paham keagamaan seseorang. Selain faktor bacaan,
kondisi lingkungan dapat membentuk paham keagamaan seseorang.17
Sebaliknya, semakin sedikit keragaman madzhab18 yang dibaca, semakin
tidak moderat pemahaman keagamaan seseorang. Selain faktor bacaan,
kondisi lingkungan juga dapat membentuk paham keagamaan seseorang.
Paham keagamaan pemberi fatwa (mufti) baik yang tersurat maupun
tersirat dalam fatwanya akan ditransformasikan kepada para pembacanya.
Selanjutnya, cara pandang seseorang terhadap agama serta perilaku
sosialnya.19
Pemikir muslim kontemporer seperti Abdullah Ahmed an-Na’im,
Farid Essack, Abdullah Saeed, Jasser Auda dan tokoh-tokoh kontemporer
lainnya telah melakukan rekontruksi metodologis terhadap hukum Islam
klasik, agar dapat melahirkan hukum Islam yang lebih toleran, menghargai
hak kebebasan manusia, dalam konteks ini pemimpin wanita dan pemimpin
non-Muslim. Menurut penulis, apa yang digagas oleh para tokoh

15
Azyumardi Azra berpendapat: ‚Relasi hubungan antara kaum Muslim
dikawasan Melayu-Indonesia danTimur Tengah telah terjalin sejak masa-masa awal
Islam, yakni melalui jalur perdagangan Muslim dari Arab, Persia, dan Asia
Tenggara‛. Lihat Azyumardi Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan
Nusantara Abad XVII dan XVIII: Akar Pembaharuan Islam Indonesia, Edisi Revisi,
Cet ke-3 (Jakarta: Kencana Prenada Media, 2007), Pengantar xxi,xix.
16
Ahmad Haris, Islam Inovatif: Eksposisi Bid’ah dalam Teori dan Praktek
(Jakarta: Gaung Persada Press bersama Sultan Thaha Press Jambi, 2007), 22-23.
17
Lihat Supani, Kontroversi Bid’ah dalam Tradisi Keagamaan Muslim di
Indonesia, 5.
18
Madzhab dalam kamus diartikan sebagai aliran atau teori ajaran tertentu
dalam bidang ilmu mengenai hukum fikih atau akidah yang menjadi panutan umat
Islam. Lihat Tim Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi ke-3 cet. ke-4
(Jakarta: Balai Pustaka, 2007), 726.
19
Lihat Khamami Zada, dkk, ‚Pemahaman Keagamaan Kelompok Islam
Radikal Terhadap Pengembangan Multikulturalisme,‛ dan Istiqro’ Jurnal Penelitian
Islam Indonesia (Vol. 05, Nomor 01, 2006), 6. Kemudian lihat Adeng Muchtar
Ghazali, Agama dan Keberagamaan dalam Konteks Perbandingan Agama
(Bandung: Pustaka Setia, 2004).

4
kontemporer tersebut, untuk merespon perubahan konteks sosial-budaya
dan politik hak asasi manusia tersebut berangkat dari sebuah kaidah umum
fikih: taghayyur al-fatwa wa ikhtila>fuha> bi-h}asb taghayyur al-azminah wa
al-amkinah wa al-ah}wa>l wa al-niyya>t wa al-‘awa>id yang artinya adalah
dinamitas sekumpulan fatwa (hukum Islam) dan perbedaannya tergantung
pada perubahan waktu, tempat, keadaan, niat dan tradisi)20.
Untuk menjadi seorang mujtahid dibutuhkan beberapa ilmu yakni:
ilmu na>sikh-mansu>kh, ilmu us}u>l al-fiqh dan maqa>s}idu al-shari>’ah. Dalam
kaidah fiqh atau tafsir dikenal pula istilah subteks, konteks, dan
intertekstualitas. Subteks dapat diartikan memahami teks dengan
menghubungkan antara yang terucap/tertulis (nada, bahasa, dan nuansa)
dengan apa yang dimaksud (pesan teks). Subteks mengekspresikan tujuan
pembicara/penulis, agenda, nada suara/tulisan.21 Intertekstualitas dapat
dipahami sebagai pendekatan memahami teks yang diilhami Mikhail
Bikhail (filusuf rusia), yang memandang bahwa suatu teks tidak dapat
dipisahkan dari teks lain dan konteks (konteks linguistik)22
Ketika seseorang mendalami ilmu us}u>l al-fiqh, sudah selayaknya
mempelajari ilmu maqasid (Maqa>s}id al-Shari>’ah), bila melihat historis
perkembanganya, pada mulanya maqa>s}id sudah dibahas dalam literatur us}u>l
al-fiqh klasik, namun belum difungsikan sebagai metodologi hukum Islam,
hanya sebatas pelengkap kajian Us}u>l al-Fiqh. Maqa>s}id seringkali tidak
digunakan untuk memproduksi hukum atau mengkritik hukum yang sudah
mapan, hanya memperkuat hukum yang sudah ada.23Al-T{a>hir Ibn ‘Ashu>r
adalah tokoh modernis pertama yang mewacanakan maqa>s}id sebagai
metodologi hukum Islam dan ilmu hukum Islam baru yang berbeda dengan
us}u>l al-fiqh. Melalui buku Maqa>s}id al-Shari>‘ah al-Islamiyyah, Ibn ‘Ashu>r

20
Kaidah ini merupakan dasar dari hukum Islam, sebagian ahli hukum Islam
kurang memahami kaidah tentang ‚dinamitas hukum‛ ini, maka akan melahirkan
hukum yang mempersulit dan tidak dapat mengandung kemaslahatan umat. Lihat
Ibn al-Qayyim al-Jauziyyah, I’lam al-Muwaqqi‛in an Rabb al-‘A>lami>n (Riya>d: Da>r
Ibn al-Jauzi>, t.t), 1: 41-42.
21
Batya Amir and Keren Mazuz, ‚Context, Subtext, Intertextuality: A Tool
for Editorial Analysis‛, 2011 [OnLine].
http://www//21centurytext.wordpress.com/context-subtext-intertextuality-a-tool-
for-editorial-analysis , Accessed 23-05-2018.
22
Redyanto Noor, Interpresepsi Perspektif Novel Chiklit dan Teenlit
Indonesia, Paper Program Studi S3 Sastra UI.
23
Imam Mawardi berpendapat, ada dua alasan mengapa maqāṣid al-Sharī‘ah
belum menjadi metode untuk memproduksi hukum sebagaimana uṣūl al-Fiqh:
pertama, perdebatan teologis yang terjadi dikalangan ulama merupakan faktor
utama penghambat lajunya kajian maqāsid al-sharī‘ah. kedua, kajian maqāṣid al-
sharī‘ah dimasukkan dalam ranah filsafat, bukan dalam kajian uṣūl al-fiqh. Lihat
Imam Mawardi, Fiqh Minoritas; Fiqh al-Aqalliyat dan Evolusi Maqa>s}id al-Shari>‘ah
dari Konsep ke Pendekatan (Yogyakarta: LKIS, 2010 ), 186-187.

5
membuktikan bahwa maqa>s}id bersifat metodologis dan dapat digunakan
untuk merumuskan hukum24 Setelah Ibn ‘A<shu>r, kajian maqa>s}id al-shari>‘ah
mulai banyak didiskusikan, dan diharapkan memberikan solusi atas
kemandekan us}u>l al-fiqh. Menurut Hashim Kamali, perkembangan kajian
maqa>s}id di era modern dilatarbelakangi oleh kemandekan Us}u>l al-Fiqh,
yang tidak berfungsi di bawah tekanan modernitas dan belum mampu
memunculkan ijtihad baru (kontesktual) sesuai dengan perkembangan
zaman.25Penyebab utama dari kemandekan tersebut ialah: para fuqa>ha
cenderung menggunakan teori bahasa dalam memahami teks agama (nash),
sehingga para pembaca memahami teks secara tekstual. Pembacaan tekstual
seringkali mengabaikan makna, maksud, dan spirit teks, sehingga produk
hukum yang dilahirkan oleh metode ini cenderung kaku, kurang mampu
merespon realitas problematika masyarakat modern.26
Pemahaman tekstualis sering mengabaikan nilai-nilai universal,
sehingga hukum syariah terkesan menimbulkan kekerasan, radikalisme, dan
diskriminasi terhadap perempuan dan non-Muslim. Hal ini dapat dilihat dari
penelitian Jalil Roshandel dan Sharon Chadha, yang menyebutkan hukum
Islam sebagai inspirasi sebagian teroris untuk melakukan tindakan
kriminalnya.27 Pemikir muslim Khaled Abou El-Fadl berasumsi bahwa
beberapa lembaga fatwa kontemporer turut andil dalam menciptakan
diskriminasi terhadap perempuan.28Ahmed al-Na‘im membuktikan

24
Basheer M. Nafi’ memuji Ibn ‘A<shu>r sebagai reformis yang menghidupkan
kembali perdebatan tentang maqa>s}id yang telah sekian lama absen dalam
perbincangan para akademisi. Lihat Basheer M. Nafi’, ‚T{ahir Ibn Ashur: The
Career and Thought of a Modern Reformist,‛ Journal of Qur’anic Studies, vol .7,
No. 1 (2005): 25
25
Mohammad. Hashim Kamali, ‚Issues in the Legal Theory of Uṣūl and
Prospects for Reform,‛ Islamic Studies, Vol. 40, No. 1 (\2001): 5. Bandingkan
dengan Hashim Kamali, "Maqa>s}id al-Shari>‘ah: The Objective of Islamic Law,‛
Islamic Studies, Vol. 38, No. 2 (1999): 193-208.
26
Soulhi Younes, ‚Islamic Legal Hermeneutics: The Context and Adequacy
of Interpretation in Modern Islamic Discourse,‛ Islamic Studies, Vol. 41, No. 4
(2002): 585
27
Jalil Roshandel dan Sharon Chadha, Jihad and International Security
(England, Palgrave Macmillan, 2006), 52-53
28
Lembaga fatwa yang dimaksud di sini ialah CLRO (Council for Scientific
Research and Legal Opinion). Sebuah lembaga yang diberikan kepercayaan untuk
mengeluarkan fatwa di Arab Saudi dan banyak dirujuk fatwa-fatwanya oleh
masyarakat Islam dunia. Beberapa fatwa yang dianggap merendahkan perempuan
ialah: suara perempuan menimbulkan fitnah, larangan mengemudi bagi perempuan,
dan kewajiban istri atas suami. Lihat Khaled M.Abou El Fadl, Atas Nama Tuhan,
terj. Cecep Lukman Yasin (Jakarta: Serambi, 2004), 258-367. Lihat pula Lily
Zakiyah Munir, ‚Domestic Violence in Indonesia,‛ Muslim World Journal of
Human Rights, Vol. 2, Issue 1 (2005), http://www.degruyter.com (diakses 17
Febuari 2017).

6
berdasarkan pengalaman historis, perempuan dan non-Muslim adalah
korban utama dari formalisasi syariat.29Mengutip data HDI (Human
Development Indexs), Jasser Auda menyebutkan bahwa tingkat pendidikan
umat Islam tergolong rendah, kurang berpartisipasi terhadap sosial politik,
ekonomi, dan pemberdayaan perempuan.30Salah satu penyebab kejumudan
(stagnasi fiqh) karena faham agama yang berkembang dimasyarakat
terpengaruhi oleh kelompok salafi>, mereka berprinsip masa lalu (khulafa’ur
rashidin dan imam madzhab) merupakan tolak ukur keberhasilan agama,
sehingga hukum islam masa lalu harus diimplementasikan dalam konteks
dunia modern.31Tidak memiliki kapasitas dan kemampuan untuk
mendialogkan hukum Islam dan modernitas untuk berijtihad, merupakan
salah satu faktor stagnasinya fiqih.32Abou el-Fadl menjustifikasi bahwa
hukum Islam sebagai sebuah proses pemahaman dan metodologi hampir
mati.33Sebab tradisi hukum Islam yang berkembang saat ini tidak banyak
membincangkan metodologi, tetapi lebih fokus kepada pencarian pendapat-
pendapat fiqh ataupun hukum modern yang lebih mudah untuk
diaplikasikan.34
Penggunaan teori maqa>s}id tanpa dipadu dengan pendekatan lain,
hanya akan berfungsi sebagai alat pengukuh semata, dan sulit digunakan
untuk mencari titik temu antara modernitas dan hukum Islam. Kesulitan
untuk mendialogkan hukum Islam dan nilai-nilai modern, semisal HAM,
nasionalisme, dan lain-lain, terlihat jelas dalam pemikiran ulama seperti:
Ibn ‘A<shu>r, ‘Ala>l al-Fa>si, Wahbah al-Zuhayli>, Ahmad al-Raysu>ni>. Ibn
‘A<shu>r mengkategorikan keadilan, kebebasan, dan kesetaraan, menjadi
bagian maqa>s}id al-shari>’ah, namun dalam beberapa kasus tergambar bahwa
ia belum maksimal menerapkannya. Hal ini terbukti dalam pendapatnya
tentang ketidakbolehan perempuan dan non-Muslim menjadi kepada

29
Abdullah Ahmed an-Na‘im, ‚Mahmud Muhammad Taha and the Crisis in
Islamic Law Reform: Implications for Interreligious Relations,‛ Journal of
Ecumenical Studies, Vol. 25, No. 1 (1988): 1.
30
Lihat Jasser Auda, Maqa>s}id al-Shari>‘ah as Philosophy of Islamic Law: A
Systems Approach (Herndon: IIIT, 2007), xxii.
31
Muhammad ‘A<bi>d al-Ja>biri, Nah}nu wa al-Thu>ra>th, (Beirut: al-Markaz al-
Tsaqa>fi> al-‘Ara>bi>, 1993), 14-15.
32
Kecenderungan kelompok ini ialah memahami syariat hanya sebatas
persoalan hukum, padahal problematika syariat sangatlah luas dan kompleks.
Ziauddin Sardar, Islam, Postmodernism and Other Futures, diedit oleh Sohail
Inayatullah dan Gail Boxwel (London: Pluto Press, 2003), 65
33
Khaled M. Abou el-Fadl, Atas Nama Tuhan: dari Fikih Otoriter ke Fikih
Otoritatif, 246.
34
Pendapat Abou el-Fadl ini dikutip dalam Abdullah Saeed, Islamic
Thought: An Introduction (New York: Routledge, 2006), 59.

7
negara.35Pendapat ini tidak sesuai dengan konsep Hak Asasi Manusia
(HAM) yang lahir dari rahim dunia modern. Dalam pasal 21 ayat 2
Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) disebutkan bahwa
setiap orang berhak atas kesempatan yang sama untuk diangkat dalam
jabatan pemerintahan di negaranya. Pasal ini menunjukan kebolehan
mutlak, baik dari perempuan ataupun non-Muslim.
Paradigma yang ditimbulkan dari asumsi di atas bahwa Islam
terkesan membatasi gerak perempuan dan non-uslim di ruang publik, serta
bertentangan dengan nilai-nilai HAM, nasionalisme, dan konstitusi modern.
Menurut Musdah Mulia, bahwa hukum Islam (fiqh) terkesan men-
diskriminasikan perempuan, tentu hal ini beralasan, disebabkan oleh
banyaknya ulama masa lalu berjenis kelamin laki-laki, serta banyak menulis
kitab-kitab fiqh, kondisi sosio historis masyarakat ketika itu didominasi
oleh kaum laki-laki (male dominated society), terutama kawasan
Arab,36dengan demikian diperlukan analisis sosiologis dan historis terhadap
fiqh yang seakan-akan diskriminatif, guna mengkontekstualkannya dengan
realitas kekinian. Kedua pendekatan ini juga sangat membantu dalam
memahami perspektif fiqh tentang non-Muslim dan kesetaran gender
terhadap pemimpin wanita, sedangakan fenoma asuransi kesehatan yang
menjadi polemik MUI berpendapat BPJS masih mengandung gharar, maisir
dan riba.37Berbeda NU dalam LBM memfatwakan BPJS masih sesuai
dengan konsep ekonomi syariah, kedua pendekatan ini saling kotradiksi,
tentu saja akar permasalahan terletak pada pemahaman terhadap teks
keagamaan.38
Banyak aspek atau cara yang perlu diperhatikan dalam memahami
teks, sebab teks tidaklah berbicara dalam makna yang biasa dari kata
tersebut, perlu diperhatikan aspek ujaran yang terikat oleh situasi dan
referensi serta aspek histori, sosial dan budaya serta aspek lainnya yang
bekaitan erat dengan teks.39 Pada umumnya kaum kontekstualis berpegang
pada kaidah: ‚al-ibrah bi khus}u>s} as-saba>b la> bi ‘umum al lafz}‛ (makna itu
didasarkan pada kekhususan sebab, bukan pada keumuman lafaz)40Hasil

35
Lihat penjelasan Ibn ‘Ashu>r tentang kesetaraan dalam Maqa>s}id al-Shari>‘ah
al-Isla>miyah, (Kairo: Da>r al-Sala>m), 94.
36
Siti Musdah Mulia, Islam dan Inspirasi Kesetaraan Gender, (Yogyakarta:
Kibar Press, 2007), 201.
37
Lihat,https://nasional.kompas.com/read/2015/07/30/18280481/BPJS.Keseh
atan.Dinilai.Tak.Sesuai.Syariah.Ini.Dasar.Pertimbangan.MUI (diakses 8 Maret
2018).
38
PBNU, Hasil Muktamr NU ke-33 Jombang-Jawa Timur, Pdf (Agustus
2015), 117.
39
Edwar Said, Dunia, teks, dan (sang) Kritikus (Bali: CV. Bali Media
Adhikarsa, 2012), 40.
40
Ujang Syafrudin, Paradigma Tafsir Tekstual dan Kontekstual: Usaha
Memaknai Kembali Pesan al-Qur’an (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), 5-8.

8
telaah teks yang diperoleh menggunakan ilmu asbāb al-nuzūl, makki-
madāni, nāsikh dan mansūkh, diupayakan relevan dengan kebutuhan dan
situasi masyarakat modern. Di antara penganut paham ini adalah: Naṣr
Ḥāmid Abū Zayd (w. 2003 H), Fazlur Rahman, Muhammad Arkoun,
Muhammad Shahrur, Farid Essack, Khaled Abou el-Fadl, Aminah Wadud,
yang disebut neo-modernis, ijtihadis, muslim progresif, ataupun pemikir
Islam liberal41.
Metode penafsiran tekstual merupakan metode yang sering
digunakan oleh ulama muslim kontemporer dalam menafsirkan al-Qur’an
untuk menyelesaikan problematika dimasyarakat. Kelompok ini disebut
aliran tekstualis, mereka berargumen bahwa metode panafsiran tekstual
adalah metode yang paling efektif dan otoritatif dalam menafsirkan ayat
karena merujuk langsung kepada al-Qur’an, al-Hadits, dan para sahabat
(khulafā’ rāshidīn).42Metode tersebut digunakan oleh tokoh mufassir
kontemporer seperti ‘Abd Allāh Bin Bāz(w. 1999 H), Nāṣir al-Sa‘dī
(w.1956 H), dan Muḥammad ‘Uthaymīn (w. 2001 H) dalam menafsirkan
sejumlah ayat, khususnya yang berkaitan dengan isu kesetaraan gender
(gender equality), dan pluralisme agama (religious pluralism).
Perdebatan di atas menunjukkan bahwa produk penafsiran
dipengaruhi oleh metodologi yang digunakan oleh seorang mufasir. Pola
penafsiran yang mengabaikan konteks penurunan ayat dan konteks
penafsiran akan menyebabkan produk tafsir yang tidak sesuai kebutuhan
masyarakat, bahkan bertentangan dengan realitas kehidupan, dengan
demikian, atas dasar penafsiran tekstual dan kontekstual yang telah
dilakukan oleh ulama atau pemikir Islam sehingga memunculkan
pemahaman yang beragam dalam memahami teks keagamaan, yang pada
gilirannya masing-masing kelompok, aliran, ormas membentuk sebuah
wadah (organisasi) untuk menyebarkan pemahamannya itu.43
Perbedaan cara memahami teks keagamaan dan metode istinbat}
hukum berdampak bermunculan organisasi Islam (nasional-intenational)
seperti: Nahdatul Ulama (NU), Muh}ammadiyah, Persatuan Islam (Persis),
Al-Irsyad, Persatuan Umat Islam (PUI), Salafi, Front Pembela Islam (FPI),
Jama’ah Asharut Tauhid (JAT), dan lain lain. Organisasi Internasional,
misalnya Ikhwanul Muslimin (IM), Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), Jamaah
Tabligh (JT), dan lain”lain. Secara global corak pemahaman terhadap al-

41
Abdullah Saeed, Interpretating the Qur’an: Toward a Contemporary
Approach, (USA and Canada: Routledge, 2006), 3-6.
42
Adis Duderija, ‚The Interpretational Implications of Progressive Muslims
Qur’an and Sunna Manhāj in Relation to their Formulation of a Normative
Muslima Construct,‛ Islam and Christian-Muslim Relations 19,4 (2008): 411-429:
416.
43
Fazlur Rahman, Islam and Modernity: Transformasi of An Intellectual
Tradition (Chicago and London: The University of Chicago Press, 1984), 12.

9
Qur’a>n dapat diklasifikasikan menjadi dua kelompok, yakni kelompok
tradisionalis dan modernis. Kelompok tradisional memahami al-Qur’a>n
cenderung tekstual, sedangkan kelompok modern lebih cenderung
kontekstual.44
Sejarah perkembangan Organisasi Islam sejak Abad ke XX, dimulai
dengan berdirinya Organisasi Muh}ammadiyah KH. Ahmad Dahlan pada
tahun (1912) di Jogjakarta, lalu didirikannya Nahdhatul Ulama (NU) oleh
KH. Hasyim Asy’ari pada tahun (1926) di Jombang Jawa Timur, kemudian
lahirlah organisasi lainnya seperti PERSIS di Jawa Barat, Al-Isyad
Semarang, Nahdhatul Wathon di NTB, sedangkan di provinsi Banten
berdirilah 2 organisasi besar yakni al-Khairiyah dan Mat’laul Anwar (MA).
Penelitian yang akan angkat oleh penulis mengenai organisasi (Mathla’ul
Anwar) yang berpusat di kab. Pandeglang Banten. Nahdhatul Ulama (NU),
Muh}ammadiyyah, Persis, Al-irsyad, Nahdhatul Wathan (NW), berdiri pula
organisasi Islam bernama Mathlaul Anwar (MA). Organisasi ini didirikan
oleh KH. Abdurrahman, KH. M. Tubagus. Sholeh, K.H> Moh. Yasin, di
Menes Pandeglang Banten pada tahun 1916, organisasi ini bergerak
dibidang pendidikan, dakwah, dan sosial politik. Tampilnya Mathlaul
Anwar (MA) dalam pentas sejarah Islam di Indonesia pada awal abad ke-20
ini telah memberikan corak dan warna baru dalam gerakan pembaruan
pendidikan dan pemikiran Islam.45
Mathlaul Anwar (MA) berdiri atas tantangan umat Islam yang
tenggelam dalam kebodohan dan tekanan kolonial Belanda, pada masa itu
tradisi agama jauh dari aqidah ahlu sunnah wal jama’ah, bercampur nuasa
hindu budha nuansa mistik yang tinggi, takhayul dan bid’ah mewabah.Atas
kondisi tersebut maka munculnya gerakan reformis islam, sehingga
mempengaruhi masyarakat Islam Indonesia untuk bertajdid pembaharuan
pemikiran Islam, dan tetap berpegang teguh terhadap manhaji ASWAJA
(ahlu sunnah wal jama’ah).46Upaya untuk merespon permasalahan tersebut,
Mathlaul Anwar menyusun sebuah undang-undang sebagai landasan
organisinya yakni: ‚Khittah Mathla’ul Anwar‛, untuk melaksanakan tugas
dan fungsinya sebagai ormas Islam yang bergerak dibidang pendidikan,
dakwah dan sosial.47

44
Richard C. Martin, ‚Understanding The Qur’a>n in Textual and
Contextual‛, Jurnal of History of Religion Vol. 21, No. 4 (May, 1982), pp. 361-384
[Online]. http://www.jstor.org/stable/106233 [accesed, 1 June 2017].
45
Jihaduddin, Dirasah Islamiyah I: Sejarah dan Khittah Mathla’ul Anwar
(Jakarta: Pengurus Besar Mathla’ul Anwar, 2007), 9.
46
Uwes Abu Bakar, Islachul Ummah: Pemahaman Ahli Sunnah Wal
Djama’ah (Jakarta: Pengurus Besar Mathla’ul Anwar, 1969), 7.
47
Abdul Wahid Sahari, dkk, Khithah Mathla’ul Anwar (Jakarta: Pengurus
Besar Mathla’ul Anwar, 2005), 5.

10
Negara Indonesia merupakan mayoritas berpenduduk muslim, maka
ketika ada permasalahan agama selalu merujuk kepada kitab-kitab fiqh,
keputusan hakim (fiqh al-qada’), fatwa ulama (fiqh al-fatawa>) dan per-
undang-undangan (fiqh al-qanu>n).48Masyarakat memahami fatwa
merupakan jawaban resmi terhadap pertanyaan atau persoalan penting
menyangkut kepercayaan atau hukum yang diberikan oleh seseorang atau
suatu lembaga yang mempunyai otoritas untuk melakukannya. Fatwa
merupakan respon terhadap realitas masyarakat, menjawab pertanyaan
terkait hukum agama sosial budaya dan politik, hal ini menunjukkan
kreatifitas ulama dalam menjawab permasalan sosial.49
Setiap organisasi dalam berfatwa memiliki metode/manhaj. Fatwa
yang dilakukan oleh Muh}ammadiyah, NU, MUI, Persis, Al-Irsyad, dan
Mathla’ul Anwar sangat mewarnai pemahaman hukum Islam, yang secara
sosial-antropologi hukum itu hidup dalam masyarakat (living law).
Berdasarkan adanya organisasi sosial keagamaan Islam seperti tersebut di
atas, dapat dijadikan bahan penelitian studi perbandingan atau komparatif
dalam bidang metode fatwa, penulis merasa tertarik untuk mengangkat
dalam suatu penelitian mengenai salah satu ormas Islam di Indonesia yakni
‚Metode fatwa organisasi keagamaan Mathlaul Anwar yang berpusat di
Menes Banten, dan telah tersebar dibeberapa wilayah Indonesia‛.50
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka
secara sederhana dapat dipahami bahwa penelitian ini menguraikan
bagaimana organisasi Islam Mathlaul Anwar dalam berfatwa yang mana
merupakan jawaban atas permasalahan sosial empiris yang terjadi guna
memberikan kepastian hukum khususnya hukum Islam. Untuk menjelaskan
secara rinci maka penulis mencoba menguraikan penelitian ini dalam 5 Bab.

B. Permasalahan Kasus Penelitian


Sebagaimana yang diuraikan dalam latar belakang, penelitian ini
hendak menelusuri pemikiran hukum Islam, khususnya pemikiran organisasi
Islam Mathla’ul Anwar yang berpusat di kab. Pandeglang Banten.51 Serta
meninjau sejauh mana relevansinya dalam pembaharuan hukum Islam

48
Ahmad Rafiq, ‚Kritik Metodologi Formulasi Fiqh Indonesia: Epistemologi
Syara’ Mencari Format Baru Fiqh Indonesia (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2000),
98.
49
M.B.Hoker, Islam Madzhab Indonesia: Fatwa-Fatwa dan Perubahan Sosial ,
14.
50
Abu Bakar, Jurnal MUI Banjarmasin, Metode Fatwa Organisasi Sosial
Keagamaan Islam Diiindonesia (Muhammadiyah, Nahdhatul Ulama, Jamiyyah
Washliyah, MUI) (Banjarmasin: MUI Banjarmasin 2010).
51
Jihaduddin, Dirasah Islamiyah : Sejarah dan Khittah Mathla’ul Anwar ,
lihat Abdul Wahid Sahari, Khittah Matla’ul Anwar, dan Uwes Abu Bakar, Islachul
Ummah dalam Ahli Sunnah wal Djama’ah, (Jakarta: PBMA, 1970).

11
kontemporer, maka perlu diajukan beberapa pertanyaan penelitian agar
penelitian ini lebih focus, jelas, dan terperinci, maka penulis membagi
permasalahan ini menjadi tiga bagian, yaitu: identifikasi masalah,
pembatasan masalah, dan rumusan masalah, adapun uraiannya sebagai
berikut:
1. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang dipaparkan di atas,
beberapa permasalahan penting dapat teridentifikasi sebagai berikut:
1. Terjadinya perbedaan dalam memahami nash (teks keagamaan)
sehingga munculnya aliran-aliran atau ormas-ormas Islam yang
terus berkembang hingga saat ini.
2. Perdebatan dalam pemikiran keagamaan dilatar belakangi oleh
pemahaman agama, pendidikan, sosial budaya, dan politik.
3. Untuk membetengi polemik agama yang terjadi dimasyarakat
Indonesia, diperlukan sebuah lembaga hukum/agama dinamakan
lembaga fatwa atau organisasi Islam.
4. Mathla’ul Anwar merupakan organisasi Islam yang terbesar di
Banten, sebagaimana organisasi Islam lainnya, seperti
Muh}ammadiyah, Nahdahtul Ulama, Persis, al-Irsyad, Nahdhatul
Waton, al-Khoiriyah sebagai lembaga yang membina masyarakat
berlandaskan ke Islaman.
5. Mathla’ul Anwar sebagai lembaga dakwah, sosial dan pendidikan,
bertanggung jawab untuk membentengi ragam pemikiran yang
liberal, sekuler, dan radikal.

2. Rumusan Masalah
Setelah menguraikan masalah yang tertuang dalam latar belakang
dan identifikasi masalah diatas, maka pertanyaan besar yang hendak
dipecahkan dalam tesis ini adalah:‚Bagaimana pemikiran hukum
Mathla’ul Anwar terhadap fatwa-fatwa kontemporer ?‛

Pertanyaan umum ini hendak diuraikan dalam dua rumusan masalah


sebagai berikut:
1. Bagaimana bentuk penggalian hukum (metode istinbath hukum)
Mathla’ul Anwar ?
2. Bagaimana corak pemikiran Mathla’ul Anwar terhadap
perubahan sosial: apakah cenderung tekstual atau kontekstual
dalam memahami pemikiran keagamaan yang berkembang
dimasyarakat ?

12
3. Pembatasan Masalah
Untuk membatasi pembahasan maka penelitian dibatasi dalam tiga
pokok pembahasan. Penjabaran masing-masing pokok permasalahan
tersebut antara lain:
Pokok permasalahan pertama yakni: Topik yang hendak dikaji
hanya seputar pemikiran keagamaan, tidak membahas pergerakan
keorganisasan, dakwah, dan pendidikan.
Permasalahan kedua yaitu: Metode penemuan hukum dan corak
pemikiran, untuk menemukan hasil maka peneliti mengkombinasikan
dengan metode penemuan hukum organisasi lainnya seperti LMJ
Muhamadiyah dan LBM NU.
Permasalahan ketiga yakni: Batasan tahun, untuk fatwa-fatwa yang
dijadikan objek penelitian sejak tahun 2001 hingga tahun 2016. Objek
penelitian ini dibatasi 3 fatwa yakni: fatwa pemimpin non-Muslim, fatwa
kesetaraan gender-pemimpin wanita, asuransi kesehatan BPJS. Penulis
menggambil tahun 2001 karena fatwa kesetaraan gender keluar pada tahun
tersebut, kemudian fatwa asuransi kesehatan BPJS keluar tahun 2016,
penulis rasa rentang waktu 2001-2016 cukup untuk mengambil simpel
fatwa untuk mendeskripsikan metode penemuan hukum Mathla’ul Anwar
secara global.

C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk memberikan penjelasan tentang
organisasi Mathla’ul Anwar yang meliputi:
1. Memberikan pemahaman tentang fatwa dan pemikiran keagamaan
yang berkembang dimasyarakat modern.
2. Menjelaskan metode penemuan hukum yang dilakukan oleh
Mathla’ul Anwar.
3. Menjelaskan corak pemikiran Mathla’ul Anwar dalam memahami
pemikiran keagamaan.

D. Manfaat Penelitian
Penulis berharap penelitian ini dapat memberikan manfaat, baik
teoritis maupun praktis.
1. (Secara teoritis) diharapkan dapat memberikan sumbangsih
keilmuan, terkait pemikiran hukum Islam.
2. (Secara praktis) diharapkan dapat memberikan pemahaman
mengenai metode penemuan hukum terhadap fatwa-fatwa
kontemporer.

13
E. Penelitian Terdahulu Yang Relevan
Berdasarkan penelusuran penulis, penelitian tentang pemikiran
hukum Islam Mathla’ul Anwar belum banyak dilakukan. Meskipun
Mathla’ul Anwar organisasi yang sudah mapan telah berusia 1 Abad, namun
belum bayak peneliti yang mengkajinya. Oleh karena itu penulis akan
mendiskusikan beberapa penelitian yang terkait mengenai fatwa, baik
secara metodologi atau pemikiran. Untuk melihat perbedaan penelitian
penulis dengan penelitian sebelumnya.
Didin Nurul Rosyidin merupakan peneliti pertama yang mengkaji
Mathla’ul Anwar secara serius dalam Disertasinya yang diterbitkan di
Leiden Belanda yang berjudul:‚Transformation of Mathla’ul Anwar From
Kampung To Kota (1916-1998)52 yang telah diterjemahkan dengan judul:
‚Mathla’ul Anwar di Tengah Arus Perubahan Agama, Budaya dan Politik di
Indonesia‛. dia menyimpulkan bahwa: Sejarah berdirinya ormas Mathal’ul
Anwar didirikan pada tahun 1916 oleh sekelompok ulama di pedesaan
berupaya mengubah wilayahnya menjadi pusat peradaban pada tahun 1950
dengan sistem dakwah dan pendidikan, setelah proses dakwah dan
pendidikan ini berhasil maka dibentuklah cabang-cabang diberbagai wilayah
untuk memperluas jaringan dakwahnya. Salah satu tujuan didirikan
Mathla’ul Anwar latar belakangi oleh tiga peran yani: Pertama, dalam
bidang pendidikan: meningkatkan kualitas pendidikan dan institusi
pendidikan dari jenjang madrasah ibtidaiyyah hingga universitas Islam sejak
abad ke dua puluh. Kedua, dalam bidang sosial kemasyarakatan:
memberikan bantuan sosial dan merencanakan pengembangan sosial,
Ketiga, dalam bidang dakwah keagamaan: memberikan pengajaran agama
dalam bentuk kajian kitab atau majlis ta’lim.
Salah satu peran Mathlaul Anwar dalam pendirian komunitas
agama di kalangan muslim Indonesia yakni dengan melibatkan para ulama
atau kiyai untuk berdakwah dan memegang posisi dominan dalam
masyarakat. Mengikuti perkembangan politik dan wacana keagamaan yang
sedang berlangsung di negara ini mempunyai keuntungan tersendiri yakni,
Mathla’ul Anwar mampu bersaing dan menjadi pusat pendidikan yang
terbaik dinegeri ini. Mathlaul Anwar berupaya beradaptasi dengan
perdamaian konflik politik antara Islam berdasarkan-sarekat Islam (SI) dan
komunisme oleh Partai Komunis Indonesia (PKI) pada tahun 1926. Para
ulama membentengi pemikiran politik yang berkembang pada masanya
sehingga, Mathla’ul Anwar tidak tumbang terhadap rezim yang terjadi.
Dalam disertasi ini hanya membahas sejarah dan pergerakan Mathlaul
Anwar dalam bidang sosial budaya, politik dan dakwah.

52
Didin Nurul Rosyidin, From Kampung To Kota: a Study of The
Transformation of Mathla’ul Anwar From 1916-1998 (Leiden: INIS Leiden
University, 2007).

14
Posisi penulis, terhadap penelitian yang dilakukan oleh Didin Nurul
Rosyidin, hanya membahas tentang sejarah politik Mathla’ul Anwar dan
peran organisasi dalam bidang dakwah dan pendidikan. Secara spesifik
penelitian mengenai fatwa Mathla’ul Anwar belum pernah dilakukan oleh
penelitian sebelumnya, penelitian sebelumnya hanya membahas tentang
organisasi dalam perspektif sosial politik dan kiprah Mathla’ul Anwar
dalam bidang pendidikan dan dakwah.
Salah satu penelitian terkait metode istinbath hukum yakni
penelitian yang dilakukan oleh Supani dalam disertasinya: ‚Metode
Istinbath Hukum Ahmad Hasan dan Siradjudin Abbas Terhadap Tradisi
Keagamaan Masyarakat Muslim Di Indonesia‛,53dia menyimpulkan
bahwa:Islam Indonesia merupakan bentuk Islam yang telah berakulturasi
dengan tradisi lokal yang berkembang diberbagai wilayah di Indonesia.
Banyak kategori yang dapat digunakan untuk menggambarkan kelompok-
kelompok muslim Indonesia seperti muslim tradisionalis, modernis,
fundamentalis, moderat, literalis, dan kontekstualis. Semua tipologi ini
dapat menggambarkan adanya realitas kemajemukan dalam masyarakat
muslim Indonesia, baik sikap keagamaan mereka secara sosio kultural
maupun secara epistemogis pemikirannya. Islam Indonesia secara mayoritas
dikelompokkan sebagai Islam wasathiyah, yang diwakili oleh Nahdlatul
Ulama (NU), Muh}ammadiyah, Persatuan Tarbiyah Islamiyah (Perti),
Nahdhatul Wathan, Mathla’ul Anwar, Persis, al-Irsyad sebagai
pemikirannya, terutama dalam masalah tradisi lokal, lebih dekat dengan
pemikiran salafi, karena berusaha memerangi bentuk apapun yang berbau
takhayyul, khurafat dan bid’ah.
Penelitian ini merupakan studi perbandingan yang difokuskan
kepada fatwa-fatwa ulama Indonesia tentang tradisi keagamaan masyarakat
muslim Indonesia. Lebih spesifik penelitian tentang metode istinbath
hukum yang dilakukan oleh (Ahmad Hasan) dan (Siradjuddin Abas) dalam
masalah tradisi keagamaanmasyarakat muslim Indonesia, dia berkesimpulan
bahwa faham keagamaan berpengaruh terhadap pemilihan dalil dan metode
penetapan hukum. Masing-masing pihak cenderung hanya menonjolkan
fakta dan teori yang mendukung pendapatnya, dan pada saat yang sama
berusaha mengabaikan fakta dan teori yang mendukung pendapat pihak
lawannya.
Kesimpulan ini didukung oleh bukti, bahwa dalam proses penetapan
hukum antara Ahmad Hasan dan Siradjudin Abbas terdapat persamaan dan
perbedaan. Persamaannya terletak pada keduanya memulai fatwanya
dengan memaparkan hakikat persoalan yang akan dibahas,kemudian
mencarikan dasar hukumnya dari ayat-ayat al-Qur’an dan al-Hadits,

53
Supani, Metode istinbath hukum Ahmad Hasan dan Siradjudin Abbas
terhadap Tradisi Keagamaan Masyarakat Muslim di Indonesia (Jakarta: Sekolah
Pascasarjana UIN Jakarta, 2013).

15
dilanjutkan dengan istidlal hukum. Perbedaannya adalah: Ahmad Hasan
cenderung tidak menggunakan qaul ulama dalam fatwanya, sementara
Siradjuddin Abbas mencantumkan pendapat ulama untuk menguatkan
pandangan hukumnya. Jika dilihat dari perbedaan metode istinbath yang
dipilih oleh A. Hasan dan Siradjuddin Abbas, dalam masalah akidah,
ibadah, dan muamalah, maka dapat disimpulkan Bahwa A Hasan dalam
masalah akidah, akhlak dan ibadah tampak literalis, sementara dalam
bidang muamalah jutru kontekstualis. Berbeda dengan pemikiran
Siradjuddin Abbas, dalam masalah akidah, ibadah, dan akhlak cenderung
kontekstualis, tetapi dalam masalah muamalah justu literalis.
Posisi penulis, terhadap penelitian yang dilakukan oleh Supani,
membahas tentang tradisi keagamaan yang dilakukan oleh NU dan
Muhammadiyah dalam pemikiran keagamaan Ahmad Hasan dan
Siradjuddin Abbas. Penulis ingin meneliti metodologi istinbath hukum yang
serupa namun dilakukan oleh objek yang berbeda, yakni organisasi Islam
terbesar di Banten ‚Mathla’ul Anwar‛ dalam fatwa sosial keagamaan,
terangkum dalam fatwa pemimpin non-Muslim, kesetaraan gender dalam
kepemimpinan wanita, dan asuransi kesehatan BPJS.
Penelitian selanjutnya terkait fatwa yg dilakukan oleh Mohammad
Deni Irawan dalam tesisnya: ‚Elemen Pemeliharan Kerukunan Umat
Beragama Dalam Fatwa Majelis Ulama Indonesia‛54 Indonesia memiliki
lembaga yang menjadi wadah organisasi Islam yang diberi nama Majelis
Ulama Indonesia (MUI), berdiri tahun 1975, penelitian ini membahas
tentang fatwa aliran-aliran sesat indonesia, seperti: Ahmadiyah
(1980&2005), Syiah (1985), al-Qiyadah al-Islamiyah (2007), Aliran yang
menolak Sunah/ hadis rasul, serta pemikiran pluralisme, liberalisme,
sekulerisme agama (2005) yang diputuskan oleh MUI sebagai upaya dalam
menjaga kermurnian agama Islam. Tesis ini berkesimpulan, bahwa Majelis
Ulama Indonesia dalam mengambil keputusan hukum (fatwa) sangat
mempertimbangkan maslahah (kemanfaatan) dengan menggunakan teori
maqa>s}id al-shari’ah. Hal ini dibuktikan dengan penggunaan landasan
teologis, metode penetapan fatwa dari sumber-sumber mu‘tabarah. Selain
itu, penggunaan kaidah usuliyah dan fiqhiyah dalam penetapan fatwa MUI,
secara implisit, mengakomodir pengaruh dari maqāṣid al-sharī‘ah.
Penelitian ini mendukung pendapat Nuruddin Mukhtar al-Khādimi yang
mengatakan bahwa setiap fatwa selalu berkaitan dengan maqāṣid al-
sharī‘ah. Selain itu, peneliti juga mendukung pendapat ‘Allā al-Fāsî yang
mengatakan bahwa penerapan maqāṣid al-shārī‘ah merupakan upaya tuhan
untuk memuliakan manusia.

54
Mohammad Deni Irawan, Elemen Pemeliharan Kerukunan Umat Beragama
Dalam Fatwa Majelis Ulama Indonesia (Jakarta: Sekolah Pascasarjana UIN Jakarta,
2016).

16
Posisi penulis, terhadap penelitian yang dilakukan oleh Deni
Irawan, membahas fatwa yang dikeluarkan oleh MUI terkait fatwa ajaran
aliran-aliran sesat dan penyimpangan aqidah. Meskipun penelitian ini
memiliki kesamaan yakni terkait metodologi pengambilan fatwa yang
dikeluarkan oleh lembaga fatwa otoritatif diindonesia (MUI). Letak
perbedaan penulis dengan peneliti sebelumnya, terletak pada objek lembaga
dan fatwa yang dibahas, yakni organisasi Islam terbesar di Banten
‚Mathla’ul Anwar‛ dalam fatwa sosial keagamaan, terangkum dalam fatwa
pemimpin non-Muslim, kesetaraan gender dalam kepemimpinan wanita,
dan asuransi kesehatan BPJS.
Penelitian selanjutnya, terkait dengan metodologi dan pendekatan
yg serupa dengan penulis, yang dilakukan oleh Ahmad Taufik dalam
tesisnya: ‚Tekstualitas Penafsiran Al-Qur’an: Analisis pemahaman Nasir al-
Sa’di terhadap isu kontemporer dalam kitab taysir al-rahman fi kalam al-
manan‛.55Setelah melakukan riset terhadap kitab tafsir Na>s}ir al-Sa’di,
dalam diambil beberapa kesimpulan yakni: metode penafsiran tekstual
(literalis) menuai banyak kritikan, dan dinilai oleh beberapa kalangan
kurang relevan terhadap konteks modern karena perubahan status sosial,
ekonomi, politik senantiasa terus berkembang. Abdullah Saeed dalam kitab
Interpretating the Qur’an menyatakan bahwa panafsiran hukum (legal-ethic
al-Qur’an) dalam kitab-kitab fiqih klasik belum dapat menjawab
problematika umat Islam dewasa ini. Oleh karena itu, jika wacana re-
interpretasi al-Qur’an tidak terlaksana, maka legal-ethic al-Qur’an lambat
laun akan segera diabaikan, dan umat Islam akhirnya mengabaikan pesan al-
Qur’an. Nasr hami>d Abū Zayd (w. 2003 M) menegaskan bahwa re-
interpretasi teks al-Qur’an harus original, sesuai latar historis dan sosialnya,
serta merekonstruksi interpretasi klasik, agar lebih relevan dan humanistik,
tanpa mengubah harfiah teks al-Qur’an sedikitpun.
Pendapat ini senada dengan pemikir barat Wael B Hallaq, ia
menegaskan bahwa para fuqaha klasik (tabi’in), banyak dari mereka
melakukan kekeliruan dalam menafsirkan ayat al-Qur’an, oleh karena itu,
diperlukan rekonstruksi sejumlah epistemologi hukum Islam, seperti ijmā‘
dan qiyās. Pendapat ini diperkuat oleh Fazlur Rahman dalam kitab Islam
and Modernity, ia mengkritik beberapa model penafsiran klasik. Menurut
Rahman, corak penafsiran yang diwariskan oleh tradisi Islam klasik telah
gagal menampilkan pesan dan spirit al-Qur’an secara utuh, karena metode
penafsiran klasik bersifat atomistik, sehingga para mufasir tidak dapat

55
Ahmad Taufik, Tekstualitas Penafsiran Al-Qur’an: Analisis pemahaman
Nasir al-Sa’di terhadap isu kontemporer dalam taysir al-rahman fi kalam al-manan
(Jakarta: Sekolah Pascasarjana UIN Jakarta, 2014).

17
menangkap pesan al-Qur’an secara koheren dan komprehensif, sesuai
dengan worldview (pandangan dunia) yang pasti.
Farid Esack dalam The Qur’an, a Short Introduction menyatakan
bahwa ulama klasik hanya terfokus pada dimensi teks, tanpa berupaya
memahami makna dibalik teks (makna implisit), dengan kata lain metode
penafsiran tekstual dinilai kurang relevan dalam menafsirkan persoalan
kontemporer. Ulama klasik menegaskan bahwa penafsiran tekstual
merupakan metode penafsiran yang otoritatif, absolut, dan mendekati
kebenaran. Karena itu, konteks sosio-historis teks al-Qur’an bukan menjadi
prioritas utama untuk menentukan makna. Bahkan, konteks teks al-Qur’an
dapat saja diabaikan, jika bertentangan dengan teks.
Posisi penulis, terhadap penelitian yang dilakukan oleh Ahmad
Taufik terkait pemikiran tekstualis dan kontekstualis dalam memahami al-
Qur’an, penulis berasumsi bahwa keragaman pemikir agama terletak pada
perbedaan dalam memahami teks keagamaan dilatar belakangi oleh
keilmuan, sosial politik dan budaya yang berkembang dalam menafsirkan
teks agama (baik al-Qur’an, Hadits, maupun pendapat ulama). Persamaan
penulis dengan peneliti sebelumnya terletak dari metode pendekatan yang
dipakai yakni ‚Hermeneutika kontekstual Abdullah Saeed‛, objek yang
diteliti Pluralisme (Pemimpin Non-Muslim), gender equality (pemimpin
wanita). Letak perbedaan penulis dengan peneliti sebelumnya, terletak pada
objek penelitian terkait fatwa dan ormas Islam.
Penelitian selanjutnya, terkait dengan metodologi dan pendekatan
yg serupa dengan penulis yang dilakukan oleh Hengky Ferdiansyah dalam
tesisnya: ‚Pemikiran Fiqh Jasser Auda terhadap Pembaharuan Hukum
Islam‛.56Kesimpulan penelitian tersebut ialah: pemikiran hukum Islam
Jasser Auda didasarkan pada pendekatan sistem, yakni mengkombinasikan
pendekatan maqa>s}id al-shari>‘ah, us}u>l al-fiqh dan ilmu-ilmu sosial. Ketiga
disiplin ini saling berkaitan antara satu sama lainnya. Pendekatan sistem
digunakan oleh Jasser karena dia meyakini perkembangan metodologi
hukum Islam tidak terlepas dari pengaruh ilmu logika yang berkembang
pada setiap masa. Pemikiran hukum Islam klasik menurut Jasser sangat
dipengaruhi oleh logika kausalitas yang pada waktu itu mendominasi ilmu
logika tradisional. Logika kausalitas ini membuat orientasi metodologi
hukum Islam menjadi partikularistik, dikotomis, dan tekstualis. Akibatnya,
pada saat perumusan hukum, dalil-dalil spesifik lebih diproritaskan
ketimbang dalil-dalil umum, penggalian hukum berpusat pada satu dalil dan
56
Hengky Ferdiansyah, Pemikiran Fiqh Jasser Auda terhadap Pembaharuan
Hukum Islam (Jakarta: Sps Uin Jakarta, 2017).

18
tidak dikomprasikan dengan dalil yang masih berkaitan, dan tidak memberi
ruang pada maqa>s}id al-shari>‘ah dalam berijtihad.
Jasser Auda menawarkan pendekatan sistem sebagai pisau analisis
hukum Islam dan sekaligus menjadi pondasi dasar metodologi hukum Islam.
Pendekatan sistem dipilih karena ia mampu keluar dari logika
partikularistik, dikotomis, dan tekstualis, yang selama ini dominan dalam
tradisi hukum Islam. Pendekatan sistem menggiring pada logika berpikir
holistik, integratif, dan substantif. Dampak pendekatan ini terhadap hukum
Islam adalah perumusan hukum Islam tidak hanya berpijak pada satu dalil
semata (dalil al-mas’alah), tetapi juga dikombinasikan dengan dalil lain,
baik dalil umum maupun dalil khusus; perumusan hukum tidak hanya
berdasarkan pertimbangan teks, tetapi diintegrasikan dengan ilmu lain yang
berkaitan dengan objek pembahasan, agar produk hukum yang dirumuskan
relevan dengan perkembangan zaman; perumusan hukum tidak hanya
mengacu pada makna literal, tetapi juga menimbang makna inti dan
substansi teks.
Posisi penulis, terhadap penelitian yang dilakukan oleh Hengky
Ferdiansyah terkait metode Maqa>sidu al-Sha>ri’ah dalam pemikiran Jasser
Auda merupakan sebuah pendekatan terbaru dalam memahami ushul fiqh
terhadap kasus kontemporer. Penulis menggunakan pendekatan Maqa>sidu
al-Shari’ah dalam memahami dan menganalisis fatwa-fatwa yang
dikeluarkan oleh Mathla’ul Anwar. Persamaan penulis dengan peneliti
sebelumnya terletak dari metode pendekatan yang dipakai yakni ‚Maqa>s}idu
al-Shari’ah’. Letak perbedaan penulis dengan peneliti sebelumnya, terletak
pada objek penelitian terkait fatwa dan ormas Islam.
Penelitian terkait ijtihad yang dilakukan oleh Isa Ansori dalam
jurnalnya yang berjudul:‚Perbedaan Metode Ijtihad NU Dan
Muh}ammadiyah Dalam Corak Fikih Indonesia‛,57dia menyimpulkan bahwa:
model ijtihad Bahsul Masail Nahdatul Ulama (NU) dan Majelis Tarjih
Muh}ammadiyah memiliki perbedaan pada latar belakang orientasi ijtihad
dan metode ijtihad. Orientasi ijtihad bahsul masail lebih menekankan
pendekatan kultural (adat istiadat), dengan memelihara nilai-nilai terdahulu
yang sudah baik, dan mengambil nilai-nilai baru yang lebih baik. Model
pendekatan ini menerima budaya dan kearifan lokal sebagai bagian produk
masa lampau selama tidak bertentangan dengan al-Quran dan al-Hadits,
atau dengan jalan mengubah kontent budaya dan kearifan lokal itu dengan
konten Qurani dan Sunnah. Ini berbeda dengan model orientasi ijtihad yang
dikembangkan majelis tarjih Muh}ammadiyah yang berorientasi tajdid.
Melalui pendekatan tajdidnya Muh}ammadiyah berusaha mengembalikan
dan memurnikan ajaran Islam sesuai ajaran aslinya, dengan jargon

57
Isa Ansori, Jurnal NIZAM Volume 4 No. 1, Perbedaan Metode Iitihad NU
dan Muhammadiyah dalam Corak Fikih Indonesia (Lampung: STAIN Jurai Siwo
Metro, 2014).

19
populernya ‚kembali kepada al-Quran dan al-Sunnah, berusaha memurnikan
ajaran Islam yang tercemar takhayul, bid’ah dan churafat (TBC).
Perbedaan orientasi ini membawa pengaruh terhadap perbedaan
metode ijtihad yang digunakan. Metode Ijtihad Bahtsul Masail lebih
bersifat konservatif dan berusaha menyesuaikan dengan perubahan sosio-
cultural masyarakat ke arah progresif-moderat melalui penggunaan metode
ijtihad qauly, ilhaqy, taqriry, dan manhajy. Sementara metode ijtihad
Majelis Tarjih Muh}ammadiyah bergerak kearah progresif-dinamis
menggunakan metode ijtihad kontemporer seperti bayani, ta’lili, dan
istislahi dengan pendekatan hermeneutik, historis sosiologi dan antropologi
dan teknik ijtihad ijma’, qiyas, masalih mursalah dan urf. Perbedaan model
ijtihad ini hendaklah menumbuhkan rasa saling menghormati dan
menghargai antara sesama muslim dengan memandang perbedaan yang ada
sebagai rahmat dari Allah SWT.
Posisi penulis, terhadap penelitian yang dilakukan oleh Isa Ansori
yang terkait metode Iitihad NU dan Muhammadiyah dalam corak fikih
Indonesia, penelitian ini masih terkait dengan penelitian penulis tentang
ijtihad dan fatwa. NU dan Muhammadiyah merupakan ormas terbesar di
Indonesia telah banyak memberikan sumbangsih kepada bangsa dan warga
muslim indonesia. Letak perbedaan penulis dengan peneliti sebelumnya,
terletak pada objek lembaga dan fatwa yang dibahas, yakni organisasi Islam
terbesar di Banten ‚Mathla’ul Anwar‛ dalam fatwa sosial keagamaan,
terangkum dalam Fatwa Pemimpin Non-Muslim, Kesetaraan Gender dalam
Kepemimpinan Wanita, dan Asuransi Kesehatan BPJS.
Terakhir penelitian yang dilakukan oleh Abu Bakar dalam jurnalnya
yang berjudul: ‚Metode Fatwa Organisasi Sosial Keagamaan Islam
diiIndonesia (Muh}ammadiyah, Nahdhatul Ulama, Jamiyyah Washliyah,
MUI)‛58,dia menyimpulkan bahwa: Fatwa MT merujuk pada sumber utama
hukum Islam yakni al-Qur’an dan al-Hadith, kemudian merujuk kepada
sumber kedua yakni Ijma’, Qiyas, Maslahah, bila terjadi ta’arud dengan cara
al-Jam’u wa taufiq dan at-Tarjih, al-Naskh, dan attawaqquf. Majelis Tarjih
terkenal dengan fatwa jama’i dengan metode bayani (pendekatan
kebahasaan), Metode Ta’lili (Pendekatan Penalaran Penalaran/Qiyas), dan
Metode Istislahi (Pendekatan Kemaslahatan).
Perbedaan antara Majlis Tarjih, Majelis Fatwa, Komisi Fatwa dan
Bahsul Masail yakni: Pertama, MT, DF, KF menggunakan Nash Qathi
(Qur’an dan Hadits) sebagai landasan utamanya, sedangkan BM
menggunakannya untuk memperkuat qaul madzhab. Kedua, Pemaknaan
Tarjih dewan Majlis Tarjih, dan komisi fatwa tarjih yang dilakukan untuk
mengambil pendapat terkuat, berdasarkan nash al-Quran dan al-Sunnah,

58
Abu Bakar, Metode Fatwa Organisasi Sosial Keagamaan Islam
Diiindonesia (Muhammadiyah, Nahdhatul Ulama, Jamiyyah Washliyah, MUI),
(Banjarmasin: Jurnal MUI Banjarmasin 2010).

20
sedangkan Bahsul masail mentarjih berdasarkan qaul kitab muktabarah.
Ketiga, usaha untuk melakukan tajdid, bagi majlis tarjih tajdid, adalah
pemurnian ajaran Islam dari bid’ah (penyimpangan), majelis fatwa lebih
mendahulukan Mazhab Syafi’i, sedangkan majelis fatwa tarjih diarahkan
untuk penggalian hukum Islam dapat menjawab tantangan IPTEK
berdasarkan maslahah dan kemudian pemaknaan tajdid bagi lembaga
bahsul masail yakni diterimanya faham Ahlu Sunnah Wal Jamaah
berdasarkan taqlid madzhab bagi orang awam, sedangkan bagi alim ulama
madzhab dilakukan dengan cara manhaj, Keempat, secara hirarki
pengambilan hukum Majlis Tarjih, Majelis Fatwa, Komisi Fatwa,
berdasarkan al-Quran dan al-Hadith dan metode ijtihad lainnya, sedangkan
LBM mendahulukan Metode ijtihad, baru al-Quran dan al-Hadith.
Posisi penulis, terhadap penelitian yang dilakukan oleh Abu Bakar,
terkait metode iitihad, Muhammadiyah, Jamiyyah Washliyah dan MUI
dalam corak fikih Indonesia, penelitian ini masih terkait dengan penelitian
penulis tentang ijtihad dan fatwa. Letak perbedaan penulis dengan peneliti
sebelumnya, terletak pada objek lembaga dan fatwa yang dikeluarkan.
Hubungan penelitian Abu bakar terhadap peneliti sangat terkait metodologi
penemuan hukum yang dilakukan oleh ormas-ormas Islam di Indonesia.

F. Metodologi Penelitian
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini termasuk penelitian kepustakaan (library research).
Data dan bahan kajian yang dipergunakan dalam penelitian ini berasal dari
sumber-sumber kepustakaan: buku, jurnal, majalah, naskah dan dokumen
lainnya, yang terkait dengan pemikiran hukum Mathla’ul Anwar tentang
fatwa dan implementasinya dalam persoalan fiqh, lebih spesifik penelitian
ini termasuk penelitian kualitatif, dalam kategori penelitian filosofis-
normatif-empiris.59Penelitian ini disebut filosofis karena membahas tentang
asas-asas hukum Islam (filsafat hukum Islam), atau metodologi hukum
Islam. Penelitian dikatakan normatif karena mendiskusikan persoalan fiqh,

59
Atho Mudzhar dalam penelitiannya mengkategorikan penelitian hukum
menjadi 3 kategori: studi filsafat hukum, studi hukum Islam normatif, dan studi
hukum Islam empiris. (Studi Filsafat Hukum) berisi tentang teori-teori hukum,
seperti Us}u>l al-Fiqh, Qawa>’id al-Fiqhiyah, Maqa>s}id al-Shari>‘ah, dan lain-lain.
(Studi Hukum Normatif ) berisi tentang kajian literatur hukum Islam (dalil hukum):
yang berisi ayat-ayat dan hadis-hadis ah}ka>m, kitab-kitab fikih, keputusan-
keputusan pengadilan, fatwa-fatwa mufti atau ulama. Sedangkan (Studi Hukum
Islam Empiris), terfocus studi sosiologi hukum Islam mengkaji interaksi
masyarakat dengan hukum Islam, mencakup respon masyarakat ataupun
dampaknya. Penelitian ini termasuk penelitian filsafat hukum dan studi hukum
Islam empiris, lihat M. Atho Mudzhar, ‚Tantangan Studi Hukum Islam di
Indonesia Dewasa Ini,‛ Jurnal Indo-Islamika, Vol. 2. No. 1 (2012), 95-97.

21
pendapat, dan fatwa ulama, merupakan penelitian empiris karena membahas
persoalan hukum terhadap fenomena yang terjadi di masyarakat.

2. Pendekatan Penelitian
Hal-hal yang harus diperhatikan ketika hendak meriset sebuah
penelitian, khususnya pemikiran tokoh atau lembaga yakni: pertama,
referensi yang dipakai (normatif/empiris) dalam konteks sosial-budaya,
kedua, formulasi pemikiran mencakup dimensi historis, defenisi, ketiga,
idealisme:saluran dan komunitas pendukung produk pemikirannya.60
Penelitian ini terfokus pada konteks sosial-politik dan pemikiran hukum
para tokoh tim perumus fatwa Mathla’ul Anwar dalam memformulasikan
fatwa serta implementasinya dalam persoalan fiqh.
Penelitian ini menggunakan beberapa pendekatan usul fiqh, dan
filosofis. (Pendekatan Usul Fiqh) digunakan untuk menguji teori
hukum/kaidah fiqh dalam menformulasikan hukum. (Pendekatan Filosofis)
bertujuan untuk mengungkap subtansi pemikiran seorang tokoh dari aspek
ontologis, epistemologis, dan aksiologis.61 Penelitian ini menggunakan dua
teori yakni: Maqa>s}idu al-Shari>’ah dan Hermeneutika Kontekstual Abdullah
Saeed. Teori Maqa>s}idu al-Shari>’ah sebagai pisau analisis di gunakan untuk
melihat argumentasi seorang mufti dalam merumuskan fatwa tersebut,
sebuah hukum terformulasi tentu mengambil prinsip kemanfaatan
(Maslahah) dan menjauhi kemudaratan (Sadz Dzari’ah). Untuk menilai
paradigma pemikiran seorang mufti dalam memformulasikan fatwa, dan
memahami teks keagamaan, penulis menganalisis menggunakan Teori
Kontekstual Abdullah Saeed.62

3. Sumber Data
Sumber data yang dipergunakan dalam penelitian ini berupa
literatur dan wawancara. Penulis membagi sumber data menjadi dua
kategori, yaitu sumber data primer dan sekunder.
Sumber data primer yang dipergunakan yakni buku yang ditulis
oleh Organisasi Islam Mathla’ul Anwar yakni: Himpunan Fatwa Mathla’ul
Anwar dari tahun 2005-2017, Kitab karangan KH. Mas Abdurrahman, al-

60
Penelitian Kualitatif memiliki beberapa metode pengumpulan data, di
antaranya adalah metode wawancara, dokumenter, observasi, bahan visual, dan
penelusuran online. Lihat H. M. Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif (Jakarta:
Kencana, 2012), 110-130.
61
Rob Fisher, ‚Pendekatan Filosofis," dalam Aneka Pendekatan Studi
Agama, 173-176. lihat Michael S. Northcott, ‚Pendekatan Sosiologis,‛ tej: Imam
Khoiri, Peter Connolly, Aneka Pendekatan Studi Agama, (Yogyakarta: LKIS,
2002), 271
62
Abdullah Saeed, Interpretating the Qur’an: Toward a Contemporary
Approach (USA dan Canada: Routledge, 2006).

22
jawa>iz fi baya>n al-ahka>m al-jana>iz (1926) Dirosah Islamiyah I: Sejarah dan
Khithah Mathla’ul Anwar, (2009), Sejarah dan Khithah Mathla’ul Anwar
(1996), Membawa Mathla’ul Anwar ke Abad XXI,(1997), Islahul Ummah
dalam menjelaskan Ahlu sunnah wal jama’ah, (2004), dan wawancara
beberapa nara sumber tokoh dan ulama majelis fatwa Mathla’ul Anwar.
Sumber data sekunder berasal dari buku-buku atau artikel yang
berkenaan dengan pemikiran hukum Islam atau ormas Islam mengenai
fatwa hukum kontemporer: Dirosah Islamiyah I: Sejarah dan Khittah
Mathla’ul Anwar, (2009), Sejarah dan Khithah Mathla’ul Anwar (1996),
Membawa Mathla’ul Anwar ke Abad XXI,(1997), Islahul Ummah dalam
menjelaskan Ahlu sunnah wal jama’ah, (2004),Sejarah Perkembangan
Mathla’ul Anwar dan Pendiri Mathla’ul Anwar Mas Abdurrahman tahun
1916, Pedoman Organisasi Mathla’ul Anwar, (2016), Hasil Muktamar XIX
Pandeglang Banten (2016), Anggaran Dasar Rumah Tangga Mathla’ul
Anwar, (2016), Menelusuri Pasang Surut Perkembangan Islam: Modernisasi
Perguruan Mathla’ul Anwar Pusat (2013) dan untuk pengayaan data,
penulis juga mengutip dari tesis, disertasi maupun jurnal yang terkait
dengan tema ini.

4. Metode Pengumpulan Data


Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, metode yang
digunakan untuk mengumpulkan data yakni metode dokumentasi. Metode
dokumentasi dilakukan dengan cara mengumpulkan dokumen resmi atau
dokumen pribadi, yang diperoleh dari kepustakaan, ataupun kantor lembaga
atau instansi yang hendak kita teliti. Untuk memperoleh data yang
mendalam dan rinci, peneliti menggunakan metode wawancara, dengan
mewawancarai beberapa narasumber yang berada di majelis fatwa
Mathla’ul Anwar. Wawancara digunakan untuk mengetahui proses
terbentuknya hukum dan bagaimana metode pengumpulan kesimpulan
hukum tersebut.
5. Metode Analisis Data
Pengolahan data dalam penelitian ini menggunakan metode
deskriptif-analitis-komparatif yang berguna untuk mendeskripsikan, serta
menganalisis hasil fatwa Mathla’ul Anwar dan implementasinya dalam
problematika hukum dimasyarakat, dengan mengkomparasikan pendapat
MA dengan ormas lain. Perbandingan ini dilakukan untuk melihat hasil
fatwa yang dilakukan oleh ormas Mathla’ul Anwar dengan ormas lainnya,
Apakah memiliki persamaan ataupun perbedaan disanalah akan dilihat
hasilnya. Dalam penelitian ini, penulis banyak merujuk pada kitab-kitab
fiqih dan ushul fiqih ulama-ulama klasik dan kontemporer. yakni:
Muh}ammad bin idris Al-Syafi’i, Abu> H}amid Al-Ghazali, Muh}ammad Abu
Zahrah, Abdul Waha>b Khalla>f, dan Wah}bah al-Zuhaili sebagai

23
perbandingan pendapat MA dengan ulama sebelumnya. Pada saat
menganalisis data yang berkaitan dengan penelitian ini, penulis
menggunakan metode content analysis (Analisis Isi).
G. Sistematika Pembahasan
Agar penelitian ini tersusun secara sistematis, maka penulis perlu
memetakan pembahasan dalam bentuk kalimat. Hal ini menjadi acuan
penulis dalam merencanakan penelitian yang komprehensif. Rencana tesis
ini terdiri dari lima bab, termasuk bab penutup yang terangkai secara
kolektif antara satu dengan lainnya, dan penjelasannya sebagai berikut:
Bab Pertama, Pendahuluan, terdiri dari: latar belakang, rumusan dan
batasan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, literature review:
penelitian terduhulu yang relevan, metodologi penelitian, dan sistematika
pembahasan. Bab ini merupakan kerangka berpikir yang dijadikan acuan
oleh penulis untuk melaksanakan penelitian ini.
Bab Kedua, merupakan kerangka teori, berisi tentang teori fatwa
dan ijtihad, metodologi perolehan fatwa klasik modern: al-Qur’an, al-
Hadits, Ijma’, Qiyas, Maslahah, Masa>lih Mursalah dan Maqa>sidu al-
Shari>’ah. Berisi pula metode ijtihad kontemporer yakni penafsiran tekstual
kontekstual Abdullah Saeed. Teori ini digunakan untuk menganalisis fatwa-
fatwa yang diterbitkan oleh Mathla’ul Anwar Banten.
Bab Ketiga, Berisi tentang profil dan sejarah organisasi Islam
Mathla’ul Anwar, yakni: sejarah berdirinya Mathla’ul Anwar, tujuan
berdirinya Mathla’ul Anwar, kontribusi Mathla’ul Anwar terhadap
pendidikan, dakwah dan sosial, pengertian khittah Mathla’ul Anwar:
merupakan buku pedoman mengenai tugas, fungsi, landasan operasional
Mathla’ul Anwar, serta landasan ideologi ahlu sunnah wal jama’ah
pemahaman Mathla’ul Anwar.
Bab Keempat, merupakan inti penelitian untuk menjawab rumusan
masalah, berisi metodolologi istinbath hukum, analisis fatwa yang
dikeluarkan oleh Mathla’ul Anwar yakni: Fatwa Pemimpin Non-Muslim,
Fatwa Kesetaraan Gender, Fatwa BPJS Kesehatan, dijelaskan pula landasan
teologis dan sosiologis fatwa ini diterbitkan.
Bab Kelima, Penutup, yang mencakup kesimpulan penelitian ini.
Didalamnya akan disimpulkan temuan-temuan dari penelitian ini, tentang
metodologi istibath hukum organisasi Islam Mathla’ul Anwar tentang
fatwa-fatwa kontemporer, kemudian dilengkapi dengan saran-saran dan
rekomendasi.

24

Anda mungkin juga menyukai