Anda di halaman 1dari 109

NA<SYI’AH AL-LAIL DALAM AL-QUR’AN

(Suatu Kajian Tah}li>li> terhadap QS al-Muzzammil/73: 6)

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Meraih Gelar

Sarjana Agama Prodi Ilmu al-Qur’an dan Tafsir

Pada Fakultas Ushuluddin dan Filsafat

UIN Alauddin Makassar

Oleh:

Andi Husni Musannada Rifai


NIM: 30300117043

FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT

UIN ALAUDDIN MAKASSAR


2021
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Mahasiswa yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Andi Husni Musannada Rifai

NIM : 30300117043

Tempat/Tgl. Lahir : Lasusua, 29 Oktober

Prodi : Ilmu al-Qur’an dan Tafsir

Fakultas/Program : Ushuluddin dan Filsafat

Alamat : Asrama Ma’had Aly Kampus 2 UIN Alauddin Makassar

Judul : Na>syi’ah al-Lail dalam al-Qur’an (Suatu Kajian Tah}li>li>

terhadap QS al-Muzzammil/73: 6)

Menyatakan dengan sesungguhnya dan penuh kesadaran bahwa skripsi ini

benar adalah hasil karya sendiri. Jika dikemudian hari terbukti bahwa ia

merupakan duplikat, tiruan, plagiat, atau dibuat oleh orang lain, sebagian atau

seluruhnya, maka skripsi dan gelar yang diperoleh karenanya batal demi hukum.

Samata, Jum’at 02 Juli 2021

Penyusun,

Andi Husni Musannada Rifai


NIM: 30300117043

i
KEMENTERIAN AGAMA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR
FAKULTAS USHULUDDIN, FILSAFAT DAN POLITIK
Kampus I : Jl. Sultan Alauddin No. 63 Makassar  (0411) 864924, Fax. 864923
Kampus II : Jl. Sultan Alauddin No.36, Romang Polong-Gowa  (0411) 841879 Fax 8221400

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Pembimbing penulisan skripsi Saudara Andi Husni Musannada Rifai,

NIM: 30300117043, mahasiswa Prodi Ilmu al-Qur’an dan Tafsir pada Fakultas

Ushuluddin dan Filsafat UIN Alauddin Makassar, setelah dengan seksama

meneliti dan mengoreksi skripsi yang bersangkutan dengan judul ‚Na>syi’ah al-

Lail dalam al-Qur’an (Suatu Kajian Tah}li>li> terhadap QS al-Muzzammil/73: 6)‛,


maka skripsi tersebut telah memenuhi syarat ilmiah untuk dilanjutkan ke Ujian

Munaqasyah/Tutup.

Demikian persetujuan ini diberikan untuk diproses lebih lanjut.

Samata-Gowa, 04 Agustus 2021

Pembimbing I Pembimbing II

Prof. Dr. H. M. Galib M, MA. Dr. Muhsin, S. Ag., M. Th. I.


NIP. 19591001 198703 1 004 NIP. 19711125 199703 1 001

ii
iii
KATA PENGANTAR

‫بسمميحرلا نمحرلا هللا‬


‫احلمد هلل احلمد هلل والصالة والسالم على رسول هللا وعلى آلو وأصحابو ومن متسك بسنتو إىل يوم‬
"‫الدين "أما بعد‬

Alhamdulillah, segala puja dan puji hanyalah milik Allah Swt. Rabb yang

mengajarkan manusia segala hal, Rabb yang kasih dan sayang-Nya tiada

terhingga. Salawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada manusia

terbaik sepanjang zaman, sayyidul mursalin Rasulullah Muhammad saw. atas


kesabaran dan kegigihan beliaulah hingga cahaya dan risalah Islam sampai

kepada kita semua tanpa terkurang setitik pun.

Penyusunan skripsi ini bertujuan untuk memenuhi persyaratan

penyeselesaian pendidikan pada program strata satu Prodi Ilmu al-Qur’an dan

Tafsir Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Alauddin Makassar Tahun

Akademik 2020/2021. Dengan terselesaikannya skripsi ini, peneliti menyadari

banyak pihak yang telah berkontribusi secara aktif maupun pasif dalam

membantu kelancaran proses penyelesaian skripsi ini. Rasa syukur tak terhingga

kepada Allah Swt. yang memberikan kelancaran bagi peneliti sehingga berada

pada titik terakhir penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu, peneliti akan

menyampaikan ucapan terima kasih kepada pihak-pihak yang turut membantu,

baik yang telah membimbing, mengarahkan, memberikan petunjuk maupun yang

senantiasa memotivasi.

1. Ucapan terima kasih yang tak terhingga peneliti sampaikan kepada kedua

orang tua tercinta, ayahanda Alm. Drs. Andi Rifai dan ibunda Dra.

Syahraini. yang telah berjuang merawat, membesarkan, mendidik serta

menafkahi sehingga peneliti dapat sampai pada tahap akhir perkuliahan.

iv
v

Tiada untaian kalimat yang dapat mewakili pengaguman maupun

gambaran atas penghargaan dan jasa-jasa beliau. Dengan doa dan restu

ayahanda dan ibunda sehingga mampu mendobrak keridaan-Nya yang

menjadikan peneliti mampu menyelesaikan penyusunan karya ilmiah ini,

semoga keduanya selalu dalam lindungan dan keridaan Allah Swt. dan

menempatkannya ke derajat yang mulia. Tidak lupa pula kepada kakanda

saya Andi Ummu Fadilah Rifai, S. Sos. dan Andi Ruhbanullaila Rifai S.

Ag. beserta suaminya serta adik saya Andi Tazkiatul Faqiha Rifai dan

seluruh keluarga tercinta yang senantiasa memberikan support maupun

bantuannya, baik moril maupun materil sehingga proses pembelajaran

selama di bangku kuliah dapat berjalan lancar.

2. Prof. Drs. Hamdan Juhannis, MA., Ph. D. sebagai Rektor UIN Alauddin

Makassar dan Prof. Mardan, M. Ag., Dr. Wahyuddin, M. Hum., Prof. Dr.

Darussalam, M. Ag., Dr. H. Kamaluddin, selaku wakil Rektor I, II, III dan

IV yang telah memberikan kesempatan kepada peneliti untuk menimba

ilmu di kampus ini.

3. Dr. Muhsin, S. Ag., M. Th. I. sebagai Dekan Fakultas Ushuluddin dan

Filsafat, Dr. Hj. Rahmi D, M. Ag., Dr. Hj. Darmawati H, M. HI., Dr.

Abdullah, S. Aq., M. Ag. selaku wakil Dekan I, II dan III yang senantiasa
membimbing peneliti selama menempuh perkuliahan.

4. Dr. H. Aan Parhani, Lc., M. Ag., Yusran S. Th. I., M. Hum. dan Andi

Muhammad Ali Amiruddin, MA., Dr. Muhammad Ali, M.Ag. selaku

ketua Prodi Ilmu al-Qur’an dan Tafsir dan ketua Prodi Ilmu Hadis

bersama sekretarisnya atas segala ilmu, petunjuk dan arahannya selama

menempuh jenjang perkuliahan di Fakultas Ushuluddin dan Filsafat.


vi

5. Peneliti juga mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya

kepada Prof. Dr. H. M. Galib M, MA., dan Dr. Muhsin, S. Ag., M. Th. I.

selaku pembimbing I dan pembimbing II yang telah sepenuh hati

meluangkan waktu dalam membimbing serta memberikan inspirasi, kritik

maupun arahan selama proses penyusunan dan penyelesaian skripsi ini.

6. Ucapan terima kasih peneliti kepada Alm. Dr. H. Mujetaba Mustafa, M.

Ag. selaku penguji I, semoga Allah menempatkan beliau bersama orang-

orang saleh di sisi-Nya, dan kepada Dr. H. Aan Parhani, Lc., M. Ag.

selaku pengganti pembimbing I serta Dr. Abd. Ghany, S. Th. I., M. Th. I.

selaku penguji II peneliti yang telah membimbing serta memberikan

kritik dan saran dalam menyelesaikan program penyusunan skripsi sejak

awal hingga akhir.

7. Ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada direktur Ma’had Aly

program Tafsir Hadis Khusus, ayahanda Dr. H. Muhammad Sadik Sabry,

M. Ag. dan musyrif Ma’had Aly Tafsir Hadis Khusus ayahanda Dr.

Abdul Ghany, S. Th. I., M. Th. I. yang senantiasa memberikan dukungan

maupun semangat, serta waktunya kepada peneliti dan teman-teman yang

lain sejak berada dalam naungan asrama Ma’had Aly.

8. Seluruh dosen di lingkungan Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN


Alauddin Makassar yang telah berjasa mengajar dan mendidik peneliti

selama menjadi mahasiswa di UIN Alauddin Makassar serta Staf

Akademik yang dengan sabarnya melayani peneliti dalam menyelesaikan

prosedur akademik yang harus dijalani hingga ke tahap penyelesaian.

9. Bapak dan ibu kepala perpustakaan UIN Alauddin Makassar beserta staf-

stafnya yang telah menyediakan referensi yang dibutuhkan dalam


penyelesaian skripsi ini.
vii

10. Para guru di setiap jenjang sekolah yang telah dilalui/mengajari peneliti di

masa kecil hingga berada pada fase ini.

11. Asa>tiz\ dan asa>tiz\ah, rekan-rekan serta kakanda-kakanda Pondok

Pesantren Darul Huffadh 77 Kajuara Bone, marhala al-Syari>fah dan al-

Z{ila>l yang senantiasa mengulurkan tangan dan motivasinya kepada

peneliti sejak menuai pendidikan dijenjang MA hingga saat ini. Terkhusus

kepada saudari Nur al-Muhyida dan Amirah Dzakiyyah yang menemani

langkah perjuangan peneliti walau saling berbeda jarak.

12. Kepada keluarga besar Student and Alumnus Department (SANAD) of

Tafsir Hadis Khusus Makassar.

13. Saudara-saudara seperjuangan, Mahasiswa Prodi Ilmu al-Qur’an dan

Tafsir khusus angkatan 2017 maupun Tafsir Hadis Khusus Angkatan XIII

SANAD (Student and Alumnus Department Sanad of Tafsir Hadis

Khusus Makassar) yang senantiasa memotivasi, memberikan masukan

kepada peneliti serta senantiasa menemani peneliti baik dalam keadaan

suka maupun duka, berjuang bersama-sama menyelesaikan skripsi ini

walaupun pergerakan masing-masing terbatas dengan kehadiran Covid-19

since akhir 2019. Terkhusus kepada Rahayu Alam dan Santi H yang
begitu banyak meluangkan waktu dalam meringankan pekerjaan peneliti
serta menjadi penyemangat hingga saat ini. Juga kepada A. Muh. Azka

Fazaka Rif’ah yang senantiasa menggerakkan angkatan XIII SANAD ini

dalam penyelesaian skripsi.

Akhirnya, peneliti sangat berterima kasih kepada semua pihak yang tiada

sempat disebutkan namanya satu persatu, semoga uluran tangan yang telah

diberikan bernilai ibadah di sisi Allah Swt. Dan semoga Allah meridai setiap

langkah kita semua aamiin.


viii

Terakhir, penghargaan kepada mereka yang membaca dan berkenan

memberikan saran maupun koreksi terhadap kekurangan dan kekeliruan yang

terdapat dalam skripsi ini. Semoga dengan saran dan kritik tersebut, dapat

membangun peneliti dan diterima di kalangan pembaca yang lebih luas lagi di

masa sekarang maupun yang akan datang. Dengan izin-Nya peneliti berharap

karya yang sangat sederhana ini dapat bermanfaat bagi semua kalangan pembaca.

‫وأن ليس لإلنسان إال ما سعى و أن سعيو سوف يرى‬


‫وهللا اهلادى إىل سبيل الرشاد‬
Samata, 02 Juli 2021

Peneliti,

Andi Husni Musannada Rifai


NIM: 30300117043
DAFTAR ISI

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ............................................................... i


PERSETUJUAN PEMBIMBING ........................................................................ ii
PENGESAHAN SKRIPSI ..................................................................................iii
KATA PENGANTAR ........................................................................................ iv
DAFTAR ISI ...................................................................................................... ix
PEDOMAN TRANSLITERASI ......................................................................... xi
ABSTRAK ..................................................................................................... xviii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1
A. Latar Belakang ......................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .................................................................................... 4
C. Pengertian Judul dan Ruang Lingkup Pembahasan ................................. 4
1. Na>syi’ah al-Lail ........................................................................................ 5
2. Al-Qur’an ................................................................................................. 6
3. Tafsir Tah}li>li> ............................................................................................ 7
D. Tinjauan Pustaka ...................................................................................... 8
E. Metodologi Penelitian ............................................................................... 11
1. Jenis Penelitian ....................................................................................... 12
2. Metode Pendekatan Penelitian............................................................... 12
3. Metode Pengumpulan dan Sumber Data ............................................... 14
4. Metode Pengolahan dan Analisis Data .................................................. 15
F. Tujuan dan Kegunaan penelitian ............................................................... 17
BAB II TINJAUAN UMUM ............................................................................. 19
A. Ruang Lingkup Na>syi’ah al-Lail ............................................................ 19
1. Pengertian Na>syi’ah al-Lail ................................................................... 19
2. Hakikat Malam ....................................................................................... 20
3. Hakikat Bangun Malam ......................................................................... 22

ix
x

B. Bangun Malam Perspektif Sains dan Psikologi ..................................... 26


C. Keutamaan Na>syi’ah al-Lail .................................................................. 32
BAB III ANALISIS TAH{LI<LI< QS AL-MUZZAMMIL/73: 6 ............................ 36
A. Kajian Umum QS al-Muzzammil .......................................................... 36
1. Penamaan QS al-Muzzammil ................................................................. 36
2. Kandungan Umum QS al-Muzzammil................................................... 38
3. Keutamaan Membaca QS al-Muzzammil .............................................. 40
4. Asba>b al-Nuzu>l ....................................................................................... 41
B. Kajian Ayat ............................................................................................ 43
1. Teks Ayat dan Terjemah ........................................................................ 43
2. Kajian Kosakata ..................................................................................... 43
3. Munasabah.............................................................................................. 48
4. Tafsiran Ayat ......................................................................................... 51
BAB IV NA<SYI’AH AL-LAIL DALAM QS AL-MUZZAMMIL/73: 6 ............ 62
A. Eksistensi Na>syi’ah al-Lail dalam QS al-Muzzammil/73: 6 ................. 62
1. Qiya>m al-Lail ......................................................................................... 62
2. Tartil dan Tadabur al-Qur’an ................................................................. 63
3. Zikir dan Munajat kepada Allah ........................................................... 64
B. Relevansi Na>syi’ah al-Lail terhadap Kesehatan Manusia ..................... 66
C. Hikmah Na>syi’ah al-Lail dalam QS al-Muzzammil/73: 6 ..................... 75
1. ‫ اَ َش ُّد َوطْئًا‬............................................................................................ 76

2. ً‫ أَقْ َوُم قِْيال‬............................................................................................. 77

BAB V PENUTUP ............................................................................................ 80


A. Kesimpulan ............................................................................................. 80
B. Implikasi dan Saran ................................................................................ 82
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 84
PEDOMAN TRANSLITERASI

A. Transliterasi Arab-Latin
Daftar huruf bahasa Arab dan transliterasinya ke dalam huruf latin dapat
dilihat pada tabel berikut:
1. Konsonan
Huruf Arab Nama Huruf Latin Nama
‫ا‬ Alif tidak dilambangkan tidak dilambangkan
‫ب‬ Ba B Be
‫ت‬ Ta T Te
‫ث‬ s\a s\ es (dengan titik di atas)
‫ج‬ Jim J Je
‫ح‬ h}a h} ha (dengan titik di bawah)
‫خ‬ Kha Kh ka dan ha
‫د‬ Dal D De
‫ذ‬ z\al z\ zet (dengan titik di atas)
‫ر‬ Ra R Er
‫ز‬ Zai Z Zet
‫س‬ Sin S Es
‫ش‬ Syin Sy es dan ye
‫ص‬ s}ad s} es (dengan titik di bawah)
‫ض‬ d}ad d} de (dengan titik di bawah)
‫ط‬ t}a t} te (dengan titik di bawah)
‫ظ‬ z}a z} zet (dengan titik di bawah)
‫ع‬ ‘ain ‘ apostrof terbalik
‫غ‬ Gain G Ge
‫ف‬ Fa F Ef
‫ق‬ Qaf Q Qi
‫ك‬ Kaf K Ka
‫ل‬ Lam L El
‫م‬ Mim M Em
‫ن‬ Nun N En
‫و‬ Wau W We
‫هػ‬ Ha H Ha
‫ء‬ Hamzah ’ Apostrof
‫ى‬ Ya Y Ye

xi
xii

‫ء‬
Hamzah ( ) yang terletak di awal kata mengikuti vokalnya tanpa diberi

tanda apa pun. Jika ia terletak di tengah atau di akhir, maka ditulis dengan tanda (’).

2. Vokal

Vokal bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia, terdiri atas vokal

tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong.

Vokal tunggal bahasa Arab yang lambangnya berupa tanda atau harakat,

transliterasinya sebagai berikut:

Nama Huruf Latin Nama


Tanda
‫َا‬ fath}ah a a
َ‫ا‬ kasrah i i
َ‫ا‬ d}ammah u u
Vokal rangkap bahasa Arab yang lambangnya berupa gabungan antara
harakat dan huruf, transliterasinya berupa gabungan huruf, yaitu:

Tanda Nama Huruf Latin Nama


fath}ah dan ya>’ ai a dan i
‫َ ْى‬
‫َْو‬ fath}ah dan wau au a dan u

Contoh:
َ‫َريْ َب‬ : raiba

‫كَ ْو اَل‬ : qaulan

3. Maddah
Maddah atau vokal panjang yang lambangnya berupa harakat dan huruf,
transliterasinya berupa huruf dan tanda, yaitu:

Harakat dan Nama Huruf dan Nama


Huruf Tanda
‫ َ ى‬... | ‫ َ ا‬... fath}ah dan alif atau ya>’ a> a dan garis di atas

‫ى‬ kasrah dan ya>’ i> i dan garis di atas


Contoh:
‫ُو‬ d}ammah dan wau u> u dan garis di atas
xiii

‫َج ََرى‬ : jara>

َ‫َي َ ِم ْ ن‬
‫ي‬ : yami>nu

‫َ نَي ْو نَع‬ : yaju> u ‘


4. Ta>’ marbu>t}ah

Transliterasi untuk ta>’ marbu>t}ah ada dua, yaitu: ta>’ marbu>t}ah yang hidup

atau mendapat harakat fath}ah, kasrah, dan d}ammah, transliterasinya adalah [t].

Sedangkan ta>’ marbu>t}ah yang mati atau mendapat harakat sukun,

transliterasinya adalah [h].

Kalau pada kata yang berakhir dengan ta>’ marbu>t}ah diikuti oleh kata yang

menggunakan kata sandang al- serta bacaan kedua kata itu terpisah, maka ta>’

marbu>t}ah itu ditransliterasikan dengan ha (h).


Contoh:

َِ‫َر ْوضَ نةَا َأل ْط َفال‬ : raud}ah al-at}fa>l

‫َالْ َم ِديْنَ نةَ َالْ َف ِاض َنَل‬ : al-madi>nah al-fa>d}ilah

‫َالْ ِح ْْكَ نَة‬ : al-h}ikmah

5. Syaddah (Tasydi>d)

Syaddah atau tasydi>d yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan


dengan sebuah tanda tasydi>d ( َ‫) َػّػ‬, dalam transliterasi ini dilambangkan dengan
perulangan huruf (konsonan ganda) yang diberi tanda syaddah.
Contoh:

َ‫َربَّن َا‬ : rabbana>

‫َ ََّن ْينََا‬ : najjaina>

َ‫َالْ َح ّق‬ : al-h}aqq

‫ه ن ِ ّع ََم‬ : nu‚ima

َ‫عَدن و‬ : ‘aduwwun
Jika huruf ‫ ى‬ber-tasydid di akhir sebuah kata dan didahului oleh huruf
xiv

َّ ِ‫)ػػػػ‬, maka ia ditransliterasi seperti huruf maddah menjadi i>.


kasrah (‫ػى‬
Contoh:

َ‫عَ ِل‬ : ‘Ali> (bukan ‘Aliyy atau ‘Aly)

َ‫َع َرب‬ : ‘Arabi> (bukan ‘Arabiyy atau ‘Araby)

6. Kata Sandang

Kata sandang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan huruf َ‫ال‬
(alif lam ma‘arifah). Dalam pedoman transliterasi ini, kata sandang ditransliterasi

seperti biasa, al-, baik ketika ia diikuti oleh huruf syamsiyah maupun huruf

qamariyah. Kata sandang tidak mengikuti bunyi huruf langsung yang


mengikutinya. Kata sandang ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya dan

dihubungkan dengan garis mendatar (-).

Contoh:

َ‫َال ُّصلْ نح‬ : al-s}ulhu (bukan as}s}ulhu)

َ‫َالَنُّ ْو نَر‬ : al-nu>r (an-nu>r)

َ‫َالْ َم َ نَل‬ : al-mala’u

‫َالل َّ ْي نَل‬ : al-lailu

7. Hamzah

Aturan transliterasi huruf hamzah menjadi apostrof (’) hanya berlaku bagi

hamzah yang terletak di tengah dan akhir kata. Bila hamzah terletak di awal
kata, ia tidak dilambangkan, karena dalam tulisan Arab ia berupa alif.

Contoh:

َ‫تَأِ نم نر ْو َن‬ : ta’muru>na

‫َالنَّ ْو نَع‬ : al-nau‘u

َ‫َشء‬ َْ : syai’un

َ‫ُأ ِم ْرتن‬ : umirtu


xv

8. Penulisan Kata Arab yang Lazim digunakan dalam Bahasa Indonesia

Kata, istilah atau kalimat Arab yang ditransliterasi adalah kata, istilah

atau kalimat yang belum dibakukan dalam bahasa Indonesia. Kata, istilah atau

kalimat yang sudah lazim dan menjadi bagian dari perbendaharaan bahasa

Indonesia, atau sering ditulis dalam tulisan bahasa Indonesia, atau lazim

digunakan dalam dunia akademik tertentu, tidak lagi ditulis menurut cara

transliterasi di atas. Misalnya, kata al-Qur’an (dari al-Qur’a>n), alhamdulillah, dan

munaqasyah. Namun, bila kata-kata tersebut menjadi bagian dari satu rangkaian

teks Arab, maka harus ditransliterasi secara utuh. Contoh:

Ta’wi>l al-Qur’a>n

Al-Tafsi>r al-Muni>r
9. Lafz} al-Jala>lah ( ‫)هللا‬
Kata ‚Allah‛ yang didahului partikel seperti huruf jarr dan huruf lainnya

atau berkedudukan sebagai mud}a>f ilaih (frasa nominal), ditransliterasi tanpa

huruf hamzah.

Contoh:
ِ ‫ ِد ْي نن‬di>nulla>h ‫لل‬
َ‫َهللا‬ َِ ‫ ِِب‬billa>h
Adapun ta>’ marbu>t}ah di akhir kata yang disandarkan kepada lafz} al-

jala>lah, ditransliterasi dengan huruf [t]. Contoh:


ِ َ‫َِف ََر ْ َْح ِة‬
َ‫هللا‬ ْ ِ ‫ن ُْه‬ hum fi> rah}matilla>h

10. Huruf Kapital

Walau sistem tulisan Arab tidak mengenal huruf kapital (All Caps), dalam

transliterasinya huruf-huruf tersebut dikenai ketentuan tentang penggunaan huruf

kapital berdasarkan pedoman ejaan Bahasa Indonesia yang berlaku (EYD). Huruf

kapital, misalnya, digunakan untuk menuliskan huruf awal nama diri (orang,

tempat, bulan) dan huruf pertama pada permulaan kalimat. Bila nama diri
xvi

didahului oleh kata sandang (al-), maka yang ditulis dengan huruf kapital tetap

huruf awal nama diri tersebut, bukan huruf awal kata sandangnya. Jika terletak

pada awal kalimat, maka huruf A dari kata sandang tersebut menggunakan huruf

kapital (Al-). Ketentuan yang sama juga berlaku untuk huruf awal dari judul

referensi yang didahului oleh kata sandang al-, baik ketika ia ditulis dalam teks

maupun dalam catatan rujukan (CK, DP, CDK, dan DR). Contoh:

Inna awwala baitin wud}i‘a linna>si lallaz\i> bi Bakkata muba>rakan


Syahru Ramad}an> al-laz\i> unzila fi>h al-Qur’a>n
Nas}i>r al-Di>n al-T{u>si>

Abu>> Nas}r al-Fara>bi>

Al-Gaza>li>

Al-Munqiz\ min al-D}ala>l

Jika nama resmi seseorang menggunakan kata Ibnu (anak dari) dan Abu>

(bapak dari) sebagai nama kedua terakhirnya, maka kedua nama terakhir itu

harus disebutkan sebagai nama akhir dalam daftar pustaka atau daftar referensi.

Contoh:

‘Ali> ibn ‘Umar al-Da>r Qut}ni> Abu> Al-H{asan, ditulis menjadi: Abu> Al-H{asan,
B. Daftar Singkatan
‘Ali> ibn ‘Umar al-Da>r Qut}ni>. (bukan: Al-H{asan, ‘Ali> ibn ‘Umar al-Da>r
Beberapa singkatan
Qut}ni> Abu> ) yang dibakukan adalah:
swt. subh}
Nas}r H{a>mid Abu>= Zai> a>nahu> wa
d, ditulis ta‘a>la> Abu> Zai>d, Nas}r H{a>mid (bukan: Zai>d,
menjadi:
Nas}r H{ami>d Abu>)

B. Daftar Singkatan

Beberapa singkatan yang dibakukan adalah:

swt. = subh}a>nahu> wa ta‘a>la>

saw. = s}allalla>hu ‘alaihi wa sallam

a.s. = ‘alaihi al-sala>m


xvii

Cet. = Cetakan

t.p. = Tanpa penerbit

t.t. = Tanpa tempat

t.th. = Tanpa tahun

H = Hijriah

M = Masehi

QS …/…: 4 = QS al-Baqarah/2: 4 atau QS A<li ‘Imra>n/3: 4


h. = Halaman
ABSTRAK
Nama : Andi Husni Musannada Rifai
NIM : 30300117043
Judul : Na>syi’ah al-Lail dalam al-Qur’an (Suatu Kajian Tah}li>li> terhadap
QS al-Muzzammil/73: 6)
Malam hari memiliki nuansa dan nilai tersendiri. Sehingga, permasalahan
yang muncul dari penelitian ini adalah bagaimana eksistensi dan hikmah na>syi’ah
al-lail dalam QS al-Muzzammil/73: 6, serta bagaimana relevansinya terhadap
kesehatan manusia?
Adapun penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang bersifat
library research, dengan menggunakan pendekatan tafsir, saintifik dan psikologi.
Sumber yang digunakan adalah sumber primer berupa kitab suci al-Qur’an, dan
sumber sekunder berupa kitab-kitab tafsir maupun buku-buku dan literatur yang
representatif dengan kajian penelitian. Adapun metode pengolahan dan analisis
data dilakukan dengan menggunakan metode analisis tah}li>li.>
Temuan pada penelitian ini menunjukkan bahwa keberadaan na>syi’ah al-
lail dalam QS al-Muzzammil/73: 6 yaitu dengan menumbuhkan ketaatan-
ketaatan di malam hari dengan menanggalkan godaan tidur dan godaan lainnya,
berupa qiya>m al-lail, tartil dan tadabur al-Qur’an, zikir serta munajat kepada
Allah. Hal ini mengacu pada rentetan perintah-Nya dalam QS al-Muzzammil/73:
1-8. Seseorang yang terbiasa bangun malam lalu merenungkan makna dan tujuan
hidup dalam suasana hati dan pikiran yang jernih serta dalam kesendirian, maka
spiritualitasnya akan semakin tajam sehingga seseorang yang bangun malam
tersebut menjadi lebih bijak (wise), ia akan lebih mampu mengendalikan dirinya
di tengah badai kehidupan yang bergejolak sebab kedekatannya dengan Tuhan.
Disamping itu pula, bangun malam menghasilkan zat endorfin yang dapat
meredakan rasa sakit maupun menghasilkan perasaan senang sehingga lebih
berenergi. Kemudian bangun malam juga berpengaruh pada pengeluaran CO2 dan
menghasilkan oksigen dalam jumlah yang besar. Terdapat dua hikmah dari
na>syi’ah al-lail pada QS al-Muzzammil/73: 6, pertama, asyaddu wat}’an yakni
lebih kuat mengisi jiwa selain itu memberikan kemudahan dalam merenungi
bacaan al-Qur’an maupun setiap untaian doa dan zikir yang dipanjatkan di waktu
itu. Sebab, komunikasi yang lebih intens dengan Sang Khalik akan
menumbuhkan kekuatan pada jiwa. Yang kedua, aqwamu qi>lan yaitu bacaan pada
waktu malam memiliki efek dan dampak yang lebih berkesan. Setiap bacaan salat
yang dilafalkan, ayat-ayat al-Qur’an yang dilantunkan dengan tartil, dan doa-doa
yang dipanjatkan maupun pekerjaan yang dihadapi di waktu malam tersebut akan
menjadikan setiap kata begitu bermakna dan setiap kalimat begitu menghujam ke
dalam dada.
Diharapkan penelitian ini dapat menambah wawasan dan pemahaman
akan pentingnya bangun malam yang menghasilkan hormon kebahagiaan yang
menjadikan seseorang lebih berenergi. Bangun malam juga menjadi saat yang
tepat untuk menciptakan gagasan-gagasan yang cemerlang dan menjadi waktu
yang memudahkan dalam memahami setiap materi yang dihadapi.

xviii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pergantian siang dan malam merupakan hal yang mutlak terjadi. Sebagian

besar manusia melakukan aktivitasnya di siang hari, dan kemudian mereka

beristirahat di malam hari. Begitu banyak cerita di balik malam, termasuk

keindahan pemandangan malam dengan kehadiran bintang dan rembulan,

maupun situasi di waktu itu yang memberi ketenangan tersendiri, suhu di saat itu

yang memberi ketenangan maupun keheningan di malam itu. Saat semua elemen

itu menyatu, maka malam akan begitu indah. Tidak dapat dipungkiri pula, bahwa

kegelapan malam yang menyelimuti pandangan adalah suasana alam yang

menakutkan.

Namun bagi sebagian orang, ketika seharian terlalui, malam menjadi hal

yang menarik. Banyak cerita yang dapat dirangkai, juga memberikan energi bagi

kehidupan dan memberi ruang untuk berkonsentrasi dalam berpikir dari perasaan

yang campur aduk. Maka sangat tepat menjadikan malam sebagai momen

merefleksi diri. Sebagaimana Allah Swt. bersumpah dengan waktu malam, dan

sesuatu yang agung tidak akan disumpahi kecuali dengan sesuatu yang besar,

dalam firman-Nya QS al-Lail/92: 1 dan QS al-Duh}a>/93: 2 berbunyi:


(۱) ‫َوالَّْي ِل اِ َذا يَ ْغ ٰش ۙى‬
Terjemahnya:
Demi malam apabila menutupi (cahaya siang).1
(٢) ‫َوالَّْي ِل اِ َذا َس ٰج ۙى‬
Terjemahnya:
Dan demi malam apabila telah sunyi.2

1
Kementerian Agama RI, Al-Qur’an Hafalan Mudah: Terjemahan & Tajwid Warna
(Jakarta: Cordoba, 2020), h. 595.
2
Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemah, h. 596.

1
2

Sejatinya, malam adalah penyempurna siang, begitupun sebaliknya. Allah

menciptakan malam dan siang untuk menjadikan keseimbangan alam, sehingga

dengan itu manusia membutuhkan ketenangan di malam hari untuk beristirahat

agar mampu melanjutkan aktivitasnya di pagi hari. Begitupun manusia

membutuhkan cahaya siang untuk bekerja dan bergerak memenuhi segala

kebutuhan dan tanggung jawabnya untuk kelangsungan hidupnya.

Namun, dewasa ini terjadi peningkatan dinamika kehidupan sehingga

meningkat pula peluang yang memacu seseorang untuk mencobanya, hal ini

menyebabkan seseorang merasa tidak memiliki cukup waktu dibandingkan

dengan banyaknya ambisi yang dimiliki. Pesatnya kemajuan sejak era teknologi

informasi terkadang membuat seseorang bingung menentukan pilihan aktivitas

yang diharapkan dapat menjadi pengungkit kemajuan multidimensi. Sebagaimaa

tawaran kepada Nabi Sulaiman untuk memilih satu dari tiga tawaran; harta, tahta

atau ilmu. Maka Nabi Sulaiman memilih ilmu yang akhirnya menjadikan harta

dan tahta juga terikut. Nabi Sulaiman memiliki semuanya karena memilih opsi

yang tepat. Begitulah manusia, terkait waktu dianjurkan untuk memilih waktu

yang tepat untuk satu aktivitas yang kemudian hari menjadi penarik berbagai

kebaikan dan keberuntungan. Hematnya, manusia membutuhkan pendekatan

yang berbeda terhadap waktu jika ingin memperoleh hasil terbaik dari segala
yang dilakukan.3

Sebagaimana alam raya memberikan sedikit informasi secara gamblang

mengenai terangnya siang dan kegelapan di malam hari; dinginnya kutub;

kerasnya bebatuan; kelembaban air; rasa asin air laut; dan lain sebagainya.

Untuk mengungkap lebih jauh informasi di balik semua itu, maka seseorang

diharuskan masuk ke dalamnya dan mencandra dengan cermat berbagai bagian

3
Dwi Nugroho Hidayanto, Manajemen Waktu: Filosofi-Teori-Implementasi (Cet. I;
Depok: PT Rajagrafindo Persada, 2019), h. 14-15.
3

yang terlibat di dalamnya, dimana hal-hal baru akan semakin terungkap yang

selama ini menjadi rahasia alam. Mengungkap rahasia alam tentunya tidak

hanya berpacu pada kemampuan indrawi fisik manusia saja, namun diperlukan

perangkat lain berupa kepekaan rasa, ketajaman akal, hidupnya spiritualitas, dan

pengendalian hawa nafsu. Empat perangkat inilah yang sejatinya diasah dan

diasuh oleh Islam melalui pemanfaatan waktu malam.4

Selain itu, pada sejarah Islam kita mengenal beberapa peristiwa penting

yang terjadi di waktu malam. Di antaranya, turunnya ayat pertama QS al-

Alaq/96: 1-5, ayat ini sekaligus menandai pelantikan Nabi Muhammad saw.

sebagai seorang nabi. Kemudian adanya peristiwa Isra’ Mi’raj.5 Yang tidak

kalah penting adalah peristiwa lalilah al-qadr yang dilengkapi dengan

keutamaan lailah al-qadr yang lebih baik dari seribu bulan, dan bukannya pada

siang hari Ramadhan.6 Maka ada apa dengan malam sehingga Allah menjadikan

peristiwa-peristiwa itu terjadi di malam hari?

Malam hari masih menjadi rahasia yang gelap bagi umat manusia, apa

peran dan keutamaannya dibandingkan siang hari, ia tetap gelap segelap

keberadaannya. Manusia memanfaatkan waktu malam dengan berbagai

kesibukan, ada yang bangun di kegelapan malam untuk melanjutkan pekerjaan

4
Ika Rochdjatun Sastrahidayat, Ridho Allah Tergantung Anda (Cet. I; t.t.: Universitas
Brawijaya Press, 2011), h. 88.
5
Dalam peristiwa isra’ mi’raj Allah Swt. memperjalankan Nabi Muhammad di malam
hari dengan ruh dan jasadnya ke Masjid al-Aqsha. Selanjutnya dinaikkan ke atas langit dengan
jasad dan ruhnya menghadap Allah. Allah berbicara dengannya dan mewajibkan atasnya salat 5
waktu. Peristiwa ini terjadi hanya sekali menurut pendapat yang paling benar. Dikatakan
peristiwa tersebut berlangsung dalam mimpi. Ada juga yang berpendapat bahwa harus dikatakan
Nabi diperjalankan di malam hari tanpa ditentukan apakah tidur atau terjaga. Pendapat lain
mengatakan, perjalanan di Baitul Maqdis dalam keadaan terjaga dan ke langit dalam mimpi. Ada
pula yang mengatakan bahwa Isra’ terjadi dua kali: Sekali dalam keadaan terjaga dan sekali
dalam mimpi. Hanya saja semua sepakat bahwa peristiwa ini terjadi setelah kenabian. Ibnu
Qayyim al-Jauziyah, Za>du al-Ma‘a>d: fi> Hadyi> Khair al-‘Iba>d (Zadul Ma’ad: Bekal Perjalanan
Akhirat), terj. Amiruddin Djalil, Jilid 1 (Cet. VIII; Jakarta: Griya Ilmu, 2017), h. 124.
6
Nasaruddin Umar, Islam Fungsional: Revitalitas & Reaktualitas Nilai-Nilai Keislaman
(Cet. I; Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2014), h. 66.
4

siangnya yang belum terselesaikan, ada pula yang bangun hanya sekedar

menonton tv ataupun sekedar bermain gadget, bahkan ada yang begadang

dengan semua rutinitas duniawinya. Maka sudah sangat sewajarnya agar kita

mencari khazanah keilmuan tentang malam dan bagaimana memanfaatkan

waktu malam yang telah diberikan.

Seorang ilmuwan bernama Ray Meddis menyatakan bahwa masa tidur

yang sempurna di malam hari adalah tiga hingga empat jam, maka dalam waktu

itu seseorang akan mengalami deep sleep. Sehingga, sebagai seorang muslim

dapat memanfaatkan sisa waktu di malam hari untuk bercengkrama dengan

Tuhannya.7

Dari uraian di atas, maka malam hari memiliki nuansa dan nilai tersendiri,

sehingga penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang bangun malam

dengan menyusun sebuah judul skripsi ‚Na>syi’ah al-Lail dalam al-Qur’an (Suatu

Kajian Tah}li>li> terhadap QS al-Muzzammil/73: 6)‛.

B. Rumusan Masalah

Berlandaskan latar belakang penelitian, maka dapat diformulasikan

permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana eksistensi na>syi’ah al-lail dalam QS al-Muzzammil/73: 6?

2. Bagaimana relevansi na>syi’ah al-lail terhadap kesehatan manusia?


3. Bagaimana hikmah na>syi’ah al-lail dalam QS al-Muzzammil/73: 6?

C. Pengertian Judul dan Ruang Lingkup Pembahasan

Guna memperoleh pemahaman yang lebih jelas dan sebagai upaya

menghindari persepsi dan interpretasi yang ambigu dan keliru bagi pembaca,

7
Muhammad Syukron Maksum, Bukti Rahmat Allah Tidak Pernah Putus: Resep Agar
Senantiasa Ditolong Allah dalam Kadaan Apapun (t.d.), h. 41.
5

maka langkah awal yang dilakukan penulis adalah memaparkan penjelasan

beberapa variable yang mencakup judul penelitian skripsi ini. Adapun judul karya

tulis ilmiah yang peneliti bahas adalah ‚Na>syi’ah al-Lail dalam al-Qur´an (Suatu

Kajian Tah}li>li> terhadap QS al-Muzzammil/73: 6)‛.

1. Na>syi’ah al-Lail

Kata lail berarti malam.8 Pada mulanya, dari segi etimologi al-lail berarti

hitam, karena itu menjadi malam yang memiliki warna hitam, sehingga rambut

yang berwarna hitam dinamai lail.9 Dalam kitab tafsir dijelaskan bahwa malam

hari adalah waktu istirahat dan menenangkan pikiran untuk tidur setelah bekerja

sepanjang siang. Juga waktu yang digunakan untuk bercengkrama dengan-Nya.10

Sedangkan kata nasya’a berarti tumbuh,11 yang berarti penciptaan sesuatu

dan mengurusnya. Sedangkan dalam ayat bahasan maksudnya adalah waktu

malam yang lebih tepat untuk bangun. Sehingga dari kata ini lahir nasya’a al-

saha>b yang berarti awan meninggi. Yang demikian itu dilihat dari keberadaannya
di udara serta pengaturan-Nya kepada awan tersebut yang meninggi sedikit demi

sedikit.12

Sehingga dari pengertian di atas dapat diketahui bahwa yang dimaksud

na>syi’ah al-lail adalah bangun di waktu malam untuk melaksanakan ibadah yang
mendekatkan diri kepada Allah Swt.

8
Ahmad Warson Munawwir, Kamus al-Munawwir: Arab Indonesia Terlengkap (Cet.
XIV; Surabaya: Pustaka Progresif, 1997), h. 472.
9
1 Jam Sehari Bisa Menghafal Juz Amma (t.d), h. 52.
10
M. Dhuha Abdul Jabbar dan N. Burhanuddin, Ensiklopedia Makna al-Qur’an: Syarah
Alfaazhul Qur’an (t.d), h. 585.
11
Ahmad Warson Munawwir, Kamus al-Munawwir, h. 1416.
12
Abi> al-Qa>sim al-H{usain bin Muh}ammad al-Ma’ru>f bi al-Ra>gib al-As}faha>ni>, Al-
Mufrada>t fi> Gari>b al-Qur’a>n (Beiru>t: Da>r al-Ma’rifah, 1997), h. 493.
6

2. Al-Qur’an

Secara etimologi, al-Qur’an berasal dari kata ‘qara’a, yaqra’u, qira>’atan

atau qur’a>nan’ yang berarti mengumpulkan (al-jam‘u) dan menghimpun (al-

dlammu).13 Kata qira’ah bermakna menggabungkan huruf dan kata dalam bacaan;
sedangkan kata al-Qur’an memiliki makna yang serupa dengan qira’ah, yaitu

bacaan. Menurut pendapat lain, dinamai al-Qur’an karena menghimpun intisari

seluruh ilmu pengetahuan, sebagaimana yang disinyalir dalam QS al-Nah}l/6:

38.14

Meskipun demikian, adapula ulama yang mengatakan bahwa al-Qur’an

bukan berasal dari akar kata manapun, dan bukan pula ditulis memakai hamzah,

lafaz tersebut lazim digunakan dalam pengertian kalamullah yang diturunkan


15
kepada Rasulullah saw. Adapula yang menyebutkan secara khusus, bahwa al-

Qur’an adalah firman Allah Swt. yang diturunkan kepada Rasulullah yang

pembacaannya menjadi suatu ibadah.16

Maka dari pemaparan di atas, dapat dipahami bahwa al-Qur’an adalah

kalamullah yang diturunkan kepada Rasulullah yang isinya mencakup segala

aspek tatanan hidup manusia, dan merupakan kitab suci umat Islam sehingga

menjadi bacaan wajib bagi para muslimin.

13
Hasbi, Pendidikan Agama Islam Era Modern (Cet. I; Yogyakarta: Leutikaprio, 2019),
h. 23.
14
Rosidin dan Muhammad Gufron, Pendidikan Agama Islam (Cet. I; Malang: Edulitera,
2020), h. 52.
15
Ini menurut al-Syafi’i. Fadlan Kamali Batubara, Metodologi Studi Islam (Cet. I;
Yogyakarta: CV Budi Utama, 2019), h. 52.
16
Manna>’ al-Qat}t}a>n, Maba>his\ fi> ‘Ulu>m al-Qur’a>n (Kairo: Maktabah Wahbah, 2005), h.
15.
7

Adapun al-Qur’an yang dimaksud dalam judul skripsi ini adalah ayat yang

menerangkan tentang bangun malam, salah satu di antaranya ialah QS al-

Muzzammil/73: 6.

3. Tafsir Tah}li>li>

Secara etimologi, tafsir adalah kata yang mengikuti wazan ‚‫ ‛تفعيل‬yang

berasal dari akar kata ‫الفسر‬ yang mempunyai arti al-baya>n (menerangkan); al-

kasyf (menguraikan) atau al-idhah (menjelaskan).17 Sedangkan secara

terminolologi tafsir berarti ‫علم يبحث فيو عن احوال القرآن من حيث داللتو على مراد هللا‬
َ ‫تعاىل بقدر الطاقة البشر‬ (ilmu yang membahas tentang seluk beluk al-Qur’an dari

segi dalalahnya atas apa yang dikehendaki Allah dari ayat-Nya sesuai dengan

kemampuan manusia), maka istilah ‘menafsirkan’ merupakan sebuah istilah yang

patut didorong oleh disiplin ilmu.18 Sehingga, kegiatan menafsirkan al-Qur’an

berarti upaya untuk menjelaskan dan mengungkap isi dari ayat-ayat al-Qur’an.19

Sedangkan tah}li>li> secara etimologi berasal dari kata ‫ حتليال‬-‫ حيلل‬-‫حلل‬


yang berarti melepas, keluar, mengurai atau menganalisis. Sedangkan secara

terminologi, tafsir tah}li>li> berarti menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an dengan

menguraikan segala aspek yang saling berkesinambungan terhadap ayat sesuai

dengan urutan surah dalam mushaf serta menjelaskan makna yang terkandung di

dalamnya sesuai dengan keahlian masing-masing mufasir.20

17
Budiyono Saputro dan Adang Kuswaya, Strategi Pengembangan Model Pembelajaran
Sirsainsdu (Cet. I; Bengkulu: Buku Litersiologi, 2019), h. 5.
18
Sebuah penafsiran bersifat relatif bukan kebenaran mutlak dan aksiomatik. Ahmad
Husnul Hakim, Kaidah Tafsir Berbasis Terapan (Cet. I; Depok: Yayasan Elsiq Tabrok Ar-
Rahman, 2019), h. 4 & 5.
19
Muhammad Yusuf dan Ismail Suardi Wekke, Bahasa Arab Bahasa al-Qur’an (Cet. I;
Yogyakarta: CV Budi Utama, 2018), h. 181.
20
Moch. Tolchah, Aneka Pengkajian Studi al-Qur’an (Cet. I; Yogyakarta: Pelangi
Aksara, 2016), h. 86.
8

Sehingga dari uraian di atas menunjukkan bahwa tafsir tah}li>li> adalah

penafsiran al-Qur’an dari segala seginya secara berurutan sesuai dengan rentetan

dalam mushaf dengan merungkai makna mufrada>t, munasabah ayat, kausalitas

ayat, hadis-hadis yang berhubungan maupun pendapat dari mufasirnya sendiri.

Pada penelitian ini, kajian tah}li>li> yang digunakan oleh peneliti adalah

dengan mengkaji dan menganalisis makna kosakata kunci pada ayat bahasan

peneliti, di antaranya: ً‫قيال‬-‫أقوم‬-‫وطئًا‬-‫أشد‬-‫الليل‬-‫انشئة‬-‫إن‬, kemudian menerangkan


munasabah ayat sebelum dan sesudahnya (baik di surah yang sama/berbeda) serta

munasabah antara surah sebelum dan sesudahnya kemudian menjelaskan tafsiran

dari QS al-Muzzammil/73: 6.

D. Tinjauan Pustaka

Berdasarkan penelusuran yang dilakukan, peneliti belum menemukan sebuah

karya yang mengkhususkan pembahasan terkait variable judul ‘na>syi’ah al-lail’.

Akan tetapi penulis menemukan beberapa karya ilmiah maupun buku-buku yang

membahas terkait salah satu ibadah di tengah malam, yaitu tahajjud. Di

antaranya:

1. Buku yang ditulis oleh Mukhammad Yusuf dengan judul ‘Hidup Sukses

dengan Tahajjud’.21 Buku ini khusus membahas salat tahajjud, yang terdiri dari 3

bab pembahasan. Pada bab pertama membahas tentang keutamaan yang


diperoleh bagi pelaku salat tahajjud berupa kemudahan rezeki, timbulnya

perasaan bahagia, menjernihkan pikiran, menjaga kesehatan tubuh dan jaminan

surga bagi pelakunya. Pada bab kedua membahas tentang bukti-bukti

diterimanya salat tahajjud berupa wajah menjadi bercahaya, hati yang mudah

bersyukur, keberkahan dalam rezeki, jauh dari perbuatan dosa. Pada bab ketiga

21
Mukhammad Yusuf, Hidup Sukses dengan Tahajjud (Cet. I; Yogyakarta: Kaktus,
2018).
9

mengangkat kisah-kisah pelaku salat tahajjud. Namun, dalam buku ini masih

memiliki perbedaan dengan apa yang peneliti kaji, sebab yang peneliti kaji

adalah eksistensi dari na>syi’ah al-lail, dengan berangkat dari kajian tafsir

terhadap QS al-Muzzammil/73: 6.

2. Buku yang juga merupakan karya yang cukup masyhur dari Moh. Sholeh

dengan judul ‘Terapi Shalat Tahajjud’.22 Buku ini membahas mengenai salat

tahajjud, mencakup hakikat salat tahajjud, ketentuan bilangan dan waktu

pelaksanaannya, serta pengaruh salat tahajjud terhadap respon ketahanan tubuh

imunologik. Namun, dalam buku ini masih memiliki perbedaan dengan apa yang

peneliti kaji, sebab peneliti mengkaji term na>syi’ah al-lail, serta eksistensinya

maupun hikmahnya dalam QS al-Muzzammil/73: 6.

3. Buku karangan KH. Ahmad Marzuki Hasan dengan judul ‘Shalat Malam

Sumber Kekuatan Jiwa: Tafsir Surah al-Muzzammil, Kajian Tematik.’23 Buku ini

membahas seluruh ayat QS al-Muzzammil yang ditinjau dari keberadaan salat

malam sebagai penguat jiwa. Maka, antara buku ini dengan penelitian yang

peneliti kaji masih memiliki perbedaan dimana peneliti terlebih dahulu mengkaji

term na>syi’ah al-lail, kemudian melibatkan ilmu sains/psikologi dan kajian tafsir

terhadap QS al-Muzzammil/73: 6.

4. Sebuah artikel dalam jurnal yang disusun oleh Fairuzdzah Ahmad Lothfy
dkk. dengan judul ‘Merungkai Kelebihan Solat Tahajjud dalam Perspektif Sains’.

Di dalamnya memuat pembahasan tentang teori gelombang pikiran pada saat

bangun tahajjud juga menghasilkan ketenangan yang dapat meningkatkan sistem

ketahanan tubuh. Adapun kandungan oksigen yang disedot di waktu tahajjud

22
Moh. Sholeh, Terapi Shalat Tahajjud: Menyembuhkan Berbagai Penyakit (Cet. I;
Jakarta: Mizan Publika, 2016).
23
Ahmad Marzuki Hasan, Shalat Malam Sumber Kekuatan Jiwa: Tafsir Surah al-
Muzzammil Kajian Tematik (Cet. I; t.t.: Darul Istiqamah Press, 2004).
10

(terjadi pergerakan otot-otot saat melakukan tahajjud) itu dapat melancarkan

aliran darah. Akan tetapi pembahasan ini masih memiliki perbedaan dengan apa

yang peneliti kaji, dimana peneliti mengkaji term na>syi’ah al-lail berupa

eksistensinya maupun hikmahnya dalam QS al-Muzzammil/73: 6, dengan

penelitian yang berangkat dari kajian tafsir khususnya kajian terhadap QS al-

Muzzammil/73: 6.

5. Skirpsi yang berjudul ‘Konsep Waktu dalam al-Qur’an’ oleh Luluul

Wardah.24 Skripsi ini membahas tentang bentuk-bentuk pengungkapan waktu

dan pembagian serta realitas waktu di dunia dan di akhirat, juga memaparkan

manfaat menghargai waktu di dalam al-Qur’an. Perbedaan skripsi ini dengan apa

yang peneliti kaji adalah peneliti membahas term na>syi’ah al-lail dengan

melakukan pendekatan sains/psikologi dan tafsir.

6. Sebuah skripsi dengan judul ‘Terapi Shalat Tahajjud bagi Kesehatan

Mental Santri Pondok Pesantren Nurul Huda Lampung’ oleh Agustia Linta

Saputri.25 Skripsi ini membahas pelaksanaan terapi salat tahajjud yang memberi

efek terhadap kesehatan mental dengan berangkat pada penelitian terhadap santri

Pondok Pesantren Nurul Huda Lampung. Sedangkan peneliti mengkaji na>syi’ah

al-lail yang tidak hanya berupa salat tahajjud, berada dalam QS al-
Muzzammil/73: 6 dengan berangkat dari kajian tafsir dan pendekatan ilmu
sains/psikologi.

24
Luluul Wardah, Konsep Waktu dalam al-Qur’an (Studi Tafsir Tematik), Skripsi
(Ponorogo, Jurusan Ilmu al-Qur’an dan Tafsir IAIN Ponorogo , 2018).
25
Agustia Linta Saputri, Terapi Shalat Tahajjud Bagi Kesehatan Mental Santri Pondok
Pesantren Nurul Huda Lampung, Skripsi (Lampung, Jurusan Bimbingan dan Konseling Islam
UIN Raden Intan Lampung, 2018).
11

E. Metodologi Penelitian

Metodologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu meta, metedos, dan logos.

Meta berarti menuju, melalui dan mengikuti, metodos berarti jalan atau cara, dan
logos berarti ilmu.26 Sedangkan ‘penelitian’ dianggap sebagai sinonim dari
‚riset‛ yang merupakan serapan dari kata research, yang merujuk pada aktivitas
yang mengarah pada kegiatan pencarian ulang terhadap suatu objek, yang

membutuhkan ketelitian, kecermatan serta kecerdasan yang akseptabel.27 Maka

metodologi penelitian merupakan ilmu yang mempelajari pendekatan secara

sistematis untuk keseluruhan kegiatan penelitian.28

Adapun istilah metodologi studi Islam digunakan tatkala seseorang

hendak mengulas amatan seputar ragam metode yang dapat digunakan dalam

studi Islam, seperti metode historis, normatif, sosiologis, filosofis, komparatif

dan sebagainya.29 Sedangkan metodologi Islam mengenalkan metode-metode

tersebut sebatas teoretis dan belum dalam bentuk praktis.30

Maka untuk memudahkan dalam mencapai sasaran yang tepat serta sesuai

dengan tujuan penelitian, maka penulis menggunakan tahapan metode penelitian

sebagai berikut:

26
Chuzaimah Batubara, dkk., Handbook Metodologi Studi Islam (Cet. I; Jakarta Timur:
Prenadamedia, 2018), h. 2.
27
Menurut Narbuko dan Achmadi (2004:2) penelitian adalah cara untuk memahami
sesuatu melalui penyelidikan atau usaha mencari bukti-bukti yang muncul sehubungan dengan
masalah itu, yang dilakukan secara cermat sehingga diperoleh hasil pemecahannya. Mukhtazar,
Prosedur Penelitian Pendidikan (Cet. I; Yogyakarta: Absolute Media, 2020), h. 1.
28
Kris H. Timotius, Pengantar Metodologi Penelitian: Pendekatan Manajemen
Pengetahuan untuk Perkembangan Pengetahuan (t.t.: t.p., 2017), h. 5& 4.
29
Chuzaimah Batubara, dkk., Handbook Metodologi Studi Islam, h. 3.
30
Chuzaimah Batubara, dkk., Handbook Metodologi Studi Islam, h. 4.
12

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif,31 yang bersifat library

research. Karakteristik penelitian kualitatif yaitu adanya penggunaan lingkungan


alamiah sebagai sumber data, memiliki sifat deskriptif analitik, tekanan pada

proses bukan hasil akhirnya serta bersifat induktif.32

2. Metode Pendekatan Penelitian

Pendekatan ilmiah adalah penelitian yang sistematik dan terkontrol

berdasarkan data empiris dengan tidak diwarnai oleh keyakinan pribadi, bias

maupun perasaan dengan upaya memperoleh kebenaran ilmiah, yaitu

pengetahuan benar yang kebenarannya terbuka untuk diuji oleh siapa saja.

Melalui penelitian ilmiah akan memberikan manfaat akademis dan manfaat

praktis sebagai kompetensi keilmuan di lingkungan pendidikan maupun

masyarakat. Terdapat dua pendekatan yang dilakukan untuk menemukan

kebenaran yaitu pendekatan ilmiah dan non-ilmiah.33

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan tiga pendekatan yaitu:

a. Pendekatan tafsir. Dengan pendekatan ini, penulis menggunakan metode

tah}li>li> (analitis). Metode tah}li>li> yaitu suatu cara berpikir yang didasarkan

31
Merupakan metode-metode untuk mengeksplorasi dan memahami makna yang oleh
sejumlah individu atau kelompok orang dianggap berasal dari masalah sosial atau kemanusiaan.
Menueut Moleong (2017.6) penelitian jenis ini adalah penelitian yang bermaksud untuk
memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian secara holistik, deskripsi
dalam bentuk kata-kata yang alami dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah. Umrati
Hengki Wijaya, Analisis Data Kualitatif: Teori Konsep dalam Penelitian Pendidikan (Sulawesi
Selatan: Sekolah Tinggi Theologia Jaffray, 2020), h. 7.
32
Salim dan Haidir, Penelitian Pendidikan: Metode, Pendekatan, dan Jenis (Cet. I;
Jakarta: Kencana, 2019), h. 29.
33
Pendekatan non-ilmiah yang kerap digunakan adalah akal sehat, prasangka, intuisi,
penemuan kebetulan dan coba-coba serta pendapat otoritas ilmiah dan pendekatan kritis. Putu
Anom dan Gusti Agung Oka Mahagangga, Handbook Ilmu Parawisata (Cet. I; Jakarta: Kencana,
2019), h. 62.
13

atas proposisi tertentu, baik proposisi hamliyah (categorical proposition)

atau proposisi syartiyah (hypotetical proposition).34 Menurut Muhammad


35
Baqir Sadr, metode ini juga dikenal sebagai tajzi’ (al-ittiyah al-tajzi’).

Metode ini menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an dari berbagai aspek. Semua

surah dalam al-Qur’an secara berurut yaitu ayat demi ayat disamping

menjelaskan makna kosakata, munasabah antar surah atau ayat serta

memperhatikan asba>b al-nuzu>lnya,36 dan kerap tercampur dengan

pembahasan linguistik lainnya yang dipandang dapat membantu memahami

nash al-Qur’an tersebut.37 Beberapa corak tafsir yang tercakup dalam metode

tafsir tah}li>li> adalah tafsir bi al-ma’s\ur, tafsir bi al-ra’yi (tafsir fiqih, sufi,

‘ilmi>, ada>bi ijtima>‘i dan lain lain).38 Dengan pendekatan ini, peneliti melacak
makna na>syi’ah al-lail dan tafsiran dari QS al-Muzzammil/73: 6.

b. Pendekatan santifik. Pendekatan ini mengkaji tentang sekumpulan

pernyataan atau fakta-fakta dengan cara yang sistematis dan relevan dengan

hukum-hukum umum yang melandasi peradaban modern.39 Ilmu ini

bertujuan untuk melihat sesuatu secara jelas, konsisten dan saling berkaitan

antara satu fakta dengan fakta yang lain agar dapat diformulasikan dan

untuk mendapat hukum-hukum yang berlaku di dalamnya.40 Objek kajiannya

34
Mahfudz Junaedi dan Mirza Mahbub Wijaya, Pengembangan Paradigma Keilmuan
perspektif Epistemologi Islam (Cet. I; Jakarta: Kencana, 2019), h. 218.
35
Ali Al-Sahbuny, Kamus al-Qur’an: Quranic Explorer (t.t.: t.p., 2016), h. 821.
36
Lingkar Kalam, Buku Pintar al-Qur’an: Segala Hal yang Perlu Kita Ketahui tentang al-
Qur’an (Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2020), h. 82.
37
Achmad Zayadi, Menuju Islam Moderat (Cet. II; Yogyakarta: Cantrik Pustaka, 2020),
h. 85.
38
Amang Fathurrohman dan Fahmul Iltiham, Pendalaman Ilmu Tafsir di PTAI Non
Tafsir (Cet. I; t.t.: be-A Publisher melalui lulu.com, 2011), h. 20.
39
Sarinah, Ilmu Sosial Budaya Dasar: di Perguruan Tinggi (Cet. I; Yogyakarta: CV Budi
Utama, 2019), h. 109.
40
Khumaidi, Paradigma Sains Integratif al-Fa>ra>bi: Pendasaran Filosofis bagi Relasi Sains
(Cet. I; Jakarta Selatan: Sadra Press, 2015), h. 4.
14

ada dua, yaitu objek material dan objek formal.41 Pendekatan ini digunakan

peneliti untuk menemukan teori-teori sains tentang waktu dan bangun

malam serta bahaya begadang di malam hari.

c. Pendekatan psikologi. Pendekatan ini menyelidiki pengalaman-pengalaman

yang timbul pada diri manusia, hewan maupun penyelidikan terhadap

organisme dalam ragam dan kemitraannya ketika mereaksi arus dan

perubahan alam sekitar serta peristiwa yang terjadi di kemasyarakatan yang

mengubah kondisi dalam lingkungan.42 Pendekatan ini digunakan untuk

menemukan perubahan yang terjadi pada jiwa seseorang yang bangun

malam.

3. Metode Pengumpulan dan Sumber Data

Metode pengumpulan data sangat penting untuk mengetahui akurat atau

tidaknya sebuah data dari suatu polusi atau sampel yang telah dilakukan. Metode

pengumpulan data merupakan strategi atau cara yang digunakan oleh peneliti

untuk mengumpulkan data yang diperlukan dalam penelitiannya,43 yang

mengharuskan adanya hubungan antara metode pengumpulan data dengan

masalah penelitian yang akan dibahas. Data yang dikumpulkan dapat berupa data

primer maupun sekunder.44

41
Objek material dapat berupa manusia, bumi, antariksa, bahasa, agama dan hukum.
Objek ini perlu diabstraksikan terlebih dahulu untuk menjadikannya sebagi objek material. Ketika
telah membuat abstraksi dari objek material dan telah mampu membedakannya dari yang lain,
maka dituntut untuk lebih memfokuskan pada bagian tertentu dari objek material, fokus pada
bagian tertentu ini dinamai objek formal. Moh. Ali Aziz, Ilmu Dakwah (Cet. VI; Jakarta:
Kencana, 2017), h. 47.
42
Asrori, Psikologi Pendidikan: Pendekatan Multidisipliner (Cet. I; Jawa Tengah: Pena
Persada, 2020), h. 3.
43
Sudaryono, Metodo Penelitian Pendidikan (Cet. I; Jakarta: Kencana, 2016), h. 75.
44
Syofian Siregar, Meode Peneliatian Kuantitatif (Cet. I; Jakarta: Kencana, 2017), h. 17.
15

Dalam metode pengumpulan data, penulis menerapkan studi pustaka

(Library Research), yaitu dengan menghimpun sumber-sumber kepustakaan, baik

primer maupun sekunder,45 yang secara umum penelitian jenis ini merujuk pada

buku, jurnal, artikel dan lain sebagainya. Studi ini bertujuan untuk mencari

kumpulan penelitian atau dokumen terdahulu yang relevan dengan penelitian

yang diteliti oleh penulis.

Sehingga dalam penelitian ini, peneliti menggunakan sumber primer dan

sumber sekunder. Adapun sumber primer yang digunakan adalah kitab suci al-

Qur’an. Dan sumber sekunder yang digunakan adalah kitab-kitab tafsir maupun

buku-buku dan karya tulis yang representatif dengan kajian penelitian. Kitab-

kitab tafsir yang menjadi rujukan peneliti adalah kitab Tafsi>r Mafa>tih} al-

Gaib/Tafsi>r al-Ra>zi> karya Fakhruddin al-Ra>zi>, Tafsi>r al-Mans\u>r karangan

Jala>luddi>n al-Suyu>t}i>, Tafsi>r al-Qur’a>n al-‘Az}i>m karya Ibnu Kas\i>r, Tafsi>r al-Ja>mi’

li Ah}ka>m al-Qur’a>n karya Abu Abdillah al-Qurt}ubi>, Tafsi>r Ja>mi’ al-Baya>n karya

Ibnu Jari>r al-T{abari>, Tafsi>r al-Muni>r dan Tafsi>r al-Wasi>t} karangan Wahbah al-

Zuh}aili>, Tafsi>r al-Azha>r karya Hamka, Tafsir al-Misbah karangan M. Quraish

Shihab, Tafsir al-Qur’anul Majid karya Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Tafsir

Nurul Qur’an karangan Ayatullah Allamah dan tim ulama. Peneliti juga

menggunakan buku-buku keislaman maupun literature saintis dan psikologi.

4. Metode Pengolahan dan Analisis Data

Terdapat dua cara dalam pengolahan data atau analisis data, yaitu

pengolahan data bersifat kualitatif (analisis nonstatistik) dan pengolahan data

yang bersifat kuantitatif (analisis statistik).46 Penelitian kuantitatif berpacu pada

45
Wahyudin Darmalaksana, Rekam Proses Kuliah Online Metode Penelitian Hadis (Cet.
I; Bandung: Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Gunung Djati Bandung, 2020), h. 64.
46
Ismail Nurdin dan Sri Hartati, Metodologi Penelitian Sosial (Surabaya: Media Sahabat
Cendekia, 2019), h. 204.
16

kuantitas atau jumlah. Sedangkan penelitian kualitatif didasarkan pada kualitas

atau jenis dari suatu fenomena.47

Sedangkan dalam ilmu tafsir, ada emapat metode yang biasa digunakan

dalam menafsirkan suatu ayat, yang dalam bahasa arab disebut dengan istilah

t}ariqah dan manhaj. Keempat metode itu meliputi: Ijma>li>, tah}li>li>/tafs}i>li>, muqa>rin
dan metode maud}u>‘i/tematik.48 Maka Pada penelitian ini, peneliti akan

menggunakan pengolahan data secara kualitatif dengan fokus penelitian yang

digunakan adalah metode tah}li>li> terhadap QS al-Muzzammil/73: 6. Adapun

langkah yang ditempuh:

a. Menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an sesuai dengan runtutan yang tersusun

dalam mushaf utsmani.

b. Analisis mufrada>t baik dari segi linguistik, qira’at maupun konteksnya

dalam struktur ayat. Adapun mufarada>t bahasan penelitian ini adalah: Inna,

na>syi’ah, al-lail, asyaddu, wat}’an, aqwamu dan qi>lan.


c. Memaparkan hubungan antar ayat atau munasabah ayat.49 Pada penelitian

ini, peneliti mengemukakan hubungan antar ayat dalam satu surah, dalam

surah yang berbeda, maupun antar surah bahasan dengan surah yang lain.

d. Mengemukakan kausalitas ayat atau asba>b al-nuzu>l ayat.50 Pada penelitian

ini, peneliti hanya mencantumkan asba>b al-nuzu>l surah.

47
Julio Warmansyah, Metode Penelitian & Pengolahan Data: Untuk Pengambilan
Keputusan Pada Perusahaan (Cet. I; Yogyakarta: CV Budi Utama, 2020), h. 5.
48
Nashruddin Baidan, Wawasan Baru Ilmu Tafsir (Cet. III; Yogyakarta: PUSTAKA
PELAJAR, 2016), h. 380.
49
Abdullah Muaz, dkk., Khazanah Mufasir Nusantara (Cet. I; Lebak Bulus: Program
Studi Ilmu al-Qur’an dan Tafsir PTIQ, 2020), h. 49.
50
Muhammad Haramain, Prinsip-Prinsip Komunikasi dalam al-Qur’an (Cet. I; Parepare:
IAIN Parepare, 2019), h. 42.
17

e. Menjelaskan kandungan ayat baik dengan menggunakan dalil dari Nabi,

riwayat-riwayat para sahabat, tabi’in maupun dengan menggunakan

pendapat ahli tafsir lainnya. 51

f. Menarik sebuah kesimpulan dari ayat yang ditafsirkan.

Selain dengan metode tersebut, peneliti juga memaparkannya dengan

menggunakan tehnik interpretasi data, yaitu sebagai berikut:

1) Interpretasi tekstual al-Qur’an dan al-Sunnah.

2) Interpretasi sistematis berupa gambaran munasabah ayat guna mencari

hubungan antara ayat sebelum dan sesudahnya.

3) Interpretasi kultural berupa pengetahuan dari segi sains dan psikologi

terhadap diri seseorang yang bangun malam.

F. Tujuan dan Kegunaan penelitian

Berdasarkan perumusan masalah sebelumnya, maka penelitian ini

bertujuan untuk menguraikan eksistensi na>syi’ah al-lail, menjelaskan relevansi

na>syi’ah al-lail serta memaparkan hikmah dari na>syi’ah al-lail yang terdapat
dalam QS al-Muzzammil/73: 6.

Sehingga, diharapkan penelitian ini dapat memberi manfaat baik dari segi

ilmiah dan praktis. Kegunaan ilmiah penelitian ini yaitu melengkapi apa yang

telah ditulis oleh peneliti-peneliti sebelumnya terkait kajian penafsiran tentang


bangun malam/na>syi’ah al-lail yang diharapkan mampu menambah khazanah

ilmu pengetahuan dalam Literatur Tafsir Indonesia dan dapat menjadi

sumbangsih bagi khalayak ramai khususnya dalam bidang akademik. Adapun

kegunaan praktisnya diharapkan mampu menggerakkan manusia agar menjadikan

malam hari sebagai sarana memperdekat hubungan dengan Sang Khalik,

51
Abdullah Muaz, dkk., Khazanah Mufasir Nusantara, h. 49.
18

disamping memperoleh manfaat bagi kekuatan dan kesehatan jasmani maupun

ruhani. Dan juga untuk meraih gelar sarjana S1 (S. Ag) dalam bidang tafsir.
BAB II

TINJAUAN UMUM

A. Ruang Lingkup Na>syi’ah al-Lail

1. Pengertian Na>syi’ah al-Lail

Mengenai pemaknaan na>syi’ah al-lail, terdapat dua pendapat; Pertama,

ungkapan tentang waktu-waktu malam. Kedua, ungkapan tentang kejadian-

kejadian di waktu-waktu malam. Pada ungkapan yang pertama menurut Abu>

‘Ubaidah, na>syi’ah al-lail merupakan waktu-waktu di malam hari dan bagian-

bagiannya yang berurutan, dikarenakan ada kejadian setelah kejadian yang lain.

Pada ungkapan yang kedua dijelaskan dalam beberapa bentuk: 1

a. Na>syi’ah al-lail adalah jiwa yang tenang di malam hari yaitu orang-orang
yang bangun pada malam hari yakni bangkit dari tempat tidur untuk

beribadah.

b. Na>syi’ah al-lail adalah istilah untuk qiya>m al-lail setelah bangun dari tidur,
sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnu al-‘Arabi> ‚Jika engkau tidur di awal

malam (baik itu hanya tidur sejenak) kemudian bangun (pada malam itu

juga) maka itu dikatakan sebagai al-nasy’ah, maka daripadanya itu adalah

na>syi’ah al-lail. ‛
c. Ketika seseorang menghendaki untuk melakukan ibadah maupun zikir pada

malam yang gelap gulita baik di dalam rumah maupun di tempat yang

mendatangkan ketenangan, tidak disibukkan dengan urusan duniawi, maka

dengan itu hati akan terikat dengan nilai-nilai keruhanian dan Ilahiah.

1
Abu> ‘Abdillah Muh}ammad bin ‘Amr bin al-H}asan bin al-H{usain al-Taimi> al-Ra>zi>,
Mafa>tih} al-Gaib (Cet. III; Beiru>t: Da>r Ihya>’ al-Tura>s\ al-‘Arabi>, 1420 H), h. 175.

19
20

2. Hakikat Malam

Kenyataannya, kehidupan di bumi tidak bisa dilalui dengan waktu siang

secara terus menerus ataupun malam demikian. Rotasi malam dan siang

merupakan sarana dan wahana bagi kehidupan itu sendiri. Dalam Kamus Besar

Bahasa Indonesia, malam berarti waktu setelah matahari terbenam hingga

terbitnya matahari.2 Firman Allah dalam QS al-Syams/91: 4 memberikan

pengertian bahwa waktu malam dimulai ketika cahaya matahari tertutupi dengan

kegelapan, cahaya itu hilang dan matahari pun terbenam serta separuh bumi

menjadi gelap.3

Istilah malam hari juga mengandung makna sebuah kegelapan yang

menawarkan ketakutan dan keheningan. Di saat orang lain tertidur pulas dalam

pelukan malam, sebaliknya pecinta damai dipanggil Tuhan untuk bangun

melaksanakan ibadah, bercengkrama dengan-Nya dalam suasana batin tersendiri.4

Dalam hal ini, terdapat makna literal dari penggunaan kata lailah yaitu malam

yang berarti lawan daripada siang. Makna alegoris (majaz) seperti gelap atau

kegelapan, kesunyian, keheningan, dan kesyahduan, serta terdapat pula makna

anagosis (spiritual) seperti kekhusyukan, kepasrahan (tawakkal), kedekatan

(taqarrub) kepada Allah. Dalam syair-syair klasik Arab, ungkapan lailah lebih

banyak digunakan pada makna alegoris dibanding makna literalnya. Di dalam


syair-syair sufistik orang bijak (hukama) juga lebih banyak menekankan makna

anagosis kata lailah. Para sufi lebih banyak menghabiskan waktu malamnya

2
Tim Penyusun Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Pusat Bahasa,
2008), h. 906.
3
Wahbah al-Zuh}aili>, Al-Tafsi>r al-Muni>r: fi ‘Aqidah wa al-Syariah wa al-Manhaj, Juz 29-
30 (Cet. II; Dimasyq: Da>r al-Fikr, 1998), h. 258.
4
Kamaruddin Hidayat, Psikologi Ibadah (Cet. I; Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta,
2008), h. 104.
21

untuk menaiki tangga (taraqqi) menuju Tuhan. Sebuah kesyukuran bagi mereka

atas kehadiran malam yang selalu menemani.5

Adapun kegunaan malam bagi manusia diungkapkan dalam QS al-

Furqa>n/25: 47.
ِ ِ
َ(٧٤( ‫َّه َار نُ ُش ْوًرا‬
َ ‫اًت َّو َج َع َل الن‬ ً َ‫َوُى َو الَّذ ْي َج َع َل لَ ُك ُم الَّْي َل لب‬
ً َ‫اسا َّوالن َّْوَم ُسب‬
Terjemahnya:
Dan Dialah yang menjadikan malam untukmu (sebagai) pakaian, dan tidur
untuk istirahat, dan Dia menjadikan siang untuk bangkit berusaha.6
Dalam ayat ini disebutkan bahwa malam memiliki dua fungsi; Pertama,

sebagai pakaian maksudnya adalah untuk melindungi tubuh dari sengatan terik

matahari maupun dari terjangan angin dan debu. Kedua untuk menutupi aurat

atau bagian-bagian yang dirasakan malu bila dilihat orang. Juga maksudnya

untuk melakukan salat, zikir dan tafakur yang memberikan perlindungan jiwa,

agar batin tidak dalam suasana ketakutan dan kecemasan. Fungsi yang kedua,

sebagai waktu untuk tidur, agar seseorang dapat beristirahat dengan baik.7

Terdapat strata dalam tingkatan malam yang akan berpengaruh nyata

bagi pembentukan kualitas manusia. Pengertian malam menurut pengertian Islam

adalah panjangnya waktu antara sehabis salat isya sampai salat subuh, yaitu

sekitar pukul 19.00 sampai dengan 04.15 dan akan bergeser sesuai dengan

ketentuan falak Islam, namun perbedaannya tidak begitu mencolok untuk daerah

tropis. Jika ini dijadikan rujukan maka berdasarkan pengertian ayat ‚…bangunlah
(untuk salat) pada malam hari, kecuali sebagian kecil. (yaitu) separuhnya atau

kurang sedikit dari itu. Atau lebih dari (seperdua) itu…‛ ini, malam dibagi

menjadi tiga bagian, yaitu: Duapertiga malam (sekitar pukul 19.00-22.00),

5
Suryadana Liga, Sosiologi Parawisata: Kajian Kepariwisataan dalam Paradigma
Integratif-Transformatif Menuju Wisata Spiritual (t.d.), h. 139.
6
Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemah, h. 364.
7
Achmad Chodjim, Misteri Surah Yasin: Mengerti Kekuatan Jantung al-Qur’an dalam
Kehidupan (Cet. I; Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, 2013), h. 281.
22

separuh malam (sekitar pukul 22.00-01.00) dan sepertiga malam (sekitar pukul

01.00-04.00).8

3. Hakikat Bangun Malam

Dalam menjalin hubungan yang lebih intim dengan Allah Swt., maka

Allah memerintahkan kepada hamba-Nya untuk menjadikan malam sebagai

sarana bermesraan dengan-Nya, yaitu dengan melaksanakan ibadah pada waktu

malam.

Seorang mukmin yang bangun di tengah malam, pada hakikatnya ia telah

memaksakan dirinya kepada kesucian. Allah Swt. berfirman kepada para

malaikat. ‚Lihatlah kepada hamba-Ku ini yang mau memaksa dirinya qiya>m al-

lail dan mau berdoa kepada-Ku, maka apapun yang diminta hamba-Ku maka ia
akan Aku kabulkan‛ (HR Ahmad dan Ibnu Hibban). Ujian dan musibah atau

nestapa apapun yang tergurat di dunia adalah cara Allah meningkatkan kelas dan

derajat keimanan seorang hamba. Maka bangun malam adalah anugerah Allah

untuk menguatkan jiwa, merapal segala pinta dan tanda kedekatan Sang Khalik

dengan para hamba-Nya.9 Orang-orang saleh memuliakan malam dengan

menegakkan salat, berzikir dan membaca ayat-ayat suci al-Qur’an.10

Sebagaimana ungkapan imam Syafi’i>, ‚man t}alaba al-‘ula> sahira al-laya>li>‛


(barangsiapa yang mendambakan martabat utama banyaklah berjaga di waktu

malam), namun bukan hanya sekedar berjaga. Kata al-laya>li di sini berarti

keakraban dan kerinduan antara hamba dengan Tuhannya. Sebagaimana arti

8
Ika Rochdjatun Sastrahidayat, Ridho Allah Tergantung Anda, h. 84.
9
Alimin Samawa, Rehat, Dengarkan Suara Hatimu (t.d.), h. 242.
10
Agoes Noer Che, Mukjizat 1/3 Malam (Cet. I; Yogyakarta: Laksana, 2018), h. 118.
23

lailah dalam ayat pertama surah al-Isra>’ menunjukkan makna anagosis, yang
lebih menekankan aspek kekuatan spiritual malam (the power of night).11

Bangun malam adalah etika dalam mendekatkan diri yang telah dilakukan

oleh para salihin dan mukhlisin di zaman terdahulu. Alangkah baiknya jika

sebagai umat Islam menjadikan bangun malam sebagai etika di masa sekarang

dan sampai kapanpun. Bangun malam merupakan media untuk mendekatkan diri

kepada Allah. Bangun malam dapat menghapuskan perbuatan-perbuatan buruk

manusia. Bangun malam melepaskan ikatan setan yang diletakkan di atas kepala

seseorang yang sedang tidur. Bangun malam mendorong manusia menjadi gesit

dinamis, bernafsu baik serta memperoleh kebaikan. Bangun malam yang disertai

dengan amal baik lainnya sebagai salah satu jalan menuju surga. Serta bangun

malam merupakan kemuliaan orang-orang mukmin.12

Dalam menghidupkan waktu malam ada beberapa tingkatan: Pertama,

menghidupkan seluruh malam. Kedua, menghidupkan separuh malam. Cara yang

paling baik adalah tidur pada sepertiga malam yang pertama dan seperenam yang

terakhir. Ketiga, bangun pada sebagian malam. Caranya tidur separuh malam

yang pertama dan seperenam yang terakhir. Ini merupakan cara yang dilakukan

Da>ud. Sebagaimana disebutkan dalam suatu hadis.


ِ َِّ ‫الصالَِة إِ َىل‬
ُ ‫ف اللَّْي ِل َويَ ُق‬
‫ (رواه‬.‫ َويَنَ ُام ُس ُد َسو‬،ُ‫وم ثُلُثَو‬ َ ‫ص‬
ْ ‫ َكا َن يَنَ ُام ن‬،‫صالَةُ َد ُاوَد‬
َ ‫اَّلل‬ َّ ‫ب‬ ُّ ‫َح‬
َ‫أ‬
13
)‫البخاري‬

11
Suryadana Liga, Sosiologi Parawisata: Kajian Kepariwisataan dalam Paradigma
Integratif-Transformatif Menuju Wisata Spiritual, h. 139.
12
Ali Abdul halim Mahmud, Pendidikan Ruhani (Cet. I; Jakarta: Gema Insani Press,
2000), h. 127.
13
Hadis ini juga terdapat pada sahih Muslim. Muh}ammad bin Isma>‘i>l Abu> ‘Abdillah al-
Bukha>ri> al-Ju’fi>, al-Ja>mi’ al-Musnad al-S{ah}i>h} al-Mukhtas}ir min Umu>r Rasulillah saw. wa
Sunnatihi wa Ayya>mihi: S{ah}i>h} al-Bukha>ri>, Juz 4, h. 161
24

Artinya:
Salat yang paling dicintai Allah adalah salatnya Da>ud. Beliau tidur pada
separuh malam (yang pertama), bangun pada sepertiganya dan tidur
seperenamnya (yang terakhir). (HR Bukha>ri>).
Keempat, bangun pada seperempat atau seperlimanya. Yang lebih baik
adalah pada separuh yang terakhir. Kelima, tidak memastikan kapan waktunya,

karena mungkin seseorang akan mengalami kesulitan untuk memastikan waktu

bangunnya. Ada dua cara untuk tingkatan ini: 1) mendirikan salat pada awal

malam. Jika rasa kantuk sudah menyerang, maka dia tidur. Jika pada tengah

malam bangun, maka bisa salat lagi, atau jika memang masih mengantuk maka

meneruskan tidurnya. Cara seperti ini juga dilakukan segolongan orang-orang

salaf. 2) tidur pada awal malam, lalu apabila terbangun dan dirasa tidurnya sudah

cukup, maka salat malam pada sisa malamnya. Keenam, mendirikan salat malam

kapanpun waktunya, cukup empat atau dua rakaat saja.14

Adapun waktu yang tepat untuk bangun beribadah pada malam hari ialah,

sebagiamana Rasulullah saw. kerap bangun di pertengahan malam atau

adakalanya sebelum pertengahan malam dan adakalanya pula setelah terdengar

suara kokok ayam jantan, waktu demikian terjadi setelah pertengahan malam.

Dalam sebuah hadis dikatakan;

ٍ ‫ عن مسر‬،‫ عن أَبِ ِيو‬،‫ث‬


‫ت‬ُ ْ‫ َسأَل‬:‫ال‬ َ َ‫ ق‬،‫وق‬ ُْ َ ْ َ ْ َ َ ‫ َع ْن أَ ْش َع‬،‫ص‬ ِ ‫َح َو‬ ِّ ‫الس ِر‬
ْ ‫ َحدَّثَنَا أَبُو ْاْل‬،‫ي‬ ُ ‫َح َّدثَِِن َىن‬
َّ ‫َّاد بْ ُن‬
َ َ‫ ق‬،»‫ب الدَّائِ َم‬
ُّ ‫ « َكا َن ُِحي‬:‫ت‬ ِ ِ ِ ِ
‫َي‬
َّ ‫ أ‬:‫ت‬ ُ ‫ قُ ْل‬:‫ال‬ ْ َ‫ فَ َقال‬،‫صلَّى هللاُ َعلَْيو َو َسلَّ َم‬
َ ‫َعائ َشةَ َع ْن َع َم ِل َر ُسول هللا‬
15
‫صلَّى‬ َّ ‫ « َكا َن إِ َذا ََِس َع‬:‫ت‬ ِ ‫ني َكا َن ي‬
ٍ ‫ِح‬
َ َ‫ قَ َام ف‬،‫الصار َِخ‬ ْ َ‫صلّي؟ فَ َقال‬
َُ
Artinya:
Telah menceritakan kepadaku Hanna>d bin al-Sari> telah menceritakan
kepada kami Abu> al-Ah}was} dari Asy‘as\ dari ayahnya dari Masru>q katanya;
‚Aku bertanya kepada ‘A<<isyah tentang amalan Rasulullah shallallahu

14
Ah}mad bin Abdurrah}man bin Qudamah al-Maqdisi> (Ibnu Qudamah), Mukhtas}ar
Minhaj al-Qa>s}idi>n (Minhajul Qashidin), terj. Kathur Suhardi (Cet. XV; Jakarta: Pustaka al-
Kautsar, 2009), h. 77.
15
Muslim bin H{ajja>j Abu> al-H{usain al-Qusyairi> al-Naysa>bu>ri>, Al-Musnad al-S{ahi>h al-
Mukhtas\ir , Juz 1 (Beiru>t: Da>r Ihya>’ al-Tura>s\ al-‘Arabi>, t.th.), h. 511.
25

‘alaihi wasallam. ‘A<<isyah menjawab; ‚Beliau menyukai (amalan) yang


dikerjakan secara rutin.‛ Masru>q berkata; Aku bertanya; ‚Tepatnya kapan
beliau salat?‛ ‘A<isyah menjawab; ‚Jika beliau telah mendengar suara ayam
jantan berkokok, maka beliau bangkit dan bergegas untuk salat.‛

Salma>n al-Fa>risi> mengabarkan kepada para sahabatnya mengenai waktu

yang paling tepat untuk beribadah di tengah malam adalah akhir waktu malam.

Menurutnya, seseorang tidak boleh memaksa dirinya untuk melakukan ibadah,

agar tidak merasa bosan atau lemah menempuh perjalanan menuju kepada

Allah.16

Dalam firman-Nya QS al-Isra>’/17: 79 Allah mengatakan:


ِ
)٤۹( ‫ودا‬
ً ‫ك َم َق ًاما ََْم ُم‬
َ ُّ‫ك َرب‬ َ َ‫َوِم َن اللَّْي ِل فَتَ َه َّج ْد بِِو َانفلَةً ل‬
َ َ‫ك َع َسى أَ ْن يَْب َعث‬

Terjemahnya:
Dan pada sebagian malam, lakukanlah salat tahajjud (sebagai suatu ibadah)
tambahan bagimu: mudah-mudahan Tuhanmu mengangkatmu ke tempat
yang terpuji.17
Ayat ini menunjukkan diperintahkannya bangkit pada sebagian malam,

dan yang lebih utama yaitu pada sebagian malam yang terakhir, ini diperkuat

dengan dalil-dalil yang ada. Adapun Imam Syahid H{asan al-Banna

mengungkapkan tentang mahalnya waktu malam ini:

‫ص ْؤَىا ِِبلْغَ ْفلَ ٍة‬ ِ ِ ِ


ُ ‫َدقَائ ُق الَّْي ِل َغاليَةٌ فَالَ تَُر ّخ‬
Detik-detik malam sangatlah mahal maka janganlah engkau sepelekan ia
dengan kelalaian.18
Menurut beliau, detik detik yang berharga itu bukan awal atau menjelang
tengah malam, tetapi sepertiga malam yang terakhir.

Dari dalil-dalil yang telah disebutkan sebelumnya, maka diketahui bahwa

waktu yang paling baik dan sesuai dengan yang disunnahkan adalah setelah

16
Ah}mad Mus}t}afa Qasim al-T{aht}awi, Lailu al-S{a>lihi>n wa Qas}as} al-‘A<bidi>n (Gairah
Malam: Orang-Orang Shaleh), terj. Achmad Sunarto (Cet. I; Semarang: Pustaka Nuun, 2010), h.
80.
17
Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemah, h. 290.
18
Ahmad Erkan, 4 Shalat Dahsyat (Cet. I; Jakarta: Kaysa Media, 2016), h. 10.
26

separuh malam atau tepatnya sepertiga malam terakhir. Sehingga dengan ukuran

jam waktu sekarang maka kita dapat menghitungnya.19

Di bawah ini merupakan langkah yang dapat memudahkan seseorang

untuk bangun malam:20

a. Menghindari kemaksiatan.

b. Menghindari pandangan dan pembicaraan yang tidak perlu.

c. Memakan makanan halal dan menghindari yang haram.

d. Tidak banyak makan.

e. Tidak terlalu bekerja pada siang hari.

f. Berdoa sebelum tidur agar terhindar dari belenggu setan.

g. Banyak berzikir pada Allah dan berdoa agar diberi kemudahan untuk

bangun malam.

h. Tidur tidak larut malam.

i. Membiasakan tidur lebih cepat atau tidur siang walau hanya sebentar.

j. Pasang alarm sebelum tidur.

k. Pahami keutamaan bangun malam.

B. Bangun Malam Perspektif Sains dan Psikologi

Bangun di malam hari melakukan ibadah kepada Allah Swt. sangat

dianjurkan dalam Islam, dan merupakan amalan yang kerap dilaksanakan oleh
hamba-Nya yang saleh. Dengan keberadaan hormon melatonin di malam hari,

Allah memudahkan hamba-Nya agar mudah tidur maupun merasakan kantuk.

Dengan hormon ini pula siklus tidur dan bangun diatur. Sekresi melatonin

dimulai pada malam hari dan berlanjut hingga mencapai puncaknya yaitu pada

19
Hardisman, Riyadhah Jiwa Menyehatkan Raga (Cet. I; Yogyakarta: Bintang Pustaka
Madani, 2021), h. 15.
20
Nasrullah Nurdin, Online Terus Bersama Allah dan Rasul-Nya; Doa’, Zikir, dan
Amalan Harian 24 Jam (Jakarta: Elex Media Komputindo, t.th.), h. 24-25.
27

pukul dua atau tiga dini hari. Namun di sisi lain, terdapat paparan cahaya buatan

yang ekstrim yang dapat mengurangi produksi melatonin serta membahayakan

proses berjalannya sistem ini. Seperti menonton televisi pada tengah malam dan

efek-efek eksternal seperti medan elektromagnetik.21

Sedangkan, jika ditinjau dari pandangan psikologi, waktu malam

merupakan waktu yang sangat kondusif dalam meningkatkan konsentrasi

maupun kekhusyukan dalam beribadah.22 Adapun menurut para ahli di bidang

kesehatan mengatakan bahwa bangun malam di sepertiga malam yang terakhir


apabila malam dibagi menjadi 3 bagian waktu-udara saat itu sangat kaya dengan

oksigen dan belum terkotori oleh zat-zat lain sehingga sangat bermanfaat dalam

mengoptimalkan metabolisme tubuh. Hal ini akan mempunyai pengaruh yang

sangat besar terhadap vitalitas seseorang dalam aktivitasnya selama seharian

penuh. Inilah anugerah yang luar biasa yang diberikan Tuhan melalui kesegaran

alam di waktu itu untuk makhluk-Nya.23

Tubuh manusia diciptakan selaras dengan ritme alam. Karenanya,

manusia memiliki jam biologis, apabila pada pukul 23.00 malam sampai sekitar

pukul 03.00 dini hari tubuh tidak diistirahatkan dengan tidur, kondisi kesehatan

akan kacau. Maka Kazuo Murakami menganjurkan agar seseorang mempercepat

waktu tidurnya dan mempercepat waktu bangunnya sekitar 1-2 jam lebih awal

dari biasanya. Karena dengan bangun lebih awal hidup seseorang akan berubah.24

21
Majalah Mata Air: Majalah Sains, Budaya dan Spiritualitas , Edisi 22, h. 32.
22
Alhamuddin, dkk., Agama dan Pecandu Narkoba: Etnografi Terapi Metode Inabah
(Cet. I; Yogyakarta: CV Budi Utama, 2015), h. 48.
23
Rena Erlianisyah Putri, Biologicaliosophy (t.t.: t.p., 2014), h. 36.
24
Kazuo Murakami, Jinsei no Ango (Misteri DNA), terj. Andini Rizky ( Cet. I; Jakarta:
Gramedia, 2013), h. 117.
28

Sebagaimana kegiatan mengistirahatkan tubuh dengan tidur merupakan

aktvitas penting. Secara fisiologi, pusat tidur yang berbeda di otak bertugas

mengatur fungsi fisiologis tidur dikatakan sangat penting bagi kesehatan tubuh.

Aktivitas tidur dapat menyebabkan tubuh menjadi lebih segar dan dapat

menyingkirkan rasa lelah karena rutinitas. Selain itu, aktivitas tidur yang

nyenyak dapat menurunkan tingkat stres, mendorong produktivitas, serta sikap

mental dapat meningkat. Tidur nyenyak juga menyediakan energi untuk rutinitas

keseharian sehingga makin produktif dan aktif. Sebaliknya jika tidak terciptanya

pola tidur yang nyenyak, maka akan mengakibatkan turunnya produktivitas dan

sistem imun, sehingga mudah sakit.25

Adapun dampak dari kurang tidur/begadang di malam hari adalah

membuang energi dan mengganggu aktivitas siklus penyerapan yang dimulai

pada pukul 20.00-04.00, dimana pada saat itu tubuh mulai menyerap,

mengasimilasi dan mengedarkan zat makanan. Sedangkan, keseimbangan

metabolisme juga sangat erat kaitannya dengan efisiensi pemakaian energi.

Pengurasan energi secara berlebihan dapat menurunkan vitalitas, menyebabkan

kulit kusam, lesu kronis dan penuaan dini. Maka dengan itu pula kurang tidur

dapat menyebabkan emosi yang tidak stabil, lelah, berkurangnya kemampuan

berpikir.26 Dengan kata lain, orang yang begadang sepanjang malam akan
kehilangan semangat. Terlebih jika begadang telah menjadi kebiasaan, maka

seseorang itu akan mengalami berbagai tekanan jiwa dan akan kehilangan

kemampuan untuk mengingat, kehilangan daya keseimbangan dan akan

mengalami kegelisahan dalam berpikir. Gangguan kehidupan psikologis yang

25
Rudy Agung Nugroho, dkk., Myrmecodia: Efek Fisiologi dan Potensi Manfaat (Cet. I:
Yogyakarta: CV Budi Utama, 2019), h. 62.
26
Umar zein dan Emir El Newi, Buku Ajar Ilmu Kesehatan (Cet. I; Yogyakarta: CV Budi
Utama, 2019), h. 92.
29

muncul adalah berkurangnya konsentrasi. Dia menjadi orang yang tidak mampu

memusatkan perhatiannya dalam waktu tertentu.27 Sehingga, sangat dianjurkan

untuk tidur terlebih dahulu sebelum bangun di sebagian waktu malam.

Seorang dokter bedah plastik dari Jepang Dr. Yoshinori Nagumo,

menganjurkan untuk bangun di tengah malam, selain menjaga pola makan.

Dikatakan bahwa waktu tidur terbaik di malam hari antara pukul 22.00 sampai

pukul 02.00 dini hari. Pada saat itu, kelenjar pineal di bagian hipofisis anterior

otak akan mensekresikan hormon melatonin yaitu hormon yang mengatur

pengeluaran hormon yang lain, dimana telah dikatakan sebelumnya bahwa

kekurangan hormon melatonin membawa dampak buruk bagi kesehatan manusia.

Para ahli sepakat bahwa bangun di tengah malam, setelah jam 02.00 dan

beraktivitas seperti salat akan meningkatkan zat nitrit oksida (NO) dalam darah

yang akan membuang radikal bebas dan racun-racun dari dalam tubuh.28 Semakin

bertambah usia manusia, semakin sedikit pula pengeluaran melatoninnya.29

Adapun menurut Fadhlalla Haeri, seorang ilmuwan muslim asal mesir

juga menyatakan bahwa tiga jam adalah masa efektif untuk tidur di malam hari,

maka seseorang semestinya bangun untuk menjalankan aktifitas yang

bermanfaat. Ia menambahkan, pada saat itu energi dalam tubuh manusia berada

dalam kondisi yang rendah juga pada waktu itu medan refleksi begitu bersih dan

27
Ali Wasil el Helwani>, Misahhu Syahri Ramad{an wa Asra>r Al-S{aum min al-Wajhah al-
Isla>miyyah wa al-Ra>hiyah wa al-Riya>d}iyyah (Fasting: a great Medicine), terj. Hadiri, dkk (Cet. I;
Depok: Pustaka Ilman, 2008), h. 146.
28
Veni Hadju, Pesan Dakwah Seorang Profesor (Cet. II; Bogor: Penerbit IPB Press,
2017), h. 5.
29
Pentingnya melatonin bagi manusia adalah sebagai pembersih penyakit lambung,
mengurangi kolestrol pada darah, bekerja untuk mengurangi tekanan darah dan muntah karena
penyakit parkinson, dapat menambah kekebalan tubuh dan mual karena guncangan tidur, dan
kanker serta kondisi kesedihan, juga bekerja untuk memperlambat gejala-gejala ketuaan. Mahir
H{asan Mah}mud, Al-T{ib al-Badil, al-S\imar wa al-A’syab al-Waridat fi al-Qur’a>n al-Kari>m wa al-
Sunnah al-Nabawiyah (Mukjizat Kedokteran Nabi), terj. Hamzah Hasan (Cet. I; Jakarta: Qultum
Media, 2007), h. 114.
30

segar. Dalam tradisi india, kondisi seperti ini disebut sebagai tahap pembentukan

kesadaran yang terjadi pada titik energi ketujuh atau cakra mahkota. Dampaknya

akan meningkatkan intuisi seseorang dan kesadaran diri untuk mampu

mengendalikan emosi.30

Haeri mengungkapkan bahwa di usia kanak-kanak melatonin yang ada di

dalam tubuh berjumlah 120 icogram. Namun jumlah tersebut akan semakin

menurun pada rentan usia 20-30 tahun. Selain secara alamiah, pengurangan

jumlah melatonin di dalam tubuh juga disebabkan dengan adanya pengaruh

eksternal, seperti; tidur larut, medan elektromagnetik maupun polutan kimia

misalnya pestisida yang pada akhirnya menyebabkan penyakit tekanan darah

tinggi dan sakit kepala. Pada titik tertentu bahkan menyebabkan turunnya sistem

kekebalan tubuh. Kafein yang terkandung di dalam kopi, teh hitam dan soda

tertentu juga akan menyebabkan kemampuan antioksidan melatonin berkembang.

Keadaan ini akan membahayakan sel-sel tubuh saat seseorang tengah terjaga.

Dengan demikian, yang harus menjadi perhatian adalah bukan kuantitas tidur

seseorang untuk memberikan kebugaran pada tubuh, tetapi justru kualitas tidur,

dan tiga jam adalah waktu yang cukup untuk itu.31

Dr. Ray Meddis, seorang profesor di Department of Human Science,

England University of Technology mengemukakan bahwa manusia sejatinya


hanya membutuhkan waktu tiga jam untuk tidur di malam hari. Sebagaimana

waktu tidur dibagi menjadi dua bagian, yaitu tidur ayam dan tidur lelap.

Sedangkan tidur yang sebenarnya adalah tidur lelap (deep sleep) yang mengikuti

kajian saintis Barat tersebut yaitu selama tiga jam. Dengan waktu tidur yang

hanya tiga jam namun berkualitas, sangat memungkinkan seseorang untuk

30
Ahmad Zacky El-Syafa, Amalan Sunah Pilihan Percepatan Rezeki (t.d.), h. 49.
31
Ahmad Zacky El-Syafa, Amalan Sunah Pilihan Percepatan Rezeki (t.d.), h. 51.
31

melakukan aktivitas malam seperti mengerjakan tugas, menghafal dan juga

memungkinkan untuk bangun kembali pada sepertiga malam terakhir dengan

melaksanakan ibadah.

Diperkuat pula dengan pernyataan Dr. Sa’id Salabi, seorang profesor

dalam bidang alat pencernaan di Pusat Penelitian Nasional Mesir yang

mengatakan bahwa, pertambahan kalori panas pada badan dapat digagalkan

dengan zat minyak yang disebut geleocegen pada dinding pembuluh darah

sehingga ia tidak mampu beraktivitas dengan baik ketika menaikkan tekanan


darah.32 Dengan demikian, melakukan beberapa gerakan di waktu malam dapat

menurunkan tekanan darah yang kerap terjadi saat tidur dalam waktu yang lama

pada saat itu.

Selain itu, penemuan Dr. Alfred Tomatis dalam buku hasil risetnya yang

mengatakan bahwa indra pendengaran adalah indra yang paling vital bagi

manusia. Telinga menguasai hampir seluruh tubuh manusia dalam

mengendalikan aktivitas-aktivitas pentingnya. Penelitian ini sejalan dengan apa

yang dikatakan oleh Fabein dan Grimal (1974) yang menyatakan bahwa suara

dapat memengaruhi sel-sel dalam tubuh manusia. Mereka juga menemukan

bahwa suara yang paling berpengaruh adalah suara manusia sendiri (bukan musik,

bunyi alarm dan sebaginya).33 Sehingga, melantunkan ayat-ayat al-Qur’an pada

malam hari tentu saja memiliki pengaruh pada sel-sel dalam tubuh manusianya.

Hal demikian diperkuat pula dari tinjauan pengamatan Dr. dr. Arman

Yurisaldi yang menemukan bahwa terdapat suatu hubungan antara aliran udara

pernapasan keluar yang mengandung zat CO2 dan proses yang rumit di dalam

32
Al-Tadawi> bi al-S{alah (Dahsyatnya Terapi Shalat), terj. Ubaidillah Saiful Akhyar (Cet.
VIII; Jakarta: Maghfirah Pustaka, 2013), h. 119.
33
Veni Hadju, Pesan Dakwah Seorang Profesor, h. 7.
32

otak, dan beliau menyimpulkan bahwa ada hubungan yang erat antara pelafalan

huruf pada bacaan zikir maupun bacaan al-Qur’an dan tampilan klinis (kondisi

fisik dan psikis seseorang).34

C. Keutamaan Na>syi’ah al-Lail

Allah Swt. memuji hamba-Nya yang bangun pada malam hari untuk

berkunut, bersujud dan terjaga dalam beribadah pada Tuhannya dengan perasaan

takut dan penuh harap. Sebagaimana dalam firman-Nya QS al-Zumar/39: 9.


ِ َّ ِِ ِ ِ ِ َّ َ ‫ت‬ ِ
َ ‫آانءَ اللْي ِل َساج ًدا َوقَائ ًما َْحي َذ ُر ْاْلخَرَة َويَ ْر ُجو َر ْْحَةَ َربّو قُ ْل َى ْل يَ ْستَ ِوي الذ‬
‫ين يَ ْعلَ ُمو َن‬ ٌ ‫أ ََّم ْن ُى َو قَان‬
(۹) ‫اب‬ ِ ‫والَّ ِذين َال ي ْعلَمو َن إََِّّنَا ي تَ َذ َّكر أُولُو ْاْلَلْب‬
َ ُ َ ُ َ َ َ
Terjemahnya:
(Apakah kamu orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang
beribadah di waktu malam dengan sujud dan berdiri, karena takut kepada
(azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah, ‘Apakah
sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak
mengetahui?’ Sebenarnya hanya orang yang berakal sehat yang dapat
menerima pelajaran.35
Diriwayatkan dari Zurarah dari Abu> Ja’far a.s: Saya bertanya kepadanya,

‚(Apa arti) pada waktu tengah malam sambil bersujud dan berdiri karena takut

pada akhirat dan berharap atas rahmat Tuhannya?‛ Imam As menjawab,

‚Maksudnya adalah salat malam‛.36

Rasululllah saw. bersabda:

‫ َع ْن‬،‫اَّللِ اْلَ َغِّر‬ َّ ‫ َوأَِِب َعْب ِد‬،َ‫ َع ْن أَِِب َسلَ َمة‬،‫اب‬ ٍ ‫ َع ِن ابْ ِن ِشه‬،‫ك‬
َ
ٍ ِ‫ َعن مال‬،َ‫اَّلل بن مسلَمة‬ ِ
َ ْ َ ْ َ ُ ْ َّ ‫َحدَّثَنَا َعْب ُد‬
‫ " يَْن ِزُل َربُّنَا تَبَ َارَك َوتَ َع َاىل ُك َّل لَْي لَ ٍة‬:‫ال‬
َ َ‫صلَّى هللاُ َعلَْي ِو َو َسلَّ َم ق‬ َِّ ‫ول‬ َّ ‫أَِِب ُىَريْ َرةَ َر ِض َي‬
َّ ‫ أ‬:ُ‫اَّللُ َعْنو‬
َ ‫اَّلل‬ َ ‫َن َر ُس‬

34
Arman Yurisaldi Saleh, Berzikir untuk Kesehatan Syaraf (Cet. I; Jakarta: PT Buku
Kita, 2018), h. 49.
35
Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemah, h. 459.
36
Sayyid Abdul A’la al-Sabziwari dan Sayyid Ali Khamenei, S{alah al-Tahajjud wa al-
Tahajjud fi> al-Lail (Shalat Tahajjud: Cara Keluarga Nabi saw.), terj. Irwan Kurniawan (Cet. I;
Bandung: Penerbit Marja, 2020), h. 28.
33

ِ ‫ فَأ‬،‫ من ي ْدع ِوِن‬:‫ول‬ ِ ِ ِ َّ ‫إِ َىل‬


‫يب لَوُ َم ْن يَ ْسأَلُِِن‬
َ ‫َستَج‬
ْ ُ َ ْ َ ُ ‫ث اللَّْي ِل اْلخ ُر يَ ُق‬
ُ ُ‫ني يَْب َقى ثُل‬
َ ‫الس َماء الدُّنْيَا ح‬
)‫ستَ ْغ ِفرِِن فَأَ ْغ ِفر لَوُ " (رواه البخاري‬ ِ
ُ ْ َ‫ َم ْن ي‬،ُ‫فَأ ُْعطيَو‬
37
َ
Artinya:
Telah menceritakan kepada kami ‘Abdullah bin Maslamah, telah
menceritakan kepada kami Ma>lik dari Ibnu Syiha>b dari Abi> Salamah dan Abi>
‘Abdullah al-Agar, dari Abi> Hurairah r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda:
‚Rabb kita Tabaraka wata‘a>la> setiap malam turun ke langit dunia ketika
sepertiga malam terakhir, lantas Dia berfirman; ‘Siapa yang berdoa kepada-
Ku, niscaya Aku akan mengijabahinya, siapa yang meminta sesuatu kepada-
Ku, niscaya Aku akan memberinya dan siapa yang meminta ampun kepada-
Ku, niscaya Aku akan mengampuninya‛. (HR Bukha>ri>)
Ibnu ‘Arabi> menyatakan, ‚Jadikanlah malam untuk-Ku karena ia memang
milik-Ku. Di malam hari Aku turun. Di siang hari Aku terus mengawasimu
dalam kerjamu. Ketika malam tiba, Aku mencarimu dan turun kepadamu, Aku
mendapatimu tidur nyenyak di dunia kehidupanmu sendiri. Hanya saja ada satu
siang dan malam, dan selama siang hari Aku tidak mencarimu. Aku menjadikan
siang untukmu, karenanya Aku tidak turun kepadamu; Aku menyimpannya
untukmu. Aku menjadikan malam untuk-Ku,sehingga Aku turun kepadamu
untuk berbincang denganmu diam-diam dan dengan akrab dan untuk memenuhi
kebutuhan-kebutuhanmu. Tetapi Aku mendapatimu tertidur dan acuh tak acuh
pada-Ku, meskipun kamu menyatakan diri mencintai-Ku dan suka berdekatan
dengan-Ku! Bangkitlah di hiribaan-Ku dan mintalah kepada-Ku sehingga Aku
bisa melimpahkan apa yang kamu cari.‛38
Saat yang berharga ini telah digambarkan pula oleh Rasulullah dalam
sabdanya:
ِ ‫الدنْيا و‬
،ُ‫اْلخَرةِ إَِّال أَ ْعطَاه‬ ِ ِ ِ ِ
َ ‫إِ َّن م َن اللَّْي ِل َس‬
َ َ ُّ ‫اعةً َال يُ َواف ُق َها َر ُج ٌل ُم ْسل ٌم يَ ْسأَ ُل هللاَ تَ َع َاىل َخ ْياً م ْن أَْم ِر‬
39 ٍ
‫ك ُك َّل لَْي لَة‬ ِ
َ ‫َو َذل‬
Artinya:
Sesungguhnya Allah mempunyai waktu di malam hari yang tidak seorang
muslim yang berdoa kepada Allah Swt. memohon kebaikan dunia dan
akhirat, melainkan Allah akan mengabulkannya, dan saat itu terjadi pada
setiap malam.

37
Muh}ammad bin Isma>‘i>l Abu> ‘Abdillah al-Bukha>ri> al-Ju’fi>, Al-Ja>mi’ al-Musnad al-
S{ah}i>h} al-Mukhtas}ir min Umu>r Rasulillah saw. wa Sunnatihi wa Ayya>mihi, Juz 2 (Cet. I; t.t.: Da>r
T{auq al-Naja>h, 1422 H), h. 53.
38
Sulaiman al-Kumayi, Shalat: Penyembahan dan Penyembuhan (t.t.: Erlangga, 2007), h.
158.
39
Kha>lid al-Ra>syid, Duru>s al-Syaikh Kha>lid al-Ra>syid, Juz 17 (t.d.), h. 10.
34

Keutamaan lain dari malam hari juga menjadikan manusia lebih sadar dan

lebih insaf dari perbuatan masa lalu yang kelam dan hitam. Sebagaimana malam

hari banyak menumpahkan air mata tobat para hamba yang menyadari akan

segala dosanya. Sehingga, malam hari adalah waktu yang paling tepat sebagai

momentum untuk sebuah cita-cita luhur.40

Di dalam firman-Nya, Allah telah menyebut orang-orang yang memohon

ampunan pada waktu sebelum fajar dengan memberikan pujian yang indah. Allah

berfirman dalam QS A<li Imra>n/3: 17


ِ ِِ ِِ ِ ِ َّ ‫الصابِ ِرين و‬
ْ ‫ين ِِبْْل‬
)۱٤( ‫َس َحا ِر‬ َ ‫ني َوالْ ُم ْستَ ْغف ِر‬
َ ‫ني َوالْ ُمْنفق‬
َ ‫ني َوالْ َقانت‬
َ ‫الصادق‬ َ َ َّ
Terjemahnya:
(juga) orang yang bersabar, orang yang benar, orang yang taat, orang yang
menginfakkan hartanya dan orang yang memohon ampunan pada waktu
sebelum fajar.41
Ada beberapa keutamaan beribadah di tengah malam, yaitu;

a. Ibadah salat di tengah malam adalah seutama-utama salat setelah salat lima

waktu.

b. Ibadah salat di tengah malam adalah salat para abrar.

c. Beribadah di tengah malam adalah kebiasan orang-orang saleh, dapat

menghapus dosa-dosa dan melenyapkan segala penyakit.

d. Beribadah di tengah malam dapat memuliakan seorang mukmin.

e. Beribadah di tengah malam dapat mengantarkan pada kemudahan masuk

surga.

f. Beribadah di tengah malam disaksikan oleh para malaikat.

g. Beribadah di waktu malam menjadikan pengamalnya dicintai oleh Allah.

40
Nasaruddin Umar, Islam Fungsional: Revitalitas & Reaktualitas Nilai-Nilai Keislaman,
h. 67.
41
Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemah, h. 52.
35

h. Beribadah di tengah malam akan melepaskan ikatan-ikatan setan dan

seorang yang memohon akan dikabulkan permohonannya.

i. Beribadah di tengah malam dapat membuka pintu-pintu kebaikan.

j. Beribadah di tengah malam adalah kegemaran orang-orang beriman dan

kebanggaan orang-orang saleh.

k. Beribadah di tengah malam dapat menolong seseorang untuk bertaubat.

l. Beribadah di tengah malam dapat menjadikan seseorang tercatat dalam

golongan orang-orang yang gemar beribadah.

m. Beribadah di tengah malam dapat mengangkat kedudukan seseorang dan

menjadikan ia sebagai penghuni surga selamanya.

n. Beribadah di tengah malam dihadiri para malaikat.

o. Beribadah di tengah malam merupakan amalan sunnah yang sangat

dianjurkan oleh Rasulullah saw.

p. Niat seseorang untuk beribadah di tengah malam akan diberi pahala

meskipun ia tidak melakukannya karena tertidur.


BAB III

ANALISIS TAH{LI<LI< QS AL-MUZZAMMIL/73: 6

A. Kajian Umum QS al-Muzzammil

1. Penamaan QS al-Muzzammil

Surah ini bernama al-Muzzammil yang berarti ‘orang yang berselimut’

dimana yang dimaksud ialah Nabi Muhammmad saw. Adapun nama surah ini

dijumpai pada ayat pertama. Dalam susunan mushaf utsmani, surah ini

merupakan surah yang ke-73 yang terdiri atas 20 ayat.1

Surah al-Muzzammil merupakan surah makkiyyah, terdapat perbedaan

pendapat mengenai 2 ayat dari surah ini yang dianggap sebagai ayat

madaniyyah.2 Jumlah ayat-ayatnya menurut cara perhitungan ulama Madinah ada

18 ayat, menurut ulama Bashrah ada 19 ayat dan selain itu ada 20 ayat.3 Ibnu

‘Abba>s dan Qata>dah berbeda pendapat bahwa surah ini adalah surah makkiyah

kecuali dua ayat saja yang diturunkan di kota Madinah, yaitu firman Allah Swt.,
َِ ‫‚ واصِِب علَى ما ي ُقولُو َن و ْاىجرىم ىجرا‬Dan bersabarlah terhadap apa yang
ً‫َجيال‬ ً ْ َ ْ ُ ُْ َ َ َ َ ْْ َ
mereka ucapkan dan jauhilah mereka dengan cara yang baik.‛ (QS al-

Muzzammil/73: 10). Dan ayat yang disebutkan setelahnya. Riwayat ini

disampaikan oleh al-Ma>wardi>. Sedangkan pendapat yang disampaikan oleh al-


S\a’labi mengatakan bahwa ayat yang diturunkan di kota Madinah hanyalah

firman Allah Swt. di ayat terakhir dari QS al-Muzzammil yaitu ayat ke-20.4

1
Hamka, Tafsir al-Azhar, Jilid 9 (Cet. III; Depok: Gema Insani, 2019), h. 363.
2
Ibrahi>m bin al-Sari> bin Sahl Abu> Ish}a>q al-Zuja>j, Ma‘a>ni> al-Qur’a>n wa I’ra>bihi (Cet. I;
Beiru>t: ‘A<lim al-Kutub, 1988), h. 239.
3
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur’an, vol. 14
(Cet. V; Jakarta: Lentera Hati, 2012), h. 400.
4
Abi> ‘Abdillah Muh}ammad bin Ah}mad bin Abi> Bakrin al-Qurt}ubi>, Al-Ja>mi’ li Ah}ka>m al-
Qur’a>n, Juz 19 (Kairo: Da>r al-Kutub al-Misriyyah, 1964), h. 31.

36
37

QS al-Muzzammil (kecuali ayat 20) merupakan salah satu surah yang

disepakati oleh para ulama sebagai surah yang diturunkan sebelum Nabi

Muhammad saw. hijrah ke Madinah. Ada juga yang berpendapat bahwa ayat 20

dari surah ini pun turun di Mekkah setahun setelah turunnya awal surah. Namun

demikian, pendapat ini mengandung kemusykilan sebab pada ayat terakhir

disebutkan bahwa adanya kaum muslimin yang berperang, sedangkan peperangan

itu sendiri baru terjadi pada tahun kedua dari hijrah Nabi Muhammad saw. ke

Madinah.

Para ulama tafsir berbeda pendapat mengenai pemaknaan dari

muzzammil, ada yang berpendapat tentang makna sifat berselimut yang


disematkan Allah Swt. kepada Rasulullah saw. adalah bahwa beliau berselimut

dengan bajunya seperti orang yang hendak melakukan salat. Ada pula yang

berpendapat bahwa Rasulullah saw. berselimutkan kenabian dan risalah. Abu

Ja’far berkata bahwa pendapat yang paling tepat di antara keduanya adalah

pendapat yang pertama, sebab setelah ayat ini disusul dengan kalimat ‫قُِم‬
‫‚الَّْي َل‬Bangunlah (untuk salat) di malam hari.‛ Oleh karena itu, ayat ini merupakan
penjelas bahwa yang dimaksud dengan berselimut adalah berpakaian untuk

mendirikan salat, dan pendapat ini lebih nyata dari segi pemaknaan.5

Hematnya, al-Muzzammil adalah panggilan sementara yang berdasarkan


atas keadaan Rasulullah saw. pada saat titah ini diturunkan kepada beliau. Begitu

pula halnya dengan al-Muddas\s\ir. Adapun kegunaan panggilan sementara ini ada

dua macam; yaitu pertama, sikap lembut. Sebab kebiasan orang-orang Arab

apabila ingin bersikap lembut terhadap seseorang yang ingin dipanggilnya dan

hendak menyingkirkan maksud-maksud yang akan menyinggung hati yang

dipanggil, maka ia akan dipanggil dengan sebutan yang didasari atas keadaannya

5
Muh}ammad bin Jari>r bin Yazi>d bin Kas\i>r bin Ga>lib al-Amali> Abu> Ja’far al-T{abari>, Ja>mi’
al-Baya>n fi> Ta’wi>l al-Qur’a>n, Juz 23 (Cet. I; t.t: al-Muassasah al-Risa>lah, 2000), h. 676.
38

saat itu. Sehingga, panggilan Allah Swt. kepada Rasulullah saw. dengan sebutan

muzzammil pada ayat pertama tersirat adanya pencurahan kasih sayang dan sikap
lemah lembut pada panggilan tersebut, agar Rasulullah saw. tidak khawatir

terhadap segala sesuatu. Kedua, adalah untuk memberi peringatan, yakni untuk

seluruh umat muslim yang sedang berselimut dan tidur di malam hari agar

bangun dari tidur mereka dan melaksanakan qiya>m al-lail serta berzikir kepada

Allah Swt. Alasan ayat ini dapat dimaknai untuk seluruh umat muslim, karena

kata yang digunakan adalah kata yang terambil dari perbuatan yang dapat

dilakukan oleh Rasulullah saw. dan juga oleh seluruh umatnya. 6

2. Kandungan Umum QS al-Muzzammil

Setelah turunnya wahyu pertama QS al-‘Alaq/96: 1-5, kemudian turunlah

QS al-Muzzammil yang berkaitan dengan beberapa efek wahyu yang berat bagi

hati Rasulullah saw., diturunkan agar beliau melaksanakan ibadah kepada Allah

Swt. baik pada siang maupun malam hari, guna memperkuat spiritualitas dan

kebenaran rasulnya serta sebagai bentuk pengabdian dan penghormatan kepada

Allah Swt.7

Surah ini membebankan Rasulullah saw. untuk konsisten beribadah

kepada Allah Swt. di waktu siang dan malam agar ruhani dan hubungannya
dengan Allah Swt. menjadi kuat, agar kondisi kekhusyukan dan keikhlasannya

menjadi sempurna, yang menuntut beliau untuk membaca al-Qur’an dengan tartil

agar setiap orang yang mendengarnya berkesempatan merenungkan dan

memahami maknanya. Selain itu, juga menuntut agar beliau memperbanyak zikir

menyebut asma Allah sehingga hubungan dengan Allah terus berlanjut. Allah

6
Al-Qurt}ubi>, Al-Ja>mi’ li Ah}ka>m al-Qur’a>n, Juz 19, h. 33.
7
Wahbah bin Must}afa al-Zuh}aili>, Al-Tafsi>r al-Wasi>t} al-Zuh}aili>, Juz 3 (Cet. I; Dimasyq:
Da>r al-Fikr, 1442 H), h. 2759.
39

yang di tangan-Nya terdapat kunci-kunci langit dan bumi, agar beliau bersabar

dalam mengemban dakwah, agar memfokuskan waktu siang untuk berdakwah,

menyampaikan risalah, berjihad melawan para penentang, mencari rezeki dan

berbagai kesibukan hidup sehari-hari.8

Surah ini melengkapi beberapa petunjuk untuk Rasulullah saw. yang

menguatkan jasad dan jiwanya, agar mampu mengemban risalah dan perintah

bersabar serta dapat mengabaikan ancaman-ancaman orang musyrik.9

Kebanyakan dari surah ini mengisyaratkan bahwa Rasulullah saw.

mengumumkan seruan kenabiannya, dan para penentangnya melakukan

perlawanan kepada beliau serta mendustakan risalah dan dakwah beliau.

Sehingga, Allah memerintahkan Rasulullah saw. untuk menunjukkan toleransi

kepada mereka yang menentangnya.10

Lebih rincinya, kandungan surah ini dapat dikelompokkan ke dalam

beberapa poin sebagai berikut, yaitu:

a. Petunjuk kepada Rasulullah saw. di awal permulaan dakwah,

merangkum ayat 1-10.

b. Peringatan kepada orang-orang kafir dan ancaman kepada mereka.

Mencakup ayat 11-18.


c. Peringatan dan petunjuk dengan berbagai macam hidayah. Meliputi

ayat 19 dan 20.

8
Abi> al-Qa>sim al-H{usain bin Muh}ammad al-Ma’ru>f bi al-Ra>gib al-As}faha>ni>, Al-Mufrada>t
fi> Gari>b al-Qur’a>n (Beiru>t: Da>r al-Ma’rifah, 1997), h. 493.
9
Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Tafsir al-Qur’anul Majid an-Nur (Cet. II;
Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2003), h. 4385.
10
Ayatullah Allamah Kamal Faqih Imani dan tim ulama, Tafsir Nurul Quran: Sebuah
Tafsir Sederhana Menuju Cahaya al-Qur’an, Jilid 17 (Cet. I; Jakarta: Nur al-Huda, 2013), h. 621.
40

Pada akhir surah ini, Allah Swt. menyebutkan bahwa Dia mengetahui

tentang keadaan nabi dan segolongan sahabat yang melaksanakan salat malam,

dan Allah Swt. telah menetapkan waktu-waktu tertentu pada malam dan siang

hari untuk melaksanakan salat. Namun, karena ketidaksanggupan manusia dalam

menjaga waktu salat mereka pada malam hari, maka Allah memberi kemudahan

sesuai dengan kesanggupan tiap umat manusia, dengan memerintahkan umat

Nabi Muhammad menunaikan salat lima waktu dengan khusyuk dan membaca al-

Qur’an apa yang mudah bagi mereka, mengeluarkan hartanya di jalan Allah serta

selalu memohon magfirah-Nya.11

3. Keutamaan Membaca QS al-Muzzammil

Dalam suatu hadis dikatakan: ‚Barangsiapa yang membaca surah al-

Muzzammil, niscaya dia tidak akan menghadapi kesulitan di dunia dan akhirat.

Dia akan memperoleh keutamaan dan berkah selama dia menjalankan kewajiban-

kewajiban agamanya.‛12

Nabi saw. kerap membaca surah ini bersamaan dengan QS al-Muddas\s\ir

dalam satu rakaat, sebagaimana yang diterangkan dalam hadis berikut.

،َ‫ َع ْن َع ْل َق َمة‬،‫اق‬َ ‫ َع ْن أَِِب إِ ْس َح‬،‫يل‬ ِ ِ ٍ ِ ِ


َ ‫ َع ْن إ ْسَرائ‬،‫يل بْ ُن َج ْع َفر‬ ُ ‫َخبَ َرَان إ َْسَاع‬ْ ‫ أ‬،‫وسى‬ َ ‫اد بْ ُن ُم‬ ُ َّ‫َحدَّثَنَا َعب‬
ِ ٍ ‫ أَتَى ابن مسع‬:‫ قَ َاال‬،‫و ْاْلَسوِد‬
ِّ ‫ أ ََى ِّذا َك َه ّذ‬:‫ال‬
،‫الش ْع ِر‬ َ ‫ فَ َق‬،‫ص َل ِِف َرْك َع ٍة‬ َّ ‫ إِِِّن أَقْ َرأُ الْ ُم َف‬:‫ال‬
َ ‫ فَ َق‬،‫ود َر ُج ٌل‬ ُْ َ َْ َْ َ
َّ ،‫ني ِِف َرْك َع ٍة‬
‫الر ْْحَ َن‬ ِ ْ َ‫السورت‬ ِ ِ
َ ُّ ‫صلَّى هللاُ َعلَْيو َو َسلَّ َم َكا َن يَ ْقَرأُ النَّظَائَر‬
ِ
َّ ِ‫ «لَك َّن الن‬،‫الدقَ ِل‬
َ ‫َِّب‬ َّ ‫َونَثْ ًرا َكنَ ثْ ِر‬
،‫ َونُو َن ِِف َرْك َع ٍة‬،‫ت‬ ٍ ِ َّ ‫ والطُّور و‬،‫احلاقَّةَ ِِف رْكع ٍة‬ ٍ
ْ ‫ َوإِ َذا َوقَ َع‬،‫الذا ِرََيت ِِف َرْك َعة‬ َ َ َ ََ َْ ‫ت َو‬ ْ َ‫ َواقْ تَ َرب‬،‫َّج َم ِِف َرْك َعة‬
ْ ‫َوالن‬
‫ َوَى ْل‬،‫ َوالْ ُم َّدثَِّر َوالْ ُمَّزِّم َل ِِف َرْك َع ٍة‬،‫س ِِف َرْك َع ٍة‬ ِِ ِ ٍ ِ ِ
َ َ‫ني َو َعب‬ َ ‫ َوَويْ ٌل ل ْل ُمطَّفف‬،‫َو َسأ ََل َسائ ٌل َوالنَّا ِز َعات ِِف َرْك َعة‬

11
Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Tafsir al-Qur’anul Majid an-Nur, h. 4385.
12
Ayatullah Allamah Kamal Faqih Imani & tim ulama, Tafsir Nurul Quran, Jilid 17, h.
622.
41

‫س‬ ِ َ ‫ والد‬،‫ت ِِف رْك َع ٍة‬ ِ ‫ وع َّم ي تساءلُو َن والْمرس َال‬،‫أَتَى وَال أُقْ ِسم بِي وِم الْ ِقيام ِة ِِف رْكع ٍة‬
ُ ‫َّم‬
ْ ‫ُّخا َن َوإذَا الش‬ َ َ َ ْ ُ َ َ َ ََ َ َ َ َ َ َ َْ ُ َ
ِ ِ
ٍ ‫ «ى َذا ََتْليف اب ِن مسع‬:‫ال أَبو داود‬ ٍ
)‫اَّللُ» )رواه ابو داود‬
َّ ُ‫ود َرْحَو‬ َ َ ُ َ ُ َ َ‫ ق‬،»‫ت ِِف َرْك َعة‬ ْ ‫ُك ِّوَر‬
13
ُْ َ ْ ُ
Artinya:
‘Abba>d bin Mu>sa> menyampaikan kepada kami, mengabarkan kepada kami
Isma>‘i>l bin Ja’far, dari Isra>’i>l, dari Abi> Ish}a>q, dari ‘Alqamah dan al-Aswad
meriwayatkan bahwa ada seorang laki-laki datang kepada Ibnu Mas‘u>d dan
berkata, ‘Aku membaca surah-surah yang relatif pendek (al-mufas}s}al)
dalam satu rakaat.’ Lalu Ibnu Mas‘ud bertanya, ‘Apakah kamu tergesa-
gesa dalam membaca al-Qur’an seperti membaca syair, dan apakah kamu
membacanya sangat cepat seperti memilih kurma busuk? padahal Nabi
saw. membaca dua surah yang sepadan (sama panjang) dalam satu rakaat,
yaitu surah al-Rahma>n dan surah al-Najm dalam satu rakaat; Iqtarabat
(surah al-Qamar) dan surah al-Ha>qqah dalam satu rakaat; Surah al-T{u>r dan
surah al-Za>riya>t dalam satu rakaat; Iza> waqa‘at (surah al-Wa>qi‘ah) dan
Nu>n (surah al-Qalam) dalam satu rakaat; Sa’ala Sa>’ilun (surah al-Ma’a>rij)
dan surah al-Na>zi‘a>t dalam satu rakaat; Surah al-Mut}affifi>n dan surah
‘Abasa dalam satu rakaat; Surah al-Mudas}s}ir dan surah al-Muzzammil
dalam satu rakaat; Surah al-Insa>n dan surah al-Qiya>mah dalam satu rakaat;
Surah al-Naba’ dan surah al-Mursala>t dalam satu rakaat serta surah al-
Dukha>n dan surah al-Takwi>r dalam satu rakaat. 14 (HR Abu> Da>ud)

4. Asba>b al-Nuzu>l

Mengenai sebab turunnya surah ini, terdapat beberapa riwayat yang

menjelaskannya. Salah satu riwayat yang menceritakan bahwa al-Bazza>r dan al-

T{abra>ni> dan Abu> Na‘i>m berkata bahwa kaum Quraisy mengadakan perkumpulan

di Da>r al-Nadwah dan mereka mengatakan, ‚Berilah julukan untuk laki-laki ini

(Muhammad), agar orang-orang segera mengenalinya dan berhati-hati

dengannya.‛ Maka di antara mereka ada yang mengajukan usulan, ‚(Dia adalah)

dukun‛ sebagian yang lainnya mengatakan ‚Dia bukan dukun tetapi dia adalah
orang gila‛, yang lainnya lagi mengatakan ‚Dia bukan orang gila, akan tetapi dia

itu tukang sihir‛, maka sebagian yang lainnya mengatakan ‚Dia bukan tukang

sihir‛. Hingga akhirnya hal tersebut sampai kepada Nabi saw., maka beliau

kemudian menyelimuti dirinya dengan pakaiannya sehingga seluruh tubuhnya

13
Abu> Da>ud Sulaima>n bin al-Asy’as bin Isha>q bin Basyi>r bin syada>d bin ‘Amru al-Azdi ,
\Sunan Abu> Da>ud, Juz 2 (Beiru>t: Al-Maktabah al-‘As\riyyah, t.th.), h. 56.
14
Lajnah Pentashihan Mushaf al-Qur’an, Keutamaan al-Qur’an dalam Kesaksian Hadis:
Penjelasan Seputar Keutamaan Surah dan Ayat al-Qur’an (Cet. I; Jakarta: t.p., t.th.), h. 205.
42

terselimuti. Maka datanglah malaikat Jibril kepada Nabi saw. seraya

menyampaikan wahyu Allah dengan berkata ‚Wahai orang yang

berselimut/wahai orang yang berkemul‛15 namun pendapat ini dinilai memiliki

sanad yang lemah dari jalur Jabir r.a.

Ibnu ‘Abba>s mengatakan bahwa QS al-Muzzammil turun pada permulaan

turunnya wahyu kepada Nabi saw. yaitu ketika beliau mendengar suara malaikat

dan melihat ke arahnya, beliau diliputi perasaan takut, lalu beliau mendatangi

istrinya Sayyidah Khadijah dan berakata ‚Selimuti aku, selimuti aku‛, yakni

tutupi tubuhku.16 Hal ini terjadi pada Rasulullah ketika Allah memuliakan beliau

dengan risalah. Allah memuliainya dengan menurunkan wahyu dengan mengutus

Jibril menemui beliau. Rasulullah melihat sesuatu yang belum pernah beliau lihat

sebelumnya dan tidak ada yang mampu bertahan atasnya melainkan hanya para

rasul.17

Dan yang kedua datangnya belakangan yaitu dalam firman-Nya

‚Sesungguhnya Tuhanmu mengetahui bahwa engkau (Muhammad) berdiri (salat)

kurang dari dua pertiga malam...‛ hingga akhir ayat. Bagian kedua ini yang

kemudian turun setelah setahun penuh turunnya ayat-ayat sebelumnya, yaitu

ketika Rasulullah saw. melaksanakan salat bersama para sahabatnya, sehingga

kedua kaki beliau bengkak. Maka turunlah ayat yang memberikan keringanan
mengenai peribadatan di malam hari pada ayat terakhir dari surah ini.18

15
Lihat QS al-Muzzammil/73: 1dan QS al-Muddas\s\ir/74: 1. ‘Abdurrah}man bin Abi> Bakr
Jala>luddi>n al-Suyu>t}i>, al-Dur al-Mans\ur> fi> al-Tafsi>r al-Ma’s\u>r, Juz 8 (Beiru>t: Da>r al-Fikr, 2011), h.
311-312.
16
Wahbah al-Zuh}aili>, Al-Tafsi>r al-Wasi>t} al-Zuh}aili>, Juz 3, h. 2761.
17
Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di, Tafsir al-Karim ar-Rahman fi Tafsir Kalam al-
Manan (Cet. IX; Jakarta: Darul Haq, 2019), h. 385.
18
Sayyid Qut}b Ibra>hi>m H{usain al-Sya>zali>, Fi> Z{ila>l al-Qur’a>n, Juz 6 (Cet. XVII; Beiru>t:
Da>r al-Syuru>q, 1412 H), h. 3741.
43

B. Kajian Ayat

1. Teks Ayat dan Terjemah

ۗ
)٦( ‫اِ َّن َان ِشئَةَ الَّْي ِل ِى َي اَ َش ُّد َوطًْا َّواَقْ َوُم قِْي ًال‬
Terjemahnya:
Sungguh, bangun malam itu lebih kuat (mengisi jiwa); dan (bacaan di
waktu itu) lebih berkesan.19 (QS al-Muzzammil/73: 6)

2. Kajian Kosakata

a. ‫إِ َّن‬
Kata ‫ إِ َّن‬bermakna ‘sesungguhnya, bahwasanya, sebenarnya’20 kata yang

mengandung makna kepastian.21 Inna merupakan kelompok ‫( النواسخ‬annawa>sikh)


yang berfungsi menasabkan mubtada’ dan merofa’kan khabar.22 Kedudukan ‫إِ َّن‬

sebagai kalimat taukid. Kata inna adalah isim, al-mud}af dari kata al-lail.23

b. َ‫َان ِشئَة‬
Kata َ‫َان ِشئَة‬ (na>syi’ah) terambil dari akar kata ‫نشأ‬ (nasya’a) yang di

antaranya bermakna ‘bermula, terjadi, datang sedikit demi sedikit serta

bangkit’.24 Kata nasya’a merujuk pada terangkatnya/kenaikan sesuatu.25 Kata

19
Kementerian Agama RI, Al-Qur’an Hafalan Mudah: Terjemahan & Tajwid Warna
(Jakarta: Cordoba, 2020), h. 576.
20
Mahmud Yunus, Kamus Arab-Indonesia (Jakarta: Mahmud Yunus wa Dzurriyah,
2010), h. 50
21
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur’an, vol. 1
(Cet. V; Jakarta: Lentera Hati, 2012), h. 116.
22
Muhammad Ridwan Salam, Panduan Belajar Bahasa Arab: Metode At-Tafshil fi Ilmi
An-Nahwi wa Ash-Sharfi (Cet. I; Sengkang: Maktabah Darul Ilmi, 2019), h. 124.
23
Ah}mad ‘Ubaid al-Da‘a>s, I’ra>b al-Qur’a>n al-Kari>m (Cet. I; Da>r al-Muni>r dan Da>r al-
Fa>ra>bi>: Dimasyq, 1425 H), h. 394.
24
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, vol. 14, h. 408.
25
Ah}mad bin Fa>ris bin Zakariyyah al-Qazwi>ni> al-Ra>zi/Abu> al-H{usain, Mu’jam Maqa>yis
al-Lugah, Juz 5 (t.t.: Da>r al-Fikr, 1979), h. 428.
44

na>syi’ah hanya sekali ditemukan dalam al-Qur’an.26 Sedangkan dari akar kata ‫نشأ‬
terbentuk berbagai derivasinya, yang terulang sebanyak 28 kali pada 14 surah

dalam al-Qur’an.27

Kata ini apabila bermasdhar ‫ نشأة‬bermakna ‘menjadikan atau menciptakan

dari sesuatu yang sudah ada’, adapun ketika bermasdhar


ُ‫نَ ْشىء‬ maka bermakna

‘menjadikan atau menciptakan sesuatu bisa dari sesuatu yang ada dan bisa juga

dari sesuatu yang belum ada’. Adapun masdhar ُ‫ن ْشأَة‬ dari jumlah yang di atas

terulang sebanyak 3 kali dalam al-Qur’an pada tiga surah. Adapun bentuk

masdhar ‫إِنْ َشاء‬ disebutkan sebanyak 24 kali dalam 13 surah. Kata insya’

ditunjukkan kepada penciptaan secara keseluruhan, seperti penciptaan manusia

dari segi materi maupun immateri, satu kaum, satu generasi maupun lain

sebagainya.28

Kata ‫النَّ ْشئُا‬ atau ُ‫\النَّ ْشأَة‬ artinya adalah penciptaan sesuatu dan

mengurusnya.29 Maksudnya adalah waktu malam itu lebih tepat untuk bangun

dan salat. Dari kata tersebut lahirlah kalimat ‫اب‬ َّ َ‫نَ َشأ‬
ُ ‫الس َح‬ artinya ‘awan itu

meninggi’ yang demikian itu dilihat dari keberadaannya di udara serta

pengaturan-Nya kepada awan tersebut yang meninggi sedikit demi sedikit.30

Adapun kata na>syi’ah merupakan isim fa>‘il dari akar kata ‫نشأ‬, yang

wazannya adalah fa>‘il, bentuk muannas\ dan jamak dari kata ‫انشئ‬. Bisa juga kata
ini sebagai mashdar dengan makna ‫قيام الليل‬, serta yang dimaksud dari kata ini

adalah waktu-waktu malam atau menumbuhkan ketaatan-ketaatan di dalam

26
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, vol. 14, h. 408.
27
M. Quraish Shihab, Ensiklopedia al-Qur’an: Kajian Kosakata, Jilid 2 (Jakarta: Lentera
Hati, 2007), h. 717.
28
M. Quraish Shihab, Ensiklopedia al-Qur’an, Jilid 2, h. 718.
29
Al-Ra>gib al-As}faha>ni>, Al-Mufrada>t fi> Gari>b al-Qur’a>n, h. 493.
30
Al-Ra>gib al-As}faha>ni>, Al-Mufrada>t fi> Gari>b al-Qur’a>n, h. 493.
45

waktu-waktu malam tersebut.31 Di antara maknanya juga disebutkan dalam


ٍ ِ‫ص ِام َغْي ر ُمب‬ِْ ‫احلِْلي ِة وىو ِِف‬ ِ
firman Allah Swt. QS al-Zukhruf/43: 18 ‫ني‬ ُ َ ‫اْل‬ َ ُ َ َ ْ ‫أ ََوَم ْن يُنَ َّشأُ ِف‬
‚Dan apakah patut (menjadi anak Allah) orang yang dibesarkan sebagai

perhiasan sedang dia tidak mampu…‛32

c. ‫اللَّْي ِل‬
Kata ini berarti ‘malam’.33 Merupakan bentuk mufrad dengan jamaknya

adalah ‫لَياٌَل‬.34 Kata al-lail disebut dalam al-Qur’an sebanyak 74 kali. Secara

etimologis, kata ‫ ليل‬berasal dari al-ala, yang pada mulanya berarti ‘gelap/hitam
pekat’. Kemudian berkembang pemakaian kata ini yang mengakibatkan artinya

menjadi beraneka ragam. Seperti sesuatu yang panjang dan hitam disebut dengan

‫اَلْيَل‬ (al-yal) dan ‫امللَيَّل‬ (mulayyal), dan minuman keras yang berwarna hitam
ُ
disebut ‫أ ُُّم اللَّْيل‬ (ummul-lail), sedangkan minuman keras pada tahap-tahap

pemabukannya disebut dengan ‫لَْي لَى‬ (laila>). Disebut demikian, karena minuman

keras menghitamkan atau menjadikan pandangan dan pemikiran peminumnya

gelap. Sehingga, dari asal pengertian inilah mereka menyebutkan waktu matahari

terbenam sampai dengan terbitnya fajar sebagai ‫ليل‬ (lail). Adapun secara

terminologi al-Qur’an, kata ini dipakai untuk menunjukkan ‘malam hari’.35

Al-Qur’an menggunakan kata ini dalam berbagai konteks, di antaranya.36

31
Muh}ammad bin ‘Abdurrah}i>m S{a>fi, Al-Jadu>l fi> I’ra>b al-Qur’a>n al-Kari>m, Juz 29 (Cet.
IV; Beiru>t: Da>r al-Rasyi>d, 1418 H), 134.
32
Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemah, h. 490.
33
Ahmad Warson Munawwir, Kamus al-Munawwir Arab Indonesia Terlengkap (Cet.
XIV; Surabaya: Pustaka Progresif, 1997), h. 1302.
34
Dhuha Abdul Jabbar dan Burhanuddin, Ensiklopedia Makna al-Qur’an: Syarah
Alfaazhul Qur’an (t.d.), h. 595.
35
Istilah bagi waktu sejak terbenamnya matahari sampai terbit fajar, sebagian pendapat
mengatakan mulai hilangnya mega merah setelah matahari terbenam hingga terbitnya fajar,
karena keberadaan mega merah belum menjadikan situasi hitam gelap. M. Quraish Shihab,
Ensiklopedia al-Qur’an, Jilid 2, h. 505.
36
M. Quraish Shihab, Ensiklopedia al-Qur’an, Jilid 2, h. 506.
46

1) Dalam konteks ibadah, seperti pada QS al-Baqarah/2: 187 yang

menerangkan tentang batas waktu untuk berpuasa.

2) Dalam konteks perjalanan di malam hari, seperti pada QS al-Isra>’/17: 1

yang Allah sebutkan di dalamnya tentang informasi perjalanan Nabi

Muhammad saw. pada malam hari dari Masjid Haram ke Masjid Aqsa.

3) Dalam konteks pengajaran orang-orang yang berakal, seperti pada QS al-

Nu>r/24: 44 yang menyatakan bahwa pergantian malam dan siang

merupakan pelajaran bagi orang-orang yang memiliki penglihatan.

4) Dalam konteks siksaan terhadap orag kafir yang tidak membedakan

antara malam dan siang, seperti pada QS al-Ha>qqah/69: 7.

5) Dalam konteks penerimaan wahyu pada malam hari, seperti pada QS al-

Baqarah/2: 51 yang menerangkan tentang Nabi Musa a.s. berada di bukit

T{ur Sina selama 40 malam untuk menerima wahyu dari Allah.

6) Dalam konteks anjuran berdakwah di malam hari, seperti pada QS

Nuh/71: 5 yang merupakan perkataan Nabi Nuh a.s.

d. ‫َش ُّد‬
َ‫أ‬
Kata ini bermakna ‘dahsyat, sangat keras,’37 yang berasal dari akar kata

(‫د‬-‫ د‬-‫ )ش‬yang makna intinya menunjukkan pada ‘kekuatan di dalam sesuatu
yang sulit diuraikan atau dipisah’. 38 Kata ‫َش ُّد‬
َ ‫ أ‬terulang sebanyak 31 kali dalam
al-Qur’an.39 Dari akar kata ini, terbentuk berbagai derivasinya. Adapun verbnya

syadda-yasyuddu (‫ش ُّد‬


ُ َ‫ي‬ -‫) َش َّد‬ yang berarti ‘menguatkan, mengokohkan,’

37
Abdulazeez Abdulraheem, 80 % Qur’anic Words: Classified Word Lists for Easy
Memorization (80 % Kata dalam Qur’an: Daftar Kata ter-Klasifikasi untuk Mempermudah
Hafalan), terj. Tim Yayasan Azmuna (t.d.), h. 14.
38
Al-Ra>gib al-As}faha>ni>, Al-Mufrada>t fi> Gari>b al-Qur’a>n, h. 256.
39
Muh}ammad Fu’a>d ‘Abd al-Ba>qi>, Al-Mu’jam al-Mufahras: Li Alfa>z} al-Qur’a>n al-Kari>m
(Bandung: t.p., t.th.), h. 478.
47

sedangkan asyaddu (‫ )أَشَ َُّد‬berarti ‘lebih kuat, lebih keras. Syadda berarti ikatan

yang kuat.40 Kata asyaddu merupakan khabar dari inna.41

e. َ‫َوطْئًا‬
Kata ini berasal dari akar kata َ‫َوطَأ‬ yang berarti ‘berjalan di atas,

melalui’.42 Kata ‫ َوطْئًا‬hanya sekali ditemukan dalam al-Qur’an.43 Adapun pada


kalimat ‫ َوطَُؤ الشَّيء‬yang artinya adalah ‘sesuatu itu diratakan atau dimasuki’. Dan
ُْ
yang dimasuki itu atau diratakan itu disebut dengan ‫ئ‬ ِ ِ
ُ ‫ َوط‬, artinya adalah ‫الْ َوطَاءَة‬
yaitu sudah nampak dimasuki atau diratakan, atau disebut juga dengan ُ َِّ‫ب‬
‫ني‬
ِ‫ الْوالطَّأَة‬atau ‫ب ِني وال ِطّئ ِة‬. Kata ‫ ال ِوطَاء‬adalah sesuatu yang dimasuki.44 Abu ‘Amr dan
َ َ َ ُ َّ ُ
Ibnu ‘Amr membaca kata ini dengan ‫ ِوطَا ء‬. Kata wat}’an sendiri dalam ayat
ً
bahasan adalah sebagai tamyiz.45

f. ‫أَقْ َوُم‬
Kata ‫أَقْ َوُم‬ (aqwam) adalah bentuk superlatif dari kata ‫قومي‬ (qawi>m) yang

berarti ‘lurus’ lagi sempurna memenuhi apa yang diharapkan darinya. Kata ini

pada mulanya merupakan antonim dari kata duduk. Dengan berdiri, manusia

dapat melakukan banyak hal, jauh lebih mudah daripada jika ia duduk atau

berbaring. Dari sini kata tersebut digunakan untuk makna melakukan sesuatu

sebaik dan sesempurna mungkin. Dengan demikian aqwam dapat diartikan

dengan ‘lebih lurus, lebih baik atau yang paling baik dan yang paling

40
Al-Ra>gib al-As}faha>ni>, Al-Mufrada>t fi> Gari>b al-Qur’a>n, h. 256.
41
Ah}mad ibn Muh}ammad al-Khara>t} Abu> Bila>l, Al-Mujtabi> min Masykul I’ra>b al-Qur’a>n
(Madi>nah al-Munawwarah: Majmu’ al-Ma>lik Fahd al-T{iba>’ah al-Mus}haf al-Syari>f, 1426 H), h.
1380.
42
Ahmad Warson Munawwir, Kamus al-Munawwir, h. 1565.
43
Muh}ammad Fu’a>d ‘Abd al-Ba>qi>, Al-Mu’jam al-Mufahras, h. 920.
44
Al-Ra>gib al-As}faha>ni>, Al-Mufrada>t fi> Gari>b al-Qur’a>n, h. 526.
45
Al-Khara>t} Abu> Bila>l, Al-Mujtabi> min Masykul I’ra>b al-Qur’a>n, h. 1380.
48

sempurna’.46 Kata aqwam dalam ayat bahasan sebagai isim ma’t}u>f dari kata

asyaddu.47
Penggunaan kata aqwam dalam al-Qur’an terulang sebanyak empat kali

dalam al-Qur’an, pertama pada QS al-Isra>’/17: 9, yang menerangkan bahwa al-

Qur’an bersifat aqwam yang disebabkan oleh redaksi al-Qur’an yang sedemikian

sempurna dan jelas serta kandungannya sesuai dengan fitrah manusia sehingga

dengan mudah dapat dipahami dan diamalkan. Kedua, pada QS al-Baqarah/2:

282, yang menerangkan bahwa mendatangkan saksi dalam hal utang piutang

maupun menuliskan utang piutang tersebut lebih menguatkan persaksian. Ketiga,

pada QS al-Nisa>’/4: 46. Dan keempat pada QS al-Muzzammil/73: 6.

g. ‫قِ ًيال‬
Kata ini berasal dari akar kata ‫ قَال‬yang berarti ‘berkata atau bercakap’.48
ً ِ‫ ق‬merupakan bentuk masdhar yang berarti ‘perkataan’.
Adapun ‫يال‬

Kata ini terulang sebanyak dua kali dalam al-Qur’an. Yaitu pada QS al-

Wa>qi’ah/56: 26 dan QS al-Muzzammil/73: 6.49 Adapun kata qi>lan dalam ayat

bahasan adalah sebagai tamyiz.50

3. Munasabah

Kaitan QS al-Muzzammil/73 dengan QS al-Jinn/72 adalah:51

46
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur’an, vol. 7
(Cet. V; Jakarta: Lentera Hati, 2012), h. 420.
47
Ah}mad ‘Ubaid al-Da‘a>s, I’ra>b al-Qur’a>n al-Kari>m, h. 394.
48
Ahmad Warson Munawwir, Kamus al-Munawwir, h. 1171.
49
Muh}ammad Fu’a>d ‘Abd al-Ba>qi>, Al-Mu’jam al-Mufahras, h. 736.
50
Ah}mad ‘Ubaid al-Da‘a>s, I’ra>b al-Qur’a>n al-Kari>m, h. 394.
51
Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Tafsir al-Qur’anul Majid an-Nur, h. 4385.
49

a. Pada QS al-Jinn diakhiri dengan menerangkan para rasul terdahulu.

Sedangkan surah ini ditutup dengan penjelasan bahwa Nabi saw. adalah rasul

yang terakhir.

b. Pada QS al-Jinn Allah Swt. berfirman ‚Ketika hamba-Nya berdiri menyeru-

Nya‛. Sedangkan dalam surah ini Allah Swt. berfirman ‚Salatlah pada

malam hari, kecuali pada sebagian kecil dari padanya.‛

Kaitan QS al-Muzzammil/73 dengan QS al-Muddas\s\ir/74 adalah:

a. Kedua surah ini isinya serupa, dimana pada QS al-Muzzammil menjelaskan

upaya mempersiapkan Nabi saw. sebagai pembawa dakwah.

b. QS al-Muddas\s\ir mengemukakan beberapa petunjuk yang dibutuhkan Nabi

saw. untuk memperoleh kesuksesan dalam berdakwah.

c. Kedua surah ini diawali dengan seruan kepada Nabi saw., dengan permulaan

kedua surah menghimpun masalah yang sama.

d. Pada QS al-Muzzammil dimulai dengan perintah terhadap Nabi saw. agar

menunaikan ibadah salat malam yang akan menyempurnakan

kepribadiannya. Sedangkan QS al-Muddas\s\ir dimulai dengan pembahasan

mengenai tugas dalam mewujudkan manusia yang berkepribadian sempurna

atau insan kamil.52

Allah menyebutkan hikmah dalam perintah qiya>m al-lail (pada QS al-


Muzzammil/73: 2) dengan berfirman ‫َش ُّد َوطْئًا َوأَقْ َوُم قِ ًيال‬ ِ
َ ‫إِ َّن َان ِشئَةَ اللَّْي ِل ى َي أ‬ yakni

bangun di waktu malam untuk melaksanakan ibadah setelah tidur adalah lebih

tepat untuk khusyuk dan bacaan di waktu itu lebih berkesan, yakni lebih mudah

dalam memahami maksud al-Qur’an sehingga sesuai dengan hati dan lisan, beban

menjadi ringan.53 Selain itu, pada QS al-Muzzammil/73: 1-4 Allah Swt.

52
Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Tafsir al-Qur’anul Majid an-Nur, h. 4397.
53
Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di, Tafsir al-Karim ar-Rahman fi Tafsir Kalam al-
Manan (Cet. IX; Jakarta: Darul Haq, 2019), h. 386.
50

memerintahkan hamba-Nya menggunakan waktu malam untuk menunaikan salat

malam (tahajjud) sebagai bekal dalam menghadapi kesukaran dalam hidup.

QS al-Muzzammil/73: 6 juga berkaitan dengan firman Allah pada ayat

selanjutnya, QS al-Muzzammil/73: 7

)٤( ‫َّها ِر َسْب ًحا طَ ِو ًيال‬ َ َ‫إِ َّن ل‬


َ ‫ك ِِف الن‬
Terjemahnya:
Sesungguhnya pada siang hari engkau sangat sibuk dengan urusan-urusan
yang sangat panjang.54
Ibnu ‘Abba>s dan ‘At}a>’ menafsirkan makna dari ayat ini adalah bahwa

seorang mukmin memiliki waktu luang yang panjang sehingga dapat digunakan

untuk tidur maupun istirahat maupun melakukan pekerjaan lain di siang hari,

oleh sebab itu diperintahkan untuk menjadikan malam (na>syi’ah al-lail) sebagai

waktu untuk beribadah.55 Dan juga situasi manusia pada siang hari biasanya

disibukkan dengan pemenuhan kebutuhan dan kepentingan-kepentingan

hidupnya, sehingga tidak jarang seseorang sangat sulit untuk berkonsentrasi

dalam beribadah. Maka malam hari adalah waktu yang paling tepat untuk

menghadirkan konsentrasi dalam beribadah.56 Namun, juga tidak lupa untuk

selalu berzikir kapan saja baik siang maupun malam hari (firman-Nya QS al-

Muzzammil/73: 8).

Hematnya, Allah Swt. tidak meminta manusia melakukan salat ataupun

beribadah secara terus menerus, namun diperintahkan untuk bekerja dan berkarya
semaksimal mungkin dengan tetap mengingat dan menjadikan Allah sebagai

penggerak dari segala urusan manusia.

Firman-Nya dalam QS A<li Imran/3: 113

)١۱۱( ‫آانءَ اللَّْي ِل َوُى ْم يَ ْس ُج ُدو َن‬ َِّ ‫اب أ َُّمةٌ قَائِمةٌ ي ْت لُو َن آَي ِت‬
َ ‫اَّلل‬ ِ َ‫لَْيسوا سواء ِمن أ َْى ِل الْ ِكت‬
َ َ َ ْ ً ََ ُ
54
Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemah, h. 574.
55
Al-Qurt}ubi>, Al-Ja>mi’ li Ah}ka>m al-Qur’a>n, Juz 19, h. 42.
56
Wahbah al-Zuh}aili>, Al-Tafsi>r al-Muni>r: fi ‘Aqidah wa al-Syariah wa al-Manhaj, Juz 29-
30 (Cet. II; Dimasyq: Da>r al-Fikr, 1998), h. 194.
51

Terjemahnya:
Mereka itu tidak (seluruhnya) sama. Di antara ahli kitab ada golongan yang
jujur, mereka membaca ayat-ayat Allah pada malam hari, dan mereka
(juga) bersujud (salat).57
Dari ayat ini menjelaskan bahwa sebagian dari golongan ahli kitab ada

yang menjadikan malam sebagai waktu untuk bermunajat kepada Allah

sebagaimana kebiasaan umat mukmin. Kemudian, dalam ayat lain Allah secara

jelas memerintahkan hamba-Nya untuk melaksanakan ibadah salat malam

sebagai amalan yang akan mengangkat derajat pelakunya (QS al-Isra>’/17: 79).

Selain itu, Allah juga memerintahkan hambanya untuk berzikir di malam

hari, ‚Dan bertasbilah kepada-Nya pada malam hari dan setiap selesai salat‛58

(QS Qa>f/50: 40)

4. Tafsiran Ayat

QS al-Muzzammil/73: 6 menjelaskan sebab Allah memerintahkan Nabi

saw. bangkit di malam hari seperti yang diperintahkan pada ayat kedua, dimana

bangun pada malam hari secara khusus lebih berat, yakni lebih berat

kesulitannya, atau lebih mantap persesuaiaannya dengan kalbu sehingga dapat

menghadirkan kekhusyukan yang lebih besar dibanding pada siang hari, serta

bacaan di waktu itu lebih berkesan dalam artian lebih mudah untuk dipahami dan

dihayati. Sebaliknya, pada siang hari manusia disibukkan dengan aktivitas yang
padat, olehnya itu diperintahkan untuk bangun pada malam hari agar pekerjaan di

siang hari dapat berjalan lancar dengan izin Allah Swt.59

Para ulama menafsirkan bahwa kata َ‫ َان ِشئَة‬mengandung makna ‘waktu atau

saat’, hal ini didasarkan pada kata nasya’a yang berarti ‘sesuatu yang

57
Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemah, h. 64.
58
Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemah, h. 520.
59
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, vol. 14, h. 408.
52

berkembang setahap demi setahap’, begitu pula dengan waktu malam yang

terjadi seperti demikian, dari detik ke detik lainnya atau dari menit ke menit

lainnya, dan begitu seterusnya hingga mencapai waktu fajar.60 Adapun ‘A<isyah

r.a. mengatakan bahwa na>syi’ah al-lail adalah bangkit di malam hari setelah

tidur. Beliau mengatakan bahwa, jika seseorang bangkit untuk salat di malam

hari sebelum tidur, maka ia belum melaksanakan maksud dari ayat ini.61

Namun demikian, dapat dikatakan bahwa tidaklah keliru seseorang yang

mengerjakan salat malam sebelum tidur. Sebagaimana al-Mara>gi dalam

tafsirannya mengutip perkataan Ibnu ‘Abba>s, ‚Siapa yang salat dua rakaat atau

lebih setelah isya, maka ia telah dianggap berada di waktu malam dalam keadaan

sujud dan berdiri di hadapan Allah Swt.‛ Akan tetapi, salat setelah tidur atau

pada saat keheningan malam lebih baik karena suasana semacam itu yang akan

mengantarkan kepada kemantapan dan kehusyukan serta kejernihan pikiran. Dan

juga, pada masa Rasulullah saw. dan sahabat-sahabat beliau, saat-saat magrib

dan isya adalah saat-saat hening, sebagian besar masyarakat telah berada di

rumah mereka masing-masing bahkan telah beristirahat atau tertidur, maka sama

halnya dengan keadaan di kampung-kampung khususnya yang belum dijangkau

oleh penerang listrik. Maka sangat wajar jika saat-saat seperti itu telah dianggap

oleh sebagian sahabat sebagai saat dimana salat malam dapat dilaksanakan sebab
telah terciptanya keheningan.62

Ada beberapa penjelasan mengenai na>syi’ah al-lail dari para ulama tafsir.

Di antaranya sebagai berikut:

60
Al-Qurt}ubi>, Al-Ja>mi’ li Ah}ka>m al-Qur’a>n, Juz 19, h. 39.
61
Abu> al-Qa>sim Mahmu>d bin ‘Amru bin Ahmad al-Zamahsyari Ja>rallah, al-Kasysya>f ‘an
Haqa>iq Gawa>mid al-Tanzi>l, Juz 4 (Cet. III; Beiru>t: Da>r al-Kita>b al-‘Arabi>, 1407 H), h. 574.
62
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, vol. 14, h. 409.
53

Al-Zuja>j mengatakan, na>syi’ah al-lail berarti saat-saat malam secara

keseluruhan atau setiap peristiwa yang terjadi pada malam hari.63 Sedangkan Ali

ibn Husain mengatakan, bahwa na>syi’ah al-lail berarti waktu antara magrib

hingga isya. Adapun Anas, S{abit, Said ibn Jubair, al-Dhahha>k, al-Hakam dan al-

Nasa>’i mengatakan bahwa na>syi’ah al-lail berarti awwaluhu (awal malam),

rupanya mereka lebih menjaga makna awwaliyyah (awal atau permulaan) di

dalam kata na>syi’ah. Ada juga yang berpendapat bahwa seluruh waktu malam

disebut na>syi’ah, yang diusung oleh ‘Ikrimah, Abu> Miljaz, Muja>hid, Sudi, Ibnu

Zubair dan Ibnu ‘Abba>s.64 Abu> Raja mengatakan bahwa na>syi’ah al-lail ialah

malam setelah waktu isya yang akhir. 65 Dan Zainal ‘A<bidi>n berpendapat bahwa

na>syi’ah al-lail adalah antara magrib dan isya.66


Sedangkan Yama>n dan Ibnu Kaisa>n menafsirkan bahwa, makna na>syi’ah

adalah melakukan salat malam ketika malam hampir selesai. Namun Ibnu ‘Abba>s

pernah mengatakan bahwa salat malam yang dilakukan oleh para sahabat adalah

di awal malam, disebabkan mereka khawatir apabila tidur terlebih dahulu maka

mereka tidak dapat memastikan kapan mereka akan bangun dari tidurnya.

Sedangkan al-Qutaibi> menafsirkan bahwa, na>syi’ah al-lail adalah saat-saat di

malam hari, karena malam hari terdiri dari beberapa saat. Al-H{asan dan Muja>hid

mengatakan, na>syi’ah al-lail adalah waktu yang terdapat di antara saat-saat


terakhir salat isya (tengah malam) hingga salat subuh. Namun riwayat lain dari

63
Ibnu Manz}u>r, Lisa>n al-‘Arab, Juz 14 (Kairo: Da>r al-Taufi>qiyyah li al-Tura>s\, 2009), h.
147.
64
Ibnu Qayyim al-Jauziyah, Syifa>’u al-Alil fi> Masa>’il al-Qad}a wa Qadar wa al-H{ikmah
wa al-Ta’li>l (Qadha dan Qadar: Referensi Lengkap tentang Takdir Berdasarkan al-Qur’an dan
hadis/Ibnu Qayyim al-Jauziyyah), terj. Khalifurrahman Fath dan Fathurrahman (Jakarta: Qisthi
Press, 2016), h. 351.
65
Muh}ammad bin Jari>r bin Yazi>d bin Kas\i>r bin Ga>lib al-Amali> Abu> Ja’far al-T{abari>,
Ja>mi’ al-Baya>n fi> Ta’wi>l al-Qur’a>n, Juz 23 (Cet. I; t.t: al-Muassasah al-Risa>lah, 2000) h. 683.
66
Abu> ‘Abdillah Muh}ammad bin ‘Amr bin al-H{asan bin al-H{usain al-Taimi> al-Ra>zi>,
Mafa>tih} al-Gaib (Cet. III; Beiru>t: Da>r Ihya>’ al-Tura>s\ al-‘Arabi>, 1420 H), h. 175.
54

al-H{asan juga menyatakan, bahwa na>syi’ah al-lail adalah seluruh waktu yang

terdapat setelah salat isya. Al-Jauhari> mengatakan bahwa, na>syi’ah al-lail adalah

ketaatan apa saja yang dilakukan pada waktu malam.67

Ibnu ‘Umar dan Anas bin Ma>lik berpendapat, bahwa na>syi’ah al-lail

adalah waktu antara magrib dan isya. Mereka berpegang pada makna bahasa dari

kata nasya’a, yaitu permulaan. Sehingga dengan itu, makna yang lebih tepat

untuk na>syi’ah al-lail adalah permulaan malam. Pendapat ini diperkuat dengan

kebiasaan yang dilakukan ‘Ali> bin al-H{asan, dimana ia memperbanyak salat

sunnah di antara magrib dan isya. Dan ia mengatakan bahwa waktu tersebut

adalah waktu yang disebut dengan na>syi’ah al-lail. Sedangkan ‘At}a>’ dan ‘Ikrimah

berpendapat, bahwa maksud dari permulaan malam tidak harus antara magrib dan

isya. Adapun Ibnu ‘Abba>s, Muja>hid dan beberapa ulama lainnya berpendapat

bahwa, yang dimaksud adalah waktu-waktu yang ada di sepanjang malam.

Pegangan ini adalah dikarenakan malam itu yansya’ (muncul) setelah siang

berlalu. Pendapat inilah yang kemudian lebih diunggulkan oleh Ma>lik bin Anas.

Ditambahkan oleh al-‘Arabi> bahwa makna itulah yang terbias dari kata tersebut

dan yang dimaksud oleh arti bahasa.68

Yang dimaksud pada bahasan ayat ini adalah bahwa sesungguhnya waktu-

waktu malam yang terus bergulir.. namun yang disebutkan pada ayat ini hanyalah
sifatnya saja (yakni bergulir) tanpa menyebutkan isimnya (waktu-waktu). Oleh

karena itu, kata َ‫َان ِشئَة‬ disebutkan dalam bentuk mu’annas\ karena kata tersebut

kembali pada kata sa’aat (waktu-waktu), bukan ‫ليل‬ (malam). Akan tetapi

beberapa ulama berpendapat bahwa, kata َ‫َان ِشئَة‬ adalah bentuk masdhar yang

bermakna menghidupkan malam, seperti halnya kata kha>t}i’ah (pendosa) dan

67
Al-Qurt}ubi>, Al-Ja>mi’ li Ah}ka>m al-Qur’a>n, Juz 19, h. 40.
68
Al-Qurt}ubi>, Al-Ja>mi’ li Ah}ka>m al-Qur’a>n, Juz 19, h. 40.
55

ka>z\ibah (pendusta), sehingga ayat ini diartikan dengan, ‘sesungguhnya


menghidupkan malam (dengan cara melaksnakan salat) adalah lebih tepat’.69

Al-H{a>fiz} Abu> Ya’la> al-Maus}ili> berkata, ‚Ibra>hi>m bin Sa‘i>d al-Jauhari>

menceritakan kepada kami dari Abu> Usa>mah dari al-A’masy bahwa Anas bin

ً ِ‫ق‬
Ma>lik membaca ayat ini dengan bacaan ‚‫يال‬ ‫ب‬
ُ ‫َص َو‬
ِ
َ ‫إِ َّن َان ِشئَةَ اللَّْي ِل ى َي أ‬
ْ ‫َش ُّد َوطْئًا َوأ‬ ‛,

lalu ada seseorang yang berkata kepadanya, ‚Sesungguhnya kami membacanya

dengan kata ‫ ‛ َوأَقْ َوُم َقِ ًيال‬kemudian Anas bin Ma>lik menjawab ‚Sesungguhnya kata
as}wab, aqwam, ahya>’ dan asyba>h maknanya sama saja‛70
‫ُّوطْئًا‬
َ ‫َشد‬
َ ‫ أ‬maksudnya ialah lebih sulit bagi musallin melakukan salat pada
malam hari daripada salat di siang hari, ini disebabkan malam hari adalah waktu

tidur, maka bagi yang mengisinya (malam itu) dengan melakukan ibadah maka ia

telah melawan rintangan yang besar itu.71 Kalimat keterangan Arab asyaddu

wat}’an bermakna kesukaran dan kesulitan saat bangun di waktu malam untuk
mendirikan salat. Kata wat}’an jika dianggap ia terambil dari kata wa>t}’an maka ia

bermakna sesuai. Maka jika demikian, ayat ini berarti ‘waktu-waktu salat malam

adalah yang lebih sesuai.’ Persesuaian yang dimaksud adalah pada bacaan,

pandangan dan penglihatan pelakunya dengan hatinya sendiri yang pada akhirnya

menimbulkan kekhusyukan dalam beribadah kepada Allah. Sedangkan jika ia

dianggap terambil dari kata wat}i’a maka ia bermakna berat. Maka arti ayat ini
adalah ‘Salat malam pelaksanaannya lebih berat.’ Menurut Quraish Shihab, ayat

ini tidak bermaksud menjelaskan sisi beratnya salat. Karena jika demikian, maka

seakan-akan ayat ini ingin menyatakan bahwa salat malam diperintahkan karena

ia berat. Sehingga, pendapat pertama dianggap oleh beliau lebih tepat walaupun

69
Al-Qurt}ubi>, Al-Ja>mi’ li Ah}ka>m al-Qur’a>n, Juz 19, h. 39.
70
Abi> al-Fida>’ ‘Ima>duddin Isma>‘i>l bin ‘Umar bin Kas\i>r al-Qurasyi> al-Bas}ri> Ibnu Kas\i>r,
Tafsi>r al-Qur’a>n al-‘Az}i>m (Cet. I; Beiru>t: Da<r ibn H{azm, 2000), h. 1930.
71
Ka>milah binti Muh}ammad bin Ja>sim bin ‘Ali> A<li Jiha>m al-Kawa>ri>, Tafsi>r Gari>b al-
Qur’a>n (Cet. I; t.t.: Da>r bin H{azm, 2008), h. 6.
56

tidak dapat dipungkiri bahwa salat pada malam hari lebih berat dibandingkan

salat pada siang hari.72

Asyaddu wat}’an yang berarti lebih membekas dan paling tepat untuk
menghasilkan kefokusan dan kesesuaian pendengaran dan hati.73 Kata ‫ َوطْئًا‬yang
dibaca oleh jumhur ulama diambil dari ungkapan ‚isytaddat ‘ala> qaum wat}’ata

sultaha>nihim‛, yang berarti ‘kaum tersebut sangat berat menerima beban yang
dipikulkan kepada mereka’. Di antara maknanya adalah sabda Rasulullah saw:
74
‫ضَر‬ َ َ‫اللَّ ُه َّم ا ْش ُد ْد َوطْأَت‬
َ ‫ك َعلَى ُم‬
Artinya:
Ya Allah, tambahkanlah kekerasan siksa-Mu terhadap bani Mud}ar.
Dan Allah mengabarkan kepada nabi-Nya bahwa pahala dari qiya>m al-lail

‫َْحَُزَىا‬ ِ ‫ أَفْضل الْعِباد‬yaitu


َ ‫ات أ‬
adalah seberat itu. Sebagaimana dikatakan dalam hadis ََ َُ
‚Ibadah yang paling utama adalah ibadah yang paling berat.‛75

Namun, menurut jumhur ulama mengenai makna dari firman Allah

tersebut adalah bahwa salat di malam hari lebih berat daripada salat yang

dilakukan pada siang hari, hal ini disebabkan karena waktu malam adalah waktu

untuk tidur dan beristirahat, maka seseorang yang menyibukkan dirinya dengan

melaksanakan ibadah di malam hari pastilah ia telah menanggalkan beban yang

sangat berat.76

َ‫ أَقْ َوُمَقِ ًيال‬ialah lebih kuat dan tepat bacaan di waktu itu, yang dibaca fasih
dengan tilawah dari hati dengan suara yang tenang pada waktu malam.77 Adapun

72
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, vol. 14, h. 410.
73
Muh}ammad ‘Abd al-Lat}i>f bin al-khat}i>b, Aud}ah al-Tafa>si>r (Cet. VI; t.t: al-Mat}bi‘ah al-
Mas}riyyah wa Maktabatuha>, 1964), h. 716.
74
‘Abd al-Ha>di> bin Muh}ammad bin ‘Abd al-Ha>di> bin Bakri> bin Muh}ammad bin Mahdi>
bin Mu>sa> bin Ju’s\am bin ‘Aji>l, Tah}qi>q al-Tajri>d fi> Syarah Kita>b al-Tauh}i>d, Juz 1 (Cet. I; al-Riya>d}:
Ad}wa>’u al-Salaf 1999), h. 189.
75
Al-Ra>zi>, Mafa>tih} al-Gaib, h. 176.
76
Al-Qurt}ubi>, Al-Ja>mi’ li Ah}ka>m al-Qur’a>n, Juz 19, h. 40.
77
Al-Kawa>ri>, Tafsi>r Gari>b al-Qur’a>n, h. 6.
57

waktu itu lebih kuat untuk mengisi hati dalam memahami al-Qur’an disebabkan

pada malam hari kefokusan pikiran akan muncul sehingga mudah mengisi

kekosongan hati.78 Yang disebabkan pada waktu malam, gangguan akan hiruk

pikuk dunia lebih berkurang, dengan terciptanya suasana hening pada malam hari

maka berpengaruh pula pada keheningan pikiran. Dalam hadis Qudsi Allah

berfirman bahwa pada sepertiga malam Allah Swt. turun ke langit dunia

mendengarkan keluhan para hamba-Nya, menerima taubat hamba-Nya yang

memohon magfirah-Nya di malam itu. Maksudnya, bahwa hubungan manusia

dengan langit pada waktu malam begitu dekat. Para ilmuwan alam mengatakan

bahwa udara di bumi dipenuhi dengan ether, dan ether di malam hari dapat

memperdekat hubungan, memperdekat hati, baik berupa bacaan di waktu salat

maupun di saat membaca kalam Allah dengan tartil di waktu malam.79

Pengaruh ether lebih dekat, hal ini kepada penerimaan kita bahwa ether di

waktu malam lebih jernih daripada siang hari. Maka anjuran-anjuran berdoa dan

membaca wirid-wirid dan amalan tertentu akan membawa kesan-kesan bagi

keteguhan jiwa, sehingga tidak gentar, takut, dan tidak pula dirundung kedukaan

dalam menghadapi ujian hidup. Jiwa pun tercurahi dengan cahaya yang memberi

sinar bagi alam sekeliling.80 Sebab sejatinya ibadah yang dilakukan pada malam

hari lebih mantap dalam hati dan perkataan yang dilontarkan lebih jelas/fasih,

dikarenakan ketenangan dan keheningan pada waktu malam itu.81

78
Al-Kawa>ri>, Tafsi>r Gari>b al-Qur’a>n, h. 6.
79
Hamka, Tafsir al-Azhar, Jilid 9, h. 366.
80
Hamka, Perkembangan dan Pemurnian Tasawuf (Cet. I; Jakarta: Republika Penerbit,
2016), h. 141.
81
Lajnah Ulama al-Azhar, Al-Muntakhib fi> Tafsi>r al-Qur’a>n al-Kari>m (Cet. IIIX; Mesir:
Al-Majelis al-A’la Lisysyu‘un al-Isla>miyyah, 1995), h. 862.
58

Sesungguhnya ibadah yang dilakukan ditengah malam lebih berefek

terhadap hati dan lebih jelas bacaannya, karena kosongnya hati dari kesibukan

dunia.82 Salah satunya adalah zikir. Zikir merupakan proses pendalaman. Ia turun

dari lidah menuju hati, dari hati menuju jiwa. Di dalam bahasa Arab istilah zikir

berarti ‘pengulangan’ dan ‘ingatan’. Zikir lisan kadang hanya merupakan

pengulangan yang bersifat mekanis. Saat makna dan kekuatan kata-kata tersebut

mulai menyerap, hati dipenuhi dengan kenikmatan, kerinduan terhadap Tuhan

dan persatuan spiritual lainnya. Inilah yang disebut zikir hati. Ibnu Humaid

menceritakan bahwa Jari>r mengabarkan kepadanya dari Mans}u>r, dari Muja>hid

tentang ‫َش ُّد َوطْئًا َوأَقْ َوُم قِ ًيال‬ ِ


َ ‫إِ َّن َان ِشئَةَ اللَّْي ِل ى َي أ‬ bahwa yang dimaksud adalah

‘menyatukan pendengaran, penglihatan dan hati satu sama lain’.83

Dari penafsiran-penafsiran di atas dapat diketahui bahwa bangun di waktu

malam guna melakukan ibadah dalam upaya mendekatkan diri kepada-Nya akan

memberikan pengaruh yang jauh berbeda dibanding ibadah di siang hari,

sebagaimana diketahui bahwa suasana di malam hari terancang dalam

mendukung kelancaran dan mengoptimalkan taqarrub dengan-Nya.

Pada hasil penelitian ilmiah, presentase paling tinggi dari cortizon di

dalam darah berada di waktu subuh yang mencapai 7 sampai 22 mikrogram/100

mil plasma dan akan berkurang presentasinya di waktu sore hingga menjadi 7
mikrogram/100 mil plasma.84 Ibadah yang dilakukan sekitar pukul 02.00 sampai

menjelang subuh, khususnya ketika melakukan salat malam akan memberikan

dampak pada aspek psikomotorik yang didukung dengan suasana waktu yang

82
Hikmat Basyir, dkk., Al-Tafsi>r al-Muyassar (Cet. II; Madi>nah al-Munawwarah:
Majmu’ al-Ma>lik Fahd li T{iba>’ah al-Mus}haf al-Syari>f, 2009), h. 574.
83
Al-T{abari>, Ja>mi’ al-Baya>n fi> Ta’wi>l al-Qur’a>n, Juz 23, h. 685.
84
Cortizon adalah zat aktif yang memberikan gairah pada badan dan menggiatkan secara
umum serta menambahkan kadar gula pada darah sehingga dapat menambah energi pada badan.
Ah}mad bin Sa>lim Badwaila>n, Al-Tada>wi> bi al-S{alah (Dahsyatnya Terapi Shalat), terj. Ubaidillah
Saiful Akhyar (Cet. VIII; Jakarta: Maghfirah Pustaka, 2013), h. 118.
59

mempunyai suhu dan kepekatan udara sedang dalam kondisi yang paling jernih.

Sehingga kecepatan suara batin (menurut perhitungan para ahli metafisika)

paling cepat dan munajat pada saat itu adalah paling baik dan paling mudah

terkabulkan. Menurut perhitungan Circadian Rhythm (irama biologik dari

komponen biologik dalam tubuh dan berkaitan erat dengan fungsi fisiologi

tubuh), bahwa sekitar pukul 04.00 manusia berada pada titik yang paling lemah

dan paling peka terhadap serangan penyakit dan kematian. Maka dengan

beraktivitas yang teratur pada rentang waktu tersebut akan melatih fisik

memiliki daya tahan tubuh yang lebih baik.85

Dalam teori-teori yang telah dipaparkan sebelumnya, semangat bergerak

dipengaruhi oleh perubahan kualitas udara, seperti perubahan suhu, tekanan dan

kandungan ion. Kualitas udara yang baik dan nyaman akan mendorong tubuh

menjalani hidup dengan penuh semangat, sedangkan kualitas udara yang buruk,

panas dan tidak segar akan menurunkan semangat dalam beraktivitas.86 Adapun

tidur panjang yang berlangsung beberapa jam dalam satu waktu dapat

menyebabkan panyakit jantung, terutama atherosclerosis yang menyebabkan

sesak nafas. Hal ini karena tidur berarti diam (tanpa pergerakan) secara mutlak,

sehingga tidur yang terlalu lama akan mengakibatkan kegagalan zat-zat minyak

pada dinding pembuluh darah, di antaranya gangguan urat darah pada jantung
(coronary). Bangun pada akhir malam menjadi salah satu pencegahan terhadap

faktor yang menyebabkan penyakit arteri koroner seraya mendekatkan diri

kepada Sang Pencipta.87

85
Alhamuddin, dkk., Agama dan Pecandu Narkoba: Etnografi Terapi Metode Inabah
(Cet. I; Yogyakarta: CV Budi Utama, 2015), h. 120.
86
Rajendra Kartawiria, Raih 5 Mukjizat (Jakarta: Mizan, 2013), h. 4.
87
Ah}mad bin Sa>lim Badwaila>n, Al-Tada>wi> bi al-S{ala>h (Dahsyatnya Terapi Shalat), terj.
Ubaidillah Saiful Akhyar, h. 117.
60

‚Sesungguhnya bangun pada waktu malam adalah lebih tepat…‛ yaitu


lebih menyemangatkan badan, wa aqwamu qi>lan , yang berarti lebih menetapkan

hati kepada kebaikan (seperti yang dikatakan Muja>hid), sebab mengalahkan

bisikan untuk tidur dan tarikan ranjang, setelah bekerja seharian adalah lebih

tepat dan lebih menyemangatkan badan. Akan tetapi, ungkapan ini adalah untuk

menyatakan kekuatan ruh, sambutan terhadap seruan Allah dan merasakan kesan

yang mendalam sehingga hati merasa tenang dan jinak kepada-Nya. Oleh karena

itu, bacaan pada waktu itu lebih berkesan, dan zikir pada waktu itu lebih terasa

manisnya, salat pada waktu itu lebih terasa kekhusyukannya, dan bermunajat

pada waktu itu terasa terenungkan isinya. Salat dan zikir serta bermunajat pada

malam hari dapat menumbuhkan perasaan tenang, senang, terkesan, dan

memancarkan cahaya ke dalam hati, yang terkadang tidak dijumpai dalam ibadah

pada siang hari. Allah menciptakan hati manusia dan mengetahui jalan-jalan

masuk ke dalamnya, Ia tahu apa yang dapat meresap ke dalamnya dan

memberikan kesan kepadanya, Ia mengetahui waktu yang tepat dimana hati akan

terbuka dan lebih siap, dan Allah tahu sebab-sebab dan cara-cara yang lebih

melekat dan lebih mengesankannya.88

Selama ini endorfin sudah dikenal sebagai zat yang banyak manfaatnya.

Di antaranya adalah; mengatur produksi hormon pertumbuhan dan seks,


mengendalikan rasa nyeri serta sakit yang menetap, mengendalikan perasaan

stres serta meningkatkan sistem kekebalan tubuh. Endorfin sejatinya adalah

gabungan dari endogenous dan morphine, zat yang merupakan unsur dari protein

yang diproduksi oleh sel-sel tubuh serta sistem syaraf manusia. Kemunculan

endorfin dalam tubuh bisa dipicu melalui berbagai kegiatan, seperti menarik

napas yang dalam, relaksasi serta meditasi atau zikir maupun salat. Bahkan

88
Sayyid Qut}b Ibra>hi>m H}usain al-Sya>zali>, Fi> Z{ila>l al-Qur’a>n, Juz 6, h. 3745.
61

endorfin sebagai zat yang diproduski oleh tubuh manusia sendiri dianggap

sebagai zat penghilang rasa sakit yang terbaik.89

89
Agus Mustafa, Jangan Asal Ikut-ikutan Hisab & Rukyat , h. 143.
BAB IV

NA<SYI’AH AL-LAIL DALAM QS AL-MUZZAMMIL/73: 6

A. Eksistensi Na>syi’ah al-Lail dalam QS al-Muzzammil/73: 6

Dalam QS al-Muzzammil/73: 6 disebutkan bagaimana kehadiran malam

bagi manusia yang merupakan waktu untuk memperoleh kedamaian dan

ketentraman. Tidak hanya sekedar tidur di malam hari, namun diperintahkan

untuk bangun dengan melakukan amalan guna memperoleh ketentraman tersebut.

Amalan yang dimaksud berupa peribadatan terhadap Allah dengan hati yang

ikhlas sebagai sarana penguat spiritual dan meditasi mencapai hubungan dengan-

Nya. Yakni berupa salat malam, zikir, tartil dan tadabbur al-Qur’an serta

bermunajat kepada-Nya.

Berikut ini merupakan bentuk-bentuk na>syi’ah al-lail sesuai dengan apa

yang dipahami berdasarkan munasabah ayat.

1. Qiya>m al-Lail

Pada bentuk ini, na>syi’ah al-lail disebutkan dengan qiya>m al-lail. Allah

telah menganjurkannya dalam QS al-Muzzammil/73: 1-4 sebagai berikut:


ۙ ِ‫( ن‬٢) ‫( قُِم الَّيل اَِّال قَلِي ً ۙال‬۱) ‫ٰاَيَيُّها الْمَّزِم ۙل‬
‫( اَْو ِزْد َعلَْي ِو َوَرتِّ ِل الْ ُق ْراٰ َن‬۳)‫ص ِمْنوُ قَلِْي ًال‬
ْ ‫ق‬
ُ ‫ان‬
ْ ِ
‫و‬ ‫ا‬
َ ‫و‬ ‫ف‬
َ ‫ص‬
ْ ّ ْ َْ ُ ّ ُ َۗ
(٤( ‫تَ ْرتِْي ًال‬
Terjemahnya:
Wahai orang yang berselimut (Muhammad), bangunlah (untuk salat) pada
malam hari kecuali sebagian kecil, (yaitu) seperduanya atau kurang sedikit
dari itu, atau lebih dari (seperdua) itu. Bacalah al-Qur’an itu dengan
perlahan-lahan.1
Dalam ayat ini, disebutkan perintah untuk menanggalkan selimut, yang

secara kontekstual dapat diartikan dengan masalah, kegelisahan, kecemasan dan

1
Kementerian Agama RI, Al-Qur’an Hafalan Mudah: Terjemahan & Tajwid Warna
(Jakarta: Cordoba, 2020), h. 574.

62
63

kekhawatiran sebab menghadapi berbagai ancaman kehidupan yang

sedang/mungkin menimpa. Kondisi berselimut/tidur sejatinya menunjukkan

adanya keadaan statis yang kemudian diperintahkan agar bangun menanggalkan

kemanjaan malam untuk menunaikan salat malam yaitu salat tahajjud, baik di

waktu setengah dari malam maupun kurang atau lebih dari waktu itu atau dapat

juga ditambah hingga dua pertiga malam. Tidak hanya sebatas itu, perintah

untuk qiya>m al-lail yang bermakna menghidupkan malam dengan aktivitas yang

bernilai ibadah, seperti zikir dan munajat. Sehingga dari pengertian yang luas

tersebut menjadikan wanita yang dalam masa haid juga dapat menghidupkan

malam dengan amalan ibadah yang dibolehkan.

Ibadah salat yang dilakukan di malam hari merupakan sarana untuk

mendekatkan diri kepada Allah Swt. (taqarrub). Ibadah ini merupakan rutinitas

para salihin sekaligus menjadi pelebur dosa. Disampaikan dalam hadis Rasulullah

saw. sebagai berikut:


ِ ‫لسيِئ‬ ِ ِِ َّ ‫ فَِإنِّو دأْب‬،‫علَي ُكم بَِقي ِام الَّلي ِل‬
ٌ‫ َوَمْن َهاة‬،‫ات‬َّ َّ ‫ َوَم ْك َفَرةٌ ل‬،‫ َوُى َو قُ ْربةٌ لَ ُك ْم إِ َىل َربِّ ُك ْم‬،‫ني قَ ْب لَ ُك ْم‬
َ ْ ‫الصاحل‬ ُ َُ ْ َ ْ َْ
2
ِْ ‫َع ِن‬
.‫ال ِْث‬
Artinya:
Tunaikanlah salat malam. Karena sesungguhnya, salat malam merupakan
kebiasaan orang-orang saleh sebelummu, juga sebagai sarana mendekatkan
dirimu kepada Tuhanmu, pelindung dari perbuatan maksiat dan sebagai
pelebur dosa.

2. Tartil dan Tadabur al-Qur’an

Pada bentuk ini, na>syi’ah al-lail dilakukan dengan tartil al-Qur’an,

disebutkan dalam firman Allah QS al-Muzzammil/73: 4


ۗ
( ٧) ‫اَْو ِزْد َعلَْي ِو َوَرتِّ ِل الْ ُق ْراٰ َن تَ ْرتِْي ًال‬

2
Nabi>l Sa’id al-Di>n Sali>m Jarra>r, Zawa>’id al-Ama>li> wa al-Fuwa>id wa al-Ma’a>jim wa al-
Musyaikha>t ‘ala> al-Kutub al-Sittah wa al-Muwat}t}a’ wa Musnad al-Ima>m Ah}mad, Juz 3 (Cet. I;
t.t: Ad}wa>u al-Salaf, 2007), h. 132.
64

Terjemahnya:
atau lebih dari (seperdua) itu. Bacalah al-Qur’an itu dengan perlahan-
lahan.3
Maksudnya ialah pada malam hari (salat/di luar salat) diperintahkan

untuk membaca al-Qur’an dengan tenang, perlahan, seksama sehingga bacaan al-

Qur’an itu menjadi jelas huruf-hurufnya, disertai dengan merenungkan makna

dari bacaan yang dibaca. Setiap huruf al-Qur’an dilantukan dengan jelas sesuai

dengan kaidah makha>rij al-huru>f maupun kaidah tajwid lainnya dari perangkat

auditoris manusia. Hematnya, dengan bacaan yang tartil dapat dipahami

kandungan pesannya oleh pembaca maupun yang mendengarkan. Disebutkan

dalam sebuah riwayat tentang bacaan yang tartil ini.


4
.‫الس ْوَرةُ فَيُ َرتِّلُ َها َح َّّت تَ ُك ْو َن أَطْ َو َل ِم ْن أَطْ َو َل ِمْن َها‬
ُّ ُ‫ت َعائِ َشةُ اهنع هللا يضر َكا َن يَ ْقَرأ‬
ْ َ‫قَال‬
Artinya:
‘A<isyah r.a berkata: ‚Biasanya Rasulullah saw. membaca sebuah surah
dengan tartil, sehingga surah itu menjadi surah yang paling panjang.
Atau juga dapat dilakukan dengan mentadaburi al-Qur’an, yaitu

merenungkan lafal-lafal untuk sampai kepada pemahaman terhadap kandungan-

kandungan maknanya. Sebagaimana yang dikatakan oleh Syekh al-‘Us\aimi>n:

‫ص ْوِل إِ َىل َم َعانِْي َها‬ ِ ِ


ُ ‫التَّ َدبَُّر ُى َو التَّأََّم ُل ِ ِْف ْاْلَلْ َفاظ ل ْل ُو‬
5

Artinya:
Tadabur ialah perenungan terhadap lafal-lafal untuk sampai kepada
kandungan-kandungan maknanya.

3. Zikir dan Munajat kepada Allah

Pada bentuk ini, na>syi’ah al-lail dengan melakukan zikir maupun munajat.

Allah menyebutkan dalam firman-Nya QS al-Muzzammil/73: 8.

3
Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemah, h. 574.
4
Muh}ammad bin ‘Abd al-Ba>qi> bin Yusuf al-Zarqa>ni> al-Mis}ri> al-Azhari>, Syarah al-
Zarqa>ni> ‘ala> Muwat}t}a’ al-Ima>m Ma>lik, Juz 2 (Cet. I; Kairo: Maktabah al-S\iqafa>h al-Di>niyyah,
2003), h. 7.
5
Muh}ammad bin S{a>leh} bin Muh}ammad al-‘Us\aimi>n, Us{u>l fi> al-Tafsi>r, Juz I (Cet. I; t.t.:
Al-maktabah al-Isla>miyyah, 2001), h. 23.
65

ۗ
(٨) ‫َّل اِلَْي ِو تَْبتِْي ًال‬ َ ِّ‫اس َم َرب‬
ْ ‫ك َوتَبَ ت‬ ْ ‫َواذْ ُك ِر‬
Terjemahnya:
Sebutlah nama Tuhanmu dan beribadahlah kepada-Nya dengan sepenuh
hati.6
Perintah selanjutnya adalah perintah untuk berzikir maupun berdoa

dengan menyebut nama-Nya yang agung baik di siang maupun malam hari

dengan penuh ketekunan. Baik dalam waktu salat maupun di luar dari itu.

Sebagaimana disebutkan dalam bentuk pertama yaitu melakukan qiya>m

al-lail berarti juga di dalamnya telah mencakup beberapa bentuk ibadah, seperti;
zikir, salat malam, munajat, tartil al-Qur’an dan lain sebagainya.

Dari uraian di atas, sangat tepat jika menjadikan malam sebagai sarana

beribadah baik ibadah salat, membaca al-Qur’an dengan tartil maupun zikir.

Allah memerintahkan menghidupkan malam dengan salat, tartil al-Qur’an serta

berzikir karena ibadah-ibadah tersebut dapat menjadikan pikiran tentram dalam

setiap detiknya. Maka ketika melakukan zikir kepada Allah akan merasakan

keagungan-Nya dan mengingat janji serta ancaman-Nya sehingga menuntun

untuk kembali kepada Allah dengan melakukan segala ketaatan dan merasa takut

untuk melakukan kemaksiatan.

Wujud na>syi’ah al-lail sebagai waktu-waktu/jam-jam di malam hari yang

digunakan untuk bangun malam melakukan segala macam ibadah yang dapat
mendekatkan diri kepada Tuhan itu lebih sesuai antara hati dan lisan, dan bacaan

al-Qur’an pada waktu itu lebih berkesan. Yakni, akan lebih berkesan bagi orang

yang membacanya dalam memahami dan mentadaburinya, dibandingkan dengan

membacanya di waktu siang. Karena pada siang hari setiap orang melakukan

berbagai aktifitas duniawi dan kebisingan di waktu itu tidak dapat dihindari.7

6
Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemah, h. 574.
7
Abi> al-Fida>’ ‘Ima>duddin Isma>‘i>l bin ‘Umar bin Kas\i>r al-Qurasyi> al-Bas}ri> Ibnu Kas\i>r,
Tafsi>r al-Qur’a>n al-‘Az}i>m (Cet. I; Beiru>t: Da>r ibn H{azm, 2000), h. 1930.
66

B. Relevansi Na>syi’ah al-Lail terhadap Kesehatan Manusia

Na>syi’ah al-lail atau bangun malam dalam artian bangun melaksanakan


ibadah yang diperintahkan untuk dikerjakan di malam hari memiliki pengaruh

ditinjau dari kesehatan jasmani maupun ruhani.

Ketika bangun dari tidur, pikiran seseorang akan lebih terang.

Sebagaimana 1 siklus jantung kira-kira terjadi selama 1 detik. Jika dalam sehari,

pada kondisi istirahat jantung berdetak sebanyak 60-80 kali permenit atau sama

dengan 100.000 kali perhari.8 Darah mengalir melalui pembuluh arteri dengan

kecepatan dan tekanan yang seragam kemudian kembali ke jantung (baik)

melalui pembuluh vena.9 Kemudian manusia rata-rata bernapas sekitar 17-30 ribu

kali perhari, pada manusia dewasa normalnya bernapas sebanyak 12-16 kali

permenit dalam keadaan beristirahat.10 Maka tidur adalah istirahat yang tepat,

karena tidur merupakan proses pemulihan tubuh yang baik, dimana saat itu

metabolisme berada dalam keadaan rileks, serta terjadinya reparasi/pemulihan

sel-sel dalam tubuh sehingga ketika terbangun tubuh akan lebih segar dan otak

kembali berfungsi dengan baik dan normal.11 Dengan demikian, sangatlah tepat

jika Allah menghendaki hamba-Nya agar ibadah malam dilaksanakan setelah

tidur, dimana pikiran yang rileks dan segar akan memudahkan seseorang dalam

menciptakan kekhusyukan memaknai ayat-ayat Allah yang dibaca maupun penuh


keikhlasan dalam berserah diri kepada-Nya.

8
Nurida Finahari, Interaksi Dinamis Sistem Kardiorespirasi (Cet. I; Yogyakarta: CV
Budi Utama, 2015), h. 3.
9
Paryono, Anatomi Fisiologi Untuk Terapis (Cet. I; Surabaya: Kenaka Media, 2020), h.
120.
10
Dewi Nur Halimah, Buku Panduan Materi Ilmu Pengetahuan Alam (Cet. I; Jawa
Tengah: Pustaka Rumah Cinta, 2020), h. 270.
11
Hans Tandra, Dari Diabetes Menuju Ginjal (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2018),
h. 126.
67

Selain itu, bangun pada malam hari menjadikan energi dalam tubuh

seseorang berada dalam kondisi yang rendah. Hal ini berdampak pada

meningkatnya intuisi dan kesadaran diri seseorang dalam mengendalikan

emosinya. Disamping itu, udara terasa segar dan oksigen masuk ke dalam paru-

paru dan diedarkan ke seluruh tubuh dengan lancar.

Pada saat malam hari, suasana lebih hening karena gelombang otak dalam

keadaan alpha (8-12 kali/detik). Sehingga saat-saat seperti ini akan menghasilkan

kekhusyukan. Gelombang alpha terjadi saat akan tidur dan setelah tidur, juga

terjadi saat beribadah dengan khusyuk maupun terjadi pada kondisi normal orang

dewasa yang melakukan pekerjaan yang tidak memberatkan pikiran atau

menguras energi otak. Gelombang ini dikenal sebagai pintu gerbang menuju

pikiran bawah sadar. Fungsi utamanya sebagai jembatan penghubung antara

pikiran sadar dan pikiran bawah sadar. Sehingga gelombang alpha

memungkinkan seseorang menyadari keberadaan mimpi atau ibadah dengan

sangat khusyuk. Maka dengannya, seseorang dapat mengingat mimpi pada saat

bangun maupun mengingat jumlah rakaat salat pada saat melaksanakannya.12

Terdapat pula gelombang theta yang terjadi ketika seseorang tidur, bermimpi

maupun saat melakukan ibadah dengan kekhusyukan yang mendalam. Sehingga

gelombang ini disebut juga dengan gelombang ketenangan.13

12
Gelombang ini adalah jenis yang frekuensinya sedikit lebih lamban daripada
gelombang betha, kisaran 8-12 Hz. Gelombang ini terkait dengan kondisi pikiran yang rileks dan
santai. Supriyo Ki Temurose, Salat Mencerdaskan Otak dan Memuliakan Manusia (Cet. I;
Yogyakarta: Diandra Kreatif, 2017), h. 88.
13
Gelombang theta adalah gelombang otak yang dihasilkan oleh pikiran bawah sadar
dengan kisaran frekuensi 4-8 Hz. Pikiran bawah sadar menyimpan berbagai informasi. Dengan
kata lain, pikiran ini lebih cerdas, bijaksana dan lebih cepat dibanding dengan pikiran sadar.
Kemampuan pikiran bawah sadar jauh lebih unggul dalam hal kemampuan persepsi, konseptual,
emosi maupun dalam hal kemampuan respons. Supriyo Ki Temurose, Salat Mencerdaskan Otak
dan Memuliakan Manusia, h. 87.
68

Selain itu dalam kajian psikologi, seseorang yang terbiasa bangun malam

lalu merenungkan makna dan tujuan hidup dalam suasana hati dan pikiran yang

jernih serta dalam keadaan privasi, maka kecerdasan spiritualnya (SQ-spiritual

quotient) akan semakin tajam sehingga seseorang yang bangun malam tersebut
menjadi lebih bijak (wise), ia akan lebih mampu mengendalikan dirinya di tengah

badai kehidupan yang bergejolak sebab kedekatannya dengan Tuhan, yang

curahan kasih-Nya selalu dirasakan dalam setiap detak jantung dan langkah

kakinya.14

Di antaranya pada saat seseorang menggelar sajadah untuk menunaikan

ibadah salat malam, maka seseorang itu tengah berada dalam kondisi layaknya

orang yang melakukan meditasi dan relaksasi atas kelenjar pineal. Ini akan

menspiritualkan intelektual seseorang disertai dengan kemampuan personal

untuk selalu mendekatkan diri kepada Allah serta menjalin hubungan yang

harmonis dengan sesamanya. Tak hanya itu, pada saat matahari terbenam,

kelenjar pineal mulai bekerja dan memproduksi hormon melatonin dalam jumlah

besar dan mencapai puncaknya pada pukul 02.00 hingga 03.00 dini hari. Hormon

inilah yang kemudian menghasilkan turunan asam amino triptofan dalam jumlah

besar pula. Namun, salat malam tidak hanya memberikan pengaruh pada posisi

melatonin. Gerakan ibadah di sepertiga malam terakhir juga memberikan


pengaruh tertentu pada tubuh. Setidaknya, pada saat berdiri tegak dan

mengangkat takbir secara tidak langsung akan membuat rongga toraks dalam

paru-paru membesar. Ini akan menyebabkan banyaknya oksigen yang masuk ke

dalamnya, juga ada kesegaran yang dirasakan ketika seseorang dapat menghirup

udara segar ke dalam paru-parunya di keheningan malam itu.

14
Kamaruddin Hidayat, Psikologi Ibadah (Cet. I; Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta,
2008), h. 105.
69

Juga pada malam hari tubuh akan mengeluarkan hormon beta-endorfin

dan serotonin. Endorfin mampu menimbulkan perasaan senang dan nyaman

sehingga seseorang berenergi.15 Penemuan tentang salat malam dapat

menyembuhkan berbagai macam penyakit, hal ini terjadi karena pada saat

pelaksanannya otak dapat mengeluarkan zat endorfin yang menenangkan setiap

penyakit. Proses pengeluaran zat endorfin yang dilakukan oleh otak dapat

meredakan rasa sakit dan terjadi saat dalam keadaan terjaga maupun saat bangun

dari tidur, dimana pengeluaran endorfin lebih banyak terjadi ketika dalam

keadaan terjaga daripada ketika tertidur pulas.

Pelaksanaan salat malam secara rutin akan berpengaruh pada rendahnya

hormon kortisol. Hormon ini merupakan hormon yang terlibat dan dipengaruhi

dalam sistem fisiologis seperti stres. Hormon ini memiliki efek anti inflamasi

yang signifikan, menghambat perkembangan dan meningkatkan resolusi dari

respon inflamatori, dimana kadar tertinggi hormon ini ada pada pagi hari dan

kadar terendahnya ada pada tengah malam, keadaan malam dengan rutinitas yang

merilekskan inilah yang kemudian menjadikan hormon kortisol terkendali dan

tidak masuk ke darah dengan jumlah yang berlebihan.16

Manfaat lainnya dalam hal pembakaran kalori panas pada badan, yaitu

rata-rata 10 kalori dalam setiap rakaat dan ini berdampak pada berkurangnya
tekanan darah.17 Selain itu, salat malam juga sangat berpengaruh pada

15
Kedua hormon ini (beta-endorfin dan serotonin) adalah jenis hormon baik yang
meningkatkan kualitas kesehatan manusia, baik secara fisik maupun psikis. Endorfin adalah jenis
hormon yang diproduksi oleh kelenjar pituitary di otak manusia saat seseorang mengalami rasa
senang dan bahagia. Di antaranya muncul sebagai akibat dari perasaan ikhlas dan damai
seseorang yang berzikir dan melakukan salat dengan khusyuk. Hormon ini bertindak seperti
morfin. Bahkan dikatakan 200 kali lebih kuat daripada morfin. Agus Mustafa, Jangan Asal Ikut-
ikutan Hisab & Rukyat (Surabaya: Padma Press, t.th.), h. 142.
16
Joyce M Black dan Jane Hokanson Hawks, Medicial Surgical Nursing: Endocrine
Systems Disordes (Singapore: Elsevier, t.th.), h. 9.
17
Al-Tadawi bi al-S{alah (Dahsyatnya Terapi Shalat), terj. Ubaidillah Saiful Akhyar (Cet.
VIII; Jakarta: Maghfirah Pustaka, 2013), h. 119.
70

meningkatnya kecerdasan maupun menguatkan hafalan, menguatkan daya tahan

tubuh dan menghindarkan dari penyakit jantung, mencegah stres dan penyakit

kanker, sebagai terapi otot dan tulang serta dapat menjaga kesehatan lambung.

Maka salat tahajjud adalah ibadah yang tepat dalam hal ini.

Selain itu, membaca al-Qur’an dengan tartil juga membawa manfaat bagi

yang membaca maupun yang mendengarkannya, di antara manfaatnya ialah

membuat jiwa lebih tenang dan lebih menikmati hidup, mengurangi tingkat stres,

lebih mampu dalam mengendalikan pikiran dan menciptakan kefokusan terhadap

amalan yang dikerjakan, otak lebih mudah memahami sesuatu, menjadikan

pikiran lebih kreatif dan lateral serta meningkatkan ingatan secara signifikan.18

Melantunkan ayat-ayat al-Qur’an dengan mengeluarkan suara serta

dengan tajwid dan intonasi yang tepat akan memberikan sentuhan kepada sel-sel

dalam tubuh termasuk menormalkan sel-sel yang sakit.19 Sebuah suara yang

keluar dari tenggorokan akan ke udara dan kemudian masuk melewati telinga dan

seterusnya tersampaikan ke seluruh sel dalam tubuh. Suara yang terdengar

dengan irama dan frekuensi tertentu mengandung informasi spesifik sehingga

dapat memberi rangsangan kepada sel. Al-Qur’an yang tersusun secara sistematik

dengan irama dan pengulangan kata yang serasi ternyata memiliki informasi yang

spesifik pada setiap ayatnya. Dengan informasi yang spesifik ini bisa membuat
sel yang sakit menjadi sembuh.20 Maka, suatu perpaduan yang sempurna lagi

indah manakala tartil al-Qur’an dilantunkan pada sepertiga malam yang terakhir.

Disamping itu, melakukan zikir maupun membaca al-Qur’an di malam

hari akan mengeluarkan CO2 saat udara diembuskan keluar mulut, hal ini

18
Abdul Wafi dan Imroatul Mufidah, Dosenku, Mahasiswa Saya (t.t.: Duta Media
Publishing, 2020), h. 120.
19
Veni Hadju, Pesan Dakwah Seorang Profesor (Cet. II; Bogor: Penerbit IPB Press,
2017), h. 7.
20
Veni Hadju, Pesan Dakwah Seorang Profesor, h. 35.
71

didasarkan pada terdapatnya huruf-huruf jahr pada lafaz zikir maupun lafaz-lafaz

al-Qur’an yang mengakibatkan udara dapat keluar dari dalam paru-paru melalui

mulut. Sehingga, seseorang yang memahami dan melakukannya dengan khusyuk

akan menjadikan aliran CO2 yang keluar dari pernapasan lebih banyak terutama

ketika melafalkan huruf-huruf jahr. Pengucapan ini akan mengakibatkan kadar

CO2 dalam otak secara teratur menurun jumlahnya. Secara kimiawi, hal ini

mengakibatkan diameter dinding pembuluh darah cenderung mengecil.

Pengeluaran udara yang banyak dari paru-paru ini akan memengaruhi kandungan

CO2 dalam darah yang beredar keseluruh tubuh. Pengecilan diameter pembuluh

darah hanya terjadi sesaat, karena keadaan itu akan menurunkan jumlah aliran

darah pada jaringan otak. Namun tubuh secara otomatis akan memunculkan

reaksi tubuh untuk mendapatkan oksigen sebanyak-banyaknya, yaitu dengan

menguap.21

Dari uraian di atas, ditemukan bahwa pada waktu sahur atau sepertiga

malam terakhir akan terjadi peningkatan kadar gula secara mendadak bagi

penderita diabetes, juga dapat mengurangi naiknya tekanan darah secara

mendadak, sehingga bangun pada malam hari dapat menjaga dari kram otak,

serangan jantung, mengurangi pembekuan darah saat tidur panjang dan penyebab

lain yang dapat mengakibatkan terjadinya pembekuan darah, dengan catatan ada
kegiatan yang dapat merefleksikan tubuh yang dilakukan saat bangun pada

malam hari.

Pada waktu malam, secara fisik indrawi manusia diistirahatkan dalam

fungsi optimalnya (jarak pandang mata terbatas, materi yang didengar menjadi

limit, penciuman menciut dan aktivitas gerak menjadi minim). Pada malam hari,

ketajaman fungsi akal akan menyebabkan kurangnya human error dalam

21
Arman Yurisaldi Saleh, Berzikir untuk Kesehatan Syaraf (Cet. I; Jakarta: PT Buku
Kita, 2018), h. 59-60.
72

tindakan. Meningkatnya kepekaan rasa dan menjadikan naiknya nilai kearifan.

Hidupnya ruhani menyebabkan jauh dan meluasnya analisis seseorang; ia tidur

namun pada dasarnya sadar, dan ia semakin sadar dalam kesadarannya. Dengan

berfungsinya ketiga hal tersebut maka otomatis akan memberikan multiplier

effect bagi penguasaan hawa nafsunya, sehingga dominasi hawa nafsu yang
kurang terpuji menurut Islam seperti amarah, lawwamah dan sufiyah mampu

dimarginalkan sehingga terjadilah dominasi hawa nafsu mutmainnah.22

Bangun malam juga menjadi salah satu jalan yang paling ekfektif dalam

meningkatkan spiritual quotient. Penguatan dan disiplin mental-spiritual agar

dapat terasah dengan baik dapat dilakukan dengan meniru pola yang dilakukan

Rasulullah sebelum memulai dakwah. sebagaimana petunjuk Allah Swt. dalam

firman-Nya pada QS al-Muzzammil, yang dinamakan dengan langkah al-

Muzzammil ayat 1-9.23 Menurut pola ini, adanya orientasi vertikal kepada

Tuhan, pelatihan spiritual dilakukan dengan bangun di malam hari untuk salat

(tahajjud), membaca al-Qur’an dengan tartil dan menyebut nama Tuhan (zikir),

beribadah dengan ikhlas bukan atas dasar keterpaksaan, serta menjadikan Allah

sebagai Pelindung dan Tempat mencurahkan segala kegelisahan dalam hati.

Malam hari dipilih sebagai salah satu pelatihan spiritual karena keheningan dan

ketenangannya memungkinkan bacaan suci al-Qur’an menjadi berkesan dan


membekas di hati. Gradasi al-Qur’an menjadi ‘perkataan berat’ bagi mereka yang

menjalani pelatihan spiritual ini bergantung pada kuat dan mendalamnya kesan

yang bisa diserap jiwa selama pembacaan berlangsung.24

22
Ika Rochdjatun Sastrahidayat, Ridho Allah Tergantung anda, h. 88.
23
Muhammad Andri Setiawan dan Karyono Ibnu Ahmad, Pengantar Bimbingan dan
Konseling Pendekatan Qur’ani: Dalam Berbagai Kekhasan Setting Kehidupan (Cet. I;
Yogyakarta: CV Budi Utama, 2020), h. 98.
24
Sanerya Hendrawan, Spiritual Management: From Personal Eblightenment Towards
God Corporate Governance (Cet. I; Bandung: Mizan Pustaka, 2009), h. 112.
73

Selanjutnya adalah memeperhatikan penampilan diri, dimana seseorang

hendaknya memperhatikan penampilan dirinya dan bagaimana dia bersikap. Ini

penting untuk memberi kesan yang menyenangkan bagi yang dijumpai, respon

yang baik dan gerakan tubuh juga sangat penting.25 Hal inilah yang seharusnya

dilakukan pada malam hari, ketika menjumpai Allah.

Semua arahan dalam QS al-Muzzammil berupa zikrullah, tabattul,

tawakkal dan ibadah mampu membekali manusia dalam menghadapi berbagai


rintangan hidup yang berat. Dengan adanya penguatan spiritual maka akan

melahirkan kemampuan untuk menemukan makna hidup serta memperhalus budi

pekerti.

Untuk itu, dalam rangka membangun kecerdasan spiritual tersebut,

diperlukan ketaatan dalam menjalankan perintah agama baik yang bersifat

ritualistik maupun perilaku profetik (kenabian) dalam kehidupan sosial. Dalam

kerangka ini perintah agama untuk melakukan ibadah mahdhoh (ritual) seperti

salat, zikir dan lain sebagainya yang merupakan jalan untuk mendekatkan

hubungan diri dengan Allah Swt. Kedekatan dengan Allah akan melahirkan

kesadaran akan makna hidup dan dengan itu akan membuahkan kesalehan sosial.

Sehingga kesalehan personal yang terwujud dalam hubungan manusia dengan

Tuhannya dan kesalehan sosial yang terjalin dalam hubungan manusia dengan
sesama dalam alam semesta, bukan semata-sama hal yang berdiri sendiri-

sendiri.26

Dengan berzikir di malam hari, maka akan menghilangkan kegundahan

dan kegelisahan yang ada di hati, hati menjadi lapang, serta menghilangkan

25
Muhammad Andri Setiawan dan Karyono Ibnu Ahmad, Pengantar Bimbingan dan
Konseling Pendekatan Qur’ani: Dalam Berbagai Kekhasan Setting, h. 101.
26
Ida Fauziyah, Geliat Perempuan Pasca-Reformasi: Agama, Politik, Gerakan Sosial
(Cet. I; Yogyakarta: PT. LKIS Pelangi Aksara, 2015), h. 230.
74

perasaan takut yang tertanam pada jiwa sehingga ketenangan akan selalu

diraih.27 Selain itu, bangun malam juga menumbuhkan jiwa juang pada diri

manusianya, dimana akan hilangnya perasaan takut, cemas dalam menjalani

tantangan hidup, bahkan optimisme juang lebih bergelora pada setiap langkah

yang dilalui dalam menelusuri ruang kehidupan tanpa menafikkan ketenangan

jiwanya.28

Dalam sahih Bukha>ri> Muslim diriwayatkan bahwa Nabi saw. bersabda:

َّ ‫ َع ْن أَِِب ُىَريْ َرةَ َر ِض َي‬،‫ َع ِن اْل َْعَرِج‬،‫الزَان ِد‬


ُ‫اَّلل‬ ِّ ‫ َع ْن أَِِب‬،‫ك‬ ٌ ِ‫َخبَ َرَان َمال‬
ْ ‫ أ‬:‫ال‬ َ َ‫ ق‬،‫ف‬َ ‫وس‬
َِّ ‫حدَّثَنا عب ُد‬
ُ ُ‫اَّلل بْ ُن ي‬ َْ َ َ
ِ
‫َحد ُك ْم إِذَا ُى َو َان َم‬ ِ ِ ِ َ َ‫صلَّى هللاُ َعلَْي ِو َو َسلَّ َم ق‬ َِّ ‫ول‬
َ ‫ يَ ْعق ُد الشَّْيطَا ُن َعلَى قَافيَة َرأْ ِس أ‬:‫ال‬ َ ‫اَّلل‬ َ ‫َن َر ُس‬ َّ ‫ أ‬:ُ‫َعْنو‬
‫ فَِإ ْن‬،ٌ‫ت ُع ْق َدة‬ َ ‫ فَ ْارقُ ْد فَِإ ِن ا ْستَ ْي َق‬،‫يل‬ ٍ ٍ
ْ َّ‫ ْاْنَل‬،َ‫اَّلل‬
َّ ‫ظ فَ َذ َكَر‬ ِ
ٌ ‫ك لَْي ٌل طَو‬ َ ‫ب ُك َّل ُع ْق َدة َعلَْي‬ُ ‫ض ِر‬ْ َ‫ث عُ َقد ي‬ َ َ‫ثَال‬
ِ
‫س‬ َ ِ‫َصبَ َح َخب‬
ِ ‫يث النَّ ْف‬ ْ ‫س َوإَِّال أ‬ِ ‫ب النَّ ْف‬ ِ
َ ّ‫َصبَ َح نَشيطًا طَي‬ ْ ‫ فَأ‬،ٌ‫ت عُ ْق َدة‬ ْ َّ‫صلَّى ْاْنَل‬َ ‫ فَِإ ْن‬،ٌ‫ت ُع ْق َدة‬ ْ َّ‫ضأَ ْاْنَل‬
َّ ‫تَ َو‬
29
)‫البخاري‬ ‫ (رواه‬.‫َك ْسالَ َن‬

Artinya:
‘Abdullah bin Yu>suf menceritakan kepada kami, bahwa Ma>lik
mengabarkan kepada kami, dari Abi> al-Zina>d, dari al-A’raj, dari Abi>
Hurairah r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda: Setan mengikat tiga simpul
di tengkuk kepala manusia saat ia tidur. Pada setiap simpul ia memukul dan
mengucapkan kalimat ‘kamu akan melewati malam yang panjang, olehnya
itu tidurlah’. Maka jika ia bangun dari tidur dan mengingat Allah, simpul
pertama lepas. Jika berwudu, simpul kedua terlepas. Jika ia melaksanakan
salat, simpul ketiga terlepas sehingga bangun dengan perasaan yang
semangat lagi segar dan hati yang baik. Jika tidak demikian, maka di pagi
hari ia bangun dengan hati yang muram dan dalam keadaan malas.30

27
Ali Akbar bin Aqil dan M. Abdullah Charis, 5 Amalan Penyuci Hati (Cet. I; Jakarta:
QultumMedia, 2016), h. 244-246.
28
Hal ini sejalan dengan pemikiran KH. Ahmad Marzuki Hasan dan penemuan Prof. Dr.
Dadang hawari, yang menyatakan bahwa zikir merupakan bentuk komitmen keagamaan
seseorang yang menjadi unsur penyembuh penyakit atau sebagai psikoterapeutik yang mendalam,
dan juga sebagai psikoreligius yang dapat membangkitkan rasa percaya diri seseorang serta
optimisme.
29
Muhammad bin Isma>’i>l Abu> ‘Abdillah al-Bukha>ri> al-Ju’fi>, al-Ja>mi’ al-Musnad al-S{ah}i>h}
al-Mukhtas}ir min Umu>r Rasulillah saw. wa Sunnatih wa Ayya>mih, Juz 2, h. 52.
30
Ibnu Qayyim al-Jauziyah, Al-T{ibbu al-Nabawi> (Ath-Thibbu An-Nabawi), terj. Abu
Firly (Cet. I; Yogyakarta: DIVA press, 2020), h. 273.
75

Malam hari memang menampilkan kegelapan, tetapi dengan kegelapan

malam menjanjikan sebuah keheningan, kesendirian, kepasrahan, kesyahduan,

kerinduan, ketenangan dan kehusyukan. Suasana batin seperti ini sangat sulit

diwujudkan di siang hari. Seolah-olah yang lebih aktif di siang hari ialah unsur

rasionalitas dan maskulinitas sebagai manusia dan ini mendukung kapasitas

manusia sebagai khalifah di muka bumi. Sedangkan di malam hari yang lebih

aktif ialah unsur emosional-spiritual dan femininitas seseorang dan hal ini

mendukung kapasitasnya sebagai seorang hamba (‘abid). Dua kapasitas ini

menjadi penunjang keberhasilan seseorang. Sehebat apapun prestasi sosial

seseorang tapi gagal membangun dirinya sebagai hamba yang baik maka itu akan

menjadi hal yang sia-sia belaka. Hal yang sama juga terjadi sebaliknya.31

Sebagaimana penelitian menemukan bahwa kurangnya kecerdasan

spiritual terhadap diri seseorang akan memberi dampak pada kurang

termotivasinya seseorang tersebut untuk belajar dan sulit untuk berkonsentrasi.32

Sehingga, mengakibatkan pada munculnya kesulitan dalam memahami suatu

pelajaran. Olehnya itu, kecerdasan spiritual mampu mendorong seseorang

mencapai titik keberhasilan dalam belajarnya sebab kecerdasan spiritual

merupakan dasar yang mendorong kecerdasan intelektual (IQ) berfungsi secara

efektif, begitupun terhadap kecerdasan emosional (EQ).

C. Hikmah Na>syi’ah al-Lail dalam QS al-Muzzammil/73: 6

Dalam QS al-Muzzammil/73: 6 menyebutkan bahwa hikmah na>syi’ah al-

lail merujuk kepada dua hal, yaitu:

31
Nasaruddin Umar, Islam Fungsional: Revitalitas & Reaktualitas Nilai-Nilai Keislaman,
h. 66.
32
Jarot Wijanarko, Maksimalkan Otak Anak Anda: Multiple Intelligences-Kecerdasan
Majemuk Tips Menjadikan Anak Cerdas (Jakarta: Keluarga Indonesia Bahagia, t.th.), h. 16.
76

1. ‫اش ُّدَوطْئًا‬

Kata keterangan ‫ َوطْئًا‬bermakna menginjakkan kaki dan juga persetujuan.


Hal ini berdasarkan firman-Nya dalam QS al-Taubah/9: 120.

...‫َّار‬ ُ ‫ َوَال يَطَئُو َن َم ْو ِطئًا يَغِي‬...


َ ‫ظ الْ ُكف‬
Terjemahnya:
...dan tidak (pula) menginjakkan suatu tempat yang membangkitkan
amarah orang-orang kafir...33

Juga dapat bermakna kesan kuat dan abadi yang masuk ke dalam jiwa
manusia. Istilah tersebut juga dapat diartikan sebagai keharmonisan yang dialami

hati, penglihatan dan pendengaran manusia, yang terwujud pada waktu ibadah

tersebut.34 Asyaddu wat}’an berarti lebih berenergi atau lebih kuat perihal dampak

atau kejadian.

Waktu malam lebih kuat mengisi jiwa mengingat waktu itu merupakan

waktu yang khidmat sehingga bisa lebih mudah menghadirkan kekhusyukan

dalam melakukan komunikasi dengan Sang Pencipta.35 Bangun pada waktu

malam lebih kuat dalam mengisi jiwa. Artinya, suasana khidmat pada dini hari

dapat menghadirkan kekhusyukan hati dan batin sehingga cahaya Ilahi lebih

mudah memasuki ruang kalbu. Komunikasi yang lebih intens dengan Sang

Khalik akan menumbuhkan kekuatan pada jiwa.

Pada ayat bahasan ini menggambarkan bahwa apa yang dihadirkan oleh

seorang hamba dalam melakukan ibadah di malam hari adalah lebih kuat bagi

33
Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemah, h. 206.
34
Ayatullah Allamah Kamal Faqih Imani dan Tim Ulama, An Enlightening Commentary
into The Light of The Holy Qur’an, vol. 17 (Tafsir Nurul Qur’an: Sebuah Tafsir Sederhana
Menuju Cahaya al-Qur’an), terj. Ali Yahya, Jilid 17 (Cet. I; Jakarta: Nur al-Huda, 2013), h. 630.
35
Abdul Hadi, KH. Hasyim Asyari (Cet. I; Yogyakarta : Diva Press, 2018), h. 65.
77

pendengaran dan hati serta lebih mudah untuk memperoleh pemahaman atas

ibadah yang dilakukan. Sebagaimana H{asan r.a. mengatakan, ‚Seseorang akan

meresapi apa yang ia kerjakan dalam kesendirian.‛ Adapun Lukman telah

berpesan kepada anaknya, ‚Wahai anakku, janganlah kamu merendahkan dirimu

dengan mengeluarkan suara pada malam hari (menampakkan apa yang kamu

lakukan pada waktu malam)‛36

Sehingga, amalan yang dilakukan pada malam hari lebih menyentuh hati

sebab ketenangan yang tercipta pada waktu malam, tanpa ada gangguan akan

kebisingan suara. Tidak hanya sebatas itu, dengan bangun malam dapat lebih

memudahkan seseorang dalam memahami dan menyerap setiap pengetahuan

yang digalinya di waktu tersebut, ingatannya semakin tajam dan lebih kuat

dalam menyimpan gudang pengetahuan serta hatinya dapat dengan mudah

memasuki relung rasa terhadap apa yang dihadapi.

2. ً‫ل‬
َ ‫أقْومَق ْي‬

Bentuk kata sifat komparatif Arab aqwama, seakar dengan kata qiya>m

(bangun), yang bermakna ‘lebih kokoh, lebih lurus’. Bentuk kata kerja pasif Arab

qi>lan bermakna mengingat Allah Swt. dan membaca al-Qur’an.


Bacaan pada waktu malam memiliki efek dan dampak yang lebih

berkesan. Setiap bacaan salat yang dilafalkan, ayat-ayat al-Qur’an yang


dilantunkan dengan tartil, dan doa-doa yang dipanjatkan akan menghasilkan

pengaruh yang berbeda jika dibandingkan dengan siang hari. Keheningan malam

tersebut membuat setiap kata begitu bermakna dan setiap kalimat begitu

menghujam ke dalam dada.37 Selain itu memberikan kemudahan dalam

36
Abu> Muh}ammad Sah\l bin ‘Abdullah bin Yu>nus bin Rafi>’i al-Tustari>, Tafsi>r al-Tustari>
(Cet. I; Beiru>t: Da>r al-Kutub al-‘Alamiyyah, 1423 H), h. 180.
37
Abdul Hadi, KH. Hasyim Asyari, h. 65.
78

merenungi dan membaca al-Qur’an. Ucapan lebih tepat dan bacaannya lebih

mantap disebabkan kehadiran hati pada saat itu, kemudian lebih seimbang dan

istiqamah untuk menempuh jalan yang benar lagi hak.38

Begitu juga dengan proses belajar yang dilakukan di waktu malam akan

lebih mudah untuk diingat dan dipahami, karena malam adalah waktu yang

sunyi, tenang, dan badan merasa segar setelah beristirahat (tidur) sehingga

membuat tubuh dan pikiran dalam kondisi nyaman, yang membuat manusianya

dapat berkonsentrasi dengan baik. Anjuran ini bukan sekedar anjuran biasa tanpa

adanya pembuktian. Namun, kesuksesan para ulama pada zaman terdahulu dalam

menulis beberapa kitab mereka yang kemudian menjadi karya besar dan

fenomental dilakukan di malam hari.39

Dikisahkan oleh seorang ibu yang menjadi tetangga Da>ud al-T{a’i, ia

mengatakan, ‚Rumah kami dengan rumah Da>ud hanya terpisahkan dengan

pemabatas tembok yang tidak cukup tinggi. Aku sering mendengar rintihan di

sepanjang malam tanpa henti. Atau terkadang aku mendengar dengungan bacaan

al-Qur’an di waktu sahur (sepertiga malam terakhir). Aku dapat merasakan

semua kenikmatan dunia terhimpun pada dengungan tersebut.‛ Maka tidak

diragukan lagi, bahwa membaca al-Qur’an dengan tartil, penuh penghayatan dan

perenungan pada akhir malam atau di saat semua manusia tertidur dengan pulas
dan suasana begitu sunyi, maka pasti akan memengaruhi jiwa dan menenangkan

hati.40

Ayat ini termasuk di antara ayat-ayat yang mengungkapkan dengan jelas

keutamaan salat/ibadah di malam hari dan di waktu fajar. Saat itu, pikiran

38
Wahbah al-Zuh}aili>, Al-Tafsi>r al-Muni>r: fi ‘Aqidah wa al-Syariah wa al-Manhaj, Juz 29-
30, h. 194.
39
Ahmad Erkan, 4 Shalat Dahsyat (Cet. I; Jakarta: Kaysa Media, 2016), h. 3.
40
Badar bin Nas}ir al-Badar, Halu Salaf ma‘a al-Qur’a>n (Kisah Kaum Salaf Bersama al-
Qur’an) terj. Dudi Rosyadi (Cet. I; Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2017), h. 562.
79

manusia tidak begitu sibuk dengan urusan duniawi dan karenanya dapat

menyucikan dan membantu perkembangan jiwa manusia. Sebagaimana diketahui

bahwa jiwa manusia pada dasarnya memang disiapkan untuk beribadah kepada

Allah Swt. dan zikir mengingat-Nya. Pada ayat ke-7 merefleksikan fakta bahwa

manusia sibuk dengan berbagai urusannya di siang hari, sehingga dapat

menghabiskan malam dengan melakukan ibadah. Sedangkan pendapat lain

mengemukakan bahwa, disebabkan setiap manusia memikul beban berat dari

kewajibannya, maka ia dapat menguatkan jiwanya dengan mendirikan salat atau

ibadah lainnya di malam hari.41

41
Ayatullah Allamah Kamal Faqih Imani dan Tim Ulama, An Enlightening Commentary
into The Light of The Holy Qur’an, vol. 17 (Tafsir Nurul Qur’an: Sebuah Tafsir Sederhana
Menuju Cahaya al-Qur’an), terj. Ali Yahya, Jilid 17, h. 630.
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pemaparan pada setiap bab sebelumnya, maka dapat

ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Na>syi’ah al-lail memuat dua pengertian. Pertama, na>syi’ah al-lail

merupakan waktu-waktu malam. Kedua, na>syi’ah al-lail merupakan

kejadian/peristiwa di waktu-waktu malam, dalam artian apa-apa yang

dihadirkan oleh seorang manusia dalam melaksanakan ibadah di malam

hari.

2. Eksistensi na>syi’ah al-lail dalam QS al-Muzzammil/73: 6 berdasarkan

pemahaman atas munasabah ayat adalah memanfaatkan waktu-waktu

malam dengan ber-qiya>m al-lail melaksanakan ibadah salat malam,

tadabur dan tartil al-Qur’an, zikir dan penyerahan diri kepada Sang

Khalik. Ayat ini mengindikasikan keadaan malam Rasulullah yang

digunakannya untuk melaksanakan salat malam dengan bacaan tartil al-

Qur’an dan bermunajat pada-Nya sehingga mengokohkan spiritual dan

intelektualnya dalam mengemban risalah kenabian.

3. Bangun pada malam hari memberi manfaat dalam kehidupan manusia, di


antaranya pelaksanaan salat malam akan meningkatkan zat nitrit oksida

(NO) dalam darah yang akan membuang radikal bebas dari dalam tubuh,

juga mengurangi naiknya kadar hormon kortisol di malam hari sehingga

akan meningkatkan daya ingat dan memperoleh konsentrasi yang

mendalam. Selain itu, dengan bangun malam (melakukan ibadah pada

sepertiga malam terakhir) dapat membantu penyerapan oksigen yang

masuk ke dalam tubuh, mengingat bahwa pada saat itu udara yang dihirup

80
81

sangatlah baik. Disamping itu, kecerdasan dapat dihasilkan di malam hari,

ini disebabkan suasana yang hening lagi sejuk, ditambah dengan tidur

yang cukup sebelum bangun malam menjadikan tubuh dan pikiran berada

dalam kondisi rileks dan seseorang dapat berkonsentrasi dengan baik.

Manfaat lainnya, adalah energi munasabah diri sangat tinggi di malam

hari, ini berdasarkan pada kesulitan yang dihadapi pada saat siang hari

dapat direnungkan lebih mendalam pada waktu malam ataupun saat

merenungkan dosa-dosa maupun amalan yang telah dilakukan, maka pada

malam hari dapat lebih disadari/dihayati sehingga akan ditemukan solusi

dan progress yang tepat untuk diri manusianya. Selanjutnya, malam hari

menjadi puncak spiritualitas seseorang. Hal ini didasarkan jika seseorang

merasa adalah makhluk yang lemah, biasa dan tidak memilki daya

maupun upaya tanpa mendapatkan pertolongan dari Allah maka secara

otomatis seseorang memiliki spirit atau kekuatan lebih untuk


mendekatkan diri kepada-Nya. Dapat pula ketika seseorang

mengharapkan untuk menjadi hamba yang dekat dengan Tuhannya lebih

sulit jika dilakukan secara bersama-sama karena untuk mencapai

spiritualitas yang tinggi membutuhkan waktu untuk berkontemplasi

secara khusus agar dirinya dapat melakukan intropeksi secara baik dan
khusyuk. Maka, bangun malam adalah pergerakan yang tepat dalam

menciptakan hubungan yang lebih intim dengan Sang Pencipta. Selain itu

juga, bangun malam dapat mengokohkan jiwa. Hal ini akan berpengaruh

pada terciptanya jiwa juang manusia dalam mengemban amanah maupun

dalam mengelola setiap petak kehidupannya.

4. Na>syi’ah al-lalil dalam QS al-Muzzammil/73: 6 berorientasi kepada dua


hikmah. Bangun pada malam hari akan menghadirkan suasana yang
82

khidmat dan tenang, sehingga memperoleh: a)ً‫وطئا‬ ‫أش ّد‬, yaitu amalan

salat malam, tartil dan tadabur al-Qur’an serta zikir maupun munajat yang

dilakukan di malam hari akan lebih memantapkan jiwa dan hati,

mengokohkan sisi keruhanian/spiritual. Selain itu, setiap

pelajaran/pekerjaan yang dilakukan di waktu itu lebih terasa menyatu

dengan pemahaman hati. b) ‫أَقْ َوُم قِ ًيال‬, yaitu keheningan di malam hari

menjadikan setiap bacaan tartil al-Qur’an maupun bacaan salat/zikir lebih

terasa bermakna dan setiap kalimatnya lebih mudah untuk dipahami dan

diresapi. Dalam artian, hikmah ini memberikan efek pada penguatan

intelektual terhadap pelakunya. Melakukan perenungan/pengulangan

terhadap suatu materi di waktu itu akan membuka cakrawala dan

menghasilkan ide-ide cemerlang.

B. Implikasi dan Saran

Penelitian tentang na>syi’ah al-lail memberikan pemahaman bagaimana

kehadiran malam tidak hanya sekedar perintah untuk menghidupkannya. Akan

tetapi bangun malam dapat menghasilkan hormon kebahagiaan yang akan

menjadikan seseorang lebih berenergi. Hormon ini dapat dihasilkan ketika tidur,

namun lebih banyak dihasilkan saat terjaga dengan keadaan rileks. Disamping itu

juga adanya hormon melatonin yang memberikan manfaat pada pembersihan


penyakit lambung, mengurangi kolestrol dan memperlambat gejala-gejala

ketuaan. Dan juga pada malam hari gelombang otak dalam keadaan alpha

sehingga pada situasi ini dapat lebih mudah menghasilkan kekhusyukan.

Tidak hanya itu, bangun malam dapat memudahkan seseorang dalam

memahami setiap apa yang dipelajari di waktu malam tersebut, sehingga sangat
bermanfaat bagi pelajar untuk mendaraskan hafalan atau pelajaran di waktu
83

malam setelah melakukan ibadah kepada Allah, karena mendekatkan diri kepada

Allah adalah unsur yang penting sebelum memulai/saat melakukan pekerjaan

yang lain.

Skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan nilai bacaan, sehingga masih

banyak yang harus dikembangkan. Maka dengannya peneliti mengharapkan para

pembaca khususnya kalangan akademik untuk terus menggali, mengembangkan

dan mengkaji bahasan tentang na>syi’ah al-lail, terutama pada bahasan yang lebih

mendalam tentang kinerja otak saat bangun malam.


DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur’an al-Kari>m
‘Abd al-Ba>qi>, Muhammad Fu’a>d. Al-Mu’jam al-Mufahras: Li Alfa>z} al-Qur’a>n al-
Kari>m. Bandung: t.p., t.th.
‘Abd al-Ha>di>>, bin Muh}ammad bin ‘Abd al-Ha>di> bin Bakri> bin Muh}ammad bin
Mahdi> bin Mu>sa> bin Ju’s\am bin ‘Aji>l. Tahqi>q al-Tajri>d fi> Syarah Kita>b
al-Tauh}i>d, Juz 1. Cet. I; al-Riya>d}: Ad}wa>’u al-Salaf, 1999.
1 Jam Sehari Bisa Menghafal Juz Amma (t.d)
Abdulraheem, Abdulazeez. 80 % Qur’anic Words: Classified Word Lists for Easy
Memorization (80 % Kata dalam Qur’an: Daftar Kata ter-Klasifikasi
untuk Mempermudah Hafalan), terj. Tim Yayasan Azmuna. t.d.
Abu> Bila>l, Ah}mad ibn Muh}ammad al-Khara>t}. Al-Mujtabi> min Masykul I’ra>b al-
Qur’a>n. Madi>nah al-Munawwarah: Majmu’ al-Ma>lik Fahd al-T{iba>’ah al-
Mus}haf al-Syari>f, 1426 H.
Al-As}faha>ni, Abi> al-Qa>sim al-H{usain bin Muh}ammad al-Ma’ru>f bi al-Ra>gib. Al-
Mufrada>t fi> Gari>b al-Qur’a>n. Beiru>t: Da>r al-Ma’rifah, 1997.
Al-Azdi, Abu> Da>ud Sulaima>n bin al-Asy’as bin Isha>q bin Basyi>r bin syada>d bin
‘Amru. \Sunan Abu> Da>ud, Juz 2. Beiru>t: Al-Maktabah al-‘As\riyyah, t.th.
Al-Azhari>, Muh}ammad bin ‘Abd al-Ba>qi> bin Yusuf al-Zarqa>ni> al-Mis}ri>, Syarah al-
Zarqa>ni> ‘ala> Muwat}t}a’ al-Ima>m Ma>lik, Juz 2. Cet. I; Kairo: Maktabah al-S\iqafa>h
al-Di>niyyah, 2003.
Alhamuddin, dkk. Agama dan Pecandu Narkoba: Etnografi Terapi Metode
Inabah. Cet. I; Yogyakarta: CV Budi Utama, 2015.
Anom, Putu dan Gusti Agung Oka Mahagangga. Handbook Ilmu Parawisata.
Cet. I; Jakarta: Kencana, 2019.
Asrori. Psikologi Pendidikan: Pendekatan Multidisipliner. Cet. I; Jawa Tengah:
Pena Persada, 2020.
Aziz, Moh. Ali. Ilmu Dakwah. Cet. VI; Jakarta: Kencana, 2017.
Al-Badar, Badar bin Nas}ir. Halu Salaf ma‘a al-Qur’a>n (Kisah Kaum Salaf
Bersama al-Qur’an) terj. Dudi Rosyadi. Cet. I; Jakarta: Pustaka al-
Kautsar, 2017.
Badwaila>n, Ah}mad bin Sa>lim. Al-Tada>wi> bi al-S{alah. Dahsyatnya Terapi Shalat),
terj. Ubaidillah Saiful Akhyar. Cet. VIII; Jakarta: Maghfirah Pustaka,
2013.
Baidan, Nashruddin. Wawasan Baru Ilmu Tafsir. Cet. III; Yogyakarta:
PUSTAKA PELAJAR, 2016.
Basyir, Hikmat, dkk. Al-Tafsi>r al-Muyassar. Cet. II; Madi>nah al-Munawwarah:
Majmu’ al-Ma>lik Fahd li T{iba>’ah al-Mus}haf al-Syari>f, 2009.
Batubara, Chuzaimah, dkk. Handbook Metodologi Studi Islam. Cet. I; Jakarta
Timur: Prenadamedia, 2018.

84
85

Batubara, Fadlan Kamali. Metodologi Studi Islam. Cet. I; Yogyakarta: CV Budi


Utama, 2019.
Bin Aqil, Ali Akbar dan M. Abdullah Charis. 5 Amalan Penyuci Hati. Cet. I;
Jakarta: QultumMedia, 2016.
Black, Joyce M dan Jane Hokanson Hawks. Medicial Surgical Nursing:
Endocrine Systems Disordes. Singapore: Elsevier, t.th.
Che, Agoes Noer. Mukjizat 1/3 Malam. Cet. I; Yogyakarta: Laksana, 2018.
Chodjim, Achmad. Misteri Surah Yasin: Mengerti Kekuatan Jantung al-Qur’an
dalam Kehidupan. Cet. I; Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, 2013.
Al-Da‘a>s, Ah}mad ‘Ubaid. I’ra>b al-Qur’a>n al-Kari>m. Cet. I; Da>r al-Muni>r dan Da>r
al-Fa>ra>bi>: Dimasyq, 1425 H.
Darmalaksana, Wahyudin. Rekam Proses Kuliah Online Metode Penelitian
Hadis. Cet. I; Bandung: Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Gunung Djati
Bandung, 2020.
Erkan, Ahmad. 4 Shalat Dahsyat. Cet. I; Jakarta: Kaysa Media, 2016.
Faqih Imani, Ayatullah Allamah Kamal. dan Tim Ulama, An Enlightening
Commentary into The Light of The Holy Qur’an, vol. 17 (Tafsir Nurul
Qur’an: Sebuah Tafsir Sederhana Menuju Cahaya al-Qur’an), terj. Ali
Yahya, Jilid 17. Cet. I; Jakarta: Nur al-Huda, 2013.
Fathurrohman, Amang dan Fahmul Iltiham. Pendalaman Ilmu Tafsir di PTAI
Non Tafsir. Cet. I; t.t.: be-A Publisher melalui lulu.com, 2011.
Fauziyah, Ida. Geliat Perempuan Pasca-Reformasi: Agama, Politik, Gerakan
Sosial. Cet. I; Yogyakarta: PT. LKIS Pelangi Aksara, 2015.
Finahari, Nurida. Interaksi Dinamis Sistem Kardiorespirasi. Cet. I; Yogyakarta:
CV Budi Utama, 2015.
Hadi, Abdul. KH. Hasyim Asyari. Cet. I; Yogyakarta : Diva Press, 2018.
Hadju, Veni. Pesan Dakwah Seorang Profesor. Cet. II; Bogor: Penerbit IPB Press,
2017.
Hakim, Ahmad Husnul. Kaidah Tafsir Berbasis Terapan. Cet. I; Depok: Yayasan
Elsiq Tabrok Ar- Rahman, 2019.
Halimah, Dewi Nur. Buku Panduan Materi Ilmu Pengetahuan Alam. Cet. I; Jawa
Tengah: Pustaka Rumah Cinta, 2020.
Hamka. Perkembangan dan Pemurnian Tasawuf. Cet. I; Jakarta: Republika
Penerbit, 2016.
Hamka. Tafsir al-Azhar, Jilid 9. Cet. III; Depok: Gema Insani, 2019.
Haramain, Muhammad. Prinsip-Prinsip Komunikasi dalam al-Qur’an. Cet. I;
Parepare: IAIN Parepare, 2019.
Hardisman. Riyadhah Jiwa Menyehatkan Raga. Cet. I; Yogyakarta: Bintang
Pustaka Madani, 2021.
Hasan, Ahmad Marzuki. Shalat Malam Sumber Kekuatan Jiwa: Tafsir Surah al-
Muzzammil Kajian Tematik. Cet. I; t.t.: Darul Istiqamah Press, 2004.
Hasbi. Pendidikan Agama Islam Era Modern. Cet. I; Yogyakarta: Leutikaprio,
2019.
86

El Helwani>, Ali Wasil. Misahhu Syahri Ramad{an wa Asra>r Al-S{aum min al-
Wajhah al-Isla>miyyah wa al-Ra>hiyah wa al-Riya>d}iyyah (Fasting: a great
Medicine), terj. Hadiri, dkk. Cet. I; Depok: Pustaka Ilman, 2008.
Hendrawan, Sanerya. Spiritual Management: From Personal Eblightenment
Towards God Corporate Governance. Cet. I; Bandung: Mizan Pustaka,
2009.
Hidayanto, Dwi Nugroho. Manajemen Waktu: Filosofi-Teori-Implementasi. Cet.
I; Depok: PT Rajagrafindo Persada, 2019.
Hidayat, Kamaruddin. Psikologi Ibadah. Cet. I; Jakarta: PT Serambi Ilmu
Semesta, 2008.
Ibnu Kas\i>r, Abi> al-Fida>’ ‘Ima>duddin Isma>‘i>l bin ‘Umar bin Kas\i>r al-Qurasyi> al-
Bas}ri>. Tafsi>r al-Qur’a>n al-‘Az}i>m. Cet. I; Beiru>t: Da><r ibn H{azm, 2000.
Imani, Ayatullah Allamah Kamal Faqih dan tim ulama. Tafsir Nurul Quran:
Sebuah Tafsir Sederhana Menuju Cahaya al-Qur’an, Jilid 17. Cet. I;
Jakarta: Nur al-Huda, 2013.
Jabbar, M. Dhuha Abdul dan N. Burhanuddin. Ensiklopedia Makna al-Qur’an:
Syarah Alfaazhul Qur’an. t.d.
Al-Jauziyah, Ibnu Qayyim. Za>du al-Ma‘a>d: fi> Hadyi> Khair al-‘Iba>d (Zadul
Ma’ad: Bekal Perjalanan Akhirat), terj. Amiruddin Djalil, Jilid 1. Cet.
VIII; Jakarta: Griya Ilmu, 2017.
Al-Jauziyah, Ibnu Qayyim. Al-T{ibbu al-Nabawi>. (Ath-Thibbu An-Nabawi), terj.
Abu Firly. Cet. I; Yogyakarta: DIVA press, 2020.
Al-Jauziyah, Ibnu Qayyim. Syifa>’u al-Alil fi> Masa>’il al-Qad}a wa Qadar wa al-
H{ikmah wa al-Ta’li>l (Qadha dan Qadar: Referensi Lengkap tentang
Takdir Berdasarkan al-Qur’an dan hadis/Ibnu Qayyim al-Jauziyyah), terj.
Khalifurrahman Fath dan Fathurrahman. Jakarta: Qisthi Press, 2016.
Jiha>m al-Kawa>ri>, Ka>milah binti Muh}ammad bin Ja>sim bin ‘Ali> a>li. Tafsi>r Gari>b
al-Qur’a>n. Cet. I; t.t.: Da>r ibn H{azm, 2008.
Al-Ju’fi>, Muhammad bin Isma>’i>l Abu> ‘Abdillah al-Bukha>ri>. Al-Ja>mi’ al-Musnad
al-S{ah}i>h} al-Mukhtas}ir min Umu>r Rasulillah saw. wa Sunnatih wa
Ayya>mih, Juz 2. Cet. I; t.t.: Da>r T{auq al-Naja>h, 1422 H.
Al-Ju’fi>, Muhammad bin Isma>’i>l Abu> ‘Abdillah al-Bukha>ri>. Al-Ja>mi’ al Musnad
al-S{ah}i>h} al-Mukhtas}ir min Umu>r Rasulillah saw. wa Sunnatih wa
Ayya>mih: S{ah}i>h} al-Bukha>ri>, Juz 4. Cet. I; t.t.: Da>r T{auq al-Naja>h, 1422 H.
Junaedi, Mahfudz dan Mirza Mahbub Wijaya. Pengembangan Paradigma
Keilmuan perspektif Epistemologi Islam. Cet. I; Jakarta: Kencana, 2019.
Kalam, Lingkar. Buku Pintar al-Qur’an: Segala Hal yang Perlu Kita Ketahui
tentang al-Qur’an. Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2020.
Kartawaria, Rajendra. Raih 5 Mukjizat. Jakarta: Mizan, 2013.
Kementerian Agama RI. Al-Qur’an Hafalan Mudah: Terjemahan & Tajwid
Warna. Jakarta: Cordoba, 2020.
Khumaidi. Paradigma Sains Integratif al-Fa>ra>bi: Pendasaran Filosofis bagi Relasi
Sains. Cet. I; Jakarta Selatan: Sadra Press, 2015.
87

Al-Kumayi, Sulaiman. Shalat: Penyembahan dan Penyembuhan. t.t.: Erlangga,


2007.
Lajnah Pentashihan Mushaf al-Qur’an. Keutamaan al-Qur’an dalam Kesaksian
Hadis: Penjelasan Seputar Keutamaan Surah dan Ayat al-Qur’an. Cet. I;
Jakarta: t.p., t.th.
Lajnah Ulama al-Azhar. Al-Muntakhib fi> Tafsi>r al-Qur’a>n al-Kari>m. Cet. IIIX;
Mesir: Al-Majelis al-A’la Lisysyu‘un al-Isla>miyyah, 1995.
Al-Lat}i>f bin al-khat}i>b, Muh}ammad ‘Abd. Aud}ah al-Tafa>si>r. Cet. VI; t.t: al-
Mat}bi‘ah al-Mas}riyyah wa Maktabatuha>, 1964.
Liga, Suryadana. Sosiologi Parawisata: Kajian Kepariwisataan dalam Paradigma
Integratif-Transformatif Menuju Wisata Spiritual. t.d.
Mahmud, Ali Abdul halim. Pendidikan Ruhani. Cet. I; Jakarta: Gema Insani
Press, 2000.
Mah}mud, Mahir H{asan. Al-T{ib al-Badil, al-S\imar wa al-A’syab al-Waridat fi al-
Qur’a>n al-Kari>m wa al-Sunnah al-Nabawiyah (Mukjizat Kedokteran
Nabi), terj. Hamzah Hasan. Cet. I; Jakarta: Qultum Media, 2007.
Maksum, Muhammad Syukron. Bukti Rahmat Allah Tidak Pernah Putus: Resep
Agar Senantiasa Ditolong Allah dalam Kadaan Apapun. t.d..
Manz}u>r, Ibnu. Lisa>n al-‘Arab, Juz 14. Kairo: Da>r al-Taufi>qiyyah li al-Tura>s\,
2009.
Al-Maqdisi>, Ah}mad bin Abdurrah}man bin Qudamah (Ibnu Qudamah). Mukhtas}ar
Minhaj al-Qa>s}idi>n (Minhajul Qashidin), terj. Kathur Suhardi. Cet. XV;
Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2009.
Muaz, Abdullah, dkk., Khazanah Mufasir Nusantara. Cet. I; Lebak Bulus:
Program Studi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir PTIQ, 2020.
Mukhtazar. Prosedur Penelitian Pendidikan. Cet. I; Yogyakarta: Absolute Media,
2020.
Munawwir, Ahmad Warson. Kamus al-Munawwir: Arab Indonesia Terlengkap.
Cet. XIV; Surabaya: Pustaka Progresif, 1997.
Murakami, Kazuo. Jinsei no Ango (Misteri DNA), terj. Andini Rizky. Cet. I;
Jakarta: Gramedia, 2013.
Mustafa, Agus. Jangan Asal Ikut-ikutan Hisab & Rukyat. Surabaya: Padma
Press, t.th.
Al-Naysa>bu>ri>, Muslim bin H{ajja>j Abu> al-H{usain al-Qusyairi>. Al-Musnad al-S{ahi>h
al-Mukhtas\ir , Juz I. Beiru>t: Da>r Ihya>’ al-Tura>s\ al-‘Arabi>, t.th.
Nugroho, Rudy Agung, dkk. Myrmecodia: Efek Fisiologi dan Potensi Manfaat.
Cet. I: Yogyakarta: CV Budi Utama, 2019.
Nurdin, Ismail dan Sri Hartati. Metodologi Penelitian Sosial. Surabaya: Media
Sahabat Cendekia, 2019.
Nurdin, Nasrullah. Online Terus Bersama Allah dan Rasul-Nya; Doa’, Zikir, dan
Amalan Harian 24 Jam. Jakarta: PT Elex Media Komputindo, t.th.
Paryono. Anatomi Fisiologi Untuk Terapis. Cet. I; Surabaya: Kenaka Media,
2020.
88

Putri, Rena Erlianisyah. Biologicaliosophy. t.t.: t.p., 2014.


Al-Qat}t}a>n, Manna>’. Maba>his\ fi> ‘Ulu>m al-Qur’a>n. Kairo: Maktabah Wahbah,
2005.
Al-Qurt}ubi>, Abi> ‘Abdillah Muh}ammad bin Ah}mad bin Abi> Bakrin. Al-Ja>mi’ li
Ah}ka>m al-Qur’a>n, Juz 19. Kairo: Da>r al-Kutub al-Misriyyah, 1964.
Al-Ra>syid, Kha>lid. Duru>s al-Syaikh Kha>lid al-Ra>syid, Juz 17. t.d.
Al-Ra>zi>, Ah}mad bin Fa>ris bin Zakariyyah al-Qazwi>ni>/Abu> al-H{usain. Mu’jam
Maqa>yis al-Lugah, Juz 5. t.t.: Da>r al-Fikr, 1979.
Al-Ra>zi>, Abu> ‘Abdillah Muh}ammad bin ‘Amr bin al-H{asan bin al-H{usain al-
Taimi>. Mafa>tih} al-Gaib. Cet. III; Beiru>t: Da>r Ih}ya>’ al-Tura>s\ al-‘Arabi>,
1420 H.
Rosidin dan Muhammad Gufron. Pendidikan Agama Islam. Cet. I; Malang:
Edulitera, 2020.
Al-Sabziwari, Sayyid Abdul A’la dan Sayyid Ali Khamenei. S{alah al-Tahajjud
wa al-Tahajjud fi> al-Lail (Shalat Tahajjud: Cara Keluarga Nabi saw.), terj.
Irwan Kurniawan. Cet. I; Bandung: Penerbit Marja, 2020.
As-Sa’di, Abdurrahman bin Nashir. Tafsir al-Karim ar-Rahman fi> Tafsir Kalam
al-Manan. Cet. IX; Jakarta: Darul Haq, 2019.
S{a>fi, Muh}ammad bin ‘Abdurrah}i>m. Al-Jadu>l fi> I’ra>b al-Qur’a>n al-Kari>m, Juz 29.
Cet. IV; Beiru>t: Da>r al-Rasyi>d, 1418 H.
As-Shabuny, Ali. Kamus al-Qur’an: Quranic Explorer. t.t.: t.p., 2016.
Salam, Muhammad Ridwan. Panduan Belajar Bahasa Arab: Metode At-Tafshil fi
Ilmi An-Nahwi wa Ash-Sharfi. Cet. I; Sengkang: Maktabah Darul Ilmi,
2019.
Saleh, Arman Yurisaldi. Berzikir untuk Kesehatan Syaraf. Cet. I; Jakarta: PT
Buku Kita, 2018.
Salim dan Haidir. Penelitian Pendidikan: Metode, Pendekatan, dan Jenis. Cet. I;
Jakarta: Kencana, 2019.
Sali>m Jarra>r, Nabi>l Sa’id al-Di>n. Zawa>’id al-Ama>li> wa al-Fuwa>id wa al-Ma’a>jim wa al-
Musyaikha>t ‘ala> al-Kutub al-Sittah wa al-Muwat}t}a’ wa Musnad al-Ima>m
Ah}mad, Juz 3. Cet. I; t.t: Ad}wa>u al-Salaf, 2007.
Samawa, Alimin. Rehat, Dengarkan Suara Hatimu. t.d.
Saputri, Agustia Linta. Terapi Shalat Tahajjud Bagi Kesehatan Mental Santri
Pondok Pesantren Nurul Huda Lampung, Skripsi. Lampung, Jurusan
Bimbingan dan Konseling Islam UIN Raden Intan Lampung, 2018.
Saputro, Budiyono dan Adang Kuswaya. Strategi Pengembangan Model
Pembelajaran SIRSAINSDU. Cet. I; Bengkulu: Buku Litersiologi, 2019.
Sarinah. Ilmu Sosial Budaya Dasar: di Perguruan Tinggi. Cet. I; Yogyakarta: CV
Budi Utama, 2019.
Sastrahidayat, Ika Rochdjatun. Ridho Allah Tergantung Anda. Cet. I; t.t.:
Universitas Brawijaya Press, 2011.
89

Setiawan, Muhammad Andri dan Karyono Ibnu Ahmad. Pengantar Bimbingan


dan Konseling Pendekatan Qur’ani: Dalam Berbagai Kekhasan Setting
Kehidupan. Cet. I; Yogyakarta: CV Budi Utama, 2020.
Ash Shiddieqy, Teungku Muhammad Hasbi. Tafsir al-Qur’anul Majid an-Nur.
Cet. II; Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2003.
Shihab, M. Quraish. Ensiklopedia Al-Qur’an: Kajian Kosakata, Jilid 2. Cet. I;
Jakarta: Lentera Hati, 2007.
Shihab, M. Quraish. Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur’an,
vol. 14. Cet. V; Jakarta: Lentera Hati, 2012.
Shihab, M. Quraish. Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur’an,
vol. 1. Cet. V; Jakarta: Lentera Hati, 2012.
Shihab, M. Quraish. Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur’an,
vol. 7. Cet. V; Jakarta: Lentera Hati, 2012.
Sholeh, Moh. Terapi Shalat Tahajjud: Menyembuhkan Berbagai Penyakit. Cet. I;
Jakarta: Mizan Publika, 2016.
Siregar, Syofian. Meode Peneliatian Kuantitatif. Cet. I; Jakarta: Kencana, 2017.
Sudaryono. Metodo Penelitian Pendidikan. Cet. I; Jakarta: Kencana, 2016.
Al-Suyu>t}i>, ‘Abdurrah}man bin Abi> Bakr Jala>luddi>n. al-Dur al-Mans\u>r fi> al-Tafsi>r
al-Ma’s\u>r, Juz 8. Beiru>t: Da>r al-Fikr, 2011.
El-Syafa, Ahmad Zacky. Amalan Sunah Pilihan Percepatan Rezeki. t.d.
Al-Sya>zali>, Sayyid Qut}b Ibra>hi>m H{usain. Fi> Z{ila>l al-Qur’a>n, Juz 6. Cet. XVII;
Beiru>t: Da>r al-Syuru>q, 1412 H.
Al-T{abari>, Muh}ammad bin Jari>r bin Yazi>d bin Kas\i>r bin Ga>lib al-Amali> Abu>
Ja’far. Ja>mi’ al-Baya>n fi> Ta’wi>l al-Qur’a>n, Juz 23. Cet. I; t.t: al-
Muassasah al-Risa>lah, 2000.
Al-Tadawi bi al-S{alah (Dahsyatnya Terapi Shalat), terj. Ubaidillah Saiful
Akhyar. Cet. VIII; Jakarta: Maghfirah Pustaka, 2013.
Tandra, Hans. Dari Diabetes Menuju Ginjal. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama,
2018.
Al-Tustari>, Abu> Muh}ammad Sah\l bin ‘Abdullah bin Yu>nus bin Rafi>’i. Tafsi>r al-
Tustari>. Cet. I; Beiru>t: Da>r al-Kutub al-‘Alamiyyah, 1423 H.
Al-T{aht}awi, Ah}mad Mus}t}afa Qasim. Lailu al-S{a>lihi>n wa Qas}as} al-‘A<bidi>n
(Gairah Malam: Orang-Orang Shaleh), terj. Achmad Sunarto. Cet. I;
Semarang: Pustaka Nuun, 2010.
Temurose, Supriyo Ki. Salat Mencerdaskan Otak dan Memuliakan Manusia. Cet.
I; Yogyakarta: Diandra Kreatif, 2017.
Tim Penyusun Pusat Bahasa. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat
Bahasa, 2008.
Timotius, Kris H. Pengantar Metodologi Penelitian: Pendekatan Manajemen
Pengetahuan untuk Perkembangan Pengetahuan. t.t.: t.p., 2017.
Tolchah, Moch. Aneka Pengkajian Studi al-Qur’an. Cet. I; Yogyakarta: Pelangi
Aksara, 2016.
90

Al-‘Us\aimi>n Muh}ammad bin S{a>leh} bin Muh}ammad. Us{ul> fi> al-Tafsi>r, Juz I. Cet.
I; t.t.: Al-maktabah al-Isla>miyyah, 2001.
Umar, Nasaruddin. Islam Fungsional: Revitalitas & Reaktualitas Nilai-Nilai
Keislaman. Cet. I; Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2014.
Wafi, Abdul dan Imroatul Mufidah, Dosenku, Mahasiswa Saya. t.t.: Duta Media
Publishing, 2020.
Wardah, Luluul. Konsep Waktu dalam al-Qur’an. (Studi Tafsir Tematik),
Skripsi. Ponorogo, Jurusan Ilmu al-Qur’an dan Tafsir IAIN Ponorogo ,
2018.
Warmansyah, Julio. Metode Penelitian & Pengolahan Data: Untuk Pengambilan
Keputusan Pada Perusahaan. Cet. I; Yogyakarta: CV Budi Utama, 2020.
Wijanarko, Jarot. Maksimalkan Otak Anak Anda: Multiple Intelligences-
Kecerdasan Majemuk Tips Menjadikan Anak Cerdas. Jakarta: Keluarga
Indonesia Bahagia, t.th.
Wijaya, Umrati Hengki. Analisis Data Kualitatif: Teori Konsep dalam Penelitian
Pendidikan. Sulawesi Selatan: Sekolah Tinggi Theologia Jaffray, 2020.
Yunus, Mahmud. Kamus Arab-Indonesia. Jakarta: Mahmud Yunus wa Dzurriyah,
2010.
Yusuf, Muhammad dan Ismail Suardi Wekke. Bahasa Arab Bahasa al-Qur’an.
Cet. I; Yogyakarta: CV Budi Utama, 2018.
Yusuf, Mukhammad. Hidup Sukses dengan Tahajjud. Cet. I; Yogyakarta: Kaktus,
2018.
Al-Zamahsyari Ja>rallah, Abu al-Qa>sim Mahmu>d bin ‘Amru bin Ahmad. al-
Kasysya>f ‘an Haqa>iq Gawa>mid al-Tanzi>l, Juz 4. Cet. III; Beiru>t: Da>r al-
Kita>b al-‘Arabi>, 1407 H.
Zayadi, Achmad. Menuju Islam Moderat. Cet. II; Yogyakarta: Cantrik Pustaka,
2020.
Zein, Umar dan Emir El Newi. Buku Ajar Ilmu Kesehatan. Cet. I; Yogyakarta:
CV Budi Utama, 2019.
Al-Zuh}aili>, Wahbah bin Must}afa. Al-Tafsi>r al-Wasi>t} al-Zuh}aili>, Juz 3. Cet. I;
Dimasyq: Da>r al-Fikr, 1442 H.
Al-Zuh}aili>, Wahbah. Al-Tafsi>r al-Muni>r: fi ‘Aqidah wa al-Syariah wa al-Manhaj,
Juz 29-30. Cet. II; Dimasyq: Da>r al-Fikr, 1998.
Al-Zuja>j, Ibrahi>m bin al-Sari> bin Sahl Abu> Ish}a>q. Ma‘a>ni> al-Qur’a>n wa I’ra>bihi.
Cet. I; Beiru>t: ‘A<lim al-Kutub, 1988.

Anda mungkin juga menyukai