Anda di halaman 1dari 147

HALAMAN PENGESAHAN

SKRIPSI

AKLIMATISASI DAN MONOPOLI KINA DI HINDIA-BELANDA TAHUN


1850-AN HINGGA TAHUN 1940-AN
Dipersiapkan dan disusun oleh
Muhammad Luthfi
12/328970/SA/16287
Telah diujikan di depan Tim Penguji Skripsi
pada tanggal 24 Juni 2019
Susunan Tim Penguji Skripsi

Baha'uddin, M.Hum.
Ketua Penguji

Uji Nugroho Winardi, M.A.


Penguji Utama

Dr. Abdul Wahid, M. Phil.


Penguji/Pembimbing
Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar
Sarjana
Tanggal, Juni 2019

______________________
Dr. Nur Aini Setiawati, M. Hum.

v
PERNYATAAN BEBAS PLAGIASI
Saya yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama : Muhammad Luthfi

NIM : 12/328970/SA/16287

Tahun terdaftar : 2019

Program studi : Ilmu Sejarah

Fakultas : Ilmu Budaya

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya
yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan
Tinggi. Sepanjang pengetahuan saya, juga tidak terdapat karya atau pendapat yang
pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis telah
diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam Daftar Pustaka.

Pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya dan apabila


dikemudian hari saya terbukti melanggar pernyataan tersebut diatas, saya bersedia
menerima sanksi sesuai peraturan perundang-udangan yang berlaku di Negara
Kesatuan Republik Indonesia.

Yogyakarta, 24 Juni 2019

Muhammad Luthfi
12/328970/SA/16287

vi
HALAMAN MOTO

“Tidak Penting Seberapa Lambat Anda Melaju, Selagi Anda Tidak Berhenti.”

(Anonim)

Jangan banyak mencari banyak, carilah berkah. Karena banyak bisa didapat

dengan hanya meminta. Tapi memberi akan mendatangkan berkah. (Gus Mus)

vii
HALAMAN PERSEMBAHAN

Untuk Ayah, Ibu, dan kedua adikku, terima kasih untuk kasih sayang dan

doa yang selalu diberikan.

Teruntuk kamu kesayanganku, Neni Nuraini. Terima kasih telah

menjadikan hidupku lebih istimewa.

viii
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur bagi Allah SWT atas rahmat dan bimbingan yang

dilimpahkan-Nya kepada penulis hingga akhirnya mampu menyelesaikan skripsi

ini. Penulisan skripsi merupakan tahap penting bagi penulis untuk melatih diri

menjadi pribadi yang bertanggungjawab dan konsisten serta sebagai sebuah

puncak kerja keras dan keseriusan selama menempuh pendidikan di Program

Studi Ilmu Sejarah UGM.

Sejujurnya, banyak sekali kesulitan maupun kendala yang dialami penulis

selama masa mengerjakan skripsi. Ketika sedang menjalani mata kuliah Seminar

Sejarah dan Praktik Penulisan Sejarah II, saya sempat berganti-ganti tema yang

akan diajukan sebagai proposal skripsi sebelum akhirnya memutuskan untuk

menulis monopoli kina Pemerintah Belanda di Hindia-Belanda. Ide mengenai

tema tersebut muncul atas dorongan salah satu teman terbaik saya, Muhammad

Asyrafi. Kala itu, penulis sedikit ragu karena tema ini sudah banyak ditulis oleh

peneliti lain. Namun, setelah diberitahu bahwa ada celah dalam penulisan tema

tersebut, akhirnya penulis memantapkan hati untuk mengerjakan skripsi dengan

tema ini.

Tidak ada perjuangan yang sia-sia. Motivasi tersebut telah menemani

perjalanan hidup penulis beberapa tahun belakangan. Penulis percaya bahwa

sekecil apapun usaha yang dilakukan pasti akan membuahkan hasil di kemudian

hari. Begitu pula dengan pengerjaan skripsi ini. Meskipun harus melalui jalan

panjang yang menguras kondisi fisik dan psikis (yang mungkin tidak semua orang

ix
dapat mengerti), perjuangan untuk menyelesaikan kewajiban ini akhirnya telah

terlewati.

Tentu saja saya bukan seorang jenius yang bisa menyelesaikan skripsi ini

tanpa bantuan orang lain. Saya berterima kasih kepada dosen-dosen Jurusan

Sejarah FIB UGM yang telah membagikan segudang ilmunya kepada saya: Dr.

Abdul Wahid, selaku dosen pembimbing skripsi, Prof. Dr. Bambang Purwanto,

Prof. Suhartono, Dr. Sri Margana, M.Hum. M.Phil., Dr. Muti’ah Amini, M.Hum.,

Dr. Nur Aini Setiawati, M.Hum., Dr. Farabi Fakih, Dr. Dr. Agus Suwignyo, M.A.,

Baha’uddin, M.Hum., Julianto Ibrahim, M.Hum., Machmoed Effendi, M.Hum.,

Arief Akhyat, M.A., Drs. Andry Nurtjahjo, Uji Nugroho, M.A., Widaratih

Kamiso, M.A., Widya Fitriningsih, M.A., dan Wildan Sena Utama, M.A. Ucapan

terima kasih khusus diberikan kepada Mbak Rika Sayekti yang selalu dengan

sabar meladeni pertanyaan-pertanyaan saya, dari soal akademis hingga pertanyaan

yang kurang penting lainnya.

Kepada seluruh teman-teman angkatan 2012, kata terima kasih rasanya

tidak cukup untuk menggambarkan perasaan saya terhadap pelajaran hidup yang

telah saya dapat selama mengenal kalian: persahabatan, kekeluargaan, persaingan

sehat, dan pendewasaan diri. Terkhusus untuk Muhammad Asyrafi, dan Dian Eka

Fitriani, terima kasih untuk semua saran, diskusi, dan motivasi. Terima kasih juga

saya ucapkan kepada teman-teman yang telah mendukung saya secara moril.

Teman-teman KKN-PPM UGM Unit Selobonggo 2015, juga teman-teman

“Happy People”; Jambul, Fairuz, Acha, Baim, Bolang, Banna, Bacol, Asep,

Onglai, Makso dll, yang bodohnya luar biasa. Saya juga ucapkan terima kasih

x
kepada teman selama hidup di Yogyakarta; Riza, Dewo, Jonan, Isan dan keluarga

Ikas_Jogja yang jadi keluarga kedua saya di Jogja. Terima kasih sudah

memberikan kesan yang berwarna!

Terakhir, skripsi ini tidak akan pernah ada tanpa “kebawelan” keluarga

saya. Bapak Empuh Bihin, Bapak Empuh Ento, Papa, Mama, Wa Abah, Wa

Gendut, Wa Pipin, Bi Imas, Mang Didin, serta semua yang sudah setia

menanyakan “kapan wisuda?” di setiap kesempatan. Pertanyaan tersebut menjadi

pemacu saya untuk menyelesaikan skripsi dan segera berpindah ke fase

berikutnya. Terima kasih juga kepada keluarga Almarhum Bapak Sudja’I; Mama

Ani, Apedi, Aapi, Umi Ainun, Aasep dan The Mumun, biyu, sirli, ainun, dan juga

kamu Neni Nuraini, atas semua doanya. Teruntuk almarhumah Wa Iis, terima

kasih atas doa dan dukungannya selama uwa hidup. Mohon maaf jikalau belum

bisa mewujudkan wisuda sejak uwa masih hidup. Semoga uwa Iis bahagia di alam

sana, aamiiin. Dan tidak lupa juga atas kebaikan Ibu Hapsari, berkat beliau,

penulis bisa dengan leluasa mengakses dan mengerjakan skripsi dengan baik di

ANRI. “Idza shodaqol ‘azmu, wadhohas sabiil”

Yogyakarta, Juni 2019

xi
DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN..................................................................................v

PERNYATAAN BEBAS PLAGIASI....................................................................vi

HALAMAN MOTO..............................................................................................vii

HALAMAN PERSEMBAHAN...........................................................................viii

KATA PENGANTAR............................................................................................ix

DAFTAR ISI..........................................................................................................xii

DAFTAR GAMBAR............................................................................................xiv

DAFTAR TABEL..................................................................................................xv

DAFTAR ISTILAH DAN SINGKATAN............................................................xvi

DAFTAR LAMPIRAN......................................................................................xviii

ABSTRAKSI........................................................................................................xix

ABSTRACT...........................................................................................................xx

1. BAB I PENDAHULUAN......................................................................1

1.1. Latar Belakang................................................................................................1


1.2. Permasalahan dan Ruang Lingkup.................................................................7
1.3. Tujuan dan Manfaat........................................................................................8
1.4. Tinjauan Pustaka.............................................................................................9
1.5. Metode dan Sumber......................................................................................12
1.6. Sistematika Penulisan...................................................................................13

2. BAB II SEJARAH PENYAKIT MALARIA DAN AKLIMATISASI


TANAMAN KINA DI HINDIA-BELANDA.......................................................15

xii
2.1. Sejarah Malaria dan Kasusnya di Hindia-Belanda.......................................16
2.2. Penemuan Kina dan Aklimatisasi Kina di Hindia-Belanda..........................28
2.2.1. Sejarah Awal Penemuan Kina Sebagai Obat Anti-Malaria..........................29
2.2.2. Percobaan Aklimatisasi Kina di Wilayah Baru, 1852-1856.........................31
2.3. Usaha Awal Riset Tanaman Kina di Indonesia, 1856-1870-an....................46

3. BAB III DARI PERKEBUNAN HINGGA PEMBENTUKAN SERIKAT


PRODUSEN KINA DAN PERJANJIAN KINA 1939-1948; KEBIJAKAN DAN
MONOPOLI KINA DI HINDIA-BELANDA TAHUN 1870-AN HINGGA
TAHUN 1940-AN..................................................................................................53

3.1. Perkebunan Kina di Hindia-Belanda............................................................53


3.2. Krisis Harga Kulit Kina................................................................................61
3.3. Pendirian Bandoengsche Kininefabriek, 1896.............................................64
3.3.1. Tentang Bandoengsche Kininefabriek..........................................................65
3.3.2. Kapasitas Produksi dan Pemasaran..............................................................69
3.3.3. Wewenang Bandoengsche Kininefabriek Dalam Industri Kina di Hindia-
Belanda.........................................................................................................73
3.4. Perjanjian Kina dan Restriksi Kina..............................................................76
3.5. Pembentukan Serikat Produsen Kina dan Perjanjian Kina 1939-1948 di
Hindia-Belanda.............................................................................................83
3.5.1. Latar Belakang Pendirian Serikat Produsen Kina di Hindia-Belanda..........83
3.5.2. Tentang Serikat Produsen Kina Hindia-Belanda..........................................85
3.5.3. Perjanjian Kina Tahun 1939-1948................................................................99

4. BAB IV KESIMPULAN...................................................................104

DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................109

LAMPIRAN.........................................................................................................114

xiii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Persebaran malaria di dunia.................................................................17


Gambar 2. Kawasan terbaik tanaman kina.............................................................34
Gambar 3. Tugu Taman Junghuhn, Lembang, Bandung.......................................44

xiv
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Pengujian Kadar Kina Ledgeriana...........................................................51
Tabel 2. Persebaran Tanaman dan Perkebunan Kina di Jawa (hingga tahun 1923)
................................................................................................................................55
Tabel 3. Pengeluaran Pemerintah Belanda Untuk Budidaya Kina di Hindia-
Belanda...................................................................................................................59
Tabel 4. Struktur Pengurus Serikat Produsen Kina di Amsterdam........................87
Tabel 5. Struktur Pengurus Serikat Produsen Kina di Batavia, Hindia-Belanda...88
Tabel 6, Jumlah Anggota Serikat Produsen Kina Hindia-Belanda........................91

xv
DAFTAR ISTILAH DAN SINGKATAN

DAFTAR ISTILAH;

1. Kina :Pohon yang termasuk genus Cinchona,


rasa kulit batangnya sangat pahit,
digunakan sebagai obat antimalaria.

2. Serikat Produsen Kina :Perkumpulan/Perhimpunan produsen kina


di Hindia-Belanda

3. Sistem Tanam Paksa :Kebijakan ekonomi Belanda yang diterapkan


pada abad kesembilan belas dan dikenal juga
dengan istilah cultuurstelsel.
4. Aklimatisasi :Penyesuaian tumbuhan atau binatang pada
iklim yang berlainan dari iklim tempat asal
sebagai akibat dari pemindahan.
5. Koloniaal Verslag :Laporan tahunan pemerintah kolonial
Belanda mengenai wilayah koloni.
6. Biro Kina :Agen serba guna yang dikelola oleh
pemerintah Belanda berkantor di
Amsterdam

6. Delegasi : Representasi Biro Kina di Hindia-Belanda

7. Bandoengsche Kininefabriek :Satu-satunya pabrik pengolahan kina di


Hindia-Belanda.

8. Malaria :Penyakit infeksi yang banyak dijumpai di


daerah tropis, disertai gejala demam dan
turun naiknya suhu yang tidak teratur,
ditularkan oleh nyamuk anopheles.

xvi
9. Ledgeriana :Salah satu jenis pohon kina yang paling
banyak digunakan karena mengandung
sulfat kina yang tinggi.

10. Kinine :Kina dalam bentuk apapun, baik dasar dan


semua turunan senyawa yang berasal
darinya, kecuali alkaloid yang masih ada di
kulit kina.
11. Indische Staatblad :Lembar Negara (Hindia-Belanda).
12. Monopoli :Hak tunggal untuk mengusahakan sesuatu.
DAFTAR SINGKATAN;

1. ANRI : Arsip Nasional Republik Indonesia.

2. BKF : Bandoengsche Kininefabriek (pabrik kina


Bandung.

3. NKF : Nederlandsche Kininefabriek.

xvii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Penanaman Kina, tempat tidak diketahui, sekitar tahun 1900-1915


..............................................................................................................................114
Lampiran 2. Perkebunan Kina Sekitar Tahun 1920-an........................................115
Lampiran 3. Peta Perkebunan Kina Pemerintah Belanda di Bandung, Jawa Barat,
Tahun 1888..........................................................................................................116
Lampiran 4. Laboratorium Penelitian Kina, tahun tidak diketahui......................117
Lampiran 5. Lingkungan Sekitar Bandoengsche Kininefabriek, Bandung. Sekitar
tahun 1899............................................................................................................118
Lampiran 6. Suasana Dalam Pabrik Kina di Amsterdam, 1912..........................119
Lampiran 7. Pengeringan Kulit Kina di Bandung, tahun tidak diketahui............120
Lampiran 8. Menyortir dan Mengemas Kulit Kina, Tahun 1907........................121
Lampiran 9. Harga Lelang Kulit Kina Tahun 1885.............................................122
Lampiran 10. Harga Lelang Kulit Kina Tahun 1886...........................................123
Lampiran 11. Para elit yang terlibat dalam industri kina di Hindia-Belanda......124
Lampiran 12. Anggota Serikat Produsen Kina di Hindia-Belanda......................125

xviii
ABSTRAKSI

Penyakit malaria menjadi momok yang menakutkan bagi semua elemen


masyarakat, terlebih bagi orang-orang Eropa yang mulai datang dan mendiami
kawasan tropis, Hindia-Belanda. Penelitian ini membahas proses budi daya
tanaman kina dan monopoli yang dilakukan Pemerintah Kolonial Belanda
terhadap komoditi kina di Hindia-Belanda. Pohon kina merupakan tanaman
industri penting. Karena kemampuannya dalam mengobati penyakit malaria, kina
memiliki nilai ekonomis yang tinggi sehingga pemerintah kolonial pada akhirnya
tergiur untuk memonopoli komoditi ini. Dengan menggunakan metode sejarah,
penelitian ini bertujuan untuk menjabarkan sebuah penjelasan yang deskriptif
mengenai kebijakan yang diterapkan Pemerintah Kolonial Belanda dalam
upayanya untuk memonopoli komoditi kina, khususnya di Hindia-Belanda sejak
pertengahan abad ke-19 hingga awal abad ke-20. Hasil dari penelitian diketahui
bahwasannya selama pertengahan abad ke-19 hingga awal abad ke-20, pemerintah
Belanda telah mengeluarkan beragam kebijakan untuk memonopoli kina di
Hindia-Belanda. Mulai dari pencarian bibit kina, aklimatisasi kina, penelitian
tentang kina, hingga akhirnya memperluas perkebunan kina di Hindia-Belanda.
Selain itu, pemerintah juga mendirikan Bandoengsche Kininefabriek, mengadakan
Perjanjian Kina, mendirikan Serikat Produsen Kina, dan memberlakukan
Perjanjian Kina tahun 1939-1948. Pengetahuan sejarah kebijakan dan monopoli
kina ini sangat berguna untuk melihat seberapa besar ambisi pemerintah Belanda
terkait dengan komoditi kina di Hindia-Belanda.

Kata kunci: Malaria, Kina, Aklimatisasi kina, Perjanjian Kina, Bandoengsche


Kininefabriek, Serikat Produsen Kina

xix
ABSTRACT

Malaria had become a fearsome disease for people living in tropical areas
like Netherlands-Indie, particularly for Europeans who came and started to live in.
This research examines the process of quinine cultivation in the Netherlands-Indie
and the monopoly which was performed by the government of the Netherlands-
Indie. The quinine tree was an important commodity. Because of its ability to treat
malaria, quinine has high economic value so that the colonial government was
finally tempted to monopolize this commodity. Employing a historical method,
this research aims to give a descriptive explanation about the policies of the
colonial government in their attempt to monopolize the quinine in the
Netherlands-Indie since the middle of the 19th century until the early of the 20 th
century. This research finds out that during the period, the Netherland government
had employed various policies to monopolize the quinine in the Netherlands-
Indie. They looked for a suitable quinine seed, acclimatized it, did some
researches about quinine, and finally expanded the quinine plantations in the
Netherlands-Indie. Besides that, the colonial government also built Bandoengsche
Kininefabriek, made the Quinine Agreement, assembled the Union of Quinine
Producers, and last but not least, enforced the Quinine Agreement 1939-1948. The
historical knowledge about the quinine policies and monopoly is beneficial to
examine the ambition of the Netherland government on the quinine.

Keywords: malaria, quinine, the quinine acclimatization, the Quinine Agreement,


Bandoengsche Kininefabriek, the Union of the Quinine Producers

xx
1. BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
“….ada beberapa daerah di Jawa yang tergolong tidak sehat, terutama di
daerah-daerah rawa di pantai utara, yang terletak di dekat pantai, salah
satunya Batavia, ibu kota pemerintahan Belanda sejak zaman dahulu.”0

Perjalanan panjang mengarungi samudra, medan yang berbahaya, dan

minimnya pengetahuan tentang kondisi alam Nusantara tidak menyurutkan

orang-orang Eropa untuk datang ke wilayah ini. Hal tersebut dapat dibuktikan

dengan semakin banyaknya orang Eropa yang mencapai ke wilayah Nusantara.

Pada tahun 1511, Portugis telah mencapai Malaka. Selang setahun berikutnya,

Portugis telah mencapai Hitu (Ambon Utara). Ekspedisi Portugis kemudian

diikuti oleh orang-orang Belanda. Cornelis de Houtman mencapai Banten tahun

1596. Pada Maret tahun 1599, Jacob van Neck tiba di Maluku yang kemudian

menempatkan Ambon sebagai markas utama. Barulah pada tahun 1619 J.P. Coen

menaklukkan Jacattra dan menjadikan tempat ini sebagai markas utama VOC dan

bernama Batavia.0

Memang tidak dapat dipungkiri bahwa kedatangan orang-orang Eropa,

terutama Belanda ke wilayah Nusantara karena alasan tertentu. Mereka mencari

dan berusaha untuk mengoptimalkan komoditas pertanian maupun perkebunan

yang laku dipasaran Eropa. Demi mewujudkan itu semua, selain memperbesar

modal dan membuka lahan, juga yang tidak kalah pentingnya adalah
0
Sir Stamford Raffles, The History of Java, (Yogyakarta: Narasi, 2008), hlm. 14.
0
M.C. Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern 1200-2008 (Jakarta: PT Serambi Ilmu
Semesta, 2010), hlm. 40-59.

1
2

meningkatkan jumlah populasi manusia.0 Dengan semakin banyak populasi,

semakin banyak pula tenaga kerja yang tersedia. Hal ini sejalan dengan

permikiran J.P Coen yang mengatakan bahwa untuk membangun tanah jajahan di

Hindia-Belanda hanya dapat dilakukan apabila orang-orang Eropa, terutama

Belanda, untuk datang dan menetap Hindia-Belanda.0

Memang bukan pekerjaan yang mudah untuk meyakinkan orang-orang

Belanda agar datang dan menetap di wilayah Hindia-Belanda (Batavia). Para

Gubernur Jenderal angkatan pertama tentunya menyadari potensi-potensi dan

kemungkinan terburuk ketika tinggal di Hindia-Belanda, terutama di Batavia.

Hingga tahun 1644, ancaman binatang buas masih mengintai orang-orang

Belanda di Batavia. Selain itu, permusuhan dengan Kerajaan Banten dan

Mataram semakin memperparah keadaaan. Tidak hanya itu saja, orang-orang

Belanda, terutama bagi mereka yang bertinggal di Batavia, juga ketakutan

terhadap gerombolan orang-orang Jawa.0 Namun, dari semua ancaman yang

disebutkan diatas, tidak lupa juga bahwa mewabahnya penyakit malaria kelak

menjadi ancaman yang luar biasa bagi orang-orang Belanda yang tinggal di

Hindia-Belanda.

Apakah pemerintah Belanda tidak menyadari akan bahaya-bahaya yang

mengintai orang-orang Belanda tersebut? Tentunya mereka sadar akan potensi

0
Mumuh Muhsin Z., “Bibliografi Sejarah Kesehatan Pada Masa Pemerintahan
Hindia-Belanda”, Jurnal Paramita Vol.22 No. 2, Juli 2012, hlm. 187.

Hendrik E. Niemeijer, Batavia: Masyarakat Kolonial Abad XVII, (Jakarta: Penerbit


0

Masup, 2012), hlm. 13.


0
Ibid., hlm. 79-81.
3

bahaya tersebut namun mereka yakin dan mampu mengatasinya. Pada tahun

1659, perang dengan Kerajaan Banten berakhir. Berita tersebut membawa

ketenangan tersendiri bagi orang-orang Belanda di Batavia khususnya.0 Namun

ketenangan tersebut tidak bertahan lama. Sejak awal abad 18, Batavia berubah

menjadi kota yang tidak layak huni bagi bagi sebagian besar orang Eropa

didalamnya.0

Pada awalnya, Batavia merupakan kota yang sangat indah sehingga

mendapat julukan “Kota Ratu dari Timur”. Cristopher Fryke yang mengunjungi

Batavia tahun 1680-an menganggap tempat ini lebih indah dari Amsterdam. Pada

tahun 1718, giliran Innigo de Biervillas yang menggambarkan tentang keelokan

kota, makanan yang berlimpah dan lingkungan Batavia yang sehat. Tidak hanya

itu, pada tahun 1720-an, Francois Valentijn meningkatkan antusiasme orang-

orang Eropa dengan 16 kanal indah dan bunga-bunga disepanjang kota.0 Namun,

sejak tahun 1730-an, semua reputasi indah tersebut hilang. Terlebih ketika wabah

penyakit terutama malaria menyerang kota yang menyebabkan ribuan orang

meninggal.0

Mewabahnya malaria di Hindia-Belanda, dan Batavia khususnya, memang

hanya tinggal menunggu waktu saja. Meningkatnya jumlah populasi manusia,

penebangan hutan dan pembukaan lahan-lahan baru untuk pertanian dan

0
Hendrik E. Niemeijer, Op. Cit., hlm. 86-88.
0
Susan Blackburn, Jakarta: Sejarah 400 tahun, (Jakarta: Masup, 2012), hlm. 56.
0
Ibid., hlm. 25-26.
0
Hendrik E. Niemeijer, Op. Cit., hlm. 133.
4

pemukiman menjadi pemicu malaria berkembang dengan sangat cepat di

kawasan ini.0 Lagi pula, Hindia-Belanda secara keseluruhan merupakan kawasan

endemi penyakit malaria. Persebaran wabah malaria kawasan ini sangat

dipengaruhi oleh banyak hal, terutama terkait kondisi geografisnya yang sangat

mendukung bagi berkembangnya penyakit malaria. Kawasan ini merupakan

wilayah beriklim tropis dan disertai dengan curah hujan yang tinggi sehingga

yang cocok untuk perkembangbiakan nyamuk anopheles. Maka tidak

mengehrankan jika memang penyakit malaria berkembang baik di Hindia-

Belanda.0

Banyak upaya pemerintah Belanda ketika wabah ini mulai merajalela.

Upaya tersebut diantaranya dengan membuat drainase, mengeringkan daerah

pantai, laguna, dan rawa, serta mengalih-fungsikan danau yang merupakan

tempat berkembang biaknya nyamuk menjadi persawahan untuk mengurangi

genangan air.0 Lagi pula, pada awalnya memang belum ada obat yang mujarab

untuk menyembuhkan penyakit malaria. Para korban biasanya sudah pasrah

apabila sudah terkena penyakit malaria.0 Adapun cara lain untuk mengobati

penderita malaria biasanya para dokter hanya memberikan pengobatan dan

0
Ibid. Lihat juga Susan Blackburn, Op. Cit., hlm. 56
0
Umar Fachmi Achmadi, Manajemen Penyakit Berbasis Wilayah, (Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2014), hlm. 15.
0
Eric A. Stein, “Colonial Theatres of Proof: Representation and Laughter in 1930s
Rockefeller Foundation Hygiene Cinema in Java”, dalam jurnal Health and History, Vol
8, No.2, Health, Medicine and the Media (2006), hlm. 33.
0
Susan Blackburn, Op. Cit., hlm. 58.
5

ramuan-ramuan herbal. Hal tersebut diceritakan oleh Joseph Banks ketika

kunjungannya ke Batavia.0

Akhirnya, harapan untuk sembuh dari penyakit malaria bisa dilakukan

dengan menggunakan kina. Tanaman kina yang merupakan tanaman industri

penting dan mengandung senyawa alkaloid diantaranya; kinin, kinidin, sinkonin,

dan sinkonidin. Empat jenis alkaloid tersebut banyak ditemukan di dalam kulit

batang sedangkan pada bagian lain ditemukan dalam jumlah relatif sedikit.

Alkaloid ini umumnya digunakan dalam industri farmasi, kosmetik, industri

makanan dan minuman, serta industri kimia.0 Kinin digunakan sebagai bahan

tonik, intermediat pembuat vitamin B, dan obat antimalarial. Sedangkan kinidin

digunakan sebagai obat pengatur irama denyut jantung.0

Sayangnya, untuk mendapatkan kulit kina tersebut sangatlah sulit

mengingat tanaman ini hanya tumbuh liar di sepanjang pegunungan Andes yang

meliputi wilayah Venezuela, Colombia, Equador, Peru sampai Bolivia. Selain itu,

ketika bangsa Eropa sangat berkepentingan terhadap tumbuhan tersebut pada

pertengahan abad ke-19, pemerintah Peru dan Bolivia serta negara-negara di

wilayah Andes, meningkatkan kendali atas usaha-usaha pengumpulan dan

0
Joseph Banks, Journal of the Right Hon. Sir Joseph Banks during Captain Cook’s
Fisrt Voyage in HMS Endeavour in 1768-1771, (London: Macmillan and Company,
1896), hlm. 375.
0
Widayat, Peluang pasar dan perkembangan kina Indonesia. Dalam makalah
Seminar Sehari Pengembangan Kina Nasional. Bandung, 3 Agustus 2000.
0
Salwa Lubnan Dalimoenthe, “Teknik mikrografting dalam perbanyakan tanaman
kina (Cinchona ledgeriana Moens)”, dalam jurnal Penelitian Teh dan Kina, Vol. 16 No.
1, 2013: 13-24, hlm. 13-14.
6

penjualan kulit kina.0 Permasalahan inilah yang kemudian membuat pemerintah

Eropa, khususnya Belanda, mengeluarkan beragam kebijakan agar dapat terlepas

dari monopoli kina negara di Amerika Selatan, dan mampu untuk

mengoptimalkan komoditi ini secara mandiri demi kepentingan mereka di

wilayah koloni.

Sejarah tanaman kina di abad ke-19−klasifikasi, pengumpulan,

transplantasi, penanaman, dan aklimatisasi kina− terjalin dengan beberapa isu

sentral studi sains kolonial, sejarah lingkungan, ekonomi pertanian, dan ekonomi

politik dari pengetahuan lokal.0 Oleh karenanya menarik untuk melihat

kepentingan dari pemindahan tanaman yang terkenal pada pertengahan abad ke-

19. Secara historiografis, kajian mengenai sejarah kina pada masa kolonial di

Hindia-belanda pada khususnya, telah dilakukan oleh beberapa peneliti, misalnya

Andrew Goss,0 Ririn Darini,0 Norman Taylor,0 Arjo Roersch.0 Dari beberapa

peneliti tersebut, tulisan Arjo Roersch merupakan sebuah penelitian disertasi

yang melihat adanya perubahan peta monopoli kina dalam konteks global yang
0
Lucile H. Brockway, Science and Colonial Expansion: The Role of the British
Royal Botanic Gardens, dalam American Ethnologist, Vol. 6, No. 3, Interdisciplinary
Anthropology (Aug., 1979), pp. 449-465, hlm. 456.
0
Kavita Philiph, Civilizing Natures: Race, Resources, And Modernity in Colonial
South India, (New Jersey: Rutgers University Press, 2004), hlm. 171.
0
Goss, Andrew, Belenggu Ilmuwan Pengetahuan Dari Hindia-Belanda Sampai
Orde Baru, (Jakarta: Komunitas Bambu, 2014).
0
Darini, Ririn, Perkembangan Industri Kina di Jawa, 1854-1940. Dalam jurnal
Lembaran Sejarah, 2000.
0
Taylor, Norman, Cinchona in Java: The Story of Quinine, (USA: University of
California, 1945).
0
Roesch, Arjo, Colonial Agro-Industrialism Science Industry and the State in the
Dutch Golden Alkaloid Age, 1850-1950, (Utrecht: Ipskamp, Enschede, 2015).
7

kemudian dimenangkan dan dikuasai oleh pemerintah Belanda. Taylor dan Goss

secara umum juga membahas bagaimana upaya pemerintah Belanda dalam

aklimatisasi kina di Hindia-Belanda. Akan tetapi pembahasan Taylor dan Goss

hanya pada tahapan keberhasilan tanaman kina yang akhirnya dapat tumbuh di

Hindia-Belanda. Selain itu, ada juga Ririn Darini yang mengkaji tentang

perkembangan industri kina dan monopolinya di Hindia-Belanda. Akan tetapi,

tulisan Ririn Darini belum begitu lengkap sehingga masih ada celah bagi

penelitian selanjutnya terutama terkait dengan kebijakan dan monopoli kina di

Hindia-Belanda hingga akhir kekuasaan kolonial di Indonesia.

1.2. Permasalahan dan Ruang Lingkup


Dari latar belakang di atas dapat dikatakan bahwa selama periode 1850-an

hingga tahun 1940-an, pemerintah Belanda, sebagai induk Hindia Belanda, telah

berupaya menerapkan kebijakan-kebijakan untuk memonopoli produksi dan

harga kina asal Hindia Belanda. Mengapa kebijakan dan upaya monopoli kina

diperlukan? Itulah yang menjadi pertanyaan besar dan menuntun pada beberapa

pertanyaan, di antaranya:

1. Apa saja kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah Belanda dalam

mengusahakan monopoli kina di Hindia-Belanda selama periode 1850-an

hingga 1940-an?

2. Sejauh mana kebijakan yang diterapkan pemerintah Belanda dapat

memonopoli dan mempengaruhi komoditi kina di Hindia-Belanda?

Hindia-Belanda dipilih sebagai fokus spasial penelitian ini karena dari sekian

banyaknya wilayah koloni milik pemerintah Belanda, hanya Hindia-Belanda-lah


8

yang paling banyak mendapat porsi dan sorotan dalam upaya memonopoli

komoditi kina mereka. Selain itu, penelitian ini juga mengambil cakupan

temporal yang cukup panjang, mulai dari tahun 1850-an hingga tahun 1940-an.

Tahun 1850-an diambil sebagai batasan awal dalam penelitian ini karena

kebijakan awal terkait upaya monopoli kina di mulai pada tahun 1852 yang

ditandai dengan proses pencarian bibit pohon kina. Sedangkan tahun 1940-an

diambil sebagai batas akhir cakupan temporal penelitian ini sebab periode ini

merupakan akhir dari kekuasaan pemerintah Belanda di Hindia-Belanda.

1.3. Tujuan dan Manfaat


Dengan menjawab beberapa pertanyaan penelitian di atas, penelitian ini

diharapkan mampu menjabarkan sebuah penjelasan yang deskriptif mengenai

kebijakan yang diterapkan pemerintah kolonial Belanda dalam upayanya untuk

memonopoli komoditi kina, khususnya di Hindia-Belanda. Secara lebih khusus,

penelitian ini bertujuan untuk melihat seberapa perlu dan pentingkah kebijakan

tersebut diterapkan pemerintah kolonial Belanda. Selain itu, penelitian ini juga

bertujuan untuk menjelaskan sejauh mana dampak dari kebijakan yang diterapkan

pemerintah Belanda dalam upayanya untuk memonopoli komoditi kina.

Berdasarkan tujuan-tujuan tersebut, penelitian ini diharapkan mampu untuk

memberikan manfaat dan menambah pengetahuan baru bagi penelitian

selanjutnya.

1.4. Tinjauan Pustaka


Berdasarkan tema dan latarbelakang, maka penelitian ini akan

menggunakan tinjauan pustaka berupa literatur - literatur yang berkaitan dengan


9

sejarah kina dan monopolinya secara luas. Hal ini dikarenakan penelitian ilmiah

yang spesifik membahas mengenai monopoli kina di Hindia-Belanda khususnya

sangat jarang ditemui. Adapun beberapa karya yang membahas tentang sejarah

komoditi kina dan perkembangannya diantaranya adalah: Ririn Darini,

Perkembangan Industri Kina di Jawa 1854-19400, dan F. R. Fosberg, Cinchona

Plantation in the New World0, dan Norman Taylor, Cinchona in Java; the story

of quinine0

Karya Norman Taylor, Cinchona in Java; the story of quinine merupakan

salah satu buku sejarah yang membahas tanaman kina di Jawa pada masa Hindia

Belanda. Buku tidak hanya membahas penanaman dan perintisan perkebunan

kina di Hindia-Belanda, namun juga sejarah awal penemuan manfaat kina dan

sejarah penyakit malaria. Buku ini membahas sejarah Kina dari sisi botani dan

medis, menelusuri sejak awal mula penyakit malaria diteliti, ditemukannya kina

sebagai obat malaria, penanaman kina di Pegunungan Andes hingga kedatangan

bibit kina pertama di Jawa. Akan tetapi, pembahasan terkait upaya dan kebijakan

pemerintah kolonial Belanda dalam memonopoli kina, khususnya di Hindia-

Belanda kurang begitu lengkap. Sehingga masih ada celah bagi penulis untuk

meneliti lebih jauh terkait monopoli kina di Hindia-Belanda.

0
Ririn Darini, “Perkembangan Industri Kina di Jawa, 1854-1940” dalam jurnal
Lembaran Sejarah Vol. II No. 2 Tahun 2000.
0
F. R. Fosberg, “Cinchona Plantation in the New World”, dalam jurnal Economic
Botany Vol. I No. 3 Tahun 1947
0
Norman Taylor, Cinchona in Java; the story of quinine (USA: California
University, 1945)
10

Selanjutnya adalah artikel Ririn Darini, Perkembangan Industri Kina di

Jawa 1854-1940, yang membahas tentang industri kina di Hindia-Belanda.

Dalam artikel Perkembangan Industri Kina di Jawa 1854 -1940, Ririn Darini

menjelaskan tentang perkembangan industri kina di Jawa beserta permasalahan-

permasalahan yang menyertainya, seperti pengaruh kina di Jawa terhadap pasar

kina dunia dan perkembangan kebun kina rakyat. Ririn Darini membahas

beberapa kebijakan seperti pendirian Bandoensgche Kininefabriek. Meski

demikian, tulisan Ririn Darini masih ditemukan kekurangan karena belum

menjabarkan secara spesifik mengenai kebijakan-kebijakan pemerintah kolonial

Belanda dalam memonopoli kina di Hindia-Belanda seperti pendirian Serikat

Kina, dan Perjanjian Kina tahun 1939-1948.

Kemudian artikel F. R. Fosberg, Cinchona Plantation in the New World

yang membandingkan penanaman Cinchona di Amerika Selatan dan Hindia

Belanda. Dalam Cinchona Plantation in the New World, Fosberg menjelaskan

budidaya kina di Dunia Baru (New World), Amerika Utara dan selatan serta

Karibia dan bagaimana budidaya kina di Hindia-Belanda yang dipelopori

Belanda mengalahkan produksi kina Dunia Baru. Dalam tulisan ini Fosberg

memberikan contoh perkebunan kina di lereng gunung Santa Clara di sebelah

barat daya Guatemala. Perkebunan-perkebunan di wilayah Amerika Selatan ini

merupakan bentuk perlawanan dan usaha untuk melepaskan diri dari

ketergantungan terhadap suplai kina Hindia-Belanda.

Selain literasi yang telah disebutkan diatas, perihal sejarah kina dan

perkembangannya secara luas juga dibahas dalam buku; Kavita Philiph,


11

Civilizing Natures: Race, Resource, and Modernity in Colonial South India 0,

Clements Robert Markham dalam the Introduction of the Cinchona Tree into

British India, 1861,0 dan Travels in Peru and India while superintending the

collection of chinchona plants and seeds in South America and their introduction

into India.0 Ketiga buku tersebut memang menjelaskan sejarah pejalanan kina

hingga pada akhirnya di monopoli oleh negara-negara Eropa. Meski demikian,

ketiga buku ini lebih membahas terkait monopoli kina yang dilakukan oleh

pemerintah Inggris, yang notabene nya memiliki koloni di India. Adapun

pembahasan perihal monopoli yang dilakukan pemerintah Belanda hanya sedikit

dan lebih melihat bagaimana persaingan dalam upaya aklimatisasi kina di

wilayah koloninya masing-masing.

Dari tinjauan pustaka di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa tema

aklimatisasi kina dan monopoli kina di Hindia-Belanda memang masih jarang

dilakukan. Maka dari itu, diperlukan sebuah penelitian lebih lanjut untuk melengkapi

tulisan-tulisan sebelumnya.

1.5. Metode dan Sumber


Untuk merekonstruksi peristiwa sejarah, para sejarawan memerlukan

sebuah metode penelitian sejarah. Metode adalah cara-cara yang digunakan

sejarawan dalam proses penelitian dan penulisan sejarah. Penelitian sejarah,

0
Kavita Philiph, Civilizing Natures: Race, Resource, and Modernity in Colonial
South India, (New Brunswick, New Jersey: Rutgers University Press, 1964).
0
Clements Robert Markham, the Introduction of the Cinchona Tree into British
India, 1861, (London: John Murray, 1860).
0
Clements Robert Markham, Travels in Peru and India while superintending the
collection of chinchona plants and seeds in South America and their introduction into
India, (London: John Murray, Albemarle Street, 1862)
12

seperti yang dikemukakan oleh Kuntowijoyo, dilakukan dalam lima tahap:

pemilihan topik, pengumpulan sumber, verifikasi (kritik sumber), interpretasi,

dan penulisan peristiwa sejarah0. Setelah memilih topik atau tema yang sesuai,

pengumpulan sumber sejarah akan segera dilakukan.

Sumber yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah sumber primer

dan sekunder. Sumber primer berupa arsip perusahaan dan pemerintahan. Sumber

sekunder berupa berita dari surat kabar maupun rekaman yang se-zaman dan

artikel ilmiah, buku, serta laporan penelitian terkait nasionalisasi Bandoengsche

Kininefabriek. Beberapa arsip pemerintah Indonesia maupun kolonial Belanda

dapat ditemukan dalam koleksi Arsip Nasional RI dan situs daring KITLV,

NIOD, koleksi Kolonial Perpustakaan Universitas Leiden dan koleksi Tropen

Museum. Selain sumber primer, penelitian ini juga akan menggunakan sumber-

sumber sekunder berupa buku dan artikel yang terkait dengan tema yang bisa

ditemukan di perpustakaan, diunduh secara online di internet, atau dibeli di

beberapa toko buku. Beberapa perpustakaan yang akan dikunjungi demi

keperluan sumber penelitian ini adalah Perpustakaan Universitas Gadjah Mada,

Perpustakaan Fakultas Ilmu Budaya UGM, Perpustakaan Universitas Sanata

Dharma, Perpustakaan Wilayah D.I. Yogyakarta, dan Perpustakaan Ignatius,

sedangkan artikel akan diunduh melalui situs penyedia jurnal-jurnal online yang

telah terintegrasi ke dalam sistem kepustakaan Universitas Gadjah Mada.

Sementara itu, sumber tidak tertulis yang mungkin dapat digunakan untuk

penelitian ini adalah foto. Salah satu jenis sumber visual tersebut akan sangat

0
Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah (Yogyakarta: Bentang, 1995), hlm. 90
13

membantu untuk menunjukkan dan menggambarkan keadaan pada masa itu.

Foto-foto tersebut akan diakses melalui situs Koninklijk Instituut voor Taal-,

Land-en Volkenkunde (KITLV) yang menyediakan foto-foto Hindia Belanda

pada masa kolonial.

Semua sumber yang telah dikumpulkan akan diverifikasi dalam dua

tahapan kritik sumber, yaitu kritik internal dan eksternal. Kritik sumber sangat

perlu dilakukan untuk menguji kredibilitas dan otentisitas sumber. Setelah kritik

dilakukan, fakta-fakta yang diperoleh akan disusun melalui proses interpretasi

dan penulisan.

1.6. Sistematika Penulisan


Setidaknya ada dua pokok masalah yang akan dijelaskan dalam bab-bab

pembahasan, yakni permasalahan-permasalahan tentang komoditi kina serta

kebijakan pemerintah Hindia-Belanda dalam upaya untuk memonopoli komoditi

tersebut.

Sesuai dengan dua pokok masalah tersebut, dalam Bab 2 dijabarkan faktor

penarik dan pendorong mengapa kina menjadi komoditi yang sangat penting

sehingga kina masuk di Hindia-Belanda. Selanjutnya, penjelasan perkembangan

dan penelitian tentang aklimatisasi kina di Hindia-Belanda. Keberhasilan

aklimatisasi kina di Hindia-Belanda inilah yang kemudian berdampak terhadap

kemunculan perkebunan kina di Hindia-Belanda. Selanjutnya, upaya monopoli

dan kebijakan kina di Hindia-Belanda dibahas dalam Bab 3. Yang terakhir, Bab 4

merupakan penutup yang berisi jawaban dari pertanyaan penelitian sekaligus

merupakan kesimpulan dari seluruh penjelasan hasil penelitian ini.


2. BAB II

SEJARAH PENYAKIT MALARIA DAN AKLIMATISASI TANAMAN

KINA DI HINDIA-BELANDA

Sebelum masuk ke dalam pembahasan utama yaitu sejarah aklimatisasi dan

monopoli kina di Hindia-Belanda, alangkah baiknya diuraikan terlebih dahulu

bagaimana proses penemuan tanaman kina hingga akhirnya tanaman tersebut

masuk di Hindia-Belanda. Penemuan kina merupakan salah satu pencapaian

terbesar dalam sejarah umat manusia. Sejarah penemuan kina tak lepas dari

sejarah penyakit malaria yang merupakan suatu ancaman bagi kehidupan umat

manusia. Sejarah telah mencatat banyak sekali kasus kematian yang diakibatkan

oleh malaria. Kematian tersebut dikarenakan belum adanya obat antimalaria yang

ampuh untuk mengobati penyakit tersebut. Penyakit ini tersebar ke berbagai

wilayah di dunia dan mengancam mereka, terutama bagi mereka yang bertempat

tinggal di kawasan beriklim tropis dan sub-tropis. Oleh karena itu, perlu adanya

kewaspadaan yang tinggi diwilayah tersebut, terutama terkait dengan penyakit

malaria.

Pentingnya tanaman kina tentu disadari betul oleh Bangsa Eropa. Sejak awal

abad ke-16, mereka mulai melakukan kegiatan ekspansi di kawasan baru. Mereka

mulai masuk ke wilayah Asia Tenggara, Amerika dan Afrika, yang merupakan

kawasan endemik malaria. George Urdang menegaskan bahwa segala kepentingan

dan eksistensi mereka di wilayah tersebut berada dalam ancaman yang serius. Ia

bahkan meragukan kemampuan orang Eropa untuk bertahan dari ganasnya


15

malaria tanpa obat yang mujarab, yaitu dengan kina. 0 Oleh karena itu, dalam

kesempatan selanjutnya, Bangsa Eropa berusaha untuk membudidayakan tanaman

kina di wilayah baru, termasuk di Hindia-Belanda.

2.1. Sejarah Malaria dan Kasusnya di Hindia-Belanda


3,3 milyar manusia atau separuh penduduk dunia, hidup di daerah resiko tertular
penyakit malaria di 109 negara. Data tahun 2016 menunjukkan bahwa sekitar
216 juta masyarakat dunia menderita penyakit malaria. Dari jumlah tersebut,
diperkirakan ada 445.000 kematian akibat malaria secara global. Wilayah Afrika
menjadi penyumbang terbanyak (91%) dari semua kematian akibat malaria pada
tahun 2016, diikuti dengan Asia Tenggara (6%).0
Dari kutipan diatas, dapat dikatakan bahwa hingga saat ini, penyakit malaria

masih menjadi ancaman besar bagi kehidupan umat manusia. Penyakit malaria

masih menjadi penyebab utama morbiditas dan mortalitas di dunia. Tiga miliar

orang, atau sekitar 48% dari populasi dunia, hidup di wilayah yang rentan

terhadap penyakit ini. Persebaran penyakit ini pun sangat luas. Malaria tersebar

luas di zona tropis dan subtropis dan menjadi endemik di bagian selatan Afrika,

Asia Tenggara, Timur Tengah, serta Amerika Tengah dan selatan (lihat gambar

1).

0
George Urdang, “The Legend of Cinchona”, dalam jurnal The Scientific Monthly,
Vol. 61, No. 1 (Juli, 1945), pp. 17-20, hlm. 17.
0
World Malaria Report 2017. (Geneva: World Health Organization; 2017),
Licence: CC BY-NC-SA 3.0 IGO, hlm. xv-xvi.
16

Gambar 1. Persebaran malaria di dunia

Sumber: Christian Lengeler, dkk, Net Gain: A New Method for Preventing Malaria
(Canada: Interational Development Research Centre/WHO, 1996), hlm. 2.

Malaria menjadi wabah yang sangat mematikan di setiap generasi. Malaria

merupakan penyakit yang disebabkan oleh parasit yang berasal dari protozoa

genus plasmodium. Terdapat 4 jenis parasit plasmodium yang menimbulkan

malaria pada manusia, yaitu plasmodium vivax, ovale, malariae, dan falciparum,

yang seluruhnya ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles betina. Meskipun

ditularkan oleh nyamuk, penyakit malaria termasuk penyakit ekologis yang

dipengaruhi oleh kondisi lingkungan yang memungkinkan nyamuk untuk

berkembang biak dan berpotensi menularkan parasit malaria melalui kontak

dengan manusia.0

Kata mal’aria berasal dari bahasa Italia yang berarti “udara buruk”. Sejarah

malaria atau gejala yang mirip dengan malaria telah dikenal sejak ribuan tahun

0
www.who.wnt/malaria/en/ diakses pada tanggal 20/02/2017
17

yang lalu. Pada 2700 SM, sejumlah gejala khas dari penyakit yang saat ini dikenal

dengan malaria telah tertulis dalam Nei Ching (catatan kedokteran Cina), yang

disusun oleh kaisar Huang Ti.0 Sejak awal kemunculannya, malaria merupakan

salah satu wabah yang menjadi “misteri”. Dimana dan bagaimana penyakit ini

mulai mewabah tidak ada yang tahu secara pasti. Meski demikian, Missiroli dalam

catatannya telah menunjukkan dalam sebuah diagram bahwa wabah malaria yang

mematikan di Italia terjadi pada abad ketiga dan keempat SM. dan pada abad ke 6,

7, 11, 12, dan 18 dan 19.0

Para ilmuwan saat itu belum menemukan penyebab pasti dari penyakit

malaria. Hingga tahun 1820-an, para ilmuwan masih meyakini bahwa malaria

disebabkan oleh gas beracun yang berasal dari rawa. Hal ini dikenal dengan teori

miasma, yaitu penyakit dapat diakibatkan oleh uap jahat.0 Selain teori tersebut,

sebagian ilmuwan juga percaya bahwa malaria disebabkan oleh kuman mikroba.

Hal ini didasarkan pada teori yang dikemukakan oleh Louis Pasteur bahwa

kebanyakan penyakit menular disebabkan oleh kuman mikroba (teori kuman).

Namun pada akhir abad ke-19, baik teori uap maupun teori kuman, dapat

terbantahkan. Hal ini karena muncul sebuah penelitian bahwa penyakit malaria

0
Soedarto, Malaria: Referensi Mutakhir Epidemiologi Global-Plasmodium-
Anopheles Penatalaksanaan Penderita Malaria, (Jakarta: Sagung Seto, 2011), hlm. 10.
0
Norman Taylor, Cinchona in Java: The Story of Quinine, (New York: Greenberg
Publisher, 1945), hlm. 10.
0
Leonard Blusse, Pesekutuan Aneh: Pemukim Cina, Wanita Peranakan, dan
Belanda di Batavia VOC (Yogyakarta: LKiS, 2004), hlm 51.
18

dibawa oleh nyamuk Anopheles. Kemudian penelitian itu dapat dibuktikan

setelahnya.0

Bukti ilmiah terkait penyebab penyakit malaria akhirnya muncul pada tahun

1882. Pada tahun tersebut, seorang dokter bedah asal Perancis, Alphonse Laveran,

berhasil menemukan parasit malaria di dalam darah manusia. Beberapa tahun

berikutnya, Ronald Ross (seorang pejabat Inggris di Indian Medical Service)

berhasil membuktikan bahwa parasit malaria dapat dipindahkan dari manusia

penderita malaria ke nyamuk. Pada tahap penelitian selanjutnya, Ross mencoba

untuk memindahkan parasit malaria dari burung ke burung menggunakan

nyamuk. Percobaan tersebut berhasil. Pada tahun 1898, Ross mengidentifikasi

bahwa nyamuk Anopheles sebagai media vektor utama dalam persebaran penyakit

malaria.0

Sejak penemuan tersebut, pengetahuan tentang penyakit malaria semakin

berkembang. Akan tetapi, perkembangan pengetahuan tersebut tidak diimbangi

dengan efektifitas untuk mengatasi wabah tersebut. Oleh sebab itu, sejarah

tentang malaria serta perang terhadap wabah ini merupakan sebuah perjuangan

yang panjang yang tiada henti-hentinya. Tidak mengherankan juga jika sejak dulu

para pemimpin dunia terus mencari cara untuk menekan penyebaran dan

penularan penyakit malaria.0 Lalu, dengan kenyataan yang sedemikian, muncul


0
Norman Taylor Op. Cit., hlm. 13-14.
0
Soedarto, Op. Cit., hlm. 11-12.
0
Hingga saat ini, pendanaan substansial terus diinvestasikan dalam perang
melawan malaria. Menurut laporan WHO, lebih dari US $ 19 miliar telah diinvestasikan
oleh pemerintah negara-negara endemik malaria dan mitra internasional sejak tahun 2010.
World Malaria Report 2017, Op. Cit., hlm. 61.
19

pertanyaan bagaimana kasus malaria di Hindia-Belanda sebelum ditemukannya

obat antimalaria? Lalu, hal apa yang dilakukan oleh masyarakat pada saat itu

untuk mengatasi penyakit tersebut?

Hindia-Belanda merupakan kawasan endemi penyakit malaria. Persebaran

wabah malaria kawasan ini sangat dipengaruhi oleh banyak hal, terutama terkait

kondisi geografisnya yang sangat mendukung bagi berkembangnya penyakit

malaria. Hindia-Belanda merupakan kawasan beriklim tropis dan disertai dengan

curah hujan yang tinggi sehingga yang cocok untuk perkembangbiakan nyamuk

anopheles. Iklim tropis dan penyakit malaria memiliki hubungan yang sangat erat.

Hal ini disebabkan karena nyamuk Anopheles betina, penyebab penyakit malaria,

membutuhkan habitat tertentu yang mendukung kehidupannya. Selain itu, faktor

lainnya seperti suhu, kelembaban, kecepatan angin, ketersediaan makanan, dan

tempat berkembang biak sangat berpengaruh terhadap perkembangan habitat

nyamuk. Maka tidak mengherankan jika wabah malaria sangat erat kaitannya

dengan kondisi lingkungan disekitarnya.0

Meskipun malaria merupakan penyakit yang ada sejak lama, akan tetapi

riwayat/cerita tentang bagaimana ganasnya wabah malaria di Hindia-Belanda

lebih banyak tercatat ketika orang-orang Eropa berdatangan ke wilayah

nusantara.0 Sejak awal abad ke-18, malaria mulai menjadi wabah penyakit yang
0
Umar Fachmi Achmadi, Manajemen Penyakit Berbasis Wilayah, (Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2014), hlm. 15.
0
Pun begitu, tidak dapat dipungkiri juga bahwasannya wabah atau penyakit malaria
di Indonesia sejatinya telah menjangkiti masyarakat di Indonesia jauh sebelum orang-
orang Eropa datang ke Nusantara. Akan tetapi, ketersediaan data dan riwayat tentang
penyakit ini lebih banyak tertulis ketika masyarakat Eropa (terutama Belanda) mulai
mendiami wilayah di kepualauan Indonesia.
20

sangat meresahkan. Di Batavia misalnya, ganasnya wabah malaria sangat

dirasakan seluruh lapisan masyarakat, tak terkecuali bagi orang-orang Eropa yang

mulai mendiami kawasan ini. Ricklefs menyebutkan bahwa sejak tahun 1733,

kota ini telah menyebarkan wabah malaria yang mematikan. Dalam rentang waktu

1733 hingga tahun 1795, jumlah kematian masyarakat di Batavia akibat wabah

malaria dan penyakit lainnya mencapai 85.000 jiwa. Bahkan Dirk van Cloon,

salah satu gubernur jenderal pada saat itu, tidak luput dari serangan penyakit

malaria yang mematikan ini.0

Merebaknya beragam macam wabah penyakit−terutama malaria−di Batavia

menjadikan kota tersebut didaulat sebagai kota terburuk di dunia. Padahal, kota

Batavia awalnya dikenal sebagai kota yang sangat layak. Kelayakan Batavia

disebutkan oleh Jea Baptiste Tavernier sebagai kota yang paling indah, bersih dan

paling baik di dunia.0 Selain Tavernier, seorang Jerman bernama Christopher

Fryke yang mengunjungi Batavia pada tahun 1680-an menganggap kota ini lebih

indah daripada Amsterdam. Pada tahun 1718, seorang asal Portugis Innigo de

Biervillas juga mengkisahkan tentang keelokan kota, makanan yang melimpah

0
Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern 1200-2008, (Jakarta: PT Serambi Ilmu
Semesta, 2010), hlm. 200. Dalam catatan lain, Raffles dalam bukunya “History of Java”
juga menyinggung tentang permasalahan di Batavia. Ia menyebutkan bahwa dari tahun
1730 sampai 1752, Batavia telah kehilangan penduduknya tak kurang dari 1.119.375
jiwa. Akan tetapi, menurut Blusse, data statistik yang dikemukakan Raffles kurang dapat
dipercaya dengan beberapa alasan. Pertama, sejak awal kedatangannya di Hindia-Belanda
pada tahun 1811, wajah Batavia telah berubah. Kedua, menurut Blusse, Raffles
mengumpulkan pendapat tersebut kemudian menambahkan komentar yang sarkatis dan
tajam yang ditujukan kepada orang-orang Belanda. Lihat Leonard Blusse, Op. Cit., hlm.
31-32.
0
Blusse, Op.Cit., hlm. 32.
21

dan lingkungan Batavia yang sehat. Francois Valentijn turut meningkatkan

antusiame orang-orang (Eropa) dengan menceritakan kondisi Batavia dengan 16

kanal indah yang dikelilingi pohon asam jawa serta pohon berbunga yang

membuat suasana terasa menyenangkan setiap harinya.0

Gambaran Batavia sebagai kota yang sehat dan layak dapat dibuktikan

dengan angka kematian yang masih rendah. Menurut Van der Brug, sebelum

tahun 1733, hanya 500 hingga 700 pekerja yang dilaporkan meninggal karena

tipus, malaria, disentri, beri-beri dan penyakit lainnya.0 Leonard Blusse

menunjukkan bahwa pada tahun 1729 angka kematian di Batavia hanya 14,2%.

Hal ini terjadi karena kondisi lingkungan di Batavia masih tergolong baik.

Namun, setelah tahun 1733, angka kematian di Batavia meningkat tajam menjadi

menjadi 36,4%.0 Wabah Malaria menyebar dan meningkatkan angka kematian

menjadi 2000 hingga 3000 jiwa. Puncaknya, setiap tahunnya, wabah malaria

menjangkiti 5000 hingga 6000 orang Eropa setelah tiba di Batavia. 0 Kondisi

Batavia yang buruk juga di ceritakan oleh Sir Joseph Banks yang bertahan hidup

selama 3 bulan di Batavia. Ia mengkisahkan;

“pada tanggal 9 Oktober 1770, sebelum pukul empat kami sudah berlabuh
di jalur masuk Batavia. Sebuah kapal kecil segera datang menghampiri

0
Susan Blackburn, Jakarta: Sejarah 400 tahun, (Jakarta: Masup, 2012), hlm. 25-
26.
0
Van der Brug, “Malaria in Batavia in the 18th Century”, dalam jurnal Tropical
Medicine and International Heatlh,Vol. 2, No. 9 (September, 1997), pp. 892-902, hlm.
893.
0
Leonard Blusse, Op. Cit., hlm 56.
0
Van der Brug, Op. Cit., hlm. 893
22

kami. Seorang perwira dalam kapal kecil tersebut menanyakan siapa kami,
dan lainnya, kemudian ia segera kembali ke kapalnya. Baik perwira itu
maupun anak buahnya tampak sangat pucat seperti hantu, bukan suatu
pertanda baik mengenai kesehatan daerah yang baru saja kami datangi ini.
Namun demikian, orang-orang kami yang bisa dikatakan sehat dan gemuk
(karena tidak ada satupun dari kami yang jatuh sakit selama pelayaran),
meledek dan memamerkan kesehatan kepada mereka yang bermuka
pucat..... sejak kedatangan kami disini, kami selalu diberitahu mengenai
buruknya kebersihan ditempat ini. Akan tetapi kami menghiraukan
peringatan tersebut. Kami berpikir bahwa kami sudah sangat
berpengalaman terhadap berbagai jenis iklim dan segala jenis penyakit.
Akan tetapi, sebelum bulan pertama tinggal berakhir, kami menyadari
kesalahan kami. Tanggal 21 oktober 1770, kami mulai merasakan efek sakit
yang ditimbulkan oleh iklim yang tidak menyehatkan di daerah yang kami
diami (Batavia). Selera makan kami dan semangat kami telah hilang, tetapi
tidak seorang pun benar-benar sakit kecuali Tupia dan Tayeto yang
malang. Keduanya makin sakit dari hari ke hari sehingga saya mulai
mencemaskan nyawa Tupia. Sebagai antisipasi, pada tanggal 28 saya pergi
bersamanya ke Kuyper dan didirikanlah tenda di pinggir pantai. Satu per
satu dari kami mulai jatuh sakit sehingga tenda di tepi laut selalu dihuni
oleh orang sakit. Saya pun terjangkit penyakit malaria yang serangannya
begitu hebat sehingga saya tidak bisa merasakan apa-apa.”0
Van der Brug menyatakan bahwa meskipun malaria bukan satu-satunya

faktor utama penyebab kematian masyarakat di Batavia, akan tetapi meningkatnya

angka kematian di kota tersebut salah satunya disebabkan oleh penyakit malaria. 0

Penyebaran wabah malaria di Batavia karena memang kondisi lingkungan di

Batavia yang sangat buruk, sehingga mempercepat perkembangan penyakit ini.

Batavia merupakan kota yang dibangun di tepi Sungai Ciliwung yang dikelilingi

oleh benteng dan kanal-kanal yang difungsikan sebagai jalur transportasi. 0 Akan

tetapi, pada kenyataannya kanal-kanal di Batavia tidak hanya berfungsi sebagai

0
Joseph Banks, Journal of the Right Hon. Sir Joseph Banks during Captain Cook’s
Fisrt Voyage in HMS Endeavour in 1768-1771, (London: Macmillan and Company,
1896), hlm. 366-372.
0
Van der Brug, Op. Cit., hlm. 895.
0
Susan Blackburn, Op. Cit., hlm. 22.
23

jalur transportasi saja, melainkan kanal-kanal juga menjadi tempat penampungan

segala jenis sisa yang dihasilkan manusia. Memang, pada awal abad ke-18

mayoritas rumah-rumah penduduk di Batavia pada umumnya tidak memiliki

kakus. Jadi pembuangan langsung ditujukan ke kanal-kanal yang terletak di depan

halaman rumah penduduk. Tidak hanya kotoran manusia saja, bangkai binatang

terkadang dibiarkan membusuk setelah dibuang di kanal. Selain itu, limbah-

limbah hasil penggilingan tebu, pembakaran genteng dan tembikar, serta

penyulingan arak juga menambah pencemaran pada kanal-kanal.0 Selain itu,

bertambahnya populasi juga berpengaruh terhadap kondisi lingkungan di Batavia.

Kanal-kanal banyak yang tersumbat dikarenakan banyak masyarakat yang

melanggar peraturan pemerintah dengan membuang sampah dan limbah domestik

ke air. Hal semacam itulah yang mengakibatkan kualitas lingkungan Batavia

semakin buruk.0 Kondisi inilah yang kemudian menimbulkan berbagai macam

penyakit yang terkait kebersihan seperti malaria, tifus, kolera, dan disentri.

Persebaran malaria di wilayah Hindia-Belanda yang sangat luas tentu

memberikan tantangan tersendiri, khususnya bagi orang-orang Eropa yang tinggal

di kepulauan Nusantara. Selain di Batavia, wabah malaria juga menjangkiti daerah

lainnya. Kota-kota di Pulau Jawa seperti Kedu, Semarang, Madiun, Indramayu,

dan Cirebon, tingkat kematian akibat wabah malaria masih tergolong tinggi. 0
0
Mona Lohanda, Sejarah para Pembesar Mengatur Batavia (Jakarta: Masup,
2007), hlm 64-65.
0
Susan Blackburn, Op. Cit., hlm. 56-57.
0
Bahkan hingga awal abad ke-20 pun, kasus malaria di Indramayu tercatat
sebanyak 12.888 dan 2314 orang diantaranya meninggal dunia. Begitu halnya di Madiun.
Kematian akibat malaria di Kota ini tercatat sebanyak 2542 orang. Kolonial Verslaag,
1920, hlm. 105.
24

Sama halnya di Jawa, wabah malaria juga menjangkiti daerah lain di luar Pulau

Jawa. Di Sumatra misalnya, daerah seperti Jambi, Nias, Natal, Tapanuli,

Belitung, dan Lampung merupaka kawasan dengan wabah malaria tinggi. Di

Pulau Kalimantan, Afdeeling Kutai, Afdeeling Amuntai juga tercatat adanya

kasus malaria. Di wilayah timur seperti Sulawesi Tengah, Sumbawa, Pulau Rote,

Timor, Flores dan Irian merupakan daerah-daerah besar yang terjangkit malaria.0

Henry Forbes mengkisahkan pengalamannya di Tanimbar tentang malaria;

”iklim di Tanimbar (Timor Laut) sungguh tidak baik untuk kesehatan.


Selama 18 hingga 20 hari pertama memang tidak ada seorangpun dari
rombongan kami yang jatuh sakit. Namun, periode tersebut agaknya adalah
batas daya tahan kami semua terhadap gas rawa yang berbahaya. Demam,
yang sebagian besar diakibatkan oleh buruknya kualitas air (karena sungai
tidak mengalir di daerah tersebut) dan karena angin tenggara yang kuat
sehingga demam yang datang setelahnya sangat parah. Jika jatuh sakit,
maka suhu tubuh bisa mencapai 103o-105o dalam waktu singkat disertai
demam ingauan parah, yang pada kasus Anna berlangsung selama 3
minggu berturut-turut dan hanya mereda selama beberapa hari. Selama
menderita demam−yang untungnya jarang sekali menyerang kami berdua
secara bersamaan; keadaan yang memungkinkan kami untuk saling
merawat−dua obat yang paling efektif untuk dikonsumsi selain kina adalah
salisilat soda dan kloroform, terutama salisilat kloroform yang dapat
menurunkan suhu tubuh dengan cepat dan membuat si sakit mudah
berkeringat."0
Sejak dulu, beragam usaha untuk menanggulangi wabah malaria pun

dilakukan. Pada tahun 1734, pemerintah kolonial di Batavia mengadakan aksi doa

dan puasa bersama. Mereka percaya bahwa dengan dilakukannya puasa dan doa

Ririn Darini, “Perkembangan Industri Kina di Jawa, 1854-1940”, dalam jurnal


0

Lembaran Sejarah, Vol. II No. 2 Tahun 2000, hlm. 4.


0
Henry O. Forbes, “A Naturalist’s Wanderings in The Eastern Archipelago; a
Narrative of Travel and Exploration from 1878 to 1883”, (New York: Harper and
Brothers), dalam buku George Miller, Indonesia Timur Tempoe Doeloe 1544-1992,
(Jakarta: Komunitas Bambu, 2012), hlm. 194.
25

bersama, Batavia akan bersih dari wabah penyakit malaria. Namun nyatanya aksi

ini masih jauh dari harapan.0 Selain itu, pemerintah kolonial di Batavia juga

melakukan investigasi dan melawan malaria dengan cara membuat drainase,

mengeringkan daerah pantai, laguna, dan rawa, serta mengalih-fungsikan danau

yang merupakan tempat berkembang biaknya nyamuk menjadi persawahan untuk

mengurangi genangan air. Meskipun usaha-usaha tersebut telah dilakukan, akan

tetapi wabah malaria tetap saja merajalela.0

Jika sudah terjangkit malaria, masyarakat pada masa itu umumnya

menggunakan teknik pengobatan dan obat/ramuan seadanya. Joseph Banks (dalam

kunjungannya di Batavia) menceritakan pengalamannya tentang cara seorang

dokter untuk mengobati penderita malaria. Orang yang terkena malaria biasanya

di pindahkan ke tempat dengan kualitas udara yang bagus. Selain itu, Banks juga

mengatakan ketika dirinya terkena malaria, dokter selalu melukai dirinya dan

seringkali diberikan obat pencahar ringan. Hal ini dipercaya membuat demam

akibat malaria tidak begitu parah.0 Selain teknik pengobatan tersebut, jika ada

yang terkena demam (akibat malaria atau lainnya), penderita akan diberikan air

rebusan herba lakun dan memandikan pasien pada pagi hari, selama dua sampai

tiga hari, dengan air hangat. Jika tindakan ini tidak mujarab, penderita akan

dituangkan air dingin ketika sedang terserang demam hebat. Air tersebut dibuat

0
Ricklefs, Op. Cit., hlm. 200.
0
Eric A. Stein, “Colonial Theatres of Proof: Representation and Laughter in 1930s
Rockefeller Foundation Hygiene Cinema in Java”, dalam jurnal Health and History, Vol
8, No.2, Health, Medicine and the Media (2006), hlm. 33.
0
Joseph Banks, Op. Cit., hlm. 375.
26

semakin dingin dengan menambahkan daun sedingin (cotyledon laciniata).

Perubahan suhu ini bisanya membuat pasien banyak berkeringat.0

Wabah malaria yang mematikan telah mempengaruhi berbagai aspek

kehidupan masyarakat. Hal ini tentu sangat dirasakan, terutama bagi orang-orang

Eropa yang telah mendiami wilayah nusantara sejak abad ke-17. Dapat dikatakan

bahwa segala kepentingan dan eksistensi orang-orang Eropa di wilayah baru,

khususnya di Indonesia, tentu berada dalam ancaman, terutama dengan wabah

malaria. Kemampuan dan pengetahuan masyarakat (khususnya orang Eropa)

untuk bertahan dari ganasnya malaria pada saat itu masih sangat minim, terlebih

masih sulit didapatkannya obat yang ampuh untuk mengobati malaria. Pemerintah

kolonial telah berusaha dan mengupayakan berbagai cara agar wabah malaria

dapat ditekan. Namun, semua usaha tersebut nampaknya belum membuahkan

hasil. Pada akhirnya, pemerintah Hindia Belanda mengatasi dan mencegah

timbulnya malaria dengan kinanisasi. Kinanisasi merupakan usaha untuk

mendistribusikan tanaman kina kepada penduduk di wilayah yang terjangkit

malaria. Semua orang di daerah rawan malaria, baik pribumi maupun orang

Eropa, harus mengkonsumsi kina agar kebal terhadap penyakit malaria.0

2.2. Penemuan Kina dan Aklimatisasi Kina di Hindia-Belanda


Dalam sub-bab sebelumnya telah di jelaskan bahwa penyakit malaria

merupakan penyakit yang sangat meresahkan dan telah membunuh banyak jiwa di

0
Teknik pengobatan yang disebutkan terakhir digunakan oleh masyarakat di
kepulauan Sumatra sekitar abad ke-18. William Marsden, Sejarah Sumatra, (Jakarta:
Komunitas Bambu, 2013), hlm. 219.
0
Ririn Darini, Op. Cit., hlm. 5.
27

dunia, termasuk di Hindia-Belanda. Hindia-Belanda khususnya, persebaran wabah

ini sangatlah luas. Hal ini didukung dengan kondisi geografisnya yang sangat

mendukung bagi berkembangnya penyakit malaria. Penyakit malaria telah ada

sejak ribuan tahun yang lalu. Namun, riwayat/catatan tentang penyakit malaria di

Hindia-Belanda lebih banyak tercatat ketika orang Eropa mulai mendiami

kawasan ini. Bagi orang-orang Eropa, penyakit malaria sangat berbahaya dan

sangat mengganggu eksistensi mereka di Hindia-Belanda. Kemampuan dan

pengetahuan masyarakat untuk mengobati penyakit malaria pada saat itu masih

sangat minim, terlebih masih sulit didapatkannya obat yang ampuh untuk

mengobati malaria.

Pemerintah kolonial Belanda telah berusaha dan mengupayakan berbagai

cara agar wabah malaria dapat ditekan. Namun, segala usaha tersebut nampaknya

belum membuahkan hasil. Salah satu obat yang sangat ampuh untuk

menyembuhkan penyakit malaria adalah ramuan dari kulit kina. Akan tetapi, pada

saat itu untuk mendapatkan kina sangatlah terbatas karena harus didatangkan dari

Amerika ke Belanda, kemudian barulah dikirim dari Belanda ke Hindia Timur.

Oleh sebab itu, didalam sub-bab berikutnya akan dijelaskan bagaimana sejarah

awal penggunaaan tanaman kina sebagai obat anti-malaria. Pembahasan

selanjutnya akan dijelaskan obsesi bangsa Eropa terkait tanaman kina, hingga

akhirnya pada akhirnya di budidayakan di berbagai tempat di dunia baru,

termasuk di Hindia-Belanda.
28

2.2.1. Sejarah Awal Penemuan Kina Sebagai Obat Anti-Malaria

Beberapa sejarawan dan peneliti telah mendeskripsikan bagaimana sejarah

awal penemuan kina hingga tumbuhan tersebut digunakan sebagai obat anti-

malaria. Sejarawan farmasi asal Amerika Serikat, George Urdang berpendapat

bahwa awal mula penggunaan tanaman kina oleh orang-orang terahulu, terutama

sebagai obat demam (malaria), belum diketahui secara pasti. Menurutnya, tidak

ada bukti yang kuat yang menyatakan bahwa penduduk asli di Peru telah

menggunakan dan mengerti manfaat tumbuhan kina sebelum kedatangan orang-

orang Spanyol di sana. Lagi pula, selama berabad-abad lamanya, penggunaan

kulit kina pun masih terlarang di Peru, terlebih menggunakan kulit kina sebagai

pengobatan. Inilah yang diyakini oleh George bahwasannya pada saat itu, manfaat

atau kegunaan tumbuhan kina masih belum maksimal.0

Lain halnya dengan George, DJ Wallace dalam jurnalnya mengutip salah

satu riwayat tentang awal penemuan kina sebagai obat. Riwayat tersebut

populerkan oleh Sebastian Bado, dalam tulisannya yang berjudul Anastasis

corticis Peruviae seu Chinae Chinae defensio, Bado mengkisahkan:

“Di kota Lima, ibukota Peru, seorang istri dari raja muda yang bernama
Countess de Cinchon jatuh sakit. Ia menderita demam (malaria). Rumor
dari penyakitnya...menjadi dikenal oleh orang-orang di kota dan menyebar
hingga ke Loxa. Lalu, seorang gubernur Spanyol di tempat itu diberi tahu
mengenai penyakit yang diderita Countess. Kemudian, ia berpikir untuk
menginformasikan kepada suaminya melalui surat bahwa ia memiliki resep
obat rahasia yang bisa merekomendasikan. Tanpa ragu-ragu, dia menerima
resep itu... dan sekali diambil (kina), seuatu yang ajaib terjadi, dengan
cepat dia sembuh dan semua pun terkesima.”0
0
George Urdang, Op. Cit., hlm. 17-18.
0
DJ Wallace, “The History of Antimalarials”, dalam jurnal Lupus, Vol. 5 Suppl. 1
S2-S3 (1996), hlm.1.
29

Sejak saat itu, masyarakat di kota Lima memohon kepada sang putri

(Countess) agar diberi tahu perihal kesembuhannya. Dengan senang hati, sang

putri menceritakan kepada mereka tentang obat yang digunakan. Ia juga memesan

dalam jumlah yang besar bubuk (kina) tersebut untuk meringankan penderitaan

warga yang menderita demam (malaria) di kota Lima. Dalam kurun waktu yang

lama, bubuk tersebut akhirnya dikenal dengan “bubuk Chinchon”, yang kemudian

nama “Chinchon” diabadikan sebagai nama dari tumbuhan kina.0

Meskipun kisah yang dituliskan oleh Bado banyak diperdebatkan oleh para

ahli terkait kebenarannya, akan tetapi kisah tersebut telah dipercaya dan banyak

dikutip di berbagai laporan mengenai sejarah awal penemuan tanaman kina. Itulah

riwayat singkat tentang awal penemuan tumbuhan kina sebagai obat, terutama

untuk malaria. Terlepas dari perdebatan tentang bagaimana awal penemuannya,

para ahli sepakat bahwa penelitian awal terkait kandungan kina dilakukan oleh

ahli farmasi asal Perancis, Pelletier dan Caventou, pada awal abad ke-19. Mereka

berhasil untuk memisahkan kandungan dari kulit kina−terutama kinine−dan

membuktikan bahwa kandungan tersebut sangat terbukti untuk mengatasi demam

dan malaria.0

2.2.2. Percobaan Aklimatisasi Kina di Wilayah Baru, 1852-1856

Seperti yang disampaikan Philip Curtin dalam tulisannya yang berjudul The

White Man Grave: Image and Reality, 1780-1850, awal abad ke-19 merupakan

0
BMJ, “The History of Cinchona”, dalam jurnal The British Medical Journal, Vol.
1, No. 4234 (Feb. 28, 1942), hlm. 299.
0
Ririn Darini, Op. Cit., hlm. 5.
30

titik krusial dalam sejarah pencegahan wabah malaria di dunia. Sejak saat itu, kina

menjadi praktik standar untuk mengobati penderita malaria di Afrika Barat milik

Inggris dan di belahan dunia lainnya. Meskipun pada awalnya kina diragukan

ampuh untuk mencegah/mengobati malaria, akan tetapi, dengan bantuan

perkembangan kontemporer ilmu kimia farmasi saat itu, kandungan dari kulit kina

(sangat terbukti untuk mengatasi demam dan malaria) dapat dengan mudah

diekstraksi dari kulit pohon kina. Oleh sebab itu, tidak mengherankan jika kina

kemudian menjadi salah satu kebutuhan yang sangat mendesak bagi proses

penegakan kekuasaan kolonial di Afrika dan Asia.0

Kina adalah obat yang mencegah dan bahkan menyembuhkan malaria, salah

satu penyakit tropis yang mematikan. Meski demikian, untuk mendapatkan kulit

kina tersebut sangatlah sulit mengingat tanaman ini hanya tumbuh liar di

sepanjang pegunungan Andes yang meliputi wilayah Venezuela, Colombia,

Equador, Peru sampai Bolivia. Selain itu, ketika kekuasaan imperium Eropa

sangat berkepentingan terhadap tumbuhan tersebut pada pertengahan abad ke-19,

pemerintah Peru dan Bolivia serta negara-negara di wilayah Andes, meningkatkan

kendali atas usaha-usaha pengumpulan dan penjualan kulit kina. Atas kendali

tersebut, perluasan kekuasaan imperium bangsa Eropa pun sangat terganggu,

mengingat kina sangat dibutuhkan orang-orang Eropa untuk bertahan hidup dari

ganasnya wabah penyakit tropis, terutama malaria.0


0
P. D. Curtin, The White Man Grave: Image and Reality, 1780-1850, dalam
Journal of British Studies, Vol. 1, No. 1 (Nov., 1961), pp. 94-110, hlm. 107-109.
0
Negara Bolivia, di mana kulit kina terbaik tumbuh, memiliki monopoli kulit kayu
kina dan menjatuhkan denda berat pada siapa pun yang mengambil bibit atau membawa
bibit ke luar negeri. Pada tahun 1861, Ekuador mengadopsi undang-undang untuk
melindungi pohon cinchona dari ekspor. Lucile H. Brockway, “Science and Colonial
31

Menghadapi kenyataan yang demikian, setelah tahun 1840-an, bangsa Eropa

mulai mencari cara agar pasokan kulit kina tetap stabil. Oleh karena itu, sejak

pertengahan abad ke-19, aklimatisasi pohon kina menjadi salah satu kebutuhan

mendesak di seluruh wilayah koloni-koloni Eropa. Alexander von Humboldt dan

rekan-rekannya sejak tahun 1820-an telah menganjurkan penguasa-penguasa

Eropa untuk melakukan usaha aklimatisasi pohon kina. Namun, karena berbagai

kesulitan dan tingginya biaya yang dibutuhkan, tidak ada satu pun usaha

aklimatisasi tersebut yang berhasil.0

Wilayah terbaik bagi pohon kina terletak didalam hutan Caravaya (Peru),

dan berbatasan langsung dengan hutan Bolivia. Hanya sedikit orang yang

mengerti akan kondisi alam disana. Tantangannya pun luar biasa. Lagi pula, pada

saat itu hanya sedikit orang Eropa yang mengerti tentang tumbuhan kina, sehingga

tidak jelas siapa yang akan mampu melakukan aklimatisasinya. Kepakaran botani

sangat diperlukan. Selain itu, untuk melakukan aklimatisasi kina, dibutuhkan pula

seseorang dengan jiwa petualang, dan juga memiliki pengalaman kerja di koloni-

koloni Eropa.0 Meskipun usaha untuk memindahkan kina dari Amerika Selatan ke

perkebunan-perkebunan di berbagai wilayah koloni Eropa di Asia dan Afrika

merupakan suatu tantangan yang luar biasa, akan tetapi dalam beberapa dekade

Expansion: The Role of the British Royal Botanic Gardens”, dalam jurnal American
Ethnologist, Vol. 6, No. 3, Interdisciplinary Anthropology (Aug., 1979), pp. 449-465,
hlm. 456.
0
Andrew Goss, Belenggu Ilmuwan Pengetahuan Dari Hindia Belanda Sampai
Orde Baru, (Jakarta: Komunitas Bambu, 2014), hlm. 59.
0
Andrey Goss, Ibid., hlm 60.
32

selanjutnya, negara-negara dibawah ini pada akhirnya mampu melakukan usaha

aklimatisasi kina di wilayah koloni.

Gambar 2. Kawasan terbaik tanaman kina

Sumber: Andrew Goss, Belenggu Ilmuwan Pengetahuan Dari Hindia Belanda Sampai
Orde Baru, (Jakarta: Komunitas Bambu, 2014), hlm. 64.

2.2.2.1. Inggris

Sejak terjadi pemberontakan Sepoy Mutiny pada tahun 1857, kerajaan

Inggris mulai mengambilalih pemerintahan India dari British East India Company.

Akibatnya, pemerintah Inggris pun memperkuat posisi militer dan birokrasi


33

pemerintahan mereka di India. Walaupun masuknya militer Inggris di India

mampu meredam pemberontakan dan membuat situasi menjadi kondusif, akan

tetapi dalam beberapa tahun berikutnya, muncul suatu kekhawatiran pemerintah

Inggris atas kesehatan pasukan dan tanggungan mereka dalam "iklim berbahaya"

di India.0

Dapat dikatakan bahwa meningkatnya pengawasan militer Inggris di India

pada tahun 1857 menjadi titik penting pemerintah Inggris dalam usaha

aklimatisasi pohon kina. Usaha aklimatisasi kina Inggris dimulai pada tahun 1858.

Saat itu, Dr. John Forbes Royle dari East India Medical Board dan Dr. Thomas

Anderson, seorang pengawas Calcutta Botanic Garden, membujuk Sekretaris

Negara untuk India, Lord Stanley, untuk mengirim tim kolektor ke Andes.

Clement Markham,0 seorang pegawai di Kantor India yang telah menjelajahi

reruntuhan Inca, Peru, beberapa tahun sebelumnya, menawarkan untuk memimpin

ekspedisi tersebut. Sir William Hooker pun setuju dan membangun rumah kaca

khusus di Kew untuk menerima benih ekspedisi kina. Tiga ekspedisi

meninggalkan Inggris pada bulan Desember 1859. Masing-masing dari mereka

diberikan anggaran sebesar 500 poundsterling, dan pergi ke wilayah terpisah.

Markham dan John Weir, seorang tukang kebun, pergi ke Bolivia dan Peru untuk

mendapatkan bibit pohon Cinchona Calisaya. Dr. Richard Spruce dan seorang

0
Lucile H. Brockway, Op. Cit., hlm. 455.
0
Sir Clement Markham adalah seorang saintis pada pertengahan abad ke-19 paling
terkenal yang memulai usaha aklimatisasi kina, khususnya bagi pemerintah Inggris. Ia
berperan penting dalam upaya menyebarluaskan argumen bahwa ada hubungan
ketergantungan antara ilmu pengetahuan dan imperium menjelang abad ke-20. Lihat
Andrew Goss, Op. Cit., hlm. 60.
34

tukang kebun lainnya, Robert Cross, menuju Ekuador untuk mencari C. officinalis

dan C. Succirubra. Dan G. J. Pritchett mencari C. nitida, micrantha, dan

peruviana, di utara Peru.0

Kisah perjalanan Markham dan kolega dalam ekspedisi kina Inggris

tertulis lengkap dalam buku Travels in Peru and India, di mana ia menceritakan

bagaimana sulitnya dalam pencarian bibit pohon kina di Andes, Peru. Dalam

ekspedisinya, Markham bertemu dengan Don Manuel Martel, seorang mantan

anggota militer Peru, yang sedang melakukan pembersihan di hutan untuk

menanam tebu. Martel bersumpah bahwa jika ada orang lain yang mencoba

membawa tanaman kina ke luar negeri, ia akan memanggil orang-orang untuk

menangkap dan memotong kaki mereka. Ketika Markham tiba di Sandia, tempat

di mana ia berencana untuk memulai mengumpulkan bibit kina, otoritas setempat

mencegah Markham untuk mendapatkan pasokan benih atau tanaman kina. Martel

rupanya telah menulis surat kepada penduduk Sandia, dan sibuk memperingatkan

penduduk desa-desa yang berbatasan dengan hutan Caravaya untuk mencegah

penjelajah asing mendapatkan benih kina.0

0
Markham bukan seorang ahli botani atau ahli holtikultura. Akan tetapi dengan
pengetahuan yang cukup besar tentang Amerika Selatan, dan mengerti dialek Peru dan
bahasa Spanyol, ia mampu memimpin tim ekspedisi kina Inggris. Daniel Headrick, The
Tentacles of Progress: Technology Transfer in the Age of Imperialism, 1850-1940, (New
York: Oxford University Press, 1988), hlm. 233. Lihat juga Donovan Williams,
"Clements Robert Markham and the Introduction of the Cinchona Tree into British India,
dalam The Geographical Journal, Vol. 128, No. 4 (Dec., 1962), pp. 431-442, hlm. 434.
0
Kavita Philip, Civilizing Natures: Race, Resources, and Modernity in Colonial
South India, (New Brunswick, NJ: Rutgers University Press, 2004), hlm. 174-175. Kisah
ini juga tertulis dalam buku Clements Markham, Travels in Peru and India while
Superintending the Collection of Chinchona Plants and Seeds in South America, and
Their Introduction into India (London: John Murray, 1862).
35

Selain adanya ancaman dari otoritas setempat, kesulitan Markham dalam

pencarian bibit kina di Amerika Selatan juga disebabkan kondisi alamnya yang

ekstrim. Saat pencarian bibit/pohon kina, terkadang ia harus memanjat dengan

susah payah tebing yang curam. Selain itu, ia juga berkelit binatang liar, cedera,

dan penyakit. Saat lapar, ia mengunyah coca untuk menumpulkan rasa laparnya.

Meskipun dihadapkan dengan kondisi yang sulit, Markham berhasil

mengumpulkan sekitar lima ratus tanaman cinchona dengan varietas yang

berbeda, dan oleh asistennya dikemas dalam kemasan yang dirancang khusus

untuk bertahan dalam perjalanan panjang ke London.0

Akhirnya, pada tahun 1860 hingga 1861, benih/bibit kina dari berbagai

varietas yang dikumpulkan dari Peru dan Ekuador, dan Kolombia dikirim ke Kew,

Inggris, dan beberapa benih lainnya dikirim langsung ke India. Penyimpanan

benih di Kew dilakukan sebagai eksperimen awal. Disana, ada sebuah rumah kaca

khusus yang dipanaskan sebagai media penyebaran dan studi tentang bibit pohon

kina. Pada tahun 1861, Kew telah menampung lebih dari sepuluh ribu pohon kina.

Keberhasilan tersebut tentu disambut gembira oleh pemerintah Inggris, sehingga

beberapa benih dan bibit diberikan ke kepala negara Prancis, Portugis, dan Kaisar

Maximilian untuk digunakan di Meksiko. Kebun botani milik Inggris di Hindia

Barat, Srilangka, dan Mauritius juga menerima benih pohon kina. Dalam skala

besar, benih-benih tersebut juga dikirim ke India karena memang wilayah koloni

ini menjadi prioritas utama pemerintah Inggris dalam usaha aklimatisasi kina.0

0
Kavita Philip, Op. Cit., hlm. 176.
0
Lucile H. Brockway, Op. Cit., hlm. 457.
36

Sejak dikirimkan benih/bibit pohon kina oleh pemerintah Inggris pada

pada Juli 1860, sebanyak 2.973 pohon kina−kebanyakan kina jenis succirubra

dan officinalis−tumbuh di kebun botani Ootacamund, sebuah stasiun perkebunan

diperbukitan selatan India. Tempat tersebut terpilih sebagai tempat untuk

aklimatisasi kina Inggris karena iklimnya mirip dengan iklim di Andes. Dalam

dua tahun, ada lebih dari 100.000 pohon kina yang tumbuh di kebun botani

tersebut. Bahkan hingga tahun 1866, perkebunan kina di wilayah tersebut telah

mencapai 20 hektare.0

Keberhasilan pemerintah Inggris dalam aklimatisasi kina di India tidak

lepas dari keseriusan mereka dalam usaha ini. Selama dua puluh tahun, kebun

botani Ootacamund di Nilgiri Hills, dan Kebun Raya Calcutta, yang mendirikan

perkebunan di Himalaya Sikkim, melakukan penelitian eksperimental tentang

seleksi spesies, metode penanaman dan pemanenan, dan pembuatan kina bubuk.

Di Nilgiris, pemerintah Inggris mempekerjakan para narapidana untuk

membersihkan hutan untuk perkebunan kina. Penjara-penjara pun kemudian

digunakan sebagai tempat pengeringan untuk kulit kayu kina. Orang-orang Canar

dan Tamil, yang dibesarkan dari dataran rendah, dipekerjakan untuk merawat

pepohonan dan memanen kulit kayu. Orang Badaga setempat juga dipekerjakan

sebagai buruh. Badagas adalah orang-orang pertanian yang telah lama menetap di

dataran tinggi Nilgiri. Wanita Badagas secara tradisional bekerja di peternakan

mereka, baik di rumah maupun di rumah. Orang-orang Badagas dapat berhasil di

bawah rezim Inggris karena penghasilan tambahan mereka dari upah buruh.

0
Daniel Headrick, Op. Cit., hlm. 233-234.
37

Walau demikian, usaha aklimatisasi ini tetap memakan korban. Iklim dingin yang

tidak biasa di perbukitan, di mana pohon kina tumbuh subur di bawah kondisi

yang sama dengan habitat asli mereka di Andes, menyebabkan banyak pekerja

jatuh sakit dan meninggal di barak-barak mereka.0

Itulah sepenggal kisah tentang usaha aklimatisasi kina Inggris di wilayah

koloni. Terlepas dari keberhasilan mereka dalam usaha ini, pemerintah Inggris

nampaknya harus membayar mahal usaha ini tanpa keuntungan yang berarti

(karena kalah dari Belanda). Hal itulah yang membuat Richard Klein dalam

tulisannya menyatakan bahwa usaha Inggris terkait aklimatisasi kina di koloni

merupakan suatu kegagalan yang dibayar mahal, karena tidak menguntungkan.

Memang, faktanya pemerintah Belanda mampu mengejar tujuan komersial dalam

usaha aklimatisasi ini. Tapi, bagi pemerintah Inggris, tujuan utama aklimatisasi

kina adalah melindungi kesehatan dan kepentingan mereka di koloni. Bukti

tersebut terlihat ketika pabrik pemerintah di Bengal dan di Madras Presidency,

India, menghasilkan senyawa kulit kayu kina yang jauh lebih murah dan sangat

efektif. Semuanya didistribusikan kepada personil militer, pegawai negeri, dan

perkebunan besar untuk perawatan massal kuli-kuli mereka di India.0

2.2.2.2. Belanda

Sejarah penanaman kina di Hindia-Belanda juga tidak terlepas dari peran

bangsa Eropa. Pemerintah kolonial Belanda yang pada saat itu berkuasa mulai

mencari cara agar kualitas hidup di Hindia-Belanda menjadi lebih aman dari
0
Lucile H. Brockway, Op. Cit., hlm. 457.
0
Lucile H. Brockway, Op. Cit., hlm. 457.
38

penyakit, terutama malaria. Dalam konteks ini, aklimatisasi pohon kina−pohon

yang kulit batangnya memproduksi quinine−di Jawa menjadi obsesi pemerintah

Belanda. Praktik ini pula yang dijadikan alat untuk mengubah daerah Hindia-

Belanda dari sebuah koloni, yang awalnya hanya tepat untuk seorang petualang

menjadi daratan yang aman dari penyakit, khususnya wabah malaria.0

Banyak ahli botani dan ahli hortikultura Belanda yang telah mengajukan

petisi kepada pemerintah di Hindia-Belanda dan Belanda. Sejak tahun 1829,

selama bertahun-tahun lamanya, mereka mengajukan petisi untuk mendorong

pemerintah untuk melakukan aklimatisasi kina di Hindia-Belanda. Mereka

meyakinkan pemerintah bahwa budidaya kina di Hindia Belanda akan berjalan

sukses. Tetapi, petisi tersebut kurang mendapat perhatian oleh pemerintah

Belanda. Petisi yang di gagas oleh ilmuwan seperti de Vogel, Vrolik, Blume,

Mulder, de Vriese atau Miquel nampaknya masih belum dipercaya untuk

melakukan aklimatisasi kina di Hindia-Belanda. Barulah pada tahun 1852,

Menteri Koloni, C. F. Pahud, melakukan langkah serius dalam usaha aklimatisasi

kina di Hindia-Belanda.0

Sejatinya, Pemerintah Belanda untuk pertama kalinya mendapat kiriman

tanaman kina pada tahun 1851. Pada akhir 1840-an, penjelajah asal Perancis,

Hugh Algernon Weddell, mengirim beberapa bibit kina jenis calisaya dari Bolivia

ke Museum di Paris. Pada tahun 1851 kebun botani di Leiden memperoleh

0
Andrew Goss, Op. Cit., hlm. 58.
0
Norman Taylor, Op. Cit., hlm. 36. Lihat pula P. Van Leersum, “kina” dalam Dr.
K.W. van Gorkom’s Oost-Indische Cultures, ed. H.C. Prinsen Geerligs (Amsterdam: De
Bussy, 1919), jilid 3, hlm. 175.
39

tanaman yang tumbuh dari salah satu bibit Weddell. Dari Leiden, pada desember

1851, dengan kapal perang Belanda bernama Frederick dan kapten P.

Huidekoopek, De Vriese mengirim bibit-bibit pohon tersebut ke Jawa. Meskipun

bibit-bibit tersebut mati dalam perjalanan, Teysmann mencoba untuk mengambil

batang pohon yang sekarat dan menanam steknya di atas Puncak Pass. Meski

demikian, dari usaha tersebut, tidak ada satupun pohon kina yang tumbuh di

kawasan tersebut.0

Pada tahun 1852, Menteri Urusan Jajahan Belanda, C. F. Pahud meminta

naturalis F. Junghuhn untuk mendapatkan benih dari Andes. Akan tetapi,

Junghuhn menyerahkan tugas tersebut ke Justus Karl Hasskarl. Alasan di

tunjuknya Hasskarl karena ia merupakan seorang ahli botani Belanda yang

bekerja di kebun Buitenzorg (Bogor). Di samping itu, Hasskarl merupakan salah

satu orang yang memiliki keahlian tentang kondisi/alam di Hindia-Belanda sejak

tahun 1840-an.0 Oleh karena itu, dengan di tunjuknya Hasskarl, pemerintah

Belanda berharap bahwa usaha aklimatisasi kina di Hindia-belanda dapat berhasil

dengan maksimal.

Dalam banyak hal, Hasskarl merupakan seorang yang luar biasa. Ia bersedia

memulai misi yang berbahaya dan sulit tanpa pelatihan khusus dalam usaha

aklimatisasi kina, yang memang saat itu tidak ada yang benar-benar tahu tentang

hal tersebut. Selain itu, setiap orang tahu bahwa negara-negara Amerika Selatan

sangat menentang ekspor benih atau tanaman kina karena khawatir mereka akan
0
Van Leersum, Ibid., hlm. 175.
0
Daniel Headrick, Op. Cit., hlm. 232. Lihat juga Andrew Goss, Op. Cit., hlm. 61.
40

kehilangan monopoli perdagangan kulit kayu tersebut.0 Selama pencarian, ia telah

menghabiskan lebih dari satu tahun di Peru untuk mengumpulkan tanaman. Di

desa Sina, dekat perbatasan Peru-Bolivia, Hasskarl memakai nama palsu, José

Carlos Muller. Dia meminta pasokan tanaman kina dari gubernur setempat.

Gubernur menolak, tapi mengenalkannya pada Henriquez (penduduk Bolivia).

Henriquez, yang oleh Markham digambarkan sebagai "orang yang cerdas tetapi

tidak jujur dan tidak bermoral," mempekerjakan "orang asli peru" untuk

mengumpulkan tanaman. Hasskarl pergi dengan bibit tanaman kina tersebut,

namun penduduk desa-desa tersebut marah dan protes serta mengancam akan

memotong kaki Henriquez dan Hasskarl jika mereka menangkapnya.0

Setelah tiga tahun mengelilingi Peru, Hasskarl berhasil mengumpulkan 75

pohon kina muda. Pada tahun 1854, Hasskarl secara khusus dijemput oleh kapal

perang Belanda, Prins Frederik.0 Sayangnya, sebagian besar koleksi pohon kina

muda Hasskarl mati selama perjalanan mengarungi Samudra Pasifik menuju Jawa.

Hanya dua pohon kina saja yang selamat, dan segera ditanam di Kebun Raya

Cibodas, Jawa Barat. Sejak Hasskarl tiba di Jawa dengan pohon kina nya, ia

ditunjuk sebagai direktur produksi kina. Sejak saat itu, usaha untuk aklimatisasi

kina di Hindia-belanda pun dimulai. Namun karena kesehatan Hasskarl yang

0
Norman Taylor, Op. Cit., hlm. 36-37.
0
Kavita Philip, Op. Cit., hlm. 174.
0
Van Den Schriver, De Kina van Boschprodukt tot Kuituurgewas, (Leiden: N.V.
Boek-En Steendrukkerij Eduard Ijdo, 1928), hlm. 6.
41

menurun, pada tahun 1856, Gubernur Jenderal Pahud menyerahkan tugas

aklimatisasi kina ke tangan Junghuhn.0

Gubernur Jenderal Pahud secara pribadi mengendalikan aklimatisasi pohon

kina di Hindia-belanda. Ia menunjuk Junghuhn karena Junghuhn merupakan

kerabat dekatnya sejak di Belanda. Akan tetapi, dibalik kedekatan mereka,

Junghuhn sangat berpengalaman tentang alam Jawa, dan juga memiliki misi dan

visi untuk menciptakan masyarakat Eropa yang madani di Hindia-Belanda.

Junghuhn pun dengan senang hati menerima tugas ini. Selama delapan tahun

berikutnya, Junghuhn bekerja tanpa kenal lelah. Ia menanam stek, menguji kulit

batang, dan menulis buku petunjuk (tentang budidaya kina), semuanya demi

menghasilkan lebih banyak lagi pohon kina. Selain itu, dalam usaha aklimatisasi

kina ini, ia pun didukung dengan anggaran tahunan sebesar 4.400 gulden, yang

semuanya digunakan untuk membeli buku dan peralatan penelitian. Oleh karena

itu, dapat dikatakan bahwa sejak tahun 1856, usaha aklimatisasi kina di Hindia-

Belanda tidak lagi dipandang sebelah mata, dan telah berubah menjadi proyek

besar yang sangat dinantikan oleh pemerintah kolonial Belanda.0

0
Andrew Goss, Op. Cit., hlm. 61.
0
Andrew Goss, Op. Cit., hlm. 61-63.
42

Gambar 3. Tugu Taman Junghuhn, Lembang, Bandung

Sumber: Koleksi pemulis, 2016


Setelah berhasil melakukan aklimatisasi kina di Cibodas, Frans Wilhem

Junghun mulai merelokasi lokasi perkebunan dari Cibodas (di atas Puncak Pass

pada lereng Gunung Gede) ke Penggalengan di perbukitan di Malawar. Kedua

tempat ini (Malawar) masih berada di dataran tinggi Jawa Barat, akan tetapi

Junghun kurang menyukai lapisan tanah yang tipis di Cibodas. Tidak ada satu

pihak pun yang meragukan kemampuan Junghuhn dalam proyek aklimatisasi

pohon kina ini. Dalam jangka tiga tahun, seratus ribu pohon kina pada berbagai

tingkat pertumbuhan berhasil dikembangkan di hutan-hutan perbukitan Malawar.0

Keberhasilan pemerintah Belanda dalam aklimatisasi kina di Hindia-

Belanda (terutama Jawa) juga menginspirasi pemerintah Eropa lainnya untuk

menerapkan hal yang sama. Menurut van Gorkom, hingga tahun 1882, proyek

aklimatisasi kina telah berhasil di Jawa, di Madras, di Bengal, Ceylon, Jamaika,


0
Andrew Goss, Op. Cit., hlm. 65-66.
43

Kepulauan Sandwich (Jepang), Cochin (China), Australia, Selandia Baru,

Meksiko, dan Brasil. Perancis melakukan percobaan aklimatisasi kina di Réunion,

Mauritius, Guadeloupe, Martinique, Trinidad, Madeira, Azores, Kepulauan

Canary. Pemerintah Belgia mencoba menanam pohon kina di Kongo. Akan tetapi,

karena hasil panen mereka peroleh terlalu rendah, mereka mengalami kerugian

untuk menutup biaya administrasi dan proyek aklimatisasi kina tersebut. Italia,

yang tidak memiliki koloni dikawasan Asia, membeli perkebunan di Hindia-

Belanda. Sama halnya dengan pemerintah Jepang−sejak akhir abad ke-19 mulai

berkepentingan akan tanaman kina−yang berinvestasi di Hindia-Belanda.0 Meski

demikian, kisah tentang proyek aklimatisasi kina di daerah-daerah yang telah

disebutkan di atas tidak terlalu berhasil jika di bandingkan dengan proyek

aklimatisasi kina yang dilakukan pemerintah Belanda di Jawa.0

Perjuangan melawan malaria dengan membudidayakan tanaman kina

sebagai satu-satunya obat malaria merupakan pekerjaan yang tidak mudah. Kina

dapat dibudidayakan dengan baik tanpa usaha yang besar hanya dapat dilakukan

di tempat yang subur. Beberapa faktor seperti iklim, tanah, dan kemungkinan lain

yang tidak terduga menjadi tantangan dalam usaha ini. Pulau Jawa sangat cocok

ditanami tanaman komersil, salah satunya adalah tanaman kina. Hal ini didukung

dengan iklim pegunungan dengan curah hujan 2,5 m/tahun dan 3/5 dari luas

wilayah Pulau Jawa merupakan dataran tinggi. Untuk komoditi kina khususnya,

pemerintah Belanda memfokuskan kawasan Karesidenan Priangan, Jawa Barat,

0
Daniel Headrick, Op. Cit., hlm. 237.
0
Van Den Schriver, Op. Cit., hlm. 7.
44

dengan bentang lahan pegunungan vulkanik, menjadi wilayah yang sangat cocok

untuk budidaya tanaman kina di Indonesia.0

2.3. Usaha Awal Riset Tanaman Kina di Indonesia, 1856-1870-an

Tidak dapat dipungkiri bahwa keberhasilan pemerintah Belanda dalam

usaha aklimatisasi kina di Indonesia pada pertengahan abad ke-19 telah

berdampak besar bagi munculnya perkebunan serta industri kina di Indonesia.

Meski demikian, keberhasilan tersebut masih jauh dari harapan. Hal ini

dikarenakan masih banyak hal yang harus diperhatikan dan dipertimbangkan oleh

pemerintah Belanda kala itu, terutama terkait kina jenis apa yang paling cocok

untuk di budidayakan, dan terlebih menguntungkan bagi pemerintah kolonial

Belanda.

Memang, proyek aklimatisasi pohon kina digagas oleh pemerintah Belanda,

dan yang dipimpin oleh Junghuhn berhasil dilakukan. Bibit kina yang diperoleh

dari Amerika Selatan pun dapat tumbuh dengan baik di tanah Jawa. Akan tetapi,

apa yang dilakukan Junghuhn sejak tahun 1856 hingga tahun 1860-an,

Junghuhn−yang notabene nya orang yang bertanggung jawab atas proyek

ini−mulai mendapatkan kritik tajam dari berbagai pihak. Alasannya sederhana,

proyek aklimatisasi kina yang dipimpin oleh Junghuhn masih belum

menghasilkan kandungan kina yang diinginkan pemerintah Belanda, terlebih

menghasilkan kulit kina terbaik untuk dikomersialisasikan.0

0
Ririn Darini, Op. Cit., hlm. 3.
0
Inisiatif kina Junghuhn mulai diperdebatkan dan dipertanyakan parlemen pada
tahun 1863. Andrew Goss, Op. Cit., hlm. 69.
45

Banyak faktor yang menyebabkan proyek aklimatisasi kina yang dipimpin

oleh Junghuhn dikritik oleh sebagian pihak. Pertama, dalam urusan aklimatisasi

kina di Indonesia, Junghuhn cenderung bekerja sendiri dan mengabaikan masukan

dari ilmuwan lainnya. Sebagai contoh ia secara pribadi merelokasi tempat

aklimatisasi kina dari Cibodas ke Malawar. Padahal Cibodas merupakan lokasi

awal yang dipilih oleh Hasskarl dan Teysmann (kepala Kebun Raya Buitenzorg)

untuk proyek aklimatisasi kina di Indonesia. Kedua, selain memindahkan ke

lokasi baru, cara Junghuhn menanam pohon kina pun mendapat kritik karena

Junghuhn menanam pohon kina di lahan tertutup. Sebelumnya, Hasskarl telah

menanam kina dilahan terbuka, tapi Junghuhn menyakini bahwa pohon kina akan

tumbuh baik jika ditanam didalam lahan/hutan mirip daerah asalnya, Amerika

Selatan. Ketiga, Junghuhn juga menghentikan penanaman kina jenis Cinchona

Calisaya (jenis kina yang dianggap paling unggul saat itu). Ia hanya

berkonsentrasi dengan pohon-pohon yang dikembangkan dari bibit-bibit yang

dikirim Hasskarl dari Amerika Selatan (kemudian dikenal dengan C. Pahudiana).0

Inilah letak kesalahan Junghuhn. Ketika C. Pahudiana belum menghasilkan

kandungan kina yang diinginkan, Junghuhn tidak memiliki opsi lain karena sejak

awal ia tidak tertarik dengan percobaan untuk menentukan jenis pohon kina

dengan kandungan terbaik.0


0
Menurut profesor Miquel, berdasarkan uji kimiawi dari satu sampel dan ulasan
ekstensif dari berbagai literatur aklimatisasi kina, disimpulkan bahwa kina jenis C.
Pahudiana merupakan spesies dengan kadar kina yang rendah dan kurang layak
dibudidayakan. J. E. Teysmann, “Bijdrage tot de Geschiedenis der Kina-Kultuur op
Java”, (Buitenzorg, 1861), hlm. 34.
0
Kritik terhadap Junghuhn mulai gencar sejak Gubernur Jenderal Pahud
meninggalkan jabatannya dan pulang ke Belanda pada September 1861. Sejak saat itu, ia
kehilangan seorang pelindung dalam diri Pahud. Akibatnya, orang-orang yang selama
Pahud berkuasa diam, mulai mengkritik Junghuhn secara terbuka. Andrew Goss, Op.
46

Ketika kesehatan Junghuhn mulai menurun pada tahun 1864, untuk

sementara waktu, K.W van Gorkom menjadi kepala proyek aklimatisasi kina di

Hindia-Belanda. Sebulan setelah pergantian, Jughuhn dikabarkan wafat. Setelah

wafatnya Junghuhn, van Gorkom lah orang yang paling bertanggungjawab atas

usaha aklimatisasi kina di Hindia-Belanda.0 Di bawah kepemimpinan Van

Gorkom, proyek aklimatisasi kina di Hindia-Belanda semakin pesat. Berbeda

dengan Junghuhn, Van Gorkom dengan gigih menanam semua jenis benih kina

yang berhasil ia dapatkan. Selain itu, ia pun tidak ragu untuk melakukan

percobaan yang lebih luas, serta memanfaatkan uji kimiawi dalam menentukan

kadar kina dalam kulit pohon kina. Dengan uji kimiawi tersebut, Van Gorkom

juga mampu untuk menentukan pohon kina jenis mana yang paling cocok dengan

kondisi tanah Jawa.0

Saat menjabat sebagai direktur usaha aklimatisasi kina, ia mewarisi satu juta

lebih batang pohon kina. Dari jumlah keseluruhan, kebanyakan pohon kina

tersebut berasal dari spesies C. Pahudiana. Van Gorkom hanya memiliki sedikit

pengetahuan tentang aklimatisasi kina. Akan tetapi, dalam melaksanakan

tugasnya, ia tidak menirukan jejak pendahulunya (Junghuhn) yang tertutup dan

Cit., hlm. 65-68. Kritik kepada Junghuhn terkait aklimatisasi kina tidak selamanya benar.
Beberapa tahun setelah Junghuhn wafat, para pemilik perkebunan menyadari bahwa
usaha budidaya kina memerlukan naungan pohon. Selain itu, kulit batang C. Pahudiana
juga ternyata mengandung alkaloid kina yang tinggi dibandingkan jenis lainnya. Lihat P.
Van Leersum, “Junghuhn and Cinchona Cultivation”, dalam Science and Scientists in
Netherlands East-Indies, ed. Pieter Honig dan Frans Verdoorn, (New York: Board for the
Netherlands Indies, Suriname and Caracao, 1945), hlm 195-196.
0
Andrew Goss, Op. Cit., hlm. 71.
0
Ibid., hlm. 77.
47

anti-kritik. Sebaliknya, ia secara terang-terangan meminta saran dan bantuan dari

para pakar/ilmuwan lainnya agar aklimatisasi kina di Hindia-Belanda dapat

berhasil dengan maksimal. Hal ini dilakukan untuk memecahkan beragam

permasalahan dalam usaha aklimatisasi kina di Hindia-Belanda. Pada tahun 1866,

Teysmann mengunjungi perkebunan Van Gorkom untuk mengulas budidayanya.

Selain itu, Van gorkom pun mengirimkan sampel herbarium kina kepada Miquel

di Utrecht untuk membantunya mengklasifikasikan varietas dan spesies yang

sedang ia kembangkan. R.H.C.C. Scheffer, direktur Kebun Raya Bogor,turut

memberitahu jenis-jenis serangga yang menyebabkan penyakit bagi sebagian

pohon kina.0

Banyak cara yang telah digunakan untuk melawan penyakit pada tanaman

kina. Berdasarkan investigasi yang dilakukan Scheffer, Moens, dan Teysmann,

mereka menyarankan agar tanaman kina yang terkena penyakit sebaiknya disiram

dengan air tembakau dan larutan sulfur-alkali. Selain cara tersebut, pengobatan

untuk tanaman kina yang terkena penyakit bisa juga dilakukan dengan memotong

bagian tanaman yang terkena penyakit. Meski demikian, beberapa pihak menilai

cara tersebut terlalu mahal dan juga tidak pasti, karena dalam banyak percobaan,

pengobatan tersebut belum sepenuhnya ampuh.0

Selama bertahun-tahun sejak proyek ini dimulai, usaha aklimatisasi dan

perkebunan kina Belanda di Jawa kalah jauh dengan Inggris di India dan Sri

Langka. Meski demikian, hal tersebut tidak menyurutkan semangat pemerintah


0
Andrew Goss, Op. Cit., hlm. 77-79.
0
Kolonial Verslaag, 1872, hlm 166.
48

Belanda untuk terus melakukan percobaan dan riset tentang tanaman kina. Setelah

tahun 1870-an, pemerintah Belanda mulai menemui titik balik dalam usaha

budidaya ini. Hal ini karena pemerintah Belanda telah menemukan kina jenis baru

dengan kandungan kina yang tinggi. Kina tersebut berjenis C. Ledgeriana. Pada

tahun 1965, pemerintah Belanda membeli benih kina jenis ini dari seorang

pedagang satwa asal Inggris, Charles Ledger. Awalnya, Ledger menawarkan

benih kina ini kepada pemerintah Inggris, akan tetapi mereka menolak untuk

membelinya. Ketika ditawarkan kepada pemerintah belanda, benih tersebut

langsung dibeli dan kemudian dikirimkan ke Jawa.0

Pada tahun 1872, pohon-pohon kina yang ditanam dari benih Ledger sejak

tahun 1866 pun telah tumbuh. Pada tahun itu, Bernelot Moens pun menguji kadar

kina dari sampel kulit batang pohon kina Ledger yang berusia lima setengah

tahun. Hasilnya pun diluar dugaan. Moens dan Van Gorkom terkejut mendapati

kina dengan kualitas yang luar biasa tinggi. Data sampel hasil pengujian kina

Ledgeriana dapat dilihat pada tabel dibawah ini;

Tabel 1. Pengujian Kadar Kina Ledgeriana

Tahun Jumlah pohon Hasil maksimal


pemeriksaan yang diperiksa dari Kina Sulfat
1872 7 8.15%
1873 20 10.90%
1874 29 11.68%
1875 14 10.72%
1876 52 13.25%

0
Pemerintah Belanda akhirnya membeli bibit kina tersebut seharga 100 gulden per 1
pon. Ibid., hlm. 82-84.
49

1877 19 12.31%
1878 54 10.62%
Sumber: Andrew Goss, Op. Cit., hlm. 52

Hasil pengujian kina Ledger tersebut tentu membuat Moens dan van

Gorkom senang. Pasalnya, sebelum ditemukannya kina Ledger, beberapa pohon

kina yang telah diuji sebelumnya hanya memiliki kadar kina sulfat sebesar 0,65%,

1,67% dan 3,22%. Dalam mengomentari analisis Moens, van Gorkom

menyebutkan: "Sebelum pohon kina ini (Ledger) dikenal di Jawa, kulit kina

dengan kandungan 3% memiliki kualitas yang baik; kulit kina dengan kandungan

lebih dari 5% dianggap sangat baik."0

Moens juga memberikan gambaran yang jelas kepada van Gorkom tentang

apa yang harus ia lakukan dalam analisisnya. Dari analisis tersebut, Van Gorkom

nampaknya bimbang dengan apa yang harus ia lakukan terhadap pohon kina dari

hasil budidaya dan koleksi Hasskarl dan Junghuhn. Ada dua alasan yang

mendasari kebimbangan yang dialami van Gorkom. Pertama, banyak di antara

pohon kina tersebut (yang kadar kandungan kinanya rendah) telah tumbuh besar

di lereng gunung yang sebelumnya telah ditanam oleh Junghuhn. Kedua, spesies

kina yang dibuang dikhawatirkan akan mencemari pohon kina Ledger, dan bahaya

ini sangat dipahami van Gorkom. Oleh sebab itu, Van Gorkom tidak

menyingkirkan pohon kina yang telah ditanam para pendahulunya, melainkan ia

0
Norman Taylor, Op. Cit., hlm. 52.
50

bertekad untuk menjaga kemurnian C. ledgeriana dengan caranya tersendiri dan

akhirnya berhasil.0

Keberhasilan van Gorkom dkk, dalam penelitian dan riset lebih lanjut

mengenai kina dan kandungannya, sangat mempengaruhi orientasi Pemerintah

Belanda terhadap komoditi kina, terlebih setelah ditemukannya jenis kina terbaik,

Ledgeriana. Orientasi Pemerintah Belanda yang semula berfokus pada masalah

kesehatan, kini bertambah ketika kina ledgeriana memiliki nilai jual yang tinggi

dipasaran dunia (komersil). Maka tidak mengherankan jika sejak tahun 1870-an,

Pemerintah Belanda terus meningkatkan intensitas mereka dan mendorong

perluasan tanaman kina di Hindia-Belanda. Inilah yang kemudian memunculkan

perkebunan-perkebunan kina di Hindia-Belanda, serta permasalahan-

permasalahan baru yang membuat Pemerintah Belanda mengeluarkan beragam

kebijakan terkait monopoli terhadap komoditi ini di Hindia-Belanda.

0
Pohon kina ledger yang asli sangat mudah diserbuki oleh spesies kina lain. Oleh
karena itu, demi mendapatkan hasil terbaik, van Gorkom tidak memusnahkan pohon kina
yang telah ditanam sebelumnya. Sebagai gantinya, van Gorkom memilih pohon ledger
dan menanamnya ditempat yang yang jauh dari perkebunan kina lainnya. Ibid., hlm. 54-
56.
3. BAB III
DARI PERKEBUNAN HINGGA PEMBENTUKAN SERIKAT PRODUSEN
KINA DAN PERJANJIAN KINA 1939-1948; KEBIJAKAN DAN
MONOPOLI KINA DI HINDIA-BELANDA TAHUN 1870-AN HINGGA
TAHUN 1940-AN
Bab ini menjelaskan tentang kebijakan serta monopoli pemerintah Belanda

terkait dengan komoditi kina di Hindia-Belanda. Setelah berhasil melakukan

aklimatisasi kina di Hindia-Belanda, pemerintah Belanda mulai mengeluarkan

beragam kebijakan dan memonopoli kina agar komoditas tersebut dapat

dimaksimalkan. Oleh karena itu, pembahasan dalam bab ini merinci pada segala

aktivitas terkait usaha pemerintah kolonial dalam memonopoli kina, sejak usaha

awal perkebunan hingga Perjanjian Kina Tahun 1939-1948.

3.1. Perkebunan Kina di Hindia-Belanda

Seperti yang telah disinggung sebelumnya, keberhasilan pemerintah

Belanda dalam mengaklimatisasi kina di Hindia-Belanda telah berdampak besar,

terutama bagi munculnya perkebunan dan industri kina di Hindia-Belanda.

Munculnya perkebunan kina tentunya tak lepas dari usaha dan peran pemerintah

kolonial Belanda yang mencoba untuk memaksimalkan manfaat dari kina. Bagi

mereka, kina bukan hanya bermanfaat dalam aspek kesehatan saja, kina juga dapat

menguntungkan dari segi finansial (ekonomi). Harga kina yang tinggi di pasaran

dunia saat itu membuat pemerintah Belanda mencoba untuk memaksimalkan

pendapatannya dari kina.0

0
Steven R. Meshnick dan Mary J. Dobson, The History of Antimalarial Drugs,
dalam P. J. Rosenthal (ed.), Antimalarial Chemotherapy: Mechanisms of Action,
Resistance, and New Directions in Drug Discovery (Totowa: Human Press Inc, 2001),
hlm. 15.
52

Sejak awal, motif terbesar orang-orang Eropa pada umumnya (khususnya

Belanda) datang ke wilayah Nusantara adalah motif ekonomi. Pada dasarnya,

mereka mencari dan mengusahakan komoditas yang laku di pasar Eropa. 0 Hal

itulah yang kemudian mendorong pemerintah kolonial Belanda untuk menerapkan

sebuah sistem yang dikenal sebagai Sistem Tanam Paksa (cultuurstelsel) di

Hindia-Belanda (Jawa pada khususnya). Sebuah sistem yang pada dasarnya

bertujuan untuk mendorong para petani pedesaan untuk lebih banyak

memproduksi komoditi-komoditi ekspor bernilai tinggi (gula, karet, teh, kopi,

kina, tembakau, dll) sejak tahun 1830 hingga tahun 1870-an.0

Salah satu komoditi ekspor yang juga menguntungkan bagi pemerintah

Belanda adalah kina. Sejak pertengahan abad ke-19, pemerintah Belanda

bersikeras untuk membudidayakan kina di Hindia-Belanda. Tujuan awalnya

adalah untuk mengatasi masalah kesehatan di Hindia-Belanda. Demam malaria

yang merupakan penyakit tropis yang mematikan, menjadi perhatian pemerintah

kolonial kala itu.0 Setelah budidaya kina di Hindia-Belanda berhasil dan komoditi

kina memiliki harga jual di pasar Eropa, pada tahun 1870-an, pemerintah mulai

mengalakkan perkebunan kina di Hindia-Belanda. Pada periode selanjutnya

0
Mumuh Muhsin Z., Bibliografi Kesehatan Pada Masa Hindia-Belanda, dalam
jurnal Paramita Vol. 22, No. 2- Juli 2012: 131-248, hlm. 187.
0
Sartono Kartodirdjo dan Djoko Suryo, Sejarah Perkebunan Di Indonesia: Kajian
Sosial Ekonomi (Yogyakarta: Aditya Medika, 1994), hlm. 54.
0
Mumuh Muhsin Z, Op. Cit., hlm. 189.
53

sekitar tahun 1880-an hingga tahun 1900-an, perkebunan kina telah meluas dan

menjadi salah satu industri perkebunan baru yang menjanjikan.0

Pada awalnya, aklimatisasi kina hanya dilakukan di dataran tinggi

Karesidenan Priangan (Jawa Barat). Akan tetapi, sejak tahun 1870-an, pemerintah

Belanda mengadakan ujicoba dengan menanam tanaman kina ke daerah lainnya.

Berdasarkan laporan kolonial, ribuan tanaman kina telah disebar di beberapa

karesidenan di Jawa seperti; Batavia, Cirebon, Banyumas, Tegal, Pekalongan,

Semarang, Madiun, Pasuruan, Probolinggo, Besuki dan Banyuwangi. 0 Persebaran

perkebunan kina di Jawa dapat dilihat pada tabel berikut;

Tabel 2. Persebaran Tanaman dan Perkebunan Kina di Jawa (hingga tahun


1923)

Luas penanaman Total


Jumlah (dalam bau) Produksi
Daerah
perkebunan Kulit Kina
Total Dalam (kg)
Penanaman Produksi
Batavia 9 2.350 1.399 679.496
Cirebon 2 970 300 483.36
Priangan 84 15.173 11.893 6.782.916
Pekalongan 2 238 173 158.032
Semarang 3 668 522 160.382
Banyumas 1 139 119 47.465
Kedu 2 85 81 2.571
Surakarta 4 310 181 42.188
Madiun 2 797 406 78.958
Kediri 5 1.059 617 360.702
Pasuruan 10 1.404 907 417.47
Besuki 3 59 23 1.500

0
William J. O’Malley, “Perkebunan 1830-1940: Ikhtisar”, dalam Anne Booth (ed.),
Sejarah Ekonomi Indonesia (Jakarta: LP3ES, 1988), hlm. 222.
0
Koloniaal Verslag, 1870, hlm. 131.
54

Luas penanaman Total


Jumlah (dalam bau) Produksi
Daerah
perkebunan Kulit Kina
Total Dalam (kg)
Penanaman Produksi
TOTAL 127 23.852 16.621 9.224.040
Sumber: Ririn Darini, “Perkembangan Industri Kina di Jawa, 1854-1940” dalam
jurnal Lembaran Sejarah Vol. II No. 2 Tahun 2000, hlm. 12.
Persebaran tanaman kina tidak hanya dilakukan di Jawa. Dalam laporan

pemerintah kolonial menyebutkan pemerintah Belanda memperluas penanaman

kina hingga ke beberapa tempat di luar Jawa. Pada tahun 1869 misalnya, beberapa

spesies kina calisaya dan succirubra untuk pertama kalinya dikirim ke Padang.

Ujicoba penanaman dilakukan diketinggian 4000-6000 mdpl.0 Selain di Sumatra

Barat, ujicoba penanaman kina juga dilakukan di Palembang. Pada tahun dan

spesies kina yang sama, aklimatisasi kina di daerah Pasumah dan Ampat Lawang

berhasil dilakukan.0 Selain Palembang, distrik Lampung juga mendapat kiriman

bibit kina dari Jawa sebanyak 81 pohon. Tidak hanya itu, penanaman kina juga

berhasil dilakukan di Tapanuli, tepatnya di lereng Lobu Raja, sedangkan daerah

lain di Sumatra seperti Riau dan Bangka-Belitung masih pada tahap awal

permohonan ujicoba penanaman tanaman kina. Di daerah lainnya, penanaman

kina masih dalam tahap permohonan ujicoba seperti di Kalimantan Barat dan

Banjarmasin. Begitu juga di daerah timur Hindia-belanda seperti Ambon dan

Timor. Di Ternate, penanaman kina telah dilakukan namun gagal. Hal ini

disebabkan karena kondisi tanah dan iklim yang kurang menguntungkan. Lain

0
Koloniaal Verslag, 1870, hlm. 144.
0
Koloniaal Verslag, 1871, hlm. 195.
55

halnya di Manado, tanaman kina yang dikirim sejak tahun 1868 telah berhasil

tumbuh besar. Begitu juga di Makassar, benih kina yang ditanam berhasil tumbuh

dengan baik.0

Selain menyebarkan tanaman kina ke daerah lain, upaya pemerintah

Belanda untuk memperluas perkebunan kina di Hindia-Belanda juga dilakukan

dengan mengajak masyarakat umum dan pengusaha swasta untuk turut

membudidayakan kina. Hal ini dilakukan agar tanaman kina di Hindia-Belanda

dapat berkembang luas dengan cepat. Akan tetapi, pada faktanya hal tersebut

tidaklah mudah. Dalam laporan pemerintah kolonial menyebutkan bahwa

budidaya kina masyarakat kurang begitu berkembang. Hal ini disebabkan karena

kurangnya pengetahuan masyarakat akan budidaya kina. Lagi pula, budidaya kina

termasuk salah satu budidaya yang sulit, mengingat dibutuhkan waktu, pelatihan,

dan perawatan yang ekstra agar sampai pada hasil yang diinginkan. 0 Oleh sebab

itu, atas instruksi dari direktur administrasi dalam negeri, pemerintah Belanda

akhirnya membuat semacam buku petunjuk khusus terkait budidaya kina di

Hindia-Belanda. Salah satu buku panduan tersebut adalah buku karangan Van

Gorkom yang diterbitkan pada tahun 1877.0

0
Pengiriman bibit kina ke luar Jawa pun didukung oleh salah satu perusahaan kapal
uap asal Belanda yang membebaskan pengiriman benih kina dari pajak transportasi. Lihat
Koloniaal Verslag, 1871, hlm. 130 dan Koloniaal Verslag 1872, hlm. 167-168.
0
Rata-rata, tanaman kina membutuhkan waktu 4 tahun untuk memberikan hasilnya
yang terbaik. K. Heyne, Tumbuhan Berguna Indonesia, Jilid III, terj. Badan Litbang
Kehutanan, (Jakarta: Yayasan Sarana Warna Jaya, 1987), hlm 1950. Lihat juga Kolonial
Verslaag, 1871, hlm 188.
0
Van Gorkom, Handleiding Voor De Kina-Kultuur In Den Oost-Indische Archipel,
(Batavia: Ogilvie & Co., 1877). Buku tersebut berisi tentang tata cara pembibitan kina,
tempat, tanah dan iklim, dan cara pengambilan kulit kina.
56

Selain itu, keterlibatan pihak swasta dalam perkebunan kina di Hindia-

Belanda masih belum maksimal. Sejatinya, keterlibatan swasta dalam perkebunan

kina telah dimulai sejak pemerintah mengeluarkan Surat Keputusan no. 67 tanggal

12 November 1867.0 Akan tetapi, pada prakteknya hanya beberapa saja yang

menerima tawaran pemerintah Belanda terkait budidaya kina. Hal ini dikarenakan

pada awal usaha ini, kadar kinine yang ada pada pohon kina pemerintah masih

rendah, sehingga para pengusaha perkebunan swasta ragu untuk mendapatkan

keuntungan dari budidaya ini. Berdasarkan laporan pemerintah, pada tahun 1871

baru ada sepuluh pengusaha swasta yang bersedia menerima tawaran ini. Bahkan

hingga tahun 1874, budidaya kina swasta di Jawa masih sangat jaul tertinggal dari

Inggris di India.0

Meskipun peran swasta belum terlalu terlihat, akan tetapi sejak

dikeluarkannya UU Agraria 1870 dan penemuan kina spesies Ledgeriana,

perkebunan kina swasta mulai tertarik dan terus mengalami perkembangan yang

signifikan.0 Hal ini terlihat dari jumlah perkebunan milik swasta yang terus

meningkat. Pada tahun 1876, terdapat 27 perkebunan kina swasta. Namun, satu

tahun berikutnya, perkebunan kina milik swasta meningkat menjadi 47

0
Ririn darini, Op. Cit., hlm. 8-9.
0
Lihat Kolonial Verslag, 1871, hlm. 189; Kolonial Verslag, 1874, hlm. 199.
0
Sebelum dikeluarkannya UU Agraria tahun 1970, kebijaksanaan pemerintah
kolonial Belanda cenderung membatasi aktivitas pengusaha swasta di daerah yang
langsung dikuasai Belanda. Lihat Soegijanto Padmo, Bunga Rampai: Sejarah Sosial-
Ekonomi Indonesia, (Yogyakarta: Aditya Media, 2004), hlm. 83. Lihat juga Kolonial
Verslaag, 1874. Dalam analisa yang dijelaskan dalam Bijlage EE, disebutkan bahwa kina
Ledgeriana merupakan spesies terbaik dengan kandungan kina yang tinggi. Hlm. 1-2.
57

perkebunan dan pada 1878 jumlah perkebunan kina swasta telah mencapai 66

perkebunan.0

Tidak sedikit biaya yang dikeluarkan pemerintah Belanda untuk

propaganda dan budidaya ini. Sejak tahun 1868, pemerintah Belanda rutin

mencatat biaya pengeluaran untuk usaha budidaya kina di Hindia-Belanda. Pada

tahun 1868, pengeluaran pemerintah tercatat sebesar 17.413 gulden. Dalam

beberapa tahun selanjutnya, pengeluaran tersebut pun terus meningkat. Selama

kurun waktu kurang lebih 47 tahun, total pengeluaran pemerintah belanda

mencapai 7.961.009 gulden. Pengeluaran pemerintah dapat dilihat pada tabel

dibawah ini;

Tabel 3. Pengeluaran Pemerintah Belanda Untuk Budidaya Kina di Hindia-


Belanda

Tahun Pengeluaran (Gulden)


1868-1870 85.414
1871-1873 157.859
1874-1875 105.865
1876-1881* 548.584.3
1882-1891 1.565.870
1892-1901 1.274.732
1902-1915 2.873.345
1912-1915 1.347.339
Total 7.961.009
Sumber: Kolonial Verslag, 1870-1889; *Indisch Verslag, 1931, hlm. 144-145.
Perlu diketahui bahwa tidak semua spesies tanaman kina dapat

dimanfaatkan sebagai obat. Dari 40 spesies lebih tanaman kina, hanya beberapa

spesies saja yang dapat di perdagangkan sebagai sumber obat. Berdasarkan

laporan pemerintah, pada tahap awal pembudidayaan sedikitnya ada 10 spesies

0
Ririn darini, Op. Cit., hlm. 11.
58

kina yang di budidayakan di Hindia-Belanda. Spesies tersebut Spesies kina

tersebut meliputi: C. Calisaya (vera), C. Calisaya (var Boliviana), C.

Hasskarliana, C. Sucirubra, C. Caloptera, C. Lancifolia, C. Officinalis, C.

Mierantha, C. Pahudiana, C. Lauceolata.0

Setelah bertahun-tahun dibudidayakan, pada akhirnya usaha ini mulai

menampakkan hasilnya. Untuk pertama kalinya, sekitar pertengahan Juni 1870,

sebanyak 24 bal kulit kina yang dipanen dari Jawa (setara 910 kilo) dikirim ke

Belanda. Kulit kina yang dikirim ke Belanda terdiri dari spesies calisaya,

hasskarliana, succirubra dan officinalis. Pada bulan Oktober tahun 1871,

sebanyak 682 kilo kulit kina Calisaya, serta 84 kilo kina Hasskarliana untuk

pertama kalinya dilelang di Amsterdam. Kulit kina tersebut rata-rata terjual; kina

Calisaya sebesar f 1,01 sampai f 1,40, dan Hasskaliana sebesar f 1,20 per ½ kilo.

Di tahun berikutnya tanggal 14 Maret, 593.525 kg kulit kina di Jawa dilelang di

Amsterdam. Harga kulit kina pada lelang tahun 1872 berkisar antara f 1 sampai f

2,63 dengan harga rata-rata sebesar f 1,53 per setengah kilo. Agar lebih jelasnya

dapat dilihat pada lampiran.0

Tidak hanya itu, kulit kina spesies Ledgeriana (yang telah ditanam

pemerintah belanda sejak tahun 1865-an) pun telah dipanen dan dilelang oleh

pemerintah Belanda. Pada lelang di bulan Mei 1873, sebanyak 261 kilo kulit kina

0
Pada awalnya, yang ditanam pada perkebunan kina Hindia-Belanda terdiri dari 10
spesies saja. Akan tetapi, setelah melakukan analisa dan penelitian yang panjang, dalam
beberapa tahun berikutnya ditemukan jenis kina lain seperti C. Calisaya Ledgeriana,
Calisaya Schuhkrafft, dan Calisaya Anglica. Kolonial Verslaag, 1870, hlm 129.
0
Kolonial Verslaag, 1871, hlm 177; Kolonial Verslaag, 1872, hlm 167.
59

Ledgeriana terjual dengan harga 8 hingga 10 gulden per kilonya. Seiring

berjalannya waktu, harganya pun semakin meningkat. Pada acara lelang tahun

1877, harga kina ledger mencapai 17,58 gulden per kilonya.0

3.2. Krisis Harga Kulit Kina

Harga kina yang tinggi ditahun 1870-an tentu membuat para pelaku

perkebunan kina, di Hindia-Belanda khususnya, semakin bersemangat untuk

meningkatkan produksi kulit kina mereka. Itulah yang menyebabkan bahwa

Hindia-Belanda dikenal sebagai salah satu produsen kulit kina terbesar di dunia. 0

Meski demikian, harga kulit kina yang tinggi di pasaran nampaknya tidak

bertahan lama. Dalam laporan pemerintah kolonial, harga kulit kina di pasar dunia

mulai menurun sejak bulan Juli 1881. Penurunan tersebut terlihat dari harga jual

kulit kina yang hanya rata-rata sebesar f 1,32 per setengah kg dibandingkan pada

bulan Mei tahun sebelumnya yang harga rata-ratanya sebesar f 1,53.0 Bahkan pada

tahun-tahun berikutnya harga kulit kina mencapai titik terendah. Pada tahun 1886,

harga kina turun ke harga f 0,71 per setengah kilo. Pada tahun berikutnya, rata-

rata harga kina turun menjadi 0,54 per setengah kilo. 0 Keadaan pasar yang tidak

0
Andrew Goss, Belenggu Ilmuwan Pengetahuan Dari Hindia Belanda Sampai Orde
Baru, (Jakarta: Komunitas Bambu, 2014), hlm. 85.
0
Budidaya kina di Hindia Belanda, terutama Jawa, telah berkembang dengan sangat
baik dan sekarang memasok lebih dari 90% produksi dunia. H. Fortuin, De
Amsterdamsche Goederenmarkt, (Amsterdam: tidak diketahui, 1931), hlm. 168-169.
0
Kolonial Verslaag, 1882, hlm 185.
0
Pada tahun 1887, diadakan delapan kali lelang kulit kina. Harga kulit kina pada
lelang tersebut tercatat hanya sebesar adalah 0,67, f 0,56, f 0,57, f 0,57, f 0,55, f 0,49, f
0,41 dan 0,56. Harga terendah pada tahun 1887 adalah pasar kina yang di lelang pada 20
Oktober. Kolonial Verslaag, 1888, hlm 221.
60

stabil serta krisis harga kulit kina tersebut terus berlangsung hingga tahun 1890-

an.0 Terkait rendahnya harga kina, dapat dilihat pada lampiran 9 dan 10.

Krisis harga dan kondisi pasar kulit kina yang tidak stabil dipengaruhi oleh

beberapa faktor. Faktor pertama yaitu over produksi. Melimpahnya pasokan kulit

kina di pasar dunia menyebabkan turunnya harga kina. Seperti yang telah di

jelaskan sebelumnya, Hindia-Belanda (khususnya Jawa) bukan satu-satunya

produsen kina dunia. Beberapa tempat lain seperti Benggala, Madras, Srilanka,

Amerika Latin, Amerika Utara dan Eropa juga turut menyuplai kina dipasaran

global. Oleh sebab itu, tingginya suplai kulit kina dan permintaan yang tetap

menyebabkan anjloknya harga kina di pasaran global.0

Selain produksi berlebih, menurunnya harga kulit kina juga di sebabkan

oleh adanya sindikat pemilik pabrik di Eropa yang diprakarsai oleh Jerman

bertujuan untuk menekan harga kulit kina serendah mungkin dan

mempertahankan harga kinine setinggi mungkin. Monopoli pasar ini terbukti

berhasil. Pada tahun 1892, harga kulit kina masih dalam kisaran 6.2 sen. Namun

harga tersebut berangsur-angsur turun, hingga pada tahun 1896, harga kulit kina

mencapai 2.68 sen. Hal tersebut membuat produsen kina mendapatkan

keuntungan yang sangat sedikit bahkan merugi.0

0
J.S. Furnivall, Hindia Belanda: Studi Tentang Ekonomi Majemuk, (Jakarta:
Freedom Institut, 2009), hlm. 321; Kolonial Veslag, 1893, hlm 221.
0
Andrew Goss, “Building the World’s Supply of quinine: Dutch Colonialism and
The Origins of a Global Pharmaceutical Industry”, dalam jurnal Endevour, Vol. 38 No.1,
hlm. 2.
0
Ririn Darini, Op. Cit., hlm. 16.
61

Terbentuknya sindikat menyebabkan masalah yang serius di antara para

penanam kina, yang khawatir bahwa sindikat ini akan menurunkan harga kulit

kina lebih jauh lagi. Oleh sebab itu, pada tahun 1890-an, Pieter van Leersum

(selaku direktur budidaya kina Belanda) mulai mengambil sikap aktif terkait

kepentingan budidaya kina di Hindia-Belanda. Ia menghimbau kepada para

pekebun kina untuk bekerja sama dan melobi pemerintah kolonial untuk

melindungi "kepentingan" budidaya kina sebagai tanaman ekspor, dan bertukar

pengetahuan mengenai pembibitan kina, pembudidayaan, serta kontrol kualitas

dengan pekebun swasta. Selain itu, Leersum juga memberikan beberapa informasi

teknis tentang ekstraksi kuinin sulfat. Hal ini bertujuan agar kelak para pekebun

kina tidak menjual barang mentah lagi. Beberapa pekebun mulai bereksperimen

dengan ekstraksi kuinin sulfat di perkebunan mereka. Namun, upaya mereka

belum berhasil karena untuk memproduksi quinine sulphate membutuhkan tingkat

keahlian ilmiah dan teknologi tertentu. Pada tahun 1895, para pekebun mendesak

pemerintah kolonial untuk pembangunan pabrik kina sulfat di kota Bandung

(Bandoengsche Kininefabriek), dan pada tahun berikutnya, pabrik tersebut

didirikan.0

0
Arjo Roersch, dkk, Science in the service of colonial agro-industrialism: The case
of cinchona cultivation in the Dutch and British East Indies, 1852-1900, dalam jurnal
Studies in History and Philosophy of Biological and Biomedical Sciences, 2014, hlm. 72.
62

3.3. Pendirian Bandoengsche Kininefabriek, 1896

Pada tanggal 6 September 1896, pemerintah kolonial Belanda akhirnya

memutuskan untuk mendirikan N.V. Bandoengsche Kininefabriek di Bandung. 0

Menurut Arjo Roesch, pembentukan dan pengembangan BKF dapat dikatakan

sebagai salah satu upaya pemerintah Belanda untuk melepaskan diri dari kontrol

industri farmasi Jerman.0 Jerman, yang sejak tahun 1880-an telah menguasai

industri farmasi dunia, menjadi alasan utama pemerintah Belanda mendirikan

pabrik pengolahan kulit kina sendiri di Jawa. Di saat Belanda masih berkutat

dengan bahan mentah (kulit kina), industri Jerman telah mengolah kulit kina

menjadi obat-obatan. Ketertinggalan Belanda dalam pengolahan kulit kina ini pula

yang menyebabkan terjadi krisis harga kulit kina dunia. Hal ini terjadi karena

para pekebun kina, khususnya di Hindia-belanda, sangat bergantung dari pembeli

terbesar mereka, yaitu industri farmasi Jerman.0

Berdirinya Bandoengsche kininefabriek di Jawa membawa angin segar,

terutama bagi mereka para pengusaha kina di Hindia-belanda. Dengan

didirikannya Bandoengsche Kininefabriek, para pengusaha perkebunan kina tidak

perlu khawatir dengan menjual kulit kina dengan harga rendah ke pasaran Eropa.

Adanya pabrik pengolahan kulit kina di Bandung dapat menghemat biaya lelang

di Eropa. Selain itu, harga kulit kina yang sebelumnya merosot dapat kondisikan,

0
Ibid., hlm. 20.
0
Arjo Roersch, Colonial Agro-Industrialism. Science, Industry and the State in the
Dutch Golden Alkaloid Age, 1850-1950, (Utrecht: Ipskamp, Enschede, 2015), hlm. 87.
0
Ibid. hlm. 63.
63

dan bahkan memiliki nilai tambah karena barang mentah berupa kulit kina telah

dioleh terlebih dahulu menjadi barang setengah jadi berupa quinine sulfat.0

3.3.1. Tentang Bandoengsche Kininefabriek

Hingga kini, keberadaan Bandoengsche Kininefabriek masih dapat kita

jumpai. Setelah Indonesia merdeka, Bandoengsche Kininefabriek diambil-alih dan

pengelolaannya berada dalam pengawasan PT Kimia Farma (Persero).

Bandoengsche Kininefabriek dibangun pada masa pemerintahan kolonial Belanda

di atas lahan perkebunan karet, dan kini bangunan dan lahan Bandoengsche

Kininefabriek beralamatkan di Jalan Pajajaran no. 29-30, Kota Bandung.

Bangunan pabrik tersebut didesain oleh arsitek Gneling Mijling AW dengan gaya

arsitektur art deco. Pabrik kina terdiri atas beberapa kompleks pabrik. Pabrik di

Jalan Cicendo berfungsi sebagai gudang kulit kina, sementara kompleks bangunan

di sudut Jalan Pajajaran-Cihampelas berfungsi sebagai tempat sarana kebutuhan

pabrik. Kedua kompleks pabrik dihubungkan dengan sebuah lorong kecil

berbentuk terowongan yang melintas dibawah Jalan Pajajaran dan berada sekitar

2,5 meter di bawahnya. Lebar terowongan sekitar satu meter dengan panjang yang

sama dengan lebar Jalan Pajajaran, sekitar sepuluh meter. Hingga saat ini

terowongan masih aktif digunakan untuk lalu lintas para pegawai untuk menuju

kompleks utama pabrik.0

0
Andrew Goss, Op. Cit., hlm. 13 dan Kolonial Verslag, 1897, hlm. 5 (dalam
lampiran).
0
Vetriciawizach, Pabrik Kina: Bandoengsche Kinine Fabriek, (Pikiran Rakyat,
Minggu, 14 Oktober 2012), hlm. 10.
64

Pendirian Bandoengsche Kininefabriek membutuhkan waktu 7 bulan

lamanya. Hal tersebut mengacu pada kegiatan operasional Bandoengsche

Kininefabriek yang baru dimulai pada bulan April 1897.0 Berdasarkan berita

koran kolonial, tahun pertama pabrik hanya beroperasi dalam waktu yang singkat.

Banyak permasalahan yang dialami pada awal beroperasinya pabrik.

Permasalahan tersebut membuat beban biaya pendirian pabrik lebih besar dari

yang dianggarkan. Sejak awal, pemerintah telah memutuskan bahwa semua biaya

yang dikeluarkan selama tahun pertama untuk traktat, dll, harus dibebankan ke

pabrik. Biaya keseluruhan untuk mendirikan dan operasional Bandoengsche

Kininefabriek tercatat sebesar f. 137.113,29. Biaya tersebut meliputi seluruh aspek

penunjang kinerja pabrik seperti pembelian mesin, alat pengering, gudang, tanah

dan lain sebagainya.0 Selain itu, Bandoengsche Kininefabriek diawal

operasionalnya mempekerjakan rata-rata 70 orang per hari dengan upah para

pekerja sebesar f 0.25 per hari.0

Meskipun Bandoengsche Kininefabriek terletak di Bandung, tetapi markas

utama dan seluruh pengawasan administrasi Bandoengsche kininefabriek pada

masa kolonial berpusat di Kota Semarang.0 Perihal kepemilikan saham dan modal

Bandoengsche kininefabriek masih dipertanyakan. Berdasarkan keterangan F.L.

0
Koloniaal Verslag, 1897, hlm. 208.
0
De Locomotief, 2 April 1898.
0
Koloniaal Verslag, 1898. (Lampiran LLL), hlm 2.

Dapat
0
dilihat dalam https://www.colonialbusinessindonesia.nl/en/database-
en/catalog/item/bandoengsche-kinine-fabriek.
65

Seely−yang bekerja untuk perusahaan farmasi dan grosir Amerika Utara, Paris

Medicine & Co. dan yang mengunjungi pabrik pada tahun 1900−ia menyatakan

dengan jelas bahwa pabrik tersebut “sebagian besar saham dan modal pendirian

dimiliki oleh pekebun sendiri.” Manajemen Bandoengsche Kininefabriek

dipegang oleh Baron C.W. van Heeckeren dan JH van Prehn. C.W. van Heeckeren

menjabat sebagai direktur administrasi sedangkan van Prehn menjabat sebagai

direktur teknis Bandoengsche Kininefabriek.0

Pada tahun-tahun awal beroperasi, Bandoengsche Kininefabriek sudah

dituntut untuk memberikan produk sulfin kina berkualitas tinggi meski pabrik

kekurangan ahli kimia. Direktur teknik, van Prehn, misalnya turut bekerja dengan

pengalaman metode ekstraksi yang dia miliki. Metode ekstraksi Prehn dinilai

belum cukup sehingga dalam tahap awal percobaan, ia kehilangan lebih dari 30%

dari kandungan sulfin kina. Pada awal 1898, sampel produknya secara kimia

dinilai oleh laboratorium swasta di Amsterdam, yang menyimpulkan bahwa

produk tersebut "tidak indah" dan dalam hal kemurniannya tidak lebih baik dari

produk industri Eropa. Hal inilah yang kemudian membuat Van Prehn dan

anggota dewan direksi lainnya, terutama Van Heeckeren memutar otak, karena

bagaimanapun untuk kelangsungan pabrik, menjadi sangat penting untuk

meningkatkan produk kina sulfat di Bandoengsche Kininefabriek.0

0
Sebelum menjabat sebagai direktur Bandoengsche Kininefabriek, C.W. van
Heeckeren merupakan seorang pengacara yang menetap di Kota Semarang, sedangkan
Prehn adalah seorang penanam kina yang sebelumnya telah bereksperimen dengan
ekstraksi quinine sulfat di perkebunannya sendiri. Arjo Roersch, Op. Cit., hlm. 88.
0
Arjo Roersch, Op. Cit., hlm. 88.
66

Pada tahun 1898, van Prehn mengundurkan diri dan digantikan oleh J.

Smit Sibinga.0 Kepemimpinan Smit Sibinga hanya berlangsung selama dua tahun

dan pada tahun 1900, manajemen BKF menunjuk direktur teknis baru, yaitu

kimiawan muda Arent Roelf van Linge (1870-1934). Di bawah kepemimpinan

van Linge, Bandoengsche Kininefabriek mulai menunjukkan kualitasnya. Di

BKF, Van Linge menemukan dan mengawasi secara pribadi konstruksi mesin dan

peralatan untuk proses ekstraksi baru yang mampu menghasilkan produk kina

sulfat berkualitas tinggi. Namun sayang, setelah dua tahun menjabat, Van Linge

meninggalkan BKF dan kembali ke Eropa. Pada tahun 1903, apoteker muda S.

van Velzen Camphuis ditunjuk sebagai direktur teknis baru. Van Velzen

Camphuis melanjutkan pekerjaan Van Linge untuk terus meningkatkan proses

ekstraksi quinine sulphate. Di bawah bimbingan teknisnya, BKF secara bertahap

mulai meningkatkan kapasitas produksinya dan berkembang menjadi pabrik yang

kompetitif. Pada tahun 1905, mesin-mesin baru dipasang di pabrik dan sebuah

laboratorium kecil dibangun agar memudahkan analisa kimia. Pada tahun-tahun

berikutnya, laboratorium juga menjadi pusat dalam mengembangkan tablet kina

dengan lapisan gula untuk distribusi di Hindia Belanda.0

0
De Locomotief, 2 April 1898.

0
Menurut laporan tahunan Bandoengsche Kininefabriek, van Linge pergi karena
alasan kesehatan. Dalam laporan lain, Heuschen menyebutkan buruknya hubungan yang
terjalin antara van Linge dan van Leersum, menjadi penyebab van Linge pergi. Disisi
lain, ketidaksediaan direktur Van Heeckeren untuk memodernisasi pabrik juga menjadi
alasan agar Van Linge pergi. Dalam Arjo Roersch, Op. Cit., hlm. 89.
67

3.3.2. Kapasitas Produksi dan Pemasaran

Setelah mengalami banyak permasalahan di awal tahun pendirian, akhirnya

pada dekade pertama abad kedua puluh, Bandoengsche Kininefabriek mulai

bangkit. Meningkatnya kualitas ilmiah, teknologi, dan produksi membuat

Bandoengsche Kininefabriek muncul sebagai salah satu pabrik kina terkemuka.

Pada tahun 1894, produksi kuinin sulfat di seluruh dunia diperkirakan mencapai

300.000 kilogram. Angka tersebut terus meningkat hingga pada tahun 1914,

produksi kuinin sulfat dunia telah mencapai 510.000 kilogram per tahun. Dari

angka tersebut, produksi Bandoengsche Kininefabriek berkontribusi sekitar

sepuluh persen dari total ini: rata-rata 40-50.000 kilogram per tahun. Jika dirata-

ratakan per hari, Bandoengsche Kininefabriek mampu memproduksi sebanyak

150-160 kg sulfat kina.0

Sejak tahun 1910, Bandoengsche Kininefabriek telah memperlihatkan

posisinya sebagai pabrik kina terkemuka di dunia. Sejak tahun tersebut, total

produksi sulfat kina di Bandoengsche Kininefabriek sudah lebih dari 120.000 kg.

Peningkatan produksi Bandoengsche Kininefabriek dapat dilihat dari statistik

berikut: data ekspor garam kina selama tahun 1913-1916; tahun 1913 sebesar

72.507 Kg, 1914: 61.964 Kg, 1915: 82.869 Kg, 1916: 115.175.0

Ada beberapa faktor yang membuat Bandoensgche Kininefabriek

berkembang sedemikian pesat. Salah satunya adalah akses langsung ke bahan

0
Ibid, hlm. 90. Lihat juga Koloniaal Verslag, 1898, hlm. 150.
0
Publicaties Ven De Afdeeling Nijverheid En Hundel 1917, No. 4. De Ontwikkeling
Van De Ned. Indische Nijverheid Gedurende Den Oorlog, hlm. 17.
68

baku, dan koneksi dengan para pekebun kina di Hindia-belanda. Melimpahnya

pasokan kulit kina di Hindia-Belanda membuat BKF tidak kesulitan untuk

mendapatkan bahan baku untuk diolah. Selain itu, kemajuan teknologi dan

keahlian para ilmuannya membuat BKF mampu menghasilkan produk yang

berkualitas tinggi dan terstandardisasi.0 Dalam pendapat lain, munculnya

Bandoengsche Kininefabriek sebagai pabrik kuinin terkemuka juga disebabkan

oleh berkecamuknya Perang Dunia 1 (1914-1918) di Eropa. Hal ini sangat

berpengaruh karena selama perang berlangsung, beberapa pabrik pengolahan kina

di Eropa hancur. Dengan demikian, BKF yang notabene nya jauh dari wilayah

konflik, masih tetap beroperasi dan jauh dari gangguan yang berarti.0

Dalam hal pemasaran, Bandoengsche Kininefabriek memiliki pasar dengan

jangkauan yang luas. Menurut Roesch, dua pertiga dari produksi BKF dijual dan

di lelang secara umum di Batavia, dan selebihnya dikirim ke berbagai belahan

dunia. Mengapa BKF membuka pasar di Batavia? Alasan pertama yaitu untuk

menciptakan outlet alternatif yang menguntungkan untuk produk quinine sulfate

BKF di luar pasar kulit kayu kina yang dikendalikan kartel. Kedua, untuk

menawarkan harga yang lebih baik bagi para pekebun kina untuk kulit kayu kina

mereka, sehingga mereka akan menjual kulit kayu mereka ke BKF alih-alih

mengekspornya ke pasar Amsterdam. Meskipun pasar Batavia diorganisir oleh

0
Arjo Roersch, Op. Cit., hlm. 90.
0
De Ontwikkeling Van De Ned. Indische Nijverheid Gedurende Den Oorlog, hlm.
17.
69

pemerintah kolonial, manajemen perdagangan dan penjualan BKF diserahkan

kepada perusahaan perdagangan swasta Tiedeman & Van Kerchem.0

Selain membuka pasar di Batavia, Bandoengsche Kininefabriek juga

melakukan ekspor produk ke luar Hindia-Belanda. Sulfat kina dari pasar Batavia

menarik berbagai perusahaan perdagangan transpacific, termasuk perusahaan-

perusahaan farmasi dari benua Amerika.0 Tidak hanya itu, pasar BKF juga meluas

hingga ke Eropa. Hal ini karena adanya relasi antara van Linge dengan kolega nya

di Eropa. Setelah kembali ke Belanda, Van Linge membawa koneksi transpacific

dengannya dan mengubahnya menjadi jaringan koneksi dan distribusi

transatlantik dengan bantuan perusahaan Inggris Greeff & Co.0Dengan demikian,

adanya koneksi−baik Amerika maupun ke belahan dunia lainnya−inilah yang

membuat BKF menjelma menjadi perusahaan besar, dan memposisikan dirinya

sebagai pesaing penting bagi industri kina lainnya di dunia.

Meskipun pasar BKF berorientasi ekspor (mendapatkan keuntungan besar),

tetapi baik pemerintah Kolonial dan BKF itu sendiri tidak lupa bahwa

mengentaskan malaria di Hindia-Belanda merupakan salah satu prioritas utama

mereka. Oleh sebab itu, pemerintah dan BKF mengeluarkan kebijakan terkait

pasar kina sulfat di Hindia-Belanda. Berdasarkan keputusan pemerintah tanggal

18 Oktober 1910 No. 10 (Bijbl. No. 7318), pemerintah yang bekerja sama dengan

BKF mengeluarkan kebijakan untuk menjual tablet kina dengan harga murah
0
Arjo Roersch, Op. Cit., hlm. 81.
0
Ibid.
0
Ibid., hlm. 95.
70

kepada penduduk. Sebagai percobaan, Jawa dan Madura menjadi wilayah pertama

dalam menerapkan kebijakan ini.0

Walau demikian, tablet kina dengan harga rendah akan tersedia untuk

kepentingan penduduk sesuai dengan syarat ketentuan berikut; a. kina disediakan

dalam tablet yang mengandung 0,2 gram kinine, dikemas dalam tabung, dan

disediakan dalam Bahasa Belanda; b. Kepala Pemerintah Daerah berwenang

untuk membeli sesuai dengan kebutuhan daerah mereka. Tablet kina dalam

kemasan yang diperlukan ditentukan dari Bandoengsche Kininefabriek; c. harga

penjualan untuk setiap tabung yang berisi 5, 10, dan 20 tablet masing-masing

enam, delapan dan tiga belas setengah sen; d. Kepala Pemerintah Daerah

menunjuk agen tempat penjualan, serta orang-orang yang ditagih dengan

penjualan, yang menerima biaya pengumpulan 10% dari hasil penjualan; e. tata

cara pemesanan pembayaran kina, bukti pembelian, dan distribusi kina ke agen

penjual harus dilampirkan.0

Selain mendistribusikan tablet kina berbayar, pemerintah dan BKF juga

mendistribusikan tablet kina gratis bagi daerah di mana malaria telah menjadi

epidemi. Hal ini didasarkan pada Surat Edaran Sekretaris Pemerintah tanggal 17

November 1910 No. 2598, kepada para kepala daerah di Jawa dan Madoera.

Seperti yang di ketahui, angka mortalitas dan morbiditas akibat malaria sering

meningkat secara abnormal. Oleh karena itu, pemerintah Belanda berupaya untuk
0
Verzameling Voorschriften Betreffende den Burgerlijken Geneeskundigen (Dienst
Albrecht & Co. Weltevreden, 1916), hlm. 274.
0
Ibid., hlm. 275. Dari Bandoengsche Kininefabriek, harga yang ditetapkan maksimal
4,5, 6,8 dan 12 f per tabung masing-masing 5, 10, dan 20 tablet.
71

mempromosikan penggunaan tablet kina gratis kepada penduduk setempat agar

mereka semakin terbiasa. Berdasarkan laporan kolonial, penjualan tablet kina

berbayar dan pendistribusian tablet kina gratis yang dilakukan oleh pemerintah

dan Bandoengsche Kininefabriek terbukti sangat memuaskan.0

3.3.3. Wewenang Bandoengsche Kininefabriek Dalam Industri Kina di

Hindia-Belanda

Sebagai satu-satunya pabrik pengolahan kina di Hindia-Belanda, tentunya

Bandoengsche Kininefabriek sangat di harapkan oleh pemerintah Belanda. Oleh

sebab itu, Bandoengsche Kininefabriek memiliki kewenangan dan hak-hak

istimewa khusus. Dalam hal ini sangat menarik untuk dilihat sejauh mana peran

Bandoengsche Kininefabriek dalam industri kina di Hindia-Belanda.

Pada awal abad ke-20, Bandoengsche Kininefabriek telah berkembang

sebagai pabrik penyediaan dan pengolahan kina di Hindia-belanda. Dalam sub-

bab sebelumnya telah disinggung beberapa hal terkait wewenang yang dimiliki

oleh Bandoengsche Kininefabriek dalam industri kina di Hindia-Belanda. Perlu

ditekankan disini bahwa BKF sebagai perusahaan tidak hanya mengolah kina

menjadi produk obat saja, tetapi dalam banyak hal, mereka bebas menentukan

kebijakan. Sebagai contoh; BKF secara bebas menentukan harga dan pasar untuk

produk mereka. Di Hindia-Belanda misalnya, BKF membuka pasar baru di

Batavia. Selain itu, BKF juga menentukan besaran harga jual, baik untuk ekspor

maupun penjualan dalam negeri (Hindia-Belanda). Dapat dikatakan bahwa BKF

0
Verzameling Voorschriften Betreffende den Burgerlijken Geneeskundigen (Dienst
Albrecht & Co. Weltevreden, 1916), hlm. 276.
72

merupakan ujung tombak monopoli pemerintah Hindia Belanda dalam produksi

dan distribusi tablet kina.

Kewenangan lain yang dimiliki BKF yaitu mengadakan perjanjian/kontrak

dengan seluruh perusahaan perkebunan kina di Hindia-Belanda. Adanya kontrak

ini membuat perusahaan/perkebunan kina di Hindia-Belanda wajib untuk

mengirim hasil perkebunan kina mereka ke BKF. Adapun format

perjanjian/kontrak tersebut berbunyi sebagai berikut:

“...yang bertanda tangan ___ dari perusahaan kina ___ yang tinggal di

____, selama tahun 1898 dan seterusnya setiap tahun sampai perjanjian ini

dibatalkan, akan dikirimkan ke pabrik kinin __ kilogram kulit dari konten rata-

rata plus minus setidaknya ____”.0

Walau begitu, kontrak tersebut tidak bersifat permanen. Baik pihak

Bandoengsche Kininefabriek maupun para pengusaha perkebunan kina memiliki

hak untuk mengakhiri perjanjian ini sebelum atau pada tanggal 30 September

setiap tahunnya. Tidak hanya itu, Bandoengsche Kininefabriek bebas untuk

menandatangani kontrak dengan pemerintah Hindia Belanda dengan format lain.

Yang paling penting dalam isi kontrak ini bahwa para pengusaha perkebunan

yang memiliki kontrak dengan BKF wajib menyatakan ketersediaan dan tunduk

pada syarat dan ketentuan umum untuk pengiriman kulit kina dan pengolahannya

oleh Bandoengsche Kininefabriek.0 Dengan adanya perjanjian ini, setidaknya 1/12

dari seluruh kuantitas harus sudah diterima pabrik setiap awal bulan. Meski

0
De Locomotief, 7 Juni 1898.
0
De Locomotief, 7 Juni 1898.
73

demikian, pabrik tidak berkewajiban untuk memiliki lebih dari 1/4 dari jumlah

stok tahunan pada saat yang sama.0

Dari sini, kita dapat melihat bahwa BKF memiliki kontrol dan monopoli

yang luar biasa bagi pasar kulit kina di Hindia-Belanda. Meski demikian,

monopoli BKF terhadap produsen kulit kina di Hindia-Belanda juga kelak

menjadi bumerang dan berdampak bagi BKF itu sendiri. Dampaknya adalah

bahwa pada periode berikutnya, BKF kesulitan mendapatkan kulit kina secara

teratur.0 Mengapa demikian? Karena keberadaan BKF dan monopolinya di

Hindia-Belanda membuat pabrik kina Eropa kesulitan untuk medapatkan bahan

baku dari Hindia-Belanda. Hal inilah yang membuat harga kulit kina di Eropa

mulai naik, karena para pabrikan disana menawarkan harga beli kulit kina yang

lebih tinggi.0 Dengan kondisi tersebut, para pengusaha perkebunan kina di Hindia-

Belanda mulai kembali beralih untuk menjual produk mereka ke Amsterdam, alih-

alih mengadakan perjanjian dagang dengan BKF. Kondisi inilah yang dalam

beberapa tahun kemudian membuat pasar kulit kina dunia tidak seimbang. Hingga

muncullah suatu perjanjian yang menyetarakan harga kina dunia, yaitu Perjanjian

Kina. Mengenai Perjanjian Kina, akan dijelaskan pada sub-bab berikutnya.

3.4. Perjanjian Kina dan Restriksi Kina

Keputusan pemerintah kolonial dalam mengatasi krisis harga kulit kina

dengan mendirikan Bandoengsche Kininefabriek di Hindia-Belanda pada akhirnya

0
Ibid.
0
Ririn Darini, Op. Cit., hlm. 17.
0
De Locomotief, 19 Oktober 1899.
74

masih belum bisa mengikuti tuntutan zaman yang terus berubah. Pada awalnya

memang, Pemerintah Kolonial yang bekerja sama dengan Bandoengsche

Kininefabriek setidaknya mampu menetapkan dan memonopoli harga kina dengan

stabil, khususnya di Hindia-belanda. Para produsen kulit kina di Hindia-belanda

pun pada beralih dan menjual produk mereka ke BKF. Namun, pada periode

selanjutnya, krisis harga kina pun kembali terjadi. Kondisi inilah yang kemudian

membuat pemerintah Belanda dan BKF kesulitan untuk mengontrol kembali para

produsen kina (terutama milik swasta) di Hindia-Belanda, karena mereka beralih

dan memutuskan segala bentuk monopoli perdagangan, baik dengan BKF maupun

pemerintah Belanda. Oleh karena itu, perlu adanya kebijakan baru supaya

permasalahan ini dapat segera terselesaikan.

Permasalahan ini terjadi sejak adanya ketidakseimbangan harga kulit kina

dunia. Di Hindia-Belanda, harga kulit kina cenderung stabil mengingat adanya

monopoli harga kulit kina yang diterapkan oleh pemerintah Belanda. Sedangkan

dipasar Eropa misalnya, harga kulit kina cenderung naik. Pada tahun 1897, harga

kulit kina per kg nya berkisar 4,65 sen. Setahun kemudian, harga telah mencapai

7,05 sen. Bahkan pada tahun 1900-an, harga kulit kina di pasar Eropa telah

mencapai 10,10 sen per kg.0 Kenaikan yang signifikan, namun berimbas buruk

bagi kelangsungan pasar kina dunia.

Bagaimanapun, meningkatnya harga untuk kulit kina di pasar Eropa pada

pergantian abad, memiliki sisi buruk yang mengancam stabilitas pasar kina,

khususnya di Hindia-belanda. Antara tahun 1900 hingga 1905, para pekebun dan
0
Ririn Darini, Op. Cit., hlm. 14
75

pedagang di Hindia-Belanda, sekali lagi, mulai melirik ekspor kulit kina ke Eropa

sebagai hasil dari harga yang lebih tinggi yang dibayar oleh anggota quinine-

kartel.0 Kehadiran BKF nyatanya belum mampu untuk menyakinkan para

produsen kina di Hindia-Belanda untuk tidak menjual produk mereka ke Eropa.

Dengan kondisi tersebut, pemerintah Belanda mulai mencari cara agar

permasalahan ini dapat teratasi.

Pada awal abad ke-20, muncul-lah suatu perjanjian yang dikenal sebagai

perjanjian kina (kina overeenkomst), dan juga diikuti dengan diberlakukannya

restriksi kina di Hindia-Belanda. Perjanjian Kina merupakan suatu perjanjian yang

diinisiasi oleh pemerintah Belanda. Perjanjian ini bersifat global.0 Sebelum

perjanjian ini disetujui, pada tahun 1911 muncul suatu pembicaraan antara

perwakilan jaringan kina Belanda (pekebun dan pedagang) dan kartel kina

internasional (perusahaan Jerman Buchler & Co.). Tujuannya untuk membahas

kondisi tentang bagaimana mereformasi pasar untuk cinchona bark, quinine

sulphate, dan quinine.0 Dari pembicaraan tersebut, pada tanggal 12 Juni 1913,

mereka menandatangani Perjanjian Kina di Amsterdam. Perjanjian Kina ini

ditandatangani oleh hampir 95% dari semua produsen kina di dunia, kecuali para

produsen kina dari Perancis dan Amerika Serikat.0


0
Arjo Roersch, Op. Cit., hlm. 81.
0
Global yang dimaksud adalah bahwa perjanjian ini berlaku tidak hanya di Hindia-
Belanda saja. Akan tetapi, perjanjian ini berlaku untuk perdagangan kina di seluruh
dunia.
0
Arjo Roersch, Op. Cit., hlm. 97.
0
Ketidakikutsertaan Amerika dan Perancis dalam Perjanjian Kina karena undang-
undang di negara-negara ini melarang partisipasi perusahaan dalam kartel atau perjanjian
harga. Ibid., hlm. 98.
76

Secara keseluruhan, rincian Perjanjian Kina terbagi kedalam 24 bab, yang

ditiap babnya memuat beberapa pasal-pasal. Dampak yang signifikan dari

berlakunya perjanjian ini adalah adanya kontrol penuh terkait komoditi kina.

Prosedur penjualan kina di seluruh dunia pun berubah. Jika sebelumnya penjualan

kina dilakukan dengan sistem lelang, setelah perjanjian ini berlaku, penjualan kina

terkontrol sepenuhnya. Para produsen yang telah menandatangani perjanjian ini

wajib terlebih dahulu untuk mengirim komoditi kina ke Amsterdam. Setelah itu,

barulah komoditas ini diserahkan kepada para anggota untuk dijual. Seluruh

kegiatan ini berada di bawah pengawasan Biro Kina, dan tunduk pada ketentuan

Pasal 3 dan 19.0

Selain adanya perubahan prosedur dalam penjualan kina, hal penting lain

setelah berlakunya perjanjian ini adalah adanya kontrol harga bagi penjualan

komoditas kina di pasaran dunia. Dalam perjanjian tersebut, perihal harga yang

ditetapkan tertuang dalam pasal 9. Pasal tersebut menyebutkan bahwa harga

minimal kina per 5 gram ditetapkan sebesar 6 sen, dan harga maksimalnya adalah

11 sen.0 Jika ada perubahan harga, Biro Kina-lah yang memiliki wewenang untuk

mengubah harga tersebut.0

0
Pasal 3 memuat kewajiban mengirim kulit kina ke Amsterdam baru berakhir tiga
bulan sebelum akhir perjanjian ini. Ministerie van Overzeese Rijksdelen, Kina
Overeenkomst, hlm. 5-6. Sistem lelang dalam penjualan kina masih ada namun dalam
skala yang kecil. Lihat juga Ririn Darini, Op. Cit., hlm. 18.
0
Harga ini dihitung berdasarkan harga standar dua puluh gulden Belanda per KG.
Kinin sulfat, dibagi ke dalam rasio dua belas gulden Belanda untuk produsen dan delapan
gulden Belanda untuk pabrikan. Ministerie van Overzeese Rijksdelen, Kina
Overeenkomst, hlm.11.
0
Kewenangan ini tertuang dalam pasal 11. Ministerie van Overzeese Rijksdelen,
Kina Overeenkomst, hlm. 7.
77

Dalam hal ini, Biro Kina memiliki wewenang yang tinggi karena lembaga

ini merupakan dewan pengawas yang didirikan oleh para anggota yang

menandatangani perjanjian kina. Biro Kina memiliki tugas untuk menetapkan

harga pembelian dan penjualan kulit kina, serta mendata semua hal yang berkaitan

dengan industri ini.0 Oleh sebab itu, tidak heran jika dalam rincian perjanjian kina,

Biro Kina lah yang memiliki kendali paling luas atas pasokan kulit kina oleh

produsen yang menyetujui perjanjian ini dan penjualan kina sulfat oleh produsen

dan semua hal terkait.0

Adapun produsen yang menandatangani perjanjian ini, mereka tidak boleh

memasok atau menjual kina kepada siapa pun selain kepada pabrik yang masuk

dalam anggota selama masa berlakunya perjanjian ini; mereka juga tidak dapat

menahan kulit kina yang dipanen di perkebunan atau di tempat lain. Para

produsen wajib tunduk pada ketentuan Pasal 3, 19, 21, 24 dan 122. 0 Jika ada

anggota yang melanggar perjanjian ini, akan ada konsekuensi/hukuman yang

berlaku. Bagi produser yang mengabaikan segala ketentuan dalam perjanjian ini,

mereka harus membayar denda sepuluh gulden Belanda untuk setiap kilogram

sulfat kina. Jika denda sebelumnya tidak berlaku, maka produsen yang melanggar

0
Norman Taylor, Cinchona in Java: The Story of Quinine, (New York: Greenberg
Publisher, 1945), hlm. 98.
0
Ministerie van Overzeese Rijksdelen, Kina Overeenkomst, hlm. 20.
0
Ministerie van Overzeese Rijksdelen, Kina Overeenkomst, hlm. 26.
78

harus membayar denda sebesar 5000 gulden. Denda tersebut dibayarkan dan

diterima oleh Biro Kina.0

Sampai sini, kita dapat lihat bahwasannya perjanjian ini− setidaknya untuk

sementara waktu−mampu mengatasi permasalahan krisis harga kina. Beberapa

sejarawan sepakat bahwa perjanjian ini mampu mengubah monopoli perdagangan

kina ke arah yang lebih baik, dan tentunya sangat menguntungkan, terutama bagi

para anggota yang tergabung didalam perjanjian ini. Roesch menyebutkan bahwa

pada tahun 1918, para produsen kina menandatangani Perjanjian Kina untuk yang

kedua kalinya.0 Walau demikian, pada tahun-tahun selanjutnya setelah perjanjian

ini disetujui, muncul kembali masalah yaitu adanya peningkatan produksi kina.

Berdasarkan laporan Pemerintah Kolonial, dalam kurun waktu dari tahun 1913-

1933, areal penanaman kina terus meningkat sekitar 50%.0

Peningkatan yang signifikan tersebut secara tidak langsung akibat dari

berlakunya Perjanjian Kina. Setelah berlakunya perjanjian ini, diperolehlah

kepastian mengenai harga kina yang menguntungkan. Akibatnya, banyak

perkebunan kina baru muncul yang kebanyakan tidak termasuk kedalam

Perjanjian Kina. Mereka yang tidak tergabung dikatakan illegal, dan kebanyakan

mereka menjual kepada perantara yang berani membeli dengan harga mahal

(terutama orang-orang Jepang). Oleh karena itu, para produsen yang tergabung

0
Setengah dari denda yang dikumpulkan dan digaikan oleh Biro untuk produsen
lain yang telah menyetujui perjanjian ini. Ministerie van Overzeese Rijksdelen, Kina
Overeenkomst, hlm. 36-37.
0
Arjo Roersch, Op. Cit., hlm. 104.
0
Indische Verslag, 1935. hlm. 60.
79

dalam perjanjian kina mendesak pemerintah, khususnya Pemerintah Hindia-

Belanda, terkait persoalan ini. Pemerintah Hindia-Belanda pun merespon dengan

mengeluarkan kebijakan baru yaitu restriksi kina.0

Kata restriksi memiliki arti pembatasan dalam lapangan produksi.0 Adanya

protes yang dilayangkan para produsen yang tergabung dalam perjanjian membuat

pemerintah kolonial mengeluarkan kebijakan untuk membatasi produksi kina,

khususnya di Hindia-belanda. Pembatasan ini diperkuat dengan diberlakukannya

ordonansi ekspor kina (Indische Staatblad, 1935. no. 69) yang menyatakan;

“melarang ekspor kulit kina dan penyerahan untuk pemakaian lokal tanpa izin dari

pejabat yang berwenang.” Selain memberlakukan ordonansi ekspor kina,

pemerintah juga memberlakukan ordonansi penanaman kina (Indische Staatblad,

1934 no. 70). Sejak saat itu, baik ekspor maupun pembukaan lahan baru untuk

komoditis kina wajib melalui persetujuan dari pemerintah setempat.0

Baik perjanjian maupun restriksi kina, keduanya memiliki peran penting

dalam monopoli industri kina, khususnya di Hindia-belanda. Meski demikian, pro

dan kontra terkait kedua kebijakan tersebut tetap ada. Dalam kasus ini, para

produsen kina, khususnya di Hindia-Belanda, tidak semua diuntungkan. Ririn

Darini mengidentifikasikan bahwa pada masa itu, perkebunan kina di Hindia-

Belanda terbagi menjadi 3 golongan. Golongan pertama yaitu anggota persatuan

0
Ririn Darini, Op. Cit., hlm. 19.
0
Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi ke-V
0
Notulen van vergadering van de Vereniging van kinabastproducenten 1934, hlm.
3-4. Lihat juga Ririn Darini, Op. Cit., hlm. 19-20.
80

produsen kulit kina. Kedua, penanam kina pribumi, dan ketiga pekebun kina

independen. Dari ketiganya, golongan pertama lah yang paling besar

persentasenya.0 Oleh karena itu, pada pembahasan selanjutnya, penulis

memfokukan pembahasan bagaimana sepak terjang golongan yang pertama,

(Serikat Produsen Kina) tersebut di Hindia-Belanda, dan juga perjanjian kina

tahun 1938-1948. Dengan begitu, kita dapat melihat upaya pemerintah Belanda,

khususnya di Hindia-Belanda, dalam memonopoli komoditi kina dengan

membentuk serikat produsen kina serta perjanjian kina 1939-1948.

3.5. Pembentukan Serikat Produsen Kina dan Perjanjian Kina 1939-1948 di

Hindia-Belanda

Pembentukan Serikat Produsen Kina dan berlakunya Perjanjian Kina tahun

1939-1948, dapat dikatakan sebagai salah satu upaya terakhir pemerintah kolonial

dalam memonopoli komoditi kina, khususnya di Hindia-Belanda. Pada sub-bab

sebelumnya, telah dijelaskan beragam kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah

Belanda untuk memonopoli komoditi kina. Mulai dari pengiriman ekspedisi untuk

mencari bibit kina, hingga diberlakukannya restriksi kina di Hindia-Belanda.

Mengakhiri bab tiga ini, penulis dedikasikan untuk menguraikan perihal

terbentuknya Serikat Produsen Kina di Hindia-Belanda dan Perjanjian Kina tahun

1939-1948. Dengan demikian, pembahasan ini diharapkan dapat melengkapi dan

menambah referensi baru mengenai monopoli kina di Indonesia pada masa

kolonial.

0
Persentase yang dimaksud adalah jumlah jumlah anggota yang tergabung dalam
anggota serikat kina. Selain itu, anggota ini pula yang paling besar memasok komoditi
kina. Ibid., hlm. 20
81

3.5.1. Latar Belakang Pendirian Serikat Produsen Kina di Hindia-Belanda

Perihal mengenai apa yang menjadi alasan utama pemerintah Belanda

dalam mendirikan Serikat Produsen Kina di Hindia-Belanda memang cukup sulit

untuk ditemukan. Baik data, laporan kolonial, maupun laporan tahunan yang

diperoleh tidak menjelaskan secara eksplisit mengenai hal tersebut. Namun, jika

merujuk pada Anggaran Dasar dan Rumah Tangga Serikat Produsen Kina Hindia-

Belanda, diketahui bahwa alasan utama Pemerintah Belanda dalam mendirikat

Serikat Produsen Kina Hindia-Belanda adalah karena ingin menjaga kepentingan

pemerintah Belanda terkait dengan produksi, penjualan, perdagangan kina di

Hindia-Belanda.0

Jika memang demikian, pendirian serikat kina pada dasarnya

dilatarbelakangi oleh satu permasalahan, yaitu kurangnya kontrol terhadap

produsen kina di Hindia-Belanda. Mengapa dikatakan demikian? Memang,

dengan berlakunya Perjanjian Kina 1 dan 2, krisis harga kina dapat teratasi.

Prosedur penjualan dan kualitas kina pun semakin membaik. Namun, dibalik itu

semua, berlakunya Perjanjian Kina tersebut justru menimbulkan masalah baru di

Hindia-Belanda. Harga kina yang pasti akibat Perjanjian Kina tersebut membuat

para produsen kina Hindia-Belanda (terutama swasta), menjual kina sesukanya.0

0
ANRI, “Statuten en Huishoudelijk Reglement der Vereeniging van
Kinabast-Producenten”, hlm. 1. (Algemeene Secretarie Ter Zijde Gelegde Agenda
1891-1942 No. 10252)
0
Masalah tersebut terkait kesulitan Bandoengsche Kininefabriek dan Pemerintah
Belanda dalam mendapatkan bahan kina mentah. Para produsen kina, terutama swasta,
lebih memilih untuk menjual bahan kina mentah kepada pembeli yang menawarkan harga
yang lebih tinggi dibanding dengan menjualnya kepada pemerintah Hindia-Belanda.
Lihat sub-bab Perjanjian Kina dan Restriksi Kina.
82

Hal tersebut tentu disadari betul olehpemerintah Belanda. Oleh sebab itu,

demi memperkuat monopoli kina di Hindia-Belanda, mereka mencari cara agar

seluruh produsen kina di Hindia-Belanda khususnya, berada dalam koridor

monopolinya. Maka, pada tanggal 1 Agustus 1927, pemerintah kolonial Belanda

mendirikan Serikat Perkebunan Kina Hindia-Belanda. Serikat Produsen Kina ini

ditandatangani selama dua puluh lima tahun dan lima bulan sejak hari pendirian

hingga akhir 31 Desember 1952.0

Demikian penjelasan singkat mengenai latar belakang dan kapan Serikat

Perkebunan Kina Hindia-Belanda didirikan. Pendirian Serikat Produsen Kina

Hindia-Belanda diharapkan mampu mengatasi permasalahan yang muncul,

terlebih mampu mengontrol sepenuhnya produsen kina di Hindia-Belanda. Maka

dari itu, pada kesempatan berikutnya, perlu untuk mengenal lebih jauh tentang

Serikat Produsen Kina Hindia-Belanda? Siapa saja elit yang terlibat? Apa saja

peraturan yang berlaku didalamnya? Dan apa dampaknya setelah serikat produsen

kina ini muncul?

3.5.2. Tentang Serikat Produsen Kina Hindia-Belanda

3.5.2.1. Direksi Serikat Produsen Kina Hindia-Belanda

Dalam Bab 3, pasal 10 tentang manajemen Serikat Produsen Kina Hindia-

Belanda, diketahui bahwa direksi/dewan Serikat Produsen Kina Hindia-Belanda

setidaknya terdiri tidak lebih dari sepuluh anggota, yaitu; seorang ketua, wakil

0
Sedangkan untuk Anggaran Dasar dan Rumah Tangga Serikat Produsen Kina
Hindia-Belanda baru di sahkan Pada tanggal 15 September 1927. ANRI, “Statuten en
Huishoudelijk Reglement der Vereeniging van Kinabast-Producenten ”, hlm. 2.
(Algemeene Secretarie Ter Zijde Gelegde Agenda 1891-1942 No. 10252)
83

ketua, sekretaris, serta maksimal tujuh anggota. Semua orang dapat menjadi

dewan serikat kina. Meski demikian, ada persyaratan khusus bagi seseorang yang

ingin menjadi anggota direksi yaitu seseorang tersebut harus menjadi anggota

serikat terlebih dahulu, atau ia dari mitra serikat atau direktur perusahaan, yang

perusahaan tersebut membawahi beberapa produsen kina di Hindia-Belanda.0

Para direksi Serikat Produsen Kina dipilih oleh majelis umum tahunan

untuk masa jabatan dua tahun, dihitung dari tanggal pemilihan mereka hingga

tanggal majelis umum tahunan kedua setelah masa pemilihan mereka

berlangsung. Pemilihan direksi (ketua, wakil dan sebagainya) harus ditunjuk

berdasarkan suara mayoritas atau dengan setidaknya 2/3 dari suara sah dari

anggota Serikat Produsen Kina Hindia-Belanda. Mereka (para direksi serikat) juga

dapat diberhentikan kapan saja (selamanya atau sementara) oleh rapat umum

anggota.0

Lalu apa kewenangan direksi Serikat Produsen Kina Hindia-Belanda?

Dalam pasal 14 mengenai hak direksi, para direksi berwenang untuk mengambil

segala tindakan yang terkait dengan kelangsungan serikat. Meski demikian,

keputusan direksi harus merujuk pada 3 aspek utama. Pertama, memperhatikan

pasal-pasal dalam Serikat Produsen Kina Hindia-Belanda. Kedua, peraturan yang

ada dalam serikat. Ketiga, keputusan pada rapat umum anggota. Tugas direksi

0
ANRI, “Statuten en Huishoudelijk Reglement der Vereeniging van
Kinabast-Producenten”, hlm 7-8. (Algemeene Secretarie Ter Zijde Gelegde Agenda
1891-1942 No. 10252)
0
Ibid.
84

dibantu oleh seorang sekretaris yang memiliki hak dan sekaligus menjadi

penasehat untuk para direksi.0

Markas utama Serikat Produsen Kina Hindia-Belanda berpusat di

Amsterdam. Meski demikian, Serikat tetap memiliki kantor perwakilan yang ada

di Batavia. Keduanya memiliki fungsinya masing-masing, berlandaskan pada

peraturan yang telah ditetapkan dalam Anggaran Dasar Serikat Produsen Kina

Hindia-Belanda.0

Baik yang berpusat di Amsterdam maupun di Batavia, masing-masing

memiliki direksi. Mereka (ketua, wakil, dewan, maupun anggota kepengurusan)

semua dipilih dalam rapat umum. Pertemuan manajemen biasanya bertempat di

Industrieele Club, Amsterdam.0 Cukup sulit untuk merinci secara lengkap siapa

saja elit penting yang terlibat dalam Serikat Produsen Kina ini sejak awal

pendirian.0 Berdasarkan data yang tersedia, para elit penting dalam Serikat

Produsen Kina Hindia-Belanda dapat dilihat dalam tabel dibawah ini;

Tabel 4. Struktur Pengurus Serikat Produsen Kina di Amsterdam

Tahun Ketua Wakil ketua Sekretaris dan Anggota dewan


1934 P.A. Waller Van den Broek Martin Koch, van de Linde, J.H.
Lagers, W.F. Pahud, A.A. Pauw,
W. Scholten

0
Ibid., hlm. 9.
0
ANRI, “Statuten en Huishoudelijk Reglement der Vereeniging van
Kinabast-Producenten”, hlm 7-8. (Algemeene Secretarie Ter Zijde Gelegde Agenda
1891-1942 No. 10252)
0
ANRI, “Jaarverslag van de Vereeniging van Kinabastproducenten”, (Algemeene
Secretarie Ter Zijde Gelegde Agenda 1891-1942 No. 10252).
Serikat Produsen Kina di Hindia-Belanda memang diresmikan oleh pemerintah
0

Kolonial pada tanggal 15 September 1927. Namun, data arsip terutama mengenai laporan
tahunan Serikat Produsen Kina yang ditemukan kurang lengkap.
85

1935 P.A. Waller Van de Linde Van den Broek, Martin Koch, J.H
Lagers, A.A. Pauw, E.W. Scholten
1936 P.A. Waller Van de Linde Van den Broek , Martin Koch, J.H
Lagers, A.A. Pauw, E.W. Scholten
1937 P.A. Waller Van de Linde Van den Broek, F.H Martin Koch,
J.H Lagers, A.A Pauw, E. W
Scholten (anggota), S.W Zeverijn,
D. Baron Mackay
1938 P.A. Waller Van de Linde Van den Broek, Martin Koch, J.H.
Lagers, A.A. Pauw, J.L.A.C. Patist,
F.R Zeeman, Baron Mackay
1939 P.A. Waller Van de Linde Van den Broek, Martin Koch, J.H.
Lagers, A.A. Pauw, J.L.A.C. Patist,
van Daalen dan JHR E. Ploos van
Amstel
Sumber: Notulen van Vergadering van de Vereniging van Kinabastproducenten.
1934-1940, ANRI, (Algemeene Secretarie Ter Zijde Gelegde Agenda 1891-1942
No. 10252)
Tabel 5. Struktur Pengurus Serikat Produsen Kina di Batavia, Hindia-
Belanda

Tahu Ketua Sekretaris dan Anggota Dewan


n
1934 Van A. Banning, F. Brandenburg, van Rays, G.J Wehry, SW
Dunne Zeverijn, van de Stadt
1935 M. Jappe Alberts, E. Ploos van Amstel, Van Roggen, van de
Kerbosch Stadt
1936 M. Jappe Alberts, E. Ploos van Amstel, Van Roggen, van de
Kerbosch Stadt
1937 Van E.A. Banning, F. Brandenburg van Oitsende, G.J.
Dunne Wehry, van de Stadt Jr, Jappe Alberts
1938 Van E.A Banning, F. Brandenburg, E. Ploos van Amstel, G.J
Dunne Wehry, K.f. Zeeman W. Jappe Alberts.
1939 Van F. Brandenburg , van Daalen dan JHR E. Ploos van
Dunne Amstel, G.J Wehry, K.f. Zeeman W. Jappe Alberts.
Sumber: ANRI, “Jaarverslag van de Vereeniging van Kinabastproducenten ”,
(Algemeene Secretarie Ter Zijde Gelegde Agenda 1891-1942 No. 10252)
Dari kedua tabel diatas, kita dapat mengetahui siapa saja para elit penting

yang bertanggung jawab atas keberlangsungan Serikat Produksi Kina di Hindia-

Belanda (setidaknya dilihat mulai tahun 1934). Mereka, baik yang berkantor di
86

Amsterdam maupun yang di Batavia, tetap melakukan koordinasi melalui surat-

surat yang dikirimkan. Karena bagaimanapun, jika ada rapat dewan yang diadakan

di Amsterdam, para elit dan anggota perwakilan di Hindia-Belanda wajib untuk

menghadiri rapat tersebut.0

Demikian penjelasan mengenai direksi/dewan yang bertanggung jawab

atas Serikat Produsen Kina Hindia-Belanda. Pada kesempatan berikutnya, penulis

akan membahas segala hal yang terkait dengan keanggotaan dalam Serikat

Produsen Kina Hindia-Belanda.

3.5.2.2. Keanggotaan Serikat Produsen Kina Hindia-Belanda

Pembahasan dalam sub-bab ini didasarkan pada pertanyaan berikut;

bagaimana prosedur untuk menjadi anggota Serikat Produsen Kina di Hindia-

Belanda? Apa keuntungannya jika menjadi anggota serikat kina? Berapa banyak

produsen yang menjadi anggota Serikat Produsen Kina Hindia-Belanda? Dan

bagaimana jika ada anggota yang ingin keluar dari keanggotaan serikat?

Dalam Anggaran Dasar Serikat Kina Hindia-Belanda, prosedur untuk

masuk kedalam anggota serikat kina yaitu dengan mengajukan permintaan secara

tertulis. Setelah itu, surat permohonan tersebut diserahkan kepada dewan. Dalam

hal ini, para dewan berhak untuk memutuskan atau menolak permohonan ini.

Biasanya, penolakan/pengabulan anggota baru dilakukan pada saat rapat umum

0
ANRI, “Jaarverslag van de Vereeniging van Kinabastproducenten”, (Algemeene
Secretarie Ter Zijde Gelegde Agenda 1891-1942 No. 10252)
87

anggota.0 Apabila pengajuan tersebut disetujui forum, maka sejak saat itu ia telah

resmi menjadi anggota serikat.

Apa yang menjadi keuntungan jika bergabung kedalam anggota serikat

kina? Ada beberapa keuntungan yang diperoleh bagi produsen yang tergabung

kedalam anggota serikat. Pertama, para produsen yang tergabung dalam serikat

akan mendapatkan akses yang luas terkait dengan industri kina Hindia-Belanda.

Kedua, para anggota juga diuntungkan dengan mendapatkan dividen dari hasil

penjualan kina serikat. Ketiga, serikat juga menjamin keberadaan anggota,

termasuk apabila salah satu anggota mengalami kerugian/pailit, maka serikat akan

turut membantu pembiayaan apabila hal tersebut masih memungkinkan. Semua

penawaran menarik tersebut ditawarkan agar para produsen kina, khususnya di

Hindia-Belanda, agar masuk kedalam Serikat Produsen Kina.0

Apakah Serikat Produsen Kina Hindia-Belanda berhasil memikat para

produsen kina di Hindia-Belanda untuk tergabung di dalamnya? Hal tersebut

dapat kita simpulkan dengan mengetahui berapa banyak jumlah produsen kina

yang tergabung. Perihal berapa banyak jumlah produsen yang bergabung dengan

serikat dapat lihat pada tabel berikut ini;

0
ANRI, “Statuten en Huishoudelijk Reglement der Vereeniging van
Kinabast-Producenten”, hlm. 3. (Algemeene Secretarie Ter Zijde Gelegde Agenda
1891-1942 No. 10252)
0
Serikat akan melakukan likuidasi anggota/perusahaan apabila memang anggota
neraca keuangan anggota tersebut sudah tidak tertolong lagi. ANRI, “Laporan Tahunan
Serikat Produsen Kina”, (Algemeene Secretarie Ter Zijde Gelegde Agenda 1891-1942
No. 10252)
88

Tabel 6, Jumlah Anggota Serikat Produsen Kina Hindia-Belanda

Tahun Jumlah Anggota Produsen Kina


1934 40
1935 52
1936 109
1937 97
1938 91
1939 86
Sumber: Jaarverslag Vereeniging van Kinabast Producenten 1934-1939
Dari tabel diatas, kita dapat simpulkan bahwa jumlah keanggotaan dalam

Serikat Produsen Kina mengalami naik turun. Peningkatan jumlah anggota dapat

dilihat dari tahun 1934-1936. Dalam periode tersebut, kita dapat lihat bahwa

terjadi kenaikan jumlah anggota serikat. Bahkan pada tahun 1936, jumlah anggota

yang tergabung dalam serikat kina sudah mencapai 109 perusahaan. Meski

demikian, setelah tahun 1937-1939, jumlah anggota serikat semakin menurun

walau tidak signifikan. Penurunan terjadi akibat beberapa anggota ada yang

dikeluarkan atau memutuskan untuk keluar dari anggota serikat.

Para anggota diikat dengan durasi kontrak selama 5 tahun. Lalu,

bagaimana jika ada anggota yang ingin keluar dari keanggotaan Serikat Produsen

Kina Hindia-Belanda? Dalam AD/ART serikat dijelaskan bahwa keanggotaan

dapat diakhiri apabila dewan (dengan kesepakatan rapat umum anggota)

memutuskan untuk memberhentikan keanggotaan. Pemberhentian anggota oleh

dewan biasanya dilakukan jika ditemukan permasalahan dan pelanggaran. Jika

tidak, anggota yang ingin memutuskan keanggotaan, maka harus mengirim surat

permohonan keluar setidaknya 2 tahun sebelum akhir periode serikat (periode

serikat 5 tahun). Jika keanggotaan tidak diakhiri dengan cara demikian, maka
89

anggota dianggap telah berkomitmen kembali sebagai anggota untuk periode

berikutnya.0

Demikian penjelasan mengenai keanggotaan Serikat Produsen Kina di

Hindia-Belanda. Pada dasarnya, pemerintah Belanda melalui Serikat Produsen

Kina Hindia-Belanda berupaya untuk mengikat para produsen kina, khususnya

seluruh produsen kina di Hindia-Belanda, agar tergabung dalam monopolinya.

Adapun hal-hal lain yang masih berkaitan dengan serikat produsen kina, terutama

tentang peraturan dan ketentuan lainnya, akan dibahas dalam sub-bab peraturan

dan ketentuan umum serikat produsen kina Hindia-Belanda.

3.5.2.3. Keuangan Serikat Produsen Kina Hindia-Belanda

Dari mana sumber finansial Serikat Produsen Kina di Hindia-Belanda

berasal? Berdasarkan laporan tahunan Serikat Produsen Kina Hindia-Belanda,

sumber keuangan Serikat Produsen Kina diketahui berasal dari keuntungan

penjualan kina dan kontribusi tahunan para anggotanya. Keuntungan dari hasil

penjualan kina kemudian diatur oleh Biro Kina (selaku otoritas tertinggi),

selanjutnya keuntungan tersebut dimasukkan kedalam kas dan anggaran keuangan

serikat. Sedangkan untuk kontribusi tahunan, para anggota yang tergabung dalam

serikat produsen kina memang sudah diwajibkan untuk membayar kontribusi

tahunan. Mengenai berapa besaran jumlah kontribusi dari tiap-tiap anggota

ditetapkan dalam setiap rapat umum anggota tahunan. Biasanya, kontribusi

0
ANRI, “Statuten en Huishoudelijk Reglement der Vereeniging van
Kinabast-Producenten”, hlm. 11. (Algemeene Secretarie Ter Zijde Gelegde Agenda
1891-1942 No. 10252)
90

tahunan anggota berkisar antara f. 0,15 per kg kulit kina, atau f 15 per 1000

kilogram kulit kina.0

Semua pendapatan tersebut semuanya dimasukkan kedalam anggaran

Serikat Produsen Kina Hindia-Belanda. Nantinya, uang tersebut digunakan untuk

beragam keperluan serikat. Sebagai contoh pada tahun 1936, Serikat Produsen

Kina membutuhkan anggaran pengeluaran sebesar f 16.000. Biaya pengeluaran

tersebut meliputi pembayaran berbagai kegiatan serikat selama setahun seperti;

keperluan kantor, pajak, telepon berlangganan, telegram, gaji, biaya perjalanan,

dan lainnya.0 Mengenai besaran anggaran dan kas keuangan Serikat Produsen

Kina Hindia-Belanda tiap tahunnya, dapat dilihat pada lampiran.

Demikian penjelasan singkat perihal keuangan Serikat Produsen Kina

Hindia-Belanda. Cukup sulit untuk merinci bagaimana keuangan Serikat Produsen

Kina Hindia-Belanda secara keseluruhan mengingat keterbatasan data yang

diperoleh. Lalu, bagaimana dengan keuntungan yang diperoleh serikat? Hanya

laporan pada tahun 1935-lah yang menyebutkan bahwa keuntungan penjualan

sebesar f. 280.652,07.0 Selain itu, dalam notulen rapat umum anggota,

ketua/dewan serikat juga menyatakan bahwa penjualan selama semester pertama

tahun 1939 sangat memuaskan dan sangat menguntungkan. 0 Tidak diketahui

berapa besar jumlah keuntungan yang didapat. Meski demikian, untuk sementara
0
ANRI, “Statuten en Huishoudelijk Reglement der Vereeniging van
Kinabast-Producenten”, hlm. 30 (Algemeene Secretarie Ter Zijde Gelegde Agenda
1891-1942 No. 10252)
0
ANRI, “Jaarverslag van de Vereeniging van Kinabastproducenten”, (Algemeene
Secretarie Ter Zijde Gelegde Agenda 1891-1942 No. 10252)
0
ANRI, “Jaarverslag van de Vereeniging van Kinabastproducenten 1935”,
(Algemeene Secretarie Ter Zijde Gelegde Agenda 1891-1942 No. 10252)
91

ini dapat disimpulkan bahwa neraca keuangan Serikat Produsen Kina Hindia-

Belanda hingga laporan tahun 1939 cukup baik, dan diketahui juga bahwa sumber

keuangan serikat berasal dari keuntungan penjualan kina dan kontribusi wajib

para anggotanya.

3.5.2.4. Peraturan dan Kebijakan Dalam Serikat Produsen Kina Hindia-


Belanda

Dalam Serikat Produsen Kina Hindia-Belanda, ada banyak sekali

kebijakan dan peraturan yang tertulis. Pada pembahasan sebelumnya, ada pula

beberapa peraturan yang telah dibahas. Oleh karena itu, pada dalam sub-bab ini

akan membahas beberapa kebijakan dan peraturan penting yang belum disinggung

sebelumnya, terutama terkait produksi dan distribusi kina yang dilakukan oleh

Serikat Produsen Kina Hindia-Belanda.

Merujuk pada Anggaran Rumah Tangga Serikat Produsen Kina Hindia-

Belanda, didalamnya terdapat beberapa peraturan tertulis bagi semua, baik untuk

dewan maupun para anggota serikat kina. Untuk para dewan, setidaknya ada 3

peraturan utama. Diantara; pertama, para dewan wajib memberikan semua

informasi yang diinginkan oleh anggota produsen kina. Kedua, dewan wajib untuk

mentrasfer ilmu pengetahuan yang sehubungan budidaya kina. Ketiga,

memberikan kemudahan akses, terutama yang berkaitan dengan budidaya,

produksi dan pengiriman kina. Ketiga peraturan tersebut pada dasarnya dirancang

agar para anggota dapat memenuhi kewajiban yang dikenakan pada anggota

0
Keuntungan besar juga disebutkan pada periode tahun 1936 dan 1937. ANRI,
“Jaarverslag van de Vereeniging van Kinabastproducenten, 1939”, (Algemeene
Secretarie Ter Zijde Gelegde Agenda 1891-1942 No. 10252)
92

serikat.0 Demi memuluskan rencana tersebut, serikat juga mendirikan komite

khusus. Komite-komite inilah yang turut membantu serikat untuk mengatasi

berbagai persoalan terkait industri kina di Hindia-Belanda.0

Selanjutnya yaitu peraturan bagi para anggota serikat kina. Pada

pembahasan sebelumnya, telah dijelaskan mengenai tatacara untuk bergabung

kedalam anggota serikat. Aturannya adalah anggota tersebut wajib membuat

pernyataan tertulis yang nantinya akan disetujui/tidak disetujui oleh dewan. Lalu

bagaimana isi pernyataan tersebut? Ada 2 hal pokok dari isi pernyataan tersebut.

Pertama, para anggota wajib menyatakan kesediaannya untuk menjadi anggota,

termasuk mengikuti segala hal yang ada dalam serikat. Kedua, anggota wajib

memberikan semua informasi mengenai jumlah stok kulit kina yang mereka

mereka miliki pada saat itu. Jika anggota tersebut diterima dewan, maka

setelahnya mereka wajib untuk menyerahkan semua hasil produksi mereka kepada

serikat, dan dengan standar yang telah ditetapkan (dikeringkan lalu dikemas).

Kebijakan tersebut diterapkan agar pemerintah Belanda (melalui serikat kina)

dapat dengan mudah untuk mengikat produsen kina di Hindia-Belanda, dan juga

0
ANRI, “Statuten en Huishoudelijk Reglement der Vereeniging van
Kinabast-Producenten”, hlm. 36-37. (Algemeene Secretarie Ter Zijde Gelegde
Agenda 1891-1942 No. 10252)
0
Komite-komite yang didirikan Serikat Produsen Kina Hindia-Belanda
diantaranya; komite pelelangan, komite pengendalian penjualan biji dan tanaman kina,
dan komite penelitian terhadap kina. ANRI, “Jaarverslag van de Vereeniging van
Kinabastproducenten”, (Algemeene Secretarie Ter Zijde Gelegde Agenda 1891-1942 No.
10252)
93

memmudahkan pemerintah Belanda dalam melakukan pemeriksaan dan

mengetahui secara pasti stok kina yang ada di Hindia-Belanda.0

Selain itu, aturan lain yang dibebankan kepada anggota adalah bahwa

anggota yang sudah tergabung dalam serikat kina wajib untuk memenuhi standar

produksi maksimum yang ditetapkan oleh serikat tiap tahunnya. Biasanya, serikat

menetapkan produksi maksimum untuk para anggota produsen kina Hindia-

Belanda sebesar 15.000 kg kulit kina per tahunnya. Di samping itu, pemenuhan

produksi kulit kina tersebut harus dilakukan oleh tiap anggota itu sendiri. Jika

anggota mengalami kekurangan produksi, mereka dilarang untuk meminta

bantuan atau meminta persediaan stok kina dari pihak lain. Aturan tersebut

diterapkan agar stok kulit kina pemerintah selalu stabil.0

Ada perubahan yang terjadi setelah berdirinya Serikat Produsen Kina

Hindia-Belanda, terutama dalam aspek distribusi kulit kina kepada pabrikan.

Adanya aturan dan intervensi langsung oleh serikat kina membuat mekanisme

distribusi kulit kina ikut berubah. Jika sebelumnya produsen bebas melakukan

transaksi dan distribusi langsung dengan pabrikan. Maka sejak adanya serikat

kina, mereka (para produsen kina) tidak bisa melakukan itu secara langsung,

melainkan melalui serikat. Aturan tersebut berlaku mengingat industri kina

pemerintah, terutama di Hindia-Belanda, pernah mengalami krisis akibat para

0
ANRI, “Jaarverslag van de Vereeniging van Kinabastproducenten”, (Algemeene
Secretarie Ter Zijde Gelegde Agenda 1891-1942 No. 10252).
0
Maksud dari tidak boleh diwakilkan yaitu bahwa seorang anggota tidak boleh
memperoleh kulit kayu dari produsen lain dalam pemenuhan tentang kewajibannya
tersebut. ANRI, “Statuten en Huishoudelijk Reglement der Vereeniging van
Kinabast-Producenten”, hlm. 39 (Algemeene Secretarie Ter Zijde Gelegde Agenda
1891-1942 No. 10252)
94

produsen kina di Hindia-Belanda lebih menjual produk mereka kepada pabrikan

yang berani membeli kulit kina dengan harga yang lebih tinggi. Oleh sebab itu,

agar permasalahan tersebut tidak terjadi kembali, pemerintah Belanda melalui

serikat kina memberlakukan aturan ketat dengan melarang anggota untuk

melakukan transaksi dan distribusi kina secara langsung.0

Peraturan diatas juga berlaku untuk penjualan kulit kina. Para anggota

serikat wajib untuk menjual/menyetor hasil produksi kina mereka hanya kepada

serikat. Adapun ketentuan lain, jika anggota ingin menjual hasil produksi mereka

kepada pihak lain, maka harus ada persetujuan terlebih dahulu dari Biro Kina. 0

Selain itu, serikat kina juga menetapkan margin harga yang ketat terhadap

komoditi kina di Hindia-Belanda. Para anggota yang ingin menjual kulit kina

mereka secara pribadi (jika disetujui Biro Kina), ataupun melalui serikat, maka

harga yang ditetapkan sebesar f 7,5-10 per kg/kulit kina.0

Selain peraturan yang sudah dipaparkan diatas, sebenarnya masih banyak

peraturan lain yang berlaku untuk anggota dalam Serikat Produsen Kina di

Hindia-Belanda. Namun, kebanyakan dari peraturan tersebut memang pada

dasarnya merupakan suatu kewajiban anggota dalam menunjang kegiatan mereka

selama menjadi anggota serikat kina. Sebagai contoh para anggota harus bekerja

0
Ibid.
0
Untuk mendapatkan izin dari Biro Kina merupakan hal yang sulit mengingat
pemerintah Belanda sangat berhati-hati dengan segala kemungkinan yang terjadi jika
mereka mengizinkan salah satu produsen kina untuk menjual hasil produksi mereka
kepada pihak lain.
0
ANRI, “Jaarverslag van de Vereeniging van Kinabastproducenten”, (Algemeene
Secretarie Ter Zijde Gelegde Agenda 1891-1942 No. 10252)
95

sama dengan perusahaan asuransi.0 Selain itu, masing-masing anggota juga harus

memiliki sedikitnya seorang ahli (botani) agar mereka memproduksi kina dengan

kualitas baik. Setiap tahunnya, serikat juga mewajibkan kepada anggota untuk

membuat laporan tahunan. Intinya, mereka harus mengikuti semua instruksi,

peraturan, dan tindakan yang diberikan oleh serikat kina. Apabila ditemukan

pelanggaran oleh anggota, maka serikat akan menjatuhi konsekuensi hukuman

yang berlaku sesuai ketetapan dalam Anggaran Dasar dan Rumah Tangga Serikat

Produsen Kina Hindia-Belanda.0

Demikian sudah penjelasan mengenai Serikat Produsen Kina di Hindia-

Belanda. Sebagai penutup sub-bab ini, dapat disimpulkan bahwa pada akhirnya

pemerintah Belanda berhasil untuk merangkul semua produsen kina kedalam satu

wadah, yaitu Serikat Produsen Kina Hindia-Belanda. Pendirian serikat kina

nyatanya mampu memudahkan pemerintah untuk mengontrol semua aktivitas

terkait industri kina, khususnya di Hindia-Belanda. Apakah pemerintah Belanda

berhenti sampai disini? Tidak. Pada tahun berikutnya, tepatnya pada tahun 1939,

muncul suatu kebijakan baru dari pemerintah Belanda yaitu Perjanjian Kina tahun
0
Mengapa demikian? Sebab, jika ditemukan kerusakan kulit kina, anggota wajib
mengganti dan serikat tidak bertanggung jawab atas kerusakan tersebut. Jika disebabkan
oleh kondisi force majeure (termasuk bencana alam, perang, kebakaran, pemogokan,
campur tangan pemerintah, yang menyebabkan kerusakan atau kerusakan kulit selama
pengiriman, atau kehilangan tenaga kerja), maka anggota tidak wajib bertanggung jawab
atas hal itu. Hal tersebut juga berlaku jika anggota tidak bisa memenuhi standar produksi
maksimum yang dibebankan. ANRI, “Statuten en Huishoudelijk Reglement der
Vereeniging van Kinabast-Producenten”, hlm. 33. (Algemeene Secretarie Ter Zijde
Gelegde Agenda 1891-1942 No. 10252)
0
Dalam pasal 24, hukuman bagi para anggota yang tidak mengikuti aturan
prosedur serikat biasanya dikenakan denda antara 100 sampai 50.000 gulden. ANRI,
“Statuten en Huishoudelijk Reglement der Vereeniging van Kinabast-
Producenten”, (Algemeene Secretarie Ter Zijde Gelegde Agenda 1891-1942 No.
10252)
96

1939-1948. Apakah perjanjian kina tersebut membawa dampak yang signifikan

bagi industri kina di Hindia-Belanda? Semua hal yang berkaitan dengan

Perjanjian Kina 1939-1948 akan dibahas pada sub-bab berikutnya.

3.5.3. Perjanjian Kina Tahun 1939-1948

Setelah berhasil dalam mendirikan Serikat Produsen Kina Hindia-Belanda,

upaya selanjutnya yang dilakukan pemerintah kolonial Belanda dalam

memonopoli kina di Hindia-Belanda adalah memberlakukan Perjanjian Kina

Tahun 1939-1948. Lalu, yang menjadi pertanyaanya adalah mengapa pemerintah

Belanda memberlakukan Perjanjian Kina tersebut? Apa perbedaan antara

Perjanjian Kina 1939-1948 dengan Perjanjian Kina sebelumnya? Dan apa dampak

dari diberlakukannya perjanjian ini terhadap monopoli kina, terutama terkait

dengan produksi dan distribusi kina, di Hindia-Belanda?

Kebijakan untuk memberlakukan Perjanjian Kina Tahun 1939-1948 pada

dasarnya memang sudah direncanakan oleh pemerintah Belanda beberapa tahun

setelah Serikat Produsen Kina Hindia-Belanda berdiri. Pembicaraan awal terkait

dengan perjanjian tersebut dimulai tepatnya pada rapat tahunan anggota tahun

1936. Sejak saat itu, dalam setiap pertemuan rapat anggota Serikat Produsen Kina

Hindia-Belanda di Amsterdam, baik pemerintah Belanda maupun para anggota

serikat kina, selalu membahas perihal penyusunan ketentuan dan pasal-pasal

dalam Perjanjian kina tahun 1939-1948.0

0
ANRI, “Jaarverslag van de Vereeniging van Kinabastproducenten, 1936”,
(Algemeene Secretarie Ter Zijde Gelegde Agenda 1891-1942 No. 10252). Setidaknya
hingga Juli 1939, dalam rapat umum anggota serikat selalu disisipkan agenda
pembahasan terkait susunan perjanjian kina.
97

Dalam rapat umum anggota serikat tanggal 29 Juli 1939, pemerintah

Belanda akhirnya mengesahkan Perjanjian Kina 1939-1948.0 Tujuan utama

pemerintah Belanda dalam memberlakukan Perjanjian Kina 1939-1948 pada

dasarnya untuk memperkuat monopoli mereka, terutama terkait industri kina di

Hindia-Belanda. Dengan kata lain, Perjanjian Kina 1939-1948 digunakan

pemerintah Belanda untuk mengontrol Serikat Produsen Kina di Hindia-Belanda.

Hal tersebut dapat dibuktikan dengan adanya surat pernyataan bahwa pihak-pihak

yang terlibat dalam penyusunan Perjanjian Kina 1939-1948 menyatakan diri

untuk masuk ke dalam perjanjian ini. Pihak yang dimaksud tidak lain adalah para

anggota yang ada didalam Serikat Produsen Kina di Hindia-Belanda.0

Bukti terkait ambisi pemerintah kolonial dalam memperkuat monopoli

kina melalui Perjanjian Kina 1939-1948 dapat dilihat dari pasal-pasal yang ada

dalam perjanjian tersebut. Perlu diketahui bahwasannya Perjanjian Kina tahun

1939-1948 hanya ditandatangani oleh 3 pabrikan dan 1 organisasi. Tiga pabrikan

tersebut seluruhnya milik pemerintah Belanda; Amsterdam Kininefabriek,

Nederlandsch Kininefabriek, dan Bandoengsche Kininefabriek. Sedangkan 1

organisasi tersebut adalah Serikat Produsen Kina Hindia-Belanda. Salah satu pasal

dalam Perjanjian Kina 1939-1948 menyebutkan bahwa selama perjanjian ini, kulit

0
ANRI, “Kina Overeenkomst 1939-1948”, hlm. 1. (Algemeene Secretarie
Ter Zijde Gelegde Agenda 1891-1942 No. 10252)
0
Penandatanganan surat pernyataan tersebut terjadi pada tanggal 29 April 1938.
Kurang lebih setahun sebelum Perjanjian Kina diberlakukan. ANRI, “Jaarverslag van de
Vereeniging van Kinabastproducenten, 1938”, (Algemeene Secretarie Ter Zijde Gelegde
Agenda 1891-1942 No. 10252).
98

kina dari Serikat Produsen Kina di Hindia-Belanda tidak boleh diserahkan kepada

pabrikan lain selain pabrik yang disebutkan dalam perjanjian ini.0

Adakah perbedaan antara Perjanjian Kina 1939-1948 dengan perjanjian

kina sebelumnya? Dalam hal ini, B.H Paerels (selaku komisaris pemerintah) tidak

menampik bahwa sebagian besar isi dari Perjanjian Kina tahun 1939-1948

merupakan hasil modifikasi dari penjanjian kina sebelumnya (Perjanjian Kina

1&2). Adapun perbedaan yang paling signifikan antara Perjanjian Kina 1939-

1948 dengan Perjanjian Kina 1&2 terletak pada kepentingannya. Jika pada

Perjanjian Kina 1&2 kepentingan utamanya adalah upaya pemerinah Belanda

untuk memonopoli kina dalam skala global, maka dalam Perjanjian Kina 1939-

1948, kepentingan utamanya adalah untuk memonopoli kina di Hindia-Belanda

saja.0

Berlakunya Perjanjian Kina tahun 1939-1948 tentunya memiliki pengaruh

yang signifikan, terutama dalam aspek produksi dan distribusi kina, khususnya di

Hindia-Belanda. Dalam hal produksi misalnya, pemerintah Belanda memang tidak

menyebutkan berapa banyak kulit kina yang harus dikirim kepada pabrik. Akan

tetapi, pasal 9-10 dalam perjanjian ini menyebutkan bahwa ketersediaan kulit kina

ANRI, “Kina Overeenkomst 1939-1948”, hlm. 3. (Algemeene Secretarie Ter


0

Zijde Gelegde Agenda 1891-1942 No. 10252). Dalam pasal 2, poin pertama.
0
ANRI, “Jaarverslag van de Vereeniging van Kinabastproducenten”, (Algemeene
Secretarie Ter Zijde Gelegde Agenda 1891-1942 No. 10252). Beberapa pasal yang tidak
berbeda yaitu perihal harga kina, pengiriman kina, denda. Perjanjian Kina 1 dan 2
ditandatangani oleh banyak perusahaan/pabrik yang ada diseluruh dunia. Sedangkan
seperti yang telah disebutkan dalam paragraf sebelumnya, Perjanjian Kina 1939-1948
hanya ditandatangani oleh 4 institusi; Serikat Produsen Kina, dan 3 pabrikan milik
pemerintah Belanda.
99

wajib dipenuhi oleh serikat jika sewaktu-waktu pabrik membutuhkan pasokan

kulit kina. Selain itu, dapat kita lihat bahwa tidak sembarang kulit kina yang

dapat diperjualbelikan. Pasal 11-14 dalam perjanjian ini menyebutkan bahwa

semua kulit kina yang diperjualbelikan wajib melewati serangkaian analisa

terlebih dahulu dalam laboratorium yang disediakan oleh Biro Kina.0

Selain aspek produksi, Perjanjian Kina 1939-1948 turut mempengaruhi

distribusi dan penjualan kina, khususnya di Hindia-Belanda. Dalam hal distrbusi

misalnya, penjualan kina semakin eksklusif. Pasalnya, Serikat Produsen Kina di

Hindia-Belanda hanya dapat menjual kulit kina mereka kepada pabrik yang

menandatangani perjanjian ini. Adapun jika produsen kina ingin menjual kulit

kina diluar perjanjian ini, maka harus dengan persetujuan Biro Kina.0 Selain

distribusi, penjualan dan harga kina pun ditentukan dalam perjanjian ini. Dalam

pasal 42, disebutkan bahwa untuk penjualan alkaloid kina sebesar f 8 dan untuk

kinine sebesar f 7,5. Sedangkan untuk harga kulit kina mentah dijual seharga f 7

per kilonya.0

Demikian penjelasan singkat mengenai Perjanjian Kina tahun 1939-1948.

Sebagai penutup, dapat disimpulkan sementara bahwa dengan diberlakukannya

Perjanjian Kina 1939-1948, monopoli pemerintah Belanda terhadap kina,

khususnya di Hindia-Belanda, semakin kuat. Berbeda dengan perjanjian kina

0
ANRI, “Kina Overeenkomst 1939-1948” (Algemeene Secretarie Ter Zijde
Gelegde Agenda 1891-1942 No. 10252).
0
Ibid.
0
ANRI, “Kina Overeenkomst 1939-1948” (Algemeene Secretarie Ter Zijde
Gelegde Agenda 1891-1942 No. 10252).
100

sebelumnya, Perjanjian Kina 1939-1948 memang dikhususkan untuk kepentingan

pemerintah Belanda di Hindia-Belanda saja. Mengapa demikian? Alasannya

karena pemerintah Belanda ingin memiliki kontrol penuh dalam industri kina,

khususnya di Hindia-Belanda. Walau begitu, ambisi besar mereka tidak bertahan

lama. Situasi politik di dunia mulai memanas sejak tahun 1939. Serangan pasukan

Jerman ke Polandia menandai awal era Perang Dunia ke-2 di Eropa. Selanjutnya,

serangan Jepang terhadap Amerika di Pearl Harbour pada tanggal 7 Desember

1941 juga menandai awal perang di wilayah Asia-Pasifik. Hal ini membuat

Pemerintahan Belanda di Hindia-Belanda semakin terdesak. Pada tanggal 8 Maret

tahun 1942, pemerintah Belanda akhirnya menyerah kepada Jepang. Dengan

penyerahan tersebut, berakhirlah kekuasaan Belanda di Indonesia.0

0
Ricklefs, Op. CIt., hlm. 418.
4. BAB IV

KESIMPULAN

Penemuan kina merupakan salah satu pencapaian terbesar dalam sejarah

umat manusia. Sejarah penemuan kina memang tak lepas dari sejarah penyakit

malaria yang sejak dulu mengancam kehidupan umat manusia. Sejarah telah

mencatat banyak sekali kasus kematian yang diakibatkan oleh malaria. Di Hindia-

Belanda khususnya, kematian orang Eropa akibat malaria cukup tinggi. Hal

tersebut dikarenakan belum adanya obat yang ampuh untuk mengobati penyakit

tersebut. Namun, setelah mengetahui bahwa kina sangat berkhasiat dan mampu

menyembuhkan penyakit malaria, mereka (orang-orang Eropa, terutama

pemerintah Belanda di Hindia-Belanda) mulai berlomba-lomba dalam upaya

monopoli tanaman kina.

Mengapa kebijakan dan upaya monopoli kina sangat diperlukan? Paling

tidak, skripsi ini dapat menunjukan dua hal utama yang menjadi alasan mengapa

pemerintah Belanda berambisi untuk memonopoli komoditi kina di Hindia-

belanda, yaitu: 1) alasan pengobatan (medis), dan 2) alasan bahwa komoditi kina

memiliki nilai jual/keuntungan (komersial).

Tentu saja, skripsi ini menunjukkan bahwa pada sejak tahun 1850-an,

pemerintah kolonial Belanda telah mengeluarkan berbagai kebijakan untuk

memonopoli komoditi kina di Hindia-Belanda. Kebijakan paling awal yaitu upaya

mendatangkan kina dan aklimatisasi kina di Hindia-Belanda. Untuk

merealisasikan hal tersebut, pemerintah kolonial Belanda mengutus Justus Karl

Hasskarl dalam mencari bibit pohon kina di wilayah Andes, Amerika Selatan.
102

Pencarian yang sulit mengingat otoritas setempat memberlakukan peraturan ketat,

terutama bagi mereka yang ingin mencari kina. Walau demikian, pemerintah

kolonial Belanda akhirnya berhasil dan membawa bibit-bibit pohon kina tersebut

ke Hindia-Belanda.

Pada dasarnya, upaya aklimatisasi kina yang dilakukan pemerintah kolonial

Belanda merupakan langkah yang paling menentukan dalam sejarah monopoli

kina di Hindia-Belanda. Setelah aklimatisasi kina di Hindia-Belanda berhasil,

pemerintah kolonial Belanda mengeluarkan kebijakan untuk memperluas

penanaman kina di Hindia-Belanda. Terlebih setelah pemerintah kolonial

mengetahui bahwa kulit kina memiliki nilai jual yang tinggi dipasaran. Dalam hal

ini, perluasan penanaman kina tidak hanya dilakukan di Jawa saja (seperti yang

kebanyakan para sejarawan sebutkan), tetapi, penanaman kina meluas hampir

seluruh karesidenan yang ada di Hindia-Belanda. Perluasan penanaman kina

inilah yang kemudian memunculkan perkebunan-perkebunan kina di Hindia-

Belanda.

Bagi pemerintah kolonial Belanda, kina bukan hanya bermanfaat bagi

kesehatan saja (terutama dalam mengobati malaria), akan tetapi, lebih dari itu,

faktanya kina juga dapat memberikan keuntungan dari segi finansial (ekonomi).

Harga kina yang tinggi tahun 1870-an membuat orientasi pemerintah kolonial

Belanda berubah kearah yang lebih komersil. Oleh sebab itu, pemerintah Belanda

terus menggenjot dan berupaya untuk memproduksi kina dalam skala yang besar.

Meski demikian, upaya pemerintah kolonial Belanda dalam menggenjot produksi


103

kina di Hindia-Belanda justru memunculkan masalah baru dengan munculnya

krisis kina.

Tahun 1880-an hingga tahun 1890-an dapat dilihat sebagai fase yang paling

sulit bagi industri kina didunia, terlebih di Hindia-Belanda. Krisis kina yang

terjadi dipasaran dunia dikarenakan turunnya harga kulit kina mentah secara

drastis. Setidaknya ada dua faktor yang menyebabkan terjadinya krisis kina.

Pertama, kelebihan produksi. Kedua, adanya sindikat pemilik pabrik di Eropa

yang diprakarsai oleh Jerman yang bertujuan untuk menekan harga kulit kina

serendah mungkin dan mempertahankan harga kinine setinggi mungkin. Kondisi

inilah yang membuat pemerintah kolonial Belanda mengeluarkan kebijakan baru

dengan mendirikan Bandoengsche Kininefabriek (BKF).

Kebijakan untuk mendirikan BKF memang sangat dibutuhkan untuk

menjaga ambisi pemerintah kolonial Belanda dalam memonopoli kina, khususnya

di Hindia-Belanda. Penulis melihat bahwa pendirian BKF merupakan upaya

tandingan terhadap sindikat pemilik pabrik kina Jerman sekaligus melepaskan diri

dari kontrol pengusaha kina Jerman. Maka tidak mengherankan jika pendirian

BKF memberikan dampak instan yang menguntungkan bagi pemerintah kolonial

Belanda. BKF yang berpredikat sebagai pabrik pengolah kulit kina pertama di

Hindia-Belanda mampu menjalankan tugasnya yaitu mengolah kulit kina menjadi

obat seperti yang dilakukan oleh pabrikan Jerman. Selain itu, pemerintah Belanda

melalui BKF mampu mengontrol distribusi kina di Hindia-Belanda. Kesepakatan

para produsen dengan BKF membuat para produsen kina di Hindia-Belanda tidak

menjual produksi mereka kepada pabrikan Jerman.


104

Lagi-lagi, keputusan pemerintah kolonial dalam mengatasi krisis kina dan

memonopoli kina dengan mendirikan Bandoengsche Kininefabriek di Hindia-

Belanda tidak bertahan lama. Pada tahun 1900-an, permasalahan perihal krisis

kina mulai muncul kembali. Adanya kenaikan harga kina dipasaran Eropa

berimbas langsung pada pasar di Hindia-Belanda. Kala itu, para produsen lebih

memilih menjual kina mereka kepada pabrikan yang ada di Eropa. Oleh sebab itu,

pada tahun 1913, pemerintah kolonial Belanda menginisiasi untuk membentuk

sebuah perjanjian yang dikenal sebagai Perjanjian Kina.

Pada faktanya, perjanjian yang ditandatangani oleh hampir seluruh

pabrikan/perusahaan yang berkecimpung dalam industri kina ini memang

memiliki pengaruh instan, terutama bagi industri kina pada umumnya, dan juga

pemerintah Belanda khususnya. Secara umum, permasalahan terkait krisis harga,

penjualan, distribusi, dan produksi kina dapat teratasi dengan baik. Secara khusus,

perjanjian ini juga semakin memperkuat posisi Belanda dalam memonopoli kina

di seluruh dunia. Meski demikian, kebijakan dengan memberlakukan perjanjian

kina bukanlah tanpa cela. Di Hindia-Belanda khususnya, muncul kembali masalah

yaitu adanya peningkatan produksi kina. Berdasarkan laporan Pemerintah

Kolonial, dalam kurun waktu dari tahun 1913-1933, areal penanaman kina terus

meningkat. Oleh sebab itu, untuk mencegah terjadinya kelebihan produksi

kembali, pemerintah Belanda mengeluarkan kebijakan pamungkas dengan

mendirikan Serikat Produsen Kina, memberlakukan Restriksi Kina, dan Perjanjian

Kina 1939-1948.
105

Bagi pemerintah kolonial Belanda, ketiga kebijakan ini memang sangat

membantu dalam memperkuat monopoli kina mereka di Hindia-Belanda. Serikat

Produsen Kina berfungsi sebagai wadah untuk menyatukan seluruh produsen kina

di Hindia-Belanda, agar tetap berada dalam satu koridor pengawasan dan

monopoli pemerintah Belanda. Setelah itu, pemerintah Belanda juga

memberlakukan Restriksi Kina yang bertujuan untuk membatasi produksi kina di

Hindia-Belanda agar tidak berlebihan. Sedangkan Perjanjian Kina tahun 1939-

1948 merupakan upaya pemerintah Belanda untuk memperkuat hegemoni mereka

atas kina di Hindia-Belanda.

Hasil penelitian ini memiliki banyak kekurangan akibat keterbatasan

sumber. Walau demikian, paling tidak skripsi ini mampu untuk menjabarkan

seluruh proses terkait kebijakan dan monopoli yang dilakukan terhadap komoditi

kina di Hindia-Belanda secara kronologis. Adapun hal baru yang dapat

ditunjukkan dalam penelitian ini adalah terbentuknya Serikat Produsen Kina dan

Perjanjian Kina 1939-1948. Dengan begitu, hingga akhir kolonial pun, Pemerintah

Belanda masih tetap menjaga ambisi mereka dalam industri kina di Hindia-

Belanda. Kedua kebijakan tersebut itulah yang luput dari perhatian para

sejarawan, khususnya bagi mereka yang melakukan penelitian tentang industri

kina di Hindia-Belanda. Adapun kekurangan dalam penelitian ini semoga menjadi

celah yang mungkin dapat diteruskan di penelitian selanjutnya.


DAFTAR PUSTAKA
Arsip Nasional Republik Indonesia

Algemene Secretarie Grote Bundel Besluit 1891-1942, No. 10113


Algemene Secretarie Grote Bundel Besluit 1891-1942, No. 10252
“Perjanjian Kina 1939-1948”
“Anggaran Dasar dan Rumah Tangga Serikat Produsen Kina”
“Laporan Tahunan Serikat Produsen Kina”
Surat Kabar
De Locomotief, 2 April 1898
De Locomotief, 7 Juni 1898
De Locomotief, 19 Oktober 1899
Pikiran Rakyat, 14 Oktober 2012
Buku, Laporan dan Jurnal
Abdullah, Taufik; Lapian, A.B;. (2012). Indonesia Dalam Arus Sejarah: Pasca
Revolusi. Jakarta: P.T. Ichtiar Baru van Hoeve.

Ahmadi, Umar Fachmi;. (2014). Manajemen Penyakit Berbasis Wilayah. Jakarta:


Raja Grafindo Persada.

Banks , Joseph;. (1896). Journal of the Right Hon, Sir Joseph Banks During
Captain Cooks First Voyage in HMS Endeavour in 1768-1771. London:
Macmillan and Company.

Blackburn, Susan;. (2012). Jakarta: Sejarah 400 Tahun . Jakarta: Masup.

Blusse, Leonard;. (2004). Persekutuan Aneh: Pemukim Cina, Wanita Peranakan,


dan Belanda di Batavia. Yogyakarta: LKIS.

BMJ;. (1942). The History of Cinchona. The British Medical Journal, Vol. 1.

Brockway, Lucile H.;. (1979). Science and Colonial Expansion: The Role of the
British Royal Botanic Gardens. American Ethnologist, Vol. 6, 449-465.

Brug, van der;. (1997). Malaria in Batavia in the 18th Century. Tropical
Medicine and International Health, 892-902.
107

Curtin, P.D.;. (1961). The White Man Grave: Image and Reality, 1780-1850.
Journal of British Studies, Vol. 1, 94-110.

Dalimoenthe, Salwa Lubnan;. (2013). Teknik Miokrografting Dalam


Perbanyakan Tanaman Kina (Cinchona Ledgeriana Moens). Penelitian
Teh dan Kina, Vol. 16, 13-24.

Darini, Ririn;. (2000). Perkembangan Industri Kina di Jawa, 1854-1940.


Lembaran Sejarah.

Elson, R.E;. (2009). The Idea of Indonesia: Sejarah Pemikiran dan Gagasan.
Jakarta: P.T. Serambi Ilmu Semesta.

Forbes, Henry O.;. (1983). A Naturalist Wanderings in the Eastern Archipelago;


a Narrative of Travel and Exploration from 1878 to 1883. New York:
Harper and Brother.

Fortuin, H.;. (1931). De Amsterdamsche Goederenmarkt. Amsterdam: Tidak


diketahui.

Fosberg, F.R.;. (1947). Cinchona Plantation in the New World . Economy Botany,
330-333.

Furnivall, J.S.;. (2009). Hindia-Belanda: Studi Tentang Ekonomi Majemuk.


Jakarta: Freedom Institute.

Gorkom, van;. (1871). Handleiding Voor de Kina Kultuur in de Oost-Indische


Archipel. Batavia: Ogilvie& Co.

Goss , Andrew;. (Tidak Diketahui). Building the World's Supply of Quinine:


Dutch Colonialism and the Origins of a Global Pharmaceutical Industry.
Endevour, Vol. 38, No. 1, 8-18.

Goss, Andrew;. (2014). Belenggu Ilmuwan Pengetahuan Dari Hindia-Belanda


Sampai Orde Baru. Jakarta: Komunitas Bambu.

Headrick, Daniel;. (1988). The Tentacles of Progress: Technology Transfer in the


Age of Imperialism, 1850-1940. New York: Oxford University Press.

Heyne, K.;. (1987). Tumbuhan Berguna Indonesia, Jilid III. (Badan Litbang
Kehutanan, Trans.) Jakarta: Yayasan Sarana Warna Jaya.

Kartodirdjo, Sartono; Suryo, Djoko;. (1994). Sejarah Perkebunan di Indonesia:


Kajian Sosial Ekonomi . Yogyakarta: Aditya Medika.
108

Kavita, Philip;. (1964). Civilizing Natures: Race, Resource, and Modernity in


Colonial South East India. New Jersey: Rutgers University Press.

Kon Institute Taal Land en Volkenkunde Ned-Indie. (n.d.). Koloniaal Verslag


1880-1890. Amsterdam: Bibliotheek KITLV.

Kuntowijoyo;. (1995). Pengantar Ilmu Sejarah . Yogyakarta: Bentang.

Leersum, van;. (1919). Kina. In H. P. Geerligs (Ed.), Dr. K.W. van Gorkom's
Oost-Indische Cultures. Amsterdam: De Bussy.

Leersum, van;. (1945). Junghuhn and Cinchona Cultivation. (P. Honig, & F.
Verdoom, Eds.) Science and Scientist in Nederlands East-Indies.

Lengeler, Christian; dkk. (1996). Net Gain: A New Method for Preventing
Malaria. Canada: International Development Research.

Lohanda, Mona;. (2007). Sejarah Para Pembesar Mengatur Batavia. Jakarta:


Masup.

Markham, Clement Robert;. (1860). The Introduction of the Cinchona Tree Into
British India, 1861. London: John Murray.

Markham, Clement Robert;. (1862). Travels in Peru and India while


Superintending the Collection of Cinchona Plants and Seeds in South
America and Their Introduction into India. London: John Murray.

Marsden, William;. (2013). Sejarah Sumatra. Jakarta: Komunitas Bambu.

Meshnick, Steven R.; Dobson, Mary J.;. (2001). The History of Antimalarial
Drugs. In P. Rosenthal, Antimalarial Chemoteraphy: Mechanism of
Action, Resistance, and New Directions in Drug Discovery. Totowa:
Human Press.

Miller, George;. (2012). Indonesia Timur Tempoe Doeloe1544-1992. Jakarta:


Komunitas Bambu.

Muhsin, Mumuh Z.;. (2012). Bibliografi Kesehatan Pada Masa Hindia Belanda.
Paramita, Vol. 2, 131-248.

Ned-Indie, K. I. (n.d.). Koloniaal Verslag 1870-1880. Amsterdam: Bibliotheek


KITLV.

Niemeijer, Hendrik E.;. (2012). Batavia: Masyarakat Kolonial Abad XVII.


Jakarta: Penerbit Masup.
109

O' Malley, William J.;. (1988). Perkebunan 1830-1940: Ikhtisar. In A. Booth,


Sejarah Ekonomi Indonesia. Jakarta: LP3ES.

Padmo, Soegijanto;. (2004). Bunga Rampai: Sejarah Sosial-Ekonomi Indonesia.


Yogyakarta: Aditya Medika.

Raffles, Sir Stanford;. (2008). The History Of Java. Yogyakarta: Narasi.

Ricklefs, M.C.;. (2010). Sejarah Indonesia Modern 1200-2008. Jakarta: P.T.


Serambi Ilmu Semesta.

Roesch, Arjo;. (2015). Colonial Agro-Industrialism Science Industry and the


State in the Dutch Golden Alkaloid Age, 1850-1950. Utrecht: Ipskamp,
Enschede.

Roesch, Arjo; dkk. (2014). Science in the Service of Colonial Agro-Industrialism:


the Case of Cinchona Cultivation in the Dutch and British East Indies,
1852-1900. Studies in History and Philosophy of Biological and
Biomedical Sciences.

Schriver , van den;. (1928). De Kina van Boschproduct tot Kultuurgewas. Leiden:
N.V. Boek en Steendrukkenj.

Soedarto;. (2011). Referensi Mutakhir Epidemiologi Global-Plasmodium-


Plasmodium Penatalaksanaan Penderita Malaria. Jakarta: Sagung Seto.

Stein , Eric A.;. (2006). Colonial Theatres of Proof: Representation and


Laughterin in 1930s Rockefeller Foundation Hygine Cinema in Java.
Health and History, Volume 8.

Taylor, Norman;. (1945). Cinchona in Java: The Story of Quinine. USA:


University if California.

Teysman, J.E;. (1861). Bijdrage tot de Geschiedenis der Kina-Kultuur op Java.


Buitenzorg.

Tidak Diketahui. (1916). Verzameling Voorschriften Betreffende den


Burgerlijken geneeskundigen. Leiden: Dienst Albrecht & Co.
Weltevreden.

Tidak Diketahui. (1917). De Ontwikkeling van de ned. Indische Gedurende den


Oorlog. Amsterdam: Publicaties van de Afdeeling Nijverheid en Hundel .

Urdang, George;. (1945, Juli). The Legend of Cinchona. The Scientific Monthly,
Volume 61, 17-20.
110

Vetriciawizach;. (2012, Oktober Minggu). Pabrik Kina: Bandoesche


Kininefabriek. Jakarta, Jakarta, Indonesia: Pikiran Rakyat.

Wallace , D.J.;. (1996). The History of Antimalarials. Lupus, Vol. 5.

Wasino; dkk. (2014). Sejarah Nasionalisasi Aset-Aset BUMN: Dari Perusahaan


Kolonial Menuju Perusahaan Nasional. Jakarta: Kementrian BUMN.

WHO;. (2017, 02 20). Malaria. Retrieved from www.who.wnt/malaria/en

WHO;. (2017). World Malaria Report. Geneva: World Health Organization.

Widayat. (2010, Agustus 3). Peluang Pasar dan Perkembangan Kina Indonesia.
Seminar Sehari Pengembangan Kina Nasional.

Wie, Thee Kian;. (2005). Pelaku Berkisah: Ekonomi Indonesia 1950-an Sampai
1990-an. Jakarta: Kompas dan Freedom Institute.

Zanden, van Luiten; Marks, Daan;. (2012). Ekonomi Indonesia 1800-2010:


Antara Drama dan Keajaiban Pertumbuhan. Jakarta: Kompas.
LAMPIRAN

Lampiran 1. Penanaman Kina, tempat tidak diketahui, sekitar tahun 1900-


1915

Sumber: Kina Aanplant. KITLV Media Library (500368)


112

Lampiran 2. Perkebunan Kina Sekitar Tahun 1920-an

Sumber: Kina Aanplant. KITLV Media Library (500359)


113

Lampiran 3. Peta Perkebunan Kina Pemerintah Belanda di Bandung, Jawa


Barat, Tahun 1888

Sumber: Gouvernements Kina Tuinen. KITLV Media Library (KK 0310208)


114

Lampiran 4. Laboratorium Penelitian Kina, tahun tidak diketahui

Sumber: Laboratorium van een Kina-Onderneming. KITLV Media Library


(500360)
115

Lampiran 5. Lingkungan Sekitar Bandoengsche Kininefabriek, Bandung.


Sekitar tahun 1899

Sumber: Kininefabriek te Bandoeng. KITLV Media Library (1400536)


116

Lampiran 6. Suasana Dalam Pabrik Kina di Amsterdam, 1912

Sumber: Kininefabriek te Amsterdam. KITLV Media Library (18614)


117

Lampiran 7. Pengeringan Kulit Kina di Bandung, tahun tidak diketahui

Sumber: Gedroogde Kina. KITLV Media Library (500385)


118

Lampiran 8. Menyortir dan Mengemas Kulit Kina, Tahun 1907

Sumber: Sorteren en Verpakken van de Kina. KITLV Media Library (32603)


119

Lampiran 9. Harga Lelang Kulit Kina Tahun 1885

Lelang Tanggal 4 Maret 1885 Lelang Tanggal 22 September 1885


Harga lelang per 0.5 Kg Harga lelang per 0.5 Kg
Berat bersih per kaveling Berat per kaveling
Berat bersih Berat bersih
yang sampai bersih
Jenis Kina yang yang sampai
ke pembeli Harga yang Harga
ditawarkan ke pembeli Harga
(termasuk Harga Harga Rata- ditawarka Harga Rata-
dalam lelang terenda tertingg (termasuk terenda tertingg rata
sampel) rata n dalam
(Kg) h (f) i (f) sampel) (Kg) h (f) i (f)
(Kg) lelang (Kg)

C. ledgeriana 26894 27139 0.19 1.72 1.01 37000 37660 0.87 2.95 1.98
succirubre 14744 14910 0.18 1.23 0.48 13837 13685 0.25 3.01 0.73
officinalis 6982 7081 0.8 1.29 1.01 13229 13215 1.12 1.94 1.69
calisaya javanica 442 448 0.22 0.72 0.36 2525 2399 0.26 1.96 0.57
calisaya schuhkrafft
(josephiana) 24250 24415 0.13 0.86 0.32 39792 38333 0.19 2.57 0.53
calisaya anglica 5161 5214 0.24 0.5 0.28 4594 4549 0.55 1.7 0.78
hasskarliana 251 250 0.23 0.31 0.27 - - - - -
caloptera - - - - - 2228 2270 0.46 1.63 0.74
pahudiana - - - - - 386 379 0.27 1.21 0.45
Lancifolia - - - - - 71 70 0.42 0.42
Total 78725 79460 0.13 1.72 0.64 114262 112564 0.19 3.01 1.19
Sumber: Kolonial Verslaag, 1885, hlm 180.
120

Lampiran 10. Harga Lelang Kulit Kina Tahun 1886

Lelang Tanggal 15 April 1886 Lelang Tanggal 29 September 1886


Harga lelang per 0.5 Kg Harga lelang per 0.5 Kg
Harg
Berat a
Berat
bersih Rata-
Berat Berat bersih
yang per kaveling per kaveling rata
bersih bersih yang
sampai
Jenis Kina yang Harg yang sampai
ke
ditawarka a ditawarka ke
pembeli
n dalam Rata- n dalam pembeli
(termasu Harga Harga
lelang rata lelang (termasu Harga Harga
k terenda tertingg
(Kg) (Kg) k sampel) terenda tertingg
sampel) h (f) i (f) h (f) i (f)
(Kg)
(Kg)

C. ledgeriana 44505 44358 0.64 1.85 1.02 32986 32605 0.35 1.06 0.69
Succirubre 19900 19487 0.33 1.1 0.62 15868 15450 0.19 1.39 0.5
Officinalis 1134 1130 1.03 1.31 1.08 2001 1969 0.52 1.19 0.92
Calisaya javanica 3453 3476 0.36 3.86 1.34 - - - - -
Calisaya Schuhkrafft
(josephiana) 51459 50829 0.13 1.54 0.57 39838 38942 0.12 2.35 0.63
Calisaya Anglica 2325 2321 0.3 2.31 1.01 2523 2493 0.19 0.88 0.34
Lancifolia 149 148 0.2 0.41 0.3 - - - - -
Total 122925 121752 0.13 3.86 0.77 93216 91460 0.12 2.35 0.63
Sumber: Kolonial Verslaag, 1886, hlm 168.
121

Lampiran 11. Para elit yang terlibat dalam industri kina di Hindia-Belanda
Nama Posisi/jabatan Disiplin Ilmu Tahun keterlibatan
Gerrit Jan Mulder (1802-1880) Professor of Chemistry, Utrecht Chemist ca. 1830-1860s
University
Friedrich Miquel (1811-1871) Professor of Botany, Utrecht Botanist ca. 1846-1860s
University and Director National
Herbarium
Karl Justus Hasskarl (1811-1894) 1st Director of the GCE Botanis 1852-1856
Wilhelm Junghuhn (1809-1864) 2nd Director of the GC Botanist/ Naturalist 1854-1864
Johan Eliza de Vrij (1813-1898) Chemist at the GCE and Pharmacist 1857-1898
Quinologist
Karel Wessel van Gorkum (1835- 3rd Director of the GCE Pharmacist 1864-1875
1910)
Bernelot Moens (1837-1885) Chemist/Quinologist and 4th Pharmacist 1864-1885
Director of the GCE
Richardus van Romunde (1846- 5th Director of the GCE Pharmacist 1882-1892
1921)
Pieter van Leersum (1854-1920) 6th Director of the GCE Pharmacist 1884-1914
Sumber: Arjo Roersch, Colonial Agro-Industrialism. Science, Industry and the State in the Dutch Golden Alkaloid Age, 1850-1950, (Utrecht: Ipskamp,
Enschede, 2015), hlm. 35.
122

Lampiran 12. Anggota Serikat Produsen Kina di Hindia-Belanda

TAHUN SEKRETARIS KETUA ANGGOTA JUMLAH


30 Juli Mr. M.E.L. Baron van Tuyll van Serooskerken P.A. Waller Cult. My. Kertowono 18
1934
Kali Djeroek Rubber Co. Ltd. 3
My tot Expl. der Onroerende Goederen Baroe
Adjak 5
Cultuur My. Gabes 38
Assam Thee-Ond. Gedeh 2
Cultuur My. Goenoeng Rosa 2
Hadji Doerahman 1
Cult. My. Kali Goea 2
Landbouw My. Kertamanah 85
Cultuur My. Adiredjo 2
Cultuur My. Juliana 2
A.Radersma 1
Assam Thee Ond. Pasir Salam 1

Ketua: W.F.v.d. Broek Cultuur My. Bintang 51


Cultuur My. Goenoeng Malang 5
Kina Cult. My. Lodaja 55
Kina My. Pasir Malang 33
Kultuur My. Pasir Nangka 22
Cult. My. Balapoelang 8
Kina My. Soekawana 6
123

J.J. la Feber N.I. Rubber en Koffie Cultuur Mij. 3

J.H. Lagers Landbouw My. Pager Alam 11


Kawi Koffie Cult. My. 5
Cult. My. tot Expl. der d'Abolanden 1

J.W.L.v.d. Linde Kina Cult. My. Boemi Kasso 12


Kina Cult. My. Djajasana 3
Thee Cult. My. Panghoetan 6
Landbouw My. Preanger Regentschappen 27
Kina Cult. My. Tjilongkrang 22
Cult. My. Panglipoer Galih 15
Cult. My. Rantja Bolang 3
Cult. My. Sedep 27
Landbouw My. Sirah Kentjong 15
Cult. My. Taloeg Goenoeng 23
Cult. My. Tjikapoendoeng 21

W.F. Pahud de Mortanges Landbouw My. Pangerango 3


Landbouw My. Rongga 6
Landbouw My. Tjisaroeni 1

A.W. Wichers Hoeth Cult. My. Telaga Patengan 14


Tjisoedjen Cult. My. 8
124

Jumlah 665

TAHUN SEKRETARIS KETUA ANGGOTA JUMLAH


31 Juli
1935 Mr. M.E.L. Baron van Tuyll van Serooskerken P.A. Waller Cult. My. Kertowono 9
Kali Djeroek Rubber Co. Ltd. 4
My. tot Expl. der Ond. Goederen Baroe Adjak 2
Cultuur My. Gabes 20
Assam Thee-Ond. Gabes 2
Anglo Dutch Plantations of Java Ltd. 5
Cultuur My. Kali Goea 3
Landbouw My. Kertamanah 27
Cultuur My. Ardiredjo 3
Cultuur My. Juliana 1
Cultuur My. Wilis 6
Cultuur My. Sindang Sarie 11
Cultuur My. Takokak 2
A.T.O. Eng Djin Hien 1
Erven B. Th. Dik 2
Landbouw My. Moelia 1
Cultuur My. Tampomas 1

F.H. Martin Koch R'damsche Kina My. Tjikembang 25


125

J.W.L. Van de Linde Kina Cult. My. Boemi Kasso 10


Kina Cult. My. Djajasana 2
Thee Cult. My. Panghoetan 4
Lb. My. Preanger Regentschappen 21
Kina Cult. My. Tjilongkrang 11
Cult. My. Panglipoergalih 8
Cult. My. Rantja Bolang 3
Cultuur My. Sedep 9
Lb. My. Sirah Kentjong 12
Cult. My. Taloeg Goenoeng 11
Cult. My. Tjikapoendoeng 12
Oscar Uyleman 1
Cultuur My. Marantjar 1

J.H. Blankenberg Cultuur My. Bintang 30


Cult. My. Goenoeng Malang 1
Kina Cult. My. Lodaja 19
Kina My. Pasir Malang 12
Cultuur My. Balapoelang 5
Kina My. Soekawana 4

A.J. de Bas Assam Thee-Ond. Soemadra 5


Cultuur My. Tjimonteh 5

J.H. Lagers Landbouw My. Pager Alam 12


126

A.W. Wichers Hoeth Cult. My. Telaga Patengan 2


Tjisoedjen Cult. My 7

H.W. Bannink Plantage Ardja Sarie 5


Bagelen Thee en Kina My. 1
Cultuur My. Gamboeng 5
Baud-landen 2

H.L. van Eeghen Cultuur My. Pondok Gedeh 10

Th. G.H. Stibbe Cultuur My. Molio Ardjo 1


Rotterdamsche Cultuur My. 7

J.E. Simon van Leeuwen Cultuur My. Melambong 3


Cult. My. Kandangan Poeloesarie 22

J.J. la Feber N.I. Rubber & Koffie Cult. My. 4

Jumlah 394

TAHUN SEKRETARIS KETUA ANGGOTA JUMLAH


28
Desember
1936 D. Baron Mackay P.A. Waller Cult. Mij. Kertowono 17
Kali Djeroek Rubber Co. Ltd. 5
127

Mij. tot Expl. der Onr. Goed. Baroe Adjak 3


Cult. Mij. Gabes 44
A.T.O. Gedeh 3
Cult. Mij. Goenoeng Rosa 2
Anglo Dutch Plantations of Java Ltd. 8
Hadji Doerahman 1
Cult. Mij. Kali Goea 4
Landb. Mij. Kertamanah 118
Cult. Mij. Ardiredjo 3
Cult. Mij. Juliana 2
A. Radersma 1
A.T.O. Pasir Salam
Cult. Mij. Wilis 9
Cult. Mij. Sindang Sarie 25
Tan Hiong Liang 1
Cult. Mij. Takokak 2
A.T.O. Eng Djin Hien 1
Erven B. Th. Bik 3
Lb. Mij. Moelia
Landb. Ond. Tombo-Wonodadi 9
Cult. Mij. Tampomas 1

Cult. Mij. Boenga Meloer 8


Tjidamar Cult. Mij. 32
128

W.J. van Vollenhoven Rotterdamsche Kina Mij. Tjikembang 74

J. Van Schayk Landb. Mij. Boekit Gompong 21


N.I. Land-syndicaat 34
Gouvernement 113
A.T.O. Malabar 12
Ch. L. Ploem 1
O.E. van Eldik Thieme 1
A.T.O. Siti Ardja
Cult. Mij. Kali Glidik Estates Ltd. 5
Cult. Mij. Tjimareme 12
J.W.M.Ch. Laceulle 3

J.W.L. van de Linde Kina Cult. Mij. Boemi Kasso 19


Cult. Mij. Marantjar 1
Thee Cult. Mij. Panghoetan 7
Lb. Mij. Preanger Regentschappen 33
Kina Cult. Mij. Tjilongkrang 30
Cult. Mij. Panglipoergalih 19
Cult. Mij. Rantja Bolang 3
Cult. Mij. Sedep 23
Landb. Mij. Sirah Kentjong 24
Cult. Mij. Taloeg Goenoeng 29
Cult. Mij. Tjikapoendoeng 33
Oscar Uyleman 1
129

Idi 1
Ijan 1
Sahata 1
R. Hadji Moehamad Saleh 1

Ir. W. van den Broek Cult. Mij. Bintang 62


Cult. Mij. Goenoeng Malang 4
Kina Cult. Mij. Lodaja 53
Cult. Mij. Pasir Malang 37
Kult. Mij. Pasir Nangka
Cult. Mij. Balapoelang 6
Kina Mij. Soekawana 4

E.W. Scholten Cult. Mij. Papandajan


A.T.O. Soemadra 4
Cult. Mij. Tjimonteh 10

J.H. Lagers Lb. Mij. Pager Alam 1


Kawi Koffie Cult. Mij

A.W. Wichers Hoeth Cult. Mij. Telaga Patengan 20


Tjisoedjen Cult. Mij. 10

W.F. Pahud de Mortanges Lb. Mij. Pangerango 3


Lb. Mij. Rongga 6
130

Lb. Mij. Tjisaroeni 2

S.P. Boese Plantage Ardja Sarie 10


Bagelen Thee en Kina Mij. 1
Cult. Mij. Gamboeng 11
Baud-Landen 2

H.L. Van Eeghen Cult. Mij. Pondok Gedeh 12

J.E. Simon van Leeuwen Cult. Mij. Melambong 2


Cult. Mij. Kandangan-
Poeloesarie/Panggoengsarie 37

Mr. P.C. Kolff N.I. Rubber & Koffie Cult. Mij. 4

Anggota yang absen Handelsvereeniging Nangkoku 16


Cult. Mij. Molio Ardjo 1
Rotterdamsche Cult. Mij. 6
Mij. Santosa 7
Thee Cult. Mij. Tjitamboer 2
Insulinde Cult. Syndicaat 1
Cult. Mij. Vereenigde Lawoe-Ond. 3
Landb. Mij. Geboegan 2
Cult. Mij. Bandjarwangi 1
131

Kina Cult. Mij. Cinchona 19

Anggota tanpa hak pilih D. Botter


Chin Choi
F.W. Kempen
W.H. van Vassen
Dan. Ed. Gruyter
Comp. Gen. d'Explr. aux. Indes Orientales
A.T.O. Taloen
Abid
Wed. J. van Horck-van Gent
Madtasim
Oendi
Mas Hirman Taroeno Mihardjo
Mamad
Kina Cult. Mij. Djajasana
A.T.O. Ardjoena
N.V. Cult. Mij. tot Expl. der d'Abolanden
F. Goepfert
Cult. Mij. Goenoeng Boeleud
Cult. Mij. Soember Agoeng
Rubber Cult. Mij. Amsterdam
Cult. Mij. Halaban

Anda mungkin juga menyukai