PADA ABAD 20
Skripsi
Oleh:
Ahmad Rifai
Nim: 1110022000029
Skripsi
Dilaksanakan sebagai Salah Satu Tugas Akademik untuk Memenuhi Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Humaniora (S. Hum)
Oleh:
Ahmad Rifai
Nim: 1110022000029
Disetujui oleh
Pembimbing,
JAKARTA
2015
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
SIDANG MUNAQASYAH
Ketua M Sekretaris Merangkap Anggota
Penguji I Penguji II
a).
YT
or. u. auJut. cnar. u.a
/t
Dr. H. M.Wuslih L. C. M.A
NIP: 19541231 198303 I 030 NIP, 19520903 1986O3 I 001
PEMBIMBING
Pembimbing
t
r9670t19 199403
Lembar Pernyataan
1. Skripsi ini merupakan hasil karya saya yang diajukan untuk memenuhi
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan skripsi ini telah saya
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya saya
atau merupakan hasil plagiat dari karya orang lain, maka saya bersedia
Hidayatullah Jakarta.
Ahmad Rifai
UCAPAN TERIMAKASIH
memudahkan penulis untuk bisa membuat skripsi ini. Tak lupa penulis
mengirimkan salam dan shalawat kepada Nabi Besar Muhammad SAW yang
telah membawa umat Islam dari jalan yang gelap gulita menuju jalan yang terang
benderang.
Pada Abad 20” merupakan salah satu syarat untuk mencapai Gelar Sarjana
Humaniora (S.Hum). Terwujudnya skripsi ini tidak lepas dari partisipasi dan
bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan
1. Bapak Prof. Dr. Syukron Kamil, M.A. Selaku pimpinan Fakultas Adab dan
2. Bapak H. NurHasan, M.A. Selaku Ketua Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam
(SKI) yang telah membantu dan memudahkan penulis dalam proses terlaksananya
skripsi ini.
baik.
i
4. Bapak Dr. Jajat Burhanuddin, MA. Selaku dosen pembimbing, yang telah
menyisikan waktunya guna membimbing penulisan skripsi ini dengan baik. Beliau
5. Ibu Dr. Awalia Rahma, M.A. Selaku Dosen Penasehat Akademik, yang selalu
6. Bapak dan Ibu Dosen yang selalu memberikan bimbingan dan pelajaran selama
7. Ibunda tercinta ibu Rohanah dan juga kepada Ayahanda tersayang Ayah
Muhammad Wildan yang selalu memberikan arahan, doa, dan semangat kepada
mengenyam pendidikan ini bisa bermanfaat dan juga dapat mewujudkan cita-
citanya.
8. Seluruh dosen dan Staf fakultas Adab dan Humaniora, yang telah memberikan
10. Keluarga besar Hj. Muhammad Aidi dan Keluarga Besar H. Muhammad Asnawi
11. Teman seperjuangan SKI 2010, yang tidak bisa disebutkan satu per satu, yang
semangat dan keceriaan. Walaupun kita berpisah, Semoga silaturahim kita tetap
12. Teman KKN KOPI 2013, yang saya tidak bisa sebutkan satu per satu, selalu
ii
13. Teman BRT yang selalu memberikan support untuk penulis.
kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis memohon maaf bila ada kesalah dalam
penulisan skripsi ini. Kritik dan saran saya hargai demi penyempurnaan penulisan
serupa dimasa yang akan datang. Besar harapan penulis, semoga skripsi ini dapat
bermanfaat dan dapat bernilai positif bagi semua pihak yang membutuhkan.
iii
ABSTRAK
Ahmad Rifai
terbesar di dunia. Selain itu kota ini memiliki banyak masjid dan rubath yang
bersejarah. Ditambah kota ini juga memiliki makam-makam ulama Tarim. Pada
skripsi ini penulis melihat satu contoh ulama Yaman yang melakukan diaspora
yaitu Habib Zain bin Smith. Beliau berdiaspora ke Madinah pada tahun 1985 M,
kemudian beliau mengajar di rubath al-Jufri dan diangkat menjadi Mufti disana, ia
memiliki banyak murid dari berbagai wilayah di dunia. Karya yang cukup
Smith.
iv
DAFTAR ISI
v
BAB V PENUTUP ......................................................................................... 69
A. Kesimpulan ......................................................................................... 69
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 71
vi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Yaman memiliki peran penting dalam tradisi keilmuan agama Islam, itu
dalam memajukan tradisi tersebut, salah satu bukti yang terpenting berkembangnya
mazhab fiqih Syafi‟i, yang tersebar luas ke beberapa wilayah di dunia Muslim seperti,
Hijaz, Afrika Utara, India, dan Asia Tenggara. Mazhab Syafi‟i ternyata memiliki
pengaruh yang cukup kuat dalam bidang pendidikan agama Islam di Yaman. Hal ini
dapat dilihat dari banyaknya Rubath yang menggunakan mazhab tersebut dalam
memiliki kesamaan sistem dengan pesantren. Salah satu Rubath terbesar di Yaman
terletak di Kota Tarim, dimana siswa yang belajar di sana datang dari berbagai negara
di luar Yaman.1
Selain mazhab Syafi‟i, pengaruh tradisi keilmuan agama Islam Yaman lainnya
yang tersebar ke berbagai wilayah di dunia adalah Thariqah „Alawiyah. Thariqah ini
awalnya dipelopori oleh al-Imam Muhammad bin Ali Ba‟alawi, lahir di Kota Tarim
1
Abdul Qadir Umar Mauladdawilah. Tarim Kota Pusat Peradaban Islam. Malang : Pustaka
Basma, 2013, h. 98
1
2
pada tahun 574 H dan wafat disana pada tahun 653 H.2 Ajaran yang dikembangkan
oleh Thariqah „Alawiyah mencakup wirid, syair, sastra, tasawuf, fiqih, hadits, dan
tarikh. Di luar negara Yaman, seperti di Mesir, Syam dan Hijaz, Thariqah „Alawiyah
di samping sebagai metode pengajaran, juga berfungsi sebagai faktor atau sarana bagi
dengan tokohnya yang terkenal ialah al-Habib 'Abdul Qadir bin Ahmad al-Saqqaf dan
Habib Zain bin Smith. Al-Habib „Abdul Qadir lahir di Kota Seiwun, Hadhramaut
sana beliau mengajar fiqih, tasawuf, tafsir, dan lain sebagainya. 4 Ulama Yaman yang
berperan dalam tradisi keilmuan agama Islam di Kota Madinah adalah Habib Zain
Al-Habib „Abdul Qadir dan Habib Zain bin Smith merupakan contoh dari sekian
Islam di luar Yaman. Ajaran Al-Habib „Abdul Qadir dan Habib Zain bin Smith yang
identik dengan Thariqah Alawiyah diterima dengan baik oleh masyarakat Mekkah-
Madinah. Bahkan, mereka memiliki banyak murid yang datang bukan hanya dari
Kota Mekkah dan Madinah saja, melainkan juga dari berbagai Negara di dunia, salah
satunya Indonesia.
2
Thariqah Alawiyah, Jalan Lurus Menuju Allah terjemahan dari, Al-Manhaj As-Sawiy Syarh
Ushul Thariqah As-Sadah Al-Ba'Alawi, karangan: Al-Habib Zain bin Sumaith, h. 19.
3
Thariqah Alawiyah, Jalan Lurus Menuju Allah terjemahan dari, Al-Manhaj As-Sawiy Syarh
Ushul Thariqah As-Sadah Al-Ba'Alawi, karangan: Al-Habib Zain bin Sumaith, h. 30
4
http://www.banialawi.com/v1/index.php/al-habib-abdul-qadir-al-saggaf/biography
5
Thariqah Alawiyah, Jalan Lurus Menuju Allah terjemahan dari, Al-Manhaj As-Sawiy Syarh
Ushul Thariqah As-Sadah Al-Ba'Alawi, karangan: Al-Habib Zain bin Sumaith, h. 8
3
Sebagai kota suci umat Islam, Ulama Yaman yang berkunjung ke Mekkah-
Madinah bukan hanya untuk tujuan ibadah saja, melainkan juga menuntut ilmu dan
menjadi mufti/ulama di sana. Kedua kota tersebut dikenal sebagai pusat kebudayaan
dan pusat studi ilmu-ilmu keislaman. Umumnya pendidikan agama Islam dijalankan
Pertanyaan pokok yang perlu diajukan adalah: bagaimana ulama yang datang dari
Kota Tarim, Ulama Yaman mampu mendapatkan posisi penting dalam pengajaran di
institusi pendidikan agama di Mekkah-Madinah, Ulama dari Kota Tarim, Yaman dan
otoritas yang menunjukan hubungan yang tidak terputus antara guru dan murid dalam
transmisi kitab-kitab atau ajaran tertentu. Ijazah biasanya dikeluarkan oleh guru yang
diakui kewenangannya kepada muridnya setelah yang terakhir ini belajar dengannya.7
Abdul Qadir dalam bukunya yang berjudul “Tarim Kota Pusat Peradaban Islam”
mengatakan dari kota ini, mereka (ulama-ulama Yaman) bermigrasi untuk berdakwah
ke berbagai pelosok dunia.8 Mereka memperkenalkan Islam dengan cara dan metode
yang sangat mulia (bil hikmah wal mau‟idhah hasanah), tanpa kekerasan, apalagi
6
Belajar Islam di Timur Tengah. Departemen Agama, h. 19
7
Untuk pembahasan tentang ijazah, lihat 7Azyumardi Azra. Jaringan Ulama Timur Tengah
dan Kepualauan Nusantara abad XVII & XVIII. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, h. 78.
8
Abdul Qadir Umar Mauladdawilah, Tarim Kota Pusat Peradaban Islam. Malang : Pustaka
Basma, 2013, h. 78
4
sesungguhnya, dan pada akhirnya Islam dapat diterima oleh semua golongan. Mereka
yang notabene imigran pandai menyesuaikan diri dengan adat dan budaya setempat.9
Hingga saat ini, Kota Tarim tetap eksis dalam memperkenalkan pemahaman-
pemahaman Islam yang damai. Hal ini terbukti dengan banyaknya pelajar dan
mahasiswa mulai dari Asia terutama Indonesia, Afrika, hingga Eropa, yang menimba
ilmu di kota yang berpenduduk sekitar 500 ribu jiwa ini. Di Kota Tarim terdapat tiga
pusat ilmu dan dakwah yang tersohor dan terkemuka di dunia yaitu Rubath Tarim,
Darul Mustafa dan Darul Zahra untuk muslimah serta Universitas Al-Ahqaf
(berpusat di Mukalla tetapi mempunyai cabangnya di Tarim). Ketiga pusat ilmu ini
telah memberikan sumbangan yang amat besar dalam melahirkan kader agama yang
dengan mereka tersebarlah ilmu dan amalan Islam, selain mengukuhkan tali ikatan
Kisah perjuangan para penyebar Islam dan sumbangsih kota keramat inilah yang
9
, M Ira Lapidus, Sejarah Sosial Umat Islam. Jakata: Garafindo Persada, 2000. hal. 54
10
Lihat Philip K. Hitti, Dunia Arab Sejarah Ringkas, Ushuludin Hutagalung, O.D.P.
Sihombing (penterjemah), Sumur Bandung, Bandung, Cet.vii, h. 98
5
H).11
Dari latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk mengkaji Diaspora Ulama
pendidikan agama Islam di kota tersebut. Salah satu ulama tersebut adalah Habib
B. Pembatasan Masalah
pada abad ke-20 di mana pada abad tersebut banyak ulama Yaman berdiaspora ke
C. Perumusan Masalah
sebagai berikut :
11
http://sejarah.kompasiana.com/2011/03/12/sejarah-ringkas-kota-tarim-pusat-kebudayaan-
islam-dunia-346076.html
6
1. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam penulisan Skripsi ini adalah
abad 20
2. Kegunaan Penulisan
E. Tinjauan Pustaka
Madinah Pada Abad 20 : Habib Zain Bin Smith ’’, dalam pencarian pada
pada awal abad ke 20M” yang ditulis oleh Nurulwahida Fauzi. Jurnal antarabangsa
kajian Asia Barat tahun 2012. Penelitian tersebut hanya berfokus tentang tradisi
7
Malaysia.
Leif Manger, dengan karyanya yang berjudul The Hadrami Diaspora Community-
Building on the Indian Ocean Rim (New York: Berghahn Books. 2010) merupakan
salah satu sederet yang membahas Diaspora Hadhrami. Secara umun karya Manger
buku ini hanya membahas Diapora Hadhrami di wilayah Afrika, India, dan Asia
Tenggara.
Selain itu penulis menemukan karya Badri Yatim dalam disertasinya yang
berjudul Perubahan Sosial Politik di Hijaz 1800 S/D 1925 Dan Pengaruhnya
(Jakarta: 1998) yang menjelaskan tentang kehidupan ulama di Hijaz, namun dalam
disertasi ini hanya membahas ulama dari Turki dan Mesir, tidak membahas ulama
dari Yaman.
F. Metode Penelitian
Dalam usaha mendapatkan data dengan metode ini penulis melakukan kunjungan ke
beberapa perpustakaan antara lain: Perpustakaan Umum UIN dan Fakultas Adab dan
lain yang dapat penulis manfaatkan untuk mencari sumber-sumber yang ada
Jenis tulisan yang banyak diambil adalah buku yang banyak mengusung tema-
tema tentang Yaman dan diaspora hadhrami, selain itu ada juga beberapa artikel dari
Jurnal dan Majalah. Sementara itu, sumber utama yang dirujuk oleh penulis adalah
buku karangan Habib Zain bin Smith. Habib Zain merupakan salah satu ulama
Yaman yang melakukan diaspora pada abad 20, selain itu penulis memakai buku
Engseng Ho, yang menjelaskan detail diaspora Hadhrami dari pelabuhan Aden ke
Mengkaji tulisan tidak hanya dengan membaca tetapi dibutuhkan cara dan
metodelogi yang nantinya akan bermanfaat untuk menggali ideology tulisan tersebut.
Untuk itu penulisan skripsi ini selain dengan memakai metode deskrptif – analitis
interpretasi fakta ini diwujudkan dalam bentuk penulisan atau lazimnya disebut
historiografi.
Metode hermeunetika juga akan menemukan titik urgensinya untuk melihat serta
menafsirkan kata - kata dan fakta – fakta yang dari sumber – sumber tulisan yang
9
didapat penulis untuk kemudian direkontruksi ulang sesuai dengan maksud dan
tujuan penulis.
G. Sistematika Penulisan
Bab Pertama, membahas tentang signifikansi tema yang diangkat, pembatasan dan
rumusan masalah, landasan teori, tujuan dan kegunaan penelitian, tinjauan pustaka,
1. Afrika
2. Asia Tenggara
3. Asia Selatan
Smith).
10
Bab Kelima, Merupakan bab penutup, yang berisi kesimpulan dari seluruh isi tulisan.
BAB II
banyak yang terbuat dari batu, namun rata-rata bersih karena angin sahara sering turut
menyapu jalan-jalan kota itu. Di setiap rumah penduduk Hadhramaut, jarang sekali
kita jumpai kursi tamu. Yang ada adalah qatifah,1 tempat menampung dhuyuf.2
Fungsi permadani disini menjadi serba-guna, selain untuk menerima tamu,3 namun
juga digunakan untuk tempat makan. Tak jarang tempat yang sama ini juga dibuat
untuk aktivitas ibadah, seperti shalat, rauhah4 maupun dzikir. Bahkan jika ruangan
kamar tak cukup untuk menerima tetamu yang tidur, qatifah menjadi alternatif
sebagai tempat tidur cadangan. Sisa-sisa tradisi semacam ini masih sering kita jumpai
Diantara pelabuhan yang cukup penting di Pantai Hadhramaut adalah Syihir dan
pantai Afrika Timur, Laut Merah, Teluk Persia, India dan pesisir Arab Selatan
1
Permadani.
2
Bentuk dari jamak yang berarti tamu.
3
Istiqbaal adh-Dhuyuf.
4
Pengajian yang bersifat ringan
5
Abdul Qadir Umar Mauladdawilah. Tarim Kota Pusat Peradaban Islam. Malang: Pustaka
Basma, 2012, h. 43.
11
12
terutama Moskat, Dzafar dan Aden serta perdagangan dengan Bangsa Eropa dan
bangsa-bangsa lainnya. Kota Syibam merupakan salah satu kota penting di negeri
itu.6 Di kota ini terdapat lebih dari 500 bangunan rumah yang dibangun rapat,
bertingkat empat atau lima.7 Kota tua ini telah menjadi ibukota Hadhramaut sejak
jatuhnya Syabwah pada abad ke-3 H sampai abad ke-16 H. karena di bangunnya wadi
atau lembah yang agak tinggi, kota ini rentan terhadap banjir, seperti yang dialaminya
ini adalah Ghurfah, Seiwun, Taribah, Gharaf, al-Sawari, Tarim, Inat dan Qasam.
Seiwun merupakan kota terpenting di Hadhramaut pada abad ke-19 H, kota terbesar
ini yang terletak 320 km dari Mukalla, Seiwun juga sering dijuluki ‘Kota Sejuta
Pohon Kurma’. Hal ini dikarenakan luasnya perkebunan kurma yang terdapat di
sekitarnya. Kota Tarim terletak sekitar 35 km di Timur Kota Seiwun. Di satu sisi kota
ini terlindungi oleh bukit-bukit batu terjal, di sisi lain dikelilingi oleh perkebunan
kurma. Sejak dahulu Tarim merupakan pusat Madzhab Syafi’i. Antara abad ke-17
dan abad ke-19 telah terdapat lebih dari 365 masjid. Kota Tarim atau biasa dibaca
Nama Tarim menurut satu riwayat diambil dari nama seorang raja yang bernama
Tarim bin Hadhramaut. Dia diyakini hidup tiga ribu tahun sebelum agama Islam
diwahyukan. Kota tersebut juga disebut dengan Tarim al-Ghanna atau Kota Tarim
6
Syibam merupakan kota Arab terkenal yang di bangun menurut gaya tradisional.
7
Orang Barat menjulukinya „Manhattan of the Desert‟.
13
yang rindang, dikarenakan banyaknya pepohonan dan sungai. Kota tersebut juga
dikenal dengan Kota ash-Shiddiq. Hal ini karena gubernurnya Ziyad bin Lubaid al-
sebagai khalifah. Maka penduduk Tarim adalah yang pertama mendukungnya dan
tidak ada seorang pun yang membantahnya. Hingga pada waktu itu, Sayyidina Abu
Bakar ash-Shiddiq ra mendoakan penduduk Kota Tarim dengan tiga doa yang
masyhur: Doa pertama, agar kota tersebut makmur. Doa kedua, agar airnya melimpah
dan berkah. Doa ketiga, agar Kota Tarim ini dihuni oleh banyak orang-orang saleh.
Oleh karena itu, Syeikh Muhammad bin Abu Bakar Ba’abad berkata bahwa
Sayyidina Abu Bakar ash-Shiddiq akan memberikan syafa’at kepada penduduk Tarim
secara khusus.8
Menurut catatan kitab al-Ghurar yang dikarang oleh Syeikh Muhammad bin Ali
bin Alwi Khirid, keluarga Ba’alawi pindah dari Desa Bait Jubair ke Kota Tarim
sekitar tahun 521 H.9 Setelah kepindahan mereka, Kota Tarim dikenal dengan kota
budaya dan ilmu. Diperkirakan, pada waktu itu ada sekitar 300 orang ahli fiqih,
bahkan pada barisan yang pertama di Masjid Agung Kota Tarim dipenuhi oleh ulama
fiqih. Adapun orang yang pertama dari keluarga Ba’alawi yang hijrah ke Kota Tarim
adalah Syeikh Ali bin Alwi Khali Qasam dan saudaranya Syeikh Salim, kemudian
disusul oleh keluarga pamannya yaitu Bani Jadid dan Bani Basri.10 Diceritakan Kota
Tarim terdapat tiga keberkahan : pertama, keberkahan pada setiap masjidnya, kedua,
8
Al-Syilli, al-Masra al-Rawi, h. 252.
9
Al-Syilli, hal. 251. Pada kitab al-Ghuror halaman 70, tertulis tahun 521 H.
10
Al-Khirid, al-Ghuror, hal. 77.
14
masjid itu bisa dilihat dari banyak ulama yang lahir dari kota tersebut.11
Selain itu, Kota Tarim juga terkenal dengan banyaknya orang saleh. Bahkan
Kitab Qiladatun an-Nahri fii Wayaat A‟ya an-Naddhari, karya al-‘Allamah asy-
serta kemuliannya. Sedangkan di Kota Tarim pada saat itu tidak kurang dari 300
mufti.12
Maka tidak mengherankan jika pada saat itu, tepatnya mulai tahun 461 H, Kota
Tarim yang subur, semakin semarak dan bersinar dengan cahaya ilmu, sehingga
banyak berdatangan pelajar dari berbagai penjuru dunia ataupun orang yang sekedar
sebuah bangunan kokoh. Mereka cukup menggunakan bahan baku tanah liat dan
11
Al-Syilli, al-Masra al-Rawi, h. 262.
12
Ulama yang memilik hak prerogative untuk mengeluarkan fatwa-fatwa keagamaan.
15
kayu-kayu serta batu, namun dapat membentuk rumah sampai lantai lima. Di kota ini
juga terdapat sebuah menara masjid yang menjadi keajaiaban dunia, yang tingginya
mencapai 45 meter. Karena bahan bakunya hanyalah dari tanah liat, maka tidak bisa
dipungkiri bahwa keistimewaan inilah yang menjadi daya tarik bagi turis dari
berbagai macam negara yang datang hampir setiap hari, yang berekreasi hanya
sekedar melihat bangunan di Kota Tarim atau mengadakan penelitian. Benteng dan
istana paling menonjol di Kota Tarim adalah Benteng Najeer, yang terletak 6 km di
sebelah timur Kota Tarim dan Benteng Al-Irr yang terletak di samping Al Sawm, 15
Kaum Alawiyin di Kota Tarim pada khusunya dan di Hadhramaut pada umumnya
tetap dalam kebiasaan mereka menuntut ilmu agama. Mereka lebih menonjolkan
akhlak serta budi pekerti luhur, hidup dengan zuhud terhadap hal-hal duniawi, tidak
Dalam hal ini, al-Imam al-Habib Abdullah bin Alawi al-Haddad ra berkata: “Syuhrah
seorang ulama yang cukup terkenal di Yaman. Beliau menauladani cara hidup para
leluhurnya, baik dalam usahanya menutup diri agar tidak dikenal orang lain maupun
13
Ikpm Hadhramaut
14
Syurah.
15
Lembah/Wadi
16
pada setiap sepertiga terakhir setiap malam. Setiap malam ia membaca al-Quran
hingga dua kali tamat dan setiap siang hari ia membacanya hingga dua kali tamat.
empat kali tamat di siang hari dan empat kali tama di malam hari. Bahkan disebutkan,
jika miring ke kanan melihat surga dan jika miring ke kiri melihat nereka?” Selama
satu bulan beliau beruzlah16 di syi’ib tempat pusara Nabi Allah Hud as, selama
sebulan itu ia tidak makan kecuali segenggam roti yang terbuat dari terigu.
Demikianlah cara mereka bermujahadah di jalan Allah Swt. Semuanya itu adalah
mengenai hubungan mereka dengan Allah Swt. Adapun mengenai amal perbuatan
yang mereka lakukan dengan sesama manusia, para Sayyid Kaum Alawiyin itu tidak
Mengenai kesalehan orang-orang Tarim, Sultan Abdullah bin Rasyid bin Abi
Qathan al-Himyariy berkata, “Di negeriku ini (Tarim), ada tiga perkara yang aku
banggakan kepada raja-raja terdahulu: pertama, tak ada barang haram beredar di
sini. Kedua, tak ada maling berkeliaran. Ketiga. Tak ada orang meminta-minta.”
Semua itu berkat sikap saling kasih di antara penduduk Kota Tarim.17
16
Menyendiri
17
Sultan Abdullah al-Himyariy adalah seorang raja yang pernah memerintah Tarim. Ia adalah
sosok yang arif, takwa dan berpengatahuan fiqih yang dalam, ia wafat pada tahun 612 H. Abdul Qadir
Umar Mauladdawilah. Tarim Kota Pusat Peradaban Islam. Malang: Pustaka Basma, 2012, h. 127.
17
Tarim adalah kota yang unik. Lain dari yang lain. Bila kota-kota lazimnya
penduduknya yang dikenal shaleh, dan banyaknya makam-makam para ulama di kota
nenek moyang Wali Songo ini terdapat pemakaman yang terbagi menjadi tiga bagian,
yaitu Zambal, Furaith dan Akdar. Di pemakaman Zambal, para Sayyid terkemuka
dari Kaum Alawiyin dimakamkan. Di tempat ini banyak dimakamkan para auliya
Allah Swt dan orang shaleh yang masih keturunan Baginda Rasulullah Saw, selain
1. Pemakaman Zambal
ribu auliya al-akbar, delapan wali quthub dari keluarga Alawiyin dimakamkan di
pemakaman Zambal.”18
18
Al-Syilli, al-Masra al-Rawi, h. 279.
18
Hal ini sebagaimana yang diriwayatkan oleh asy-Syeikh Sa’ad bin Ali ra: “Di
wafat ketika menunaikan tugas untuk memeramgi ahli riddah. Mereka banyak yang
2. Pemakaman Furaith
tersebut dimakamkan para ulama auliya, shalihin yang tak terhitung jumlahnya.
Mauladdawilah ra berkata: “Di tempat itu dikuburkan lebih dari sepuluh ribu wali.”
Beberapa ulama ahli kasyaf20 menyaksikan, sesungguhnya rahmat Allah Swt yang
turun pertama kali di dunia ini adalah pemakaman Furaith. Asy-Syekh Abdrahman
Abubakar bin al-Faqih al-Muqaddam Muhammad bin Ali dan sebagian ulama di kota
surga.21
19
Dalam kamus Bahasa Arab arti Furaith adalah gunung kecil.
20
Abdul Qadir Umar Mauladdawilah. Tarim Kota Pusat Peradaban Islam. Malang: Pustaka
Basma, 2012, h. 135.
21
Abdul Qadir Umar Mauladdawilah. Tarim Kota Pusat Peradaban Islam. Malang: Pustaka
Basma, 2012, h. 136.
19
3. Pemakaman Akdar
Dipemakaman Akdar ini banyak dimakamkan para ulama, auliya, al-Arifin dari
Selain pemakaman yang makmur akan aulianya, di Kota Tarim juga terkenal
dengan bangunan masjidnya, yang selalu rama digunakan ibadah oleh para
kota Tarim termasuk masyarakat yang gemar melaksanakan shalat berjama’ah serta
Menurut beberapa sumber, di Hadhramaut terdapat sekitar 365 jami. Jumlah ini sama
dengan jumlah hari dalam setahun. Rata-rata masjid yang ada sudah makmur.22
semewah masjid di Indonesia, masjid disana hanya tersusun dari batu-batu sederhana
dan beralaskan sederhana, dengan desain yang sangat sederhana. Meskipun demikian,
22
Abdul Qadir Umar Mauladdawilah. Tarim Kota Pusat Peradaban Islam. Malang: Pustaka
Basma, 2012, h. 141.
20
setiap waktu masjid-masjid di kota Tarim tidak pernah sepi dan I’tikaf, orang
ta’lim.23
Umumnya masjid yang berada di kota Tarim terbuat dari tanah, dengan campuran
rumput kering dan batu kerikil dan batu kerikil untuk dijadikan bahan baku
bangunan. Walaupun terbuat dari tanah, masjid-masjid tersebut berdiri dengan kuat
dan kokoh hingga berumur mencapai sekitar 700 tahun. Beberapa masjid yang berada
di kota Tarim antara lain adalah Masjid Ba’alawi, Masjid Assegaf, Masjid Jami al-
Mudhar, Masjid al-Aydrus, Masjid asy-Syeikh Ali bin Abibakar as-Sakran dan
Di kota Tarim sendiri banyak terdapat lembaga pendidikan yang sudah terkenal
berdakwah, jauh sekali dari sikap radikalisme dan kekerasan. Beberapa institusi atau
1. Rubath Tarim
Berdirinya Rubath Tarim merupakan hasil pertemuan para ulama Tarim dari
23
Abdurrahman Baraqbah. Hadhramaut Bumi Sejuta Wali. Surabaya: Data Mustafa Press, h.
51.
21
Rubath,24 yang kemudian dinamakan Rubath Tarim. Persyaratan bagi calon pelajar
juga dibahas pada kala itu. Kriteria utama diantaranya calon santri adalah penganut
salah satu madzhab dari empat madzhab fikih terkemuka dalam Ahlusunnah Wal
Tarim. Untuk keperluan ini, al-Habib Ahmad bin Umar asy-Syathiri26 mewakafkan
rumah dan pekarangannya yang berada di sebelah pasar di halaman masjid jami kota
Tarim dan masjid Babthainah.27 Selain itu, wakaf juga datang dari al-Muhaddis
pedagang dari keluarga al-Arfan juga mewakafkan tanah yang mereka beli di bagian
sumbangan melalui wakaf rumah, kebun, dan tanah milik keluarga-keluarga habaib
H dan secara resmi pada 14 Muharram 1305 H. keluarga al-Attas tercatat sebagai
santri pertama yang belajar di Rubath Tarim, baru kemudian datang keluarga al-
24
Ma’had atau institusi pendidikan yang berbasis pondok pesantren klasik.
25
Madzhab Maliki, Hanafi, Syafi’I dan Hambali.
26
Wafat di Kota Tarim pada tahun 1306 H.
27
Yang sekarang menjadi masjid Rubath Tarim.
28
Lahir di Singapura pada tahun 1264 H dan wafat di Kota Tarim pada tahun 1346 H.
29
Pengasuh Rubath Tarim sekarang.
30
Pedagang dunia dan akhirat.
22
Habsyi, begitu selanjutnya berdatangan para pelajar, baik dari Hadhramaut sendiri
maupun dari luar Hadhramaut bahkan dari luar negeri Yaman, hingga dari berbagai
penjuru dunia.
Masyhur,31 merupakan pengasuh pertama Rubath Tarim. Beliau lahir di kota Tarim
tahun 1250 H. Beliau mengasuh Rubath Tarim hingga tahun 1320 H, dengan dibantu
ulama-ulama lain yang ada pada masa itu. Kemudian dilanjutkan oleh al-Habib Ali
bin Abdurrahman al-Masyhur, lahir di kota Tarim pada tahun 1274 H. Beliau
mengasuh Rubath Tarim sejak wafatnya sang ayah yakni al-Habib Abdurrahman bin
Al-Habib Abdullah bin Umar asy-Syatiri,32 yang kemudian diberi mandat oleh
pemuka kota Tarim untuk menjadi pengasuh ketiga yang semula menjadi wakil al-
Habib Ali bin Abdurrahman al-Masyhur sejak tahun 1341 H, jika beliau berhalangan
dan telah menjadi pengajar di Rubath Tarim sejak datang dari kota Mekkah pada
tahun 1314 H. Dan di lanjutkan al-Habib Mahdi bin Abdullah bin Umar asy-Syatiri
sebagai pengasuh keempat, al-Habib Hasan bin Abdullah bin Abdullah bin Umar
asy-Syatiri sebagai pengasuh kelima, dan yang terakhir atau sampai saat ini al-Habib
31
Penulis Kitab Bugyatul Mustarsyidin.
32
Lahir di Kota Tarim pada bulan Ramadhan tahun 1290 H.
23
Sejak berdiri hingga sekarang atau sekitar kurang lebih 125 tahun, pengajian di
Rubath Tarim dilaksnakan dengan sistem halaqah yang dibimbing oleh para
Tiap halaqah mengkaji disiplin keilmuan. Tak kurang dilaksanakan dengan sistem
halaqah sejak pagi hingga malam mengkaji ilmu-ilmu agama dan diikuti oleh para
2. Darul Musthafa
Darul Musthafa merupaka sebuah bukti benteng Islam Ahlusunnah Wal Jama’ah
dengan madzhab Syafi’I di negeri Yaman. Dari Darul Musthafa inilah telah
Darul Musthafa yamg terletak di Kota Tarim, Hadhramaut ini, didirikan oleh
seorang habib muda yang memiliki semangat dakwah tinggi, yaitu al-Habib Umar
bin Muhammad bin Salim bin Hafidz. Darul Musthafa ini mula-mula berdiri pada
akhir tahun 1414 H yang bertepatan dengan tahun 1993 M di belakang kediaman al-
Habib Umar bin Hafidz di kota Tarim, Hadhramaut. Al-Habib Umar menyewa
murid.
Awal mulanya, murid itu terdiri dari lima murid yang berasal dari Yaman dan
selebihnya berasal dari Indonesia, diantaranya al-Habib Jindan bin Novel bin
33
Bentuk jama dari syeikh, yang berarti guru-guru.
34
Dengan santun dan bijak, serta berjalan di atas Thariqah Alawiyah.
24
Jindan,35 al-Habib Munzir bin Fuad al-Musawa,36 serta masih banyak lagi angkatan
pertama yang berasal dari Indonesia. Para murid yang berasal dari Indonesia
tersebut belajar di Darul Musthafa atas kehendak dan permintaan al-Habib Umar
sendiri ketika ia berkunjung ke Indonesia pada kali pertama atas undangan al-Habib
Anis bin Alwi bin Ali al-Habsyi, di Solo. Setelah beberapa persyaratan dipenuhi,
para santri awal dari Indonesia tersebut berangkat ke Tarim pada sekitar awal tahun
1994 M.
Yaman Utara dan Yaman Selatan. Meskipun begitu, para santri Darul Musthafa tetap
tekun belajar dalam kesederhanaan. Al-Habib Umar pun tetap mengajar para
muridnya mulai pagi hingga larut malam. Makanan yang dimakan al-Habib Umar
dan keluarganya sama dengan apa yang dimakan oleh murid-muridnya. Pada waktu
itu memang betul-betul hidup penuh kesederhanaan. Bahkan saat itu tidak ada aliran
Setelah jumlah murid bertambah, ruangan yang digunakan untuk belajar pun tidak
yang letaknya tidak jauh dari rumah al-Habib Umar bin Hafidz. Dengan
35
Da’I muda yang memiliki mobilitas tinggi dalam berdakwah dan sebagai pengasuh
pesantren al-Fachiriyyah al-Habib Salim bin Jindan, Ciledug, Tangerang.
36
Pengasuh Majelis Rasulullah Saw, Jakarta.
25
masjid Maula Aidid, hingga pesantren Darul Musthafa yang indah nan megah itu
selesai dibangun pada tahun 1417 H yang bertepatan pada bulan Mei 1997 M.37
pendidikan pesantren salaf yang berada di Indonesia pada umumnya. Hanya saja ada
beberapa inovasi yang berbeda untuk mencapai efisiensi pendidikan. Salah satunya
adalah pembelajaran tentang Thariqah Alawiyah. Dalam pesantren ini para murid
belajar kitab-kitab fikih, tarikh, nahwu, akidah, tahfidz Al-Qur’an, tafsir, matan,
hadits, serta tasawuf. Perlu diketahui bahwa di Darul Musthafa ini dakwah keluar
Lama belajar setiap murid rata-rata selama empat tahun, tanpa menganut sistem
kenaikan kelas. Para murid belajar secara berjenjang dengan cara memahami
beberapa kitab dibawah bimbingan para guru pengajar yang ahli dan memiliki sanad
keilmuan yang dapat dipertanggung jawabkan. Setelah diuji dan lulus, mereka baru
bisa melanjutkan ke kitab yang lebih sulit, jika tidak lulus dalam ujian, maka harus
mengulanginya kembali.
3. Universitas al-Ahgaff
dan resmi berdiri serta mulai membuka proses pendidikannya setelah mendapatkan
izin resmi dari pemerintah Yaman melalui ketetapan Menteri Pendidikan Yaman
37
Abdurrahman Baraqbah. Hadhramaut Bumi Sejuta Wali. Surabaya: Data Mustafa Press, h.
179.
26
nomor 05 tahun 1994 M. dan telah terdaftar sebagai anggota persatuan universitas
Arab.38 Dan sebagai pimpinan atau rector Universita al-Ahgaff yang sekarang adalah
Metode pengajaran yang diterapkan oleh Universitas al-Ahgaff selama ini adalah
sistem semester, jenjang pendidikan yang terdiri dari sepuluh semester dan bisa
ditempuh minimal lima tahun dan maksimal selama tujuh tahun untuk Fakultas
Syariah Wal Qanun, Fakultas Sastra. Serta Fakultas kajian Islam dan delapan tahun
untuk Fakultas Tekhnik, Fakultas Ekonomi, serta Fakultas Ilmu dan Tekhnologi.
Waktu kuliahnya adalah setiap hari selain hari Jum’at. Dimulai pukul delapan
pagi sampai jam satu siang dari paket mata kuliah yang sudah ditentukan oleh pihak
kuliah. Dan terkadang jadwal kuliah membengkak sampai sore hari atau malam hari
menurut kondisi.
38
Ittihad al-Jami al-Arabiyyah.
BAB III
lebih khusus lagi Hadhrami telah menjadi bidang kajian sangat menarik. Dalam satu
dasawarsa terakhir, sejumlah karya (disertasi maupun artikel) telah ditulis untuk
Bangsa yang baik adalah bangsa yang punya tradisi tulis-menulis (diantaranya,
tradisi menulis silsilah, wilayah yang pernah mereka datangi dan sebagainya) yang
kuat. Hadhrami, salah satu suku dari bangsa Arab, merupakan sebuah suku yang
Hadhrami yang melakukan diaspora. Dari tradisi tulis-menulis tersebut paling tidak
dapat mengetahui alasan detail mereka melakukan diaspora. misalnya ketika para
Hadhrami terpaksa meninggalkan tanah air mereka yang mana tanah yang miskin dan
1
Diaspora (Lihat Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, KBBI, ed.3, (Jakarta : Balai
Pustaka, 2005), h. 342.
27
28
gersang menjadi alasan kuat mereka pindah untuk mencari keberuntungan di kawasan
Begitu pula dengan sayyid (keturunan Nabi Muhammad), 2 mereka juga termasuk
yang ikut melakukan disapora. Nantinya para imigran ini banyak yang menjadi
pedagang, beberapa guru agama (ulama) dan ahli hukum, lainnya menjadi tentara
Para imigran Hadhrami tersebut biasanya bepergian ke wilayah baru tanpa istri
mereka dikenal sebagai muwwalad (istilah dalam bahasa Arab yang merupakan
bentuk jamak dari walada atau lahir, kalimat ini memiliki bentuk pelaku walad yang
artinya anak sedangkan bentuknya jamaknya adalah awlad atau anak-anak), istilah
yang juga diterapkan pada setiap Hadhrami yang lahir di luar negeri.4
Terlepas dari hal diatas, penting untuk dipahami bagaimana awalnya para Sayyid
bermigrasi dari Kota Tarim, yang awalnya dipelopori Sayyid Ahmad bin Isa Al
Muhajir. Ia beserta pengikutnya, datang dari Iraq dan mendirikan Rubath di Kota
Tarim. Kehadiran keturunan Nabi Muhammad di Kota Tarim tentu saja tidak terlepas
dari latar belakang sejarah hidup mereka, yang akhirnya membawa mereka untuk
2
Di Hadhramaut, kata Syarif sering digunakan sebagai kata sifat dengan makna „agung‟.
Dalam pengertian itulah kata itu ditambahkan pada gelar Sayyid, yaitu as-Sayid asy-Syarif atau „sayyid
yang agung‟. Kata sifat itu tidak ada kaitannya dengan gelar Syarif. Lihat L.W.C van den Berg. Orang
Arab di Nusantara. Jakarta : Komunitas Bambu, 2010, h. 33.
3
Para pendatang (Sayyid) yang datang dari Hadhramaut menikah dengan perempuan lokal.
Lihat Ho, Engseng, The Graves of Tarim: Genealogy and Mobility Across the Indian Ocean. Berkeley
: University California Press. 2006, h. 235.
4
Gavin, R. J. Aden under British rule, 1839–1967. London: Hurst. 1975, h. 198
29
Tarim, namun mereka tetap memilih berkunjung dan mendatangkan sejumlah barang
Kedatangan para Hadhrami yang dilahirkan di luar Kota Tarim pada dasarnya
memiliki dua tujuan utama, pertama, mengajarkan kepada mereka tempat di mana
kehidupan lokal di tempat mereka berasal. Dalam hal ini, mereka yang datang ke
Tarim menyesuaikan diri dengan lingkungan asal mereka, dari luar ke dalam,
sebagaimana mereka beradaptasi di wilayah yang mereka tempati, dari daerah tujuan
ke daerah asal. Tarim tidak lagi dilihat sebagai wilayah tujuan, sebagaimana
dilakukan oleh para sayyid pada abad dua belas, namun sebagai wilayah asal.7
telah dijelaskan di atas, tidak lah datang secara berbondong-bondong dengan seluruh
umumnya mereka datang bersamaan dengan para pedagang yang datang dari wilayah
lain. Dengan begitu penulis berasumsi bahwa kedatangan mereka adalah untuk
5
Hadhramaut sendiri konon diambil dari ucapan Nabi Hud ketika akan meninggal, yakni
„Hadara al Maut”, yang artinya telah datang maut (baca: malaikat maut), sehingga nama wilayah
tersebut dikenal dengan Hadhramaut. Lihat. Abdurrahman Baraqbah. Hadhramaut Bumi Sejuta Wali.
Surabaya: Data Mustafa Press, hal. 28.
6
Ho, Engseng, The Graves of Tarim: Genealogy and Mobility Across the Indian Ocean.
Berkeley : University California Press. 2006, h. 22
7
Ho, Engseng, The Graves of Tarim: Genealogy and Mobility Across the Indian Ocean.
Berkeley : University California Press. 2006, h. 23
30
menyebarkan agama Islam. Oleh karena itu sebagian besar Hadhrami bisa dikatakan
sebagai ulama.
Sebuah contoh yang luar biasa dari diaspora Hadrami adalah kemampuan orang
Hadrami mempertahankan rasa bangga dengan tanah air sekaligus rasa kesukuan
Para Hadhrami ini, dapat diumpamakan dengan seseorang yang berpijak pada dua
tanah, satu kaki berada di tanah asal mereka dan satu kaki lainnya berpijak di wilayah
Hadhramaut untuk kembali ke sana menuntut ilmu, bahkan sampai kembali menetap
di Yaman
Meskipun mereka telah berasimilasi dengan penduduk lokal, para Hadhrami ini
tetap menjalin hubungan dengan daerah asal mereka dan sedapat mungkin
mempertahankan hubungan genealogis serta gaya hidup dengan wilayah asal mereka.
lokal kosmopolitan. Kaum kosmopolit lokal ini tentunya berbeda dengan penduduk
31
lokal. Perbedaan ini muncul sebagai akibat dari keterkaitan erat dengan wilayah asal
Engseng Ho sendiri merujuk pada dua teks yang dibuat di Gujarat dan Mekkah.
Salah satu teks berjudul “The Traveling Light: Account of the Tenth Century”, karya
Abdul Qadir al-Aydrus dan “, karya Muhammad bin Abi Bakr al-Shilli. Dalam teks-
bertahan dalam suatu lingkungan. Teks-teks ini menjadi contoh dari hibridisasi,
dikarenakan isi dari teks ini yang sangat beragam. Teks ini tidak semata-mata hanya
historis, namun juga cerita-cerita sosial, budaya, hukum dan lain sebagainya.9
Marga bagi para Hadhrami menjadi salah satu penanda penting identitas mereka,
nama yang digunakan seringkali berulang dalam sebuah siklus, maupun kesamaan
dengan saudara-saudara mereka di luar sana. Persoalan nama adalah persoalan yang
dirinya ketimbang masyarakat lokal. Para Hadhrami ini sejak dahulu gemar
8
Idrus Alwi al-Mansyhur. Sejarah Silsilah Dan Gelar Keturunan Nabi Muhammad Saw.
Jakarta: Sanaz Publishing. 2002, h. 39.
9
Ho, Engseng. The Graves of Tarim: Genealogy and Mobility Across the Indian Ocean.
Berkeley : University California Press. 2006, h. 117.
32
melakukan perjalanan dengan tidak membawa istri dan anak-anak mereka, oleh
karenanya tidak sedikit dari mereka yang memiliki istri lebih dari satu dan setiap anak
yang lahir dari rahim perempuan lokal yang dibuahi oleh laki-laki Hadhrami akan
memiliki hubungan genealogis yang sama dengan ayahnya. Dengan begitu anak-anak
ini memiliki dua tipe hubungan yang saling terpaut: mereka sebagai anak-anak lokal
karena dilahirkan oleh ibu yang lokal pula, sekaligus menjadi kosmopolit karena ayah
mereka.
Para Hadhrami yang melakukan perjalanan tidak hanya membawa agama mereka,
namun juga kebudayaan yang mereka miliki. Perjalanan mereka tidak hanya
berpengaruh pada ruang dan waktu, namun juga merubah konsepsi mengenai ruang
penting dalam usaha menyebarkan agama Islam pada awal abad ke 7 M melalui
motivasi dakwah Islam serta beberapa tekanan utama yang memaksa kepindahan
10
Ho, Engseng. The Graves of Tarim: Genealogy and Mobility Across the Indian Ocean.
Berkeley: University California Press, 2006, h. 32.
11
Noryati Abdul Samad, Hadhrami Arab di Asia Tenggara: Sebuah Pengantar. Hadhrami
Arab di Asia Tenggara Dengan Referensi Khusus ke Singapura: Sebuah Catatan Bibliografi. Singapore
National Library Board, h. 8.
33
Hadhrami melakukan Islamisasi melalui perdagangan dengan cara menjual hasil bumi
seperti; ikan kering, batu permata, besi yang berkualitas dan kulit binatang. Istilah
masyarakat Arab ini mempunyai sejarah yang panjang, letaknya yang berdekatan
juga didukung oleh jati diri mereka yang dibentuk oleh kehidupan sehari-hari sewaktu
berada di Hadhramaut. Para peneliti sejarah mengenai pola dan budaya bisnis Arab
masing. Bagi golongan menengah misalnya, mata pencaharian hidup mereka sehari-
hari mengandalkan perdagangan dan industry. Adapun bagi golongan sayyid dan
sementara suku Badui menghidupi diri dengan berburu dan berternak. Hasil pertanian
dan produk industri untuk diperdagangkan ini kemudian dijual di Seiwun, sebuah
kota yang memiliki pasar serta dibuka setiap kali setelah shalat Jumat di dekat
12
Omar Khulaidi, The Arabs of Hadramawt in Hyderabad in Mediaeval Deccan History.
Bombay: Popular Prakashan. 1996, h. 65.
13
Mahyuddin Hj. Yahya. Sejarah orang Syed di Pahang. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan
Pustaka. 1942 , h. 4.
34
lapangan besar di depan masjid. Lokasi yang strategis di tanah lapang yang terbesar
dan fasilitas prasarana yang baik, membuat pasar itu tersohor di kalangan pedagang
di daerah Hadhramaut sampai ke negeri Yaman di sebelah Barat dan Oman di sebelah
Timur. Perdagangan melalui jalan laut pula lebih aktif ketika dilakukan dengan kapal-
kapal buatan Eropa dan kapal-kapal buatan Arab. Semua ini dilakukan di sepanjang
Pantai Timur Afrika, Laut Merah, Teluk Persia, India dan pantai selatan Arab
khususnya pelabuhan Maskat, Zafar dan Aden. Hasil bumi yang diperdagangkan
masyarakat Arab Hadhrami terhadap ilmu perdagangan dan agama menjadi faktor
yang mendorong mereka untuk bermigrasi keluar. Migrasi yang dilakukan Arab
orang Belanda. Bukti kongkritnya yakni, risalah Islam yang dibawa telah dilihat
14
Abdurrahman Baraqbah. Hadhramaut Bumi Sejuta Wali. Surabaya: Data Mustafa Press, h.
23
15
Muzafar Dato Hj Mohamad. Peranan Ahlul Bayt dalam Pemerintahan Islam di Nusantara.
Kertas Kerja Seminar Majlis Ijtimak Ulama Pondok Senusantara Ke-2 di Kampung Baru Jenderam
Hilir, Selangor, 12 – 14 April 2007, h. 5-6.
35
Arab dari keluarga al-Shihab berhasil mendirikan Kesultanan Siak pada tahun 1782
Jumlah migrasi masyarakat Arab Hadhrami semakin bertambah pada abad ke-
18M. tentunya kehadiran mereka mampu memberikan dampak yang besar terhadap
pekembangan Islam di wilayah baru yang mereka huni. Dibawah ini penulis akan
1. Di Asia Tenggara
sejak awal abad ke-12, sejak kedatangan Ulama Ba‟alawi dari marga Shihab ke Siak
yang kemudian menjadi sultan di sana; ulama dari nasab Balfaqih ke Mindanau,
Filiphina; ulama nasab Jamal al-Lail ke Perlis, yang salah satu keturunannya pernah
terima dengan tangan terbuka bahkan mendapat tempat yang khusus dalam
Khususnya di Nusantara pada abad ke- 15, waktu berakhirnya kejayaan Kerajaan
Majapahit, di Jawa Tengah sudah ada penduduk Hadhrami. Orang Hadhrami pada
16
A. Shihabuddin. Membongkar Kejumudan Menjawab Tuduhan-Tuduhan Wahhabi Salafi.
Jakarta: PT Mizan Publika. 2013, h. 480.
17
Van den Berg, L.W.C. Hadramaut dan Koloni Arab di Nusantara. Jakarta: INIS (INIS
Series Volume III). 1989. h., 6
36
masa itu sudah bercampur dengan penduduk setempat, bahkan sebagian di antaranya
Dengan kedudukan itu mereka sudah terikat dengan tata cara pergaulan dan
kekerabatan, bahkan banyak petinggi Hindu yang sudah meniru adat istiadat
kebiasaan orang Arab, yang mereka terima begitu saja karena yakin kebiasaan itu
berasal dari keturunan Rasulullah Saw. Pada waktu itu orang-orang Arab
Hadhramaut, sudah berhasil menanamkan pemikiran baru kepada orang Hindu yang
dikemukakan Van Den Berg diatas adalah gambaran masa kehadiran walisongo di
Disamping itu menurut Ambarak A. Bazher dalam bukunya Sejarah Masuk dan
Berkembangnya Islam di Timor Timur, “Orang Arab Hadhramaut sudah lebih dulu
tinggal di Timur Leste jauh sebelum kedatangan orang-orang Portugis di sana. karena
kolonial tersebut pada tahun 1512 dipimpin oleh seorang Arab Hadhramaut yang
18
Natalie Mobini Kesheh. Kebangkitan Hadhrami di Indonesia. Jakarta: Akbar Media Eka
Sarana. 2007, h. 38
19
Berdasarkan catatan Naqoba; Asyrof Al Kubro, kecuali Sunan Kali Jaga yang masih
kontroversi, seluruh walisongo berasal dari keturunan Alawiyin dari nasab Abdul Malik atau Azmat
Khan.
20
Ambarak A. Bazher. Islam Timor Timur. Jakarta: Gema Insani Press. 1995, h. 28.
37
Pada awal abad ke-18, terjadi kedatangan orang Hadhramaut gelombang kedua,
yang terdiri dari marga Assegaf, al-Habsyi, Alaydrus, Alatas, al-Jufri, Syihab,
Basyaiban yang tiba di Cirebon dan kemudian menikah dengan puteri Sultan Cirebon.
Dari pernikahannya tersebut lahir dua orang putera yaitu, Sayyid Sulaiman bergelar
“Kyai Mas Mojo Agung” dan Sayyid Abdurrahim yang bergelar Kyai Mas”.Semula
Di Kerajaan Jambi dan Aceh juga terdapat banyak keturunan nasab Baraqbah, al-
Jufri dan Jamal al-Lail. Namun seiring dengan berjalannya waktu, nasab-nasab ini
hilang karena banyak yang tidak menggunakannya lagi. Pendiri Kesultanan Siak
adalah Sayyid Ali bin Utsman bin Syihab, dan Kesultanan Pahlawan didirikan oleh
Pada gelombang pertama dan kedua mayoritas golongan Habaib atau Sayyid yang
misi utamanya dakwah menyebar luaskan agama Islam, maka kedatangan gelombang
ketiga mayoritas non Habaib yang disebut Ghabili21, yang lebih banyak bertujuan
Van Den Berg dalam bukunya Hadramaut dan Koloni Arab di Nusantara (1989),
mengatakan bahwa orang Hadhramaut non Habaib, sudah mulai menetap di Pulau
Jawa pada tahun 1820. Sekalipun demikian, sebelum tahun 1859 data jumlah
21
Dari kata Qaba’il, Kabilah yang berarti suku.
38
Hadhrami di Nusantara tidak jelas, karena sering keliru dengan orang India dan orang
Asosiasi Singapura dengan bangsa Arab dapat ditelusuri pada tahun 1819, ketika
mereka pertama kali tiba. Sebagian besar orang Arab yang menetap di Asia Tenggara
Yaman), dan dikenal sebagai Hadhrami. Pengaruh budaya Arab dan adat istiadat
melayu lokal telah banyak bercampur.Banyak orang Melayu keturunan migran Arab
keluarga yang yang disegani di wilayah Asia Tenggara - misalnya Alattas, Aljunied,
Alhaddad, Alkaff dan Alsagoff. Oleh karena itu di Singapura, seperti pada negara-
negara Asia Tenggara lainnya, hampir semua migran Arab ke pulau tersebut itu
Syekh Omar Aljunied lahir di Kota Tarim, Hadhramaut.Tidak ada catatan untuk
memperkirakan terjadi pada akhir abad ke-18. Dia mempunyai dua saudara, Ahmad
dan Abdullah.Ia menikah dengan seorang wanita dari keluarga Alkaff, Sharifah
'Alwiyah binti Abdullah dan mereka memiliki dua anak perempuan dan lima anak
22
F. Ulrike, Pedagang Arab di Singapura. Leiden: KITLV Press, 2002, h. 113.
39
Sebelum Sir Stamford Raffles memimpin Singapura, paman Syekh Omar yakni
Syekh Mohamad bin Haroon Aljunied telah membuktikan dirinya sebagai pedagang
untuk mendirikan bisnis di Singapura dan memberikan modal baru yang dibutuhkan.
Tertarik dengan berita ini Syekh Mohammad berlayar dari Palembang ke Singapura,
ia memilih Singapura karena pada saat itu Indonesia dijajah oleh Belanda yang
1819.23
yakni Syekh Omar mengambil tanggung jawab untuk menjaga bisnisnya dan
mengelola kekayaannya serta merawat putranya yang masih kecil, yakni Syekh Ali
Samudera Hindia telah menghasilkan penelitian yang menarik dari sejarah, posisi,
dan peran Hadramaut dalam situasi berbeda yang membentang dari Afrika Timur ke
Secara bersama, penelitian ini menunjukkan bahwa migran dari wilayah Arab
23
C. M. Turnbull, A History of Singapore 1819-1988. New York: Oxford University
Press, 1996, h. 14.
24
Linda Boxberger, On the Edge of Empire Hadhramaut, Emigration and the Indian Ocean
1880s – 1930s. New York: State University of New York Press, 2002, h. 19.
40
fleksibel, dan tangguh dalam berbagai periode dan telah terbukti sukses di arena
Tanzania, Kenya, Zanzibar dan Kepulauan Comoros. Aliran pemikiran fiqih dan
tasawuf Islam kawasan tersebut banyak dipengaruhi oleh saudagar dan Sayyid
Ba‟alawi Hadhramaut.
Golongan ini amat terkenal sebagai pembawa risalah Islam di kota-kota pesisir,
terkenal di pulau Zanzibar dan tanah semenanjung Afrika ialah Syekh Ahmad bin
Smith (qadi Zanzibar) dan Syekh Abdullah Bin Kathir (pengasas Madrasah Ba
terbaik kepada sistem pendidikan sekular penjajah British pada zaman tersebut.25
awal ini.Yang tercatat hanyalah generasi baru yang berhijrah setelah kemunculan
Kesultanan Oman dan Zanzibar seperti Syekh Ahmad bin Smith sendiri.26
25
August H. Nimtz, Islam and Politics in East Africa. The Sufi Order in Tanzania. University
of Minnesota Press, 1980. h. 90
26
Anne K. Bang, Sufis and Scholars of the Sea. Family Networks in East Africa 1860-
1925. Library of Congress Cataloging in Publication Data, 2003. h,. 81
41
Posisi mereka sangat berpengaruh walaupun bukan penduduk asal Afrika Timur.
undang di Afrika Timur ialah penekanan mereka terhadap pendidikan agama dan
amalan-amalan bersanad dari Nabi yang diwarisi secara turun-temurun dalam ruang
lingkup tradisi Sunni. Selain itu, mereka menguasai ekonomi melalui jaringan
sayyid. Hal ini dilihat melalui usaha mencatat genealogi yang teliti dan dijaga rapi,
Selesainya, dakwah Islam di Afrika Timur dipimpin oleh ulama sufi Alawiyyin
dari Hadramaut seperti juga yang terjadi di Tanah Melayu suatu ketika dahulu. Situasi
di Afrika Timur sedikit berbeda dengan sebelah barat kerana Islam sudah lama
madrasah.
Sayyid Abdul Malik dikenal dengan gelar "Al-Muhajir Ilallah", karena beliau
hijrah dari Hadhramaut ke India untuk berda'wah, sebagaimana kakek beliau, Sayyid
Ahmad bin Isa, digelari seperti itu karena beliau hijrah dari Iraq ke Hadhramaut untuk
42
berdakwah. Sayyid Abdul Malik Bin Alwi lahir di Kota Qasam, sebuah kota di
Ayah dari Al-Imam Abdul Malik Azmatkhan adalah Al-Imam Alawi Ammul
Faqih bin Muhammad lahir di Tarim. Beliau adalah seorang ulama besar, pemimpin
kaum Arifin, hafal al-Qur‟an, selalu menjaga lidahnya dari kata-kata yang tidak
senyum. Imam Alwi bin Muhammad dididik oleh ayahnya dan belajar kepada
beberapa ulama, di antaranya Syaikh Salim Bafadhal, Sayid Salim bin Basri, Syaikh
Ali bin Ibrahim al-Khatib. Beliau wafat pada hari Senin bulan Zulqaidah tahun 613
dari kaum Alawiyyin. Di India, beliau bermukim di Kota Nashr Abad. Beliau
mempunyai beberapa anak laki-laki dan perempuan, di antaranya ialah Sayyid Amir
Khan abdullah bin Sayyid Abdul Malik, yang lahir di Kota Nashr Abad, ada juga
yang mengatakan bahwa beliau lahir di sebuah desa di dekat Kota Nashr Abad.
Beliau adalah putra kedua dari Sayyid Abdul Malik". Nama putra Sayyid abdul Malik
gelar yang kurang tepat, adapun yang benar adalah Al-Amir Abdullah Azmat Khan.
Al-Amir adalah gelar utuk pejabat wilayah. Sedangkan, Azmat Khan adalah marga
27
Al-Husaini, H.M.H. Al-Hamid, Pembahasan Tuntas Perihal Khilafiyah. Jakarta: Pustaka
Hidayah. 2013, h. 32
43
beliau mengikuti gelar Ayahanda.Istri dari Imam Abdul Malik Azmatkhan adalah
Putri Raja Kesultanan Islam Nasarabad India Lama, yang bernama Ummu Abdillah.
Sebagian orang ada yang menulis "Abdullah Khan", mungkin hanya akan
mengingat "Khan" nya saja, karena marga "khan" (tanpa Azmat) memang populer
sebagai marga bangsawan di kalangan orang India dan Pakistan. Maka penulisan
"Abdullah Khan" itu kurang tepat, karena "Khan" adalah marga bangsawan Pakistan
asli, bukan marga beliau yang merupakan pecahan dari marga Ba'alawi, atau Al-
Alawi Al-Husaini. Ada yang berkata bahwa di India, mereka juga menulis Al-Khan,
namun yang tertulis dalam buku nasab Alawiyyin adalah Azmat Khan, bukan Al-
Sayyid Abdullah Azmat Khan pernah menjabat sebagai Pejabat Diplomasi Kerajaan
India, beliau pun memanfaatkan jabatan itu untuk menyebarkan Islam ke berbagai
negeri.
persaingan itu tidak lain adalah persaingan di dalam memperkenalkan sebuah budaya.
budaya barat.Sampai saat ini, sejarah tertua yang didapat tentang penyebaran Islam di
Cina adalah cerita Sayyid Abdullah. Maka, bisa jadi beliau adalah penyebar Islam
28
Penelitian Sayyid Zain bin Abdullah Alkaf yang dikutip dalam buku Khidmatul „Asyirah
karangan Habib Ahmad bin Abdullah bin Muhsin Assegaf; membenarkan nasab jalur Azmatkhan.
44
pertama di Cina, sebagaimana beberapa anggota Wali Songo yang masih cucu-cucu
Syah Maulana Ahmad". Nama beliau adalah Ahmad, adapun "Al-Amir Al-
sedangkan "Syah" adalah gelar berbahasa Urdu untuk seorang raja, bangsawan dan
pemimpin, sementara "Maulana" adalah gelar yang dipakai oleh muslimin India
29
Menurut Ad-Dawudi dalam Kitab Umdatut Thalib berkta, “”Al-Azmatkhan adalah fam
yang dinisbatkhan kepada Al-Imam As-Sayyid Abdul Malik Azmatkhan bin „Alawi „Ammil Faqih,
dan keturunannya masih ada sampai sekarang ini melalui jalur Walisongo di Jawa”
30
Al-Husaini, H.M.H. Al-Hamid, Pembahasan Tuntas Perihal Khilafiyah. Jakarta: Pustaka
Hidayah. 2013, h. 65
BAB IV
dalam konteks studi keislaman tak diragukan lagi keabsahannya. Alasannya, kedua
kota tersebut merupakan tempat dimana Islam pertama kali muncul dan berkembang
dalam bentuknya yang paling awal. Sehingga, ilmu yang diperoleh di Mekkah-
Madinah dipandang lebih tinggi nilainya daripada ilmu yang diperoleh di pusat-pusat
Lebih jauh lagi, kedatangan dan kepergian jamaah haji setiap tahunnya membuat
Mekkah dan Madinah menjadi melting pot terbesar umat muslim dari berbagai
penjuru dunia saat itu. Selain itu, Mekkah-Madinah adalah pusat intelektual dunia
Islam. Para ulama, sufi, filusuf, penyair, pengusaha dan sejarawan Muslim bertemu
madrasah, rubath, dan bahkan di rumah syekh. Hal ini jelas terlihat khususnya di
1
Belajar Islam di Timur Tengah. Departemen Agama, h. 25.
45
46
ulama ektensif.
Tidak ragu lagi kedua masjid suci di Mekkah dan Madinah merupakan kiblat
utama bagi para ulama yang terlibat dalam jaringan ulama sejak dasawarsa terakhir
abad ke-15. Selain itu, jumlah madrasah dan rubath terus meningkat setelah madrasah
pertama dan kedua di Mekkah dibangun pada 571/1175 dan 579/1183. Selain itu,
kedua masjid utama tersebut tetap menjadi pelengkap yang vital bagi dunia keilmuan
di Tanah Suci.
Madrasah-madrasah itu juga mempunyai kurikulum sendiri, dan bahkan kuota murid-
murid dan alokasi waktu belajar sesuai dengan mazhab masing-masing. Buktinya
dapat dilihat dari kasus madrasah-madrasah yang mempunyai empat bagian sesuai
mempunyai kuota sebanyak 20 murid untuk setiap mazhab. Murid-murid Syafi‟i dan
Hanafi belajar pada di pagi hari, sementara murid-murid Maliki dan Hanbali belajar
pada sore hari. Pengaturan yang sama juga diterapkan pada madrasah-madrasah
Sulaymaniyah.2
Lalu, ulama yang mengajar di masjid suci Mekkah dan Madinah juga sering
2
Azyumardi Azra. Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepualauan Nusantara abad XVII &
XVIII. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, h. 76.
47
tertulis, tetapi tidak jarang pula mereka menulis buku yang berusaha menjawab
persoalan secara terperinci. Ditambah, terdapat juga jenis-jenis ceramah yang sifatnya
dialog. Misalnya seperti kasus Jamal al-Din al-Zhahinah yang menerima ratusan
Peranan penting yang dimainkan ulama al-Masjid al-Haram dan al-Masjid al-
Nabawi dalam hubungannya dengan kaum Muslim juga menjadi ciri yang cukup
Beberapa ulama terkemuka Haramayn pada abad ke- 17 menulis buku-buku untuk
Indonesia-Melayu. Kemudian menjelang akhir abad ke- 17, Kepala Qadhi Mekkah
Aceh dengan alasan bahwa sebuah Negara Islam haruslah tidak diperintah seorang
perempuan.4
Paling tidak terdapat satu pertanyaan yang perlu diajukan dalam kasus ini. Yaitu,
bagaimana ulama yang datang dari berbagai tempat di Dunia Muslim mampu
3
Azyumardi Azra. Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepualauan Nusantara abad XVII &
XVIII. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, h. 78.
4
Lihat R.H. Djajadiningrat, Kesultanan Aceh: Suatu Pembahasan tentang Sejarah
Kesultanan Aceh Berdasarkan Bahan-bahan yang terdapat dalam Karya Melayu, terj. Teuku Hamid,
Banda Aceh: Depdikbud, 1982-3, 60. Lihat pula D. Crecellius dan E.A. Beardow, “A Reputed
Sarakata of the Jamal al-Layl Dynasty”, JMBRAS, 52, II (1979), h.54. Lihat Azyumardi Azra. Jaringan
Ulama Timur Tengah dan Kepualauan Nusantara abad XVII & XVIII. Jakarta: Kencana Prenada
Media Group, h. 79.
48
institusi ini, setiap guru diwajibkan mempunyai ijazah (sertifikasi), yang menjelaskan
rantai otoritas yang menunjukan hubungan yang tidak terputus antara guru dan murid
dalam transmisi kitab-kitab atau ajaran tertentu. Ijazah biasanya dikeluarkan oleh
guru yang diakui kewenangannya kepada murid setelah yang terakhir ini belajar
dengannya.5
tidak hanya pada pengelolaan kedua masjid suci, tetapi juga atas kehidupan
birokrasi itu adalah Qadhi sering pula disebut Qadhi al-Qudha (Kepala Qadhi) yang
masing-masing mewakili mazhab Sunni. Kelihatan sebelum masa Utsmani, Qadhi al-
Qudha juga memegang kedudukan Mufti. Di bawah posisi ini adalah dua Syeikh al-
Nabawi. Di Mekkah dan Madinah terdapat pula Syekh al-Ulama yang bertugas
yang mana pada waktu itu Ibn Jubayr di Mekkah pada 579-80/1183-4, dia
5
Azyumardi Azra. Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepualauan Nusantara abad XVII &
XVIII. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, h. 79.
6
Azyumardi Azra. Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepualauan Nusantara abad XVII &
XVIII. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, h. 80.
49
dalam halaqah mengelilingi guru dan orang berilmu lainya. Sayangnya Ibn Jubayr
Mekkah.7
melakukan ibadah.
Ibnu Bathuthah yang mengunjungi Mekkah dan melaksanakan haji tiga kali
dalam rentang tahun 728/1326 dan 756/1355, memberi gambaran lengkap tentang
keilmuan dan sketsa biografi sejumlah ulama terkemuka di kota ini. Selama di
Mekkah, pada mulanya dia tinggal di Ribath al-Muwaffaq yang terletak di sisi barat
daya atau Pintu Ibrahim, al-Masjid al-Haram. Belakangan, dia pindah ke kompleks
mengamati lebih dekat kegiatan keilmuan yang diselenggarakan disitu, dalam musim
haji sekalipun.8
7
Azyumardi Azra. Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepualauan Nusantara abad XVII &
XVIII. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, h. 82.
8
Azyumardi Azra. Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepualauan Nusantara abad XVII &
XVIII. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, h. 82.
50
ulama terkemuka yang memegang berbagai pos di al-Masjid al-Haram, dia tidak
hari, setelah salat Subuh, Asar, Magrib, dan Isya. Selama siang hari kegiatan
Syah sebagai qadhi dan mengajar mazhab Maliki.10 Terdapat beberapa ulama
terkemuka Mekkah yang pernah belajar di madrasah ini. Di antaranya adalah Qadhi
1422), yang pernah belajar doktrin mazhab Hanafi di Madrasah A‟zham Syah dan
9
Azyumardi Azra. Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepualauan Nusantara abad XVII &
XVIII. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, h. 83.
10
Al-Fasi terutama dikenal sebagai sejarawan terkemuka di Mekkah, tetapi ia juga alim. Dia
belajar hampir di seluruh pusat pengajaran di Timur Tengah, termasuk Kairo, Baghdad, Damaskus,
dan beberapa kota di Yaman. Jumlah syekh atau gurunya mencapai dilaporkan hampir mencapai 500
orang.Di antara guru dan temannya di Kairo adalah muhadis besar Ibn Hajar al-Asqalani dan Syihab
al-Din al-Ramli.Ada yang mengatakan al-Fasi bertemu dengan sejarawan Ibn al-Khaldun dan Taqi al-
Din al-Maqrizi Mesir.Lihat autobiografinya dalam al-Iqd al-Tsamin, I, 331-63. Lihat pula Ibn Fahd,
Akhbar Umm al-Qura, III, 485; W.G Milward, “Taqi al-Din al-Fasis Sources for the History of Mecca
from the fourth to Ninth Centuries A.H.”, dalam Sources for the History of Arabia, Riyadh: Riyadh
University Press, 1979, Bagian 2,37-49. Lihat Azyumardi Azra. Jaringan Ulama Timur Tengah dan
Kepualauan Nusantara abad XVII & XVIII. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, h. 84.
51
ulama di Mekkah Arab non-Hijaz, dan hanya seorang yang berasal dari wilayah timur
Dunia Muslim, yakni Anak Benua India. Dari hal tersebut dapat kita asumsikan
bahwa Ibn Bathuthah mengenal hanya ulama yang terkenal dan kebetulan bertemu
Kebanyakan dari mereka bukan penduduk asli Hijaz. Menengok sekali lagi ke
catatan-catatan Ibn Bathuthah, dari 15 ulama yang disebutkannya, tak seorang pun
penduduk asli Madinah. Kebanyakan mereka (lima orang) berasal dari Mesir, dan
Yaman. Sisanya datang dari Andalusia dam wilayah-wilayah lain di Timur Tengah.
Tak seorang pun datang dari wilayah Timur. Perlu diingatkan kembali, Ibn Bathuthah
di Madinah hanya selama empat hari, karenanya, dia tidak dapat diharapkan bisa
Madinah sejak awal Islam. Tetapi daftar ulama yang ia catat lebih banyak lagi ulama
non Hijaz yang bermukim dan mengajar di Madinah pada abad ke-15. Kebanyakan
Mesir, Afrika Utara, Andalusia, Anatolia, Persia, Suriah, dan Irak. Kita hanya
Beberapa nama ulama Madinah yang berasal dari Yaman yang pertama adalah
Habib Alwi bin Thahir Al-Haddad bin Abdullah bin Thaha Abdullah bin Umar bin
Alwi bin Muhammad bin Alwi bin Ahmad bin Abu Bakar Abu Thahir Alawi asy-
Syarif al-Huseini, yang lahir di Hadhramaut pada tahun 14 Syawal 1301 H (30
Agustus 1884).12
Sejak kecil beliau memang sudah bercita-cita menjadi ulama. Itu sebabnya beliau
sangat teguh dan rajin menuntut ilmu serta berguru kepada para ulama besar juga,
sehingga mampu menguasai berbagai ilmu naqli (berdasarkan Al-Qur'an dan sunnah)
dan aqli (berdasarkan akal). Beliau bahkan mampu melakukan istinbat13dan ijtihad
(penggalian hukum syari'at yang belum tertera dalam Al-Qur'an dan Sunnah) yang
sangat cermat.14
berguru kepada para ulama seperti Habib Ahmad bin Hasan Al-Aththas, Habib
Thahir bin Umar Al-Haddad dan Habib Muhammad bin Thahir Al-Haddad.
Disamping itu, beliau juga berguru kepada Sayyid Alwi Al-Haddad, Habib Thahir
bin Abi Bakar Al-Haddad, masih banyak guru yang mewariskan ilmu kepadanya,
11
Azyumardi Azra. Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepualauan Nusantara abad XVII &
XVIII. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, h. 88.
12
Al-Kisah No.24 / Tahun IV / 20 November-3 Disember 2006
13
Proses penggalian hukum islam
14
Al-Kisah No.24 / Tahun IV / 20 November-3 Disember 2006
53
seperti Al-Mu'ammar Sirajuddin Umar bin Uthman bin Muhammad Ba Uthman Al-
Amudi ash-Siddiq al-Bakari dan Sayyid Abdur Rahman bin Sulaiman Al-Ahdal.15
Setelah itu beliau pindah ke Mekkah-Madinah untuk belajar dan mengajar disana,
Kenya, Indonesia, dan terakhir Malaysia. Pada 14 November 1962 (1382 H) Habib
Ulama Yaman yang kedua adalah Habib Muhammad bin Abdullah al-Haddar,
beliau lahir di desa „Azzah, dekat Kota Baidha di utara Yaman, pada tahun 1340
H/1921 M. Ayah beliau adalah al-Habib Abdullah dan ibu beliau adalah Hababah Nur
binti Abdullah Ba Sahi, seorang wanita shalihah yang dikenal karena amal dan
kelaparan, terutama pada saat bencana kelaparan di Yaman selama Perang Dunia
Kedua.
Pada masa kecilnya, Habib Muhammad al-Haddar belajar al-Quran dan ilmu-ilmu
dasar agama dari ayahandanya sendiri dan para ulama Baidha. Semangat dan haus
akan pencarian ilmu mendorongnya untuk melakukan perjalanan ke Tarim pada usia
17 tahun. Setelah melakukan perjalanan dengan perahu layar dari pelabuhan Aden ke
al-Mukalla, dengan terpaksa beliau harus menghentikan langkahnya. Karena masa itu
di tempat yang akan dituju beliau sedang terjadi pertikaian politik dan dihimbau
15
Al-Kisah No.24 / Tahun IV / 20 November-3 Disember 2006.
16
Al-Kisah No.24 / Tahun IV / 20 November-3 Disember 2006.
54
untuk kembali ke rumah. Namun dengan semangatnya yang tinggi, beliau pun tidak
belajar di Rubath Tarim dengan usaha yang sangat gigih. Kegigihan itu tergambarkan
pelajaran itu dengan membacanya. Diantara guru-guru beliau, Habib Alwi bin
Abdullah Shihabuddin, Habib Ja‟far bin Ahmad Alaydrus, Asy-Syaikh Mahfudz bin
Salim az-Zubaidi.
Pada tahun 1375 H/1955 M, beliau melakukan haji untuk yang kedua kalinya,
setelah melakukannya yang pertama pada tahun 1365/1945 M. Disamping berhaji, tak
lupa beliau mengambil ilmu dari para ulama Hijaz. Diantaranya beliau belajar kepada
al-Muhaddits as-Sayyid Alwi bin Abbas al-Maliki al-Hasani. Kemudian, Pada tahun
1370 H/1950 M, beliau melakukan perjalanan ke Somalia dan menjadi imam Masjid
Mirwas di Mogadishu. Akhirnya beliau menetap di sana selama satu tahun setengah.
Selain itu, kesibukan beliau di sana adalah istiqamah mengajar dan mengawasi
Irak, dan akhirnya beliau pindah ke Mekkah. Beliau juga sering ke Jeddah untuk
menghadiri pertemuan dari Habib `Abd al-Qadir al Saqqaf dan juga akan menghadiri
pertemuan Habib` Attas al-Habashi di Mekah. Pada tanggal 8 Rabiul Akhir, beliau
55
Ulama Yaman yang ketiga al-Habib Abdul Qadir bin Ahmad bin „Abdurrahman
bin „Ali bin „Umar bin Saqqaf bin Muhammad bin „Umar bin Thoha as-Saqqaf.
Beliau dilahirkan di kota Seiyun, Hadhramaut pada bulan Jumadil akhir 1331H/Mei
1911. Namun, ketika rezim Sosialis di Yaman Selatan mulai menganiaya ulama
beliau meninggalkan Yaman pada 1393 H, Beliau pertama kali hijrah ke Singapura
dan kemudian ke Indonesia. Kemudian beliau menuju Hijaz, dan seterusnya beliau
banyak ulama dan pengunjung. Habib Abdul Qadir as-Saqqaf wafat pada tanggal 19
Ulama Yaman yang keempat dan kelima adalah Habib Salim bin Abdullah asy-
Syathiri Habib Zain bin Smith, mereka berdua mengajar di rubath di Madinah selama
dua belas tahun.18 Kemudian Habib Salim asy-Syathiri kembali ke Tarim untuk
mengurus rubath Tarim setelah dibuka kembali. Sedangkan Habib Zain tetap
mengajar dan memberikan bimbingan di rubath Madinah. Dalam hal ini penulis
tertarik untuk lebih jauh membahas Habib Zain bin Smith profil dan kontribusinya di
Madinah.
17
http://www.banialawi.com/v1/index.php/al-habib-abdul-qadir-al-saggaf/biography
18
Al-Kisah No. 15/25 Juli-7 Agustus 2011.
56
Nama dan nasab Habib Zain bin Smith19 adalah al-„Allamah al-Muhaqqiq al-
Muhammad Zain bin Ibrahim bin Zain bin Muhammad bin Zain bin Abdurrahman
bin Ahmad bin Abdurrahman bin Ali bin Salim bin Abdullah bin Muhammad
Sumaith (Smith) bin Ali bin Abdurrahman bin Ahmad bin Alwi bin Ahmad bin
Mirbath bin Ali bin Alwi bin Muhammad bin Alwi bin Ubaidillah bin Ahmad al-
Muhajir Ilallah bin Isa ar-Rumi bin Muhammad an-Naqib bin Ali al-Uraidhi bin Jafar
ash-Shadiq bin Muhammad al-Baqir bin Ali Zainal „Abidin bin Sayyidina al-Husain
bin Imam Ali bin Abi Thalib dan Sayyidah Fathimah az-Zahrah binti Rasulullah.
Jadi beliau adalah seorang sayyid dari Ahlulbait, keturunan al-Husain, cucu
Rasulullah Saw, dari keturunan Alwi, cucu Imam al-Muhajir.21 Beliau bermadzhab
Syafi‟I, beraqidah Sunni, dan beraliran salafi (yang dimaksud adalah mengikuti as-
Salafush-Shalih, bukan pengikut ajaran Ibnu Taimiyah yang terkadang juga disebut
salafi, penj), dengan mengikuti thariqah pada datuknya di Hadhramaut dari keluarga
Sadah Ba‟alawi.
19
Sumber-sumber riwayat hidupnya adalah Qabasat an-Nur karya al-Habib Abu Bakar al-
Mayhur halaman 189-196, riwayat hidup singkat beliau yang ditulis oleh putranya, Sayyid Muhammad
dalam mukadimah kita al-Fuyudhat ar-Rabbaniyyah min Anfas as-Sadah al-Alawiyyah karya
pengarang halaman 8-9, catatan sanad-sanad dan guru-guru beliau. Selain dari sumber-sumber
tersebut, riwayat hidup beliau diperoleh dari putranya, Sayyid Muhammad bin Zain secara langsung.
20
Semua sadah di Hadhramaut sekarang adalah keturunan al-Faqih al-Muqaddam Muhammad
bin Ali bin Muhammad Shahib Mirbath bin Ali Khali Qasam atau dari keturunan Ammul-Faqih
(paman al-Faqih al-Muqaddam), yakni Alwi bin Muhammad Shahib Mirbath. Pengarang adalah
keturunan „Ammul-Faqih sebagaimana tersebut dala nasab di atas.
21
Imam Ahmad bin Isa al-Muhajir (wafat 345 H). Mauladdawilah, Abdul Qadir Umar, Tarim
Kota Pusat Peradaban Islam. Malang : Pustaka Basma, 2013, h. 63
57
Habib Zain bin Smith dilahirkan tahun 1357 H bertepatan dengan 1936 M di kota
Jakarta, dalam sebuah keluarga yang menjalankan agama dengan baik dari kedua
orang tua yang dikenal kesalehannya.22 Di waktu beliau masih kecil, ayahnya suka
Sadah Alawiyyin di Bogor.23 Beliau menghadiri maulid yang biasa diadakan oleh
Habib Alwi di rumahnya setiap Asar di hari jum‟at. Habib Alwi terhitung guru
diberikan oleh Habib Ali bin Abdurrahman al-Habsyi yang diadakan setiap minggu
Al-Qur‟an, dan ilmu tajwid. Pada tahun 1371 H (1950 M), dalam usia sekitar 14
ayahnya di Tarim
beliau membaca berbagai kitab-kitab ringkas (mukhatsar) dalam ilmu fiqih kepada al-
Allamah al-Habib Muhammad bin Salim bin Hafizh. Pada gurunya ini, beliau juga
22
Ayahanda Habib Zein adalah seorang yang saleh dan bertaqwa, memiliki ketenangan, dan
akhlak yang mulia. Di akhir umurnya, ia menjadi imam di masjid Habib Abdullah bin Muhsin al-Attas
di Bogor.
23
Wafat di Bogor tahun 1373 H. lihat riwayat hidupnya dalam Idam al-Qut, karya Ibnu
Ubadillah as-Saqqaf.
58
menghafal kitab Shafwah az-Zubad karya Imam Ibnu Ruslan dan kitab al-Irsyad
karya asy-Syaraf Ibnu al-Muqri yang beliau hafal sampai bab Jinayat. Beliau juga
membaca kitab-kitab gurunya dalam ilmu faraidh dan masalah nikan, sebagian dari
kitab al-Minhaj, sekumpulan kitab-kitab tasawuf, dan sebagian ilmu falaq. Beliau
juga menghafal Nazham Hadiyyah ash-Shadiq karya Habib Abdullah bin Husain
Thahir.
Habib Zain bin Smith belajar ilmu nahwu, ilmu ma‟ani, dan ilmu bayan dari
Habib Umar bin Alwi al-Kaf. Kepadanya beliau juga membaca kitab Mutammimah
al-Ajurumiyah, menghafal kitab Alfiyah karya Ibnu Malik. Beliau juga menimba ilmu
fiqih dari al-Allamah asy-Syeikh Mahfuzh bin Salim az-Zubaidi dan dari seorang
syeikh yang faqih, Mufti Tarim, Syeikh Salim Sa‟id Bukkayir Baghistan. Beliau juga
membaca kitab Mulhah al-I’rab karya al-Hariri dengan Habib Salim bin Alwi Khird.
Dalam ilmu ushul, beliau mengambil dari Syeikh Fadhl bin Muhammad Bafadhl dan
Habib Abdurrahman bin Hanid ash-Sirri. Kepada mereka berdua, beliau juga
Alwi bin Abdullah bin Sihabuddin dan raubahnya, juga pelajaran-pelajaran di Ribath,
Beliau juga menimba ilmu dari Habib Ja‟far bin Ahmad al-Aydarus dan sering
pulang pergi ke tempatnya. Beliau mendapatkan banyak ijazah darinya. Beliau juga
menimba ilmu dari Habib Ibrahim bin Umar bin Aqil dan Habib Abu Bakar Aththas
bin Abdullah al-Habsyi. Kepadanya beliau membaca kitab al-Arba’in karya Imam al-
Ghazali (bukan al-Arba’in karya an-Nawawi, penj), dan kepada guru-guru yang lain.
59
Habib Zain juga banyak meminta ijazah dari para guru kalangan Sadah Alawiyyin
dan para ulama di dunia Islam, seperti al-Allamah al-Habib Muhammad bin Hadi as-
Saqqaf, al-Allamah al-Habib Ahmad bin Musa al-Habsyi, al-Allamah Alwi bin Abbas
al-Maliki, al-Allamah al-Habib Umar bin Ahmad bin Sumaith, al-Habib Ahmad
Masyhur bin Thaha al-Hadda, al-Habib Abdulqadir bin Ahmad as-Saqqaf, al-Habib
as-Sayid Muhammad bin Ahmad asy-Syathiri, dan lain-lain. Riwayat hidup mereka
Beliau menuntut ilmu di kota Tarim kurang lebih delapan tahun. Yang diisi
dengan penuh kesungguhan dan mengambil bekal dari sumber-sumber yang murni di
Ditambah lagi di kota ini terdapat makam para wali, peninggalan para salaf, dan
Setelah delapan tahun mengabiskan waktu di kota Tarim, Habib Muhammad bin
Salim bin Hafizh, gurunya, menyuruhnya untuk pindah ke kota Baidha, yang terletak
di Yaman bagian seletan yang terjauh, untuk mengajar di rubath kota ini dan agar
turut serta dalam aktivitas dakwah di sana. Perintah gurunya ini setelah diminta oleh
24
Thariqah Alawiyah, Jalan Lurus Menuju Allah terjemahan dari, Al-Manhaj As-Sawiy Syarh
Ushul Thariqah As-Sadah Al-Ba'Alawi, karangan: Al-Habib Zain bin Sumaith, h. 19.
60
Beliau menuju ke sana melalu kota Adan, tempat tinggal Habib Salim bin
dicintainya. Ketika itu Habib Salim menjadi khatib dan imam di daerah Khaur
Maksar, yang termasuk wilayah Adan. Ia memiliki perpustakan yang penuh dengan
berlangsung antara Habib Salim dan Habib Zain. Mereka juga sering melakukan
Beliau disambut oleh Habib Muhammad al-Haddar yang sangat senang dengan
Habib Zain merupakan tangan kanan Habib Muhammad al-Haddar, dan dimintai
jika gurunya sedang melakukan perjalanan. Beliau juga menggantikan dalam member
Habib Zain tinggal di kota Baidha lebih dari dua puluh tahun sebagai pelayan
ilmu dan para penuntutnya, dan menjadi mufti dalam madzhab Syafi‟i. Banyak yang
25
Thariqah Alawiyah, Jalan Lurus Menuju Allah terjemahan dari, Al-Manhaj As-Sawiy Syarh
Ushul Thariqah As-Sadah Al-Ba'Alawi, karangan: Al-Habib Zain bin Sumaith, h. 19.
61
mengambil manfaat darinya. Sejumlah siswa yang menonjol, para ulama, dan da‟I26
tafsir, hadits, fiqih, dan lain-lain, juga membaca kitab-kitab salaf. Beliau memiliki
semangat yang tak kenal jemu dalam mengajar, mendidik murid-murid, dan
Sehingga bila suatu persoalan ilmiah diajukan kepada Habib Muhammad dan dijawab
oleh Habib Zain maka Habib Muhammad mengatakan “Jika Habib Zain telah
menjawab maka tak perlu lagi ada komentar.” Begitulah penilaian Habib
Muhammad, karena beliau sangat percaya dengan ilmu Habib Zain. Di tengah-tengah
masa ini, beliau sempat melakukan beberapa perjalanan di musim haji dan musim-
musim ziarah yang mempertemukan beliau dengan banyak ulama dan orang-orang
saleh, sehingga dapat menimba ilmu dan meminta ijazah dari mereka.
ilmu, dakwah, dan menmpuh para jalan salaf, Habib Zain pindah ke negeri Hijaz.
Kemudian beliau diminta untuk membuka rubath Sayyid Abdurrahman bin Hasan al-
Jufri di Madinah. Beliau berangkat ke Madinah pada bulan Ramadhan tahun 1406 H.
26
Sebagian di antara mereka akan disebutkan ketika berbicara tentang murid-murid Habib
Zein.
62
bersama Habib Salim bin Abdullah asy-Syathiri, beliau mengelola rubath al-Jufri.
Mereka berdua melakukan itu dengan sebaik-baiknya selama dua belas tahun.
Kemudian Habib Salim asy-Syathiri pindah ke Tarim untuk mengurus rubath Tarim
setelah dibuka kembali. Sedangkan Habib Zain tetap mengajar dan memberikan
Rubath tersebut didatangi oleh banyak penuntut ilmu dari berbagai negeri Islam,
dan banyak di antara mereka yang dapat menyelesaikan pelajarannya. Selain itu
beliau memiliki peran penting dalam penyebaran Thariqah Alawiyah dan mazhab
sejumlah ulama terkemuka di kota Madinah, meskipun murid beliau banyak dan terus
bertambah, sibuk mengajar dan mendidik, dan bertambah usia. Beliau menimba ilmu
ushul dari Syaikh Muhammad Zaidan asy-Syanqithi al-Maliki, seorang alim dan ahli
karya Imam Abu Bakar bin Syahab, Maraqi as-Su’ud karya Syarif Abdullah al-
Beliau juga senantiasa menyibukan diri dengan al-Allamah an-Nihir Ahmadu bin
Muhammad Hamid al-Hasani asy-Syanqithi salah seorang imam masa itu dalam ilmu
bahasa dan usuluddin. Kepadanya beliau membaca Syarh al-Qathr, sebagian Syarh
Alfiyyah karya Ibnu Aqil, Idha’ah ad-Dujunnah karya Imam al-Maqqari dalam
27
Thariqah Alawiyah, Jalan Lurus Menuju Allah terjemahan dari, Al-Manhaj As-Sawiy Syarh
Ushul Thariqah As-Sadah Al-Ba'Alawi, karangan: Al-Habib Zain bin Sumaith, h. 19.
63
wa al-Mamdud dan Lamiyah al-Afal, keduanya karya Ibnu Malik, jild pertama dari
kitab Mughni al-Labib karya Ibnu Hisyam, dua kitab dalam ilmu shorof, Jauhar al-
Maknun dalam ilmu balaghah. Syaikh Ahmadu memuji Habib Zain karena
semangatnya yang besar dan kesungguhannya dalam menuntut ilmu. Dan kebanyakan
sejumlah negeri Islam untuk berdakwah serta menjumpai para ulama dan para wali.
Habib Zain memiliki pengaturan khusus dalam wirid dan dzikirnya sepanjang
siang dan malam, di samping melaksanakan tugas mengajar. Beliau selalu didapati
sedang berdzikir kepada Allah ketika melakukan ibadah malam, dan menunaikan
shalat Subuh di Masjid Nabawi. Beliau berada di sana hingga matahari terbit,
kemudian menuju rubath untuk mengajar. Setelah Asar diadakan majelis rauhah
sampai waktu Magrib tiba. Lalu beliau melanjutkan mengajar hingga menjelang Isya.
Setelah itu, pergi ke Masjid Nabawi untuk melakukan shalat Isya dan berziarah ke
tempat datuknya yang paling agung, Rasulullah Saw. Habib Zain senantiasa
melakukan itu pagi dan sore selama tinggal di Madinah. Beliau selalu mengerjakan
kegiatan rutin hariannya, baik mengajar maupun berdzikir, kecuali jika sedang dalam
28
Thariqah Alawiyah, Jalan Lurus Menuju Allah terjemahan dari, Al-Manhaj As-Sawiy Syarh
Ushul Thariqah As-Sadah Al-Ba'Alawi, karangan: Al-Habib Zain bin Sumaith, h. 19.
64
perjalanan atau karena sakit parah. Setelah Isya, beliau mengajar dan mengadakan
Semua ini dapat berlangsung meskipun beliau tetap melakukan muthala’ah dan
kitab yang berisi asal-usul Thariqah Alawiyyin, kitab ini termasuk kitab
terpenting di antara karya beliau. Kitab ini merupakan penjelasan yang luas
Alawiyah.
adalah tafsir maknawi yang tipis dan menghimpun ucapan as-Sadah al-
Alawiyyin dalam kumpulan ayat Al-Qur‟an dan hadits Nabi. Kitab ini terdiri
Jibril dan Nabi Muhammad Saw, tentang makna Islam, iman, dan ihsan, lalu
jawab. Telah dicetak berulang kali dan menyebar, serta menjadikan kalangan
7. Majmu, dari beberapa manfaat yang bertebaran dalam hukum, doa, adab.
Berupa naskah
8. Kumpulan besar “Fatawa al-Fiqhiyah” ini dihimpun dan diatur secara baik
Pujian pertama datang dari seorang da‟i dan intlektual, Sayyid Abu Bakar bin Ali
riwayat hidup Habib Zain, menggambarkannya sebagai seorang alim yang faqih.
66
Seorang yang sangat hafal persoala-persoalan dalam mazhab Syafi‟I, ahli nahwu, dan
Seorang ahli ilmu kalam, peneliti, yakni Syeikh Muhammad Namr al-Khathib
yang tinggal di Madinah, dalam ijazahnya untuk Habib Zain menyebutnya Shahib al-
alim lagi peka, ar-Rabbani al-Faiq (seorang yang memiliki derajat makrifat dan yang
memiliki kesadaran).
Kemudian seorang alim dan muhaddits kota Makkah, Syeikh Abdullah bin Sa‟id
al- Lahji al-Hadhrami (wafat 1410), dalam ijazahnya kepada beliau menulis, “Ijazah
dari orang uanh di bawah kepada orang yang paling atas,” dan menyebutnya sebagai
Dr. Muhammad Hasan Hitu, seorang alim dan faqih, menyebut Habib Zain
sebagai as-Sayyid an-Nabil al-Kamil (seorang sayyid yang cerdas dan sempurna) dan
al-Alim al-mutawadhi al-Amil (seorang alim yang rendah hati dan mengamalkan
sayyid yang sangat alim, seorang yang selalu mengajak ke jalan Allah, penuda yang
67
selalu mengajak ke jalan Allah, pemuda yang tumbuh dalam ibadah kepada Allah,
seorang penempuh jalan Allah dan selalu beribadah kepadaNya, seorang yang
Habib yang menjadi teladan, Sayid Ibrahim bin Aqil menggambarkannya sebagai
seorang Salil al-Akabir Jami al-Mafakhir, Zain asy-Syamail, Rabib al-Fadhail, al-
sifat-sifat utama, habib yang dicintai, dan sayyid yang menjadi sandaran). Sedangkan
orang yang menjadi teladan, Habib Abdulqadir bin Ahmad as-Saqqaf dalam
ijazahnya menyebutnya, “As-Sayyid al-Abarr, ar-Raqhib fima kana alaihi ahluhu min
karim as-Siyar al- Allamah Zein bin Ibrahim (Sayyid yang sangat baik, seorang yang
menyenangi sirah yang mulia dari keluarganya di masa lalu, yang sangat alim, Zain
bin Ibrahim) dan ia termasuk orang mengenalku dan aku kenal, seorang yang
kepada Allah dan mengingat hari kemudian dengan semangat yang tinggi, Habib Zain
petunjuk kepada para salik (orang-orang yang menempuh jalan menuju Allah,
fiqih yang datang kepadanya dari berbagai negeri. Dari waktu ke waktu, ia juga
29
Semua pernyataan, pengakuan, dan sebagainya. Terdapat dalam catatan sanad-sanadnya dan
guru-gurunya.
68
ceramah-ceramah agama.30
Salah satu murid Habib Zain yang cukup terkenal adalah Habib Abdullah bin
pengajaran kepada para santrinya, seperti apa yang di ajarkan oleh Habib Zain, beliau
30
Thariqah Alawiyah, Jalan Lurus Menuju Allah terjemahan dari, Al-Manhaj As-Sawiy Syarh
Ushul Thariqah As-Sadah Al-Ba'Alawi, karangan: Al-Habib Zain bin Sumaith, h. 19.
31
Thariqah Alawiyah, Jalan Lurus Menuju Allah terjemahan dari, Al-Manhaj As-Sawiy Syarh
Ushul Thariqah As-Sadah Al-Ba'Alawi, karangan: Al-Habib Zain bin Sumaith, h. 16.
BAB V
PENUTUP
Kesimpulan
memiliki perbedaan yang signifikan. Bila Hadhrami berdiaspora dengan cara yang
damai, maka Yahudi dengan cara peperangan. Dalam hal ini paling tidak terdapat
Hindia dan Laut Merah yang merupakan jalur starategis bagi Hadhrami untuk
Nusantara.
2) Melakukan dakwah, juga merupakan faktor yang paling utama dalam diaspora
agama Islam, mereka menyebarkan agama Islam di tempat yang mereka tuju
dengan budaya asal yang mereka bawa dan mencampurnya dengan budaya
kemudian thariqah alawiyah, memberikan pengaruh dalam syair, wirid, sastra dan
69
70
tasawuf .Salah satu kota di Yaman yang banyak menghasilkan ulama yaitu Kota
Tarim. Dari Tarim lah ulama-ulama Yaman berasal, di kota tersebut terdapat
kota Tarim hijrah ke luar Yaman untuk mengajar, menjadi hakim, mufti dan
lainya, salah satunya Habib Zain bin Smith, yang hijrah ke Madinah. Beliau
sastra, tasawuf hadits, fiqih, dan tarikh. Thariqah ini dikembangkan oleh Habib
sampai ke Indonesia. Selain itu beliau memiliki banyak karya tulis, diantaranya
yang berisi tentang sejarah Thariqah Alawiyah, ini merupakan karya terpenting
terletak di Haramain dan Hadhramaut. Sampai saat ini, Habib Zain masih tetap
menuju Allah, pengamal tasawuf), mendidik para murid, dan menyusun fatwa
beliau juga melakukan perjalanan dakwah dan mengamati kaum muslimin serta
Abdul Samad, Noryati, Hadhrami Arab di Asia Tenggara. Hadhrami Arab di Asia
MA’RUF, 2011.
Attas. Keterangan Awal Pada Teori Umum Islamisasi di Tanah Melayu dan
Aydrus, MH, Ashraf Hadhramaut and the Role They Spread of Islam in Asia
Indonesia, Singapura, Malaysia, Timur Tengah, India dan Afrika. Jakarta : Saraz
Publishing, 2002.
Arnold, Thomas W, Sejarah Dakwah Islam. Dari judul asli The Preaching of Islam,
Azra, Azyumardi, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad
Bang, Anne K. Sufis and Scholars of the Sea. Family Networks in East Africa 1860-
71
72
Boxberger, Linda. On the edge of empire: Hadhramaut, Emigration, and the Indian
Ocean 1880-1930. New York: State University of New York Press. 2002.
Burhanudin, Jajat. Ulama dan Kekuasaan Pergumulan Elite Muslim dalam Sejarah
2009.
Mizan, 2001.
Engseng, Ho. The Graeves of Tarim: Genealogy and Mobility Across the Indian
Hubb de Jonge and Nico Kaptein (Eds.), Transcending borders Arabs, politics,
Haddad, Al-Habib Alwi bin Thahir. Sejarah Masuknya Islam di Timur Jauh. Jakarta:
Publications, 1986.
73
Hari, Syamsul, Hadhramaut Bumi Sejuta Wali. Surabaya: Data Mustafa Press.
Hidayah. 2013..
Husayn, Abdullah al-Amri. The Yemen in the 18th and 19th centuries a political and
Ibrahim bin Smith, Habib Zain bin. Thariqah Alawiyah Jalan lurus Menuju Allah.
Dari Judul Asli Al-Manhaj as-Sawiy, Syarh Ushul Thariqah as-Sadah Al-Ba’alawi,
tejemahan oleh Ali Yahya dan Husin Nabil. Tangerang : Penerbit Nafas, 2009.
Hitti, Philip K, History Of The Arabs. Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2010.
Lapidus, M Ira, Sejarah Sosial Umat Islam. Jakata: Garafindo Persada, 2000.
Mahyuddin, Haji Yahya. Sejarah Orang Syed di Pahang. Kuala Lumpur: Dewan
Mahyuddin, Haji Yahya. Latar Belakang Sejarah dan Keturunan Sayyid di Malaysia.
Manfred W. Menner, The Yemen Arab Republic. Amerika; Westview Press, 1991.
Mauladdawilah. Abdul Qadir Umar, Tarim Kota Pusat Peradaban Islam. Malang:
Nusantara. Seminar Majlis Ijtima Ulama Pondok Senusantara ke-2 di Kampung Baru
Nimtz, August H. Islam and Politics in East Africa. The Sufi Order in Tanzania.
Press, 1996.
Van den Berg, L.W.C. Orang Arab di Nusantara. Jakarta: Komunitas Bambu, 2010.
Van den Berg, L.W.C. Hadramaut dan Koloni Arab di Nusantara. Jakarta: (INIS
Web
http://www.banialawi.com/v1/index.php/al-habib-abdul-qadir-al-saggaf/biography
http://sejarah.kompasiana.com/2011/03/12/sejarah-ringkas-kota-tarim-pusat-
kebudayaan-islam-dunia-346076.html
https://sites.google.com/site/pustakapejaten/manaqib-biografi/8-profil-syaikhuna/al-
habib-zain-bin-ibrahim-bin-smith
75
http://pecintahabibana.wordpress.com/2013/01/04/al-habib-zein-bin-ibrohim-bin-
smith-pengurus-rubath-di-madinah/
Majalah