Anda di halaman 1dari 94

KESALAHAN UMUM TATA BAHASA ARAB DALAM

PENERJEMAHAN NASKAH KEISLAMAN


(Studi Kasus Mahasiswa Tarjamah Semester VIII Periode 2005/2006)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Adab dan Humaniora

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sastra (S.S.)

Oleh:

Yupi Desfina
NIM:105024000880

JURUSAN TARJAMAH
FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1430 H/2010
PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa :

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk

memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata satu di UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya

cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli

saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya

bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta.

Jakarta, 18 Maret 2010

Yupi Desfina
NIM:105024000880
KESALAHAN UMUM TATA BAHASA ARAB DALAM
PENERJEMAHAN NASKAH KEISLAMAN
(Studi Kasus Mahasiswa Tarjamah Semester VIII Periode 2005/2006)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Adab dan Humaniora

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sastra (S.S.)

Oleh

Yupi Desfina
NIM:105024000880

Pembimbing

Dr. Sukron Kamil, M. Ag.


NIP : 196904151997031004

JURUSAN TARJAMAH
FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1430 H/2010
PENGESAHAN PANITIA

Skripsi berjudul “Kesalahan Umum Tata Bahasa Arab dalam Penerjemahan

Naskah Keislaman (Studi Kasus Mahasiswa Tarjamah Semester VIII

Periode 2005/2006)” telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Adab dan

Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada kamis, 20 Mei 2010. Skripsi ini

telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sastra (S.S.)

pada Program Studi Tarjamah.

Jakarta, 20 Mei 2010

Sidang Munaqasyah

Ketua Merangkap Anggota, Sekretaris Merangkap Anggota,

Drs. Ikhwan Azizi, MA. Ahmad Saekhuddin, M.Ag.


\ NIP: 195708161994 031001 NIP: 197005052000031003

Anggota

Dr. Sukron Kamil, M. Ag.


NIP : 196904151997031004
ABSTRA

Yupi Desfina

“Kesalahan Umum Tata Bahasa Arab dalam Penerjemahan Naskah


Keislaman (Studi Kasus Mahasiswa Tarjamah Semester VIII Periode
2005/2006)”. Dibawah bimbingan Dr. Sukron Kamil, M. Ag.
Salah satu syarat penerjemahan yang dikemukakan oleh para ahli adalah
menguasai bahasa sumber dan bahasa sasaran. Penguasaan bahasa meliputi
berbagai faktor kebahasaan, di antaranya tata bahasa. Seorang penerjemah akan
menghasilkan terjemahan yang baik jika memahami tata bahasa dengan baik.
Dalam menerjemahkan teks berbahasa Arab, pemahaman mengenai tata
bahasa Arab sangatlah diperlukan, karena bahasa Arab berbeda dengan bahasa-
bahasa asing lainnya di dunia. Sebab untuk membaca teks yang akan
diterjemahkan saja harus menggunakan tata bahasa Arab yang dikenal dengan
ilmu nahwu dan shorof dengan benar agar penerjemah tidak salah menentukan
kedudukan kalimat.
Di Indonesia, Universitas yang membuka jurusan khusus studi
penerjemahan masih sangat terbatas. Salah satunya adalah Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Pada jurusan Tarjamah ini, pengajaran tata
bahasa – bahasa Arab atau yang lebih dikenal dengan istilah qawaid, sesuai
dengan kurikulum diberikan pada semester I, semester II, dan semester III.
Namun, secara umum perlu diakui bahwa mahasiswa tarjamah masih belum dapat
dikatakan sepenuhnya menguasai tentang teori tata bahasa – bahasa Arab atau
qawaid.
Oleh karena itu, untuk melahirkan penerjemah-penerjemah yang baik,
bermutu, penguasaan mahasiswa di bidang tata bahasa Arab harus ditingkatkan
kembali. Baik mahasiswa, dosen, kurikulum, serta sarana dan prasarana yang
menunjang proses pembelajaran haruslah lebih diperhatikan kembali.
Menurut kesimpulan Penulis, mahasiswa Tarjamah semester VIII,
meskipun telah menjalani studi selama empat tahun, masih memiliki kelemahan
dalam bidang tata bahasa Arab, baik nahwu (sintaksis), maupun sharaf
(morfologi). Hal ini sangat berpengaruh terhadap hasil terjemahan.

i
PRAKAT

Puji Syukur senantiasa Penulis panjatkan ke hadirat Allah Swt yang


senantiasa melimpahkan begitu banyak nikmat serta pertolongan kepada Penulis,
sehingga karya ini bisa selesai dan hadir ke hadapan para pembaca. Salawat serta
Salam semoga selalu tercurahkan kepada teladan alam semesta, Kanjeng
Rasulullah Muhammad SAW, beserta keluarga, para sahabat. Semoga kita
mendapatkan “curahan syafa’atnya” di hari akhir nanti.
Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada civitas
academica UIN Syarif HIdayatullah Jakarta, terutama kepada;
1. Dr. Abd. Chaer, MA., yang kini menjabat Dekan Fakultas Adab dan
Humaniora.

2. Drs. Ikhwan Azizi, MA., selaku Ketua Jurusan Tarjamah serta Sekretaris
Jurusan Tarjamah, Ahmad Saekhuddin, M.Ag. yang telah membantu
penulis menyangkut segala macam urusan akademik.

3. Dr. Sukron Kamil, M. Ag. yang telah banyak meluangkan waktunya untuk
membaca, mengoreksi, memberikan referensi serta memotivasi Penulis
dalam proses penyusunan skripsi ini. Semoga Allah SWT senantiasa
membalas segala kebaikan Bapak.

4. Kepada jajaran Dosen Tarjamah: Ibu Karlina Helmanita, M.Ag, Bpk.


Syarif Hidayatullah, M.Hum, Bpk. Irfan Abubakar, MA., Bpk. Drs. A.
Syatibi, M.Ag, Dr. H. Ismakun Ilyas, MA. dan masih banyak dosen
lainnya yang tidak dapat Penulis sebutkan satu persatu. Terima kasih yang
tak terhingga. Semoga ilmu yang Penulis dapatkan bermanfaat di
kemudian hari.

5. Penghormatan serta salam cinta Penulis haturkan kepada Kedua Orang


Tua Penulis terkasih, Ayahanda Zainuddin M. Nur dan Ibunda
Puryanti. Meskipun jauh, namun selalu memberikan do’a, kasih sayang,
motivasi serta semangat kepada Penulis. Kepada Adinda tersayang Miko

ii
Yohara & Fici Kohana yang telah memberikan dorongan dan semangat
hingga Penulis dapat terus bangkit.

6. Kepada sanak saudara, terutama Drs. H. Minas M. Nur yang telah


memberikan motivasi kepada Penulis, sehingga Penulis bisa
menyelesaikan skripsi ini.

7. Kepada Kakanda terkasih Nunung Nurudin, S. Th. I, yang telah


memberikan bantuan baik waktu, pemikiran, moril, serta motivasi,
sehingga Penulis bisa menyelesaikan skripsi ini.

8. Terima kasih kepada temanku Eny Fitriah yang telah banyak membantu
Penulis atas info dan pengalamannya, serta kawan-kawan seperjuangan di
Jurusan Tarjamah Angkatan 2005 Zainab, Lina, Agus, Aida, Tami, Yusa,
Asep, Dwi, Hairiyah, Yudi, Deni, Doli, Hilman, dan Tathonk. Selain itu
tak lupa juga kepada teman-teman BEM-J Tarjamah dan juga kepada
seluruh Kakak kelas dan adik kelas sehingga Penulis bangga menjadi salah
satu mahasiswa Tarjamah. Penulis menghaturkan beribu terima kasih
kepada seluruh teman-teman atas pinjaman referensinya yang begitu
berharga, yang telah mencerahkan dan memberikan paradigma baru
kepada Penulis.

Semoga skripsi yang masih jauh dari sempurna ini dapat bermanfaat bagi
semuanya. Saran serta kritik konstruktif sangat Penulis butuhkan untuk
interpretasi yang lebih baik lagi.
Jakarta, 18 Maret 2010

Penulis

iii
DAFTAR ISI

PERNYATAAN
PERSETUJUAN PEMBIMBING
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
ABSTRAK….................................................................................................i
PRAKATA….................................................................................................ii
DAFTAR ISI…..............................................................................................iv
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN…......................................vi

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah................................................................1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah............................................7

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian......................................................7

D. Tinjauan Pustaka...........................................................................8

E. Metodologi Penelitian...................................................................10

F. Sistematika Penulisan....................................................................12

BAB II TINJAUAN TEORITIK SOAL PENERJEMAHAN & TATA


BAHASA ARAB

A. Wawasan Penerjemahan................................................................15

1. Definisi Penerjemahan.............................................................15

2. Proses Penerjemahan...............................................................17

3. Metode Penerjemahan.............................................................19

B. Sekilas Tata Bahasa Arab..............................................................24

1. Definisi Tata Bahasa Arab.......................................................24

2. Morfologi (Sharaf)..................................................................28

3. Sintaksis (Nahwu)....................................................................37

iv
BAB III LATAR BELAKANG MAHASISWA TARJAMAH SEMESTER
VIII PERIODE 2005/2006

A. Sekilas Tenrang Jurusan Tarjamah dan Kurikulum......................48

1. Sejarah.....................................................................................48

2. Visi dan Misi...........................................................................50

3. Kurikulum................................................................................51

4. Dosen Pengajar dan Tenaga Pendukung.................................52

5. Sarana dan Prasarana...............................................................54

B. Latar Belakang Pendidikan............................................................55

C. Metode Pengajaran Tata Bahasa Arab di Jurursan Tarjamah.......56

BAB IV ANALISIS DATA DAN HASIL PENELITIAN

A. Analisis Teks Tata Bahasa Arab Hasil Terjemahan Teks-Teks


Naskah Keislaman Oleh Mahasiswa Tarjamah Semester VIII
Periode 2005/2006.........................................................................61

1. Latar Belakang Pendidikan Mahasiswa Tarjamah Periode


2005/2006................................................................................61

2. Respon Mahasiswa Terhadap Penerjemahan..........................63

3. Analisis Kesalahan Umum Tata Bahasa Arab.........................66

4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesalahan Umum dalam


Tata Bahasa Arab....................................................................74

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan..................................................................................82

B. Saran............................................................................................83

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

v
PEDOMAN TRANSLITERASI

Berikut adalah daftar aksara Arab dan padanannya dalam bahasa latin:

Huruf Arab Huruf Latin Keterangan

‫ا‬
- tidak dilambangkan

‫ب‬
b be

‫ت‬
t te

‫ث‬
ts te dan es

‫ج‬
j je

‫ح‬
h h dengan garis bawah

‫خ‬
kh ka dan ha

‫د‬
d de

‫ذ‬
dz de dan zet

‫ر‬
r er

‫ز‬
z zet

‫س‬
s es

‫ش‬
sy es dan ye

‫ص‬
sh es dan ha

‫ض‬
dh de dan ha

‫ط‬
th te dan ha

‫ظ‬
zh zet dan ha

‫ع‬ ، koma terbalik di atas hadap


kanan

vi
‫غ‬
gh ge dan ha

‫ف‬ f ef

‫ق‬
q ki

‫ك‬ k ka

‫ل‬ l el

‫م‬
m em

‫ن‬ n en

‫و‬
w we

‫ه‬
h ha

‫ء‬ ' apostrof

‫ي‬
y ye

Vokal Pendek

Vokal dalam bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia, terdiri dari

vokal tunggal atau monoftong dan fokal rangkap atau diftong.

Untuk vokal tunggal, ketentuan alih aksaranya adalah sebagai berikut:

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

َ a fathah

--ِ-- i kasrah
ُ u dammah

vii
Adapun untuk vokal rangkap, ketentuan alih aksaranya adalah sebagai berikut:

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

‫أي‬ ai Aa dan i

‫أو‬ au Aa dan u

Vokal Panjang

Ketentuan alih aksara vokal panjang (madd), yang dalam bahasa Arab

dilambangkan dengan harakat dan huruf, yaitu:

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan


â a dengan topi di atas
‫ﺎ‬
î i dengan topi di atas
‫ﻲ‬

‫۔ﻮ‬ û u dengan topi di atas

Lain-lain:

1. Lafal al- (‫ ) ال‬disimbolkan dengan al- , meskipun lafal setelahnya adalah


syamsiyyah atau qamariyyah.
2. Transliterasi untuk ta marbuthah ada dua; 1) ta marbuthah yang hidup
disebabkan mendapatkan harakat, maka transliterasinya adalah …t… ; 2)
ta marbuthah yang mati diakibatkan di akhir kalimat atau berharakat
sukun, maka transliterasinya adalah …h….

3. Syaddah ditandai dengan huruf ganda seperti lafal: ‫اﷲ‬ maka


transliterasinya adalah: Allah.
4. Huruf capital mengikuti EYD bahasa Indonesia. Untuk proper name
(nama diri, nama tempat, dan sebagainya), seperti al-Kindi bukan Al-Kindi
(untuk huruf “al” a tidak boleh kapital.

viii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pada dasarnya tata bahasa merupakan pelajaran utama dalam mempelajari

suatu bahasa, terutama dalam bahasa Arab. Hal ini tidak dapat dipungkiri, karena

bagaimana pun bahasa Arab merupakan bahasa yang kaya akan kosa kata dan

memiliki tata bahasa yang unik. Sedikit saja terdapat penyimpangan dalam

membaca atau menuliskan kaidahnya, akan sangat berpengaruh dalam makna

yang terkandung pada sebuah teks.

Setiap bahasa adalah komunikatif bagi para penuturnya. Dilihat dari sudut

pandang ini, tidak ada bahasa yang lebih unggul dari pada bahasa yang lain.

Namun, setiap bahasa memiliki karakteristik tersendiri yang membedakan dari

bahasa yang lain. Demikian pula bahasa Arab (BA) memiliki karakteristik dari

bahasa yang lain, dalam hal ini bahasa Indonesia (BI). Karena itu, seorang

penerjemah dituntut untuk menguasai kedua bahasa tersebut sebagai bahasa

sumber dan bahasa penerima. Jika salah satunya diabaikan, penerjemah akan

mengalami kesulitan tatkala menghadapi perbedaan yang substansial antara

keduanya.1

Bahasa Arab dan bahasa Indonesia adalah dua bahasa yang lahir dari dua

rumpun bahasa yang berbeda. Bahasa Arab dari rumpun bahasa Semit, sedangkan

bahasa Indonesia berasal dari rumpun bahasa Astronesia atau Melayu Polenesia.

Sudah barang tentu kedua bahasa ini mempunyai persamaan dan perbedaan.

1
Syihabudin, Penerjemahan Arab Indonesia (Bandung: Humaniora, 2005), h. 39.

1
2

Perbedaan karekteristik (sui generis) dalam setiap bahasa menyebabkan kesulitan

bagi seorang penerjemah (Catford 1965:27), maksudnya mempunyai sistem

tersendiri. Nida dan Taber (1974:3) menyebutkan each language has its own

genius, setiap bahasa mempunyai karakteristik tertentu yang berbeda dengan

bahasa lainnya, misalnya dalam pembentukan kata, pola urutan frase, dlsb. 2

Bahasa Arab saat ini menjadi suatu bahasa yang sangat populer di seluruh

pelosok dunia. Bukan saja ingin mempelajari tentang bahasanya, akan tetapi

kekayaan ilmu dan wawasan yang terdapat di tanah Arab ini menjadikannya suatu

bahasa yang harus dipelajari. Banyak penerjemah dari berbagai Negara berlomba-

lomba dalam menerjemahkan kitab-kitab dari Negara Arab ini, terutama Negara-

negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam, salah satunya Indonesia.

Oleh karena itu sampai saat ini bahasa Arab masih sangat digandrungi dan

diminati.

Secara historis, kegiatan penerjemahan—terutama usaha penerjemahan

Arab-Indonesia—sebagai transfer budaya dan ilmu pengetahuan itu telah

dilakukan oleh bangsa Indonesia sejak masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda

(1607-1636) di Aceh. Hal ini dibuktikan dengan ditemukannya karya-karya

terjemahan ulama Indonesia terdahulu.3

Namun, secara umum perlu diakui bahwa proses penerjemahan buku-buku

asing—termasuk penerjemahan buku Arab-Indonesia—belum dilakukan secara

optimal. Hal ini dapat dilihat dari kualitas banyak buku terjemahan yang belum

memenuhi standar yang diinginkan masyarakat. Selain gaya bahasa yang


2
M. Syarif Hidayatullah: Diktat Teori dan Permasalahan Penerjemahan Arab-Indonesia,
(Jakarta: T.pn., 2006), h.1.
3
Syihabuddin, op. cit., h. 1.
3

cenderung kaku, tingkat akurasi buku-buku terjemahan di mata sebagian

masyarakat dianggap masih kurang meyakinkan (seperti unsur linguistik dan

nonlinguistik). Tentunya, rendahnya kualitas sebagian buku terjemahan di

Indonesia disebabkan oleh banyak faktor. Faktor-faktor tersebut di antaranya

waktu (deadline) penerjemahan yang relatif singkat, masih minimnya apresiasi

yang diberikan kepada penerjemah yang membuatnya kurang maksimal dalam

melakukan penerjemahan (seperti royalti), atau belum adanya lembaga atau badan

pengontrol kualitas buku-buku terjemahan.4 Oleh karena itu, kualitas buku

terjemahan di Indonesia sudah saatnya ditingkatkan.

Tata bahasa/klasifikasi gramatikal yang mempelajari tentang morfem,

kata, frase, kalimat, sehingga dapat membentuk suatu wacana, sangat penting dan

besar sekali manfaatnya dalam penerjemahan. Dengan mempelajari tata bahasa

maka kita dapat mendistribusikan kata-kata secara tepat dalam suatu teks

terjemahan.

Tata bahasa merupakan komponen klasifikasi gramatikal yang

memperlihatkan bagaimana satuan-satuan gramatikal dengan berbagai cirinya

berperilaku sebagai satuan yang lebih abstrak dalam satuan gramatikal yang lebih

besar. Tata bahasa itu menyangkut kata, struktur “internal” di dalamnya

(morfologi), dan struktur antar-kata (sintaksis).5

Di Indonesia, Universitas yang membuka jurusan khusus studi

penerjemahan masih sangat terbatas. Salah satunya adalah Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Pada jurusan Tarjamah ini, pengajaran tata
4
Rochayah Machali, Pedoman Bagi Penerjemah (Jakarta: Grasindo, 2000), h. 108.
5
J.W.M. Verhaar, Asas-asas Linguistik Umum, (Yogyakarta, Gadjah Mada University
Press, 2006), cet. 5, h. 9.
4

bahasa – bahasa Arab atau yang lebih dikenal dengan istilah qawaid, sesuai

dengan kurikulum diberikan pada semester I, semester II, dan semester III.

Namun, secara umum perlu diakui bahwa mahasiswa tarjamah masih belum dapat

dikatakan sepenuhnya menguasai tentang teori tata bahasa – bahasa Arab atau

qawaid. Itu terlihat dari hasil penerjemahan mahasiswa dalam menerjemahkan

teks-teks berbahasa Arab. Kenyataannya menunjukkan bahwa sampai saat ini, di

antara kelemahan yang mendasar bagi mahasiswa tarjamah dalam penerjemahan

adalah penerapan tentang tata bahasa.

Pada dasarnya mahasiswa tarjamah telah mempelajari, mengetahui, dan

menguasai teori tentang mubtada’ dan khabar, atau tentang fi’il dan fa’il

misalnya. Tetapi ketika mereka berhadapan langsung dengan teks-teks berbahasa

Arab, mereka bingung dan tidak mengetahui bagaimana dan mana mubtada’ dan

khabar, bagaimana dan mana fi’il dan fa’il.

Hal itu karena ketika belajar, mahasiswa tidak sekaligus langsung

ditunjukkan tentang bagaimana penerapan teori-teori yang diajarkan kepada

mereka dalam naskah atau teks-teks berbahasa Arab. Misalnya, ketika

mempelajari teori tentang mubtada’ dan khabar mahasiswa di kemukakan contoh:

‫ زﻳﺪ‬v‫ﻗﺎﺋﻢ‬ , dan ketika mempelajari teori tentang fi’il dan fa’il kepada para peserta

didik atau mahasiswa dikemukakan contoh: ‫زﻳﺪ ﻗﺎم‬ saja.6

Seperti contoh pada hasil latihan mahasiswa Jurusan Tarjamah semester

VIII pada kalimat:

6
Akrom Fahmi, Ilmu Nahwu dan Sharaf 2: Tata Bahasa Arab Praktis dan Aplikatif,
(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1997), hal: XVI.
5

‫ِ إ َذا َﺟﺎ َء َﻧﺼْ ُﺮ اﷲِ َو اﻟﻔَ ْﺘ ِﺢ‬

Maka Penulis mendapatkan dua hasil yang berbeda antara mahasiswa I

dan mahasiswa II dalam penerapan kaidah-kaidah bahasa Arab.

Mahasiswa I adalah:

‫إذا ﺟﺎء ﻧﺼﺮ اﷲ و اﻟﻔﺘﺢ‬


: ‫إذا‬
‫ﺣﺮف‬ ‫ﺟﺎء‬
‫ ﻓﻌﻞ‬v: ‫ﻧﺼﺮ‬
‫ ﻓﺎﻋﻞ‬: ‫اﷲ‬
‫ ﻣﻔﻌﻮل ﺑﻪ‬: ‫و‬
‫ ﻋﻄﻒ‬: ‫اﻟﻔﺘﺢ‬
-:
Mahasiswa II:

‫إذا ﺟﺎء ﻧﺼﺮ اﷲ و اﻟﻔﺘﺢ‬


‫ ﺣﺮف ﺷﺮط‬: ‫إذا‬
‫ ﻓﻌﻞ‬: ‫ﺟﺎء‬
‫ ﻓﺎﻋﻞ وهﻮ ﻣﻀﺎف‬: ‫ﻧﺼﺮ‬
‫ ﻣﻀﺎف إﻟﻴﻪ‬: ‫اﷲ‬
‫ ﺣﺮف‬: ‫و‬
‫ ﻣﻌﻄﻮف‬: ‫اﻟﻔﺘﺢ‬
‫ﺟﻤﻠﺔ اﻹﺳﻤﻴﺔ‬

Dari hasil kedua mahasiswa di atas, kita dapat melihat bahwa kemampuan

tata bahasa mahasiswa II lebih tinggi daripada mahasiswa I. Secara keseluruhan

mahasiswa II dapat menganalisis dengan benar kalimat di atas. Namun mahasiswa

II keliru melihat bahwa kalimat di atas sebagai jumlah ismiyyah. Menurut Penulis

jumlah di atas merupakan jumlah fi’liyyah karena didahulukan oleh kata fi’il (kata
6

kerja) setelah harf jar. Hal ini dikarenakan kurangnya penguasaan mahasiswa

terhadap dasar-dasar nahwu dan sharaf. Kelemahan dalam menentukan fi’il dan

fa’il, jumlah ismiyyah dan jumlah fi’liyyah, na’at man’ut atau mudhaf-mudhaf

ilaih, dan lain sebagainya. Sehingga nantinya, hasil terjemahan yang

dihasilkanpun tidak sesuai dengan harapan dan masih terasa sangat kaku.

Melihat kenyataan di atas, kita patut mempertanyakan benarkah waktu

empat tahun maupun dua belas tahun (bagi mahasiswa jebolan pondok

pesantren/Aliah), bahkan lebih dari itu belum cukup untuk menguasai, baik teori

maupun praktek materi ilmu nahwu dan sharaf? Kita semua tentu sependapat,

bahwa waktu selama dan sepanjang itu tentulah lebih dari pada cukup. Jika

demikian menurut penulis tentu ada yang salah, baik menyangkut kitab-kitab/

buku-buku yang depergunakan dalam pengajaran ilmu nahwu dan sharaf, dari

faktor metodologisnya, atau dari faktor mahasiswanya, maupun faktor-faktor

eksternal kampus.

Seperti pengalaman yang Penulis rasakan di kelas, dalam perkuliahan

sehari-hari, mayoritas mahasiswa belum menguasai nahwu dan sharaf secara

benar, bahkan ada beberapa dari mahasiswa tersebut benar-benar tidak

mengetahui tata bahasa Arab sama sekali. Sesuatu yang lebih memprihatinkan,

jangankan untuk menerjemahkan suatu teks dengan baik, bahkan untuk membaca

teks-teks gundul pun mayoritas mahasiswa masih tertatih-tatih. Hal ini

dikarenakan mahasiswa sangat jarang sekali melatih diri dalam membaca teks-

teks Arab, selain di kelas tentunya. Mereka pun sering kali merasa malas dalam

berlatih menerjemahkan teks jika tidak mendapat tugas dari dosen pengajar.
7

Sebagaimana telah Penulis kemukakan di atas, bahwa pengamatan

terhadap kemampua mahasiswa tarjamah dalam tata bahasa telah memberi

inspirasi kepada Penulis untuk mengangkat permasalah tata bahasa Arab yang

coba Penulis rangkum dalam skripsi berjudul: “Kesalahan Umum Tata Bahasa

Arab dalam Penerjemahan Naskah Keislaman (Studi Kasus Mahasiswa

Tarjamah Semester VIII Periode 2005/2006)”.

B. Batasan dan Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, Penulis memfokuskan diri pada

analisis tata bahasa dalam naskah keislaman yakni kitab Jâmi’ al-Fiqih yang

ditulis oleh Yusri As-Sayyid Muhammad al-Juz’u Awwal (juz 1) yang Penulis

fokuskan pada bab an-Niyâh.

Penulis juga membatasi koresponden yang akan diteliti adalah mahasiswa

semester VIII, karena mahasiswa semester VIII telah mendapatkan seluruh

matakuliah yang telah diberikan pada jurusan tarjamah.

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka dapat dirumuskan

permasalahan sebagai berikut:

1. Apa saja kesalahan umum di bidang tata bahasa saat mahasiswa semester

VIII periode 2005/2006 diminta untuk menerjemahkan naskah

keislaman?

2. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi kesalahan umum di bidang tata

bahasa?
8

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh keterangan mengenai:

1. Mengetahui kesalahan umum di bidang tata bahasa saat mahasiswa

semester VIII periode 2005/2006 diminta untuk menerjemahkan naskah

keislaman?

2. Mengetahui faktor-faktor apa yang mempengaruhi kesalahan umum di

bidang tata bahasa.

Dengan adanya penelitian ini Penulis berharap, tulisan ini dapat memberi

sumbangsih untuk semua pihak terutama bagi teman-teman akademis yang

menggeluti bidang penerjemahan, serta memberi motifasi dan peluang bagi

lulusan tarjamah dalam bidang penerjemahan, tidak hanya menambah pajangan

dalam deretan karya-karya ilmiah yang tidak terbaca.

D. Tinjauan Pustaka

Tata bahasa Arab merupakan suatu tema yang tidak asing lagi dalam duania

penerjemahan. Bahkan beberapa mahasiswa mengangkat tema ini menjadi sebuah

judul untuk karya ilmiah maupun sebagai tinjauan analisis dalam bidanng

gramatikal. Salah satunya yaitu “Tata Bahasa dan Gaya Penerjemahan Kitab

Risalah al-Mu’awanah Karya Sayyid Abdullah bin Alwi al-Haddad (Studi atas

Terjemahan Muhammad al-Baqir Bab Meluruskan Amal dan Aqidah)”, yang

ditulis oleh Hasbullah pada tahun 2009 silam. Skripsi tersebut secara garis besar

membahas tentang analisis tata bahasa serta gaya penerjemahan yang dari hasil

terjemahan Muhammad al-Baqir.


9

Namun pada kesempatan kali ini, Penulis di sini meneliti seberapa tinggi

tingkat penguasaan mahasiswa Tarjamah semester VIII periode 2005/2006, serta

kesalahan umum dalam bidang tata bahasa Arab. Tentunya metode yang

digunakan juga tidak sama, sebab penelitian yang dilakukan merupakan penelitian

lapangan yang ditujukan bagi manasiswa Tarjamah.

Penelitian terhadap mahasiswa Tarjamah ini juga bukan pertama kalinya,

penulis mendapati beberapa penelitian yang ditujukan kepada mahasiswa

tarjamah, namun penelitian tentang mahasiswa tarjamah ini tergolong masih

sangat jarang dilakukan,salah satunya yaitu penelitian yang dilakukan oleh Dewi

Anggraini pada tahun 2007 silam yang diberi judul “Kemampuan Menerjemah

Tulis Mahasiswa Jurusan Tarjamah Semester VI Tahun Akademik 2004/2005”.

Penelitian ini juga sedikit banyak mengkaji kemampuan tata bahasa Arab,

terutama sintaksis (nahwu), namun secara garis besar, seperti judul yang diambil,

penelitian ini hanya meneliti tentang kemampuan mahasiswa Tarjamah dalam

menerjemahkan nama diri saja.

Setelah Penulis mencari buku yang ingin dikaji dalam skripsi, akhirnya

Penulis menjatuhkan pilihan pada naskah Jâmi’ al-Fiqih yang ditulis oleh Yusri

As-Sayyid Muhammad al-Juz’u Awwal (juz 1) yang Penulis fokuskan pada bab

an-Niyâh.

Dalam penulisan awal ini Penulis mengambil sumber-sumber yang

tersedia di Perpustakaan Adab dan Humaniora dan Perpustakaan Utama UIN

Syaruf Hidayatullah. Yakni buku-buku yang berkaitan dengan tema dan teori yang

memiliki keterkaitan bahasan dengan tulisan ini, diantaranya Kamus Besar


1

Bahasa Indonesia, buku Linguistik Umum, Asas-asas Linguistik, Semantik

Leksikal dlsb, maupun buku-buku yang sekiranya dapat dijadikan bahan reverensi

dan bacaan.

Diluar itu Penulis juga menggunakan diktat-diktat yang ditulis oleh dosen-

dosen tarjamah yang pernah dipelajari, buku2 pelajaran yang berkaitan dengan

permasalahan, serta kumpulan makalah-makalah yang relevansi dengan tulisan.

E. Metodologi Penelitian

1. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data adalah salah satu bagian penelitian yang sangat

penting. Keberhasilan suatu penelitian sangat bergantung pada sikap yang

dikembangkan oleh peneliti, yaitu teliti, intensif, aktif, terperinci, mendalam, dan

lengkap dalam mencatat setiap informasi yang ditemukan. Pengumpulan data

dalam penelitian ilmiah ini dimaksudkan untuk memperoleh bahan yang relevan

dan akurat. Oleh karena itu, Penulis menggunakan metode penelitian lapangan

yang bersifat kualitatif.

Selain itu Penulis juga melakukan kajian pustaka (library reseach) guna

menunjang dan melengkapi data-data yang berhubungan dengan kajian penulisan.

Secara teknis, penulisan skripsi ini berdasarkan buku Pedoman Penulisan Skripsi,

Tesis, dan Disertasi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2002.


1

2. Sumber Data

Ada dua macam sumber data yang penulis gunakan yaitu data primer dan

sekunder. Data primer didapat dari hasil penyebaran angket dan wawancara.

Sedangkan data sekunder diperoleh dari hasil penelusuran terhadap data-data yang

ada di lapangan, termasuk beberapa pemikiran atau tulisan dan catatan yang

memiliki relevansi dan mendukung terhadap penelitian tersebut.

3. Teknik Pengumpulan Data

Kuesioner adalah salah satu media untuk mengumpulkan data dalam

penelitian. Kuesioner ini juga sering disebut sebagai angket di mana dalam

kuesioner tersebut terdapat beberapa macam pertanyaan yang berhubungan erat

dengan masalah penelitian yang hendak dipecah, disusun, dan disebarkan ke

responden untuk memperoleh informasi di lapangan.

Ada pun populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa jurusan Tarjamah

semester VIII periode 2005/2006 yang telah mempelajari mata kuliah qawâ’ad

mewakili seluruh mahasiswa yang ada di Fakultas Adab dan Humaniora UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Analisis Data

Setelah data terkumpul dan tercatat dengan baik, langkah selanjutnya

adalah analisis data. Analisis data tersebut dilakukan melalui beberapa tahap.

Yaitu:
1

a. Editing

Editing dimaksudkan untuk mempermudah dalam analisis data. Dengan

cara menganalisis berkas-berkas sehingga keseluruhan berkas itu dinyatakan baik,

sehingga dapat disiapkan untuk proses selanjutnya.

b. Tabulating

Yaitu mentabulasikan atau memindahkan jawaban-jawaban responden ke

dalam table. Penelitian ini bertujuan untuk menjawab pertanyaan mengenai

kesalahan umum di bidang tata bahasa mahasiswa tarjamah semester VIII periode

2005/2006 dalam menerjemahkan naskah-naskah keislaman.

Dalam hal ini penulis memberikan nilai kepada mahasiswa pada angket

jawaban atau penerjemahan dengan nilai A, B, C, atau D.

A . 80 – 100

B . 68 – 79

C . 56 – 67

D . 45 – 55

F. Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah Penulis dalam penyusunan skripsi ini, maka secara

sistematis penulisannya dibagi ke dalam lima bab yaitu:

BAB I pendahuluan yang mencakup latar belakang masalah yang di

dalamnya Penulis sedikit membahas tentang problematika yang di hadapi dalam

pembelajaran bahasa. Pada bab I ini terdapat batasan dan rumusan masalah agar

pokok permasalahan yang akan penulis tulis tidak berlarut-larut. Ada juga tujuan
1

dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, metodologi penelitian, dan sistematika

penulisan.

Pada bab ii Penulis ingin memaparkan sedikit sekilas tentang teori

penerjemahan dan tata bahasa Arab. Pada masing-masing sub bab akan dijelaskan

lebih terperinci mengenai penerjemahan dan tata bahasa Arab yakni; definisi

penerjemahan, proses penerjemahan, dan metode penerjemahan. Sedangkan

uraian tentang tata bahasa teori tentang tata baha Arab yang tercakup pada kajian

gramatikal nahwu dan sharaf. Dengan kerangka teori tersebut Penulis akan

menjalankan penelitian dengan baik.

Sebelum kita melanjutkan pada tahap analisis, maka pada bab III penulis

ingin mengupas sedikit tentang program studi tarjamah. Membahas sekilas

tentang jurusan tarjamah, latar belakang pendidikan mahasiswa tarjamah semester

VIII perode 2005/2006, serta metodologi pengajaran tata bahasa di Jurusan

Tarjamah.

Pada bab IV masuklah kita pada tahap analisis yang merupakan bagian

analisis data, menganalisis hasil teks-teks naskah keislaman yang diterjemahkan

oleh mahasiswa tarjamah semester VIII periode 2005/2006.

Bab V penutup yang berisi tentang kesimpulan dan saran/rekomendasi.

Rekomendasi ini bertujuan untuk; yang mungkin bila pada akhir pembahasan ini,

ada hal-hal yang belum dapat diselesaikan atau belum dibahas oleh Penulis, maka

Penulis berharap mudah-mudahan ada yang berminat untuk melanjutkan. Karena

memang pada umumnya kajian tentang tata bahasa dari masa kemasa akan

mengalami perubahan.
1

Pada halaman terakhir Penulis melampirkan daftar pustaka yang menjadi

acuan Penulis dalam penyusunan skripsi ini.

Selain itu Penulis juga melampirkan beberapa lampiran yang berhubungan

dengan penelitian. Lampiran ini dirasa penting untuk melengkapi penelitian ini.
BAB II
TINJAUAN TEORITIK SOAL PENERJEMAHAN & TATA BAHASA
ARAB

A. Wawasan Penerjemahan

1. Definisi Penerjemahan

Secara sederhana penerjemahan dapat diartikan sebagai pemindahan

makna terks bahasa Asing ke dalam bahasa sasaran. Sedangkan secara luas

penerjemahan diartikan sebagai semua kegiatan manusia dalam mengalihkan

makna atau pesan, baik bersifat verbal maupun non verbal dari suatu bentuk

ke bentuk yang lainnya.1

Baik secara sederhana maupun secara luas, pendefinisian tersebut

memiliki tujuan yang sama, yaitu memindahkan makna teks asli ke dalam

bahasa sasaran dengan menggunakan budaya, struktur, dan gramatikal bahasa

yang disesuaikan. Oleh karena itu, kita tidak dapat melihat penerjemahan

sebagai sekedar upaya menggantikan teks dalam satu bahasa ke dalam teks

lain.

Hal ini dapat kita lihat dari pandangan-pandangan para linguis tentang

penerjemahan:

Definisi pertama datang dari Moeliono (1989:195), beliau berpendapat

bahwa pada hakikatnya penerjemahan itu merupakan kegiatan mereproduksi

amanat atau pesan bahasa sumber dengan padanan yang paling dekat dan

wajar di dalam bahasa penerima, baik dilihat dari segi arti maupun gaya.

Idealnya terjemahan tidak akan dirasakan sebagai terjemahan. Namun, untuk

1
Suhendra Yusuf, Teori Terjemah: Pengantar ke Arah Pendekatan Linguistik dan
Sosiolinguistik, (Bandung: CV. Mandar Maju, 1994), cet. 1, h. 8.

15
1

mereproduksi amanat itu, mau tidak mau, diperlukan penyesuaian gramatis

dan leksikal.

Pandangan Moeliono di atas sejalan dengan Nida (1982:24) yang

menilik penerjemahan sebagai reproduksi padanan pesan yang paling wajar

dan alamiah dari bahasa sumber ke dalam bahasa penerima dengan

mementingkan aspek makna, kemudian gaya.2

Selanjutnya Newmark (1988: 5) memberikan definisi tentang

penerjemahan sebagai mengalihkan makna suatu teks ke dalam bahasa lain

sesuai dengan apa yang dimaksud oleh pengarang.

Penerjemahan adalah pengalihan makna dari bahasa sumber ke dalam

bahasa sasaran. Pengalihan ini dilakukan dari bentuk bahasa pertama ke dalam

bahasa kedua melalui struktur semanti. Yang dialihkan dan yang harus

dipertahankan adalah makna, sementara bentuk boleh berubah, Hal ini di

ungkapkan oleh Larson.3

Berdasarkan definisi-definisi di atas dapat disimpulkan bahwa (1)

penerjemahan melibatkan dua bahasa, yaitu bahasa sumber (source language)

dan bahasa sasaran (target language or receptor language); (2) penerjemahan

adalah upaya mengalihkan teks bahasa sumber dengan teks yang sepadan

dalam bahasa sasaran; (3) yang diterjemahkan adalah makna.4

2
Syihabuddin, Penerjemahan Arab Indonesia: Teori dan Praktek, (Bandung: Humaniora,
2005), h.10.
3
Moch. Syarif Hidayatullah, op. cit., h. 5.
4
Frans Sayogie, Penerjemahan Bahasa Inggris ke Dalam Bahasa Indonesia, (Jakarta:
Lembaga Penelitian UIN Syahid, 2008), h. 9.
1

2. Proses Penerjemahan

Menerjemahkan bukanlah menuliskan pikiran-pikirannya sendiri,

betapa pun baiknya. Dan bukan pula menyadur saja, dengan pengertian

menyadur sebagai pengungkapan kembali amanat dari suatu karya dengan

meninggalkan detil-detilnya tanpa harus mempertahankan gaya bahasanya dan

tidak harus ke dalam bahasa lain.5 Selain memahami apa itu penerjemahan

dan apa yang harus dihasilkan dalam terjemahannya, seorang penerjemah

hendaknya mengetahui bahwa kegiatan menerjemah itu kompleks, merupakan

suatu proses, terdiri dari serangkaian kegiatan-unsur sebagai unsur

integralnya.

De Maar, dalam bukunya English Passages for Translation

menuliskan petunjuk-petunjuknya mengenai cara menerjemahkan, juga

menunjukkan adanya tiga tahap dalam proses penerjemahan:

The process of translation involves tree stages: (a) reading and


anderstanding the passage; (b) absorbing its entire content and making it our
own; (c) expressing itin our own idiom with the least possible change in
meaning or tone.6

Petunjuk-petunjuk De Maar ini dapat diterjemahkan secara bebas

bahwa proses penerjemahan meliputi tiga tahap:

a. membaca dan mengerti karangan itu;

b. menyerap segenap isinya dan membuatnya menjadi kepunyaan kita;

c. mengungkapkannya dalam langgam bahasa kita dengan kemungkinan

perubahan sekecil-kecilnya akan arti atau nadanya.


5
A. Widyamartaya, Seni Menerjemahkan (Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 1989), h.14
6
A. Widyamartaya, op cit , h.34 (dari buku H.G. de Maar, English Passages for
Translation, Volume II, p. 176, dikutip oleh The Liang Gie dalam bahan Kursus Penerjemahan di
Balai Bimbingan Mengarang, Jl. Magelang 188A, Yogyakarta.
1

Dalam resensi Willi Koen, disebutkan bahwa menurut Nida dan Taber

(1969:33), proses penerjemahan dapat diringkas sebagai berikut: analisys –

transfer – restructuring.7

a. Analisis (analysis)

Pada tahap ini penerjemah mempelajari teks bahasa sumber baik

dari segi bentuk maupun isinya. Penerjemahan harus pula melihat

hubungan makna antar kata dan habungan kata. Tujuan analisis adalah

agar penerjemah memahami sumber serta cara pengungkapannya secara

kebahasaan.

b. Pengalihan (transfer)

Pada tahap ini, mulailah penerjemahan melakukan alih bahasa

setelah melakukan analisis lengkap yang mencakup aspek gramatikal dan

semantik. Penerjemah melakukan pengalihan dengan tujuan

mempertahankan informasi atau pesan yang sudah disederhanakan

bahasanya tanpa mengurangi maksud penulis teks bahasa sumber. Proses

ini masih terjadi dalam pikiran penerjemah.

c. Penyerasian (restructuring)

Dalam tahap ini, penerjemah menyusun kembali teks dengan

ragam yang sesuai dan gaya bahasa yang wajar dalam bahasa target.

Penerjemah dapat menyesuaikan bahasanya yang masih terasa kaku untuk

disesuaikan dengan kaidah bahasa sasaran. Di samping itu, mungkin juga

terjadi penyerasian dalam hal peristilahan. Yang penting untuk dilihat oleh

7
Farans Sayogie, op. cit, h.20-21.
1

seorang penerjemah adalah bahwa pada tahap penyerasian ini penerjemah

sudah tidak lagi kembali ke tahap sebelumnya (analisis dan pengalihan).

3. Metode Penerjemahan

Menurut Machali (2000:49) metode penerjemahan adalah cara

melakukan penerjemahan dan rencana dalam pelaksanaan penerjemahan.

Metode penerjemahan dapat diklasifikasikan berdasarkan berbagai perspektif

kebahasaan.

Apabila dilihat dari tujuan penerjemahan, Brislin (1976:3-4)

menggolongkan terjemahan dalam empat jenis yaitu (1) terjemahan pragmatis,

yaitu terjemahan yang mementingkan ketepatan atau akurasi informasi, (2)

terjemahan estetispuitis, yaitu terjemahan yang mengutamakan dampak

afektif, emosi, dan nilai rasa dari satu versi bahasa yang orisinal, (3)

terjemahan etnografis, yaitu terjemahan yang bertujuan menjelaskan konteks

budaya antara bahasa sumber dan bahasa sasaran, dan (4) terjemahan

linguistik, yaitu terjemahan yang mementingkan kesetaraan arti dari unsur-

unsur morfem dan bentuk gramatikal dalam bahasa sumber dan bahasa

sasaran.8

Metode yang digunakan di bawah ini merupakan gagasan dari

Newmark (1988:45-47), yang memandang bahwa metode penerjemahan dapat

ditilik dari segi penekanannya terhadap bahasa sumber dan bahasa sasaran.

Menurutnya metode-metode ini dapat digambarkan seperti pada diagram V

sebagai berikut:

8
Frans Sayogie, op. cit, h.83
2

Word-for-word-translation Adaptation

Literal translation Free translation

Faithful translation Idiomatic translation

Semantic translation Communicative translation

Diagram V

Penekanan terhadap bahasa sumber melahirkan metode penerjemahan

sebagai berikut:

a. Penerjemahan kata demi kata (word-for- word translation)

Penerjemahan jenis ini biasanya bersifat interlinier, yakni kata-kata

bahasa sasaran langsung diletakkan di bawah versi bahasa sumber.

Penerjemahan ini dianggap sebagai penerjemahan yang paling dekat

dengan bahasa sumber. Dalam penerjemahan jenis ini urutan kata dalam

teks bahasa sumber tetap dipertahankan, kata-kata diterjemahkan menurut

makna dasarnya di luar konteks. Melalui metode ini penerjemahan

dilakukan antar baris. Kata diterjemahkan satu demi satu dengan makna

yang paling umum tanpa mempertimbangkan konteks pemakaiannya. Kata

–kata yang bersifat kultural diterjemahkan secara harfiah pula.9 Metode ini

digunakan untuk memahami cara operasi bahasa sumber dan dipergunakan

sebagai tahapan prapenerjemahan (sebagai gloss) pada penerjemahan teks

yang sangat sukar.10

Seperti contoh:

9
Syihabuddin, op. cit, h.71
10
Moch. Syarif Hidayatullah, op. cit, h. 65
2

‫ ﻗﺎل رﺳﻮل اﷲ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ و ﺳﻠﻢ‬: ‫و ﻋﻦ ﻋﻤﺎوﻳﺔ رﺿﻴﺎﷲ ﻋﻨﻪ ﻗﺎل‬


. ‫ ﻣﻦ ﻳﺮﻳﺪ اﷲ ﺑﻪ ﺧﻴﺮا ﻳﻔﻘﻬﻪ ﻓﻲ اﻟﺪﻳﻦ ﻣﺘﻔﻖ ﻋﻜﻴﻪ‬:

“Siapa pun dikehendaki Allah, kebaikan dipahamkan ke padanya.”

b. Penerjemahan harfiah (literal translation)

Dalam penerjemahan harfiah, penerjemahan dilakukan dengan

dengan mengkonversi konstruksi gramatikal bahasa sumber ke dalam

padanannya dalam bahasa sasaran, sedangkan kata-kata tetap

diterjemahkan kata demi kata tanpa mempertimbangkan konteks

pemakaiannya. Sama seperti terjemahan kata demi kata terjemahan harfiah

sebagai proses penerjemahan awal dapat membantu melihat masalah yang

perlu diatasi.

Contoh:

: ‫ ﻗﺎل رﺳﻮل اﷲ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ و ﺳﻠﻢ‬: ‫و ﻋﻦ أﻧﺲ رﺿﻲ اﷲ ﻋﻨﻪ ﻗﺎل‬


‫ رواﻩ اﻟﺘﺮﻣﺬى و ﻗﺎل‬. ‫ﻣﻦ ﺧﺮج ﻓﻲ ﻃﻠﺐ اﻟﻌﻠﻢ ﻓﻬﻮ ﻓﻲ ﺳﺒﻴﻞ اﷲ ﺣﺘﻰ ﻳﺮﺟﻊ‬
.‫ﺣﺪﻳﺚ ﺣﺴﻦ‬
“Dari Anas r.a. berkata: “Rasulullah s.a.w. bersabda: Siapa pun yang
keluar untuk menuntut ilmu, maka ia di jalan Allah sampai ia kembali”.
(Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dan ia mengatakan bahwa ini hadist
Hasan).

c. Penerjemahan setia (faithful translation)

Penerjemahan setia berupaya untuk mereproduksi kembali makna

kontekstual, akan tetapi masih terikat oleh struktur gramatikal bahasa

sumber. Kata-kata yang bermuatan budaya diterjemahkan tetapi masih

menyimpang dari struktur gramatikal bahasa sasaran. Penerjemahan jenis

ini berpegang teguh pada tujuan dan maksud basaha sumber, sehingga
2

terlihat sebagai terjemahan yang kaku. Terjemahan jenis ini bermanfaat

sebagai proses awal tahap pengalihan.

Contoh:

.‫هﻮ آﺜﻴﺮ اﻟﺮﻣﺎد‬


Dia (laki-laki) dermawan karena banyak
abunya.

d. Penerjemahan semantik (semantic translation)

Berbeda dengan penerjemahan setia, penerjemahan semantik lebih

memperhitungkan unsure estetika (antara lain kehidupan bunyi) teks

bahasa sumber dengan mengkompromikan maksa selama masih dalam

batas kewajaran. Metode ini bersifat fleksibel. Penerjemahan diberikan

keluasan untuk berkreatifitas dan mengidentifikasikan diri terhadap teks

bahasa sumber.

Contoh:

v.‫هﻮ آﺜﻴﺮ اﻟﺮﻣﺎد‬


Dia (laki-laki) adalah orang
dermawan.

Adapun cara penerjemahan yang menekankan bahasa sasaran

melahirkan jenis-jenis metode sebagai berikut.

e. Panerjamahan adaptasi (adaptation)

Penerjemahan adaptasi atau sadura adalah bentuk penerjemahan

yang paling bebas dan paling dekat ke bahasa sasaran. Metode ini banyak

digunakan dalam penerjemahan naskah drma dan puisi dengan tetap

mempertahankan tema, karakter, dan alur cerita. Kebudayaan bahasa

sumber dikonversikan ke dalam kebudayaan bahasa sasaran dan teksnya

ditulis kembali.
2

Contoh:

.‫ﺣﻴﻨﻤﺎ أﻧﺎر ﻧﺎ ﺑﺪر‬


Selama bulan purnama bersinar.

f. Penerjemahan bebas (free translation)

Penerjemahan bebas adalah penulisan kembali tanpa melihat

bentuk aslinya. Metode ini merupakan penerjemahan yang mengutamakan

isi dan mengorbankan bentuk teks bahasa sumber. Biasanya metode ini

berbentuk suatu parafrase11, yaitu mengungkapkan amanat yang

terkandung dalam bahasa sumber yang dapat lebih pendek atau lebih

panjang dari aslinya.12 Dapat juga parafhrase dalam bahasa yang sama,

sehingga dapat disebut penerjemahan “intra-lingua”.

Contoh:

.‫اﻟﻮﺟﻪ اﻟﺠﺪﻳﺪ ﻋﺎﺻﻤﻪ اﻟﻤﺎﻧﻴﺔ‬


Wajah baru ibu kota
Jerman.

g. Penerjemahan idiomatik (idiomatic translation)

Dalam penerjemahan idiomatik, pesan bahasa sumber disampaikan

kembali tetapi ada distorsi nuansa makna karena mengutamakan kosa kata

sehari-hari menggunakan kesan keakraban dan idiom yang tidak ada di

dalam bahasa sumber tetapi biasa dipakai dalam bahasa sasaran. Beberapa

pakar penerjemahan caliber dunia seperti Seleskovitch, misalnya,

menyukai metode terjemahan ini, yang dianggapnya “hidup” dan “alami”

11
Paraphrase; mengubah bentuk karangan dari puisi menjadi prosa atau dari prosa
menjadi drama. Djago Tarigan, Tahnik Pangajaran Keterampilan Berbahasa, (Bandung: Angkasa,
1986), h. 205
12
M. Syarif Hidayatullah, Op.cit., h. 68
2

(dalam arti akrab).13 Tetapi tidak selalu mungkin karena idiom tidak selalu

sejajar dalam bahasa sumber dan bahasa sasaran. Dalam hal demikian

idiom terpaksa diterjemahkan dengan non-idiom.

Contoh:

.‫اﻟﻤﺎل اﻟﺤﺮام ﻻ ﻳﺪوم‬


Harta haram tidak akan bertahan
lama.

h. Penerjemahan komunikatif (communicative translation)

Penerjemahan komunikatif dilakukan dengan mengungkapkan

makna kontekstual dari bahasa sumber sedemikian rupa, sehingga isi,

bahasa, dan maknanya mudah diterima dan dipahami oleh pembaca. Ini

biasanya dianggap penerjemahan yang ideal.

.‫ِ ُ ﻣﻀْ َﻐ ٍﺔ‬ ‫ﻣﻦ َﻋﻠَﻘَ ٍﺔ‬ ْ ‫ﻣﻦ‬


ْ ِ ‫ُﻧﻄﻔَ ٍﺔ‬ ْ ِ ‫ب‬ ْ ِ
ٍ ‫ﻣﻦ ُﺗ َﺮا‬ ‫ﺧﻠ ْﻘﻨ ُﻜْﻢ‬
َ َ
ْ
‫ﻣﻦ‬ ‫ﺛُ ﱠﻢ‬ ‫ﺛُ ﱠﻢ‬ ‫ﺛُ ﱠﻢ‬
“Kita berproses dari sperma, lalu zigot, dan kemudian embrio.” (Q.S. al-
Haj/ 22:5)

Sejalan dengan Newmark, Nida (1964:159) menggunakan dua

istilah dalam penerjemahan, yaitu pamadanan formal (formal equivalence)

yang berorientasi pada bahasa sumber dan pemadanan dinamis (dynamic

equivalence) yang berorientasi pada bahasa sasaran.

B. Sekilas Tata Bahasa Arab

1. Definisi Tata Bahasa Arab

Tata bahasa merupakan suatu kajian tentang kebahasaan

(linguistik). Bahasa (linguistik) sebagai materi objek penelitian dapat

13
Ibid, h. 69
2

ditentukan, baik dari strukturnya maupun dari bagian-bagain sebagai

unsurnya. Bahasa dapat pula diteliti dari sudut hubungannya dengan ilmu

lain (interdisipliner), atau bahasa dapat diteliti dari kebahasaan itu sendiri

maupun bahasa sebagai bagian dari kebudayaan. Sebagai materi, bahasa

dapat diteliti pula dari segi tatarannya.14

Mengenai tata bahasa haruslah kita insafi bahwa sebenarnya ada

dua macam. Yang pertama ialah tata bahasa yang dihasilkan oleh ahli

bahasa, yang bekerja atas dasar data bahasa dan seperangkat teori bahasa,

dan menghasilkan apa yang disebut tata bahasa ilmiah. Yang kedua ialah

tata bahasa yang dituliskan oleh pengajar bahasa, yang bekerja atas dasar

tata bahasa ilmiah dan didaktik bahasa, yang menghasilkan apa yang

disebut dengan tata bahasa pedagogis.15

Kita hendaknya mengetahui benar apa arti ‘mengetahui tata

bahasa’ itu. ‘Mengetahui tata bahasa’ itu tidak lain ialah kepandaian

membuat kalimat-kalimat gramatikal, baik lisan maupun tertulis. 16 Yang

disebut tata bahasa atau gramatikal yaitu morfologi (ilmu yang

mempelajari morfem) dan sintaksis (tata kalimat).

Dalam menerjemahkan teks berbahasa Arab, pemahaman

mengenai tata bahasa Arab sangatlah diperlukan, karena bahasa Arab


14
T. Fatimah Djajasudarma, Metode Linguistik; Ancangan Metode Penelitian dan Kajian,
(Bandung: PT. Rafika Aditama, 2006), cet. 2, h. 33.
15
Samsuri, Analisa Bahasa, (Malang: Erlangga, 1987), cet. 7, h. 43.
16
Belajar tentang bahasa artinya belajar mengenai ilmu dan gramatikal bahasa, bukan
belajar bagaimana mengfungsikan bahasa. Sedangkan belajar berbahasa artinya belajar
mengunakan bahasa sebagai media komunikasi. Yang pertama cenderung teoritis, sedangkan yang
kedua cenderung pragtis-pragmatis. Yang pertama cocok untuk para pengkaji bahasa Arab sebagai
disiplin ilmu, misalnya mahasiswa jurusan tarjamah dan mahasiswa jurusan bahasa dan sastra
Arab; sedangkan yang kedua ideal bagi para pemula, siswa, atau siapapun yang ingin mahir
berbahasa Arab.
2

berbeda dengan bahasa-bahasa asing lainnya didunia. Ketika seorang

penerjemah ingin menerjemahkan bahasa Inggris kedalalm bahasa

Indonesia, teks yang akan diterjemahkan bisa dengan mudah dibaca tanpa

menggunakan kaidah kebahasaan. Sedangkan ketika ingin menerjemahkan

teks berbahasa Arab pemamaham mengenai tata bahasa - dalam bahasa

Arab disebut dengan qawâ’id17 - haruslah digunakan, sebab untuk

membaca teks yang akan diterjemahkan saja harus menggunakan ilmu

nahwu18 dan sharaf dengan benar, agar penerjemah tidak salah

menentukan kedudukan kalimat.

Qawâ’id bahasa Arab itu muncul bukan bersamaan dengan

munculnya bahasa Arab itu sendiri, melainkanmuncul setelah bahasa Arab

digunakan dalam kehidupan social. Kemunculan gramatika Arab, tentu

saja, dilatarbelakangi oleh adanya lahn (kesalahan berbahasa) dan oleh

kekhawatiran umat islam akan munculnya sebagian non-Arab (‘ajam)

yang salah dalam melafalkan al-Qur’an, sehingga kesucian dan

kemurniannya tetap terpelihara.

Nahwu-sharaf disusun (diteorisasikan) tidak lain adalah agar

pemakai bahasa Arab tidak salah dalam berbicara dan menulis dalam

17
Qawa’id merupakan bentuk jama’ dari qâ’idah yang secara lughawi berarti: fondasi,
dasar, pangkalan, basis, model, pola dasar, formula, aturan, dan prinsip. Dalam konteks ini, yang
dimaksud qawa’id adalah sejumlah aturan dasar dan pola bahasa yang mengatur penggunaan suatu
bahasa, baik lisan maupun tulisan. Dalam bahasa Arab, qawa’id meliputi nahwu (sintaksis) dan
sharaf (morfologi).
18
Nahwu yang secara lughawi berarti: contoh, merupakan kaidah mengenai penyusunan
kalimat dan penjelasan bunyi akhir (I’rab, infleksi) mengenai kata yang berada dalam struktur
kalimat serta hubungan satu kalimat dengan lainnya, sehingga ungkapannya tepat dan bermakna.
Ilmu nahwu mempelajari hubungan kata-kata dalam kalimat.
2

bahasa Arab. Karena itu, prinsip utama yang harus dijadikan sebagai

pijakan dalam pembelajaran qawâ’id adalah:19

a. Nahwu-sharaf bukan tujuan (ghâyah), melainkan perantara atau media.

b. Pembelajaran nahwu-sharaf harus aplikatif dan fungsional, dan

memfasilitasi pengembangan empat keterampilan berbahasa, dalam

arti dapat mengantarkan peserta didik untuk berbahasa secara benar:

mendengar, berbicara, membaca dan menulis secara benar.

c. Pembelajaran nahwu-sharaf harus kontekstual, dalam arti

memperlihatkan konteks kalimat yang digunakan, bukan semata-mata

menekankan i’râb atau tashrîf.

d. Membelajarkan makna kalimat harus lebih didahulukan daripada

fungsi i’râb.

e. Pembelajaran nahwu-sharaf juga harus berlangsung secara gradual,

bertahap: dari mudah menuju yang lebih sulit.

f. Menghafal istilah dan kaidah nahwu bukan merupakan prioritas utama,

melainkan hanya sekedar sarana memahamkan peserta didik akan

kedudukan kata dalam kalimat.

g. Tidak dianjurkan untuk mengembangkan i’râb yang panjang dan tidak

fungsional.

h. Tidak dianjurkan pula dalam pembelajaran nahwu-sharaf

dikembangkan teori ‘amil, ta’lîl, i’râb taqdîrî, yang bagi peserta didik

mungkin sangat abstrak, tidak praktis, dan tidak bermanfaat.

19
Muhbib Abdul Wahab, Epistimologi dan Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab,
(Jakarta: LP UIN Stadid, 2008), h.176
2

2. Morfologi (sharaf)

Morfologi adalah bagian dari ilmu bahasa yang mempelajari seluk

beluk bentuk kata serta fungsi perubahan-perubahan bentuk kata itu, baik

fungsi gramatik maupun semantik. Menurut kamus umum bahasa

Indonesia “Morfologi ialah ilmu bentuk”. Kata berbeda dengan fonem.

Kata adalah bentuk bebas yang paling kecil yaitu persatuan terkecil yang

dapat diucapkan secara berdikari. Tetapi juga tidak bisa disangkal bahwa

morfologi mungkin merupakan keseluruhan kata atau merupakan sebagian

dari suatu kata.

Adapun morfem bahasa Arab (sharaf) adalah ilmu tentang asal-

usul kata untuk dapat mengetahui bentuk-bentuk dari kata-kata bahasa

Arab dan keadaannya, dan dengan ilmu tersebut dapat diketahui apa yang

harus ada di dalam bentuk suatu kata sebelum kata-kata itu tersusun dalam

suatu kalimat (jumlah).20

Dari dua pengertian morfologi (bahasa Arab dan bahasa Indonesia)

tersebut menunjukkan bahwa yang dibicarakan di sini adalah kata sebelum

disusun dalam suatu kalimat. Untuk itu perlu kiranya meninjau proses

terjadinya kata, atau yang dikenal sebagai proses morfologi.

Yang disebut dengan proses morfologi adalah cara pembentukan

kata-kata dengan menghubungkan morfem yang satu dengan morfem yang

lain atau cara pembentukan kata kata dengan menghubungkan morfem

20
Abdul Mu’in, Analilis Kontrastif ;Bahasa Arab dan Bahasa Indonesia (Telaah
Terhadap Fonetik dan Morfologi), (Jakarta, al-Husna Baru, 2004), cet. 1, h. 89
2

yang satu dengan morfem yang lain.21 Dengan begitu jelas bahwa bentuk

terkecil ialah morfem, sedangkan yang terbesar ialah kata.

Morfem yaitu satuan terkecil dalam kata yang memiliki makna.

Morfem terdiri dari morfem terikat dan morfem bebas dalam kontrasi

bahasa Arab dan bahasa Indonesia.

Contoh: Menulis

Me + nulis ‫آﺘﺐ‬

Katab + a

Mirfem terikat + Morfem bebas Morfem bebas + Morfem terikat

“Me” dalam analisis bahasa Indonesia merupakan morfem terikat

yang tidak dapat berdiri sendiri yang dikenal juga sebagai imbuhan dalam

bahasa Indonesi, “nulis” merupakan morfem bebas yang terdiri dari kata

dasar “tulis”.

Morfem (kataba) ‫ آﺘﺐ‬dalam bahasa Arab bukan saja diartikan

sebagai proses morfologi saja, namun satu kata tersebut mengandung

makna jenis dan jumlah yang tidak terdapat dalam bahasa Indonesia:

a. Jenis

‫آﺘﺐ‬ ‫آﺘﺒﺖ‬

Katab + a Katab + at

M. Bebas + M. Terikat M. Bebas + M.Terikat

21
Samsuri, Analisis Bahasa; Memahami Bahasa Secara Ilmiah, (Jakarta: Erlangga,
1987), h. 190
3

Kataba (‫ )آﺘﺐ‬dalam dalam bahasa Arab merupakan pemakaian

jenis untuk anak laki-laki (‫)هﻮ‬, sedangkat katabat (‫ )آﺘﺒﺖ‬merupakaian

pemakaian jenis untuk anak perempuan (‫)هﻲ‬, dimana dalam bahasa

Indonesi tidaka akan kita ketahui jika pemaknaannya hanya “menulis”,

tanpa penjelasan “dia anak laki-laki/perempuan”.

b. Jumlah

Dalam bahasa Arab juga kita kenal dengan istilah jumlah

seperti:

‫آﺘﺒﺎ‬

Kata + baa

M. bebas + M. terikat

Penambahan ( ‫ ) أ‬dalam contoh bahasa Arab di atas

menunjukkan jumlah yang menerangkan dua orang. Jumlah dalam

bahasa Arab ada tiga yaitu: mufrad (satu orang), mutsannah (dua

orang), dan jama’ (lebih dari dua).

Seperti yang kita ketahui, dalam kamus bahasa Arab, semua

kata berasal dari bentuk akar. Maka akan kita jumpai bahwa kata ‫ﻣﻔﺘﺎح‬

(kunci atau pembuka) berasal dari kata kerja ‫ﻓﺘﺢ‬ yang arti dasarnya

adalah pembuka yang telah melalui tahap pada proses morfologi dalam
3

1) Morfem (fa’, ‘a, dan lam fi’il)22

Untuk menyatakan pola kata kerja, ahli tata bahasa menggunakan

konsonan kata kerja ‫( ﻓﻌﻞ‬fa’ala) “berbuat atau mengerjakan”. Huruf

‫ ف‬menggambarkan akar atau huruf pertama, ‫ ع‬huruf kedua, dan ‫ل‬

huruf ketiga. Jadi pada kata ‫ ك‬, ‫ = آﺘﺐ‬huruf ‫ ت‬, ‫ = ف‬huruf ‫ ع‬, dan

‫ = ب‬huruf ‫ ل‬. huruf-huruf tersebut juga dapat kita fungsikan sebahgai


huruf awal, tengah, dan akhir.

Pada kata kerja sederhana berhuruf tiga dikenal sebagai bentuk

kata dasar (tsulatsi). Huruf pertama (awal) dan huruf ketiga (akhir)

berharakat fathah (a pendek), sedang huruf kedua (tengah) boleh

berharakat fathah (u pendek) atau kasrah (I pendek), biasa

dilambangkan seperti:

a) ‫( ﻓﻌﻞ‬fa’ala) sebagaimana ‫( آﺘﺐ‬kataba)= dia (laki-laki) menulis.

b) ‫( ﻓﻌﻞ‬fa’ila) sebagaimana ‫( ﻓﺮح‬fariha)= dia (laki-laki) senang.

c) ‫( ﻓﻌﻞ‬fa’ula) sebagaimana ‫( ﺷﺮف‬syarufa)= dia )laki-laki) mulia.

22
Abdullah Abbas Nadwi, Belajar Mudah Bahasa Al-Quran, (Bandung: Mizan, 1996),
cet. VIII, h.49
3

2) Bentuk turunan23

Adapula bentuk-bentuk turunan dari huruf awal yang berhuruf

tiga, yang akan menimbulkan arti yang berbeda tiap bentuk huruf

memastikan pola yang tersedia dan menghasilkan perubahan khusus

arti kata dasar huruf tersebut.

Bentuk-bentuk turunan dari asal kata yang terdiri atas tiga

huruf dibuat dengan menambahkan awalan, sisipan, dan akhiran.

Dalam bahasa Indonesia penambahan ini disebut dengan afiksasi24.

Melalui perubahan-perubahan ini, maka terjadilah berbagai arti.

Asal kata dalam bahasa Arab dibentuk menjadi kata dengan

menambahkan vokal. Vokal dan konsonan tambahan ini menentukan

pola atau bentuk umum. Setiap bentuk melahirkan perubahan tertentu

pada arti dasar asal kata. Umpamanya, arti kata kerja ‫ﻗﺘﻞ‬ (qatala) =

membunuh, bila ditambahkan vocal panjang setelah huruf pertama ‫ق‬

menjadikannya ‫ﻗﺎﺗﻞ‬ (qâtala) = mereka saling berperang. Jika huruf

keduanya diberi syaddah, menjadikan ‫ﻗّﺘﻞ‬ (qattala) = dia banyak

membunuh.

23
Ibid, h. 198-210.
24
Afiks istilah umum untuk keseluruhan unsure pembentuk kata. Prefiks untuk menyebut
afiks yang diletakkan pada akhir kata, infiks untuk menyebut unsure yang diletakkan di tengah
kata, dan konfiks untuk menyebut awalan dan akhiran yang diimbuhkan secara bersamaan pada
sebuah kata dasar. Abdul Chaer, Gramatika Bahasa Indonesia, (Jakarta: Rineka Cipta, 1993),
cet.1, h.68.
3

a) Wazn fi’il tsutatsi mazid bi harfin wahid yaitu kalimah fi’il yang

terdiri dari 3 (tiga) huruf asli dan 1 (satu) huruf tambahan.25

(1) Wazn ‫ﻓَﻌﱠﻞ‬ . Wazn ini dibentuk dari fi’il tsulatsi dengan

memberikan syaddah pada huruf kedua yaitu dalam ‫ﱠﻌﻞ َﻓ‬ .

Contoh
‫ﻋَﻠﻢ‬ = mengajar (menyebabkan seseorang menjadi

tahu).

(2) Wazn ‫اَ ْﻓ َﻌ َﻞ‬ . Wazn ini dibentuk dengan memberikan awalan

hamzah berharakah fathah kepada bentuk huruf asli menjadi

‫ اَ ْﻓ َﻌ َﻞ‬. Contoh ‫ = اَ ْﺧ َﺮ َج‬.mengeluarkan

(3) Wazn ‫ ﻓَﺎ َﻋ َﻞ‬.Wazn ini dibentuk dengan menyisipkan huruf alif

di antara huruf pertama dan kedua pada huruf asli menjadi

‫ﻓَﺎﻋ ََﻞ‬ = dia melakukan sesuatu dengan orang lain. Contoh

‫ﻖ‬
َ َ‫ = َﺳﺎﺑ‬dia berlomba dengan.

b) Wazn fi’il tsulatsi mazid bi harfain yaitu kalimah fi’il yang terdiri

dari 3 (tiga) huruf asli dan 2 (dua) huruf tambahan.

َ ‫ﺗَﻔَﺎ َﻋ‬
(1) Wazn ‫ﻞ‬ . Arti wazn ini cenderung sama dengan arti bentuk

kata kerja
‫ﻓَﺎﻋَﻞ‬ (melakukan). Seperti pada contoh ‫َﻗﺎﺗَ َﻞ‬

(berperang) dan َ َ‫َﺗَﻘﺎﺗ‬ ‫( ﻞ‬saling berperang).

25
Akrom Fahmi, Ilmu Nahwu dan Sharaf 2; (Tata Bahasa Arab Praktif dan Aplikatif),
Jakarta: Grasindo Persada, 2002), cet.2, h.3.
3

(2) Wazn ‫ ﱠﻌ َﻞ َﺗ َﻔ‬. Wazn ini dibentuk dari ‫ﱠﻌﻞ َﻓ‬


َ dengan menambahkan

awalan berupa kata (huruf) sehingga menjadi َ‫ﱠﻌﻞ ﺗَﻔ‬


َ . contoh

‫ق َﺗَﻔ‬
َ ‫ = ﱠﺮ‬memisahkan diri.

(3) Wazn ‫اِ ْﻓﺘَ َﻌ َﻞ‬ . Wazn ini dibentuk dengan memberikan awalan

hamzah berharakat kasrah dan diberi sisipan huruf ‫ ت‬setelah

huruf pertama menjadi ‫اِ ْﻓﺘَ َﻌ َﻞ‬ . Contoh ‫ِإﺣْ ﺘَ َﻤ َﻞ‬ = membawa

(orang ketiga laki-laki).

َ ‫ اِ ْﻧﻔَ َﻌ‬. Wazn ini dibentuk dari ‫ ﻓَ َﻌ َﻞ‬dengan menambahkan


(4) Wazn ‫ﻞ‬

awalan yang berupa huruf


‫ِٳن‬ menjadi sehingga (in) ‫= اِ ْﻧﻔَ َﻌ َﻞ‬

dilakukan. Bentuk ini mempunyai arti pasif.

(5) Wazn
‫ﱠﻞ ِاْﻓَﻌ‬ . Wazn ini dibentuk dengan memberikan awalah

hamzah berharat kasrah dan huruf ketiga diberi syaddah

seperti ‫ﺣَﻤ‬
ْ ‫ = ﱠﺮ ِإ‬menjadi merah.

c) Wazn fi’il tsulatsi mazid bi tsalatsati ahruf yaitu fi’il yang terdiri

dari 3 (tiga) huruf asli dan 3 (tiga) huruf tambahan.

(1) Wazn ‫ اِ ْﺳﺘَ ْﻔ َﻌ َﻞ‬. Wazn ini dibentuk dengan memberikan awalan

berupa tiga huruf yaitu ‫ا‬ ‫ = ت س‬seperti ِ‫إ‬ (berserah diri,


َ‫ﺴَﻠﻢ‬
ْ ‫ْﺳَﺘ‬

berasal dari kata) َ ‫ﻢ‬ (menyerahkan).


ِ‫َﺳﻠ‬
َ
3

(2) Wazn ‫ﻞ‬


َ ‫ اِﻓ َﻌﻮْ َﻋ‬. Wazn ini dibentuk dengan memberikan awalan

ْ‫ ِإف‬dan sisipan ‫ و‬setelah huruf pertama. Seperti pada contoh

‫ﻋَﻠْﻮَﻟ َﻢ‬
ْ ‫ِإ‬ kata dari berasal yang berilmu) (sangat ‫ﻋِﻠ َﻢ‬
َ

(berilmu).26

Wazn ‫ِ ا ْﻓ َﻌﺎلﱠ‬ . Wazn ini dibentuk dengan memberikan awalan


(3)

hamzah berharakat kasrah ( ‫ ) إ‬, sisipan alif setelah huruf

kedua, dan syaddah setelah huruf ketiga. Seperti pada contoh

‫ = إﺳْﻮا ﱠد‬sangat (benar-benar) hitam.

(4) Wazn ‫ل ِاْﻓَﻌ‬


َ ‫ﱠﻮ‬ . Wazn ini dibentuk dengan memberikan

awalan hamzah berharakat kasrah ( ‫ ) إ‬, serta sisipan waw

(‫ )و‬dan

syaddah setelah huruf kedua. Contoh pada kata ‫ِإﺟْ ﻬَ ﱠﻮل‬ =

sangat bodoh.

3) Perubahan kata kerja (tashrif lughawi)27

Perubahan kata kerja dibentuk dengan memberikan awalan,

akhiran, atau sisipan pada vocal. Dan pemberian kata ganti tetap

(dhamir muttasil) pada akhiran fi’il madhi yang menerangkan bilangan

dan jenis. Tidak ada konsonan atau vokal pada awal kata kerja

perfektum (fi’il madhi). Pemberian awalan dalam bahasa Arab terjadi

pada kata kerja imperfektum (fi’il mudhari’).

26
Ibid, h. 122
27
Abdullah Abbas Nadwi, Op. cit., h.50
3

a) Perubahan kata kerja dengan memberikan awalan pada kata kerja

imperfektum (fi’il mudhari’) dibentuk dengan memberikan awalan

berupa salah satu dari empat huruf berikut: ‫( أ‬a), ‫( ن‬n), ‫( ت‬ta), ‫ى‬

(y) kepada bentuk asal. Fi’il ini juga memiliki konfiks28 yaitu

dengan menambahkan akhiran untuk menyatakan jumlah orang,

yaitu ‫( ان‬an), ‫( ﻮﻦ‬una), ‫( ن‬na), dan ‫( ﻴﻦ‬ina).29

b) Perubahan kata kerja dengan memberikan akhiran pada kata kerja

perfektum (fi’il madhi) dibentuk dengan memberikan akhiran vocal

dan kata ganti tetap, yaitu ‫ت‬ (ta) pada kata ‫ ت‬v, v‫ﻓﻌﻠﺖ‬ (tâ) pada

kata ‫ ن‬, v‫ﻓﻌﻠﺖ‬ (nâ) pada kata ‫ ت‬, v‫ﻓﻌﻠﻦ‬ (ta) pada kata ‫ ﺗﻤﺎ‬, v‫ﻓﻌﻠﺖ‬

(tumâ) pada kata ‫ ﺗﻢ‬v, v‫ﻓﻌﻠﺘﻤﺎ‬ (tum) pada kata ‫ ت‬v, v‫ﻓﻌﻠﺘﻢ‬ (ta) pada

kata ‫ ﺗﻦ‬, v‫( ﻓﻌﻠﺖ‬tunna) pada kata ‫ ت‬v, v‫( ﻓﻌﻠﺘﻦ‬tu) pada kata ‫ ﻓﻌﻠﺖ‬,

dan ‫( ﻧﺎ‬nâ) pada kata ‫ﻓﻌﻠﻨﺎ‬.

4) Modifikasi intern

Istilah ini dipinjam dari istilah Inggris Internal Modification,

maksudnya adalah perubahan vocal; misalnya dalam forfemis kata-

kata Arab tertentu.

‫ﺿﺮب – ﻳﻀﺮب – اﺿﺮب‬

28
Morfem terikat terbagi (konfiks) ini disebut pula dalam bahasa Inggris discintinous
morpheme. Josh Daniel Pareram, Op.cit., h. 26
29
Abdullah Abbas Nadwi, Op. cit., h.81
3

c. Sintaksis (nahwu)

Sintaksis merupakan salah satu kajian yang tidak dapat

dipisahkan, karena ia merupakan cabang linguistik yang mengkaji

unsur terpenting dalam bahasa yaitu kalimat. Kalimat merupakan

satuan bahasa yang pengaturan dan hubungan antara kata dengan kata

atau dengan satuan-satuan yang lebih besar yang secara relative berdiri

sendiri, mempunyai pola intonasi final baik secara aktual maupun

potensial terdiri dari klausa.30

Sintaksis berasal dari bahasa Yunani ‘sun’ yang bermakna

‘dengan’ dan ‘tatein’ yang bermakna ‘menempatkan’. Jadi secara

etimologi sintaksis berarti menempatkan secara bersama-sama kata-

kata menjadi kelompok kata atau kalimat.31

Istilah sintaksis secara langsung terambil dari bahasa

Belanda syntaxis. Dalam bahasa Inggris digunakan istilah syntax.

Sintaksis adalah bagian atau cabang dari ilmu bahasa yang

membicarakan seluk-beluk wacana, kalimat, klausa, dan frase, berbeda

dengan morfologi yang membicarakan seluk-beluk kata dan morfem.

Sintaksis sebagai bagian dari ilmu bahasa berusaha menjelaskan

unsur-unsur suatu satuan serta hubungan antara unsur-unsur itu dalam

suatu satuan, baik hubungan fungsional maupun hubungan maknawi.

30
Harimurti Kridalaksana, Kamus Linguistik, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama,
2001), cet. 5, h. 199.
31
Mansoer Pateda, Linguistik Sebuah Pengantar, (Bandung: Angkasa, 1988), cet. 10, h.
35.
3

Demikianlah, bidang sintaksis ialah wacana, kalimat, klausa, dan

frase.32

Sedangkan dalam bahasa Arab sintaksis itu disebut dengan

ilmu nahwu.

Z‫اﻟﻨﺤﻮ ﻗﻮاﻋﺪ ﻳﻌﺮف ﺑﻬﺎ ﺻﻴﻎ اﻟﻜﻠﻤﺔ اﻟﻌﺮﺑﻴﺔ وأﺣﻮاﻟﻬﺎ‬


‫ﺣﻴﻦ أﻓﺮادهﺎ وﺣﻴﻦ‬
.‫ﺗﺮآﻴﺒﻬﺎ‬
Ilmu nahwu adalah kaidah-kaidah untuk mengenal bentuk kata-kata
dalam bahasa Arab serta kaidah-kaidahnya baik berupa kata maupun
kalimat.33

Al-Ghulayaini dalam bukunya Jami’ Al-Durus Al-Arabiyah

mendefinisikan an-nahwu yaitu ilmu yang mengatur semua keadaan

pada akhir setiap kata dalam sebuah tuturan, baik itu marfu’

(nominative), mansub (akusatif), majrur (genitif), atau majzum (jusif),

di mana setiap perubahan keadaan seperti itu disebut al-I’rab34 atau

yang disebut juga dengan al-Mabniy.

Mahfudh Ichsan Al-Wina’i mendefinisikan i’rab ialah

berubahnya harakat di akhir kata dengan sebab berbedanya amil yang

masuk pada kalimat itu yang terbagi atas empat macam yaitu: i’rab

rofa’, i’rab nasob, i’rab jar, dan i’rab jazm.35

32
M. Ramlan, Sintaksis; Ilmu Bahasa Indonesia, (Yogyakarta; CV. Karyono, 1983), cet.
3, h; 17.
Hifni Bek Dayyab, dkk, Kaidah Tata Bahasa Arab: Nahwu, Shorof, Balaghoh, Bayan,
33

Ma’ani, Bade, (Jakarta: Darul Ulum Press, 1991), cet. 3, h.13.


34
I’rab adalah tanda baca yang diwujudkan dalam bentuk fathah, (peneda vocal a),
kasrah (penanda vocal i), dhammah (penanda vocal u), dan sukun (penanda huruf mati).
Syihabuddin, op cit, h. 45.
35
Mahfudh Ichsan Al-Wina’i, Konsep Kitab Kuning, (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 1995), h.91.
3

Secara etimologis, i’rab berarti menerangkan dan

menjelaskan.36 Tatkala bahasa Arab merupakan bahasa yang jelas dan

terang, kehadiran i’rab menunjang kejelasan tersebut. i’rab inilah yang

menjelaskan hubungan antarkata pada suatu kalimat dan susunan

kalimat dalam kondisi yang variatif.

Itulah yang biasa dibicarakan oleh sintaksis yang

berorientasi pada lafadz dan i’rab atau struktur sintaksis, mencakup

masalah fungsi, kategori, dan peran. Akan tetapi dalam pembahasan ini

penulis hanya menjelaskan mengenai satuan sintaksis.

1) Kategori Sintaksis Bahasa Arab dan Bahasa Indonesia

Pada dasarnya satuan sintaksis37 itu meliputi kata (yang

merupakan satuan sintaksis terkecil), frase (gabungan dua kata atau

lebih yang sifatnya predikatif), dan kalimat. Dalam ilmu bahasa,

kata dapat dikelompokkan berdasarkan bentuk serta perilakunya,

dan antara satu kelompok akan berbeda dengan kelompok lainnya.

Dengan kata lain, kata dibedakan berdasarkan kategori

sintaksisnya. Kategori sintaksis sering pula disebut kategori atau

kelas kata.

Para linguis Arab terdahulu membagi kata ke dalam

kategori nomina, verba, dan hurf.

36
Syihabuddin, op. cit, h.44..
37
Kaidah sintaksis mensyaratkan pilihan kata yang tepat, seksama, dan lazim. Tepat
berarti penempatan kata sesuai dengan kelompoknya dalam sintaksis, seksama berhubungan
dengan kesesuaian antara makna dan pikiran, dan lazim berarti kata yang sudah menjadi milik
bahasa Indonesia. Minto Rahayu, Bahasa Indonesia di Perguruan Tinggi, (Jakarta: Grasindo,
2007), h. 68.
4

Hifni Bek Dayyab (1991:13) menuliskan:

.‫ ﻓﻌﻞ و اﺳﻢ و ﺣﺮف‬: ‫ﺗﻨﺤﺼﺮ اﻟﻜﻠﻤﺎت ﻓﻰ ﺛﻼﺛﺔ اﻧﻮاع‬


Kata-kata itu hanya ada tiga macam: fi’il, isim, dan harf.

Mahfudh Ichsan Al-Wina’i (1995:85) juga sependapat

bahwa kelas kata dalam bahasa Arab itu ada tiga yakni fi’il, isim,

dan harf. Dia mengatakan bahwa:

.‫ ﻓﻌﻞ واﺳﻢ و ﺣﺮف‬: ‫اﻗﺴﺎﻣﻪ ﺛﻼﺛﺔ‬


Kalimat itu terbagi menjadi tiga macam: fi’il tau kata kerja, isim,

dan hurf.

a) Verba (fi’il)

Fi’il dalam bahasa Arab sama pengertiannya dengan

kata kerja dalam bahasa Indonesia.38 Verba atau kata kerja

dalam bahasa Indonesia secara umum dapat dibedakan dari

kelas kata lainnya terutama dari adjectiva dengan ciri: “verba

mengandung makna inheren perbuatan, proses, dan keadaan

yang bukan sifat atau kualitas, dan memiliki fungsi utama

sebagai predikat atau inti predikat walaupun dapat juga

mempunyai fungsi lain”.39

Dilihat dari strukturnya ada dua macam kata kerja, yaitu

kata kerja dasar, dan kata kerja berimbuhan. 40 Kata kerja dasar

adalah kata kerja yang belum diberi imbuhan, seperti kata-kata

38
Akrom Fahmi, op. cit., h. 8.
39
Hasan Alwi, dkk, Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia, Edisis ketiga, (Jakarta: Balai
Pustaka, 2000), cet. 4, h. 87.
40
Abdul Chaer, Tata Bahasa Praktis Bahasa Indonesia, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000),
h.100.
4

pergi, pulang, tulis, tanya, dan tendang. Sedangkan kata kerja

berimbuhan adalah kata kerja yang berbentuk dari kata dasar

yang mungkin kata benda, kata kerja, kata sifat, atau janis kata

lain dan imbuhan.

Dalam bahasa Arab verba lazim disebut dengan fi’il,

yaitu kata yang menunjukkan makna mandiri dan disertai

dengan pengertian zaman. Sebagaimana dalam bahasa

Indonesia, fi’il dalam bahasa Arab tidak hanya meliputi

pekerjaan-pekerjaan yang memerlukan tenaga (fisik), seperti

berjalan, memikul, dan lain-lain.

Verba atau fi’il dalam bahasa Arab terbagi menjadi tiga

macam yaitu: fi’il madhi, fi’il mudhari, dan fi’il amr. Walaupun

ada beberapa bentuk fi’il berdasarkan morfologisnya (shorof),

fi’il madhi menunjukkan perbuatan yang telah berlalu. Contoh

pada kata ‫“ آﺘﺐ‬dia (laki-laki) telah menulis”.

Fi’il mudhari menunjukkan kejadian atau perbuatan

yang sedang berlangsung dan yang akan datang. Contoh pada

kata ‫ﻳﻜﺘﺐ‬ “dia (laki-laki) sedang atau akan menulis”.

Sedangkan fi’il amr yaitu fi’il yang menuntut pendengarnya

untuk melakukan sesuatu seperti pada contoh ‫اآﺘﺐ‬ “kamu

(laki-laki) tulislah”.
4

b) Nomina (isim)

Nomina meliputi tiga unsur: nama (kata benda), sifat,

dan kata ganti. Unsur nama meliputi aspek nama yang umum,

nama diri dan bentuk infinitif 41. Unsur sifat meliputi sifat yang

umum, sifat yang relative, dan sifat yang menyatakan

keunggulan, sedangkan unsur kata ganti mencakup kata ganti

orang, kata ganti penunjuk, dan kata ganti konjungtif.42

Unsur nama memiliki karakteristik yang

membedakannya dari kategori lain. Dilihat dari distribusinya,

nomina dapat menempati posisi sebagai subjek, predikat, atau

pelengkap.dalam kalimat yang predikatnya verba dan ia tidak

dapat diingkari dengan kata “tidak”, melainkan dengan kata

“bukan”.43

Dalam bahasa Indonesia sebuah kata dapat dicalonkan

ke dalam kelas benda jika kata tersebut berfrase dengan di, ke,

tentang, pe. Misalnya: pemain, kehendak, di sekolah, dll.

Dalam bahasa Inggris sebuah kata masuk dalam kelas benda,

apabila secara frase dapat dihubungkan dengan kata-kata

41
Infinitive merupakan bentuk verba yang sama sekali tidak mengandung fleksi (proses
atau hasil penambahan afiks pada dasar atau pada akar untuk membatasi makna gramatikalnya.
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indinesia, Edisi ketiga, (Jakarta: Balai
Pustaka, 2003), cet. 3, h. 432&318
42
Syihabuddin, op. cit, h. 52
43
Harimurti Kridalaksana, op.cit., h. 146
4

seperti the, a, few, some, every, atau dengan sufiks -er seperti:

farmer, writer, reader.44

Sementara isim dalam bahasa Arab merupakan kata

yang menunjukkan makna mandiri dalam arti ia tidak

terengaruhi zaman atau kala. Contoh: ‫اﺑﺮاهﻴﻢ‬ yang berarti

nama orang yang tidak berpengaruh oleh kala.

Isim atau nomina secara umum terbagi dua yaitu:

i) isim nakirah yaitu kata benda yang masih umum seperti:

‫ﺗﻠﻤﻴﺬ‬ “seorang murid laki-laki” mana saja atau bersifat

umum, ‫“ آﺘﺎب‬buku” mana saja atau masih bersifat umum.

ii) Isim ma’rifah yang menunjukkan kata benda tertentu

(sifatnya pasti) seperti: ‫اﻟﺘﻠﻤﻴﺬ‬ yaitu ‫ﺗﻠﻤﻴﺬ‬ dengan

penambahan ‫ال‬ yang berarti “anak laki-laki itu” yang

bersifat khusus atau pasti. Isim maaa'rifah ini meliputi: isim

dhamir (pronominal, person), isim ‘alam (nama diri), isim

isyarah (petunjuk, penanda deiksis45), isim mausul (nomina

relative), isim yang disertai alif lam (‫) ال‬, dan isim yang

44
Jos Daniel Parera, Pengantar Linguistik Umum; Bidang Morfologi, Seri B. (Ende
Flores Nusa Indah: Arnoldus, 1977), h. 15&16
45
Deiksis merupakan hal atau fungsi menunjuk sesuatu di luar bahasa; kata yang
mengacu kepada persona, waktu, dan tempat suatu tuturan. Departemen Pendidikan Nasional,
Kamus Besar Bahasa Indonesia, h. 244
4

c) Harf

Seluruh kalimah huruf adalah mabny. Dan perlu diingat

kembali, bahwa untuk menentukan apakah suatu kalimah harf

itu mabny sukun, fathah, dhammah, dan kasrah adalah

berdasarkan harakat harf terakhirnya.

1) Harf Jar, seperti : ‫ ﻋﻦ‬,‫ اﻟﻲ‬,‫ﻣﻦ‬ dan lain-lain.

2) Harf Athaf, seperti : ‫ ﺛﻢ‬, ‫ ف‬,‫و‬ dan lain-lain.

3) Harf Istifham, seperti : ‫ أ‬,‫ ﻣﺎ‬,‫هﻞ‬ dan lain-lain.

4) Harf Nafy, seperti ,:‫ ﻣﺎ‬,‫ ﻟﻢ‬,‫ﻟﻦ‬ dan lain-lain.

5) Harf Syarat, seperti : ,‫ إذا‬,‫ ﻣﻦ‬,‫ﻟﻮ‬ dan lain-lain.

6) Harf Ta'kid, seperti : ‫ إن‬,‫ أن‬,‫ﻗﺪ‬ dan lain-lain.

7) Harf Ististna, seperti : .‫ ﻏﻴﺮ اﻻ‬,‫ﺳﻮى‬, dan lain-lain.

8) Dll.

2) Kategori Gramatikal Bahasa Arab

Klasifikasi gramatikal (dalam bahasa Arab yaitu nahwu)

adalah komponen dalam tata bahasa yang memperlihatkan

bagaimana satuan-satuan gramatikal dengan berbagai cirinya

46
Abdul Mu’in, Analisis Kontrastif ;Bahasa Arab dan Bahasa Indonesia (Tetaah
Terhadap Fonetik dan Morfologi), (Jakarta, al-Husna Baru, 2004), cet. 1, h. 92
4

berperilaku sebagai satuan yang lebih abstrak dalam satuan

gramatikal yang lebih besar.47

Seperti yang telah penulis ungkapkan di atas bahwa,

kategori gramatikal sering dibedakan kategori primer, yakni kelas

kata, dan kategori sekunder, yakni modus, kala (tenses), aspek,

diatesis, jumlah, dan kasus (Lyons 1968:274). Empat di antaranya

menjadi kategori yang sangat penting dalam bahasa Arab, yaitu:

a) Jumlah (number)

Jumlah adalah kategori gramatikal yang membeda-bedakan

jumlah, misalnya tunggal (mufrad), dua (mustanna), dan plural

(jama’). Dalam bahasa Arab perbedaan ketiga jumlah tersebut akan

mempengaruhi struktur kalimat atau katanya.48

)seperti: Mufrad 1 ‫ﻣﺴﻠﻢ‬ ,‫ آﺘﺎب‬,‫ ﻗﻠﻢ‬.

)seperti: Mustanna 2 ‫ﻟﺒﺎن‬ ‫ ﻃﺎ‬, ‫ ﻗﻠﻤﺎن‬.

3) Jama’ yang terbagi menjadi tiga macam:

 Jama’ mudzakar salim, seperti: ‫ ﻣﺴﻠﻤﻮن‬.

 Jama’ muannasts salim, seperti: ‫ ﻣﺴﻠﻤﺎت‬.

 Jama’ taksir seperti: 49. ‫ﺻﻮرة‬- ‫ﺻﻮر‬

47
Ibid. h. 5-6
48
Hifni Bek Dayyab, dkk, op. cit, h.155
49
Abdul Mu’in, op. cit, h. 93
4

b) Modus

Modus merupakan kategori gramatikal dalam bentuk verba

yang mengungkapkan suasana psikologis penutur terhadap

tindakan, perbuatan, merupakan tafsiran pembicara atau sikap

pembicara tentang apa yang diucapkannya. 50 Dalam bahasa Arab

terdapat tiga macam modus yaitu:51

a) Modus indikatif (al-mudhari’ al-marfu’) yang menunjukkan

suatu pernyataan biasa, dan dapat digunakan untuk menyatakan

makna perbuatan yang faktual (terjadi) atau suatu kebenaran

umum (netral).52

b) Modus subjuntif (al-mudhori’ al-manshub) merupakan hasil

perubahan dari modus indikatif yang telah diberi unsur-unsur

yang bisa mengubah modus indikatif menjadi modus

subjungtif.

Seperti contoh: َ ‫ َﻳْﺬ ُ َ ْﻟﻦ ﻳَ ْﺬ َه‬.


‫ﺐ ُﻣ َﺤ‬ (Muhammad tidak
‫ﱠﻤﺪ‬ ‫َه ﺐ‬
=
akan pergi).

c) Modus jusif (al-mudhari’ al-majzum) yang menunjukkan

makna penegasan. Modus jusif ini tidak berbeda dengan modus

subjungtif, kecuali huruf terakhirnya bersukun. Seperti contoh

ْ‫ َﻳ ُْﻜﺘﺐ‬.

50
Harimurti Kridalaksana, Kamus Linguistik, op. cit., h. 139
51
Abdullah Abbas Nadwi, Op. cit., h. 93-102.
52
Harimurti Kridalaksana, Kelas Kata Dalam Bahasa Indonesia, op. cit., h. 139
4

c) Kasus

Kasus adalah kategori gramatikal dari nomina, frase

nomina, pronomina, atau adjectiva yang memperlihatkan

hubungannya dengan kata lain dalam kontruksi sintaksis.53

Berdasarkan ciri-ciri infleksi suatu konstituen, bahasa

Arab mempunyai tiga kasus, yaitu:

1) Nominatif (marfu’), adalah kasus yang menempati posisi

subjek atau predikat.

2) Akusatif (manshub) adalah kasus yang secara fungsional

menempati posisi objek, pelengkap, dan adverbial.

3) Genitive (majrur) adalah kasus yang secara fungsional

mengisi fungsi adverbial dalam kalimat.

53
Ibid, h. 87
BAB III
LATAR BELAKANG MAHASISWA TARJAMAH SEMESTER VIII
PERIODE 2005/2006

A. Sekilas Tentang Jurusan Tarjamah dan Kurikulum

1. Sejarah

Fakultas Adab adalah fakultas pelopor dalam sejarah Pendidikan

Tinggi Agama Islam Negeri (PTAIN) di Indonesia dan Institut Agama Islam

(IAIN) khususnya. Sejarah Fakultas Adab ini berawal dengan berdirinya

Akademi Dinas Ilmu Agama (ADIA) pada 1 Juni 1957. ADIA pada saat itu

mempunyai tiga jurusan, yaitu: Jurusan Bahasa Arab, Jurusan Pendidikan

Agama, dan Jurusan Khusus untuk Imam Tentara.

Dalam perkembangan selanjutnya, berdasarkan keputusan Presiden RI

no.011 tahun 1960, tanggal 24 Agustus 1960 (2 Rabiul Awal 1380 H) ADIA

di Jakarta dan PTAIN di Yogyakarta digabung menjadi satu.

Program studi (prodi) Tarjamah dibuka pada tahun 1999. Pembukaan

jurusan ini berdasarkan SK Direktur Jenderal Pembinaan Kelembagaan

Agama Islam No. e/48/1999 tentang Penyelenggaraan Jurusan dan Program

Studi pada IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta tertanggal 29 Februari 1999. 1

Pembukaan Jurusan Tarjamah ini diikuti dengan pembukaan beberapa jurusan

lainnya, yaitu Jurusan Ilmu Perpuatakaan dan Sistem Informasi (IPSI),

sekarang bernama Jurusan Ilmu Perpustakaan, dan pada tahun berikutnya

(2000) dibuka Jurusan Bahasa dan Sastra Ingris.

1
Data diperoleh dari Sekretaris Jurusan Tarjamah pada tanggal 23 Desember pada pukul
13.30 WIB.

48
4

Dari awal berdirinya sampai sekarang, meskipun memiliki keberadaan

yang sangat penting di dunia penerjemahan, jumlah mahasiswa dari tahun ke

tahun terus berkurang. Hal ini dapat disebabkan oleh kurangnya minat

masyarakat terkait dengan penerjemahan, serta asumsi tentang sulitnya

mempelajari nahwu dan sharaf, masih sangat kental di tengah-tengah

masyarakat kita saat ini.

Dari data yang dapat diperoleh, dari tahun 2005 sampai sekarang,

mahasiswa yang duduk di jurusan tarjamah terus menurun, seperti tabel data

mahasiswa di bawah ini:

Tabel data mahasiswa dari tahun 2005-2009

Tahun Ajaran Jumlah Mahasiswa

2005/2006 24 orang mahasiswa

2006/2007 25 orang mahasiswa

2007/2008 19 orang mahasiswa

2008/2009 8 orang mahasiswa

2009/12010 3 orang mahasiswa

Upaya yang dilakukan oleh jurusan untuk menambah komunitas

mahasiswa tarjamah terus ditingkatkan. Baik dari proses sosialisasi ke

Madrasah-madrasah Aliyah, SMA, dan Pondok Pesantren, serta penawaran-

penawaran melalui ujian masuk Reguler. Namun usaha tersebut belum dapat

membuahkan hasil, malah dari tahun ke tahun komunitas mahasiswa Tarjamah


5

terus menurun. Nampaknya perlu upaya yang lebih tinggi serta kreatifitas

yang baru untuk menarik minat masyarakat terhadap dunia penerjemahan.

Memang terasa, dibandingkan dengan jurusan lain, jurusan tarjamah di

Fakultas sendiri begitu kurang mendapat perhatian. Bagi jurusan Tarjamah

sendiri untuk mengadakan acara-acara yang berpotensi dalam menarik minat

calon mahasiswa tarjamah terhalang oleh berbagai kendala. Salah satunya

yaitu kurangnya dana yang menyebabkan sumber sarana begitu sulit untuk

didapat.

2. Visi dan Misi

Sebagaimana telah tertulis dalam buku Pedoman Akademik Fakultas

Adab dan Humaniora Tahun 2005/2006, yang diterbitkan oleh FAH UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta, Program Studi Tarjamah bertujuan menghasilkan

sarjana Muslim yang memiliki keterampilan profesional di bidang bahasa

yang dijiwai oleh ajaran-ajaran dan nilai Islam dan ke-Indonesiaan. Lulusan

Program Studi Tarjamah ini memperoleh gelah Sarjana Sastra yang disingkat

dengan SS.

Sesuai dengan visi Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta, maka visi Prodi Tarjamah adalah membangun Prodi

Tarjamah sebagai lembaga pendidikan tertinggi berbasis riser dan agama

terdepan dalam bidang penerjemahan dan kebahasaan.

Berdasarkan visi tersebut, maka misi Prosi Tarjamah adalah sebagai

berikut:
5

a. Menyelenggarakan pendidikan dan dan pengajaran yang berkualitas

dalam bidang kebahasaan dan penerjemahan.

b. Menyelenggarakan penelitian dalam bidang bahasa dan penerjemahan

bagi kepentingan akademik dan mansyarakat.

c. Menyelenggarakan pengabdian masyarakat dalam bidang bahasa dan

penerjemahan.

d. Menjalin kerjasama dengan berbagai pihak untuk meningkatkan

kualitas pelaksanaan Tridharma Perguruan Tinggi.

3. Kurikulum

Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sejak

tahun akademik 2003-2004 telah menerapkan Kurikulum Berbasis

Kompetensi (KBK). Penerapan KBK ini dimaksudkan untuk meningkatkan

kemampuan (kompetensi) dan hasil belajar mahasiswa, sehingga tujuan

Universitas, Fakultas, dan Jurusan dapat dicapai secara maksimal. Srtuktur

kurikulum masing-masing jurusan mengacu pada kualifikasi yang dituntut

oleh Universitas, Fakultas, dan Jurusan. Kualifikasi ini meliputi kompetensi

lintas jurusan (kompetensi dasar UIN), kompetensi utama jurusan sebagai

bidang utama, dan kompetensi penunjang atau lainnya sebagai bidang

tambahan.

Pada program studi tarjamah terdapat beberapa perubahan pada mata

kuliah yang ada, seperti: Insya menjadi Kemahiran Menulis, Ta’bir Syafawi

menjadi Kemahiran Mendengar dan Berbicara, Tarjamah Tahriri II-II menjadi


5

Penerjemahan Arab-Indonesia I-II, Tarjamah Tahriri III menjadi

Penerjemahan Keislaman, Tarjamah Tahriri IV menjadi Penerjemahan

Akademik, Tarjamah Tahriri V menjadi Penerjemahan Non-Akademik,

Tarjamah Tatbu’iyah dean Tarjamah Fauriyah menjadi Teori Permasalahan

Penerjemahan Arab-Indonesia. Serta terdapat beberapa penambahan mata

kuliah seperti: Editing, Komputer dan Informatika, Dasar-dasar

Korespondensi Arab, dan Seminar Skripsi. Distribusi mata kuliah program

studi tarjamah lihat di lampiran I.

Dalam pengembangan kurikulum berbasis kompetensi (KBK) Program

studi Tarjamah perlu memperhatikan dan mempertimbangkan prinsip-prinsip;

(1)Keimanan, nilai, dan budi pekerti luhur, (2) penguatan integritas nasional,

(1) keseimbangan Etika, logika, estetika, dan kinestetika, (4) kesamaan

memperoleh kesempatan, (5) abad pengetahuan dan tekhnologi informasi, (6)

pengembangan keterampilan hidup, (7) belajar sepanjang hayat, (8) berpusat

pada anak dengan penilaian yang berkelanjutan dan komrehensif, (9)

pendekatan menyeluruh dan kemitraan (Dekdikbud, 2002).2

4. Dosen Pengajar dan Tenaga Pendukung

Data yang penulis dapatkan mengenai dosen pengajar di Jurusan

Tarjamah masih merupakan data-data dosen yang di susun pada 31 Agustus

2005 silam. Sistem rekruitmen dan seleksi dosen mengacu pada PP. No. 98

E. Mulyasa, Kurikulum Berbasis Kompetensi: Konsep, Karakteristik, dan Implementasi,


2

(Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2005), cet. 1, h.70


5

Tahun 2000, PP. No. 11 Tahun 2002 tentang pengadaan PNS yang berlaku

secara nasional.

Program Studi Tarjamah memiliki dosen tetap yang berkuaitas dengan

tingkat pendidikan S2 (8 orang) dan S3 (2 orang), juga tenaga pengajar S2 (1

orang). Dari sis kepankatan dan jabatan terdapat 1 Guru Besar, 2 Lektor

Kepala, dan 7 Lektor, serta 1 tenaga pengajar.

Selain tenaga dosen, Jurusan/ Program Studi Tarjamah juga didukung

oleh beberapa orang karyawan yang menangani administrasi akademi,

kemahasswaan, dan keuangan (S2/4 orang, S1/7 orang,, D3/1 orang, SLTA/6

orang), di ampig teknisi (S1/1 orang), laboran (S1/1 orang), pustakawan (S2/1

orang dan D3/1 orang), dan pramukantor (SLTA/3 orang dan SD/1 orang),

serta pramusaji (SLTA/1 orang).

Beliau semua ini merupakan SDM yang diperoleh melalu sistem

rekruitmen pegawai negeri sipil. Sebagai PNS, mereka bekerja di bawah

peraturan kerja dan kode etik yang dikembankan oleh pemerintah dan

Universitas/Fakultas.

Pada dasarnya dosen-dosen di jurusan tarjamah secara akademik

merupakan dosen-dosen yang memiliki kualitas tinggi. Namun dosen-dosen

tersebut memiliki metode pengajaran yang berbeda-beda. Ada yang memiliki

kualitas pengajaran yang unik dan kreatif, sehingga mahasiswa tidak merasa

jenuh, ada pula yang memiliki metode monoton, sehingga mahasiswa cepat

jenuh.
5

Tingkat disiplin dalam mengajarpun tiap-tiap dosen memiliki

perbedaan dalam cara pandangannya. Beberapa dosen memiliki disiplin yang

kuat, seperti mahasiswa tidak diperbolehkan telat, memakai kaus oblong,

bahkan kehadiran mahasiswa dituntut untuk dapat mengikuti ujian. Akan

tetapi ada pula dosen yang cuek, tidak memiliki silabus sebagai target

pembelajaran, mengajar tidak sesuai dengan materi atau mata perkuliahan,

banyak menceritakan masalah-masalah yang tidak penting dan tidak

mencakup materi belajar, bahkan tidak tepat waktu.

Hal ini juga seharusnya menjadi perhatian penting bagi akademik

dalam mengkader dosen-dosen, agar proses pembelajaran dapat berjalan

dengan baik.

5. Sarana dan Prasarana

Fasilitas atau peralatan yang digunakan sebagai penunjang proses

belajar mengajar terdiri dari sarana administrasi, ruang kuliah, ruang

laboratorium multimedia/bahasa, ruang laboratorium komputer, ruang self

access centre, ruang teater, rung perpustakaan dengan koleksi sejumlah 8193

examplar dengan 4595 judul. Fasilitas-fasilitas ini tersedia secara memadai

dengan kualitas yang baik.

Proses pembelajaran didukung oleh sarana perkuliahan modern secara

memadai berupa alat elektronik, seperti LCD, OHP, panaboard, handycam,

wireless, faximile, radio, screen projector, laptop, komputer, printer, scanner,

audio vicual, parabola, tape recorder, VCD/DVD player, cassette, head set,
5

jaringan internet dan AC. Semua ini diadakan guna mendukung proses

pembelajaran.

Akan tetapi sangat disayangkan. Mayoritas dari sarana dan prasarana

tersebut belum dapat sepenuhnya difungsikan dengan baik. Seperti hal nya

ruang laboratorium multimedia/bahasa, yang kendatinya menjadi tempat

mahasiswa untuk belajar guna mendapatkan suasana yang baru, belum

sepenuhnyadapat difungsikan. Juga masih banyak sarana dan prasarana

lainnya yang belum dapat difungsikan dengan maksimal.

B. Latar Belakang Pendidikan

Mahasiswa program studi Tarjamah tahun akademik 2005/2005

berjumlah 25 orang. Namun pada semester VIII jumlah ini terus berkurang

menjadi 19 orang saja. Menurunnya jumlah populasi pada prodi ini terjadi

akibat berbagai faktor di antaranya yaitu latar belakang pendidikan

mahasiswa.

Dilihat dari latar belakang 25 orang mahasiswa tercatat:3

1. Lulusan dari pondok pesantren berjumlah 7 orang yang terdiri dari:

 jurusan IPA= 2 orang

 jurusan IPS =3 orang

 jurusan Bahasa dan Agama = 3 orang

3
Sekretaris Jurusan Tarjamah, Op. cit.
5

2. Lulusan dari MAN 12 orang yang terdiri dari:

 Jurusan Bahasa = 7 orang

 Jurusan IPS = 4 orang

3. Lulusan dari SMU / SMA 6 orang dari jurusan IPS.

Dari data di atas dapat kira ketahui bahwa hanya 35% dari

mahasiswa Tarjamah yang benar-benar berasal dari pendidikan bahasa,

sedangkan 45% dari mereka, pendidikan bahasa Arab bukanlah menjadi kajian

pokok dalam mata pelajaran, meskipun berasal dari pendidikan pesantren,

namun jurusan yang mereka ambil tidaklah terfokus pada bidang bahasa. Ini

mengakibatkan kemampuan berbahasa mahasiswa tersebut hanya menjadi

pendamping di samping mata pelajaran wajib yang mereka pelajari di pondok

pesantren, bahkan 20% dari mahasiswa Tarjamah sama sekali belum

mengenal tentang pelajaran Bahasa Arab.

C. Metode Pengajaran Tata Bahasa Arab di Jurusan Tarjamah

Dalam pengajaran bahasa, salah satu segi yang sering disorot orang

adalah segi metode. Sukses tidaknya salah satu program pengajaran bahasa

sering kali dinilai dari segi metode yang digunakan, sebab metodelah yang

menentukan isi dan cara mengajarkan bahasa.

Di lain pihak ada pendapat ekstrim yang menyatakan bahwa metode

itu tidak penting. Yang penting adalah kemauan belajar dan kualitas murid.
5

Ada pula yang berpendapat bahwa metode itu sekedar alat saja; gurulah yang

paling menentukan.4

Terlepas dari masalah setuju atau tidak setuju dengan pendapat di atas,

adalah suatu kenyataan bahwa setiap saat para guru dihadapkan dengan

metode “baru” atau diminta meninjau kembali metode yang selama ini

dipakai, karena ada teori baru atau pendapat baru sebagai hasil penelitian

terakhir. Tetapi sayang sekali ajakan untuk mengadakan pembaharuan sering

kali mendapat tantangan-tantangan yang tidak ringan, karena adanya

perbedaan-perbedaan doktrinair dan kesalah fahaman yang terdapat dalam

bidang metode mengajar bahasa. Di satu pihak kita melihat metode lama yang

tidak mau menerima pikiran-pikiran baru, dilain pihak kita melihat metode

yang baru menunjukkan “kebaharuannya” dengan serta merta menolak metode

lama secara keseluruhan, termasuk ide-ide baik yang ada di dalamnya.

Di dalam kenyataannya, cara atau metode mengajar yang digunakan

untuk menyampaikan informasi berbeda dengan cara yang ditempuh untuk

memantapkan anak didik dalam menguasai pengetahuan, keterampilan, dan

sikap (kognitif, psikomotor, efektif). Khusus metode mengajar di dalam kelas,

suatu metode dipengaruhi oleh faktor tujuan yang memiliki berbagai macam

tingkat kematangannya, situasi dan keadaan yang berbeda, fasilitas yang

4
Muljanto Sumardi, Pengajaran Bahasa Asing; Sebuah Tinjauan dari Segi Metodologi
(Jakarta: Bulan Bintang,1974), h: 7
5

dimiliki, maupun pribadi guru yang memiliki kemampuan yang berbeda-

beda.5

Metode yang digunakan tentu saja tergantung pada tingkat kemahiran

murid. Program bahasa untuk orang yang baru pertama kali belajar bahasa

Arab, tentu berbeda dengan program bahasa untuk tingkat menengah dan maju

baik dalam intensitas maupun macam materi pelajarannya. Makin rendah

tingkat kemahiran murid, makin kuranglah pengaruh tujuan suatu program

terhadap seleksi materi, karena dalam tiap bahasa ada unsur-unsur

fundamental yang harus diketahui tanpa melihat siapa dan dari mana asal

murid tersebut.6

Menurut Larson dan Smalley, “penerjemahan merupakan kemahiran

bahasa yang canggih, maju, bukan sesuatu untuk para pemula. Penerjemahan

berharga untuk komunikasi jika orang sudah menguasai dua bahasa.

Penerjemahan tidak hanya memerlukan pengetahuan yang memadai tentang

dua bahasa, tetapi latihan dan pengalaman yang khusus. Dapat berbicara

dalam dua bahasa tidak berarti bahwa orang dapat menerjemahkan dari bahasa

yang satu ke bahasa yang lain dengan sangkil (berhasil guna) dan terampil.

Berpindah dari bahasa yang satu ke bahasa yang lain harus dipelajari.7

5
Abu Ahmad, Joko Prasetyo, Strategi Belajar Mengajar: Untuk Fakultas Tarbiyah
Komponen MKDK, (Bandung: Pustaka Setia, 1997), cet. 1, h.52
6
Di antara prinsip-prinsip pembelajaran bahasa Arab adalah: (1) taqdim al-aulawiyyah
(prioritas), (2) pemanfaatan latar belakang bahasa siswa, (3) al-tadrij (gradasi); dari yang mudah
ke yang lebih sulit, dari yang konkrit ke yang lebih abstrak, dari yang sederhana ke yang lebih
kompleks, (4) al-tasyiwiq wa al-tasyji (pemberian motifasi), (5) al-qiddah (akurasi), dan al-tadrib
wa al-mumarasah (latihan dan praktik.
7
A. Widyamartaya, Op. Cit.
5

Dalam prodi tarjamah, strategi pembelajaran mengarah kepada

pencapaian kurikulum. Sebagai prodi yang penguasaannya lebih menekankan

pada aspek aksiologis dan praktis, maka pangajian dan transfer kepada

mahasiswa meniscayakan adanya berbagai strategi dan metode pembelajaran.

Namun para dosen yidak semuanya memiliki metode dan strategi

pembelajaran yang sama sehingga menjadi kendala tersendiri untuk

mendapatkan hasil yang maksimal.

Dikarenakan efektifitas suatu metode dipengaruhi oleh beberapa

faktor, maka metode yang digunakan oleh dosen Program Studi Tarjamah

diantaranya adalah:

a. Metode ceramah, yaitu: cara menyampaikan meteri pelajaran kepada

mahasiswa dilaksanakan dengan lisan oleh dosen di dalam kelas. Metode

ini dilakukan oleh dosen dalam menerangkan materi pelajaran. Akan tetapi

metode ini seringkali menyebabkan kebosanan pada mahasiswa, karena

dilakukan dengan cara yang monoton. Maka dalam penerapannya, dosen

juga menyelingi dengan beberapa metode lainnya.

b. Metode diskusi, yaitu kegiatan untuk mengembangkan aktifitas pertukaran

ide antara dosen dan mahasiswa, maupun antar mahasiswa. Diutarakan

topic tertentu untuk dibicarakan dan ditarik suatu kesimpilan. Pada akhir

diskusi, kesimpulan diambil oleh seluruh mahasiswa sedangkan dosen

bertindak sebagai pasilitator.

c. Metode tugas individu, yaitu setiap mahasiswa diberikan tugas yang

bersifat individu. Metode ini bertujuan agar setiap mahasiswa dapat


6

sungguh-sungguh dalam mendalami potensi masing-masing dengan

berupaya mengerjakan tugas individu, tanpa bantuan mahasiswa yang lain.

Tugas individu ini berupaya membentuk diri yang mandiri.

d. Metode kerja kelompok, setiap mahasiswa diupayakan untuk mampu

menghayati peran sertanya dalam memberikan sembangsih (partisipasi)

sesuai dengan tujuan kelompok.

e. Metode baca, yaitu: penyampaian meteri kepada mahasiswa yang

dilaksanakan dengan membaca teks-teks materi pelajaran. Naskah bacaan

dipecah atas beberapa bagian yang pendek, setiap bagian bacaan

diantaranya dengan sejumlah daftar kata yang akan diajarkan lewat isi

bacaan tersebut, dengan terjemahan dan gambar. Setelah sejumlah kosa

kata tertentu telah tercapai, barulah ditambahkan dengan bacaan tambahan.

f. Metode tata bahasa terjemahan. Cirri-ciri utama metode ini ialah: tata

bahasa merupakan satu ikhtisar dari tata bahasa standard dan formal. Kosa

kata bergantung pada naskah yang dipilih dan dikehendaki. Pengajaran

dimulai dengan pengenalan kaidak-kaidah tata bahasa, penilihan jenis kosa

kata yang tertentu, melakukan satu paradigma, dan baru penerjemahan.8

g. Metode praktik teori, yaitu teori menyusul praktik. Kalimat-kalimat contoh

dihafalkan lewat pengulangan yang teratur dengan menirukan informan

atau bahan rekaman. Kemudian kalimat-kalimat model/contoh dianalisis

secara fonetis dan structural untuk memberikan kemungkinan

pembentukan kalimat-kalimat baru dalam tipe atau jenis yang sama.


8
Jos Daniel Parera, Linguistik Edukasional: Metodologi Pembelajaran Bahasa, Analisis
Kontrastif Antarbahada, Analisis Kesalahan Berbahasa, Edisi kedua, (Jakarta: Erlangga, 1997),
cet. 1, h. 64
BAB IV
ANALISIS DATA DAN HASIL PENELITIAN

A. Analisis Teks Tata – Bahasa Hasil Terjemahan Teks-teks Naskah


Keislaman Oleh Mahasiswa Tarjamah Semester VIII Periode 2005/2006.

Untuk mengeteahui bagaimana kemampuan mahasiswa Tarjamah

semester VIII periode 2005\2006 dalam menerjemahkan naskah-naskah ke-

islaman, serta kemampuan mereka dalam menerapkan kedudukan i’rab, dapat

dilihat dari hasil survei. Data ini diperoleh dari angket yang telah di sebarkan

kepada mahasiswa Tarjamah semester VIII priode 2005\2006, yang disajikan

dalam bentuk tabel-tabel. Setelah proses pengumpulan data, data tersebut

diedit kembali agar memudahkan dalam menganalisis.

1. Latar Belakang Pendidikan Mahasiswa Tarjamah periode 2005/2006

Tabel I
Sebelum anda masuk ke Tarjamah apa latar belakang sekolah anda?

No Jawaban Jumlah Persentase

a. Pesantren 4 27 %

b. MA 9 60 %

c. SMA 2 13 %

d. dll - -

Jumlah 15 100 %

Mahasiswa Tarjamah semester VIII periode 2005/2006 mayoritas

memiliki latar belakang pendidikan Madrasah Aliyah (MA), bahkan yang dari

61
6

pesantren seperempatnya saja (27 %), sementara mahasiswa yang memiliki

latar belakang pendidikan SMA sebanyak 13 %.

Mahasiswa yang berasal dari pesantren, bahasa Arab merupakan

bahasa yang mereka gunakan sehari-hari. Pandangan bahwa mahasiswa yang

berasal dari pondok pesantren yang telah mencicipi ilmu nahwu dan sharaf

secara mantap, bukan lagi hal yang asing. Namun pada kenyataannya, jurusan

yang mereka ambil ketika di pondok mayoritas bukanlah bagian Bahasa Arab,

melainkan bagian umun yaitu Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dan Ilmu

Pengetahuan Sosial (IPS). Justru Mahasiswa yang memiliki latar belakang

pendidikan dari Madrasah Aliayah-lah yang mayoritas mengambil jurusan

Bahasa.

Table 2
Jurusan apa yang anda ambil ketika masih sekolah?

No Jawaban Jumlah Persentase

a. Bahasa Arab 8 53 %

b. IPA 2 13 %

c. IPS 5 34 %

d. dll - -

Jumlah 15 100 %

Tentunya mereka juga sudah biasa menemukan tulisan-tulisan

berbahasa Arab dan sudah mendapat pelajaran nahwu dan sharaf. Namun

sekali lagi kenyataan yang harus disadari yaitu, di Madrasah Aliyah, bahasa

Arab sebagai jurusan belum diterapkan sebagai bahasa yang digunakan dalam
6

percakapan sehari-hari, sehingga secara praktek hasil yang ingin dicapai

belum maksimal, karena Bahasa Arab merupakan bahasa yang kontinue bagi

penggunanya.

Hal itu dapat kita lihat dari hasil survei yang hanya 13 % dari

mahasiswa ketika di sekolah telah menguasai nahwu dan sharaf, sedangkan

mayoritas 67 % dari mahasiswa mengakui bahaw mereka hanya sedikit

menguasai pelajaran nahwu dan sharaf, bahkan 20 % di antaranya sama sekali

tidak menguasai nahwu dan sharaf.

Oleh karena perbedaan tingkat kemapuan masing-masing mahasiswa

dalam kemampuan mereka dalam ilmu nahwu dan sharaf, maka tentunya

metode yang digunakan haruslah lebih kreatif, demi mengupayakan

keseimbangan pengetahuan mahasiswa dalam menyerap teori penerjemahan

Tabel 3
Sebelum anda masuk jurusan Tarjamah, apakah anda telah mengetahui dasar-
dasar nahwu dan sharaf?

No Jawaban Jumlah Persentase

a. menguasai 2 13 %

b. sedikit menguasai 10 67 %

c. tidak menguasai 3 20 %

Jumlah 15 100 %

2. Respon Mahasiswa Terhadap Penerjemahan

Berdasarkan pemahaman mereka dalam penguasaan terhadap pelajaran

nahwu dan sharaf, mayoritas mahasiswa Tarjamah (53 %) mengambil jurusan


6

Tarjamah atas pilihannya sendiri, namun hampir sebagiannya 40 % dari

mahasiswa manyatakan masuk jurusan Tarjamah karena salah masuk jurusan,

karena pada awal masuk Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

ini, Tarjamah bukanlah pilihan yang ingin mereka ambil. Mayoritas

mahasiswa Tarjamah periode 2005/2006 adalah jurusan penawaran dari

Universitas.

Tabel 4
Faktor apa yang menyebabkan anda memilih prodi Tarjamah?

No Jawaban Jumlah Persentase

a. pilihan sendiri 8 53 %

b. pilihan orang tua 1 7%

c. salah masuk jurusan 6 40 %

d. hanya coba-coba - -

Jumlah 15 100 %

Dari sini secara garis besar kita sudah dapat melihat bagaimana minat

masyarakat Indonesia - khususnya calom mahasiswa – terhadap Jurusan

Tarjamah. Saat ini yang menjadi pertanyaannya adalah, “mengapa dunia

penerjemahan masih kurang mendapatkan apresiasi dari masyarakat?”. Hal

seperti ini tentu harus kita sikapi secara lebih serius. Kurang berminat

terhadap Jurusan Tarjamah bisa jadi karena dunia penerjemahan masih kurang

mendapat tempat di hati masyarakat. Hingga saat ini kualitas penerjemahan di

Indonesia masih belum maksimal dan masih harus ditingkatkan kembali.


6

Tabel 5
Bagaimana respon anda terhadap materi mata kuliah penerjemahan?

No Jawaban Jumlah Persentase

1 a. antusias 6 40 %

b. biasa saja 9 60 %

c. tidak suka - -

Jumlah 15 100 %

Sebagai jurusan yang “ditawarkan” bagi mahasiswa, tentunya secara

garis besar kita sudah dapat menggambarkan minat tehadap materi mata

kuliah penerjemahan. Dari tabel di atas, dapat kita lihat bahwa kurang dari

setengah mahasiswa yang berminat terhadap penerjemahan, sedangkan

mayoritas mahasiswa menyatakan biasa saja atau dapat dikatakan kurang

antusias terhadap materi mata kuliah penerjemahan.

Hal ini bisa disebabkan oleh dosen pengajar, metode pengajaran yang

digunakan selalu monoton, buku rujukan sebagai bahan bacaan dan tugas yang

sulit, atau bahkan kurikulum yang kurang menarik.

Antusiasme terhadap mata kuliah penerjemahan tersebut sangat

berpengaruh terhadap kemampuan mahasiswa. Hal itu dapat kita lihat bahwa

hanya 13 % mahasiswa yang menyatakan bahwa mereka telah menguasai teori

penerjemahan, sedangkan 87 % dari mereka merasa kurang menguasai teori

penerjemahan. Pada dasarnya teorilah yang menjadi jembatan praktik.

Keseimbangan teori dan praktik harus dijaga.


6

Tabel 6
Sejauh mana anda menguasai teori penerjemahan?

No Jawaban Jumlah Persentase

a. menguasai 2 13 %

b. sedikit menguasai 13 87 %

c. tidak menguasai - -

Jumlah 15 100 %

3. Analisis Kesalahan Umum Tata Bahasa Arab

Penelitian ini adalah untuk menjawab pertanyaan tentang kesalahan

umum di bidang tata bahasa Arab saat mahasiswa semester viii periode

2005/2006, diminta untuk dalam menerjemahkan naskah keislaman, serta

faktor-faktor yang mempengaruhinnya.

Untuk menjawab pertanyaan tersebut, maka penulis akan memaparkan

hasil analisis data yang telah diisi oleh mahasiswa Tarjamah, serta akan

disajikan hasil terjemahan beberapa mahasiswa yang telah mengisi kuesioner.

Dari data yang diperoleh, mayoritas mahasiswa Tarjamah periode

2005/2006 kurang menguasai terhadap ilmu nahwu, bahkan 7 % di antaranya

sama sekali tidak paham terhadap ilmu nahwu.

Tabel 7
Sejauh mana anda menguasai ilmu nahwu?

No Jawaban Jumlah Persentase

1 a. menguasai 2 13 %
6

b. sedikit menguasai 12 80 %

c. tidak menguasai 1 7%

Jumlah 15 100 %

Tabel 8
Sejauh mana pemahaman anda terhadap ilmu sharaf?

No Jawaban Jumlah Persentase

1 a. sangat paham - -

b. paham 3 20 %

c. sedikit paham 11 73 %

d. tidak paham 1 7%

Jumlah 15 100 %

Hal serupa juga dapat kita lihat dari hasil survei terhadap ilmu sharaf

yang mayoritas mahasiswa juga mengaku kurang menguasai. Hal ini menjadi

kendala tertentu dalam penerjemahan. Bahasa Arab tanpa nahwu dan sharaf

sama halnya dengan suatu bahasa tanpa makna. Karena makna yang ada di

dalam bahasa Arab berasal dari akar nahwu dan sharaf itu sendiri.

Mayoritas mahasiswa Tarjamah sudah dapat menerjemahkan-

walaupun belum sempurna - , namun mahasiswa tidak mengetahui kaidah

nahwu dan sharafnya.

Bahkan labih dari setengahnya (53 %) mahasiswa menyatakan bahwa

kesulitan yang kerap kali mereka alami saat menerjemahkan yaitu nahwu dan

sharaf. Hal ini seharusnya menjadi perhatian semua pihak yang terkait.
6

Karena bagaimanapun kesuksesan mahasiswa adalah menjadi target utama

dalam pencapaian kegiatan belajar-mengajar di Akademik.

Salah satu syarat penerjemahan yang dikemukakan oleh para ahli

adalah menguasai bahasa sumber dan bahasa sasaran. Penguasaan bahasa

meliputi berbagai faktor kebahasaan diantaranya tata bahasa. Seorang

penerjemah akan menghasilkan terjemahan yang baik jika memahami tata

bahasa dengan baik.

Tabel 9
Menurut anda kesulitan apa yang sering anda alami saat menerjemahkan?

No Jawaban Jumlah Persentase

a. menerjemahkan teks-teks 3 20 %

gundul

b. nahwu dan sharaf 8 53 %

c. padanan Arab-Indonesia 1 7%

d. budaya 3 20 %

Jumlah 15 100 %

Dalam teks I, Penulis memberikan pertanyaan yang berkaitan dengan

nahwu dan sharaf. Penulis meminta kepada responden untuk memberikan

syakal pada teks gundul yang telah disediakan, serta memberikan kaidah tata

bahasa / i’rab yang benar dan sesuai dengan kedudukan kata pada setiap

kalimat.

‫ﻓﻰ ﺟﻮاز اﻟﺘﻴﻤﻢ ﺑﻐﻴﺮاﻟﺘﺮاب‬


‫‪6‬‬

‫وﻣﻨﻬﺎ ‪ :‬ﺟﻮاز اﻟﺘﻴﻤﻢ ﺑﺎﻟﺮﻣﻞ ﻓﺈن اﻟﻨﺒﻰ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ وأﺻﺤﺎﺑﻪ ﻗﻄﻌﻮا‬
‫اﻟﺮﻣﺎل اﻟﺘﻰ ﺑﻴﻦ اﻟﻤﺪﻳﻨﺔ وﺗﺒﻮك وﻟﻢ ﻳﺤﻤﻠﻮا ﻣﻌﻬﻢ ﺗﺮاﺑﺎ ﺑﻼ ﺷﻚ وﺗﻠﻚ ﻣﻔﺎوز‬
‫ﻣﻌﻄﺸﺔ ﺷﻜﻮا ﻓﻴﻬﺎ اﻟﻌﻄﺶ إﻟﻰ رﺳﻮل اﷲ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ ﻗﻄﻌﺎ‪ ،‬آﺎﻧﻮا‬
‫ﻳﺘﻴﻤﻤﻮن ﺑﺎﻷرض اﻟﺘﻰ هﻢ ﻓﻴﻬﺎ ﻧﺎزﻟﻮن‪ ،‬هﺬا آﻠﻪ ﻣﻤﺎ ﻻ ﺷﻚ ﻓﻴﻪ ﻣﻊ ﻗﻮﻟﻪ ﺻﻠﻰ‬
‫اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ ‪)) :‬ﻓﺤﻴﺜﻤﺎ أدرآﺖ رﺟﻼ ﻣﻦ أﻣﺘﻰ اﻟﺼﻼة ﻓﻌﻨﺪﻩ ﻣﺴﺠﺪﻩ‬
‫وﻃﻬﻮرﻩ‪((.‬‬
‫‪Kesalahan Tata‬‬ ‫‪Tabel Analisis Kesalahan Nahwu dan Sharaf‬‬ ‫‪TEKS‬‬
‫‪Bahasa Arab‬‬
‫‪15‬‬ ‫‪14‬‬ ‫‪13‬‬ ‫‪12‬‬ ‫‪11‬‬ ‫‪10‬‬ ‫‪9‬‬ ‫‪8‬‬ ‫‪7 6‬‬ ‫‪5 4‬‬ ‫‪3‬‬ ‫‪2 1‬‬
‫‪0%‬‬ ‫√‬ ‫√‬ ‫√‬ ‫√‬ ‫√‬ ‫√‬ ‫√ √ √ √ √ √ √ √ √‬ ‫ﻓِﻰ‬
‫‪27 %‬‬ ‫√ ‪X‬‬ ‫√‬ ‫√‬ ‫√‬ ‫√‬ ‫‪√ √ √ X √ √ √ X X‬‬ ‫از اﻟﱠﺘﻴَ ِﱡﻤﻢ‬
‫َﺟ َﻮ ِ‬
‫‪27 %‬‬ ‫√ ‪X‬‬ ‫√‬ ‫√‬ ‫√‬ ‫√ √ ‪X √ √ √ √ X √ X‬‬ ‫ﻏﻴْ‬
‫بَ‬ ‫ِ‬
‫ِﺮ‬
‫اﻟﱡ‪v‬ﺘ َﺮا‬
‫ِب‬
‫‪0%‬‬ ‫√‬ ‫√‬ ‫√‬ ‫√‬ ‫√‬ ‫√‬ ‫√ √ √ √ √ √ √ √ √‬ ‫َو ِﻣ ْﻨﻬَﺎ‬
‫‪47 %‬‬ ‫√ ‪X‬‬ ‫√‬ ‫√‬ ‫√‬ ‫√‬ ‫‪√ X X X √ √ X X X‬‬ ‫َﺟ َﻮاُز اﻟﱠ‪v‬ﺘﻴَ‬
‫ﱡﻤﻢِ‬
‫‪7%‬‬ ‫√‬ ‫√‬ ‫√‬ ‫√‬ ‫√‬ ‫√‬ ‫√ √ √ √ √ √ √ √ ‪X‬‬ ‫ﺑِﺎﻟ َﺮ ْﻣ ِﻞ‬
‫‪13 %‬‬ ‫√‬ ‫√‬ ‫√‬ ‫√‬ ‫√‬ ‫√ √ ‪X √ √ √ √ √ √ X‬‬ ‫َﻓِﺈ ﱠن اﻟﻨﱠِﺒ ﱠ‬
‫ﻲ‬
‫‪33 %‬‬ ‫√ ‪X‬‬ ‫√‬ ‫√ ‪X‬‬ ‫√ ‪X √ √ X √ √ √ √ X‬‬ ‫َو َأﺻْ َﺤﺎَ‪v‬ﺑُﻪ‬
‫‪0%‬‬ ‫√‬ ‫√‬ ‫√‬ ‫√‬ ‫√‬ ‫√‬ ‫√ √ √ √ √ √ √ √ √‬ ‫ﻗَﻄَﻌُﻮْ ا‬
‫‪33 %‬‬ ‫√‬ ‫√‬ ‫√‬ ‫√‬ ‫√‬ ‫‪X √ X X √ X √ √ √ X‬‬ ‫ﺎل‬
‫اﻟ ﱢﺮَﻣ َ‬
‫‪0%‬‬ ‫√‬ ‫√‬ ‫√‬ ‫√‬ ‫√‬ ‫√‬ ‫√ √ √ √ √ √ √ √ √‬ ‫اﱠﻟِﺘﻰ‬
‫‪0%‬‬ ‫√‬ ‫√‬ ‫√‬ ‫√‬ ‫√‬ ‫√‬ ‫√ √ √ √ √ √ √ √ √‬ ‫ﺑَ ْﻴﻦَ اﻟ َﻤ ِﺪ ْﻳﻨَ ِﺔ‬
‫‪33 %‬‬ ‫√ ‪X‬‬ ‫√‬ ‫√‬ ‫√‬ ‫√ ‪X √ √ X X √ √ √ X‬‬ ‫َو َﺗُ‪v‬ﺒ ْﻮ َك‬
‫‪13 %‬‬ ‫√‬ ‫√‬ ‫√‬ ‫√‬ ‫√‬ ‫√‬ ‫‪√ √ √ X √ √ √ √ X‬‬ ‫َو َﻟ ْﻢ ﻳَﺤْ ِﻤﻠُﻮْ ا‬
‫‪0%‬‬ ‫√‬ ‫√‬ ‫√‬ ‫√‬ ‫√‬ ‫√‬ ‫√ √ √ √ √ √ √ √ √‬ ‫َﻣ َﻌ ُﻬ ْﻢ‬
‫‪20 %‬‬ ‫√‬ ‫√‬ ‫√‬ ‫√‬ ‫√‬ ‫√ √ √ √ ‪X √ √ X √ X‬‬ ‫ُ ﺗ َﺮاﺑًﺎ‬
‫‪7‬‬

‫‪33 %‬‬ ‫‪X‬‬ ‫√ ‪X‬‬ ‫√‬ ‫√‬ ‫√ √ ‪X √ √ X √ √ √ X‬‬ ‫ِﺑﻼَ‬


‫َﺷﻚّ‬
‫ٕ‬
‫‪47 %‬‬ ‫√‬ ‫√‬ ‫√‬ ‫√‬ ‫√‬ ‫‪X X X X X √ √ X √ X‬‬ ‫ﺎو ٌز‬
‫َوﺗِﻠ َﻚ َﻣﻔَ ِ‬
‫‪53 %‬‬ ‫‪X‬‬ ‫‪X‬‬ ‫√ ‪X‬‬ ‫√‬ ‫‪X √ X X X √ √ √ √ X‬‬ ‫ﺸ ٌﺔ‬
‫ُﻣَﻌ ﱢﻄ َ‬
‫‪33 %‬‬ ‫√‬ ‫√‬ ‫√‬ ‫√‬ ‫√‬ ‫‪X X √ X X √ √ √ √ X‬‬ ‫َﺷ َﻜﻮْ ا ْﻓِﻴﻬﺎ‬
‫‪73 %‬‬ ‫√‬ ‫√‬ ‫‪X‬‬ ‫‪X‬‬ ‫‪X‬‬ ‫‪X X X X X X √ X √ X‬‬ ‫ﺶ‬‫اﻟ َﻌ ْﻄ َ‬
‫‪13 %‬‬ ‫√ ‪X‬‬ ‫√‬ ‫√‬ ‫√‬ ‫√‬ ‫√ √ √ ‪√ √ √ √ √ X‬‬ ‫َِإﻟﻰ َر‬
‫ُﺳْﻮ ِ‬
‫ل‬
‫ﻪﱠﻠﻟا ِ‬
‫‪0 %2‬‬ ‫√‬ ‫√‬ ‫√ ‪X‬‬ ‫√‬ ‫‪X √ √ √ √ √ √ √ √ X‬‬ ‫َﻗ ْﻄ ًﻌﺎ‬
‫‪0%‬‬ ‫√‬ ‫√‬ ‫√‬ ‫√‬ ‫√‬ ‫√‬ ‫√ √ √ √ √ √ √ √ √‬ ‫َآﺎﻧُﻮْ ا‪v‬‬
‫‪7%‬‬ ‫√‬ ‫√‬ ‫√‬ ‫√‬ ‫√‬ ‫√‬ ‫√ √ √ √ √ √ ‪√ √ X‬‬ ‫َﻳ َﺘ َﻴ ﱠﻤ ُﻤﻮْنَ‬
‫ﺑِﺎﻷَ ِ‬
‫رض‬
‫‪0%‬‬ ‫√‬ ‫√‬ ‫√‬ ‫√‬ ‫√‬ ‫√‬ ‫√ √ √ √ √ √ √ √ √‬ ‫ﱠاﻟِﺘﻲ ُهْﻢ ِﻓَْﻴﻬﺎ‬
‫‪33 %‬‬ ‫√ ‪X‬‬ ‫√‬ ‫√‬ ‫√‬ ‫√‬ ‫‪√ √ √ √ X X X √ X‬‬ ‫َﺎزﻟﻮْنَ‬
‫ﻧ ُِ‬
‫‪20 %‬‬ ‫√‬ ‫√ ‪X‬‬ ‫√‬ ‫√‬ ‫√‬ ‫√ ‪√ √ √ √ X √ √ X‬‬ ‫َهَﺬا ُآﱡﻠُﻪ‬
‫‪0%‬‬ ‫√‬ ‫√‬ ‫√‬ ‫√‬ ‫√‬ ‫√‬ ‫√ √ √ √ √ √ √ √ √‬ ‫ِﻣ ﱠﻤﺎ‬
‫‪33 %‬‬ ‫√ ‪X‬‬ ‫√‬ ‫√ ‪X‬‬ ‫√‬ ‫‪√ √ √ √ X X √ √ X‬‬ ‫ﻻ َ َﺷ ﱠ‬
‫ﻚ‬
‫‪0%‬‬ ‫√‬ ‫√‬ ‫√‬ ‫√‬ ‫√‬ ‫√‬ ‫√ √ √ √ √ √ √ √ √‬ ‫ِﻓْﻴِﻪ‬
‫‪13 %‬‬ ‫√ ‪X‬‬ ‫√‬ ‫√‬ ‫√ ‪X‬‬ ‫√ √ √ √ √ √ √ √ √‬ ‫َﻣ َﻊ ﻗَ ْﻮﻟِ ِﻪ‬
‫‪0%‬‬ ‫√‬ ‫√‬ ‫√‬ ‫√‬ ‫√‬ ‫√‬ ‫√ √ √ √ √ √ √ √ √‬ ‫ﻓَ َﺤ ْﻴﺜُ َﻤﺎ‬

‫‪73 %‬‬ ‫√‬ ‫√ ‪X‬‬ ‫‪X‬‬ ‫‪X‬‬ ‫‪X X X X X √ X √ X X‬‬ ‫أ ْد َرْآﺖَ‬


‫َر ُﺟ ً‬
‫ﻼ‬
‫‪13 %‬‬ ‫√‬ ‫√‬ ‫√‬ ‫√‬ ‫√‬ ‫√‬ ‫‪√ √ X √ √ √ √ √ X‬‬ ‫ِ ْﻣﻦ ُأ ِﱠﻣﺘﻲ‬
‫‪47 %‬‬ ‫√ ‪X‬‬ ‫‪X‬‬ ‫‪X‬‬ ‫‪X‬‬ ‫‪X √ √ X √ √ √ √ √ X‬‬ ‫اﻟﺼﱠ َﻼُة‬
‫‪0%‬‬ ‫√‬ ‫√‬ ‫√‬ ‫√‬ ‫√‬ ‫√‬ ‫√ √ √ √ √ √ √ √ √‬ ‫َﻓِﻌْﻨَﺪُ‪v‬ﻩ‬
7

40 % X √ √ √ √ X √ X X √ √ X √ √ X ‫ﺴ ِﺠُﺪُﻩ‬
ْ ‫َﻣ‬
40 % X √ √ √ √ X √ X X √ √ X √ √ X ‫َو َﻃُﻬْﻮُرُﻩ‬

Dari data tersebut dapat kita lihat bahwa hampir semua mahasiswa

masih mengalami kesulitan dalam memberikan syakal pada suatu kata. Hal ini

menandakan bahwa lemahnya kemampuan mahasiswa dalam bidang nahwu

(morfologi).

Seperti pada frase ُ‫َﺟ َﻮاز‬ . Disini mayoritas mahasiswa (47%)


‫ﻴﻤﱡِﻢ‬vَ‫اﻟﺘﱠ‬

syakal memberi ‫َﺟ َﻮاُز اﱠﻟﺘَﻴﱡﻤُﻢ‬ sebagai berkedudukan yang ‫ﻣﻘﺪم‬ ‫ ﺧﺒﺮ‬dan ‫ﻣﺒﺘﺪأ‬

. kata Memang ‫َﺟ َﻮاُز‬ sebagai berkedudukan ‫ ﻣﺒﺘﺪأ ﻣﺄﺧﺮ‬, tetapi akan
‫ﻣﺄﺧﺮ‬

ِ َ‫اﻟﱠﺘﻴ‬
‫ﱡﻤﻢ‬ sebagai berkedudukan bukanlah ‫ﺧﺒﺮ ﻣﻘﺪم‬, melainkan ‫ﻣﻀﺎف إﻟﻴﻪ‬,

dengan َ ‫َﺟ‬ ‫ﻮاُز‬ sebagai ‫ﻣﻀﺎف‬. Yang berkedudukan sebagai ‫ﻣﻘﺪم ﺧﺒﺮ‬
adalah

‫ﻣﻨ َﻬﺎ‬ . Namun hampir seluruh mahasiswa yaitu 73 % nya tidak memberikan

penjelasan I’rab pada kata tersebut. Hal ini dikarenakan mayoritas mahasiswa

tidak mengetahui kedudukan ‫ِْﻣﻨﻬَﺎ‬ pada teks tersebut. Hal ini juga

menandakan masih lemahnya penguasaan mahasiswa dalam bidang nahu

(sintaksis).

Namun kesalahan terbanyak pada bidang morfologi (nahwu) ini

terletak pada kata ُ‫ﺖ‬


َ ‫ﻼ َر أْدَرْآ‬
ً ‫ ﺟ‬yaitu namun benar dalam sharafnya. Hampir

keseluruhan mahasiswa (73%) salah dalam memberikan syakal. Mayoritas


7

Dari hasil survei mahasiswa menyatakan bahwa mata kuliah

penerjemahan sudah banyak membantu mahasiswa dalam penerjemahan.

Mahasiswa banyak belajar bagaimana menerjemah yang baik melaui teori,

praktek, metode penerjemahan, padanan yang tepat, pengenalan budaya dan

kosa kata baru, serta syarat-syarat serta ketentuan-ketentuan yang

membimbing mahasiswa dalam menerjemahkan teks-teks yang sulit.

Tabel 10
Apakah mata kuliah penerjemahan membantu anda dalam menerjemahkan teks?

No Jawaban Jumlah Persentase

1 a. membantu 11 73 %

b. cukup membantu 4 27 %

c. tidak membantu - -

Jumlah 15 100 %

Tabel 11
Setelah duduk di semester VIII apakah anda merasa sudah bisa menerjemahkan?

No Jawaban Jumlah Persentase

1 a. sudah 2 13 %

b. sedikit 13 87 %

c. belum - -

Jumlah 15 100 %
7

Mahasiswa dalam menerjemahkan rata-rata belum mampu, hampir

seratus persen dari mahasiswa, yaitu 87 % yang berarti dari 15 orang

mahasiswa, hanya 2 orang yang mampu dalam menerjemahakan. Sedangkan

yang 13 orang belum mampu dalam menerjemahkan.

Hal tersebut disebabkan malasnya mahasiswa dalam latihan

menerjemahkan, membuka kamus, dan bertanya kepada dosen terkait.

Mahasiswa bisanya langsung menyerah melihat teks gundul dan sudah merasa

sulit sebelum mencoba, ini dapat kita lihat dari hasil terjemahan beberapa

mahasiswa yang dalam menerjemahkan teks II.

‫ﺣﻜﻢ ﻗﺮاءة اﻟﺤﺎﺋﺾ اﻟﻘﺮﺁن وإﻋﻼل ﺣﺪﻳﺚ اﻟﻤﻨﻊ‬


Hukum membaca al-Qur’an bagi orang yang haid beserta hadist yang

melarangnya.

Menurut penulis terjemahan tersebut tidak tepat. Karena disini

mahasiswa mengabaikan kata ‫ إﻋﻼل‬yang memiliki arti “kecacatan”.

Ada juga mahasiswa yang benar dalam menerjemahkan. Seperti

mahasiswa di bawah ini:

- Hukum membaca al-Qur’an untuk orang yang haid serta kecacatan hadist

yang melarangnya.

- Hukum membaca al-Qur’an bagi wanita haid serta kecacatan hadist yang

melarangnya.

Kesalahan tersebut menurut penulis menjadi sangat fatal, karena

melihat dari hasil terjemahan, makna yang disampaikan sangat jauh berbeda.

Ini dapat mengakibatkan maksud dari penulis tidak tersampaikan.


7

Pada ari yang sebenarnya, hadist tersebut masih di pandang “cacat”,

karena hadis tersebut belum mendapat kesepakatan dari para ulama. Namun

bila kita lihat dari hasil terjemahan mahasiswa, hadist yang dimaksud menjadi

penguat atas larangan wanita haid dalam membaca al-Qur’an.

Pada paragraf selanjutnya, mayoritas mahasiswa menerjemahkan:

‫ وهﻰ ﺣﺎﺋﺾ؛ إذ ﻻ ﻳﻤﻜﻨﻬﺎ اﻟﺘﻌﻮض‬،‫وﻣﻦ هﺬا ﺟﻮاز ﻗﺮاءة اﻟﻘﺮﺁن ﻟﻬﺎ‬


‫ ﻓﻠﻮ ﻣﻨﻌﺖ ﻣﻦ‬،‫ ﻗﺪ ﻳﻤﺘﺪ ﺑﻬﺎ ﻏﺎﻟﺒﻪ أو أآﺜﺮﻩ‬،‫ﻋﻨﻬﺎ زﻣﻦ اﻟﻄﻬﺮ؛ ﻷن اﻟﺤﻴﺾ‬
‫اﻟﻘﺮاءة ﻟﻔﺎﺗﺖ ﻋﻠﻴﻬﺎ ﻣﺼﻠﺤﺘﻬﺎ ورﺑﻬﺎ ﻧﺴﻴﺖ ﻣﺎ ﺣﻔﻈﺘﻪ‬

“Diantara yang memperbolehkan wanita haid membaca al-Qur’an,


ketika penggantian tidak memungkinkannya saat bersuci, tidak boleh
wanita haid membaca al-Qur’an kecuali untuk belajar ataupun untuk
mengingat Allah.”

Terjemahan tersebut menurut penulis kurang tepat. Bahkan mayoritas

mahasiswa (53 %) menerjemahkan secara asal jadi. Ini merupakan hal yang

sangat memprihatinkan. Bagaimana seseorang dapat menerjemahkan suatu

teks sangat jauh dari makna yang ingin disampaikan oleh penulis tek sumber.

Dimaka pada kalimat ‫ ﻗﺪ ﻳﻤﺘﺪ ﺑﻬﺎ ﻏﺎﻟﺒﻪ أو أآﺜﺮﻩ‬،‫ﻷن اﻟﺤﻴﺾ‬ “seberapa

banyak yang hilang kemaslahatannya karena haid” tidak diterjemahkan sama

sekali. Dalam teori penerjemahan, memang diperbolehkan menghilangkan

suatu kata, apabila kata tersebut dianggap tidak penting dan tidak berpengaruh

terhadap terjemahan, serta makna yang ingin disampaikan penulis Bsu dapat

tersampaikan.
7

Sedangkan untuk paragraf ini, mayoritas mahasiswa dapat

menerjemahkan dengan benar, yakni sekitar 73 % atau 11 dari 15 orang

mahasiswa.

:‫واﻟﻨﺒﻰ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ ﻟﻢ ﻳﻤﻨﻊ اﻟﺤﺎﺋﺾ ﻣﻦ ﻗﺮاءة اﻟﻘﺮﺁن و ﺣﺪﻳﺚ‬


‫))ﻻ ﺗﻘﺮأ اﻟﺤﺎﺋﺾ واﻟﺠﻨﺐ ﺷﻴﺌﺎ ﻣﻦ اﻟﻘﺮﺁن(( ﻟﻢ ﻳﺼﺢ ﻓﺈﻧﻪ ﺣﺪﻳﺚ ﻣﻌﻠﻮل‬
.‫ﺑﺎﺗﻔﺎق أهﻞ اﻟﻌﻠﻢ ﺑﺎﻟﺤﺪﻳﺚ‬
Dan Nabi SAW pun tidak pernah melarang wanita haid membaca al-
Qur’an, sedangkan hadis “tidak diperbolehkan bagi orang yang
sedang haid dan junub membaca sesuatu dari al-Qur’an”, tidak bisa
dijadikan sandaran, karena menurut kebanyakan ahli hadist, hadist
tersebut dipandang cacat.

4. Dosen

Peran dosen yang dalam proses pembelajaran sangatlah penting.

Mahasiswa mengakui bahwa dosen telah memberikan kontribusi yang besar

bagi mahasiswa. Namun minat, usaha, dan kesadaran dari diri mahasiswa itu

sendiri merupakan hal yang lebih utama. Walaupun ada dosen yang cenderung

tidak terlalu menerapkan disiplin terhadap waktu perkuliahan, namun seorang

mahasiswa harus dapat menempatkan segala situasi dalam proses belajar.

Ketika dosen terlambat, mahasiswa lebih cenderung bergosip dari pada

belajar, apalagi ketika dosen berhalangan untuk hadir, itu menjadi suatu

kesenangan bagi mahasiswa. Hal demikian dikarenakan rendahnya kesadaran

mahasiswa untuk berupaya meningkatkan mutu dalam mengembangkan

potensi mereka.
7

Tabel 12
Faktor apa yang mempengaruhinya?

No Jawaban Jumlah Persentase

1 a. faktor diri sendiri 8 54 %

b. dosen 5 33 %

c. fasilitas 2 13 %

Jumlah 15 100 %

Akan tetapi faktor ketidakdisiplinan dosen, serta tidak ada keseriusan

dosen dalam mengajarkan mata kuliah penerjemahan, masih dirasakan

mahasiswa hingga saat ini. Dari hasil survei di lapangan, mayoritas mahasiswa

mengakui bahwa, masih ada di antara dosen Tarjamah yang kurang disiplin

terhadap waktu, hal ini juga yang menyebabkan mereka malas untuk datang

lebih awal.

Bukan itu saja, bahkan mahasiswa juga menyatakan masih ada dosen

yang memiliki metode pengajaran yang sangat buruk, seperti pada saat jam

kuliah, dosen bukan menerangkan mata kuliah, melainkan lebih banyak

menceritakan hal-hal yang bersifat pribadi. Ini tentunya menjadi pelajaran

yang buruk bagi mahasiswa, karena pada akhir semester, mahasiswa tidak tau

harus mengisi jawaban apa pada lembar kertas jawaban.

Dosen kerap kali memberikan tugas individu yang sedikit sulit. Namun

ini merupakan suatu upaya bagi dosen untuk meningkatkan mutu individu

mahasiswa dalam menerjemahkan. Pada akhirnya yang menentukan adalah

mahasiswa itu sendiri. Kemauan untuk belajar menjadi salah satu jalan yang
7

harus ditempuh mahasiswa dalam belajar. Karena memang pada dasarnya,

dosen hanya merupakan perantara dalam menyampaikan ilmu, mahasiswa itu

sendiri haruslah menyadari bahwa proses belajar-mengajar bukan saja

penyampaian materi di kelas, akan tetapi mahasiswa dituntut untuk lebih

berfikir dewasa dalam berusaha.

Tabel 13
Bagaimana teks yang di berikan dosen?

No Jawaban Jumlah Persentase

1 a. sulit 2 13 %

b. sedikit sulit 12 80 %

c. tidak sulit 1 7%

Jumlah 15 100 %

Tabel 14
Menurut anda, bagaimana cara dosen di Jurusan Tarjamah dalam
mengajarkan materi perkuliahan?

No Jawaban Jumlah Persentase

1 a. hanya menyampaikan teori 2 13 %

b. memberikan tugas individu 10 67 %

c. memberi tugas kelompok 3 20 %

Jumlah 15 100 %

5. Kurikulum

Mayoritas mahasiswa berpendapat bahwa kurikulum Tarjamah sudah

membantu mahasiswa dalam proses penerjemahan. Mahasiswa banyak


7

mengenal dan mendapatkan ilmu-ilmu baru serta keluasan wawasan yang

belum pernah mereka temukan semasa duduk di bangku sekolah. Seperti ilmu-

ilmu yang membahas tentang linguistik, semantik, teori penerjemahan,

penerjemahan dokumen akademik/ non-akademik, idiom, diksi, dan masih

banyak lainnya yang tercantum dalam kurikulum pembelajaran.

Tabel 15
Menurut anda, apakah kurikulum Jurusan Tarjamah sudah membantu mahasiswa
untuk menjadi penerjemah?

No Jawaban Jumlah Persentase


1 a. sudah membantu 7 47 %
b. sedikit membantu 6 40 %
c. belum membantu 2 13 %
Jumlah 15 100 %

6. Manajemen dan Administrasi

Faktor penunjang lainnya yang tidak kalah penting adalah sistem

manajemen dan administrasi dalam pelayanan terhadap kebutuhan mahasiswa.

Dari hasil survei mahasiswa berpendapat bahwa sistem manajemen dan

administrasi di jurusan Tarjamah masih kurang bagus. Hal ini mungkin karena

sistem birokrasi yang masih rumit antara akademik pusat, fakultas, dan

jurusan. Sehingga mahasiswa masih merasa adanya kendala dalam

penanganan terhadap manajemen dan administrasi jurusan.


7

Tabel 16
Menurut anda, bagaimana system majemen dan administrasi di Jurusan Tarjamah?

No Jawaban Jumlah Persentase

1 a. sudah bagus 4 27 %

b. kurang bagus 10 67 %

c. tidak bagus 1 6%

Jumlah 15 100 %

Sebagian mahasiswa juga merasa masih buruknya manajemen dan

administrasi jurusan yang terlalu berbelit-belit dan membuang-buang waktu.

Kesulitan tersebut sering dirasakan mahasiswa ketika berhadapan dengan

akademik fakultas. Hal yang mudah menjadi sulit. Buruknya birokrasi juga

akan berdampak pada mahasiswa.


BAB V
PENUTUP

A. KESIMPULAN

Dari penelitian di atas, maka penulis menyimpulkan:

Pertama, Secara garis besar, mahasiswa Tarjamah masih belum

menguasai tata bahasa Arab, baik dari segi nahwu (morfologi) maupun sharaf

(sintaksis). Hal tersebut dapat kita lihat dari hasil kuesioner mahasiswa yang

mayoritas masih merasa sulit dalam memberikan i’rab,serta menerjemahkan

teks-teks gundul.

Kedua, Kelemahan dalam nahwu dan sharaf sangat berpengaruh

terhadap hasil terjemahan teks-teks mahasiswa tarjamah. Hal ini mungkin

dapat membuat malu Jurusan Tarjamah, karena setelah duduk di semester

terakhir, mahasiswa Tarjamah masih belum bisa menerjemahkan teks-teks

gundul, mengingat pada visi dan misinya, Jurusan Tarjamah merupakan

Jurusan yang didirikan untuk melahirkan penerjemah-penerjemah yang

berkualitas dan handal dalam bidang penerjemahan.

Meskipun pilihan sendiri maupun karena salah masuk jurusan,

keantusiasan mahasiswa dalam mendalami bidang penerjemahan, dirasa masih

sangat kurang. Karena bagaimanapun, keantusiasan mahasiswa akan sangat

berpengaruh terhadap kemampuan mereka dalam menerjemahkan. Mayoritas

mahasiswa merasa malas belajar dan berlatih, terutama menerjemahkan teks-

teks gundul yang sulit. Ini disebabkan metode yang dipakai oleh dosen

pengajar tidak berfariatif, yang mengakibatkan mahasiswa cenderung merasa

80
8

bosan dalam mengikuti perkuliahan. Maka sarana dan prasarana juga harus

menunjang, agar mahasiswa merasa lebih tertarik untuk belajar dan

menerjemahkan.

Jurusan juga memiliki peran yang sangat penting, karena jurusan

menunjang proses belajar-mengajar menerjemah berdasarkan kurikulum yang

dibuat oleh jurusan. Tanpa adanya kurikulum, maka proses belajar-mengajar

tidak akan dapat berjalan sesuai dengan kebutuhan dan target pembelajaran.

Sistem manajemen dan administrasi yang baik juga dapat membantu

kelancaran dalam proses belajar-mengajar. Keluhan akan sistem manajemen

dan administrasi yang sulit dan berbelit-belit, masih kerap dirasakan

mahasiswa, sehingga manajemen dan administrasi baik di Jurusan, Fakultas,

dan Akademik Pusat masih harus ditingkatkan kembali, agar upaya dari

pembinaan sumber daya manusia dalam rangka meningkatkan produktifitas

dan kompetensi kerja mahasiswa menjadi lebih efektif. Jika semua pihak

mendukung, maka visi dan misi yang kita bangun dapat dijalankan dengan

baik.

B. SARAN

Penulis menyadari penelitian ini masih jauh dari sempurna, maka

Penulis berharap penelitian tentang mahasiswa tarjamah dapat diteliti secara

continue, sehingga dari tahun ke tahun kita dapat melihat perkembangan di

jurusan tarjamah dan meningkatkan kualitas terjemahan baik di jurusan

maupun penerjemahan di Indonesia.


8

Pada penelitian ini Penulis hanya meneliti tentang kesalahan umum di

bidang tata bahasa mahasiswa tarjamah smester viii periode 2005/2006, dalam

menerjemahkan naskah-naskah keislaman. Pembahasan tata bahasa pun masih

belum mendalam, hanya gambaran umum tentang kemampuan mahasiswa

dalam tata bahasa.

Anda mungkin juga menyukai