Disusun oleh :
Putri Ayu Inayanti (11200240000041)
Sultan Fadhilah (11200240000070)
Nabila Dhea Aulia (11200240000053)
1. Rumusan Masalah
1. Apa saja pengertian dari filsafat, Ilmu, dan agama?
2. Bagaimana persamaan dan perbedaan antara filsafat, ilmu, dan agama?
3. Jelaskan hubungan antara filasafat, ilmu, dan agama?
2. Tujuan Pembahasan
1. Mengetahui dan memahami pengertian filsafat, ilmu, dan agama
1
Lorens Bagus, Kamus Filsafat, (Jakarta: Gramedia, 1996), hal. 13
2
Daniel Djuned, “Konflik Keagamaan dan Solusinya” dalam Syamsul Rijal et.al, Filsafat, Agama
dan Realitas Sosial, (Banda Aceh: Fakultas Ushuluddin IAIN Ar-Raniry, 2004), hal. 81- 82.
2. Mengetahui dan memahami persamaan dan perbedaan antara filsafat, ilmu,
dan agama
3. Mengetahui dan memahami hubungan antar filsafat, ilmu, dan agama.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Filsafat,Ilmu, dan Agama
Filsafat berasal dari bahasa Yunani kuno “philosophia”, dari akar
kata philo berarti cinta, dan sophia yang berarti kebijaksanaan atau hikmah.
Jadi filsafat secara etimologi berarti Love of Wisdom (Cinta kepada
kebijaksanaan atau kearifan). 3 Ada beberapa peneliti yang menjelaskan
pengertian dari filsafat diantaranya
Anshori tahun 2009 mengatakan bahwa Filsafat adalah ilmu
istimewa yang mencoba menjawab masalah-masalah yang tidak dijawab
oleh ilmu pengetahuan biasa karena masalah tersebut diluar jangkuan Ilmu
pengetahuan biasa.
Tim filsafat UGM tahun 19960 juga menyebutkan bahwa filsafat adalah
usaha memahami atau mengerti dunia dalam hal dan maknanya. Filsafat
jangkauannya sangat luas dan mencangkup secara keseluruhan sejauh yang
dapat dijangkau oleh pikiran. Para filosof muslim juga memberi makna
kepada filsafat diantaranya:
Menurut Al-Kindi (790-873 M) filsafat merupakan ilmu yang mulia dan
terbaik, yang tidak wajar ditinggalkan oleh setiap orang yang berpikir,
karena ilmu ini membahas hal-hal yang berguna, dan juga membahas cara-
cara menjauhi hal-hal yang merugikan.
Al-Farabi, (870-950), menegaskan bahwa filsafat adalah ilmu mengenai
yang ada, yang tidak bertentangan dengan agama, bahkan sama-sama
bertujuan mencari kebenaran. dengan demikian dapat disimpulkan bahwa,
filsafat merupakan ilmu yang mempelajari dengan sungguh-sungguh hakikat
kebenaran segala sesuatu. Dengan bantuan filsafat, manusia berusaha
menangkap makna, hakekat, hikmah dari setiap pemikran, realitas dan
kejadian. Filsafat mengantarkan manusia untuk lebih jernih, mendasar dan
bijaksana dalam berfikir, bersikap, berkata, berbuat dan mengambil
kesimpulan.
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa, Filsafat adalah
sebuah ilmu yang bertujuan menjawab pertanyaan-pertanyaan tentang asal
mula dan sifat dasar alam semesta tempat manusia hidup serta apa yang
merupakan tujuan hidupnya.
3
Darwis A. Soelaiman, Filsafat Ilmu Pengetahuan Perspektif Barat dan Islam (Aceh: Bandar
Publishing, 2019), hal. 6.
Cara Berfikir Secara Filsafat
1. Radikal:berfikir radikal artinya berfikir sampai ke akar permasalahannya
2. Sistematik, berfikir yang logis, sesuai aturan, langkah demi langkah,
berurutan, penuh kesadaran, dan penuh tanggung jawab.
3. Universal, berfikir secara menyeluruh tidak terbatas pada bagian tertentu
tetapi mencakup seleuruh aspek.
4. Spekulatif, berfikir spekulatif terhadap kebenaran yang perlu pengujian
untuk memberikan bukti kebenaran yang difikirkannya.
Ilmu berasal dari bahasa Arab: ‘alima, ya’lamu, ‘ilman yang berarti
mengetahui, memahami dan mengerti benar-benar. Dalam kamus Bahasa
Indonesia, ilmu adalah pengetahuan tentang suatu bidang yang tersusun
secara bersistem menurut metode-metode tertentu yang dapat digunakan
untuk menerangkan gejala-gejala tertentu di bidang itu. 4 Tentu banyak
pendapat yang menjelaskan tentang ilmu. Salah satunya The Liang Gie
(1991) menjelaskan bahwa ilmu adalah sebuah metode untuk memperoleh
pengetahuan yang objektif dan dapat diteliti kebenarannya. Kebenaran ilmu
diuji secara empiris, riset, dan eksperimental.
Menurut . Slamet Ibrahim. Pada zaman Plato sampai pada masa Al-
Kindi, batas antara filsafat dan ilmu pengetahuan boleh dikatakan tidak ada.
Seorang filosof (ahli filsafat) pasti menguasai semua ilmu pengetahuan.
Perkembangan daya berpikir manusia yang mengembangkan filsafat pada
tingkat praktis dikalahkan oleh perkembangan ilmu yang didukung oleh
teknologi. Wilayah kajian filsafat menjadi lebih sempit dibandingkan dengan
wilayah kajian ilmu. Sehingga ada anggapan filsafat tidak dibutuhkan lagi.
Filsafat kurang membumi sedangkan ilmu lebih bermanfaat dan lebih praktis.
Padahal filsafat menghendaki pengetahuan yang komprehensif yang luas,
umum, dan universal dan hal ini tidak dapat diperoleh dalam ilmu. Sehingga
filsafat dapat ditempatkan pada posisi dimana pemikiran manusia tidak
mungkin dapat dijangkau oleh ilmu5.
Agama kadang kala diidentikkan dengan kepercayaan, keyakinan dan
sesuatu yang menjadi anutan. pokok dan dasar dari agama adalah keyakinan
sekelompok manusia terhadap suatu zat (Tuhan). Keyakinan dapat dimaknai
dengan pengakuan terhadap eksistensi Tuhan yang memiliki sifat agung dan
berkuasa secara mutlak tanpa ada yang dapat membatasinya. Dari pengakuan
tentang eksistensi Tuhan tersebut, menimbulkan rasa takut, tunduk, patuh,
sehingga manusia mengekpresikan pemujaan (penyembahan) dalam berbagai
bentuk sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan oleh suatu agama. Hakikat
sebuah agama adalah untuk pembebasan diri manusia dari penderitaan,
4
Tim Penulis, Kamus Bahasa Indonesia, (Balai Pustaka: 1998), hal. 340.
5
Slamet Ibrahim, Filsafat Ilmu Pengetahuan, (Bandung: ITB, 2008).
penindasan kekuasaan demi mencapai kedamaian hidup. Dengan agama,
suatu komunitas menjadi saling menyayangi sesama manusia walaupun
memeluk agama yang saling berbeda. Hal ini menunjukkan bahwa agama
tidak semata-mata interaksi manusia dengan Tuhan, tetapi juga menuntut
sikap yang saling menyayangi sesama manusia, walaupun berbeda agama
sekalipun. Untuk itu makna agama dapat dikatakan sangat luas.6 Agama
adalah seperangkat sistem kepercayaan terhadap Tuhan. Agama ini meliputi
keyakinan kepada Tuhan, aturan-aturan Tuhan (termasuk pelaksanaan ritual-
ritual tertentu), serta konsep hubungan antar makhluk tuhan ( dengan sesama
manusia atau dengan alam alam sekitar)
Agama juga didefinisikan sebagai suatu keyakinan (iman) kepada
sesuatu yang tidak terbatas (muthlak). Hal ini seperti dikatakan oleh Herbert
Spencer bahwa faktor utama dalam agama adalah iman akan adanya
kekuasaan tak terbatas, atau kekuasaan yang tidak bisa digambarkan batas
waktu atau tempatnya.7 Hal ini menunjukkan bahwa salah satu unsur
terpenting dalam pemahaman tentang agama adalah adanya kekuasaan
muthlak dari dzat yang dianggap pokok segala sesuatu, yaitu Tuhan.
B. Persamaan dan Perbedaan Antara Filsafat, Ilmu, dan Agama
Persamaan
1. Bertujuan memperoleh kebenaran walaupun kebenaran yang dimaksud
dalam presepektif yang berbeda
2. Bersifat metodik dan sistemik maksudnya, memiliki metode tertentu dan
juga sistematika pola pikir paradigma yang berbeda
3. Causality-centered yakni menjawab permasalahan sebab-akibat
Yang paling pokok persamaan antara ilmu, filsafat, dan agama adalah
sama-sama untuk mencari kebenaran. Ilmu melalui metode ilmiahnya
berupaya mencari kebenaran. Metode ilmiah yang digunakan dengan cara
melakukan penyelidikan atau riset untuk membuktikan atau mencari
kebenaran tersebut. Filsafat dengan caranya sendiri berusaha menempuh
hakikat sesuatu baik tentang alam, manusia maupun tentang Tuhan. Agama
dengan karakeristiknya sendiri memberikan jawaban atas segala persoalan
asasi perihal alam, manusia, dan Tuhan. Ada persamaan antara ilmu, filsafat,
dan agama (kursif penulis) yaitu tujuannya mencari ketenangan dan kemudian
bagi manusia.
6
Musa Asy’arie. Dialektika Agama untuk Pembebasan Spiritual, (Yogyakarta: LESFI, 2002), hal. 13-
14.
7
Dadang Kahmad, Sosiologi Agama, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2000), hal. 17
Perbedaan
8
Darwis A. Soelaiman, Filsafat Ilmu Pengetahuan Perspektif Barat dan Islam (Aceh: Bandar
Publishing, 2019), hal. 14
menjangkau sesuatu itu secara spekulatif atau perenungan dengan
menggunakan metode berpikir deduktif, maka ilmu mengguna-kan
pendekatan empiris atau ilmiah dengan menggunakan metode berpikir
induktif di samping metode berpikir deduktif, Sebagai ilmu yang umum maka
filsafat mempersoalkan segala sesuatu yang ada, mencakup alam, manusia,
dan Tuhan. Mengenai manusia misalnya dipersoalkan pertanyaanpertanyaan
seperti: Apa arti dan tujuan hidup saya? Apa yang menjadi kewajiban saya
dan yang menjadi tanggung jawab saya sebagai manusia? Bagaimana saya
harus hidup agar menjadi manusia yang baik? Apa arti dan implikasi martabat
saya dan martabat orang lain sebagai manusia? Demikian pula pertanyaan-
pertanyaan mengenai dasar pengetahuan kita, mengenai nilai-nilai yang kita
junjung tinggi seperti tentang keadilan dan sebagainya. Jawaban-jawaban
yang mendalam terhadap pertanyaan itu akan mempengaruhi orientasi dasar
kehidupan manusia.
Menurut Magnis Suseno, Sebagai ilmu-ilmu khusus maka ilmu
pengetahuan tidak menggarap pertanyaan-pertanyaan fundamental manusia
seperti tersebut di atas, karena ilmu-ilmu khusus itu (fisika, kimia, sosiologi,
psikologi, ekonomi, dll) secara hakiki terbatas sifatnya.9
Menurut konsep Barat, antara ilmu pengetahuan dengan agama pada
dasarnya merupakan dua hal yang sangat berbeda (kontras), dan malah
bertentangan (konflik). Kontras maksudnya antara keduanya tidak ada
hubungan, masing-masing berjalan sendiri. Ilmu berhubungan dengan
kehidupan duniawi, sedangkan agama sekaligus menyangkut kehidupan.
duniawi dan kehidupan akhirat. Menurut konsep Barat yang ada hanyalah
kehidupan duniawi sedangkan kehidupan akhirat itu hanyalah ilusi, sesuatu
yang sebenarnya tidak ada. Konflik maksudnya bahwa keberadaan agama
akan menghambat kemajuan ilmu pengetahuan. Keduanya bertetangan dan
keduanya dipandang tidak bisa dirujukkan.
Banyak ilmuan Barat yang sangat yakin bahwa agama tidak akan
pernah bisa didamaikan dengan ilmu. Alasan utama mereka ialah bahwa
agama jelas-jelas tidak dapat membuktikan kebenaran ajaranajarannya
dengan tegas, pada hal sains bisa melakukan hal itu. Seperti yang dikatakan
oleh Mahdi Ghulsyani (1993:59) “Ilmu itu laksana lampu kehidupan dan
agama adalah petunjuknya” Sesuai dengan itu, Einstein menulis dalam
bukuya Out of my later years: ”Ilmu tanpa agama lumpuh, agama tanpa ilmu
buta” (science without religion is lame, religion without science is blind). Ini
berarti bahwa begitu erat hubungan antara keduanya sehingga kalau salah
satu tidak mendampingi yang lain pada diri seseorang, maka kehidupan
seseorang itu ibarat mengalami kebutaan ataupun kelumpuhan. Jadi, tanpa
9
Franz Magnis Suseno, Filsafat Sebagai Ilmu Kritis, ( Yogyakarta: Kanisus Jual, 1992), hal.30
didasari dengan nilai-nilai agama maka ilmu yang dimiliki oleh seseorang
tidak jelas akan digunakan untuk apa, dan tanpa dibimbing oleh ilmu maka
nilai-nilai agama yang dimiliki oleh seseorang akan salah ketika
diamalkannya.
Dari uraitan di atas dapat dijelaskan bahwa, hubungan antar Filsafat,
ilmu, dan agama sangatlah terikat satu sama lain. Filsafat Merasionalkan
hakikat dari segala sesuatu termasuk hakikat dari sebuah disiplin ilmu
tertentu. Lalu ilmu Lebih lanjut akan menyelidiki proses dan hasil dari
masing-masing objek studinya. Dan terakhir agama sebagai kontrol terhadap
proses pencarian hakikat kebenaran dari segala sesuatu, sehingga tidak
bertentangan dengan ajaran tuhan
D. Proses Berpikir Secara Filsafat, Ilmu, dan Agama
Keraguan
Kebenaran Pemikira
Ilmiah n Radikal
Rasional
logis Pengetahua
sistematis n / Hakikat
objektif
Observasi
Empiris
Pertama suatu keraguan, jika dilanjutkan maka akan menimbulkan sebuah
pemikiran yang radikal, yang mendalam kemudian harus menyeluruh. Dari
pemikiran radikal tersebut kita akan mendapatkan sebuah pengetahuan atau
hakikat kebenaran dari apa yang kita pikirkan. Dari keraguan kemudian
pemikiran radikal berkembang menjadi pengetahuan atau hakikat dari suatu
kebenaran. Proses ini merupakan bagian dari filsafat
Kedua adalah observasi empiris ini adalah pembuktian dari pengetahuan
yang didapat dari pemikran radikal tadi. Walaupun sudah di dapatkan hakikat
kebenaran dari suatu yang kita pikirkan, tapi ini masih sebuah produk akal
manusia sehingga harus diobservasi secara empiris, dengan observasi empiris
yang melibatkan rasionalitas, pemikiran yang logis, sistematis, dan objektif dan
ini adalah kaidah dari sains. Maka nanti akan menjadi sebuah kebenaran ilmiah.
Jadi, dari kebenaran ilmiah itulah maka akan kembali lagi ke siklus yaitu
keraguan. Karena inilah sifat dari ilmu pengetahuan. Karena ilmu pengetahuan
itu tidak mutlak benar, tetapi hanya sampai pada tahap kebenaran objektif yakni
disepakati oleh mayoritas manusia. Proses ini merupakan bagiaan dari ilmu
Ketiga proses tadi harus ada dalam control yang disebut divine low. Proses
ini bagian dari agama.
Contoh
Dimulai dari timbul Melahirkan logika yang
pertanyaan menjadi matematika
Kenapa kita ada disini? sebuah alat untuk
Apa arti hidup ini? mengukur semua hal di
Darimana kita berasal? alam semesta
siapakah kita?
BAB VI
PENUTUP
1. Kesimpulan
a. Filsafat adalah sebuah ilmu yang bertujuan menjawab pertanyaan-
pertanyaan tentang asal mula dan sifat dasar alam semesta tempat
manusia hidup serta apa yang merupakan tujuan hidupnya. Ilmu
adalah sebuah metode untuk memperoleh pengetahuan yang
objektif dan dapat diteliti kebenarannya. Kebenaran ilmu diuji
secara empiris, riset, dan eksperimental. Agama adalah
seperangkat sistem kepercayaan terhadap Tuhan. Agama ini
meliputi keyakinan kepada Tuhan.
b. Persamaan Filsaafat, ilmu, dan agama adalah sama-sama bertujuan
untuk mencari sebuah kebenaran, bersifat metodik,sistematik dan
menjawab permasalahan sebab-akibat
Perbedaan antara ketiganya adalah terletak pada sifat
kebenarannya, stimulan, sumber, pendekatan, orientasi, dan
batasan
c. Baik Ilmu, Filsafat, dan agama ketiganya saling melengkapi.
Karena tidak semua masalah yang ada di dunia dapat diselesaikan
oleh ilmu. Filsafat menjadi induk pengetahuan yang
mengedepankan rasionalitas dilanjutkan ilmu sebagai suatu hal
yang dipelopori oleh akal sehat,ilmiah, empiris, dan logis. terakhir
agama lahir sebagai pedoman dan panduan yang menjadi kontrol
dalam mencari kebenaran itu
2. Saran
Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan
kami nantikan untuk kesempurnaan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Asy’arie., Musa, Dialektika Agama untuk Pembebasan Spiritual, (Yogyakarta:
LESFI, 2002),
Bagus, Lorens, Kamus Filsafat, (Jakarta: Gramedia, 1996),
Filsafat, Agama dan Realitas Sosial, (Banda Aceh: Fakultas Ushuluddin IAIN Ar-
Raniry, 2004),
Kahmad, Dadang, Sosiologi Agama, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2000).
Penulis, Tim, Kamus Bahasa Indonesia, (Balai Pustaka: 1998).
Slamet Ibrahim, Filsafat Ilmu Pengetahuan, (Bandung: ITB, 2008).
Soelaiman, Darwis A., Soelaiman, Filsafat Ilmu Pengetahuan Perspektif Barat
dan
Islam (Aceh: Bandar Publishing, 2019).
Suseno, Franz Magnis, Filsafat Sebagai Ilmu Kritis, ( Yogyakarta: Kanisus Jual,
1992).