Anda di halaman 1dari 91

KESATUAN AKSI MAHASISWA MUSLIM INDONESIA:

Kajian Sejarah Perjalanan KAMMI Sebagai Gerakan Mahasiswa Masa Reformasi

Arief Pandu Wijonarko

104022000793

FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA

JURUSAN SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2009
KESATUAN AKSI MAHASISWA MUSLIM INDONESIA:

Kajian Sejarah Perjalanan KAMMI Sebagai Gerakan Mahasiswa Masa Reformasi

Skripsi

Diajukan Sebagai Syarat Mencapai Gelar S1 di Fakultas Adab dan Humaniora

Jurusan Sejarah dan Peradaban Islam

Oleh:

ARIEF PANDU WIJONARKO

NIM. 104022000793

Dibawah Bimbingan

Pembimbing

Dr. H. Abd. Wahid Hasyim, M.Ag

NIP.150227883

FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA


HUMANIORA

JURUSAN SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH


HIDAYATULLAH

JAKARTA

2009
PENGESAHAN SIDANG MUNAQASYAH

Menyatakan skripsi yang berjudul “KESATUAN


KESATUAN AKSI MAHASISWA MUSLIM

INDONESIA: Kajian Sejarah Perjalanan KAMMI Sebagai Gerakan Mahasiswa Masa

Reformasi”
Reformasi telah diujikan dalam sidang munaqasah di Fakultas Adab dan Humaniora

pada tanggal 25 Nopember 2009. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat

untuk memperoleh gelar sarjana pada program Strata satu (S-1) pada jurusan Sejarah

dan Peradaban Islam.

Jakarta 25 Nopember 2009

Ketua merangkap Anggota Sekretaris merangkap Anggota

Drs. H. Ma’ruf Misbah, MA. Drs. Usep Abdul Matin, MA, MA.

NIP. 19591222 199103 1 003 NIP. 150 288304

Penguji Pembimbing

Drs. Tarmizy Idris, MA. Dr. H. Abd. Wahid Hasyim, M.Ag.

NIP. 19601212 199003 1 003 NIP. 19560817 198603 1 006


ABSTRAKSI

Kata perlawanan menjadi tema sentral gerakan mahasiswa 1998, ketika Orde
Baru telah berkuasa selama 32 tahun lamanya dan tetap angkuh untuk
mempertahankan kekuasaan. Krisis ekonomi yang berkepanjangan telah dirasakan
begitu lama khususnya oleh rakyat miskin kala itu. Mahasiswa-mahasiswa yang berasal
dari kalangan menegah ke bawah merasakannya langsung dan terkena dampaknya.
Banyak di antara mereka yang terpaksa mengambil cuti karena tidak mencukupi biaya
kuliah.

Di masa-masa sebelum terjadinya reformasi di Indonesia pernah terjadi dan


diwarnai dengan pasang surut gerakan dan siklusnya yang berbeda-beda, gerakan
politik mahasiswa yang ada pada tahun 1974 adalah yang puncak gerakan protesnya
terkenal dengan tragedi Malapetaka Lima belas Januari (Malari). Yaitu menentang
kedatangan Perdana Menteri Jepang, Kakuei Tanaka, ke Indonesia.

Aktifitas gerakan protes juga masih dilakukan oleh mahasiswa sepanjang 1977-
1978, aktifis mahasiswa pada saat ini justru lebih berani lagi dibanding sebelumnya,
yaitu menuntut mundur Soeharto dari jabatannya sebagai Presiden, dan ini adalah
gerakan pertama mahasiswa pada pemerintahan Soeharto yang menuntut mundur
seorang Presiden. Sikap protes itu pun dijawab oleh pemerintah dengan pendudukan
kampus oleh pasukan militer, hingga para tokoh mahasiswa ditangkapi dan diadili.

Ada berbagai faktor yang telah mendorong mahasiswa memunculkan berbagai


kelompok studi tersendiri dalam memahami keadaan sosial masyarakat, hal-hal seperti
inilah yang telah memberikan peluang pada kelompok-kelompok mahasiswa Islam
berasal dari kampus sekuler seperti UI, ITB, IPB, dan UGM menemukan kembali ruh
ideologisnya, yakni Islam. Maka kehidupan kampus yang sarat dengan istilah BUTA
PESTA (buku cinta dan pesta) menjadi BUNGA DAKWAH (buku ngaji dan dakwah) yang
bermula dari lingkar kajian yang khas mereka miliki yang biasa disebut Usrah.

Perkembangan ideologisasi inilah yang mendorong mahasiswa untuk memprotes


kebijakan pemerintah yang melegalisasi perjudian atas nama Sumbangan Dana Sosial
Berhadiah. Dan juga menentang pelarangan Jilbab yang terjadi di sekolah-sekolah
negeri. Kelompok seperti merekalah yang mengintregasikan antara masjid dan kampus
yang sebelumnya masjid hanya tempat ritual ibadah semata.

Pada akhir 1997 Indonesia mengalami krisis ekonomi panjang yang sangat
menyulitkan. Hal ini juga yang mendorong kalangan mahasiswa yang tergabung dalam
Forum Silaturahmi Lembaga-lembaga Dakwah Kampus Nasional (FSLDKN) untuk
membincangkan masalah krisis di Indonesia, untuk turun menyuarakan suara
masyarakat. Perbincangan itu pun tidak menemui keputusan sehingga pembahasan
dilanjutkan di luar forum setelah FSLDKN selesai lalu membuat muktamar dan
terbentuklah KAMMI sebagai komite aksi para aktifis dakwah kampus.
KATA PENGANTAR

Segala puja dan puji syukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan nikmat-

Nya kepada penulis, terutama nikmat Iman, Aslam, kesehatan, dan Waktu yang telah

penulis lalui dalam penulisan skripsi ini. Sholawat dan Salam tidak lupa tercurahkan

kepada Nabi besar Muhammad SAW, sahabat, keluarga dan para pengikutnya yang

mudah-mudahan senantiasa taufik dan hidayah-Nya. Amin.

Sehubungan dengan rampungnya penulisan skripsi ini, tidak lupa penulis

menghaturkan rasa syukur dan terima kasih yang tiada terkira kepada:

1. Rasa syukur dan permohonan ampunan yang sangat kepada Allah SWT atas

segala nikmat waktu dan peluang yang diberikan oleh-Nya dan atas segala dosa

yang penulis perbuat, dan sholawat serta salam kepada Nabi besar Muhammad

SAW.

2. Kepada Ibu dan Bapak di rumah yang tak kenal letih demi masa depan anak-

anaknya, dan terus berjuang walaupun dalam kondisi yang sedang tidak sehat.

3. Dekan Fakultas Adab dan Humaniora, Bpk. Dr. H. Abdul Chair, MA.

4. Kepala Jurusan Sejarah dan Peradaban Islam, Drs. H. Ma’ruf Misbah, MA., dan

Sekretaris Jurusan Sejarah dan Peradaban Islam, Bpk. Usep Abdul Matin MA,

MA.

5. Dosen pembimbing skripsi, Bpk. Dr. H. Abd. Wahid Hasyim, MA. dan dosen

penguji sidang skripsi Bpk. Drs. Tarmizy Idris, MA. atas waktu dan kesediaannya.
6. Dosen-dosen jurusan Sejarah dan Peradaban Islam yang telah mengajar penulis

dan memberikan ilmunya.

7. Kepada teman-teman yang ada di Fakultas Adab dan Humaniora yang terus

memberikan semangat, Krishadi, Syahru Ramdhani, Muhakik, Abdurrohim (IPI)

Abdurrohim (BSI), Reni Sintawati, Bety Wijayanti, Rose Febrian Ciptaning, Lia

Amalia, Fadhilatul Muharrom, Isti’ana Nurmaulidawanti, dan lain-lain.

8. Kepada teman-teman kelas di Jurusan SPI. Yudhi, Mantik Aziz, Rasyid Apridha,

Khaerudin, Fathul Yakin, Ujang, sebagai teman canda. Reivendra, Aditya

Pratama, Syarif Hidayatullah, Ade Faizal Alam, sebagai teman berdiskusi yang

cerdas. Mujib Hardiyan Syah, Ahmad Arif, Samsul Umar, Willy Ahmadi, sebagai

teman bersama pelepas penat.

9. Teman-teman yang ada di KAMMI komisariat UIN Jakarta.

10. Tidak lupa juga terima kasih kepada Rijalul Imam Ketua KAMMI Pusat, yang juga

sebagai sarjana di Jurusan SPI Fakultas Adab UIN Jogja sehingga memiliki

semangat akademis yang sama, dan sebagai mitra diskusi yang jenius.

11. Terima kasih kepada ketua-ketua KAMMI komisariat UIN Jakarta yang telah

penulis temui, Mustofa Makhdor (PPI-FUF, 2005-2006), Imam Hadi Kurnia (PH-

FSH, 2006-2007), Ahmad Syahril (TI/SI-FST, 2007-2008), Rico Chandra (PPI-FUF,

2008-2009), Imron Hasyim (SS-FSH, 2009-2010). Dan sukses selalu untuk ketua

KAMMI komisariat UIN Jakarta selanjutnya.

Jakarta 25 Nopember 2009


DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ………………………………………………………….. i

KATA PENGANTAR ……………………………………………………………….. ii

DAFTAR ISI …………………………………………………………………………. iv

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ………………………………………………………. 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah …………………………………………. 8

C. Kajian Pustaka Terdahulu ……………………………………………………... 9

D. Metodologi Penelitian …………………………………………………………. 12

E. Sistematika Penulisan …………………………………………………………. 13

BAB II GERAKAN MAHASISWA MUSLIM DALAM LINTASAN SEJARAHNYA

A. Latar Belakang Lahirnya Gerakan Mahasiswa Muslim ……………………….. 15

B. Ragam Gerakan Mahasiswa Muslim …………………………………………... 21

C. Visi Keagamaan dan Kebangsaan Gerakan Mahasiswa Muslim ………………. 24

D. Tokoh dan Tujuan Pendirian Organisasi Gerakan Mahasiswa Muslim ………... 26

BAB III KAMMI SEBAGAI GERAKAN MAHASISWA MUSLIM MASA REFORMASI


A. Kondisi Politik dan Keagamaan Masa Reformasi ……………………………... 28

B. Gerakan Mahasiswa Muslim Masa Reformasi …………………………….…... 38

C. Akar Gerakan KAMMI Sebelum Masa Orde Reformasi …………………..….. 40

BAB IV PROGRAM KAMMI SEBAGAI GERAKAN MAHASISWA MUSLIM ERA REFORMASI

A. Ideologi dan Kaderisasi KAMMI …………………………………………….... 43

B. Dinamika Kepemimpinan KAMMI …………...………………………………. 56

C. Berbagai Kegiatan KAMMI ………………………………………………….... 60

D. Hubungan KAMMI dengan Lembaga Politik dan Keagamaan ………………... 68

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan …………………………………………………………………….. 72

B. Saran-saran ……………………………………………………………………... 73

DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………………. 75


BAB I

PENDAHULUAN

F. LATAR BELAKANG MASALAH

Kata perlawanan menjadi tema sentral gerakan mahasiswa 1998, ketika Orde Baru

telah berkuasa selama 32 tahun lamanya dan tetap angkuh untuk mempertahankan

kekuasaan. Krisis ekonomi yang berkepanjangan telah dirasakan begitu lama

khususnya oleh masyarakat miskin kala itu. Mahasiswa-mahasiswa yang berasal dari

kalangan ekonomi menegah ke bawah yang juga merasakannya langsung dan terkena

dampaknya. Banyak di antara mereka yang terpaksa mengambil cuti karena tidak

mencukupi biaya kuliah.1

Dalam perspektif sejarah Indonesia, patisipasi mahasiswa bukanlah hal yang baru

dan asing. Setidaknya dapat kita lihat dari berbagai peristiwa yang terjadi dalam

peristiwa-peristiwa politik mahasiswa terhadap kekuasaaan yang berlangsung dari

rezim ke rezim yang pernah berkuasa di Indonesia. Dari peristiwa-peristiwa tersebut

dalam dapat diketahui bagaimana heroiknya kisah-kisah mahasiswa yang menentang

kebijakan-kebijakan Soekarno pada waktu itu (1966) yang dirasakan akan merugikan

dan berpengaruh buruk terhadap masyarakat. Bersama ABRI dan umat Islam,

mahasiswa bekerja sama menumpas Partai Komunis Indonesia (G 30 / S PKI) yang

ketika itu pada puncaknya benar-benar mengkhianati Indonesia.

1
Sebagaimana diberitakan oleh Media Indonesia (Jum’at 27-04-1998) sekitar 3000 mahasiswa Universitas
Gajah Mada (UGM) menunda studinya karena kesulitan membayar SPP.
Kemudian peristiwa MALARI (15 Januari) 1974 yaitu unjuk rasa besar-besaran

menentang kedatangan perdana menteri Jepang, Kakuei Tanaka. Pada waktu itu

mahasiswa menilai bahwa pengaruh Jepang di bidang ekonomi perlu dibatasi karena

jika terlalu bergantung terlalu berlebihan kepada modal asing akan merusak ekonomi

Negara secara bersamaan dalam jangka panjang dan adanya peran para elit politik

yang bertarung,. Sayangnya dalam aksi itu massa dan mahasiswa yang terkonsentrasi

di sepanjang Salemba hingga Kramat disusupi para propokator, oknum, dan preman.

Sehingga terjadi tindakan-tindakan vandalistis dengan merusak segala sesuatu yang

dianggap merepresentasikan dominasi Jepang, akibatnya aksi ini menjadi konsiderasi

buruk bagi gerakan mahasiswa.

Ditambah lagi dengan adanya aktifitas gerakan protes mahasiswa yang dilakukan

sepanjang 1977-1978, aktifis mahasiswa pada saat ini justru lebih berani lagi dibanding

sebelumnya, yaitu menuntut mundur Soeharto dari jabatannya sebagai Presiden, dan

ini adalah gerakan pertama mahasiswa pada masa pemerintahan Soeharto yang berani

menuntut mundur seorang Presiden Republik Indonesia. Sikap protes itu pun dijawab

oleh pemerintah dengan pendudukan kampus oleh pasukan militer, sehingga para

tokoh mahasiswa ditangkapi dan diadili,

Karena pemerintah begitu khawatir dengan potensi kritik mahasiswa, maka

pemerintah pun secara sepihak menilai dan menuduh mahasiswa telah bermain politik

praktis di kampus karena itu pemerintah merasa perlu untuk memberi “hadiah” atas

“prestasi” mahasiswa berupa SK Menteri P dan K RI No. 0156/U/78 tentang Normalisasi

Kehidupan Kampus (NKK) oleh Badan Koordinasi Kamps (BKK). Ternyata cara ini

berhasil membuat mahasiswa menjadi vakum dan lebih sibuk mengejar kemajuan

pribadi, children of pragmatism (working oriented).


Pada era 1990-an itulah terjadi sebuah renaisans pergerakan mahasiswa.

Sedangkan menurut Eep Saefullah Fatah, ada beberapa sebab yang menjadi faktor

kenapa mahasiswa menjadi bergairah kembali dalam aktifitasnya setelah berlakunya

NKK BKK.

Pertama, karakter pendidikan politik yang dijalankan oleh pemerintah tertutup dan

kurang dialogis. Karakter semacam ini merupakan lahan subur bagi ketidakpuasan

mahasiswa kala itu. Sehingga memicu para mahasiswa berbondong-bondong

melaksanakan sebuah kegiatan pendidikan politik yang mereka buat sendiri, maka

bermunculan berbagai lingkar kajian yang sangat beragam, sebagai bentuk pendidikan

politik alternatif mahasiswa. Yang pada saat itu memang mahasiswa merasakan rasa

haus yang sangat pada pendidikan politik yang sangat sulit sekali untuk didapatkan

oleh para pemuda dan mahasiswa dari rezim yang sangat tidak transparan.

Kedua, politik pembangunan merupakan lahan subur bagi pertanyaan tentang

ketidakadilan, kalangan muda dan para mahasiswa yang peduli dengan masyarakat

yang terpinggirkan akibat politik pembangunan melakukan kajian secara aktif dan

intensif, dan menyatakan pendapat bahwa perlunya demokrasi ditumbuhkan.

Ketiga, kegelisahan dan rasa penasaran dari kalangan muda dan mahasiswa ketika

melihat kehendak dan stabilisasi politik dan ekonomi yang begitu kuat dari pemerintah,

sehingga memicu daya kritis. Di samping itu juga upaya stabilisasi telah memakan biaya

sosial yang sangat mahal.2

Ketiga faktor di atas telah mendorong mahasiswa untuk memunculkan sendiri

berbagai kelompok studi tersendiri dalam memahami keadaan sosial masyarakat, hal-

2
Eep Saefullah Fatah, Catatan Atas Gagalnya Politik Orde Baru, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998). h.
276-278.
hal seperti inilah yang telah memberikan peluang pada kelompok-kelompok mahasiswa

Islam yang berasal dari kampus sekuler seperti UI, ITB, IPB, dan UGM menemukan

kembali ruh ideologisnya, yakni Islam. Maka kehidupan kampus yang sarat dengan

istilah BUTA PESTA (buku cinta dan pesta) menjadi BUNGA DAKWAH (buku ngaji dan

dakwah) yang bermula dari lingkar kajian yang khas mereka miiki yang biasa disebut

Usrah.

Konsep-konsep mendasar yang menjadi latar belakang hubungan dan relasi antara

mahasiswa, ketidakadilan, Islam dan masjid, merupakan tema sentral yang kita

butuhkan dalam memahami mengapa organisasi pergerakan mahasiswa seperti

Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia muncul. Dalam keterkaitan inilah, akan

ditemukan suatu kerangka penjelasan yang akan digunakan dan dapat memberikan

gambaran dan penjelasan yang jelas sehigga mudah dipahami oleh orang-orang yang

membacanya. Karena ketika itulah Islam mucul dalam sebuah aksi kongkret yang

nyata, dan bukan hanya sebagai sebuah tradisi ritual yang simbolik dan tidak

memberikan sebuah sumbangsih atau solusi bagi permasalahan bangsa.3

Peristiwa reformasi yang ada, masih menurut Eep, merupakan sebuah tahapan dari

berbagai tahapan yang ada dalam transisi demokrasi. Oleh Eep unsur-unsur yang

terkombinasikan dalam tahapan awal ini dikontekstualisasikan dengan pengalaman

Indonesia. Pertama, kritik dan resistensi eksternal pemerintah semakin kuat. Kedua,

terjadi konflik internal aparat Negara (ABRI). Ketiga, terjadi perpecahan internal dalam

rezim. Keempat, krisis ekonomi dan politik. Kelima, tuntutan perubahan semakin kuat.4

3
Dikutip dari Eep Saefullah Fatah oleh Andi Rakhmat dan Mukhammad Najib, “Gerakan Perlawanan dari
Masjid Kampus”, (Surakarta: Purimedia, 2001). h. 27
4
Dikutip dari Eep Saefullah Fatah oleh Mahfudz Sidiq, KAMMI dan Pergulatan Reformasi kiprah Politik
Aktifis Dakwah Kampus dalam Perjuangan Demokratisasi di Tengah Gelombang Krisis Nasional Multidimensi,
(Solo: Era Intermedia, 2003). h. 40
Perkembangan ideologisasi Islam terhadap mahasiswa, yang bergerak atas dasar

kesadaran beragama dan bermasyarakat inilah yang mendorong mahasiswa untuk

memprotes kebijakan pemerintah yang hendak melegalisasi perjudian atas nama

Sumbangan Dana Sosial Berhadiah (SDSB). Begitu juga mereka menentang pelarangan

Jilbab yang terjadi di sekolah-sekolah negeri. Kelompok seperti merekalah yang

mengintregasikan antara masjid dan kampus yang sebelumnya masjid hanya tempat

ritual ibadah semata.

Atau mungkin dapat dipahami perjalanan gerakan mahasiswa seperti KAMMI

dengan terlebih dahulu memahami dua prinsip. Pertama, setiap kumpulan masyarakat

terdiri dari tiga elemen utama yaitu: pemikiran, individu manusia, dan materi.

Masyarakat berada pada puncak kesehatan dan kekuatan ketika individu manusia dan

materi bergerak pada poros pemikiran yang benar. Masyarakat akan jatuh sakit apabila

pemikiran dan materi bergerak pada poros individu. Dan masyarakat akan sampai pada

titik ajal kematiannya apabila pemikiran dan individu manusia bergerak pada poros

materi.

Bertolak dari gambaran diatas, dapat disimpulkan bahwa munculnya fenomena-

fenomana sosial berawal dari materi-materi pemikiran yang melahirkan tujuan, disusul

dengan kecenderungan psikologis yang mengarahkan kemauan dan berhenti pada

tindakan-tindakan praktis yang melahirkan pencapaian kemajuan atau kemunduran

pada seluruh bidang kehidupan.5

Dalam paparan lainnya, yang dilakukan oleh Kuntwijoyo pada tahun 1991,

perkembangan terpenting dalam dua dasawarsa terakhir adalah maraknya kegiatan

5
Majid Irsan al-Kilani, Misteri Masa Kelam Islam dan Kemanangan Perang Salib, Refleksi 50 Tahun
Gerakan Dakwah Para Ulama untuk membangkitkan Umat dan Merebut Palestina, terj. Asep Sobari dan
Kamaluddin, (Bekasi: Kalam Aulia Mediatama, 2007). h. 5.
masjid dan dakwah kampus yang dilakukan oleh mahasiswa di kampus-kampus besar.

Dan ini terjadi akibat dari marginalisasi politik terhadap mahasiswa di kampus.

Kuntowijoyo melanjutkan bahwa pada saat itu metode terbaik dalam dakwah adalah

sistem usroh yang diadopsi dari Ikhwanul Muslimin (IM).6

Sedangkan keberhasilan gerakan dakwah kampus dengan ditandai pada maraknya

gerakan tersebut –masih menurut Kuntowijoyo- akibat dari enam kesadaran baru yang

mulai diadosi oleh sebagian masyarakat (khusunya kalangan kampus), enam kesadaran

itu adalah, kesadaran tentang perubahan, kesadaran kolektif, kesadaran sejarah,

kesadaran tentang fakta sosial, kesadaran tentang masyarakat abstrak, dan kesadaran

tentang perlunya objetifikasi.7 Dalam hal ini aktifis dakwah kampus disebut sebagai

muslim tanpa “Masjid”.

Pada akhir 1997 Indonesia mengalami krisis ekonomi panjang yang sangat

menyulitkan. Hal ini juga yang mendorong kalangan mahasiswa yang tergabung dalam

FSLDKN (Forum Silaturahmi Lembaga-lembaga Dakwah Kampus Nasional) untuk

membincangkan masalah krisis di Indonesia, apakah perlu untuk turun menyuarakan

suara masyarakat. Perbincangan itu pun tidak menemui keputusan sehingga

pembahasan dilanjutkan di luar forum setelah FSLDKN selesai lalu membentuk

muktamar dan terbentuklah KAMMI.8

Pasca berdirinya organisasi mahasiswa seperti KAMMI, maka sebagai bukti

kongkret kepedulian pada permasalahan bangsa KAMMI melakukan aksi-aksi

demonstrasi turun ke jalan di saat-saat para aktifis mahasiswa masih tertahan didalam

6
Kuntowijoyo, Paradigma Islam Interpretasi untuk Aksi, cet. ke-3, Bandung: Mizan, 1991. h.63
7
Kuntowijoyo, Muslim Tanpa Masjid: Esai-esai Agama, Budaya, dan Politik dalam Bingkai
Strukturalisme Transedental, cet. ke-2, Bandung: Mian, 2001. h.27
8
Andi Rakhmat dan Mukhammad Najib, “Gerakan Perlawanan dari Masjid Kampus”, dalam kata
pengantar. Lihat juga Suara Hidayatullah, 01/XI/Mei 1998; h. 22-23.
kampus. Pada hari Jum’at 10 April 1998, selepas shalat Jum’at, di halaman Masjid

Agung al-Azhar Jakarta sekitar 20.000-an mahasiswa muslim melakukan unjuk rasa,

dan aksi ini disebut sebagai Rapat Akbar Mahasiswa dan Rakyat. Terdiri dari berbagai

perguruan tinggi utama di Indonesia, seperti UI, ITB, Unibraw, IAIN Syarif Hidayatullah

Jakarta, dan lain-lain.

Seiring dengan kemunculan KAMMI yang baru saja lahir, muncul juga pertanyaan

yang curiga dari berbagai pihak dan pandangan miring terhadap KAMMI, “bagaimana

bisa suatu organisasi berumur sehari mengeluarkan sikap politik yang demikian solid”,

begitulah pertanyaan yang bernada curiga, ditambah lagi dengan aksi-aksi KAMMI yang

tergolong spektakuler dengan menghadirkan puluhan ribu massa aksi (Suara

Hidayatullah, 01/XI/Mei 1998; hal. 22-23).9

Dilihat dari kondisi saat itu maka KAMMI adalah organisasi pertama yang melakukan

aksi unjuk rasa yang sangat fenomenal. Pertama, jumlah massa aksi yang hadir

tergolong besar. Kedua, aksi tersebut merupakan aksi yang pertama kali dilakukan

diluar kampus. Ketiga, aksi besar di luar itu ternyata berjalan dengan tertib dan aman.

Keempat, merupakan aksi mahasiswa pertama yang mampu memobilisasi massa rakyat

selain mahasiswa. Kelima, dalam aksi itu isu yang diangkat adalah “Reformasi Total”.10

Dengan adanya lima poin di atas maka muncul di samping kecurigaan yang telah

dijelaskan di atas berbagai pandangan miring terhadap KAMMI, seperti bahwa KAMMI

di-back up oleh pihak keamanan sehingga wajar aksi-aksi yang dilakukan KAMMI

9
Andi Rakhmat dan Mukhamad Najib, “Gerakan Perlawanan dari Masjid Kampus”. dalam kata pengantar
10
Mahfudz Sidiq, KAMMI dan Pergulatan Reformasi kiprah Politik Aktifis Dakwah Kampus h. 28-29.
berjalan dengan aman, KAMMI juga dianggap sebagai bagian rekayasa politik yang

didirikan oleh militer.11

Di samping itu ada juga pandangan-pandangan yang mengatakan bahwa KAMMI

adalah gerakan eksklusif,12 dalam pandangan beberapa peneliti pun KAMMI adalah

sebuah gerakan mahasiswa muslim yang mengartikulasikan dan memvisualisasikan

fundamentalisme Islam dalam gerakannya. Hal ini diungkapkan dalam buku “Islam dan

Radikalisme di Indonesia” sebuah karya tulis yang disusun oleh sebuah tim penulis dan

diterbitkan oleh LIPI Press, di buku tersebut dipaparkan dalam bab tiga sebuah

gambaran umum tentang radikalisme Islam di Indonesia bahwa fundamentalisme Islam

di Indonesia terdiri dari tiga kelompok.

Pertama, kelompok yang berkonfrontasi dengan pemerintahan status quo yang

dianggap tidak sesuai lagi dengan Islam. Kedua, gerakan-gerakan Islam yang

menekankan pada pengajaran yang yang bersifat baru. Ketiga, gerakan Islam yang

lebih bersifat kontemporer yang dilakukan oleh mahasiswa yang ada di berbagai

kampus di Indonesia. Pada kelompok ketiga inilah menurut para penulis adalah sebuah

gerakan Islam yang dimotori oleh mahasiswa yang nantinya menggabungkan diri dalam

sebuah wadah KAMMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia).13

Selain itu, ada juga kelompok mahasiswa fundamentalis, yang terorganisir dalam

KAMMI dan mempunyai cabang di banyak kampus di Indonesia. KAMMI bisa dikatakan

11
Andi Rakhmat dan Mukhamad Najib, “Gerakan Perlawanan dari Masjid Kampus”, (Surakarta,
Purimedia, 2001). h. 79-85.
12
Ibid.
13
Endang Turmudi & Riza Sihbudi, Islam dan Radikalisme di Indonesia, et al, kumpulan karangan,
(Jakarta: LIPI Press, 2005). h. 119.
sebagai organisasi baru yang berbeda dengan organisasi mahasiswa Islam seperti HMI

atau PMII karena KAMMI baru muncul di era reformasi…..14

Kuatnya pengaruh mahasiswa dalam dunia intelektual dapat dilihat dari berbagai

faktor yang terdapat dalam kehidupan masyarakat yang bukan hanya terbatas pada

negara Indonesia, tetapi sepanjang masa dan tempat yang terjadi di dunia ketiga

khususnya Asia Tenggara. Sejarah mencatat, hanya Indonesia saja yang bisa

membuktikan bahwa kudeta militer yang kerap terjadi dan sukses di berbagai negara

tidak selamanya berlaku bagi semua negara, contohnya adalah Indonesia, baik dalam

wacana, daya kritis, polemik, oposisi, atau sikap keagamaan.

Hal-hal semacam itu justru semakin membuktikan bahwa mahasiswa di Indonesia

selain memiliki keunggulan bobot akademis pada individu-individunya juga memiliki

kekuatan peranan oposisi dan aksi masa praktis yang sangat berarti. Hal ini berlainan

dengan yang terjadi di kebanyakan negara di Asia Tenggara seperti Thailand, Philipina,

atau Junta militer Myanmar yang hanya sebatas penggunaan kekuatan fisik dan

senjata. Main Act semacam itu malah sedikit demi sedikit akan, dan terus, mengubur

tatanan stabilitas sosial politik yang berakibat buruk pada nilai-nilai kemerdekaan dan

keadilan bagi masyarakat itu sendiri.

G. PEMBATASAN DAN PERUMUSAN MASALAH

1. Pembatasan masalah

14
Ibid, h. 123.
Dalam pembahasan masalah ini, pembahasan skripsi dibatasi dengan beberapa

pokok pembahasan yang akan diungkap dan dijelaskan dalam skripsi ini, beberapa

pokok pembahasan dan penjelasan tersebut merupakan pendekatan-pendekatan yang

peneliti gunakan.

Oleh karenanya dalam kajian skripsi ini lebih menekankan dan membatasi dengan

pembahasan politik, ekonomi, dan keagamaan yang memberi celah bagi gerakan

mahasiswa, dan kesadaran beragama masyarakat. Pemilihan ruang lingkup ini

dilatarbelakangi oleh adanya beberapa faktor penyebab yang berserak didalamnya

yang harus disusun sedemikian rupa sehingga dapat dinilai secara utuh. Disamping itu

juga terikat kuat dengan pendekatan-pendekatan yang peneliti gunakan yaitu

pendekatan sosial, politik, ekonomi, dan.budaya.

2. Perumusan Masalah

Dalam perumusan masalah ini mengandung beberapa pokok pertanyaan yang akan

diungkap dan dijawab dalam skripsi ini, beberapa pokok pertanyaan tersebut adalah:

a.) Bagaimana sejarah perjalanan dan peranan politik mahasiswa muslim di

Indonesia (1980-an) pada masa sebelum reformasi berlangsung?

b.) Bagaimanakah sejarah perjalanan dan peranan Kesatuan Aksi Mahasiswa

Muslim Indonesia (KAMMI)?

c.) Bagaimana ideology dan kegiatan KAMMI sebagai gerakan mahasiswa muslim di

masa reformasi?
H. KAJIAN PUSTAKA TERDAHULU

Penelitian tentang gerakan politik mahasiswa telah ada dan sudah menjadi bahan

perbincangan yang hangat dalam dunia dan wacana tentang gerakan sosial. Penelitian

yang -mungkin- paling baru telah dilakukan oleh Mahfudz Sidiq, pada bukunya yang

berjudul KAMMI dan Pergulatan Reformasi kiprah Politik Aktifis Dakwah Kampus dalam

Perjuangan Demokratisasi di Tengah Gelombang Krisis Nasional Multidimensi. 15

Sebuah bku yang pada awalnya merupakan sebuah tesis dalam program pasca sarjana

Ilmu Politik Universitas Indonesia, dan di terbitkan pada Oktober 2003 oleh Era

Intermedia, Solo.

Dalam kajian yang dibahas buku tersebut memiliki karakter penulisan yang terfokus

pada pergerakan KAMMI dalam bidang politik ekstra parlementer, pembahasan yang

dilakukan oleh mahfufudz Sidiq ini memulai langsung dengan membaca peranan KAMMI

tanpa memulai terlebih dulu dengan membaca asal muasal KAMMI dalam sejarah

pergerakan dakwah di kampus-kampus besar yang ada di Indonesia, dengan

pembahasan yang sosio-historik.

Metode sejarah politik tersebut awalnya membahas lebih rinci lagi pergerakan

mahasiswa Indonesia dengan varian yang sangat mendasar, yakni mahasiswa

Indonesia secara umum. Kemudian penulis melengkapi dan memperkuat dengan kajian

teoritis mengenai pergerakan sosial masyarakt yang terjadi di duania ketiga yang

terjadi dan berkembang, dalam kajian teoritis tersebut terdapat satu sub bab pada bab

dua yang membahas peranan oposisi kelompok aksi Islam.

15
Mahfudz Sidiq, KAMMI dan Pergulatan Reformasi kiprah Politik Aktifis Dakwah Kampus dalam
Perjuangan Demokratisasi di Tengah Gelombang Krisis Nasional Multidimensi, (Solo: Era Intermedia, 2003).
Hal selanjutnya yang dibahas dalam buku tersebut lebih diwarnai dengan

pembahasan yang terfokus pada hal-hal yang karakternya bersifat sejarah politik

KAMMI, dan jarang ditemukan pembahasan-pemabahasan yang bersifat sosio-historis.

Sedangkan dalam buku tersebut bisa didapati sedikit pembahasan yang terfokus pada

sejarah KAMMI terdapat dalam prolog buku. Akan tetapi dalam tulisan sejarah KAMMI

oleh Fahri Hamzah ini sangat terbatas dan bahkan menurut peneliti sendiri pada

hakekatnya perjalanan sejarah KAMMI perlu untuk dibahas geneologi sosialnya.

Selain itu ada juga buku lain yang ditulis oleh Andi Rakhmat dan Mukhamad Najib,

yang berjudul “Gerakan Perlawanan dari Masjid Kampus”.16 Purimedia, Surakarta,

2001. Membahas secara lengkap dan mendasar perkembangan dan perjalanan KAMMI

mulai dari masa krisis ekonomi, krisis politik, dan krisis di segala bidang yang berujung

dengan lengsernya Suharto yang telah berkuasa selama 32 tahun. Dalam buku ini

pembahasan sejarah yang terkandung didalamnya lebih lengkap dibandingkan dengan

buku sebelumnya.

Walaupun sebenarnya secara fisik dan ukuran buku Mahfudz Sidiq lebih tebal dan

merupakan karya tulis yang sebelumnya adalah sebuah bentuk Tesis di bidang Ilmu

Politik Pasca Sarjana Universitas Indonesia. Tapi sebagaimana kita dapat memahami

karya tulis tersebut adalah karya tulis di bidang politik, sedangkan dalam buku yang di

tulis oleh Andi Rakhmat dan Mukhamad Najib merupakan sebuah karya tulis yang

memang diperuntukan bagi kader-kader KAMMI.

Tulisan tersebut merupakan refleksi dalam membangun KAMMI ke masa depan yang

lebih baik bagi KAMMI. Dalam buku Gerakan Perlawanan dari Masjid Kampus, Andi dan

16
Andi Rakhmat dan Mukhamad Najib, “Gerakan Perlawanan dari Masjid Kampus”, (Surakarta,
Purimedia, 2001).
Najib memberikan karakter pada penulisannya sebagai sebuah karya sejarah yang

bersifat sejarah motivatif, bukan pada penelusuran geneologi sosialnya secara rinci

dan inovatif, kalau pun ada masih dengan keterbatasannya, dalam menemukan karya

tulis yang dapat memberikan penjelasan tentang jejaring sosial yang dimiliki oleh para

aktifis KAMMI sebelum membentuk KAMMI itu sendiri masih jarang ditemukan.

Peneliti sendiri menemukan sebuah buku yang membahas jejaring sosial dalam

membahas sejarah gerakan dakwah kampus secara rinci, yaitu dalam buku yang di tulis

oleh Kasinyo Harto, Islam Fundamentalis di Perguruan Tinggi Umum Kasus Gerakan

Keagamaan Mahasiswa Universitas Sriwijaya Palembang. Diterbitkan oleh Badan

Litbang & Diklat Departemen Agama RI:2008 Jakarta. Akan tetapi dalam buku tersebut

pembahasan rinci tentang gerakan dakwah kampus hanya terbatas pada Universitas

Sriwijaya saja, ditambah dengan varian-varian gerakan yang di bahas dalam buku

tersebut dibahas secara terpisah dan tidak terfokus pada satu varian saja.

I. METODOLOGI PENELITIAN

Dalam pelaksanaan dan penyusunan skripsi ini, peneliti menggunakan beberapa

metode penelitian yang biasa digunakan dalam penelitian. Pertama, metode yang

peneliti gunakan adalah Library Research (studi kepustakaan). Dalam tahap awal ini

pengumpulan beberapa data dan sumber-sumber yang terkait dengan topik yang akan

dikaji oleh peneliti, pada berbagai data dan sumber seperti buku-buku, media masa,

Jurnal, dan laporan penelitian.


Kedua, pada tahapan ini akan dilakukan Metode Observasi Aktif (partisipatoris), di

mana langkah peranan dengan ikut serta berperan di dalamnya secara langsung di

tingkat kepengurusan Komisariat dan pengamatan secara langsung yang dilakukan

tingkat Daerah Jakarta dan Pusat oleh peneliti menjadi modal penulisan skripsi ini.

Ketiga, pada tahap akhir ini dilakukan Deskripsi Analitis dan Historiografi untuk

dapat menggambarkan topik atau kajian dengan sebaik mungkin melalui penjabaran

dan langkah selanjutnya memberikan sebuah pemaparan analitis dalam tulisan

sehingga mudah dipahami, sedangkan untuk karakter penulisan sejarah yang ada

dalam skripsi ini adalah Total History, karena menggunakan berbagai pendekatan

(multy approach). Pendekatan yang peneliti gunakan adalah pendekatan politik,

ekonomi, dan keagamaan.

Untuk mendapatkan data baik primer maupun sekunder peneliti akan mengunjungi

beberapa perpustakaan seperti Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,

Perpustakaan Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,

Perpustakaan Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,

Perpustakaan Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Perpustakaan Pasca

Sarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Perpustakaan Utama Universitas Indonesia

Depok, Perpustakaan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia Depok,

dan Perpustakaan Iman Jama’ Lebak Bulus, data-data Departemen Hubungan

Masyarakat (Humas) dan departemen lainnya yang ada di KAMMI Pusat dan

Perputakaan Nasional (Pernas) Jakarta Pusat.

J. SISTEMATIKA PENULISAN
Hal selanjutnya bagi peneliti adalah menampilkan hasil penelitiannya dalam bentuk

tulisan yang sistematis. Kiranya tulisan yang ditulis secara sistematis dibuat ke dalam

lima bab. Bab Pertama, yakni Pendahuluan yang merupakan awal tulisan, peneliti

mengisi dengan beberapa bagian yang tersusun sebagai pendahuluan, yaitu latar

belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, kajian pustaka terdahulu,

metodologi penelitian, dan sistematika penulisan.

Pada bab Kedua, sebagai langkah awal pembahasan dan analisa permasalahan

yang ada. Berisi pembahasan tentang, gerakan mahasiswa dalam lintasan sejarahnya.

Yakni, latar belakang lahirnya gerakan mahasiswa muslim, ragam gerakan mahasiswa

muslim, visi keagaman dan kebangsaan gerakan mahasiswa muslim, dan yang terakhir

dari bab II adalah tokoh dan tujuan pendirian organisasi gerakan mahasiswa muslim.

Lalu pada bab Ketiga, pembahasan pada penelitian skripsi ini membahas tentang

KAMMI sebagai gerakan mahasiswa muslim orde reformasi, yang terdiri dari, orde

reformasi: kebijakan politik dan keagamaan, gerakan mahasiswa muslim orde

reformasi, dan akar gerakan KAMMI (keagamaan dan historis) masa orde reformasi.

Sedangkan pada bab Keempat membahas tentang peranan KAMMI sebagai gerakan

mahasiswa muslim, yang terdiri dari pembahasan tentang aspek ideologis, aspek

kepemimpinan, berbagai kegiatan KAMMI, dan hubungan KAMMI dengan lembaga

politik dan keagamaan.

Bab yang terakhir adalah bab Kelima, berupa penutup yang diisi dengan

Kesimpulan dan Saran-saran.


BAB II

PERKEMBANGAN GERAKAN MAHASISWA MUSLIM DI INDONESIA

E. LATAR BELAKANG LAHIRNYA GERAKAN MAHASISWA MUSLIM

Gerakan mahasiswa di Indonesia khususnya pada gerakan reformasi bukanlah

sebuah manifestasi pemuda yang muncul sesekali dan tanpa ada sebab musababnya

atau tanpa ada rantai sejarahnya sama sekali. Tetapi juga muncul berskala melalui

simbiosis mutualis, kausalitas, dan terus terjadi dengan fluktuasi gerakannya yang

selalu naik dan turun, sesuai dengan kondisi dan momentum yang ada. Gerakan dan

peranan mahasiswa di Indonesia menurut peneliti, merupakan sebuah tradisi dari

kelompok semi elit seperti mahasiswa. Berikut juga perjalanan mahasiswa yang

bergulir dari masa ke masa.

1. Mahasiswa Angkatan 1966

Pada masa ini keadaan Indonesia sangat tidak menentu, terutama dengan adanya

pemberontakan PKI dan yang lebih parah masih ditambah dengan inflasi 600%. Karena

kondisi inilah yang para mahasiswa terpancing untuk bersikap kritis terhadap Sukarno

sebagai pusat pemerintahan. Para mahasiswa berdemonstrasi menuntut penurunan

harga, pembubaran PKI, , dan perombakan kabinet.

Dalam catatan kumpulan artikel media cetak yang ditulis oleh wartawan senior,

Rosihan Anwar, ke dalam sebuah buku. Rosihan Anwar menggambarkan sebuah

kondisi negeri yang terluka akibat krisis politik dan ekonomi yang sangat tidak buruk. Ia
mengawali salah satu artikel untuk pemberitaan ini dengan sebuah narasi tentang ironi

perekonomian Negara.

“Satu liter bensin lebih murah harganya dari pada satu mangkok teh. Karcis kereta
api dari Jakarta ke Bandung, (180 km) lebih murah daripada bayar becak dari
Kebayoran ke Stasiun Gambir, (15 km). Inilah contoh-contoh distorsi harga di
Indonesia yang ekonominya dilanda inflasi, harga beras meningkat 1000 kali dalam
waktu enam tahun, dari Rp.6,5 pada tahun 1960 menjadi Rp.6.500 pada tahun
1966.…mereka yang mempunyai pendapatan tetap, paling menderita. Sebab inflasi
kentara dalam anggaran belanja Negara: pengeluaran pemerintah naik 40 kali
dalam masa 1960-1965, akan tetapi pendapatan hanya naik 17 kali. ...pengeluaran
dialokasikan pada daerah-daerah non produktif. Sekitar 61 persen dari anggaran
diberikan untuk membayar pegawai negeri dan angkatan bersenjata. Jumlah
pegawai negeri meningkat terus dari 809.00 orang pada tahun 1961 menjadi
1.605.000 pada tahun 1965. …………Keranjingan Presiden Sukarno terhadap
“ukuran” dan “kebesaran” mempengaruhi pertumbuhan birokrasi.”17

Juga pada catatannya yang diterbitkan The Age pada tanggal 10 September 1965,

begitu tidak stabilnya Indonesia dengan berbagai kejadian sosial yang terus bergolak

dan sering terjadi bentrokan antar kelompok pendukung dan anti Sukarno, pada

kejadian ini yang banyak menjadi korban adalah dari kelompok Islam:

….PKI dengan cerdik mengeksploitasi keadaan di Yogyakarta dan Solo.


Menampilkan diri sebagai pembela Presiden Sukarno dengan semboyan ‘awas
terhadap orang-orang yang mau menggulingkan Presiden’, ‘hidup atau mati dengan
Bung Karno’, ‘pilih antara Sukarno dan Suharto’, kaum aktifis PKI yang bergerak
dibawah tanah menghasut unsur-unsur PNI terhadap mahasiswa yang anti
Sukarno…. Kekerasan melanda seluruh negeri. Sasaran mereka adalah KAMI
(Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia), dan KAPPI (Kesatuan Aksi Pemuda dan
Pelajar Indonesia). Pada tanggal 26 Mei, Gerakan Pemuda Marhaen (GPM) yang
radikal menyerang markas KAMI di Universitas Yogyakarta. Pada 13 dan 14 Juli
mahasiswa membalas dengan menyerang beberapa kantor pemerintah dan
menuntut disingkirkan-nya unsur-unsur PKI yang masih bekerja di sana. Bentrokan
terjadi antara KAMI-KAPPI dan GPM yang mengakibatkan 45 orang luka-luka.
Mengapa GPM bertindak begitu nekad? Karena mereka dilindungi KKO dan Brimob

17
H. Rosihan, Anwar, Indonesia 1966-1983 Dari koresponden Kami di Jakarta, (Jakarta: Pustaka Utama,
1992). Cet. ke-1, h. 7
yang membantu mereka dalam perkelahian. Pada tanggal 26 Juli kira-kira 2.000
orang anggota GPM berseragam hitam menyerang pasar kliwon di Solo.
………Mereka berteriak ‘Hidup Bung Karno’, ‘Hidup PKI’, dan bahkan ‘Hidup Cina’.
Beberapa pemuda Islam diculik dan disiksa oleh anggota GPM yang sudah
diinfiltrasi oleh Pemuda Rakyat, organisasi pemuda komunis. …Dalam perkelahian
antara pemuda nasionalis dan kelompok Islam, pemuda Ansor dan beberapa
pimpinan Ansor tewas”.18

Hal-hal di ataslah yang terus memicu perkembangan aksi protes mahasiswa yang

anti Sukarno dan anti PKI, yang nantinya mereka akan bersatu dalam menolak kabinet

pemerintahan Sukarno yang posisinya banyak diisi oleh tokoh-tokoh komunis. Aksi-aksi

protes mereka pun tidak menuntut pengunduran diri Presiden Sukarno yang didaulat

sebagai Presiden seumur hidup. Tetapi kelompok pemuda lebih memilih untuk

menuntut penurunan harga, disini soal harga dianggap lebih penting daripada sosok

Sukarno.19 Sebuah realita dan fakta sejarah yang sangat jauh berbeda dengan kesan

Sukarno yang diangap penuh kharisma sebagai sang fajar dan pemimpin besar revolusi

pada saat ini.

Dalam catatan harian seorang mahasiswa aktifis 66, yang diterbitkan menjadi buku

yang ditulis oleh Yozar Anwar, catatannya yang tertulis pada Sabtu, 8 Januari 1966,

Yozar menjelaskan bahwa keadaan Indonesia semakin memburuk setelah tiga bulan

paska pemberontakan Gestapu-PKI, pemerintah mengeluarkan peraturan pergantian

uang dari Rp.1.000,00- menjadi Rp.1,00- (dikeluarkan pada tanggal 13 Desember 1965),

tetapi tidak mengobati keadaan dan justru terjadi kenaikan harga terus menerus.20 Dari

kondisi ini kelompok pemuda dan mahasiswa semakin giat untuk memperotes

pemerintahan dan kabinet Sukarno.

18
Ibid, h. 3
19
Yozar Anwar, Angkatan 66, (Jakarta: Sinar Harapan, 1981). cet.ke-2, h. 167
20
Ibid, h. 1
Sayangnya dalam catatan Yozar Anwar tersebut, sangat kental dengan fungsinya

sebagai ‘tesis’-nya Orde Baru dan sebagai ‘antitesa’-nya Orde Lama. Memang kondisi

yang ada dalam tulisannya sedang ramai dengan gejolak anti Sukarno, juga sedang

dalam penantian dan penyambutan Orde Baru, sebagai pengganti Orde Lama. Akan

tetapi walau bagaimana pun juga catatan ini sangat kaya dengan berbagai informasi,

kegiatan harian dan mingguan yang kerap dilakukan oleh para aktifis 66 pada umumnya

dan KAMI khususnya.

Tetapi klimaks peristiwa yang terjadi malah bermuara pada peralihan kekuasan

sebagai akibat dari konstelasi politik yang terjadi dikalangan elit penguasa, melalui

permainan politik elit yang sangat rumit dan terus menjadi perdebatan. Adalah Jendral

Suharto yang mendapatkan peralihan kekuasaan itu berdasarkan pada Surat Perintah

Sebelas Maret (Supersemar).21

2. Mahasiswa Angkatan 1974

Peranan mahasiswa yang terjadi paska angkatan 66 justru mengalami penurunan

dan tidak terjadi gejolak yang berarti dari mahasiswa, yang berperan sebagai

pengimbang kekuatan rezim di luar parlemen. Hal ini mengingat bahwa komponen yang

ada dalam Orde Baru adalah patner perjuangan bersama mahasiswa yang berhasil

menggulingkan Orde Lama.22 Hal ini juga akan di bahas pada pembahasan khusus pada

sub bab selanjutnya. Tetapi dalam masa perjalanan mahasiswa yang terjadi paska

gerakan angkatan 66 bukan berarti tidak terjadi sama sekali peristiwa politik di tanah

air.

21
Dana k. Anwari SB (editor), Matinya Seorang Mantan Presiden: BK, (Orayta Kurnia Dian Kirana, cet,I,
tanpa tempat dan tahun). h. 22.
22
Andi Rahmat dan Mukhammad Najib, Gerakan Perlawanan dari Masjid Kampus, (Surakarta:
Purimedia, 2001). h. 50
Muara kisah sejarah gerakan politik mahasiswa yang ada pada tahun 1974 adalah

sebuah gerakan protes yang terkenal dengan tragedi malapetaka Lima belas Januari

(Malari). Yaitu menentang kedatangan Perdana Menteri Jepang, Kakuei Tanaka.

Gerakan mahasiswa ini memprotes kebijakan pemerintah dengan unjuk rasa besar-

besaran.

Protes mahasiswa ini didasarkan pada penilaian bahwa sikap kebergantungan pada

jepang dalam investasi asing, dan dominasi Jepang pada bidang ekonomi nasional di

Indonesia harus dibatasi, karena dianggap akan berpengaruh buruk pada

perekonomian Indonesia dalam jangka panjang.23 Dan memang benar ekses ekonomi

yang diprediksi oleh para mahasiswa terjadi pada saat ini.

Gerakan mahasiswa angkatan 1974 yang bergolak pada tanggal 15 Januari tidak

berjalan dengan sendirinya tanpa proses. Gerakan mahasiswa yang berjalan paska

berdirinya Orde Baru mengalami “kegugupan”, sepanjang tahun 1968-1970 berbagai

elemen mahasiswa terlibat dalam perselisihan dalam memandang rezim baru. Mereka

mempersoalkan hubungan antar mahasiswa dan peranannya dalam menyikapi jalannya

pemerintahan yang baru terbentuk.

Di masa-masa ini kerenggangan hubungan antar organ intra dan organ ekstra

kampus, sedikitnya dukungan dan perhatian masyarakat, dan tidak adanya kekuatan

politik yang memberi dukungan, semakin menyulitkan kondisi gerakan mahasiswa.

Kemudian pada tahun 1973 angin segar gerakan mahasiswa mulai berhembus, gerakan

protes mahasiswa menjadi semakin solid dan kuat, atas inisiatif dari berbagai

organisasi mahasiswa intra kampus.

23
Ibid, h. 6
Pada tanggal 11 Januari 1974, protes dilakukan oleh 35 dewan mahasiswa dari

berbagai kampus di Indonesia. Mereka mengirimkan 85 orang delegasi untuk untuk

berdialog dengan Presiden Suharto di Bina Graha, tapi hasil dialog itu memberikan

hasil yang tidak memuaskan pihak mahasiswa.24

Aksi demonstrasi yang lebih besar digelar pada bulan yang sama dan hanya

beberapa hari setelah gagalnya dialog dengan Presiden Suharto. Aksi ini memprotes

kebijakan ekonomi Orde Baru yang terlalu condong kepada Jepang. Kedatangan

Perdana Menteri Jepang Kakuei Tanaka, menjadi titik puncak aksi protes mahasiswa,

ribuan mahasiswa berpawai dari kampus UI Salemba menuju kampus Trisakti di jalan

Kyai Tapa.

Sayangnya dalam aksi mahasiswa tersebut, massa dan mahasiswa yang

terkonsentrasi di sepanjang Salemba hingga Kramat melakukan tindakan vandalistik

dengan merusak dan membakar bangunan dan kendaraan yang dianggap representasi

dari dominasi perekonomian Jepang di Indonesia. PM Jepang, Kakuei Tanaka sendiri

harus meloloskan diri dengan helikopter dari atap Bina Graha.

Akibat dari aksi perusakan yang dilakukan dalam demonstrasi tersebut, ialah

konsideransi buruk bagi gerakan mahasiswa dan pemerintah memiliki alasan yang kuat

untuk melakukan tindakan represif bagi gerakan mahasiswa, dengan menangkapi

beberapa tokoh mahasiswa dan menjadikannya sebagai tersangka kerusuhan di

pengadilan, salah satunya adalah Hariman Siregar, mahasiswa Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia.25

24
Ibid, h. 52.
25
Ibid, h. 53
Memang, dilihat dari kepentingan ekonomi nasional, pemerintah Indonesia memiliki

kebutuhan mendasar pada penanaman modal asing dalam berbagai proyek

pembangunan jangka panjangnya, kisaran dana dari kebutuhan pemerintah Indonesia

yang diperlukan pemerintah saat itu juga bukanlah dengan jumlah dana yang sedikit

tapi berkisar pada jumlah yang fantastis, pemerintah Indonesia membutuhkan

pemberian modal asing pada kisaran 100 juta US$. Sedangkan Negara maju satu-

satunya di asia atau bahkan di dunia yang dapat menyanggupi jumlah kebutuhan

tersebut saat itu hanyalah Jepang.26

Setelah terjadinya protes dari mahasiswa itulah pemerintah Indonesia selain

menangkapi para tokoh mahasiswa juga merasa perlu untuk mendekati mahasiswa

yang ada di berbagai kampus melalui ABRI dalam rangka mensosialisasikan pewarisan

nilai-nilai 1945. Yang ditanggapi dingin oleh para mahasiswa dan dianggap

membosankan.27

3. Mahasiswa Angkatan 1978

Pada masa angkatan 1978 juga telah tercatat dalam kisah gerakan mahasiswa yang

fenomenal dalam sejarah Orde Baru, karena di masa Orde Baru gerakan mahasiswa

pada tahun ini merupakan gerakan yang pertama kalinya dalam pemerintahan Orde

Baru yang berani menuntut mundur seorang Presiden.

Heroisme gerakan ini juga bukan berarti akan berakhir dengan kisah bahagia bagi

mahasiswa. Setelah tragedi Malari, kegiatan mahasiswa kembali seperti semula tanpa

gejolak yang berarti, sepanjang tahun 1975 sampai dengan 1977 tak ada gejala yang

berarti dari mahasiswa. Kemudian di tahun 1978, pecahlah gelombang demonstrasi

26
H. Rosihan Anwar, Indonesia 1966-1983 Dari koresponden Kami di Jakarta, h. 98
27
Ibid, h. 207
besar-besaran yang dilakukan oleh mahasiswa dan dengan berani mereka menuntut

mundur Presiden Suharto dari jabatannya, fan meminta pertanggungjawaban politik

dari rezim Orde Baru, yang dianggap telah gagal dalam mengemban amanah dan

aspirasi rakyat.28

F. RAGAM GERAKAN MAHASISWA MUSLIM

Ragam gerakan mahasiswa yang ada dan berjalan dalam perjalanan kehidupan

masyarakat Indonesia sangat sangat beragam dan juga menentukan arah perjuangan

revolusi pasca proklamasi Soekarno-Hatta. Karena memang para pemuda dan

mahasiswa adalah pemegang peran yang sangat penting dalam perjuangan bangsa

Indonesia. Menurut Agung Pribadi, pada masa demokrasi liberal Organisasi

Kemasyarakatan Pemuda (OKP) menjadi organisasi Underbouw atau bawahan dari

partai-partai yang ada. Dengan kata lain, pemuda dan mahasiswa terlibat aktif dan

dalam “politik aliran”.

Misalkan, HMI (Himpunan Mahasiswa Islam) dan PII (Pelajar Islam Indonesia)

walaupun mereka bukanlah sebuah organisasi pemuda dan mahasiswa yang menjadi

Underbouw salah satu partai politik saat itu yakni Masjumi, tetpi telah diketahui bahwa

para tok0oh dari kedua organisasi tersebut memiliki hubungan yang erat dengan para

tokoh politik dari Masjumi, karena adanya dua kepentingan yang sama, yaitu

kesamaaan ideologi keagamaan (modernisme Islam) dan sikap politik dan kebudayaan

yang anti PKI (Partai Komunis Indonesia).

28
Andi Rahmat dan Mukhammad Najib, Gerakan Perlawanan dari Masjid Kampus, h. 55
Menurutnya juga para pemuda dan mahasiswa Islam pada masa demokrasi liberal

terutama PII dan HMI, memiliki peranan yang sangat besar dalam kelahiran,

kemunculan, dan perjalanan Orde Baru. Disini Agung Pribadi berangkat dari sebuah

anekdot atau lebih tepat dikatakan sebagai analogi, yang dianekdotkan dengan

fenomena peran pemuda Islam di Indonesia.

“Biasanya apabila ada suatu perubahan sosial baik yang radikal (revolusi) atau
evolusi, peran pemuda terutama pemuda Islam cukup menonjol. Misalnya dengan
revolusi di Iran dengan Bani Sadr, Khomeini, dan Ali Syari’atinya, di Afghanistan
semisal Gulbudin Hikmatyar, Abdur Rabir Rasul Sayyaf Burhanuddin Rabbani, dan
lain-lain. Juga dengan revolusi di Aljazair dengan Abbas Madani beserta FIS-nya.
Evolusi di Malaysia dengan Anwar Ibrahim yang dulunya aktivis demonstrasi
mengkritik pemeintah Malaysia (dia berasal dari ABIM, Angkatan Belia Islam
Malaysia), dan masih banyak contoh-contoh lainnya. Di Indonesia peran pemuda
Islam memang menonjol, misalnya Jong Islamieten Bond (JIB) dalam pergerakan
nasional yang mana cabang-cabangnya tersebar di seluruh Indonesia. Pemuda
Masjumi pada masa demokrasi liberal juga sangat berperan. Untuk periode 1960-an
dan sampai 1970-an yang menonjol adalah PII, HMI, PMII (Pergerakan Mahasiswa
Islam Indonesia, organisasi di bawah naungan NU). Akan tetapi dalam periode 1965-
1985 peranan pemuda Islam agak tersamarkan karena semua organisasi pemuda
Islam, para anggotanya melepas “jaket” dan melebur dalam organisasi yang bersifat
nasionalis. PII masuk dalam KAPPI. HMI dan PMII masuk dalam KAMI dan banyak
lagi. Organisasi-organisasi di atas terlibat dalam bentrokan-bentrokan fisik di
lapangan (di daerah) dan mengalami benturan sangat keras. Benturan antara kubu
“hijau” dan kubu “Merah”. …Pada tanggal 20 Maret 1978 terjadi demonstrasi
menentang P4 dan aliran kepercayaan masuk dalam GBHN oleh Gerakan Pemuda
Islam (GPI) yang dimotori Abdul Qadir Djailani. Demikian juga dengan delegasi PII,
HMI, GP Ansor, IMM, IPNU, dan PMII intensif berdialog di gedung MPR-RI dengsn
para anggota MPR sejak tahun 1977 sampai dengan 1978 menentang masuknya
aliran kepercayaan dalam GBHN 1978.”29

Dalam rangka memahami sejarah, pendapat Agung Pribadi di atas memiliki

kelemahan mendasar dalam analogi yang dibuatnya, dimana anekdot tentang peran

pemuda Islam yang terjadi di Iran, Afganistan, Aljazair, dan Malaysia, tidak relevan

29
Agung Pribadi, “Islam Meretas Kebangkitan” dalam Majalah Sabili Edisi khusus, No. 9 Th. X. h. 76.
dengan konteks Indonesia. Mengingat Iran adalah sebagai Negara dengan populasi

masyarakat Islam yang mayoritas adalah Syi’ah, sedangkan Indonesia adalah Suni.

Sedangkan tokoh-tokoh pemuda Islam Iran yang di sebut seperti Bani Sadr adalah

tokoh yang justru mengkritik dan menentang kepemimpinan para Mullah (Ulama) dalam

laju politik kenegaraan di Iran itu sendiri,.

Mengenai Afganistan sendiri, memiliki perbedaan kondisi sosial keagamaan yang

sangat berbeda dengan Indonesia karena Afghanistan memiliki karakter keagamaan

yang berbeda dengan Indonesia, Afghanistan banyak dari masyarakat muslimnya

bermazhab Deobandi yang berasal dari India (Riza Sihbudi, 2005) sedang Indonesia

menganut 4 mazhab besar, Syafi’I, Maliki, Hambali, dan Hanafi. Begitu juga kondisi

sosial politik di Afghanistan memang memiliki kesamaan dengan Indonesia yakni

berjuang dan berhasil membumi hanguskan Komunisme, tetapi di Afghanistan masih

sering terjadi perang antar Milisi Jihad yang justru terjadi pasca pengusiran tentara Uni

Soviet dan juga perang antar suku, sebuah fenomena yang tidak terjadi pada Indonesia,

yang mana hal itu salah satu faktor sangat menentukan perkembangan sosial politik di

Afghanistan karena di Indonesia yang terjadi adalah justru seluruh kekuatan politik

Islam bersatu dalam perang Ideologis antara Islam, Komunisme, dan Nasionalis-

Sekular.

Begitu juga dengan Aljazair dengan FIS-nya, terjadi penggulingan kemenangan

politik FIS yang di lakukan olah kubu tentara. Sedangkan Indonesia memiliki kondisi

yang justru sebaliknya, dimana tentara Indonesia justru berasal dari milisi-milisi sipil

yang dimiliki oleh umat Islam di Indonesia,30 begitu juga dengan perang ideologis yang

terjadi selama kurun waktu 1965-1966 militer Indonesia TNI, justru bersama umat Islam

30
Z. A. Maulani, “Rahim yang Melahirkan TNI”, lihat dalam Majalah Sabili Edisi khusus, No. 9 Th. X. h.
56.
Indonesia berjuang bersama melawan PKI. Begitu juga dengan Malaysia yang memiliki

polemik sosial politik kebudayaan yang bersifat rasial yang tidak terjadi di Indonesia.

Karena Indonesia memiliki puluhan suku bangsa yang justru bersatu dalam

memerdekakan Indonesia karena semangat akidah keagamaan, hal-hal rasial yang

terjadi di Indonesia justru terjadi jauh setelah kemerdekaan di proklamasikan, yaitu

pada masa reformasi.

Mengenai peran pemuda dan mahasiswa Islam di Indonesia seperti HMI dan PII yang

melebur dalam organisasi yang bersifat nasionalis memiliki penguatan informasi, hal ini

diperkuat oleh M. C. Ricklefs.

“Para pemuda antikomunis kini menguasai jalan-jalan, membakar markas besar PKI
di Jakarta pada 8 Oktober. Pada akhir bulan Oktober, para mahasiswa anti-PKI
membentuk KAMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia) dengan dukungan dan
perlindungan tentara. KAMI berintikan kelompok pemuda Islam, Katolik, dan mantan
PSI. front kesatuan pelajar yang sama di sebut KAPPI (Kesatuan Aksi Pemuda
Pelajar Indonesia), dan front alumni universitas, KASI (Kesatuan Aksi Sarjana
Indonesia) di bentuk pada awal tahun 1966. kedua front yang terakhir ini berintikan
simpatisan Masyumi-PSI”.31

G. VISI KEAGAMAAN DAN KEBANGSAAN GERAKAN MAHASISWA MUSLIM

Visi keagamaan dan kebangsaan yang dimiliki oleh berbagai gerakan mahasiswa

muslim di Indonesia pada kurun waktu 1947 sampai dengan masa terakhir kekuasaan

Soekarno, dengan demokrasi terpimpinnya, bisa dikatakan memiliki kesamaan

mendasar yaitu cita-cita dalam membentuk masyarakat Islam yang di mulai dari

lingkungan pemuda dan mahasiswa.

31
M. C. Ricklefs, Sejarah Modern Indonesia, (Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, 2005). h. 565.
Adapun yang akan dibahas dalam sub bab ini ditujukan pada HMI (Himpunan

Mahasiswa Islam). Karena bisa dikatakan sejarah emas gerakan mahasiswa Islam di

Indonesia disematkan pada organisasi HMI, juga banyak yang mengatakan organisasi-

organisasi seperti PMII dan IMM adalah berawal dari muara gerakan HMI. Visi

keagamaan dan kebangsaan yang dimiliki oleh HMI bisa dilihat dari tujuan, usaha, dan

sifat yang tercantum dalam Anggaran Dasar Himpunan Mahasiswa Islam, pada pada

bab 3 pasal 4 dan pasal 5.

Dimulai dari pasal 4 mengenai tujuan HMI, “Terbinanya insane akademis, pencipta,

dan pengabdi yang bernafaskan Islam dan bertanggung jawab atas terwujudnya

masyarakat adil dan makmur yang diridhoi Allah subhanhu wata’ala”. Sedangkan usaha

HMI dalam mewujudkan tujuannya, (a.) membina mahasiswa muslim untuk mencapai

akhlakul karimah (b.) mengembangkan potensi kreatif keilmuan, sosial, dan budaya (c.)

mempelopori pengembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi bagi kemaslahatan

masa depan umat manusia.32

Sedangkan untuk Visi keagamaan dan kebangsaan yang dimiliki oleh berbagai

gerakan HMI juga dapat dipahami sebagai gerakan mahasiswa Islam pembaharu,33

sedangkan kegiatan-kegiatan HMI pada hal yang paling inti dan mendasar adalah

psndidikan kader, dengan sasaran anggota-anggota HMI dalam tiga hal.

Pertama, watak dan kepribadiannya, dengan membina kesadaran beragama,

akhlak, dan watak. Kedua, kemampuan ilmiah dengan membina seseorang hingga

memiliki pengetahuan atau knowledge, kecerdasan atau intellectuality, dan

32
Modul Latihan Kader 1 Himpunan Mahasiswa Islam, Himpunan Mahasiswa Islam Indonesia Cabang
Ciputat.Periode 2003-2004. h. 9.
33
Agussalim Sitompul, HMI dalam Pandangan Seorang Pendeta, (Jakarta: PT Gunung Agung, 1982). h.
32.
kebijaksanaan atau wisdom. Ketiga, ketrampilan, yakni kepandaian menterjemahkan

ide dan pikiran dalam praktek.34

H. TOKOH DAN TUJUAN PENDIRIAN ORGANISASI GERAKAN MAHASISWA MUSLIM

Tokoh di sini lebih difokuskan kepada tokoh yang merupakan pemrakarsa HMI

(bukan pendiri HMI), dalam hal ini Agussalim Sitompul membedakan apa tiu ‘pendiri’

dan apa itu ‘pemrakarsa’. Menurutnya pendiri sebuah organisasi tidaklah seorang diri

tetapi juga melibatkan beberapa orang tertentu. Pendiri HMI itu sendiri adalah Lafran

Pane, Karnoto Zarkasyi, Dahlan Husein, Maisaroh Hilal, Suwali, Yusdi Ghozali, Mansyur,

Siti Zainah, Muhammad Anwar, Hasan Basri, Marwan, Zulkarnaen, Tayeb Razak, Toha

Mashudi, Bidron Hadi.35 Sedangkan untuk pemrakarsa hanyalah satu-satunya, yakni

Lafran Pane itu sendiri.

Sedangkan dalam kutipannya Agussalim Sitompul dari Sujoko Prasojo,

Sesungguhnya tahun-tahun permulaan riwayat HMI, adalah hampir-hampir identik

dengan sebagian kehidupan Drs. Lafran Pane sendiri. Karena dialah yang pegang andil

terbanyak pada mula buka lahirnya HMI, kalau tidak boleh kita katakan sebagai tokoh

pendiri utamanya.36

Seperti yang sudah dicantumkan di atas bahwa tujuan HMI adalah, “Terbinanya

insane akademis, pencipta, dan pengabdi yang bernafaskan Islam dan bertanggung

jawab atas terwujudnya masyarakat adil dan makmur yang diridhoi Allah subhanhu

wata’ala”. Sedangkan usaha HMI dalam mewujudkan tujuannya, (a.) membina

34
Ibid, h. 70.
35
Ibid, h. 43.
36
Ibid, h.32.; dikutip dari Majalah Media suara resmi Pengurus Besar HMI, No. 7 Tahun ke III
Februari1957, sebagai sambutannya pada Dies Natalis HMI ke-10 tahun 1957.
mahasiswa muslim untuk mencapai akhlakul karimah (b.) mengembangkan potensi

kreatif keilmuan, sosial, dan budaya (c.) mempelopori pengembangan ilmu

pengetahuan dan tekhnologi bagi kemaslahatan masa depan umat manusia.37

37
Modul Latihan Kader 1 Himpunan Mahasiswa Islam, Himpunan Mahasiswa Islam Indonesia Cabang
Ciputat.Periode 2003-2004. h. 9.
BAB III

KAMMI SEBAGAI GERAKAN MAHASISWA MUSLIM MASA REFORMASI

D. KONDISI POLITIK DAN KEAGAMAAN MASA REFORMASI

Runtuhnya Orde Baru memberikan iklim yang kondusif bagi lahirnya organisasi dan

gerakan Islam yang lebih militan dibandingkan dengan ormas-ormas Islam yang telah

mapan dan sudah ada sebelumnya. Dengan lengsernya Orde Baru -yang lebih penting

lagi- adalah kondisinya yang longgar memberikan kesempatan baik pada faktor-faktor

yang memicu perkembangan organisasi dan gerakan Islam tersebut.38

Menurut Sudirman Tebba, Islam memiliki konsep tentang demokrasi sosial, politik,

dan ekonomi, misalkan di Timur Tengah dengan tidak adanya partai politik dan bahkan

parlemen di berbagai negara-negaranya, tetapi pemerintahannya memberikan subsidi

pendidikan dan kesehatan, maka mereka tidak memiliki demokrasi sosial dan politik

bagi masyarakatnya tetapi mereka memiliki demokrasi ekonomi bagi masyarakatnya.

Sedangkan di Indonesia, pendidikan dan kesehatan merupakan komoditi yang

mahal, tetapi memberikan ruang kebebasan politik dan berorganisasi bagi

masyarakatnya, sehingga Indonesia memiliki demokrasi sosial-politik dan tidak memiliki

memiliki demokrasi pada bidang ekonomi bagi masyarakatnya.39 Akibat dari

kekurangan-kekurangan yang dimiliki oleh Indonesia membuat masyarakat menuntut di

ruang politik.

38
Imam Tholhah dan Choirul Fuad Yusuf, Gerakan Islam Kontemporer di Era Reformasi, Badan Litbang
Agama dan Diklat Keagamaan, Departemen Agama RI, Cet. ke-1, Jakarta:2002. h.V
39
Sudirman Tebba, Islam Pasca Orde Baru, Cet. ke-1, PT. Tiarawacana, Jogja:2001. h.13
Pada masa reformasi inilah bergulir sebuah wacana terhadap gerakan-gerakan

militan tersebut tentang ‘radikalisme Islam’ sama halnya dengan wacana yang lainnya

yaitu, ‘fundamentalisme’ dan ‘militan’ dan selalu berkonotasi dengan dengan hal-hal

yang menyangkut terorisme, kekerasan, atau minimal tidak toleran dan eksklusif.

Pendefinisian radikalisme dan fundamentalisme sangat rumit dan masih dalam

perdebatan di lingkungan akademis.

Pada masa kolonial Belanda kata ‘radikal’ mengandung arti yang positif bagi para

pejuang RI, Adian Husaini menerangkan penjelasannya dari disertasi Adnan Buyung

Nasution di Utrecht, Belanda. Bahwa di Indonesia pada tahun 1918 dibentuk apa yang

dinamakan dengan “Radicale Concentratie” yang terdiri atas Budi Utomo, Sarekat

Islam, Insulinde, dan Indische Sociaal Democratiche Vereniging yang bertujuan untuk

pembentukan parlemen yang terdiri dari kalangan wakil-wakil rakyat Indonesia.

Adian juga menerangkan bahwa Azyumardi Azra menyebut Sarekat Islam sebagai

gerakan Islam radikal yang membawa semangat dan amalgamasi ideologi revivalisme

Islam, mahdiisme dan anti penjajahan. ‘Radikalisme’ berasal dari kosa kata bahasa

Latin, “radix, radicis” yang berarti akar ; (radicula, radiculae: akar kecil), dalam kamus

besar bahasa Indonesia (1990) ‘radikal’ diartikan sebagai secara menyeluruh, habis-

habisan, keras dalam menuntut perubahan, dan maju dalam berpikir atau bertindak.

Sedangkan kata ‘radikalisme’ bermakna sebagai paham yang radikal dalam politik,

menginginkan perubahan sosial politik dengan cara yang keras atau drastis, sikap

ekstrem dalam politik.40

40
Adian Husaini, Jebakan Istilah ‘Islam Radikal’, Majalah Media Dakwah, edisi No.361 Dzulqa’dah
1426 H / Desember 2005 M
Menurut Adian saat ini wacana tentang radikalisme sudah jauh berbeda dengan

kondisi yang dulu, sedangkan menurut peneliti sendiri istilah radikalisme pada saaat ini

telah sangat kental dengan nuansa politisasi dan depolitisasi nasional. Karena ketika

kata radikal itu disebutkan maka arti yang terkandung dalam kata tersebut kaitannya

sangat erat dengan kondisi dan keadaan sosial yang sedang berlangsung pada

waktunya, dan sangat tidak bebas nilai.

Mengingat tragedi yang terjadi pada 11 September 2001 isu tentang radikalisme

Islam pun semakin ramai, terlebih wacana tentang radikalisme yang erat kaitannya

dengan terorisme pasca tragedi tersebut. Menurut Hariyono, hilangnya perspektif

waktu (anakronisme) dikarenakan tidak adanya ikatan kultural dalam pemahaman

sejarah.41

Maka dari itu peneliti beranggapan bahwa penggunaan istilah ’radikal’ yang

berlangsung saat ini adalah ahistoris, karena tidak sesuai dengan latar belakang

sejarah penggunaan istilah itu sendiri. Kalaupun memang istilah yang dipakai tersebut

disesuaikan dengan semangat jaman yang sedang berlangsung saat ini, maka lebih

kental kepentingan politiknya.

Sedang kata ‘fundamentalisme’ atau ushuliyah berawal dari sejarah peradaban

barat yang mencatat adanya gerakan Kristen Protestan yang ada pada abad ke-19 M,

karakter dari gerakan ini mengimani kembalinya Yesus ke bumi secara tekstual untuk

kedua kalinya, yang mana sebagian penganut Kristen Protestan tidak memahaminya

seperti itu. Gerakan ini juga mengeluarkan dua belas buku yang berjudul

41
Hariyono, Mempelajari Sejarah Secara Efektif, Jakarta, Cet. ke-2, Pustaka Jaya:1995. h. 17
Fundamentals, mereka menolak sisi positif dan sisi negatif yang berasal dari nilai-nilai

sekulerisme, seperti mabuk, berdansa, merokok, dan sosialisme.42

Tetapi pada pola penafsiran kitab suci yang tekstual, bukan hanya dimiliki oleh

kelompok fundamentalis saja. Tapi juga dimiliki oleh kelompok pemikir sekuler-liberal.

Misalnya, dalam menyatakan kebebasan berpendapat mereka sering menggunakan

ayat suci “lakum diinukum wa liyyaddin”, atau dalam hal kesamaan semua agama

(pluralisme agama) mereka sering memahami ayat suci al-Qur’an surat al-Baqarah ayat

ke-62 sebagai sebuah pembenaran dengan menafsirkan ayat tersebut secara mutlak

tekstual.43

Sedangkan dalam khazanah Islam sendiri istilah-istilah yang dapat digunakan dalam

menggambarkan sikap atau pola beragama seorang muslim yang berlebih-lebihan,

bukannya tidak ada atau harus mengadopsi mentah-mentah dari pemikiran barat. Yusuf

Qaradhawi misalnya menjelaskan hal ini sebagai sebuah sikap beragama yang ekstrem

(ghuluw/mugholah) sebagai sebuah sikap yang berlebih-lebihan dan kelewat batas.44

Bukan hanya itu saja, tetapi Qaradhawi pun juga mengatakan bahwa orang-orang

sekuler pun dapat disebut sebagai ekstrem, dengan mencontohkan Turki sebagai

Negara sekuler yang sangat ekstrem dalam menerapkan paham sekulerismenya,

42
Muhammad Imarah, Fundamentalisme dalam Perspektif Pemikiran Barat dan Islam, Cet.ke-1,
(Jakarta: Gema Insani Press, 1999), h. 10
43
Ayat yang dimaksud tentang keimanan orang-orang Yahudi, Nashrani, dan Shabi’in kepada Allah dan
hari kiamat, arti ayat tersebut sebagai berikut:“Sesungguhnya orang-orang mu’min, orang-orang Yahudi, orang-
orang Nashrani, dan orang-orang Shabi’in, siapa saja diantara mereka yang benar-benar beriman kepada Allah,
hari kemudian, dan beramal saleh, mereka akan menerima pahala dari Tuhan mereka, tidak ada kekhawatiran
terhadap mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (QS: al-Baqarah-62)”
44
Yusuf Qaradhawi, Membedah Islam Ekstrem, Cet. ke-9, (Bandung: Mizan, 2001), h. 12.
sampai-sampai harus mengatur keagamaan seseorang yang justru belum pernah ada

dalam kehidupan politik demokrasi Negara sekuler yang sudah ada sebelumnya.45

Adapun kriteria yang diberikan untuk gerakan Islam radikal sebagai berikut:

1. kelompok yang mempunyai keyakinan ideologis tinggi dan fanatik yang mereka

perjuangkan untuk menggantikan tatanan nilai dan sistem yang sedang

berlangsung.

2. dalam kegiatannya mereka sering menggunakan aksi-aksi yang keras, bahkan

tidak menutup kemungkian kasar terhadap kegiatan keolmpok lain.yang dinilai

bertentangan dengan keyakinan mereka.

3. secara sosio-kultural dan sosio-religius, kelompok radikal mempunyai ikatan

kelompok yang kuat, dan menampilkan ciri-ciri penampilan diri dan ritual yang

khas.

4. kelompok ‘Islam radikal’ seringkali bergerak secara bergerilya, walaupun

banyak juga yang bergerak secara terng-terangan.46

Kriteria yang ada di atas, sebenarnya jelas tidak menjadi dasar penilaian yang

absolut, karena menurut peneliti memiliki beberapa kelemahan yang mendasar. Pada

poin pertama misalnya, keyakinan ideologis yang tinggi dan fanatik tidak hanya dimiliki

oleh kelompok ‘Islam radikal’ saja, tapi juga dimiliki oleh beberapa kelompok ‘Islam

tradisional’ yang sangat memegang kuat pemahaman akulturasi Islam dan bahkan

‘Islam liberal’ sekalipun, yang dengan gigih memperjuangkan liberalisasi yang

diyakininya, dalam mendekonstruksi struktur dasar pemahaman agama yang sudah

45
Yusuf Qaradhawi, Sekular Ekstrim, Cet. ke-1, (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2000), h. 109
46
Jajang Jahroni, Jamhari (editor), Gerakan Salafi Radikal di Indonesia, Cet. ke-1, (Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2004, h. 6.
mapan, keyakinan ideologis yang fanatik juga dimiliki oleh kelompok di luar kelompok

Islam, lebih utamanya kelompok sosialis radikal.

Sedangkan pada poin kedua, aksi-aksi keras yang digunakan sebagian masyarakat

tidak cukup tepat untuk digunakan sebagai dasar penilaian apakah satu kelompok

tersebut adalah kelompok ‘Islam radikal’ atau bukan. Karena kekerasan-kekerasan

yang terjadi acap kali merupakan sebuah riak-riak kecil yang bersifat temporal, dan

akan berlangsung dalam tempo waktu tidak lama.

Selain itu juga, bisa didapati oleh masyarakat kelompok mahasiswa yang

menggunakan kekerasan dalam aksi-aksinya, sekedar contoh adalah Forum Kota

(Forkot). Kelompok mahasiswa ini terkenal dengan aksi-aksinya yang sering kali

berujung pada bentrokan fisik dengan aparat keamanan. Akan tetapi tidak lantas

mereka disebut sebagai kelompok ‘Sosialis radikal’ atau ‘Sekuler radikal’.

Kemudian pada poin yang ketiga, peneliti menangkap maksud dari penulis buku

tersebut adalah ritual ibadah yang memang berbeda dengan kebiasaan masyarakat

Islam di Indonesia pada umumnya. Ritual ibadah yang merupakan permasalahan furu’

(periferial/cabang) dalam agama tidak dapat digunakan dalam memahami fragmentasi

masyarakat Islam di Indonesia, terlebih lagi keberadaan puritanisme Islam juga lebih

tua dari pada umur kemerdekaan Negara ini.

Dalam sejarahnya di Indonesia, puritanisme memiliki catatan sejarah yang positif

dan dikenang oleh para sejarawan dan masyarakat di Indonesia telah memberikan

sumbangsih sosial bagi proses kemerdekaan.47 Begitu juga dengan poin keempat,

kriteria ini banyak dimilliki oleh berbagai kelompok, baik itu kelompok Islam atau bukan.

47
Subhan SD, Ulama-Ulama Oposan, Cet. ke-1, (Pustaka Hidayah: Bandung: 2000). h. 32
Dari empat kriteria di atas menurut peneliti jarang ada kelompok yang memenuhinya

secara total.

Misalkan FPI, mereka sering melakukan pengrusakan tempat-tempat hiburan tetapi

mereka bukanlah orang-orang yang berpaham puritan, karena mereka juga masih

bagian dari masyarakat ‘Islam tradisional’ yang akulturatif dengan budaya setempat

(NU). Demikian juga Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), mereka memiliki pemikiran yang

‘fundamentalis’ tapi mereka sulit didapati melakukan kekerasan dalam aksi-aksinya.

Pada empat kriteria yang diberikan oleh Jamhari dan Jajang Jahroni di atas, dapat

disimplifikasikan orientasi kelompok ‘Islam radikal’ bermuara pada ‘Islam politik’,

sebagaimana yang sering kita dengar dalam wacana dan opini publik, diberbagai

seminar atau tajuk-tajuk berita, adanya berbagai terma yang digunakan dalam

mengimbuhi sebutan-sebutan bagi beberapa keompok Islam, yang juga berakibat pada

fragmentasi dalam masyarakat Islam yang sarat nuansa vis a vis, seperti Islam radikal-

Islam liberal, Islam politik-Islam subtantif, Islam fundamentalis-Islam moderat, Islam

Eksklusif-Islam inklusif dan lain-lain.

Namun sayangnya pada saat ini muara orientasi pada ‘Islam politik’ seperti yang

dinilai oleh beberapa pihak, khususnya yang bermuara pada kelompok Islam liberal dan

nasionalis sekuler, justru sedikit demi sedikit, mengalami kerapuhan. Hal ini disebutkan

oleh Rijalul Imam.

Teori hubungan yang selalu vis a vis, semisal hubungan agama dan Negara, partai

nasionalis dan partai agamis, sudah mengalami pembiasan. Begitu juga nasib teori

hubungan sosial politik santri, abangan, dan priyayi.masing-masing term yang sarat
ideologis bahkan secara jujur dalam sejarah diwarnai darah.ini telah mengalami

transformasi dari sekulerisasi ke desekulerisasi.48

Hal yang unik adalah teori vis a vis dalam fragmentasi masyarakat Islam, justru

dirobohkan oleh kelompok nasionalis-sekuler dalam berbagai proses peraihan suara

politik masyarakat Islam.

Diungkapkan dalam buku “Islam dan Radikalisme di Indonesia” yang disusun oleh

sebuah tim penulis LIPI Press, dipaparkan sebuah gambaran umum tentang radikalisme

Islam di Indonesia bahwa fundamentalisme Islam di Indonesia terdiri dari tiga

kelompok.

Pertama, kelompok yang berkonfrontasi dengan pemerintahan status quo yang

dianggap tidak sesuai lagi dengan Islam. Kedua, gerakan-gerakan Islam yang

menekankan pada pengajaran yang yang bersifat baru. Ketiga, gerakan Islam yang

lebih bersifat kontemporer yang dilakukan oleh mahasiswa yang ada di berbagai

kampus di Indonesia. Pada kelompok ketiga inilah menurut para penulis adalah sebuah

gerakan Islam yang dimotori oleh mahasiswa yang nantinya menggabungkan diri dalam

sebuah wadah KAMMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia).

Selain itu, ada juga kelompok mahasiswa fundamentalis, yang terorganisir dalam

KAMMI dan mempunyai cabang di banyak kampus di Indonesia. KAMMI bisa dikatakan

sebagai organisasi baru yang berbeda dengan organisasi mahasiswa Islam seperti HMI

atau PMII karena KAMMI baru muncul di era reformasi…49

48
Rijalul Imam, Reposisi Gerakan KAMMI, Harian Republika, Jum’at 7 November 2008, dalam rubrik
opini h. 6.
49
Endang Turmudi & Riza Sihbudi, ed, Islam dan Radikalisme di Indonesia, kumpulan karangan,
(Jakarta, LIPI Press, 2005). h. 123.
Adanya isu yang ditujukan kepada sebuah atau beberapa kelompok yang menjadi

objek sangatlah penting, sebagai titik tolak penilaian yang dialektis dan proporsional,

pada wacana yang berkembang, agar dapat menyajikan kerangka penilaian. Dalam hal

ini KAMMI yang berada pada titik objek isu, sebagai gerakan mahasiswa Islam yang

tersebar di berbagai kampus di Indonesia, yang visualisasi ideologinya yang dianggap

oleh sebagian pihak radikal dan fundamentalis.

Hanya saja peneliti mengalami sedikit kesulitan dalam mencari sumber-sumber

yang terkait antara isu radikalisme Islam dalam gerakan mahasiswa seperti KAMMI,

baik dalam bentuk yang formal dan utuh seperti dalam bentuk buku, jurnal, atau media

cetak, atau dalam bentuk yang tidak utuh seperti esai-esai yang menjadi bagian dari

susunan dalam karya tulis buku, dan lain-lain.

Jika pun ada tidak lebih dari sekedar tulisan yang berjumlah satu atau dua paragraf,

sehingga kesan yang muncul dari isu-isu yang ada hanyalah sebuah klaim-klaim yang

prematur. Akan tetapi yang mengejutkan dari keterbatasan sumber yang ada, justru

penulis mendapatkan berbagai isu dan wacana yang berkembang pada tataran

grassroot justru sangat ramai sekali.

Status sumber-sumber yang peneliti dapatkan bukanlah apa-apa, yakni berupa isu,

wacana, dan dialektika pada artikel-artikel lepas yang ada di dunia maya. Artikel-artikel

lepas yang peneliti dapatkan dari dunia maya tidak mungkin dicantumkan sepenuhnya,

mengingat ada dua alasan dalam penulisan sejarah dalam skripsi ini.

Pertama, ditengah derasnya arus informasi dengan menggunakan kemajuan

tekhnologi informasi yang sangat pesat, hampir setiap orang mampu untuk memuat

pendapatnya di dunia maya, sehingga mengandung konsekuensi yang jelas. Yaitu, ada

pandangan yang argumentatif yang memiliki nilai-nilai ilmiah dan ada juga pandangan
yang amatiran yang hanya merupakan sebuah reaksi emosional bukan reaksi

intelektual. Ditambah lagi dengan belum adanya kejelasan yang akurat apakah tulisan-

tulisan yang ada dalam dunia maya dapat dijadikan sebagai sumber dalam penulisan

karya ilmiah, masih terjadi simpang siur.

Kedua, mengingat kemudahan hampir dimiliki setiap orang untuk dapat mengakses

informasi yang ada dalam dunia maya, sebagai akibat dari kemajuan tekhnologi dunia

informasi yang sangat canggih, maka kandungan informasi yang tersebar dalam situs

dan blog-blog pribadi, peneliti pikir tidak berlebihan jika kandungan informasi yang ada

cukup representatif. Dalam artikel-artikel yang ada disebutkan fundamentalisme Islam

yang ada di Indonesia layaknya empat mazhab besar fiqh, ada empat mazhab besar

dalam fundamentalisme Islam:

Pertama, adalah mazhab Ikhwanul Muslimin, dianggap penganut ideologi Abduh dan

Rasyid Ridha tapi dalam versi yang lebih ekstrim, dengan membandingkan mazhab

Abduh di Indonesia dalam versi yang lebih soft, Muhammadiyah. Mereka pun dianggap

dekat dengan para mantan DI/TII, dan bermetaforfosis menjadi KAMMI dan sejenisnya

lalu menjadi kelompok fundamentalis terkuat di Indonesia.

Disebut sebagai sempalan NII dan kelanjutan DI/TII yang kelahirannya dibecking Ali

Moertopo. Kelompok ini terlihat cukup soft, jarang melakukan kekerasan, tapi

melakukan kekerasan dalam wacana. Nyaris semua media fundamentalis seperti Sabili,

Suara Hidayatullah dll dikontrol kelompok ini, juga buku-buku bernuansa radikal bisa

dikatakan 70-80% nya merupakan produk mereka.

Organisasi rohis , remas , sampai pengajian kantor banyak dikuasai mereka. Dari

segi penampilan untuk pria biasa saja tapi rata-rata berjenggot sementara wanitanya

berjubah dan berjilbab model lebar dan panjang. Secara politik mereka cukup mahir,
tapi sebagaimana kelompok radikal lainnya mereka sangat eksklusif dan menjadikan

politik identitas seperti penampilan, baju maupun bahasa yang dicampur dengan

kosakata bahasa Arab sebagai identitas untuk membedakan dan memisahkan mereka

dengan yang lainnya. Walaupun terlihat kurang begitu menakutkan tapi dalam jangka

panjang akan sangat berbahaya dari pada preman macam FPI, tulisnya dalam artikel.

Kedua, mazhab Wahabi. Laskar Jihad dan MMI adalah bagian dari mereka. Ketiga,

Hizbut Tahrir, mereka menginginkan khilafah tapi menolak menempuh jalur politik

demokrasi. Konsep ideologi mereka lebih condong dan lebih soft dengan

mengislamkan pemikiran masyarakat umum dimana bila tercapai maka khilafah akan

terbentuk dengan sendirinya. Keempat, mazhab Habib , Sayyed , Syarif adalah

julukan/gelar bagi klan keturunan Nabi. Mereka sangat rasis, misal perempuan dari

golongan ini dilarang menikah dengan non Sayyid. Kelompok formal tertua golongan ini

adalah Jamiat Kheir.50

Pada penjelasan Sidqy Suyitno di atas khususnya pada poin pertama, memberikan

benang merah dengan pernyataan yang pernah dilontarkan oleh Yusuf Qaradhawi:

“Dulu mereka berkata pada setiap orang agar berhati-hati dengan Islam ekstrim.

Namun sekarang mereka mengatakan: hendaknya hati-hati dengan Islam moderat,

sebab ia jauh lebih berbahaya, dan pengaruhnya jauh lebih meluas, serta akan berumur

lebih panjang”.51

Pada sumber lain juga disinggung mengenai fundamentalisme KAMMI sebagai

sebuah identitas kebangkitan fundamentalisme Islam bagi mahasiswa di Indonesia, dan

50
Sidqy Suyitno, Empat Mazhab Besar Fundamentalisme Islam di Indonesia, artikel di akses pada
tanggal 28 Agustus 2009 dari http://www.nabble.com/empat-mazhab-besar-fundamentalisme-islam-di-indonesia-
td14325530.html
51
Ishom Talimah, Manhaj Fiqih Yusuf al-Qaradhawi, Cet. ke-1, (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2001). h. 29
dinyatakan fundamentalisme dapat dibaca sebagai pencarian identitas, otentisitas, dan

komunitas sebagai respon terhadap hiruk-pikuk modernisasi dan globalisasi,

kehidupan modern sekuler biang kerusakan moral.

Perjudian, pelacuran, obat-obatan dan minuman keras serta pergaulan muda-mudi

yang permisif adalah produk kehidupan modern yang tak lain adalah hasil pengaruh

Barat. Menurut Hasan Hanafi modernisasi mampu menyuguhkan sejuta opsi dalam satu

hal kecil yang sangat terbatas sekalipun. Siapa pun bebas menggunakan ukuran dan

standar, bahkan berganti-ganti dari satu standar ke standar yang lain. Kebebasan

menggunakan standar ini yang kemudian meruntuhkan segala bangunan pranata

sosial-keagamaan yang sudah mapan.

Semakin deras arus modernisasi mengguncang sendi-sendi kultural sebuah

masyarakat, maka kecenderungan untuk kembali kepada nilai-nilai primordialnya juga

semakin kuat. ”Di Indonesia geliat kehidupan kampus ditandai dengan menguatnya

kembali gerakan mahasiswa Islam yang berhaluan fundamentalis.... Yang terefleksikan

dalam Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI)”.52

E. GERAKAN MAHASISWA MUSLIM MASA REFORMASI

Sebagian pengamat yang tertarik pada pergerakan mahasiswa dalam periode

1997/1998, merasa perlu untuk menghubungkan krisis moneter dan ekonomi dengan

52 Fenomena Fundamentalisme di Kalangan Mahasiswa, artikel di akses pada tangal 28


Agustus 2009 http://cafelib.blogspot.com/2007/12/fenomena-fundamentalisme-di-kalangan.html,
tulisan ini pernah menjadi nominator Ahmad Wahib Awards 2006 kerjasama Jaringan Islam
Liberal (JIL) dan Forum Mahasiswea Ciputat (FORMACI).
menurunnya tingkat kehidupan dan tingkat penghidupan mahasiswa yang sebagian

besar masih bergantung pada pengeluaran biaya dari orang tuanya. Saat kondisi krisis

ekonomi mereka terjebak kedalam tindakan yang anarkis dan menceburkan diri

kedalam kerusuhan sosial (social unrest), sebuah hal yang sebenarnya tidak bisa

dikira-kira oleh banyak pihak.Hal-hal di atas bisa terjadi karena adanya kekecewaan

yang mendasar, keresahan dan frustasi yang spontan, dan apa-apa yang terjadi juga

menimpa mereka secara langsung.53

Mahasiswa dalam kehidupannya sehari-hari hanyalah sekumpulan pemuda yang

pergi kuliah kemudian pulang dan berharap setelah lulus menjadi sarjana yang bisa

mendapat kerja enak dengan berbekal ijzah yang dimiliki, terutama mereka yang

memang melaksanakan kuliahnya di perguruan-perguruan tinggi ternama.54

Dalam kesimpulan yang dibuat oleh Muchtar E. Harahap, ada empat indicator utama

yang menyebabkan munculnya gerakan mahasiswa dan keterkaitannya dengan krisis

ekonomi:

1. jumlah mahasiswa yang mengikuti kuliah semakin meningkat disertai dengan

kondisi dan prasarana belajar yang semakin memburuk di kampus-kampus yang

ada.

2. mahasiswa semakin mengalami kesulitan ekonomi seperti harga buku yang naik,

tarif transportasi, dan biaya kesehatan, sewa tempat tinggal, uang kuliah yang

semakin mahal, biaya ujian, dan pengeluaran dana kehidupan secara umum.

53
Mahfudz Sidiq, KAMMI dan Pergulatan Reformasi kiprah Politik Aktifis Dakwah Kampus dalam
Perjuangan Demokratisasi di Tengah Gelombang Krisis Nasional Multidimensi, (Solo: Era Intermedia, 2003). h.
119
54
Ibid, h. 148. Lebih jelasnya lagi bisa dilihat pada footnote nomor 5.
3. kondisi sosial-ekonomi mahasiswa yang semakin mirip dengan kondisi sosial-

ekonomi masyarakat pada umumnya dan adanya kepincangan sosial ekonomi.55

Realitas kelompok-kelompok aksi Islam bisa didapati di berbagai negeri-negeri

Islam, terlebih jika ditinjau dari perspektif politik masa kini, alasannya bukan hanya

masalah kegagalan pemerintahan yang terjadi di negeri-negeri muslim, tapi juga akibat

dari alasan yang fundamental. Yakni, tidak adanya kesempatan yang dimiliki oleh

berbagai kelompok Islam dalam realitas politik yang telah berjalan sekian lamanya.

Sehingga mereka harus merebut kembali apa yang menurut mereka, merupakan hak

politik yang selayaknya patut untuk mereka miliki seperti yang lainnya.

Seperti kelompok-kelompok yang lainnya, kelompok aksi Islam akan tumbuh dengan

subur, bilamana keadaan rakyat menjadi sebuah dilema kehidupan yang harus dibantu.

Dalam perjalanan politik di Indonesia kalangan Islam bukanlah kelompok yang memiliki

dominasi yang kuat sebagaimana kelompok-kelompok lain yang berideologi di luar

Islam, khususnya kelompok nasionalis-sekuler.56

Belum lagi ditambah peristiwa-peristiwa politik yang sangat menyudutkan kelompok

Islam tertentu. Maka dari kondisi tersebutlah, kelompok aksi Islam menjamur layaknya

kelompok-kelompok aksi yang lainnya.57

F. AKAR GERAKAN KAMMI SEBELUM MASA REFORMASI

55
Ibid, h. 119
56
Ibid, h. 49
57
Dalam pemerintahan Orde Baru banyak terjadi kasus-kasus yang menyudutkan kelompok masyarakat
Islam dan tuduhan itu juga menimpa sebagaian kelompok Islam, seperti: peristiwa Talangsari Lampung, Komando
Jihad, Haur Koneng, tragedi Tanjung Priok, dan lain-lain.
Gerakan tarbiyah atau biasa diafiliasikan dengan gerakan Islam internasional

Ikhwanul Muslimin menurut sebagian pihak, adalah gerakan Fundamentalisme Islam

populer yang paling besar di Indonesia, lebih besar daripada gerakan Hizbut Tahrir,

Salafi, dan Jama’ah Tabligh. Penyebab kurang populerannya Hizbut Tahrir Indonesia

(HTI) dan lainnya, dibandingkan dengan gerakan Ikhwanul Muslimin (IM) di Indonesia

adalah karena faktor tidak adanya dalam gerakan HTI dan lainnya, figur terkenal

seperti Hasan al Banna, Sayyid Qutb, dan Said Hawwa, dalam buku tersebut juga

dijelaskan bahwa perbandingan antara IM dengan HTI adalah 80 banding 20, tanpa ada

penjelasan rasionalisasinya dengan lebih jelas.58

Akan tetapi analisa keunggulan gerakan Tarbiyah yang dibandingkan dengan

gerakan Hizbut Tahrir memiliki kelemahan, karena perolehan anggota atau kader yang

mengikutkan dirinya dalam gerakan Tarbiyah tentunya belum mengenal tokoh-tokoh

Ikhwanul Muslimin tersebut, dibandingkan ketika orang-orang tersebut telah

bergabung ke dalam gerakan Tarbiyah.

Pada dekade dimana gerakan ini mulai berada di Indonesia, masyarakat Islam di

Indonesia lebih mengenal tokoh-tokoh internasional fenomenal seperti Imam Khomeini

dan Saddam Husein yang sedang populer saat itu, dan tokoh-tokoh Islam nasional yang

memang lebih populer bagi masyarakat Indonesia.

Tokoh-tokoh semacam Hasan al-Banna, Said Hawa, dan Sayyid Qutb justru bukan

tokoh-tokoh terkenal, kecuali setelah gerakan ini mulai marak dan berkembang di

Indonesia paska reformasi. Terlebih ketika mulai munculnya isu-isu internasional

tentang terorisme yang digulirkan Amerika, tokoh-tokoh tersebut pun dianggap sebagai

58
Jajang Jahroni, Jamhari (editor), Gerakan Salafi Radikal di Indonesia, h. 165
penyebar paham radikalisme Islam yang mengakibatkan para pegikutnya melakukan

aksi-aksi teror di berbagai Negara, termasuk Indonesia.

Pada tangal 26-29 Maret 1998, ratusan mahasiswa muslim dari berbagai daerah di

nusantara, berkumpul di Masjid AR. Fachruddin Universitas Muhammadiyah Malang.

Pertemuan ini sudah rutin dan menjadi rutinitas tahunan yang biasa diselenggarakan.

Dalam acara yang diadakan tersebut terjadi sebuah perdebatan alot apakah apakah

perlu para aktifis dakwah kampus membentuk sebuah wadah baru atau komite aksi

untuk turut menyuarakan aspirasi dengan turun ke jalan.

Sayangnya perdebatan itu tidak menghasilkan sebuah kesepakatan, yang dapat

memberikan penjelasan dan keputusan yang kongkret, bagi para mahasiswa muslim

yang hadir pada acara tersebut. Lalu sebagian peserta yang hadir setelah acara

mengadakan muktamar baru di luar forum dan membacakan deklarasi terbentuknya

sebuah wadah yang juga sebuah komite aksi, Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim

Indonesia (KAMMI).59

Kegiatan kelompok aktifis gerakan Tarbiyah yang ada dikampus-kampus ini bukan

yang pertama kalinya tetapi telah ada dan selalu giat mengadakan aktifitas-aktifitasnya

pada momen-momen tertentu. Misalnya, laporan berita yang mengabarkan kegiatan

yang dilakukan oleh para mahasiswa di Universitas Andalas Padang, 10 Oktober 1994,

59
Fahri Hamzah, Mari Kita Tulis Lagi Sejarah Jangan Titipkan Reformasi Pada Siapa Pun!. Sebuah
prolog dalam: Mahfudz Sidiq, KAMMI dan Pergulatan Reformasi kiprah Politik Aktifis Dakwah Kampus dalam
Perjuangan Demokratisasi di Tengah Gelombang Krisis Nasional Multidimensi, (Solo: Era Intermedia, 2003). h.
11
yang bertema ‘Gema Masjid Kampus’.60 Dan juga pada laporan berita yang lainnya,

tentang kegiatan yang diadakan oleh para mahasiswa Universitas Bengkulu.61

60
Gema Masjid Kampus, Majalah Al-Ishlah, No. 17/Tahun II, 1994, h. 31.
61
Derap Islam di Kampus dari Bengkulu Hingga Jakarta, Majalah Al-Ishlah, No. 18/Tahun II, 1994, h.
63.
BAB IV

IDEOLOGI DAN KEGIATAN KAMMI SEBAGAI GERAKAN MAHASISWA

E. IDEOLOGI DAN KADERISASI KAMMI

Sebagaimana telah dijelaskan dan banyak dibahas pada bagian-bagian sebelumnya,

dimana mahasiswa adalah sebuah kekuatan pada garda terdepan dalam perubahan

sosial politik di Indonesia. Peranan mahasiswa adalah peranan yang khas dalam

masyarakat yang luas, karena mereka memiliki sifat dan semangat pergerakan yang

didalamnya terdapat jiwa keikhlasan yang tinggi, dan senantiasa menjadi para pemuda

di barisan terdepan untuk perubahan.62

Dalam setiap gerakan menuntut perubahan memegang peranan dan bahkan posisi

yang sangat menentukan, “suplai perlawanan” yang mereka miliki seakan-akan tidak

pernah habis. Walaupun pada saat-saat tertentu mereka secara langsung atau tidak

langsung akan berhadapan dengan rezim pemerintah yang berkuasa saat itu.63

KAMMI sejak awal kelahirannya mengambil Islam sebagai ideologinya. Dalam

rumusannya dalam Anggaran Dasar / Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) KAMMI,

setidaknya ideologi KAMMI bisa dilihat dari prinsip-prinsip gerakan KAMMI:

1. Kemenangan Islam adalah Jiwa Perjuangan KAMMI.

62
Anas Urbaningrum, Mahasiswa Menggugat; Pengantar, (Bandung: Pustaka Hidayah, 1999) h. 17.
63
Andi Rakhmat dan Mukhammad Najib, “Gerakan Perlawanan dari Masjid Kampus”, (Surakarta:
Purimedia, 2001). h. 187
KAMMI meyakini sunnah yang telah ditetapkan oleh Allah sepenuhnya bahwa

kemenangan Islam adalah suatu kepastian dan sebuah aksioma dalam sebuah kamus

perjuangan ummat. Sebagaimana dalam Firman-Nya surat 21 ayat 105; “Dan

sesungguhnya telah kami tulis dalam Zabur sesudah kami tulis dalam Lauh Mahfuzh

bahwasanya bumi ini diwarisi oleh hamba-hamba-Ku yang Shaleh”. Dan dalam surat 58

ayat 21 Allah juga berfirman: “Aku dan Rasul-rasul-Ku pasti menang, sesungguhnya

Allah maha kuat lagi maha perkasa”. Inilah bahan bakar perjuangan KAMMI yang

menyalakan api semangat, cahayanya tak akan pernah redup dan padam, pancarannya

menghangatkan jiwa dan benderangnya selalu menerangi siap langkah perjuangan

menuju ridho-Nya. KAMMI yakin bahwa pertolongan Allah sangatlah dekat, dekat bagi

merka yang berjihad dan berkorban, dekat bagi orang yang mengharapkan pertemuan

dengan Allah SWT, dan dekat bagi mereka yang ikhlas.

2. Kebathilan adalah Musuh Abadi KAMMI.

KAMMI yakin dengan sepenuhnya bahwa kebathilan dengan segala bentuknya

adalah penyakit yang menyengsarakan umat manusia. Oleh karenanya harus diperangi

dan dimusuhi. Fitrah manusia sepanjang masa selalu menolak penyakit yang

menyengsarakan mereka, namun banyak manusia yang tidak sadar bahkan tidak

mengenal penyakit yang diderita atau yang mengancamnya, sehingga tidak melakukan

pencegahan atau upaya pengobatan. Menjadi salah satu misi KAMMI untuk

menyadarkan ummat akan hakekat kebathilan, karena KAMMI yakin bahwa mengenal

kebathilan adalah bagian dari integritas amal Islam, salah satu inspirasi bagi poin ini

adalah salah satu Riwayat; Dari Huzaifah bin Yaman: “Orang banyak bertanya kepada

Rasulullah SAW. tentang kebaikan, sedangkan aku bertanya kepada beliau tentang

kejahatan karena khawatir kejahatan itu menimpa diri ku” (HR. Bukhori). KAMMI yakin

bahwa Qur’an dan Sunnah adalah satu-satunya standar penentu kebenaran dan
kebathilan. KAMMI menyatakan perang terhadap segala bentuk kebathilan, selamanya

ia menjadi musuh abadi KAMMI, sampai Allah menghancurkan kebathilan itu melalui

tangan-tangan manusia atau melalui perantara yang lainnya.

3. Solusi Islam adalah Tawaran Perjuangan KAMMI.

Adalah sebuah aksioma bahwa Tuhan Pencipta alam semesta beserta isinya yang

Maha Mengetahui kebutuhan ciptaan-Nya, apa yang baik bagi mereka dan apa yang

buruk. Islam datang dari sisi-Nya dan dibawa oleh Rasul-Nya, Muhammad SAW.

membawa umat manusia keluar dari kegelapan jahiliyah, penuh dangan kerusakan,

kezaliman, keguncangan, dan keresahan di seluruh fenomena kehidupan. Dengan

Islam, dien yang hanif ini, Rasulullah SAW. membawa umat manusia keluar dari

kegelapan menuju cahaya, dari kerusakan ke arah perbaikan, kezaliman berganti

dengan keadilan, keguncangan dan keresahan berganti dengan ketenangan dan

kedamaian. KAMMI meyakini bahwa Islam adalah satu-satunya jalan yang

mengantarkan perjuangan ummat ini kepada kebahagiaan. Islam adalah titik tolok

perjuangan, metode dan jalan, sebagaimana ia adalah tujuan. KAMMI meyakini bahwa

hanya Islamlah yang mengembalikan kemanusiaan manusia, menyeimbangkan antara

ruh dan jasad, memadukan antara jasmani, akal, dan ruhani, dan membawa manusia

menuju keutuhan peradaban, sebagaimana firman Allah dalam surat 21 ayat 10:

“Sesungguhnya telah kami turunkan sebab-sebab kemulian bagi mu maka mengapa

kamu tidak memahaminya”.

4. Perbaikan adalah Tradisi Perjuangan KAMMI.

KAMMI selalu melandasi setiap gerakannya pada prinsip ishlah (perbaikan) mulai

dari perbaikan individu,keluarga, masyarakat, sampai perbaikan bangsa dan Negara.

Sedapat mungkin KAMMI menghidar dari gerakan atau aktifitas yang membawa

kerusakan meskipun ada manfaat yang bisa diperoleh darinya, karena KAMMI
berprinsip “menghidari kerugian lebih diutamakan daripada mengambil manfaat”. Islam

sebagai azas KAMMI mewajibkan umatnya untuk menjaga lima penopang hidup

manusia; agama, akal, jiwa, kehormatan, dan harta benda. Oleh karena itu seluruh

gerak dan aktifitas KAMMI senantiasa selalu berorientasi pada perbaikan dan

pemeliharaan kelima hal tersebut, sebagaimana KAMMI akan memerangi setiap upaya

yang merusaknya. Untuk merealisasikan semua itu KAMMI berpegang teguh pada

syari’at Islam, sebab disanalah sumber kebaikan sebagaimana KAMMI berpegang

teguh pada prinsip dakwah Islamiyah sebagai metode perbaikan. KAMMI berusaha

untuk memelihara dan menghidupkan tradisi perbaikan ini, karena ia adalah tradisi

para Nabi dan Rasul.

5. Kepemimpinan Umat adalah Strategi Perjuangan KAMMI.

KAMMi yakin bahwa negeri ini akan bahagia apabila nilai-nilai Islam mewarnai

kehidupan masyarakat di saat amar ma’ruf nahi munkar ditegakkan. Semua itu akan

terwujud dengan baik manakala ummat Islam berperan memimpin negeri ini. Sebab

keshalihan masyarakat lebih terjaga bila keshalihan pemimpin terwujud sebagaimana

keshalihan pemimpin lebih terjamin jika terdapat control dari masyarakat yang shaleh.

Dan sekali lagi KAMMI meyakini hanya Islam yang dapat melahirkan keshalihan itu.

Sebagaimana firman Allah dalam surat 2 ayat 143: “Dan demikian pula telah kami

jadikan kamu ummat yang adil dan pillihan agar kamu menjadi saksi atas perbuatan

manusia dan Rasul menjadi saksi atas perbuatan kamu”.

6. Persaudaraan adalah Watak Muamalah KAMMI.

KAMMI senantiasa menjalin persaudaraan dengan seluruh komponen masyarakat

yang memiliki visi perbaikan untuk bangsa ini, karena KAMMI yakin bahwa upaya untuk

membangun bangsa ini tidak mungkin terwujud jika hanya dilakukan oleh sekelompok

anak bangsa tanpa melibatkan yang lain. Sementara kerjasama dalam hal ini
membutuhkan jiwa persaudaraan. Dengan sesama muslim dan organisasi Islam, KAMMI

berpegang teguh pada firman Allah: “sesungguhnya orang-orang mu’min bersaudara

karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu” (QS. 49:10). Juga firman-Nya: “Dan

tolong menolonglah kamu dalam kebaikan dan taqwa, dan jangan tolong menolong

dalam perbuatan dosa dan pelanggaran” (QS, 5:2). Sementara dengan ummat lain

besera organisasinya, Islam mengajarkan; “Allah tiada melarang kamu untuk berbuat

baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangi kamu karena agama

dan tidak pula mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-

orang yang berlaku adil. Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan

kawanmu orang-orang yang memerangimu kamu karena agamamu dan mengusir kamu

dari negerimu dan membantu orang lain untuk mengusirmu. Dan barang siapa yang

menjadikan mereka sebagai kawan maka mereka itulah orang-orang yang zhalim” (QS.

60:8-9).64

Sebagai organisasi mahasiswa, idealisme gerakan mahasiswa yang dimiliki oleh

KAMMI dituangkan dalam visi dan misi organisasi.

Visi KAMMI adalah menjadikan “KAMMI sebagai wadah perjuangan permanen yang

akan melahirkan melahirkan kader-kader pemimpin masa depan yang tangguh untuk

mewujudkan masyarakat Islam yang madani di Indonesia”. Mengenai ‘kader-kader

pemimpin masa depan yang tangguh’ menurut penulis bisa dipahami dari enam prinsip

gerakan KAMMI yang sudah ditulis diatas sebelumnya. Sedangkan masyarakat Islam

madani yang dimaksud disini adalah masyarakat yang hidup dalam sebuah Negara

yang:

64
Sebagaimana yang tertulis dan disederhanakan dari buku Andi Rakhmat dan Mukhammad Najib,
“Gerakan Perlawanan dari Masjid Kampus”. h. 189-194
1. Dapat mencegah terjadinya eksploitasi antar manusia, antar kelompok, dan antar

kelas yang ada di masyarakat.

2. Memelihara kebebasan masyarakat dengan melindungi seluruh warga negaranya

dari invasi asing.

3. Menegakan sisem keadilan sosial yang seimbang tanpa pandang bulu.

4. Memeberantas setiap kejahatan dn memotivasi setiap kebaikan yang ada dalam

masyarakat.

5. Menjadikan Negara sebagai tempat tinggal yang teduh dan mengayomi bagi setiap

warga Negara dengan jalan pemberlakuan hukum yang adil.

Masyarakat Islam madani dalam pandangan KAMMI adalah masyarakat yang hidup

dalam sebuah Negara yang memberikan harapan bagi masyarakat Indonesia untuk

dapat menikmati hidup yang lebih baik.65 Gagasan semacam ini terinspirasi dari al-

Qur’an suarat an-Nuur ayat 55:

“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman diantara kalian dan yang

beramal shaleh, bahwasanya Allah akan menjadikan mereka berkuasa di muka bumi,

sebagaimana Allah menjadikan berkuasa orang-orang sebelum mereka.”

Sedangkan misi KAMMI adalah:

1. Menjadi pelopor, perekat, dan pemercepat proses perubahan.

2. Memberikan pelayanan sosial pada masyarakat.

3. Memberikan pendidikan politik kepada masyarakat.66

65
Mahfudz Sidiq, KAMMI dan Pergulatan Reformasi kiprah Politik Aktifis Dakwah Kampus dalam
Perjuangan Demokratisasi di Tengah Gelombang Krisis Nasional Multidimensi, (Solo: Era Intermedia, 2003). h.
209
66
Ibid, h. 211
Pelopor, yang dimaksud disini ialah, dalam setiap aktifitasnya KAMMI berusaha

semampu mungkin untuk menjadi pelopor gerakan perubahan yang dimotori oleh

mahasiswa yang lebih berani dengan cara-cara yang sehat. Hal ini bisa kit lihat contoh

praktisnya dimana KAMMI merupakan kelompok mahasiswa yang pertama kali

melakukan aksi unjuk rasa keluar kampus dengan dua puluh ribuan masa yang berjalan

dengan tertib dan aman sampai acara aksi itu selesai.

Pemercepat, yang dimaksud adalah KAMMi berusaha untuk menjadi pemercepat

reformasi, dimana reformasi tidak boleh berlangsung terlalu lama dan parsial, agar

kekuatan lama yang pro status quo tidak mendapatkan dan memiliki waktu lagi untuk

bisa berkonsolidasi menghimpun kekuatannya. Dalam hal ini KAMMI menjadi pelopor

yang merangkul berbagai macam organisasi mahasiswa yang mengajukan sebuah

tuntutan yang dikenal dengan “Ultimatum Salemba” dan ultimatum itu menjadi

pemercepat bagi terjadinya kristalisasi tuntutan dari berbagai elemen aksi mahasiswa,

walaupun disamping itu juga tetap terjadi polarisasi gerakan mahasiswa dalam

menyikapi Sidang Istimewa MPR.

Perekat, semua elemen gerakan mahasiswa tidak boleh untuk terpecah belah,

karena jika hal ini terjadi maka kekuatan mahasiswa akan menjadi lemah untuk dapat

melawan kekuatan pro status quo. Disini KAMMI juga tetap berusaha melakukan dialog

dengan berbagai elemen gerakan mahasiswa seperti Forkot, Famred, HMI, GEMUIS,

Hammas, dan lain-lain.67

Untuk misi KAMMI selanjutnya yaitu, memberikan pelayanan sosial masyarakat,

adalah refleksi kesadaran sosial pada mayarakat yang berada dalam kondisi ekonomi

yang sulit dalam rentang waktu yang panjang. Yang mana jika hal ini didiamkan begitu

67
Andi Rakhmat dan Mukhammad Najib, “Gerakan Perlawanan dari Masjid Kampus”, h. 176
saja maka akan menimbulkan tingkat kriminalitas yang tinggi. Pelayanan sosial ini

berupa pendidikan luar sekolah bagi anak jalanan, beasiswa bagi anak putus sekolah,

bakti sosial bencana alam, dan lain-lain.68

Pendidikan politik, KAMMI juga berupaya untuk bisa memberikan pada masyarakat

luas sebuah pendidikan politik yang bergerak diatas jalur-jalur konstitusional. Dimana

selama dialog masih memungkinkan maka hal itu menjadi prioritas bagi KAMMI, aksi

masa yang menurunkan sejumlah besar masa aksi hanyalah pilihan terakhir bagi

KAMMI jika dirasakan DPR/MPR dan pemerintah terlalu angkuh untuk mendengarkan

aspirasi rakyat.69

Dalam memahami KAMMI bisa juga dengan memahami karakter KAMMI yang

dilakukan melalui pemahaman terhadap paradigma gerakan dan sistem kaderisasi

KAMMI.

1. Paradigma Gerakan KAMMI.

KAMMI dalam karakter gerakannya mungkin, juga menegaskan dirinya sebagai

organisasi pergerakan, yaitu sesuatu kekuatan yang terorganisisr yang secara terus

menerus bekerja memperjuangkan cita-citanya bagi kepentingan bangsa dan Negara.

Karakter KAMMI menurut penulis erat kaitannya dan juga bisa dipahami dari Garis-

garis Besar Haluan Organisasi (GBHO) Bab IV tentang paradigma gerakan pada Pasal

17, KAMMI menyatakan paradigma gerakannya sebagai berikut:

a. Gerakan Tauhid.

Eksistensi KAMMI pada seluruh aktifitasnya dalam gerakan membangun masyarakat

madani, meliputi: (a) gerakan pembebasan manusia dari berbagai bentuk penyembahan

68
Ibid, h. 179
69
Ibid, h. 180
selain kepada Allah SWT, (b) pendeklarasian tata sosial masyarakat Islamiyah sebagai

antitesa terhadap tata sosial jahiliyah materialisme.

b. Gerakan Intelektual.

Peran perubahan yang dijalankan KAMMI bersandarkan pada kekuatan aspek

keilmuan dan intelektualisme, sehingga menjadi gerakan rasional dan moderat. Hal ini

mencangkup: (a) pengembalian nilai saintifik Islam dengan melakukan interpretasi

Islam secara kreatif, proporsional, dan kontekstual, (b) melakukan pengkajian Islam

dari berbagai sudut pandang disiplin ilmu, (c) melakukan integrasi ilmu secara teoritis

dalam sistem keislaman

c. Gerakan Sosial Mandiri.

Keberadaan KAMMI harus menjadi bagian utuh bagi masyarakat yang dapat

dirasakan manfaatnya secara langsung. Ini menyangkut solidaritas sosial dan

pengabdian sosial yang meliputi: (a) memandirikan pembangunan jaringan dan

pengelolaan potensi ekonomi umat, (b) memberikan pendidikan kepada masyarakat, (c)

melakukan pendampingan dan pemberdayaan masyarakat untuk merepresentasikan

Islam sebagai Rahmatan lil ‘Alamin.

d. Gerakan Politik Ekstra Parlementer.

Sebagai gerakan yang berbasis moral intelektual (intelektual profetik), KAMMI

memposisikan sebagai kekuatan politik ekstra parlementer untuk berperan sebagai

kakuatan kontrol sosial terhadap kekuasaan. Akan tetapi KAMMI juga membuka jalan

untuk melakukan perubahan dari dalam sistem, dengan mentransformasikan kader-

kader kepemimpinannyanya ke tengah-tengah masyarakat dan Negara pada tahapan

lanjutan yang meliputi: (a) Memepengaruhi dan berupaya berpartisipasi dalam

pengambilan kebijakan public, (b) Mengawasi dan memantau pelaksanaan kebijakan


publik, (c) Memberikan penilaian dan advokasi terhadap pelaksanaan kebijakan

publik.70

2. Sistem Kaderisasi KAMMI

Ada sejumlah pertanyaan menarik yang bisa menjadi titik masuk untuk mengenali

sistem kaderisasi KAMMI, bila memperhatikan asal-usul gerakan KAMMI yang berbasis

pada gerkan tarbiyah di kampus, apakah konsep dan sistem kaderisasinya ada

kemiripan dengan yang dijalankan oleh gerakan tarbiyah sebelumnya (LDK)? Kemudian

ketika menegaskan dirinya sebagai gerakan yang mengedepankan peran sosial dan

politiknya, bagaimanakah konsep atau sistem kaderisasi yang bisa memenuhi berbagai

kualifikasi dan kompetensi sosial politik para kadernya? Yang terakhir, apakah ada

irisan atau persinggungan antara sistem kaderisasi KAMMI dengan sistem kaderisasi

LDK?

a. Konsep Umum Kaderisasi KAMMI.

Dalam rumusan konsep umum kaderisasinya, KAMMI menjadikan asal-usul dan latar

belakang gerakannya sebagai pijakan dasar untuk membangun karakteristik kader

atau anggotanya, baik latar belakang ideologis maupun historis. Hal ini bisa dipahami

sebagai orientasi awal proses rekrutmen dan pembinaan anggota atau kader

KAMMI,yang selanjutnya pada proses pemungsian, mengacu pada tujuan penerimaan

terhadap prinsip-prinsip ideologis dan peran-peran historis yang dijalankan oleh

organisasi, sehingga tampak bahwa setiap anggota atau kader yang bergabung dalam

KAMMI, secara sadar sedari awal, mereka memposisikan diri sebagai penganut

ideologi KAMMI yang akan menjalankan peran-peran historis gerakannya. Paradigma

atau pijakan dasar seperti ini ternyata memiliki sebuah perbedaan yang mendasar

70
Mahfudz Sidiq, KAMMI dan Pergulatan Reformasi kiprah Politik Aktifis Dakwah Kampus. h. 219
dengan konsep atau sistem kaderisasi yang dijalankan gerakan tarbiyah yang sudah

berada di dalam kampus, yang sejak awal menjadikan “kesadaran dan peran diri

seorang muslim” sebagai orientasi awalnya, seperti pada salah satu prinsip yang

dijalankan LDK, Islamiyah qobla jam’iyah, atau Islamisasi sebelum organisasi.

Menurut Muhammad Rizal, ketua Departemen Kaderisasi KAMMI periode 2002-2004,

orientasi dasar sistem kaderisasi ini memang secara khusus disiapkan untuk mencetak

kader dari para mahasiswa muslim, baik yang sebelumnya sudah atau belum terlibat

dalam kegiatan dakwah kampus. Pada tataran praktis operasional, hal ini dapat dilihat

dengan adanya program pra Daurah Marhalah (pra DM), berupa pengenalan dan

orientasi mengenai KAMMI baik dari sisi ideologis maupun historis.

Dalam format kaderisasinya, sistem kaderisasi KAMMI memiliki tiga karakteristik,

yaitu; kaderisasi integratif, kaderisasi politik, kaderisasi berorietasi hasil atau sasaran.

Kaderisasi integratif ialah proses kaderisasi yang dijalankan oleh semua komponen

organisasi deengan fungsi-fungsi kaderisasinya, seperti organ struktural vertikal (dari

komisariat hingga pusat), organ struktural horizontal (lingkup departemen/bidang di

setiap lini struktur), dan juga semua komponen-komponen non-struktural, yakni semua

jajaran kader.

Kaderisasi politik, spesifikasi yang dikedepankn oleh KAMMI dari sisem kaderisasi

yang sudah ada di LDK. Bila LDK proses kaderisasinya mencetak kader dakwah secara

umum, maka KAMMI ingin mencetak kader politik secara khusus, dengan tidak

mengabaikan kualifikasi sebagai kader dakwah. Dalam kenyataan di lapangan, banyak

kader-kader KAMMI yang secara bersamaaan terlibat aktif dalam organisasi

kepemudaan Masjid, LSM-LSM Islam, dan bahkan organisasi politik Islam. Maka kader

KAMMI adalah kader politik yang diupayakan seoptimal mungkin di dalam dirinya
mengalir akhlak-akhlak Islam. Dalam hal ini kader KAMMI adalah kader politik yang

eksklusif-inklusif, dalam artian bahwa kader KAMMI adalah kader politik yang berbeda

dengan yang lainnya, karena mencoba menerapkan Islam dalam dirinya walaupun

berada dalam dunia aktifitas politik yang saat ini sarat dengan praktik-praktik kotor

yang dilakukan oleh para aktifis poltik.

Kaderisasi berorientasi pada hasil, adalah suatu proses yang evaluasi

keberhasilannya mengacu pada terpenuhinya sasaran-sasaran yang ditetapkan.

Rumusan sasaran-sasaran ini diformulasikan sebagai IJDK (Indeks Jati Diri Kader)

KAMMI, yaitu ukuran untuk menilai pertumbuhan dan perkembangan, prestasi, dan

percepatan kader dalam memahami nilai-nilai dasar KAMMI yang terdiri dari akidah,

ibadah, akhlak, fikrah, manhaj, siyasah, skill, dan ke-KAMMI-an.71

b. Pola Kaderisasi KAMMI.

Proses kaderisasi KAMMI dirumuskan ke dalam suatu pola berkesinambungan yang

disingkronisasikan dengan sistem dan pola pemungsian secara keanggotaan dan pola

pemungsian pada tataran struktural maupun fungsional. Dalam artian proses bagi

anggota dan kader KAMMI yang berjalan secara reguler beriringan dengan masa

keanggotaannya, dimana tahap proses perkembangan kader dan anggota kader

KAMMI sangat menentukan jenjang keanggotaannya di KAMMI. Pada setiap jenjang

kenggotaan yang ada di KAMMI terwujudkan pola-pola pemungsian, baik untuk pos-pos

struktural atau fungsi-fungsi perubahan bagi organisasi. Dalam pola ini proses

kaderisasi diawali dengan program Pra Daurah Marhalah (Pra DM), sebuah program

yang bertujuan memperkenalkan KAMMI kepada mahasiswa-mahasiswa yang ingin

bergabung bersama KAMMI, adapun muatan programnya adalah penyampaian-

71
Sebagaimana yang dimaksud dalam, Mahfudz Sidiq, KAMMI dan Pergulatan Reformasi kiprah Politik
Aktifis Dakwah Kampus, h. 221-223
penyampaian materi tentang: (a) dunia kemahasiswaan dan pergerakan mahasiswa, (b)

ke-KAMMI-an, dan (c) materi tambahan berupa kiat sukses di perguruan tinggi.

Program ini untuk menyeleksi calon anggota KAMMI agar mereka memiliki

kesungguhan untuk bergabung bersama KAMMI, sehigga nantinya kader mempunyai

komitmen yang tinggi.

Setelah itu barulah calon-calon anggota yang tertarik pada KAMMI mengikuti

program Daurah Marhalah satu (DM 1), sebuah proses pengkaderan yang yang

memberi jalan masuk bagi mahasiswa dengan menjadi Anggota Biasa satu (AB-1).

Sedangkan muatan yang ada dalam program tersebut ialah: (a) Syahadatain sebagai

titik tolak perubahan (b) Syumuliyatul Islam (komprehensifitas Islam), dan (c) peran

pemuda Islam dalam perubahan sosial. Setelah melalui program tersebut maka kader

akan mengikuti program-program pembinaan dalam bentuk Madrasah KAMMI satu (MK-

1), sebuah program kaderisasi dalam bentuk kelompok kecil, yang berlangsung secara

reguler (Halaqah Tarbawi/Usrah), program ini dibimbing oleh seorang Pembina dari

kader KAMMI yang sudah direkomendasi, dan proses tersebut mengacu pada Indeks

Jati Diri Kader (IJDK), dan muatan yang ada dalam MK-1 disesuaikan dengan sasaran

IJDK.

Setiap kader yang telah yang dinilai telah mencapai sasaran IJDK mendapatkan

sertifikasi dari KAMMI dan selanjutnya diorientasikan untuk mengikuti Daurah Marhalah

dua (DM-2), agar bisa menjadi Anggota Biasa dua (AB-2), kemudian kader yang telah

menjadi AB-2 untuk selanjutnya mengikuti Madrasah KAMMI dua (MK-2) yang juga

masih ditambah dengan program-program suplemennya, sampai memenuhi IJDK AB-2,

yang mana hal itu akan terus berlanjut sampai kader tersebut menempuh Daurah

Marhalah tiga (DM-3) lalu menjadi Anggota Biasa tiga (AB-3) yang kemudian mengikuti

Madrasah KAMMI tiga (MK-3), dan kemudian lagi ditambah dengan program
suplemennya sampai memenuhi IJDK AB-3. bila dicermati maka sistem pengkaderan

seperti ini sangatlah ketat dan selektif, mengingat banyaknya proses yang harus dilalui

oleh kader-kader KAMMI (bisa dilihat dalam bagan yang terlampir).

F. DINAMIKA KEPEMIMPINAN KAMMI

Perkembangan yang terjadi pada KAMMI tetap dan akan terus berlangsung, pada

poin dalam sub bab ini yang akan di terangkan tentang dinamika KAMMI ialah yang

terjadi pada masa-masa awal gerakan KAMMI, sedangkan perkembangan yang terjadi

pada masa yang berlangsung setelah masa-masa awal akan dibahas pada bab

selanjutnya. Muktamar 1 KAMMI, tujuh bulan dari waktu kelahirannya, para aktifis

KAMMI meletakkan dasar-dasar organisasi modern bagi KAMMI dengan menjadikan diri

sebagai Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) mahasiswa Ekstra Kampus.sejak itulah

KAMMI menjalani fase kedua perkembangan organisasi dan pergerakan KAMMI yang

berada dibawah kepemimpinan Fitra Arsil, S.H. dan Haryo Setyoko, terpilihnya Fitra

Arsil sebagai ketua KAMMI adalah hasil dari pertimbangan logis dan konsekuensi bagi

KAMMI yang memasuki fase baru untuk di pimpin oleh sosok yang memiliki figur bagi

para kader yang lain dan memiliki sikap yang tegas.

Fitra Arsil sendiri bukan sosok yang baru dalam tubuh KAMMI, ia adalah orang yang

mengemban amanah sebagai ketua bidang Kajian Strategis yang menjadi dapur utama

KAMMI untuk mencerna berbagai isu dan agenda reformasi, pada kepengurusan awal

periode Fahri Hamzah. Dalam periode kepengurusan Fitra Arsil, KAMMI berhasil

membangun infrastruktur dan suprastruktur organisasi modern, KAMMI juga

menghadapi tantangan untuk dapat menempatkan diri pada posisi yang tepat ditengah
terjadinya pluralisasi dan fragmentasi gerakan mahasiswa pro reformasi, dengan

membangun manuver politik yang cerdas dan agenda alternatif yang moderat. Hanya

saja dalam preiode ini terjadi kekurangan komunikasi dengan kalangan elit politik,

karena KAMMI lebih berkonsentrasi pada konsolidasi organisasi dan membangun

komunikasi politik dengan berbagai elemen gerakan mahasiswa.

Fase ketiga perjalanan KAMMI adalah setelah Muktamar II di Yogyakarta, November

2000, yang memilih Andi Rakhmat dan Vijaya Fitriyasa sebagai Ketua Umum dan

Sekretaris Jendral.72

Dalam periode Fitra Arsil ini banyak posisi-posisi yang diisi oleh kader-kader KAMMI

yang sebelumnya tidak ada dalam jajaran kepengurusan KAMMI Pusat. Hal ini

menjelaskan proses regenerasi yang berjalan dengan baik dalam dinamika

perkembangan KAMMI Daerah. Tema besar yang menjadi semangat dalam Muktamar II

KAMMI adalah, “Terus Bergerak, Tuntaskan Perubahan”, hal ini mengingat dari hasil

pemilu 1999 menghasilkan duet kepemimpinan nasional Abdurrahman Wahid dan

Megawati Soekarnoputri yang mana masyarakat Indonesia menaruh harapan besar,

maka sisa-sisa agenda reformasi yang ditinggalkan oleh B. J. Habibie belumlah tuntas,

mungkin seperti itulah pandangan KAMMI tentang masa depan reformasi dalam

kepemimpinan Abdurrahman Wahid, yang dianggap bisa menuju pada dua arah,

mengarah pada kemajuan atau sebaliknya, kemunduran.

Sedangkan prestasi terbesar KAMMI pada perioe ini adalah tercabutnya status

Abdurrahman Wahid sebagai mandataris MPR-RI. Pada periode ini soliditas dan

loyalitas para kader KAMMI benar-benar teruji dengan melontarkan wacana yang

melawan arus dan dipaksa untuk berhadapan dengan elemen gerakan mahasiswa yang

72
Doni Riyadi, KAMMI dan Pergerakan Mahasiswa Reformasi, Sabtu, Suara Merdeka, 31 Agustus 2002.
lainnya. Logika yang mendasari tuntutan ini sebenarnya sangat sederhana, tidak

ditemukannya sikap kejujuran pada mulut dan hati presiden, serta sikap ngototnya

untuk tetap membuka pintu negeri ini bagi Israel, yang jika diberi sesenti minta

sehektar dan jika diberi hati akan meracuni seluruh tubuh.

Yang menjadi ciri khas kepemimpinan KAMMI periode Andi Rakhmat ini adalah

terjadinya konfrontasi antara KAMMI dengan elemen-elemen gerakan yang lainnya,

yang secara jeles dan terang mendukung pemerintahan Abdurrahman Wahid. Mereka

pada umumnya adalah elemen gerakan mahasiswa radikal kiri. Dan inilah yang

membedakan dengan fase sebelumnya, dimana fase sebelumnya KAMMI membangun

konvergensi dan kesepahaman bagi perbedaan agenda yang terdapat dalam elemen-

elemen gerakan mahasiswa yang lainnya. Mengenai hal ini akan dibahas pada bab

selanjutnya.

Kepengurusan Andi Rakhmat dan Vijaya Fitriyasa ternyata tidak berjalan penuh

sesuai dengan jangka waktu kepemimpinan yang ada. Pada Mei 2001 berlangsung

Musyawarah Luar Biasa (MLB) KAMMI sebagai respon terhadap surat pengunduran diri

yang diajukan oleh Ketua Umum dan Sekretaris Jendral KAMMI yang menghasilkan

kepemimpinan Presidium yang terdiri dari: Akbar Zulfikar (Ketua Umum untuk masa

satu tahun pertama), Purwoko Kurniawan (Ketua Bidang Kaderisasi), Muhammad

Badaruddin (Ketua Bidang Kajian Strategis), Elvis Bakri (Ketua Teritorial I), Ahmad

Fauzi (Ketua Teritorial II), Supriyadi (Ketua Teritorial III), Hermawan (Ketua Teritorial

IV), Suparmono (Ketua Teritorial V), dan Yusran (Ketua Teritorial Ketua Teritorial VI).

Presidium ini berjalan mengakhiri masa jabatan sebelumnya hingga terlaksananya

Muktamar III KAMMI pada tanggal 1-9 September 2002 di Lampung.


Derasnya tuntutan internal di berbagai daerah dan munculnya isu-isu miring

terhadap KAMMI berdampak pada soliditas internal organisasi. Sebagai respon

terhadap keadaan tersebut dilakukanlah langkah-langkah konsolidasi kepemimpinan

secara mendasar dengan langkah awal pengajuan surat pengunduran diri yang

dilakukan oleh Ketua Umum dan Sekretaris Jendral KAMMI Pusat kepada Badan

Musyawarah KAMMI dan dari sini Badan Musyawarah KAMMI mengambil inisiatif untuk

mengadakan Muktamar Luar Biasa.

Format kepemimpinan KAMMI kembali seperti semula, setelah berlansungnya

Muktamar III KAMMI di Lampung. Terpilih sebagai Ketua Umum, Muhammad

Hermawan, S.Si dan sebagai Sekretaris Jendral Fahmi Rusydi, Lc. Era kepengurusan

KAMMI menandakan pergerakan KAMMI pada fase yang keempat dimana fase ini

KAMMI berhadapan dengan pemerintahan Megawati Soekarnoputri-Hamzah Haz yang

dalam penilaian KAMMI gagal dalam menjalankan agenda reformasi. Bahkan dalam

demonstrasi yang dilakukan oleh KAMMI beraliansi dengan berbagai elemen gerakan

mahasiswa yang lainnya, termasuk dengan elemen kiri mahasiswa yang pada waktu

sebelumnya di era Gus Dur berhadap-hadapan dengan KAMMI. Aliansi gerakan

mahasiswa ini sepakat bahwa reformasi telah mati.73

G. BERBAGAI KEGIATAN KAMMI

Dalam hal ini juga, peneliti pun mengalami apa yang dilakukan oleh para aktifis

KAMMI, dengan mengikutsertakan diri peneliti dalam berbagai aksi-aksi dan juga kajian

73
Mahfudz Sidiq, KAMMI dan Pergulatan Reformasi kiprah Politik Aktifis Dakwah Kampus. h. 221-
223.
yang dilakukan oleh aktifis mahasiswa dalam organisasi gerakan KAMMI, hal peneliti

meyakini akan kemampuan seseorang yang melakukan penelitian dengan seobjektif

mungkin dalam bentuk patisipatoris, hal ni juga didasari oleh pernyataan Hariyono.

”Untuk dapat melihat sejarah dari dalam, sejarawan harus mampu memasuki roh

kultural yang melandasi suatu peradaban yang bersangkutan. Suatu pendekatan yang

bersifat etik perlu diganti dengan pendekatan yang bersifat emik”.74

Dari beberapa catatan para penulis yang lainnya pada masa krisis politik yang

terjadi di Indonesia, geliat aksi protes yang dijalankan oleh mahasiswa semakin marak

di berbagai kampus yang ada di Indonesia dan juga beberapa aksi yang dilakukan oleh

para mahasiswa yang lainnya dikomentari oleh Mendikbud, Wiranto Aris Munanadar,

dengan melarang mahasiswa untuk melakukan politik praktis di dalam kampus.

Akan tetapi Amien Rais menyatakan bahwa yang dilakukan oleh para mahasiswa

bukanlah sebuah politik praktis tapi high politics. Pada tanggal 9 April 1998 sekitar

800-an mahasiswa dari KAMMI Yogya menggelar rapat akbar di Arena Mahasiswa UGM,

menuntut pencabutan larangan bagi mahasiswa untuk berpolitik di dalam kampus,

pada hari itu selain KAMMI Yogya yang mengadakan aksi, di kota-kota lain juga terjadi

aksi yang serupa, yaitu di Bandung dan Ujung Pandang. Dengan melakukan aksi

keprihatinan.

Sedangkan untuk aksi KAMMI dalam skala nasional, diadakan pada tanggal 10 April

1998, KAMMI menggelar rapat akbarbersama rakyat Indonesia, bertempat di halaman

Masjid al-Azhar, Jakarta. Aksi ini melibatkan sekitar 20.000 mahasiswa dari berbagai

kampus, yang terdiri dari, IPB, UI, ITB, UGM, Unair, dan masyarakat sejabotabek.75

74
Hariyono, Mempelajari Sejarah Secara Efektif, Cet. ke-2, (Jakarta: Pustaka Jaya, 1995). h. 25.
75
Majalah Gatra 18 April 1998.
Hadirnya KAMMI dalam berbagai aksi semakin menambah ramai suasana aksi

demonstrasi yang terus berlangsung dari berbagai gerakan aksi protes yang telah ada

sebelumnya. Disaat itulah para mahasiswa mendapatkan sebuah kata yang sama-sama

diusung, Reformasi. Walaupun KAMMI membawa label Islam dalam gerakannya, tetap

tidak membuat barisan mahasiswa yang lainnya merasa terancam akan terpecah

dengan kehadiran KAMMI. Karena KAMMI bergerak pada satu kepentingan yang sama,

Reformasi.

Pada tanggal 13 April 1998, dipelataran Masjid Nuuruz Zaman, kampus Unair

Surabaya, para angota KAMMI melakukan aksi yang diikuti oleh sekitar 1000-an

mahasiswa yang hadir dalam aksi tersebut. Aksi ini untuk mempertegas tuntutan yang

telah dibacakan oleh ketua KAMMI Pusat dalam aksinya di Jakarta. Aksi yang dilakukan

oleh mahasiswa di kampus Unair ini juga diikuti oleh mahasiswa dari beberapa kampus

yang ada di Jawa Timur, dan disaat yang sama juga dilkukan aksi yang dilakukan oleh

para mahasiswa Universitas Padjadjaran yang ada di Bandung.76

Pada hari berikutnya pada tanggal 14 April 1998, aksi protes berlangsung dikampus

Unibraw yang juga dihadiri oleh beberapa perwakilan yang ada dari berbagai kampus

yaitu, UI, ITB ITS, Unair, IKIP Surabaya, dan IKIP Malang.77 Yang menarik dari berbagai

aksi ini adalah tidak berakhir dengan bentrokan fisik dengan aparat keamanan, aksi-

aksi ini erus berjalan dengan damai sampai aksi ini selesai.

Dalam hal ini bisa dipahami bahwa reputasi KAMMI sebagai sebuah organisasi

pergerakan mahasiswa justru telah mendobrak dan membantah dengan kuat

76
Harian Republika, 14 April 1998.
77
Harian Jawa Pos, 14 April 1998.
anggapan-anggapan atau penilaian-penilaian yang menganggap KAMMI sebagai

sebuah gerakan radikalisme Islam dalam bentuk orgaisasi pergerakan mahasiswa.

Secara pribadi menurut peneliti adanya penilaian yang memadang sebuah kelompok

masyarakat sebagai kelompok Ilsam radikal, perlu melewati beberapa tahap atau

beberapa variable yang ada dan sesuai pada tiga tingkatan pula, tiga tingkatan itu

adalah orientasi/pikiran-tindakan-pencapaian. Sedangkan untuk tiga variable atau

tahap yang harus menempati tiga tingkatan itu adalah, ekstremisme keberagamaan-

anarkisme/vandalisme-terorisme.

Penjelasan dari tiga tingkatan dan tiga variable ini ialah, dimana jika pada tataran

orientasi pemikiran memiliki pemahaman yang ekstrem, pada tataran tindakan

dilanjutkan dengan anarkisme atau vandalisme, dan berakhir pada pencapaian

keberhasilan seperti teror atau pencapaian politik yang bersifat totaliter.

Jika tiga variable di atas digunakan dalam penilaian KAMMI sebagai gerakan Islam,

maka KAMMI tidak “lulus” untuk melewati tiga variable tersebut. Paling maksimal

KAMMI hanya menempati dirinya pada variable dan tingkatan awal saja, karena pada

tataran inilah KAMMI dianggap memiliki pemikiran-pemikiran yang “fundamentalis”,

yang tentu saja fundamentalisme ini berbeda kandungan maknanya dengan

pemahaman yang bersumber dari pengalaman peradaban Barat.

Pada tanggal 22 Mei 1998, setelah Suharto lengser, wakil Presiden B. J. Habibie

yang menjadi Presiden menggantikan Suharto yang lengser mengumumkan susunan

kabinet Reformasi Pembangunan. Dimana dari 36 orang yang diumumkan oleh


Presiden, terdapat 16 orang wajah baru dalam kabinet, dari 20 orang wajah lam 15

orang tetap pada posnya, dan 5 orang sisanya bertugas di tempat yang baru.78

Pada masa B. J. Habibie ditengah maraknya isu reformasi total, KAMMI

mengedepankan isu-isu diberbagai bidang. Diantaranya berupa isu reformasi politik,

berupa: pengadilan terhadap mantan Presiden Suharto dan kroni-kroninya,

pengembalian harta kekayaan Negara dari para koruptor Negara, pencabutan asas

tunggal dan P4, pencabutan Dwi Fungsi ABRI, revisi 5 paket UU politik, Amandemen

UUD 1945, pencabutan UU Subversi, dan percepatan Pemilu yang Jurdil.

Pada permasalahan ekonomi Negara KAMMI memfokuskan diri pada isu: penurunan

harga-harga (khususnya BBM dan kebutuhan pokok/sembako), pemberantasan budaya

KKN dalam praktek perekonomian Indonesia, dan isu keadilan ekonomi untuk rakyat

kecil,

Sedangkan dalam isu reformasi hukum, KAMMI mengajukan berbagai tuntutan

hukum, seperti: penangkapan dan pengadilan hukum terhadap para pelaku KKN,

penegakan hukum atas pelanggaran-pelanggaran HAM pada aktifis mahasiswa selama

proses reformasi, dan kasus-kasus yang menimpa umat Islam.

Dalam isu reformasi sosial dan moral, KAMMI dihentikannya berbagai bentuk konflik

horizontal yang terjadi di Ambon, atau konflik vertikal yang terjadi di Aceh. Sedang

untuk isu moral, KAMMI menuntut pemberantasan perjudian, prostitusi, pornografi

yang semkin marak.79

Pada masa menjelang terpilihnya Abdurrahman Wahid sebagai Presiden Republik

Indonesia gerakan mahasiswa pada umumnya menyikapi hasil-hasil Pemilu 1999

78
Mahfudz Sidiq, KAMMI dan Pergulatan Reformasi kiprah Politik Aktifis Dakwah Kampus. h. 154.
79
Mahfudz Sidiq, KAMMI dan Pergulatan Reformasi kiprah Politik Aktifis Dakwah Kampus. h. 157.
dengan kritis, di satu sisi mengakui bahwa Pemilu yang berlangsung cukup demokratis

untuk Indonesia yang mengalami proses transisi demokrasi. Tapi di sisi lain juga tetap

mengkritisi para politikus wajah lama yang masih bermain dalam kencah poliik nasional

dengan tampilan “baju baru”.80

Pada awal pemerintahan transisi politik demokrasi di era reformasi, KAMMI

menempatkan diri pada posisi sebagai kekuatan oposisi bersama, dengan berbagai

elemen kekuatan oposisi mahasiswa khususnya dan masyarakat pada umumnya. Dalam

masa kepemimpinan Abdurrahman Wahid KAMMI telah menetapkan sebuah garis

batasan kritis dalam menyimak dan mengawasi jalannya pemerintahan di era reformasi

yaitu, enam visi reformasi. Dengan begitu enam tuntutan reformasi yang digulingkan

oleh mahasiswa adalah sebuah tolok ukr dalam menilai keberhasilan dan kegagalan

pemerintah dalam menuntaskan reformasi.81

Polemik dalam kepemimpinan Abdurrahman Wahid, mulai menguak setelah muncul

Bruneigate dan Buloggate, dimana sebagian pihak menganggap bahwa Presiden

Abdurrahman Wahid memiliki peran dalam pencairan dana Bulog. Sehingga hal ini juga

yang menggulingan kekuasaaannya melalui impeachment.

Dalam kondisi seperti ini para kader KAMMI mendapatkan posisi pergerakan yang

rumit, karena harus bergabung bersama beberapa elemen gerakan mahasiswa dan

masyarakat pada umumnya dan harus berhadap-hadapan, dengan para pendukung

Presiden Adurrahman Wahid, sebuah posisi yang bagi KAMMI tidak lazim. Aksi-aksi

yang memprotes pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid semakin ramai dan

80
Ibid, hal. 236.
81
Ibid, hal. 255.
marak di berbagai daerah di Indonesia. Di Solo misalnya, sekitar 1.000 pemuda dan

mahasiswa turun ke jalan menuntut Presiden Abdurrahman Wahid untuk mundur.82

Pada masa pemerintahan Megawati Sukarno Putri, wacana pergerakan mahasiswa

beralih dari sekedar reformasi menjadi revolusi. Apa sebab? Karena berdasarkan pada

sebuah tesis penting yang diajukan oleh Huntington, reformasi dapat dibuktikan

bukannya akan meningkatkan stabilitas, tetapi justru melahirkan instabilitas, yang akan

bergulir menjadi revolusi.Oposisi intelektual akan berlangsung dalam mayarakat

perkotaan terhadap penguasa merupakan ciri dalam masyarakat praetorian, ditengah-

tengah masyarakat seperti ini mahasiswa seperti ini merupakan kekuatan politik kelas

menengah dan aktif, peluang mereka dalam oposisi politik juga dibatasi oleh pranata

yang sudah ada dan konsep legitimasi yang valid.

Sedangkan pada masyarakat pedesaan, mereka akan menjadi sebuah kekuatan

revolusioner manakala kebutuhan dasar mereka menjadi berubah ke arah: keamanan

pribadi aturan sewa-menyewa, ketenagakerjaan, dan pajak-pajak dan harga barang-

barang kebutuhan sehari-hari semakin naik dengan melewati batas kewajaran.Perlu

disinggung juga peran KAMMI masa pemerintahan Megawati Sukarno Putri, dengan

beberapa fakta sosial yang ada di lapangan. KAMMI bersama-sama dengan berbagai

elemen gerakan mahasiswa yang lainnya beraksi bersama dan yang perlu dicermati

ialah:

1. KAMMI dan sejumlah elemen gerakan mahasiswa yang lainnya, telah menyatakan

bahwa reformasi telah mati, dan secara simbolik itu ditunjukkan dengan mengubur

empat gambar wajah tokoh politik nasional: Megawati sebagai Presiden RI, Hamzah

82
Ibid, hal. 256.
Haz sebagai Wakil Presiden RI, Akbar Tanjung sebagai Ketua DPR, dan juga Amien

Rais sebagai Ketua MPR.

2. dalam aksi-aksi demonstrasi menuntut mundur duet Megawati-Hamzah Haz, sejak

awal tahun 2003, KAMMI membangun aliansi dengan elemen-elemen gerakan

mahasiswa radikal.

3. berkembang wacana revolusi di internal KAMMI dan wacana ini ikut mewarnai isu-

isu dan aksi-aksi demonstrasi mereka sepanjang tahun 2003.

menjelang Pemilu 2004, KAMMI mengembangkan wacana tolak pemilu dengan alas

an sebatas pemindahan kekuasaan saja.83

Dalam masa kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudoyono (SBY) ini para

aktifis KAMMI terus bergerak dalam kapasitasnya, sebagai aktifis mahasiswa yang pro

terhadap kehidupan rakyat kalangan menengah ke bawah dan rakyat miskin di

Indonesia, dengan tetap melakukan aksi-aksi demonstrasi, hanya saja pada masa ini

terjadi bukan saja fragmentasi gerakan mahasiswa, tetapi juga terjadi fragmentasi isu

publik yang menjadi sasaran kritik mahasiswa, sebagai akibat dari meluasnya ototnomi

daerah yang terus berlanjut potensi kritik mahasiswa harus terbagi-bagi ke beberapa

daerah.

Padahal dalam keadaan yang ada banyak sekali momentum peristiwa yang patut

untuk dijadikan sasaran kritik mahasiswa, yang sebenarnya juga merupakan tanggung

jawab pemerintah pusat. Akan tetapi aturan formal yang membagi kekuasaan

pengelolaan daerah kepada pemerintah daerah dan pemerintah daerah terkadang

tidak optimal dalam pengelolaannya. Misalnya, Kasus Lumpur Sidoarjo yang

83
Ibid, hal.295.
sebenarnya melibatkan pejabat tinggi Negara, Aburizal Bakri sebagai pemilik

perusahaan tambang tersebut.

KAMMI dalam suksesi kepemimpinannya juga (Perpustakaan Nasional, Salemba, 23

Desember 2008) menguraikan sikap yang jelas terhadap pemerintahan SBY, sebagai

berikut:

1. perlunya evaluasi dan pembaharuan atas penerapan sistem ekonomi nasional yang

liberalis dan kapitalis, dan secara perlahan dan progresif membangun sistem

ekonomi yang lebih berpihak pada kepentingan rakyat. Hal ini diperlukan untuk

mengakhiri berkuasanya rezim ekonomi liberal yang telah melahirkan berbagai

kebijakan liberal yang merugikan rakyat di Indonesia dan sekaligus sebagai upaya

penyelamatan kekayaan strategis nasional.

2. menyerukan kepada pemerintah SBY-JK agar meninggalkan politik pencitraan,

dengan membuat keijakan politik, ekonomi dan hukum yang berpihak kepada

rakyat. Hal ini dilakukan dengan menurunkan harga-harga kebutuhan pokok rakyat,

menangkap dan mengadili koruptor kakap, (BLBI, KLBI), mencegah PHK masal

memberikan perlindungan kepada petani, pelaku ekonomi informal.

3. mengajak seluruh anak bangsa, stakeholder dan shareholder negeri, untuk

bersama-sama membangun Jaring Pengaman Sosial. Hal ini diperlukan untuk

mengantisipasi dan memberikan problem solving atas situasi krisis sosial dan

ancaman disintegrasi sosial, melakukan penguatan masyarakat (social

empowering), di saat Negara/pemerintah kurang memperdulikan nasib rakyat.

mengajak seluruh anak bangsa untuk tidak berhenti dan tidak putus asa dalam

mendorong munculnya dan terbangunnya kepemimpinan nasional yang lebih bisa


menjawab kebutuhan dan kepentingan rakyat dan bangsa Indonesia sekarang dan

tantangan di masa akan datang..84

H. HUBUNGAN KAMMI DENGAN LEMBAGA POLITIK DAN KEAGAMAAN

Dalam hal ini berdasarkan pada landasan teori yang telah peneliti sampaikan pada

sub bab sebelumnya berdasarkan pada pernyataan Hariyono, ”Untuk dapat melihat

sejarah dari dalam, sejarawan harus mampu memasuki roh kultural yang melandasi

suatu peradaban yang bersangkutan. Suatu pendekatan yang bersifat etik perlu diganti

dengan pendekatan yang bersifat emik”.85

Peneliti akan menjelaskan apa yang di dapat pada pengalaman-pengalamn di

lapangan bersama para kader-kader KAMMI yang langsung terjun ke lapangan

bersama masyarakat dalam kegiatan-kegiatan sosial kemasyarakatan, dimana KAMMI

memiliki hubungan dan komunikasi erat dengan berbagai lembaga-lembaga

keagamaan dan lembaga-lembaga politik.

Dalam hubungannya dengan lembaga-lembaga keagamaan pun KAMMI memiliki

komunikasi yang intens dengan berbagai lembaga keagamaan baik pada tataran

nasioanl atau internasioanl, seperti dengan World Assembly of Moslem Youth (WAMY),

Komite untuk Solidaritas Palestina (KISPA), Komite untuk Solidaritas Dunia Islam

(KISDI), Majelis Mujahidin Indonesia (MMI), Dewan Dakwah Islam Indonesia (DDII), dan

lain-lain.

84
Rahman Toha Budiarto, Pemerintah yang Tidak Memerintah, sebuah makalah orasi pelantikan ketua
umum KAMMI yang baru periode 2008-2010, Perpustakaan Nasional, Salemba, 23 Desember 2008.
85
Hariyono, Mempelajari Sejarah Secara Efektif, Cet. ke-2, (Jakarta: Pustaka Jaya, 1995). h. 25.
Dalam kegiatan-kegiatan yang dijalankan oleh KAMMI sebagaimana layaknya

organisasi-organisasi mahasiswa yang lainnya, maka KAMMI adalah sebuah gerakan

yang memiliki cita-cita dalam setiap geraknya sehingga harus menjalani apa yang

memang harus dijalankan untuk menggapai cita-cita tersebut, walaupun terkadang

harus menimbulkan pro dan kontra.

KAMMI dalam iringan waktu di berbagai kegiatannya sebagai organisasi mahasiswa

juga dapat dimaklumi seperti organisasi-organisasi yang lainnya terlebih organisasi

mahasiswa ternama pada masa lampau, HMI misalkan. Walaupun bukan sebagai

underbouw Masjumi tapi tokoh-tokoh HMI sangat dekat dengan tokoh-tokoh Masjumi

karena memiliki kesamaan ideologi dan kepentingan: anti Komunisme.

Begitu juga halnya KAMMI yang sejatinya bukanlah underbouw sebuah partai politik

nasional tetapi memiliki hubungan yang sangat erat dengan para tokoh-tokoh salah

satu partai politik nasional di Indonesia, yaitu Partai Keadilan (PK) yang menjadi salah

satu partai politik peserta pemilu pada pemilu 1999, yang kemudian pada pemilu 2004

menjadi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dengan peraihan suara lebih dari 7% suara

legislatif dan menjadi fraksi politik dengan suara yang signifikan dalam kursi parlemen,

bersama partai-partai politik besar yang sudah ada sebelumnya. Selain itu para tokoh

dan alumni KAMMI juga bisa dikatakan sebagai salah satu elemen dari berbagai elemen

yang ada, yang menjadi cikal bakal kelahiran Partai Keadilan (PK).

Dari hasil temuan peneliti ada beberapa dilematika yang harus dihadapi oleh KAMMI

dalam menentukan posisinya sebagai organisasi gerakan mahasiswa yang mana para

kader-kadernya banyak juga yang menjadi kader PKS. Terlebih dalam hal-hal yang

menyangkut kebijakan politik yang dikeluarkan oleh pemerintah Indonesia, karena


memang PKS adalah partai peserta koalisi yang mengusung pemerintahan SBY-JK

(Susilo Bambang Yudoyono - Jusuf Kalla).

Misalkan, pada saat keluarnya keputusan tentang tentang beberapa kali kenaikan

harga BBM yang kontroversial, PKS sebagai partai yang masuk dalam lingkaran koalisi

pemerintahan mendukung kebijakan tersebut dan pada kondisi ini KAMMI berada pada

posisi yang justru mengkritik kebijakan tersebut secara terang-terangan, dan juga

menyatakan bahwa partai-partai pendukung koalisi termasuk PKS sendiri telah

mengkhianati kepercayaan dan aspirasi masyarakat Indonesia.

Maka hal ini juga yang menimbulkan partanyaan dari berbagai pihak, baik dari

sebagian kader KAMMI yang juga merupakan kader PKS atau dari para tokoh PKS yang

banyak mengenal para kadernya yang menjadi aktifis KAMMI. Sikap ini juga

menimbulkan berbagai pertanyaan dan analisa-analisa tertentu berdasarkan pada

persepsi masing-masing pihak, khususnya dari berbagai media dan para pemerhati

politik.

Begitu juga dalam kegiatan-kegiatan sosial kemasyarakatan di lapangan yang

KAMMI lakukan. KAMMI yang hanya sebagai organisasi gerakan mahasiswa tentunya

memiliki keterbatasan materi dan finansial, sehingga sering kali KAMMI dalam bakti

sosialnya di tengah-tengah masyarakat menjadi mediator bagi lembaga-lembaga yang

ingin memberikan bantuannya kepada masyarakat. Mediator di sini dalam artian adalah

menjadi perantara jika ada salah satu lembaga politik seperti PKS atau lembaga

bantuan seperti Aksi Cepat Tanggap (ACT) dan Pos Keadilan Peduli Umat (PKPU).

PKS, ACT dan PKPU sebagai pihak yang ingin memberikan bantuan dan memiliki

banyak sekali materi-materi bantuan, sehingga mengalami kesulitan-kesulitan tertentu

dalam mengakomodasi materi-materi bantuan tersebut yang terlalu banyak kepada


masyarakat, maka KAMMI yang juga sebagai lembaga kemahasiswaan ekstra kampus

dan ingin berperan serta dalam kegiatan atau aktifitas seperti penanggulangan

bencana alam dan kegiatan bakti sosial, mendapatkan saluran bantuan dari lembaga-

lembaga tersebut untuk bisa diakomodasikan kepada dan sampai ke masyarakat.

Kegiatan seperti ini bisa berjalan dikarenakan KAMMI dengan para kader-kadernya

memiliki perbedaan-perbedaan mendasar dengan para kader atau anggota lembaga-

lembaga tersebut, di dalam kondisi ini para kader KAMMI sebagai aktifis mahasiswa

yang bermodalkan keikhlasan dan militansi gerakan mahasiswa atau minimal keinginan

untuk bisa ikut dalam kegiatan ekstra kurikuler di luar kampus yang jauh dari orientasi

profit, dan berbeda dengan para kru yang ada di lembaga-lembaga sosial yang memang

bersifat professional. Profesioanal dalam artian mereka bekerja di sebuah lembaga

yang memang sudah ada kesepakatan kontrak kerja dan menerima upah dari lembaga

tersebut.
BAB V

PENUTUP

C. KESIMPULAN

KAMMI untuk semua kalangan yang berkepentingan, KAMMI dalam perjalanan

pergerakannya cukup bisa untuk dikatakan telah berhasil dalam nilai-nilai Islam dan

demokrasi, hal yang sebagian pihak baik dari kalangan nasionalis-sekuler Islam sulit

menyatu dengan demokrasi, sehingga mereka mengajurkan agar tidak memadukan

agama dengan politik, dan dari kalangan Islam ekstrim yang menganggap bahwa

demokrasi bertentangan dengan Islam sehingga mereka menolak untuk ikut

berdemokrasi walau pun mereka pada dasarnya meyakini kewajiban berdakwah

melalui jalur politik. KAMMI adalah sebuah gerakan politik ekstra parlementer, yang

bergerak menyuarakan suara rakyat Indonesia melalui parlemen jalanan.

Hal ini juga terbukti dengan perjalanannya dalam mengawal gerakan reformasi di

Indonesia, banyak hal-hal yang memang telah dijalankan oleh KAMMI dalam mengiringi

reformasi dan apa-apa yang dilakukan oleh KAMMI juga banyak yang menjadi panutan

bagi gerakan-gerakan mahasiswa pro reformasi yang lainnya. Ini dibuktikan dengan

gagasan-gagasan yang muncul dari KAMMI yang sangat kental dengan sikap jalan

tengahnya ketika suhu politik era reformasi bergolak dan memancing reaksi yang

bermacam-macam dari berbagai kelompok mahasiswa.


D. SARAN-SARAN

Radikalisme Islam dalam berbagai wacana dan isu memang terus berlanjut dan

akan berlanjut bersama dengan bergulingnya waktu, mengingat akan kepentingan

politik yang memang terlihat jelas terkandung dalam perjalan politik umat Islam pada

saat-saat yang memang monumental. Adanya kekerasan yang terjadi pada Umat Islam

bukanlah tanpa sebab, tetapi penuh dengan perjalanan ketidakadilan terhadap umat

Islam itu sendiri.

Lalu bukan berarti kita juga akan dengan mudah menggunakan berbagai macam

istilah dalam menggambarkan bentuk keberagamaan seseorang atau sekelompok

orang, karena ketidak dewasaaan sikap seperti itu justru semakin mempercepat

fragmentasi masyarakat Islam dan akan berbahaya bagi keberlangsungan laju sosial

masyarakat Islam. Dengan adanya penyalahgunaan istilah seperti ‘radikalisme Islam’,

atau ‘fundamentalisme Islam’ setidaknya juga bisa memberikan rantai pamahaman

yang berharga.

Karena yang perlu kita ingat adalah adanya sebagian pihak umat Islam yang

menggunakan kekerasan bukanlah ujug-ujug tanpa sebab yang terjadi begitu saja,

kemudian kita memberikan penilaian yang miring, bahwa mereka melakukan itu akibat

dari pemahamannya yang fundamentalis dan berasal dari ideologi mereka yang radikal.

Karena Pertama, radikalisasi sosial dan prilaku bukan hanya milik kelompok agama,

tapi juga milik kelompok lainnya, seperti kelompok preman misalnya. Kedua, kekerasan

mereka muncul akibat dari ketidakadilan yang mereka terima selama berabad-abad

lamanya. Dan di saat mereka akan mengapresiasikan politik mereka dalam sistem

demokrasi saat ini, lalu mendapat perlakuan yang kurang menyenangkan lagi, justru

akan memancing munculnya kelompok-kelompok ekstrim baru yang mana sebelumnya


bukanlah dari kelompok ekstrim, lalu pada akhirnya justru mengalami radikalisasi

ideologi, dan mendobrak kondisi dan tatanan sosial yang ada. Hal yang justru sangat

dihawatirkan oleh para kelompok liberal dan nasionalis-sekuler.


DAFTAR PUSTAKA

Politik
A., Denny J., Gerakan Mahasiwa dan Pol 80--an, cet. ke-1,
itik Kaum Muda Era 80
Yogyakarta: LKiS, 2006.

al-Kilani, Majid Irsan, Misteri Masa Kelam Islam dan Kemanangan Perang Salib, Refleksi
50 Tahun Gerakan Dakwah Para Ulama untuk membangkitkan Umat dan Merebut
Palestina, terj. Asep Sobari dan Kamaluddin, Bekasi: Kalam Aulia Mediatama,
2007)

1966--1983 Dari koresponden Kami di Jakarta, Cet. ke-1,


Anwar, H. Rosihan, Indonesia 1966
Jakarta: Pustaka Utama, 1992.

Anwar, Yozar, Angkatan 66,


66 cet. ke-2, Jakarta: Sinar Harapan, 1981.

Fadhly, Fahruz Zaman (editor), Mahasiswa Menggugat; kumpulan tulisan, Bandung:


Pustaka Hidayah, 1999.

Fatah, Eep Saefullah, Catatan Atas Gagalnya Politik Orde Baru, Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 1998.

Hariyono, Mempelajari Sejarah Secara Efektif, Cet. ke-2, Jakarta: Pustaka Jaya, 1995.

Harto, Kasinyo, Islam Fundamentalis di Perguruan Tinggi Umum Kasus Gerakan


Keagamaan Mahasiswa Universitas Sriwijaya Palembang, Jakarta: Badan
Litbang & Diklat Departemen Agama RI, 2008.

Mahasiswa
Hamzah, Alfian, Musa Kazhim & Muhammad Ikhsan (editor), Suara Mahasiswa Suara
Rakyat, cet. ke1, Bandung: Remaja Rosdakarya, 1998.

Imarah, Muhammad, Fundamentalisme dalam Perspektif Pemikiran Barat dan Islam,


cet. ke-1, Jakarta: Gema Insani Press, 1999.

Indonesia
Jahroni, Jajang & Jamhari (editor), Gerakan Salafi Radikal di Indonesia, Cet. ke-1,
Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004.

Esai--esai Agama, Budaya, dan Politik dalam Bingkai


Kuntowijoyo, Muslim Tanpa Masjid: Esai
Strukturalisme Transedental, cet. ke-2, Bandung: Mizan, 2001.
Kuntowijoyo, Paradigma Islam Interpretasi untuk Aksi, cet. ke-3, Bandung: Mizan, 1991.

Moyer, Bill, Merencanakan Gerakan, cet. Ke-1, Yogyakarta: Pustaka Kendi, 2004.

Moleong, CF. Lexy, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung, Remaja Karya:2008.

Tesis,, dan Disetasi),


Nasuhi, Hamid. dkk. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis
Jakarta: Ceqda, 2007.

Nugraha, Rivai, Gerakan Keagamaan: Studi Kasus Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim
Indonesia, Skripsi Fakultas Ushluddin dan Filsafat Jurusan Sosiologi Agama
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Jakarta: tidak diterbitkan,
2008.

Qaradhawi, Yusuf, Membedah Islam Ekstrem, cet. ke-9, Bandung: Mizan, 2001.

Qaradhawi, Yusuf, Sekular Ekstrim, cet. ke-1, Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2000.

Rahmat, Andi dan Mukhammad Najib, Gerakan Perlawanan dari Masjid Kampus,
Surakarta: Purimedia, 2001.

Ricklefs, M. C., Sejarah Modern Indonesia, Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, 2005.

SB, Dana k. Anwari, (editor), Matinya Seorang Mantan Presiden: BK, PT Orayta Kurnia
Dian Kirana, cet, ke-1, tanpa tempat dan tahun.

Sidiq, Mahfudz, KAMMI dan Pergulatan Reformasi kiprah Politik Aktifis Dakwah Kampus
dalam Perjuangan Demokratisasi di Tengah Gelombang Krisis Nasional
Multidimensi, Solo: Era Intermedia, 2003.

Siregar, Amir Effendi, Pers Mahasiswa Indonesia Patah Tumbuh Hilang Berganti, cet.
ke-1, Jakarta: PT. Karya Unipress, 1983.

Sitompul, Agussalim, HMI dalam Pandangan Seorang Pendeta, Jakarta: PT Gunung


Agung, 1982.

Ulama--Ulama Oposan, cet. ke-1, Pustaka Hidayah: Bandung, 2000.


Subhan, SD, Ulama

al--Qaradhaw
Talimah, Ishom, Manhaj Fiqih Yusuf al Qaradhawii, cet. ke-1, Jakarta: Pustaka al-
Kautsar, 2001.
Tebba, Sudirman , Islam Pasca Orde Baru, cet. ke-1, Jogja: PT. Tiarawacana, 2001.

Tholhah, Imam dan Choirul Fuad Yusuf, Gerakan Islam Kontemporer di Era Reformasi,
cet. ke-1, Jakarta: Badan Litbang Agama dan Diklat Keagamaan, Departemen
Agama RI, 2002.

Rad
Turmudi, Endang & Riza Sihbudi (editor), Islam dan Radikalisme di Indonesia, et al,
kumpulan karangan, Jakarta: LIPI Press, 2005.

Media Cetak

Harian Jawa Pos,


Pos 18 April 1998

Harian Media Indonesia,


Indonesia Jum’at 27 April 1998

Harian Republika,
Republika 14 April 1998

Harian Republika,
Republika 7 November 2008

Harian Suara Merdeka,


Merdeka Sabtu 31 Agustus 2002

Majalah Gatra,
Gatra 18 April 1998

Majalah Ishlah,
Ishlah No. 17/Tahun II, 1994

Majalah Ishlah,
Ishlah No. 18/Tahun II, 1994

Majalah Media Dakwah,


Dakwah edisi No.361Dzulqa’dah 1426 H/Desember 2005 M

Majalah Sabili Edisi khusus, No. 9 Th. X.

Jurnal & Makalah


Budiarto, Rahman Toha, Pemerintah yang Tidak Memerintah, sebuah makalah orasi
pelantikan ketua umum KAMMI yang baru periode 2008-2010, Perpustakaan
Nasional, Salemba, 23 Desember 2008.

Modul Latihan Kader 1 Himpunan Mahasiswa Islam, Himpunan Mahasiswa Islam


Indonesia Cabang Ciputat.Periode 2003-2004.

Internet

Bruinessen, Martin van, Genealogies of Islamic Radicalism in post-


post-Suharto Indonesia
artikel diakses pada tanggal 28 Mei 2009 dari:
http://www.let.uu.nl/~Martin.vanBruinessen/personal/publications/genealogies_i
slamic_radicalism.html.

Fenomena Fundamentalisme di Kalangan Mahasiswa, artikel diakses pada tanggal 28


Agustus 2009 dari: http://cafelib.blogspot.com/2007/12/fenomena-
fundamentalisme-di-kalangan.html (tulisan ini pernah menjadi nominator Ahmad
Wahib Awards 2006 kerjasama Jaringan Islam Liberal [JIL] dan Forum
Mahasiswa Ciputat [FORMACI])

Suyitno, Sidqy, Empat Mazhab Besar Fundamentalisme Islam di Indonesia, artikel


diakses pada tanggal 28 Agustus 2009 dari: http://www.nabble.com/empat-
mazhab-besar-fundamentalisme-islam-di-indonesia-td14325530.html.

Anda mungkin juga menyukai