Gerakan Mahasiswa
Antara Idealitas dan Realitas
Disusun oleh :
Evyta A.R
HTU
UTH
Sekapur Sirih
Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berperang di jalanNya dalam
barisan yang teratur, mereka seakan-akan seperti suatu bangunan yang tersusun
kokoh (QS. As-Saff : 4)
Katakanlah : Hai kaumku, berbuatlah sepenuh kemampuanmu, sesungguhnya
aku pun berbuat (pula). Kelak kamu akan mengetahui, siapakah (di antara kita)
yang akan memperoleh hasil yang baik dari dunia ini. Sesungguhnya orangorang yang zalim itu tidak akan mendapat keberuntungan.
(Al-Anam : 135)
Bada tahmid dan shalawat. Sebuah tulisan yang sederhana dari penulis
dengan berbagai sumber yang ada telah mampu dirampungkan. Dilatarbelakangi
oleh tergeraknya sebuah kesadaran akan pentingnya peranan suatu kelompok yang
bernama pemuda , maka penulis berusaha memaparkan beberapa aspek yang
ada dalam sebuah gerakan mahasiswa. Negeri manapun tak terlepas dari
pemudanya. Sebuah proses kebangkitan dari keterpurukan selalu mengedepankan
pemuda dalam setiap sejarahnya.
Antara idealitas dan realitas yang terjadi dalam setiap gerakan mahasiswa
di negeri Indonesia ini menjadikan kita sebagai agen peubah dan kontrol sosial
perlu untuk mengkaji ulang dan mengevaluasi berbagai agenda dan sejarah yang
telah diukir oleh gerakan mahasiswa. Realitas yang terjadi di lapangan terkadang
cukup jauh keluar dari idealisme sebagai suatu gerakan mahasiswa. Sebuah
perenungan untuk gerakan mahasiswa yang ada agar menjadi sebuah pemikiran
baru untuk selalu komitmen pada korelasi antara idealitas dan relitasnya.
Akhir kata, semoga tulisan sederhana ini menjadi bermanfaat di tangantangan para pemuda. Menyadarkan kembali sesuatu yang telah hilang dari
pergerakan tersebut. Tak ada gading yang tak retak. Berbagai kekurangan dan
ketidaksempurnaan agar kiranya menjadi sebuah bahan pemikiran untuk
disempurnakan.
Mukaddimah
Pembicaraan tentang mahasiswa dan gerakannya sudah lama menjadi
pokok bahasan dalam berbagai kesempatan pada hampir semua kalangan
masyarakat. Begitu banyaknya forum-forum diskusi yang diadakan, telah
menghasilkan pula berbagai tulisan, makalah, maupun buku-buku yang
diterbitkan tentang hakikat, peranan, dan kepentingan gerakan mahasiswa dalam
pergulatan politik kontemporer di Indonesia. Terutama dalam konteks
kepeduliannya dalam merespon masalah-masalah sosial politik yang terjadi dan
berkembang di tengah masyarakat. Bahkan, bisa dikatakan bahwa gerakan
mahasiswa seakan tak pernah absen dalam menanggapi setiap upaya depolitisasi
yang dilakukan penguasa. Terlebih lagi, ketika maraknya praktek-praktek
ketidakadilan, ketimpangan, pembodohan, dan penindasan terhadap rakyat atas
hak-hak yang dimiliki tengah terancam. Kehadiran gerakan mahasiswa sebagai
perpanjangan aspirasi rakyat dalam situasi yang demikian itu memang sangat
dibutuhkan sebagai upaya pemberdayaan kesadaran politik rakyat dan advokasi
atas konflik-konflik yang terjadi pada penguasa. Secara umum, advokasi yang
dilakukan lebih ditujukan pada upaya penguatan posisi tawar rakyat maupun
tuntutan-tuntutan atas konflik yang terjadi menjadi lebih signifikan. Dalam
memainkan peran yang demikian itu, motivasi gerakan mahasiswa lebih banyak
mengacu pada panggilan nurani atas kepeduliannya yang mendalam terhadap
lingkungannya serta agar dapat berbuat lebih banyak lagi bagi perbaikan kualitas
hidup bangsanya.
Dengan demikian, segala ragam bentuk perlawanan yang dilakukan oleh
gerakan mahasiswa lebih merupakan dalam kerangka melakukan koreksi atau
kontrol atas perilaku-perilaku politik penguasa yang dirasakan telah mengalami
distorsi dan jauh dari komitmen awalnya dalam melakukan serangkaian perbaikan
bagi kesejahteraan hidup rakyatnya. Oleh sebab itu, peranannya menjadi begitu
penting dan berarti tatkala berada di tengah masyarakat. Karena begitu berartinya,
sejarah perjalanan sebuah bangsa pada kebanyakan negara di dunia telah mencatat
bahwa perubahan sosial (social change) yang terjadi hampir sebagian besar dipicu
dan dipelopori oleh adanya gerakan perlawanan mahasiswa.
mahasiswa
kita
mendapatkan
potensi-potensi
yang
dapat
semangat yang ikhlas. Kelompok ini bukan saja haus edukasi, akan tetapi
berhasrat sekali untuk meneruskan dan menerapkan segera hasil edukasinya itu,
sehingga pada gilirannya mereka itu sendiri berfungsi sebagai edukator-edukator
dengan cara-caranya yang khas.
Masa selama studi di kampus merupakan sarana penempaan diri yang
telah merubah pikiran, sikap, dan persepsi mereka dalam merumuskan kembali
masalah-masalah yang terjadi di sekitarnya. Kemandegan suatu ideologi dalam
memecahkan masalah yang terjadi merangsang mahasiswa untuk mencari
alternatif ideologi lain yang secara empiris dianggap berhasil. Maka tak jarang,
kajian-kajian kritis yang kerap dilakukan lewat pengujian terhadap pendekatan
Bab I
Sejarah Gerakan Mahasiswa Indonesia dari Masa ke Masa
Sejarah Indonesia modern sering dipahami sebagai sebuah proses
perjuangan panjang dari sebuah keluarga. Sebagai sebuah proses perjuangan
panjang, sejarah modern Indonesia biasanya dianalogikan sebagai sebuah garis
atau jalan, yang sudah barang tentu tidak harus dibayangkan lurus, dan
pembentukannya dimungkinkan oleh keberadaan sejumlah titik atau tonggak.
Titik-titik atau tonggak-tonggak yang merupakan penanda penting dari garis atau
jalan adalah angkatan-angkatan. Dari awal sejarah modern Indonesia yang
berlangsung sejak tahun-tahun pertama abad 20 hingga tahun kini dikenal atau
dipahami terdapat empat angkatan. Masing-masing dengan karakteristiknya dan
masing-masing mempunyai peran pentingnya sendiri dalam proses perjuangan :
angkatan 1908, angkatan 1928, angkatan 45, dan angkatan 66.
Antara tahun 50 dan 60 perguruan tinggi di Indonesia mengalami
peledakan jumlah mahasiswa. Bila tahun 1946-1947 terdaftar 387 mahasiswa
maka di tahun 1965 ada sekitar 280 ribu mahasiswa. Sebuah keterangan yang
pada gilirannya akan memudahkan seseorang untuk memahami bahwa antara
akhir tahun 1940-an hingga tahun 1950-an muncul berbagai organisasi massa
(ormas) mahasiswa. Diawali dengan berdirinya Himpunan Mahasiswa Islam
(HMI) (5 Februari 1947), Perhimpunan Mahasiswa Kristen Indonesia (PMKI) (25
Mei 1947), yang lain misalnya Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI)
(23 Maret 1954), Central Gerakan Mahasiswa Indonesia (CGMI) (1956).
Meskipun terdapat sebuah catatan penting di sini, kemunculan ormas-ormas
tersebut tidaklah terjadi begitu saja atau semata-mata karena jumlah. Suatu
hubungan tertentu dengan partai politik tertentu, baik karena seideologi maupun
bersifat onderbouw, misalnya HMI dengan Masyumi, PMKI dengan Parkindo,
GMNI dengan PNI, CGMI dengan PKI, dapat diidentifikasi.
Melihat perjuangan anak-anak muda dalam konteks angkatan, dan
bukanlah dalan konteks mahasiswa, jelas bukan tanpa problematik. Angkatan
adalah sebuah istilah yang lebih dekat dengan pemuda, sementara pemuda,
sebagai sebuah kategori, merupakan turunan konsepsi generasi, suatu konsep yang
menurut seorang penulis selalu dihubungkan dengan usia muda antara 15 sampai
dengan 30 tahun. Dalam konsepsi pemuda seperti ini mahasiswa jelas hanya salah
satu bagian atau unsur pembentuk. Akan tetapi, sementara pemuda dalam konteks
angkatan adalah sebuah kekuatan sosial yang sangat penting, tidak demikian
realitas mereka yang dikategorikan sebagai pemuda oleh rezim orde baru. Di
bawah rezim orde baru, pemuda tidak lagi berada baik dalam batas-batas
pengertian obyektifnya, misalnya mengacu pada batas usia tertentu maupun
signifikansi sosiologi dan histrotisnya. Suatu arti baru dari pemuda sebaliknya
mulai muncul. Di bawah orde baru, pemuda bukan hanya mempunyai konotasi
dengan pembangunan, sebuah slogan orde baru . Lewat Komite Nasional Pemuda
Indonesia (KNPI), yang didirikan Juli 1973, merupakan kategori sosial yang
sepenuhnya dapat kontrol. Lebih jauh, adalah lewat mesin politik KNPI inilah
tampak bahwa proses mahasiswa di-pemuda-kan.
Jauh sebelum gerakan reformasi dimulai, kesangsian terhadap sejarah orde
baru yang dibangun tahun 1966 itu mulai timbul, sehingga banyak disoroti, timbul
banyak kecurigaan, karena banyak sisi-sisi gelap dan berbagai peristiwa janggal
yang mengganggu ketenangan akal sehat masyarakat. Tetapi munculnya
interpretasi lain sejarah politik tahun 1960-an khususnya gerakan 30 September
1965, di luar sejarah resmi versi rezim orde baru yang sedang berkuasa saat itu
cenderung dilarang, karena dianggap memutarbalikkan fakta, menyesatkan dan
memojokkan pemerintah. Eksistensi orde baru memang dibangun di atas puing
sejarah 1965, mengungkit sejarah dasawarsa itu berarti mengungkit keberadaan
orde baru, sehingga selalu dianggap subversi. Di sini tidak hanya pemerintah dan
militer yang punya klaim tetapi gerakan mahasiswa angkatan 1966 juga punya
klaim besar atas sejarah ini, dengan dalih telah menyelamatkan republik dari
cengkeraman PKI.
terbukti
ampuh
menghancurkan
infrastruktur
fungsi
10
Menurut
Eep
Saefullah
Fatah,
ada
beberapa
hal
yang
11
Indonesia (KAMMI) yang lahir pada tanggal 29 Maret 1998. KAMMI melakukan
gebrakan aksi perdananya yaitu Rapat Umum Mahasiswa dan Rakyat Indonesia
yang mampu memobilisasi massa sebanyak 20 ribu orang, dilaksanakan di luar
kampus, berlangsung secara tertib dan aman, isu utamanya adalah reformasi total.
Aksi-aksi
berikutnya
digulir
oleh
KAMMI
dan
berbagai
organisasi
kemahasiswaan lainnya.
Akhirnya, setelah berbagai aksi demonstrasi yang dilakukan gerakangerakan mahasiswa hingga menimbulkan korban jiwa yang cukup besar, serta
kondisi keamanan dan kehidupan negara yang sudah carut-marut, pada tanggal 21
Mei 1998 dalam pidatonya di Istana Negara, presiden Soeharto menyatakan
berhenti dari jabatan presiden Republik Indonesia. Masa transisi demokrasi
Indonesia pun baru dimulai untuk menata kembali kehidupan bangsa. Era
reformasi yang didengungkan mahasiswa akan segera dimulai.
Semangat untuk terus memperjuangkan reformasi total tetap dimiliki oleh
gerakan mahasiswa umumnya dan KAMMI khususnya. Semangat dan idealisme
semacam inilah yang membuat KAMMI terus bergerak mendobrak rezim
Habibie, lalu rezim Gus Dur, bahkan rezim Megawati dengan tuntutan yang tetap
sama, reformasi.
12
Bab II
Idealisme Sebuah Gerakan Mahasiswa
Secara umum gerakan mahasiswa sampai saat ini tetap berada di garis
depan dalam setiap gerakan pembebasan tanah air di seluruh dunia menentang
kezaliman, dan juga merupakan markas utama yang melahirkan tokoh-tokoh
pemikiran dan revolusi di banyak negara. Demikian pula, gerakan mahasiswa
adalah target sasaran musuh-musuhnya, karena ia adalah kumpulan para
cendikiawan ummat, para aktivis, orang-orang yang berpikir terbuka, paling siap
berkorban dan terakhir paling siap melakukan perubahan-perubahan yang jika
belum terjadi di usia mereka pasti akan terjadi di masa depan.
Berangkat dari sejarah yang terjadi pada gerakan mahasiswa sejak dulu
hingga sekarang, sebuah idealitas memiliki pengaruh yang sangat besar untuk
mewujudkan suatu perubahan. Mahasiswa sebagai komponen menengah dalam
masyarakat memiliki sebuah idealitas yang cukup untuk mengakomodir terjadinya
sebuah perubahan. Gerakan mahasiswa adalah sebagai sebuah gerakan moral
demi menegakkan keadilan dan kebenaran bagi seluruh rakyat. Gerakan
mahasiswa muncul sebagai curahan perasaan rakyat yang mendambakan
perubahan untuk kemajuan. Generasi muda harus memupuk kekuatan diri sebagai
suatu gerakan moral dan senantiasa tampil sebagai alat koreksi dan sosial kontrol
terhadap penyelewengan, ketidakadilan, korupsi dan penindasan. Karena itu
mereka berusaha tetap bersih, bebas dari ekses-ekses, dan mampu menggalang
persatuan dan kesatuan pendapat serta mental di antara sesamanya dan mampu
melahirkan kesatuan dalam tindakan.
13
gerakan mahasiswa islam tentu tidak terlepas dari idealitas religius. Selain dari
peranan politik mereka sebagai pelopor dari komunitas orang yang dirampas
haknya, gerakan mahasiswa islam juga mempunyai kepentingan moral dan sosial
masyarakat dan bangsa.
Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya, di antara pola aktivitas baru
mahasiswa pasca NKK/BKK adalah merebaknya aktivitas keislaman berbasis
masjid kampus. Aktivitas keislaman berbasis masjid kampus ini dalam perjalanan
dan perkembangannya berhasil mengimbangi dan menggeser peran yang selama
ini didominasi oleh ormas islam kemahasiswaan yang terlibat dan kemudian
beralih aktivitasnya ke bentuk baru ini. Ada dua faktor yang mempengaruhi pola
baru aktivitas keislaman mahasiswa, yaitu pertama adalah munculnya kelompok
anak muda yang memiliki semangat tinggi dalam mempelajari dan mengamalkan
islam, sebagai respon dari tekanan politik pemerintahan orba terhadap umat islam.
Dan kedua adalah adanya sebuah ruang publik yang relatif lapang, yang bernama
masjid atau mushalla kampus, tempat di mana idealisme kaum muda islam itu
mengalami persemaian ideal dan pengecambahan secara cepat.
Secara normatif falam ajaran islam, pemuda dianggap memiliki peran
sangat penting untuk memobilisasi kesadaran masyarakatnya. Dalam catatan
sejarah, bagian terbesar dari kelompok pertama yang menerima ajaran islam
terdiri dari para pemuda. Dari sudut ini dapat dilihat betapa kehadiran pemuda
sebagai penggerak perubahan di dalam masyarakat merupakan hal yang sangat
mendasar dalam islam. Hal ini tidak hanya sekedar sebuah tuntutan yang sematamata bersifat sosiologis, melainkan lebih dari itu memiliki landasan ideologis
yang sangat kuat.
Sesungguhnya sebuah pemikiran itu akan berhasil diwujudkan manakala
kuat rasa keyakinan kepadanya, ikhlas dalam berjuang di jalannya, semakin
bersemangat dalam merealisasikannya, dan kesiapan untuk beramal dan berkorban
dalam mewujudkannya. Keempat rukun ini, iman, ikhlas, semangat, dan amal
merupakan karakter yang melekat kuat pada diri pemuda, karena sesungguhnya
dasar keimanan itu adalah nurani yang menyala, dasar keikhlasan itu adalah hati
yang bertaqwa, dasar semangat itu adalah perasaan yang menggelora, dan dasar
amal adalah kemauan yang kuat. Itu semua tidak terdapat kecuali pada diri para
14
pemuda. Oleh karena itu, sejak dulu hingga sekarang pemuda merupakan pilar
kebangkitan. Menurut Hasan Al-Bana, dalam setiap kebangkitan, pemuda
merupakan rahasia kekuatannya. Di dalam setiap fikrah, pemuda adalah pengibar
panji-panjinya.
...Sesungguhnya mereka itu adalah pemuda-pemuda yang beriman kepada
Tuhan mereka dan Kami tambahkan kepada mereka petunjuk(QS. Al-Kahfi : 13)
Berbicara tentang gerakan mahasiswa islam tidak terlepas dari sebuah
Lembaga Dakwah Kampus (LDK). Mata rantai perjalanan sejarah yang panjang
dan dinamis, serta saling keterkaitan antara satu fase dengan lainnya menjadikan
LDK sebagai unsur kekuatan besar dakwah islam di Indonesia. Dakwah berupaya
merubah pikiran, perasaan, dan tingkah laku manusia dari jahiliyah kepada islam,
atau dari yang kurang islami menjadi lebih islami, sehingga terbentuk tatanan
masyarakat islami.
Berkenaan dengan mahasiswa dan kampus, secara struktural sosial
masyarakat, keduanya dipandang sebagai satu kesatuan sistem yang mempunyai
peran penting dalam perubahan sosial dan kepemimpinan masyarakat. LDK
berperan sebagai gerakan mahasiswa islam yang berfungsi sebagai wahana untuk
mencetak mahasiswa muslim sebagai kader islam yang tangguh dan agen
perubahan sosial.
15
modern yang rasional dan profesional. Pada saat yang bersamaan, KAMMI juga
menempatkan dasar-dasar moralitas dalam perilaku dan budaya organisasinya
melalui sistem alur kaderisasi yang komprehensif dan kontiniu. Proses kaderisasi
KAMMI yang tercermin dalam konsep Tauhid dan konsep Al-Haq wal-Bathil
yaitu dengan menanamkan keyakinan dan keberpihakan yang teguh terhadap
kebenaran dan pengingkaran dan permusuhan yang konsisten terhadap kebathilan.
Nilai ini menumbuhkan satu sikap kepribadian dasar pada aktivis KAMMI untuk
senantiasa mengkritisi kondisi kebenaran dan kebathilan dari perspektif keTuhanan (Ilahiyah) dan bukan aspek-aspek yang sifatnya simbolik belaka. Dalam
menjalankan agenda-agenda perubahannya, KAMMI juga mengedepankan prinsip
perbaikan, yaitu kritis dalam sikap, moderat dalam cara.
Berangkat dari berbagai landasan dan idealisme di atas, maka seluruh
agenda-agenda dan program-program KAMMI tidak terlepas dari langkah untuk
mencapai perubahan yang lebih baik.
16
Bab III
Realitas yang Terjadi Dalam Gerakan Mahasiswa
Pada paparan sebelumnya telah dibahas tentang berbagai idealisme dalam
sebuah gerakan mahasiswa beserta komponen mahasiswa di dalamnya. Dengan
rujukan idealisme tersebut, sebuah gerakan mahasiswa dapat diketahui realitasnya
apakah sebuah gerakan itu sesuai dengan apa yang menjadi landasan ideologinya
atau hanya menjadi sebuah alat dari pihak-pihak tertentu dalam memenuhi
kepentingan individu dan golongan.
Terkadang sebuah idealitas harus teracuhkan dalam kerja-kerja nyata di
lapangan. Dalam aplikasi dan solusi yang ditawarkan secara tak sadar telah keluar
dari konsep dasar sebuah pergerakan mahasiswa. Hal ini bukanlah sesuatu yang
baru, bahkan pada angkatan 66 sudah terbukti bahwa gerakan mahasiswa akhirnya
menjadi sebuah mitos sejarah belaka yang diakibatkan karena berbagai
kepentingan dan keinginan yang melenakan dari pihak-pihak yang turut andil
dalam pergerakannya.
Zaman yang berubah cepat, kaum muda Islam di Indonesia sebagai yang
terbesar, diminta untuk mengambil tindakan-tindakan yang bertendensi ke masa
yang akan datang. Setiap kita terutama pemuda an mahasiswa diminta untuk
melibatkan diri dalam suatu kelompok entitas, apakah kita sebagai entitas bangsa
atau sebagai entitas kesadaran. Kesemuanya itu menandakan adanya suatu
persimpangan yang rumit dan juga suatu pertaruhan yang melibatkan tidak hanya
satu generasi saja dari bangsa ini, akan tetapi juga melibatkan mereka yang belum
lahir dalam kehidupan bangsa ini.
Dalam posisi ini, ketika gerakan mahasiswa memposisikan diri sebagai
pelaku dan bukan penonton, persoalannya bukanlah semata-mata optimisme atau
pesimisme. Lebih dari itu, mahasiswa harus mampu berfikir apa yang harus
dilakukan dan seberapa besar energi dan amunisi yang harus disiapkan. Sudah
saatnya pula gerakan mahasiswa menegaskan kembali untuk tidak terlarut dalam
romantisme sejarah, meskipun dengan tetap mengakui bahwa mereka adalah
anak-anak yang tumbuh di bawah asuhan sejarah. Disini, tugas gerakan
mahasiswa bukan sekedar menuju pada suatu benua makna, akan tetapi menerka-
17
18
oleh waktu, dan karena itu melawan kebangkitan pemuda berarti mengkhianati
proses hidup yag telah ditetapkan Allah Swt. Tentunya dalam konteks ini kita
teringat sebuah tulisan yang dibuat oleh Jane Foster, Kumi Naidoo, dan Marcus
Akhuta-Brown, judulnya Youth Empowerment and Civil Society. Tulisan yang
termuat dalam buku Civil Society at the Millenium (1999) ini menggariskan
pentingnya pemuda dalam proses perubahan politik melalui civil society dimanamana. society.
Negara ini terus-menerus melakukan keterpurukan terhadap masa depan
generasi berikutnya. Kegagalan ini membuat sindrom pemalasan sosial (social
loafing) yang terjadi terus menerus tanpa henti. Semua orang berbicara atas nama
rakyat tetapi hakekatnya mereka lebih senang bekerja sendiri untuk memenuhi
ambisi politik mereka daripada bekerjasama dengan elemen bangsa yang lain
untuk kebutuhan bangsa yang lebih besar.
Hal lain yang perlu diperhatikan adalah mengenai kondisi pada saat ini
bukan dalam kondisi yang ideal. Masalah yang timbul bukan masalah hitam dan
putih untuk bisa dibedakan secara jelas. Tetapi masalah yang timbul adalah di
antara abu-abu dan sedikit abu-abu. Kecerdasan dan kejernihan pikiran
dibutuhkan dalam mengambil keputusan karena Islam mempunyai manhaj berfikir
sendiri. Maka gerakan mahasiswa harus mampu mewujudkan sebuah solusi yang
bijak sesuai dengan idelisme yang diusung dari beragam masa perjuangan
Indonesia.
Proses perbaikan umat (ishlahul ummah) diperlukan dalam kehidupan
berdemokrasi di Indonesia karena hanya melalui perbaikan itulah konflik dan
persaingan bisa menjadi rahmat bagi umat. Perbaikan ini memerlukan perjalanan
yang panjang dan melelahkan. Sehingga diperlukan keberanian dan sikap tegas
dalam mengambil keputusan untuk memulai memasuki babak baru perbaikan.
19
Khatimah
Pemuda merupakan tonggak sejarah masa lalu dan masa depan sebuah
peradaban. Jika pemuda sebuah peradaban baik, maka baiklah peradaban itu, dan
sebaliknya. Yang paling bijak bagi gerakan kaum muda dengan kondisi
ketidakmenentuan seperti saat ini adalah mencegah agar gerakan pemuda tidak
terjebak dan larut hanya dengan problem kekinian yang kompleks, bahkan nyaris
tak terpecahkan. Gerakan kaum muda haruslah bernafas panjang, berfikir jauh ke
depan, dan justru tidak meninggalkan fokus utamanya yakni meyiapkan generasi
pengganti yang akan memimpin perubahan.
Pola kaderisasi yang matang akan menjamin kesetaraan kualitas personal
yang dihasilkan. Keyakinan ideologis, ruh perjuangan, dan jati diri hendaknya
selalu menjadi ciri khas dari pemuda. Kematangan ini meliputi pemahaman
politik, life skill, manajerial, leadership, dan wawasan. Selain tentu saja aqidah,
ibadah, akhlak, fikrah, dan manhaj. Terutama bagi sebuah gerakan mahasiswa
islam yang mengusung panji-panji islam. Lalu pemikiran yang menampilkan
secara tegas pokok-pokok pikiran yang menjadi ideologi gerakan. Dari sinilah ideide fundamentalis dapat digariskan secara tegas.
Akhirul kalam, kita adalah pemuda, maka berdirilah tegak sebagai pemuda
layaknya, kelak Allah akan meminta pertanggungjawaban kita sebagai khalifah di
muka bumi ini. Wallahualam.
Dan orang-orang yang berjuang dalam (urusan) Kami, niscaya Kami akan
tunjukan kepada mereka jalan Kami dan sesungguhnya Allah SWT beserta orangorang yang berbuat kebaikan. (Al-Ankabut : 69)
20
Daftar Pustaka
Al-Banna, Hasan. 1998. Risalah Pergerakan Ikhwanul Muslimin. Era
Intermedia. Solo.
Anonim. 2000. Gerakan Mahasiswa Sebagai Gerakan Pemberdayaan Dan
T
Identitas.http://www.transparansi.or.id/majalah/edisi20/20berita_4.ht
HTU
ml. Jakarta.
UTH
UTH
21