Anda di halaman 1dari 16

Nama: Leny Susanti

NIM: E1C019105

Kelas: V C

Mata Kuliah: Psikologi Sastra

Dosen Pengampu: Muhammad Syaahrul Qodri, MA.

Tugas UAS: Analisis Novel Menggunakan Salah Satu Teori Psikologi

KONFLIK BATIN TOKOH ZAINUDDIN PADA NOVEL TENGGELAMNYA


KAPAL VAN DER WIJCK KARYA BUYA HAMKA: KAJIAN
PSIKOANALISIS

1. Latar Belakang
Konflik merupakan suatu permasalahan yang dapat dialami oleh setiap
orang. Konflik juga dikenal sebagai suatu pertentangan yang dialami individu
yang tidak sesuai dengan prinsip yang dipegang oleh individu tersebut. Sama
halnya dengan kehidupan nyata, kehidupan pribadi yang dialami setiap tokoh
cerita di dalam kehidupan masyarakat dapat membuat individu mengalami
ketidaksesuaian dengan prinsip dan bertolak belakang dengan kehidupan
pribadi.
Kejiwaan setiap individu sulit dipahami dalam kehidupan masyarakat.
Hal tersebut sama halnya dengan kehidupan nyata, konflik bisa terjadi karena
adanya perbedaan pendapat, perbedaan kepentingan dan gejolak atau penolakan
yang dialami individu dalam dirinya yang tidak sesuai pendirian maupun prinsip
yang dialami setiap individu.
Pada karya sastra, konflik merupakan bagian terpenting di dalam sebuah
cerita. Berdasarkan pemaparan tersebut, kehidupan cerita akan lebih berwarna
ketika konfliknya hidup. Dengan adanya konflik inilah, alur cerita akan jauh
lebih menarik, konflik juga menjadi kekuatan dalam sebuah cerita dan membuat
pembaca memiliki rasa penasaran yang tinggi sehingga ingin membaca sampai
selesai.
Ada beberapa jenis konflik yang sering ditonjolkan dalam cerita, salah
satunya yaitu konflik batin. Pada sebuah cerita, seringkali tokoh utama maupun
tokoh lainnya mengalami konflik batin, yaitu konflik dengan dirinya sendiri.
adalah suatu permasalahan yang berhubungan dengan jiwa seseorang yang
disebabkan perbedaan dan pertentangan sehingga mempengaruhi tingkah laku
seseorang atau tokoh tersebut.
Kebudayaan di Minangkabau dan Bugis merupakan dua kebudayaan
yang berbeda jika dilihat dari garis keturunannya. Suku Minangkabau
menggunakan garis keturunan matrilineal, sementara suku Bugis menggunakan
garis keturunan patrilineal. Hal ini mengakibatkan keberadaan famili pada suku
Minangkabau sangat penting dalam menentukan posisi/keberadaan seseorang
dalam masyarakat tersebut. Bahkan dalam sebuah pernikahan mereka tidak
hanya bermodalkan percintaan semata, akan tetapi memperhatikan status sosial
keluarga, pendidikan, serta harta kekayaan yang dimiliki. Hal ini karena
masyarakat menganggap bahwa pernikahan sebagai penyatuan dua kekuatan
keluarga untuk tetap mempertahankan kedudukan sosial keluarga dalam
masyarakat. Kasus ini tidak hanya terjadi pada masa lampau akan tetapi masih
terjadi dalam masyarakat modern seperti saat ini.
Daerah Padang yang ber-adat Minangkabau terkenal dengan
masyarakatnya yang sangat menjaga dan menjunjung tinggi adat yang berlaku
di sana. Hal tersebut pun tercermin dalam novel Tenggelamnya Kapal Van Der
Wijck karya Buya Hamka yang menceritakan kisah cinta antara Zainudin dan
Hayati yang menuai banyak pertentangan karena Zainudin bukanlah orang yang
berada dan bisa dibilang sebagai orang terbuang dan dijuluki sebagai anak
pisang.
Hal ini dikarenakan tokoh yang bernama Zainuddin yang lahir di
Mengkasar, namun tidak diakui sebagai darah asli suku Bugis, karena ayah
Zainuddin yakni Pendekar Sutan adalah keturunan Minang. Namun, ketika
Zainuddin merantau ke tanah kelahiran ayahnya yang berada di dusun Batipuh
Padang Panjang, di sana ia juga tidak dianggap sebagai orang asli suku
Minangkabau karena ibu dari Zainuddin asli suku Bugis. Hal tersebut membuat
si tokoh yang bernama Zainuddin terasingkan di dua tempat. Oleh karena itu, hal
tersebut merupakan salah satu hal menarik untuk dikaji.
Sistem kekerabatan masyarakat Minangkabau dalam novel digambarkan
dengan jelas mulai awal penceritaan yang diceritakan dengan latar belakang
ayah Zainuddin yang tidak mempunyai saudara perempuan dan
mengakibatkannya tidak dapat menguasai hak waris dari garis ibunya. Hal
tersebut secara kronologis juga berdampak kepada Zainuddin yang mengetahui
bahwa ayah dan ibunya berlainan suku yang mengakibatkan ia tidak dianggap
mempunyai keturunan Minangkabau oleh masyarakat desa Batipuh. Dalam adat
Minangkabau, ia disebut sebagai “anak pisang” yang merupakan hasil dari
pernikahan yang berlainan suku. Hal tersebut juga mempengaruhi kehidupannya
ketika ingin menikah dengan Hayati. Hubungan mereka ditentang keras oleh
datuk yang merupakan mamak Hayati.
Fenomena yang ada di kehidupan masyarakat Minang pada zaman
dahulu serta fenomena yang terjadi dalam novel Tenggelamnya Kapal Van Der
Wijck menjadi satu alasan kuat bagi penulis untuk meneliti novel tersebut
menggunakan kajian sosiologi sastra, yaitu teori marxisme. Dalam novel
tersebut banyak sekali nilai-nilai moral yang dapat diambil hikmahnya, baik dari
segi budaya, adat, maupun dari perjuangan kelas yang dialami oleh tokoh
Zainudin seperti yang terdapat dalam cerita.
Pada novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck, ceritanya menjonjolkan
kisah cinta dua insan yang saling mencintai dengan tulus akan tetapi tidak
direstui oleh tokoh adat di suku Minangkabau yang menganut sistem matrilineal.
Kisah cinta Zainudin dan Hayati yang tidak direstui karena suku, adat, maupun
karena ekonomi menjadikan novel ini pantas diteliti menggunakan teori
Psikianalisis yang banyak membahas tentang karakter.
Berdasarkan pemaparan tersebut, diketahui bahwa faktor eksternal turut
mempengaruhi psikologis maupun perubahan sikap sesesorang dalam merespon
stimulus. Atas berbagai pertimbangan, penulis tertarik untuk meneliti bagaimana
konflik batin yang dialami oleh tokoh Zainuddin dalam novel Tenggelamnya
Kapal Van Der Wijck.
Penelitian ini penting untuk dilakukan dalam rangka untuk mencari tahu
tentang bagaimana pengendalian diri (id, ego, dan superego) oleh tokoh
Zainuddin yang terkandung dalam novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck
terhadap permasalahan adat yang masih dianut pada masa sekarang. Penelitian
ini juga bertujuan untuk mengetahui bagaimana karakter seseorang juga
dipengaruhi oleh kebiasaan-kebiasaan yang dikembangkan secara terus
menerus.
2. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu bagaimana pengendalian


diri tokoh Zainuddin dalam menghadapi permasalahan yang hadir.

3. Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagimana tokoh Zainuddin


mengelola ego dan superego yang dimilikinya dalam menjalani kehidupan di
Batipuh yang masih feodal.

4. Manfaat Penelitian

Dengan adanya penelitian ini, diharapkan mampu memberikan


gambaran informasi umum tentang konflik batin yang sering dialami oleh setiap
individu serta diharapkan mampu membuka pandangan orang yang
membacanya sehingga bisa memberikan solusi terhadap permasalahan dalam
masyarakat terkait dengan bagaimana menegelola id, ego, dan superego.

5. Penelitian Terdahulu

Pada penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Mai Yuliastri Simarmata


pada 2015 yang lalu dengan judul “Analisis Konflik Tokoh Utama dalam
Roman Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck Karya Buya Hamka” yang
bertujuan menganalisis konflik internal dan eksternal yang terjadi pada tokoh
dalam cerita tersebut. Adapun hasil penelitiannya menyebutkan bahwa konflik
yang terjadi pada alur cerita novel tersebut terbagi menjadi dua, yaitu:

1. Konflik Internal dalam penelitian ini terjadi karena pergolakan emosi antara
tokoh-tokoh utama atau peristiwa yang terjadi pada diri tokoh-tokoh tersebut.
Adapun tokoh-tokoh tersebut Zainuddin, Aziz, dan Hayati. Konflik batin yang
memuncak terjadi antara Zainuddin dan Hayati, karena hubungan meraka tidak
direstui oleh orang tua dan keluarga. Tidak disetujui hubungan tersebut karena
adat istiadat. Sehingga Hayati akhirnya menikah dengan orang yang kaya raya,
sederajat, dan sama adat istiadat. Konflik internal antara tokoh begitu menarik,
kisah yang disampaikan oleh pengarang dalam cerita ini begitu menyentuh hati
semua pembaca. Karena banyak sekali pembelajaran yang dapat dipetik dari isi
roman tersebut.

2. Konflik Eksternal dalam penelitian ini terjadi karena adanya pengaruh dari
orang lain, sehingga membuat tokoh utama dalam cerita ini, menjadi tidak teguh
pendirian. Setiapa apa yang disampaikan oleh pihak ketiga tentang tokoh utama
menjadi bahan pertimbangan yang begitu diperhitungkan oleh masing-masing
tokoh utama dalam roman ini. Masing-masing tokoh utama memiliki karakter
yang berbeda-beda, sehingga membuat pembaca terhipnotis dan tak bosan untuk
membaca berulang-ulang roman tersebut.

Penelitian terhadap novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck juga


dilakukan oleh Harris Effendi Thahar pada tahun 2016 yang berjudul “Nilai-
Nilai ABS-SBK dalam Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck Karya
Hamka” yang bertujuan untuk mengungkapkan nilai-nilai budaya Minangkabau
sebagaimana terhimpun dalam adagium Adat Bersendi Syarak-Syarak Bersendi
Kitabullah yang terkandung dalam novel TKVDW karya Hamka.

Hasil penelitiannya mengungkapkan bahwa konflik dalam novel ini


menyiratkan bahwa moralitas yang melekat pada diri Zainuddin dikalahkan oleh
kecongkakan adat melalui kuasa datuk-datuk kaum kerabat Hayati. Meskipun
ayah Hayati menyukai Zainudin, ia tak dapat berbuat banyak terhadap kekuasaan
mamak-mamak Hayati. Padahal, kalau ditinjau dari sisi agara Islam, seorang
ayah paling bertanggung jawab terhadap memelihara serta mencarikan jodoh
untuk anaknya, bukan mamaknya. Konflik Hayati dan suaminya Aziz adalah
konflik antara minyak dan air, keduanya tak mungkin disatukan, walau
bagaimanapun cara mengocoknya. Pemaksaan kehendak yang dilakukan oleh
mamak-mamak Hayati sebenarnya melanggar HAM, akan tetapi dibenarkan
oleh adat pada waktu itu.

Selain penelitian yang dilakukan oleh Mai dan Haris, terdapat juga
penelitian yang dilakukan oleh Quintana Balqis Kapindho pada tahun 2019 yang
berjudul “Kontradiksi Sosial Budaya dalam Novel Tenggelamnya Kapal
Van Der Wijck Karya Hamka Kajian: Sosiologi Sastra” mengangkat
permasalahan tentang bagaimana kontradiksi atau pertentangan sosial budaya
yang berada dalam novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck serta
pengaruhnya kepada tokoh yang ada dalam novel tersebut.

Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa wujud kontridiksi atau


pertentangan sosial budaya yang terjadi pada tokoh dalam novel Tenggelamnya
Kapal Van Der Wijck karya Hamka meliputi perbedaan garis keturunan,
penentuan pasangan hidup dan masalah ekonomi. Akibat dari kontradiksi
tersebut yaitu seseorang akan menjadi asing, sakit, dan terusir. Hal tersebut
disebabkan karena Zainuddin dianggap tidak memiliki suku dan tidak memiliki
adat. Selanjutnya, dampak dari penentuan pasangan hidup dalam kontradiksi
atau pertentangan yang pertama adalah perdebatan, jatuh sakit, sikap berubah,
dan nasib yang berubah. Terakhir, dampak dari masalah ekonomi dalam
kontradiksi atau pertentangan yang pertama adalah perbedaan pandangan,
berhutang, dan jatuh miskin.

Dari beberapa penelitian yang sudah dilakukan, penelitian ini memiliki


kemiripan atau kesamaan dengan penelitian yang dilakukan oleh Mai, yaitu
sama-sama membahas tentang konflik ataupun permasalahan yang terdapat
dalam novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck. Akan tetapi, penulis juga
menitik beratkan penelitian ini pada konflik batin yang dialami tokoh dalam
novel tersebut menggunakan teori psikoanalisis sehingga membedakan
penelitian ini dengan penelitian-penelitian yang pernah dilakukan terlebih
dahulu oleh orang lain.

Berdasarkan hasil analisis penulis, dapat diungkapkan bahwa konflik


batin dalam novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck ini ditunjukkan dengan
adanya perbedaan perlakuan antara Zainuddin dengan Aziz. Zainuddin sebagai
orang yang tak bersuku, miskin, dan terlantar diperlakukan dengan tidak adil,
diremehkan, bahkan cintanya kepada hayati tak direstui oleh mamak-mamak
Hayati karena kondisinya yang serba kekurangan. Sedangkan Aziz diperlakukan
sangat baik, dihormati, dan disegani hanya karena ia memiliki, kekayaan,
kekuasaan, dan berasal dari keluarga yang menjalin kerja sama dengan Belanda.
Sekalipun Aziz memiliki perilaku yang kurang baik, tetap saja mamak-mamak
dari keluarga Hayati lebih memilih Aziz sebagai suami Hayati, bukan memilih
Zainuddin yang terkenal akan budi pekertinya. Itu semua karena adanya
perbedaan perlakuan antara orang kelas atas dengan oaring kelas bawah.

Dalam novel tersebut juga digambarkan tentang bagaimana susahnya


Zainuddin mempertahankan diri ditengah ketidakadilan yang ia rasakan dari
perlakuan orang-orang yang berkuasa, baik di daerah Padang maupun daerah
Makassar. Hal tersebut terlihat ketika Zainuddin menceritakan tentang
bagaimana sedihnya ia karena di Makasar ia dianggap oaring Padang, sedang di
Padang ia dianggap sebagai oaring Makassar. Hal itu tentu saja membuat
Zainuddin merasa terbuang, dan tak bisa diterima secara utuh di tanah kelahiran
ayah dan ibunya.

Pada novel karya Hamka tersebut juga menggambarkan bagaimana


ketidakberdayaan perempuan dalam mengambil keputusan di daerah Padang
meskipun di sana menganut sistem matrilineal. Hal ini tercermin pada saat
mamak-mamak Hayati memutuskan untuk menerima lamaran Aziz. Hayati tidak
bisa berbuat apa-apa, ia hanya bisa pasrah dan menerima lamaran tersebut
meskipun cintanya hanya untuk Zainuddin. Ketidakberdayaan tersebut juga
dialami oleh ayah Hayati, ia tak bisa berbuat banyak untuk anaknya karena
semua kepeutusan berada di tangan sang Datuk. Hal ini tentunya
menggambarkan bagaimana orang-orang berkuasa bebas untuk mengambil
keputusan dan menentukan kehidupan orang yang di bawahnya.

Berikut beberapa contoh konflik yang dialami oleh tokoh dalam novel
tersebut:

1. “…Baiklah hayati, saya akan berangkat dengan harapan yang penuh,


harapan yang tadinya sebelum kau kelihatan berdiri di sini sudah hampir
hilang. Cuma nasib ada permintaanku kepada engkau: kirimi saya surat-
surat, dan kalau tak berhalangan, surat-surat itu akan saya balasi pula…”
Penggalan cerita di atas menggambarkan konflik internal dalam diri
Zainuddin. Zainuddin merasa berat hati untuk meninggalkan Hayati, karena
Ia sangat mencintai gadis pujaan hatinya tersebut. Akan tetapi apa hendak
dikata adat istiadat telah membutakan atau menjadi jarak pemisah antara
mereka berdua. Zainuddin harus menjadi orang yang kaya raya demi
menjadikan hayati sebagai Istrinya kelak.
2. “…itu adalah surat yang sebenarnya, yang timbul dari perasaan
kemanusiaan, yang harus ada pada tiap-tiap laki-laki. Laki-laki menyimpuh
menadahkan tangan harapan dihadapan seorang perempuan yang
dicintainya, kalau harapan itu masih dirasa ada. Tetapi turunlah mutunya
sebagai laki-laki, kalau orang telah jelas enggan, dia masih mendekat
juga…”
Jauh di sana Zainuddin masih memikirkan Hayati. karena sudah berapa kali
Ia mengirim surat. Tidak satupun dib alas oleh Hayati. kabar bahwa Hayati
akan dipinang oleh aziz telah terdengar oleh Zainuddin. Oleh karena itu, ia
memohon, meminta belas kasih kepada hayati supaya Hayati
mempertimbangakan keputusannya untuk mau dipesunting oleh Aziz. Akan
tetapi harapan Zainuddin mulau pupus, karena satu surat pun belum dib alas
oleh Hayati. Ibaratin hayati memang ingin menjauh dari Zainuddin.
3. “… Ya, tapi kasihan Hayati. Engkau sendiri tahu bagaimana dia dipandang
bunga di dalam persukuannya. Dahulu dia lurus, gembira, tetapi sekarang
telah pemenung dan pehiba hati. Hatinya telah rusak binasa semenjak
berkenalan dengan engkau dan kalau diperturutkan agaknya badannya akan
kurus kering, dan kalau dia terus binasa, bukankah segenap persukuan dan
perlindungan di rumah gedang kehilangan mustika?”
Penggalan cerita di atas menggambarkan konflik internal antara Hayati dan
Zainuddin. Hayati telah susah tidur, banyak diam, mulai melamun. Hatinya
betul-betul sudah di curi oleh Zainuddin. Akan tetapi, Zainuddin tidak
berpikir bahwa Hayati adalah sosok bunga desa yang sangat cantik jelita,
hyang sangat di puja dan dipandang dalam adat istidat sukunya.

Pemaparan-pemaparan di atas jelas menunjukkan adanya konflik batin,


konflik internal, dan konflik eksternal yang dialami oleh tokoh dalam novel
tersebut. Dengan demikian, dapat dikatakan terdapat banyak konflik bati yang
dialami oleh tokoh Zainuddin dan Hayati dan memang benar adanya dalam novel
tersebut.

Selain itu, perbedaan perlakuan yang terjadi dalam cerita tersebut juga
menggambarkan bahwa eksitensi, keberadaan, dan posisi sesorang dalam
masyarakat dipengaruhi oleh faktor ekonomi, sosial, budaya, kekuasaan, status
sosial, dan sistem kekerabatannya. Perbedaan perlakuan antara kaum borjuis dan
proletar menjadi tampak jelas tercermin pada cerita tersebut dimana orang tak
bersuku seperti Zainuddin tidak terlalu dianggap bahkan tidak boleh
mencampuri urusan yang ada di daerah tersebut.

Jadi, perbedaan perlakuan yang dialami tokoh dalam novel tersebut


mengakibatkan banyaknya konflik batin yang dirasakan oleh tokoh yang terjadi
dalam cerita tersebut terutama yang dialami oleh tokoh Zainuddin dan Hayati
dalam memperjuangkan kisah cinta mereka. Mereka mengalami banyak sekali
tindakan-tindakan yang merupakan perwujudan id, ego, dan superego yang
dimiliki. Hal tersebut tidak hanya terjadi dalam cerita masa lalu, tetapi sampai
saat ini juga masih ada kejadian-kejadian serupa yang dialami seseorang dalam
realitas.
6. Landasan Teori

Psikoanalisis yang dikembangkan oleh Freud, struktur kepribadian


manusia didominasi oleh alam bawah sadar yang berisi Id, Ego, dan Superego.
Konflik merupakan ketegangan atau pertentangan di dalam cerita rekaan yakni
pertentangan antara dua kekuatan, pertentangan dalam diri satu tokoh, atau
pertentangan antara dua tokoh, Nurgiyantoro (2010: 122). Persoalan timbul
mengikuti perjalanan tokoh secara pribadi dan interaksi antar tokoh. Konflik
dalam novel secara psikologis dapat mempengaruhi tingkah laku dan watak
tokoh. Tingkah laku merupakan bagian dari gejolak jiwa, sebab dari tingkah laku
dapat dilihat gejala-gejala kejiwaan yang pastinya berbeda satu dengan yang
lain.

Id merupakan hal yang mendasari personalitas seseorang. Id dapat


direpesentasikan sebagai kebutuhan dasar alamiah (contoh: makan, minum, dan
seks). Id merupakan sifat bawaan dari lahir atau dorongan psikis secara jasmani.
Contohnya, ketika merasa lapar maka secara otomatis kita akan makan untuk
mengatasi rasa lapar.

Ego berasal dari diri sendiri yang nantinya akan menjadi karakter
seseorang. Ego berurusan dengan kenyataan/ realita, berusaha memenuhi
keinginan id dengan cara yang dapat diterima secara sosial. Misalnya, dengan
menunda kepuasan dan membantu menghilangkan ketegangan yang dirasakan
id jika keinginan tidak segera dipenuhi. Ego mengerti bahwa orang lain juga
memiliki kebutuhan dan keinginan. Oleh karena itu menjadi egois dalam jangka
panjang bukanlah hal yang baik.

Contoh, Sinta haus. Namun, dia tahu bahwa pelayan akan segera
kembali untuk mengisi ulang gelasnya dengan air, jadi dia memilih untuk
menunggu, meskipun ada keinginan besar dalam dirinya untuk minum dari gelas
Pak Budi yang ada di seberangnya. Pada kasus ini, sinta telah mengalahkan
egonya untuk tidak egois atau mementingkan diri sendiri.
Superego merupakan aspek moral dari suatu kepribadian yang didapat
dari pengasuhan orang tua atau norma-norma dan nilai-nilai di dalam masyarakat
dan didasarkan pada moral dan penilaian tentang benar dan salah. Contoh, Jojo
ingin mencuri kamera milik temannya. Ia memiliki kesempatan dan bisa
melakukannya tanpa ada yang tahu. Namun, Jojo mengerti mencuri itu salah,
jadi dia memutuskan untuk tidak mencuri apa pun meski ada kesempatan.

Meskipun superego dan ego dapat mencapai keputusan yang sama


tentang sesuatu, alasan superego untuk mengambil keputusan lebih didasarkan
pada nilai-nilai moral. Sedangkan keputusan ego lebih didasarkan pada apa yang
dipikirkan orang lain.

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa psikoanalisis lebih


menekankan perhatian pada konfilik yang dialami oleh tokoh. Pendekatan
psikologis menekankan analisis terhadap keseluruhan karya sastra baik dari
dalam maupun dari luar karya sastra, tapi lebih ditekankan pada segi intrinsik
yaitu penokohan atau perwatakan. Di dalam analisis perwatakan harus dicari
tentang prilaku tokoh (Semi, 1993:79).

Berdasarkan pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa pendekatan


psikoanalisis ini lebih menekankan pada bagaimana kondisi/konflik yang
dialami oleh tokoh serta bagaimana tokoh mengahdapi alam bawah sadar (id,
ego, dan super ego). Sehingga pendekatan ini dapat digunakan dalam
menganalisis karya sastra untuk mengetahui tekanan ataupun konflik yang
dialami tokoh berdasarkan stimulus yang diberikan dalam cerita.

Novel Tenggelamnya Kapal Van der Wijck yang diterbitkan oleh Balai
Pustaka Djakarta adalah sebuah karya sastra roman yang ditulis oleh Haji Abdul
Malik Karim Amrullah atau lebih dikenal dengan nama Hamka ini mengisahkan
tentang perbedaan adat istiadat dan latar belakang sosial yang terjadi di
Minangkabau. Perbedaan tersebut menghalangi hubungan percintaan antara
Zainuddin dan Hayati sehingga berakhir dengan kematian. Kapal Van Der Wijck
menjadi salah satu latar belakang kisah ini.
Pada suatu masa, di wilayah Mengkasar, daerah tepi pantai yang berada
di antara Kampung Baru dan Kampung Mariso, berdirilah sebuah rumah khas
daerah Mengkasar. Di dalamnya tinggal seorang pemuda berumur 19 tahun,
pemuda itu bernama Zainuddin. Zainuddin tinggal bersama ibu asuhnya, Mak
Base. Dia merupakan hasil perkawinan campur antara Minangkabau dan
Mengkasar. Zainuddin sering mendengarkan cerita dari orang tua angkatnya
tentang ayahnya (Pendekar Sutan) saat muda.

Ketika Pendekar Sutan ingin menikah, Datuk Mantari Labih tak


mengijinkan harta warisan itu digunakan untuk keperluan menikah.Hal ini
membuat Pendekar Sutan marah.Maka terjadilah pertengkaran antara
Pendekar Sutan dan Datuk Mantari Labih. Pertengkaran tersebut menyebabkan
Datuk Mantari labih meninggal.

Setelah itu, Pendekar Sutan pun ditangkap dan dibuang ke Cilacap dan
dibawa ke Tanah Bugis (Perang Bone). Setelah bebas, ia pun pergi ke daerah
Mengkasar dan disana ia menemukan lalu menikah. Empat tahun kemudian,
Daeng habibah melahirkan seorang anak laki laki yang diberi nama Zainuddin.
Namun, Daeng Habibah meninggal. Beberapa bulan kemudian, Pendekar Sutan
pun menyusul Daeng Habibah. Sehingga Zainuddin diasuh oleh Mak Base.

Setelah Zainuddin dewasa, ia meminta izin kepada Mak Base untuk pergi
ke kampung halaman ayahnya di daerah Padang Panjang. Sesampainya di sana
ternyata tidak seperti yang ia harapkan. Ia dianggap sebagai orang asing atau
orang Bugis oleh masyarakat setempat, hanya karena ia di lahirkan dari
seorang wanita yang bukan keturunan ninik mamaknya. Tetapi Zainuddin tetap
tabah menghadapi omongan orang-orang di kampung tersebut. Betapa
malangnya Zainuddin, karena di negeri ibunya, ia dianggap sebagai orang
asing juga atau sebagai orang Padang.

Pertemuan dengan Hayati membuat hatinya gelisah dan sebagai alasan


untuk tetap tinggal di sana. Berawal dari pertemuan yang tidak disengaja,
berlanjut dengan surat menyurat maka penderitaan sepasang kekasih ini pun
dimulai.

Hubungan Zainudin dan Hayati ini tidak disetujui oleh ninik dan
mamaknya Hayati. Dikarenakan Zainuddin berasal dari suku yang berbeda,
asal-usulnya sebagai orang buangan di Mengkasar, dan tak memiliki harta.
Sedangkan Hayati terlahir dari keluarga terpandang. Akhirnya, Hayati memilih
untuk diperistri oleh Aziz, kakak dari sahabatnya, Khadijah. Luluh lantaklah
hati Zainudin, terlebih lagi disaat yang sama Zainuddin mendapat kabar kalau
Mak Base, pengasuhnya telah berpulang.

Zainuddin pun jatuh sakit, akibat terlalu memikirkan orang yang ia


cintai pergi meninggalkannya. Setiap hari, ia selalu memanggil nama Hayati.
Atas permintaan dokter dan izin dari Azis, suami hayati, akhirnya hayati pun
menjenguk Zainuddin. Dalam sekejap, Zainuddin pun sembuh. Setelah sembuh
dari sakit, Zainuddin pun mulai bangkit untuk melupakan Hayati. Zainuddin
ditemani Muluk, sahabatnya pindah ke Pulau Jawa. Di Pulau Jawa, Zainuddin
menjadi penulis terkenal. Ia menggunakan nama Samaran “Z” di setiap
karyanya.

Di samping itu, Hayati dan Aziz mengalami masa sulit karena


perekonomian mereka makin memprihatinkan dan terlilit banyak hutang akibat
ulah Aziz. Mereka singgah di rumah Zainuddin. Karena tak kuasa menanggung
malu atas kebaikan Zainuddin, Aziz meninggalkan istrinya untuk mencari
pekerjaan ke Banyuwangi. Beberapa hari kemudian, datang dua surat dari Aziz
yang pertama berisi surat perceraian untuk Hayati sedangkan yang kedua berisi
surat permintaan maaf dan permintaan agar Zainuddin mau menerima Hayati
kembali.

Hayati juga meminta maaf kepada Zainuddin. Ia berharap bisa kembali


bersama Zainuddin. Namun, masih terasa sakit di hati Zainuddin. Sehingga ia
menyuruh Hayati pulang ke kampung halamannya, Batipuh. Esok harinya,
Hayati pulang ke Batipuh menumpang kapal Van Der Wijck meskipun dengan
terpaksa dan kesedihan yang mendalam. Setelah Hayati pergi, barulah
Zainuddin menyadari bahwa ia tidak bisa hidup tanpa Hayati.

Saat Zainuddin sedang bersiap-siap, tersiar kabar bahwa kapal Van Der
Wijck yang ditumpangi Hayati tenggelam. Zainuddin langsung syok dan
langsung pergi bersama Muluk untuk mencari Hayati. Hayati menghembuskan
nafas terakhir setelah Zainuddin membimbing mengucapkan kalimah syahadat.
Tak lama setelah Hayati meninggal, Zainuddin pun menyusulnya. Karena tidak
bisa berhenti memikirkan hayati menyebabkan ia sakit-sakitan sampai akhirnya
meninggal. Sedangkan jasadnya dimakamkan dekat pusara Hayati oleh muluk.
Cinta sejatinya kekal abadi.

Dalam menganalisis novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck


menggunakan kajian psikologi sastra, teori psikoanalisis dilakukan dengan cara
mencari kejadian atau peristiwa-peristiwa dalam novel yang berkaitan dengan
konflik batin yang dialami oleh tokoh dalam menghadapi kehidupan sehari-
sehari di masyarakat. Dengan demikian, akan terkumpul data-data pendukung
yang berisi konflik batin tokoh Zainuddin dalam novel yang sesuai dengan
realitas sosial yang ada.

Berdasarkan hasil analisis tersebut, tokoh yang paling banyak mengalami


konflik batin yaitu Hayati dan Zainuddin

7. Metode Penelitian

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode kualitatif, yaitu


metode penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena yang dialami
oleh subjek penelitian misalnya persepsi, motivasi, tindakan, dqn lain-lain secara
holistik. Metode ini berusaha memaparkan hasil penelitian dalam bentuk kata-
kata bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan
berbagai metode ilmiah. Metode penelitian ini muncul karena adanya perubahan
paradigma dalam memandang suatu fenomena atau realitas.

Penulis menggunakan metode penelitian kualitatif ini karena dalam


analisis yang dilakukan, penulis tidak memakai data-data yang sifatnya statistik
ataupun data-data yang memerlukan hitungan matematik. Hal ini juga
dikarenakan data-data yang dibutuhkan dalam menyelesaikan penelitian ini akan
lebih mudah dipahami jika diolah menggunakan data-data kualitatif dalam
bentuk bahasa yang baik dan benar.

Berdasarkan metode penelitian yang digunakan, penulis mengemas


hasilnya menggunakan data-data kualitatif yang didapat melalui analisis
dokumen berupa jurnal, dan data-data sekunder yang diperoleh melalui buku dan
jurnal. Data sekunder merupakan jenis data yang dapat diperoleh melalaui
sumber yang sudah tersedia.

Sebagian besar data-data yang dikumpulkan oleh penulis didapat dari


jurnal-jurnal online, buku, maupun skripsi yang dibuka melalui situs online, dan
sisanya penulis dapatkan melalui diskusi maupun wawancara dengan teman
sejawat yang bergelut di bidang sastra. Hal ini didasari oleh kondisi yang kurang
memungkinkan untuk dilakukan wawancara langsung maupun mendatangi BPS
karena kondisi pandemi.

Untuk menganalisis data sudah dikumpulkan melalui buku, jurnal,


maupun skripsi yang ada, penulis kemudian mengklasifikasikan data-data yang
ada menjadi beberapa bagian untuk melihat bagaimana perjuangan kelas yang
terdapat dalam novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck. Berikut klasifikasi
data yang dilakukan:

1) Data sekunder
Data yang didapatkan melalui jurnal, buku, maupun skripsi.
2) Data kualitatif
Data yang didapatkan melalui diskusi, wawncara, maupun tanggapan dari
teman sejawat yang menggeluti ilmu sastra.
8. Daftar Pustaka
Hamka, Buya. (1938). Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck. Djakarta: Balai
Pustaka.

Junita Lamalian, Wehelmina. Dkk. (2019). Analisis Konflik Batin Tokoh dalam
Novel
Cinta-Mu Seluas Samudra Karya Gola Gong: Psikologi Sastra. JPPK:
Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran Khatulistiwa. Vol 8, No 7, hal: 1-6.

Kapindho, Quintana Balqis. (2019). Kontradiksi Sosial Budaya dalam


Novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck Karya Hamka Kajian:
Sosiologi Sastra. (Skripsi Sarjana, Universitas Negeri Semarang, 2019)
diakses melalui http://lib.unnes.ac.id/35621

Purwanti, Lia Dwi. (2016). Nilai-Nilai Pendidikan Sosial dalam Novel


Tenggelamnya
Kapal Van Der Wijck Karya Buya Hamka. (Skripsi Sarjana, IAIN
Salatiga,
2016) diakses melalui http://e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/1357.
Thahar, Harris Effendi. (2016). Nilai-Nilai ABS-SBK dalam Tenggelamnya
Kapal
Van Der Wijck Karya Hamka. Komposisi: Jurnal Pendidikan Bahasa,
Sastra, dan Seni. Vol. XVII, No.1, hal: 31-33.

Yuliastri Samarmata, Mai. (2015). Analisis Konflik Tokoh Utama Dalam Roman

Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck Karya Buya Hamka. Jurnal


Pendidikan Bahasa, Vol. 4, No. 1, hal: 114-123.

Anda mungkin juga menyukai