Anda di halaman 1dari 84

GERAKAN ARABISASI

PADA MASA DINASTI UMAYYAH (661-750 M )

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar


Sarjana Humaniora Jurusan Sejarah Peradaba Islam
Pada Fakultas Adab dan Humaniora
UIN Alauddin Makassar

Oleh :
MUHAMMAD IRSYAD JAELANI
NIM : 40200118008

FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA

UIN ALAUDDIN MAKASSAR

2023
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

` Mahasiswa yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : Muhammad Irsyad Jaelani

Nim : 40200118008

Tempat/ Tgl Lahir : Makassar, 03 November 1999

Jurusan : Sejarah Peradaban Islam

Fakultas : Adab dan Humaniora

Judul : Gerakan Arabisasi Pada Masa Dinasti Umayyah (661-750 M)

Menyatakan dengan sesungguhnya dan penuh kesadaran bahwa skripsi ini

benar adalah hasil karya sendiri. Jika dikemudian hari terbukti bahwa skripsi ini

merupakan duplikat, tiruan, plagiary, atau dibuat oleh orang lain, keseluruhan tanpa

campur tangan penyusun maka skripsi dan gelar yang diperoleh batal demi hukum

Gowa, 5 Februari 2023


14 Rajab 1444 H

Penulis

i
PENGESAHAN SKRIPSI

ii
KATA PENGANTAR

‫الرِحْي ِم‬
َّ ‫ْح ِن‬ َّ ‫بِ ْس ِم ّٰالل ِه‬
ّٰ ْ ‫الر‬
Segala puji bagi Allah swt., yang telah menciptakan dan mengajarkan kepada

manusia apa yang tidak diketahuinya. Terucap syukur atas nikmat dan keberkahan

yang dikaruniakan-NYA kepada kita sekalian, baik itu nikmat Islam dan iman

maupun kesehatan, kekuatan, serta kesempatan sehingga dapat menjalankan aktifitas

di dunia salah satunya yaitu penyelesaian penulisan skripsi dengan judul “Gerakan

Arabisasi Pada Masa Dinasti Umayyah (661-750 M)”. Salawat dan salam yang

sempurna, semoga dilimpahkan kepada sebaik-baik makhluk di antara golongan

manusia dan jin yang kedatangannya merupakan rahmat untuk seluruh alam, yaitu

baginda Muhammad saw., keluarga dan para sahabatnya serta orang-orang yang

mengikuti mereka dengan penuh keimanan hingga akhir zaman. Amin

Tidak dapat dipungkiri bahwa selama penulisan skripsi ini terdapat beberapa

kendala namum dengan penuh kesabaran, usaha dan do‟a memohon petunjuk dan

pertolongan Allah swt. Penulis juga menyadari tanpa adanya bantuan dan partisipasi

dari berbagai pihak, skripsi ini tidak mungkin dapat terselesaikan seperti yang
diharapkan. Oleh sebab itu, penulis patut mengucapkan terima kasih yang sebesar-

besarnya kepada:

1. Dr. Hamdan Juhannis MA., Ph.D. yang menjabat sebagai Rektor Universitas

Islam Negeri Alauddin Makassar. Kepada para Wakil Rektor UIN Alauddin

Makassar, wakil Rektor I: Prof. Dr. Mardan, M.Ag., wakil Rektor II: Dr.

Wahyuddin M.Hum., wakil Rektor III: Prof. Dr.

iii
iii

Darussalam, M.Ag., dan wakil Rektor IV: Dr. H. Kamaluddin Abunawas,

M.Ag.

2. Dr. Hasyim Haddade, S.Ag., M.Ag. sebagai Dekan Fakultas Adab dan

Humaniora. Kepada para wakil Dekan Fakultas Adab dan Humaniora, Wakil

Dekan I Bidang Akademik: Dr. A. Ibrahim, S.Ag., S.S., M.Pd. Wakil Dekan

II Bidang Administrasi Umum: Dr. Firdaus M.Ag., serta Wakil Dekan III

Bidang Kemahasiswaan dan Kerjasama: H. Muhammad Nur Akbar Rasyid,


M.Pd., M.Ed., Ph.D. yang telah memfasilitasi selama proses perkuliahan di

Fakultas Adab dan Humaniora.

3. Dr. Abu Haif, M.Hum. sebagai Ketua Jurusan dan Dr. Syamhari, S.Pd., M.Pd.

sebagai Sekretaris Jurusan Sejarah Peradaban Islam yang selalu membantu

dan mengarahkan dalam penulisan skripsi Jurusan Sejarah Peradaban Islam.

4. Prof.Dr.H.Abdul Rahim Yunus,M,A selaku Pembimbing I dan Nur Ahsan

Syakur,S.Ag.M.Si selaku Pembimbing II, yang telah meluangkan waktu dan

kesempatannya memberikan bimbingan, arahan serta masukan pada proses

penyelesaian penulisan skripsi ini.

5. Dr. Rahmat, M.Pd.I selaku Penguji I dan Muhammad Arif, M.Hum., selaku

Penguji II, yang telah meluangkan waktunya untuk menguji hasil penulisan

skripsi saya.

6. Seluruh Dosen, Bagian Tata Usaha dan Pegawai Staf Fakultas Adab dan

Humaniora yang telah memberikan bekal ilmu, bimbingan, arahan dan nasihat

selama penulis menempuh pendidikan di Jurusan Sejarah Peradaban Islam.


iv

7. Kepala perpustakaan umum serta perpustakaan fakultas adab dan humaniora

UIN Alauddin Makassar dan segenap stafnya yang telah menyiapkan literatur

dan memudahkan akses perpustakaan sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

8. Kepada seluruh teman-teman seperjuangan Mahasiswa Sejarah Peradaban

Islam angkatan 2018 yang tidak sempat penulis sebutkan namanya satu

persatu yang telah memberi banyak pengalaman yang berharga mulai dari

awal perkuliahan hingga akhir perkuliahan.


9. Seluruh pihak yang telah membantu dalam proses penyusunan skripsi ini baik

secara langsung maupun tidak langsung yang peneliti tidak sempat sebutkan

satu persatu.

Penulis menyadari bahwa dalam skripsi masih terdapat kekurangan oleh

karena itu, saran dan kritik dari semua pihak sangat penulis harapkan. Semoga segala

dukungan dan bantuan semua pihak mendapatkan pahala dari Allah swt. Akhir kata

semoga skripsi ini bermanfaat bagi agama, bangsa dan Negara. Wassalam.

Gowa, 5 Februari 2023

Penulis

Muhammad Irsyad Jaelani


DAFTAR ISI

SURAT PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI .................................................. i


PENGESAHAN SKRIPSI ................................................................................... ii
KATA PENGANTAR ........................................................................................ iii
DAFTAR ISI ...................................................................................................... iv
ABSTRAK........................................................................................................... v
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah .................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .............................................................................................. 6
C. Fokus dan Deskripsi Fokus ................................................................................ 7
D. Tinjauan Pustaka ............................................................................................... 8
E. Metodologi Penelitian ........................................................................................ 9
F. Landasan Teori ................................................................................................ 10
G. Langkah-langkah Penelitian ............................................................................ 14
H. Tujuan dan Manfaat Penelitian ....................................................................... 15
BAB II PROFIL DINASTI UMAYYAH ........................................................... 16
A. Sejarah Berdirinya Dinasti Umayyah .............................................................. 16
B. Masa Kemajuan Dinasti Umayyah .................................................................. 22
C. Kemunduran Dinasti Umayyah ........................................................................ 27
BAB III GERAKAN ARABISASI PADA MASA UMAYYAH ......................... 33
A. Latarbelakang Munculnya Gerakan Arabisasi Pada Masa Dinasti Umayyah 33
B. Aspek-Aspek yang Terdapat dalam Gerakan Arabisasi................................... 40
C. Respon Masyarakat Yang Terkena Dampak Gerakan Arabisasi ..................... 44

iv
BAB IV PENGARUH ARABISASI DINASTI UMAYYAH.............................. 46
BAGI GOLONGAN ISLAM ARAB DAN NON-ARAB MUSLIM ................... 46
A. Pengaruh Arabisasi di Bidang Sosial ............................................................. 46
B. Pengaruh Arabisasi di Bidang Budaya ............................................................ 55
C. Pengaruh Arabisasi di Bidang Pendidikan ...................................................... 62
BAB V PENUTUP ............................................................................................. 68
A. Kesimpulan....................................................................................................... 68
B. Implikasi ........................................................................................................... 70
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 71
RIWAYAT HIDUP PENULIS .......................................................................... 74

v
ABSTRAK

Nama : Muhammad Irsyad Jaelani

NIM : 40200118008

Jurusan : Sejarah Peradaban Islam


Judul Skripsi :Gerakan Arabisasi Pada Masa Dinasti
Umayyah (661-750 M )

Skripsi ini berjudul Gerakan Arabisasi Pada Masa Dinasti Umayyah ( 661 –
750 M), tujuan dari penelitian ini adalah 1) Untuk mendiskripsikan dan menganalisis
profil dari dinasti Umayyah. 2) Untuk mengetahui bagaimana keberlangsungan
gerakan Arabisasi pada masa dinasti Umayyah 3) Untuk mendiskripiskan dan
menganalisis bagaimana pengaruh arabisasi bagi golongan Islam dan Non-Islam.
Penelitian ini merupakan penelitian sejarah, yaitu penelitian yang berusaha
mengungkapkan peristiwa masa lalu berdasarkan fakta-fakta. Fakta-fakta
dideskripsikan dan dianalisis sesuai dengan prinsip-prinsip ilmu pengetahuan.
Sumber diperoleh melalui proses library research (penelitian pustaka). Langkah-
langkah yang ditempuh penelitian ini adalah heuristik, kritik, interpretasi, dan
historiografi.
Penelitian ini menunjukkan bahwa: 1) Pemerintahan bani Umayyah
mengalami banyak perubahan dan kemajuan. Perubahan yang signifikan dan
memiliki pengaruh besar di kemudian hari adalah diubahnya sistem demokrasi atau
syura (musyawarah untuk memilih khalifah) dengan sistem monarki. 2) Arabisasi
yang terjadi di masa Dinasti Umayyah merupakan arabisasi pertama kali yang
dilakukan secara komprehensif di seluruh wilayah taklukan. Arabisasi atau ta’rib
merupakan sebuah proses terhadap sesuatu untuk menjadi Arab. Adapun aspek-aspek
yang terdapat dalam gerakan Arabisasi adalah sosial,politik,ekonomi,keagamaan,dan
administrasi pemerintahan 3) Gerakan Arabisasi yang dilakukan di masa Dinasti
Umayyah, memberikan pengaruh terhadap beberapa golongan yang bertempat tinggal
di wilayah taklukan. Yaitu adanya golongan Muslim-Arab, golongan Non-Arab
(mawali) dan golongan non-Muslim (dzimmi). Mereka mendapatkan perlakuan sosial
yaitu adanya perbedaan strata sosial.
Implikasi penulisan ini diharapkan dapat membantu para sejarawan untuk
mengetahui apa yang dimaksud dengan Arabisasi, serta pengaruh dari Arabisasi
tersebut

v
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Arabisasi atau ta’rib merupakan bentuk masdar dari kata kerja ‫ عرب‬yang

berarti penerjemahan ke dalam bahasa Arab. Proses Arabisasi, yaitu proses

pemerolehan bahasa asing ke dalam bahasa Arab. Makna Arabisasi merupakan

penyerapan unsur-unsur baik berupa kata maupun istilah yang masuk ke dalam

bahasa Arab, yang menyebabkan muncul kosa kata baru1. Namun, secara konstektual

yang dimaksud Arab adalah budaya dari bangsa atau masyarakat Arab.

Arabisasi mulai tersebar di wilyah Jazirah Arab sejak abad ke-1 atau 7 M

dengan meliputi wilayah Bizantium (bagian Utara), Persia (bagian Timur), Afrika-

Andalusia (bagian Barat). Pada masa KhulafaurrasyidIn bahasa Arab sudah menjadi

bahasa resmi untuk keperluan agama, budaya, administrasi dan pengetahuan. Dan

seiring berkembangnya zaman, eksistensi bahasa Arab juga mengalami kemajuan.

Namun, selain Arabisasi dalam penggunaan bahasa Arab, terdapat pula Arabisasi

dalam budaya dan politik, dalam Arabisasi budaya dibuktikan dengan adanya

perkembangan budaya Arab di wilayah non-Arab, budaya Arab yang dikembangkan

dalam proses Arabisasi ini berkaitan erat dengan adat istiadat, cara berpakaian serta

nilai-nilai Arab. Kondisi demikian menjadi bentuk lain dari Arabisasi yang telah

berkembang. Selain Arabisasi budaya,

1
Wilsta Quinta Ashara. “Sejarah Arabisasi dan Dampak Sosiokultural Pada Masa Dinasti
Umayyah (661-750 M).” Skripsi (Purwokerto: Fakultas Ushuluddin Adab dan Humaniora, Institut
Agama Islam Purwokerto, 2021) h.5

1
2

Arabisasi politik, juga menjadi salah satu macamnya. Dalam Arabisasi politik

ini lebih merujuk pada keadaan pemerintah.

Setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW yaitu pada tahun 632 M, masalah

yang pertama timbul dalam Islam sesudah nabi wafat ialah politik, yaitu mengenai

pengganti nabi sebagai kepala negara. Sementara nabi tidak meninggalkan wasiat

tentang penunjukan seseorang yang akan menggantikannya. Semangat keagamaan

Abu Bakar dan kepribadiannya yang mulia mendapat penghargaan yang tinggi dari
umat Islam, sehingga umat Islam setuju untuk membai‟at Abu Bakar sebagai

pemimpin umat Islam pengganti Nabi Muhammad SAW. Sistem pemerintahan Abu

Bakar ketika menjadi pemimpin umat Islam dikenal dengan “Khulafaurrasyidin”.2

Dalam sistem pemerintahan ini ada empat orang yang menjabat sebagai

Khulafaur Rasyidin, mereka adalah Abu Bakar As-Siddiq, Umar bin Khattab, Usman

bin Affan, dan diakhiri dengan Ali bin Abi Thalib. Di akhir masa pemerintahan Ali

bin Abi Thalib, kondisi umat Islam pada masa itu sangat kacau yang dimana terbagi

menjadi tiga kekuatan politik yaitu Syiah,Muawiyah, dan Khawarij.

Dalam posisi seperti ini tentu sangat merugikan bagi Ali dikarenakan posisi

Ali sebagai khalifah semakin melemah sedangkan disatu sisi, posisi Mu‟awiyah

semakin kuat. Hingga pada akhirnya dibulan Ramadhan pada tahun 40 H. Ali bin Abi

Thalib meninggal dunia dikarenakan dibunuh oleh salah satu seorang Khawarij yang

bernama Abdul Rahman bin Muljam.

Hasan sebagai anak tertua Ali mengambil Alih kedudukan ayahnya sebagai

khalifah setelah kurang lebih lamanya. Hasan menjadi khalifah setelah para

pengikutnya di Kufah telah mengamanatkan Hasan untuk menjadi Khalifah

2
Syamruddin Nasution, Sejarah Perkembangan Islam, Pekanbaru : Asa Riau, Cet IV, 2017,
h. 50
3

berikutnya. Dikarenakan ketidakpopulernya Hasan dikalangan Muslim dan dengan

kesadarannya dia angkat kaki dari kancah perpolitikan dan meninggalkan jabatan

khalifahnya kepada Mu‟awiyah.

Disaat yang bersamaan pendukung Hasan mengancam penyerahan kekuasaan

kepada Muawiyah, hal itu dilakukan Hasan karena dia tidak rela melihat umat Islam

saling membunuh untuk memperebutkan kekuasaan dan diapun berkata :


“inti kekuasaan bangsa Arab saat ini ada di tanganku, jika aku ingin damai
mereka siap berdamai, jika aku ingin perang mereka siap berperang.”3
Selain itu Hasan sadar bahwa ayahnya Ali dahulu pun banyak mengalami

kesulitan menghadapi Muawiyah dan tidak dapat diatasi ayahnya apalagi dia. Oleh

sebab itu, dia ingin mencari jalan selamat bagi dirinya dan keluarganya karena

kekuatan yang dimilikinya tidak mampu menghadapi tekanan-tekanan Muawiyah.

Muawiyah pun datang ke Kufah untuk menerima jabatan khalifah dari Hasan

dan penduduk Kufah. Tahun itu (661 M/40 H) disebut dengan Amul Jama’ah atau

biasa disebut dengan tahun persatuan. Umat Islam telah bersatu dibawah pimpinan

seorang khalifah.

Setelah pembai‟atan di Kufah, Muawiyah mendirikan dinasti bani Umayyah

pada tahun 41 H. Setelah penyerahan jabatan khalifah Muawiyah membawa

pengenalan sistem pemerintahan yang baru yaitu “dinasti”, yang dimana sistem

pemerintahan sebelumnya adalah khalifah yang dimana pemilihannya melalui sistem

musyawarah, berbeda dengan sistem dinasti yang dimana bentuk pemelihan khalifah

berikutnya melalui turun-temurun.

3
Syamruddin Nasution, Sejarah Perkembangan Islam, Pekanbaru: Asa Riau, Cet IV, 2017, h.
91
4

Nama dinasti Umayyah dinisbatkan kepada Umayyah bib Abd Syams bin

Abdul Manaf. Ia adalah seorang tokoh penting ditengah Quraisy pada masa Jahiliah.

Ia dan pamannya Hasyim bin Abdul Manaf selalu bertarung dalam memperebutkan

kekuasaan dan kedudukan4. bani Umayyah lebih berperan di dalam masyarakat

Makkah. Merekalah yang menguasai pemerintahan dan perdagangan yang banyak

bergantung pada para pengunjung ka‟bah. Sementara bani Hasyim adalah orang-

orang yang berekonomi sederhana, akan tetapi Rasulullah adalah seorang dari Bani
Hasyim, ketika agama Islam mulai berkembang dan mendapat banyak pengikut, Bani

Umayyah merasa bahwa kekuasaan dan perekonomiannya terancam. Oleh sebab itu,

mereka menjadi penentang utama terhadap perjuangan Rasulullah, tetapi tidak pernah

berhasil melumpuhkannya.

Muawiyah selain sebagai pendiri dinasti Umayyah juga menjabat sebagai

khalifah pertama langkah pertama yang dilakukan Muawiyah adalah memindahkan

pusat perkotaan dari Kufah ke Damaskus, tentu alasan dipilihnya Damasakus karena

Muawiyah pernah menjabat sebagai gubernur disana di masa khalifah Usman bin

Affan. Alasan yang kedua karena Muawiyah memiliki banyak pendukung disana.

Selama 91 tahun berdiri, dinasti Umayyah telah memperluas wilayah

kekuasaannya hingga ke Andalusia bagian Barat, ke wilayah Samarkand di bagian

timur, dan ke laut kaspia di bagian utara. Selain melakukan perluasan wilayah dinasti

Umayyah juga menyebarkan ajaran-ajaran Islam melalui usaha yang digencarkan

oleh para da’I, agama Islam kemudian tersebar dan dianut oleh penduduk setempat.

Hal ini juga tak lepas dari perjuangan para khalifah dinasti tersebut.

4
Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta : Cet VI, Amzah, 2013, h. 118
5

Ekspansi kekuasaan didasarkan pada semangat untuk memperluas gerakan

dakwah sebagaimana yang telah dicontohkan oleh para nabi dan rasul serta sahabat.

Pada tahap ini, semangat tersebut tetap dijadikan sebagai patokan dalam bekerja,

meskipun telah bertransformasi menjadi lebih kompleks. Pada tahap ini pula ekspansi

kekuasaan dakwah dijadikan sebagai patokan dalam melakukan eskpansi kekuasaan.

Dengan demikian akan terus mengokohkan aspek sosial maupun politik dalam

kekuasaan5. Semangat dalam berdakwah juga didasari atas firman Allah dalam surat
Ali Imran ayat 104

َ ِ‫ف َويَ ۡنهَ ۡىنَ َع ِه ۡال ُم ۡن َك ِرؕ َواُولٰٓٮ‬


َ‫ك هُ ُم ۡال ُم ۡفلِح ُۡىن‬ ِ ‫َو ۡلتَ ُك ۡه ِّم ۡن ُكمۡ اُ َّمةٌ ي َّۡدع ُۡىنَ اِلَى ۡالخ َۡي ِر َويَ ۡا ُمر ُۡونَ بِ ۡال َم ۡعر ُۡو‬
Terjemahan :
“Dan hendaklah ada diantara kamu segolongan umat yang menyeru kepada
kebajikan, menyuruh kepada yang ma‟ruf dan mencegah dari yang munkar, dan
mereka itulah orang-orang yang beruntung.”

Demi mewujudkan diri sebagai orang yang beruntung, maka melancarkan

gerakan dakwah menjadi penting untuk ditunaikan.

Pada masa Abdul Malik Ibn Marwan terdapat tiga pembenahan yang mana

merupakan salah satu faktor kuatnya Arabisasi, yaitu penggunaan bahasa Arab

sebagai bahasa administrasi pemerintahan di seluruh wilayah Umayyah. Sehingga

semua golongan yang bertempat di wilayah tersebut wajib menggunakan bahasa Arab

sebagai bahasa keseharian. Salah satunya golongan non-muslim, yaitu golongan

Yahudi dan Kristen. Mereka tetap mempertahankan tradisi keagamaan masing-

masing, namun meninggalkan bahasa keseharian mereka dan menggantiknya dengan

bahasa Arab.

5
Sahdin Hsb, Politik Arabisaso dan Dalwah Refleksi Perkembangan Dakwah Era Umaiyah
dan Upaya Kontekstualisasi Dakwah Kontemporer di Indonesia. Medan : Perdana Publishing, Cet I,
2019 h. 24
6

Setelah Abdul Malik Ibn Marwan kebijakan Arabisasi dilanjutkan oleh

anaknya Al-Walid. Al-Walid merupakan tokoh yang paling berperan atas

keberhasilan gerakan politik Arabisasi pada masa pemerintahan Umayyah. Di

tangannya bahasa Arab dijadikan sebagai bahasa resmi dan bahasa pergaulan di

seluruh wilayah kekuasaan Islam yang terbentang dari daratan Arab di kawasan teluk

Parsi di timur hingga ke samudera atlantik di barat. Bahasa Arab tidak sekedar

menjadi bahasa resmi dan bahasa pergaulan, juga merupakan bahasa peradaban di
seluruh penjuru dunia Islam6.

Selanjutnya, al-Walid berhasil dalam merubah seni arsitektur yang bernuansa

Rumawi dan Sasania menjadi bernuansa Arab Islam pada sejumlah bangunan

monumental. Bahkan dalam memperluas wilayah sebagai aspek penting dari gerakan

Arabisasi itu, oleh para ahli sejarah ia ditempatkan sejajar dengan khalifah Umar ibn

Khattab sebagai Khulafaurrasyidin kedua yang telah berhasil mengantarkan

kekuasaan Islam sejajar dengan negara adi kuasa Romawi dan Persia pada saat itu

dan juga dengan Mu‟awiyah ibn Abi Sufyan yang merupakan penggagas berdirinya

dinasti ini. Berdasarkan uraian-uraian diatas, sudah jelas bahwa arabisasi mempunyai

peran yang begitu penting, khususnya dalam perluasan wilayah Islam karena

pengunaanya dalam berbagai bidang sehingga memudahkan penyebarannya

B. Rumusan Masalah

Pada penelitian ini di fokuskan bagaimana awal terbentuknya dinasti

Umayyah dan pengaruh gerakan pada masa dinasti umayyah. Agar pembahasan lebih

6
Sahdin Hsb, Politik Arabisaso dan Dalwah Refleksi Perkembangan Dakwah Era Umaiyah
dan Upaya Kontekstualisasi Dakwah Kontemporer di Indonesia. Medan : Perdana Publishing,Cet I,
2019 h. 24
7

terarah dan mengenai pada sasaran maka masalah pokok dijabarkan ke dalam sub

masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana profil dinasti Umayyah ?

2. Bagaimana keberlangsungan gerakan Arabisasi pada masa dinasti

Umayyah ?

3. Bagaimana pengaruh gerakan Arabisasi pada masa dinasti umayyah

terhadap golongan Muslim dan non-muslim ?

C. Fokus dan Deskripsi Fokus


1. Fokus Penelitian

Fokus penelitian kali ini adalah gerakan Arabisasi pada masa dinasti

Umayyah, sebelum membahas konsentrasi penelitian ini, peneliti terlebih dahulu

meneliti bagaimana awal terbentuknya dinasti Umayyah, latar belakang gerakan

Arabisasi pada masa dinasti Umayyah serta pengaruh dari gerakan Arabisasi

2. Deskripsi Fokus

Deskripsi fokus adalah penjabaran mengenai fokus penelitian. Penulis akan

mendiskripsikan fokus penelitian untuk mempermudah dalam proses penelitian

Penelitian ini terkait tentang Arabisasi politik dimasa dinasti umayyah, yang

dimana dinasti ini didirkan oleh Muawiyah bin Abu Sufyan setelah mendapatkan

penyerahan kekuasaan dari Hasan, yang merupakan anak dari Ali bin Abi Thalib.

Dinasti Umayyah didirikan pada tahun 650 M.

Penelitian ini berfokus pada Arabisasi pada masa dinasti Umayyah, sebelum

membahas tentang Arabisasi terlebih dahulu membahas tentang profil dari dinasti

Umayyah itu sendiri, bagaimana keberlangsungan dan pengaruh Arabisasi bagi

kalangan Muslim dan Non-Muslim di bidang sosial,budaya, dan pendidikan


8

D. Tinjauan Pustaka
Tinjauan Pustaka merupakan pemaparan mengenai rujukan-rujukan yang

bersumber dari penelitian terdahulu yang dilakukan dimana kehadiruannya sangat

membantu sebagai sumber data dalam penelitian

Berikut beberapa buku yang relevan sehingga menjadi rujukan dalam

penelitian : ini, antara lain :

1. Buku dengan judul “Politik Arabisasi dan Dakwah” yang dikarang oleh Dr.

Sahdin Hsb, M.Ag. yang diterbitkan pada tahun 2019. Buku ini membahas

tentang kontribusi arabisasi dalam bidang bahasa, seni arsitektur,dan aspek

politk terhadap dakwah Islam.

2. Buku dengan judul “Buku Pintar Sejarah Islam Jejak Langkah Peradaban

Islam dari Masa Nabi Hingga Masa Kini” yang dikarang oleh Dr.Raghib al-

Sirjani, kemudian diterjemahkan oleh Zainal Arifin. Buku ini merupakan

cetakan ke II yang diterbitkan pada tahun 2014. Buku ini membahas tentang

sejarah Islam mulai dari kelahiran Nabi Muhammad SAW hingga negara-

negara Islam di benua Afrika

3. Skripsi dengan judul “Sejarah Arabisasi dan Dampak Sosiokultural di Masa


Dinasti Umayyah” (2021) yang menjelaskan tentang sejarah Arabisasi dan

dampak secara sosiokultural bagi golongan yang terlibat dalam Arabisasi

4. Buku dengan judul “Sejarah Peradadaban Islam” yang dikarang oleh

Prof.H.Abdurrahman Mas’ud, M.A. ,Ph.d yang membahas tentang

pemerintahan Bani Umayyah dari tiap-tiap khalifahnya

5. Buku dengan judul “History of the Arabs”. Yang dikarang oleh Philip K.Hitti

yang membahas tentang sejarah Arab dari zaman dahulu hingga zaman

kekuasaan Utsmani
9

E. Metodologi Penelitian
Metode penelitian merupakan metode sejarah, metode sejarah memiliki arti

langkah, cara atau petunjuk pelaksanaan atau teknis. Dalam penelitian kali ini metode

yang digunakan metode sejarah.

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian

Kualitatif. Penelitian Kualitatif lebih menekankan pada analisis proses.

Kesimpulan deduktif dan induktif, serta dalam analisis dinamika hubungan

antara fenomena yang diamati dengan menggunakan logika ilmiah7. Penilitan

ini juga proses pengambilan datanya yaitu penelitian pustaka (library search).

Dalam hal ini peneliti akan mengumpulkan informasi dari berbagai sumber

seperti buku,serta media elektronik.

2. Pendekatan Penelitian

Ada beberapa yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian ini :

1) Pendekatan Historis

Pendekatan sejarah adalah pendekatan yang digunakan untuk memperoleh

garis besar peristiwa dan hasil telaah dan sumber-sumber tentang informasi-
informasi mengenai masa lampau yang dilaksanakan secara sistematis

2) Pendekatan Sosial

Pendekatan yang menggambarkan segi-segi sosial peristiwa yang terjadi

terutama golongan sosial mana yang berperan,konflik, yang berdasarkan

kepentingan.

7
Raihan, Metodologi Penelitian, Jakarta:Universitas Islam Jakarta, Cet I, 2017, hal. 32
10

3) Pendekatan Politik

Pendekatan politik merupakan pendekatan dalam membantu mendiskripsikan

gejala sejarah yang menyoroti tentang struktur kekuasaan, jenis

kepemimpinan, sistem pemerintahan.

4) Pendekatan Agama

Pendekatan agama merupakan peraturan yang menghindarkan manusia dari

kekacauan serta mengantarkan manusia dalam ketertiban dan keteraturan.


Dalam hal ini akan diketahui bahwasanya sejauh mana agama yang digunakan

oleh para penganutnya sehingga mampu mencapai kedamaian dalam

kehidupan.

F. Landasan Teori

1. Politik

Secara etimologi kata politik masih berhubungan dengan polisi, kebijakan.

Kata "politis" berarti hal-hal yang berhubungan dengan politik. Kata "politisi" berarti

orang-orang yang menekuni hal politik. Jika dilihat secara Etimologis yaitu kata

politik ini masih memiliki keterkaitan dengan kata-kata seperti "polisi" dan

"kebijakan". Politik secara umum yaitu sebuah tahapan dimana untuk membentuk

atau membangun posisi-posisi kekuasaan didalam masyarakat yang berguna sebagai

pengambil keputusan-keputusan yang terkait dengan kondisi masyarakat. Politik

adalah pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat yang berwujud

proses pembuatan keputusan, terkhusus pada negara. Pengertian Politik jika ditinjau

dari kepentingan penggunanya dimana pengertian politik terbagi atas dua yaitu

pengertian politik dalam arti kepentingan umum dan pengertian politik dalam arti

kebijaksanaan. Pengertian politik dalam arti kepentingan umum adalah segala usaha
11

demi kepentingan umum baik itu yang ada dibawah kekuasaan negara maupun pada

daerah. Pengertian politik Secara Singkat atau sederhana adalah teori, metode atau

teknik dalam memengaruhi orang sipil atau individu. Politik merupakan tingkatan

suatu kelompok atau individu yang membicarakan mengenai hal-hal yang terjadi

didalam masyarakat atau negara.

Seperti yang kita ketahui, istilah politik tidak pernah ada dalam Islam. Akan
tetapi, esensi politik ada dalam Islam yaitu memimpin dan dipimpin. Kata Yasusu

yang menjadi akar kata As-siyasah dalam hadist sahih dari Iman Bukhari dari Abu

Huraira r.a

“(Zaman dahulu) bani Israil itu dipimpin oleh para nabi”.

Hadis ini menunjukkan bahwa politik atau As-siyasah dalam Islam berarti

masyarakat harus memiliki seseorang yang mengelola dan memimpin mereka ke

jalan yang benar, dan membela yang teraniaya dari para pelanggar hukum.

Politik berasal dari bahasa Yunani yaitu polis yang berarti Negara kota.

Secara etimologi kata politik masih berhubungan erat dengan kata politis yang bearti

hal-hal yang berhubungan dengan politik. Kata politisi berarti orang-orang yang

menekuni hal-hal yang berkaitan dengan politik. Para tokoh memiliki sudut pandang

yang beragam mengenai pengertian dari politik. berikut ini adalah beberapa definisi

mengenai politik menurut para ahli :

1) Menurut Asad (1954), Politik adalah menghimpun kekuatan, meningkatkan

kualitas dan kuantitas kekuatan, mengawasi dan mengendalikan kekuatan, dan

menggunakan kekuatan untuk mencapai tujuan kekuasaan dalam negara dan

institusi lainnya
12

2) Menurut Isjawara (1953) mencatat beberapa arti tentang politik dari sejumlah

ahli. Diantaranya adalah : - Loewenstein yang berpendapat “politik is nicht

anderes als der kamps um die Macht” ( politik adalah perjuanagn

kekuasaan).

3) Menurut Bluntschli (1953) melihat politik sebagai “ Politik is more art a

science and to do with the practical conduct or guidance of the state” ( politik

adalah seni dibandingkan dengan tindakan dan pimpinan (praktis negara)


4) Ramlan Surbakti, Politik adalah interaksi antara pemerintah dan masyarakat

dalam rangka proses pembuatan dan pelaksanaan keputusan yang mengikat

tentang kebaikan bersama masyarakat yang tinggal dalam suatu wilayah

tertentu.8

Dari definisi politik yang sudah dipaparkan di atas menurut para ahli politik

pada intinya, politik adalah ilmu sosial yang khusus mempelajari sifat dan tujuan dari

Negara, sejauh Negara merupakan organisasi kekuasaan, beserta sifat dan tujuan

gejala-gejala kekuasaan lain yang tak resmi yang dapat mempengaruhi Negara.

2. Budaya

Budaya berasal dari berbagai bahasa seperti bahasa Sanskerta dan Latin. Ini

pada dasarnya berarti hal-hal yang berhubungan dengan cara orang berpikir dan

menggunakan pikiran mereka. Itu juga bisa terkait dengan bertani atau mengolah

sesuatu. Dalam bahasa Indonesia, budaya kadang disebut "Kultur". Budaya berarti

hal-hal yang dipikirkan dan dilakukan orang yang diwariskan dari generasi ke

generasi. Hal-hal ini menjadi bagian normal dari kehidupan dan sulit diubah.

8
Jurnal Ummul Qura Vol V, No 1, Maret 2015
13

Terkadang orang menggunakan kata "tradisi" untuk menggambarkan kebiasaan yang

dapat mereka lihat dalam sekelompok orang.

Berikut ini adalah pengertian budaya menurut beberapa ahli :

1. Menurut Edward Burnet Tylor, kebudayaan adalah sistem kompleks yang

merangkup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat

istiadat, kemampuan, serta kebiasaan-kebiasaan yang didapatkan oleh

manusia sebagai anggota masyarakat


2. Menurut Bronislaw Malinowski, kebudayaan sebagai penyelesaian manusia

terhadap lingkungan hidupnya serta usaha untuk mempertahankan

kelangsungan hidupnya sesuai dengan tradisi yang terbaik. Dalam hal ini,

Malinowski menekankan bahwa hubungan manusia dengan alam semesta

dapat digeneralisasikan secara lintas budaya.

3. Menurut Clifford Geertz, kebudayaan merupakan sistem keteraturan dari

makna dan simbol-simbol. Simbol tersebut kemudian diterjemahkan

dan diinterpretasikan agar dapat mengontrol perilaku, sumber-sumber

ekstrasomatik informasi, memantapkan individu, pengembangkan

pengetahuan, hingga cara bersikap9.

Kepribadian suatu bangsa akan tercermin melalui budaya suatu negara. Setiap

bangsa dan negara memiliki kebudayaannya masing-masing di dalam kehidupan

masyarakatnya, keberagaman budaya ini yang diwariskan secara turun menurun

sampai lahirnya budaya baru yang diciptakan oleh kelompok masyarakat tertentu.

Setiap perbedaan yang ada baik perbedaan antara suku, perbedaan agama, perbedaan

9
Jurnal Cross-Burder Vol. 5 No. 1 Januari-Juni 2022, page 782-791
14

adat istiadat, dan bahasa pun bisa menghasilkan sebuah kebudaya yang baru dari

suatu budaya.

Budaya sangat berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. Karena suatu budaya

bisa lahir dari suatu kebiasaan yang dilakukan oleh individu yang dilakukan secara

turun temurun sehingga lama kelamaan menjadi sebuah budaya yang dilestarikan

dalam waktu yang lama.

G. Langkah-langkah Penelitian
1. Heuristik
Merupakan tahapan pertama dalam suatu penelitian sejarah untuk menemukan

dan mengumpulkan sumber-sumber berupa data atau jejak sejarah agar dapat

mengetahui peristiwa tersebut. Dalam pengumpulan data penulis

menggunakan metode library research yaitu pengumpulan data-data melalui

buku-buku atau karya-karya ilmiah yang berhubungan dengan pembahasan.

2. Kritik Sumber

Setelah Heuristik langkah selanjutnya ialah Kritik Sumber untuk mengetahui

dan memperoleh keterangan mengenai sumber yang di dapatkan. Setelah

dikumpulkan sumber sumber yang ada diverifikasi keasliannya


3. Interpretasi

Setelah melakukan kritik sumber terhadap sumber sumber yang ada langkah

selanjutnya adalah interpretasi. Pada tahap ini dituntut kecermatan dan sikap

objektif sejarawan dalam hal interpretasi subjektif terhadap fakta sejarah.

Interpretasi hadir guna membandingkan data.


15

4. Historiografi

Historiografi merupakan tahapan terakhir dalam penelitian sejarah.

Historiografi merupakan proses penulisan laporan hasil penelitian sejarah.

H. Tujuan dan Manfaat Penelitian


1) Tujuan Penelitian
Berdasarkan dari beberapa permasalahan yang telah dibahas, maka

tujuan dari penelitian kali ini sebagai berikut :

a. Untuk mengetahui profil dinasti umayyah

b. Untuk mengetahui bagaimana keberlangsungan gerakan Arabasisasi

pada masa dinasti umayyah

c. Untuk mengetahui pengaruh Arabisasi terhadap golongan Muslim dan

Non-Muslim

2) Manfaat Penelitian

Berdasarkan tujuan dari penelitian skripsi ini, penulis berharap hasil dari

penlitian dapat memberi manfaat diantara lainnya sebagai berikut :

a. Agar penulis dan pembaca mengetahui perkembangan ilmu

pengetahuan khususnya sejarah Islam

b. Hasilnya dapat dimanfaatkan lebih lanjut sebagai bahan bacaan bagi

generasi penerusnya serta menjadi bahan acuan dalam penelitian lebih

lanjut

c. Memberikan informasi bagi para pembaca tentang praktek arabisasi

pada masa dinasti umayyah.


BAB II

PROFIL DINASTI UMAYYAH

A. Sejarah Berdirinya Dinasti Umayyah

Setelah khalifah Ali meninggal dunia bulan Ramadhan 40 H, penduduk Kufah

mengangkat putranya, Hasan menjadi khalifah mereka walaupun sebenarnya dia tidak

berbakat menjadi khalifah karena lebih suka hidup bersenang-senang dan kawin

dengan banyak wanita. Pernah juga dia menantang Muawiyah dengan mengirim

12.000 orang pasukan untuk menyerang Muawiyah. Akan tetapi pasukannya kalah

dan dia mengajak Muawiyah berdamai. Sementara itu, penduduk Syam pun telah

mengangkat Muawiyah menjadi khalifah mereka semenjak peristiwa tahkim. Berbeda

dengan Hasan, dia didukung oleh tentara-tentara militan yang keperluan finansial

mereka ditanggung Muawiyah, apalagi tanah Syam yang kaya raya mendukung

Muawiyah untuk hal itu.

Hasan ikut dalam ekspedisi penaklukan ke Afrika Utara dan Tabaristan pada

masa khalifah Utsman bin Affan. Ikut melindungi Khalifah dari serangan

pemberontak dan ikut dalam perang Jamal dan Shiffin bersama ayahnya. Hasan
meninggal dunia di Madinah pada tahun 49 H. Karena diracun oleh salah seorang

isterinya. Munurut orang Syi‟ah, sudah berulang kali suruhan Muawiyah hendak

meracun Hasan agar Muawiyah terbebas dari membayar kompensasi yang dipikulnya

terus menerus setiap tahun10. Hasan yang kemudian dibaiat oleh penduduk Kufah

10
Syamruddin Nasution, Sejarah Perkembangan Islam, Pekanbaru:Asa Riau, Cet IV, 2017, h.
119

16
17

untuk menjadi khalifah selanjutnya, dan adapun di daerah syam, Muawiyah

dibaiat oleh penduduk disana.

Dengan demikian, dunia Islam sepeninggal khalifah Ali terdapat dua

khalifah, yaitu di Kufah dan Syam, suatu hal yang tidak perlu terjadi apabila

dikaitkan dengan perlunya menciptakan persatuan di kalangan umat Islam. Maka

tawaran Hasan untuk berdamai merupakan suatu hal yang tepat untuk mengatasi

masalah itu. Itulah sebabnya waktu Hasan mengajak Muawiyah berdamai

langsung diterima Muawiyah karena dia sangat berambisi menjadi khalifah.

Walaupun Hasan mengajukan beberapa syarat, bagi Muawiyah hal itu

tidak ada persoalan, asalkan jabatan khalifah diserahkan Hasan bin Ali kepadanya.

Adapun syarat-syaratnya, yaitu :

a. Hasan menyerahkan jabatan khalifah kepada Muawiyah dengan syarat,

Muawiyah berpegang teguh pada Kitabullah dan Sunnah Rasul serta sirah

(prilaku) khalifah-khalifah yang saleh

b. Agar Muawiyah tidak mengangkat seseorang menjadi putera mahkota

sepeninggalnya dan urusan kekhalifahan diserahkan kepada orang banyak

untuk memilihnya

c. Agar Muawiyah tidak menaruh dendam terhadap penduduk Irak,

menjamin keamanan dan memaafkan kesalahan mereka.

d. Agar pajak tanah negeri Ahwaz di Persia diperuntukkan kepada Hasan dan

diberikan setiap tahun.

e. Agar Muawiyah membayar kepada saudaranya Husein sebanyak 5 juta

dirham dari Baitul Mal


18

f. Agar Muawiyah datang secara langsung ke Kufah untuk menerima

penyerahan jabatan khalifah dari Hasan dan mendapat baiat dari penduduk

Kufah11.

Hasan sadar bahwa ayahnya Ali dahulu pun banyak mengalami kesulitan

menghadapi Muawiyah dan tidak dapat diatasi ayahnya apalagi dia. Oleh sebab,

itu dia ingin mencari jalan selamat bagi dirinya dan keluarganya karena kekuatan

yang dimilikinya tidak mampu menghadapi tekanan-tekanan Muawiyah.

Muawiyah menyetujui syarat-syarat yang diajukan Hasan. Untuk itu dia datang ke

Kufah menerima bai‟at jabatan khalifah dari Hasan dan penduduk Kufah. Tahun

itu (661 M/41 H) disebut “tahun persatuan”, karena umat Islam telah bersatu di

bawah pimpinan seorang khalifah.

Setelah itu Hasan pindah ke Madinah dan hidup tenang di sana sampai

meninggal tahun 675 M/ 49 H. Lima belas tahun setelah penyerahan jabatan

kekhalifahan itu. Untuk mempertahankan jabatan khalifah tetap di tangan bani

Umaiyah, Muawiyah menciptakan sistem monarchi dalam pemerintahannya.

Walaupun untuk itu dia telah melanggar janjinya dengan Hasan bin Ali.

Pembentukan dinasti Umayyah merupakan contoh awal umat Islam

mendapatkan kembali identitasnya sebagai negara berdaulat pada saat itu, dan

juga fase ketiga pemerintahan Islam yang berlangsung selama sekitar satu abad

(661 - 750). Perubahan yang dilakukan tidak hanya sistem pemerintahan Islam

dari era sebelumnya (zaman nabi dan khulafaurrasyidin), tetapi perubahan lain di

bidang sosial, politik, agama, intelektual dan peradaban juga terpengaruh.

Nama dinasti Umayyah dinisbatkan kepada Umayyah bin Abdul Syams

bin Abdu Manaf. Ia adalah seorang tokoh penting ditengah quraisy pada masa

11
Syamruddin Nasution, Sejarah Perkembangan Peradaban Islam, Pekanbaru: Asa Riau,
Cet IV, h. 120-121
19

jahiliah. Ia dan Hasyim bin Abdu Manaf selalu bertarung dalam memperbutkan

kekuasaan dan kedudukan.12

Pemindahan ibukota dari Madinah ke Damaskus melambangkan zaman

imperium baru dengan menggesernya untuk selamalamanya dari pusat Arabia,

yakni Madinah yang merupakan pusat agama dan politik kepada sebuah kota yang

kosmopolitan. Dari kota inilah daulat Umayyah melanjutkan ekspansi kekuasaan

Islam dan mengembangkan pemerintahan sentral yang kuat, yaitu sebuah

imperium Arab.

Masa kekuasaan dinasti umayyah hampir satu abad, tepatnya selama 90

tahun, dengan 14 orang khalifah. Khalifah yang pertama adalah Muawiyah bin

Abu Sufyan, sedangkan khalifah yang terakhir adalah Marwan bin Muhammad.

Diantara mereka ada pemimpin-pemimpin besar yang berjasa di berbagai bidang

sesuai dengan kehendak zamannya, sebaliknya ada pula khalifah yang tidak patut

dan lemah. Adapun urutan khalifah umayyah adalah sebagai berikut :

1) Mu‟awiyah bin Abu Sufyan 41-60 H/661-679 M

2) Yazid I bin Muawiyah 60-64 H/ 679-683 M

3) Mu‟awiyah II bin Yazid 64 H/683 M

4) Marwan I bin Hakam 64-65 H/683-684 M

5) Abdul Malik bin Marwan 65-86 H/684-705 M

6) Al-Walid I bin Abdul Malik 86-96 H/705-714 M

7) Sulaiman bin Abdul Malik 96-99 H/714-717 M

8) Umar bin Abdul Aziz 99-101 H/717-719 M

9) Yazid II bin Abdul Malik 101-105 H/719-723 M

10) Hisyam bin Abdul Malik 105-125 H/723-742 M

11) Al-Walid II bin Yazid II 125-126 H/742-743 M

12
Ahmad Al-Usyairi, Sejarah Islam Sejak Zaman Nabi hingga Abad XX, Jakarta : Akbar
Media, 2006, h.81
20

12) Yazid bin Walid bin Malik 126 H/743 M

13) Ibrahim bin Al-Walid II 126-127 H/743-744 M

14) Marwan II bin Muhammad 127-132 H/744-750 M13

Selain itu, ada beberapa faktor yang menjadi penyebab pindahnya

kekuasaan dari khulafaur rasyidin kepada bani umayyah :

Pertama, perubahan daerah kekuasaan Islam sebagai hasil dari pembukaan

daerah, sehingga Madinah tidak cocok lagi untuk menjadi ibu kota negara pada

daerah yang sangat luas tersebut, karena ia terletak sangat jauh dari negeri-negeri

yang dibuka, sehingga susah untuk mengendalikan daerah-daerah yang jauh dari

Madinah, dengan demikian maka Damaskus lebih cocok sebagai ibu kota negara

Kedua, perubahan pusat perekonomian, Hijaz telah menjadi pusat

pengumpulan harta rampasan perang dari negeri-negeri yang telah dibuka hingga

ia tidak mempunyai pengaruh secara ekonomi lagi, kecuali hanya menjadi pusat

pembagian dari harta negara.

Ketiga, perubahan tabiat kehidupan materi, masyarakat telah berpindah

dari hidup yang susah dan zuhud terutama pada awal-awal pemerintahan

khulafaunasyidun menjadi masyarakat yang bergelimang kemewahan yang tidak

sesuai dengan arah kebijakan pemimpinnya.

Keempat, perubahan dalam tatanan masyarakat dengan munculnya kaum

Arab baduidan orang-orang murtad yang pada masa dua khalifah pertama

dimarginalkan, munculnya mereka mempunyai pengaruh yang besar dalam

merubah keadaan masyarakat, terutama pada waktu terhentinya pembukaan

daerah untuk beberapa masa.

Kelima, perubahan besar dalam masyarakat dengan munculnya generasi

baru di masyarakat, mereka adalah bukan generasi Sahabat dan hidup tidak

13
Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta : Amzah, Cet III, 2013, h. 121
21

bersama Sahabat sehingga sifat mereka tidak sama dengan sifat para Sahabat

terdahulu, mereka menjadi generasi anarkis dan frontal, dengan tidak rela dengan

realita budaya yang dianut oleh generasi sahabat sebelumnya.

Keenam, semua perubahan tersebut telah membentuk masyarakat dengan

cara berpikir yang baru dan jauh sekali dengan cara berpikir para sahabat yang

mendapat petunjuk, mereka tidak memahami lagi rasionalitas berpikir dan tidak

menjiwainya dalam menetapkan keputusan-keputusan14.

bahwa kekuasaan khulafaurrasyidun adalah kekuasaan yang telah berlalu

dengan tipe khusus pada masanya. Tipe tersebut terkenal dengan sistem Syura

(musyawarah), padahal semua kekuasaan di dunia pada masa itu menggunakan

sistem otoriterdan diktator. Musyawarah adalah bentuk persamaan dan keadilan

masyarakat, dan kekuasaan di tempat lain menggunakan tangan besi dan

pemaksaan terhadap golongan lain, sistem ekonomi pada masa khulafaurrasyidin

juga mempunyai bentuk khusus yaitu dengan cara membagikan harta umat kepada

seluruh orang dalam masyarakat, baik mereka itu pejuang yang berperang dalam

medan pertempuran maupun orang yang mukim dan tidak dapat berperang karena

berbagai sebab dan alasan. Mereka pada waktu itu tidak terlalu mementingkan

ekonomi, karena pada kekuasaan khulafaurrasyidin mereka mengedapankan sikap

zuhud dan tawadhu', sehingga mereka berani menghadapi musuh-musuhnya yang

melakukan konspirasi unfuk menggulingkan mereka, seorang khalifah tidak perlu

dilindungi oleh tentara dan polisi pada waktu itu

Dengan adanya semua faktor-faktor di atas maka kekuasaan

Khulafaunasyidin sangat susah untuk bertahan lama, karena masyarakat baru

dengan generasi dan pemikiran barunya baik Arab maupun bukan tidak dapat

menyesuaikan dengan kekuasaan khulafaurrasyidin, sehingga kekuasaan harus

14
Yusuf Al-Isy, Dinasti Umawiyah, Jakarta : Pustaka Al-Kautsar, Cet I, 2007, h.164
22

diganti dengan corak modern beserta pemikiran dan cara pandang hidupnya

terhadap kehidupan.

Kecendrungan masyarakat baru ini lebih menghendaki kekuasaan

dipimpin oleh raja-raja yang masih ada hubungan kekeluargaan seperti dahulu

pada masa jahiliyah. Hal itu sangat cocok menurut pikiran mereka dan kebutuhan

masyarakat baru. Muawiyah merupakan sosok yang tepat dan dapat mewakili

kepentingan, keinginan dan kecendrungan mereka.

B. Masa Kemajuan Dinasti Umayyah

Masa pemerintahan bani Umayyah terkenal sebagai suatu era agresif,

dimana perhatian tertumpu kepada usaha perluasan wilayah dan penaklukan, yang

terhenti sejak zaman khulafarasyidin terakhir. Hanya dalam jangka waktu 90

tahun, banyak bangsa di penjuru empat mata angin beramai-ramai masuk kedalam

kekuasaan Islam, yang meliputi tanah Spanyol, seluruh wilayah Afrika Utara,

Jazirah Arab, Suriyah, Palestina, separuh daerah Anatolia, Irak, Persia,

Afganistan, India dan negeri-negeri yang sekarang dinamakan Turkmenistan,

Uzbekistan dan Kirgiztan yang termasuk Soviet Rusia.15


Memasuki kekuasaan masa Muawiyah yang menjadi awal kekuasaan bani

Umayyah, pemerintah yang bersifat demokratis berubah menjadi

monarchiheridetis (kerajaan turun temurun). Kekhalifahan Muawiyah diperoleh

dengan kekerasaan, diplomasi dan tipu daya, tidak dengan pemilihan atau suara

terbanyak. Sukses kepemimpinan secara turun-temurun dimulai ketika Muawiyah

mewajibkan seluruh rakyatnya untuk meyatakan setia terhadap anaknya, Yazid.

Muawiyah mencontoh monarchi di Persia dan Bizantium. Dia memang

menggunakan istilah khalifah, namun dia menberikan interprestasi baru dari kata-

15
Ali Mufradi, Islam di Kawasan Kebudayaan, Jakarta: Logos. 1997 Hal. 81
23

kata itu untuk mengagungkan jabatan tersebut. Dia menyebutkan “khalifah Allah”

dalam pengertian “penguasa” yang diangkat oleh Allah.16

Kekuasaan Bani Umayyah yang berumur kurang lebih 90 tahun. Ibu kota

negara dipindahkan Muawiyah dari Madinah ke Damaskus, tempat ia berkuasa

menjadi gubernur sebelumnya. Khalifah-khalifah besar dinasti bani Umayyah ini

adalah Muawiyah bin Abi Sufyan (661-680 M), Abd al-Malik bin Marwan (685-

705 M), al-Walid bin Abd Malik (705-715), Umar bin Abdul Aziz (71720 M) dan

Hisyam bin Abd al-Malik (724-743 M)

Ekspansi yang terhenti pada masa Usman dan Ali dilanjutkan oleh dinasti

ini. Di zaman Muawiyah, Tunisia dapat ditaklukan. Di sebelah timur, Muawiyah

dapat menguasai daerah Khurasan sampai ke sungai Oxus dan afganistan sampai

ke Kabul. Angkatan-angkatan lautnya melakukan serangan-serangan ke

Bizantium, Konstantinopel. Ekspansi ke timur yang dilakukan Muawiyah

kemudian dilakukan oleh Abd al-Malik. Dia mengirim tentaranya menyebrangi

sungai Oxus dan dapat berhasil menundukan Balk, Bukhara, Khawarizm,

Ferghana dan Samarkand. Tentaranya bahkan sampai ke India dan dapat

menguasai Balukhistan, Sind dan daerah Punjab sampai ke Maltan.

Ekspansi ke barat secara besar-besaran dilanjutkan oleh al-Walid bin Abd

al-Malik. Masa pemerintahan al-Walid adalah masa ketentraman, kemakmuran

dan ketertiban. Umat Islam merasa hidup bahagia. Pada masa pemerintahannya

yang berlangsung kurang lebih sepuluh tahun itu tercatat suatu ekspedisi militer

dari Afrika utara menuju wliyah barat daya, benua Eropa, yaitu pada tahun 711 M

setelah al-Jazair dan Marokko dapat ditundukan, Thariq bin Ziyad, pemimpin

pasukan Islam, dengan pasukannya menyeberangi laut yang memisahkan antara

Marokko dengan benua Eropa, dan mendarat di suatu tempat yang sekarang

16
Badri Yatim, , Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. 1993,
Hal. 42
24

dikenal dengan nama Gibraltar (Jabal Tariq). Tentara Spanyol dapat dikalahkan.

Dengan demikian, Spanyol menjadi sasaran ekspansi selanjutnya. Ibu kota

Spanyol, Kordova, dengan cepat dapat dikuasai. Menyusul setelah itu kota-kota

lain seperti Seville, Elvira dan Toledo yang dijadikan ibu kota Spanyol yang baru

setelah jatuhnya Kordova. Pasukan Islam memperoleh kemenangan dengan

mudah karena mendapat dukungan rakyat setempat yang sejak lama menderita

akibat kekejaman penguasa. Di zaman Umar bin Abd Aziz, serangan dilakukan ke

Perancis melalui pegunungan Piranee. Serangan ini dipimpin oleh Abd al-Rahman

bin Abdullah al-Ghafiqi. Ia mulai menyerang Bordeau, Poitiers. Dari sana dia

menyerang Tours, namun peperangan yang terjadi di luar kota Tours, al-Ghafiqi

terbunuh, dan tentaranya mundur kembali ke Spanyol. Disamping daerah-daerah

tersebut di atas, pulau-pulau yang berada di laut tengah juga jatuh ke tangan Islam

pada zaman Bani Umayyah ini.

Dengan keberhasilan ekspansi ke beberapa daerah, baik di timur maupun

barat, wilayah kekuasaan bani Umayyah ini betul-betul sangat luas. Daerah-

daerah ini meliputi Spanyol, Afrika Utara, Syiria, Palestina, Jazirah Arabia, Irak,

sebagian Asia kecil, Persia, Afganistan, daerah yang sekarang ini disebut

Pakistan, Purkmenia, Uzbek, dan Kirgis di Asia Tengah.

Disamping ekspansi kekuasaan Islam, bani Umayyah juga banyak berjasa

dalam pembangunan di berbagai bidang. Muawiyah mendirikan dinas pos dan

tempat-tempat tertentu dengan menyediakan kuda yang lengkap dengan

peralatannya di sepanjang jalan. Dia juga berusaha menertibkan angkatan

bersenjata dan mencetak mata uang. Pada masanya, jabatan khusus seorang hakim

(qadhi) mulai berkembang menjadi profesi tersendiri17, Qadhi adalah seorang

spesialis dibidangnya. Abdul Malik mengubah mata uang Bizantium dan Persia

17
Jurnal el-Ghiroh. Vol. XI, No. 02. September 2016
25

18
yang dipakai di daerah-daerah yang dikuasai Islam. Untuk itu, dia mencetak

uang tersendiri pada tahun 659 M dengan memakai kata-kata dan tulisan Arab.

Khalifah Abdul Malik juga berhasil melakukan pembenahan-pembenahan

administrasi pemerintahan memberlakukan bahasa Arab sebagai bahasa resmi

administrasi Islam. Keberhasilan Khalifah Abdul Malik diikuti oleh putranya al-

Walid bin Abdul Malik (705- 715 M) seorang yang berkemauan keras dan

berkemampuan melaksanakan pembangunan. Dia membangun panti-panti untuk

orang cacat. Semua personel yang terlibat dalam kegiatan yang humanis ini digaji

oleh negara secara tetap. Dia juga membangun jalan-jalan raya yang

menghubungkan suatu daerah dengan daerah lainnya, pabrik-pabrik, gedung-

gedung pemerintahan dan masjid-masjid yang megah19.

Kemajuan Islam di masa Daulah Umayyah meliputi berbagai bidang, yaitu

politik, ekonomi, sosial, ilmu pengetahuan, seni dan budaya. Di antaranya yang

paling spektakuler adalah bertambahnya pemeluk Agama Islam secara cepat dan

meluas. Semakin banyaknya jumlah kaum Muslimin ini terkait erat dengan makin

luasnya wilayah pemerintahan Islam pada waktu itu. Pemerintah memang tidak

memaksakan penduduk setempat untuk masuk Islam, melainkan mereka sendiri

yang dengan rela hati tertarik masuk Islam. Akibat dari makin banyaknya orang

masuk agama Islam tersebut maka pemerintah dengan gencar membuat program

pembangunan Masjid di berbagai tempat sebagai pusat kegiatan kaum Muslimin.

Pada masa Khalifah Abdul Malik, masjid-masjid didirikan di berbagai kota besar.

Selain itu, beliau juga memperbaiki kembali tiga Masjid utama umat Islam, yaitu

Masjidil Haram (Mekkah), Masjidil Aqsa (Yerusalem) dan Masjid Nabawi

(Madinah). Al-Walid, Khalifah setelah Abdul Malik yang ahli arsitektur,

18
Samsul Munir, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta : Amzah, Cet III, 2013, h. 133
19
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. 1993, Hal.
43-45
26

mengembangkan Masjid sebagai sebuah bangunan yang indah. Menara Masjid

yang sekarang ada dimana-mana itu pada mulanya merupakan gagasan Al-Walid

ini. Perhatian pada Masjid ini juga dilakukan oleh Khalifah-Khalifah bani

Umayyah setelahnya20.

Perkembangan lain yang menggembirakan adalah makin meluasnya

pendidikan agama Islam. Sebagai ajaran baru, Islam sungguh menarik minat

penduduk untuk mempelajarinya. Masjid dan tempat tinggal ulama merupakan

tempat yang utama untuk belajar agama. Bagi orang dewasa, biasanya mereka

belajar tafsir Al-Quran, hadist, dan sejarah Nabi Muhammad SAW. Selain itu,

filsafat juga memiliki penggemar yang tidak sedikit. Adapun untuk anak-anak,

diajarkan baca tulis Arab dan hafalan Al-Quran dan Hadist. Pada masa itu

masyarakat sangat antusias dalam usahanya untuk memahami Islam secara

sempurna. Jika pelajaran Al-Quran, hadist, dan sejarah dipelajari karena memang

ilmu yang pokok untuk memahami ajaran Islam, maka filsafat dipelajari sebagai

alat berdebat dengan orang-orang Yahudi dan Nasrani yang waktu itu suka

berdebat menggunakan ilmu filsafat. Sedangkan ilmu-ilmu lain seperti ilmu alam,

matematika, dan ilmu social belum berkembang. Ilmu-ilmu yang terakhir ini

muncul dan berkembang denga baik pada masa dinasti Bani Abbasiyah maupun

Bani Umayyah Spanyol

Bidang seni dan budaya pada masa itu juga mengalami perkembangan

yang maju. Karena ajaran Islam lahir untuk menghapuskan perbuatan syirik yang

menyembah berhala, maka seni patung dan seni lukis binatang maupun lukis

manusia tidak berkembang. Akan tetapi, seni kaligrafi, seni sastra, seni suara, seni

bangunan, dan seni ukir berkembang cukup baik. Di masa ini sudah banyak

bangunan bergaya kombinasi, seperti kombinasi Romawi-Arab maupun Persia-

20
Musyrifah Sunanto, Sejarah Islam Klasik Perkembangan Ilmu Pengetahuan Islam,
Jakarta: Prenada Media. 2004, Hal. 38-39
27

Arab. Apalagi, bangsa Romawi dan Persia sudah memiliki tradisi berkesenian

yang tinggi. Khususnya dalam bidang seni lukis, seni patung maupun seni

arsitektur bangunan. Contoh dari perkembangan seni bangunan ini, antara lain

adalah berdirinya masjid Damaskus yang dindingnya penuh dengan ukiran halus

dan dihiasi dengan aneka warna-warni batu-batuan yang sangat indah. Perlu

diketahui bahwa untuk membangun masjid ini, Khalifah Walid mendatangkan

12.000 orang ahli bangunan dari Romawi. Tetapi di antara kemajuan-kemajuan

yang terjadi pada masa Daulah Bani Umayyah tersebut, prestasi yang paling

penting dan berpengaruh hingga zaman sekarang adalah luasnya wilayah Islam.

Dengan wilayah yang sedemikian luas itu ajaran Islam menjadi cepat dikenal oleh

bangsa-bangsa lain, tidak saja bangsa Arab.

C. Kemunduran Dinasti Umayyah

Meskipun kejayaan telah diraih oleh Bani Umayyah ternyata kejayaan

tersebut tidak bertahan lama. Penyebabnya adalah kelemahan Internal dan

serangan dari pihak luar

Setelah sekian lama mengalami masa-masa kemunduran, akhirnya dinasti


Bani Umayyah benar-benar mengalami kehancuran atau keruntuhan. Keruntuhan

ini terjadi pada masa pemerintahan Marwan bin Muhammad setelah memerintah

kurang lebih 6 tahun (744- 750 M).

Keruntuhan dinasti Bani Umayyah ditandai dengan kekalahan Marwan bin

Muhammad dalam pertempuran zab hulu melawa pasukan Abu Muslim al-

Khurasani pada tahun 748 M. pada peristiwa itu terjadi pembersihan etnis

terhadap anggota keluarga Bani Umayyah. Selain itu, pasukan Marwan bin

Muhammad yang ditawan dibunuh. Sementara yang tersisa dan masih hidup, terus

dikejar dan kemudian dibunuh. Bahkan Marwan bin Muhammad yang sempat
28

melarikan diri dapat ditangkap dan kemudian dibunuh oleh pasukan Abu Muslim

al-Khurasani

Pertikaian dan pembunuhan ini menimbulkan kekacauan sosial dan politik,

sehingga negara menjadi tidak aman dan masyarakat yang pernah merasa tersisih

bersatu dengan kelompok Abu Muslim dan Abul Abbas. Bergabungnya

masyarakat untul mengalahkan kekuatan Bani Umayyah, menandai berakhirnya

masa-masa kejayaan Bani Umayyah, sehingga sekitar tahun 750 M Bani

Umayyah tumbang.

Selain itu, Dinasti Bani Umayyah mengalami masa kemunduran, ditandai

dengan melemahnya sistem politik dan kekuasaan karena banyak persoalan yang

dihadapi para penguasa dinasti ini. Diantaranya adalah masalah polotik, ekonomi,

dan sebagainya.21 Sebab-sebab kemunduran dinasti Bani Umayyah adalah sebagai

berikut:

1) Khalifah memiliki kekuasaan yang absolute. Khalifah tidak mengenal

kompromi. Menentang khalifah berarti mati. Contohnya adalah peristiwa

pembunuhan Husein dan para pengikutnya di Karbala. Peritiwa ini

menyimpan dendam dikalangan para penentang Bani Umayyah. Sehingga

selama masa-masa kekhalifahan Bani Umayyah terjadi pergolakan politik

yang menyebabkan situasi dan kondisi dalam negeri dan pemerintahan

terganggu.

2) Gaya hidup mewah para khalifah. Kebiasaan pesta dan berfoya-foya

dikalangan istana, menjadi faktor penyebab rendahnya moralitas mereka,

disamping mengganggu keuangan Negara. Contohnya, Khalifah Abdul

Malik bin Marwan dikenal sebagai seorang khalifah yang suka berfoya-

foya dan memboroskan uang Negara. Sifat-sifat inilah yang tidak disukai

21
Murodi, Sejarah Kebudayaan Islam, Semarang: Karya Toha Putra. 1987, Hal. 26
29

masyarakat, sehingga lambat laun mereka melakukan gerakan

pemberontakan untuk menggulingkan kekuasaan dinasti Bani Umayyah.

3) Tidak adanya ketentuan yang tegas mengenai sistem pengangkatan

khalifah. Hal ini berujung pada perebutan kekuasaan diantara para calon

khalifah.

4) Banyaknya gerakan pemberontakan selama masa-masa pertengahan

hingga akhir pemerintahan bani Umayyah. Usaha penumpasan para

pemberontak menghabiskan daya dan dana yang tidak sedikit, sehingga

kekuatan Bani Umayyah mengendur.

5) Pertentangan antara Arab utara (Arab Mudhariyah) dan Arab selatan (Arab

Himariyah) semakin meruncing, sehingga para penguasa Bani Umayyah

mengalami kesulitan untuk mempertahankan kesatuan dan persatuan serta

keutuhan Negara.

6) Banyaknya tokoh agama yang kecewa dengan kebijaksanaan para

penguasa Bani Umayyah, karena tidak didasari dengan syari‟at Islam22.

Beberapa alasan mendasar yang sangat berpengaruh terhadap keruntuhan

Dinasti Umayyah adalah karena kekuasaan wilayah yang sangat luas tidak

dibaringi dengan komunikasi yang baik, sehingga menyebabkan suatu kejadian

yang mengancam keamanan tidak segera diketahui oleh pusat. Selanjutnya

mengenai lemahnya para khalifah yang memimpin.

Diantara khalifah-khalifah yang ada, hanya beberapa saja khalifah yang

cakap, kuat, dan pandai dalam mengendalikan stabilitas negara. Selain itu, di

antara mereka pun hanya bisa mengurung diri di istana dengan hidup bersama

gundik-gundik, minum-minuman keras, dan sebagainya. Situasi semacam ini pun

22
Murodi, Sejarah Kebudayaan Islam, Semarang: Karya Toha Putra.1987, Hal. 27-28
30

mengakibatkan munculnya konflik antar golongan, para wazir dan panglima yang

sudah berani korup dan mengendalikan negara.

Intervensi luar yang berpotensi meruntuhkan kekuasaaan Dinasti Umayyah

berawal pada saat Umar II berkuasa dengan kebijakan yang lunak, sehingga baik

Khawarij maupun Syiah tak ada yang memusuhinya. Namun, segala kelonggaran

kebijakan-kebijakan tersebut mendatangkan konsekuensi yang fatal terhadap

keamanan pemerintahannya. Semasa pemerintahan Umar II ini, gerakan bawah

tanah yang dilakukan oleh Bani Abbas mampu berjalan lancar dengan melakukan

berbagai konsolidasi dengan Khawarij dan Syiah yang tidak pernah mengakui

keberadaan dinasti Umayyah dari awal. Setelah Umar II wafat, barulah gerakan

ini melancarkan permusuhan dengan dinasti Umayyah. Gerakan yang dilancarkan

untuk mendirikan pemerintahan bani Abbasyiah semakin kuat. Pada tahun 446 M

mereka memproklamasikan berdirinya pemerintah Abbasyiah, namun Marwan

menangkap pemimpinnya yang bernama Ibrahim lalu dibunuh. Setelah dibunuh,

pemimpin gerakan diambil alih oleh seorang saudaranya bernama Abul Abbas as-

Saffah yang berangkat bersama-sama dengan keluarganya menuju Kuffah.

Kedudukan kerajaan Abbasyiah tidak akan tegak berdiri sebelum khalifah-

khalifah Umayyah tersebut dijatuhkan terlebih dahulu.23

Kejatuhan Dinasti Umayyah semakin dekat ketika terbentuk koalisi antara

kekuatan Syiah, Khurasan, dan Abbasiyah, yang dimanfaatkan oleh kelompok

terakhir untuk kepentingan mereka sendiri. Koalisi ini di pimpin oleh Abu Abbas

As-Saffah yang merupakan cicit al-Abbas paman Nabi. Di bawah

kepimimpinannya, Islam revolusioner bangkit menantang tatanan yang ada

23
Ahmad al-Usairy, Sejarah Islam, Jakarta: Akbar, 2007, h. 211.
31

dengan menawarkan gagasan teokrasi, dan janji untuk kembali kepada tatanan

ortodoksi.24.

As-Saffah mengirim suatu angkatan tentara yang terdiri dari laskar pilihan

untuk menentang Marwan, dan mengangkat pamannya Abdullah bin Ali untuk

memimpin tentara tersebut. Antara pasukan Abdullah bin Ali dan Marwan pun

bertempur dengan begitu sengitnya di lembah Sungai Dzab, yang sampai akhirnya

pasukan Marwan pun kalah pada pertempuran itu.

Sepeninggal Marwan, maka benteng terakhir Dinasti Umayyah yang

diburu Abbasyiah pun tertuju kepada Yazid bin Umar yang berkududukan di

Wasit. Namun, pada saat itu Yazid mengambil sikap damai setelah mendengar

berita kematian Marwan. Di tengah pengambilan sikap damai itu lantas Yazid

ditawari jaminan keselamatan oleh Abu Ja‟far al-Mansur yang akhirnya Yazid

pun menerima baik tawaran tersebut dan disahkan oleh As-Saffah sebagai

jaminannya. Namun, ketika Yazid dan pengikut-pengikutnya telah meletakkan

senjata, Abu Muslim al-Khurasani menuliskan sesuatu kepada As-Saffah yang

menyebabkan Khalifah Bani Abbasyiah itu membunuh Yazid beserta para

pengikutnya.

Dengan jatuhnya Dinasti Umayyah, kejayaan dan hegemoni Suriah

berakhir. orang suriah sudah jauh terlambat untuk menyadari bahwa pusat

gravitasi Islam telah terlepas dari tangan mereka, dan berpindah ke timur, dan

meskipun mereka berusaha melakukan perlawanan militer untuk meraih kembali

kekuasaan, tetapi tidak berhasil kejatuhan Dinasti Umayyah mengandung arti

24
Philip K. Hitti, History of The Arabs, New York : Palgrove Macmillan, edisis revisi ke-
10, 2002, h. 354
32

lebih dari itu. Periode Arab murni dalam dalam sejarah Islam telah berakhir, dan

era kerajaan Arab murni kini sedang bergerak cepat menuju titik akhir.25

25
Philip K. Hitti, History of The Arabs, New York : Palgrove Macmillan, edisis revisi ke-
10, 2002, h. 357
BAB III

GERAKAN ARABISASI PADA MASA UMAYYAH

A. Latarbelakang Munculnya Gerakan Arabisasi Pada Masa Dinasti Umayyah

Arabisasi muncul sekitar awal abad ke-7 Masehi yang mana ditandai dengan

munculnya gerakan keagamaan di pinggiran kerajaan besar yaitu Bizantium dan

Sasania yang mendominasi belahan dunia barat. Yang kemudian dilanjutkan dengan

munculnya kekhalifahan. Khalifah di sini, selain melakukan penyebaran agama

Islam, mereka juga melakukan gerakan Arabisasi. Bahasa Arab termasuk ke dalam

bahasa Semit, yang mana merupakan rumpun bahasa yang banyak digunakan oleh

berbagai suku di negara timur tengah seperti Asyur-Babilonia, Aram,Herberman,

Arab dan Ethiopia, Bahasa Arab menjadi bahasa semit dikarenakan sangat fleksibel

untuk menerima kosa kata baru dari bahasa asing. Hal ini menjadi salah satu faktor

terjadinya arabisasi26.

Selanjutnya, proses Arabisasi bersamaan dengan proses masuknya Islam, hal

ini kemudian merujuk pada kitab suci Al-Qur‟an yang mana menggunakan bahasa

Arab. Al-Qur‟an hanya digunakan dalam bahasa Arab, sehingga setiap orang yang

ingin mempelajari Al-Qur‟an, tentunya harus mempelajari bahasa Arab. Munculnya

Arabisasi tentunya dipengaruhi oleh beberapa alasan yaitu adanya kontak atau

bersingguhan dengan bangsa yang berada di dekat wilayah Arab27. Secara otomatis

26
Wilsta Quinta Ashara. “Sejarah Arabisasi dan Dampak Sosiokultural Pada Masa Dinasti
Umayyah (661-750 M).” Skripsi (Purwokerto: Fakultas Ushuluddin Adab dan Humaniora, Institut
Agama Islam Purwokerto, 2021) h.23-24
27
Wilsta Quinta Ashara. “Sejarah Arabisasi dan Dampak Sosiokultural Pada Masa Dinasti
Umayyah (661-750 M).” Skripsi (Purwokerto: Fakultas Ushuluddin Adab dan Humaniora, Institut
Agama Islam Purwokerto, 2021) h.24

33
34

atau penggantian bahasa lain dengan sangat nampak pada aspek kata. Istilah ini

disebut dengan al-Kalimat al-Mu’arrabah (kata-kata yang diarabkan)

Gerakan Arabisasi kemudian mengalami perkembangan yang begitu pesat

pada masa dinasti Umayyah. dinasti Umayyah merupakan pemerintahan setelah masa

khulafaurrasyidin. Dinasti ini didirikan oleh Mu‟awiyah bin abu sufyan yang pusat

pemerintahannya berada di Damaskus. Selain pusat pemerintahan yang dipindahkan

terdapat perubahan sistem pemerintahan juga yang berubah menjadi monarchi


heridetis (kekuasaan turun-temurun). Perkembangan kebudayaan Arab menjadi

sebuah ciri khas pada pemerintahan ini yaitu adanya arabisasi.

Arabisasi mulai mengalami perkembangan yang pesat ketika dibawah

kekuasaan khalifah Abdul Malik bin Marwan dan dilanjutkan oleh putranya Al-

Walid. Dalam masa khalifah tersebut adanya perubahan bahasa resmi secara

konsisten, yang mana bahasa Arab digunakan sebagai bahasa administrasi. Berikut

adalah beberapa khalifah yang melakukan arabisasi pada masa dinasti umayyah :

1. Abdul Malik bin Marwan (685-705 M)

Nama lengkapnya adalah Abdul Malik bin Marwan bin Hakam bin Abdul

„Ash. Ia dilantik sebagai khalifah setelah kematian ayahnya yaitu Marwan bin

Hakam, pada tahun 685 M. dibawah kekuasaan Abdul Malik, dinasti Umayyah

mencapai kekuasaan dan kemuliaan. Dia terpandang sebagai khalifah yang perkasa

dan negarawan yang cakap dan berhasil memulihkan kesatuan dunia Islam dari para

pemberontak28.

Latar belakang munculnya gerakan arabisasi pada masa Abdul Malik ibn

Marwan dikarenakan ia ingin memperbaharui keadaan politik pemerintahan.

28
Ahmad Saufi & Hasmi Fadillah, Sejarah Peradaban Islam.Yogyakarta : deePublish,Cet I,
2015, h. 132
35

Pemerintah ini sudah terlihat dengan ke-Arabannya dan bersikukuh untuk

mempertahankan identitasnya, antara Arab dan mawali. Namun, di bawah naungan

kekuasaan Umaiyah, telah terjadi diskriminasi antar suku-bangsa Arab dengan non-

Arab, baik dalam hal beban pajak, hak menduduki jabatan pemerintahan, bahkan

dalam jabatan keagamaan, seperti imam shalat, hak mewarisi/ pernikahan dengan

bangsa Arab dan perlakuan-perlakuan tidak adil lainnya. Perlakuan diskriminatif

yang dilatar-belakangi ashabiyah tersebut terjadi pada periodisasi khalifah-khalifah


Umaiyah, terkecuali pada masa pemerintahan Umar Ibn Abdul Aziz29. Abdul Malik

ibn Marwan dikenal sebagai seorang ahli tata negara dan administrator yang ulung

karena berhasil menyempurnakan administrasi pemerintahan Dinasti Umayyah yaitu

dengan perubahan kebahasaan di pemerintahan untuk memperlancar administrasi

pemerintahan. Arabisasi yang dilakukan khalifah tertuang pada kebijakan yang ia

susun, yaitu :

Pertama, bahasa Arab mulai digunakan untuk hal-hal yang berkaitan dengan

administrasi. Contohnya yaitu Arabisasi diwan. Diwan berarti tempat

mendokumentasikan segala sesuatu terkait hak-hak kekuasaan, seperti masalah

kebijakan dan moneter serta semua pihak yang terlibat langsung di dalamnya, seperti

pasukan militer dan pegawai tetap pemerintahan. Diwan terpenting kekhalifahan

Islam, departemen perpajakan (diwan al-kharraj), masih memakai penulisan asing

dalam pengarsipannya sebagaimana pada masa-masa pra-Islam. Akibatnya, kelompok

pegawai non-Arab dan non-muslim yang bertugas dalam kearsipan tetap bertahan di

pemerintahan Islam. Akibat lainnya, bahasa asing yang dipakai menjadi bahasa semi-

29
Sahdin Hsb, Politik Arabsisasi dan Dakwah Refleksi Perkembangan Dakwah Era Umayyah
dan Upaya Kontekstualisasi Dakwah Kontemporer di Indonesia, Medan : Perdana Publishing, Cet I,
2019,. h. 91
36

resmi. Orang-orang pun mempelajarinya karena kebutuhan negara Islam. Keadaan ini

berakhir ketika Abdul Malik mengeluarkan perintah untuk mengarabkan arsip di

semua departemen.

Kedua, pada masa pra-Islam, uang romawi dan Persia digunakan di Hijaz,

disamping beberapa uang perak Himyar yang bergambar burung hantu Attic. „Umar,

Mu‟awiyah, dan para khalifah terdahulu lainnya merasa cukup dengan mata uang
asing yang sudah beredar30.

Hingga pada tahun 76 H, Abdul Malik mencetak mata uang baru dalam

sejarah Islam. Rakyat antusias menyambut dan menggunakannya. Dikisahkan, saat

mengirim surat ke Byzantium, Abdul Malik mencantumkan kalimat Qul Huwa Allah

Ahad di bagian atas surat, juga nama Nabi dan tanggal penulisan. Kaisar Byzantium

membalasnya dan menulis,


“Kalian sudah menciptakan ini dan itu …. Jangan ulangi lagi!. Jika kalian
menolak, kami akan mengirimkan dinar-dinar yang bertuliskan sesuatu yang buruk
tentang Nabi kalian.”

Hal ini mendapat perhatian serius dari Khalifah Abdul Malik. Khalifah

memanggil Khalid bin Yazid bin Mu‟awiyah dan meminta sarannya. Khalid berkata :
“Haramkan dinar-dinar mereka dan cetaklah mata uang baru yang bertuliskan
nama-nama Allah”

Abdul Malik menerima saran dari Khalid dan segera mewujudkannya. Begitu

pula al-Hajjaj yang mencetak dirham baru bertuliskan kalimat qul huwa allah ahad.

30
Philip K. Hitti, History of The Arabs, New York : Palgrove Macmillan, edisis revisi ke-10,
2002, h. 271
37

Bentuk mata uang baru ini menyebar sehingga negara Islam memiliki kebebasan

moneter sendiri31.

Keberadaan mata uang gaya baru yang dicetak dengan menggunakan bahasa

Arab keesaan Tuhan serta kebenaran agama juga memiliki arti penting juga

merupakan bukti dari adanya gerakan arabisasi. Urgensi mata uang gaya baru ini

dikarenakan mata uang merupakan simbol kekuasaan dan identitas. Mata uang ini

dibuat untuk menghilangkan unsur Kristen. Guna memperlancar kebijakan tersebut,


Abdul Malik ibn Marwan membuat pabrik pembuatan mata uang.

Ketiga, menjadikan bahasa Arab sebagai bahasa resmi di seluruh wilayah

dinasti Umayyah. Abdul Malik bin Marwan juga membuat kebijakan yaitu

menghapus bahasa dari daerah yang dikuasai dan menetapkan bahasa Arab sebagai

bahasa administrasi dan wajib digunakan bagi seluruh masyarakat. Hal ini secara

otomatis membuat golongan non-Arab dan non-muslim belajar bahasa Arab. Akibat

dari penggunaan bahasa Arab golongan lain muncul beberapa kosa kata baru dalam

bahasa Arab. Hal ini dikarenakan bahasa Arab yang sifatnya fleksibel dalam

menerima kosa kata baru sehingga bahasa Arab menjadi kaya akan kosakata dan

istilah. Penduduk Mesir yang tadinya berbahasa koptik Mesir, mulai mempelajari

secara langsung bahasa Arab. Demikian juga penduduk Syam dan sebagian Irak yang

berbicara dengan bahasa Aramia, penduduk Maroko dan Afrika Utara yang

menggunakan bahasa Barbar, penduduk Iran dan sebagian Irak yang menggunakan

bahasa Iran (persia), semua mengalami masa-masa terjadinya sosialisasi bahasa Arab.

Keempat, pembaharuan dalam tulisan Arab. Kebijakan ini dilakukan karena

untuk mempermudah dalam melafalkan tulisan Arab bagi masyarakat non-Arab.

31
Qasim A Ibrahim “Buku Pintar Sejarah Islam Jejak Langkah Peradaban Islam dari Masa
Nabi Hingga Masa Kini”, Jakarta : Zaman, Cet II, 2014, h. 263
38

Kebijakan ini dilakukan atas usulan dari gubernur Hajjaj bin Yusuf dengan

memperkenalkan tanda baca dalam tulisan Arab sehingga lebih memudahkan

pembaca.

Sebenarnya terdapat kebijakan-kebijakan lain yang disusun olehnya, namun

keempat poin tersebut yang bersinggungan langsung dengan gerakan Arabisasi yang

terjadi pada masa dinasti Umayyah. Kebijakan yang dibuat oleh khalifah Abdul

Malik bin Marwan menjadi perantara yang sangat kuat agar suksenya Arabisasi yang
di tetapkan. Pada masa kepimimpinan khalifah Abdul Malik, kondisi masyarakat

sekitara lebih terkoordinir dengan segala kebijakan baru yang ditetapkan nya.

Memberikan warna baru di kehidupan dinasti Umayyah, sehingga menjadi suatu awal

masa kemajuan.

Arabisasi yang dilakukan Abdul Malik adalah ialah keharusan, sebab benar-

benar tidak wajar sebuah negara Arab tetapi segala urusan perkantoran, keuangan

serta seluruh penghitungannya memakai bahasa asing Arabisasi yang dilakukan pada

bidang keuangan adalah sesuatu yang sangat utama, sebab bekerjasama langsung

dengan persoalan pereknomian Dinasti Umayyah. Pada perekonomian, Abdul Malik

memutuskan dirham dan dinar menjadi mata uang resmi, lalu mengadakan

pembayaran zakat bagi setiap warga. Hal ini bertujuan buat mewujudkan bangsa

menjadi satu kesatuan. Kemudian, bahasa Arab menjadi bahasa administrasi, menjadi

wujud di mana orang-orang non-Arab yang berada di wilayah tersebut mampu

berbahasa Arab.

Hal ini dilakukan buat mengarabkan orang-orang non-Arab. Selain kebijakan

Arabisasi di beberapa bidang tersebut, Abdul Malik juga tak hanya terfokus pada

kondisi politik serta gerakan Arabisasi yang sedang dilakukan, namun disamping itu,
39

khalifah Abdul Malik juga banyak berkontribusi serta memakmurkan kondisi sosial

warga yang membutuhkan bantuan. Seperti membangun panti untuk menampung

orang-orang yang berkebutuhan khusus

2. Walid bin Abdul Malik (705-715 M)

Nama lengkapnya adalah Walid bin Abdul Malik bin Marwan bin Hakam bin

Abdul „Ash. Masa pemerintahan Walid bin Malik adalah masa ketentraman,

kemakmuran dan ketertiban. Umat Islam merasa hidup bahagia32.


Kemudian pada masa kepimimpinannya, Arabisasi yang terjadi menjadi tanda

yang sangat signifikan dari penyebaran Islam di wilayah non-Arab. Ia melanjutkan

gerakan Arabisasi yang dilakukan oleh pemerintahan sebelumnya, namun alasan

Arabisasi masih berada di bawah kekuasaan Al-Walid yaitu melancarkan ekspansi

besar-besaran untuk memperluas wilayah Islam. Pada masa Al-Walid bisa dikatakan

sebuah masa kemanangan,kemakmuran dan kejayaan. Wilayah Islam meluas ke barat

dan timur. Menjadi salah satu wadah untuk memperdalam ajaran Islam di wilayah

non-Arab, khususnya bagi kalangan mawali non-Arab.33

Bahkan dengan Arabisasi Ini,kalangan mawali berhasil menyandang gelar ulama

karena pendalaman terhadap ajaran Islam. Pesan-pesan Islam disampaikan dalam

bahasa Arab, dalam perkembangannya Al-Walid menebarkan tiga unsur bangsa Arab

ke daerah non-Arab, terdiri dari pimpinan atau staf militer yang sekaligus menjadi

pengelola birokrasi pemerintahan. Para ulama dan pedagang. Dengan adanya ketiga

unsur tersebut, tidak hanya memperkuat perjuangan Arabisasi pada daerah non-Arab,

32
Ahmad Saufi & Hasmi Fadillah, Sejarah Peradaban Islam.Yogyakarta :deePublish, Cet I
2015, h.133-134
33
Wilsta Quinta Ashara. “Sejarah Arabisasi dan Dampak Sosiokultural Pada Masa Dinasti
Umayyah (661-750 M).” Skripsi (Purwokerto: Fakultas Ushuluddin Adab dan Humaniora, Institut
Agama Islam Purwokerto, 2021) h. 29
40

akan tetapi ditafsirkan menjadi Arabisasi politik. Arabisasi politik bukan hanya

ditinjau dari keberhasilan menaklukan wilayaj non-Arab, tetapi juga di penggunaan

bahasa Arab sebagai bahasa resmi pada wilayah yang ditaklukkan.

B. Aspek-Aspek yang Terdapat dalam Gerakan Arabisasi

Peristiwa Arabisasi sudah berlangsung sejak abad ke-7 M, yang mencakup banyak

sekali daerah yang di taklukkan. Arabisasi yang berkembang relatif pesat semenjak

masa kepemimpinan khalifah Abdul Malik bin Malik, memberikan dampak bagi

berbagai aspek kehidupan, semenjak masa khulafaurrasyidin bahasa Arab

dipergunakan mulai berbagai aspek kehidupan guna stabilitas tatanan pemerintahan

Dinasti Umayyah. Aspek-aspek yang terlibat dalam gerakan Arabisasi, yaitu sebagai

berikut :

1. Administrasi Pemerintahan

Arabisasi kerajaan di bawah kepimimpinan Abdul Malik meliputi perubahan

bahasa yang digunakan dalam catatan administrasi publik dari bahasa Yunani ke

bahasa Arab, dan dari bahasa Persia ke bahasa Arab. perubahan bahasa secara

otomatis menyebabkan perubahan struktur kepegawaian. pejabat pejabat yang telah

menguasai bahasa Arab tetap dipertahankan , seperti halnya sistem yang lama.34

Pembenahan yang dilakukan oleh khalifah Abdul Malik bin Marwan menjadi

langkah awal menuju penggunaan bahasa Arab secara menyeluruh dan

berkesinambungan sebagai bahasa resmi. Artinya semua orang yang tinggal di

wilayah Bani Umayyah harus menggunakan bahasa Arab. Kelompok Muslim Arab

dan kelompok mawali serta kelompok Dzimmi atau kelompok non-Muslim.

34
Philip K. Hitti, History of The Arabs, New York : Palgrove Macmillan, edisis revisi ke-10,
2002, h. 270 - 271
41

Kekhalifahan Abdul Malik bin Marwan merupakan sebuah penegasan tentang

keabadian dan kekhasan tatanan pemerintahan baru. Bahasa Arab diperkenalkan

untuk tujuan administratif dan kemudian mata uang berubah menjadi dirham dan

dinar sebagai simbol kekuasaan dan status. Seluruh kebijakan Umayyah

menggunakan bahasa Arab juga, karena fakta bahwa sebelumnya bukan bahasa Arab

yang digunakan, dan kebijakan ini pertama kali diterapkan di Syiria, Irak, Mesir dan

Persia.
2. Sosial

Sebelum Arabisasi dilaksanakan pada masa khalifah Abdul Malik bin

Marwan, bahasa yang digunakan sebagai bahasa resmi adalah bahasa Yunani, bukan

bahasa Arab. Namun, sejak adanya Arabisasi dan dibentuknya kebijakan-kebijakan

yang berlandaskan Arabisasi, empat kelas sosial telah terbentuk terdiri dari kaum elit

Muslimin, mawali (non-Arab) dan dzimmi (golongan non-Muslim) dan budak35.

3. Politik

Penggunaan bahasa Arab secara menyeluruh ini berlaku untuk kelompok

selain umat Islam, yaitu kaum mawali dan dzimmi. Arabisasi ini bisa juga disebut

Arabisasi politik, karena dampak Arabisasi terhadap sektor politik pada masa Bani

Umayyah sangat signifikan. Sebenarnya, telah terjadi pembauran antara orang Arab

dan non-Arab pada masa khalifah Abdul Malik dan Al-Walid, tetapi tidak benar-

benar berkembang bahkan menghasilkan empat kelas sosial yang terdiri dari elit Arab

mawali,dzammi dan budak. Dengan adanya pembagian kelas sosial, telah terjadi

diskriminasi terhadap etnis minoritas, yang berdampak besar pada dunia politik.

Kondisi sosial pada saat itu menonjol karena terbatasnya posisi kelompok mawali

35
Philip K. Hitti, History of The Arabs, New York : Palgrove Macmillan, edisis revisi ke-10,
2002, h. 273
42

(non-Arab) dan Dzimmi (non-Muslim). Di antara mereka, kedua kelompok ini tidak

diperbolehkan memegang posisi penting pemerintahan, dan hanya mengizinkan elit

muslim-Arab saja. Dan juga di dukung oleh sistem monarchi heridetis, kekuasaan

mutlak di tangan keturunan dinasti Umayyah.36

Politik Arabisasi yang berlangsung memberikan peluang bagi ekspansi Islam ke

berbagai wilayah non-Arab, yang menyebabkan kecenderungan kelompok mawali

untuk menerima Islam sebagai agama baru di wilayahnya. Perpindahan agama bukan
sekedar keinginan untuk berpindah agama, tetapi menjadi bentuk kesetiaan kepada

penguasa Umayyah. Arabisasi ini menjadi peran penting untuk menarik sebagian

besar penduduk setempat untuk menganut agama Islam.

4. Keagamaan

Arabisasi sering disamakan dengan istilah Islamisasi, meskipun kedua istilah

tersebut berbeda secara detail. Namun, pada masa khalifah Al-Walid, Islam meluas

ke berbagai daerah. Gerakan ini merupakan perantara bagi Islamisasi wilayah yang

telah ditaklukkan. Oleh karena itu, masyarakat yang tinggal di daerah tersebut

memutuskan ntuk memeluk agama Islam. Penyebaran ajaran Islam dihadirkan tidak

hanya kepada kelompok homogen atau golongan Arab, tetapi juga kepada mereka

karena heterogenitas masyarakat dan latar belakang sosial budaya yang semakin

beragam. Kehadiran Arabisasi ini berdampak besar agar kelancaran dakwah Islam

pada masa-masa pemerintahan selanjutnya. Penyebaran ajaran Islam juga tidak

terlepas dari peran golongan mawali37.

36
Wilsta Quinta Ashara. “Sejarah Arabisasi dan Dampak Sosiokultural Pada Masa Dinasti
Umayyah (661-750 M).” Skripsi (Purwokerto: Fakultas Ushuluddin Adab dan Humaniora, Institut
Agama Islam Purwokerto, 2021) h. 35
37
Wilsta Quinta Ashara. “Sejarah Arabisasi dan Dampak Sosiokultural Pada Masa Dinasti
Umayyah (661-750 M).” Skripsi (Purwokerto: Fakultas Ushuluddin Adab dan Humaniora, Institut
Agama Islam Purwokerto, 2021) h. 36
43

Adanya pembatasan ruang gerak untuk bergelut di sektor politik bagi

golongan mawali yang berada di daerah Umayyah tidak menyurutkan partisipasi

mereka. Bagi golongan mawali yang berhasil mempertahankan eksistensinya dengan

memberikan kontribusi di bidang keagamaan, hal ini sebelumnya dipicu oleh

keterbatasan kontribusi mereka dalam politik umayyah, pada masa khalifah Abdul

Malik dan Al-Walid ruang gerak begitu dibatasi, saking terbatasnya sistem kasta

masih sering terjadi. Kelompok mawali sangat antusias dalam hal keagamaan
semangat belajar dan antusiasnya untuk mempelajari bahasa Arab bisa dibilang

lancar, bahkan dalam urusan keagamaan mereka memiliki banyak orang dengan gelar

ulama. Akibat dari Arabisasi dari yang terjadi memicu lahirnya golongan mawali

untuk menciptakan generasi yang lebih baik untuk memperdalam ilmu bahasa dan

ilmu Islam di Jazirah Arab.

5. Ekonomi

Perekonomian adalah merupakan salah satu unsur terpenting dalam

memperlancar proses pembangunan suatu negara. Sebab merosotnya perekonomian

suatu negara akan berpengaruh terhadap proses pelaksanaan pembangunan yang akan

dilakukan.

Pada tahun 693 M, Khalifah Abdul Malik dengan suara bulat memutuskan

untuk mencetak uangnya sendiri di Damaskus. Sementara itu, haji melakukan hal

yang sama pada tahun berikutnya. Alhasil, masyarakat Arab mulai mengenal sistem

hitung. Ide ini juga diterima di Yaman, Suriah dan Irak38.

Kebijakan khalifah Abdul Malik sangat mempengaruhi ekonomi dinasti.

Karena kita melihat bahwa sebelum diberlakukannya kebijakan ini, mata uang yang

38
Qasim A Ibrahim Buku Pintar Sejarah Islam Jejak Langkah Peradaban Islam dari Masa
Nabi Hingga Masa Kini”, Jakarta : Zaman, Cet II, 2014, hal. 263
44

beredar sebagai alat tukar adalah mata uang Roma dan Persia yaitu dirham dan dinar.

Kekurangan mata uang sendiri pasti akan menurunkan nilai trading forex. persatuan

dan kesatuan umat Islam di wilayah yang begitu luas. Dengan demikian, dapat

dikatakan bahwa kearifan khalifah secara implisit memiliki nilai-nilai esensial untuk

memahami persatuan dan kesatuan ummat Islam di wilayah yang luas ini.

C. Respon Masyarakat Yang Terkena Dampak Gerakan Arabisasi

Sistem pemerintahan yang monarchi-heridetis merupakan ruang di mana

hanya orang-orang dari bangsa Arab saja yang berhak memegang kekuasaan Dinasti

Umayyah. Sistem kekuasaan yang turuntemurun ini pada akhirnya menjadi sebuah

budaya, yang mana diterapkan secara turun-temurun dari awal masa pemerintahan

Dinasti Umayyah hingga masa kemunduran.

Kondisi ini tentunya tidak hanya berdampak pada masalah sosial, namun

dapat menjadi sebuah permasalahan budaya bagi golongan mawali. Sebelum

diberlakukannya Arabisasi, mereka menggunakan bahasa asal, yaitu bahasa Yunani

dan Persia. Mereka begitu leluasa dalam penggunaan bahasa asli mereka. Namun,

setelah adanya pemberlakuan Arabisasi, perubahan budaya seiring berjalannya waktu

mulai muncul semenjak kebijakan-kebijakan yang terlah dicetuskan, yaitu kebijakan

budaya menggunakan bahasa Arab di seluruh wilayah taklukan. Mereka yang tidak

menggunakan bahasa arab akan mendapatkan sanksi sosial, yaitu adanya pengucilan.

karena tidak bisa lihai dalam berbahasa Arab. Dan kondisi demikian merupakan sikap

diskriminatif bagi mereka.

Golongan mawali berusaha melakukan perlawanan terhadap penguasa

Umayyah, namun selalu saja dihindari dengan gerakan syu’ubiyah (nasionalisme)

yang begitu kuat. Gerakan syu’ubiyah merupakan gerakan kebangsaan atau fanatisme
45

Gerakan syu’ubiyah ini yang menjadi faktor tindakan diskiminatif terhadap golongan

mawali. Namun, di samping itu dari golongan mawali Persia sendiri juga melakukan

gerakan syu’ubiyah yang tidak kalah kuat, golongan Persia merasa bahwa

kebudayaan dan peradaban mereka lebih maju serta berkembang sebelum bangsa

Arab. Segala cara yang telah dilakukan golongan mawali untuk melakukan

pembelaan terhadap status sosialnya berbuah manis, kondisi ini ditandai dengan

mulai munculnya para penguasa Abbasiyah. Para penguasa Abbasiyah memberikan


kebijakan baru yaitu dengan adanya penghapusan pajak bagi golongan non-Arab atau

mawali, serta melakukan penyetaraan hak bagi seluruh masyarakat.39 Dinasti

Abbasiyah memberikan kebijakan yang lebih leluasa antara golongan Arab dan

golongan non-Arab. Seluruh masyarakat mempunyai hak yang sama tanpa adanya

perbedaan sekalipun. Mawali Persia merupakan golongan yang banyak berjasa bagi

menegakkan Dinasti Abbasiyah, yaitu salah seorang mawali yang bernama Abu

Muslim Al-Khurasani Dan, mulai dari saat itu Dinasti Umayyah mengalami

kemunduran.

39
Wilsta Quinta Ashara. “Sejarah Arabisasi dan Dampak Sosiokultural Pada Masa Dinasti
Umayyah (661-750 M).” Skripsi (Purwokerto: Fakultas Ushuluddin Adab dan Humaniora, Institut
Agama Islam Purwokerto, 2021) h. 68
BAB IV

PENGARUH ARABISASI DINASTI UMAYYAH

BAGI GOLONGAN ISLAM ARAB DAN NON-ARAB MUSLIM

A. Pengaruh Arabisasi di Bidang Sosial

Arabisasi yang berlangsung pada masa dinasti Umayyah tidak diragukan lagi
berdampak pada semua bidang kehidupan masyarakat, salah satunya adalah bidang

sosial. Sebelum penerapan Arabisasi, situasi sosial masyarakat Muslim cenderung

hedonism, yaitu gaya hidup yang mengutamakan kemewahan atau pandangan hidup

yang ditujukan pada kesenangan dan kenikmatan duniawi. Struktur sosial Damaskus

terdiri dari empat bagian utama yaitu, golongan muslim-Arab,muslim Non-Arab,

Non-Arab, dan budak. Golongan muslim-Arab menempati kelas sosial tertinggi di

Damaskus. Mereka adalah elit penguasa dinasti umayyah baik anggota keluarga

kerajaan maupun anggota bangsawan.

Bisa dikatakan bahwa irama kehidupan dan karakteristik Damaskus tidak

banyak berubah sejak menjadi ibukota Dinasti Umayyah. Dulu, seperti sekarang, di

jalan-jalan sempit dan padat, banyak ditemui orang Damaskus, yang mengenakan

celana lebar, sepatu dengan ujung berwarna merah, dan sorban besar, terlihat

menepuk-nepuk pundak orang badui yang berbusana longgar, mengenakan kufyah

(tutup kepala) dan iqal (ikat kepala), atau ada juga orang ifrandi yang berpakaian

Eropa.40

40
Philip K. Hitti, History of The Arabs, New York : Palgrove Macmillan, edisis revisi ke-10,
2002, h. 287

46
47

Masyarakat di seluruh kerajaan terbagi menjadi empat kelas sosial. Kelas

tertinggi biasanya diisi oleh para penguasa Islam, dipimpin oleh keluarga kerajaan,

dan kaum aristocrat Arab. berapa banyak jumlah mereka, tidak bisa diketahui dengan

pasti. Berikut ini adalah kelompok sosial yang ada pada masa Dinasti Umayyah :.

a. Perlakuan Terhadap Golongan Islam-Arab

Ketika Khalifah Abdul Malik bin Marwan (685-705 M) memimpin,

administrasi pemerintahan ditetapkan memakai bahasa Arab dan digunakan di seluruh


wilayah Umayyah. Keadaan ini juga mempengaruhi tingkat kefasihan masyarakat

dalam berbahasa Arab, golongan Muslim dianggap lebih fasih berbahasa

dibandingkan tiga golongan lainnya.

Hal ini membuat para elit Arab muslim juga menganggap diri mereka sebagai

kelompok yang lebih baik dibandingkan kelompok yang lain, yang membuat mereka

menamai diri sendiri dengan Al-Hamra berarti punya kuasa maupun kepercayadirian.

Kemudian mematenkan diri mereka sebagai tuan atau sayid.41

Kelompoknya adalah penguasa penyebab kesenjangan dalam memberikan hak

negara kepada negara-negara yang ditaklukkan. Efek sosial dari Arabisasi pada

dinasti Umayah administrasi pemerintahan ditetapkan memakai bahasa Arab, dirintis

Khalifah Abdul Malik bin Marwan, nanun dilanjutkan dan dipertahankan oleh

khalifah-khalifah selanjutnya.

Ketika khalifah Abdul Malik bin Marwan memimpin, penggabungan

kelompok muslim-Arab pada kelompok lainnya selesai dilaksanakan, akan tetapi

karena diterapkannya politik Arabisasi yang menyebabkan disintegrasi kumpulan

41
Wilsta Quinta Ashara. “Sejarah Arabisasi dan Dampak Sosiokultural Pada Masa Dinasti
Umayyah (661-750 M).” Skripsi (Purwokerto: Fakultas Ushuluddin Adab dan Humaniora, Institut
Agama Islam Purwokerto, 2021) h. 42
48

sosial sekitar. Disamping hal demikian, aksi kepedulian untuk naiknya penduduk

yang sejahtera selalu dilaksanakan khalifah. Kemudian Abdul Malik sudah selesai

melaksanakan pembaharuan di sektor administrasi, putranya Walid bin Abdul Malik

(705-715 M) melanjutkan keberhasilan itu pada sektor sosial, ia melakukan

menghimpun anak yatim lalu menjamin dihidupi yang tersedia oleh pengurus. Situasi

seperti itu membuktikan kepemimpinan Al-Walid, meskipun kehidupan sosialnya

tidak demokratis, dan meskipun ada diskriminasi di beberapa daerah, di bawah


fasilitas yang diberikan Kondisi kelompok Muslim-Arab juga kelompok lain bisa

dibilang tentram memlalui fasilitas yang ada, walaupun masih didapati pengasingan

pada beberapa sektor.

b. Perlakuan terhadap golongan Islam-Non Arab

Kelompok sosial berikutnya, yang berada di bawah kelas Muslim-Arab adalah

para mualaf, yang masuk Islam melalui pemaksaan sehingga, secara teoritis negara

mengakui hak penuh mereka sebagai warga muslim. Dalam hal ini, chauvinisme Arab

masih menjadi penghalang kuat untuk mewujudkan konsep kesetaraan

sosial,meskipun selama periode Umayyah, pemilik tanah, baik muslim ataupun non-

muslim, memliki kewajiban yang sama yaitu membayar pajak tanah.42

Kelompok sosial nyang mendapatkan diskriminasi adalah golongan dzimi dan

mawali. Kelompok Mawali adalah kelompok penduduk Islam,akan tetapi tidak

berketurunan arab. Mawali menurut bahasa Arab maula, berarti penolong, tuan,

sekutu, sahabat, budak telah merdeka.

Apabila melihat proses sejarahnya, kelompok mawali bisa dibedakan ke 3

jenis, salah satunya adalah mawali, yaitu jenis budak atau budak yang dibebaskan

42
Philip K. Hitti, History of The Arabs, New York : Palgrove Macmillan, edisis revisi ke-10,
2002, h. 289
49

atau tidak dibebaskan. Kedua, mawali pra-Islam, sekelompok budak yang dibebaskan

dari non-Arab. Ketiga, mawali periode khulafa rasyidin adalah seseorang beragama

Islam tapi tidak berdarah Arab. Terbiasanya sebutan tersebut bertahan sampai bani

Umayyah. Kelas mawali ini memiliki asal di daerah Armenia juga Persia yang

menetap pada daerah taklukkan. Oleh karena itu, struktur sosial Islam dinasti

Umayyah dibagi menjadi dua bagian menurut 2 ciri, kesatu mengarah ke kegiatan

bersifat sehari-hari dan praktis berlaku untuk masyarakat guna pengaturan solat juga
zakat, kedua wajib dari kelompok Arab, akan tetapi kelompok bukan arab berperan

mendukung kelompok Arab

Pada masa Dinasti Bani Umayyah, kelompok mawali ini diperlakukan tidak

baik oleh pemerintah Arab muslim dimana kelompok mawali sulit mendapat jabatan

pemerintah sebab semua penguasanya adalah kelompok Arab Islam. Kondisi

diskriminatif ada setelah Mu'awiyah menjabat. Kelompok Mawali menerima pajak

maupun jizyah sama seperti kelompok bukan muslim, meskipun teorinya adalah

bahwa hanya kelompok non-muslim yang dikenai jizyah. Pajak ini digunakan sebagai

sumber pendanaan pemerintah. Kaum Mawali yang tinggal di daerah Bani Umayyah

adalah golongan non muslim yang masuk Islam untuk menghindari pembayaran

pajak sebab dipungut sangat tinggi untuk mereka.43 Akan tetapi, sesudah mereka

masuk Islam, pajak sama dikumpulkan melalui cara sama layaknya bukan muslim

pada prakteknya mereka tetap diperlakukan sebagai budak dengan kewajiban bayar

pajak juga status sosial mereka dibedakan kelompok Arab lainnya .44

43
Philip K. Hitti, History of The Arabs, New York : Palgrove Macmillan, edisis revisi ke-10,
2022, h. 244
44
Wilsta Quinta Ashara. “Sejarah Arabisasi dan Dampak Sosiokultural Pada Masa Dinasti
Umayyah (661-750 M).” Skripsi (Purwokerto: Fakultas Ushuluddin Adab dan Humaniora, Institut
Agama Islam Purwokerto, 2021) h. 55
50

Karena statusnya diturunkan menjadi klien (mawali), para mualaf ini

menampati strata sosial paling rendah dalam komunitas Islam, satu status sosial yang

sangat mereka tantang. Hal ini menjelaskan temuan kita bahwa dalam beberapa kasus

mereka bergabung dengan kelompok pemberontak Syiah di Irak atau Khawarij di

Persia. Namun, sebagian mereka seperti yang sering terjadi secara keagamaan lebih

unggul daripada raja, dan gairah keagamaan mereka yang mirip dengan fanatisme,

mendorong mereka untuk memerangi kalangan non-muslim. Bagian terbesar dari


kelompok muslim terdahulu yang paling tidak toleran merupakan para mualaf yang

dulunya beragama Yahudi dan Kristen45

Munculnya fanatik Arab (al-ashabiyah al-Arabiyah) secara generasi ke

generasi yang dibawa khalifah, tentu mengubahsituasi yang besar di daerah bani

Umayah. Kefanatikan ini menyebabkan kelompok Arab sendiri bersikap arogan dan

semena-mena terhadap kelompok lainnya di bawah mereka, jadinya sering kali

kelompok masyarakat lain diperlakukan dengan rasisme.

Timbulah hilangnya unsur kesetaraan kelompok muslim bukan Arab dengan

kelompok muslim-Arab. Perilaku rasis memberikan rasa amat sakit hati untuk

kelompok bukan Arab, sebab meski dia Islam, mereka tetap diperlakukan beda.

Perilaku diskriminasi nyatanya terjadi di wilayah pemerintah dan politik, dimana

kelompok bukan Arab dilarang mendapatkan jabatan pemerintah bani Umayah,

kemudian kebebasannya di wilayah tersebut amat terbatas. Nyatanya administrasi

pemerintah jauh dari kata demokrasi, akan tetapi situasi kependudukannya amat

tentram, juga kelompok bukan muslim jauh dari kata susah dengan tersedianya

fasilitas.

45
Philip K. Hitti, History of The Arabs, New York : Palgrove Macmillan, edisis revisi ke-10,
2002, h. 290
51

Terkait dengan keadaan masyarakat dimana kehidupan penduduk membuat

pemerintah bani Umayyah sangat berambisi guna menyatukan penduduk berdasarkan

kekuatan Arabisme. Pemerintah berkeinginan menciptakan negara Arab kuat dan

kelompok Islam. Arabisasi berat dicari, dengan generasi baru lahir pada daerah

jajahan dipaksa untuk membuat akta lahir komunal di lembaga pendaftaran Arab

untuk menjaga keasliannya. Selain itu, bahasa Arab digunakan di tempat-tempat Bani
Umayah juga daerah jajahan sebagai sebab saat penjajahan skala besar di bawah

Khalifah al-Walid ibn Abdul Malik, yang berfokus pada perluasan untuk memperluas

wilayah taklukan, yang merupakan fungsi dari Arabisasi yang intensif. Para khalifah

yang memimpin dinasti bani Umayyah tetap melakukan perlakuan diskriminatif

berdasarkan Ashabiyah, kecuali pada pergantian zaman kepemimpinan Khalifah

Umar bin Abdul Aziz (Umar II). Umar II adalah pemuda cerdas, sangat religius juga

mengutamakan penduduknya.

Peraturan tidak adil disahkan oleh pemimpin sebelumnya di bawah Umar II

dihilangkan. Umar II pun sudah memberi kebebasan kepada kelompok mawali guna

mempekerjakan orang pemerintahan Umayyah selepas bekerja giat. Kelompok

mawali tampil. Kelompok mawali memulai kancah pejabat pemerintah ketika mereka

menjadi penasihat pemerintah. Mereka berpeluang menduduki jabatan pemerintahan

maupun gubernur.46

Peluang tinggi guna meningkatkan derajat kelompok mawali pada zaman

kekhalifahan terdahulu. Kelompok tersebut perlahan memiliki derajat besar. Akan

46
Wilsta Quinta Ashara. “Sejarah Arabisasi dan Dampak Sosiokultural Pada Masa Dinasti
Umayyah (661-750 M).” Skripsi (Purwokerto: Fakultas Ushuluddin Adab dan Humaniora, Institut
Agama Islam Purwokerto, 2021) h. 67
52

tetapi, tidak menutupi posisinya sejajar kelompok Arab Muslim. Status Anda berasal

dari kesetiaandan komitmen linguistik dan Islam dari kelompok Mawali Arab Kecuali

kelompok Mawali, sukses mereka juga menaikkan pamor di lingkup pemerintahan

bani Umayyah untuk mendapatkan pembebasan pajak wajib. Umar II membuat

peraturan penghapusan pajak wajib dari semua kelompok Islam juga diringankan

tekanan pajak wajib pada kelompok bukan muslim. Saat itu, kelompok mawali

merasakan kearifan sosial yang dalam pemerintahan yang tepat


c. Perlakuan Terhadap Golongan Non Muslim (Dzimmi).

Orang-orang dzimmi atau Ahl Adz-Dzimmi adalah Kelompok bukan muslim

mendapatkan hak atas lindungan juga keamanan pihak berwenang. Kelompok ini

kebanyakan merupakan kristen juga yahudi. Dzimmi berada dikategori ketiga sehabis

kelompok Mawali. Kelompok ini menikmati hak bebas memeluk agama selama

mereka bayar pajak. Pajaknya untuk lindungan kelompok bukan muslim tersebut,

perlindungan yang ditawarkan sama dengan perlindungan kelompok lain yang tidak

mampu di negara Arab sendirian, padahal pribumi di daerah tersebut, akan tetapi

berhasilnya Islam menguasai wilayah itu, adanya kelompok tersebut berubah jadi

minoritas. akan tetapi, kelompok ini terus diperlakukan dengan layak atas kekuasaan

demokrasi. Kelompok tersebut tetap memperoleh fasilitas pada hidupnya dan

memperoleh hak kebebasan memakai hukum berdasar agama mereka sendiri.47

Sebelum melakukan Arabisasi diimplementasikan dengan penuh, susunan

pekerja guna permasalahan pendanaan awalnya pengelolaan diberikan pada penguasa

sebelumnya, berarti bukan muslim sebagai generasi murni daerah jajahan tapi relatif

47
Philip K. Hitti, History of The Arabs, New York : Palgrove Macmillan, edisis revisi ke-10,
2022,h. 246
53

gagap teknologi. Akan tetapi, tetap guna bukan Arab dengan fasih berbahasa Arab.

pemindahan itu tentu panjang dan bertahap, berlangsung atas dasar perluasan

Arabisasi yang dimulai pada pemerintahan Khalifah Abdul Malik bin Marwan dan

berlanjut setelahnya.

Adapun keberadaan golongan Adz-Dzimmi, tentu tidak lepas dari

permasalahan pajak. Pajak amat pengaruh pada situasi sosial kelompok. Adz-Dzimmi,

ketika gilirannya mempengaruhi sektor sosial mereka. Secara teori, pembayaran pajak
property (kharaj) cuma berlaku guna bukan muslim. Situasi tersebut menyebabkan

mayoritas kelompok bukan muslim memilih guna berpindah agama tujuannya bebas

atas berbagai persoalan. Kelompok tersebut dinamai kelompok muslim baru ataupun

neo-Muslim (mawali).

Status dzimmi yang berada di bawah perlindungan Islam pada awalnya hanya

terbatas pada kalangan Ahlul Kitab sebagaimana tertera dalam Alquran48 kemudian

status itu diperluas sehingga mencakup juga para penyembah api atau para pemeluk

Zoroaster (Majusi), serta para penyembah berhala di Harran, dan pagan. Meskipun

bukan termasuk pemeluk agama samawi, sehingga secara teknis berada di luar

perlindungan Islam, para penganut Zoroaster Persia dan orang Berber Afrika Utara

diberi tiga pilihan oleh orang Islam: memeluk Islam, diperangi, atau membayar upeti.

Saat zaman pemerintahan Khalifah Abdul Malik, hal tersebut tidak dijalankan

dengan semestinya. Bahwa selama hampir seluruh pemerintahan Umayyah, tuan

tanah dengan keimanan maupun tanpanya kena pajak juga. Apalagi, para dzimmi

dilarang diperbolehkan guna ikut serta juga berperang, aturan tersebut ada saat jaman

Nabi Muhammad SAW. Kelompok itu tidak ikut militer, tetapi pajak mereka

48
Philip K. Hitti, History of The Arabs, New York : Palgrove Macmillan, edisis revisi ke-10,
2002, h. 291
54

bayarkan sebagai imbalan atas lindungan pihak berwenang Bani Umayah. Situasi ini

menunjukkan faktanya kelompok dzimmi masih menikmati hak bebasnya hanya

dengan pajak harta benda.

d. Perlakuan Terhadap Golongan Budak

Kelas paling rendah dalam masyarakat adalah golongan budak. Meskipun

pada saat itu Islam melestarikan perbudakan yang telah lama dianut oleh Semit Kuno

dan yang legalitasnya diakui oleh Perjanjian Lama, namun Islam memperbaiki
kondisi para budak. Hukum Islam melarang seorang muslim untuk memperbudak

kerabatnya yang seagama, tapi tidak pula menjanjikan kebebasan bagi budak

nonmuslin yang menjadi muslim. Pada masa awal Islam, para budak berasal dari

tawanan perang termasuk wanita dan anak-anak dan didapatkan dengan cara membeli

atau menyergap rombongan musuh. Kenyataannya, perdagangan budak menjadi salah

satu bisnis yang berkembang luas dan menguntungkan di seluruh negara Islam.49

Gambaran tentang sejumlah besar budak yang membanjiri kerajaan Islam

setelah penaklukan diperoleh dari angka-angka yang kelihatannya dibesar-besarkan,

seperti berikut ini: Musa bin Nushayr menawan sekitar 300.000 orang di Afrika kecil,

yang sekitar 60.000 diserahkan kepada Al-Walid50. Bagi seorang bangsawan keluarga

Umayyah memiliki seribu budak bukanlah hal yang luarbiasa. Bahkan sepuluh orang

prajurit pada pertempuran Shiffin juga memiliki satu hingga sepuluh budak yang

melayaninya.

Bagi seorang tuan dan budak perempuannya, praktik selir meskipun bukan

pernikahan yang sah, merupakan hal yang lazim. Anak-anak yang lahir dari hubungan

49
Philip K. Hitti, History of The Arabs, New York : Palgrove Macmillan, edisis revisi ke-10,
2002, h. 294
50
Philip K. Hitti, History of The Arabs, New York : Palgrove Macmillan, edisis revisi ke-10,
2002, h. 294
55

semacam itu menjadi milik majikannya, sehingga ia dipandang sebagai orang

merdeka. Karena hubungan itu, status budak perempuan itu sedikit meningkat

menjadi umm al-walad (ibu anak-anak), yang tidak boleh dijual oleh suami

majikannya itu dan jika majikannya meninggal ia menjadi orang merdeka. Dalam

proses peleburan antara orang Arab dengan orang asing, perdangangan budak jelas

telah memainkan peran yang sangat penting

Pembebasan budak selalu dipandang sebagai amal saleh (qurbah) yang


menjadikan majikannya berhak memperoleh balasan di akhirat kelak. Ketika

dimerdekakan, seorang budak akan menjadi klien (mawali) mantan tuannya, yang

kini menjadi rekanan. Ketika tuannya meninggal tanpa meninggalkan pewaris, maka

ia berhak mewarisi harta peninggalannya.51

B. Pengaruh Arabisasi di Bidang Budaya

Sebagai dinasti pertama Islam, dinasti Umayyah memainkan peran yang

sangat penting dalam menentukan dasar-dasar pemerintahan Islam, termasuk

perkembangan budayanya. Aliran arabisasi tidak lain adalah pembangunan dan

perluasan dipakainya bahasa Arab ke daerah Islam di Bani Umayah pada waktu

tersebut. Walaupun arabisasi sering disamakan perbuatan Islamisasi, namun

keduanya berbeda dalam banyak hal. Hal ini dibuktikan dengan beberapa golongan,

seperti Kristen juga Yahudi, selalu jadi unsur wajib pada Damaskus saat kekuasaan

bani Umayah. Kristen ataupun yahudi mewariskan budaya agama masing-masing,

walaupun menjauhkan kebahasaan hariannya digunakan saat Islam belum masuk

kemudian mengubahnya.

51
Philip K. Hitti, History of The Arabs, New York : Palgrove Macmillan, edisis revisi ke-10,
2002, h. 295
56

Berdasarkan catatan sejarah budaya Arab telah melalui banyak akulturasi

dengan budaya lainnya saat Islam mulai menyebar ke wilayah-wilayah bukan Arab.

Maka dari itu, penduduk bukan Arab memakai bahasa Arab untuk keseharian yang

menyebabkan berubahnya ucapan juga aksen bahasa Arab dengan siginifikan. Bahasa

arab yang sudah tercampur oleh aksen penduduk bukan arab dinamai Middle Arabic,

guna pembeda pada Classical Arabic, yang merupakan bahasa arab dari Al-Qur‟an

juga menulis sair Arab sebelum Islam. Munculnya Classical Arabic selalu menjadi
bahan debat ahli sejarah. Unsur pendorong diterima juga ditolaknya pada bahasa arab

pada masyarakat bukan Arab adalah sesuatu yang kompleks. Karena, terlibatnya

unsur sosiologi juga politik bukan hanya sastra semata52.

Pada masa Abdul Malik mulai dirintis pembuatan tiraz atau semacam bordiran

yakni cap resmi yang dicetak pada pakaian khalifah dan para pembesar pemerintahan.

Kesembilan, membangun sarana dan prasarana. Abdul Malik juga mendirikan

bangunan seperti pabrik senjata dan kapal perang di Tunisia. Ia juga membangun

Masjid Umar atau Qubbatush Shakra‟ di Yerusalem dan memperluas Masjidil Haram

di Makkah53

Selain itu, Perkembangan arsitektur saat ini dapat dilihat dengan tak

terhitungnya jumlah masjid. Al-Walid juga Abdul Malik mendirikan banyak masjid

baru juga renovasi masjid tua. Contoh pendirian masjid Batu dipengaruhi ilmu arsitek

Bizantium. Terdapat sebuah kubah menjadi karakteristik Bizantium. Masjid di

Damaskus, sebaliknya, memiliki menara, adalah karakteristik gereja guna diletakan

52
Dudung Abdurrahman, Komunitas Multikultural Dalam Sejarah Islam Periode Klasik,
Yogyakarta : Ombak, 2014, h. 52
53
Yusuf Al-Isy, Dinasti Umawiyah, Jakarta : Pustaka Al-Kautsar, Cet I, 2007, h.270
57

lonceng. Menara berfungsi untuk mimbar adzan. Al-Walid I memeluk pengaruh

budaya Romawi dengan membangun menara sebagai gereja. Namun pembangunan

masjid tersebut tidak mengubah bentuk asli bangunan persegi panjang awal mula

didirikan Rasulullah SAW. dimasa khulafaurasyidin, seni kaligrafi umum digunakan

adalah model Kufi sederhana.

Seiring luasnya kuasa Islam juga bertambahnya umat muslim dengan

mengadopsi tulisan, upaya penciptaan gaya kaligrafi baru terus berlanjut di beberapa
daerah. Kaligrafi kufi dengan karakteristik kaku memiliki sudut di zaman Bani

Umayah ketika muncul tulisan kursif (fleksibel lengkungan huruf fleksibel). Qutbah

al-Muharrir merupakan penemu juga pengembang tulis kursif. Beliau penemu utama

tulisan di zamannya, yaitu sulus, nisf, jalil, juga tumar. Beliau melakukan

pengembangan pada tulisan berdasarkan keahliannya dan menjadi sempurna. Hasil

lacakan dengan jelas pada pewarisan karya kaligrafi zaman umayah sulit

dilaksanakan dengan total, sebab sedikit sumber sejarahnya54.

Ketika di zaman pemerintahan Umayyah, budaya menyanyi khususnya

bertumbuh cepat pada wilayah Hijaz. Layaknya dalam literatur periode sebelumnya

Umayyah tetap mengandalkan puisi juga prosa untuk alat ibadah. Model kreatif

perkembangan saat itu maerupakan Gazal (lirik cinta), banyak ahli sair berperan

dalam pengembangan model puisi tersebut. Lebih cenderung pada puisi gazal, ahli

sejarah Arab menuturkan penyebab tingginya angka kekayaan, layaknya Umar bin

Abu Rabiah, jahsir, juga Qays bin al-Mulawwah (penulis Laila Majnun).55

54
Sahdin Hsb, Politik Arabsisasi dan Dakwah Refleksi Perkembangan Dakwah Era Umayyah
dan Upaya Kontekstualisasi Dakwah Kontemporer di Indonesia,.Medan: Perdama Publishing, Cet I,
2019, h. 86-87.
55
Sahdin Hsb, Politik Arabsisasi dan Dakwah Refleksi Perkembangan Dakwah Era Umayyah
dan Upaya Kontekstualisasi Dakwah Kontemporer di Indonesia., Medan: Perdama Publishing, Cet I,
2019, h. 92
58

Terlepas dari hal tersebut, pada pengembangan budaya dekoratif, bagaimana

perkembangannya khat, dekor arsitek yang disebabkan Hellenisme Romawi (yang

naturalistik, dengan citra manusia dan hewan) dan Sasana Persia (abstrak dan

simetris) terlihat nyata. Dipengaruhi kultur sebelum Islam adalah aspek integral dari

terbentuknya karakteristik budaya Islam. Produksi Tiraz (bordiran baju kerajaan),

dimulai pada masa pemerintahan Abdul Malik yang menjadikan baju kekuasaan

pemimpin juga pengurus pemerintah. Model tiraz mulanya berasal kultur kristen,
yang berikutnya di zaman Umayah diganti kultur Islam.

Model arsitek Umayyah dapat dilihat di perkembangan pusat kota juga

pemerintah layaknya keraton juga pusat keagamaan. Damaskus adalah ibu kota

Kekaisaran Romawi, tapi saat Islam menaklukkan Damaskus, daerah itu dirapihkan

lagi juga diluaskan menjadi ibu kota pemerintahan Umayyah, dan bangunan-

bangunan indah bernilai seni tinggi didirikan di kota tersebut. Salah satu kota yang

dirapihkan kembali adalah Kota Qairawan didirikan Uqbah bin Nafi saat menjabat

gubernur. layaknya daerah lainya, kota ini memiliki banyak taman, masjid, pangkalan

militer, masih banyak lagi. Daerah ini dihuni oleh orang Romawi, Persia, Berber,

Arab, Chibutis, masih banyak lagi.

Bangunan didirikan ketika zaman Mu'awiyah ini direnovasi Walid bin Abdul

Malik. Ketika zaman umayah dilaksanakan pemugaran masjid tua. Abdul Malik

memperluas ukuran Masjid Agung juga ketika zaman Walid bin Abdul Malik dia

secara artistik menyempurnakan proyek pemugaran. Selanjutnya, perluasan Masjid


59

Nabawi. Point arsitektural juga keindahan bangunannya penuh karakteristik.

Penyebabnya terjalinnya koneksi bagus umat Islam ke kultur lain56.

Selama periode Umayyah, masjid pertama dibangun di luar Jazirah Arab.

Basilika Santo Yohanes, Damaskus berubah ke masjid, selain itu katedral di Hims

digunakan sebagai gereja juga masjid. Pada kota suci itu, Abdul Malik mendirikan

Masjid Al-Aqsa. Monumen paling baik tersisa untuk generasi mendatang saat itu

adalah Kuba Sahr (dome of rock) di al-Quds. Masjid Cordoba saat ini pembangunan.
Masjidil Haram juga masjid Nabawi peremajaan juga perbesaran dilakukan Al-Walid

juga Abdul Malik. Tidak hanya masjid, pemerintahan umayah pun mendirikan

bangunan guna peristirahatan padang pasir, layaknya Al-Mushata juga Qusayr

Amrah.

Kemahiran dalam arsitektur merupakan dasar dari dinasti umayah. Dedikasi

tinggi mereka dalam arsitek membuahkan hasil bangunan yang indah, salah satunya

adalah Baitul Maqdis. Abdul Malik bin Walid adalah pemimpin pemerintahan

umayah dengan konsentrasi tinggi pada Yerussalem menjadikan kota tersebut sebagai

pusat pengembangan Islam. Beliau mendirikan masjid khusus untuk penampung juga

acara keagamaan.57

Masjid Damaskus merupakan hasil Abdul Malik bin Walid memimpin.

Mulanya beliau memperbaiki masjid tua disekitar. Beliau diberi julukan sebagai

tokoh pembagunan masjid. Konsep menara pertama kali dikenalkan pada zamannya.

Istana Qusayr Amrah merupakan salah satu sejarah adanya pemerintahan umayah

56
Sahdin Hsb, Politik Arabsisasi dan Dakwah Refleksi Perkembangan Dakwah Era Umayyah
dan Upaya Kontekstualisasi Dakwah Kontemporer di Indonesia. Medan: Perdama Publishing, Cet I,
2019, h. 93
57
Sahdin Hsb Politik Arabisasi dan Dakwah Refleksi Perkembangan Dakwah Era Umaiyah
dan Upaya Kontekstualisasi Dakwah Kontemporer di Indonesia, Medan: Perdama Publishing, Cet I,
2019, h. 89
60

yang berbahan dasar batu kapur bening merah. Banyak lagi contoh yang dapat di

tampilkan, akan tetapi tanpa adanya karakter arsitek, layaknya masjid yang berada di

Andalusia.58

Sistem pemerintahan monarchi-heridetis suatu keadaan dimana hanya rakyat

negara-negara Arab saja memiliki hak menguasai kuasa pemerintahan Bani Umayah.

Konsep penguasaan monarki tersebut kemudian jadi kebiasaan diwariskan sejak

pertama kekuasaan Bani Umayah sampai kemundurannya. Padahal, keadaan tersebut


bukan menyebabkan problem sosial saja tetapi bisa masalah kultur untuk kelompok

Mawali. Sebelumnya kelompok ini memakai bahasa asli mereka, Persia juga Yunani.

Kelompok ini sangat fleksibel tentang bahasa ibu mereka. Namun, setelah

implementasi Arabisasi, perubahan budaya mulai terlihat setelah kebijakan dimulai

dari waktu ke waktu. Peraturan kultur penggunaan bahasa Arab pada semua daerah

jajahan. kelompok itu tidak fasih berbahasa Arab menghadapi hukuman dengan

dikucilkan sebab belum fasih berbahasa Arab. Keadaan ini bagi mereka adalah sikap

diskriminatif.

Kelompok mawali berusaha melawan penguasa Bani Umayah namun selalu

didesak oleh pergerakan kuat syu'ubiyah (nasionalisme). syu'ubiyah adalah

pergerakan fanatik ataupun nasional. syu'ubiyah adalah dalang dari tindakan

diskriminatif terhadap kelompok mawali. Namun selain itu, kelompok mawali Persia

pun menjalankan pergerakan syu'ubiyah sama kuatnya, kelompok Persia merasa

budaya dan peradabannya lebih maju dan maju penjajah. Seluruh upaya dilaksanakan

kelompok mawali guna mempertahankan posisi sosialnya membuahkan hasil.

58
Sahdin Hsb Politik Arabisasi dan Dakwah Refleksi Perkembangan Dakwah Era Umaiyah
dan Upaya Kontekstualisasi Dakwah Kontemporer di Indonesia, Medan: Perdama Publishing, Cet I,
2019, h. 89
61

Situasi budaya bani Umayyah sebelum Arabisasi merupakan perihal

menggunakan bahasa sendiri. Bukan muslim adalah Berber Putih di zaman sebelum

Islam, ialah generasi Semit, Sebelum penaklukan Islam, orang Berber merupakan

orang Kristen murni. Kelompok ini merupakan kelompok kurang rentan terhadap

kultur bizantium juga romawi. kelompok ini memiliki pendeta sebagai panutan.

tetapi, pasca kedatangan Islam, muncul para penakluk Islam Seruan kepada kelompok

non-Muslim. Penakluk Islam datang dan memperluas dan meng-Arabkan wilayah


mereka.

Kebijakan dikenakan pada dzimmi Muncul dalam bentuk yang ditentukan

dengan jelas di awal penaklukan. Peraturan tersebut dimaksudkan untuk membatasi

penyelenggaraan jabatan publik oleh kelompok Kristen, dan kelompok Muslim-Arab

enggan memberi kebebasan untuk kelompok dzimmi guna menjabat di pemerintah

bani Umayyah, sebab didasarkan pada pemerintah monarki turun-temurun. Hal ini

juga dibuktikan dengan adanya regulasi kaki depan mereka dipotong, kewajiban

mengenakan kerudung, pakaian khusus berupa ikat pinggang dianjurkan, dan tidak

boleh meninggikan suara saat melakukan shalat. Diluar itu, hak yang diberikan jauh

berbeda, sebagaimana dirujuk Juga di buku yang sama, saat kelompok muslim

menghabisi kelompok nasrani, mereka cuma didenda dan tidak mendapat bantahan

dari kelompok nasrani.

Arabisasi pada zaman pemerintahan Bani Umayah sering dikaitkan Islamisasi.

Berbagai asumsi beranggapan bahwa Arabisasi merupakan bagian dari berjalannya

Islamisasi, tapi maksud dasarnya ini memiliki arti beda. mengapa beda, sebab

disaksikan oleh Yahudi dan Nasrani, yang merupakan kelompok dhimmi yang

mempertahankan tradisi keagamaannya saat Arabisasi berlangsung di zaman


62

pemerintahan Bani Umayah. Beberapa kelompok Dhimmi mengubah bahasa sehari-

hari mereka menjadi Arab, menjauhkan kebiasaaan bahasa dahulu saat Islam belum

datang.

Kejadian menjadi semacam adaptasi terhadap kultur baru meliputi bahasa

sesuai mayoritas penduduknya adalah Muslim dan bahkan setuju dengan agama

mereka sendiri. Karena ada budaya Islam yang menyebar di daerah non-Arab selama

ekspansi dan kemudian mengarah pada akulturasi budaya. Keadaan ini lalu
menyebabkan aksen wilayah tersendiri menjadi bahasa Arab.

Dalam konteks pengembangan kebudayaan dan seni, para mawali ini juga

menjadi salah satu aktor penting. Hal ini didorong oleh kesadaran historis mereka

sebagai pewaris kebudayaan yang lebih tua dari kebudayaan Islam-Arab itu sendiri.

Di sisi ain, hal ini juga sebagai simbol kompensasi atas posisi kurang menguntungkan

yang mereka peroleh dalam struktur sosial di Damaskus. Tidak menjadi elit dalam

bidang politik, maka mereka berusaha melakukan mobilisasi vertikal untuk menjadi

elit di bidang kebudayaan, ilmu pengetahuan, dan seni59.

C. Pengaruh Arabisasi di Bidang Pendidikan

Bani Umayyah memberikan andil yang cukup signifikan bagi pengembangan

budaya Arab pada masa-masa sesudahnya, terutama dalam pendidikan dan

pengembangan ilmu-ilmu agama Islam, sastra, dan filsafat. Pada masa dinasti ini,

mulai dikembangkan cabang-cabang ilmu baru yang sebelumnya tidak diajarkan

dalam sistem pendidikan Arab. Diajarkanlah cabang-cabang ilmu baru, seperti tata-

bahasa, sejarah, geografi, ilmu pengetahuan alam, dan lain-lain. Meskipun demikian,

perkembangan sistem pendidikan baru berlangsung pada paruh terakhir Dinasti

59
Dudung Abdurrahman, Komunitas Multikultural Dalam Sejarah Islam Periode Klasik,
Yogyakarta : Ombak, 2014, h. 56
63

Umayyah dan tidak pada awal dinasti ini. Badira, sebuah kota dekat Madinah, pada

awalnya hanyalah merupakan tempat belajar dan berkumpulnya para murid untuk

belajar bahasa Arab dan pembacaan sastra. Pada waktu itu, bila ada orang yang

menguasai dan memiliki pengetahuan tentang bahasa ibu dan mengetahui bagaimana

berenang dan menggunakan busur serta anak panah, maka orang itu dipandang

sebagai orang terpelajar. Akan tetapi, sejak sistem pendidikan dikembangkan,

kualifikasi “terpelajar” lambat laun berubah60.


Karena tuntutan mempelajari dan menafsirkan Al-Qur‟an, kedua jenis

pengetahuan, yaitu filologi dan leksikografi mendapat perhatian banyak orang. Sejak

saat itulah di kalangan masyarakat muslim Arab mulai berkembang. Di bawah ini

merupakan kriteria khusus model embelajaran Islam di zaman umayah berdasarkan

ungkapan Langulung:

1) Bersifat Arab

Ciri terpenting dari gaya pendidikan bani Umayyah adalah benar-benar Arab

dan Islami. Artinya bangsa Arab masih mendominasi dunia pendidikan karena

unsur-unsur Islam yang baru belum tercampur pada masa itu. Hal ini juga

karena pada saat itu unsur-unsur Arab memegang peran utam dan secara

politik menguasai pemerintahan, budaya juga agama. Di masa tersebut,

pembelajaran Islam dilaksanakan melalui pembentukan halakha-halakha

terpelajar yang dilaksanakan di masjid-masjid. Dari halaqah-halaqah tersebut

berkembang berbagai mazhab dan aliran Islam yang melahirkan Khawarij,

Syi'ah dan Mu'tazilah.

60
Muchlis, Perkembangan Pendidikan Pada Masa Dinasti Umayyah, Jurnal Kebudayaan dan
Sejarah Islam Vol. 5 No. 1 Januari-Juni 2020
64

2) Mengutamakan di Ilmu Bahasa juga Naqliyah

Saat masa tersebut, pembelajaran Islam mengutamakan ilmu naqliyah, ruang

lingkupnya ilmu agama seputar bacaan al-Qur'an dan tafsirnya, fiqh juga

hadits, serta terkait ilmu tersebut, adalah kebahasaan. seperti nahwu, bahasa

dan sastra.

Ilmu Hadis, pada masa dinasti umayyah Selama ini hadits-hadits Nabi
dikumpulkan, kemudian dipelajari asal-usulnya, kemudian menjadi ilmu

tersendiri yang disebut ilmu hadits. Ahli hadits yang terkenal saat ini adalah

Al-Auzi Abdurrahman bin Amru, Hasan Basri, Ibnu Abu Malikah,

Asya'bi.Abu Amru Amir bin Shurahbil.

Ilmu Fiqih, Pada awalnya perkembangan ilmu fikih dilandasi oleh kebutuhan

akan resep sebagai pedoman untuk memecahkan berbagai masalah. Al-Qur'an

dan Hadits dijadikan sebagai landasan fikih Islam. Pakar fiqih yang terkenal

adalah Sa'ud bin Musib, Abu Bakar bin Abdurahman, Qasim Ubaidillah,

Urwah dan Kharijah.

Ilmu Nahwu, Dengan meluasnya ranah Islam dan dibantu dengan upaya

Arabisasi, pengetahuan tata bahasa Arab sangat dibutuhkan. Demikianlah

ilmu Nahwu dicatat dan menjadi salah satu ilmu penting untuk dipelajari.

Salah satu tokoh legendaris adalah Abu al-Aswad al-Du'ali dari Bagdad. Salah

satu layanan Al-Du'ail adalah penyusunan tata bahasa Arab dengan memberi

poin pada huruf Hijaiyah yang sebelumnya tidak ada.

Condongnya naqlyiah juga linguistik pada sektor kultural pembelajaran Islam

selaras pada kriteria kesatu yang menunjukan pembelajaran di zaman itu


65

semata-mata bernuansa Arab dan Islami, dengan tujuan utama memperkuat

fondasi agama.

3) Terbukanya jalur pembelajaran bahasa asing

Kepentingan guna belajar baha asing sudah dianggap penting, meski dalam

skala terbatas, sejak kelahiran Islam pertama. Kejadian ini disebabkan

hubungan Islam kepada negara disekitarnya dan perluasan wilayah Islam di

luar Arab. Berkaitan dengan hal tersebut, Nabi Muhammad SAW mengajak
para sahabatnya untuk mempelajari bahasa asing selain bahasa Arab hingga

beliau bersabda: "Barang siapa yang mempelajari bahasa suatu kaum, niscara

ia akan selamat dari kejahatannya" Kebutuhan ini dirasakan semakin penting

ketika Islam diperintah oleh Dinasti Umayyah, di mana domain Islam

menyebar ke Afrika Utara dan Cina dan negara-negara lain di mana jauh dari

bahasa arab. Oleh karena itu, pembelajaran bahasa asing perlu tentang

pendidikan Islam pada waktu tersebut, juga sejak penerbitannyaIslam untuk

pertama kalinya berhadapan dengan universalitas agamaIslam (rahmatan lil

'alamin).

4) Berusaha meneguhkan Dasar-Dasar Agama Islam Yang Baru Muncul

Wajar jika pada tahap awal kehidupan Muslim ini, pendidikan Muslim harus

berusaha menanamkan Islam dan ajarannya. Oleh karena itu, banyak

penaklukan wilayah dan penguatan prinsip-prinsip agama dilakukan selama

periode ini. Menurutnya, Islam merupakan negara juga agama. Juga dalam

periode tersebut para pemimpin mengeluarkan utusan keliling dunia juga

bersama prajurit guna penyebarkan progra pendakwahan Islam. Rombongan

tersebut tidak hanya berdakwah, namun memberikan peringatan pada


66

gubernur masing-masing wilayah tentang penting menyebarkan pembelajaran

juga agama.

5) Menunjukkan perhatiannya kepada sumber komunikasi tertulis untuk

berkomunikasi

Kedatangan Islam menjadi unsur pentingnya menulis. Saat mulanya menulis

terasa keharusan saat Rasulullah SAW ingin menuliskan wahyu juga

menurunkan ayat. Berangkat dari situ dia menunjuk seseorang guna posisi
tersebut. Ibrahim bin al-Ibyari mencatat setidaknya dua puluh empat penulis

Nabi dalam ensiklopedia al-Quran miliknya. Diantaranya adalah Abu Bakar,

'Umar bi Khatab, 'Utsman bin 'Affan 'Ali bin Abi Thalib, Sa'd bin Abi

Waqqas, Mu'awiyahbin Abi Sufyan, Zaid bin Tsabit, Khalid bin al-Walid dan

'Amr bin al-'Ash. Pada masa Bani Umayyah, tugas menulis meningkat dan

dibagi menjadi lima bidang, yaitu: Penulis surat, juru tulis Bendahara, juru

tulis militer, juru tulis polisi dan hakim. Penulis surat merupakan pekerjaan

paling berpangkat, maka dari itu status tersebut hanya diberi ke sanak famili.

Tulisan Arab menjadi lebih istimewa saat jabatan itu diadakan ke negara-

negara Muslim di bawah Abdul Malik bin Marwan. Al-Walid mencontoh

ayahnya Abdul Malik juga mengubah naskah Dewan Mesir menjadi bahasa

Arab, sebelumnya menjadi bahasa resmi Mesir. Maka dari itu didapati bahwa

zaman itu terjadi Arabisasi pada segala aspek hidup juga bahasa Arab

digunakan sebagai komunikasi lisan dan tulisan di seluruh daerah Islam61.

61
Muh Anis,Potret Pendidikan Pada Masa Dinasti Umayyah, Jurnal Al-Qalam, Vol 7 No 1,
2015
67

Ketika zaman kekuasaan Al-Walid, dibangun masjid Umawiyah antara 88

hingga 96 H, adalah universitas paling besar ketika itu pembelajaran Islam tumbuh

kembang pesat jika perbandingannya dengan zaman khulafaurasyidin dengan tanda

maraknya aktifvitas keilmuan pada masjid juga tumbuhnya kitab dan sastra.

Adapun cara yang dilakukan oleh pendidik di samping mengajarkan al-Quran

mereka juga belajar menulis dan tata bahasa serta tulisan. Perhatian mereka bukan

tertumpu mengajarkan al-Quran semata dengan mengabaikan pelajaran yang lain,


akan tetapi perhatian mereka pada pelajaran sangat pesat. Al-Quran dipakai sebagai

bahasa bacaan untuk belajar membaca, kemudian dipilih ayat-ayat yang akan ditulis

untuk dipelajari. Di samping belajar menulis dan membaca murid-murid juga

mempelajari tata bahasa Arab, cerita-cerita nabi, hadits, dan pokok agama
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Nama dinasti umayyah dinisbatkan kepada Umayyah bin Abdul Syams bin

Abdu Manaf. Ia adalah salah seorang tokoh penting di tengah quraisy pada masa
jahiliah. Ia dan pamannya Hasyim bin Abdu Manaf selalu bertarung dalam

memperebutkan kekuasaan dan kedudukan. Dinasti umayyah didirikan oleh

Muawiyah bin Abu Sufyan bin Harb. Muawiyah disamping sebagai pendiri bani

Umayyah juga sekaligus menjadi khalifah pertama. Ia memindahkan ibu kota

kekuasaan Islam dari Kufah ke Damaskus.

Hal-hal yang melatarbelakangi Arabisasi bani Umayyah antara lain, pertama,

Arabisasi yang terjadi pada awal periode Bani Umayyah, termasuk Kebijakan-

kebijakan yang bernuansa Arabisasi, dan al-walid bin Abdul Malik (705-715 M.)

memiliki pengaruh yang besar pada orde kedua. masyarakat, gerakan Arabisasi

melibatkan aspek administrasi pemerintahan, masyarakat, politik dan aspek agama.

Dalam pembahasan ini, dipaparkan awal mula kampanye Arabisasi yang dilakukan

oleh pemerintahan Abdul Malik bin Marwan yang menjadi awal perubahan besar

pada Dinasti Bani Umayyah dengan menggunakan bahasa Arab yang digunakan

sebagai bahasa administratif atau secara keseluruhan pada semua tingkatan.

Arabisasi yang terjadi pada masa bani Umayyah berdampak besar pada

kelompok muslim Arab yang pengaruh sosialnya dilatarbelakangi oleh adanya gaya

hidup hedonistik. Kelompok muslim Arab melakukan kegiatan mewah

68
69

yang dicontohkan oleh karakter, sikap dan kehidupan para khalifah yang berkuasa

di bawah dinasti Umayyah. Kondisi pengaruh lainnya adalah runtuhnya stratifikasi

sosial wilayah Arabisasi bani Umayyah dan kelompok Arab Muslim yang

menduduki tingkatan paling atas dalam lapisan ini. Hal demikian juga menjadikan

mereka merasa mendapatkan kedudukan yang jauh lebih mulia dibandingkan dengan

golongan-golongan lain di bawahnya. Dampak kultural atau budaya yang terjadi

dibagi menjadi ke beberapa bidang seperti bidang pemerintahan dan militer,


arsitektur, ilmu pengetahuan dan kesusatraan. Budaya itu kemudian berkembang dan

menjadi sebuah keunikan ada pada masa Dinasti Umayyah.

Dampak budaya yang terjadi adalah adanya syu’ubiyah atau fanatisme Arab

yang dilakukan oleh pemerintah muslim. Sistem pemerintahan monarchi-heridetis

(sistem pemerintahan turun-temurun) menjadi sebuah budaya, yang mana hanya

golongan dari keturunan Arab yang berhak menjadi pengganti khalifah dan jabatan-

jabatan penting lain. Kondisi demikian menjadikan golongan non-Arab (mawali) dan

non-Muslim (dzimmi) dibatasinya ruang gerak dalam sektor pemerintahan.

Selain berdampak pada kelompok muslim, Arabisasi juga banyak berdampak

pada kelompok non-Arab (mawali) dan kelompok non-muslim (dzimmi). Mereka

cenderung menghadapi diskriminasi dari kelompok muslim Arab. Hal ini disebabkan

adanya stratifikasi sosial yang terjadi di wilayah bani Umayyah, dimana golongan

non-Arab menempati strata kedua setelah golongan muslim-Arab (mawali) dan

golongan non-muslim (dzimmi) menduduki strata ketiga. Jadi kelompok non-Arab

mengambil alih. Dampak sosial yang terjadi adalah adanya perlakuan diskriminatif

terhadap mereka di bidang pemerintahan dan perpajakan. Kedua golongan ini tidak

diperbolehkan memegang jabatan penting dalam pemerintahan bani Umayyah.


70

Karena semuanya diatur oleh kelompok Arab muslim yang lebih berkuasa. Dalam

hal perpajakan, mereka kemudian memperkenalkan pajak yang sangat memberatkan

,namun kondisi ini dicabut dan diperbaiki pada masa pemerintahan Khalifah Umar II.

B. Implikasi

1. Seiring berkembangnya gerakan Arabisasi, terdapat efek positif dan negatif

pada masing-masing kelompok. Dibandingkan dengan kondisi pemerintahan

saat ini, memang diperlukan pendekatan yang toleran dan egaliter untuk

menghindari perilaku diskriminatif, terutama terhadap kelompok rentan.

2. Sebagai umat Islam, mereka harus menyadari sepenuhnya bahwa fanatisme

kelompok itu salah. Jika kecenderungan ini terus berakar pada persaingan

tidak sehat di antara umat Islam itu sendiri, maka kita tidak boleh lupa bahwa

umat Islam di masa kejayaannya melihat sesuatu secara keseluruhan (adanya

perbedaan merupakan suatu rahmat daru Allah). perbedaan suku, bangsa dan

agama tidak dijadikan sebagai penghalang. Betapa ironisnya jika umat Islam

memasang tembok yang memutuskan ikatan persaudaraan dan persatuan.


DAFTAR PUSTAKA

Abdurruahman, Dudung. Komunuitas Multikultural dalam Sejarah Islam Klasik.


Yogyakarta: Ombak 2014

Adnan, Sejarah Peradaban Islam dan Barat Periode Klasik. Cet I; Jakarta: Sedaun
Publishing, 2011

Aizid, Rizem. Sejarah Peradaban Islam Terlengkap. Cet. I; Yogyakarta: DIVA


Press, 2015

Al-„Usairy, Ahmad. Sejarah Islam Sejak Zaman Nabi Adam Hingga Abad XX. Cet. I;
Jakarta: Akbar Media 2017.

Amin, Samsul Munir. Sejarah Peradaban Islam. Cet III; Jakarta: Amzah, 2013.

Anis, Muhammad. Pola Pendidikan Pada Masa Dinasti Umayyah. Jurnal Kajian
Islam dan Pendidikan. Vol 7, No.1, 2015

Asmara, Dimyati Hilda. Arabisasi (Ta’rib) Istilah-istilah Ilmiah dalam Buku


Pelajaran Biologi Kelas 3 SMA. Jurnal Alfaz, Vol.7, No.2, 2019

Hadi, Syamsul. Pembentukan Kata dan Istilah Baru Dalam Bahasa Arab Modern.
Arabiyat: Jurnal Pendidikan Bahasa Arab dan Kebahasaaraban, Vol.4, No.2.
(Desember-2017).

Hamid, Abd Rahman dan Madjid, Muhammad Saleh. Pengantar Ilmu Sejarah. Cet. II;
Yogyakarta: Ombak, 2011.

Hayani, Surma dan Bakhtiar, Nurhasanah. Arabisasi Pemerintahan Islam Pada Masa
Khalifah Abdul Malik bin Marwan. Jurnal Sejarah Peradaban Islam, Vol 3,
No.2 2020

Hasan, Tarikuddin Bin Haji. Pemerintahan Kerajaan Bani Umayyah : 41- 132 H =
661-750 M. Johor Bahru Malaysia: Perniagaan Jahabersa. 2012

Hitti, K, Philip. Terj. History Of The Arabs Cet. I; Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta,
2005.

Ibrahim, A Qashim dan Saleh, A Muhammad. Buku Pintar Sejarah Islam (Jejak
Langkah Peradaban Islam dari masa Nabi Hingga Masa Kini). Cet. I;
Jakarta: Zaman, 1989.

71
72

Jabir, Muhammad. Dinasti Umayyah di Suriah (Pembentukan,Kemajuan,dan


Kemundurannya). Jurnal Hunafa, Vol. 4, No. 3, September 2007

Malik, Abdul. Arabisasi (Ta’rib) dalam bahasa Arab (Tinjauan Deskriptif-Historis).


Jurnal Adabiyyat, Vol. 8, No.2, Desember 2009

Mansur, Munawwar Fadil. Pertumbuhan dan Perkembangan Budaya Arab Pada


Masa Dinasti Umayyah. Jurnal Humaniora, Vol XV, No, 2, 2003

Muchlis. Perkembangan Pendidikan Masa Dinasti Umayyah (41-132 H / 661-750


M). Tsaqofah & Tarikh: Jurnal Kebudayaan dan Sejarah Islam, Vol. 5 No. 1
Januari-Juni 2020

Muflihin, Dliyaul. Perekonomian di Masa Dinasti Umayyah: Sebuah Kajian Moneter


dan Fiskal. Journal of Sharia Economics (IIJSE), Vol. 3. No. 1 Juli 2020

Nasution, Syamruddin, Sejarah Perkembangan Peradaban Islam. Cet IV ;


Pekanbaru: Asa Riau, 2017

Nirmala dan Fitrah. Eksistensi Lafaz-lafaz Al-Mua’rrab dalam pembelajaran Al-


Qur’an. Jurnal Pendidikan Agama Islam. Vol. 6, No.2, Desember 2021

Rachman, Taufik. Bani Umayyah Dilihat dari Tiga Fase (Fase Terbentuk, Kejayaan
dan Kemunduran). JUSPI: Jurnal Sejarah Peradaban Islam, Vol. 2 No. 1
Tahun 2018

Rahman, Bobbi Aidi.. Hedonisme dan Pengaruhnya Terhadap Khalifah Bani


Umayyah. El-Afkar, Vol.4, No.2. Juli-Desember 2015

Saufi, Ahkmad dan Fadiilah, Hasmi, Sejarah Peradaban Islam. Yogyakarta:


Deepublish, 2015

Saragih, Sokon. Peranan Mawali dalam Pemerintahan Dinasti Umayyah : Studi


Tentang Sejarah Sosial Hukum Islam. No.54. 2000

Sahdin, Politik Arabisasi dan Dakwah. Cet I; Medan: Perdana Publishing, 2019

Siregar, Robiah Hidayah. Pendidikan Multikulturalisme : Mengikis Sikap


Radikalisme, Rasisme, dan Diskriminisme. Jurnal Madania, Vol.5, No.2. 2015

Siyoto, Sandu, Dasar Metodologi Penelitian. Cet I; Yogyakarta: Literasi Media


Publishing, 2015

Suwartono, Dasar-dasar Metodologi Penelitian. Yogyakarta: Andi, 2014


73

Ubaidilah, Ismail. Kata Serapan Bahasa Asing Dalam Al-Qur‟an Dalam Pemikiran
At-Thobari. Jurnal At-Ta‟dib, Vol.8, No.1. Juni 2013

Yuspa, Anida. Arabisasi Kata-kata Asing Sebagai Usaha Mempertahankan. Al-


Fathin, Vol.1. (Januari-Juni 2018).

Zainuddin, Ely. Perkembangan Islam Pada Masa Bani Umayyah. Jurnal Intelegensia,
Vol. 03 No. 2 Juli-Desember 2015

Zaky, Ahmad. Ta‟rib Bahasa Arab dan Mu‟arrab dalam AlQur‟an. Jurnal
WARAQAT, Vol.5 (Januari-Juni 2020).
RIWAYAT HIDUP PENULIS

Muhammad Irsyad Jaelani lahir di

Makassar 3 November 1999. Anak pertama dari


tiga bersaudara. Dari pasangan bapak H.Hamja

dan Ibu Hafsah. Ayah memiliki usaha bisnis dan

Ibu sebagai ibu rumah tangga. Pendidikan formal

penulis dimulai dari jenjang TK Al-Abrar di Jalan

Sultan Alauddin. Dan melanjutkan pendidikan di


SD Inpres Pa‟baeng-baeng 1 pada tahun 2006 dan

lulus pada tahun 2012, lalu melanjutkan

pendidikan di tahun yang sama di Sekolah Menengah Pertama di Madrasah

Tsanawiyah Negeri Model Makassar yang sekarang memiliki nama Madrasah

Tsanawiyah Negeri 1 Makassar. Selama bersekolah di Madrasah Tsanawiyah Negeri

Model Makassar penulis aktif di organisasi intra sekolah yaitu Pramuka. Dan lulus

pada tahun 2015. Setelah lulus penulis melanjutkan pendidikan Sekolah Menengah

Atas yaitu di MAN 2 KOTA MAKASSAR, selama bersekolah di MAN 2 KOTA

MAKASSAR penulis juga aktif organisasi intra sekolah yaitu Pramuka. Pada tahun

2018 penulis lulus dan diterima serta terdaftar sebagai mahasiswi di Universitas

Islam Negeri Alauddin Makassar dengan mengambil Jurusan Sejarah Peradaban

Islam pada Fakultas Adab dan Humaniora lewat jalur SPAN-PTKIN.

Penulis sangat bersyukur atas karunia Allah Subhana Wata’ala sehingga

dapat mengenyam pendidikan yang merupakan bekal untuk masa depan dan telah

berhasil menyelesaikan tugas akhir skripsi. Penulis berharap dapat mengamalkan

74
75

ilmu yang telah diperoleh dengan sebaik-baiknya dan mampu memberikan kontribusi

positif bagi dunia Pendidikan, membahagiakan kedua orang tua serta berusaha

menjadi manusia yang berguna bagi sesama manusia, agama, bangsa dan negara.

Aamiin.

Akhir kata penulis mengucapkan rasa syukur dan banyak terima kasih atas

terselesaikannya skripsi ini sehingga dapat membawa manfaat bagi generasi

selanjutnya.

Anda mungkin juga menyukai