Skripsi
SIRAJUDDIN
20100107114
i
ii
Dengan penuh kesadaran, penyusun yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan
bahwa skripsi ini benar hasil karya penyusun sendiri. Jika dikemudian hari terbukti
bahwa ia merupakan duplikat, tiruan, plagiat, atau dibuat oleh orang lain, sebagian
atau seluruhnya, maka skripsi dan gelar yang diperoleh karenanya batal demi hukum.
Penyusun,
SIRAJUDDIN
Nim: 20100107114
ii
iii
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Jurusan Pendidikan Agama Islam pada Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN
Alauddin Makassar, setelah dengan seksama meneliti dan mengoreksi skripsi yang
Gowa” memandang bahwa skripsi tersebut telah memenuhi syarat-syarat ilmiah dan
Pembimbing I Pembimbing II
iii
iv
PENGESAHAN SKRIPSI
DEWAN PENGUJI
(SK. Dekan No. 131 Tahun 2011)
Diketahui oleh:
Dekan Fakultas Tarbiyah dan Keguruan
UIN Alaudddin Makassar
iv
v
KATA PENGANTAR
اﻟﺤﻤﺪ رب اﻟﻌﺎﻟﻤﯿﻦ واﻟﺼﻼة واﻟﺴﻼم ﻋﻠﻰ أﺷﺮف اﻷﻧﺒﯿﺎء واﻟﻤﺮﺳﻠﯿﻦ وﻋﻠﻰ اﻟﮫ
: أﻣﺎﺑﻌﺪ.وﺻﺤﺒﮫ أﺟﻤﻌﯿﻦ
Segala puji bagi Allah swt. atas segala limpahan rahmat pertolongan dan kasih
sayang-Nya sehingga skripsi ini dapat disusun dan diselesaikan sesuai yang
diharapkan. Salam dan salawat kepada Rasulullah Muhammad saw. Demikian juga
dengan keluarga beliau, para sahabat, dan seluruh umatnya yang tetap istiqamah di
Dengan segala kekurangan, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh
karena itu, penulis bersikap positif dalam menerima saran dan kritikan yang sifatnya
selama penulisan skripsi ini, tak terhitung bantuan yang penulis terima dari berbagai
pihak baik bantuan secara moril maupun dalam bentuk materil. Maka menjadi suatu
kewajiban bagi penulis untuk menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-
Ayahanda terhormat Sakari, dan Ibunda tercinta Ny. Sina yang telah
membesarkan dan mendidik penulis dengan penuh kasih sayang. Harapan dan cita-
v
vi
cita luhur keduanya senantiasa memotivasi penulis untuk berbuat dan menambah
ilmu, juga memberikan dorongan moral maupun material serta atas doanya yang tulus
buat ananda. Demikian pula buat kakak penulis, khusunya Juriana (almarhumah)
sesungguhnya tiada kata yang mampu penulis definisikan untuk mengungkapkan rasa
terima kasihku atas segala pengorbanan dan pengertian yang kalian berikan selama
Bapak Drs. M. Shabir U, M.Ag dan Dra. Mahirah, M.Pd. selaku pembimbing I
dan II, yang dengan tulus ikhlas meluangkan waktunya memberikan petunjuk, arahan
dan motivasi kepada penulis sejak awal hingga selasainya skripsi ini.
Berkat bantuan serta motivasi dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis
1. Bapak Prof. Dr. H. A. Qadir Gassing HT., MS selaku Rektor UIN Alauddin
2. Bapak Dr. H. Salehuddin Yasin, M.Ag selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan
Keguruan UIN Alauddin Makassar, beserta Pembantu Dekan I, II, dan III.
3. Bapak Dr. Susdiyanto, M.Si dan Drs. Muzakkir, M.Pd.I, selaku ketua dan
menjalani perkuliahan dengan suka duka, semua mahasiswa PAI 1-2, 3-4, dan 5-6.
vi
vii
5. Teman-teman yang selama ini selalu setia menemani penulis dalam suka dan duka
serta banyak memberikan saran kepada penulis yang tidak dapat disebutkan
memberikan restu dan ampunan-Nya terhadap apa yang telah dilakukan dalam
setiap untaian kata dan desahan nafas. Semoga skripsi ini terhitung sebagai amal
SIRAJUDDIN
Nim. 20100107114
vii
viii
DAFTAR ISI
ABSTRAK ......................................................................................................... x
BAB I PENDAHULUAN
viii
ix
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ..................................................................................... 84
B. Saran ............................................................................................... 86
LAMPIRAN-LAMPIRAN
ix
x
DAFTAR TABEL
Tabel 6. Melakukan mandi wajib apabila dalam keadaan junub seperti, setelah
berhubungan suami istri, mimpi yang mengakibatkan keluarnya air
mani bagi laki-laki, bersuci setelah masa haid, nifas, dan melahirkan
bagi perempuan ..................................................................................... 73
Tabel 7. Bersuci dengan menggunakan tanah atau debu sebab tidak air ............ 74
Tabel 8. Bersuci dengan menggunakan tanah atau debu sebab dalam keadaan
sakit tidak dapat menggunakan air ....................................................... 75
Tabel 10. Bersuci setelah buang tinja dengan menggunakan daun, kapas atau
sejenisnya sebab tidak ditemukan air ................................................... 77
Tabel 11. Bersuci setelah terkena najis seperti jilatan, kencing dan tai dari
anjing atau babi ..................................................................................... 78
x
xi
ABSTRAK
Nama : Sirajuddin
Nim : 20100107114
Fakultas/Jurusan : Tarbiyah dan Keguruan/Pendidikan Agama Islam
Judul : “Pentingnya Pengetahuan Thaharah dan
Pengamalannya Bagi Masyarakat Tani Dusun
Ma’lengu Kecamatan Bontolempangan Kabupaten
Gowa.”
.
Skipsi ini bertitik tolak dari sebuah masalah pokok “Bagaimana pengetahuan
thaharah masyarakat tani Dusun Malengu, Bagaimana pengamalan thaharah
masyarakat tani Dusun Ma’lengu, dan kendala-kendala apa saja yang ditemukan
masyarakat tani Dusun Ma’lengu dalam pelaksanaan thaharah dan bagaimana
solusinya.” Dan ini bertujuan untuk mengetahui (1) pengetahuan thaharah masyarakat
tani Dusun Ma’lengu, (2) pengamalan thaharah masyarakat tani Dusun Ma’lengu, (3)
kendala-kendala apa saja yang ditemukan masyarakat tani Dusun Ma’lengu dalam
pelaksanaan thaharah dan bagaimana solusinya.
Untuk menjawab berbagai masalah di atas maka penelitian ini
menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan jumlah populasi kurang lebih 40
anggota keluarga masyarakat tani di Dusun Ma’lengu, kemudian yang dijadikan
sebagai sampel sebanyak 20 orang masyarakat tani dengan menggunakan purposive
sampling. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui angket, wawancara, dan tes,
adapun teknik analisis data yang digunakan adalah presentase.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pengetahuan dan pengamalan
thaharah masyarakat tani Dusun Ma’lengu masih kurang. Hal ini dapat di lihat dari
hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti, dari lembar wawancara dan pada tabel
yang merupakan hasil dari jawaban masyarakat tani melalui angket yang telah
dibagikan kepada masyarakat tersebut, dan hasilnya semua menunjukkan rata-rata di
bawah 50%.
xi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
melainkan menjadi bagian dari rencana besar grand design yang telah Allah
tetapkan.1 Manusia diciptakan oleh Allah swt. sebagai penerima dan pelaksana
1
Muhammad Djarot Sensa, komunikasi Spiritualistik: Sosok Mukmin Penyebar Cahaya
(Jakarta: Hamdallah, 2007), h. 1.
2
Drajat Zakia, dkk., Ilmu Pendidikan Islam (Cet. VII; Jakarta: Bumi Aksara, 2008), h. 3.
1
2
Terjemahnya:
Manusia dalam paham Islam, tersusun dari dua unsur, yaitu unsur jasmani
dan unsur rohani.4 Tubuh manusia berasal dari materi dan mempunyai kebutuhan-
nafsu yang bisa membawa pada perilaku buruk, sedangkan roh manusia yang
dinilai berasal dari suatu unsur yang suci, memiliki potensi mulia mengajak pada
kepada sang Khalik, maka ia mudah sekali terpengaruh dan terbawa hanyut oleh
kehidupan yang tidak bersih, bahkan lebih dalam lagi dapat terpelosok pada
kejahatan.
pengembangan daya rohani akan membuat hidupnya berat sebelah dan kehilangan
3
Departemen Agama RI, al-Quran dan Terjemahnya (Bandung: PT Syaamil Cipta Media,
2005), h. 6.
4
Harun Nasution, Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya (Jakarta: Universitas Indonesi/UI-
press, 1985), h. 36.
2
3
hidupnya di dunia, apa lagi kalau hal itu membawa perbuatan tidak baik. Ia akan
dalam diri manusia amat penting mendapat latihan sebagaimana badan juga
mendapat latihan.
diperlukan manusia. Hal ini juga yang menjadi tujuan hidup manusia yaitu
beribadah kepada Allah swt. Sebagaimana dalam Q.S. Az-Zariyat/51: 56. Sebagai
berikut:
Terjemahnya:
“Dan tidaklah Aku (Allah) menciptakan jin dan manusia melainkan hanya
untuk beribadah kepada-Ku.”5
Semua ibadah yang ada dalam Islam seperti salat, puasa, dan zakat,
bertujuan membuat roh manusia supaya senantiasa tidak lupa kepada Tuhan,
bahkan senantiasa dekat pada-Nya. Keadaan senantiasa dekat pada Tuhan sebagai
utama harus diperhatikan dan patut diketahui dan dilaksanakan ialah kebersihan
5
Departemen Agama RI, op. cit., h. 523.
3
4
dan kesucian banyak terdapat dalam ayat al-Qur’an dan hadis Nabi saw. yang di
kebersihan pekarangan rumah, termasuk bak mandi, bak wudhu, tempat belajar,
dan yang paling utama ialah menjaga kebersihan tempat ibadah. Yang tidak kalah
pentingnya ialah menjaga kebersihan badan dan pakaian karena seseorang dapat
dikatakan bersih apabilah dapat menjaga kebersihan badan dan pakaian. Seperti
.اﻟﻨﻈﺎﻓﺔ ﻣﻦ اﻹﯾﻤﺎن
Artinya:
6
Azar Arsyad, Retorika Kaum Bijak (Cet. II; Makassar: Yayasan Fatiyah Makassar, 2005),
h. 19.
4
5
Terjemahnya:
membersihkan rohani dari segala watak dan sifat-sifat tercela.8 Ringkasnya, ayat
itu memerintahkan agar diri, pakaian, dan lingkungan dibersihkan dari segala
najis, kotoran, dan sebagainya. Di samping itu, juga diperintahkan agar kesucian
selalu dijaga. Demikian pula dengan menanamkan sikap hidup bersih terhadap
peserta didik dan masyarakat pada umumnya. Firman Allah swt. dalam Q.S. al-
Baqarah/2: 222,
Terjemahnya:
beribadah dan bertaubat dari kesalahan serta kepada mereka yang selalu menjaga
kebersihan.
peneliti pada masyarakat tani di Dusun Ma’lengu terkait dengan pengetahuan dan
7
Departemen Agama RI, op. cit., h. 575.
8
Aminuddin, dkk., Pendidikan Agama Islam (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2001), h. 16.
9
Departemen Agama RI, op. cit., h. 35.
5
6
tayammum, tampak bahwa mereka belum cukup mengetahui apa yang terkait
dengan persoalan thaharah, khususnya para petani yang tinggal di dusun terpencil
itu. Hal inilah sehingga peneliti tertarik mengangkat judul tentang Thaharah atau
Terkait dengan judul dalam skripsi ini, bagi peneliti merupakan sesuatu
yang sangat penting untuk diteliti dan diketahui, karena persoalan thaharah erat
hubungannya dengan pelaksanaan ibadah. Salat adalah salah satu ibadah yang
paling sering dilaksanakan terutama salat wajib lima waktu, namun pada
pakaian, badan, tempat dan sebagainya dalam keadaan bersih dan suci, baik suci
dari hadas besar, maupun hadas kecil, dan najis. Firman Allah swt. dalam Q.S. al-
Maidah/5: 6,
10
Appatarangka secara umum artinya bersuci, masyarakat tersebut menyebutnya dengan
istilah appatarangka secara khusus artinya mandi janabah..
6
7
Terjemahnya:
Sesuai dengan bunyi ayat di atas, maka dapat dipahami bahwa thaharah
Karena thaharah merupakan syarat sahnya salat, dan salat merupakan tiang
agama. Tanpa thaharah yang benar salat seseorang tidak mungkin sempurna. Oleh
karena itu, dikatakan pendahuluan dalam salat itu ialah thaharah. Mengingat ia
diletakkan kepada orang yang berhadas. Jika ia berwudhu, otomatis kunci itu pun
terbuka. Hal ini juga ditunjukkan oleh ijtihad para fuqaha dalam tulisan-tulisan
11
Departemen Agama RI, op. cit., h. 108.
12
Abi ‘Isa Muhammad bin ‘Isa bin Saurah, Sunan At-Tirmizii (Juz 1; Beirut: Darul Fikr,
2005), h. 85.
7
8
Untuk itu, thaharah tidak hanya cukup untuk diketahui, tetapi juga harus
dipraktekkan secara benar. Dalam kenyataannya, ada sebagian umat Islam yang
masih kurang tepat dalam melakukan praktek thaharah. Entah karena kurangnya
B. Rumusan Masalah
Oleh karena itu, penulis mengemukakan beberapa rumusan masalah yang menjadi
8
9
maksudkan dalam skripsi ini, maka perlu adanya definisi operasional variabel
yang dapat memberikan gambaran secara singkat agar interpretasi yang penulis
ini.
pelaksanaannya.
2. Thaharah secara bahasa (etimologi) berarti suci dan bersih dari hadas.
13
‘Abdul ‘Azhim Badawi, Kitab Thaharah (Cet. I; Tasikmalaya: Salwa Press, 2008), h. 5.
9
10
bersih dari hadas dan najis, serta suci badan, pakaian dan tempat.14 Hal itu
tidak berarti bahwa bersuci hanya dilakukan ketika akan melakukan salat
suci dari segala bentuk kotoran, baik hadas besar, hadas kecil dan najis.
3. pengamalan thaharah yang dimaksud dalam skripsi ini ialah tata cara
thaharah yang meliputi: thaharah sugra yaitu dengan wudhu, thaharah kubra
yaitu dengan mandi, dan tayammum apabila keduanya (wudhu dan mandi)
a. Tujuan
14
Aminuddin dkk., op. cit., h. 19.
10
11
b. Kegunaan
2. Dapat menjadi acuan atau rujukan bagi masyarakat tani Dusun Ma’lengu
pengamalan thaharah.
Untuk mengetahui secara rinci dan sistematis tentang isi pokok dalam
skripsi ini, penulis menyusunnya menjadi lima bab. Setiap bab dibagi menjadi
11
12
Bab kedua, membahas tentang tinjauan pustaka yang bersifat teoritis, yang
terdiri atas pengertian thaharah meliputi pengertian wudhu, mandi dan tayammum
dengan mengutip pendapat para ahli dari berbagai buku yang ada kaitannya
dengan pembahasan tersebut serta mengulas tentang kajian teoritis mengenai tata
cara pelaksanaan thaharah baik tata cara pelaksanaan wudhu, mandi dan
tayammum.
tersebut. Kemudian diakhiri dengan uraian tentang teknik yang digunakan untuk
tentang kondisi objektif lokasi penelitian, deskriptif hasil temuan, dan implikasi
hasil penelitian.
kesimpulan yang diambil dari hasil penelitian, serta beberapa saran-saran dan
12
13
BAB
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Thaharah
dan sucinya seseorang secara lahir dan bathin. Dalam kamus bahasa arab,
thaharah berasal dari kata طﮭﺮه, secara bahasa (etimologi) berarti membersikan
menghilangkan hadas dan najis.2 thaharah berarti bersih dan terbebas dari
kotoran atau noda, baik yang bersifat hissi (terlihat), seperti najis (air seni atau
lainnya), atau yang bersifat maknawi, seperti aib atau maksiat. Sedangkan secara
Dengan demikian, thaharah adalah bersih dan suci dari segala hadas
dan najis, atau dengan kata lain membersihkan dan mensucikan diri dari segala
hadas dan najis yang dapat menghalangi pelaksanakan ibadah seperti salat atau
ibadah lainnya.
1
Yunus, Mahmud, Kamus Bahasa Arab (Jakarta: PT. Muhammad Yunus Wa Dzurriyyah,
2007), h. 241.
2
‘Abdul ‘Azhim Badawi, loc. cit.
3
Abu Malik Kamal bin As-Sayyid Salim, loc. cit.
13
14
Terjemahnya:
orang-orang yang beriman agar dalam melaksanakan ibadah kondisi tubuh atau
badan harus bersih dan suci dari segala kotoran baik yang terlihat maupun yang
4
Maksudnya: sakit yang tidak boleh kena air.
5
Artinya: menyentuh. menurut Jumhur ialah: menyentuh sedang sebagian Mufassirin ialah:
menyetubuhi.
6
Depertemen Agama RI, op. cit., h. 108.
14
15
tidak terlihat, tidak ada alasan bagi orang yang beriman untuk tidak bersuci
Suci yang dimaksud tidak hanya pada badan saja, tetapi juga suci dari
seluruh pakaian, tempat dan yang lainnya. Menjaga kesucian merupakan hal
yang disenangi dan dicintai Allah swt. Bahkan mendapatkan ampunan dari–Nya
Terjemahnya:
Terjemahnya:
Teringat dengan pengalaman dari salah seorang teman, dimana pada saat
itu ia ingin mendirikan salat, tetapi pada saat yang bersamaan ia tidak bisa salat
7
Ibid,. h. 35
15
16
melaksanakan salat.
ingin melaksanakan ibadah seperti salat atau yang lainnya, sedangkan ia dalam
1. Macam-macam thaharah
8
Abi ‘Isa Muhammad bin ‘Isa bin Saurah, op. cit., h. 85.
16
17
menjadi 3 bagian:
c. Alat thaharah
Dalam bertaharah, ada dua hal alat yang dapat digunakan yaitu:
1) Air mutlak, yaitu air yang suci dan mensucikan, yakni air yang
masih murni dan belum atau tidak tercampuri oleh sesuatu (najis).10
9
Abu Malik Kamal bin As- Sayyid Salim, op. cit., h. 21..
10
Syaikh Kamil Muhammad Uwaidah, Fiqih Wanita (Cet. XXVIII; Jakarta: Pustaka Al-
Kautsar, 2008), h. 6.
17
18
b) Air telaga
c) Air sungai
Air sungai adalah air yang berjumlah banyak, dan tergolong suci
Terjemahnya:
Air hujan adalah air yang diturunkan oleh Allah swt. dari
11
Abi ‘Isa Muhammad bin ‘Isa bin Saurah, op. cit., h. 130.
12
Departemen Agama RI, op. cit., h. 178.
18
19
Terjemahnya:
e) Air salju
Air salju atau air es adalah air yang dapat dipakai bersuci, sebab
f) Air embun
Air embun termasuk air yang dapat dipakai bersuci, sebab air
g) Air mata air atau air zam zam, air ini termasuk air yang suci dan
sesuatu yang memang tidak bisa dipisahkan dari air itu sendiri,
mutlak.14
a) Air yang tercampur oleh sesuatu yang suci, Air dalam jumlah
13
Ibid., h. 364.
14
Syaikh Kamil Muhammad Uwaidah , op. cit., h. 8.
19
20
b) Air musta’mal, yaitu air yang sudah terpakai atau terjatuh dari
anggota badan orang yang berwudhu. Hal ini berdasar pada sifat
Juhaifah r.a.:
mengalami perubahan (rasa, warnah dan bau), air ini tetap suci
dan mensucikan. Hal ini berlandaskan hadits dari Abu Sa’id Al-
15
Muhammad Ahmad Abdul Azis Salim, Shahih Al-Bukhari, (Juz I; Beirut: Dar al-Kutub al-
Ilmiyah, 2004), h. 183.
20
21
d) Air banyak adalah air yang jumlahnya mencapai dua kullah (321
“Apabilah jumlah air itu mencapai dua kullah, maka air itu
tidak mengandung kotoran (tidak najis).” (HR. At-Tirmiziy :
27).17
16
. Abi ‘Isa Muhammad bin ‘Isa bin Saurah, op. cit., h. 128..
17
Ibid., h. 129.
21
22
sendiri, red).” (HR. Ahmad dan Baihaqi).18 Air jenis ini seperti
2) Tanah yang suci di atas bumi, pasir, batu, tanah berair. Karena
Tanah bisa dijadikan sebagai alat thaharah jika air tidak ada,
atau tidak bisa menggunakan air karena sakit dan lain sebagainya.
Terjemahnya:
18
Syaikh Kamil Muhammad Uwaidah, op. cit., h. 13.
19
Muhammad Ahmad Abdul Azis Salim, op. cit., h. 266.
20
Departemen Agama RI, op. cit., h.
22
23
dari jinabat pada malam yang sangat dingin, karena Amr-bin Al-Ash
dingin.21
a. Najis
1) Pengertian najis
bangkai, darah, nanah, segala sesuatu yang keluar dari qubul dan
dubur, anjing dan babi, minuman keras seperti arak dan lainnya,
21
Abu Bakr Jabir Al-Jazairi, op. cit., h. 271.
22
Abu Malik Kamal bin As-Sayyid Salim, loc. cit.
23
24
2) Pembagian najis
a) Najis mukhaffafah atau najis ringan, yaitu air kencing bayi laki-
laki yang belum berumur dua tahun dan belum pernah makan
keturunannya.
dari kedua najis tersebut diatas, seperti segala sesuatu yang keluar
dari qubul dan dubur manusia dan binatang, barang cair yang
tulang dan bulunya, kecuali mayat manusia dan bangkai ikan serta
(1) Najis ‘ainiyah, ialah najis yang berwujud atau tampak dan
dapat dilihat.
sebagainya.
24
25
tergantung pada sifat najis tersebut. Boleh satu kali, tiga kali dan
yang sedikit, debu dan air dijalanan yang memercik yang sukar
dihindari.
makanan yang harus dibuang pada yang terkena najis saja, yang
najis seperti tadi adalah barang yang bercair dan susah untuk
25
26
b. Istinja
membersihkan najis yang berupa kotoran yang ada atau menempel pada
tempat keluarnya kotoran tersebut (qubul dan dubur) seperti berak dan
kecing. Jadi segala sesuatu yang keluar dari qubul dan dubur adalah
أو, ﻣﺮاﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ ﷲ ﻋﻠﯿﮫ وﺳﻠﻢ ﺑﺤﺎﺋﻂ ﻣﻦ ﺣﯿﻄﺎن اﻟﻤﺪﯾﻨﺔ:ﻋﻦ اﺑﻦ ﻋﺒﺎس ﻗﺎل
: ﻓﺴﻤﻊ ﺻﻮت اﻧﺴﺎﻧﯿﻦ ﯾﻌﺬﺑﺎن ﻓﻲ ﻗﺒﻮرھﻤﺎ ﻓﻘﺎل اﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ ﷲ ﻋﻠﯿﮫ وﺳﻠﻢ,ﻣﻜﺔ
وﻛﺎن, ﺑﻠﻰ ﻛﺎن أﺣﺪھﻤﺎ ﻻ ﯾﺴﺘﺘﺮ ﻣﻦ ﺑﻮﻟﮫ: وﻣﺎ ﯾﻌﺬﺑﺎن ﻓﻲ ﻛﺒﯿﺮ ﺛﻢ ﻗﺎل,ﯾﻌﺬﺑﺎن
ﺛﻢ دﻋﺎ ﺑﺠﺮﯾﺪة ﻓﻜﺮھﺎ ﻛﺴﺮﺗﯿﻦ ﻓﻮﺿﻊ ﻋﻠﻰ ﻛﻞ ﻗﺒﺮ ﻣﻨﮭﻤﺎ,اﻵﺧﺮ ﯾﻤﺸﻲ ﺑﺎﻟﻨﻤﯿﻤﺔ
ﻟﻌﻠﮫ أن ﯾﺨﻔﻒ ﻋﻨﮭﻤﺎ ﻣﺎ ﻟﻢ ﺗﯿﺒﺴﺎ: ﯾﺎرﺳﻮ ل ﷲ ﻟﻢ ﻓﻌﻠﺖ ھﺬا؟ ﻗﺎل: ﻓﻘﯿﻞ ﻟﮫ,ﻛﺴﺮة
.أو إﻟﻰ أن ﯾﯿﺒﺴﺎ
Artinya:
“diriwayatkan dari Ibn ‘Abbas r.a.: Pada suatu hari ketika Rasulullah
saw. Bejalan melintasi hiytan (pekuburan) di Madinah atau
Makkah, beliau mendengar suara kesakitan dua orang yang sedang
mengalami siksa kubur. Nabi Muhammad saw. bersabda, “Dua
orang ini disiksa karena melakukan dosa besar.” Nabi saw.
menambahkan, “Benar! (mereka disiksa karena satu dosa besar).
Yang seorang tidak membersihkan dirinya dari kotoran air kencing
26
27
ﻋﻦ ﻋﺎﺋﺸﺔ رﺿﻰ ﷲ ﻋﻨﮭﺎ أن رﺳﻮل ﷲ ﺻﻠﻰ ﷲ ﻋﻠﯿﮫ وﺳﻠﻢ ﻗﺎل إذا ذھﺐ أﺣﺪﻛﻢ
.إﻟﻰ اﻟﻐﺎﺋﻂ ﻓﻠﯿﺴﺘﻄﺐ ﺑﺜﻼﺛﺔ أﺣﺠﺎرﻓﺈ ﻧﮭﺎ ﻧﺠﺰي ﻋﻨﮭﺎ
Artinya:
“Bila salah seorang diantara kamu pergi buang air, hendaklah istinja’
(bersuci) dengan tiga buah batu, itu telah mencukupinya.” (HR.
Ahmad, an-Nasa’i, dan Abu Daud).24
c. Wudhu
1) Pengertian wudhu
artinya bersih dan cerah. Jika kata ini dibaca al-wudhu artinya
muslim untuk menghadap Allah swt. Dalam hal ini Allah sendiri
23
Muhammad Ahmad ‘Abdul ‘Azis Salim, op. cit., h. 197.
24
Hafiz Jalaluddin as-Suyuti, Sunan An-Nasai, (Beirut: Darul Jil)
25
Abu Malik Kamal bin As-Sayyid Salim, op. cit., h. 114.
27
28
Terjemahnya:
ﻻ ﺗﻘﺒﻞ ﺻﻼة:ﺻﻠﻰ ﷲ ﻋﻠﯿﮫ وﺳﻠﻢ ﻗﺎل ﻗﺎل رﺳﻮل: أﺑﺎ ھﺮﯾﺮة ﯾﻘﻮل
.ﻣﻦ أﺣﺪث ﺣﺘﻰ ﯾﺘﻮﺿﺄ
26
Saykh Kamil Muhammad Uwaidah, op.cit., h. 40.
27
Departemen Agama RI, loc. cit.
28
29
Artinya:
3) Keutamaan wudhu
إذا ﺗﻮﺿﺄ اﻟﻌﺒﺪ اﻟﻤﺴﻠﻢ أو اﻟﻤﺆﻣﻦ ﻓﻐﺴﻞ وﺟﮭﮫ ﺧﺮج ﻣﻦ وﺟﮭﮫ ﻛﻞ ﺧﻄﯿﺌﺔ
ﻧﻈﺮ إﻟﯿﮭﺎ ﻣﻊ ﻟﻤﺎع أو ﻣﻊ اﺧﺮ ﻗﻄﺮ اﻟﻤﺎء ﻓﺈذا ﻏﺴﻞ ﯾﺪﯾﮫ ﺧﺮج ﻣﻦ ﯾﺪﯾﮫ
ﻛﻞ ﺧﻈﯿ ﺌﺔ ﻛﺎن ﺑﻄﺸﺘﮭﺎ ﯾﺪاه ﻣﻊ اﻟﻤﺎء أو ﻣﻊ اﺧﺮ ﻗﻄﺮ اﻟﻤﺎء ﻓﺈذا ﻏﺴﻞ
رﺟﻠﯿﮫ ﺧﺮﺟﺖ ﻛﻞ ﺧﻄﯿ ﺌﺔ ﻣﺸﺘﮭﺎ رﺟﻼه ﻣﻊ اﻟﻤﺎء أو ﻣﻊ اﺧﺮ ﻗﻄﺮ اﻟﻤﺎء
.ﺣﺘﻰ ﯾﺨﺮج ﻧﻘﯿﺎ ﻣﻦ اﻟﺬﻧﻮب
Artinya:
28
Muhammad Ahmad ‘Abdul ‘Azis Salim, op. cit., h. 149.
29
A mbo asse, Ibadah Sebuah Petunjuk Praktis (Makassar: Daar al-Hikmah wa al-Uluum,
2008), h. 33.
29
30
أﻻ أدﻟﻜﻢ ﻋﻠﻰ ﻣﺎ ﯾﻤﺤﻮ ﷲ ﺑﮫ اﻟﺨﻄﺎﯾﺎ وﯾﺮﻓﻊ ﺑﮫ اﻟﺪرﺟﺎت ﻗﺎل ﺑﻠﻰ ﯾﺎ
رﺳﻮل ﷲ ﻗﺎل إﺳﺒﺎغ اﻟﻮﺿﻮء ﻋﻠﻰ اﻟﻤﻜﺎره وﻛﺜﺮة اﻟﺨﻄﺎ إﻟﻰ اﻟﻤﺴﺎﺟﺪ
...واﻧﺘﻈﺎر اﻟﺼﻼة ﺑﻌﺪ اﻟﺼﻼة ﻓﺬاﻟﻜﻢ اﻟﺮﺑﺎط ﻓﺬﻟﻜﻢ اﻟﺮﺑﺎط ﻓﺬﻟﻜﻢ اﻟﺮﺑﺎط
Artinya:
d) Berwudhu salah satu jalan menuju surga dari Uqbah bin Amir,
ﻣﻦ ﺗﻮﺿﺄ ﻓﺄﺣﺴﻦ اﻟﻮﺿﻮء ﺛﻢ ﺻﻠﻰ رﻛﻌﺘﯿﻦ ﯾﻘﺒﻞ ﻋﻠﯿﮭﻤﺎ ﺑﻘﻠﺒﮫ ووﺟﮭﮫ
.وﺟﺒﺖ ﻟﮫ اﻟﺠﻨﺔ
Artinya:
30
Imam Muhammad bin Muhammad bin Yusuf As-Sanusi, Shahih Muslim (Juz II; Beirut: Dar
al-Kutub al-Ilmiah, 1994), h. 41.
31
Ibid., h. 54.
30
31
4) Fardhu wudhu
wudhu tidak dilakukan maka wudhu tersebut tidak sah. Bertikut ini
32
Hafiz Jalaluddin as-Suyuti, Sunan an-Nasai, (Jilid I; Beirut: Dar al-Fikr, 2005), h. 118.
33
Abu Malik Kamal bin As-Sayyid Salim, op. cit., h. 122.
34
Imam Muhammad bin Muhammad bin Yusuf As-Sanusi, op. cit., h. 53.
35
Abu Malik Kamil bin Sayyid Salim, loc. cit.
31
32
hingga bawah dagu, dan dari telinga kanan hingga telinga kiri
d) Mengusap rambut.
5) Syarat-syarat wudhu
a) Islam.
pekerjaan.
36
Shahih Bukhari, (Jilid I; Beirut: Dar ‘Alim al-Kutub, 1996), h. 2.
37
Moh. Rifa’i, Risalah Tuntunan Shalat Lengkap (Semarang: PT. Karya Toha Putra, 2009), h.
17.
32
33
6) Sunnah-sunnah wudhu
c) Berkumu-kumur.
h) Menigakalikan membasuh.
38
Abi ‘Isa Muhmmad bin ‘Isa bin Saurah, op. cit., h. 101.
33
34
dan air besar atau angin/kentut, termasuk wadi dan madzi dari
kotoran dari kedua jalan, qubul dan dubur tersebut maka wudhu
menjadi batal.
orang yang duduk tersebut tetap pada posisi yang sama dan
34
35
Artinya:
Amr bin Hazm dan Hakim bin Hizam serta Ibnu Umar, bahwa
39
Ibid,. h. 136.
35
36
Artinya:
40
Sa’id bin Ali bin Wahaf al-Qahthani, Panduan Bersuci (Cet. I; Jakarta: Almahira, 2006), h.
64
41
Lot. cit.
42
Saykh Kamil Muhammad Uwaidah, op. cit., h. 70.
36
37
mendapatkan nilai ibadah yang sah dalam salat atau ibadah lainnya,
maka harus berwudhu secara benar. Berikut ini tata cara berwudhu:
tetapi dengan hati, karena Nabi saw. tidak pernah sama sekali
dagu, dan dari telinga kanan ke telinga kiri, sambil niat wudhu:
43
Asy Syaikh ‘Aziz bin ‘Abdullah bin Baz, Asy Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin,
Kunci Ibadah Praktis Menurut Tuntunan Rasulullah saw. (Cet. I; Jogjakarta: Hikmah Ahlus Sunnah,
2007), h. 12.
37
38
ta’aalaa.”44
mengembalikannya ke depan.
mata kaki.
44
Moh. Rifa’i, op. cit., h. 19.
38
39
Artinya:
d. Mandi
1) Pengertian mandi
“Bersuci dengan air sebagai alat bersuci dengan cara meratakan air
yang suci lagi mensucikan ke seluruh tubuh dari ujung kepala
sehingga ujung telapak kaki menurut tata cara tertentu yang disertai
niat yang ikhlas karena Allah untuk mensucikan diri.” 46
45
Ibid., h. 21.
46
Ambo Asse, op. cit., h. 37.
47
Kaelany HD, Islam dan Aspek-Aspek Kemasyarakatan (Cet. II; Jakarata: PT. Bumi Aksara,
2005), h. 170.
39
40
seluruh tubuh.
.إذا ﺟﻠﺲ ﺑﯿﻦ ﺷﻌﺒﮭﺎ اﻷرﺑﻊ ﺛﻢ ﺟﮭﺪھﺎ ﻓﻘﺪ وﺟﺐ اﻟﻐﺴﻞ وإن ﻟﻢ ﯾﻨﺰل
Artinya:
48
Imam Muhammad bin Muhammad Yusuf As-Sanusi, op. cit.,. h. 195.
40
41
a) Niat.
b) Islam.
c) Berakal.
d) Mumayyiz.
bersabda:
Artinya:
49
Abi isa Muhammad bin Isa bin Saurah, op. cit., h. 162.
41
42
Terjemahnya:
50
Departemen Agama RI, op. cit., h. 35.
42
43
dua hari raya (idhul fitri dan idhul adha), mandi ketika hendak
hadas besar.
43
44
yang najis, mandi dengan air sisa bersuci wanita, mandi tanpa
ﻛﺎن إذا اﻏﺘﺴﻞ ﻣﻦ اﻟﺠﻨﺎﺑﺔ ﯾﺒﺪأ ﻓﻐﺴﻞ: أن اﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ ﷲ ﻋﻠﯿﮫ وﺳﻠﻢ
,ﯾﺪﯾﮫ
44
45
Artinya:
berikut:
Artinya:
berikut:
51
Muhammad Ahmad ‘Abdul ‘Azis Salim, op. cit., h. 218.
52
Ibid.
53
Ibid.
45
46
ﺛﻢ ﯾﺼﺐ ﻋﻠﻰ رأﺳﮫ,ﺛﻢ ﯾﺪﺧﻞ أﺻﺎﺑﻌﮫ ﻓﻲ اﻟﻤﺎء ﻓﯿﺨﻠﻞ ﺑﮭﺎ أﺻﻮل ﺷﻌﺮ
.ﺛﻼث ﻏﺮف ﺑﯿﺪه
Artinya:
Artinya:
54
Ibid.
55
Ibid.
46
47
wudhu tidak batal. Akan tetapi, apabila ragu batal atau tidaknya
e. Tayammum
1) Pengertian tayammum
swt. yang secara sengaja menggunakan debu yang bersih dan suci
hadas bagi orang yang tidak mendapati air atau tidak bisa
menggunakannya.56
bahaya.
56
Sa’id bin Ali bin Wahaf al-Qahthani, op. cit., h. 157.
47
48
2) Hukum tayammum
Terjemahnya:
“Dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari
tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu
kamu tidak memperoleh air, Maka bertayammumlah dengan
tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu
dengan tanah itu. Allah tidak hendak menyulitkan kamu,
tetapi dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan
nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur.”57
ﻛﻨﺎ ﻓﻰ ﺳﻔﺮ ﻣﻊ اﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ ﷲ ﻋﻠﯿﮫ وﺳﻠﻢ ﻓﺼﻠﻰ ﺑﺎﻟﻨﺎس ﻓﻠﻤﺎ اﻧﺼﺮف ﻣﻦ
ﺻﻼﺗﮫ إذا ھﻮ ﺑﺮﺟﻞ ﻣﻌﺘﺰل ﻟﻢ ﯾﺼﻠﻰ ﻣﻊ اﻟﻘﻮم ﻗﺎل ﻣﺎ ﻣﻨﻌﻚ ﯾﺎ ﻓﻼن أن ﺗﺼﻞ
.ﻣﻊ اﻟﻘﻮم ﻗﺎل ﯾﺎ ﻧﺒﻲ ﷲ أﺻﺎﺑﺘﻨﻲ ﺟﻨﺎﺑﺔ وﻻﻣﺎء ﻗﺎل ﻋﻠﯿﻚ ﺑﺎﻟﺼﻌﯿﺪ ﻓﺈﻧﮫ ﯾﻜﻔﯿﻚ
57
Departemen Agama RI, loc. cit.
48
49
Artinya:
air dan dapat pula bersuci dengan tanah yang suci apabila ia tidak
diwajibkan bagi orang yang tidak menemukan air dan orang yang
58
Zaki Al-Din ‘Abd Al-Azhim Al-Mundziri, Ringkasan Shahih Al-Bukhari: Aarab-
Indonesia,(Cet. I; Malaysia: Crescent News, 2004), h. 98.
49
50
Terjemahnya:
tanah.
59
Departemen Agama RI, op. cit., h. 85.
50
51
pengganti wudhu.
menggunakan air.
51
52
tayammum:
Artinya:
atau jendela atau kaca yang dianggap ada debunya, boleh pasir,
60
Moh. Rifa’i, op. cit., h. 23.
52
53
Artinya:
61
Muhammd Ahmad ‘Abdul ‘Azis Salim, Shahih Muslim, op. cit., h. 269.
53
54
berikut:
b. merasa tak ingin melakukan sesuatu yang membuat diri ternoda dengan
d. Manusia akan selalu ingin bersih dan suci dirinya baik lahir maupun
batin.
f. Akan terasa suasana jiwa yang tenang dan hati yang damai.
54
55
2. Urgensi thaharah
saw.,
ﻻ ﺗﻘﺒﻞ ﺻﻼة:ﺻﻠﻰ ﷲ ﻋﻠﯿﮫ وﺳﻠﻢ ﻗﺎل ﻗﺎل رﺳﻮل: أﺑﺎ ھﺮﯾﺮة ﯾﻘﻮل
.ﻣﻦ أﺣﺪث ﺣﺘﻰ ﯾﺘﻮﺿﺄ
Artinya:
memuji para penghuni masjid Quba. Firman Allah swt. dalam Q.S. al-
62
Ibid., h. 91.
63
Abu Malik Kamal bin As-Sayyid Salim, op. cit., h. 20.
55
56
Terjemahnya:
Terjemahnya:
ﻣﺮ اﻧﺒﻲ ﺻﻠﻰ ﷲ ﻋﻠﯿﮫ وﺳﻠﻢ ﺑﺤﺎﺋﻂ ﻣﻦ ﺣﯿﻄﺎن اﻟﻤﺪﯾﻨﺔ:ﻋﻦ اﺑﻦ ﻋﺒﺎس رﺿﻲ ﷲ ﻋﻨﮭﻤﺎ ﻗﺎل
, )ﯾﻌﺬﺑﺎن: ﻓﺴﻤﻊ ﺻﻮت إﻧﺴﺎﻧﯿﻦ ﯾﻌﺬﺑﺎن ﻓﻲ ﻗﺒﻮرھﻤﺎ ﻓﻘﺎل اﻧﺒﻲ ﺻﻠﻰ ﷲ ﻋﻠﯿﮫ وﺳﻠﻢ,أو ﻣﻜﺔ
وﻛﺎن اﻻﺧﺮ, ﻛﺎن أﺣﺪھﻤﺎ ﻻ ﯾﺴﺘﺘﺮ ﻣﻦ ﺑﻮﻟﮫ, )ﺑﻠﻰ:وﻣﺎ ﯾﻌﺬﺑﺎن ﻓﻲ ﻛﺒﯿﺮ( ﺛﻢ ﻗﺎل
.(ﯾﻤﺸﻲ ﺑﺎﻟﻨﻤﯿﻤﺔ
Artinya:
64
Departemen Agama, op. cit,. h. 35.
65
Departemen Agama RI, op. cit., h. 204.
56
57
Persoalan thaharah bukan hanya pada teori saja, akan tetapi lebih
ketaatannya kepada Allah swt. terlihat dari kesucian hati dan dirinya.
66
, Zaki Al-Din ‘Abd Al-Azhim Al-Mundziri, op. cit., h. 75.
57
58
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
1. Populasi
keseluruhan objek dalam suatu penelitian yang akan diteliti. Oleh karena itu,
populasi dalam penelitian ini ialah semua yang menjadi sasaran penelitian,
yakni seluruh masyarakat tani yang ada di Dusun Ma’lengu dengan jumlah 40
anggota keluarga.
1
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian (Cet. VIII; Jakarta: Rineka Cipta, 1992), h. 102.
2
Mardalis, Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposal (Cet. III; Jakarta: Bumi Aksara,
1993), h. 53.
3
Sutrisno Hadi, Metodologi Research (Jakarta; UGM, 1986), h. 45.
58
59
2. Sampel
Menurut Nana Sudjana, sampel adalah sejumlah anggota yang dipilih dari
suatu populasi.5
Apabila subjeknya kurang dari 100 orang, maka lebih baik diambil
jika jumlah subjeknya besar maka, dapat diambil antara 10-15% atau 20-25%
b. Sempit luasnya wilayah pengamatan dari setiap objek, karena hal ini
yang resikonya besar, tentu saja jika sampel besar maka hasilnya akan
lebih baik.6
4
Suharsimi Arikunto, op. cit, h. 104.
5
Nana Sudjana, Pengantar Statistik Pendidikan (Cet. IV; Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada,
2005), h. 28.
6
Ibid., h. 5.
59
60
sampling.
penulis adalah:
a. Interview
apa saja, tetapi juga harus menyesuaikan dengan data yang ada.
7
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek (Cet. XII; Jakarta: PT.
Asdi Mahasatya, 2002), h. 136.
60
61
terperinci.
interview terpimpin.8
b. Observasi
instrumen pengamatan.
8
Ibid., h. 132.
9
Ibid., h. 133.
61
62
c. Tes
yang diinginkan.
d. Angket
responden dan dapat pula dilakukan untuk penelitian secara massal ke satu
a. Penelitian Kepustakaan
62
63
buku, majalah, surat kabar dan buletin yang berkaitan dengan masalah
yang dibahas. Riset kepustakaan ini dilakukan dengan dua cara, yaitu:
b. Penelitian Lapangan
3) tes yaitu suatu proses pengujian yang berhubungan dengan apa yang
63
64
F
P= x 100%
N
Dimana :
P = persentase
F = Frequensi
bentuk tabel frekuensi dan diberikan interpretasi terhadap hasil tabulasi untuk
64
65
BAB IV
HASIL PENELITIAN
1. Kondisi Geografis
hal ini disebabkan karena masih sulitnya ditempuh jalur transportasi yang
Selain itu, letak Dusun Ma’lengu relative jauh dari ibukota Desa, Kecamatan
dan Kabupaten yang merupakan pusat pelayanan utama, dalam hal ini Kota
tinggi yang subur pada musim hujan dan gersang pada musim kemarau,
2. Letak Geografis
1
Monografi PP No. 72 Tahun 2005, Desa Pa’ladingan Kec. Bontolempangan Kab. Gowa.
65
66
Sawah : 12 ha.
Kebun : 5 ha.
Wilayah Dusun Ma’lengu terdiri dari terdiri dari 3 (tiga) Rukun Warga
juga masih kurang. Hal ini dapat dilihat dari pemahaman dan aktifitas
66
67
No Nama Jabatan
Dusun Ma’lengu dengan menggunakan metode tes, angket, dan wawancara. Pada
bagian ini akan dibahas mengenai pengetahuan thaharah masyarakat tani Dusun
tani terkait dengan pengetahuan mereka tentang thaharah terlihat bahwa masih
paham betul apa itu thaharah. Seperti yang dialami Bapak Daeng. Salasah
67
68
pangngissengan tau rioloaji iami antu battu ri tautoaya minka niaki sisalana
thaharah, sebab dulu kami tidak sekolah dan tidak mendapat pelajaran thaharah,
adapun sedikit yang kami tahu dari orang tua kami dulu tetapi terdapat perbedaan
masyarakat tani masih kurang. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel
berikut:
1 Sangat Tahu 1 5%
2 Tahu 4 20%
4 Tidak Tahu 1 5%
Jumlah 20 100%
2
Hasil wawancara, pada tanggal 21 Januari 2011.
68
69
tahu” sebanyak 1 orang atau 5%, sedangkan yang menjawab “tahu” sebanyak 4
orang atu 20%, adapun yang menjawab “kurang tahu” sebanyak 14 orang atau
70%, dan yang menjawab “tidak tahu” sebanyak 5% atau 1 orang saja.
masih cukup kurang, dengan persentase 75% masyarakat tani belum mengetahui
2 Tahu 10 50%
4 Tidak Tahu 1 5%
Jumlah 20 100%
menjawab “sangat tahu” sebanyak 2 orang atau 10%, 10 orang atau 50% yang
69
70
menjawab “tahu”, sedangkan yang menjawab “kurang tahu” sebanyak 35% atau 7
1 Sangat Tahu 1 5%
2 Tahu 5 25%
4 Tidak Tahu 0 0%
Jumlah 20 100%
dan yang “tahu” sebanyak 5 orang atau 25%, sedangkan yang menjawab “kurang
tahu” sebanyak 70% atau 14 orang, dan “tidak tahu” sebanyak 5% atau 1 orang.
masih cukup kurang, dengan persentase 70% masyarakat tani belum mengetahui
70
71
Islam. Oleh karena itu, Pengamalan thaharah harus dilakukan sesuai dengan
thaharah yang dilakukan dianggap tidak sah, dan apabila cara bersuci tidak sah
maka secara otomatis ibadah yang dilakukan dari thaharah yang tidak benar juga
tidak benar. Sebab bagian dari sahnya suatu ibadah ialah ketika caranya bersuci
itu juga sah. Salat merupakan salah satu contoh ibadah yang tidak sah dilakukan
bagaimana cara bersuci dengan baik sebagaimana yang telah dijelaskan di atas.
Berikut ini beberapa tabel pengamalan thaharah masyarakat tani Dusun Ma’lengu.
71
72
1 Sering 20 100%
2 Jarang 0 0%
3 Kadang-Kadang 0 0%
4 Tidak Pernah 0 0%
Jumlah 20 100%
membaca al-Qur’an atau ibadah yang lain, menunjukkan bahwa yang menjawab
cukup bagus, dengan persentase 100% masyarakat tani Mengambil air wudhu
72
73
1 Sering 16 80%
2 Jarang 1 5%
3 Kadang-Kadang 3 15%
4 Tidak Pernah 0 0%
Jumlah 20 100%
berhubungan suami istri, mimpi yang mengakibatkan keluarnya air mani bagi
laki-laki, bersuci setelah masa haid, nifas, dan melahirkan bagi perempuang,
sebanyak 3 orang atau 15 %, dan “tidak pernah” tidak ada atau 0%.
cukup bagus, dengan persentase 80% masyarakat tani Melakukan mandi wajib
apabila dalam keadaan junub seperti, setelah berhubungan suami istri, mimpi
yang mengakibatkan keluarnya air mani bagi laki-laki, bersuci setelah masa haid,
73
74
1 Sering 3 15%
2 Jarang 10 50%
3 Kadang-Kadang 2 10%
Jumlah 20 100%
bersuci dengan menggunakan tanah atau debu sebab tidak ditemukannya air,
kadang” sebanyak 10% atau 2 orang, dan “tidak pernah” sebanyak 25% atau 5
orang.
thaharah dengan menggunakan tanah atau debu apabila tidak ditemukan air untuk
bersuci.
74
75
1 Sering 2 10%
2 Jarang 5 25%
3 Kadang-Kadang 1 5%
Jumlah 20 100%
dengan menggunakan tanah atau debu sebab dalam keadaan sakit tidak dapat
orang atau 10%, “jarang” sebanyak 5 orang atau 25%, sedangkan 1 orang atau 5%
thaharah dengan menggunakan tanah atau debu apabila dalam keadaan sakit atau
75
76
1 Sering 18 90%
2 Jarang 2 10%
3 Kadang-Kadang 0 0%
4 Tidak Pernah 0 0%
Jumlah 20 100%
orang atau 90%, dan “jarang” sebanyak 2 orang atau 10%, sedangkan responden
yang menjawab “kadang-kadang” dan “tidak pernah” tidak ada atau 0%. Adapun
2 orang yang menjawab “jarang” itu pada saat buang air kecil khususnya laki-laki
jarang bersuci.
76
77
Tabel 10. Bersuci setelah buang tinja dengan menggunakan daun, kapas
atau sejenisnya sebab tidak ditemukan air
1 Sering 3 15%
2 Jarang 11 55%
3 Kadang-Kadang 3 15%
Jumlah 20 100%
setelah buang tinja dengan menggunakan daun, kapas atau sejenisnya sebab tidak
ditemukan air, menunjukkan bahwa yang menjawab “sering” sebanyak 15% atau
3 orang, dan “jarang” sebanyak 55% atau 11 orang, sedangkan responden yang
thaharah setelah buang tinja dengan menggunakan daun, kapas, atau sejenisnya
77
78
Tabel 11. Bersuci setelah terkena najis seperti jilatan, kencing dan tai
dari anjing atau babi
1 Sering 17 85%
2 Jarang 2 10%
3 Kadang-Kadang 1 5%
4 Tidak Pernah 0 0%
Jumlah 20 100%
setelah terkena najis seperti jilatan, air kencing, dan tai dari anjing atau babi,
setelah terkena najis seperti jilatan, air kencing, dan tai dari anjing atau babi.
78
79
mengamalkan thaharah.
besar diwaktu malam, dan biasanya mandi wajib tidak dilakukan pada waktu
subuh sebab air yang ada sangat dingin, sehingga salat subuh pun tertunda dan
Selain dari pengaruh air yang sangat dingin sehingga orang tidak
jumlahnya sedikit, sebab di daerah tersebut tergolong daerah yang kurang air
3
Hasil wawancara pada tanggal 25 januri 2011.
79
80
merasa sulit menentukan tanah yang suci disebabkan banyaknya anjing yang
atau sejenisnya dan juga karena masih ragu akan kesucian dirinya apabila
thaharah (bersuci) pada waktu tertentu, seperti merasa tidak sanggup untuk
yang tidak mendukung, dimana air yang ingin dipakai untuk bersuci itu sangat
dingin. Maka salah satu cara agar masyarakat tetap bersuci pada waktu itu, ia
boleh memakai air hangat untuk bersuci, sebab alangkah dosanya seseorang
yang tidak bersuci dan meninggalkan salat wajib hanya dengan alasan faktor
air yang yang tidak mendukung. Apabila kondisi tubuh yang tidak
memungkinkan memakai air, seperti orang sakit yang tidak bisa menyentuh
air dikarenakan apabila menyentuh air maka sakitnya bertambah parah, maka
80
81
boleh bertayammum yaitu bersuci dengan menggunakan tanah atau debu yang
suci. Sebab Allah Swt. sama sekali tidak memberatkan kaumnya dalam
ayat 286.
terjemahnya:
ditanamkan di dalam hati agar supaya kita tidak ragu dalam mengamalkan
sesuatu. Seperti yang dialami masyarakat tani, dalam hal bersuci seperti
wudhu dengan air yang jumlahnya sedikit dan tayammum dengan tanah atau
debu yang banyak di hinggapi binatang seperti anjing, mereka masih ragu
yang tertanam di dalam hati terhadap sesuatu yang ingin dilakukan. Oleh
karena itu keyakinan amat sangat perlu ditanamkan di dalam hati. Dengan
demikian segala sesuatu perbuatan atau ibahah yang kita amalkan perlu kita
4
Departemen Agama, op. cit., h. 49.
81
82
masyarakat tani Dusun Ma’lengu masih kurang. Hal ini dapat dilihat dari hasil
kurangnya bimbingan agama dan juga karena mereka pada umunnya rata-rata
Bukti yang kongkrit dapat dilihat pada jawaban angket nomor 1 tabel 1,
terlihat bahwa masyarakat tani kurang tahu dengan thaharah, dimana responden
yang memberi jawaban “kurang tahu” sebanyak 14 orang atau 70% ditambah
dengan yang tidak tahu sebanyak 5%, sedangkan yang tahu dan sangat tahu
masih cukup rendah, hal ini dapat dilihat pada hasil jawaban angket nomor 7 dan
9 pada tabel 7 dan 9. Dimana pada tabel 7 responden yang memberikan jawaban
82
83
kadang” dan ”tidak pernah” semuanya berjumlah 85%, maka hasil maksimal
dan pengamalan thaharah masyarakat tani Dusun Ma’lengu masih kurang, dengan
83
84
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hal ini dapat dilihat dari hasil wawancara dan tes pengetahuan kepada
bidang agama.
hal ini dapat dilihat pada hasil jawaban angket nomor 7 dan 9 pada tabel 7 dan
84
85
hal pelaksanaan thaharah baik wudhu, mandi, maupun tayammum serta yang
yang sangat dingin sehingga mereka tidak bersuci, juga karena adanya
tersebut tergolong daerah yang kurang air apabila memasuki musim kemarau.
memahami tata cara bersuci dengan menggunakan daun atau sejenisnya, dan
juga karena masih ragu akan kesucian dirinya apabila menggunakan alat suci
Salah satu cara agar masyarakat tetap bersuci dalam kondisi apapun,
seperti air yang sangat dingin maka boleh memakai air hangat untuk bersuci.
Apabila kondisi tubuh yang tidak memungkinkan memakai air, seperti orang
sakit yang tidak bisa menyentuh air dikarenakan apabila menyentuh air maka
85
86
B. Saran-Saran
terutama pada saat ingin melaksanakan ibadah seperti salat sebagai ibadah
kondisi apapun, seperti mandi pada waktu subuh apabila malamnya telah
berhadas.
atau debu apabila tidak ada air di pakai untuk bersuci, demikian pula ketika
tubuh atau badan kurang sehat atau sakit apabila menyentuh air, maka
dijumpainya.
86
87
karena itu, peran para imam dan tokoh agama yang ada di Dusun Ma’lengu
masyarakat tani. Disamping itu juga, masyarakat tani Dusun Ma’lengu perlu
87
88
DAFTAR PUSTAKA
Agama, Departemen RI. Al-Qur’an dan Terjemahnya. Jakarta: PT. Syaamil Cipta
Media, 2005.
Al-Din, Zaki Abd Al-Azhim Al-Mundziri. Ringkasan Shahih Al-Bukhari; Arab-
Indonesia. Malaysia: Crescent News, 2004.
Al-Fauzan, Saleh. Fiqih Sehari-Hari. Jakarta: Cendikia Sentra Muslim, 2007.
Ahmad, Muhammad ‘Abdul ‘Azis. Shahih Al-Bukhari. Beirut: Dar Al-Kutub Al-
Ilmiyah, 2004.
Al-Qardhawi, Yusuf. Fiqih Thaharah. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2004.
Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta, 1992.
. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: PT. Abdi
Mahasatya, 2002.
Asse, Ambo. Ibadah; Sebuah Petunjuk Praktis. Makassr: Daar Wa Al-Uluum, 2008.
‘Azhim, ‘Abdul Badawi. Kitab Thaharah. Tasikmalaya: Salwa Press, 2008.
Bakr, Abu Jabir Al-Jazairi. Ensiklopedi Muslim/Minhajul Muslim. Jakarta: PT. Darul
Falah, 2000.
Bin Ali, Sa’id bin Wahaf Al-Qahthani. Panduan Bersuci. Jakarta: Al-Mahira, 2006.
Drajat, Zakia. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara, 2008.
Djarot, Sensa Muhammad. Komunikasi Spritual; Sosok Mukmin Penyebar Cahaya.
Jakarta: Hamdallah, 2007.
Fu’ad, Muhammad Abdul Baqi. Al-Lu’lu wal Marjan. Surabaya: PT. Bina Ilmu.
2003.
Hadi, Sutrisno. Metodologi Reseach Jilid I. Jakarta: UGM, 1986.
Hasan, Ali. Perbandingan Mazhab Fiqih. Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2000.
HD, Kelany. Islam dan Aspek-Aspek Kemasyarakatan. Jakarta: Bumi Aksara,2005.
88
89
‘Isa, Abi bin Muhammad ‘Isa bin Saurah. Sunan At-Tirmiziy. Beirut: Darul Fikr,
2005.
Jalaluddin, Hafiz as-Suyuti, Sunan An-Nasai, Beirut: Darul Jil, 1996
Jawad, Muhammad Mughniyah. Fiqih Lima Mazhab. Jakarta: Lentera, 2006.
. Fiqih Imam Ja’far Shadiq. Jakarta Lentera, 2009.
Kamil, Syaikh Muhammad Uwaidah. Fiqih Wanita; Edisi Lengkap. Jakarta: Pustaka
Al-Kautsar, 2008.
Malik, Abu Kamal Bin As-Sayyid Salim. Fiqih Thaharah. Jakarta: Darus Sunnah
Presss, 2008.
Mardalis. Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposal. Jakarta: Bumi Aksara,
1993.
Marzuki, Ahmad. Syarah Hadits Arba’in Imam Nawawi. Yogjakarta: Media Hidayah,
2006.
Muhammad, Imam bin Muhammad bin Yusuf As-Sanusi. Shahih Muslim. Juz II;
Beirut: Dar Al-Kutub Al-Ilmiah, 1994.
Muhammad, Teungku Hasbi Ash Shiddieqy. Pedoman Shalat. Semarang: PT.
Pustaka Rizki Putra, 2001.
Mujib, Fathul Bin Bahruddin. Kunci Ibadah Praktis. Yogyakarta: Hikmah Ahlus
Sunnah, 2007.
Murtadho, Ali Syahudi. Fatwa-Fatwa Syaikh Al-Fauzan. Jakarta: Pustaka Azzam,
2004.
Nasution, Harun. Islam ditinjau Dari Berbagai Aspeknya. Jakarta: Universitas
Indonesia (UI-Press), 1985.
Sudjana, Nana. Pengantar Statistik Pendidikan. Jakarata: RajaGafindo Persada, 2005.
Syafi’i, Ahmad. Shalat Yang Khusyu. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2009.
89
90
Pa’ladingan pada tahun 2001, SLTP Negeri 1 Bontolempangan pada tahun 2004, dan
Tarbiyah dan Keguruan Jurusan Pendidikan Agama Islam (S1). Selain itu, juga
pernah memasuki pada salah satu lembaga Pendidikan Bahasa Arab dan Islam
Ma’had Al-Birr Unismuh Makassar, namun hanya berjalan satu setengah semester
sehingga ia kembali fokus belajar di UIN pada Fakultas Tarbiyah Jurusan Pendidikan
Agama Islam.
90