Anda di halaman 1dari 139

KHATAMAN AL-QUR’AN DI PETERNAKAN (STUDI

KASUS PETERNAKAN BIN DAHLAN SAWANGAN


BARU DEPOK)
Skripsi
Diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh
gelar Sarjana Agama (S.Ag)

Oleh :
Thias Anugrah Bintang Putradi
11140340000034

PROGRAM STUDI ILMU AL-QURAN DAN TAFSIR


FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2021 M /1442 H
KHATAMAN AL-QUR’AN DI PETERNAKAN (STUDI
KASUS PETERNAKAN BIN DAHLAN SAWANGAN
BARU DEPOK)

Skripsi
Diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh
gelar Sarjana Agama (S.Ag)

Oleh:
Thias Anugrah Bintang Putradi
NIM: 11140340000034

Pembimbing

Dr. Eva Nugraha, M.Ag.


NIP: 19710217 199803 1 002

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR


FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2021 M/ 1442 H

iii
iv
PENGESAHAN SIDANG MUNAQASYAH

Skripsi yang berjudul KHATAMAN AL-QUR'AN DI PETERNAKAN


(STUDI KASUS PETERNAKAN BIN DAHLAN SAWANGAN BARU
DEPOK) telah diujikan dalam Sidang Munaqasyah Fakultas Ushuluddin,
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal
26 Juli 2021. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Agama (S.Ag) pada Program Studi Ilmu Al-
Qur’an dan Tafsir.

Jakarta, 6 Agustus 2021


Sidang Munaqasyah
Ketua Merangkap Anggota, Sekretaris Merangkap Anggota,

Dr. Ahmad Fudhaili, M.Ag dc Fahrizal Mahdi, Lc., MIRKH


NIP. 19740510 200501 1 009 NIP. 19820816 201503 1 004

Anggota,
Penguji I, Penguji II,

Drs. H. Ahmad Rifqi Muchtar, M.A Hasanuddin Sinaga, M.A


NIP. 19690822 199703 1 002 NIP. 19701115 199703 1 002

Pembimbing,

Dr. Eva Nugraha, M.Ag


NIP. 19710217 199803 1 002

v
vi
LEMBAR PERNYATAAN
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Thias Anugrah Bintang Putradi
NIM : 1114034000034
Fakultas : Ushuluddin
Jurusan/Prodi : Ilmu al-Qur’an dan Tafsir
Judul Skripsi : Khataman Al-Qur’an di Peternakan (Studi Kasus
Peternakan Bin Dahlan Sawangan Baru Depok)

Dengan ini menyatakan bahwa:


1. Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, yang diajukan untuk
memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan merupakan hasil
karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain,
maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 15 Juli 2021

Thias Anugrah Bintang


NIM 11140340000034

vii
viii
ABSTRAK
Thias Anugrah Bintang P, Khataman Al-Qur’an di Peternakan
(Studi Kasus Peternakan Bin Dahlan Sawangan Baru Depok).

Skripsi ini menjelaskan tentang keunikan tradisi khataman al-


Qur’an yang berlangsung di Peternakan Bin Dahlan. Pada umumnya
khataman al-Qur’an dilaksanakan di masjid, musala, dan rumah-rumah.
Akan tetapi, ada keunikan pada tempat yang penulis teliti, yakni
khataman dilaksanakan di peternakan. Pemilik peternakan mengklaim
bahwa kegiatan khataman bukan saja berpengaruh pada pribadi yang
melakukannya, tetapi pada usaha yang dikelolanya. Selanjutnya, skripsi
ini ingin membuktikan apakah membaca al-Qur’an bisa memberikan
manfaat kepada pembaca.
Skripsi ini merupakan penelitian lapangan (field research). Data
yang digunakan adalah hasil wawancara dan observasi pada pengelola
dan santri-santri yang mengikuti kegiatan khataman tersebut didukung
dengan dokumentasi kegiatan. Kemudian data dianalisis dengan
pendekatan kualitatif, mulai dari koding data, deskripsi hasil koding, dan
klasifikasi.
Pada penelitian ini, penulis mengklasifikasi motivasi dan tujuan
informan menjadi tiga kelompok, material, imaterial, dan spiritual.
Adanya manfaat yang didapat informan, penulis mengklasifikasikan
manfaat menjadi tiga tingkatan, hasil langsung, berkala, dan istiqamah.
Dari relasi tujuan dan manfaat, penulis mendapatkan hasil bahwa tujuan
dan motivasi yang paling baik adalah spiritual yang semata-mata
diniatkan untuk mencari berkah. Dalam hal ini dibahasakan dengan
ngalap berkah. Kemudian dari tingkatan manfaat yang penulis analisis,
penulis mendapatkan kesimpulan bahwa kuantitas seseorang dalam
berinteraksi dengan al-Qur’an dan kualitas niat yang menjadi tujuan
sangat berpengaruh terhadap manfaat yang didapat.

Kata kunci: Khataman, Peternakan, Tujuan dan Motivasi, Manfaat.

ix
x
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur bagi Allah Subḥānahu wa Ta‘ālā yang telah
memberikan kemampuan kepada penulis, sehingga berkat rahmat dan
kasih sayang-Nya penulis mampu menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
Selawat dan salam hanya tercurah kepada baginda Nabi Muhammad
Ṣallāhu ‘Alaihi wa Sallam yang telah mendobrak pintu kebatilan dan
kezaliman menuju kemerdekaan.
Adapun judul skripsi ini “Khataman Al-Qur’an di Peternakan
(Studi Kasus Peternakan Bin Dahlan Sawangan Baru Depok”,
penyusunan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu syarat
guna mencapai gelar Sarjana Agama di Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Atas dukungan dan kontribusi dari beberapa pihak, baik moril
maupun material. Penulis merasa berhutang budi dan tidak mampu
membalasnya. Maka dari itu penulis mengucapkan terima kasih sebesar-
besarnya kepada:
1. Prof. Dr. Amany Lubis, MA., rektor Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta, yang telah memimpin dan mengelola
penyelenggaraan pendidikan sebagaimana mestinya.
2. Dr. Yusuf Rahman, MA., dekan Fakultas Ushuluddin Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, beserta staf pembantu
dekan, yang telah mengkoordinasi penyelenggaraan pendidikan,
penelitian dan pengabdian masyarakat di fakultas.
3. Dr. Eva Nugraha, M. Ag., Ketua Program Studi Ilmu al-Qur’an dan
Tafsir juga Fahrizal Mahdi, Lc. MIRKH., selaku Sekretaris Program
Studi Ilmu al-Qur’an dan Tafsir, yang selalu memfasilitasi, ikhlas,
memberikan contoh yang baik dan tak pernah lelah memotivasi,

xi
xii

semoga Allah membalas kebaikan beliau dan memberikan


keberkahan.
4. Dr. Eva Nugraha, M. Ag., dosen pembimbing skripsi yang selalu
sabar membimbing penulis, untuk beliau semoga Allah swt
memberikan keberkahan dan menambahkan ilmunya.
5. Dr. Atiyatul Ulya, M.Ag., pembimbing akademik yang telah
memberikan saran-saran ataupun arahan selama penulis duduk
dibangku perkuliahan.
6. Segenap jajaran dosen dan civitas akademik Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang tidak bisa penulis sebutkan
satu persatu tanpa mengurangi rasa hormat, khususnya program studi
Ilmu al-Qur’an dan Tafsir yang ikhlas, tulus dan sabar untuk
mendidik kami agar menjadi manusia yang berakhlak mulia dan
berintelektual.
7. Keluarga besar, Mbah, Bude, Mas-mas. Penulis ucapkan terima
kasih atas bantuan serta dukungan dan perhatian. Untuk keluarga
besar Tangerang selatan, Jakarta, dan Semarang, terima kasih telah
mendoakan, semoga kita menjadi pribadi yang saleh dan salehah
serta membanggakan kedua orang tua dengan ilmu yang kita dapat.
8. Keluarga besar Peternakan Bin Dahlan Sawangan Baru Depok yang
sudah memberi izin penulis melakukan penelitian. Penulis ucapkan
beribu terima kasih. Semoga silaturahmi semakin erat.
9. Teman-teman seperjuangan dan senasib Tafsir-Hadits angkatan
2014, Fakultas Ushuluddin. Dalam hal ini penulis ucapkan terima
kasih, telah menerima sebagai teman dan membantu dalam segala
hal, bahkan dalam penulisan skripsi ini. Semoga pertemanan kita ini
tak lekang dimakan waktu.
xiii

10. Rekan sejawat KKN PESONA, Markas Betmen, Keluarga Kang


Kambing dan Sapi, Strolling-strolling, Viroke.id. Penulis ucapkan
beribu terima kasih atas doa dan dukungannya.

Teruntuk kedua orang tua ayahanda Pambudi dan ibunda Tri Astuti
Handayani, yang tak terhitung jasa mereka berdua serta telah sepenuh
jiwa dan raganya yang selalu menyemangati dan mendukung baik moril
maupun material, yang tidak pernah menuntut apa pun serta tak henti-
hentinya mengirimkan doa kepada penulis hingga akhir hayatnya.
Semoga Allah balas kebaikan mereka seperti mereka merawat anak-
anaknya dengan sepenuh hati.

Jakarta, 15 Juli 2021

Thias Anugrah Bintang


NIM: 11140340000034
xiv
PEDOMAN TRANSLITERASI

Pedoman Transliterasi Arab Latin yang merupakan hasil


keputusan bersama (SKB) Menteri Agama dan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan R.I. Nomor: 158 Tahun 1987 dan Nomor 0543b/u/1987.
Adapun perinciannya sebagai berikut:
A. Konsonan
Daftar huruf bahasa Arab dan transliterasinya ke dalam huruf Latin
dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Arab Latin Keterangan
‫ا‬ Tidak dilambangkan tidak dilambangkan
‫ب‬ b be
‫ت‬ t te
‫ث‬ ṡ es (dengan titik di atas)
‫ج‬ j je
‫ح‬ ḥ ha (dengan titik di bawah)
‫خ‬ kh ka dan ha
‫د‬ d de
‫ذ‬ ż zet (dengan titik di atas)
‫ر‬ r er
‫ز‬ z zet
‫س‬ s es
‫ش‬ sy es dan ye
‫ص‬ ṣ es (dengan titik di bawah)
‫ض‬ ḍ de (dengan titik di bawah)
‫ط‬ ṭ te (dengan titik dibawah)
‫ظ‬ ẓ zet (dengan titik di bawah)
‫ع‬ ‘ apostrop terbalik

xv
xvi

‫غ‬ g ge
‫ف‬ f ef
‫ق‬ q qi
‫ك‬ k ka
‫ل‬ l el
‫م‬ m em
‫ن‬ n en
‫و‬ w w
‫ه‬ h ha
‫ء‬ ’ apostrop
‫ي‬ y ye

Hamzah (‫ )ء‬yang terletak di awal kata mengikuti vokalnya tanpa


diberi tanda apapun, jika ia terletak di tengah atau di akhir, maka ditulis
dengan tanda (’).
B. Tanda Vokal
Vokal dalam bahasa Arab-Indonesia terdiri dari vokal tunggal atau
monoftong dan vokal rangkap atau disebut dengan diftong, untuk vokal
tunggal sebagai berikut:
Tanda Nama Huruf Latin Nama
َ‫ا‬ Fatḥah a a
ِ‫ا‬ Kasrah i i
َ‫ا‬ Ḍammah u u

Adapun vokal rangkap sebagai berikut:


Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
‫ﹷي‬ ai a dan i
‫ﹷو‬ au a dan u
xvii

Dalam Bahasa Arab untuk ketentuan alih aksara vokal panjang


(mad) dilambangkan dengan harakat dan huruf, yaitu:
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
‫ىا‬ ā a dengan garis di
atas
‫ىي‬ ī i dengan garis di atas
‫ىو‬ ū u dengan garis di
atas

C. Kata Sandang
Kata sandang dilambangkan dengan (al-) yang diikuti huruf:
syamsiyah dan qamariyah.
Al-Qamariyah ‫ال ُمنِي ُْر‬ Al-Munīr
Al-Syamsiyah ‫الر َجا ُل‬
ِ Al-Rijāl

D. Syaddah (Tasydid)
Dalam bahasa Arab syaddah utau tasydid dilambangkan dengan
ketika dialihkan ke bahasa Indonesia dilambangkan dengan huruf, yaitu
dengan menggandakan huruf yang diberi tanda syaddah, akan tetapi, itu
tidak berlaku jika huruf yang menerima tanda syaddah terletak setel kata
sandang yang diikuti oleh huruf-huruf syamsiyah.
Al-Qamariyah ُ ‫ْالقُ ِوة‬ Al-Quwwah
Al-Syamsyiyah ُ ‫الض َُّر ْو َرة‬ Al-Ḍarūrah

E. Ta Marbūṭah
Transliterasi untuk ta marbūṭah ada dua, yaitu: ta martujah yang
hidup atau mendapat harakat fathah, kasrah dan dammah, transliterasi
adalah (t), sedangkan ta marbūṭah yang mati atau mendapat harakat
sukun, transliterasinya adalah (h), kalau pada kata yang berakhir dengan
xviii

ta marbūtah diikuti oleh kata yang menggunakan kata sandang al-ser


bacaan yang kedua kata itu terpisah, maka ta marbūṭah ditransliterasikan
dengan ha (h) contoh:
No Kata Arab Alih Aksara
1 ُ‫ط ِر ْيقَة‬
َّ ‫ال‬ Ṭarīqah

2 ِ ْ ُ‫ْال َجامِ عَة‬


ُ‫اْلس ََْلمِ يَّة‬ Al-Jāmi’ah al-Islāmiah

3 ‫َوحْ دَة ُ ْال ُوج ُْو ِد‬ Waḥdat al-Wujūd

F. Huruf Kapital
Penerapan huruf kapital dalam alih aksara ini juga mengikuti Ejaan
Bahasa Indonesia (EBI) yaitu, untuk menuliskan permulaan kalimat,
huruf awal Nama tempat, nama bulan nama din dan lain-lain, jika Nama
diri didahului oleh kata sandang, maka yang ditulis dengan huruf capital
tetap huruf awal nama diri tersebut, bukan huruf awal atau kata
sandangnya.
Contoh: Abu Hamid, al-Gazali, al-Kindi.
Berkaitan dengan penulisan nama untuk nama-nama tokoh yang
berasal dari Indonesia sendiri, disarankan tidak dialih aksarakan
meskipun akar katanya berasal dari bahasa Arab, misalnya ditulis
Abdussamad al-palimbadi, tidak “Abd al-Samad al-Palimbani. Nuruddin
al-Raniri, tidak Nur al-Din al-Raniri.
G. Penulisan Kata Arab yang Lazim digunakan dalam Bahasa
Indonesia
Kata, istilah atau kalimat Arab yang ditransliterasi adalah kata,
istilah atau kalimat yang belum dibakukan dalam bahasa Indonesia,
Kata, istilah atau kalimat yang sudah lazim dan menjadi bagian dari
pembendaharaan bahasa Indonesia, atau sudah sering ditulis dalam
tulisan bahasa Indonesia, tidak lagi ditulis menurut cara transliterasi di
xix

atas, Misalnya kata Al-Qur’ān (dari al-Qur’ān), Sunnah, khusus dan


umum, namun bila mereka harus ditransliterasi secara utuh.
Contoh: Fī Zilāl al-Qur’an, Al-‘Ibarat bi ‘umūm al-lafz la khusūs al-
sabab.
xx
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................... xi


PEDOMAN TRANSLITERASI........................................................... xv
DAFTAR ISI ....................................................................................... xxi
BAB I...................................................................................................... 1
PENDAHULUAN .................................................................................. 1
A. Latar Belakang ............................................................................. 1
B. Identifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah ..................... 9
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian .................................................. 10
D. Tinjauan Pustaka........................................................................ 10
E. Metodologi Penelitian................................................................ 16
F. Sistematika Penelitian................................................................ 22
BAB II .................................................................................................. 25
GAMBARAN UMUM TENTANG KHATAMAN AL-QUR’AN...... 25
A. Deskripsi Kegiatan Khataman Al-Qur’an ................................. 25
B. Hadis-hadis tentang Khataman .................................................. 26
C. Adab dan Kiat-kiat Khataman Al-Qur’an ................................. 32
D. Resepsi Praktik-praktik Khataman Al-Qur’an di Indonesia ...... 36
BAB III ................................................................................................. 45
GAMBARAN UMUM DAN PRAKTIK KHATAMAN AL-QUR’AN
PETERNAKAN BIN DAHLAN SAWANGAN DEPOK ................... 45
A. Gambaran Umum Peternakan Bin Dahlan Sawangan Depok ... 45
1. Sejarah Peternakan Bin Dahlan ............................................. 45
2. Profil Peternakan .................................................................... 48
B. Kegiatan Santri dan Data Informan ........................................... 53

xxi
xxii

a. Kegiatan Santri....................................................................... 53
b. Data Informan ........................................................................ 54
BAB IV ................................................................................................. 57
PELAKSANAAN DAN PEMAKNAAN KHATAMAN AL-QUR’AN
DI PETERNAKAN BIN DAHLAN..................................................... 57
A. Praktik Kegiatan Khataman al-Qur’an ...................................... 57
1. Tujuan dan Motivasi Khataman ............................................. 57
2. Praktik Khataman................................................................... 65
3. Kelengkapan Sarana dan Pra Sarana...................................... 69
1) Tujuan dan Motivasi Membaca al-Qur’an ............................. 71
2) Intensitas dalam Membaca al-Qur’an .................................... 73
3) Pemahaman atas al-Qur’an .................................................... 75
B. Manfaat Khataman .................................................................... 83
1. Manfaat Langsung ................................................................. 85
2. Manfaat Tidak Langsung ....................................................... 87
3. Relasi Tujuan dan Manfaat Khataman pada Pembacanya ..... 93
4. Manfaat Khataman Bagi Peternakan ................................... 103
BAB V PENUTUP ............................................................................. 107
A. Kesimpulan .............................................................................. 107
B. Saran ........................................................................................ 107
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................... 109
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1: Sampel Penelitian .................................................................... 19
Tabel 3.4: Kegiatan Santri/ Informan ....................................................... 52
Tabel 3:5: Data Informan .......................................................................... 53
Tabel 4.3: Tujuan dan Motivasi Khataman al-Qur’an ............................. 70
Tabel 4.4: Manfaat Khataman al-Qur’an ................................................. 80
Tabel 4.5: Relasi Tujuan dan Manfaat Bagi Pembaca .............................. 91

xxiii
xxiv
DAFTAR BAGAN
Bagan 1.1: Pengolahan Data ............................................................ 20
Diagram 4.1: Intensitas Membaca dalam Seminggu ....................... 57
Diagram 4.2: Pemahaman Santri Atas al-Qur’an ........................... 60

xxv
xxvi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Khatam al-Qur’an adalah selesai, atau habis. 1 Sedangkan khatam
menurut ensiklopedia Islam, khatam juga berarti akhir.2 Khatam menurut
istilah berarti tuntas dalam membaca al-Qur’an dari awal sampai akhir,
entah berapa lamanya dengan disimak oleh guru agar dapat keberkahan
selain agar bacaannya teruji baik dan benar. 3 Sedangkan menurut Supian,
khatam al-Qur’an adalah menyelesaikan membaca al-Qur’an dari awal
sampai akhir, dan sering juga dipahami sebagai titik akhir selesainya
membaca al-Qur’an.4 Khataman al-Qur’an menurut Abi Zakariya Yahya
yakni, membaca al-Qur’an secara bersama-sama, dapat dengan cara
setiap orang dibagi 10 juz atau satu juz, atau pembagian semacamnya.
Atau dengan cara orang membaca dan yang lainnya menyimak
bergantian secara terus menerus.5
Dari berbagai pengertian di atas penulis menyimpulkan pengertian
khatam al-Qur’an adalah membaca al-Qur’an dari awal surat al-Fatihah
sampai surat al-Nās, dengan kata lain membaca al-Qur’an sebanyak 30
juz, 114 surat, dan 6326 ayat dalam waktu tertentu. Sejak dulu di
Indonesia dalam kehidupan masyarakatnya setiap peristiwa yang
dianggap penting biasanya diperingati dengan berbagai upacara.
Kebiasaan ini hidup, berkembang dan dilestarikan secara turun-temurun

1
Daryanto, Kamus Bahasa Indonesia Lengkap (Surabaya: Apollo, 1991), 364.
2
Departemen Pendidikan Nasional, Ensiklopedia Islam, cet IV (Jakarta: PT.
Ichtiar Baru van Hoeven, 1993), 44.
3
Ahmad Syarifuddin, Mendidik Anak Membaca, Menulis, dan Mencintai al-
Qur’an (Jakarta: Gema Insani, 2004), 84.
4
Supian, Ilmu-Ilmu Al-Qur’an Praktis (Jambi: Gaung Persada Press, 2012),
182.
5
Abi Zakariya Yahya Asy Syafi’I, At-Tibyan fi Adab Hamalatil Qur’an (Jedah:
Haramain, tt), 82.

1
2

oleh masyarakat yang bisa disebut dengan tradisi. Termasuk tradisi


upacara khataman al-Qur’an.
Tradisi khataman al-Qur’an di Indonesia memiliki banyak
penyebutan. Misalnya, Mappanre Temme6 pada masyarakat Bugis Sinjai
dan Khataman Nepton7 pada masyarakat Treko Magelang. Di pesantren
tentu kegiatannya didominasi dengan kegiatan-kegiatan yang berkaitan
dengan al-Qur’an, seperti tahsin dan khataman al-Qur’an, baik secara
sorogan8, simaan9, deresan10, muqaddaman11.
Tradisi khataman al-Qur’an juga banyak dijumpai dalam acara
kematian dengan cara orang-orang bergantian membaca al-Qur’an
sampai tamat 30 juz baik bersamaan atau bergantian. Tujuan
diadakannya khataman di sini adalah mendoakan untuk orang yang

6
Mappanre Temme berasal dari dua kata yaitu Mappanre dalam bahasa Bugis
berarti memberi makan, sedangkan Temme adalah orang yang tamat mengaji atau
khatam al-Qur’an. Mappanre Temme adalah sebuah prosesi yang memberikan apresiasi
kepada anak laki-laki dan perempuan yang telah taman mengaji atau khatam al-Qur’an.
7
Khataman Nepton berasal dari dua kata yaitu Khataman dan Nepton.
Khataman berasal dari bahasa Arab yang berarti telah selesai. Nepton berasal dari
Bahasa Jawa yaitu Naptu yang berarti angka-angka pada hari, bulan tahun menurut
perhitungan Jawa. Jadi Khataman Nepton adalah terlah selesainya dibacakan surat-
surat dalam al-Qur’an pada hari, bulan, tahun kelahiran anak, menurut perhitungan
angka-angka Jawa.
8
Sorogan adalah suatu metode dimana santri menghadap guru atau kyai seorang
demi seorang dengan membawa al-Qur’an/kitab yang akan dibaca atau dipelajarinya.
Istilah sorogan berasal dari kata sorog (jawa) yang berarti menyodorkan kitab ke depan
kyai/guru.
9
Simaan merupakan serapan dari bahasa Arab yang akar katanya memuliki arti
“mendengarkan”. Bisa diartikan juga dengan memperdengarkan hasil hafalan kepada
orang lain. Dari sini muncul istilah sima’-simaan, yang berarti saling
memperdengarkan hasil hafalan satu sama lain.
10
Deresan ialah aktifitas berupa menjaga hasil hafalan al-Qur’an. Kegiatan ini
dala bentuk informal dilakukan secara indivindu dan berpasangan, dan dalam bentuk
formal dilakukan secara berpasangan.
11
Istilah ini biasa disebut masyarakat kalangan pesantren sebagai khataman al-
Qur’an. artinya membaca al-Qur’an dari juz 1-30 dan dilakukan minimal 2 orang
dengan cara membaginya secara merata dan dilakukan secara bersamaan. Misalnya
orang pertama membaca juz 1-15 dan orang kedua 16-30, memulainya bersamaan dan
menutup dengan doa bersmaan.
3

sudah meninggal dengan tujuan fidiyah (memohon ampunan untuk si


mayat).
Khataman al-Qur’an juga diadakan dalam acara pernikahan.
Contohnya seperti yang dilakukan masyarakat Desa Teluk Tigo. Tradisi
khataman al-Qur’an dalam pernikahan di Desa Teluk Tigo ialah suatu
adat kebiasaan yang telah mengakar yang diwariskan oleh nenek moyang
mereka secara turun-temurun. Tradisi semacam ini hukumnya wajib
dilaksanakan baik dalam kondisi bagaimanapun, karena tradisi ini adalah
harga mati untuk dilaksanakan oleh setiap calon mempelai yang akan
melangsungkan pernikahan. 12
Model dalam khataman al-Qur’an yang penulis temukan ada 2
(dua) cara, pertama dengan cara satu persatu. Satu orang membaca satu
juz dan bergantian dengan orang berikutnya sampai juz 30 selesai. Kedua
dengan cara bersamaan, semua orang berjamaah menyelesaikan bacaan
dengan bersama-sama sesuai pembagiannya. Penulis juga menemukan
khataman via aplikasi, maksudnya memanfaatkan teknologi yang ada.
Jadi, walaupun tidak berkumpul di satu tempat, khataman tetap berjalan
dengan lancar dan terstruktur pembagian perjuznya. Misalnya yang
dilakukan di Jurusan Ilmu al-Qur’an dan Tafsir Fakultas Ushuluddin
UIN Jakarta dan komunitas One Day One Juz.
Kehidupan sekarang adalah kehidupan yang serba praktis.
Semakin manusia mengetahui suatu ilmu dan sistem, pada akhirnya
mereka akan menciptakan suatu hal agar menjadi lebih praktis lagi.
Membaca al-Qur’an misalnya, bangkitnya semangat muslim sekarang
untuk membaca sudah tersebar begitu luas. Menurut Sebagian orang,
mereka berpikir bahwa mereka tidak ingin kalah dari adanya gadget yang

12
Muhammad Syukri Albani Nasution, Ilmu Sosial Budaya Dasar (Jakarta:
Rajawali Pers, 2015), 16.
4

sekarang dibawa ke mana-mana dan dimana-mana. Di akhir tahun 2013


dua orang muslim bernama Ricky Adrinaldi dan Fatah Yasin atas
kesadaran dan kepeduliannya terhadap muslim sekarang, mereka
menyebar luaskan dan mempublikasikan adanya program one day one
juz.13 Dengan cara mereka membentuk grup whatsapp, awalnya begitu
susah untuk melengkapi grup supaya lengkap 30 orang, namun mereka
berdua tidak lelah dan terus berusaha mengajak teman-teman yang
memiliki ketertarikan membaca al-Qur’an. hingga akhirnya setelah
empat minggu grup terbentuk jumlah anggota lengkap 30 orang.
Program one day one juz tersebut setiap hari satu orang harus
menyelesaikan bacaan al-Qur’an satu juz dan itu sudah terbagi-bagi
dalam kelompok kecil yang berisi 30 orang. Jadi dengan program ODOJ,
seseorang dapat dengan santai menggunakan waktu luang mereka
dengan hal yang bermanfaat, yaitu ikut serta membaca al-Qur’an
dimanapun dan kapanpun.
Namun yang terjadi di Peternakan Kandang Embek H. Dwi
Susanto Desa Cicadas adalah anak-anak yatim yang tinggal di sekitar
peternakan dengan semangat mengikuti kegiatan khataman berjamaah di
masjid yang didirikan oleh H. Dwi Susanto selaku pemilik peternakan.
Kegiatan khataman dilakukan secara serentak (bersama-sama) yang
disebut juga sebagai khataman berjamaah. Akan tetapi tidak semua anak
yatim melakukan khataman, karena kemampuan membaca al-Qur’an
yang berbeda-beda. Maka dari itu, pihak peternakan juga menyediakan
guru-guru mengaji untuk mengajari anak-anak yang belum mahir dalam
membaca al-Qur’an.

13
Odoj, “Sejarah One Day One Juz, sebelum menjadi Komunitas,” Diakses, 13
Januari, 2020, https://onedayonejuz.org/info-detail/36
5

Kegiatan khataman ini dilakukan anak-anak yatim setiap hari dan


hampir 24 jam dibawah bimbingan guru/ustaz. Anak yatim yang datang
ke peternakan ini khusus yang usianya di bawah 10 tahun. Jadi, anak
yatim mengaji di peternakan ini datang sehabis mereka pulang sekolah.
Jika mereka mengaji dari selesai pulang sekolah sampai jam 3 sore,
mereka mendapat uang 10 ribu. Jika mereka mengaji sampai jam 6 sore,
mereka mendapat 20 ribu. Jika mereka mengaji sampai jam 9 malam,
mereka mendapat 30 ribu. Jika mereka mau menginap dan melakukan
salat tahajud, mereka mendapat 50 ribu. Jadi, kalau mereka mengaji dari
sepulang sekolah sampai jam 9 malam dan lanjut salat tahajud, mereka
diberi uang 80 ribu. Jadwal makan 3 kali disediakan oleh pihak
peternakan. Tapi semua itu tidak ada paksaan dan pihak guru dan ustaz
juga tidak memberatkan anak yatim.
Tradisi khataman yang terdapat di Peternakan Kandang Embek H.
Dwi Susanto dirintis sejak tahun 2000. Anak yatimnya pada saat itu
masih sedikit dan hewan peliharaannya pun hanya 9 ekor kambing betina
dan 1 ekor kambing jantan. Karena niat awal H. Dwi adalah khusus
peternakan susu perah. Menurutnya dengan lantunan ayat al-Qur’an
yang diperdengarkan langsung ke hewan ternaknya, bisa menjadikan
susu kambingnya tidak bau prengus seperti susu kambing pada
umumnya. Lantunan ayat suci al-Qur’an menjadi relaxasi bagi hewan
ternak yang ada di sekitarnya.
Pada survei pertama, penulis mendapatkan info-info seputar
kegiatan yang ada di peternakan ini dan di respons dengan baik. Seperti
penulis diizinkan berkeliling peternakan dan mengikuti langsung
kegiatan pengajian yang sedang diselenggarakan. Akan tetapi pada
survei kedua yang dilaksanakan pada tanggal 1 April 2021, penulis
6

mendapat penolakan dari pihak peternakan dengan alasan tingkat


penyebaran virus Covid-19 meningkat.
Kemudian penulis memutuskan untuk mencari tempat penelitian
yang memiliki kesamaan dengan tema yang penulis kaji. Hingga
akhirnya penulis mendapatkan informasi mengenai suatu tempat yang
memiliki kesamaan dengan tempat sebelumnya. Tempat itu bernama,
Peternakan Bin Dahlan yang terletak di Kecamatan Sawangan Baru
Depok. Kesamaan tersebut dari segi usaha yang dijalankan dan kegiatan
khataman yang dilakukan.
Ketika penulis melakukan observasi pertama, penulis menemukan
kesamaan dan perbedaan dengan lokasi penelitian sebelumnya. Di antara
kesamaannya, yakni pada bidang usaha yang dijalankan dan kegiatan
yang dilakukan. Adapun perbedaannya yaitu pelaksanaan kegiatan
khataman di tempat ini diikuti oleh masyarakat umum dan tidak terbatas
atas golongan tertentu.
Pelaksanaan kegiatan khataman yang dilaksanakan pada
Peternakan Bin Dahlan, dilakukan dengan dua metode. Pertama, dengan
cara membaca serempak, setiap orang dibagi per-juz dan dibaca secara
bersama-sama. Kedua, dengan cara bergantian satu persatu. Kegiatan ini
dilakukan setiap malam Jumat secara rutin di setiap minggunya dan
menjelang hari-hari besar Islam, khususnya pada perayaan hari raya Idul
Adha. Pemilik peternakan, berpendapat bahwa dengan adanya kegiatan
khataman yang dilaksanakan di peternakannya ini berpengaruh terhadap
hasil penjualan dan kesehatan hewan-hewan ternaknya.14
Lazimnya, fungsi khataman al-Qur’an dikaitkan oleh masyarakat
Indonesia sebagai rasa syukur, mencari keselamatan dunia dan akhirat,

14 Rengga Al-Pandi (Pemilik Peternakan Bin Dahlan Sawangan Baru Depok),

di wawancarai oleh Thias Anugrah Bintang P, Depok, 14 April 2021, Jawa Barat.
7

memotivasi pengaplikasian nilai-nilai syariah yang terkandung di


dalamnya, memohon ampunan untuk mayat, dan lain-lain.
Seperti yang dibahas oleh Rapiq Hairiri 15, dia membahas khataman
al-Qur'an pada pasangan pengantin yang bertujuan agar pengantin bisa
mengaplikasikan nilai-nilai Syariah yang ada di al-Qur’an dalam
kehidupan rumah tangga. Teti Fatimah 16, dia membahas sima’an
khataman al-Qur’an yang bermakna sebagai doa untuk orang yang sudah
meninggal dunia yang didasari oleh keberkahan, manfaat, dan
keutamaan-keutamaan dari pembacaan al-Qur’an secara berkhatam-
khatam. Jadi hal itu membawa keberkahan untuk mendiang dan juga
untuk masyarakat. Anton Syarif Hidayat17, menurutnya membaca al-
Qur’an bagi siswa mempunyai fungsi sebagai motivasi religius dan
terbiasa mengamalkan makna yang terkandung di dalam al-Qur’an untuk
kehidupan sehari-hari.
Keunikan dari penelitian yang penulis bahas ini adalah khataman
al-Qur’an berkaitan dengan perekonomian. Awalnya pemilik peternakan
Rengga al-Pandi, mempunyai 2 ekor kambing betina, sekarang
berkembang menjadi peternakan yang lumayan besar dan memiliki
hewan ternak dari berbagai macam jenis. Niat awalnya beternak
kambing, sekarang sudah bisa menambah hewan-hewan lainnya seperti
sapi, ayam, bebek, dan entok. Itulah yang membedakan penelitian
penulis dengan penelitian yang sebelumnya.

15
Rapiq Hairiri, “Tradisi Khataman Al-Qur’an Pasangan Pengantin pada Acara
Pernikahan di Desa Teluk Tigo Kecamatan Cermin Nan Gedang Kabupaten
Saeolangun Provinsi Jambi (Kajian Studi Living Qur’an)”, (Skripsi, UIN Jambi, 2021).
16
Teti Fatimah, “Sima’an Khataman Al-Qur’an untuk Keluarga Mendiang
(Studi living Qur’an di Desa Tinggarjaya, Sidareja, Cilacap, Jawa Tengah)”, (Skripsi,
UIN Yogyakarta, 2017).
17
Anton Syarif Hidayat, “Pelaksanaan Program Membaca Al-Qur’an di SMA
Negeri 3 Palembang”, (Skripsi, UIN Palembang, 2017).
8

Dalam penelitian ini, untuk mengungkap pemaknaan khataman al-


Qur’an serta bagaimana prosesi khataman berlangsung, maka peneliti
menggunakan kajian living Qur’an. Living Qur’an adalah kajian atau
penelitian tentang berbagai peristiwa sosial dan terkait dengan kehadiran
keberadaan al-Qur’an di komunitas muslim tertentu.18 Living Qur’an
juga salah satu kajian yang menangkap berbagai pemaknaan atau resepsi
masyarakat terhadap al-Qur’an. fenomena yang hidup di tengah
masyarakat muslim terkait dengan al-Qur’an sebagai objek studi, itulah
yang dijadikan model living Qur’an.19
Melihat hubungan antara al-Qur’an dan masyarakat Islam serta
bagaimana al-Qur’an itu sikapi secara teoritik maupun di praktikan
secara memadai dalam kehidupan sehari-hari (Living Qur’an). Dengan
demikian, Living Qur’an adalah studi tentang al-Qur’an, tetapi tidak
bertumpu pada ekstitensi tekstualnya, melainkan studi tentang fenomena
sosial yang terkait dengan kehadiran al-Qur’an.20
Upaya untuk membuat hidup dan menghidup-hidupkan al-Qur’an
oleh masyarakat, dalam arti respons sosial (realitas) terhadap al-Qur’an,
dapat dikatakan Living Qur’an. Baik al-Qur’an itu dilihat masyarakat
sebagai ilmu (scince) dalam wilayah profane (tidak keramat) di satu sisi
dan sebagai petunjuk (huda) dalam yang bernilai sakral (sacred value)
disisi lain. Kedua efek inilah sesungguhnya menghasilkan sikap dan
pengalaman kemanusiaan berharga yang membentuk sistem religi
karena dorongan emosi keagamaan (religious emotion), dalam hal ini
emosi jiwa terhadap al-Qur’an.21

18
Sahiron, Metode Penelitian Living Qur’an dan Hadis (Yogyakarta: Th Press,
2007), 8.
19
Sahiron, Metode Penelitian Living Qur’an dan Hadis, 7.
20
Sahiron, Metode Penelitian Living Qur’an dan Hadis, 39.
21
Sahiron, Metode Penelitian Living Qur’an dan Hadis, 37.
9

Lazimnya khataman al-Qur’an dilaksanakan di tempat-tempat


seperti masjid, musala, surau, rumah-rumah, atau tempat suci lainnya.
Berbeda dengan yang penulis temukan, bahwa khataman dilaksanakan
di sebuah peternakan hewan. Pemilik peternakan yang bernama Rengga,
mengaitkan bahwa khataman yang dilakukan di peternakannya ini sangat
berpengaruh terhadap penjualan hewan-hewannya. Melihat penelitian
sebelumnya, khataman banyak dikaitkan dengan rasa syukur,
pernikahan, atau sarana mencari keselamatan. Akan tetapi berbeda
dengan yang ada di Peternakan Bin Dahlan, khataman al-Qur’an
dikaitkan dengan perekonomian.
Study Living Qur’an merupakan penelitian yang berasal dari
adanya fenomena masyarakat yang menjalankan suatu tradisi yang
terinspirasi dari al-Qur’an. Jadi, melihat adanya latar belakang di atas,
penulis tertarik untuk melakukan penelitian Living Qur’an di Peternakan
Bin Dahlan. Penulis berasumsi bahwa tradisi di peternakan dalam
mengkhatamkan al-Qur’an merupakan representasi dari perilaku
“menghidupkan al-Qur’an”.
B. Identifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah
1. Identifikasi Masalah
Apabila diidentifikasikan maka masalah yang muncul dari latar
belakang di atas bahwa telah penulis temukan beberapa masalah yang
ada, seperti adanya kegiatan khataman al-Qur’an yang dilakukan di
sebuah peternakan hewan, kemudian terdapat variasi pengetahuan
tentang praktik khataman al-Qur’an, serta adanya manfaat positif dari
khataman al-Qur’an terhadap hewan-hewan yang berada di peternakan
tersebut.
2. Batasan Masalah
10

Dari identifikasi yang telah penulis jelaskan, penulis hanya


membatasinya pada pembahasan manfaat membaca al-Qur’an bagi
pembaca dan yang dibacakannya. Kemudian penelitian ini juga dibatasi
terhadap pembacaan al-Qur’an yang dilakukan di Peternakan Bin Dahlan
Sawangan Baru Depok.
3. Rumusan Masalah
Selanjutnya untuk mempermudah pembahasan, maka hal tersebut
dapat dirumuskan permasalahannya sebagai berikut:
Bagaimana praktik dan pemahaman pengelola dan santri terhadap
khataman al-Qur’an?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah maka tujuan
penelitian ini adalah:
Untuk mengetahui bagaimana praktik dan pemahaman pengelola
dan santri terhadap khataman al-Qur’an.
Adapun manfaat penelitian ini adalah:
1. Secara teoritis: Penelitian ini diharapkan bisa memberikan pengaruh
besar terhadap pengembangan pembelajaran ilmu al-Qur’an dan
untuk kepentingan studi lanjutan, menjadi bahan acuan, referensi,
khususnya yang berkaitan dengan penelitian tentang keberkahan al-
Qur’an.
2. Secara praktis: Tulisan ini diharapkan bisa memberikan tambahan
pengetahuan tentang luasnya tradisi khataman al-Qur’an. Termasuk
tradisi khataman yang terdapat di Peternakan Bin Dahlan.
D. Tinjauan Pustaka
Terdapat beberapa judul karya ilmiah yang berkaitan dengan tema
pembahasan skripsi ini, diantaranya adalah:
11

Handri Hasan dan Fuad Rahman 22, Artikel ini membahas tentang
penelitian sejauh mana kualitas masyarakat Jambi memahami al-Qur’an
dan faktor yang mempengaruhi masyarakat tidak mencapai tingkat yang
lebih baik dalam memahami al-Qur’an.
Lutfatul Husna23, skripsi ini membahas tradisi atau amalan
pembacaan surat al-Waqi’ah dan surat al-Mulk yang dilahirkan dari
praktik-praktik komunal yang menunjukkan pada resepsi sosial
masyarakat atau komunitas tertentu. Dalam hal ini yaitu Pondok
Pesantren Manba’ul Hikam II Blitar.
Harris Fadhillah24, skripsi ini membahas tentang membaca al-
Qur’an memberikan pengaruh terhadap kestabilan emosi dan bisa
memberikan efek positif terhadap psikis manusia secara umum.
Rela Mar’ati25, menurut artikel ini membaca dan menghafal al-
Qur’an yang dibaca berulang-ulang akan mendapatkan ketenangan dan
mengalami rekonstruksi dari ayat al-Qur’an yang dibaca, dihafalkan, dan
paham tafsirnya sehingga memiliki pemahaman yang tepat dalam
menilai permasalahan.
Fazat Laila26, penelitian ini membahas tentang penggunaan teks-
teks hadis dalam tradisi khataman berjamaah di Desa Suwaduk. Skripsi
ini juga membahas makna praktik khataman berjamaah.

22
Handri Hasan dan Fuad Rahman, “Peningkatan Kualitas Keagamaan
Masyarakat Jambi Melalui Usaha Pemahaman Al-Qur’an” Artikel, Vol. 28. No. 01.
(2013): 87.
23
Lutfatul Husna, “Tradisi Pembacaan Surat Al-Waqi’ah dan Surat Al-Mulk
(Kajian Living Quran di Pondok Pesantren Mamba’ul Hikam II Karanggayam Srengat
Blitar)”, (Skripsi, UIN Jakarta, 2015).
24
Harris Fadhillah, “Pengaruh Membaca Al-Qur’an Terhadap Kesetabilan
Emosi Siswa Kelas XI Sma IT Abu Bakar Yogyakarta” jurnal, (2016): 176.
25
Rela Mar’ati, “Pengaruh Pembacaan dan Pemaknaan Ayat-ayat Al-Qur’an
terhadap Penurunan Kecemasan pada Santriwati”, Jurnal Penelitian Psikologi, Vol. 01.
No. 01,2016, hal 46.
26
Fazat Laila, “Praktek Khataman Al-Qur’an Berjamaah di Desa Suwaduk
Wedarijaksa Pati (Kajian Living Hadis)”,(Skripsi, UIN Semarang, 2017).
12

Ahmad Kusaeri27, skripsi ini membahas keberkahan memiliki


peran penting dalam kehidupan manusia, karena banyak orang yang
mencari keberkahan baik dalam segi rezeki, kehidupan dan sebagainya.
Oleh karena itu, berkah menurutnya sebagai segala sesuatu perbuatan
dalam kebaikan yang menimbulkan manfaat. Apabila seseorang beriman
dan bertakwa kepada Allah dan Rasul-Nya, maka Allah akan
membukakan pintu keberkahan.
Teti Fatimah28, penelitian ini membahas ritual untuk mengenang
dan mengirim hadiah pahala untuk para mendiang (orang yang telah
meninggal dunia) di Desa Tinggarjaya dan sekitarnya, tepatnya tentang
sima’an khataman untuk keluarga mendiang. Fokus pembahasan ini pada
praktik sima’an, karena berbeda dengan tahlil. Selain itu, jika amalan
lain dilaksanakan pada waktu dan tempat yang telah ditentukan, khusus
sima’an di Desa Tinggarjaya tidak terikat.
Anton Syarif Hidayat29, penelitian ini dilatar belakangi karena
sekolah sudah unggulan, tentu akan menjadi hal yang penting untuk lebih
meningkatkan lagi kualitas Pendidikan khususnya dalam bidang
keagamaan yaitu melalui program membaca Al-Qur’an.
Syafril Fitrah Jaya30, penelitian ini untuk mengetahui kecintaan
siswa pada kitab al-Qur’an, serta apa saja yang mendukung dan
menghambat dalam pelaksanaan program pembinaan cinta al-Qur’an
siswa tersebut.

27
Ahmad Kusaeri, “Berkah dalam Perspektif Al-Qur’an (Kajian tentang Objek
yang mendapatkan Keberkahan))”, (Skripsi, UIN Jakarta, 2017).
28
Teti Fatimah, “Sima’an Khataman Al-Qur’an untuk Keluarga Mendiang
(Studi living Qur’an di Desa Tinggarjaya, Sidareja, Cilacap, Jawa Tengah)”, (Skripsi,
UIN Yogyakarta, 2017).
29
Anton Syarif Hidayat, “Pelaksanaan Program Membaca Al-Qur’an di SMA
Negeri 3 Palembang”, (Skripsi, UIN Palembang, 2017).
30
Syafril Fitrah Jaya, “Implementasi Program Pembiasaan Tadarus Al-Qur’an
dalam Pembinaan Cinta Al-Qur’an oleh Siswa di SMP LTI IGM Palembang”, (Skripsi,
UIN Palembang, 2017).
13

Yadi Mulyadi31, tesis ini membahas permasalahan bagaimana


Masyarakat Adat Wewengko Kasepuhan Lebak Banten menggunakan
al-Qur’an sebagai jimat. Masyarakat di sana meyakini jimat sebagai jalan
alternatif secara praktis untuk mencapai sebuah tujuan dalam
memecahkan berbagai masalah.
Zaenab Lailatul Badriyah 32, skripsi ini membahas tentang
pandangan pemilik serta staf hotel terkait kegiatan khataman di hotel dan
pelaksanaan serta pemaknaan dari praktik kegiatan tersebut bagi para
staf hotel. Menurutnya kegiatan ini menunjukkan bahwa hotel yang
diidentikkan dengan bisnis jasa sekuler pada hakikatnya dapat
disinambungkan dengan prinsip-prinsip agama sehingga ada pemenuhan
nilai-nilai spiritualitas di dalamnya.
Samsul Arifin33, skripsi ini membahas bagaimana praktik
khataman al-Qur’an dan bagaimana penulis dan partisipan memaknakan
praktik khataman al-Qur’an di Pondok Pesantren Giri Kesumo.
Endah Supriyani34, skripsi ini membahas tentang latar belakang
sejarah dan perkembangan tradisi khataman, proses pelaksanaan, dan
makna simbol yang terkandung dalam upacara khataman pada suku
Bugis di Palembang.
Ahmad Syauqi Alfanzari35, fokus pembahasan tesis ini adalah
terkait dengan bagaimana pemahaman atau penafsiran pengasuh pondok

31
Yadi Mulyadi, “Al-Qur’an dan Jimat (Studi Living Qur’an pada Masyarakat
Adat Wewengko Kaepuhan Lebak Banten)”, (Tesis, UIN Jakarta, 2017).
32
Zaenab Lailatul Badriyah, “Praktik Khataman Al-Qur’an di Hotel Grasia
(Studi Living Quran)”, (Skripsi, UIN Semarang, 2018).
33
Samsul Arifin, “Menggali Makna Khataman Al-Qur’an di Pondok Pesantren
Giri Kesumo Demak (Studi Living Qur’an)”, (Skripsi, IAIN Salatiga, 2018).
34
Endah Supriyani, “Tradisi Khataman Al-Qur’an pada Pernikahan Suku Bugis
di Palembang (Studi Kasus di 3 Ilir Palembang)”, (Skripsi, UIN Palembang, 2018).
35
Ahmad Syauqi Alfanzari, “Penggunaan Ayat-ayat Al-Qur’an sebagai Obat
(Studi Living Qur’an di Ma’had Tahfidzul Qur’an Bahrusysyifa’ Bagusari Jogtruman
Lumajang Jawa Timur, (Tesis, Uin Sunan Ampel Surabaya, 2018).
14

tersebut terhadap ayat-ayat pilihan yang dijadikan sebagai media


pengobatan, dan bagaimana teknik pengobatan yang menggunakan ayat-
ayat al-Qur’an.
Dyah Maria Ulfah dan Gita Permata Sari 36, artikel ini membahas
efek terapi murottal al-Qur’an terhadap peningkatan berat badan bayi
prematur dengan variabel jenis kelamin, usia kehamilan, dan berat
badan.
Eva Nugraha37, artikel ini ingin menguji pertanyaan bagaimana
manfaat membaca al-Qur’an dalam kehidupan keseharian. Artikel ini
juga menjelaskan bahwa membaca al-Qur’an akan bergantung pada pola
intensitas dan pola interaksi pembaca terhadap al-Qur’an. Ada dua
manfaat yang didapatkan pembaca dari interaksi mereka membaca al-
Qur’an. pertama manfaat langsung, yang sesuai dengan motif dan tujuan
membaca, misalnya ketenangan hati. Kedua, manfaat tidak langsung
yang berupa kemudahan dalam menjalani hidup.
Niswatun Hasanah38, artikel ini membahas keberkahan dalam
pemikiran Ekonomi Islam secara rasional dan logika dapat
diformulasikan secara matematis bahwa pelaksanaan prinsip-prinsip
Ekonomi Islam itu akan melahirkan manfaat dan berkah di dunia dan
akhirat yang merupakan maslahah.

36
Dyah Maria Ulfah, Gita Permata Sari, “Efek Terapi Murottal Al-Qur’an
terhadap Peningkatan Berat Badan Bayi Prematur (Studi Eskperimen pada Bayi
Prematur) di RSUD dr. Chasbullah Abdulmadjid Kota Bekasi”, jurnal, Vol. 03. No. 03.
(2018).
37
Eva Nugraha,“Ngalap Berkah Qur’an: Manfaat Membaca Al-Qur’an bagi
para Pembacanya”, Jurnal Ilmu Ushuluddin, Vol. 05. No. 02. (2018).
38
Niswatun Hasanah, “Keberkahan sebagai Formulasi Mashlahah dalam
Kehidupan (Refleksi Santri di Peantren)”, Jurnal QIEMA, Vol. 04. No. 02. (2018).
15

Ilham Mabruri Sapari39, Penelitian ini menunjukkan keberkahan


al-Qur’an yang dirasakan oleh para penghafal al-Qur’an, yaitu berupa
kedamaian hati dan pikiran, serta dikuatkan dalam menghadapi masalah
dan selalu diberikan kesehatan.
Muh Afif Hasyim40, penelitian ini untuk mengetahui bagaimana
proses khataman al-Qur’an di rumah duka pada masyarakat Kab.
Soppeng. Ujrah adalah tanda terima kasih dari keluarga mayat yang
diberikan kepada kelompok marhaban. Jumlah yang diberi pun bukan
dari permintaan kelompok marhaban melainkan keikhlasan keluarga
yang punya hajat. Hal ini dilakukan karena adat yang masih kental di
kalangan masyarakat tersebut.
Anshori41, tesis ini membahas keunikan yang terjadi di masyarakat
Kabupaten Sumenep tentang cara mereka menghidupkan al-Qur’an
dalam kehidupan sehari-hari. Ada beberapa ayat yang dijadikan amalan
dan diyakini bisa mendatangkan Mahabbah.
Ahmad Zainuddin dan Faiqotul42, artikel ini membahas tentang
tradisi (amalan rutin) pembacaan al-Qur’an yang dilahirkan dari praktik
komunal sebagai bentuk dari respons sosial masyarakat atau komunitas
tertentu terhadap al-Qur’an. Dalam hal ini, Pondok Pesantren Ngalah
Sengonagung, Purwosari, Pasuruan. Seluruh santri pondok diwajibkan
mengikuti kegiatan Yasinan yang dilaksanakan rutin pada hari kamis
setelah salat Magrib berjamaah.

39
Ilham Mabruri Sapari, “Keberkahan Al-Qur’an menurut Penghafal Al-Qur’an
(Studi Kasus para Penghafal di Pondok Pesantren Nur Medina)”, (Skripsi, UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, 2018).
40
Muh Afif Hasyim, “Ujrah dalam Prosesi Khataman Al-Qur’an di Rumah
Duka pada Masyarakat Kab. Soppeng (Tinjauan Hukum Islam)”, (Skripsi, IAIN
Parepare, 2019).
41
Anshori, “Penggunaan Ayat-ayat al-Qur’an sebagai Mahabbah (Studi Living
Qur’an di Kabupaten Sumenep, Jawa Timur)”, (Tesis, UIN Surabaya, 2019).
42
Ahmad Zainuddin, Faiqotul Hikmah, “Tradisi Yasinan (Kajian Living Qur’an
di Ponpes Ngalah Pasuruan”, jurnal, Vol. 04. No. 01. (2019).
16

Nurhidayah43, skripsi ini menjelaskan tentang bagaimana asal-usul


dan prosesi pelaksanaan Mappanre Temme’ pada masyarakat Bugis
Sinjai, serta nilai-nilai yang terkandung dalam tradisi tersebut.
Rapiq Hairiri44, pembahasan skripsi ini terkait praktik khataman
al-Qur’an dan bagaimana penulis dan partisipan memaknakan praktik
khataman al-Qur’an di Desa Teluk Tigo, baik itu makna ekspresif
maupun makna dokumentasi.
E. Metodologi Penelitian
1. Pendekatan Penelitian
Pendekatan penelitian merupakan kerangka berpikir yang
menjelaskan bagaimana cara pandang (perspektif) penelitian ini
menggunakan pendekatan fenomenologi. Karena terkait langsung
dengan gejala-gejala yang muncul di sekitar lingkungan manusia
terorganisir dalam satuan struktur yang mengatur kehidupan
bermasyarakat.
Penelitian yang menggunakan pendekatan fenomenologi berusaha
untuk memahami makna peristiwa serta interaksi pada orang-orang
dalam situasi tertentu. Penyelidikan fenomenologi bermula dari diam.45
Fenomenologi berusaha bisa masuk ke dalam dunia konseptual subjek
agar dapat memahami bagaimana dan apa makna yang disusun subjek
tersebut dalam kehidupan sehari-harinya.
Singkatnya, peneliti berusaha memahami subjek dari sudut
pandang subjek itu sendiri, dengan tidak mengabaikan membuat

43
Nurhidayah, “Tradisi Mappanre Temme’ (Khataman Al-Qur’an) di Desa
Barania Kecamatan Sinjai Brat Kabupaten Sinjai (Studi Unsur-unsur Kebudayaan
Islam)”, (Skripsi, UIN Makassar, 2020).
44
Rapiq Hairiri, “Tradisi Khataman Al-Qur’an Pasangan Pengantin pada Acara
Pernikahan di Desa Teluk Tigo Kecamatan Cermin Nan Gedang Kabupaten
Saeolangun Provinsi Jambi (Kajian Studi Living Qur’an)”, (Skripsi, UIN Jambi, 2021).
45
Yanuar Ikbar, Metode Penelitian Sosial Kualitatif (Bandung : PT Refika
Aditama, 2012), h. 59.
17

penafsiran, dengan membuat skema konseptual. Peneliti menekankan


pada hal-hal subjektif, tetapi tidak menolak realitas “di sana” yang ada
pada manusia dan yang mampu menahan tindakan terhadapnya. Para
peneliti kualitatif menekankan pemikiran subjektif karena menurut
pandangannya dunia itu dikuasai oleh angan-angan yang mengandung
hal-hal yang lebih bersifat simbolis dari pada konkret. Makna dibalik
fenomena dapat diungkapkan apabila peneliti menyelam dibalik apa
yang ditampilkan, diperlihatkan, dan diungkapkan melalui wawancara
mendalam (depth interview) dan observasi berpartisipasi (participation
observation). Fenomena yang tampak di lapisan permukaan sering tidak
sama dengan apa yang menjadi tujuan, menjadi inti persoalan atau
dengan kata lain yang tampak berbeda dengan maksud utama. Dalam
keadaan yang demikian perlu ada penjelasan secara detail, rinci, dan
sistematis.46
Maka dari itu peneliti menggunakan perspektif fenomenologi
dengan paradigma definisi sosial biasanya penelitian ini bergerak pada
kajian mikro. Paradigma definisi sosial ini akan memberi peluang
individu sebagai subjek penelitian (para pekerja anak di jalanan)
melakukan interpretasi, dan kemudian peneliti melakukan interpretasi
terhadap interpretasi itu sampai mendapatkan makna yang berkaitan
dengan pokok masalah penelitian, yakni pemaknaan al-Qur’an bagi umat
Islam masa kini.
2. Jenis Penelitian
Metode penelitian kualitatif 47 Pendekatan yang temuan-temuan
penelitian ini tidak diperoleh melalui prosedur statistik atau bentuk

46
I Wayan Suwendra, Metode Penelitian Kualitatif (Bali: Nilacakra Publishing
House, 2018), h. 6.
47
Lexi, Metode Penelitian Kulaitatif, Edisi Revisi (Bandung : PT Remaja
Rosdakarya, 2005), h. 5.
18

perhitungan lainnya, prosedur ini menghasilkan temuan-temuan yang


diperoleh dari data-data yang dikumpulkan dengan menggunakan
beragam sarana. Sarana itu meliputi pengamatan dan wawancara, namun
penulis juga mencakup dokumen, buku, foto dan video. Peneliti memilih
metode ini dikarenakan ingin mencari data secara lebih mendalam dan
mengenal jelas objek dan subjek penelitian dengan judul Khataman Al-
Qur’an di Peternakan (Studi Kasus Peternakan Bin Dahlan Sawangan
Baru Depok). Dengan menggunakan metode ini melalui teknik yang
telah dijelaskan di atas peneliti akan mampu menyajikan data secara
valid.
3. Sumber Data
Sumber data yang digunakan pada penelitian ini terbagi menjadi
tiga, yakni:
a. Person, sumber data berupa orang. Yaitu sumber data yang
bisa memberikan informasi berupa jawaban lisan melalui
perantara wawancara. Dalam wawancara penelitian ini
melibatkan pemilik peternakan dan santri-santri yang ada di
peternakan.
b. Place, sumber data berupa tempat. Yaitu sumber data yang
menyajikan tampilan berupa keadaan diam dan bergerak.
Diam, misalnya ruangan, alat, wujud benda, dan lain-lainnya.
bergerak seperti kegiatan, aktivitas, dan lain-lainnya.
Keduanya merupakan objek untuk penggunaan teknik
observasi.
c. Paper, sumber data berupa simbol. Yaitu sumber data berupa
huruf, angka, gambar, dan simbol lainnya yang cocok untuk
penggunaan metode dokumentasi.
4. Lokasi dan Waktu Penelitian
19

Lokasi penelitian bertempat di Peternakan Bin Dahlan, yang


beralamat di Jl. Jati Rt. 05/04 Sawangan Baru Depok Jawa Barat.
Penelitian ini berlangsung dari bulan Desember 2020 sampai bulan Juli
2021.
5. Populasi dan Sampel
Populasi adalah keseluruhan subyek penelitian. Sedangkan
populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh pengelola
dan santri yang ada di Peternakan Bin Dahlan.
Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti.
Pengambilan sampel ini dimaksud untuk memperoleh keterangan
mengenai obyek penelitian dan mampu memberikan gambaran dari
populasi. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini
menggunakan teknik simple random sampling, peneliti menghendaki
pengambilan sampel dari tiap-tiap sub populasi dengan
memperhitungkan besar kecilnya sub-sub populasi tersebut.
Tabel 1.1: Sampel Penelitian
Status Jumlah Sampel
Pengelola 4
Santri 25
Jumlah 29

6. Teknik Pengumpulan Data


a. Observasi
Observasi adalah suatu kunci dari keberhasilan penelitian dengan
apa yang telah diamati oleh peneliti dan data tersebut akan menjadi jelas
dan terperinci. Penulis melakukan observasi atau pengamatan yang lebih
mendalam terhadap hasil wawancara dengan narasumber yang peneliti
lakukan pada bulan Desember 2020 sampai dengan bulan Juli 2021.
20

b. Interview (wawancara)
Interview (wawancara) dapat diartikan sebagai cara yang
dipergunakan untuk mendapatkan informasi (data) dari informan dengan
cara bertanya langsung secara bertatap muka (face to face).48Adapun
wawancara dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode
perekaman, lewat alat aplikasi perekam ataupun whatsapps setelah itu
hasil dari wawancara itu di tulis dan di lampirkan dalam penelitian.
c. Dokumentasi
Dokumentasi merupakan salah satu jenis metode yang sering
digunakan dalam metodologi penelitian sosial yang berkaitan dengan
teknik pengumpulan datanya. Terutama sekali metode ini banyak
digunakan dalam lingkup kajian sejarah. Seperti yang penulis lakukan
yakni mendatangi kelurahan dan meminta dokumen yang dibutuhkan
seperti laporan bulanan kelurahan Sawangan Baru Depok dan data
penduduk. Oleh karena studi dokumen dalam teknik pengumpulan
datanya untuk pelengkap serta menguatkan dari metode observasi dan
wawancara dalam penelitian kualitatif. 49
7. Teknik Pengolahan Data

Setelah semua informasi atau data diperoleh dari data hasil


observasi, wawancara dan studi dokumentasi. Informasi tersebut bisa
dikatakan sebagai hasil penelitian. Untuk mendapatkan hasil informasi
secara komprehensif. Maka data tersebut melalui proses analisa, adapun
untuk memperoleh gambaran yang lebih baik dari data hasil penelitian

48
Bagong Suyanti, Metodologi Penelitian Sosial Berbagai Alternatif
Pendekatan,cet. III (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2007), 69.

49
Sugiyono. Memahami Penelitian Kualitatif (Bandung: ALFABETA 2015)
21

ini maka penulis melakukan tahap-tahap pengolahan data. Adapun


langkah yang di lakukan sebagai berikut:
Bagan 1.1: Pengolahan data

Kesimpulan

Sejarah Pelaksanaa Keberlanjutan


n

Koding data

Pengolahan Data
Membaca data terpilih

Memilah data

Data Mentah (transkrip


hasil wawancara, hasil
pengamatan, dokumen)

Dari tabel 1.1 di atas dapat dilihat dan memiliki tujuan untuk
memastikan kesahan data, maka penulis mengolah data sebagaimana
yang dilakukan dari tahap pemilihan data. Data akan dilacak
sebagaimana mengumpulkan hasil dari observasi ini. Berikut adalah
strategi pengolahan data yang di lakukan dalam penelitian: a.)
Mengumpulkan hasil dari wawancara, observasi dan dokumen yang
telah kita lakukan, b.) Setelah data tersebut di dapat lalu di input saya
baca yang nantinya akan di bagi ke dalam beberapa kategori yaitu
masyarakat, tokoh masyarakat dan pemerintahan, c) Tahap mengkoding
data ini merupakan hasil temuan yang akan penulis teliti, sehingga
menghasilkan poin-poin pembahasan yang akan di teliti yaitu sejarah,
22

pelaksanaan dan keberlanjutan dari kegiatan khataman di Peternakan Bin


Dahlan. Hal ini di upayakan dengan menyajikan narasi yang lebih
mendalam dan terbuka.50
F. Sistematika Penelitian
Sebagai karya tulis ilmiah, maka penulisan skripsi ini akan disusun
secara sistematis. Dalam penulisannya, penulis membagi menjadi lima
bab dan pada setiap bab terdapat beberapa sub bab sebagai penjabaran
atau penjelasannya. Adapun sistematika penulisannya sebagai berikut:
Bab pertama penulis akan menguraikan: latar belakang yang
mana berisi tentang pengaruh al-Qur’an terhadap para peternak yang
mempelajari dan menerapkan al-Qur’an itu sendiri pada kehidupan
sehari-hari, lalu identifikasi masalah, batasan masalah, rumusan
masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, metodologi
penelitian dan sistematika penelitian, karena pada bab ini adalah
pendahuluan.
Bab kedua pada bab ini penulis membahas tentang pengertian
khataman meliputi deskripsi, dan fenomena khataman. Pada bab ini juga
membahas dasar hadis pelaksanaan khataman, keutamaan membaca dan
mengkhatamkan al-Qur’an.
Bab ketiga pada bab ini penulis membahas tentang gambaran
umum dan profil Peternakan Bin Dahlan Sawangan Baru Depok.
Bab keempat pada bab ini penulis menjelaskan tentang interaksi
santri-santri dengan Al-Qur’an yang mencangkup: tadarus, hafalan, dan
baca tulis Al-Qur’an. Serta manfaat dan manfaat dalam pembelajaran
tersebut.

50
Eva Nugraha, “Komodifikasi dan Sakralitas Kitab Suci studi kasus usaha
penerbitan mushaf al-Qur’an di indonesia kontemporer” (Disertasi S3., Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2018) 23.
23

Bab kelima penutup. Pada bab ini adalah penutup, berisi


kesimpulan dari seluruh uraian yang telah dikemukakan dab jawaban
dari rumusan masalah yang telah dijelaskan. Serta saran-saran yang
dapat disumbangkan sebagai rekomendasi untuk kajian lebih lanjut, serta
lampiran-lampiran yang menyertainya.
24
BAB II
GAMBARAN UMUM TENTANG KHATAMAN AL-QUR’AN
A. Deskripsi Kegiatan Khataman Al-Qur’an
Khatam al-Qur’an adalah menyelesaikan membaca al-Qur’an dari
awal sampai akhir dan sering juga dipahami sebagai titik akhir selesainya
membaca al-Qur’an.1 Sedangkan khatam menurut ensiklopedia Islam,
khatam juga berarti akhir. 2 Khataman al-Qur’an menurut Abi Zakariya
Yahya yakni, membaca al-Qur’an secara bersama-sama, dapat dengan
cara setiap orang dibagi 10 juz atau satu juz, atau pembagian
semacamnya. Atau dengan cara orang membaca dan yang lainnya
menyimak bergantian secara terus menerus. 3
Pola dalam khataman al-Qur’an ada 2, yakni pertama, khataman
bisa dilakukan oleh satu orang saja dari awal sampai akhir dibaca sendiri,
namun banyak juga yang dengan cara bergantian saling menyimak, bi al-
ghaib atau bi al-nazari, dari awal juz sampai akhir juz. Kedua, khataman
dilakukan secara serentak 30 juz dalam waktu bersamaan. Dengan cara
membagi sesuai dengan peserta yang ikut. Dengan cara ini khataman
berkesempatan untuk dua kali khatam atau lebih dalam satu waktu.
Tradisi khataman al-Qur’an di Indonesia memiliki banyak
penyebutan. Misalnya, Mappanre Temme pada masyarakat Bugis Sinjai
dan Khataman Nepton pada masyarakat Treko Magelang. Khataman di
Indonesia juga banyak dijumpai pada acara-acara. Misalnya acara

1
Supian, Ilmu-Ilmu Al-Qur’an Praktis (Jambi: Gaung Persada Press, 2012),
182.
2
Departemen Pendidikan Nasional, Ensiklopedia Islam, cet IV (Jakarta: PT.
Ichtiar Baru van Hoeve, 1994), 44.
3
Abi Zakariya Yahya Asy Syafi’I, At-Tibyan fi Adab Hamalatil Qur’an (Jedah:
Haramain,tt), 82.

25
26

kematian, pernikahan, syukuran, maulid, haul, dll. Semua dilakukan


dengan harapan agar tradisi mengaji al-Qur’an seperti khataman, tadarus,
tilawah, maupun tadabur al-Qur’an dapat memberikan ketenangan,
keselamatan, keberkahan, dan rahmat dari Allah.
Dengan khataman al-Qur’an orang akan mendapatkan pelajaran
dan aturan-aturan kehidupan di dunia. Adapun pada saat ini, banyak
manusia yang meninggalkan kitab yang agung ini, tidak mengenalnya
kecuali hanya pada saat-saat tertentu saja. Di antara mereka ada yang
hanya membaca saat ada kematian, di antara mereka ada yang hanya
mengenalnya pada saat bulan Ramadhan saja. Kegiatan membaca al-
Qur’an persatu hurufnya dinilai satu kebaikan dan satu kebaikan ini
dapat dilipat gandakan hingga sepuluh kebaikan. Bayangkan bila satu
ayat atau satu surah saja mengandung puluhan aksara Arab.4
B. Hadis-hadis tentang Khataman
Pada hakikatnya al-Qur’an merupakan sebuah kitab yang tidak
seorang pun di antara umat Islam meragukan kemuliaan, kesucian, dan
kedudukannya yang tinggi. Walaupun Islam mengalami banyak
pertikaian-pertikaian, perpecahan mazhab, dan perbedaan pendapat di
antara pemeluknya, seperti yang dialami oleh agama-agama besar lain.5
Al-Qur’an dapat diamalkan untuk mengobati penyakit jiwa, hati,
menghilangkan kebodohan, ragu-ragu, dan keraguan dalam menjalankan
syariat. Amaliah tersebut dan beberapa segi lainnya berkaitan dengan
pengobatan menggunakan al-Qur’an pada hakikat amaliah Rasullah,
sahabat, dan tabi’in. Di tengah gencarnya perselisihan dalam segala hal,

4
Ahmad Syarifuddin, Mendidik Anak Membaca, Menulis, dan Mencintai Al-
Qur’an (Jakarta: Gema Insani, 2004), 46.
5
Allamah M.H. Thabathaba’I, Mengungkap Rahasia Al-Qur’an (Bandung:
Mizan, 1993), 19.
27

al-Qur’an tidak pernah diperdebatkan dan diperselisihkan oleh kaum


Islam mana pun. Baik Sunni ataupun Syiah, dan Sebagian lainnya. 6
Sayyid Qutb dalam tafsir fī Ẓilāl al-Qur’ān menjelaskan bahwa
“Sesungguhnya al-Qur’an ini patut dibaca dan diterima oleh berbagai
generasi islam dengan penuh kesadaran. Lebih jauh lagi kita tidak akan
memetic manfaat dari al-Qur’an sebelum kita membacanya. Terlebih
lagi jika kita membaca al-Qur’an disertai dengan membaca atau
memahami artinya, kita akan menemukan keajaiban-keajaiban di
dalamnya yang tidak pernah tersirat dalam pikiran”. 7
Sebenarnya banyak sekali dasar hadis yang menganjurkan untuk
membaca al-Qur’an. Berikut adalah beberapa hadis yang berkaitan
dengan keutamaan khataman al-Qur’an. Mengkhatamkan al-Qur’an
merupakan amalan yang paling dicintai Allah. Dalam riwayat
disebutkan:

ٍ ‫ حدَّثَنَا عمرو بن مرُز‬، ‫ أَنْبأَ أَبو الْمثَ ََّّن‬، ‫اق‬ ِ


‫ َحدَّثَنَا‬، ‫وق‬ َْ ُ ْ ُ ْ َ َ ُ ُ َ َ ‫َو َحدَّثَنَا أَبُو بَ ْك ِر بْ ُن إ ْس َح‬
، ‫اْلَ َس ُن بْ ُن ُس ْفيَا َن‬ ْ َ‫ أَنْبَأ‬، ‫ش‬ ٍ ْ‫َخ َََبِِن أَبُو بَ ْك ِر بْ ُن قَُري‬
ْ ‫ (ح) َوأ‬، ‫ي‬ ُّ ‫صالِ ٌح الْ ُم ِر‬
َ
، َ‫ادة‬ ِ
ٌّ ‫صال ٌح الْ ُم ِر‬ ِ َ‫اْلُب‬ ٍ ْ‫َحدَّثَنَا أَبُو ُكري‬
َ َ‫ َع ْن قَت‬، ‫ي‬ َ ‫ َحدَّثَنَا‬، ‫اب‬ ْ ‫ َحدَّثَنَا َزيْ ُد بْ ُن‬، ‫ب‬ َ
: ‫ال‬ َ َ‫َن َر ُجالً ق‬َّ ‫ أ‬، ‫اَّللُ َعْن ُه َما‬َّ ‫اس َر ِض َي‬ٍ َّ‫ َع ِن ابْ ِن َعب‬، ‫َع ْن ُزَر َارةَ بْ ِن أ َْو ََف الْ َع ِام ِر ِي‬
ِ‫ول هللا‬ َ َ‫ الْ ُم ْرََِت ُل ق‬، ‫ال‬ ُّ ‫ول هللاِ أ‬
َ ‫ ََي َر ُس‬: ‫ال‬ ُّ َ‫اْل‬
ْ : ‫ال‬ َ َ‫ض ُل ؟ ق‬ َ ْ‫َي األ َْع َم ِال أَف‬ َ ‫ََي َر ُس‬
، ُ‫آخ َره‬ِ ‫ض ِرب ِمن أ ََّولِِه ح ََّّت ي ب لُ َغ‬ ِ ِ : ‫ال‬ ِ ُّ َ‫اْل‬
َْ َ ْ ُ ْ َ‫ب الْ ُقْرآن ي‬ ُ ‫صاح‬ َ َ َ‫ال الْ ُم ْرََت ُل ؟ ق‬ ْ ‫َوَما‬
8
.‫آخ ِرهِ َح ََّّت يَْب لُ َغ أ ََّولَهُ ُكلَّ َما َحلَّ ْارََتَ َل‬ ِ ‫وِمن‬
ْ َ
6
Imam Hafiz Abi al-‘Ula Muhammad Abd Rahman, Tuhfatul Ahwadziy
(Bandung: PT Sarana Pancakarya Nusa,) 2155.
7
Shalah Abdul Fattah al-Khalidi, Kunci Berinteraksi dengan Al-Qur’an,
(Jakarta: Rabbani Press, 2005), 78.
8
Abī ‘Abdillāh Muḥammad b. ‘Abdillāh al-Ḥākim al-Naisāburī, al-Mustadrak
Al-Jāmi’ al-Ṣahīhain, jilid 1 (Qawait: Dār al-Manhāj, tt), 568.
28

“Kami telah diceritakan oleh Abū Bakr b. Isḥāq, memberitakan


Abū al-Muṡanna, kami telah diceritakan oleh ‘Amrū b. Marzūq,
kami telah diceritakan oleh Sālih al-Murrriy, dari Qatādah, dari
Zurārah b. Awfa al-‘Āmiry, dari Ibn Abbās beliau mengatakan ada
seseorang yang bertanya kepada Rasulullah, “Wahai Rasulullah,
amalan apakah yang paling dicintai Allah?” Beliau menjawab,
“Al-hāl wa al-murtahal”. Orang ini bertanya lagi, “Apa itu al-hāl
wa al-murtahal, Ya Rasulullah?” Beliau menjawab, “Yaitu yang
membaca al-Qur’an dari awal hingga akhir”
Mendapatkan doa dan salawat dari para malikat, disebutkan dalam
riwayat:

‫ َع ْن طَْل َحةَ بْ ِن‬, ‫ث‬ ٍ ‫ عن لَي‬, َ‫ عن عْن بسة‬, ‫ حدَّثَنَا هارو ُن‬، ‫حدَّثَنَا ُُمَ َّم ُد بن ُُحي ٍد‬
ْ َْ َ َ َ َْ ُ َ َ َْ ُ ْ َ
ِ ‫ إِذَا وافَق خْتم الْ ُقر‬: ‫ال‬
‫آن أ ََّوَل اللَّْي ِل‬ ٍ ٍ ِ ‫ص َع‬ ٍ
ْ َُ َ َ َ َ‫ب بْ ِن َس ْعد َع ْن َس ْعد ق‬ ْ ‫ َع ْن ُم‬, ‫ص ِرف‬ َ ‫ُم‬
‫ت َعلَْي ِه‬ ْ َّ‫صل‬ ِ
َ ‫ َوإِ ْن َوافَ َق َخْت ُمهُ آخ َر اللَّْي ِل‬, ‫صبِ َح‬
ِ ِ ْ َّ‫صل‬
ْ ُ‫ت َعلَْيه الْ َمالَئ َكةُ َح ََّّت ي‬ َ
ِ ِ ِ ِ ِ ِ
‫ أ َْو‬، ‫َّيءُ فَيُ َؤخ ُرهُ َح ََّّت ُيُْس َي‬
ْ ‫َحد ََن الش‬ َ ‫ فَ ُرََّّبَا بَق َي َعلَى أ‬, ‫الْ َمالَئ َكةُ َح ََّّت ُيُْس َي‬
.‫صبِ َح‬ْ ُ‫ي‬
9 ٍ
.‫ َه َذا َح َس ٌن َع ْن َس ْعد‬: ‫ال أَبُو ُُمَ َّم ٍد‬َ َ‫ق‬
“Dari Muhammad b. Humaid, dari Hārun, dari ‘Anbasah, dari Laiṡ,
Ṭalḥah b. Muṣraf, dari Mus’ab, dari Sa’ad, beliau berkata:
“Apabila al-Qur’an dikhatamkan bertepatan pada permulaan
malam, maka malaikat akan bersalawat(berdoa) untuknya hingga
subuh. Dan apabila khatam bertepatan pada akhir malam, maka
malaikat akan bersalawat/berdoa untuknya hingga sore hari”. (HR.
Al-Darimi)
Setiap satu huruf bernilai satu kebaikan dan dilipat gandakan
sepuluh kebaikan, dalam riwayat:

‫صلى هللا عليه‬- ِ‫اَّلل‬ َّ ‫ول‬ُ ‫ال َر ُس‬ َ َ‫ول ق‬


ُ ‫ود رضى هللا عنه يَ ُق‬ ٍ ‫اَّللِ بن مسع‬
ُ ْ َ َ ْ َّ ‫َع ْن َعْبد‬
َ‫اْلَ َسنَةُ بِ َع ْش ِر أ َْمثَ ِاِلَا ال‬
ْ ‫اَّللِ فَلَهُ بِِه َح َسنَةٌ َو‬
َّ ‫اب‬ِ َ‫ « َم ْن قَرأَ َحرفًا ِم ْن كِت‬-‫وسلم‬
ْ َ
‫ف‬
ٌ ‫يم َحْر‬ ِ ٌ ‫ف والَم حر‬
ٌ ‫ف َوم‬ ْ َ ٌ َ ٌ ‫ف َحْر‬ ٌ ِ‫ف َولَكِ ْن أَل‬
ٌ ‫حر‬
ْ ‫ول امل‬
ُ ُ‫أَق‬

9
Abū Muḥammad ‘Abdullāh b. ‘Abdurrahmān al-Dārimī, Musnad al- Dārimī
(Arab Saudi: Dār al-Mughni, 2000), 2184.
29

“Dari ‘Abdullāh b. Mas’ūd ra beliau berkata; “Barang siapa


membaca satu huruf yang terdapat dalam Kitabullah (al-Qur’an),
maka dia memperoleh satu kebaikan dan setiap kebaikan
pahalanya dilipat gandakan sepuluh kali lipat. Aku tidak
mengatakan Alif Lām Mīm itu satu huruf, akan tetapi alif
merupakan satu huruf, Lām satu huruf, dan Mīm satu huruf.”
Mendapat ketenangan, rahmat, dan Allah menyebut-nyebut
namanya di antara Malaikat yang ada disisi-Nya. Dalam riwayat:

‫صالِ ٍح‬ َ ‫ َع ْن أَِِب‬، ‫ش‬ ِ ‫ َع ِن األ َْع َم‬، َ‫ َحدَّثَنَا أَبُو ُم َعا ِويَة‬، َ‫َحدَّثَنَا عُثْ َما ُن بْ ُن أَِِب َشْي بَة‬
‫ت‬ ٍ ‫ ما اجتَمع قَوم ِِف ب ي‬: ‫ال‬ ِ ِ‫ َع ِن الن‬، َ‫ َع ْن أَِِب ُهَريْ َرة‬،
َْ ٌ ْ َ َ ْ َ َ َ‫َّب صلى هللا عليه وسلم ق‬
ِ ِ َ ‫وت هللاِ تَ َع‬ ِ ‫ِمن ب ي‬
‫ت َعلَْي ِه ُم‬ ْ َ‫ إِالَّ نََزل‬، ‫اب هللا َويَتَ َد َار ُسونَهُ بَْي نَ ُه ْم‬
َ َ‫ يَْت لُو َن كت‬، ‫اَل‬ ُُ ْ
10
.ُ‫يم ْن عِْن َده‬ ِ َّ ‫ وذَ َكرهم‬، ُ‫ وحفَّْت هم الْمالَئِ َكة‬، ُ‫الر ُْحة‬ ِ ِ َّ
َ ‫اَّللُ ف‬ ُ َُ َ َ ُ ُ َ َ َ َّ ‫ َو َغشيَ ْت ُه ُم‬، ُ‫السكينَة‬
“Telah menceritakan kepada kami Usmān b. Abī Syaibah telah
menceritakan kepada kami Abū Mu’āwiyah dari al-A’masy dari
Abī Ṣālih, Abī Hurairah, dari beliau bersabda: “Tidaklah sebuah
kaum berkumpul di dalam rumah antara rumah-rumah Allah,
membaca kitab Allah, dan saling mempelajarinya di antara mereka
melainkan akan turun kepada mereka ketenangan, mereka diliputi
rahmat, serta dikelilingi malaikat, dan Allah menyebut-nyebut
mereka di antara malaikat yang ada disisi-Nya.”
Bagi yang mahir membaca al-Qur’an ditempatkan bersama
malaikat dan yang belum mahir mendapat 2 pahala. Dalam riwayat:

ِ ِ ِ
َ َ‫ َحدَّثَنَا قَت‬: َ‫ َحدَّثَنَا ه َشامٌ َوََهَّامٌ قَاال‬، ‫َخ َََبََن ُم َسل ُم بْ ُن إِبْ َراه َيم‬
َ‫ َع ْن ُزَر َارة‬، ُ‫ادة‬ ْ‫أ‬-
‫َّب صلى هللا عليه وسلم‬ ِ ِ‫ َع ِن الن‬، َ‫ َع ْن َعائِ َشة‬, ‫ َع ْن َس ْع ِد بْ ِن ِه َش ٍام‬, ‫بْ ِن أ َْو ََف‬
ِ ِِ ِ ‫ الَّ ِذي ي ْقرأُ الْ ُقرآ َن وهو م‬: ‫ال‬
َّ ‫اهٌر بِِه فَ ُه َو َم َع‬
ُ‫ َوالَّذي يَ ْقَرُؤه‬, ‫الس َف َرِة الْكَرام الْ َََبَرِة‬ َ َُ َ ْ َ َ َ َ‫ق‬
11 ِ
.‫َجَران‬ ِ
ْ ‫َو ُه َو يَ ْشتَ ُّد َعلَْيه فَلَهُ أ‬
“Telah mengabarkan kepada kami Muslim b. Ibrāhīm, kami telah
diceritakan Hisyām dan Hammām berkata: kami telah diceritakan

10
Abū Dāwūd Sulaimān b. al-Asy’at al-Sijistānī, Sunan Abī Dāwūd, jilid. 2
(Damaskus: al-Risalah al-Alamiyyah,tt) 71.
11
Abū Muḥammad ‘Abdullāh b. ‘Abdurrahmān al-Dārimī, Musnad al- Dārimī,
2120.
30

oleh Qatādah, dari Zurārah b. Aufa, dari Sa’īd b. Hisyām, dari


‘Āisyah ra, ia berkata Rasulullah saw bersabda, “Orang yang mahir
dalam membaca al-Qur’an akan bersama para malaikat yang mulia
dan taat, dan orang yang membaca al-Qur’an sedangkan ia terbata-
bata dan merasa kesulitan, maka ia akan mendapat dua pahala”
(Muttafaq ‘Alaih)
Dari hadis di atas jelas bahwa orang yang membaca al-Qur’an
dengan tajwid sederajat dengan para malaikat. Artinya, derajat orang
tersebut sangat dekat kepada Allah seperti malaikat. Sedangkan orang
yang membacanya susah dan berat akan mendapatkan dua pahala, yaitu
pahala membaca dan pahala usaha menghadapi kesulitan dalam
membacanya.
Al-Qur’an adalah zikir yang paling utama karena dia
mengandung semua zikir seperti tahlil, tahmid, takbir, tasbih, dan doa-
doa. Dari Ibn Umar berkata: Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya hati
ini bisa berkarat, seperti karat pada besi.” Para sahabat bertanya “Apa
yang menjernihkannya?” Rasulullah menjawab: “Membaca al-
Qur’an”.12 Yang terpenting adalah bagaimana yang telah dicontohkan
oleh Nabi, bahwa cara Nabi membaca setiap ayat al-Qur’an itu tidak
kaku, istikamah dalam irama dan kecepatannya, jelas huruf yang keluar,
dan sesuai tanda baca. Karena ini mendukung dalam memahami dan
mentadaburi al-Qur’an dalam kegiatan sehari-hari.
Nabi Muhammad adalah teladan dalam berinteraksi dengan al-
Qur’an. Beliau mengkhatamkan al-Qur’an sebanyak satu kali setiap
tahunnya di hadapan malaikat Jibril. Sesuai dengan hadis:

‫صالِ ٍح َع ْن أَِِب‬ َ ‫ني َع ْن أَِِب‬ ٍ‫ص‬ ِ ‫يد حدَّثَنَا أَبو ب ْك ٍر عن أَِِب ح‬


َ َْ َ ُ
ِ
َ َ ‫َحدَّثَنَا َخال ُد بْ ُن يَِز‬
ِ َّ ‫َّب صلَّى‬
َ ‫اَّللُ َعلَْيه َو َسلَّ َم الْ ُقْرآ َن ُك َّل َع ٍام َمَّرةً فَ َعَر‬
‫ض‬ ُ ‫ال َكا َن يَ ْع ِر‬
َ ِ ِ‫ض َعلَى الن‬ َ َ‫ُهَريْ َرةَ ق‬

12
Sayyid Muhammad Alwi al-Maliki, Keistimewaan-Keistimewaan Al-Qur’an
(Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2001) 182.
31

ِ ِ‫ني ِِف الْع ِام الَّ ِذي قُب‬


‫ف‬
َ ‫اعتَ َك‬ ُ ِ‫ض ف ِيه َوَكا َن يَ ْعتَك‬
ْ َ‫ف ُك َّل َع ٍام َع ْشًرا ف‬ َ َ ِ ْ َ‫َعلَْي ِه َمَّرت‬
13 ِ ِ ِ ِ
َ ِ‫ين ِِف الْ َعام الَّذي قُب‬
‫ض فيه‬ َ ‫ع ْش ِر‬
“Telah menceritakan kepada kami Khālid b. Yazīd telah
menceritakan kepada kami Abū Bakr dari Abī Haṣīn dari Abu
Sālih dari Abū Hurairah ia berkata: “Jibril itu saling belajar al-
Qur’an dengan Nabi setiap tahun sekali (khatam). Ketika ditahun
beliau akan meninggal dunia dua kali khatam. Nabi biasa pula
ber’itikaf setiap tahunnya selama sepuluh hari. Namun ditahun saat
beliau akan wafat, beliau ber’itikaf selama dua puluh hari”
Ibnu Aṡir menyatakan dalam al-Jāmi’ fī Gharibil Hadis bahwa
Jibril saling mengajarkan pada nabi seluruh ayat al-Qur’an yang telah
diturunkan. Dari riwayat itulah para ulama bersemangat mengkhatamkan
al-Qur’an. para ulama terdahulu mempraktikan kebiasaan Nabi
berinteraksi dengan al-Qur’an dan mempunyai kebiasaan yang
bermacam-macam dalam kadar waktu khataman. Ada yang satu bulan
sekali, dua bulan sekali, sepuluh malam sekali, delapan malam sekali,
dan tujuh malam sekali. Itu yang dilakukan oleh ulama salaf. Ada juga
yang mengkhatamkan setiap enam malam sekali, lima malam sekali,
empat malam sekali, dan banyak juga yang melakukan 3 malam sekali
bahkan setiap siang dan malam sekali. Sebagian orang ada yang
mengkhatamkan dalam sehari semalam delapan kali, empat kali diwaktu
siang, dan empat kali diwaktu malam, ia adalah Ibn al-Katib al-Sufi.14

13
Abū ‘Abd Allāh Muḥammad b. Ismā‘īl b. Ibrāhīm b. al-Mughīrah b.
Bardizbah al-Ju‘fī al-Bukhārī, Ṣaḥīh al-Bukhārī, jilid 1 (Mesir: Dār al-Ḥadīṡ, tt), 440.
14
Imam Nawawi, Al-Adzkar (Intisaru Ibadah dan Amal) (Bandung: PT. al-
Ma’arif, 1984), 185.
32

‫ إََِّّنَا‬: ‫ال‬
َ َ‫َل ق‬ََّ ِ‫ث إ‬ َ َ‫اْلَ َك ِم ق‬
َ ‫ بَ َع‬: ‫ال‬ ْ ‫ َع ِن‬، ُ‫ َحدَّثَنَا ُش ْعبَة‬، ‫الربِي ِع‬ َّ ‫يد بْ ُن‬ ُ ِ‫َحدَّثَنَا َسع‬
‫اب عِْن َد َخْت ِم الْ ُقْرآ ِن‬
ُ ‫ُّعاءَ يُ ْستَ َج‬ َّ ‫َد َع ْو ََن َك أ َََّن أ ََرْد ََن أَ ْن ََنْتِ َم الْ ُقْرآ َن َوأَنَّهُ بَلَغَنَا أ‬
َ ‫َن الد‬
15 ٍ
.‫ فَ َد َع ْوا بِ َد َع َوات‬: ‫ال‬ َ َ‫ق‬
“Sa’īd b. al-Rabī’, telah menceritakan pada kami Syu’bah, dari al-
Hakam, dari Mujahid, dia berkata: “Dikirimkan kepada-ku sebuah
undangan. Orang yang mengundang berkata, ‘Sesungguhnya kami
mengundangmu hanya karena ingin mengkhatamkan al-Qur’an.
telah sampai kabar kepada kami bahwa doa ketika pengkhataman
itu mustajab(dikabulkan).”
Terkait berdoa setelah khataman telah dipraktikan oleh sahabat
Anas b. Mālik, berdasarkan riwayat Ibnu Abū Dāwud, dengan isnad
ṣahih, bahwa Qatadah berkata: Anas b. Mālik, jika mengkhatamkan al-
Qur’an, ia pun mengumpulkan keluarganya dan berdoa. Dalam salah
satu riwayat al-Hakam b. ‘Utaibah yang sahih dijelaskan bahwasanya
rahmat itu turun di waktu mengkhatamkan al-Qur’an. sehingga sangat
dianjurkan untuk berdoa ketika mengkhatamkan al-Qur’an.16
C. Adab dan Kiat-kiat Khataman Al-Qur’an
Abdul Majid Khon dalam bukunya mengungkapkan adab-adab
membaca al-Qur’an sebagai berikut:17
a. Berguru secara musyafahah
Seorang murid sebelum membaca ayat-ayat al-Qur’an
terlebih dahulu berguru dengan seorang guru yang ahli dalam
bidang al-Qur’an secara langsung.
b. Niat membaca dengan ikhlas

15
Abū Muḥammad ‘Abdullāh b. ‘Abdurrahmān al-Dārimī, Musnad al- Dārimī,
2184.
16
Imam Nawawi, Al-Adzkar (Intisaru Ibadah dan Amal), 187.
17
Abdul Majid Khon, Praktikum Qira’at Keanehan Bacaan Al-Qur’an Ashim
dari Hafash (Jakarta: Amzah, 2011), 35.
33

Seseorang yang membaca al-Qur’an hendaknya berniat


yang baik, yaitu niat beribadah yang ikhlas karena Allah untuk
mencari rida, bukan mencari rida manusia atau agar
mendapatkan pujian darinya atau ingin popularitas atau ingin
mendapatkan hadiah materi dan lain-lain.
c. Dalam keadaan bersuci
Di antara adab membaca al-Qur’an adalah bersuci dari
hadas kecil, maupun besar, dan segala najis, sebab yang dibaca
adalah wahyu Allah atau firman Allah bukan perkataan
manusia.
d. Memilih tempat yang pantas dan suci
Hendaknya pembaca al-Qur’an memilih tempat yang suci dan
tenang seperti masjid, musala, rumah, dan lain-lain yang
dipandang pantas dan terhormat.
Dalam buku lain dijelaskan juga tentang adab mengkhatamkan
al-Qur’an, yakni:
1. Membaca isti’adzah ketika mulai membaca al-Qur’an,
sebagaimana firman Allah yang artinya, “Maka apabila
Engkau(Muhammad) hendak membaca al-Qur’an, mohonlah
perlindungan kepada Allah dari setan yang terkutuk”. (Qs. al-
Naḥl/ 16: 98)
2. Membaca basmalah, kecuali pada surat al-Taubah.
3. Serius dan memperhatikan dengan saksama pada setiap ayat
yang dibaca. Allah berfirman yang artinya, “Kitab yang Kami
turunkan kepadamu penuh berkah agar mereka menghayati
ayat-ayatnya dan agar orang-orang yang berakal sehat
mendapat pelajaran”. (Qs. Ṣad/ 38: 29)
34

4. Hendaklah memperindah suara dalam membacanya. Abū


Hurairah bahwa Rasulullah bersabda, “Bukan dari golongan
kami bagi orang-orang yang tidak memperindah suaranya
ketika membaca al-Qur’an.” (HR. Bukhārī)
5. Hendaknya membaca dengan hukum tajwid. Sebagaimana
firman Allah yang artinya “Dan bacalah al-Qur’an itu dengan
tartil.” (Qs. al-Muzammil/ 73: 4)
6. Hendaknya membaca dengan suara yang sedang, tidak terlalu
pelan, dan juga tidak terlalu keras.
7. Berdoa dan memohon perlindungan ketika membaca ayat
tentang azab. Dari Huzaifah, “Pada suatu malam, aku salat
bersama Nabi, beliau membaca surat al-Baqarah al-Nisā, dan
Āli Imrān. Beliau membaca perlahan-lahan, apabila sampai
pada ayat tasbih, beliau bertasbih, dan apabila sampai pada ayat
permohonan beliau memohon. Apabila sampai pada ayat
ta’awuż beliau memohon perlindungan.
8. Mendengarkan dengan saksama jika ada orang yang membaca
al-Qur’an.
9. Diantara tanda-tanda orang beriman adalah menangis jika
dibacakan ayat-ayat al-Qur’an.
10. Disunahkan untuk sujud tilawah ketika bertemu dengan ayat-
ayat sajdah.
11. Janganlah mengkhatamkan al-Qur’an kurang dari tiga hari,
sebagaimana sunah Rasulullah, dari ‘Abdullah b. Amr b. Āṣ,
Rasulullah bersabda, “Puasalah tiga hari dalam satu bulan.”
Aku berkata, “Aku mampu untuk lebih banyak dari itu, wahai
Rasulullah.” Namun beliau tetap melarang hingga akhirnya
beliau mengatakan, “Puasalah sehari dan berbuka sehari, dan
35

bacalah al-Qur’an dalam sebulan.” Aku berkata, “Aku mampu


lebih dari itu wahai Rasulullah.” Beliau terus melarang hingga
batas tiga hari.” (HR. Bukhārī)
Khataman al-Qur’an merupakan rutinitas Rasulullah, para sahabat,
salafuna saleh, dan orang-orang mukmin yang memiliki ketakwaan
kepada Allah. Kita juga dapat memposisikan al-Qur’an sebagaimana
mereka memiliki semangat, meskipun kita jauh dari mereka. Ada
beberapa kiat yang dapat membantu kita dalam mengkhatamkan al-
Qur’an, di antaranya menurut Abdul Aziz b. Abdullah b. Muhammad al-
Sadan di dalam bukunya, sebagai berikut:18
1. Menentukan waktu.
2. Menentukan tempat.
3. Berkonsultasi dalam membaca.
4. Memilih cetakan yang terbaik.
5. Membagi bacaan.
6. Memastikan tanggal mulai dan akhir membaca.
7. Jangan tergesa-gesa dalam membaca dengan tujuan khatam.
8. Hindari mencabang ditengah-tengah proses membaca.
9. Mintalah bantuan temanmu jika kau merasa tak mampu
membaca.
10. Membaca secara demonstrasi.
Sedangkan di dalam referensi lain menyebutkan, sebagai berikut:
1. Memiliki ‘azam yang kuat untuk dapat mengkhatamkannya
dalam satu bulan atau dengan kata lain memiliki ‘azam untuk
membacanya satu juz salam sehari.

18
Abdul Aziz b. Abdullah b. Muhammad al-Sadhan, Cara Cepat Membaca,
Memahami, dan Menghafal al-Qur’an (Jakarta: PT Niaga Swadaya, 2010), 35.
36

2. Melatih diri dengan bertahap untuk dapat tilawah satu juz dalam
satu hari.
3. Mengkhususkan waktu tertentu untuk membaca al-Qur’an yang
tidak dapat diganggu gugat, kecuali jika terdapat sebuah urusan
yang teramat sangat penting. Hal ini dapat membantu kita untuk
senantiasa komitmen membacanya setiap hari. Waktu yang
terbaik menurut penulis adalah ba’da subuh.
4. Menikmati lantunan bacaan yang sedang dilantunkan oleh lisan
kita. Lebih baik lagi jika kita memiliki lagu tersendiri yang
meringankan lisan kita dalam membaca.
5. Usahakan untuk senantiasa suci terlebih dahulu sebelum kita
berinteraksi dengan al-Qur’an. Karena kondisi suci sedikit
banyak akan membantu menenangkan hati.
6. Memberikan iqab atau hukuman secara pribadi jika tidak dapat
memenuhi target membaca al-Qur’an. Misalnya dengan
kewajiban infaq, menghafal surat tertentu, dan lain sebagainya.
7. Jika ada seorang anggota keluarga ada yang mengkhatamkan al-
Qur’an, maka keluarga memotivasi dengan cara bertasyakuran
atau memberikan hadiah.

D. Resepsi Praktik-praktik Khataman Al-Qur’an di Indonesia


Resepsi berasal dari bahasa Latin yaitu recipece yang diartikan
sebagai penerimaan pembaca. Istilah luasnya berarti sebagai pengelolaan
teks, cara-cara pemberian makna terhadap karya sehingga dapat
memberikan respons terhadapnya.19 Teori resepsi juga termasuk salah

19
Rokhmansyah Alfian, Studi dan Pengkajian Sastra: Perkenalan Awal
terhadap Ilmu Sastra (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2014) 111.
37

satu pendekatan susastra.20 Singkatnya teori ini bisa disebut dengan


aliran meneliti teks dengan bertitik tolak pada pembaca yang memberi
reaksi atau tanggapan terhadap teks tersebut. 21 Jadi, dalam interaksi
antara teks dan pembaca, keduanya memiliki peran yang aktif, teks
memiliki makna, dan pembaca juga memiliki makna. 22
Dari definisi yang sudah dikemukakan di atas, menurut penulis
teori resepsi adalah kajian tentang respons masyarakat terhadap
fenomena yang terjadi, dalam hal ini yaitu khataman al-Qur’an.
Khataman al-Qur’an di Indonesia sudah menjadi tradisi turun-temurun
dan tidak diketahui awal mula sejarahnya. Dalam hal ini penulis ingin
memaparkan tentang respons masyarakat terhadap tradisi khataman al-
Qur’an yang berdampingan dengan acara-acara seperti kematian,
pernikahan, dan tradisi di pondok pesantren.
Jika dicermati, praktik yang dilakukan Nabi Muhammad dengan
membaca surat al-Mu‘awwiżatain untuk mengobati sakitnya, jelas sudah
diluar teks, karena secara makna tidak ada kaitannya antara makna teks
dengan penyakit yang diderita Nabi Muhammad. Sama juga dengan
praktek yang dilakukan oleh sahabat Nabi yang membaca surat al-
Fātihah untuk mengobati orang yang terkena sengatan kalajengking. Di

20
Fahmi Riyadi, “Resepsi Umat atas Al-Qur’an: Membaca Pemikiran Navid
Kermani tentang Teori Resepsi Al-Qur’an”. Artikel IAIN Antasari, vol.11, no.1 (2014):
150.
21
Imran T. Abdullah, “Resepsi Sastra Teori dan Penerapannya dalam Jabrohim
Teori Penelitian Sastra Yogyakarta: Masyarakat Poetika Indonesia”. Artikel Ikip
Muhammadiyah, (1994): 150.
22
Ade Amiroh, “Resepsi Al-Fatihah dan Al-Mu’awwidzat pada Masa
Rasulullah, Analisis terhadap Hadis-hadis Fadhail al-A’mal dalam Kitab Ṣahīh
Bukhārī”, (Skripsi S1., Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, 2019), 23.
38

situ jelas, secara makna rangkaian ayat surat al-Fātihah tidak ada
kaitannya sama sekali dengan sengatan kalajengking.23
Praktik-praktik semacam ini, dalam bentuk sederhana pada
dasarnya sama tuanya dengan usia al-Qur’an itu sendiri. Pada periode
lama, praktik-praktik seperti diatas belum menjadi obyek kajian
penelitian al-Qur’an. Baru pada panggal sejarah studi al-Qur’an kajian
tentang praktik-praktik ini diinisiasikan kedalam wilayah studi al-Qur’an
oleh pemerhati studi al-Qur’an kontemporer.24 Gambaran umum kaum
muslim dalam merespons al-Qur’an sebenarnya sudah tergambar sejak
jaman Rasulullah dan para sahabatnya. Al-Qur’an dijadikan objek
bacaan, simaan, dan hafalan ke berbagai daerah dalam bentuk majelis,
sehingga al-Qur’an tersimpan di dada para sahabat. Setelah umat islam
berkembang ke seluruh dunia, respons mereka terhadap al-Qur’an
semakin berkembang dan bervariasi, termasuk oleh umat Islam di
Indonesia.25
Dalam hal ini, penulis mengemukakan beberapa gambaran
khataman al-Qur’an yang sudah menjadi tradisi di Indonesia, seperti:
Pertama, khataman Al-Qur’an di pesantren penulis mengambil
contoh di dua pondok pesantren, yakni Pondok Pesantren Giri Kesumo
Demak dan Pondok Pesantren Al-Munawwir Krapyak Yogyakarta.
Sejarah awal khataman yang ada di kedua pondok pesantren ini sama,

23
Didi Junaedi, “Living Qur’an: Sebuah Pendekatan Baru dalam Kajian Al-
Qur’an (Studi Kasus di Pondok Pesantren As-Siroj Al-Hasan Desa Kalimukti Kec.
Pabedian Kab. Cirebon”. Artikel of Qur’an and Hadis Studies, vol.4, no.2 (2015): 177.
24
M. Mansur, Living Qur’an dalam Lintasan Sejarah Studi al-Qur’an dalam
Buku Metodologi Penelitian Living Qur’an dan Hadis (Yogyakarta: Teras, 2007), 5-6.
25
Muhammad Yusuf, Pendekatan Sosiologi dalam Penelitian Living Qur’an
(Yogyakarta: Teras, 2007), 42-43.
39

awal mulanya berasal dari ruang lingkup keluarga, kemudian santri-


santri yang masih sedikit, dan seiring berjalannya waktu banyak diikuti
masyarakat sekitar.
Setiap pondok pesantren memiliki perbedaan dalam pelaksanaan
khataman yang diadakan di pondok pesantrennya. Misalnya yang ada di
Pondok Pesantren Giri Kesumo Demak, prosesi khataman dilakukan
setiap malam jumat, diawali dengan tawasul26, khataman, doa khataman,
Rātib al-‘Aṭās27, Maulid al-Dība‘ī28, Mahalu al-Qiyām29, dan yang
terahir tausiyah dan doa penutup oleh KH. Munif Zuhri. Di Pondok
Pesantren al-Munawwir Krapyak Yogyakarta khataman al-Qur’an
diawali dengan pembukaan pengasuh pondok yang berisi nasehat dan
pesan-pesan kebaikan kepada masyarakat yang hadir, lalu dilanjutkan

26
Tawasul berarti menjadikan sesuatu yang menurut Allah mempunyai nilai,
derajat, dan kedudukan yang tinggi untuk dijadikan sebagai wasilah (perantaraan) agar
doa dikabulkan.
27
Rātib al-‘Aṭās adalah susunan zikir yang disusun oleh Habib ‘Umar b.
‘Abdurrahman al-‘Aṭās. Beliau adalah seorang ulama besar yang lahir di Hadralmaut,
Yaman pada tahun 992 H atau 1572 M di kota Isnat. Secara istilah Rātib adalah
kumpulan lafaz ayat al-Qur’an, zikir, dan doa yang disusun sedemikian rupa dan dibaca
secara rutin dan teratur.
28
Berisikan seluk beluk penjelasan tentang akhlak dan kemuliaan Rasulullah
dan dikemas rapih sebagai syair-syair yang indah. Maulid al-Dība‘ī dikarang al-Imām
al-Jalīl Abdurrahman al-Dība‘ī, ulama tersohor di kota Zabid.
29
Mahalu al-Qiyām merupakan qiyas dari menyambut kedatangan Islam dan
menunjukan semangat atas kedatangan sang pembawa risalah pada kehidupan. Dalam
prosesi ini semua peserta berdiri dan melantunkan salawat Asyraqal Badru. Hal ini
merupakan ekspresi kegembiraan yang luar biasa.
40

dengan prosesi khataman dimana para khatimat30 silih berganti


melantunkan al-Qur’an perkelompok sesuai kriteria khatimat masing-
masing, dan diakhiri dengan doa oleh sesepuh pondok Krapyak.
Walaupun setiap pondok memiliki perbedaan dalam pelaksanaan
khataman, tapi tujuan mereka sama yakni sebagai bentuk rasa syukur,
ladang amal jariyah, keberkahan, dan dapat memberikan ghirah31 dan
semangat bagi masyarakat yang hadir untuk menjadikan anak-anaknya
sebagai generasi penerus untuk tetap membumikan al-Qur’an. Acara ini
juga dikategorikan sebagai bentuk syiar islam karena bukan hanya
lingkungan pesantren saja yang mengikutinya, tetapi masyarakat umum.
Kedua, prosesi khataman di acara kematian, penulis mengambil
contoh di lingkungan penulis sendiri, yakni masyarakat Betawi. Urutan
prosesi khataman dimulai dari tahlilan yang dilakukan secara berturut-
turut dari malam pertama sampai malam ke tujuh. Setelah khataman
selesai, sahibul musibah mengamanahkan satu orang ustaz beserta
timnya untuk melakukan khataman selama tujuh hari berturut. Di sini
penulis menemukan ada dua acara dalam melakukan khataman, pertama
dengan cara sima’an, kedua dengan cara perorang dibagi setiap juz dan
baca bersamaan. Namun, dilingkungan penulis praktik sima’an yang
sering digunakan. Setelah selesai khataman ditutup dengan doa
khataman yang diikuti seluruh keluarga dan tim yang bertugas.

30
Khatimat adalah sebutan bagi santri peserta khataman, mereka terdiri dari tiga
kriteria diantaranya: khatimat 30 juz bi al-Hifẓi, 30 juz bi al-Naẓari, dan juz amma bi
al-Hifẓi.
31
Ghirah (cemburu) adalah perubahan dalam hati, emosi dalam jiwa, dan
kemarahan yang mendorong pemiliknya untuk menghalangi orang yang menyentuh
kehormatan, harta , atau darahnya. Bisa juga berarti emosi luar biasa dan kemarahan
yang hebat yang mendorong seseorang melawan orang yang hendak menyerang diri,
harta, darah, kehormatan, atau agamanya. Arti sederhananya adalah semangat.
41

Tidak sampai di situ, setelah tujuh hari khataman dilakukan oleh


tetangga dan masyarakat sekitar, keluarga besar melanjutkan khataman
sampai malam ke-40. Itulah tradisi yang penulis alami dilingkungan
penulis sendiri. Jadi, khataman selain berfungsi sebagai permohonan
ampunan bagi mayat, khataman juga berfungsi sebagai hiburan untuk
keluarga yang sedang terkena musibah. Melalui lantunan ayat yang
dibacakan setiap malam secara bergantian.
Ketiga, khataman di acara pernikahan. Tradisi ini sangat melekat
pada masyarakat Bugis Makassar. Khataman di sini memiliki simbol-
simbol yang mempunyai makna tersendiri. Seperti penggunaan kayu
manis yang digunakan sebagai telunjuk ketika membaca al-Qur’an. nilai
yang terkandung di dalamnya menunjukkan bahwa semoga dalam
kehidupan rumah tangganya manis, harmonis, dan bahagia dalam
perlindungan Allah.32
Selain itu ada juga beras, setelah melakukan khataman selanjutnya
menaburkan beras putih di dalam ruang tersebut. Praktik tersebut
bermaksud semoga pasangan pengantin diberikan rezeki yang melimpah
dan lambang perbekalan rumah tangga. 33
Acara khataman juga merupakan salah satu bentuk resepsi
terhadap al-Qur’an, yakni para khatimah berkumpul untuk melantunkan
ayat-ayat al-Qur’an sesuai dengan kemampuan masing-masing khatimah

32
Endah Supriyani, “Tradisi Khataman Al-Qur’an pada Pernikahan Suku Bugis
di Palembang” (Skripsi S1., UIN Raden Fatah Palembang, 2018), 76-77.
33
Endah Supriyani, “Tradisi Khataman Al-Qur’an pada Pernikahan Suku Bugis
di Palembang” 78.
42

menggunakan seni baca al-Qur’an yang sesuai dengan makharijul


huruf.34
E. Sekilas Tentang Living Qur’an

Living Qur’an dari segi bahasa terdiri dari dua kata yang berbeda,
living dan Qur’an. Living berarti hidup dan Qur’an berarti kitab suci.
Ditinjau dari segi istilah sederhana, Living Qur’an bisa diartikan dengan
(Teks) al-Qur’an yang hidup di masyarakat. 35 Menurut Heddy Shri
Ahimsa Putra living Quran diklasifikasikan menjadi tiga kategori.
Pertama, yang dimaksud living Qur’an adalah sosok Nabi Muhammad
karena Nabi Muhammad berakhlak dengan al-Qur’an. Kedua, living
Qur’an mengarah kepada suatu masyarakat yang di dalam kesehariannya
menggunakan al-Qur’an sebagai kitab acuannya. Al-Qur’an yang hidup
dan mewujud dalam kehidupan sehari-hari mereka. Ketiga, ungkapan
tersebut juga dapat berarti bahwa al-Qur’an bukanlah hanya sebuah
kitab, tetapi sebuah kitab yang hidup. Perwujudan dalam keseharian
sehari-hari sangat terasa dan nyata. 36
Dalam penelitian ini, untuk mengungkap pemaknaan khataman al-
Qur’an serta bagaimana prosesi khataman berlangsung, maka peneliti
menggunakan kajian living Qur’an. Living Qur’an adalah kajian atau
penelitian tentang berbagai peristiwa sosial dan terkait dengan kehadiran

34
Elly Maghfiroh, “Living Qur’an: Khataman Sebagai Upaya Santri dalam
Melestarikan Al-Qur’an”. Hermeneutik: Artikel Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir, vol.11,
no.1 (2017): 121.
35 Sahiron Syamsuddin, “Ranah-ranah Peneltian dalam Studi al-Qur’an dan
Hadis,” dalam Sahiron Syamsyuddin (ed.), Metode Penelitian Living Qur’an dan Hadis
(Yogyakarta: Teras, 2007), 14.
36 Heddy Shri Ahimsa Putra, “The Living al-Qur’an: Beberapa Perspektif
Antropologi”. Jurnal Waisongo, vol. 20, no.1 (Mei 2012): 236-237.
43

keberadaan al-Qur’an di komunitas muslim tertentu.37 Living Qur’an


juga salah satu kajian yang menangkap berbagai pemaknaan atau resepsi
masyarakat terhadap al-Qur’an. fenomena yang hidup di tengah
masyarakat muslim terkait dengan al-Qur’an sebagai objek studi, itulah
yang dijadikan model living Qur’an.38
Melihat hubungan antara al-Qur’an dan masyarakat Islam serta
bagaimana al-Qur’an itu sikapi secara teoritik maupun di praktikan
secara memadai dalam kehidupan sehari-hari (Living Qur’an). Dengan
demikian, Living Qur’an adalah studi tentang al-Qur’an, tetapi tidak
bertumpu pada ekstitensi tekstualnya, melainkan studi tentang fenomena
sosial yang terkait dengan kehadiran al-Qur’an.39
Upaya untuk membuat hidup dan menghidup-hidupkan al-Qur’an
oleh masyarakat, dalam arti respons sosial (realitas) terhadap al-Qur’an,
dapat dikatakan Living Qur’an. Baik al-Qur’an itu dilihat masyarakat
sebagai ilmu (scince) dalam wilayah profane (tidak keramat) di satu sisi
dan sebagai petunjuk (huda) dalam yang bernilai sakral (sacred value)
disisi lain. Kedua efek inilah sesungguhnya menghasilkan sikap dan
pengalaman kemanusiaan berharga yang membentuk sistem religi
karena dorongan emosi keagamaan (religious emotion), dalam hal ini
emosi jiwa terhadap al-Qur’an.40
Lazimnya khataman al-Qur’an dilaksanakan di tempat-tempat
seperti masjid, musala, surau, rumah-rumah, atau tempat suci lainnya.
Berbeda dengan yang penulis temukan, bahwa khataman dilaksanakan
di sebuah peternakan hewan. Pemilik peternakan yang bernama Rengga,

37
Sahiron, Metode Penelitian Living Qur’an dan Hadis (Yogyakarta: Th Press,
2007), 8.
38
Sahiron, Metode Penelitian Living Qur’an dan Hadis, 7.
39
Sahiron, Metode Penelitian Living Qur’an dan Hadis, 39.
40
Sahiron, Metode Penelitian Living Qur’an dan Hadis, 37.
44

mengaitkan bahwa khataman yang dilakukan di peternakannya ini sangat


berpengaruh terhadap penjualan hewan-hewannya. Melihat penelitian
sebelumnya, khataman banyak dikaitkan dengan rasa syukur,
pernikahan, atau sarana mencari keselamatan. Akan tetapi berbeda
dengan yang ada di Peternakan Bin Dahlan, khataman al-Qur’an
dikaitkan dengan perekonomian.
Study Living Qur’an merupakan penelitian yang berasal dari
adanya fenomena masyarakat yang menjalankan suatu tradisi yang
terinspirasi dari al-Qur’an. Jadi, melihat adanya latar belakang di atas,
penulis tertarik untuk melakukan penelitian Living Qur’an di Peternakan
Bin Dahlan. Penulis berasumsi bahwa tradisi di peternakan dalam
mengkhatamkan al-Qur’an merupakan representasi dari perilaku
“menghidupkan al-Qur’an”.
BAB III
GAMBARAN UMUM DAN PRAKTIK KHATAMAN AL-
QUR’AN PETERNAKAN BIN DAHLAN SAWANGAN DEPOK
A. Gambaran Umum Peternakan Bin Dahlan Sawangan Depok
1. Sejarah Peternakan Bin Dahlan
Peternakan Bin Dahlan yang beralamat di Jalan Jati Rt. 05/04
Sawangan Baru merupakan salah satu peternakan hewan khususnya
kambing yang berada di Kota Depok. Pendiri Peternakan Bin Dahlan
bernama Rengga al-Pandi. Rengga adalah anak ketiga dari empat
bersaudara.
Sejarah Pendidikan pendiri Peternakan Bin Dahlan bermula dalam
sebuah pesantren yang berbasis Salafiyah di Sentul, bernama Pondok
Pesantren al-Mahgribi. Kegiatan utama yang dilaksanakan oleh setiap
santri di Pondok Pesantren tersebut adalah mengaji dan belajar mengasah
talent dalam hal beternak dan bercocok tanam. Selain belajar ilmu-ilmu
agama Islam yang berpedoman dari al-Qur’an al-karim, sang pendiri pun
diajarkan beternak dan bercocok tanam. Adapun jenis hewan-hewan
yang diternak beraneka ragam, seperti sapi, kerbau, kambing, ayam,
bebek, dan lain sebagainya. Pada bidang bercocok tanam, diajarkan
untuk menanam tanaman yang berguna untuk kebutuhan sehari-hari,
seperti padi, umbi-umbian, dan sayur-sayuran.
Karena proses pembelajaran yang sedang berlangsung, sedangkan
sebagai seorang santri (pelajar) yang masih membutuhkan bekal atau
uang saku untuk biaya di Pondok Pesantren tersebut, maka hal
tersebutlah yang menjadi faktor pendiri pulang ke kediamannya setiap
dua minggu sekali untuk mencari bekal tersebut. Pada suatu ketika, saat
pulang ke rumah yang bersamaan dengan pra id al-adha, yakni
berkenaan dengan festival hewan kurban. Maka pada saat itu, pendiri

45
46

mulai merealisasikan sedikit ilmu yang telah dipelajari tentang merawat


hewan-hewan ternak guna mendagangkan hewan tersebut untuk hewan
kurban. Ketika itu, beliau ikut serta berdagang pada seorang teman
selama dua minggu. Pada keikutsertaan dalam berdagang hewan kurban,
beliau bertugas mencari persediaan makanan untuk hewan-hewan calon
kurban tersebut. Setelah hari raya Idul Adha selesai, beliau mendapat
upah sebesar satu juta lima ratus ribu rupiah. Dari upah sebesar itu, beliau
membagi dan mempergunakan hasil tersebut, yakni delapan ratus ribu
rupiah beliau belanjakan untuk membeli perlengkapan di rumah, dan
sisanya dipergunakan untuk bekal selama di pesantren nanti.
Tibalah waktu beliau untuk berangkat melanjutkan belajar di
Pondok Pesantren al-Maghribi. Setibanya di Pondok Pesantren, beliau
dipanggil oleh Kiainya, dan terjadilah perbincangan yang sangat lama.
Setelah itu, beliau di perintahkan oleh Kiainya untuk kembali pulang ke
rumah, dengan pesan yang sangat jelas dan ringkas, beliau berpesan
“Amalkan apa yang saya berikan.” Seketika itu pendiri merasa
kebingungan atas apa yang telah terjadi, karena dinilai dari masa
belajarnya, beliau benar-benar baru memulai pembelajaran di pondok
pesantren tersebut, akan tetapi seseorang yang paling berhak, dan satu-
satunya guru besar yang patut didengar dan dipatuhi memerintahkan hal
demikian. Setelah mendapat perintah demikian, beliau merapikan
perlengkapan dan barang-barang untuk bergegas pulang, sembari
memikirkan hal terbaik atas perintah Kiayi yang sedikit mengguncang
ketenangan pikiran beliau. Namun dalam hati beliau bertekad dengan
niat dan berdoa, “Ya Allah Ya Rabb kalau memang ini jalannya
manfaatkan uang ini saya mau ternak.”
Ketika itu juga, beliau segera membeli dua ekor anak kambing
betina seharga Rp.700.000. dari sisa hasil membantu kawan menjual
47

hewan kurban. Dari dua kambing betina itu, lahir dua anak kambing yang
disusui dan disimpan di dapur rumah, karena kandang ternak yang belum
disiapkan. Selama kurang-lebih tiga hari dirawat dengan ilmu yang telah
didapat dari Pondok Pesantren, ada yang menawar dua ekor anak
kambing tersebut seharga Rp. 1.000.000.00, dengan keuntungan Rp.
300.000.00.
Wilayah JABODETABEK pada tahun 2017-2018, harga kambing
per kilonya mencapai Rp. 30.000.00, dengan uang sebesar Rp.
1.000.000.00, beliau pergunakan untuk membeli tiga ekor kambing
jantan dengan bobot 10-12kg. Kemudian dari tiap ekor kambing itu,
dibanderol dengan harga jual lima ratus ribu rupiah, dan habis terjual
ketiga-tiganya. Setelahnya, beliau memulai kembali dengan modal dari
dua ekor kambing, dirawat dengan baik, hingga akhirnya menjadi 12
ekor kambing ditahun 2018. Berawal dari keuntungan yang ada, sedikit
demi sedikit mencicil pembangunan kandang permanen. Kapasitas awal
hanya muat 12 ekor, seiring berjalannya waktu sekarang bisa
menampung puluhan sampai ratusan ekor kambing.
Tahun 2018 kandang permanen sudah berdiri dan bisa memuat
banyak kapasitas kambing. Banyak usulan dari teman dan saudara agar
membuka jasa aqiqah siap saji dan jasa pembelian kambing sekaligus
potong bersih, dengan alasan agar memudahkan masyarakat sekitar
dalam beraqiqah dan menjadi usaha baru yang bisa dikembangkan. Jadi
selain usaha tahunan menjual hewan qurban, ada usaha harian atau
bulanan menjual karkas dan aqiqah siap saji.
Nama Bin Dahlan diambil dari nama orang tua pendiri peternakan,
yang artinya bahwa saham kepemilikan peternakan ini sepenuhnya
dimiliki dan dikelola oleh keluarga Bapak Dahlan beserta anak-anaknya.
48

2. Profil Peternakan
a. Visi dan Misi Peternakan Bin Dahlan
Visi
Terciptanya sistem usaha peternakan yang mudah dan
menguntungkan berdasarkan syariat Islam.
Misi
1. Melakukan upaya pengembangan SDM agar diperoleh
kemudahan dalam beternak dan hasil panen yang bagus
2. Peningkatan peran swasta dan penguatan usaha peternakan
rakyat
3. Konsisten menyediakan bakalan, pakan, pemeliharaan
hingga penjaminan hasil panen untuk membantu
optimalisasi keberlangsungan usaha serta memproteksi
sebagaian usaha ke dalam investasi lainnya
4. Meningkatkan nilai tambah dan daya saing ternak dan
produk ternak
b. Logo Peternakan Bin Dahlan

c. Fasilitas Peternakan Bin Dahlan


1. Penyediaan Hewan Ternak
49

Peternakan Bin Dahlan menyediakan hewan-hewan


ternak khususnya sapi dan kambing. Hewan-hewan lainnya ada
ayam, bebek, entok, dan soang.
2. Pondok Pesantren Salaf

Awalnya Peternakan Bin Dahlan mendirikan Pondok


Pesantren yang dinamakan Pondok Salaf Ibnu Ibrohim, karena
pemilik peternakan ingin mengambil berkah dari KH. Ibrohim
Legoso Ciputat. Kemudian seiring berjalannya waktu namanya
diubah menjadi Pondok Pesantren Daarul Mubtadi’in, yang
artinya gudangnya orang-orang yang baru belajar karena di
pondok ini berisi santri pedalaman yang kurang mampu dan
mantan preman yang ingin tobat dan mempelajari agama Islam.
Pondok ini dibangun pada tanggal 12 Maret 2020,
pembangunan dicicil pelan-pelan oleh pemilik karena
keterbatasan dana. Selesai pembangunan pada tanggal 27 Juni
2020. Kemudian pembangunan kedua pada tanggal 26 Februari
2021.
Ponpes ini awalnya hanya menerima santri putra saja,
tetapi sekarang ada kamar dan tempat untuk santri putri. Jumlah
santri yang menetap disana ada 50 orang dari berbagai daerah.
Banyak juga warga sekitar yang ikut mengaji dan semakin
50

menambah semangat baik bagi pengajar untuk memberikan ilmu-


ilmu maupun para pencari ilmu.
Pembangunan yang kedua 26 Februari sampai 27 Juni
kobong selesai pemasangan balok, pada 4 April 13 Maret mulai
membangun teras dan beberapa saung untuk para santri bersantai
sekedar menikmati suasana lingkungan, demi terciptanya
perasaan yang tenteram, teduh, sembari mengkaji kembali kitab
atau pelajaran yang telah diajarkan oleh guru mereka. Hal
tersebut bertujuan menambah kuatnya pemahaman para santri
dan mengurangi kegiatan di kamar karena udara segar penting
bagi kesehatan jiwa dan rohani.
3. Aqiqah

Peternakan ini menyediakan jasa aqiqah siap saji atau


terima matang. Jasa aqiqah ini bernama Alam Aqiqah, dibuat
pada tanggal 16 Maret 2018 dan dikelola oleh keluarga
peternakan.
Karena aqiqah adalah suatu ibadah yang dapat menunjang
keberkahan, dan keridaan Allah swt, berdasarkan kepedulian dan
pemahaman yang baik, Alam Aqiqah menyediakan wadah atau
solusi bagi keluarga yang sulit melakukan aqiqah untuk anaknya,
dengan keterbatasan keadaan dan hal lain. Alam Aqiqah
51

melayani tabungan aqiqah yang mana dapat mempermudah niat


orang tua untuk mengaqiqahkan anaknya.
Alam Aqiqah juga melayani tabungan aqiqah yang mana
dapat mempermudah niat orang tua untuk mengaqiqahkan
anaknya. Di sini menyediakan paket aqiqah lengkap siap saji,
pembelian kambing, pemotongan sampai pengulitan, dan lain-
lainnya tergantung keinginan orang yang ingin beraqiqah.
Bila sahibul aqiqah ingin memesan olahan lainnya seperti
nasi kebuli, kabsah, dan lain-lain bisa hubungi pengelola. Semua
olahan kambing tersedia di Alam Aqiqah.
d. Hewan-hewan Ternak di Peternakan Bin Dahlan
Oleh karena tidak semua hewan dapat dijadikan sebagai
hewan dalam kurban pada perayaan Idhul ‘adha dan ‘aqiqah. Demi
memenuhi standarisasi produk hewan sesuai dengan peraturan
pemerintah republik Indonesia nomor 6 tahun 2013 tentang
pemberdayaan peternak.
Hewan-hewan ternak yang dijual pada pondok pesantren ini
antara lain:
1. Sapi
Dengan berbagai spesifikasi usia sapi yang beragam,
mulai dari yang baru lahir sampai yang berumur 2,5 tahun.
Dengan perawatan yang didapat dari pengalaman pengurus
pondok pesantren dan dikorelasikan dengan pengetahuan khusus.
Hal demikian menjaga kesehatan sapi dan kualitas daging yang
di hasilkan. Adapun sapi yang telah melampaui umur yang baik,
maka akan dijual untuk konsumsi pasar biasa, tidak diperjual
belikan untuk kurban dan aqiqah. Meski demikian peternakan ini
tidak sampai menyimpan sapi yang melebihi batas umur yang
52

standar karena berkat pengetahuan, kemampuan dan rida Allah,


sapi-sapi yang dapat terjual sebelum batas akhir umur yang
sesuai.
2. Kambing
Dengan spesifikasi kambing mulai dari lahir sampai yang
berumur 1,5 tahun. Dengan perawatan kandang dan pakan sesuai
kesehatan dan kondisi kambing, perawatan yang khusus pun
diberlakukan guna menjaga baik tidaknya daging yang akan
dihasilkan, mengingat bahwa kambing adalah salah satu hewan
ternak yang mudah terserang sakit. Maka vitamin herbal pun
terkadang perlu diberikan untuk kondisi kambing yang kurang
memungkinkan.
3. Ayam
Ayam-ayam yang diternak beragam jenisnya, seperti
ayam negeri, ayam kampung, dan ayam-ayam Bangkok dengan
perawatan yang sesuai berdasarkan jenis ayam tersebut. Selain
ayam dengan berbagai jenis, telur pun dirawat untuk dijual dan
sekarang ini sedang proses pembelajaran menuju penetasan
dengan pengetahuan dan kemampuan yang diharapkan nanti
akan berguna.
4. Bebek
Selain telur ayam, telur bebek pun menjadi salah satu
bahan untuk pembelajaran. Bebek yang diternak juga dengan
perawatan yang baik, terlebih bebek adalah unggas yang
membutuhkan perawatan khusus karena bebek adalah salah satu
hewan yang mudah stres, maka perawatan yang dilakukan harus
dengan standar ilmu pengetahuan.
5. Entok
53

Entok adalah salah satu unggas yang masih diminati


masyarakat. Oleh karena itu, pondok pesantren pun memutuskan
untuk menernak unggas jenis ini agar makin mengasah
kemampuan dan menambah pengetahuan seluruh santri dalam
merawat hewan ternak, karena kelak dapat diharapkan dapat
menjadi salah satu kegiatan positif yang berguna bagi kehidupan,
serta menunjang ekonomi mandiri maupun masyarakat.
B. Kegiatan Santri dan Data Informan
a. Kegiatan Santri
Pondok Pesantren Daarul Mubtadi’in merupakan salah satu
instansi pendidikan yang fokus terhadap ilmu keagamaan. Selain itu
pesantren ini juga sangat memperhatikan dan menjunjung tinggi
nilai-nilai kedisiplinan kepada santrinya. Hal ini dibuktikan dengan
adanya jadwal kegiatan sehari-hari untuk santri. Dimulai pada pukul
03.00 sampai dengan pukul 21.45 kegiatan santri sudah terjadwal.
Bisa dilihat pada table 3.4 di bawah ini.
Tabel 3.4: Kegiatan Santri/Informan
No. Waktu Kegiatan
Salat Tahajud, Pembacaan Wirid Menjelang
1 03:30 - 05:00
Subuh, Salat Subuh Berjamaah
2 05:00 - 07:00 Pengajian Kitab Tafsir al-Qur’an
Istirahat (Sarapan dan Kegiatan Bebas/KBM
3 07:00 - 10:00
bagi yang mengikuti sekolah formal)
4 10:00 - 12:00 Pengajian Kitab
Salat Zuhur Berjamaah dan pembacaan surat al-
5 12:00 - 13:00
Mulk
6 13:00 - 15:00 Makan Siang dan Istirahat
7 15:00 - 16:00 Salat Ashar Berjamaah
8 16:00 - 17:00 Tahtiman / Tadarus al-Qur’an berjamaah
9 17:00 - 18:00 Persiapan menjelang salat Maghrib berjamaah
10 18.00 - 18:45 Salat Magrib berjamaah dan Pembacaan Ratib
11 18:45 - 19:15 Persiapan Menjelang Salat Isya Berjamaah
12 19:15 - 19:45 Salat Isya Berjamaah
54

13 19:45 - 20:15 Makan Malam dan Istirahat sebentar


14 20:15 - 21:45 Pengajian Kitab
15 21:45 - 03:30 Istirahat Tidur
Pada pukul 07:00 bagi santri yang ingin melaksanakan sekolah
formal, dipersilahkan sampai dengan selesai. Akan tetapi, bagi santri
yang tidak bersekolah kegiatan santri dimulai kembali pada pukul 10:00
dengan melakukan kegiatan pengajian kitab-kitab salaf.

b. Data Informan
Tabel 3.5: Data Informan.
No. Nama Status Informan
1. Rengga al-Pandi Pemilik/pengelola
2. Abdillah Mustopa Pemilik/pengelola
3. Jajang Mukhtar Pemilik/pengelola
4. M. Zainal Muttaqin Pemilik/pengelola
5. Naufal Aprian Santri
6. Evan Syauri Santri
7. Fajar Ahmad A Santri
8. Hafidz Aufa Kamil Santri
9. M. Insan Firdausy Santri
10. Subarkah Santri
11. M. Zidan Baihaqi Santri
12. Wais al-Khorni Santri
13. M. Raihan Azizi Santri
14. Lira Puspa R Santri
15. Mira Safira Santri
16. Anita Septiani Santri
17. Tiara Suci Ramadhan Santri
18. Septiono Vito Hendrawan Santri
19. Adinda Hanifah Santri
20. Arsya Rinaya Sofyan Santri
21. Afita Maharani Santri
22. Rahayuddin Rizki Fadhilah Santri
23. Yusuf Syahmar Andy Santri
24. Aji Santoso Santri
25. Noval Santri
26. Haris Santri
55

27 Ibnu Daelami Utufi Santri


28. Ihya Ulumuddin Santri
29. Halilintar Jagad Putra Santri
Bisa dilihat pada tabel 3.5 di atas, bahwa jumlah orang yang
menjadi informan dalam penelitian penulis ada sejumlah 29 informan.
Pemilik sekaligus pengelola berjumlah 4 orang dan 25 orang informan
berstatus sebagai santri yang sedang menuntut ilmu di Pondok Pesantren
yang berada di Peternakan Bin Dahlan.
56
BAB IV
PELAKSANAAN DAN PEMAKNAAN KHATAMAN AL-
QUR’AN DI PETERNAKAN BIN DAHLAN
A. Praktik Kegiatan Khataman al-Qur’an
1. Tujuan dan Motivasi Khataman
Awal mula adanya kegiatan khataman, bermula dari kegiatan
berbagi berkah Keluarga Kang Kambing dan Sapi JABODETABEK
yang diadakan rutin setiap dua bulan sekali. Kegiatan ini adalah suatu
bentuk komitmen dan rasa syukur para peternak atas nikmat yang
diberikan Allah. Mereka berpendapat bahwa dari hasil penjualan hewan
ternak, ada sebagian rezeki orang lain. Kegiatan ini berupa berbagi
kebutuhan sehari-hari seperti sembako, bahan bangunan, pakaian, buku-
buku, dan lain-lain. Target yang dituju adalah pesantren-pesantren yang
ada di pelosok daerah. Saat ini tujuan kegiatan ini masih sekitar Jawa
barat dan Banten. Dalam satu hari berkeliling dari satu pesantren ke
pesantren lain secara beriringan.
Berawal dari kegiatan berbagi berkah tersebut, pemilik peternakan
banyak melihat santri-santri berpotensi tetapi karena kurang fasilitas dan
biaya akibatnya mereka tidak bisa berkembang dan melihat masalah di
luar. Maka dari itu pemilik memiliki azam ingin mendirikan pesantren
yang bersebelahan dengan rumah dan peternakannya. Tenaga pengajar
diambil dari santri-santri lulusan pesantren yang sering dikunjungi dan
santrinya diambil dari santri daerah yang kurang mampu dan masyarakat
sekitar peternakan.
Sebelum mendirikan pesantren yang bersebelahan dengan rumah
dan peternakannya, sang pendiri sering memanggil santri-santri daerah
Jawa Barat dan Banten untuk khataman dan baca rawi dirumahnya
menjelang hari raya Idul Adha. Selain menjelang Idul Adha, sang

57
58

pemilik juga memanggil dan menugaskan mereka untuk khataman di


tempat orang yang sedang berduka.
Ketika penulis menanyakan perihal latar belakang diadakannya
prosesi khataman kepada Rengga yang mempunyai peternakan, beliau
menjawab bahwa “dari duit yang terbatas untuk memulai usaha, saya
bernazar dalam hati kalau dengan uang ini bisa menjadi selang usaha
saya ingin mengajak dan menarik orang-orang untuk membaca al-
Qur’an. Menarik santri daerah yang tidak bisa melanjutkan sekolahnya
karena faktor biaya.”1 Niat yang mulia itu secara perlahan terwujud dan
hasil observasi penulis membuktikan bahwa di sana sudah berdiri
pondok pesantren yang diberi nama Pondok Pesantren Daarul Mubtadin.
Penulis menanyakan kepada peserta tentang latar belakang
mereka bisa mengikuti kegiatan khataman, hampir semua jawaban
mereka mengatakan bahwa khataman sudah menjadi kebiasaan apalagi
sebelum hari raya Idul Adha. Sebagaimana yang dikatakan oleh Vito,
bahwa “mengikuti kegiatan khataman ini karena memang sudah terbiasa
sekaligus mengisi waktu luang sambil mencari berkah dan
memperlancar bacaan.”2 Aji menambahkan, “karena ane mondok di sini
jadi segala kegiatan harus ikut sekalian ngalap berkah dari berkah al-
Qur’an dan sahibul hajat.”3
Senada dengan mereka berdua, Noval mengatakan bahwa, “jadi
saya awalnya bantuin dagang bang Rengga dan suka ikut pengajian
sama dia. Pas dia ngediriin pondok jadinya ikut aja.” 4 Dari jawaban

1
Rengga Al-Pandi, Wawancara.
2
Septiono Vito Hendrawan (Santri di Peternakan Bin Dahlan Depok),
diwawancara oleh Thias Anugrah Bintang P, Depok, 4 Mei 2021, Jawa Barat.
3
Septiono Vito Hendrawan, Wawancara.
4
Aji Santoso (Santri di Peternakan Bin Dahlan Depok), diwawancara oleh
Thias Anugrah Bintang P, Depok, 4 Mei 2021, Jawa Barat.
59

mereka bertiga, penulis mengambil kesimpulan bahwa selain kebiasaan


mengikuti kegiatan khataman, mereka juga mengharap berkah dari apa
yang dia baca.
Jawaban berbeda penulis dapat ketika menanyakan latar belakang
bisa mengikuti kegiatan ini kepada Ibnu, Fadhil, dan Jagad, Ibnu
mengatakan “saya diajak Bang Rengga, karena saya anak punk dan mau
tobat sekaligus belajar al-Qur’an dan mau tau ilmu-ilmu lainnya.”5
Fadhil mengatakan, “kebiasaan ikut khataman karena mendapat uang
dan makanan”6 Jagad mengatakan, “ana ngikut karena kemauan orang
tua”7 mereka bertiga memiliki jawaban berbeda dengan yang lainnya.
Ada yang mengikuti karena berniat merubah dan memohon ampunan
untuk masa lalunya, disuruh orang tua, dan yang terakhir karena
mendapatkan uang dan makanan.
Kemudian pertanyaan berlanjut ke bagian motivasi dan tujuan
informan mengikuti kegiatan khataman. Berbeda dengan pembahasan
tujuan dan motivasi membaca al-Qur’an di atas, penulis
mengelompokkan tujuan dan motivasi mengikuti acara khataman ke
dalam tabel agar lebih memudahkan dalam pengelompokan.
Tabel 4.3: Tujuan dan Motivasi Khataman 8
Tujuan dan Motivasi Khataman
No. Kelompok Perwujudan Tindakan
1. Material - Dagangan laris
- Kemudahan rezeki
- Mendapatkan upah
- Mendapat makanan

5
Ibnu Daelami Utufi, Wawancara.
6
Rahayudin Rizki Fadhilah, Wawancara.
7
Halilintar Jagad Satria, Wawancara.
8
Diolah dari hasil wawancara penulis dengan informan yang ada di
Peternakan Bin Dahlan
60

2. Imaterial - Merasakan suasana pesantren


- Ketenangan hati
- Bisa membaca al-Qur’an
dengan jelas
- Mengharap kesembuhan
- Memudahkan permasalahan
dalam hidup
- Menjadi lebih baik
- Memperlancar bacaan
- Silaturahmi
- Mencari pengalaman sama
yang lebih tua
- Mengisi waktu luang
- Mendapatkan ilmu
3. Spiritual - Nyari berkah
- Mencetak generasi al-Qur’an
- Mencari ridho Allah
- Mengharap syafaat
- Memohon perlindungan Allah
- Menambah wawasan
keagamaan
- Mempertebal keimanan
- Meningkatkan ketakwaan
- Murojaah hafalan
- Ampunan atas dosa
- Ibadah

Tabel 4.3 di atas merupakan hasil pengelompokan penulis untuk


mengetahui arah tujuan dan motivasi peserta khataman. jika melihat
tabel di atas, penulis mengklasifikasikan hasil jawaban peserta menjadi
tiga kelompok, yaitu material, imaterial, dan spiritual. Penulis juga
memberikan contoh perwujudan tindakan sesuai kelompoknya masing-
masing.
Pertama, khataman bertujuan untuk material. Artinya peserta
yang mengikuti prosesi khataman bertujuan untuk mendapatkan sesuatu
yang bersifat material seperti upah, uang, makanan, dan lainnya. Seperti
61

yang dikatakan santri putra yang biasa dipanggil Fadhil, ketika penulis
bertanya tentang tujuan, Fadhil menjawab bahwa “enak mas di sini
mengajinya rame-rame. Habis mengaji juga biasanya dikasi upah sama
bapa yang penting mengajinya sampai selesai.”9 Sejalan dengan
jawaban Fadhil, Aufa menjawab, bahwa “pas acara selesai di sini
biasanya ngeriung makan-makan liwetan.”10
Fadhil dan Aufa adalah santri termuda yang mengikuti khataman,
mereka berumur 13 dan 14 tahun. Maka dari itu, jawaban mereka berdua
masih berada diwilayah material, seperti Fadhil yang dikasi upah karena
selesai mengaji dan Aufa yang senang dengan prosesi ngeliwet. Hal ini
sesuai dengan perkataan Abdullah Khairi, bahwa “pemberian upah atau
hadiah atas ibadah harus dimulai dengan niat yang baik. Janganlah
berniat mencari upah atas ibadah untuk memperoleh kekayaan. Sesuatu
yang ikhlas, akan mendapatkan rida dari Allah.”11
Ada satu anak yang sudah berteman lama dengan pemilik
peternakan, biasa dipanggil Opal. Ketika penulis bertanya perihal tujuan
dan motivasi dia menjawab bahwa, “ga muluk-muluk bang saya mah
mintanya, semoga dagangan di sini laris manis. Kalo di sini kambing,
sapi, ayam banyak yang laku kan saya sama bocah yang lain juga
kebagian.”12 Dari jawaban mereka bertiga, penulis bisa mengetahui
tujuan dan motivasi peserta khataman ada yang bersifat material seperti,
upah, makanan, dagangan laris, dan kemudahan rezeki. Penulis hanya

9
Rahayuddin Rizki Fadhilah, Wawancara.
10
Hafidz Aufa Kamil, Wawancara.
11
Wan Muhammad Fadli Bin Wan Manan, “Penerimaan Upah dalam
Pelaksanaan Ibadah menurt Ibnu Katsir” (Skripsi S1., Universita Islam Negri Sulthan
Thaha Saifuddin Jambi, 2019), 38.
12
Noval (Santri di Peternakan Bin Dahlan Depok), diwawancara oleh Thias
Anugrah Bintang P, Depok, 4 Mei 2021, Jawa Barat.
62

menemukan beberapa orang yang mempunyai tujuan material seperti di


atas.
Kedua, khataman bertujuan untuk kebutuhan imaterial. Artinya
peserta mengikuti kegiatan khataman bertujuan untuk mendapatkan
kebutuhan imaterial, seperti ketenangan hati, sembuh penyakit, merasa
bahagia, dan lain-lainnya. Seperti jawaban dari santri putri yang biasa
dipanggil Afita, bahwa tujuan mengikuti acara untuk “mencari
ketenangan, kalo ga di sini saya ga mengaji-ngaji ka. Sambil belajar dan
sekalian silaturahmi dengan guru-guru.”13
Beberapa anak juga bertujuan untuk memperlancar bacaannya
sekaligus disimak bacaannya. Seperti tujuan Haikal, bahwa “tujuannya
ya gua bisa baca Qur’an dengan jelas, makhrajnya jelas, tajwidnya jelas.
Di sini bukan sekedar baca doangan soalnya, kalo salah bisa di benerin
sama temen atau guru. Tujuan lainnya ngilangin penat aja apalagi gua
lagi magang sekarang…”14
Jawaban lainnya disampaikan oleh Subarkah, bahwa “mencari
pengalaman dengan yang lebih tua dan belajar sambil ngisi waktu
luang”15 dan “merasakan suasana-suasana pesantren dan alesan saya
dateng ke tempat ini agar Allah mudahin aja semua urusan kita. Apa
yang kita butuh Allah lancarin.”16
Senada dengan jawaban imaterial mereka berempat, Yusuf
mengatakan bahwa “tujuan saya mengikuti acara ini ketika saya sedang

13
Afita Maharani (Santri di Peternakan Bin Dahlan Depok), diwawancara
oleh Thias Anugrah Bintang P, Depok, 29 Juni 2021, Jawa Barat.
14
Haikal Munzami (Santri di Peternakan Bin Dahlan Depok), diwawancara
oleh Thias Anugrah Bintang P, Depok, 29 Juni 2021, Jawa Barat.
15
Subarkah, Wawancara.
16
Ihya Ulumuddin (Santri di Peternakan Bin Dahlan Depok), diwawancara
oleh Thias Anugrah Bintang P, Depok, 29 Juni 2021, Jawa Barat.
63

mengharap kesembuhan. Jadi saya berdoa dengan cara mengkhatamkan


Qur’an untuk kesembuhan salah satu keluarga yang sakit parah.” 17 Wais
menambahkan, bahwa “waktu itu sempat ada yang sakit karena
serangan gaib, terus anak-anak yang ngaji disuruh ngatamin Qur’an
untuk memohon perlindungan sama Allah.”18
Penulis mengambil benang merah dari jawaban-jawaban informan
di atas mengenai tujuan dan motivasi khataman, seperti: ketenangan,
menghilangkan penat, silaturahmi, melancarkan bacaan, merasakan
suasana pesantren, kesembuhan, kemudahan dalam urusan, dan lain-
lainnya. Maka dari itu penulis menggolongkan tujuan dan motivasi
informan di atas ke dalam kelompok imaterial. Berbanding terbalik dari
jawaban sebelumnya yang menjawab dengan tujuan material.
Ketiga, khataman bertujuan untuk kebutuhan spiritual. Artinya,
peserta mengikuti kegiatan khataman bertujuan untuk kebutuhan
spiritual. Seperti ngalap berkah, mengharap Ridho Allah, mencetak
generasi al-Qur’an, meningkatkan ketakwaan, dan lain-lain. Ketika
penulis bertanya perihal tujuan dan motivasi pendiri perihal khataman,
Rengga menjawab bahwa “tujuan dan motivasi saya mengadakan acara
ini yang pertama untuk melancarkan bacaan al-Qur’an dan mencetak
generasi al-Qur’an yang pintar berdagang dan beternak. Jadi dari segi
muamalahnya mereka semua kurang lebih sudah ada gambaran.”19
Pengurus peternakan yang biasa dipanggil Bang Dillah menambahkan

17
Yusuf Syahmar Andy (Santri di Peternakan Bin Dahlan Depok),
diwawancara oleh Thias Anugrah Bintang P, Depok, 29 Juni 2021, Jawa Barat.
18
Wais al-Khorni (Santri di Peternakan Bin Dahlan Depok), diwawancara
oleh Thias Anugrah Bintang P, Depok, 29 Juni 2021, Jawa Barat.
19
Rengga Al-Pandi (Pemilik Peternakan Bin Dahlan Sawangan Baru Depok),
diwawancarai oleh Thias Anugrah Bintang P, Depok, 14 April 2021, Jawa Barat.
64

tujuan mengikuti acara ini bahwa “ngalap berkah dari apa yang kita
baca, sama ngalap berkah ke guru-guru yang dateng.”20
Haris juga mengatakan bahwa, “Tujuan saya semata-mata mencari
ridho allah melalui apa yang saya baca, mudah-mudahan dapat
memberi syafaat di hari kiamat nanti hingga masuknya saya ke
dalam surga-Nya Allah. Tidak ada tujuan lain seperti halnya saya
melakukan khataman Qur’an sendiri demi ada salah satu cita-cita
saya atau keinginan. Saya tidak pernah ada niat seperti itu, karena
untuk khataman ya kita hanya mengharap rida Allah saja.”21
Rohman menambahkan, bahwa “Pertama ingin jadi pribadi yang
dekat dengan Allah dan Nabi harapannya. Menjadi pribadi yang lebih
baik”22 Ahmad menambahkan “Tujuan saya ikut pertama menggapai
Ridho Allah, kedua mengharap syafaat Nabi, bisa menjalankan
kewajiban karena menuntut ilmu hukumnya fardu ain atau wajib, yang
terakhir ngilangin kebodohan sendiri.”23
Ada jawaban yang menarik ketika penulis bertanya kepada rezeki
perihal tujuan dan motivasinya, “Pertama, ini kan suatu tradisi
yang baik jadi harapannya ini terus bisa dilestarikan. Yang kedua,
menambah wawasan keagamaan. Semakin modern jaman kan kita
juga harus berkembang. Jangan sampe kita kebawa arus-arus
negatif yang berkembang sekarang. Jadi, kalo kita gamau kebawa
arus ya harus punya pegangan. Dengan apa? Ya dengan ngaji
khataman di sini. Tujuan selanjutnya untuk mempertebal
keimanan, disaat sedang hopeless bgt, untuk mempertebal itu biar
ga goyah ya dengan ngaji.”24
Ada juga informan yang bertujuan murajaah hafalan untuk
meningkatkan kedekatannya dengan Allah. Evan mengatakan, bahwa

20
Abdillah Mustopa, wawancara.
21
Haris (Santri di Peternakan Bin Dahlan Depok), diwawancara oleh Thias
Anugrah Bintang P, Depok, 29 Juni 2021, Jawa Barat.
22
Rohman (Santri di Peternakan Bin Dahlan Depok), diwawancara oleh Thias
Anugrah Bintang P, Depok, 29 Juni 2021, Jawa Barat.
23
Ahmad Santri di Peternakan Bin Dahlan Depok), diwawancara oleh Thias
Anugrah Bintang P, Depok, 29 Juni 2021, Jawa Barat.
24
Rizki Santri di Peternakan Bin Dahlan Depok), diwawancara oleh Thias
Anugrah Bintang P, Depok, 29 Juni 2021, Jawa Barat.
65

“khataman ini jadi sarana gue buat murajaah hafalan gua. Insya allah ini
cara gue buat deket sama Allah dan Nabi-Nya.”25
2. Praktik Khataman
Prosesi khataman di Peternakan Bin Dahlan merupakan kegiatan
rutin yang dilaksanakan setiap minggu di hari kamis dan kegiatan
tahunan yang dilaksanakan menjelang Hari Raya Idul Adha, Haul, dan
acara besar lainnya. Pada hari kamis khataman dimulai jam delapan
malam sampai selesai, kurang lebih jam 12 malam. Bertempat di
pelataran rumah pemilik peternakan yang bersebelahan dengan kandang
hewan ternak.26
Partisipan atau peserta yang ikut prosesi khataman di peternakan
ini terbuka untuk umum. Hasil penelusuran penulis, khataman di hari
kamis banyak diikuti oleh santri-santri yang menuntut ilmu di
peternakan tersebut dan masyarakat sekitar peternakan. Untuk acara
tahunan, banyak diikuti santri-santri dari luar daerah yang khusus
pemilik peternakan undang dan masyarakat sekitar tanpa memandang
status sosial, pekerjaan, umur, dan jenis kelamin. Jumlah jamaah malam
kamis sekitar 40 sampai 70 orang.
Metode yang digunakan dalam khataman ada dua macam, yakni
membaca serempak dan bergantian. Membaca serempak digunakan
ketika khataman mingguan, semua peserta dibagi per juz dan
membacanya dengan serempak. Metode bergantian digunakan ketika
acara khataman tahunan, mereka bergantian satu per satu dalam
membaca dari juz 1 sampai juz 30 selama seharian.
Susunan acara prosesi khataman sebagai berikut:

25
Evan (Santri di Peternakan Bin Dahlan Depok), diwawancara oleh Thias
Anugrah Bintang P, Depok, 29 Juni 2021, Jawa Barat.
26
Hasil observasi pada tanggal 14 April 2021.
66

a. Tawasul
Tawasul adalah bentuk masdar dari tawassala yang mempunyai
makna wasilah. Di dalam kamus al-Misbah al-Munir yang disusun oleh
Ahmad al-Fayumi, bahwa wasilah merupakan sesuatu yang digunakan
untuk mendekatkan diri kepada yang lainnya. Telah dijelaskan pula
dalam al-Mu’jam al-Wasit memberikan perumpamaan misalnya sebuah
kapal merupakan wasilah agar sampai ke tempat tujuan, ayah bekerja
adalah wasilah untuk menghasilkan uang. Secara Terminologi tawasul
adalah mendekatkan diri kepada Allah yakni dengan melakukan sesuatu
yang diridai Allah SWT. Jika ada yang mengatakan bahwa ada
seseorang bertawasul kepada Allah, artinya ia sedang mendekatkan diri
kepada Allah dengan melakukan suatu amal kebaikan.27
b. Khataman al-Qur’an
Khataman al-Qur’an yang dilakukan di Peternakan Bin Dahlan
dibacakan oleh para santri dan masyarakat sekitar yang ingin
mengikutinya. Khataman dimulai dengan juz satu hingga juz tiga puluh.
Diawali surat al-Fatihah dan diakhiri dengan surat al-Nas.
c. Doa Khataman al-Qur’an
Doa khataman dalam kegiatan ini dibacakan oleh ustaz-ustaz yang
ada di lingkungan peternakan. Doa dibaca ketika selesai membaca al-
Qur’an sampai khatam. Dengan doa ini berarti kita sudah mengakui
akan kebenaran al-Qur’an dengan segala isinya. Selain itu berdasarkan
riwayat, bahwa rahmat Allah akan turun ketika dibacakannya doa
khatam al-Qur’an.

27
Misbahuzzulam, “Deskripsi Tawasul dan Hukumnya” Artikel Dirasat
Islamiyah al-Majalis, Volume 1, No.3, November 2014, 135.
67

Berikut terlampir doa khataman al-Qur’an yang dibaca di


Peternakan Bin Dahlan:
68

d. Maulid Barzanji
Barzanji adalah suatu doa-doa, pujian, dan penceritaan riwayat
Nabi Muhammad yang biasa dilantunkan dengan irama dan nada dari
alat music hadrah.
69

e. Mahalul Qiyam
Semua jamaah berdiri untuk membaca kasidah syair-syair pujian
kepada baginda Nabi Muhammad dengan dipimpin oleh satu orang yang
memiliki suara bagus. Dengan harapan agar makna yang terkandung di
dalam kasidah itu bisa diresapi hingga membekas dalam hati.
f. Tausiyah
Selain khataman dan pembacaan maulid, ada juga tausiah agama
dari guru-guru yang datang pada acara tersebut. Materi-materi yang
disampaikan banyak mengandung manfaat untuk kehidupan sehari-hari
yang asalnya dari kandungan ayat suci al-Qur’an. Tema tausiah
disesuaikan dengan tema-tema yang sedang berkembang dilingkungan.
g. Doa
Setelah semua acara selesai, ditutup dengan doa yang dibacakan
oleh Ustaz.
h. Makan-makan
Acara yang terakhir adalah makan-makan yang sudah disediakan
oleh pihak penyelenggara. Biasanya pihak penyelenggara menyediakan
makanan yang sudah disajikan, tetapi kebanyakan santri memilih untuk
ngeliwet dengan sistem tradisional pesantren salaf.
3. Kelengkapan Sarana dan Pra Sarana
Ketika penulis menanyakan kelebihan kegiatan khataman kepada
informan, dari 29 informan yang penulis tanyakan semuanya menjawab
bahwa kelebihan utama mengikuti kegiatan ini adalah silaturahmi.
Tetapi banyak informan yang melanjutkan jawabannya setelah
menjawab silaturahmi. Seperti jawaban Dillah, dia mengatakan
“silaturahmi dengan warga sekitar, guru-guru, sekalian buat promosi
dagangan dah. Kan kalo banyak tamu otomatis banyak yang liat
70

kambing sambil nanya-nanya”28 Anita menambahkan, “mendapat ilmu


yang belum diketahui” dan mendapat hal-hal positif dan cerita dari
orang baru”29
Ada juga yang menjawab kelebihan mengikuti kegiatan ini dengan
jawaban “bisa mengulang hafalan sambil denger orang baca” 30 Ibnu
menambahkan “mendapatkan pengalaman baru.” 31 Dari jawaban
mereka di atas, bahwa kelebihan kegiatan khataman di antaranya adalah
dapat bersilaturahmi dengan para guru dan warga sekitar, mendapat
pahala, promosi, mendapat ilmu, pengalaman baru, dan dapat
mengulang hafalan.
Dimana ada kelebihan, pasti ada kekurangannya. Penulis juga
menanyakan tentang kekurangan kegiatan khataman. dari 29 informan
yang penulis tanya, ada sembilan orang informan yang mengatakan
kekurangan dari segi fasilitas, baik tempat yang kurang memadahi,
pencahayaan kurang, dan gerah.
Insan mengatakan bahwa, “tempatnya kurang nyaman kak” 32
Raihan mengatakan, “pencahayaan dan peserta lain di luar berisik”33
dan Tiara menambahkan, “panas dan gerah karena tempatnya kurang
luas”34
Kekurangan dari peserta khataman juga ada yang mengatakan
banyak yang terlalu fokus dengan hapenya dan berisik. Sebagaimana

28
Abdillah Mustopa, Wawancara.
29
Anita Septiani, Wawancara.
30
Haris (Santri di Peternakan Bin Dahlan Depok), diwawancara oleh Thias
Anugrah Bintang P, Depok, 4 Mei 2021, Jawa Barat.
31
Ibnu Daelami Utufi, Wawancara.
32
Muhammad Insan Firdausy, Wawancara.
33
Muhammad Raihan Azizi, Wawancara.
34
Tiara, Wawancara.
71

yang dikatakan Aufa, “banyak yang terlalu fokus dengan hapenya.” 35


Dari jawaban beberapa informan di atas penulis mengambil kesimpulan
bahwa kekurangan prosesi khataman ini yang utama adalah soal fasilitas
yang kurang memadai dari penyelenggara, dan dari peserta masih
banyak yang sibuk dengan hape dan obrolan masing-masing.
a. Pengetahuan dan Pemahaman Santri atas al-Qur’an
1) Tujuan dan Motivasi Membaca al-Qur’an
Semua pembaca yang menjadi informan dalam tulisan ini adalah
santri dan ustaz. Santri di Pondok Pesantren Daarul Mubtadi’in
Peternakan Bin Dahlan ini terbagi menjadi dua. Pertama, santri yang
menetap dan tinggal di peternakan. Kedua, santri yang datang ketika
pengajian saja, atau biasa disebut santri kalong. Semua santri yang
menetap berasal dari luar daerah, misalnya Majasari Pandeglang,
Padarincang Ciomas, Malingping Banten, Karawang, dan kota yang
lainnya. Santri kalong berasal dari sekitar wilayah Sawangan Baru
Depok, misalnya Ciseeng, Rawa Lele Jombang, Ciputat, dan lainnya.
Semua informan mengetahui bahwa tujuan dan motivasi membaca
al-Qur’an merupakan sebuah ibadah dan sesuatu yang wajib dipelajari
sebagai seorang muslim. Akan tetapi ada beberapa informan yang
menjelaskan tujuan berbeda ketika ditanya “Apa tujuan dan motivasi
Anda ketika membaca al-Qur’an?”.
Berdasarkan tujuan mereka dalam membaca al-Qur’an, penulis
membagi pembaca ke dalam empat kelompok. Kelompok pertama
mereka yang membaca al-Qur’an untuk mendapatkan upah dari orang
tuanya. Sebagaimana yang disampaikan oleh Zidan, bahwa tujuan
membaca selain untuk menghafal dan mengetahui isi al-Qur’an, juga

35
Hafidz Aufa Kamil, Wawancara.
72

“biar dapet duit dari orang tua.” 36 Kelompok kedua, mereka yang
membaca al-Qur’an untuk mencari ketenangan hati. Sebagaimana yang
disampaikan oleh Rengga, bahwa tujuan membaca untuk ketenangan
hati, “agar hati plong.”37
Kelompok ketiga, mereka yang membaca al-Qur’an untuk
menghafal. Sebagaimana yang disampaikan oleh Subarkah, bahwa
“tujuan membaca untuk belajar, menghafal, dan sekaligus menjadi
teladan bagi keluarga sendiri.”38 Kelompok keempat, mereka yang
membaca al-Qur’an untuk mencari keberkahan. Sebagaimana yang
disampaikan oleh Dillah, bahwa “tujuan membaca al-Qur’an semata-
mata untuk ngalap berkah saja.” 39 Senada dengan yang dialami oleh
Tiara, dia diajari ibunya bahwa tujuan membaca al-Qur’an untuk
mencari berkah.40

36
Muhammad Zidan Baihaqi (Santri Kalong di Peternakan Bin Dahlan Depok),
diwawancara oleh Thias Anugrah Bintang P, Depok, 4 Mei 2021, Jawa Barat.
37
Rengga Al-Pandi (Pemilik Peternakan Bin Dahlan Sawangan Baru Depok),
diwawancarai oleh Thias Anugrah Bintang P, Depok, 14 April 2021, Jawa Barat.
38
Subarkah (Santri Kalong di Peternakan Bin Dahlan Depok), diwawancara
oleh Thias Anugrah Bintang P, Depok, 4 Mei 2021, Jawa Barat.
39
Abdillah Mustopa (Pengurus di Peternakan Bin Dahlan Depok), diwawancara
oleh Thias Anugrah Bintang P, Depok, 4 Mei 2021, Jawa Barat.
40
Tiara Andini Ramadhan (Santri di Peternakan Bin Dahlan Depok),
diwawancara oleh Thias Anugrah Bintang P, Depok, 4 Mei 2021, Jawa Barat.
73

2) Intensitas dalam Membaca al-Qur’an

Intensitas Membaca dalam


Seminggu

31%
48% Lebih dari 7 kali
Kurang dari 7 kali
21% 7 kali dalam seminggu

Diagram 4.1: Intensitas Membaca dalam Seminggu41


Sumber: wawancara Penulis dengan Santri dan Ustadz Daarul Mubtadi’in
Peternakan Bin Dahlan.
Bisa dilihat pada diagram 4.1 bahwa dari 29 informan, penulis
membagi intensitas membaca informan menjadi tiga kelompok. Pada
kelompok pertama, ada 31% atau 9 informan yang dalam seminggu
lebih dari 7 kali membaca al-Qur’an. Kelompok kedua ada 21% atau 6
informan yang dalam seminggu kurang dari 7 kali membaca al-Qur’an.
Kelompok ketiga ada 48% atau 14 informan yang dalam seminggu
membaca al-Qur’an sebanyak 7 kali.
Pembaca al-Qur’an yang menjadi informan dari tulisan ini adalah
santri yang sedang belajar kajian al-Qur’an dan ilmu-ilmu lainnya di
Pondok Pesantren Daarul Mubtadi‘in. Baik santri yang menetap,
maupun santri yang pulang pergi. Berdasarkan pertanyaan “Berapa kali

41
Diolah dari hasil wawancara penulis dengan informan yang ada di
Peternakan Bin Dahlan
74

Anda membaca al-Qur’an dalam sehari?” yang penulis tanyakan,


kebanyakan dari mereka memiliki kebiasaan membaca al-Qur’an lebih
dari tujuh kali dalam seminggu.
Dari hasil observasi dan pertanyaan di atas, penulis mengetahui
kompetensi mereka dalam membaca al-Qur’an dan membaginya ke
dalam tiga kelompok: 1) Bacaan baik, 2) bacaan sedang, 3) bacaan
kurang. Karena semua pembaca yang menjadi informan dalam tulisan
ini adalah santri, maka kompetensi bacaan mereka cenderung antara
sedang dan baik, hanya beberapa pembaca yang kompetensi bacaannya
kurang karena masih proses melancarkan bacaan. Terlebih lagi, banyak
di antara mereka yang mengkhususkan diri membaca al-Qur’an untuk
menghafalkannya.
Kelompok yang memiliki kemampuan bacaan baik mewajibkan
satu hari harus membaca al-Qur’an lebih dari sekali atau minimal sehari
sekali. Sebagaimana yang dikatakan oleh Ustaz Jajang, bahwa “dalam
sehari kadang bisa baca al-Qur’an lebih dari dua kali dan ga pernah
ngitungin si saya mah.”42 Dinda mengatakan, bahwa “sehari wajib satu
kali, kadang dua kali kalau lagi pengen.” 43 Penulis melihat pada
kelompok ini, membaca al-Qur’an sudah dijadikan sebagai suatu
kebutuhan yang harus dijalani sehari-hari.
Kelompok yang memiliki kemampuan bacaan sedang mereka
yang masih terus belajar dan mengasah kelancaran dalam membaca al-
Qur’an. Mereka mewajibkan membaca al-Qur’an sehari sekali. Di
peternakan Bin Dahlan mewajibkan satu hari sekali membahas pelajaran

42
Jajang Mukhtar (Ustadz di Peternakan Bin Dahlan Depok), diwawancara
oleh Thias Anugrah Bintang P, Depok, 14 April 2021, Jawa Barat.
43
Adinda Hanifah (Santri Kalong di Peternakan Bin Dahlan Depok),
diwawancara oleh Thias Anugrah Bintang P, Depok, 4 Mei 2021, Jawa Barat.
75

tentang al-Qur’an, mulai dari baca, tulis, serta tafsirannya.44 Kelompok


yang memiliki bacaan kurang, mereka yang masih baru masuk dan baru
mulai belajar baca tulis al-Qur’an. Faktor lain yang penulis dapatkan
ketika observasi, ada seseorang anak punk yang mulai berhijrah setahun
belakangan. Dia mulai masuk Pondok Pesantren Daarul Mubtadi‘in
yang ada di Peternakan Bin Dahlan baru setahun belakangan karena
diajak oleh sang pemilik peternakan. Dia mewajibkan membaca al-
Qur’an setelah Shalat Ashar bersama ustaz yang ada di pondok.45
Menurut penulis, banyak faktor yang mempengaruhi intensitas
pembaca al-Qur’an. Bagi mereka yang meniatkan untuk menghafal,
akan semakin sering berinteraksi dengan al-Qur’an. Bagi mereka yang
meniatkan untuk ibadah, akan menjadikan kegiatan membaca al-Qur’an
sebagai suatu kebutuhan sehari-hari. Kelompok terakhir adalah mereka
yang menjadikan kegiatan membaca al-Qur’an sebagai penggugur
kewajiban sebagai seorang muslim dan temuan penulis ada beberapa
informan yang mengharapkan upah dari kegiatan membaca al-Qur’an.
3) Pemahaman atas al-Qur’an
Seperti yang penulis telah jelaskan sebelumnya tentang intensitas
santri dalam membaca al-Qur’an, dengan lingkungan Pondok Pesantren
yang mewajibkan santri aktif untuk membaca dan mempelajari ilmu-
ilmu al-Qur’an. Sehingga menghasilkan pemahaman santri atas
kandungan yang ada di dalam al-Qur’an. Sebagaimana bisa kita lihat
pada diagram di bawah ini :

44
Halilintar Jagad Fadhilah (Santri di Peternakan Bin Dahlan Depok),
diwawancara oleh Thias Anugrah Bintang P, Depok, 4 Mei 2021, Jawa Barat.
45
Ibnu Daelami Utufi (Santri di Peternakan Bin Dahlan Depok),
diwawancara oleh Thias Anugrah Bintang P, Depok, 4 Mei 2021, Jawa Barat.
76

Pemahaman Santri atas al-Qur'an

7% Pedoman dan petunjuk


hidup
27%
52% Kisah-kisah terdahulu

14% Sumber pokok ajaran Islam

Tidak ada

Diagram 4.2: Pemahaman Santri atas al-Qur’an46


Sumber: wawancara Penulis dengan Santri dan Ustadz Daarul Mubtadi’in
Peternakan Bin Dahlan.
Pada diagram di atas dapat dilihat, bahwa dari 29 orang santri dan
ustaz Daarul Mubtadi’in yang penulis wawancara ada yang
memahami/menjawab tentang yang mereka pahami dari al-Qur’an, ada
juga yang tidak paham atas al-Qur’an tersebut. Informan yang
mengetahui isi kandungan al-Qur’an ada 27 orang yang mengetahui
bahwa al-Qur’an berisi pedoman dan petunjuk hidup, kisah-kisah
terdahulu, dan sumber pokok ajaran Islam. 2 orang informan tidak
mengetahui atau memahami isi kandungan al-Qur’an dan memilih tidak
menjawab karena masih tergolong muda dan belum mengerti apa-apa.47
Pertama, al-Qur’an dipahami sebagai pedoman atau petunjuk
kehidupan. Petunjuk dan pedoman menjadi jawaban teratas ketika

46
Diolah dari hasil wawancara penulis dengan informan yang ada di
Peternakan Bin Dahlan
47
Data diperoleh dari hasil wawancara penulis pada tanggal 14 April 202,
Jawa Barat.
77

penulis bertanya “Apa yang Anda pahami tentang isi al-Qur’an?” Ada
52% atau 15 informan memahami kandungan al Qur’an dengan
demikian.48 Sebagaimana yang dikatakan oleh Dillah ketika penulis
bertanya tentang pemahaman tentang al-Qur’an, dia menjawab bahwa
“ya pedoman kita hidup al-Qur’an mah, mau berpedoman apalagi selain
al-Qur’an”.49 Rengga menambahkan bahwa “salah satu pedoman kita ya
al-Qur’an dan Sunah.”50
Kemudian menurut Afita seorang santri putri, bahwa “al-Qur’an
adalah pedoman hidup dan sumber rujukan pertama umat Islam”51
Zainal menambahkan bahwa “yang berarti al-Qur’an memberi tuntunan
kepada kita dari mulai kita melek mata sampai tutup mata. 24 jam dalam
sehari kehidupan kita udah ada tuntunannya di al-Qur’an saking lengkap
dan baiknya Allah tuh”52
Dengan demikian dari jawaban mereka berempat di atas dapat
ditarik benang merahnya bahwa isi kandungan al-Qur’an merupakan
pedoman atau petunjuk bagi kehidupan sehari-hari khususnya umat
Islam. Al-Qur’an juga merupakan kitab rujukan pertama orang islam.
Al-Qur’an pun menjelaskan dalam Qs. āl-Imrān/ 03: 138 dan Qs. al-
Naḥl/ 16: 89 Allah berfirman:

‫ني‬ ِ ِ ِ ِ ‫ََٰه َذا بَيَا ٌن لِلن‬


َ ‫َّاس َو ُه ًدى َوَم ْوعظَةٌ ل ْل ُمتَّق‬
“(Al Quran) ini adalah penerangan bagi seluruh manusia, dan
petunjuk serta pelajaran bagi orang-orang yang bertakwa.”(Qs. al-
Imrān/ 03: 138)53

48
Bisa dilihat pada Diagram 4.2
49
Abdillah Mustopa, Wawancara.
50
Rengga Al-Pandi, Wawancara.
51
Afita Maharani (Santri di Peternakan Bin Dahlan Depok), diwawancara
oleh Thias Anugrah Bintang P, Depok, 4 Mei 2021, Jawa Barat.
52
Muhammad Zainal Muttaqin (Santri di Peternakan Bin Dahlan Depok),
diwawancara oleh Thias Anugrah Bintang P, Depok, 4 Mei 2021, Jawa Barat.
53
Lajnah Pentashihan Mushaf, al-Qur’an dan Terjemahnya, 67.
78

‫يدا َعلَ َٰى ََٰه ُؤَال ِء‬


ً ‫ك َش ِه‬ َ ِ‫يدا َعلَْي ِهم ِم ْن أَن ُف ِس ِه ْم َوِجْئ نَا ب‬
ً ‫ث ِِف ُك ِل أ َُّم ٍة َش ِه‬ُ ‫َويَ ْوَم نَْب َع‬
ِِ ِ ٍ ِ ً ‫ك الْكِتَاب تِب ي‬
َ ‫اَن ل ُك ِل َش ْيء َو ُه ًدى َوَر ُْحَةً َوبُ ْشَر َٰى للْ ُم ْسلم‬
‫ني‬ َْ َ َ ‫َونََّزلْنَا َعلَْي‬
“(Dan ingatlah) akan hari (ketika) Kami bangkitkan pada tiap-tiap
umat seorang saksi atas mereka dari mereka sendiri dan Kami
datangkan kamu (Muhammad) menjadi saksi atas seluruh umat
manusia. Dan Kami turunkan kepadamu Al Kitab (Al Quran)
untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan
kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri.” (Qs. al-Naḥl/
16: 89)54
Kedua, al-Qur’an dipahami sebagai kitab yang mengandung
kisah-kisah terdahulu. Maksudnya adalah al-Qur’an banyak membahas
tentang kisah-kisah yang terjadi pada Nabi-nabi dan umat terdahulu
yang bisa kita ambil hikmah atau pelajarannya untuk kehidupan dimasa
sekarang. 14% atau 4 informan memahami kandungan al-Qur’an dengan
demikian.55 Sebagaimana yang dikatakan Subarkah, bahwa “al-Qur’an
merupakan pedoman hidup dan pembelajaran untuk diri sendiri dan
keluarga. Karena didalamnya mengandung hukum-hukum untuk
menjalani kehidupan. Banyak juga kisah-kisah umat terdahulu yang bisa
kita ambil hikmahnya agar kita ga serakah, selalu bersyukur sama yang
sudah Allah kasih.”56 Selanjutnya Ihya mencontohkan kisah yang bisa
diambil pelajaran “al-Qur’an mengandung hukum, kisah-kisah, dan
pelajaran untuk menjalani kehidupan di dunia dan akhirat. Misalnya
kisah Nabi Ibrahim tentang pengorbanannya menyembelih anaknya
Nabi Ismail sebagai wujud ketaatan sama perintah Allah.”57
Senada dengan mereka, Mira dan Anita juga berpendapat bahwa
al-Qur’an berisi kisah-kisah terdahulu untuk pembelajaran kita dimasa

54
Lajnah Pentashihan Mushaf, al-Qur’an dan Terjemahnya, 277.
55
Bisa lihat pada Diagram 4.2
56
Subarkah, Wawancara.
57 Ihya Ulumuddin, Wawancara.
79

sekarang. Dari jawaban mereka berempat sudah bisa kita ambil benang
merahnya bahwa al-Qur’an mengandung banyak hukum-hukum dan
kisah-kisah Nabi terdahulu yang bisa kita ambil hikmah dan
pelajarannya. Bahkan al-Qur’an merupakan penyempurna dari kitab-
kitab yang turun sebelumnya. Sebagaimana dalam firman Allah Qs. al-
Imrān/ 03: 184.

َ ِ‫ب ُر ُسلٌ ِمن قَ ْبل‬


‫اب الْ ُمنِ ِري‬
ِ َ‫الزبُِر والْكِت‬ ِ ِ ِ ِ َ ُ‫فَإِن َك َّذب‬
َ ُّ ‫ك َجاءُوا ِبلْبَ ينَات َو‬ َ ‫وك فَ َق ْد ُكذ‬
“Jika mereka mendustakan kamu, maka sesungguhnya rasul-rasul
sebelum kamu pun telah didustakan (pula), mereka membawa
mukjizat-mukjizat yang nyata, Zabur dan kitab yang memberi
penjelasan yang sempurna.” (Qs. al-Imrān/ 03: 184)58
Allah juga menjelaskan kisah-kisah terdahulu seperti kisah
tongkat Nabi Musa dalam Qs. Ṭāhā/ 20: 77-78 dan Qs. al-Syu‘arā/ 26:
60-66 yang berbunyi:

‫ب َِلُْم طَ ِري ًقا ِِف الْبَ ْح ِر يَبَ ًسا َّال‬ ِ ‫ولََق ْد أَوحي نَا إِ َ ََٰل موسى أَ ْن أَس ِر بِعِب‬
ْ ‫اض ِر‬
ْ َ‫ادي ف‬ َ ْ َٰ َ ُ َْ ْ َ
ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ
‫اف َد َرًكا َوَال ََتْ َش َٰى فَأَتْ بَ َع ُه ْم فْر َع ْو ُن ِبُنُوده فَغَشيَ ُهم م َن الْيَِم َما َغشيَ ُه ْم‬
ُ َ‫ََت‬
“Dan sesungguhnya telah Kami wahyukan kepada Musa:
"Pergilah kamu dengan hamba-hamba-Ku (Bani Israil) di malam
hari, maka buatlah untuk mereka jalan yang kering dilaut itu,
kamu tak usah khawatir akan tersusul dan tidak usah takut (akan
tenggelam). Maka Fir'aun dengan bala tentaranya mengejar
mereka, lalu mereka ditutup oleh laut yang menenggelamkan
mereka.” (Qs. Ṭāhā/ 20: 77-78)59
َ َ‫وس َٰى إِ ََّن لَ ُم ْد َرُكو َن ق‬ ِ ‫اْلمع‬ ِ
‫ال‬ َ ‫اب ُم‬
ُ ‫َص َح‬ ْ ‫ال أ‬ َ َ‫ان ق‬ َ ْ َْ ‫ني فَلَ َّما تَ َراءَى‬ َ ‫وهم ُّم ْش ِرق‬ ُ ُ‫فَأَتْ بَ ع‬
ْ ‫وس َٰى أ َِن‬ ِ ِ
ۖ‫اك الْبَ ْح َر‬ َ‫ص‬ َ ‫اض ِرب بِ َع‬ َ ‫َك َّالۖ إِ َّن َمع َي َرِِب َسيَ ْهدي ِن فَأ َْو َحْي نَا إِ َ ََٰل ُم‬
ِ ِ ٍِ
ُ‫وس َٰى َوَمن َّم َعه‬
َ ‫ين َوأَجنَْي نَا ُم‬َ ‫فَان َفلَ َق فَ َكا َن ُكلُّ فْرق َكالطَّْود الْ َعظي ِم َوأ َْزلَْفنَا ََثَّ ْاْل َخ ِر‬
ِ ْ‫أ‬
َ ‫ني َُثَّ أَ ْغَرقْ نَا ْاْل َخ ِر‬
‫ين‬ َ ‫َْجَع‬

58
Lajnah Pentashihan Mushaf, al-Qur’an dan Terjemahnya, 74.
59
Lajnah Pentashihan Mushaf, al-Qur’an dan Terjemahnya, 317.
80

“Maka Fir'aun dan bala tentaranya dapat menyusuli mereka di


waktu matahari terbit. Maka setelah kedua golongan itu saling
melihat, berkatalah pengikut-pengikut Musa: Sesungguhnya kita
benar-benar akan tersusul. Musa menjawab: Sekali-kali tidak akan
tersusul; sesungguhnya Tuhanku besertaku, kelak Dia akan
memberi petunjuk kepadaku. Lalu Kami wahyukan kepada Musa:
Pukullah lautan itu dengan tongkatmu. Maka terbelahlah lautan itu
dan tiap-tiap belahan adalah seperti gunung yang besar. Dan di
sanalah Kami dekatkan golongan yang lain. Dan Kami selamatkan
Musa dan orang-orang yang besertanya semuanya. Dan Kami
tenggelamkan golongan yang lain itu.” (Qs. al-Syu‘arā/ 26: 60-
66)60
Ketiga, al-Qur’an dipahami sebagai kitab yang berisi sumber-
sumber pokok ajaran Islam. Informan yang menjawab al-Qur’an
mengandung sumber ajaran pokok ada 27% atau 8 orang. 61 Penulis
mengklasifikasikan jawaban informan yang bervariatif menjadi sumber-
sumber ajaran pokok, seperti jawaban Jajang, bahwa “segalanya ada di
al-Qur’an. al-Qur’an juga berisi tatanan atau aturan agar kita bisa
selamat dunia akhirat. Membahas sesuatu yang gaib kaya pahala, dosa,
bagaimana kita nanti ketika badan dan ruh kita sudah berpisah dari
badan, surga, neraka, dan lainnya.” 62 Senada dengan Jajang, Wais juga
menambahkan, bahwa “al-Qur’an merupakan petunjuk dan sumber
ajaran Islam, segala masalah dibahas dalam al-Qur’an dari penciptaan
manusia dari segumpal darah sampai bisa jadi kaya kita berbentuk
manusia gini. Ibaratnya dari penciptaan kita sampai kita mati nanti
sudah dikasi gambarannya di al-Qur’an.63
Selaras dengan mereka berdua, Naufal, Fajar, Aufa, Insan, Vito,
dan Dinda berpendapat bahwa al-Qur’an berisikan tatanan atau aturan

60
Lajnah Pentashihan Mushaf, al-Qur’an dan Terjemahnya, 369.
61
Bisa lihat pada Diagram 4.2
62
Jajang Mukhtar, Wawancara.
63
Wais al-Khorni (Santri di Peternakan Bin Dahlan Depok), diwawancara
oleh Thias Anugrah Bintang P, Depok, 4 Mei 2021, Jawa Barat.
81

keselamatan dunia akhirat, membahas sesuatu yang gaib, dan


penciptaan manusia. Sebagaimana firman-Nya dalam Qs. Ghāfir/ 40:
39-40.

‫اْلَيَاةُ الدُّنْيَا َمتَاعٌ َوإِ َّن ْاْل ِخ َرةَ ِه َي َد ُار الْ َقَرا ِر َم ْن َع ِم َل َسيِئَةً فَ َال‬ ِ ‫َيقَوِم إََِّّنَا ه‬
ْ ِ‫َٰذه‬
َ ْ َ
ِ
‫ك يَ ْد ُخلُو َن‬َ ِ‫صاْلًا ِمن ذَ َك ٍر أ َْو أُنثَ َٰى َو ُه َو ُم ْؤِم ٌن فَأُولََٰئ‬ ِ ِ
َ ‫ُُْي َز َٰى إَِّال مثْ لَ َهاۖ َوَم ْن َعم َل‬
ٍ ‫اْلَنَّةَ يُرَزقُو َن فِ َيها بِغَِْري ِحس‬
‫اب‬ َ ْ ْ
“Hai kaumku, sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah
kesenangan (sementara) dan sesungguhnya akhirat itulah negeri
yang kekal. Barang siapa mengerjakan perbuatan jahat, maka dia
tidak akan dibalas melainkan sebanding dengan kejahatan itu. Dan
barang siapa mengerjakan amal yang saleh baik laki-laki maupun
perempuan sedang ia dalam keadaan beriman, maka mereka akan
masuk surga, mereka diberi rezeki di dalamnya tanpa hisab.” (Qs.
Ghāfir/ 40: 39-40)64
Sebagaimana Allah telah menjelaskan sesuatu yang gaib dalam
firman-Nya Qs. al-Naml/ 27: 65, Qs. al-Naḥl/ 16: 77, dan Qs. Maryam/
19: 61 yang berbunyi:

َّ ‫ب إَِّال‬ ِ ‫السماو‬
‫اَّللُۖ َوَما يَ ْشعُُرو َن أ َََّي َن يُْب َعثُو َن‬ ِ ‫ات َو ْاأل َْر‬
َ ‫ض الْغَْي‬ َ َ َّ ‫قُل َّال يَ ْعلَ ُم َمن ِِف‬
“Katakanlah: "Tidak ada seorang pun di langit dan di bumi yang
mengetahui perkara yang gaib, kecuali Allah", dan mereka tidak
mengetahui bila mereka akan dibangkitkan.” (Qs. al-Naml/ 27:
65)65
ِ ‫الس‬ ِ ‫السماو‬ ِِ
ۖ‫ب‬ َ َ‫اعة إَِّال َكلَ ْم ِح الْب‬
ُ ‫ص ِر أ َْو ُه َو أَقْ َر‬ ِ ‫ات َو ْاأل َْر‬
َ َّ ‫ضۖ َوَما أ َْم ُر‬ َ َ َّ ‫ب‬ ُ ‫َو ََّّلل غَْي‬
‫اَّللَ َعلَ َٰى ُك ِل َش ْي ٍء قَ ِد ٌير‬
َّ ‫إِ َّن‬
“Dan kepunyaan Allah-lah segala apa yang tersembunyi di langit
dan di bumi. Tidak adalah kejadian kiamat itu, melainkan seperti
sekejap mata atau lebih cepat (lagi). Sesungguhnya Allah Maha
Kuasa atas segala sesuatu.” (Qs. al-Naḥl/ 16: 77)66
‫بۖ إِنَّهُ َكا َن َو ْع ُدهُ َمأْتِيًّا‬ ِ ‫جن‬
َ َ‫ُحَ ُن عِب‬
ِ ‫ادهُ ِِبلْغَْي‬ َّ ‫َّات َع ْد ٍن الَِِّت َو َع َد‬
َٰ ْ ‫الر‬ َ
64
Lajnah Pentashihan Mushaf, al-Qur’an dan Terjemahnya, 471.
65
Lajnah Pentashihan Mushaf, al-Qur’an dan Terjemahnya, 383.
66
Lajnah Pentashihan Mushaf, al-Qur’an dan Terjemahnya, 275.
82

“Yaitu surga 'Adn yang telah dijanjikan oleh Tuhan Yang Maha
Pemurah kepada hamba-hamba-Nya, sekalipun (surga itu) tidak
tampak. Sesungguhnya janji Allah itu pasti akan ditepati.” (Qs.
Maryam/ 19: 61)67
Allah juga menjelaskan penciptaan manusia dalam firman-Nya
Qs. al-Mu‘minun/ 23: 12-14, yang berbunyi:

ٍ ِ‫ني َُثَّ َج َعلْنَاهُ نُطْ َفةً ِِف قَرا ٍر َّمك‬


‫ني َُثَّ َخلَ ْقنَا‬ ٍ ‫اْلنسا َن ِمن ُس َاللٍَة ِمن ِط‬ ِ
َ َ ْ ‫َولََق ْد َخلَ ْقنَا‬
‫ضغَةَ عِظَ ًاما فَ َك َس ْوََن الْعِظَ َام َْلْ ًما‬ ْ ‫ضغَةً فَ َخلَ ْقنَا الْ ُم‬
ْ ‫النُّطْ َفةَ َعلَ َقةً فَ َخلَ ْقنَا الْ َعلَ َقةَ ُم‬
‫ني‬ ِِ ْ ‫اَّلل أَحسن‬
َ ‫اْلَالق‬ ُ َ ْ َُّ ‫آخ َرۖ فَتَ بَ َار َك‬ َ ‫َنشأ ََْنهُ َخلْ ًقا‬ َ ‫َُثَّ أ‬
“Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu
saripati (berasal) dari tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu
air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim).
Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu
segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal
daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu
Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia
makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha sucilah Allah,
Pencipta Yang Paling Baik.” (Qs. al-Mu‘minun/ 23: 12-14)68
Dengan demikian pemahaman pengurus dan santri Pondok
Pesantren Daarul Mubtadi’in Peternakan Bin Dahlan sangatlah
bervariatif, kelompok pertama mereka yang memahami al-Qur’an
sebagai pedoman dan petunjuk, kelompok kedua mereka yang
memahami al-Qur’an berisikan kisah-kisah umat terdahulu sekaligus
penyempurna kitab-kitab sebelumnya, kelompok ketiga mereka yang
memiliki pemahaman bahwa al-Qur’an berisi sumber-sumber pokok
ajaran Islam.
Seperti yang sudah dijelaskan di atas tentang latar belakang
informan di atas yang semuanya adalah santri. Semua informan
memiliki pemahaman mengenai kesucian al-Qur’an dengan sejumlah

67
Lajnah Pentashihan Mushaf, al-Qur’an dan Terjemahnya, 309.
68
Lajnah Pentashihan Mushaf, al-Qur’an dan Terjemahnya, 342.
83

argumen yang mereka sebutkan, dan mereka pun memperlakukan al-


Qur’an sebagai sesuatu yang disucikan sehingga mengupayakan diri
mereka dalam keadaan suci saat berinteraksi dengan al-Qur’an.
B. Manfaat Khataman
Tabel 4.4: Manfaat Khataman69
Manfaat Khataman
No Jenis Hasil
. Langsung Berkala Istiqomah
(T1) (T2) (T3)
1. Rasional - Bacaan - Berkumpul - Bermanfaat
lancar dengan buat orang
- Silaturahm orang- lain
i orang - Sadar diri
- Hafal soleh ketika salah
- Merasakan - Mendapat dalam
suasana banyak membaca
pesantren pengalama - Dipanggil
- Ilmu n untuk
- Makanan - Banyak ceramah
- Upah kenal - Bisa menjadi
orang baru imam dan
- Mengetahu khotib
i makna
ayat
2. Irrasiona - Ketenanga - Mendapatka
l n hati n ide ketika
- Tidak mengerjakan
penat tugas
- Konsentras - Dijauhakn
i dari hal-hal
meningkat negatif
- Pahala - Sembuh dari
penyakit

69
Diolah dari hasil wawancara penulis dengan informan yang ada di
Peternakan Bin Dahlan
84

- Kemudaha - Berkah
n dalam hidup
berdagang - Mendapat
perlidungan
Allah
- Merasa
selalu
diawasi oleh
Allah
- Menjadi
sosok yang
baik, ikhlas,
dan sabar
- Banyak
kemudahan
yang didapat
- Kemudahan
dalam
mendapat
pekerjaan
- Rezeki
lancar
- Menemukan
jalan keluar
ketika ada
masalah
- Mendpatkan
ampunan
atas dosa
- Mendapat
pengahargaa
n
Manfaat Manfaat tidak langsung
langsung
Tabel 4.2 di atas adalah gambaran apa yang dirasakan oleh
peserta khataman al-Qur’an yang merupakan manfaat dari berinteraksi
dengan al-Qur’an. Penulis membaginya ke dalam dua jenis, rasional dan
irasional.
85

Rasional maksudnya adalah manfaat yang masuk akal. Seperti


ketika seseorang mengikuti acara khataman, maka manfaat logisnya
adalah bacaannya semakin lancar dan silaturahmi semakin erat.
Irasional maksudnya adalah kebalikan dari rasional, yakni tidak logis.
Seperti ketika seseorang mengikuti acara khataman, dia merasa hatinya
tenang, tidak merasa penat, kemudahan rezeki, dan perasaannya lainnya.
Selanjutnya manfaat dibagi menjadi tiga tingkatan. Tingkatan pertama
(T1) adalah hasil langsung, tingkatan kedua (T2) adalah hasil setelah
mengikuti khataman secara berkala, dan yang terakhir adalah tingkatan
tiga (T3) adalah hasil yang didapat ketika sudah mengikuti secara
Istiqomah dalam jangka waktu yang lama.
Untuk memudahkan dalam pembahasan, penulis membagi tiga
hasil tingkatan tadi ke dalam dua manfaat. Manfaat pertama adalah
manfaat langsung dan kedua adalah manfaat tidak langsung. Manfaat
langsung terdapat pada tingkatan pertama (T1) dan manfaat tidak
langsung yang terdapat di kolom tingkatan kedua (T2) dan ketiga (T3).
1. Manfaat Langsung
Manfaat langsung adalah manfaat yang langsung didapat ketika
melakukan sesuatu. Dalam tabel 4.2 di atas dapat dilihat bahwa manfaat
langsung hanya bersifat rasional, artinya manfaat langsung ketika
melakukan khataman adalah sesuatu yang logis dan wajar. Seperti
ketika penulis bertanya kepada Haikal perihal manfaat yang dirasakan
ketika mengikuti khataman, ia menjawab “Jadi yang gue dapat itu
bacaan gue semakin jelas dan lancar. Karena metode di sini kan satu
orang baca terus kalo salah dikasih tau.” 70

70
Haikal, Wawancara.
86

Temuan lainnya penulis dapatkan ketika bertanya kepada Ihya, ia


berkata:
“Tujuan saya mengikuti acara ini, saya bisa merasakan suasana
pesantren, dan itu saya temukan ditempat ini. Rasa rindu kangen
sama dunia pesantren dan suasananya. Terus di sini kita dibetulin
bacaannya, jadi ketika nanti bacaan kita dibutuhkan menjadi imam
atau khatib semacamnya kita tuh sadar diri dalam arti ketika kita
salah, kita tau diri kita salah karena apa? karena kita sering
dibenarkan ketika bacaan kita salah dan itu akan terus merubah
mindset tetang al-Qur’an dan terbuka terhadap kesalahan-
kesalahan kita.”71
Dari jawaban mereka berdua penulis memahami bahwa, hasil
langsung dari khataman adalah bacaan semakin jelas dan lancar, karena
pada acara khataman ini bukan hanya sekedar baca tetapi tetap diawasi
oleh ustaz dan kawan-kawan yang mempunyai hafalan. Jadi, ketika ada
salah akan dibenarkan. Itu merupakan hal yang sangat positif, penulis
sependapat dengan jawaban Ihya bahwa ketika kita terima dan mau
belajar atas kesalahan bacaan, maka itu akan terus merubah mindset
tentang al-Qur’an dan terbuka atas kesalahan-kesalahan.
Evan seorang yang mengikuti khataman ini berniat untuk
memperkuat hafalan, ia berkata bahwa “Karena emang gue lagi fokus
ke Qur’an jadi manfaat ikut khataman di sini buat nguatin hafalan gue
dan bantu banget buat masalah belajar gue jadi cepet paham. Jadi
khataman ini jadi sarana gue buat murajaah.” 72 Walaupun jawaban Evan
mengandung dua sifat, tetapi Evan menyebutkan manfaat pertama dari
mengikuti khataman di sini adalah untuk memperkuat hafalannya.
Menurut penulis itu merupakan manfaat langsung yang didapat ketika
kita berinteraksi langsung dengan al-Qur’an.

71
Ihya Ulumuddin (Santri di Peternakan Bin Dahlan Depok), diwawancara
oleh Thias Anugrah Bintang P, Depok, 29 Juni 2021, Jawa Barat.
72
Evan Syauri, Wawancara
87

Tidak hanya pada santri putra, penulis juga menanyakan


pertanyaan demikian kepada santri putri, Asrti menjawab bahwa
“Manfaat langsungnya senang bisa kumpul-kumpul sama temen-temen
setelah beberapa hari sekolah mumet banyak tugas. Abis khataman juga
biasanya makan-makan sambil ngobrol satu sama lain denga teman,
guru, kaya curhat aja gt ka.” 73 Selaras dengan jawaban Afita, Rengga
yang mempunyai peternakan Bin Dahlan mengatakan, bahwa “Kegiatan
ini bermanfaat baik terutama silaturahmi dengan para kiai, habaib,
sampai dengan para preman yang ikut.”74
Hasil lainnya penulis temukan pada jawaban Afita dan Rengga,
mereka berdua menyebutkan bahwa hasil langsung yang mereka
rasakan adalah silaturahmi dan makan-makan. Dalam suatu acara sudah
otomatis mengandung silaturahmi, apalagi untuk acara khataman yang
diselenggarakan Peternakan Bin Dahlan. Makan-makan adalah kegiatan
terakhir setelah rangkaian acara selesai.
Dari jawaban mereka semua di atas, penulis mengambil benang
merahnya bahwa manfaat langsung ketika kita mengikuti acara
khataman adalah bacaan lancar, dapat merasakan suasana pesantren,
hafalan semakin kuat, silaturahmi, dan mendapat makan. Semua
manfaat langsung di atas termasuk yang bersifat rasional atau logis.
2. Manfaat Tidak Langsung
Manfaat tidak langsung adalah manfaat yang memerlukan
interaksi secara berterus-terus, di sini penulis menyebutnya dengan
istilah berkala (T2) dan Istiqomah (T3). Bisa dilihat pada tabel 4.4 kedua
tingkatan memiliki sifat rasional dan irasional. Artinya para peserta

73
Siti Astini, Wawancara.
74
Rengga al-Pandi, Wawancara.
88

yang mengikuti khataman di Peternakan Bin Dahlan mendapatkan


manfaat yang sangat beragam baik yang logis dan tidak logis.
Pertama, pada tingkatan 2 penulis menyebutnya hasil berkala.
Seseorang bisa merasakan hasil tingkatan 2 setelah tuntas dan
mendapatkan manfaat pada tingkatan pertama. Penulis mendapatkan
jawaban yang bersifat rasional seperti mendapat banyak pengalaman,
mengenal banyak orang baru, berkumpul dengan orang-orang saleh,
mengetahui makna ayat, dan lain-lain. Penulis mengklasifikasikan
jawaban-jawaban tersebut pada tingkatan 2 karena hasil tersebut bisa
didapat ketika seseorang secara terus menerus mengikuti kegiatan
khataman.
Seperti jawaban dari Tifah, bahwa “Manfaat lainnya adalah bisa
ketemu orang-orang saleh dan solehah, bisa belajar dari mereka, dan
otomatis menambah banyak wawasan keagamaan dari tausiah yang
mereka sampaikan.”75 Berbeda dengan jawaban Tifah, penulis
menanyakan hal demikian kepada seorang ustaz sekaligus pengurus
yang ada di Peternakan Bin Dahlan yang biasa dipanggil aa Zaenal,
bahwa “Manfaat dari mengikuti khataman di sini, selain bisa
memperlancar bacaan saya juga bisa mengetahui makna ayat-ayat
tertentu”
Kemudian penulis Kembali menggali jawaban dari aa Zaenal
tentang makna ayat yang dimaksud, ia menambahkan:
“Misalnya nih a, khataman di sini kan pasti acaranya besar dan
juga setiap acara di sini mempunyai tema atau hajat yang
dimaksud. Banyak manggil ustadz, habaib, kiai dan mereka semua
pasti memberikan mauizah hasanahnya dengan pedoman ayat-
ayat al-Qur’an. Disitu saya belajar mengetahui makna ayat yang

75
Tifah (Santri di Peternakan Bin Dahlan Depok), diwawancara oleh Thias
Anugrah Bintang P, Depok, 29 Juni 2021, Jawa Barat.
89

dimaksud. Kalo lagi berkenaan dengan hari raya Idul Adha kan
pasti yang ceramah bawain ayat-ayat tentang tema tersebut. Itu
contohnya kurang lebih.”76
Penulis memahami, mendapatkan manfaat sampai mengetahui
makna ayat tidak mungkin dilakukan dengan sekali atau dua kali
mengikuti kegiatan khataman di sini.
Selanjutnya adalah manfaat yang bersifat irasional atau tidak
logis. Seperti ketenangan hati, tidak penat, konsentrasi meningkat,
mendapatkan pahala, kemudahan dalam berdagang. Logisnya orang
membaca al-Qur’an pasti bacaan semakin lancar. Tetapi ketika penulis
bertanya kepada informan, penulis banyak mendapatkan jawaban yang
berhubungan dengan psikologis dan jawaban teratas adalah ketenangan
hati.
Seperti jawaban Haris e, bahwa “Selama mengikuti khataman jiwa
hati itu lebih adem, tenang, tenteram.”77 Haikal menambahkan,
“manfaat yang gua dapet ketika membaca al-Qur’an yaitu ketenangan
hati.”78 Selain tenang Yusuf juga menambahkan, “ketika abis khataman
juga kaya bahagia, enjoy untuk menjalani keseharian.”79 Menurut Tifah,
“Hati tenang karena kalo fisik aja yang dikasi makan, pasti rohaninya
gersang, jadi kita butuh ngasih makan rohaninya juga. Rohani terisi, hati
jadi tenang.80
Berbeda dengan mereka, Evan yang fokus pada hafalannya
merasakan pengaruh pada konsentrasinya dalam belajar setelah terus-

76
Muhammad Zaenal Muttaqin, Wawancara.
77
Haris e, Wawancara.
78
Haikal, Wawancara.
79
Yusuf Syahmar Andy, Wawancara.
80
Tifah, Wawancara.
90

menerus mengikuti khataman, “konsentrasi gue secara keseluruhan naik


banyak.”81
Jawaban teratas yang penulis temukan adalah ketenangan hati. Hal
ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Eva Nugraha, bahwa
“Membaca al-Qur’an memberikan manfaat pada ketenangan, bisa
menggunakan survei, sepertinya akan menjadi jawaban tertinggi dan
paling popular. Ketenangan baru bisa dirasakan pembaca setelah mereka
berulang kali membaca dan berinteraksi dengan al-Qur’an.”82
Kedua, tingkatan 3 penulis menyebutnya hasil istiqomah. Manfaat
yang dihasilkan pada tingkatan 3 ini merupakan kelanjutan setelah
tuntas mendapatkan hasil pada tingkatan 1 dan 2. Penulis mendapatkan
dua sifat pada hasil tingkatan 3, rasional dan irasional. Bisa dilihat pada
tabel 4.4 jawaban yang termasuk rasional menurut penulis adalah bisa
bermanfaat untuk orang lain. Seperti yang dikatakan pemilik
peternakan, Rengga mengatakan “Ana ngerasa bisa bermanfaat buat
orang lain…”83
Penulis memahami dari apa yang dikatakan Rengga tentang kata
manfaat. Hasil observasi penulis di Peternakan Bin Dahlan, bahwa
Rengga banyak memfasilitasi anak-anak tidak mampu untuk belajar
ilmu agama maupun ilmu lainnya di peternakannya. Anak-anak itu
dijemput dan tinggal di pesantren yang bersebelahan dengan rumah dan
peternakannya. Rengga juga sering mengadakan acara, termasuk
khataman yang menjadi topik penelitian penulis. Itulah yang penulis

81
Evan Syauri, Wawancara.
82
Eva Nugraha, “Ngalap Berkah Qur’an: Manfaat Membaca al-Qur’an Bagi
Para Pembacanya”, Ilmu Ushuluddin, vol.5, no.2 (Juni 2018): 122.
83
Rengga, Wawancara.
91

pahami tentang manfaat yang pemilik peternakan katakan. Menurut


penulis itu adalah manfaat yang bersifat rasional.
Kemudian manfaat lainnya adalah sadar diri ketika salah dalam
membaca. Seperti yang dikatakan oleh Jajang, bahwa “Manfaat yang
saya rasakan setelah rutin ikut khataman di sini jadi kaya ada alarm aja
di badan a pas kita baca, terus bacaan kita salah. Tiba-tiba langsung
berhenti aja dan liat ulang bacaan kita eh bener salah. Jadi kaya ada
alarm aja di badan gitu a setelah rutin khataman.” 84
Dari jawaban mereka berdua penulis penulis mendapatkan hasil
pada tingkatan ketiga yang bersifat logis. Rengga yang merasa
bermanfaat untuk orang lain karena telah membuat wadah untuk orang-
orang khataman, belajar, dan lainnya. Jajang merasa di dalam dirinya
ada alarm untuk mengingatkan ketika salah dalam membaca. Menurut
penulis kedua contoh manfaat itu adalah bersifat rasional.
Pada tabel 4.4 tingkatan 3 yang bersifat irasional mendapatkan
jawaban terbanyak. Berbeda dengan jawaban rasional sebelumnya.
Jawaban yang penulis masukan klasifikasi irasional adalah jawaban-
jawaban yang tidak logis. Seperti mendapatkan ide ketika mengerjakan
tugas, merasa dijaga oleh Allah dari hal-ha negatif, sembuh dari
penyakit, menjadi sosok yang lebih baik, ikhlas, dan sabar, banyak
kemudahan yang didapat, menemukan jalan keluar ketika ada masalah,
rezeki lancar, dan lainnya.
Seperti yang dikatakan oleh Afita, “Sangat terasa keberkahannya
bagi saya setelah rutin mengikuti khataman di sini seperti, rezeki selalu
tercukupi, mengerjakan tugas sekolah ada aja idenya…” 85 Rizki

84
Jajang Mukhtar, Wawancara.
85
Siti Astini, Wawancara.
92

mengatakan, bahwa rezekinya ada aja misalnya dipanggil untuk


ceramah, dan motivasi, ia mengatakan “Di sini saya juga dapet banyak
ilmu-ilmu baru, terkadang juga ada aja orang minta motivasi ke saya dan
dipanggil untuk ceramah…”86
Dari mereka berdua penulis memahami manfaat yang didapat
berupa pengetahuan yang menyebabkan mereka bermanfaat untuk orang
di sekitar. Ketika sudah bermanfaat, otomatis rezeki juga lancar. Seperti
yang dikatakan Rizki bahwa “kadang diamplopin bang, memang niatnya
lillah Cuma kalo udah diamplopin gitu kan mau nolak juga gimana.” 87
Manfaat selanjutnya seperti yang dirasakan oleh Wais, bahwa
“Dengan wasilah al-Qur’an saya tahan sampai sekarang ni
alhamdulillah, banyak yang rese cuma Allah kasih keberanian ke saya
buat sabar, ikhlas, dan ga berhenti buat usaha.88 Jadi Wais adalah salah
satu anak yang sering diganggu oleh seniornya di pesantren yang ada di
peternakan ini.
Rohman ketika penulis tanya tentang manfaat, ia menjawab
“Banyak hal-hal positif yang didapat seperti kemudahan dalam dapet
kerja. Buat perubahan dalam diri jelas ada, kaya merasa selalu diawasi
oleh Allah. Banyak hal-hal negatif yang dijauhin dari kita itu nyata
banget. Intinya hal-hal baik selalu hadir, karena niat dan usaha kita juga
baik.”89 Tifah menambahkan, bahwa “jadi pribadi yang lebih baik,
sabar, ikhlas menerima ketentuan yang udah dikasih oleh Allah.
Manfaat lainnya misalnya ada masalah pertemanan, kerjaan, keluarga,
ketemu aja gitu jalan keluarnya. Paling itu aja si manfaat nyatanya.” 90

86
Rizki, Wawancara.
87
Rizki, Wawancara.
88
Wais al-Khorni, Wawancara.
89
Rohman, Wawancara.
90
Tifah, Wawancara.
93

Penulis memahami manfaat yang Wais, Rohman, dan Tifah


rasakan di atas bisa mereka dapatkan, ketika mereka Istiqomah dalam
kegiatan khataman. Wais yang meminta pertolongan Allah agar diberi
kekuatan untuk tetap sabar ketika diganggu oleh seniornya, Rohman
yang mendapatkan kemudahan dalam mencari kerja, dan Tifah menjadi
pribadi yang baik dan banyak menemukan solusi atas permasalahan
dilingkungannya.
Melihat dari jawaban-jawaban mereka di atas, penulis
mengklasifikasikan manfaat yang mereka rasakan merupakan hasil
Istiqomah mereka dalam mengikuti kegiatan khataman di Peternakan
Bin Dahlan. Manfaat yang mereka rasakan juga bersifat irasional, yang
artinya tidak logis. Sejatinya orang yang membaca al-Qur’an secara
terus menerus akan mendapatkan bacaan yang lancar. Tetapi dalam
temuan penulis di lapangan, orang membaca al-Qur’an mengalami
manfaat-manfaat yang tidak logis.
Dari semua manfaat yang mereka rasakan baik yang langsung
(T1), berkala (T2), dan Istiqomah (T3) adalah baik secara keseluruhan
yang rasional maupun irasional. Penulis tidak menemukan manfaat
negatif akibat mengikuti acara khataman di Peternakan Bin Dahlan.
3. Relasi Tujuan dan Manfaat Khataman pada Pembacanya
Tabel 4.5 di bawah ini ada lah hasil telaah penulis antara tujuan
yang diniatkan informan ketika mengikuti acara khataman dan manfaat
yang dirasakan setelah berulang-ulang mengikuti kegiatan tersebut.
Pada tabel relasi tujuan dan manfaat di bawah ini, penulis membagi dua
pembahasan inti. Pertama, penulis mengklasifikasikan tujuan dan
motivasi informan ke dalam tiga kelompok. Kedua, penulis
94

mengklasifikasikan manfaat yang didapat informan ke dalam tiga


tingkatan.
Tabel 4.5: Relasi Tujuan dan Manfaat bagi Pembaca91
Relasi Tujuan dan Manfaat bagi Pembaca
No. Tujuan Manfaat
Langsung Berkala Istiqomah
(T1) (T2) (T3)
1. Materia - Bacaan - Ketenangan - Rezeki
l lancar hati lancar
- Bisa - Diberi - Ikhlas
berkumpul kemudahan - Mendapat
dengan dalam banyak
teman melakukan pengalama
- Upah sesuatu n
- Kenal dan - Bahagia
akrab - Menjadi
dengan pribadi
orang- yang lebih
orang saleh baik
2 Imateri - sda - sda - Dipanggil
. al untuk
ceramah
- Memperku
at keimanan
- Kemudaha
n dalam
mendapatk
an
pekerjaan

91
Diolah dari hasil wawancara penulis dengan informan yang ada di
Peternakan Bin Dahlan
95

- Merasa
selalu
diawasi
oleh Allah
- Dijauhi dari
hal negatif
3. Spiritua - Bacaan - sda - sda
l Lancar - Mendapatk - Mendapat
- Bisa an ide pertolongan
berkumpul ketika Allah
dengan mengerjaka - Kemudaha
teman n tugas n dalam
- Mendapatk - Mengetahui penyelesaia
an ilmu makna ayat n masalah
- Hafalan - Konsentrasi - Menjadi
semakin meningkat pribadi
kuat - Terharu yang sabar,
ikhlas, dan
selalu
berusaha
- Mempunya
i
lingkungan
yang baik
- Merasa
dekat
dengan
Allah
- Mendapatk
an
ampunan
atas dosa
- Mendapat
penghargaa
n
- Bisa
menjadi
96

imam dan
khatib
Manfaat Manfaat Tidak Langsung
Langsung
Pada pembahasan sebelumnya penulis sudah menjelaskan tentang
klasifikasi tujuan yang diniatkan informan ketika mengikuti kegiatan
khataman di Peternakan Bin Dahlan. Klasifikasi dibagi menjadi tiga
kelompok, material, imaterial, dan spiritual. Selanjutnya pada kolom
manfaat, penulis juga membaginya ke dalam tiga tingkatan manfaat,
langsung, berkala, dan Istiqomah.
Pertama, tujuan informan mengikuti khataman yang bersifat
material. Bisa dilihat pada tabel 4.5, informan yang bertujuan material,
pada tingkatan pertama mendapatkan manfaat seperti bacaan lancar,
bisa berkumpul dengan teman, dan upah. Selanjutnya ketika secara rutin
berulang-ulang mengikuti kegiatan tersebut, maka akan menghasilkan
manfaat pada tingkatan kedua, yakni ketenangan hati, kemudahan dalam
melakukan sesuatu, kenal dan akrab dengan orang-orang saleh.
Kemudian, ketika kegiatan sudah dilakukan secara Istiqomah, maka
akan mendapatkan manfaat pada kolom ketiga, yakni rezeki lancar,
ikhlas, dapat banyak pengalaman, bahagia, menjadi pribadi yang lebih
baik.
Tentu saja telaah penulis berdasarkan hasil wawancara langsung
dengan informan yang ada di Peternakan Bin Dahlan. Seperti yang
rasakan oleh Fadhil, bahwa Fadhil mengikuti kegiatan khataman di sini
bertujuan untuk mendapatkan upah dari orang tuanya. Ketika penulis
bertanya tentang manfaat atau manfaat yang didapat setelah mengikuti
kegiatan ini, Fadhil menjawab “Bacaan ku lancar, hati jadi lebih tenang,
97

rezeki lancar, dan bisa dapat banyak banyak pengalaman.” 92 Dari contoh
di atas penulis menelaah, bahwa tujuan seseorang yang bersifat material,
bisa mendapatkan hasil diluar sesuatu yang sifatnya material, seperti
bacaan lancar, ketenangan hati, mendapat banyak pengalaman, dan lain-
lain.
Kedua, tujuan informan mengikuti khataman yang bersifat
imaterial. Bisa dilihat pada tabel 4.5 di atas, informan yang mengikuti
kegiatan khataman bertujuan imaterial, pada manfaat tingkatan 1 dan 2
mendapatkan manfaat yang sama. Yang membedakan ketika melihat
pada manfaat tingkatan 3. Pada tingkatan 3 penulis mendapatkan
jawaban informan berupa dipanggil untuk ceramah, iman semakin kuat,
kemudahan dalam mendapatkan pekerjaan, kesembuhan penyakit, dan
lain-lain.
Seperti wawancara penulis dengan Tifah, Tifah mengikuti
kegiatan khataman di sini bertujuan untuk sesuatu yang bersifat
imaterial seperti bertemu orang-orang saleh dan solehah dan belajar.
Ketika penulis bertanya soal manfaat dan manfaat yang didapat, Tifah
mengatakan bahwa “Hati tenang karena kan kalo fisik doang yang dikasi
makan pasti jasmaninya gersang jadi kita butuh ngasi makan rohaninya
juga. Rohani terisi, hati jadi tenang. terus jadi pribadi yang lebih baik,
jadi sabar, ikhlas menerima ketentuan yang udah dikasi oleh allah.
Manfaat lain yang dirasakan, mudah dapet kerja alhamdulillah. Terus
misalnya ada masalah pertemanan, kerjaan, keluarga, ketemu aja gitu
jalan keluarnya. Paling itu aja si manfaat nyatanya.” 93

92
Fadhil, wawancara.
93
Tifah, wawancara.
98

Contoh lain penulis dapat dari Yusuf, ia adalah seseorang yang


meniatkan bacaan al-Qur’an untuk kesembuhan keluarganya yang
sedang sakit. Ketika penulis bertanya tentang manfaat dan manfaat yang
didapat, Yusuf menjawab “Manfaat langsung mungkin saya tidak sadar
untuk merasakan, tapi ketika habis khataman hati saya menjadi tenang,
bahagia, enjoy untuk menjalani keseharian. Terus alhamdulillahnya
perlahan ibu saya membaik, tentunya dengan ikhtiar berobat dibarengi
doa dan khataman di sini.”94 Tujuan senada disampaikan juga oleh
Wais, bahwa Wais menceritakan tentang kejadian serangan gaib yang
terjadi pada salah seorang temannya ditempat ini. Ketika itu terjadi
seluruh santri disuruh mengkhatamkan al-Qur’an secara bersama untuk
memohon keselamatan dari hal-hal yang sifatnya negatif. 95
Dari jawaban mereka di atas, penulis mengambil benang
merahnya bahwa, tujuan imaterial seseorang dalam mengikuti khataman
selain akan mendapatkan manfaat yang imaterial, tetapi juga
mendapatkan manfaat material bahkan spiritual.
Ketiga, tujuan informan mengikuti khataman yang bersifat
spiritual. Bisa dilihat pada tabel 4.5 di atas, informan yang mengikuti
kegiatan khataman bertujuan ke arah spiritual pada tingkatan 1 hampir
sama dengan yang didapat pada imaterial, hanya yang membedakan ada
yang mengatakan hasil langsung didapat hafalannya semakin kuat. Pada
tingkatan 2, hasil yang didapat juga tidak jauh berbeda dengan yang
sebelumnya tetapi banyak tambahan yang didapat, seperti mendapatkan
ide ketika mengerjakan tugas, mengetahui makna ayat, konsentrasi
meningkat, terharu.

94
Yusuf Syahmar Andy, wawancara.
95
Wais al-Khorni, wawancara.
99

Pada tingkatan 3, manfaat yang didapat juga tidak jauh berbeda


dengan yang sebelumnya hanya saja banyak tambahan yang didapat
seperti mendapat pertolongan Allah, menjadi pribadi yang ikhlas, sabar,
dan selalu berusaha, mendapat penghargaan, dan lain-lainnya. Rengga
yang memiliki peternakan mempunyai tujuan ngalap berkah, ketika
penulis tanya dentang manfaat yang dirasakan, Rengga menjawab
bahwa “Manfaatnya berkah, rezeki lancar, keluarga tenang, ngerasa bisa
bermanfaat buat orang lain. Selain itu juga bermanfaat baik terutama
silaturahmi dengan para kiai, habaib, sampai dengan para preman.” 96
Kemudian ditegaskan oleh kakakya, Dillah mengatakan bahwa “Insya
Allah berkah semuanya, buat diri sendiri tenang pikiran, dalam
kehidupan sehari-hari ikhlas aja gitu ngejalaninnya, buat usaha
alhamdulillah dah ada aja buat harian, bulanan, dan tahunan.” 97
Rengga dan Dillah bertujuan ngalap berkah dari apa yang dibaca.
Ketika penulis bertanya tentang manfaat yang dirasakan, selain
mendapatkan manfaat spiritual, mereka juga mendapat manfaat material
dan imaterial. Seperti rezeki lancar, dagangan laris untuk jangka harian,
bulanan, tahunan, hati tenang, kemudahan dalam menjalani kehidupan,
dan lain-lainnya. kemudian yang dirasakan oleh Ihya, ia bertujuan
ngalap berkah. Ketika penulis bertanya tentang manfaat yang dirasakan,
Ihya menjawab:
“Bentuk keberkahan dari khataman quran di sini, manfaat-
manfaatnya si sangat banyak. Salah satu manfaat terbaik menurut
saya itu ketika kita khataman quran dengan guru yang memang
ahli Qur’ran masya allah, pertama hati kita tenang, kedua kita
dibetulin bacaan kita, jadi ketika nanti bacaan kita dibutuhkan
menjadi imam atau khatib semacamnya kita tuh sadar diri dalam
arti ketika kita salah, kita tau diri kita salah karna apa? Karna kita
96
Rengga al-Pandi, wawancara.
97
Abdillah, wawancara.
100

sering dibenarkan ketika bacaan kita salah dan itu terun akan
merubah mindset kita tentang al-Qur’an dan terbuka terhadap
kesalahan-kesalahan kita. Apalagi kita tau bersama majelis
khatmul quran keberkahannya bagaimana, ribuan malaikat turun
ketika kita mengkhatamkan al-Qur’an. Hajat-hajat kita Allah
qobul walaupun tidak saat ini, ya mungkin nanti, intinya banyak
kemudahan-kemudahan yang tercipta dikemudian hari. Perubahan
yang paling besar dalam diri saya yaitu tadi, jadi ketika kita salah
dalam bacaan, diri ini tau kalo itu salah. Karna ga semua orang tau
nih kalo dirinya salah, itu nauzubillahi min dzalik jadi
kesalahannya terus mengalir tanpa ada yang membenarkan.
Manfaat duniawi ya ga muluk-muluk, kita butuh apa allah
cukupin, pokoknya hasbunallah wa nikmal wakil aja, Allah rasa,
Allah nilai itu memang hak kita, kita pantas dapatkan itu. Secara
akhirat kita dimudahin dah segala urusan kita. Allah terima dalam
majelis-majelis khatmul Qur’an yang kaya giini betapa beratnya
diluar Ramadhan bisa khatmul Qur’an, berkah dari majelis ini kita
bisa khatam al-Qur’an, paling engga itu menjadi catatan kebaikan
kita kelak.”98
Senada dengan Ihya, ketika penulis bertanya kepada Rizki, ia
mengatakan bahwa,
“Sangat-sangat bermanfaat, dari segi imaterial itu ilmu,
memperkuat keimanan, menjadi tenang. ketika kita mempunya
ilmu, bisa lebih expert lah misalnya kadang suka dipanggil
ceramah, orang minta motivasi dari kita. Nah dari situ kadang kan
diamplopi ya, memang niatnya lillah Cuma kalo uda diamplop
gitukan mau nolak juga gimana. Mungkin materialnya begitu kali
ya bang. Dengan ngaji ini juga kalo gua prbadi bisa buat jadi
tenang menghadapi sesuatu ketika mendapat masalah dan cobaan,
kita udah tau tuh cara mengatasinya. Ibaratnya kita udah tau mau
pake piso yang mana yang harus kita gunakan.” 99
Haris mengikuti khataman bertujuan semata-mata mencari ridho
Allah, ketika penulis bertanya perihal manfaat yang dirasakan atau
didapat, ia mengatakan
“Khataman sangat bermanfaat khususnya dalam kelancaran
bacaan Qur’an, semakin kita sering membaca, semakin lancar
98
Ihya Ulumuddin, wawancara.
99
Rizki, wawancara.
101

bacaan kita. Manfaat lainnya, ketika saya abis khataman itu ntah
sekali dua kali tiga kali ada aja rezeki yang dateng bisa disebut
min haitsu la yahtasib. Hampir dipastikan ada aja rezeki yang
masuk selesai saya ikut acara khataman. Manfaat lainnya bisa
berkumpul dengan ustaz habaib orang-orang yang insya Allah
saleh, dan selama saya mengikuti khataman jiwa hati itu lebih
adem, tenang, dan tenteram. Untuk manfaat secara materi
mungkin saya belum bisa merasakannya atau tidak sadar.” 100
Dari hasil wawancara mereka di atas penulis bisa menelaah bahwa
tujuan yang bersifat spiritual, mempunyai manfaat yang sangat luas.
Dari segi material, ada yang mendapatkan upah atas pengetahuan dan
keahlian yang dimiliki, rezeki lancar. Dari segi imaterial sangat sekali
manfaat yang didapat, misalnya ketenangan hati, bahagia, konsentrasi
meningkat, mendapat lingkungan orang-orang baik dan lain-lain. Dari
segi spiritual, mendapat pertolongan Allah, merasa dekat dengan Allah,
mendapat ampunan atas dosa insya Allah.
Bila melihat tabel 4.6 di atas, tujuan yang memiliki hasil manfaat
terbesar dan menyeluruh adalah seseorang yang meniatkan mengikuti
kegiatan khataman ke arah spiritual, seperti ngalap berkah, mengharap
Ridho Allah, mendekatkan diri kepada Allah. Hal ini sesuai dengan
penelitian sebelumnya yang mengatakan, bahwa “Semua pelaksanaan
ibadah atau dalam hal apa pun yang paling penting adalah pahala yang
merupakan ganjaran dari Allah yang diberikan kepada hambanya
disebabkan kebaikan yang dilakukan. Jadilah pelaksana ibadah tidak
dengan meletakkan sesuatu bayaran tetapi untuk melaksanakan ibadah
karena tuntutan Islam, maka apa yang dibalas tanpa diduga menjadi
pemberian dari Allah untuk kita.”101

100
Haris, wawancara.
101
Abdullah Khairi, Tuhan Bayar Cash! (Kuala Lumpur: PTS Publications,
2018), 123.
102

Sesuai juga dengan penelitian yang dilakukan oleh, bahwa “kita


tidak mungkin membuat sesuatu pekerjaan itu tanpa memasang niat
terlebih dahulu. Melakukan sesuatu tanpa niat hanya akan
mendatangkan lelah dan penat saja. Untuk itu, karunia yang sanggatlah
diharapkan oleh pelaksanaan ibadah karena ikhlas akan menjadi sebab
diturunkannya rahmat Allah kepadanya. Rahmat itu bisa berbentuk
pertolongan dalam menyelesaikan masalah, bisa juga dalam bentuk
kemudahan-kemudahan hidup dan bisa juga menjadi perlindungan dari
bahaya duniawi atau gangguan iblis.102
Pada ulasan tentang manfaat, penulis mengklasifikasikan ke
dalam tiga hasil. Hasil langsung (T1), hasil berkala (T2), dan hasil
Istiqomah (T3). Semua manfaat di tingkatan 1 (T1) semuanya hampir
sama, hanya pada tingkat spiritual saja mempunyai perbedaan.
Selanjutnya pada tingkatan 2 (T2), hasil ini adalah kelanjutan manfaat
yang dirasakan setelah melewati manfaat pada tingkatan 1. Begitu
seterusnya, hasil dari manfaat tingkatan 3 didapatkan ketika sudah
melawati tingkatan 2. Di sini bisa terlihat, bahwa kuantitas seseorang
dalam berinteraksi dengan al-Qur’an dan kualitas niat yang menjadi
tujuan sangat berpengaruh terhadap hasil manfaat yang didapat. Namun,
ketiga hasil manfaat ini bila diklasifikasikan maka akan mengerucut
menjadi dua, pertama manfaat langsung dalam artian rasional, kedua
manfaat tidak langsung dalam artian irasional.
Sebagaimana penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Eva
Nugraha dalam disertasinya, bahwa interaksi membaca memungkinkan
mengubah kuantitas dan kualitas pemahaman pembaca atas al-Qur’an.

102
Iskandar, Ruqyah antara Syarie dan Syirik (Kuala Lumpur: Yayasan al-
Jauhari, 2017), 40.
103

Ia mengklasifikasikan manfaat ke dalam 3 hasil, pertama langsung,


kedua outputs, dan ketiga outcomes. Ia juga mengerucutkan ketiga
manfaat tersebut kepada dua hasil manfaat. Pertama, manfaat langsung,
kedua manfaat tidak langsung.
4. Manfaat Khataman Bagi Peternakan
Sesuatu amalan baik yang dijalani secara Istiqomah, pasti
menghasilkan manfaat yang baik juga. Seperti yang sudah penulis bahas
pada tabel 4.5 diatas, bahwa tujuan mengikuti kegiatan khataman yang
bersifat material, bisa mendapatkan manfaat dari segi imaterial bahkan
dari segi spiritual. Ketika penulis melakukan wawancara kepada pemilik
Peternakan Bin Dahlan, yakni Rengga al-Pandi. Rengga mengatakan
bahwa manfaat khataman bukan hanya untuk diri sendiri, tetapi juga
untuk usaha yang ia kelola.103
Kebetulan penulis memiliki kedekatan dengan pemilik peternakan
sejak tahun 2019. Awal bertemu dengan Rengga pada acara syukuran
komunitas Keluarga Kang Kambing dan Sapi yang dilaksanakan di
Ciputat Tangerang Selatan. Dari situ penulis mulai akrab dan banyak
bertukar pengalaman dalam merawat hewan ternak khususnya kambing.
Jadi, penulis banyak tahu perihal perkembangan dan manfaat yang
didapat Peternakan Bin Dahlan ketika mengamalkan amalan-amalan
baik khususnya kegiatan khataman yang saat ini menjadi fokus
penelitian penulis.
Ketika penulis mewawancara Rengga, penulis meminta agar ia
menceritakan perihal pengalamannya dari segi penjualan hewan kurban,
ia mengatakan bahwa,
“Pada tahun 2018 alhamdulillah bisa menjual 200 ekor kambing,
pas itu saya belom jualan sapi tuh bang. Pada Idul Adha tahun
103 Rengga al-Pandi, wawancara.
104

2019 baru dah tuh saya jualan sapi dan kambing, alhamdulillah
sampe beberapa kali belanja barang saya sama abang saya ke
Garut sama Cianjur. Nah pada tahun 2020 mulai pandemi kan tuh,
disitu saya disini ga begitu kena imbasnya si tapi saya ngurangin
barang dagangan aja dari sapi dan kambing. Alhamdulillah
dagangan laku dan yang paling ditunggu-tunggu akhirnya saya
bisa mulai ngebangun kobong buat bocah santri pada belajar dan
tidur, dan ada sedikit hewan kurban yang ga laku. Emang tiap
tahun kan pasti ada aja sisah, tapi bisa dirawat dikandang buat
dagangan harian atau tahun depan. Nah di Tahun 2021 dah ni
pandemi makin gila, mungkin abang juga ngerasain efeknya ya.
Tapi atas izin Allah ya bang dari penjualan saya dari tahun ke
tahun akhirnya selesai juga pembangunan pesantren buat bocah
lanang dan insya Allah tahun ini juga kobong buat santri putri
selesai. Semua berkah salawat, berkah khataman, dan berkah guru.
Ada aja kemudahan yang saya rasakan khususnya buat diri sendiri
dan usaha saya.”104
Dari penjelasan Rengga diatas, bisa penulis ambil benang
merahnya bahwa kegiatan khataman bermanfaat untuk peternakannya
terutama dari segi penjualan. Pada tahun 2018, Rengga bisa menjual
hewan kurban sampai 200 ekor kambing, pada tahun 2019 juga
penjualan meningkat dan bertambah jenis hewan yang dijual. Pada
tahun berikutnya karena pandemi covid 19 Rengga mengurangi hewan
dagangannya untuk dijual, dan pada bulan Maret 2020 mulai
pembangunan kobong untuk santri putra. Pada tahun 2021, penjualan
mengalami penurunan dikarenakan efek covid 19 yang semakin
menyebar. Pada tahun ini juga kobong santri putra selesai pembangunan
dan pihak peternakan mendapat wakaf tanah untuk dibangun kobong
santri putri.
Hasil observasi penulis ketika di Peternakan Bin Dahlan dari
tahun ke tahun, penulis melihat kemajuan dari segi sarana kandang

104 Rengga al-Pandi, wawancara.


105

hewan yang semakin bagus dan makin bertambah hewan-hewan yang


dipelihara. Dulu Peternakan Bin Dahlan membangun kandang
menggunakan kayu-kayu bekas dan getas, prinsip Rengga yang penting
kebangun dulu aja kandang buat nampung hewan. Seiring berjalannya
waktu, kandang semakin maju dan semakin bertambah jumlah kandang
dan hewan ternaknya. Sekarang ditambah lagi dengan sudah
dibangunnya pondok pesantren, sebagai cita-cita pemilik peternakan.
106
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pengelola peternakan Bin Dahlan memahami kegiatan khataman
sebagai sarana untuk mencari berkah, dalam hal ini dibahasakan oleh
pengelola dengan istilah ngalap berkah. Dari uraian yang dijelaskan
mengenai manfaat yang didapatkan, penulis menyimpulkan bahwa
kegiatan khataman diyakini sebagai suatu kegiatan baik yang membawa
manfaat baik pula terhadap pribadi pengelola dan bagi perusahaan yang
dikelola terutama dari segi penjualan.
Kemudian menelaah dari ramuan penulis di tabel 4.5, tujuan
mengikuti kegiatan khataman sangat berpengaruh terhadap manfaat
yang didapat. Bila melihat pada kolom manfaat, dapat disimpulkan
bahwa semua yang dirasakan informan adalah hal positif. Semua
manfaat memiliki nilai-nilai kebaikan, manfaat, dan faedah. Tentu saja
ketiga tingkatan manfaat akan didapat ketika kegiatan khataman
dilakukan secara terus-menerus. Jadi semakin sering berinteraksi
dengan al-Qur’an, memungkinkan mengubah kualitas dan kuantitas
manfaat yang didapat.
B. Saran
Demikian paparan penulis tentang kegiatan khataman al-Qur’an
yang dilakukan di Peternakan Bin Dahlan Sawangan Baru Depok, besar
harapan penulis bisa memberi manfaat bagi kajian atas keunikan tradisi-
tradisi khataman al-Qur’an yang hidup berdampingan pada umat Islam
di Nusantara. Koreksian dan saran dari pembaca, penulis harapkan
untuk perbaikan tulisan ini.

107
108
DAFTAR PUSTAKA

Abd Rahman, Imam Hafiz Abi al-‘Ula Muhammad. Tuhfatul Ahwadziy.


Bandung: PT Sarana Pancakarya Nusa.
Alfanzari, Ahmad Syauqi. “Penggunaan Ayat-ayat Al-Qur’an sebagai
Obat (Studi Living Qura’an di Ma’had Tahfidzul Qur’an
Bahrusysyifa’ Bagusari Jogtruman Lumajang Jawa Timur,Syafril
Fitrah Jaya, “Implementasi Program Pembiasaan Tadarus Al-
Qur’an dalam Pembinaan Cinta Al-Qur’an oleh Siswa di SMP
LTI IGM Palembang.” Skripsi S1., UIN Palembang, 2017.
Alfian, Rokhmansyah. Studi dan Pengkajian Sastra: Perkenalan Awal
terhadap Ilmu Sastra. Yogyakarta: Graha Ilmu, 2014.

Amiroh, Ade. “Resepsi Al-Fatihah dan Al-Mu’awwidzat pada Masa


Rasulullah, Analisis terhadap Hadis-hadis Fadhail al-A’mal
dalam Kitab Ṣahīh Bukhārī”, (Skripsi S1., Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2019.
Anshori. “Penggunaan Ayat-ayat al-Qur’an sebagai Mahabbah (Studi
Living Qur’an di Kabupaten Sumenep, Jawa Timur).” Tesis S2,
UIN Surabaya, 2019.
Badriyah, Zaenab Lailatul. “Praktik Khataman Al-Qur’an di Hotel
Grasia (Studi Living Quran).” Skripsi S1., UIN Semarang, 2018.
al-Bukhārī, Abū ‘Abd Allāh Muḥammad b. Ismā‘īl b. Ibrāhīm b. al-
Mughīrah b. Bardizbah al-Ju‘fī. Ṣaḥīh al-Bukhārī, jilid 1. Mesir:
Dār al-Ḥadīṡ, tt.
al-Dārimī, Abū Muḥammad ‘Abdullāh b. ‘Abdurrahmān. Musnad al-
Dārimī. Arab Saudi: Dār al-Mughni, 2000.
Daryanto. Kamus Bahasa Indonesia Lengkap. Surabaya: Apollo, 1991.
Fadhillah, Harris. “Pengaruh Membaca Al-Qur’an Terhadap
Kesetabilan Emosi Siswa Kelas XI Sma IT Abu Bakar
Yogyakarta” Artikel, (2016): 176.
Fatimah,Teti. “Sima’an Khataman Al-Qur’an untuk Keluarga Mendiang
(Studi living Qur’an di Desa Tinggarjaya, Sidareja, Cilacap, Jawa
Tengah).” Skripsi S1., UIN Yogyakarta, 2017.

109
110

Hairiri,Rapiq. “Tradisi Khataman Al-Qur’an Pasangan Pengantin pada


Acara Pernikahan di Desa Teluk Tigo Kecamatan Cermin Nan
Gedang Kabupaten Saeolangun Provinsi Jambi(Kajian Studi
Living Qur’an).” Skripsi S1., UIN Jambi, 2021.
Hasan, Handri dan Fuad Rahman. “Peningkatan Kualitas Keagamaan
Masyarakat Jambi Melalui Usaha Pemahaman Al-Qur’an”
Artikel, Vol. 28. No. 01. (2013): 87.
Hasyim,Muh Afif. “Ujrah dalam Prosesi Khataman Al-Qur’an di
Rumah Duka pada Masyarakat Kab. Soppeng (Tinjauan Hukum
Islam)." Skripsi., IAIN Parepare, 2019.

Hidayat, Anton Syarif. “Pelaksanaan Program Membaca Al-Qur’an di


SMA Negeri 3 Palembang.” Skripsi S1., UIN Palembang, 2017.
Husna, Lutfatul. “Tradisi Pembacaan Surat Al-Waqi’ah dan Surat Al-
Mulk (Kajian Living Quran di Pondok Pesantren Mamba’ul
Hikam II Karanggayam Srengat Blitar).” Skripsi S1., UIN
Jakarta, 2015.
Ikbar, Yanuar. Metode Penelitian Sosial Kualitatif. Bandung: PT Refika
Aditama, 2012.
Jaya, Syafril Fitrah. “Implementasi Program Pembiasaan Tadarus Al-
Qur’an dalam Pembinaan Cinta Al-Qur’an oleh Siswa di SMP
LTI IGM Palembang.” Skripsi S1., UIN Palembang, 2017.
Junaedi, Didi. “Living Qur’an: Sebuah Pendekatan Baru dalam Kajian
Al-Qur’an(Studi Kasus di Pondok Pesantren As-Siroj Al-Hasan
Desa Kalimukti Kec. Pabedian Kab. Cirebon”. Artikel of Qur’an
and Hadis Studies. vol.4, no.2 (2015): 177.
al-Khalidi, Shalah Abdul Fattah. Kunci Berinteraksi dengan Al-Qur’an.
Jakarta: Rabbani Press, 2005.
Khon, Abdul Majid. Praktikum Qira’at Keanehan Bacaan Al-Qur’an
Ashim dari Hafash. Jakarta: Amzah, 2011.
Kusaeri, Ahmad. “Berkah dalam Perspektif Al-Qur’an (Kajian tentang
Objek yang mendapatkan Keberkahan).” Skripsi S1., UIN
Jakarta, 2017.
111

Laila, Fazat. “Praktek Khataman Al-Qur’an Berjamaah di Desa


Suwaduk Wedarijaksa Pati (Kajian Living Hadis).” Skripsi S1.,
UIN Semarang, 2017.
Lexi. Metode Penelitian Kulaitatif, Edisi Revisi. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2005.

Maghfiroh, Elly. “Living Qur’an: Khataman Sebagai Upaya Santri


dalam Melestarikan Al-Qur’an”. Hermeneutik: Artikel Ilmu Al-
Qur’an dan Tafsir, vol.11, no.1 (2017): 121.
al-Maliki, Sayyid Muhammad Alwi. Keistimewaan-Keistimewaan Al-
Qur’an. Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2001.

Mansur, M. Living Qur’an dalam Lintasan Sejarah Studi al-Qur’an


dalam Buku Metodologi Penelitian Living Qur’an dan Hadis.
Yogyakarta: Teras, 2007.
Mar’ati, Rela. “Pengaruh Pembacaan dan Pemaknaan Ayat-ayat Al-
Qur’an terhadap Penurunan Kecemasan pada Santriwati.” Artikel
Penelitian Psikologi. Vol. 01. No. 01(2016): 46.
Mulyadi, Yadi. “Al-Qur’an dan Jimat (Studi Living Qur’an pada
Masyarakat Adat Wewengko Kaepuhan Lebak Banten). Tesis S2,
UIN Jakarta, 2017.
al-Naisāburī, Abī ‘Abdillāh Muḥammad b. ‘Abdillāh al-Ḥākim. al-
Mustadrak Al-Jāmi’ al-Ṣahīhain, jilid 1. Qawait: Dār al-Manhāj,
tt.
Nasution, Muhammad Syukri Albani. Ilmu Sosial Budaya Dasar.
Jakarta: Rajawali Pers, 2015.
Nawawi, Imam Al-Adzkar. Intisaru Ibadah dan Amal. Bandung: PT. al-
Ma’arif, 1984.

Niswatun Hasanah, Niswatun.“Keberkahan sebagai Formulasi


Mashlahah dalam Kehidupan (Refleksi Santri di Pesantren)”,
Artikel QIEMA, Vol. 04. No. 02. (2018).
Nugraha, Eva. “Ngalap Berkah Qur’an: Manfaat Membaca Al-Qur’an
bagi para Pembacanya”, Artikel Ilmu Ushuluddin, Vol. 05. No. 02.
(Juli 2018): 113-131.
112

Nurhidayah. “Tradisi Mappanre Temme’ (Khataman Al-Qur’an) di


Desa Barania Kecamatan Sinjai Brat Kabupaten Sinjai (Studi
Unsur-unsur Kebudayaan Islam).” Skripsi S1., UIN Makassar,
2020.
Riyadi, Fahmi. "Resepsi Umat atas Al-Qur’an: Membaca Pemikiran
Navid Kermani tentang Teori Resepsi Al-Qur’an”. Artikel IAIN
Antasari, vol.11, no.1. (2014): 150.
Riyadi, Imran T.“Resepsi Sastra Teori dan Penerapannya dalam
Jabrohim Teori Penelitian Sastra Yogyakarta : Masyarakat
Poetika Indonesia”. Artikel Ikip Muhammadiyah, (1994): 150.

al-Sadhan, Abdul Aziz b. Abdullah b. Muhammad. Cara Cepat


Membaca, Memahami, dan Menghafal al-Qur’an. Jakarta: PT
Niaga Swadaya, 2010.
Sahiron, Metode Penelitian Living Qur’an dan Hadis. Yogyakarta: Th
Press, 2007.

Samsul Arifin, “Menggali Makna Khataman Al-Qur’an di Pondok


Pesantren Giri Kesumo Demak (Studi Living Qur’an).” Skripsi
S1., IAIN Salatiga, 2018.
Sapari, Ilham Mabruri. “Keberkahan Al-Qur’an menurut Penghafal Al-
Qur’an(Studi Kasus para Penghafal di Pondok Pesantren Nur
Medina).” Skripsi S1., UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2018.
al-Sijistānī, Abū Dāwūd Sulaimān b. al-Asy’at. Sunan Abī Dāwūd. jilid.
2. Damaskus: al-Risalah al-Alamiyyah,tt.
Supian, Ilmu-Ilmu Al-Qur’an Praktis. Jambi: Gaung Persada Press,
2012.
Supriyani, Endah. “Tradisi Khataman Al-Qur’an pada Pernikahan Suku
Bugis di Palembang.” Skripsi S1., UIN Raden Fatah Palembang,
2018.
Supriyani, Endah.“Tradisi Khataman Al-Qur’an pada Pernikahan Suku
Bugis di Palembang (Studi Kasus di 3 Ilir Palembang).” Skripsi.,
UIN Palembang, 2018.

Suwendra, I Wayan. Metode Penelitian Kualitatif. Bali: Nilacakra


Publishing House, 2018).
113

Asy Syafi’I, Abi Zakariya Yahya. At-Tibyan fi Adab Hamalatil Qur’an


. Jedah: Haramain,tt.
Syarifuddin, Ahmad. Mendidik Anak Membaca, Menulis, dan Mencintai
al-Qur’an. Jakarta: Gema Insani, 2004.
Thabathaba’I, Allamah M.H. Mengungkap Rahasia Al-Qur’an.
Bandung: Mizan, 1993.
Ulfah, Dyah Maria Gita Permata Sari, “Efek Terapi Murottal Al-Qur’an
terhadap Peningkatan Berat Badan Bayi Prematur(Studi
Eskperimen pada Bayi Prematur) di RSUD dr. Chasbullah
Abdulmadjid Kota Bekasi”, jurnal, Vol. 03. No. 03. (2018).

Zainuddin, Ahmad dan Faiqotul Hikmah. “Tradisi Yasinan (Kajian


Living Qur’an di Ponpes Ngalah Pasuruan”, jurnal, Vol. 04. No.
01. (2019).

Anda mungkin juga menyukai