TESIS
Oleh :
Muhammad Ridho Alfansuri
NIM : 21210110000023
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2023 M
ii
KEMENTERIAN AGAMA No. Dokumen : FITK-FR-AKD-089
UIN JAKARTA Tgl. Terbit : 1 Maret 2010
FORM (FR)
FITK No. Revisi: : 01
Jl. Ir. H. Juanda No 95 Ciputat 15412 Indonesia Hal : 1/1
SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI
Dengan ini menyatakan bahwa tesis yang saya buat benar-benar hasil karya
sendiri dan saya bertanggung jawab secara akademis atas apa yang saya tulis.
Pernyataan ini dibuat sebagai salah satu syarat menempuh Ujian Munaqasah.
M. Ridho Alfansuri
NIM. 21210110000026
iii
iv
v
vi
KATA PENGANTAR
vii
3. Ibu Dr. Erba Rozalina Yulianti, M.Ag, selaku ketua Jurusan program
Magister Pendidikan Agama Islam.
4. Bapak Toto Edidarmo, M.A., selaku Sekertaris Jurusan program
Magister Pendidikan Agama Islam
5. Bapak Dr. Abdul Ghofur, M.A., selaku dosen Penasihat Akademik
yang telah banyak memberikan masukan kepada penulis selama di
kampus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
6. Bapak Dr. Sapiuddin Shidiq, M.Ag., dan Ibu Dr. Romlah Abu Bakar
Askar, M.A., selaku pembimbing yang selalu sabar memberikan ilmu
dan bimbingannya selama penulis di bimbing oleh beliau, dan juga
memotivasi dan mendo’akan penulis.
7. Kepada seluruh dosen Fakultas Tarbiyah dan Keguruan khususnya
dosen Magister Pendidikan Agama Islam, yang dengan sabar dan
ikhlas membagi ilmu, wawasan serta pengalaman kepada penulis
selama studi di kampus ini.
8. Kepada kedua orang tua penulis bapak H. Maliki, S.E., M.Si. dan Ibu
Hj. Robanah, yang selalu memberikan dukungan dan doanya kepada
anaknya sampai detik ini.
9. Kepada Dr. (c.) Wahdah, S.Ag., M.Ag., penulis mengucapkan banyak
terima kasih, atas segala pengorbanannya yang selalu menemani dan
menyemangati penulis sampai hari ini.
10. Kepada teman-teman seperjuangan angkatan 2021 Magister
Pendidikan Agama Islam, teman-teman diskusi warung kopi, teman-
teman kosan, teman-teman alumni Pondok Pesantren Daar el-Qolam,
terimakasih atas dukungan, motivasi, serta mendo’akan penulis
sampai saat ini.
Semoga Allah Swt. membalas semua kebaikan yang telah diberikan,
dan semoga penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi penulis khususnya
dan umumnya bagi para pembaca agar selalu berpegang pada ajaran-ajaran
Rasulullah Saw.
viii
ABSTRAK
Muhammad Ridho Alfansuri. Nim. 21210110000023. Materi Pendidikan Pra dan
Pasca Nikah Dalam kitab Qurratul Uyun Dan Relevansinya dengan Isu-isu
Pernikahan Kontemporer.
Upaya menjadikan pernikahan sebagai nilai ibadah di mata Allah swt yaitu dengan
membangun kehidupan rumah tangga yang sakinah (harmonis). Dalam membentuk
keluarga yang sakinah (harmonis) banyak hal yang perlu dipersiapkan mulai dari
fisik, mental, materi, serta ilmu. Kesenjangan dalam hubungan rumah tangga dapat
berakibat buruk bagi pasangan suami istri mulai dari ketidakharmonisan,
perselingkuhan, hingga tindak kekerasan dan berakhir pada perceraian. Hal tersebut
disebabkan oleh beberapa faktor, di antaranya kurangnya kesadaran dan edukasi
baik secara umum maupun agama.
Penelitian ini bertujuan untuk memaparkan dan menganalisis materi-materi terkait
pendidikan pra dan pasca pernikahan dalam kitab Qurratul Uyun, diharapkan
penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan edukasi atau parenting dalam bidang
pernikahan.
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, jenis penelitian yang digunakan yaitu
kepustakaan (library research), dengan pendekatan deskriptif analisis. Sumber data
primer pada penelitian ini adalah kitab Qurratul Uyun, sedangkan sumber data
sekundernya adalah buku, tesis, disertasi, jurnal, majalah, dan tulisan-tulisan yang
berkaitan dengan pembahasan. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah dokumentasi dengan mengumpulkan bahan-bahan pustaka yang
relevan dengan pembahasan ini. Sedangkan teknik analisis data menggunakan
menggunakan metode isi (content analisys).
Hasil dari penelitian ini adalah sebagai berikut; (1) materi pendidikan pra nikah
dalam kitab Qurratul Uyun karya Muhammad At-Tihami bin Madani, yaitu:
pengetahuan seputar pernikahan, seputar walimatul Urusy atau resepsi pernikahan,
hak dan kewajiban suami istri, adab dan tatakrama dalam melakukan hubungan
suami dan istri. Sedangkan materi pendidikan pra nikah meliputi upaya untuk
memiliki dan mendidik anak. (2) Materi di dalam kitab Qurratul Uyun ini masih
relevan untuk menjawab isu-isu permasalah kontemporer, diantaranya: pernikahan
poligami, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), dan wanita karir. (3) pendidikan
pra dan pasca Nikah ini memberikan dampak yang positif terhadap ranah sosial,
yaitu; aspek individu, aspek keluarga, dan aspek komunitas.
Kata kunci: Qurratul Uyun, Pra dan pasca Nikah, Pernikahan Kontemporer
ix
ABSTRACT
Efforts to make marriage a value of worship in the eyes of Allah SWT is to build a
sakinah (harmonious) household life. In forming a sakinah (harmonious) family,
there are many things that need to be prepared starting from the physical, mental,
material, and knowledge. Disparities in household relationships can have a negative
impact on husband and wife, starting from disharmony, infidelity, to acts of violence
and ending in divorce. This is caused by several factors, including a lack of
awareness and education both in general and religion.
This study aims to describe and analyze materials related to pre- and post-marriage
education in the Qurratul Uyun book, it is hoped that this research can be used as
educational or parenting material in the field of marriage.
This research is a qualitative research, the type of research used is library research,
with a descriptive analysis approach. The primary data source in this study is the
Qurratul Uyun, while the secondary data sources are books, theses, dissertations,
journals, magazines, and writings related to the discussion. The data collection
technique used in this research is documentation by collecting library materials that
are relevant to this discussion. While the data analysis technique uses content
analysis.
The results of this study are as follows; (1) pre-marital education material in the
book Qurratul Uyun by Muhammad At-Tihami bin Madani, namely: knowledge
about marriage, about walimatul Urusy or wedding receptions, rights and
obligations of husband and wife, manners and manners in carrying out husband and
wife relations. While pre-marital education material includes efforts to have and
educate children. (2) The material in the Qurratul Uyun book is still relevant to
address contemporary issues, including: polygamous marriages, domestic violence
(KDRT), and career women. (3) this pre- and post-marriage education has a
positive impact on the social sphere, namely; individual aspect, family aspect, and
community aspect.
x
خالصة
حممد رض الفنسورى .رقم القيد 21210110000023 :مواد تثقيفية قبل وبعد الزواج يف
كتاب قرة العيون وصلتها بقضااي الزواج املعاصر.
اجلهود املبذولة جلعل الزواج قيمة عبادة يف نظر هللا سبحانه وتعاىل هو بناء حياة منزلية سكينة
(متناغمة) .يف تكوين أسرة السكينة ،هناك العديد من األشياء اليت حتتاج إىل االستعداد ،
بدءًا من اجلسدية والعقلية واملادية واملعرفية .ميكن أن يكون للتفاواتت يف العالقات األسرية
أتثري سليب على الزوج والزوجة ،بدءًا من التنافر واخليانة الزوجية إىل أعمال العنف وانتهاءً
ابلطالق .وهذا انتج عن عدة عوامل ،منها نقص الوعي والتعليم بشكل عام والدين.
هتدف هذه الدراسة إىل وصف وحتليل املواد املتعلقة ابلتعليم قبل وبعد الزواج يف كتاب قرة
العيون.
هذا البحث هو حبث نوعي ،نوع البحث املستخدم هو البحث املكتيب ،مع منهج التحليل
الوصفي .مصدر البياانت األساسي يف هذه الدراسة هو قرة العيون ،بينما مصادر البياانت
الثانوية هي الكتب واألطروحات واألطروحات واجملالت واجملالت والكتاابت املتعلقة ابملناقشة.
تقنية مجع البياانت املستخدمة يف هذا البحث هي التوثيق من خالل مجع مواد املكتبة ذات
الصلة هبذا النقاش .بينما تستخدم تقنية حتليل البياانت حتليل احملتوى.
نتائج هذه الدراسة هي كما يلي ؛ ( )1مادة الرتبية قبل الزواج يف كتاب قرة العيون حملمد
التهامي بن مدين ،وهي :املعرفة ابلزواج ،ووليمة األوروسي أو حفالت الزفاف ،وحقوق
والتزامات الزوج والزوجة ،وآداهبا وآداهبا يف القيام ابلزوج ،عالقات الزوجة .بينما تتضمن
جهودا إلجناب األطفال وتعليمهم )2( .ال تزال املادة املوجودة يف
ً مواد الرتبية قبل الزواج
كتاب قرة ا لعيون مناسبة ملعاجلة القضااي املعاصرة ،مبا يف ذلك :تعدد الزوجات ،والعنف
املنزيل ) ، (KDRTوالنساء العامالت )3( .هذا التعليم قبل الزواج وبعده له أتثري إجيايب
على اجملال االجتماعي ،وابلتحديد ؛ اجلانب الفردي واجلانب األسري واجلانب اجملتمعي.
الكلمات الدالة :قرة العيون ،الزواج قبل وبعد الزواج ،الزواج املعاصر
xi
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN
Keputusan bersama Menteri Agama dan Menteri P dan K
Nomor: 158 Tahun 1987-Nomor: 054 b/u 198
No Huruf Huruf Keterangan
Arab Latin
1. ا Tidak dilambangkan
2. ب B Be
3. ت T Te
4. ث Ṡ Es dengan titik atas
5. ج J Je
6. ح Ḥ h dengan titik bawah
7. خ Kh ka dan ha
8. د D De
9. ذ Ż Z dengan titik atas
10. ر R Er
11. ز Z Zet
12. س S Es
13. ش Sy es dan ya
14. ص Ṣ es dengan titik di bawah
15. ض Ḍ de dengan titik di bawah
16. ط Ṭ te dengan titik di bawah
17 ظ Ż zet dengan titik di atas
18. ع ‘ koma terbalik di atas hadap kanan
19. غ G Ge
20. ف F Ef
21. ق Q Qi
22. ك K Ka
23. ل L El
24. م M Em
25. ن N En
26. و W We
27. ه H Ha
28. ء ` Apostrof
29. ي Y Ye
2. Vokal
Vokal adalah bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia, terdiri dari
vokal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong. Untuk vokal
tunggal, ketentuan alih aksaranya adalah sebagai berikut:
xii
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
َ A Fatḥah
َ I Kasrah
َ U Ḍammah
3. Vokal Panjang
Ketentuan alih aksara vokal panjang (mad), yang dalam bahasa
dilambangkan dengan harakat dan huruf, yaitu:
1. Kata Sandang
Kata sandang, yang dalam sistem aksara Arab dilambangkan dengan
huruf, yaitu dialihaksarakan menjadi huruf /1/, baik diikuti huruf syamsiah
maupun huruf kamariah. Contoh: al-rijāl, al-dīwān, bukan ad-dāwān.
2. Syaddah (Tasydid)
Syaddah atau tasydid yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan
dengan sebuah tanda tasydid (َ) dalam alih aksara ini dilambangkan dengan
huruf, yaitu dengan menggandakan huruf yang diberi tanda syaddah itu.
Akan tetapi, hal ini tidak berlaku jika huruf yang menerima tanda syaddah itu
terletak setelah kata sandang yang diikuti oleh huruf-huruf syamsiyah.
Misalnya, kata ( )الض رورةtidak ditulis ad-ḏarūrah melainkan al-ḏarūrah,
demikian seterusnya.
3. Ta Marbutah
xiii
Berkaitan dengan alih aksara ini, jika huruf ta marbūṯah terdapat pada
kata yang berdiri sendiri, maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf
/h/ (lihat contoh di bawah). Hal yang sama juga berlaku jika ta marbūṯah
tersebut diikuti oleh kata sifat (na’t) (lihat contoh 2). Namun, jika huruf ta
marbūṯah tersebut diikuti kata benda (ism), maka huruf tersebut
dialihaksarakan menjadi huruf /t/ (lihat contoh 3).
4. Huruf Kapital
Meskipun dalam sistem tulisan Arab huruf tidak dikenal, dalam alih
aksara ini huruf kapital tersebut juga digunakan, dengan mengikuti ketentuan
yang berlaku dalam Ejaan Bahasa Arab (EBI), antara lain untuk menuliskan
permulaan kalimat, huruf awal nama tempat, nama bulan, nama diri, dan lain-
lain. Jika nama diri didahului oleh kata sandang, maka yang ditulis dengan
huruf kapital tetap huruf awal nama diri tersebut, bukan huruf awal atau kata
sandangnya. Contoh: Abū Hāmid al-Ghazālī bukan Abū Hamid al-Ghazālī ,
Al- al-Kindi bukan Al-Kindi.
Beberapa ketentuan lain dalam EBI sebetulnya juga dapat diterapkan
dalam alih aksara ini, misalnya ketentuan mengenai huruf cetak miring
(italic) atau cetak tebal (bold). Jika menurut EBI, judul buku itu ditulis
dengan cetak miring, maka demikian halnya dalam alih aksaranya, demikian
seterusnya.
Berkaitan denga penulisan nama, untuk nama-nama tokoh yang berasal
dari dunia Nusantara sendiri, disarankan tidak dialihaksarakan meskipun akar
katanya berasal dari bahasa Arab. Misalnya ditulis Abdussamad al-
Palimbani, tidak ‘Abd al-Samad al-Palimbani: Nuruddin al-Raniri, tidak Nūr
al-Dīn al-Rānīrī
xiv
DAFTAR ISI
LEMBAR LOGO
DAFTAR ISI ............................................................................. ix
BAB I PENDAHULUAN .......................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah .................................................. 1
B. Identifikasi Masalah ......................................................... 5
C. Pembatasan Masalah ........................................................ 5
D. Perumusan Masalah ......................................................... 5
E. Tujuan dan Manfaat Penelitian ........................................ 5
F. Penelitian Terdahulu ........................................................ 6
G. Metode Penelitian ............................................................ 9
H. Teknis Penulisan ...................................................................... 12
I. Sistematika Pembahasan ................................................. 12
BAB II KAJIAN TEORI ........................................................... 13
A. Konsep Pendidikan ........................................................... 13
1. Pengertian Pendidikan ............................................... 13
2. Landasan Pendidikan ................................................. 14
3. Unsur-unsur Pendidikan ............................................. 15
4. Tujuan Pendidikan ..................................................... 16
5. Fungsi Pendidikan ...................................................... 16
B. Pra-Pasca Pernikahan ....................................................... 17
1. Pengertian Pra Nikah ................................................. 17
2. Pengertian Pasca Nikah ............................................. 17
3. Landasan Pendidikan Pra-Pasca Nikah ...................... 18
4. Tujuan Pendidikan Pra-Pasca Nikah .......................... 19
5. Manfaat Pendidikan Pra-Pasca Nikah ....................... 21
6. Materi Pendidikan Pra-Pasca Nikah .......................... 21
7. Ruang Lingkup Pendidikan Pra-Pasca Nikah ............ 22
C. Pernikahan Dalam Islam .................................................. 23
1. Pengertian dan Dasar Hukum Pernikahan ................. 23
2. Hukum Pernikahan ..................................................... 27
3. Rukun pernikahan ...................................................... 29
4. Syarat pernikahan ...................................................... 30
5. Tujuan pernikahan ...................................................... 31
6. Hikmah Pernikahan .................................................... 32
D. Isu-isu Pernikahan Kontemporer ..................................... 33
1. Pernikahan Poligami .................................................. 33
2. Pernikahan Beda Agama ............................................ 36
3. Pernikahan Dini .......................................................... 39
4. Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) ............... 41
5. Kedudukan Istri Sebagai Wanita Karir ..................... 43
xv
6. Pernikahan Sejenis ..................................................... 45
7. Pernikahan Paksa ....................................................... 49
E. Teori Hermeneutika H. G. Gadamer .............................. 51
1. Teori kesadaran keterpengaruhan oleh sejarah .......... 52
2. Teori Pra-pemahaman ................................................ 52
3. Fusion of Horizon ...................................................... 53
4. Hermeneutika Dialektis ............................................. 54
BAB III BIOGRAFI MUHAMMAD AT-TIHAMI BIN MADANI
DAN KITAB QURRATUL UYUN ........................................... 55
A. Profil Muhammad At-Tihami bin Madani ..................... 55
1. Biografi ...................................................................... 55
2. Karya-karya ................................................................ 55
B. Pengenalan Kitab Qurratul Uyun Bi Syarhi Nadmi Ibn
Yamun
1. Kitab Qurratul Uyun .................................................. 57
2. Sistematika Pembahasan ........................................... 60
BAB IV ANALISIS MATERI PENDIDIKAN PRA DAN PASCA
NIKAH DALAM KITAB QURRATUL UYUN DAN
RELEVANSINYA DENGAN ISU-ISU PERNIKAHAN
KONTEMPORER ..................................................................... 61
A. Materi Pendidikan Pra dan Pasca Nikah dalam Kitab
Qurratul Uyun
1. Materi Pendidikan Pra Nikah ........................................... 61
a. Pengetahuan seputar pernikahan ............................... 61
b. Seputar walimatul urusy ............................................ 75
c. Hak dan kewajiban suami dan istri ............................ 79
d. Adab dan tatakrama dalam melakukan hubungan suami
dan istri ....................................................................... 86
2. Materi Pendidikan Pasca Nikah ....................................... 111
a. Upaya untuk memiliki dan mendidik anak ................ 111
1) Makanan yang harus dihindari oleh istri ....... 111
2) Cara untuk memiliki anak laki-laki dan
perempuan ...................................................... 112
3) Keharusan menjaga kandungan ...................... 112
4) Kewajiban orang tua terhadap anak .............. 113
B. Relevansi Materi Pendidikan Pra-Pasca Nikah dalam Kitab
Qurratul Uyun terhadap Isu-isu Pernikahan Kontemporer
....................................................................................... 116
1. Pernikahan Poligami .................................................. 118
2. Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) ............... 121
3. Wanita Karir .............................................................. 126
xvi
C. Implikasi Materi Pra-Pasca Nikah dalam Kitab Qurratul
Uyun terhadap Ranah Sosial ............................................ 130
1. Aspek Individu ........................................................... 131
2. Aspek Keluarga .......................................................... 131
3. Aspek Komunitas ....................................................... 131
BAB V PENUTUP .................................................................... 133
A. Kesimpulan ...................................................................... 133
B. Saran ................................................................................. 134
DAFTAR PUSTAKA ............................................................... 135
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
xviii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Tujuan pernikahan adalah ibadah kepada Allah Swt dengan mengikuti
aturan syari’at dan sunnah Nabi Muhammad Saw, dan dilaksanakan dengan
keridhaan untuk membangun dan mewujudkan kebahagiaan hidup berkasih
sayang yang diridhai oleh Allah swt.1 Dalam pernikahan suami istri memiliki
kewajiban dan tanggung jawab untuk membentuk kehidupan rumah tangga yang
sakinah (harmonis) agar dapat menjadi nilai ibadah kepada Allah Swt.2 Dalam
QS. Ar-Rûm ayat 21 Allah swt berfirman:
َي َم ْع َشَر:صلَّى للاُ َعلَْي ِه َو َسلَّ َم ِ َ ََع ْن َعْب ِد للاِ بْ ِن َم ْسعُ ْوٍد َر ِض َي للاُ َعْنهُ ق
َ ال لَنَا َر ُس ْو ُل للا
َ َ ق:ال
َو َم ْن َلْ يَ ْستَ ِط ْع,ص ْن لِْل َف ْرِج
ِ واَح, فَِإنَّه اَ َغض لِلبص ِر. م ِن استَطَاع ِمْن ُكم الباء َة فَلي تَ زَّوج,الشباب
ْ َ ََ ُ ْ َ َ َ َ ْ َ ْ َ ُ َ َّ
ُمتَ َفق َعلَْي ِه.ً فَِإنَهُ لَهُ ِو َجاء,لص ْوِم
َّ فَ َعلَْي ِه ِب
Artinya: “Dari Abdullah bin Mas’ud RA. Dia berkata: Rasulullah bersabda
kepada kami: wahai generasi muda, barangsiapa diantara kamu mampu
berkeluarga hendaklah kawin, sebab ia dapat memejamkan mata dan
menjaga kesucian farji. Barang siapa tidak mampu hendaklah berpuasa,
sebab puasa itu dapat melemahkan syahwat”. (H. R. Bukhari, Syarh
Bulugul Marom, kitab An-Nikah, No. 974).
1
Soemiyati, Hubungan Perkawinan Islam dan Undang-undang Perkawinan, Cet. 4
(Yogyakarta: Liberty, 1999), h. 8.
2
Wardian, “Desain Pendidikan Pra Nikah Menuju Terbentuknya Keluarga
Sakinah”, Al-Falah, Vol. 17, No. 32, 2017, h. 65.
1
2
Upaya menjadikan pernikahan sebagai nilai ibadah di mata Allah swt yaitu
dengan membangun kehidupan rumah tangga yang sakinah (harmonis). Dalam
membentuk keluarga yang sakinah (harmonis), banyak hal yang perlu
dipersiapkan mulai dari fisik, mental, materi, serta ilmu. Orang-orang yang
paham dan mengerti tentang arti tanggung jawab pernikahan akan selalu
berupaya untuk membangun keharmonisan tersebut.4 Hal itu juga tidak lepas
dari kerjasama antar semua anggota keluarga itu sendiri, karena komunikasi
yang tidak baik dapat menyebabkan kondisi yang tidak harmonis.
Ketidakharmonisan tersebut pada akhirnya menyebabkan pertengkaran antara
pasangan suami istri yang masalah tersebut dapat menghambat tujuan akhir
pernikahan kemudian berujung kepada perceraian.5
Kasus perceraian yang terjadi bukan hanya terjadi pada pasangan yang
sudah lama membangun rumah tangga, bahkan perceraian juga banyak
dilakukan oleh pasangan-pasangan muda yang baru menikah, pernikahan usia
dini tidak menjadi pengecualian. Menurut mereka, perceraian adalah solusi
terakhir yang bisa dilakukan untuk menyelesaikan masalah yang terjadi dalam
rumah tangganya. Angka perceraian di Indonesia selalu meningkat dari tahun ke
tahun, pada tahun 2017-2021 kasus perceraian mencapai jumlah 447.743 kasus.
Sedangkan pada tahun 2021, meningkat 53,50% dibanding tahun 2020 yang
mencapai 291.677 kasus.7
3
Syaikh Mahmud Al-Mashri, Bekal Pernikahan, Terj. Imam Firdaus (Jakarta:
Qisthi Press, 2010), h. 7.
4
A. Ubaedillah, “Pendidikan Pranikah Perspektif Al-Qur’an”, Disertasi, Program
Studi Ilmu Al-Qur’an Dan Tafsir, Pascasarjana, Institut PTIQ Jakarta, 2021, h. 2
5
Kamal Al-Hayali, Solusi Islam Dalam Konflik Rumah Tangga (Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2005), h. 3.
6
Nikmawati, Religiusitas pada Keluarga Sakinah: Studi Kasus pada Peserta
Pemilihan Keluarga Sakinah Tingkat Nasional (Tangerang Selatan: Young Progressive
Muslim, 2018), h. 1.
7
Data diambil dari Badan Pusat Statistik (BPS), 25 Februari 2022,
https://databoks.katadata.co.id, diakses pada tanggal 25 Juni 2022.
3
8
Fauzi, D. A., Perceraian Siapa Takut…, (Jakarta: Restu Agung, 2006), h. 11.
9
H.M. Arifin, Pokok-Pokok Pikiran Tentang Bimbingan Penyuluhan Islam dan di
luar Sekolah (Jakarta: Bulan Bintang, 1997), h. 9.
4
10
Pedoman Penyelenggaraan Kursus Pranikah, Kementerian Agama RI Direktorat
Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam 2011. www.bimasislam.kemenag.go.id.
11
Robiah Awaliyah, “Nilai-nilai Pernikahan Ideal Perspektif Hadis dalam Film
Twivortiare”, Jurnal Riset Agama, Volume 2, Nomor 2, Agustus 2022, h. 53.
12
A. Ubaedillah, “Pendidikan Pranikah Perspektif Al-Qur’an”, Disertasi, Program
Studi Ilmu Al-Qur’an Dan Tafsir, Pascasarjana, Institut PTIQ Jakarta, 2021.
13
Dyah Ayu Sri Handayani, “Peran Pendidikan Pranikah Dalam Membangun
Kesiapan Menikah Dan Membentuk Keluarga Sakinah (Studi Kasus Di Lembaga Klinik
Nikah “KLIK” Cabang Ponorogo)”, Tesis, Pascasarjana Universitas Muhammadiyah
Ponorogo, 2018.
14
Wardian, “Desain Pendidikan Pranikah Menuju Terbentuknya Keluarga
Sakinah”, Al-Falah, Vol. XVII, No. 32, 2017.
15
Khairun Nisa, “Pendidikan Parenting Pranikah: Upaya Perbaikan Generasi
Berkualitas”, Lentera Pendidikan, Vol. 19, No. 2, 2016.
5
Pra dan Pasca nikah jarang disosialisasikan kepada calon-calon pasangan yang
ingin melangsungkan pernikahan maupun terhadap masyarakat umum.
B. Identifikasi Masalah
Dari penjelasan yang sudah dipaparkan pada latar belakang di atas, terdapat
beberapa identifikasi masalah sebagai berikut:
1. Pemahaman yang kurang mumpuni di kalangan masyarakat terkait
tujuan pernikahan yang harmonis dalam upaya menjadikannya sebagai
nilai ibadah kepada Tuhan.
2. Angka perceraian yang terus meningkat.
3. Pasangan suami istri yang masih krisis akhlak dan moral dan
melupakan hak dan kewajiban masing-masing.
4. Kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) kian mengkhawatirkan.
C. Pembatasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah yang disebutkan di atas, agar penelitian
ini menjadi lebih fokus dan komprehensif maka penulis membatasi masalahnya
kepada beberapa hal sebagai berikut:
2. Materi Pendidikan Pra dan Pasca Nikah yang dibahas melalui kitab
Qurratul ‘Uyun bi syarhi Ibn Yamun karya Syekh Muhammad al-
Tihami bin Madani
3. Pendidikan Pra dan Pasca Nikah dan implikasinya dalam membangun
kehidupan rumah tangga yang ideal sesuai dengan konteks kekinian
4. Isu-isu pernikahan kontemporer meliputi krisis akhlak dan melupakan
hak dan kewajiban masing-masing
D. Perumusan Masalah
Sesuai dengan batasan masalah tersebut, maka terdapat pertanyaan-
pertanyaan dalam penelitian ini yang penulis rumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana materi pendidikan Pra dan Pasca Nikah yang dibahas dalam
kitab Qurratul ‘Uyun bi syarhi Ibn Yamun karya Syekh Muhammad al-
Tihami bin Madani?
2. Bagaimana relevansinya dengan isu-isu pernikahan kontemporer?
3. Bagaimana Implikasinya dalam aspek sosial?
F. Penelitian Terdahulu
Penulis telah melakukan pelacakan terkait beberapa penelitian yang pernah
dilakukan yang juga terkait dengan penelitian ini. Hasilnya, terdapat beberapa
tulisan-tulisan serupa, hal tersebut dapat dilihat sebagai berikut:
16
A. Ubaedillah, “Pendidikan Pranikah Perspektif Al-Qur’an”, Disertasi, Program
Studi Ilmu Al-Qur’an Dan Tafsir, Pascasarjana, Institut PTIQ Jakarta, 2021.
8
17
Dyah Ayu Sri Handayani, “Peran Pendidikan Pranikah Dalam Membangun
Kesiapan Menikah Dan Membentuk Keluarga Sakinah (Studi Kasus Di Lembaga Klinik
Nikah “KLIK” Cabang Ponorogo)”, Tesis, Pascasarjana Universitas Muhammadiyah
Ponorogo, 2018.
18
Wardian, “Desain Pendidikan Pranikah Menuju Terbentuknya Keluarga
Sakinah”, Al-Falah, Vol. XVII, No. 32, 2017.
19
Khairun Nisa, “Pendidikan Parenting Pranikah: Upaya Perbaikan Generasi
Berkualitas”, Lentera Pendidikan, Vol. 19, No. 2, 2016.
9
G. Metode Penelitian
Arti khusus mengenai metode adalah cara berpikir sesuai dengan sistem
atau aturan tertentu. Suatu metode berdasarkan prosedur penelitian merupakan
salah satu dari metodologi yang kaitannya adalah penjelasan mengenai teknik
yang digunakan dalam pengumpulan dan analisis data yang ada. Sedangkan
20
Khairul Muttaqin, “Menyoal Keabsahan Hadis-Hadis Keintiman; Studi Analisis
Kitab Qurratul Uyun Karya Syaikh Muhammad At-Tihami bin Madani”, El-Afkar, Vol. 9,
No. 2, 2020.
21
Romlah, Kriteria Memilih Pasangan Hidup Perspektif Kitab Qurratul Uyun
(Studi Kasus di Desa Menganti Kesugihan Cilacap), Skripsi, Fakultas Syariah Institut
Agama Islam Negeri Purwokerto, 2019.
10
penelitian merupakan suatu usaha untuk mencari kembali data atau informasi
untuk memecahkan suatu permasalahan tertentu.22 Nana Syaodih Sukmadinata
memaparkan bahwa metode penelitian adalah suatu proses atau prosedur
penelitian yang didukung oleh asumsi dan pandangan secara filosofis maupun
ideologis, beberapa pertanyaan, isu-isu yang sedang hangat. Metode dalam
penelitian memiliki peran yang penting untuk memecahkan suatu masalah
tertentu dan mencapai tujuan dari penelitian itu sendiri.23
1. Jenis Penelitian
Secara keseluruhan, penelitian ini termasuk penelitian kepustakaan (library
research), sumber pencarian datanya melalui kajian pustaka, kemudian data
tersebut dikelompokkan berdasarkan objek penelitian dan menjawab
pertanyaaan yang sudah ditentukan. Penelitian kepustakaan digunakan untuk
meneliti dokumen, buku-buku, maupun naskah yang terkait dengan tema
penelitian.24 Sedangkan jenis penelitian ini adalah kualitatif yaitu prosedur
dalam penelitian yang metodologinya dikaji secara mendalam dan menyeluruh
terhadap suatu fenomena sosial yang diharapkan mampu memberikan hasil
berupa data deskriptif dalam bentuk tulisan atau informasi yang berbeda dari
perilaku sosial orang-orang sekitar yang diamati.25 Menurut Sugiyono,
penelitian kualitatif adalah instrumen kunci yang digunakan untuk meneliti
kondisi objek ilmiah.26
22
Rahmadi, Pengantar Metodologi Penelitian (Banjarmasin: Antasari Press, 2011),
h. 6-7.
23
Jumanta Hamdayama, Metodologi Pengajaran (Jakarta: Bumi Aksara, 2005), h.
52.
24
Sumadi Suryabrata, Psikologi Pendidikan (Yogyakarta: Rake Press, 1989), h. 16.
25
Rahmadi, Pengantar Metodologi Penelitian,… h. 14.
26
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif
R&D (Bandung: Alfabeta, 2013), h. 20.
27
Nazir, Metode Penelitian (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1985), h. 63.
11
a. Sumber data primer yaitu kitab Qurratul ‘Uyun karya yang dikarang oleh
Syekh Muhammad at-Tihami Ibnu Madani.
b. Sumber data sekunder berupa laporan penelitian, buku-buku, artikel, juga
tulisan-tulisan yang terkait dengan penelitian.
a. Penulis membaca keseluruhan isi dari kitab Qurratul Uyun sehingga akan
ditemukan beberapa pembahasan terkait topik yang penulis bahas dalam
penelitian ini sebagai data dan sumber data utama. Sedangkan untuk data
pelengkap seperti data biografi atau hal yang berkaitan dengan kehidupan
28
Sudaryono, Teori dan Aplikasi dalam Statistik (Yogyakarta: CV Andi Offset,
2014), H. 66.
29
Joko Subagyo, Metode Penelitian dalam Teori dan Praktek (Jakarta: Rineka
Cipta, 2011), h. 87
30
Rahmadi, Pengantar Metodologi Penelitian,… h. 71.
31
Rahmadi, Pengantar Metodologi Penelitian,… h. 71.
32
Rahmadi, Pengantar Metodologi Penelitian,… h. 60.
12
H. Teknik Penulisan
Adapun buku yang dijadikan pedoman dalam teknik penulisan ini adalah
buku “Pedoman Penulisan Tesis Program Magister Fakultas Tarbiyah Dan
Keguruan Uin Syarif Hidayatullah Jakarta” 2018.
I. Sistematika Pembahasan
Penelitian tesis ini ditulis dalam lima bab. Setiap bab memiliki sub babnya
masing-masing. Secara sistematis, penelitian ini diuraikan sebagai berikut:
Bab pertama, sebagaimana penelitian pada umumnya yang terdiri dari latar
belakang masalah, identifikasi masalah, pembatasan masalah, perumusan
masalah, tujuan dan manfaat penelitian, penelitian terdahulu, teknik penulisan,
dan sistematika pembahasan.
Bab kedua, dijelaskan beberapa konsep terkait pendidikan Pra dan Pasca
Nikah. Bagian ini akan menjelaskan definisi pendidikan Pra dan Pasca Nikah
secara umum dan khusus dalam ranah Islam secara etimologi maupun
terminologi. Dalam bagian ini juga diuraikan tentang isu-isu pernikahan
33
Soejono, Metode Penelitian Suatu Pemikiran dan Penerapan (Jakarta: Rineka
Cipta, 1999), h. 14.
13
Bab kelima adalah penutup. Pada bagian ini akan dikemukakan kesimpulan
yang akan menjawab beberapa pertanyaan di rumusan masalah, kemudian
dilanjutkan dengan beberapa saran yang memuat keterbatasan penelitian dan
rekomendasi untuk penelitian selanjutnya.
14
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Konsep Pendidikan
1. Pengertian Pendidikan
Dalam KBBI, pendidikan berasal dari kata dasar “didik” atau mendidik
yang diartikan sebagai pemeliharaan berupa ajaran tentang akhlak dan cerdasnya
pemikiran.1 Secara aspek bahasa, pendidikan cenderung disebut dengan “at-
Tarbiyah”. An-Nahlawi menyebutkan bahwa at-Tarbiyah terdiri dari tiga
komponen kata, yaitu rabâ-yarbâ yang memiliki makna tumbuh. Rabba-yarubbu
yang bermakna menjaga, memelihara, menguasai, menuntun, dan memperbaiki.
Kemudian rabbâ-yurabbî-tarbiyatan yang artinya memelihara, mengatur,
mendidik.2
2. Landasan Pendidikan
1
Kamus Pusat Bahasa, Kamus Bahasa Indonesia (Jakarta: Pusat Bahasa, 2008), h.
76.
2
Asnelly Ilyas, Mendambakan Anak Sholeh: Prinsip-Prinsip Pendidikan Anak
dalam Islam (Bandung: Al-Bayan, 1996), h. 20.
3
Achmadi, Islam Sebagai Paradigma Pendidikan (IAIN Walisongo Pres: Aditya
Media, 1992), h. 16.
4
Abdurrahman An-Nahlawi, Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah, dan Masyarakat
(Jakarta: Gema Insani press, 1995), h. 32.
5
Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional.
6
Zakiyah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama (Jakarta: Bulan Bintang, 1983), h. 1.
15
16
Artinya: “Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai
pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati,
semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya” (Q.S. Al-Isra’: 36).
Setiap warga negara Indonesia, tanpa membedakan status sosial, ras, suku,
agama, atau jenis kelamin, berhak memperoleh pendidikan yang bermutu yang
disesuaikan dengan minat dan bakatnya, sebagaimana tercantum dalam
pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Hak
ini berlaku untuk semua warga negara Indonesia tanpa memandang status sosial,
ras, suku, agama, atau jenis kelamin. Pemerataan dan pendidikan yang
berkualitas akan memberikan keterampilan hidup yang dibutuhkan oleh
masyarakat Indonesia untuk mengenali dan memecahkan masalah dalam diri dan
lingkungannya, yang akan membantu membangun masyarakat modern yang
beradab berdasarkan prinsip-prinsip Pancasila.
7
Abdul Rahmat, Pengantar Pendidikan: Teori, Konsep, dan Aplikasi (Bandung:
MQS Publishing, 2010), h. 20
17
3. Unsur-unsur Pendidikan
Unsur-unsur atau Komponen-komponen dalam pendidikan menggabungkan
beberapa hal yang saling berkaitan. Berikut ini adalah contohnya:
4. Tujuan Pendidikan
Tujuan pendidikan, sebagaimana ditegaskan dalam Undang-Undang No.
Pasal 2 Tahun 1985, tujuan pendidikan adalah “mencerdaskan kehidupan
bangsa” dan “membangun manusia seutuhnya” yang memiliki pengetahuan,
keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, berkepribadian baik dan mandiri,
memiliki rasa tanggung jawab terhadap masyarakat dan bangsa, serta beriman
dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.9
5. Fungsi Pendidikan
Berikut ini adalah lima jenis fungsi pendidikan menurut Maryati, yaitu:
8
Teguh Triyanto, Pengantar Pendidikan (Jakarta: Bumi Aksara, 2014), h. 24-26
9
Undang-undang No. 2 Tahun 1985 tentang tujuan pendidikan di Indonesia.
10
Binti Maunah, Ilmu Pendidikan (Yogyakarta: Teras, 2009), h. 17
11
M. Suardi, Pengantar Pendidikan Teori dan Aplikasi (Jakarta: PT. Indeks, 2010),
h. 11
19
Suami dan istri memiliki hak dan tanggung jawab masing-masing dalam
kehidupan setelah menikah. Pendidikan pasca nikah berikut ini penting untuk
diketahui: pasangan harus mengetahui keistimewaan dan kewajibannya, karena
12
Maryati, Fungsi Pendidikan, 2007, h. 73-74
13
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Balai
Pustaka, 1998), h. 614.
14
Syaikh Mahmud Al-Mashri, Bekal Pernikahan (Jakarta: Qisthi Press, 2010), h. 7
20
Segala sesuatu itu mempunyai landasan, asas atau dasar, begitu pun dengan
pendidikan pranikah yang mempunyai landasan. Disebabkan ia adalah bagian
proses yang praktiknya terkait dan dijalankan oleh manusia, serta juga ada
prinsip-prinsip serta ketentuan yang sumbernya yaitu pada ajaran Islam, yakni
Al-Qur’an dan Sunnah.17
15
M. Ali Hasan, Pedoman Hidup Berumah Tangga Dalam Islam (Jakarta: Prenada
Media, 2003), h. 151
16
A. Fatah Yasin, Dimensi-dimensi Pendidikan Islam (Malang: UIN MALANG
PRESS, 2008), h. 30.
17
A. Fatah Yasin, Dimensi-dimensi Pendidikan Islam, h. 41.
18
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Islami (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,
2003), h. 109-110.
21
Dalam pernikahan itu sendiripun juga terdapat hikmah yang begitu banyak,
di antaranya; pernikahan merupakan salah satu bentuk ibadah, memelihara diri
dari perbuatan maksiat, memperoleh garis keturunan yang jelas dan sah,
melaksanakan kehidupan sosial antar individu dan kelompok secara teratur
serta mempererat silaturrahmi antar keluarga.19
Hal tersebut sesuai dengan tujuan dari pernikahan, maka adanya pendidikan
pranikah diharapkan sebagai bentuk persiapan atas segala sesuatu yang
berkaitan dengan segala aspek dalam pernikahan. Pendidikan pranikah itu
sendiri diadakan sebelum prosesi pernikahan dilangsungkan. Tentu dalam
19
BP 4 (Badan Penasihat, Pembinaan, Dan Pelestarian Provinsi Jawa Timur)
Tuntutan Praktis Rumah Tangga Bahagia (Surabaya: BP 4, 2003), h. 10-11.
22
pelaksanaannya sendiri juga harus berdasarkan kedua belah pihak dan harus
dihadiri oleh kedua calon pasangan.
20
Ulfatmi, Keluarga Sakinah dalam Perspektif Islam (Jakarta: Kementerian Agama
RI, 2011), h. 20.
21
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia: Antara Fikih
Munakahat dan Undang-undang Perkawinan (Jakarta: Kencana, 2006), h. 63.
23
Hal tersebut tidak akan terwujud tanpa adanya pembiasaan atau latihan-
latihan sendiri dini, khususnya dalam hal mendidik diri sendiri yang kemudian
meluas dengan mendidik pasangan, anak, atau keluarga. Itupun juga harus
dibarengi dengan kesadaran akan pentingnya pendidikan, hak, serta tanggung
jawab, yang mana jika ingin membangun rumah tangga yang baik dan
harmonis, tidak hanya dilakukan seorang diri namun dilakukan secara bersama
sehingga lahir kepribadian baik dan sesuai dengan apa yang diperintahkan oleh
syariat agama.
a. Kewajiban suami
1) Memenuhi kebutuhan hidup, yaitu berupa material dan spiritual.
2) Melindungi keluarga Anda dari berbagai bahaya atau ancaman dan
lindungi diri Anda dan keluarga Anda dari pelanggaran atau
berbuat dosa.
3) Mengasihi istri sebagaimana di ajarkan di dalam agama.
4) Mengarahkan dan membimbing seluruh keluarga ke jalan yang
benar.
5) Sopan, santun dan perhatian kepada orang tua, mertua, dan
keluarganya.
b. Kewajiban istri
1) Menjaga kehormatan diri dan rumah tangganya.
2) Membantu suami dalam mengatur rumah tangga.
3) Mendidik, memelihara dan mengajarkan agama kepada anak-
anaknya.
4) Sopan dan hormat kepada orang tua, baik mertua dan keluarganya.
Pernikahan sebagai sebuah konsep memiliki ruang lingkup yang begitu luas
dan dapat dipotret dari berbagai segi, baik itu sudut pandang agama maupun
hukum dalam masyarakat. Di Indonesia, Hukum Positif atau Undang-Undang
No. 1 Tahun 1974, berisi tentang hukum perkawinan. Yang menyatakan bahwa:
Sebagai suami istri, seorang pria dan seorang wanita membentuk ikatan lahir
22
Yusdani, Menuju Fiqih Keluarga Progresif (Yogyakarta: Kaukaba Dipantara,
2011), h. 183.
23
Ulfatmi, Keluarga Sakinah dalam Perspektif Islam (Jakarta: Kementerian Agama
RI, 2011), h. 86-92.
25
batin dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan
kekal berdasarkan iman kepada Tuhan Yang Maha Esa.24
ٍ َ إِ َّن الرأَةَ تُ ْقبِل ِِف صورةِ َشيط:ال رسو ُل للاِ صلَّى للا علَي ِه وسلَّم
ان َ ََع ْن أَِب ُهَريْ َرةَ َر ِض َي للاُ َعْنهُ ق
ْ َْ ُ ُ َْ َ ََ َْ ُ َ ْ ُ َ َ َ ق:ال
.ك يَُرد َما ِِف نَ ْف ِس ِه ِ ِ ِ ٍ ِ
َ صَر أَ َح ُد ُك ْم ا ْمَرأَةً فَ ْليَأْت أَ ْهلَهُ فَإِ َّن ذَل
َ ْص ْوَرةِ َشْيطَان فَِإذَا أَب
ُ َو تُ ْدبُر ِِف
Artinya: “sesungguhnya perempuan itu datang dan pergi bagaikan syaitan.
Jika salah seorang dari kalian melihat seorang perempuan (dan tergoda),
hendaklah ia mendatangi istrinya, karena hal tersebut dapat mencegah apa yang
terdapat dalam dirinya (yakni gejolak syahwat)” (H. R. Muslim, No. 2491).
Pernikahan merupakan sarana terbaik untuk mendapatkan keturunan,
menjaga keberlangsungan hidup dan dapat menghindari terputusnya nasab yang
mendapatkan perhatian tersendiri dalam Islam. Keturunan yang banyak dapat
memberi kemaslahatan secara umum dan manfaat yang dapat dirasakan secara
24
Dijelaskan dalam Undang-undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974.
25
Jamaluddin, Buku Ajar Hukum Perkawinan (Lhokseumawe: Unimal Press,
2016), h. 23.
26
Dari sisi lain, sebagian besar ulama sependapat bahwa perkawinan itu sah
dengan asumsi ada kesepakatan (ijab dan kabul) antara wali perempuan dan
suami, atau antara pertemuan seperti wali dari perempuan.27 Salah satu ibadah
yang dijelaskan oleh Allah dan Rasul-Nya dalam Islam adalah terkait dengan
anjuran menikah. Dalam Al-Qur’an dan hadits menjelaskan tentang pernikahan,
yaitu pada QS. An-Nisa ayat 1:
26
Akmal Abdul Munir, “Pemikiran Sayyid Sabiq Mengenai Hikmat al-Tasyri’
Hukum Perkawinan dalam Kitab Fiqh al-Sunnah”, Hukum Islam, Vol. 1, No. 2 Desember
2021.
27
Opik Taupik dan Ali Khosim al-Mansyur, Fiqih 4 Madzhab Kajian Fiqih-Ushul
Fiqih (Bandung: tt, 2014), h. 173.
28
Ayat ini menegaskan bahwa Nabi Adam a.s. dan Hawa tidak diciptakan melalui
proses evolusi hayati seperti makhluk hidup lainnya, tetapi diciptakan secara khusus
seorang diri, lalu diciptakanlah pasangannya dari dirinya. Mekanismenya tidak dapat
dijelaskan secara sains. Selanjutnya, barulah anak-anaknya lahir dari proses biologis secara
berpasangan-pasangan sesuai kehendak-Nya.
27
ِٰيَي ها النَّاس اِ ََّن خلَ ْقٰن ُكم ِمن ذَ َك ٍر َّواُنْثٰى وجعلْٰن ُكم شعوب َّوقَب ۤاكئل لِت عارفُوا اِ َّن اَ ْكرم ُكم ِعْند ٰالل
َ ْ ََ ْ َ َ َ َ َ ً ُْ ُ ْ َ َ َ ْ ْ َ ُ َ
ِ ِ
اَتْ ٰق ُك ْم ا َّن ٰاللَ َعلْيم َخبِْي ر
29
Hamka, Tafsir Al-Azhar, Jilid 9 (Singapura: Pustaka Nasional PTE LTD, tt), h.
6923
30
Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah, Jilid III (Yogyakarta: Cakrawala Publishing, t.t), h.
196.
28
ِولَ َق ْد اَرس ْلنا رس ًل ِمن قَبلِك وجعلْنا ََلم اَزواجا َّوذُ ِريَّةً وما َكا َن لِرسوٍل اَ ْن ََّّيِْت ِبٰي ٍة اََِّل ِبِ ْذ ِن ٰالل
َ َ ُْ َ ََ ً َ ْ ُْ َ َ َ َ َ ْ ْ ُ ُ َ َ ْ َ
لِ ُك ِل اَ َج ٍل كِتَاب
Artinya: “Sungguh Kami benar-benar telah mengutus para rasul sebelum
engkau (Nabi Muhammad) dan Kami berikan kepada mereka istri-istri dan
keturunan. Tidak mungkin bagi seorang rasul mendatangkan sesuatu bukti
(mukjizat) melainkan dengan izin Allah. Untuk setiap masa ada
ketentuannya” (QS. Ar-Ra’d: 38).
Rasulullah saw bersabda:
ِ ِ ِ ِ
َ ْ اَْربَع م ْن ُسنَ ِن الُْر َسل:صلَى للاُ َعلَْيه َو َسلَ َم
ْي اْلَيَاءُ َوالتَّ َعطُر َ ال َر ُس ْو ُل للا
َ َ ق:ال َ َع ْن أَِب أَيُ ْو
َ َب ق
اح ِ ِ
ُ َوالس َو ُاك َوالن َك
31
Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah,... h. 197.
32
Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah,... h. 197.
33
Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah,... h. 199.
29
Artinya: “Ada empat hal yang termasuk sunnah para rasul, yaitu: malu,
memakai minyak wangi, bersiwak, dan menikah” (HR. At-Tirmidzi, No.
1080 dan Musnad Imam Ahmad).
ِ و ٰالل جعل لَ ُكم ِمن اَنْ ُف ِس ُكم اَْزواجا َّوجعل لَ ُكم ِمن اَْزو ِاج ُكم بنِْي وح َف َد ًة َّورزقَ ُكم ِمن الطَّيِٰب
ت َ ْ ََ َ َ َْ َ ْ َ ْ ْ َ َ َ ً َ ْ ْ ْ َ ََ ُ َ
ِ
اط ِل يُ ْؤِمنُ ْو َن َوبِن ْع َمت ٰالل ُه ْم يَ ْك ُفُرْو َن
ِ ِ ِ اَفَبِالْب
َ
Artinya: “Allah menjadikan bagimu pasangan (suami atau istri) dari jenis
kamu sendiri, menjadikan bagimu dari pasanganmu anak-anak dan cucu-
cucu, serta menganugerahi kamu rezeki yang baik-baik. Mengapa terhadap
yang batil mereka beriman, sedangkan terhadap nikmat Allah mereka
ingkar?” (QS. An-Nahl: 72).
Allah juga berfirman dalam QS. Ar-Rûm ayat 21:
ِ ِ وِمن اٰيٰتِه اَ ْن خلَق لَ ُكم ِمن اَنْ ُف ِس ُكم اَزواجا لِتس ُكن وا اِلَي ها وجعل ب ي ن ُكم َّموَّدةً َّور ْْحةً اِ َّن
َ ِف ٰذل
ك ْ َ َ َ ْ َ َْ َ َ َ َ َ ْ ْ ُ ْ َ ً َ ْ ْ ْ ْ َ َ ْ َ
ٍ ِ ٍ
َ َٰل ٰيت ل َق ْوم يَّتَ َف َّكُرْو َن
Artinya: “Di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah bahwa Dia
menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari (jenis) dirimu sendiri agar
kamu merasa tenteram kepadanya. Dia menjadikan di antaramu rasa cinta
dan kasih sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar
terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir” (QS. Ar-
Rum: 21).
ِ َالصلِ ِحْي ِمن ِعب ِاد ُكم واِم ۤاكئ ُكم اِ ْن يَّ ُكونُوا فُ َق ۤراء ي ْغنِ ِهم ٰالل ِمن ف ِ ِ
ُِله َو ٰالل
ْ ْ ُ ُ ُ ََ ْ ْ ْ َ َ ْ َ ْ َ ْ ٰ َواَنْك ُحوا ْاَلَ َي ٰمى مْن ُك ْم َو
َو ِاسع َعلِْيم
Artinya: “Nikahkanlah orang-orang yang masih membujang di antara kamu
dan juga orang-orang yang layak (menikah) dari hamba-hamba sahayamu,
baik laki-laki maupun perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan memberi
34
Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah,... h. 200.
35
Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah,... h. 200.
30
ثََلثَة َحق َعلَى للاِ َع ْونُ ُه ْم:صلَى للاُ َعلَْي ِه َو َسلَّ َم ِ
َ ال َر ُس ْو ُل للا َ َ ق:الَ ََع ْن أَِب ُهَريْ َرةَ َر ِض َى للاُ َعنْهُ ق
ِ ِ ِ َاهد ِِف سبِي ِل للاِ وال َكات ِ
اف َ ب الَّذ ْي يُِريْ ُد الَ َداءَ َوالنَّاك ُح الَّذي يُِريْ ُد
َ الع َف ُ َُ ْ َ ُ الُ َج
Artinya: “Ada tiga golongan yang berhak mendapat pertolongan Allah swt,
yaitu: Orang yang berjuang di jalan Allah, seorang budak yang ingin
merdeka, dan orang yang menikah untuk menjaga kehormatannya” (HR.
Sunan Tirmidzi No. 1579 dan Shahih Ibnu Ashim, Al-Jihad No. 274).
2. Hukum Pernikahan
a. Wajib
Nikah hukumnya wajib untuk mereka yang khawatir dan merasa takut
tidak bisa menjaga diri dan terjerumus dalam zina. Pasangan yang menikah,
akan memiliki hak dan tanggung jawabnya masing-masing, menjaga diri dan
keharmonisan.36
Imam Qurthubi berkata: “Para ulama tidak berbeda pendapat terkait hukum
menikah adalah wajib bagi mereka yang mampu, dan jika tidak menikah itu
akan membahayakan agama dan dirinya”.
Apabila beberapa pasangan yang takut atau khawatir mengenai rezeki, atau
jika seorang laki-laki khawatir tidak bisa menafkahi istrinya, maka sesuai
dengan firman Allah swt, bahwa Dia akan memberikan kemudahan dan
keluasan rezeki, dalam QS. An-Nur ayat 33:
ت ِ ف الَّ ِذين ََل ََِيدون نِ َكاحا ح ّٰت ي غنِي هم ٰالل ِمن فِلِه والَّ ِذين ي ب ت غون الْ ِكت ِ ولْيستَ ْع ِف
ْ ٰب ِمَّا َملَ َك َ َ ْ ُ َ َْ َ ْ َ ْ َ ْ ُ ُ ُ َ ْ ُ َ ً َ ْ ُ َْ ََْ
ِ
اَْْيَانُ ُك ْم فَ َكاتِبُ ْوُه ْم ا ْن َعلِ ْمتُ ْم فِْي ِه ْم َخْي ًرا َّواٰتُ ْوُه ْم ِم ْن َّم ِال ٰاللِ الَّ ِذ ْي اٰ ٰتى ُك ْم َوََل تُ ْك ِرُه ْوا فَتَ ٰيتِ ُك ْم َعلَى
اْلَٰيوةِ الدنْيَا َوَم ْن ي ْك ِرْهه َّن فَاِ َّن ٰاللَ ِم ْن بَ ْع ِد اِ ْكَر ِاه ِه َّن َغ ُف ْور ِ ِ ِۤ
ْ ض َ الْبِغَاء ا ْن اََرْد َن ََتَصنًا لتَ ْب تَ غُ ْوا َعَر
َّرِحْيم
Artinya: “Orang-orang yang tidak mampu menikah, hendaklah menjaga
kesucian (diri)-nya sampai Allah memberi kemampuan kepada mereka
dengan karunia-Nya. (Apabila) hamba sahaya yang kamu miliki
menginginkan perjanjian (kebebasan), hendaklah kamu buat perjanjian
36
Muhammad bin Ibrahim at-Tuwaijri, Ringkasan Fiqih Islam, Islam House.com,
2012, h. 6.
31
c. Haram
Hukum nikah menjadi haram Ketika orang tidak mau menikah karena
khawatir tidak dapat memenuhi tanggung jawabnya, seperti memberikan
nafkah kepada istrinya baik secara finansial maupun spiritual, maka akad nikah
menjadi tidak sah. Jika nafsu seseorang tidak terlalu kuat atau dia berpikir
bahwa jika dia menikah, dia akan meninggalkan Islam, maka hukum larangan
pernikahan tidak berlaku untuk mereka.38
d. Makruh
Untuk individu yang kondisinya mirip dengan yang dijelaskan di atas tetapi
tidak membahayakan istrinya secara signifikan. Istri tidak banyak mendapatkan
efek madharat ketika menikah. Dengan asumsi kondisinya seperti itu, maka
orang tersebut tidak boleh menikah terlebih dahulu, karena menikah itu
makruh.39
e. Mubah
Bagi orang yang mampu untuk melangsungkan perkawinan, dan jika dia
tidak melakukannya dia tidak khawatir melakukan perselingkuhan atau berzina
dan jika dia menikah dia tidak akan meninggalkan pasangannya, maka pada
saat itu, orang tersebut hukumnya adalah mubah.
37
Muhammad bin Ibrahim at-Tuwaijri, Ringkasan Fiqih Islam, h. 7.
38
Erwin Yudi Prahara, Materi Pendidikan Agama Islam (Ponorogo: STAIN Press,
2009), h. 325
39
Abdul Ghofur Anshori, Perkawinan Islam Perspektif Fikih dan Hukum Positif
(Yogyakarta: UII Press, 2011), h. 40
32
diri, artinya sanggup atau tidaknya seseorang itu mengendalihan hawa nafsunya
jangan sampai berujung kepada perzinaan.40
3. Rukun Pernikahan
Rukun adalah sesuatu yang termasuk dalam urutan pekerjaan yang
menentukan sah (valid) atau tidaknya suatu pekerjaan tersebut.41 Sesuai dengan
sabda Nabi dari Uqbah :
أَ َحق الشُرْو ِط اَ ْن: صلَى للاُ َعلَْي ِه َو َسلَّ َم ِ َ ََع ْن ُع ْقبَةَ بْ ِن َعا ِم ٍر َر ِض َي للاُ َعْنهُ ق
َ ال َر ُس ْو ُل للا
َ َ ق,ال
ِ الشُرْو ِط ِّف ال ْه ِر ِعْن َد َع ْق ِد النِ َك
.)اح ُ اب ِ َتُو َّّف بِِه ما اِ ْستَ ْحلَلْتُم بِِه ال ُفروج (أَ ْخرجهُ الب َخا ِري ِّف كِت
َ ُ َ َ َ ُْ ْ َ َ
Artinya: Dari Uqbah bin Amir ra, ia berkata: Rasulullah Saw: bersabda:
“syarat yang paling patut kalian tepati adalah syarat yang dapat
menghalalkan kemaluan” (HR. Bukhari dalam kitab ke 54 kitab syarat-
syarat, bab k2-6 syarat-syarat dalam mahar ketika akad nikah).
40
Peunoh Daly, Hukum Perkawinan Islam Suatu Studi Perbandingan dalam
Kalangan Ahlu Sunnah dan Negara-negara Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 2005), h. 109
41
Muhammad Fuad Abdul Baqi, Al-Lu'lu' wal Marjam (Semarang: Pustaka Nun,
2012), h. 271.
42
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia: Antara Fiqih
Munakahat dan Undang-undang Perkawinan (Jakarta: Kencana, 2006), h. 61.
43
Asrorun Niam Sholeh, Fatwa-fatwa Masalah Pernikahan Dan Keluarga (Jakarta:
Graha Paramuda, 2008), h. 14
33
wali, ijab kabul, dan dua orang saksi. Rukun nikah telah disempurnakan dalam
istilah hukum Islam tentang pernikahan yang sah.
4. Syarat Pernikahan
Syarat adalah sesuatu yang mesti ada yang menentukan sah dan tidaknya
suatu pekerjaan (ibadah), suatu pekerjaan (ibadah) hanya sah jika memenuhi
syarat-syarat tertentu, seperti menutup aurat untuk shalat atau mewajibkan
mempelai laki-laki atau perempuan yang beragama Islam, yang diwajibkan oleh
Islam.44
a. Syarat-syarat Suami
1) Bukan mahram dari calon istri;
2) Tidak terpaksa, melainkan atas kemauan sendiri;
3) Jelas orangnya;
4) Tidak sedang ihram.
b. Syarat-syarat Istri
1) Tidak ada halangan yang syara’, yaitu tidak bersuami, bukan
mahram, tidak sedang dalam iddah.
2) Merdeka, atas kemauan sendiri;
3) Jelas orangnya;
4) Tidak sedang ihram.
c. Syarat-syarat Wali
1) Laki-laki;
2) Baligh;
3) Waras akalnya;
4) Tidak dipaksa;
5) Adil;
6) Tidak sedang ihram.
d. Syarat-syarat Saksi
1) Laki-laki;
2) Baligh;
3) Waras akalnya;
4) Adil;
44
Sohari Sahrani Dan Tihami, Fikih Munakahat, Kajian Fikih Lengkap (Jakarta:
Rajawali Pers, 2013), h. 12
34
Shigat harus dilakukan dalam bahasa yang dapat dimengerti oleh orang
yang membuat atau melakukan akad, orang yang menerima akad, dan saksi.
Shigat harus digunakan untuk menunjukkan waktu akad dan saksi. Entah Shigat
harus menggunakan kalimat yang mengacu pada waktu sebelumnya atau satu
orang harus menggunakan kalimat yang mengacu pada waktu yang akan
datang.46
Agar akad berlaku, Shigat harus terikat oleh batasan tertentu. Misalnya
dengan menyatakan: Anda akan menikah dengan putri saya. Lalu laki-laki itu
menjawab: “Sesungguhnya aku mengakui atau menerimanya”. Akad yang
bergantung pada kondisi atau tanggal tertentu tidak sah, sedangkan akad yang
disebutkan di atas sah dan mengikat.47
5. Tujuan Pernikahan
Perkawinan adalah tujuan syariat yang dibawa oleh Rasulullah SAW, yaitu
rencana usaha manusia dalam kehidupan bersama dan ukhrowi. Di antara
tujuan menikah menurut Imam Syafi'i dalam kitabnya Wahbah Zuhaili adalah:
Menjaga keturunan, menyalurkan nafsu, yang bisa berbahaya jika dikendalikan,
dan memperoleh kenikmatan (surga ada karena tidak ada proses atau
pengendalian kelahiran).48
45
Sohari Sahrani Dan Tihami, Fikih Munakahat, Kajian Fikih Lengkap (Jakarta:
Rajawali Pers, 2013), h. 12
46
Aminuddin Dan Slamet Abidin, Fiqh Munakahat (Bandung: Pustaka Setia,
1999), h. 34
47
Aminuddin Dan Slamet Abidin, Fiqh Munakahat, h. 35
48
Wahbah Zuhaili, Fiqih Imam Syafi'i: Mengupas Masalah Fiqhiyah Berdasarkan
Al-Qur'an dan Hadits (Jakarta: Al-Mahira, 2008), h. 452
35
Pelaku (suami dan istri) akan memperoleh manfaat dari perkawinan yang
ikhlas karena baik laki-laki maupun perempuan akan timbul rasa sayang dan
memiliki, dan mereka akan merasakan manfaat perkawinan, antara lain:
Adanya rasa puas dan senang batin, rasa cinta terhadap istri dan anak-anak
seseorang yang berakar pada tanggung jawab atas kesejahteraan fisik dan
mental mereka.50
6. Hikmah Pernikahan
Dalam pernikahan yang diridhai Allah swt., terdapat banyak hikmah yang
dapat dirasakan. Di antaranya, melalui pernikahan dapat membangun dan
memperkuat ikatan sosial, jiwa persaudaraan yang semakin erat, menyatukan
dua keluarga, saling berempati, tolong menolong serta berkasih sayang. Hal
tersebut akan menimbulkan kebahagiaan.51
49
Soemiyati, Hukum Perkawinan Islam dan Undang-undang Perkawinan
(Yogyakarta: Liberty, 2007), h. 12-13
50
Sidi Nazar Bakri, Kunci Keutuhan Rumah Tangga (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya,
1993), h. 27
51
Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah,... h. 207.
52
Abu Malik Kamal, Sahih Fikih Sunnah, Jilid III (Jakarta: Pustaka Azzam, 2007),
h. 109.
36
Orang Arab sering melakukan poligami. Namun, jenis poligami pada masa
itu tidak sama dengan sekarang. Saat ini, poligami melibatkan hidup dengan
banyak istri secara berdampingan. Mereka juga diperbolehkan untuk berpisah
dari salah satu pasangan mereka jika mereka menginginkannya. Namun,
sebelum Islam, perceraian tidak dikenal dalam masyarakat Arab. Perempuan
adalah komoditas atau obyek. Dalam pernikahan itu, laki-laki tidak peduli pada
kebahagiaan atau ketidakpuasan (senangan) istri.
53
Hasan Shadily, Ensiklopedi indonesia (jakarta: sinar baru van houve, 1984), h.
2736
54
Anis Ibrahim, Al-Mu'jam Al-Wasith (Mesir: Dar Al-Ma'arif, 1972), h. 405
55
Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 2002), h. 885
56
Pius. A Partanto, Kamus Ilmiyah Populer (Surabaya: Arloka, 1994), h. 606
57
Moch Anwar, Fiqh Islam: Muamalah, ,Munakahat, Faraid dan Jinayah (Bandung:
Al-Ma'arif, 1980), h. 149
58
Saiful Islam Mubarak, Poligami Antara Pro dan Kontra (Bandung: Syamil,
2007), h. 2
37
Artinya: “Dan jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil terhadap (hak-
hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), Maka
kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat.
kemudian jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil, Maka (kawinilah)
seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. yang demikian itu adalah
lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya” (QS. An-Nisa: 3).
Artinya: “Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat Berlaku adil di antara
isteri-isteri(mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, karena itu
janganlah kamu terlalu cenderung (kepada yang kamu cintai), sehingga
kamu biarkan yang lain terkatung-katung. dan jika kamu Mengadakan
perbaikan dan memelihara diri (dari kecurangan), Maka Sesungguhnya
Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (QS. An-Nisa: 129).
Dalam situasi ini, banyak tokoh kontemporer yang berkomentar tentang
poligami, salah satunya adalah Muhammad Rasyid Ridha yang mengatakan
bahwa tanggapan Al-Syarth dalam Surat An-Nisa ayat 3 di atas adalah bahwa
komitmen untuk memperlakukan wanita secara wajar dan penyangkalan
terhadap tindakan yang tidak wajar terhadap mereka adalah sesuatu yang
seharusnya. Dijauhkan dari sebagai kewajiban untuk menghindari kezaliman
terhadap anak yatim, karena keduanya berpotensi mengganggu tatanan alam
dan menimbulkan kemurkaan Allah SWT.59
59
Muhammad Rasyid Ridha, Tafsir Al-Manar (Beirut: Dar Al-Ma'arif, tt), h. 347
60
Muhammad Al-Syaukani, Fath Al-Qadir (Beirut: Dar Al-Kutub Al-Ilmiyah, tt),
h. 529
38
perlu mengkaji semua nas yang berkaitan dengan pernikahan untuk menemukan
konsep pernikahan Islam.
Redaksi ayat ini mirip dengan ucapan “kalau khawatir sakit saat makan
makanan ini, habiskan saja makanannya selain yang ada di depan asalkan tidak
khawatir sakit”, bunyi maksud ayat tersebut seperti orang yang melarang orang
lain dari makan makanan tertentu. Jelas perintah untuk makan sumber makanan
yang berbeda hanyalah untuk menonjolkan penolakan makan makanan tertentu
itu.
61
M.Quraish Shihab, Tafsir Maudhui ata Pelbagai Persoalan Umat (Bandung:
Mizan, 1996), h. 199
39
Perkawinan beda agama menurut Ketut Mandra dan I. Ketut Artadi adalah
persatuan lahir dan batin antara seorang pria dengan seorang wanita yang
berbeda agama dan tetap menjaga perbedaan agamanya sebagai suami istri
guna terciptanya rumah tangga yang bahagia dan langgeng. berdasarkan
keyakinan pada satu Tuhan yang maha kuasa. Sedangkan menurut
Abdurrahman bahwa perkawinan beda agama adalah perkawinan yang
dilakukan oleh orang-orang yang menganut berbagai agama dan keyakinan satu
sama lain.63
62
Purwaharsanto pr, Perkawinan Campuran Antar Agama Menurut UU RI No. 1
Tahun 1974 Tentang Perkawinan: Sebuah Telaah Kritis Aktualita Media Cetak
(Yogyakarta: tnp, 1992), h.10
63
O.S Eoh, Perkawinan Antar Agama dalam Teori dan Praktek (Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 1996), h. 35
40
64
Muhammad Farid, “Perkawinan Beda Agama dalam Perspektif Hadis
Ahkam”, al-Bayyinah: Journal of Islamic Law, Vol. 6, No. 2, h. 6-7.
65
Muhammad Alifuddin, “Analisis Penggunaan Dalil Seputar Larangan Nikah
Beda Keyakinan”, Jurnal al-‘Adl, Vol. 6, No. 2, Juli 2013, h. 91.
42
pennyembah berhala, Majusi, atau salah satu dari kedua orangtuanya adalah
orang kafir maka hukumnya haram. Begitu pula halnya perkawinan antara laki-
laki muslim dengan perempuan musyrikah.66Perempuan musyrikah adalah yang
menyembah berhala, seperti orang-orang musyrik Arab terdahulu.
Imam Syafi’i berpendapat bahwa istilah ahl al-kitâb hanya ditujukan pada
orang-orang Yahudi dan Nasrani dari keturunan Bani Israil. Alasannya, nabi
Musa as dan nabi Isa as hanya diutus kepada Bani Israil bukan pada bangsa-
bangsa lain. Berdasarkan pendapat ini dapat disimpulkan bahwa orang-orang
yang bergama Yahudi dan Nasrani yang berada di negara-negara lain termasuk
kalangan Kristen yang berada di Indonesia tidak termasuk ke dalam golongan
ahl al-kitâb.69
c. Pernikahan wanita muslimah dengan laki-laki non muslim
Sesuai dengan surah al-Mumtahanah ayat 10, maka para ulama sepakat
bahwa pernikahan ini hukumnya haram. Wanita Islam secara mutlak haram
menikah dengan laki-laki yang bukan beragama Islam, baik laki-laki musyrik
atau ahl al-kitâb. Seorang suami mempunyai tanggung jawab sebagai pemimpin
66
Aldil Nuari, “Nikah Beda Agama dalam Pandangan Yusuf al-Qardhawi”,
Tesis, Program Pascasarjana UIN sultan Syarif Kasim Riau, 2020, h. 34.
67
Aldil Nuari, “Nikah Beda Agama dalam Pandangan Yusuf al-Qardhawi”, h.
26.
68
Harifuddin Cawidu, Konsep Kufr dalam al-Quran: Suatu Kajian Teologis
dengan Pendekatan Tafsir Tematik (Jakarta: Bulan Bintang, 1991), 166.
69
Aldil Nuari, “Nikah Beda Agama dalam Pandangan Yusuf al-Qardhawi”, h.
27.
43
atas istrinya dan istri berkewajiban untuk mematuhinya. Jika pernikahan ini
terjadi, seakan memberikan peluang bagi non muslim untuk menguasai
muslimah.70
Terlepas dari segala perbedaan pendapat yang ada, muncul teori kedaulatan
yang memandang hak penuh berada di tangan rakyat sedangkan penguasa
berkewajiban untuk pengadaannya. Pandangan atas hak tersebut terus
berkembang, kuatnya paham liberalisme dalam perkembangan sejarah
kemudian memunculkan dua aliran liberalisme; klasik dan modern. Dua cabang
paham tersebut tidak mengubah substansi bahwa manusia adalah yang utama.
Pandangan tersebut kemudian memicu akan adanya perkembangan pemikiran
70
Aldil Nuari, “Nikah Beda Agama dalam Pandangan Yusuf al-Qardhawi”, h.
31.
71
Tim Redaksi Percikan Iman, “Nikah Antar Agama, Solusi Konflik?”,
Percikan Iman, No. 5, 1 November 2000, h. 13.
72
Tim Redaksi Percikan Iman, “Nikah Antar Agama, Solusi Konflik?”, h. 16.
44
bahwa hak manusia adalah yang utama sehingga tidak dapat direnggut oleh
siapapun. Dalam pemikiran klasik beberapa doktrin seperti John Locke
menyatakan bahwa hak manusia (HAM) meliputi; hak hidup, hak kemerdekaan,
dan hak milik.73
Dalam konsep HAM Barat yang saat ini sangat digencarkan, pernikahan
dirumuskan dalam instrumen hukum internasional yaitu Universal Declaration
of Human Rights 1948 (DUHAM), tepatnya pada pasal 16 ayat 3, yaitu: “Laki-
laki dan perempuan yang sudah dewasa dengan tidak dibatasi kebangsaan,
kewaarganegaraan atau agama berhak untuk menikah dan untuk membentuk
keluarga. Mereka mempunyai hak yang sama dalam soal perkawinan, di dalam
masa perkawinan dan di saat perceraian; Perkawinan hanya dapat dilaksanakan
berdasarkan pilihan bebas dan persetujuan oleh kedua mempelai; dan keluarga
adalah kesatuan yang alamiah dan fundamental dari masyarakat dan negara”.
Dalam konsep tersebut, HAM diartikan memberi kebebasan untuk melakukan
pernikahan tanpa memandang agama. Hal ini bertentangan dengan UU No. 1
Tahun 1974 yang menyatakan harus dilakukan sesuai dengan agama masing-
masing. Penjelasan atas UU ini kemudian diperkuat dengan adanya UU No. 39
tahun 1999. Dalam pasal 50 UU ini, tercantum klausa bahwa “Wanita yang
telah dewasa dan atau telah menikah berhak untuk melakukan perbuatan
hukum sendiri, kecuali ditentukan lain oleh hukum agamanya”.
73
Ahmad Hasanuddin Dardiri, Marzha Tweedo, M. Irham Roihan,
“Pernikahan Beda Agama Ditinjau dari Perspektif Islam dan HAM”, Khazanah, Vol. 6,
No. 1, Juni 2013, h. 108.
45
1999, UU No. 1 Tahun 1974 bahkan UUD 1945. Dalam tatanan filosofis,
pengertian atas hak serta pernikahan itu sangat penting artinya. Dalam
pengertian HAM dikaji dalam dua hal penting; pertama menurut konsep
internasional, dan kedua menurut konsepsi Islam. Dalam konsep internasional,
doktrin sepakat menyatakan bahwa HAM merupakan hak kodrati yang dimiliki
oleh umat manusia karena derajatnya yang tinggi sebagai makhluk ciptaan
Tuhan. Sedangkan dalam konsep Islam, HAM ditempatkan berdasar ketuhanan,
umumnya diwujudkan dengan penghormatan terhadap penghormatan orang lain
dalam bentuk kewajiban untuk tidak melakukan penghilangan daripadanya.
Dalam pengertian kedua konsep tersebut terdapat beberapa persamaan, yang
pertama HAM ada untuk manusia karena Tuhan. Dengan demikian, fungsi
kodrati bahwa HAM melekat pada seluruh umat manusia menjadi jelas, karena
setiap manusia adalah ciptaan Tuhan. Lebih lanjut, secara eksplisit pengertian
HAM dalam dunia internasional atas dasar pengertian tersebut, akhirnya juga
menyepakati bahwa HAM merupakan pemberian Tuhan serupa dengan
konsepsi HAM dalam Islam. Pernikahan sendiri dalam DUHAM berdasar
rasionalisme dan liberal menghasilkan paham sekuler yang berusaha
memisahkan dunia dengan agama yang menghasilkan bebasnya perkawinan
beda agama. Berbeda dengan konsep Islam, yang menyatakan bahwa
perkawinan dilaksanakan karena hak untuk nikah sendiri diberikan oleh Tuhan.
Maka menurut Islam, kapan, siapa, dimana, bagaimana, kenapa seseorang itu
melakukan pernikahan adalah hak Tuhan untuk menetapkan mana yang akan
diserahkan pada manusia dalam kepengurusannya. Penjabaran makna
pernikahan dalam DUHAM sendiri kemudian menjadi tidak relevan ketika
mengingat dasar filosofis pengadaannya. Bahwa DUHAM mengakui adanya
Tuhan pemberi hak tersebut, namun kemudian mengapa agama sebagai ajaran
Tuhan tidak dijadikan landasan.74
Melihat dari kaidah di atas tentu dapat menjadi pedoman dalam penetapan
ini, sehingga mencegah mudharat menjadi hal yang penting sebelum terjadi hal
tidak diinginkan. Terlebih lagi pernikahan bentuknya akad yang kuat dalam
rangka tujuan membina keluarga yang harmonis.75
Terdapat beberapa orang yang haram dinikahi untuk masa tertentu (selama
masih ada hal-hal yang mengharamkannya) dan saat penghalang tersebut
sudah tidak ada maka halal untuk dinikahi. Adapun sebagai berikut:76
1) Halangan bilangan, yaitu mengawini wanita lebih dari empat. Para ulama
sepakat mengharamkan hal tersebut. Apabila ada orang yang baru masuk
Islam, mempunyai istri lebih dari empat orang, maka harus memilih empat
orang diantara mereka untuk dijadikan istri tetapnya. Jika diantara istri-
istri ada yang bersaudara (kakak beradik), maka harus menceraikan salah
satunya, demikian menurut pendapat Imam Maliki, Imam Syafi’i dan Imam
Hanbali. Imam Hanbali berpendapat, jika pernikahan lebih dari empat istri
tersebut terjadi dalam satu keadaan, maka akad pernikahannya batal.
Sedangkan jika terjadi dalam beberapa akad,maka sah pernikahannya
dengan empat orang istri yang pertama.
2) Halangan mengumpulkan, yaitu dua orang perempuan bersaudara haram
dikawini oleh seorang laki-laki dalam waktu bersamaan. Apabila
mengawini mereka berganti-ganti, seperti seorang laki-laki mengawini
seorang wanita, kemudian wanita tersebut meninggal atau dicerai, maka
75
Muhammad Ilham, “Nikah Beda Agama dalam Kajian Hukum Islam dan
tatanan Hukum Nasional”, h. 57.
76
Agus Hermanto, “Larangan Perkawinan Perspektif Fikih dan Relevansinya
dengan Hukum Perkawinan di Indonesia”, Muslim Heritage, Vol. 2, No. 1, Mei-
Oktober 2017, h. 137-145.
47
laki-laki itu boleh mengawini adik atau kakak perempuan dari wanita yang
telah meninggal dunia tersebut.
3) Keharaman mengumpulkan dua wanita dalam satu waktu perkawinan itu
disebutkan dalam surah an-Nisâ’ ayat 23. Keharaman mengumpulkan dua
wanita dalam satu perkawinan ini juga diberlakukan terhadap dua orang
yang mempunyai hubungan keluarga bibi dan keponakan. Para Imam
Madzhab sepakat tentang keharaman mengumpulkan dua perempuan
bersaudara untuk dinikahi dalam satu masa. Diharamkan juga menikahi
seorang perempuan beserta bibinya, baik bibinya dari pihak bapak maupun
dari pihak ibu. Dalam KHI pasal 41 ayat (1) sebagai berikut; 1) Seorang
pria dilarang memadu istrinya dengan seorang wanita yang mempunyai
hubungan pertalian nasab atau susuan dengan istrinya; a) Saudara kandung,
seayah atau seibu serta keturunannya. b) Wanita dengan bibinya atau
keponakannya.
4) Halangan kafir, yaitu wanita musyrik haram dinikah. Maksud wanita
musyrik ialah yang menyembah selain Allah. Tidak halal bagi seorang
muslim dan tidak sah pernikahannya atas orang kafir dan orang murtad
karena ia telah keluar pada akidah dan petunjuk yang benar.
5) Halangan ihram, yaitu wanita yang sedang melakukan ihram, baik ihram
umrah maupun ihram haji tidak boleh dikawini. Dalam riwayat Tirmidzi
tidak disebutkan adanya kalimat ‘tidak boleh meminang‛. Kata tirmidzi
hadíth ini Hasan Shahíh. Sebagian para sahabat mengamalkan hadítsini,
Imam Syafi’i, Imam Ahmad dan Imam Ishaq berpendapat demikian pula.
Mereka menganggap kawinnya orang sedang ihram tidak sah dan jika
dilaksanakan juga hukumnya bathil. Akan tetapi, ada satu riwayat yang
menjelaskan bahwa Nabi Muhammad SAW, kawin dengan Maimunah
ketika beliau ihram. Hadith tersebut dipertentangkan oleh riwayat Muslim
yang menyatakan bahwa Nabi Muhammad SAW, kawin dengan Maimunah
itu diwaktu halah haji (selesai menunaikan haji).
6) Halangan iddah, yaitu wanita yang sedang dalam iddah, baik iddah cerai
maupun iddah ditinggal mati.
7) Halangan perceraian tiga kali, yaitu wanita yang ditalak tiga haram kawin
lagi dengan bekas suaminya, kecuali kalau sudah kawin lagi dengan orang
lain dan telah berhubungan badan serta dicerai oleh suami terakhir itu dan
telah habis masa idah-nya, hal ini berdasarkan surah al-Baqarah ayat 229.
8) Halangan peristrian, yaitu wanita yang terikat perkawinan dengan laki-laki
lain (wanita yang terpelihara), maka haram dinikahi. Perempuan yang
terpelihara maksudnya adalah wanita yang bersuami. Sehingga boleh
dinikahi jika sudah menjadi janda dan habis masa iddah-nya.
Para ahli sependapat dengan MUI bahwa memang ada perbedaan pendapat
tentang perkawinan antara laki-laki dan perempuan muslim, berbeda dengan
larangan nikah antara perempuan muslim dan laki-laki non muslim. Namun MUI
mempertimbangkan bahwa mafsadah perkawinan beda agama lebih besar
daripada maslahatnya, maka Majelis Ulama memfatwakan perkawinan tersebut
hukumnya haram.78
Dari ketentuan hukum di atas, dapat diduga bahwa pilihan untuk memilih
pasangan hidup tidak serta merta diberikan secara eksklusif kepada setiap orang,
kecuali tetap harus sesuai dengan ketentuan yang ditentukan oleh peraturan dan
pedoman, termasuk ketentuan untuk Perkawinan diatur dalam Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang menghendaki agar setiap
perkawinan dilakukan dengan memperhatikan pengaturan setiap agama dan
keyakinan.
3. Pernikahan Dini
77
Fatwa MUI, tentang perkawinan beda agama, 4/Munas VII/MUI/8, 2005
78
Fatwa MUI, Tentang Perkawinan Campur, Munas II, 1980.
79
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia, Pasal 28 Ayat 1, 1945
80
UU RI, Tentang Hak Asasi Manusia, Nomor 39, 1999.
81
UU RI, Tentang Hak Asasi Manusia, Nomor 39, 1999.
49
Pernikahan dini atau usia muda adalah pernikahan yang dilakukan oleh
sepasang pemuda dan pemudi. Perkawinan diperbolehkan jika laki-laki berumur
19 tahun dan perempuan berumur 16 tahun, sebagaimana tercantum dalam
Pasal 7 UU Perkawinan No. 1 Tahun 1974; namun demikian, pemerintah
memiliki kebijakan mengenai perilaku reproduksi manusia yang ditegaskan
dalam Undang-undang No. 10 Tahun 1992 yang menyatakan bahwa kebijakan
penyelenggaraan keluarga berencana ditetapkan oleh pemerintah.
Dalam agama Islam, ada beberapa hadis Nabi yang berkaitan dengan
pernikahan dini, yang berbunyi;
َي َم ْع َشَر:صلَى للاُ َعلَْي ِه َو َسلَّ َم ِ َ ََع ْن َعْب ِد للاِ بْ ِن َم ْسعُ ْوٍد َر ِض َي للاُ َعْنهُ ق
َ ال لَنَا َر ُس ْو ُل للا
َ َ ق:ال
َو َم ْن َلْ يَ ْستَ ِط ْع,ص ْن لِْل َف ْرِج
ِ واَح, فَِإنَّه اَ َغض لِْلبص ِر. م ِن استَطَاع ِمْن ُكم الباءةَ فَلي تَ زَّوج,اب
ْ َ ََ ُ ْ َ َ َ َ ْ َ ْ َ ِ َالشب َ
ِ
.ً فَِإنَّهُ لَهُ ِو َجاء,لص ْوم ِ
َ فَ َعلَْيه ِب
Artinya: “Dari Abdullah bin Mas’ud RA. Dia berkata: Rasulullah bersabda
kepada kami: wahai generasi muda, barangsiapa diantara kamu mampu
berkeluarga hendaklah kawin, sebab ia dapat memejamkan mata dan
menjaga kesucian farji. Barang siapa tidak mampu hendaklah berpuasa,
sebab puasa itu dapat melemahkan syahwat”. (H. R. Bukhari, Syarh
Bulugul Marom, kitab An-Nikah, No. 974).
82
Fatma Amilia, “Pernikahan Dini dalam Perspektif Hukum Islam”, Jurnal
Musawa, vol 8 no 2 Juli 2009, h. 34.
50
telah mencapai masa aqil baligh dan usianya belum mencapai tiga
puluh tahun. Masa aqil baligh umumnya telah dialami oleh tiap orang
pada rentang usia sekitar 14-17 tahun. Generasi yang lahir pada
zaman kita banyak yang telah memiliki kemasakan seksual, tetapi
belum meiliki kedewasaan berpikir.83
Pernikahan dini hukumnya boleh (mubah) secara syar’i dan sah, seorang
laki-laki dewasa menikahi perempuan yang masih kecil (belum haidh). Dalil
kebolehannya adalah Al-Quran dan As Sunah.-Firman Allah Q.S An Nisa: 4.
Menafsirkan ayat ini, “sampai mereka cukup umur untuk kawin”,
Mujahid berkata: artinya baligh. Jumhur ulama berkata: baligh pada anak laki-
laki terkadang oleh mimpi, yaitu di saat tidur; bermimpi sesuatu yang
menyebabkan keluarnya air mani yang memancar, yang darinya akan menjadi
anak.-Masa ‘aqil balligh seharusnya telah dialami oleh tiap-tiap orang pada
rentang usia 14-17 tahun. Salah satu tanda yang biasa dipakai sebagai patokan
apakah kita sudah ‘aqil baligh atau belum adalah datangnnya mimpi basah
(ihtilam). Akan tetapi pada masa kita sekarang, datangnya ihtilam sering tidak
sejalan dengan telah cukup matangnya pikiran sehingga kita telah memiliki
kedewasaan berpikir. Generasi yang lahir pada zaman ini banyak yang telah
memiliki kemasakan seksual, tetapi belum memiliki kedewasaan berpikir.-
Beberapa pendapat para mufassir tentang sampainya waktu menikah
bulugh al-nikah dalam QS. An Nisa’: 6 juga bervariasi. Ada yang berpendapat
bahwa ukuran sampainya waktu nikah ditandai dengan kematangan fisik dan
83
M. F. Adhim, Indahnya Pernikahan Dini (Jakarta: Gema Insani, 2002), h. 46-47
84
Habibah Nurul Umah. “Fenomena Pernikahan Dini di Indonesia Perspektif
Hukum Keluarga Islam”, Jurnal Studi Hukum Islam, Vol. 5, No. 2 (2020), h. 113.
51
ada pula yang berpendapat bukan kematangan fisik tetapi kematangan secara
psikis. Karena seseorang yang telah dewasa secara fisik belum dijamin dewasa
secara psikis. Artinya, ia telah cakap dan mampu memikul tanggung jawab.
Dalam Tafsîr Ibnu Katsîr surat an-Nisa: 4 tersebut dijelaskan bahwa ayat
ini adalah sebuah perintah untuk menikah sebagaimana pendapat sebagian dari
ulama mewajibkan nikah bagi mereka yang mampu. Al-Marâghy menafsirkan
sebagaimana yang dikutip oleh Mustofa, kalimat washâlihîn, para laki-laki atau
perempuan yang mampu untuk menikah dan menjalankan hak-hak suami istri,
seperti berbadan sehat, mempunyai harta dan lain-lain. Quraish Shihab
menafsirkan ayat tersebut “washâlihîn”, yaitu seseorang yang mampu secara
mental dan spiritual untuk membina rumah tangga, bukan berarti yang taat
beragama, karena fungsi perkawinan memerlukan persiapan bukan hanya
materi, tetapi juga persiapan mental maupun spiritual, baik bagi calon laki-laki
maupun calon perempuan.85
b. Hukumnya di larang
85
Habibah Nurul Umah. “Fenomena Pernikahan Dini di Indonesia Perspektif
Hukum Keluarga Islam”, Jurnal Studi Hukum Islam, Vol. 5, No. 2 (2020), h. 115-116.
86
Habibah Nurul Umah. “Fenomena Pernikahan Dini di Indonesia Perspektif
Hukum Keluarga Islam”, h. 116.
87
Habibah Nurul Umah. “Fenomena Pernikahan Dini di Indonesia Perspektif
Hukum Keluarga Islam”, h. 116.
52
Ditinjau dari aspek psikologis, usia terbaik untuk menikah adalah antara 19
sampai dengan 25 tahun. Ciri-ciri psikologis yang paling mendasar adalah
adalah mengenai pola perasaan, pola pikir dan pola perilaku tampak
diantaranya: stabilitas mulai timbul dan meningkat; citra diri dan sikap
pandangan lebih realistis, menghadapi masalah secara lebih matang dan
perasaannya menjadi lebih tenang.
Sejumlah besar bahaya kehamilan yang akan terlihat cukup dini untuk
pernikahan diperbolehkan pada usia 21 tahun untuk laki-laki dan orang yang
berusia 19 tahun untuk perempuan. Oleh karena itu, pria di bawah usia 21 tahun
dan wanita di bawah usia 19 tahun dianggap melakukan pernikahan dini atau
muda.90 Pernikahan dini tidak hanya buruk bagi kesehatan, tetapi juga
88
Habibah Nurul Umah. “Fenomena Pernikahan Dini di Indonesia Perspektif
Hukum Keluarga Islam”, h. 116-117.
89
Habibah Nurul Umah. “Fenomena Pernikahan Dini di Indonesia Perspektif
Hukum Keluarga Islam”, h. 117.
90
Y. Widyastuti, Kesehatan Reproduksi (Yogyakarta: Fitramaya, 2009), h. 31
53
Berikut beberapa dampak positif dan negatif dari pernikahan dini atau
pernikahan di usia muda, adalah sebagai berikut:
a. Dari segi psikologis, anak juga belum siap dan belum memahami hubungan
seksual. Akibatnya, anak akan mengalami trauma psikologis jangka
panjang yang sulit disembuhkan. Sang anak akan murung dan meratapi
hidupnya yang berakhir dalam sebuah pernikahan yang ia sendiri tidak
paham dengan pilihan hidupnya. Selain itu, ikatan pernikahan akan
menghapus hak anak untuk mengenyam pendidikan (9 tahun pelatihan
wajib), kesempatan untuk bermain dan mengambil bagian dalam waktu
luangnya dan hak istimewa lainnya yang dimiliki anak sejak lahir.92
b. Dari segi sosial, dengan adanya faktor sosial budaya masyarakat yang
menempatkan perempuan pada posisi yang sangat rendah dan hanya
memandangnya sebagai pelengkap seks dari laki-laki.
c. Dari segi kesehatan, wanita di bawah usia 20 tahun yang menikah lebih
mungkin terkena kanker rahim. Sejak awal, sel-sel serviks masih muda dan
sel-sel rahim belum matang.
d. Segi hukum, di Indonesia, ada tiga undang-undang yang dilanggar secara
hukum: Pertama, menurut pasal 7 UU No. 1 Tahun 1974, perkawinan hanya
diperbolehkan jika laki-laki dan perempuan itu berusia sekurang-kurangnya
16 tahun. Pasal 6: ayat (2) Setiap orang yang berumur di bawah 21 tahun
yang ingin menikah harus mendapat izin dari kedua orang tuanya. Kedua,
undang-undang Republik Indonesia No. 23 Tahun 2002 tentang jaminan
anak pasal 26 ayat (1) wali wajib dan bertanggung jawab atas; a.
membesarkan, mendidik, dan melindungi anak-anak; b. mengembangkan
anak sesuai dengan kemampuan dan bakatnya; dan c. melarang anak
menikah pada masa usia anak-anak. Ketiga, UU PTPPO tahun 2007 (UU
No. 21).
91
Fibrianti, Pernikahan Dini dan Kekerasan dalam Rumah Tangga (Studi Kasus di
Lombok Timur NTB) (Malang: Ahlimedia Press, 2021), h. 31-32
92
Deputi, Pendidikan dan Perilaku Kesehatan (Jakarta: Rineka Cipta, 2008), h. 31
54
َوََل,ً َوََل اِ ْمَرأَة,ِصلَّى للاُ َعلَْي ِه َو َسلَّ َم َشْي ئًا قَط بِيَ ِده ِ
َ ب َر ُس ْو ُل للا
َ ضَرَ "ما َ :ت
ِ
ْ َ قَال,ََع ْن َعاكئ َشة
."ِاه َد ِِف َسبِْي ِل للا
ِ إََِّل أَ ْن َُي,خ ِادما
َ ً َ
Artinya: Dari Aisyah dia berkata: Rasulullah saw. sama sekali tidak
pernah memukul dengan tangannya pelayan beliau atau pun seorang
wanita, kecuali saat berjihad di jalan Allah.96
93
Fibrianti, Pernikahan Dini dan Kekerasan dalam Rumah Tangga, h. 32-33
94
Maria Ulfa, Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana Untuk
Mahasiswa Bidan (Perpustakaan Nasional: Katalog dalam Terbitan (KDT), 2013), h. 9
95
Koes Irianto, Praktik dalam Kesehatan Reproduksi (Bandung: Alfabeta, 2015).
96
Muslim bin Hajjaj, Sahih Muslim (Beirut: Ihya al-Turas al-Arabi, tt), h. 1814.
55
b. Perlindungan psikis
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai
wanita dengan jalan paksa dan janganlah kamu menyusahkan mereka
karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu
berikan kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji yang
nyata. dan bergaullah dengan mereka secara patut. kemudian bila kamu
tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak
97
Nuruddin Mulla al-Qari, Miraqat al-Mafatih Syarh Misykat al-Masabih, (Beirut: Dar
al-Fikr, 2002), h. 3716.
98
Nuruddin Mulla al-Qari, Miraqat al-Mafatih Syarh Misykat al-Masabih, (Beirut: Dar
al-Fikr, 2002), h. 2119.
56
99
Abd al-Rahman al-Sa’adi, Taisir al-Karim al-Rahman Fi Tafsir Kalam al-
Mannan (Tt: Muassasah al-Risalah, 1997), h. 187.
100
Kementerian Agama RI. Tafsir Ringkas Kementrian Agama RI.
https://tafsirweb.com/6161-quran-surat-an-nur-ayat-33.html.
57
rumah tangga atau keluarga. Selain itu, caci maki, kurangnya hubungan
emosional, ketidaksetiaan, dan penggunaan kekuasaan untuk mengontrol istri
merupakan tanda dari hubungan suami-istri.
a. Tindakan kekerasan fisik menyebabkan rasa sakit, sakit, atau cedera serius.
Menampar, memukul, meludah, menarik rambut, menendang, membakar
dengan rokok, melukai dengan senjata, dan perilaku kekerasan lainnya
termasuk dalam kategori ini. Biasanya, perawatan ini akan menyisakan
wajah memar, gigi patah, atau bekas luka lainnya di wajah pasien.
b. Kekerasan emosional/mental yang mendalam, adalah suatu manifestasi
yang mengakibatkan ketakutan, kehilangan kepercayaan diri, kehilangan
kemampuan untuk bertindak, perasaan tidak berdaya dan ketahanan mental
yang ekstrim pada seseorang. Ungkapan yang memalukan, menyakitkan
atau merendahkan, mengucilkan istri dari dunia luar, dan mengancam atau
menakut-nakuti istri sebagai cara untuk memaksakan kehendaknya adalah
contoh perilaku kekerasan yang termasuk pelecehan emosional.
101
Fibrianti, Pernikahan Dini dan Kekerasan dalam Rumah Tangga, h. 10-11
58
Jika potensi kedua belah pihak antara suami dan istri dapat dimanfaatkan
semaksimal mungkin dengan keikhlasan, maka suami istri dapat menjadi
pasangan sederajat yang harmonis dalam kehidupan nyata, terutama ketika
mereka menikah. Jika kehidupan keluarga dapat dibuat bermanfaat, kemitraan
yang setara dapat dibuat. Karena berbagai faktor yang menghalangi laki-laki
dan perempuan untuk mewujudkan kemitraan keluarga perempuan yang setara,
keadaan ini terwujud sepenuhnya.103
102
Fibrianti, Pernikahan Dini dan Kekerasan dalam Rumah Tangga, h. 11-12
103
Wati Rahmi, “Konsep Islam Terhadap Kemitrasejahteraan Wanita di Keluarga”,
Jurnal Hukum dan Pembangunan, Vol. XXXI, 2001, h. 23
59
104
Burhan Wirasubrata & Kundan D. Nuryakien, Menggugat Sejarah Perempuan:
Mewujudkan Idealisme Gender Sesuai Tuntunan Islam , Cet.1 (Jakarta: Cendikia Sentra
Muslim, 2001), h. 119
105
Wahbah Az-Zuhaily, Fiqh Islam wa Adillatuhu, (Dar Al-Fikr, Damaskus, 2011),
h. 90
106
Huzaemah T. Yanggo, Hukum Keluarga Dalam Islam, (Jakarta: Yamiba, 2013),
h. 94.
60
bahagia yang tenteram damai, penuh cinta dan kasih sayang. Namun, tidak
berarti wanita bekerja di luar rumah itu diharamkan oleh syara’. Karena
tidak ada seorangpun yang mengharamkan sesuatu tanpa adanya nash yang
sahih periwayatannya dan sharih (jelas) petunjuknya. Dengan prinsip ini, maka
Yusuf Al- Qaradhawi memberikan hukum kebolehan (jaiz) pada wanita yang
bekerja atau melakukan aktifitas di luar rumah. Menurutnya, kadang-kadang ia
dituntut dengan tuntutan sunnah atau wajib apabila ia membutuhkannya.
Misalnya, karena ia seorang janda atau diceraikan suaminya, sedang ia tidak
ada orang atau keluarga yang menanggung kebutuhan ekonominya, dan dia
sendiri dapat melakukan suatu usaha untuk mencukupi dirinya dari minta-
minta.
Dalam hal lain, pihak keluarga juga dapat membutuhkan wanita untuk
bekerja seperti membantu suaminya, mengasuh anak- anaknya atau saudaranya
yang masih kecil, atau membantu ayahnya yang sudah tua. Yusuf Al-
Qaradhawi memberikan ketentuan wanita dapat bekerja, dengan syariat bahwa
pekerjaan yang diambil itu disyariatkan. Artinya, pekerjaan itu tidak haram
atau dapat mendatangkan sesuatu yang haram, seperti wanita yang bekerja
untuk melayani lelaki, wanita menjadi sekretaris khusus bagi seorang direktur
yang karena alasan kegiatan mereka sering berkhalwat (berduaan), atau
menjadi penari yang merangsang nafsu, bekerja di bar untuk menghidangkan
minum-minuman keras, menjadi pramugari di kapal terbang dengan
menghidangkan minum-minuman yang memabukkan, bepergian jauh tanpa
disertai mahram, bermalamdi negeri asing sendirian, atau melakukan aktivitas-
aktivitas lain yang diharamkan oleh Islam baik untuk laki-laki maupun
wanita.
107
Yusuf Al-Qaradhawi, Fatwa-Fatwa Seputar Muslimah, (Jakarta: Al-Izzah,
1998), h. 50.
61
Ada beberapa hal yang perlu dipikirkan para istri yang mengikuti organisasi
atau menjadi karyawan, seperti berikut:
a. Jika Anda ingin pergi ke rapat, menghadiri rapat, atau pergi bekerja, Anda
harus menyelesaikan hal-hal di sekitar rumah terlebih dahulu, seperti
menyiapkan pakaian untuk suami dan anak, membuatkan makanan untuk
keluarga, dan sebagainya, agar Anda kehidupan rumah dapat berjalan lancar
dan tanpa stres. Karena melakukan hal itu atau bekerja saat rumah
berantakan tidak ada gunanya bagi istri.
b. Apa yang harus dihindari oleh pasangan yang sedang bekerja adalah tidak
membiarkan masalah melayani suami dan anak-anaknya diserahkan kepada
pembersih rumah atau pembantu, atau memihak pasangannya (suami),
sementara dia secara pribadi berpindah-pindah tempat tanpa hambatan,
tanpa memberikan perhatian apa pun ke seluk-beluk. Tak henti-hentinya
keluar dari masalah keluarga yang menjadi kewajibannya.
c. Perlu diingat bahwa pertengkaran terus-menerus dan ketidakcocokan suami
dan istri di rumah sering menyebabkan hasil yang tidak diinginkan,
termasuk kefatalan atau kematian di dalam rumah tangga.
d. Untuk memastikan bahwa suaminya tidak memerlukan bantuan untuk
kebutuhannya, istri harus menahan diri untuk tidak bertindak seolah-olah
ingin melarikan diri dari perlindungan suaminya dengan mencari pekerjaan
di luar rumah. Yang terpenting suaminya tidak lagi harus menafkahi
kebutuhan materinya. Akibatnya, dia tidak lagi mau menuruti suaminya
dan bebas melakukan aktivitas di luar rumah dengan pakaian yang indah,
selalu berharap menarik perhatian pria lain untuk tujuan melayani
masyarakat dan tujuan lainnya.109\
6. Pernikahan Paksa
Para ulama sepakat bahwa hukum asal perkawinan adalah jâiz
(diperbolehkan) atau mubah. Tetapi, hukum asal tersebut dapat berubah
sesuai dengan situasi dan kondisi yang melingkupinya. Dari mubah bisa
berubah menjadi sunnah bagi orang yang berkehendak serta memiliki
kemampuan menafkahi. Menjadi wajib, bagi orang yang memiliki kecukupan
dan dia takut akan tergoda pada kejahatan (zina). Menjadi makruh, bagi orang
108
Wati Rahmi, “Konsep Islam Terhadap Kemitrasejahteraan Wanita, h. 28-29
109
Abu Bakar Al-Asy'ari, Tugas Wanita Dalam Islam (Jakarta: Media Dakwah,
1991), h. 48
62
yang belum mampu dalam hal nafkah dan lain-lain. Menjadi dilarang bahkan
haram bagi orang yang akan menyakiti perempuan yang dinikahinya.
Nikah Ijbar atau kawin paksa, adalah ketika dua orang menikah tanpa
persetujuan pihak-pihak yang bersangkutan dan di bawah paksaan.111
Pernikahan adalah sebuah komitmen yang memiliki kualitas/sifat yang belum
pernah ada sebelumnya, dalam arti yang berbeda sama saja dengan tanggung
jawab antara keduanya, salah satunya adalah rencana atau kesepahaman antara
dua individu atau orang.112
Menurut KHI Pasal 16, “Perkawinan tergantung pada pengaturan calon istri
dan calon suami,” perkawinan juga diatur atas persetujuan calon perempuan
dan laki-laki yang beruntung. Sesuai pasal 6 ayat 1 Peraturan Perkawinan 1974,
perkawinan harus didirikan atas persetujuan dua calon istri dan calon suami.113
الَِيُ أَ َحق بِنَ ْف ِس َها ِم ْن َولِيِ َها َوالْبِ ْكُر تُ ْستَأْذَ ُن ِِف:ال
َ َصلَّى للاُ َعلَْي ِه َو َسلَّ َم ق َ ب ٍ ََّع ْن ابْ ِن َعب
َّ َِّاس أَ َّن الن
ِ
.ال نَ َع ْم
َ َص َماتُ َها ق ُ نَ ْفس َها َوإِ ْذنُ َها
110
Hisdiyatul izzah, Mir’atul Firdausi, Tiyan Iswahyuni, “Faktor dan Dampak
Nikah Paksa terhadap Putusnya Pernikahan menurut Kompilasi Hukum Islam”, The
Indonesian Journal of Islamic Law and Civil Law, Vol. 2, No. 1, April, 2021, h. 62.
111
Asy-Syaukani, Ringkasan Nailul Authar (Jakarta: Pustaka Azzam, 2006), h. 432
112
Maskhur Anhari, Usaha-usaha Untuk Kepastian Hukum dalam Perkawinan
(Surabaya: Diantama, 2006), h. 13
113
Undang-undang Republik Indonesia, pasal 6 ayat 1 Peraturan Perkawinan 1974
63
Artinya: “Dari Ibnu Abbas bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam telah
bersabda: Seorang janda lebih berhak atas dirinya daripada walinya,
sedangkan anak gadis harus dimintai izin darinya, dan izinnya adalah
diamnya? Dia menjawab; "Ya" (HR. Muslim, Juz 2, hlm. 130).114
Jika kita menggali lebih dalam, kita akan melihat bahwa tidak banyak
kaitannya dengan faktor keuangan. Namun, ada hubungan yang kuat untuk
memperkuat ikatan keluarga dan dalam hal ini para tokoh setempat yang
bersifat doktrin. Apakah ada perbedaan dalam mendefinisikan ijbar, yaitu hak
menikah dengan pengasuh, selain mengatakan bahwa itu ada hubungannya
dengan wali mujbir, wali yang berhak menikah dengan orang yang berada di
bawah perwalian meskipun tidak mau. Hal ini karena wali mujbir berhak
menikahkan dengan orang yang berada di bawah perwalian meskipun mereka
tidak mau. Orang-orang utama dari wali mujbir adalah ayah dan kakek (ayah,
dll.), Yang dianggap paling sayang kepada wanita yang benar-benar mereka
asuh. Selain itu, mereka tidak berhak atas ijbar.115
Wali Mujbir adalah orang tua yang memaksa anaknya menikah atau
menikah atas pilihannya sendiri, bukan pilihan anaknya. Dengan demikian,
ungkapan “kawin paksa” dan “ikrah” digunakan secara timbal balik di
masyarakat kita. Sebaliknya, Ijbar berbeda dengan Ikrah. Ini lebih merupakan
tanggung jawab langsung karena ayah adalah wali ijbar dan percaya bahwa
putrinya belum memiliki kapasitas untuk bertindak secara mandiri. Dalam
pemikiran Imam Syafii, istilah ijbar dikaitkan dengan beberapa syarat, antara
lain:
Dalam istilah fikih sendiri, kawin paksa merupakan salah satu fenomena
sosial yang timbul akibat tidak adanya kerelaan antara kedua calon mempelai
untuk menjalankan sebuah perkawinan atau hal tersebut merupakan gejala
sosial dan masalah yang timbul di tengah-tengah masyarakat. Praktik kawin
paksa yang masih berlangsung hingga saat ini adalah akibat kontribusi dari
114
Muslim bin al-Hijaj Abu al-‘Isin al-Qusyairi, Sahih Muslim, juz 2, h. 130.
115
Abdul Ghofur Anshori, Perkawinan Islam Perspektif Fikih dan Hukum Positif
(Yogyakarta: UII Press, 2011), h. 40
116
Abdul Ghofur Anshori, Perkawinan Islam Perspektif Fikih dan Hukum , h. 41-42
64
117
Abu Bakar, “Kawin Paksa (Sebuah hegemoni laki-laki atas Perempuan)”, al-
Ahkam, No. VIII, 1 Juni 2013, h. 73.
118
Abdul Chalik, Hermeneutika Untuk Kitab Suci (Surabaya: tp, 2010), h. 27
65
119
Agus Darmaji, Pergeseran Hermeneutika Ontologis Melalui Bahasa dalam
Pemikiran Hans Georg Gadamer (Jakarta: Tesis Universitas Indonesia, 1999), h. 121
120
Gadamer, Philosophical Hermeneutics (London: University of California Press,
1976), h. 11
66
bahwa hubungan antara sejarah dan pemahaman bisa positif dan bisa juga
negatif, hubungan antara aspek-aspek praktis tertentu.121
2. Teori Pra-Pemahaman
Menurut Heidegger, kami tidak memahami apa pun dari kesadaran kosong,
tetapi justru karena kami baru saja mengesampingkan tujuan tertentu
sehubungan dengan apa yang perlu kami pahami. Prasangka sudah tertanam
dalam diri kita. Akibatnya, tidak mungkin untuk memahami masa kini tanpa
terlebih dahulu mempertimbangkan masa lalu atau sebaliknya. Pada akhirnya,
demonstrasi pemahaman terikat pada realitas-realitas mediator itu sendiri.
Tidak mengherankan bila Gadamer memandang sejarah makna sebagai
landasan keberadaan manusia. Masa lalu lebih dari sekedar kumpulan fakta
yang bisa dianggap sebagai objek kesadaran; sebaliknya, itu adalah aliran
bergerak yang melaluinya kita bergerak dan berpartisipasi dalam setiap upaya
untuk memahami.124
3. Fusion of Horizon
121
Gadamer, Philosophical Hermeneutics, h. 13
122
Gadamer, Philosophical Hermeneutics, h. 14
123
Richard Palmer, Hermeneutics: Interpretation Theory in Schleiermacher,
Dilthey, Heidegger and Gadamer (Evasnston: Northwestern University Press, 1969), h. 86
124
Richard Palmer, Hermeneutics: Interpretation Theory in Schleiermacher , h. 177
67
4. Hermeneutika Dialektis
125
Sahiron Syamsuddin, Hermeneutika dan Pengembangan Ulumul Qur'an
(Yogyakarta: Pesantren Nawesea Press, 2009), h. 49
126
Sahiron Syamsuddin, Hermeneutika dan Pengembangan Ulumul Qur'an , h. 50
68
127
Jean Gordin, Sejarah Hermeneutik dari Plato sampai Gadamer (Yogyakarta: Ar-
Ruz Media, 2012), h. 198
128
Jean Gordin, Sejarah Hermeneutik dari Plato sampai Gadamer, h. 207-208
BAB III
BIOGRAFI MUHAMMAD AT-TIHAMI BIN MADANI DAN KITAB
QURRATUL UYUN
2. Karya-karya
Syaikh At-Tihami juga dikenal sebagai ulama yang pandai menulis. Selain
kitab Qurrah Al-‘Uyun, sejumlah besar karya-karyanya yang lain adalah
sebagai buku-buku dalam disiplin ilmu hadits, hukum fikih ibadah, akhlak atau
etika, dan lain sebagainya, di antaranya adalah:
1
Khoiruddin, Al-A’lam Qamusy Tarajim (Beirut: Dar Al-Ilm Al-Malayin, 2002),
h. 65.
2
Abdul Hafid bin Muhammad At-Tahir, Mu'jam Asy-Syuyuh (Beirut: Dar Al-
Kutub Al-Ilmiyah, 2003), h. 128.
3
Abdus Salam, Ithaf Al-Mutali (Beirut: Dar Al-Garb Al-Islami, 1997), h. 104.
4
Khoiruddin, Al-A’lam Qamusy Tarajim (Beirut: Dar Al-Ilm Al-Malayin, 2002),
h. 65.
5
Muhammad At-Tihami, Qurrah Al-Uyun bi Syarh Nazm Ibn Yamun (Kediri: Ats-
Tsuroyya, tt), h. 71
69
70
Kitab Qurratul Uyun adalah nama yang dipilih oleh Syaikh At-Tihami
sebagai judul buku syarah nadzam karya Ibnu Yamun. Selain cantik, sebuah
nama memiliki banyak makna dan menyampaikan pesan. Dua suku kata yang
membentuk Qurratul Uyun adalah Qurah dan Uyun. Ada beberapa implikasi
dari kata Qurrah, diantaranya: dingin dan sejuk. Sebaliknya, Al-Uyun adalah
bentuk jamak dari Al-‘Ain, yang berarti “mata”. Oleh karena itu, Qurratul
Uyun dapat diartikan sebagai sesuatu yang enak dipandang mata, menyejukkan
mata, atau lebih spesifiknya sebagai sesuatu yang menyenangkan hati dan
menyejukkan mata.
6
Abdus Salam, Ithaf Al-Mutali (Beirut: Dar Al-Garb Al-Islami, 1997), h. 104.
7
Muhammad At-Tihami, Qurrah Al-Uyun bi Syarh Nazm Ibn Yamun, h. 71
72
8
Muhammad At-Tihami, Qurrah Al-Uyun bi Syarh Nazm Ibn Yamun, h. 71
73
2. Sistematika Pembahasan
Kitab Qurrah Al-Uyun ini secara metodis terdiri dari 11 bagian, yang
memahami dan menggambarkan 105 ayat nazm Ibnu Yamun. Kesebelas pasal
tersebut adalah:
9
Muhammad At-Tihami, Qurrah Al-Uyun bi Syarh Nazm Ibn Yamun, h. 71
74
Salah satu khazanah kitab kuning adalah kitab Qurratul Uyun yang sangat
populer di kalangan pesantren tradisional sebagai acuan kehidupan berumah
tangga dan aktivitas seksual suami istri: mulai dari rukun dan tata cara
perkawinan, memilih pasangan yang ideal untuk hidup, dan etika hubungan.
seks, untuk mengajar anak-anak.
10
Muhammad At-Tihami, Qurrah Al-Uyun bi Syarh Nazm Ibn Yamun, h. 71
BAB IV
ANALISIS MATERI PENDIDIKAN PRA DAN PASCA NIKAH DALAM KITAB
QURRATUL UYUN DAN RELEVANSINYA DENGAN ISU-ISU
PERNIKAHAN KONTEMPORER
A. Materi Pendidikan Pra dan Pasca Nikah dalam Kitab Qurratul Uyun
1. Materi Pendidikan Pra Nikah
a. Pengetahuan Seputar Pernikahan
1) Hukum dan Rukun Menikah
Di dalam menjelaskan tentang Hukum nikah, Muhmmad At-Tihami
bin Madani membaginya menjadi lima bagian, yaitu; wajib, sunnah,
makruh, mubah, dan haram. Selanjutnya beliau menerangkan pengertian
dari hukum yang lima itu:
“Ibnu Arafah menambahi dengan jalan yang lain dalam wajibnya atas
nikah dan dia adalah wanita yang lemah dari memelihara dirinya dan
tidak berdayaan menutupinya selain dengan menikah”.2
1
Muhammad At-Tihami, Quratul Uyun bi Syarhi Nadzm Ibnu Yamun (Beirut: Dar
Ibnu Hajm, 2004), h. 33
2
Muhammad At-Tihami, Quratul Uyun, h. 33
75
76
3
Muhammad bin Ibrahim At-Tuwaijri, Ringkasan Fiqih Islam, Islam House.com,
2012, h. 6
4
Muhammad At-Tihami, Quratul Uyun, h. 34
5
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia: Antara Fiqih
Munakahat dan Undang-undang Perkawinan (Jakarta: Kencana, 2006), h. 61
77
banyak sekali hadis dan atsar mengenai ajuran menikah. Dibawah ini akan
dijelaskan hadis dan atsar ulama, yaitu sebagai berikut:
ال النَِّبَ فَ َق,اف ُ َع َّك:ُال لَه ُ صلَى للاُ َعلَْي ِه َو َسلَّ َم يُ َقَ أَ َّن َر ُج ًل َد َخ َل َعلَى النَِّب:ال َ َ ق,َع ْن أَِب ذَ ٍر
, َوََل َجا ِريَة:ال َ َ"وََل َجا ِريَة؟" ق ُ "ي َع َّك ِ
َ :ال َ َ ق, ََل:ال َ َك َزْو َجة؟" ق َ َاف ! أَل َ :صلَى للاُ َعلَْيه َو َسلَّ َمَ
ِ
ت م َن ِ
ِ ْ الشيَاط ِ ِ ِ ِ ِ
َ َ ق, َوأَ ََن بٍَْي ُم ْوسر:ال ِ
َ َت بٍَْي ُم ْوسر؟" ق ِ
َ لَ ْو ُكْن,ْي َّ ت م ْن إ ْخ َوان َ ْ "أَن:ال َ ْ"وأَن
َ :الَ َق
." أََر ِاذ ُل أَْم َواتِ ُك ْم ُعَّزابُ ُك ْم, ِشَر ُارُك ْم ُعَّزابُ ُك ْم,اح ِ ِ ِ ِِ ِ ِ النَّصارى ُكْن
ُ إ َّن م ْن ُسنَِّّت الن َك,ت َراهبًا م ْن ُرْهبَان ْم َ ََ
Artinya: “Sesungguhnya seorang laki-laki masuk menghadap Nabi
saw, Nabi saw bertanya kepadanya laki-laki itu bernama Ukaf: maka
Nabi saw bersabda: “Hai Ukaf! apakah kamu mempunyai istri?” Ukaf
berkata: tidak, beliau bersabda: “apakah kamu mempunyai budak
perempuan?” Ukaf berkata: tidak mempunyai budak perempuan,
beliau bersabda : “apakah kamu orang kaya yang baik ?” Ukaf
berkata : saya adalah orang kaya yang baik, beliau bersabda : kamu
termasuk temannya syetan. “kamu dari saudara syaitan, jika kamu
seorang nasrani, maka kamu adalah salah seorang pendeta di antara
pendeta mereka. Sesungguhnya sebagian dari sunahku adalah nikah,
maka sejelek-jeleknya kalian adalah kalian yang membujang dan
sejelek-jeleknya orang mati adalah yang mati membujang” (H.R.
Musnad Imam Ahmad, Juz 5, Bab Mujalidul Khamis, No. 21450,
Hlm. 163).
6
Muhammad At-Tihami, Quratul Uyun, h. 37.
78
Salah satu ibadah yang dijelaskan oleh Allah dan Rasul-Nya dalam
Islam terkait dengan anjuran menikah dalam Al-Qur’an dan hadits adalah
pernikahan. Sebagaimana di jelaskan di dalam QS. An-Nisa’: 1, Ayat
tersebut mengatakan bahwa Nabi Adam dan Siti Hawa diciptakan secara
khusus sebagai individu sebelum diciptakan sebagai pasangan dari dirinya
sendiri.
Dari uraian di atas, bisa kita lihat bahwa anjuran untuk menikah
sangatlah banyak dan banyak memiliki manfaat karena manusia diciptakan
berpasang-pasangan.
ِ ْ "تَزَّوجوا! فَِإ َّن ي وما مع التَّزو ِج َخي ر ِمن عِب َادةِ أَل:اس ر ِضى للا َعْن هما ِ
ف َ ْ ْ َ َ َ ً َْ ْ ُ َ َ ُ ُ َ َ ٍ َّال َعْب ُد للا بْ ِن َعب َ ََوق
." "تَ َزَّو ُج ْوا! فَإِ َّن َخْي َر َه ِذهِ الَُّم ِة اَ ْكثَُرَها نِ َساء:اب
ِ ِا لِْلعَّز
ُ ً ْال اَيَ َ َوق."َع ٍام
7
Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, Syarah Shahih Al-Bukhari, Jilid 6 (Jakarta:
Darus Sunnah, 2010), h. 222-223.
79
Karena Ibnu Abbas menasihati Said bin Jubair untuk menikah dan
mendemonstrasikan keutamaan pernikahan dengan mengatakan,
“menikahlah, karena sebaik-baik orang ini adalah yang memiliki istri lebih
banyak”, tafsir Ibnu Abbas yang kedua lebih mendekati kebenaran. Karena
musuh-musuh Islam jelas tidak menyukai jumlah umat Islam yang terus
bertambah, maka diketahui bahwa para aktivis yang mengkampanyekan
keluarga kecil telah memperjuangkan perjuangan dari misi-misi musuh
Islam.8
8
Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, Syarah Shahih Al-Bukhari, Jilid 6, h. 230-
231.
80
membangun rumah tangga. Selain itu, Allah swt akan memberikan bekal
kesabaran dan kekuatan untuk memikul semua tanggung jawab yang di
embannya.9
9
Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah, Jilid III (Yogyakarta: Cakrawala Publishing, tt.), h.
200
10
Ibnu Qudamah, Mukhtasar Minhajul Qashidin (Jakarta: Pustaka Kautsar, 1997),
h. 86
11
Muhammad At-Tihami, Quratul Uyun, h. 45-46.
81
apa yang sah dan memenuhi segala keinginan pasangan dalam segala
keadaan.
12
Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah, h. 197
13
Abu Malik Kamal, Shahih Fikih Sunnah, Jilid III (Jakarta: Pustaka Azzam,
2007), h. 109
82
14
An-Nawawi, Al-Minhaj Syarah Shahih Muslim (Beirut: Dar Al-Ma'rifk ah,
1995), h. 852
15
Abdur Rauf Al-Munawi, Faidhul Qadir, Juz 1 (Beirut: Dar Al-Fikr, 1416), h. 259
83
dunia. Anak-anak yang shaleh dan shalehah dan bertakwa kepada Allah
Swt. sahabat-sahabat yang bergaul dengannya, orang-orang shaleh yang
menjunjung hak-hak Allah dan hak-hak makhluknya. Tempat tinggalnya,
baik itu negeri tempat lahirnya atau bukan, ia memilih tinggal di negeri
tersebut karena mayoritas orang tinggal disana, atau karena bermusafir, dan
selainnya.16
ِ ِ ِ ِ َ ََع ْن َعاكئِ َشةَ ق
ْ َ َخْي ُر ن َساء أَُّم ِّت أ:صلَى للاُ َعلَْيه َو َسلَّ َم
صبَ ُح ُه َّن َو ْج ًها َوأَقَل ُه َّن َ ال َر ُس ْو ُل للا
َ َ ق,ال
َم ْهًرا
Artinya: “sebaik-baik perempuan dari umatku yaitu yang memiliki
keceriaan di wajahnya dan sedikit maskawinya” (kitab Faidh Al-
Qadir, Juz 3, No. 4091, Hlm. 492)
تُْن َك ُح الْ َم ْرأَةُ لِ َم ِاَلَا َو َجَ ِاَلَا َونَ َس ِاِبَا َوِديْنِ َها:ال
َ َصلَى للاُ َعلَْي ِه َو َسلَّ َم ق َ ب َّ ََِّع ْن أَِب ُهَريْ َرةَ َع ِن الن
ِ ِ
ْ َك بِ َذات الديْ ِن تَ ِرب
.ت يَ َد َاك َ فَ َعلَْي
Artinya: “seorang wanita dinikahi karena hartanya, kecantikannya,
nasabnya, dan agamanya. Maka menikahlah kamu dengan wanita
16
Abdur Rauf Al-Munawi, Faidhul Qadir, Juz 1, h. 466
17
Muhammad At-Tihami, Quratul Uyun, h. 56
84
Yang jelas, Rasulullah Saw merujuk empat hal tersebut saja bukan
sebagai halangan atau pembatasan, melainkan dengan alasan memberikan
model dan faktor yang banyak dicari oleh manusia. Nabi menekankan
agama dan moralitas lebih dari empat faktor lainnya. Wanita yang taat dan
berakhlak tidak akan menyia-nyiakan hakmu, tidak akan membocorkan
rahasiamu, dan akan menjaga anakmu dengan baik jauh lebih baik daripada
wanita yang soleh dan berakhlak mulia.
ََل تُْن َك ُح ال ْرأَةُ ِلَ َم ِاَلَا فَلَ َع َّل َجَا ََلَا:صلَى للاُ َعلَْي ِه َو َسلَّ َم
َ
ِال رسو ُل ٰالل
ْ ُ َ َ َ ق,َع ْن َعْب ِد للاِ بْ ِن َع ْمُرْو
َ
يُْرِديْ َها َوََل لِ َم ِاَلَا فَلَ َع َّل َم ِاَلَا يُطْغِْي َها
Artinya: “seorang wanita tidak dinikahi karena kecantikannya,
barangkali kecantikannya akan membinasakan dan juga bukan karena
hartanya, barangkali hartanya akan menindasnya” (Ihya Ulumuddin
No. 290, H. 2, dikeluarkan oleh Ibnu Majah hadis dari Abdullah bin
Amr(.
18
Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, Syarah Shahih Al-Bukhari, Juz 6, h. 282.
19
Muhammad At-Tihami, Quratul Uyun, h. 58.
85
، تَ َزَّو ُج ْوا الْ َوُد ْوَد الْ َولُْوَد فَِإِن َم َكاثِر بِ ُك ُم ْال َُم ِم:صلَى للاُ َعلَْي ِه َو َسلَّ َم ِ
َ قاَ َل النَِّب,َع ْن َم ْعق ِل بْ ِن يَ َسا ٍر
ِْن ُه ْم اَبُ ْوُه ْم اِبْ َر ِاهْي ُم َخلِْي ُل ِ فَإِ َّن ذَرا ِري الْمسلِ ِمْي ََْت،وَلَ تَْنكِحوا عجوزا وَلَعاقِرا
ُ ََْي،ت ظ ِل الْ َع ْر ِش َ َْ ْ ُ َ ً َ َ ًْ ُ َ ْ ُ َ
ِ ِ ِ ِ ِ
."ٰالل يَ ْستَ ْغفُرْو َن آل َبكئه ْم
Artinya: “menikahlah kalian dengan wanita yang penuh kasih sayang
dan mampu melahirkan anak yang banyak, maka sesungguhnya aku
membanggakan banyaknya jumlah kalian di hadapan ummat lain dan
janganlah kalian menikah dengan wanita yang sudah tua dan wanita
yang mandul, maka sesungguhnya anak-anak muslim berada dibawah
naungan arasy, mereka dikumpulkan oleh bapak mereka yaitu Nabi
Ibrahim kekasih Allah, mereka memohon ampunan untuk orang tua
mereka” (H.R. Sunan Abu Daud, Juz 2, Bab An-Nahyi an Tajawaja
man lam yalid min An-Nisa’, No. 2050, Hlm. 22).
20
Muhammad At-Tihami, Quratul Uyun, h. 58.
21
Muhammad bin Ali bin Muhammad Asy-Syaukani, Nailul Authar, Jilid 6 (Mesir:
Matbaah Al-Halaly, 1952), h. 125.
22
Muhammad At-Tihami, Quratul Uyun, h. 59.
86
Selain itu, jika ingin menikah, maka menikahlah dengan wanita yang
bukan mahram.24 Karena Rasulullah SAW menyatakan, yang tidak
diketahui sumbernya dalam kitab-kitab hadis terkenal:
ِ ِ
َ "َلَ تَْنك ُحوا الْ َقَرابَةَ الْ َق ِريْبَةَ فَِإ َّن الْ َولَ َد ُُيْلَ ُق:ُال الغََزِال َرْحَهُ للا
."ضا ِوًي َ َق
Artinya: “janganlah kalian menikahi wanita yang masih ada
hubungan keluarga, maka sesungguhnya anak yang dilahirkan akan
kurus” (Kitab Ihya Ulumudin, Juz 2, Hlm. 41, dan Kitab Al-Gharib
wa Lughah).
5) Hukum Talak
Menurut Muhammad At-Tihami, bahwa sesungguhnya
memakruhkan thalaq pada keadaan ikhtiar (berusaha) hal ini justru
menempatkan dan mempercepat perpisahan. Thalak Sunni berlaku ketika
istri suci, suami belum melakukan jima pada istrinya, dan talak itu dalam
23
Abdur Rauf Al-Munawi, Faidhul Qadir, Juz 4 (Beirut: Dar Al-Fikr, 1416), h. 335
24
Muhammad At-Tihami, Quratul Uyun, h. 59
87
keadaan terpaksa.25 Tapi perkara tersebut adalah di benci oleh Allah, karena
Nabi saw bersabda :
25
Muhammad At-Tihami, Quratul Uyun, h. 152
26
An-Nawawi, Syarah Shahih Muslim, Juz 10, h. 61.
27
Muhammad At-Tihami, Quratul Uyun, h. 153
88
Jika salah satu pasangan tidak didapati menyakiti yang lain, itu
merupakan penangguhan dengan cara yang baik, dan jika pasangan tidak
menyakiti atau menyinggung perasaan istri setelah perceraian, itu
merupakan pelepasan dengan cara baik terhadap istri.
Pada saat ini talaq dijadikan sebagai jalan terakhir oleh suami dan
istri untuk menghindari permasalah keluarga, tanpa berfikir panjang
kedepan. Banyak sekali dampak yang dihasilkan akibat talaq atau cerai,
terutama dampak kepada anak. Anak akan kehilangan salah satu peran dari
kedua orang tuanya, dan kehidupan yang layak untuk anak kedepannya.
28
Muhammad Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Juz 2 (Ciputat: Lentera Hati,
2005), h. 608.
29
Muhammad At-Tihami, Quratul Uyun, h. 70
89
صلَّى ٰاللُ َعلَْي ِه َو َسلَّ ْم َعلَى َشْي ٍئ ِم ْن نِ َساكئِِه َما أَْوَلَ َعلَى َ َ ق،ُس َر ِض َي ٰاللُ َعنْه
َ " َما أَْوَلَ النَِّب:ال ٍ ََع ْن اَن
."ٍب اَْوَلَ بِ َشاةَ ََزيْن
Artinya: “Dari Anas ra, ia berkata : “Nabi saw tidak melaksanakan
walimah atas sesuatu dari istri-istrinya dengan suatu walimah atas
Zainab, Beliau mengadakan walimah dengan satu kambing” (H.R.
Shahih Bukhari, Juz 7, Bab walimah walau bisyatin, No. 5168, Hlm.
24).
30
Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, Syarah Shahih Al-Bukhari, Juz 6, h. 541
31
Muhammad At-Tihami, Quratul Uyun, h. 70
90
ِِ ِ ِ ِ ِ
َ ْ صلَّى ٰاللُ َعلَْيه َو َسلَّ َم َع ْن إِ َجابَة طَ َع ِام الْ َفاسق
.ْي َ اَن َر ُس ْو ُل ٰالل
َ نَ َه:ال ٍ ْص
َ َْي أَنَّهُ ق َ َو َع ْن ع ْمَرا َن بْ ِن ُح
Artinya: “Dan dari Imran Bin Hushin bahwasannya Nabi saw
bersabda: Rasulullah saw melarang kami dari mendatangi undangan
makan bersama orang-orang fasiq” (Fathul Bari Ibnu Hajar, Juz 9,
Hlm. 250).
فَِإ ْن، إِذَا ُد ِع َي أَ َح ُد ُك ْم إِ ََل َولِْي َم ٍة فَ ْليَأْ ِِتَا: صلَى للاُ َعلَْي ِه َو َسلَّ َم ِ
َ ال َر ُس ْو ُل للا
َ َ ق,الَ ََع ْن إِبْ ِن ُع َمَر ق
. َوَم ْن َد َخ َل َعلَى َغ ِْي َد ْع َوةٍ َد َخ َل َشا ِرقًا َو َخَر َج ُمغِْي ًرا،صاكئِ ًما فَ ْليَ َد ْع ِ ِ
َ َوا ْن َكا َن،َكا َن ُم ْفطًرا فَلْيُطْ َع ْم
32
Muhammad At-Tihami, Quratul Uyun, h. 70-71
33
Imam Masrudi, Bingkisan Pernikahan (Jakarta: Lintas Pustaka, 2006), h. 76
34
Khamil Muhammad Uwaidah, Fiqih Wanita, h. 516
35
Muhammad At-Tihami, Quratul Uyun, h. 72
91
36
Muhammad At-Tihami, Quratul Uyun, h. 73-74
37
Muhammad At-Tihami, Quratul Uyun, h. 77
92
‘ain artinya setiap orang secara pribadi harus menghadiri undangan tersebut
tanpa diwakili oleh orang lain. Sebagaimana sabda Rosulullah Saw :
Apabila salah seorang di antara kalian diundang kepada suatu walimah,
maka hendaklah ia menghadirinya”
38
Imam Muslim, Shahih Muslim (Beirut: Dar Al-Ma'arif, 2007), h. 234
93
satu ruangan (bercampur). Dalam keadaan ini, tidak dapat hadir atau tidak
boleh untuk hadir.
.َّٰيَي َها الَّ ِذيْ َن ءَ َامنُ ْوا قُ ْوا اَنْ ُف َس ُك ْم َواَ ْهلِْي ُك ْم ََن ًرا
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan
keluargamu dari api neraka” (QS. At-Tahrim: 6).
Dalam kitab Tafsir Al-Misbah dimaknai bahwa dalam lingkungan
peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam keluarga Nabi yang telah
digambarkan dalam Al-Qur’an, bagian di atas memberikan arahan kepada
pemeluknya untuk meneladani dan merawat keluarga Anda, khususnya
pasangan, anak-anak, dan semua orang yang berada di bawah tanggung
jawab Anda, dengan mengarahkan dan mengajari mereka sehingga Anda
pasti selamat dari api neraka.
39
Muhammad At-Tihami, Quratul Uyun, h. 154
94
ِ "إِ َّن ِمن الذنُو: ال رسو ُل للاِ صلَى للا َعلَْي ِه وسلَّم
ب َ َس َر ِض َى للاُ َعْنهُ ق
ٍ َك بْ ِن أَنِ ِعن مال
ْ َ َََ ُ َ ْ ُ َ َ َ ق,ال َ َْ
."الس ْعي َعلَى العِيَ ِال ِ
َّ إََِّل,ص ْوم َوََل ج َهاد ِ
َ ص َلة َوََل
َ ذُنُ ْوًب ََليُ َكفُرَها
Artinya: “Rasulullah saw bersabda: sesungguhnya dari dosa-dosa
masih ada dosa yang tidak dapat dihapusnya dari shalat dan tidak
dapat di hapusnya dari puasa dan tidak dapat dihapusnya dari jihad,
kecuali berusaha memberi nafkah atas keluarga” (Hilyatul Auliya’ li
Abi Nu’aim, No. 9086, Juz 1, Hlm. 287).
40
Muhammad Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Juz 14, h. 326-327
41
Muhammad At-Tihami, Quratul Uyun, h. 46
95
dalam kitab Al-Adab, Bab birrul walidain wa Al-Ihsan ila banati, No.
3659).
Jika seorang laki-laki memiliki lebih dari satu istri, dia wajib
memperlakukan mereka semua dengan adil, kecuali jika masalahnya adalah
masalah yang tidak dimiliki oleh laki-laki tersebut. Apa yang tidak dimiliki
seorang suami adalah kemampuan untuk melakukan hal-hal seperti keadilan
cinta, menghabiskan waktu bersama istrinya, memandangi mereka, dan
membuat lelucon, antara lain.
ت عِْن َدهُ اِْمَرأَ ََت ِن فَلَ ْم يَ ْع ِد ْل بَْي نَ ُه َما َ َصلَى للاُ َعلَْي ِه َو َسلَّ َم ق
ْ َ َم ْن َكان: ال َ َع ِن النَِّب,ََع ْن أَِب ُهَريْ َرة
. َماكئِل: َوِّف ِرَوايٍَة.َجاءَ يَ ْوَم الْ ِقيَ َام ِة َو ِشقَّهُ َساقِط
Artinya: “Barangsiapa memiliki beberapa istri maka dia tidak berlaku
adil diantara keduanya, dia akan datang pada hari kiamat dengan
pecah tubuhnya dan jatuh”. Dan dalam riwayat lain mengatakan:
“Pecah dan bungkuk tubuhnya” (H.R. Sunan At-Tirmidzi, Juz 2, Bab
ma jaa fi At-Taswiyati baina Ad-Darairi, No. 1141, Hlm. 438).
42
Muhammad At-Tihami, Quratul Uyun, h. 159
96
43
Muhammad bin Ismail As-Shan'ani, Attanwir Syarah Al-Jami' Al-Shagir, Jilid 2
(Riyadh: Darus Salam, 2011), h. 193
44
Muhammad At-Tihami, Quratul Uyun, h. 158
97
Ada dua macam hak yang dimiliki oleh suami dan istri dalam hal hak
dan kewajibannya: kewajiban yang bersifat materi dan immateriil.
Kewajiban zhahir atau harta benda yang bersifat material meliputi mahar
dan pemeliharaan. Sementara itu, komitmen kewajiban yang bersifat
immateril adalah komitmen kewajiban batin pasangan terhadap
pasangannya, misalnya, hidup berdampingan dengan pasangannya secara
baik/positif, memimpin pasangan dan anak-anaknya.47
45
Muhammad At-Tihami, Quratul Uyun, h. 154
46
Muhammad Idris Ramulyo, Hukum Perkawinan Islam (Jakarta: Sinar Grafika
Offset, 1999), h. 63
47
Abdul Al-A'ti Mahmudah, Keluarga Muslim (Surabaya: Bina Ilmu, 1984), h. 223
48
Ulfatmi, Keluarga Sakinah dalam Perspektif Islam (Jakarta: Kementerian Agama
RI, 2011), h. 86-92
49
Muhammad At-Tihami, Quratul Uyun, h. 156-157
98
ِ ِ ِ ِ ِِ
ُ "لَ ْو أََم ْر:صلَى للاُ َعلَْيه َو َسلَّ َم يَ ُق ْو ُل
ت َ ت َر ُس ْو ُل للاُ َس ْع:ُال اَبُ ْو بَ ْك ٍر الصديْ ُق َرض َي للاُ َعْنه َ فَ َق
."ت ال ْرأَةَ أَ ْن تَ ْس ُج َد لَِزْوِج َها
ُ أَ َح ًدا أَ ْن يَ ْس ُج َد ِلَ َح ٍد لََم ْر
َ
Artinya: “Maka Abu Bakar Ash-Shiddiq ra berkata saya mendengar
Rasulullah saw bersabda: jika aku memerintahkan kepada seseorang
untuk bersujud kepada orang lain, maka aku akan memerintahkan
wanita untuk sujud kepada suaminya” (H.R. Sunan Ad-Darimi, Juz 2,
Bab An-Nahyu an yasjuda liahadin, No. 1505, Hlm. 918).
"اتِ َ "لَعن للا الس ِوف: َِسعت رسو َل للاِ صلَى للا علَي ِه وسلَّم ي ُقو ُل:عن اِب ِن عمر ر ِضى للاُ عْنه
َُ ُ َ َ ْ َ َ ََ َْ ُ َ ُْ َ ُ ْ ُ َ َ َ ََ ُ ْ ْ َ
ِ ُ اش فَتُ َس ِو ِ "الَِّت ي ْدعوها زوجها إِ ََل:ال
َ َات َي َر ُس ْو َل للاِ؟ ق ِ
ُف لَهُ َوتَ ْشتَغل َعْنه ِ الفَر َ ُ َْ َ ُْ َ ُ َ َوَما الُ َس ِوف:قْي َل
."َح َّّت يَ ْغلِبَهُ النَّ ْوُم
Artinya: “Dari Ibnu Umar ra berkata aku mendengar Nabi saw
bersabda: “Allah melaknat Al-Musawwifat” saya bertanya siapa Al-
Musawwifat itu ya Rasulullah? Nabi bersabda: “dia adalah wanita
yang diajak suaminya ke tempat tidur, maka dia mengulur-ulur waktu
50
Muhammad At-Tihami, Quratul Uyun, h. 157
51
Muhammad At-Tihami, Quratul Uyun, h. 51
52
Muhammad bin Ismail As-Shan'ani, Attanwir Syarah Al-Jami' Al-Shagir, Juz 9,
172
99
53
Muhammad At-Tihami, Quratul Uyun, h. 152.
100
syarat-syarat keluar rumah pada pagi atau malam hari dengan mengenakan
pakaian yang tidak menonjol, dan memanjangkan dari pakaiannya.
Selain memahami dua belas hari per tahun, diterangkan juga manfaat
atau keuntungan dari tujuh hari per minggu. Sebagaimana Hadits Ibnu
Abbas, sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Ya’la: Sabtu adalah hari tipu
daya dan penipuan, Minggu adalah hari menanam dan aktivitas seksual,
Senin adalah hari bepergian dan mencari makan, dan Selasa adalah hari
konflik dan korupsi. selanjutnya, Rabu adalah hari tidak mengambil dan
tidak memberi, dan Kamis adalah hari mencari kebutuhan hidup dan
menghadap para penguasa dan Jumat adalah hari melamar dan menikah.
َ ِلَ َّن ٰاللَ ابْتَ َدأ،ٍ يَ ْوُم َغ ْر ٍس َو ِع َم َارة:صلَى للاُ َعلَْي ِه َو َسلَّ َم ِ
َ ال َر ُس ْو ُل للا
َ َ ق,ب ٍ َِع ْن َعلِي بْ ِن أَِب طَال
فِْي ِه َخ ْل َق الدنْيَا َو ِع َم َارتَ َها
Artinya: “hari ahad adalah hari menanam dan membangun karena
sesungguhnya Allah memulai pada hari ahad untuk menciptakan
dunia dan membangunnya” (kitab Al-Misbah dan kitab Ruhul Bayan,
Juz 8, Hlm. 240).
54
Muhammad At-Tihami, Quratul Uyun, h. 68
55
Muhammad At-Tihami, Quratul Uyun, h. 66
101
،ِا ٍ
ً ْاح َو ُخطْبَة اَي ٍ "يَ ْوُم نِ َك:ال
َ فَ َق،ُصلَّى ٰاللُ َعلَْي ِه َو َسلَّ َم َعْنه ِ
َ فَ َق ْد ُسئ َل:ال َ ََع ْن أَِب َسعِْي ِد الُ ْد ِر ِي ق
َّ ف َعلَْي ِه ِ ِ نَ َك
ب َعلَْي ِه َماٍ ت ُش َعْيَ َوُم ْو َسى بِْن،السلَ ُم ُزلَْي َخا َّ آد ُم َح َّواءَ َعلَْي ِه َما
ُ َويُ ْو ُس،السلَ ُم َ اح فْيه َ
."س ِ ِ
َ السلَ ُم بَلْقْي
َّ َو ُسلَْي َما ُن َعلَْيه،السلَ ُم
َّ
Artinya: “Maka sungguh di tanya Nabi saw dari hari jum’at, maka
beliau bersabda: hari pernikahan dan melamar juga, pada hari jum’at,
Nabi Adam as menikah pada hari jum’at dengan Hawa dan Nabi
yusuf as menikah dengan zulaikha pada hari jum’at dan Nabi Musa as
menikah dengan putri Nabi Syu’aib as pada hari jum’at dan Nabi
sulaiman as menikah dengan Ratu Balqis pada hari jum’at” (kitab Ar-
Raudhil Unufi atau FaidhAl-Qadir, Juz 1, Hlm. 265).
نِ َسآ ُؤُك ْم َح ْرث لَّ ُك ْم فَأْتُ ْوا َح ْرثَ ُك ْم اَ َّن ِشْئ تُ ْم
Artinya: “Istri-istri kalian adalah seperti tempat tanah kalian
bercocok tanam, maka datangilah tanah tempat bercocok tanam
kalian itu bagaimana saja kalian kehendaki” (QS. Al-Baqarah: 223).
Dalam kitab Tafsir Al-Misbah, ayat di atas mengatakan bahwa istri
adalah tempat bercocok tanam. Ini tidak hanya berarti bahwa anak adalah
hasil dari keturunan ayah (suami). Istri hanya berfungsi sebagai ladang
penerima benih. Asalkan benar demikian, jangan salahkan lahan jika yang
tumbuh apel, padahal Anda membutuhkan atau menginginkan mangga,
karena bibit yang Anda tanam adalah bibit apel, bukan bibit mangga.
56
Muhammad At-Tihami, Quratul Uyun, h. 67
57
Muhammad At-Tihami, Quratul Uyun, h. 113-114
102
atur masa kehamilan, jangan ingin memanen terus menerus karena akan
merugikan ladang.
Selain itu, Selasa adalah hari yang dilarang; Bahkan, Nabi SAW
pernah ditanyai tentang hari Selasa. Maka Nabi SAW bersabda: “Selasa
adalah hari berdarah karena dijelaskan bahwa Siti Hawa mengalami
pendarahan haid, anak Adam dibunuh oleh saudaranya, Jarjis, Zakaria,
58
Muhammad Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Juz 1, h. 480-481
59
Muhammad At-Tihami, Quratul Uyun, h. 61-62
103
Yahya, anak mereka, dan dukun Firaun dibunuh, dan Siti Hawa telah darah
haid Istri Firaun siti Asiah binti Muzahim dan sapi Bani Israil juga dibunuh
pada hari selasa.
Selain itu, hari yang diharamkan adalah hari Rabu, ketika Nabi SAW
mendapatkan informasi tentang hari Rabu, Nabi bersabda: “Karena Fir’aun
dan kaumnya tenggelam di laut merah pada hari Rabu, maka Allah
membinasakan kaum A'd, orang-orang Tsamud, dan Nabi Shalih. Rabu
terakhir setiap bulan adalah hari terburuk. Terlebih lagi, dalam penegasan
lain dikatakan. “hari rabu adalah adalah tidak ada pengembalian dan tidak
ada pemberian”.
60
Muhammad At-Tihami, Quratul Uyun, h. 117
61
Muhammad Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Juz 1, h. 478-479
104
ِ ِ ِ ِ
َّق
ْ صدَ َ َم ْن أَتَى ْامَرأَتَهُ فی َحْيِ َها فَ ْليَت:صلَى للاُ َعلَْيه َو َسلَّ َم َ ال َر ُس ْو ُل للاَ َ ق,ال َ َاس ق ٍ ََّع ِن ابْ ِن َعب
ف ِديْنَا ٍر
ُ ص
ِ ِ ِِ
ُ بديْنَا ٍر َوَم ْن أَ ََت َها َوقَ ْد أَ ْدبََر الد
ْ فَن،َّام َعْن َها َوَلْ تَ ْغتَس ْل
Artinya: “Barangsiapa menjima’ istrinya dalam keadaan haid, maka
dia bersedekah dengan satu dinar dan barangsiapa menjima’ istrinya
dan sungguh mendapatkan darah haid yang keluar darinya dan tidak
mandi hadats besar, maka ia bersedekah setengah dinar” (kitab At-
Tanwir Syarh Al-Jami’ Al-Shagir, No. 23).
62
Muhammad At-Tihami, Quratul Uyun, h. 118-119
63
Ibnu Hajar Al-Asqalani, Fathul Bari Syarh Shahih Bukhari, Juz 8 (Beirut: Dar
Al-Tibah, tt), h. 180
64
Muhammad At-Tihami, Quratul Uyun, h. 120
105
65
Muhammad At-Tihami, Quratul Uyun, h. 121
66
Muhammad At-Tihami, Quratul Uyun, h. 1-79
106
setengah yang lainnya” (Kitab Faidul Al-Qadir, Juz 6, Bab harfu Al-
Mim, Hlm. 103).
Selanjutnya dijelaskan Bahwa suami jika telah selesai dari Shalat dan
berdoa, maka sesungguhnya suami mencium kening pada istrinya dan
duduk di hadapan istrinya dan memberi salam atasnya,
kemudian meletakkan tangannya di atas ubun-ubun istrinya dan tangan
67
Abdur Rauf Al-Munawi, Faidhul Qadir, Juz 1 (Beirut: Dar Al-Fikr, 1416), h. 259
68
Muhammad At-Tihami, Quratul Uyun, h. 80
107
suami ada di depan kepala dan dari suami menguntaikan ucapan pada dahi
istrinya.69 Dan suami mengucapkan:
69
Muhammad At-Tihami, Quratul Uyun, h. 82
70
Muhammad At-Tihami, Quratul Uyun, h. 85
108
Dan dijelaskan dari Sayyidinaa Ali bin Abi Thalib, bahwa Nabi SAW
bersabda kepadanya:
ِ ِ ِ ِ
ْ اَللَّ ُه َّم، بِ ْس ِم ٰالل الْ َعظْي ِم:صلَى للاُ َعلَْيه َو َسلَّ َم
اج َع ْل َها ذُ ِريَّةً طَيِبَةً إِ ْن َ ال َر ُس ْو ُل للا
َ َ ق,اسٍ ََّع ْن ابْ ِن َعب
ص ْلِب ِ َ ُِكْنت قَدَّرت أَ ْن ُتْ ِرج َذل
ُ ك م ْن َ َْ َ
Artinya: “Dengan menyebut nama Allah yang maha besar, Ya Allah,
jadikanlah istriku ini penyebab adanya keturunanku yang baik,
109
ك قَ ِديْ ًرا ِ ِ
َ َوُه َو الَّذى َخلَ َق ِم َن الْ َماء بَ َشًرا فَ َج َعلَهُ نَ َسبًا َو ِص ْهًرا َوَكا َن َرب
Artinya: “Dan dia (pula) yang menciptakan manusia dari air mani,
lalu jadikan manusia itu punya keturunan dan musaharah dan adalah
Tuhanmu Maha Kuasa” (Q.S. Al-Furqon: 53).
Apabila kamu telah mendekati dari keluar air mani, maka bacalah
dalam hatimu dan jangan gerakkan bibirmu:
71
Muhammad At-Tihami, Quratul Uyun, h. 109
110
Dan sesungguhnya seorang istri, jika ingin keluar air mani sebelum
suaminya keluar, maka sesungguhnya di tuntut darinya untuk segera
mencabut penisnya, karena sesuangguhnya istri dalam rasa kesakitan
padanya.
Dan di jelaskan juga bahwa Nabi SAW ketika melakukan jima’ akan
menutupi kepalanya dan melirihkan suaranya dan berkata kepada istrinya:
"لس ِكيْ نَ ِة
َّ ك ِبِ " َعلَي. Dan semestinya untuk tidak menjima’ dalam keadaan
ْ
telanjang dan tidak ada atas keduanya suatu yang menutupinya, karena
sesungguhnya Nabi SAW melarang dari hal itu dan mencelanya. Dan
sungguh ada sahabat Abu Bakar Ash-Shiddiq ra menutupi kepalanya,
karena itu malu kepada Allah.
72
Muhammad At-Tihami, Quratul Uyun, h. 89
111
،ُ َلَيَ َق َع َّن أَ َح ُد ُك ْم َعلَى ْامَرأَتِِه َك َما تَ َق ُع الْبَ ِهْي َمة:صلَى للاُ َو َسلَّ َم ِ ٍ ِس ب ِن مال
َ ال َر ُس ْو ُل للا َ َ ق,ك َ ْ ٍ ََع ْن أَن
" "اَلْ ُقْب لَةُ َوالْ َكلَ ُم:ال َّ َوَما:لِيَ ُك ْن بَْي نَ ُه َما َر ُس ْول قِْي َل
َ َالر ُس ْو ُل ؟ ق
Artinya: “jangan salah seorang di antara kalian memperlakukan atas
istrinya, sebagaiman kamu memperlakukan binatang karena ada
diantara keduanya menggunakan perantara” dikatakan : dan apa
perantara itu ? Nabi saw bersabda: “mencium dan berbicara yang
baik” (Riwayat Abu Mansyur Ad-Dailami di dalam Musnad Al-
Firdaus dan ibnu Subki dalam Thabaqat Asy-Syafiiyah, Juz 6, Hlm.
311).
73
Muhammad At-Tihami, Quratul Uyun, h. 91
112
74
Muhammad At-Tihami, Quratul Uyun, h. 96-99.
75
Muhammad At-Tihami, Quratul Uyun, h. 107
113
keluar air mani dengan jepitan yang keras, maka sesungguhnya hal itu
dalam puncak kenikmatan kepada suami.76
76
Muhammad At-Tihami, Quratul Uyun, h. 108
77
Muhammad At-Tihami, Quratul Uyun, h. 127-128
78
Muhammad At-Tihami, Quratul Uyun, h. 137-138
114
Maka jika istri kamu mengeluh ingin melakukan jima’, maka berkata
syaikh Zarruq dalam kitab “At-Taudih” suami harus memenuhi untuk
melakukan jima’ atas istrinya dengan empat kali dalam setiap malam dan
empat kali dalam siang hari. Dan istri disini tidak boleh menolak keinginan
suami dari melakukan jima’tanpa udzur karena hadits Ibnu Umar ra, ia
berkata:
79
Muhammad At-Tihami, Quratul Uyun, h. 123-124
80
Muhammad At-Tihami, Quratul Uyun, h. 126
115
إِ َذا َج َام َع أَ َح ُد ُك ْم َزْو َجتَهُ أَْو:صلَى للاُ َعلَْي ِه َو َسلَّ َم ِ ٍ ََّع ْن َعْب ِد للاِ بْ ِن َعب
َ قَالَ َر ُس ْو ُل للا,اس قال
ِ ِ ِ
الع َمى
َ ث َ َجا ِريَتَهُ فَ َل يَْنظُُر إِ ََل فَ ْرج َها لَ َّن ذَل
ُ ك يُ ْوِر
Artinya: “Apabila salah seorang diantara kalian melakukan jima’
dengan istrinya atau hamba sahayanya, maka jangan melihat pada
kemaluannya karena sesungguhnya hal itu akan mengakibatkan
kebutaan” (HR. Ibnu Hibban, No. 231 atau kitab Al-Jami’ Al-Shagir,
No. 551).
81
Muhammad At-Tihami, Quratul Uyun, h. 142-143
82
Muhammad At-Tihami, Quratul Uyun, h. 140
117
83
Muhammad At-Tihami, Quratul Uyun, h. 141-142
84
Muhammad At-Tihami, Quratul Uyun, h. 147-148
118
Menjima’ istri yang masih gadis untuk tidak mengeluarkan air mani
darinya sebagaimana yang dilakukan oleh orang-orang bodoh dan cepat-
cepatlah suami memasukkan air sperma pada rahim istrinya. Mudah-
mudahan Allah menjadikan kepadanya seorang keturunan yang akan di beri
pertolongan dengannya. Dijelaskan bahwa tidak apa-apa mengeluarkan air
mani untuk kebaikan istrinya yang menyusui atau karena khawatir atas
anak yang menyusu.85
85
Muhammad At-Tihami, Quratul Uyun, h. 134-135
86
Muhammad At-Tihami, Quratul Uyun, h. 101
87
Muhammad At-Tihami, Quratul Uyun, h. 102
119
88
Muhammad At-Tihami, Quratul Uyun, h. 129
89
Muhammad At-Tihami, Quratul Uyun, h. 131
120
istrinya. Dan jangan berjima’ dengan posisi miring karena hal ini akan
menyebabkan sakit pada lambung dan hindarilah melakukan jima’ dengan
posisi istri di atas suami, karena hal itu akan mengakibatkan nyeri
pinggang dan kebuntuan pada saluran kencing suami.
إِتْ يَا ُن النِ َس ِاء ِِف أ َْدبَِرِه َّن َحَرام:صلَى للاُ َعلَْي ِه َو َسلَّ َم ِ
َ ال َر ُس ْو ُل للا َ ََع ْن ابْ ِن ُع َمَر ق
َ َ ق:ال
Artinya: “Menjima’ wanita dalam lubang dubur mereka adalah
haram” (riwayat Ibnu Jarir dalam kitab Al-Kanjul ‘Ummal, No.
44869).
َم ْلعُ ْون َم ْن أَتَى ْامَرأَتَهُ ِِف ُدبُِرَها:صلَى للاُ َعلَْي ِه َو َسلَّ َم ِ َ ََع ْن أَِب ُهَريْ َرةَ ق
َ ال َر ُس ْو ُل للا
َ َ ق,ال
Artinya: “Terlaknat orang yang menjima’ wanita dalam lubang
duburnya” (H.R. Sunan Abu Daud, Juz 2, Bab fi jami’ An-Nikah, No.
2162, Hlm. 249).
ِ
ِالقيامة ِ ِ ِ ِ ٍ ِس ب ِن مال
َ َ َسْب َعةُ ََل يَْنظُُر للاُ إلَْيه ْم يَ ْوَم:صلَى للاُ َعلَْيه َو َسلَّ َم
َ ال َر ُس ْو ُل للاَ َ ق,ال َ َك ق َ ْ ِ ََع ْن أَن
ِ ال َف:الدا ِخلِْي
اع ُل َوال ْفعُ ْو ُل بِِه ِ
َ َ ْ َّ اُْد ُخلُ ْوا النَّ َار َم َع:َوََل يَُزكْي ِه ْم َويَ ُق ْو ُل ََلُْم
Artinya: “Ada tujuh orang yang Allah tidak akan melihat pada
mereka di hari kiamat dan Allah tidak akan membersihkan mereka
dan Allah berfirman kepada mereka: Masuklah kalian ke neraka
bersama mereka yang memasukinya: merupakan bentuk dari fa’il dan
maf'ul bih” (kitab Irwau Al-Ghalil, Juz 8, Hlm. 59).
90
Muhammad bin Ismail As-Shan'ani, Attanwir Syarah Al-Jami' Al-Shagir, Juz 1,
h. 349
121
91
Muhammad At-Tihami, Quratul Uyun, h. 133-134
92
Muhammad At-Tihami, Quratul Uyun, h. 145
122
93
An-Nawawi, Al-Minhaj Syarah Shahih Muslim, Juz 5, h. 734.
123
Baqarah ayat 163-164 dan bershalawat atas Nabi saw sebanyak sepuluh
kali semalaman ketika ingin tidur maka sungguh dalam penjagaan Allah
dan perlindungannya.
ِ اَ ْْلمد ِٰلل:ال
ُ ْ َ َ َ ق,صلَى للاُ َعلَْي ِه َو َسلَّ َم إِذَا انْتَبَهَ ِم ْن نَ ْوِم ِه
َ َكا َن النَِّب:ال َ َان ق ِ عن ح َذي َفةَ ب ِن اليم
ََ ْ ْ ُ ْ َ
ِ َ َالَّ ِذى أَ ْحي
اَن بَ ْع َد َما أََماتَنَا َوإِلَْيه الن ُش ْوُر
Artinya: “Segala puji bagi Allah yang telah menghidupkan kami
setelah mematikan kami. Dan kepada nya kami kembali setelah
dibangkitkan” (H.R. Shahih Bukhari, Juz 8, Bab ma yaqulu idza
nama, No. 6312, Hlm. 69).
94
Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, Syarah Shahih Al-Bukhari, Jilid 8, h. 326-
327
95
Muhammad At-Tihami, Quratul Uyun, h. 147
124
dan tidak batal wudhu orang yang junub karena tidur, kecuali ia bersetubuh
yang membatalkan wudhu.96
“Wahai kaum wanita yang sedang hamil! berilah makan anak yang
dikandungan kalian dengan menyan Luban, karena menyan luban itu
bisa menambah akal dan menghilangkan riya’ dan memudahkan
untuk menghafal dan bisa menghilangkan sifat pelupa pada diri
anak”.98
96
Muhammad At-Tihami, Quratul Uyun, h. 144
97
Muhammad At-Tihami, Quratul Uyun, h. 112
98
Muhammad At-Tihami, Quratul Uyun, h. 112
125
Selain itu, Ibnu Ardhun menjelaskan hal itu dengan asumsi bahwa
dengan menjatuhkan spermanya untuk bergeser ke bagian kanan perutnya
dan setelah itu untuk mengeluarkan kemaluannya. Kemudian pada saat itu,
miringkan pasangannya ke sisi kanannya juga. maka pada saat itu
sebenarnya akan menghasilkan seorang anak laki-laki, jika Allah Ta'ala
menghendaki. Barang siapa yang menginginkan anak laki-laki, maka diberi
nama ketika jodohnya sedang hamil, dengan nama Muhammad.99
Islam tidak melarang usaha (ihtiyar) bagi pasangan suami istri untuk
dikaruniai anak. Yang tidak boleh dilewatkan adalah "menyangkal" atau
kecewa dengan pemberian Tuhan jika keduanya dimuliakan dengan anak
gadis atau perempuan. Kita jangan terlalu disibukkan ingin memiliki anak
laki-laki sehingga kita mengabaikan nikmat Allah berupa anak perempuan.
Karena tak satu pun dari mereka yang pernah tahu, antara laki-laki dan
perempuan, siapa di antara mereka yang lebih mencintai orang tuanya.
99
Muhammad At-Tihami, Quratul Uyun, h. 149
100
Muhammad At-Tihami, Quratul Uyun, h. 136
126
Para ahli fikih sepakat bahwa mengeluarkan janin pada perut yang
telah berjiwa adalah haram. Pengakhiran dini setelah janin memiliki roh
atau berumur empat bulan, telah disepakati ulama tentang keharamannya
karena dianggap membunuh orang. Hal ini juga tersirat dalam Al-Qur’an
surat Al-An’am ayat 151;
101
Muhammad At-Tihami, Quratul Uyun, h. 137
127
Selain itu, dijelaskan pula bahwa suami dan istri harus bersikap baik
kepada anak dan merasa kasihan kepada mereka karena bersikap kasar atau
kejam kepada anak justru dapat menyebabkan seorang anak membenci
orang tuanya, maka berhati-hatilah. Selain itu, konon seorang anak yang
dididik sejak kecil akan hidup bahagia dan puas atau bahagia di masa
tuanya.
102
Mahmud Syaltut, Al-Fatawa (Cairo: Dar al-Qalam, 1966), h. 289
103
Muhammad At-Tihami, Quratul Uyun, h. 160
104
Muhammad At-Tihami, Quratul Uyun, h. 161
128
Tentu tidak akan ada wanita yang berjuang sendiri untuk mencari
pasangan hidup jika hal ini dilakukan. Selain itu, Allah SWT akan
membalas jasa orang tua yang telah bekerja keras membesarkan, merawat,
dan mendidik anaknya dengan sabar bahkan setelah mereka menikah, yaitu
berupa surga. Menurut Auf bin Malik RA, Rasulullah SAW pernah
bersabda: "Anak-anak itu akan menjadi tabir baginya dari neraka jika dia
memiliki tiga anak perempuan yang dia nafkahi dengan baik sampai mereka
menikah atau mati” Hadist riwayat Al-Baihaqi.
Dari uraian di atas, bahwasanya orang tua atau wali dari anak
terkhususnya anak perempuan wajib didiknya hingga ia menikah. Adapun
setelah menikah diterangkan di dalam kitab ini bahwa orang tua wajib
mengajari anak perempuannya mengenai kebaikan dan tatakrama bergaul
105
Muhammad At-Tihami, Quratul Uyun, h. 78
130
B. Relevansi Materi Pendidikan Pra dan Pasca Nikah dalam Kitab Qurratul
Uyun terhadap Isu-isu Pernikahan Kontemporer
Dalam pernikahan, terdapat beberapa isu-isu tertentu yang perlu dibahas
bahkan dicarikan solusi yang terbaik untuk penyelesaiannya. Isu pernikahan
selalu menjadi topik yang hangat dalam konteks kontemporer karena
pernikahan memiliki dampak sosial, budaya, agama, dan legal yang luas.
Beberapa alasan mengapa isu pernikahan terus diperbincangkan adalah
disebabkan oleh perubahan sosial, kesetaraan gender, perubahan peran gender,
budaya populer dan media sosial, perceraian dan masalah perkawinan. Semua
faktor ini berkontribusi terhadap ketertarikan dan perhatian publik terhadap isu
pernikahan dalam konteks kontemporer. Isu pernikahan terus berkembang
seiring dengan perubahan sosial, budaya, dan nilai-nilai dalam masyarakat
modern.
Pada abad ke-18, Maroko adalah sebuah kerajaan di Afrika Utara dengan
sistem politik yang didasarkan pada monarki absolut. Beberapa ciri dan kondisi
yang dapat digambarkan tentang negara Maroko pada periode tersebut di
antaranya; Kesultanan Maroko, Pada tahun 1880, Sultan Maroko saat itu adalah
Sultan Moulay Hassan I, yang memerintah dari tahun 1873 hingga 1894.
Kekuasaan Sultan sangat dominan dan otoritasnya meliputi politik, agama, dan
kehidupan sehari-hari rakyat Maroko. Selanjutnya sekitar abad ke-19, Maroko
menjadi target kolonisasi oleh negara-negara Eropa, terutama Spanyol dan
131
Prancis. Pada tahun 1880, kedua negara tersebut telah memperluas pengaruh
mereka di beberapa wilayah Maroko, meskipun proses kolonisasi belum
sepenuhnya selesai. Wilayah-wilayah tertentu di Maroko diperintah oleh
penguasa lokal yang tunduk pada kekuasaan Spanyol atau Prancis. Selain
intervensi Eropa, Maroko juga mengalami persaingan internal antara suku-suku
dan penguasa lokal yang berusaha memperluas kekuasaan mereka di wilayah
tertentu. Persaingan ini sering kali memicu konflik dan pertempuran antara
kelompok-kelompok tersebut, menciptakan situasi politik yang kompleks di
negara tersebut.
1. Pernikahan Poligami
Poligami adalah praktik memiliki lebih dari satu pasangan atau pasangan
hidup secara bersamaan. Hubungan poligami telah ada dalam sejarah manusia
sejak zaman kuno dan masih ada dalam beberapa masyarakat di dunia saat ini.
106
Al-Hamid al-Husaini, Baitun Nubuwwah: Rumah Tangga Nabi Muhammad
(Bandung: Yayasan al-Hamidiy, 1997), h. 14.
107
Supardi Mursalim, Menolak Poligami (Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2007), h.
17
108
Abdurrahman Husen, Hitam Putih poligami (Depok: Fakultas Ekonnomi UI,
2007), h. 2
109
Supardi Mursalin, Menolak Poligami, h. 18
133
taraf pemuas bagi laki-laki. Tapi apa yang dilakukan Islam ini mengindikasikan
sebuah proses untuk keluar dari jerat-jerat bias gender pra-Islam.\
Bila suami khawatir berbuat zalim dan tidak mampu memenuhi semua hak-
hak mereka, maka ia diharamkan berpoligami. Bila yang sanggup dipenuhinya
hanya tiga maka baginya haram menikah dengan empat orang. Jika ia hanya
sanggup memenuhi hak dua orang istri maka haram baginya menikahi tiga
orang. Begitu juga kalau ia khawatir berbuat zalim dengan mengawini dua
orang perempuan, maka haram baginya melakukan poligami.
Artinya: “Dan jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil terhadap (hak-
hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), Maka
kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat.
kemudian jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil, Maka (kawinilah)
seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. yang demikian itu adalah
lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya” (QS. An-Nisa: 3).
Selanjutnya pada surah yang sama ayat 129 Allah berfirman sebagai
berikut:
Artinya: “Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat Berlaku adil di antara
isteri-isteri(mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, karena itu
janganlah kamu terlalu cenderung (kepada yang kamu cintai), sehingga
kamu biarkan yang lain terkatung-katung. dan jika kamu Mengadakan
134
Karena itu, An-Nisa’ (4): 3 bagi Quraish hanya berbicara tentang kebolehan
poligami, dan itupun merupakan pintu darurat kecil, yang hanya dilakukan saat
amat diperlukan dengan syarat yang tidak ringan. Sebagai tambahan,
pembahasan poligami dalam Al-Quran, menurut Quraish, hendaknya tidak
ditinjau dari segi ideal atau baik dan buruknya, tetapi harus dilihat dari sudut
pandang pengaturan hukum. Dalam aneka kondisi yang mungkin terjadi.111
Jika melihat pada masa di saat kitab ini ditulis dan ditinjau berdasarkan
teori horizon historisitas, sebagaimana Gadamer menekankan bahwa setiap
pemahaman dilakukan dalam konteks sejarah dan budaya tertentu. Ia mengklaim
bahwa pemahaman manusia tidak dapat dipisahkan dari pengalaman sejarah dan
budaya yang mempengaruhi pemahaman seseorang. Gadamer juga menyatakan
bahwa dalam interpretasi, ada suatu penyatuan atau perpaduan (fusion) antara
horizon pemahaman seseorang sebagai pembaca atau penafsir dengan horizon
penulis atau konteks asal teks tersebut. Maka sekitar abad ke-18, at-Tihami
110
Muhammad Rasyid Ridha, Tafsir Al-Manar (Beirut: Dar Al-Ma'arif, tt), h. 347
111
M.Quraish Shihab, Tafsir Maudhui ata Pelbagai Persoalan Umat (Bandung:
Mizan, 1996), h. 199
135
Pada abad ke-18, Maroko masih diwarnai oleh tradisi dan budaya yang
kuat. Perempuan umumnya terikat pada peran-peran tradisional yang membatasi
akses mereka ke pendidikan dan peluang ekonomi. Masyarakat Maroko pada
masa itu cenderung menganut nilai-nilai patriarki, di mana laki-laki memiliki
kontrol dan dominasi yang lebih besar dalam keluarga dan masyarakat. Hal ini
memungkinkan munculnya praktik-praktik poligami yang sewenang-wenang dan
terkesan menindas perempuan. Perempuan pada saat itu umumnya diharapkan
untuk menjadi ibu dan istri yang patuh, dengan peran utama mereka adalah
menjaga rumah tangga dan keluarga. Praktik poligami juga umum terjadi, di
mana beberapa pria memiliki beberapa istri. Poligami sering kali menciptakan
dinamika kekuasaan yang tidak setara antara perempuan dan laki-laki dalam
perkawinan. Praktik-praktik tersebut tentu memberikan pengaruh yang cukup
besar bagi masyarakat yang hidup pada saat itu, sebab itu cukup brilian at-
Tihami menulis suatu kitab yang berhubungan dengan pedoman berumah
tangga, dan ia juga memasukan materi terkait “suami-suami yang memiliki istri
lebih dari satu”, dan hal itu dikenal dengan praktik poligami. At-Tihami
berusaha menggambarkan bahwa praktik poligami pada masa itu sudah ada, dan
ia berusaha memberikan edukasi melalui tulisan bahwa walaupun perempuan
memiliki kewajiban yang harus patuh dan taat kepada suami, suami tetap harus
menjalankan seluruh kewajibannya dan menunaikan hak-hak istri, meskipun
memiliki istri lebih dari satu. Suami wajib berlaku adil dalam hal nafkah, tempat
tinggal, serta hak-hak yang lain.
Poligami sudah ada sejak zaman kuno dan terus ada dalam berbagai budaya
dan agama di berbagai periode waktu. Kitab ini dapat memberikan solusi terkait
permasalahan poligami dengan mempertimbangkan nilai-nilai yang terkandung
di dalam pembahasannya dulu, kini, hingga mendatang menyesuaikan konteks
masing-masing zaman.
Di samping adanya hak dan kewajiban suami istri, semua hal tidak selalu
berjalan sesuai dengan apa yang diperintahkan oleh Allah swt dan Rasul-Nya.
Terdapat beberapa tindakan yang seharusnya tidak dilakukan oleh pasangan
suami istri, salah satunya adalah kekerasan dalam rumah tangga, baik itu secara
verbal atau non verbal.
112
Fibrianti, Pernikahan Dini dan Kekerasan dalam Rumah Tangga (Studi Kasus di
Lombok Timur NTB) (Malang: Ahlimedia Press, 2021),
113
Fibrianti, Pernikahan Dini dan Kekerasan dalam Rumah Tangga (Studi Kasus di
Lombok Timur NTB) (Malang: Ahlimedia Press, 2021),
137
Penting untuk diingat bahwa setiap kasus KDRT, dan faktor-faktor yang
mempengaruhi terjadinya dapat berbeda dalam setiap situasi. Solusi untuk
mengatasi KDRT melibatkan upaya yang holistik, termasuk pendidikan,
pemberdayaan perempuan, perubahan sosial, dukungan korban, dan
penghukuman yang tegas terhadap pelaku.
ِ ِ ِ ِ
ُ "لَ ْو أََم ْر:صلَى للاُ َعلَْيه َو َسلَّ َم يَ ُق ْو ُل
ت أَ َح ًدا أَ ْن َ ت َر ُس ْو ُل للاُ َس ْع:ُال اَبُ ْو بَ ْك ٍر َرض َي للاُ َعْنه َ فَ َق
."ت ال ْرأَةَ أَ ْن تَ ْس ُج َد لَِزْوِج َها
ُ يَ ْس ُج َد ِلَ َح ٍد لََم ْر
َ
Artinya: “Maka Abu Bakar ra berkata saya mendengar Rasulullah saw
bersanda : jika aku diperintahkan seseorang untuk bersujud kepada orang
lain, karena aku pasti perintahkan wanita untuk sujud kepada suaminya”
(H.R. Sunan Ad-Darimi, Juz 2, Bab An-Nahyu an yasjuda li ahadin, No.
1505, Hlm. 918).
maka tidak demikian. Hadis tersebut secara makna menjelaskan bahwa betapa
seorang istri harus taat kepada suami sebagai bentuk penghormatan dan terima
kasih atas kerja keras dan usaha yang selama ini suami lakukan dalam menopang
dan menjadi pemimpin dalam rumah tangganya.
Jika melihat paparan yang dijelaskan oleh Muhammad at-Tihami dan hadis
yang dikutipnya. Ini bisa disesuaikan dengan pendekatan dialogis dalam teori
hermeneutika Gadamer dalam artian bagaimana seorang pembaca dalam
berdialog secara terbuka dengan teks yang ada. Penulis memahami bahwa secara
tekstual dalam konteks Islam, tidak ada perintah atau ajaran dalam agama yang
menyatakan bahwa istri harus sujud kepada suami. Islam mengajarkan
kesetaraan dan saling penghormatan antara suami dan istri sebagai mitra dalam
rumah tangga. Setiap individu dalam Islam diperintahkan untuk sujud hanya
kepada Allah sebagai bentuk ibadah dan penghormatan kepada-Nya.
Penting untuk dipahami bahwa konsep ketaatan istri dalam Islam bukanlah
untuk mengekang atau merendahkan perempuan, tetapi untuk menciptakan
kerangka dan keseimbangan dalam hubungan suami-istri. Tujuannya adalah
untuk membangun keluarga yang harmonis, saling mendukung, dan mencapai
kedamaian dalam ikatan pernikahan.
Menurut penulis, KDRT yang praktiknya sudah ada dari zaman Nabi saw
hingga saat ini, tidak dapat dibenarkan meskipun ada alasan-alasan tertentu.
Tidak ada pembenaran atas setiap kekerasan yang dilakukan oleh seseorang
karena masih ada solusi lain dalam penyelesaian masalah baik itu masalah kecil
atau besar.
Di zaman sekarang hal tersebut masih sama, penting bagi suami untuk
tetap menghormati perempuan. Konsep penghormatan dan kesetaraan gender
berlaku dalam semua konteks dan era, termasuk dalam hubungan suami-istri.
Dalam banyak negara dan masyarakat, telah terjadi pergeseran sosial yang
signifikan dalam pandangan tentang peran gender dan hubungan antara suami
114
Sifa Mulya Nurani, “Relasi Hak dan Kewajiban Suami Istri dalam Perspektif
Hukum Islam”, Al-Syakhsiyyah: Journal of Law and Family Studies , Vol. 3, No. 1 (2021),
h. 105.
140
3. Wanita Karir
Dalam kitab Qurratul ‘Uyun, Muhammad at-Tihami memaparkan bahwa
seorang istri dilarang mentaati suami dalam perkara yang diharamkan. Sesuai
dengan teori dialogis Gadamer, ini bisa dipahami bahwa dalam kebanyakan
agama, ketaatan terhadap pasangan hidup dianggap penting, tetapi tidak
mutlak atau tanpa batas. Dalam situasi di mana suami memerintahkan sesuatu
yang dianggap haram atau melanggar prinsip moral, banyak pendekatan agama
dan hukum mengakui bahwa ketaatan kepada suami tidak harus melanggar
prinsip-prinsip moral yang lebih tinggi. Misalnya, dalam Islam, ada prinsip
ketaatan kepada suami, tetapi ketaatan tersebut tidak berlaku jika suami
memerintahkan sesuatu yang bertentangan dengan ajaran agama. Dalam
konteks tersebut, istri memiliki hak dan kewajiban untuk menolak perintah
yang dianggap melanggar ajaran agama.
Hal yang sama dapat ditemukan dalam perspektif agama dan hukum
lainnya. Prinsip-prinsip moral dan etika sering kali dianggap lebih penting
daripada ketaatan kepada pasangan dalam hal-hal yang diharamkan atau
melanggar prinsip-prinsip moral yang jelas. Namun, penting untuk mencatat
bahwa pandangan dan praktik dapat bervariasi di antara individu, budaya, dan
interpretasi agama. Ketika menghadapi dilema moral atau agama yang
kompleks, penting untuk berkonsultasi dengan pemimpin agama, penasihat
keluarga, atau figur otoritatif lainnya untuk mendapatkan pandangan yang
lebih spesifik sesuai dengan konteks dan keyakinan pribadi individu.
izin kepada istri apabila ingin melakukan hal yang baik? Terutama dalam
kerjasama menunjang rumah tangga?
Pada zaman Nabi Muhammad saw, beberapa istri Nabi terlibat dalam
pekerjaan atau memiliki pekerjaan sebelum menikah. Contohnya adalah
Khadijah binti Khuwailid, istri pertama Nabi, yang merupakan seorang
pengusaha sukses sebelum menikahi Nabi Muhammad. Khadijah memiliki
bisnis perdagangan yang makmur dan memiliki karyawan yang bekerja
untuknya. Selain Khadijah, beberapa istri Nabi juga terlibat dalam berbagai
aktivitas seperti pertanian, pembuatan pakaian, dan perdagangan. Mereka tidak
terbatas pada peran domestik saja, tetapi juga berpartisipasi dalam ekonomi
dan berkontribusi pada masyarakat. Namun, penting untuk diingat bahwa
praktik dan peran perempuan pada zaman Nabi sangat dipengaruhi oleh konteks
sosial dan budaya pada masa itu. Pekerjaan perempuan pada saat itu umumnya
tidak dilakukan di luar rumah atau di tempat-tempat yang terbuka. Mereka
lebih cenderung terlibat dalam pekerjaan yang dapat dilakukan di rumah atau
dalam lingkungan yang lebih terbatas.
Peran perempuan dalam bekerja pada masa itu mungkin berbeda dari
konsep modern tentang karir atau pekerjaan di luar rumah. Namun, penting
untuk diingat bahwa perempuan pada masa itu memiliki peran penting dalam
ekonomi dan masyarakat, dan beberapa istri Nabi memiliki keahlian dan
kemampuan yang mereka gunakan untuk berkontribusi pada kehidupan mereka
dan komunitas Muslim.
Harus diakui bahwa peranan kaum wanita dalam abad saat ini amatlah
menonjol. Banyak posisi yang tadinya didominasi kaum pria sekarang sudah
mulai beralih dan diduduki oleh kaum wanita. Hal ini tidak hanya terjadi di
negara-negara sangat maju, tapi juga di negara-negara industri baru, dan
bahkan di negara-negara berkembang. Perempuan memiliki peran dan fungsi
yang sangat strategis dalam keluarga dan masyarakat.116
115
Yuliana Riana P dan Hedi Pudjo Santoso, “Faktor-faktor yang Berpengaruh
terhadap Pandangan Postfeminisme melalui Pemaknaan atas Representasi Perempuan
dengan Sexual Appearance di dalam Iklan” dalam Beyond Borders: Communication
Modernity and History (Jakarta: STIKOM, 2010), h. 50.
116
Syakwan Lubis “Gerakan Feminisme dalam Era Postmodernisme Abad 21”,
DEMOKRASI, Vol. V, No. 1, Th. 2006.
143
Bagi istri yang aktif dalam organisasi atau menjadi pegawai, ada beberapa
hal yang harus diperhatikan, antara lain: a. Bila hendak pergi rapat, menghadiri
pertemuan atau pergi ke tempat kerja, harus diselesaikan dahulu urusan-urusan
rumah tangganya, b. Yang harus dihindari oleh istri yang aktif adalah jangan
sampai urusan-urusan melayani suami dan anak-anaknya diserahkan begitu saja
kepada pembantu, atau malahan diserahkan kepada suaminya, d. Istri
hendaknya menghindari tingkah-laku yang seolah-olah hendak mengeluarkan
diri dari perlindungan suami dengan cara mencari pekerjaan di luar rumah
tangga.118
117
Wati Rahmi, “Konsep Islam Terhadap Kemitrasejahteraan Wanita di Keluarga”,
Jurnal Hukum dan Pembangunan, Vol. xxxi, 2001, h. 23
118
Abu Bakar Al-Asy'ari, Tugas Wanita Dalam Islam (Jakarta: Media Dakwah,
1991), h. 48
144
Materi yang dipaparkan oleh at-Tihami dalam kitab ini dapat dijadikan
referensi dan relevan dengan masa sekarang ini, bahwa perempuan yang sudah
menikah diperbolehkan untuk berkarir dengan syarat ia sudah mendiskusikan
hal tersebut dengan suaminya.
C. Implikasi Materi Pra dan Pasca Nikah dalam Kitab Qurratul Uyun terhadap
Pernikahan
Implikasi adalah suatu konsekuensi (akibat langsung) dari hasil penemuan
suatu penelitian ilmiah. Berdasarkan hasil pengamatan yang peneliti lakukan di
dalam kitab Qurratul Uyun karya Muhammad At-Tihami bin Madani bahwa,
materi-materi pendidikan pra dan pasca Nikah yang ada di dalam kitab ini
nampak lengkap dan penting untuk calon pasangan yang ingin menikah.
Implikasi pendidikan pra dan pasca nikah merujuk pada konsekuensi atau
akibat yang mungkin muncul dari suatu hubungan antara dua orang sebelum
dan sesudah mereka menikah secara resmi. Amir Syarifuddin menjelaskan
bahwa melaksanakan pendidikan sebelum melangsungkan pernikahan akan
menghasilkan keuntungan tertentu misalnya dapat memperoleh keluarga yang
harmonis, dengan mencapai hal tersebut manusia dapat membangun relasi dan
sosial yang baik di lingkungan keluarga maupun masyarakat sekitar.
Pembiasaan mendidik diri sendiri memang harus dilakukan sejak dini yang hal
145
itu harus dimulai dari diri sendiri, kemudian meluas dalam ranah keluarga.
Karena dalam hal rumah tangga, harus dibangun kesadaran akan tanggung
jawab khususnya dalam aspek ibadah dan agama agar tidak terjerumus ke
dalam hal-hal yang tidak diinginkan.119
Pendidikan pra dan pasca nikah mengacu pada pelatihan atau bimbingan
yang dilakukan oleh lembaga tertentu terhadap pasangan yang ingin
melangsungkan pernikahan. Bimbingan pra dan pasca nikah bertujuan untuk
membantu calon pasangan dalam mempersiapkan diri secara fisik, emosional,
dan psikologis untuk kehidupan pernikahan yang sehat dan bahagia. Terdapat
beberapa implikasi atau manfaat yang dapat diharapkan dari pendidikan pra dan
pasca nikah merujuk kepada kitab Qurratul Uyun, sebagai berikut:
119
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia: Antara Fikih
Munakahat dan Undang-undang Perkawinan (Jakarta: Kencana, 2006), h. 63.
146
149
150
B. Saran
Dari hasil penelitian yang telah penulis lakukan masih sangat banyak
kekurangan dan keterbatasan, namun setelah menyelesaikan penelitian ini
penulis banyak menemukan hal-hal yang positif dan bermanfaat, di harapkan
dapat menjadikan sebuah motivasi kepada pembaca dan pemikir, baik
akademisi maupun masyarakat pada umumnya untuk meneliti terkait
pendidikan pra dan pasca nikah, agar menghasilkan penelitian yang lebih
objektif. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari
para pembaca demi kesempurnaan penelitian ini dan penelitian-penelitian
selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Achmadi, Islam Sebagai Paradigma Pendidikan, (IAIN Walisongo Pres:
Aditya Media, 1992).
Adhim, M. F., Indahnya Pernikahan Dini, (Jakarta: Gema Insani, 2002).
Al-Asqalani, Ibnu Hajar, Fathul Bari Syarh Shahih Bukhari, Juz 8, (Beirut:
Dar Al-Tibah, tt).
Al-Asy'ari, Abu Bakar, Tugas Wanita Dalam Islam, (Jakarta: Media
Dakwah, 1991).
Al-A'ti, Abdul, Mahmudah, Keluarga Muslim, (Surabaya: Bina Ilmu, 1984).
Al-Hayali, Kamal, Solusi Islam Dalam Konflik Rumah Tangga, (Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada, 2005).
al-Husaini, Al-Hamid, Baitun Nubuwwah: Rumah Tangga Nabi Muhammad,
(Bandung: Yayasan al-Hamidiy, 1997).
Al-Mashri, Syaikh Mahmud, Bekal Pernikahan, Terj. Imam Firdaus,
(Jakarta: Qisthi Press, 2010).
Al-Munawi, Abdur Rauf, Faidhul Qadir, Juz 1, (Beirut: Dar Al-Fikr, 1416).
al-Qusyairi, Muslim bin al-Hijaj Abu al-‘Isin, Sahih Muslim, juz 2.
Al-Syarakhsi, Syamsuddin, Al-Mabsuth, Vol. 11, (Beirut: Dar Al-Ma'rufah,
1989).
Al-Syaukani, Muhammad, Fath Al-Qadir, (Beirut: Dar Al-Kutub Al-
Ilmiyah, tt).
Al-Utsaimin, Muhammad bin Shalih, Syarah Shahih Al-Bukhari, Jilid 6,
(Jakarta: Darus Sunnah, 2010).
Aminuddin Dan Abidin, Slamet, Fiqh Munakahat, (Bandung: Pustaka Setia,
1999).
Anhari, Maskhur, Usaha-usaha Untuk Kepastian Hukum dalam Perkawinan,
(Surabaya: Diantama, 2006).
An-Nahlawi, Abdurrahman, Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah, dan
Masyarakat, (Jakarta: Gema Insani press, 1995).
An-Nawawi, Abi Zakariya, Al-Majmu Syarah Al-Muhadzab, Vol. 20,
(Beirut: Dar Al-Fikr, 1984).
An-Nawawi, Al-Minhaj Syarah Shahih Muslim, (Beirut: Dar Al-Ma'rifk ah,
1995).
Anshori, Abdul Ghofur, Perkawinan Islam Perspektif Fikih dan Hukum
Positif , (Yogyakarta: UII Press, 2011).
Anwar, Moch, Fiqh Islam: Muamalah, ,Munakahat, Faraid dan Jinayah,
(Bandung: Al-Ma'arif, 1980).
Arifin, H.M., Pokok-Pokok Pikiran Tentang Bimbingan Penyuluhan Islam
dan di luar Sekolah, (Jakarta: Bulan Bintang, 1997).
As-Shan'ani, Muhammad bin Ismail, Attanwir Syarah Al-Jami' Al-Shagir,
Jilid 2, (Riyadh: Darus Salam, 2011).
151
152
Taupik, Opik dan al-Mansyur, Ali Khosim, Fiqih 4 Madzhab Kajian Fiqih-
Ushul Fiqih, (Bandung: tt, 2014).
Triyanto, Teguh, Pengantar Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2014).
Ubaedillah, A., “Pendidikan Pranikah Perspektif Al-Qur’an”, Disertasi,
Program Studi Ilmu Al-Qur’an Dan Tafsir, (Pascasarjana, Institut
PTIQ Jakarta, 2021).
Ulaisy, Muhammad, Minah Al-Jalil Syarh Mukhtashar Sayyid Kholil, Vol.
19, (Beirut: Dar Al-Fikr, 1989).
Ulfa, Maria, Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana
Untuk Mahasiswa Bidan, (Perpustakaan Nasional: Katalog dalam
Terbitan (KDT), 2013).
Ulfatmi, Keluarga Sakinah dalam Perspektif Islam, (Jakarta: Kementerian
Agama RI, 2011).
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia, Pasal 28 Ayat 1, 1945
Undang-undang No. 2 Tahun 1985 tentang tujuan pendidikan di Indonesia.
Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Undang-undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974.
Undang-undang Republik Indonesia, pasal 6 ayat 1 Peraturan Perkawinan
1974
Undang-Undang Republik Indonesia, Tentang Hak Asasi Manusia, Nomor
39, 1999.
Uwaidah, Khamil Muhammad, Fiqih Wanita, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar,
2017).
Wardian, “Desain Pendidikan Pra Nikah Menuju Terbentuknya Keluarga
Sakinah”, Al-Falah, Vol. 17, No. 32, 2017.
Widyastuti, Y., Kesehatan Reproduksi, (Yogyakarta: Fitramaya, 2009).
Wirasubrata, Burhan & Nuryakien, Kundan D., Menggugat Sejarah
Perempuan: Mewujudkan Idealisme Gender Sesuai Tuntunan Islam,
Cet.1, (Jakarta: Cendikia Sentra Muslim, 2001).
Yasin, A. Fatah, Dimensi-dimensi Pendidikan Islam, (Malang: UIN
MALANG PRESS, 2008).
Yusdani, Menuju Fiqih Keluarga Progresif, (Yogyakarta: Kaukaba
Dipantara, 2011).
Zuhaili, Wahbah, Fiqih Imam Syafi'i: Mengupas Masalah Fiqhiyah
Berdasarkan Al-Qur'an dan Hadits, (Jakarta: Al-Mahira, 2008).
Lampiran-lampiran
TENTANG PENULIS