Oleh:
NIM 109051100073
KONSENTRASI JURNALISTIK
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1437 H/ 2016 M
Nama : Satria Loka Widjaya Pembimbing: Rubiyanah M.A.
NIM : 109051100073
ABSTRAK
Pers, Kasus Udin, Dan Wacana Kebebasan Pers di Indonesia
Kasus kematian Fuad Muhammad Syafrudin atau Udin, Wartawan Berita
Nasional, belum menemukan titik terang. Kasus yang terjadi delapan belas tahun
silam akan memasuki masa daluwarsa bila tidak selesai. Hal ini merujuk pada
Pasal 78, ayat 1, angka 4, Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). Melihat
fenomena itu Majalah Tempo membuat laporan khusus bertajuk Bukti Baru
Pembunuhan Udin “Bernas”.
Uraian tersebut dapat menimbulkan beberapa petanyaan. Pertama Bagaimana
Majalah Tempo mewacanakan kebebasan pers pada pemberitaan kasus Udin?
Selanjutnya, Bagaimana Kognisi Sosial yang melatarbelakangi Majalah Tempo
sehingga mewacanakan kebebasan pers dalam pemberitaan kasus Udin?
Kemudian, Bagaimana Konteks Sosial Majalah Tempo pada pemberitaan kasus
Udin?
Dalam pemberitaannya, Majalah Tempo menilai bila kasus Udin tidak selesai
maka akan menjadi ancaman terhadap kebebasan pers di Indonesia. Mereka
berkilah pemberitaan yang mereka buat sebagai ikhtiar melawan lupa dan upaya
menegakan keadilan serta kebebasan pers di Indonesia.
Penelitian ini menggunakan paradigma konstruktivis dengan pendekatan
kualitatif. Paradigma konstruktivis menilai bahasa tidak lagi hanya dilihat sebagai
alat untuk memahami realitas objektif belaka dan dipisahkan dari subjek sebagai
penyampai pernyataan. Peneliti memertajam daya analisis menggunakan metode
analisis wacana Teun A. Van Dijk. Analisis ini mengaitkan tiga dimensi: analisis
teks, kognisi sosial, dan konteks sosial.
Peneliti menganalisis pemberitaan mengenai Laporan Khusus, Bukti Baru
Pembunuhan Udin “Bernas” Majalah Tempo edisi 10-16 November 2014.
Kemudian menyimpulkan hasil temuan dari analisis pemberitaan tersebut. Hasil
dari penelitian ini bersifat deskriptif, yaitu memberikan gambaran tentang
bagaimana Majalah Tempo mewacanakan kebebasan pers terkait kasus Udin.
Berdasarkan hasil penelitian, pada tataran teks Majalah Tempo
menggambarkan upaya mereka dalam membongkar kasus Udin. Mereka
menemukan sebuah memo bertanda tangan Sri Roso Soedarmo, Bupati Bantul
saat Udin tewas. Majalah Tempo secara tegas menyatakan berpihak pada Udin.
Mereka menilai apa yang mereka lakukan sebagai wujud aspirasi suara wartawan
dan masyarakat umum yang menolak segala bentuk kekerasan di Indonesia.
Pada akhirnya peneliti mendapatkan adanya keberpihakan media pada suatu
fenomena. Keberpihakan tersebut membuat media menggiring opini masyarakat
melalui wacana yang mereka buat dalam rapat redaksi. Pada pemberitaan kasus
Udin Majalah Tempo mewacanakan kebebasan pers di Indonesia dengan tetap
menghadirkan fakta dan keseimbangan berita dalam pemberitaan mereka.
Kata Kunci: Kebebasan Pers, Majalah Tempo, Wacana Teun A. Van Dijk
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur peneliti panjatkan atas kehadirat Allah SWT, karena atas berkat
rahmat dan kuasa-Nya peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan salam
2014”. Penelitian ini merupakan persyaratan dalam memperoleh gelar Strata 1 (S1),
Peneliti secara khusus ingin mengucapkan terima kasih kepada kedua orang
tua peneliti, Amin dan Budiyarti, yang selama ini selalu percaya bahwa anaknya
kapan akan lulus. Selain itu mereka selalu mengajarkan agar peneliti menjadi
manusia yang lebih baik, bermanfaat, dan bisa membanggakan. Terima kasih juga
karena telah memberikan semangat dan kasih sayang yang tidak pernah ada
hentinya. Semoga mereka selalu dalam lindungan Allah SWT dan selalu diberikan
kesehatan oleh-Nya.
menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih terdapat kekurangan dan
kelemahan. Peneliti yakin skripsi ini tidak akan berjalan baik dan lancar tanpa
adanya bantuan dan motivasi dari pelbagai pihak. Oleh karena itu peneliti
ii
1. Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, Dr. H. Arief Subhan, M.A. Wakil Dekan I Bidang Akademik, Dr.
M.A.
Konsentrasi Jurnalistik Dra. Hj. Musfirah Nurlaily, M.A. yang selalu berkenan
dan motivasi hingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini. Semoga selalu
5. Seluruh staf dan karyawan Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif
6. Redaksi Majalah Tempo yang dengan senang hati menjadi subjek peneliti.
iii
9. Forum Alumni PMR 169 Jakarta (FAPSES) tempat peneliti berorganisasi dan
10. Korps Suka Relawan (KSR) Unit Markas PMI Kota Jakarta Barat wadah
11. Abdurachman dan Nurmawa Zibali yang selalu mendukung peneliti dengan
12. Keluarga besar Korps Suka Relawan PMI Unit Perguruan Tinggi UIN
Jakarta.
13. Rekan-rekan Unit Transfusi Darah Pusat (UTDP) PMI, tempat peneliti
bekerja saat ini. Terlebih kepada dr Sri Hartaty M. Biomed Dahlia, Endang
Dwi Astuti, Elia Rahmania, Nurodin, Enjang Kurniawan, dan Mas Dimyati
yang peneliti dapatkan di bangku kuliah. Terlebih Bapak Dedy dan Ibu Tinto
15. Biro Humas Markas Pusat PMI yang mendukung peneliti menyelesaikan
Sidiq, Khaerul Shaleh yang memberikan akses, ilmu, dan tempat peneliti
16. Rekan-rekan Posko Bencana Markas Pusat PMI yang memberikan peneliti
iv
Bima, Yusuf Gandang P, Abdul Aziz, Putri Nurazizah, Mekar Ayu L, Putri
Septiani, Hilda Savitri, Ima Rahmawati, Dewi Rifqina, Turi Miasih, Andini
Lindawati, Puti Hasanatu S), juga yang sudah gugur (Rian, Opang, Riski
Jurnalistik A.
18. Terakhir kepada Siti Yulianti Wanita yang akan peneliti jadikan istri dan
penelitian ini.
SWT membalas kebaikan mereka. Peneliti menyadari skripsi ini masih belum
dapat menyelesaikannya dengan baik. Peneliti memohon maaf apabila masih ada
kesalahan dan kekurangan dalam penelitian ini. Peneliti berharap semoga skripsi
v
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah 1
B. Batasan dan Rumusan Masalah 5
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 6
D. Tinjauan Pustaka 8
E. Metodologi Penelitian 9
F. Sistematika Penulisan 16
vi
D. Pers 46
1. Definisi Pers dan Jurnalistik 46
2. Perkembangan Pers di Indonesia 49
3. Fungsi dan Peran Pers di Indonesia 54
BAB III GAMBARAN UMUM MAJALAH TEMPO
A. Sejarah dan Perkembangan Majalah Tempo 57
B. Visi dan Misi Tempo Inti Media 59
C. Struktur Redaksi Majalah Tempo 60
BAB IV TEMUAN DAN ANALISIS DATA
A. Wacana Kebebasan Pers di Majalah Tempo 70
1. Analisis Teks “Memo Sebelum Malam Jahanam” 71
2. Analisis Teks “Tamu-tamu Misterius di Patalan” 87
B. Analisis Kognisi Sosial 100
C. Analisis Konteks Sosial 109
D. Interpretasi Penelitian 112
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan 130
B. Saran 133
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
vii
DAFTAR GAMBAR
viii
DAFTAR TABEL
ix
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
dirilis Majalah Tempo edisi 10-16 November 2014. Pada rubrik tersebut Majalah
akibat arogansi rezim Orde Baru ini membuat 12 sub topik pada laporan khusus
bertajuk, Bukti Baru Pembunuhan Udin. Menggunakan gaya bahasa lugas dan
kritis, khas Tempo Media Group, Majalah ini juga memuat ilustrasi rangkaian
karena berita.
Udin gugur dan menjadi tumbal rezim Orde Baru karena tulisannya mengusik
Bupati Bantul, Kolonel Art Sri Roso Sudarmo. Jauh hari sebelum pembunuhannya,
lima tahun sebelum Udin dianiaya hingga tewas, Ia kerap didatangi orang yang
memintanya dengan halus agar ia tidak menulis suatu berita terlalu keras. 1
16 Agustus 1996, pukul 16.50 WIB, setelah koma selama tiga hari dan
1
Noorca M. Massardi, dkk, Udin Darah Wartawan: Liputan Menjelang Kematian, (Bandung:
Penerbit Mizan, 1997), h. 153.
x
2
pemberitaan yang sering ia buat. Ia kerap menulis berita kritis tentang kebijakan
pemerintah Orde Baru dan militer. Beberapa tulisan Udin yang fenomenal adalah
“3 kolonel yang maju dalam bursa pencalonan Bupati Bantul”, “Soal Pencalonan
Karangtengah, Imogiri, Bantul, Dana IDT Hanya Diberikan Separo”, dan “Isak
membongkar kasus penyuapan Sri Roso Sudarmo kepada yayasan Dharmais yang
dikelola oleh Keluarga Cendana, agar terpilih lagi menjadi Bupati Bantul.
pada Pers di Indonesia. Bila kita melihat sejarah perjalanan Pers di Indonesia,
sepak terjang rezim yang dipimpin oleh Soeharto secara nyata membelenggu pers.
Agar tetap hidup, pers harus taat dan memberitakan hal-hal baik tentang
pemerintahan orde baru. Bila ada media massa yang kritis dan berani menerbitkan
pencabutan Surat Izin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP) menjadi hadiahnya. Hal
dan senantiasa diperjuangkan untuk diwujudkan.2 Sejak saat itu Pers di Indonesia
mulai berkembang, begitu pula dengan kebebasan Pers. Meskipun demikian, tetap
delapan belas tahun silam masih tak terungkap, wayang serta dalangnya pun tak
tertangkap.
penghujung akhir tahun 2014, tahun dimana kasus tersebut akan kedaluwarsa.
Merujuk pada Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), pasal 78, ayat 1,
kejahatan dengan pidana mati atau pidana seumur hidup, sesudah delapan belas
tahun. Selain konsisten, pemilihan gaya bahasa yang mereka sajikan pun kritis
dan tajam, sesuai jargon majalah tersebut “enak dibaca dan perlu”.
Tempo secara konsisten memberitakan kasus ini. Terlebih majalah itu pernah
tersebut.
2
Haris Sumadiria, Jurnalistik Indonesia: Menulis Berita dan Feature Panduan Praktis
Jurnalis Profesional, (Bandung: Sibiosa Rekatama Media, 2005), h. 26.
3
Eriyanto, Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media, (Yogyakarta: LKIS
2008), h. 22.
4
pandangan Eriyanto dapat kita katakan bahwa berita bukan refleksi dari realitas
namun hasil konstruksi dari realitas. Meskipun demikian, realitas yang sama akan
tersebut.
Pemilihan bahasa merupakan salah satu hal yang sangat krusial pada
pemberitaan sebuah media massa. Bahasa adalah aspek sentral dari penggambaran
sebuah subjek dan melalui bahasa sebuah ideologi terdapat di dalamnya. 4 Dalam
memahami penggunaan bahasa tersebut, terdapat tiga pandangan besar yang dapat
kita jadikan sebuah landasan. Terlebih saat kita menganalisa pemberitaan media
massa.
antara manusia dengan objek diluar dirinya. Mereka menganggap manusia dapat
tanpa adanya hambatan atau bias. Penggunaan bahasa tersebut harus logis,
sintaksis, dan memiliki keterkaitan dengan pengalaman empiris. Salah satu ciri
realitas.
konstruktivisme. Mereka menilai bahasa tidak lagi hanya dilihat sebagai alat
untuk memahami realitas objektif belaka dan dipisahkan dari subjek sebagai
4
Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, (Yogyakarta: LKIS 2009), h. 3.
5
Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, h. 5.
5
medium yang tidak netral. Mereka juga melihat bahasa selalu terlibat dalam
meneliti Majalah Tempo yang mengangkat Pembunuhan Udin delapan belas tahun
silam. Oleh karena itu, Peneliti mengambil judul “Pers Kasus Udin, Dan
bagaikan oase di tengah gurun pasir. Berdasarkan data Reporters Sans Frontieres,
berada pada urutan 138 dari 180 negara tahun 2015 dengan indeks kebebasan pers
Kebebasan Pers di Indonesia masih dalam zona merah dan berada dalam
situasi yang sulit meskipun kemerdekaan pers sudah dijamin dan diperjuangkan
untuk diwujudkan. Belum terkuaknya kasus pembunuhan Udin hingga saat ini,
1. Batasan Masalah
Peneliti membatasi penelitian ini pada rubrik laporan khusus Udin “Bernas”
edisi 10-16 November 2014 bertajuk bukti baru pembunuhan Udin, pada dua
6
Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, h. 6.
6
Indonesia.
2. Rumusan Masalah
Dari batasan masalah yang telah peneliti buat di atas maka peneliti
2014?
November 2014?
2014?
1. Tujuan Penelitian
November 2014
b. Untuk mengetahui bagaimana konteks sosial Majalah Tempo yang
digambarkan mengenai kekerasan terhadap pekerja media dalam
kaitannya dengan kebebasan pers.
c. Untuk mengetahui bagaimana kognisi sosial yang menjadi latar
2. Manfaat Penelitian
berupa:
a. Manfaat Akademis
bagi siapa saja yang akan melakukan penelitian serupa di masa yang akan
datang.
b. Manfaat Praktis
sebagai bahan informasi. Data yang tersedia dalam penelitian ini dapat
penelitian ini diharapkan juga agar Majalah Tempo dapat lebih bermanfaat,
wartawannya.
D. Tinjauan Pustaka
dan buku teori analisis wacana, peneliti menetapkan diri untuk mengambil judul
yang berkaitan antara kebebasan pers dengan pemberitaan sebuah media. Peneliti
pembunuhan Udin, khususnya Majalah Tempo edisi 10-16 November 2014, rubrik
Jakarta sebagai acuan dan pembanding. Peneliti mengacu pada Karya ilmiah
Harian Republika Edisi 17 Oktober 2012” milik Ana Aryati, mahasiswa UIN
9
Selain itu Peneliti juga mempelajari Skripsi milik Rahmaidah, mahasiswa Uin
Syarif Hidayatullah Jakarta jurusan Ilmu Jurnalistik tahun 2011. Skripsi milik
pemilu 2014.
dalam kampanye mereka. Sementara itu selain PKS ada partai politik lain yang
Merdeka.com hanya mengambil angle mengenai PKS dan memberikan porsi lebih
pada pemberitaannya.
E. Metodologi Penelitian
1. Paradigma Penelitian
praktik suatu komunitas ilmuwan yang menganut suatu pandangan yang sama
atas realitas, memiliki seperangkat kriteria yang sama untuk menilai aktivitas
Segala hal yang kita lakukan sangat dipengaruhi oleh tata dan cara
pandang kita terhadap sesuatu. Hal tersebut menjadi acuan setiap manusia
dan cara pandang tersendiri terhadap media dan teks berita yang dihasilkan. 8
7
Deddy Mulyana, Metodologi Penelitian Kualitatif: Paradigma Baru Ilmu Komunikasi dan
Ilmu Sosial Lainnya, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2001), h. 9.
8
Burhan Bungin, Metode Penelitian Kualitatif, (Jakarta: PT Raja Grafindo, 2004), h. 204.
11
yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh
subjek penelitian secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk
kata-kata, bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan
2. Metode Penelitian
dalam penelitian ini. Peneliti meneliti dan menyimpulkan hasil temuan dari
edisi 10-16 November 2014 bertajuk bukti baru pembunuhan Udin. Hasil
9
Elvinaro Ardianto, Metodologi Penelitian untuk Public Relation kuantitatif dan kualitatif,
(Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2011), h. 58.
10
Elvinaro Ardianto, Metodologi Penelitian untuk Public Relation kuantitatif dan kualitatif, h.
59.
11
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif: Edisi Revisi (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya 2010), h. 6.
12
laporan khusus Udin “Bernas” edisi 10-16 November 2014 bertajuk bukti
karena peneliti mencurigai terdapat maksud, pesan dan wacana tertentu yang
a. Observasi
Majalah Tempo terkait rubrik laporan khusus Udin “Bernas” edisi 10-16
November 2014.
b. Wawancara
orang atau lebih dengan tujuan tertentu. Wawancara merupakan cara atau
12
Samiaji Sarosa, Penelitian Kualitatif :Dasar-Dasar, (Jakarta, Indeks: 2012), h. 43.
13
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: PT. Rineka
Cipta, 2002), h. 133.
13
c. Dokumentasi
(softcopy).15
kasus udin. selain itu sejumlah data dan dokumen yang relevan dengan
tujuan penelitian. Setelah itu peneliti menyajikan data tersebut dalam bentuk
laporan ilmiah.
14
Samiaji Sarosa, Penelitian Kualitatif:Dasar-Dasar, h. 45.
15
Samiaji Sarosa, Penelitian Kualitatif:Dasar-Dasar, h. 61.
14
menggunakan metode analisis wacana model Teun A. Van Dijk untuk meneliti
membongkar kuasa yang ada disetiap proses bahasa seperti batasan apa yang
mengetahui bagaimana isi teks berita, tetapi bagaimana juga pesan itu
disampaikan. Lewat kata, frase, kalimat, metafora macam apa suatu berita
disampaikan.16
Analisis wacana Teun A. Van Dijk merupakan salah satu model analisis
wacana yang paling digemari dalam kajian media. Hal tersebut beralasan
media dapat menggunakan model ini secara praktis. Mereka sering menyebut
16
Alex Sobur, Analisis Teks Media; Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Analisis
Semiotik, dan Analisis Framing (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2006), h. 68.
15
teks yang melibatkan proses yang rumit dapat dipelajari dan dijelaskan.
Model wacana yang dikemukakan oleh Van Dijk ini memiliki tiga
dimensi/bangunan: teks, kognisi sosial, dan konteks sosial. Pusat dari analisis
satu kesatuan analisis. Struktur wacana model Van Dijk dapat digambarkan
sebagai berikut.17
GAMBAR 1.1
Teks
Kognisi Sosial
Konteks
Saat berada dalam bangunan teks, hal yang dapat diteliti adalah bagaimana
struktur teks dan strategi wacana yang digunakan untuk menegaskan suatu tema
tertentu. Kemudian pada bangunan kognisi sosial dapat dipahami bahwa proses
produksi suatu teks berita melibatkan kognisi individu dari wartawan. Selanjutnya
pada level konteks hal yang dapat dipelajari adalah bangunan wacana yang
6. Pedoman Penelitian
Tesis, dan Desertasi) karya Hamid Nasuhi dkk yang diterbitkan oleh CeQDA
17
Alex Sobur, Analisis Teks Media; Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Analisis
Semiotik, dan Analisis Framing , h. 74
16
penelitian.
F. Sistematika Penelitian
BAB I PENDAHULUAN
teori kontruksi sosial, dan analisis wacana model Teun A. Van Dijk.
Bab ini memaparkan mengenai sejarah singkat, visi dan misi Majalah Tempo,
Bab ini berisikan tentang temuan dan analisis wacana pemberitaan rubrik
laporan khusus Udin “Bernas” edisi 10-16 November 2014, Majalah Tempo.
BAB V PENUTUP
Bab ini berisi mengenai kesimpulan dan saran peneliti terkait hal yang telah
A. Kajian Teoritis
pesan secara masif, Terlebih pada era globalisasi seperti masa kini. Pelbagai karya
Jurnalistik di media massa seperti audio, cetak, audio visual, dan siber, semakin
banyak dijadikan sebagai objek studi. Khususnya pada studi bidang sosial dan
komunikasi.
paradigma besar yakni Positivis, Konstruksi, dan Kritis. Dani Vardiansah dalam
bukunya mengutarakan paradigma adalah cara pandang orang terhadap diri dan
bertingkah laku dalam upaya mencari dan menemukan pengetahuan ilmu dan
18
kebenaran. Peneliti menyimpulkan bahwa penelitian komunikasi sangat
komunikan bersifat pasif pada sebuah pemberitaan media massa. Paradigma ini
melihat bahwa media hanya sebagai alat penyampai pesan. Sehingga pesan yang
disampaikan melalui perantara media akan sama dengan pesan yang diterima.
18
Dani Vardiansyah, Filsafat Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar, (Jakarta: Indeks, 2008), h.
50.
17
18
media melalui pemberitaannya merupakan realitas yang dibuat oleh media itu
sendiri. Dalam pandangan kaum konstruksionis berita bukan refleksi dari realitas
dominasi yang ada dalam setiap proses pembuatan berita di media massa. Kaum
kritis menilai ada pihak yang memiliki kuasa penuh atas sebuah pemberitaan di
redaksi.
Thomas Luckmann melihat bahwa proses sosial dimulai melalui interaksi dan
istilah konstruksi realitas pada tahun 1966 melalui bukunya The Social
19
Burhan Bungin, Konstruksi Sosial Media Massa: Kekuatan Pengaruh Media Massa, Iklan
Televisi, dan Keputusan Konsimen serta Kritik Terhadap Peter L. Berger dan Thomas Luckmann,
(Jakarta: Kencana, 2008), h. 13.
20
Yearry, “Komunikasi dan Konstruksi Sosial Atas Realitas,” artikel diakses pada 14 Mei 2015
dari https://yearrypanji.wordpress.com/2008/06/04/komunikasi-dan-konstruksi-sosial-atas-realitas/
19
Pengaruh Media Massa, Iklan Televisi, dan Keputusan Konsimen serta Kritik
menemukan konsep jiwa dalam tubuh manusia. Pemikiran Socrates itu diperkuat
logika dan dasar pengetahuan adalah fakta.21 Ia juga mengenalkan kata yang
fenomenal, “Cogoto, ergo sum” atau “saya berfikir karena itu saya ada”, kata
Teori konstruksi sosial memiliki benang merah dengan dengan teori fakta
sosial dan teori definisi sosial. Dalam struktur kajian komunikasi teori konstruksi
sosial berada di antara teori fakta sosial dan teori definisi sosial.
Dalam pandangan teori fakta sosial manusia adalah produk dari masyarakat.
Tindakan dan persepsi manusia sangat dipengaruhi oleh aturan yang ada dalam
menyusun institusi dan norma yang ada. Teori konstruksi sosial berada di antara
21
Burhan Bungin, Konstruksi Sosial Media Massa: Kekuatan Pengaruh Media Massa, Iklan
Televisi, dan Keputusan Konsimen serta Kritik Terhadap Peter L. Berger dan Thomas Luckmann, h.
13.
20
keduanya.22
Pokok pikiran teori konstruksi sosial adalah anggapan bahwa manusia dan
lingkungannya. Dari bayangan tersebut dapat kita katakan terdapat benang merah
antara teori konstruksi sosial, teori fakta sosial, dan teori definisi sosial. Bahkan
proses konstruksi sosial atas realitas terbagi dalam tiga tahap. Ketiga tahapan yang
Internalisasi.
pemikiran (mental) maupun tenaga (fisik). Pada fase ini manusia berperan sebagai
pembentuk di lingkungannya.
mental maupun fisik dari kegiatan eksternalisasi manusia tersebut. 23 Hasil dari
dengan lingkungannya.
22
Eriyanto, Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, h. 13.
23
Eriyanto, Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, h. 14.
21
proses lahirnya sebuah norma atau aturan. Awalnya norma adalah hasil pemikiran
sosial. Selanjutnya norma yang sudah direalisasikan itu menjadi sebuah sistem,
mengatur tata cara dan menjadi aturan. Pada akhirnya setiap manusia akan
Berkaca dari proses lahirnya sebuah norma, benar adanya bila manusia dan
manusia dan lingkungannya yang saling memengaruhi. Hal itu pun yang
mendasari teori konstruksi sosial atas realitas Peter L. Berger dan Thomas
Luchmann
Pada dasarnya hasil liputan sebuah peristiwa di media massa adalah konstruksi
realitas. Media menyusun realitas dari sebuah peristiwa secara sistematis hingga
menjadi sebuah cerita yang memiliki makna. Berdasarkan sifat dan fakta di
utama media massa adalah mengkonstruksi berbagai realitas. Sehingga isi media
24
Eriyanto, Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, h. 15.
22
bermakna.25
Pengaruh Media Massa, Iklan Televisi, dan Keputusan Konsimen serta Kritik
sebuah skema.
GAMBAR 2.1
ada lima tahapan yang terjadi dalam proses komunikasi di media massa. Bungin
sumber penyampai pesan (source), pesan atau informasi (message), media yang
digunakan (channel), penerima pesan (receiver) dan berakhir pada efek yang
dihasilkan (effects).
kaitannya dengan media massa sumber penyampai pesan tersebut adalah jurnalis.
Sebagai orang pertama yang bersentuhan dengan peristiwa, pola pandang dan
25
Ibnu Hamad, Konstruksi realitas politik dalam media massa:sebuah studi critical discourse
analysis terhadap berita-berita politik, (Jakarta, Yayasan Obor Indonesia, 2004), h. 11-12.
23
tersebut.
kepada dewan redaksi. Pada fase ini dewan redaksi juga memiliki peran dalam
mengontruksi realitas, salah satu contohnya adalah saat rapat redaksi penentuan
berita mana yang diangkat atau tidak. Dalam mengolah sebuah pemberitaan
jurnalis tidak bekerja sebagai individu melainkan bekerja dalam sebuah tim dan
institusi media. Kepentingan dan keberpihakan dewan redaksi dan intitusi media
pesan yang telah mereka konstruksi sebelumnya. Berita yang merupakan hasil
konstruksi menyebar dengan cepat dan masif di masyarakat. Sesuai dengan sifat
media massa yang dapat menyebarkan pesan secara cepat, masif, dan spontan.
tengah-tengah masyarakat.
belum tentu masyarakat menerima informasi yang terkonstruksi begitu saja. Hal
itu bisa terjadi karena setiap individu memiliki penerimaan yang berbeda terhadap
oleh media berhasil. Masyarakat akan terkonstruksi oleh realitas imajiner yang
24
B. Kerangka Konseptual
1. Analisis Wacana
Analisis Wacana merupakan salah satu metode untuk membongkar kuasa yang
ada disetiap proses bahasa seperti batasan apa yang diperkenankan menjadi
wacana, perspektif yang harus digunakan, dan topik yang dibicarakan. Dalam arti
yang sempit kita dapat mendefinisikan analisis wacana adalah cara untuk
Teun A. Van Dijk menyatakan penelitian atas wacana tidak cukup hanya
didasarkan pada analisis atas teks semata. Ia berpendapat teks hanyalah hasil dari
suatu praktik produksi yang harus diamati. Kita meski melihat bagaimana suatu
teks diproduksi, sehingga kita memperoleh suatu pengetahuan kenapa teks bisa
seperti itu.
Bagi Van Dijk teks bukan sesuatu yang turun dari langit, bukan juga suatu
ruang hampa yang mandiri. Akan tetapi teks dibuat dalam suatu praktik diskursus,
sebuah praktik pembentukan wacana. Teks hadir dan bagian dari representasi yang
Pada dasarnya setiap teks memiliki dua bagian yaitu elemen mikro dan elemen
sebuah berita maka elemen makro adalah struktur sosial dalam masyarakat. Van
Kognisi sosial yang dikenalkan oleh Van Dijk bagaikan koin yang memiliki
dua mata sisi. Pada sisi pertama model ini menunjukan bagaimana wartawan
masyarakat yang dominan itu menyebar, kemudian diserap oleh daya pikir
berita.
Van Dijk melalui kognisi sosial ini lebih memfokuskan perhatiannya pada studi
tentang rasialisme. Hal tersebut tergambar dari banyak karyanya tentang studi
analisis pemberitaan yang mengarah pada bentuk rasialisme. Salah satunya adalah
saat Van Dijk dan rekannya menganalisis bagaimana wacana media menguatkan
menemukan banyak rasialisme yang tercipta dan digambarkan melalui teks berita.
Masyarakat Barat pada umumnya tidak sadar bahwa pikiran mereka diliputi
teks berita. Hal itu yang membuat bahwa rasialisme terlihat sebagai sebuah
kewajaran.
Bentuk rasialisme itu menurut Van Dijk bisa saja berasal dari percakapan
politik, periklanan, artikel ilmiah, editorial, berita, foto, film, dan sebagainya.
secara buruk dan tidak sebagaimana mestinya, yang dinyatakan dengan cara yang
26
sah.26
Van Dijk tidak hanya berpatokan pada analisis teks semata terhadap model
wacana yang ia buat. Ia juga melihat bagaimana struktur sosial, dominasi, dan
tertentu. Selain itu ia juga melihat bagaimana kognisi, pikiran, dan kesadaran yang
perhatian hanya pada teks – ke arah analisis yang komprehensif bagaimana teks
berita itu diproduksi, baik dalam hubungannya dengan individu wartawan maupun
dari masyarakat.27
a. Teks
yang berupa kata-kata asli dari pengarang, kutipan dari kitab suci untuk pangkal
ajaran atau alasan, bahan tertulis untuk dasar memberikan pelajaran, berpidato,
dsb. Selain itu KBBI juga mengartikan teks sebagai wacana tertulis.
Secara teori bahasa teks adalah himpunan huruf yang membentuk kata dan
kalimat yang dirangkai dengan sistem tanda yang disepakati oleh masyarakat. 28
26
Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, h. 223
27
Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, h. 224
28
Alex Subour, Analisis Teks Media; Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Analisis
Semiotik, dan Analisis Framing, h. 54
27
Menurut Teun A. Van Dijk teks adalah refleksi dari kognisi sosial, dimana
kesadaran mental wartawan memiliki kuasa penuh atas berita yang dibuat.
Kemudian Van Dijk menilai suatu teks terdiri atas beberapa struktur atau tingkatan
dari suatu teks yang dapat diamati dengan melihat topik atau tema yang
teks tersusun ke dalam berita secara utuh. Ketiga, struktur mikro, yang merupakan
makna wacana yang dapat diamati dari bagian kecil dari suatu teks yakni kata,
Meskipun terdiri atas berbagai elemen, seluruh elemen tersebut merupakan satu
kesatuan yang utuh. Mereka saling berhubungan dan mendukung satu sama
lainnya. Makna global dari suatu teks (tema) didukung oleh kerangka teks dan
Struktur wacana adalah cara yang efektif untuk melihat proses retorika dan
Dijk
29
Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, h. 225
30
Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, h 226
28
TABEL 2.1
Struktur Wacana Teun A. Van Dijk
Struktur Wacana Hal yang Diamati Elemen
Struktur Makro Tematik (apa yang dikatakan) Topik
Skematik (bagaimana
Superstruktur pendapat disusun dan Skema
dirangkai)
Van Dijk memahami pemakaian kata, kalimat, retorika tertentu oleh media
sebagai sebuah strategi wartawan. Hal tersebut tidak hanya dipandang sebagai
cara berkomunikasi saja namun sebagai politik berkomunikasi. Suatu cara untuk
mendukung dan berkaitan. Pada dasarnya struktur wacana adalah cara yang efektif
untuk melihat proses retorika dan persuasi yang dijalankan ketika seseorang
menyampaikan pesan.
b. Kognisi Sosial
Elemen kedua pada model analisis wacana Teun A. Van Dijk adalah kognisi
29
sosial. Pada elemen ini Van Dijk mengutarakan dalam kajian media massa
diperlukan sebuah teknik untuk membongkar cara kerja dan pola pikir wartawan
ketika memproduksi sebuah teks berita. Van Dijk mengenalkan kognisi sosial
Majalah Tempo dalam memandang kasus itu. Van Dijk mengatakan untuk
kognisi dan konteks sosial. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu penelitian atas
makna, tetapi makna itu diberikan oleh pemakai bahasa, atau lebih tepatnya
proses kesadaran mental dari pemakai bahasa. Pada dasarnya setiap teks berita
Melalui kognisi sosial ini kita dapat mengetahui makna yang disembunyikan
c. Konteks Sosial
Sebagai salah satu dimensi penting dari analisis wacana model Van Dijk
banyak pihak yang menyebutkan konteks sosial adalah analisis sosial. Pada
31
Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, h. 260
30
dimensi ini Van Dijk mengatakan bahwa untuk menganalisa wacana yang
Bentuk analisis itu dengan meneliti bagaimana wacana tentang suatu hal
yang dimiliki oleh suatu kelompok untuk mengontrol dan memengaruhi kelompok
lain. Pada umumnya kekuasaan ini bersandar pada kepemilikan atas sumber daya
yang bernilai seperti uang, status, dan pengetahuan. Selain itu Van Dijk juga
oleh masyarakat, tentara, dan pesantren pada masa Orde Baru berkuasa.
Diskriminasi terjadi karena akses yang dimiliki oleh kelompok kuat dalam
Sementara itu simpatisan PKI sebagai kelompok lemah tidak memiliki akses,
layaknya kelompok kuat. Hal itu berdampak pada kehidupan kelompok lemah
tersebut. Mereka mendapatkan perlakuan dan stigma buruk dari masyarakat akibat
32
Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, h. 272
31
Pada kasus tersebut Pemerintah memiliki akses yang luas dalam menjangkau
yang tidak memiliki akses akan menjadi konsumen wacana yang telah ditentukan.
Oleh karena itu, mereka yang lebih berkuasa mempunyai kesempatan lebih
besar untuk mempunyai akses pada media dan kesempatan lebih besar untuk
C. Kebebasan Pers
politik dan konstitusi, yakni jaminan atas hak untuk bebas menyatakan
pendapatnya secara lisan dan tertulis. Kebebasan pers sekaligus juga fungsional,
melekat pada lembaga pers. 34 Maestro Pers Indonesia itu secara gamblang
menyebutkan bahwa pers dan kebebasannya merupakan suatu kesatuan yang utuh.
sebagai kondisi yang memungkinkan para pekerja pers memilih, menentukan dan
menyiarkan kebijakan redaksinya tanpa ada pihak lain yang memaksa untuk
33
Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, h. 274
34
Jakob Oetama, Pers Indonesia: berkomunikasi dalam masyarakat tidak tulus, (Jakarta:
Penerbit Buku Kompas, 2001), hlm. 21.
32
Kebebasan pers memerlukan sebuah otonomi khusus yang dimiliki oleh pers
lain di luar pers. Ketika pers telah memiliki otonominya sendiri maka kebebasan
kebebasan pers. Hal itu sejalan dengan konstitusi kita yang mengakui kebebasan
pers sebagai hak asasi manusia. Secara tegas perubahan (kedua) UUD 1945 Bab
Jelas terlihat dari pasal tersebut jika konstitusi kita menghargai kebebasan
pers bahkan mengakuinya sebagai hak asasi manusia. Hal itu terbukti dengan
saluran yang tersedia” (dalam hal ini pers) sebagai sebuah pengakuan.36
35
Nurudin, Jurnalisme Masa Kini, (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), hlm. 296
36
Sedia Wiling Barus, Jurnalistik; petunjuk teknis menulis berita, (Jakarta: Erlangga, 2010), h.
225
33
pengesahan UU Pers No. 40 tahun 1999. Kebebasan Pers menurut UU Pers No.
pelarangan penyiaran.
dengan ketentuan pada pasal 4 yakni “Setiap orang yang secara melawan hukum
menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan
pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp.
kedaulatan rakyat. Kebebasan pers menjadi unsur yang sangat penting untuk
negara demokratis.
Negara kita memiliki sistem dan aturan yang berlaku terhadap pers di seluruh
37
Rine Araro, “Kebebasan Pers Perspektif Hukum,” artikel diakses pada 17 Agustus
2015 dari
http://manado.tribunnews.com/2013/04/28/kebebasan-pers-perspektif-hukum?page=2/
34
tanggung jawab atas segala karya jurnalistik yang dihasilkan. Pada sistem ini
kebebasan tidak diartikan sebagai kebebasan yang mutlak, namun kebebasan yang
kebebasannya tetap memerhatikan tata nilai yang hidup dalam masyarakat, antara
yang individualis.38
Tahun 1999 tentang Pers di DPR. Istilah “kemerdekaan pers yang profesional”
“kebebasan pers yang bertanggung jawab”. Kedua paradigma ini dinilai memiliki
makna yang sangat berbeda. Dari aspek konstitusi, kata “kemerdekaan pers”
tetap saja upaya pembelengguan terhadap pers kerap terjadi. Salah satu bentuknya
38
Sedia Wiling Barus, Jurnalistik; petunjuk teknis menulis berita, h. 237.
39
Naungan Harahap, Bisnis Media vs Kemerdekaan Pers; Dalam Kajian Hukum Praktik
Monopoli & Persaingan Usaha di Indonesia, (Jakarta: Panitia Hari Pers Nasional 2014 dan
Persatuan Wartawan Indonesia Pusat, 2014) h. 25.
35
pun beragam, ada yang bersifat sementara dan ada yang selamanya.
tersebut terjadi pada seluruh perangkat pers seperti Pemimpin Redaksi, Sekretaris
negara ini sejak berusia muda. Bahkan pada era pendudukan Belanda upaya
Nowvelles, menemukan ajalnya pada tahun kedua koran itu terbit. Tanggal 20 Juni
1746 surat kabar itu resmi dibubarkan setelah Pemimpin tertinggi VOC, De
pelarangan tersebut adalah De Heeren XVII tidak suka dengan koran yang terbit
Koloniale Courant, tidak menerima perlakuan khusus. Surat Kabar plat merah itu
tetap disensor. Koran yang pertama kali terbit pada 5 Januari 1810 itu beredar
setiap hari Jumat. Penyensoran terjadi sehari sebelumnya, saat pemerintah melihat
Indonesia kala itu mengalami pasang surut; hidup dan mati surat kabar menjadi
hal yang biasa. Ketika pemerintah Belanda melarang pers di suatu wilayah,
melarang pers untuk terbit. Mereka juga membuang pemilik atau pemimpin
redaksi pers yang kritis dan menyuarakan pesan perjuangan. Salah satunya adalah
pada pemberedelan surat kabar De Express. Sedikitnya, tidak kurang dari 27 surat
kabar nasionalis dibredel dalam kurun waktu 1931 hingga pertengahan tahun 1936
Lepas dari masa kolonialisme secercah harapan bagi pers perjuangan muncul
ketika Jepang memukul mundur dan mengusir Belanda dari Indonesia. Negeri
Matahari Terbit itu seolah-olah mendukung perjuangan melalui pers. Hal itu
tercermin dari sikap radio Jepang yang mengumandangkan lagu Indonesia Raya
setiap malam, sebelum melakukan siaran berbahasa Indonesia. Sikap itu tentu saja
Mereka menguras dan menjadikan bumi pertiwi ini menjadi darerah Jajahan.
Negeri Samurai itu juga menutup seluruh surat kabar Belanda dan Cina sejak 9
Maret 1942. Jepang memonopoli dan mengambil alih semua usaha penerbitan.
Dalam segi publikasi mereka membuat aturan yang menyatakan setiap jenis
barang cetakan harus memiliki izin terbit. Selain itu, aturan tersebut juga
semua barang cetakan harus melewati bagian sensor tentara Jepang sebelum terbit.
Surabaya.
Selain itu, tidak jarang pula “para penasehat” Jepang menulis sendiri
juga melakukan penyegelan terhadap radio yang digunakan untuk alat propaganda.
Pada masa itu pers hanya digunakan sebagai alat pemerintah Jepang.
Kemerdekaan yang diraih 70 tahun silam tidak serta-merta membuat pers kala
terutama paska pemberlakuan keadaan darurat atau SOB (Staat van Oorlog en
Deleg), warisan penjajah Belanda. Pada saat itu sistem pemerintahan Indonesia
menganut sistem demokrasi terpimpin dan masih bertindak “kejam” terhadap pers.
40
Nurudin, Jurnalisme Masa Kini, h. 41.
38
Banyak surat kabar yang dibredel oleh pemerintah sedangkan para wartawan
Duka bagi kebebasan pers di Indonesia dimulai sejak 1 Oktober 1958, pada
memberlakukan Surat Izin Terbit (SIT) terhadap pers. Artinya pimpinan surat
kabar atau majalah wajib mengajukan permohonan izin agar medianya bisa
penerbitan pers. Isi surat tersebut mewajibkan seluruh penerbitan surat kabar dan
majalah mendaftarkan diri sebelum 1 Oktober 1957. Matinya kebebasan pers pada
Surat kabar yang masih terbit setelah tanggal itu harus mengikuti kehendak
penguasa. Jika ada pers yang berani bertindak “nakal” versi penguasa maka
pencabutan SIT bisa terjadi kapan saja. Hal itu membuat wartawan selalu
dibayangi ketakutan pencabutan SIT saat menjalankan tugasnya. Saat itu, tak ada
lagi pers yang kritis. Selama tahun 1958 tercatat 42 peristiwa yang dialami pers
Munculnya pers di bawah kendali partai politik membuat pers tidak kritis.
Pers lebih berfungsi sebagai kendaraan partai politik dan petinggi partai. Isi
pemberitaan Pers lebih banyak saling mencaci, memfitnah lawan politik, tidak
41
Nurudin, Jurnalisme Masa Kini, h. 46.
39
jarang pula pers hanya mengejar tiras dengan berita sensasi dan megarah pada
surat kabar. Padahal letak kekuatan suatu surat kabar adalah pada kepercayaan
Kondisi politik yang panas serta tidak menentu menyebabkan rezim orde
lama yang dinahkodai oleh sang proklamator, Soekarno, karam dan tenggelam.
Kemudian Tampuk kepemimpinan bangsa ini berganti pada orde Baru dibawah
nanungan Soeharto. Perubahan pimpinan bangsa ini juga membuat sistem pers
perlakuan istimewa, tetap saja pembredelan terhadap pers yang kritis tetap terjadi.
Dalih menjaga keamanan dan ketertiban pencabutan SIT bisa terjadi kapan dan
dimana saja.
bentukan Soeharto ini membatalkan izin terbit sebanyak 237 perusahaan pers.
sehingga pembatalan bahkan hingga pencabutan izin terbit menjadi “hadiah” yang
kepentingan umum” membuat media ini menjadi incaran rezim Orde Baru.
Kesabaran penguasa terhadap surat kabar ini mencapai tapal batasnya setelah
42
Naungan Harahap, Bisnis Media vs Kemerdekaan Pers; Dalam
Kajian Hukum Praktik Monopoli & Persaingan Usaha di Indonesia.,
h. 146.
40
Lima hari setelah peristiwa Malari, 20 Januari 1974, Surat kabar Indonesia
Raya mendapat hadiah berupa pencabutan surat izin cetak dan surat izin terbit.
Sejak saat itu Indonesia Raya Tamat sedangkan Mochtar Lubis ditahan oleh rezim
Orde Baru selama 2,5 Bulan. Setelah itu rezim Orde Baru mulai melakukan
Orde Baru memiliki banyak cara yang efektif dalam membungkap sikap pers
yang kritis. Salah satu cara pembungkaman itu dengan melakukan kerja sama
antara pemerintah dengan lembaga Pers. Dalam kerja sama itu Pemerintah
pemberian bantuan dan fasilitas itu dibarengi dengan beberapa persyaratan yang
harus dipatuhi lembaga pers. Bentuk persyaratan itu meliputi pemberitaan buruk
Pembatasan kebebasan pers pada era itu juga dilakukan dengan “cara-cara
lain” seperti “imbauan pejabat pemerintah” untuk tidak memuat suatu fakta yang
menurut kaidah jurnalistik mempunyai nilai berita yang tinggi. Imbauan dilakukan
antara lain melalui chief editors meeting, atau melalui telepon oleh pejabat ke
dewan redaksi. 43
Salah satu media yang merasakan “dibredel” melalui
Surat Kabar bentukan Jakoeb Oetama dan Petrus Kanisius Ojong itu berhenti
43
Naungan Harahap, Bisnis Media vs Kemerdekaan Pers; Dalam Kajian Hukum Praktik
Monopoli & Persaingan Usaha di Indonesia., h.149.
41
terbit untuk kedua kalinya, Sabtu, 21 Januari 1978. Pelarangan terbit itu
dewan redaksi Kompas, Jumat, 20 Januari 1978, sekira 20.25 WIB. Pembredelan
itu memiliki benang merah dengan Tajuk Rencana Kompas, 16 Januari 1978,
berjudul “Aspirasi Mahasiswa” ditulis Jakob Oetama. Pada intinya isi tajuk
rencana itu berpendapat bahwa aksi-aksi unjuk rasa para mahasiswa pada tahun
1977 hingga 1978 perlu mendapat perhatian dan diakomodir.44 Selain kompas
terdapat 11 koran dan majalah lain yang merasakan hal serupa, dibredel melalui
telepon.
lebih pragmatis, konten media menjadi mandul, dan lebih eufimistis dalam
terhadap pers juga berdampak pada kondisi psikologis penggiat media massa. Saat
menentukan berita yang boleh dan terlarang. Sumber berita pun merasa tidak pasti,
sebagai manifestasi dari social control function, tidak diperoleh sama sekali.46
Kebebasan pers pada masa kepemimpinan monolitik Orde Baru hanya lebih
Kepiting.
Lepas dari cengkraman Orde Baru pers Indonesia menatap harapan baru
ketika Orde Reformasi memegang kendali penuh atas negeri ini. Pembubaran
Abdurrahman Wahid menjadi tonggak baru pers Indonesia yang lebih merdeka
dan kritis. Kelonggaran yang diberikan oleh pemerintah membuat pers memiliki
Orde Baru pers tidak bebas dan bertanggung jawab, pers Orde Reformasi adalah
tekanan publik/oknum pemerintah masih dialami oleh pers Indonesia.48 Selain itu
tekanan dan ancaman terhadap jurnalis berupa intimidasi dan kekerasan fisik
munculnya tuntutan publik melalui jalur hukum, yang selama era Orde Lama
maupun Orde Baru jarang terjadi.49 Pada era ini banyak kasus pidana terkait pers
47
Hanif Suranto, Pers Indonesia Pasca Suharto, (Jakarta: Lembaga Studi Pers dan
Pembangunan, Aliansi Jurnalis Indonesia, Jakarta, 1999), h. 2.
48
Naungan Harahap, Bisnis Media vs Kemerdekaan Pers; Dalam Kajian Hukum Praktik
Monopoli & Persaingan Usaha di Indonesia., h. 152.
49
Naungan Harahap, Bisnis Media vs Kemerdekaan Pers; Dalam Kajian Hukum Praktik
Monopoli & Persaingan Usaha di Indonesia., h. 153
43
Salah satunya adalah kasus Tomy Winata melawan majalah Tempo. Akibat
pemberitaan Majalah Tempo edisi 3-9 Maret 2013 di halaman 31 memuat tulisan
tuntutan 100 miliar sebagai kerugian material dan 100 miliar pula sebagai
kerugian imaterial. Tidak itu saja, sebelumnya ratusan massa menyerbu kantor
redaksi majalah Tempo di Jalan Proklamasi, Jakarta Pusat, Sabtu, 8 Maret 2003.
Selain itu Saudara kandung Majalah Tempo, Koran Tempo, juga merasakan
hal yang sama, dilaporkan oleh Tomy Winata yang merasa nama baiknya
Selain itu, Harian Rakyat Merdeka juga pernah diancam oleh para supir taksi,
karena beritanya merugikan mereka. Termasuk Harian Jawa Pos yang pernah
diduduki oleh banser NU, karena kasus dugaan korupsi yang dilakukan Presiden
melanda kantor redaksi Tv One di Pulo Gadung, oleh segerombolan orang, karena
Kriminalisasi terhadap awak media pun kerap terjadi salah satunya menimpa
bermula ketika The Jakarta Post edisi 3 Juli 2014 memublikasikan karikatur
50
Nurudin, Jurnalisme Masa Kini, h. 302.
44
bertulisan Arab yang mereka kutip dari sebuah media internasional, Alquds.
Karikatur tersebut membuat Majelis Tabligh dan Dakwah Korps Mubaligh Jakarta
Kemudian Pemimpin Redaksi harian berbahasa Inggris itu dijerat Pasal 156 ayat
Hingga saat ini, masih terdapat berbagai bentuk intimidasi dan kekerasan fisik
terjadinya 565 kasus kekerasan terhadap pekerja pers yang terjadi selama 17 tahun
Era Reformasi bergulir. Jumlah tersebut belum termasuk tindak kekerasan yang
tidak dilaporkan.
kelompok, mulai dari polisi, tentara, pejabat publik seperti gubernur atau kepala
dinas, anggota legislatif, maupun aparat penegak hukum lain seperti jaksa dan
51
Aliansi Jurnalis Independen, “Data Kekerasan”, Data diakses pada 26 Agustus 2015 dari
http://advokasi.aji.or.id/index/data-kekerasan/1/10.html
45
demi melindungi para pelaku. Hingga kini tercatat, sedikitnya ada delapan jurnalis
1996), Naimullah (Harian Sinar Pagi di Kalimantan Barat, ditemukan tewas pada
25 Juli 1997), Agus Mulyawan (Asia Press di Timor Timur, 25 September 1999),
Muhammad Jamaluddin (TVRI di Aceh, ditemukan tewas pada 17 Juni 2003), Ersa
(Tabloid Delta Pos Sidoarjo di Jawa Timur, ditemukan tewas pada 29 April 2006),
Juli 2010), dan Alfred Mirulewan (Tabloid Pelangi, Maluku, ditemukan tewas pada
18 Desember 2010).52
Sejak pembredelan pers tidak berlaku lagi, kini masih ada cara untuk
medianya. Perilaku aparatur negara yang abai terhadap perlindungan jurnalis juga
bagi jurnalis. Betapa tidak, di era reformasi kekerasan terhadap pers justru semakin
memberikan perhatian dan rasa aman terhadap pers. Undang-undang sudah ada tapi
52
Iman D. Nugroho, “Jurnalis Diintai Maut” Artikel diakses pada 26 Agustus 2015 dari
http://aji.or.id/read/berita/271/Hari-Kebebasan-Pers-Internasional-3-Mei-2014.html
46
belum dijalankan dengan baik. Akibatnya, muncul tindakan anarkis yang dilakukan
Pada masa kini upaya penggerusan terhadap kebebasan pers tidak hanya dari
pers menjadi ancaman dari dalam tubuh pers itu sendiri, terkait Independensi dan
dari kegiatan bisnis yang strategis dan menguntungkan. Akibatnya, tidak semua
unsur jurnalisme hanya sebagian kecil saja dari aneka ragam program media
penyiaran.
D. Pers
Sesungguhnya keduanya itu berbeda namun tidak dapat dipisahkan. Berita, salah
satu produk jurnalistik, dicetak pada kertas dengan mesin cetak press, maka istilah
“pers” juga digunakan untuk menyebut kegiatan yang sama dengan jurnalistik. 53
Pers dan Jurnalistik bagaikan dua sisi mata koin yang berbeda tapi menyatu.
Pers tidak hanya karya jurnalistik yang tertuang dalam media cetak saja,
namun termasuk segala jenis media elektronik seperti radio, televisi, bahkan
internet. Kata pers berasal dari bahasa Belanda “persen” atau press dalam bahasa
38
Ahmad Y. Samantho, Jurnalistik Islami; Panduan Praktis bagi Para Aktivis Muslim,
(Bandung: Mizan, 2002), h. 44.
47
Inggris. Kedua kata tersebut memiliki arti menekan atau mengepres.54 Secara
harfiah kata pers atau press menstimulasi orang pada mesin cetak kuno yang harus
ditekan sehingga menghasilkan karya cetak. Saat ini banyak orang menganggap
dan membuat berita, baik oleh wartawan media elektronik maupun media cetak.
Sementara itu Frank Jeffkins, pakar dan praktisi kehumasan di Inggris dan
Amerika, mengatakan pers adalah upaya untuk mempublikasikan suatu pesan atau
Secara yuridis formal yang berlaku di Indonesia dalam Pasal 1 ayat (1) UU
Pokok Pers No. 40/1999, pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi
bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik maupun
dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan
Dari beberapa penjelasan tersebut dapat kita tarik kesimpulan bahwa Pers
39
Hikmat Kusumaningrat & Purnama Kusumaningrat, Jurnalistik: Teori dan Praktik, (Bandung:
Remaja Rosdakarya, 2005), h. 17.
40
Suf Kasman, Pers dan Pencitraan Umat Islam di Indonesia; Analisis Isi Pemberitaan Harian
Kompas dan republika, (Jakarta: Balai Litbang dan Diklat Kementrian Agama RI, 2010), h. 54.
56
Haris Sumadiria, Jurnalistik Indonesia: Menulis Berita dan Feature Panduan Praktis
Jurnalis Profesional, h. 31.
48
bermakna catatan atau laporan harian. Kata dasar Jurnalistik sendiri merupakan
serapan dari bahasa Latin “diurnal” yang berarti harian atau setiap hari.
mengedit, dan menulis surat kabar, majalah, dan media massa lainnya. Sementara
itu menurut beberapa pakar seperti Mac Dougall, Onong Uchjana Efendi, F.
Fraser Bond, dan Djen Amar memiliki sudut pandang yang hampir sama dalam
mendefinisikan Jurnalistik.
“Journalism ambrace all the forms in which and trough wich the news and
moment on the news reach the public.” Jurnalistik adalah segala bentuk yang
membuat berita dan ulasan mengenai berita sampai pada kelompok pemerhati.
dan menyebarkan berita melalui media berkala kepada masyarakat dengan waktu
yang singkat. Sedangkan pers adalah media massa tempat berita itu
dipublikasikan. Jadi dapat kita pahami bahwa jurnalistik bukan pers. Jurnalistik
49
lebih merujuk pada proses kegiatan sedangkan pers berhubungan dengan media
dunia pers di tanah air. Berdasarkan sejumlah literasi, surat kabar sudah ada di
Indonesia tahun 1744 saat Gubernur Jenderal Van Imhoff memimpin Jakarta. Pada
era itu orang-orang Belanda mengelola surat kabar di Jakarta dengan nama
Bataviasche Nowvelles. Surat kabar tersebut hanya mampu bertahan selama dua
Batavia yang menjadi ibukota VOC pada masa itu. Koran kedua di Indonesia yang
terbit hingga tahun 1809 itu lebih fokus pada berita pelelangan. Penduduk Betawi
Memasuki abad 19 surat kabar milik Belanda masih menjadi surat kabar
tersebut adalah orang Belanda dan beberapa kelompok kecil bangsa pribumi yang
Sementara itu surat kabar milik kaum pribumi mulai terbit pada 1854 melalui
Bromartani mulai beredar pada tahun 1885. Kemudian pada tahun 1856 Soerat
Surat Kabar pertama milik bangsa Indonesia adalah Medan Prijaji yang terbit
tahun 1907 di Kota Bandung. Awalnya surat kabar bentukan R.M. Tirtoadisuryo
57
Haris Sumadiria, Jurnalistik Indonesia: Menulis Berita dan Feature Panduan Praktis
Jurnalis Profesional, h. 19.
50
ini berbentuk mingguan, kemudian berubah menjadi harian sejak 1910. Medan
Prijaji hanya mampu bertahan selama lima tahun, 1907 hingga 1912. Pada masa
jayanya, ketika sudah terbit harian, surat kabar yang menjadi pelopor pers
Pers nasional makin berkembang setelah lahir organisasi massa serta gerakan
menerbitkan media yang menjadi alat perjuangan mereka. Hal itu juga membuat
para pemimpin bangsa ini pernah berkecimpung dalam dunia pers. Salah satunya
Belanda, dan oleh Adinegoro, Rivai diberi gelar sebagai “Bapak Jurnalistik
Indonesia”.59
perjuangan bangsa Indonesia. Hal itu yang menyebabkan pers di masa penjajahan
baru perkembangan pers di Tanah Air. Pada awal kemerdekaan Indonesia pers
nasional semakin jelas menunjukan jati dirinya sebagai pers perjuangan. Bagi pers
saat itu, tak ada tugas paling mulia kecuali mengibarkan merah putih
setinggi-tingginya.60
58
Haris Sumadiria, Jurnalistik Indonesia: Menulis Berita dan Feature Panduan Praktis
Jurnalis Profesional, h. 20.
59
Sudirman Tebba, Jurnalistik Baru, (Ciputat: Kalam Indonesia, 2005) h. 18.
60
Haris Sumardiria, Jurnalistik Indonesia: Menulis Berita dan Feature Panduan Praktis
Jurnalis Profesional, h. 20.
51
pada awal kemerdekaan. Hal itu menstimulasi munculnya surat kabar baru di
beberapa kota besar di Indonesia seperti Merdeka, terbit di Jakarta pada 1 oktober
1945. Selain itu di Kota Pelajar, Yogyakarta, Kedaulatan Rakyat tahun 1945.
Selanjutnya di Kota Surabaya terbit Jawa Pos tahun 1949 dan Surabaya Post tahun
Suasana bebas kehidupan pers pada era itu membuat partai politik
yang berkiblat pada Masjumi, selain itu ada Suluh Indonesia milik PNI.
Kemudian Duta Masyarakat milik Partai Nahdlatul Ulama, Pedoman milik PSI,
Hal itu membuat pers Indonesia lebih banyak memerankan diri sebagai
corong kepentingan partai politik. Masa itu adalah masa dimana pers Indonesia
dengan sadar menjadi juru bicara dan berperilaku seperti partai politik. Dalam era
tersebut, pers terjebak dalam pola sektarian. Secara filosofis pers tidak mengabdi
pejabat partai.
selama masa demokrasi liberal (1945-1959). Pada masa itu pers Indonesia disebut
juga pers merdeka. Pergolakan politik Indonesia tahun 1959 hingga 1965 juga
berpengaruh pada pers Indonesia. Kala itu sistem Demokrasi Indonesia berhaluan
kehidupan pers. Masa kemerdekaan pers yang bebas berubah menjadi sistem pers
61
Sudirman Tebba, Jurnalistik Batu, h. 19.
52
otoriter.
Setelah Dekrit Presiden pada 5 Juli 1959 pemerintah secara berkala membuat
peraturan yang lebih mengetatkan pengawasan terhadap pers. Terlebih saat pihak
penguasa mewajibkan seluruh surat kabar dan majalah di Indonesia memiliki surat
seperti Harian Abadi, Harian Pedoman, Nusantara, Kengpo, Pos Indonesia, dan
lain-lain.
Kondisi pengekangan terhadap pers mengendur ketika Orde Baru lahir tahun
1966. Angin kebebasan pers bisa dirasakan karena Pemerintah sangat bersahabat
dengan pers. Meskipun demikian masa indah yang dirasakan pers saat itu hanya
bersifat sementara. Sejarah tidak pernah alpa, terlebih saat mencatat peristiwa
Pembredelan dilakukan dengan cara mencabut surat izin cetak (SIC) oleh
Komando pemulihan keamanan dan ketertiban (Kopkamtib) dan surat izin terbit
Indonesia Raya, Abadi, The Jakarta Times, serta Mingguan Wenang dan Pemuda
Pers Pancasila merupakan sebutan bagi pers Indonesia saat Orde Baru
berkuasa selama 32 tahun. Pers Pancasila meupakan gabungan antara teori pers
62
Tim Tempo, “Usai Malari, Banyak Media Dibredel,” artikel diakses pada 27 Juli 2015 dari
http://nasional.tempo.co/read/news/2014/01/15/078544903/usai-malari-banyak-media-dibredel/
53
bebas dan teori pers tanggung jawab sosial. Hal itu diperkuat dengan pengesahan
bertanggung jawab ditetapkan dalam Garis Besar Haluan Negara (GBHN) Tap
MPR Nomor IV Tahun 1973 dan TAP MPR Nomor III 1983.
WIB, menjadi akhir cerita era pers tiarap Orde Baru. Penyerahan jabatan presiden
oleh Soeharto kepada wakilnya, Baharudin Jusuf Habibie, disamput sukacita oleh
seluruh rakyat Indonesia, begitu pula pers Indonesia. Sejak Orde Reformasi
dibubarkan.63
yang sama: pers harus hidup dan merdeka. Secara kuantitatif dalam lima tahun
pertama era reformasi 1998 hingga 2003, jumlah perusahaan penerbitan pers
mengalami pertumbuhan sangat pesat. Dalam kurun waktu tersebut tercatat 600
reformasi ternyata tidak berlangsung lama. Mereka hanya dapat bertahan selama
dua tahun, saat memasuki tahun ketiga sebanyak 70 persen perusahaan tersebut
gulung tikar. Selanjutnya pada tahun keempat sebanyak 20 persen tutup layar.
63
Haris Sumardiria, Jurnalistik Indonesia: Menulis Berita dan Feature Panduan Praktis
Jurnalis Profesional, h. 25.
64
Haris Sumardiria, Jurnalistik Indonesia: Menulis Berita dan Feature Panduan Praktis
Jurnalis Profesional, h. 26
54
dan politis dalam era reformasi sejak 1998 di Indonesia, tidak serta merta
mengantarkan pers nasional pada zaman keemasan. Bila dianalisis, mereka belum
memiliki tiang penyangga utama yang kokoh sebagai syarat mutlak pendirian
Indonesia sejak masa kolonialisme Belanda hingga era reformasi saat ini. Saat
pergantian rezim sistem yang berlaku terhadap pers di Indonesia pun turut
berganti.
Pers memiliki beberapa peran dan fungsi melalui medianya baik cetak, audio,
audio visual, maupun portal berita berbasis internet. Fungsi tersebut meliputi lima
elemen yakni informasi, edukasi, koreksi, rekreasi, dan mediasi. Kelima fungsi
tersebut dapat kita temukan pada negara yang menganut paham demokrasi.
kriteria seperti benar, akurat, aktual, faktual, penting atau menarik, lengkap, jelas,
jujur, relevan, etis, bermanfaat dan wajib berimbang (cover both side). Fungsi
65
Haris Sumardiria, Jurnalistik Indonesia: Menulis Berita dan Feature Panduan Praktis
Jurnalis Profesional, h. 27
55
negara.
Meskipun demikian pers bukan hakim yang berhak memvonis atau jaksa
yang berhak melakukan tuntutan dan dakwaan. Dalam menjalankan fungsi kontrol
sosial pers harus tunduk pada aturan yang berlaku. Pers tidak kebal hukum dan
dirinya sebagai wahana rekreasi bagi seluruh lapisan masyarakat. Hal tersebut
memiliki makna apa pun pesan rekreatif yang disajikan tidak boleh bersifat
yang berlaku secara universal adalah mediasi atau penghubung. Pers mampu
dengan kita. Karena pers kita dapat mengetahui aneka peristiwa yang terjadi
Sementara itu kita telah mengetahui pers di Indonesia terbagi dalam beberapa
periode seperti masa sebelum kemerdekaan, masa orde lama, orde baru, dan orde
reformasi. Pada masa sebelum kemerdekaan pers di Indonesia kental dengan nafas
perjuangan, ketika itu pers menjadi alat perjuangan bangsa Indonesia. Hal itu
Memasuki tahun 1950 euforia kebebasan pers berujung pada terjebaknya pers
66
Haris Sumardiria, Jurnalistik Indonesia: Menulis Berita dan Feature Panduan Praktis
Jurnalis Profesional, h.. 34
67
Haris Sumardiria, Jurnalistik Indonesia: Menulis Berita dan Feature Panduan Praktis
Jurnalis Profesional, h.35
56
dalam pergulatan politik. Pada era itu Pers di Indonesia berperan sebagai juru
idealisme antara pemilik modal utama dan dewan redaksi membuat perpecahan di
tubuh Majalah Ekspress. Alhasil Goenawan CS keluar dari Ekspres satu tahun
Christanto Wibisono, Bur Rayuanto, Yusril Djanilus, dan Putu Wijaya, dan
Ciputra secara mufakat membentuk Majalah bernama Tempo di Jalan Senen Raya
Nomor 83, Jakarta Pusat. Sementara itu Majalah Tempo, dibawah Bendera PT.
Saat pertama kali hadir, banyak orang menilai Tempo mengikuti majalah
logonya pun serupa. Oleh karena itu pihak Time pernah menggugat Tempo karena
masalah ini. Akan tetapi masalah dapat terselesaikan dengan cara yang damai.
yang terbit berkala setiap pekan ini akan lebih mudah diucapkan, terlebih oleh
para pengecer.68
Majalah Tempo tampil dengan bahasa yang lugas lengkap dengan prosa yang
menarik dan jenaka. Masyarakat menerima dengan tangan terbuka majalah yang
berani tampil beda pada masa awal kepemimpinan orde baru. Ketika itu pengelola
68
https://korporat.tempo.co/tentang/sejarah artikel diakses pada 27 Juli 2015
57
58
jalannya media ini. Mereka mengedepankan peliputan berita yang jujur dan
hambatan. Tajamnya daya krtitik Tempo kepada rezim Orde Baru dan kendaraan
politiknya, Golkar, berbuah pada pembredelan untuk pertama kalinya pada tahun
Pemerintah melarang Tempo terbit selama dua bulan. Pelarangan itu dicabut
semacam "janji" di atas kertas segel dengan Ali Moertopo, Menteri Penerangan
saat itu.
kritiknya yang terlalu tajam terhadap pemerintah. Tempo dinilai terlalu keras
mengkritik Habibie dan Soeharto ihwal pembelian kapal kapal bekas dari Jerman
Timur. Pencabutan ijin terbit selama empat tahun itu terkait sebuah artikel pada
Selepas Soeharto turun dari singasananya, Mei 1988, sejumlah wartawan yang
pernah bekerja di Tempo dan tercerai berai akibat pemberedelan bertemu kembali.
terbit kembali. Masa paceklik dan mati suri itu sirna, seirama dengan munculnya
jurnalisme di Indonesia, lengkap dengan jargon mereka “enak dibaca dan perlu”.
bisnis media, maka tahun 2001, Perseroan Terbatas (PT) Arsa Raya Perdanago
public menjual sahamnya ke publik kemudian lahirlah PT. Tempo Inti Media Tbk.
(PT.TIM) sebagai penerbit majalah Tempo yang baru. Kemudian, Senin, 2 April
(2009) dan Tempo Interaktif, kemudian menjadi tempo.co serta Tempo News
Room (TNR), kantor berita yang berfungsi sebagai pusat berita media Group
Visi:
dan perbedaan.
Misi:
berbeda-beda.
60
etik.
keragaman Indonesia.
4. Memiliki proses kerja yang menghargai dan memberi nilai tambah kepada
dan dunia bisnis melalui pengingkatan ide-ide baru, bahasa, dan tampilan
Tempo Inti Media Tbk. (PT.TIM). Kantor Redaksi Majalah Tempo terletak di
Kebayoran Center Blok A11-A15 Jalan Kebayoran Baru Mayestik, Jakarta 12240.
Nomor telepon (021) 755625, faksimili (021) 7255645 atau (021) 7255650, dan
Arif Zulkifli
REDAKTUR EKSEKUTIF:
Budi Setyarso
61
DEWAN EKSEKUTIF
REDAKTUR PELAKSANA
Setri Yasra
REDAKTUR UTAMA
REDAKTUR
STAF REDAKSI
Paraqbueq, Yuliawati
REPORTER
Enga Geken, I Wayan Agus Purnomo, Indra Wijaya, Ira Guslina Sufa, Istman
REDAKTUR UTAMA
Y. Tomi Aryanto
62
REDAKTUR
STAF REDAKSI
Abdul Malik, Akbar Tri Kurniawan, Fery Firmansyah, Rachma Tri Widuri, RR
REPORTER
Ali Ahmad Noor Hidayat, Amandra Megarani (non aktif), Amirullah, Angga
Sukma Wijaya, Ayu Prima Sandi, Bernadette Christina, Faiz Nasrillah, Gustidha
Budiartie, Martha Ruth Thertina, Jayadi Supriadin, Khairul Anam, Pingit Aria
REDAKTUR PELAKSANA
Purwanto Setiadi
REDAKTUR UTAMA
Yudono Yanuar
REDAKTUR
Abdul Manan, Dwi Arjanto, Eni Saeni, Mustafa Ismail, Raju Febrian
STAF REDAKSI
Eko Ari Wibowo, Harun Mahbub, Hayati Maulana Nur (nonaktif), Istiqomatul
REPORTER
Abidin
JAWA TENGAH
SULAWESI SELATAN
REDAKTUR PELAKSANA
REDAKTUR
STAF REDAKSI
Dian Yuliastuti
REPORTER
REDAKTUR PELAKSANA
REDAKTUR UTAMA
Idrus F. Shahab
REDAKTUR
STAF REDAKSI
Widyanto
REPORTER
Aditya Budiman, Agita, Amri Mahbub, Erwin Prima Putra Z., Gabriel Titiyoga,
Suharman
REDAKTUR PELAKSANA
Bina Bektiati
REDAKTUR
STAF REDAKSI
REPORTER
G AYA H I D U P & K O R A N T E M P O M I N G G U
REDAKTUR PELAKSANA
Tulus Wijanarko
65
REDAKTUR
Atmakusumah
STAF REDAKSI
REPORTER
Isma Savitri, Ismi Wahid Rohmataniah Maulid (nonaktif), Kartika Candra Dwi
INVESTIGASI
REDAKTUR PELAKSANA
I G Wahyu Dhyatmika
REDAKTUR UTAMA
Philipus Parera
REDAKTUR
STAF REDAKSI
KEPALA
Elik Susanto
REDAKTUR
STAF REDAKSI
KEPALA
Yosep Suprayogi
REDAKTUR
Ngarto Februana
REPORTER
KEPALA
Handy Dharmawan
PROGRAMER
EDITOR SENIOR
Richard Bennet
EDITOR
EDITOR KOORDINATOR
EDITOR
STAF REDAKSI
Sadika Hamid
REPORTER
KOORDINATOR PRODUKSI
Dewi Pusfitasari
TEMPO TV
MANAJER PEMBERITAAN
Nur Hidayat
PRODUSER EKSEKUTIF
KREATIF & FO TO
REDAKTUR KREATIF
Gilang Rahadian
REDAKTUR DESAIN
Nurrachman
DESAINER SENIOR
DESAINER
PENATA LETAK
Arief Mudi Handoko, Imam Riyadi Untung, Kuswoyo, Mistono, Rudy Asrori, Tri
REDAKTUR FOTO
PERISET FOTO
Fardi Bestari, Gunawan Wicaksono, Jati Mahatmaji, Nita Dian Afianti, Ratih
FOTOGRAFER
BAHASA
REDAKTUR BAHASA
STAFF SENIOR
Iyan Bastian
STAF BAHASA
P U S AT DATA D A N A N AL I S A T EM P O
KOORDINATOR
Priatna
69
RISET
PUSAT DATA
REDAKTUR SENIOR
Toriq Hadad
Analisis wacana model Teun A. Van Dijk memiliki karakter khusus, yakni
mempunyai tiga dimensi, yakni; teks, kognisi sosial, dan konteks sosial. Hal yang
Wacana : Pengantar Analisis Teks Media, hal yang dapat kita teliti dalam dimensi
adalah bagaimana struktur teks dan strategi wacana yang dipakai untuk
keji itu tidak boleh didiamkan begitu saja. Terlebih dua organisasi wartawan dunia,
konstruksi sebuah realita. Sebagai media yang berharap pada kemerdekaan Pers
Indonesia, terlebih pada keamanan wartawan yang bertugas tanpa harus dibayangi
69
Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, h. 224.
70
71
pembelengguan.
sebuah memo Sri Roso kepada bawahannya untuk “menyelesaikan” Udin. Selain
itu, pada akhir artikel Tempo juga mengajak pembaca untuk tidak melupakan
sebuah kejahatan karena bagi mereka melupakan kejahatan adalah kejahatan itu
sendiri.
Pada bab ini peneliti akan menjelaskan analisa wacana kebebasan pers pada
pemberitaan Majalah Tempo pada Rubrik Laporan Khusus Udin “Bernas” Bukti
Van Dijk yang melihat suatu teks terdiri dari beberapa stuktur atau tingkatan yang
a. Tematik
Dalam Analisis Wacana Van Dijk Tema yang merupakan makna global dari
suatu teks berada dalam tingkatan pertama. Van Dijk menyebut tingkatan ini
sebagai struktur makro. Pada struktur ini tema didukung oleh kerangka teks yang
pada akhirnya terjadi pemilihan kata dan kalimat yang akan digunakan dan
konsep dominan, sentral, dan paling penting dari isi suatu berita.70
adalah:
70
Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media h. 229.
72
memo tulisan tangan Bupati Sri Roso Sudarmo tertanggal 27 Juli 1996. Inti dari
memo diatas sebuah surat dari Camat Imogiri Hardi Purnomo adalah perintah Sri
Roso untuk menuntaskan kasus Udin sebelum 17 Agustus 1996. Bupati Bantul itu
geram atas pemberitaan Udin di Bernas tanggal 26 Juli 1996 yang berjudul “Di
Sementara itu berdasarkan bukti-bukti, dana yang diberkan hanya Rp 1 Juta dari
reka ulang yang dilakukan oleh Tempo. Mereka mendapatkan fakta penting:
memo Sri Roso kepada bawahannya untuk “menyelesaian” Udin. Selain itu, isi
pesan dan alasan pembuatan memo itu juga menjadi alasan pengambilan tema
tersebut.
b. Skematik
Skematik atau superstuktur dalam wacana model Van Dijk berperan untuk
menjelaskan alur atau kronologis dari sebuah berita. Pada umumnya sebuah teks
wacana memiliki sebuah skema yang tersusun rapih, mulai dari pendahuluan, isi,
hingga akhir teks wacana tersebut. Pada akhirnya skema itu akan menunjukan
bagaimana teks disusun sehingga menyimpan sebuah makna yang tersirat maupun
tersurat.
besar, yakni Summary dan story. Summary pada umumnya terbagi menjadi elemen
73
judul (headline) dan teras (lead). Pada kedua elemen inilah, wartawan
memandang elemen ini menjadi hal terpenting dari sebuah artikel atau berita.
Sementara itu elemen story adalah isi berita atau artikel secara keseluruhan.
Skema Summary pada salah satu artikel Laporan Khusus Udin “Bernas” ini
teras artikel “Bupati Sri Roso Sudarmo menggelar rapat muspida membahas berita
yang ditulis Udin. Ia minta soal berita Udin selesai sebelum 17 Agustus.” Skema
selanjutnya, Story, adalah uraian situasi kejadian yang muncul setelah teras
artikel.
Selanjutnya, pada artikel itu tertulis jelas bahwa Pemerintah Kabupaten Bantul
saat itu berencana memperkarakan berita yang Udin tulis secara hukum.
Berdasarkan dokumen otentik yang diperlihatkan oleh Siti Asfijah, mantan Kepala
terdapat disposisi agar ada pengusutan terhadap wartawan yang menulis atau ke
kantor Bernas.
dengan Sri Roso Sudarmo, orang yang dituduh sebagai dalang atas kematian Udin.
Mantan Bupati Bantul itu berpeluh kesah terhadap pemberitaan media massa yang
Tempo memuat hasil wawancaranya dengan Sri Roso Sudarmo demi menjaga
keseimbangan berita dan prinsip cover both side. Meskipun demikian hanya
sebagian kecil ruang yang tersedia untuk artikel pembelaan Sri Roso atas
kematian Udin.
c. Latar
Van Dijk mengemukakan bahwa setiap wartawan biasanya menjabarkan latar
belakang dari sebuah peristiwa yang ia tulis. Latar yang dipilih oleh wartawan
pada akhirnya akan menggiring sudut pandang khalayak yang membacanya. Hal
itu dapat terjadi karena setiap berita memiliki bagian yang dapat memengaruhi arti
dan makna yang ditampilkan. Van Dijk meletakan bagian tersebut, latar, pada
Latar pada salah satu artikel Laporan Khusus Udin “Bernas” bertajuk “Memo
Sebelum Malam Jahanam” terdapat pada paragraf kedua artikel tersebut. Inti
paragraf itu adalah sebuah gedung di Jalan Gajah Mada 10, tempat koordinasi
dibunuh.
berawal dari bendera merah putih yang berkibar dan ditopang oleh pipa besi
bercat putih di halaman gedung tua yang sepi serta muram, Rabu petang pekan
d. Detil
Elemen wacana selanjutnya yang peneliti bahas adalah detil. Elemen detil
yang implisit. 71 Van Dijk menyebutkan detil memiliki hubungan erat dengan
lebih terhadap sesuatu yang ia tonjolkan. Hal tersebut sengaja dilakukan untuk
71
Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks, h. 238.
76
dalam artikel Laporan Khusus Udin “Bernas” bertajuk “Memo Sebelum Malam
Udin. Rentetan waktu itu meliputi Rapat koordinasi Pemerintah Kabupaten Bantul,
penganiayaan Udin hingga sekarat, dan berakhir pada kematian Wartawan Bernas
itu.
Pada bagian itu Wartawan Majalah Tempo juga menjelaskan pernyataan Siti
Asfijah terkait penggunaan gedung karena kantor bupati sedang dalam renovasi.
berita yang ditulis Udin, sebelum penganiayaan berujung maut itu terjadi.
e. Maksud
Elemen Maksud menurut Van Dijk memiliki kesamaan dengan elemen detil.
implisit.
Sebelum Malam Jahanam” elemen maksud terdapat pada rangkaian kalimat yang
77
Bantul membahas berita yang ditulis Udin, saat ini menjadi kantor organisasi yang
membahas berita Udin, saat ini telah digunakan oleh Organisasi FKPPI,
terkait dengan TNI dan Polri. Sementara itu Sri Roso Sudarmo, Bupati Bantul saat
f. Pra-Anggapan
Salah satu elemen yang penting dalam Analisis Wacana Model Teun Van Dijk
wacana ini sebagai upaya untuk mendukung makna dalam suatu teks. Upaya
tersebut dengan memasukan pernyataan dalam teks yang mereka buat. Elemen ini
Jika elemen latar adalah upaya mendukung sebuah pendapat dengan cara
memberi latar belakang pada teks, maka pra-anggapan adalah upaya mendukung
78
menjelaskan:
Dari paragraf itu terlihat secara jelas bahwa rapat koordinasi itu hanya
juga telah menyiapkan surat resmi untuk PWI jika Inpektorat tidak menemukan
bahwa rapat tersebut murni hanya untuk mengklarifikasi berita, bukan untuk
g. Koherensi
Van Dijk dalam teorinya wacananya mengatakan dua buah peristiwa yang
kedua peristiwa itu sebenarnya tidak berhubungan atau berbeda. Van Dijk
72
Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks, h. 256.
79
koherensi pada artikel Laporan Khusus Udin “Bernas” bertajuk Memo Sebelum
“terhadap”. Kedua kalimat tersebut berasal dari dua fakta yang berbeda
yang berbeda serta tidak berkaitan itu menjadi terhubung dan koheren.
h. Bentuk Kalimat
Dalam wacana Van Dijk terdapat elemen yang membahas tentang cara
wartawan menyusun dan membentuk sebuah struktur kalimat pada rangkaian teks.
Struktur atau bentuk kalimat dapat dibuat secara aktif maupun pasif, namun inti
Pada dasarnya bentuk kalimat yang tertulis dalam sebuah teks menentukan
apakah subjek diekspresikan secara eksplisit maupun implisit pada teks tersebut.
Hal itu sesuai dengan pendapat Van Dijk yang mengatakan bahwa bentuk kalimat
adalah segi sintaksis yang berhubungan dengan cara berpikir logis, yaitu prinsip
73
Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks, h. 243.
80
kausalitas.74
dibuktikan dengan adanya kata predikat, menggelar, yang menunjukan kata kerja
aktif. Bupati Sri Roso di tampuk menjadi subjek dalam teks artikel ini.
Pada tahap ini wartawan Majalah Mingguan Tempo ingin menunjukan pada
tingkatan mana inti kalimat mendapat perhatian khusus. Bagian yang difokuskan
adalah Bupati Sri Roso menggelar rapat muspida membahas berita yang ditulis
Udin. Kalimat tersebut merupakan bentuk sikap Bupati Sri Roso Sudarmo yang
hingga gugur.
i. Kata Ganti
Elemen kata ganti merupakan bagian pada wacana Van Dijk yang berguna
dalam wacana.
Elemen wacana Kata ganti pada artikel Laporan Khusus Udin “Bernas”
menciptakan jarak antara wartawan dan khalayak yang tidak sependapat dengan
wartawan. Hal tersebut menurut Van Dijk cukup beralasan bila merujuk pada
74
Eriyanto, Analisis Wacana : Pengantar Analisis Teks, h. 251
81
artikel Laporan Khusus Udin “Bernas” bertajuk Memo Sebelum Malam Jahanam”,
menggunakan kata ganti “saya” atau “kami” yang menggambarkan bahwa sikap
dengan sikap wartawan Tempo yang menolak dengan keras segala bentuk
j. Leksikon
memilih dan menggunakan sebuah kata meskipun terdapat padanan kata yang
lainnya. Ketika seseorang memilih sebuah kata dari padanan kata yang tersedia,
maka pemilihan kata tersebut bukan sebuah kebetulan semata. Pilihan kata-kata
terhadap fakta. Van Dijk menyebut elemen wacana ini dengan nama Leksikon.
Pemilihan kata atau leksikon pada artikel Laporan Khusus Udin “Bernas”
75
Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, h. 253
76
Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, h. 255
82
bersahabat.
8. Kata Ihwal, dokumen, jurnalis, dan investigasi pada kalimat: Ihwal rapat
9. Kata cocok dalam kalimat; Menurut Asril, tulisan tangan dalam memo itu
cocok dengan tulisan tangan Sri Roso. Kata cocok memiliki padanan kata
sesuai.
10. Kata Tudingan pada kalimat: Sro Roso menampik tudingan terlibat
k. Grafis
Van Dijk menyebut elemen grafis dalam analisis wacananya sebagai bagian
yang digunakan untuk memeriksa sebuah hal yang diberi penekanan atau
ditonjolkan oleh seseorang ketika mengamati sebuah teks. Penekanan itu dapat
terjadi karena terdapat hal yang dianggap penting pada bagian tersebut.
Grafis dalam wacana berita, biasanya muncul melalui bagian tulisan yang
dibuat lain. Pemakaian huruf tebal, huruf miring, pemakaiaan garis bawah, huruf
grafik, gambar, table, dan pemakaian angka untuk mendukung arti sebuah pesan.77
Elemen grafis itu juga muncul dalam bentuk foto, gambar, atau tabel yang
digunakan untuk mendukung sebuah gagasan atau untuk bagian lain yang tidak
ingin ditonjolkan. Melalui citra, foto, tabel, penempatan teks, tipe huruf atau
elemen grafis lain, pendapat ideologis yang muncul dapat di manipulasi oleh
Malam Jahanam” unsur grafis yang muncul terlihat dengan jelas pada penempatan
77
Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, h. 257-258
84
dua buah foto pada artikel tersebut. Foto pertama yang muncul adalah sebuah
memo bertuliskan tangan Bupati Bantul, Sri Roso Sudarmo, di atas surat Camat
Imogiri, Hardi Purnomo. Surat bertanggal 26 Juli 1996 itu berisi penjelasan dana
Foto kedua yang termuat dalam artikel adalah frame yang menggambarkan
Tabel 4. 1
Struktur
Elemen
Wacana Keterangan
Kecamatan Pleret.
Paragraf 2
Paragraf 3
Paragraf 4
a. Tematik
Struktur makro dapat diamati dengan melihat tema atau topik pemberitaan
yang dikedepankan dalam berita. Tema didukung oleh kerangka teks melalui
pemilihan kata dan kalimat untuk digunakan dan ditonjolkan dalam suatu berita.
88
Muhammad Syafruddin.
Pada artikel ini secara tersurat dan tersirat Wartawan Majalah Tempo
menyampaikan tema melalui keseluruhan isi artikel adalah betapa janggal dan
tidak wajar hari-hari yang dirasakan oleh orang-orang yang berada di sekitar Udin
sebelum malam jahanam itu. Kejanggalan itu meliputi, dua orang berbadan tegap
yang mencari Udin setiap malam sebelum Udin gugur, munculnya penjual jagung
Civic Excellent biru tua saat malam pembantaian, dan peristiwa mencurigakan
lainnya.
Hal lain yang ingin disampaikan adalah meskipun kejadian itu sudah 18
tahun berlalu Majalah Tempo tetap menyuarakan kebenaran fakta tersebut dengan
harapan perkara ini tidak menguap begitu saja. Mereka berharap ikhtiar menguak
kebenaran mereka selama ini dapat menjadi dorongan Presiden Joko Widodo
b. Skematik
Sebuah teks wacana memiliki sebuah skema yang tersusun rapih, mulai dari
pendahuluan, isi, hingga akhir teks wacana tersebut. Pada akhirnya skema itu akan
memunculkan bagian mana yang terlebih dahulu kemudian bagian lainnya. Hal
informasi penting
Skema selanjutnya ada Story, uraian situasi kejadian yang muncul setelah
kejanggalan saat malam penganiayaan Udin, pada awal artikel. Kemudian mereka
mengisahkan penuturan Nur Sulaiman, wanita paruh baya, tetangga Udin, yang
isi artikel. Kali ini wartawan mengemas isi berita dengan penuturan sejumlah
malam pembantaian Udin. Selain itu kejanggalan juga terjadi di kantor harian
Bernas. Beberapa rekan Udin melihat peristiwa yang tidak biasa sebelum Ia
dihajar.
berisi tentang pandangan wartawan Majalah Tempo tentang kasus Udin ini.
Mereka juga mengutip perkataan mantan Ketua Mahamah Agung, Bagir Manan,
menyatakan senang bila pelaku pembunuhan Udin ditangkap. Pada akhir artikel
c. Latar
Elemen latar biasanya menjabarkan latar belakang dari sebuah peristiwa yang
ditulis oleh wartawan. Latar belakang tersebut akan menggiring sudut pandang
khalayak yang membacanya. Hal itu dapat terjadi karena setiap berita memiliki
pada paragraf empat dan lima. Isi paragraf tersebut adalah penuturan Ponikem,
tetangga Udin, yang mengisahkan peristiwa secara rinci sebelum Udin diserang
agar pembaca dapat memahami keganjilan yang terjadi menjelang Udin dianiaya
malam jahanam itu. Penuturan para saksi sejarah ada dalam artikel sehingga
d. Detil
Elemen detil memiliki hubungan erat dengan fungsi kontrol informasi yang
sikapnya.
“Tamu-tamu Misterius di Patalan” berada pada paragraf tujuh dan delapan. Inti
dari paragraf itu adalah ketika penulis artikel menjelaskan secara rinci bentuk fisik
tamu di rumah Udin. Morfologi pria yang ditemui oleh Marsiyem, istri mendiang
Udin, mengarah pada profesi orang dengan bentuk otot yang kekar. Selain itu pria
itu sempat menunjukan sebatang besi kepada Marsiyem. Udin meninggal akibat
92
Pada bagian tersebut penulis artikel menguraikan cir-ciri pria yang dijumpai
oleh Marsiyem di rumahnya pada hari kejadian penganiayaan. Sosok tubuh kekar
dan tinggi dengan membawa sebilah besi berukuran 50 sentimeter. Besi tersebut
diduga sebagai senjata untuk menghajar Udin. Kehadiran pria dengan tubuh tegap,
tinggi, dan kekar dinilai memiliki keterkaitan dengan posisi Bupati Bantul saat itu,
Sri Roso Sudarmo, tentara berpangkat kolonel. Sebelum dihajar, karya jurnalistik
e. Maksud
akan diuraikan secara tersembunyi, tersamar, dan implisit. Tujuan akhirnya adalah
pada teks yang menjelaskan paska kejadiaan naas tersebut sejumlah pemuda
datang dengan mengendarai kendaraan roda empat dan roda dua. Kehadiran para
pemuda itu untuk mengevakuasi Udin yang telah tergeletak di pinggir jalan.
78
Eriyanto, Analisis Wacana : Pengantar Analisis Teks Media, h. 240
93
paska penyerangan terjadi. Pasalnya tidak lama setelah Udin diserang sejumlah
pemuda datang dari arah utara, arah yang sama dengan penyerang Udin.
bersama sejumlah pemuda. Ia gagal menjaga rasa aman warga akibat penyerangan
Wartawan Tempo juga menulis bahwa Kuncoro adalah keponakan Sri Roso
Sudarmo dalam artikel itu. Sebelum penyerangan itu terjadi Udin sempat
f. Pra-Anggapan
mempertanyakan lagi bagaimana dan seperti apa kondisi saat penyerangan Udin
g. Koherensi Kondisional
karena ia dapat meberikan keterangan yang baik atau buruk terhadap suatu
pernyataa.79 Sebagai penjelas, ada atau tidaknya anak kalimat tidak memengaruhi
“padahal polisi belum melakukan olah tempat kejadian perkara” sebagai penjelas
bahwa Marjo melakukan hal yang salah karena menutup ceceran darah Udin,
sebagai barang bukti, sebelum polisi menggelar olah kejadian perkara. Perbuatan
h. Bentuk Kalimat
berpikir logis, yaitu prinsip kausalitas. Pada dasarnya bentuk kalimat yang tertulis
79
Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media. h. 244
95
bentuk kalimat dapat dibuat secara aktif maupun pasif, namun inti dari sebuah
Deretan kata yang tersusun pada artikel tersebut merupakan bentuk kalimat
aktif. Hal itu dapat kita lihat dengan adanya kata predikat, mengingatkannya,
yang menunjukan kata kerja aktif. Sujarah menjadi subjek dalam teks artikel ini.
Pada tahap ini bagian yang mendapat perhatian khusus adalah “mengingatkannya”,
kata tersebut merupakan bentuk sikap Sujarah, kerabat Udin, yang merasakan
i. Kata Ganti
untuk memanipulasi bahasa dan menunjukan dimana posisi seseorang dalam teks
wacana. Kata ganti pada artikel “Tamu-tamu Misterius di Patalan” terdapat pada
antara Sujarah, kerabat Udin, dengan dua orang berbadan tegap dan tinggi. Dua
Tempo dengan sengaja menciptakan sebuah batasan antara pembaca dengan dua
orag tersebut. Batasan itu sebagai bentuk penolakan kekerasan kepada wartawan.
96
j. Leksikon
memilih dan menggunakan sebuah kata walaupun masih ada padanan kata lainnya.
Ketika seseorang memilih sebuah kata dari berbagai kemungkinan kata yang
tersedia, maka pemilihan kata tersebut bukan sebuah kebetulan semata. Pilihan
dianiaya. Kata janggal memiliki padanan kata aneh. Kedua kata tersebut
2. Kata kekar dalam kalimat: Dalam bahasa jawa, lelaki yang terlihat kekar
dan tinggi besar itu bertanya apakah Udin sudah pulang. Kata kekar
Bantul ketika itu, Sri Roso Sudarmo. Kata keponakan memiliki padanan
kata kemenakan.
6. Kata angkat tangang dalam kalimat: Di Rumah Sakit Bantul itu, dokter
7. Kata Ahad pada kalimat: Misalnya, pada Ahad malam, 11 Agustus 1996,
Minggu.
8. Kata ngobrol pada kalimat: Pada malam harinya, dia kembali melihat
seseorang yang mirip dengan lelaki yang ngobrol dengan Mbah Marjo.
gerak-gerik.
10. Kata tudingan dalam kalimat: Namun, karena belum ada tersangka
Tabel 4.2
Struktur
Elemen
Wacana Keterangan
Paragraf 4
Paragraf 5
99
Paragraf 7
Paragraf 12
Paragraf 21
Koherensi Paragraf 17
Paragraf 16
Dimensi kedua dalam analisis wacana model Teun A. Van Dijk adalah kognisi
sosial. Dimensi ini biasa digunakan oleh peneliti untuk menganalisa bagaimana
dan sejauh mana pengetahuan wartawan dalam memahami fenomena yang akan
Menurut Van Dijk, analisis wacana tidak terbatas pada struktur teks, karena
struktur wacana memiliki sejumlah makna, pendapat, dan ideologi. Oleh karena itu,
suatu analisis kognisi dan konteks sosial. Sebuah teks memiliki makna
terselubung karena diberikan oleh pemakai bahasa. Sehingga sebuah teks tidak
atau pengetahuan tertentu atas suatu peristiwa, maka disini wartawan tidak
dianggap sebagai individu yang netral, tetapi individu yang mempunyai bermacam
Hal yang sama juga terlihat pada teks, karya jurnalistik Majalah Tempo,
laporan khusus Bukti Baru Pembunuhan Udin “Bernas”. Laporan khusus tersebut
berisi tentang wacana kebebasan pers terkait penghilangan nyawa Udin karena
berita yang ia tulis. Dalam pembuatan setiap teks laporan khusus tersebut,
Peneliti ini lebih memfokuskan karya ilmiah ini pada bagaimana proses
penentuan isu dan pemilihan teks yang digunakan sebagai karya jurnalistik Majalah
Utama Majalah Tempo, beliau juga menulis pemberitaan pada rubrik laporan
Majalah Tempo memiliki alasan dan latar belakang yang membuat mereka
102
kejahatan itu sendiri. Secara gamblang Redaktur Utama Majalah Tempo itu
mengatakan
pemberitaan khusus kasus Udin karena terdapat kejanggalan yang mereka rasakan.
bahwa kasus kematian Udin tidak akan kadaluwarsa meskipun KUHP Pasal 78,
kadaluwarsa. Pada kasus Udin, Jajang menyatakan bahwa sampai saat ini aparat
belum dapat menemukan pembunuh Udin. Oleh karena itu kasus pembunuhan
80
Wawancara Langsung dengan Jajang Jamaludin, Redaktur Utama Majalah Tempo, Jakarta, 2
Juni 2016
103
kasus tersebut, merujuk pada hasil wawancara dengan Jajang Jamaludin. Pada
berdasarkan sebuah skema. Ia juga menyebutkan skema itu sebagai sebuah model.
ketika melihat dan menilai sebuah persoalan. Model itu sendiri adalah sesuatu
yang unik dan bersifat subjektif. Model juga menampilkan pengetahuan serta
81
Eriyanto, Analisis Wacana; Pengantar Analisis Teks Media, h.261.
104
Udin kadaluwarsa maka bahasa besar akan mengintai pers di Indonesia. Pasalnya
menurut Jajang jika kasus Udin menguap begitu saja, maka pembungkaman
berkuasa dan masa demokrasi sekarang. Saat Orde baru berkuasa Udin teguh dan
khusus bertajuk Bukti Baru Pembunuhan Udin. Pada saat penulis melaksanakan
berita yang Ia tulis. Ada indikasi Udin dibunuh karena ada pejabat yang marah
82
Wawancara Langsung dengan Jajang Jamaludin, Redaktur Utama Majalah Tempo, Jakarta, 2
Juni 2016
83
Wawancara Langsung dengan Jajang Jamaludin, Redaktur Utama Majalah Tempo, Jakarta, 2
Juni 2016
105
tersebut masih menjadi misteri yang terpendam rapat-rapat. Meskipun rezim Orde
baru sudah tidak berkuasa namun kasus ini masih gelap. Majalah Tempo menilai
pemerintah dan aparat penegak hukum memiliki hutang kepada masyarakat untuk
seharusnya kasus ini menjadi prioritas utama. Karena menyangkut dengan rasa
kebebasan pers sudah benar-benar bebas. Hal yang menjadi sorotan utama
mengkadaluwarsakan kasus ini. Pelbagai pihak merujuk pada KUHP Pasal 78,
pembunuhan Udin terstruktur dan rapih. Tujuan pembunuan itu untuk mengancam
kebebasan pers di Indonesia. Menurut mereka kasus Udin tidak akan kadaluwarsa.
Indepenen (AJI) mencatat terjadinya 565 kasus kekerasan terhadap pekerja pers
yang terjadi selama 17 tahun Era Reformasi bergulir. Jumlah tersebut belum
termasuk tindak kekerasan yang tidak dilaporkan. Melihat data dan fakta tersebut,
Majalah Tempo menilai meskipun Pemerintah tidak bersikap represif terhadap pers
Dari maraknya kasus yang menimpa pekerja pers dan dikaitkan dengan rubrik
106
pemuatan berita kasus Udin dalam rubrik Laporan Khusus Majalah Tempo. Jajang
mengatakan Majalah Tempo tidak hanya terfokus pada pembunuan terhadap Udin.
menjelaskan:
Udin Bernas terkesan lebih membela mendiang wartawan Udin. Saat peneliti
84
Wawancara Langsung dengan Jajang Jamaludin, Redaktur Utama Majalah Tempo, Jakarta, 2
Juni 2016
85
Wawancara Langsung dengan Jajang Jamaludin, Redaktur Utama Majalah Tempo, Jakarta, 2
Juni 2016
107
Majalah Tempo terhadap Udin berdasarkan fakta yang mereka temukan dan
tersalurkan, dalam hal ini keluarga Udin yang meminta kasus itu diselesaikan
demi keadilan. Bagi mereka membela Udin sebagai sebuah keharusan terlebih
ulang setiap jengkal dan menit kejanggalan kasus Udin menjadi sebuah
pemberitaan.
terang-terangan membela wartawan Udin namun mereka tidak abai pada prinsip
dan etika jurnalistik, cover both side. Sebagai media yang sudah malang
melaksankan wawancara dengan Sri Roso Soedarmo, Bupati Bantul saat Udin
dibunuh. Mereka mencari alamat rumah Sri Roso dan menunggu hingga beberapa
86
Wawancara Langsung dengan Jajang Jamaludin, Redaktur Utama Majalah Tempo, Jakarta, 2
Juni 2016
108
pekan demi keseimbangan nilai berita. Hal itus sesuai dengan prinsip Majalah
both side dalam setiap pemberitaan yang mereka buat. Media massa harus tetap
adil dan berimbang dalam mewartakan informasi kepada masyarakat, apapun isi
pemberitaannya.
pemberitaan mereka. Hal itu mereka lakukan demi menjaga independensi dan
akan mereka pilih sebagai sumber berita yang akan mereka verifikasi. Lebih jauh
berdasarkan fakta yang ada di lapangan. Sebagai Majalah ternama di jagat industri
fenomena yang terjadi. Terlebih pada kasus Udin, meskipun mereka menyatakan
Bagi Majalah Tempo, hal tersebut mereka lakukan demi menjaga kebenaran dan
keadilan. Ikhitiar mereka untuk melawan lupa dan menjaga kebebasan pers
media massa, hal itu yang kami lakukan di Tempo. Wartawan Majalah Tempo
both side dalam setiap pemberitaannya, tutup Jajang Jamaludin, Redaktur Utama
di kantor redaksi Tempo Inti Media (TIM) group, Jalan Palmerah Barat, No. 8,
Dimensi ketiga dalam wacana model Van Dijk adalah analisis sosial. Selain
itu banyak pihak yang menyebutkan dimensi ini sebagai konteks sosial. Pada
dimensi ini Van Dijk mengatakan bahwa untuk menganalisa wacana yang
Bentuk analisis itu dengan meneliti bagaimana sebuah wacana diproduksi dan
akses (acces).
Majalah Tempo berusaha menguak misteri yang selama ini masih terpendam.
Dalang dan Aktor perbuatan keji 19 tahun silam hingga kini belum terungkap. Hal
dari dunia Internasional. Bahkan menurut anggota Dewan Pers, Imam Wahyudi,
Kasus pembunuhan wartawan Bernas Udin 19 tahun silam akan dibawa ke forum
saat ini. Setiap tahunnya pelbagai organisasi pers di Indonesia turut menyuarakan
belas tahun terbunuhnya Udin oleh Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Yogyakarta,
Bentuk dukungan lain terhadap pengungkapan kasus Udin juga datang dari
media massa. Seperti Majalah Tempo berbagai media massa cetak maupun
nasional. Hal tersebut merupakan bentuk nyata bahwa pemerintah hadir dalam
Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua)
tahun atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (Lima ratus juta rupiah)”.
dan sudah ada sanksi tegas berupa hukuman kurungan badan serta denda. Terlebih
pada kasus Udin, pelaku pembunuhan Udin tidak saja melanggar UU No. 40
kebebasan pers. Sementara itu Aliansi Jurnalis Independen mencatat dalam satu
dekade ini, Januari 2005 hingga Desember 2015, telah terjadi 502 kasus kekerasan
Ketika pers mendapat tekanan sebenarnya bukan hanya pers secara lembaga
yang tertekan, namun kedaulatan rakyat juga ikut tertindas. Pada dasarnya
112
demokratis. Dalam konteks ini ketika pers mendapatkan intimidasi maka dapat
manfaat yang luas bagi masyarakat. Seperti yang tertuang dalam pasal 2 UU No.
40 Tahun 1999 tentang pers yang berbunyi “Kemerdekaan pers adalah salah satu
D. Interpretasi Penelitian
alasan dan landasan dalam mewartakan kasus Udin sebagai rubrik laporan khusus.
sebuah ikhtiar untuk melawan lupa terhadap pembunuhan keji tersebut. Meskipun
sudah berlangsung cukup lama kejadian itu tidak boleh didiamkan begitu saja.
maut Fuad Muhammad Syafruddin meskipun peristiwa itu sudah terjadi sembilan
pengadilan kasus itu dalam menulis laporan khusus ini. Selain itu Majalah Tempo
juga mengejar sejumlah narasumber seperti Iwik, Marsiyem, jaksa pengusut kasus
Udin, hingga sejumlah pegiat “dunia hitam” Yogya yang selama ini memiliki
informasi tetang kasus itu. Sri Roso, sumber sangat penting, yang selama ini
wawancarai.
89
Wawancara Langsung dengan Jajang Jamaludin, Redaktur Utama Majalah Tempo, Jakarta,
2 Juni 2016
114
khusus Udin Bernas Edisi 10-16 November 2014. Peneliti menyatukan teknik
Pada liputan yang bersifat reguler, Majalah Tempo memiliki rapat yang
dinamakan rapat perencanaan mingguan, setiap Jumat petang. Pada rapat tersebut
menargetkan dua pekan yang sudah direncanakan. Pada masa rapat itulah
Sedangkan urutan proses produksi sebuah berita hingga naik cetak di Majalah
Tempo berawal dari rapat kompartemen pada masing-masing desk atau bidang,
setiap Jumat sekira 13.30 WIB. Pada tingkat ini rapat mencari usulan awak
Majalah Tempo atau peserta rapat. Setiap peserta boleh menyampaikan usulan
pada rapat tersebut. Meskipun demikian setiap usulan harus memiliki kelayakan
untuk diangkat menjadi berita, data awal yang kuat, data pendukung yang lengkap,
argumen yang kuat, dan cukup penting untuk diwartakan. Kemudian usulan
Setelah lulus pada rapat kompartemen usulan tersebut diuji kembali pada rapat
pleno sekira 16.00 WIB. Rapat pleno dihadiri oleh seluruh redaksi Majalah Tempo,
Pemimpin Redaksi, Redaktur, Reporter, dan Fotografer. Jika ada seseorang yang
mengusulkan sebuah usulan namun tidak memiliki data awal yang kuat, argumen
115
yang jelas, maka isu tersebut akan gugur pada rapat pleno, siapapun yang
Jika pada rapat pleno mendapat persetujuan dari seluruh peserta rapat maka
pembagian tugas maka setiap wartawan menjalankan perannya sesuai tugas yang
Ketika penugasan mengharuskan ke daerah atau keluar dari Jakarta, maka seluruh
siap diwartakan.
Sebelum naik cetak, redaksi menggelar rapat pengecekan (checking) pada hari
Rabu. Pada rapat ini seluruh data dan bahan yang terkumpul diperiksa. Jika terdapat
bahan yang belum lengkap maka dalam waktu dua hari harus diselesaikan. Jika
dalam waktu dua hari tidak dapat terselesaikan maka usulan tersebut akan
Ketika dalam rapat checking bahan dan data sudah terkumpul maka redaktur
dan reporter akan memverivikasi ulang kepada sumber berita dan melihat kondisi
di lapangan. Jika sesuai maka usulan tersebut dapat naik cetak dan diproduksi. Jadi
seluruh pemberitaan yang ada di Majalah Tempo telah melewati tahap seleksi yang
Pada proses penentuan isu semua dapat terlibat mulai dari Reporter, Fotografer,
Redaktur, Hingga Pimpinan Redaksi. Siapa saja dapat menentukan arah dan
termasuk dalam rapat redaksi sehingga siapa saja boleh mengusulkan pendapat dan
Sementara itu proses produksi rubrik laporan khusus pada dasarnya sama
namun yang berbeda adalah waktu rapat penyusuna rencana rubrik tersebut. Salah
satunya adalah Pemberitaan kasus Udin yang merupakan laporan khusus. Rapat
perencanaan untuk rubrik laporan khusus dilaksanakan pada akhir tahun, sekira
bulan Desember. Pada rapat itu redaksi Majalah Tempo merencanakan pembuatan
Termasuk kasus Udin karena timbulnya wacana dari pelbagai pihak untuk
membuat kasus Udin kadaluwarsa. Jika kasus Udin tidak ditulis (mengingatkan)
maka Majalah Tempo khawatir kasus ini akan benar-benar kadaluwarsa. Sehingga
mulai saat itu kasus Udin masuk dalam rubrik laporan khusus tahunan Majalah
Setiap redaksi Majalah Tempo mulai merencanakan apa saja yang akan
kesempatan untuk berbicara namun harus disertai argumen yang kuat. Sama
halnya pada pemberitaan kasus Udin, setelah mereka megumpulkan data awal,
khusus bertajuk Bukti Baru Pembunuhan Udin dapat naik cetak dan mereka
Pada tahap kognisi sosial terkait pemberitaan rubrik laporan khusus, Bukti
kepada mendiang wartawan Udin. Pembelaan itu berdasarkan fakta yang mereka
yang tidak tersalurkan, dalam hal ini keluarga Udin yang meminta kasus itu
mereka sebagai jurnalis. Bentuk pembelaan mereka dengan mereka ulang setiap
Meskipun demikian Mereka tidak melupakan prinsip cover both side sebagai
dari insan pers, masyarakat, media massa, mahasiswa, Aliansi Jurnalis Independen
kurungan badan, telah diatur dalam UU No. 40 tahun 1999 tentang pers.
masyarakat juga, ketika pers sehat maka rakyat berdaulat. Oleh karena itu,
tanggung jawab untuk menjaga kebebasan pers tidak hanya berlaku pada lembaga
Ketika masyarakat bersatu dan menjaga kebebasan pers, maka kasus Udin
dapat tertungkap. Sehingga dalang dan aktor pembunuhan keji tersebut tertangkap.
Selain itu, ketika masyarakat menyadari pentingnya kebebasan pers bagi mereka,
maka aksi kekerasan terhadap pekerja media seharusnya tidak terjadi lagi.
Indonesia harus menjaga kepercayaan masyarakat. Pasalnya, saat ini tidak sedikit
oknum wartawan yang memergunakan kebebasan pers sebagai kedok bahkan alat
masyarakat yang menjadi skeptis bahkan menilai buruk profesi wartawan. Jika hal
itu terus terjadi maka aksi kekerasan terhadap pekerja media akan terus terjadi.
Kebebasan pers dapat terwujud jika semua elemen bersatu dan wartawan
Peneliti berdiskusi dengan sejumlah wartawan yang masih aktif bekerja di media
massa. Selain itu peneliti juga bertukar pikiran dengan sejumlah dosen Fakultas
Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang memiliki latar belakang wartawan.
Ketika orde baru tumbang, banyak media baru bermunculan. Kebebasan media
dalam bersuara lebih terasa dibandingkan saat orde baru berkuasa. Terlebih saat
pers yang ada hanya bersifat partly free atau sebagian. Kebebasan pers tidak
hanya sebatas karya jurnalistik bisa terbit, namun bagaimana proses penerbitan,
Banyak wartawan dari luar negeri yang harus menandatangani sejumlah dokumen
Selain itu, masih ada media yang tidak boleh menerbitkan karya jurnalistik
dengan konten tertentu karena terafiliasi kelompok politik tertentu. Selain itu
terdapat juga media yang membatasi diri atau melakukan self censorhip pada
konten berita karena terafiliasi kelompok ekonomi tertentu. Bahkan media yang
menjadi corong politik, ada partai yang menggunakan televisi untuk sosialisasi
Selain itu hal yang terpenting saat ini adalah saat terjadi kasus kekerasan yang
pada hakikatnya kehidupan jurnalisme di Indonesia diatur pada dua hal, yakni
Undang-undang Pers No 40, tahun 1999 dan kode etik jurnalistik. Ketika jurnalis
tidak taat pada dua hal tersebut maka ia tidak paham dengan pekerjaanya. Bahkan
jurnalis yang cenderung melanggar kode etik jurnalistik seperti menerima amplop,
politik. Hal itu berdampak pada keberpihakan media massa yang mereka pimpin.
Tidak sedikit para pemilik modal yang menggunakan media massa untuk
120
kepentingan politik mereka, hal itu sangat bertentangan dengan kaidah media
yang menggunakan media sebagai partisan. Pada masa itu media massa sendiri
yang menjadi musuh kebebasan pers, karena melanggar Kode Etik Jurnalistik dan
UU Pers.
massa. Banyak masyarakat yang berburuk sangka pada media massa karena
untuk menyalahkan media massa. Hal itu menjadi pelanggaran serius karena
jurnalis menjadi juru kampanye, seharusnya mereka wajib berhenti dan tidak lagi
berativitas. Karena hal tersebut sangat bertentangan dengan kode etik jurnalistik
adalah karena wartawan wajib mewartakan dan memihak pada kebenaran yang
90
Wawancara langsung dengan Iman D. Nugroho, Video Editor CNN Indonesia, Jakarta, 25 April
2017
121
sesuai fakta. Jurnalis harus benar dan jujur dalam membuat karya jurnalisme.
Jurnalis tidak boleh kehilangan integritas dan idelisme mereka dalam menjalankan
fungsinya sebagai watch dog. Bagi Iman tingkah laku dan kehidupan pribadi
memiliki karateristik sendiri. Selama jurnalis berpegang teguh pada kode etik dan
UU Pers dia dikatakan baik secara jurnalisme. Jurnalis yang tidak memihak,
jurnalis yang baik dalam jurnalistik. Karena tingkah laku dan karya jurnalistik
rumah paling besar dari dunia pers di Indonesia. Penyebabnya adalah kasus yang
terjadi puluhan tahun lalu namun hingga saat ini belum tuntas. Seandainya Aparat
penegak hukum dan pemerintah mau menyelesaikan kasus ini, seharusnya sudah
tuntas. Pasalnya, sejumlah orang yang seharusnya bertanggung jawab dan terlibat
pada saat itu, masih ada hingga sekarang, termasuk Bupati Sri Roso Soedarmo.
bekerja sebagai Redaktur di media Detik TV. Isfari menilai kehidupan jurnalisme
dewasa ini di Indonesia menunjukan kebebasan sebuah kemajuan. Saat ini media
Meskipun demikian, kebebasan yang didapat oleh pers dewasa kini bukanlah
kebebasan yang tanpa batas. Pers perlu bertanggung jawab atas pemberitaan yang
mereka hasilkan. Terlebih saat ini tidak sedikit media massa yang dimiliki oleh
122
aktor politik. Menurut mantan jurnalis Sindo ini, saat ini masyarakat semakin
cerdas dan ktitis terhadap pemberitaan media massa. Terlebih ketika media
meskipun aktor politik memiliki saham terbesar mereka. Selain itu, hal lain yang
harus diperhatikan oleh media adalah jika jurnalis mereka menjadi tim sukses.
Jika itu terjadi maka akan sangat berbahaya karena jurnalis tersebut dapat
menegaskan hingga saat ini tidak ada jurnalis yang masih aktif bekerja sekaligus
Sepengetahuan saya tidak ada jurnalis yang masih aktif bekerja dan menjadi
tim sukses pasangan calon kepala daerah. Jika ada, mungkin ia sudah tidak aktif
mengetahui atau menemukan jurnalis aktif yang menjadi juru kampanye atau tim
profit dan syahwat politik semata. Mereka kerap mengorbankan idealisme dan
kredibilitas media demi kepentingan pribadi. Jika hal itu terus terjad maka jurnalis
media kerap terjadi akibat pemberitaan yang sesuai dengan kaidah jurnalistik.
Selain itu, resistensi dan kepercayaan publik yang menurun terhadap media massa
91
Wawancara langsung dengan Isfari Ikmat, Redaktur Detik TV, Jakarta, 28 Oktober 2016
123
masyarakat luas adalah muridnya. Seorang guru memiliki tanggung jawab untuk
problematika yang dihadapi oleh pengajar mereka. Guru harus memberi pelajaran
Hal yang sama dengan jurnalis, terdapat tanggung jawab moral dalam benak
Jurnalis harus tetap memberikan berita yang jujur, faktual, dan memenuhi kaidah
Jurnalis Tempo dan pendiri Majalah Flona. Menurut Bernard Kasus Udin
diatur dan digiring untuk mengikuti kebijakan dan arah pemerintah. Namun, ada
sisi positifnya, yaitu pers menjalankan kode etik pers dengan baik. Kala itu Pers
sangat berhati-hati dalam menurunkan berita dan foto. Filter diberlakukan, dan
dipublikasikan.
Memasuki era reformasi kebebasan pers mulai terasa nyata bagi media di
124
Indonesia. Penggiringan opini pemerintah pada masa orde baru tidak terjadi lagi.
Meskipun demikian ia mengkritisi kehidupan pers masa kini yang ia nilai sudah
sekarang bisa menjadi seorang jurnalis dan mengirimkan berita ke seluruh penjuru
dunia. Kemudian bisa dilihat oleh siapapun hanya dalam hitungan detik. Disini,
baik jurnalis resmi maupun citizen journalis akhirnya sama-sama sudah tidak
Hal yang sering terjadi adalah tidak adanya cross check terhadap berita baik
tulisan maupun foto yang akan diturunkan ke medianya. Saat ini, berita, kabar
burung, dan gosip susah dibedakan dan tidak jelas kebenarannya. Bahkan sekelas
jurnalis surat kabar nasional pun, baik cetak, elektronik maupun online bisa
Pada akhirnya Kondisi jurnalisme di Indonesia saat ini sudah dinodai dengan
masyarakat sulit membedakan antara berita, gosip, hoax. Semua bisa membuat
berita dan tidak ada tindakan nyata dari dewan pers dan pemerintah. Selain itu
Framing pemberitaan media terutama dunia politik saat ini sudah tidak sehat
Bernard juga menyoroti pemilik modal media massa yang berafiliasi dengan
92
Wawancara langsung dengan Bernard Wahyu, Pendiri Majalah Flora, Jakarta, 30 Oktober
2016
125
dunia politik. Baginya hal semacam ini sudah lumrah karena sejak Indonesia
belum merdeka hal ini sudah ada. Penjajah Belanda dan Jepang, ketika itu
yang baru tumbuh di Indonesia. Sebagai contoh, pada awal pergerakan, dulu
Syariat Islam mempunyai media sebagai corongnya yang ikut dibidani oleh Tirto
Adhi Soeryo.
Saat ini, dengan semakin mudah dan murahnya teknologi, maka semua orang
besar, termasuk televisi pun banyak yang menjadi corong dari partai politik.
Media semacam ini tentu saja tidak akan berimbang dalam menurunkan berita.
Tapi, jika dana dari partai kemudian berkurang, maka media semacam ini akan
kode etik jurnalistik. Menjadi juru kampanye jelas-jelas sudah melanggar kode
etik jurnalistik. Seorang jurnalis harus netral. Jika sudah tidak netral, atau menjadi
juru kampanye maka itu bisa disebut sebagai pelecehan terhadap profesi
tersebut memberi sanksi. Hal tersebut beralasan karena tingkah laku dan
kehidupan jurnlis tentu saja berpengaruh pada karya jurnalisme yang dihasilkan.
Hal itu berlaku sebaliknya, karya jurnalisme yang dihasilkan seorang jurnalis juga
pekerjaan yang suci. Bagi mantan Jurnalis Majalah Tempo ini, harusnya memang
93
Wawancara langsung dengan Bernard Wahyu, Pendiri Majalah Flora, Jakarta, 30 Oktober
2016
126
seperti itu. Meskipun demikian kesucian jurnalis di abad sekarang sudah mulai
luntur. Dulu orang tua saya seorang jurnalis yang jujur dan tetap miskin.
Masyarkat menghormati, pejabat korup takut dan menjadi tidak korup, penjahat
minggir dan beritanya selalu membuat perubahan untuk masyarkat. Jurnalis jaman
media besar yang tirasnya merajai Indonesia dengan group medianya yang
mengenai kasus yang melanda Udin Bernas. Bagi mantan Jurnalis Indonesia
Investor Daily ini, dalam kasus Udin, persoalannya tak cuma menyangkut
penguasa. Lebih dari itu, Udin adalah manusia. Dan menghilangkan nyawa
Indonesia tak kunjung menjadikan kasus ini gamblang. Padahal, masa-masa Orde
Baru, era terjadinya kasus ini, telah lama lewat. Jika mengingat keterbukaan yang
sangat terbatas. Berbeda dengan kebebasan pers dewasa ini, Ika merasa saat ini
94
Wawancara langsung dengan Bernard Wahyu, Pendiri Majalah Flora, Jakarta, 30 Oktober
2016
127
Selanjutnya, Ika juga berpendapat saat maraknya media massa yang berafiliasi
dengan salah satu aktor politik. Baginya, Afiliasi tak bisa dihindari, bagaimanapun,
umum.
berafiliasi dengan aktor politik atau partai politik. Arah dan framing pemberitaan
Peneliti berbincang dengan Fauzan Lutsa, mantan Jurnalis Rajawali TV, RCTI,
Pos Metro, dan Global TV. Bagi Fauzan Perkembangan secara kualitas pers
pers dewasa ini adalah pers dari masa kegelapan menjadi masa yang terang
benderang seperti saat ini. Saat ini masyarakat bisa mendapatkan hak informasi
oleh media. Kondisi saat ini memang menggembirakan namun pada sisi lainnya
95
Wawancara langsung dengan Anastasia Eugenia Ika Wulandari, Mantan Jurnalis Indonesia
Investor Daily, Tangerang, 13 November 2016
128
media-media yang tidak jelas. Selain itu langkah Dewan Pers merupakan cara
yang cukup ampuh untuk menjaga kebebasan pers di Indonesia. Pada akhirnya
Keith Rupert Murdoch tidak dapat terhindarkan. Pasalnya fenomena tersebut juga
terjadi di luar negeri, seperti Keith Rupert Murdoch yang memiliki banyak koran
kelompok politik hanya pada media cetak saja, bukan media elektronik seperti
radio dan televisi. Mereka tidak layak berafiliasi dengan kelompok politik karena
mendapatkan hak frekuensi publik secara gratis. Mereka memiliki tanggung jawab
Dalam hal tertentu karya jurnalistik media yang terafiliasi dengan kelompok
politik menjadi tidak sehat. Contohnya media yang tergabung dalam MNC Group,
I News TV, Okezone pastinya tidak akan berbicara negatif tentang PERINDO.
sebuah media massa. Seharusnya mereka tidak membuat framing berita yang
“Hal yang menjadi persoalan fundamental hingga saat ini adalah kesejahteraan
dan jurnalis yang meninggalkan mazhab tanda tanya”.96 Mazhab tanda tanya
96
Wawancara langsung dengan Fauzan Lutsa, mantan jurnalis RCTI, 25 April 2017.
129
Saat masih bekerja di RCTI, Fauzan melihat bagaimana dahsyatnya pola pikir
keyakinan mereka akan tercermin dari berita yang mereka hasilan. Sehingga
baginya tingkah laku dan pola pikir berpengaruh pada produk jurnalistik.
Jurnalis yang menjadi juru kampanye masih menjadi perdebatan yang sangat
sengit bagi para praktisi media. Pada fenomena itu terdapat hal yang multi
menjadi juru kampanye mengambil cuti dan terbebas dari aktivitas jurnalistik
karena produk yang mereka hasilkan akan bias. Pemberitaan yang bias akan
PENUTUP
A. Kesimpulan
berdasarkan rapat redaksi (rapat kompartemen, rapat pleno, dan rapat checking)
majalah mingguan tersebut. Pada rapat itu seluruh penerbitan isu, usulan, rencana
pemberitaan diuji dan disusun oleh seluruh wartawan Majalah Tempo. Selain itu,
lapangan.
pada koran dan media daring hanya berupa peristiwa terbaru mengenai kasus
Udin seperti aksi tabur bunga rekan-rekan jurnalis di Yogya, napak tilas
pembunuhan kasus Udin dan kegiatan lainnya. Sedangkan Pemberitaan yang lebih
Bagi mereka rubrik laporan khusus bertajuk Bukti Baru Pembunuhan Udin adalah
130
131
kasus Udin. Terlebih kasus pembunuhan tersebut telah memasuki masa 18 tahun,
saja. Bagi mereka melupakan kejahatan merupakan kejahatan itu sendiri. Terlebih
banyak yang menduga kasus pembunuhan Udin memiliki benang merah terhadap
kasus Udin. Usaha melawan lupa yang mereka lakukan berbuah manis ketika
bekas Bupati Bantul, Sri Roso Sudarmo, berhasil mereka wawancarai. Sri Roso
Bernas itu menjadi sorotan publik Majalah Tempo tetap menjaga keseimbangan
berita dengan melakukan wawancara dengan Sri Roso Soedarmo. Selain itu
terhadap Udin.
memiliki pengaruh yang besar. Mereka memberikan data dan fakta melalui karya
jurnalistik yang mereka hasilkan dalam rubrik Laporan Khusus Bukti Baru
menolak segala bentuk dan upaya kekerasan terhadap wartawan, terlebih pada
kepada Udin. Hal tersebut menyebabkan pengaruh yang besar pada bentuk dan isi
132
Udin. Mereka menilai kematian Udin memiliki benang merah dengan karya
Udin meninggal. Mereka membuka tabir yang selama ini tersimpan rapat kepada
Pada tahap konteks sosial secara tersirat apa yang dilakukan oleh Majalah
Tempo merupakan wujud aspirasi suara wartawan dan masyarakat umum yang
menolak segala bentuk kekerasan di Indonesia. Hal itu tercermin dari isi berita
Pemerintah Kabupaten Bantul, dan Mantan Bupati Bantul, Sri Roso Soedarmo.
Ketika kasus pembunuhan Udin tidak terungkap maka akan muncul persepsi
buruk masyarakat terhadap sistem peradilan di Indonesia. Selain itu jika kasus itu
tidak terungkap maka akan timbul kekhawatiran terhadap aksi serupa terhadap
khawatir pada wacana untuk melupakan kasus Udin oleh beberapa pihak yang
pembunuhan Udin terstruktur dan rapih. Tujuan pembunuan itu untuk mengancam
B. Saran
1. Saran Akademis:
2. Saran Praktis:
tegas
tersebut.
di Indonesia.
f. Sudah selayaknya jurnalis masa kini yang hidup pada era yang lebih
Sumber Buku:
Barus, Sedia Wiling, Jurnalistik; petunjuk teknis menulis berita. Jakarta: Erlangga,
2010
LKIS, 2008.
2009.
Hamad, Ibnu. Konstruksi realitas politik dalam media massa:sebuah studi critical
Indonesia, 2004.
Hanif Suranto, Pers Indonesia Pasca Suharto, Jakarta: Lembaga Studi Pers dan
134
Kasman, Suf. Pers dan Pencitraan Umat Islam di Indonesia; Analisis Isi
2001.
135
Sobur, Alex. Analisis Teks Media (Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana,
Rosdakarya, 2006.
2008.
Sumber Internet
Sekarang”,
http://www.kompasiana.com/danielht/hari-bersejarah-yang-menentukan-k
ompas-bisa-eksis-sampai-sekarang5590aec87a937325048b4567. 25
Agustus 2015
http://aji.or.id/read/berita/271/Hari-Kebebasan-Pers-Internasional-3-Mei-2
http://manado.tribunnews.com/2013/04/28/kebebasan-pers-perspektif-huk
https://m.tempo.co/read/news/2015/08/16/078692437/aji-yogyakarta-desak
136
Switzy Sabandar, “Pembunuhan Wartawan Udin Kasus Udin Dibawa Ke Forum
Internasional,”http://www.harianjogja.com/baca/2015/08/22/pembunuhan-
wartawan-udin-kasus-udin-dibawa-ke-forum-internasional-635227. 21
April 2016
http://nasional.tempo.co/read/news/2014/01/15/078544903/usai-malari-ba
https://yearrypanji.wordpress.com/2008/06/04/komunikasi-dan-konstruksi-
Skripsi
Ana Aryati “Wacana Kekerasan Oknum Aparat Terhadap Wartawan Pada Harian
2013.
Wawancara
137
Lampiran Hasil Wawancara
Narasumber : Jajang Jamaludin
Jawab: Ikhtiar awak Majalah Tempo untuk melawan lupa, bagi Majalah
Tempo Kasus Udin tidak boleh dilupakan begitu saja. Selain itu bukan hanya
karena Sebagai sesama jurnalis namun rekan-rekan pegiat hak asasi juga
memiliki pendapat yang sama, kasus Udin tidak boleh stagnan tanpa
penyelesaian. Hal itu yang membuat kami menulis kasus Udin setiap tahunnya.
pada Pasal 78, ayat 1, angka 4 KUHP. Meskipun demikian bagi kami kasus
tersangka sudah jelas ada namun karena sesuatu hal dia tidak tersentuh hukum
Aparat tidak dapat menemukan siapa pembunuh Udin. Iwik sendiri pada
akhirnya terbukti tidak bersalah. Maka menurut kami kasus Udin tidak bisa
kedaluwarsa. Maka dari itu kami berdiskusi dengan Komnas Ham dan Dewan
138
Pers terkait kasus ini. Selanjutnya kontra opini bahwa kasus Udin tidak
akan kedaluwarsa
Jawab: Tidak hanya Udin, ada beberapa kasus kekerasan terhadap jurnalis kami
tulis, salah satunya kasus yang menimpa reporter Sun TV, Ridwan Salamun. Majalah
Indonesia. Meskipun demikian, Udin sudah menjadi ikon dalam memperjuangkan anti
Majalah Tempo?
Jawab: Pada masanya Kasus Udin mendapat perhatian yang luas dari
masyarakat. Hal itu dapat terjadi karena terbunuhnya Udin merupakan kasus
yang besar. Selain itu hingga saat ini banyak organisasi dari berbagai pihak
139
meminta aparat dan pemerintah untuk membuka serta menuntaskan kasus
Udin.
kembali kasus Udin. Wartawan Udin gugur ketika Orde Baru berkuasa, masa
oleh pemerintah. Sering kali ketika mereka menjadi korban, tidak banyak yang
berani menyuarakan.
Saat ini sudah lima kali ganti presiden namun kasus ini belum terungkap.
Kejadian ini pun masih menjadi misteri karena belum ada pelaku maupun otak
perilakunya.
Jawab: Liputan yang bersifat reguler, Majalah Tempo memiliki rapat yang
tempo menargetkan 2 pekan yang sudah direncanakan. Pada masa rapat itulah
6. Siapa sajakah yang terlibat dalam rapat redaksi, dan siapa yang dapat
140
Jawab: Semua dapat terlibat mulai dari Reporter, Fotografer, Redaktur,
Hingga Pimpinan Redaksi. Siapa saja dapat menentukan arah dan kebijakan
pendapatnya pada rapat tingkat kompartemen (bagian atau job desk). Pada
tingkat itu rapat untuk mencari usulan dari awak Majalah Tempo. Isu yang
pada rapat pleno. Rapat tersebut dihadiri seluruh awak redaksi Majalah Tempo
pemberitaan.
diwawancarai?
tersebut adalah korban dan pelaku. Orang yang mengalami peristiwa tersebut
pertama (karena sakit atau telah meninggal) maka akan mencari narasumber
lapis kedua. Pada level ini narasumber adalah orang terdekat (suami, istri,
141
tersebut. Selanjutnya pada lapis ketiga adalah aparat yang menangani peristiwa
8. Nilai- nilai apa yang Majalah Tempo ingin disampaikan kepada pembaca
Jawab: Nilai yang ingin kami sampaikan adalah bagaimana ikhtiar kami
melawan lupa terhadap kasus Udin. Jangan sampai kasus yang terjadi pada
tahun 1996 menguap begitu saja. Karena jika didiamkan maka sampai kapan
9. Isu apakah yang ingin difokuskan oleh Majalah Tempo terkait Laporan
Jawab: Isu yang ingin Majalah Tempo sampaikan melalui laporan khusus
tersebut adalah kebebasan pers. Selain itu, secara jelas pesan implisit yang
ingin kami sampaikan adalah bekerja sebagai jurnalis tidak bebas resiko.
Kemudian Udin adalah contoh bagi kita, dia adalah wartawan dari daerah yang
dan tidak gentar terhadap ancaman terhadapnya. Ia hidup di zaman Orde Baru
dimana kekuasaan sangat mutlak pada saat itu. Keberanian Udin dalam
142
mengungkapkan penyimpangan yang harus di contoh oleh jurnalis sampai
bagaimana sosok seorang Udin di mata kerabat, tetangga, dan istrinya. Hal
tersebut merupakan nilai yang bersifat abadi dan harus di praktikan oleh
yang terjadi. Udin pada situasi yang represif saja mau dan berani apalagi kita
yang hidup dalam era yang bebas. Hal itulah pesan impisit yang ingin Majalah
Tempo sampaikan.
10. Bagaimana cara Majalah Tempo agar tetap seimbang terhadap pelbagai
dan menjunjung tinggi prinsip cover both side dalam setiap pemberitaannya.
Jadi kami selalu mencari sumber berita dari pelbagai sumber, seperti pada
pemberitaan Udin. Kami mencari rumah Sri Roso dan menunggu kesempatan
Kami mencari alamat rumah beliau, ketika sudah dapat kami menunggu
dan bertanya kepada tetangga tentang Sri Roso. Setelah menunggu beberapa
143
waktu kami bertemu dengan sosok pria paruh baya yang sedang menyirami
bunga. Kami dapat memastikan bahwa pria tersebut adalah Sri Roso
dan waktu untuk wawancara. Sri Roso mengakhiri puasa berbicara kepada
11. Bagaimana proses produksi sebuah berita sehingga bisa naik cetak di
Majalah Tempo?
menjadi berita, data awal, dan data pendukung yang dimiliki, seluruhnya akan
di uji pada rapat kompartenen. Setelah lulus pada rapat kompartemen usulan
tersebut di uji pada rapat pleno. Jika ada seseorang yang mengusulkan sebuah
isu namun tidak memiliki data awal yang kuat, argumen yang jelas, maka isu
tersebut akan gugur pada rapat pleno tersebut, siapapun yang mengusulkan,
tugas untuk menggarap usulan tersebut. Setelah pembagian tugas maka setiap
(checking) pada hari Rabu. Pada rapat ini seluruh data dan bahan yang
144
terkumpul di periksa. Jika terdapat bahan yang belum lengkap maka dalam
waktu dua hari harus diselesaikan. Jika dalam waktu dua hari tidak dapat
terselesaikan maka usulan tersebut akan dibatalkan atau disimpan untuk edisi
selanjutnya.
Jika dalam rapat checking bahan dan data sudah terkumpul maka redaktur
dan reporter akan memverivikasi ulang kepada sumber berita dan melihat
kondisi di lapangan jika sesuai maka usulan tersebut dapat naik cetak dan di
produksi. Jadi seluruh pemberitaan yang ada di Majalah Tempo telah melewati
tahap seleksi dari tingkat kompartemen, rapat pleno, hingga rapat checking.
12. Apakah ada kaitan berita Laporan Khusus Udin Bernas antara Majalah
Jawab: Ada keterkaitan, namun jika pemberitaan pada koran dan media
daring hanya berupa peristiwa terbaru mengenai kasus Udin seperti aksi tabur
bunga rekan-rekan jurnalis di Yogya, napak tilas pembunuhan kasus Udin dan
kegiatan lainnya. Jika pemberitaan lebih mendalam dan rinci akan diwartakan
Jawab: Karena Udin layak untuk di bela, sebagai Jurnalis kami pun
tidak tersuarakan harus dijalankan oleh jurnalis itu sendiri atau oleh media.
Dalam konteks ini, suara Udin, keluarga, dan kerabatnya tidak tersalurkan.
145
14. Apa peran redaksi dalam Laporan Khusus Udin Bernas?
perencanaan untuk rubrik laporan khusus dilaksanakan pada akhir tahun, sekira
Termasuk kasus Udin karena timbulnya wacana dari pelbagai pihak untuk
kedaluwarsa. Sehingga mulai saat itu kasus Udin masuk dalam rubrik laporan
harus disertai argumen yang kuat. Sama halnya pada pemberitaan kasus Udin,
rapat pleno, dan rapat checking sehingga laporan khusus Udin bisa naik cetak
Jawab: Jika suatu hari kami menemukan hal dan fakta terbaru maka kami
akan menulis kembali kasus Udin. Tapi tidak menjadi rutinitas bahwa setiap
tahun Majalah Tempo akan menulis kasus Udin. Jika hanya berupa
146
Lampiran Artikel “Memo Sebelum Malam Jahanam”
147
148
Lampiran Artikel “Tamu-tamu Misterius di Patalan”
149
150
Lampiran Foto Dengan Jajang Jamaludin, Redaktur Utama
Majalah Tempo
151
Lampiran Foto Wawancara dengan Fauzan Lutsa, Mantan Jurnalis
152
Lampiran Foto Wawancara dengan Isfari Hikmat, Redaktur Detik TV
153
Lampiran Foto Wawancara dengan Iman D. Nugro, CNN Indonesia dan
154
Lampiran Foto Wawancara dengan Bernard Wahyu Wiyanta, Mantan
155
Lampiran Foto Wawancara dengan Anastasia Eugenia Ika Wulandari,
156