SKRIPSI
Oleh :
AHMAD RIFA’I
NIM: 1112043100031
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar
Sarjana Hukum Islam (S.H)
Oleh:
AHMAD RIFA’I
NIM: 1112043100031
Di Bawah Bimbingan:
Pembimbing I Pembimbing II
ii
SURAT PENGESAHAN PANITIA UJIAN
iii
LEMBAR PERNYATAAN
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya diajukan untuk memenuhi
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia
Hidayatullah Jakarta.
AHMAD RIFA’I
NIM: 1112043100031
iv
ABSTRAK
Dari penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa antara Imam al-Kasani dan
Imam Nawawi terdapat kesamaan dalam menentukan hukum zakat madu.
Berdasarkan nash Al-Qur‟an tidak ada yang secara spesifik menjelaskan zakat
madu, yang ada hanya dalam hadis dan pendapat Sahabat di sini akar
perbedaanya. Adapun perbedaan antara keduanya bahwa menurut Imam al-
Kasani zakat madu hukumnya wajib karena ada beberapa Hadis, pendapat
Sahabat, dan qiyas. Bagi Imam Nawawi Hadis yang dikemukakan serta pendapat
tersebut hukumnya lemah sehingga tidak dapat dijadikan dalil wajibnya zakat
madu.
v
بسم اهلل الرمحن الرحيم
KATA PENGANTAR
„Alaihi Wasallam, beserta para handai tolan, sahabat, dan umatnya, terkhusus
para Ulama yang meneruskan estafet keilmuan sehingga ilmu Islam terus berjaya.
Amin.
dihadirkan ini masih jauh dari kesempurnaan. Akan tetapi, penulis meyakini
tentang relevansi kitab kuning dalam menghadapi era global yang penuh
penulis dapatkan.
ini bukan sebatas hasil usaha sendiri, akan tetapi berkat bimbingan dan motivasi
tulus tiada henti dari semua pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan
1. Bapak Dr. Phil. Asep Saepudin Jahar, M.A., Selaku Dekan Fakultas
Syarî‟ah dan Hukum serta para Pembantu Dekan Fakultas Syarî‟ah dan
vi
2. Bapak Fahmi Muhammad Ahmadi, M.Si, Selaku Ketua Program Studi
Perbandingan Mazhab dan ibu Hj. Siti Hana, S. Ag, Lc., MA selaku
3. Ibu Hj. Siti Hana, S. Ag, Lc., MA, selaku Dosen Penasehat Akademik
Penulis;
4. Bapak Dr. H. Muhammad Taufiki, M.Ag dan Bapak Ahmad Bisyri Abdul
Somad, Lc., M.Ag selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan
arahan, saran dan ilmunya hingga penulisan skripsi ini dapat diselesaikan
dengan baik;
5. Seluruh dosen Fakultas Syarî‟ah dan Hukum Universitas Islâm Negeri (UIN)
Syarîf Hidâyatullâh Jakarta, yang telah mendidik dan mengajarkan „Ilmu dan
studi di Fakultas Syarî‟ah dan Hukum Universitas Islâm Negeri (UIN) Syarîf
Hidâyatullâh Jakarta;
7. Kedua orang tua tercinta Ayahanda dan Ibunda, yang telah memberikan
8. Ibu Dra. Hj. Mila Jamila Azhari, MM, Bapak Drs. Hasian Pohan, M.Si,
Bapak Arifendi dan Ibu Hadijah, yang membantu penulis baik moril
maupaun materil.
semangat yang luar biasa; dan seluruh keluarga besar Yayasan Solawat,
Yayasan Hayatul Islam, Forum Komunikasi Majlis Ta‟lim DKI, dan Partai
Persatuan Pembangunan;
vii
Perbandingan Mazhab Fakultas Syarî‟ah dan Hukum UIN Jakarta angkatan
dapat menyelesaikan skripsi ini tepat waktu. Semoga para pihak yang telah
Penulis
viii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL..................................................................................... i
LEMBAR PERNYATAAN.......................................................................... iv
ABSTRAK..................................................................................................... v
KATA PENGANTAR................................................................................... vi
DAFTAR ISI.................................................................................................. ix
BAB I PENDAHULUAN....................................................................... 1
B. Identifikasi Masalah................................................................ 6
F. Metode Penelitian.................................................................... 10
G. Sistematika Penulisan.............................................................. 12
SYAFI’I....................................................................................... 14
1. Pengertian Zakat................................................................. 14
2. Hukum Zakat...................................................................... 15
3. Syarat Zakat........................................................................ 17
ix
4. Harta Zakat......................................................................... 18
1. Pengertian Zakat................................................................. 24
2. Hukum Zakat...................................................................... 26
3. Syarat Zakat........................................................................ 26
4. Harta Zakat......................................................................... 27
MAJMÛ’...................................................................................... 32
2. Karya-karyanya.................................................................. 33
2. Karya-karyanya.................................................................. 37
al-Sonâ'i................................................................................... 46
x
B. Zakat Madu menurut Imam an-Nawawi dalam Kitab Al-
Majmû‟.................................................................................... 56
BAB V PENUTUP 67
A. Kesimpulan.............................................................................. 67
B. Saran-saran.............................................................................. 68
DAFTAR PUSTAKA................................................................................... 70
xi
PEDOMAN TRANSLITERASI1
1. Di dalam naskah skripsi ini banyak dijumpai nama dan istilah teknis
(technical term) yang berasal dari bahasa Arab ditulis dengan huruf Latin.
sebagai berikut:
ARAB LATIN
ة Ba b Be
د Ta t Te
ط Jim j Je
ك Dal d De
ه Ra r Er
ً Sin s Es
ُ Syin sy Es dan ye
1
Pusat Peningkatan dan Jaminan Mutu (PPJM), Pedoman Penulisan Skripsi, (Ciputat:
FSH-UIN Jakarta, 2012), hal. 43-46.
xii
xiv
ؾ Fa f Ef
ق Qaf q ki
ن Kaf k Ka
ي Lam l El
َ Mim m Em
ْ Nun n En
ٚ Wawu w We
٘ـ Ha h Ha
ٞ Ya y Ye
2. Vokal tunggal atau monoftong dan vocal rangkap atau diftong bahasa Arab
sebagai berikut:
3. Vokal panjang atau maddah bahasa Arab yang lambangnya berupa harakat
4. Kata sandang, yan dalam bahasa arab dilambangkan dengan huruf ()اي,
dialihaksarakan menjadi huruf “l” (el), baik diikuti huruf syamsiyyah maupun
بكٙاإلعز = al-ijtihad
menggandakan huruf yang diberi tanda syaddah itu. Akan tetapi, hal ini tidak
berlaku jika huruf yang menerima tanda syaddah itu terletak setelah kata
PENDAHULUAN
satu produk hasil hutan yang sudah lama dikenal oleh masyarakat dan memiliki
toksin, obat luka, dan sebagai bahan baku dalam industri makanan dan minuman.
2010) potensi pengembangan madu di Indonesia cukup besar. Sumber daya hutan
Diperkirakan rata-rata produksi madu seluruh Indonesia sekitar 4000 ton setiap
tahunnya, dan dari produksi tersebut sekitar 75 % dihasilkan dari perburuan madu
liar di hutan.1
produknya untuk konsumsi dalam negerinya. Madu hutan yang banyak dihasilkan
oleh lebah Apis dorsata ini, merupakan produk hasil hutan non kayu utama di
1
Alex Novandra, Peluang Pasar Produk Perlebahan Indonesia, Acara Alih Teknologi,
Balai Penelitian Teknologi Hasil Hutan Bukan Kayu, 11 September. (Jakarta: Balitbang
Kementan, 2013), h.2.
1
2
Sedangkan di negara lain, para pemungut hasil hutan dapat mengambilnya cuma-
keuntungan kepada pemiliknya, maka pada masa Umar ibnu Khatab mengambil
zakat dari madu. Mengingat pada esensinya zakat, menurut Umar, diambil dari
harta yang orang yang memiliki kelebihan harta untuk didistribusikan kepada
yang kekurangan harta. Dalam hal ini, pemilik madu memperoleh kelebihan harta
dilindungi secara resmi. Umar mengatakan bahwa bila mereka membayar „usyr,
maka sarang tawon mereka akan dilindungi. Apabila tidak mau maka tidak akan
mendapat perlindungan.4 Umar menyatakan bahwa lebah itu serangga hujan yang
Allah Azza Wa Jalla siram sebagai rizqi bagi orang yang dikehendakinya, maka
2
Alex Novandra, Peluang Pasar Produk Perlebahan Indonesia, Acara Alih Teknologi,
Balai Penelitian Teknologi Hasil Hutan Bukan Kayu, 11 September. (Jakarta: Balitbang
Kementan, 2013), h. 10.
3
Ahmad Munif, Zakat Madu Pad Masa Khalifah Umar Ibn Khatab ra, Bimas Islam,
Vol .7 No.3 (Juni 2014), h. 458.
4
Muhammad Rowasy, Mausu‟ah Fiqh Umar ibn al-Khattab, (Beirut: Maktabah al-
Falah, 1981), h. 362.
5
Imam Kamaluddin, Syarah Fathul Qadir, (Beirut: Dar Al Kutub Al Islmaiyah, 2003),
Juz. II, h. 253.
3
antara ulama yang berpendapat bahwa madu tidak wajib dikeluarkan zakatnya
adalah Imam Malik dan Imam Syafi‟i dengan alasan karena kewajiban tersebut
tidak terdapat dalam hadits yang pasti maupun ijma dan juga karena madu
merupakan cairan yang keluar dari hewan seperti susu, sedangkan susu menurut
َ ًِ ْ١لَ ِِ َٓ ْاٌ َقَٚ ًِ ََ َأْ ُف َن ِِ َٓ ْاٌ َع٠ َ(( اَ ْْ ل: ُاَ ٌْ َّ َْأ ٌََخُ ْاٌقَ ب ِِ ََخ
َ َنإٙ َللَخ )) ِث
َ َلَٚ .ًِ ََ اٌْ َعِٝ ِلَُٔٗ َل َى َوبحَ ـٟاٌْبـِ ِعَٚ بي َِبٌِه
.ُ ِٗ اٌي َوبح١ْ ِفَخَ ـ١ْ ِٕ َؽْٛ ُبي أَث َ َل
ِٗ ١ْ ِاْ ـٍََ ُْ رَ ِغتْ ـَٛ َ١َ ْق ُو ُط ِِ ْٓ َؽ٠ ََ َعبٛ َ أَْ َ٘نا: ٌُُْٗٛ ُ َِب َٔمٍٝ
َ ْ ًُ َع١ٌِاٌلَٚ
Artinya :“Masalah kelima : “Hendaknya tidak mengambil zakat dari madu dan
kuda”. Dengan dalil ini Imam Malik dan Imam Syafi‟i berpendapat
tidak ada kewajiban zakat pada madu. Sementara Abu Hanifah
mewajibkannya. Adapun dalil atas pendapat kami ialah bahwa madu ini
makanan yang keluar dari hewan, maka tidak wajib zakat sebagaimana
air susu. Mayoritas ulama pun tidak sependapat dengan Abu Hanifah
dengan menyatakan bahwa tidak boleh madu ditarik zakatnya.”
6
Yusuf al-Qardhawi, Fiqh al-Zakâh, (Beirut: Muassasah ar-Risalah, 1969), Juz I, h.
424-425.
7
Abi Bakar Muhammad bin Abdillah, al-Masâlik fi Syarh al-Muwatho‟ Malik,:
(Beirut: Dar Gharb al-Islamiy, 2007), Juz IV h. 114.
4
Adapun Imam Syafi‟i melahirkan dua pendapat yang berbeda yaitu Qaul
Qadim dan Qaul Jadid terkait zakat madu ini. Qaul Qadim terdapat dalam
kitabnya yang bernama al-Hujjah yang dicetuskan di Iraq, sedangkan Qaul Jadid
terdapat dalam kitab al-Umm yang dicetuskan di Mesir. Keadaan di Iraq dan di
Abu Hanifah dan Imam Ahmad Ibnu Hambal. Menurutnya, madu termasuk harta
ketika panen.9
Sementara itu, terkait hukum zakat madu ini, Majelis Ulama Indonesia
(MUI) sebagai lembaga fatwa di Indonesia tidak menyatakan secara tegas status
hukum zakat madu. Hal ini dapat dilihat dari beberapa Fatwa MUI yang
membahas permasalahan zakat dari tahun 1982-2011, yaitu sebagai berikut :10
Kemaslahatan Umum;
8
Abi Ishaq Ibrahim, al- Muhadzdzab, (Beirut: Dar Al-Fikr, 1988), Juz I, h.154.
9
Ibn Abi al-„Izzi, al-Tanbîh „ala Musykilât al-Hidâyah, (Maktabah Syamela), Juz II, h.
868.
10
M.Ichwan Sam, dkk, Himpunan Fatwa Zakat MUI Kompilasi Fatwa MUI tentang
Masalah Zakat Tahun 1982 – 2011 (Jakarta : BAZNAS, 2011) h. 1 – 91.
5
5. Fatwa No. 4 tahun 2003 tentang Penggunaan Dana Zakat Untuk Istimar
(Investasi);
7. Fatwa No. 13 Tahun 2011 tentang Hukum Zakat atas Harta Haram;
8. Fatwa No. 15 Tahun 2011 Penyaluran Harta Zakat Bentuk Aset Kelolaan;
Harta Zakat;
10. Fatwa tahun 2008 tentang Masail Fiqhiyyah Mu'ashirah (Masalah Fikih
maka keberadaannya dikembalikan kepada orang yang memiliki harta (Sahibu al-
mâl), pendapat mana yang mau dia ambil.11 Dengan demikian, BAZNAS tidak
BAZNAS sendiri terhadap hukum zakat madu ini. Tidak hanya itu, dalam
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Zakat, produk madu ini juga
tidak dinyatakan secara jelas, apakah termasuk harta yang wajib ditarik zakatnya
atau tidak. Hal ini dapat dilihat dalam pasal 4 ayat (2), bahwa zakat mal ialah:
3. Perniagaan;
11
Badan Amil Zakat Nasional, data diakses pada 25 Juni 2016 dari
http://pusat.baznas.go.id/zakat-atas-madu/.
6
5. Pertambangan;
6. Perindustrian;
8. rikaz
pendapatnya banyak menjadi rujukan oleh para ulama ketika menelaah fikih
mazhab Hanafi dan Syafi‟i. Zakat madu merupakan salah satu dari sekian
permasalahan fikih yang dibahas dalam kitabnya Badâ‟i al-Sonâ'i fi Tartib As-
Syara‟i dan Al-Majmu‟. Oleh karena itu, penulis merasa tertarik untuk
mengadakan pembahasan lebih lanjut tentang zakat madu ini, yang tertuang
dalam karya tulis dalam bentuk skripsi dengan judul “ZAKAT MADU DALAM
B. Identifikasi Masalah
1. Madu merupakan produk ekspor dan impor yang memiliki nilai jual tinggi
2. Pada masa sahabat Umar r.a dengan alasan penjagaan keamanan sarang
6. Mengapa Imam Syafi‟i dalam qaul qadim mewajibkan zakat madu sementara
7. Bagaiaman metode istinbath yang dilakukan Imam Ibnu Abu Hanifah dan
zakatnya?
8. Belum ada fatwa MUI yang secara khusus membahas tentang zakat madu
2011 tentang zakat tidak dinyatakan secara jelas. Begitu pula pendapat
alternatif hukum.
10. Bagaimana pendapat Imam al-Kasani dalam Kitab Badâ‟i al-Sonâ'i tentang
zakat madu?
11. Bagaimana pendapat Imam Nawawi dalam Kitab al-Majmu‟ tentang zakat
madu?
1. Batasan Masalah
8
permasalahan yang akan penulis bahas tidak meluas, maka penulis membatasinya
hanya sekitar mengenai pandangan Imam al-Kasani tentang hukum zakat madu,
baik dari hasil hutan maupun budidaya serta tentang batasan nisabnya, yang
dijelaskan dalam kitab Badâ‟i al-Sonâ'I, dan pandangan Imam Nawawi terkait
2. Rumusan Masalah
Dalam penulisan ini, ada beberapa tujuan yang hendak dicapai oleh
1. Untuk mengetahui lebih jauh pandangan Imam al-Kasani tentang zakat madu.
2. Untuk mengetahui lebih jauh pandangan Imam Nawawi tentang zakat madu.
3. Untuk dapat membandingkan pendapat imam mazhab terkait zakat madu ini.
mengenai metode istinbath hukum Imam al-Kasani dan Imam Nawawi dalam
hukum Imam al-Kasani dan Imam Nawawi dalam menetapkan hukum zakat
madu; dan
Untuk mengetahui kajian terdahulu yang telah ditulis oleh yang lainnya,
sama dengan pembahasan yang penulis angkat. Dalam hal ini penulis
2. Skripsi berjudul Analisis Pendapat Imam Syafi‟i tentang Zakat Madu yang
3. Skripsi berjudul Zakat Madu dalam Fikih Kotemporer (Studi Istinbath Hukum
atas difokuskan pada pendekatan Mazhab Syafi‟i tentang zakat madu. Sedangkan
12
Somat, Hukum Zakat madu (Studi Analisis Pemikiran Yusuf Qardhawi), Skripsi
Fakultas Syar‟ah dan Hukum UIN Sultan Syarif Kasim, Riau, 2010.
13
Istiqomah, Analisis Pendapat Imam Syafi‟i tentang Zakat Madu, Skripsi Fakultas
Syari‟ah Institut Agama Islam Negeri Walisongo, Semarang, 2011.
14
Nur Makhfudzoh, Zakat madu dalam Fikih Kotemporer, Skripsi Fakultas Syari‟ah
dan Hukum, UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2016.
10
tidak begitu banyak disinggung dari sudut pemikiran kitab klasik sebagaimana
kitab Badâ‟i al-Sonâ'i yang bermazhab hanafi dan kitab al-Majmu‟ yang
skripsi ini jauh berbeda dengan tiga skripsi tersebut dan belum ada yang
membahasnya.
F. Metode Penelitian
1. Jenis penelitian
dan dokumen lainnya.15 Oleh karena itu, guna mendapatkan data-data yang
dibutuhkan, peneliti menelaah bahan tertulis yang relevan dengan judul skripsi
ini.
2. Sumber Data
Sumber data penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder.
Data primer adalah sumber yang langsung dikumpulkan oleh peneliti (akan
15
Abudin Nata, Metodelogi Studi Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1998), h. 125
16
Sumadi Suryabrata, Metodologi Penelitian, Cet. II (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
1998), h. 84-85.
11
yaitu data yang diperoleh dengan cara mengambil beberapa sumber bacaan yang
berkaitan dengan data primer. Sumber data sekunder berguna sebagai pendukung
data primer, dalam hal ini mencakup juga buku-buku bacaan dan literatur-litertur
lain yang membahas tentang permasalahan zakat madu menurut Imam al-Kasani
dan Imam Nawawi, yang bisa digunakan penulis untuk membandingkan atau
dengan masalah zakat madu secara umum maupun berkaitan dengan zakat madu
4. Analisis Data
a. Deskriptif
17
Hadari Nawawi, Metode Penelitian Bidang Sosial, Cet. VI (Yogyakarta: Gajahmada
University, 1998), h. 133.
12
peristiwa pada masa sekarang. Tujuan dari metode ini adalah untuk membuat
dan juga untuk mengetahui sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang
b. Comparatif
Menurut Aswani Sudjud comparatif adalah suatu metode yang akan dapat
orang dan suatu kelompok. Dalam analisis ini akan memaparkan zakat madu
Nawawi.
G. Sistematika Penulisan
18
Winarno Surakhmad, Pengantar Penelitian Ilmiah, (Bandung: Tarsito, 1998), h.
140-141.
13
mazhab Syafi‟i yang meliputi: pengertian, harta zakat dan persyaratannya, dan
Bab III merupakan penjelasan materi kitab Badâ‟i al-Sonâ'i dan kitab
kitab Badâ‟i al-Sonâ'i dan kitab al-Majmu‟ tentang zakat madu, dan analisis
Adapun dalam bab ini terdiri dari kesimpulan, saran-saran dan penutup.
BAB II
1. Pengertian Zakat
dikemukakan secara bahasa dan syara‟. Pengertian zakat menurut bahasa adalah
bahwa zakat merupakan masdar dari kalimat (ٝ)ىو, artinya tumbuh dan
bertambah, sebab dengan menunaikan zakat dapat membuat harta tumbuh dan
ِٓ ِلِلُْٛ ٖٓ ٌِ َْ ْقٔ َِ ْقُْٛ ٖٓ ِِ ْٓ َِبي َِ ْقُْٛ ٖه ع ُْيء َِ ْق
ُ ١ْ ٍِّْ َر
2
.ٌَٝرَ َعب
ِْوا ِلِل١ َِب ٌِ ِٗ ُِ َْ ٍِّب ـَ ِمْٝ ع ِـ ِ ٌَُْٕٗ ا١ة ع ُْي ِء َِبي َع
ُ به ِ ٖب
َ ِٔ ت
ِ بؽ
ِ ٕ ُ ١ْ ٍِّْ َر
َ ه
3
.ٗ ْعَٚ ًِّط ِع اٌْ َّ ْٕفَ َع ِخ َعٓ اٌْ ِّ ٍْ ِه ِِ ْٓ ُو
ْ َ َِ َع لٌَٝرَ َعب
1
Muhammad Asyiq Ilahi al-Barni, Tashil ad-Dorûri, (Saudi Arabia: Maktabah Iman
1411 ), Juz I, h. 114.
2
Al-Syaikh „Abd al-Ghani al-Ghunaimi al-Dimsyaqi al-Maidani al-Hanafi, al-Lubab Fi
Syarhi al-Kitab, (Beirut: al-Maktabah al-„ilmiyah, 1993), Juz I, h. 136.
14
15
dinamakan zakat, sebab zakat dapat menyuburkan harta, dapat menyucikan jiwa
dari sifat kikir dan dosa, juga dapat memberikan keberkahan atas harta yang
berikut:
2. Orang yang menerima adalah orang muslim faqir yang bukan golongan
4. Setelah dimiliki maka harta tersebut tidak dapat difungsikan lagi untuk hal
2. Hukum Zakat
yang sudah seharusnya diketahui oleh umat Islam. Adapun dasar hukum zakat
a. Al-Qur‟an, diantaranya:
ٰ ا ِ َعُٛ
)34 / 1 : (اٌجموح.ٓ١
َ ٱٌو ِو ِع َ ْ ۡٱه َوعَٚ َحٰٛ ا ٱٌي َوٛ
ْ ُ َءارَٚ َٰ حٌٍَٖٛا ٱٛ
ْ ُّ ١ِأَلَٚ
3
Muhammad Asyiq Ilahi Al-Barni, Tashil ad-Dorûri, h. 114.
16
Artinya : “Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku´lah beserta orang-
orang yang ruku´”.
b. Sunnah, diantaranya:
َاِلَ ِبَٚ ِ ُي هللاُْٛ ٍاَْ ُِ َؾّل ا َهَٚ َُب َكحُ أَ ْْ لَاٌََِٗ اِل هللاَّٙ : ٌّْ َ فٍَٝالٍ َْال َُ َع
ِ
Artinya: “Dari ibnu Umar r.a. berkata: Rasulullah SAW. Bersabda, “Islam itu
didirikan atas lima hal, yaitu: bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain
Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan salat,
memberikan zakat, haji dan puasa ramadhan”.
c. Ijma‟
Adapun dalil berupa ijma‟ ialah kesepakatan semua (ulama) umat Islam
di semua negara yang menyatakan bahwa zakat adalah wajib, bahkan, para
berarti dia kafir tetapi jika karena tidak tahu baik karena baru memeluk Islam
maupun karena dia hidup di daerah yang jauh dari tempat ulama, hendaknya dia
diberitahu tentang hukumnya. Dia tidak dihukumi sebagai orang kafir sebab dia
memiliki uzur.5
d. al-Ma‟qul (logika)
4
Hafidz Abi Abdillah Muhammad bin Yazid al-Qoswainiah, Shahih Sunan Ibnu Majah
I, (Beirut: Darul Faqir, 1995), cet Ke-1, h. 568.
5
Wahbah Al Zuhayly, Fiqh Islam Wa Adillatuhu, (Suriah: Darul Fikri, 1984) h. 734.
17
tak berdaya, dan dapat memacu kepada seseorang agar kuat imannya serta teguh
dalam menjalankan perintah Allah Swt. Bukankah ada kaidah fiqh yang
berbunyi:
dosa, dan bisa menjadikannya memiliki akhlak mulia, dengan zakat orang akan
kaya dan memberi mereka anugerah dan harta kekayaan yang berlebih dari
kehidupan daripada yang lain. Oleh karena itu, zakat merupakan bentuk rasa
3. Syarat Zakat
zakat kepada dua hal. Pertama, syarat yang berkaitan dengan muzakki (orang
yang dibebankan kewajiban zakat), Kedua, syarat yang berkaitan dengan harta
6
Alauddin Abi Bakar al-Kasani, Badâ‟i al-Sonâ'i, h. 373.
18
yang dizakati.7 Berkaitan dengan syarat muzakki, maka mazhab Hanafi memberi
1. Islam;
3. Baligh;
4. Berakal;
5. Merdeka.
Adapun syarat yang berkaitan dengan harta yang dizakati adalah sebagai berikut:
5. Nisab
4. Harta Zakat
Emas dan perak termasuk harta zakat yang diwajibkan mencapai nisab.
Adapun nisab emas dan perak serta berpa kadar zakat yang harus dikeluarkan
7
Alauddin Abi Bakar al-Kasani, Badâ‟i al-Sonâ'i, h. 377.
19
b. Harta dagang
berikut:
1) Mencapai nisab
3) Niat diperdagangkan.8
Nisab zakat harta dagangan adalah senilai 107,76 gram emas murni.
Sedangkan maksud haul bukan hanya dipertengahan saja. Maka barang siapa
yang memiliki harta dagangannya mencapai nishab pada awal tahun, kemudian
pada pertengahan tahun berkurang, tapi pada akhir tahun sempurna atau
mencapai nishab maka ia wajib dizakati, tetapi kalau pada awal ataupun akhir
c. Binatang ternak.
8
„Alauddin As-Samarqandi, Tufhah al-Fuqaha (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiah, 1984 )
Juz I, h. 271.
9
Muhammad Jawad Mughniyah, Fiqih Lima Mazhab,(Jakarta: Lentera Basritama,
2204) h.188.
20
1) Unta
lebih dari 120 ekor, maka wajib zakatnya berubah kepada semula. Untuk lebih
mazhab yang empat, adalah 30 ekor, di bawah itu tidak ada zakatnya. Untuk lebih
Nisab
No Zakat Yang Dikeluarkan
Sapi/Kerbau
1 30 s/d 39 1 ekor sapi jantan/betina (umur 1 tahun)
2 40 s/d 59 1 ekor sapi jantan/betina (umur 2 tahun)
3 60 s/d 69 2 ekor anak sapi jantan
1 ekor anak sapi betina umur 2 tahun & 1 ekor
4 70 s/d 79
anak sapi jantan umur 1 tahun
10
Yusuf Qardawi, Fiqh al-Zakat, h. 176 .
21
Untuk lebih jelasnya tentang zakat kambing atau domba, dapat dilihat
Selain binatang ternak di atas yang wajib zakat adalah kuda, tetapi ini
dan Abu Yusuf, kuda tidak wajib zakat, sebagaimana bagal dan kedal. Nisab
zakat kuda adalah dalam setiap satu ekor membayar satu dinar.11
11
Muhammad Asyiq Ilahi Al-Barni, Tashil ad-Dorûri, h. 124.
22
d. Hasil bumi
Menurut Abu Hanifah, seluruh jenis hasil bumi, baik tanaman maupun
kecuali kayu api dan bambu karena tidak biasa ditanam orang. Namun demikian,
Untuk melihat lebih jelas, zakat pertanian serta besaran zakat yang akan
dikeluarkan versi mazhab Hanafi, dapat diamati pada tabel di bawah ini:
12
Abdurrahman al-Jaziri, Al-Fiqh Ala Madzahib Arbaah, Cet. Kedua, (Beirut: Dar al-
Kutub al-Ilmiyah, 2003) Juz I, h. 149.
23
tambang adalah segala sesuatu yang diolah dengan mengunakan api atau dengan
kata lain yang diketok dan ditempah, wajib dikeluarkan zakatnya 20 %. Adapun
barang tambang cair atau padat yang tidak diolah dengan mengunakan api. Tidak
ِۗ َٓ ِِّ ٗخٚ
ُ١ٍِٱلِلُ َعَٚ ِٱلِل ِ ِۖ ۡٱث ِٓ ٱٌَ ِجَٚ ًِ ٱلِل١
َ ٠ً ـَ ِو١ َ ِِ ۡٱٌ ٰ َؽ ِوَٚ ة
ِ ٍَ ِجِٟـَٚ ٓ١ ِ ٱٌوِّ لَب
1. Faqir adalah orang yang memiliki harta kurang dari satu nisab;
3. Amil adalah orang yang diberi mandat oleh Imam (pemerintah) untuk
13
Abdurrahman al-Jaziri, Al-Fiqh Ala Madzahib Arbaah, h. 142.
24
4. Muallaf adalah orang yang masih ragu-ragu memeluk Islam sehingga Nabi
5. Riqab adalah budak yang dijanjikan oleh tuannya akan merdeka apabila
6. Gharim adalah orang yang terlilit hutang yang tidak sanggup membayar
hutangnya;
1. Pengertian Zakat
Syafi‟i diawali dengan menjelaskan pengertian zakat baik dari sudut kebahasaan
dan bertambah. Adapun secara syara‟ pengertian zakat adalah sebagai berikut :
َ ْٚ َ أٍَٝٓ َعُْٛ ٖٓ ِِ ْٓ َِبي َِ ْقُْٛ ٖء َِ ْقْٟ َّ ئٍُِْ ِِلَ ْف ِن
ٕبؾ
15
.ُٕخُْٛ ٖٕخ ٌِطَب ئِفَخ َِ ْق
َ ُْٛ َِٖ ْق
14
Muhammad Asyiq Ilahi Albarni, Tashil ad-Dorûri, (Saudi Arabia: Maktabah Iman,
1987 ), Juz I, h. 130.
25
Artinya: “Nama bagi penarikan suatu harta tertentu dengan kriteria tertentu
untuk diserahkan kepada kelompok tertentu.”
Artinya: “Nama dari sebagian harta tertentu yang diberikan kepada golongan
tertentu dengan beberapa syarat.”
Menurut Al-Syaukani :
18
َ ُْٛ ٖمَخ َِ ْق٠ْ ثَ َلْ ِثطَ ِوْٚ َ ُْق َو ُط َع ْٓ َِبي أ٠ ِاٍُْ ٌِ َّب
.ٕخ
Artinya: “Zakat adalah nama dari suatu yang dikeluarkan zakatnya dari harta
atau jiwa dengan jalan tertentu.”
adalah merupakan hak Allah Swt yang berupa harta benda yang harus diberikan
harus dipatuhi. Pemberian harta tersebut, diharapkan dapat mensucikan jiwa dari
15
Abi Zakaria Muhyiddin al-Nawawi, Al-Majmu‟, (Jeddah: Maktabah al-Irsyad, 1982),
Juz VI, h. 295.
16
Imam Taqiyuddin, Kifayah al-Akhyar , Juz I, Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1995,
h. 251.
17
Al-Syaukani, Nail al- Authar, (Beirut: Dar al kutub al „arabi, 2000), h. 67.
18
Syaikh al-Islam Abu Yahya Zakaria al-Anshari, Fath al-Wahhab, (Indonesia: Daru
Ahya‟i alkutub al-Arabiyah, t.t), h. 102.
26
sifat kikir, serta menjadikan harta yang diberikan oleh Allah Swt kepada manusia
2. Hukum Zakat
dalam kitab al-Umm tidak jauh berbeda dengan kitab fikih mazhab lain, yaitu:
1. Al-Qur‟an, diantaranya:
ۡ ِ َٛ ٰ َّ ٰ ٌَس ٱ
ِ ِۗ ٱِلَ ۡهَٚ د
ٗ َ ٰ ِِ ِ ِلِلَٚ َ َّ ِۗ ِخ١ٰ ِ ََ ۡٱٌمٛۡ َ٠ ٗا ثِِۦٛ
ُ و١ ْ ٍُْ َِب ثَ ِقٛ
َ ُلَُٛط١ٍَ ٌُُِۖۡٙ َّّو
ََ ْٛ َ٠ ٌَُٗ ًَ ِّ ُ َإ ِّك َى َوبرَُٗ ُِض٠ ُْ ٌَ بْ ٌَ ْٗ َِبي َ َْوحَ أَُٔٗ َو٠ ُ٘ َوْٟ َع ْٓ اَ ِث
َ َِ ْٓ َو: ُيْٛ َُم٠ ْب
19
.ن ْ َ٠ َْب
َ أََب َو ْٕ ُي: ُيْٛ ُ َم٠ َُُٕٗ َّ ِّى٠ ٝطٍُجُُٗ َؽز ُ َب َِ ِخ ُّ َغبع أَ ْل َو١ْاٌ ِم
ِ ْجَز١ع ٌَ ْٗ ىَ ِث
Artinya: “Barangsiapa yang memiliki harta tapi dia tidak mau menunaikan
zakatnya, pada hari kiamat hartanya itu akan berubah wujud menjadi
seekor ular jantan yang bertanduk dan memiliki dua taring. Ular itu
melilitnya hingga berkata: Akulah harta simpananmu.”
19
Muhammad bin Idris As-Syafi‟i, Al-Umm, (Beirut: Dar Al-Wafa, 2001), Cet.
Pertama, Juz III, h. 5-7.
27
3. Syarat Zakat
a. Islam;
b. Merdeka.
dalam kitab At-Tadzrib fi al-Fiqh ala Imam As-Syafi‟i, adalah sebagai berikut:20
c. Nisab;
4. Harta Zakat
1. Binatang ternak
Menurut Imam Syafi‟i binatang ternak yang wajib dizakati ada 3 jenis,
yaitu:
a. Onta
Adapun mengenai onta yang jumlahnya kurang dari lima tidak wajib
20
Sirajuddin Abi Hafs al-Balqilani, At-Tadzrib fi al-Fiqh ala Imam As-Syafi‟i,
(Riyadh: Dar Al-Qiblatain, 2012), Juz I, h. 299-300.
28
tahun, kalau tidak ada boleh diganti dengan unta jantan umur 2 tahun, untuk 36
sampai 45ekor, onta betina umur 2-3 tahun ( bintu labun), untuk 46 sampai 60
ekor, onta betina umur 3- 4 tahun ( hiqqoh ), untuk 61 sampai 75 ekor, onta
betina umur 4 - 5 tahun ( jadz‟ah ), untuk 76 sampai 90 ekor, 2 onta betina umur
2-3 tahun, untuk 91 sampai 120 ekor, 2 onta betina umur 3- 4 tahun.21
b. Sapi
berumur 1-2 tahun (tabi‟), Untuk 40 ekor , zakatnya 1 ekor sapi betina berumur
2-3 ( musinna ) tahun. Hal ini sesuai dengan sabda Nabi Saw :
22
. َْٓ ُِ ََِٕخ١ ِِ ْٓ أَهْ ثَ ِعَٚ ْعب١ِ َْٓ رَج١َِأْ ُف َن ِِ ْٓ صَ َالص٠ ْْ َأَ َِ َو ُِ َعبما ا
c. Kambing
2. Mata uang
21
Muhammad bin Idris al-Syafi‟i, Al-Umm, Juz II, h. 5.
22
Muhammad bin Idris al-Syafi‟i, h. 13.
29
a. Emas
b. Perak
keadaan bagus atau jelek, masih berupa dinar sebagai mata uang atau batangan.
Dalam hal ini sama seperti perak. Apabila emas berupa dinar berjumlah 20
mitsqal, kemudian berkurang 1 karat atau lebih sedikit dari itu, maka tidak wajib
dizakati. Sedangkan perak yang kurang dari 5 „uqiyah tidak wajib dizakati dan
bila sudah mencapai 5 „uqiyah maka wajib dizakati, 5 „uqiyah senilai dengan 200
dirham.23
3. Hasil bumi
Menurut Imam Syafi‟i bahwa segala sesuatu yang ditanam, buahnya bisa
dikeringkan, disimpan serta dijadikan makanan pokok, roti, tepung yang bisa
dimasak semua itu wajib dizakati. Selain itu beliau juga mengambil zakat dari biji
Nishabnya hasil bumi dan buah – buahan ialah 5 ausuq yaitu 1.600 kati
kalau disirami dengan air hujan atau air sungai, maka wajib sepersepuluh (10 %).
sepersepuluh ( 5 %).25
4. Harta dagang.
23
Muhammad bin Idris al-Syafi‟i, Al-Umm, h. 53.
24
Muhammad bin Idris al-Syafi‟i, Al-Umm, h. 46.
25
Muhammad bin Idris al-Syafi‟i, Al-Umm, h. 49.
30
berapa barang –barang itu telah dibeli. Kemudian dari harga barang–barang itu
dari harta peninggalan orang –orang jahiliyah ( yang terpendam ), maka zakatnya
sebagaimana diterangkan dalam surat at-Taubah ayat 60. Tidak ada perbedaan di
antara mazhab dalam hal ini. Akan tetapi, antara mazhab Hanafi dan Syafi‟i
Secara satu persatu ke delapan golongan tersebut dijabarkan dalam kitab al-
1. Faqir adalah orang yang tidak memiliki harta dan tidak punya pekerjaan
2. Miskin adalah orang yang memiliki harta dan pekerjaan namun tidak
mencukupi kebutuhannya;
penghitung, dan penjaga zakat. Dia bukanlah Imam (Pemimpin Pusat), Hakim,
4. Muallaf adalah orang yang baru memeluk Islam sehingga masih lemah
26
Muhammad bin Idris al-Syafi‟i, Al-Umm, h. 63.
31
5. Riqab adalah budak yang dijanjikan oleh tuannya akan merdeka apabila
6. Gharim adalah orang yang terlilit hutang yang tidak sanggup membayar
tidak tercatat sebagai pasukan yang nantinya akan mendapatkan bagian dari
rampasan perang.
8. Ibnu Sabil adalah musafir yang kehabisan bekal perjalanan, dengan syarat
27
Yusuf bin Ibrahim al-Ardabili, al-Anwar li a‟mal al-Abrar (Kuwait: Dar Ad-Diya‟,
2006), Juz I, h. 290.
BAB III
dikenal dengan sebutan Imam al-Kasani. Nama asli Imam al-Kasani adalah
Alauddin Abi Bakar bin Mas'ud al-Kasani. Sebutan Kasani diambil dari istilah
Kasan, sebuah daerah di sekitar Syasy. Dalam kitab Isytabihun Nisbah karya al-
Turkistan dan penduduk aslinya sering menyebut daerah tersebut dengan Kasan
yang berarti sebuah daerah yang indah dan memiliki benteng yang kokoh. 1
salah satu murid dari 'Alauddin al-Samarqandi pengarang kitab Tuhfah yang
1
Alauddin Abi Bakar al-Kasani, Badâ‟i al-Sonâ'i, (Beirut: Dar Al Fikri, 1996) Cet.
pertama, Juz I, h. 3.
2
Sobhi Mahmassani, Filsafatul Tasri' Fil Islami, (Bandung: Al Maarif, 1981), h. 45.
3
T.M. Hasbi Ash Shiddieqy, Sejarah Perkembangan dan Pertumbuhan Hukum Islam,
(Jakarta: Bulan Bintang, 1970), h. 160.
32
33
2. Karya-Karya
Kitab Bada‟i as Sana‟i fi Tartibil al-Syara‟i, adalah syarah dari kitab Tuhfatul
yaitu Fatimah.4
(penguasa ulama).5
karena itu dalam memaparkan sebuah hukum ia mengikuti Imam Abu Hanifah.
panjang lebar bagaimana metode Istinbath Imam Abu Hanifah, yang dapat
a. Al-Quran
b. Al-Sunnah
d. Al-Qiyâs
e. Istihsân
4
T.M. Hasbi Ash Shiddieqy, Sejarah Perkembangan dan Pertumbuhan Hukum Islam,
h. 161.
5
Dahlan Abdul Aziz, Ensiklopedi Hukum Islam, (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve,
1997), h.346.
6
Alauddin Abi Bakar al-Kasani, Badâ‟i al-Sonâ'i, hal. 59-61.
34
f. Ijmâ‟
g. Al-„Urf
Abi Bakar Mas'ud bin Ahmad bin Alauddin al Kasani dalam bidan ilmu fiqih.
Kitab Badâ‟i al-Sonâ'i terdiri dari 10 (sepuluh juz) dimana cakupan pembahasan
yang diulas dalam kitab Badâ‟i al-Sonâ'i memuat empat aspek, yakni aspek
tentang berwudu, tentang tayamum, kitab sholat, hingga pasal tentang sujud
tilawah.7
yaitu pasal tentang sujud Al-Quran, bab jenazah. Pada juz ini pula dijelaskan
Pada juz ketiga mencakup pembahasan; kitab i‟tikaf, kitab haji, kitab
pernikahan, pasal rukun nikah, hingga pasal tentang nikah yang batal. 9
Pada juz keempat berisikan tentang; kitab sumpah, pasal tentang yang
berkaitan dengan sumpah ketika menjalani rumah tangga, kitab talak, pasal hal-
7
Alauddin Abi Bakar al-Kasani, Badâ‟i al-Sonâ'i, Juz I, h. 757.
8
Alauddin Abi Bakar al-Kasani, Badâ‟i al-Sonâ'i, Juz II, h. 643.
9
Alauddin Abi Bakar al-Kasani, Badâ‟i al-Sonâ'i, Juz III, h. 627.
35
hal yang berkaitan dengan talak, pasal hukum khulu‟, pasal sumpah ila‟, pasal
Pada juz kelima berisikan tentang; kitab zihar, kitab susuan, kitab
tentang mengasuh, pasal tentang tentang hal-hal yang berkaitan dengan status
akad ijarah, kitab akad istisna‟, kitab akad syuf‟ah, kitab menyembelih, kitab
berburu, kitab kurban, kitab minuman, kitab iskhtihsan, kitab jual beli, hingga
pembahasan tentang jual beli, kitab akad kafalah, Kitab akad hawalah, kitab
mudlarabah, kitab hibah, kitab akad rahn, kitab muzâra‟ah, kitab muamalat,
kitab pertanahan, kitab barang hilang, kitab tentang pelarian budak, kitab tentang
binatang buruan, kitab tentang masalah wadîah, kitab tentang „âriyah, kitab
kitab menarik persaksian, kitab kode etik hakim, kitab qismah (pembagian harta),
kitab hudud (hukuman pidana), pasal sebab wajibnya hudud, pasal hukum bagi
10
Alauddin Abi Bakar al-Kasani, Badâ‟i al-Sonâ'i, Juz IV, h. 525.
11
Alauddin Abi Bakar al-Kasani, Badâ‟i al-Sonâ'i, Juz V, h. 573.
12
Alauddin Abi Bakar al-Kasani, Badâ‟i al-Sonâ'i, Juz VI, h. 621.
13
Alauddin Abi Bakar al-Kasani, Badâ‟i al-Sonâ'i, Juz VII, h. 549.
14
Alauddin Abi Bakar al-Kasani, Badâ‟i al-Sonâ'i, Juz VIII, h. 517.
36
penganiyaan, pasal argumenatsi hukum pidana, pasal sifat had, pasal persoalan
had, pasal soal ta‟jir, pasal syarat, batasan, dan sifat ta‟jir, kitab pembahasan
pencurian (saraqah), pasal rukun saraqah, pasal syarat saraqah, pasal barang
curian, pasal tempat curian, pasal seputar masalah curian, kitab tentang begal,
Kitab al Majmu‟ ditulis oleh ulama besar mazhab Syafi‟i, yang dikenal
dengan panggilan Imam Nawawi. Beliau adalah Imam al-Hafizh Syaikhul Islam
Muhyiddin Abu Zakaria Yahya ibnu Syaraf ibnu Muri ibnu Husain ibnu
desa yang terletak antara Hauran dan Syiria yang kemudian berubah menjadi
Damaskus. Nawawi lahir pada bulan Muharram tahun 631 H (1233 M).
Qur‟an dan belajar ilmu fikih kepada salah seorang guru besar bernama Yasin
15
Alauddin Abi Bakar al-Kasani, Badâ‟i al-Sonâ'i, Juz IX, h. 551.
16
Alauddin Abi Bakar al-Kasani, Badâ‟i al-Sonâ'i, Juz X, h. 603.
37
ibnu Yusuf al-Marakisyi.17 Kemudian pada tahun 649 H (1251 M) Imam Nawawi
Hadîts. Kemudian pada tahun 665 H (1266 M), Imam Nawawi diberi tugas
mengajar di Madrasah tersebut dalam bidang ilmu pendidikan, tepatnya pada usia
memasuki 34 tahun.18
Syarah al-Bukhari (Fathul Bari). Seluruh penjuru Timur Tengah saat itu berduka,
bahkan seluruh penduduk kota Damaskus dan kota sekitarnya menangis atas
berita wafatnya. Beliau wafat dalam usia 48 tahun tanpa meninggalkan harta dan
2. Karya-Karya
17
Syaikh Muhammad Shaleh Al-Utsaimin, Riyadhus Shalihin, (Jakarta: Arbarmedia,
2010), h. 16.
18
Muhammad Shaleh Al-Utsaimin, Riyadhus Shalihin, h. 16.
19
Muhammad Shaleh Al-Utsaimin, Riyadhus Shalihin, h. 18.
38
1. Kitab al-Majmu‟.
3. Kitab Minhāj;
4. Kitab al-Fatwa;
d) Bidang Bahasa
Imam Nawawi adalah ulama mazhab syafi‟i, dengan demikian Kitab Al-
Majmu‟ yang beliau tulis adalah kitab-kitab bermazhab Syafi‟i. Maka, ketika
istinbath Imam Syafi‟i. Sebagai gambaran tentang metode istinbath imam Syafi‟i,
dapat dilihat dalam kitab Al-Imâm Al-Syâfi‟i: Nâsir as-Sunah wa Wâdhi‟ al-Usul,
disebutkan demikian:
20
Ahmad Farid, 60 Biografi „Ulama Salaf, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2005), Cet.
pertama, h. 775-776.
39
ُ ُٗٙ ْعَٚ َٚ ُِ ٍْ َ ِخ اٌْ ِعٙ َؽ ُو ََ ِئل ِِ ْٓ ِعْٚ َء َؽً أْٟ َّ ْٟ َي ِـْٛ َُم٠ ْْ ٌَْ ِِلَ َؽل أَثَلا أ
َ ١ٌَ
Artinya : “Tidak seorang pun diperbolehkan berbicara tentang suatu hal, halal
atau haramnya, kecuali berdasarkan ilmu, yakni berupa kabar dari Al-
Kitâb, As-Sunnah, Al-Ijmâ, dan Al-Qiyâs.”
Dari penegasan di atas dapat kita simpulkan bahwa hanya ada empat
landasan hukum yang diambil Imam Syafi‟i, yaitu al-Kitâb, as-Sunnah, al-Ijmâ,
dan al-Qiyâs. Akan tetapi, dalam kitab ar-Risalah ditambah dengan Istishab.22
Muhazzab, yang membahas segala persoalan fikih mazhab Syafi‟i. Kitab hasil
karya Imam an-Nawawi ini terdiri 23 (dua puluh tiga) Jilid dimana cakupan
pembahasan yang diulas dalam kitab al-Majmu memuat empat aspek, yakni
aspek peribadatan, aspek muamalat, aspek pidana, serta aspek lembaga hukum.
Pada juz pertama aspek pembahasan meliputi; kitab tentang bersuci, bab
tentang air dalam bersuci, bab air yang tidak suci, bab air najis, bab air
musta‟mal, bab keraguan menggunakan air najis, bab tentang wadah, bab siwak,
21
Abd al-Halim al-Hindi, Al-Imâm Al-Syâfi‟i: Nâsir as-Sunah wa Wâdhi‟ al-Usul
(Beirut: Dar al-Qolam, 1966), h. 225.
22
Muhammad bin Idris al-Syafi‟i, al-Risalah, (Beirut: Dar Al-kutub Al-Ilmiyah,
2005), Juz I, h, 360.
23
Abi Zakaria Muhyiddin al-Nawawi, Al-Majmu‟, (Jeddah: Maktabah al-Irsyad, 2008)
Juz I, h. 573.
40
shalat, bab adzan, bab kesucian badan dan pakaian dalam shalat, bab menutup
aurat, bab menghadap kiblat, bab sifat shalat, bab shalat sunnah, bab sujud
shalat dan yang makruh dalam shalat, bab sujud sahwi, bab waktu yang
diharamkan shalat, bab shalat jamaah, bab kriteria imam, bab posisi berdiri imam,
bab shalat orang sakit, bab shalat musafir, bab etika perjalanan, bab shalat khauf,
pasal berhias dengan emas, bab shalat jumat, bab kesunahan shalat jumat dan
tabakkur, bab berucap salam, pasal menjawab salam, pasal mendoakan orang
bersin, pasal berjabat tangan, merangkul, mencium, dll. dalam shalat, bab
beberapa zikir yang sunnah ketika malam dan siang hari juga ketika pada waktu-
waktu tertentu.26
Pada juz kelima pembahasan meliputi; bab shalat „idz, bab merayakan
takbir, bab shalat kusuf, bab shalat istisqa‟, kitab perihal jenazah, bab
membawa dan menguburkan jenazah, bab ta‟jiyah dan menangisi mayit, kitab
zakat, bab zakat hewan ternak, bab zakat unta, bab zakat sapi, bab zakat kambing,
24
Abi Zakaria Muhyiddin al-Nawawi, Al-Majmu‟, Juz II, h. 556.
25
Abi Zakaria Muhyiddin al-Nawawi, Al-Majmu‟, Juz III, h. 573.
26
Abi Zakaria Muhyiddin al-Nawawi, Al-Majmu‟, Juz IV, h. 491.
41
bab hewan yang dimiliki dua orang, bab zakat tanaman, bab zakat emas dan
perak.27
Pada juz keenam pembahasan meliputi; bab zakat harta dagang, bab
zakat harta tambang dan harta karun, bab zakat fitrah, bab mempercepat
pembayaran zakat fitrah, bab pembagian zakat, bab sedekah sunnah, kitab puasa,
bab sedekah sunnah dan hari-hari yang dilarang berpuasa, kitab i‟tikaf.28
Pada juz ketujuh pembahasan khusus seputar ibadah haji, yang meliputi
penjelasan terkait rukun haji, tawaf, sa‟i, wukuf, melontar jumroh, mencukur dan
memotong, tentang kesunnahan haji, tentang keharaman sewaktu haji, dan lain
sebagainya.29 Pada juz ketujuh ini terdiri dari pasal dan far‟u. Pembahasan
seputar haji dan umrah dilanjutkan dengan juz kedelapan dengan sedikit
minuman, bab hewan buruan dan sembelihan, kitab tentang jual beli, bab perkara
yang boleh dijualbeikan dan yang tidak, bab memisah barang jualan yang
Pada juz kesepuluh pembahasan meliputi kelanjutan bab jual beli serta
permasalahan yang terkait riba. Dalam juz ini dijelaskan secara panjang lebar hal-
hal yang berkaitan dengan problematika transaksi jual beli. Pada akhir
27
Abi Zakaria Muhyiddin al-Nawawi, Al-Majmu‟, Juz V, h. 533.
28
Abi Zakaria Muhyiddin al-Nawawi, Al-Majmu‟, Juz VI, h. 520.
29
Abi Zakaria Muhyiddin al-Nawawi, Al-Majmu‟, Juz VII, h. 490.
30
Abi Zakaria Muhyiddin al-Nawawi, Al-Majmu‟, Juz VIII, h. 504.
31
Abi Zakaria Muhyiddin al-Nawawi, Al-Majmu‟, Juz IX, h. 516.
42
pembahasan dalam juz kesepuluh ini disempurnakan dengan persoalan jual beli
Pada juz kesebelas pembahasan masih terkait jual beli namun lebih
macam jual beli yang sifatnya masih di dalam barang itu sendiri. Bentuk jual beli
ini dijelaskan dalam bab jual beli al-Misrah (hewan perah). Pada akhir
ada cacat.33
persoalan pengembalian barang akibat ada cacat, persoalan transaksi gadai, serta
perselesihan antara penggadai dan penerima gadai, dan bab mengenai orang yang
menaruh perhatian terhadap dua akad ini dalam satu juz sebab permasalahan yang
32
Abi Zakaria Muhyiddin al-Nawawi, Al-Majmu‟, Juz X, h. 411.
33
Abi Zakaria Muhyiddin al-Nawawi, Al-Majmu‟, Juz XI, h. 632.
34
Abi Zakaria Muhyiddin al-Nawawi, Al-Majmu‟, Juz XII, h. 434.
35
Abi Zakaria Muhyiddin al-Nawawi, Al-Majmu‟, Juz XIII, h. 487.
43
berkaitan dengan dua akad ini sangat banyak, terutama yang terkait dengan
(utang piutang), kita al-Ijârah (sewa menyewa dan jasa), bab tentang kewajiban
antara dua orang yang melakukan akad ijarah, bab perkara yang mengharuskan
batalnya akad ijarah, bab jaminan barang, bab perselisihan dalam akad ijarah.37
dalam perlombaan, kitab ihya al-Maut (produktifisasi tanah tak bertuan), bab
penggusuran dan pemagaran tanah tak bertuan, bab hukum air di tanah tak
bertuan, kitab luqatah (barang temuan), kitab penemu barang temuan, kitab
wakaf, kitab hibah, bab al-„Umra dan ar-Ruqba, kitab wasiat, bab batasan
sepertiga, bab wasiat kepada umum, bab menarik kembali wasiat, bab bentuk-
barang yang masih hak milik budak mukatab dan yang tidak, bab al-Ada dan al-
„Ajzi (kelebihan dan kekurangan budak), bab catatan yang salah dalam
memrdekakan budak mukatab, bab perselisihan antara sayid dan budak mukatab,
kitab kemerdekaan ibu budak, bab al-Wala‟ (pesangon budak), kitab bagian
waris, bab pewarisan keluarga waris, bab pewarisan keluarga as-Sobah, bab
36
Abi Zakaria Muhyiddin al-Nawawi, Al-Majmu‟, Juz XIV, h. 487.
37
Abi Zakaria Muhyiddin al-Nawawi, Al-Majmu‟, Juz XV, h. 369.
38
Abi Zakaria Muhyiddin al-Nawawi, Al-Majmu‟, Juz XVI, h. 549.
44
kakek-nenek, kitab nikah, bab perkara yang mensahkan nikah, bab perkara yang
mengharamkan nikah dan yang tidak, bab khiyar dalam nikah dan penolakan
perselisihan mempelai atas mas kawin, bab nikah mut‟ah, bab resepsi pernikahan,
bab membangun rumah tangga dan penggiliran istri, bab nusyuz (cemburu), kitab
khulu‟ (gugat cerai), kitab talak, bab jumlah talak dan pengecualiannya, bab
syarat dalam talak, bab keraguan talak dan percekcokan suami-istri, bab talak
raj‟i.40
bersetubuh), kitab zihar (menyamakan istri dengan ibu kandung), bab denda
zihar, kitab li‟an (menuduh serong), bab nasab, bab orang yang sah lian, kitab
Ahdad (tidak berhias), bab memiliki dua „iddah, kitab susuan, kitab nafkah, bab
nafkah istri-istri, bab kadar nafkah, bab suami miskin nafkah, bab nafkah wanita
„iddah, bab pengasuhan anak, kitab jinayat, bab keharaman membunuh, bab
murtad, bab kebiri, kitab jihad, bab rampasan perang, pembagian ghanimah, bab
39
Abi Zakaria Muhyiddin al-Nawawi, Al-Majmu‟, Juz XVII, h. 549.
40
Abi Zakaria Muhyiddin al-Nawawi, Al-Majmu‟, Juz XVIII, h. 591.
41
Abi Zakaria Muhyiddin al-Nawawi, Al-Majmu‟, Juz XIX, h. 581.
42
Abi Zakaria Muhyiddin al-Nawawi, Al-Majmu‟, Juz XX, h. 581.
45
pembagian seperlima, bab pembagian harta fa‟i, bab pajak, bab hadanah
hukum), bab sanksi hukum zina, bab eksekutor sanksi hukum, bab sanksi pidan
menuduh zina (qadzaf), bab sanksi hukum mencuri, bab sanksi hukum begal, bab
sanski hukum peminum khamar, bab sanski takjir, kitab lembaga hukum, bab
kewenangan lembaga hukum dan prosedur persidangan, bab aturan bagi hakim
dalam menghadapi pihak terkait dalam persidangan, bab sifat putusan hukum,
bab al-Qismah (pembagian rata objek sengketa), bab dakwaan dan alat bukti.44
mengenai al-Iqrar (pengakuan), yang merupakan materi paripurna dari kitab al-
Majmu‟.45
43
Abi Zakaria Muhyiddin al-Nawawi, Al-Majmu‟, Juz XXI, h. 449.
44
Abi Zakaria Muhyiddin al-Nawawi, Al-Majmu‟, Juz XXII, h. 631.
45
Abi Zakaria Muhyiddin al-Nawawi, Al-Majmu‟, Juz XIII, h. 349.
BAB IV
ِ ٍَ ْٚ َ َّ ِخ ْاِل١ْ ِبه ل
ََ ْل ُف ًُ رَؾْ ذ٠َْ َّب ل١ِك ـ ِ َ إَْٔ ٍِ ِٗ ِِ ِٓ ا ْعزِجٍَٝاِل ـَ َال ِثَٕبء َعَٚ
َ ّْ َأَُٔٗ اِ ْعزَجَ َو ف
ِْٓ ١َ ُْ ُع ٍَّْزُُٗ ِِبئَزْٛ َ ُى١َ َْ َِّٕب ـُْٛ َّْ ٌَ لِ َوة ُوً لِوْ ثَخ ف
َْ ْٛ ُصَالَصَٚ ِٗ فَ ّْ ََخَ أَ ْـ َوق ُوً ـِوْ ق ٍِزخ١ْ ِ ُِ َؾّل اِ ْعزَجَ َو ـَٚ ، َْٓ َِّٕب١َِ ّْ َفَٚ
ْ ِه
ِٗ ٍِ َْٕ أٍَٝ َْٓ َِّٕب ِثَٕبء َع١ ُْ ُع ٍَّْزُُٗ رَِ ِْعْٛ َخَ َع َْ َو َِّٕب ـَزَ ُى١ِٔ ُْ صَ َّبْٛ َ ُى١َال ـٛ
1
.ءْٟ َّ ًُمَل ُه ِث ِٗ ُو٠ َِبٍَٝبه فَ ّْ ََ ِخ أَ ِْضَبي أَ ْع
ِ َِِ ِٓ ا ْعزِج
Artinya : “Terkait (hukum zakat) madu, telah dijelaskan oleh Imam al-quduri
dalam Kitab Syarah Mukhtashor al-Karkhi, dari Abi Yusuf, bahwa
ketentuan „lima wasaq‟ dikenakan pula untuk madu. Karena itu, jika
melebihi lima wasaq, wajib dikeluarkan zakatnya 1/10, jika tidak, maka
tidak wajib zakatnya. Hal ini mendasarkan pada al-Ashl (sesuatu yang
1
Alauddin Abi Bakar al-Kasani, Badâ‟i al-Sonâ'I, (Beirut: Dar Al Fikri, 1996) Cet.I,
Juz II, h. 511.
46
47
Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa, zakat madu itu hukumnya
wajib tanpa ada perbedaan pendapat ulama dalam mazhab Hanafi. Perbedaan
mengenai batasan nisabnya. Ada tiga pendapat dalam hal ini. Pertama, ukuran
nisab zakat madu adalah 10 liter. Kedua, lima qirab, yakni 500 mann. Ketiga,
1. al-Mabsût
ْ ِ ْ اَهِٝبْ ـ
َ ْاٌ َع ََ ًِ اِ َما َوِٝ َء ـْٟ َّ َلَٚ )بي
ِ ْ اَهِٝبْ ـ
ٗ َ اِ ْْ َوَٚ اط
ِ ٗ اٌقَ َو َ َ(ل
Artinya : “Tidak ada kewajiban zakat madu yang keberadaan sarangnya berada
di tanah kharaj (pajak non-muslim dzimmi). Sedangkan jika berada di
tanah „usyr, atau berada di pegunungan, maka wajib zakat sepersepuluh
sebagaimana pemiliknya. Imam Syafi‟i r.a mengemukakan dalam
kitabnya, bahwa hadits yang meriwayatkan wajibnya zakat madu tidak
tetap hukumnya juga hadis yang meriwayatkan tidak wajibnya juga
tidak tetap. Ini menunjukan bahwa tidak ada kewajiban sepersepuluh
pada madu. Karena madu terpisah dari hewannya maka tidak
diwajibkan zakatnya sebagaimana kepompong yang terpisah dari
katun.”
suatu hadits yang memberi sinyal wajibnya zakat madu, sebagai berikut :
اْٛ ُّ ٍٍَْ َ َِبأْٟ ِِ ْٛ َ ُي هللاِ اِعْ َعًْ ٌِمْٛ ٍُ به ُ ٍْ ُلَٚ ذ
َ َ٠ : ذ ُ ّْ ٍٍَْ َ ٍٍَ َُ ـَأَٚ ِٗ ١ْ ٍَ هللاُ َعٍٕٝ
َ
ِ ثَ ْىو َهُٛ أثْٟ ٍََِّٕ ا ٍْزَ ْعَٚ ،ًَ ِٗ ـَفَ َع١ْ ٍََع
ٗ١ٍ هللا عٍٕٝ ِّٟ هللا َع ُْٕٗ ثَ ْع َل إٌ ِجَٟ ٙ
2
Syamsuddin al-Syarkhosi, al-Mabsût (T.th., Dar al-Marifat, Beirut), Juz II, h. 216
49
ُ ـَأ َ َف ْن، اٌ ُع ْْ ُو: ؟ لبيٜ َو ُْ رَ َو:اْٛ ٌُ لَب،ُ َٗ ىَ َوبرَِٜبي َلرُ َإ ِّك
ُ اٌ ُع ْْ ُوِٕٙ د
3. Radd al-Mukhtàr
4. Muhgnî al-Muhtâj
وب أَ َْ أَفَ َن ِِ َٓ ْاِلَ ِْ ِىَٕ ِخ ْاٌ ُّجَب َؽ ِخْٛ ُ ٍّْ َِ ُ ٍُٗ ْاء وب َ َْ َٔؾَٛ ٍَ ) ًِ ََ ( ْاٌ َعٟ ) ِـَٚ (
3
Imam Kamaluddin, Syarah Fathul Qadir, (Dar Al Kutub Al Islmaiyah, Beirut, 2003),
Juz II, h. 252.
4
Ibnu Abidin, Raddul al-Mukhtàr, (Dar Alim Al-Kutub, Riyadh, 2003), Juz III, h.264.
50
Artinya: “Madu (juga diwajibkan zakat), baik lebahnya dimiliki atau di dapat
dari sarang-sarang liar (mubah) –karena riwayat Ibnu Mazah, dari
umar ibnu syu‟aib- Bahwa Nabi Saw, menarik zakat sepersepuluh dari
madu.”
Jadi, dari tiga teks kitab yang dituturkan di atas dapat disimpulkan
sebagai berikut:
b. Zakat madu tidak wajib apabila dihasilkan dari kawasan yang dikenai pajak.
c. Zakat madu tetap harus dipungut meskipun lebahnya milik sendiri ataupun
Adapun dasar hukum yang dibangun oleh Imam Al-Kasani dan ulama
mazhab Hanafi lainnya adalah menggunakan dua sumber hukum, yaitu al-Hadis,
Qaul Sahaby dan al-Qiyas. Seperti dikemukakan oleh Imam Al-Kasani sebagai
berikut :6
a. Al-Hadis
ْاٌ َع ََ ًِ ـَمَ ْل صَجَذَ ِع ْٕ َلَٔبِٟةُ اٌْ ُع ْْ ِو ـُْٛ عُٚ ن ْ َ ْضج٠ ُْ ٌَ ْْ ِ ا: ُيْٛ َُٔؾْ ُٓ َٔمَٚ
َ ُذ ِع ْٕ َل
ـَمَب َي.)) ((اَ ِّك ُع ْْ ُوَ٘ب:َُ ٍٍَ َٚ ِٗ ١ْ ٍَ هللاُ َعٍٕٝ َ َ َٔؾْ ال ـَمْٟ ٌِ ِْبي ا
َ ٟبي إٌ ِج َ َـَم
Artinya : “Kami jawab: Jika tidak ada ketetapan hukum menurutmu atas
wajibnya sepersepuluh pada madu, kami nyatakan ada. Lihatlah riwayat
ini! Bahwa Abu Sayyarah pernah mendatangi Nabi Saw, lalu ia berkata,
Kami punya madu, kemudian kata Nabi Saw, Berikanlah
sepersepuluhnya. Lalu Abu Sayyarah berkata: Berilah kami
5
Muhammad Khatib al-Syarbini, al-Muhgnî al-Mukhtâj, (Maktabah Syamîla), Juz IV,
h. 382.
6
Alauddin Abi Bakar al-Kasani, Badâ‟i al-Sonâ'I, h. 511.
51
،ُُ ُْ اٌ ُع ْْوٌَٙ ً ٍٍُْ ِِ ْٓ َٔؾٚ ٗ١ٍ هللا عٍٕٝ ِ ِي هللاُْٛ ٍ َهٌَِٝ َْ اْٚ َ َإك٠ اْٛ َُٔوب
Artinya : “Umar Bin Syuaib meriwayatkan dari bapaknya dari kakeknya, bahwa
bani Syababah –suku pedalaman daerah fihm- menyerahkan
sepersepuluh madu kepada Rasulullah Saw. Setiap sepuluh kantong
dipungut satu kantong. Rasulullah memberi perlindungan kepada
mereka.”
ِيُْٛ ٍ َهٌَِٝ ِٗ ا٠ْ ْئب ٔ ُ َإ ِّك١َّ ئِٔ َّب َوبَٔب:اْٛ ُ ٌلَبَٚ ْئب١َّ ِٗ ١ْ ٌَا ِئْٚ َُإك٠ ْْ َا أْٛ َ ـَأَث،ِٟ َاٌضمَف
ُ َ١ه ٍُ ْف
ِ ُع َّ َو َهٌٝبْ ا
:ٕٗ هللا عَٟ ٙ َ ٌَِت َم
َ ٍٍُ ـَ َىزٚ ٗ١ٍ هللا عٍٕٝ ِهللا
هللإٍٝ ي هللاٍٛ هٌٝ ِه ْىلب ئٌٝلُُٗ هللاُ رعبُْٛ ََ٠ ْش١ِئٔ َّبإٌؾْ ًُ ُمثَبةُ َؼ
sarang tawon akan dilindungi secara resmi. Umar mengatakan bahwa bila mereka
52
membayar „usyr, maka sarang tawon mereka akan dilindungi. Apabila tidak mau
maka tidak akan mendapat perlindungan.7 Tidak hanya hadis di atas, Imam Al-
َ ٍٍُ َوزٚ ٗ١ٍ هللا عٍٕٝ ٟ هللا عٕٗ أْ إٌجٟٙ َوحَ ه٠ْ ُ٘ َوْٟ َع ْٓ أَ ِثَٚ
ٌََٝت ِا
.ب ِث ْبٌجَْٖ َو ِح١ٌِاَٚ ْب َ ٌَِفْ َع ًُ َم٠ َْ َ ّب أَُٔٗ وبٕٙ هللا عَٟٙعجبً ه
َ َْٓ َو١ه ِؽ
Artinya : “Dari Abu Hurairah r.a, bahwa Nabi Saw, mewajibkan kepada
penduduk Yaman untuk mengambil sepersepuluh dari madu, dari Umar
r.a bahwa ia pula mengambil sepersepuluh dari madu, setiap sepuluh
kantong dipungut satu kantongya. Seperti ini juga, riwayat dari Ibnu
Abbas, bahwa ia menjalankan hal demikian ketika menjabat di kota
Basrah.
b. Qiyas
dengan zakat buah-buahan dari sisi sama dalam hal tumbuhnya (an-Nama). Buah
keluar dari tumbuhan, madu keluar dari lebah yang mengkonsumsi sari
7
Muhammad Rowasy , Mausu‟ah Fiqh Umar ibn al-Khattab, (Beirut: Maktabah al-
Falah, 1981), h. 362.
8
Alauddin Abi Bakar al-Kasani, Badâ‟i al-Sonâ'i, h. 512.
53
demikian. Sebab, madu berasal dari sari buah maka madu disamakan
dengan buah (dalam hal zakatnya).”
Ibnu Qudamah pengarang kitab al-mugni „ susu tidak wajib zakat karena
dasarnya (sapi) pemeliharaannya sudah wajib zakat, lain halnya dengan madu.
Oleh karena itu ketentuan yang dapat ditegaskan disini adalah bahwa dasar yang
Zakat madu ini wajib dalam pandangan ulama Hanafiyah dengan catatan
ia dihasilkan dari wilayah yang tidak kena pajak, seperti ditegaskan sebagai
berikut:
kewajiban, yakni kewajiban pajak dan zakat. Hal ini tidak sesuai
menurut pendapat kami.
kewajiban zakat madu tersebut bukan tanpa syarat nisab. Berkaitan dengan syarat
nisab ini ulama Hanafiyah tidak mencapai kesepakatan. Hal ini, dapat kita lihat
ٝ َوضُ َو ِع ْٕ َل أَ ِثْٚ َ ِٗ ْاٌ ُع ْْ ُو لًَ ا١ْ َِ ِغتُ ـ٠ ٗ اٌْ ُع ْْ ِو
ِ ْ ئِ َما اَفَ َن ْاٌ َع ََ ًَ ِِ ْٓ أَه: ط
.أَ ْـ َواق
Artinya : “Soal : Apakah wajib zakat sepersepuluh dari madu. Jawab : Apabila
memanen madu dari kawasan non pajak, wajib baginya membayar zakat
sepersepuluh, sedikit atau banyak hasil panennya. Menurut Imam Abu
Hanifah r.a. Sementara menurut Abu Yusuf r.a, tidak wajib zakat madu
sebelum mencapai 10 azqaq. Muhammad berpendapat, 5 afraq. ”
mensyaratkan nisab pada zakat tanaman. Oleh karena itu, madu yang dihasilkan
11
Muhammad Asyiq Ilahi al-Barni, Tashil ad-Dorûri, (Saudi Arabia: Maktabah Iman
1411 ), Juz I, h. 128.
55
فَخَ ِلَُٔٗ ُِ ٍْ َؾك ِثبٌٕ َّب ِء١ْ ِٕ َؽٟ ِي أَ ِثْٛ َ لٝ ِْو ِٖ ِـ١ َو ِضَٚ ِٗ ٍِ ١ْ ٍِ َ لْٝ َ ِغتُ ْاٌ ُع ْْ ُو ِـ٠َٚ
Tidak hanya itu, perbedaan pendapat juga terkait madu yang dihasilkan
dari budidaya maupun dari hasil hutan/madu liar. Imam al-Kasani memberikan
َفَخ١ْ ِٕ َؽْٟ ُِ َؾّل َع ْٓ أَ ِثَٜٚ ا ِو ِٗ ـَمَ ْل َهَٛ َ ْاٌفَٚ ًِ ََ بي ِِ َٓ ْاٌ َع
ِ َ ْاٌ َغجِٝ َع ُل ـُْٛ ٠ َِبَٚ
Artinya : “Madu dan buah-buahan yang di dapat dari pegunungan (bukan dari
budidaya), menurut Muhammad dari Abu Hanifah juga wajib zakat
sepersepuluh. Ada satu riwayat dari penulis Kitab Al-Imla‟ dari Abi
Yusuf, bahwa hukumnya tidaklah wajib, sebab tidak dimiliki,
sebagaimana kayu bakar dan rerumputan. ”
2. Dasar hukum wajibnya zakat madu adalah beberapa hadis Nabi Saw, Qaul
12
Alauddin Abi Bakar al-Kasani, Badâ‟i al-Sonâ'i, h. 512.
13
Alauddin Abi Bakar al-Kasani, Badâ‟i al-Sonâ'i, h. 513.
56
3. Madu yang wajib dizakati adalah madu yang tumbuh di tanah non pajak. Jika
berada di tanah yang dibebani pajak, ulama Hanafiyah sepakat tidak wajib.
4. Terdapat perbedaan pendapat tentang nisab bagi zakat madu. Imam Abu
Hanifah menyatakan tidak ada nisab karena disamakan dengan zakat tanaman.
Jadi, apabila madu yang dihasilkan saat panen sedikit atau banyak, maka wajib
zakat sepersepuluhnya. Sebaliknya, ada syarat nisab bagi zakat madu. Imam
Muhammad, 5 afraq.
5. Madu yang dihasilkan dari budidaya maupun dari hutan liar itu sama saja,
keduanya wajib zakat, seperti yang disampaikan oleh Imam Muhammad dari
Imam Abu Hanifah. Akan tetapi, menurut Imam Abu Yusuf madu dari hutan
Dalam kitab al-Muhadzab sebagai kitab induk (matan) dari Kitab al-
Syafi‟iyah mengenai hukum zakat madu. Hal ini disebabkan dua pendapat yang
berbeda dari Imam Syafi‟i sendiri, ketika berbicara mengenai hukum zakat madu.
ِ ِِ ْٓ ُع ْْ ِو لِ َو،ُ اٌْ ُع ْْو: ُْ ُ٘ ٍٍَ َُ ِِ ْٓ َٔؾْ ً وب َ َْ ِع ْٕ َلَٚ ِٗ ١ْ ٍَ هللاُ َعٍٕٝ
ة َ
57
َ ١ٌَ ُ َٗٔ لَر َِغتُ ِِل: ِل٠ْ ْاٌ َغ ِلٝلب َ َي ِـَٚ .))ِلوْ ثَخ
ِٗ ْاٌ ُع ْْ ُو١ْ َ ِغتُ ِـ٠َح ـَالٌُْٛ ِثم
ِ ١ََو ْبٌج
.ْ٘
14
Artinya : “Terjadi perbedaan pendapat perihal zakat madu, Pertama, dalam qaul
qadim, kemungkinan madu wajib zakatnya. Hal ini tergambar dari
riwayat yang diangkat, yaitu bahwa bani Syababah –suku pedalaman
daerah fihm- menyerahkan sepersepuluh madu kepada Rasulullah Saw.
Setiap sepuluh kantong dipungut satu kantong.”Akan tetapi, dalam qaul
zadid, tidak diwajibkan zakat madu. Karena madu bukan makanan
pokok, maka tidak wajib zakat sepersepuluh sebagaimana telor.”
Pendapat Imam Syaf‟i dalam qaul jadid ini dapat ditemukan dalam kitab
al-umm :
ءْٟ َْ ُ َّب ِثٍَُْٙ٘ َع أَٛ ـَبِ ْْ رَط،ًِْ ١ َ اٌْقْٝ ِلَ ـَٚ ًِ ََ ْاٌ َعِٕٝ َللَخَ ـ َ َل
َ َ لٝبي اٌْبـِ ِع
ِ لَ ْل لجً ُع َّ ُو ث ُْٓ ْاٌ َقطبَٚ ،َْٓ ١ِّ ٍَِْ ُّ ٌد ْا
ْٓ ِِ ة َ ِٝ َع َع ًَ ـَٚ ُْ ُْٕٙ ِِ ًلج
ِ ٕ َللَب
َ ٌِ َو َنَٚ ًِْ ١ َا ِثبٌٖ َللَ ِخ َع ِٓ ْاٌقْٛ ُعَٛأَ ْ٘ ًِ اٌْ ِبَ أَ ْْ رَط
ءْٟ َّ ًِّ ه اٌٖ َللَخُ َع ْٓ ُو
15
.َبِِْٕٙ َعَٛرمجً ِِ َّ ْٓ رَط
Artinya : ”Bahwasanya tidak ada zakat madu dan tidak ada zakat kuda, tetapi
jika pemiliknya dengan suka rela menyerahkan sedekahnya kepada
petugas, maka boleh diterima sebagai harta sedekah kaum muslimin.
Umar bin Khaththab pernah menerima sedekah kuda dari penduduk
Syam yang menyerahkan kepadanya dengan cara suka rela. Begitujuga
dengan segala jenis harta yang diserahkan oleh pemiliknya (kepada
Baitul Mal) secara suka rela, maka hal itu boleh diterima oleh petugas”.
Dua pendapat antara wajib dan tidaknya zakat madu di kalangan ashab
as-Syafi‟iyah dapat dijumpai dalam beberapa kitab mazhab Syafi‟i, antara lain :
14
Abi Ishaq As-Syirazi, Al-Muhadzab,(Beirut: Dar As-Syamiyyah, 1996) Juz I, h. 505.
15
Muhammad bin Idris al-Syafi‟i, al-Umm, (Beirut: al-Idarah, 2001), Cet. Pertama, Juz
II, h. 99.
58
ِٟ ُؽغخ ـِّٟ ُي اٌٖ َؾ ِبثْٛ َلَٚ ،ُٕٗ هللاُ عٟٙ ثَ ْىو هْٟ اْ َع ْٓ أَ ِث
َ فَ الَ اٌي ْعفَ َو
16
.ُِ ٠ْ ْاٌمَ ِل
Artinya : “Dalam qaul qadim dinyatakan, wajib zakat pada zaitun, zafaron,
waras (sejenis zafaron), qurtum (bisa dibaca kasroh maupun dhomah
pada huruf qaf dan tha, sejenis tumbuhan), dan pada madu dari tawon.
Dasar hukum zaitun, riwayat dari Umar r.a, sedangkan selain zaitun
dan zafaron, hadis dari Abu Bakar. Dalam qaul qadim pendapat
Sahabat Nabi termasuk dasar hukum.
Mukhtâj
ٌِ َّب.وب أَ َْ أَفَ َن ِِ َٓ ْاِلَ ِْ ِىَٕ ِخ اٌْ ُّجَب َؽ ِخْٛ ٍُّْ َِ ٍُُٗ ْاء وب َ َْ َٔؾَٛ ٍَ )ًِ ََ (اٌ َع
ْ ٟ) ِـٚ(
َ
Artinya : “Wajib zakat madu, baik sarang tawonnya milik sendiri maupun di
dapat dari perburuan. Berdasarkan riwayat dari Ibnu Majah dari Umar
bin Syuaib, bahwasanya Nabi Saw menarik zakat madu sepersepuluh.
16
Jalaluddin Muhammad al-Mahalli, Kanju al-Raghibin, (Lebanon: Dar al-Minhâj,
2013), Juz I, h. 407.
17
Syamsuddin Muhammad al-Syarbini, Mugni Al-Mukhtaj, (Beirut: Dar al-Kitab al-
Ilmiyah, 2000), Juz II, h. 82.
59
Syafiiyah mengikuti pendapat dalam qaul qadim yang menyatakan bahwa madu
diriwayatkan oleh Umar bin Syuaib, serta Qaul Sahaby, yaitu kebijakan Umar bin
ِٓ اٌ َل ْفَٚ ْالَ ُه ِىَٚ ِو١ْ اٌْ ِعَٚ َو ْبٌ ِؾْٕطَ ِخ،به
ِ َ١ِرب ثبِ ْ ِل ْفزْٛ ُ ُْ لْٛ َ ُى٠ ْْ َ ا: ُيٚال
..........اٌ َِّ ّْ َِ ُِ اٌـَٚ اٌ ُؾٍْجَ ِخِٝ ـَ َال ىَ وب َحَ ـ................اٌ ُنه ِح اٌـَٚ
ِهْٚ ِث ُنَٚ ِهَ٘بْٚ ِث ُنَٚ ِيْٛ ُ ْاٌجُمَٚ ِٗ ِّ َؽجَٚ اٌ ُعْٖ فُ ِوٚ ًِّ َ ْاٌقَٚ ٌ
ِ اٌ َل ْثٚ ًِ ََ اٌْ َعَٚ
18
.ِٗ ١ْ َِبلَرَ ِغتُ اٌي َوبحُ ِـ
Artinya : “Pertama, Termasuk jenis makanan pokok dalam kondisi stabil, seperti
gandum khintah, gandum syair, beras, jewawut, biji-bijian dst...... Oleh
karena itu tidak wajib zakat hulbah, simsim (jenis biji-bijian), dst. dan
madu, dabsu (sejenis madu), cuka, usfur (jenis tumbuhan) serta bijinya,
tanaman sayuran serta biji-bijiannya, dan biji-bijian dari jenis yang
tidak diwajibkan zakat.
ِيْٛ َ ْاٌمٍَٝ َعَٚ ِٗ ِّ َ ْمطَ ْع ِث ُؾ ْى٠ ُْ ٌَ َُٗٔ ُو صب َ ِثذ ـَ َىأ١ْ ِٗ َؼ١ْ ِ ِٗ أَُٔٗ لَ ُع ْْ َو ـ١ْ ِ ـٞ
َ ِٚ ُه
18
Yusuf bin Ibrahim al-Ardabîli, Al-Anwar li „Amâl al-Abrâr, (Kuwait: Dar Adhiya,
2006), Juz I, h. 274.
60
ِ ِيْٛ ٍُ َهٌَِٝ َْ اْٚ ُ َإك٠ اْٛ ُ ٔ َّجَبثَخَ َوبِٟٕ َ ِٗ أَْ ث١ْ َ ـِٞٚ ْ ُو ْاٌ َّو١ْ َ ْاٌقَٚ ِٗ ١ْ ِـ
ٍٕٝ هللا
. ِِ ْٓ ُو ًِّ ُع ْْ ِو لِ َوة لِوْ ثَخ، ْاٌ ُع ْْ ُو: ُْ ٍٍُُ٘ ِِ ْٓ َٔؾْ ً وب َ َْ ِع ْٕ َلٚ ٗ١ٍهللا ع
َ ِغتُ ْاٌ ُع ْْ ُو٠ اط ْ ِ ْ ِو أَه١ْ َؼْٟ ِ ِع َل ـُٚ ْْ ِ ا: َفَخ١ْ ِٕ َؽْٛ ُبي أَث
ِ ٗ اٌ َق َو َ َلَٚ ْاٌ ُع ْْ ُو
bahwa zakat madu tidak wajib, sebagaimana dalam qaul jadid. Ia menyatakan
kesetujuannya dengan pendapat mayoritas mazhab Syafi‟i. Hal ini dapat dilihat
ِ َٙ ْعَٚ ُُ ٠ْ اٌْمَ ِلَٚ َ لَ َى َوبح: ُل٠ْ ُؼ ْاٌ َغ ِل١ْ اٌٖ ِؾ:ِْ َلْٛ َ ِٗ ْاٌم١ْ ِـ
ُ ٠اٌط ِوَٚ ْب
: ِٟٔ ك اٌضب
َٓ ِِ َٚ َْ ُْٚ أَ َفوَٚ ٟ ِْغ١َٔ ْاٌجَ ْٕ ِلَٚ َؽب ِِلُْٛ ُـ أَث١ْ ٌْ ِث ِٗ لَطَ َع اَٚ ِٗ ١ْ ِثأ َ ْْ َلىَ َوبحَ ِـ
19
Abu Mahasin al-Royani, Bahru al-Madzhab, (Beirut: Dar al-Kutub Al-Ilmiyah,
2009), Juz III, h. 115.
61
: ُاٌْ َّ ْنَ٘تَٚ .ِْ َلْٛ َ ُِْ ل٠ ْاٌمَ ِلٝ ِـَٚ ، ِل٠ْ ْاٌ َغ ِلٝ لَر َِغتُ ِـ: بي ِ ْاِلَْٕ َؾب
َ َة َِ ْٓ ل
20
ِ ُْٛ عُٛ ٌ ْاٍَٝ ًِْ َع١ٌِلَر َِغتُ ٌِ َع َل َِ اٌل
.ة
Artinya : “Tentang hukum zakat madu terdapat dua ketentuan, dan mayoritas –
termasuk pengarang, dan ulama-ulama lain- menyatakan, hukum zakat
madu terdapat dua qaul, pendapat sahihnya adalah qaul jadid, yakni
tidak wajib. Sementara qaul qadim, dua ketentuan, dimana ketentuan
yang kedua adalah tidak wajib zakat pula (sebagaimana qaul jadid).
Ketentuan yang kedua ini yang akhirnya dipastikan oleh Syaikh Abu
Hamid, Imam Bandinaizi, dan ulama lain. Sebagian ulama Syafi‟iyah
menyatakan pula: “Tidak wajib zakat madu, qaul qadim memberi dua
pendapat, tetapi menurut pendapat mazhab: hukumnya tidak wajib
karena tidak ada dalil yang mewajibkannya.”
Lebih lanjut, Imam Nawawi menjelaskan terkait hadis yang dijadikan
dasar hukum mazhab Hanafi di atas, menurutnya itu semua hadis dhaif, maka
“Tidak ada landasan hukum yang sah terhadap wajibnya zakat madu”. Berikut
ُ َ ِمْٙ١َ َك اٌْجُٚ َكاُْٛ اُٖ أَثَٚ ـَ َو: ًِ ََ ْاٌ َعٝ َّجَبثَخ َ ِـِٟٕ َْش ث
ْٓ ِِ ُوُ٘ َّب١ْ َؼَٚ ٟ ُ ٠اَِب َؽ ِلَٚ
ُ َِمٙ١ْ َء لَب َي ْاٌجْٟ َّ ْو١ َ٘ َنا َو ِجِٝ ـِّٟ ٖؼ َع ِٓ إٌ ِج
لَب َي: ٟ ِ َ٠َ ل: ِٗ َعب ِِ ِعِٝـ
20
Abi Zakaria Muhyiddin al-Nawawi, Al-Majmu‟, (Jeddah: Maktabah al-Irsyad, 2008)
Juz V, h. 435.
62
Artinya : “Adapun hadis Bani Syababah tentang madu, itu juga diriwayatkan
oleh Abu Daud, Al-Baihaqi, dll. dari „Amar Bin Syaib dari bapaknya
dari kakeknya, dengan isnad da‟if. Tirmidzi menyatakan dalam kitab
jami‟nya, tidaklah sah dalam hal ini sangat signifikan. Al-baihaqi
berkata : “Turmudzi dalam kitab Al-„Ilal mengatakan, “Imam Bukhari
pernah berkata, Tidak ada hadis sahih dalam zakat madu”. Oleh karena
itu, dapat disimpulkan, bahwa semua atsar (pendapat sahabat) dan
hadis yang diangkat dalam pasal zakat madu adalah da‟if.
qaul jadid yang sahih, Imam Najmuddin Ahmad dalam kitab kifayah an-Nabîh
memberikan argumentasi sempurna yaitu bukti sejarah. Saat Nabi Saw sendiri
empat jenis tumbuhan sebagai zakat, yaitu: gandum khintah, gandum syair,
a. Zakat madu hukumnya dalam qaul qadim wajib, sementara dalam qaul zadid
tidak wajib.
b. Hadis yang digunakan sebagai landasan hukum wajibnya zakat madu adalah
lemah (dhaif).
Majmu‟.
21
Abi Zakaria Muhyiddin al-Nawawi, Al-Majmu‟, h. 436.
22
Najmuddin Ahmad, Kifâyah al-Nabîh, (Dar al-Kutub, Beirut, 2009), Juz V, h. 366.
63
C. Analisis Komparatif Zakat Madu Menurut Kitab Badâ’i al-Sonâ'i dan Kitab
Al-Majmu’
yang mewakili mazhab Hanafi dengan kitab Al-Majmu‟ yang mewakili mazhab
َٔؾْ ال ـَمَب َيْٟ ٌِ ٍٍُِْ ـَمَب َي اٚ ٗ١ٍ هللا عٍٕٝ ٟ إٌ ِجٌَِٝبهحَ َعب َء ا
َ َ١ٍَ اَْ اَثَب
.ٌَُٗ ـَ َؾ َّبَ٘ب،هللا
ِ ُيُْٛ ٍبه
َ َ٠
Artinya : “Bahwa Abu Sayyarah pernah mendatangi Nabi Saw, lalu ia berkata,
Kami punya madu, kemudian kata Nabi Saw, Berikanlah
sepersepuluhnya. Lalu Abu Sayyarah berkata: Berilah kami
perlindungan wahai Rasulullah. Kemudian Nabi Saw memberikan
perlindungan kepadanya.”
.ْاٌ ُع ْْ ُو
64
Artinya : “Dari Abu Hurairah r.a, bahwa Nabi Saw, mewajibkan kepada
penduduk Yaman untuk mengambil sepersepuluh dari madu.
َ َ١ن ٍُ ْف
بْ ثٓ عجل هللا َ َِبَُٕ٘بٍَٝ هللا عٕٗ ِا ٍْزَ ْع َّ ًَ َعٟٙـٍََّب وب َ َْ ُع َّ ُو ه
ِيُْٛ ٍ َهٌَٝ ِٗ ِا٠ْ ْئب ٔ ُ َإ ِّك١َّ ئِٔ َّب َوبَٔب:اْٛ ُ ٌلَبَٚ ْئب١َّ ِٗ ١ْ ٌَا ِئْٚ َُإك٠ ْْ َا أْٛ َ ـَأَث،ٟاٌضمف
ُ َ١ه ٍُ ْف
ِ ُع َّ َو َهٌٝبْ ا
:ٕٗ هللا عَٟ ٙ َ ٌَِت َم
َ ٍٍُ ـَ َىزٚ ٗ١ٍ هللا عٍٕٝ ِهللا
هللإٍٝ ي هللاٍٛ هٌٝ ِه ْىلب ئٌٝلُُٗ هللاُ رعبْٛ َُ َ٠ ْش١ئِٔ َّبإٌؾْ ًُ ُمثَبةُ َؼ
َ ٌَِفْ َع ًُ َم٠ َْ َ ّب أَٔٗ ُ وبٕٙ هللا عٟٙ َع ِٓ اث ِْٓ َعجبً هٞ
َ َْٓ َو١ه ِؽ
ْب َ ُِٚ َو َنا هَٚ
.ب ِث ْبٌجَْٖ َو ِح١ٌِاَٚ
Artinya : “Seperti ini juga, riwayat dari Ibnu Abbas, bahwa ia menjalankan hal
demikian ketika menjabat di kota Basrah.
Dalam hal ini Imam Al-Kasani dalam kitab Badâi as-Sanâ‟i
tentang zakat madu dapat dijadikan dalil tentang wajibnya memungut zakat
65
madu. Akan tetapi, Imam Nawawi dalam kitab al-Majmu‟ secara tegas
menyatakan bahwa dalil-dalil tersebut dianggap lemah dan tidak bisa dijadikan
Kasani dan beberap ulama mazhab Syaf‟i terkait hukum zakat madu. Meskipun
dalam qaul jadid Imam Syafi‟i tidak mewajibkan zakat madu, bukan berarti
madu bukan hadis dha‟îf karena diriwayatkan oleh beberapa sahabat Nabi Saw.
sumber hukum. Seperti, pendapat Sahabat Umar bin Khatab dan Abu Bakar
ketika keduanya menjadi khalifah, serta pendapat Ibnu Abbas ketika menjadi
23
Abdurrahman Al-Sayuti, al-Ashbah wa al-Naz‟air, (Dar al-Kutub, Beirut, tt.). h. 101.
66
sahabat dinyatakan lemah sehingga tidak bisa dijadikan landasan hukum. Bahkan,
menjadikan wajibnya zakat madu. Begitu pula pendapat Imam at-Tarmidzi yang
menyatakan bahwa zakat madu menggunakan hadis tersebut adalah tidak sah.
dan kurma yang terbentuk dari intisari tanaman dan bunga-bungaan yang terus –
cairan yang keluar dari hewan seperti susu, sedangkan susu menurut ijma‟ tidak
wajib zakat.
risalat Nabi Saw. Mereka adalah orang-orang yang terlibat langsung ketika
wahyu turun, yang mengerti konteks wahyu dengan hadis, yang membawa estafet
ajaran Nabi Saw. Sedangkan dalam mazhab Syafi‟i, pendapat sahabat tidak dapat
dijadikan dasar hukum. Hal inilah yang menjadikan perbedaan antara Imam Al-
Kasani yang bermazhab Hanafi dengan Imam Nawawi yang bermazhab Syafi‟i.
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
dengan bab keempat skripsi ini, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Hukum zakat madu menurut Imam al-Kasani dalam kitab Badâ‟i as-Sanâ‟i
a. Hadits dari Ibnu Majah, Sulaiman bin Musa, ‟Abdullah bin ‟Amr, dan
b. Pendapat Sahabat dari Umar Ibnu Khatab, Abdullah Ibnu Abbas, dan Abu
c. Qiyas, bahwa madu sama halnya dengan biji-bijian dan kurma yang
ditimbun.
adalah tidak wajib. Menurutnya, semua hadis dan pendapat sahabat yang
hukum. Di samping itu, qiyas zakat madu adalah disamakan dengan susu
qaul qadim zakat madu disinyalir oleh sebagian ulama Syafi‟iyyah wajib,
tetapi menurutnya tetap tidak wajib baik dalam qaul qadim maupun dalam
qaul jadid.
67
68
3. Memahami dari dua pendapat di atas terkait hukum zakat madu, penulis
yang dibangun oleh Imam Al-Kasani dengan tiga dasar hukum (Hadis,
dasar hukum ini sebagai dasar wajibnya zakat madu, tetapi sebagian
itu, wajib dikeluarkan zakatnya sebesar 2,5 persen setiap setahun jika nilai
sebesar 5 persen. Pemungutan zakat ini bila madu yang dipanen telah
6. Bila usaha untuk mendapatkan madu hanya untuk dikonsumsi, itu tidak
diwajibkan zakat.
B. SARAN-SARAN
mewajibkan madu sebagai harta zakat, penerimaan zakat oleh Badan Amil
yang telah dilakukan oleh para pencinta ilmu di bidang kajian terhadap
kitab kuning klasik untuk diaplikasikan dalam era kekinian. Maka dari itu,
A. Daftar Pustaka
Abdul Aziz, Dahlan. Ensiklopedi Hukum Islam, Jakarta: Ichtiar Baru Van
Hoeve, 1997.
Al-„Izzi, Ibn Abi. al-Tanbîh „ala Musykilât al-Hidâyah, Juz II, Maktabah
Syamela
70
71
Al-Jaziri, Abdurrahman. Al-Fiqh Ala Madzahib Arbaah, Juz I, Cet. II, Beirut:
Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 2003.
Al-Kasani, Imam Alauddin. Badâ‟i al-Sonâ'I, Juz II, Cet.I, Beirut: Dar Al
Fikri, 1996.
Al-Zuhayly, Wahbah. Fiqh Islam Wa Adillatuhu, Juz II, Cet. II, Suriah: Darul
Fikri, 1984.
Ar-Royani, Abu Mahasin. Bahru al-Madzhab, Juz III, Beirut: Dar al-Kutub
Al-Ilmiyah, 2009.
As-Syarkhosi, Syamsuddin. al- Mabsut, Juz III, Beirut: Dar al-Marifat, T.th.
As-Syafi‟i, Muhammad bin Idris. Al-Umm, Juz II, Beirut: Dar al-Kutub al-
Ilmiyah, 2009.
Hasan, M Ali. Masâil Fiqhiyah, Cet. IV, Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2003.
Ibrahim, Abi Ishaq. al- Muhadzdzab, Juz I, Beirut: Dar Al-Fikr, 1988.
Ibnu Abidin, Radd al-Mukhtâr, Juz III, Riyad: Dar Ulum al-Kutub, 2003.
Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid, Juz II, Cet I, Kairo: Dar as-Salam, 1995.
Ibnu Qudamah, Al-Mugnî, Juz III, Dar Alamul Kutub, Beirut, 1997.
Munif, Ahmad. Zakat Madu Pad Masa Khalifah Umar Ibn Khatab RA, Bimas
Islam, Vol .7 No.3, Juni, 2014.
Muhammad, Abi Abdillah. Shahih Sunan Ibnu Majah I, cet II, Beirut: Darul
Faqir, 1995.
Nata, Abudin. Metodelogi Studi Islam, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1998.
Sam, M.Ichwan, dkk. Himpunan Fatwa Zakat MUI Kompilasi Fatwa MUI
tentang Masalah Zakat Tahun 1982 – 2011, Jakarta : BAZNAS,
2011.
Badan Amil Zakat Nasional, data diakses pada 25 Juni 2016 dari
http://pusat.baznas.go.id/zakat-atas-madu/.