Anda di halaman 1dari 63

HUKUM TRANSPLANTASI ORGAN TUBUH MAYAT DALAM FATWA

NAHDLATUL ULAMA (KAJIAN FILOSOFIS)

SKRIPSI

Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Meraih Gelar


Sarjana Hukum Pada Program Studi Perbandingan Madzhab Dan Hukum
Fakultas Syari’ah Dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Oleh :

Geraldy Fahreza Ruhendar


NIM : 11150430000028

PERBANDINGAN MAZHAB
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2021

i
LEMBAR PERSETUJUAN

HUKUM TRANSPLANTASI ORGAN TUBUH MAYAT DALAM FATWA


NAHDLATUL ULAMA (KAJIAN FILOSOFIS)

Skripsi
Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Meraih Gelar
Sarjana Hukum Pada Program Studi Perbandingan Madzhab Dan Hukum
Fakultas Syari’ah Dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Oleh :

Geraldy Fahreza Ruhendar


NIM. 11150430000028

Di Bawah Bimbingan

Dr. Muhammad Taufiki, S.Ag., M.Ag.


NIP. 196511191998031002

PERBANDINGAN MAZHAB
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2021

ii
LEMBAR PENGESAHAN

Skripsi yang berjudul “Hukum Transplantasi Organ Tubuh Mayat Dalam Fatwa
Nahdlatul Ulama (Kajian Filosofis)” yang ditulis oleh Geraldy Fahreza Ruhendar,
NIM. 11150430000028, telah diajukan dalam Sidang Munaqasyah Fakultas
Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta
Pada tanggal ... Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Hukum (S.H) Program Strata Satu (S-1) pada Program
Studi Perbandingan Mazhab dan Hukum.

Jakarta, 25 Januari 2022

NIP. 197608072003121001

PANITIA UJIAN MUNAQASYAH


1. Ketua : Hj. Siti Hanna. Lc., M.A.
NIP. 197402162008012013

2. Sekertaris : Hidayatullah, S.H.I., M.H.


NIP. 198708302018011002 (.................................)

3. Pembimbing : Dr. Muhammad Taufiki, S.Ag., M.Ag.


NIP. 196511191998031002
(.................................)

4. Penguji I : Dr. Afidah Wahyuni, M.Ag.


NIP. 196804082000022001

5. Penguji II : Fahmi Muhammad Ahmadi, M.Si.


NIP. 197412132003121002 (.................................)

iii
LEMBAR PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya :

Nama : Geraldy Fahreza Ruhendar

NIM : 11150430000028

Tempat, Tanggal Lahir : Jakarta, 30 Agustus 1997

Prodi/Fakultas : Perbandingan Madzhab/Syariah dan Hukum

Alamat : Gg. Mushola Rt.04/19 Pitara Raya, Kec. Pancoran


Mas Kota Depok

Dengan ini saya menyatakan bahwa :

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar sarjana strata satu (S1) di
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan iini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya
atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia
meminta sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 25 Januari 2022

GERALDY FAHREZA RUHENDAR


NIM : 11150430000028

iv
ABSTRAK

Geraldy Fahreza Ruhendar, NIM 11150430000028. “HUKUM


TRANSPLANTASI ORGAN TUBUH MAYAT DALAM FATWA
NAHDLATUL ULAMA (KAJIAN FILOSOFIS)” Program Studi Perbandingan
Mazhab, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta, 2021 M/1443 H. x + 57 Halaman + 3 Tabel.
Skripsi ini merupakan hasil penelitian pustaka yang bertujuan untuk
menganalisis fatwa Nahdlatul Ulama tentang Transplantasi Organ Tubuh Mayat
pada putusan Muktamar ke-23 di Solo tanggal 24-29 Desember 1962 dan putusan
muktamar ke-28 tanggal 26-28 November 1989 dalam kajian filosofisnya.
Skripsi ini menggunakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan
metode studi kepustkaan melalui pendekatan yuridis normatif yaitu penelitian
hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder
sebagai bahan dasar untuk diteliti. Penelitian ini dianalisis menggunakan teknik
deskriptif kuantitatif dengan menggunakan pendekatan kajian filosofis berdasarkan
teori, serta hukum yang menjawab permasalahan dalam penulisan ini.
Hasil penelitian menyimpulkan, bahwa : pada putusan muktamar ke-23 di
Solo, 24-29 Desember 1962 dan ke-28 tanggal 26-28 November tahun 1989,
Nahdlatul Ulama berpendapat bahwa Transplantasi Organ Tubuh Mayat tidak boleh
karena organ tubuh manusia merupakan hak Allah, bukan milik seseorang. Dasar
hukum tersebut diperoleh dengan menggnunakan Orientasi dan metode ijtihad
bahtsul masail yang lebih menekankan pendekatan kultural dengan memelihara
nilai-nilai baru yang lebih baik, bersifat konservatif dan berusaha menyesuaikan
dengan perubahan sosio-kultural masyarakat melalui penggunaan metode ijtihad
qouly, ilhaqy, taqriry, dan manhajy.
Kata Kunci : Fatwa Nahdlatul Ulama, Kajian Filosofis, Transplantasi
Pembimbing : Dr. Muhammad Taufiki, S.Ag., M.Ag.
Daftar Pustaka : Tahun 1980 s.d. Tahun 2019

v
‫الرحيم‬ ّ ‫الر‬
ّ ‫حمن‬ ّ ‫َّللا‬
‫بسم ه‬

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur tak hentinya penulis sampaikan kepada Allah SWT
berkat ridha, rahmat, hidayah serta karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan
skripsi yang berjudul “Hukum Transplantasi Organ Tubuh Mayat Dalam Fatwa
Nahdlatul Ulama (Kajian Filosofis)”. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar strata 1 (S1) di UIN syarif Hidayatullah Jakarta.

Salawat serta salam senantiasa penulis mohonkan kepada Allah SWT


semoga selalu tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, kepada segenap
keluarganya, sahabat-sahabatnya, serta umatnya yang kokoh dan setia mengikuti
ajarannya sepanjang zaman. Mudah-mudahan kita termasuk kedalam bagian umat
beliau yang akan mendapatkan syafaat pertolongan di hari kiamat, Aamiin.

Penulis menyadari dengan sepenuh hati bahwa hasil penelitian ini selesai
berkat bimbingan, dorongan, dan dukungan dari banyak pihak. Banyak sekali pihak
yang sudah berkontribusi dan menjadi penyemangat sehingga skripsi ini dapat
terselesaikan. Dengan kerendahan hati, penulis ingin menyampaikan rasa terima
kasih yang mendalam dan penghargaan setinggi-tingginya kepada :

1. Bapak Dr. Ahmad Tholabi Karlie, S.Ag., S.H., M.H., M.A. Selaku Dekan
Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta;
2. Ibu Siti Hanna, Lc., M.A. selaku Ketua Program Studi Perbandingan Mazhab,
juga Bapak Hidayatullah, S.H.I., M.H. selaku Sekretaris Program Studi
Perbandingan Mazhab. Terima kasih atas waktu, tenaga dan ilmu yang
diberikan. Semoga kesehatan, kemudahan dan keberkahan selalu
menyertainya.
3. Bapak Dr. Muhammad Taufiki, S.Ag., M.Ag. selaku Dosen Pembimbing
Skripsi dan Inspirator bagi penulis. Terimakasih atas waktu, tenaga dan ilmu
yang diberikan. Semoga kesehatan, kemudahan dan keberkahan selalu
menyertainya.

vi
4. Dr. Supriyadi Ahmad, M.A. selaku Dosen Pembimbing Akademik selama
penulis menuntut ilmu di kampus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta;
5. Seluruh dosen dan staf akademik Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta yang dengan ikhlas memberikan ilmunya kepada penulis;
6. Pimpinan perpustakaan yang telah memberi fasilitas untuk mengadakan studi
kepustakaan;
7. Teristimewa untuk keluarga penulis, Ayahanda Atot Ruhendar dan Ibunda
Farra Sari Dewi serta kaka tercinta Gabriella Farida Wahdianti, S.Hum. Terima
kasih atas semua doa, pengorbanan, jerih payah, serta dukungan atas semua
cita-cita dan impian penulis. Juga ucapan terima kasih kepada Bapak Nurman,
Umi Marsanih, S.Pd.I dan Putri Nurbaiti, S.K.M yang selalu memberikan
semangat dan doa untuk penulis. Semoga kesehatan dan keberkahan selalu
menyertai semuanya, tiada kata yang pantas selain doa yang selalu penulis
panjatkan kepada Allah SWT;
8. Teman-teman angakatan 2015 Perbandingan Madzhabdan Hukum yang tidak
bisa penulis sebutkan satu per satu. Bersama kalian hari-hari perkuliahan selalu
menyenangkan, selamat berjuang menuju kehidupan yang sesungguhnya,
menjadi masyarakat seutuhnya;
9. Tak lupa penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini.

Jakarta, 13 Oktober 2021

Penulis

vii
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

Tabel. 1.1 Studi Review Terdahulu ....................................................................15


Tabel. 4.1 Sanad Abu Dawud .............................................................................50
Tabel. 4.2 Sanad Ibn Majah ................................................................................51

viii
DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN ................................................................................. ii

LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................. iii

LEMBAR PERNYATAAN ................................................................................. iv

ABSTRAK ............................................................................................................. v

KATA PENGANTAR .......................................................................................... vi

DAFTAR TABEL............................................................................................... viii

DAFTAR ISI ......................................................................................................... ix

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 11

A. Latar Belakang Masalah ........................................................................... 11

B. Identifikasi, Pembatasan dan Rumusan Masalah .................................. 14

1. Identifikasi Masalah .......................................................................................14


2. Pembatasan Masalah .....................................................................................14
3. Perumusan Masalah .......................................................................................14
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................................... 15

1. Tujuan Penelitian ...........................................................................................15


2. Manfaat Penelitian .........................................................................................15
D. Studi Review Terdahulu ........................................................................... 15

E. Metode Penelitian ...................................................................................... 17

1. Jenis penelitian ...............................................................................................17


2. Pendekatan Penelitian ....................................................................................18
3. Sumber Data ...................................................................................................18
4. Teknik Pengumpulan Data ............................................................................18
5. Analisis Data ...................................................................................................18
6. Teknik Penulisan Skripsi ...............................................................................19
F. Sitematika Penulisan ................................................................................. 19

ix
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TRANSPLANTASI ORGAN
TUBUH MANUSIA ............................................................................................ 20

A. Pengertian Transplantasi .......................................................................... 20

1. Definisi ............................................................................................................20
2. Jenis-jenis Transplantasi ...............................................................................21
B. Sejarah Transplantasi ............................................................................... 24

C. Tujuan Transplantasi ................................................................................ 27

D. Prosedur dan Syarat Transplantasi ......................................................... 27

E. Transplantasi Organ Tubuh Menurut Majelis Ulama Indonesia ......... 29

F. Kasus Transplantasi di Indonesia ............................................................ 31

BAB III FATWA NAHDLATUL ULAMA TENTANG TRANSPLANTASI


ORGAN TUBUH MAYAT................................................................................. 33

A. Nahdlatul Ulama ........................................................................................ 33

B. Fatwa Nahdlatul Ulama Tentang Transplantasi Organ Tubuh Mayat 35

C. Mekanisme Penggunaan Dalil Al-Qur’an ............................................... 42

BAB IV KAJIAN FILOSOFIS HUKUM TRANSPLANTASI ORGAN


TUBUH MAYAT MENURUT NAHDLATUL ULAMA ................................ 45

A. Kajian Filosofis Fatwa Nahdlatul Ulama ................................................ 45

1. Putusan Muktamar ke-23 di Solo ..................................................................45


2. Putusan Muktamar di- Kaliurang Yogyakarta ............................................46
B. Metode Ijtihad Fatwa Nahdlatul Ulama ................................................. 47

1. Metode Ijtihad Nahdlatul Ulama ..................................................................47


2. Dalil Yang Digunakan ....................................................................................50
BAB V PENUTUP ............................................................................................... 56

A. Kesimpulan................................................................................................. 56

B. Saran ........................................................................................................... 56

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 58

x
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Islam merupakan agama wahyu terakhir yang diturunkan oleh Allah
untuk umat manusia dan bersifat sempurna. Sebagai agama yang terakhir dan
sempurna, islam membawa ajaran yang lengkap, mencangkup segala aspek
kehidupan. Tidak satu pun aspek dari permasalahan hidup dan kehidupan umat
manusia yang lepas dari perhatian islam. diantara aspek kehidupan yang sangat
penting adalah kesehatan. Islam telah menetapkan dasar-dasar konsepsional
sebagai pedoman bagi umatnya untuk meningkatkan, memulihkan, dan
memelihara kesehatan.1
Sehat berasal dari bahasa arab yaitu, ‫ ص ًح – يص ًح – صحة‬yang berarti
sembuh, sehat, selamat dari cela, cacat, atau nyata, benar sesuai dengan
kenyataan.2 Secara umum berarti sehat adalah semua organ – organ serta syaraf
– syaraf tubuh yang berfungsi dengan baik tidak ada penyakit yang hinggap
ditubuh.
Kesehatan merupakan salah satu faktor penting bagi kehidupan
manusia karena dengan kondisi sehat, manusia bisa beraktifitas dengan sesama.
Sementara manusia adalah makhluk yang kompleks yang terdiri atas unsur
fisik, sikis, sosial, dan spiritual. Maka manakala seseorang mengalami sakit
tentunya harus dilakukan pemeriksaan dan penyembuhan secara menyeluruh.3
Transplantasi adalah rangkaian tindakan medis untuk memindahkan
organ dan jaringan tubuh yang berasal dari tubuh orang lain atau tubuhnya
sendiri dalam rangka pengobatan untuk menggantikan organ atau jaringan

1
Muhammad Hasbi. “Transplantasi Organ Tubuh Manusia dengan Organ Tubuh Babi
Menurut Hukum Islam”, (Watampone: Jurnal Dosen Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN),
2015), h. 1, t.d
2
Muhammad Hasbi. “Transplantasi Organ Tubuh Manusia dengan Organ Tubuh Babi
Menurut Hukum Islam”, h. 1, t.d
3
Kaelany HD, Islam dan Aspek-Aspek Kemasyarakatan. (Jakarta: Sinar Grafika Offset,
2005), h. 167

11
12

tubuh yang tidak berfungsi dengan baik.4 Transplantasi organ tubuh manusia
sudah menjadi hal biasa dalam kehidupan masyarakat berkembang dan
dilakukan dengan berbagai macam alasan. Apabila dilihat dari segi posisi
resipien, transplantasi dilakukan dengan tiga hal yaitu untuk penyembuhan,
menyelamatkan jiwanya untuk menyempurnakan bagian tubuh seseorang dan
memindahkan tubuh seseorang. Sedangkan dari sisi pendonor dilakukan
karena himpitan ekonomi, karena kemanusiaan dan lainnya.
Transplantasi dapat dikatakan fenomena klasik pada zaman dulu dan
dikembangkan hingga sampai sekarang, dan ini merupakan maslah ijtihad yang
menyangkut permasalahan kontemporer. Persoalan transplantasi bukan
merupakan rahasia yang harus disembunyikan oleh pihak medis maupun non
medis. Dikarenakan transplantasi yang dilakukan sudah menjadi hal yang
aktual. Hal ini bisa saja dilakukan oleh setiap jiwa dengan alasan kemaslahatan,
tetapi tidak menyebabkan kemudharatan bagi dirinya sendiri. Di Indonesia
sendiri sudah sering terjadi transplantasi dengan tujuan keselamatan manusia
yang harus dilakukan dengan cara pembuktian dari pihak medis, tidak
dibenarkan melakukannya tanpa persetujuan medis (ilegal).5
Kemajuan teknologi tidak hanya memberi dampak positif tetapi
seringkali terdapat dampak-dampak negatifnya, salah satu dampak negatif
yang muncul adalah perdebatan dan diskusi mengenai masalah ini, baik itu dari
segi hukum dan agama terutama agama islam. karena memang tidak semua
teknologi yang berkembang dalam ilmu kedokteran ini dapat diterima
dikalangan masyarakat pada umumnya.
Dari segi hukum transplantasi organ dan sel jaringan tubuh dipandang
sebagai usaha mulia dalam upaya menyelamatkan nyawa manusia, walaupun
tindakan ini merupakan suatu tindakan yang melawan hukum pidana yaitu
tindak pidana penganiayaan. Tetapi karena adanya pengecualian maka

4
Barishom, “Dasar Pengertian Mengenai Transplantasi, Bayi Tabung Dan Pencangkokan
Dalam Sorotan Hukum Islam.”, dalam Keputusan Muktamar Tarjih Muhammadiyah ke-21 di
Klaten, (Yogyakarta: Persatuan, 1980), h. 7.
5
Yasin Nua’aim, Muhammad, Fikih Kedokteran, (Jakarta: Pustaka Al-kautsar, 2001), h.
202
13

tindakan transplantasi dapat dibenarkan, tetapi dengan syarat – syarat tertentu


pula, yang intinya dilakukan hanya untuk tujuan kemanusiaan dan dilarang
untuk dikomersialkan, hal ini tertera dan diatur dalam UU no. 36 tahun 2009
tentang transplantasi.
Dalam Ensiklopedi Hukum Islam disebutkan, bahwa transplantasi
adalah usaha pemindahan atau memindahkan seluruh atau sebagian anggota
tubuh atau organ ke tubuh yang lain atau dari tempat yang satu ke tempat yang
lain dalam tubuh yang sama. dalam pemahaman Islam disebutkan bahwa
transplantasi ditujukan untuk mengganti organ yang tidak berfungsi pada
penerima. Pengertian lain mengenai transplantasi organ adalah berdasarkan
UU No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan.
Majelis Ulama Indonesia dalam fatwanya pada No.19 Tahun 2019,
transplantasi organ orang yang meninggal kepada manusia hidup
diperbolehkan dengan ketentuan adanya kebutuhan mendesak yang dibenarkan
secara syar'i. Tidak diperoleh upaya medis lain untuk menyembuhkannya
kecuali dengan transplantasi. Bersifat tolong-menolong dan tidak untuk
komersial. Kemudian pada Fatwa MUI tanggal 13 Juni 1979 yang
menyebutkan bahwa seserorang yang berwasiat akan mendonorkan kornea
matanya setelah meninggal dengan disetujui dan disaksikan ahli warisnya,
wasiat itu dapat dilaksanakan dan harus dilakukan oleh ahli bedah.
Nahdlatul Ulama dalam fatwanya juga membahas mengenai
Transplantasi Organ Tubuh mayat dalam putusan Muktamar ke-23 di Solo, 24-
29 Desember 1962 diputuskan bahwa tidak bolehnya mengambil bola mata
mayit untuk menggantikan bola mata orang buta, dan harmnya menyambung
anggota badan manusia dengan manusia lain, lalu ditegaskan kembali dalam
Munas Alim Ulama’ di Kaliurang Yogyakarta pada tanggal 30 Agustus 1981. 6
Kemudian pada Muktamar Nahdlatul Ulama ke-28 tanggal 26-28 November
tahun 1989 M di Pondok pesantren Al-munawwir krapyak Yogayakarta yang

6
Sahal Mahfudh, Ahkamul fuqaha: Solusi Problematika Aktual Hukum Islam Keputusan
Muktamar, Munas, dn Konbes Nahdlatul Ulama 1926-1999 M. (Surabaya: Lajnah Ta’lif Wan Nasyr
NU Jawa Timur dan Diantama, 2004), h. 375
14

isinya bahwa hukum wasiat pencangkokan organ tubuh mayat adalah tidak sah
atau batal.7
Berdasarkan permasalahan di atas penulis tertarik unruk meneliti lebih
lanjut mengenai “Hukum Transplantasi Organ Tubuh Mayat Dalam
Fatwa Nahdlatul Ulama (Kajian Filosofi).”

B. Identifikasi, Pembatasan dan Rumusan Masalah


1. Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang mengenai hukum transplantasi
organ tubuh mayat dalam fatwa nahdlatul ulama (kajian filosofi).
a. Pandangan hukum tentang transplantasi organ tubuh mayat.
b. Kondisi organ tubuh mayat yang mengalami kecelakaan
c. Organ tubuh mayat yang dapat dimanfaatkan oleh orang lain setelah
wafat.
d. Perdagangan organ tubuh manusia.
e. Mendonorkan organ tubuh kepada orang lain dengan syarat
mendapatkan imbalan.
f. Wasiat mendonorkan organ tubuh kepada orang yang masih hidup.

2. Pembatasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah yang dikemukakan penulis maka
agar penulisan ini lebih terarah dan menghindari kemungkinan pembahasan
yang meyimpang dari pokok masalah yang diteliti, serta sesuai dengan
pokok permasalahan yang dibahas dan identifikasi masalah yang disebutkan
maka, skripsi ini hanya membahas tentang fatwa transplantasi organ tubuh
mayat menurut Nahdhatul Ulama dalam kajian filosofisnya.

3. Perumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah yang ada, maka yang akan
menjadi rumusan masalah dalam penelitian kali ini adalah :

7
Sahal Mahfudh, Ahkamul fuqaha: Solusi Problematika Aktual Hukum Islam Keputusan
Muktamar, Munas, dn Konbes Nahdlatul Ulama 1926-1999 M. h. 425
15

a. Bagaimana filosofi hukum islam tentang transplantasi organ tubuh


mayat menurut nahdlatul ulama.
b. Bagaimana metode ijtihad hukum islam tentang transplantasi organ
tubuh mayat menurut nahdlatul ulama.

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian


1. Tujuan Penelitian
a. Untuk menjelaskan filosofi hukum islam tentang transplantasi organ
tubuh mayat menurut nahdlatul ulama.
b. Untuk menjelaskan metode ijtihad hukum islam tentang transplantasi
organ tubuh mayat menurut nahdlatul ulama.

2. Manfaat Penelitian
a. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sebuah tambahan ilmu
pengetahuan terutama mengenai transplantasi organ tubuh mayat.
b. Diharapkan dapat memberikan kontribusi pemikiran untuk masyarakat
terkait transplantasi organ tubuh mayat.
c. Memperluas wawasan ilmu bagi peneliti, mahasiswa dan masyarakat
lainnya.

D. Studi Review Terdahulu


Studi Review Terdahulu dilakukan untuk mengetahui seberapa banyak
kajian dan pembahasan yang secara umum dan khusus membahas mengenai
judul penelitian yang dilakukan oleh penulis. Di bawah ini beberapa
pembahasan yang ada kaitannya dengan judul penelitian penulis. Dalam
melakukan penulisan skripsi ini, penulis bukanlah yang pertama membahas
tentang Hukum Transplantasi Organ Tubuh Mayat. Banyak tulisan ataupun
karangan-karangan ilmiah yang membahas tentang tema tersebut, baik studi
kasus (penelitian) ataupun literature (referensi). Berikut beberapa tinjauan
umum atas bagian karya-karya penelitian mengenai Hukum Transplantasi
Organ Tubuh Mayat.
16

Tabel. 1.1 Studi Riview Terdahulu


No. Nama Subtansi Pembeda
Penulis/Judul/Tahun
1. Mochamad Syaiban/ Skripsi ini Skripsi yang
Transplantasi Organ menjelaskan tentang penulis bahas
Tubuh Orang Muslim transplantasi organ hanya
Kepada Orang Non tubuh orang muslim memfokuskan
Muslim Menurut kepada orang non pembahasan
Hukum Islam (Studi muslim adalah hukum
Bahtsul Masail haram menurut transplantasi organ
Nahdlatul Ulama)./ Bahtsul Masail tubuh orang
Universitas Islam Nahdlatul Ulama. muslim kepada
Negeri Syarif orang non muslim
Hidaytullah Jakarta/ yang ditinjau dari
Syariah dan Hukum/ studi bahtsul
2010. masail Nahdlatul
Ulama.
2. Hasbullah Ma’ruf/ Skripsi ini Dalam skripsi ini
Transplantasi Organ menjelaskan penulis
Tubuh Manusia perbedaan memfokuskan
Perspektif Nahdlatul pandangan hukum pada bahasan
Ulama Dan Persatuan Nahdlatul ulama perbedaan
Islam/ UIN Sunan dan Persatuan Islam perspektif antara
Kalijaga Yogyakarta/ terhadap masalah Nahdlatul Ulama
2015. transplantasi organ dengan Persatuan
tubuh manusia Islam.
khususnya
homotransplantasi.
3. Rima Risnawati/ Skripsi ini Skripsi yang
Transplantasi Organ menjelaskan bahwa penulis bahas
17

Tubuh Mayat Menurut majlis tarjih hanya


Majelis Tarjih Muhammadiyah memfokuskan
Muhammadiyah dan memperbolehkan pada perbedaan
Bhtsul Masail dilakukannya pendapat mengenai
Nahdlatul Ulama/ UIN transplantasi organ permasalahan
Sunan Gunung Djati/ tubuh mayat hukum
2018. sedangkan nahdlatul transplantasi organ
Ulama tidak tubuh mayat
memperbolehkan menurut
transplantasi pada Muhammadiyah
organ tubuh mayat. dan bahtsul masail
Nahdlatul Ulama
saja.
Dari beberapa judul di atas mendasarkan penulis tertarik untuk meneliti
dan membahas tentang filosofi hukum transplantasi organ tubuh mayat
menurut Nahdlatul Ulama’.

E. Metode Penelitian
Metode penelitian merupakan hal yang penting dalam penulisan skripsi
ini, karena metode penelitian ini dapat menentukan langkah-langkah dari suatu
penulisan .

1. Jenis penelitian
Adapun jenis penelitian yang penulis gunakan dalam mengolah dan
menganalisa data adalah penelitian kuantitatif. Penelitian ini menggunakan
metode dalam bentuk pengumpulan data kepustakaan (Library research)
yaitu penelitian yang dilakukan di perpustakaan dan peneliti berhadapan
dengan berbagai macam literatur sesuai tujuan dan masalah yang sedang
dipertanyakan.8

8
Masyhuri dan M. Zainuddin, Metodologi Penelitian, (Bandung : Refika Aditama, 2008),
h. 50
18

2. Pendekatan Penelitian
Kajian penelitian ini dilakukan melalui pendekatan yuridis
normatif. Menurut Soerjono Soekanto pendekatan yuridis nomatif yaitu
penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau
data sekunder sebagai bahan dasar untuk diteliti dengan cara mengadakan
penelusuran terhadap peraturan-peraturan dan literature-literatur yang
berkaitan dengan permasalahan yang diteliti.9
3. Sumber Data
Sumber data penelitian hukum dapat dibedakan menjadi sumber
penelitian yang berupa data primer, sekunder dan tersier.10 Data-data
tersebut diantaranya :
a. Al-Qur’an dan Al-Hadits
b. Ushul Fiqh
c. Muktamar Nahdlatul Ulama ke 28 tanggal 26-28 November tahun 1989.
4. Teknik Pengumpulan Data
Teknik penelitian ini dengan cara mengumpulkan buku-buku atau
referensi yang relevan dan akurat, serta membaca dan mempelajari untuk
memperoleh sebuah data atau kesimpulan yang berkaitan dengan
pembahasan di atas yang diolah dan dianalisis datanya menggunakan
metode Induktif, yaitu suatu cara dalam menganalisis data yang bertitik
tolak dari data-data, yang mana data tersebut bersifat umum kemudian
ditarik dan diambil dengan bersifat khusus, atau data yang bersifat khusus
kemudian ditarik dan diambil dengan bersifat umum.
5. Analisis Data
Setelah semua data terkumpul, dalam penulisan data yang akan
diperoleh baik data primer, data sekunder, maupun data tersier maka data
tersebut diolah dan dianalisis secara deskriptif kuantitatif dengan

9
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji. Penlitian Hukum Normatif (Suatu Tinjauan
Singkat), (Jakarta: Rajawali Pers, 2001), h. 13-14
10
Peter Mahmud Marzuki. Penelitian Hukum, (Jakarta: Kencana Prenada Meida Group,
2008), h. 141
19

menggunakan pendekatan kajian filosofis berdasarkan teori, undang-


undang serta hukum yang menjawab permasalahan dalam penulisan ini.
6. Teknik Penulisan Skripsi
Penulisan skripsi ini berpedoman pada “Buku Pedoman Penulisan
Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta yang diterbitkan oleh FSH UIN Jakarta tahun 2017.”

F. Sitematika Penulisan
Dalam penulisan ini, Penulis menyusun melalui sitematika penulisan
yang terdiri dari lima bab, di mana pada setiap babnya dibagi atas sub-sub bab,
dengan perincian sebagai beriku:
BAB I. Bab ini menjelaskan pendahuluan yaitu latar belakang masalah,
pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan
Pustaka, Metode Penelitian dan Sistematika Penulisan.
BAB II, pada bab ini penulis menjelaskan tentang pengertian transplantasi
organ tubuh manusia, macam-macam transplantasi, sejarah serta tujuannya,
dan contoh kasus transplantasi
BAB III, pada bab ini penulis menjelaskan tentang fatwa transplantasi organ
tubuh mayat menurut Nahdlatul Ulama.
BAB IV, pada bab ini penulis menjelaskan tentang kajian filosofis hukum
transplantasi organ tubuh mayat menurut nahdlatul ulama dari segi dalil dan
kaidah fiqhiyahnya.
BAB V, bab ini merupakan bab terakhir dari pembahasan ini, yaitu penulis
menjelaskan tentang penutup yaitu kesimpulan dan keterbatasan penelitian.
BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG TRANSPLANTASI ORGAN TUBUH
MANUSIA

A. Pengertian Transplantasi
1. Definisi
Secara Etimologi transplantasi berasal dari Middle English
transplaunten, diambil dari Bahasa Latin Kuno transplantare, yang artinya
to plan.1 Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Online
transplantasi adalah pemindahan jaringan tubuh dari suatu tempat ke
tempat lain (seperti menutup luka yg tidak berkulit dengan jaringan kulit
dari bagian tubuh yg lain).2
Menurut Medicastore, pencangkokan (Transplantasi) adalah
pemindahan sel, jaringan maupun organ hidup dari seseorang (donor)
kepada orang lain (resipien atau dari satu bagian tubuh ke bagian tubuh
lainnya (misalnya pencangkokan kulit), dengan tujuan mengembalikan
fungsi yang telah hilang.3
Menurut WHO, Transplantation is the transfer (engraftment) of
human cells, tissues or organs from a donor to a recipient with the aim of
restoring function(s) in the body.4
Menurut istilah, transplantasi organ adalah transplantasi atau
pemindahan seluruh atau sebagian organ dari satu tubuh ke tubuh yang lain,
atau dari suatu tempat ke tempat yang lain pada tubuh yang sama.
Transplantasi ini ditujukan untuk menggantikan organ yang rusak atau tak

1
Merriam Webster Online Search, http://merriam-webster.com/netdict/transplant (diakses
15 November 2020)
2
Kamus Besar Bahasa Indonesia Online, http://pusatbahasa.diknas.go.id/kbbi/index.php
(diakses 15 November 2020)
3
Medicastore, Pencangkokan, http://medicastore.com/penyakit/789/Pencangkokan.html
(diakses pada 15 November 2020)
4
World Health Organization, Transplantation, http://www.who.int/topics/transplantation/e
n/ (diakses pada 15 November 2020)

20
21

befungsi pada penerima dengan organ lain yang masih berfungsi dari
donor. Donor organ dapat menggunakan orang yang masih hidup ataupun
telah meninggal.5
Berdasarkan hubungan Genetik antara donor dan recipient
(penerima) maka transplantasi di golongkan menjadi tiga bagian :6
1. Auto Transplantation, yaitu di mana donor dan penerimanya
berasal dari satu individu. Misalkan seseorang yang diambilkan
daging pahanya untuk menambal pipinya.
2. Homo Transplantation, yaitu transplantasi yang donor dan
penerimanya berasal dari satu individu. Artinya transplantasi ini
dari manusia ke manusia, atau dari binatang ke binatang. Misalkan
transplantasi hati dari satu orang ke orang yang lain.
3. Hetero Transplantation, yaitu transplantasi yang dilakukan dari
individu yang berlainan. Artinya dari organ hewan ke manusia atau
sebaliknya. Misalkan transplantasi katup jantung babi untuk
manusia.

2. Jenis-jenis Transplantasi
Transplantasi merupakan hal luar biasa ditemukan dalam dunia
kedokteran modern. Melibatkan donasi organ dari satu manusia kepada
manusia lain yang menjadikan ribuan orang diseluruh dunia setiap
tahunnya terselamatkan jiwanya.
a. Dari Segi Pemberi Organ (Pendonor)
Jika ditinjau dari sudut penyumbang atau donor atau jaringan tubuh,
maka transplantasi dapat dibedakan menjadi:7
1) Transplantasi dengan Donor Hidup
Transplantasi dengan donor hidup adalah pemindahan
jaringan atau organ tubuh seseorang yang hidup kepada orang lain

5
http://id.wikipedia.org/wiki/Transplantasi_organ (diakses pada 15 November 2020)
6
Tim Perumusan Komisi Ahkam, Ahkamul Fuqoha:Solusi problematika Aktual Hukum
Islam. (PBNU cetakan ke 2, Jakarta: 2007), h. 460
7
M. Sudarsono. Dasar-dasar Transplantasi Organ dan Jaringan Tubuh Manusia, Edisi
revisi, (Interna Publishing: 2010), h. 112
22

atau ke bagian lain dari tubuhnya sendiri tanpa mengancam


kesehatan. Biasanya yang dilakukan adalah transplantasi ginjal,
karena memungkinkan seseorang untuk hidup dengan satu ginjal
saja. Akan tetapi mungkin bagi donor hidup juga untuk memberikan
sepotong/sebagian dari organ tubuhnya misalnya paru, hati,
pankreas dan usus. Juga donor hidup dapat memberikan jaringan
atau selnya degeneratif, misalnya kulit, darah dan sumsum tulang.
2) Transplantasi dengan Donor Mati atau Jenazah
Transplantasi dengan donor mati atau jenazah adalah
pemindahan organ atau jaringan dari tubuh jenazah orang yang baru
saja meninggal kepada tubuh orang lain yang masih hidup.
Pengertian donor mati adalah donor dari seseorang yang baru saja
meninggal dan biasanya meninggal karena kecelakaan, serangan
jantung, atau pecahnya pembuluh darah otak. Dalam kasus ini,
donasi organ akan dipertimbangkan setelah usaha penyelematan
mengalami kegagalan. Pasien mungkin meninggal dalam kamar
emergensi ataupun dalam kondisi mati batang otak. Jenis organ
yang biasanya didonorkan adalah organ yang tidak memiliki
kemampuan untuk regenerasi misalnya jantung, kornea, ginjal dan
pankreas, jantung dan hati.

b. Dari Segi Penerima Organ (Resipien)


Sedangkan ditinjau dari sudut penerima organ atau resipien,
maka transplantasi dapat dibedakan menjadi:8
1) Autograft
Autotransplantasi adalah pemindahan suatu jaringan atau
organ ke tempat lain dalam tubuh orang itu sendiri. Biasanya
transplantasi ini dilakukan pada jaringan yang berlebih atau pada
jaringan yang dapat beregenerasi kembali. Sebagai contoh tindakan

8
Soekidjo Notoatmojo. Etika dan Hukum Kesehatan. (Rineka cipta, jakarta: 2010), h. 147
23

skin graft pada penderita luka bakar, di mana kulit donor berasal
dari kulit paha yang kemudian dipindahkan pada bagian kulit yang
rusak akibat mengalami luka bakar. Kemudian dalam operasi
bypass karena penyakit jantung koroner.
2) Isograft
Termasuk dalam autograft adalah "syngraft" atau isograft
yang merupakan prosedur transplantasi yang dilakukan antara dua
orang yang secara genetik identik. Transplantasi model seperti ini
juga selalu berhasil, kecuali jika ada permasalahan teknis selama
operasi. Operasi pertama ginja yang dilakukan pada tahun 954
merupakan operasi transplantasi syngraft pertama antara kembar
identik.
3) Allograft
Allograft adalah pemindahan suatu jaringan atau organ dari
tubuh seseorang ke tubuh orang lain. Misalnya pemindahan jantung
dari seseorang yang telah dinyatakan meninggal pada orang lain
yang masih hidup. Kebanyakan sel dan organ manusia adalah
Allografts.
4) Xenotransplantation
Xenotransplantation adalah pemindahan suatu jaringan atau
organ dari species bukan manusia kepada tubuh manusia.
Contohnya pemindahan organ dari babi ke tubuh manusia untuk
mengganti organ manusia yang telah rusak atau tidak berfungsi
baik.
5) Domino Transplantation
Merupakan multiple transplantasi yang dilakukan sejak
tahun 1987. Donor memberikan organ jantung dan parunya kepada
penerima donor, dan penerima donor ini memberikan jantungnya
kepada penerima donor yang lain. Biasanya dilakukan pada
penderita "cystic fibrosis" (hereditary disease) di mana kedua
parunya perlu diganti dan secara teknis lebih mudah untuk
24

mengganti jantung dan paru sebagai satu kesatuan. Biasanya


jantung dari penderita ini masih sehat, sehingga jantungnya dapat
didonorkan kepada orang lain yang membutuhkan.
6) Transplantation Split
Kadangkala donor mati khususnya donor hati, hatinya dapat
dibagi untuk dua penerima, khususnya dewasa dan anak, akan tetapi
transplantasi ini tidak dipilih karena transplantasi keseluruhan
organ lebih baik.

B. Sejarah Transplantasi
Transplantasi merupakan salah satu hal yang paling luar biasa yang
telah dicapai dalam dunia kedokteran moderen. Transfusi darah merupakan
jenis transplantasi yang paling sering dilakukan. Transplantasi telah
menyelamatkan banyak nyawa manusia di dunia, lebih dari ribuan orang
pertahun diseluruh dunia dapat diselamatkan nyawanya melalui transplantasi
ini.9 Bahkan Dr. Paul Terasaki dari UCLA, melaporkan sejak tahun 1950
hingga 1997 sebanyak 544,313 orang diseluruh dunia menerima transplantasi
organ.10 Berikut sejarah Transplantasi Organ.
1902 – Transplantasi Menjadi Memungkinkan
Alexis Carrel memperlihatkan penggabungan pembuluh darah
sehingga transplantasi organ menjadi memungkinkan untuk pertama
kalinya.
Operasi penggabungan pembuluh darah tersebut merupakan salah satu
tehnik operasi ditemukan oleh dokter Alexis Carrel. Langkah maju ini
membuka kemungkinan untuk lebih lanjut melakukan operasi
transplantasi dengan membiarkan jaringan yang ditransplantasikan
terhubung dengan suplai darah. Carrel terus melakukan riset terhadap

9
World Health Organization, Dilemma over live-donor transplantation http://www.who.int
/bulletin/volumes/85/1/07-020107/en/ (diakses 9 Januari 2021)
10
Transplant News, 12 Agustus 1998, More than 500,000 people in world have been
transplanted since 1950s,Terasaki reports, http://findarticles.com/p/articles/mi_m0YUG/is_15_8/l 1
(diakses 9 Januari 2021)
25

transplantasi organ dan kemudian menemukan mesin yang dapat


menjaga organ tetap hidup di luar tubuh selama transplantasi
berlangsung. Carrel mendapatkan Nobel Prize untuk Kedokteran
tahun 1912.
1905 - Transplantasi Kornea Mata Pertama
Pertama kali dilaporkan transplantasi kornea mata terjadi di Olmutz,
Moravia, bulan December 1905. Pada tanggal 7 Desember 1905
melakukan untuk pertama kali transplantasi kornea mata, terhadap
pekerja yang buta akibat kecelakaan setahun sebelumnya. Setelah
beberapa jam operasi pekerja tersebut dapat melihat kembali untuk
seumur hidupnya. Operasi ini membuktikan bahwa transplantasi dapat
berhasil dilakukan. Saat ini lebih dari 2400 transplantasi mata
dilakukan setiap tahunnya. Transplantasi mata merupakan hal yang
unik karena tidak membutuhkan suplai pembuluh darah untuk tetap
hidup (survive) dan kornea mata dapat didonasikan hingga 24 jam
setelah kematian dan dapat dilakukan semua orang dengan berbagai
umur.11
1918 – Transfusi Darah
Selama Perang Dunia I, transfusi darah menjadi semakin dikuatkan
telah menyelamatkan banyak nyawa operasi menjadi mungkin untuk
pertama kalinya. Ada banyak usaha transfusi darah yang tidak berhasil
dalam ratusan tahun tetapi mereka selalu gagal karena ilmu
pengetahuan divbelakang darah tidak terlalu dimengerti. Dengan
golongan darah dan pengembangan anti pembekuan, darah dapat
disimpan untuk tranfusi dengan hasil yang jauh lebih baik dari
sebelumnya. Selama perang Dunia pertama, tentara Inggris
menggunakan teknologi ini untuk membuat “Depot Darah” sebagai
tempat penyimpanan, ini merupakan bentuk awal dari bank darah.

11
United Kingdom, National Health Service, History of Donation, http://www.nhs.uk
/Tools/Documents/transplant.html (diakses 9 Januari 2021)
26

1954 - Keberhasilan Transplantasi Ginjal Pertama kali


Keberhasilan sesungguhnya pertama kalinya dalam transplantasi
ginjal dilakukan oleh Dr. Joseph Murray dan Dr. David Hume,
Brigham Hospital, Boston, Massachussetts. Tehnik kedokteran yang
terus berlanjut ini telah berhasil menyelamatkan lebih dari 400,000
nyawa di seluruh dunia. Dr Joseph Murray dan teamnya
mentransplantasikan ginjal dari Ronald Herrick kepada saudara
kembarnya yang sekarat Richard. Operasi tersebut menyelamatkan
nyawa saudara kembarnya. Ginjal biasanya didonorkan pada saat
pendonor meninggal (in articulo mortis), akan tetapi 1/3 biasanya
pada saat pendonor hidup, dan pendonor ini dapat melanjutkan
kehidupannya hanya dengan satu ginjal. Sekarang ginjal merupakan
organ yang paling banyak ditransplantasikan.
1962 Keberhasilan pertama transplantasi ginjal dari mayat (kadaver) oleh
Dr. Joseph Murray and Dr. David Hume, Brigham Hospital, Boston
1963 Keberhasilan pertama transplantasi paru-paru oleh Dr. James Hardy,

University of Mississippi Medical Center, Jackson, MS


1967 Keberhasilan pertama transplantasi hati oleh Dr. Thomas
Starzl, University of Colorado, Denver, CO
1967 Keberhasilan pertama transplantasi Jantung oleh Dr. Christiaan
Barnard, Groote Schuur Hospital, South Africa

1981 Keberhasilan pertama transplantasi jantung/paru-paru oleh Dr.


Norman Shumway, Stanford University Medical Center, Palo Alto,
CA
1983 FDA menyetujui Cyclosporine, yang merupakan zat anti penolakan
yang paling berhasil.

1988 FDA menyetujui Viaspan yang merupakan media pengawet organ


yang didonorkan.

1988 Keberhasilan pertama transplantasi usus kecil.


27

1989 Keberhasilan pertama transplantasi hati donor hidup sedarah.


1990 Keberhasilan pertama transplantasi paru donor hidup sedarah.
1992 Hati babon ditransplantasikan ke manusia yang sekarat karena
kegagalan hati.

C. Tujuan Transplantasi
Transplantasi merupakan cara atau upaya medis untuk menggantikan
organ atau jaringan yang rusak, atau tidak berfungsi dengan baik. Pada
dasarnya transplantasi bertujuan sebagai usaha terakhir pengobatan bagi orang
yang bersangkutan, setelah usaha pengobatan yang lainnya mengalami
kegagalan.12 Sementara itu menurut Sa’ad pada dasrnya transplantasi bertujuan
untuk:13
1. Kesembuhan dari suatu penyakit, misalnya kebutaan, kerusakan jantung,
ginjal dan sebagainya.
2. Pemulihan kembali fungsi suatu organ, jaringan atau sel yang telah rusak,
atau mengalami kelainan tetapi sama sekali tidak terjadi kesakitan
biologis, misalnya bibir sumbing.
3. Mengurangi penderitaan dan meningkatkan kualitas hidup pasien.
Menurut Undang-Undang No.23 ayat 2 pasal 23 Tahun 1992
Transplantasi organ merupakan suatu tindakan medis memindahkan sebagian
tubuh atau organ yang sehat untuk menggantikan fungsi organ sejenis yang
tidak dapat berfungsi lagi. Secara legal transplantasi hanya boleh dilakukan
untuk tujuan kemanusiaan dan tidak boleh dilakukan untuk tujuan komersial.

D. Prosedur dan Syarat Transplantasi


1. Prosedur Transplantasi

12
Abul Fadl Mohsin Ebrahim. Kloning, Eutanasia, Transfusi Darah, Transplantasi Organ,
dan Eksperimen pada Hewan. (Jakarta : Serambi Ilmu Semesta, 2007), h. 86.
13
Sa’ad IH Chuzaimah. Transplantasi dan Hukuman Qisas. (Jakarta: PT. Pustaka Firdaus.
1995), h. 43
28

Di Indonesia, seluruh prosedur transplantasi organ diatur oleh Peraturan


Menteri Kesehatan Republik Indonesia no 38 tahun 2016 mengenai
penyelenggaraan transplantasi organ. Yaitu :14
a) Calon pendonor harus terlebih dahulu teregistrasi di Komite
Transplantasi Nasional yang terletak di Jakarta atau perwakilan Komite
Transplantasi Nasional yang terdapat di masing-masing provinsi
sebelum dapat menjadi donor transplantasi. Hal yang sama berlaku
untuk donor dari individu yang mati batang otak. Individu tersebut
harus sudah teregistrasi di Komite Transplantasi Nasional saat masih
hidup.
b) Setiap pasien yang membutuhkan Transplantasi Organ dapat menjadi
calon Resipien setelah memperoleh persetujuan dari tim transplantasi
rumah sakit. Calon Resipien merupakan pasien dengan indikasi medis
dan tidak memiliki kontra indikasi medis untuk dilakukan Transplantasi
Organ.
2. Syarat Transplantasi
Syarat Transplantasi bagi calon pendonor dan resipien meliputi
persyaratan administratif dan persyaratan medis.15 Yaitu :
a. Persyaratan Administratif
1) Bagi calon pendonor untuk dapat melakukan transplantasi pendonor
harus mempunyai Surat keterangan sehat dari dokter yang memiliki
SIP (surat ijin praktek), Telah berusia 18 tahun, Membuat
pernyataan tertulis tentang kesediaan pendonor menyumbangkan
organ tubuhnya secara sukarela tanpa meminta imbalan, memiliki
alasan menyumbangkan organ tubuhnya, mendapat persetujuan dari
keluarga kandung pendonor, Membuat pernyataan memahami
indikasi, kontra indikasi, risiko, prosedur transplantasi organ,
panduan hidup pasca transplantasi organ, serta pernyataan

14
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2016 Tentang
Penyelenggaraan Transplantasi Organ
15
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2016
29

persetujuannya, Membuat pernyataan tidak melakukan penjualan


organ ataupun perjanjian khusus lain dengan pihak resipien. Hal
yang sama berlaku untuk donor dari individu yang mati batang otak.
2) Bagi calon resipien untuk dapat menerima organ transplantasi
resipien harus terdaftar Komite Transplantasi Nasional yang terletak
di Jakarta atau perwakilan Komite Transplantasi Nasional, memiliki
keterangan dan persetujuan tertulis dari rumah sakit, memiliki
persetujuan tertulis kesediaan membayar biaya transplantasi organ
atau memberikan surat penjamin bagi calon resipien yang dijamin
asuransi, menyerahkan pernyataan tertulis telah memahami indikasi,
kontra-indikasi, risiko, dan tata cara Transplantasi Organ, serta
pernyataan persetujuannya dan tidak membeli Organ tubuh dari
calon Pendonor atau melakukan perjanjian khusus dengan calon
Pendonor.
b. Persyaratan Medis
Persyaratan medis yang harus dipenuhi untuk dapat menjadi
pendonor organ dan resipien berupa pemeriksaan medis awal dan
skrining oleh rumah sakit penyelenggara transplantasi ditujukan untuk
memastikan kelayakan sebagai Pendonor dilihat dari segi kesehatan
Pendonor dan tidak memiliki kontra indikasi medis untuk dilakukan
Transplantasi Organ.

E. Transplantasi Organ Tubuh Menurut Majelis Ulama Indonesia


Majelis Ulama Indonesia dalam fatwanya pada No.19 Tahun 2019,
transplantasi organ orang yang meninggal kepada manusia hidup
diperbolehkan dengan ketentuan adanya kebutuhan mendesak yang dibenarkan
secara syar'i. Tidak diperoleh upaya medis lain untuk menyembuhkannya
kecuali dengan transplantasi. Bersifat tolong-menolong dan tidak untuk
komersial. Kemudian pada Fatwa MUI tanggal 13 Juni 1979 yang
menyebutkan bahwa seserorang yang berwasiat akan mendonorkan kornea
30

matanya setelah meninggal dengan disetujui dan disaksikan ahli warisnya,


wasiat itu dapat dilaksanakan dan harus dilakukan oleh ahli bedah.
Ketentuan hukum transplantasi menurut Majelis Ulama Indonesia :
1. Seseorang tidak boleh memberikan atau menjual organ dan/atau
jaringan tubuhnya kepada orang lain karena organ tubuh tersebut
bukan hak milik (haqqul milki). Untuk itu, pengambilan dan
transplantasi organ tubuh tanpa adanya alasan yang dibenarkan
secara syar’i hukumnya haram.
2. transplantasi organ dan/atau jaringan tubuh pendonor hidup kepada
orang lain dibolehkan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Terdapat kebutuhan mendesak yang dibenarkan secara syar’i
(Dharurah Syariah) ;
b. Tidak ada dharar bagi pendonor karena pengambilan organ
dan/atau jaringan tubuh baik sebagian ataupun keseluruhan;
c. Jenis organ tubuh yang dipindahkan kepada orang lain tersebut
bukan merupakan organ vital yang mempengaruhi kehidupan
atau kelangsungan hidupnya;
d. Tidak diperoleh upaya medis lain untuk menyembuhkannya,
kecuali dengan tranplantasi;
e. Bersifat untuk tolong-menolong (tabarru’), tidak untuk
komersial;
f. Adanya persetujuan dari calon pendonor;
g. Adanya rekomendasi dari tenaga kesehatan atau pihak yang
memiliki keahlian untuk jaminan keamanan dan kesehatan dalam
proses transplantasi;
h. Adanya pendapat dari ahli tentang dugaan kuat (ghalabatil
zhonn) akan keberhasilan transplantasi organ tersebut kepada
orang lain;
i. Transplantasi organ dan/atau jaringan tubuh dilakukan oleh ahli
yang kompeten dan kredibel;
31

j. Proses transplantasi diselenggarakan oleh negara.


3. Kebolehan transplantasi organ dan/atau jaringan tubuh sebagaimana
dimaksud pada angka 2 (dua) tidak termasuk bagi organ reproduksi,
organ genital, dan otak.

F. Kasus Transplantasi di Indonesia


Teknologi kedokteran sangat pesat kemajuannya, hal ini terlihat dari
keberhasilan dalam teknologi transplantasi organ yang banyak dilakukan
dewasa ini. Namun keberhasilan tersebut tidaklah bebas dari masalah-masalah
yuridis dalam pelaksanaannya.16 Dalam dunia kedokteran timur maupun barat,
pada umumnya diyakini bahwa setiap penyakit ada obatnya. Ada penyakit yang
dapat diobati dengan hanya pemberian obat yang sederhana, tetapi ada juga
yang memerlukan pengobatan yang relatif rumit, seperti transplantasi organ.
Contohnya Seorang yang menderita penyakit gagal ginjal terminal misalnya,
hanya punya 3 alternatif pengobatan: yaitu menjalani hemodialisis (cuci darah)
secara rutin, melakukan transplantasi ginjal atau meninggal. Pada saat ini
jumlah pasien gagal ginjal yang membutuhkan transplantasi ginjal di Indonesia
mencapai 40.000 orang. Mereka yang menjalani perawatan medis sangat
sedikit karena biaya perawatan yang mahal dan jangka panjang. Di Indonesia,
transplantasi ginjal pertama kali dilakukan di RSCM pada tahun 1977. Sampai
saat ini, hanya 500 pasien yang telah menjalani cangkok ginjal di Indonesia, di
mana 200 diantaranya dilakukan di RS PGI Cikini. Kesulitan mencari donor
membuat penderita gagal ginjal harus mencari ginjal sampai ke China.
Beberapa tahun belakangan ini, banyak pasien dari Indonesia yang pergi
berobat ke China untuk melakukan transplantasi organ tubuh seperti ginjal.17
Zhejiang Hospital Cina dipililih sebagai institusi untuk melakukan
transfer ilmu dan teknologi yang kredibel dan terpercaya di Cina dan dunia
mengenai transplantasi hati, Zhejiang Hospital juga telah menangani kasus/

Suwasti Nyoman, “Aspek Yuridis Transplantasi Organ Dalam Hubungannya dengan


16

UU Kesehatan”, dalam Majalah Ilmiah Fakultas Hukum UNUD. ( Bali: Kertha Patrika, 1994), h.
257.
17
Trini Handayani. Fungsionalisasi Hukum Pidana Terhadap Perdagangan Organ Tubuh
Manusia. (Bandung: Mandar Maju, 2012), h. 72.
32

penyakit hati, pankreas dan kandung empedu dan terkenal dengan


kesuksesannya melakukan lebih dari 1000 operasi cangkok hati. RSPI Group
Merupakan RS Swasta pertama di Indonesia yang berhasil melakukan
transplantasi hati (14 dan 17 Desember 2010 ).18
Contoh kasus lainnya pada tahun 2018 tiga orang perempuan
penerima organ dari pendonor yang sama yaitu seorang perempuan 53 tahun
yang meninggal pada 2007 akibat penyakit stroke. Perempuan ini
menyumbangkan ginjal, paru-paru, jantung, dan livernya pada beberapa
pasien. Namun, mereka meninggal akibat kanker payudara yang menyebar di
organ sehat mereka setelah mendapatkan donor organ tersebut. pasien pertama
yang jatuh sakit dari transplantasi ini adalah seorang wanita 42 tahun yang
menerima paru-paru. Pasien tersebut meninggal pada 2009 setelah kanker yang
dimulai dari paru-paru menyebar ke tulang dan hatinya.19
Bank Mata mencatat, ada 3 persen penduduk Indonesia yang
mengalami kebutaan. Dari seluruh pasien, 80 persennya merupakan penderita
katarak, sementara 4,5 persen lainnya mengalami kerusakan kornea. RS Mata
Cicendo di Bandung, Jawa Barat, yang ditunjuk jadi pusat mata nasional,
mencatat jumlah pendonor mata mencapai 13.000 orang. Angka ini seolah
besar, namun berbeda dengan donor darah, donor mata hanya dilakukan ketika
pendonor meninggal dunia. Sehingga, bagi 794 calon penerima yang dicatat
Bank Mata, ketersediaan kornea donor tidak dapat ditentukan. Pada tahun 2018
Bank Mata berhasil memasang 99 pasang kornea dari pendonor.20

18
Transplantasi hati, https://www.rspondokindah.co.id/id/news/transplantasi-hati-sukses-
dilaksanakan-di-rs-puri-indah (diakses 25 Januari 2021)
19
Donor organ tubuh mayat, https://sains.kompas.com/read/2018/09/13/173500123/dapat-
organ-dari-pendonor-yang-sama-tiga-orang-tertular-kanker (diakses 5 Februari 2021)
20
Bank Mata Indonesia, https://bankmataindonesia.org/donor-mata (diakses 5 Februari
2021)
BAB III
FATWA NAHDLATUL ULAMA TENTANG TRANSPLANTASI ORGAN
TUBUH MAYAT

A. Nahdlatul Ulama
1. Sejarah Bahtsul Masail Nahdlatul Ulama
Di kalangan Nahdlatul Ulama, Bahtsul Masail merupakan tradisi
intelektual yang sudah berlangsung lama. Sebelum nahdlatul ulama berdiri
dalam bentuk organisasi formal, aktivitas batsul masail telah berlangsung
sebagai praktek yang hidup di tengah masyarakat muslim nusantara,
khususnya kelangan pesantren NU kemudian melanjutkan tradisi itu dan
mengadopsinya sebagai bagian kegiatan keorganisasian. Batsul masail
sebagai bagian aktivitas formal organisasi pertama dilakukan tahun 1926,
beberapa bulan setelah NU berdiri. Tepatnya pada kongres 1 NU (kini
bernama Muktamar), tanggal 21-23 september 1926. Selama beberapa
decade, forum Batsul masail ditempatkan sebagai salah satu komisi yang
membahas materi muktamar. Belum diwadahi organ tersendiri.1
Setelah lebih dari setengah abad NU berdiri, Batsul masail baru
dibuatkan organ tersendiri bernama Lajnah Batsul Masail diniyah. Hal itu
dimulai dengan adanya rekomendasi muktamar ke-28 di Yogyakarta tahun
1989. Komisi 1 muktamar 1989 itu merekomendasikan PBNU untuk
membentuk lajnah Batsul Masail diniyah, sebagai lembaga permanen.
Untuk memperkuat wacana pembentukan lembaga permanen itu, pada
januari 1990, berlangsung halaqah (saraehan) di pesantren mamba’ul
ma’arif Denanyar Jombang, yang juga merekomendasikan pembentukan
lajnah Batsul Masail diniyah. Pada muktamar 2004, status “lajnah”
ditingkatkan menjadi “lembaga”, sehingga bernama lembaga Batsul Masail
Nahdlatul Ulama.2

1
H.Soelemain Fadeli, ANTOLOGI NU: Sejarah Istilah Uswah Cet. II, (Surabaya: Khalista
Perbruari, 2008). h. 7-11
2
H.Soelemain Fadeli, ANTOLOGI NU: Sejarah Istilah Uswah Cet. II, h. 7-11

33
34

2. Pengambilan Fatwa Bahtsul Masail Nahdlatul Ulama


Batsul Masail Nahdlatul Uama sebagai jam’iyyah sekaligus gerakan
diniyah islamiyah sejak awal berdirinya telah menjadikan faham Ahlusunnah
waljamaah sebagai basis teologi, (dasar beraqidah) dan menganut salah satu
madzhab sebagai pegangan dalam berfiqih, yaitu imam Syafi’i. NU dalam
kesehariannya lebih banyak menggunakan fiqih masyarakat Indonesia yang
bersumber dari madzhab imam Syafi’i. hampir dapat dipastikan bahwa fatwa,
petunjuk, dan keputusan hukum yang diberikan oleh ulama NU dan kalangan
pesantren selalu bersumber dari Imam Syafi’i. hanya kadang-kadang dalam
keadaan tertentu, untuk melawan budaya konfensional, berpaling ke madzhab
lain. Para ulama NU mengarahkan orientasinya dalam pengambilan hukum
kepada aqwa al-mujtahidin (pendapat para mujtahid) yang mutlak maupun
muntashib. Bila terjadi perbedaan pendapat (Khilaf) maka diambil yang
paling kuat sesuai dengan pentarjihan ahli tarjih. Dalam memutuskan sebuah
forum yang dinamakan Batsul Masail yang bertugas mengambil keputusan
tentang hukum-hukum islam. Dalam menggali hukum menggunakan metode
istinbath yaitu menggali dari teks asal atau dasar maupun ilhaq (qiyas).
Pengertian istinbath dikalangan NU bukan mengambil langsung dari
sumber aslinya Qur’an dan Hadist, akan tetapi sesuai dengan sikap dasar
bermadzhab mentathbiqkan (memberlakukan secara dinamis nash-nash
fuqoha dalam konteks permasalahan yang dicari hukumnya).3
Prosedur penjawaban masalah NU disusun dalam urutan sebagai berikut :4
1) Dalam kasus ketika jawaban bisa dicakupi oleh ibarat kitab dan disana
terdapat hanya satu qaul atau wajah, maka dipakailah qaul/wajah
sebagaimana diterangkan dalam ibarat tersebut.

3
Budi Setiawan, http://setiarahma20.blogspot.com/2009/12/metode-istinbath-hukum-
majelistarjih.html?m=1, diakses pada 29 september 2021
4
Aziz Masyuri. Ahmad, Masalah Keagamaan: Hasil Mukhtamar dan Munas Ulama
Nahdlatul Ulama ke-1 Tahun 1926 s/d ke-29 tahun 1994, (Surabaya: RMI dan Dinamika Press,
1997), h. 365
35

2) Dalam kasus ketika jawaban bisa dicukupi oleh ibarat kitab dan di sana
terdapat lebih dari satu qaul-wajah, maka dilakukan taqrir jama’i untuk
memilih satu qaul/wajah.
3) Dalam kasus tidak ada qaul/wajah sama sekali yang memberikan
penyelesaian, maka dilakukan ilhaq al-masa-il bi nadhairha secara
jama’I oleh para ahlinya.
4) Dalam kasus tidak ada qaul/wajah sama sekali dan tidak mungkin
dilakukan ilhaq al-masa-il bi nadhairiha, maka bisa dilakukan istinbath
jama’I dengan prosedur bermadzhab secara manhaji oleh para ahlinya.

Yang dimaksud dengan kitab adalah al-kutub al-mu’tabarah, yaitu


kitab-kitab tentang ajaran islam yang sesuai dengan aqidah ahlussunnah wa
al-jama’ah. Bermadzhab secara qauli dalam kutipan di atas adalah mengambil
pendapat yang sudah jadi dalam madzhab tertentu, dan bermadzhab secara
manhaji atau metodologis adalah mengambil jalan pikiran madzhab tersebut.
Sedangkan qaul adalah suatu pendapat imam madzhab, dan wajh adalah
pendapat ulama madzhab. Sementara itu ilhaq al-masa-il bi nadhairiha adalah
menyamakan hukum satu masalah yang tidak dibahas oleh buku tertetu
dengan kasus serupa yang telah dibahas oleh buku lain.5 Hal ini mirip dengan
penetuan hukum melalui qiyas atau analogi, tetapi pada qiyas hukum yang
diserupakan adalah kepada hukum yang sudah jelas dalam teks agama (Al-
Qur’an dan As-Sunnah).

B. Fatwa Nahdlatul Ulama Tentang Transplantasi Organ Tubuh Mayat


1. Nahdlatul Ulama pertama kali menjelaskan permasalahan ini pada Putusan
Muktamar ke-23 di Solo, 29 Rajab - 3 Sya’ban 1382 H. / 25 - 29 Desember
1962 M, Masalah nomor 315 diputuskan bahwa haram mengambil bola mata
mayit, walaupun mayit itu tidak terhormat (ghair muhtaram) seperti
mayitnya orang murtad. Demikian pula haram menyambung anggota tubuh

5
Aziz Masyuri, Ahmad, Masalah Keagamaan: Hasil Mukhtamar dan Munas Ulama
Nahdlatul Ulama ke-1 Tahun 1926 s/d ke-29 tahun 1994, h. 364
36

dengan anggota tubuh lain, karena bahayanya buta itu tidak sampai melebihi
bahayanya merusak kehormatan mayit.6
Sebagaimana dijelaskan dalam kitab Hasyiyah al-Rasyidi ‘ala Fath al-
Jawad7:

ِ ‫علَى ا ْل َم ْن َه‬
َ ‫ج َولَ ْو‬
‫غي َْر ُم ْحت ََر ٍم َك ُم َّرت َ ٍد َو َح ْربِي ٍ فَيَح ُْر ُم‬ ُّ ِ‫ي فَ ُو ُج ْودُهُ حِ ْينَئِ ٍذ كَا ْلعَدَ ِم َك َما قَا َل ا ْل َحلَب‬
َ ‫ي‬ ُّ ‫ا َ َّما اْألَدَ ِم‬
ُ‫ص ُل بِ ِه َويَ ِجبُ ن َْزعُه‬ ْ ‫ا ْل َو‬
Adapun (jasad) manusia, maka adanya sama dengan tidak adanya
sebagaimana yang dinyatakan al-Halabi dalam catatannya atas kitab al-
Manhaj, walaupun tidak terhormat, seperti orang murtad dan kafir harbi.
Karenanya maka haram tranplantasi (dengan organ mereka) dan harus
dicopot kembali.
Kemudian dijelaskan dalam Hadits Nabi Saw :

‫ت َك َكس ِْر ِه َحيا ( َر َواهُ أ َ ْح َمدُ فِي ا ْل ُم ْسنَ ِد‬ ْ ‫ع‬


ِ ِ‫ظ ِم ا ْل َمي‬ َ ‫ع ْن َها أ َ َّن َرسُو َل هللاِ قَا َل َكس ُْر‬
َ ُ‫ي هللا‬َ ‫ض‬ِ ‫شةَ َر‬ َ ِ‫عائ‬َ ‫ع ْن‬ َ
8 َ
)‫علَى ش َْرطِ ُم ْسل ٍِم َوا ْب ُن َما َّجة‬ َ ‫َوأَبُو دَ ُاودَ بِإِ ْسنَا ٍد‬
“Dari Aisyah ra., sungguh Rasulullah Saw. telah bersabda: “memecahkan
tulang orang mati itu sama dengan memecahkan tulangnya ketika masih
hidup.” (HR. Ahmad dalam al-Musnad, Abu Dawud dengan standar sanad
Muslim dan Ibn Majah)

)َ‫(ر َواهُ ا ْب ُن َما َّجة‬ ْ ‫ع‬


َ ‫ظ ِم ا ْل َحي ِ فِي اْ ِإلثْ ِم‬ َ ‫ت َك َكس ِْر‬ ْ ‫ع‬
ِ ‫ظ ِم ا ْل َم ِي‬ َ ‫ع ْن أ ُ ُّم‬
َ َ‫سلَ َمة‬
َ ‫ع ْن النَّ ِبي ِ قَا َل َكس ُْر‬ َ
9
‫س ٌن‬ ٌ ‫َح ِدي‬
َ ‫ْث َح‬
“Dari Ummu Sulaim, dari Nabi Saw., beliau berkata: “Memecah tulang
orang mati itu sama dengan memecah tulangnya ketika masih hidup dalam
hal dosanya.” (HR. Ibn Majah dari Ummu Salamah).

6
PBNU. Ahkamul Fuqaha. (Surabaya: Kalista-LTN PBNU, 2011), (masalah nomor 315)
7
Syihāb al-Dīn Ahmad ibn Hamzah al-Ramlī, Hasyiyah al-Rasyidi ‘ala Fath al-
Jawad, (Beirut: Dar al-Kutub al-‘ilmiah, 2005), h. 26-27
8
Abu Dawud, Shahih Sunan Abî Dawud Jilid II, no. 2797, (Riyadh: Maktabah al-ma’ârif,
2000), h. 422
9
Abdilah, Abu Muhammad bin Yazid, Matan Sunan Ibnu Majah jilid 1, no. 1616, (Amman:
baitul Afkar ad-Dauliyyah, 1999), h. 505
37

2. Keputusan munas alim ulama di Kaliurang Yogyakarta Pada Tanggal 30


Syawal 1401 H. / 30 Agustus 1981 M masalah nomor 332 tentang
transplantasi kornea atau cangkok mata, serta masalah nomor 334 tentang
transplantasi ginjal dan jantung. Ada dua pendapat tentang hukumnya,
yaitu:
a. Haram, walaupun mayit itu tidak terhormat seperti mayitnya orang
Demikian pula haram menyambung anggota manusia dengan anggota
manusia lain, bahaya buta itu tidak sampai melebihi bahayanya
merusak kehormatan mayit.
b. Boleh, disamakan dengan diperbolehkannya menambal dengan tulang
manusia, asalkan memenuhi 4 syarat:
1) Karena dibutuhkan.
2) Tidak ditemukan selain dari anggota tubuh manusia.
3) Mata yang diambil harus dari mayit yang muhaddaraddam.
4) Antara yang diambil dan yang menerima harus ada persamaan
agama.

Nahdlatul Ulama menjelaskan permasalahan ini dalam putusan


muktamar nahdlatul ulama ke-28 Di Pondok Pesantren Al-Munawwir
Krapyak Yogyakarta Pada Tanggal 26 - 29 Rabiul Akhir 1410 H. / 25 - 28
Nopember 1989 M masalah nomor 383 yang isinya bahwa :

“bahwa hukum wasiat pencangkokan organ tubuh mayat adalah tidak sah
atau batal karena tidak memenuhi syarat-syarat wasiat yang antara mutlaq
al-milki. Menurut syara’ organ mayit itu hak Allah bukan milik seseorang.
Adapun pecangkokan organ tubuh manusia ada yang membolehkan dengan
syarat:
- Karena diperlukan, dengan ketentuan tertib pengamanan.
- Tidak ditemukan selain organ tubuh manusia itu.

Nahdlatul Ulama dalam menggali dan menetapkan hukum


dilakukan dengan mentatbiiqkan (menyelaraskan) secara dinamis nash-nash
38

fuqoha (teks-teks yang tersurat dalam kitab) dalam konteks permasalahan


dicari hukumnya. Dalam Persoalan Transplantasi Nahdlatul Ulama
menggunakan metode Qouly yaitu mengutip langsung dari naskah kitab
rujukan. Suatu masalah hukum dipelajari lalu dicarikan jawabannya pada
kitab-kitab fiqih yang menjadi rujukan (kutub al-Mu’tabarah) dari empat
madzhab.

Sebagaimana dijelaskan dalam kitab Ahkamul Fuqaha’10

‫عي ِْن اْأل َ ْع َمى‬ َ ‫ص ِل َها إِلَى‬ْ ‫ت ل َِو‬ ِ ِ‫ص ِريَّ ِة بِ َج َو ِاز أ َ ْخ ِذ َحدَاقَ ِة ا ْل َمي‬
ْ ‫ار ا ْل ِم‬ ِ ‫َم ْسأَلَةٌ َما قَ ْولُكُ ْم فِي ا ْفتَاءِ ُم ْفتِى‬
ِ َ‫الدي‬
‫ت َولَ ْو‬ِ ‫ بَ ْل يَح ُْر ُم أ َ ْخذُ َحدَاقَ ِة ا ْل َم ِي‬،‫ْح‬ ٍ ‫صحِ ي‬ َ ‫غي ُْر‬ َ ‫صحِ ْي ٌح أ َ ْو الَ قَ َّر َر ا ْل ُمؤْ ت َ َم ُر ِبأ َ َّن ذَلِكَ اْ ِإل ْفت َا َء‬
َ ‫َه ْل ه َُو‬
ِ‫سدَة‬ َ ُ‫ض َر َر ا ْل َع َمى الَ يَ ِز ْيد‬
َ ‫علَى َم ْف‬ َ ‫ص ُلهُ ِبأَجْزَ اءِ اْألَدَمِي ِ ِأل َ َّن‬
ْ ‫ َويَح ُْر ُم َو‬.ٍ‫غي َْر ُم ْحت ََر ٍم َك ُم ْرت ٍَد َو َح ْر ِبي‬
َ
26 ‫علَى اب ِْن ا ْل ِع َما ِد صـ‬ َ ‫لر ِش ْيدِي‬ ِ ‫ت ا ْل َم ِي‬
ْ ‫ت َك َما ِف‬
َّ ‫ي َحا ِش َي ِة ا‬ ِ ‫ا ْن ِت َهاكِ ُح ُر َما‬

“Permasalahan, bagaimana pendapat Anda sekalian tentang fatwa oleh


Mufti Mesir yang memperbolehkan cangkok bola mata mayat untuk
dipasangkan ke mata orang buta. Apakah fatwa ini benar apa tidak?
Muktamar menetapkan, bahwa fatwa itu tidak benar, dan bahkan haram
mencangkok bola mata mayat meskipun dari orang yang tidak terhormat,
seperti orang murtad dan orang kafir musuh. Haram pencangkokan dengan
bagian-bagian tubuh manusia, karena bahaya kebutaan tidak melebihi
kerusakan pencemaran kehormatan mayat.”
Kemudian dalam kitab Hasyiyah al-Rasyidi ‘ala Fath al-Jawad11

ِ ‫علَى ا ْل َم ْن َه‬
َ ‫ج َولَ ْو‬
‫غي َْر ُم ْحت ََر ٍم َك ُم ْرت ٍَد َو َح ْر ِبي ٍ فَيَح ُْر ُم‬ ُّ ‫ي فَ ُو ُج ْودُهُ حِ ْينَئِ ٍذ كَا ْل َعدَ ِم َك َما قَا َل ا ْل َحلَ ِب‬
َ ‫ي‬ ُّ ‫أ َ َّما اْألَدَ ِم‬
ُ‫ص ُل ِب ِه َو َي ِجبُ ن َْزعُه‬ ْ ‫ا ْل َو‬.

“Adapun tulang manusia, ketika kondisinya demikian (terdapat


alternatif menyambung tulang dengan selain tulang najis dan selain tulang
manusia) maka keberadaannya sama seperti tidak ada, sebagaimana

10
Syihāb al-Dīn Ahmad ibn Hamzah al-Ramlī, Hasyiyah al-Rasyidi ‘ala Fath al-
Jawad, (Beirut: Dar al-Kutub al-‘ilmiah, 2005), h. 26-27.
11
PBNU. Ahkamul Fuqaha., masalah nomor 315
39

dinyatakan oleh al-Halabi dalam penjelasannya atas kitab al-Manhaj.


Walaupun bukan orang terhormat seperti orang murtad dan orang kafir.
Maka haram menyambung tulang dengannya dan harus dicabut.”

Hadits Nabi Saw.


a. Riwayat Aisyah Ra.
12َ
‫ت َك َكس ِْر ِه َحيا َر َواهُ أ َ ْح َمدُ فِي ا ْل ُم ْسنَ ِد َوأَبُو دَ ُاودَ َوا ْب ُن َما َّجة‬ ْ ‫ع‬
ِ ِ‫ظ ِم ا ْل َمي‬ َ ‫َكس ُْر‬

“Memecahkan tulang mayat sama seperti memecahkannya ketika masih


hidup.” (HR. Ahmad dalam al-Musnad, Abu Dawud dan Ibn Majjah)

b. Riwayat Ummu Salamah Ra.


13 ٌ
‫سن‬
َ ‫ِيث َح‬ ْ ‫ع‬
َ ‫ظ ِم ا ْل َحي ِ فِي اْ ِإلثْ ِم‬
ٌ ‫(ر َواهُ َوا ْب ُن َما َّجةَ) َحد‬ َ ‫ت َك َكس ِْر‬ ْ ‫ع‬
ِ ِ‫ظ ِم ا ْل َمي‬ َ ‫َكس ُْر‬

“Memecahkan tulang mayat, dosanya sama dengan memecahkannya dalam


keadaan masih hidup.” (HR. Ibn Majjah), hadits hasan.

Dibolehkannya mencangkok organ tubuh manusia karena


dibutuhkan dan tidak ditemukan selain dari anggota tubuh manusia
disamakan dengan diperbolehkannya menambal dengan tulang manusia,
sebagaimana dijelaskan dalam kitab Mughni al-Muhtaj ila Ma’rifah Alfazh
al-Minhaj14

‫ض ِة ِأل َ َّن‬
َ ‫الر ْو‬
َّ ‫ح َو‬ َ ً‫ط ِر (أ َ ْك ُل آدَمِي ٍ َميِتٍ) إذَا لَ ْم يَ ِجدْ َم ْيتَة‬
َّ ‫غي َْرهُ َك َما قَيَّدَاهُ فِي ال‬
ِ ‫ش ْر‬ ْ ‫ي ا ْل ُم‬
َ ‫ض‬ ْ َ ‫(ولَهُ) أ‬
َ
ِ ‫ظ ُم ِم ْن ُح ْر َم ِة ا ْل َم ِي‬
‫ت‬ َ ‫ُح ْر َمةَ ا ْل َحي ِ أ َ ْع‬

(Dan dipebolehkan baginya) maksudnya adalah orang dalam kondisi


darurat, (memakan manusia yang telah mati), ketika ia tidak menemukan
bangkai selainnya, sebagaimana telah dibatasi oleh al-Rafi’i dan al-Nawawi

12
Abu Dawud, Shahih Sunan Abî Dawud Jilid II, no. 2797, (Riyadh: Maktabah al-ma’ârif,
2000), h. 422
13
Abdilah, Abu Muhammad bin Yazid, Matan Sunan Ibnu Majah jilid 1, no. 1616,
(Amman: baitul Afkar ad-Dauliyyah, 1999), h. 505
14
Muhammad al-Khatib al-Syirbini. Mughni al-Muhtaj ila Ma’rifah Alfazh al-Minhaj.
(Mesir: Musthafa al-Halabi, 1957), Juz IV, h. 307.
40

dalam kitab al-Syarh al-Kabir dan al-Raudhah. Sebab kehormatan orang


hidup lebih besar -dari orang pada yang telah mati-.

Kitab Kanz al-Raghibin Syarh Minhaj al-Thalibin15

ْ ‫ِح ِل ْل َو‬
ٌ ُ‫ص ِل (فَ َم ْعذ‬
‫ور) فِي‬ ْ ‫ص ِل ( ِبنَ َج ٍس) ِم ْن ا ْل َع‬
َّ ‫ظ ِم ( ِلفَ ْق ِد ال‬ ْ ‫اج ِه إلَى ا ْل َو‬ َ ‫ِال ْن ِك‬
ِ ‫صال‬
َّ ‫طاه ِِر) ال‬ ِ َ‫ار ِه َوا ْحتِي‬
ِ ‫س‬

ْ ‫ع‬
)ُ‫ظ َمه‬ َ ‫(ولَ ْو َو‬
َ ‫ص َل‬ َ َ‫ذَلِك‬

(Dan bila seseorang menyambung tulangnya) karena pecah dan butuh


menyabungnya, (dengan najis) maksudnya tulang najis, (karena tidak
menemukan tulang yang suci) yang layak dijadikan penyambung, (maka ia
adalah orang yang berudzur) dalam hal tersebut.

Sebagaimana dijelaskan dalam kitab Nihayah al-Zain Syarh Qurrah al-


‘Ain16

ِ ‫ص إِلَى آخ ََر فَت‬


َ َ‫َص ُّح بِ َح ْم ٍل َم ْو ُج ْو ٍد إِ ِن ا ْنف‬
‫ص َل‬ ٍ ‫ش ْخ‬ َ ‫ي ا ْل ُم ْو‬
َ ‫صى بِ ِه ك َْونُهُ ُمبَا ًحا يَ ْقبَ ُل النَّ ْق َل ِم ْن‬ َ ‫َوشُ ِر‬
ْ ِ‫ط ف‬
َ َ‫علَ ْي ِه بِخِ الَفِ َولَ ِد ا ْلبَ ِه ْي َم ِة إِ ِن ا ْنف‬
‫ص َل َميِتًا بِ ِجنَايَ ٍة فَإِ َّن‬ َ ‫ض ُم ْونًا بِأ َ ْن َكانَ َولَدَ أ َ َم ٍة َو ُجن‬
َ ‫ِي‬ ْ ‫َحيا أ َ ْو َميِتًا َم‬
ِ ‫ص م ِْن قِ ْي َم ِة أ ُ ِم ِه يَ ُك ْو ُن ِل ْل َو ِار‬
‫ث‬ ْ ِ‫صيَّةَ ت َ ْبطُ ُل َو َما يُ ْغ ِر ُمهُ ا ْل َجان‬
َ َ‫ي حِ ْينَئِ ٍذ ِم َّما نَق‬ ِ ‫ا ْل َو‬

Dan barang yang diwasiatkan disyaratkan merupakan barang mubah yang


bisa dipindahkan dari seseorang ke orang lain. Maka sah wasiat janin
(hewan atau budak) bila lahir dalam keadaan hidup, atau janin yang lahir
dalam keadaan mati dan menjadi tanggung jawab seseorang, yaitu anak
budak perempuan yang dilukai. Berbeda dengan janin hewan ketika lahir
dalam keadaan mati karena dilukai, sebab wasiat dengannya batal, dan
tanggung jawab orang yang melukai dalam kasus ini yaitu berkurangnya
harga induknya menjadi milik ahli waris (bukan orang yang diwasiati).

15
Jalaluddin al-Mahalli. Kanz al-Raghibin Syarh Minhaj al-Thalibin pada Hasyiyata
Qulyubi wa ‘Umairah, Juz IV. (Indonesia: Dar Ihya’ al-Kutub al-‘Arabiyah, t. th.), h. 128.
16
Muhammad Nawawi bin Umar al-Jawi. Nihayah al-Zain Syarh Qurrah al-‘Ain. (Beirut:
Dar al-Fikr, 1966), h. 279.
41

Selanjutnya pecangkokan organ tubuh manusia dibolehkan dengan


syarat karena diperlukan, dengan ketentuan tertib pengamanandan tidak
ditemukan selain organ tubuh manusia itu dijelaskan dalam kitab Mughni
al-Muhtaj ila Ma’rifah Alfazh al-Minhaj17

(ُ‫)ولَه‬
َ
َ‫ض ِة ِأل َ َّن ُح ْر َمة‬
َ ‫الر ْو‬ َ ً‫ط ِر (أ َ ْك ُل آدَمِي ٍ َميِتٍ) إذَا لَ ْم يَ ِجدْ َم ْيتَة‬
َّ ‫غي َْرهُ َك َما قَيَّدَاهُ فِي ال‬
َّ ‫ش ْرحِ َو‬ ْ ‫ي ا ْل ُم‬
َ ‫ض‬ ْ َ‫أ‬
ِ ِ‫ظ ُم ِم ْن ُح ْر َم ِة ا ْل َمي‬
‫ت‬ َ ‫ا ْل َحي ِ أ َ ْع‬.

(Dan dipebolehkan baginya) maksudnya adalah orang dalam kondisi


darurat, (memakan manusia yang telah mati), ketika ia tidak menemukan
bangkai selainnya, sebagaimana telah dibatasi oleh al-Rafi’i dan al-Nawawi
dalam kitab al-Syarh al-Kabir dan al-Raudhah. Sebab kehormatan orang
hidup lebih besar -dari orang pada yang telah mati.

Kitab Kanz al-Raghibin Syarh Minhaj al-Thalibin18

ِ ِ‫ظ ُم ِم ْن ُح ْر َم ِة ا ْل َمي‬
‫ت‬ َ ‫ت ِأل َ َّن ُح ْر َمةَ ا ْل َحي ِ أ َ ْع‬
ٍ ِ‫ط ِر أ َ ْك ُل أَدَمِي ٍ َمي‬ ْ ‫َولَهُ أَي ِل ْل ُم‬
َ ‫ض‬

Baginya, yaitu orang dalam kondisi darurat, boleh memakan mayat


manusia, karena kehormatan orang hidup lebih besar dari kehormatan orang
mati.
Dalam kitab Al-Muhadzdzab19

ِ ِ‫ضطُ َّر َو َو َجدَ أَدَ ِميا َميِتًا َجازَ أ َ ْكلُهُ ِأل َ َّن ُح ْر َمةَ ا ْل َحي ِ آ ِكدٌ ِم ْن ُح ْر َم ِة ا ْل َمي‬
‫ت‬ ْ ‫َوإِ ِن ا‬
Jika seseorang terpaksa dan (hanya) menemukan mayat manusia, maka ia
boleh memakannya. Sebab, kehormatan orang hidup lebih kuat dari
kehormatan orang mati.

17
Muhammad al-Khatib al-Syirbini. Mughni al-Muhtaj ila Ma’rifah Alfazh al-Minhaj, Juz
IV. (Mesir: Musthafa al-Halabi, 1957), Juz IV, h. 307.
18
Jalaluddin al-Mahalli. Kanz al-Raghibin Syarh Minhaj al-Thalibin pada Hasyiyata
Qulyubi wa ‘Umairah, Juz I. (Indonesia: Dar Ihya’ al-Kutub al-‘Arabiyah, t. th.), h. 128.
19
Abu Ishaq al-Syairazi. al-Muhadzdzab, Juz I. (Beirut: Muassasah al-Risalah, 1980), h.
251.
42

Selanjutnya dijelaskan dalam kitab Kanz al-Raghibin Syarh Minhaj al-


Thalibin20

ْ ‫ع‬
(ُ‫ظ َمه‬ َ ‫)ولَ ْو َو‬
َ ‫ص َل‬ َ
ْ ‫ِح ِل ْل َو‬
‫ص ِل‬ ْ ‫ص ِل ( ِبنَ َج ٍس) ِم ْن ا ْل َع‬
َّ ‫ظ ِم ( ِلفَ ْق ِد ال‬ ْ ‫اج ِه إلَى ا ْل َو‬ َ ‫ِال ْن ِك‬
ِ ‫صال‬
َّ ‫طاه ِِر) ال‬ ِ َ‫ار ِه َوا ْحتِي‬
ِ ‫س‬
َ‫ور) فِي ذَلِك‬ ٌ ُ‫(فَ َم ْعذ‬

(Dan bila seseorang menyambung tulangnya) karena pecah dan butuh


menyabungnya, (dengan najis) maksudnya tulang najis, (karena tidak
menemukan tulang yang suci) yang layak dijadikan penyambung, (maka ia
adalah orang yang berudzur) dalam hal tersebut.

C. Mekanisme Penggunaan Dalil Al-Qur’an


Nahdlatul Ulama menggunakan dalil Al-Qur’an sebagai landasan hukum
yang dijadikan sandaran untuk pengambilan fatwa. Bahtsul masail Nahdlatul
Ulama dalam hal Transplantasi Organ tubuh Mayat menggunakan dalil Al-
qur’an Surah An-Nisa ayat 29 dan Al-qur’an Surah Al-An’am ayat 151.
Secara bahasa, dalil artinya petunjuk pada sesuatu baik yang bersifat
material maupun yang bersifat nonmaterial. Sedangkan menurut Istilah, suatu
petunjuk yang dijadikan landasan berfikir yang benar dalam memperoleh hukum
syara' yang bersifat praktis, baik yang kedudukannya qath'i ( pasti ) atau zhanni
(relatif). Atau dengan kata lain, dalil adalah segala sesuatu yang menunjukan
kepada madlul. Madlul itu adalah hukum syara' yang amaliyah dari dalil. Untuk
samapai kepada madlul memerlukan pemahaman atau tanda penunjuknya (
dalalah ). Dalil dapat dilihat dari berbagai segi yaitu Dari segi asalnya, dari segi
ruang limgkupnya, dari segi kekuatannya.21 Diantaranya :
4. Dalil ditinjau dari segi asalnya
Ditinjau dari asalnya, dalil ada dua macam:

20
Jalaluddin al-Mahalli. Kanz al-Raghibin Syarh Minhaj al-Thalibin pada Hasyiyata
Qulyubi wa ‘Umairah, Juz IV, h. 128.
21
Munawar Khalil, Kembali Kepada Alqur'an dan Al-Sunnah, (Bulan Bintang, 1977).
43

(1) Dalil Naqli yaitu dalil-dalil yang berasal dari nash langsung, yaitu
Alquran dan al-Sunnah.
(2) Dalil aqli, yaitu dalil - dalil yang berasal bukan dari nash langsung, akan
tetapi dengan menggunakan akal pikiran, yaitu Ijtihad. Bila
direnungkan, dalam fiqih dalil akal itu bukanlah dalil yang lepas sama
sekali dari Alquran dan al-Sunnah, tetapi prinsif-prinsif umumnya
terdapat dalam Alquran dan Al-Sunnah.
5. Dalil ditinjau dari sei ruang lingkupnya
Dalil ditinjau dari ruang lingkupnya ada dua macam, yaitu:
a. Dalil Kully yaitu dalil yang mencakup banyak satuan hukum. Dalil
Kulli ini adakalaya berupa ayat Alquran, dan berupa hadits, juga
adakalanya berupa Qaidah-qaidah Kully.
b. Dalil Juz'i, atau Tafsili yaitu dalil yang menunjukan kepada satu
persoalan dan satu hukum tertentu.

6. Dalil ditinjau dari segi kekuatannya


Dalil ditinjau dari daya kekuatannya ada dua, yaitu Dalil Qath'i dan dalil
Zhanni.
a. Dalil Qath'i, Dalil Qath'i ini terbagi kepada dua macam, yaitu :
a. Dalil Qath'i al-Wurud, yaitu dalil yang meyakinkan bahwa
datangnya dari Allah ( Alquran) atau dari Rasulullah ( Hadits
Mutawatir). Alquran seluruhnya Qath'i wurudnya, dan tidak semua
hadits qath'i wurudnya.
b. Dalil Qath'i Dalalah, yaitu dalil yang kata-katanya atau ungkapan
kata-katanya menunjukan arti dan maksud tertentu dengan tegas
dan jelas sehingga tidak mungkin dipahamkan lain.

b. Dalil Zhanni. Dalil Zhanni, terbagi kepada dua macam pula yaitu:
Zhanni al-Wurud dan Zhanni al-Dalalah.
a. Zhanni al-Wurud, yaitu dalil yang memberi kesan yang kuat atau
sangkaan yang kuat bahwa datangnya dari Nabi saw. Tidak ada
44

ayat Alquran yang Zhanni wurud, adapun hadits ada yang Zhanni
wurudnya yaitu hadits ahad.
b. Zhanni al-Dalalah, yaitu dalil yang kata-katanya atau ungkapan
kata-katanya memberi kemungkinan - kemungkinan arti dan
maksud lebih dari satu. Tidak menunjukan kepada satu arti dan
maksud tertentu.
BAB IV
KAJIAN FILOSOFIS HUKUM TRANSPLANTASI ORGAN TUBUH
MAYAT MENURUT NAHDLATUL ULAMA

A. Kajian Filosofis Fatwa Nahdlatul Ulama


Nahdlatul Ulama dalam menjawab berbagai macam permasalahan
kontemporer yang ada terkait perubahan sosial, perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi seperti hukum transplantasi organ tubuh mayat
maka bathsul masail Nahdlatul Ulama mengeluarkan fatwanya yaitu :

1. Putusan Muktamar ke-23 di Solo


Nahdlatul Ulama pertama kali menjelaskan permasalahan ini pada
Putusan Muktamar ke-23 di Solo, 29 Rajab - 3 Sya’ban 1382 H. / 25 - 29
Desember 1962 M, diputuskan bahwa haram mengambil bola mata mayit,
walaupun mayit itu tidak terhormat (ghair muhtaram) seperti mayitnya
orang murtad. Demikian pula haram menyambung anggota tubuh dengan
anggota tubuh lain, karena bahayanya buta itu tidak sampai melebihi
bahayanya merusak kehormatan mayit.1
Nahdlatul Ulama dalam menetukan fatwa di atas yaitu dengan
mengutip dari kitab Hasyiyah al-Rasyidi ‘ala Fath al-Jawad2:

ِ ‫علَى ْال َم ْن َه‬


َ ‫ج َولَ ْو‬
‫غي َْر ُم ْحت ََر ٍم َك ُم َّرت َ ٍد َو َح ْربِي ٍ فَيَح ُْر ُم‬ ُّ ِ‫ي فَ ُو ُج ْودُهُ حِ ْينَئِ ٍذ ك َْالعَدَ ِم َك َما قَا َل ْال َحلَب‬
َ ‫ي‬ ُّ ‫ا َ َّما اْألَدَ ِم‬
ُ‫ص ُل ِب ِه َويَ ِجبُ ن َْزعُه‬ ْ ‫ا ْل َو‬
Adapun (jasad) manusia, maka adanya sama dengan tidak adanya
sebagaimana yang dinyatakan al-Halabi dalam catatannya atas kitab al-
Manhaj, walaupun tidak terhormat, seperti orang murtad dan kafir harbi.
Karenanya maka haram tranplantasi (dengan organ mereka) dan harus
dicopot kembali.

1
PBNU. Ahkamul Fuqaha. (Surabaya: Kalista-LTN PBNU, 2011), (masalah nomor 315)
2
Syihāb al-Dīn Ahmad ibn Hamzah al-Ramlī, Hasyiyah al-Rasyidi ‘ala Fath al-
Jawad, (Beirut: Dar al-Kutub al-‘ilmiah, 2005), h. 26-27

45
46

2. Putusan Muktamar di- Kaliurang Yogyakarta


Keputusan munas alim ulama di Kaliurang Yogyakarta Pada
Tanggal 30 Syawal 1401 H. / 30 Agustus 1981 M tentang transplantasi
kornea atau cangkok mata, serta transplantasi ginjal dan jantung. Ada dua
pendapat tentang hukumnya, yaitu:
a. Haram, walaupun mayit itu tidak terhormat seperti mayitnya orang
Demikian pula haram menyambung anggota manusia dengan anggota
manusia lain, bahaya buta itu tidak sampai melebihi bahayanya merusak
kehormatan mayit.
b. Boleh, disamakan dengan diperbolehkannya menambal dengan tulang
manusia, asalkan memenuhi 4 syarat:
1) Karena dibutuhkan.
2) Tidak ditemukan selain dari anggota tubuh manusia.
3) Mata yang diambil harus dari mayit yang muhaddaraddam.
4) Antara yang diambil dan yang menerima harus ada persamaan
agama.
Ulama yang membolehkan antara lain mengutip keterangan pada Kitab
Fathul Wahhab bi Syarh Manhajit Thullab karya Syekh Abu Zakariya Al-
Anshari :

ْ ‫صلُ ُح) ِل ْل َو‬


‫ص ِل‬ ْ ‫ع‬
َ ‫ظ ٍم‬
ْ ‫(ال َي‬ َ ‫ص ِل ِه ( ِبنَ َج ٍس) ِم ْن‬ ْ ‫ع‬
ْ ‫ظ َمهُ) ِبقَ ْي ٍد ِزدْتُهُ ِبقَ ْولِي ( ِل َحا َجةٍ) إلَى َو‬ َ ‫ص َل‬َ ‫َولَ ْو َو‬
ُ‫ص َالتُهُ َمعَه‬ ِ ‫الطاه ِِر (عُذ َِر) فِي ذَلِكَ فَت‬
َ ‫َص ُّح‬ َّ ‫غي ُْرهُ) ه َُو أ َ ْولَى ِم ْن قَ ْو ِل ِه ِلفَ ْق ِد‬
َ (

Artinya, “(Dan bila seseorang menyambung tulangnya) dengan qayyid yang


saya tambahkan, (karena butuh) menyambungnya, (dengan najis)
maksudnya tulang najis, (yang tidak layak) dijadikan penyambung (tulang
selainnya), dan redaksi tersebut lebih tepat dari redaksi An-Nawawi:
‘Karena tidak adanya tulang suci,’ (maka ia dianggap uzur) dalam hal
47

tersebut, oleh sebab itu shalatnya tetap sah besertaan tulang najis tersebut –
ditubuhnya-.”3

Perbedaan pendapat ulama perihal cangkok mata dilatari oleh


perbedaan cara pandang terhadap orang yang hidup dan orang yang sudah
meninggal. Ulama yang mengharamkan cangkok mata memandang
kehormatan orang yang sudah meninggal. Sedangkan ulama yang
membolehkan cangkok mata melihat adanya hajat pada orang yang hidup atas
penglihatan.

Para kyai saat itu memahami bahwa Transplantansi-kornea atau


cangkok mata ialah mengganti selaput mata seseorang dengan selaput mata
orang lain atau kalau mungkin dengan selaput mata binatang. Jadi yang diganti
hanya selaputnya saja, bukan bola mata seluruhnya. Adapun untuk
mendapatkan kornea/selaput mata, putusan forum Munas NU 1981 M, ialah
dengan cara mengambil bola mata seluruhnya dari orang yang sudah mati. Bola
mata itu kemudian dirawat baik-baik dan mempunyai kekuatan paling lama 72
jam (tiga hari tiga malam). Sangat tipis sekali dapat dihasilkan cangkok kornea
daribinatang.

B. Metode Ijtihad Fatwa Nahdlatul Ulama


1. Metode Ijtihad Nahdlatul Ulama
Pada fatwa tentang hukum transplantasi organ tubuh mayat
Nahdlatul Ulama dalam ijtihadnya sering menggunakan metode istinbath
hukum yang diterapkan secara berjenjang, ialah: a) metode qouly, yaitu
mengutip langsung dari naskah kitab rujukan. Suatu masalah hukum
dipelajari lalu dicarikan jawabannya pada kitab-kitab fiqih yang menjadi
rujukan (kutub Al- Mu’tabarah) dari empat madzhab. b) metode ilhaqy, yatu
menganalogikan hukum permasalahan tertentu yang belum ada dasar

3
Syekh Abu Zakaria Al-Anshari, Fathul Wahhab Juz I, (Mesir : Musthafa Al-Halabi,
1950 M), h. 238-239
48

hukumnya dengan kasus serupa yang sudah ada dalam suatu kitab rujukan,
dan c) metode manhajy, yaitu menelusuri dan mengikuti metode istinbath
hukum madzhab empat, terkait dengan masalah yang tidak bisa dijawab
oleh metode Qouly dan Ilhaqy.4 Sebagai pengendalian hukum melalui cara
mengikuti jalan pikiran serta kaidah-kaidah penetapan hukum para imam
mazhab dalam memuruskan hukum suatu masalah. Pendekatan manhaji
dilakukan melalui ijtihad secara kolektif (ijtihad jama‟i), dengan
menggunakan metoda : mempertemukan pendapat yang berbeda (al-Jam‟u
wat taufiq), memilih pendapat yang lebih akurat dalilnya (tarjihi),
menganalogkan permasalahan yang muncul dengan permasalahan yang
telah ditetapkan hukumnya dalam kitab-kitab fiqh (ilhaqi) dan istinbathi.
Prosedur penetapan hukum metode di atas adalah didasarkan
keputusan munas alim ulama di Lampung disusun dengan urutan hirarki,
yaitu: a) dalam kasus ketika jawaban bisa dicukupi oleh ibrah kitab dan di
sana terdapat hanya satu Qoul atau Wajb, maka dipakailah qaul atau wajb
sebagaimana diterangkan dalam ibarat tersebut (metode qauly), b) dalam
kasus ketika jawaban bisa dicukupi oleh ibarat yang tertuang dalam kitab di
sana terdapat lebih dari satu qaul dan wajb, maka dilakukan taqrir jama’i
untuk memilih satu qaul atau wajb (metode taqriry), c) dalam kasus tidak
ada satu qaul atau wajb sama sekali yang memberikan penyelesaian, maka
dilakukan prosedur ilhaqul masail bi madzairiha secara jama’i oleh ahlinya
(metode ilhaqy), d) dalam kasus tidak ada qaul atau wajb sama sekali tidak
memungkinkan diadakan ilhaq, maka bisa dilakukan istinbath jama’I
dengan prosedur istinbath bermadzhab, secara manhaji oleh para ahinya
(metode manhajy).5
a. Putusan Muktamar Ke-23 di Solo
Nahdlatul Ulama sebelum keputusan munas alim ulama NU
tentang metode ijtihad di Bandar lampung tahun 1992 ini, pada

4
Ahmad Zahro, Tradisi Intelektual NU: Lajnah Bahtsul Masail 1926-1999, (Yogyakarta:
LkiS, 2004), h. 116
5
Imam Ghazali Sa’id dan A Ma’ruf Asrori, Ahkamul Fuqoha, (Surabaya: LTNU-Diantama,
2004), h. 471
49

fatwanya pertama kali dalam Putusan Muktamar ke-23 di Solo tahun


1962. Menggunakan metode Qauli yaitu Metode ini digunakan untuk
menanggapi masalah-masalah yang jawabannya secara eksplisit
terdapat dalam kitab-kitab karya ulama dengan mencari jawaban dalam
kitab tafsir maupun kitab-kitab fikih mazhab empat dengan mengutip
langsung teksnya. Metode ini dapat diartikan menerapkan pendapat
atau teks yang sudah jadi seperti dalam kitab Hasyiyah al-Rasyidi ‘ala
Fath al-Jawad, sehingga dalam permasalahannya tentang Transplantasi
mendapat jawaban bahwa haram mengambil bola mata mayit,
walaupun mayit itu tidak terhormat (ghair muhtaram) seperti mayitnya
orang murtad. Demikian pula haram menyambung anggota tubuh
dengan anggota tubuh lain, karena bahayanya buta itu tidak sampai
melebihi bahayanya merusak kehormatan mayit.
Metode qauli ini berimplikasi langsung terhadap penggunaan
dan pemahaman Al-Qur’an dalam bahtsul masail NU yang cenderung
tekstual. Maksud dari pemahaman tekstual di sini adalah tekstual
terhadap ayat Al-Qur’an yang dijadikan dasar hukum dan dikutip dalam
kitab fikih maupun kitab tafsir.

b. Putusan Muktamar di-Kaliurang Yogyakarta


Nahdlatul ulama pada fatwanya tentang transplantasi kornea
atau cangkok mata, serta transplantasi ginjal dan jantung menggunakan
metode manhajy yang disepakati penggunaannya oleh bahtsul masail
melalui keputusan munas alim ulama NU di Bandar lampung tahun
1992 ini, merupakan terobosan baru yang oleh imdadun rahmat dalam
buku “kritik nalar fikih NU” diberikan catatan, pertama, merefleksikan
munculnya kesadaran akan historisitas produk-produk fiqih para ulama
terdahulu. Keputusan mereka disadari sebagai hasil ijtihad nash syar’i
yang tidak lepas dari kondisi sosial-budaya pada saat dan dimana
mereka hidup. Kedua, merupakan jawaban terhadap tantangan
50

metodologi yang dihadapi fiqih yakni tuntutan mengakomondasi setiap


perkembangan dan perubahan masyarakat.6
Dengan digunakan metode manhajy, bahtsul masail menjadi
lebih fleksibel dalam menerjemahkan prolematika kontemporer yang
muncul di masyarakat, yang mengacu kepada metode ijtihad para imam
madzhab ketika memutuskan hukum suatu persoalan hukum dengan
memperlihatkan konsisi sosial-budaya masyarakat sekitar. Sehingga
dalam putusannya tentang transplantasi kornea atau cangkok mata,
serta transplantasi ginjal dan jantung diperbolehkan dengan syarat
tertentu. Penggunaan metode ini melepaskan pandangan konservatif
bahtsul masail kearah pandangan progresif moderat dalam menghadapi
persoalan kehidupan yang selalu berkembang dinamis. Perlu
ditegaskan, bahwa metode manhajy dilakukan dengan istinbath jama’I
mempraktikan qawaid ushuliyah dan qawaid fikiyyah yang ada.

2. Dalil Yang Digunakan


a. Pengkajian dalil Ditinjau dari Segi Asalnya
Nahdlatul Ulama pada muktamar di Solo dan di Yogyakarta
dalam fatwanya tentang transplantasi organ tubuh mayat menggunakan
dalil aqli, yaitu dalil yang bersumber dari pemikiran manusia
berdasarkan akal sehat dengan berijtihad menggunakan metode
istinbath hukum di kalangan Nahdlatul Ulama. Yaitu, bukan
mengambil hukum secara langsung dari sumber aslinya yaitu Al-
Qur’an dan hadits. Akan tetapi penggalian hukum dilakukan dengan
mentatbiiqkan (menyelaraskan) secara dinamis nash-nash fuqoha (teks-
teks yang tersurat dalam kitab) dalam konteks permasalahan
transplantasi organ tubuh mayat yang dicari hukumnya

6
M. Imdadun Rahmat, Kritik Nalar Fikih NU: Transformasi Paradigma Bahtsul Masail,
(Jakarta: LAKPESDAM, 2002), h. 6-7
51

b. Pengkajian Dalil Ditinjau dari Ruang Lingkup dan Kekuatannya


Pada muktamar Nahdlatul Ulama di Solo dan di Yogyakarta
dalam fatawanya tentang transplantasi organ tubuh mayat sama-sama
menggunakan dalil kully yang bersifat zhanni dari Al-Quran sebagai
dasar dari pengambilan keputusannya yaitu di antaranya :
1) Putusan Muktamar Ke-23 di Solo, Nahdlatul Ulama mengharamkan
transplantasi organ tubuh mayat seperti cangkok mata mayat dan
menyambung organ tubuh dengan organ tubuh lain. Karena,
bahayanya buta itu tidak sampai melebihi bahayanya merusak
kehormatan mayit menggunakan dalil Al-Qur’an Surah Al-An’am
ayat 151 :
‫سانً ۚا َو َال ت َ ْقتُلُ ْْٓوا‬
َ ‫شيْـًٔا َّوبِا ْل َوا ِلدَي ِْن اِ ْح‬
َ ‫علَ ْيكُ ْم ا َ َّال ت ُ ْش ِركُ ْوا بِ ٖه‬
َ ‫۞ قُ ْل تَعَالَ ْوا اَتْ ُل َما َح َّر َم َربُّكُ ْم‬

‫ط ۚنَ َو َال‬
َ ‫ظ َه َر ِم ْن َها َو َما َب‬ َ ِ‫ق نَ ْح ُن ن َْر ُزقُكُ ْم َواِيَّاهُ ْم َۚو َال ت َ ْق َربُوا ا ْلف ََواح‬
َ ‫ش َما‬ ٍ ٍۗ ‫ا َ ْو َالدَكُ ْم ِم ْن اِ ْم َال‬

‫ق ٰذ ِلكُ ْم َو ه‬
َ‫صىكُ ْم ِب ٖه لَ َعلَّكُ ْم ت َ ْع ِقلُ ْون‬ ِ ٍۗ ‫ّٰللاُ ا َِّال ِبا ْل َح‬ ْ ِ‫س الَّت‬
‫ي َح َّر َم ه‬ َ ‫ت َ ْقتُلُوا النَّ ْف‬

(Muhammad), "Marilah aku bacakan apa yang diharamkan Tuhan


kepadamu. Jangan mempersekutukan-Nya dengan apa pun, berbuat
baik kepada ibu bapak, janganlah membunuh anak-anakmu karena
miskin. Kamilah yang memberi rezeki kepadamu dan kepada
mereka; janganlah kamu mendekati perbuatan yang keji, baik yang
terlihat maupun yang tersembunyi, janganlah kamu membunuh
orang yang diharamkan Allah kecuali dengan alasan yang benar.
Demikianlah Dia memerintahkan kepadamu agar kamu mengerti.”7
Tafsir ayat: Allah SWT berfirman kepada Nabi dan Rasul-
Nya, Muhammad SAW, wahai Muhammad katakanlah kepada
orang-orang musyrik yang beribadah kepada selain Allah,
mengharamkan apa yang telah diberikan Allah kepada mereka, dan
membunuh anak-anak mereka, yang semuanya itu mereka lakukan
atas dasar pemikiran mereka sendiri dan atas godaan syaitan kepada

7
Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemah, (Semarang: CV. Toga Putra, 1989), h. 210
52

mereka. “katakanlah,” kepada mereka. “marilah”, maksudnya,


datanglah kalian. “kubacakan apa yang diharamkan rabbmu atasmu.
“pengertiannya, akan aku ceritakan dan beritahukan kepada kalian
apa-apa yang telah diharamkan rabb kalian atas kalian, berdasarkan
kebenaran, bukan suatu kebohongan dan bukan pula prasangka,
bahkan hal itu merupakan wahyu dan perintah dari sisi-Nya,
“janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia.”8 Konteks
ayat ini menunjukan bahwa, seakan-akan di dalamnya terdapat suatu
kalimat yang mahzuf (tidak tersebut) pemikirannya adalah, Allah
telah memerintahkan kepada kalian, janganlah kalian
mempersekutukan sesuatu dengan Dia. Oleh karena itu di akhir ayat
ini Allah berfirman, “demkian itu yang diperintahkan oleh Rabb-mu
kepadamu supaya kamu memahami(nya).”
Firman-Nya “berbuat baiklah kepada kedua orang tua (ibu-
bapak).” Artinya, Allah mewasiatkan dan memerintahkan kalian
agar berbuat baik kepada kedua orang tua. Dan Allah SWT telah
banyak mempersandingkan antara perintah berbuat taat kepada-Nya
dengan berbuat baik kepada kedua orang tua.9
Firman-Nya, “dan janganlah kamu mendekati perbuatan-
perbuatan yang keji, baik yang Nampak di antaranya maupun yang
tersembunyi.” Penafsiran ayat ini telah dikemukakan kepada
pembahasan ayat sebelumnya, yaitu pada firman Allah “Dan
tinggalkanlah dosa yang tampak dan yang tersembunyi.” (QS Al-
An’am: 120).
“Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah
(membununya) melainkan degan suatu (sebab) yang benar.” Ini
tidak lain adalah ketetapan Allah SWT atas larangan membunuh

8
Abdullah bin Muhammad bin Abdurahman bin ishaq Al-Sheikh, Tafsir Ibn Katsir, Jilid
III, (Jakarta: Team Pustaka Imam Asy-Syafi’I, 2003), h. 322
9
Abdullah bin Muhammad bin Abdurahman bin ishaq Al-Sheikh, Tafsir Ibn Katsir, Jilid
III, h. 323
53

sebagai suatu penekanan, sebab hal itu telah termasuk dalam


larangan berbuat keji baik yang tampak maupun tersembunyi.10
Firman-Nya, “Demikian itu yang diperintahkan oleh rabbmu
kepadamu supaya kamu memahami(nya).” dengan pengertian, inilah
di antara apa yang diperintahkan-Nya kepada kalian agar kalian
semua memahami perintah dan larangan-Nya.11
Dari ayat di atas diambil dasar kaidah :
12
‫الض ََّر ُر الَ يـُزَ ا ُل بِالض ََّرر‬
Bahaya (kemudharatan) tidak boleh dihilangkan dengan bahaya
(kemudharatan) lainnya.

2) Putusan Muktamar di Yogyakarta, Nahdlatul Ulama membagi

hukum transplantasi organ tubuh mayat menjadi dua. Yaitu haram

sebagaimana dijelaskan di atas dan boleh jika memenuhi syarat,

menggunakan dalil Al-Qur’an Surah An-Nisa ayat 29 :

‫اض ِم ْنكُ ْم ٍۗ َو َال‬


ٍ ‫ع ْن ت ََر‬ ْٓ َّ ‫ٰ ْٓياَيُّ َها الَّ ِذيْنَ ٰا َمنُ ْوا َال ت َأْكُلُ ْْٓوا ا َ ْم َوالَكُ ْم بَ ْينَكُ ْم ِبا ْلبَاطِ ِل ا‬
َ ‫ِال ا َ ْن تَكُ ْونَ تِ َج‬
َ ً ‫ارة‬
َ ُ‫ت َ ْقتُلُ ْْٓوا ا َ ْنف‬
َ ‫سكُ ْم ٍۗ اِ َّن ه‬
‫ّٰللا َكانَ ِبكُ ْم َرحِ ْي ًما‬
“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu saling
memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil (tidak benar),
kecuali dalam perdagangan yang berlaku atas dasar suka sama suka
di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sungguh,
Allah Maha Penyayang kepadamu”13
Tafsir ayat: Allah SWT melarang hamba-Nya yang beriman
memakan hata sebagian mereka terhadap sebagian lainnya dengan
bathil, yaitu dengan berbagai macam usaha yang tidak syar’i seperti

10
Abdullah bin Muhammad bin Abdurahman bin ishaq Al-Sheikh, Tafsir Ibn Katsir, Jilid
III, h. 325
11
Abdullah bin Muhammad bin Abdurahman bin ishaq Al-Sheikh, Tafsir Ibn Katsir, Jilid
III, h. 326
Muhammad Utsmân Syabîr, al-Qawâ’id al-Kulliyah wa alDhawâbith al-Fiqhiyah,
12

(Urdun: Dâr al-Nafâis, 2007), h. 166.


13
Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemah, (Semarang: CV. Toha Putra, 1989), hlm. 118
54

riba, judi dan berbagai hal serupa yang penuh tipu daya, sekalipun
pada lahiriyahnya cara-cara tersebut berdasarkan keumuman hukum
syar’i, tetapi diketahui oleh Allah dengan jelas bahwa pelakunya
hendak melakukan tipu muslihat terhadap riba, sehingga ibn jarir
berkata: “diriwayatkan dari ibnu Abbas tetang seseorang yang
membeli baju dari orang lain dengan mengatakan jika anda senang,
anda dapat mengambilnya, dan jika tidak, anda dapat
mengembalikannya dan tambahkan satu dirham “ itulah yang
difirmankan oleh Allah SWT “ janganlah kamu saling memakan
harta sesamamu dengan jalan bathil.”14
Firman Allah SWT “kecuali dengan perniagaan yang
berlaku dengan suka sama suka. Seakan-akan Allah berfirman:
“janganlah kalian menjalankan (melakukan) sebab-sebab yang
diharamkan dalam mencari harta, akan tetapi dengan perniagaan
yang disyariatkan, yang terjadi dengan saling meridhai antara
penjual dan pembeli, maka lakukan lah hal itu dan jadikanlah hal itu
sebagai sebab dalam memperoleh harta benda.15
Firman Allah SWT: “janganlah kamu membunuh dirimu.”
Yaitu dengan melakukan hal-hal yang diharamkan Allah SWT,
sibuk melakukan kemaksiatan terhadap-Nya dan memakan harta di
antara kalian dengan bathil. “sesungguhnya Allah maha penyayang
terhadapmu.” Yaitu apa yang diperintahkan dan dilarang-Nya untuk
kalian.
Dasar kaidah yang diambil dari ayat di atas yaitu :
16
‫ب أ َ َخ ِف ِه َما‬
ِ ‫ارتِكَا‬
ْ ِ‫ض َر ًرا ب‬ َ ‫ي أ َ ْع‬
َ ‫ظ ُم ُه َما‬ َ ‫ت َم ْف‬
َ ‫سدَتا َ ِن ُر ْو ِع‬ ْ ‫ض‬ َ َ‫إذَا تـَع‬
َ ‫ار‬
“Apabila dipertahankan yang mendatangkan madharat yang paling
besar, dengan melakukan perbuatan yang paling ringan madharatnya

14
Abdullah bin Muhammad bin Abdurahman bin Ishaq Al-Sheikh, Labaabut Tasir min
ibni katsir jilid 2, (Jakarta: Pustaka Imam Asy-Syafi’I, 1994), h. 280
15
Abdullah bin Muhammad bin Abdurahman bin Ishaq Al-Sheikh, Labaabut Tasir min
ibni katsir jilid 2, h. 281
16
Abdul Hamid Hakim, Mabadi` Awaliyah fi Ushul Al Fiqh wa Al Qawa’id Al Fiqhiyah,
(Jakarta: Sa’adiyah Putra, 1927), h. 35.
55

dari dua madharat”. Maksudnya adalah pada dasarnya transplantasi


itu diharamkan meskipun pada orang yang sudah meninggal.
Namun, demi kemaslahatan karna dibutuhkan dan tidak ditemukan
selain anggota tubuh manusia, maka hukumnya menjadi
boleh/mubah selama dalam proses transplantasi itu tidak ada unsur
merusak tubuh mayat sebagai penghinaan kepadanya.
Rasulullah SAW mengutusnya pada tahun dzatus-salasih, ia
berkata: “di malam yang sangat dingim dan mengigil aku pernah
mimpi jima, aku khawatir jika mandi, aku akan binasa. Maka aku
pun tayamum, kemudian shalat shubuh dengan sahabt-sahabatku.
Ketika kami menghadap rasulullah saw, aku menceritakan hal
tersebut kepada beliau.” Beliaupun bersabda: “hai amr, engkau
shalat dengan sahabat-sahabatmu dalam keadaan junub?” aku
menjawab: “ya rasulullah dimalam yang dingin menggigil, aku
pernah mimpi jima’, lalu aku khawatir jika aku mandi, aku akan
binasa. Lalu aku ingat firman Allah swt “ janganlah kamu
membunuh dirimu. Sesungguhnya Allah Maha penyayang
kepadamu.” Maka aku pun tayamum, kemudian shalat. Maka
rasulullah saw tertawa dan tidak berkata apa-apa lagi. Demikian
yang diriwayatkan oleh abu dawud.17

17
Abdullah bin Muhammad bin Abdurahman bin Ishaq Al-Sheikh, Labaabut Tasir min
ibni katsir jilid 2, h. 282
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Setelah mengadakan pembahasan dan penelitian dari Bab I sampai Bab
IV, maka dalam mengakhiri skripsi ini penulis dapat mengambil beberapa pokok
yang dapat dijadikan kesimpulan dari keseluruhan pembahasan ini. Yaitu,
1. Pada putusan muktamar ke-23 di Solo, 24-29 Desember 1962 dan ke-28
tanggal 26-28 November tahun 1989, Nahdlatul Ulama berpendapat
bahwa Transplantasi Organ Tubuh Mayat tidak boleh karena organ tubuh
manusia merupakan hak Allah, bukan milik seseorang. Dengan kematian
manusia maka terputuslah semua hak yang didasarkan pada kehidupan.
menggunakan dalil aqli dengan mentatbiiqkan secara dinamis nash-nash
fuqoha dalam konteks permasalahan transplantasi organ tubuh mayat yang
dicari hukumnya, menggunakan al-quran surah An-Nissa Ayat 29 dan Al-
An’am Ayat 151 sebagai dasar dari pengambilan keputusannya.
2. Pada fatwa tentang hukum transplantasi organ tubuh mayat Nahdlatul
Ulama dalam ijtihadnya sering menggunakan Istinbath Hukum dengan
metode manhajy yang disepakati penggunaannya oleh bahtsul masail
melalui keputusan munas alim ulama NU di Bandar lampung tahun 1992.
Keputusan mereka disadari sebagai hasil ijtihad nash syar’I yang tidak
lepas dari kondisi sosial-budaya pada saat dan di mana mereka hidup.
Kedua, merupakan jawaban terhadap tantangan metodologi yang dihadapi
fiqih yakni tuntutan mengakomondasii setiap perkembangan dan
perubahan masyarakat. metode manhajy dilakukan dengan istinbath
jama’I mempraktikan qawaid ushuliyah dan qawaid fikiyyah yang ada

B. Saran
Batsul Masail Nahdlatul Ulama diharapkan dapat melakukan
komunikasi yang lebih intens dengan dengan lembaga independen seperti MUI
agar dalam merumuskan setiap persoalan-persoalan kontemporer yang terjadi

56
57

dalam masyarakat sehingga didapatkan suatu kesimpulan hukum yang sepakat


dan sepaham. Sehingga perbedaan dalam mengahadapi masalah-masalah yang
dihadapi oleh masyarakat dapat diminimalisir.
Semoga skripsi ini bisa menjadi rujukan dan menambah pengetahuan
tentang transplantasi organ tubuh mayat menurut pandangan ormas besar
Nahdlatul Ulama.
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Fadl Muhsin Ebrahim, Kloning, Eutanasia, Transfusi Darah,


Transplantasi Organ, dan Eksperimen pada hewan, 2007.

Abdilah, Abu Muhammad bin Yazid, Matan Sunan Ibn Majah Jilid 1, bab 63,
(Amman: Baitul Afkar Ad-Dauliyyah, 1999)

Abdul Haq, dkk, Formalisasi Nalar Fikih, (Surabaya: Khalista, 2009)

Abdilah, Abu Muhammad bin Yazid, Matan Sunan Ibn Majah Jilid 1, bab 63,
(Amman: Baitul Afkar Ad-Dauliyyah, 1999)

Abu Dawud, Shahih Sunan Abî Dawud Jilid II, (Riyadh: Maktabah al-ma’ârif,
2000).
Aggraini, Dian. makalah transplantasi organ yang diakses pada 11 November
2019 dari http://diansijian.blogspot.com/2011/5/makalah-transplantasi-
organ.html.
Ahkamul Fuqaha, Keputusan Muktamar NU ke-23 tahun 1962 di Solo

Ahmad, Sya’rawi. Anda Bertanya Islam Menjawab (5th ed.). (Jakarta: Gema
Insani Press, 1992).

Al-Jauziyah, Ibnu Qoyyim, Ath-Thibb an-Nabawi. (Jakarta: Pustaka Azzam,


2000), Cet. II

Barishom, Dasar Pengertian Mengenai Transplantasi, dalam Keputusan


Muktamar Tarjih Muhammadiyah ke-21 di Klaten, Bayi Tabung Dan
Pencangkokan Dalam Sorotan Hukum Islam. Yogyakarta: Persatuan,
1980.

Duruus lisy Syaikh al-Utsaimin bab Hukmu Tasyriihul Jutsats Jilid 2 (Jakarta:
Pustaka Imam Abu Hanifah, 2008)

Chuzaimah, Sa’adih. Transplantasi dan Hukuman QisasDelik Pelukaan Jakarta:


PT. Pustaka Firdaus. 1995.

Departemen Agama RI. Al-Qur’an dan Terjemahnya. Jakarta: Pustaka Assalam,


2016.

Djamil, Fathurrahman. Metode Ijtihad Tarjih Muhammadiyah. Jakarta: Logos


Publishing House, 1995

Fadeli, Sulaiman.Subhan, Mohammad. Antologi NU Jilid I. Surabaya: Khalista,


2007.

58
59

Fathurrahman, Oman. Fatwa-fatwa Majelis Tarjih Muhammadiyah: Telaah


Metodologis Melalui Pendekatan Usul Fiqh. Yogyakarta: Laporan
Penelitian IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2000.

Hakim, Abdul Hamid, Mabadi` Awaliyah fi Ushul Al Fiqh wa Al Qawa’id Al


Fiqhiyah, (Jakarta: Sa’adiyah Putra, 1927).

Hasbi, Muhammad. Transplantasi Organ Tubuh Manusia dengan Organ Tubuh


Babi Menurut Hukum Islam. Jurnal Dosen Sekolah Tinggi Agama Islam
Negeri (STAIN) Watampone, 2015.

Hasyim, Masykur. Merakit Negeri Berserakan, Surabaya: Yayasan 95, 2002.

Hilal, Syamsul. Qawâ‘Id Fiqhiyyah Furû‘Iyyah Sebagai Sumber Hukum Islam.


(AL-‘ADALAH Vol. XI, No. 2 Juli 2013)

Husain al-Rasyidi, Hasyiyah al-Rasyidi ‘ala Fath al-Jawad, Indonesia: Dar


Ihya’ al-Kutub al-‘Arabiyah, 2006

Ibrahim, Sa’ad. Transplantasi dan Hukum Qisas Delik Pelukaan, dalam


Chuzaimah T.Yanggodan Hafiz Anshari (ed.), Problematika Hukum
Islam Kontemporer. Jakarta: PustakaFirdaus,1995.
Ibn Hajar al-‘Asqalâni, Fath al-Barî, Juz XII, Bayrût: Dâr al-Fikr, 2006

Ibn Manzhûr, Lisân al-Arab, Jilid III, Bayrut: Dâr alShâdir, 2000

Ida, Laode, NU Muda, (Jakarta: Erlangga, 2004.

Imâm al-Bukhârî, Shahîh al-Bukhârî, Jilid II, No. Hadits: 1695, bab: Pahala
seseorang berdasarkan besarnya lelah usahanya. Bayrût: Dâr al-Fikr,
1994.

Imam Al-Hafiz Ahmad Bin Ali As-Syafi’i, Al-Ma’ruf Ibnu Hajar Al-‘Asqalani,
Bulughul Maram Min Adillati Al-Ahkam. Jakarta : Darul Kitab
AlIslamiyyah, 2002.

Jalaluddin al-Mahalli, Kanz al-Raghibin Syarh Minhaj al-


Thalibin pada Hasyiyata Qulyubi wa ‘Umairah, Indonesia: Dar Ihya’
al-Kutub al-‘Arabiyah, 2004

Kaelany, H.D. Islam dan Aspek-Aspek Kemasyarakatan. Jakarta: Sinar Grafika


Offset, 2005.

Kamus Besar Bahasa Indonesia Online,


http://pusatbahasa.diknas.go.id/kbbi/index.php
60

Keputusan Muktamar Tarjih Muhammadiyah ke 21 di Klaten, Bayi Tabung Dan


Pencangkokan dalam Sorotan Hukum Islam, 1980, Yogyakarta:
Penerbit Persatuan Yogayakarta

Kharisman, Abu Utsman, Syarh Kitab Al-Janaiz Min Bulughil Marom bagian
ke-8, (Probolinggo : Pustaka Hudaya, 2013)

Mahfudh, Sahal. Ahkamul fuqaha: Solusi Problematika Aktual Hukum Islam


Keputusan Muktamar, Munas, dn Konbes Nahdlatul Ulama 1926-1999
M. Surabaya: Lajnah Ta’lif Wan Nasyr NU Jawa Timur dan Diantama,
2004.

Majelis Tarjih Pimpinan Pusat Muhammadiyah (1971) Qa'idah Lajnah


Tarjih. Yogyakarta: Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Masyhuri dan M. Zainuddin. Metodologi Penelitian . Bandung : Refika Aditama,


2008.

Medicastore,Pencangkokan,http://medicastore.com/penyakit/789/Pencangkoka
n.html

Merriam Webster Online Search, Online Dictionary, http://www.merriam-


webster.com/netdict/transplant

Muhammadiyah organization, Bayi Tabung Dan Pencangkokan dalam Sorotan


Hukum Islam, Keputusan Muktamar Tarjih Muhammadiyah ke 21 di
Klaten. Yogyakarta: Penerbit Persatuan Yogayakarta.

Muhammadiyah, Mu'tamar Tarjih ke-21 di Klaten, 1980. Yogyakarta: Suara


Muhammadiyah

Muhammadiyah, Mu'tamar Tarjih ke-21 di Klaten, 1980. Yogyakarta: Suara


Muhammadiyah

Muhammadiyah organization (Ed). Bayi Tabung Dan Pencangkokan dalam


Sorotan Hukum Islam, Keputusan Muktamar Tarjih Muhammadiyah ke
21 di Klaten. Yogyakarta: Penerbit Persatuan Yogayakarta, hlm. 100
Notoatmojo, Soekidjo. Etika dan Hukum Kesehatan, Rineka cipta, jakarta, 2010

Nua’aim, M.Yasin. Fikih Kedokteran. Jakarta: Pustaka Al-kautsar, 2001.

Nurhayati, Siti, dkk. Muhammadiyah Dalam Perspektif Sejarah, Organisasi dan


Sistem Nilai, (Yogyakarta : Trust Media, 2018)
PBNU, Ahkamul Fuqaha, [Surabaya, Kalista-LTN PBNU: 2011
61

Sayyid sabiq, Fiqih Sunnah, Jilid 4,Cetakan II (Jakarta: Tinta Abadi Gemilang,
2013

Sudarsono, Muhamad. Dasar-dasar Transplantasi Organ dan Jaringan Tubuh


Manusia, Edisi revisi, Interna Publishing, 2010

Suwasti, Nyoman. Aspek Yuridis Transplantasi Organ Dalam Hubungannya


dengan UU Kesehatan, Kertha Patrika, Majalah Ilmiah Fakultas Hukum
UNUD, Bali, 1994, hlm. 257.

Sahal Mahfudh. Ahkamul fuqaha: Solusi Problematika Aktual Hukum Islam


Keputusan Muktamar, Munas, dn Konbes Nahdlatul Ulama 1926-1999
M. Surabaya: Lajnah Ta’lif Wan Nasyr NU Jawa Timur dan Diantama,
2004

Sulaiman bin Muhammad al-Bujairami, Tuhfah al-Habib ‘ala Syarh al-


Khatib, (Beirut: Dar al-Fikr, t. th.)

Syihāb al-Dīn Ahmad ibn Hamzah al-Ramlī, Hasyiyah al-Rasyidi ‘ala Fath al-
Jawad, (Beirut: Dar al-Kutub al-‘ilmiah, 2005)

Tim Perumusan Komisi Ahkam, Ahkamul Fuqoha:Solusi problematika Aktual


Hukum Islam. PB.NU cetakan ke 2, Jakarta, 2007

Tim Penyusun, Kemuhammadiyahan; jilid 1, (Yogyakarta: Madrasah


Mu‟allimin Muhammadiyah Yogyakarta, 2008)

Trini Handayani, Fungsionalisasi Hukum Pidana Terhadap Perdagangan Organ


Tubuh Manusia, Mandar Maju, Bandung, 2012

United Kingdom, National Health Service, History of Donation,


http://www.nhs.uk/Tools/Documents/transplant.html

Utsmân Syabîr, Muhammad, al-Qawâ’id al-Kulliyah wa alDhawâbith al-


Fiqhiyah, (Urdun: Dâr al-Nafâis, 2007)

World Health Organization, Transplantation,


http://www.who.int/topics/transplantation/en/ Artikel diakses pada 13
September 2019 dari http://id.wikipedia.org/wiki/Transplantasi_organ

World Health Organization, Dilemma over live-donor transplantation


http://www.who.int/bulletin/volumes/85/1/07-020107/en/Transplant
News, 12 Agustus 1998, More than 500,000 people in world have been
transplanted since 1950s, Terasaki reports,
http://findarticles.com/p/articles/mi_m0YUG/is_15_8/ai_n18608038/?
tag=content;col1
62

Zakaria al-Anshari, Fath al-Wahhab bi Syarh Manhaj al-


Thullab pada al- Tajrid li Naf’ al-‘Abid, (Mesir: Musthafa al-Halabi,
1950) Juz I, h. 238-239.

https://www.rspondokindah.co.id/id/news/transplantasi-hati-sukses-dilaksanaka
n-di-rs-puri-indah

https://sains.kompas.com/read/2018/09/13/173500123/dapat-organ-dari-pendo
nor-yang-sama-tiga-orang-tertular-kanker
https://bankmataindonesia.org/donor-mata
63

Anda mungkin juga menyukai