SKRIPSI
Oleh:
ISMAIL AMIR
NIM:107034001694
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli penulis yang diajukan untuk
Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah penulis
Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli
penulis atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya
Jakarta.
Penulis,
( Ismail Amir )
ii
LAKNAT DALAM PANDANGAN AL-QUR’AN
Skripsi
( S.Ud )
Oleh :
ISMAIL AMIR
NIM. 107034001694
Di bawah Bimbingan :
iii
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi ini berjudul Laknat Dalam Pandangan Al-Qur’an: Analisis Terhadap Ayat-
Ayat Laknat Dalam Tafsir Al-Maraghi telah di ujikan dalam sidang munaqasah Fakultas
Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada 21 Juni 2011.
Skripsi ini telah diterima sebagai syarat memperoleh gelar Sarjana Ushuluddin (S.Ud)
pada Jurusan Tafsir Hadits.
Jakarta, 21 Juni 2011
SIDANG MUNAQASAH
Anggota,
Pembimbing,
iv
ABSTRAK
Setiap nikmat yang kita terima dari Allah SWT akan menambah
kebahagiaan dan kesenangan dalam hidup. Namun, ada satu kondisi di mana
nikmat bisa berubah menjadi laknat dan karunia yang diberikan merupakan murka
Allah SWT. Inilah yang disebut dengan istidrâj. Istidrâj adalah pemberian Allah
kepada orang yang sering melakukan maksiat kepada-Nya. Semakin mereka
melupakan Allah, Allah tetap akan menambahkan kesenangan bagi mereka.
Akibatnya, mereka semakin terjerumus dan Allah akan menjatuhkan siksa yang
sangat pedih. Contoh dari istidrâj ialah seperti orang-orang yang diberi nikmat
kekuasaan, lalu ia menjadi sombong dan sewenang-wenang terhadap rakyatnya.
Allah terus mengucurkan nikmat duniawi kepada mereka, sesungguhnya di balik
itu semua adalah laknat dan murka Allah SWT. Na'udzubillah.
Dalam al-Quran ada beberapa terminologi; musibah, azab, dan laknat.
Dari terminologi yang terdapat dalam al-Quran tersebut, sengaja kami membahas
laknat karena masih banyak masyarakat yang belum mengerti tentang laknat itu.
Kata laknat sendiri dalam bahasan al-Quran secara garis besar hampir
sama dengan musibah dan adzab. Para mufasir pun berbeda-beda dalam
menafsirkannya. Namun jika dikaitkan dengan fenomena alam atau kejadian-
kejadian yang menimpa manusia secara umum, kepastian tentang laknat atau azab
atau musibah masih belum dapat dipastikan. Yakni, suatu musibah atau azab yang
dirasakan oleh seseorang atau suatu kaum apakah dapat dikategorikan sebagai
laknat atau bukan. Di sisi lain, apakah sebab laknat diturunkan. Lalu siapakah
orang-orang yang tergolong dalam laknat Tuhan dan kenapa laknat itu menimpa
mereka. Pertanyaan-pertanyaan inilah yang mendasari kami untuk membahas
laknat dalam perspektif tafsir al-Maraghi.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui laknat menurut pandangan
al-Qur’an dan khususnya terhadap tafsir al-Maraghi, sehingga bisa dijadikan
sebagai pelajaran oleh setiap muslim, khususnya dalam setiap perbuatan dan
tingkah laku manusia.
Penelitian ini berpijak dari nas bahwa setiap muslim harus berpedoman
kepada al-Qur’an dalam merambah kehidupan di dunia. Laknat merupakan suatu
hukuman yang diturunkan Allah sebab perbuatan manusia yang melanggar
perintah-Nya. Agar setiap orang mengetahui bahwa setiap perbuatan ada tanggung
jawabnya masing-masing, maka setiap orang harus mengetahui mana perbuatan
yang baik dan mana perbuatan yang tak terpuji menurut Allah maupun yang
digariskan dalam al-Qur’an.
v
KATA PENGANTAR
Segala Puji dan syukur penulis sanjungkan hanya kepada Allah Swt, yang
dengan baik. Shalawat dan salam penulis haturkan kepada Nabi Muhammad Saw,
keluarga dan para sahabatnya, yang yang merupakan suri tauladan bagi seluruh
umat manusia.
Segala karya tulis yang da’if, tentunya didalam penelitian ini masih
terdapat banyak kekurangan dan kesalahan, yang kelak ditemukan oleh mereka
yang mau menelaahnya dengan teliti. Segala kesalahan tersebut tak lain adalah
bukti keterbatasan penulis di dalam melakukan penelitian ini. Untuk itu penulis
yang sangat besar dalam bidang tafsir. Penulis juga menyadari bahwa, penelitian
ini tidak luput dari jasa lembaga dan orang-orang tertentu yang telah membantu
penulis, baik moril maupun materil. Maka pada kesempatan ini, izinkanlah
vi
(Dekan Fakultas Ushuluddin), Dr. Bustamin, M.Si (Ketua Jurusan Tafsir
2. Bapak Dr. Mafri Amir M.A, selaku dosen pembimbing skripsi penulis yang
Hadis yang telah banyak berbagi ilmu kepada penulis, sehingga berkat
5. Yang tercinta Ayahanda H. Amiruddin dan Ibunda Hj. Bunga yang senantiasa
mencurahkan kasih sayang dan perhatian dengan segenap hati dan yang tidak
hanya do’a yang dapat penulis sampaikan kepada mama-papa, semoga Allah
Swt. selalu melindungi mama-papa dan semoga ananda selalu dapat berbakti
vii
S.Th.i, Ahmad Zarkazy, S. Th.i, Amir mukmin S.Th.i,) yang telah
penelitian ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu dalam ungkapan yang
singkat ini.
banyolan yang menghibur penulis di saat penulis sedang “bad mood”.. Untuk
skripsi ini.
suatu yang dapat penulis sampaikan, kecuali ucapan terima kasih yang tidak
terhingga, serta doa; semoga amal kebaikan kita semua diterima dan dibalas
Akhirnya hanya kepada Allah jualah, penulis mengharap ridha dan rasa
syukur penulis yang tak terhingga. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat,
Ttd,
Ismail Amir
Penulis
viii
PEDOMAN TRANSLITERASI1
Konsonan
B Be
T Te
Ts te dan es
J Je
Kh ka dan ha
D da
Dz De dan zet
R Er
Z Zet
S Es
Sy es dan ye
Gh ge dan ha
1
Pedoman ini disesuaikan dengan pedoman akademik fakultas Ushuluddin dan Filsafat
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2006/2007, hal. 101 - 105
ix
F Ef
Q Ki
K Ka
L El
M Em
N En
W We
H Ha
„ Apostrof
Y Ye
Vokal
Vokal dalam bahasa Arab, seperti bahasa Indonesia, terdiri dari vokal
tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong. Untuk vokal tunggal alih
aksaranya adalah sebai beeriku:
x
Vokal Panjang (Madd)
Ketentuan alih aksara vokal panjang (Madd), yang dalam bahasa Arab
dilambangkan dengan harakat dan huruf, adalah sebagai berikut:
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
ــَا â a dengan topi di atas
ــي î i dengan topi di atas
ـــو û u dengan topi di atas
Kata Sandang
Syaddah (Tashdid)
Syaddah atau tasydid yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan
dengan sebuah tanda, dalam alih aksara ini dilambangkan dengan huruf, yaitu
dengan menggandakan huruf yang diberi tanda syaddah itu. Akan tetapi, hal ini
tidak berlaku jika huruf yang menerima tanda syaddah itu terletak setelah kaata
sandang yang diikuti oleh huruf-huruf syamsiyyah. Misalnya yang secaraa lisan
berbunyi ad-daruurah, tidak ditulis “ad-darûrah”, melainkan “al-darûrah”,
demikian seterusnya.
Ta Marbûtah
Berkaitan dengan alih aksara ini, jika huruf ta marbûtah terdapat pada kata
yang berdiri sendiri, maka huruf tersebut dialihaksarakan manjadi huruf /h/ (lihat
contoh 1 di bawah). Hal yang sama juga berlaku jika ta marbûtah tersebut diikuti
oleh kata sifat (na’t) (lihat contoh 2). Akan tetapi, jika huruf ta marbûtah tersebut
diikuti oleh kata benda (isim), maka huruf tersebutdialihaksarakan menjadi huruf
/t/ (lihat contoh 3).
xi
Contoh:
2 al-jâmî ah al-islâmiyyah
3 wahdat al-wujûd
Huruf Kapital
Meskipun dalam tulisan Arab huruf capital tidak dikenal, dalam alih
aksara ini huruf capital tersebut juga digunakan, dengan memiliki ketentuan yang
berlaku dalam Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) bahasa Indonesia, antara lain
yang menuliskan kalimat, huruf awal nama tempat nama bulan, nama diri, dan
lain-lain. Penting diperhatikan, jika nama didahului oleh kata sandang, maka yang
ditulis dengan huruf capital tetap huruf awal nama diri tersebut, bukan huruf awal
atau kata sandangnya. Contoh: Abû Hâmid al-Ghazâli bukan Abû Hamid Al-
Ghazâli, al-Kindi bukan Al-Kindi.
xii
DAFTAR ISI
PERNYATAAN ................................................................................................. ii
ABSTRAK ......................................................................................................... v
BAB I PENDAHULUAN...................................................................... 1
E. Metode Penelitian.................................................................. 6
xiii
BAB III PENGERTIAN LAKNAT ........................................................
Musibah) ............................................................................... 21
Laknat .................................................................................... 62
A. Kesimpulan ........................................................................... 66
B. Saran ...................................................................................... 67
xiv
BAB I
PENDAHULUAN
kebahagiaan dan kesenangan dalam hidup setiap manusia, Sehingga mereka dapat
Imran; 14), berkah (QS. al-A'raf; 96), dan karunia (QS. at-Taubah; 76). Namun,
ada satu kondisi di mana nikmat bisa berubah menjadi laknat dan karunia yang
diberikan merupakan murka Allah SWT. Inilah yang disebut dengan istidrâj.
Istidrâj adalah pemberian Allah kepada orang yang sering melakukan maksiat
kesenangan bagi mereka. Akibatnya, mereka semakin terjerumus dan Allah akan
اذا رأيت اهلل تعالى يعطى العبد من الدنيا ما يحب وهو مقيم على معاصيه فانما
adalah orang-orang yang diberi nikmat kekuasaan, lalu ia menjadi sombong dan
1
Lihat Jalaluddin as-Suyuti, Jami’ Shaghir, (Kudus: Menara Kudus, ttp.), Jilid. I., h. 26.
1
2
sebagai tuhan.2 Dan Allah akhirnya menjatuhkan ‘adzâb yang sangat pedih
Sejak tahun 2010, nyaris berbagai ujian dan cobaan melanda negeri
pada tanggal 25 oktober dan banjir di mana-mana dan musibah lainnya. Semuanya
adalah musibah yang harus disikapi dengan sabar, tabah, dan lapang
dada. Apabila terjadi musibah, itu peringatan dari Allah untuk kita kembali
kepada Allah.
laknat. Katagori ‘adzâb sebagian besar ditimpakan kepada orang kafir. Seperti
banjir Nabi Nuh, yang selamat hanya orang beriman yang mengikuti ajaran Nabi
Nuh. Kaum Nabi Luth hancur tapi orang yang shaleh selamat. Nabi Shaleh yang
ditimpa wabah penyakit yang mengerikan aneh sekali yang beriman walaupun
Pasukan Abrahah hancur lebur karena di’adzâb Allah dengan batu yang
Adalagi wabah semua yang memakan daging unta Nabi Shaleh dan Nabi Syuaib
2
Al-Qur‟an dan Terjemahnya, Surah An-Nazi‟at: 24 (DEPAG RI., 1997)
3
semuanya kena virus, tapi yang tidak makan tidak kena virus. Jadi, memang
‘adzâb itu ditujukan kepada orang-orang yang memang durhaka. Kalau musibah,
itu lebih bersifat ujian untuk menguji ketebalan iman kita. Tapi, itu tingkatnya
lebih massif (tidak memilih agama, warna kulit, jenis kelamin apapun).3
sengaja penulis membahas laknat karena masih banyak masyarakat yang belum
Secara bahasa arab la’ana bermakna “terhina karena dikutuk, kalimat ini
digunakan ketika pada zaman pemerintahan jâhiliyyah, seperti ucapan Raja; kamu
terhina karena dikutuk, yang bermakna kamu terkutuk karena terhina oleh raja.
Sedangkan kata al-la’nu yaitu jauh dan tersingkir dari kebaikan.”, atau “tersingkir
dan jauh dari Allah“. Sedangkan laknat dari manusia yaitu mendoakan.4
Kata laknat berasal dari kata al-la’n artinya “mengusir dan menjauhkan
yang mendapat laknat Allah berarti ia di jauhkan dari rahmat-Nya disertai dengan
kali yang tersebar di beberapa surat dalam berbagai kasus yang melangggar
perintah Allah dan Rasulnya.6 Kata laknat sendiri dalam bahasan al-Quran secara
garis besar hampir sama dengan musibah, ‘adzâb, nikmat atau bala‟. Para mufasir
3
http://www.republika.co.id/berita/ensiklopedia-islam/hikmah/10/07/10/124132-waspadai
laknat-tersamar-di-balik-nikmat
4
Ibnu Manzȗr, Lisân al-Arab, (Beirut: Dar Sâdir, tt), Juz 4, h. 504.
5
Departemen Agama RI, al-Quran dan Tafsirnya (edisi yang disempurnakan),(Jakarta:
Depeartemen Agama RI, 2004), h. 218
6
Mengenai jumlah dapat di buka Fathurrahman, (Surabaya: Maktabah Dahlan, ttp), h.
398-399.
4
tentang laknat atau nikmat masih belum dapat dipastikan. Yakni, suatu musibah,
atau kenikmatan yang dirasakan oleh seseorang atau suatu kaum apakah dapat
dikategorikan sebagai laknat atau bukan. Di sisi lain, apakah laknat dapat terjadi
di dunia ini atau hanya di akhirat. Lalu siapakah orang-orang yang tergolong
dalam laknat Tuhan dan kenapa laknat itu menimpa mereka. Pertanyaan-
pertanyaan inilah yang mendasari kami untuk membahas laknat dalam perspektif
tafsîr al-marâghî.
memaknai kalimat-kalimat yang sulit dan asing yang kemudian dijelaskan secara
ijmali (global). Sebagai contoh, ketika ia menafsirkan ayat mengenai tuduhan zina
ikut bertanggung jawab untuk mencari solusi dalam berbagai masalah yang
mendetail. Tergantung kondisi. Setidaknya ada dua sumber utama yang ia jadikan
pijakan untuk menafsirkan ayat al-Quran, yaitu riwayat dan penalaran logis. Ia
7
Ahmad Mustafa al-marâghî, Tafsîr al-marâghî, Penerjemah Bachruddin AB. Lc., dan
Drs. Hery Nur Ali, (Semarang: CV. Toha Putra)jil. h. 130.
8
Sebagain ulama mengatakan bahwa tafsîr al-marâghî menjadi pelengkap atau
penyempurna tafsîr al-Manâr (Rasyîd Ridhâ). Saiful Amin Ghafur, Profil Para Mufasir al-Quran,
(Yogyakarta: Pustaka Insan Madani), Cet. I, h. 153-154.
5
inilah yang mendorong kami memilih tafsîr ini untuk membahas kata laknat
dalam al-Quran.
1. Batasan Masalah
pada maksud dan tujuan penulisan skripsi ini, maka penulis akan mambatasi
2. Perumusan Masalah
C. Tujuan Penelitian.
tujuannya. Demikian pula dengan penulisan skripsi ini yang mempunyai tujuan-
pelajaran yang belum penulis ketahui, semoga dengan ini penulis lebih
dapat memahaminya.
D. Tinjauan Pustaka
dengan skripsi yang lain, penulis menelusuri kajian-kajian yang pernah dilakukan
atau memiliki kesamaan. Selanjutnya hasil penelusuran ini akan menjadi acuan
kajian ini tidak terkesan plagiat dari kajian yang telah ada.
yang membahas permasalahan ini, yaitu Skripsi oleh Mahfuz yang berjudul
”Takhrij Hadis Tentang Laknat Allah Bagi Pelaku Suap-Menyuap” , tahun 2007,
no 2085. Skripsi ini membahas pada kajian Hadis-hadis yang berkenaan dengan
Dari tinjauan di atas, dapat penulis katakan bahwa pembahasan skripsi ini
berbeda dengan karya di atas, karna penulis membahas laknat berdasarkan pada
D. Metode Penelitian
Dalam penulisan skripsi ini ada tiga aspek metode penelitian yaitu:
buku, kitab-kitab tafsîr, hadits dan lain-lain, baik sumber primer maupun
sekunder. Untuk sumber primer itu sendiri penulis merujuk pada kitab tafsîr al-
b. Metode Pembahasan
mengumpulkan ayat-ayat al-Qur‟an yang mempunyai tujuan satu dari surat al-
Qur‟an yang sama membahas topik atau judul tertentu dan menertibkannya
sedapat mungkin dengan masa turunnya, selaras dengan masa turunnya, kemudian
ayat tersebut ke dalam suatu tema. Serta mengungkapkan kesimpulan dari seluruh
dikemukakan di atas.
c. Metode Penulisan
penulisan skripsi, tesisi, dan disertasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2010.”
9
Abdul Hayy Al-Farmawi, Metode Tafsîr Maudhu’i: Sebuah Pengantar Terj. Surya A.
Samran,(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1996), h.36, Lihat M.Quraish Shihab, Membumikan
Al-Qur’an,( Jakarta: Mizan, 1992), Cet. Ke-1, hal. 115.
8
E. Sistematika Penulisan
Skripsi ini terbagi menjadi lima bab, setiap bab terdiri dari beberapa sub-
masalah, batasan dan rumusan masalah, kajian pustaka dan tujuan penelitian,
metode penelitian dan diakhiri dengan sistematika penulisan. Bab ini berusaha
memberikan gambaran singkat tentang masalah yang akan dibahas pada bab-bab
selanjutnya.
Biografi dan Pendidikan Ahmad Mustafâ al-Marâghî, sejarah penulisan tafsîr al-
Bab empat merupakan inti pembahasan mengenai laknat dalam tafsîr al-
Bab lima merupakan bab penutup yang terdiri dari kesimpulan yang
didasarkan pada keseluruhan uraian dan pembahasan yang telah dijelaskan pada
Mustafâ ibn Muhammad ‘Abd al-Mun’im al-Qadi al-Marâghî. Ia lahir pada tahun
kota Kairo.1 Menurut ‘Abd al-‘Azîz al-Marâghî, yang dikutip oleh Abdul Djalal,
kota al-Marâghah adalah ibu kota al-Marâghah yang terletak di tepi barat Sungai
Nil, yang berpenduduk sekitar 10.000 jiwa, dengan penghasilan utama gandum,
Ahmad Mustafâ al-Marâghî berasal dari kalangan ulama yang taat dan
menguasai berbagai bidang ilmu agama. Hal ini terbukti dengan adanya lima dari
delapan putra laki-laki syekh Mustafâ al-Marâghî (Ayah dari Ahmad Mustafâ al-
Marâghî.
1
Adil Nuwayhid, Mu’jam al-Mufassîrîn Sadr al-Islâm hatta al-‘Asr al-Hadir, (Beirut:
Muassasah al-Nuwayhid al-Saqafiyyah, 1409H/1988M), Cet. Ke-2, jilid. 1, h. 80.
2
Abdul Djalal, Tafsir al-Maraghi dan Tafsîr al-Nur Sebuah Studi Perbandingan,
(Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga, 1985), h. 110.
9
10
al-Azhar.
Di samping itu juga ada empat orang putra Ahmad Mustafâ al-Marâghî
lainnya ini dihubungkan dengan nama atau kota tempat tinggal keluarga ayah al-
Karena otaknya yang cerdas, pada usia lima belas tahun ia telah hafal al-Qur’an.
Selain itu, ia juga mempelajari ilmu tajwid dan dasar-dasar ilmu syari’ah di
agama seperti bahasa arab, balâghah, tafsîr, ilmu al-Qur’an, hadîs, ilmu hadis,
3
Abdul Djalal, Tafsir al-Maraghi dan Tafsir al-Nur Sebuah Studi Perbandingan, h. 110.
4
Abdul Djalal, Tafsir al-Maraghi dan Tafsir al-Nur Sebuah Studi Perbandingan, h. 110.
5
Hasan Zaini, Tafsir Tematik ayat-ayat kalam Tafsir al-Maraghi, (Jakarta : Pedoman
Ilmu jaya, 1997), cet. 1, h. 16
11
fiqih, usul fiqhi, akhlak, ilmu falaq dan sebagainya. Di samping kuliah di al-
Azhâr, ia juga kuliah di Fakultas Dâr al-‘Ulum, Kairo. Akhirnya pada tahun 1909
Setelah Ahmad Mustafâ al-Marâghî lulus dari al-Azhâr dan Dâr al-
setingkat kota madya, kira-kira 300 km sebelah barat daya kota Kairo. Pada 1916
ilmu syari’ah islam pada Fakultas Ghirdun di Sudan. Di Sudan, selain sibuk
ilmiah. Salah satu buku yang selesai dikarangnya di sana adalah al-Balâghah.6
bahasa Arab dan ilmu-ilmu syari’ah di Dâr al-‘Ulum sampai tahun 1940. Di
samping itu, ia juga diangkat menjadi dosen ilmu balâghah dan sejarah
Azhâr dan Dâr al-‘Ulum, al-Marâghî tinggal di daerah Hilwan, sebuah kota satelit
Kairo kira-kira 24 km sebelah selatan kota Kairo. Ia menetap di sana sampai akhir
hayatnya, sehingga di kota ini terdapat sebuah jalan yang dinamai jalan al-
Marâghî.
6
Hasan Zaini, Tafsir Tematik ayat-ayat kalam Tafsir al-Maraghi, , cet. 1, h. 16
12
penghargaan dari Raja Mesir, Faruq pada tahun 1361 H. atas jasa-jasanya
yaitu setahun sebelum beliau meninggal dunia, beliau juga masih mengajar dan
sampai menjelang akhir hayatnya.7 Beliau meninggal pada tahun 9 juli 1952
kota Kairo.8
Tafsîr al-Marâghî ditulis selama kurang lebih 1 tahun, sejak tahun 1940-
Ketika malam telah bergeser pada paruh terakhir kira-kira pukul 3.00, al-
Marâghî memulai aktivitasnya shalat tahajud dan hajat. Dipanjatkannya doa untuk
ayat demi ayat. Pekerjaan itu diistirahatkan ketika berangkat kerja. Pulang kerja,
malam.
7
Abdul Djalal, Tafsir al-Maraghi dan Tafsir al-Nur Sebuah Studi Perbandingan, h. 115.
8
Adil Nuwayhid, Mu’jam al-Mufassîrîn Sadr al-Islâm hatta al-Asr al-Hadîr, (Beirut:
Muassasah al-Nuwayhid al-Saqafiyah, 1409H/1988M), Cet. Ke-2, jilid. 1, h. 80.
13
kitab tafsîr. Ia merasa ikut bertanggung jawab untuk mencari solusi terhadap
masyarakat. Pilihan bahasa yang disuguhkan kepada pembaca pun ringan dan
dibagian lain, uraiannya begitu mendetail. Tergantung kondisi. Ada dua sumber
utama yang menjadi pijakannya dalam menulis kitab tafsir al-Qur’an: riwayat dan
selain aktif mengajar, juga giat menulis dan mengarang. Karya tulisnya yang
terbesar adalah Tafsîr al-Marâghî yang terdiri atas 30 juz. Di samping itu banyak
1. Ulȗm al-Balâghah.
2. Hidâyah al-Thâlib.
3. Tahbîz al-Tandîh.
4. Buhuts wa Ara.
6. Mursyîd at-Tullab.
9
Saiful Amin Ghofur, Profil Para Mufasir Al-Qur’an,(Yogyakarta : Pustaka Insan
Madani, 2008), h. 153
14
9. ad-Diyânat wa al-Akhlâk.
Pada bagian ini akan dijelaskan latar belakang penulisan Tafsîr al-
tidak mudah dipahami, namun kebanyakan telah banyak dibumbui dengan istilah-
istilah ilmu lain, seperti ilmu balâghah, nahwu, sharaf, fiqhi, tauhid, dan ilmu-
ilmu lainnya, yang justru merupakan hambatan bagi pemahaman al-Qur’an secara
benar bagi para pembaca.11 Di samping itu kitab-kitab tafsîr juga sering diberi
10
Kafrawi Ridwan, et.al (ed), Ensiklopedi Islam, (Jakarta: PT. Ictiar Baru Van Hoeve
Jakarta. 1994), cet. Ke 3, h. 166
11
Ahmad Mustafâ al-Marâghî, Tafsir al-Maraghi, (Kairo: Dâr al-Kutub al-Ilmiyyah,
1992), jilid 1 h. 3
15
terdapat dikalangan umat islam, baik sebelum ataupun sesudah tafsîr al-Marâghi,
kitab tafsîr yang lain tersebut. Sedangkan bila dilihat dari coraknya, tafsîr al-
Marâghî sama dengan corak tafsîr al-Manâr karya Muhammad ‘Abduh dan
Rasyid Ridhâ, tafsîr al-Qur’an al-Karîm, karya Mahmud Syaltut, dan tafsîr
satu, dua atau lebih ayat-ayat al-Qur’an yang mengacu kepada suatu tujuan
yang menyatu.14
bahasa, bila ternyata ada kata-kata yang sulit dipahami oleh para
pembaca.15
12
Ahmad Mustafâ al-Marâghî, Tafsîr al-Marâghî, (Kairo: Dâr al-Kutub al-Ilmiyyah,
1992), jilid 1 h. 3
13
Ahmad Akram, Târîkh ‘ilm al-Tafsîr wa Manâhîj al-Mufassîrîn, terj. Ali Hasan al-
‘Aridl (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 1992), Cet. Ke-2, h. 72.
14
Ahmad Mustafâ al-Marâghî, Tafsîr al-Marâghî, (Kairo: Dâr al-Kutub al-Ilmiyyah,
1992), jilid 1 h. 16
15
Ahmad Mustafâ al-Marâghî, Tafsîr al-Marâghî, (Kairo: Dâr al-Kutub al-Ilmiyyah,
1992), jilid 1 h. 16
16
li al-Ayat).
tersebut.16
Pengetahuan
pembaca dalam memahami isi al-Qur’an. Misalnya ilmu nahwu, saraf, dan
‘ilmu balâghah.18
disusun dengan gaya bahasa yang sesuai dengan para pembaca ketika itu.
16
Ahmad Mustafâ al-Marâghî, Tafsîr al-Marâghî, (Kairo: Dâr al-Kutub al-Ilmiyyah,
1992), jilid 1 h. 16
17
Ahmad Mustafâ al-Marâghî, Tafsîr al-Marâghî, (Kairo: Dâr al-Kutub al-Ilmiyyah,
1992), jilid 1 h. 17
18
Ahmad Mustafâ al-Marâghî, Tafsîr al-Marâghî, (Kairo: Dâr al-Kutub al-Ilmiyyah,
1992), jilid 1 h. 17
17
menjauhi pertimbangan keadaan masa lalu yang tidak relevan lagi. 19 Oleh
mudah dicerna oleh alam pikiran sekarang ini, karena setiap orang harus
pendapat-pendapat mereka.21
cerita dari ahli kitab. Padahal, menurut al-Marâghî, belum tentu cerita-
19
Ahmad Mustafâ al-Marâghî, Tafsîr al-Marâghî, (Kairo: Dâr al-Kutub al-Ilmiyyah,
1992), jilid 1 h. 17
20
Ahmad Mustafâ al-Marâghî, Tafsîr al-Marâghî, (Kairo: Dâr al-Kutub al-Ilmiyyah,
1992), jilid 1 h. 17
21
Ahmad Mustafâ al-Marâghî, Tafsîr al-Marâghî, (Kairo: Dâr al-Kutub al-Ilmiyyah,
1992), jilid 1 h. 18
18
cerita mereka itu benar. Oleh karena itu, maka dalam tafsîrnya, al-Marâghî
tidak menyebutkan suatu riwayat dari orang terdahulu jika riwayat itu
lebih menarik lagi bagi kaum pelajar di mana mereka ini hanya mau
juz dari al-Qur’an satu jilid. Hal ini menurut al-Marâghî agar pembaca
kereta api, terminal dan tempat mana saja ia berada. Akan tetapi pada saat
22
Ahmad Mustafâ al-Marâghî, Tafsîr al-Marâghî, (Kairo : Mustafâ al-Bab halabi wa
Auladuhu, 1963), Cet, ke 3, jilid 1, juz 1, h. 19
23
Ahmad Mustafâ al-Marâghî, Tafsîr al-Marâghî, (Kairo : Mustafâ al-Bab halabi wa
Auladuhu, 1963), Cet, ke 3, jilid 1, juz 1, h. 20
19
24
Ahmad Mustafâ al-Marâghî, Tafsîr al-Marâghî, (Kairo : Mustafa al-Bab halabi wa
Aulâduhu, 1963), Cet, ke 3, jilid 1, juz 1, h. 22
20
Pilihan penulis untuk membahas tafsir yang ditulis oleh Ahmad Mustafâ
al-Marâghî ini, selain karena tafsirnya lengkap 30 juz al-Qur’an, juga tafsir ini
banyak beredar di dunia islam termasuk di Indonesia, dan tafsir ini banyak
mengandung hal-hal baru yang relevan dengan kebutuhan umat islam masa
sekarang, yang ditandai dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam
berbagai bidang. Hal ini dapat kita maklumi, karena tafsîr al-Marâghî ini
PENGERTIAN LAKNAT
a. Pengertian Laknat
Secara bahasa arab la’ana bermakna “terhina karena dikutuk, kalimat ini
digunakan ketika pada zaman pemerintahan jâhiliyyah, seperti ucapan Raja; kamu
terhina karena dikutuk, yang bermakna kamu terkutuk karena terhina oleh raja.
Sedangkan kata al-la’nu yaitu jauh dan tersingkir dari kebaikan.”, atau “tersingkir
dan jauh dari Allah“. Sedangkan laknat dari manusia yaitu mendoakan.1
dan tersingkir, dan laknat Allah yaitu jauh dari rahmat-Nya dan yang menjaga
“Dan mereka berkata: "Hati Kami tertutup". tetapi sebenarnya Allah telah
mengutuk mereka karena keingkaran mereka; Maka sedikit sekali mereka yang
beriman.3
1
Ibnu Manzȗr, Lisân al-Arab, (Beirut: Dar Sâdir, tt), Juz 4, h. 504.
2
Ahmad Mustafâ al-Marâghî, Tafsîr al-Marâghî, (Kairo: Dâr al-Kutub al-Ilmiyyah,
1992), jilid 2 h. 29
3
Al-Quran dan Terjemahannya, DEPAG RI.,1997.
21
22
atau mulâ’anah berarti saling mengutuk antara dua orang atau lebih. Sedangkan
al-Lu‟anah berarti sekelompok orang (banyak orang) mengutuk orang lain. Al-
la‟iin berarti yang dilaknat, yaitu predikat yang diberikan kepada iblis [setan]
karena dia terusir dari langit dan dijauhkan dari rahmat Allah swt.4
b. Pengertian ‘Adzâb
dan hukuman).5 Kata al-‘adzâb biasanya digunakan dalam konteks hukuman atau
siksaaan kelak di hari akhir.6 Dan dalam bahasa Indonesia „adzâb adalah siksaan
yang di hadapi manusia atau makhluk Tuhan lainnya.7 Hal ini dapat dilihat pada
8
Secara terrminologi :
4
Majid Assayid Ibrahim, wanita dan laki-laki yang dilaknat, (Jakarta: GEMA INSAN
PRESS 1995) cet. 17, h. 11
5
A. W Munawwir, Kamus Arab-Indonesia (Surabaya: Pustaka Progresif, 2002), cet. Ke-
25, h. 1463
6
Ibnu Manzȗr, Lisân al-Arab, (Beirut: Dar Sâdir, tt), Juz 1, h. 585.
7
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Indonesia. Kamus
Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 1080.
23
semesta dan pelanggaran syariat Allah yang diturunkan kepada para Nabi dan
akan kemurkaan Allah pada makhluknya (manusia) yang telah melanggar perintah
Allah yaitu perbuatan yang dilarang baik berupa ibadah, amal, iman dan lain-lain,
c. Pengertian Musibah
atau bencana, yaitu segala kejadian atau peristiwa menyedihkan yang menimpa
tersebut pada umumnya menimbulkan kerugian berupa harta benda maupun jiwa
manusia.9 Sedangkan dalam bahasa Arab kata musibah ( )مصيبةberasal dari kata
dasar yang terdiri dari huruf sad, wau, dan ba‟; ( صوبsawaba) yang mempunyai
makna الرميةlemparan.10
menimpa atau mengenai”. Sebenarnya sesuatu yang menimpa itu tidak selalu
buruk. Hujan bisa menimpa kita dan itu dapat merupakan sesuatu yang baik.
Memang, kata musibah konotasinya selalu buruk, tetapi boleh jadi apa yang kita
anggap buruk itu, sebenarnya baik, maka Al-Quran menggunakan kata ini untuk
8
M. Quraish shihab, Wawasan Al-Quran “ Tafsir Maudhu‟i atas Pelbagai Persoalan
Umat ”, (Penerbit Mizan, Jakarta : 2004). h. 153
9
Pusat Bahasa Depdiknas RI, Kamus Besar Bahasa Indonesia, diakses tanggal 22 Mei
2009 dari http:/pusatbahasa.diknas.go.id/kbbi/index.php
10
Al-Râghib al-Asfahâni, Mu’jam Mufradât fî alfâdz al-Qur’an (Beirut: Dâr al-Kutub al-
„ilmiyah, 2004), h. 322
24
kejadian yang tidak dikehendaki dan terjadi diluar dugaan manusia dan kejadian
masyarakat lebih memahami makna musibah sebagai hal yang buruk, pada hal
sesuatu yang kita anggap buruk itu sebenarnya ada nilai baik karena dibalik
dijauhkan dari rahmat-Nya disertai dengan murka Allah di dunia dan hukuman
neraka di akhirat kelak sedangkan ‘adzâb ialah suatu peringatan akan kemurkaan
Allah pada makhluknya (manusia) yang telah melanggar perintah Allah dan
musibah ialah suatu kejadian yang tidak dikehendaki dan terjadi diluar dugaan
11
Al-Quran dan Terjemahannya, DEPAG RI.,1997. (QS. Al-Baqarah : 216)
25
besar baginya.14
perbuatan mereka.15
e. Orang yang menuduh wanita baik-baik dan mukminat, yang lalai dari
perbuatan dosa dan terbebas dari ikatan-ikatan nista. Oleh karena itu, para
dan pengusiran diri mereka dari rahmat Allah.16 Dan masih banyak lainnya
12
Abȗ Ja‟far Muhammad bin Jarir Ath-Tabari, Tafsîr ath-Tabarî; penerjemah, Ahsan
Askan; editor, Besus Hidayat Amin, , (Jakarta : pustaka Azzam,2007) jild 2. h. 194
13
“Laknat Allah ditimpakan kepada orang-orang yang dusta.” (Q.S. al-imran/ 3:61).
14
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah pesan, kesan dan keserasian al-Qur’an. (Jakarta :
Lentera Hati) vol. 2, h. 529
15
Al-Quran dan Terjemahannya, DEPAG RI, 1997 (Qs. al-Maidah 60)
16
Sayyid Qutb, Tafsîr fi zhilâlil Qur’an, (Beirut: Darusy-Syuruq). Jld 10, h.226
26
petunjuk yang diturunkan-Nya, menuduh zina para wanita mukmin yang menjaga
kehormatan, orang yang menganggap jalan kaum kafir sebagai jalan yang lebih
tepat dari pada jalan kaum beriman. Rasulullah saw melaknat laki-laki yang
memakai baju wanita dan wanita yang memakai baju lelaki dan beliau juga
melaknat orang yang menyuap dan orang yang menerima suap termasuk
Seandainya pelaku dosa tidak senang dilaknat oleh Allah, Rasul-Nya dan
Ada beberapa makhluk yang Allah laknat. Yang pertama kali mendapat
laknat Allah adalah Iblis. Dia patut diusir dari rahmat Allah swt karena dia telah
berjanji pada dirinya sendiri untuk menyesatkan anak Adam, dan selalu menipu
17
Ibn Qayyim al-Jauzah, Kiat Membersihkan Hati Dari Kotoran Dan Maksiat,(Jakarta:
islam klasik) h. 46
27
“Iblis menjawab: "Karena Engkau telah menghukum saya tersesat, saya
benar-benar akan (menghalang-halangi) mereka dari jalan Engkau yang lurus.
Kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka,
dari kanan dan dari kiri mereka. dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan
mereka bersyukur (taat).18
Iblis patut dilaknat karena seluruh upaya yang dilakukan adalah bertujuan
selain Allah.
menjerumuskan manusia kelembah syirik, maka dia akan merayu serta membujuk
manusia agar berbuat kejahatan, kekejian, dan dusta terhadap Allah SWT.
18
Al-Quran dan Terjemahannya, DEPAG RI.,1997.
19
Al-Quran dan Terjemahannya, DEPAG RI.,1997.
28
Allah mengutuk mereka yang mempunyai ilmu (yang hak) tetapi tidak
disebarkan malah disembunyikan. Hal ini diterangkan dalam firman-Nya Q.S. al-
Baqarah 159.:
bukan berlaku khusus terhadap asbâb al-nuzȗl saja. Sehingga dengan demikian
yang benar.21 Para ulama berbeda pendapat tentang arti “semua makhluk yang
dapat melaknati” dalam ayat tersebut di atas. Ada yang berpendapat bahwa yang
melaknati adalah para malaikat dan orang-orang beriman. Dan ada pula yang
20
Al-Quran dan Terjemahannya, DEPAG RI, 1997
21
Departemen Agama RI, al-Quran dan Tafsirnya (edisi yang disempurnakan), (Jakarta:
Depeartemen Agama RI, 2004), h. 219
29
berpendapat bahwa tidak sebatas itu saja tetapi juga termasuk hama, serangga, dan
terhadap dosa-dosa para ulama jahat [suu‟] yang telah menyembunyikan hak dan
Dusta adalah akhlak yang paling buruk. Hal ini sesuai dengan firman
Allah SWT:
mendekatkan kita kepada Allah dan surga-Nya, serta memperingatkan kita agar
menghindari kejahatan dan kekejian karena hal ini akan mendekatkan kita kepada
“Jauhilah dusta, karena dusta itu membawa orang kepada perbuatan keji,
dan perbuatan keji membawa orang ke neraka. Selama orang berdusta dan
memilih segala yang dusta (ucapan maupun perbuatan), maka akhirnya Allah
Seorang pendusta tidak akan menemukan jalan hidayah karena Allah SWT
tidak akan mempermudah jalan itu baginya. Firman Allah Q.S. Ghafir 28:
22
Majid Assayid Ibrahim,, wanita dan laki-laki yang dilaknat, (Jakarta: GEMA INSAN
PRESS 1995) cet. 17, h. 18-19
30
murka dan laknat Allah SWT. Dan itu jelas merupakan bencana bagi manusia
dirinya. Kalau dia bejiwa mulia maka dia tidak akan berdusta. Dusta adalah salah
satu sifat dari tiga sifat orang munafik, sebagaimana sabda Rasulullah SAW:
“Tanda-tanda orang munafik itu ada tiga: Bila berbicara dusta, bila berjanji
tidak ditepati, dan bila diamanati dia khianat”. (HR. Bukhari, Muslim, at-
Turmudzi, dan an-Nasa‟i).24
23
Al-Quran dan Terjemahannya, DEPAG RI.,1997.
24
Abî „Abdillah Muhammad ibn Ismâ‟îl al-Bukhârî, Sahih al-Bukhârî bi Hâsyah al-
Sanadî, Kitâb al-Îmân, juz I (T.tp:Dâr Nahr al-Nayl, t.t.), h. 142.
25
Majid Assayid Ibrahim, wanita dan laki-laki yang dilaknat, (Jakartat: GEMA INSAN
PRESS 1995) cet. 17, h. 20-21
31
karena tiga alasan, yaitu laki-laki beristri dan wanita bersuami bila berzina,
sebagai qishash nyawa yang dibalas dengan nyawa, dan seorang muslim yang
Hanya tiga sebab di atas yang dihalalkan. Karena mengalirkan darah itu
ini kelak pada hari kiamat menjadi perkara pertama yang dipersoalkan.
ِى الّدِماَء
ِ اَّوَ ُل ماَيُقْضَ بَيْن الّنَاسِ يَوْم الْقِياَمَ ِة ف
“Perkara pertama yang diselesaikan di antara manusia pada hari kiamat
adalah tentang darah (pembunuhan)”. (HR. Bukhari dan Muslim).27
26
Al-Quran dan Terjemahannya, DEPAG RI.,1997.
27
Abî „Abdillâh Muhammad ibn Ismâ‟îl al-Bukhârî, Sahih al-Bukhârî (T.tp:Dâr Nahr al-
Nayl, t.t.), h. 11.
28
Majid Assayid Ibrahim wanita dan laki-laki yang dilaknat, (Jakarta: GEMA INSAN
PRESS 1995) cet. 17, h. 22-23
32
Sejarah Bani Israil yang berjalan di lembah kekufuran dan dalam kutukan
Allah sudah berjalan begitu lama. Perilaku mereka yang buruk terhadap nabi-nabi
mereka, mengakibatkan mereka dikutuk dan dijauhkan dari rahmat Allah SWT.
kegiatannya, namun sudah kembali menjadi kawan akrab dalam makan dan
minum dan berkumpul bersama. Orang Bani Israil suka mengerjakan maksiat dan
melampaui batas. Hati mereka tidak sedikit pun tergerak untuk menegakkan amar
29
Al-Quran dan Terjemahannya, DEPAG RI.,1997.
33
Untuk menjauhkan diri dari laknat Allah, manusia harus selalu patuh
sesungguhnya dia itu lebih menyia-nyiakan hak dirinya sendiri dan hak manusia
dalam hati dan batin kita. Kita harus menjauhi segala larangan-Nya seperti
Di antara perbuatan yang harus dihindari agar terhindar dari laknat Allah
diantaranya:
1. Tinggalkan perbuatan syirik, dusta dan yang dilarang oleh Nabi seperti,
Muhammad saw juga melaknat wanita yang membuat tato pada wajah
wanita lain dan wanita yang meminta wajahnya ditato, terhadap wanita
alisnya.31
2. Hindari perbuatan riba, penulis, dan saksinya. Allah berfirman dalam Q.S.
30
Majid Assayid Ibrahim, wanita dan laki-laki yang dilaknat, (Jakarta: GEMA INSAN
PRESS 1995) cet. 17, h. 22-23
31
Majid Assayid Ibrahim, wanita dan laki-laki yang dilaknat, (Jakarta: GEMA INSAN
PRESS 1995) cet. 17, h. 14
34
lainnya.33
32
Al-Quran dan Terjemahannya, DEPAG RI.,1997.
33
Majid Assayid Ibrahim, wanita dan laki-laki yang dilaknat, (Jakarta: GEMA INSAN
PRESS 1995) cet. 17, h. 14
BAB IV
1
Tartîb Nuzȗl al-Sȗrat digital versi 3.21
35
36
(ditimpakan) atas
orang-orang yang
zalim,(dusta)
[11]: 60 Mereka selalu
diikuti dengan
kutukan di dunia
ini
18 al-Taȗbah [9]: 68 Allah mela'nati
mereka, dan bagi
mereka ‘adzâb
yang kekal.
Jika lafadz laknat di atas dilihat dari segi sebab nuzul suratnya, maka di sini
lafadz laknat dilihat dari urutan dalam kitab Majma’ al-Mufahras al-fâdz al-
Qur’an al-Karîm sebagai berikut: QS. Al-Baqarah [2]: 88, 89, 159, 161; Ali-
‘Imrân [3]: 61, 87; al-Nisâ[4]: 46, 47, 52, 93, 118; al-Mâidah[5]: 13, 60, 78, 64, ;
al-A’râf [7]: 38, 44; al-Taȗbah [9]: 68; Hȗd [11]: 18, 60, 99; ar-Ra’d [13]: 25; Al-
hijr [15]: 35; al-Isrâ’ [17]: 60; an-Nȗr [24]: 23; al-Qashash [28]: 42; al-Ankabȗt
[29]: 25; al-Ahzâb [33]: 64, 57, 68, 61; Shâd [38]: 78; al-Mu’min [40]: 52;
(tafsir ijmali)
2
Muh. Fuad Abdul Baqi, Majma’ al-Mufahros al-Alfazh al-Qur’an al-Karim, (Libanon::
Maktabah Islâmiyyah 1984), h. 649-650.
40
diantaranya terdapat dalam Q.S. Ali imran/3: 61, Q.S. al-Baqarah/2: 159, Q.S. an-
Nȗ r/24: 7, 23.
pengertian menghapus atau mengganti yang lain. Dalam hal ini, kaum yahudi
melakukan dua hal tersebut terhadap kitab mereka, Taurat. Mereka telah
menyembunyikan hukum rajam bagi pelaku zina, dan mengingkari berita gembira
yang tersebut di dalam Taurat berkenaan akan datangnya Nabi Muhammad SAW.
kenabian Muhammad saw, masalah hukum rajam bagi pelaku zina dan masalah
pemindahan kiblat.
dilangit.
41
berarti dijauhkan dari rahmat Allah. Padahal rahmat inilah yang melindungi kaum
dan manusia. Yang dimaksud dengan laknat mereka adalah doa‟ mereka agar
Tafsiran Ayat:
kenabian Muhammad saw. – padahal mereka mengetahui dari kitab Taurat dan
Injil – maka mereka itu termasuk orang yang pantas dijauhkan dari rahmat Allah.
Mereka juga pantas mendapat laknat dari para malaikat dan umat manusisa karena
seharusnya disampaikan kepada orang lain, dan seluruh umat yang terkena laknat
Allah adalah akibat dari tidak adanya upaya amar ma’ruf nahi mungkar.
Karenanya, didalam suatu umat sudah seharusnya terdapat orang yang dapat
Jabal, Sa‟d bin Mu‟adz dan Kharijah bin Zaid bertanya kepada segolongan Padri
Yahudi tentang beberapa hal yang terdapat di dalam Taurat. Para Padri
3
Ahmad Mustafâ al-Marâghî, Tafsîr al-Marâghî, (Kairo: Dâr al-Kutub al-Ilmiyyah,
1992), jilid 1 h. 54
42
padri).4
Munasabah ayat : dalam ayat 146 telah diterangkan bahwa orang Yahudi
mereka sendiri, karena di sana disebutkan segala sifat-sifatnya dengan jelas dan
bahwa beliau akan diutus sebagai Rasul, tetapi mereka tetap mengingkarinya dan
selalu menyembunyikan apa yang mereka ketahui itu. Dalam ayat ini disebutkan
lagi sifat-sifat Ahli Kitab tersebut, dan bahwa mereka mendapat laknat dari Allah,
“Siapa yang membantahmu tentang kisah Isa sesudah datang ilmu (yang
meyakinkan kamu), Maka Katakanlah (kepadanya): "Marilah kita memanggil
anak-anak Kami dan anak-anak kamu, isteri-isteri Kami dan isteri-isteri kamu, diri
Kami dan diri kamu; kemudian Marilah kita bermubahalah kepada Allah dan kita
minta supaya la'nat Allah ditimpakan kepada orang-orang yang dusta.”6 (Q.S. Ali
imrân/3: 61)
Menurut al-marâghî :Yang dapat dipahami dari ayat di atas ialah, Nabi
saw, memerintahkan agar mendoakan orang-orang yang berhujjah dan
membantah masalah isa, yang terdiri dari kalangan Ahli Kitab, agar
berkumpul, lelaki, wanita, dan anak-anaknya. Nabi pun beserta kaum
Mu‟minin, laki-laki , wanita, atau anak-anak. Lalu, bersama-sama beribtihâl
4
Qamaruddin Shaleh, Asbabun Nuzul, (Bandung: CV. DIPONEGORO 1995) h. 50
5
Departemen Agama RI, al-Quran dan Tafsirnya (edisi yang disempurnakan),(Jakarta:
Depeartemen Agama RI, 2004), h. 218-219
6
Mubahalah ialah masing-masing pihak diantara orang-orang yang berbeda Pendapat
mendoa kepada Allah dengan bersungguh-sungguh, agar Allah menjatuhkan la'nat kepada pihak
yang berdusta. Nabi mengajak utusan Nasrani Najran bermubahalah tetapi mereka tidak berani dan
ini menjadi bukti kebenaran Nabi Muhammad s.a.w. (al-Quran dan Terjemahan, DEPAG RI, h.
342)
43
kepada Allah SWT agar dia melaknat orang yang bohong dalam ucapannya
tentang Nabi Isa as.7
surat 27, Rasullulah saw menulis surat kepada orang Najran seperti berikut:
“Dengan nama Tuhan Ibrahim dan Ishaq dan Ya‟qub, dari Muhammad Nabi
Allah” sampai akhir Hadis. Dan selanjutnya dalam hadis itu dikemukakan bahwa
kaum Najran mengutus Syarahbil bin Wada‟ah al-Hamdani dan Abdullah bin
saw dan terjadilah dialog, akan tetapi masih tertunda satu masalah, yaitu
“Belum ada isyarat padaku tentang itu, tetapi cobalah kalian bermalam sampai
besok, agar aku dapat terangkan hal itu. Keesokan harinya turunlah ayat diatas (S.
3: 59, 60, 61, 62) yang menegaskan siapa Isa. (Diriwayatkan oleh al-Baihaqi di
dalam kitab ad-Dalail dari Salamah bin Abi Yasyu‟ dari bapaknya, yang
Munasabah ayat: dalam ayat-ayat lalu diterangkan bahwa Nabi Isa yakin
akan keingkaran Bani Israil kepada agama yang dibawanya, serta yakin pula akan
orang kafir yang selalu membuat tipu daya untuk menghalang-halangi tersiarnya
terhadap tipu daya mereka, yaitu bahwa Allah akan melahirkan Isa dari tipu daya
7
Ahmad Mustafâ al-Marâghî, Tafsîr al-Marâghî, (Kairo: Dâr al-Kutub al-Ilmiyyah,
1992), jilid 1 h. 154-156
8
Qamaruddin Shaleh, Asbabun Nuzul, (Bandung: CV. DIPONEGORO 1995) h. 96
44
“Dan (sumpah) yang kelima: bahwa la'nat Allah atasnya, jika Dia Termasuk
orang-orang yang berdusta.” (Q.S. an-Nȗ r/24: 7)
“Menurut al-marâghî tentang ayat ini: para suami yang menuduh istrinya
berbuat zina tanpa mempunyai para saksi yang menguatkan
kebenarantuduhannya itu, maka masing-masing suami itu wajib bersumpah
empat kali bahwa dia telah berkata benar dalam tuduhannya itu, dan pada
sumpah yang kelima dia mengatakan bahwa laknat Allah ditimpakan
kepadanya jika dia termasuk orang-orang yang berkata dusta dalam
tuduhannya itu.”10
Al-Gâfilât : para wanita yang lengah dari perbuatan keji, yakni hati mereka
Lu’inȗ : mereka di akhirat diusir dari rahmat Allah dan di dunia diazab
dengan had.
9
Departemen Agama RI, al-Quran dan Tafsirnya (edisi yang disempurnakan),(Jakarta:
Depeartemen Agama RI, 2004), jilid 1, h. 484
10
Ahmad Mustafâ al-Marâghî, Tafsîr al-Marâghî, (Kairo: Dâr al-Kutub al-Ilmiyyah,
1992), jilid 6 h. 73
11
Yang dimaksud dengan wanita-wanita yang lengah ialah wanita-wanita yang tidak
pernah sekali juga teringat oleh mereka akan melakukan perbuatan yang keji itu.
45
Pada ayat di atas dapat dipahami bahwa Nabi saw, memerintahkan agar
mendoakan orang-orang yang berhujjah dan membantah masalah isa, yang terdiri
dari kalangan Ahli Kitab, agar berkumpul, lelaki, wanita, dan anak-anaknya. Nabi
pun beserta kaum Mukminin, laki-laki , wanita, atau anak-anak. Lalu, bersama-
sama beribtihâl kepada Allah SWT agar dia melaknat orang yang bohong dalam
tentang kaum Ahli Kitab yang menyembunyikan agama islam dan kenabian
Muhammad saw. – padahal mereka mengetahui dari kitab Taurat dan Injil – maka
mereka itu termasuk orang yang pantas dijauhkan dari rahmat Allah. Mereka juga
pantas mendapat laknat dari para malaikat dan umat manusisa karena perbuatan
12
Ahmad Mustafâ al-Marâghî, Tafsîr al-Marâghî, (Kairo: Dâr al-Kutub al-Ilmiyyah,
1992), jilid 6 h. 152
13
Qamaruddin Shaleh, Asbabun Nuzul, (Bandung: CV. DIPONEGORO 1995) h. 379
14
Ahmad Mustafâ al-Marâghî, Tafsîr al-Marâghî, (Kairo: Dâr al-Kutub al-Ilmiyyah,
1992), jilid 1 h. 154-156
15
Ahmad Mustafâ al-Marâghî, Tafsîr al-Marâghî, (Kairo: Dâr al-Kutub al-Ilmiyyah,
1992), jilid 1 h. 54
46
menuduh istrinya berbuat zina tanpa mempunyai para saksi yang menguatkan
empat kali bahwa dia telah berkata benar dalam tuduhannya itu, dan pada sumpah
yang kelima dia mengatakan bahwa laknat Allah ditimpakan kepadanya jika dia
termasuk orang-orang yang berkata dusta dalam tuduhannya itu.16 Dan kemudian
baik sebagai orang sering perbuatan yang keji dan penyebaran kekejian di tengah-
tengah kaum mu‟minin, serta contoh teladan yang buruk bagi orang-orang yang
berbicara tentang kekejian itu, maka mereka berhak menerima dosa penyebaran
laknat Allah. Diantaranya ialah terdapat pada Q.S. al-A’râf /7: 44, Q.S. Hȗ d/11:
“Dan penghuni-penghuni surga berseru kepada penghuni-penghuni neraka
(dengan mengatakan): "Sesungguhnya Kami dengan sebenarnya telah
memperoleh apa yang Tuhan Kami menjanjikannya kepada kami. Maka Apakah
kamu telah memperoleh dengan sebenarnya apa (‘adzâb ) yang Tuhan kamu
menjanjikannya (kepadamu)?" mereka (penduduk neraka) menjawab: "Betul".
kemudian seorang penyeru (malaikat) mengumumkan di antara kedua golongan
16
Ahmad Mustafâ al-Marâghî, Tafsîr al-Marâghî, (Kairo: Dâr al-Kutub al-Ilmiyyah,
1992), jilid 6 h. 73
17
Ahmad Mustafâ al-Marâghî, Tafsîr al-Marâghî, (Kairo: Dâr al-Kutub al-Ilmiyyah,
1992), jilid 6 h. 152
47
itu: "Kutukan Allah ditimpakan kepada orang-orang yang zalim,” (Q.S. al-A’râf
/7: 44)
“Menurut Al-Marâghî: Sesungguhnya, penghuni surga ketika mereka
telah tinggal di dalamnya, dan penghuni neraka ketika telah tinggal di
dalamnya, maka apabila para penghuni surga itu menghadapkan
penglihatan mereka kepada penghuni neraka, maka bertanyalah penghuni
surga kepada penghuni neraka dengan pertanyaan yang mengungkapkan
kebanggaan atas keadaan mereka yang baik, dan dengan pertanyaan
ejekkan yang mengingatkan kejahatan penghuni neraka atas diri mereka
sendiri yang mendustakan para Rasul Allah, di samping pertanyaan yang
menetapkan kepada mereka oleh para Rasul bagi orang yang beriman dan
bertakwa, berupa surga-surga yang penuh kenikmatan. Lalu, kata mereka
kepada para penghuni neraka itu: sesungguhnya kami telah mendapati
kenikmatan dan kemuliaan yang telah dijanjikan oleh Tuhan kami lewat
para Rasul-Nya adalah benar-benar menjadi kenyataan, tanpa diragukan
lagi. Dan inilah kami tengah menikmati apa yang tak pernah dilihat oleh
mata, tak pernah didengar telinga, dan tak pernah terlintas dalam hati
seseorang pun. Maka, apakah kalian mendapati kehinaan dan siksaanyang
pernah diancamkan kepadamu oleh Tuhanmu telah menjadi kenyataan
pula? Penghuni neraka berkata : Ya, kami mendapati apa yang diancamkan
kepada kami oleh Tuhan kami benar-benar telah menjadi kenyataan,
sebagaimana pernah disampaikan kepada kami lewat para Rasul. Dan
buntut dari soal jawab dan kalahnya hujjah penghuni neraka itu adalah,
bahwa seorang penyeru mengumumkan dengan katanya: Laknat Allah-lah
atas orang-orang menganiaya diri sendiri, yang berbuat jahat terhadap diri
sendiri dengan melakukan hal-hal yang menyebabkan dirinya tidak
memperoleh nikmat yang abadi.18
“Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang membuat-buat Dusta
terhadap Allah?. mereka itu akan dihadapkan kepada Tuhan mereka, dan Para
saksi akan berkata: "Orang-orang Inilah yang telah berdusta terhadap Tuhan
mereka". Ingatlah, kutukan Allah (ditimpakan) atas orang-orang yang zalim”.
(Q.S. Hȗ d/11: 18)
18
Ahmad Mustafâ al-Marâghî, Tafsîr al-Marâghî, (Kairo: Dâr al-Kutub al-Ilmiyyah,
1992), jilid 5 h. 213-214
48
“(yaitu) hari yang tidak berguna bagi orang-orang zalim permintaan
maafnya dan bagi merekalah la'nat dan bagi merekalah tempat tinggal yang
buruk”.(Q.S. al-Mu’min/40: 52)
Dan pada hari itu mereka mendapatkan kutukan dan pengusiran dari
rahmat Allah, dan mereka mendapatkan pula sesuatu yang terburuk di
akhirat, yaitu azab yang pedih dan tinggaldalam neraka yang terburuk.20
mengingkari ayat-ayat Allah itu hanyalah orang-orang kafir saja. Juga terdapat
19
Ahmad Mustafâ al-Marâghî, Tafsîr al-Marâghî, (Kairo: Dâr al-Kutub al-Ilmiyyah,
1992), jilid 3 h.
20
Ahmad Mustafâ al-Marâghî, Tafsîr al-Marâghî, (Kairo: Dâr al-Kutub al-Ilmiyyah,
1992),), jilid 8 h. 82
49
ayat-ayat berikut ini diterangkan bahwa Allah berjanji akan menolong para rasul-
Nya dan orang-orang yang beriman serta memberikan kebahagiaan di dunia dan di
akhirat.21
sini, yang dimaksud ialah orang-orang yang berpaling dari menempuh jalan Allah
orang lain dari menempuh jalan itu, di samping menginginkan agar jalan itu
Dan pada hari kiamat, perbuatan dan perkataan mereka diajukan di hadapan
kesaksian atas mereka. Yaitu, para malaikat, para Nabi, dan orang-orang mu‟min
yang saleh. Mereka berkata, “orang-orang itulah yang dulu mendustakan Tuhan
dibarengi dengan kutukan yang menunjukkan bahwa mereka terusir dari lingkaran
rahmat.22 Dan ketika itu permintaan maafnya tidak berguna, dan pada hari itu
mereka mendapatkan kutukan dan pengusiran dari rahmat Allah, dan mereka
21
Departemen Agama RI, al-Quran dan Tafsirnya (edisi yang disempurnakan),(Jakarta:
Depeartemen Agama RI, 2004), jild. 8 h.554
22
Ahmad Mustafâ al-Marâghî, Tafsîr al-Marâghî, (Kairo: Dâr al-Kutub al-Ilmiyyah,
1992), jilid 3 h. 113-114
50
mendapatkan pula sesuatu yang terburuk di akhirat, yaitu ‘azâb yang pedih dan
yang ingkar (kafir, musyrik) diantaranya Q.S. al-Qasas/28: 42, Q.S. Hud/11: 60,
Q.S. al-Baqarah/2: 88, 89, Q.S. Ali imran/3: 87, Q.S. Ar-ra’d /13: 25 dan Q.S. al-
“Dan Kami ikutkanlah laknat kepada mereka di dunia ini; dan pada hari
kiamat mereka Termasuk orang-orang yang dijauhkan (dari rahmat Allah). (Q.S.
al-Qasas/28: 42)
23
Ahmad Mustafâ al-Marâghî, Tafsîr al-Marâghî, (Kairo: Dâr al-Kutub al-Ilmiyyah,
1992), jilid 8 h. 82
24
Ahmad Mustafâ al-Marâghî, Tafsîr al-Marâghî, (Kairo: Dâr al-Kutub al-Ilmiyyah,
1992) jilid 7 h. 82
51
“Dan mereka selalu diikuti dengan kutukan di dunia ini dan (begitu pula) di
hari kiamat. Ingatlah, Sesungguhnya kaum 'Ad itu kafir kepada Tuhan mereka.
ingatlah kebinasaanlah bagi kaum 'Ad (yaitu) kaum Huud itu.”( Q.S. Hȗ d/11: 60)
“Dan mereka berkata: "Hati Kami tertutup". tetapi sebenarnya Allah telah
mengutuk mereka karena keingkaran mereka; Maka sedikit sekali mereka yang
beriman. (Q.S. al-Baqarah/2: 88).
25
Ahmad Mustafâ al-Marâghî, Tafsîr al-Marâghî, (Kairo: Dâr al-Kutub al-Ilmiyyah,
1992), jilid 3 h. 134-135
26
Ahmad Mustafâ al-Marâghî, Tafsîr al-Marâghî, (Kairo: Dâr al-Kutub al-Ilmiyyah,
1992), jilid 1 h. 164-166
52
tentang akibat yang akan menimpa orang-orang Yahudi, bahwa mereka akan
mendapat siksa yang berat karena mereka telah mementingkan kebahagiaan dunia
dari pada kebahagiaan akhirat. Kemudian ayat-ayat berikut ini Allah menerangkan
mereka telah diberi petunjuk melalui beberapa rasul yang datang secara berturut-
turut, namun tidak saja petunjuk-petunjuk itu mereka abaikan, bahkan di antara
rasul-rasul itu ada yang didustakan dan ada pula yang dibunuh.27
27
Departemen Agama RI, al-Quran dan Tafsirnya (edisi yang disempurnakan),(Jakarta:
Depeartemen Agama RI, 2004), h. 132
28
Ahmad Mustafâ al-Marâghî, Tafsîr al-Marâghî, (Kairo: Dâr al-Kutub al-Ilmiyyah,
1992), jilid 1 h. 167-169
53
Khaibar dahulu memerangi kaum Ghathafan (Bangsa Arab). Tiap kali bertempur,
kaum Yahudi kalah. Kemudian kaum Yahudi meminta pertolongan dengan do‟a
ini: “Ya Allah, sesungguhnya kami meminta kepada-Mu dengan hak Muhammad,
Nabi yang Ummi, yang telah engkau janjikan kepada kami, akan Engkau utus Dia
mereka?”
Apabila bertempur, mereka tetap berdo‟a dengan do‟a ini, sehingga kalahlah
kaum Ghathafan. Tetapi ketika Rasulullah diutus, mereka kufur terhadap Nabi
saw. Maka Allah menurunkan ayat ini (S. 2: 89) sebagai laknat kepada orang-
Baihaqi dalam kitab ad-Dala‟il dengan sanad yang lemah yang bersumber dari
Ibnu Abbas).29
“Mereka itu, balasannya Ialah: bahwasanya la'nat Allah ditimpakan kepada
mereka, (demikian pula) la'nat Para Malaikat dan manusia seluruhnya,”( Q.S. Ali
imrân/3: 87)
29
Qamaruddin Shaleh, Asbabun Nuzul, (Bandung: CV. DIPONEGORO 1995) h. 28
30
Ahmad Mustafâ al-Marâghî, Tafsîr al-Marâghî, (Kairo: Dâr al-Kutub al-Ilmiyyah,
1992), jilid 1 h. 205-206
54
laki-laki dari kaum Ansar murtad setelah masuk islam. Ia menyesal atas
turunlah ayat tersebut di atas (Q.S. 3 Ali Imran: 87), dan disampaikan oleh utusan
mujahid).32
Munasabah Ayat: Ayat yang lalu telah membantah orang Yahudi yang
kesombongan dan kedengkian mereka. Maka pada ayat ini Allah menetapkan
31
Al-Quran dan Terjemahannya, DEPAG RI.,1997 (Q.S. al-Ankabut, 29:25)
32
Qamaruddin Shaleh, Asbabun Nuzul, (Bandung: CV. DIPONEGORO 1995) h. 105
33
Departemen Agama RI, al-Quran dan Tafsirnya (edisi yang disempurnakan),(Jakarta:
Depeartemen Agama RI, 2004), h. 513
55
34
Ahmad Mustafâ al-Marâghî, Tafsîr al-Marâghî, (Kairo: Dâr al-Kutub al-Ilmiyyah,
1992)), jilid 4 h. 113-114
56
Al-Khâ’inah : Khianat.
Adapun maksud dari ayat di atas ialah, bahwa yang lebih buruk
balasannya dan ganjarannya daripada perbuatannya itu adalah balasan
orang yang dikutuk dan dimurkai Allah, yang di antara mereka ada yang
dijadikan kera dan babi, juga balasan orang yang menyembah tagut.
35
Ahmad Mustafâ al-Marâghî, Tafsîr al-Marâghî, (Kairo: Dâr al-Kutub al-Ilmiyyah,
1992)), jilid 2 h. 124-125
58
sesat dari jalan yang lurus dan pertengahan, yaitu jalan yang tidak terlalu
berlebih-lebihan dan tidak terlalu melengahkan.36
kejelekannya maka mereka pun ikut mengutuknya, 37 seperti tentang kaum „Ad ,
Bani Israil dan Fir‟aun serta kaumnya yang kafir terhadap nikmat-nikmat Allah
maksiat secara berkepanjangan dan Allah menutup hati mereka karena mereka
sendiri yang menganiaya diri mereka sendiri dan keingkaran di dunia sehingga
Allah melaknat mereka dan mendapat kenistaan dan murka-Nya dan tidak bisa lari
Di antara ayat yang dijelaskan oleh Allah tentang laknat bagi orang munafik
ialah yang terdapat dalam surat al-Fath [48]: 6: Q.S. al-Taȗ bah/9: 68.
36
Ahmad Mustafâ al-Marâghî, Tafsîr al-Marâghî, (Kairo: Dâr al-Kutub al-Ilmiyyah,
1992), jilid 2 h. 153-154
37
Ahmad Mustafâ al-Marâghî, Tafsîr al-Marâghî, (Kairo: Dâr al-Kutub al-Ilmiyyah,
1992), jilid 1 h. 205-206
38
Ahmad Mustafâ al-Marâghî, Tafsîr al-Marâghî, (Kairo: Dâr al-Kutub al-Ilmiyyah,
1992), jilid 3 h. 134-135
59
39
Ahmad Mustafâ al-Marâghî, Tafsîr al-Marâghî, (Kairo: Dâr al-Kutub al-Ilmiyyah,
1992), jilid 9 h. 167-168
60
“Sekali-kali tidak, Sesungguhnya mereka pada hari itu benar-benar
tertutup dari (rahmat) Tuhan mereka. Kemudian, Sesungguhnya mereka
benar-benar masuk neraka.”40
orang islam. Kesimpulannya, bahwa kedua golongan munafik dan musyrik itu
Dan mereka mendapat murka dari Allah, dan Allah menjauhkan Mereka
Jahannam yang bakal mereka masuki pada hari kiamat, dan jahannam itu adalah
mereka lebih buruk dari pada orang-orang kafir, terutama orang-orang di antara
mereka yang memeluk agama yang telah disimpangkan atau telah dihapuskan,
Sesungguhnya di dalam neraka Jahannam terdapat balasan atas amal mereka
yang cukup sebagai siksaan bagi mereka di akhirat. Di samping itu, Allah
yang hanya berhak dimiliki oleh kaum Mu‟minin yang benar. Mereka juga akan
mendapatkan ‘adzâb yang kekal selain ‘adzâb neraka Jahannam, seperti angin
panas yang membakar muka mereka, air mendidih yang menghancurkan isi perut
mereka, serta makanan berupa pohon berduri yang tidak akan mengemukkan,
tidak mengenyangkan, di samping mereka tidak akan dapat bertemu dengan Allah
41
Ahmad Mustafâ al-Marâghî, Tafsîr al-Marâghî, (Kairo: Dâr al-Kutub al-Ilmiyyah,
1992), jilid 9 h. 167-168
42
Ahmad Mustafâ al-Marâghî, Tafsîr al-Marâghî, (Kairo: Dâr al-Kutub al-Ilmiyyah,
1992), jilid 2 h. 124-125
62
Dalam melakukan analisa ini, penulis hanya mengambil dari sisi objek yang
terkena laknat dan sebab Allah menurunkan laknat kepada mereka. Ada beberapa
objek /pelaku yang terkena laknat dari Allah diantaranya: orang-orang zalim,
1. Orang-Orang Zalim
Kezhaliman yang terbesar dari jenis ini adalah kufur (mengingkari Allah),
Allah adalah aniaya paling besar. Sebab tujuan hidup bisa jadi pecah berderai.
dari menempuh jalan Allah yang dapat menyampaikan kepada keridhaan dan
melihat tafsir Hamka bahwa bukan hanya kepada Rabbnya seseorang bisa terkena
laknat, tetapi kepada diri sendiri atau kepada orang lain. Seperti contoh menzalimi
laknat bukan hanya kepada Rabbnya akan tetapi kepada dirinya sendiri atau orang
43
Hamka, Tafsîr Al-Azhâr, (Pustaka Panjimas, Jakarta 1989).hal:179.
63
Menurut al-Marâghî bahwa orang-orang yang ingkar, kafir atau musyrik itu
kaum „Ad , Bani Israil dan Fir‟aun serta kaumnya yang kafir terhadap nikmat-
nikmat Allah.
dan melaksanakan hukum selain hukum Allah. Kategori kafir juga dapat
ciptaan manusia lebih baik dan lebih tepat untuk dilaksanakan serta lebih mampu
menjawab problema masyarakat modern yang terdiri dari berbagai suku, agama,
ras, dari pada hukum Allah. Termasuk kafir juga orang yang mengangkat
pemimpin selain orang yang beriman (Yahudi, Nasrani dan sejenisnya), sebagai
merasa aman dan mencari kemuliaan di sisi orang-orang kafir, mereka tidak
jika umat islam mendapat musibah dan kekalahan, merekalah orang-orang kafir
lagi zalim.45 Jadi penulis berkesimpulan bahwa orang yang ingkar, kafir atau
musyrik kebih banyak yang berhubungan dengan Tuhan, karena ingkar, kafir atau
44
Ahmad Mustafâ al-Marâghî, Tafsîr al-Marâghî, (Kairo: Dâr al-Kutub al-Ilmiyyah,
1992), jilid 1 h. 205-206
45
Hamka, Tafsîr Al-Azhâr, (Pustaka Panjimas, Jakarta 1984).hal:99.
64
3. Orang-Orang Munafik
bermaksud menipu Allah dengan shalat, karena ketika mereka berdiri untuk
shalat, mereka berdiri dengan malas dan bermaksud riya. Yaitu melakukan suatu
amal tidak semata-mata mencari keridhaan Allah, tetapi untuk mencari pujian atau
Dalam kitab tafsirnya ibnu katsir berkata, yang dikutip Hamka “ inilah sifat
merapun merasa malas, karena tidak ada niat terhadap sembahnyang itu tidak ada
imannya, dan tidak ada rasa takutnya kepada Allah dalam perasaan malam. Tetapi
akan berhadapan dengan dia, dan Allah akan memberinya ampun dan akakan
mengerjakan “46.
46
Hamka, Tafsîr Al-Azhâr, (Pustaka Panjimas, Jakarta 1983).hal:332.
65
dan sebagainya.
4. Orang-Orang Musyrik
segi keyakinan, ucapan, ataupun perbuatan. Orang yang melakukan syirik disebut
musyrik. Perbuatan syrrik adalah dosa yang sangat besar dari semua dosa yang
dapat diapuni Allah yaitu syirik, terkecuali dosa syirik itu apabila ia dapat
47
bertaubat sebelum mati. Sedangkan menurut al-Marâghî bahwa orang musyrik
ialah orang yang berprasangka buruk kepada Allah di dunia, dengan mengingkari
janji Allah dan orang tersebut akan dijauhkan dari rahmat Allah dan akan
seseorang yang dianggap musyrik yaitu mereka yang orang yang menyekutukan
47
Hamka, Tafsîr Al-Azhâr, (Pustaka Panjimas, Jakarta 1984).hal: 38.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
sebelumnya, maka dapat disimpulkan dari tulisan ini dengan merujuk kepada
kebaikan.”, atau “tersingkir dan jauh dari rahmat Allah ‘azza wa jalla “. Jadi
apabila seseorang yang dilaknat Allah, maka mereka akan diusir dan dijauhkan
dari rahmat-Nya. Berbeda dengan kata laknat yang dipakai buat manusia atau
mahluk lainnya yang berarti bahwa mereka mendoakan atau memohon agar Allah
menimpakan balasan atau azab terhadap mereka yang melakukan perbuatan yang
tidak lain adalah orang-orang yang menyakiti Allah dan Rasul-Nya, berbuat
ingkar, dusta dan berbuat maksiat kepada Allah umumnya kepada manusia dan
khususnya kepada Bani Israil dan orang-orang kafir. Allah sangatlah memurkai
dan melaknat mereka atas perbuatannya dan mengazab mereka dengan azab yang
Dengan demikian, untuk menjauhkan dari laknat Allah adalah tidak lain
66
67
semata, namun lebih dari itu adalah pewaris sifat illahiyah dalam diri kita. Amien.
B. Saran-saran
Dalam skripsi ini penulis hanya memfokuskan pada ayat-ayat laknat dalam
al-Qur’an yang ditafsirkan al-Marâghî dalam tafsirnya. Maka dari itu penulis
dengan bahasan dan penafsiran yang lebih luas lagi. Karena penulis sadar
kesimpulan akhir dari skripsi ini tidak menutup kemungkinan ada kesimpulan lain
terhadap ayat-ayat laknat dalam al-Qur’an dan tidak hanya menggunakan tafsir al-
Marâghî saja.
pengetahuan untuk penulis khususnya, para pembaca sekalian dan orang lain pada
umumnya. Amien.
68
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Agama RI. al-Quran dan Tafsirnya (edisi yang disempurnakan), Jilid
1 Jakarta: Departemen Agama RI, 2004.
Djalal, Abdul. Tafsir al-Maraghi dan Tafsir al-Nur Sebuah Studi Perbandingan,
Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga, 1985.
Ghafur, Saiful Amin. Profil Para Mufasir al-Quran. Yogyakarta: Pustaka Insan
Madani, 2008.
Ibrahim, Majid Assayid. Wanita dan Laki-laki yang dilaknat. Jakarta: Gema Insan
Press, 1995.
al-Jauziah, Ibn Qayyim. Kiat Membersihkan Hati Dari Kotoran Dan Maksiat.
Jakarta: Pustaka Islam Klasik, t.t.
68
69
al-Marâghî, Ahmad Mustafâ. Tafsîr al-Marâghî. Jilid 1. Kairo: Dâr al-Kutub al-
Ilmiyyah, 1992.
Pusat Bahasa Depdiknas RI, Kamus Besar Bahasa Indonesia, diakses tanggal 22
Mei 2009 dari http:/pusatbahasa.diknas.go.id/kbbi/index.php
al-Razi, Muhammad Abu Bakr ‘Abd al-Qadir. Al-Tard wa al-Ib’ad mina l-khair.
Kairo: Mukhtaral-Sihhah, 1950.
Ridwan, Kafrawi. ed. Ensiklopedi Islam. Jakarta: PT. Ictiar Baru Van Hoeve,
1994.
al-Suyûti, Jalâl al-din ‘Abdurrahman ibn Abu Bakar, Jami’ Saghîr. Jilid. I. Kudus:
Menara Kudus, t.t.
http://www.republika.co.id/berita/ensiklopedia-islam/hikmah/10/07/10/124132-
waspadai laknat-tersamar-di-balik-nikmat