SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum
untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Hukum (SH)
Oleh:
Setyo Nugroho
1110048000024
Kedaulatan Ralryat)
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum
untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Hukum (SH)
Oleh:
Setvo Nueroho
1110048000024
195403031976111
ngesahkan
196808121999031014
PANITIA UJIAN
l. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar strata I (SI) di Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah I akarta.
2. Semua sumber yang penulis gunakan dalam penulisan ini telah saya
Jekerte,.?4 Apnl2014
1 I 10048000024
ABSTRAK
ii
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr.Wb.
Segala puji dan syukur hanya untuk Allah SWT, karena berkat rahmat,
nikmat serta anugerah-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul
“DEMOKRASI DAN TATA PEMERINTAHAN DALAM KONSEP
mendapatkan bantuan, arahan dan bimbingan dari berbagai pihak, sehingga dalam
kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada yang
terhormat :
Hidayatullah Jakarta.
2. Dr. Djawihir Hejazziey, S.H., M.A., ketua Program Studi Ilmu Hukum dan Drs.
Abu Tamrin, S.H., M.Hum., sekretaris Program Studi Ilmu Hukum UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Prof. Dr. H. A. Salman Maggalatung, S.H., M.H., selaku pembimbing yang telah
iii
4. Segenap staff Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidataullah
5. Segenap dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
khususnya dosen program studi ilmu hukum yang telah memberikan ilmu
pengetahuan dengan tulus ikhlas, semoga ilmu pengetahuan yang diajarkan dapat
bermanfaat dan menjadi keberkahakan bagi penulis dan semoga Allah SWT
sebagai amal ibadah untuk beliau semua. Serta Kepada Bapak Nur Rohim Yunus
LL.M., Bapak Nur Habibi Ihya, S.HI., M.H., yang telah senantiasa membantu
penulis dalam menyelesaikan Skripsi ini bahkan sebelum karya ini terbentuk.
6. Kedua orang tua tercinta, terhormat, tersayang, malaikat tuhan yang menjaga
untuk penulis, semua ilmu dan pengalaman dan ajaran-ajaran tentang kehidupan
yang menjadikan penulis jauh lebih baik, yaitu ayahanda tercinta, Drs. Sahidin
dan Ibunda Siti Maesuri, S.Sos,. Karya ini tak lepas dari pengajaran mereka
sehingga dapat diselesaikan dengan baik. Begitu juga untuk masku, Kurnianto S.
L., S.E., dan Surianto S. L., S.T., dedikasi lebih dari hubungan kakak dan adik,
dan adik tercinta, Hardjanto Dwi Nugroho, yang selalu menemani dengan canda
gurau dan teman diskusi yang menyenangkan, doa kakak untuk keberhasilanmu
iv
7. Kekasih tercinta, pendamping hati dan belahan jiwa, adinda Nur Azan Ningsih,
8. Seluruh keluarga besar Ilmu Hukum Angkatan 2010 kelas A. Seluruh keluarga
besar Ilmu Hukum konsentrasi Kelembagaan Negara angkatan 2010 yang tidak
bisa disebutkan satu persatu, bukan sekedar kisah, tetapi suka duka dalam
(ayahanda dari ayah), pakde slipi (pakde Eko), pakde sunter (alm. pakde Bagio),
10. Keluarga besar kakek, alm. Alwi Ismail (ayahanda dari ibu) yang tidak bisa
Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak, khususnya bagi penulis
Wassalamu’alaikumWr. Wb.
Setyo Nugroho
v
FI
DAF"TAR ISI
BAB II
--l-E
KELURAI{AN.....,... .........43
A. Desa-......... .-....-..43
Otonom.... .-.------54
A. Simpulan.. ..................68
B. Saran.......-
LAMPIRAN
DAFTAR LAMPIRAN
viii
BAB I
PENDAHULUAN
kemudian disebut dengan hak asasi manusia, yaitu hak yang diperoleh sejak
kenyataan manusia selalu hidup dalam komunitas sosial untuk dapat menjaga
1
2
tersebut, biasanya dipahami sebagai sesuatu yang abstrak, tunggal, utuh, dan
tak terbagi, serta tidak berasal dari kekuasaan lain yang lebih tinggi.5
hak tiap manusia tidak mungkin dicapai oleh masing-masing orang secara
individual.6
kontrak sosial, untuk memenuhi hak-hak tiap manusia tidak mungkin dicapai
tujuan tersebut dan menjalankan perjanjian yang telah dibuat dengan batas-
5
Jenedjri M. Gaffar, Demokrasi Konstitusional-Praktek Ketatanegaraan Indonesia Setelah
Perubahan UUD 1945. cet.I, (Jakarta: Konstitusi Press, Oktober 2012), h. 3.
6
Jimly Asshiddiqie, “Demokrasi dan Hak Asasi..., h. 2.
7
Ibid. h. 2.
3
hukum tertinggi di suatu negara (the supreme law of the land), yang
lebih rendah dan lebih kecil merupakan kebutuhan mutlak dan tidak dapat
keleluasaan pada daerah dalam mewujudkan otonomi daerah yang luas dan
bertanggung jawab.
hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus
8
Jenedjri M. Gaffar, Demokrasi Konstitusional-Praktek Ketatanegaraan Indonesia..., h. 8.
9
Syaukani, H.R., Afan Gaffar, M. Ryaas Rasyid, Otonomi Daerah dalam Negara
Kesatuan, cet.III, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003), h. 21.
10
H.A.W. Widjaya, Otonomi Daerah dan Daerah Otonom, Cet.II, (Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2002), h. 76.
4
Salah satu bentuk daerah otonom tersebut di atas yang juga menjadi
suatu kekhasan bangsa Indonesia terletak pada keaneka ragaman adat istiadat,
Dan itu pulalah sebabnya, dalam kenyataan terdapat pula keaneka ragaman
11
Pasal 1 ayat (6) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
12
Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia,
cet.VIII, (Jakarta: Pusat Studi Hukum Tata Negara FH UI dan CV. Sinar Bakti, 1988), h. 284.
5
Kedaulatan Rakyat)”
1. Pembatasan Masalah
desa sebagai suatu bagian dari daerah yang otonom yang dapat
2. Rumusan Masalah
C. Hipotesis Penelitian
demokratis.
proses demokratisasi.
1. Tujuan Penelitian
2. Manfaat Penelitian
E. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
setiap hak-hak warga negara yang masih memegang teguh kearifan lokal
2. Jenis Pendekatan
permasalahan yang khusus atau lebih konkret. Setelah bahan hukum itu
5. Teknik Penulisan
F. Review Terdahulu
Kajian mengenai desa sebagai salah satu bentuk daerah yang khas dan
tulisan baik berupa jurnal, buku, maupun tulisan-tulisan lainnya banyak yang
dengan hal tersebut. Sehingga untuk memposisikan skripsi ini kiranya perlu
1. Tesis
ini dibahas secara umum tidak terfokus pada daerah otonom tertentu,
2. Buku
S.H., dan Dr. Suprin Na’a, S.H., M.H., yang diterbitkan oleh penerbit
tatanan pemerintahan desa itu sendiri, dalam suatu lingkup sejarah yang
dengan hal apa dan bagaimana hukum adat hidup, tumbuh dan
lebih modern.
1. Kerangka Teori
adalah rasa hukum yang terdapat di dalam masyarakat itu sendiri. Rasa
sedang dalam bentuknya yang lebih luar atau dalam tingkatnya yang
rakyat, dan pada akhirnya bangsa itu mati bersama dengan hilangnya
kebangsaan. jadi bagi aliran ini, hukum itu tidak dibuat melainakn
Pencerminan dari jiwa yang berbeda-beda itu pada kebudayaan atau adat
akibat adanya rasa hukum atau kesadaran hukum di dalam masyarakat itu
didasar atas apa yang ada di dalam masyarakat itu sendiri. Jadi kekuasaan
15
Teguh Prasetyo dan Abdul Halim Barkatullah, Filsafat, Teori, Ilmu Hukum: Pemikiran
Menuju Masyarakat yang berkeadilan dan bermartabat, cet.I, (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, Juni 2012), h. 114.
16
A. Salman Maggalatung, Dekrit Presiden 5 Juli 1959 dan Politik hukum Indonesia
(Perspektif Hukum Islam), cet.I, (Jakarta: Focus Grahamedia, September 2012), h. 18.
17
Soehino, Ilmu..., h. 158.
14
masyarakat.18
1638), dimana dia tidak lagi menitik beratkan kekuasaan raja sebagai
kehendak tuhan seperti yang terjadi pada abad pertengahan melalui teori-
dari rakyat yang diperolehnya dari hukum yang tidak tertulis atau hukum
hukum yang baik adalah hukum yang sesuai dengan hukum yang hidup
berpangkal pada perbedaan antara hukum positif dan hukum yang hidup
hanya akan efektif apabila selaras dengan hukum yang hidup di dalam
masyarakat.20
adead fish lying in a basket, not a living fish swimming in its sea”
Hukum di negara ini niscaya tak berdaya, ibarat ikan mati, jika tak
18
Ibid. h. 159.
19
Ibid.
20
A. Salman Maggalatung, Dekrit Presiden 5 Juli 1959..., h. 19.
15
sistem hukum tersebut. Subtansi adalah output dari sistem hukum, yaitu
yang diatur. Kultur adalah seperangkat nilai dan sikap yang berkaitan
keduanya.22
Desa.
21
Nur Rohim Yunus, Restorasi Budaya Hukum Masyarakat Indonesia, cet.I, (T.t.t,
Jurisprudance Press, Desember 2012), h. 5.
22
Ibid. h. 6.
16
2. Kerangka Konseptual
Desa menyebutkan bahwa, desa adalah desa dan desa adat dengan nama
23
Pasal 18B ayat 2 UUDNRI 1945, “Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan
masyarakat hukum adat serta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan
perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur di dalam
undang-undang.”
24
Pasal 3 ayat 1 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-Undangan.
25
Tim Redaksi KBBI Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, Edisi
ke-empat, cet.I. (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2008), h. 318.
26
Brian A. Garner, Ed., Black’s Laws Dictionary, cet.XI, (USA: Thomson Bussiness,
2004), h. 1599.
17
Indonesia.
27
Hanif Nurcholis, Pertumbuhan dan Penyelenggaraan Pemerintahan Desa, cet.XIV,
(Jakarta: Penerbit Erlangga, 2011), h. 1
18
orang. Setiap orang tetap mematuhi drinya sendiri, sehingga orang tetap
H. Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN
28
Soehino, Ilmu..., h. 119.
29
Titik Triwulan Tutik, Pengantar Hukum Tata Usaha Negara Indonesia, cet.I. (T.t.t,
Prestasi Pustakaraya, 2010), h. 170-171.
30
Samuel P. Huntington, Gelombang Demokratisasi Ketiga, Penerjemah Asril Marjohan,
cet.II, (Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, September 2001), h. 5.
19
kehidupan bermasyarakat.
BAB V PENUTUP
A. Kedaulautan Negara
Negara berasal dari bahasa latin, status atau statum yang berarti
keadaan yang tegak dan tetap atau sesuatu yang memiliki sifat tetap atau
dengan kata nagari (negari), yang diartikan sebagai wilayah atau sekumpulan
kampung yang dipimpin (di kepalai) oleh seorang penghulu. Wilayah ini
dalam suatu wilayah yang memiliki kekuasaan tertinggi yang sah dan ditaati
adalah kesatuan dari keluarga yang berbeda, awalnya hanya ada satu
1
A. Salman Maggalatung dan Nur Rohim Yunus, Pokok-Pokok Teori Ilmu Negara, cet.I,
(Bandung: Fajar Media, Agustus 2013), h. 25.
2
Tim Redaksi KBBI Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, Edisi
ke-empat, cet.I., (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2008), h. 948 & 957.
3
Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik-Edisi Revisi, Cet.IV, (Jakarta: PT. Gramedia
Pustaka Utama, 2010), h. 17, 48 & 49.
20
21
membentuk negara yang dipimpin oleh akal dari seorang penguasa yang
dengan baik. Maka, keluarga merupakan asal dari negara, baik secara akal
maupun sejarah.4
Salah satu unsur atau syarat yang harus dipenuhi untuk terbentuknya
komunitas tidak akan dianggap sebagai negara bila tidak memilki kedaulatan.
Kamus Besar Bahasa Indonesia, kedaulatan berasal dari kata daulat yang
atau daerah.5
superanus yang berarti yang tertinggi (supreme). Dalam ilmu politik modern,
mematuhinya.6
4
Soehino, Ilmu Negara, cet.VII, (Yogyakarta: Liberty Yogyakarta, 2005), h. 78.
5
Tim Redaksi KBBI Pusat Bahasa, Kamus Besar..., h. 298.
6
Ni’matul Huda, Ilmu Negara, cet.IV, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, Juni 2012), h.
169.
22
kedaulatan:
1. Kedaulatan Tuhan
berada pada Tuhan.8 Teori ini muncul pada abad pertengahan (abad V-
mengenai siapakah yang akan mewakili tuhan di dunia ini, raja ataukah
berhak mewakili Tuhan di dunia ini, baik itu dalam pelaksanaan negara
7
Moh. Kusnardi dan Bintan R. Saragih, Ilmu Negara, cet.VII, (Jakarta: Graha Media
Pratama, September 2008), h. 122.
8
Ibid., h. 123.
9
A. Salman Maggalatung dan Nur Rohim Yunus, Pokok-Pokok Teori..., h. 187.
10
Soehino, Ilmu..., h. 153.
23
raja.11
2. Kedaulatan Raja
wakil Tuhan di dunia. Hal ini yang mendasari kehendak mutlak oleh raja
Marsilius.13
11
Ibid.
12
A. Salman Maggalatung dan Nur Rohim Yunus, Pokok-Pokok Teori..., h. 188.
13
Ni’matul Huda, Ilmu..., h. 178.
14
Soehino, Ilmu..., h. 64-67.
24
kepada raja yang mereka pilih. Penguasa atau raja memiliki kekuasaan
Maka, raja tidak hanya bertindak sebagai eksekutif, tetapi juga pembuat
undang-undang (legislatif).16
Menurutnya, raja harus memiliki sifat sebagai serigala dan singa. Sebagai
binatang-binatang lainnya.17
15
Ibid., h. 65.
16
Ibid.
17
Moh. Kusnardi dan Bintan R. Saragih, Ilmu..., h. 74-75.
18
Soehino, Ilmu..., h. 73.
25
raja adalah apa yang menjadi kehendak Tuhan dalam mencapai tujuan
negara.19
3. Kedaulatan Negara
intervensi atau campur tangan pihak lain, baik dari dalam maupun dari
antar negara.21
tiada satupun hukum yang berlaku jika tidak dikehendaki oleh negara.
19
Ni’matul Huda, Ilmu..., h. 178.
20
A. Salman Maggalatung dan Nur Rohim Yunus, Pokok-Pokok Teori..., h. 188.
21
Moh. Kusnardi dan Bintan R. Saragih, Ilmu..., h. 127.
22
Soehino, Ilmu..., h. 154
26
aturan hukum.23
bagi artinya kedaulatan itu tidak dapat dipindahkan kepada orang atau
4. Kedaulatan Rakyat
23
Ni’matul Huda, Ilmu..., h. 182.
24
Soehino, Ilmu..., h. 78-79.
25
Ibid.
26
A. Salman Maggalatung dan Nur Rohim Yunus, Pokok-Pokok Teori..., h. 191.
27
Soehino, Ilmu..., h. 124
27
diri manusia ketika ia lahir, yaitu hak atas kehidupan, kemerdekaan, dan
tersebut.28
yang dimiliki oleh manusia sejak lahir tersebut (hak atas kehidupan,
28
Ni’matul Huda, Ilmu..., h. 188.
29
Ibid., h. 189.
30
Moh. Kusnardi dan Bintan R. Saragih, Ilmu..., h. 124.
28
lainnya.31
Tous).32 Perjanjian ini tidak lagi di dasari pada suara seluruh masyarakat,
pilihannya.33
pembentukan peraturan.34
5. Kedaulatan Hukum
31
Ibid.
32
Soehino, Ilmu Negara, Soehino, Ilmu..., h. 160
33
Moh. Kusnardi dan Bintan R. Saragih, Ilmu..., h. 124.
34
A. Salman Maggalatung dam Nur Rohim Yunus, Pokok-Pokok Teori..., h. 194.
29
negara.37
35
Ni’matul Huda, Ilmu..., h. 136.
36
Moh. Kusnardi dan Bintan R. Saragih, Ilmu..., h. 127.
37
A. Salaman Maggalatung dam Nur Rohim Yunus, Pokok-Pokok Teori..., h. 191.
30
38
Martin Albrow, Birokrasi, Penerjemah M. Rusli Karim dan Totok Daryanto, cet.III,
(Yogyakarta: Tiara Wacana, Januari 2005), h. 36-37.
39
Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), h. 143-
147.
31
pada Pembukaan UUDNRI 1945 (“Atas berkat rahmat Allah”). Selain itu,
atas Ketuhanan Yang Maha Esa.” Kedaulatan hukum dapat kita lihat
dan kratos (pemerintahan). Istilah ini mulai digunakan pada abad ke-5 SM
40
Jimly Asshidiqie, “Konstitusi dan Konstitusionalisme”, dokumen diakses pada 05
agustus 2013 dari http://jimly.com/pemikiran/getbuku/9. h. 57.
41
A. Salman Maggalatung dam Nur Rohim Yunus, Pokok-Pokok Teori..., h. 196-197.
42
Ibid., h. 219-220.
43
Ngudi Astuti, Pancasila dan Piagam Madinah, cet.I, (Jakarta: Media Bangsa, Desember
2012), h. 104.
32
dipilih melalui pemilihan umum yang adil, jujur dan berkala, dan di dalam
sistem itu para calon secara bebas bersaing untuk memperoleh suara dimana
bertugas melayani rakyat sesuai dengan kehendak rakyat. Hal ini merupakan
Aristoteles (384-322 SM), salah satu filsuf Yunani menekankan tiga hal
44
C.F. Strong, Konstitusi-Konstitusi Politik Modern, Penerjemah SPA Teamwork, cet.II,
(Bandung: Nusa Media, 2008), h.17.
45
Samuel P. Huntington, Gelombang Demokratisasi Ketiga, Penerjemah Asril Marjohan,
cet.II, (Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, September 2001), h. 5.
46
Merphin Panjaitan, Logika Demokrasi: Menyongsong Pemilihan Umum 2014, cet.I,
(Jakarta: Permata Aksara, 2013), h. 1.
33
berdasarkan konstitusi, kelas menengah yang besar 47. Sementara itu, Keith
Inti pemikiran tersebut sesuai dengan apa yang digambarkan dan dimaknai
gambaran umum yang terjadi pada abad tujuh belas dan delapan belas di
The Social Contract sebagai karya utama politik Rousseau (Le Contrat
47
Diane Ravitch dan Abigail Thernstrom, Ed. Demokrasi: Klasik dan Modern-Tulisan
Tokoh-Tokoh Ulung Sepanjang Masa, Penerjemah Hermoyo, cet.II, (Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia, Mei 2005), h. 12.
48
Titik Triwulan Tutik, Pengantar Hukum Tata Usaha Negara Indonesia, cet.I, (T.t.t,
Prestasi Pustakaraya, Agustus 2010), h. 174.
49
Diane Ravitch dan Abigail Thernstrom, Ed. Demokrasi: Klasik dan Modern..., h.98-106.
50
Ibid., h. 99.
51
A. Salman Maggalatung dan Nur Rohim Yunus, Pokok-Pokok Teori..., h. 192.
34
kontrak sosial, untuk memenuhi hak-hak tiap manusia tidak mungkin dicapai
suara rakyat.54
52
Soehino, Ilmu Negara, cet.VII, (Yogyakarta: Liberty Yogyakarta, 2005), h. 160.
53
Jimly Asshiddiqie, “Demokrasi dan Hak Asasi Manusia”, artikel diakses pada 05
Aguatus 2013 dari http://jimly.com/makalah/namafile/2/DEMOKRASI_DAN_HAK_ASASI_
MANUSIA.doc. h. 2.
54
Samuel P. Huntington, Gelombang Demokratisasi..., h. 5.
35
warganegara lainnya.56
menggunakan pejabat yang dipilih oleh rakyat untuk mewakili rakyat dalam
55
Ngudi Astuti, Pancasila dan Piagam..., h. 105.
56
Samuel P. Huntington, Gelombang Demokratisasi..., h. 8.
57
Ni’matul Huda, Ilmu..., h. 207-208.
36
untuk menjadikan suatu sistem itu demokratis, kita harus melihat nilai apa
58
Samuel P. Huntington, Gelombang Demokratisasi..., h. 45.
59
Ni’matul Huda, Ilmu..., h.218.
60
A. Salman Maggalatung dan Nur Rohim Yunus, Pokok-Pokok Teori..., h. 192.
37
Otonomi atau autonomy berasal dari bahasa Yunani, auto yang berarti
sendiri dan nomous yang berarti hukum atau peraturan62. Dalam Black’s Laws
61
A. Salman Maggalatung dam Nur Rohim Yunus, Pokok-Pokok Teori..., h. 194.
62
S.H. Sarundajang, Arus Balik Kekuasaan Pusat Ke Daerah, cet.VI, (Jakarta: Pustaka
sinar harapan, oktober 2012), h. 33.
63
Brian A. Garner, Ed., Black’s Laws Dictionary, cet.XI, (United States of America:
Thomson Bussiness, 2004), h.145.
64
Tim Redaksi KBBI Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia .., h. 992.
65
S.H. Sarundajang, Arus balik kekuasaan...., h. 33-34.
38
pencapaian dari agen yang bermotivasi. Agen yang bermotivasi adalah agen
yang memiliki otonomi. Ia adalah agen yang tidak tergantung pada tujuan
hubungan antar agen. Setiap agen atau subjek bersifat otonom karena setiap
lepas dari adanya wilayah yang berperan sebagai tempat dan batas
66
Diakses pada 23 Juli 2013, dari http://birokrasi.kompasiana.com/2012/10/01/ otonomi-
desa-1/.
67
Didik Sukriono, Hukum, Konstitusi, dan Konsep Otonomi: Kajian Politik Hukum
Tentang Konstitusi, Otonomi Daerah dan Desa Pasca perubahan Konstitusi, cet.I, Malang: Setara
Perss, Juni 2013. h. 193.
39
sebagai daerah yang berdiri sendiri, memiliki batas wilayah, dan peraturan
tersebut.69
68
Tim Redaksi KBBI Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia..., h. 284.
69
Merphin Panjaitan, Logika Demokrasi: Menyongsong Pemilihan Umum 2014, cet.I,
(Jakarta: Permata Aksara, 2013), h. 145.
40
asas, dan cara menjalankannya). Hakikat otonomi daerah berasal dari unsur
kesatuan.70
(5) dan Pasal 2 ayat (3) dilaksanakan menurut asas penyelenggaraan otonomi
prosedur atau asas penting dalam rangka pembagian kekuasaan yang bersifat
70
Titik Triwulan Tutik, Konstruksi Hukum Tata Negara Indonesia Pasca-Amandemen UUD
1945, cet.II, (Jakarta: Kencana, 2011), h. 254-255.
71
Jimly Asshiddiqie, Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Indonesia, cet.II, (Jakarta: PT.
Bhuana Ilmu Populer, Mei 2008), h. 423.
72
Titik Triwulan Tutik, Konstruksi Hukum Tata Negara..., h. 249.
41
73
Ibid., h. 251-252.
74
Ibid., h. 246.
75
Ibid., h. 247-249.
42
dan/atau desa serta dari pemerintah kabupaten kota kepada desa untuk
76
Ibid., h. 251-252.
BAB III
A. Desa
Istilah desa berasal dari kata “swadesi” (bahasa sansakerta) yang berarti
wilayah, tempat atau bagian yang mandiri dan otonom. Di introdusir pula
(ingatlah perkataan swadesi) yang sama dengan negari, nagari, negory, yang
artinya tanah air. Dalam bahasa Jepang, desa disebut dengan “mura” dan
Desa, baik desa berdasarkan undang-undang tentang desa dan desa adat,
1
Ateng Syafrudin dan Suprin Na’a, Republik Desa-Pergulatan Hukum Tradisional Dan
Hukum Modern Dalam Desain Otonomi Desa, cet. I, (Bandung: Alumni, 2010), h. 2 & 18.
2
Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.
3
Ateng Syafrudin dan Suprin Na’a, Republik Desa-Pergulatan Hukum Tradisional..., h. 16.
43
44
kesatuan masyarakat yang terikat oleh tata cara tertentu yang mengatur
perikehidupannya sendiri.4
desa di Indonesia sesuai dengan nilai yang hidup dan berkembang di dalam
masyarakatnya:
1. Jawa
desa yang dipercaya. Kebijakan desa dibuat oleh warganya sendiri, dan
4
Hanif Nurcholis, Pertumbuhan dan Penyelenggaraan Pemerintahan Desa, cet.XIV,
(Jakarta: Penerbit Erlangga, 2011), h. 3.
5
Ibid.
45
2. Minangkabau
nagari dihuni kurang lebih 4 (empat) clan. Setiap clan terdiri dari
Koto-Piliang. Jenis ini terdapat di tanah datar dan lima puluh kota. Di
tempat ini, famili bersatu menjadi uni-uni. Uni-uni dinamakan suku dan
3. Ambon
6
Nico Ngani, Perkembangan Hukum Adat Indonesia, cet. I, (Yogyakarta: Penerbit Pustaka
Yustisia, 2012), h. 22.
7
Ibid., h. 28.
46
keturunan atau keluarga yang berbeda yang disebut soa. Tingkat ketiga,
kepala soa. Ketiga, kepala adat. Golongan keempat yang terdiri dari
sebagai badan legislatif yang dipilih menurut tata cara yang berlaku.9
B. Pemerintahan Desa
bermanfaat dan dapat diterimaa secara universal melalui distribusi nilai secara
8
Lease dan Ziwar Efendi, Hukum Adat Ambon, cet. I, (Jakarta: Pradnya Paramita, 1987), h.
39-40.
9
Ibid., h. 42.
10
Muhadam Labolo, Memahami Ilmu Pemerintahan: Suatu Kajian, Teori, Konsep, dan
Penegembangannya Edisi ke-2, (Jakarta: PT. raja Grafindo Persada, 2007), h. XIII.
47
bidang pemerintahan desa berdasarkan hak asal-usul dan adat istiadat yang
hidup dimasyarakat. Penetapan suatu desa adalah desa adat ditentukan oleh
yang menyelenggarakan urusan rumah tangga sendiri dan terdiri atas kepala
(BPD).
11
Pasal 6 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.
12
Pasal 109 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.
13
Tim Redaksi KBBI Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, Edisi
ke-empat, cet.I. (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2008), h. 1057.
48
dan nilai-nilai sosial budaya yang terdapat pada masyarakat setempat namun
1. Pemerintah Desa
masyarakat desa.16
14
Bambang Trisantono Sumantri, Pedoman Penyelenggaraan Pemerintahan Desa., cet.I,
(Bandung: Fokusmedia, Januari 2011), h. 3-4.
15
Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.
16
Pasal 26 ayat (1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.
17
Hanif Nurcholis, Pertumbuhan dan Penyelenggaraan..., h. 73.
49
kepala dapat menjabat paling banyak 3 (tiga) kali masa jabatan secara
secara demokratis. BPD terdiri dari 1 (satu) orang ketua, 1 (satu) wakil
ketua, dan 1 (satu) orang sekretaris yang dipilih dari anggota BPD
18
Pasal 1 ayat (7) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.
19
Pasal 69 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.
20
Hanif Nurcholis, Pertumbuhan dan Penyelenggaraan..., h. 77.
21
Pasal 55 Undang-Undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa.
51
dalam bentuk23:
C. Pemerintahan Kelurahan
status berbeda. Desa adalah satuan pemerintahan yang diberi hak otonomi
22
Pasal 56, 57, 58, 59 Undang-Undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa.
23
Ateng Syafrudin dan Suprin Na’a, Republik Desa-Pergulatan Hukum Tradisional..., h.
48.
52
bupati/walikota atas usul camat dari Pegawai Negeri Sipil (PNS).29 Syarat-
24
Hanif Nurcholis, Pertumbuhan dan penyelenggaraan..., h. 1.
25
Ateng Syafrudin dan Suprin Na’a, Republik Desa-Pergulatan Hukum Tradisional...,
h.132.
26
Hanif Nurcholis, Pertumbuhan dan penyelenggaraan..., h. 3.
27
Pasal 3 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 2005 tentang Kelurahan.
28
Pasal 3 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 2005 tentang Kelurahan.
29
Pasal 3 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 2005 tentang Kelurahan.
30
Pasal 3 ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 2005 tentang Kelurahan.
53
iii/c (penata). Seorang PNS dapat kehilangan status PNS dan diberhentikan
1. Meninggal dunia;
2. Atas permintaan sendiri;
3. Mencapai batas usia pensiun;
4. Perampingan organisasi atau kebijakan pemerintah yang mengakibatkan
pensiun dini; atau
5. Tidak cakap jasmani dan/atau rohani sehingga tidak dapat menjalankan
tugas dan kewajiban.
31
Pasal 87 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara.
32
Pasal 87 ayat (4) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara.
33
Pasal 11 ayat (1) Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian, menyebutkan yang
dimaksud pejabat negara adalah: Presiden dan Wakil Presiden; Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota
Majelis Permusyawaratan Rakyat; Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat;
Ketua, Wakil Ketua, Ketua Muda, dan Hakim Agung pada Mahkamah Agung, serta Ketua, Wakil
Ketua, dan Hakim pada semua Badan Peradilan; Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Dewan
54
Maka, ketika menjabat seorang lurah tidak kehilangan statusnya sebagai PNS
dan masa tugasnya selesai sesuai dengan batas usia pensiun seorang PNS,
yaitu34:
1. Administrasi Umum
Pertimbangan Agung; Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Badan Pemeriksa Keuangan; Menteri,
dan jabatan yang setingkat Menteri; Kepala Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri yang
berkedudukan sebagai Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh; Gubernur dan Wakil
Gubernur; Bupati/Walikota dan Wakil Bupati/Wakil Walikota; Pejabat Negara lainnya yang
ditentukan oleh Undang-undang.
34
Pasal 90 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara.
35
Pasal 2 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 34 Tahun 2007 tentang Pedoman
Administrasi Kelurahan.
36
Pasal 1 ayat (6) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 34 Tahun 2007 tentang
Pedoman Administrasi Kelurahan.
37
Pasal 3 ayat (1) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 34 Tahun 2007 tentang
Pedoman Administrasi Kelurahan.
55
2. Administrasi Penduduk
yaitu39:
3. Administrasi Keuangan
38
Pasal 1 ayat (7) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 34 Tahun 2007 tentang
Pedoman Administrasi Kelurahan.
39
Pasal 3 ayat (2) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 34 Tahun 2007 tentang
Pedoman Administrasi Kelurahan.
40
Pasal 1 ayat (8) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 34 Tahun 2007 tentang
Pedoman Administrasi Kelurahan.
41
Pasal 3 ayat (3) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 34 Tahun 2007 tentang
Pedoman Administrasi Kelurahan.
56
4. Administrasi Pembangunan
data dan informasi mengenai pembangunan yang akan, sedang dan telah
5. Administrasi Lainnya
42
Pasal 1 ayat (9) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 34 Tahun 2007 tentang
Pedoman Administrasi Kelurahan.
43
Pasal 3 ayat (4) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 34 Tahun 2007 tentang
Pedoman Administrasi Kelurahan.
44
Pasal 3 ayat (5) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 34 Tahun 2007 tentang
Pedoman Administrasi Kelurahan.
BAB IV
DAN KELURAHAN
Keberagaman karakteristik dan jenis desa, atau yang disebut dengan nama
lain, tidak menjadi penghalang bagi para pendiri bangsa (founding fathers) ini
bahwa dalam suatu negara kesatuan perlu terdapat homogenitas, tetapi Negara
dalam Pasal 18B ayat (2) yang berbunyi “Negara mengakui dan menghormati
sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip
dalam masayakat hukum adat berjalan bersama dengan nilai komunal dan gotong
royong dalam masyarakat adat. Prilaku demokrasi dijiwai oleh asas hukum adat
1
Penjelasan umum Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang desa,
57
58
yang bernilai universal. Nilai ini berupa kekuasaan umum, asas musyawarah, dan
tempat tinggal bersama yang merupakan face to face group, memiliki faktor
penduduk desa masih memegang teguh adat istiadat yang merupakan pagar
dan jurusan.3
retaknya ikatan sosial dalam masyarakat desa dan terbentuknya perilaku birokrasi
pemerintah di pihak lain. Hal ini menyebabkan masyarakat menjadi apatis serta
kurang berkeinginan ikut serta di dalam kegiatan desa mereka sendiri, dan pada
2
Syahrizal Abbas, Mediasi dalam hukum syariah, hukum adat, & hukum nasional, cet.II,
(Jakarta: Kencana, Januari 2011), h. 242.
3
Ateng Syafrudin dan Suprin Na‟a, Republik Desa-Pergulatan Hukum Tradisional Dan
Hukum Modern Dalam Desain Otonomi Desa, cet. I, (Bandung: Alumni, 2010), h. 15.
4
S.H. Sarundajang, Arus Balik Kekuasaan Pusat ke Daerah, cet. IV, (Jakarta: Pustaka
Sinar Harapan, Oktober 2002), h. 173.
59
ikatan dengan anggota perkumpulannya (profesi, olah raga, hobi, dan lainnya).
dibutuhkan.7
5
Ateng Syafrudin dan Suprin Na‟a, Republik Desa-Pergulatan Hukum Tradisional..., h.132.
Hal ini juga tercantum di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 2005 tentang Kelurahan.
6
Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), h. 116-120,
& 138-140.
7
Merphin Panjaitan, Logika Demokrasi: Menyongsong Pemilihan Umum 2014, cet.I,
(Jakarta: Permata Aksara, 2013), h. 144.
60
adalah bagian dari wilayah negara yang memiliki pemerintahan daerah dan
dan cepat.9
desa adalah desa dan desa adat dengan nama lain, adalah kesatuan masyarakat
Indonesia.
bahwa pengertian desa pada dasarnya secara teknis dan peraturan perundang-
8
Ibid.,h. 145.
9
Ibid., h. 146.
61
daerah otonom.
secara otonom tanpa ikatan hierarkis struktural dengan struktur yang lebih
(self governing community). Salah satu ciri self governing community dalam
diantaranya11:
10
Hanif Nurcholis, Pertumbuhan dan Penyelenggaraan Pemerintahan Desa, cet.XIV,
(Jakarta: Penerbit Erlangga, 2011), h. 11.
11
S.H. Sarundajang, Arus Balik Kekuasaan Pusat..., h. 179-180.
62
ditegaskan dalam Pasal 3 ayat (2) dan (3) Peraturan Pemerintah Nomor 73
desa, tetapi lebih mengedepankan aspek pelaksana teknis dari tugas yang
lurah melakukan koordinasi dengan Camat dan instansi vertikal yang berada
12
Ateng Syafrudin dan Suprin Na‟a, Republik Desa-Pergulatan Hukum Tradisional...,
h.132.
63
berkedaulatan rakyat…”
kepada rakyat atau disebut juga dengan pemerintahan dari rakyat oleh rakyat
13
A. Salman Maggalatung dan Nur Rohim Yunus, Pokok-Pokok Teori Ilmu Negara, cet.I,
(Bandung: Fajar Media, Agustus 2013), h. 191-192.
14
Soehino, Ilmu Negara, cet.VI, (Yogyakarta: Liberty Yogyakarta, 2005), h. 124
64
kehendak umum.15
yang bertugas melayani rakyat sesuai dengan kehendak rakyat. Hal ini
sebuah bangsa dan konsep penerapan yang tepat adalah pruralisme hukum
dalam arti yang kuat (strong legal pruralism). Menurut Josef Riwu Kaho,
sama lainnya, baik dari segi geografis, adat istiadat, budaya, agama,
15
A. Salaman Maggalatung dam Nur Rohim Yunus, Pokok-Pokok Teori..., h. 194.
16
Ngudi Astuti, Pancasila dan Piagam Madinah, cet.I, (Jakarta: Media Bangsa, Desember
2012), h. 104.
17
Merphin Panjaitan, Logika Demokrasi..., h. 1.
18
Ateng Syafrudin dan Suprin Na‟a, Republik Desa-Pergulatan Hukum Tradisional..., h.
20-22.
65
1. Desa
orang ketua, 1 (satu) wakil ketua, dan 1 (satu) orang sekretaris yang
19
Pasal 56, 57, 58, 59 Undang-Undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa.
66
2. Desa Adat
dengan nilai komunal dan gotong royong dalam masyarakat adat. Prilaku
desa yang dipercaya. Kebijakan desa dibuat oleh warganya sendiri, dan
20
Syahrizal Abbas, Mediasi dalam hukum syariah, hukum adat, & hukum nasional, cet.II,
(Jakarta: Kencana, Januari 2011), h. 242.
67
terdiri dari semua perhimpunan desa, para pengurus desa, banjar (rukun
kampung yang dilengkapi pengurus banjar dan rapat banjar), dan subak
menyelenggarakan pengairan).21
yang bukan kepala soa, kepala adat, dan golongan yang terdiri dari
berjumlah 12-15 orang dan bertugas sebagai badan legislatif yang dipilih
21
Nico Ngani, Perkembangan Hukum Adat Indonesia, cet. I, (Yogyakarta: Penerbit Pustaka
Yustisia, 2012), h. 22.
22
Lease dan Ziwar Efendi, Hukum Adat Ambon, cet. I, (Jakarta: Pradnya Paramita, 1987),
h. 39-40.
68
warga (di Jawa dan Bali) atau antara seluruh kepala rakyat dari persekutuan.23
sengekta yang terjadi di antara warga masyarakat hukum adat sebagai salah
satu filosofis dan ciri masyarakat hukum adat yang diiringi dengan penerapan
Sebagai contoh lain dapat kita lihat dalam peneyelesaian sengekta pada
masyarakat hukum adat di Aceh dalam wilayah teritori sebuah gampong yang
itu, peran ulama sangat terasa dalam setiap penyelesaian sengeketa dan
23
Soerjono Soekanto, Hukum Adat Indonesia, cet.X, (Jakarta: Rajawali Pers, 2010), h. 127.
24
Syahrizal Abbas, Mediasi dalam hukum syariah, hukum adat..., h. 248.
25
Di’iet berasal dari istilah arab diyat, yang bermakna pengganti jiwa atau pengganti
anggota tubuh yang hilang atau rusak. Pengganti ini berupa harta, baik bergerak maupun tidak
bergerak.
26
Sayam adalah bentuk konpensasi berupa harta yang diberikan oleh pelaku pidana ringan
terhadap korban atau ahli waris korban, khusus berkaitan dengan rusak atau tidak berfungsinya
anggota tubuh dan akibat darah yang keluar dari tubuh seseorang akibat penganiayaan.
27
Suloh merupakan upaya perdamaian antarpara pihak yang bersengketa di luar kasus
pidana. Suloh ditunjukan pada kasus-kasus perdata dan kasus yang tidak melukai anggota tubuh
manusia.
28
Peumat jaroe merupakan prosesi saling berjabat tangan antara para pihak yang
bersengketa, baik dalam kasus pidana maupun perdata sebagai simbol perbaikan hubungan antara
kedua belah pihak.
29
Syahrizal Abbas, Mediasi dalam hukum syariah, hukum adat..., h. 253-271.
69
yang difirmankan oleh Allah SWT. dalam Al-Quran yang terkait penerapan
musyawarah. Di dalam Al-Quran surat Ali-„Imran ayat 159 dan surat Al-
Artinya: “Oleh karena rahmat Allah jualah maka kau berlaku lunak-lembut
terhadap mereka. Sekiranya kau bertabi’at kasar dan berhati kejam, tentu
mereka lari cerai-berai meninggalkanmu. Karena itu ma’afkanlah mereka
dan mohonkanlah ampunan untuknya, serta bermusyawarahlah dengan
mereka dalam urusan tertentu. Selanjutnya bila telah mengambil keputusan
setelah bermusyawarat, maka bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya
Allah menyukai orang yang bertawakal .”30
kepadanya.” 31
30
Bachtiar Surin, Adz Dzikra-Terjemah & Tafsir Alquran dalam Huruf Arab & Latin,
cet.X, (Bandung: Angkasa, 1991), h. 286.
31
Ibid., h. 2087.
70
sistem pemerintahannya.
Selain itu, hak otonomi dalam bentuk daerah otonom adalah jalan bagi
32
Hanif Nurcholis, Pertumbuhan dan Penyelenggaraan..., h. 1.
33
Ateng Syafrudin dan Suprin Na‟a, Republik Desa-Pergulatan Hukum Tradisional..., h.
132. Hal ini juga tercantum di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 2005 tentang
Kelurahan.
34
Hanif Nurcholis, Pertumbuhan dan penyelenggaraan..., h. 3.
71
rakyat di daerah35.
35
Merphin Panjaitan, Logika Demokrasi...,h. 145.
36
Ibid., h. 146.
37
Ibid., h. 148.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
sendiri.
2. Bahwa desa, baik desa yang secara umum diatur sepenuhnya di dalam
73
74
tersebut dapat dilihat dari perbedaan yang nyata dalam hal, diantaranya:
dalam Pasal 67, 68, dan 69 ayat (9) dan (10) undang-undang tentang
B. Saran
2. Adalah sebaiknya jika pengaturan tentang desa adat dan desa berdasarkan
menyeluruh.
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku
Abbas, Syahrizal, Mediasi dalam hukum syariah, hukum adat, & hukum
nasional, cet.II. Jakarta: Kencana, Januari 2011.
Huda, Ni’matul, Ilmu Negara, cet.IV. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
Juni 2012.
Lease, Ziwar Efendi, Hukum Adat Ambon, cet. I, Jakarta: Pradnya Paramita,
1987.
76
77
Surin, Bachtiar, Adz Dzikra-Terjemah & Tafsir Alquran dalam Huruf Arab
& Latin, cet.X. Bandung: Angkasa, 1991.
Tim Redaksi KBBI Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat
Bahasa, Edisi ke-empat, cet.I. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama,
2008.
Tim Redaksi KBBI Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat
Bahasa, Edisi ke-empat, cet.I. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama,
2008.
B. Peraturan Perundang-Undangan
Jimly Asshiiqie, “Demokrasi dan Hak Asasi Manusia”, artikel diakses pada
05 Aguatus 2013 dari http://jimly.com/makalah/namafile/
2/DEMOKRASI_DAN_ HAK_ASASI_ MANUSIA.doc.