Skripsi
Oleh:
DIVA RAMAHANI
NIM: 11170480000067
Skripsi
Oleh:
DIVA RAMADHANI
NIM: 11170480000067
i
PEMBATALAN SITA EKSEKUSI JAMINAN FIDUSIA OLEH
Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK)
(Analisis Putusan Mahkamah Agung Nomor 869 K/Pdt.Sus-BPSK/2019)
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum
Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh
Gelar Sarjana Hukum (S.H.)
Oleh:
Diva Ramadhani
NIM: 11170480000067
Dibawah Bimbingan
Pembimbing I Pembimbing II
1443 H/2022 M
ii
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA
UJIAN SKRIPSI
iii
LEMBAR PERNYATAAN
NIM : 11170480000067
Kontak : 089661155337
Email : ramadhanidiv@gmail.com
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
satu syarat memperoleh gelar Sarjana Strata 1 (S1) di Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti hasil karya saya ini bukan hasil karya asli
saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya
bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta.
Diva Ramadhani
iv
ABSTRAK
DIVA RAMADHANI, NIM 11170480000067, “Pembatalan Sita
Eksekusi Jaminan Fidusia Oleh Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen
(BPSK) (Analisis Putusan Mahkamah Agung Nomor 869 K/PDT.SUS-
BPSK/2019)”. Konsentrasi Hukum Bisnis, Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas
Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1442
H/2022 M.
Permasalahan utama dalam skripsi ini adalah maraknnya kasus eksekusi
jaminan fidusia yang dilakukan oleh kreditur dikarenakan terjadinya wanprestasi
oleh debitur seperti yang terjadi pada perkara dalam Putusan Nomor 869
K/Pdt.Sus-BPSK/2019 yang dapat merugikan posisi kreditor dari Perjanjian
Pembiayaan Konsumen tersebut. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui
menganalisis pertimbangan hukum putusan Nomor 869 K/Pdt.Sus-BPSK/2019
terkait kreditur yang ingin membatalkan kemenangan debitur di tingkat
pengadilan negeri menurut Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang
Jaminan Fidusia.
Metode penelitian ini menggunakan pendekatan Yuridis Normatif. Yuridis
Normatif dalam penelitian ini memiliki dua sumber hukum, yakni sumber hukum
primer dan sekunder. Adapun sumber hukum primer merujuk pada Undang-
Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. Teori yang digunakan
dalam penelitian ini adalah Teori Keadilan dan Teori Perlindungan Hukum.
Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa pihak debitur (Aidil tri Yanda)
telah terbukti sah melakukan wanprestasi yang melanggar perjanjian pembiayaan
konsumen dengan menunggak pembayaran secara angsuran kepada pihak kreditur
(PT. Toyota Astra Financial Services). Putusan Hakim Mahkamah Agung Nomor
869 K/Pdt.Sus-BPSK/2019, membatalkan putusan BPSK dan mengabulkan
permohonan keberatan untuk menyatakan perjanjian pembiayaan konsuumen ini
bukan kewenangan dari BPSK.
Kata Kunci : BPSK, Perjanjian Pembiayaan, Jaminan Fidusia.
v
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb
Segala puji bagi Allah Subhanallah wa Ta’ala yang telah memberikan
nikmat dan karunia yang tidak terhingga. Shalawat serta salam semoga tercurahkan
kepada Baginda Nabi Muhammad Shollahu ‘alaihi Wassallam, beserta seluruh
keluarga, sahabat, dan para pengikut beliau sampai akhir zaman nanti. Dengan
mengucap Alhamdulillahi Robbil ‘alamin, akhirnya penulis dapat menyelesaikan
tugas akhir pada perkuliahan dalam bentuk skripsi dengan judul “PEMBATALAN
SITA EKSEKUSI JAMINAN FIDUSIA OLEH BADAN PENYELESAIAN
SENGKETA KONSUMEN (BPSK) (ANALISIS PUTUSAN MAHKAMAH
AGUNG NOMOR 869 K/PDT.SUS-BPSK/2019)”.
Penulisan skripsi ini dilakukan untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum
pada Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulis
menyadari sepenuhnya dalam pembuatan dan penyusunan skripsi ini masih banyak
kekurangan. penyusunan skripsi ini tidak akan selesai tanpa bantuan dari berbagai
pihak,yang pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada
yang terhormat:
1. Dr. Ahmad Tholabi Khalie, S.H., M.H., M.A. Dekan Fakultas
Studi Ilmu Hukum dan Drs. Abu Tamrin, S.H., M.Hum. Sekretaris
vi
kesabaran dalam membimbing penulis agar dapat menyelesaikan
skripsi ini.
Besar harapan penulis agar skripsi ini dapat memberikan manfaat yang
bisnis. Kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan dari para
Wasalamualaikum Wr. Wb
Penulis
vii
DAFTAR ISI
COVER ............................................................................................................... i
ABSTRAK.......................................................................................................... v
BAB I PENDAHULUAN I
viii
B. Eksekusi Jaminan Fidusia menurut Undang-Undang Nomor 42
Tahun 1999 .......................................................................... 35
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan .......................................................................... 58
B. Rekomendasi ........................................................................ 59
ix
BAB I
PENDAHULUAN
1
Weny Almoravid Dungga, Tugas dan Wewenang BPSK dalam Menyelesaikan Sengketa
Konsumen Ditinjau Dari Undang – Undang Nomor 8 Tahun 1999, Jurnal Hukum Legalitas, ISSN
:1979-5955, Vol 9 No1. 2, 2016. h. 118.
2
Rosmawati, Pokok- Pokok Hukum Perlindungan Konsumen, (Depok: Prenadamedia Group,
2018), h. 108.
1
2
3
Eman Suparman, Pilihan Forum Arbitrase dalam Sengketa Komersial untuk Penegakan
Keadilan, (Jakarta:Tatanusa, 2004), h. 3.
4
Ahmadi Miru, Prinsip – prinsip Perlindungan Hukum Bagi Konsumen di Indonesia,
(Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2011), h. 210.
3
5
Dony Adria Novri, Peran Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen, Jurnal Jendela
Informasi Hukum Bidang Perdagangan Kemendag RI, Edisi Ketiga, 2011 h. 9.
4
pilihan tersebut, maka pada saat itu penyeleselaian sengketa konsumen yang
menjadi pilihan harus dilaksanakan.
Jika para pihak telah memilih cara konsiliasi atau cara mediasi dan
dalam proses penyelesaiannya gagal atau tidak tercapai kesepakatan
mengenai bentuk atau besarnya jumlah ganti rugi, maka para pihak maupun
majelis BPSK dilarang melanjutkan penyelesainnya dengan cara konsiliasi
atau arbitrase. Penyelesaiannya selanjutnya dapat dilakukan melalui
peradilan umum. BPSK adalah lembaga penyelesaian sengketa konsumen
di luar pengadilan, sehingga BPSK menutur peraturan perundang-undangan
telah dipisahkan dari lingkup peradilan, namun nyatanya pada pasal-pasal
tertentu dalam UUPK, tetap memberikan penghubung dengan badan
peradilan, sehingga tidak dapat dilepaskan begitu saja dari sistem peradilan
umum, baik perdata maupun pidana.6
Pada saat berperan sebagai lembaga yang menyelesaikan sengketa
konsumen adakalanya BPSK dinilai belum mampu memberikan hasil yang
maksimal/memuaskan kepada para pihak yang sedang bersengketa, hal ini
bisa terjadi karena kemungkinan adanya hambatan atau kendala – kendala
dalam BPSK ketika melaksanakan perannya sebagai lembaga alternatif
penyelesaian sengketa konsumen. Salah satu kendala dalam hal ini bisa
berkaitan dengan masalah terkait jaminan kebendaan khususnya jaminan
fidusia. Dewasa ini umunya jaminan fidusia biasa digunakan untuk
menjamin pembayaran kembali dari pihak debitur yang menggunakan jasa
perusahaan pembiayaan yang digunakan untuk membeli kendaraan.
Kemungkinan masalah yang dapat terjadi adalah di pertengahan kontrak
pembiayaan adakalanya pihak debitur mengalami masalah keuangan yang
bisa diakibatkan dari berbagai masalah terkait perekonomian, hal inilah
yang menyebabkan terjadinya keterlambatan atau tunggakkan pembayaran
oleh pihak debitur kepada pihak kreditur.
6
Susanti Adi Nugroho, Proses Penyelesaian Sengketa Konsumen Ditinjau Dari Hukum
Acara Serta Kendala Implementasinya, (Jakarta: Prenada Kencana, 2008), h. 155.
5
7
Soejono dan H. Abdurrahman, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Rineka Cipta, 2003),
h. 56.
8
8
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum Ed.Revisi, (Jakarta: Kencana Prenada
Media,2005), h. 178.
9
A. Kerangka Konseptual
1. Konsumen
Istilah konsumen berasal dan alih bahasa dari kata consumer, secara
harfiah arti kata consumer adalah (lawan dari produsen) setiap orang
yang menggunakan barang. Begitu pula Kamus Bahasa Inggris-
Indonesia yang memberi arti kata consumer sebagai pemakai atau
konsumen. Kamus Umum Bahasa Indonesia mendefinisikan konsumen
adalah pemakai barang – barang hasil industri, bahan makanan, dan
sebagainya. Business English Dictionary menyebutkan consumer
adalah person or company which buys and uses goods and service.1
Mariam Darus Badrulzaman mendefinisikan konsumen sebagai
“Semua individu yang menggunakan barang dan jasa secara konkret dan
riil”. Kendatipun demikian Anderson dan Krumpt menyatakan
kesulitannya terhadap perumusan definisi konsumen, namun para ahli
hukum pada umumnya sepakat bahwa arti konsumen adalah pemakai
terakhir dari benda dan/atau jasa yang diserahkan kepada mereka oleh
pengusaha. 2
Pasal 1 ayat (1) Undang – Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen menyebutkan “Konsumen adalah setiap orang
pemakai barang dan/ atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik
bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk
hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan”.
Para ahli hukum Islam terdahulu tidak mendefinisikan mengenai
konsumen dan menjadikannya objek kajian khusus. Dalam pembahasan
ini, konsumen dalam jual beli yaitu pembeli (mustari‟). Di dalam akad,
pembeli merupakan salah satu pihak yang melakukan akad. Bila dilihat
1
Zulham, Hukum Perlindungan Konsumen, Edisi Pertama, (Jakarta: Kencana Prenada Media
Group, 2013), h. 15.
2
Zulham, Hukum Perlindungan Konsumen, Edisi Pertama, ... , h. 16.
11
12
3
Deska Nur Finnisa, M Roji Iskandar, Titin Suprihatin, Perlindungan Konsumen dalam
Perspektif Undang – Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen dan Hukum Islam
dalam Jual Beli, Spesia Seminar Penelitian Sivitas Akademika Unisba, Vol. I, No. 2, 2015. h. 3.
4
Wildan Suyuthi, Sita dan Eksekusi: Praktek Kejurusitaan Pengadilan, (Jakarta: PT.
Tatanusa, 2004), h. 20.
5
Izaac S. Leihitu dan Fatimah Achmad, Inti dari Hukum Acara Perdata Cet 2, (Jakarta:
Ghalia Indonesia, 1985), h. 39.
13
6
M. Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata: tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan,
Pembuktian, dan Putusan Pengadilan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2018), h. 283.
7
M. Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata: tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan,
Pembuktian, dan Putusan Pengadilan, … , h. 285.
8
M. Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata: tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan,
Pembuktian, dan Putusan Pengadilan, … , h. 286-287.
14
3. Jaminan Fidusia
Istilah dari “jaminan” adalah terjemahan dari Bahasa Belanda
yaitu: zekerheid atau cautie mencakup secara umum cara-cara kreditor
9
Endang Hardian dan Lukman Hakim, Hukum Acara Perdata di Indonesia: Permasalahan
Eksekusi dan Mediasi, (Yogyakarta: CV. Budi Utama,2020), h. 16-17.
10
M. Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata: tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan,
Pembuktian, dan Putusan Pengadilan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2018), h. 339.
11
M. Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata: tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan,
Pembuktian, dan Putusan Pengadilan, …, h. 342.
15
12
Dwi Tatak Subagiyo, Hukum Jaminan dalam Perspektif Undang – Undang Jaminan
Fidusia, (Surabaya: UWKS Press, 2018), h. 26.
13
Soebekti, Jaminan-Jaminan untuk Pemberian Kredit Menurut Hukum Indonesia, (Jakarta:
Alumni, 1986), h. 29.
14
Rodrico A. R., Roosje L., Christine S. Tooy, Hipotek Sebagai Jaminan Hak Kebendaan
Setelah Berlakunya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan, Lex Et
Societatis, Vol. IX, No. 1, 2021. h. 149.
15
Dwi Tatak Subagiyo, Hukum Jaminan dalam Perspektif Undang – Undang Jaminan
Fidusia, …, h. 147.
16
16
J. Satrio, Hukum Jaminan Hak Jaminan Kebendaan Fidusia, (Bandung: Citra Aditya Bakti
2002), h.160-175.
17
17
Irma Devita Purnamasari,Hukum Jaminan Perbankan, (Jakarta : Mizan Pustaka, 2011) h.
83-84.
18
Gunawan Widjaya dan Ahmad Yani, Jaminan Fidusia. (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2000), h.125.
18
19
Zulham, Hukum Perlindungan Konsumen, Edisi Pertama, … , h. 142.
20
a. Mediasi
Berbeda halnya dengan negoisasi, dalam Pasal 1 Ayat 1 PERMA
RI Nomor 1 Tahun 2016 mediasi adalah cara penyelesaian sengketa
melalui proses perundingan untuk memperoleh kesepakatan para
pihak dengan dibantu oleh pihak ketiga (mediator). Adanya pihak
ketiga (mediator) ini diharapkan dapat memberikan saran seperti
alternatif – alternatif dalam menyelesaikan sengketa yang nanti
selanjutnya dapat dipilih sendiri oleh para pihak yang bersengketa.
b. Konsiliasi
Gunawan Widjaja dalam bukunya mengartikan konsiliasi sebagai
suatu proses penyelesaian sengketa alternatif yang melibatkan
seorang pihak ketiga atau lebih, dimana pihak ketiga yang diikut
sertakan untuk menyelesaikan sengketa seseorang secara
professional sudah dapat dibuktikan kehandalannya. Konsiliator
berkewajiban menyampaikan pendapatnya mengenai duduk
persoalan dari masalah atau sengketa yang dihadapi, alternatif cara
penyelesaian sengketa yang dihadapi, bagaimana cara penyelesaian
yang terbaik, apa keuntungan dan kerugian bagi para pihak, serta
21
20
Gunawan Widjaja, Alternatif Penyelesaian Sengketa, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
2002), h.3.
21
Subekti, Arbitrase Perdagangan (Bandung: Bina Cipta, 1992), hal.1
22
Maryanto, Prosedur Penyelesaian Sengketa Konsumen di BPSK, (Semarang: Unissula
Press, 2019), h. 31-32.
22
23
Zulham, Hukum Perlindungan Konsumen, Edisi Pertama, … , h. 145.
23
24
M. Agus Santoso, Hukum, Moral & Keadilan Sebuah Kajian Filsafat Hukum, Ctk. Kedua,
(Jakarta: Kencana, 2014), h. 85.
25
M. Syukri Albani Nasution, Hukum dalam Pendekatan Filsafat. Ctk. Kedua, (Jakarta:
Kencana, 2017), h. 217-218.
24
26
Lalu Sultan Alifin, Zainal Asikin, Kurniawan, Kedudukan Hukum Badan Penyelesaian
Sengketa Konsumen (BPSK) dalam Sistem Peradilan di Indonesia, Media Bina Ilmiah, Vol. 13 No.
10, Mei 2019, h. 1707.
27
Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2000, hal.53-69.
25
28
M. Isnaeni, Pengantar Hukum jaminan Kebendaan, (Surabaya: PT. Revka Petra Media,
2016), h. 159-163.
29
Azhari Sulistyo Putri, Eksekusi Objek Jaminan Fidusia yang Tidak Didaftarkan Oleh PT.
Sinar Mitra Sepadan Finance (Studi Putusan Nomor 2467 K/Pdt/2015), (Jakarta: UIN Syarif
Hidayatullah), 2018.
30
Adnan Hakim Lubis, Perlindungan Terhadap Konsumen Pemilik Benda Jaminan Fidusia
Dalam Lelang Atas Eksekusi Jaminan Perjanjian Kredit (Studi Putusan Nomor 441/K/PDT.SUS-
BPSK/2019), (Medan: Universitas Sumatera Utara), 2020.
26
31
Nur Adi Kumaladewi, Eksekusi kendaraan Bermotor Sebagai Jaminan Fidusia yang
Berada Pada Pihak Ketiga, Jurnal Repertorium, Vol. II No. 2, 2015.
32
I. M. Sipayung, T Kamello., & Marlina. Perjanjian Jaminan Fidusia Kaitan dengan
Penyidikan Tindak Pidana Perlindungan Konsumen. ARBITER: Jurnal Ilmiah Magister Hukum,
ISSN: 2272-1865, 2019.
33
Vicka Prama Wulandari, Tinjauan Yuridis Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Kota
Palangka Raya dalam Rangka Menyelesaikan Sengketa Konsumen Melalui Jalur Mediasi (Studi
Kasus Dian Purnamawati Melawan PT. Sinar Mas Multifinance Cabang Palangka Raya), Jurnal
Morality, Vol. 4 No. 2, Desember 2018.
27
28
29
168.240.000,- (seratus enam puluh delapan juta dua ratus empat puluh ribu
rupiah) dengan tenor angsuran 60 (enam puluh) bulan atas pembiayaan 1 (satu)
unit mobil merk Toyota Calya Model B 40 G M/T 00, Nomor Polisi BK 1178
EM, Tahun 2017, Bewarna Putih, Nomor Rangka MHKA6GJ6JHJ045747,
Nomor Mesin 3NR H124658 (untuk selanjutnya disebut objek perkara) dengan
nominal angsuran perbulan sebesar Rp. 2.804.000,- (dua juta delapan ratus
empat ribu rupiah) yang mana atas perjanjian pembiayaan tersebut sudah
mengikuti dan sesuai dengan ketentuan Pasal 1320 jo Pasal 1338 KUHPerdata,
yang berkaitan dengan syarat sahnya suatu perjanjian dan adanya akibat dari
suatu perjanjian.
Pada tanggal 24 Maret 2018 pada angsuran ke-9 ternyata debitor tidak
membayarkan angsuran yang telah disepakati bersama–sama dalam Perjanjian
pembiayaan tersebut dan pada saat itulah debitor dinyatakan telah melakukan
cidera janji atau wanprestasi kepada kreditor karena sudah jatuh tempo
terhadap pembayaran angsuran tersebut yang sudah disepakati dalam
Perjanjian Pebiayaan untuk dibayarkan paling lambat pada tanggal 24 setiap
bulannya. Hal ini berdasarkan dari Installment Schedule yang tercatat bahwa
sisa seluruh hutang debitor yaitu sebesar Rp. 145.792.672,- (seratus empat
puluh lima juta tujuh ratus sembilan puluh dua ribu enam ratus tujuh puluh dua
rupiah) dan ditambah dengan denda dan biaya lainnya per tanggal 6 Agustus
2018, yang totalnya sebesar Rp. 14.004.672,- (empat belas juta empat ribu
enam ratus tujuh puluh dua rupiah) sehingga total hutang debitor adalah senilai
Rp. 159.797.344,- (seratus lima puluh sembilan juta tujuh ratus sembilan puluh
tujuh ribu tiga ratus empat puluh empat rupiah). Pihak Debitor menyatakan
bahwa sudah memiliki niat baik untuk membayar tagihan atas pembelian objek
perkara tersebut yang sudah berjalan selama 8 bulan, tetapi dikarenakan satu
hal dan lainnya pembayaran tersebut menjadi tertunggak selama 4 bulan. Pihak
Debitor bersedia untuk membayar tunggakan tagihan tersebut akan tetapi Pihak
Kreditor beserta dengan timnya menolak niat baik dari Pihak Debitor bahkan
Pihak Kreditor meminta untuk menambah pembayaran sehingga Pihak Debitor
tidak dapat menyanggupinya yang pada akhirnya Pihak Kreditor mengambil
30
diajukan oleh PT. Toyota Astra Financial Services untuk seluruhnya, termasuk
untuk membatalkan putusan BPSK Nomor 070/Pen/2018/BPSK-MDN tanggal
26 Juli 2018 dan menyatakan sah dan mengikat Perjanjian Pembiayaan Nomor
1715942412 tanggal 24 Juli 2017, antara PT. Toyota Astra Financial Services
(Kreditor) dengan Aidil Tri Yanda (Debitor).
Selanjutnya Aidil Tri Yanda selaku Termohon Keberatan memberikan
tanggapan terhadap materi keberatan yang diajukan oleh PT. Toyota Astra
Financial Services yang menyatakan bahwa Permohonan Keberatan atas
Putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) Kota Medan yang
diajukan oleh Pemohon Keberatan kurang pihak (Plurium Litis Consortium)
dikarenakan ini adalah Permohonan Keberatan atas Putusan Badan
Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) Kota Medan yang dipermasalahkan
oleh Pemohon Keberatan, maka seharusnya Pemohon Keberatan tidak menarik
Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) sebagai pihak dalam perkara
a quo maka beralasan menurut hukum permohonan keberatan dinyatakan tidak
dapat diterima (niet ontvankelijk verklaad) dan dalam eksepsinya saudara Aidil
Tri Yanda menyatakan bahwa eksepsi Permohonan Keberatan kabur bahwa
dalam Putusan BPSK Nomor 070/Pen/2018/BPSK-MDN tanggal 26 Juli 2018
dalam posita dan petitumnya dinilai campur aduk antara dalil – dalil
permintaan danti rugi dan akibat wanprestasi.
Selanjutnya saudara Aidil Tri Yanda menyatakan bahwa penyelesaian
melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) sangatlah beralasan
dan mempunyai dasar hukum sesuai dengan ketentuan mengenai pelaksanaan
tugas dan wewenang BPSK pasal 53 dan pasal 54 Undang – Undang Nomor 8
Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen serta diatur lebih lanjut
berdasarkan Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor
350/MPP/Kep/12/2001. Pemohon Keberatan diduga juga telah melakukan
berbagai tipu muslihat yang bertujuan untuk mengambil dan atau merampas 1
(satu) unit mobil Toyota Calya dengan nomor polisi BK 1178 EM dari
penguasaan Termohon keberatan dengan cara meminta untuk bertemu, namun
pada saat pertemuan pihak Pemohon Keberatan beserta timnya meminta
32
mengecek nomor dan kondisi mesin mobil yang pada akhirnya diizinkan oleh
Termohon Keberatan untuk diperiksa, lalu pihak Pemohon Keberatan
mengatakan ada kejanggaan di bagian nomor mesin dan meminta Termohon
Keberatan keluar dari mobil untuk melihat, namun disaat yang sama, salah
seorang dari tim Pemohon Keberatan masuk ke dalam mobil langsung
mengunci pintu dan pergi membawa mobil tersebut. Diketahui bahwa adanya
kejanggalan di nomor mesin hanya akal – akalan dari Pemohon Keberatan saja.
Termohon keberatan merasa bahwa Pemohon Keberatan tidak menghargai
adanya hak – hak konsumen berdasarkan Pasal 4 ayat (7) Undang – Undang
Nomor 8 Tahun 1999 yakni “Hak untuk diperakukan atau dilayani secara benar
dan jujur serta tidak diskriminatif”.
Berdasarkan uraian ini, Aidil Tri Yanda selaku Termohon Keberatan
menyatakan bahwa PT. Toyota Astra Financial Services melanggar Pasal 4
ayat (7) Undang – Undang Nomor 8 Tahun 1999 yang sudah beralasan hukum
untuk selanjutnya majelis hakim Pengadilan Negeri Kota Medan menolak
seluruh keberatan pihak PT. Toyota Astra Financial Services terhadap putusan
BPSK yang tercatat dalam register Nomor 070/Pen/2018/BPSK-MDN.
Saudara Aidil Tri Yanda selaku Termohon Keberatan juga meminta Majelis
Hakim Pengadilan Negeri Kota Medan untuk menolak seluruh permohonan
keberatan yang diajukan oleh PT. Toyota Astra Financial Services dan
meminta untuk menguatkan Putusan Majelis Badan Penyelesaian Sengketa
Konsumen Kota Medan Nomor 070/Pen/2018/BPSK-MDN tanggal 26 Juli
2018 dan menghukum Pemohon Keberatan untuk membayar seluruh biaya
perkara.
Selanjutnya dalam pemutusan perkara terdapat beberapa pertimbangan
hakim yang sampai pada akhirnya Hakim Pengadilan Negeri Kota Medan yang
dalam putusannya menyatakan bahwa menolak permohonan keberatan dari
pemohon tersebut menguatan putusan BPSK dengan register perkara Nomor
070/Pen/2018/BPSK-MDN dan menghukum Pemohon Keberatan untuk
membayar seluruh biaya perkara. Hal ini didasarkan pada Pasal 6 ayat (3)
Perma Nomor 1 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengajuan Keberatan Terhadap
33
Terhadap memori kasasi yang telah diajukan oleh Pemohon Kasasi hakim
Mahkamah Agung memutuskan untuk mengabulkan permohonan kasasi dari
pemohon kasasi, membatalkan Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor
506/Pdt.Sus-BPSK/2018/PN Mdn. Tanggal 22 November 2018. Menurut
hakim Mahkamah Agung hal ini didasarkan pada hubungan hukum antara
34
– alasan yang sesuai dengan ketentuan dari Pasal 6 ayat (3) Perma Nomor 1
Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengajuan Keberatan Terhadap Putusan BPSK.
Selanjutnya pemohon keberatan juga menuntut hakim Mahkamah Agung
untuk menyatakan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) Kota
Medan tidak berwenang dalam mengadili perkara a quo, karena sengketa ini
adalah terkait dengan masalah wanprestasi atau cidera janji yang mana
harusnya di selesaikan melalui Pengadilan Negeri.
B. Eksekusi Jaminan Fidusia menurut Undang – Undang Nomor 42 Tahun
1999
Eksekusi Jaminan Fidusia diatur dalam Pasal 29 sampai dengan Pasal 34
Undang – Undang Jaminan Fidusia.yang diamksud dengan eksekusi jaminan
fidusia adalah penyitaan dan penjualan benda yang menjadi objek Jaminan
Fidusia. Yang menjadi penyebab timbulnya eksekusi Jaminan Fidusia ini
adalah karena debitor atau Pemberi Fidusia cedera janji atau tidak memenuhi
prestasinya tepat pada waktunya kepada penerima fidusia, walaupun mereka
telah memberikan somasi. Eksekusi terhadap benda yang menjadi onjek
Jaminan Fidusia dijalankan dengan cara:1
1) Pelaksanaan Titel Eksekutorial
Pada sertifikat jaminan fidusia yang dikeluarkan oleh Kantor
Pendaftaran Fidusia dituliskan berdasarkan irah-irah “Demi Keadilan
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa” yang sudah mempunyai
kekuatan hukum yang tetap seperti hal nya putusan pengadilan. Maksud
dari kekuatan eksekutorial disini adalah dapat bisa langsung dilakukannya
eksekusi tanpa adanya pengadilan dan memiliki sifat final dan mengikat
bagi para pihak untuk melaksanakan putusan tersebut.
2) Penjualan objek Jaminan Fidusia atas kekuasaan penerima Fidusia
Pada saat debitur melakukan cidera janji, kreditur sebagai Penerima
Fidusia mempunyai hak untuk menjual objek Jaminan Fidusia tersebut.
Dalam hal ini dapat dilakukan dengan cara pelelangan. Jika ingin
1
Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani. Seri Hukum Bisnis Jaminan Fidusia. (Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada, 2007), h. 160.
36
38
39
1
Retna Gumanti, Syarat Sahnya perjanjian (Ditinjau dari KUHPerdata), Jurnal Pelangi Ilmu,
Vol. 05, No. 1, 2012), h. 4-5.
2
Retna Gumanti, Syarat Sahnya perjanjian (Ditinjau dari KUHPerdata), Jurnal Pelangi Ilmu,
Vol. 05, No. 1, 2012), h. 7-8.
40
3
Retna Gumanti, Syarat Sahnya perjanjian (Ditinjau dari KUHPerdata), Jurnal Pelangi Ilmu,
Vol. 05, No. 1, 2012), h. 8.
4
Gunawan Widjaja & Kartini Muljadi, Perikatan yang Lahir Dari Perjanjian (Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada, 2003), h. 68.
41
perjanjian. Jika syarat subjektif tidak tercapai maka sebuah perjanjian dapat
dibatalkan sedangkan jika syarat objektif yang tidak tercapai maka sebuah
perjanjian akan batal demi hukum. Jika dihubungkan dalam kasus ini maka
perbuatan wanprestasi atau cidera janji yang dilakukan oleh saudara Aidil Tri
Yanda (Debitor) masuk ke dalam cacatnya syarat subjektif dari perjanjian,
sehingga terhadap perjanjian tersebut dapat dibatalkan.
Dalam hal ini berarti PT. Toyota Astra Financial Services sebagai
perusahaan pembiayaan mempunyai hak untuk mengambil kendaraan yang
merupakan jaminan atas hutangnya dikarenakan saudara Aidil Tri Yanda
selaku pihak debitor telah melakukan perbuatan wanprestasi dalam hal yaitu
terlambat melakukan pembayaran angsuran yang telah disepakati dalam
perjanjian pembiayaan tersebut. Hal ini juga telah sesuai dengan Pasal 8.2.1
Syarat dan Ketentuan Umum dari Perjanjian Pembiayaan (SKUPP).
Berdasarkan hal ini pihak kreditor melakukan sita eksekusi terhadap objek
jaminan fidusia yaitu berupa 1 (satu) unit kendaraan Toyota Calya Model B 40
G M/T 00, Nomor Polisi BK 1178 EM, Tahun 2017, Berwarna Putih, Nomor
Rangka MHKA6GJ6JHJ045747, Nomor Mesin 3NR H124658 yang kemudian
pihak debitor merasa keberatan atas hal tersebut. Sampai pada akhirnya pihak
debitor mengajukan perkara sebagaimana dimaksud kepada lembaga Badan
Penyelesaian Sengketa Konsumen Kota Medan.
Pada tanggal 26 Juli 2018 Majelis Hakim Badan Penyelesaian Sengketa
Konsumen Kota Medan Nomor: 07/PEN/2018/BPSK-Mdn telah
menyampaikan putusan BPSK Kota Medan yang dihadiri oleh Pemohon
Keberatan (Kreditor) dan juga Termohon Keberatan (Debitor) yang pada
intinya menyatakan bahwa pelaku usaha harus mengembalikan 1 (satu) unit
kendaraan Toyota Calya, Nomor Polisi BK 1178 EM kepada konsumen dan
menormalkan kembali kewajiban pembayaran angsuran sesuai dengan kontrak
perjanjian yang disepakati. Saat penerimaan putusan, Pemohon Keberatan
merasa keberatan terhadap putusan BPSK tersebut karena dalam Syarat dan
Ketentuan Umum dari Perjanjian Pembiayaan (SKUPP) yang telah disepakati
bersama antara Pemohon Keberatan dan juga Termohon Keberatan bila terjadi
43
5
H. M Agus Santoso, Hukum, Moral, & Keadilan, Sebuah Kajian Filsafat Hukum, (Jakarta:
Kencana, 2014), h. 91.
45
6
Mariam Darus Badrulzaman, Aneka Hukum Bisnis, (Bandung: PT. Alumni, 2005), h. 12.
7
Marulak Pardede, Implementasi Jaminan Fidusia dalam Pemberian Kredit di Indonesia,
(Jakarta: Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Hukum dan HAM-RI, 2006), h. 6.
8
M. Yadi Harahap, Pengaturan Lembaga Jaminan Fidusia di Indonesia Perspektif Undang –
undang No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, Al-Usrah: Jurnal Al Ahwal As Syakhsiyah,
Vol 5, No. 1, 2017. h. 109-110.
48
9
M. Yadi Harahap, Pengaturan Lembaga Jaminan Fidusia di Indonesia Perspektif Undang –
undang No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, Al-Usrah: Jurnal Al Ahwal As Syakhsiyah,
Vol 5, No. 1, 2017. h. 110.
49
dengan debitor. Hal ini terlihat dari bukti-bukti yang telah dilampirkan ke
pengadilan yaitu berupa Surat Perjanjian Pembiayaan, Info Pokok Bagi
Konsumen, dan Akta Jaminan Fidusia. Dalam perjanjian pembiayaan ini
majelis hakim menilai kedudukan kreditor lebih tinggi (superior) dibanding
kedudukan debitor terkait dengan hak dan kewajibannya yang dimana
menyebabkan debitor harus tunduk dan patuh terhadap perjanjian yang
diberikan pihak kreditor. Padahal seharusnya dalam perjanjian haruslah
menganut asas keseimbangan.
Menurut penulis dengan adanya perjanjian pembiayaan yang telah
disepakati oleh pemohon keberatan dan juga termohon keberatan pada Surat
Perjanjian Pembiayaan Nomor: 1715942412 pada tanggal 24 Juli 2017 yang
sudah diakui serta ditandatangani bersama oleh pemohon keberatan dan
termohon keberatan tanpa adanya paksaan sama sekali, dimana kedua belah
pihak telah saling mengikatkan dirinya ke dalam suatu perikatan maka hal ini
sudah jelas bahwa perjanjian pembiayaan tersebut berlaku sebagai undang-
undang bagi para pembuatnya. Karena perjanjian ini telah mengikat
berdasarkan hukum antara pemohon keberatan dan juga termohon keberatan
maka para pihak wajib melaksanakan isi dari perjanjian yang telah disepakati
bersama, sehingga jika terjadi perbedaan pendapat/perselisihan/sengketa harus
di selesaikan sesuai dengan isi dari perjanjian pembiayaan tersebut yang dalam
perjanjian pembiayaan ini telah disepakati harus diselesaikan lewat Pengadilan
Negeri. Hal ini tercantum pada Pasal 15 dari Syarat dan Ketentuan Umum dari
Perjanjian Pembiayaan yang telah ditandatangani oleh pemohon keberatan dan
termohon keberatan. Hal ini juga telah sesuai dengan Pasal 1338 Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata yang menyatakan bahwa “Semua persetujuan
yang dibuat sesuai dengan undang-undang berlaku sebagai undang-undang
bagi mereka yang membuatnya. Maka dari itu persetujuan itu tidak dapat
ditarik kembali kecuali dengan kesepakatan kedua belah pihak, atau karena
alasan -alasan yang ditentukan oleh undang-undang. Persetujuan harus
dilaksanakan dengan itikad baik.”
50
mempunyai hak untuk menuntut ganti rugi terhadap pihak yang menyebabkan
kerugian.
Perselisihan yang terjadi antara PT. Toyota Astra Financial dengan
saudara Aidil Tri Yanda menimbulkan ketidakadilan karena pasalnya debitur
sendiri telah tidak melaksanakan kewajibannya sebagaimana yang tertulis di
dalam perjanjian antara kedua belah pihak tersebut. Sehingga jika dikaitkan
dengan teori keadilan distributif yang dipelopori oleh Thomas Hobbes bahwa
“keadilan merupakan suatu perbuatan yang dapat dikatakan adil apabila telah
didasarkan pada perjanjian yang telah disepakati”, yang mana dalam hal ini
debitur telah lalai melaksanakan kewajibannya sehingga kreditur mengalami
kerugian. Keadilan ini barulah dapat tercapai jika sudah terdapat kata sepakat
antara para pihak dan telah melakukan kewajiban-kewajibannya sesuai dengan
apa yang diperjanjikan.
B. Pelindungan Hukum Bagi Kreditur dalam Perjanjian Jaminan Fidusia
Perikatan yang timbul dari suatu perjanjian yang dilangsungkan antara
kreditur dengan debitur akan memuat isi mengenai sesuatu yang diperjanjikan
antara para pihak tersebut. Dalam suatu perjanjian penjaminan tersebut,
biasanya disepakati mengenai janji-janji tertentu yang diperjanjikan atau
sesuatu yang wajib terpenuhi di dalam sebuah perikatan atau biasa disebut
dengan prestasi. Perjanjian yang dilakukan antara kreditur dan debitur pastinya
memiliki berbagai risiko salah satunya adalah terjadinya wanprestasi yang
dilakukan oleh salah satu pihak ditengah perjanjian tersebut yang dalam hal ini
debitur sebagai pihak yang memiliki kewajiban untuk memenuhi prestasinya.
Perlindungan hukum untuk pihak kreditur dalam perjanjian kredit yang
menggunakan jaminan fidusia sangat diperlukan, mengingat objek yang
menjadi jaminannya berada dalam kekuasaan pihak debitur, sehingga jika
terjadi wanprestasi terhadap perjanjian kredit tersebut, maka kepentingan
kreditur tetap terjamin dalam pengembalian piutangnya dengan adanya hak
untuk menguasai benda jaminan dan menetapkan benda tersebut sebagai
jaminan pelunasan atas hutang debitur. Undang-Undang Jaminan Fidusia
dalam pelaksanaannya bertujuan untuk memberikan suatu aturan yang lengkap
52
Dari pasal ini terlihat jelas bahwa pembebanan jaminan fidusia harus
memenuhi syarat:
Dari sini dapat dipahami bahwa bentuk dari akta jaminan fidusia adalah
akta otentik yang dibuat dihadapan notaris menurut bentuk dan tata cara yang
ditentukan dalam undang-undang, dan bukan merupakan legalisasi akta oleh
notaris.
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata juga mengatur terkait dengan
akta otentik
Pasal 1868
Suatu akta otentik ialah suatu akta yang (dibuat) dalam bentuk yang
ditentukan oleh undang-undang, dibuat oleh atau di hadapan pegawai-pegawai
umum yang berkuasa untuk itu di tempat dimana akta atau perjanjian dibuat.
10
Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, (Yogyakarta: Liberty, 1985),
h. 124-127.
54
persoalan atau sengketa dan menetapkan hak atau hukumnya saja, melainkan
juga pelaksanaan hak tersebut secara paksa (eksekusi). Kekuatan mengikat dari
putusan saja belum cukup dan tidak berarti apabila putusan tersebut tidak dapat
dilaksanakan. Oleh karena putusan itu telah menetapkan dengan tegas
mengenai hak dan hukumnya, maka putusan hakim mempunyai kekuatan
eksekutorial, yaitu kekuatan untuk dilaksanakannya apa yang ditetapkan dalam
putusan itu secara paksa oleh alat-alat Negara.11
Pasal 15
(1) Dalam Sertifikat Jaminan Fidusia sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 14 ayat (1) dicantumkan kata-kata “Demi Keadilan Berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa”,
(2) Sertifikat Jaminan Fidusia sebagaimana yang dimaksud dalam ayat
(1) mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan
yang telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap.
Maksud dari kekuatan eksekutorial disini adalah dapat langsung
dilaksanakan tanpa melaui pengadilan dan bersifat final serta mengikat para
pihak untuk melaksanakan putusan tersebut.
Pengaturan mengenai pendaftaran jaminan fidusia yang diatur dalam
Pasal 11 sampai dengan Pasal 18 UUJF dimaksudkan untuk memberi
perlindungan hukum untuk penerima fidusia yang oleh karenanya, Undang-
Undang Jaminan Fidusia menempatkan kewajiban untuk mendaftarkan
jaminan fidusia kepada pihak penerima fidusia. Selanjutnya perlindungan yang
senada juga terlihat pada Pasal 23 UUJF:
Pasal 23
11
Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, (Yogyakarta: Liberty, 1985),
h. 181-182.
56
Pasal 36
58
59
B. Rekomendasi
Sebagai penutup dari kesimoulan yang telah peneliti uraikan di atas, peneliti
akan mencoba memaparkan beberapa rekomendasi sebagai berikut:
1. Kedepannya diharapkan untuk semua pihak yang berkepentingan terutama
kreditur dan debitur harus lebih teliti lagi melihat ke dalam klausul-klausul
yang terdapat di dalam suatu perjanjian. Karena masih seringkali ditemukan
klausula-klausula yang timpang dikarenakan perjanjian kredit dengan
mencantumkan klausula baku yang isinnya lebih banyak mengatur
mengenai kewajiban-kewajiban debitur daripada secara seimbang mengatur
juga kewajiban-kewajiban kreditur. Selanjutnnya terkait dengan isi dari
kontrak itu sendiri, biasanya di dalam kontrak terdapat kata-kata “jika
terjadi kendala dalam proses pelaksanaan perjanjian maka terlebih dahulu
diselesaikan secara musyawarah dan mufakat”. Hal ini mengindikasikan
bahwa jika terjadi suatu perselisihan antara para pihak maka masih
terbukanya jalur alternatif penyelesaian untuk menyelesaikan sengketa yang
dinilai lebih efisien untuk menyelesaikan sengketa daripada dibawa ke
pengadilan yang kurang efisien karena waktu penyelesaiannya yang lama
dan ditambah biaya yang tidak murah. Untuk itu harusnya diupayakan jika
terjadi sengketa antar para pihak lebih dahulu bisa diselesaikan lewat
alternatif penyelesaian sengketa ketimbang lewat Pengadilan Negeri.
2. Dalam kewenangannya saat melakukan eksekusi atas objek jaminan fidusia
masih belum sepenuhnya bisa terlaksana, karena perjanjian kredit berlaku
sebagi undang-undang bagi para pembuatnya yang ternyata masih belum
cukup untuk melindungi kreditur dari berbagai macam perlawanan yang
diberikan oleh debitur. Oleh karena itu, perlu penambahan baru terkait
dengan penegasan pasal mengenai cara eksekusi yang sekiranya efektif dan
efisien guna mempermudah proses eksekusi dari objek jaminan fidusia
tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
BUKU
Leihitu, Izaac S., & Achmad, Fatimah, 1985, Inti dari Hukum Acara Perdata Cet
2, Jakarta: Ghalia Indonesia.
Muljadi, K., & Widjaja, G., 2003, Perikatan Yang Lahir Dari Perjanjian,
Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Nasution, Syukri Albani, 2017, Hukum dalam Pendekatan Filsafat, Ctk. Kedua,
Jakarta: Kencana.
60
61
Raharjo, S., 2000, Ilmu hukum [Legal studies], Bandung: PT. Citra Aditya
Bakti.
Santoso, A., 2012, Hukum, Moral, dan Keadilan. Sebuah Kajian Filsafat
Hukum, Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Widjaja, G., & Yani, A., 2002, Alternatif Penyelesaian Sengketa, Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada.
62
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Undang-Undang Dasar 1945
Konsumen.
ARTIKEL JURNAL
Alifin, L. S., Asikin, Z., & Kurniawan, K., Kedudukan Hukum Badan
Penyelesaian Sengketa Konsumen (Bpsk) Dalam Sistem Peradilan
Di Indonesia, Jurnal Media Bina Ilmiah, Volume 13, Nomor 10,
2019.
Dungga, Weny Almoravid, Tugas dan Wewenang BPSK dalam
Menyelesaikan Sengketa Konsumen Ditinjau Dari Undang –
Undang Nomor 8 Tahun 1999, Jurnal Hukum Legalitas, Volume 9
Nomor 2, 2016.
Finnisa, D. N., Iskandar, M. R., & Suprihatin, T. (2015). Perlindungan
Konsumen Dalam Perspektif Undang-Undang No. 8 Tahun 1999
Tentang Perlindungan Konsumen Dan Hukum Islam Dalam Jual
63
PENELITIAN ILMIAH
Putri, A. S. Eksekusi objek jaminan fidusia yang tidak didaftarkan oleh PT.
Sinar Mitra Sepadan Finance (studi Putusan Nomor 2467
K/Pdt/2015) (Bachelor's thesis, Fakultas Syariah dan Hukum
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta).
Setyorini, A., Akibat Hukum Perjanjian Pembiayaan Konsumen dengan
Pembebanan Jaminan Fidusia yang Tidak Didaftarkan (Doctoral
dissertation, Untag Surabaya), 2017.
Wulandari, V. P., Tinjauan Yuridis Badan Penyelesaian Sengketa
Konsumen Kota Palangka Raya dalam Rangka Menyelesaikan
Sengketa Konsumen melalui Jalur Mediasi (Studi Kasus Dian
Purnamawati Melawan PT. Sinar Mas Multifinance Cabang
Palangka Raya), 2018.