Anda di halaman 1dari 96

POLA PERJANJIAN APLIKASI SHOPEE DALAM JUAL-BELI ELEKTRONIK

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)

Oleh
MILLENIA AFIFAH AULIYA
NIM : 1118048000082

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM


FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1443 H / 2022 M
POLA PERJANJIAN APLIKASI SHOPEE DALAM JUAL-BELI ELEKTRONIK

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)

Oleh
MILLENIA AFIFAH AULIYA
NIM : 1118048000082

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM


FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1443 H / 2022 M

ii
POLA PERJANJIAN APLIKASI SHOPEE DALAM JUAL-BELI ELEKTRONIK

Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar
Sarjana Hukum (S.H.)

Oleh :

MILLENIA AFIFAH AULIYA


NIM : 11180480000082

Pembimbing

Prof. Dr. Abdullah Sulaiman, S.H., M.H.


NIP. 195912311986091003

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

1443 H/2022 M

iii
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI

Skripsi yang berjudul “POLA PERJANJIAN APLIKASI SHOPEE DALAM JUAL


BELI ELEKTRONIK” Oleh Millenia Afifah Auliya NIM 11180480000082 telah
diujikan dalam sidang Munaqasyah Fakultas Syariah dan Hukum Program Studi Ilmu
Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada 23 Maret 2022.
Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Program Strata Satu (S-1) pada Program Studi Ilmu Hukum.

Jakarta, 2022
Mengesahkan
Dekan,

Dr. Ahmad Tholabi Kharlie, S.H., M.H., M.A.


NIP. 19760807 200312 1 001

PANITIA UJIAN MUNAQOSAH


1. Ketua : Dr. M. Ali Hanafiah Selian, S.H., M.H. (................................)
NIP. 19670203 201411 1 001
2. Sekretaris : Drs. Abu Tamrin, S.H., M.Hum. (.................................)
NIP. 19650908 199503 1 001
3. Pembimbing : Prof. Dr. Abdullah Sulaiman, S.H., M.H. (.................................)
NIP. 19591231 198609 1 003
4. Penguji I : Dr. Nurhasanah M.Ag (.................................)
NIP. 19740817 200212 2 013
5. Penguji II : Feni Arifiani, S.Ag., M.H. (.................................)
NIP. 19760708 200212 1 009

iv
LEMBAR PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Millenia Afifah Auliya

NIM : 11180480000082

Program Studi : Ilmu Hukum

Alamat : Jalan Kucica IV Blok JG 8 No. 6, Bintaro Jaya Sektor 9

E-mail : millenia.afifah.a@gmail.com

Dengan ini saya menyatakan bahwa :

1. Skripsi ini merupakan hasil karya saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu
syarat memperoleh gelar Strata Satu (S-1) di Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penelitian ini telah saya cantumkan sesuai
dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta.
3. Jika kemudian hari terbukti bahwa hasil karya ini bukan hasil karya asli saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi
yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 30 Maret 2022

Millenia Afifah Auliya

v
ABSTRAK
Millenia Afifah Auliya. NIM 11180480000082. POLA PERJANJIAN
APLIKASI SHOPEE DALAM JUAL-BELI ELEKTRONIK. Program Studi Ilmu
Hukum, Konsentrasi Hukum Bisnis, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 1443H/2022M. Isi : vii + 74 halaman + 3 halaman
daftar pustaka + 8 lampiran.banyak
Skripsi ini membahas tentang penjual yang belum menerima uang hasil penjualan
di aplikasi shopee. Namun penjual sudah mengirimkan barang ke konsumen sesuai
dengan pesanan. Dan pesanan yang dikirim penjual sudah sampai ke pembeli. Akan
tetapi penjual belum menerima uang pada saat barang sudah diterima oleh konsumen.
Skripsi ini bertujuan untuk menjelaskan mengenai perjanjian yang disepakati antara
konsumen dan pihak shopee dalam transaksi elektronik. Adanya peraturan tentang
perlindungan konsumen yang mengatur tentang hak dan kewajiban pelaku usaha dan
konsumen ternyata belum ditaati oleh masyarakat, sehingga masyarakat pengguna
aplikasi shopee ketika dirugikan oleh pelaku usaha dalam hal ini penyedia aplikasi
shopee, mendapati kebingungan ketika uang di shopee tersebut hilang ketika terjadi
transaksi di shopee.
Metode penelitian bersifat normatif-empiris, dengan bahan hukum primer yang
terdiri dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen,
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016
tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, dan menggunakan pendekatan undang-
undang (statutory approach) kasus hilangnya uang saat melakukan transaksi di shopee.
Hasil penelitian ini menyebutkan bahwa perjanjian transaksi elektronik para pihak
dalam aplikasi shopee hanya dapat diselesaikan melalui customer service shopee.
Namun, harus mengkonfirmasi nomor pesanan guna untuk mencocokkan data pesanan
dengan yang ada di shopee. Pada kenyataannya, shopee belum tentu mengembalikan
uang yang hilang tersebut.

Kata Kunci : Pola Perjanjian, Shopee, Jual-Beli Elektronik


Pembimbing Skripsi : Prof. Dr. Abdullah Sulaiman S.H., M.H.
Daftar Pustaka : Tahun 1949 sampai Tahun 2021

vi
KATA PENGANTAR

‫الر ِحي ِْم‬ َّ ‫س ِم اللّٰ ِه‬


َّ ‫الرحْ مٰ ِن‬ ْ ِ‫ب‬

Puji syukur kepada Allah SWT berkat Rahmat, Hidayah, dan Karunia-Nya kepada
kita semua sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “POLA
PERJANJIAN APLIKASI SHOPEE DALAM JUAL-BELI ELEKTRONIK”.

Peneliti menyadari dalam penyusunan skripsi ini tidak akan selesai tanpa bantuan
dari berbagai pihak. karena itu pada kesempatan ini peneliti ingin mengucapkan terima
kasih kepada yang terhormat :

1. Dr. Ahmad Tholabi Kharlie, S.H., M.H., M.A. Dekan Fakultas Syariah dan Hukum
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta beserta jajarannya.
2. Dr. Muhammad Ali Hanafiah Selian, S.H., M.H. Ketua Program Studi Ilmu
Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Drs. Abu Tamrin, S.H., M.Hum.
Sekretaris Program Studi Ilmu Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Prof. Dr. Abdullah Sulaiman S.H., M.H. Pembimbing Skripsi yang telah bersedia
membimbing dengan meluangkan waktu, tenaga, dan pikirannya sehingga dengan
itu skripsi penulis dapat selesai dan terarah.
4. Pimpinan Pusat Perpustakaan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta yang telah membantu dalam menyediakan fasilitas yang memadai untuk
peneliti mengadakan studi kepustakaan guna menyelesaikan skripsi ini. Tanpa
bantuannya dalam menyediakan fasilitas yang memadai untuk peneliti, maka
skripsi ini dapat diselesaikan oleh peneliti.
5. Kedua orang tua yang telah menjadi penyemangat dalam pembuatan skripsi ini.
6. Semua pihak yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung dalam proses
penulisan skripsi ini, yang tidak dapat peneliti sebutkan satupersatu. Hanya doa
serta ucapan terimakasih yang dapat peneliti sampaikan, semoga Allah SWT
membalas semua kebaikan-kebaikan kalian.

vii
Besar harapan penulis agar skripsi ini dapat memberikan manfaat yang berarti bagi
pengembangan ilmu pengetahuan khususnya pada bidang hukum bisnis. Kritik dan
saran yang membangun sangat peneliti harapkan dari para pembaca sehingga dapat
menyempurnakan penelitian ini.

Jakarta, 23 Februari 2022

Millenia Afifah Auliya

viii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................................... ii

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ...................................................... iii

LEMBAR PERSETUJUAN PANITIA UJIAN SKRIPSI ................................... iv

LEMBAR PERNYATAAN .................................................................................... v

ABSTRAK ............................................................................................................... vi

KATA PENGANTAR ............................................................................................. vii

DAFTAR ISI ............................................................................................................ ix

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah .......................................................................... 1


B. Identifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah ................................. 5
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................................ 6
D. Metode Penelitian .................................................................................... 6
E. Sistematika Pembahasan .......................................................................... 9

BAB II TINJAUAN UMUM PENGATURAN MENGENAI KONSUMEN


TRANSAKSI ELEKTRONIK

A. Kerangka Konseptual
1. Perjanjian Jual Beli Menurut Hukum Islam ................................... 11
2. Pengertian Konsumen .................................................................... 13
3. Uang Elektronik dan Transaksi Elektronik .................................... 14
4. Dasar Hukum dan Syarat Sah Perjanjian ........................................ 16
5. Kontrak Baku .................................................................................. 20
6. Kontrak Elektronik ......................................................................... 22
7. Wanprestasi .....................................................................................24

ix
B. Kerangka Teori
1. Teori Perlindungan Konsumen ...................................................... 26
2. Teori Perjanjian .............................................................................. 28

BAB III PERJANJIAN ANTARA KONSUMEN DENGAN PIHAK USAHA


SHOPEE DALAM PENGGUNAAN ELEKTRONIK

A. ShopeePay Fitur Pembayaran di Shopee ............................................... 32


B. Deskripsi Perjanjian Pada Shopee ......................................................... 36
C. Hak dan Kewajiban Shopee ................................................................... 47
D. Hak dan Kewajiban Pengguna Shopee .................................................. 51
E. Wanprestasi Antara Konsumen dan Shopee .......................................... 55

BAB IV PENYELESAIAN PERJANJIAN JUAL-BELI SHOPEE MELALUI


ELEKTRONIK

A. Posisi Hukum dalam Perjanjian Penggunaan Uang Elektronik .......... 58


B. Penyelesaian Perjanjian Shopee Dalam Penggunaan Uang Elektronik
............................................................................................................. 61
C. Analisis Hukum Penyelesaian Perjanjian Shopee Dalam Jual-Beli
Elektronik ........................................................................................... 70

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan .............................................................................................. 72
B. Saran ........................................................................................................ 73

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 75

LAMPIRAN - LAMPIRAN .................................................................................... 79

x
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Uang elektronik adalah uang dalam bentuk digital yang dapat digunakan untuk
membayar atau sebagai alat transaksi yang dilindungi secara hukum. Sejarah uang
elektronik dari kebiasaan orang bertransaksi. Definisi uang elektronik menurut Pasal 1
angka (3) Peraturan Bank Indonesia Nomor 20/6/2018 tentang uang elektronik, bahwa
tentang Uang Elektronik adalah instrumen pembayaran yang memenuhi unsur sebagai
berikut : a. Diterbitkan atas dasar nilai uang yang disetor terlebih dahulu kepada
penerbit; b. Nilai uang disimpan secara elektronik dalam suatu media server atau chip;
c. nilai uang elektronik yang dikelola oleh penerbit bukan merupakan simpanan
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai perbankan.

Uang elektronik sebagai kebendaan digital karena terdapat data elektronik tersebut
berisi informasi yang didalamnya jumlah saldo/ nilai uang, informasi pemegang uang
elektronik apabila didaftarkan, catatan transaksi semua informasi tersebut disimpan
secara digital dalam media server atau chip.1 Hal tersebut sesuai dengan ketentuan
dalam Pasal 1 angka (4) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19
Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Informasi
dan Transaksi Elektronik yang menyatakan : Dokumen Elektronik adalah setiap
Informasi Elektronik yang dibuat, diteruskan, dikirimkan, diterima, atau disimpan
dalam bentuk analog, digital, elektromagnetik, optikal atau sejenisnya, yang dapat
dilihat, ditampilkan, dan/atau didengar melalui Komputer atau Sistem Elektronik,
tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto atau sejenisnya,
huruf, tanda, angka, kode akses, simbol atau perforasi yang memiliki makna atau arti

1
Suharni, Uang Elektronik Ditinjau Dari Perpektif Hukum Dan Perubahan Sosial, Jurnal Hukum
Spektrum Hukum Vol.15/No.1/, (Semarang: Fakultas Hukum UNTAG April, 2018) h. 23.

1
2

atau dapat oleh orang yang mampu memahaminya. Dengan demikian sesuai dengan
Pasal 499 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, uang elektronik dapat dikategorikan
sebagai benda, karena uang elektronik merupakan harta kekayaan dan dapat dikuasai
oleh pemegang uang elektronik sebagai miliknya. Nilai uang tunai yang disetorkan
sebagai dasar penerbitan uang elektronik diubah menjadi data digital berupa angka-
angka untuk sistem perhitungan tertentu yang dapat digunakan dalam transaksi
pembayaran. Dalam perekonomian yang modern, lalu lintas pertukaran barang dan jasa
sudah sedemikian cepat, sehingga memerlukan dukungan tersedianya sistem
pembayaran yang memungkinkan dilakukan secara lebih cepat, efisien dan aman.

Cara pembayaran secara online atau elektronik banyak diminati oleh pelanggan di
era saat ini, karena lebih cepat, mudah dan aman. Seiring berjalannya waktu, kegiatan
jual-beli dapat dilakukan hanya dirumah saja dengan metode pembayaran elektronik.
Metode pembayaran elektronik banyak dijumpai dan digunakan oleh e-commerce
sebagai metode pembayaran non-tunai yang merupakan salah satu fitur keunggulan
dari e-commerce tersebut. Metode pembayaran secara non-tunai seperti pada
shopeepay, dimana kita dapat membeli barang di shopee lalu membayar menggunakan
shopeepay atau secara non-tunai otomatis nilai uang yang ada di shopeepay berkurang
sesuai nominal belanja. Banyak sekali e-commerce di era modernisasi seperti shopee
merupakan e-commerce yang memiliki metode pembayaran menggunakan shopeepay.

E-commerce adalah kegiatan-kegiatan bisnis yang menyangkut konsumen


(consumers), manufaktur (manufactures), service providers dan pedagang perantara
(intermediateries) dengan menggunakan jaringan-jaringan komputer (computer
network) yaitu internet.2 Pengguna e-commerce pun juga dari berbagai usia, karena
banyak kemudahan ketika belanja online yang hanya membuka aplikasi e-commerce
yang diinginkan, memilih barang yang dibeli dan barang dalam beberapa hari datang
sesuai yang diinginkan. Namun, dibalik kemudahan berbelanja secara online tersebut,

2
Abdul Halim Barkatullah, Hukum Transaksi Elektronik, (Bandung: Nusa Media, 2017) h.11.
3

pasti ada juga kelemahan atau kekurangan dari berbelanja online di e-commerce
tersebut.

Salah satu e-commerce yang ada di Indonesia adalah shopee. Dimana shopee
sekarang banyak fitur yang memudahkan konsumen untuk belanja, mulai dari cara
membayar melalui shopeepay, cara membayar cash on delivery (COD), dan banyak
juga program serta fitur lainnya. Shopeepay adalah metode pembayaran yang
disediakan oleh shopee untuk memudahkan pelanggan membayar secara non-tunai
barang yang sudah dipilih di aplikasi shopee. Dari semua kemudahan tersebut, adapula
kelemahan dan kekurangan yang dimiliki pada saat kita menggunakan shopeepay yaitu
ketika pengguna shopee mengirimkan barang ke pembeli dan pembeli belum klik
pesanan diterima, uangnya dapat dicairkan atau hilang dan tidak kembali ke shopeepay.

Dalam peraturan Bank Indonesia Nomor 20/6/2018 Tahun 2018 tentang Uang
Elektronik pada Pasal 2 bahwa Penyelenggaraaan Uang Elektronik dilakukan dengan
memenuhi prinsip : a. Tidak menimbulkan risiko sistemik; b. Operasional dilakukan
berdasarkan kondisi keuangan yang sehat; c. Penguatan perlindungan konsumen;
d.usaha yang bermanfaat bagi perekonomian Indonesia; dan e. Pencegahan pencucian
uang dan pendanaan terorisme. Dari beberapa prinsip tersebut, pada bagian penguatan
perlindungan konsumen tersebut, peraturan Bank Indonesia selayaknya memberi
payung hukum serta kepastian untuk melindungi penyelenggaraan uang elektronik
yang sudah menjadi kebutuhan transaksi elektronik dimasa saat ini. Dalam Peraturan
Bank Indonesia Nomor 20/6/2018 Tahun 2018 tentang Uang Elektronik Pasal 13 ayat
(1) , bahwa persyaratan aspek kelayakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3)
huruf b meliputi aspek : a. Kelembagaan dan hukum; b. Kelayakan bisnis dan kesiapan
operasional; dan c. Tata kelola, risiko dan pengendalian. Dari beberapa aspek tersebut,
yang berdampak secara langsung yaitu terkait risiko, dimana risiko sebagai persyaratan
aspek kelayakan paut diperhatikan agar keamanan serta keterjaminan pengguna uang
elektronik jelas. Seperti halnya shopeepay, shopee memiliki sistem pembayaran dan
penyimpanan uang elektronik dimana metode pembayaran non-tunai tetapi langsung
4

masuk ke akun shopee pengguna. Shopeepay sendiri ada fitur, yakni shopeepay untuk
membayar atau bertransaksi secara normal jual-beli pada umumnya, jadi setelah
memilih, membeli check-out barang, langsung klik cara pembayaran shopeepay tanpa
ada tagihan yang ditanggung untuk dibayar.

Dalam Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata3, pengertian perjanjian


sendiri adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya
terhadap satu orang lain atau lebih. Dari perumusan pasal tersebut dapat disimpulkan
bahwa yang dimaksud dengan perjanjian dalam pasal tersebut adalah perjanjian yang
menimbulkan perikatan (verbintenisscheppende overeenkomst). Adapun syarat
perjanjian dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata : kesepakatan
mereka yang mengikatkan dirinya, kecakapan untuk membuat suatu perikatan, suatu
pokok persoalan tertentu, suatu sebab yang halal.

Shopee mempunyai bentuk perjanjian secara online dengan menggunakan


klausula baku digital. Klausula baku digital merupakan klausula yang harus disepakati
oleh pengguna shopee dalam mengakses aplikasi shopee. Klausula baku digital tersebut
berbentuk tulisan kecil dan cenderung membahas klausula secara umum. Banyak
pengguna shopee yang kurang memahami klausula baku digital tersebut karena tulisan
yang kecil kurang jelas untuk dibaca. Sehingga banyak komplain masyarakat mengenai
klausula baku yang dibuat shopee. Klausula dalam perjanjian sangat penting sebelum
ada kata sepakat dari pengguna shopee dan pihak shopee. Kesepakatan perjanjian
tersebut sebaiknya sudah memahami klausula yang dibuat oleh shopee, jika pengguna
tidak sepakat dengan klausula yang dibuat oleh shopee, maka pengguna shopee tidak
dapat mengakses dan melakukan jual-beli di shopee.

Hal ini lah yang menjadi dilema jika penjual telah mengirimkan pesanan dan
konsumen belum konfirmasi apa uang dapat dicairkan di shopeepay dan jika tidak ada

3
Handayani, Fajar Nugroho, Penggunaan Klausula Baku Yang Dilarang Menurut Hukum Perlindungan
Konsumen, (Uwais Inspirasi Indonesia: 2020) h. 29.
5

informasi uang tersebut hilang. Oleh karena itu, penulis menjadikan shopee sebagai
objek penelitian. Hasil penelitian ini penulis sajikan dalam bentuk Rancangan
Penelitian yang berjudul “POLA PERJANJIAN APLIKASI SHOPEE DALAM JUAL-
BELI ELEKTRONIK”

B. Identifikasi, Pembatasan dan Perumusan Masalah


1. Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dipaparkan dalam latar
belakang, identifikasi masalah sebagai berikut :
a. Penjelasan penggunaan uang elektronik sebagai metode pembayaran non-
tunai menurut peraturan Bank Indonesia No. 20/6/2018 Tahun 2018 tentang
uang elektronik.
b. Fungsi dan manfaat uang elektronik sebagai alat pembayaran yang cepat dan
efisien
c. Penjelasan mengenai perjanjian antara konsumen dan pihak shopee dalam
penggunaan uang elektronik
d. Penjelasan proses penyelesaian sengketa jika terjadi ketidak amanan
hilangnya uang di Shopeepay
2. Pembatasan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, untuk menghindari
perbedaan dan meluasnya penafsiran penelitian ini, maka peneliti membatasi pada
uraian latar belakang permasalahan yang telah dipaparkan di atas maka
pembatasan ini hanya menganalisis terkait dengan Pola Perjanjian Aplikasi Shopee
Dalam Jual-Beli Elektronik.
3. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan pembatasan masalah, maka perumusan
masalah dalam penelitian sebagai berikut : Pola Perjanjian Aplikasi Shopee Dalam
Jual-Beli Elektronik. Untuk mempertegas pembahasan terkait dengan masalah
6

yang peneliti bahas maka peneliti menjabarkan penulisan ini melalui rincian
perumusan masalah dalam bentuk pertanyaan :
a. Bagaimana perjanjian antara konsumen dan pihak shopee dalam penggunaan
uang elektronik ?
b. Bagaimana perjanjian pengguna shopee dengan pihak shopee tidak sesuai
dalam jual-beli elektronik ?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
a. Untuk menjelaskan perjanjian antara konsumen dan pihak shopee dalam
penggunaan uang elektronik.
b. Untuk mengetahui perjanjian pengguna shopee dengan pihak shopee tidak
sesuai dalam jual-beli elektronik.
2. Manfaat Penelitian
a. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan memberikan asupan pemikiran hukum di
Indonesia terutama untuk menjamin perlindungan hukum para pihak dalam
jual-beli elektronik serta memberikan kepastian hukum guna menjamin
hukum kepada para pihak dalam jual-beli elektronik.

b. Manfaat Praktis
Sebagai upaya pengembangan kemampuan dan pengetahuan bagi peneliti
khususnya mengenai pola perjanjian aplikasi shopee dalam jual beli
elektronik.

D. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian yang termasuk
penelitian hukum normatif-empiris, yaitu penelitian ilmiah untuk menemukan
kebenaran berdasarkan hukum yang sedang berlaku, yang dibangun berdasarkan
7

objek hukum itu sendiri dan fakta yang terjadi pada masyarakat.4 Penelitian hukum
normatif mengkaji hukum berdasarkan perundang-undangan dan literatur yang
berhubungan dengan penelitian. Tipe penelitian pada masalah ini adalah
berdasarkan analisa yuridis terkait dengan perdagangan elektronik yang bersifat
keperdataan. Penulis membahas tentang shopee.

2. Pendekatan Penelitian
Jenis pendekatan penelitian ini adalah pendekatan melalui perundang-
undangan (statute approach) dan (case approach) yang memfokuskan pada
ketentuan perundang-undangan dan pendekatan secara kasus yang melihat
peristiwa hukum yang terjadi di masyarakat.5

3. Bahan Penelitian
Data Penelitian merupakan informasi yang diperlukan untuk salah satunya
menjawab masalah penelitian, maka data yang digunakan oleh peneliti dalam
peneitian ini ialah meliputi :

a. Bahan Hukum Primer yang merupakan salah satu bahan hukum yang
autoritatif artinya mempunyai otoritas. Bahan hukum tersebut terbagi menjadi
peraturan perundang-undangan, risalah resmi dalam pembuatan perundang-
undangan atau putusan hakim. Bahan Hukum Sekunder berupa publikasi
tentang dokumen-dokumen resmi ataupun buku-buku, kamus hukum, jurnal
hukum ataupun komentar para ahli-ahli hukum.
b. Bahan non-hukum adalah bahan diluar dari hukum primer ataupun bahan
hukum sekunder berupa disiplin-disiplin ilmu lainnya seperti sosiologi,
ilmupolitik, dan disiplin ilmu yang mendukung lainnya berupa buku, jurnal,
dan lain-lain.
4. Sumber Data

4
Johnny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, (Surabaya: Bayumedia
Publishing,2005), h. 57.
5
I Made Diantha, Metodologi Penelitian Hukum Normatif, (Jakarta: Kencana, 2017), h. 156.
8

Sumber data yang diperoleh dari penelitian ini berdasarkan sumber hukum
primer, sumber data sekunder dan data tersier yang diperoleh berdasarkan bahan-
bahan pustaka.

a. Sumber data primer yaitu sumber hukum atau ketentuan yang mempunyai
kekuatan mengikat secara umum dalam hal ini perundang-undangan yang
telah disahkan dan berlaku di negara Indonesia terkhusus Undang-Undang
sebagai berikut :
1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
2) KUH Perdata (Kitab Undang-Undang Hukum Perdata)
3) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik
4) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
5) Peraturan Bank Indonesia Nomor 20/6/2018 Tahun 2018 tentang Uang
Elektronik

b. Sumber data sekunder ialah sumber data yang diperoleh secara tidak langsung
yang telah mendapatkan proses pengkajian terlebih dahulu seperti: Jurnal
ilmiah, skripsi, buku, kesimpulan diskusi serta tulisan-tulisan yang
berhubungan dengan penelitian ini.Sumber data tersier ialah sumber data yang
melanjutkan penjelasan dari data primer dan sekunder seperti kamus,
ensiklopedia, website dan portal berita.

5. Metode Pengumpulan Data


Dalam penelitian ini, metode pengumpulan data yang digunakan adalah studi
kepustakaan dan penulis mengumpulkan data-data yang berasal dari Undang-
Undang, Putusan hakim, berbagai buku dan hasil dari wawancara para pihak.

6. Metode Pengolahan Data


Pada penelitian ini, metode yang digunakan adalah dengan cara deskriptif
kualitatif dengan mengumpulkan bahan-bahan hukum baik primer tentang shopee,
9

sekunder maupun tersier serta data-data yang ada dan berkaitan dengan penelitian
ini melalui penyederhanaan ke dalam bagian-bagian yang diperlukan, setelahnya
peneliti menarik kesimpulan atas penyederhanaan yang berasal dari bahan-bahan
hukum ataupun data-data hukum tersebut.

7. Metode Analisis Data


Bahan Hukum Primer, Hukum Sekunder dan non-hukum serta data Primer,
Sekunder serta Tersier dielaborasi secara sistematis pada penulisan demi
menjawab rumusan masalah yang dirumuskan. Pengolahan bahan hukum
dilakukan secara deduktif yaitu menarik kesimpulan dari suatu permasalahan yang
bersifat umum kepada permasalahan konkrit yang sedang dihadapi maka
ditemukan jawaban dari rumusan masalah demikian.

8. Metode Penulisan
Pedoman yang digunakan penulis adalah merujuk pada kaidah-kaidah yang
terdapat pada “Pedoman Penulisan Skripsi” yang dikeluarkan oleh Fakultas
Syariah dan Hukum UIN Syariah Hidayatullah Jakarta, tahun 2017.

E. Sistematika Pembahasan

Sistematika ini merupakan gambaran dari penelitian agar memudahkan dalam


mempelajari seluruh isinya. Penelitian ini dibahas dan diuraikan menjadi 5 (lima) bab,
adapun bab-bab yang dimaksud adalah sebagai berikut :
BAB KESATU Pada BAB ini menyajikan Pendahuluan memuat secara keseluruhan
mengenai latar belakang masalah, identifikasi masalah, perumusan
masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metode penelitian.
BAB KEDUA Pada BAB ini menyajikan pustaka berupa pengertian konsumen,
klausula baku, transaksi elektronik, dasar hukum dan syarat sah
perjanjian, yaitu kajian teoritis berupa teori perlindungan konsumen
serta teori perjanjian, dan review (tinjauan ulang) hasil studi
terdahulu. Pembahasan BAB diawali dengan pemaparan kerangka
10

konsep, kedua menjelaskan teori yang digunakan untuk


menganalisis dan menginterpretasi data penelitian.
BAB KETIGA Pada BAB ini menyajikan data penelitian berupa profil dari
perusahaan shopee, deskripsi perjanjian shopee dari aplikasi shopee
serta penjelasan hak dan kewajiban shopee maupun pengguna
shopee yang terjadi dalam perjanjian yang melibatkan pihak shopee
dan pengguna. Penyediaan data berupa deskripsi data yang
berkenaan dengan kasus yang diteliti secara objektif.
BAB KEEMPAT Pada BAB ini menyajikan data analisis mengenai pola perjanjian
jual-beli shopee tentang posisi hukum perjanjian penggunaan uang
elektronik serta cara penyelesaian perjanjian jual-beli shopee
melalui elektronik.
BAB KELIMA Pada BAB ini menyajikan penutup, berisikan kesimpulan dan saran.
BAB II

TINJAUAN UMUM PENGATURAN MENGENAI KONSUMEN

TRANSAKSI ELEKTRONIK

A. Kerangka Konseptual
1. Perjanjian Jual Beli Menurut Hukum Islam
Jual beli telah diatur dalam islam, tepatnya pada Al-Qur’an Surat Al-Baqarah
ayat 275 yang berbunyi :

َ ِ ‫شي ْٰط ُنََ ِمنَٱ ْلم‬


ََ ‫سَۚ ََٰٰ ِل‬ ُ َّ‫ٱلَّذِينََيأ ْ ُكلُونَٱ ِلرب ٰواَََلَيقُو ُمونَإِ ََّلَكماَيقُو ُمَٱلَّذِىَيتخب‬
َّ ‫طهَُٱل‬
ٌَ‫بِأنَّ ُه ْمَقالُ ٓواَإِنَّماَٱ ْلب ْي ُعََ ِمثْلَُٱ ِلرب ٰواََََََۗ َّلَٱللَّ َهَُٱ ْلبيْعََََ َّرمَٱ ِلرب ٰوَاَََۚمنََآَ َۥَُُم ْو ِعظة‬
ٓ
َِ َّ‫ َُٱلن‬
َ‫ارََۖ ُُ ْم‬ ْ َََ ِِ ‫نَر ِب ِۦَهََٱنته ٰىَََل ۥَهَُماَسلفَََ ْم ُر ٓۥََُُ ِإلىَٱللَّ ِهََََۖم ْنَعاَََأَُ ٰل‬
ُ َٰٰ ْ َّ ‫ِم‬
ٰ ‫َِيه‬
َ‫اَخ ِلدَُن‬
Artinya : Orang-orang yang memakan riba tidak dapat berdiri melainkan seperti
berdirinya orang yang kemasukan setan karena gila. Yang demikian itu karena
mereka berkata bahwa jual-beli sama dengan riba. Padahal Allah telah
menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Barang siapa mendapat
peringatan dari Tuhannya, lalu dia berhenti, maka apa yang telah diperolehnya
dahulu menjadi miliknya dan urusannya (terserah) kepada Allah. Barang siapa
mengulangi, maka mereka itu penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.
Dalam surat Al-Baqarah tersebut telah dijelaskan bahwasannya jual beli
diperbolehkan, yang tidak diperbolehkan yaitu perbuatan riba. Jual beli pada
dasarnya halal dan dibolehkan oleh islam secara syariat. Dan jelas didalam Al-
Qur’an bahwa riba itu perbuatan yang diharamkan atau dilarang di dalam syariat
islam. Al-Qur’an menjadi pedoman ummat islam utama dan penunjuk kebenaran
ummat islam. Perjanjian juga diatur dalam Al-Qur’an surat An-Nahl ayat 91
berbunyi :

11
12

َ‫َٱْلي ْٰمنَب ْعدَت ْو ِكيدُِاََقدََْع ْلت ُ ُمَٱللَّهَعل ْي ُك ْم‬


ْ ‫ضوا‬ ٰ َٰ‫ََ ََُْواَ ِبع ْه َِدَٱللَّ ِهَ ِإ‬
ُ ُ‫اَعهدت ُّ ْمَََلَتنق‬
َ‫يًلََۚ ِإ َّنَٱللَّهَي ْعل ُمَماَت ْفعلُون‬
‫ك ِف ا‬
Artinya : Dan tepatilah janji dengan Allah apabila kamu berjanji dan janganlah
kamu melanggar sumpah setelah diikrarkan sedang kamu telah menjadikan Allah
sebagai saksimu (terhadap sumpah itu). Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang
kamu perbuat.
Dalam Al-Qur’an dipertegas bahwa tidak diperbolehkan mengingkari janji oleh
siapapun, jika sudah berjanji, sebaiknya saling memenuhi apa yang sudah
diperjanjikan. Jika merasa keberatan dengan ketentuan atau klausul yang
diperjanjikan, sebaiknya kedua pihak membicarakan secara baik. Sehingga dapat
memberikan solusi antara kedua pihak dan tidak ada yang mencederai hak ataupun
kewajibannya.
Hadits tentang perjanjian yang menjadi acuan ummat islam dalam melakukan
semua perjanjian. Berikut hadits Abu Hurairah, menyebutkan bahwa Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

َ‫َط ِه ْم‬ ُ َ‫ْال ُم ْس ِل ُمونَعلى‬


ِ ‫ش َُر‬
Artinya : Kaum muslimin wajib mematuhi perjanjian yang telah mereka sepakati.
(HR. Abu Daud no 3594. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa sanad hadits
ini hasan).
Hadits tersebut menjelaskan jika seorang telah berjanji oleh orang lain,
hendaknya perjanjian itu dipatuhi, sehingga terpenuhinya hak dan kewajiban satu
sama lain. jika hak dan kewajiban tidak terpenuhi akan menyebabkan perselisihan
antara kedua pihak yang saling mengikatkan diri dalam perjanjian yang telah
disepakati bersama. Dalam hadits dan Al-Qur’an telah jelas mengatur
bahwasannya diperbolehkan melakukan jual-beli dan perjanjian yang sudah diatur
dan syariat islam.
13

2. Pengertian Konsumen

Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tentang


Perlindungan Konsumen, Konsumen sebagai “Setiap orang pemakai barang atau
jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga,
orang lain, maupun makhluk yang lain dan tidak untuk diperdagangkan”.1
Sedangkan menurut KBBI konsumen merupakan pemakai barang hasil produksi
(bahan pakaian, makanan, dan sebagainya), penerima pesan iklan, pemakai jasa
(pelanggan dan sebagainya).2 Menurut Az Nasution definisi hukum konsumen
adalah keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah hukum yang mengatur hubungan
dan masalah antara berbagai pihak satu sama lain berkaitan dengan barang
dan/atau jasa konsumen, didalam pergaulan hidup. Adapun menurut Undang-
Undang Perlindungan Konsumen, perlindungan konsumen adalah segala upaya
yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada
konsumen.3

Pengertian konsumen menurut Philip Kotler dalam bukunya Principles of


Marketing adalah semua individu dan rumah tangga yang membeli atau
memperoleh barang atau jasa untuk dikonsumsi pribadi.4 Konsumen sendiri
dibedakan menjadi dua:

Konsumen akhir yaitu konsumen yang mengonsumsi secara langsung produk


yang diperolehnya. Menurut BPHN (Badan Pembinaan Hukum Nasional)
pemakai akhir dari barang, digunakan untuk keperluan diri sendiri atau orang lain
dan tidak diperjual belikan. Konsumen antara adalah konsumen yang memperoleh
produk untuk memproduksi produk lainnya. Contoh : distributor, agen, dan

1
Rosmawati, Pokok-Pokok Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta: Prenadamedia Group, 2018) h. 4.
2
https://kbbi.web.id/konsumen Diakses pada 22/11/2021 pukul 11:18WIB.
3
Rosmawati, Pokok-Pokok Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta: Prenadamedia Group, 2018) h.
33.
4
Rosmawati, Pokok-Pokok Perlindungan Konsumen, (Jakarta: Prenadamedia Group, 2018) h. 3.
14

pengecer. Membeli bagi orang yang memperoleh suatu barang dengan cara
membeli, tentu ia terlibat dengan suatu perjanjian dengan pelaku usaha, dan
konsumen memperoleh perlindungan hukum melalui perjanjian tersebut. Cara
lain selain membeli, yakni hadiah, hibah, dan warisan. untuk cara yang kedua ini,
konsumen tidak terlibat dalam suatu hubungan kontraktual dengan pelaku usaha.
Sehingga konsumen tidak mendapatkan perlindungan hukum dari suatu perjanjian.

Cakupan perlindungan konsumen dapat dibedakan dua aspek, yaitu:

1) Perlindungan terhadap kemungkinan barang yang diserahkan kepada


konsumen tidak sesuai dengan apa yang telah disepakati.

2) Perlindungan terhadap diberlakukannya syarat-syarat yang tidak adil kepada


konsumen.

3. Uang Elektronik dan Transaksi Elektronik


a. Pengertian Uang Elektronik

Dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 20/6/2018 Tahun 2018 pada


Pasal 1 angka 3 menyatakan “Uang Elektronik adalah instrumen pembayaran
yang memenuhi unsur sebagai berikut :

1) Diterbitkan atas dasar nilai uang yang disetor terlebih dahulu kepada
penerbit;
2) Nilai uang disimpan secara elektronik dalam suatu media server atau chip
dan
3) Nilai uang elektronik yang dikelola oleh penerbit bukan merupakan
simpanan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur
mengenai perbankan.”

Uang elektronik adalah pembayaran elektronik yang diperoleh dengan


menyetorkan terlebih dahulu sejumlah uang kepada penerbit, baik secara
langsung, maupun melalui agen-agen penerbit, atau dengan pendebitan
15

rekening di bank dan nilai uang tersebut dimasukkan menjadi nilai uang dalam
media uang elektronik, yang dinyatakan dalam satuan rupiah, yang digunakan
untuk melakukan transaksi pembayaran dengan cara mengurangi secara
langsung nilai uang pada media uang elektronik tersebut.5

b. Pengertian Transaksi Elektronik


Transaksi elektronik menurut Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016
perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik yang menyatakan : “Transaksi Elektronik adalah
perbuatan hukum yang dilakukan dengan menggunakan komputer, jaringan
komputer, dan/atau media elektronik lainnya. Transaksi saat ini yang
berkembang dimasyarakat tidak lepas dari e-commerce yang menjamur untuk
melakukan jual-beli secara online. Banyak e-commerce di Indonesia, salah
satunya shopee yang sudah memiliki metode pembayaran secara online
menggunakan cara transfer melalui shopeepay. Menurut Laudon, e-commerce
yaitu suatu proses untuk menjual dan membeli produk-produk secara
elektronik oleh konsumen dan dari perusahaan ke perusahaan dengan
perantara komputer yaitu memanfaatkan jaringan komputer. Sedangkan
menurut David Baum, e-commerce adalah satu set teknologi, aplikasi-
aplikasi, dan proses bisnis yang dinamis untuk menghubungkan perusahaan,
konsumen, dan masyarakat melalui transaksi elektronik dan pertukaran
barang, pelayanan, dan informasi yang dilakukan secara elektronik.6
ShopeePay merupakan layanan dompet digital yang ditawarkan oleh shopee.
Dan dapat digunakan untuk: 1. Transaksi online di aplikasi ataupun website
shopee. 2. Transaksi online juga dapat dilakukan di luar shopee, seperti di
aplikasi ataupun website merchant. 3. Transaksi offline dengan merchant yang

5
Veithal Rivai, dkk., Bank and Financial Institution Management, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
2001) h. 1367.
6
https://bpptik.kominfo.go.id/2014/12/19/645/e-commerce/ Diakses pada tanggal 27/11/2021 pukul
19:32.
16

menerima pembayaran melalui QRIS dan shopeepay. 4. Menerima atau


transfer pembayaran ke kontak anda dan menarik saldo ke rekening bank.7
4. Dasar Hukum dan Syarat Sah Perjanjian
a. Hukum Perjanjian
Menurut ketentuan Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
dinyatakan bahwa perjanjian (persetujuan) adalah : “Suatu persetujuan adalah
perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap
satu orang lain atau lebih”. Dari isi ketentuan Pasal 1313 Kitab Undang-
Undang Hukum Perdata tersebut diatas dapat ditarik unsur-unsur dari
perjanjian yaitu : (1) Unsur perbuatan (2) Unsur satu orang atau lebih
mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih. Perjanjian dalam arti
sempit hanya mencakup perjanjian yang ditujukan kepada hubungan hukum
dalam Buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Sedangkan perjanjian
dalam arti luas mencakup semua perjanjian yang menimbulkan akibat hukum
sebagaimana yang dikehendaki para pihak.8. Perikatan yang bersumber dari
undang-undang terbagi menjadi : a. Bersumber dari undang-undang saja; b.
Bersumber dari undang-undang karena perbuatan manusia.
Sebelum menggunakan istilah, hendaknya mengetahui isi dan makna
istilah tersebut. “Verbintenis” berasal dari kata kerja verbiden yang artinya
mengikat, jadi menunjukkan adanya ikatan atau hubungan. Hal ini sesuai
dengan definisi dari perikatan yaitu sebagai suatu hubungan hukum. Atas
pertimbangan tersebut, maka selanjutnya kita menggunakan istilah
verbintenis untuk diterjemahkan menjadi perikatan. Sedangkan
‘Overeenkomst’ berasal dari kata overeenkomen yang berarti setuju atau
sepakat, jadi overeenkomst mengandung arti kata sepakat, hal ini tentunya

7
https://help.shopee.co.id/s/article/Apa-itu-ShopeePay Diakses pada tanggal 27/11/2021 pukul
19:46.
8
J Satrio, Hukum Perikatan Yang Lahir dari Perjanjian Buku I, Cet.I, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti,
1995) h.28.
17

sesuai dengan salah satu asas dari perjanjian yaitu asas konsensualitas
(perjanjian lahir sejak detik tercapainya kata sepakat). Oleh karena itu
terjemahan dari overeenkomst harus dapat mencerminkan asas kata sepakat
tersebut, maka istilah overeenkomst lebih tepat diterjemahkan menjadi
persetujuan.9
Perbedaan antara perikatan yang lahir dari perjanjian dengan perikatan
yang lahir dari undang-undang adalah
1) Perikatan yang lahir dari perjanjian yakni akibat-akibat hukum yang
ditimbulkan memang dikehendaki oleh para pihak karena sebelum
lahirnya perikatan sudah didahului oleh perjanjian yang disepakati oleh
para pihak;
2) Perikatan yang lahir dari undang-undang yakni akibat-akibat hukum yang
ditimbulkan sudah ditentukan oleh undang-undang, jadi adakalanya akibat
hukum yang ditimbulkan tidak dikehendaki oleh para pihak.10
b. Asas-Asas Dalam Hukum Perjanjian
Dalam perjanjian terdapat asas-asas yang harusnya dipatuhi sebelum
terjadinya peristiwa hukum, diantaranya sebagai berikut :
1) Asas Kekuatan Mengikat
Asas ini dikenal dengan istilah asas pacta sun servanda yang berkaitan
erat dengan daya mengikatnya suatu perjanjian. Terdapat pada Pasal 1338
ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyatakan “Semua
persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi
yang membuatnya”. Jadi, dalam perjanjian pihak yang sepakat dengan
perjanjian itu, menjadi undang-undang bagi para pihak. Menurut Subekti
tujuan asas kekuatan mengikat untuk memberikan perlindungan kepada
pihak pembeli (dalam perjanjian jual beli) agar mereka tidak perlu merasa

9
R. Setiawan, Pokok-Pokok Hukum Perikatan, Cet. VI, (Bandung: Putra Bardin, 1999) h. 2.
10
Zakiyah, Hukum Perjanjian Teori dan Perkembangannya, (Yogyakarta: Lentera Kreasindo, 2015) h. 6.
18

khawatir akan hak-haknya karena perjanjian yang mereka buat tersebut


berlaku sebagai undang-undang bagi para pihak yang membuatnya.11

2) Asas Itikad Baik

Itikad baik berarti bahwa kedua belah pihak dalam perjanjian harus
berlaku yang satu terhadap yang lain seperti patut saja antara orang-orang
sopan, tanpa tipu daya, tanpa tipu muslihat, tanpa akal-akalan, tanpa
mengganggu pihak lain, tidak dengan melihat kepentingan sendiri saja,
tetapi juga melihat kepentingan pihak lain. Pengertian itikad baik
mengandung dua dimensi, yaitu itikad baik dalam dimensi subyektif yang
mengarah kepada kejujuran, sedangkan itikad baik dalam dimensi
obyektif diartikan sebagai kerasionalan, kepatutan dan keadilan. Itikad
baik dalam konteks Pasal 1338 ayat (3) Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata didasarkan kepada kerasionalan, kepatutan dan keadilan.

3) Asas Konsensualitas

Arti dari asas konsensualitas adalah suatu perjanjian sudah ada / telah
lahir sejak detik tercapainya kata sepakat tentang hal-hal yang pokok
dalam perjanjian. Terdapat pada Pasal 1320 Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata yaitu syarat-syarat perjanjian yang pertama yaitu adanya
kata sepakat. Pengecualian terhadap asas konsensualitas adalah dalam hal
suatu perjanjian disyaratkan suatu bentuk/formalitas tertentu (perjanjian
formil), dengan ancaman batal apabila tidak dipenuhinya formalitas
tersebut seperti pada perjanjian perdamaian yang harus dibuat secara
tertulis.12

c. Syarat Sah Perjanjian

11
Zakiyah, Hukum Perjanjian Teori dan Perkembangannya, (Yogyakarta: Lentera Kreasindo, 2015) h.
21.
12
Zakiyah, Hukum Perjanjian Teori dan Perkembangannya, °°° h. 22.
19

Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 1320, syarat sah


perjanjian harus terpenuhi empat syarat :
1) Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya. Artinya adanya kesepakatan
antara pihak-pihak yang melakukan perjanjian. Didalam transaksi jual-
beli yang dijadikan dasar adalah perjanjian dari pelaku usaha dan
konsumen. Kesepakatan yang terjadi antara pelaku usaha dan konsumen
secara yuridis haruslah bebas. Dalam arti tidak terdapat cacat kehendak
yang meliputi adanya penipuan, paksaan, dan kekhilafan.13 Kedua pihak
dalam mengikatkan dirinya pada perjanjian tidak boleh ada paksaan dari
pihak manapun.
2) Kecakapan untuk membuat suatu perikatan. Menurut buku Hukum
Ketenagakerjaan yang ditulis Prof. Dr. Abdullah Sulaiman S.H., M.H.
pada ketentuan Pasal 1320 ayat (2) BW, yaitu adanya kecakapan untuk
membuat perikatan. Orang yang membuat suatu perjanjian harus cakap
menurut hukum. Pada asasnya setiap orang yng sudah dewasa atau akil
balig dan sehat pikirannya adalah cakap menurut hukum.14 Tak cakap
untuk membuat perjanjian adalah orang yang belum dewasa, mereka yang
dibawah pengampuan, perempuan yang ditetapkan oleh undang-undang.
Terdapat dalam Pasal 1330 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Orang yang belum dewasa yaitu anak-anak, sedangkan orang dibawah
pengampuan yaitu orang yang sakit jiwa yang tidak dapat
mempertanggungjawabkan perbuatannya. Adapun perempuan yang
dibolehkan melakukan perjanjian yakni perempuan yang sudah menikah
meskipun usia dibawah tujuh belas tahun.

13
Abdullah Sulaiman, Hukum Ketenagakerjaan/Perburuhan, (Jakarta: Yayasan Pendidikan, 2019) h.
155.
14
Abdullah Sulaiman, Hukum Ketenagakerjaan/Perburuhan, °°° h. 155.
20

3) Suatu hal tertentu. Dalam perjanjian harus jelas barang yang


diperjanjikan. Syarat ini perlu karena jika ada perselisihan, antara pelaku
usaha dan konsumen mengetahui hak dan kewajiban.
4) Suatu sebab yang halal. Dalam buku Prof. Dr. Abdullah Sulaiman S.H.,
M.H mengutip pendapat Soetoyo menyebutnya sebagai causa yang
diperbolehkan dengan alasan istilah halal lebih mengarah kepada agama.
Causa yang diperbolehkan menunjuk pada objek perjanjian jual-beli
asalkan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan,
kesusilaan, dan ketertiban umum.15 Artinya disini bukan halal menurut
syariat islam, namun halal disini menunjukkan yang diperbolehkan secara
peraturan dan undang-undang yang berlaku. Keempat syarat tersebut
bersifat kumulatif, artinya harus dipenuhi semuanya baru dapat dikatakan
bahwa perjanjian tersebut sah. Syarat kemampuan kecakapan dan
kemauan bebas kedua belah pihak dalam membuat perjanjian pada
hukum perdata disebut syarat subjektif karena menyangkut mengenai
orang yang membuat perjanjian, sedangkan syarat adanya pekerjaan yang
diperjanjikan dan hal itu harus halal disebut syarat objektif karena
menyangkut objek perjanjian.16
5. Kontrak Baku
a. Pengertian Kontrak Baku
Kontrak biasanya disamakan dengan perjanjian dalam bentuk tertulis dalam
arti kontrak lebih sempit dari perjanjian karema ditujukan kepada perjanjian atau
persetujuan yang tertulis, sedangkan perjanjian biasanya dalam bentuk lisan.
Namun demikian, antara kontrak dengan perjanjian memiliki arti yang sama yaitu
keduanya mengandung janji atau kesanggupan pihak tertentu melaksanakan
sesuatu, yang dalam hukum perjanjian disebut prestasi berupa menyerahkan

15
Abdullah Sulaiman, Hukum Ketenagakerjaan/Perburuhan, °°° h. 157.
16
Abdullah Sulaiman, Hukum Ketenagakerjaan/Perburuhan, °°° h. 158.
21

sesuatu, melaksanakan sesuatu, dan tidak melaksanakan sesuatu sebagaimana


yang tercantum pada Pasal 1234 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Klausula baku (ketentuan sepihak) perlu diatur dalam peraturan perundang-
undangan karena posisi tawar dari konsumen tidak cukup tinggi dibandingkan
dengan pelaku usaha. Kontrak baku dibuat secara standar oleh salah satu pihak
yang secara psikologis ekonomis berada dalam kedudukan yang lebih tinggi. Pasal
1 Angka 10 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen mendefinisikan, klausula baku adalah setiap aturan dan
syarat yang telah dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh
pelaku usaha yang dituangkan dalam suatu dokumen dan/atau perjanjian yang
mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen.17 Hal tersebut merupakan salah satu
syarat kontrak baku. Adapun syarat selanjutnya yaitu klausula eksonerasi menurut
Rijken adalah klausul yang dicantumkan dalam suatu perjanjian dengan mana satu
menghindarkan diri untuk memenuhi kewajibannya membayar ganti rugi
seluruhnya atau terbatas yang terjadi karena ingkar janji atau perbuatan melanggar
hukum.18
b. Ciri-Ciri Kontrak Baku
Klausula baku yang berkembang dalam masyarakat memiliki beberapa ciri-
ciri antara lain, sebagai berikut :
1) Bentuknya tertulis meliputi naskah perjanjian secara keseluruhan dan
dokumen bukti perjanjian yang memuat syarat-syarat baku.
2) Format dibakukan meliputi model, rumusan, dan ukuran dibakukan
artinya sudah ditentukan model, rumusan dan ukurannya.
3) Syarat-syaratnya ditentukan oleh pelaku usaha secara sepihak.

17
Handayani, Fajar Nugroho, Penggunaan Klausula Baku Yang Dilarang Menurut Hukum Perlindungan
Konsumen, (Uwais Inspirasi Indonesia: 2020) h. 29.
18
Ahmadi Miru, Hukum Kontrak, Perancang Kontrak, (Jakarta: PT Raja Grafindo Perkasa, 2007) h. 40.
22

4) Konsumen hanya bisa menerima atau menolak. Jika konsumen menerima


syarat-syarat perjanjian yang ditawarkan kepadanya, maka harus
menandatangani perjanjian tersebut.
5) Isi selalu menguntungkan pelaku usaha. Perjanjian baku dirancang secara
sepihak oleh pelaku usaha, sehingga perjanjian yang dibuat sedemikian
isinya akan selalu menguntungkan pelaku usaha.19
6. Kontrak Elektronik

Kontrak elektronik dapat digolongkan sebagai suatu kewajiban yang


dikenakan sanksi, karena apabila pengusaha tidak melaksanakan kewajibannya,
konsumen berhak atas ganti rugi atas kerugian yang diakibatkan oleh kelalaian
perusahaan dalam melaksanakan kewajibannya, dan sebaliknya konsumen
melaksanakan kewajibannya. Kewajibannya berdasarkan kontrak elektronik.
Kontrak elektronik berbentuk kontrak anonim karena kontrak elektronik ini tidak
diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Agar para pihak dapat
menegakkan keabsahan kontrak, mereka harus memenuhi syarat-syarat keabsahan
kontrak yang ditentukan dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata.20

Pasal 47 Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2012 Penerapan sistem


elektronik dalam transaksi mencakup syarat kontrak elektronik, yaitu adanya
kesepakatan antara para pihak, dikelola atau diberi wewenang oleh badan hukum
yang berwenang untuk mewakili sesuai dengan ketentuan undang-undang dan
obyek jual beli tersebut tidak boleh bertentangan dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan. Hukum, etika dan ketertiban umum. Satu poin penting yang
tidak dicantumkan secara jelas dalam ketentuan diatas adalah mengenai suatu

19
Handayani, Fajar Nugroho, Penggunaan Klausula Baku Yang Dilarang Menurut Hukum Perlindungan
Konsumen, (Uwais Inspirasi Indonesia: 2020) h. 33.
20
Yapiter Mardi, Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Atas Keabsahan Kontrak Elektronik Dalam
Transaksi E-commerce, (Zona Media Mandiri: 2020) h. 44.
23

sebab yang halal atau itikad baik, padahal yang kita ketahui itikad baik adalah hal
penting dalam suatu perjanjian yang dapat melindungi para pihak dari kerugian.
Bahkan penjelasan terhadap Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2012 tentang
Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik tidak menjelaskan lebih lanjut
mengenai syarat-syarat sahnya kontrak elektronik.21

Perjanjian baku dalam bentuk digital ialah perjanjian baku yang dibuat
melalui sarana elektronik yang digunakan didalam Perdagangan Melalui Sistem
Elektronik. Berikut merupakan ciri kontrak elektronik :

1) Tanpa kertas (paperless)


Perjanjian baku disajikan secara digital untuk salah satu pihak, secara tertutup,
serta tidak menggunakan kertas melainkan silakukan secara online.
2) Tanpa tatap muka (faceless)

Perjanjian dibuat maupun ditawarkan secara digital atau biasa disebut online,
kedua belah pihak tidak bertemu secara langsung sejak penawaran hingga
penerimaan perjanjian baku, serta dapat juga sampai terlaksananya perjanjian
baku selesai.

3) Tanpa uang kartal (uang kertas dan logam) atau (cashless)

Perjanjian dilaksanakan secara online atau digital, maka transaksi dalam


perjanjian dilakukan tanpa uang kartal atau biasa disebut dengan metode
transfer. Metode pembayaran secara elektronik yaitu menggunakan kartu
(ATM, katu kredit, kartu debit, dan kartu prabayar).

4) Menggunakan tandatangan digital (digital signatures)

Tanda tangan merupakan bukti keaslian idenstitas para pihak dalam suatu

21
Wahyu Suwena Putri, dkk. Keabsahan Kontrak Elektronik Dalam Transaksi E-commerce Ditinjau Dari
Hukum Perikatan, Jurnal Analisis Hukum Volume 1, No. 2 (Undiknas: September 2018) h. 303.
24

dokumen pada perjanjian baku digital. Selain itu, tanda tangan digital adalah
tanda tangan elektronik yang telah tersertifikasi. Menurut Pasal 1 angka 12
Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi
Eletronik, Tanda tangan elektronik adalah tanda tangan yang terdiri atas
Informasi Elektronik yang dilekatkan, terasosiasi atau terkait dengan
Informasi Elektronik lainnya yang digunakan sebagai alat verifikasi dan
autentikasi. Adapun menurut Pasal 54 Peraturan Pemerintah No. 80 Tahun
2019 tentang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE), kontrak
elektronik dapat menggunakan tanda tangan elektronik sebagai tanda
persetujuan para pihak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.

5) Melampaui batas wilayah negara (borderless)

Perjanjian baku digital ditawarkan secara digital ataupun online dalam suatu
website yang dapat diakses atau disebarluaskan melalui internet, maka akses
dapat melampaui batas wilayah negara dai pihak yang menawarkan perjanjian
baku digital tersebut.22

7. Wanprestasi

Wanprestasi berasal dari bahasa Belanda yang artinya prestasi yang buruk.23
Wanprestasi mempunyai keterkaitan erat dengan somasi. Wanprestasi yaitu tidak
memenuhi atau lalai melaksanakan kewajiban yang sudah ditentukan dalam
perjanjian antara kreditur dan debitur. Menurut M. Yahya Harahap, wanprestasi
yaitu pelaksanaan kewajiban yang tidak tepat pada waktunya atau dilakukan tidak
menurut selayaknya.24

22
Johannes Gunawan, dkk, Perjanjian Baku Masalah dan Solusi, (Jakarta: Deutsche Gesselschaft fur
Internationale Zusammenarbeit (GIZ) GmbH, 2021) h. 42
23
Subekti, Hukum Perjanjian, (Jakarta: Intermasa, 1991) h. 45
24
M. Yahya Harahap, Segi-Segi Hukum Perjanjian, (Bandung: Alumni, 1986) h. 60
25

Menurut R. Soebekti, wanprestasi yaitu apabila debitur tidak melakukan apa yang
dijanjikannya, maka dikatakan ia melakukan wanprestasi. Dia alpa atau lalai atau
ingkar janji atau juga ia melanggar perjanjian bila ia lakukan atau berbuat sesuatu
yang tidak boleh dilakukan.25 Menurut kamus hukum, wanprestasi diartikan kelalaian,
kealpaan, cidera janji, tidak menepati kewajiban dalam perjanjian. 26 Adapun yang
dimaksud wanprestasi yakni suatu keadaan yang dikarenakan kelalaian atau
kesalahannya, debitur tidak dapat memenuhi prestasi seperti yang telah ditentukan
dalam perjanjian27 dan bukan dalam keadaan memaksa. Marhainis mengartikan
wanprestasi yaitu tidak memenuhi atau lalai melaksanakan kewajiban sebagaimana
yang ditentukan dalam perjanjian yang dibuat antara kreditur dengan debitur. Urgensi
wanprestasi adalah kelalaian atau kealpaan dari si debitur.28 Beberapa macam
wanprestasi dapat dirinci sebagai berikut:

a. Tidak melakukan apa yang seharusnya akan dilakukannya.


b. Melaksanakan yang dijanjikan tetapi tidak sebagaimana yang dijanjikan.
c. Melakukan apa yang dijanjikan namun terlambat.
d. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilaksanakan.29

Wanprestasi atau kealpaan dapat diancam dengan beberapa sanksi yaitu : a.


Membayar kerugian yang diderita oleh kreditur yang dengan ganti rugi, b.
Pembatalan perjanjian atau pemecahan perjanjian, c. Peralihan resiko, d.
membayar biaya perkara, jika sampai diperkarakan di muka hakim. Undang-
undang juga mengamanatkan ketentuan apa yang dapat dimasukkan dalam bentuk

25
Subekti, Hukum Perjanjian, (Jakarta: Intermasa, 1991) h. 45.
26
Sudarsono, Kamus Hukum, (Jakarta: Rineka Cipta, 2007) h. 578.
27
Dermina Dalimunthe, Akibat Hukum Wanprestasi Dalam Perspektif Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata (BW) Jurnal Al-Maqasid Volume 3 Nomor 1 Edisi Januari-Juni, (IAIN Padangsidimpuan, 2017)
h.13.
28
Marhainis Abdulhay, Hukum Perdata Materil, (Jakarta: Pradya Paramita, 2001) h. 53.
29
Subekti, Hukum Perjanjian, (Jakarta: Intermasa, 1991) h. 45.
26

ganti rugi, sesuai dengan Pasal 1247 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang
menyatakan “Siberutang hanya diwajibkan mengganti biaya, rugi dan bunga yang
nyata telah ada atau sedianya harus dapat digunakan sewaktu perikatan dilahirkan,
kecuali hal tidak dipenuhinya perikatan itu disebabkan karena suatu tipu muslihat
yang dilakukan olehnya”.30

B. Kerangka Teori
1. Teori Perlindungan Konsumen

Dalam buku pengantar ilmu hukum yang ditulis oleh Prof. Dr. Abdullah
Sulaiman S.H., M.H. yang mengutip pendapat Prof. Dr. Sudikno Mertokusumo,
S.H. dalam fungsinya sebagai perlindungan kepentingan manusia hukum
mempunyai tujuan. Hukum mempunyai sasaran yang tidak mampu dicapai.
Selanjutnya dikemukakan bahwa adapun tujuan pokok hukum adalah menciptakan
tatanan masyarakat yang tertib, menciptakan ketertiban dan keseimbangan dengan
tercapai ketertiban di dalam masyarakat diharapkan kepentingan manusia akan
terlindungi.31 Dalam tujuan pokok hukum tersebut, teori perlindungan konsumen
hadir yakni menciptakan ketertiban dalam menjalankan transaksi maupun kegiatan
jual beli.

Perlindungan konsumen menurut Mochtar Kusumaatmadja adalah


keseluruhan asas-asas serta kaidah-kaidah hukum yang mengatur mengenai
hubungan dan masalah antara berbagai pihak satu dengan yang lain, dan berkaitan
dengan barang atau jasa konsumen di dalam pergaulan hidup manusia.32

30
Dermina Dalimunthe, Akibat Hukum Wanprestasi Dalam Perspektif Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata (BW) Jurnal Al-Maqasid Volume 3 Nomor 1 Edisi Januari-Juni, (IAIN Padangsidimpuan, 2017)
h.22.
31
Abdullah Sulaiman, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah, 2019) h. 35.
32
Happy Susanto, Hak-hak Konsumen Jika Dirugikan, (Jakarta: Visimedia, 2008) h.4.
27

Kaidah dalam perlindungan konsumen merupakan hubungan yang saling


berkaitan antara pelaku usaha dan konsumen dalam melakukan transaksi jual beli.
Hukum perlindungan konsumen menurut Az. Nasution adalah bagian dari hukum
konsumen yang memuat asas-asas atau kaidah-kaidah yang bersifat mengatur dan
mengandung sifat yang melindungi kepentingan konsumen, sedangkan hukum
konsumen adalah hukum yang mengatur hubungan dan masalah antara berbagai
pihak satu sama lain berkaitan dengan barang atau jasa konsumen. Hukum
perlindungan konsumen yang berlaku di Indonesia memiliki dasar hukum yang
telah ditetapkan oleh pemerintah.33

Dalam buku pengantar ilmu hukum yang ditulis oleh Prof. Dr. Abdullah
Sulaiman S.H., M.H. yang mengutip pendapat dari Dr. E. Utrecht, S.H. tugas
hukum itu menjamin kepastian dalam hubungan hubungan yang kedapatan, dalam
pergaulan masyarakat. Kepastian ini kepastian yang dicapai oleh karena hukum
dalam tugas itu otomatis tersimpul dua tugas lain, yang kadang-kadang tidak dapat
disetarakan, yaitu hukum yang harus menjamin keadilan maupun hukum harus
berguna. Akibatnya, kadang-kadang yang adil terpaksa dikorbankan. Di samping
kedua tugas itu ada tugas ketiga. Hukum bertugas politionil (politionele taak van
hot recht). Hukum menjaga supaya dalam masyarakat tidak terjadi “eiganrichting”
(mengadili sendiri). Tiap perkara (hukum) harus diselesaikan dengan perantaraan
hakim, yakni berdasarkan hukum.34 Hukum hadir agar tercipta kepastian dalam
kegiatan atau peristiwa hukum yang terjadi pada masyarakat. Kepastian hukum
juga dapat memberi perlindungan kepada pelaku usaha dan konsumen agar saling
terpenuhinya hak dan kewajiban sehingga tidak merugikan salah satu pihak.
Kepastian hukum tersebut yang menjadikan patokan keadilan dalam hukum.

33
Happy Susanto, Hak-hak Konsumen Jika Dirugikan, (Jakarta: Visimedia, 2008) h.4.
34
Abdullah Sulaiman, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah, 2019) h. 37.
28

Menurut buku Pengantar Ilmu Hukum yang ditulis Prof. Dr. Abdullah
Sulaiman S.H., M.H. mengutip pendapat Dr. Soerjono Soekanto,S.H., M.A.
mengemukakan bahwa keadilan merupakan suatu keadaan serasi yang membawa
ketentraman di dalam hati orang, yang apabila diganggu akan menimbulkan
kegoncangan. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa keadilan senantiasa
mengandung suatu unsur penghargaan, rasa akan keadilan telah dibawa oleh
manusia sadari kecil; pengalaman sehari-hari lama kelamaan menimbulkan
keinsafan atas keadilan manusia, dengan patokan bahwa barang siapa yang berjasa
harus menerima anugerah dan siapa yang berbuat salah harus menerima hukuman
yang setimpal dengan kesalahannya.35

2. Teori Perjanjian

Perikatan yaitu suatu hubungan hukum antara sejumlah subjek-subjek hukum


yang berkaitan dengan itu, seorang atau beberapa orang daripadanya mengikatkan
dirinya untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu terhadap orang lain.36
Menurut Subekti, perjanjian ialah suatu perhubungan hukum antara dua orang atau
dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari
pihak lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu.37

Dalam buku Hukum Ketenagakerjaan/Perburuhan yang ditulis Prof. Dr.


Abdullah Sulaiman S.H., M.H. mengutip pendapat Prof. Subekti S.H. menyebut
sepakat sebagai perizinan, yaitu kedua subjek hukum yang mengadakan perjanjian
itu harus sepakat, setuju atau seia sekata mengenai hal-hal pokok dari perjanjian
yang diadakan itu. Apa yang dikehendaki oleh pihak yang satu juga dikehendaki

35
Abdullah Sulaiman, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah, 2019) h. 46.
36
Zaeni Asyhadie, Hukum Bisnis, (Jakarta: Raja Grafindo, 2008) h. 22.
37
Subekti, Hukum Perjanjian, (Jakarta: Intermasa, 2018) h. 1.
29

oleh pihak yang lain. mereka menghendaki sesuatu yang sama secara timbal
balik.38 Adapun pengertian perjanjian menurut beberapa ahli :

Menurut pendapat Sri Soedewi Masjehoen Sofwan menyebutkan bahwa


“perjanjian itu yaitu suatu peraturan hukum dimana seorang atau lebih
mengingatkan dirinya terhadap seorang lain atau lebih.”

a. Menurut R Wirjono Prodjodikoro menyebut bahwa perjanjian dapat


didefinisikan “suatu perbuatan hukum mengenai harta benda kekayaan antara
dua pihak, dalam satu pihak berjanji atau bersepakat untuk melakukan suatu
hal atau tidak melakukan suatu hal, sedang pihak lain ada hak untuk
melaksanakan janji tersebut.”
b. Menurut A. Qirom Samsudin Meliala bahwa “perjanjian yaitu suatu peristiwa
jika seorang berjanji kepada orang lain maupun dimana orang lain itu saling
bersepakat untuk melakukan sesuatu hal.”39

Menurut Subekti dalam bukunya hukum perjanjian, hubungan antara perikatan dan
perjanjian adalah bahwa perjanjian itu menciptakan perikatan. Perjanjian yaitu sumber
perikatan, disampingnya sumber-sumber lain. Suatu perjanjian juga di namakan
persetujuan, karena dua pihak itu setuju untuk melaksanakan sesuatu. Dapat dikatakan
bahwa dua perkataan (perjanjian dan persetujuan) itu adalah sama artinya. Perjanjian
merupakan sumber penting yang menimbulkan perikatan. Perikatan banyak lahir dari
perjanjian, tetapi sebagaimana ada juga sumber-sumber lain yang menimbulkan
perikatan. Jadi, perikatan timbul dari perjanjian dan perikatan yang lahir dari undang-
undang.40

C. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu

38
Abdullah Sulaiman, Hukum Ketenagakerjaan/Perburuhan, (Jakarta: Yayasan Pendidikan, 2019) h.
155.
39
Lena Griswanti, Perlindungan Hukum Terhadap Penerima Lisensi Dalam Perjanjian, (Tesis Universitas
Gadjah Mada, 2005) h. 87.
40
Subekti, Hukum Perjanjian, (Jakarta: Intermassa, 2018) h. 1.
30

Dalam penelitian skripsi ini, peneliti merujuk kepada skripsi, maupun jurnal
terdahulu, dengan mencari apa yang menjadi persamaan dan perbedaan dalam rumusan
masalah yang dikaji dalam rujukan dengan yang dikaji oleh peneliti, diantaranya adalah
sebagai berikut :
1. Skripsi yang disusun oleh Berliana Addini mahasiswa Imu Hukum Universitas
Sriwijaya pada tahun 2020.41 Dalam skripsi ini lebih membahas tentang Putusan
Mahkamah Konstitusi Nomor 91/PUU-XV/2017 sebagai payung hukumnya.
Sementara peneliti membahas tentang Pola Perjanjian Aplikasi Shopee Dalam
Jual-Beli Elektronik. Persamaan skripsi ini dengan peneliti yakni membahas
tentang transaksi elektronik.
2. Skripsi yang disusun oleh Ruli Agustin mahasiswa Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah pada tahun 2020. Dalam skripsi ini membahas tentang Perlindungan
Hukum Dalam Perjanjian Elektronik Pada E-Commerce.42 Sedangkan peneliti
membahas tentang Pola Perjanjian Aplikasi Shopee Dalam Jual-Beli Elektronik.
Persamaan skripsi ini dengan peneliti yakni sama-sama membahas tentang
perjanjian pada e-commerce.
3. Skripsi yang disusun oleh Rynaldi Gregorius Purba mahasiswa Universitas
Sumatera Utara pada tahun 2021. Dalam skripsi ini membahas tentang
Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Shopee (E-Commerce) Yang
Menerima Produk Berbeda Dengan Produk Yang Dideskripsikan Dan
Diperjanjikan.43 Sedangkan penulis membahas Pola Perjanjian Aplikasi Shopee
Dalam Jual-Beli Elektronik. Namun, adapula persamaan dari skripsi tersebut ialah
sama-sama membahas e-commerce Shopee.

41
Berliana Addini, Eksistensi E-Money Sebagai Alat Pembayaran Dalam Transaksi Elektronik Setelah
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 91/PUU-XV/2017, Skripsi, (Palembang: Universitas Sriwijaya,
2020)
42
Ruli Agustin, Perlindungan Hukum Dalam Perjanjian Elektronik Pada E-Commerce, Skripsi, (Jakarta:
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2020)
43
Rynaldi Gregorius Purbo, Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Shopee (E-Commerce) Yang
Menerima Produk Berbeda Dengan Produk Yang Dideskripsikan Dan Diperjanjikan, Skripsi, (Sumatera
Utara: Universitas Sumatera Utara, 2021)
31

4. Jurnal yang ditulis oleh Rifqy Tazkiyyaturrohmah mahasiswa Institut Agama


Islam Riyadlotul Mujahidin Ponorogo pada tahun 2018. Dalam jurnal ini
membahas tentang Eksisteni Uang Elektronik Sebagai Alat Transaksi Keuangan
Modern.44 Sedangkan penulis membahas Pola Perjanjian Aplikasi Shopee Dalam
Jual-Beli Elektronik. Adapun persamaan dari skripsi tersebut adalah sama-sama
membahas tentang uang elektronik dan digunakan untuk transaksi elektronik.
5. Jurnal yang ditulis oleh Roman Situngkir dari Universitas Muhammadiyah
Sumatera Utara.45 Dalam jurnal ini peneliti membahas mengenai sejarah
penggunaan e-money di Indonesia berdasarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor
16/8/PBI/2014 tentang perubahan atas Peraturan Bank Indonesia Nomor
11/12/PBI/2009 tentang Uang Elektronik. Selain itu, dalam jurnal ini juga
menjelaskan penggunaan e-money bertentangan dengan Undang-Undang Nomor
7 Tahun 2011 tentang Mata Uang. Dalam hal ini, sejalan dengan penulis yaitu
sama-sama membahas tentang uang elektronik. Akan tetapi, ada perbedaan
signifikan jurnal ini membahas penggunaan e-money berdasarkan Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 2011. Sedangkan penulis membahas tentang Pola
Perjanjian Antara Aplikasi Shopee Dalam Jual-Beli Elektronik.

44
Rifqy Tazkiyyaturrohmah, Eksistensi Uang Elektronik Sebagai Alat Transaksi Keuangan Modern,
Jurnal, (Ponorogo: Institut Agama Islam Negeri Ponorogo, 2018)
45
Roman Situngkir, Penggunaan E-Money Berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 Tentang
Mata Uang, Jurnal Ilmu Hukum Fakultas hukum UMSU Volume 3 Nomor 1, Januari-Juni, (Sumatera
Utara, 2018)
BAB III

PERJANJIAN ANTARA KONSUMEN DENGAN PIHAK USAHA SHOPEE


DALAM PENGGUNAAN ELEKTRONIK

A. ShopeePay Fitur Pembayaran di Shopee

Shopee yaitu salah satu platform e-commerce yang menyediakan barang untuk
terjadinya transaksi elektronik tanpa harus bertemu antara penjual dan pembeli. Shopee
pertama kali di Indonesia tahun 2015 menjadi situs marketplace. Sekarang ini tidak
hanya Shopee, ada Tokopedia, Lazada, dan masih banyak lagi e-commerce yang sudah
dikenal banyak orang di Indonesia. Bukan hanya menawarkan banyak barang dengan
harga miring, tetapi Shopee memiliki cara pembayaran yang berbeda dari e-commerce
yakni shopeepay.

Gambar 3.1

Logo Shopee

Sumber : Peneliti mengambil dari internet 2021

32
33

ShopeePay yaitu cara pembayaran non-tunai yang dimiliki Shopee untuk melakukan
transaksi ataupun pembayaran barang yang sudah dibeli oleh konsumen. Cara
pembayaran ini cukup mudah dan tidak ada biaya admin. Sehingga cara pembayaran
ini cenderung lebih diminati orang-orang yang sudah paham cara pembayaran
shopeepay atau bisa disebut cara membayar barang transfer melalui aplikasi Shopee.
Selain itu, cara pembayaran di Shopee bisa transfer menggunakan ATM (automatic
teller machine), COD (cash on delivery), bisa juga melalui Alfamart atau Indomart.

Pemerintah sudah menerbitkan Peraturan Bank Indonesia Nomor 20/6/PBI/2018


mengenai Uang Elektronik dan mencabut Peraturan Bank Indonesia Nomor
11/12/PBI/2009 tentang uang elektronik beserta segala peraturan perubahannya. PBI
No. 20/6/2018 menjadi penguat aspek untuk meningkatkan penggunaan uang
elektronik seiring perkembangan industri uang elektronik serta terciptanya persaingan
usaha yang sehat. Pada Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/12/PBI/2009 tentang
Uang Elektronik tidak menjelaskan secara rinci terkait manajemen resiko yang
seharusnya dilakukan penyelenggara uang elektronik untuk menjaga stabilitas
perekonomian nasional, sehingga dilakukan penyelenggara uang elektronik untuk
menjaga stabilitas perekonomian nasional, sehingga diperlukan kebijakan baru yang
secara detail membahas berkenaan dengan penerapan manajemen resiko yang terdapat
pada Pasal 35 Peraturan Bank Indonesia Nomor 20/6/2018 tentang Uang Elektronik
yang kemudian mencabut Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/12/PBI/2009 tentang
Uang Elektronik. Penerapan manajemen resiko untuk resiko keuangan bagi penerbit
dilakukan dengan pembatasan nilai uang elektronik dan pengelolaan dana float.
Penerapan standar keamanan sistem informasi uang elektronik diatur pada Pasal 36
PBI 20/6/2018. Peningkatan standar keamanan transaksi uang elektronik dilakukan
melalui penggunaan otentifikasi paling sedikit dua faktor dengan tingkat keamanan
yang lebih tinggi pada uang elektronik dengan nilai uang yang diatas Rp 2.000.000
(dua juta rupiah) dengan menerapkan penggunaan PIN (Personal Identification
Number) dan mewajibkan penggunaan OTP (One Time Password) untuk transaksi
34

pembayaran tertentu (Pasal 37 PBI 20/6/2018).Pada prinsip dan ruang lingkup


penyelenggaraan uang elektronik Pasal 2 Peraturan Bank Indonesia 20/6/2018 bahwa
penyelenggaraan uang elektronik dilakukan dengan memenuhi prinsip : a. Tidak
menimbulkan risiko sistemik yaitu tidak merugikan orang atau pengguna uang
elektronik entah dari e-commerce seperti halnya shopeepay atau aplikasi yang
menggunakan uang elektronik lainnya. b. Operasional dilakukan berdasarkan kondisi
keuangan yang sehat artinya memudahkan dan membangkitkan serta mempermudah
pembayaran dari segi pembayaran digital yang tengah diminati masyarakat. c.
Penguatan perlindungan konsumen yakni uang terdapat pada penyedia uang elektronik
sudah seharusnya dilindungi agar tidak terjadi kasus atau masalah mengenai hilangnya
uang elektronik di masyarakat, karena banyak sekali sengketa hilangnya uang
elektronik seperti halnya hilangnya uang saat transaksi elektronik di shopeepay. d.
Usaha yang bermanfaat bagi perekonomian Indonesia yaitu penyelenggaraan uang
elektronik ini hadir agar memudahkan transaksi elektronik guna memberikan
kemudahan dalam memajukan ekonomi. e. Pencegahan pencucian uang dan pendanaan
terorisme yakni uang elektronik sudah seharusnya diatur oleh pemerintah karena
berakibat fatal jika untuk perbuatan yang disalah gunakan oleh oknum. Seperti halnya
shopeepay yang seharusnya memperketat perlindungan dalam hal transaksi elektronik
yang sedang diminati masyarakat.

Pasal 3 ayat (1) berdasarkan lingkup penyelenggaraannya, uang elektronik


dibedakan menjadi : a. Closed loop, yaitu uang elektronik yang hanya dapat digunakan
sebagai instrumen pembayaran kepada penyedia barang dan/atau jasa yang merupakan
penerbit uang elektronik tersebut; dan b. Open loop, yaitu uang elektronik yang dapat
digunakan sebagai instrumen pembayaran kepada penyedia barang dan/atau jasa yang
bukan merupakan penerbit uang elektronik tersebut. Uang elektronik yang terdapat
pada shopeepay yaitu open loop karena tidak menyediakan atau menerbitkan uang
untuk peyediaan uang elektronik akan tetapi, menyediakan aplikasi atau server untu
melakukan transaksi elektronik yang dapat diakses oleh masyarakat.
35

Pasal 3 ayat (2) uang elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
dibedakan berdasarkan : a. Media penyimpan nilai uang elektronik berupa :

1. Server based, yaitu uang elektronik dengan media penyimpan berupa server;
dan
2. Chip based, yaitu uang elektronik dengan media penyimpan berupa chip.

Dari media penyimpanan nilai uang elektronik, shopeepay menggunakan server


based sebagai penyimpanan uang elektronik di dalam aplikasi shopee. Dari server atau
aplikasi tersebut masyarakat menggunakan uang elektronik untuk melaksanakan
transaksi di aplikasi shopee melalui shopeepay. Sedangkan pencatatan data identitas
pengguna berupa : 1. Unregistered, yaitu uang elektronik yang data identitas
penggunanya tidak terdaftar dan tidak tercatat pada penerbit; dan 2. Registered, yaitu
uang elektronik yang data identitas penggunaannya terdaftar dan tercatat pada penerbit.
Pencatatan data yang dilakukan oleh shopeepay yakni secara registered walupun secara
online atau tidak langsung. Namun tercatat pada sistim yang pada shopee dengan server
serta pada pengisian identitas pengguna shopee, maupun klausula baku yang telah
dijawab atau diisi oleh pengguna shopeepay.

Pada Pasal 4 ayat (3) Peraturan Bank Indonesia 20/6/2018 bahwasanya pihak yang
mengajukan permohonan izin untuk menjadi penyelenggara harus memenuhi
persyaratan : a. Umum; dan b. aspek kelayakan. Kedua persyaratan tersebut harus
terpenuhi karena jika dari umum sendiri berarti dapat dijangkau, diakses, dan dapat
dipahami oleh seluruh masyarakat baik dari segi informasi, klausula baku yang dibuat
oleh penyelenggara uang elektronik seperti halnya shopeepay. Sedangkan aspek
kelayakan artinya penyelenggara uang elektronik seperti yang ada pada e-commerce
seperti shopeepay, itu dapat diakses, digunakan oleh semua orang. Bukan sebatas dapat
dipakai oleh masyarakat, namun dapat melindungi atau menjamin uang yang ada di
shopeepay atau penyelenggara uang elektronik tersebut aman ketika melakukan
transaksi di shopee.
36

Pada Pasal 13 ayat (1) Peraturan Bank Indonesia 20/6/2018 menyatakan bahwa
persyaratan aspek kelayakan sebagaimana dimksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf b
meliputi aspek : a) Kelembagaan dan hukum artinya penyelenggara uang elektronik
harus disetujui oleh lembaga keuangan atau bank serta mendapatkan legalitas yang
telah disetujui lembaga keuangan atau bank. b) kelayakan bisnis dan kesiapan
operasional dimaksudkan disini yaitu dapat diaksesnya bisnis dalam hal menjamin
penyelenggaraan uang elektronik unntuk dijadikan transaksi elektronik oleh seluruh
masyarakat dan meminimalisir terjadinya kendala yang dialami saat terjadinya ketika
transaksi elektronik dilakukan oleh pengguna shopeepay khususnya atau dapat juga
terjadi dengan cara pembayaran yang lain. c) tata kelola, risiko, dan pengendalian.
Dalam resiko dan pengendalian artinya resiko dari kelayakan penyelenggaraan untuk
digunakan masyarakat umum salah satunya tentang hilangnya uang ketika transaksi
elektronik. Kelayakan dari resiko seharusnya dipertimbangkan dan setidaknya
meminimalisir hal yang merugikan pengguna uang elektronik.

Kelebihan dari shopeepay ini memudahkan konsumen dalam jual beli dan
menyimpan uang tanpa potongan biaya. Dalam menggunakan shopeepay ini secara
otomatis memotong uang sesuai belanjaan dan shopee juga menyediakan fitur gratis
ongkir lebih banyak untuk pengguna shopeepay dalam jual beli. Kekurangan dari
shopeepay yaitu ketika kita membayar pesanan dan pesanan belum dikirim oleh
penjual, maka uang yang kita transfer hilang jika tidak ada pelaporan dari konsumen.

B. Deskripsi Perjanjian Pada Shopee

Hubungan yang pertama kali harus dibedah yakni hubungan perjanjian antara
pengguna shopeepay dan pihak shopee selaku penyedia jasa penyimpanan uang
elektronik. Menurut Subekti, perjanjian yaitu suatu hubungan hukum antara dua orang
atau lebih, berdasar pihak satu satu berhak menuntut sesuatu dari pihak lain, dan pihak
yang lain tersebut berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu.1 Perjanjian tersebut atas

1
Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, (Jakarta: Intermasa, 1984) h. 1.
37

persetujuan kedua pihak melalui klausula shopee yang dilakukan secara elektronik,
perjanjian yang telah disepakati hendaknya merujuk pada Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata Pasal 1313 yaitu suatu persetujuan adalah perbuatan dengan mana satu
orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Dari kasus
ini pihak shopeepay mengikatkan diri dengan pengguna shopee dengan cara
menawarkan ketentuan atau klausula baku secara online di aplikasi shopee sebelum
pengguna shopee mengakses aplikasi shopee dengan berbagai macam fitur yang ada di
shopee termasuk shopeepay yang menjadi bagian fitur dari shopee. Dalam perjanjian
ada akibat jika tidak terpenuhinya syarat subjektif yaitu perjanjian dapat dibatalkan.
Artinya salah satu pihak dapat membatalkan perjanjian yang dibuat berdasarkan
kesepakatan kedua pihak, dan perjanjian tersebut dianggap gugur. Selain syarat
subjektif, terdapat akibat jika tidak terpenuhinya syarat objektif yaitu perjanjian batal
demi hukum. Artinya perjanjian itu pernah ada dan disetujui oleh kedua pihak, namun
tidak dilaksanakan oeh kedua pihak sehingga dianggap tidak ada perjanjian yang
mengikat para pihak.

Klausula perjanjian pada shopee merupakan klausula baku yang ditetapkan pihak
shopee dan hanya dapat disetujui pengguna shopee secara sepihak. Penulisan klausula
baku pada aplikasi shopee terbilang kecil tulisannya. Klausula baku ini merugikan
pihak pengguna shopee dan pengguna shopeepay karena klausula baku memuat
ketentuan yang disediakan shopee namun tidak secara keseluruhan. Misal dalam
pengaduan atau keluhan dari pengguna shopee hanya dapat melalui chat shopee dan
yang membalas keluhan kita itu seperti robot yang hanya menawarkan pilihan yang
sekiranya mirip dengan kebutuhan kita tetapi tidak secara detail terkait permasalahan
dan shopee dalam kasus ini kurang memberi penjelasan dan informasi terkait
pengaduan, dan pemberian solusi dari pengaduan tersebut. Sehingga pengguna shopee
dan seperti kasus diatas, dapat mengadukan ke chat shopee tanpa harus konfirmasi
dahulu ke customer service pusat shopee.
38

Klausula baku ini berbasis digital seperti dalam buku Perjanjian Baku Masalah
dan Solusi yang ditulis oleh Johannes Gunawan, dimana perjanjian baku digital yang
digunakan oleh e-commerce ini tanpa menggunakan kertas melainkan melalui aplikasi
shopee, dan persetujuan perjanjian tanpa tatap muka, jika menyetujui klausula cukup
memilih “ya” untuk melanjutkan dan menggunakan aplikasi, selanjutnya cara
penyimpanan pada shopeepay tidak menyimpan uang kartal atau uang kertas maupun
logam melainkan cara pembayaran secara elektronik dan dapat digunakan untuk
transaksi secara elektronik melalui aplikasi menggunakan aplikasi shopeepay. Selain
itu, penandatanganan klausula baku juga secara digital, penandatanganan pada aplikasi
shopee yaitu sebelum menggunakan aplikasi shopee dengan mengikuti gambar yang
akan membuka kunci aplikasi shopee sehingga pengguna dapat masuk ke aplikasi
shopee. Penandatanganan yang kedua yaitu foto kartu tanda penduduk sebagai bukti
menyetujui klausula pada shopee untuk mengakses shopeepay dan pengguna
shopeepay dapat melakukan transaksi, menggunakan fitur shopeepay dengan sesuai
ketentuan yang terdapat dalam klausula baku shopee. E-commerce seperti Shopee tidak
hanya dapat dijangkau dalam negeri saja, luar negeri juga dapat menjangkau transaksi
secara elektronik yang sudah berkembang di dunia.

Adapula syarat perjanjian yang menjadi acuan terjadinya perjanjian antara pihak
shopee dengan pengguna shopeepay terdapat pada Pasal 1320 yakni ada empat
persyaratan yang wajib dipenuhi :

1. Kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya. Pengguna shopeepay


menggunakan aplikasi shopee melakukan verifikasi data dengan menggunakan
foto selfie dan Kartu Tanda Penduduk, hal ini didasarkan pada usia cakap hukum
dalam administrasi kependudukan, sedangkan dalam hal perjanjian diatur dalam
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata usia cakap hukum dalam perjanjian yaitu
21 (dua puluh satu) tahun diartikan dapat melakukan perjanjian.
2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan dimana yang kita ketahui, kecakapan
secara administrasi kependudukan dan perjanjian yang timbul karena adanya
39

perikatan tersebut berbeda. Namun pihak shopeepay menerima pengguna jika


sudah memiliki Kartu Tanda Penduduk untuk bukti dan agar bisa mengakses
aplikasi shopee. Kecakapan hukum ini juga menentukan sah atau tidaknya
perjanjian, jika salah satu pihak tidak cakap, maka perjanjian batal demi hukum.
3. Suatu pokok persoalan tertentu, dalam hal perjanjian pasti ada yang akan
diperjanjikan yakni meliputi ketentuan atau klausula dari shopee, ketentuan
penggunaan aplikasi, bagaimana cara menggunakan aplikasi, bagaimana cara
komplain dan adapula hal lain yang diperjanjikan antara pengguna shopee dan
pihak shopee dalam menggunakan aplikasi shopee atau fitur shopeepay. Persoalan
disini dapat dikatakan ketentuan atau klausula dan hal lain yang disepakati oleh
pihak yang bersepakat melakukan perjanjian yakni pengguna shopee sebagai
konsumen jasa dari pihak shopee yang memiliki fitur shopeepay. Pihak shopee
kurang mengindahkan klausula baku yang dibuatnya. Seharusnya klausula baku
memuat aturan serta solusi jika ada kendala dari pengguna atau dari aplikasi yakni
pihak shopee yang memiliki fitur shopeepay.
4. Suatu sebab yang halal ini diartikan bahwa ada suatu hal dalam perjanjian yang
diperbolehkan oleh Undang-Undang atau peraturan. Hal ini jauh berbeda makna
halal dalam arti ajaran agama islam. Pengguna shopeepay harus menyetujui sebab
halal dari ketentuan yang ada di pihak shopee, karena shopeepay merupakan salah
satu fitur dari shopee. Dalam Hukum Perdata semua boleh dilakukan kecuali ada
ketentuan atau larangan yang dalam hal ini berarti tidak boleh dilakukan oleh pihak
yang akan melaksanakan perjanjian tersebut. Dapat juga dikatakan bahwa haruslah
rinci atau mendetail terkait perjanjian secara elektronik menggunakan klausula
baku yang sudah di sepakati oleh pengguna shopeepay dan pihak shopee, jika ada
kendala terkait menyimpan uang di shopeepay itu terjamin keamanannya atau jika
ada yang memiliki masalah atau terjadi kerusakan sistem pada shopee seharusnya
dijelaskan pada klausula baku sebelum pengguna menyetujui perjanjian yang
dibuat pihak shopee.
40

Adapun hak yang tercederai dari pengguna shopeepay seperti yang terdapat pada
Undang-Undang Perlindungan Konsumen pada Pasal 4 tentang Hak Konsumen
menyatakan bahwa “Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang
dan/atau jasa yang digunakan.” Disini dikatakan konsumen jasa mendapat hak jika
terdapat keluhan yang seharusnya disuarakan dan didengarkan oleh pelaku usaha,
untuk selanjutnya pihak shopee yang terkena komplain segera memperbaiki atau
memberi kompensasi seperti yang tertera pada Pasal 4 huruf h yaitu hak untuk
mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atu penggantian, apabila barang dan/atau jasa
yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya. Dalam
pasal ini menjelaskan jika ada barang atau jasa yang tidak sesuai perjanjian maka dapat
mengajukan komplain, pengguna shopeepay dapat langsung menghubungi customer
service shopee untuk mengadukan peristiwa yang terjadi dan mencari solusi agar uang
tersebut kembali ke pengguna shopeepay. Kompensasi atau ganti rugi seharusnya
langsung diproses di hari yang sama, namun realitanya proses ganti rugi pada kasus
tersebut dapat dikatakan lambat.

Perjanjian memiliki tiga asas, namun dalam hal ini ada dua asas mengenai
substansi perjanjian yang disepakati kedua pihak yaitu :

a. Asas Kekuatan Mengikat atau Asas Pacta Sun Servanda sebagaimana menurut
Subekti dalam buku Perjanjian Teori dan Perkembangannya, menjelaskan bahwa
tujuan asas kekuatan mengikat untuk memberikan perlindungan kepada pihak
pembeli (dalam perjanjian jual beli) agar mereka tidak perlu merasa khawatir akan
hak-haknya karena perjanjian yang mereka buat tersebut berlaku sebagai undang-
undang bagi para pihak yang membuatnya.2 Asas ini dibuat dan berlaku oleh pihak
yang terlibat dalam perjanjian, perjanjian disini yang nantinya sebagai undang-
undang bagi pihak yang terlibat dan menyetujui perjanjian tersebut. Dimana
perjanjian harus jelas, terperinci dan jelas sebelum terjadi kesepakatan kedua pihak.

2
Zakiyah, Hukum Perjanjian Teori dan Perkembangannya, (yogyakarta: Lentera Kreasindo, 2015) h.21.
41

Dan seharusnya perjanjian itu tidak merugikan konsumen atau pengguna jasa
dalam hal ini pengguna shopeepay. Namun kenyataan berbanding terbalik,
perjanjian yang ditawarkan dari pihak Shopee tidak terperinci dan jelas jika nanti
pengguna shopee terdapat keluhan dalam mengakses shopeepay. Sehingga aduan
pengguna shopeepay tidak langsung diberi solusi yang semestinya. Yang dimaksud
terperinci disini ialah jika nanti ada kendala atau masalah dari aplikasi shopee,
pengguna dapat dengan mudah menghubungi pihak shopee dan masalah dapat
secara tepat diatasi.
b. Asas Konsensualitas yaitu perjanjian berlaku saat kesepakatan pihak yang terlibat
sudah ditandatangani. Asas ini terdapat pada Pasal 1320 Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata. Dimana pada asas ini perjanjian yang sudah disepakati dan
ditandatangani oleh kedua pihak, menjadi undang-undang dan berlaku secara
resmi bagi pihak yang terlibat, sudah memiliki tanggungjawab, hak dan
kewajiban dari perjanjian yang dibuat tersebut. Umumnya, perjanjian dilakukan
oleh kedua pihak atau lebih untuk menyepakati klausula perjanjian. Namun diera
digital sekarang, perjanjian dapat dilakukan secara sepihak dimana melalui
klausula baku seperti yang ditawarkan oleh shopee ke pengguna shopee.

Dalam kasus tersebut, MA sebagai penjual dan pengguna jasa e-commerce shopee
dan sebagai penjual barang secara online di shopee. Namun dalam hal ini yang
tercederai yaitu penjual MA sebagai pengguna e-commerce shopee.

Sebagaimana yang tertera pada Undang-Undang Perlindungan Konsumen Pasal 4 :

1) Hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang


dan/atau jasa artinya MA selaku pengguna shopee dan berjualan di shopee
seharusnya memberi layanan terbaik dan memberikan haknya secara layak. Shopee
selaku penyedia jasa seharusnya meminimalisir terjadinya kesalahan atau
menjadikan pengguna shopee tidak lagi merasa aman, seperti halnya hilangnya
uang pada shopeepay saat berjualan di shopee.
42

2) Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan
barang dan/ jasa artinya shopee selaku penyedia jasa seharusnya memberi
informasi yang sesuai dengan keluhan pengguna shopee, ketika shopee dalam
ketentuannya atau klausulnya belum memenuhi kebutuhan pengguna shopee.
3) Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/jasa yang digunakan
artinya ketika pengguna shopee mendapati keluhan terhadap masalah yang dialami,
seharusnya pihak shopee memberi solusi agar pengguna shopee mengetahui cara
menyelesaikan masalahnya. Dan pengguna shopee mempunyai hak untuk
menceritakan atau komplain ke pihak shopee mengenai kendala yang dialami.
4) Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian
perselisihan perlindungan konsumen secara patut. Pengguna shopee ketika sudah
melaporkan kasus atau masalah yang dialami ketika menggunakan aplikasi ke
pihak shopee, seharusnya shopee memberikan solusi untuk menyelesaikan kasus
yang dialami pengguna shopee bisa secara damai yaitu shopee mengembalikan
dana yang seharusnya dicairkan ke penjual jika barang yang dikirimkan telah
sampai ke pembeli.
5) Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak
diskriminatif. Artinya jika pengguna shopee komplain sebaiknya dilayani dengan
baik dan tidak membedakan ras, agama, atau suku, karena semua pengguna aplikasi
shopee itu sama dihadapan hukum memiliki hak dan kewajiban.
6) Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi/atau penggantian, apabila uang
penjual belum masuk ke saldo penjual atau shopeepay, maka pihak shopee wajib
mengembalikan dana yang ditahan kepada penjual. Karena buktinya barang sudah
sampai ke pembeli, karena dana yang ditahan tersebut hak penjual yang belum
diberikan saat barang belum sampai ke pembeli.
7) Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundangan-undangan lainnya.
Hak yang selayaknya didapat oleh penjual yaitu dana yang tertahan di shopee bisa
di cairkan ke saldo penjualan atau shopeepay.
43

Yang seharusnya didapatkan oleh penjual yang berjualan di shopee ini uang
jualannya segera bisa ada di saldo penjual atau shopeepay ketika pembeli sudah
menerima barang. Namun, di lain hal shopee mempunyai kebijakan yang mungkin
lebih memperhatikan hak dari pengguna shopee seperti penjual di aplikasi shopee.

Shopee memberlakukan perjanjian kemitraan dengan tujuan agar tidak terjadi


tumpang tindih antara penjual dan pembeli harus sama kedudukannya. Shopee dalam
menggunakan shopeepay mensyaratkan pengguna usia 17 tahun atau sudah menikah
dibuktikan dengan memfoto KTP (Kartu Tanda Penduduk) sebagai bukti seseorang
sudah berusia 17 tahun. Sedangkan Pasal 330 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
usia 21 Tahun. Penerapan perjanjian baku atas kesepakatan dua pihak yakni shopee
dan konsumen sesuai terhadap ketentuan pihak yang dapat menerima perjanjian maka
bertanggungjawab dengan perbuatan yang dilakukan. Shopee dalam hal ini melindungi
data pribadi konsumen dan pelaku usaha sebagai mitra maka mengenai privasi tidak
memperbolehkan pengaksesan data pribadi terkecuali atas izin tertulis dari pengguna.

Perjanjian secara elektronik yang digunakan oleh shopeepay ialah perjanjian


dengan klausula baku yang harus ditaati oleh pengguna shopee. Hal ini sesuai dengan
Pasal 1 Angka 10 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen. Klausula baku yang digunakan pihak shopee untuk
mengikatkan diri dalam perjanjian yakni klausula baku dengan perjanjian baku digital
sebagai sarana perjanjian elektronik, perjanjian tanpa menggunakan kertas dan lebih
mengandalkan jaringan komputer atau smartphone, dilakukan tanpa bertemu karena
hanya membutuhkan persetujuan melalui jaringan internet, tidak menggunakan uang
kartal serta penanda tanganan secara digital untuk menyepakati perjanjian, dan uniknya
bisa dilakukan intas negara asalkan negara tersebut sudah saling bersepakat untuk
menggunakan aturan atau klausul yang ditawarkan. Klausul baku ini dilindungi oleh
Undang-Undang akan tetapi, pelaku usaha yakni pihak shopeepay tidak boleh
melanggar asas yang ada di perjanjian. Asas kekuatan mengikat dalam hal ini
shopeepay (sebagai penyedia jasa) mengikatkan melalui perjanjian elektronik dengan
44

pengguna shopeepay (konsumen). Dua pihak yang mengikatkan diri ini yang
menimbulkan prestasi, hak ataupun kewajiban dari perjanjian yang disepakati. Selain
itu shopeepay hendak mengetahui asas itikad baik, asas ini sangat penting untuk
tercapainya kesepakatan dalam perjanjian shopeepay dengan pengguna shopeepay.
Adapun asas konsensualisme yang mendasar dari perjanjian yang dilakukan pihak
shopeepay dengan pengguna shopeepay yang telah mempercayakan uangnya untuk
disimpan dan atau menggunakannya untuk transaksi di shopee.

Sebelum terjadinya perjanjian, di shopeepay terdapat kode OTP yang berguna


untuk menjaga keamaanan privasi pengguna dalam menggunakan shopeepay. Kode
OTP biasanya berlaku dengan tenggat waktu yang terbatas dan telah ditentukan oleh
pihak shopee. Ketentuan ini berlaku terhadap semua pengguna shopee dan jika tidak
memasukkan kode OTP tersebut maka pengguna tidak dapat menggunakan shopeepay
serta fasilitas shopeepay lainnya.

Pihak shopee juga meminta akses pada telepon dengan menggunakan klausula
baku, pada saat setelah meng-instal aplikasi ada pemberitahuan bahwa “apakah shopee
dapat mengakses kontak, mengakses galeri, mengakses lokasi” dan masih banyak lagi.
Pada saat shopee mengajukan ketentuan untuk mengakses, pengguna jika ingin
menggunakan aplikasi shopee hanya bisa me klik "Ya atau tidak” selain itu tidak ada
pilihan lain untuk pengguna shopee. Pada shopeepay sendiri terdapat ketentuan
maksimal penyimpanan uang yaitu:

1. Jika shopeepay belum terverifikasi, maksimum saldo saldo shopeepay Rp.


2.000.000,-
2. Jika shopeepay sudah terverifikasi, maksimum saldo shopeepay Rp.
10.000.000,- 3

3
https://www.kompas.com/tren/read/2021/07/30/123300065/ada-ketentuan-baru-ini-cara-isi-
ulang-shopeepay-tanpa-biaya-admin?page Diakses pada tanggal 19/12/2021 pukul 22:39.
45

Belum terverifikasi yaitu ketika pengguna shopee belum mengkonfirmasi melalui


ketentuan yang tersedia pada shopee yakni foto Kartu Tanda Penduduk, akan tetapi
pihak shopee memperbolehkan menyimpan uang di shopeepay dengan maksimum
penyimpanan yang di tentukan pihak shopee. Sedangkan yang sudah melakukan
verifikasi yaitu pengguna yang sudah memverifikasikan Kartu Tanda Penduduk dan
memenuhi klausula dari pihak shopee untuk mengakses fitur shopeepay.

Gambar 3.2

Logo Shopeepay

Sumber : Peneliti mengambil dari internet 2021

Prof Johanes Gunawan selaku pakar perlindungan konsumen berpendapat bahwa


“Perjanjian baku merupakan perjanjian yang dalamnya terdapat syarat-syarat tertentu
yang dibuat oleh pelaku usaha, tanpa mengikutsertakan konsumen dalam menyusun
kontrak, sehingga konsumen tidak memiliki pilihan lain, dan dalam keadaan dibawah
kekuasaannya. Sedangkan klausula baku adalah pasal-pasal yang terdapat dalam
perjanjian baku baik berbentuk elektronik/ digital atau non-digital”.4

4
https://bpkn.go.id/posts/show/id/1057 Diakses pada 20/12/2021 pukul 13:00.
46

Sluitjer mengatakan bahwa perjanjian baku bukanlah perjanjian, karena


kedudukan pengusaha didalam perjanjian tersebut adalah seperti pembentuk undang-
undang swasta (legio particuliere wet-gever). Syarat-syarat yang ditentukan oleh
pengusaha/pelaku usaha dalam suatu perjanjian tersebut adalah peraturan-peraturan
dan bukanlah perjnjian. Hal demikian juga dikemukakan oleh Mariam Darus
Badrulzaman bahwa kedudukan pegusaha dan konsumen tidak seimbang dalam
perjanjian baku, perjanjian baku dinilai cenderung berat sebelah.

Adanya perbedaan posisi bagi para pihak ketika perjanjian baku diadakan tidak
memberikan kepada pihak konsumen dalam mengadahkan perundingan dengan pelaku
usaha. Dalam hal ini, konsumen tidak diberikan keleluasaan dalam menentukan isi
perjanjian karena konsumen tidak mempunyai kewenangan. Sehingga perjanjian baku
dinilai tidak memenuhi aturan yang dikehendaki oleh Pasal 1320 Kitab Undang-
Undang Hukum Perdata jo. Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.5

Menurut Sutan Remy Sjahdeni yang dimaksud dengan “berat sebelah” ialah bahwa
perjanjian itu hanya atau terutama mencantumkan hak-hak salah satu pihak saja (yaitu
pihak yang mempersiapkan perjanjian baku tersebut) tanpa mencantumkan apa yang
kewajiban-kewajiban pihaknya dan sebaliknya hanya atau terutama menyebutkan
kewajiban-kewajiban pihak lainnya sedangkan apa yang menjadi hak-ha pihak lainnya
itu tidak disebutkan. Keabsahan berlakunya perjanjian baku itu tidak perlu
dipersoalkan tetapi perlu diatur aturan-aturan dasarnya sebagai aturan-aturan mainnya
agar klausul-klausul atau ketentuan-ketentuan dalam perjanjian baku itu, baik sebagian
maupun seluruhnya, mengikat pihak yang lainnya.6

Adapun klausula baku atau syarat jika akan melakukan transaksi melalui Shopee :

a. Daftar/masuk aplikasi shopee

5
M. Roesli,dkk., Kedudukan Perjanjian Baku Dalam Kaitannya Dengan Asas Kebebasan Berkontrak,
Jurnal IlmuHukum Volume 15 Nomor 29 Februari 2019 – Juli 2019, (Bandung: 1994), h. 3.
6
M. Roesli,dkk., Kedudukan Perjanjian Baku Dalam Kaitannya Dengan Asas Kebebasan Berkontrak,
Jurnal IlmuHukum Volume 15 Nomor 29 Februari 2019 – Juli 2019, °°° h. 5.
47

b. Isi data diri sesuai kartu identitas atau KTP memilih “Ya” pada setiap pilihan
yang ditawarkan shopee agar dapat mengakses aplikasi shopee
c. Memilih produk yang akan dibeli
d. Memilih cara pembayaran. Cara pembayaran di shopee ada berbagai macam
cara, seperti cara pembayaran di alfamart, indomart, bayar ditempat (cash on
delivery), transfer dari ATM, dan bisa juga melalui shopeepay.
e. Sebelum menggunakan shopeepay, harus mengaktifkan shopeepay terdahulu,
mengisi nomor handphone dan nomor rekening agar dapat menggunakan
shopeepay.
f. Setelah memilih cara pembayaran, bisa check out dan menunggu pesanan di
proses. Ketika pengguna shopee membayar pesanan sesuai total pesanan, uang
yang dikirim oleh pengguna seharusnya sudah masuk dan pesanan segera
dikirim oleh penjual di aplikasi shopee.
C. Hak dan Kewajiban Shopee

Dalam melakukan perjanjian pasti ada hak dan kewajiban pelaku usaha, adapun
kewajiban menurut Naskah akademik Undang-Undang Perlindungan Konsumen dan
diatur pada Pasal 7 Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 :

1. Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usaha dan/atau memberikan layanan


artinya pelaku usaha tidak ada niatan untuk mencelakakan konsumen atau
membuat konsumen rugi ketika menggunakan produk barang dan/atau jasanya.
Dan jika ada komplain, pelaku usaha ini mau bertanggungjawab terhadap barang
dan/atau jasa yang dibuat.
2. Memberikan informasi yang benar mengenai kondisi, jaminan, dan harga Barang
dan/atau kondisi, jaminan, dan tarif jasa sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan atau perjanjian. Hal ini dapat diartikan jika barang atau jasa
yang diiklankan serta klaim terhadap informasi itu benar adanya. Dan jika adanya
masalah dari barang atau jasa tersebut pelaku usaha wajib bertanggungjawab.
48

3. Memberi penjelasan penggunaan, perbaikan, dan pemeliharaan barang yang


diperdagangkan dan/atau pemanfaatan, perbaikan, dan pemeliharaan jasa yang
diberikan. Dapat diartikan bahwasanya jika suatu aplikasi selaku penyedia jasa
ketika terjadi kesalahan sistem jaringan atau yang lainnya, pelaku usaha juga
wajib memberi penjelasan serta solusi untuk konsumen atau pengguna barang
dan/atau jasa.
4. Memberi tanggapan dan/atau menindak lanjuti pengaduan konsumen. Pengguna
jasa/barang jika ada kesalahan atau masalah terkait barang/jasa yang dipakai bisa
mengadukan ke pelaku usaha dan pelaku usaha ang wajib bertanggungjawab atas
barang/jasa yang dipakai pengguna.
5. Memperlakukan dan/atau melayani konsumen secara benar. Sudah selayaknya
memberikan klaim yang sesuai dengan barang dan/jasa yang dijual belikan, dan
mencantumkan informasi yang sebenarnya agar pelanggan atau konsumen tidak
tertipu dengan barang/jasa yang dipromosikan.
6. Memperlakukan dan/atau melayani konsumen secara tidak diskriminatif, kecuali
ditentukan lain oleh ketentuan peraturan perundang-undangan atau perjanjian.
Penjual atau pelaku usaha tidak diperkenankan membeda-bedakan
pelanggan/pemakai barang/jasa kecuali ada perjanjian yang dibuat oleh pelaku
usaha.
7. Menjamin mutu barang yang diperdagangkan dan/atau jasa yang diberikan sesuai
dengan standar yang ditetapkan dalam ketentuan peraturan perundang-undangan
atau perjanjian. Jika ada kerusakan barang, konsumen diperkenanan lapor ke
pelaku usaha, dan pelaku usaha memiliki kewajiban bertanggungjawab atas
barang/jasa yang dijual.
8. Memberi ganti rugi apabila tidak memenuhi atau gagal memenuhi garansi yang
dijanjikan. Jika ada terjadi barang yang kurang tepat, atau rusak dari pelaku usaha
yang sampai ke konsumen tersebut, maka pihak pelaku usahaa yang wajib
bertanggungjawab atas barang/jasa yang dijual. Dengan memberi garansi sesuai
dengan ketentuan. Menyediakan layanan informasi untuk konsumen. Pelaku usaha
49

wajib memiliki call centre untuk menampung komplain konsumen jika terkendala
mengenai barang atau jasa, contoh aplikasi e-commerce sedang mengalami
gangguan atau mengenai hal lain, konsumen dapat mengadu di customer service.

Kewajiban yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lain.


Menurut van Apeldoorn, bahwa segala sesuatu yang memiliki kewenangan hukum, itu
dianggap subjek hukum.7 Sedangkan Sudikno Mertokusumo mengatakan kalau subjek
hukum adalah segala sesuatu yang dapat memperoleh hak dan kewajiban.8 Hans kelsen
pun menegaskan bahwa antara subjek hukum dengan hak dan kewajiban adalah suatu
entitas yang tak terpisahkan dengan norma hukumnya.9 Dari naskah akademik Undang-
Undang Perlindungan Konsumen dan pendapat para ahli, kewajiban pelaku usaha
disini sangat dibutuhkan agar konsumen atau pengguna barang/jasa merasa aman
dalam menggunakan produk barang dan/atau jasa. Sebagaimana yang telah diatur
dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen, serta tanggapan para ahli mengenai
kewajiban atau yang seharusnya yang dilakukan oleh pelaku usaha.

Hak menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yakni benar, milik, kepunyaan, atau
bisa dikatakan kekuasaan seseorang untuk berbuat sesuatu karena sudah diatur undang-
undang atau peraturan.10 Adapun hak pelaku usaha barang dan penyedia jasa, yang
seharusnya disepakati oleh pelaku usaha dan konsumen sebagaimana yang tertera pada
Naskah Akademik Undang-Undang Perlindungan Konsumen dan diatur dalam Pasal 6
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 : Hak untuk menerima pembayaran sesuai
dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang yang diperdagangkan
dan/atau jasa yang diberikan. Dimana jika kita menggunakan barang dan/atau jasa, kita
wajib membayar atas barang/jasa yang kita beli atau pakai, karena berpindahnya

7
I.. J. Van Apeldoorn, Inleiding tot de Studie van bet Nederlandse Recht, atau Pengantar Ilmu Hukum,
ter. Oetarid Sadino (Jakarta: Pradnya Paramita, 1986) h. 203.
8
Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum: Suatu Pengantar (Yogyakarta: Penerbit Liberty, 1999), h.
67.
9
Hans Kelsen, General Theory of State and Law (Cambridge: Harvard University Press, 1949), h. 93.
10
https://kbbi.web.id/hak Diakses pada 24/12/2021 pukul 09:57 WIB.
50

barang dan/jasa atas akad jual beli yang dilakukan oleh pelaku usaha dengan konsumen
sesuai kesepakatan yang dilakukan.
a. Hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad
tidak baik. Jika ditemukan konsumen yang berniat menjelekkan pelaku usaha,
maka pelaku usaha mempunyai hak untuk mendapatkan perlindungan secara
hukum.
b. Hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lain. Pelaku
usaha juga mempunyai hak mematuhi aturan yang dibuat oleh pemerintah dalam
menjalankan usahanya.

Dari pernyataan tersebut, dapat kita simpulkan, bahwa pelaku usaha berhak
mendapat perlindungan jika terjadi itikad buruk dari konsumen yang berusaha
menjatuhkan usahanya, namun jika konsumen mendapati hal-hal yang merugikan
untuk konsumen, maka konsumen juga memiliki hak untuk melaporkan kasus yang
terjadi. Gambar 3.3

Pesanan dari akun grosir krudung sidoarjo

Sumber : Peneliti mengambil dari akun shopee beautyskin_tulungagung


51

Gambar 3.4 Gambar 3.5


Riwayar Pengiriman Chat dengan customer service mengenai dana

D. Hak dan Kewajiban Pengguna Shopee

Selain hak dan kewajiban shopee selaku penyedia jasa fitur belanja online atau
biasa disebut e-commerce, adapun hak dan kewajiban pengguna shopee atau pengguna
aplikasi shopee. Berikut Hak Pengguna Shopee berdasarkan Pasal 4 Undang-Undang
Perlindungan Konsumen diantaranya :

1. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang


dan/atau jasa artinya konsumen dalam menggunakan barang atau jasa jika tidak
merasa aman dan nyaman bisa komplain ke pelaku usaha agar diberi pelayanan
yang baik. Seperti halnya kehilangan uang di shopee ketika melakukan transaksi
elektronik bisa mengajukan komplain ke pihak shopee selaku penyedia jasa agar
uang tersebut dapat kembali ke pengguna shopee.
2. Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan janinan
barang dan/atau jasa artinya konsumen berhak melapor jika klaim atas barang
dan/atau jasa tidak sesuai dengan yang ditawarkan atau diiklankan, selain itu jika
52

jasa yang ditawarkan sehingga merugikan pihak konsumen, maka konsumen


diperbolehkan lapor ke customer service, namun jika tidak ditanggapi secara
layak, dapat diadukan ke pihak yang berwenang.
3. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang
digunakan artinya konsumen berhak komplain jika produk tidak sesuai dengan
yang diminta atau jasa yang dibeli tidak sesuai dengan permintaan konsumen.
4. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa
perlindungan konsumen secara patut. Konsumen jika merasa dirugikan terhadap
klaim yang tidak sesuai atau terjadi permasalahan terhadap aplikasi yang menjual
jasa, dan pelaku usaha atau penyedia jasa tidak mengindahkan teguran dari
konsumen, maka konsumen mempunyai hak untuk melakukan advokasi guna
mencari keadilan sesuai undang-undang yang berlaku.
5. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak
diskriminatif. Artinya jika konsumen menemui adanya diskriminasi dalam
pelayanan misal membedakan ras, agama, atau suku, dapat dilaporkan karena
pelaku usaha menyalai undang-undang yang berlaku.
6. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila
barang dan/jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak
sebagaimana mestinya. dapat diartikan bahwa ganti rugi bisa berupa barang atau
jasa, jika dalam aplikasi dapat dikatakan jasa atau perbaikan pelayanan jasa. Ganti
rugi berupa barang biasanya barang tidak sesuai atau cacat pada barang yang
membuat barang tersebut tidak dapat digunakan dengan baik.
Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya. Hak
hak tersebut harusnya ditaati oleh konsumen karena agar terciptanya keteraturan
dalam berbisnis, pelaku usaha dan konsumen mengetahui yang seharusnya
dilakukan menurut undang-undang yang berlaku. Kewajiban konsumen juga
bagian terpenting agar hak dan kewajiban pelaku usaha dan konsumen setara dan
tidak tumpang tindih. Adapun kewajiban konsumen pada Pasal 5 Undang-Undang
Perlindungan Konsumen sebagai berikut :
53

1. Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau


pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan. Konsumen
diharuskan memahami informasi dari pelaku usaha sebelum terjadi transaksi jual
beli.
2. Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa.
Konsumen tidak diperbolehkan ada niat menjatuhkan pelaku usaha, membeli
barang/jasa dengan niat yang baik.
3. Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati. Konsumen wajib membayar
sesuai nominal yang disepakati oleh pelaku usaha sehingga barang/jasa dapat
diberikan sesuai yang diminta.
4. Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara
patut. Jika terjadi perselisihan pelaku usaha dengan konsumen, seharusnya
diselesaikan secara patut menurut aturan yang berlaku.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia arti kewajiban yaitu harus, tidak boleh
tidak dilaksanakan, sudah semestinya, harus. Suatu kegiatan yang sudah semestinya
dilakukan, jika tidak dilakukan akan mendapat sanksi yang berlaku. Maka dari itu
dibuatlah aturan agar pelaku usaha dan konsumen tercipta kesetaraan dan
keharmonisan. Sedangkan menurut Notonegoro “kewajiban adalah beban untuk
memberikan sesuatu yang semestinya dibiarkan atau diberikan oleh pihak tertentu dan
tidak dapat digantikan oleh pihak lain, yang pada prinsipnya dapat dituntut secara paksa
oleh yang berkepentingan”.11 Dari pengertian tersebut, kewajiban yaitu sesuatu yang
harus dilakukan dan tidak seharusnya ditinggalkan, jika ditinggalkan akan mendapat
sanksi, ataupun teguran. Sudah selayaknya pelaku usaha dan konsumen mengetahui
aturan serta hak dan kewajiban didalamnya.

Gambar 3.6 Gambar 3.7

11
Artikel Pendidikan, Pengertian Hak dan Kewajiban http://artikelpendidikan.id diakses pada tanggal
25/12/2021.
54

Pesanan Shopee dari akun Pras.jr77 Riwayat Ekspedisi Pesanan

Gambar 3.8 Gambar 3.9

Konfirmasi Chat melalui Shopee Konfirmasi Chat melalui Whatsapp

Sumber : Peneliti mengambil dari akun shopee beautyskin_tulungagung


55

E. Wanprestasi Antara Konsumen dan Shopee

Wanprestasi adalah suatu keadaan menurut hukum perjanjian, dimana seseorang


tidak melaksanakan prestasi sebagaimana yang telah diperjanjikan, dan bila terjadi
wanprestasi, pasti terjadi pelanggaran terhadap kepentingan hukum, suatu kepentingan
yang diatur dan dilindungi oleh hukum. Mengingat wanprestasi hanya terjadi dalam
hukum perjanjian, maka seharusnya permasalahan wanprestasi diselesaikan melalui
mekanisme hukum perjanjian itu sendiri, mengingat sering kali permasalahan
wanprestasi terjadi bukan semata-mata karena tindakan lalai dari salah satu pihak
terhadap perjanjian, namun juga disengaja sebagai respon atas tindakan pihak lawan
telah wanprestasi terlebih dahulu, khususnya dalam hal pelaksanaan perjanjian-
perjanjian yang bersifat timbal balik.12

Secara umum, wanprestasi dapat berupa :

1. Tidak melakukan apa yang seharusnya akan dilakukannya

Prestasi atau hak dan kewajiban seharusnya sudah disepakati oleh kedua pihak
dalam suatu klausula perjanjian. Namun terkadang perjanjian baku masih belum
terlalu jelas atau tidak detail terkait perjanjian yang dilakukan pengguna shopee
dengan pihak shopee.

2. Melaksanakan yang dijanjikan tetapi tidak sebagaimana yang dijanjikan

Menyetujui perjanjian tidak secara utuh merupakan tindakan wanprestasi yang


dapat merugikan salah satu pihak dan membuat konflik kedua pihak. konflik
seharusnya dapat diredam dengan cara saling bermusyawarah agar mendapakan
jalan keluar dan kedua pihak saling sepakat atas perjanjian yang disetujui.

3. Melakukan apa yang dijanjikan namun terlambat

12
Nyoman Samuel Kurniawan, Jurnal Konsep Wanprestasi Dalam Huku Perjanjian Dan Konsep Utang
Dalam Hukum Kepailitan, (Bali: Universitas Udayana, 2013) h. 4.
56

Melakukan atau terpenuhinya prestasi dari suatu perjanjian adalah kewajiban dari
pelaku perjanjian yang telah menyepakati perjanjian tersebut. Pengguna shopee
sepakat adanya klausula dimana kita tidak menemui informasi lebih jelas terkait
masalah yang kita hadapi misal tentang hilangnya uang elektronik, maka kita dapat
menghubungi customer service yang dapat memberikan informasi atas persoalan
tersebut. Jika pihak shopee tidak merespons komplain dengan segera, berarti pihak
shopee telah melakukan wanprestasi kepada pengguna shopee.

4. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilaksanakan

Dalam perjanjian seharusnya antara pihak satu dan yang lain itu saling
melaksanakan hak dan kewajiban yang telah diperjanjikan. Apa yang boleh
dilaksanakan dan apa yang tidak boleh dilaksanakan seharusnya dapat dipahami
dengan klausula-klausula yang sudah dibuat dan disetujui para pihak. Seperti
pengguna shopee yang kehilangan uang dan melaporkan ke pihak shopee
seharusnya pihak shopee berinisiatif langsung memberikan jalan keluar atau solusi
atas permasalahan dan mempunyai niatan untuk memberikan ganti rugi. Ganti rugi
tersebut berupa uang yang seharusnya diberikan oleh pengguna shopee yang telah
menjualkan barang di aplikasi shopee, namun dana tidak langsung masuk ke saldo
penjual atau shopeepay dikarenakan masih dalam masa garansi shopee.

Dalam ketentuan Pasal 1457 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dijelaskan


bahwa jual-beli dianggap telah terjadi antara pihak penjual dan pembeli, segera setelah
mereka bersepakat atas barang dan harganya, meskipun barangnya belum diserahkan
dan harganya belum dibayar. Dengan demikian kewaiban para pihak sudah terbit pada
saat adanya kesepakatan walaupun belum dilaksanakan. Hal tersebut sudah mengikat,
sesuai perjanjian yang disepakati, sehingga hakekat dari wanprestasi diukur dari
perjanjian yang telah disepakatinya saja.13 Seperti klausula yang disepakati dalam

13
Nyoman Samuel Kurniawan, Jurnal Konsep Wanprestasi Dalam Hukum Perjanjian Dan Konsep Utang
Dalam Hukum Kepailitan, °°° h. 9.
57

aplikasi shopee bahwasanya jika pembeli sudah menerima barang maka penjual sudah
bisa menarik dana atau uang dari shopee yang selanjutnya masuk ke saldo penjualan
atau shopeepay. Shopee seharusnya memberikan ganti rugi ke penjual shopee. Namun,
pengguna shopee yang berjualan dishopee ini belum menerima uang dari shopee, dan
pembeli pun sudah menerima barang sesuai yang dipesan tetapi, belum
mengkonfirmasi pesanan. Seharusnya, pihak shopee dengan bijak mengembalikan
dana sesegera mungkin ke penjual shopee sebagai ganti rugi dan untuk mengembalikan
uang modal jualan.

Berdasarkan ketentuan Pasal 1238 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, juga


ditegaskan bahwa wanprestasi hanya dapat terjadi setelah terlebih dahulu terdapat
perjanjian yang telah disepakati para pihak. dari pemahaman ini, maka tanpa adanya
perjanjian, tidak akan ada wanprestasi. Mengenai kemungkinan timbulnya wanprestasi
diantaranya mengenai jangka waktu (tenggang waktu), kapan salah satu pihak
dinyatakan wanprestasi dan sanksi yang harus diterima apabila terjadi wanprestasi
tersebut. Dengan demikian, maka jika dalam perjanjian itu telah ditentukan jangka
waktu pemenuhan perjanjian dan pihak yang berkewajiban tidak juga memenuhi
kewajibannya pada waktu tersebut, maka pihak tersebut telah wanprestasi.

Dengan demikian pada dasarnya konsep wanprestasi adalah suatu tindakan


penyimpangan oleh pihak yang tidak memaksa, dari apa yang sebelumnya telah
diperjanjikan dan disepakati dalam perjanjian yang dapat berakibat pada timbulnya
kerugian pada pihak lawan. Wanprestasi hanya dapat terjadi dalam proses pelaksanaan
setelah sebuah pejanjian dinyatakan telah disepakati secara sah.

Konsep wanprestasi ini diatur demi melindungi para pihak dalam perjanjian,
khususnya pada saat pelaksanaan. Sebagai bagian dalam hukum perjanjian yang
merupakan ranah hukum private, bukan hukum publik, seharusnya hukum yang
ditetapkan dalam hal terjadinya wanprestasi cakupannya mengaturnya keberadaannya
dan kepentingan para pihak pembuat perjanjian saja.
BAB IV

PENYELESAIAN PERJANJIAN JUAL-BELI SHOPEE MELALUI ELEKTRONIK

A. Posisi Hukum dalam Perjanjian Penggunaan Uang Elektronik


1. Cidera janji saat jual-beli di Shopee

Kasus ini merupakan kisah nyata yang dialami penulis skripsi. Penulis skripsi
menggunakan platform shopee sudah cukup lama, tetapi menggunakan shopee
untuk berjualan online bisa dikatakan masih baru dan masih memahami klausula
serta ketentuan yang ada pada aplikasi shopee. Penulis skripsi berinisial MA ini
berjualan susu pemutih dari salah satu brand. Tepatnya pada tanggal 19 Januari
2022 pukul 13:35 akun shopee yang bernama grosir krudung sidoarjo memesan
susu pemutih di toko MA dengan cara pembayaran ditempat (cash on delivery).
MA berlokasi di Tangerang Selatan dan pemesan dari sidoarjo. Tanpa berpikir
panjang, MA mengirimkan susu pemutih kepada pelanggan sesuai yang dipesan.
Estimasi pengiriman barang terbilang tujuh hari sejak penjual mengirimkan barang
ke pembeli. Namun, pada aplikasi shopee dapat di ketahui barang yang dipesan
oleh pembeli sudah sampai ke pembeli atau sedang dalam perjalanan menuju
alamat pembeli.

Kenyataannya pengiriman tidak sampai tujuh hari dari estimasi yang


diperkirakan oleh shopee, namun terbilang tiga hari tanggal 21 Januari 2022
pengiriman barang sudah sampai ke pembeli. Pihak ekspedisi yang menyerahkan
barang tidak lupa scan barcode yang ada di barang pesanan bukti bahwa pesanan
telah dikirimkan ke pembeli dan pemberitahuan tersebut muncul di shopee penjual
bahwa pembeli telah menerima barang pesanan. Namun, pembeli lupa tidak meng-
klik “pesanan diterima” sebagai tanda pesanan sudah berada di tangan pembeli.
Sehingga penjual yang belum menerima notifikasi pesanan diterima, belum
menerima uang dari shopee yang akan masuk di saldo penjual atau shopeepay.

58
59

Penjual yang belum menerima uang dari shopee karena masih dalam masa
garansi shopee, penjual segera menghubungi shopee agar uang dapat dicairkan dan
tidak ada perpanjangan masa garansi dari shopee yang dapat menghambat uang
masuk ke saldo penjual atau shopeepay. Pada tanggal 21 Januari penjual berusaha
menghubungi shopee guna menanyakan uang penjualan dapat dicairkan apa tidak,
customer service menyarankan untuk menghubungi pembeli atau menunggu dana
pelepasan otomatis pada tanggal 24-01-2022. Dalam proses pelepasan dana, pihak
shopee meminta nomor pesanan guna dilakukan pengecekan dan penghentian masa
garansi shopee agar dana bisa sesegera mungkin dicairkan ke penjual. Jika penjual
tidak berinisiatif melaporkan di customer service, uang penjual hilang atau tidak
masuk ke saldo penjual atau shopeepay, dan masa garansi otomatis diperpanjang
oleh pihak shopeepay.

Garansi shopee adalah fitur dimana pembayaran kepada penjual ditahan


sementara oleh shopee selama masa garansi shopee. Dana akan diteruskan ke
penjual ketika pesanan telah diterima dengan baik dan sampai di lokasi pengiriman.
Periode ini dihitung berdasarkan hari pengiriman penjual dan perkiraan waktu
pengiriman, yang dimulai dari tanggal konfirmasi pembayaran. Berikut cara
menghitung waktu garansi shopee : 2 (hari pengiriman 1) + 7 (perkiraan waktu
pengiriman 2) + 2 (waktu konfirmasi pembeli 3) = 12 hari

a. 1 Hari pengiriman – jumlah yang dibutuhkan oleh penjual untuk


mempersiapkan pengiriman.
b. 2 perkiraan waktu pengiriman – waktu pengiriman rata-rata oleh mitra logistik
c. 3 waktu konfirmasi pembeli – jumlah hari yang dibutuhkan oleh pembeli
untuk mengonfirmasi penerimaan setelah pengiriman.

Untuk pesanan yang belum dikirim, penjual perlu memastikan bahwa penjual
telah mengirimkan pesanan dalam periode garansi shopee. Jika tidak, pembayaran
akan dikembalikan secara otomatis kepada pembeli saat periode garansi shopee
60

berakhir. Pembeli diperbolehkan untuk memperpanjang masa garansi shopee


sebanyak satu kali (3 hari) jika penjual belum mengirimkan pesanan. Sedangkan
untuk pesanan yang sudah dikirim, konfirmasi penerimaan pesanan atau pengajuan
pengembalian barang/dana hanya dapat dilakukan dalam masa garansi shopee.
Jika tidak, pembayaran akan secara otomatis diteruskan kepada penjual saat masa
garansi shopee berakhir. Pembeli diperbolehkan untuk memperpanjang mas
garansi shopee sebanyak satu kali (3 hari) jika pembeli belum menerima pesanan
yang telah dikirimkan. Jika pembeli masih belum menerima pesanan di hari
terakhir masa garansi shopee, ajukan permintaan pengembalian dana sebelum
periode perpanjangan garansi shopee (3 hari) berakhir.1 Kasus seperti ini banyak,
tidak menutup kemungkinan, kasus serupa merajalela dan tidak terungkap satu-
persatu dan merugikan banyak pihak.

2. Penyelewengan janji saat jual-beli elektronik

Kejadian ini merupakan peristiwa yang dialami oleh penulis skripsi. Di


inisialkan MA sebagai penjual di aplikasi shopee. MA menjual lotion pemutih
badan di shopee, saat itu MA berada di Tulungagung sedangkan pembeli
beralamatkan Kediri. Tepatnya tanggal 3 Januari 2022 pukul 12:31 akun shopee
pras.jr77 memesan lotion pemutih badan dengan cara pembayaran shopeepay
sehingga uang yang dikirim oleh pelanggan sudah terkirim ke pihak shopee namun
masih belum dicairkan sampai barang tersebut sampai ke alamat pembeli. Akun
pras.jr77 melakukan pembayaran tanggal 3 Januari 2022 pukul 13:15 dan penjual
langsung mengirim barang pesanan tersebut pada tanggal 3 Januari 2022 pukul
14:52. Sesudah mengirimkan barang, penjual cek ekspedisi guna memastikan
bahwa pesanan sudah dalam perjalanan.

1
https://help.shopee.co.id/portal/article/73236-[Perlindungan-Pesanan]-Apa-itu-Garansi-Shopee%3F
Diakses 8/2/2022 pukul 14:44.
61

Estimasi pengiriman yang diperkirakan shopee tujuh hari sejak pejual


mengirimkan barang. Namun, dari resi yang bisa dilacak, pengiriman hanya satu
hari barang yang dipesan sudah sampai ke pembeli. Barang pesanan sampai pada
tanggal 4 Januari 2022 pukul 09.47, pembeli sudah menerima barang tetapi belum
meng-klik “pesanan diterima” pada aplikasi shopee. Sehingga penjual belum
menerima uang dari shopee sebab masih dalam masa garansi shopee. Garansi
shopee yakni menahan dana yang dibayarkan pembeli pada penjual jika barang
belum sampai pada alamat pembeli.

Jika penjual tidak konfirmasi ke pembeli secara personal atau melaporkan ke


pembeli maka dana tidak bisa dicairkan ke saldo penjual atau shopeepay. Garansi
shopee tidak akan terhenti jika penjual tidak melaporkan permasalahan terkait
dana yang tertahan di shopee dan uang tidak bisa dicairkan. Penjual mencoba
menghubungi pembeli melalui aplikasi untuk klik “pesanan diterima” pada
aplikasi shopee tanggal 6 Januari 2022 pukul 12:32. Penjual juga berusaha
menghubungi pembeli melalui aplikasi WhatsApp tanggal 6 Januari 2022 pukul
12:44, pembeli tidak merespon penjual. Tanggal 7 Januari 2022 penjual berusaha
menghubungi pembeli melalui shopee agar pembeli mengkonfirmasi pesanan
diterima. Dan pembeli mengkonfirmasi pesanan diterima di shopee, pihak shopee
mengirimkan dana atau uang yang ditahan ke penjual dan uang tersebut masuk ke
saldo penjual atau shopeepay.

B. Penyelesaian Perjanjian Shopee dalam Penggunaan Uang Elektronik

Dalam buku pengantar ilmu hukum yang ditulis oleh Prof. Dr. Abdullah Sulaiman
S.H., M.H. yang mengutip pendapat Prof. Dr. Sudikno Mertokusumo, S.H. dalam
fungsinya sebagai perlindungan kepentingan manusia hukum mempunyai tujuan.
Hukum mempunyai sasaran yang tidak mampu dicapai. Selanjutnya dikemukakan
bahwa adapun tujuan pokok hukum adalah menciptakan tatanan masyarakat yang
tertib, menciptakan ketertiban dan keseimbangan dengan tercapai ketertiban di dalam
62

masyarakat diharapkan kepentingan manusia akan terlindungi. Dalam tujuan pokok


hukum tersebut, teori perlindungan konsumen hadir yakni menciptakan ketertiban
dalam menjalankan jual-beli.

Perlindungan konsumen menurut Mochtar Kusumaatmadja adalah asas-asas serta


kaidah-kaidah hukum yang mengatur mengenai hubungan dan masalah antara berbagai
pihak satu dengan yang lain, dan berkaitan dengan barang atau jasa konsumen di dalam
pergaulan hidup manusia. Kaidah dalam perlindungan konsumen merupakan hubungan
yang saling berkaitan antara pelaku usaha dan konsumen dalam melakukan jual beli.
Selaras dengan hukum perlindungan konsumen pendapat Az. Nasution adalah bagian
dari hukum konsumen yang memuat asas-asas atau kaidah-kaidah yang bersifat
mengatur dan mengandung sifat yang melindungi kepentingan konsumen, sedangkan
hukum konsumen adalah hukum yang mengatur hubungan dan masalah antara berbagai
pihak satu sama lain berkaitan dengan barang atau jasa konsumen. Hukum
perlindungan konsumen yang berlaku di Indonesia memiliki dasar hukum yang telah
ditetapkan oleh pemerintah. Peraturan yang sudah dibuat oleh pemerintah yaitu
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Peraturan
yang dibuat tersebut agar terciptanya kepastian hukum. Dalam buku pengantar ilmu
hukum yang ditulis oleh Prof. Dr. Abdullah Sulaiman S.H., M.H. yang mengutip
pendapat dari Dr. E. Utrecht, S.H. tugas hukum itu menjamin kepastian dalam
hubungan hubungan yang kedapatan, dalam pergauan masyarakat. Kepastian hukum
ini kepastian yang dicapai oleh karena hukum dalam tugas itu otomatis tersimpul dua
tugas lain, yang kadang-kadang tidak dapat disetarakan, yaitu huku yang harus
menjamin keadilan maupun hukum harus berguna. Akibatnya, kadang-kadang yang
adil terpaksa dikorbankan. Disamping kedua tugas itu ada tugas ketiga. Hukum
bertugas politionil (politionele taak van hot recht). Hukum menjaga supaya dalam
masyarakat tidak tejadi “eiganrichting” (mengadili sendiri). Tiap perkara (hukum)
harus diselesaikan dengan perantaraan hakim, yakni berdasarkan hukum.
63

Kepastian hukum dalam perlindungan konsumen seharusnya penerapannya sama.


karena karena hukum hadir agar tercipta kepastian dalam kegiatan atau peristiwa
hukum yang terjadi pada masyarakat. Kepastian hukum juga dapat memberi
perlindungan kepada pelaku usaha dan konsumen agar saling terpenuhinya hak dan
kewajiban sehingga tidak merugikan salah satu pihak. kepastian hukum tersebut yang
menjadikan patokan keadilan dalam hukum. Seperti halnya permasalahan konsumen
shopee ini, jika tidak ada kepastian atau peraturan yang mengatur tentang perlindungan
konsumen, maka telah menganggap tidak ada konsumen dan hak serta kewajiban
konsumen tidak terpenuhi dan mengakibatkan pengabaian hak dan kewajiban antara
konsumen dan pelaku usaha.

Perlindungan konsumen disini bertujuan untuk melindungi masyarakat yang


merasa dirugikan oleh pihak lain, seperti konsumen yang dirugikan oleh pelaku usaha.
Konsumen bukan hanya membeli barang, tetapi bisa juga memakai jasa orang atau
aplikasi, seperti aplikasi e-commerce yang sedang berkembang pesat karena begitu
mudahnya mengakses e-commerce Shopee salah satunya. Dari teori diatas, sebenarnya
pemerintah sudah menyediakan instrumen hukum yaitu Undang-Undang Perlindungan
Konsumen yang didalamnya sudah mencakup aturan mengenai pelaku usaha dan
konsumen. Namun pada kenyataannya, ada konsumen yang dirugikan oleh pelaku
usaha karena belum adanya perlindungan yang lebih spesifik mengenai transaksi pada
e-commerce. Seperti pada kasus hilangnya uang di shopeepay yang mengakibatkan
konsumen gagal melakukan transaksi di shopee dan mengalami kerugian karena
konsumen mengandalkan shopee dalam berbelanja online. Tentunya, hal ini
mencederai Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Pasal 7 tentang kewajiban pelaku
usaha diantaranya ; memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai
kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan,
perbaikan dan pemeliharaan. Pihak shopee tidak memberikan informasi yang jelas
mengenai masalah yang dialami pengguna shopeepay selaku konsumen jasa e-
commerce, pengguna shopee berusaha menghubungi chat shopee tetapi tidak
64

membuat masalah itu teratasi. Dan pengguna shopeepay yang kehilangan uang
menghubungi customer service agar mendapat informasi lebih lengkap terkait uang
yang hilang tersebut. Selain itu, pihak shopee seharusnya memberi kompensasi, ganti
rugi atas kerugian yang dialami pengguna shopeepay yang telah menggunakan jasa
shopeepay sebagai alat dan penyimpanan uang elektronik pada aplikasi shopee.

Pihak shopee memberi ganti rugi kepada pengguna shopeepay tidak seketika
namun melalui proses validasi dan konfirmasi data yang tidak bisa dilakukan secara
instan. Selanjutnya pengguna shopee menunggu uang tersebut masuk ke shopeepay
beberapa hari setelah dilakukannya validasi dan konfirmasi data. Pelaku usaha yang
dimaksud disini yakni pihak shopee seharusnya memahami asas dalam perjanjian, asas
ini berlaku saat membuat perjanjian, di sepakatinya perjanjian adan pasca perjanjian.

Asas yang dimaksud ialah Asas itikad baik, dimana antara pihak shopee dan
pengguna shopeepay ini harus tanpa mengganggu pihak lain tidak dengan melihat
kepentingan sendiri saja, dan yang terpenting harus adanya kejujuran dan keadilan.
Dari asas ini dapat dilihat bahwa pihak shopee selayaknya melihat kepentingan
pengguna shopeepay dan memberikan pelayanan yang terbaik terhadap komplain
pengguna secara baik. Karena chat shopee tidak menjawab komplain dengan baik,
melainkan membuat pengguna kebingungan karena seperti menghubungi robot yang
hanya mengerti apa yang tersedia dan sesuai dengan klausula baku. Seharusnya chat
shopee diperuntukkan untuk menampung dan memberi solusi jika pengguna shopeepay
mempunyai keluhan atau masalah pada transaksi di aplikasi shopee. Disini pengguna
shopee merasa dirugikan karena keluhan tidak tertangani dengan cepat dan tepat dan
pihak shopee secara tidak langsung telah melanggar asas itikad baik, walaupun pada
akhirnya uang pengguna shopeepay yang hilang saat transaksi tersebut diberikan
beberapa hari setelah validasi dan konfirmasi data sebagai ketentuan dari pihak shopee.
Jika shopee mengindahkan asas ini sebagai acuan dalam menawarkan klausula yang
tertera di shopee, mungkin sudah banyak kasus serupa dan berulang kali terjadi.
65

Penyelesaian sengketa dilakukan secara kekeluargaan dan damai. Asas-asas


kekeluargaan adalah rumusan asas hidup yang didasarkan atas pemikiran konkret.
Dasar pemikiran konkret ini menyatakan bahwa tiada manusia yang kehadiran dan
kehidupannya terlepas dari kaitan kebersamaan dengan manusia-manusia lain dalam
kesatuan masyarakat. Dalam asas tersebut tercakup juga kesadaran dan pengakuan
bahwa hidup manusia tergantung pada lingkungannya.2 Dalam asas kekeluargaan ini
bentuk dari penerapan falsafah negara Indonesia yakni pancasila. Nilai-nilai pancasila
yang dapat diterapkan dalam menyelesaikan masalah, seperti yang termaktub dalam
pancasila butir ke empat yaitu kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan/perwakilan. Dalam perselisihan tersebut, penjual yang
melaporkan uang atau dana yang terhambat ke pihak shopee karena masih dalam masa
garansi. Pihak shopee berusaha menjelaskan tentang klausula atau ketentuan yang ada
di shopee, yakni yang pertama penjual dapat menghubungi pembeli jika sudah
menerima barang pesanan sebaiknya langsung klik “pesanan diterima” atau secara
langsung konfirmasi melalui aplikasi shopee sehingga dana atau uang tersebut bisa
dicairkan oleh pihak shopee.

Keadilan sosial adalah pencapaian keadilan terhadap manusia Indonesia secara


menyeluruh. Proses pencapaian keadilan sosial ini tercapai melalui konsep
musyawarah. Capaian keadilan sosial ini membuktikan bahwa nilai-nilai Ketuhanan
tidaklah terpisah dari nilai kesejahteraan manusia. Musyawarah dilaksanakan untuk
mencapai sebuah kesejahteraan secara menyeluruh bagi masyarakat Indonesia. Dalam
pencapaian keadilan sosial ini musyawarah menjadi sarana untuk mencapainya,
sehingga keadilan dapat dirasakan oleh tiap individu. Keadilan sosial dengan capaian
kesejahteraan sosial tidak mengabaikan hak-hak individu. Keadilan yang tercipta tidak
saja dirasaan secara individu, tetapi juga ada keadilan. Keadilan yang tercipta tidak saja
dirasakan secara individu, tetapi juga ada keadilan yang peroleh masyarakat sosial.

2
Luh Suryatni, Filsafat Pancasila Dan Filsafat Hukum Sebagai Dasar Rule Of Moral, Jurnal Ilmiah Hukum
Dirgantara Vol 6 No. 2, (Jakarta: 2016) h. 59.
66

Setiap orang yang diakui kepemilikan individualnya, dan ia behak untuk


mempertahankan apa yang menjadi hak miliknya. Negara dengan hukumnya wajib
melindungi hak individu tersebut. Kepemilikan individu diakui sebagai bagian dari
kepemilikan sosial.3 Keadilan disini yakni pengguna shopee dalam hal ini sebagai
penjual selayaknya mendapatkan uang dari hasil jualannya secara langsung tanpa
adanya konfirmasi karena pembeli telah menerima barangnya secara langsung. Penjual
merasa kurang adil dengan adanya ketentuan konfirmasi, karena biasanya pembeli
tidak langsung mengkonfirmasi pesanan diterima disaat sudah menerima barang
pesanan. Keadilan ini berlaku untuk semua pengguna shopee karena banyak sekali
terjadi ketika belum konfirmasi klik pesanan diterima, garansi shopee tetap berjalan
dan dana terhambat tidak dapat dicairkan. Ketentuan atau klausula dari shopee
seharusnya berpihak kepada pengguna shopee dan penjual di shopee.

Dalam buku pengantar ilmu hukum yang ditulis Prof. Dr. Abdullah Sulaiman S.H.,
M.H. mengutip pendapat Dr. Soerjono Soekanto, S.H., M.A. keadilan merupakan
bahwa suatu keadaan serasi yang membawa ketentraman di dalam hati orang, apabila
diganggu akan menimbulkan kegoncangan.4 Yang mengalami kegoncangan dalam
kasus tersebut adalah penjual karena belum menerima uang dari hasil jualan, karena
pembeli belum mengkonfirmasi pesanan diterima. Dan garansi pada shopee masih
terus berlanjut jika penjual tidak melaporkan jika dana penjualan belum cair, yang
seharusnya didapatkan penjual ketika menjualkan barang yakni menerima uang dengan
segera untuk mengembalikan modal jualan. Dan pihak shopee sudah seharusnya
menerima komplain dari pengguna shopee (penjual) untuk mengembalikan uang atau
mengganti rugi akibat dana tidak segera dikirim ke penjual.

3
Fokky Fuad, Falsafah Hukum Pancasila Reaktualisasi Staatfundamentalnorm, Lex Jurnalica Volume 13
Nomor 3, (Jakarta: 2016) h. 177.
4
Abdullah Sulaiman, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, 2019) h. 45.
67

Keadilan dapat tercapai jika terdapat kepastian. Menurut Prof. Dr. Abdullah
Sulaiman S.H., M.H. yang mengutip pendapat dari Dr. E. Utrecht, S.H. tugas hukum
itu menjamin kepastian dalam hubungan hubungan yang kedapatan, dalam pergaulan
masyarakat. Kepastian ini kepastian yang dicapai oleh karena hukum dalam tugas
otomatis tersimpul dua tugas lain, yang kadang-kadang tidak dapat disetarakan, yaitu
hukum yang harus menjamin keadilan maupun hukum harus berguna.5 Kepastian
hukum merupakan cara untuk memperoleh keadilan, dalam kasus tersebut penjual
(pengguna shopee) merundingkan atau mencari solusi dan kepastian dana atau uang
penjualan dapat dicairkan kapan dan bagaimana. Karena dalam klausula shopee tidak
pernah menjelaskan tentang permasalahan atau kasus seperti kasus yang dialami MA.
Jika tidak adanya kepastian dari shopee untuk mencairkan dana penjualan yang
tertahan, maka penjual tidak mendapatkan hak nya dan tidak dapat balik modal untuk
berjualan lagi.

Wanprestasi adalah suatu hak dan kewajiban yang tidak terpenuhi dari yang
diperjanjikan oleh kedua pihak yang saling mengikatkan diri. Wanprestasi terjadi dapat
terjadi bukan hanya atas kelalaian salah satu pihak, namun bisa terjadi karena salah
satu pihak sengaja abai atas klausula perjanjian yang dibuat. Dalam klausula baku yang
tersedia di shopee kurang memuat informasi secara detail. Oleh karena itu, pengguna
shopee hanya dapat menghubungi customer service untuk memperoleh informasi,
seperti halnya terjadinya kehilangan uang pada saat transaksi.

Jika shopee tidak menerima komplain, dan melanggar klausula baku digital
merupakan salah satu perilaku wanprestasi. Karena shopee telah mencederai hak
pengguna shopee yang seharusnya dilindungi. Shopee dalam sengketa tersebut
seharusnya memberikan ganti rugi dan mengkonfirmasi data atau melakukan pelacakan

5
Abdullah Sulaiman, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah, 2019) h. 37.
68

pada nomor pesanan. Sehingga jelas masalah apa yang terjadi pada pengguna shopee
dan apa solusi yang diberikan agar tidak mengecewakan pengguna shopee.

Klausula baku digital memang cenderung menimbulkan wanprestasi, karena


kurangnya mempertimbangkan dan melihat kelemahan dari adanya klausula baku
digital. Klausula baku digital cenderung memudahkan yang membuat perjanjian dan
seringkali membuat pihak lain merasa dirugikan. Sebaiknya dalam perjanjian
diperjelas klausulnya meskipun secara online atau digital. Hal ini akan memberikan
dampak positif dari kedua pihak, karena lebih jelas dan lebih mudah dipahami. Klausul
yang mudah dipahami dan jelas, bukan hanya mempermudah perjanjian, namun
setidaknya meminimalisir konflik yang terjadi. Klausula baku digital, biasanya
berbentuk tulisan dengan ukuran yang sangat kecil sehingga susah dilihat, dipahami,
dan klausula sangat singkat.

Shopee menggunakan klausula baku digital dengan bentuk tulisan yang kecil,
klausulnya singkat, dan tidak memuat banyak informasi secara detail. Adanya sengketa
hilangnya uang di shopeepay, pihak shopee merespon dan memberi solusi tetapi tidak
seketika. Pihak shopee meminta nomor pesanan dan mengecek guna mengetahui
permasalahan dan memberikan solusi. Solusi pada sengketa ini yaitu penghentian masa
garansi shopee agar garansi shopee tidak berlanjut sampai berakhirnya garansi. Karena
akan sangat menghambat dalam proses pencairan dana atau uang dari pihak shopee ke
penjual (pengguna shopee). Setelah garansi diberhentikan, dana tidak langsung bisa
dicairkan namun menunggu tiga hari kerja untuk proses pencairan dana dari shopee ke
saldo penjual (shopeepay).

Pengguna shopeepay yang mengalami kasus hilangnya uang saat bertansaksi


memilih jalur damai walaupun secara online, cara kompromi secara online dilakukan
dengan cara:

1. Menghubungi customer service shopee jika chat shopee tidak memberikan


informasi yang mampu menjawab masalah yang dialami pengguna shopee;
69

2. Konfirmasi nomor pesanan untuk melakukan pelacakan dan mengenali masalah


yang dialami oleh pengguna shopeepay penjual shopee;
3. Pihak shopee memberikan jawaban yang sesuai dengan masalah pengguna
shopeepay. Pengguna shopeepay memilih jalur damai secara online dengan cara
pihak shopee mengganti rugi uang yang hilang di shopeepay. Faktor yang
mempengaruhi pengguna shopee menggunakan jalur damai secara online karena
faktor ekonomi, dimana pengguna shopeepay tersebut menggunakan jasa aplikasi
Shopee untuk memutar modal jualan.

Tujuan Perlindungan Konsumen yang terdapat pada Pasal 3 Undang-Undang


Perlindungan Konsumen meliputi :

1. Meningkatkan kesadaran, kemampuan serta kemandirian konsumen untuk


melindungi diri;
yakni agar konsumen sadar akan perlindungan baik barang maupun jasa yang
digunakan. Karena semakin mandiri seorang konsumen dalam menggunakan
barang atau jasa jika mendapati keluhan atau masalah sesegera mungkin bisa
komplain kepada pihak penyedia jasa, atau penjual barang.
2. Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari
akses negatif pemakaian barang dan/atau jasa;
yakni konsumen seharusnya mendapatkan barang atau jasa dengan mendapatkan
pelayanan yang baik serta mendapat barang tau jasa pelayanan yang sesuai. Hal
ini meminimalisir komplain atau jika ada komplain langsung direspon dengan
baik.
3. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan, dan
menuntut hak-haknya sebagai konsumen;
yakni konsumen seharusnya mendapatkan haknya dalam memilih barang atau jasa
untuk mereka konsumsi. Konsumen berhak dalam memperoleh kepuasan dalam
hal pelayanan karena jika ada kendala atau kerusakan dari jasa atau barang dapat
langsung berkomunikasi dengan produsen atau penyedia layanan.
70

4. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian


hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi;
yakni konsumen berhak mendapatkan perlindungan dengan adanya kepastian serta
keterbukaan informasi yang sangat penting dan dibutuhkan oleh konsumen jika
ada kendala akses pada jasa layanan seperti e-commerce.
5. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan
konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam
berusaha;
yakni pelaku usaha bertanggung jawab jika ada kesalahan atau kendala dalam jasa
pelayanan seperti penyedia jasa online seperti e-commerce shopee.
6. Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha
produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan dan
keselamatan lainnya; yakni dengan memberikan keamanan dalam menggunakan
jasa yang terkait dengan jaringan internet seperti shopeepay yang sedang banyak
digunakan masyarakat dalam transaksi elektronik di aplikasi shopee.

Tujuan dari Undang-undang Perlindungan Konsumen merupakan salah satu cara


meminimalisir terjadinya perkara konsumen yang banyak dirasakan oleh masyarakat.
Yang salah satunya menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung
unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan
informasi. Tetapi dalam kenyataannya unsur kepastian hukum ini sulit didapatkan oleh
konsumen. Pelaku usaha seperti shopee selaku penyedia jasa seharusnya memberi
keterbukaan informasi melalui chat shopee agar bisa diakses oleh pengguna shopee
terkait keluhan pada aplikasi shopee.

C. Analisis Hukum Penyelesaian Perjanjian Shopee Dalam Jual-Beli Elektronik


Perlindungan konsumen menurut Mochtar Kusumaatmadja adalah keseluruhan
asas-asas serta kaidah-kaidah hukum yang mengatur mengenai hubungan dan masalah
antara berbagai pihak satu dengan yang lain, dan berkaitan dengan barang atau jasa
konsumen di dalam pergaulan hidup manusia. Sedangkan hukum perlindungan
71

konsumen menurut Az. Nasution adalah bagian dari hukum konsumen yang memuat
asas-asas atau kaidah-kaidah yang bersifat mengatur dan mengandung sifat yang
melindungi kepentingan konsumen, sedangkan hukum konsumen adalah hukum yang
mengatur hubungan dan masalah antara berbagai pihak satu sama lain berkaitan dengan
barang atau jasa konsumen. Hukum perlindungan konsumen yang berlaku di Indonesia
memiliki dasar hukum yang telah ditetapkan oleh pemerintah.
Dalam teori tersebut memuat kaidah yang dapat mengatur jika terdapat masalah
antara shopee dengan konsumen. Mengandung sifat yang melindungi kepentingan
konsumen artinya shopee selaku pelaku usaha harus memberikan ganti rugi dan
mengembalikan uang yang hilang. Dasar hukum perlindungan konsumen yaitu
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan konsumen.
Dalam buku Hukum Ketenagakerjaan/Perburuhan yang ditulis Prof. Dr. Abdullah
Sulaiman S.H., M.H. mengutip pendapat Prof. Subekti S.H. menyebut sepakat sebagai
perizinan, yaitu kedua subjek hukum yang mengadakan perjanjian itu harus sepakat,
setuju atau seia sekata mengenai hal-hal pokok dari perjanjian yang diadakan itu. Apa
yang dikehendaki oleh pihak yang satu juga dikehendaki oleh pihak yang lain. Mereka
menghendaki sesuatu yang sama secara timbal balik. Dalam penyelesaian sengketa
shopee dengan konsumen tersebut, bersepakat melakukan penyelesaian secara damai.
Penyelesaian secara damai shopee bertanggung jawab mengganti rugi serta
mengembalikan uang yang menjadi hak konsumen. Hal ini sesuai dengan Pasal 7
Undang-Undang Perlindungan Konsumen tentang kewajiban pelaku usaha yakni
beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya dan memberi kompensasi, ganti
rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau
dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.
Shopee sudah sesuai dengan peraturan Bank Indonesia Nomor 20/6/2018 Tahun
2018 tentang Uang Elektronik Pasal 2 menyatakan tidak menimbulkan resiko sitemik
sehingga pengguna shopee merasa aman dan datanya terlindungi dengan adanya kode
OTP oleh shopee dan dana tidak hilang, dapat dicairkan melalui shopeepay.
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan perumusan masalah yang dipertegas berupa pertanyaan dapat ditarik


kesimpulan sebagai berikut :

1. Tinjauan umum pengaturan mengenai konsumen transaksi elektronik. Perjanjian


diatur dalam Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dinyatakan bahwa
perjanjian (persetujuan) adalah : “Suatu persetujuan adalah perbuatan dengan
mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau
lebih”. Sebelum terjadinya kesepakatan, kedua pihak harus mengetahui dan
memahami klausula yang sudah ditentukan. Klausula pada shopee menggunakan
klausula baku, yang diatur dalam Pasal 1 Angka 10 Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen mendefinisikan,
klausula baku adalah setiap aturan dan syarat yang telah dipersiapkan dan
ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha yang dituangkan
dalam suatu dokumen dan/atau perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh
konsumen.
2. Penerapan perjanjian antara konsumen dengan pihak usaha shopeepay dalam
penggunaan elektronik. Penerapan klausula baku atas kesepakatan dua pihak yakni
shopee dan konsumen sesuai terhadap ketentuan pihak yang dapat menerima
perjanjian maka bertanggungjawab dengan perbuatan yang dilakukan. Shopee
dalam hal ini melindungi data pribadi konsumen dan pelaku usaha sebagai mitra
maka mengenai privasi tidak memperbolehkan pengaksesan data pribadi
terkecuali atas izin tertulis dari pengguna. Perjanjian secara elektronik yang
digunakan oleh shopeepay ialah perjanjian dengan klausula baku yang harus
ditaati oleh pengguna shopee. Hal ini sesuai dengan Pasal 1 Angka 10 Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan

72
73

Konsumen. Klausula baku yang digunakan pihak shopee untuk mengikatkan diri
dalam perjanjian yakni klausula baku dengan perjanjian baku digital sebagai
sarana perjanjian elektronik.
3. Penyelesaian perjanjian dilakukan sesuai dengan asas itikad baik. Asas ini berlaku
dalam perjanjian. Pihak shopee sudah selayaknya memberikan ganti rugi sebagai
bukti bahwasanya bentuk pertanggungjawaban terhadap penjual yang belum
menerima hasil jualannya, padahal pembeli telah menerima barang sesuai yang
dipesan serta sesuai yang diperjanjian dalam aplikasi shopee.
B. Saran

Dengan penelitian dan data yang telah dipaparkan, peneliti dapat memberikan
beberapa rekomendasi terkait dengan perjanjian antara pihak shopee dengan pengguna
ShopeePay terkait penggunaan uang elektronik.

1. Tinjauan umum pengaturan mengenai konsumen transaksi elektronik. Seharusnya


perjanjian yang dibuat oleh pengguna shopee dengan pihak shopee saling sepakat
dan tidak Klausula yang digunakan dalam perjanjian shopee merupakan klausula
baku digital. Seharusnya klausula baku tersebut memuat ketentuan yang mudah
dipahami dan tulisannya jelas mudah dibaca, sehingga tidak menjadi multitafsir.
Klausula seharusnya disepakati oleh kedua pihak tanpa merugikan pihak lain.
Adanya kesepakatan dalam perjanjian seharusnya kedua pihak sudah memahami.
2. Penerapan perjanjian antara konsumen dengan pihak usaha shopeepay dalam
penggunaan elektronik. Perjanjian menggunakan klausula baku yang diterapkan
oleh shopee seharusnya memihak ke pengguna shopee. Karena jika terjadi masalah
dalam penggunaan aplikasi shopee, dengan klausula yang bertulisan kecil dan tidak
mudah dibaca dan dipahami tentu menyulitkan pengguna shopee. Sebaiknya
didalam aplikasi shopee terdapat informasi yang jelas mengenai hal apa saja yang
dibutuhkan pengguna shopee. Selain itu shopee juga kurang memperhatikan hak
konsumen yang terdapat dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen.
74

3. Dalam penyelesaian perjanjian, shopee menyediakan customer service untuk


menjawab pertanyaan dari keluhan customer. Seharusnya peran pemerintah juga
hadir untuk merancang undang-undang guna mengatur tentang e-commerce serta
klausula baku digital. Karena di era 5.0 ini menjadi tuntutan bahwa teknologi
semakin maju, dan hukum seharusnya mengikuti jamannya. Undang-Undang yang
saat ini ada kurang mem-backup permasalahan seperti ini.
DAFTAR PUSTAKA

BUKU :
Apeldoorn, Van I.. J. .1986. Inleiding tot de Studie van bet Nederlandse Recht, atau
Pengantar Ilmu Hukum, ter. Oetarid Sadino. Jakarta: Pradnya Paramita
Abdulhay, Marhainis. 2001. Hukum Perdata Materil. Jakarta: Pradya Paramita
Asyhadie, Zaeni. 2008. Hukum Bisnis. Jakarta: Raja Grafindo
Barkatullah, Halim Abdul. 2017. Hukum Transaksi Elektronik. Bandung: Nusa Media
Diantha, I Made. 2017. Metodologi Penelitian Hukum Normatif. Jakarta: Kencana
Griswanti, Lena. 2005. Perlindungan Hukum Terhadap Penerima Lisensi Dalam
Perjanjian. Tesis Universitas Gadjah Mada
Gunawan, Johannes dkk. 2021. Perjanjian Baku Masalah dan Solusi, (Jakarta:
Deutsche Gesselschaft fur Internationale Zusammenarbeit (GIZ) GmbH)
Hadjon, M. Philipus. 1987. Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia. Surabaya:
PT. Bina Ilmu
Handayani. 2020. Penggunaan Klausula Baku Yang Dilarang Menurut Hukum
Perlindungan Konsumen. Uwais Inspirasi Indonesia
Harahap, Yahya M. 1986. Segi-Segi Hukum Perjanjian. Bandung: Alumni
Ibrahim, Johny. 2005. Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif. Surabaya:
Bayumedia Publishing
Kansil CS.T. 1989. Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Jakarta: Balai
Pustaka
Kelsen, Hans. 1949. General Theory of State and Law. Cambridge: Harvard University
Press
Mardi Yapiter. 2020. Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Atas Keabsahan
Kontrak Elektronik Dalam Transaksi E-commerce, Zona Media Mandiri
Mertokusumo, Sudikno. 1999. Mengenal Hukum: Suatu Pengantar. Yogyakarta:
Penerbit Liberty
Raharjo, Satjipto. 1983. Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia. Surabaya: Bina
Ilmu
Rivai, Veithal dkk. 2001. Bank and Financial Institution Management. Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada
Rosmawati. 2018. Pokok-Pokok Perlindungan Konsumen. Jakarta: Prenadamedia
Group

75
76

Satrio J. 1995. Hukum Perikatan Yang Lahir dari Perjanjian Buku I, Cet.I. Bandung:
PT. Citra Aditya Bakti
Subekti. 1984. Pokok-Pokok Hukum Perdata. Jakarta: Intermasa
_____. 1991. Hukum Perjanjian. Jakarta: Intermasa
_____. 2018. Hukum Perjanjian. Jakarta: Intermasa
Sudarsono. 2007. Kamus Hukum. Jakarta: Rineka Cipta
Sulaiman, Abdullah. 2019. Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta: Fakultas Syariah dan
Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
_____. 2019. Hukum Ketenagakerjaan/Perburuhan. Jakarta: Yayasan Pendidikan
Susanto, Happy. 2008. Hak-hak Konsumen Jika Dirugikan. Jakarta: Visimedia
Setiawan R. 1999. Pokok-Pokok Hukum Perikatan, Cet. VI. Bandung: Putra Bardin
Soekanto, Soerjono. 1984. Pengantar Penelitian Hukum Jakarta: UI Press
Zakiyah. 2015. Hukum Perjanjian Teori dan Perkembangannya. Yogyakarta: Lentera
Kreasindo

JURNAL :
Dalimunthe, Dermina. 2017. Akibat Hukum Wanprestasi Dalam Perspektif Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata (BW) Jurnal Al-Maqasid Volume 3 Nomor 1
Edisi Januari-Juni: IAIN Padangsidimpuan
Fokky. 2016. Fuad, Falsafah Hukum Pancasila Reaktualisasi Staatfundamentalnorm,
Lex Jurnalica Volume 13 Nomor 3: Jakarta
Korah, S.M. Revy. 2013. Mediasi Merupakan Salah Satu Alternatif Penyelesaian
Masalh Dalam Sengketa Perdagangan Internasional, Jurnal Vol.XXI/No.3 April-
Juni
Luh, Suryatni. 2016. Filsafat Pancasila Dan Filsafat Hukum Sebagai Dasar Rule Of
Moral, Jurnal Ilmiah Hukum Dirgantara Vol 6 No. 2: Jakarta
Roesli M.,dkk. 1994. Kedudukan Perjanjian Baku Dalam Kaitannya Dengan Asas
Kebebasan Berkontrak, Jurnal IlmuHukum Volume 15 Nomor 29 Februari 2019 –
Juli 2019: Bandung
Putri Suwena Wahyu, dkk. 2018. Keabsahan Kontrak Elektronik Dalam Transaksi E-
commerce Ditinjau Dari Hukum Perikatan, Jurnal Analisis Hukum Volume 1, No.
2 Undiknas: September
Saragi, Manuasa. 2014. Litigasi dan Non Litigasi Untuk Penyelesaian Sengketa Bisnis
Dalam Rangka Pengembangan Investasi Di Indonesia, Vol. 1 No. 2. E-Journal
77

Graduate Unpar: Bandung


Siregar, Taufiq. 2018. Keberadaan Arbitrase di Kota Medan, Mercatoria Vol.. 11, 1
Juni. Medan: Universitas Medan Area
Situngkir, Roman. 2018. Penggunaan E-Money Berdasarkan Undang-Undang Nomor
7 Tahun 2011 Tentang Mata Uang, Jurnal Ilmu Hukum Fakultas hukum UMSU
Volume 3 Nomor 1, Januari-Juni: Sumatera Utara
Suharni. 2018. Uang Elektronik Ditinjau Dari Perspektif Hukum Dan Perubahan
Sosial, Jurnal Spektrum Hukum, Vol.15/No.1/April. UNTAG: Semarang

WEBSITE :
Anon, Perlindungan Hukum, http://repository.uin-suska.ac.id Diakses tanggal 18
November 2021
https://kbbi.web.id/konsumen Diakses pada 22/11/2021 pukul 11:18WIB
https://bpptik.kominfo.go.id/2014/12/19/645/e-commerce/ Diakses pada tanggal
27/11/2021 pukul 19:32
https://help.shopee.co.id/s/article/Apa-itu-ShopeePay Diakses pada tanggal
27/11/2021 pukul 19:46
https://www.kompas.com/tren/read/2021/07/30/123300065/ada-ketentuan-baru-
ini-cara-isi-ulang-shopeepay-tanpa-biaya-
admin?page=all&jxconn=1*y8e9u*other_jxampid*REJPbHVETU5FXzF
oX093dDFrT1pBNnNkaGRJWTM2ZUVRQ2F2T3BnYkRkcVg4ME1td3
JiYVZvbHR0SWw3QS1Yaw..#page2 Diakses pada tanggal 19/12/2021
pukul 22:39
https://bpkn.go.id/posts/show/id/1057 Diakses pada 20/12/2021 pukul 13:00
https://kbbi.web.id/hak Diakses pada 24/12/2021 pukul 09:57 WIB
Artikel Pendidikan, Pengertian Hak dan Kewajiban http://artikelpendidikan.id
diakses pada tanggal 25/12/2021
https://help.shopee.co.id/portal/article/73236-[Perlindungan-Pesanan]-Apa-itu-
Garansi-Shopee%3F Diakses 8/2/2022 pukul 14:44

UNDANG-UNDANG :
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945
KUH Perdata (Kitab Undang-Undang Hukum Perdata)
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Informasi dan Transaksi
78

Elektronik
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen
Peraturan Bank Indonesia Nomor 20/6/2018 Tahun 2018 Tentang Uang Elektronik
LAMPIRAN-LAMPIRAN

Gambar 3.1
Logo Shopee

Gambar 3.2
Logo Shopeepay

79
80

Gambar 3.3
Pesanan dari akun grosir krudung sidoarjo
81

Gambar 3.4
Riwayat Pengiriman
82

Gambar 3.5
Chat dengan customer service shopee mengkonfirmasi dana masuk
83

Gambar 3.6
Pesanan Shopee dari akun Pras.jr77
84

Gambar 3.7
Riwayat Ekspedisi Pesanan
85

Gambar 3.8
Konfirmasi Chat melalui Shopee
86

Gambar 3.9
Konfirmasi Chat melalui Whatsapp

Anda mungkin juga menyukai