(UU-JPH)
SKRIPSI
Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H)
Oleh :
ALFIDA MIFTAH FARHANAH
11150490000096
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum
untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Saijana Hukum (S.H.)
Oleh:
Alfida Miftah Farhanah
11150490000096
Dosen Pembimbing
Pembimbing I
Pembimbing II
Skripsi yang bejudul “Kewenangan BPJPH dan MUI dalam Sertifikasi Halal
berdasarkan Undang-undang Nomor 33 Tahun 2014 (UU-JPH)” yang ditulis oleh
Alfida Miftah Farhanah, NJM 11150490000096, telah diajukan dalam sidang
skripsi Fakultas Syariah dan Hukum pada Juin’at, 08 November 2019. Skripsi ini
telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sajana Hukum
(S.H.) pada Program Studi Hukum Ekonomi Shariah Fakultas Shariah dan Hukum
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Panitia Sidang
Ketua
A.M Hasan Ali. M.A.
NIP. 19751201 200501 1 005
Skripsi ini merupakan hasil karya as!i saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan tlalam penulisan ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika kemudian hari terbukti bahwa ini bukan hasil karya asli saya atau
merupakan hasil penjiplakan karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
v
KATA PENGANTAR
Shalawat dan salam semoga tetap terlimpahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, yang telah m
Selanjutnya dalam proses penyusunan skripsi ini, penyusun tidak berdiri sendiri. Dalam arti, penyusun banya
Allah SWT dan Rasul Nya yang selalu memberikan nikmat dan hidayah- Nya kepada seluruh hamba nya, ser
Bapak Dr. Ahmad Tholabi Kharlie, SH., M.A., M.H. selaku Dekan
FakultasSyariahdanHukumUniversitasIslamNegeriSyarif Hidayatullah Jakarta.
3. Bapak AM. Hasan Ali, M.A., dan Dr. Abdurrauf, Lc., M.A., selaku
Kepala Jurusan dan Sekretaris Jurusan Hukum Ekonomi Syariah yang
telah membantu banyak hal kepada penulis.
4. Bapak Mu’min Roup, M.A. dan Dr. Alimin selaku Dosen pembimbing
dalam penyusunan skripsi ini, yang telah memberikan banyak masukan
dan arahan kepada penulis, serta Ikhlas meluangkan waktunya untuk
membimbing serta memberikan arahan dan masukan yang bersifat
vi
membangun kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini. Semoga apa
yang telah diberikan dapat bermanfaat dan mendapat ganjaran dari Allah
SWT, aamiin yaa rabbal’alamiin.
Para Dosen Fakultas Syariah dan Hukum, para Guru, Asatidz wal Asatidzah yang tidak bias saya sebutkan sa
Bapak Aminudin Yakub selaku Anggota Komisi Fatwa MUI yang telah meluangkan waktu serta memberi ke
Teristimewa untuk kedua orang tua penulis, ayahanda Wawan Gunawan dan Ibunda Siti Maqbulah beserta K
moril maupun materil. Dengan Do’a yang kalian panjatkan akhirnya
vii
10. Kepada Naylul, Zibon, Adul, Tia, Gojin dan kepada Hasbialloh yang
selalu menghibur dan memberi semangat serta do’a yang tak pernah
bosan kepada penulis.
11. Kepada Maya, Sari, Fira, Lili dan juwita dan koprs Berkah yang selalu
menghibur dan memberi semangat serta do’a yang tak pernah bosan
kepada penulis.
Kepada teman-teman Jurusan Hukum Ekonomi Syariah angkatan 2015, terimakasih atas bantuan, doa serta d
Kepada teman-teman KKN INFINITY 2015 khususnya Suci Gusrianti Hasani, Raghda Na’im, Zhia Aulia Na
Kanda-kanda dan Yunda-yunda seluruh anggota organisasi penulis yaitu Himpunan Mahasiswa Islam (HMI)
Semoga Allah SWT membalas kebaikan dan ketulusan semua pihak yang
telah membantu menyelesaikan skripsi ini dengan melimpahkan rahmat dan
viii
karunia-Nya. Semoga karya penelitian tugas akhir ini dapat memberikan manfaat
dan kebaikan bagi banyak pihak demi kemaslahatan bersama serta bernilai ibadah
di hadapan Allah SWT. Aamiin.
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL................................................................................................i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING...................................................ii
LEMBAR PERNYATAAN....................................................................................iii
PENGESAHAN PENGUJI....................................................................................iv
ABSTRAK...............................................................................................................v
KATA PENGANTARvi
DAFTAR ISIx
DAFTAR GAMBARxii
BAB IPENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah1
Identifikasi Masalah6
Batasan dan Rumusan Masalah7
Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian8
Tinjauan Kajian Terdahulu9
Metode Penelitian11
Sitematika Penulisan17
Kerangkat Teori18
Kerangka Konseptual19
BAB IIKAJIAN TEORI
Penjelasan Kewenangan20
Sertifikasi Halal24
xi
DAFTAR GAMBAR
xii
BAB I
PENDAHULUAN
Artinya: “Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah rezekikan kepadamu, dan be
Ayat tersebut memberikan perintah yang jelas untuk memilih
1
Yusuf Qaradhawi, “Halal dan Haram” (Jakarta: Rabbani Pers, 2002), hal. 45
2
M. Ade Setiawan Putra, konsentrasi perbandingan hukum, fakultas syariah dan hukum,
2015. “Kewenangan LPPOM MUI Dalam penentuan Sertifikasi Halal Pasca Berlakunya UU
No. 33 Tahun 2014”, (Skripsi S-1 Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta, 2015). h. 2
3
QS. Al-Baqarah ayat : 172
1
2
dan dibenarkan dalam Syariat Islam. Kedua, halal zat atau bahan
dasarnya. Pada dasarnya seluruh yang ada di alam ini halal untuk
dikonsumsi kecuali beberapa jenis hewan dan tumbuhan yang
diharamkan dalam Al-Qur’an, yaitu: bangkai, darah, daging babi,
sembelih atas nama selain Allah, dan hewan yang tercekik, yang dipukul,
yang jatuh, yang ditanduk, yang diterkam binatang buas kecuali yang
sempet disembelih.
Dan jenis nabati yang diharamkan adalah khamr. Ketiga, halal dalam proses pengolahan. Dalam proses peng
Indonesia merupakan salah satu negara dengan populasi terbesar di dunia dan lebih dari 87% penduduknya a
jawab besar melindungi masyarakat serta keseluruhan, terutama
4
Muahmmad Aziz, “Perspektif Maqashid Al-Syariah Dalam Penyelenggaraan Jaminan
Produk Halal Di Indonesia Pasca Berlakunya Undangundang Nomor 33 Tahun 2014 Tentang
Jaminan Produk Halal”, AL-HIKMAH Jurnal Studi Keislaman, Volume 7, Nomor 2, (September,
2017), h.4.
3
Konsumsi produk halal merupakan kewajiban setiap muslim, dalam persoalan ini juga aktif hadir berkontribu
Sertifikasi halal adalah fatwa tertulis MUI yang menyatakan kehalalan suatu produk sesuai dengan syariat Isl
untuk kemudian dicantumkan pada label produknya. Sertifikat halal ini
hanya berlaku untuk jangka waktu tertentu dan pelaku usaha harus
melakukan perpanjangan untuk memperoleh sertifikasi kehalalan
produknya kembali.
5
Memakan makanan yang halal merupakan wujud syukur atas nikmat Allah sebagaimana
disebut dalam QS. Al-Nahl [16]: 114
6
Wiku Adi Sasmito, “Analisis Kebijakan Nasional MUI dan BPOM dalam
Labeling Obat dan Makanan”, Case Study: Analisis Kebijakan Kesehatan, Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2008, hlm. 14.
4
Produk Halal.7
7
Susilowati Suparto, “Harmonisasi Dan Sinkronisasi Pengaturan Kelembagaan
Sertifikasi Halah Terkait Perlindungan Konsumen Muslim Indonesia”, (Fakultas
Hukum Universitas Padjajaran, Bandung Jalan Dipati Ukur Nomor 35 Bandung, Jawa
Barat), Jurnal MIMBAR HUKUM Volume 28, Nomor 3, Oktober 2016, h.428
5
Selanjutnya dengan adanya pemberlakuan UUJPH ini, secara kelembagaan yang pada awalnya penerbitan se
Pembentukan BPJPH sebagai upaya perlindungan konsumen terhadap konsumen sebagai suatu sistem.
merupakan suatu tatanan atau kesatuan yang terdiri dari bagian-bagian
atau unsur-unsur yang saling berkaitan, saling berinteraksi satu sama lain,
yang terorganisasi dan bekerjasama untuk mencapai tujuan kesatuan itu.9
8
Pasal 5 Ayat (2) Undang-Undang No. 33 Tahun 2014 Tentang Jaminan Produk
Halal (Lembaga Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 295, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5604)
9
Sudikno Mertokusumo, 2006, “Penemuan Hukum : Sebuah Pengantar”,
Liberty, Yogyakarta, h.18.
6
Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, penulis dapat menidentifikasi beberapa permasalah
Jaminan kehalalan atas makanan yang di konsumsi oleh masyarakat,
sebagai berikut:
1. Manfaat Akademis
Untuk menerapkan dan mempersembahkan sebuah karya tulis terhadap ilmu yang telah didapat selama perku
Manfaat Praktisi
Untuk mengetahui batasan-batasan pengkonsumsian yang benar dan halal untuk menambah keyakinan kepad
Manfaat Teoritis
5. Manfaat Adjukasi
1. Jurnal yang ditulis oleh Susilowati Suparto, Konsentrasi Departemen Hukum Perdata, Fakultas Hukum, U
10
Susilo Suparto, “Harmonisasi Dan Sinkronisasi Pengaturan Kelembagaan
Sertifikasi Halal Terkait Perlindungan Konsumen Muslim Indonesia”. Fakultas Hukum,
Unuversitas Padjajaran, Bandung. 2016.
1
11
KN. Sofyan Hasan, Kepastian Hukum Sertifikasi dan Labelisasi Halal Produk
Pangan, Jurnal Dinamika Hukum, Vol. 14, No. 2 (Mei, 2014), hlm. 229.
12
Muhammad Azis, “Perspektif Islam pada penyelenggara jaminan produk halal
sesuai Undang Undang No.33 Tahun 2014”, AL HIKMAH Jurnal Studi Keislaman,
Volume 7, Nomor 2, September 2017.
1
a. Jenis Penelitian ini adalah penelitian Hukum Normatif Tertulis adalah metode penelitian hukum terhadap a
positif yang dikaji dengan terkumpulnya bahan-bahan tersebut
hukum, 2015. “Kewenangan LPPOM MUI Dalam penentuan Sertifikasi Halal Pasca
Berlakunya UU No. 33 Tahun 2014”, (Skripsi S-1 Fakultas Syariah dan Hukum,
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2015).
1
penulisan skripsi ini. Literatur itu berupa buku, majalah, surat kabar,
artikel, jurnal, dan lain sebagainya. Langkah dalam melaksanakan
studi pustaka ini adalah dengan cara membaca, mengutip, serta
menganalisa dan merumuskan hal-hal yang dianggap perlu dalam
memenuhi penelitian ini.
3. Data dan Sumber Data
Yang dimaksud sumber data disini adalah subyek dari mana data
diperoleh.14
Data primer
Data primer adalah data yang diperoleh dari sumber pertama dengan melalui sumber lapangan atau lembaga
Data sekunder
Data sekunder adalah data yang lebih dahulu dikumpulkan dan data yang diperoleh dari studi kepustakaan (L
ini.
14
Winarno Surakhmad, “Pengantar Penelitian Ilmiah (Dasar, Metode dan
Teknik)”, (Bandung:Tarsindo, 1999), h. 134.
1
3) Undang-Undang kesehatan.
Nomor36tahun2009tentang
Undang-Undang
Label Makanan.
b. Bahan Hukum Sekunder
Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang
memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer
seperti berupa buku cetakan penerbit, hasil penelitian,
makalah dan jurnal serta literaatur lainnya yang relevan
dengan permasalahan penelitian.
c. Bahan Hukum Tersier
Bahan hukum tersier adalah bahan-bahan hukum yang memberikan petunjuk dan penjelasan terhadap bahan
Berikutnya, untuk validasi data, peneliti menggunakan metode wawancara untuk menggali data dari sumber
15
Johnny Ibrahim, Teori dan Metodelogi Penelitian Hukum Noormatif
(Malang : Bayu Media Publishing, 2008), h.294
1
5. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan masalah yang berpacu kepada
pendekatan normatif, karena dalam penelitian ini terdapat aturan-
16
Hasil Wawancara Dengan Bapak Aminudin Yakub, M.Ag Selaku Anggota Komisi
Fatwa MUI, Di Gedung Fakultas Tarbiyah Dan Keguruan, 21 Oktober 2019.
1
BAB II
BAB III
BAB IV
H. Kerangka Teori
Teori Sistem Hukum Lawrence M Frieman
Dalam penelitian ini teori sistem hukum Lawrence M Friedman
digunakan untuk melihat problematika dari implementasi UU JPH. Dalam
1
sistem hukum adalah bangkai, seperti ikan yang tidak bisa berenang
bebas di dalam lautan.17
I. Kerangka Konseptual
Pelaku Usaha
Kemenag
LPH
MUI
17
Lawrence M. Friedman & Grant M. Hayden, 2017. American Law: An Introduction. 3rd
Edition. New York. Oxford University Press. hal.5-7.
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Penjelasan Kewenangan
1. Pengertian Kewenangan
1
Philipus M. Hadjon, dkk., Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, (Yogyakarta:
Gadjahmada University Press, 2005), hlm. 25
2
Philipus M. Hadjon, dkk., Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, (Yogyakarta:
Gadjahmada University Press, 2005), hlm. 26
20
2
berdasarkan (i) tatanan moral atau kebiasaan yang berlaku, (ii) undang-
undang atau peraturan, atau ijin/lisensi yang diterbitkan oleh suatu
badan pemerintah untuk melakukan suatu usaha, kegiatan, aktifitas.3
2. Kedudukan Kewenangan
Kewenangan terdiri atas sekurang-kurangnya tiga komponen yaitu (1) pengaruh, (2) dasar hukum, dan (3) ko
Jadi kedudukan kewenangan dalam penyelenggaraan administrasi negara adalah sebagai dasar hukum (legali
melakukan pembinaan dan memberikan pengayoman serta
5
Philipus M. Hadjon, dkk., Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, (Yogyakarta:
Gadjahmada University Press, 2005), hlm. 27
2
Pembinaan
Pengayoman
Pemerintah Rakyat
partisipasi
Dari skema tersebut dapat digambarkan bahwa antara penguasa/ pemerintah dengan rakyat memiliki hubung
Maka dapat disimpulkan bahwa wewenang terdiri atas
Sertifikasi Halal
Sertifikasi halal terdiri atas dua kata yaitu sertifikasi dan halal. Kata “sertifikasi” berasal dari bahasa inggris “
Sementara itu, kata “halal” berasal dari bahasa Arab yang
berkaitan dengan hukum halal dan haram. Menurut Ibn Manzur, halal
itu berasal dari kata “al-hillu” yang berarti tidak terikat (al-thalaq).
Oleh karena itu, al-muhillu berarti orang kafir yang boleh diperangi
karena tidak terikat perjanjian damai kita. Lafazh halal merupakan
lawan dari kata “haram” , sedangkan lafazh “haram” itu pada asalnya
8
Ibn Manzhur, lisan arab, juz XV, h. 11
9
Ibn Manzhur, lisan arab, juz XV, h.9
10
Wahbah al-Zuhaili, al-Tafsir al-Munir, Juz II, h.72
2
11
Sopa, “Sertifikasi Halal Majelis Ulama Indonesia Studi atas Fatwa Halal MUI
terhadap Produk Makanan, Obat-obatan dan kosmetika”, Gaung Persada Press Group
Jakarta. Desember 2013 Cet. Pertama h.12.
2
12
Abu Abdillah Muhammad bin Ahmad al-Anshari al-Qurthubi, al-Jami‟li Ahkam al-
Qur‟an, Juz VI, h.45
13
Al-Baqarah [2] : 168 dan . al-Mai‟dah [5] : 88
2
yang tidak halal (pangan yang haram). Oleh karena itu, pangan yang
kita konsumsi untuk memenuhi kebutuhan hidup kita harus dipastikan
sengai pangan yang halal, bukan pangan yang haram. Sebab, apabila
pangan yang dikonsumsi itu adalah pangan yang haram, maka hal itu
akan berpengaruh buruk pada jasmani dan ruhaninya.14
Quraish Shihab setelah mengutip pendapat Alexis Carel,
pemenang hadiah Nobel Kedokteran, yang menyatakan perasaan
manusia sangat dipengaruhi oleh kualitas dan kuantitas makanan yang dikonsumsinya, menegaskan, “Agakn
Menurut Rasyid Ridla, kata “rijsun” itu digunakan untuk menjelaskan sesuatu yang kotor baik secara lahiriah
Tidak hanya sampai di situ, ternyata pangan yang kita konsumsi itu mempengaruhi hubungan manusia denga
haram akan menjadi penghalang diterimanya ibadah dan
14
Sopa, “Sertifikasi Halal Majelis Ulama Indonesia Studi atas Fatwa Halal MUI
terhadap Produk Makanan, Obat-obatan dan kosmetika”, Gaung Persada Press Group
Jakarta. Desember 2013 Cet. Pertama h.15.
15
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah., Jilid IV, h.316
2
Oleh karena itu, dalam memenuhi kebutuhan hidup ini kita harus
berusaha maksimal untuk mendapatkan pangan yang halal dan
menjauhi pangan yang haram. Hal ini telah diperintahkan oleh
Rasulullah SAW dalam salah satu haditsnya yang diriwayatkan oleh
al-Thabrani dari Anas bin Malik r.a yang memerintah kita untuk
senantiasa mencari yang halal.
Agar dapat melaksanakan perintah Rasul tersebut dengan baik,
maka kita harus mnegetahui dan memebedakan mana yang haram dan mana yang halal. Oleh karena itu, pen
Pada dasarnya, semua jenis pangan itu halal kecuali yang secara tegas dinyatakan keharamannya baik dal
dibutuhkan penjelasan dan perinciannya adalah pangan yang haram.
16
Ahmad Hushari. Tarikh al-Fiqh al-Islami, (Bairut: Dar al-Jil, 1991), h.10
3
ل ُوى َى قُ ْل ًِإَّ َوا َح َّر ىاح َش َها ظَهَ َر ِه ٌْهَا َو َها َب َط َي َوا ْ ِْل ْث َن َوا ْلبَ ْغ َي ِب َغ ْي ِر ا ْل َح ِّق َوأَ ْى تَقُىلُىا َع ِلَ َل
َ الىها ََّل تَ ْع
artinya: “Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang nampak ataup
sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujjah untuk itu
Sopa, Sertifikasi Halal Majelis Ulama Indonesia Studi atas Fatwa Halal MUI terhadap
19
Produk Makanan, Obat-obatan dan kosmetika. Gaung Persada Press Group Jakarta. Desember
2013 Cet. Pertama hal. 20
3
20
Muhammad Nasib ar-Rifa‟I “Taisir Al-Aliyyul Qadir Li Ikhishari Tafsir
Ibnu Katsir”, jilid 2”(Gema Insani Press, 1999), h.1073-1074
3
sebutkan juga cukup banyak hal yang samar-samar (syubhat) status hukumnya, apakah ia halal ataukah haram, tidak diketahu
kelompok orang yang dipandang memiliki pengetahuan memadai tentang hal tersebut sangat diperlukan
21
M. Ade Setiawan Putra, konsentrasi perbandingan hukum, fakultas syariah dan hukum,
2015. “Kewenangan LPPOM MUI Dalam penentuan Sertifikasi Halal Pasca Berlakunya UU
No. 33 Tahun 2014”, (Skripsi S-1 Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta, 2015). h.37
3
22
Jurnal halal, No.2/1/15, edisi Nopember 1995-15 Januari 1995, h. 37-37
3
23
Muhammad Aziz, Perspektif Maqashid Syariah Dalam Penyelenggara
Jaminan Produk Halal Di Indonesia Pasca Berlakunya Undang-Undang Nomor 33
Tahun 2014 Tentang Jaminan Produk Halal. AL-HIKMAH Jurnal Studi Keislaman ,
Volume 7 Nomor 2, September 2017, h.79
BAB III
TINJAUAN UMUM PROFIL LEMBAGA
39
4
1
Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Diresmikan Kemenag diakses di
https://www.kompasiana.com/advertorial/59e05033486932140056902/badan-penyelenggara-
jaminan-produk-halal-bpjph-diresmikan-kementerian-agama-sebagai-badan-sertifikasi-halal
(pada 12 Oktober 2019 pukul 20.21).
4
b. Misi
“Misinya adalah mewujudkan sistem layanan registrasi dan
sertifikasi halal, pembinaan dan pengawasan, kerjasama
lembaga dan standarisasi, dan manajeman organisasi.3
3. Struktur
Bagan : Struktur BPJPH
Bidang Kerjasama
KEPALA BPJPH
Bidang Standarisasi
Prof. Ir. SUKOSO, M.SC., Ph.D
SEKRETARIS
Dr. ABDURRAHM
Gambar 3.1 Struktur BPJPH AN, M.Ag
4
Anis Saul Fatimah, murni penerbitan sertifikat jaminan produk hslsl pasca dibentuk
badan penyelenggara Jaminan Produk Halal. Jurnal, Simposium Hukum Indoneisa.Volume 1
Nomor 1 Tahun 2019.
5
Sejarah MUI diakses di http://mui.or.id/mui/tentang-mui/profil-mui/profil-mui.html,
(Rabu, 02 Oktober 2019, Pukul 21.50)
4
b. Setelah UU JPH:
1) Undang Undang Nomor 33 Tahun 2014 Tentang Jaminan
Produk Halal.
4
a. Kemampuan Telusur
6
Moh. Kusnadi, Problematika Penerapan undang-undang Jaminan Produk Halal Di
Indonesia, Jurnal Keislaman dan Ilmu PendidikaN, Volume 1, Nomoe 2, Juli 2019, h.120
4
b. Autentikasi
Tujuan: Untuk memastikan tidak terjadi pemalsuan produk halal dengan produk h
kontaminasi bahan haram ke dalam produk halal.
BPJPH
LPH MUI
Akreditasi LPH
1
Hasil Wawancara Dengan Bapak Aminudin Yakub, M.Ag Selaku Anggota Komisi Fatwa
MUI, Di Gedung Fakultas Tarbiyah Dan Keguruan, 21 Oktober 2019.
53
5
Melakukan kerja sama dengan lembaga dalam dan luar negeri di bidang penyelenggaraan JPH.2
Dalam melaksanakan wewenang sebagaimana dimaksud diatas BPJPH bekerja sama dengan kementerian dan
2
Pasal 6 Undang-undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal
3
Mengenal Kewenangan Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal Diakses di
http://www.gresnews.com/berita/tips/60181-mengenal-kewenangan-badan-penyelenggara-
jaminan-produk-halal/0/ (20 Oktober 2018 Pukul 16.04).
Pasal 8 dan Pasal 9 Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan
4
Produk Halal
5
5
Lihat Pasal 10 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 33 Tahun
2014tentangJaminan Produk Halal
6
Lihat Pasal 30 ayat (1) Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014tentangJaminan
Produk Halal
7
Lihat Pasal 32 ayat (1), dan (2) Undang-Undang Nomor 33 Tahun
2014tentangJaminan Produk Halal
8
Lihat Pasal 33 ayat (1), (2), dan (6) Undang-Undang Nomor 33 Tahun
2014tentangJaminan Produk Halal
9
Lihat Pasal 34 ayat (1) Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014tentangJaminan
Produk Halal
5
10
Ridwan HR. Hukum Administrasi Negara (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2016),
h.105.
11
Ridwan HR. Hukum Administrasi Negara (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2016),
h.108.
5
f. Melakukan
akreditasi terhadap
LPH*)
g. Melakukan
registrasi Auditor
Halal*)
h. Melakukan
pengawasan
terhadap JPH**)
i. Melaukuan
pembinaan Auditor
Halal*)
j. Melakukan kerja
sama dengan
lembaga dalam dan
luar negeri di
bidang
penyelenggaraan
JPH***)
Keterangan:
*) : Wewenang baru
**) : Wewenang lama
Hasil Wawancara Dengan Bapak Aminudin Yakub, M.Ag Selaku Anggota Komisi
12
13
Hasil Wawancara Dengan Bapak Aminudin Yakub, M.Ag Selaku Anggota Komisi
Fatwa MUI, Di Gedung Fakultas Tarbiyah Dan Keguruan, 21 Oktober 2019.
14
Ridwan HR., Hukum Administrasi Negara (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2016),
hlm. 107.
6
Menyelenggarakan Menyelenggarakan
penerbitan sertifikat penerbitan sertifikat jaminan
jaminan produk halal produk halal berdasarkan
berdasarkan Surat Surat Keputusan Majelis
Keputusan Majelis Ulama Ulama Indonesia Nomor:
Indonesia Nomor: Kep./18/MUI/I/1989 yang
Kep./18/MUI/I/1989 yang membahas permasalahan
membahas permasalahan hukum halal dan haram
hukum halal dan haram
Anis Saul Fatimah, Penerbitan Sertifikat Jaminan Produk Halal Pasca Dibentuk
15
Keterangan:
*) : Wewenang baru
3. Analisis Pengaturan Penerbitan Sertifikat Jaminan Produk Halal Setelah dibentuk BPJPH
Indonesia dalam kondisi penduduknya merupakan penduduk Muslim yang mayoritas beragama Islam, maka
Sehingga apa yang kita kerjakan dalam memenuhi segala kebutuhan yang berkaitan dengan perekonomian ha
Hasil Wawancara Dengan Bapak Aminudin Yakub, M.Ag Selaku Anggota Komisi
16
dan
maka
kepercayaannyaitu.SetelahUndang-undangJPHterbit,
memperkuat dan mengatur berbagai regulasi halal yang sebelumnya tersebar di berbagai p
Undang-undang JPH mencakup produk berupa barang dan/atau
18
Pasal 1 Angka 1 Undang-undang Nomor 33 Tahun 2014 Tentang Jaminan
Produk Halal
6
19
Pasal 1 Angka 3 Undang-undang Nomor 33 Tahun 2014 Tentang Jaminan
Produk Halal
20
Pasal 60 Undang-undang Nomor 33 Tahun 2014 Tentang Jaminan Produk
Halal
6
21
Pasal 33 ayat (4) Undang-undang Nomor 33 Tahun 2014 Tentang Jaminan
Produk Halal.
22
Pasal 35 Undang-undang Nomor 33 Tahun 2014 Tentang Jaminan Produk
Halal.
23
Pasal 7 Undang-undang Nomor 33 Tahun 2014 Tentang Jaminan Produk Halal.
6
3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembaharuan Sertifikat Halal diatur dalam Peraturan Menteri.
Analisis efektifitas penerapan sertifikasi halal setelah pelaksanaan Undang-undang Nomor 33 Tahun 2
Problematika penerapan Sertifikasi Halal di Indonesia setelah berlaku UU Jaminan Produk Halal
Problematika yang menarik untuk dibahas adalah terkait dengan kesiapan UU JPH untuk berlaku secara penu
UU JPH diundangkan pada tanggal 17 Oktober 2014, dengan
24
Moh. Kusnadi, Problematika Penerapan undang-undang Jaminan Produk Halal Di
Indonesia, Jurnal Keislaman dan Ilmu PendidikaN, Volume 1, Nomoe 2, Juli 2019, h.125
6
26
Moh. Kusnadi, Problematika Penerapan undang-undang Jaminan Produk Halal Di
Indonesia, Jurnal Keislaman dan Ilmu PendidikaN, Volume 1, Nomoe 2, Juli 2019, h.127
7
3. Analisis alasan Di Indonesia Mayoritas Penduduk Islam Berlakunya Sertifikasi Halal Tidak Ada Se
Adanya sertifikasi halal diberbagai negara, baik itu negara Islam atau non Islam, saat ini tidak lagi sebatas up
Namun nyatanya di negara-negara sekuler atau negara non Islam dalam beberapa tahun terakhir telah mencan
27
https://m.republika.co.id/amp/pf36p6370
28
Lies afroniyati, analisis ekonomi politik sertifikasi halal oleh majelis ulama indonesia,
jurnal kebijakan & administrasi poilitik JKAP Vol 18 No 1 Mei 2014, h.38
29
(http://www.mui. or.id/index.php?option=com_content&view=article&id=94:pusat-
islam-thailand-kunjungi-mui&catid =1:beritasingkat&Itemid=50).
7
30
Lies afroniyati, analisis ekonomi politik sertifikasi halal oleh majelis ulama indonesia,
jurnal kebijakan & administrasi poilitik JKAP Vol 18 No 1 Mei 2014, h.39
31
Firmansyah, 2010, http://sacafirmansyah. wordpress.com
32
Puji, 2011, www.republika.co.id
33
Muh. Zumar Aminudin, Sertifikasi Produk Halal: Studi Perbandingan Indonesia dan
Thailand, Institut Agama Islam Negeri Surakarta, jurnal shahih vol. I, Nomor I, Januari-juni
2016, h. 34
7
34
Muh. Zumar Aminudin, Sertifikasi Produk Halal: Studi Perbandingan Indonesia dan
Thailand, Institut Agama Islam Negeri Surakarta, jurnal shahih vol. I, Nomor I, Januari-juni
2016, h. 35
35
Muh. Zumar Aminudin, Sertifikasi Produk Halal: Studi Perbandingan Indonesia dan
Thailand, Institut Agama Islam Negeri Surakarta, jurnal shahih vol. I, Nomor I, Januari-juni
2016, h. 36
7
36
Muh. Zumar Aminudin, Sertifikasi Produk Halal: Studi Perbandingan Indonesia dan
Thailand, Institut Agama Islam Negeri Surakarta, jurnal shahih vol. I, Nomor I, Januari-juni
2016, h. 37
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Perubahan Kewenangan Sertifikasi Halal
Pengaturan kewenangan penerbitan sertifikat jaminan produk halal
setelah dibentuk BPJPH, pengajuan sertifikat jaminan produk diajukan
ke BPJPH yang sebelumnya diajukan ke LPPOM MUI. BPJPH
bekerjasama dengan kementerian terkait dan/atau lembaga terkait, LPH dan MUI.Berbeda dengan sebelum d
Setelah dibentuk BPJPH, BPJPH belum dapat melaksanakan kewenangannya dalam penerbitan sertifikat jam
Penerbitan sertifikat jaminan produk halal masih pada Lembaga
77
78
BUKU
Al-Qur’anul karim, (Bandung, Sygma: 2009)
79
8
Sopa, Sertifikasi Halal Majelis Ulama Indonesia Studi atas Fatwa Halal MUI
terhadap Produk Makanan, Obat-obatan dan kosmetika, Gaung Persada
Press Group Jakarta. Desember 2013
Surakhmad Winarto, Pengantar Penelitian Ilmiah (Dasar, Metode dan Teknik),
(Bandung:Tarsindo, 1999).
Wahbah al-Zuhaili, al-Tafsir al-Munir, Juz II
Wajdi Farid & Lubis K. Surahwardi, Hukum Ekonomi Islam, Jakarta Timur:Sinar
Grafika, 2012
JURNAL DAN SKRIPSI
Afroniyati Lies, analisis ekonomi politik sertifikasi halal oleh majelis ulama indonesia, jurnal kebijakan & ad
Aminudin Zumar. Muh, Sertifikasi Produk Halal: Studi Perbandingan Indonesia dan Thailand, Institut Agam
Aziz Muhammad, Perspektif Maqashid Al-Syariah Dalam Penyelenggaraan Jaminan Produk Halal Di Indone
Fatimah Saul Anis, murni penerbitan sertifikat jaminan produk hslsl pasca dibentuk badan penyelenggara Jam
Hasan Sofyan Kn, Kepastian Hukum Sertifikasi dan Labelisasi Halal Produk
A. PEDOMAN WAWANCARA
auditnya, melibatkan LPH, LPPOM, nah LPH ini klo satu nanti
keberatan, maka di undang-undang dibukalah kemungkinan
perguruan tinggi islam atau ormas islam untuk membuat LPH, jadi
dalam hal sertifikasi ada 3 (tiga) lembaga :ada BPJPH ada LPH dan
MUI.1
1
Hasil Wawancara Dengan Bapak Aminudin Yakub Selaku Angota Komisi Fatwa MUI,
di Gedung Fakultas Tarbiyah dan Keguruan, 21 Oktober 2019.
2. Bagaimana bentuk Wewenang BPJPH saat ini?
Dalam melaksanakan wewenang, BPJPH bekerja sama dengan: a.
kementerian dan/atau lembaga terkait; b. LPH; dan c. MUI.Kerja
sama BPJPH dengan kementerian dan/atau lembaga terkait dilakukan
sesuai dengan tugas dan fungsi kementerian dan/atau lembaga
terkait.Kerja sama BPJPH dengan LPH dilakukan untuk pemeriksaan
dan/atau pengujian Produk.2 Kerjasama BPJPH dengan MUI
dilakukan dalam bentuk: a. sertifikasi Auditor Halal; b. penetapan kehalalan Produk; dan c. akreditasi LPH. P
2
Lihat Pasal 8 dan Pasal 9 Undang-Undang Nomor 33 Tahun
2014tentangJaminan Produk Halal
3
Lihat Pasal 10 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 33 Tahun
2014tentangJaminan Produk Halal
4
Lihat Pasal 30 ayat (1) Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014tentangJaminan
Produk Halal
5
Lihat Pasal 32 ayat (1), dan (2) Undang-Undang Nomor 33 Tahun
2014tentangJaminan Produk Halal
3. Bagaimana pelaku usaha dalam menajalnkan sertifikasi halal?
pelaku usaha pemula yang belum memiliki sertifikat jaminan produk
halal dan melakukan pengajuan awal belum memahami mengenai
adanya Undang-undang Jaminan Produk Halal (UU JPH) dan tidak
mengetahui bahwa Pemerintah sudah membentuk lembaga jaminan
produk halal yaitu Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal
(BPJPH) serta tidak pernah mendapatkan sosialisasi mengenai
bagaimana cara memperoleh sertifikat jaminan produk halal. Dengan
demikian, menyebabkan BPJPH belum banyak diketahui oleh pelaku
usaha.Untuk pelaku usaha yang sudah menjalankan usahanya relatif
lama dan memahami mengenai prosedur penerbitan sertifikat jaminan
produk halal serta pentingnya jaminan produk halal maka akan
berusaha mengikuti regulasi mengenai jaminan produk halal.
Sebagian pelaku usaha yang sudah sering mendaftarkan produknya
untuk mendapatkan sertifikat jaminan produk halal sudah
mendapatkan sosialisasi mengenai bagaimana cara memeperoleh
sertifikat halal dan mengetahui adanya BPJPH sebagai lembaga
penerbitan sertifikat jaminan produk halal. Sehingga kemudian pelaku
usaha tahu kemana akan mendaftarkan dan/atau memperpanjang
sertifikat jaminan halal produknya. Oleh karena itu, terkait dengan
keadaan tersebut akan memudahkan BPJPH untuk menjalankan
kewenangannya.
4. Lembaga-lembaga apa saja yang dapat berpartisipasi dalam posisi
atau wewenang BPJPH, dan bagaimana proses sertifikasi halal?
3) Akreditasi LPH
Wawancara bersama Bapak Aminudin Yakub. M.Ag Anggota Komisi Fatwa MUI
SALINAN
TENTANG
Dengan . . .
-2-
Dengan Persetujuan Bersama
dan
MEMUTUSKAN:
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
6. Badan . . .
-3-
6. Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal yang
selanjutnya disingkat BPJPH adalah badan yang
dibentuk oleh Pemerintah untuk menyelenggarakan
JPH.
Pasal 2 . . .
-4-
Pasal 2
Pasal 3
Penyelenggaraan JPH bertujuan:
memberikan kenyamanan, keamanan, keselamatan, dan kepastian keter
meningkatkan nilai tambah bagi Pelaku Usaha
untuk memproduksi dan menjual Produk Halal.
Pasal 4
Produk yang masuk, beredar, dan diperdagangkan di wilayah Indonesia w
BAB II
PENYELENGGARA JAMINAN PRODUK HALAL
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 5
(2) Penyelenggaraan . . .
-5-
(2) Penyelenggaraan JPH sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilaksanakan oleh Menteri.
Bagian Kedua
Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal
Pasal 6
Pasal 7 . . .
-6-
Pasal 7
Pasal 8
Pasal 9
Pasal 10
Pasal 11 . . .
-7-
Pasal 11
Bagian Ketiga
Lembaga Pemeriksa Halal
Pasal 12
Pasal 13
Pasal 14 . . .
-8-
Pasal 14
Pasal 15
Pasal 16
BAB III . . .
-9-
BAB III
Bagian Kesatu
Bahan
Pasal 17
Bahan yang digunakan dalam PPH terdiri atas bahan baku, bahan olaha
Bahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berasal dari:
hewan;
tumbuhan;
mikroba; atau
bahan yang dihasilkan melalui proses kimiawi, proses biologi, atau prose
Bahanyangberasaldarihewansebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf
kecuali yang diharamkan menurut syariat.
Pasal 18
Pasal 19 . . .
- 10
Pasal 19
(1) Hewan yang digunakan sebagai bahan Produk wajib
disembelih sesuai dengan syariat dan memenuhi
kaidah kesejahteraan hewan serta kesehatan
masyarakat veteriner.
(2) Tuntunan penyembelihan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Pasal 20
(1) Bahan yang berasal dari tumbuhan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) huruf b pada
dasarnya halal, kecuali yang memabukkan dan/atau
membahayakan kesehatan bagi orang yang
mengonsumsinya.
(2) Bahan yang berasal dari mikroba dan bahan yang
dihasilkan melalui proses kimiawi, proses biologi,
atau proses rekayasa genetik sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) huruf c dan huruf
d diharamkan jika proses pertumbuhan dan/atau
pembuatannya tercampur, terkandung, dan/atau
terkontaminasi dengan bahan yang diharamkan.
(3) Bahan yang diharamkan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan oleh Menteri
berdasarkan fatwa MUI.
Bagian Kedua
Proses Produk Halal
Pasal 21
(1) Lokasi, tempat, dan alat PPH wajib dipisahkan
dengan lokasi, tempat, dan alat penyembelihan,
pengolahan, penyimpanan, pengemasan,
pendistribusian, penjualan, dan penyajian Produk
tidak halal.
(2) Lokasi . . .
- 11
(2) Lokasi, tempat, dan alat PPH sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) wajib:
a. dijaga kebersihan dan higienitasnya;
b. bebas dari najis; dan
c. bebas dari Bahan tidak halal.
(3)Ketentuan lebih lanjut mengenai lokasi, tempat, dan alat PPH sebagaim
dalam Peraturan Pemerintah.
Pasal 22
Pelaku Usaha yang tidak memisahkan lokasi, tempat, dan alat PPH seba
peringatan tertulis; atau
denda administratif.
BAB IV
PELAKU USAHA
Pasal 23
Pasal 24 . . .
- 12
Pasal 24
Pasal 25
Pasal 26
(2) Pelaku . . .
- 13
(2) Pelaku Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
wajib mencantumkan keterangan tidak halal pada
Produk.
Pasal 27
Pasal 28
(1) Penyelia Halal sebagaimana dimaksud dalam Pasal
24 huruf c bertugas:
a. mengawasi PPH di perusahaan;
b. menentukan tindakan perbaikan dan
pencegahan;
c. mengoordinasikan PPH; dan
d. mendampingi Auditor Halal LPH pada saat
pemeriksaan.
(2) Penyelia Halal harus memenuhi persyaratan:
a. beragama Islam; dan
b. memiliki wawasan luas dan memahami syariat
tentang kehalalan.
(3) Penyelia . . .
- 14
(3) Penyelia Halal ditetapkan oleh pimpinan perusahaan
dan dilaporkan kepada BPJPH.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai Penyelia Halal
diatur dalam Peraturan Menteri.
BAB V
TATA CARA MEMPEROLEH SERTIFIKAT HALAL
Bagian Kesatu
Pengajuan Permohonan
Pasal 29
Bagian Kedua
Pasal 30
(2) Penetapan . . .
- 15
(2) Penetapan LPH sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan dalam jangka waktu paling lama 5 (lima)
hari kerja terhitung sejak dokumen permohonan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (2)
dinyatakan lengkap.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara
penetapan LPH diatur dalam Peraturan Menteri.
Bagian Ketiga
Pemeriksaan dan Pengujian
Pasal 31
Pasal 32
Bagian . . .
- 16
Bagian Keempat
Penetapan Kehalalan Produk
Pasal 33
Bagian Kelima
Penerbitan Sertifikat Halal
Pasal 34
Pasal 36
Penerbitan Sertifikat Halal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 wajib
Bagian Keenam
Label Halal
Pasal 37
Pasal 39
Pasal 40
Pasal 41 . . .
- 18
Pasal 41
Bagian Ketujuh
Pembaruan Sertifikat
Halal
Pasal 42
Pasal 43
Bagian . . .
- 19
Bagian Kedelapan
Pembiayaan
Pasal 44
Pasal 45
BAB VI
KERJA SAMA INTERNASIONAL
Pasal 46
Pasal 47 . . .
- 20
Pasal 47
Pasal 48
BAB VII
PENGAWASAN
Pasal 49
Pasal 50 . . .
- 21
Pasal 50
Pasal 51
(1) BPJPH dan kementerian dan/atau lembaga terkait yang memiliki kew
bersama-sama.
Pasal 52
BAB . . .
- 22
BAB VIII
PERAN SERTA MASYARAKAT
Pasal 53
(1) Masyarakat dapat berperan serta dalam
penyelenggaraan JPH.
(2) Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dapat berupa:
a. melakukan sosialisasi mengenai JPH; dan
b. mengawasi Produk dan Produk Halal yang
beredar.
(3) Peran serta masyarakat berupa pengawasan Produk
dan Produk Halal yang beredar sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf b berbentuk
pengaduan atau pelaporan ke BPJPH.
Pasal 54
BPJPH dapat memberikan penghargaan kepada
masyarakat yang berperan serta dalam penyelenggaraan
JPH.
Pasal 55
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara peran serta
masyarakat dan pemberian penghargaan diatur dalam
Peraturan Menteri.
BAB IX
KETENTUAN PIDANA
Pasal 56
Pelaku Usaha yang tidak menjaga kehalalan Produk
yang telah memperoleh Sertifikat Halal sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 25 huruf b dipidana dengan
pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana
denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar
rupiah).
Pasal 57 . . .
- 23
Pasal 57
BAB X
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 58
Pasal 59`
Pasal 60
Pasal 61
Pasal 62 . . .
- 24
Pasal 62
Pasal 63
BAB XI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 64
Pasal 65
Pasal 66 . . .
- 25
Pasal 66
Pasal 67
Pasal 68
Agar . . .
- 26
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Undang-Undang ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Negara Republik
Indonesia.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 17 Oktober 2014
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 17 Oktober 2014
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
AMIR SYAMSUDIN
ATAS
TENTANG
I. UMUM
pengolahan . . .
-2
pengolahan dan pemanfaatan bahan baku hasil rekayasa ilmu
pengetahuan. Pengolahan produk dengan memanfaatkan kemajuan
ilmu pengetahuan dan teknologi memungkinkan percampuran
antara yang halal dan yang haram baik disengaja maupun tidak
disengaja. Oleh karena itu, untuk mengetahui kehalalan dan
kesucian suatu Produk, diperlukan suatu kajian khusus yang
membutuhkan pengetahuan multidisiplin, seperti pengetahuan di
bidang pangan, kimia, biokimia, teknik industri, biologi, farmasi,
dan pemahaman tentang syariat.
Berkaitan dengan itu, dalam realitasnya banyak Produk yang
beredar di masyarakat belum semua terjamin kehalalannya.
Sementara itu, berbagai peraturan perundang-undangan yang
memiliki keterkaitan dengan pengaturan Produk Halal belum
memberikan kepastian dan jaminan hukum bagi masyarakat
muslim. Oleh karena itu, pengaturan mengenai JPH perlu diatur
dalam satu undang-undang yang secara komprehensif mencakup
Produk yang meliputi barang dan/atau jasa yang terkait dengan
makanan, minuman, obat, kosmetik, produk kimiawi, produk
biologi, dan produk rekayasa genetik serta barang gunaan yang
dipakai, digunakan, atau dimanfaatkan oleh masyarakat.
Pokok-pokok pengaturan dalam Undang-Undang ini antara
lain adalah sebagai berikut.
1. Untuk menjamin ketersediaan Produk Halal, ditetapkan bahan
produk yang dinyatakan halal, baik bahan yang berasal dari
bahan baku hewan, tumbuhan, mikroba, maupun bahan yang
dihasilkan melalui proses kimiawai, proses biologi, atau proses
rekayasa genetik. Di samping itu, ditentukan pula PPH yang
merupakan rangkaian kegiatan untuk menjamin kehalalan
Produk yang mencakup penyediaan bahan, pengolahan,
penyimpanan, pengemasan, pendistribusian, penjualan, dan
penyajian Produk.
2. Undang . . .
-3
2. Undang-Undang ini mengatur hak dan kewajiban Pelaku Usaha
dengan memberikan pengecualian terhadap Pelaku Usaha yang
memproduksi Produk dari Bahan yang berasal dari Bahan yang
diharamkan dengan kewajiban mencantumkan secara tegas
keterangan tidak halal pada kemasan Produk atau pada bagian
tertentu dari Produk yang mudah dilihat, dibaca, tidak mudah
terhapus, dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
Produk.
3. Dalam rangka memberikan pelayanan publik, Pemerintah
bertanggung jawab dalam menyelenggarakan JPH yang
pelaksanaannya dilakukan oleh BPJPH. Dalam menjalankan
wewenangnya, BPJH bekerja sama dengan kementerian
dan/atau lembaga terkait, MUI, dan LPH.
4. Tata cara memperoleh Sertifikat Halal diawali dengan pengajuan
permohonan Sertifikat Halal oleh Pelaku Usaha kepada BPJPH.
Selanjutnya, BPJPH melakukan pemeriksaan kelengkapan
dokumen. Pemeriksaan dan/atau pengujian kehalalan Produk
dilakukan oleh LPH. LPH tersebut harus memperoleh akreditasi
dari BPJH yang bekerjasama dengan MUI. Penetapan kehalalan
Produk dilakukan oleh MUI melalui sidang fatwa halal MUI
dalam bentuk keputusan Penetapan Halal Produk yang
ditandatangani oleh MUI. BPJPH menerbitkan Sertifikat Halal
berdasarkan keputusan Penetapan Halal Produk dari MUI
tersebut.
5. Biaya sertifikasi halal dibebankan kepada Pelaku Usaha yang
mengajukan permohonan Sertifikat Halal. Dalam rangka
memperlancar pelaksanaan penyelenggaraan JPH, Undang-
Undang ini memberikan peran bagi pihak lain seperti Pemerintah
melalui anggaran pendapatan dan belanja negara, pemerintah
daerah melalui anggaran pendapatan dan belanja daerah,
perusahaan, lembaga sosial, lembaga keagamaan, asosiasi, dan
komunitas untuk memfasilitasi biaya sertifikasi halal bagi pelaku
usaha mikro dan kecil.
6. Dalam . . .
-4
6. Dalam rangka menjamin pelaksanaan penyelenggaraan JPH,
BPJPH melakukan pengawasan terhadap LPH; masa berlaku
Sertifikat Halal; kehalalan Produk; pencantuman Label Halal;
pencantuman keterangan tidak halal; pemisahan lokasi, tempat
dan alat pengolahan, penyimpanan, pengemasan,
pendistribusian, penjualan, serta penyajian antara Produk Halal
dan tidak halal; keberadaan Penyelia Halal; dan/atau kegiatan
lain yang berkaitan dengan JPH.
7. Untuk menjamin penegakan hukum terhadap pelanggaran
Undang-Undang ini, ditetapkan sanksi administratif dan sanksi
pidana.
Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
Huruf a
Yang dimaksud dengan asas “pelindungan” adalah bahwa
dalam menyelenggarakan JPH bertujuan melindungi
masyarakat muslim.
Huruf b
Yang dimaksud dengan asas “keadilan” adalah bahwa dalam
penyelenggaraan JPH harus mencerminkan keadilan secara
proporsional bagi setiap warga negara.
Huruf c
Yang dimaksud dengan asas “kepastian hukum” adalah
bahwa penyelenggaraan JPH bertujuan memberikan
kepastian hukum mengenai kehalalan suatu Produk yang
dibuktikan dengan Sertifikat Halal.
Huruf d . . .
-5
Huruf d
Yang dimaksud dengan asas “akuntabilitas dan
transparansi” adalah bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir
dari kegiatan penyelenggaraan JPH harus dapat
dipertanggungjawabkan kepada masyarakat sebagai
pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Huruf e
Yang dimaksud dengan asas “efektivitas dan efisiensi” adalah
bahwa penyelenggaraan JPH dilakukan dengan berorientasi
pada tujuan yang tepat guna dan berdaya guna serta
meminimalisasi penggunaan sumber daya yang dilakukan
dengan cara cepat, sederhana, dan biaya ringan atau
terjangkau.
Huruf f
Yang dimaksud dengan asas “profesionalitas” adalah bahwa
penyelenggaraan JPH dilakukan dengan mengutamakan
keahlian yang berdasarkan kompetensi dan kode etik.
Pasal 3
Cukup jelas.
Pasal 4
Cukup jelas.
Pasal 5
Cukup jelas.
Pasal 6
Cukup jelas.
Pasal 7 . . .
-6
Pasal 7
Huruf a
Pasal 8
Bentuk kerja sama BPJPH dengan kementerian yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perindustrian
misalnya dalam hal pengaturan serta pembinaan dan pengawasan
industri terkait dengan bahan baku dan bahan tambahan pangan
yang digunakan untuk menghasilkan Produk Halal.
Bentuk kerja sama BPJPH dengan kementerian yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perdagangan
misalnya dalam pembinaan kepada Pelaku Usaha dan
masyarakat, pengawasan Produk Halal yang beredar di pasar,
serta perluasan akses pasar.
Bentuk kerja sama BPJPH dengan kementerian yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan
misalnya dalam hal penetapan cara produksi serta cara distribusi
obat, termasuk vaksin, obat tradisional, kosmetik, alat kesehatan,
perbekalan kesehatan rumah tangga, makanan, dan minuman.
Bentuk . . .
-7
Bentuk kerja sama BPJPH dengan kementerian yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertanian
misalnya dalam hal penetapan persyaratan rumah potong
hewan/unggas dan unit potong hewan/unggas, pedoman
pemotongan hewan/unggas dan penanganan daging hewan serta
hasil ikutannya, pedoman sertifikasi kontrol veteriner pada unit
usaha pangan asal hewan, dan sistem jaminan mutu dan
keamanan pangan hasil pertanian.
Bentuk kerja sama BPJPH dengan lembaga pemerintah yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang standardisasi
dan akreditasi misalnya dalam hal persyaratan untuk
pemeriksaan, pengujian, auditor, lembaga pemeriksa, dan
lembaga sertifikasi dalam sistem JPH sesuai dengan standar yang
ditetapkan.
Bentuk kerja sama BPJPH dengan lembaga pemerintah yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang koperasi,
usaha mikro, kecil, dan menengah misalnya dalam hal
menyiapkan Pelaku Usaha mikro dan kecil dalam sosialisasi dan
pendampingan sertifikasi kehalalan Produk.
Bentuk kerja sama BPJPH dengan lembaga pemerintah yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pengawasan
obat dan makanan misalnya dalam hal pengawasan produk
pangan, obat, dan kosmetik dalam dan luar negeri yang
diregistrasi dan disertifikasi halal.
Pasal 9
Cukup jelas.
Pasal 10
Cukup jelas.
Pasal 11
Cukup jelas.
Pasal 12 . . .
-8
Pasal 12
Ayat (1)
LPH yang didirikan pemerintah antara lain LPH yang
didirikan oleh kementerian dan/atau lembaga atau LPH yang
didirikan oleh perguruan tinggi negeri.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 13
Cukup jelas.
Pasal 14
Cukup jelas.
Pasal 15
Cukup jelas.
Pasal 16
Cukup jelas.
Pasal 17
Cukup jelas.
Pasal 18
Cukup jelas.
Pasal 19
Cukup jelas.
Pasal 20
Cukup jelas.
Pasal 21 . . .
-9
Pasal 21
Cukup jelas.
Pasal 22
Cukup jelas.
Pasal 23
Cukup jelas.
Pasal 24
Cukup jelas.
Pasal 25
Cukup jelas.
Pasal 26
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “keterangan tidak halal” adalah
pernyataan tidak halal yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Produk. Keterangan dapat berupa gambar,
tanda, dan/atau tulisan.
Pasal 27
Cukup jelas.
Pasal 28
Cukup jelas.
Pasal 29 . . .
- 10
Pasal 29
Cukup
Pasal 30
Cukup jelas.
Pasal 31
Cukup jelas.
Pasal 32
Cukup jelas.
Pasal 33
Cukup jelas.
Pasal 34
Cukup jelas.
Pasal 35
Cukup jelas
Pasal 36
Cukup jelas.
Pasal 37
Cukup jelas.
Pasal 38
Cukup jelas.
Pasal 39 . . .
- 11
Pasal 39
Cukup jelas.
Pasal 40
Cukup jelas.
Pasal 41
Cukup jelas.
Pasal 42
Cukup jelas.
Pasal 43
Cukup jelas.
Pasal 44
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Kriteria “usaha mikro dan kecil” didasarkan pada ketentuan
peraturan perundang-undangan yang mengatur bidang usaha
mikro dan kecil.
Pasal 45 . . .
- 12
Pasal 45
Cukup jelas.
Pasal 46
Cukup jelas.
Pasal 47
Cukup jelas.
Pasal 48
Cukup jelas.
Pasal 49
Cukup jelas.
Pasal 50
Cukup jelas.
Pasal 51
Cukup jelas.
Pasal 52
Cukup jelas.
Pasal 53
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b . . .
- 13
Huruf b
Pengawasan Produk dan Produk Halal yang beredar
antara lain pengawasan terhadap masa berlaku
Sertifikat Halal, pencantuman Label Halal atau
keterangan tidak halal, serta penyajian antara Produk
Halal dan tidak halal.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 54
Cukup jelas.
Pasal 55
Cukup jelas.
Pasal 56
Cukup jelas.
Pasal 57
Cukup jelas.
Pasal 58
Cukup jelas.
Pasal 59
Cukup jelas.
Pasal 60
Cukup jelas.
Pasal 61 . . .
- 14
Pasal 61
Cukup jelas.
Pasal 62
Cukup jelas.
Pasal 63
Cukup jelas.
Pasal 64
Cukup jelas.
Pasal 65
Cukup jelas.
Pasal 66
Cukup jelas.
Pasal 67
Cukup jelas.
Pasal 68
Cukup jelas.