Anda di halaman 1dari 102

TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN ANAK TERHADAP

ORANG TUA MENURUT HUKUM PIDANA POSITIF DAN


HUKUM PIDANA ISLAM

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah Satu
Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H)

Oleh:
MILA ISTIQOMAH
11150450000058

PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM (JINAYAH)


FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1440 H / 2019 M
TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN ANAK TERHADAP ORANG TUA
MENURUT HUKUM PIDANA POSITIF DAN HUKUM PIDANA ISLAM

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Syari‟ah dan Hukum untuk memenuhi Salah Satu
Syarat Guna Mencapai Gelar Sarjana Hukum (S.H)

Oleh:

MILA ISTIQOMAH

NIM: 11150450000058

Pembimbing I

Dr. Burhanuddin, S.H., M.Hum.

NIP : 195903191979121001

PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM (JINAYAH)

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1440 H / 2019 M

ii
iii
LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar strata satu (SI) di Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunkan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan kebutuhan yang berlaku di Universitas Islam Negri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukanlah hasil karya asli saya
atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 29 April 2019

Mila Istiqomah

iv
ABSTRAK

MILA ISTIQOMAH, NIM 11150450000058. Tindak Pidana


Penganiayaan Anak Terhadap Orang Tua Menurut Hukum Pidana Positif dan
Hukum Pidana Islam. Program Studi Hukum Pidana Islam (Jinayah), Fakultas
Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,
1440 H/ 2019 M.
Studi ini bertujuan untuk menjelaskan tentang faktor-faktor yang
menyebabkan terjadinya penganiayaan yang dilakukan anak kandung terhadap
orang tua kandung, dan penerapan dan pertimbangan hakim terhadap putusan
perkara Putusan Nomor 575/PidSus/2014/PN. Sda.
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian yuridis normatif dan library
reasearch dengan melakukan pengkajian tehadap peraturan perunddang-undangan,
buku- buku, dan kitab-kitab fikih yang berkaitan dengan judul skripsi ini.
Hasil penelitian menunjukan bahwa dari faktor yang melatar belakangi
terjadinya penganiayaan terhadap ibu kandung tersebut disebabkan adalah faktor
ekonomi, keluarga, lingkungan sosial, kecemburuan sosial. Berdasarkan
pertimbangan hakim Pengadilan Negeri Sidoarjo dengan Nomor Perkara Putusan
Nomor 575/PidSus/2014/PN. Sda. Tentang perkara pidana Kekerasan Dalam
Rumah Tangga (KDRT), telah merujuk pada perturan perundang-undangan No.
23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga
(PKDRT). Namun dari segi keadilan Dalam pemberian hukuman yang diberikan
belum adil untuk korban yang mana telah diperlakukan dengan tidak baik oleh
anak kandungnya sendiri.
Kata Kunci : Kekerasan dalam Rumah Tangga, Tindak Pidana Penganiayaan
Pembimbing : Dr. Burhanuddin, S.H., M.Hum.
Daftar Putaka : 1991 s.d 2018.

v
KATA PENGANTAR

Alhamduliilahirabbil „alamin, berkat rahmat Allah SWT yang senantiasa


memberikan taufik serta hidayahnya. Sholawat serta salam tercurah kepada Nabi
Besar Muhammad SAW beserta Keluarga dan Sahabatnya. Kemudahan serta
pertolongan Allah SWT yang selalu diberikan kepada penulis, sehingga penulis
dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Tindak Pidana Penganiayaan
Seorang Anak Terhadap Orang Tua Menurut Hukum Pidana Positif dan
Hukum Pidana Islam”. Karya ini tidaklah dapat terselesaikan tanpa adanya
dukungan dari kawan-kawan serta pihak-pihak yang terkait dalam memberikan
dukungan dan memberikan sumbangsih ide serta waktu untuk berdiskusi dengan
penulis. Oleh karena itu, penulis merasa sangat perlu untuk mengucapkan
terimakasih sebagai bentuk penghargaan kepada:
1. Bapak Dr. Ahmad Tholabi, M.A. selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Bapak Dr. H. M. Nurul Irfan, M.Ag, selaku ketua prodi Hukum Pidana
Islam(Jinayah).
3. Bapak Mohammad Mujibur Rohman, M.A, selaku sekretaris prodi Hukum
Pidana Islam, Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Bapak Dr. Burhanuddin, S.H., M.Hum. selaku dosen pembimbing dalam
penulisan skripsi yang telah berkenan meluangkan waktu dan mencurahkan
segala perhatiannya untuk memberikan pencerahan serta pengarahan yang
begitu baik bagi penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.
5. Pimpinan dan staf karyawan Perpustakaan Umum UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, yang telah memberikan fasilitas untuk mengadakan studi kepustakaan
berupa buku-buku ataupun lainnya, sehingga penulis memperoleh informasi
yang dibutuhkan.
6. Seluruh dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
yang banyak mencurahkan ilmu pengetahuan kepada penulis selama
menjalani masa pendidikan berlangsung.
7. Kepada kedua orang tua penulis, Ayahanda tercinta Bapak H. Abdul Rahman
dan Ibunda tercinta Ibu Juriah yang selalu memberikan dukungan, semangat,
dan nasihat, dan doa yang tiada henti-hentinya selama penulis menempuh
kuliah Strata 1. Semoga diberikan umur yang panjang dan kesehatan selalu

vi
oleh Allah Subhanahu wa ta‟ala, tak lupa semoga dimurahkan pula rizkinya.
Aamiin.
8. Kakak-kakak ku yang tersayang teteh Siti Nuraenah, Siti Ayanih, Siti Aisyah,
aa A. Salim, A. Satibi, dan Heri Kusaeri, yang selalu menasehati dan
membantu saya dan semangat selama penulis menempuh kuliah strata 1.
Semoga aa dan teteh selalu dimudahkan segala urusannya. Aamiin.
9. Keponakan – keponakan ku yang tersayang dan terlucu Najib, Wawah,
Wildan, Ami, Uput, Hafiz, Firlan, Farlan, dan Azlan yang kehadirannya
selalu membuat tertawa, bahagia, dan senang selama penulis menulis skripsi
ini.
10. Teman- teman jurusan Hukum Pidana Islam angkatan 2015 dan teman-teman
UKM Bahasa- FLAT terima kasih atas dukungan, motivasi, kesan-kesan dan
waktu berharganya. Tak lupa untuk teman- teman KKN KEBANGGAN.
Terimakasih.
11. Sahabat tercinta Milati Azka, Ike Nurmala Sari, Siti Salamah, Annisa Fitri,
dan Halimah Nurmayanti yang tak henti-hentinya memberikan dukungan
serta menemani dalam kondisi suka dan duka juga menjadi teman diskusi
yang baik untuk penulis menyelesaikan skripsi ini serta teman-teman yang
tidak bisa disebutkan satu persatu yang selalu memberikan motivasi dan
kenangan dalam menjalani pendidikan di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Akhirnya, tiada untaian kata yang berharga selain ucapan
Alhamdulillahirabbil‟ Alamiin. Besar harapan saya semoga skripsi ini dapat
bermanfaat khususnya bagi penulis dan bagi pembaca pada umumnya,
Aamiin. Sekian dan terimakasih.

Jakarta, 13 Mei 2019

Mila Istiqomah

vii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL........................................................................................... i
SURAT PENGESAHAN PEMBIMBING ......................................................... ii
LEMBAR PERNYATAAN ................................................................................ iv
ABSTRAK .......................................................................................................... v
KATA PENGANTAR ........................................................................................ vii
DAFTAR ISI ....................................................................................................... viii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................. 1
A. Latar Belakang Masalah ................................................................ 1
B. Identifikasi, Batasan dan Rumusan Masalah ................................. 4
C. Tujuan dan Manfaat Penelitiaan .................................................... 4
D. Studi Terdahulu.............................................................................. 5
E. Kerangka Teori dan Konseptual .................................................... 6
F. Metode Penelitian .......................................................................... 10
G. Sistematika Penulisan .................................................................... 12

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI TINDAK PIDANA


PENGANIAYAAN TERHADAP ORANG TUA KANDUNG .......... 14
A. Tindak Pidana ................................................................................ 14
1. Pengertian Tindak pidana.......................................................... 14
2. Sanksi Tindak Pidana ................................................................ 17
B. Kekerasan Dalam Rumah Tangga ................................................. 23
C. Penganiayaan Menurut Hukum Positif dan Hukum Islam .......... 26
D. Macam-macam Anak menurut Hukum Islam dan positif .............. 30
E. Kewajiban Orang Tua Kandung .................................................... 34

BAB III TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN TERHADAP ORANG


TUA MENURUT HUKUM PIDANA POSITIF DAN HUKUM
PIDANA ISLAM .................................................................................. 36
A. Penganiayaan Terhadap Orang Tua Kandung Menurut
Hukum Positif ................................................................................ 36

viii
B. Penganiayaan Terhadap Orang Tua Kandung Menurut
Hukum Islam.................................................................................. 40

BAB IV TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN ANAK TERHADAP


ORANG TUA MENURUT HUKUM PIDANA POSITIF DAN
HUKUM PIDANA ISLAM .................................................................. 51
A. Faktor Penyebab Terjadinya Penganiayaan................................... 51
B. Deskripsi kasus .............................................................................. 67
C. Pertimbangan Hakim terhadap Perkara Putusan Nomor
575/Pid.Sus/2014/PN.Sda .............................................................. 68

BAB V PENUTUP............................................................................................. 79
A. Kesimpulan .................................................................................... 79
B. Saran .............................................................................................. 81

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 82

ix
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Perkembangan zaman sekarang ini tidak hanya membawa pengaruh yang
besar bagi masyarakat tetapi berdampak pada perkembangan masyarakat,
perilaku, maupun pergeseran budaya dalam masyarakat. Arus globalisasi yang
diikuti oleh perkembangan ekonomi, ilmu pengetahuan, dan teknologi
menimbulkan dampak positif dan negatif. Meningkatnya angka kriminalitas
dimasyarakat banyak menimbulkan tindakan kejahatan, yang salah satu hal yang
sering terjadi dan dialami oleh masyarakat yaitu adalah kejahatan kekerasan dan
penganiayaan. Tindakan penganiayaan tidak hanya merugikan diri sendiri tetapi
juga merugikan orang lain dan masyarakat luas. Kejahatan kekerasan atau
penganiayaan suatu masalah yang selalu muncul ditengah-tengah masyarakat.
Masalah tersebut muncul dan berkembang membawa akibat tersendiri baik bagi si
pelaku maupun bagi korban yang mungkin berakibat pada bentuk trauma psikis
yang berkepanjangan.1
Anak adalah anugerah Allah yang maha kuasa sebagai calon generasi
penerus bangsa, didalam hukum Islam, orang tua wajib mendidik anak-anaknya
dengan baik, jika anak menjadi nakal, berarti orang tua tidak melaksanakan
kewajibannya dengan baik, maka orang tualah yang menanggung akibatnya, yakni
diberi sanksi (hukuman) karna kelalaiannya. Orang tua memiliki kewajiban
terhadap anak untuk wajib memelihara dan mendidik anak-anaknya sampai anak-
anak tersebut menikah dan dapat berdiri sendiri, meskipun perkawinan antara
orang tua telah putus, kewajiban orang tua terhadap anak tak kan putus karena
sejatinya tidak ada yang namanya mantan anak dan mantan orang tua. Ikatan
antara anak dan orang tua merupakan ikatan lahir dan batin yang tidak dapat
diputus secara hukum.

1
Mhd. Teguh Syuhada Lubis, “ Penyidikan Tindak Pidana Penganiayaan Berat Terhadap
Anak”, Edu Tech, Vol. 3 No. 2. ( 2017 ): h. 133-134.

1
2

Masalah penganiayaan ini sering terjadi, baik ditengah-tengah masyarakat


maupun di lingkungan keluarga. Kejahatan terhadap penganiayaan merupakan
salah satu kejahatan yang semakin berkembang dari waktu ke waktu. Salah
satunya dapat dilihat dari pelakunya yang bukan lagi orang dewasa tetapi juga
anak-anak, pelakunya bukan hanya orang lain namun dapat terjadi di lingkungan
keluarga. Kelurga yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak yang berfungsi saling
melindungi mengasihi dan menyayangi, dan terdapat ikatan, hubungan darah,
dan hubungan kekerabatan. Anak didalam keluarga memiliki peran yang secara
tegas dinyatakan bahwa negara menjamin hak setiap anak atas keberlangsungan
hidup, tumbuh dan berkembang serta atas perlindungan dari kekerasan dan
diskriminasi.2
Negara hanya memberi perlindungan terhadap anak dan orang tua melalui
undang-undang. Salah satunya undang-undang mengatur mengenai hak alimentasi
dalam Pasal 46 ayat 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan
yang menyebutkan “Jika anak telah dewasa, ia wajib memelihara menurut
kemampuannya, orang tua dan keluarga dalam garis lurus ke atas, bila mereka itu
memerlukan bantuannya.” Sedangkan dalam Pasal 321 KUH Perdata
menyebutkan “Setiap anak wajib memberikan nafkah bagi orang tua dan keluarga
sedarahnya dalam garis ke atas, bila mereka ini dalam keadaan miskin.” Namun
pada kenyataannya kemiskinan yang terjadi di Indonesia yang mencapai angka
11,7 persen orang pada tahun 2013 menyebabkan pergerseran nilai dalam
masyarakat, salah satunya adalah pergesaran perilaku masyarakat dalam
berkeluarga, dewasa ini banyak ditemui kasus penelantaran dan penganiayaan
orang tua oleh anak kandung.3
Salah satu kasus penganiayaan yang dilakukan oleh anak terhadap orang tua
kandung yaitu putusan perkara nomor : 575/pid.sus/2014/PN. Sda ). Atas nama
terdakwa Andik Susanto ( 31 tahun ), alamat Desa Dukuh Tengah. Kecamatan
Buduran. Kabupaten Sidoarjo. dijatuhi pidana penjara selama 1(satu) tahun 2(dua)

2
M. Nasir Djamil, Anak Bukan Untuk Dihukum. ( Jakarta: Sinar Grafika, 2013), h. 1
3
Nadia Nurhadayanti. “ Hak Alimentasi Bagi Orang Tua Lanjut Usia Terlantar( Studi
Kasus di Panti Werdha Majapahit Kecamatan Soko Kbupaten Mojokerto)”. (Skripsi S1 Fakultas
Hukum, Universitas Brawijaya Malang, 2015), h. 49.
3

bulan. dan membayar biaya perkara sebesar Rp. 2000,- (dua ribu rupiah),
terdakwa dihukum karena terdakwa telah menganiaya ibu kandung nya sendiri
yang menyebabkan luka di dahi ibunya. Di dalam Undang- Undang Nomor 23
Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga( PKDRT ).
Dengan sering muncul berita dalam media masa tentang kekerasan dalam
rumah tangga dan akibat yang ditimbulkan bagi korban, menyebabkan sebagaian
masyarakat menghendaki agar pelaku kekerasan dalam rumah tangga dipidana.
Ketentuan dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana selanjutnya disingkat
(KUHPidana) yang mengatur tentang kekerasan adalah Pasal 89 dan Pasal 90,
tetapi kekerasan yang dimaksud dalam KUH Pidana tersebut hanya ditujukan
pada kekerasan fisik. Selain itu juga tidak mengatur kekerasan psikis, kekerasan
seksual dan pelantaran rumah tangga yang termasuk kekerasan dalam rumah
tangga sebagimana diatur dalam UU No. 23 tahun 2004 Tentang Penghapusan
Kekerasan Dalam Rumah Tangga (selanjutnya disingkat penghapusan KDRT).
Upaya untuk mengatur kekerasan dalam rumah tangga ke dalam suatu
perundang-undangan telah dilakukan melalui UU No. 23 tahun 2004 Tentang
Penghapusan KDRT adalah merupakan tuntutan masyarakat yang telah sesuai
dengan tujuan Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Kesatuan Republik
Indonesia 1945 (selanjutnya disingkat UUNKRI Tahun 1945) untuk menghapus
segala bentuk kekerasan di bumi Indonesia, khususnya kekerasan dalam rumah
tangga.4 Dalam Undang-Undang No 23 tahun 2004 tentang Penghapusan
Kekerasan Dalam Rumah Tangga (selanjutnya disingkat penghapusan KDRT)
telah dipaparkan beberapa lingkup kekerasan dalam rumah tangga dimana salah
satu bentuk kekerasan tersebut adalah “penganiayaan terhadap orang tua kandung
oleh anak kandung”.
Hal-hal yang dipaparkan di atas, dan didorong oleh keinginan untuk
mengetahui dengan penelantaran dan penganiayaan orang tua kandung oleh anak
kandung dan melihat bagaimana penerapan hukum terhadap tindakan
penelantaran dan penganiayaan orang tua oleh anak kandung tersebut, maka akan
4
Satria Heryanto, “ Pertanggungjawaban Pidana Pelaku Penelantaran Rumah Tangga(Studi
Kasus Nomor: 429/pi.sus/2015/PN.Mks)”. (Skripsi S1 Fakultas Hukum, Universtas Hasanuddin
Makasar, 2016), h. 68.
4

diulas dalam skripsi ini, judul Tindak Pidana Penganiayaan Anak Terhadap
Orang Tua Menurut Hukum Pidana Positif dan Hukum Pidana Islam.

B. Identifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah


1. Identifikasi Masalah
a. Pengertiaan penganiayaan dalam Hukum ?
b. Apakah macam-macam jenis penganiayaan?
c. Faktor apa yang menyebabkan seseorang anak melakukan
penganiayaan?
d. Bagaimana putusan hakim dalam kasus penganiayaan?
e. Apa dasar hukum untuk pelaku penganiayaan?
f. Bagaimana analisa putusan Nomor : 575/PidSus/2014/PN. Sda?
2. Batasan Masalah
Agar pembahasan dalam penelitian ini tidak meluas perlu dibatasi
masalah yang akan diteliti. sehingga pembatasan masalah yang akan
dibahas tidak keluar dari sasaran yang hendak dicapai. Dalam penulisan
skripsi ini penulis hanya membahas tentang penganiayaan yang dilakukan
anak kandung terhadap orang tua kandung.
3. Perumusan Masalah
Sesuai dengan uraian latar belakang tersebut, maka permasalahan yang
akan dibahas dalam skripsi ini adalah:
a. Apakah faktor yang menyebabkan terjadinya penganiayaan yang
dilakukan anak terhadap orang tua?
b. Bagaimanakah pertimbangan hakim terhadap putusan perkara Putusan
Nomor 575/PidSus/2014/PN. Sda?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian


1. Tujuan penelitian
a. Untuk mengetahui faktor yang menyebabkan terjadinya penganiayaan
yang dilakukan anak kandung terhadap orang tua.
5

b. Untuk mengetahui pertimbangan hakim terhadap putusan perkara


Putusan Nomor 575/PidSus/2014/PN. Sda.

2. Manfaat penelitian
Sesuai dengan permasalahan yang akan dibahas, manfaat penelitian
skripsi ini adalah:
a. Secara Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk memperkaya
kajian ilmu hukum pidana, khususnya yang berkaitan dengan analisis
pertimbangan hukum hakim tentang penganiayaan yang dilakukan
anak kandung terhadap orangtua kandung putusan perkara nomor :
575/Pid.Sus/2014/ PN. Sda).
b. Kegunaan Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi pihak-pihak
yang berkepentingan dalam hal proses penyelesaian perkara tindak
pidana penganiayaan yang dilakukan anak terhadap orang tua serta
diharapkan dapat berguna untuk memberikan pengetahuan kepada
pihak yang tertarik untuk mengadakan penelitian analisis pertimbangan
hukum hakim tentang penganiayaan yang dilakukan anak kandung
terhadap orang tua kandung.

D. Tinjauan Kajian Terdahulu


Akhir-akhir ini menjadi pembahasan aktual dan fenomena di masyarakat
memang telah banyak dilakukan oleh para peneliti terdahulu. Adapun penelitian
yang membahas tentang penganiayaan terhadap orang tua yang dikaitkan dengan
Hukum Islam dan Undang-Undang No. 23 Tahun 2004 Tentang Kekerasan dalam
Rumah Tangga.
Penelitian pertama, berkaitan dengan masalah penganiayaan terhadap rumah
tangga adalah yang ditulis oleh "Satria Heryanto", pada tahun 2016 dengan judul
"Pertanggungjawaban Pidana Pelaku Penelantaran Rumah Tangga". Dalam skripsi
6

tersebut ia menjelaskan tentang penganiayaan terhadap rumah tangga baik yang


dilakukan oleh suami, anak, istri, dan ayah atau ibu yang masih tinggal bersama.
Penelitian kedua, dengan judul “Analisis Pertimbangan Hukum Hakim
tentang Penganiayaan yang dilakukan Orang Tua terhadap Anak ( putusan perkara
nomor : 548/pid.sus/2016/ PN. Mks)". Yang ditulis oleh Aulianisa Saraswati pada
tahun 2017. Dalam pembahasan skripsi ini, penulisnya memaparkan pertimbangan
hakim mengenai penganiayaan yang dilakukan orang tua terhadap anaknya dan
motifnya.
Walaupun banyak judul skripsi atau penelitian-penelitian yang berkaitan
dengan masalah orang tua dan anak, akan tetapi berbeda penelitian yang menjadi
pokok pembahasan penulis adalah tindak pidana yang dilakukan oleh anak
terhadap orangtuanya. Berdasarkan hasil penelitian yang penulis dapatkan dari
penelitian-penelitian tersebut belum banyak yang membahas tentang putusan
pidana penganiayaan yang dilakukan anak kandung terhadap orang tua kandung
dalam Undang-Undang No. 23 tahun 2004 dan UU No. 11 tahun 2004 tentang
Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT).

E. Kerangka Teori dan Konseptual


1. Kerangka Teoritis
Kerangka teoritis adalah konsep-konsep yang sebenarnya merupakan
abstraksi dari pemikiran atau kerangka acuan yang pada dasarnya
bertujuan untuk mengadakan kesimpulan terhadap dimensi-dimensi sosial
yang dianggap relevan untuk peneliti.5
a. Teori Dasar Pertimbangan Hakim
Untuk Membahas Permasalahan pertama dalam skripsi ini
digunakan teori mengenai bagaimana peranan hakim dalam
menjatuhkan hukuman.
Peranan hakim sebagai pihak yang memberikan pemidanaan
tidak mengabaikan hukum atau norma serta peraturan yang hidup
didalam masyarakat,sebagaimana diatur dalam Pasal 28 Undang-

5
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum ( Jakarta: UI Press, 2007). h. 127
7

Undang Nomor 4 Tahun 2004 jo. Undang-Undang Nomor 48 Tahun


2009 tentang Kekuasaan Kehakiman yang menyatakan “Hakim
sebagai penegak hukum dan keadilan wajib menggali, mengikuti dan
memahami nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat”, dasar
pertimbangan hakim yang dilihat dari aspek kriminologis, sosiologis,
dan yuridis. Ada beberpa teori pendekatan yang dapat digunakan oleh
hakim dalam mempertimbangkan penjatuhan putusan suatu perkara
yaitu :
1) Teori Keseimbangan
Keseimbangan disini adalah keseimbangan antara syarat-
syarat yang ditentukan oleh Undang-undang dan kepentingan
pihak-pihak yang berkaitan dengan perkara. Keseimbangan ini
dalam praktiknya dirumuskan dalam pertimbangan mengenai hal-
hal yang memberatkan dan meringankan pidana bagi terdakwa
Pasal 197 Ayat (1) huruf (f) KUHP.
2) Teori Pendekatan Keilmuan
Pendekatan keilmuan menjelaskan bahwa dalam memutus
suatu perkara, hakim tidak boleh semata-mata atas dasar intuisi
semata tetapi harus dilengkapi dengan ilmu pengetahuan hukum
dan wawasan keilmuan hakim. Sehingga putusan yang dijatuhan
tersebut, dapat dipertanggungjawabkan.6
3) Teori pendekatan pengalaman

Seorang hakim merupakan hal yang dapat membantunya


dalam menghadapi perkara-perkara yang dihadapinya sehari-hari.

4) Teori Ratio Decidendi


Teori ini didasarkan pada landasan filsafat yang mendasar,
yang mempertimbangkan segala aspek yang berkaitan dengan
pokok-pokok perkara yang disengketakan. Landasan filsafat
merupakan bagian dari pertimbangan hakim dalam menjatuhkan

6
Ahmad Rifai, Peran Hukum Oleh Hakim Dalam Perspektif Hukum Preogratif,
(Jakarta:Sinar Grafika, 2012) h. 106.
8

putusan, karena berkaitan dengan hati nurani dan rasa keadilan


dari dalam diri hakim.
5) Teori Kebijaksanaan
Teori kebijaksanaan mempunyai beberapa tujuan yaitu
sebagai upaya perlindungan terhadap masyarakat dari suatu
kejahatan, sebagai upaya perlindungan yang telah melakukan
tindak Pidana, untuk memupuk solidaritas antara keluarga dengan
masyarakat dalam rangka membina, memelihara dan mendidik
pelaku tindak pidana anak, serta sebagai pencegahan umum kasus.
Hakim dalam putusannya harus memberikan rasa keadilan,
menelaah terlebih dahulu kebenaran peristiwa yang diajukan
kepadanya kemudian menghubungkannya dengan hukum yang
berlaku.7
b. Teori Keadilan Subtantif
Keadilan substantif terfokus atau berorientasi kepada nilai-nilai
fundamental yang terkandung didalam hukum. Sehingga hal-hal yang
menitik beratkan kepada aspek prsedural akan di “nomor duakan”.
Secara teoritik, kedalilansubstantif dibagi ke dalam empat bentuk
keadilan, yakni keadilan distributif, keadilan retributif, keadilan
komutatif, dan keadilan korektif. Keadilan distributif menyangkut
pengaturan dasar segala sesuatu, buruk baik dalam mengatur
masyarakat. Berdasarkan keadilan ini, segala sesuatu dirancang untuk
menciptakan hubungan yang adil antara dua pihak/masyarakat. Prinsip
pokok keadilan distributif adalah setiap orang harus mendapat
kesempatan sama untuk memperoleh keadilan.
Keadilan secara umum diartikan sebagai perbuatan atau
perlakuan yang adil. Sementara adil adalah tidak berat sebelah, tidak
memihak dan berpihak kepada yang benar. Keadilan menurut kajian
filsafat adalah apabila dipenuhi dua prinsip, yaitu : pertama tidak

7
Ahmad Rifai, Peran Hukum Oleh Hakim Dalam Perspektif Hukum Preogratif,
(Jakarta:Sinar Grafika, 2012) h. 106.
9

merugikan seseorang dan kedua, perlakuan kepada tiap-tiap manusia


apa yang menjadi haknya. Jika kedua prinsip ini dapat dipenuhi
barulah itu dikatakan adil.8 Pemaknaan keadilan dalam praktik
penanganan sengketa-sengketa hukum ternyata masih dapat
diperdebatkan. Banyak pihak merasakan dan menilai bahwa lembaga
pengadilan kurang adil karena terlalu syarat dengan prosedur,
formalistis, kaku, dan lamban dalam memberikan putusan terhadap
suatu sengketa.
Agaknya faktor tersebut tidak lepas dari cara pandang hakim
terhadap hukum yang amat kaku dan normatif-prosedural dalam
melakukan konkretisasi hukum. Hakim semestinya mampu menjadi
seorang interpretator yang mampu menangkap semangat keadilan
dalam masyarakat dan tidak terbelenggu oleh kekakuan normatif-
prosedural yang ada dalam suatu peraturan perundang-undangan,
karena hakim bukan lagi sekedar pelaksana Undang-Undang. Artinya,
hakim dituntut untuk memiliki keberanian mengambil keputusan yang
berbeda dengan ketentuan normatif Undang-Undang, sehingga
keadilan substansial selalu saja sulit diwujudkan melalui putusan
hakim pengadilan, karena hakim dan lembaga pengadilan hanya akan
memberikan keadilan formal.
Keadilan substantif dimaknai keadilan yang diberikan sesuai
dengan aturan-aturan hukum substantif, dengan tanpa melihat
kesalahan-kesalahan prosedural yang tidak berpengaruh pada hak-hak
substantif penggugat. Ini berarti bahwa apa yang secara formal-
prosedural benar bisa saja disalahkan secara materiil dan substansinya
melanggar keadilan, demikian sebaliknya.
Apa yang secara formal salah bisa saja dibenarkan jika secara
materiil dan substansinya sudah cukup adil (hakim dapat menoleransi
pelanggaran procedural asalkan tidak melanggar substansi keadilan).
Dengan kata lain, keadilan substantif bukan berarti hakim harus selalu

8
Sudarto. Kapita Selekta Hukum Pidana. (Bandung; Alumni, 2006 ) h. 64.
10

mengabaikan ketentuan Undang-Undang, melainkan, dengan keadilan


substantif berarti hakim bisa mengabaikan Undang-Undang yang tidak
memberi rasa keadilan, tetapi tetap berpedoman pada formal-
prosedural Undang-Undang yang sudah memberi rasa keadilan
sekaligus menjamin kepastian hukum.9
2. Konseptual
Konseptual adalah susunan berbagai konsep yang menjadi fokus
pengamatan dalam melaksanakan penelitian.
Konseptualisasi dalam penelitian ini adalah:
a. Analisis adalah penyelidikan terhadap suatu peristiwa (karangan,
perbuatan, dan sebagainya) untuk mengetahui sebab-musabab, duduk
perkaranya, dan sebagainya.
b. Pertimbangan adalah suatu tahapan dimana hakim mempertimbangkan
fakta yang terungkap yang dihubungkan dengan alat bukti dalam
menetapkan suatu putusan.
c. Hakim adalah pejabat peradilan negara yang diberi wewenang oleh
undang- undang untuk mengadili (Pasal 1 angka (8) KUHAP).

F. Metode Penelitian
1. Teknik Penelitian
Metode yang akan dipergunakan dalam penelitian ini, termasuk
dalam penelitian putusan kasus dan kepustakaan (Library Research),
yakkni mengidentifikasikan secara sistematis dan melakukan analisis
terhadap dokumen-dokumen yang memuat informasi yang berkaitan
dengan tema, objek, dan masalah dalam suatu penelitian.10
2. Jenis Penelitian
Adapun jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
menelaah putusan kasus yang bersifat kualitatif. Dengan mengkaji lebih

9
Ahmad Rifai, Peran Hukum Oleh Hakim Dalam Perspektif Hukum Preogratif,
(Jakarta:Sinar Grafika, 2012) h. 106.
10
Jaaenal Aripin,dkk, Metode Penelitian Hukum, (Ciputat: Lembaga Penelitian UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, 2010), h.17.
11

dalam melalui literatur-literatur yang ada baik melalui putusan hakim,


buku, catatan, artikel-artikel di internet, majalah dan jurnal ilmiah maupun
hasil penelitian terdahulu.
3. Pendekatan penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kualitatif dimana peneliti
membahas masalah penganiayaan yang dilakukan anak kandung terhadap
orang tua kandung yang terdapat pada pasal 44 ayat (2) UU No. 23 Tahun
2004 tentang Kekerasan Dalam Rumah Tangga(PKDRT). Dan pasal 351 –
356 KUHP.
4. Data Penelitian
Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menggunakan dua jenis data yaitu:
a. Data Primer, yang diperoleh dengan cara mengadakan studi
kepustakaan atas dokumen-dokumen yang berhubungan dengan
masalah yang diajukan. Dokumen yang dimaksud adalah Al-Qur‟an,
Undang-undang Kekerasan Dalam Rumah Tangga, dan putusan hakim
Nomor 575/PID.SUS/2014/PN. Sda.
b. Data Sekunder yang pengumpulan data dapat diperoleh dari dokumen-
dokumen yang berupa catatan formal dan dengan mengumpulkan serta
menelaah beberapa literatur baik berupa buku-buku, catatan, dan
dokumen-dokumen atau diktat yang ada pada redaksi.11 Dari penelitian
ini adalah hasil-hasil penelitian, majalah, surat kabar, jurnal ilmiah,
artikel, internet, dan seterusnya.
5. Teknik Pengelolaan Data
Dalam penelitian ini, pengelolaan data yang digunakan adalah metode
kualitatif, yakni dengan cara mengumpulkan data sebanyak-banyaknya
kemudian diolah menjadi kesatuan data untuk mendeskripsikan masalah
yang akan dibahas dengan mengambil materi-materi yang sesuai dengan
permasalahan, lalu dikomparasikan yaitu dari sumber data primer dan

11
Husni Usman dan Purnomo Setiadi Akbar, Metodologi Penelitian Sosial, (Jakarta:Bumi
Aksara,1998, h.32.
12

dan data sekunder. Sumber data tersebut diklasifikasikan untuk


memudahkan dalam menganalisa.
6. Analisis Data
Metode analisis data dalam penelitian adalah metode yuridis-normatif.
Penelitian yang menggunakan analisis yuridis-normatif merupakan
penelitian yang mengacu pada norma-norma hukum yang terdapat dalam
peraturan perundang-undangan dan putusan peradilan.12

G. Sistematika Penulisan
Sistematika mempermudah dan memahami penulisan ini secara
keseluruhan,maka penulisan ini dibagi menjadi 5 (lima) bab dengan
sistematika sebagai berikut:
BAB 1 PENDAHULUAN
Bab ini berisikan pendahuluan penyusunan skripsi yang
terdiri dari Latar Belakang, Identifikasi Pembatasan dan
Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Tinjauan
Terdahulu, Kerangka Teori dan Konseptual, Metode Penelitian,
Sistematika Penulisan.
BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI TINDAK PIDANA
PENGANIAYAAN TERHADAP ORANG TUA KANDUNG
Bab ini berisikan tinjauan pustaka dari berbagai konsep
atau kajian yang berhubungan dengan penyusunan skripsi
mengenai pertimbangan hakim tentang penganiayaan yang
dilakukan anak terhadap orang tua putusan perkara nomor:
575/pid.sus/2014/PN. Sda).
BAB III TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN TERHADAP ORANG
TUA KANDUNG MENURUT HUKUM PIDANA POSITIF
DAN HUKUM PIDANA ISLAM
Bab ini menjelaskan tentang uraian terhadap hasil
penelitian yang memuat deskipsi kasus tentang perkara tindak

12
Zainuddin Ali, Metode penelitian Hukum,(Jakarta: Sinar Grafika, 2009, h. 24.
13

pidana penganiayaan yang dilakukan anak kandung terhadap


orang tua kandung serta putusan dan dasar hukum yang dipakai
oleh hakim Pengadilan Negeri Sidoarjo dalam memutus perkara
penetapan hukuman pelaku penganiayaan dilihat dari hukum
positif dan hukum Islam.
BAB IV ANALISIS PUTUSAN HAKIM PENGADILAN NEGERI
SIDOARJO TENTANG PENGANIAYAAN TERHADAP
ORANG TUA KANDUNG OLEH ANAK KANDUNG
Bab ini berisikan deskripsi berupa penyajian dan
pembahasan data yang telah didapat penelitian, terdiri dari faktor
yang menyebabkan penganiayaan yang dilakukan anak terhadap
orang tua, dan pertimbangan hakim dalam pemutusan pidana
perkara penganiayaan yang dilakukan anak terhadap orang tua
pada Putusan nomor : 575/pid.sus/2014/ PN. Sda).
BAB V PENUTUP
Berisi kesimpulan umum yang didasarkan pada hasil
analisis dan pembahasan penelitian serta berbagai saran sesuai
dengan permasalahan yang ditujukan kepada pihak-pihak yang
terkait dengan penelitian.
BAB II
DESKRIPSI TENTANG TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN
TERHADAP ORANG TUA KANDUNG

A. Pengertian Tindak Pidana dan Sanksi Pidana dalam Hukum Islam dan
Hukum Positif
1. Tindak Pidana Menurut Hukum Positif dan Hukum Islam
Istilah tindak pidana sebagai terjemahan strafbaar feit adalah diperkenalkan
oleh pihak Pemerintah c.q. Departemen Kehakiman. Istilah (sanksi) yang berupa
pidana tertentu, bagi barang siapa melanggar larangan tersebut. Menurut Wirjono
Prodjodikoro bahwa suatu tindak pidana adalah pelanggaran norma-norma dalam
tiga bidang hukum lain, yaitu hukum perdata, hukum ketatanegaraan dan hukum
tata usaha pemerintah, yang oleh pembentuk undang-undang ditanggapi dengan
suatu hukum pidana. Simons mengartikan strafbaar feit adalah kelakuan
(handeling) yang diancam dengan pidana yang bersifat melawan hukum, yang
berhubungan dengan kesalahan dan yang dilakukan oleh orang yang mampu
bertanggung jawab.
Van Hamel merumuskan strafbaar feit sebagai kelakuan orang (menselijk
gadraging) yang dirumuskan di dalam wet, yang bersifat melawan hukum, yang
patut dipidana dan dilakukan dengan kesalahan. delik pidana merupakan suatu
pengertian dasar dalam hukum pidana. Tindak pidana adalah suatu pengertian
yuridis, lain halnya dengan istilah “perbuatan jahat” atau “kejahatan” (crime atau
verbrechen atau misdaad) yang biasa diartikan secara sosiologis atau
kriminologis.13 Menurut D. Simons, unsur-unsur dari strafbaar feit adalah adalah
sebagai berikut:
a. Perbuatan manusia (positif atau negatif, berbuat atau tidak berbuat atau
membiarkan);
b. Diancam dengan pidana (strafbaar gesteld);
c. Melawan hukum (onrechtmatig);
d. Dilakukan dengan kesalahan (metschuld in veerband stand);

13
Ikatan Hakim Indonesia (IKAHI), Varia Peradilan (Jakarta: IKAHI, 2015), h. 95-98.

14
15

e. Oleh orang yang mampu bertanggung jawab (teorekeningsvatbaar


persoon).
Jadi dalam mempergunakan istilah tindak pidana haruslah pasti bagi orang
lain apakah yang dimaksudkan adalah menurut pandangan monistis atau dualisme.
Bagi orang yang berpandangan monistis seseorang yang melakukan tindak pidana
sudah dapat dipidana. sedangkan bagi yang berpandangan dualisme sama sekali
belum mencukupi syarat untuk dipidana karena masih harus dikenai syarat
penanggungjawaban pidana yang harus ada pada orang yang berbuat.
Istilah hukuman yang merupakan istilah umum dan konvensional dapat
mempunyai arti yang luas dan berubah-ubah karena lstilah ini dapat berkonotasi
dengan bidang yang cukup luas. Istilah tersebut tidak hanya sering digunakan
dalam bidang hukum, tetapi juga dalam istilah sehari- hari di bidang pendidikan,
moral, agama, dan sebagainya. Oleh karena pidana merupakan istilah yang lebih
khusus, maka perlu ada pembatasan pengertian atau makna sentral yang dapat
menunjukkan ciri-ciri atau sifat-sifatnya yang khas.
Menurut Alf Ross, „concept of punishment‟ bertolak pada dua syarat atau
tujuan, yaitu:
a. Pidana ditujukan pada pengenaan penderitaan terhadap orang yang
bersangkutan (Punishment is aimed at inflecting suffering upon the person
upon whom it is imposed).14
b. Pidana itu merupakan suatu pernyataan pencelaan terhadap perbuatan si
pelaku (the punishment is an expression disapproval of the action for
which It is impossed) . Dengan demikian, menurut Alf Ross tidaklah dapat
dipandang sebagai punishment hal-hal sebagai berikut: Tindakan-tindakan
yang bertujuan pengenaan penderitaan tetapi tidak merupakan pernyataan
pencelaan, misalnya pemberian electric shock, pada binatang dalam suatu
penelitian agar tingkah lakunya dapat diamati atau dikontrol. Tindakan-
tindakan yang merupakan pernyataan pencelaan tetapi tidak dimaksudkan
untuk mengenakan penderitaan. Misalnya teguran, peringatan atau
penyingkiran oleh masyarakat. tindakan-tindakan yang di samping tidak
14
Ikatan Hakim Indonesia (IKAHI), Varia Peradilan (Jakarta: IKAHI, 2015), h. 95-98.
16

dimaksudkan untuk mengenakan penderitaan, juga tidak merupakan


pernyataan pencelaan. Misalnya langkah-langkah yang diambil untuk
mendidik atau merawat/ mengobati seseorang untuk membuatnya tidak
berbahaya bagi masyarakat atau tindakan dokter gigi yang mencabut gigi
seorang pasien.
Mengingat pentingnya tujuan pidana sebagai pedoman dalam
memberikan atau menjatuhkan pidana maka di dalam Konsep Rancangan
Buku l KUHP Nasional yang disusun oleh LPHN pada tahun 1972
dirumuskan dalam Pasal 2 sebagai berikut:
a. Maksud tujuan pemidanaan ialah :
1) Untuk mencegah dilakukannya tindak pidana demi pengayoman negara,
masyarakat, dan penduduk.
2) Untuk membimbing agar terpidana insaf dan menjadi anggota masyarakat
yang berbudi baik dan berguna
3) Untuk menghilangkan noda-noda yang diakibatkan oleh tindak pidana
4) Pemidanaan tidak dimaksudkan untuk menderitakan dan tidak
diperkenankan merendahkan martabat manusia
5) Mencegah dilakukannya tindak pidana dengan menegakkan norma hukum
demi pengayoman masyarakat.
6) Mengadakan koreksi terhadap terpidana dan dengan demikian
menjadikannya orang yang baik dan berguna, serta mampu untuk hidup
bermasyarakat.
7) Membebaskan rasa bersalah pada terpidana.15
Menurut Hukum Islam Tindak Pidana dapat diartikan Fikih Jinayah. Fikih
Jinayah adalah ilmu tentang hukum syara' yang berkaitan dengan masalah
perbuatan yang dilarang (jarimah) dan hukumannya (uqubah), yang diambil dari
dalil-dalil yang terperinci. Definisi tersebut merupakan gabungan antara
pengertian ”Fikih” dan ”Jinayah”. Dari pengertian tersebut dapat diketahui bahwa
objek pembahasan Fikih Jinayah itu secara garis besar ada dua, yaitu jarimah atau

15
Ikatan Hakim Indonesia (IKAHI), Varia Peradilan (Jakarta: IKAHI, 2015), h. 95-98.
17

tindak pidana dan uqubah atau hukumannya. Pengertian jarimah sebagaimana


dikemukakan oleh Imam Al-Mawardi adalah sebagai berikut.
Jarimah adalah perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh syara‟ yang
diancam oleh Allah dengan hukuman had atau ta'zir. Dalam istilah lain jarimah
disebut juga dengan jinayah. Menurut Abdul Qadir Audah pengertian jinayah
adalah sebagai berikut.
Jinayah adalah suatu istilah untuk perbuatan yang dilarang oleh syara' baik
perbuatan tersebut mengenai jiwa, harta, atau lainnya.16
2. Sanksi Pidana Menurut Hukum positif dan Hukum Islam
Menurut ketentuan Pasal 10 KUHP terdapat beberpa jenis hukuman yang
dapat dijatuhkan pada seseorang yang telah melakukan tindak pidana, dimana
hukumun yang akan dijatuhkan itu dapat berupa:
1. Pidana pokok:
a. Pidana mati
b. Pidana penjara
c. Kurungan
d. Denda
2. Pidana tambahan:
a. Pencabutan hak-hak tertentu
b. Perampasan barang-barang tertentu
c. Pengumuman putusan hakim
A. Pidana Mati
Pidana mati terdapat pada pasal 11 KUHP. Pidana mati dijalankan
oleh algojo ditempat gantungan dengan menjeratkan tali yang terikat di
tiang gantungan pada leher terpidana kemudian menjatuhkan papan tempat
terpidana berdiri.
B. Pidana Penjara
Pidana penjara adalah salah satu bentuk dari Pidana perampasan
kernerdekaan. Ada beberapa sistem dalam pidana penjara yaitu:

16
Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam. ( Jakarta: Sinar Grafika, 2005), h. 9
18

1. Pensylvanian System: terpidana menurut sistem ini dimasukkan


dalam sel-sel tersendiri, ia tidak boleh menerima tamu baik dari luar
maupun sesama narapidana,ia tidak boleh bekerja di luar sel satu-
satunya pekerjaan adalah membaca buku suci yang diberikan
padanya. Karena pelaksanaannya dilakukan di sel-sel maka disebut
juga Cellulaire System.
2. Auburn System: pada waktu malam ia dimasukkan dalam sel secara
sendiri-sendiri, pada waktu siangnya diwajibkan bekerja dengan
narapidana lainnya, tetapi tidak boleh saling berbicara di antara
mereka, biasa disebut dengan Silent System.
3. Progressive System: cara pelaksanaan pidana menurut sistem ini
adalah bertahap, biasa disebut dengan English/Ire System.17
C. Pidana Kurungan
Pidana kurungan Merupakan salah satu bentuk pidana perampasan
kemerdekaan, akan tetapi pidana kurungan ini dalam beberapa hal lebih
ringan daripada pidana penjara. Ketentuan – ketentuan tersebut adalah
sebagai berikut:
1) Para terpidana kurungan mempunyai hak pistole. Yang artinya mereka
mempunyai hak atau kesempatan untuk mengurusi makanan dan alat
tidur sendiri atas biaya sendiri/pasal 23 KUHP.
2) Para terpidana mengerjakan pekerjaan yang diwajibkan, akan tetapi
lebih ringan dibandingkan terpidana penjara/pasal 19 KUHP.
3) Meskipun ancaman pidana kurungan adalah satu (1) tahun.
Maksimum ini boleh sampai satu tahun 4 bulan dalam hal terjadi
pemberatan pidana , karena perbarengan, atau karena ketentuan pasal
52 atau pasal 52a ( pasal 18 KUHP).
4) Apabila terpidana penjara dan terpidana kurungan menjalani pidana
masing-masing di situ tempat permasyarakatan, maka terpidana
kurungan harus terpisah tempatnya. (Pasal 28 KUHP).

17
Teguh Prasetyo, Hukum Pidana. ( Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2011), h. 117-123.
19

5) Pidana kurungan biasanya dilaksanakan di dalam daerahnya


terpidananya sendiri/biasanya tidak di luar daerah yang bersangkutan.
Pidana kurungan pengganti adalah pengganti pidana denda yang
tidak dibayar oleh terpidana. Dapat juga dijatuhi pidana kurungan
pengganti, apabila terpidana tidak membayar harga taksiran yang
ditentukan dari barang rampasan yang tidak diserahkan oleh terpidana.
Dalam hal ini sebelum pemidanaan, barang-barang tersebut belum
disita, atau dengan perkataan lain masih dalam penguasaan tersangka.
Bahkan dapat juga dijatuhkan apabila biaya pengumuman hakim yang
dibebankan kepada terpidana tidak dibayar. Dalam perkembangan
penjatuhan pidana denda dan kewajiban membayar harga tafsiran
barang rampasan yang tidak diserahkan oleh terpidana atau kewajiban
ganti rugi oleh terpidana, umumnya kepada terpidana tidak dijatuhkan
pidana kurungan pengganti. Kalaupun terpidana ditahan bukan
merupakan kurungan pengganti, melainkan alat pemaksa agar supaya
terpidana memenuhi kewajibannya. Bahkan dalam rangka penemuan
kewajiban ini dapat dilakukan seperti acara juru sita dalam hukuman
pidana.18
D. Pidana Denda
Pidana denda adalah hukuman berupa kewajiban seseorang untuk
mengembalikan keseimbangan hukum atau menebus dosanya dengan
pembayaran sejumlah uang tertentu. Minimum pidana denda adalah Rp
0,25 (dua puluh lima sen) x 15, meskipun tidak ditentukan secara umum
melainkan dalam pasalpasal tindak pidana yang bersangkutan dalam Buku
I dan Buku II KUHP. Di luar KUHP biasanya ditentukan adakalanya
dalam l atau 2 pasal bagian terakhir dari undang-undang tersebut, untuk
norma-norma tindak pidana yang ditentukan dalam pasal yang
mendahuluinya.
Jika terpidana tidak mampu membayar pidana denda yang
dijatuhkan kepadanya, maka dapat diganti dengan pidana kurungan.
18
Teguh Prasetyo, Hukum Pidana. ( Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2011), h. 117-123.
20

Pidana ini kemudian disebut pidana kurungan pengganti, maksimal pidana


kurungan pengganti adalah 6 bulan, dan boleh menjadi 8 bulan dalam hal
terjadi pengulangan, perbarengan atau penerapan Pasal 52 atau Pasal 52 a
KUHP. Untuk beberapa perundang-undangan hukum pidana ketentuan
dalam Pasal 30 ayat 2 KUHP tidak diterapkan. Hal ini terutama ditentukan
kepada penyelesaian tindak pidana di mana titik berat penyelesaiannya
diharapkan untuk kelancaran pengisian kas negara (Pasal 14 Undang-
Undang Tindak Pidana Ekonomi). 19
Sanksi pidana menurut hukum Islam dan Di antara pembagian
jarimah yang paling panting adalah pembagian yang ditinjau dari segi
hukumannya. Jarimah ditinjau dari segi hukumannya terbagi kepada tiga
bagian, yaitu jarimah hudud, jarimah qishash dan diat, dan jarimah ta‟zir.
Adapun pengertian hukuman sebagaimana dikemukakan oleb Abdul Qadir
Audah adalah Hukuman adalah pembalasan yang ditetapkan untuk
kemaslahatan masyarakat. karena adanya pelanggaran atas ketentuan-
ketentuan syara.
1. Qishas
Adapun arti qishash secara terminologi yang dikemukakan oleh
Al‟Jurjani, yaitu mengenakan sebuah tindakan (sanksi hukum) kepada
pelaku persis seperti tindakan yang dilakukan oleh pelaku tersebut
(terhadap korban).15 Sementara itu dalam Al'Mu„jam Al-Wasig,
qishash diartikan dengan menjatuhkan sanksi hukum kepada pelaku
tindak pidana sama persis dengan tindak pidana yang dilakukan,
nyawa dengan nyawa dan anggota tubuh dibalas dengan anggota
tubuh.20

2. Jarimah Hudud
Jarimah hudud adalah jarimah yang diancam dengan hukuman
had. Pengertian hukuman had, sebagaimana dikemukakan oleh Abdul

19
Teguh Prasetyo, Hukum Pidana. ( Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2011), h. 117-123.
20
M. Nurul Irfan dan Masyrofah, Fiqh Jinayah. ( Jakarta: Amzah, 2013), h. 136
21

Qadir Audah adalah : “Hukuman had adalah hukuman yang telah


ditentukan oleh syara' dan merupakan hak Allah”. Dari pengertian
tersebut dapat diketahui bahwa ciri khas jarimah hudud adalah sebagai
berikut:
a. Hukumannya tertentu dan terbatas, dalam arti bahwa hukuman
tersebut telah ditentukan oleh syara‟ dan tidak ada batas minimal
dan maksimal.
b. Hukuman tersebut merupakan hak Allah semata-mata, atau kalau
ada hak manusia di samping hak Allah maka hak AIlah yang lebih
dominan.
Oleh karena hukuman had itu merupakan hak Allah maka
hukuman tersebut tidak bisa digugurkan oleh perseorangan (orang
yang menjadi korban atau keluarganya) atau oleh masyarakat yang
diwakili oleh negara.
1. Jarimah hudud ini ada tujuh macam, yaitu
l) jarimah zina,
2) jarimah qadzaf,
3) jarimah syurb al-khamr,
4) jarimah pencurian,
5). jarimah hirabah,
6). riddah, dan
7) jarimah pemberontakan (Al-Bagyu).21
3. Jarimah Qishash dan Diat
Jarimah qishash dan diat adalah jarimah yang diancam dengan
hukuman qishash atau diat. Baik qishash maupun diat kedua-duanya
adalah hukuman yang sudah ditentukan oleh syara‟. Perbedaannya
dengan hukuman had adalah bahwa hukuman had merupakan hak
Allah (hak masyarakat), sedangkan qishash dan diat merupakan hak
manusia (hak individu). Di samping itu, perbedaan yang lain adalah

21
Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam. ( Jakarta: Sinar Grafika, 2005), h. 10-12
22

karna hukuman qishash dan diat merupakan hak manusia maka


hukuman tersebut bisa dimaafkan atau digugurkan oleh korban atau
keluarganya, sedangkan hukuman had tidak bisa dimaafkan atau
digugurkan.
Pengertian qishash, sebagaimana dikemukakan oleh
Muhammad Abu Zahrah adalah Persamaan dan keseimbangan antara
jarimah dan hukuman. jarimah qishash dan diat ini hanya ada dua
macam yaitu pembunuhan dan penganiayaan. Namun apabila
diperluas, jumlahnya ada lima macam, yaitu :
a. Pembunuhan sengaja.
b. Pembunuhan menyerupai sengaja.
c. Pembunuhan karna kesalahan.
d. Penganiayaan sengaja.
e. Penganiayaan tidak sengaja.
4. Jarimah Ta‟zir
Jarimah ta‟zir adalah jarimah yang diancam dengan hukuman
ta‟zir. Pengertian ta‟zir menurut Bahasa adalah ta‟dib, artinya memberi
pelajaran. Ta‟zir juga diartikan dengan Ar-Raddu wal Man'u yang artinya
menolak dan mencegah. Sedangkan pengertian ta‟zir menurut istilah,
sebagaimana dikemukakan oleh Al-Mawardi adalah ta'zir adalah hukuman
pendidikan atas dosa (tindak pidana) yang belun ditentukan hukumannya
oleh syara‟. 22
Dari definisi tersebut, dapat diketahui bahwa hukuman ta‟zir
adalah hukuman yang belum ditetapkan oleh syara‟, dan wewenang untuk
menetapkannya diserahkan kepada ulil amri. Di samping itu, dari definisi
tersebut dapat diketahui bahwa khas jarimah ta‟zir adalah sebagai berikut :
a. Hukumannya tidak tertentu dan tidak terbatas. Artinya, hukuman
tersebut belum ditentukan oleh syara‟ dan ada batas minimal dan
maksimal.
b. Penentuan hukuman tcrsebut adalah hak penguasa (ulil amri).
22
Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam. ( Jakarta: Sinar Grafika, 2005), h. 10-12.
23

B. Arti Kekerasan Dalam Rumah Tangga


Kekerasan dalam rumah tangga bukan semata mata kekekerasan fisik tapi
juga kekerasan psikologis, begitulah bila kita amati yang dimaksud dengan
kekerasan dalam Undang Undang No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan
Kekerasan dalam Rumah Tangga, memiliki arti setiap perbuatan terhadap
seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau
penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga
termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan
kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga. Masalah
kekerasan dalam rumah tangga telah mendapatkan perlindungan hukum dalam
Undang-undang Nomor 23 tahun 2004 yang antara lain menegaskan bahwa:
1. Bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan rasa aman dan bebas dari
segala bentuk kekerasan sesuai dengan falsafah Pancasila dan Undang-
undang Republik Indonesia tahun 1945.
2. Bahwa segala bentuk kekerasan, terutama Kekerasan dalam rumah tangga
merupakan pelanggaran hak asasi manusia, dan kejahatan terhadap
martabat kemanusiaan serta bentuk diskriminasi yang harus dihapus.
3. Bahwa korban kekerasan dalam rumah tangga yang kebanyakan adalah
perempuan, hal itu harus mendapatkan perlindungan dari Negara dan/atau
masyarakat agar terhindar dan terbebas dari kekerasan atau ancaman
kekerasan atau ancaman kekerasan, penyiksaan, atau perlakuan yang
merendahkan derajat dan martabat kemanusiaan.23
4. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagai dimaksud dalam huruf a, huruf
b, huruf c, dan huruf d perlu dibentuk Undang-undang tentang
penghapusan kekerasan dalam rumah tangga. Hal hal diatas dipertegas
dalam Pasal 1 ayat (l) Kekerasan dalam Rumah Tangga adalah setiap
perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat
timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis,
dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan

23
Nurachmad,”Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)- Sebuah Tinjauan Yuridis
Kriminologis”, Rechten, 2, 1, ( Juni, 2013), h. 95-96.
24

perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan


hukum dalam Iingkup rumah tangga dan Pasal 2 (l) Lingkup rumah tangga
dalam Undang- Undang ini meliputi:
a. suami,isteri,dan anak;
b. orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga dengan orang
sebagaimana dimaksud ada huruf a karena hubungan darah,
perkawinan, persusuan, pengasuhan, dan perwalian, yang menetap
dalam rumah tangga; dan/atau
c. orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap dalam
rumah tangga tersebut.24
Kekerasan dalam rumah tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang
terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan
secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk
ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan
secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.
Kekerasan dalam rumah tangga dalam pengertian luas menunjuk pada
kekerasan yang mana pelaku dan korbannya berada dalam lingkup rumah tangga
yang terdiri dari: suami, istri,anak, pembantu rumah tangga yang bekerja pada
rumah tersebut, dan yang sering menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga
adalah pada istri. Pasal 5 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 menyatakan
bahwa setiap orang dilarang melakukan kekerasan dalam rumah tangga terhadap
orang dalam lingkup rumah tangga dengan cara: pertama, kekerasan fisik: kedua,
kekerasan psikis; ketiga, kekerasan seksual: keempat, penelantaran rumah
tangga“. Selanjutnya pasal 10 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004
menegaskan bahwa korban berhak mendapatkan:
1) Perlindungan dari pihak keluarga, kepolisian, kejaksaan, pengadilan,
advokat, Iembaga sosial, atau pihak lainnya baik sementara maupun
berdasarkan penetapan perintah perlindungan dari pengadilan.
2) Pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan medis.

24
Nurachmad,”Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)- Sebuah Tinjauan Yuridis
Kriminologis”, Rechten, 2, 1, ( Juni, 2013), h. 95-96.
25

3) Penanganan secara khusus berkaitan dengan kerahasiaan korban.


4) Pendampingan oleh pekerja sosial dan bantuan hukum pada setiap tingkat
proses pemeriksaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan; dan
5) Pelayanan bimbingan rohani.
Ditinjau dari segi tempat terjadinya, kekerasan fisik dan psikis terjadi dalam
lingkungan rumah tangga atau di luar rumah tangga. Ditinjau dari segi pelakunya
kekerasan fisik dan psikis dalam rumah tangga dapat dibedakan antara pelaku
orang dewasa (suami, istri, pembantu rumah tangga) dan orang dewasa dengan
anak-anak (orang tua terhadap anak dan sebaliknya). Sebaliknya di luar rumah
tangga, kekerasan tersebut dapat dilakukan Iaki-Iaki maupun sesama perempuan.
1. Penyebab utama kekerasan terhadap istri adalah ketidaksetaraan dan
ketidakadilan gender yang menempatkan perempuan subordinat terhadap
laki-laki, sehingga istri dianggap milik suami.
2. Pendapat ini didasarkan pada anggapan bahwa laki-laki bukan saja pencari
nafkah keluarga. Oleh karena itu, laki-laki dianggap sah dan berhak
memperlakukan istri sekehendak hati. Kondisi sosial budaya semacam itu
terus-menerus bertahan pada masyarakat, sehingga walaupun seorang
perempuan bekerja ataupun berpendidikan lebih tinggi, kedudukannya tetap
subordinat yang berarti harus melayani suami dan keluarga serta berhak
diperlakukan semaunya.25
Menurut teori politik hukum, hadirnya Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2004 merupakan salah satu bentuk kebijakan (policy) pemerintah
sebagai legislasi nasional dalam rangka menghapus kekerasan dalam
rumah tangga yang selama ini terjadi dan juga sebagai payung hukum bagi
saksi sekaligus korban kekerasan dalam rumah tangga untuk melindungi
dirinya di dalam proses peradilan pidana dalam persidangan. Hal ini
didasarkan pada fakta bahwa walaupun kekerasan dalam rumah tangga
merupakan bentuk tindak pidana. pengungkapan kekerasan dalam rumah

25
Nadir,”Politik Hukum Pidana Dalam Upaya Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah
Tangga Sebagai Wujud Pengakuan Dan Perlindungan HAM”, Ihkam, V, 1, ( Juni, 2010), h. 147.
26

tangga oleh sebagian masyarakat Indonesia dianggap suatu hal yang tabu
untuk diungkap ke publik.26
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kekerasan dalam
rumah tangga berarti kekerasan baik fisik maupun psikis baik yang
dilakukan oleh seorang suami terhadap istri, anak maupun keluarga lain
yang menjadi tanggungjawabnya termasuk didalamnya pembantu rumah
tangga, maupun kekerasan yang dilakukan oleh seorang istri terhadap
suami, anak anak maupun keluarga lain yang menjadi tanggungjawabnya,
termasuk didalamnya pembantu rumah tangga.
C. Definisi Penganiayaan Menurut Hukum Positif dan Hukum Islam
Penganiayaan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia artinya sebagai
berikut: "perlakuan yang sewenang-wenang. Pengertian penganiayaan yang
dimuat Kamus Besar Bahasa Indonesia tersebut adalah pengertian dalam arti luas,
yakni termasuk yang menyangkut "perasaan" atau "batiniah". Penganiayaan yang
dimaksud dalam ilmu hukum pidana adalah yang berkenaan dengan tubuh
manusia. Mr. M.H.Tirtaamidjaja membuat pengertian “penganiayaan” sebagai
berikut:
"Menganiaya ialah dengan sengaja menyebabkan sakit atau luka pada
orang lain. Akan tetapi suatu perbuatan yang menyebabkan sakit atau luka pada
orang lain, tidak dapat dianggap sebagai penganiayaan kalau perbuatan itu
dilakukan untuk menambah keselamatan badan.
Ilmu Pengetahuan (Doktrine) mengartikan "penganiayaan" sebagai
berikut. "Setiap perbuatan yang dilakukan dengan sengaja untuk menimbulkan
rasa sakit atau luka pada orang lain." Menurut penjelasan Menteri Kehakiman
pada waktu pembentukan Pasal 351 KUHP dirumuskan, antara lain:
1. Setiap perbuatan yang dilakukan dengan sengaja untuk memberikan
penderitaan badan kepada orang lain, atau
2. Setiap perbuatan yang dilakukan dengan sengaja untuk merugikan
kesehatan badan orang lain.

26
Nadir,”Politik Hukum Pidana Dalam Upaya Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah
Tangga Sebagai Wujud Pengakuan Dan Perlindungan HAM”, Ihkam, V, 1, ( Juni, 2010), h. 147.
27

Tindak pidana penganiayaan atau mishandeling itu diatur dalam Bab ke-
XX Buku. ke-ll KUHP, yang dalam bentuknya yang pokok diatur dalam pasal 351
ayat (1) sampai dengan ayat (5) KUHP dan yang rumusannya di dalam bahasa
Belanda berbunyi sebagai berikut;
(1) Penganiayaan dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya dua tahun
dan delapan bulan atau dengan pidana denda setinggi-tingginya tiga ratus
rupiah (sekarang: empat ribu lima ratus rupiah);
(2) Jika perbuatan tersebut menyebabkan luka berat pada tubuh, maka orang
yang bersalah dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun;
(3) jika perbuatan tersebut menyebabkan kematian, maka orang yang bersalah
dipidana dengan pidana penjara selama-lama nya tujuh tahun.
(4) Disamakan dengan penganiayaan yakni kesengajaan merugikan kesehatan;
(5) Percobaan melakukan kejahatan ini tidak dapat dipidana.
Yang dimaksud dengan ‟penganiayaan‟ itu ialah ‟kesengajaan
menimbulkan rasa sakit atau menimbulkan luka pada tubuh orang lain. Dengan
demikian untuk menyebut seseorang itu telah melakukan Penganiayaan terhadap
orang lain, maka orang tersebut harus mempunyai opzet atau suatu kesengajaan
untuk menimbulkan rasa sakit pada orang lain; menimbulkan luka pada tubuh
orang lain atau merugikan kesehatan orang lain. Dengan kata lain, orang itu harus
mempunyai opzet yang ditujukan pada perbuatan untuk menimbulkan rasa sakit
pada orang lain atau untuk menimbulkan luka pada tubuh orang lain atau pun
untuk merugikan kesehatan orang lain.27
menurut profesor Simons, ”Berdasarkan pengertiannya yang paling tepat
mengenai kata ”penganiayaan” dan sesuai dengan maksud pembentuk undang-
undang, suatu tindakan yang mendatangkan rasa sakit atau menimbulkan luka
pada tubuh orang lain tidak dapat dipandang sebagai suatu ‟penganiayaan‟, jika
tindakan itu telah dilakukan dengan maksud untuk menyembuhkan kesehatan
badan. Adanya suatu tujuan yang dapat dibenarkan itu sendiri tidak meniadakan
sifatnya tindakan tersebut sebagai suatu ‟penganiayaan‟. Akan tetapi jika tindakan

27
P. A. F. Lamintang, Delik – Delik Khusus. ( Bandung: Binacipta, 1986), h. 110-117.
28

- tindakan yang mendatangkan rasa sakit itu sifatnya adalah demikian ringan dan
dapat memperoleh pembenarannya pada suatu tujuan yang dapat dibenarkan,
maka tindakan-tindakan tersebut dapat dipandang bukan sebagai suatu
penganiayaan”. 28
Penganiayaan menurut Hukum Pidana Islam adalah Asy – Syajjaj, yang
dimaksud dengan asy-syajjaj adalah pelukaan khusus pada bagian muka dan
kepala. Sedangkan pelukaan atas badan selain muka dan kepala termasuk
kelompok keempat, yaitu jirah. Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa syajjaj
adalah pelukaan pada bagian muka dan kepala, tetapi khusus di bagian-bagian
tulang saja, seperti dahi. Sedangkan pipi yang banyak dagingnya tidak termasuk
syajjaj, tetapi ulama yang lain herpendapat bahwa syajjaj adalah pelukaan pada
bagian muka dan kepala secara mutlak. Adapun organ-organ tubuh yang termasuk
kelompok anggota badan, meskipun ada pada bagian muka, seperti mata, telinga,
dan lain-lain tidak termasuk syajjaj. Menurut Imam Abu Hanifah syajjaj itu ada
sebelas macam.
1) Al-Kharishah, yaitu pelukaan atas kulit, tetapi tidak sampai mengeluarkan
darah.
2) Ad-Dami 'ah, yaitu pelukaan yang mengakibatkan perdarahan, tetapi
darahnya tidak sampai mengalir, melainkan seperti air mata.
3) Ad-Damiyah, yaitu pelukaan yang berakibat mengalirkan darah.
4) Al-Badhi ‟ah, yaitu pclukaan yang sampai memotong daging.
5) AI-Mutalahimah, yaitu pelukaan yang memotong daging lebih dalam
daripada AI-Badhi ‟ah.
6) AS-Simhaq, yaitu pclukaan yang memotong daging lebih dalam lagi,
sehingga kulit halus (selaput) antara daging dan tulang kelihatan.
Selaputnya itu sendiri disebut juga simhaq.
7) Al-Mudhihah, yaitu pelukaan yang lebih dalam, sehingga memotong atau
merobek selaput tersebut dan tulangnya kelihatan.
8) Al-Hasyimah, yaitu pelukaan yang lebih dalam lagi, schingga memotong
atau memecahkan tulang.

28
P. A. F. Lamintang, Delik – Delik Khusus. ( Bandung: Binacipta, 1986), h. 110-117.
29

9) Al-Munqilah, yaitu pelukaan yang bukan hanya sekadar memotong tulang,


tetapi sampai mcmindahkan posisi tulang dari tempat asalnya.
10) Al-Ammah, yaitu pelukaan yang lebih dalam lagi sehingga sampai kepada
ummud dimagh,selaput antara tulang dan otak.
11) Ad-Damighah, yaitu pclukaan yang merobek selaput antara tulang dan
otak sehingga otaknya kelihatan. Menurut Abdurrahman Al-Jaziri,
sebenarnya jenis syajjaj yang disepakati oleh para fuqaha adalah sepuluh
macam. yaitu tanpa memasukkan jenis yang kesebelas, yaitu Ad-
Damighah. Hal ini karena Ad-Damighah itu pelukaan yang merobek
selaput otak, sehingga karenanya otak tersebut akan berhamburan, dan
kemungkinan mengakibatkan kematian. Itulah sebabnya Ad-Damighah
tidak dimasukkan ke dalam kelompok syajiaj.29

AI-Jirah
AI-Jirah adalah pelukaan pada anggota badan Selain wajah. kepala, dan athraf.
anggota badan yang pelukaannya termasuk jirah ini meliputi leher, dada, perut,
sampai batas pinggul. Al-jirah ini ada dua macam.
1) Jaifah, yaitu pelukaan yang sampai ke bagian dalam dari dada dan perut,
baik pelukaannya dari depan, belakang, mapun samping.
2) Ghair jaifah, yaitu pelukaan yang tidak sampai ke bagian dalam dari dada
atau perut, melainkan hanya pada bagian luarnya Saja.
Tindakan Selain yang Telah Disebutkan di Atas Adapun yang termasuk ke
dalam kelompok ini adalah setiap tindakan langgaran, atau menyakiti yang tidak
sampai merusak athraf atau menghilangkan manfaatnya, dan tidak pula
menimbulkan luka syajjaj atau jirah. Sebagai contoh dapat dikemukakan, seperti
pemukulan pada bagian muka, tangan, kaki, atau badan, tetapi tidak sampai
menimbulkan atau mengakibatkan luka, melainkan hanya memar, muka merah,
atau terasa sakit. Hanafiyah sebenarnya hanya membagi tindak pidana atas selain
jiwa ini kepada empat bagian, tanpa memasukkan bagian yang kelima karna

29
Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam. ( Jakarta: Sinar Grafika, 2005), h. 182-
183.
30

bagian yang kelima ini adalah suatu tindakan yang tidak mengakibatkan luka pada
athraf (anggota badan), tidak menghilangkan manfaatnya, juga tidak
menimbulkan luka syajjaj, dan tidak pula luka pada jirah. Dengan demikian akibat
perbuatan tersebut sangat ringan, sehingga oleh karenanya mungkin lebih tepat
untuk dimasukkan pada ta‟ zir.30
D. Macam–Macam Anak
Pengertian Anak dalam hukum Islam dan Positif
l. Anak Menurut Hukum Islam
Di dalam Al-Qur‟an dijelaskan bahwa asal - usul seorang anak yaitu
melalui sebuah pernikahan yang sah, suami istri saling berjanji membentuk suatu
keluarga yang baik sakinnah, mawaddah dan rohmah. Kemudian setelah
terbentuknya keluarga yang baik, penuh kasih sayang dan rahmat, mulailah Allah
menitipkan amanat kepada pasangan suami istri dengan di karuniai keturunan
untuk masa depan yaitu seorang anak yang menjadi buah hatinya.
Rasulullah Saw menggambarkan anak dalam hadisnya yang diriwayatkan
oleh Abu Ya‟la dari Abi Said, Rasulullah Saw bersabda:
Artinya .“Anak itu adalah buah hati. " (HR. Abu Ya ‟la dari Abu daud)
Anak adalah suatu karunia yang diberikan Allah Swt pada hambanya
Kalau tidak punya anak, suatu rumah tangga merasa sepi karena tidak ada hiburan
buah hati sebagai salah satu unsur yang sangat kuat untuk memperkokoh jalinan
kemesraan dan kasih sayang antara ibu dan ayahnya. Anak adalah sebuah
perhiasan dunia yang dilahirkan oleh orang tua nya
sebagaimana Allah berfirman dalam surat Al-kahfi ayat 46 ;
Artinya: Harta dan Anak-anak adalah perhiasan dunia.
Anak adalah salah satu hal yang ditunggu-tunggu oleh pasangan yang
sudah menjadi suami istri, karena anak adalah keturunan untuk menjadi penerus
kedua orang tuanya dan juga anak dapat menjadi penyejuk hati orang tua,
sebagaimana Allah berfirman dalam surat Al-furqan ayat: 74 yang Artinya: Dan
orang orang yang berkata: ”Ya Tuhan kami, anugrahkanlah kepada kami isteri-

30
Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam. ( Jakarta: Sinar Grafika, 2005), h. 182-
183.
31

isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah
kami imam bagi orang-orang yang bertakwa Anak adalah tumpuan harapan masa
depan suatu bangsa, maka bila dalam suatu generasi terjadi persoalan kesehatan
menimpa anak-anak, akan hancurlah bangsa itu di masa depan.
Untuk itu anak-anak sebagai cikal bakal penopang berdirinya suatu
bangsa, sedini mungkin harus mendapat perhatian yang serius. Karena itu Islam
memberikan perhatian pada anak dimulai sejak dalam kandungan. Allah Swt telah
memberikan peringatan dini kepada para orang tua agar tidak meninggalkan
generasi-generasi yang tidak berkualitas, sebagaimana disebutkan dalam Firman
Allah Swt:
Artinya : “ Dan hendaklah takut kepada Allah Swt. Orang-orang yang
seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang
mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka oleh sebab itu, hendaklah
mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan
yang benar”. (QS. An-Nisa : 9).31
2. Anak Menurut Hukum Positif
Pengertian anak secara umum yang dipahami masyarakat adalah keturunan
kedua setelah ayah dan ibu. dan Sekalipun dari hubungan yang tidak sah dalam
kacamata hukum. Ia tetap dinamakan anak, sehingga definisi ini tidak dibatasi
dengan usia. Sedangkan dalam pengertian Hukum Perkawinan Indonesia, anak
yang belum mencapai usia 18 tahun atau belum pemah melangsungkan
Perkawinan ada dibawah kekuasaan orang tuanya. Selama mereka tidak dicabut
dari kekuasaan.”Pengertian ini disandarkan pada kemampuan anak, jika anak telah
mencapai umur 18 tahun akan tetapi dia belum mampu menghidupi dirinya sendiri
maka ia dikategorikan sebagai anak. Namun berbeda jika ia telah melakukan
perbuatan hukum, dan ia dapat menghidupi dirinya sendiri, maka ia telah dikenai
peraturan hukum atau perUndang-Undangan.32

31
Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam. ( Jakarta: Sinar Grafika, 2005), h. 182.
32
Fuad Mohc. Fachruddin, Masalah Anak Dalam Hukum Islam. ( Jakarta: CV Pedoman
Ilmu Jaya, 1991), h. 33-78.
32

Anak menurut undang-undang kesejahteraan anak adalah seseorang yang


belum mencapai umur 21 tahun dan belum pernah kawin. Dalam perspektif
Undang-undang Peradilan Anak, anak adalah orang yang dalam perkara anak
nakal telah mencapai umur 8 tahun tetapi belum mencapai umur 18 tahun dan
belum pemah kawin. Sementara dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana
(KUHP), tidak merumuskan secara eksplisit tentang pengertian anak, tetapi dapat
dijumpai antara lain pada pasal 45 dan pasal 72 yang memakai batasan usia 16
tahun. Pasal 45 berbunyi” : Jika seseorang yang belum dewasa dituntut karena
perbuatan yang dikerjakannya ketika umurnya belum enam belas tahun, hakim
boleh memerintahkan supaya Si tersalah itu dikembalikan kepada kedua orang
tuanya, walinya, atau pemeliharaannya, dengan tidak dikenakan sesuatu hukuman;
atau memerintahkan supaya si tersalah diserahkan kepada pemerintah dengan
tidak dikenakan sesuatu hukuman; yakni jika perbuatan itu termasuk bagian
kejahatan atau salah satu pelanggaran yang diterangkan dalam pasal 489, 503-505,
514, 517-519, 526, 536 dan 540 dan perbuatan itu dilakukan lalu, dua tahun
sesudah keputusan terdahulu yang menyalahkan dia melakukan salah satu
pelanggaran itu atau suatu kejahatan, atau menghukum anak yang bersalah itu.33
Menurut Undang-undang Nomor 4 tahun 1979 tentang kesejahteraan anak,
dalam ketentuan pasal l ayat (2) maka anak adalah seseorang yang belum
mencapai 21 tahun dan belum pernah kawin. Menurut Undang-undang Nomor 35
Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, dalam pasal 1 butir 1 menyalakan bahwa
anak adalah seorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih
dalam kandungan. Menurut Konvensi Hak-hak Anak (KHA) yang diartifikasi
melalui Kepres No. 36 tahun 1990, setiap manusia dibawah usia 18 tahun, Kecuali
berdasarkan aturan yang berlaku bagi anak tersebut ditentukan bahwa usia dewasa
mencapai lebih awal. Dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 98(1) dikatakan
bahwa batas usia anak yang mampu berdiri sendiri atau dewasa adalah usia 21
tahun, sepanjang anak tersebut tidak bercacat flsik maupun mental atau belum
pernah melangsungkan perkawinan.

33
Fuad Mohc. Fachruddin, Masalah Anak Dalam Hukum Islam. ( Jakarta: CV Pedoman
Ilmu Jaya, 1991), h. 33-78.
33

Anak dapat diartikan sebagai keturunan kedua sebagai hasil dari hubungan
pria dan wanita. Adapun macam-macam anak yaitu anak kandung, anak angkat,
anak susu, anak pungut, anak tiri, dan anak zina. Masing –masing anak tersebut
mendapat perhatian khas baik menurut hukum islam maupun hukum positif, dan
memiliki pandangan dan ketentuan hukumnya.
a. Anak Kandung
Anak kandung yang berarti anak sendiri yakni anak yang dilahirkan oleh
seorang ibu dari suaminya yang sah berdasarkan perkawinan yang memenuhi
syarat.
b. Anak Angkat
Anak angkat ialah seorang anak dari seorang ibu dan bapak diambil oleh
manusia lain untuk dijadikan sebagai anak sendiri. Sang anak bertukar ayah
dan ibu berpidah tangan. Anak itu mengambil nama orang tua yang baru
hingga terputus hubungannya dengan ibu bapak aslinya.
c. Anak Susu
Anak susu berarti seorang anak yang menetek dari seorang wanita tertentu.
d. Anak Pungut
Anak pungut adalah anak yang didapatkan dimanapun juga dan dipelihara
untuk menjauhkannya dari kesengsaraan dan kehancuran pribadinya. Didalam
istilah islam artinya memungut anak yang terlantar disebabkan oleh sesuatu
keadaan abnormal yang menimbulkan anak-anak ini kehilangan tempat
bersandar dan menyerahkan diri. Kebanyakan mereka ini berkeliaran di
jalanan raya, dipelosok, dikolong jembatan, ditempat sampah, dan tempat-
tempat yang menjadi sarang penyakit moral.34
e. Anak Tiri
Anak tiri ialah anak suami atau isteri dari perkawinannya dengan orang
lain. Anak yang dibawa serta dalam perkawinan baru, maka ia menjadi anak
tiri bagi sang suami ataupun sang istri.

34
Fuad Mohc. Fachruddin, Masalah Anak Dalam Hukum Islam. ( Jakarta: CV Pedoman
Ilmu Jaya, 1991), h. 33-78.
34

f. Anak Zina
Anak zina adalah anak yang timbul dari perkawinan yang tidak sah. Maka
“zina” itu berarti bergaul antara wanita dan pria tidak menurut ajaran islam.
Kamus umum bahasa Indonesia susunan W.J.S. Poerwadarminta
mengatakn”zina : perbuatan bersetubuh yang tidak sah.35
E. Kewajiban Orang Tua Kandung
Selain hak-hak anak, dalam kehidupannya masih diperlukan adanya
tanggung jawab orang tua terhadap anak, sehingga hak-hak anak dapat berjalan
dengan baik. Tanggung jawab orang tua terhadap anak merupakan perwujudan
atas hak-hak yang dimiliki anak, apabila orang tua mampu berperan sebagaimana
yang diharapkan oleh peraturan dan kasih sayang orang tua terhadap anak.
Tanggung jawab orang tua terhadap anak diatur dalam Konvensi PBB,
Undang-undang No. 1 tahun I974 dan Undang-undang No. 4 tahun 1979, sebagai
berikut: Dalam Konvensi PBB tentang Hak-hak Anak, hanya terdapat satu
peraturan tentang tanggungjawab orang tua terhadap anak, yaitu orang tua
bertanggung jawab untuk membesarkan dan membina anak, negara mengambil
langkah membantu orang tua yang bekerja agar anak mendapat perawatan dan
fasilitas. Kemudian dalam Undang-undang No. l tahun 1974 memang tidak
mengatur hak-hak anak karena tujuan undang-undang ini untuk mengatur
pasangan suami isteri, walaupun demikian juga diatur tentang tanggungjawab
orang tua terhadap anak dalam Bab X Pasal 45 sampai dengan Pasal 49, sebagai
berikut: Kedua orang tua wajib memelihara dan mendidik anak-anak mereka
sebaik-baiknya. Kewajiban ini berlaku sampai anak itu kawin atau dapat berdiri
sendiri, dan berlangsung terus- menerus meskipun perkawinan aniara kedua orang
tua putus.36
Orang tua mewakili anak yang di bawah kekuasannya, mengenai segala
perbuatan hukum di dalam dan di luar pengadilan. Orang tua tidak diperbolehkan
memindahkan hak atau menggadaikan barang-barang tetap yang dimiliki anaknya
yang belum berumur 18 tahun atau belum pemah melangsungkan perkawinan,
35
Fuad Mohc. Fachruddin, Masalah Anak Dalam Hukum Islam. ( Jakarta: CV Pedoman
Ilmu Jaya, 1991), h. 33-78.
36
Gatot Supramono, Hukum Acara pengadilan Anak. ( Jakarta: Djambatan, 2007), h. 8-10.
35

kecuali apabila kepentingan anak itu menghendakinya. "Meskipun orang tua


dicabut kekuasaannya, mereka masih tetap berkewajiban untuk memberi biaya
pendidikan kepada anaknya. Di samping itu akibat putusnya perkawinan tidak
menghapuskan tanggung jawab orang tua terhadap anak sebagaimana ditetapkan
dalam Pasal 41 Undang-undang No. l Tahun I974, sebagai berikut: Akibat
putusnya perkawinan karena perceraian, baik ibu atau bapak tetap berkewajiban
memelihara dan mendidik anak-anaknya, semata-mata berdasarkan kepentingan
anak. Akibat putusnya perkawinan karena perceraian, baik ibu atau bapak tetap
berkewajiban memelihara dan mendidik anak-anaknya, semata-mata berdasarkan
kepentingan anak.
Akibat putusnya perkawinan karena perceraian, bapak yang bertanggung
jawab atas semua biaya pemeliharaan dan pendidikan yang diperlukan anak itu,
bilamana bapak dalam kenyataan tidak dapat memenuhi kewajiban tersebut,
pengadilan dapat menentukan bahwa ibu ikut memikul biaya tersebut. Selanjutnya
dalam Undang-undang No. 4 Tahun 1979 tanggung jawab orang tua terhadap
anak diatur dalam Bab ll Pasal 9 dan Pasal 10, yang menyebutkan bahwa orang
tua adalah yang pertama-tama bertanggung jawab atas terwujudnya kesejahteraan
anak baik secara rohani, jasmani maupun sosial. Apabila orang tua dicabut kuasa
asuhnya dan ditunjuk wali untuk anaknya, karena orang tua terbukti melalaikan
tanggungjawabnya, tidak menghapuskan kewajiban orang tua yang bersangkutan
untuk membiayai, sesuai dengan kemampuannya, penghidupan. pemeliharaan,
dan pendidikan anaknya. 37

37
Gatot Supramono, Hukum Acara pengadilan Anak. ( Jakarta: Djambatan, 2007), h. 8-10.
BAB III
TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN TERHADAP ORANG TUA
KANDUNG MENURUT HUKUM PIDANA POSITIF DAN PIDANA
ISLAM DAN DESKRIPSI KASUS

A. Penganiayaan Terhadap Orang Tua Kandung menurut Hukum Positif.


Anak dan orang tua mempunyai hubungan yang paling dekat, dan tidak dapat
dipisahkan dalam lingkungan kerabat. Hubungan antara anak-anak dan orang tua
adalah salah satu tanggung jawab yang harus dipikul oleh anggota keluarga,
sehingga antara anak dan orang tua timbul hak dan kewajiban yang harus dipenuhi
oleh keduanya. Salah satu hak anak adalah mendapat perlindungan dan kasih
sayang dari orang tuanya, dan kewajiban anak adalah bersikap patuh dan
menyayangi orang tua, itulah salah satu yang disebut hak dan kewajiban anatara
hubungan anak dengan orang tua.
Seringkali anak - anak tidak melaksanakan kewajiban nya terhadap orang tua,
seringkali anak memperlakukan orang tua nya dengan semena-mena bahkan dari
beberapa kasus ada seorang anak yang tega menganiaya orang tua kandung nya
sendiri terlebih pada ibu kandung nya sendiri, dalam Undang-Undang PKDRT
seorang anak yang menganiaya orang tuanya merupakan bentuk Kekerasan Dalam
Rumah Tangga.
Kekerasan dalam rumah tangga dapat terjadi dalam berbagai bentuk, baik
kekerasan f'isik maupun secara mental yang akan mengakibatkan dampak-dampak
lainnya. Kelompok yang dianggap rentan menjadi korban kekerasan adalah
perempuan dan anak, dan kekerasan tersebut dapat terjadi di tempat umum, di
tempat kerja, di sekolah, bahkan di lingkungan keluarga atau yang kita kenal
sebagai kekerasan dalam rumah tangga.38
Tindak kekerasan dalam rumah tangga terutama perempuan dan anak dapat
dikelompokan ke 5 kategori sebagai berikut:
1. Perlakuan salah (abuse) yang dapat mencederai secara f'isik, mental,

38
Kementrian Negara pemberdayaan Perempuan Republik Indonesia, Keluarga Sebagai
Wahana Membangun Masyarakat Tanpa Kekerasan. ( Jakarta: KNPP, 2018), h.27.

36
37

psikis, dan seksual melalui pemukulan, pernyataan atau ucapan, paksaan


hubungan seksual, dan sebagainya.
2. Tindak eksploitasi (Exploitation) dilakukan untuk memperoleh keuntungan
materi, ekonomi, dan kepuasan sendiri seperti perdagangan anak,
pelacuran, pengemis, dan sebagainya.
3. Penelantaran (nglected) dilakukan dalam bentuk pengabaian (melalaikan)
pemenuhan kebutuhan sosial ekonomi dasar sehingga menyebabkan
kemiskinan dan kemelaratan yang tiada henti.
4. Perbedaan perlakuan (discrimination) dengan memberikan perhatian dan
kasih sayang yang berbeda terhadap anak, istri dengan orang tua dan
sebagainya.
5. Pengabaian kondisi berbahaya (emegency condition) dengan membiarkan
anak dan perempuan di wilayah konflik, di pengungsian, menggunakan zat
kimia, dan dalam keadaan bahaya lainnya.39
Pada pasal 5 Undang-undang No 23 tahun 2004 tentang
penghapusan kekerasaan dalam rumah tangga maka kekerasaan rumah
tangga dapat terwujud “Setiap orang dilarang melakukan kekerasaan
dalam rumah tangga terhadap orang dalam lingkup rumah tangganya
dengan cara” : Kekerasaan fisik, pasal 6 (UUPKDRT) menentukan bahwa
kekerasaan fisik yaitu perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh
sakit atau luka berat. Seperti: memukul, menampar, mencekik,
menendang, melempar barang ke tubuh korban, menginjak, melukai
dengan tangan kosong atau alat/senjata, membunuh dan lain-lain.
Kekerasaan psikis pasal 7 (UUPKDRT) menentukan bahwa kekerasaan
psikis yaitu perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa
percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya,
dan atau tindakan psikis berat pada seseorang. Seperti: berteriak-teriak,
menyumpah, mengancam, merendahkan, mengatur, melecehkan,
menguntit dan memata - matai, tindakan-tindakan lain yang menimbulkan

39
Kementrian Negara pemberdayaan Perempuan Republik Indonesia, Keluarga Sebagai
Wahana Membangun Masyarakat Tanpa Kekerasan. ( Jakarta: KNPP, 2018), h.27.
38

rasa takut (termasuk yang diarahkan kepada orang-orang terdekat korban


misalnya: keluarga, anak, orang tua, suami, teman dekat dll.)40
tindak pidana terhadap orang tua dalam KUHP disebut
“penganiayaan”. Penganiayaan yang diatur KUHP terdiri dari:
1) Penganiayaan berdasarkan Pasal 351 KUHP yang dirinci atas:
a. Penganiayaan biasa.
b. Penganiayaan yang mengakibatkan luka berat,
c. Penganiayaan yang mengakibatkan orangnya mati.
2) Penganiayaan ringan yang diatur oleh Pasal 352 KUHP.
3) Penganiayaan berencana yang diatur oleh Pasal 353 KUHP dengan rincian
sebagai berikut:
a. Mengakibatkan luka berat.
b. Mengakibatkan matinya seseorang.
4) Penganiayaan berat yang diatur oleh Pasal 354 KUHP dengan rincian
sebagai berikut:
a. Mengakibatkan luka berat.
b. Mengakibatkan matinya seseorang.
5) Penganiayaan berat dan berencana yang diatur Pasal 355 KUHP dengan
rincian sebagai berikut:
a. Penganiayaan berat dan berencana.
b. Penganiayaan berat dan berencana yang mengakibatkan matinya
seseorang.
Penganiayaan Berdasarkan Pasal 351 KUHP Ada 3 (tiga) jenis penganiayaan
biasa menurut Pasal 351 KUHP yakni:
1) Penganiayaan yang tidak mengakibatkan luka berat atau matinya
seseorang.
2) Penganiayaan yang mengakibatkan luka berat.
3) Penganinyaan yang mengakibatkan matinya orang.
Penerapan Pasal 351 ayat (3) yakni penganiayaan yang mengakibatkan

40
Erna Surjadi, Bagaimana Mencegah KDRT( Kekerasan Dalam Rumah Tangga), (Jakarta:
PT. Pustaka Sinar Harapan, 2011). H. 135-136.
39

matinya orang, tampaknya tidak begitu sulit atau rumit tetapi pada praktek
kadang-kadang sulit membedakan dengan Pasal 351 ayat (2). Mengenai
penganiayaan "luka berat" Pasal 90 KUHP merumuskan artinya. "Luka berat"
pada rumusan asli disebut: “zwaar lichamelijk letsel"yang diterjemahkan dengan
"luka badan berat" yang selalu disingkat dengan luka berat. Sebagian pakar
menyebut "luka parah".
Penganiayaan” pada Pasal 351 ayat (l) bukan penganiayaan ringan, bukan
penganiayaan berat atau berencana dan pula tidak mengakibatkan luka berat atau
matinya orang. Pada rumusan Pasal 351 KUHP. Undang-undang hanya
mengatakan mengenai penganiayaan tanpa menyebutkan unsur-unsur dan tindak
pidana penganiayaan itu sendiri, sedangkan pada ayat (4) hanya menjelaskan
bahwa kesengajaan merusak kesehatan orang itu adalah sama dengan
penganiayaan. dalam arti penganiayaan itu ialah kesengajaan menimbulkan rasa
sakit atau menimbulkan luka pada tubuh orang lain. Penjelasan tersebut
menyebutkan bahwa seseorang yang telah melakukan penganiayaan terhadap
orang lain maka orang tersebut harus mempunyai opzet atau suatu kesengajaan
untuk menimbulkan rasa sakit, luka atau merugikan kesehatan orang lain.41
Lamintang menyatakan “Untuk dapat disebut sebagai telah melakukan suatu
penganiayaan tidaklah perlu bahwa opzet dari pelaku secara langsung harus
menunjukan pada perbuatan untuk membuat orang lain merasa sakit, menjadi
terganggu kesehatannya, tetapi rasa sakit atau terganggunya kesehatan orang lain
tersebut dapat saja terjadi sebagai akibat dari opzet pelaku yang ditujukan pada
perbuatan yang lain. Tindak pidana Penganiayaan seperti yang dimaksud dalam
Pasal 351 KUHP itu:
(l) harus dilakui dengan sengaja, dan tidak ada alasan untuk membatasi pengertian
kesengajaan atau opzet tersebut semata-mata sebagai opzet als oogr, melainkan
juga harus diartikan sebagai opzet bij zekerheidsbewustzij dan sebagai opzet
bijnmogelijkheidsbewustzijn,

41
Siswo Putranto Santoso,”Analisis Peran Visum Et Repertum pada Pelaku Penganiayaan,
ditinjau dari Pasal 351 Ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana(KUHP) Studi Kasus Perkara
Nomor:247/pid.B/2014/PN.Cibadak ”, Ilmiah Widya, 3, 3, ( Januari, 2016), h. 127-128.
40

(2) merupakan tindak pidana materiil, hingga tindak pidana tersebut untuk dapat
dianggap sebagai telah selesai dilakukan oleh pelakunya. akibatnya yang tidak
dikehendaki oleh undang-undang itu benar-benar telah terjadi. yakni berupa rasa
sakit yang dirasakan oleh orang lain. Walaupun untuk dapat dipidananya pelaku
akibat berupa rasa sakit pada orang lain itu harus benar-benar timbul akan tetapi
opzet dari pelaku tidaklah perlu ditujukan pada akibat tersebut.42
Pasal 35l sampai 355 KUHP menjelaskan bahwa tindakan penganiayaan
(kekerasan) diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan
atau pidana denda paling banyak empat puluh ribu Iima ratus rupiah. Jika
perbuatan itu mengakibatkan luka berat yang berbuat dapat diancam dengan
pidana yang ditentukan dalam pasal 351, 353, 354, dan 355 dapat ditambah
dengan sepertiga bagi yang melakukan kejahatan itu terhadap ibunya, bapaknya
yang sah, dan anaknya. Oleh karena itu, dalam hal ini seorang anak kandung yang
telah berusia dewasa merupakan tindakan penganiayaan, dan pidana dapat
ditambah sepertiganya apabila melakukan penganiayaan terhadap orang tua
kandungnya sendiri sebagaimana pasal 355.
B. Penganiayaan Terhadap Orang Tua Kandung menurut Hukum Islam.
Islam mengajarkan kepada umatnya supaya beribadah melalui tauhid. Di
samping mempunyai kewajiban untuk mengabdi kepada Allah dan tidak
menyekutukan-Nya manusia juga dituntut untuk berbuat baik kepada kedua orang
tua. Dengan beribadah kepada Allah secara baik, akan mengarahkan kita untuk
berbuat baik kepada orang tua, sebagaimana yang tercantum dalam Firman Allah
Swt. Dalam Q.s. Al-Ankabut (29): 8;

                

       


Artinya: “Dan kami wajibkan manusia (berbuat) kebaikan kepada dua orang ibu
bapaknya, dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan aku dengan

42
Siswo Putranto Santoso,”Analisis Peran Visum Et Repertum pada Pelaku Penganiayaan,
ditinjau dari Pasal 351 Ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana(KUHP) Studi Kasus Perkara
Nomor:247/pid.B/2014/PN.Cibadak ”, Ilmiah Widya, 3, 3, ( Januari, 2016), h. 127-128.
41

sesuatu yang tidak ada pengetuhuanmu tentang itu. Maka janganlah kamu
mengikuti keduanya, hanya kepada-Ku lah kembalimu lalu aku kabarkan
kepadamu apa yang telah kamu kerjakan”.
Berbuat baik dalam kategori umum, dalam bahasa Arab disebut ihsan.
Sementara bila ditujukan secara khusus kepada orang tua. lebih dikenal dengan
istilah birr. Istilah birr al walidayni (berbakti kepada kadua orang tua) di sini lebih
dari sekedar berbuat baik kepada keduanya. Namun birr al walidayni memiliki
nilai-nilai tambah yang semakin “melejitkan” makna kebaikan tersebut, sehingga
menjadi sebuah „bakti„. Dan bakti itu sendiri pun bukanlah balasan yang setara
yang dapat mengimbangi kebaikan orang tua. Namun setidaknya sudah dapat
menggolongkan pelakunya sebagai orang yang bersyukur.43
Setiap orang pasti mempunyai kekuatan yang tidak abadi. Begitu juga dengan
orang tua lanjut usia yang harus melalui masa-masa yang belum pernah
dibayangkan selama ini. Kulitnya mulai keriput, tenaganya mulai jauh berkurang,
tulang-tulangnya pun mulai terasa rapuh, suaranya berubah menjadi sengau tak
mampu menstabilkan nada yang keluar saat itulah mulai membutuhkan belaian
kasih sang anak. Orang tua mulai memerlukan adanya orang lain di sisinya untuk
menyelesaikan segala hal termasuk pekerjaan-pekerjaan ringan sekalipun yang
selama ini bisa diselesaikan seorang diri saat itu bakti seorang anak menjadi suatu
hal yang dibutuhkan. Sebagaimana Al- Qur,an Q.s. Al Isra (17): 23-24:

               

              

         
Artinya : “ 23. Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan
menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu
dengan sebaik-baiknya. jika salah seorang di antara keduanya atau Kedua-duanya
sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, Maka sekali-kali janganlah kamu

43
T. M. Hasbi ash-Shiddieqy, Al-Islam, ( Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, 2001), jilid 3, h.
291.
42

mengatakan kepada keduanya Perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak


mereka dan ucapkanlah kepada mereka Perkataan yang mulia”.
24. “Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan
dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana
mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil".
Karna Mengucapkan kata Ah kepada orang tua tidak dibolehkan oleh agama
apalagi mengucapkan kata-kata atau memperlakukan mereka dengan lebih kasar
daripada itu, contohnya adalah melakukan penganiayaan terhadap orang tua
kandung, hal itu merupakan bentuk durhaka kepada orang tua.44
Al – Qur‟an memberikan bimbingan yang demikian santun, agar seorang
anak membiasakan diri berbicara dan bersikap secara mulia dan terpuji terhadap
kedua orang tuanya lebih rinci lagi T.M Hasbi Ash-Shiddieqy dalam "Al-Islam"
mengutarakan hak-hak orang tua yang harus dipenuhi sang anak antara lain:
1. Apabila orang tua butuh makan dan minum maka penuhilah semampunya.
2. Apabila orang tua butuh makan maka berikanlah.
3. Apabila butuh bantuan atau pelayanan, maka laksanakanlah.
4. Apabila memanggil kalian maka jawablah dan datangilah.
5. Apabila menyuruh maka kita taati perintahnya, selama tidak membawa
kedurhakaan kepada Allah.
6. Apabila berbicara dengannya hendaknya dengan suara lemah lembut.
7. Panggillah dengan panggilan yang menyenangkan hatinya.
8. Berjalan dibelakangnya.
9. Menyukai dan mendukung apa yang mereka lakukan selama tidak berbuat
dosa kepada Allah.
10. Setiap saat memohon ampunan kepadu Allah atas segala dosa kedua orang
tua kalian.
Dalam Al-Quran Allah telah menerangkan bahwa seorang anak sepatutnya
wajib berbakti pada orang tua kandung terutama ibunya karna ibu yang telah
mengandung, melahirkan dan menyusui sebagaimana firman Allah dalam Q.s. Al

44
T. M. Hasbi ash-Shiddieqy, Al-Islam, ( Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, 2001), jilid 3, h.
291.
43

Ahqaf (46): 15:

              

                

                

 
Artinya: “Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua
orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan
melahirkannya dengan susah payah (pula). mengandungnya sampai menyapihnya
adalah tiga puluh bulan, sehingga apabila Dia telah dewasa dan umurnya sampai
empat puluh tahun ia berdoa: "Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri
nikmat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan
supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridhai; berilah kebaikan
kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku
bertaubat kepada Engkau dan Sesungguhnya aku Termasuk orang-orang yang
berserah diri".
Masa menyapih bayi dalam usia dua tahun, yakni 24 bulan. Masih ada
enam bulan waktu kehamilan minimum setelah diketahui si anak dapat hidup. lni
sesuai dengan penemuan ilmiah terakhir yang sudah dapat dipastikan. Waktu rata-
rata adalah 280 hari, atau sepuluh kali masa haid, dan sudah tentu masa rata-rata
penyapihan jauh berkurang dari 24 bulan. 45
Masa menyusui maksimum (2 tahun) juga sesuai dengan waktu bahwa
pertumbuhan gigi pertama pada seorang anak biasanya sudah sempurna. Gigi susu
pengiris bawah bagian tengah tumbuh antara bulan keenam dan kesembilan,
kemudian gigi susu tumbuh sewaktu-waktu, sehingga tampak gigi taring. Gigi
geraham kedua tumbuh pada kira-kira 24 bulan, dan dengan gigi-gigi itu anak tadi
sudah punya peralatan gigi susu yang lengkap.

45
Abdullah Yusuf Ali,Amana Crop. Ed, The Holy Qur’an, text, Translation and Commentary.
Penerjemah Ali Audah. Tafsir Yusuf Ali, teks, Terjemahan, dan Tafsir. Bogor: PT. Pustaka Litera
AntarNusa, 2009, h. 13.
44

Alam mengaturya supaya dapat mengunyah sendiri dan sekarang ia sudah


lepas sama sekali dari susu ibu. Kalau tidak ia akan menyakiti payudara ibu kalau
masih akan menyusu juga sesudah seperangkat gigi anak itu lengkap. Adanya gigi
tetap mulai pada tahun keenam, dan gigi geraham kedua keluar pada umur anak
12 tahun. Geraham ketiga ialah gigi geraham bungsu, yang bisa tumbuh pada
umur 18 sampai 20 tahun, atau sama sekali tidak. Sungguh sanat banyak
pengorbanan seorang anak terhadap anaknya, oleh karna itu sebagai seorang anak
sudah selayaknya menghormati, dan berbuat baik kepada orang tuanya.46
Ihsan (berbuat baik) kepada kedua orang tua, yaitu menyampaikan setiap
kebaikan kepada keduanya semampu kita dan bila memungkinkan mencegah
gangguan kepada keduanya. Menurut Ibnu Athiyah, kita juga wajib mentaati
keduanya dalam hal-hal yang mubah(yang diperbolehkan syariat), dan harus
mengikuti apa-apa yang diperintahkan keduanya dan menjauhi apa-apa yang
dilarang selama tidak melanggar batasan-batasan Allah Swt.
Uqubul Walidain adalah gangguan yang ditimbulkan seorang anak
terhadap keduanya baik berupa perkataan maupun perbuatan. Contoh gangguan
berupa perkataan, yaitu mengucapkan “ah” atau “cis”, berkata dengan kalimat
yang keras atau menyakitkan hati, menggertak, mencaci maki dan lain-lain.
Sedangkan berupa perbuatan adalah berlaku kasar, seperti memukul dengan
tangan atau kaki bila orang tua menginginkan sesuatu atau menyuruh memenuhi
keinginannya, membenci, tidak memperdulikan, tidak bersilaturahim, atau tidak
memberi nafkah kepada kedua orang tuanya yang miskin.47
Seorang anak yang menganiaya orang tua kandung didalam hukum Islam
dapat dikategorikan sebagai anak durhaka. Karna anak tersebut telah membuat
orang tua terluka, baik secara fisik maupun psikisnya.
Sebagaimana dalam ayat alquran Al- Q.s. Al Ahqaf (46): 17-20:

              

46
Abdullah Yusuf Ali,Amana Crop. Ed, The Holy Qur’an, text, Translation and Commentary.
Penerjemah Ali Audah. Tafsir Yusuf Ali, teks, Terjemahan, dan Tafsir. Bogor: PT. Pustaka Litera
AntarNusa, 2009, h. 1314.
47
DKSI , pengajian rutin DKS ( Jakarta: DKSI, 2008), h. 1-2.
45

               

                

              

             

         

Artinya: “17. dan orang yang berkata kepada dua orang ibu bapaknya: "Cis bagi
kamu keduanya, Apakah kamu keduanya memperingatkan kepadaku bahwa aku
akan dibangkitkan, Padahal sungguh telah berlalu beberapa umat sebelumku? lalu
kedua ibu bapaknya itu memohon pertolongan kepada Allah seraya mengatakan:
"Celaka kamu, berimanlah! Sesungguhnya janji Allah adalah benar". lalu Dia
berkata: "Ini tidak lain hanyalah dongengan orang-orang dahulu belaka".
18.”Mereka Itulah orang-orang yang telah pasti ketetapan (azab) atas mereka
bersama umat-umat yang telah berlalu sebelum mereka dari jin dan manusia.
Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang merugi”.
19. “dan bagi masing-masing mereka derajat menurut apa yang telah mereka
kerjakan dan agar Allah mencukupkan bagi mereka (balasan) pekerjaan-pekerjaan
mereka sedang mereka tiada dirugikan”.
20. “dan (ingatlah) hari (ketika) orang-orang kafir dihadapkan ke neraka (kepada
mereka dikatakan): "Kamu telah menghabiskan rezkimu yang baik dalam
kehidupan duniawimu (saja) dan kamu telah bersenang-senang dengannya; Maka
pada hari ini kamu dibalasi dengan azab yang menghinakan karena kamu telah
menyombongkan diri di muka bumi tanpa hak dan karena kamu telah fasik".48
Tak jarang seorang yang saleh mempunyai anak yang sebaliknya. Segala
yang oleh ibu dan ayahnya dipandang suci dicemoohkan, dan memandang sang
ibu dan ayah sebagai orang yang sudah ketinggalan zaman, selain itu banyak juga
seorang anak yang berani melawan bahkan memukul orang tuanya sendiri.

48
Abdul Qadir Audah, Ensiklopedia Hukum Pidana Islam, Jilid 1, Penerjemah: Tim
Tsalisah,(Jakarta: PT Kharisma Ilmu,2007), hal 100.
46

Seorang anak yang durhaka kepada orang tua menurut ayat tersebut akan
mendapatkan balasan yang setimpal atas apa yang diperbuatnya.
Adanya perbedaan dalam keluarga-keluarga tertentu mungkin terbawa
oleh adanya perbedaan antara generasi tua dengan generasi muda. Semua ini
terjadi sebagai berlalunya suatu tahap yang biasa dalam evolusi umat manusia,
dan dalam hal ini tak ada yang perlu dirisaukan. Apa yang harus kita lakukan ialah
untuk generasi yang lebih dewasa dalam menyiapkan para pengganti mereka di
jalan agama, dan bagi generasi yang lebih muda untuk memberi pengertian bahwa
waktu dan pengalaman sangat berharga, terutama dalam pengertian soal-soal
rohani dan soal-soal lain di saat yang amat penting bagi manusia.49
Dalam Agama Islam terdapat beberapa peraturan yang datangnya dari
Allah langsung yang tertulis didalam Al-Qur‟an maupun Hadits yang bertujuan
untuk setiap manusia bisa menjalankan syariat dengan baik sesuai dengan aturan-
aturan yang berlaku dalamnya, baik hubungan dengan Allah maupun dengan
manusia yang lainnya atau bisa disebut sebagai Hablum Minallah Wa Hablum
Minannas terkecuali bagi orang- orang yang tidak berakal, karena hukuman bisa
batal kepada orang yang demikian.
Perilaku manusia yang dikerjakan tanpa akhlak dan kurangnya iman
seseorang yang hanya mengedepankan hawa nafsunya saja berdampak kepada
keburukan yang pada akhirnya, baik dalam kejahatan melakukan pembunuhan,
pencurian, bahkan penganiayaan yang sudah jelas-jelas dilarang oleh Allah Swt.
Dari salah satu penyebutan tentang kejahatan tersebut adalah tentang kekerasan
atau penganiayaan, dalam Agama Islam sangat dilarang melakukan tindakan yang
dapat merusak anggota badan dalam hal ini adalah terhadap pelukaan. Pelukaan
tersebut korban mengalami luka robek tiga sentimeter dan memar pada bagian
kepala bagian atas dan mendapat perawatan dan menginap (opname) dirumah
sakit selama 4(empat) hari. Melihat pokok dari permasalahan melalui putusan
Hakim yang dikeluarkan Pengadilan Negeri sidoardo Nomor perkara :
575/PidSus/2014/PN.Sda.

49
Abdul Qadir Audah, Ensiklopedia Hukum Pidana Islam, Jilid 1, Penerjemah: Tim
Tsalisah,(Jakarta: PT Kharisma Ilmu,2007), hal 100
47

Penulis menganalisis jenis tindak pidana yang dilakukan masuk kedalam


kategori perbuatan penganiayaan yang tidak sampai menghilangkan jiwa sikorban
dalam bentuk pemukulan dan pelukaan. Bila dimasukan dalam analisis sebuah
putusan diatas pada dasarnya hukum Islam mempunyai dasar yang harus
dijalankan menurut hukum syari‟atnya sendiri karena, untuk menjaga dari hal-hal
yang tidak diinginkan terhadap diri manusia yang pada khususnya konsep yang
terkenal dalam syari‟at Islam itu sendiri bermuara pada prinsip dasar yaitu demi
kemaslahatan individu maupun kelompok lainnya.
Dalam hal pelukaan ini ada tiga aspek bila dilihat dari perbuatan ini
apabila ditinjau dari hukum pidana Islam, pertama aspek syar‟i , permasalahan ini
masuk dalam hal perusakan yang dilarang keras oleh Allah yang dalam
penerapannya adalah ‫ حفظ انفس‬yaitu menjaga diri yang mana masuk dalam
pembahasan selain jiwa yang bisa disebut perusakan pada diri seseorang baik
sengaja maupun tidak sengaja yang dalam konteks memisahkan anggota badan
atau sejenisnya atau bisa diartikan memotong, melukai bagian dari anggota badan
sehingga terpisah dari badannya dan perbuatan ini harus dikenakan qishas, karena
sesuai dengan hukum syariat yang berlaku dalam pandangan Hukum Pidana
Islam, akan tetapi hukuman qishas ini bisa tidak dilakukan apabila dari pihak yang
dirugikan memaafkan dari perbuatannya tersebut, akan tetapi sebagai pengganti
dari hukumannya itu adalah diyat, yang mana hukuman diyat yang dimaksud
disini adalah sebagai pengganti dari hukuman qishas yang telah ditetapkan atau
bisa disebut juga sebagai ganti rugi dari pihak pelaku terhadap sikorban. 50
Melihat dari pembahasan yang penulis angkat dari putusan pengadilan
Negeri Bekasi ini, penulis berpendapat bahwa Andik Susanto Bin Rusman harus
dijatuhkan hukuman diyat, karena ia melakukan sebuah tindak pidana yang
dilakukan secara sengaja (al-qatlul‟amd), menganalisis dari musyawarah pihak
korban telah meringankan dari hukumannya itu, maka pantaslah seorang terdakwa
ini dibatalkan hukuman qishasnya akan tetapi hanya dimintai
pertanggungjawabannya saja. Dikarenakan dalam realisasinya tidak mau

50
Ahmad Wardhi Muslich, Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Sinar Grafika,2005), cet 2,hal
196.
48

bertanggung jawab yang hal ini membiayai dalam proses pengobatannya maka
sipelaku ini harus dikenakan diyat. Akan tetapi hukuman diyatnya itu hanya
separuh yang dalam hal ini merusak anggota badan atau disebut dengan pelukaan.
Adapun pelukaan ini yang dimaksud adalah masuk dalam kategori Asy-
Syajjaj yaitu yang merupakan pelukaan khusus pada bagian muka dan kepala.
Adapun masalah dendanya bisa diserahkan kepada seorang Hakim dipengadilan
yang berdasarkan keadilan. Apabila ditinjau dari hukum maddinya. Perbuatannya
itu sudah jelas sekali dapat merugikan seseorang yang yang dalam hal ini
melakukan penganiayaan . sedangkan dari hukum adabinya , seseorang yang
berakal wajib mempertanggungjawabkan atas perbuatannya itu dan bisa dibilang
wajib bagi seorang yang mukallaf bertanggung jawab apabila perbuatannya
tersebut diketahui dengan sempurna melakukannya. Karena bisa dibilang
dilakukannya dengan unsur kesengajaan. 51
Dari sebuah hukum pidana Islam diwajibkan kepada seorang pelaku
apabila melakukan tindak pidana tersebut harus dijatuhi hukuman qishas. Dalam
hukum pidana Islam qishas mengenai tindak pidana atas selain jiwa dijelaskan
dalam Q.s. Al- Maidah (4): 45:

           

               

     


45. dan Kami telah tetapkan terhadap mereka di dalamnya (At Taurat)
bahwasanya jiwa (dibalas) dengan jiwa, mata dengan mata, hidung dengan
hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka luka (pun) ada kisasnya.
Barangsiapa yang melepaskan (hak qisas) nya, Maka melepaskan hak itu
(menjadi) penebus dosa baginya. Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut
apa yang diturunkan Allah, Maka mereka itu adalah orang-orang yang zalim.
Kata ‫الجر و ح‬ dalam ayat diatas merupakan lafaz yang umum yang
mencakup semua jenis pelukaan. Jadi kekerasan yan dilakukan oleh terdakwa

51
A. Djazuli, Fiqh Jinayah( Upaya Menanggulangi Kejahatan dalam Islam ),
( Jakarta:PT.Raja Grafindo Persada, 1997), hal. 153.
49

yang bernama Andik Susanto terhadap ibunya (korban) dapat dikenakan hukuman
qishas berdasarkan ketentuan surat Al –Maidah ayat 45 diatas.
Pengertian luka berat yang dialami oleh Aslaka(korban) adalah luka berat
yang menyebabkan korban mengalami luka luka robek tiga sentimeter dan memar
pada bagian kepala bagian atas. Dalam hukum pidana Islam luka tersebut disebut
dengan Asy-Syajjaj, yang merupakan pelukaan khusus pada bagian muka dan
kepala yang merupakan bentuk penganiayaan sehingga pelaku dapat dikenai
hukuman qishas atau pun diyat.52Namun jika korban memaafkan perbuatan
terdakwa tanpa di berlakukannya hukuman pengganti yakni diyat, tidak berarti
terdakwa lepas atau bebas tanpa dikenai hukuman. Maka dalam hal ini, Ulil Amri
mempunyai hak atau wewenang untuk menjatuhkan hukuman ta‟zir terhadap
terdakwa, karena terdakwa selain melanggar hak individu (hak adami) terdakwa
juga telah melanggar hak masyarakat( hak jamaah atau juga hak Allah) sehingga
tercapailah atau terciptanya kemaslahatan umum didalam masyarakat.
Dengan demikian dijatuhkannya hukuman ta‟zir oleh ulil amri atau
pemerintah, pemimpin Negara terhadap terdakwa bukan hanya bertujuan
menciptakan kemaslahatan didalam masyarakat tetapi juga bertujuan untuk
membuat efek jera dan memperbaiki tingkah laku terdakwa dan juga masyarakat
supaya tidak mengikuti perbuatan tindak pidana yang telah dilakukan terdakwa
terhadap korban begitu juga terhadap perbuatan tindak pidana lainnya.53
Ketentuan tindak pidana atas selain jiwa atau sering disebut dengan
kejahatan terhadap tubuh (anggota tubuh) yang terdapat dalam surat Al- Maidah
diatas, diperkuat dengan adanya hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Hasan Al-
Basri dari Muqatil yang Artinya : Seorang Perempuan mengadu kepada
Rasulullah Saw, bahwa suaminya telah memukulnya. Rasulullah Saw bersabda” ia
akan dikenakan hukuman qisas”. ( H.R. al- Hasan Al- Basri dari muqatil).54
Dari pelaksanaan hukuman yang dijatuhkan oleh Majelis Hakim

52
M. Nurul Irfan dan Masyrofah, Fiqh Jinayah. ( Jakarta: Amzah, 2013), h. 11
53
A. Djazuli, Fiqh Jinayah( Upaya Menanggulangi Kejahatan dalam Islam ),
( Jakarta:PT.Raja Grafindo Persada, 1997), hal. 153.
54
Soenarji dan Ibrahim Hosen, AL-qur‟an dan Tafsirnya, ( Jakarta:Departemen Agama,
2004) jilid 2, juz 4-6, h. 154.
50

sebagaimana telah dijelaskan diatas, penulis menyimpulkan bahwa hukuman yang


dijatuhkan oleh hakim kepada terdakwa tidak berdasarkan pada apa yang telah
ditentukan oleh hukum pidana Islam. Hal ini tentunya dikarenakan Negara
Indonesia tidak menerapkan hukum pidana Islam.
Majelis Sebagai acuan utama dalam putusan tersebut Majelis Hakim
merujuk pada ketentuan pasal 44 ayat (1) Undang-Undang No. 23 Tahun 2004
tentang (PKDRT). Namun, ketentuan dalam aturan Undang-Undang tersebut tidak
selaras dengan ketentuan hukum Pidana Islam. Jika dibandingkan dengan hukum
pidana Islam, aturan atau hukuman tersebut lebih ringan. Dalam perspektif hukum
pidana Islam, menjatuhkan hukuman qishas/diyat terhadap tindak pidana atas
selain jiwa atau juga disebut dengan KDRT, ternyata lebih memberikan
perlindungan terhadap korban terutama kaum wanita.
Diyat inipun berlaku apabila jenis anggota badan, baik yang tunggal( tanpa
pasangan ) maupun yang berpasangan yang dalam konteks permasalahan yang
dibahas adalah yang menyebabkan luka robek tiga sentimeter dan memar pada
bagian kepala bagian atas yang dalam hal ini menurut hukum pidana Islam disebut
denga Asy- Syajjaj, dan apabila seorang pelaku melakukannya berulang kali,
maka diperbolehkan hukumannya ditambah selain diyat dengan hukuman penjara
pula yang ada di Indonesia saat ini, sebagai efek jera kepada sipelaku perbuatan
kekerasan, karena sudah melanggar ketentuan yang sudah berlaku.55

55
Soenarji dan Ibrahim Hosen, AL-qur‟an dan Tafsirnya, ( Jakarta:Departemen Agama,
2004) jilid 2, juz 4-6, h. 154.
BAB IV

TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN ANAK TERHADAP ORANG TUA


MENURUT HUKUM PIDANA POSITIF DAN HUKUM PIDANA ISLAM
A. Faktor Penyebab Penganiayaan yang Dilakukan Anak terhadap Orang
tua.
Rasa keadilan harus diwujudkan paling tidak mendekati keadilan bagi
para pihak yang sedang berperkara. Banyak kasus-kasus pidana yang
memposisikan hakim harus mempertimbangkan segi kemanusiaan, sosiologi
dan antropologi dalam menjatuhkan pidananya. Dalam hal ini seorang anak
begitu tega menganiaya ibu kandungnya tentu saja mempunyai motivasi yang
kuat sekali sehingga menyebabkan perbuatan pidana itu dilakukan. Motivasi
seseorang melakukan perbuatan pidana dapat berupa banyak alasan, yang
sering terjadi di masyarakat disebabkan timpangnya relasi orang tua (dalam
hal ini seorang ibu) dengan anak. 56
Banyaknya golongan atau jenis kejahatan dalam KUHP berarti begitu
juga banyaknya kepentingan hukum yang dilindungi oleh hukum pidana.
Norma-norma moral umum telah dirumuskan dalam apa yang disebut perintah
perintah Tuhan tetapi hal itu tidak berarti bahwa manusia tidak memainkan
peran lagi dalam menentukan tindakannya. Ada kemungkinan norma tersebut
bertentangan dengan norma-norma lain. Umpamanya orang melarang untuk
membunuh orang tidak berlaku lagi dalam situasi bahaya dimana orang berhak
melindungi hidupnya. Faktor-faktor penyebab dilakukannya perbuatan
pidana/kejahatan pada umumnya, apabila dilihat dari teori kriminologi bahwa
kejahatan merupakan suatu masalah manusia dalam perkembangan negara ke
arah yang lebih modern. Karena kejahatan sebagai perbuatan yang relatif dan
suatu penanaman yang tergantung dari penentuan sikap dan kebijaksanaan
penguasaan serta erat menyangkut pola dan nilai budaya serta kaidah, dan
struktur masyarakat. Faktor-faktor timbulnya penganiayaan yang dilakukan
anak terhadapat orang tua yaitu :

56
Muhammad Jafar Anwar dan Muhammad A Salam , Membumikan Pendidikan karakter.
( Jakarta: CV. Suri Tatu‟uw, 2015), h. 47-65.

51
52

1. Faktor Keluarga
Menurut pakar pendidikan, William Bennett, keluarga merupakan
tempat yang paling awal dan efektif untuk menjalankan fungsi,
pendidikan, dan kesejahteraan, apabila keluarga gagal untuk mengajarkan
kejujuran, semangat, keinginan untuk menjadi yang terbaik, dan
kemampuan dasar, maka akan sulit sekali bagi institusi lain untuk
memperbaiki kegagalannya. Keluarga merupakan wahana pertama dan
utama bagi pendidikan karakter anak, apabila keluarga gagal melakukan
pendidikan karakter pada anak-anaknya, maka akan sulit bagi institusi-
institusi lain di luar keluarga (termasuk sekolah) untuk memperbaikinya.
Kegagalan keluarga dalam membentuk karakter anak akan berakibat pada
tumbuhnya masyarakat yang tidak berkarakter oleh karena itu, setiap
keluarga harus memiliki kesadaran bahwa karakter bangsa sangat
tergantung pada pendidikan karakter anak di rumah. Pada sisi lain, orang
tua perlu mengawasi pergaulan anak, karena pergaulan dan lingkungan itu
memiliki andil sangat besar dalam pembentukan kepribadian anak-anak.57
Masalah keluarga merupakan masalah universal. Keluarga sesuatu
yang mutlak dan menentukan lembaga sosial. Menurut Khairuddin dan
Goode Fungsi keluarga ialah merawat, memelihara dan melindungi anak
dalam rangka sosialisasinya agar mampu mengendalikan diri dan berjiwa
sosial. Kedudukan keluarga menjadi perantara dalam kehidupan
masyarakat, alat kontrol sekaligus kekuatan sosial dalam konteks
sosiologis, keluarga sebagai lembaga sosial dengan mengatur interaksi dan
komunikasi dengan anggota keluarga lainnya. Nilai yang tumbuh dalam
keluarga terkait dengan hak dan kewajiban setiap anggota keluarga, usaha
membahagiakan dan menyelamatkan keluarga dari kehancuran dan
keruntuhan sebagai usaha nyata penyelematan negara. Menurut Mahmud
Saltut menulis bahwa ”Keluarga adalah batu dasar dari bangunan suatu
umat (bangsa) yang terbentuk dari keluarga, keluarga yang berhubungan

57
Muhammad Jafar Anwar dan Muhammad A Salam , Membumikan Pendidikan karakter.
( Jakarta: CV. Suri Tatu‟uw, 2015), h. 47-65.
53

erat dengan lainnya. Dan pastilah kuat atau lemahnya bangunan umat itu
tergantung kepada kuat atau lemahnya keluarga yang menjadi batu dasar
itu”.
Islam menaruh harapan besar terhadap perbaikan keturuna sebagai
pelanjut dan penerus budaya keluarga. Keluarga sebagai tempat
pembinaan dalam rangka pembibitan moralitas mentalitas dan kepribadian
utuh, bukan kepribadian terbelah.
Sosiolog Francis Agus Comte menyatakan bahwa kesatuan sosial
dibentuk oleh kehidupan keluarga, bukan perorangan atau individu,
pendidikan untuk mendidik individu memasuki kehidupan sosialnya.
Kerapuhan keluarga menimbulkan keretakan sebagai akibat dari saling
pengertian dan saling menghormati yang tidak lagi menjiwai kehidupan
keluarga. Jika dibiarkan terus menerus akan menimbulkan keresahan dan
kekhawatiran. Masalah ini menjadi problem nasional, keluarga sering
menimbulkan perselisihan, salah pengertian dan pertengkaran, korban
utama adalah anak- anak sehingga tidak sedikit di antara mereka mencari
pelampiasan-pelampiasan untuk menghilang kegalauan jiwanya, justru
menimbulkan masalah baru. Masalah moralitas dan spiritualitas hampir
tergusurkan oleh budaya hedonisme dan materialisme, budaya hedonisme
sebagai tradisi yang memburu kesenangan semu tanpa pertimbangan halal
haram. 58
Pola asuh orang tua terhadap anak- anak sangat penting dilakukan.
Spock dan Baurind dalam Muclich membagi tiga pola asuh yaitu :
Pertama, authoritarian (otoriter), Pola ini orang tua membuat semua
keputusan, anak harus patuh, tunduk, dan tidak boleh bertanya. Cirinya
kekuasaan orang tua dominan dan anak tidak diakui sebagai pribadi,
control terhadap anak sangat ketat dan menghukum anak jika tidak patuh.
Kedua, demokratis, orang tua memberikan kesempatan kepada anak untuk
membicarakan apa yang ia inginkan, cirinya kerjasama antara orang tua

58
Muhammad Jafar Anwar dan Muhammad A Salam , Membumikan Pendidikan karakter.
( Jakarta: CV. Suri Tatu‟uw, 2015), h. 47-65.
54

dan anak, anak diakui sebagai pribadi control orang tua tidak terlalu kaku.
Dan Ketiga, permisive, orang tua memberikan kebebasan penuh kepada
anaknya. Tidak ada bimbingan dan pengarahan kepada anak, control dan
perhatian orang tua sangat kurang. Dari ketiga pola asuh tersebut memiliki
kekurangan dan kelebihan masing- masing yang pasti orang tua tidak ada
yang menerapkan ketiga pola asuh tersebut secara bersamaan. Orang tua
sangat mengharapkan anak- anaknya menjadi manusia yang berkarakter
positif.59
Sebaliknya pola asuh yang salah misalnya dengan kekerasan akan
berpengaruh terhadap proses perkembangan karakter anak. Mengutip
pendapat Ratna Megawangi, Salah asuh akan menimbulkan dampak yaitu
berperilaku agresif, yaitu selalu ingin menyakiti orang baik secara verbal
maupun fisik, selalu berpandangangan negatif pada lingkungan sekitarnya,
seperti rasa tidak aman, khawatir, minder, curiga dengan orang lain,dan
merasa orang lain sedang mengkritiknya. Ketidakstabilan emosional, yaitu
tidak toleran atau tidak tahan terhadap stress, mudah tersinggung, mudah
marah, dan sifat yang tidak dapat diprediksi oleh orang lain. Orang tua
yang tidak memberikan rasa aman dan terlalu menekan anak, akan
membuat anak merasa tidak dekat, dan tidak menjadikan orang tuanya
sebagai ”role model”. Anak akan lebih percaya kepada teman bermainya
sehingga mudah terpengaruh dengan pergaulan yang negatif. Salah asuh
akan menghasilkan anak-anak yang mempunyai kepribadian bermasalah
atau mempunyai keerdasan emosi rendah. Sehingga dalam hal ini sudah
sangat jelas bahwa faktor kelurag sangat mempengaruhi anak dalam pola
perilakunya.60
2. Faktor lingkungan sosial
Manusia adalah makhluk sosial, ia selalu berada bersama manusia
lain, membutuhkan orang lain dan perilakunya juga selalu menunjukkan

59
Muhammad Jafar Anwar dan Muhammad A Salam , Membumikan Pendidikan karakter.
( Jakarta: CV. Suri Tatu‟uw, 2015), h. 47-65
60
Jubaedi, Desain Pendidikan Karakater. ( Jakarta: Kencana Prenada media Group, 2011),
h. 161.
55

hubungan dengan orang lain. Ia akan merasa kesunyian, bila tinggal


sendirian, ia juga akan merasa rindu bila putus hubungannya dengan orang
yang disayanginya. Faktor-faktor yang menyangkut hubungan seorang
manusia dengan manusia lainnya ini disebut lingkungan sosial.
Lingkungan sosial selalu menyangkut hubungan antara seorang manusia
dengan manusia lainnya. Hubungan tersebut dapat berbentuk hubungan
antara individu dengan Lingkungan alam dan geografls di mana individu
bertempat tinggal mempengaruhi perkembangan dan perilaku individu.
Seorang yang lahir dan dibesarkan di daerah pegunungan, akan memiliki
sifat-sifat dan kecakapan untuk hidup di daerah tersebut.
Kondisi alam daerah pertanian dengan udara yang relatif sejuk,
akan membentuk individu-individu yang berbadan sehat dan kuat,
berperangai lembut bicara pelan, dan memiliki berbagai keterampilan
dalam bidang pertanian. Lain halnya dengan orang pantai, yang dibesarkan
dalam lingkungan air dengan udara yang relatif panas dan selalu
dibisingkan dengan deru ombak. Mereka umumnya berperangai dan
berbicara keras, keterampilan mereka lebih banyak dalam bidang kelautan.
Demikian juga dengan orang-orang yang bertempat tinggal di daerah yang
bersalju atau di daerah gurun pasir, mereka akan memiliki ketahanan tubuh
dan keterampilanketerampilan hidup yang dibutuhkan untuk mengatasi
tantangan alam tersebut. Individu dengan kelompok atau pun kelompok
dengan kelompok.
Lingkungan sosial merupakan salah satu faktor yang terus
berkembang seiring berjalannya waktu, sikap dan pola perilaku pada
perubahan masyarakat menjadikan tindakan seseorang terus berkembang,
Sehingga dalam hal ini banyak terjadinya ketimpangan didalam setiap
individu- individu tersebut yang melatarbelakangi seseorang menjadi lebih
baik atau bersikap buruknya. Seseorang yang memiliki lingkungan sosial
yang baik akan berpengaruh pada pola perilakunya,namun apabila
seseorang yang tinggal di lingkungan yang kurang baikpun akan ikut
56

terbawa efeknya, karna manusia merupakan makhluk sosial yang selalu


bersosialisasi dengan sekitarnya.61
3. Faktor pendidikan/ sekolah
Sekolah salah satu pranata sosial yang memiliki tugas mendidik,
membimbing dan memimpin anak-anak menjadi manusia yang baik dan
pintar. Sekolah sebagai lembaga pendidikan formal yang memiliki
organisasi yang kuat dan mantap. Lembaga ini menampilkan tugas dan
tanggung jawab penuh dan profesional. Menurut Tilaar menulis bahwa:
“Sekolah mempunyai organisasi yang kuat berarti harus mempunyai misi,
visi dan program yang jelas sebagai suatu organisasi, sekolah harus
mengembangkan suatu budaya organisasi ialah suatu komitmen pada
pengembangan kemampuan intelektual pada siswa”. Sekolah idealnya
harus mampu menumbuhkan nilai- nilai intelektual, yaitu sikap ingin tahu,
berpikir logis dan kreatif, sikap terbuka, bahkan siap dikritik.
Budaya akademis seperti eksperimen, tidak puas dengan apa yang
dicapai, kebenaran yang terus berkembang, haruslah menjadi budaya
sekolah. Proses belajar mengajar yang mengedepankan kebebasan berpikir
dan kreativitas, sekolah merupakan lembaga mengembangkan berpikir
kritis, kemampuan akademik dan analitis bagi pengembangan sumberdaya
manusia (SDM) seutuhnya, namun dalam hal ini masih banyak terjadi
tindakan kekerasan ataupun bullying yang dilakukan anak dilingkungan
sekolah. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Riauskina dkk,
menyebutkan bahwa dalam penelitiannya , kelas 2 SMA dijakarta
melakukan kecenderungan melakukan tindak kekerasan fisik masih terlihat
pada anak laki-laki di usia 18 tahun, sehingga tanpa disadari tindakan
bullying yang terjadi di sekolah terus berkembang dari waktu ke waktu,
sehingga angka kekerasan terus meningkat dari waktu ke waktu.62
4. Faktor Media sosial

61
Nana Syaodih Sukmadinata, Landasan Psikologi Proses pendidikan. ( Bandung: Remaja
Rosdakarya , 2009), h. 46-51.
62
Muhammad Jafar Anwar dan Muhammad A Salam , Membumikan Pendidikan karakter.
( Jakarta: CV. Suri Tatu‟uw, 2015), h. 47-65.
57

Upaya lembaga pendidikan dalam mendidik karakter peserta didik


juga memerlukan dukungan dari institusi media massa seperti televisi,
internet, tabloid, koran, dan majalah. Media televisi dapat menyajikan
acara-acara tentang potret kehidupan dan perilaku sehari-hari baik dalam
bentuk kisah nyata maupun dramatisasi sesuai dengan tujuan yang
dikehendaki. Media televisi juga sebagai media massa yang paling populer
dan digemari oleh lapisan masyarakat, termasuk anak-anak dan remaja.
Melalui televisi, pesan dapat disajikan dalam bentuk audio visual dan
gerak. Televisi juga dapat menyajikan siaran langsung (live) atau liputan
berita dari sumbernya pada saat bersamaan. Dengan bantuan media lain,
televisi juga menyajikan acara interaktif. Dalam pemanfaatannya, televisi
dapat ditonton sambil santai di rumah, menyaksikan siaran langsung,
dramatisasi, hiburan, sinetron, musik, pendidikan, dan informasi lainnya.
Penelitian membuktikan bahwa media televisi merupakan kekuatan
yang besar bagi kepentingan yang dominan dalam masyarakat. Mc Quel
dan Windahl menjelaskan model psikologi comstoc tentang efek televisi
terhadap orang perorangan. Ditegaskannya bahwa media televisi tidak
hanya mengajarkan tingkah laku, tetapi juga tindakan sebagai stimulus
untuk membangkitkan tingkah laku yang dipelajari dari sumber-sumber
lain. Ini menunjukkan bahwa media televisi memiliki kekuatan yang
ampuh (powerful) bagi pemirsanya. Menurut Perin, televisi memberikan
pengaruh yang besar dalam kehidupan sehari-hari dibandingkan dengan
media lainnya. Menurut hasil penelitian American Psychological
Associatio (APA) pada 1995 terungkap bahwa tayangan yang bermutu
akan mempengaruhi seseorang untuk berperilaku baik.63 Adapun tayangan
kurang bermutu akan memengaruhi seseorang untuk berperilaku buruk
Bahkan, penelitian ini menyimpulkan, bahwa hampir semua perilaku
buruk yang dilakukan orang adalah hasil pelajaran yang mereka terima
dari media semenjak usia anak-anak.

63
Jubaedi, Desain Pendidikan Karakater. ( Jakarta: Kencana Prenada media Group, 2011),
h. 161.
58

Dalam teori modeling yang dikemukakan Bandura, manusia belajar


dengan mengamati dan meniru perilaku orang lain. Peniruan model
menjadi unsur penting dalam belajar. Individu dapat saling mengajarkan
dengan cara saling mengamati perilaku individu lainnya dengan saling
mengamati perilaku orang lain, manusia dapat dengan cepat mendapatkan
respons. Teori ini sangat cocok diterapkan pada anak-anak dan remaja.
Masa ini merupakan usia mencari figur atau panutan dalam rangka
pembentukan karakter atau jati dirinya. Dalam kenyataannya, anak-anak
dan remaja sering kali mengidolakan figur yang ditemukan di layar televisi
dibanding dengan figur guru atau orang tuanya. Hasil penelitian Bandura
menunjukkan bahwa anak-anak lebih agresif setelah menonton model
yang agresif, film agresif atau kartun kekerasan dibandingkan dengan
anak-anak yang melihat model yang tidak agresif atau tanpa model
sekalipun. 64
Media televisi sesungguhnya memiliki kelebihan dalam membantu
tugas guru dan orang tua dalam menanamkan pendidikan karaktet terhadap
anak secara berkesinambungan. Hal ini karena televisi dapat menyajikan
pesan audiovisual dan gerak, dan dapat mendramatisasi dan memanipulasi
pesan sesuai tujuan yang dikehendaki. Sayangnya, tayangan televisi
nasional yang sehari-hari ditonton anak-anak dan remaja belum
sepenuhnya membawakan pesan-pesan pendidikan. Dunia pertelevisian
justru kini terancam oleh unsur-unsur Vulgarisme, kekerasan, dan
pornografi. Ketiga unsur ini hampir-hampir menjadi sajian rutin di
sejumlah stasiun televisi serta dapat ditonton secara bebas oleh kalangan
anak-anak. Padahal ketiga unsur ini mestinya dicegah untuk kalangan
anak-anak mengingat kondisi psikologis mereka yang belum mampu
membedakan mana televisi hal-hal negatif dan mana hal-hal positif dari
sebuah tayangan TV.

64
Jubaedi, Desain Pendidikan Karakater. ( Jakarta: Kencana Prenada media Group, 2011),
h. 161.
59

Dalam konteks tersebut, kita perlu memerhatikan peringatan dan


analisis Davies yang menyatakan bahwa media televisi telah menyebabkan
kepribadian anak menjadi individualistis, agresif, permisif, mengenal kata-
kata jorok, pengetahuan seks lebih awal, penyalahgunaan obat, merokok,
dan lebih suka menyelesaikan persoalan dengan kekerasan, perilaku tidak
aman dan tidak sehat, Pendidikan karakter di sekolah tidak akan berhasil
baik bilamana dukungan lingkungan yang berupa kehidupan masyarakat
dan teknologinya tidak membantu. Tayangan televisi dan media informasi
lainnya yang saat ini menjadi dunia keseharian anak, perlu mendapatkan
pengaturan waktu dan kualitasnya agar bersahabat dengan pendidikan
karakter. sehingga seringkali tayangan yang disajikan tidak sesuai, yang
pada akhirnya menyebakan pola perilaku masyarakat ikut berubah
terutama dalam hal tindak kekerasan.65
5. Faktor Kepribadian
Di dalam kepribadian cara pengaturan atau pola hubungan tersebut
adalah cara dan pola tingkah laku Keseluruhan pola tingkah laku individu
membentuk satu aturan atau sistem tertentu yang harmonis. Kepribadian
bersifat dinamis, kepribadian individu bukan sesuatu yang statis, menetap,
tidak berubah, tetapi kepribadian tersebut berkembang secara dinamis.
Perkembangan manusia berbeda dengan binatang yang statis, yang
mengikuti lingkaran tertutup, perkembangan manusia dinamis membentuk
suatu lingkaran terbuka atau spiral. Meskipun pola-pola umumnya sama
tetapi selalu terbuka kesempatan untuk pola-pola khusus yang baru.
Dinamika kepribadian individu ini, bukan saja dilatarbelakangi oleh
potensi-potensi yang dimilikinya, tetapi sebagai makhluk sosial manusia
selalu berinteraksi dengan lingkungannya, dengan manusia lain.
Lingkungan manusia juga selalu berada dalam perubahan dan
perkembangan.

65
Jubaedi, Desain Pendidikan Karakater. ( Jakarta: Kencana Prenada media Group, 2011),
h. 161.
60

Kepribadian meliputi aspek jasmaniah dan rohaniah. Kepribadian


adalah suatu sistem psxkofisik, yaitu suatu aturan antara aspek-aspek fisik
dengan psikis. Kepribadian bukan hanya terdiri atas aspek fisik, juga
bukan hanya terdiri atas aspek psikis, tetapi keduanya membentuk satu
kesatuan. Kalau individu berjalan, maka berjalan bukan hanya dengan
kakinya tetapi dengan seluruh aspek kepribadiannya, bukan kaki yang
berjalan tetapi individu. Demikian juga kalau individu berbicara, berpikir,
melamun dsb, yang melakukan semua perbuatan itu adalah individu. 66
Kepribadian individu selalu dalam penyesuaian diri yang unik
dengan lingkungannya. Kepribadian individu bukan sesuatu yang berdiri
sendiri, lepas dari lingkungannya, tetapi selalu dalam interaksi dan
penyesuaian diri dengan lingkungnnya. Ia adalah bagian dari
lingkungannya dan berkembang bersama-sama dengan lingkungannya.
Interaksi atau penyesuaian diri individu dengan lingkungannya bersifat
unik, atau khas, berbeda antara seorang individu dengan individu yang
lainnya. demikian mungkin berada di sekitar individu, mungkin juga
berada jauh dari individu, berada pada saat ini, atau telah lama berlalu,
lingkungan efektif atau pun tidak efektif lingkungan tersebut.
6. Faktor Ekonomi
Kondisi dari lingkungan ekonomi yang ada serta tantangan-
tantangan yang dihadapi dalam memenuhi kebutuhan ekonomi, akan
sangat berpengaruh terhadap perkembangan dan perilaku individu yang
berada dalam lingkungan tersebut. Anak-anak yang hidup dag berkembang
dalam lingkungan keluarga atau masyarakat yang kondisi ekonominya
baik akan berbeda perkembangannya dibandingkan dengan anak yang
dibesarkan dalam lingkungan yang serba kekurangan. Kondisi ekonomi
bukan saja akan mempengaruhi gizi dan kesehatan anak, tetapi juga akan
mempengaruhi kesempatan dan mutu belajar. Kondisi ekonomi yang baik
akan memberikan kesempatan belajar yang lebih banyak dan lebih tinggi

66
Nana Syaodih Sukmadinata, Landasan Psikologi Proses pendidikan. ( Bandung: Remaja
Rosdakarya , 2009), h. 133-138.
61

dengan fasilitas belajar yang lebih baik dibandingkan dengan kondisi


ekonomi yang kurang baik.
Seorang anak yang berasal dari keluarga yang kondisi ekonomi nya
baik akan memiliki semua buku atau perlengkapan belajar yang
diperlukan, akan dapat mengikuti semua jenis kegiatan belajar yang
dlsediakan sekolah baik kegiatan kurikuler maupun ko-kurikuler, akan
dapat belajar lebih tenang karena semua tuntutan finansial dari sekolah
dapat dipenuhi. Tidak demikian halnya dengan anak-anak yang
kemampuan ekonomi orang tuanya kurang baik. Meraka akan lebih
banyak menghadapi masalah dan hambatan. 67
Kondisi ekonomi ini bukan hanya akan mempengaruhi
perkembangannya, tetapi juga akan mempengaruhi perilakunya sehari-
hari. Kesulitan dan kekurangan-kekurangan di bidang ekonomi akan
mempengaruhi penampilan dan cara-cara ia berinteraksi dengan
lingkungannya. Di satu pihak mungkin ada perasaan rendah diri bila
berhadapan dengan anak-anak yang keadaan ekonominya lebih baik, tetapi
di pihak lain mereka lebih agresif dalam memanfaatkan fasilitas yang ada
tetapi tidak dimilikinya. Sehingga dalam hal ini faktor ekonomi
memperngaruhi pola perilaku dilingkungan masyarakat.
Faktor Pendorong terjadinya Tindak kekerasan dalam Rumah
Tangga Perilaku menyimpang dapat dikategorikan ke dalam bentuk
kejahatan. Untuk mengetahui faktor pendorong atau penyebab seseorang
melakukan kejahatan, kita tinjau hal-hal yang terdapat Kriminologi.
Karena menurut Sutherland and Cressey, Kriminologi adalah himpunan
pengetahuan mengenai kejahatan sebagai gejala masyarakat. Yang
termasuk dalam ruang lingkupnya adalah proses pembuatan perundang-
undangan, pelanggaran perundang-undangan dan reaksi-reaksi terhadap
pelanggaran tersebut. Menurut Mazhab Anthropologis adalah Cesare
Lombroso yang menyatakan bahwa sebab-sebab timbulnya kejahatan

67
Nana Syaodih Sukmadinata, Landasan Psikologi Proses pendidikan. ( Bandung: Remaja
Rosdakarya , 2009), h. 133-138.
62

adalah karena penyebab dalam, yang bersumber pada bentuk-bentuk


jasmaniah, watak, dan rohani seseorang, sedangkan menurut Mazhab
Sosiologis faktor penyebab utama dari kejahatan adalah tingkatan (niveau-
theorie) penjahat dan lingkungannya (millieu-theorie) yang tidak
menguntungkan. Tokoh yang mengemukakan ajaran ini adalah
Manouvrier dan Lacassagne. Aliran yang ketiga yaitu Mazhab
Biososiologis menggunakan theorie convergentie (gabungan) sebagai
penyebab kejahatan. Tokoh Mazhab ini adalah Ferry dan van Bemmelen.
Menurut ajaran ini, timbulnya berbagai bentuk kejahatan dipengaruhi oleh
sederetan faktor-faktor, di mana watak dan lingkungan seseorang banyak
berperan. Faktor-faktor tersebut antara lain adalah: sifat, bakat, watak,
intelek, pendidikan, dan pengajaran, suku bangsa, seks, umur, kebangsaan,
agama, ideologi pekerjaan, keadaan ekonomi, dan keluarga. Kejadian demi
kejadian, periode demi periode, kekuatan-kekuatan relatif dari watak dan
lingkungan silih berganti atau bersamaan berpengaruh terhadap
seseorang.68
Di muka telah disebutkan bahwa ketiga mazhab tersebut menganut
teori determinisme, yang mengemukakan bahwa seseorang melakukan
kejahatan ditentukan (determine) oleh pengaruh luar atau lingkungannya,
sedangkan menurut teori indeterminisme, kehendak seseorang untuk
melakukan kejahatan itu dikendalikan oleh kemauan sendiri dan tidak
dipengaruhi oleh ”faktor luar ”Dengan demikian faktor pendorong
terjadinya kekerasan dalam rumah tangga, dapat disebabkan oleh adanya
berbagai faktor tersebut. Artinya dapat dipengaruhi oleh faktor dari luar
atau lingkungan, tetapi dapat dipicu karena adanya faktor dari dalam diri
pelaku sendiri. Faktor pendorong terjadinya tindak kekerasan akan
dijelaskan secara terperinci sebagai berikut.
1. Masalah Keuangan

68
Moerti Hadiati Soeroso, Kekerasan Dalam Rumah Tangga Dalam Perspektif Yuridis
Viktimologis. ( Jakarta: Sinar Grafika , 2012), h. 74-80.
63

Uang seringkali dapat menjadi pemicu timbulnya perselisihan di


antara suami dan istri. Gaji yang tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan
rumah tangga setiap bulan, sering menimbulkan pertengkaran, apalagi
kalau pencari nafkah yang utama adalah suami. Dapat juga pertengkaran
timbul ketika suami kehilangan pekerjaan (misal~ nya di-PHK). Ditambah
lagi adanya tuntutan biaya hidup yang tinggi, memicu pertengkaran yang
seringkali berakibat terjadinya tindak kekerasan. 69
2. Cemburu
Kecemburuan dapat juga merupakan salah satu timbulnya
kesalahpahaman, perselisihan bahkan kekerasan. Pada tahun 1992 di
Jakarta xeorang suami tega membunuh dan melakukan mutilasi terhadap
mbuh istrinya, karena istri mengetahui penyelewengan yang dilakukan
oleh suami. Kasus lain terjadi tahun 2009 seorang suami melakukan tindak
kekerasan terhadap istrinya, karena istri cemburu. Masih banyak lagi
kasurkasus kecemburuan yang dapat memicu terjadinya tindak kekerasan
yang terjadi dalam rumah tangga.
3. Masalah Anak
Salah satu pemicu terjadinya perselisihan antara suami-istri adalah
masalah anak. Perselisihan dapat semakin meruncing kalau terdapat
perbedaan pola pendidikan terhadap anak antara suami dan istri, Hal ini
dapat berlaku baik terhadap anak kandung maupun terhadap anak tiri atau
anak asuh.
4. Masalah Orang Tua
Orang tua dari pihak suami maupun istri dapat menjadi pemicu
pertengkaran dan menyebabkan keretakan hubungan di antara suami istri.
Dalam penelitian diperoleh gambaran bahwa bagi orang tua yang selalu
ikut campur dalam rumah tangga anaknya, misalnya meliputi masalah
keuangan, pendidikan anak atau pekerjaan, seringkali memicu

69
Moerti Hadiati Soeroso, Kekerasan Dalam Rumah Tangga Dalam Perspektif Yuridis
Viktimologis. ( Jakarta: Sinar Grafika , 2012), h. 74-80.
64

pertengkaran yang berakhir dengan kekerasan Apalagi hal ini bisa juga
dipicu karena adanya perbedaan sikap terhadap masing-masing orang tua.
5. Masalah Saudara
Seperti halnya orang tua, saudara yang tinggal dalam satu atap
manpun tidak, dapat memicu keretakan hubungan dalam keluarga dan
hubungan suami-istri. Campur tangan dari saudara dalam kehidupan
rumah tangga, perselingkuhan antara suami dengan saudara istri,
menyebabkan terjadinya jurang pemisah atau menimbulkan semacam jarak
antara suami dan istri. Kondisi seperti ini kadang kurang disadari oleh
suami maupun istri. Kalau keadaan semacam ini dibiarkan tanpa adanya
jalan keluar, akhirnya akan menimbulkan ketegangan dan pertengkaran-
pertengkaran. Apalagi kalau disertai dengan kata-kata yang menyakitkan
atau menjelek-jelekkan keluarga masing. masing. Paling sedikit akan
menimbulkan kekerasan psikis.
6. Masalah Sopan Santun
Sopan santun seharusnya tetap dipelihara meskipun suami dan ism
sudah bertahun-tahun menikah. Suami dan istri berasal dari keluarga
dengan latar belakang yang berbeda. Untuk itu perlu adanya upaya
menyesuaikan diri, terutama dengan kebiasaan kebiasaaan yang dibawa
dari keluarga masing-masing. Kebiasaan lama yang mungk'm tidak
berkenan di hati masing-masing pasangan, harus dihilangkan, Antara
suami dan istri harus saling menghormati dan saling penuh pengertian.
Kalau hal ini diabaikan akibatnya dapat memicu kesalah pahaman yang
memicu pertengkaran dan kekerasan psikis. Ada kemungkinan juga
berakhir dengan kekerasan fisik. 70
7. Masalah Masa Lalu
Seharusnya sebelum melangsungkan pemikahan antara calon
suami dan istri harus terbuka, masing-masing menceritakan atau
memberitahukan masa lalunya. Keterbukaan ini merupakan upaya untuk

70
Moerti Hadiati Soeroso, Kekerasan Dalam Rumah Tangga Dalam Perspektif Yuridis
Viktimologis. ( Jakarta: Sinar Grafika , 2012), h. 74-80.
65

mencegah salah satu pihak mengetahui riwayat masa lalu pasangan dari
orang lain. Pada kenyataannya cerita yang diperoleh dari pihak ketiga
sudah tidak realistis. Pertengkaran yang dipicu karena adanya cerita masa
lalu masing-masing pihak berpotensi mendorong terjadinya perselisihan
dan kekerasan.
8. Masalah Salah Paham
Suami dan istri ibarat dua buah kutub yang berbeda. Oleh karena
itu usaha penyesuaian diri serta saling menghormati pendapat masing-
masing pihak, perlu dipelihara. Karena kalau tidak akan timbul
kesalahpahaman. Kondisi ini sering dipicu oleh hal-hal sepele, namun
kalau dibiarkan terus tidak akan diperoleh titik temu. Kesalahpahaman
yang tidak segera dicarikan jalan keluar atau segera diselesaikan, akan
menimbulkan pertengkaran dan dapat pula memicu kekerasan.
9. Masalah Tidak Memasak
Memang ada suami yang mengatakan hanya mau makan masakan
lstrinya sendiri, sehingga kalau istri tidak bisa masak akan ribut. Sikap
Suami seperti ini menunjukkan sikap dominan. Karena saat ini istri hdak
hanya dituntut di ranah domestik saja tetapi juga sudah memakai ranah
publik. Perbuatan suami tersebut menunjukkan sikap mengharapkan istri
berada di ranah domestik atau dalam saja. istri yang merasa tertekan
dengan sikap ini akan melawan, akibatnya timbul pertengkaran mulut yang
berakhir dengan kekerasan.71
10. Suami Mau Menang Sendiri
Dalam penelitian ini diperoleh gambaran bahwa masih terdapat
suami yang merasa ”lebih” dalam segala hal dibandingkan dengan istri.
Oleh karena itu, suami menginginkan segala kehendaknya menjadi
semacam ”undang-undang”, di mana semua orang yang tinggal dalam
rumah harus tunduk kepadanya. Dengan demkian kalau ada perlawanan
dari istri atau penghuni rumah yang lain, maka akan timbul pertengkaran

71
Moerti Hadiati Soeroso, Kekerasan Dalam Rumah Tangga Dalam Perspektif Yuridis
Viktimologis. ( Jakarta: Sinar Grafika , 2012), h. 74-80.
66

yang diikuti dengan timbulnya kekerasan.


Pada umumnya tindak kekerasan fisik selalu didahului dengan
kekerasan verbal misalnya saling mencaci, mengumpat, mengungkitungkit
masa lalu atau mengeluarkan kata-kata yang menyinggung perasaan salah
satu pihak.72
Adanya faktor – faktor tersebut jika penulis kaitkan dengan
permasalahan dalam putusan Terhadap Perkara Putusan Nomor
575/PidSus/2014/PN. Sda. Faktor Penyebab Tindak Pidana Kekerasan
atau Penganiayaan Dalam kehidupan sehari-hari manusia sering
dihadapkan kepada suatu kebutuhan yang mendesak, kebutuhan pemuas
diri dan bahkan kadang-kadang karena keinginan atau desakan untuk
mempertahankan status sendiri, dari semua proses yang terjadi
mengakibatkan seseorang melakukan tindak pidana khususnya kekerasan
atau penganiayaan.”
Dari segi faktornya tindak pidana kekerasan atau penganiayaan
sebagai berikut: disebabkan kondisi masyarakat disekelilingnya yang dapat
mempengaruhi Karena pergaulan bebas yang terjadi dalam masyarakat
maka kurangnya pengontrolan diri dalam menghadapi masalah yang ada
dihadapannya kemudian terjadilah hal-hal yang demikian, disebabkan
kondisi ekonomi minim yang ada didalam keluarga kebutuhan pokok yang
semakin meningkat sedangkan persaingan yang begitu banyak,
menyebabkan seorang melakukan tindak pidana untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya dengan cara melakukan kekerasan atau penganiayaan.
Dari faktor – faktor tersebut menurut penulis permasalahannya
faktor yang melatar belakangi terjadinya penganiayaan terhadap ibu
kandung tersebut disebabkan adalah faktor ekonomi, keluarga, lingkungan
sosial, dan karna faktor kecemburuan sosial.

72
Moerti Hadiati Soeroso, Kekerasan Dalam Rumah Tangga Dalam Perspektif Yuridis
Viktimologis. ( Jakarta: Sinar Grafika , 2012), h. 74-80.
67

B. Pertimbangan Hakim Terhadap Perkara Putusan Nomor


575/PidSus/2014/PN. Sda
1. Kronologi Kasus
Bahwa Terdakwa Andik Susanto pada hari Sabtu langgal 28 Juni
2014 sekira pukul 12.00 Wib atau setidak-tidaknya pada waktu tertentu
dalam bulan Januari 2014. bertempat di Desa Dukuh Tengah RT.04-
RW.01. Kecamatan Buduran. Kabupaten Sidoarjo. atau setidak-tidaknya di
tempat tertentu yang masih termasuk dalam daerah Hukum Pengadilan
Negeri Sidoarjo , yang melakukan perbuatan kekerasan fisik dalam
Iingkup rumah tangga. mengakibatkan korban mendapat jatuh sakit atau
luka berat terhadap saksi korban Aslaka yang adalah ibu kandung
terdakwa. Perbuatan mana dilakukan oleh terdakwa dengan cara dan
keadaan sebagai berikut :
Bahwa pada waktu dan tempat sebagaimana tersebut diatas.
awalnya saksi korban Aslaka yang adalah ibu kandung dari terdakwa
meminta kunci motor sepeda motor yamaha Mio milik saksi yang dibawa
terdakwa Andik Susanto namun tidak diberikan oleh terdakwa, kemudian
terdakwa balik memima kunci motor Honda Vario milik adiknya kepada
saksi Aslaka, namun saksi korban tidak memberikan kunci tersebut karena
mau dipakai adiknya terdakwa, sehingga terdakwa marah-marah dan
langsung melakukan pemukulan dengan menggunakan tangan kanannya
namun tidak kena kemudian terdakwa menendang dan mengenai pinggul
saksi yang mengakibatkan saksi terjatuh. Saksi yang takut. berusaha
menghindar dan pergi, bersamaan dengan itu terdakwa melempar
potongan bata merah dan mengenai kepala atas sebelah kiri sehingga
mengalami luka robek dan mengeluarkan darah, sehingga saal itu suami
saksi Aslaka bersama tetangga lain berusaha menolong korban dengan
membawa ke RSUD Sidoarjo.
Bahwa sebagaimana hasil Ver RSUD Sidoarjo No:
445/2711/404.6.8/2014 tanggal 28 Juni 2014 yang dlbuat dan
dtandatangani dr. Ade Ratna Ayu dengan kesimpulan korban mengalami
68

luka robek pembuluh darah tepi dan luka robek tiga sentimeter dan memar
pada bagian kepala bagian atas. sehingga akibatnya korban mengalami
sakit dan harus dirawat di RSUD Sidoarjo selama 4 hari. Bahwa setelah
dirawat di rumah sakit. saksi korban masih di rawat jalan dan masih
mengkonsumsi obat karena sering merasa sakit pada bagian kepala.
2. Pertimbangan Hakim Terhadap Perkara Putusan Nomor
575/PidSus/2014/PN. Sda.
Berdasarkan surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum bahwa
perbuatan terdakawa Andik Susanto sebagaimana diatur dan diancam
pidana dalam Pasal 44 ayat (2) Undang-undang yaitu UU No. 23 Tahun
2004 tentang Pengahapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT)
yang berbunyi : “ dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) mengakibatkan korban mendapat jatuh sakit atau luka berat, dipidana
dengan pidana penjara paling lama 10(sepuluh) tahun atau denda
palingbanyak Rp. 30.000.000,00(tiga puluh juta rupiah)”.
Bahwa terhadap dakwaan dakwaan Penuntut Umum tersebut,
Terdakwa tidak mengajukan keberatan. Suatu tindak pidana yang
dilakukan baik sengaja ataupun tidak sengaja menurut hukum positif
hukuman atau pemidanaan harus memuat unsur antara lain, pemidanaan
harus mengandung semacam kehilangan atau kesengsaraan yang biasanya
secara wajar dirumuskan sebagai sasaran dari tindakan pemidanaan. Unsur
ini pada dasarnya merupakan kerugian atau kejahatan yang diderita oleh
subjek yang menjadi korban sebagai dari tindakan yang dilakukan secara
sadar oleh pelaku. Tindakan pelaku yang dianggap salah ini dapat dipidana
dengan melanggar Pasal 44 ayat (2) UU No. 23 Tahun 2004 tentang
Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (PKDRT), dengan unsur-
unsur sebagai berikut: 1. Setiap orang, (pelaku) 2. Melakukan perbuatan
kekerasan fisik dalam lingkup rumah tangga; 3. Mengakibatkan korban
mendapat jatuh sakit atau luka berat;
Sebagaimana dakwaan yang dilakukan oleh Jaksa Penuntut Umum
adalah bahwa terdakwa telah melanggar Pasal 44 ayat (2) UU No. 23
69

Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga


(PKDRT), dengan unsur-unsur sebagai berikut: 1. Setiap orang, (pelaku)
2. Melakukan perbuatan kekerasan fisik dalam lingkup rumah tangga; 3.
Mengakibatkan korban mendapat jatuh sakit atau luka berat;
Oleh karena itu, pelaku atau terdakwa dapat dipidana sesuai
dengan ketentuan perundang-undangan yaitu undang-undang no. 23 tahun
2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga(PKDRT).
Terdakwa telah melanggar pasal 44 ayat (2) Undang-Undang Penghapusan
Kekerasan dalam Rumah Tangga( PKDRT ) karena terdakwa telah
melakukan kekerasan fisik terhadap ibunya dalam lingkup rumah tangga.
Atas tindakan dan perbuatan terdakwa, korban mengalami luka robek dan
mengeluarkan darah tepi dan luka robek tiga sentimeter dan memar pada
bagian kepala bagian atas dan mendapat perawatan dan dan menginap
(opname) dirumah sakit selama 4(empat) hari. Oleh karena itu perbuatan
terdakwa telah selaras dengan unsur-unsur yang tercantum dalam pasal 44
ayat (2) tersebut.
Jaksa penuntut umum menuntut dengan tuntutan pidana terhadap
Terdakwa Andik Susanto dengan pidana penjara selama 2 (dua) tahun.
Sehingga dalam penerapan hukum yang dilakukan oleh Jaksa Penuntut
umum Menurut analisis peneliti bahwa penerapan hukum yang diterapkan
oleh Jaksa Penunutut Umum dalam surat dakwaan tersebut sudah tepat.
Pertimbangan Hakim Terhadap Perkara Putusan No.
575/PidSus/2014/PN.Sda.
Menimbang. bahwa untuk membuktikan dakwaannya Penumut
Umum telah mengajukan Saksi-saksi sebagai berikut:

1. Saksi Moh. Na‟am dibawah sumpah pada pokoknya menerangkan


sebagai berikut:
Bahwa yang saksi ketahui dalam perkara ini yaitu masalah
panganiayaan yang dilakukan terdakwa lerhadap ibu kandungnya yang
bernama Aslaka. Bahwa kejadiannya pada hari Sabtu. tanggal 28 Juni
2014 sekira pukul 10.00 WIB d Dukuh Tengah RT.O4-RW.01.
70

Kecamatan Buduran, Kabupten Sidoarjo. Bahwa saksi tidak mengetahui


kejadiannya karena pada waktu kejadian saksi ada dirumah Kepala Desa
Dukuh Tengah. Bahwa saksi diberitahu warga ada penganiayaan dirumah
ibu Aslaka lalu saksi datangi rumahnya namun Ibu Aslaka sudah dibawa
ke rumah sakit. Bahwa Ibu Aslaka Iukanya dijahit dan diopname di
rumah sakit selama 4(empat) hari.
Bahwa saksi mengetahui lukanya ibu Aslaka ada dibagian kepala
sebelah kiri atas. Terhadap keterangan saksi tersebut. Terdakwa
membenarkan;
2. Saksi Aslaka, dibawah sumpah pada pokoknya menerangkan sebagai
berikut:
Bahwa Terdakwa adalah anak kandung saksi yang nomor 2 (dua)
dan belum menikah serta masih tinggal serumah dengan saksi. Bahwa
pada hari Sabtu, tanggal 28 Juni 2014 sekira pukul 10.00 WIB di Dukuh
Tengah RT.04-RW.01, Kecamatan Buduran. Kabupaten Sidoarjo saksi
telah ditendang oleh terdakwa dan diempar batu bata oleh terdakwa
mengenai kepala akhimya jatuh tetapi waktu itu saksi masih sadar dan
batu pingsan setelah di rumah sakit. Bahwa saksi dirawat dirumah sakit
selama 4(empat) hari, dikepala samping kiri yang terkena lemparan batu
bata merah keluar darah dan mendapat jahitan;
Bahwa penyebab terdakwa perbuatan tersebut karena saksi minta
kunci sepeda motor Yamaha Mio kepada terdakwa untuk kulakan ikan
tidak diperbolehkan, kamudian terdakwa marah-marah dan mengambil
batu bata dilempar ke saksi mengenai kepala sebelah kiri atas saksi.
Terhadap keterangan saksi tersebut, Terdakwa membenarkan;

1. Saksi Rusman,
Dibawah sumpah pada pokoknya menerangkan sebagai berikut:
Bahwa terdakwa adalah anak kandung saksi dan saksi Aslaka. yang nomor
2 (dua) dari 4 (empat) bersaudara; Bahwa terdakwa belum menikah dan
masih tinggal satu rumah dengan saksi; Bahwa terdakwa telah melakukan
penganiayaan terhadap ibunya (saksi Aslaka) dengan menendang pinggul
71

dan melempar batu bata merah mengenai kepala sebelah kiri atas ibunya
(saksi Aslaka): Bahwa saksi Aslaka mendapat luka dikepala kiri atas
mengeluarkan darah dan mendapat perawatan dan menginap (opname)
dirumah sakil selama 4 (empat) hari; Terhadap keterangan saksi totsebut,
Terdakwa membenarkan;
2. Saksi Dian Maulina.
tidak hadir dan keterangannya dalam BAP dibacakan pada
pokoknya sebagai berikut:
Bahwa pada hari Sabtu. tanggal 28 Juni 2014 sokira pukul 10.00
WIB d Dukuh Tengah RT.04-RW.01. Kecamalan Badman. Kabupaten
Sidoarjo terdakwa telah menendang ibunya sendiri dengan kaki kanannya
mengenai pinggulnya dan melempar batu bata warna merah dengan tangan
kanannya mengenai kepala sebelah kiri atas ibunya: Bahwa penyebab
terdakwa melakukan perbuatan tersebut karena terdakwa meminta kunci
sepeda motor kepada ibunya tidak diberi sehingga terjadi cekcok mulut
dengan ibunya dan selanjutnya lerjadi penganiayaan; Bahwa akibat
perbuatan terdakwa tersebut. ibu terdakwa mengalami luka robek di
bagian kepala atas sebelah kiri mengeluarkan darah dan mendapat
perawatan serta menjalani rawat inap di Rumah sakit Umum Sidoarjo
selama 4 (empat) hari; Terhadap keterangan saksi tersebut. Terdakwa
membenarkan;
Menimbang. bahwa Terdakwa di persidangan telah memberikan
keterangan yang pada pokoknya sebagai berikut: Awalnya orang tua
terdakwa minta sepeda motor adik terdakwa tidak terdakwa kasih karna
mau dipakai lalu terdakwa minta kuncinya pada ibu tidak dikasih Ialu
cekcok mulut. setelah cekcok terdakwa diusir disuruh pergi lalu terdakwa
menendang pantat ibunya tetapi mengenai pinggulnya dan kemudian
terdakwa mengambil potongan batu bata merah dan dalam jarak 5 meter
dilemparkan kepada ibunya mengenai kepala atas sebelah kiri yang
mengakibatkan luka dan mengeluarkan darah.
72

Bahwa kejadiannya disamping rumah pada hari Sabtu, tanggal 28


Juni 2014 kira-kira pukul 10.00 WIB (dl Dukuh Tengah RT.04-RW.01.
Buduran. Sidoarjo. Bahwa pada waktu kejadian itu dirmah ada terdakwa,
ibu. bapak. adik, dan pacar terdakwa. Bahwa lbu terdakwa dirawat di
Rumah Sakit Umum Sidoarjo selama 4 (empat) hari karena luka
dikepalanya. Bahwa terdakwa dalam perkara ini tidak ditahan karena
terdakwa telah ditahan dalam perkara lain karena kasus narkoba;
Bahwa sebelum kasus narkoba dan kasus ini. terdakwa pernah
ditahan selama 3 (tiga) bulan karena kasus kecelakaan lalu lintas pada
tahun 2007 di LP Sidoarjo; Bahwa terdakwa pernah menikah siri, namun
terdakwa masih tinggal satu rumah dengan orang tuanya; Menimbang.
bahwa selain visum et repertum dan foto-foto korban. Penuntut Umum
juga mengajukan barang bukti : 1 (satu) polongan batu bata merah. yang
dibenarkan oleh saksi-saksi dan terdakwa; Menimbang. bahwa
berdasarkan alat bukti yang diajukan kepersidangan diperoleh fakta- fakta
hukum sebagai berikut:
Bahwa benar terdakwa adalah anak kandung yang nomor 2 (dua)
dari saksi korban Aslaka dan saksi Rusman dan masih tinggal satu rumah:
Bahwa benar pada hari Sabtu. tanggal 28 Juni 2014 sekira jam 10.00 WIB
di samping rumah saksi korban. di Ds Dukuh Tengah RT.04- RW.01.
Kecamatan Buduran. Kabupaten Sidoarjo terdakwa telah menendang saksi
korban (saksi Alaska. ibu kandung Terdakwa sendiri) mengenai pinggul
dan melempar potongan batu bata merah mangenai kepala sebelah kiri
saksi korban:
Bahwa benar akibat perbuatan terdakwa tersebut. saksi korban
mengalami luka robek pembuluh darah tepi + luka robek tiga sentimeter
dan memar pada kepala bagian atas dan mendapat perawatan di Rumah
Sakit selama 4(empat) hari;
Menimbang. bahwa selanjutnya Hakim akan mempertimbangkan
apakah berdasarkan fakta-fakta hukum tersebut diatas. Terdakwa dapat
dinyatakan telah melakukan tindak pidana yang didakwakan kepadanya;
73

Menimbang, bahwa terdakwa telah didakwa dengan dakwaan


tunggal yaitu Pasal 44 ayat (2) UURI N0 23 Tahun 2004 tentang
Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. yang mengandung unsur-
unsur sebagai berikut :
1) Setiap orang, (pelaku).
2) Melakukan perbuatan kekerasan fisik dalam lingkup rumah tangga;
3) Mengakibatkan korban mendapat jatuh sakit atau luka berat;
1) Unsur setiap orang
Bahwa yang dimaksud setiap orang adalah siapapun yang menjadi
subjek hukum dan mampu bertanggung jawab secara hukum yang dalam
hal ini lelah diajukan dalamkan kepersidangan sebagai terdakwa Andik
Susanto telah membenarkan identitasnya sebagaimana dalam swat
dakwaan Jaksa Penuntut Umum. terdakwa mampu menjawab semua
pertanyaan yang diajukan kepadanya dan selama persidangan Majelis
Hakim memandang tidak ada alasan pembenar maupun alasan pemaaf bagi
sifat dan sikap perbuatan yang terdakwa lakukan. Dengan demikian unsur
ini telah terpenuhi.
2) Unsur melakukan perbuatan kekerasan fisik dalam lingkup rumah tangga;
Bahwa pengertian kekerasan fisik dalam Iingkup rumah tangga
yang dimaksud menurut Pasal 1 ke-I UU Nomor 23 Tahun 2004 adalah
setiap perbuatan terhadap sesemang terutama perempuan yang berakibat
timbulnya kesengsaraan. rasa sakit atau penderitaan secara fisik, termasuk
ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan
kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga. Bahwa
berdasarkan pengertian tersebut apabila dihubungkan dengan takta-takta
yang terungkap dipersidangan telah terjadi persesuaian baik berupa
keterangan saksi-saksi. keterangan terdakwa dan adanya barang bukti
bahwa hari Sablu. tanggal 28 Juni 2014 sekira jam 10.00 WIB di samplng
rumah saksi korban ASLAKA. di 05 Dukuh Tengah Rt 04 RW.01.
Kecamatan Buduran. Kabupaten Sidoarjo. Terdakwa telah menendang
saksi korban ASLAKA. mengenai pinggul dan melempar potongan batu
74

bata merah mengenai kepala sebelah kiri saksi korban ASLAKA sehingga
saksi Roman merasa kesakitan. Bahwa terdakwa adalah anak kandung dari
saksi korban ASLAKA dan saksi RUSMAN. yang noma 2 (dua) dari 4
(empat) bersaudara dan terdakwa masih linggal satu rumah dengan saksi
korban ASLAKA; Dengan demikian unsur ini telah terpenuhi.
3) Unsur mengakibatkan korban mendapat jatuh sakit atau Iuka berat.
Bahwa berdasarkan keterangan saksi-saksi. terdakwa serta visum et
repertum dari RSUD Sidoarjo No: 445/2711/404.6.8/2014 tanggal 28 Juni
2014 yang dibuat dan di tanda tangani dr. Ade Ratna Ayu, akibat
perbuatan terdakwa tersebut saksi korban ASLAKA mengalami Iuka
robek pembuluh darah tepi dan Iuka robek tiga sentimeter dan memar pada
bagian kepala bagian atas. sehingga akibatnya saksi korban mengalami
sakit dan harus dirawat di RSUD Sidoarjo selama 4 hari. Dan setelah
dirawat di rumah sakit. saksi korban di rawat jalan dan masih
mengkonsumsi obat karena sering merasa sakit pada bagian kepala
Dengan demikian unsur ini terpenuhi pula. Menimbang. bahwa dengan
telah terpenuhinya semua unsur-unsur dalam dakwaan maka telah terbukti
bahwa terdakwa telah secara sah dan meyakinkan melakukan perbuatan
yang didakwakan kepadanya, dan selama persidangan tidak didapat
adanya hal yang dapat menghapuskan atau memaafkan kesalahan
Terdakwa. karena itu terdakwa harus dinyatakan bersalah dan berdasarkan
Pasal 193 ayal (1) KUHAP haruslah dijatuhi pidana. Menimbang. bahwa
oleh karena Terdakwa dijatuhi pidana maka berdasarkan Pasal 222 ayat (2)
KUHAP kepada Terdakwa akan dlbebani pula untuk membayar biaya
perkara ini;
Menimbang. bahwa barang bukti berupa 1(satu) potongan batu bata
warna merah yang telah dipergunakan untuk melakukan kejahatan. sudah
tidak diperlukan lagi dan dikhawatirkan akan dipergunakan untuk
mengulangi kejahatan maka perlu ditetapkan agar barang bukti tersebut
dimusnahkan; Menimbang. bahwa tujuan pemidanaan adalah bukan
semata-mata dimaksudkan untuk membalas dendam dan menyengsarakan,
75

akan tetapi juga untuk mendidik agar dimasa mendatang Terdakwa tidak
melakukan perbuatan pidana lagi; Menimbang. bahwa sebelum
menjatuhkan putusan kepada Terdakwa terlebih dahulu akan
dipertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan merigankan hukuman
bagi diri Terdakwa:
Hal-hal yang memberatkan :

a. Perbuatan Terdakwa dilakukan terhadap orang tuanya sendiri yang


seharusnya dihormali dibela dan dilidungi;
b. Terdakwa penah dihukum dan sedang menjalani persidangan perkara lain;

Hal-hal yang meringankan :


a. Terdakwa mengakui perbuatannya;
b. Terdakwa bersikap sopan dipersidangan:
c. Terdakwa sudah meminta maaf kepada korban dan korban sudah
memaafkan;
Menimbang. bahwa dengan memperhatikan hal-hal yang
memberatkan, haI-hal yang meringankan. sifat dari tindak pidana yang
dilakukan oleh terdakwa. dihubungkan juga dengan fungsii penghukuman
yang bersifat preventif, edukatif, rehabilitatif dan kuratif, maka Majelis
berpendapat bahwa pidana yang dijatuhkan terhadap terdakwa telah tepat
dan adil serta setimpal dengan kesalahan yang dilakukan oleh terdakwa;
Memperhatikan Pasal 44 ayat (2) UURI No.23 Tahun 2004 tentang
Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, Undang-Undang No.8
Tahun 1981 tentang KUHAP dan peraturan perundang-undangan yang
bersangkutan dengan perkara ini;

MENGADILI
1. Menyatakan Terdakwa Andik Susanto telah terbukti secara sah dan
meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana melakukan
kekerasan fisik dalam lingkup rumah tangga yang mengakibatkan
korban jatuh sakit;
76

2. Menjaluhkan pidana kepada Terdakwa Andik Susanto oleh karena


itu dengan pidana penjara selama 1 (satu) tahun 2 (dua) bulan;
3. Menyatakan barang bukti berupa 1(salu) potongan batu bata warna
merah dirampas untuk dimusnahkan;
4. Membebankan biaya perkara kepada Terdakwa sebesar Rp2000.00
(dua ribu rupiah);

Analisis Penulis

Majelis Hakim memutuskan bahwa terdakwa dinyatakan bersalah karena


telah melakukan tindak pidana, yaitu melakukan perbuatan kekerasan fisik
terhadap ibu kandungnya dalam lingkup rumah tangga. Atas tindakan pidana
tersebut hakim menjatuhkan sanksi pidana terhadap terdakwa Andik Susanto
dalam bentuk pidana penjara selama 1 (satu) tahun 2(dua) bulan. Sehingga dengan
demikian, terdakwa tetap ditahan dan membayar biaya perkara Rp. 2000,(dua ribu
rupiah). Putusan yang diucapkan oleh Majelis Hakim di Pengadilan Negeri
Tangerang mengacu pada aturan Undang-undang yaitu UU No. 23 Tahun 2004
tentang Pengahapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT).

Majelis Hakim menjatuhkan pidana terhadap terdakwa, selain mengacu


pada aturan UU tersebut, juga memutuskan perkara kekerasan dalam rumah
tangga, sebagaimana telah dijelaskan di atas, berdasarkan pertimbangan, dan
keyakinannya serta fakta - fakta, dan bukti-bukti dalam persidangan tidak
ditemukan adanya alasan yang dapat memaafkan ataupun alasan yang
membenarkan, sehingga dapat mengahapuskan pertanggungjawaban pidana atau
melepaskannya dari hukuman.

Dalam memberikan pertimbangnnya terhadap unsur-unsur kekerasan


dalam rumah tangga Pertimbangan Majelis Hakim dalam putusannya adalah
termasuk ha-hal yang memberatkan dan hal-hal yang meringankan terdakwa.
Yang dimaksud dengan hal-hal yang memberatkan terdakwa ialah terkait dengan
akibat perbuatan terdakwa yang telah menyebabkan saksi/korban mengalami luka
robek dan mengeluarkan darah tepi dan luka robek tiga sentimeter dan memar
77

pada bagian kepala bagian atas dan mendapat perawatan dan dan menginap
(opname) dirumah sakit selama 4(empat) hari. Fakta ini juga diperkuat dengan
dilakukannya visum oleh dr.Ade Ratna Ayu di RSUD Sidoarjo.
Hal yang paling memberatkan terdakwa dalam kasus ini adalah
perbuatannya tersebut dilakukan oleh terdakwa yang notabene sebagai seorang
anak dari korban, yang mana seharusnya menghormati, menyayangi, melindungi
dan menjaga seorang perempuan (ibu) dalam lingkup rumah tangga (keluarga). Itu
artinya, sebagai seorang anak ia tidak boleh melakukan kedzaliman, penganiayaan
dan kekerasan terhadap ibunya.
Selain memperhatikan kepada hal-hal yang memberatkan dan hal-hal yang
meringankan dalam mempertimbangkan putusannya hal yang meringankan yaitu:
Terdakwa mengakui perbuatannya, Terdakwa bersikap sopan dipersidangan,
Terdakwa sudah meminta maaf kepada korban dan korban sudah memaafkan.
Majelis Hakim pun juga mempertimbangkan putusannya dengan memperhatikan
pada dakwaan dan tuntutan yang dilakukan oleh Jaksa Penuntut Umum.
Dalam hal ini hakim dalam memutuskan perkara hakim memiliki peranan
hakim sebagai pihak yang memberikan pemidanaan tidak mengabaikan hukum
atau norma serta peraturan yang hidup didalam masyarakat,sebagaimana diatur
dalam Pasal 28 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 jo. Undang-Undang
Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman yang menyatakan “Hakim
sebagai penegak hukum dan keadilan wajib menggali, mengikuti dan memahami
nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat”, dasar pertimbangan hakim yang
dilihat dari aspek kriminologis, sosiologis, dan yuridis. Ada beberpa teori
pendekatan yang dapat digunakan oleh hakim dalam mempertimbangkan
penjatuhan putusan suatu perkara yaitu Keseimbangan, Keseimbangan disini
adalah keseimbangan antara syarat-syarat yang ditentukan oleh Undang-undang
dan kepentingan pihak-pihak yang berkaitan dengan perkara. Keseimbangan ini
dalam praktiknya dirumuskan dalam pertimbangan mengenai hal-hal yang
memberatkan dan meringankan pidana bagi terdakwa Pasal 197 Ayat (1) huruf (f)
KUHP. Jadi dalam hal ini hakim sudah sepantasnya dan selayaknya dalam
memutuskan perkara ini memiliki sikap seimbang atau tidak berat sebelah
78

sehingga dalam memutuskan perkara hakim dapat memutuskan dengan


keadilannya.
Dalam memberikan pertimbangan terhadap unsur-unsur Kekerasan Dalam
Rumah Tangga (KDRT), penulis merasa Majelis Hakim sudah sangat mengerti
dan telah dengan baik menyatakan terpenuhi atau tidaknya unsur-unsur tersebut.
Dan mengetahui arti dari teori keseimbangan. Namun yang menjadi
permasalahnya adalah berdasarkan fakta-fakta hukum yang ada kasus Kekerasan
Dalam Rumah Tangga(KDRT) hakim seharusnya memutuskan hukuman lebih
berat kepada terdakwa sebagaimana dakwaan Jaksa penuntut Umun, Dalam
pemberian hukuman yang diberikan oleh hakim dirasa belum adil untuk korban
yang mana telah diperlakukan dengan tidak baik oleh anak kandungnya sendiri,
sehingga seharusnya hakim dalam memutuskan perkara kasus kekerasan dalam
rumah tangga ini sesuai dengan dakwaan Jaksa Penuntut Umum.
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari semua pembahasan yang telah dilakukan terhadap permasalahan yang
diangkat dalam skripsi ini tentang tindak pidana Kekerasan Dalam Rumah
Tangga (KDRT) atau Penganiayaan yang dilakukan oleh anak kandung
terhadap orang tua kandung (ibu kandung) dan menganalisa faktor-faktor
penyebab serta menganalisa penerapan hukum dan pertimbangan hakim
Pengadilan Negeri Sidoarjo dengan Nomer Perkara Putusan Nomor
575/PidSus/2014/PN. Sda. Penulis dapat menyimpulkan beberapa hal berikut:
1. Dari segi faktornya tindak pidana kekerasan atau penganiayaan disebabkan
kondisi masyarakat disekelilingnya yang dapat mempengaruhi Karena
pergaulan bebas yang terjadi dalam masyarakat maka kurangnya
pengontrolan diri dalam menghadapi masalah yang ada dihadapannya
kemudian terjadilah hal-hal yang demikian, disebabkan kondisi ekonomi
minim yang ada didalam keluarga kebutuhan pokok yang semakin
meningkat sedangkan persaingan yang begitu banyak, menyebabkan
seorang melakukan tindak pidana untuk memenuhi kebutuhan hidupnya
dengan cara melakukan kekerasan atau penganiayaan. Dari faktor – faktor
tersebut faktor yang melatar belakangi terjadinya penganiayaan terhadap
ibu kandung tersebut disebabkan adalah faktor ekonomi, keluarga,
lingkungan sosial, dan karna faktor kecemburuan sosial.
2. Berdasarkan pertimbangan hakim Pengadilan Negeri Sidoarjo dengan
Nomer Perkara Putusan Nomor 575/PidSus/2014/PN. Sda. Penerapan
hukum dalam putusan ini yaitu menyangkut tentang perkara pidana
penganiayaan terhadap orang tua kandung, yang telah merujuk pada
perturan perundang-undangan dalam Pasal 44 ayat (2) No. 23 Tahun 2004
tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT) yang
berbunyi:

79
80

“dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


mengakibatkan korban mendapat jatuh sakit atau luka berat, dipidana
dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun atau denda
palingbanyak Rp. 30.000.000,00(tiga puluh juta rupiah)”.
Bahwa terhadap dakwaan dakwaan Penuntut Umum tersebut, Terdakwa
tidak mengajukan keberatan.
a. Adanya keterangan saksi
Moh. Na'am. dibawah sumpah pada pokoknya menerangkan sebagal
berikut: Bahwa yang saksi ketahui dalam perkara ini yaitu masalah
panganiayaan yang dilakukan terdakwa lerhadap ibu kandungnya yang
bernama Aslaka. Bahwa kejadiannya pada hari Sabtu. tanggal 28 Juni 2014
sekira pukul 10.00 WIB d Dukuh Tengah RT.O4-RW.01. Kecamatan
Buduran, Kabupten Sidoarjo. Bahwa saksi tidak mengetahui kejadiannya
karena pada waktu kejadian saksi ada dirumah Kepala Desa Dukuh Tengah.
Bahwa saksi diberitahu warga ada penganiayaan dirumah ibu Aslaka lalu
saksi datangi rumahnya namun Ibu Aslaka sudah dibawa ke rumah sakit.
Bahwa Ibu Aslaka Iukanya dijahit dan diopname di rumah sakit selama
4(empat) hari.
Bahwa saksi mengetahui lukanya ibu Aslaka ada dibagian kepala
sebelah kiri atas.
Terhadap keterangan saksi tersebut. Terdakwa membenarkan;
b. Adanya barang bukti berupa : berupa 1(satu) potongan batu bata warna
merah, terdakwa serta visum et repertum dari RSUD Sidoarjo No:
445/2711/404.6.8/2014 tanggal 28 Juni 2014 yang dibuat dan di tanda
tangani dr. ADE RATNA AYU, akibat perbuatan terdakwa tersebut
saksi korban ASLAKA mengalami Iuka robek pembuluh darah tepi
dan Iuka robek tiga sentimeter dan memar pada bagian kepala bagian
atas. sehingga akibatnya saksi korban mengalami sakit dan harus
dirawat di RSUD Sidoarjo selama 4 hari. Dan setelah dirawat di rumah
sakit. saksi korban di rawat jalan dan masih mengkonsumsi obat karena
81

sering merasa sakit pada bagian kepala Dengan demikian unsur ini
terpenuhi pula.
c. Keyakinan seorang hakim dalam memutuskan suatu perkara.
B. Saran-saran

Dalam skripsi ini penulis menambahkan beberapa saran yang bertujuan


untuk membantu mengatasi masalah tentang tindak pidana kekerasan atau
penganiayaan yang ada dimasyarakat, yang diharapkan bisa diaplikasikan
sarannya ini, adapun sebagai berikut:

1. Para Hakim hendaknya mengetahui sanksi hukum pidana, khususnya


mengenai tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga, dan penganiayaan.
Dan dapat menerapkannya dengan baik serta mampu melakukan upaya
penanggulangan terhadap tindak pidana tersebut, dengan tujuan
meniadakan atau meminimalisir kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga
(KDRT), dan kasus Penganiayaan yang terjadi di Indonesia.
2. Sosialisasi terhadap undang-undang kepada masyarakat harus terus
dilakukan karna sampai saat ini banyak masyarakat yang belum tahu
Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga kepada
masyarakat dengan memberi penyuluhan –penyuluhan hukum, sosialisasi
kepada kalangan agamawan dan pemuka agama untuk mengubah kultur
dan interpretasi agama.
3. Dengan segala kekurangan dalam hal penulisan skripsi ini, maka penulis
berharap agar mahasiswa lain secara khusus dan peneliti lain secara umum,
bisa memberikan kontribusi yang lebih besar lagi dalam mengkaji masalah-
masalah yang berkenaan dengan kekerasan dalam rumah tangga terutama
yang mengakibatkan luka berat, agar sumbangsih ilmu pengetahuannya
bisa dimanfaatkan secara maksimal dalam prakteknya dimasyarakat.
DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, Tindak Pidana Dalam Syariat Islam. Jakarta: PT Rineka Cipta,


1992.
Ali Abdullah Yusuf, Amana Crop. Ed, The Holy Qur‟an, text, Translation and
Al-Qur‟anul Kariim.
Amanta Bonny,”Pertimbangan Hakim Terhadap Kasus Pembuhan Ibu Kandung
yang Dilakukan oleh Anak”. Mimbar Keadilan, Vol VI, 2014: 73-74.

Ash-Shiddieqy T. M. Hasbi, Al-Islam, Cet 3, Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra,


2001.

Audah Abdul Qadir, Ensiklopedia Hukum Pidana Islam, Jilid 1, Jakarta: PT


Kharisma Ilmu,2007.
Commentary. Penerjemah Ali Audah. Tafsir Yusuf Ali, teks, Terjemahan,
dan Tafsir. Bogor: PT. Pustaka Litera AntarNusa, 2009.
Djamil M. Nasir, Anak Bukan Untuk Dihukum. Jakarta: Sinar Grafika, 2013.
Djazuli A, Fiqh Jinayah( Upaya Menanggulangi Kejahatan dalam Islam. Jakarta:
PT.Raja Grafindo Persada, 1997.
DKSI , Pengajian Rutin DKS . Jakarta: DKSI, 2008,
Fachruddin Fuad Mohc, Masalah Anak Dalam Hukum Islam. Jakarta: CV
Pedoman Ilmu Jaya, 1991.
Gatot Supramono, Hukum Acara pengadilan Anak. Jakarta: Djambatan, 2007.
Heryanto Satria, “ Pertanggungjawaban Pidana Pelaku Penelantaran Rumah
Tangga(Studi Kasus Nomor: 429/pi.sus/2015/PN.Mks)”. Skripsi S1
Fakultas Hukum, Universtas Hasanuddin Makasar, 2016.
Ikatan Hakim Indonesia (IKAHI), Varia Peradilan. Jakarta: IKAHI, 2015.
Irfan, M. Nurul dan Masyrofah, Fiqh Jinayah. Jakarta: Amzah, 2013.
Kementrian Negara pemberdayaan Perempuan Republik Indonesia, Keluarga
Sebagai WahanaMembangun Masyarakat Tanpa Kekerasan. Jakarta:
KNPP, 2018.
Lamintang P. A. F , Delik – Delik Khusus. Bandung: Binacipta, 1986.

82
83

Lubis Mhd. Teguh Syuhada, “ Penyidikan Tindak Pidana Penganiayaan Berat


Terhadap Anak”, Edu Tech, Vol. 3 No. 2. 2017.
Marpaung Leden, Tindak Pidana Terhadap Nyawa dan Tubuh. Jakarta: Sinar
Grafika, 2005.
Mushlich Ahmad Wardi, Hukum Pidana Islam. Jakarta: Sinar Grafika, 2005.
Nadir,”Politik Hukum Pidana Dalam Upaya Penghapusan Kekerasan Dalam
Rumah Tangga Sebagai Wujud Pengakuan Dan Perlindungan HAM”.
Ihkam, Vol 1, 2010: 147-148.
Nurachmad,”Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)- Sebuah Tinjauan
Yuridis Kriminologis”, Rechten. Vol 2, 2013: 95-96.
Nurhadayanti Nadia. “ Hak Alimentasi Bagi Orang Tua Lanjut Usia
Terlantar( Studi Kasus di Panti Werdha Majapahit Kecamatan Soko
Kbupaten Mojokerto)”. Skripsi S1 Fakultas Hukum, Universtas Brawijaya
Malang, 2015.
Prasetyo Teguh, Hukum Pidana. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2011.
Putranto, Santoso Siswo.” Analisis Peran Visum Et Repertum pada Pelaku
Penganiayaan, ditinjau dari Pasal 351 Ayat (1) Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana(KUHP) Studi Kasus Perkara Nomor:
247/pid.B/2014/PN.Cibadak”. Ilmiah Widya, Vol 3, 2016 : 127-128.
Rifai Ahmad, Peran Hukum Oleh Hakim Dalam Perspektif Hukum
Preogratif, Jakarta:Sinar Grafika, 2012.
Soekanto Soerjono, Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UI Press, 2007.
Soenarji dan Hosen Ibrahim, AL-qur‟an dan Tafsirnya,. Jakarta : Departemen
Agama, 2004.
Sudarto, Kapita Selekta Hukum Pidana. Bandung; Alumni, 2006 .
Surjadi Erna , Bagaimana Mencegah KDRT( Kekerasan Dalam Rumah Tangga).
Jakarta: PT. Pustaka Sinar Harapan, 2011.
Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Kekerasan Dalam Rumah
Tangga.
am

ub
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk

a
P U T U S A N.

R
Nomor 575/Pid.Sus/2014/PN.Sda.

si
DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

ne
ng
Pengadilan Negeri Sidoarjo yang mengadili perkara pidana dalam tingkat

do
gu pertama menjatuhkan putusan sebagai berikut dalam perkara Terdakwa
Nama lengkap : ANDIK SUSANTO
Tempat lahir : Sidoarjo

In
A
Umur/tanggal lahir : 31 Tahun / 03 Maret 1983
Jenis kelamin : Laki-laki
ah

lik
Kebangsaan : Indonesia
Tempat tinggal : Desa Dukuh Tengah RT.04 - RW.01 Kecamatan
m

ub
Buduran Kabupaten Sidoarjo
Agama : Islam
ka

ep
Pekerjaan : Swasta
Terhadap terdakwa dalam perkara ini tidak dilakukan penahanan (terdakwa
ah

R
ditahan dalam perkara lain);

si
Terdakwa tidak didampingi Penasehat Hukum;

ne
ng

Pengadilan Negeri tersebut;


Setelah membaca:

do
• Penetapan Ketua Pengadilan Negeri Sidoarjo Nomor 575/
gu

Pen.Pid.Sus/2014/PN Sda. tanggal 05 Septembber 2014 tentang


penunjukan Majelis Hakim;
In
A

• Penetapan Hakim Nomor 575/Pid.Sus/2014/PN Sda. tanggal 05


September 2014 tentang penetapan hari sidang;
ah

lik

• Berkas perkara dan surat-surat lain yang bersangkutan;


Setelah mendengar keterangan Saksi-saksi, dan Terdakwa serta
m

ub

memperhatikan bukti surat dan barang bukti yang diajukan di persidangan;


Setelah mendengar pembacaan tuntutan pidana yang diajukan oleh
ka

ep

Penuntut Umum yang pada pokoknya sebagai berikut:


1. Menyatakan terdakwa ANDIK SUSANTO, bersalah melakukan tindak pidana
ah

perbuatan kekerasan fisik dalam lingkup rumah tangga sebagaimana dalam


s
dakwaan Pasal 44 ayat (2) UURI NO.23 Tahun 2004 tentang Penghapusan
M

ne
ng

Kekerasan Dalam Rumah Tangga

Halaman 1 dari 10 Putusan Nomor 394/Pid.B/2014/PN Sda


do
gu

In
A

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N
h

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
ik

Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id
Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 1
am

ub
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk

a
2. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa ANDIK SUSANTO dengan pidana

si
penjara selama 2 (dua) tahun;
3. Menetapkan barang bukti berupa 1 potong batu bata warna merah dirampas

ne
ng
untuk dimusnahkan;
4. Menetapkan supaya terdakwa dibebani membayar biaya perkara sebesar

do
gu Rp2.000,00 (dua ribu rupiah);
Setelah mendengar permohonan/tanggapan Terdakwa yang
disampaikan secara lisan, yang pada pokoknya atas tuntutan tersebut terdakwa

In
A
menyatakan cukup, tidak mohon keringanan hukuman, namun demikian
terdakwa merasa bersalah, menyesal dan berjanji tidak mengulangi lagi
ah

lik
perbuatannya;
Setelah mendengar tanggapan Penuntut Umum terhadap tanggapan
m

ub
Terdakwa tersebut yang yang disampaikan secara lisan, pada pokoknya
menyatakan tetap pada tuntutannya;
ka

ep
Menimbang, bahwa Terdakwa diajukan ke persidangan oleh Penuntut
Umum didakwa berdasarkan surat dakwaan sebagai berikut:
ah

R
Bahwa ia Terdakwa ANDIK SUSANTO pada hari Sabtu tanggal 28 Juni

si
2014 sekira pukul 12.00 Wib atau setidak-tidaknya pada waktu tertentu dalam

ne
ng

bulan Januari 2014, bertempat di Ds Dukuh Tengah RT.04-RW.01, Kecamatan


Buduran, Kabupaten Sidoarjo, atau setidak-tidaknya di tempat tertentu yang

do
masih termasuk dalam daerah Hukum Pengadilan Negeri Sidoarjo , yang
gu

melakukan perbuatan kekerasan fisik dalam lingkup rumah tangga,


mengakibatkan korban mendapat jatuh sakit atau luka berat terhadap saksi
In
A

korban ASLAKA yang adalah ibu kandung terdakwa. Perbuatan mana dilakukan
oleh terdakwa dengan cara dan keadaan sebagai berikut :
ah

lik

Bahwa pada waktu dan tempat sebagaimana tersebut diatas, awalnya


saksi korban ASLAKA yang adalah ibu kandung dari terdakwa meminta kunci
m

ub

motor sepeda motor yamaha Mio milik saksi yang dibawa terdakwa ANDIK
SUSANTO namun tidak diberikan oleh terdakwa, kemudian terdakwa balik
ka

ep

meminta kunci motor Honda Vario milik adiknya kepada saksi ASLAKA, namun
saksi korban tidak memberikan kunci tersebut karena mau dipakai adiknya
ah

terdakwa, sehingga terdakwa marah-marah dan langsung melakukan


R

s
pemukulan dengan menggunakan tangan kanannya namun tidak kena
M

ne

kemudian terdakwa menendang dan mengenai pinggul saksi yang


ng

do
gu

In
A

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N
h

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
ik

Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id
Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 2
am

ub
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk

a
mengakibatkan saksi terjatuh. Saksi yang takut, berusaha menghindar dan

R
pergi, bersamaan dengan itu terdakwa melempar potongan bata merah dan

si
mengenai kepala atas sebelah kiri sehingga mengalami luka robek dan

ne
ng
mengeluarkan darah, sehingga saat itu suami saksi ASLAKA bersama tetangga
lain berusaha menolong korban dengan membawa ke RSUD Sidoarjo.

do
gu Bahwa sebagaimana hasil Ver RSUD Sidoarjo No:
445/2711/404.6.8/2014 tanggal 28 Juni 2014 yang dibuat dan ditandatangani dr.
ADE RATNA AYU dengan kesimpulan korban mengalami luka robek pembuluh

In
A
darah tepi dan luka robek tiga sentimeter dan memar pada bagian kepala
bagian atas, sehingga akibatnya saksi korban mengalami sakit dan harus
ah

lik
dirawat di RSUD Sidoarjo selama 4 hari. Bahwa setelah dirawat di rumah sakit,
saksi korban masih di rawat jalan dan masih mengkonsumsi obat karena sering
m

ub
merasa sakit pada bagian kepala.
Perbuatan terdakwa ANDIK SUSANTO sebagaimana diatur dan
ka

ep
diancam pidana dalam Pasal 44 ayat (2) UURI No. 23 tahun 2004 tentang
Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga.
ah

R
Menimbang, bahwa terhadap dakwaan Penuntut Umum tersebut,

si
Terdakwa tidak mengajukan keberatan;

ne
ng

Menimbang, bahwa untuk membuktikan dakwaannya Penuntut Umum


telah mengajukan Saksi-saksi sebagai berikut:
1. Saksi MOH. NA’AM, dibawah sumpah pada pokoknya menerangkan sebagai

do
gu

berikut:

• Bahwa yang saksi ketahui dalam perkara ini yaitu masalah panganiayaan
In
A

yang dilakukan terdakwa terhadap ibu kandungnya yang bernama Aslaka.

Bahwa kejadiannya pada hari Sabtu, tanggal 28 Juni 2014 sekira pukul
ah

lik

10.00 WIB di Dukuh Tengah RT.04-RW.01, Kecamatan Buduran, Kabupaten


Sidoarjo.
m

ub

Bahwa saksi tidak mengetahui kejadiannya karena pada waktu


kejadian saksi ada dirumah Kepala Desa Dukuh Tengah.
ka

ep

• Bahwa saksi diberitahu warga ada penganiayaan dirumah ibu Aslaka lalu
saksi datangi rumahnya namun ibu Aslaka sudah dibawa ke rumah sakit.
ah

Bahwa ibu Aslaka lukanya dijahit dan diopname di rumah sakit selama
s
4(empat) hari.
M

ne
ng

Halaman 3 dari 10 Putusan Nomor 394/Pid.B/2014/PN Sda


do
gu

In
A

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N
h

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
ik

Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id
Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 3
am

ub
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk

a
Bahwa saksi mengetahui lukanya ibu Aslaka ada dibagian kepala

R
sebelah kiri atas.

si
ne
ng
• Terhadap keterangan saksi tersebut, Terdakwa membenarkan;
2. Saksi ASLAKA, dibawah sumpah pada pokoknya menerangkan sebagai

do
gu •
berikut:
Bahwa Terdakwa adalah anak kandung saksi yang nomor 2 (dua) dan belum

In
menikah serta masih tinggal serumah dengan saksi.
A
ah

Bahwa pada hari Sabtu, tanggal 28 Juni 2014 sekira pukul 10.00 WIB

lik
di Dukuh Tengah RT.04-RW.01, Kecamatan Buduran, Kabupaten
Sidoarjo.saksi telah ditendang oleh terdakwa dan dilempar batu bata oleh
m

ub
terdakwa mengenai kepala akhirnya jatuh tetapi waktu itu saksi masih sadar
ka

dan baru pingsan setelah di rumah sakit.


ep
Bahwa saksi dirawat dirumah sakit selama 4(empat) hari, dikepala
ah

samping kiri yang terkena lemparan batu bata merah keluar darah dan
R

si
mendapat jahitan;

Bahwa penyebab terdakwa perbuatan tersebut karena saksi minta

ne
ng

kunci sepeda motor Yamaha Mio kepada terdakwa untuk kulakan ikan tidak
diperbolehkan, kemudian terdakwa marah-marah dan mengambil batu bata

do
gu

dilempar ke saksi mengenai kepala sebelah kiri atas saksi. In


A

• Terhadap keterangan saksi tersebut, Terdakwa membenarkan;


3. Saksi RUSMAN, dibawah sumpah pada pokoknya menerangkan sebagai
ah

lik

berikut:
• Bahwa terdakwa adalah anak kandung saksi dan saksi Aslaka, yang
m

ub

nomor 2 (dua) dari 4 (empat) bersaudara;


• Bahwa terdakwa belum menikah dan masih tinggal satu rumah dengan
ka

saksi;
ep

• Bahwa terdakwa telah melakukan penganiayaan terhadap ibunya (saksi


ah

Aslaka) dengan menendang pinggul dan melempar batu bata merah mengenai
R

kepala sebelah kiri atas ibunya (saksi Aslaka);


s
M

ne
ng

do
gu

In
A

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N
h

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
ik

Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id
Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 4
am

ub
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk

a
• Bahwa saksi Aslaka mendapat luka dikepala kiri atas mengeluarkan

si
darah dan mendapat perawatan dan menginap (opname) dirumah sakit selama
4 (empat) hari;

ne
ng
• Terhadap keterangan saksi tersebut, Terdakwa membenarkan;
4. Saksi DIAN MAULINA, tidak hadir dan keterangannya dalam BAP dibacakan

do
gu pada pokoknya sebagai berikut:
• Bahwa pada hari Sabtu, tanggal 28 Juni 2014 sekira pukul 10.00 WIB di

In
Dukuh Tengah RT.04-RW.01, Kecamatan Buduran, Kabupaten Sidoarjo
A
terdakwa telah menendang ibunya sendiri dengan kaki kanannya
mengenai pinggulnya dan melempat batu bata warna merah dengan
ah

lik
tangan kanannya mengenai kepala sebelah kiri atas ibunya;
• Bahwa penyebab terdakwa melakukan perbuatan tersebut karena
m

ub
terdakwa meminta kunci sepeda motor kepada ibunya tidak diberi
ka

sehingga terjadi cekcok mulut dengan ibunya dan selanjutnya terjadi


ep
penganiayaan;

ah

Bahwa akibat perbuatan terdakwa tersebut, ibu terdakwa mengalami


R

si
luka robek di bagian kepala atas sebelah kiri mengeluarkan darah dan
mendapat perawatan serta menjalani rawat inap di Rumah Sakit Umum

ne
ng

Sidoarjo selama 4 (empat) hari;


• Terhadap keterangan saksi tersebut, Terdakwa membenarkan;

do
gu

Menimbang, bahwa Terdakwa di persidangan telah memberikan


keterangan yang pada pokoknya sebagai berikut:
In
• Awalnya orang tua terdakwa minta sepeda motor adik terdakwa tidak
A

terdakwa kasih karena mau dipakai lalu terdakwa minta kuncinya pada ibu
tidak dikasih lalu cekcok mulut, setelah cekcok terdakwa diusir disuruh pergi
ah

lik

lalu terdakwa menendang pantat ibunya tetapi mengenai pinggulnya dan


kemudian terdakwa mengambil potongan batu bata merah dan dalam jarak
m

ub

5 meter dilemparkan kepada ibunya mengenai kepala atas sebelah kiri yang
ka

mengakibatkan luka dan mengeluarkn darah..


ep

Bahwa kejadiannya disamping rumah pada hari Sabtu, tanggal 28 Juni


ah

2014 kira-kira pukul 10.00 WIB di Dukuh Tengah RT.04-RW.01, Buduran,


R

Sidoarjo
s
Bahwa pada waktu kejadian itu dirumah ada terdakwa, ibu, bapak, adik,
M

ne
ng

dan pacar terdakwa.

Halaman 5 dari 10 Putusan Nomor 394/Pid.B/2014/PN Sda


do
gu

In
A

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N
h

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
ik

Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id
Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 5
am

ub
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk

a
Bahwa Ibu terdakwa dirawat di Rumah Sakit Umum Sidoarjo selama 4

R
(empat) hari karena luka dikepalanya.

si
Bahwa terdakwa dalam perkara ini tidak ditahan karena terdakwa telah

ne
ng
ditahan dalam perkara lain karena kasus narkoba;
Bahwa sebelum kasus narkoba dan kasus ini, terdakwa pernah ditahan

do
gu selama 3 (tiga) bulan karena kasus kecelakaan lalu lintas pada tahun 2007 di
LP Sidoarjo;

In
A
Bahwa terdakwa pernah menikah siri, namun terdakwa masih tinggal
satu rumah dengan orang tuanya;
ah

lik
Menimbang, bahwa selain visum et repertum dan foto-foto korban,
m

Penuntut Umum juga mengajukan barang bukti : 1 (satu) potongan batu bata

ub
merah, yang dibenarkan oleh saksi-saksi dan terdakwa;
ka

Menimbang, bahwa berdasarkan alat bukti yang diajukan kepersidangan


ep
diperoleh fakta-fakta hukum sebagai berikut:
ah

• Bahwa benar terdakwa adalah anak kandung yang nomor 2 (dua) dari
R

si
saksi korban Aslaka dan saksi Rusman dan masih tinggal satu rumah;
• Bahwa benar pada hari Sabtu, tanggal 28 Juni 2014 sekira jam 10.00

ne
ng

WIB di samping rumah saksi korban, di Ds Dukuh Tengah RT.04-RW.01,


Kecamatan Buduran, Kabupaten Sidoarjo terdakwa telah menendang

do
gu

saksi korban (saksi Alaska, ibu kandung Terdakwa sendiri) mengenai


pinggul dan melempar potongan batu bata merah mengenai kepala
In
A

sebelah kiri saksi korban;


• Bahwa benar akibat perbuatan terdakwa tersebut, saksi korban
ah

lik

mengalami luka robek pembuluh darah tepi + luka robek tiga sentimeter
dan memar pada kepala bagian atas dan mendapat perawatan di Rumah
Sakit selama 4(empat) hari;
m

ub

Menimbang, bahwa selanjutnya Hakim akan mempertimbangkan


ka

apakah berdasarkan fakta-fakta hukum tersebut diatas, Terdakwa dapat


ep

dinyatakan telah melakukan tindak pidana yang didakwakan kepadanya;


ah

Menimbang, bahwa terdakwa telah didakwa dengan dakwaan tunggal


R

yaitu Pasal 44 ayat (2) UURI No.23 Tahun 2004 tentang Penghapusan
s
Kekerasan Dalam Rumah Tangga, yang mengandung unsur-unsur sebagai
M

ne
ng

berikut :
do
gu

In
A

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N
h

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
ik

Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id
Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 6
am

ub
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk

a
1. Setiap orang;

R
2. Melakukan perbuatan kekerasan fisik dalam lingkup rumah tangga;

si
3. Mengakibatkan korban mendapat jatuh sakit atau luka berat;

ne
ng
Ad.1. Unsur setiap orang;
Menimbang, bahwa yang dimaksud setiap orang adalah siapapun yang

do
gu menjadi subjek hukum dan mampu bertanggung jawab secara hukum yang
dalam hal ini telah diajukan diajukan kepersidangan sebagai terdakwa ANDIK
SUSANTO telah membenarkan identitasnya sebagaimana dalam surat

In
A
dakwaan Jaksa Penuntut Umum, terdakwa mampu menjawab semua
pertanyaan yang diajukan kepadanya dan selama persidangan Majelis Hakim
ah

lik
memandang tidak ada alasan pembenar maupun alasan pemaaf bagi sifat dan
sikap perbuatan yang terdakwa lakukan. Dengan demikian unsur ini telah
m

ub
terpenuhi.
Ad.2. Unsur melakukan perbuatan kekerasan fisik dalam lingkup rumah tangga;
ka

ep
Menimbang, bahwa pengertian kekerasan fisik dalam lingkup rumah
tangga yang dimaksud menurut Pasal 1 ke-I UU Nomor 23 Tahun 2004 adalah
ah

R
setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat

si
timbulnya kesengsaraan, rasa sakit atau penderitaan secara fisik, termasuk

ne
ng

ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan


kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.
Menimbang, bahwa berdasarkan pengertian tersebut apabila

do
gu

dihubungkan dengan fakta-fakta yang terungkap dipersidangan telah terjadi


persesuaian baik berupa keterangan saksi-saksi, keterangan terdakwa dan
In
A

adanya barang bukti bahwa hari Sabtu, tanggal 28 Juni 2014 sekira jam 10.00
WIB di samping rumah saksi korban ASLAKA, di Ds Dukuh Tengah RT.04-
ah

lik

RW.01, Kecamatan Buduran, Kabupaten Sidoarjo terdakwa telah menendang


saksi korban ASLAKA, mengenai pinggul dan melempar potongan batu bata
m

ub

merah mengenai kepala sebelah kiri saksi korban ASLAKA sehingga saksi
korban merasa kesakitan;
ka

Menimbang, bahwa terdakwa adalah anak kandung dari saksi korban


ep

ASLAKA dan saksi RUSMAN, yang nomor 2 (dua) dari 4 (empat) bersaudara
ah

dan terdakwa masih tinggal satu rumah dengan saksi korban ASLAKA;
R

s
Dengan demikian unsur ini telah terpenuhi.
M

Ad.3. Unsur mengakibatkan korban mendapat jatuh sakit atau luka berat.
ne
ng

Halaman 7 dari 10 Putusan Nomor 394/Pid.B/2014/PN Sda


do
gu

In
A

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N
h

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
ik

Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id
Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 7
am

ub
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk

a
Menimbang, bahwa berdasarkan keterangan saksi-saksi, terdakwa serta

R
visum et repertum dari RSUD Sidoarjo No: 445/2711/404.6.8/2014 tanggal 28

si
Juni 2014 yang dibuat dan ditandatangani dr. ADE RATNA AYU, akibat

ne
ng
perbuatan terdakwa tersebut saksi korban ASLAKA mengalami luka robek
pembuluh darah tepi dan luka robek tiga sentimeter dan memar pada bagian

do
gu kepala bagian atas, sehingga akibatnya saksi korban mengalami sakit dan
harus dirawat di RSUD Sidoarjo selama 4 hari. Dan setelah dirawat di rumah
sakit, saksi korban masih di rawat jalan dan masih mengkonsumsi obat karena

In
A
sering merasa sakit pada bagian kepala;
Dengan demikian unsur ini terpenuhi pula.
ah

lik
Menimbang, bahwa dengan telah terpenuhinya semua unsur-unsur dalam
dakwaan maka telah terbukti bahwa terdakwa telah secara sah dan meyakinkan
m

ub
melakukan perbuatan yang didakwakan kepadanya, dan selama persidangan
tidak didapat adanya hal yang dapat menghapuskan atau memaafkan
ka

ep
kesalahan Terdakwa, karena itu terdakwa harus dinyatakan bersalah dan
berdasarkan Pasal 193 ayat (1) KUHAP haruslah dijatuhi pidana;
ah

R
Menimbang, bahwa oleh karena Terdakwa dijatuhi pidana maka

si
berdasarkan Pasal 222 ayat (2) KUHAP kepada Terdakwa akan dibebani pula

ne
ng

untuk membayar biaya perkara ini;


Menimbang, bahwa barang bukti berupa 1(satu) potongan batu bata
warna merah yang telah dipergunakan untuk melakukan kejahatan, sudah tidak

do
gu

diperlukan lagi dan dikhawatirkan akan dipergunakan untuk mengulangi


kejahatan maka perlu ditetapkan agar barang bukti tersebut dimusnahkan;
In
A

Menimbang, bahwa tujuan pemidanaan adalah bukan semata-mata


dimaksudkan untuk membalas dendam dan menyengsarakan, akan tetapi juga
ah

lik

untuk mendidik agar dimasa mendatang Terdakwa tidak melakukan perbuatan


pidana lagi;
m

ub

Menimbang, bahwa sebelum menjatuhkan putusan kepada Terdakwa


terlebih dahulu akan dipertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan
ka

meringankan hukuman bagi diri Terdakwa;


ep

Hal-hal yang memberatkan :


ah

• Perbuatan Terdakwa dilakukan terhadap orang tuanya sendiri yang


R

s
seharusnya dihormati dibela dan dilindungi;
M

ne
ng

do
gu

In
A

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N
h

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
ik

Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id
Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 8
am

ub
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk

a
• Terdakwa pernah dihukum dan sedang menjalani persidangan

si
perkara lain;
Hal-hal yang meringankan :

ne
ng
• Terdakwa mengakui perbuatannya;
• Terdakwa bersikap sopan dipersidangan;

do
gu • Terdakwa sudah meminta maaf kepada korban dankorban sudah
memaafkan;

In
Menimbang, bahwa dengan memperhatikan hal-hal yang memberatkan,
A
hal-hal yang meringankan, sifat dari tindak pidana yang dilakukan oleh
terdakwa, dihubungkan juga dengan fungsi penghukuman yang bersifat
ah

lik
preventif, edukatif, rehabilitatif dan kuratif, maka Majelis berpendapat bahwa
pidana yang dijatuhkan terhadap terdakwa telah tepat dan adil serta setimpal
m

ub
dengan kesalahan yang dilakukan oleh terdakwa;
ka

Memperhatikan Pasal 44 ayat (2) UURI No.23 Tahun 2004 tentang


ep
Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, Undang-Undang No.8 Tahun
1981 tentang KUHAP dan peraturan perundang-undangan yang bersangkutan
ah

R
dengan perkara ini;

si
MENGADILI:

ne
ng

1. Menyatakan Terdakwa Andik Susanto telah terbukti secara sah dan


meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “melakukan kekerasan fisik

do
gu

dalam lingkup rumah tangga yang mengakibatkan korban jatuh sakit”;


2. Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa Andik Susanto oleh karena itu
dengan pidana penjara selama 1 (satu) tahun 2 (dua) bulan;
In
A

3. Menyatakan barang bukti berupa 1(satu) potongan batu bata warna merah
dirampas untuk dimusnahkan;
ah

lik

4. Membebankan biaya perkara kepada Terdakwa sebesar Rp2000,00 (dua


ribu rupiah);
m

ub

Demikian diputuskan dalam rapat permusyawaratan Majelis Hakim


ka

Pengadilan Negeri Sidoarjo, pada hari : Selasa, tanggal 21 Oktober 2014,


ep

oleh : Bahuri, SH. selaku Hakim Ketua, Musthofa, SH, dan DR. Berlian
Napitupulu, SH.MHum., masing-masing selaku Hakim Anggota, putusan mana
ah

pada hari itu juga diucapkan dalam sidang yang dinyatakan terbuka untuk umum
s
oleh Hakim Ketua tersebut didampingi Hakim-Hakim Anggota, dengan dibantu
M

ne
ng

Edi Prayitno, SH. Panitera Pengganti Pengadilan Negeri Sidoarjo, dihadiri

Halaman 9 dari 10 Putusan Nomor 394/Pid.B/2014/PN Sda


do
gu

In
A

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N
h

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
ik

Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id
Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 9
am

ub
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk

a
Neldy Denny, SH. Jaksa/Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Sidoarjo dan

si
dihadapan Terdakwa.
Hakim-Hakim Anggota, Hakim Ketua Majelis,

ne
ng

do
gu 1. Musthofa, SH. Bahuri, SH.

In
A
2. DR. Berlian Napitupulu, SH.MHum.
Panitera Pengganti,
ah

lik
m

ub
Edi Prayitno, SH.
ka

ep
ah

si
ne
ng

do
gu

In
A
ah

lik
m

ub
ka

ep
ah

s
M

ne
ng

do
gu

In
A

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N
h

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
ik

Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id
Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 10

Anda mungkin juga menyukai