Anda di halaman 1dari 79

PEMBAYARAN DENGAN MEDIA ELECTRONIC MONEY (E-Money)

DALAM HUKUM PERBANKAN DI INDONESIA

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)

Oleh :

MIZANA RAMADHAN ALHAQ


NIM : 1113048000014

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM


FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1441 H/2019 M

i
PEMBAYARAN DENGAN MEDIA ELECTRONIC MONEY (E-Money) DALAM HUKUM
PERBANKAN DI INDONESIA

SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum
Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh
Gelar Sarjana Hukum (S.H.)

Oleh :

MIZANA RAMADHAN ALHAQ

NIM : 1113048000014

Pembimbing:

Dr. M. Ali Hanafiah Selian, S.H., M.H.


NIP. 19670203 201411 1 001

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM


FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1441 H/2019 M

ii
ABSTRAK
MIZANA RAMADHAN ALHAQ, NIM 1113048000014, “PEMBAYARAN
DENGAN MEDIA ELECTRONIC MONEY (E-MONEY) DALAM HUKUM
PERBANKAN DI INDONESIA”. Konsentrasi Hukum Bisnis, Program Studi Ilmu
Hukum, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta, 1441 H/2019 M.

Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui penggunaan E-money khususnya


dalam perspektif Hukum Perbankan di Indonesia, dan bagaimana permasalahan serta
tanggung jawab hukum yang timbul dalam penggunaan E-money tersebut ditinjau
dari hukum perbankan dan prakteknya di lapangan. Tipe penelitian yang digunakan
dalam penelitian ini yaitu yuridis normative dan empiris, yaitu penelitian hukum
yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder sebagai bahan
dasar untuk diteliti dengan cara mengadakan penelusuran terhadap peraturan-
peraturan dan literatur yang berkaitan dengan masalah yang diteliti serta berfokus
meneliti suatu fenomena atau keadaan dari objek penelitian secara detail dengan
menghimpun kekayaan yang terjadi dan mengembangkan konsep yang ada.

Hasil dari skripsi ini menunjukan bahwa E-Money dalam perspektif Hukum
Perbankan memiliki dasar hukum yang kuat karena sudah diatur dalam Undang-
Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan dan Undang-Undang lainnya yang
terkait dan relevan. Namun, bentuk tanggung jawab pihak perbankan terhadap
nasabah yang merasa dirugikan dalam penggunaan E-money dari teori hukum
pertanggung jawaban sangat tidak adil dikarenakan minimnya perlindungan terhadap
nasabah sehingga sangat merugikan nasabah. Hal ini terbukti tidak adanya
penggantian kerugian atas hilangnya kartu E-money.

Kata Kunci : Sistem Pembayaran, Uang Elektronik (E-money), Nasabah

Pembimbing Skripsi : Dr. M. Ali Hanafiah, S.H., M.H.


Daftar Pustaka : Tahun 1990 sampai Tahun 2016
KATA PENGANTAR

‫س ِم ه‬
‫َّللاِ ال هر ْح َم ِن‬ ْ ِ‫ال هر ِحيم ب‬
Puji dan syukur kita panjatkan pada kehadirat Allah SWT atas berkat dan rahmat-
Nya, penyusunan skripsi yang berjudul “PEMBAYARAN DENGAN MEDIA
ELECTRONIC MONEY (E-Money) DALAM HUKUM PERBANKAN DI
INDONESIA” dapat diselesaikan dengan baik, walaupun pengerjaan cukup lama dan
terdapat beberapa kendala yang dihadapi saat proses penyusunan skripsi ini.
Penelitian skripsi ini tidak dapat dicapai tanpa adanya bantuan, dukungan, dan
bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini dengan segala
kerendahan hati dan penuh rasa hormat peneliti ingin mengucapkan terima kasih
sebesar-besarnya kepada yang terhormat:

1. Dr. Ahmad Tholabi Kharlie, S.H., M.H., M.A. Dekan Fakultas Syariah dan
Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Dr. M. Ali Hanafiah Selian, S.H., M.H. Ketua Program Studi Ilmu Hukum
Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Drs. Abu Tamrin, S.H., M.Hum. Sekretaris Program Studi Ilmu Hukum
Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Dr. M. Ali Hanafiah Selian, S.H., M.H. Pembimbing skripsi yang telah
bersedia meluangkan waktu, tenaga dan pikirannya serta kesabaran dalam
membimbing sehingga peneliti dapat menyelesaikan penelitian skripsi ini.
5. Kepala Urusan Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif
Hdayatullah Jakarta, Kepala Pusat Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta dan Kepala Perpustakaan Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta yang telah menyediakan fasilitas yang memadai guna menyelesaikan
penelitian skripsi ini.
6. Alm. Ahmad Hilali, S.E., M.M. dan Prof. Dr. Hj. Cicih Ratnasih, S.E., M.M.,
kedua orang tua peneliti. M. Dinul Cholis, M. Azhar Darussalam, dan M.
Rizal Tamami yaitu abang dan adik-adik peneliti yang selalu memberikan
dukungan serta doa yang tak pernah henti untuk peneliti. Semoga peneliti
dapat selalu membanggakan dan membahagiakan keluarga serta selalu dalam
ridho dan lindungan Allah SWT.
7. Semua Pihak terkait yang tidak dapat peneliti sebutkan satu persatu yang telah
memberikan semangat dan doa tanpa henti kepada peneliti sehingga skripsi ini
dapat terselesaikan dengan baik. Akhir kata, peneliti berharap semoga skripsi
ini dapat memberikan manfaat. Terima Kasih.

Jakarta, 19 November 2019


Peneliti

Mizana Ramadhan Alhaq


HALAMAN JUDUL ....................................................................................... i
PERSETUJUAN PEMBIMBING .................................................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI ........................................................... iii
LEMBAR PERNYATAAN ............................................................................. iv
ABSTRAK ....................................................................................................... v
KATA PENGANTAR ..................................................................................... vi
DAFTAR ISI .................................................................................................... viii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ........................................................... 1
B. Identifikasi, Pembatasan, dan Rumusan Masalah ................... 3
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................ 4
1. Tujuan Penelitian .................................................................. 4
2. Manfaat Penelitian ................................................................ 4
D. Metode Penelitian ..................................................................... 5
E. Sistematika Pembahasan .......................................................... 8

BAB II TINJAUAN UMUM SISTEM PEMBAYARAN DALAM HUKUM


PERBANKAN
A. Kerangka Teori ........................................................................ 10
B. Kerangka Konseptual ............................................................... 11
C. Tinjauan (Review) Studi Terdahulu ......................................... 12
D. Sistem Pembayaran Dalam Perbankan ..................................... 13
E. Kelembagaan Sistem Pembayaran ........................................... 19
F. Klasifikasi Sistem Pembayaran Berdasarkan Besar Transaksi 21
G. Peran dan Fungsi Bank Indonesia Dalam Sistem Pembayaran 23
H. Pembayaran E-Money .............................................................. 24
BAB III PENGGUNAAN E-MONEY DALAM TRANSAKSI BISNIS
A. Tinjauan Hukum Pelaksanaan E-Money .................................. 38
B. Prospek Pelaksanaan Produk E-Money di Indonesia ............... 44
C. Produk E-Money Bank Y ......................................................... 45
D. Kelebihan dan Kekurangan E-Money ..................................... 47

BAB IV DAMPAK TRANSAKSI E-MONEY DALAM HUKUM PERBANKAN


A. Money Ditinjau dari Perspektif Hukum Perbankan ................. 50
B. Tanggung Jawab Bank terhadap Nasabah yang Dirugikan dalam
Penggunaan E-Money .............................................................. 56

BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan .............................................................................. 65
B. Rekomendasi ............................................................................ 66
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 67
LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Seiring berjalannya perkembangan peradaban yang semakin maju, akan


membuat orang akan semakin cepat dalam berkreasi dalam hal teknologi, dan
mengingat persaingan manusia bukan lagi orang-perorangan tetapi antar berbagai
macam perusahaan dan organisasi. Oleh karena itu banyak muncul berbagai
produk barang/jasa yang lebih modern, lebih efisien dan cepat.
Ternyata kemajuan teknologi juga sangat berpengaruh terhadap bisnis
perbankan, terkhusus pada sistem pembayaram di Indonesia, karena kemajuan
teknologi ini selaras dengan fungsi dan tujuan uang dalam sistem pembayaran
yaitu mempersingkat waktu dan usaha yang diperlukan untuk melakukan
perdagangan.1 Oleh sebab itu sangat lah jelas alasan mengapa sistem pembayaran
kemajuannya sangat pesat.
Pada zaman dahulu manusia melakukan kegiatan ekonomi dengan cara
melakukan barter dan kemudian dengan berjalannya perkembangan zaman telah
muncul bentuk alat tukar yang mempunyai nilai dan berharga yaitu emas dan
perak. Saat ini seluruh umat manusia mempunyai alat tukar yang sangat mudah
yaitu uang kertas yang dimana uang kertas ini sudah sah dipakai oleh seluruh
negara di Dunia.2
Kemajuan sistem pembayaran ternyata tidak berhenti begitu saja.,
sekarang kita juga sudah mengenal yang dinamakan uang elektronik. Yaitu, nilai
uang yang disimpan secara elektronik dalam suatu media server atau chip serta
dapat digunakan untuk kepentingan pembayaran dan transfer dana.3 Bank for
Internasional settlement (BIS) yang merupakan Organisasi Keuangan

1
Stephen M. Goldberg dan Lester, Ekonomi, Uang, dan Bank, Danny Hutabarat, (Jakarta:
Erlangga, 1990), h. 5.
2
Munir Fuady, Hukum Perbankan Modern, (Bandung: PT. Cita Aditya Bakti, 2001), h. 8.
3
http://finansial.bisnis.com/read/20140418/90/220456/kamus-perbankan

1
2

Internasional mendefinisikan uang elektronik adalah produk store-value atau


prepaid dimana sejumlah uang disimpan dalam suatu media elektronik yang
dimiliki seseorang.4 Sedangkan pada peraturan PBI Nomor 16 Tahun 2014,
electronic money adalah alat pembayaran yang memenuhi unsur :
a) Diterbitkan atas dasar nilai uang yang disetor terlebih dahulu kepada
penerbit.
b) Nilai uang yang disimpan secara elektronik dalam suatu media server atau
chip;
c) Sebagai alat pembayaran kepada pedagang yang bukan merupakan
penerbit uang elektronik tersebut; dan
d) Nilai uang elektronik yang dikelola oleh penerbit bukan merupakan
simpanan sebagaimana dimaksud dalam uandang-Undang yang mengatur
mengenai perbankan.
Salah satu produk Perundangan dari Bank Sentral ini dapat menjadi
payung hukum bagi produk electronic money ini. Ada pula peraturan lain terkait
e-money ini adalah Undang-Undang tentang ITE, Undang-Undang Nomor 7
Tahun 2011 tentang Mata Uang, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2011 tentang
Transfer Dana, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen, dan Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2012 tentang Sistem dan
Transaksi Elektronik.
Berdasarkan data dari Bank Indonesia menunjukan pertumbuhan transaksi
elektronik e-money yang sangat besar yaitu sekitar 120 persen. Di Tahun 2016
tercatat ada 51 ribu kali transaksi dengan nilai Rp749 juta perhari, di Tahun 2017
terdapat 90 ribu transaksi dengan nilai Rp1,9 miliar. Di Tahun 2018 transaksi
meningkat lagi dengan 167 ribu kali transaksi dengan nilai Rp5,8 miliar perhari,
lalu di Tahun 2019 ada 250 ribu transaksi dengan nilai Rp12 miliar.5 Angka ini
menunjukan penggunaan terhadap produk ini memperlihatkan peningkatan pesat
dan akan diprediksikan menghasilkan angka yang lebih besar lagi tiap Tahunnya.

4
http://www.mccarthy.ca/pubs/mte-form.htm.
5
http://www.bi.go.id/en/statistik.
3

Pemakaian uang elektronik yang dianggap sebagai alternatif alat


pembayaran non tunai ini memiliki kelebihan dan manfaat dibanding alat
pembayaran tunai berupa uang kertas dan lainnya sekalipun. Namun dengan
demikian, bukan berarti tidak ada konsekuensi dari pemakaian e-money ini. Ada
sejumlah permasalahan terkait aplikasi e-money ini terhadap pengguna atau
nasabah. Misalnya, aspek teknis dan keamanan (security), aspek kelembagaan,
perlindungan konsumen, aspek hukum hingga implikasinya terhadap kebijakan E-
Money.
Karena berbagai bentuk permasalahan ini, peneliti akan coba untuk
mengkaji dan meneliti mengenai regulasi serta hambatan pengadaan uang
elektronik, baik dari Bank Indonesia sebagai peran pemerintah dalam menjaga
sistem pembayaran dan dari segi pelaku bisnis perbankan.
Dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran yang lebih
komprehensif mengenai regulasi dan operasional sistem pembayaran uang
elektronik ini, sehingga dapat memberikan masukan terhadap kebijakan yang
perlu ditetapkan untuk mendorong kegunaan uang elektronik sebagai alternatif
lain alat pembayaran non-tunai disamping untuk penyempurnaan ketentuan
mengenai kartu pra-bayar yang ada pada saat ini. Oleh karena itu, peneliti
mengambil judul tentang Pembayaran Dengan Media Elektronik Money (E-
Money) Dalam Hukum Perbankan Di Indonesia
B. Identifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah
1. Identifikasi Masalah
a. Aspek Teknik dan keamanan pengadaan uang elektronik
b. Aspek kelembagaan pengadaan uang elektronik
c. Regulasi pengadaan uang elektronik
d. Hambatan pengadaan uang elektronik
e. Perlindungan konsumen dari pengadaan uang elektronik
f. Aspek hukum dan implikasi kebijakan dari uang elektronik
2. Pembatasan Masalah
Agar masalah yang akan peneliti bahas tidak terlalu melebar, maka
peneliti hanya membatasi masalah mengenai perlindungan konsumen dan
4

aspek dan implikasi kebijakan uang elektronik , baik dari Bank sebagai
perantara pemerintah dalam menjaga sistem pembayaran dan dari segi pelaku
bisnis perbankannya.
3. Perumusan Masalah
Pengaturan e-money di Indonesia; Ketentuan-ketentuan perbankan di
Indonesia; Hambatan permasalahan hukum yang timbul dalam pelaksanaan
produk e-money
Berdasarkan latar belakang dan pembatasan masalah yang telah
diuraikan di atas, maka dapat dirumuskan dalam beberapa pertanyaan penelitian
sebagai berikut:

a. Bagaimanakah penggunaan E-money dalam perspektif hukum Perbankan?


b. Bagaimanakah tanggung jawab pihak perbankan terhadap Nasabah yang
merasa dirugikan dalam penggunaan E-money?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian


1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah yang diuraikan diatas, tulisan ini
bertujuan untuk:
a. Untuk mengetahui penggunaan E-money khususnya dalam perspektif
Hukum Perbankan di Indonesia.
b. Untuk mengetahui permasalahan dan tanggung jawab hukum yang timbul
dalam penggunaan E-Money serta pihak perbankan terhadap nasabah yang
merasa dirugikan dalam penggunaan E-money.

2. Manfaat Penelitian
a. Manfaat Teoritis
1. Sebagai referensi bagi pembaca yang ingin mengetahui bentuk
pengaturan E-money sebagai alat pembayaran dalam sistem
pembayaran di Indonesia.
5

2. Sebagai sarana untuk mengembangkan pemahaman mengenai bentuk


perlindungan yang diberikan terhadap penggunaan E-money bagi
pembaca maupun peneliti.
b. Manfaat Praktis
Secara praktis sebagai bahan rujukan di masa yang akan datang
mengenai pelaksanaan sistem pembayaran melalui media elektronik yang
akan menambah pengetahuan serta masalah transaksi elektronik yang ada
dalam masyarakat.

D. Metode Penelitian
Penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan analisis
dan konstruksi yang dilakukan secara metodologis, sistematias dan konsisten.6
Tulisan ini juga merupakan suatu penelitian normatif. Penelitian normatif adalah
penelitian hukum dengan cara meneliti bahan pustaka7.
Metode penelitian yang peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Jenis Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kepustakaan
yang bersifat yuridis normatif dan empiris, yaitu penelitian hukum yang
dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder sebagai bahan
dasar untuk diteliti dengan cara mengadakan penelusuran terhadap peraturan-
peraturan dan literatur yang berkaitan dengan masalah yang diteliti dengan cara
mengadakan penelusuran terhadap peraturan-peraturan dan literatur yang
berkaitan dengan masalah yang diteliti serta berfokus meneliti suatu fenomena
atau keadaan dari objek penelitian secara detail dengan menghimpun kekayaan
yang terjadi dan mengembangkan konsep yang ada, peneliti akan menulis skripsi
dengan judul Pembayaran Dengan Media Electronic Money (E-money) dalam
Hukum Perbankan Di Indonesia.

6
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: Universitas Indonesia,
2007), h. 43.
7
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan
Singkat (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2003) h.13.
6

Dalam kaitannya, peneliti mengacu pada implementasi ketentuan


hukum normatif (Undang-Undang) dalam aksinya pada setiap peristiwa
hukum tertentu yang terjadi dalam suatu masyarakat.

2. Pendekatan Penelitian
Dalam hal ini peneliti melakukan pendekatan Deskriptif , karena
dimaksudkan untuk memberi data seteliti mungkin agar dapat memperkuat
teori-teori lama dan di dalamnya menyusun teori-teori baru yang bertujuan
untuk menemukan fakta belaka (fact-finding) dan mengatasi masalah atau
Problem-solution.

3. Bahan Hukum
Bahan hukum yang digunakan antara lain:
a. Bahan Hukum Primer
Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat
autoritatif yang artinya memiliki otoritas. Bahan-bahan hukum primer
meliputi perundang-undangan, catataan-catatan resmi atau risalah.8 Adapun
bahan hukum primer yang digunakan berupa peraturan perundang-undangan
antara lain:
1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 7 Tahun 1992 Atas Perubahan
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.
2) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia
3) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang.
4) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik.
5) Peraturan pemerintah Nomor 82 Tahun 2012 tentang Sistem dan
Transaksi Elektronik.
6) Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/12/PBI/2009 tetang Uang
Elektronik.

8
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum (Jakarta: Kencana 2010) h. 141
7

b. Bahan Hukum Sekunder


Bahan hukum sekunder yang peneliti gunakan dalam penelitian ini
terdiri dari buku-buku yang berkaitan dengan Bidang Perbankan, Jurnal-Jurnal
atau materi hukum lain nya yang mendukung penelitian ini.
c. Bahan non Hukum

Merupakan bahan atau rujukan yang memberikan petunjuk atau


penjelasan bermakna terhadap bahan hukum primer dan sekunder. Seperti
kamus hukum, ensiklopedia, berita hukum dan lain-lain.

4. Metode Pengumpulan Data


Metode yang digunakan dalam menyelesaikan penelitian ini, dengan
menggunakan cara penelitian kepustakaan (Library Research), yaitu suatu
metode pengumpulan dengan cara membaca atau merangkai buku-buku
peraturan perundang-undangan dan sumber kepustakaan lainnya yang
berhubungan dengan objek penelitian
5. Metode Pengolahan Data
Metode pengolahan data dalam penelitian ini terdiri dari bahan hukum
primer, sekunder, dan bahan non hukum yang telah di dapatkan kemudian
dipadukan dan disusun sesuai dengan hierarkinya.
6. Analisis Data
Teknis analisis data dalam penelitian ini diawali dengan mengkompilasi
berbagai dokumen peraturan perUndang-Undangan serta bahan hukum lainnya
yang berhubungan dengan judul yang peneliti ambil. Kemudian dari hasil
tersebut, dikaji isi (content), baik terkait kata-kata (word), makna (meaning),
simbol, ide, tema-tema dan berbagai pesan lainnya yang dimaksudkan dalam
isi Undang-Undang tersebut.
Secara detail langkah-langkah yang dilakukan dalam melakukan analisis
tersebut adalah: pertama, semua bahan-bahan hukum yang diperoleh melalui
normatif disistematisir dan diklasifikasikan menurut objek bahasannya. Kedua,
setelah disistematisir dan diklasifikasikan kemudian dilakukan eksplikasi,
yakni diuraikan dan dijelaskan tentang objek yang diteliti berdasarkan teori.
8

Ketiga, bahan yang dilakukan evaluasi, yakni dinilai dengan menggunakan


ukuran ketentuan hukum yang berlaku.
7. Teknik Penelitian
Teknik penelitian dan pedoman yang digunakan peneliti dalam skripsi
ini disesuaikan kaidah-kaidah penelitian karya ilmiah dan buku “Pedoman
Penelitian Skripsi Fakultas Syariah Dan Hukum Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2017”

F. Sistematika Pembahasan
Untuk memberikan penjelasan menyeluruh tentang isi skripsi, maka
rancangan penelitian skripsi sebagai berikut:

BAB I, Pendahuluan. Dalam bab ini dijelasakan latar belakang masalah,


perumusan masalah dan pembatasan masalah, tujuan dan manfaat penelitian,
manfaat penelitian, metode penelitian, sistematika penelitian, dan daftar pustaka
sementara.
BAB II, Tinjauan Umum Penelitian. Dalam bab ini akan diuraikan tentang
kerangka konseptual, kerangka teori, tinjauan (review) kajian terdahulu. .
BAB III, Gambaran Umum Obyek Penelitian. Dalam bab ini, berisi
tentang penyajian data yang ditulis melalui tinjauan hukum kegiatan perbankan
dengan menggunakan media uang elektronik yang dalam bab ini berisikan sub
bab yang membahas mengenai latar belakang pelaksanaan elektronik money di
Indonesia, aspek hukum pelaksanaan elektronik money di Indonesia, dan yang
terakhir membahas mengenai pelaksanaan kegiatan perbankan dengan
menggunakan electronic money dan prospek pelaksanaannya di Indonesia.
BAB IV, Identifikasi Permasalahan Pengaturan dan Praktik Transaksi E-
Money Bank Y. Pada bab ini akan menganalisis mengenai tinjauan hukum
terhadap permasalahan yang dihadapi dalam pelaksanaan electronic money di
Indonesia, yang berisikan sub bab yang membahas mengenai permasalahan yang
terjadi dan yang dapat mungkin terjadi seperti, money laundering, duplication of
devices, alteration or duplication of data, pencurian, dan malfunction.
9

BAB V, Penutup. Bab ini merupakan bab terakhir dalam penelitian skripsi
ini, dalam bab ini berisi kesimpulan dan rekomendasi yang meliputi kesimpulan
dari fakta-fakta dan analisis yang telah dilakukan pada bab-bab sebelumnya guna
memperoleh jawaban atas permasalahan-permasalahan.
BAB II
TINJAUAN UMUM SISTEM PEMBAYARAN DALAM
HUKUM PERBANKAN

A. Kerangka Teori
Adapun teori yang digunakan dalam penelitian ini, adalah:
Teori Pertanggungjawaban Hukum
Menurut Hans Kelsen dalam teorinya tentang tanggung jawab hukum
menyatakan bahwa: “seseorang bertanggung jawab secara hukum atas suatu
perbuatan tertentu atau bahwa dia memikul tanggung jawab hukum, subyek
berarti bahwa dia bertanggung jawab atas suatu sanksi dalam hal perbuatan yang
bertentangan.1 Lebih lanjut Hans Kelsen menyatakan bahwa: “Kegagalan untuk
melakukan kehati-hatian yang diharuskan oleh hukum disebut kekhilafan
(negligence); dan kekhilafan biasanya dipandang sebagai satu jenis laindari
kesalahan (culpa), walaupun tidak sekeras kesalahan yang terpenuhi karena
mengantisipasi dan menghendaki, dengan atau tanpa maksud jahat, akibat yang
membahayakan.”
Hans Kelsen selanjutnya membagi mengenai tanggungjawab terdiri dari:2
1. Pertanggungjawaban individu yaitu seorang individu bertanggung jawab
terhadap pelanggaran yang dilakukannya sendiri;
2. Pertanggungjawaban kolektif berarti bahwa seorang individu bertanggung
jawab atas suatu pelanggaran yang dilakukan oleh orang lain;
3. Pertanggungjawaban berdasarkan kesalahan yang berarti bahwa seorang
individu bertanggung jawab atas pelanggaran yang dilakukannya karena
sengaja dan diperkirakan dengan tujuan menimbulkan kerugian;

1
Hans Kelsen (a) , 2007, sebagaimana diterjemahkan oleh Somardi, General Theory of
Llaw and State , Teori Umum Hukum dan Negara, Dasar-Dasar Ilmu Hukum Normatif Sebagai Ilmu
Hukum Deskriptif Empirik,BEE Media Indonesia, Jakarta, h. 81.
2
Hans Kelsen (b), sebagaimana diterjemahkan oleh Raisul Mutaqien, Teori Hukum Murni
Nuansa & Nusa Media, Bandung, 2006, h. 140.

10
11

4. Pertanggungjawaban mutlak yang berarti bahwa seorang individu


bertanggung jawab atas pelanggaran yang dilakukannya karena tidak
sengaja dan tidak diperkirakan.
Tanggung jawab dalam kamus hukum dapat diistilahkan sebagai liability
dan responsibility, istilah liability menunjuk pada pertanggungjawaban hukum
yaitu tanggung gugat akibat kesalahan yang dilakukan oleh subjek hukum,
sedangkan istilah responsibility menunjuk pada pertanggungjawaban politik.3
Teori tanggung jawab lebih menekankan pada makna tanggung jawab yang lahir
dari ketentuan Peraturan Perundang-Undangan sehingga teori tanggungjawab
dimaknai dalam arti liabilty,4 sebagai suatu konsep yang terkait dengan kewajiban
hukum seseorang yang bertanggung jawab secara hukum atas perbuatan tertentu
bahwa dia dapat dikenakan suatu sanksi dalam kasus perbuatannya bertentangan
dengan hukum.

B. Kerangka Konseptual
Dalam pembahasan kerangka konseptual, akan diuraikan beberapa konsep
terkait beberapa istilah yang akan sering digunakan dalam penelitian ini, yaitu:

1. Perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentangbank,


mencangkup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam
melaksanakan kegiatan usahanya.
2. Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam
bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk
kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf
hidup rakyat banyak.
3. Nasabah adalah pihak yang menggunakan jasa bank.
4. Uang adalah alat pembayaran yang sah.

3
HR. Ridwan, Hukum Administrasi Negara, (Jakarta :Raja Grafindo Persada 2006) h. 337.
4
Busyra Azheri, Corporate Social Responsibility dari Voluntary menjadi Mandotary,
(Jakarta: Raja Grafindo Perss, 2011) h. 54.
12

5. Uang Elektronik adalah produk stored-value atau prepaid dimana sejumlah


nilai uang disimpan dalam suatu media elektronik yang dimiliki seseorang.5
6. Sistem Pembayaran adalah suatu sistem yang mencangkup seperangkat
aturan, lembaga, dan mekasnisme, yang digunakan untuk melaksanakan
pemindahan dana guna memenuhi suatu kewajiban yang timbul dari suatu
kegiatan ekonomi.

C. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu


Dalam penelitian skripsi ini peneliti merujuk kepada buku serta skripsi
terdahulu denganada nya kaitan dan perbedaan apa yang menjadi fokus masalah
dalam rujukan dengan fokus masalah yang peneliti terbitkan, diantaranya:
1. Hasil penelitian Suci Reza Safira berupa skripsi yang Universitas Airlangga
Tahun 2015 berjudul ”Tinjauan Hukum Pengaruh Kualitas Pelayanan Terhadap
E-money Di Bank Mandiri Cabang Jemursari Surabaya”. Membahas
tentangpelaksanaan kualitas pelayanan terhadap E-money.Persamaannya
adalah membahas mengenai E-money di Indonesia. Perbedaan dengan peneliti
adalah dimana peneliti Membahas bahwa yang menjadi objek utama adalah
mengenai kegiatan pembayaran dengan menggunakan E-money.
2. Skripsi Tritoguna Silitonga, Universitas Sumatra Utara Tahun 2013, Analisis
Permintaan Uang Elektronik (E-money) Terhadap Velocity Of Money
(Perputaran Uang) Di Indonesia. Skripsi ini menganalisa mengenai Bagaimana
permintaan uang elektronik berdasarkan perputaran uang saja. Persamaan
dengan peneliti yaitu memaparkan kegiatan E-money. Perbedaan dengan
skripsi yang peneliti tulis yaitu menjelaskan dengan kegiatan perbankan
terhadap pembayaran menggunakan E-money.

3. Buku yang berjudul Kebijakan Sistem Pembayaran Di Indonesia yang ditulis


oleh Subari SMT dan Ascarya diterbitkan oleh Pusat Pendidikan dan Studi
Kebanksentralan (PPSK) BANK INDONESIA Tahun 2003, menjelaskan
5
Implications for Central Banks of the Development of Elektronic Money, Bank for
Internasional Settlements, Basle, Oktober 1996, h. 1
13

tentangacuan dalam kebijakan sistem pembayaran di Indonesia. Persamaan


dengan peneliti, sama-sama membahas sistem pembayarannya. Perbedaannya
dengan peneliti, peneliti hanya mengemukakan mengenai pembayaran
menggunakan E-money dalam hukum Perbankan.
4. Dalam artikel yang ditulis oleh Siti Ladayat dengan judul “Operasional E-
money dan Pembayaran” Jurnal ini lebih menjelaskan tentangbagaimana tata
cara pengoperasian pembayaran dengan E-money. Persamaannya adalah
pengaturan dan tata cara pembayaran dengan menggunakan E-money.
Perbedaan dengan peneliti adalah, peneliti menjelaskan secara detail sistem
pembayaran dengan E-money dalam hukum Perbankan.

D. Sistem Pembayaran Dalam Perbankan


1. Perkembangan Sistem Pembayaran
Sistem pembayaran memiliki implikasi yang sangat kuat terhadap
stabilitas sistem keuangan bahkan terhadap perekonomian suatu bangsa.
Sistem pembayaran dapat memenuhi semua prinsip yang dipersyaratkan,
yakni dapat meminimalkan risiko yang dapat terjadi, sangat efisien, memiliki
kesetaraan akses dan melindungi konsumen, yang akan menjadi modal bagi
stabilitas sistem keuangan. Sebaliknya, sistem pembayaran yang tidak mampu
meminimalkan risiko akan menjadi instabilitas keuangan.6 Perkembangan
tidak lepas dengan evolusi alat pembayaran itu sendiri. Alat pembayaran
diawali dari sestem pertukaran barter antar bank yang diperjualbelikan adalan
kelaziman di era pra-modern.7 Transaksi ini dilakukan dengan cara tukar
menukar secara langsung oleh masing-masing pihak atas kebutuhannya.
Dalam sistem ini, belum ada satuan nilai alat pengukur barang/jasa, sehingga
orang mengukur barang dengan suatu barang lainnya. Kelemahan yang
timbul dalam perdagangan dengan sistem ini adalah8

6
Aulia pohan, Aspek-Aspek sistem Pembayaran, (Jakarta: RajaGrafindo, 2011). h.115.
7
Bank Indonesia, Sistem Pembayaran di Indonesia, http//www.bi.go.id/id/sistem-
pembayaran/di-Indonesia/Contents/Default.asps
8
Mohd Irwan, Tesis: Beberapa Permalahan Hukum Berkaitan dengan Sistem
Pembayaran Nasional yang menggunakan Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement, Depok:
Universitas Indonesia, 2002, H. 28
14

a. Sulit untuk mencari orang yang memiliki barang yang dibutuhkan, dan
berkeinginan menukarkan sebagian barangnya dengan harga yang
ditawarkan.
b. Setiap orang memiliki interpretasi yang berbeda terhadap nilai suatu
barang yang akan dipertukarkan, dibandingkan dengan barang lainnya.
c. Nilai suatu barang yang dipertukarkan belum tentu mencerminkan nilai
sebenarnya, serta belum tentu sesuai nilainya dengan barang yang
diperoleh sebagai imbalan atas barang yang dipertukarkan.

Dalam perkembangan selanjutnya, mulai dikenal satuan tertentu yang


memiliki nilai pembayaran yang lebih dikenal dalam uang kartal. Penggunaan
uang kartal dalam sistem pembayaran telah mengalami evolusi dari bentuk yang
paling sederhana ke bentuk yang lebih maju. Penggunaan uang kartal dalam
sistem pembayaran memiliki kelebihan :

a. Memenuhi fungsi sebagai alat tukar, alat ukur (satuan nilai) dan
penyiman nilai.
b. Memiliki kepastian yaitu dana tersedia pada saat itu juga.
Namun demikian uang kartal ini tidak luput dari berbagai kekurangan,
antara lain :
a. Untuk pembayaran dalam jumlah besar menjadi tidak praktis serta
merepotkan.
b. Orang tidak merasa aman untuk membawa uang tunai dalam jumlah
yang besar.

Perkembangan sistem pembayaran tidak berhenti disitu saja, inovasi


dalam rangka kepraktisan dari sistem pembayaran yang dipakai adalah
penggunaan sistem pembayaran yang dipakai adalah penggunaan sistem
pembayaran berbasis kartu (card based payment). Sistem pembayaran ini
terbagi menjadi :

a. Kartu Kredit dengan definisi : Alat pembayaran (APMK) yang digunakan


untuk melakukan pembayaran atas kewajiban yang timbul dari suatu
15

kegiatan ekonomi, termasuk transaksi pembelanjaan dan/atau untuk


melakukan penarikan tunai, dimana kewajiban pembayaran pada waktu
yang disepakati baik dengan pelunasan secara sekaligus (change card)
ataupun dengan pembayaran angsuran.
b. Kartu Debet dengan definisi : Alat pembayaran (APMK) yang dapat
digunakan untuk melakukan pembayaran atas kewajiban yang timbul dari
suatu kegiatan ekonomi, termasuk transaksi pembelanjaan, dimana
kewajiban pemegang kartu dipenuhi seketika dengan mengurangi secara
langsung simpanan pemegang kartu pada Bank atau Lembaga selain Bank
yang berwenang untuk menghimpun dana sesuai ketentuan perundang-
undangan yang berlaku.

Inovasi ternyata terus berkembang dari alat pembayaran tunai (cash


based) ke sekarang ini yang kita kenal sebagai electronic money (e-money).
Electronic money ini didefinisikan sebagai produk stored-value atau prepaid
dimana sejumlah nilai uang disimpan secara elektronis dalam suatu peralatan
elektronis yang dimiliki seseorang, yang akan dijelaskan lebih mendalam pada
bab berikutnya.

2. Pengertian Sistem Pembayaran


Sebelum melangkah lebih jauh mengenai sistem pembayaran, akan
lebih mudah apabila kita mengupas terlebih dahulu mengenai terminologi.
Sistem pembayaran terdiri atas dua kata yakni “sistem” dan “pembayaran”.
Kata “sistem” menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia adalah sekelompok
bagian-bagian yang bekerja bersama-sama untuk melakukan sesuatu maksud,
atau bisa juga diartikan sebagai cara atau metode yang teratur untuk
melakukan sesuatu.9
Sedangkan kata “pembayaran” lazim diartikan sebagai perpindahan nilai
antara dua belah pihak. Secara sederhana, kedua belah pihak dimaksud adalah
pihak pembeli dan pihak penjual. Jadi pada saat bersamaan terjadi perpindahan
barang dan jasa. Dengan pengertian ini, maka dalam setiap kegiatan ekonomi,

9
Aulia Pohan, Aspek-Aspek Sistem Pembayaran, (Jakarta: PT. RajaGrafindo, 2011) h. 70.
16

dimana terjadi perpindahan barang atau jasa, pasti melibatkan apa yang disebut
dengan proses pembayaran.
Dengan defisini kata per kata tesebut dapat dipahami bahwa sistem
pembayaran merupakan kerja yang teratur dari berbagai bagian dalam rangka
perpindahan nilai di antara pihak yang melakukan transaksi. Berikut pengertian
Sistem Pembayaran dari beberapa sumber, yaitu :

“Sistem pembayaran adalah interaksi antar entilas yang terdiri


atas seperangkat instrument, perosedur, IFT (Interbank Funds
Transfer) system yang menjadi komponen untuk melancarkan
perputaran dana.” (Bank for international Settlement)

“The payment system, which consist of the set of rules, institution,


and technical mechanism for the transfer of money, is an integral
part of any monetary system and is especially important in a
market economy” (Bruce Summer, 1994)
“sistem pembayaran mencakup seperangkat alat dan sarana umum
yang diterima dalam melakukan pembayaran, kerangka
kelembagaan dan organisasi yang mengatur pembayaran tersebut
(termasuk peraturan prudensial) , dan prosedur operasi serta
jaringan komunikasi yang digunakan unuk memulai dan
mengirimkan informasi pembayaran dari pembayar kepada
penerima dan menyelesaikan pembayaran.” (Manuel guitian
mantan Direktur the Monetary and Exchange Affairs
Department IMF)

“Sistem Pembayaran secara tegas sebagai satu kesatuan yang utuh


dari seperangkat aturan, lembaga, mekanisme untuk melaksanakan
pemindahan dana guna memenuhi kewajiban yang timbul dari
kegiatan ekonomi.” (Pasal 1 Undang-Undang Nomor 23 Tahun
1999 tentang Bank Indonesia)
17

Jadi, dapat disimpulkan bahwa sistem pembayaran merupakan sistem


yang berkaitan dengan pemindahan sejumlah nilai uang dari satu pihak ke
pihak lain. Hal ini juga melibatkan berbagai lembaga, seperti bank sentral,
bank umum, bank komersial, dan Lembaga keuangan lainnya. Bank sentral
dan bank umum atau bank komersial menjadi penyelenggara dan pengguna
sistem pembayaran yang besar.

3. Prinsip Dasar Sistem Pembayaran

Sistem pembayaran hadir karena berkembangnya kebutuhan manusia


dalam bertransaksi, inovasi-inovasi yang muncul dalam transaksi pembayaran
membutuhkan suatu sistem yang mendukung transaksi dapat berjalan dengan
baik. Lagi pula, sistem pembayaran bukan lah sistem yang berdiri sendiri. Ia
sangat erat kaitannya dengan sistem moneter, stabilitas sistem keuangan,
perbankan, dan perekonomian serta jangan dilupakan, pembayaran punya tali
temali yang kuat dengan budaya.10

Agar transaksi pembayaran dapat berjalan dengan baik, maka semua


komponen yang terlibat harus menjalankan perannya secara optimal dan
saling mendukung satu sama lain. Ibarat sebuah team basket, maka setiap
komponen di dalamnya harus bekerja dengan baik. Oleh karena itu dibutuhkan
seorang kapten yang paham betul bagaimana pertandingan dimainkan.
Demikian pula dalam sistem pembayaran, harus dikelola oleh lembaga khusus
yang mengatur bagaimana sistem dapat berjalan dengan sempurna. Di banyak
negara, bank sentral lah yang memiliki peran sangat penting dalam
menetapkan kebijakan sistem pembayaran, demikian hal nya pula di
Indonesia. Dalam menjalankan amanah tersebut Bank Indonesia mengacu
pada 4 (empat) prinsip kebijakan sistem pembayaran, yakni :11

10
Aulia Pohan, Aspek-Aspek Sistem Pembayaran, (Jakarta: RajaGrafindo, 2011) h. 72.
11
Aulia Pohan, Aspek-Aspek Sistem Pembayaran, (Jakarta: RajaGrafindo, 2011) h. 73.
18

a. Risk Reduction, Sistem Pembayaran yang baik dan terkendali dapat


mengurangi berbagai resiko yang mungkin timbul. Terdapat berbagai jenis
resiko yang terjadi dalam sistem pembayaran. nilai dari resiko operasional,
resiko likuiditas, resiko kredit, dan resiko sistemik.
b. Efisiency, Dalam mewujudkan perekonomian nasional yang efisien
diperlukan dukungan dari sistem keuangan dan perbankan yang efisien
pula. Sedangkan sistem keuangan dan perbankan yang efisien tidak
mungkin dapat terwujud bila tidak ada dukungan untuk menciptakan
sistem pembayaran yang efisien mengingat sistem pembayaran merupakan
sarana yang digunakan dalam melakukan segala aktivitas keuangan
perbankan secara nasional.
c. Equality, Pemberian akses yang equal baik kepada peserta di dalam Sistem
Pembayaran maupun kepada masyarakat luas sebagai pengguna. Sebuah
sistem pembayaran belum sesuai dengan prinsip dasarnya apabila dalam
pengaturan dan operasionalnya tidak dapat melindungi dan memenuhi hak-
hak dari peserta Sistem Pembayaran dan masyarakat luas sebagai secara
equal.
d. Costumer Protection, Sistem Pembayaran harus dapat memastikan
masyarakat luas dapat memperoleh jasa Sistem Pembayaran yang efisien,
cepat, aman dam handal.

E. Kelembagaan Sistem Pembayaran


Kelembagaan dalam sistem pembayaran meliputi berbagai lembaga yang
secara langsung maupun tidak langsung berperan dalam penyelenggaraan sistem
pembayaran. Secara umum lembaga-lembaga yang terlibat dalam sistem
pembayaran meliputi antara lain bank sentral, bank-bank, dan lembaga keuangan
non-bank, seperti lembaga kliring, pasar modal, penyedia jasa jaringan
komunikasi, penerbit kartu kredit, dan lain-lain. Masing-masing lembaga tersebut
mempunyai peran dan tanggung jawab yang berbeda dalam sistem pembayaran itu
19

sendiri. Penyelenggara sistem pembayaran dapat dilakukan oleh bank sentral atau
lembaga independent (milik pemerintah atau swasta) yang diberi wewenang untuk
menyelenggarakan sistem pembayaran. Penyelenggaran sistem pembayaran
memiliki code of product atau membership rules yang dijadikan pedoman hak dan
kewajiban anggota yang turut serta dalam sistem tersebut. Setiap penyelenggara
dengan end user (penggunanya).
Bank Indonesia diberikan kewenangan mengatur dan menjaga kelancaran
sistem pembayaran di Indonesia. Dalam menjalankan tugasnya ini Bank Indonesia
berwenang untuk melaksanakan dan memberikan persetujuan atas izin
penyelenggaraan jasa sistem pembayaran, mewajibkan penyelenggara jasa sistem
pembayaran untuk menyampaikan laporan kegiatannya, serta menetapkan
penggunaan alat pembayaran.12 Pengawasan terhadap sistem pembayaran yang
dilakukan oleh Bank Indonesia ini dengan tujuan keamanan dan efisiensi
penyelenggaranya. Penetapan terhadap alat pembayaran yang dilakukan Bank
Indonesia bertujuan agar alat pembayaran yang digunakan oleh masyarakat
memenuhi persyaratan keamanan pengguna. Bank Indonesia juga merupakan
lembaga utama yang menyelenggarakan sistem pembayaran dengan sistem
kliring. Sementara itu bank umum merupakan lembaga utama yang memberikan
jasa layanan pembayaran. Bank Umum di Indonesia merupakan lembaga yang
menyediakan jasa pelayanan pembayaran yang hampir sama. Bank-bank pada
umumnya menyediakan rekening koran, tabungan dan deposito. Pelayanan ritel
ini menawarkan cek/bilyet giro, kartu debet, kartu kredit, jaringan ATM dan
sistem transfer dana elektronik pada titik penjualan (Electronic Funds Transfer of
Point of Sale/EFTPOS). Beberapa bank juga bertindak sebagai agen settlement
untuk kliring EFTPOS, jaringan ATM switching, dan saham maupun obligasi.
1. Instrumen Pembayaran

12
Dahlan Siamat, Manajemen Lembaga Keuangan (Jakarta:Lembaga Penerbit Fakultas
Ekonomi Universitas Indonesia, 2004) h. 36.
20

Instrumen pembayaran/alat pembayaran merupakan media yang


digunakan dalam pembayaran.13 Instrumen pembayaran yang dikenal di
Indonesia saat ini dikelompokan menjadi dua macam, yaitu instrumen
pembayaran tunai dan instrumen pembayaran non tunai.
a. Instrumen Pembayaran Tunai
Instrumen pembayaran tunai adalah mata uang yang berlaku di Indonesia,
yaitu Rupiah, yang terdiri dari mata uang logam dan uang kertas.
Berdasarkan ketentuan Undang-Undang TentangBank Indonesia, Bank
Indonesia mempunyai hak tunggal untuk mencetak dan mengedarkan uang
logam. Hal ini diatur dalam pasal 20 Undang-Undang tentang Bank
Indonesia.
b. Instrumen Pembayaran Non Tunai
Instrumen pembayaran non-tunai dapat dikelompokan menjadi beberapa
kelompok. Yang pertama adalah kelompok instrumen pembayaran non-
tunai yang berbasis kertas (paper based instrument). Contoh dari
kelompok ini adalah cek, wesel, dan bilyet giro. Kelompok kedua adalah
instrument pembayaran non-tunai yang berbasis kartu (card based
instrument). Contoh dari kelompok ini adalah kartu kredit, kartu debit, dan
kartu ATM. Dengan berkembangnya teknologi, terjadi pula perkembangan
dalam instrumen pembayaran yang termasuk ke dalam kelompok
instrumen pembayaran non-tunai yang dikenal dengan uang elektronik
(electronic money).

1. Wesel
Dalam Kitab Undang-Undang Hukum dagang (KUHD) tidak
disebutkan secara tegas apa pengertian surat wesel. Hanya saja dari
ketentuan di KUHD dapat disimpulkan pengertian dari wesel adalah surat
13
Pengantar Sistem Instrumen Pembayaran
<http://www.bi.go.id/NR/rdonlyres/7EB2A3F4=60E4-4A7A-AFBA-
4740E431A282/848/PengantarInstrumenPembayaran,pdf>
21

berharga yang memuat kata “wesel” di dalam surat yang ditandatangani di


suatu tempat dimana penerbit memberikan perintah tak bersyarat kepada
yang bersangkutan untuk membayar sejumlah uang pada hari bayar
kepada orang-orang petunjuk penerbit, yang disebut penerima atau
pengganti ditempat tertentu.14
2. Cek
Surat cek adalah surat yang memuat kata “cek” yang diterbitkan pada
tanggal dan tempat tertentu, dengan mana perintah bayar tanpa syarat
kepada banker untuk membayar sejumlah uang tertentu kepada pemegang
atau pembawa di tempat tertentu.
3. Bilyet Giro
Yaitu adalah surat perintah dari nasabah kepada bank penyimpan dana
untuk memindahbukukan sejumlah dana dari rekening yang bersangkutan
kepada rekening pemegang yang disebutkan Namanya.

F. Klasifikasi Sistem Pembayaran Berdasarkan Besar Transaksi


Secara garis besar, sistem pembayaran terbagi menjadi dua jenis, yaitu
sistem pembayaran bernilai besar/tinggi dan sistem pembayaran retail.15
1. Sistem Pembayaran nilai besar (High Value Payment System)
Sistem pembayaran bernilai tinggi biasanya menangani transaksi
bernilai tinggi dan berlaku tinggi yang memerlukan penyelesaian cepat
dan aman, seperti transaksi pasar uang antar bank, transaksi pasar modal,
valuta asing, pembayaran kepada pemerintah (misalnya pajak pendapatan),
dan transfer antar rekening Banke Indonesia. Hal ini biasanya dicapai
melalui mekanisme penyelesaian real-time, seperti sistem real time gross

14
Joni Emirzon, Hukum Surat Berharga dan Perkembangannya di Indonesia (Jakarta:
Prehallindo, 2002) h. 94.
15
Untoro, Priyo R. Widodo, Wahyu Yuwana, Kajian Penggunaan Instrumen Sistem
Pembayaran Sebagai Leading Indocator Stabilitas Sistem Keuangan. h. 10.
22

settlement (BI-RTGS), dan scripless securities settlement system (BI-


SSSS).16
Adapun karakteristik sistem pembayaran nilai besar sebagai berikut.17
1. Nilai transaksi relatif besar (secara individu maupun total)
2. Volume transaksi re.latif sedikit
3. Resiko relatif besar.
4. Pelakunya terbatas (antar bank dll).
5. Pengembangan desain dan operasional lebih ditekankan pada
pertimbangan aspek keamanan, keandalan, dan ketepatan waktu.
6. Aspek teknologi sangat berperan dan lebih menjadi faktor
pertimbangan meskipun harus mengeluarkan biaya investasi yang
tinggi.
2. Sistem pembayaran nilai kecil/retail
Sistem pembayaran ini sama pentingnya dengan sistem
pembayaran bersifat nilai besar dalam hal pemberian kontribusi, baik
stabilitas maupun efisiensi sistem keuangan secara keseluruhan. Sistem
pembayaran nilai kecil biasanya digunakan sebagian besar pembayaran
yang bernilai rendah dan penyelesaiannya biasanya dilakukan melalui
mekanisme kliring.
Adapun karakteristik sistem pembayaran kecil adalah sebagai berikut :
1. Nilai transaksi relatif lebih kecil
2. Volume transaksi relatif lebih besar
3. Resiko relatif kecil
4. Pelakunya lebih luas dari perorangan sampai perusahaan besar.
5. Pengembangan desain dan operasional lebih ditekankan pada
pertimbangan faktor efiesiensi yaitu bagaimana sistem pembayaran
kecil dengan volume pembayaran yang pasti lebih besar dapat

16
Titiheruw IS, and Atje R, Payment System in Indonesia: Recent Developments and
Policy Issues, (Tokyo: Asian Development Bank Institute, 2009) h. 149.
17
Mohd Irwan, Mohd Irwan, Tesis: Beberapa Permalahan Hukum Berkaitan dengan
Sistem Pembayaran Nasional yang menggunakan Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement,
Depok: Universitas Indonesia, 2002, h. 28.
23

diperoses dengan efisiensi untuk tetap memimalisir resiko yang


terkandung di dalamnya.
Sebagai contoh pembayaran nilai kecil antara lain : transaksi individual
(cek, bilyet giro dan transfer), transaksi kartu kredit maupun karu debit.

G. Peran dan Fungsi Bank Indonesia Dalam Sistem Pembayaran


Peran dan fungsi Bank Indonesia sebagai Bank sentral tertuang dalam
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana
terlah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Bank
Indonesia, yaitu :18
1. Bank Indonesia sebagai badan pembuat kebijakan moneter dengan
menetapkan sasaran-sasaran moneter dan melakukan pengendalian moneter,
baik berdasarkan sistem perbankan konvensional maupun berdasarkan sistem
pembayaran Syariah.
2. Bank Indonesia sebagai pengontrol kredit kepada bank-bank (kredit control)
termasuk bank yang berdasarkan prinsip Syariah.
3. Bank Indonesia bertindak sebagai penerbit dengan menetapkan ketentuan-
ketentuan perbankan yang memuat perinsip kehati-hatian, yaitu dengan
menetapkan peraturan-peraturan di bidang khususnya perbankan, memberikan
dan mencabut izin atas kelembagaan dan kegiatan usaha tertentu dari bank,
melaksanakan pengawasan bank, dan mengenakan sanksi terhadap bank
sesuai dengan peraturan yang berlaku.
4. Bank Indonesia berperan sebagai pengatur dan pengawas bank dengan
menetapkan ketentuan-ketentuan perbankan yang memuat prinsip kehati-
hatian, yaitu dengan menetapkan peraturan-peraturan di bidang khusus nya
perbankan.
5. Bank Indonesia bertindak sebagai leader of the last resort, yaitu Bank
Indonesia berfungsi sebagai pemberi pinjaman kepada bank dalam keadaan

18
Muhammad Djumhana, Hukum Perbankan di Indonesia, (Bandung: PT. Citra Aditya
Bakti, 2006) H. 118-119
24

yang memaksa untuk menjaga likuiditas dari bank tersebut dengan melakukan
peniaian terhadap suatu bank. Keadaan memaksa tersebut dapat berupa :
a. Hal-hal yang membahayakan kelangsungan usaha bank yang
bersangkutan
b. Hal-hal yang membahayakan sistem perbankan, dan
c. Terjadi kesulitan perbankan yang membahayakan perekonomian
nasional.
6. Bank Indonesia bertindak sebagai Bank Negara (the banker of state), yaitu
bank dari dan untuk pemerintah Indonesia. Berdasarkan fungsinya tersebut,
Bank Indonesia berwenang untuk :
a. Sebagai pemegang kas pemerintah;
b. Menerima pinjaman dari luar negeri, menatausahakan, serta
menyelesaikan tagihan dan kewajiban keuangan pemerintah terhadap
pihak luar negeri; dan
c. Membantu pemerintah dalam menerbitkan Surat Utang Negara (SUN)

H. Pembayaran E-Money
Setelah mengetahui penjabaran mengenai sistem pembayaran, maka
selanjutnya secara khusus secara rinci mengenai uang elektronik atau e-money.

1. E-Money di Indonesia
Kemajuan teknologi informasi dan komunikasi yang begitu pesat
menjadi titik tolak munculnya uang elektronik (electronic money) di
Indonesia. Berawal dari munculnya electronic banking yang menerbitkan
sistem pembayaran non tunai yang berbasis kartu atau yang lebih dikenal
dalam istilah perbankan yaitu Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu
(APMK) diinovasikan menjadi bentuk yang lebih praktis dan efisien.
Kemunculan electronic money di Indonesia juga tidak lepas dari penggunaan
uang kartal yang ternyata memiliki banyak kendala dan kurang efisien, seperti
besarnya biaya pembuatan dan pengelolaan uang kartel, memiliki resiko yang
besar karena pencurian dan perampokan, dan juga memerlukan banyak waktu
25

pada saat melalkukan transaksi, belum lagi maraknya uang palsu. Oleh karena
ini Bank Indonesia berinisiatif untuk mendorong dan membangun masyarakat
yang terbiasa memakai alat pembayaran non tunai. Sebagaimana APMK
seperti kartu kredit, kartu kredit yang bisa dikatakan menjadi pintu kemana
saja, karena fungsi dan kemampuan alat pembayaran tergolong massive,
berbeda dengan e-money yang sifat dan tujuan pemakaiannya lebih terhadap
pembayaran yang bersifat massal, cepat dan mikro. Hal ini ditunjukan produk
uang elektronik (e-money) yang maksimal saldonya Rp. 1000.000,- untuk
yang tidak terdaftar dan Rp. 5000.000,- untuk yang terdaftar saja dan pada
saat ini digunakan lebih terhadap kegiatan transaksi jalan tol, ongkos kereta
api, ongkos parkir maupun transaksi di minimarket, atau foodcourt. Hal terjadi
saat ini tidak menutup kemungkinan yang akan dating bahwa kegunaan e-
money akan semakin meluas ruang lingkup kegunaannya dan akan
menggantikan uang tunai dan pembayaran non-tunai lainnya seluruhnya.

2. Defisini E-Money
Disini kita akan membahas mengenai pengertian electronic money itu
sendiri. Menurut Bank for International Settlement (BIS) mendefinisikan Uang
Elektronik sebagai :

“Stored-value or prepaid product in which a record of the funds or value


available to a consumer is stored on an electronic device in the consumer‟s
possession”

Jadi menurut BIS bahwa uang elektronik merupakan dimana


sejumlah uang yang disimpan dalam media elektronik yang dimiliki oleh
seseorang.
Electronic yang dimaksud BIS bahwa berbeda dengan „single
purpose stored value/prepaid lainnya yaitu seperti kartu telepon, karena yang
dimaksudkan uang elektronik disini dapat digunakan untuk berbagai macam
pembayaran atau yang disebut multifungsi. Electronic Money yang dimaksud
26

disini juga dengan alat pembayaran berbasis kartu seperti kartu kredit, dan
kartu debit. Kartu kredit dan kartu debit merupakan access product bukan
prepaid products. Berikut adalah perbedaan karakteristik antara prepaid
product dan access product adalah sebagai berikut :19

a. Prepaid Product (e-money)


1) Nilai uang telah tercatat dalam insrumen e-money
2) Dana yang tercatat dalam e-money sepenuhnya berada dalam penguasaan
konsumen
3) Pada saat transaksi, perpindahan dana dalam bentuk electronic value dari
kartu e-money milik konsumen kepada terminal merchant dapat dilakukan
secara offline.

b. Access Product (debet or credit card)


1) Tidak ada pencatatan dana pada instrument kartu.
2) Dana sepenuhnya berada dalam pengelolaan bank, sepanjang belum ada
otorisasi dari nasabah untuk melakukan pembayaran
3) Pada saat transaksi, instrument kartu digunakan untuk melakukan akses
secara online ke computer untuk mendapatkan otorisasi melakukan
pembayaran atas beban rekening nasabah, baik berupa rekening simpanan
(kartu debet) maupun rekening nasabah kemudian langsung di debet.
Dengan demikian pembayaran dengan menggunakan kartu kredit dan
kartu debet mensyaratkan adanya komunikasi online ke komputer issuer
sedangkan e-money itu tidak harus online ke computer. 20
Penerbit dapat menerbitkan jenis uang elektronik yang mewajibkan
pendaftaran data identitas pemegang kartu, dan jenis yang tidak memerlukan
pendaftaran data identitas pemegang paling sedikit memuat nama, alamat,
tanggal lahir, dan data identitas pemegang dilakukan dengan menyediakan
sarana atau formulir aplikasi yang harus diisi calon pemegang disertai
19
Bank Indonesia (5), “Kajian Operasional E-Money”, www.bi.go.id, h. 3.
20
R. Serfianto, dkk, Uang dengan Kartu Kredit, Kartu ATM Debit, dan Uang Elektronik,
(Jakarta: Visi Media, 2012) h. 98.
27

fotokopi identitas calon pemegang. Keharusan pengisian data pemegang


diperuntukan bagi pemegang yang baru pertama kali mengajukan sebagai
pemegang dan penerbit belum sama sekali mempunyai data lengkap, benar
dan akurat mengenai identitas pemegang.

3. Peraturan PerUndang-Undangan terkait Penyelenggaraan E-Money

Berikut adalah Undang-Undang di Indonesia yang dapat dijadikan sumber


yang memayungi pelaksanaan kegiatan perbankan dengan menggunakan media
electronic money

1. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan.21

a. Ketentuan Perdata
1) Pasal 2. Perbankan Indonesia dalam melakukan usahanya berdasarkan
demokrasi dengan menggunakan prinsip kehati-hatian.
2) Pasal 3. Fungsi utama perbankan Indonesia adalah sebagai penghimpun
dari penyalur dana masyarakat
3) Pasal 4. Perbankan Indonesia bertujuan menunjang pelaksanaan
pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan,
pertunbuhan ekonomi, dan stabilitas nasional kearah peningkatan
kesejateraan rakyat banyak.
b. Ketentuan Pidana dan Sanksi Administratif
1) Pasal 46-pasal 53

2. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 Perubahan atas Undang-Undang


Nomor 23 Tahun 2009 tentang Bank Indonesia.22

21
UU perbankan dalam fungsinya bagi penyelenggaraan uang elektronik adalah
justifikasi terhadap fungsi bank dalam melaksanakan bisnis perbankan.
22
UU BI dalam fungsinya bagi pelaksanaan uang elektronik adalah justifikasi terhadap
kewenangan pengawasan oleh BI..
28

a. Pasal 15 UU BI menyatakan bahwa Bank Indonesia berwenang


melaksanakan dan memberikan persetujuan dan izin atas
penyelenggaraan jasa sistem pembayaran
b. Pasal 24 UU BI menetapkan peraturan, memberikan dan mencabut
izin atas kelembagaan dan kegiatan usaha tertentu dari bank,
melaksanakan pengawasan bank, dan mengenakan sanksi terhadap
bank sesuai dengan peraturan perundang-undangan

3. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi


Elektronik23

a. Secara perdata, yaitu Pasal 15 yaitu setiap penyelenggaraan sistem


elektronik harus menyelenggarakan Sistem Elektronik secara handal
dan aman serta bertanggung jawab terhadap beroperasinya sistem
elektronik sebagaimana mestinya.
b. Secara Pidana, yaitu :
1) Pasal 30, (1) Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hal atau
melawan hukum mengakses komputer dan/atau sistem elektronik
milik orang lain dengan cara apapun. (2) Setiap orang dengan
sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses komputer
dan/atau Sistem Elektronik dengan cara apapun dengan tujuan
memperoleh informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik.
(3) Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan
hukum mengakses komputer dan/atau Sistem Elektronik dengan
cara apapun dengan melanggar, menerobos, melampaui, atau
menjebol sistem pengaman.
2) Pasal 31, (1) Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau
melawan hukum melakukan intersepsi atau penyadapan atas

23
UU ITE ini dapat mengikat proses pelaksanaan uang elektronik baik perdata maupun
pidana
29

informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dalam suatu


komputer dan/atau Sistem Elektronik tertentu milik orang lain. (2)
Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum
melakukan intersepsi atas transmisi informasi elektronik dan/atau
Sistem Elektronik yang tidak bersifat publik dari, ke, dan, di
dalam suatu komputer dan/atau Sistem Elektronik tertentu milik
orang lain, baik yang tidak menyebabkan perubahan apapun
maupun yang menyebabkan adanya perubahan, penghilangan,
dan/atau penghentian informasi Elektronik dan/atau Dokumen
elektronik yang sedang ditransmisikan. (3) Kecuali intersepsi
dalam rangka penegakan hukum atas permintaan kepolisian,
kejaksaan, dan/atau institusi penegak hukum lainnya yang
ditetapkan berdasarkan Undang-undang. (4) Ketentuan lebih
lanjut diatur didalam PP.
3) Pasal 32. (1) Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau
melawan hukum dengan cara apapun mengubah, menambah,
mengurangi, melakukan transmisi, merusak , menghilangkan,
memindahkan, menyembunyikan suatu informasi elektronik
dan/atau Dokumen Elektronik milik orang lain atau milik publik.
(2)Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak melawan hukum
dengan cara apapun memindahkan atau mentransfer informasi
elektronik dan/atau dokumen elektronik kepada sistem elektronik
orang lain yang tidak berhak. Terhadap perbuatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) yang mengakibatkan terbukanya suatu
informasi Elektronik dan/atau Dokumen elektronik yang bersifat
rahasia menjadi dapat diakses oleh publik dengan kutuhan data
yang tidak sebagaimana mestinya.
4) Pasal 34. (1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau
melawan hukum memproduksi, menjual, mengadakan untuk
digunakan, mengimpor, mendistribusikan, menyediakan, atau
memiliki : a. Perangkat keras atau perangkat lunak komputer yang
30

dirancan atau secara khusus dikembangkan untuk memfasilitasi


perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan
Pasal 33: b. Sandi lewat komputer, kode akses, atau hal yang
sejenis dengan itu yang di tunjukan agar Sistem elektronik
menjadi dapat diakses dengan tujuan memfasilitasi perbuatan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 33.
(2) Tindakan Sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bukan tindak
pidana jika ditunjukan untuk melakukan kegiatan penelitian,
pengujian sistem elektronik, untuk perlindungan sistem elektronik
itu sendiri secara sah dan tidak melawan hukum.
5) Pasal 34. Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau
melawan hukum melakukan manipulasi, penciptaan, perubahan,
penghilangan, pengrusakan Informasi Elektronik dan/atau
Dokumen Elektronik dengan tujuan agar Informasi Elektronik
tersebut dianggap seolah-olah data yang otentik.

4. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2012 tentang Sistem dan


Transaksi Elektronik24

a. Secara Perdata,
1) Pasal 30. (1) Penyelenggara Sistem Elektronik untuk pelayanan
publik wajib memiliki Sertifikat Kelaikan Sistem Elektronik. (2)
Sertifikat Kelaikan Sistem Elektronik sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diperoleh setelah melalui proses setifikasi kelaikan Sistem
Elektronik. (3) kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat dilaksanakan terhadapseluruh komponen atau sebagian
komponen dalam Sistem Elektronik sesuai dengan karakteristik
kebutuhan perlindungan dan sifat strategis penyelenggaraan Sistem

24
Dalam PP ini dapat mengikat proses pelaksanaan uang elektronik secara perdata dan
tanggung jawab administratif
31

Elektronik. (4) Penerapan ketentuan sebagaimana dimaksud pada


ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan oleh menteri setelah berkoordinasi
dengan pimpinan Instansi Pengwas dan Pengatur Sektor terkait.
2) Pasal 31. (1) Sertifikasi Kelaikan sistem elektronik sebagaimana
dimaksud dalam pasal 30 diberikan oleh Menteri. (2) Standar
dan/atau persyaratan teknis yang digunakan dalam proses oleh
Menteri. (3) Instansi pengawas dan pengatur sektor terkait dapat
menetapkan persyaratan teknis lainnya dalam rangka sertifikasi
Kelaikan sistem elektronik sesuai dengan kebutuhan masing-
masing sektor.
3) Pasal 32. (1) menteri dapat mendelegasikan kewenangan pemberian
Sertifikasi kelaikan Sistem Elektronik kepada lembaga sertifikasi
yang diakui oleh Menteri. (2) pemberian setifikat Kelaikan Sistem
Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib
memperhatikan standar dan/atau persyaratan teknis yang ditetapkan
oleh Menteri dan Instansi pengawas dan Pengatur Sektor terkait.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara Sertifikasi diatur
dalam Peraturan Menteri

b. Secara Administratif
Pasal 84. (1) pelanggaran dikenai sanksi administratir. (2) sanksi
Administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)dapat berupa: a.
Teguran tertulis; b. Dendan administratif; c. Penghentian
sementara; dan/atau d. Dikeluarkan dari daftar.

5. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2011 tentang Transfer Dana.25

25
Dalam UU ini dapat mengikat proses pelaksanaan uang elektronik secara perdata dan
pidana.
32

a. Secara Perdata dapat dikenakan sebagai payung hukum


pelaksanaan uang elektronik
1) Pasal 3. Prinsip-prinsip umum Undang-undang Transfer Dana
b. Secara Pidana dapat dikenakan sebagai payung hukum pelaksanaan
transfer dana pada uang elektronik. Pasal 79-Pasal 87.

6. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang.26

a. Pasal 21 dan 23 : Bahwa setiap orang yang tidak menggunakan


rupiah dalam:
1) Setiap transaksi yang mempunyai tujuan pembayaran
2) Penyelesaian kewajiban lainnya yang harus dipenuhi dengan
uang
3) Transaksi keuangan lainnya dipidana
7. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen.27
a. Secara Perdata
1) Pasal 7. Kewajiban pelaku usaha
2) Pasal 18. Klausula baku
3) Pasal 19. Tanggung Jawab pelaku usaha
b. Secara Pidana
1) Pasal 61
2) Pasal 62
3) Pasal 63

4. Pengaturan (Regulasi) E-Money Di Indonesia

26
UU Mata Uang dapat menjadikan paying hukum pelaksanaan kegiatan perbankan dan
sistem pembayaran secara pidana
27
UU ini dapat menjadikan paying hukum pelaksanaan kegiatan perbankan sistem
pembayaran secara pidana, perdata dan administratif
33

Dalam pelaksanaan sistem pembayaran e-money atau uang elektronik


tentunya berdasarkah aspek-aspek hukum yang sebagaimana dijelaskan diatas,
maka Indonesia telah memiliki payung hukum, baik yang dikeluarkan oleh
Gubernur Bank Indonesia dengan Peraturan Bank Indonesia dan Surat Edaran
Bank Indonesia tentan Uang Elektronik, maupun undang-undang lain yang
dapat terhubung sebagaimana pelaksanaan e-money di indonesia.

Berikut adalah poin-poin yang baru dalam PBI uang elektronik tahun 2014
ini adalah sebagai berikut.28

a. Perizinin bagi Lembaga selain Bank (LSB) yang akan menerbitkan uang
elektronik dengan fitur transfer dana
b. Pemberian jangka waktu berlakunya izin sebagai prinsipal, penerbit,
Acquirer, Penyelenggara kliring dan/atau penyelenggara penyelesaian Akhir
c. Pemanfaatan Uang elektronik dalam penyelenggara Layanan Keuangan
Digital (LKD)
d. Kebijakan pembatasan pemberian izin sebagai principal, penerbit, acquirer,
penyelenggara akhir
Bank Indonesia dalam membuat regulasi pelaksanaan uang elektronik di
Indonesia ternyata telah mengacu dari latar belakang perlunya pengaturan uang
elektronik yang dikeluarkan oleh Europeon Central Bank (ECB) pada bulan
agustus Tahun 1998. Berdasarkan kasus ECB bahwa terdapat beberapa faktor
yang menjadi concern bagi bank-bank sentral dalam pengaturan uang elektronik,
yaitu:29
1. Perlunya menjada efektivitas kebijakan moneter yang bersifat fundamental
2. Perlunya menjaga efisiensi dalam system pembayaran dan kepercayaan
terhadap instrument pembayaran
3. Perlunya perlindungan terhadap konsumen dan merchant
4. Perlunya menjaga stabilitas system keuangan

28
Lampiran FAQ (Frequently Asked Question) PBI Nomor 16/8/PBI/2014
http://www.bi.go.id/peraturan/sistem-pembayaran/Pages/PBI_16814.aspx
29
Siti Hidayati, et.al., Kajian Operasional E-Money, (Jakarta: Biro Hukum Bank Indonesia,
2006) h. 20.
34

5. Perlunya proteksi terhadap criminal


6. Perlunya antisipasi terhadap market failure
Berdasarkan faktor-faktor yang menjadi concern dalam pengaturan uang
elektronik tersebut, ECB kemudian menetapkan 7 (tujuh) minimum requirments
yang harus dipenuhi oleh bank-bank sentral anggotanya, dalam menetapkan
kebijakan dan pengaturan e-money di negaranya masing-masing, yaitu:
pengawasan yang bersifat prudential, Kerangka hukum yang kuat dan transparan,
technical security, proteksi terhadap tindak kejahatan, Laporan terkait statistic
moneter, Redeemability, Reserve Requirments. Berikut adalah aspek-aspek yang
diatur dalam regulasi Bank Indonesia melalui Peraturan Bank Indonesia dan Surat
Edaran Bank Indonesia, yaitu:
a) Jenis Kartu Prabayar yang Memerlukan Persetujuan Bank Indonesia.
Kartu prabayar yang penerbitnya wajib terlebih dahulu mendapat
persetujuan Bank Indonesia adalah kartu prabayar single purpose multi
merchant, yaitu kartu prabayar single purpose tetapi dapat digunakan dilebih
dari satu merchants, yaitu kartu prabayar multi purpose yang dapat digunakan
untuk melakukan pembayaran pada lebih dari satu merchant. Persetujuan Bank
Indonesia terhadap penerbitan kartu prabayar tersebut diperlukan mengingat
kartu-kartu tersebut bersifat seperti uang karena pada saat kartu digunakan pada
merchant tertentu, maka nilai uang dikurangkan pada kartu tersebut pada
dasarnya merupakan nilai uang yang pada waktunya akan ditagihkan oleh
merchant tersebut kepada penerbit kartu prabayar. Adapun persetujuan Bank
Indonesia tersebut dimaksudkan untuk :
1. Memberikan perlindungan kepada masyarakat pengguna
2. Menjaga kepercayaan masyarakat terhadap alat pembayaran tersebut, dan
3. Melaksanakan tugas Bank Indonesia dalam memonitor uang beredar
b) Penerbit e-money (issuer)
Pihak yang dapat menerbitkan kartu prabayar melalui persetujuan Bank
Indonesia adalah bank dan lembaga selain bank Khusus untuk lembaga selain
bank, ditetapkan persyaratan sebagai berikut:
a. Berbadan hukum Indonesia dalam bentuk PT; dan
35

b. Memiliki pengalaman dan reputasi baik dalam penyelenggaraan kartu


prabayar single-purpose single merchant atau multi-purpose single
merchant di Indonesia minimal selama dua tahun
c) Hak dan Kewajiban Para Pihak
Penerbit diwajibkan untuk memberikan informasi secara tertulis kepada
pemegang kartu mengenai :
a. Prosedur dan tata cara penggunaan kartu prabayar, fasilitas dan risiko yang
mungkin muncul pada penggunaan kartu prabayar;
b. Hak dan kewajiban pemegang kartu
c. Tata cara pengajuan terkait penggunaan kartu dan perkiraan lamanya waktu
penanganan pengaduan tersebut.
d) Anti Money Laundering
Disisi lain, sebagai upaya mencegah dimanfaatkannya kartu prabayar
untuk melakukan kejahatan pencucian uang (money landering), dalam
peraturan pelaksanaan PBI APMK diatur bahwa batas maksimum jumlah
nominal dana yang dapat diisikan pada setiap kartu prabayar adalah Rp.
1.000.000,- (satu juta rupiah). Dengan demikian, untuk sementara ini kartu
prabayar hanya ditujukan untuk pembayaran yang sifatnya retail.
Berikut ini adalah sejumlah regulasi Peraturan Bank Indonesia yang
menjadi payung hukum e-money dari tahun 2004 yang masih menyatu
dengan PBI APMK hingga saat ini adalah sebagai berikut:
1. PBI Nomor 6/30/PBI/2004 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat
Pembayaran menggunakan Kartu
2. PBI Nomor 7/52/PBI/2005 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat
Pembayaran menggunakan Kartu
3. PBI Nomor 10/8/PBI/2008 tentang Perubahan atas PBI Nomor
7/52/PBI/2005 tentangPenyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran
Menggunakan Kartu
4. PBI Nomor 10/4/PBI/2008 tentang Laporan Penyelenggaraan Kegiatan Alat
Pembayaran Menggunakan Kartu oleh Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dan
Lembaga Selain Bank (LSB)
36

5. PBI Nomor 11/11/PBI/2009 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat


Pembayaran Menggunakan Kartu
6. PBI Nomor 11/12/PBI/2009 tentang Uang Elektronik
7. PBI Nomor 14/2/PBI/2012 tentang Perubahan atas PBI Nomor
11/11/PBI/2009 tentangPenyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran
Menggunaka Kartu
8. PBI Nomor 16/8/PBI/2014 tentang Perubahan Atas PBI Nomor
11/12/PBI/2009 tentangUang Elektronik

Sebagai pengaturan pelaksanaan teknik dari PBI, alat pembayaran


menggunakan kartu (kartu kredit, ATM/kartu debit) dan uang elektronik (e-
money) juga diatur dalam sejumlah Surat Edaran Bank Indonesia (SE BI), yaitu :

1. SE BI Nomor 7/59/DASP/2005 tentang Tata Cara Penyelenggaraan Kegiatan


Alat Pembayaran Menggunakan Kartu.
2. SE BI Nomor 7/60/DASP/2005 tentang Prinsip Perlindungan Nasabah dan
Kehati-hatian serta Peningkatan Keamanan dalam Penyelenggaraan Kegiatan
Alat Pembayaran Menggunakan Kartu.
3. SE BI Nomor 7/61/DASP/2005 tentang Pengawasan Penyelenggaraan
Menggunakan Kartu.
4. SE BI Nomor 8/18/DASP/2006 tentang Perubahan atas SE BI Nomor
7/60/DASP/2005 tentang Prinsip Perlindungan Nasabah dan Kehati-hatian
serta Peningkatan Keamanan dalam Penyelenggaraan Kegiatan Alat
Pembayaran Menggunakan Kartu.
5. SE BI Nomor 10/4/UKMI/2008 tentang Laporan Penyelenggaraan Kegiatan
Alat Pembayaran Menggunakan Kartu oleh Bank Perkreditan Rakyat (BPR)
dan Lembaga Selain Bank (LSB).
6. SE BI Nomor 10/07/DASP/2008 tentang Pengawasan Penyelenggaraan
Kegiatan Alat Pembayaran Menggunakan Kartu.
7. SE BI Nomor 10/20/DASP/2008 tentang Perubahan Kedua atas SE BI Nomor
7/60/DASP/2005 tentang Prinsip Perlindungan Nasabah dan Kehati-hatian
37

serta Peningkatan Keamanan dalam Penyelenggaraan Kegiatan Alat


Pembayaran Menggunakan Kartu.
8. SE BI Nomor 11/10/DASP/2009 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat
Pembayaran Menggunakan Kartu.
9. SE BI Nomor 11/11/DASP/2009 tentang Uang Elektronik (electronic money).
10. SE BI Nomor 13/22/DASP/2011 tentang Implementasi Teknologi ship dan
Penggunaan Personal Identification number (PIN) pada Kartu ATM dan/atau
Kartu Debit yang diterbitkan di Indonesia.
11. SE BI Nomor 16/11/DKSP/2014 tentang Penyelenggaraan Uang Elektronik.
BAB III
PENGGUNAAN E-MONEY DALAM TRANSAKSI BISNIS

A. Tinjauan Hukum Pelaksanaan E-Money

Sebagai bentuk instrumen pembayaran yang sudah mulai berkembang dan


telah memberikan manfaat sebagai alternatif pembayaran non-tunai terlebih pada
usaha ritel dan mikro tidak lupur dari potensi-potensi terhadap implikasi ekonomi
dalam suatu negara. Oleh karena itu didalam penyelenggaraannya, e-money
memerlukan paying hukum yang komprehensif dalam pelaksanaan kegiatan
sistem pembayaran dengan media electronic money.

1. Aspek-Aspek Hukum Pelaksanaan E-Money

Memperhatikan hal-hal yang menjadi regulatory concern ECB


yang dalam hal ini juga relevan terhadap tugas bank sentral secara umum,
serta dari kajian literatur terhadap pengaturan e-money di beberapa negara
lain, maka secara umum isu-isu yang perlu diatur dalam pengarutan e-money
adalah penerbit electronic money (issues), redeemability, pengelolaan float
electronic money, keamanan dan kehandalan sistem, pencegahan money
laundering, prudential supervision, hak dan tanggung jawab para pihak.

1. Penerbit e-money (Issuer)


Issuer memegang peranan penting dalam penyelenggaraan e-money,
karena issuer adalah pihak yang mengelola float atas electronic value yang
diterbitkan oleh kemampuan issuer dalam memenuhi refund atau
redemtation yang dilakukan oleh customer atau merchant, oleh sebab itu
pemberian izin kepada lembaga selain bank untuk menjadi issuer e-money
perlu dilakukan secara hati-hati. Dalam kaitan ini perlu diperhatikan
sejauh mana efektivitas bank sentral sebagai otoritas pengatur dan

38
39

pengawas sistem pembayaran kepada lembaga non-bank yang menjadi


issuer dalam penyelenggaraan e-money.1

2. Redeemability
Redeemability dimaksudkan sebagai bentuk jaminan atau kapasitas bagi
pemilik electronic value, baik pemegang kartu maupun merchant bahwa
mereka setiap saat dapat menukarkan (redeem atau refund) electronic
value tersebut ke dalam bentuk monetary value baik berupa uang tunai
(cash) maupun melalui transfer ke rekening yang bersangkutan. Hal ini
penting untuk menjaga kepercayaan masyarakat atas instrument
pembayaran e-money kepastian ini juga merupakan salah satu aspek
perlindungan kepada konsumen. Pihak yang mempunyai kewajiban untuk
memenuhi redeemability ini adalah penerbit e-money (issuer).2

3. Pengelolaan Float E-Money


Guna memastikan redeemability oleh issuer kepada pemegang kartu
maupun merchant, maka perlu ada pengaturan yang jelas mengenai
pengelolaan float e-money oleh issuer. Berdasarkan kebjakan dibeberapa
negara, pengaturan ini dapat diterapkan dalam bentuk:

a. Penetapan cadangan minimum (minimum reserve requirement) yang


harus dipelihara oleh issuer dari waktu ke waktu. Dalam hal penerbit
adalah bank, kebijakan cadangan minimum ini dalam diterapkan
sebagaimana halnya penetapan cadangan minimum untuk dana pihak
ketiga. Dalam hal penerbit adalah lembaga selain bank maka perlu
kebijakan yang jelas untuk pengelolaan float e-money, antara lain:3

1
R. Serfianto, dkk, Uang dengan Kartu Kredit, Kartu ATM Debit, dan Uang Elektronik,
(Jakarta: Visi Media, 2012) h. 100.
2
Report on Electronic Money, European Central Bank, 1998, h. 26.
3
Siti Hidayati, et.al., Kajian Operasional E-Money, (Jakarta: Biro Hukum Bank Indonesia,
2006) h. 40.
40

1) Besarnya cadangan minimum yang harus dipelihara dari waktu ke


waktu.
2) Bentuk cadangan minimum dan lembaga penympanan dana
cadangan minimum tersebut.
3) Mekanisme pengawasan oleh otoritas pengawas terkait
pemenuhan issuer non-bank atas cadangan minimum.
4) Perlu tidaknya asuransi atas float yang dikeloka oleh issuer bank
maupun non-bank untuk mengantisipasi ketidaknyamanan issuer
dalam hal mengalami insolvency.
b. Penerapan prinsip kehati-hatian dalam pengelolaan float sehingga
tidak terjadi kegagalan dalam pemenuhan tagihan (credit risk). Dalam
hal ini perlu diatur bentuk investasi yang diperbolehkan dalam rangka
pengelolaan float.

c. Keamanan dan Kehandalan Sistem


Sebagaimana alat pembayaran berbasis elektronik lainnya e-money
juga memiliki potensial surectly risk yang akan dijelaskan di dalam
bab berikutnya, seperti pemalsuan, perubahan terhadap aplikasi dan
data, pencurian, penyangkalan transaksi (non repuditation) sampai
dengan risiko malfunction atau kegagalan sistem. Risiko-risiko ini jika
tidak diantisipasi dengan baik dapat mengancan operasional systen
yang pada akhirnya dapat mengurangi kepercayaan masyarakat
terhadap e-money.

d. Pencegahan Money Laundering


Issuer yang menjadi perhatian dalam pengembangan e-money adalah
kemungkinan penyalahgunaan e-money untuk tindak kejahatan
pencucian uang(money laundering). Oleh karena itu, pengaturan e-
money harus dapat mempersempit peluang penggunaan e-money untuk
money laundering dan tindak kejahatan lainnya seperti terrorist
financing, korupsi, perdagangan narkoba dan kejahatan berat lainnya.
41

e. Prudential Supervision
Mengingat berbagai risiko yang terdapat pada e-money serta tugas
bank sentral untuk menjaga kelancaran sistem pembayaran. Maka
perlu adanya kewenangan yang jelas bagi bank sentral dalam
melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan e-money. Jika
diperlukan kewenangan pengawasan ini juga termasuk pengawasan
kepada sistem operator apabila penyelenggaraan e-money diserahkan
oleh issuer kepada pihak lain. Hal-hal yang perlu diatur terkait
pengawasan, antara lain: bentuk pengawasan yang dilakukan
(aktif/pasif), jenis-jenis laporan yang harus disampaikan oleh issuer,
Sanksi terhadap pelanggaran- pelanggaran.

f. Hak dan tanggung jawab para pihak


Ketentuan juga perlu mengatur agar hak dan tanggung jawab para
pihak, khususnya pemegang kartu dan merchant dibuat secara jelas
dan transparan oleh issuer. Dalam hal ini issuer harus menjamin hak
dan kewajiban para stakeholder (khususnya pemegang kartu dan
merchant yang dibuat secara tertulis dan jelas dalam masing-masing
dokumen.

2. Para Pihak Dalam Pelaksanaan E-Money

Sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Bank Indonesia tentang


Uang Elektronik maka dapat dilihat pihak-pihak dalam transaksi uang
elektronik ini, yaitu:

a. Pinsipal
Bank atau Lembaga Non-Bank yang bertanggung jawab atas pengelolaan
sistem dan/atau jaringan antar anggotanya, baik yang berperan sebagai
42

penerbit dan/atau acquirer, dalam transaksi uang elektronik yang bekerja


sama dengan anggotanya didasarkan atas suatu perjanjian tertulis.

b. Penerbit/Issuer
Bank atau Lembaga Non-bank yang menerbitkan uang elektronik.
c. Acquirer
Bank atau Lembaga Non-Bank yang melakukan kerjasama dengan
pedagang yang dapat memproses data uang elektronik yang diterbitkan
oleh pihak lain.

d. Pemegang
Pihak yang menggunakan uang elektronik.

e. Pedagang/merchant
Penjual barang dan/atau jasa yang menerima transaksi pembayaran dari
pemegang.

f. Penyelenggara Kliring
Bank atau Lembaga Non-Bank yang melakukan perhitungan hak dan
kewajiban keuangan masing-masing penerbitnya dan/atau acquirer dalam
rangka transaksi uang elektronik.

g. Bank atau Lembaga Non-Bank yang melakukan dan bertanggung jawab


terhadap penyelesaian akhir atas hak dan kewajiban keuangan masing-
masing penerbit dan/atau acquirer dalam rangka transaksi uang elektronik
berdasarkan hasil perhitungan dan penyelenggaraan kliring.

Bank yang dimaksud adalah Bank Umum dan Bank Perkreditan


Rakyat sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-undang Nomor 10 Tahun
1998 tentang perbankan, termasuk kantor cabang bank asing di Indonesia dan
Bank Umum Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah sebagaimana
43

dalam Undang-undang Nomor 21Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.


Lembaga Non-Bank merupakan badan usaha bukan bank yang berbadan
hukum dan didirikan berdasarkan Hukum Indonesia.

3. Hambatan dalam Pelaksanaan Pembayaran Menggunakan E-Money


Perkembangan teknologi informasi dengan segala bentuknya memang
memberi berbagai kemudahan, kecepatan dan kelancaran sistem pembayaran.
Di balik semua ini ada juga ketergantungan. Misalnya ketergantungan sistem
transfer dana elektronik terhadap kehandalan infrastruktur jaringan
komunikasi. Kinerja yang kurang baik terhadap jaringan komunikasi dapat
menimbukan risiko operasional. Gangguan opersional juga berpotensi
memperlambat mekanisme setelmen dana dan timbul lah risiko likuiditas.
Risiko ini terjadi karena pihak yang berhutang tidak dapat memenuhi
kewajiban pada waktunya. Akibatnya, likuiditas dapat meningkat menjadi
risiko kredit. Hal yang paling ditakuti karena dapat mengguncang kan
stabilitas system keuangan adalah sistem sistemik.4
Selain risiko hambatan diatas ini masih banyak lagi risiko lain yang
akan dihadapi jika sistem pembayaran menggunakan e-money tidak
dikendalikan dengan baik. Ada juga risiko yag disebabkan oleh kelalaian
manusia (human error) yang merupakan bagian dari risiko operasional. Untuk
itu, Bank Indonesia yang berperan sebagai operator, regulator dan pengguna
sistem pembayaran mempunyai beberapa kewajiban sebagai berikut.
a. Merumuskan dan menetapkan kebijakan, baik yang dituangkan dalam
bentuk regulasi atau bentuk lainnya.
b. Memberikan izin penyelenggaraan sistem pembayaran menggunakan e-
money.
c. Konsultasi dan fasilitas pada penyelenggara sistem pembayaran.

4
Jae Hyun J, Managing Systemic Risk from Perspective of the Financial Network Under
Macroeconomic Distress, (BIS: Financial Stability Institute, 2012) h. 24.
44

d. Pengawasan, terutama kepada penyelenggara sistem pembayaran


menggunakan e-money untuk menilai kesesuaian sistem yang dikelola nya
dengan kebijakan-kebijakan Bank Indonesia di bidang tersebut.

B. Prospek Pelaksanaan Produk E-Money di Indonesia

Chart Title
600,000,000 14,000,000

500,000,000 12,000,000
10,000,000
400,000,000
8,000,000
300,000,000
6,000,000
200,000,000
4,000,000
100,000,000 2,000,000
- -

Jumlah Instrumen Transaksi Transaksi

Grafik 1. Grafik Perkembangan Pemakai E-Money di Indonesia

Transaksi
Periode Jumlah Instrumen
Volume Nominal (juta Rp)
2016 51.204.580 79.228.422 749.766
2017 90.003.848 163.301.280 1.957.290
2018 167.205.578 310.719.605 5.886.152
Jan-19 173.825.919 274.687.548 5.817.363
Feb-19 189.222.546 294.101.832 5.970.262
Mar-19 199.174.153 423.743.628 8.956.978
Apr-19 197.413.945 451.650.065 10.671.171
Mei-19 198.790.786 422.602.216 12.815.686
Jun-19 209.891.847 393.695.970 11.874.500
Jul-19 232.348.971 476.037.115 12.939.443
Agu-19 250.477.938 492.317.016 12.878.103
Tabel 1. Jumlah Pemakaian E-Money Periode Tahun 2016-20195

5
https://www.bi.go.id/id/statistik/sistem-pembayaran/uang-
elektronik/contents/transaksi.aspx
45

C. Produk E-Money Bank Y

Bank Y (persero) Tbk menerbitkan uang elektronik yang berbasis kartu


(card-based product) yaitu Mandiri e-Money dan yang berbasis perangkat lunak
yang ditanamkan pada perangkat elektronik (software-based product) yaitu
Mandiri e-Cash. Produk e-Money Bank Y sudah bekerja sama dengan perusahaan
seperti pertamina, indomaret dan Jasa Marga serta perusahaan Transjakarta
dimana produk tersebut adalah indomaret Card, e-Tollcard.

Berikut adalah sarana penunjang dalam transaksi uang elektronik, produk Bank Y.

Gambar 1.1 Jenis E-Money bank Y Berbasis Kartu (card-based product)

Gambar 2.2 Instrumen Penunjang, Mesin Encrypted Data Capture (EDC)


46

Gambar 3.3 Mesin E-Toll Pass

Uang elektronik yang dikeluarkan Bank Mandiri untuk yang berbasis kartu
termasuk jenis yang (unregistered) sehingga untuk menjadi pemegang kartu ini
bisa diperoleh siapa saja tanpa perlu menjadi nasabah dari Bank Mandiri dan
maksimal saldo yang dapat disimpan hanya sebanyak Rp. 1.000.000,-
sebagaimana Surat Edaran Bank Indonesia telah membatasinya untuk yang jenis
tidak terdaftar (unregistered). Khusus untuk kartu e-money dan Indomaret Card
ini merupakan multi use-purpose. Sehingga kedua kartu ini dapat digunakan untuk
ke semua transakti yang bekerja sama dengan PT. Bank Y (persero) Tbk berbeda
dengan Gaz Card atau e-Toll yang merupakan single use-purpose yang hanya bisa
dipakai untuk satu jenis transaksi saja. Uang elektronik tersebut dapat di isi uang
dengan 4 cara, yaitu:

1. Mandiri EDC
2. Mandiri ATM
3. Mandiri Internet
4. Mandiri SMS

Salah satu produk PT. Bank Y (persero) Tbk selaku penerbit bekerja sama
dengan merchant Indomaret mengeluarkan kartu e-money dengan brand name
sendiri Prabayar-Indomaret Card (selanjutnya disebut Indomaret Card). Kartu ini
digunakan untuk bertransaksi pembelankaan di Indomaret atau pembayaran
lainnya di merchant yang bekerja sama dengan Bank Y selaku penerbit dengan
fitur saldo yang tersimpan pada chip kartu dapat digunakan bertranksaksi tanpa
47

menggunakan PIN atau tanda tangan, dapat diisi ulang, dengan maksimal saldo
kartu sebesar Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah) sesuai ketentuan Bank Indonesia
dan saldo mengendap pada kartu tidak diberi bunga. Cara bertransaksi yaitu
dengan saldo minimum sebesar Rp. 10.000,- (sepuluh ribu rupiah) ditambah
dengan jumlah pembelankaan yang akan dibayarkan. Isi ulang (top up) dengan
menggunakan Mandiri Debit yang dapat dilakukan melalui Mandiri EDC, mandiri
ATM (tunai & Non-Tunai), mandiri SMS. Adapun suarat dan ketentuan (term &
condition) penggunaan kartu Mandiri Prabayar dari penerbit yaitu:

1. Penggunaan Kartu Mandiri Prabayar


a. Bank tidak berkewajiban untuk mengganti kerugian akibat kartu yang
rusak karena kelalaian pemegang kartu, hilang, dicuri atau digunakan
oleh pihak yang tidak bertanggung jawab dan tidak akan mangganti
kartu yang hilang dengan kartu baru;
b. Saldo yang terdapat dalam kartu tidak termasuk dalam program
penjaminan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS)
c. Penggunaan kartu hanya dapat dilakukan sebatas saldo yang tersimpan
pada kartu;
d. Pemegang kartu tidak diperkenankan merusak, memanipulasi,
mengcopy dan/atau mengubah fisik maupun isi data baru;
e. Pemegang kartu bertanggung jawab dan wajib melaporkan kepada
penerbit apabila terjadi penggandaan (cloning) dan pengunnan oleh
pihak yang tidak berwenang untuk melakukan transaksi;
f. Dalam hal kartu hilang, penerbit tidak akan melakukan pemblokiran,
tidak mengganti fisik dan tidak akan mengembalikan saldo.

D. Kelebihan dan Kekurangan E-Money

Hampir semua orang ingin melakukan berbagai aktivitas dengan mudah,


cepat, dan nyaman. Untuk memenuhi keinginan tersebut, kini telah banyak
bermunculan berbagai teknologi yang bisa dimanfaatkan, salah satunya adalah E-
Money. E-Money ini menjadi pilihan banyak masyarakat khususnya di Indonesia
48

untuk menunjang kenyamanan kegiatan sehari-hari. Ada beberapa kelebihan dan


kekurangan E-Money berikut ini:

1. Kelebihan E-Money
Sebagai alternatif pembayaran, e-Money memiliki sejumlah kelebihan yang
membuatnya menarik untuk digunakan, salah satunya adalah efektif dan
efisien melakukan pembayaran. Dengan menggunakan e-Money, peredaran
uang palsu dapat ditekan. Berbagai tindak pidana yang dipicu oleh keadaan
seseorang membawa uang tunai dalam jumlah besar juga dapat dicegah
dengan menggunakan e-Money.
Beberapa poin kelebihan penggunaan E-Money adalah:

a) Efektif dan efisien menggunakan uang.


b) Penggunaan e-Money akan lebih efektif untuk mengurangi peredaran
uang palsu di masyarakat.
c) Mencegah tindak pidana yang disebabkan oleh tindakan membawa uang
tunai dalam jumlah besar.
d) Efisiensi dalam penggunaan e-Money terjadi saat transaksi elektronik,
Anda tidak perlu repot menghitung uang kembalian, apalagi jika
nominal angkanya unik.
e) Anda dapat mengetahui dengan pasti berapa jumlah uang yang
digunakan.
f) Anda juga dapat menghemat waktu antrian, misalnya antrian di jalan tol.
g) Penggunaan e-Money juga dapat menekan penggunaan kertas yang
dapat mengancam kerusakan lingkungan.
h) Berbagai potongan harga atau diskon dari produk-produk tertentu juga
bisa Anda nikmati dengan menggunakan e-Money.

2. Kekurangan E-Money
Meskipun e-Money berfungsi mendorong efisiensi transaksi
pembayaran, namun jenis pembayaran ini juga memiliki kekurangan yang
49

perlu Anda pertimbangkan. Salah satunya adalah apabila Anda memiliki e-


Money dari bank Y, maka Anda hanya dapat mengisi ulang saldo e-Money
Anda di mesin Anjungan Tunai Mandiri (ATM) di Bank Y tersebut.

Beberapa poin kekurangan E-Money yang perlu dipertimbangkan adalah:

a) Pengisian ulang saldo e-Money yang hanya dapat dilakukan pada mesin ATM
tertentu.
b) Isi ulang saldo e-Money belum praktis.
c) Ketersediaan mesin-mesin elektronik penyedia jasa e-Money (merchant) saat
ini jumlahnya masih sedikit.
d) Apabila kartu e-Money Anda hilang, maka uang Anda juga akan hilang.
e) Sisa saldo atau uang pada e-Money yang hilang tidak dapat dikembalikan.
Berbeda halnya dengan Kartu Debit atau Kartu Kredit yang jika hilang dapat
diganti baru dan memiliki potensi uang tetap aman.

Manfaat dari e-Money diantaranya adalah:

a) Pembayaran tol seluruh Indonesia seperti Jabodetabek, Surabaya, Cirebon,


Bali, hingga Medan.
b) Pembayaran BBM di SPBU Pertamina berlogo Mandiri e-Money.
c) Belanja di Supermarket seperti Indomaret, Alfamart, Alfamidi, Lawson,
Hypermart, Lion Superindo.
d) Parkir yang menggunakan teknologi Secure Parking, ISS Parking.
e) Bus Umum seperti Trans Jogja, TransJakarta, dan Batik Solo.
f) Berbagai restoran ternama di Indonesia seperti Solaria hingga Excelso.
g) Berbagai merchant lainnya yang mendukung pembayaran dengan
menggunakan e-Money.
BAB IV

DAMPAK TRANSAKSI E-MONEY DALAM HUKUM PERBANKAN

Sehubungan dengan pokok permasalahan dalam penulisan skripsi ini yaitu


Bagaimana tanggung jawab pihak perbankan terhadap nasabah yang merasa
dirugikan dalam penggunakan E-money, Maka peneliti melakukan penjabaran
mengenai hasil penelitian yang peneliti temukan secara langsung dan berdasarkan
narasumber yang peneliti rasa berpotensi terhadap permasalahan E-money ini.

A. E-Money Ditinjau dari Perspektif Hukum Perbankan


Uang elektronik pada hakikatnya merupakan uang tunai tanpa ada
fisik (cashless money), yang nilai uangnya berasal dari nilai uang yang disetor
terlebih dahulu kepada penerbitnya, kemudian disimpan secara elektronik dalam
suatu media elektronik berupa server atau kartu chip, yang berfungsi sebagai alat
pembayaran non tunai kepada pedagang atau merchant yang bukan penerbit E-
money yang bersangkutan. Nilai uang (monetary value) pada E-money didapat
dengan cara menyetorkan terlebih dahulu sejumlah uang kepada penerbit, baik
secara langsung, maupun melalui agen-agen penerbit, atau dengan pendebitan
rekening di bank. Untuk chip based, pemegang dapat bertransaksi secara offline
melalui E-money (dalam bentuk kartu atau bentuk lainnya). Sedangkan pada
server based, pemegang akan diberi sarana untuk mengakses virtual account
melalui handphone (sms), kartu akses, atau sarana lainnya, sehingga transaksi
diproses secara online. Transaksi melalui E-money khususnya transaksi yang
diproses secara off-line sangat cepat hanya memerlukan waktu kurang lebih 2 – 4
detik. Dari sisi penggunaannya, hampir dari seluruh E-money yang diterbitkan
tidak lagi bersifat single purpose namun sudah multi purpose sehingga dapat
digunakan untuk segala macam pembayaran ditempat-tempat yang menyediakan
alat untuk menerima pembayaran dengan E-money.

E-money adalah bentuk uang tanpa fisik (cashless money) yang


menyimpan nilai uang dalam bentuk data digital. Jadi, uang elektronik

50
51

mempunyai karakteristik sebagai kebendaan digital, di dalamnya terdapat data


elektronik dalam wujudnya nilai E-money. Nilai E-money ini yang terekam dalam
uang elektronik besarnya sama dengan nilai uang yang disetorkan. E-money
merupakan dokumen elektronik yang di dalamnya disimpan nilai uang secara
elektronik, yang merupakan informasi elektronik pada suatu media seperti server
atau chip yang dapat dipindahkan untuk kepentingan transaksi pembayaran.
Menurut pasal 1 ayat (3) Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/12/PBI/2009
tentang Uang Elektronik (Electronic Money) adalah alat pembayaran yang
memenuhi unsur-unsur sebagai berikut:

1. Diterbitkan atas dasar nilai uang yang disetor terlebih dahulu oleh
pemegang kepada penerbit.
2. Nilai uang disimpan secara elektronik dalam suatu media seperti server
atau chip.
3. Digunakan sebagai alat pembayaran kepada pedagang yang bukan
merupakan penerbit uang elektronik tersebut, dan
4. Nilai uang elektronik yang disetor oleh pemegang dan dikelola oleh
penerbit bukan merupakan simpanan sebagaimana dimaksud dalam
undang-undang yang mengatur mengenai perbankan.

E-money sebagai alat pembayaran digital karena terdapat data elektronik,


data elektronik tersebut berisi informasi yang berisi jumlah saldo/ nilai uang,
informasi pemegang e-money apabila telah didaftarkan, catatan transaksi semua
informasi tersebut disimpan secara digital dalam media server atau chip. Hal
tersebut sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 1 ayat (4) Undang-Undang Nomor
11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Infomasi dan
Transaksi Elektronik.

Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11Tahun 2008 tentang


Informasi dan Transaksi Elektronik yang menyatakan :
52

“Dokumen Elektronik adalah setiap Informasi Elektronik yang dibuat, diteruskan,


dikirimkan, diterima, atau disimpan dalam bentuk analog, digital,
elektromagnetik, optikal, atau sejenisnya, yang dapat dilihat, ditampilkan,
dan/atau didengar melalui Komputer atau Sistem Elektronik, termasuk tetapi
tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto atau sejenisnya,
huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol yang memiliki makna atau arti atau
dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.”

Dengan demikian sesuai dengan Pasal 499 KUH Perdata, E-money dapat
dikategorikan sebagai benda, karena e-money merupakan harta kekayaan dan
dapat dikuasai oleh pemegang E-money sebagai miliknya. Nilai uang tunai yang
disetorkan sebagai dasar penerbitan uang elektronik diubah menjadi data digital
berupa angka-angka untuk sistem perhitungan tertentu, yang dapat digunakan
dalam transaksi pembayaran. Penyetoran dan pemindahan dana pada e-money
pada prinsipnya dilakukan secara elektronik, untuk itu E-money merupakan
bagian dari kebendaan digital. Melalui Surat Edaran Bank Indonesia Nomor
18/21/DKSP tanggal 27 September 2016 perihal Perubahan atas Surat Edaran
Bank Indonesia Nomor16/11/DKSP tanggal 22 Juli 2014 perihal Penyelenggaraan
Uang Elektronik (Electronic Money) sebagai pelaksanaan dari Peraturan Bank
Indonesia Nomor 18/17/PBI/2016 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Bank
Indonesia Nomor 11/12/PBI/2009 tentang Uang.

E-money dalam pengaplikasiannya pada sebuah alat pembayaran lebih


dikenal dengan sebutan sebagai stored value/ prepaid cash card (kartu prabayar)
dibedakan dengan alat pembayaran menggunakan kartu (krartu kredit, kartu ATM
dan/atau kartu debit) karena metode penggunaannya yang berbeda dengan kartu
kredit dan kartu ATM/Debit. E-money merupakan suatu kegiatan prabayar antara
pemegang kartu dan penerbit, dimana pemegang kartu mendepositkan
terlebih dahulu sejumlah dana kepada server penerbit sebelum menggunakan
kartu E-money tersebut. Karena sifatnya yang demikian maka pengaturan
mengenai uang elektronik dipisahkan dari pengaturan alat pembayaran
menggunakan kartu. Berbeda dengan kartu kredit atau kartu debit, kartu E-money
53

tidak memerlukan konfirmasi data atau otorisasi Personal Identification Number


(PIN) ketika akan digunakan sebagai alat pembayaran dan tidak terkait langsung
dengan rekening nasabah di Bank. Hal tersebut memungkinkan kartu dapat
dipindahtangankan dan bisa dipakai siapapun selama saldo masih mencukupi. Hal
ini dapat membahayakan karena jika kartu E-money hilang, maka saldo yang
tersisa dapat digunakan oleh orang lain. Pada kenyataannya, e-money dengan nilai
uang yang dapat di top up atau diisi ulang ini tidak termasuk dalam
inventori bank sebagai salah satu lembaga yang mengeluarkan produk ini.
Artinya jika pencurian atau penggunaan kartu e-money yang bukan pemegang
kartu tidak dapat dilacak keberadaannya dan kartu tersebut tidak dapat diblokir.

Penerbit adalah pihak yang membuat dan menyediakan kartu emoney,


penerbit e-money terdiri dari sektor perbankan dan non perbankan. Penerbit yang
telah disahkan oleh Bank Indonesia tersebut dapat menyediakan kartu e-money
bagi masyarakat. Dengan hadirnya emoney maka bertambah pula jenis fasilitas
pembayaran non tunai yang disediakan perbankan, hal ini mengakibatkan
tumbuhnya jumlah alat pembayaran menggunakan kartu atau APMK seperti kartu
debit, kartu kredit meningkat. Bila dicermati konsep uang elektronik dalam Pasal
1 angka 3 PBI Nomor 11/12/PBI/2009 sebagaimana telah diubah terakhir dengan
PBI Nomor. 18/17/PBI/2016, jelas bahwa produk E-money itu bukan merupakan
simpanan, karena nilai E-money yang disetorkan oleh pemegang E-money kepada
penerbit dan tidak tersimpan di rekening bank, nilai uang yang disetorkan tersebut
terekam secara elektronik pada kartu yang diterbitkan.

Menurut Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan


sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, dana
yang bersumber dari masyarakat adalah dana yang dihimpun dari masyarakat,
yang dinamakan dengan simpanan, bentuknya bisa berupa giro, deposito, sertiʉkat
deposito dan tabungan, seperti yang dirumuskan dalam Pasal 1 angka 5 Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, yang menyatakan simpanan
adalah dana yang dipercayakan oleh masyarakat kepada bank berdasarkan
54

perjanjian penyimpanan dana dalam bentuk giro, deposito, sertifikat deposito,


tabungan, dan atau bentuk lainnya yang disamakan dengan itu.

Semua jenis simpanan dana masyarakat di bank dijamin sepenuhnya oleh


Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) sesuai dengan Pasal 37 B ayat (2) Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Lembaga Penjamin Simpanan, yang
menetapkan bahwa untuk menjamin simpanan masyarakat pada Bank dibentuk
Lembaga Penjaminan Simpanan. Sebelumnya dalam Pasal 37 B ayat (1) Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 1992 ditegaskan, bahwa setiap Bank wajib menjamin
dana masyarakat yang disimpan pada bank yang bersangkutan. Sesuai dengan
ketentuan tersebut, Bank wajib menjamin simpanan nasabah, yang
pelaksanaannya dilakukan oleh LPS sebagaimana sudah diatur dalam Undang-
Undang Nomor 24 Tahun 2004 Tentang Lembaga Penjamin Simpanan
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2009 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2008
tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 Tentang
Lembaga Penjamin Simpanan, memiliki dua fungsi yaitu menjamin simpanan
nasabah bank dan melakukan penyelesaian atau penanganan bank gagal. Program
penjaminan simpanan nasabah bank yang dilakukan LPS bersifat terbatas tetapi
dapat mencakup sebanyak-banyaknya nasabah.

Dalam Pasal 10 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang LPS


ditegaskan, bahwa LPS menjamin simpanan nasabah bank yang berbentuk giro,
deposito, sertiʉkat deposito, tabungan, dan/atau bentuk lainnya yang sejajarkan
dengan hal tersebut. Sementara dalam Pasal 96 ayat 1 Undang-Undang Nomor 24
Tahun 2004 tentang LPS juga menegaskan bahwa, LPS melaksanakan fungsi
penjaminan simpanan bagi bank berdasarkan prinsip syariah. Jadi program
penjaminan simpanan nasabah berlaku juga pada bank berdasarkan prinsip
syariah. Dengan demikian, jelas bahwa E-money tidak termasuk sebagai
simpanan, berhubung nilai uang yang disetor oleh pemegang E-money kepada
penerbitnya tidak ditempatkan pada rekening bank. Simpanan itu pada hakikatnya
merupakan dana masyarakat yang ditempatkan pada rekening bank. Karena bukan
55

simpanan, pemegang e-money tidak harus membuka rekening bank sebagaimana


halnya pemilik kartu ATM kartu debet, yang terlebih dahulu harus membuka
rekening bank.

Karena E-money bukan merupakan simpanan, maka dengan sendirinya E-


money tidak dijamin oleh LPS. Bilamana penerbit e-money dicabut izin usahanya
sebagai bank, berarti nilai E-money yang tersimpan pada kartu tidak termasuk
dalam program penjaminan dana dari LPS. Karena bukan merupakan simpanan,
saldo yang ada pada kartu E-money tidak diberikan bunga. Agar sisa saldo yang
terekam pada kartu E-money terlindungi, maka sudah seharusnya perlu adanya
jaminan perlindungan hukum terhadap dana yang tersimpan dalam E-money,
dengan menempatkannya sebagai piutang yang diistimewakan. Selama dalam
kartu E-money tersebut terdapat sisa nilai elektronik, penerbit E-money
berkewajiban untuk mengembalikannya kepada pemegang kartu E-money
tersebut.

E-money dapat digolongkan sebagai salah satu produk yang bergerak di


jasa keuangan yang telah diterbitkan oleh Bank maupun lembaga selain Bank.
Maka, sesuai dengan Peraturan OJK Nomor 1 Tahun 2013 tentang Perlindungan
Konsumen Sektor Jasa Keuangan dapat diberikan kepada pemegang kartu E-
money juga, ketentuan Pasal 29 dan 30 peraturan ini mengatakan bahwa pelaku
usaha penyedia jasa uang elektronik harus bertanggung jawab atas kesalahan
dan/atau kelalaian dalam menjalankan kegiatan usaha pelaku usaha jasa
keuangan, baik yang dilaksanakan oleh pengurus, pegawai, pelaku usaha penyedia
jasa uang dan/atau pihak ketiga yang bekerja untuk kepentingan pelaku usaha
penyedia jasa E-money yang dapat merugikan konsumen, sehingga perlindungan
terhadap pemegang E-money juga dapat terjamin. Dengan demikian, E-money
dalam perspektif hukum perbankan memiliki dasar hukum yang kuat karena sudah
diatur dalam Undang-Undang Perbankan dan Undang-Undang lainnya yang
terkait dan relevan
56

B. Tanggung Jawab Bank terhadap Nasabah yang Dirugikan dalam


Penggunaan E-Money

Berdasarkan teori hukum pertanggungjawaban yang di bahas oleh Hans


Kelsen dalam teorinya tentang tanggung jawab hukum menyatakan bahwa:
“seseorang bertanggung jawab secara hukum atas suatu perbuatan tertentu atau
bahwa dia memikul tanggung jawab hukum, subyek berarti bahwa dia
bertanggung jawab atas suatu sanksi dalam hal perbuatan yang bertentangan.1
Lebih lanjut Hans Kelsen menyatakan bahwa: “Kegagalan untuk melakukan
kehati-hatian yang diharuskan oleh hukum disebut kekhilafan (negligence); dan
kekhilafan biasanya dipandang sebagai satu jenis laindari kesalahan (culpa),
walaupun tidak sekeras kesalahan yang terpenuhi karena mengantisipasi dan
menghendaki, dengan atau tanpa maksud jahat, akibat yang membahayakan.”

Hans Kelsen selanjutnya membagi mengenai tanggungjawab terdiri dari:2


1. Pertanggungjawaban individu yaitu seorang individu bertanggung jawab
terhadap pelanggaran yang dilakukannya sendiri;
2. Pertanggungjawaban kolektif berarti bahwa seorang individu bertanggung
jawab atas suatu pelanggaran yang dilakukan oleh orang lain;
3. Pertanggungjawaban berdasarkan kesalahan yang berarti bahwa seorang
individu bertanggung jawab atas pelanggaran yang dilakukannya karena
sengaja dan diperkirakan dengan tujuan menimbulkan kerugian;
4. Pertanggungjawaban mutlak yang berarti bahwa seorang individu
bertanggung jawab atas pelanggaran yang dilakukannya karena tidak
sengaja dan tidak diperkirakan.

1
Hans Kelsen (a) , 2007, sebagaimana diterjemahkan oleh Somardi, General Theory Of
law and State , Teori Umum Hukum dan Negara, Dasar-Dasar Ilmu Hukum Normatif Sebagai Ilmu
Hukum Deskriptif Empirik,BEE Media Indonesia, Jakarta, h. 81.
2
Hans Kelsen (b), sebagaimana diterjemahkan oleh Raisul Mutaqien, Teori Hukum Murni
Nuansa & Nusa Media, Bandung, 2006, h. 140.
57

Teori tanggung jawab lebih menekankan pada makna tanggung jawab


yang lahir dari ketentuan Peraturan Perundang-Undangan sehingga teori
tanggungjawab dimaknai dalam arti liability,3 sebagai suatu konsep yang terkait
dengan kewajiban hukum seseorang yang bertanggung jawab secara hukum atas
perbuatan tertentu bahwa dia dapat dikenakan suatu sanksi dalam kasus
perbuatannya bertentangan dengan hukum

Dalam Teori hukum pertanggungjawaban, transaksi elektronik mengenai


tanggung jawab harus dilihat pada prinsip-prinsip tanggung jawab dari sisi
perlindungan konsumen. Tanggung jawab timbul karena seseorang atau suatu
pihak mempunyai suatu kewajiban, termasuk karena undang-undang dan hukum.
Dari kewajiban akan lahir tanggung jawab. Penerbit uang elektronik (E-money)
wajib menerapkan prinsip perlindungan nasabah dalam menyelenggarakan
kegiatannya dengan menyampaikan informasi secara tertulis kepada pemegang
kartu. Kewajiban penyelenggara sistem pembayaran elektronik terhadap
pemegang kartu E-money didasarkan bahwa penyelenggara dan pemegang kartu
kedudukannya tidak sejajar dan bahwa kepentingan pemegang kartu E-money
sangat rentan terhadap tujuan penyelenggara yang memiliki pengetahuan dan
keahlian yang tidak dimiliki oleh pemegang kartu. Perlindungan hukum bagi
pemegang kartu dapat dilakukan melalui perlindungan preventif dan perlindungan
represif. Bentuk perlindungan hukum preventif bagi pemegang kartu uang
elektronik dapat diwujudkan dengan pengaturan ketentuan tentang penggunaan
perjanjian standar atau perjanjian baku yang lebih rinci mengenai hakekat,
karakter, pembagian hak dan kewajiban yang dituangkan dalam bentuk undang-
undang, yang memberi wadah atau tempat berlindung bagi pemegang kartu
melalui pengaturan klausul-klausul dalam perjanjian baku syarat dan ketentuan
pemegang kartu. Bentuk perlindungan represif dapat ditempuh oleh para pihak,
baik penerbit maupun pemegang kartu melalui pola penyelesaian sengketa yang
dapat dilakukan melalui pengadilan (litigasi) maupun upaya penyelesaian diluar
pengadilan (non litigasi).
3
Busyra Azheri, Corporate Social Responsibility dari Voluntary menjadi Mandotary,
(Jakarta: Raja Grafindo Perss, 2011) h. 54.
58

Bank Indonesia dalam rangka pencegahan pelanggaran uang elektronik


melakukan pengawasan terhadap para pihak agar kegiatan uang elektronik dapat
dilakukan secara efisien, cepat, aman dan andal dengan memperhatikan prinsip
perlindungan nasabah pemegang kartu e-money. Pengawasan penyelenggaraan
kegiatan uang elektronik difokuskan pada penerapan aspek manajemen risiko;
kepatuhan terhadap ketentuan yang berlaku, termasuk kebenaran dan ketepatan
penyampaian informasi dan laporan; dan penerapan aspek perlindungan nasabah.
Selain peraturan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia, penerbit juga menetapkan
perjanjian baku berupa syarat dan ketentuan bagi pemegang kartu yang bertujuan
memberikan pemahaman kepada pemegang kartu terhadap karakteristik uang
elektronik untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan kartu E-money sehingga
kerugian pemegang kartu akibat kelalaian penggunaan kartu dapat dihindari.

Sebagaimana yang telah dilakukan wawancara oleh peneliti, ada beberapa


masalah yang terjadi dalam penggunaan transaksi E-money dalam kegiatan sehari-
hari. Oleh karena itu peneliti melakukan penelitian terhadap narasumber yang
berkedudukan sebagai mahasiswa dan pegawai salah satu Bank ternama di
Indonesia terkait permasalahan dalam perlaksanaan E-money. Dalam
perjabarannya peneliti membagi menjadi beberapa permasalahan yang terjadi dan
yang dapat terjadi dalam penggunaan E-money Bank Y, sebagai berikut:

1. Bentuk Permasalahan yang Saat Ini Terjadi dalam Pelaksanaan E-money


Bank Y
Berdasarkan wawancara yang peneliti lakukan terhadap pemegang kartu
uang elektronik Bank Y4, terdapat kendala dalam penyelenggaraan kartu E-
money, kendala-kendala tersebut antara lain:
a. Pencurian Saldo kartu E-money yang menyebabkan hilangnya seluruh
uang yang ada, yang terjadi adalah korban pencurian ketika seseorang
yang sedang memvaletkan kendaraannya meninggalkan kartu E-money
didalam kendaraan dengan saldo Rp. 500.000,- setelah korban
4
Data hasil wawancara pemegang kartu E-money oleh Yasmin Aliya, Mahasiswa Fashion
designer of London University, di Bekasi, 20 Oktober 2019
59

meninggalkan tempat dan ingin bertransaksi di tol ternyata saldo yang ada
tidak mencukupi. Pada akhirnya disadari oleh korban bahwa kartu E-
money nya telah sengaja ditukar oleh E-money orang lain yang tidak ada
saldonya.

b. Mesin yang tidak dapat dipergunakan. Kendala mesin yang tidak bisa
dipergunakan ini terjadi saat aktivitas transaksi di minimarket maupun
ketika melakukan pengisian ulang atau top up, sehingga ketika ingin
membayarkan yang diharapkan tidak bisa terjadi.

c. Dana yang sudah diisi yang tersimpan dalam kartu sudah terpotong tetapi
pihak merchant tidak menerima dana. Keterangan pada EDC yang sudah
ditempelkan dengan kartu E-money bahwa transaksi belum berhasil, tetapi
ketika hendak mengulang transaksi ternyata saldo yang terdapat di dalam
kartu telat berkurang.

Berdasarkan dari permasalahan identifikasi poin satu bahwa telah terjadi


pencurian kartu E-money yang menyebabkan hilangnya saldo atau uang
pemegang kartu E-money. Sebagaimana dalam syarat dan ketentuan pengguna E-
money bahwa apabila terjadi kehilangan kartu, maka pemegang kartu tidak bisa
melakukan pemblokiran kartu, dan uang yang hilang tidak diberikan penggantian
yang tertera pada syarat dan ketentuan pengguna saldo E-money bahwa saldo
yang disimpan dalam kartu E-money tidak dijamin oleh Bank yang mengeluarkan
produk E-money dan bank tidak akan bertanggung jawab pada hal tersebut. Tentu
nya hal ini sangat merugikan bagi pihak konsumen atau pengguna layanan jasa
produk keuangan ini.

Analisis dari identifikasi permasalahan pada poin kedua dan ketiga bahwa
terjadi malfunction risiko. Gangguan ini terjadi akibat gangguan fisik maupun
elektronis dan bisa juga pada jaringan mesin EDC yang digunakan untuk
membaca kode E-money. Dengan tidak berfungsinya aplikasi ini menyebabkan
60

bagi pihak terkait, yaitu dengan kemungkinan dana atau saldo bisa berkurang atau
bertambah yang terekam dalam E-money. Hal ini selain dapat merugikan
pengguna E-money, juga merugikan pihak lain atau penerbit yang mempunyai
kewajiban.

Berdasarkan wawancara yang peneliti lakukan terhadap salah satu pegawai


yang bekerja di Bank Y5, ada beberapa masalah, masalah-masalah tersebut antara
lain:

a. Kurang nya edukasi terhadap segelintir masyarakat yang masih awam


terhadap pembayaran dengan menggunakan E-money meskipun pada saat
ini pembayaran menggunakan E-money bukan lah hal yang baru
terlaksana.

b. Ketika seseorang kehilangan E-Money, uang yang terdapat di kartu


tersebut tidak dapat dikembalikan oleh pihak bank. Kalau E-Money rusak
misalkan terpotong, terbakar dan lain sebagainya itu adalah tanggung
jawab penuh dari pemegang kertu E-Money tersebut. Dan yang terakhir,
jika ada kasus kehilangan E-money itu uang yang terdapat di dalam kertu
tidak bisa dikembalikan oleh pihak bank.

c. Pihak bank tidak ada berkewajiban terhadap tanggung jawab pengguna E-


Money itu sendiri karena E-Money tidak mempunyai keamanan tersendiri
untuk penggunanya berbeda hal nya dengan kartu debet atau kartu kredit
karena E-Money itu seperti uang cash, jika berpindah tangan pasti akan
dimiliki oleh pihak kedua yang memegang E-Money tersebut, kecuali jika
ada sisa dari penggunaan E-Money yang mau dikembalikan, baru pihak
bank bisa melakukan pengembalian sisa saldo yang ada di E-Money

5
Data hasil wawancara, Meindra Rezka Nur Al Dimas, Pegawai Bank Y, di Bekasi tanggal
26 Oktober 2019
61

tersebut. Akan tetapi tetap ditegaskan bahwa pihak bank tidak bertanggung
jawab jikalau ada kasus kehilangan terhadap kartu E-Money.

Berdasarkan dari identifikasi poin pertama yaitu adalah kurangnya edukasi


bagi sebagian masyarakat dalam kegiatan pembayaran menggunakan E-
money. Hal ini sudah jelas bahwa tidak semua orang menggunakan
pembayaran menggunakan E-money. Karena khususnya di Indonesia masih
ada beberapa masyarakat tertentu yang masih takut atau masih awam jika
pembayaran berbentuk non-tunai. Menurut pendapat peneliti, masyarakat
seperti ini lah yang harus diperhatikan tentu nya untuk diajarkan dalam
pembayaran non-tunai dikarenakan banyak manfaat dari pembayaran
menggunakan E-money apalagi di era modern ini sudah banyak sekali
transaksi yang menggunakan E-money.

Pada poin kedua dan ketiga dijelaskan bahwa banyak masalah yang
merugikan pengguna akan tetapi itu adalah bukan tanggung jawab dari pihak
bank tersebut. Jadi pada intinya adalah, bagi siapapun yang menggunakan
produk E-money, pihak manapun harus mengetahui risiko yang akan terjadi
dan memahami betul apa saja syarat dan ketentuan sebagaimana yang sudah
pihak Bank terapkan. Pihak bank tidak akan berkewajiban bertanggung jawab
atas hilangnya atau bermasalahnya kartu bagi pemegang jartu E-money
tersebut. Karena tanggung jawab penuh bagi pengguna E-money itu adalah
pemegang kartu itu sendiri. Hal ini memang jelas merugikan bagi konsumen
yang menggunakan jasa E-money akan tetapi ini juga bisa jadi pembelajaran
bagi pengguna E-money agar lebih hati-hati dalam menggunakan E-money
dalam kehidupan sehari-hari.

2. Bentuk Permasalahan yang Dapat Terjadi dalam Pelaksanaan kegiatan


E-Money
Berdasarkan pemikiran peneliti, ditemukan bahwa terjadi
kemungkinan terjadinya money laundering, terutama pada jenis E-money
yang tidak ter-registrasi. Tetapi bank-bank berusaha agar pengaturan E-money
62

harus dapat mempersempit peluang penggunaan E-money untuk money


laundering dan tindak kejahatan lainnya. Bank Indonesia pun mengetahui sisi
buruk dari E-money yang masih unregistered, akan tetapi pihak Bank
Indonesia masih mempertahankannya. Hal ini disebabkan, menurut pandangan
Bank Indonesia jika E-money hanya diterapkan hanya pada jenis yang sudah
terdaftar saja akan menghambat laju pertumbuhan E-money di Indonesia.
Alasan ini yang dijaga oleh Bank Indonesia Gerakan Non Tunai (GNNT)
dapat terus berkembang.
Celah money laundering ini peneliti temukan pada salah satu produk E-
money Bank Y yang bekerja sama dengan agen Indomaret, produk nya dinamakan
IndomaretCard. Berdasarkan hasil penelitian yang peneliti pernah lakukan pada
salah satu gerai Indomaret, peneliti menemukan celan money laundering dari
bentuk tranksaksi pembuatan hingga berbagai bentuk kemudahan dalam fasilitas
yang didapatkan yang diberikan kepada pemegang kartu. Berikut adalah cara
pembuatan E-money (IndomaretCard) di gerai Indomaret:
a. Datang ke indomaret terdekat
b. Lakukan permintaan pada kasir untuk melakukan pembuatan kartu selama
stok kartu memadai
c. Daftarkan nama dan nomor telepon apa saja (tidak di cocokkan dengan
KTP)
d. Kasir melakukan pengisian pada mesin EDC, dan memasukkan saldo
sebanyak yang diinginkan pemegang (minimal Rp. 50.000,-)
e. Pembayaran biaya pembuatan kartu Rp. 20.000,- ditambah nominal saldo
yang telah di top-up
f. Anda sudah bisa langsung menggunakan kartu untuk bertransaksi

Fasilitas yang diberikan Bank Y kepada pemegang IndomaretCard

a. Pembayaran tol
b. Pembayaran parkir
c. Pembayaran bus transjakarta
d. Pembelian BBM kendaraan bermotor
63

e. Pembayaran transaksi di Indomaret


f. Pembayaran restoran tertentu dll
g. Fasilitas lain yang bekerja sama dengannya

Berdasarkan yang peneliti alami dilapangan bahwa dapat dimungkinkan


calon pemegang pembuat E-money seberapapun jumlah kartunya, dan berapapun
jumlah saldonya yang dimasukkan (maksimal Rp. 1000.000,-). Dalam pembuatan
Indomare card ternyata membutuhkan data, tetapi tenyata data ini tidak
didaftarkan kepada penerbit kartu, melainkan hanya sebagai catatan pelanggan
apabila adainfo promo terkait produk indomaret. Dan juga data yang dimasukkan
belum tentu valid adanya karena proses pengajuan pembuatannya tidak
dimintakan KTP terhadap calon pemegang E-money tersebut. Hal ini karena
memang untuk jenis E-money yang dikeluarkan Bank Y terhadap agen Indomaret
adalah jenis yang belum ter-register. Hal ini juga membuat identitas pemegang
kartu susah dan mungkin tidak bisa untuk dilacak, disamping E-money yang
mudah dipindahtangankan. Kemudahan dan fasilitas yang diberikan juga cukup
lengkap sehingga keuntungan bagi siapapun yang memegangnya, dan
dimungkinkan dapat dijadikan alat untuk menyuap. Disisi lain, pertimbangan
saldo minimal yaitu sebesar Rp. 1000.000,- yang dapat dirasa oleh peneliti tidak
dipungkiri yang dimungkinkan dapat dijadikan alat pencucian uang nantinya
dikarenakan pembuatan kartu yang tidak terbatas dan dapat dibuat oleh seluruh
gerai Indomaret. Dalam hal ini pemilik jabatan mengenai hal tersebut bisa secara
bebas memerintahkan kepada siapapun untuk mencuci uang nya dengan cara
membelikan sejumlah kartu sebanyak mungkin sebesar uang yang akan
diputihkan.

Perbankan di dalam sistem keuangan memegang perasanan yang sangat


penting dalam perekonomian seiring dengan fungsi lembaga keuangan. Selain itu,
bisnis perbankan merupakan bisnis yang penuh dengan risiko, karena disamping
aktivitasnya sebagian besar mengandalkan dana masyarakat, baik dalam bentuk
tabungan, giro maupun deposito, bisnis perbankan juga menjanjikan keuntungan
yang besar jika dikelola secara baik dan berdasarkan perinsip kehati-hatian. Oleh
64

karena itu, Bank sebagai penyedia jasa keuangan harus ikut berperan serta dalam
melakukan pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang (Money
laundering) di Indonesia. Dapat dikatakan apabila sistem keuangan di Indonesia
tidak dapat bekerja dengan baik, maka perekonomian pun menjadi tidak efisien
dan pertumbuhan ekonomi yang diharapkan tidak akan tercapai.

Sehubungan dengan itu diperlukan penyempurnaan terhadap sistem


perbankan nasional yang bukan hanya mencakup upaya penyehatan bank secara
individual melainkan juga penyehatan sistem perbankan secara menyeluruh.
Upaya penyehatan bank menjadi tanggung jawab bersama antara Pemerintah,
bank itu sendiri dan masyarakat sebagai pengguna jasa bank. Adanya tanggung
jawab Bersama tersebut dapat membantu serta memelihara tingkat kesehatan
perbankan nasional. Seperti yang dikemukakan oleh Hans Kelsen tentang
pentingnya keteraturan dalam kehidupan bermasyarakat yang hanya dapat dicapai
melalui pranata hukum untuk dipatuhi Bersama, antara lain mencantumkan apa
saja yang dapat dilakukan dan apa saja yang tidak boleh dilakukan.6

6
Kelsen Hans, The Law as a Specific Social Technique, (9 university of Chicago Law
review, 19410) h. 75.
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan
Setelah diuraikan pembahasan pada bab-bab sebelumnya, maka dari
beberapa pokok bermasalahan yang dirumuskan dapat ditarik kesimpulan sebagai
berikut:

1. E-money ditinjau dari perspektif hukum perbankan memiliki kedudukan


yang kuat yaitu Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang
Perbankan, karena sesuai dengan sistem hukum Indonesia yaitu civil law,
yang mengharuskan aturan/perundangan atau regulasi harus
dikodifikasikan atau dibuat secara tertulis supaya efektif diberlakukan.

2. Bentuk tanggung jawab pihak perbankan terhadap Nasabah yang merasa


dirugikan dalam penggunaan E-money dari hukum pertanggung jawaban
sangat tidak adil dikarenakan minimnya perlindungan terhadap nasabah
sehingga sangat merugikan nasabah. Hal ini terbukti tidak adanya
penggantian kerugian atas hilangnya kartu E-money.

B. Rekomendasi
Melihat permasalahan yang ada di dalam penelitian ini, Maka peneliti
beberapa rekomendasi, yakni:

1. Bentuk pengaturan lebih tegas terhadap perlindungan pemegang kartu


dalam transaksi E-money yang dapat berupa Undang-Undang, Peraturan

65
66

ataupun Perjanjian lainnya yang lebih jelas, lengkap dan memberikan


persamaan kedudukan antara penerbit dan pemegang kartu.

2. Perlindungan hukum terhadap pemegang kartu e-money diharapkan dapat


dilaksanakan pengawasannya oleh Bank Indonesia termasuk para
penyelenggara kegiatan uang elektronik demi meningkatkan kelancaran
dan keamanan bertransaksi bagi seluruh pihak terutama pemegang kartu.
DAFTAR PUSTAKA

BUKU
Aulia Pohan, Aspek-Aspek Sistem Pembayaran, (Jakarta: PT. RajaGrafindo, 2011)
Azra Azyumardi, Pengantar Metodologi Penelitian. (Jakarta: Raja Grafindo. 2008)

Busyra Azheri, Corporate Social Responsibility dari Voluntary menjadi Mandotary,


(Jakarta: Raja Grafindo Perss, 2011)

Dahlan Siamat, Manajemen Lembaga Keuangan (Jakarta:Lembaga Penerbit Fakultas


Ekonomi Universitas Indonesia, 2004)
Fuady Munir, Hukum Perbankan Modern, (Bandung: PT. Cita Aditya Bakti, 2001),
HR. Ridwan, Hukum Administrasi Negara, (Jakarta :Raja Grafindo Persada 2006)

Implications for Central Banks of the Development of Elektronic Money, Bank for
Internasional Settlements, Basle, Oktober 1996,

Jae Hyun J, Managing Systemic Risk from Perspective of the Financial Network
Under Macroeconomic Distress, (BIS: Financial Stability Institute, 2012)

Joni Emirzon, Hukum Surat Berharga dan Perkembangannya di Indonesia (Jakarta:


Prehallindo, 2002)

Kelsen Hans, The Law as a Specific Social Technique, (9 university of Chicago Law
review, 19410)

Kelsen Hans (a) , 2007, sebagaimana diterjemahkan oleh Somardi, General Theory
Of law and State , Teori Umum Hukum dan Negara, Dasar-Dasar Ilmu
Hukum Normatif Sebagai Ilmu Hukum Deskriptif Empirik,BEE Media
Indonesia, Jakarta,

Kelsen Hans (b), sebagaimana diterjemahkan oleh Raisul Mutaqien, Teori Hukum
Murni Nuansa & Nusa Media, Bandung, 2006,
Mahmud Marzuki Peter, Penelitian Hukum (Jakarta: Kencana 2010)

67
68

Mohd Irwan: Beberapa Permalahan Hukum Berkaitan dengan Sistem Pembayaran


Nasional yang menggunakan Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement,
Depok: Universitas Indonesia, 2002.

Muhammad Djumhana, Hukum Perbankan di Indonesia, (Bandung: PT. Citra Aditya


Bakti, 2006)

R. Serfianto, dkk, Uang dengan Kartu Kredit, Kartu ATM Debit, dan Uang
Elektronik, (Jakarta: Visi Media, 2012)
Rahman Fazlur, Metodologi Penelitian. Jakarta: Rajawali. 2001
Report on Electronic Money, European Central Bank, 1998.
Siti Hidayati, et.al., Kajian Operasional E-Money, (Jakarta: Biro Hukum Bank
Indonesia, 2006)

Soekanto Soerjono dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan
Singkat (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2003)

Soekanto Soerjono, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: Universitas Indonesia,


2007.

Stephen M. Goldberg dan Lester, Ekonomi, Uang, dan Bank, Danny Hutabarat,
(Jakarta: Erlangga, 1990),

Titiheruw IS, and Atje R, Payment System in Indonesia: Recent Developments and
Policy Issues, (Tokyo: Asian Development Bank Institute, 2009)

Untoro, Priyo R. Widodo, Wahyu Yuwana, Kajian Penggunaan Instrumen Sistem


Pembayaran Sebagai Leading Indocator Stabilitas Sistem Keuangan.
(Jakarta: Kencana 2012

JURNAL
Ladayat, Siti, Operasional E-money dan Pembayaran, Jakarta: 2016

SKRIPSI
69

Silitonga, Tritoguna, “Analisis Permintaan Uang Elektronik (E-money) Terhadap


Velocity Of Money (Perputaran Uang) Di Indonesia”. Skripsi S1 Universitas
Sumatra Utara, 2013

Reza Safira, Suci, “Tinjauan Hukum Pengaruh Kualitas Pelayanan Terhadap E-


money Di Bank Mandiri Cabang Jemursari Surabaya”. Skripsi S1 Universitas
Airlangga, 2016

INTERNET
http://finansial.bisnis.com/read/20140418/90/220456/kamus-perbankan
http://www.bi.go.id/en/statistik
http://www.mccarthy.ca/pubs/mte-form.htm

https://www.bi.go.id/id/statistik/sistem-pembayaran/uang-
elektronik/contents/transaksi.aspx
Pengantar Sistem Instrumen Pembayaran
http://www.bi.go.id/NR/rdonlyres/7EB2A3F4=60E4-4A7A-AFBA-
4740E431A282/848/PengantarInstrumenPembayaran,pdf
Bank Indonesia (5), Kajian Operasional E-Money, www.bi.go.id,

Bank Indonesia, Sistem Pembayaran di Indonesia, http//www.bi.go.id/id/sistem-


pembayaran/di-Indonesia/Contents/Default.asps

Lampiran FAQ (Frequently Asked Question) PBI Nomor 16/8/PBI/2014


http://www.bi.go.id/peraturan/sistem-pembayaran/Pages/PBI_16814.aspx

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Gubernur Bank Indonesia, Peraturan Bank Indonesia No. 14/2/PBI Tahun 2012
tentang Perubahan Atas PBI No. 11/11/PBI/2009 tentang Penyelenggaraan
Kegiatan Alat Pembayaran Dengan menggunakan Kartu,

Gubernur Bank Indonesia, Peraturan Bank Indonesia No. 14/2/PBI Tahun 2012
TentangPerubahan Atas PBI No. 11/11/PBI/2009 tentang Penyelenggaraan
Kegiatan Alat Pembayaran Dengan menggunakan Kartu.
70

Indonesia, Undang-Undang Bank Indonesia, UU Nomor 23 Tahun 1999, LN No.66


Tahun 1999, TLN No. 3842, Pasal 8.

Indonesia, Undang-Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, Undang-


Undang nomor 11 Tahun 2008, LN Nomor 28 Tahun 2008, TLN Nomor
5223.

Indonesia, Undang-Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, Undang-


Undang nomor 11 Tahun 2008, LN Nomor 28 Tahun 2008, TLN Nomor
5223.

Indonesia, Undang-Undang tentangPerbankan sebagaimana telah diubah dengan


Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, Undang-Undang No. 7 Tahun 1992,
TLN No 3790.
.

Anda mungkin juga menyukai