SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)
Oleh:
FARIZKA NOVALIANA
NIM : 1140480000094
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi satu
syarat memperoleh gelar Sarjana Strata I (S1) di Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai
dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti hasil karya saya ini bukan hasil karya asli saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Farizka Novaliana
iii
ABSTRAK
iv
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah S.WT., karena berkat rahmat,
nikmat serta karunia-Nya peneliti dapat menyelesaikan skripsi dengan Judul
bimbingan, arahan, serta bantuan dari berbagai pihak, sehingga dalam kesempatan ini
1. Dr. Ahmad Tholabi Karlie, M.A, Dekan dan Para Wakil Dekan Fakultas
Syariah dan Hukum UIN Syarif hidayatullah Jakarta.
2. Dr. Muhammad Ali Hanafiyah Selian, S.H., M.H, Ketua Program Studi Ilmu
Hukum dan Drs. Abu Tamrin, S.H, M.Hum, Sekertaris Program Studi Ilmu
Hukum UIN Syarifhidayatullah Jakarta yang telah berkontribusi dalam
pembuatan skripsi ini.
3. Dr. Asep Syarifuddin Hidayat, S.H., M.H dan Maulana Hasanudin, S.H.,
M.H., M.Kn, Dosen Pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktu ,
tenaga dan pikiran serta kesabaran dalam memberikan bimbingan , motivasi,
arahan dan saran-saran yang berharga kepada peneliti dalam menyusun
skripsi ini.
4. Bapak Iwan setiawan dan Ibu Nurhilaliyah yang merupakan kedua orangtua
peneliti yang sangat saya cintai dan telah merawat, mendidik serta
memotivasi peneliti hingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini.
v
5. Yuda Dasela Putra Marsyaf, Tiara Anggun P, Yuli Noviarni dan semua pihak
yang sangat berperan dalam memotivasi peneliti dalam penyusunan skripsi
ini.
Semoga Skripsi Ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, khususnya bagi peneliti
Jakarta, 2021
Penulis
vi
DAFTAR ISI
vii
BAB IV UPAYA PERLINDUNGAN HUKUM AKIBAT TERJADINYA
KERUGIAN NASABAH DALAM TRANSAKSI INTERNET
BANKING .................................................................................... 35
A. Pengaturan Perlindungan dan Pertanggungjawaban
Bank Terhadap Kerugian Nasabah Dalam Penggunaan
Layanan Internet Banking ...................................................... 35
B. Penyelesaian Sengketa Nasabah Dengan Pihak Bank ............ 47
viii
BAB I
PENDAHULUAN
1
Andi Hamzah, Aspek-Aspek Pidana Di Bidang Computer, (Jakarta: Sinar Grafika, 1987),
h. 21.
2
Budi Agus Riswadi, Aspek Hukum Internet Banking, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2005), h.1
3
Budi Agus Riswadi, Aspek Hukum Internet Banking, h. 47-48. Saran stelah juduk buku,
1
2
probe (usaha untuk memperoleh akses ke dalam suatu sistem), scan (probe
dalam jumlah besar), account compromize (penggunaan account illegal), root
copromize (account compromize dengan previlege bagi si penyusup), danial
of service atau dos (membuat jaringan tidak berfungsi karena kebanjiran
traffick), penyalahgunaan domain name, dan lain-lain.4
Diperkirakan, jenis dan bentuk kejahatan yang berbasis teknologi telah
berkembang semakin pesat dengan berbagai variasi dan modus dalam
pengoprasiannya.5 Salah satunya adalah Cracking yang merupakan suatu seni
dalam menembus sistem komputer untuk mengetahui seperti apa sistem
tersebut dan bagaimana fungsinya, Cracking sendiri memiliki kesamaan
dengan Hacking. Namun, Cracker memiliki tujuan jahat seperti merusak dan
mencuri.6
Seluruh pihak perbankan yang ada di Indonesia maupun luar negeri
rata-rata menggunakan kecanggihan dari teknologi. Ada juga tujuan lain
dilakukan pihak perbankan adalah mempermudah komunikasi antar pihak
bank dan juga mempermudah nasabah dalam melakukan aktifitas perbankan.
Berdasarkan survei Bank Indonesia terhadap produk electronic banking (e-
banking) tahun 2006, terhadap 105 bank responden, inovasi teknologi industri
jasa perbankan telah melahirkan produk-produk baru seperti ATM, Electronic
Bill Payment, Phone Banking, Debet Card, Cash Management, Corporate
Internet banking, Individual Internet banking Services dan EFT Post.7
Salah satu contoh kasus yang terjadi dalam tindak pidana yang terkait
dengan kegiatan bisnis bank yang heboh dan ramai dibicarakan adalah kasus
pembobolan dana sebesar 130 miliar rupiah yang terjadi di 3 bank. Modus
pembobolan dana nasabah ini dilakukan dengan membajak akun Internet
banking milik nasabah bank. Saat nasabah akan menyetorkan uang ke
rekeningnya, aliran uang tersebut dibelokkan ke rekening pelaku. Menurut
4
Aloysius Wisnubroto, Strategi Penanggulangan Kejahatan Telematika, (Universitas Atma
Jaya Yogyakarta:2010), h. 56.
5
Mahesa Jati Kusuma, Hukum Perlindungan Nasabah Bank, Upaya Hukum Melindungi
Nasabah Terhadap Tindakan Kejahatan ITE Di Bidang Perbankan, (Bandung: Nusamedia, 2012),
h. 2-3.
6
Maskun, Kejahatan Siber (Cyber Crime) Suatu pengantar, (Jakarata: Kencana Prenada
Media Group, 2013), h. 64-67.
7
Resa Raditio, Aspek Hukum Transaksi Elektronik Perikatan, Pembuktian Dan Peyelesaian
Sengketa, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2014), h. 65.
3
8
Sunu Widi Purwoko, Aspek Hukum Bisnis Bank Umum, (Jakarta: Nine Seasons
Communication, 2015), h. 32.
9
Resa Raditio, Aspek Hukum Transaksi Elektronik Perikatan, Pembuktian Dan
Penyelesaian Sengketa, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2014) h. 2.
4
10
Resa Raditio, Aspek Hukum Transaksi Elektronik Perikatan, Pembuktian dan
Penyelesaian Sengketa, h. 2
11
Assafa Endeshaw, Hukum E-Commerce dan Internet dengan Fokus Di Asia Pasifik,
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), h.408
5
D. Metode Penelitian
Penelitian Ini menggunakan metode penelitian sebagai berikut:
1. Pendekatan Penelitian
Dalam penelitian Skripsi ini, peneliti menggunakan metode
pendekatan yang tepat sesuai dengan permasalahan yang telah
7
12
Soerjono Soekanto Dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif; Suatu Tinjauan
Singkat, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003), h. 13.
8
E. Sistematika Penelitian
Untuk memudahkan pemahaman isi Skripsi ini, maka Skripsi ini ditulis
dan dibagi dalam empat bab yang saling berkaitan satu dengan lainnya,
dimana bab yang lebih dahulu merupakan dasar untuk uraian dan bahasan
bagi bab selanjutnya, dengan sistematika sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini merupakan pendahuluan, yang terdiri atas beberapa sub-
bab yang dimaksudkan untuk memberikan gambaran umum
tentang Skripsi ini dan menjelaskan beberapa hal yang bersifat
teknis penelitian. latar belakang masalah, pembatasan dan
perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian,
metode penelitian serta sistematika penelitian.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA TENTANG PERLINDUNGAN DAN
PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM PERBANKAN
Bab ini meninjau tinjauan Pustaka, yang membahas mengenai
pengaturan pertanggungjawaban bank terhadap nasabah yang
mengalami kerugian dalam kegiatan transaksi Internet Banking
sebagai kerangka konseptual, kerangka teori dan kajian (review)
terdahulu.
BAB III BENTUK-BENTUK KERUGIAN YANG KEMUNGKINAN
DIALAMI NASABAH KETIKA MELAKUKAN
TRANSAKSI INTERNET BANKING
Bab ini menjelaskan mengenai segala kemungkinan yang akan
dialami nasabah berdasarkan kasus-kasus yang terjadi di
masyarakat.
BAB V PENUTUP
Berisi tentang kesimpulan dan rekomendasi. Pada bab ini
merupakan bab terakhir dari penelitian skripsi ini, untuk itu
peneliti menarik beberapa kesimpulan dari hasil penelitian, serta
rekomendasi yang dianggap perlu.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA TENTANG PERLINDUNGAN DAN
PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM PERBANKAN
A. Kerangka Konseptual
Suatu kerangka konseptual merupakan kerangka yang menggambarkan
hubungan antara konsep-konsep khusus yang akan diteliti. Suatu konsep
bukan merupakan gejala yang akan diteliti. Akan tetapi merupakan suatu
abstraksi dari gejala tersebut. Gejala itu sendiri biasanya dinamakan fakta,
sedangkan konsep merupakan suatu uraian mengenai hubungan-hubungan
dalam fakta tersebut.1
Dalam penelitian hukum normatif maupun sosiologis atau empiris,
dimungkinkan untuk menyusun kerangka kenseptual yang didasarkan atau
diambil dari peraturan perundang-undangan tertentu. Biasanya kerangka
konseptual tersebut sekaligus merumuskan definisi-definisi tertentu yang
dapat dijadikan pedoman operasional di dalam proses pengumpulan,
pengolahan, analisa, dan konstruksi data. Penulisan skripsi ini menggunakan
definisi operasional sebagai berikut:
1. Bank menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang
Perbankan menyimpulkan bahwa usaha perbankan meliputi tiga kegiatan
yaitu: menghimpun dana, menyalurkan dana dan memberikan jasa bank
lainnya. Kegiatan menghimpun dan menyalurkan dana merupakan
kegiatan pokok bank sedangkan memberikan jasa bank lainnya hanya
kegiatan pendukung. Kegiatan menghimpun dana berupa mengumpulkan
dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan giro, tabungan, dan
deposito. Sedangkan jasa-jasa perbankan lainnya diberikan untuk
mendukung kelancaran kegiatan tersebut.
1
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, cet. III, (Jakarta: UI Press, 1986), h.
132.
10
11
2. Jasa adalah suatu kegiatan yang dapat berwujud maupun tidak berwujud
yang dilakukan untuk melayani konsumen. Dalam perkembangannya
terdapat empat karakteristik jasa yaitu: pertama, Intangibility (tidak
berwujudnya jasa). Bagian ini jasa adalah perbuatan atau usaha. Jasa
bersifat tidak nyata dalam arti tidak dapat disentuh, dilihat dan dirasakan
sampai saat dikonsumsi. Kedua, Inseparability atau ketidakterpisahan
jasa. Maksudnya adalah jasa tidak dapat dipisahkan dari penyedianya
karena pelanggan turut hadir saat jasa itu diproduksi. Ketiga, Variability
atau keragaman jasa. Pada karakteristik ini, kualitas jasa sangat bervariasi
tergantung dari siapa yang memberikan, kapan dan dimana diberikan.
Terakhir yaitu Keempat, Perishability atau tidak tahan lama. Dalam
karakteristik ini suatu jasa tidak dapat disimpan untuk penjualan atau
pemakaian yang akan datang. Karena itu, perusahaan jasa seringkali
merancang strategi agar lebih baik menyesuaikan permintaan dan
penawarannya.
3. Internet Banking pada dasarnya merupakan gabungan dua istilah dasar
yaitu internet banking. Interconnexted network atau internet adalah
sebuah sistem komunikasi global yang menghubungkan computer-
komputer dan jaringan-jaringan computer di seluruh dunia. Setiap
computer dan jaringan terhubung secara langsung maupun tidak langsung
dengan beberapa jalur utama yang disebut internet backbonedan
dibedakan dengan menggunakan unique name yang biasa disebut dengan
alamat IP 32 bit. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2000
tentang Penyelenggaraan Telkomunikasi, internet dimasukkan ke dalam
jenis jasa multimedia, yang didefenisikan sebagai penyelenggaraan jasa
telekomunikasi yang menawarkan layanan berbasis teknologi informasi.
Internet Banking merupakan saluran distribusi baik untuk mengakses
rekening yang dimiliki jaringan internet dengan menggunakan perangkat
lunak. Menurut Bank Indonesia, Internet Banking merupakan salah satu
layanan jasa bank yang memungkinkan nasabah untuk memperoleh
informasi, melakukan komunikasi dan melakukan transaksi perbankan
melalui jaringan internet.
12
2
Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti), h. 54.
3
R. La Porta, Investor Protection and Corporate Governance, Jurnal Of Financial
Economics 58 1 Januari 2000.
13
4
Philipus M Hadjon, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia, (Surabaya: PT. Bina
Ilmu, 1987), h. h. 2.
5
Lili Rasjidi dan I.B Wysa Putra, Hukum Sebagai Suatu Sistem, (Bandung: Remaja
Rusdakarya, 1993), h. 118.
14
6
Curtis R. Reitz, Consumer Product Warranties Under Federal and State Laws, University
of Pennsylvania Law School 1987, h. 3.
7
Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, (Jakarta: PT Grasindo, 2006), h. 61.
8
Peter Cartwright, Consumer Protection and The Criminal Lawa: Law, Theori, and Policy
In The UK, (UK: Cambridge University Press, 2004), h. 33.
9
Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, h. 61.
15
10
A.Z Nasution, Hukum Perlindungan Konsumen (Suatu Pengantar), (Jakarta: Daya Widy,
1999), h. 104.
16
11
Sjahdeini, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan Yang Seimbang Bagi Para Pihak
Dalam Perjanjian Kredij Bank Indonesia, (Jakarta: Institut Bank Indonesia, 1993), h. 2
12
Dwi Ayu Astrini, Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Bank Pengguna Internet
Banking Dari Ancaman Cybercrime, Lex Privatum Vol. II No. 1 2015, h. 154.
17
13
Budi Riswandi, Aspek Hukum Internet Banking, (Yogyakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2005), h. 223.
18
14
Andi Hamzah, Kamus Hukum, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2015), h. 60.
15
Soekidjo Notoatmodjo, Etika Dan Hukum Kesehatan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), h.
44.
16
Hans Kalsen, Pure Theory of Law, Penerjamah Raisul Muttaqie, Teori Hukum Murni:
Dasar-Dasar Hukum Normatif, (Bandung: Penerbit Nusa Media, 2008), h. 136.
19
19
Kuwido Prahohoro, Dkk., Tanggung Gugat Dalam Transaksi Melalui Internet Banking,
Hukum Bisnis Universitas Narotama Surabaya Vol. 3 No. 2 Oktober 2019, h. 201.
20
Azka Cahya Arnanta, Perlindungan Hukum Nasabah Berkaitan Dengan E-Banking
(Studi Kasus di Bank CIMB Niaga Gladag Surakarta), Skripsi Program Studi Ilmu Hukum,
Fakultas Hukum, Universitas Muhammadiyah Surakarta 2019.
23
21
Rildayanti Medita, Perlindungan Hukum Bagi Nasabah Terhadap Keamanan Data
Pribadi Nasabah Dalam Layanan Internet Banking, Skripsi Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas
Hukum, Universitas Atma Jaya Yogyakarta 2014.
22
Dwi Ayu Astrini, Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Bank Pengguna Internet
Banking Dari Ancaman Cybercrime, Lex Privatum Vol. III No. 1 2015.
BAB III
BENTUK-BENTUK KERUGIAN YANG KEMUNGKINAN DIALAMI
NASABAH KETIKA MELAKUKAN TRANSAKSI
INTERNET BANKING
24
25
1
Tri Puji Lestari, Analisis Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Pengguna Internet
Banking, Tesis Magister Jakarta Universitas Indonesia, Tahun 2012, h. 37.
2
Ferry Satya Nugraha, Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Dalam Pembobolan
Internet Banking Melalui Metode Malware, Diponegoro Law Journal Vol. 5 No. 3 2016, h. 2.
26
3
Onno W Purbo dan Aang Arif Wahyudi, Mengenal E-Commerce, (Jakarta: Elek Media
Komputindo, 2001), h. 85.
27
4
Direktorat Hukum Bank Indonesia dan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada,
Rekonstruksi Hukum Dalam Menanggulangi Kejahatan Dunia Maya di Bidang Perbankan, (T.t:
Interim Report, 2003), h. 82.
29
5
Ganeh Ramakrishnan, Risk Management For Internet Banking, ISACA Journal Vol. 6
Tahun 2001.
30
4. Reputation risk. Resiko ini muncul dari adanya opini publik yang negatif.
Sebuah reputasi bank dapat rusak oleh eksekusi layanan internet banking
yang buruk misalnya ketersediaan terbatas, perangkat lunak, dan
performance system yang lambat.
5. Information security risk. Resiko ini muncul dari adanya proses
keamanan informasi yang longgar, sehingga mengekspos adanya hacker
atau serangan insider, virus, pencurian data, kerusakan dan penipuan.
Kecepatan perubahan teknologi dan fakta bahwa saluran internet dapat
diakses secara universal membuat resiko ini sangat penting.
6. Credit risk. Resiko ini muncul dari adanya kegagalan nasabah untuk
memenuhi kewajiban keuangannya. Internet banking memungkinkan
nasabah untuk mengajukan kredit dari mana saja di dunia. Bank akan
merasa sangat sulit untuk memverifikasi identitas nasabah jika mereka
berniat menawarkan kredit instan melalui internet.
7. Interest rate risk. Resiko ini muncul dari adanya perubahan suku bunga
misalnya perbedaan suku bunga antara aset dan kewajiban dan
bagaimana ini dipengaruhi oleh perubahan suku bunga. Internet banking
memungkinkan nasabah menarik pinjaman dan simpanan. Adanya
kemudahan akses informasi suku bunga bagi nasabah dapat
menyebabkan nasabah untuk membandingkan tarif di bank sehingga
bank perlu menonjolkan kebutuhan untuk bereaksi dengan cepat terhadap
perubahan suku bunga di pasar.
8. Liquidity risk. Resiko ini muncul dari adanya ketidakmampuan bank
untuk memenuhi kewajibannya. Internet banking dapat meningkatkan
deposito dan volatilitas aset, terutama dari nasabah yang memelihara
rekening semata-mata karena mereka mendapatkan pelayanan yang lebih
baik. Nasabah dapat berpindah ke bank yang lain apabila di bank lain
dapat memberikan pelayanan yang lebih baik.
9. Foreign exchange risk. Resiko ini muncul ketika aset dalam suatu mata
uang dibiayai oleh kewajiban yang lain. Internet banking dapat
mendorong warga negara lain untuk bertransaksi dalam mata uang
31
6
Wiji Nurastuti, Teknologi Perbankan, (Jakarta: Graha Ilmu, 2011), h. 113.
7
Ririn Aswandi, Perlindungan Data dan Informasi Pribadi Melalui Indonesian Data
Protection System (IDPS), lp2ki Vol. 3 No. 2 Juni 2020, h. 172.
32
sektor tersebut berasal dari peretasan pihak luar (malicious outsider) dan
pihak dalam (malicious insider), kebocoran data yang tidak disengaja akibat
sistem tidak aman (accidental loss), hacktivist, gawai atau ponsel yang raib,
perangkat pemeras (ransomware), dan beragam sumber yang tidak dapat
ketahui. Akibatnya, data pribadi bisa diperjualbelikan.
Menurut Direktur Pengawasan Bank II Otoritas Jasa Keuangan Anung
Herlianto, pembobolan terjadi karena ada kerja sama antara orang dalam dan
nasabah. “Kasus pembobolan itu 90%-93% selalu melibatkan orang dalam
dan/atau nasabah, yang sukarela misalnya mencuri sendiri. Terakhir, pada
tahun 2017 silam, Bareskrim Polri menangkap jaringan penjual data tersebut.
Direktur Perlindungan Konsumen Otoritas Jasa Keuangan Agus Fajri
mengungkapkan ada keterlibatan mantan pegawai penyelenggara usaha jasa
keuangan dalam hal ini bank. Menurutnya, dari temuan penjualan informasi
nasabah tersebut terungkap praktik dan oknum mantan pegawai yang
terlibat.8
Padahal, jaminan perlindungan data sudah diatur dalam Pasal 15 ayat
(1) UU ITE yang mengharuskan setiap penyelenggara sistem elektronik
termasuk internet banking untuk menjaga keamanan platform.9
Kasus pembobolan data dan informasi pribadi merupakan hal yang
harus menjadi perhatian pemerintah Indonesia, karena dengan melalui
kebocoran atau pembobolan data dan informasi seseorang, maka pihak-pihak
yang tidak bertanggungjawab akan menyalahgunakan data dan informasi
pribadi seseorang tersebut. opsi pertama dari pencurian data biasanya
merujuk pada penjualan data secara online. Ini merupakan penghasilan bagi
para telemarketer dan pelaku kejahatan. Bagi telemarketing, data pribadi
digunakan untuk menawarkan produk bank atau asuransi. Ini sebabnya
banyak nasabah yang kemudian kerap mendapatkan telepon tawaran produk
bank atau asuransi.
8
Detik.com, Oknum Mantan Pegawai Bank Terlibat Jual Beli Data Nasabah, Diakses pada
15 Februari 2021 pukul 21:02 Wib.
9
Ririn Aswandi, Perlindungan Data dan Informasi Pribadi Melalui Indonesian Data
Protection System (IDPS), h. 174.
33
10
Mulyati, Aspek Perlindungan Hukum Atas Data Pribadi Nasabah Pada
Penyelenggaraan Layanan Internet Banking (Studi Kasus Pada PT. Bank Syariah Mandiri
Cabang Ulee Kareng), Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Ar-Raniry
2017, h. 7.
34
Ketiga, sistem eror. Kasus ini seringkali terjadi karena sistem internet
banking tidak beroperasi dengan tepat. Akibatnya, nasabah yang melakukan
transaksi melalui internet banking tanpa sepengetahuannya tiba-tiba uangnya
terkuras habis. Seperti yang terjadi pada Andika Permana warga Pekanbaru
yang kaget melihat saldo di rekening Mandiri-nya hanya tersisa Rp 0 saat
dicek menggunakan internet banking. Padahal dia tidak pernah melakukan
transaksi. Untuk meyakinkan dirinya, Andika dan istrinya mengecek ke
mesin Anjungan Tunai Mandiri (ATM) terdekat. Merasa ada yang aneh,
Andika kemudian menyampaikan kepada pihak sekuriti untuk melarang
warga menggunakan mesin ATM karena ada gangguan.
Keduanya lalu menuju kantor Bank Mandiri yang terletak di Jalan
Sudirman, Pekanbaru. Di sana ternyata sudah ada puluhan orang mengantri
guna komplain masalah yang sama kepada pihak mandiri. Setelah dicek via
buku tabungan, rupanya saldonya masih ada. Pegawai bank lalu mengatakan
bahwa ada masalah sistem dengan sejumlah nomor rekening, dengan
demikian tidak semua bermasalah.11 Masalah sistem yang eror seperti ini
jelas membuat nasabah tidak nyaman sehingga perlu ada perhatian lebih demi
menanggulangi kesalahan pada sistem seperti ini.
Dengan demikian dapat disimpulkan, beragam bentuk kerugian yang
dapat dialami oleh nasabah tidak selamanya disebabkan oleh pihak ketiga
melainkan juga melibatkan pihak penyelenggara internet banking. Karena itu
perlu seperangkat aturan yang lebih spesifik yang membahas tentang internet
banking.
11
Kumparan.com, Nasabah Bank Mandiri Keluhkan Saldo di Rekeningnya Tiba-Tiba Rp 0,
diakses pada 16 Februari 2021, pukul 11:03.
BAB IV
UPAYA PERLINDUNGAN HUKUM AKIBAT TERJADINYA KERUGIAN
NASABAH DALAM TRANSAKSI INTERNET BANKING
35
36
1
Asuan, Transaksi Perbankan Melalui Internet Banking, Jurnal Fakultas Hukum
Universitas Palembang Vol. 16 No. 3 September 2019, h. 329.
2
Ahmad Miru dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta: PT Raja
Grafindo, 2000), h. 118.
37
ketentuan perundang-undangan yang dalam hal ini adalah apa yang dilarang
pada Pasal 18 Undang-Undang Perlindungan Konsumen.
Sebagai contoh, kita dapat melihat perjanjian baku yang dibuat oleh
Bank BRI Syariah Cabang Medan. Sebagaimana perjanjian baku, nasabah
terikat pada perjanjian antara lain:
1. Syarat pendaftaran internet banking pada bank BRI Syariah:
a. Nasabah pengguna yang hendak menggunakan layanan internet
banking BRI Syariah terlebih dahulu harus melakukan
registrasi/pendaftaran.
b. Registrasi layanan internet banking BRI Syariah dilakukan melalui
kantor cabang Bank atau kantor pusat kas bank dab secara mandiri
login ke iBank.brisyariah.co.id.
c. Nasabah memiliki HP dan nomor HP dari operator yang telah
kerjasama dengan bank.
d. Pengaktifan layanan finansial dapat dilakukan melalui kantor cabang
atau kantor cabang pembantu atau kantor kas bank terdekat.
e. Nasabah harus memiliki alamat e-mail.
f. Telah membaca dan memahami syarat dan ketentuan internet
banking BRI Syariah.
2. Ketentuan penggunaan layanan internet banking BRI Syariah.
a. Nasabah pengguna dapat menggunakan layanan internet banking
BRI Syariah untuk mendapatkan informasi dan atau melakukan
transaksi perbankan yang telah ditentukan oleh bank.
b. Untuk setiap pelaksanaan transaksi:
1. Nasabah pengguna wajib memastikan ketepatan dan
kelengkapan perintah transaksi termasuk memastikan bahwa
semua data yang diperlukan untuk transaksi telah diisi secara
lengkap dan benar. Bank tidak bertanggung jawab terhadap
segala dampak apapun yang timbul yang diakibatkan kelalaian,
ketidaklengkapan, ketidakjelasan, atau ketidaktepatan
perintah/data dari nasabah pengguna.
38
Dari perjanjian baku tersebut sangat jelas bahwa memang dalam setiap
perjanjian nasabah dan bank selalu menggunakan prinsip non-repudation atau
nirsangkal. Dalam pengertian ini, nasabah bank tidak dapat menyangkal tidak
melakukan transaksi apabila sistem telah mencatatnya. Dalam hal ini login
akan berhasil dan dapat dilakukan apabila User ID dan PIN daripada nasabah
tersebut dapat terinput dengan benar. Di sini pihak bank tidak perduli apalah
yang memasukkan User ID dan PIN tersebut benar pemilik rekeningnya
ataupun bukan.4 Pada posisi seperti ini, dalam kenyataannya kegiatan cyber
tidak lagi sederhana karena kegiatan tersebut tidak lagi dibatasi oleh teritorial
suatu negaa. Dengan demikian, kerugian dapat saja terjadi terhadap pelaku
transaksi ataupun kepada orang lain yang tidak pernah melakukan transaksi.
Terkait dengan kerugian yang diderita nasabah pengguna layanan
internet banking, persoalan yang perlu dikaji adalah menyangkut tanggung
3
Fitra Yusfani, Tanggung Jawab Pihak Bank Terhadap Nasabah Atas Layanan Internet
Banking (Studi Pada Bank BRI Syariah Cabang Medan), Skripsi Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara 2018, h. 71.
4
I Made Aditya Mantara Putra, Tanggung Jawab Hukum Bank Terhadap Nasabah Dalam
Hal Terjadinya Kegagalan Transaksi Pada Sistem Mobile Banking, Kertha Wicaksana: Sarana
Komunikasi Dosen dan Mahasiswa Vol. 14 No. 2 2020, h. 136.
40
jawab pihak-pihak dalam layanan internet banking, atau dengan kata lain
siapa yang akan bertanggung jawab terhadap kerugian yang diderita oleh
nasabah pengguna layanan. Apakah pihak bank, nasabah, atau pihak lain.
Sesuai dengan perjanjian baku antara nasabah dan bank, sekilas menunjukkan
bahwa pihak bank tidak bertanggung jawab atas kerugian yang dialami oleh
nasabah dalam penggunaan layanan internet banking bila terjadi kerugian
privasi atau materiil.
Ditinjau dari segi ketentuan perundang-undangan yang berlaku,
kerugian privasi atau materiil yang dialami nasabah lebih banyak merujuk
pada konteks perlindungan hukum. Philipus M Hadjon menyatakan bahwa
perlindungan hukum dibedakan menjadi dua macam, yaitu perlindungan
hukum yang preventif dan perlindungan hukum yang represif. Perlindungan
hukum yang preventif bertujuan untuk mencegah terjadinya sengketa,
sedangkan sebaliknya perlindungan hukum yang represif bertujuan untuk
menyelesaikan sengketa. Perlindungan hukum preventif terhadap nasabah
dalam transaksi internet banking yaitu melakukan upaya-upaya pencegahan
yang merupakan kebijakan internal perbankan berupa pengawasan dan
pembinaan terhadap bank-bank umum dalam melakukan transaksi elektronik.
Perlindungan hukum represif yaitu perlindungan hukum yang dilakukan
dengan menerapkan sanksi terhadap pelaku agar dapat memulihkan hukum
dalam keadaan yang sebenarnya.5
Pada Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa
Keuangan misalnya menegaskan dalam perlindunagn konsumen dan
masyarakat, OJK berwenang melakukan tindakan pencegahan kerugian
konsumen dan masyarakat yang memberikan informasi dan edukasi kepada
masyarakat atas karakteristik sektor jasa keuangan, layanan, dan produknya.
Dari Pasal tersebut menjelaskan bahwa edukasi kepada konsumen diperlukan
dan dibutuhkan untuk menunjang perlindungan hukum terhadap data nasabah
dalam internet banking. Hanya saja, ketentuan tersebut tidak menegaskan
5
Philipus M Hadjon, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia, (Surabaya: PT Bina
Ilmu, 1987), h. 157.
41
prespektif tanggung jawab bagi pihak bank bila terjadi kerugian materiil yang
dialami nasabah.
Demikian juga dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/7/PBI/2005
Tentang Penyelesaian Pengaduan Nasabah Sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Bank Indonesia 10/10/PBI/2008 yang pada substansinya mengatur
penyelesaian pengaduan nasabah. Dalam ketentuan ini, Bank Indonesia
mewajibkan seluruh Bank untuk menyelesaikan semua pengaduan nasabah
yang terkait dengan adanya kerugian finansial pada sisi nasabah. Dalam PBI
ini diatur tata cara penerimaan, penanganan, dan juga pemantauan
penyelesaian pengaduan. Selain itu Bank diwajibkan untuk memberikan
laporan triwulan kepada Bank Indonesia mengenai pelaksanaan pengaduan
nasabah tersebut.6
Pada Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Pasal menyebutkan, bank wajib
menerapkan prinsip pengendalian pengamanan data dan transaksi nasabah
dari Layanan Perbankan Elektronik pada setiap sistem elektronik yang
digunakan oleh Bank. Kemudian pada Pasal 21 menegaskan, bank
penyelenggaran Layanan Perbankan Elektronik atau Layanan Perbankan
Digital wajib menerapkan prinsip perlindungan konsumen sebagaimana
dimaksud dalam ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai
perlindungan konsumen sektor jasa keuangan. Apabila pihak penyelenggara
internet banking dalam hal ini adalah perbankan tidak mengikuti ketentuan
tersebut, maka sanksi yang diberikan adalah sanksi administratif berupa:
teguran tertulis, penurunan tingkat kesehatan berupa penurunan peringkat
faktor tata kelola dalam penilaian tingkat kesehatan bank, larangan untuk
menerbitkan produk atau melaksanakan aktivitas baru, pembekuan usaha
tertentu dan pencantuman anggota direksi, dewan komisaris, dan pejabat
eksekutif dalam daftar tidak lulus melalui mekanisme uji kemampuan dan
kepatutan. Sementara dilihat dari Prespektif Undang-Undang Nomor 11
6
Lukman Santoso AZ, Hak dan Kewajiban Hukum Nasabah Bank, (Yogyakarta: Penerbit
Pustaka Yustisia, 2011), h. 148.
42
7
Wirjono Prodjodikoro, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia, (Jakarta: PT Refika
Aditama, 2003), h. 72.
45
9
Resa Raditio, Aspek Hukum Transaksi Elektronik, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2014), h. 28.
10
Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, (Jakarta: Intermasa, 1979), h. 56.
47
11
Hetty Hassanah, Analisis Hukum Tentang Perbuatan Melawan Hukum Dalam Transaksi
Bisnis Secara Online (E-Commerce) Berdasarkan Burgerlijke Wetboek dan Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, Jurnal Wawasan Hukum Vol.
32 No. 1 Februari 2015, h. 49.
48
12
I Made Aditya Mantara Putra, Tanggung Jawab Hukum Bank Terhadap Nasabah Dalam
Hal Terjadinya Kegagalan Transaksi Pada Sistem Mobile Banking, h. 137.
13
Janus Sidabalok, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, (Bandung: PT. Citra
Aditya Bakti, 2006), h. 131.
49
dilakukan oleh kedua belah pihak yang bersengketa tanpa melalui pengadilan
atau Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen.14 Berkenaan dengan
penyelesaian sengketa secara damai ini, Pasal 23 UUPK menyatakan: Pelaku
usaha yang menolak dan/atau tidak memberi tanggapan dan/atau memenuhi
ganti kerugian atas tuntutan konsumen sebagai dimaksud dalam Pasal 19
ayat (1) sampai dengan ayat (4) dapat digugat melalui Badan Penyelesaian
Sengketa Konsumen atau mengajukan ke badan peradilan di tempat
kedudukan konsumen.
Dari bunyi ketentuan ini, dapat disimpulkan bahwa Undang-Undang
Perlindungan Konsumen menghendaki penyelesaian sengketa di luar
Pengadilan terlebih dahulu diselesaikan sendiri oleh kedua belah pihak secara
damai yaitu tanpa melalui Pengadilan maupun Lembaga BPSK. Penyelesaian
sengketa konsumen yang dilakukan oleh konsumen dan pelaku usaha sendiri
bila dilihat dari kacamata Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 ini
merupakan penyelesaian sengketa konsumen dengan cara mediasi dan
konsiliasi. Tugas BPSK sendiri diatur dalam Pasal 52 UUPK yang meliputi:
1. Melaksanakan penanganan dan penyelesaian sengketa konsumen dengan
cara melalui mediasi dan arbiterase atau konsiliasi.
2. Memberikan konsultasi perlindungan konsumen.
3. Melakukan pengawasan terhadap pencantuman klausula baku.
4. Melaporkan kepada penyidik umum apabila terjadi pelanggaran
ketentuan dalam undang-undang ini.
5. Menerima pengaduan baik tertulis maupun tidak tertulis dari konsumen
tentang terjadinya pelanggaran terhadap perlindungan konsumen.
6. Melakukan penelitian dan pemeriksaan sengketa perlindungan
konsumen.
7. Memanggil pelaku usaha yang diduga telah melakukan pelanggaran
terhadap perlindungan konsumen.
14
Ahmad Miru & Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2007), h. 223.
50
15
Munir Fuadi, Pengantar Hukum Bisnis, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2000), h. 316.
51
Untuk yang kedua yaitu dengan cara mediasi. Seperti pada pembahasan
sebelumnya, mediasi adalah proses penyelesaian sengketa berupa negosiasi
untuk memecahkan masalah melalui pihak luar yang netral dan tidak
memihak yang akan bekerja dengan pihak yang bersengketa untuk membantu
menemukan solusi dalam menyelesaikan sengketa tersebut secara memuaskan
kedua belah pihak. Pihak ketiga tersebut dinamakan dengan mediator. Karena
bertugas untuk menemukan solusi antara kedua belah pihak, maka mediator
dapat membuat forum untuk rapat serta saling berbagi informasi. Hanya saja
mediator tidak mempunyai wewenang untuk memutuskan sengketa,
melainkan hanya membantu para pihak untuk menyelesaikan persoalan yang
dihadapi.
Untuk yang ketiga yaitu dengan cara arbiterase, adalah cara
penyelesaian suatu sengketa perdata di luar pengadilan, yang didasarkan pada
perjanjian arbiterase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang
bersengketa. Proses persidangan dengan cara arbiterase ini dibagi menjadi
dua tahap sesuai Pasal 32 SK Menperindag Nomor 350/MPP/Kep/12/2001
yaitu: pertama, para pihak memilih arbitrer dari anggota BPSK yang berasal
dari unsur pelaku usaha dan konsumen sebagai anggota majelis. Kedua,
arbiter yang dipilih para pihak tersebut kemudia memilih arbiter ketiga
anggota BPSK dari unsur pemerintah sebagai ketua majelis BPSK. Jika
ketiga hal tersebut tidak tercapai maka sesuai Pasal 45 ayat (4) UUPK
menyebutkan bahwa para pihak diberikan hak untuk mengajukan gugatan ke
Pengadilan.
Namun begitu pada umumnya pihak-pihak yang bersengketa lebih
banyak memilih penyelesaian proses litigasi di Pengadilan Negeri, baik
melakukan tuntutan secara perdata maupun pidana. Pasal 45 Ayat 1 UUPK
menyatakan bahwa: Setiap konsumen yang dirugikan dapat menggugat
pelaku usaha melalui lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa
konsumen dan pelaku usaha atau melalui peradilan yang berada di
lingkungan peradilan umum. Ayat selanjutnya menyatakan, penyelesaian
sengketa konsumen dapat ditempuh melalui pengadilan atau di luar
52
16
Rizqi Musrifah dan Satria Sukananda, Analisis Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah
Dalam Transaksi E-Banking di Indonesia, Journal Diversi Vol. 4 No. 1 2018, h. 119.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pada bahasan sebelumnya, dapat ditangkap kesimpulan
sekaligus jawaban dari rumusan masalah sebagai berikut:
1. Pengaturan pertanggung jawaban terhadap kerugian nasabah pengguna
internet banking didasarkan pada Pasal 1365 KUHPerdata dan Pasal 21
Ayat 2-4 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2008
Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang pada substansinya
memberikan dasar bagi nasabah untuk meminta pertanggung jawaban
kepada pihak bank akan kerugian materil dan immateril yang dialaminya.
Hanya saja kedua ketentuan tersebut menekankan pada aspek kesalahan
pada masing-masing pihak.
2. Beberapa bentuk kerugian nasabah dalam penggunaan layanan internet
banking secara garis besar ada dua: Pertama kerugian immateril yang
dalam hal ini adalah kerugian privasi. Kedua, kerugian materil yang
dalam hal ini adalah uang nasabah yang disimpan kepada bank. Untuk
yang pertama, kerugian pembobolan privasi tidak dianggap sebagai
kerugian yang serius oleh masyarakat Indonesia. Barulah bila terjadi
kerugian materil umumnya akan berujung pada sengketa masing-masing
pihak.
3. Upaya hukum dalam penyelesaian sengketa dapat ditemput melalui dua
cara: Pertama jalur di luar pengadilan. Nasabah dapat menggugat pihak
bank di luar pengadilan melalui lembaga yang dinamakan dengan Badan
Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK). BPSK sendiri merupakan
lembaga khusus yang dibentuk oleh pemerintah di tiap-tiap daerah
tingkat II untuk menyelesaikan sengketa di luar pengadilan. Selain itu,
sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia terdapat pula lembaga
independen yang dikenal dengan Lembaga Alternatif Penyelesaian
54
55
B. Saran
Saran yang dapat penulis kemukakan adalah perlunya ketentuan khusus
yang mengatur secara eksplisit mengenai internet banking. Seharusnya,
pemerintah menyediakan regulasi eksplesit guna memberi kepastian hukum
dalam penyelenggaraan. Sebab bagaimanapun negara tetap harus bertanggung
jawab terhadap bentuk usaha pihak swasta sehingga tidak adanya
ketimpangan atau pihak yang ditempatkan pada posisi yang lemah.
Sementara untuk nasabah sebaiknya selalu memperhatikan petunjuk
yang diberikan oleh pihak bank terutama ketika dalam bertransaksi. Nasabah
juga sudah selayaknya selalu mengedepankan prinsip kehati-hatian sebab
untuk alasan apapun internet banking sebagai kelanjutan perkembangan
teknologi selalu memiliki resiko.
DAFTAR PUSTAKA
AZ, Lukman Santoso, Hak dan Kewajiban Hukum Nasabah Bank, Yogyakarta:
Penerbit Pustaka Yustisia, 2011.
Cartwright, Peter, Consumer Protection and The Criminal Lawa: Law, Theori,
and Policy In The UK, UK: Cambridge University Press, 2004.
Detik.com, Oknum Mantan Pegawai Bank Terlibat Jual Beli Data Nasabah.
Fuadi, Munir, Pengantar Hukum Bisnis, Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2000.
Hadjon, Philipus M., Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia, Surabaya: PT.
Bina Ilmu, 1987.
Kalsen, Hans, Pure Theory of Law, Penerjamah Raisul Muttaqie, Teori Hukum
Murni: Dasar-Dasar Hukum Normatif, Bandung: Penerbit Nusa Media, 2008.
56
57
Purbo, Onno W dan Wahyudi, Aang Arif, Mengenal E-Commerce, Jakarta: Elek
Media Komputindo, 2001.
Purwoko, Widi, Aspek Hukum Bisnis Bank Umum, Jakarta: Nine Seasons
Communication, 2015.
Putra, I Made Aditya Mantara, Tanggung Jawab Hukum Bank Terhadap Nasabah
Dalam Hal Terjadinya Kegagalan Transaksi Pada Sistem Mobile Banking,
Kertha Wicaksana: Sarana Komunikasi Dosen dan Mahasiswa Vol. 14 No. 2
2020.
Rasjidi, Lili dan Putra, I.B Wysa, Hukum Sebagai Suatu Sistem, Bandung: Remaja
Rusdakarya, 1993.
Reitz, Curtis R., Consumer Product Warranties Under Federal and State Laws,
University of Pennsylvania Law School 1987.
Riswadi, Budi Agus, Aspek Hukum Internet Banking, Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2005.
Yusfani, Fitra, Tanggung Jawab Pihak Bank Terhadap Nasabah Atas Layanan
Internet Banking (Studi Pada Bank BRI Syariah Cabang Medan), Skripsi
Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara 2018.