Anda di halaman 1dari 123

SKRIPSI

IMPLEMENTASI PROGRAM ALAT REKAM TRANSAKSI USAHA


WAJIB PAJAK DI KABUPATEN BANTAENG

Oleh:

A. AYU AHRIANI
Nomor Induk Mahasiswa : 10561 11116 16

PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA

FAKULTASILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

2020
SKRIPSI

IMPLEMENTASI PROGRAM ALAT REKAM TRANSAKSI USAHA


WAJIB PAJAK DI KABUPATEN BANTAENG

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan Studi dan Memperoleh

Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)

Disusun dan Diajukan Oleh:

A. AYU AHRIANI

Nomor Stambuk: 10561 11116 16

Kepada

PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

2020

ii
iii
iv
v
ABSTRAK

A. Ayu Ahriani, Muhlis Madani, Nasrulhaq. Implementasi Program Alat


Rekam Transaksi Usaha Wajib Pajak di Kabupaten Bantaeng.

Melihat berbagai macam permasalah yang terjadi dalam penerimaan pajak


yang tidak sesuai dengan target pendapatan, maka pemerintah Kabupaten Bantaeng
mengeluarkan sebuah program alat rekam transkasi usaha wajib pajak untuk
menghindari kebocoran pajak dan manipulasi data. Berdasarkan hal tersebut, kajian
penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menjelaskan implementasi
program alat rekam transaksi usaha wajib pajak di Kabupaten Bantaeng.

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif untuk mendeskripsikan dan


menjelaskan implementasi program alat rekam transkasi usaha wajib pajak.
Informan sebanyak 3 orang yang dipilih langsung oleh peneliti. Teknik
pengumpulan data menggunakan metode observasi, wawancara dan studi
dokumentasi. Data tersebut di analisis menggunakan deskriptif kualitatif dan data
dijelaskan dalam bentuk tabel, gambar dan narasi hasil olahan data.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan program alat rekam


transaksi (Aplikasi M-Pos) telah memberikan manfaat yang banyak bagi
pendapatan pajak daerah dan berdasarkan hasil implementasi kebijakan
menyimpulkan bahwa penerapan program alat rekam transaksi usaha wajib pajak
memberikan dampak positif bagi pendapatan pajak daerah. Hal ini dapat dilihat
sebelum dan setelah dipasangnya alat rekam sangat jauh perbedaanya. Setelah
adanya alat rekam ini pendapatan pajak meningkat drastis, akan tetapi karena
dengan munculnya pandemi Covid-19 maka pelaksanaan program ini menjadi tidak
optimal.

Kata Kunci: Implementasi, alat rekam transaksi, Wajib Pajak

vi
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi rabbil alamin. Segala puji dan syukur penulis panjatkan

kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga

penulis dapat menyelesaikan skripsi yang sederhana ini. Salawat senantiasa

terlantun kepada Nabi Muhammada SAW beserta keluarga dan para sahabatnya.

Skripsi ini berjudul “Implementasi Program Pemasangan Alat Rekam

Transaksi Usaha Wajib Pajak di Kabupaten Bantaeng”. Yang diajukan untuk

memenuhi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Sosial pada jurusan Ilmu

Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

Muhammadiyah Makassar.

Segala usaha dan upaya yang telah dilakukan penulis untuk menyelesaikan

skripsi ini sebaik mungkin, namun penulis menyadari tidak lupa bahwa skripsi ini

tidak luput dari berbagai hambatan, tantangan dan berbagai kekurangan. Namun

berkat izinnya, akhirnya semua dapat diatasi dengan ketekunan, kerja serta

bimbingan dan petunjuk dari berbagai pihak.

Penulis menghanturkan terima kasih yang tak terhingga kepada yang terkasih

ayahanda H. A. Syamsuddin S.Pd dan ibunda HJ. Sitti Nurbaya, S.Pd atas segala

pengorbanan mulai yang diberikan kepada penulis dan do’a yang tiada henti-

hentinya yang beliau panjatkan kepada Allah SWT demi kesuksesan dan

keberhasilan penulis dalam mencapai cita- cita.

vii
Terselesainya Skripsi ini tak lepas pula dari dukungan dan bantuan dari pihak-

pihak lain, karena itu penulis ucapkan banyak terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Muhlis Madani, M.Si selaku Pembimbing I dan Bapak Nasrul Haq,

S.Sos., MPA selaku Pembimbing II yang senantiasa meluangkan waktunya

membimbing dan mengarahkan penulis, sehingga skripsi ini dapat

diselesaikan.

2. Ibu Dr. Ihyani Malik, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Politik Universitas Muhammadiyah Makassar

3. Bapak Nasrul Haq, S.Sos., MPA selaku Ketua Prodi Ilmu Administrasi

Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah

Makassar

4. Bapak dan Ibu dosen jurusan Ilmu Administrasi Negara atas segala arahan,

petunjuk dan jasa- jasanya yang telah memberikan ilmunya kepada penulis.

5. Muhammad Idris SE selaku kepala Bidang Pendapatan Keuangan dan Aset

Daerah Kabupaten Bantaeng atas izin, bimbingan dan bantuan yang sangat

besar kepada penulis dalam penelitian ini

6. Seluruh Staf Dinas Pendapatan keuangan dan Aset Daerah Kabupaten

Bantaeng yang telah menerima penulis dengan baik selama penelitian.

7. Kedua orang tua dan segenap keluarga yang senantiasa memberikan

semangat, bantuan dan dukungan yang tak henti- hentinya berdo’a atas

keberhasilanku.

8. Kakakku tercinta Andriani Syam S.Pd yang selalu memberikan dukungan dan

semangat dalam mengerjakan skripsi ini

viii
ix
DAFTAR ISI

HALAMAN PERSETUJUAN ..................................................................... iii


HALAMAN PENERIMAAN TIM .............................................................. iv
HALAMAN PERNYATAAN ....................................................................... v
ABSTRAK ..................................................................................................... vi
KATA PENGANTAR ................................................................................... vii
DAFTAR ISI .................................................................................................. x
DAFTAR TABEL ......................................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR .................................................................................... xiii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 1


A. Latar Belakang ......................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ..................................................................................... 8
C. Tujuan Penelitian ...................................................................................... 8
D. Manfaat Penelitian .................................................................................... 8

BAB II LANDASAN TEORI ....................................................................... 10

A. Penelitian Terdahulu ................................................................................. 10


B. Pengertian Implementasi ........................................................................... 12
C. Pengertian Program ................................................................................... 14
D. Model Implementasi Kebijakan ................................................................ 15
E. Pengertian Alat Rekam Transaksi ............................................................. 19
F. Mekanisme Alat Rekam Transaksi Usaha ............................................... 20
G. Pengertian Pajak ........................................................................................ 20
H. Fungsi Pajak ............................................................................................. 22
I. Tata Cara Pemungutan Pajak daerah ....................................................... 24
J. Pengertian Wajib Pajak ............................................................................ 26
K. Kerangka Pikir .......................................................................................... 27
L. Fokus Penelitian ........................................................................................ 29
M. Deskripsi Fokus Penelitian........................................................................ 29

BAB III. METODE PENELITIAN .............................................................. 31


A. Waktu dan Lokasi Penelitian .................................................................... 31
B. Jenis dan Tipe Penelitian .......................................................................... 31
C. Informan Penelitian .................................................................................. 32
D. Teknik Pengumpulan Data ........................................................................ 33
E. Teknik Pengabsahan Data ......................................................................... 34
F. Teknik Analisis Data ................................................................................. 35

x
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................... 37
A. Deskripsi Lokasi Penelitian ..................................................................... 37
1. Gambaran Umum Kabupaten Bantaeng ........................................... 37
2. Gambaran Umum DPKAD Kabupaten Bantaeng ............................. 39
B. Hasil Penelitian ........................................................................................ 51
1. Implementasi Program Alat Rekam Transaksi Usaha Wajib Pajak... 51
a. Komunikasi .................................................................................. 66
b. Sumber Daya ................................................................................ 70
c. Disposisi ....................................................................................... 74
d. Struktur Birokrasi ......................................................................... 76
2. Hambatan Implementasi Program Alat Rekam Transaksi Usaha
Wajib Pajak ....................................................................................... 80
a. Faktor Internal .............................................................................. 80
b. Faktor Eksternal ........................................................................... 82
C. Pembahasan .............................................................................................. 83

BAB V. PENUTUP ........................................................................................ 90


A. Kesimpulan .............................................................................................. 90
B. Saran ........................................................................................................ 91

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 93


LAMPIRAN ................................................................................................... 96

xi
DAFTAR TABEL

Tabel 1 Realisasi Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Bantaeng Tahun


2017- 2019 ............................................................................................. 2
Tabel 2 Daftar Informan Penelitian .................................................................... 32
Tabel 3 Hak Dan Kewajiban Sistem Online ...................................................... 54
Tabel 4 Daftar Wajib Pajak Yang Menggunakan Alat Rekam Transaksi .......... 61

xii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Kerangka Pikir Penelitian .................................................................. 29


Gambar 2 Mekanisme Alat Rekam Transaksi ................................................... 62
Gambar 3 Arus Komunikasi ............................................................................... 68
Gambar 4 Sistem Pengawasan Pada Server DPKAD ........................................ 72

xiii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pajak memiliki peranan yang sangat penting di dalam kehidupan bernegara,

terkhusus didalam pelaksanaan pembangunan karena pajak adalah sumber

pendapatan Negara untuk menanggung atau membiayai semua pengeluaran

termasuk pengeluaran pembangunan. Pajak juga memiliki peranan yang penting

didalam mengatur pertumbuhan ekonomi melalui kebijaksanaan pajak. Akan tetapi,

masih banyak masyarakat yang tidak sadar mengenai kewajibannya membayar

pajak. Oleh karena itu, pemerintah harus memberikan pemahaman kepada

masyarakat mengenai pentingnya pajak bagi Negara, hal tersebut akan mmeberikan

kesadaran kepada masyarakat terutama wajib pajak untuk memenuhi kewajiban

perpajakannya. (pajakku.com)

Undang- Undang Nomor 28 Tahun 2009 pasal (1) tentang Pajak Daerah dan

Retribusi Daerah adalah kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang

pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang- undang, dengan

tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah

bagi sebesar- besarnya kemakmuran rakyat. (kemenkeu.go.id)

Pajak Daerah di Kabupaten Bantaeng digunakan oleh Pemerintah

Kabupaten Bantaeng untuk membiayai dan meningkatkan kesejahteraan

masyarakat untuk kepentingan pembangunan daerah. Pajak untuk Kabupaten

Bantaeng diatur dalam PERDA Kabupaten Bantaeng Nomor 1 Tahun 2017.

1
2

Peraturan Daerah Kabupaten Bantaeng Nomor 1 Tahun 2017 Tentang Pajak Daerah

Kabupaten Bantaeng, bahwa pajak daerah adalah merupakan salah satu sumber

pendapatan daerah yang penting untuk mewujudkan kesejahteraan seluruh

masyarakat Bantaeng, oleh karena itu perlu dilakukan penyesuaian terhadap

beberapa objek pajak dan penurunan sejumlah tarif pajak yang disesuaikan dengan

kondisi dan perkembangan saat ini. Pajak berperan penting dalam suatu daerah

khususnya dalam pembangunan daerah tersebut, sehingga masyarakat yang

berdomisili di suatu daerah wajib mengimplementasikan apa yang menjadi

peraturan daerah tersebut. (data.bantaengkab.go.id)

Tabel 1
Realisasi Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Bantaeng
Tahun 2017-2019
Pendapatan Asli Daerah Target Pendapatan Asli Daerah
Tahun
(Rp) (Rp)
2017 65.202.492.783,64 118.655.219.545,53
2018 94.630.714.707,18 130.007.842.943,24
2019 946.219.000.740,06 1.118.497.221.900,00

Sumber: DPKAD Kabupaten Bantaeng


Berdasarkan tabel diatas, data Pendapatan Asli Daerah mengalami

peningkatan setiap tahunnya. Pemasukan pajak sebelum adanya alat rekam

transaksi pajak di setiap tempat usaha di Kabupaten Bantaeng masih kurang efektif,

dibandingkan dengan setelah dipasangnya alat tersebut Pendapat Asli Daerah

Kabupaten Bantaeng mengalami peningkatan.

Alasan pemerintah mengawasi atau memonitoring pendapatan daerah,

karena masih banyak permasalahan- permasalahan yang sering terjadi pada

pendapatan daerah sehingga perlunya pengawasan dari aparat pemerintah daerah.


3

Permasalahan umum yang sering terjadi dalam pajak yaitu penerimaan pajak yang

tidak sesuai dengan target pajak. Permasalahan itu adalah program perpajakan yang

tidak efektif, SDM perpajakan yang masih sangat kurang, tingkat kepatuhan

perpajakan yang masih kurang, dan tidak efektifnya relaksasi fiskal. Oleh karena

itu, pendapatan asli daerah (PAD) perlu dioptimalkan agar bisa membiayai

pengeluaran daerah, caranya yaitu dengan menggunakan sistem monitoring atau

pengawasan pemungutan pajak dengan cara yang lebih modern dan lebih

memanfaatkan teknologi yang semakin canggih dengan menerapkan program

aplikasi M-POS dalam bentuk smartphone.

Permasalahan implementasi program alat rekam transaksi usaha wajib pajak

di Kabupaten Bantaeng dapat diatasi jika implementasi program yang akan

dijalankan menggunakan teori implementasi menurut Edwards III yang mencakup

(1) Komunikasi, yaitu keberhasilan suatu implementasi program bergantung pada

implementor atau aparat pemerintah yang mengetahui dengan jelas apa yang

menjadi tujuan atau sasaran dari program yang dijalankan, kemudian sasaran dari

program tersebut harus disampaikan dengan jelas kepada wajib pajak agar tidak

terjadi miskomunikasi. (2) Sumberdaya, yaitu meskipun tujuan program telah

disampaikan dengan jelas, proses implementasi program tidak akan berjalan dengan

efektif apabila implementor kekurangan sumber daya. (3) Disposisi, yaitu sikap

yang dimiliki oleh implementor seperti memiliki komitmen yang kuat didalam

melaksanakan program yang dijalankan. (4) Struktur birokrasi, yaitu pembagian

kerja yang jelas.


4

Sesuai dengan ketentuan Peraturan Daerah Kabupaten Bantaeng Nomor 1

Tahun 2017 Tentang Pajak Daerah Kabupaten Bantaeng, maka tahun 2019 Badan

Pendapatan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Bantaeng yang bekerjasama

dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mulai menerapkan pemasangan

sistem aplikasi M-POS disejumlah Hotel dan Restoran yang ada di Bantaeng.

Pemasangan alat rekam ini tahap pertama dipasang sebanyak 31 unit, tahap kedua

sebanyak 28 unit dan tahap selanjutnya akan menyusul. Penyerahan aplikasi M-Pos

ini dimulai dari D’taman Kafe n Resto, kemudian berlanjut ke hotel kirey dan rumah

makan A & Y. Hal ini disebabkan karena adanya tunggakan wajib pajak yang harus

untuk dibayar. Adanya tunggakan pajak itu menunjukkan bahwa wajib pajak belum

semuanya mematuhi kewajibannya untuk membayar pajak daerah. Oleh karena itu,

Dinas Pendapatan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Bantaeng memasang

sistem aplikasi M-POS disejumlah tempat yang ada di Kabupaten Bantaeng.

Melalui Aplikasi M-POS semua transaksi usaha untuk kategori wajib pajak pungut

akan langsung terekam di Dinas Pendapatan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten

Bantaeng dan Bank Sulselbar. Aplikasi pengolah data dan pelaporan akan

menampilkan laporan rekapan transaksi dan pajaknya secara total maupun masing-

masing wajib pajak. (data.bantaengkab.go.id)

Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Inyoman Toni Artana Putra (2015)

dengan judul “Efektifitas Sistem dan Prosedur Pembayaran Pajak Secara Elektronik

(Billing System) Bagi Wajib Pajak”. Hasil penelitian ini menunjukkan efektifitas

sistem dan prosedur pembayaran pajak secara elektronik yaitu secara sistem,

pembayaran pajak lebih efektif dalam hal pembuatan kode billing dan lebih akurat
5

karena sistem membimbing wajib pajak dengan pengisian surat setoran pajak.

Secara prosedur, pembayaran pajak lebih mudah karena bisa melalui anjungan tunai

mandiri dan internet banking serta lebih mudah karena hanya memasukkan kode

billing tanpa memasukkan identitas wajib pajak. (syekhnurjati.ac.id)

Menurut Soemahamidjaja (1993), Pajak adalah pungutan yang wajib

dibayar dapat berupa uang maupun barang yang dipungut oleh pemerintah

berdasarkan norma- norma hukum, dengan tujuan untuk menutup biaya barang atau

dalam mencapai kesejahteraan bersama.

Penerimaan pajak sangat berpengaruh peranannya pada pendapatan Negara.

Namun, pada pelaksanaan pemungutan pajak terkadang tidak terjalin dengan baik

antara wajib pajak dengan pemerintah. Hal ini terjadi disebabkan karena adanya

perbedaan kepentingan antara pemerintah dengan wajib pajak. Wajib pajak

berusaha untuk mengurangi beban pajak bahkan membayar pajak tidak sesuai

dengan pungutan pajak yang seharusnya sedangkan pemerintah berusaha untuk

menerima pembayaran pajak yang tinggi dari wajib pajak tersebut.

Menurut Purwanto (2012), Implementasi adalah sebuah penerapan atau

tindakan yang dilaksanakan berdasarkan rencana yang telah disusun atau dibuat

dengan cermat dan terperinci sebelumnya. Implementasi merupakan sebuah

tindakan atau penerapan aksi nyata untuk melaksanakan rencana yang sudah

disusun dengan baik. Jadi bisa dikatakan, implementasi hanya bisa dilakukan jika

telah ada rencana yang sudah disusun dan bukan cuma sekedar tindakan semata.

Namun dalam mengimplementasikan peraturan daerah mengenai wajib pajak


6

khususnya di Kabupaten Bantaeng, masih terdapat masalah mengenai pembayaran

pajak yang tidak sesuai. Sehingga dibutuhkan sebuah alat bantu berupa alat

perekam transaksi agar lebih efektif dalam mengelola wajib pajak.

Alat perekam transaksi pajak adalah sebuah program yang berfungsi untuk

mencegah terjadinya pelanggaran dalam melakukan pembayaran pajak Adapun alat

perekam transaksi pajak yang diterapkan di Kabupaten Bantaeng yaitu aplikasi M-

POS, aplikasi tersebut untuk menentukan nilai transaksi penjualan masing- masing

pengusaha yang berada di Kabupaten Bantaeng. Dinas pendapatan keuangan dan

aset daerah di provinsi Sulawesi Selatan memaparkan bahwa telah menerima pajak

yang diindikasikan tidak sesuai dengan pungutan pajak yang seharusnya. Jadi, salah

satu tujuan pemasangan alat rekam transaksi pada usaha wajib pajak ini untuk

menghindari manipulasi data serta kebocoran pajak, karena semua data pajak yang

harus dibayar akan masuk ke dalam sistem DPKAD, sehingga dapat dilihat saat

pembayaran pajak apakah hasilnya sesuai dengan pendapatan pajak atau tidak. Alat

perekam ini diharapkan dapat menambah pendapatan asli daerah (PAD) dan untuk

menghindari terjadinya kebocoran anggaran karena alat perekam transaksi wajib

pajak ini di awasi langsung oleh Komisi Pemberantasan Korupsi.

(data.bantaengkab.go.id)

Alat perekam transaksi usaha wajib pajak biasa disebut dengan aplikasi M-

POS. aplikasi ini adalah alat yang digunakan untuk mengontrol transaksi usaha

yang dipasang di mesin kasir untuk menghitung setiap transaksi yang terjadi di

tempat usaha. Aplikasi M-POS akan mengirimkan data transaksi penjualan dan

pajaknya ke server BPKAD sehingga dapat dijadikan data pembanding dari laporan
7

bulanan. Data aplikasi M-POS akan langsung masuk ke server pemerintah daerah

jadi pemerintah dapat melihat langsung transaksi pajak yang terjadi di tempat

usaha. Dengan adanya alat perekam transaksi ini diharapakan mampu mencapai

target penerimaan pajak bahkan lebih. Perangkat Aplikasi M-POS berupa

smartphone yang dilengkapi dengan aplikasi transaksi yang mudah digunakan jadi

tidak akan mengganggu atau mempersulit kegiatan transaksi di wajib pajak justru

akan memudahkan DPKAD untuk mengukur kemampuan pajak restoran serta

pelaku usaha yang akan dipermudah dalam memantau kinerja usahanya.

(tribunnews.com)

Proses kerja alat ini dipasang di mesin kasir dalam bentuk smartphone yang

akan menangkap data transaksi dan langsung dikirimkan ke BPKAD Kabupaten

Bantaeng dan Bank Sulselbar. Alat perekam transaksi pajak yang dimaksud ada tiga

jenis, yaitu Tapping Box, barebone, dan Mobile- payment online system (M-POS).

Alat rekam transaksi ini dipasang di sejumlah hotel dan restoran yang diharapkan

untuk bisa menertibkan wajib pajak untuk melaksanakan kewajibannya membayar

pajak. Selain itu, dengan adanya alat ini diharapan dapat meminimalisir kehilangan

pendapatan daerah dari sektor pajak. Jenis alat yang akan dipasang di Kabupaten

Bantaeng yaitu Tapping Box dan M-POS, tetapi yang sudah resmi dipasang yaitu

sistem aplikasi M-POS. (kalbaronline.com)

Berdasarkan permasalahan di atas, penulis mengangkat judul tentang

“Implementasi Program Alat Rekam Transaksi Usaha Wajib Pajak Di Kabupaten

Bantaeng”.
8

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka rumusan masalah dalam

penelitian ini, yaitu:

1. Bagaimana implementasi program pemasangan alat rekam transaksi usaha

wajib pajak di Kabupaten Bantaeng?

2. Apa hambatan yang dialami pada implementasi program alat rekam

transaksi usaha wajib pajak di Kabupaten Bantaeng?

C. Tujuan Penelitian

Dari rumusan masalah tersebut tujuan penelitian ini, yaitu:

1. Untuk mengetahui implementasi program alat rekam transaksi usaha wajib

pajak di Kabupaten Bantaeng.

2. Untuk mengetahui hambatan yang mempengaruhi implementasi program

alat rekam transaksi usaha wajib pajak di Kabupaten Bantaeng.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan bisa memberikan manfaat, baik manfaat

teoritis maupun praktis, yaitu:

1. Secara Teoritis

Berdasarkan hasil penelitian ini penulis mengharapkan agar hasil penelitian

dapat memberikan sumbangan pemikiran terhadap ilmu pengetahuan dan

bermanfaat bagi perkembangan ilmu sosial yang berkaitan dengan implementasi

kebijakan publik.
9

2. Secara Praktis

Penelitian ini diharapkan bisa bermanfaat dan dijadikan sebagai bahan

referensi untuk penelitian selanjutnya yang membahas tentang implementasi

program pemasangan alat rekam transaksi usaha wajib pajak.


BAB II

LANDASAN TEORI

A. Penelitian Terdahulu

Peneliti menggunakan 5 penelitian sebelumnya dengan tujuan sebagai

bahan referensi dalam penelitian ini agar peneliti dapat mencapai informasi

mengenai pokok pembahasan penelitian yang akan dilaksanakan. Penelitian

Pertama, yang dijadikan referensi adalah penelitian yang dilaksanakan oleh Dipa

Samudra (2012) yang berjudul “Efektifitas Sistem Online dalam Pemungutan Pajak

Hiburan di Provinsi DKI Jakarta”. Metode penelitian yang digunakan dalam

penelitian ini adalah penelitian kuantitatif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa

Hasil dari penelitian ini adalah analisis teori efektifitas organisasi 7s Frameworks

pada penerapan sistem online menunjukkan bahwa sistem online sudah berjalan

dengan efektif. Hambatan yang ditemui pada penerapan sistem online dalam

pemungutan pajak hiburan di Provinsi DKI Jakarta adalah kesulitan yang dialami

oleh pihak ketiga untuk memasang perangkat pendukung sistem online karena

keberagaman sistem cash register Wajib Pajak, keengganan wajib pajak dalam

mengikuti sistem online dan hubungan kusus antara fiskus dengan wajib pajak.

Penelitian Kedua yang dijadikan referensi yaitu penelitian yang

dilaksanakan oleh Wiwit Purnamasari (2008) dengan judul “Analisis Pengawasan

Administrasi Pajak Restoran Melalui Sistem Online di Provinsi DKI Jakarta”.

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode penelitian

kuantitatif. Hasil penelitian ini menunjukkan proses pengawasan administrasi pajak

restoran melalui sistem online di Provinsi DKI Jakarta berjalan dengan efektif dan

10
11

efisien serta pengawasan administrasi pajak restoran melalui sistem online

merupakan suatu sistem pengawasan yang tepat untuk diterapkan di Provinsi DKI

Jakarta.

Penelitian ketiga yang dijadikan referensi yaitu penelitian yang dilakukan

oleh Fifi Afiyah (2016) dengan judul “Efektivitas Sistem Pembayaran Pajak

Daerah Online Dalam Peningkatan Pendapatan Daerah”. Pada penelitian ini

menggunakan metode penelitian kualitatif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa

sistem online bagi wajib pajak memberikan kemudahan dalam melaporkan dan

membayar pajak. Sistem online ini memberikan kontribusi untuk meningkatkan

pendapatan daerah. Dengan adanya sistem online dalam pembayaran pajak daerah

ini memberikan kemudahan bagi wajib pajak dalam pelayanan perpajakan,

mengefektifkan proses administrasi pajak dengan itu keterlambatan pembayaran

pajak dapat berkurang.

Penelitian keempat yang dijadikan referensi yaitu penelitian yang dilakukan

oleh Diana Andansari (2019) dengan judul “Evaluasi Penerapan Sistem Online

Pajak Daerah (Aplikasi E-PAD) Dalam Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah

Kabupaten Banyuwangi Tahun 2018”. Penelitian ini menggunakan metode

penelitian kualitatif yang mana sumber data diperoleh dari data primer yaitu dengan

cara dkumentasi, observasi, dan wawancara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

penerapan sistem online pajak daerah (aplikasi e-PAD) telah memberikan manfaat

yang lebih besar dari biaya yang dikeluarkan dan berdasarkan hasil evaluasi

kebijakan menyimpulkan bahwa sistem online pajak darah memberikan dampak

positif bagi wajib pajak dan pemungut pajak.


12

Penelitian kelima yang dijadikan referensi yaitu penelitian yang dilakukan

oleh Ardian Rio Febri Puji Ramadhan (2017) dengan judul “Implementasi Sistem

Pajak Online (E-Tax) Dalam Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah Kota Malang

(Studi Pada Pajak Hotel Dan Restoran Di Dinas Pendapatan Daerah Kota

Malang). Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa pelaksanaan peningkatan pendapatan asli daerah Kota Malang

pada pajak hotel dan restoran di Kota Malang telah melaksanakan implementasi

kebijakan yang berbasis e-gov pada sistem pajak online (E-Tax) yang berjalan

dengan baik. Akan tetapi pada pelaksanaan penelitian ini memiliki faktor

penghambat yaitu minimnya pemahaman wajib pajak hotel dan restoran dalam

pengoperasian sistem e-tax, alat dan jaringan yang dioperasikan oleh BRI tidak

dilakukan pembaharuan sistem, kurangnya koordinasi antar pihak terkait apabila

ada kendala teknis maupun non-teknis.

B. Pengertian Implementasi

Implementasi merupakan pelaksanaan dari sebuah program yang harus

dijalankan setelah terlaksananya sebuah kebijakan yang akan memberikan dampak

yang baik sesuai dengan yang diharapkan atau dampak yang buruk sesuai dengan

yang tidak diharapkan.

Untuk lebih memahami apa itu implementasi, berikut adalah definisi

implementasi menurut para ahli:

1. Menurut Van Meter dan Van Horn (dalam buku Anggara 2014:232),

Implementasi adalah tindakan- tindakan yang dilaksanakan oleh individu/


13

pejabat atau kalangan pemerintah atau swasta yang diarahkan untuk

tercapainya tujuan yang suda h digariskan pada keputusan kebijakan.

2. Menurut Usman (2002:70), Implementasi adalah bermuara pada aktivitas,

aksi, tindakan, atau adanya mekanisme suatu sistem.

3. Menurut Setiawan (2004:39), Implementasi adalah keseluruhan aktivitas

yang saling membentuk sistem interaksi antara tujuan dan strategi untuk

mencapainya serta membutuhkan hubungan pelaksana, dan birokrasi yang

efektif.

4. Menurut Harsono (2002:67), Implementasi adalah suatu metode untuk

menjalankan kebijakan menjadi aktivitas kebijakan yang berasal dari politik

ke dalam administrasi. Peningkatan kebijakan yang dilakukan dalam rangka

menyempurnakan suatu program kegiatan.

5. Menurut Wahab (2006), Implementasi merupakan suatu hal yang paling

penting dalam pengambilan keputusan karena suatu tahap kebijakan apabila

dilakukan dengan baik dan benar secara maksimal akan mencapai tujuan

kebijakan. Implementasi adalah penyediaan sarana untuk melaksanakan

sesuatu dan menimbulkan dampak atau akibat terhadap suatu kebijakan.

Berdasarkan beberapa definisi implementasi menurut para ahli, peneliti

dapat menarik kesimpulan bahwa implementasi adalah suatu tindakan yang

dilaksanakan untuk mencapai tujuan- tujuan kebijakan yang telah direncanakan.

Dalam pengimplementasian suatu kebijakan perlu memperhatikan pihak- pihak

yang secara langsung atau tidak langsung terlibat dalam program yang akan
14

dilaksanakan, yang pada akhirnya bisa menimbulkan dampak positif maupun

negatif terhadap program yang akan dilaksanakan.

C. Pengertian Program

Program dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah rancangan

yang berkaitan dengan asas- asas dan usaha- usaha yang akan dijalankan. Program

adalah proses didalam menyelesaikan tahapan kebijakan yang telah dilaksanakan

yang memuat tentang hal- hal yang harus dilaksanakan untuk mencapai tujuan

kebijakan dan harus ada demi tercapainya sebuah hasil yang diinginkan.

Menurut Manila (2006), program akan membantu implementasi, karena

didalam program telah mengandung berbagai aspek yaitu:

1. Adanya tujuan yang perlu dicapai

2. Adanya kebijakan- kebijakan yang dilaksanakan untuk mencapa program

tersebut

3. Adanya aturan- aturan yang harus diterapkan dan langkah- langkah yang

harus dilalui

4. Adanya perkiraan anggaran yang dibutuhkan

5. Adanya strategi dalam pelaksanaan

Menurut Keban (2004), standar penilaian program, yaitu organisasi,

interpretasi dan penerapan, dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Organisasi

Organisasi pelaksanaan program harus mempunyai struktur organisasi,

adanya sumber daya manusia (SDM) yang baik sebagai tenaga pelaksana. Sumber

daya manusia yang baik berhubungan dengan kemampuan aparatur didalam


15

menjalankan fungsi dan tugasnya. Tugas aparat pelaksana program yaitu untuk

memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat untuk mencapai tujuan

program yang telah dilaksanakan.

2. Interpretasi

Interpretasi yaitu tujuannya agar program bisa dijalankan sesuai dengan

syarat dan aturan yang berlaku, harus dilihat apakah pelaksanaan program tersebut

berjalan sesuai dengan aturan- aturan yang ditetapkan oleh pejabat yang berwenang.

3. Penerapan

Penerapan dalam program ini maksudnya yaitu peraturan atau kebijakan

berdasarkan petunjuk teknis apakah berjalan sesuai dengan prosedur dan ketentuan

yang berlaku, dapat dilihat dengan dilengkapi mekanisme kerja yang jelas, program

kerja serta jadwal kegiatan yang disiplin.

D. Model Implementasi Kebijakan

Anggara (2014:237), di dalam proses implementasi kebijakan, terdapat

beberapa model yang digunakan untuk keperluan penelitian. Berikut adalah model-

model implementasi kebijakan.

1. Model implementasi menurut Jeffrey Pressman dan Aaron Wildavsky

Menurut Pressman dan Wildavsky (Anggara, 2014:238), model

implementasinya adalah model implementasi yang pertama muncul. Tulisannya

yang berjudul Implementation (1973) menyatakan bahwa Implementasi dapat

berhasil bergantung pada keterlibatan antara berbagai macam organisasi dan

departemen pada tingkat nasional yang berhubungan di dalam implementasi. Secara


16

umum model implementasi yang pertama muncul ini, menjelaskan pendapatnya

yaitu:

a. Mengelola pergeseran fokus dari sebuah proposal menjadi suatu aturan dan

bagaimana aturan menjadi program

b. Menggambarkan kompleksitas dan dinamika sifat dari implementasi

c. Menekankan pada pentingnya suatu subsistem kebijakan dan kesulitan

suatu subsistem dalam menghasilkan koordinasi dan pengendalian

d. Mengidentifikasi sejumlah faktor- faktor yang seolah- olah menjadi pemicu

hasil sebuah program yang biasanya kekurangan ekspektasi

e. Mendiagnosa beberapa patologi yang secara periodik mempengaruhi aktor

yang melaksanakan implementasi.

2. Model Implementasi menurut Donald Van Meter dan Carl Van Horn

Van Meter dan Van Horn (Anggara, 2014:240), menyatakan bahwa ada

enam variabel (kelompok variabel) yang harus diperhatikan karena dapat

memengaruhi keberhasilan implementasi, antara lain:

a. Tujuan kebijakan dan standar yang jelas

b. Sumber daya (dana atau berbagai macam insentif yang bisa memfasilitasi

kesuksesan dalam implementasi).

c. Kualitas hubungan interorganisasional. Keberhasilan implementasi sering

menuntut pada cara dan proses kelembagaan yang bisa saja membuat

struktur yang lebih tinggi. Mengontrol supaya implementasi bisa berjalan

sesuai dengan tujuan dan standar yang sudah ditetapkan.

d. Karakteristik lembaga/ organisasi pelaksana


17

e. Lingkungan politik, sosial dan ekonomi

f. Disposisi/ tanggapan atau sikap para pelaksana

3. Model Implementasi menurut George Charles Edwards III

Menurut Edwards (Anggara, 2014:248), implementasi diartikan sebagai

tahap dalam proses kebijaksanaan, yang berada di antara tahapan pembuatan

kebijaksanaan dan hasil atau akibat yang ditimbulkan dari kebijaksanaan tersebut

(output, outcome).

Dalam model yang dikembangkan Edwards, ia memaparkan empat faktor

kritis yang memengaruhi kesuksesan atau kegagalan implementasi. Keempat

variabel tersebut, yaitu komunikasi, sumberdaya, disposisi atau sikap pengelola,

dan struktur birokrasi. Keseluruhan variabel saling berkaitan dan saling

mempengaruhi satu dengan yang lain dalam menentukan kesuksesan atau

kegagalan dalam implementasi.

a. Komunikasi

Agustino (2006:157), mengemukakan bahwa kebijakan yang

dikomunikasikan harus tepat, akurat, dan konsisten. Komunikasi memiliki peran/

fungsi yang cukup penting untuk menentukan keberhasilan kebijakan publik dalam

implementasinya. Salah satu kelemahan dalam proses kebijakan publik ini,

khususnya yang terjadi di Indonesia, adalah masalah implementasinya. Salah satu

faktornya adalah komunikasi yang lemah.

b. Sumber Daya

Sumber daya yang dibutuhkan dalam implementasi menurut Edwards III

dalam buku Anggara (2014:252), yaitu:


18

1) Staf yaitu orang atau badan yang berkaitan dengan pelaksanaan program

alat rekam transaksi.

2) Informasi yaitu cara implementor memberikan pemahaman kepada wajib

pajak tentang pelaksanaan program alat rekam transaksi.

3) Kewenangan yaitu kewenangan yang dibutuhkan bagi implementor sangat

beragam dan bergantung pada pelaksanaan program alat rekam transaksi.

4) Fasilitas yaitu sarana dan prasarana yang dibutuhkan pada pelaksanaan

program alat rekam transaksi.

c. Disposisi

Anggara (2014:253), menyatakan bahwa Disposisi adalah suatu sikap dan

tanggung jawab dari seorang pelaksana kepada kebijakan atau program yang akan

dilaksanakan karena setiap kebijakan memerlukan pelaksana- pelaksana yang

mempunyai hasrat yang kuat dan tanggung jawab yang tinggi untuk bisa mencapai

tujuan kebijakan yang diharapkan.

d. Struktur Birokrasi

Struktur birokrasi Edwards III (Anggara, 2014: 253), adalah tata cara kerja

yang dibentuk untuk mengendalikan pelaksanaan sebuah kebijakan yang akan

dilaksanakan. Ia menegaskan untuk adanya Standart Operating Procedure (SOP)

yang mengelola tata cara aliran pekerjaan di antara para pelaksana, bahkan jika

pelaksanaan program yang melibatkan lebih dari satu institusi pemerintah. Ia juga

menegaskan bahwa adakalanya fragmentasi dibutuhkan ketika imlementasi

kebijakan memerlukan cukup banyak program serta mengikutsertakan banyak

institusi untuk mencapai tujuan yang diharapkan.


19

Berdasarkan ketiga jenis model implementasi tersebut, maka model

implementasi yang digunakan dalam penelitian ini yaitu model implementasi

Edwards III (1980), Pendekatan masalah implementasi dikarenakan variabelnya

saling berkaitan satu sama lain untuk membantu mengatasi implementasi kebijakan.

Dalam hal ini, peneliti ingin melihat keempat faktor dari model implementasi

George Charles Edwards III dalam program pemasangan alat rekam transaksi usaha

wajib pajak di Kabupaten Bantaeng.

E. Pengertian Alat Rekam Transaksi

Alat Rekam Transaksi atau M-POS merupakan alat yang digunakan untuk

memantau transaksi dari suatu tempat usaha secara online. Tujuannya untuk

mencegah kecurangan, sehingga penerimaan pajak daerah menjadi lebih maksimal.

(tangerangkota.go.id)

M-POS adalah mobile payment online system. Melalui M-POS, setiap

transaksi usaha yang menjadi kategori wajib pajak pungut yang terjadi di tempat

usaha akan langsung terekam di Dinas Pendapatan Keuangan dan Aset Daerah

Kabupaten Bantaeng dan Bank Sulselbar. Setiap transaksi akan diketahui dengan

nilai pajak daerah yang harus dibayar. M-POS ini adalah aplikasi transaksi yang

terpasang dismartphone, pemasangan aplikasi ini merupakan salah satu bagian dari

upaya mencegah kebocoran pajak daerah (PAD) dari pajak pungut di tempat usaha.

Pemasangan perangkat ini dilakukan atas kerjasama Komisi Pemberantasan

Korupsi (KPK). Alat ini juga memonitoring atau mengawasi pendapatan daerah

dari setoran pajak daerah, sehingga dengan alat ini diharapkan tidak terjadi lagi

kebocoran pajak dari wajib pajak pungut di tempat usaha.


20

F. Mekanisme Alat rekam Transaksi Usaha

Alat rekam transaksi usaha merupakan alat yang berfungsi untuk

menghubungkan antara sistem data transaksi yang dimiliki oleh wajib pajak dengan

sistem yang dimiliki oleh Dinas Pendapatan Keuangan dan Aset Daerah secara

online. Alat rekam transaksi usaha yang dimaksud yaitu aplikasi transaksi usaha

yang disebut dengan M-POS secara online dimana alat tersebut dipasang di tempat

kasir dalam bentuk smartphone untuk menghitung setiap transaksi yang terjadi

ditempat usaha tersebut. Alat transaksi usaha tersebut dipasang oleh Dinas

Pendapatan Keuangan dan Aset Daerah sehingga pemerintah bisa langsung

mengawasi setiap transaksi karena akan langsung terhubung kedalam sistem.

(unair.ac.id)

Alat rekam transaksi tersebut memiliki fungsi untuk mencatat atau

menangkap semua transaksi pembayaran pada sistem wajib pajak, alat tersebut

merekam hasil penerimaan jumlah pembayaran usaha dan besar hitungan pajak

usaha yang akan terutang setiap hari, besar pajak terutang tersebut dihitung

berdasarkan tarif pajak yang telah diatur dalam undang- undang Nomor 28 Tahun

2009 sebesar 10%.

G. Pengertian Pajak

Pajak adalah bagian terpenting untuk pembangunan Negara. Pajak berfungsi

untuk membiayai pengeluaran Negara. Pajak dibayar oleh rayat untuk Negara yang

diatur berdasarkan undang- undang pajak yaitu undang- undang Nomor 16 Tahun

2009 yang berbunyi “pembayaran wajib kepada Negara yang terutang yang berasal

dari orang pribadi atau badan yang sifatnya memaksa, yang tidak mendapatkan
21

timbal balik langsung yang digunakan untuk keperluan Negara dengan tujuan untuk

memakmurkan rakyat.” Akan tetapi, meskipun pembayaran pajak sangat penting

masih banyak masyarakat yang tidak sadar akan kewajibannya untuk membayar

pajak. Untuk lebih memahami tentang pajak, berikut adalah pengertian pajak

menurut parah ahli:

Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH dalam buku Mardiasmo (2011:1),

Pajak adalah pungutan rakyat kepada kas Negara bersumber pada Undang- Undang

(yang boleh dipaksakan) dengan tidak mendapatkan keuntungan (kontra Prestasi)

yang langsung bisa ditunjukkan dan dipergunakan untuk membayar biaya

pengeluaran umum.

Sedangkan menurut P.J.A. Andriani dalam buku Waluyo (2009:2), Pajak

adalah pungutan masyarakat untuk Negara (yang dipaksakan) yang terutang kepada

yang wajib membayarnya berdasarkan aturan- aturan umum (undang- undang) dan

tidak memperoleh prestasi kembali yang langsung bisa diambil yang fungsinya

adalah untuk membayar biaya- biaya umum yang berhubungan dengan Negara

untuk melaksanakan pemerintahan.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Pasal 1 ayat (1) Tahun 2007

memaparkan bahwa pajak adalah pembayaran wajib untuk negara yang terutang

pada masyarakat atau badan yang sifatnya memaksa menurut Undang- undang,

dengan tidak memperoleh fieedback secara langsung yang dimanfaatkan untuk

kepentingan Negara dan kemakmuran rakyat. (materibelajar.id)


22

Menurut Rifhi Siddiq, pajak adalah iuran yang bersifat memaksa yang

dilakukan oleh pemerintahan suatu Negara berdasarkan periode tertentu kepada

wajib pajak yang sifatnya wajib untuk dibayar. (merdeka.com)

Menurut Soemmerfeld RM, Anderson HM, dan Brock Horace R, pajak ialah

suatu bentuk pengalihan yang berasal dari sektor swasta ke sektor pemerintah,

bukan karena hukum, tetapi hal yang wajib untuk dilaksanakan berdasarkan

ketentuan yang telah ditetapkan terlebih dahulu agar pemerintah bisa melaksanakan

tugasnya untuk menjalankan tugas pemerintahan. (merdeka.com)

Berdasarkan kelima definisi pajak menurut para ahli, peneliti menarik

kesimpulan bahwa pajak adalah pungutan masyarakat yang harus dibayar guna

untuk membiayai pengeluaran- pengeluaran yang bersifat umum.

H. Fungsi pajak

Fungsi pajak menurut (Sari, 2013:37) ada 2 (dua), yaitu fungsi penerimaan

dan fungsi mengatur.

1. Fungsi Penerimaan (Budgetair)

Fungsi penerimaan yaitu sebagai alat atau sumber pemasukan uang yang

sebanyak- banyaknya kedalam tabungan Negara yang bertujuan untuk membayar

kebutuhan Negara yaitu kebutuhan rutin dan pembangunan. Sebagai sumber

pemasukan Negara pajak berfungsi untuk membayar pengeluaran- pengeluaran

Negara. Untuk melaksanakan tugas- tugas teratur Negara dan menjalankan

pembangunan Negara memerlukan biaya. Biaya ini bisa diambil dari pemasukan

pajak. Pajak berfungsi untuk pembiayaan rutin contohnya belanja pegawai, belanja

barang, pemeliharaan, dan sebagainya. Untuk pembayaran pembangunan, uang


23

dikeluarkan dari kas pemerintah seperti penerimaan dalam negeri dikurangi

pengeluaran rutin. Tabungan dari pemerintah ini jika dilihat dari setiap tahun harus

meningkat berdasarkan kebutuhan pembayaran pembangunan yang terus

meningkat dan pembiayaan ini diharapkan dari sumber pendapatan pajak.

2. Fungsi Mengatur (Regulerend)

Fungsi mengatur yaitu fungsi digunakan sebagai alat untuk memperoleh

tujuan tertentu dalam bidang keuangan (seperti bidang ekonomi, politik, budaya,

pertahanan keamanan) contohnya mengadakan perbaikan tariff, memberikan

keringanan- keringanan atau sebaliknya memberikan pemberatan-pemberatan yang

terkhusus ditujukan kepada permasalahan tertentu. Pemerintah dapat mengatur

pertumbuhan ekonomi berdasarkan kebijaksanaan pajak. Dengan fungsi mengatur

ini, pajak dapat digunakan menjadi alat untuk mencapai suatu tujuan. Penerapan

fungsi ini bisa bersifat positif dan negatif. Penerapan fungsi yang bersifat positif

yaitu kalau ada kegiatan yang dilaksanakan masyarakat oleh pemerintah dipandang

sebagai suatu hal yang positif atau baik, oleh sebab itu masyarakat didorong oleh

pemerintah dengan diberikan motivasi seperti insentif pajak (tax incentive) yang

dilaksanakan dengan memberikan fasilitas perpajakan. Sedangkan, penerapan

fungsi mengatur yang bersifat negatif artinya untuk mencegah atau menghalangi

pertumbuhan yang membawa kehidupan masyarakat ke arah tujuan tertentu. Hal

tersebut bisa dilaksanakan dengan membuat aturan di bidang perpajakan yang bisa

menghalangi dan membebankan masyarakat untuk melaksanakan kegiatan yang

mau diatasi oleh pemerintah.


24

I. Tata Cara Pemungutan Pajak Daerah

Tata cara atau sistem pemungutan pajak daerah terbagi kedalam tiga sistem,

yaitu Self Assessment Sistem, Official Assessment System dan Withholding

System. Ketiga sistem ini diatur berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 55 Tahun

2016 tentang ketentuan umum daan tata cara pemungutan pajak daerah. Berikut

adalah tiga sistem pemungutan pajak daerah di Indonesia:

1. Self Assessment System

Pemungutan pajak daerah dengan menggunakan sistem self assessment

yaitu sistem penentuan pajak dengan membebankan jumlah besaran pajak yang

harus dibayarkan kepada wajib pajak. Dengan kata lain, wajib pajak adalah orang

yang memiliki peranan aktif didalam menghitung, membayar serta melaporkan

besaran pajak yang harus dibayar kepada kantor pelayanan pajak dengan

menggunakan sistem online yang telah dibuaat oleh pemerintah.

Sistem ini memiliki kekurangan yaitu karena wajib pajak menghitung

sendiri besaran pajak yang harus dbayarkan, jadi bisa saja wajib pajak membuat

laporan palsu dengan memotong besaran pajak yang seharusnya dibayar.

2. Official Assessment System

Pemungutan pajak daerah dengan menggunakan sistem official assessment

yaitu sistem penentuan pajak yang membebakan jumlah besaran pajak yang harus

dibayar kepada petugas pajak. Pada sistem ini jumlah besaran pajak akan diketahui

setelah petugas pajak mengeluarkan surat ketetapan pajak. Jadi, pada sistem ini

wajib pajak tidak perlu lagi menghitung besaran pajak yang harus dibayar.
25

3. Withholding System

Pemungutan pajak daerah yang menggunakan sistem withholding system

yaitu penentuan jumlah besaran pajak yang harus dibayar bukan ditentukan oleh

wajib pajak maupun petugas pajak, melainkan dihitung oleh pihak ketiga. Jadi

sistem ini yaitu pemotongan langsung penghasilan karyawan yang dilakukan pada

instansi terkait, sehingga karyawan tersebut tidak perlu lagi datang ke kantor pajak

karena jumlah besaran yang harus dibayar akan terpotong pada penghasilan

karyawan.

Kemudian Tata cara pemungutan pajak daerah yang dilaksanakan

berdasarkan stelsel pajak atau sistem yang digunakan untuk menghitung jumlah

pajak yang harus dibayar, tata cara pemungutan pajak dibagi menjadi tiga (3), yaitu:

(www.online pajak.com)

1. Stelsel Nyata (Riel Stelsel), yaitu pengenaan pajak berdasarkan pada objek

pajak (penghasilan yang nyata), jadi pemungutannya baru bisa dilakukan

pada akhir tahun pajak, yaitu setelah penghasilan sesungguhnya diketahui.

Stelselnya memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihan stelselini adalah

pajak yang dikenai lebih realistis. Sedangkan kekurangannya adalah pajak

baru bisa dikenakan pada akhir periode (setelah penghasilan riil diketahui).

2. Stelsel Anggapan (FictiveStelsel), yaitu pengenaan pajak berdasarkan pada

satu anggapan yang telah diatur oleh undang-undang, seperti penghasilan satu

tahun sebelumnya sehingga pada awal tahun pajak telah bisa ditetapkan

besarnya pajak yang terutang untuk tahun pajak berjalan. Kelebihan stelsel

ini adalah pajak bisa dibayar selama tahun pajak berjalan, tanpa harus
26

menunggu pada akhir tahun. Sedangkan kekurangannya adalah pajak yang

dibayar tidak berdasarkan pada keadaan yang sesungguhnya.

3. Stelsel Campuran (Mix Stelsel), yaitu kombinasi antara stelsel nyata dengan

stelsel anggapan. Pada awal tahun, besarnya pajak dihitung berdasarkan suatu

anggapan, kemudian pada akhir tahun besarnya pajak disesuaikan dengan

keadaan yang sebenarnya. Apabila besarnya pajak menurut kenyataan lebih

besar dari pada pajak menurut anggapan, maka wajib pajak harus menambah.

Sebaliknya, jika lebih kecil kelebihannya dapat diminta kembali.

J. Pengertian Wajib Pajak

Wajib pajak sangatlah memegang peranan yang penting dalam kelancaran

perpajakan yang diatur dalam undang- undang. Menurut Mardiasmo (2011:23),

Wajib Pajak adalah orang pribadi, individu, atau badan, yang mencakup

pembayaran pajak, pemotongan pajak, dan pemungutan pajak, yang memiliki hak

dan kewajiban perpajakan sesuai dengan peraturan perundang- undangan tentang

perpajakan.

Sedangkan wajib pajak menurut Sari (2013:23), adalah orang pribadi yang

berdasarkan ketentuan peraturan perundang- undangan perpajakan yang ditunjuk

untuk menjalankan kewajiban perpajakannya.

Wajib Pajak menurut UU No. 28 Tahun 2007 Pasal 1 Ayat 2 adalah Wajib

pajak orang pribadi yang sudah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sesuai

dengan peraturan perundang- undangan di bidang perpajakan yang meliputi

pembayaran pajak, pemotongan pajak, serta pemungutan pajak yang memiliki hak
27

dan kewajiban membayar pajak berdasarkan peraturan perundang- undangan

perpajakan.

Berdasarkan beberapa pengertian wajib pajak menurut para ahli, peneliti

menarik kesimpulan bahwa Wajib Pajak adalah orang yang terlibat yang memiliki

kewajiban membayar pajak yang telah disetujui berdasarkan peraturan perpajakan.

Dari definisi tersebut mengharuskan wajib pajak untuk melakukan kewajiban

perpajakannya yaitu membayar pajak dan juga termasuk pemungutan pajak atau

pemotongan pajak tertentu. Oleh karena itu, pemerintah harus berupaya semaksimal

mungkin agar wajib pajak mampu memahami dan menyadari kewajibannya untuk

membayar pajak.

K. Kerangka Pikir

Kerangka fikir penelitian ini dimulai dari adanya masalah- masalah

mengenai wajib pajak. Salah satu masalah pajak yaitu pembayaran pajak yang tidak

sesuai dengan target pemasukan pajak.

Jadi, untuk mengetahui sejauh mana pelaksanaan Peraturan Daerah

Kabupaten Bantaeng Nomor 1 Tahun 2017 tentang Pajak Daerah Kabupaten

Bantaeng perlu dilakukan analisis secara mendalam yang mencakup proses

komunikasi, sumber daya, disposisi, dan struktur birokrasi. Dengan alasan tersebut,

peneliti mengambil keputusan untuk menggunakan model George Charles Edwards

III, dikarenakan model implementasi tersebut menyebutkan bahwa implementasi

kebijakan didasari pada empat variabel, yaitu komunikasi, sumberdaya, disposisi

dan struktur birokrasi. Dari proses implementasi kebijakan melalui empat variabel

tersebut bertujuan untuk mencapai keberhasilan implementasi kebijakan. Dari


28

pernyataan tersebut peneliti dapat menentukan bahwa model implementasi

kebijakan ini akan memudahkan peneliti dalam memahami bagaimana

implementasi Peraturan Daerah Kabupaten Bantaeng Nomor 1 Tahun 2017 tentang

Pajak Daerah Kabupaten Bantaeng dengan melihat bagaimana proses komunikasi

yang dilaksanakan, sumber daya, proses disposisi serta struktur birokrasi yang ada.

Dari proses implementasi kebijakan tersebut dapat diketahui keberhasilan dalam

implementasi program pemasangan alat rekam transaksi usaha wajib pajak

khusunya di Kabupaten Bantaeng

Berdasarkan dari uraian tersebut maka kerangka pikir pada penelitian ini

adalah model Implementasi menurut Edwards III (Anggara, 2014:250).

Implementasi Program Alat Rekam


Transaksi Usaha Wajib Pajak

Teori Implementasi
menurut Edwards III Hambatan Implementasi
(1980), yaitu: Kebijakan
1) Komunikasi 1) Faktor Internal
2) Sumber Daya 2) Faktor Eksternal
3) Disposisi
4) Struktur Birokrasi

Gambar 1
Kerangka Pikir Penelitian
29

L. Fokus Penelitian

Berdasarkan kerangka pikir diatas maka fokus penelitian ini berangkat dari

latar belakang masalah yang dirumuskan dalam rumusan masalah dan dikaji

berdasarkan teori dan tinjauan pustaka. Fokus penelitian ini akan berdasarkan

rumusan masalah dimana melihat implementasi program alat rekam transaksi usaha

wajib pajak di Kabupaten Bantaeng. Teori yang digunakan dalam penelitian ini

yaitu teori menurut George Charles Edwards III (1980) yang mengatakan bahwa

implementasi ada ada beberapa indikator yaitu: (1) Komunikasi, (2) Sumber Daya,

(3) Disposisi, (4) Struktur Birokrasi.

M. Deskripsi Fokus Penelitian

1. Komunikasi program alat rekam transaksi

Indikator ini berkaitan dengan transmisi atau penyaluran komunikasi yang

dilakukan, kejelasan informasi, dan konsistensi.

2. Sumber daya program alat rekam transaksi

Sumber daya berkaitan dengan sumber daya yang digunakan pada program

alat rekam transaksi seperti sumber daya manusia, sumber daya anggaran, dan

fasilitas.

3. Disposisi program alat rekam transaksi

Disposisi berkaitan dengan sikap pelaksana atau implementor dan wajib

pajak dalam menjalankan program alat rekam transaksi.

4. Struktur Birokrasi alat rekam transaksi

Struktur Birokrasi berkaitan dengan fragmentasi dan Standar Operating

Procedure (SOP) yang ada pada program alat rekam transaksi.


30

5. Hambatan yang mempengaruhi pelaksanaan program alat rekam transaksi

usaha wajib pajak seperti faktor internal dan faktor eksternal.


BAB III

METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Lokasi Penelitian

Waktu penelitian ini dilakukan selama kurang lebih 2 bulan dimulai sejak

dikeluarkannya surat izin penelitian dari Kantor Dinas penanaman modal dan

pelayanan terpadu satu pintu Kabupaten Bantaeng pada tanggal 23 Juni 2020

sampai 23 Agustus 2020. Pada penelitian ini penulis memilih lokasi di Kabupaten

Bantaeng Provinsi Sulawesi Selatan tepatnya di Dinas Pendapatan Keuangan dan

Aset Daerah Kabupaten Bantaeng. Peneliti mengambil lokasi penelitian tersebut

dikarenakan di Kabupaten Bantaeng merupakan salah satu daerah yang menerapkan

program pemasangan alat rekam transaksi usaha wajib pajak.

B. Jenis dan Tipe Penelitian

1. Jenis Penelitian

Pada penelitian ini, peneliti menggunakan jenis penelitian Kualitatif, karena

penerapan metode ini diharapkan bisa memperoleh gambaran yang mendalam dan

data yang lengkap mengenai kenyataan dan proses implementasi program

pemasangan alat rekam transaksi usaha wajib pajak yang akan diteliti melalui

proses observasi, wawancara dengan informan yang telah ditentukan, dan studi

dokumentasi melalui pengumpulan dokumen dan gambar. Selanjutnya peneliti akan

mendeskripsikan data yang didapatkan.

2. Tipe Penelitian

Tipe penelitian yang digunakan yaitu tipe Penelitian deskriptif yaitu teknik

pengumpulan data yang berbentuk kata- kata, gambar dan bukan angka. Jenis

31
32

penelitian ini yaitu penelitian yang mengarah untuk menjelaskan atau

menggambarkan kondisi yang terjadi. Penelitian ini berfungsi untuk mengetahui

bagaimana implementasi program alat rekam transaksi usaha wajib pajak di

Kabupaten Bantaeng dan hambatan yang dihadapi pada pelaksanaan program alat

rekam transaksi.

C. Informan Penelitian

Informan Penelitian yang dimaksud yaitu pihak yang terkait dengan

implementasi program alat rekam transaksi di Dinas Pendapatan Keuangan dan

Aset Daerah Kabupaten Bantaeng, restoran dan hotel yang berkaitan langsung pada

penelitian ini. Adapun informan pada penelitian ini disajikan pada tabel 2 berikut:

Tabel 2
Daftar Informan Penelitian

No. Informan Inisial Jabatan/ Status


1. Muhammad Idris, SE MI Kepala Bidang
Pendapatan
2. Andi Muh. Irfan Bakri, SE AMIB Staf Dinas Pendapatan
3. Fitriani, SE F Kepala Sub Bidang
Pelayanan
4. Endang Sriwulan ES Pengguna Aplikasi M-
Pos
5. Muhammad Asrul MA Pengguna Aplikasi M-
Pos
(Sumber: Peneliti, 2020)

Dilihat pada tabel 2 diatas dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Bapak Muhammad Idris, SE adalah Kepala Bidang Pendapatan keuangan dan

aset daerah kabupaten bantaeng yang berperan sebagai koordinator dalam

implementasi program alat rekam transaksi yang dianggap memiliki

informasi yang berkaitan dengan penelitian ini.


33

2. Bapak Andi Muh. Irfan Bakri, SE adalah staf dinas pendapatan yang berperan

sebagai pelaku kebijakan (implementor) yang melakukan pengawasan kepada

wajib pajak yang turun langsung kelapangan dan dianggap memiliki

informasi yang berkaitan dengan penelitian ini.

3. Ibu Fitriani, SE adalah Kepala Bidang Pelayanan yang berperan sebagai

pelaku kebijakan (implementor) yang melakukan pengawasan kepada wajib

pajak yang dianggap memiliki informasi yang berkaitan dengan penelitian ini.

4. Ibu Endang Sriwulan adalah Manajer Hotel kirei yang berperan sebagai

pengguna aplikasi M-Pos dan dianggap memiliki informasi yang berkaitan

dengan penelitian ini.

5. Bapak Joko adalah Kasir RM. Tenda Biru Bantaeng yang berperan sebagai

pengguna aplikasi M-Pos dan dianggap memiliki informasi yang berkaitan

dengan penelitian ini.

D. Teknik Pengumpulan Data

1. Observasi

Observasi dilakukan untuk mendapatkan gambaran mengenai pelaksanaan

program alat rekam transaksi usaha wajib pajak di Kabupaten Bantaeng, oleh

karena itu peneliti melakukan observasi untuk mengamati langsung lokasi

penelitian yaitu di Dinas Pendapatan keuangan dan aset daerah Kabupaten

Bantaeng, restoran dan hotel dengan tujuan untuk mendapatkan informasi tentang

implementasi program alat rekam transaksi.


34

2. Wawancara

Wawancara dilakukan untuk mewawancarai langsung informan yang telah

ditentukan yang dianggap memiliki informasi dan pemahaman mengenai

implementasi program alat rekam transaksi.

3. Studi Dokumentasi

Studi dokumentasi yang dilakukan pada penelitian ini yaitu mengumpulkan

data yang berkaitan dengan program alat rekam transaksi, seperti buku, panduan,

foto/ gambar dan peraturan perundang- undangan dari tempat penelitian.

E. Teknik Pengabsahan Data

Teknik Pengabsahan Data adalah cara yang dilakukan untuk memberikan

keyakinan bahwa data yang ada adalah data yang telah diamati atau diteliti dan data

tersebut memang benar- benar terjadi dan telah dilaksanakan oleh peneliti. Teknik

pengabsahan data yang digunakan peneliti pada penelitian ini adalah triangulasi.

Triangulasi adalah teknik yang digunakan untuk membandingkan data yang

didapatkan yang berasal dari teori, wawancara dengan informan dan studi

dokumen. Teknik Triangulasi ada tiga yaitu (1) Triangulasi Sumber, (2) Triangulasi

Teknik, dan (3) Triangulasi Waktu.

1. Triangulasi Sumber yaitu membandingkan data hasil yang didapatkan dengan

data hasil wawancara yang dilakukan dengan informan yang telah ditentukan

dan membandingkan data hasil wawancara dengan dokumen yang

dikumpulkan.

2. Triangulasi Teknik yaitu mengecek derajat kepercayaan dengan hasil

penelitian yang didapatkan.


35

3. Triangulasi waktu yaitu pengecekan kembali data yang didapatkan dari

beberapa sumber data diberbagai waktu yang berbeda.

F. Teknik Analisis Data

Teknik Analisis Data yang digunakan pada penelitian ini yaitu Teknik

Analisis Data Kualitatif menurut Miles dan Huberman (1984). Berikut adalah

komponen dalam pengelolaan analisis data yang dipakai pada penelitian ini

menurut Miles dan Huberman Dalam buku Sugiyono (2017:247).

1. Reduksi Data

Reduksi data pada penelitian ini yaitu membuat rangkuman, mengambil hal-

hal pokok, memfokuskan kepada hal- hal yang penting, memilih tema dan pola, dan

menghilangkan hal yang dianggap tidak penting.

2. Penyajian data

Penyajian data yang digunakan pada penelitian ini yaitu menguraikan data

yang dilakukan dalam bentuk table dan gambar secara sederhana agar peneliti

mampu memahami data.

3. Kesimpulan dan verifikasi

Kesimpulan pertama yang disampaikan masih bersifat sementara, dan akan

berubah apabila tidak ditemukannya bukti- bukti yang kuat yang akan membantu

pada tahap pengumpulan data selanjutnya. Tetapi jika kesimpulan yang dihasilkan

pada tahap awal, di dukung dengan bukti- bukti yang valid (sah) dan konsisten saat

peneliti kembali ke lapangan untuk mengumpulkan data, maka kesimpulan yang

dihasilkan merupakan kesimpulan yang kredibel atau dapat dipercaya. Untuk

mendapatkan kesimpulan yang lebih efisien, maka kita mencari data lain yang baru
36

untuk dilakukan pengujian kesimpulan kepada implementasi program pemasangan

alat rekam transaksi usaha wajib pajak di Kabupaten Bantaeng.


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Lokasi Penelitian

Pada deskripsi lokasi penelitian, peneliti akan menyajikan dua gambaran

umum, yaitu gambaran umum daerah Kabupaten Bantaeng dan gambaran umum

Dinas Pendapatan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Bantaeng (DPKAD).

Gambaran umum Kabupaten Bantaeng dan Gambaran umum Dinas Pendapatan

Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Bantaeng.

1. Gambaran Umum Kabupaten Bantaeng

a. Sejarah Pendirian Kabupaten Bantaeng

Awal berdirinya Kabupaten Bantaeng bernama “Bantayan” kemudian diganti

menjadi “Bhontain” dan t erakhir berubah menjadi “Bantaeng”. Bantayan artinya

tempat pembantaian hewan dan sapi/kerbau untuk menjamu dan menyambut utusan

dari kerajaan Singosari dan Kerajaan Majapahit ketika memperluas wilayahnya

dibagian timur Nusantara pada abad ke XII dan XIII. Bantaeng dikenal dengan

julukan “Butta Toa” oleh karena itu Bantaeng memiliki sejarah yang telah diketahui

terbentuk pada tanggal 7 Desember 1254 berdasarkan hasil keputusan dari

Musyawarah Besar Kerukunan Keluarga Bantaeng (KKB) yang dilaksanakan pada

tanggal 24 Juli 1999. Berdasarkan hasil pertimbangan, saran serta alas an dari para

narasumber, pakar ahli sejarah serta tokoh masyarakat yang berasal dari Bantaeng

maupun tokoh yang memiliki keterkaitan moral dengan Bantaeng, serta

berdasarkan hasil penelusuran sejarah dan Budaya, baik pada awal masa

pemerintahan kerajaan Hindia Belanda, masa pemerintahan awal kemerdekaan

37
38

sampai terbentuknya Kabupaten Daerah tingkat II Bantaeng berdasarkan Undang-

undang No. 29 Tahun 1959 sampai sekarang.

b. Kondisi Geografis

Secara geografis Kabupaten Bantaeng terletak ± 120 km arah selatan kota

Makassar, Ibukota provinsi Sulawesi selatan dengan posisi 5º21’13” 5º35’26”

Lintang Selatan dan 119º51’42º-120º05’27” Bujur Timur. Letaknya berada di kaki

Gunung Lompobattang Kabupaten Bantaeng memiliki topografi yang meliputi

daerah pantai, darata, dan pegunungan. Luas wilayah daratan 395.83 km² dan luas

wilayah perairan mencapai 144 km². 59,33 km² atau sekitar 14,99% dari wilayahnya

adalah daerah pesisir dengan kemiringan 0-2 meter, 168,75 km² atau sekitar

42,64% dari luas wilayahnya merupakan daratan yang landai dengan kemiringan 2-

15 meter, 81, 86 km² atau sekitar 20,68% dari luas wilayahnya merupakan daratan

dengan kemiringan 15-40 meter sedangkan 83, 80 km² atau sekitar 21,17% sisanya

merupakan daerah daratan dengan kemiringan lebih dari 40 meter. Letak geografi

Kabupaten Bantaeng terdiri dari pegunungan, dataran, dan pesisir pantai.

Kabupaten Bantaeng memiliki dua musim, yaitu musim hujan dan musim kemarau.

Dengan adanya musim ini bisa memberikan keuntungan bagi sektor pertanian.

Kondisi Topografi Kabupaten Bantaeng terletak didaerah pantai memanjang

yang letaknya dibagian barat dan timur sepanjang 21,5 km yang memiliki potensial

untuk perkembangan perikanan dan rumput laut. Pada bagian utara Kabupaten

Bantaeng memiliki dataran tinggi yaitu gunung lompobattang. Sedangkan bagian

selatan membujur dari barat ke timur Kabupaten Bantaeng memiliki dataran rendah

yaitu pesisir pantai dan persawahan.


39

Kabupaten Bantaeng terletak dibagian selatan Provinsi Sulawesi Selatan dan

berbatasan dengan:

Sebelah Utara : Kabupaten Gowa dan Kabupaten Bulukumba

Sebelah Timur : Kabupaten Bulukumba

Sebelah Selatan : Laut Flores

2. Gambaran Umum Dinas Pendapatan Keuangan dan Aset Daerah

Kabupaten Bantaeng

a. Susunan Organisasi Dinas Pendapatan Keuangan dan Aset Daerah

Kabupaten Bantaeng

Berdasarkan Peraturan Bupati Bantaeng Nomor 69 Tahun 2016 tentang

kedudukan, susunan organisasi, tugas dan fungsi serta tata kerja Badan Pengelola

Keuangan Daerah Kabupaten Bantaeng BAB III Pasal 3 yaitu:

Susunan Organisasi Badan Pengelola Keuangan Daerah, terdiri dari:

1) Kepala Badan;

2) Sekretariat

Sekretariat terdiri dari:

a) Sub Bagian Program dan Pelaporan;

b) Sub Bagian Keuangan;

c) Sub Bagian Umum dan Kepegawaian.

3) Bidang Anggaran

Bidang anggaran terdiri dari:

a) Sub Bidang Perencanaan dan Penyusunan Anggaran;

b) Sub Bidang Pengendalian dan Evaluasi;


40

c) Sub Bidang Administrasi Anggaran.

4) Bidang Pendapatan

Bidang pendapatan terdiri dari:

a) Sub Bidang Pengelolaan Data dan Informasi (PDI);

b) Sub Bidang Penagihan dan Pelaporan;

c) Sub Bidang Pelayanan.

5) Bidang Perbendaharaan

Bidang perbendaharaan terdiri dari:

a) Sub Bidang Verifikasi Pertanggungjawaban;

b) Sub Bidang Pengelolaan Gaji dan Tunjangan;

c) Sub Bidang Pendanaan Kegiatan SKPD/PPKD.

6) Bidang Aset Daerah

Bidang aset daerah terdiri dari:

a) Sub Bidang Perencanaan Kebutuhan BMD;

b) Sub Bidang Penatausahaan BMD;

c) Sub Bidang Mutasi/Penghapusan BMD.

7) Bidang Akuntansi

Bidang akuntansi terdiri dari:

a) Sub Bidang Analisa Transaksi;

b) Sub Bidang Penyusunan Laporan Berkala;

c) Sub Bidang Penyusunan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah

(LKPD).

8) Unit Pelaksana Teknis Badan (UPTB);


41

9) Jabatan Fungsional.

b. Tugas dan Fungsi Dinas Pendapatan Keuangan dan Aset Daerah

Kabupaten Bantaeng

Dinas Pendapatan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Bantaeng adalah

unsur sebagai pelakana teknis Pemerintah Kabupaten Bantaeng yang dipimpin oleh

seorang Kepala Dinas yang langsung bertanggungjawab kepada Bupati melalui

Sekretaris Daerah. Tugas pokok serta tanggungjawab dari Dinas Pendapatan

Keuangan dan Aset Daerah yaitu untuk melaksankaan urusan Otonomi Daerah pada

bidang pendapatan keuangan dan aset daerah yang didalam melaksanakan tugasnya

memiliki fungsi sebagai berikut:

1) Merumuskan kebijakan pada bidang pengelolaan keuangan

2) Pelayanan penyelenggaraan pemerintah daerah pada bidang keuangan

3) Mengelola urusan ketatausahaan

Kemudian berdasarkan Peraturan Bupati Bantaeng Nomor 69 Tahun 2016

tentang perubahan atas peraturan Bupati Bantaeng Nomor 27 Tahun 2013 tentang

uraian Tugas, Fungsi dan Tata Kerja pada Dinas Pendapatan Keuangan dan Aset

Daerah Kabupaten Bantaeng, yang kemudian diuraikan pada isi Perda Kabupaten

Bantaeng Nomor 69 Tahun 2016 Bab IV pasal 4 yaitu:

1) Badan Pengelola Keuangan Daerah sebagaimana dimaksud pada pasal 2,

mempunyai tugas membantu Bupati dalam melaksanakan fungsi penunjang

Urusan Pemerintahan Bidang Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten

Bantaeng.

2) Badan Pengelola Keuangan Daerah dalam menjalankan tugasnya


42

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yaitu menyelenggarakan fungsi :

a) Penyusunan kebijakan teknis di bidang Keuangan dan Aset Daerah;

b) Pelaksanaan tugas dukungan teknis di bidang Keuangan dan Aset

Daerah;

c) Pemantauan, evaluasi dan pelaporan pelaksanaan tugas dukungan

teknis di bidang Keuangan dan Aset Daerah;

d) Pembinaan teknis penyelenggaraan fungsi-fungsi penunjang Urusan

Pemerintahan Daerah di bidang Keuangan dan Aset Daerah; dan

3) Pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Bupati sesuai dengan tugas

Selanjutnya berdasarkan Peraturan Bupati Bantaeng Nomor 69 Tahun 2016

tentang kedudukan, susuan organisasi, tugas dan fungsi serta tata kerja Badan

Pengelola Keuangan Daerah Kabupaten Bantaeng, dijelaskan uraian tugas sebagai

berikut:

a) Kepala Badan

Kepala Badan Pengelola Keuangan Daerah mempunyai tugas pokok

menyelenggarakan sebagian tugas pemerintahan dan pembangunan dalam bidang

Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah. Adapun uraian tugas Kepala Badan adalah

sebagai berikut:

(1) Merumuskan, mengarahkan dan menyelenggarakan rencana strategi dan

program kerja Badan yang sesuai dengan visi dan misi daerah;

(2) Mengkoordinasikan perumusan dan penyusunan program kerja Badan

sesuai bidang tugasnya;


43

(3) Mengkoordinasikan penyusunan dan pedoman pelaksanaan kebijakan

pengelolaan keuangan daerah,

(4) Mengkoordinasikan penyusunan Rancangan Anggaran Pendapatan dan

Belanja Daerah (APBD), Rancangan Perubahan APBD dan

pertanggungjawaban pelaksanaan APBD;

(5) Melakukan pengendalian dan pengawasan terhadap pelaksanaan

APBD;

(6) Menyusun dan melaksanakan kebijakan pembangunan Daerah di

bidang Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah;

(7) Melakukan pengendalian pelaksanaan kebijakan daerah di bidang

Pendapatan Keuangan dan Aset Daerah;

(8) Melakukan monitoring dan pengawasan pelaksanaan kebijakan daerah

di bidang Pendapatan Keuangan dan Aset Daerah;

(9) Menginventarisir permasalahan-permasalahan yang berhubungan

dengan bidang tugasnya dan menyiapkan bahan petunjuk pemecahan

masalah;

(10) Melakukan tugas lain sesuai pelimpahan Bupati.

b) Sekretariat

Sekretariat dipimpin oleh seorang Sekretaris yang mempunyai tugas pokok

memberikan pelayanan teknis dan administrasi kepada semua satuan organisasi dalam

lingkungan Badan Pengelola Keuangan Daerah. Adapun uraian tugas Sekretariat adalah

sebagai berikut:
44

(1) Mengkoordinasikan dan menyusun rencana kegiatan tahunan sebagai

pedoman pelaksanaan tugas;

(2) Mengelola dan mengkoordinasikan pelaksanaan tugas Sub Bagian

Program dan Pelaporan, Sub Bagian Keuangan dan Sub Bagian Umum

dan Kepegawaian;

(3) Menyusun rencana peningkatan kualitas sumber daya manusia aparat

Badan;

(4) Menilai prestasi kerja para Kepala Sub Bagian dalam rangka

pembinaan dan pengembangan karir;

(5) Mengelola dan mengkoordinasikan pelaksanaan pelayanan teknis dan

administratif kepada seluruh satuan organisasi dalam lingkup Badan;

(6) Melaksanakan pembinaan staf Badan;

(7) Mendistribusikan dan memberi petunjuk pelaksanaan tugas bawahan;

(8) Memantau dan mengevaluasi pelaksanaan tugas bawahan;

(9) Mengoreksi konsep naskah dinas hasil kerja bawahan, memaraf dan

menandatangani sesuai dengan kewenangannya;

(10) Melaporkan hasil pelaksanaan tugas kepada pimpinan.

c) Bidang Anggaran

Bidang Anggaran dipimpin oleh seorang Kepala Bidang yang mempunyai

tugas pokok di bidang perencanaan dan penyusunan anggaran, pengendalian dan

evaluasi serta pengadministrasian anggaran. Adapun uraian tugas Bidang

Anggaran, adalah sebagai berikut:


45

(1) Merencanakan operasionalisasi rencana kerja sesuai tugas pokok dan

fungsinya;

(2) Merumuskan penjabaran kebijakan teknis dinas di Bidang Anggaran;

(3) Menyiapkan bahan penyusunan kebijakan dan pedoman pelaksanaan

APBD;

(4) Menyiapkan bahan penyusunan rancangan APBD dan rancangan

perubahan APBD;

(5) Menyiapkan bahan pengesahan DPA-SKPD, DPA-PPKD, DPPA-

SKPD dan DPPA-PPKD;

(6) Melakukan pembinaan penyusunan program dan kegiatan;

(7) Menyiapkan bahan perumusan kebijakan pengelolaan belanja dan

pembiayaan daerah;

(8) Melakukan koordinasi dengan bidang lain dalam lingkup Badan

Penglola Keuangan Daerah Kabupaten Bantaeng;

(9) Mendistribusikan serta memberi petunjuk pelaksanaan tugas bawahan;

(10) Mengevaluasi dan memantau pelaksanaan tugas bawahan;

(11) Mengoreksi konsep naskah dinas hasil kerja bawahan, memaraf dan

menandatangani sesuai dengan kewenangannya;

(12) Melaporkan hasil pelaksanaan tugas kepada pimpinan;

(13) Melaksanakan tugas dan tanggungjawab yang diberikan oleh

pimpinan.
46

d) Bidang Pendapatan

Bidang Pendapatan dipimpin oleh seorang Kepala Bidang yang

melaksanakan tugas pokok di bidang pengelolaan data dan informasi pendapatan

daerah, penagihan dan pelaporan serta pelayanan atas pengelolaan pendapatan

daerah. Adapun uraian tugas Bidang Pendapatan adalah sebagai berikut:

(1) Merencanakan operasionalisasi rencana kerja sesuai tugas pokok dan

fungsinya;

(2) Merumuskan penjabaran kebijakan teknis dinas di bidang pendapatan;

(3) Mengkoordinasikan dan membina kegiatan pelaksanaan penagihan dan

pendapatan pada setiap perangkat daerah pengelola pendapatan daerah

serta mengkoordinasikan fasilitasi administrasi manual pendapatan

daerah pada setiap perangkat daerah pengelola pendapatan daerah;

(4) Merumuskan rencana pengembangan dan penerimaan pendapatan

daerah;

(5) Melakukan pengawasan dan pengendalian pelaksanaan pengelolaan

pajak dan retribusi, dana perimbangan dan pendapatan lain-lain yang

sah;

(6) Melakukan evaluasi/monitoring pelaksanaan pengelolaan pajak dan

retribusi, dana perimbangan serta pendapatan lain-lain yang sah;

(7) Mengadakan bimbingan teknis pengelolaan pendapatan daerah;

(8) Melakukan koordinasi dengan bidang lain dalam lingkup Badan

Pengelola Keuangan Daerah Kabupaten Bantaeng;

(9) Mendistribusikan dan memberi petunjuk pelaksanaan tugas bawahan;


47

(10) Memantau dan mengevaluasi pelaksanaan tugas bawahan;

(11) Mengoreksi konsep naskah dinas hasil kerja bawahan, memaraf dan

menandatangani sesuai dengan kewenangannya;

(12) Melaporkan hasil pelaksanaan tugas kepada pimpinan;

(13) Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh pimpinan.

e) Bidang Perbendaharaan

Bidang Perbendaharaan dipimpin oleh seorang Kepala Bidang yang

melaksanakan tugas pokok di bidang perumusan kebijakan penerimaan dan

pengeluaraan kas daerah, penempatan uang daerah serta pengujian kelengkapan dan

keabsahan dokumen-dokumen pembayaran atas beban anggaran daerah yang

meliputi verifikasi atas pertanggungjawaban penggunaan dana SKPD/PPKD,

pengelolaan gaji dan tunjangan pegawai serta pendanaan kegiatan-kegiatan

SKPD/PPKD yang tertuang dalam APBD. Adapun uraian tugas Bidang

Perbendaharaan adalah sebagai berikut:

(1) Mengumpulkan dan mengolah data dalam rangka penyusunan program

dan kegiatan di bidang perbendaharaan;

(2) Menerbitkan SP2D berdasarkan permintaan pejabat pengguna

anggaran dan pihak lain yang berhak atas beban rekening kas umum

daerah;

(3) Melakukan koordinasi, monitoring, evaluasi dan penyusunan laporan

penggunaan/penyerapan dana-dana khusus.

(4) Menyiapkan system penatausahaan keuangan SKPD/PPKD yang

efektif dan efisien;


48

(5) Menyiapkan bahan pelaksanaan pinjaman dan pemberian pinjaman

atas nama pemerintah daerah dan pengelolaan utang dan piutang

daerah;

(6) Melakukan pemantauan terhadap pelaksanaan penerimaan dan

pengeluaran APBD oleh bank dan/atau lembaga keuangan lainnya

yang ditunjuk;

(7) Melakukan penempatan uang daerah dan mengelola/menatausahakan

investasi daerah;

(8) Melakukan pengamanan bukti kekayaan daerah Non Aset Tetap;

(9) Melakukan koordinasi dengan bidang lain dalam lingkup Badan

Penglola Keuangan Daerah Kabupaten Bantaeng;

(10) Mendistribusikan dan memberi petunjuk pelaksanaan tugas bawahan;

(11) Memantau dan mengevaluasi pelaksanaan tugas bawahan;

(12) Mengoreksi konsep naskah dinas hasil kerja bawahan, memaraf dan

menandatangani sesuai dengan kewenangannya;

(13) Melaporkan hasil pelaksanaan tugas kepada pimpinan;

(14) Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh pimpinan.

f) Bidang Aset Daerah

Bidang Aset Daerah dipimpin oleh seorang Kepala Bidang yang

melaksanakan tugas pokok di bidang perencanaan kebutuhan dan penatausahan

barang milik daerah. Adapun uraian tugas Bidang Aset Daerah adalah sebagai

berikut:
49

(1) Menyusun rencana teknis dan program kegiatan inventarisasi,

pengelolaan aset, dan investasi aset daerah;

(2) Melaksanakan pembinaan dan bimbingan teknis dalam bidang

perencanaan kebutuhan dan inventarisasi aset;

(3) Melakukan pengawasan dan pengendalian terhadap pelaksanaan

inventarisasi, pengelolaan aset, dan investasi aset daerah;

(4) Melakukan koordinasi dengan bidang lain dalam lingkup Badan

Penglola Keuangan Daerah Kabupaten Bantaeng;

(5) Mendistribusikan dan memberi petunjuk pelaksanaan tugas bawahan;

(6) Memantau dan mengevaluasi pelaksanaan tugas bawahan;

(7) Mengoreksi konsep naskah dinas hasil kerja bawahan, memaraf dan

menandatangani sesuai dengan kewenangannya;

(8) Melaporkan hasil pelaksanaan tugas kepada pimpinan;

(9) Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh pimpinan.

g) Bidang Akuntansi

Bidang Akuntansi dipimpin oleh seorang Kepala Bidang yang melaksanakan

tugas pokok di bidang perumusan kebijakan teknis dan pelaksanaan urusan

pemerintahan yang menjadi kewenangan Badan yang meliputi perumusan

kebijakan akuntansi dan system akuntansi, penganalisaan transaksi keuangan

maupun non keuangan, pencatatan, penyusunan laporan keuangan dan evaluasi atas

laporan keuangan. Adapun uraian tugas Bidang Akuntansi adalah sebagai berikut:
50

(1) Menyiapkan bahan penyusunan kebijakan akuntansi dan system

akuntansi;

(2) Menyiapkan bahan penyusunan laporan prognosis realisasi anggaran;

(3) Menyiapkan bahan penyusunan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah

dan informasi keuangan daerah;

(4) Koordinasi dengan SKPD terkait dengan laporan keuangan SKPD;

(5) Melakukan koordinasi dengan bidang lain dalam lingkup Badan

Penglola Keuangan Daerah Kabupaten Bantaeng;

(6) Mendistribusikan dan memberi petunjuk pelaksanaan tugas bawahan;

(7) Memantau dan mengevaluasi pelaksanaan tugas bawahan;

(8) Mengoreksi konsep naskah dinas hasil kerja bawahan, memaraf dan

menandatangani sesuai dengan kewenangannya;

(9) Melaporkan hasil pelaksanaan tugas kepada pimpinan;

(10) Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh pimpinan.

c. Visi dan Misi

Visi Dinas pendapatan keuangan dan aset daerah Kabupaten Bantaeng

Kabupaten Bantaeng, yaitu:

“peningkatan kualitas pengelolaan keuangan dan aset daerah yang andal dan

peningkatan pendapatan untuk mendukung terciptanya pemerintahan yang baik.”

Adapun Misi Dinas pendapatan keuangan dan aset daerah Kabupaten

Bantaeng adalah sebagai berikut:


51

1) Peningkatan kualitas pendapatan keuangan dan aset daerah yang tertib,

efisien, responsive, transaparansi dan akuntabel.

2) Penerapan dan perbaikan secara berkelanjutan berdasarkan teknologi dan

informasi dalam pengelolaan pendapatan keuangan dan aset daerah.

3) Peningkatan kualitas serta kuantitas pengelolaan pendapatan asli daerah

(PAD) secara nyata dan berkelanjutan.

4) Peningkatan kualitas dan kuantitas sumber daya manusia d alam pengelolaan

keuangan dan aset aerah.

5) Peningkatan pelayanan dan penyediaan sarana dan prasarana pengelolaan

keuangan dan aset daerah.

6) Peningkatan moralitas pengelolaan keuangan dan aset daerah untuk

mendorong tercapainya pemerintahan yang baik.

B. Hasil Penelitian

1. Implementasi Program Alat Rekam Transaksi Usaha Wajib Pajak di

Kabupaten Bantaeng

Program alat rekam transaksi merupakan program yang dimaksudkan untuk

meningkatkan penerimaan pajak daerah dan mencegah terjadinya kebocoran pajak.

Program alat rekam transaksi diharapkan bisa meningkatkan penerimaan pajak

daerah, mengurangi terjadinya kebocoran pajak dan dapat meningkatkan tingkat

kepatuhan wajib pajak dalam membayar kewajiban perpajakannya sehingga dapat

meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Program ini merupakan program DPKAD

(Dinas Pendapatan keuangan dan Aset Daerah) yang bekerjasama dengan Bank
52

SulSelbar yang dilaksanakan pada akhir tahun 2019 dan pelaksanaannya di

Kabupaten Bantaeng yang diharapkan bisa memudahkan wajib pajak dalam

memanajemen pendapatan restorannya seperti hasil wawancara yang dilakukan

dengan Ibu ES sebagai berikut:

“ saya sangat senang dengan keberadaan aplikasi M-Pos karena kita dengan
mudah bisa memanajemen pendapatan restoran, nilai besaran pajak yang
harus dibayar kedaerah dan juga dapat memonitoring pendapatan dengan
mudah”. (Ibu ES 19 Agustus 2020)

Kemudian wawancara yang dilakukan dengan Bapak MA berpendapat


bahwa:
“ dengan adanya aplikasi ini memudahkan kita dalam melakukan transaksi
dengan pelanggan”. (Bapak MA 19 Agustus 2020)

Berdasarkan kedua pernyataan yang diberikan oleh pengguna aplikasi M-Pos

peneliti menarik kesimpulan bahwa dengan adanya alat rekam transaksi sangat

membantu wajib pajak dalam melakukan transaksi dengan pelanggan dan juga

memudahkan dalam memanajemen pendapatannya, serta dapat meningkatkan

Pendapatan pajak daerah.

Adapun tujuan pemasangan alat rekam transaksi yaitu ada dua target pertama

untuk melakukan pengawasan yang secara berkala terhadap wajib pajak, kedua

untuk mencegah kebocoran pajak serta meningkatkan ketaatan pajak. Seperti hasil

wawancara yang dilakukan dengan Bapak MI tentang tujuan pemasangan alat

rekam transaksi, yaitu sebagai berikut:

“selama ini yang menjadi tujuan penerapan program alat rekam transaksi
usaha wajib pajak di Kabupaten Bantaeng yaitu untuk mempermudah dalam
mengawasi setiap transaksi wajib pajak sekaligus untuk mengevaluasi
laporan pajak yang dilaporkan oleh wajib pajak setiap bulan yang mengacu
pada peraturan Bupati Bantaeng Nomor 31 tahun 2019. Sedangkan sasaran
dari penerapan program ini adalah pelaku usaha restoran dan hotel. (Bapak
MI 2 Juli 2020)
53

Hal tersebut sesuai dengan pernyataan yang diberikan oleh Bapak AMIB

sebagai berikut:

“tujuan dari program ini untuk meningkatkan PAD, karena sebelumnya


pendapatan pajak masih sangat jauh dari target sehingga pemerintah daerah
bekerja sama dengan Bank Sulselbar dan KPK (komisi pemberantasan
korupsi) untuk melaksanakan program ini dengan tujuan untuk meningkatkan
pendapatan pajak.”(Bapak AMIB 8 Juli 2020)

Demikian juga pernyataan yang diberikan oleh Ibu F sebagai berikut:

“tujuan diterapkannya program ini yaitu merupakan suatu bentuk


pemanfaatan teknologi yang semakin canggih, serta untuk memberikan
kemudahan pelayanan dalam pelaporan dan transaksi pembayaran pajak
sehingga penerimaan pajak daerah dapat meningkat.” (Ibu F 2 Agustus
2020)

Berdasarkan wawancara diatas dan pengamatan yang dilakukan oleh peneliti,

dalam rangka upaya untuk melakukan pengawasan serta mencegah kebocoran pajak

daerah, maka dapat dikatakan bahwa sejauh ini Pemerintah Kabupaten Bantaeng

telah berupaya untuk mengatasi kebocoran pajak di Kabupaten Bantaeng sesuai

dengan tujuan dan sasaran kebijakan yang sudah jelas. Akan tetapi karena dengan

adanya pandemi Covid-19 maka pelaksanaan program alat rekam transaksi ini

menjadi tidak optimal disebabkan karena banyaknya restoran yang tutup sehingga

alat rekam juga tidak digunakan.

Alat rekam transaksi (Aplikasi M-Pos) yaitu salah satu upaya yang dilakukan

untuk mencegah kebocoran PAD dari pajak pungut direstoran. Pada pelaksanaan

alat rekam ini setiap transaksi yang terjadi ditempat usaha akan langsung terekam

ke server DPKAD dan Bank Sulselbar, jadi setiap transaksi yang terjadi akan

langsung diketahui nilai besaran pajak yang harus dibayar oleh Wajib Pajak.
54

Pada penerapan alat rekam transaksi usaha wajib pajak di Kabupaten

Bantaeng terdapat tiga pemangku kepentingan (stake holder) pada penerapan alat

rekam transaksi usaha pajak restoran, pajak hotel dan pajak hiburan di Kabupaten

Bantaeng, yaitu Dinas Pendapatan Keuangan dan Aset Daerah sebagai pengguna

sistem, pihak ketiga penyedia jasa yaitu Bank Sulselbar sebagai penyedia alat

rekam transaksi dan Wajib pajak restoran dan hotel sebagai pihak yang diterapkan

alat rekam transaksi usaha, dan masing masing memiliki hak dan kewajiban yang

melekat pada penerapan alat rekam transaksi usaha wajib pajak yang terdapat pada

tabel 3 dibawah ini.

Tabel 3. Hak dan Kewajiban Sistem Online

No. Stakeholder Hak Kewajiban


1. Dinas a. Memperoleh kemudahan a. menjaga kerahasiaan
Pendapata pada saat pelaksanaan semua data transaksi
n sistem online seperti usaha Wajib Pajak,
Keuangan memasang/ menginstal serta kecuali yang
dan Aset menghubungkan perangkat ditentukan oleh
Daerah dan sistem pada tempat Peraturan
usaha Wajib Pajak Perundang-undangan
Perpajakan Daerah
b. memperoleh informasi b. membangun dan
mengenai merk/tipe, sistem menyediakan
informasi data transaksi, jaringan
jumlah perangkat serta
sistem, dan informasi lain
yang terkait dengan sistem
informasi transaksi
pembayaran yang dimiliki
oleh Wajib Pajak
c. mendapatkan rekapitulasi c. mengadakan,
data transaksi usaha dan menyediakan,
laporan pembayaran Pajak memelihara dan
dari Wajib Pajak menyambung
perangkat sistem
online pelaporan
data transaksi
dengan biaya yang
55

berasal dari
Anggaran
Pendapatan dan
Belanja Daerah

d. memonitoring data d. menjamin tidak


transaksi usaha dan Pajak terjadi kerusakan
yang terutang atau terganggunya
perangkat dan
sistem data transaksi
pembayaran dimiliki
oleh Wajib Pajak
atas pelaksanaan
sistem online
e. mengakses hardware e. melakukan tindakan
dan/atau software sistem administrasi
online pelaporan transaksi perpajakan sesuai
dengan ketentuan
Peraturan
Perundang-
undangan Pajak
daerah, apabila
terjadi kerusakan
pada alat atau sistem
perekam data
transaksi usaha
sehingga
mengakibatkan tidak
berfungsinya sistem
online pelaporan
transaksi
f. melakukan pengawasan dan f. menyimpandata
pemeriksaan kepada Wajib transaksi usaha
Pajak apabila data yang Wajib Pajak pada
tersaji dalam sistem online data base Pajak
pelaporan data berbeda untuk jangka waktu
dengan laporan SPTPD atau paling lama 5 (lima)
SPTPD elektronik yang tahun
diberikan oleh Wajib Pajak
g. melaporkan kepada aparat
penegak hukum atas
kealpaan Wajib Pajak yang
mengakibatkan kerusakan
dan/atau hilangnya
56

perangkat dan/atau sistem


online

2. Wajib a. memperoleh fasilitas a. menjaga dan


Pajak SPTPD elektronik memelihara dengan
baik alat atau sistem
perekam data
transaksi usaha yang
dtempatkan pada
usaha Wajib Pajak
b. memperoleh hasil b. menyampaikan
perekaman data transaksi bukti transaksi usaha
usaha dan informasi terkait berupa bill
perpajakan daerah pembayaran/harga
tanda masuk/ tiket/
karcis kepada
penerima layanan
usaha/ konsumen
c. menerima jaminan c. menyimpan data
kerahasiaan atas setiap data transaksi usaha
transaksi usaha berupa bill
pembayaran, harga
tanda masuk/ tiket/
karcis untuk jangka
waktu paling lama 5
(lima) tahun
d. menerima jaringan untuk d. menyampaikan data
sistem online yang transaksi usaha yang
dilaksanakan oleh Badan dilampirkan pada
SPTPD atau SPTPD
elektronik

e. memperoleh jaminan e. melaporkan dalam


pemasangan/ jangka waktu paling
penyambungan/ lama 1x24 (satu kali
penempatan sistem online dua puluh empat)
tidak mengganggu jam apabila alat atau
perangkat dan sistem yang sistem perekam data
sudah ada pada Wajib Pajak transaksi usaha yang
mengalami
kerusakan kepada
Badan
57

f. mendapatkan penggantian f. memberikan


perangkat dan sistem online kemudahan kepada
yang rusak atau tidak Badan dalam
berfungsi/ beroperasi yang pelaksanaan sistem
disebabkan bukan karena online seperti
perbuatan atau kesalahan menginstalmemasan
Wajib Pajak g/menghubungkan
perangkat dan
sistem informasi
pengawasan data
transaksi
pembayaran pajak di
tempat usaha/ outlet
Wajib Pajak
g. memberikan
informasi mengenai
merk/type, sistem
informasi data
transaksi, jumlah
perangkat dan
sistem, serta
informasi lain yang
terkait dengan
sistem data transaksi
pembayaran yang
dimiliki Wajib Pajak

(sumber: Peraturan Bupati Bantaeng Nomor 31 Tahun 2019)

Penerapan sistem online atau alat rekam transaksi usaha pajak hotel, pajak

restoran dan pajak hiburan di Kabupaten Bantaeng dilengkapi dengan penyimpanan

data transaksi Wajib Pajak yaitu terdiri dari:

a. Layanan server proses data

b. Layanan server aplikasi

c. Layanan server pengawasan operasional jaringan

d. Layanan server database (kumpulan data)

e. Layanan server backup data (arsip data)


58

Selain itu juga dilengkapi dengan layanan call center untuk melayani

pengaduan gangguan atau masalah dari Wajib Pajak pada penggunaan alat rekam

transaksi usaha. Kemudian memberikan pelatihan kepada tim pengawas atau pelaku

kebijakan dalam rangka pelaksanaan pengawasan dan penyusunan laporan hasil

dari database sistem online, dan pemeliharaan serta perawatan alat rekam transaksi

sebagai bentuk penjagaan terjadinya kerusakan, gangguan sistem, dan kehilangan

alat. Pemelihaaran dan perawatan yang dimaksud pada pernyataan diatas, yaitu:

a. Mengganti alat yang rusak dan alat yang tidak berfungsi

b. Mengganti alat yang hilang

Pernyataan ini dibenarkan oleh Bapak MI bahwa:

“apabila ada alat rekam transaksi yang rusak kita melapor ke Bank Sulselbar
selaku pihak yang menyediakan alat. Kebetulan beberapa minggu yang lalu
di Kabupaten Bantaeng terjadi banjir, jadi kita melakukan pemantauan dulu
berapa alat rekam yang rusak kemudian mengganti alat tersebut.” (Bapak
MI 2 Juli 2020)

Pernyataan diatas sesuai dengan yang dipaparkan oleh Bapak AMIB sebagai

berikut:

“kita sebagai tim pengawas pada pelaksanaan program ini selalu


memperhatikan kendala- kendala yang dialami oleh wajib pajak contohnya
apabila ada alat yang rusak kita langsung melaporkan ke Bank Sulselbar,
ketika sudah di acc oleh pihak tersebut kita langsung mengganti alat yang
rusak tersebut yang disediakan oleh Bank Sulselbar.” (Bapak AMIB 8 Juli
2020)

Demikian juga pernyataan yang diberikan oleh Ibu F bahwa:

“kita disini membentuk sebuah tim yaitu engineering system yang tugasnya
untuk melakukan perbaikan terhadap sistem alat rekam transaksi apabila
mengalami kerusakan atau gangguan.” (Ibu F 2 Agustus 2020)

Berdasarkan pernyataan diatas, peneliti menarik kesimpulan bahwa

pelaksanaan program ini pihak implementor selalu mengawasi kendala-kendala


59

yang dialami oleh wajib pajak dan cepat tanggap dalam menangani masalah

tersebut. Ini menunjukkan bahwa dalam pelaksanaan program ini pelaku kebijakan

memiliki sikap tanggungjawab yang besar dalam menjalankan tugasnya terkait

pelaksanaan program alat rekam transaksi usaha wajib pajak di Kabupaten

Bantaeng.

Pelaksanaan program alat rekam transaksi ini merupakan suatu bentuk

kerjasama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi dan Bank Sulselbar. Alat rekam

transaksi merupakan salah bentuk perkembangan teknologi informasi dalam

membantu pengelolaan pajak daerah dan alat rekam ini membantu mempercepat

penyampaian transaksi yang terjadi ditempat usaha ke sistem DPKAD. Hal ini

sesuai dengan hasil wawancara yang dilakukan kepada Bapak MI tentang

bagaimana pelaksanaan program alat rekam transaksi usaha wajib pajak di

Kabupaten Bantaeng, yaitu sebagai berikut:

“program alat rekam transaksi usaha adalah program baru yang diterapkan
di Kabupaten Bantaeng, tetapi mengenai penerimaan pajak jika
dibandingkan dengan sebelum adanya alat ini dan setelah adanya alat ini
sangat jauh perbedaannya. Setelah alat rekam ini dipasang pendapatan
pajak langsung melonjak penerimaannya dan pelaksanaan alat rekam
transaksi berjalan dengan optimal. Tetapi setelah adanya Covid-19
pendapatan pajak sangat menurun, dimana masyarakat dianjurkan dan
bahkan dilarang untuk tidak makan diwarung atau warungnya ditutup untuk
sementara sehingga alat rekam transaksi tidak optimal. Akan tetapi kita
berusaha untuk tetap dipantau untuk mencari apa yang bisa dilakukan
dengan alat ini sehubungan dengan terjadinya pandemi Covid-19. Jadi
memang ada masalah dengan adanya pandemi ini Karena berhubungan
langsung dengan orang yang mau berkunjung, sedangkan sekarang orang
membatasi diri. Dan juga masalah lain yaitu dengan banyaknya tempat
usaha yang tutup kemudian beberapa wajib pajak yang mengambil
kesempatan dari situasi ini untuk tidak mengaktifkan alat rekam tersebut
padahal sebenarnya wajib pajak membuka tempat usahanya. Jadi
pelaksanaan program ini menjadi tidak optimal karena dengan adanya
Covid-19.”(Bapak MI 2 Juli 2020)
60

Hal tersebut sesuai dengan pernyataan yang disampaikan oleh Bapak AMIB

sebagai berikut:

“sampai saat ini pelaksanaan program ini masih tahap sosialisasi sambil
menjalankan program tersebut. Dengan adanya alat rekam ini pada awal
pemasangan penerimaan pajak meningkat pesat, tetapi peningkatan
penerimaan pajak hanya berjalan sekitar 5 bulan. Hal ini karena adanya
pandemi Covid-19 yang membuat penerimaan pajak kembali
menurun.”(Bapak AMIB 8 Juli 2020)

Demikian juga pernyataan yang diberikan oleh Ibu F yaitu:

“penerimaan pajak daerah pada awal pemasangan alat rekam transaksi


langsung meningkat 3 kali lipat tetapi pada awal tahun 2020 penerimaan
pajak daerah kembali menurun akibat dari pandemi Covid-19.” (Ibu F 2
Agustus 2020)

Berdasarkan hasil wawancara tersebut, peneliti menarik kesimpulan bahwa

pelaksanaan program alat rekam transaksi dapat meningkatkan penerimaan pajak

daerah, peningkatan pendapatan pajak 2 bahkan 3 kali lipat. Akan tetapi penerimaan

pajak kembali mengalami penurunan akibat adanya pandemi Covid-19.

Kebijakan sistem online ini tertuang dalam Peraturan Bupati Bantaeng

Nomor 31 Tahun 2019 tentang Sistem Online Pajak Daerah. Sampai saat ini tercatat

sudah 58 Wajib Pajak yang menggunakan alat rekam ini. Wajib Pajak yang sudah

menggunakan alat rekam ini ditunjukkan pada tabel 4.


61

Tabel 4
Daftar Wajib Pajak di Kabupaten Bantaeng yang Menggunakan Alat Rekam
Transaksi

No. Wajib Pajak No. Wajib Pajak


1. Cupten Cafe Bantaeng 30. WR Maju Mapan Bantaeng
2. Warung Kampoeng Toa 31. WR Mas Tua Bantaeng
3. RM Bawakaraeng 32. Warung Bina Ria Bantaeng
4. RM D’Taman 33. Warung Sate Raya Lanto
5. Rest Area Sasayya 34. RM Kartika Bantaeng
6. Sari Laut 35. RM Dapoer Lamalaka Bantaeng
7. RM Sederhana Bantaeng 36. Warung Barokah 2
8. Shake Holic Café 37. Warung Bakso Pahala
9. Coto Nurul Amin 38. Warung Bakso Mas Damin
10. BFC Bantaeng 39. Warung Bakso Widodo
11. Wr. Bakso Sragen Bantaeng 40. Warung Sop Pangkep
12. Warung Sari Laut Mukhsin 41. Warung Bakso Merpati
13. Warung Mas Anto Bantaeng 42. Warung Bakso Nenas
14. Sari Laut Jalil Bantaeng 43. RM Padang Bantaeng
15. Warung Citra Minang Bantaeng 44. Warung Sari Laut Pahlawan
16. Warung Barokah Bantaeng 45. Wr. Cak Hadi Bantaeng
17. D’Gonny 46. Coto Makassar Bantaeng
18. Cafe Tamara Foodtruck 47. Warung Aroma Selera
19. Bonk Café 48. Warung Kharisma
20. Warung Ndeso 49. Warung Resa
21. Coto Hasanuddin 50. Mr Box Cafe Bantaeng
22. Warung A & Y 51. RM Aroma Laut
23. Soerabi 99 52. Hotel Ahriani Bantaeng
24. Ayam Bakar Semarang 53. WR Bakso Mas Joko Bantaeng
25. Cafe Cupten Coffe 54. WR Bakso Ping Pong Bantaeng
26. Wr. Sari Laut Cairul 55. Hotel Kirei Bantaeng
27. Hotel Kirey Resto 56. Hotel BM Bantaeng
28. Cafe Konijiwa 57. RM Tenda Biru Bantaeng
29. Warung Mas Anto Bantaeng 58. WR Balla Bassia
Sumber: Dinas Pendapatan Keuangan dan Aset Daerah Kab. Bantaeng, 2020

Pemasangan alat rekam transaksi ini pada tahap pertama dipasang sebanyak

31 unit kemudian disusul pada tahap kedua dipasang sebanyak 27 unit jadi total alat

rekam transaksi yang terpasang sebanyak 58 unit. Alat rekam transaksi ini

merupakan sistem baru yang diterapkan oleh pemerintah daerah Kabupaten

Bantaeng untuk meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak dan untuk lebih


62

memudahkan Dinas Pendapatan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Bantaeng

untuk melakukan pengawasan terhadap wajib pajak.

Cara kerja alat rekam transaksi ini yaitu menghubungkan perangkat yang

digunakan oleh Wajib Pajak untuk menginput data- data transaksi dengan aplikasi

M-Pos yang disediakan oleh Pemerintah Daerah melalui pihak ketiga. Aplikasi M-

Pos berfungsi untuk melakukan perekaman data- data transaksi yang dilakukan oleh

Wajib Pajak kemudian terkirim ke server dinas pendapatan keuangan dan aset

daerah seperti yang ditunjukkan pada gambar 4.

Perangkat
Wajib pajak

Aplikasi M-Pos merekam data transaksi Wajib Pajak

Server DPKAD

Gambar 2
Mekanisme Alat Rekam Transaksi
Sumber: hasil olahan peneliti 2020

Dari gambar tersebut dapat diketahui bahwa proses transaksi program alat

rekam transaksi harus dilaksanakan secara jelas. DPKAD (Dinas Pendapatan

Keuangan dan Aset Daerah) sebagai pelaku kebijakan merupakan lembaga yang

mengupayakan agar pelaksanaan program ini bisa berjalan sesuai yang diharapkan.
63

Hal ini sesuai dengan hasil wawancara yang dilakukan dengan Bapak MI sebagai

berikut:

“ sistem kerja atau mekanisme kerja alat rekam transaksi sama dengan mesin
kasir yang dilakukan secara manual Cuma bedanya dengan menggunakan
alat rekam yaitu setiap transaksi yang terjadi akan langsung terlihat ke
server DPKAD sehingga sangat memudahkan implementor dalam melakukan
pengawasan terhadap wajib pajak. Alat rekam transaksi tersebut berbentuk
smartphone yang didalamnya dilengkapi aplikasi, jadi wajib pajak tinggal
menginput menu apa saja yang ada direstoran nantinya setiap transaksi yang
terjadi akan dicatat menggunakan alat itu. Kemudian ada struk yang keluar
dan transaksi itu langsung terlihat keserver DPKAD.”(Bapak MI 2 Juli 2020)

Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Bapak AMIB yaitu sebagai berikut:

“Mekanisme alat rekam transaksi ini, Dinas Pendapatan Keuangan dan Aset
Daerah memiliki data akses kepada wajib pajak untuk melihat transaksi yang
terjadi pada Wajib Pajak, jadi ketika wajib pajak tidak mengaktifkan alat
tersebut selama 2 jam maka yang akan terbaca pada sistem Dinas
Pendapatan yaitu Warning, tidak aktif selama 4 jam terbaca pritical, tidak
aktif selama 6 jam sudah terbaca offline. Jadi apabila sudah offline maka
pelaksana kebijakan atau tim pengawas dari program alat rekam tersebut
akan langsung turun kelapangan untuk memberikan peringatan kepada
Wajib Pajak.” (Bapak AMIB 24 Juni 2020)

Demikian pernyataan yang diberikan oleh Ibu F yaitu:

“cara kerja alat rekam transaksi wajib pajak yaitu data transaksi akan
terekam atau muncul ke server DPKAD apabila telah keluar struk dari mesin
transaksi. Jadi, meskipun alat rekam diaktifkan tetapi apabila struk dari
mesin transaksi tidak keluar maka tidak akan terekam ke sistemnya
DPKAD.”(Ibu F 2 Agustus 2020)

Berdasarkan hasil wawancara tersebut, peneliti menarik kesimpulan bahwa

pada pelaksanaan program alat rekam transaksi, alat rekam tersebut sangat mudah

digunakan oleh wajib pajak karena mereka cuma menginput menu- menu apa saja

yang ada ditempat usahanya dan ketika melakukan transaksi wajib pajak hanya

menekan menu yang dipesan oleh pengunjung kemudian langsung otomatis terlihat

jumlah yang harus dibayar, sehingga wajib pajak tidak perlu repot- repot lagi
64

menjumlah total yang harus dibayar. Kemudian juga memberikan keuntungan bagi

pihak pelaku kebijakan karena sangat memudahkan dalam melakukan pengawasan

kepada wajib pajak karena pelaku kebijakan tidak perlu lagi untuk turun kelapangan

untuk mencek, karena setiap transaksi yang terjadi sudah langsung terekam ke

server DPKAD.

Adapun strategi yang dilakukan pada pelaksanaan program alat rekam

transaksi yaitu ditujukan untuk mencapai tujuan yang telah direncanakan. Strategi

pada implementasi program alat rekam transaksi usaha wajib pajak di Kabupaten

Bantaeng yaitu strategi perencanaan. Strategi pada proses perencanaan pelaksanaan

program alat rekam transaksi yang dilakukan oleh Dinas Pendapatan Keuangan dan

Aset Daerah Kabupaten Bantaeng yaitu dimulai pada penyediaan perangkat

pendukung pada program alat rekam transaksi meliputi perangkat yang dibutuhkan

untuk menjalankan program ini. Hal ini dijelaskan oleh Bapak MI yaitu sebagai

berikut:

“pada pelaksanaan program ini kita bekerjasama dengan pihak ketiga yaitu
Bank Sulselbar. Tugasnya untuk menyediakan perangkat yang dibutuhkan
pada pelaksanaan program ini.”(Bapak MI 2 Juli 2020)

Adapun penyediaan perangkat yang dimakud yaitu termasuk kedalam fungsi-

fungsi yang harus dijalankan oleh pihak ketiga pada pelaksanaan program alat

rekam transaksi, yaitu sebagai berikut:

a. Penyediaan alat rekam transaksi yang dilakukan wajib pajak, yaitu alat yang

digunakan untuk mengumpulkan data transaksi. Alat ini berbentuk

smartphone yang dihubungkan dengan mesin transaksi wajib pajak untuk

merekam data transaksi yang terjadi pada tempat usaha.


65

b. Adanya penyimpanan data untuk mengumpulkan dan mengolah data hasil

transaksi yang terjadi ditempat usaha. Bank Sulselbar wajib mempunyai

penyimpanan data yang ditujuannya untuk mengumpulkan dan mengolah

data transaksi.

c. Adanya jaringam komunikasi data. Jaringan komunikasi sangat penting pada

pelaksanaan program ini karena untuk menghubungkan wajib pajak, DPKAD

dan Bank Sulselbar. Jaringan data ini berfungsi untuk mengirimkan hasil data

transaksi.

d. Tersedianya tempat pengaduan untuk melayani berbagai keluhan yang

dialami oleh wajib pajak terkait pelaksanaan program alat rekam transaksi.

Jadi tim pengawas dari program ini bisa langsung menangani atau membantu

wajib pajak dalam mengalami kendala- kendala yang dialami.

e. Tersedianya engineering system yang melakukan perbaikan terhadap sistem

alat rekam transaksi apabila mengalami kerusakan atau gangguan.

Dari fungsi- fungsi diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa Dinas

Pendapatan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Bantaeng telah melakukan

perencanaan dengan baik terkait pelaksanaan program ini. Perencanaan selanjutnya

yaitu pertama, penetapan jenis pajak yang akan dipasang alat rekam, jadi penetapan

jenis pajak sudah tertuang dalam Peraturan Bupati Bantaeng Nomor 31 Tahun 2019

tentang Sistem Online Pajak Daerah. Jenis pajak yang dimaksud yaitu pajak Hotel

dan Restoran. Kedua, penetapan jumlah wajib pajak yang akan dipasang alat rekam.

Kategori Wajib pajak yang akan dipasang alat rekam pendapatan perhari minimal

300 ribu jadi pendapatan yang dibawahnya itu belum dipasangkan alat rekam.
66

Pada penelitian ini, untuk lebih memahami lebih jelas bagaimana

implementasi program alat rekam transaksi usaha wajib pajak di Kabupaten

Bantaeng, maka peneliti menggunakan indikator implementasi menurut George

Charles Edwards III yaitu Komunikasi, Sumber daya, Disposisi, dan Struktur

Birokrasi. Adapun uraian hasil penelitian berdasarkan indikator tersebut, sebagai

berikut:

a. Komunikasi

Komunikasi yang dilakukan oleh DPKAD (Dinas Pendapatan Keuangan dan

Aset Daerah) pada pelaksanaan program alat rekam transaksi yaitu melakukan

sosialisasi kepada wajib pajak tentang pentingnya untuk membayar pajak dan

menjelaskan tujuan diterapkannya aplikasi M-Pos. Adapun tujuan dilaksanakannya

komunikasi dengan wajib pajak yaitu untuk membentuk proses komunikasi dan

penyaluran informasi dari implementor kepada wajib pajak. Penyaluran informasi

yang tidak jelas atau rumit akan menghasilkan pandangan atau pendapat yang

berbeda. Oleh karena itu, Penyaluran komunikasi yang jelas terhadap semua pihak

yang terkait merupakan kunci keberhasilan dari program alat rekam transaksi

(Aplikasi M-Pos).

Komunikasi yang diterapkan pada pelaksanaan program alat rekam tentunya

untuk mencapai tujuan dan sasaran dari program tersebut yaitu untuk mencegah

kebocoran pajak daerah dan memudahkan pengawasan terhadap Wajib Pajak,

seperti mengawasi setiap transaksi yang terjadi ditempat usaha dengan maksud

untuk mengurangi kemungkinan berkurangnya penerimaan pajak daerah.

Komunikasi pada pelaksanaan program alat rekam transaksi usaha wajib pajak
67

merupakan penyampaian informasi dari pembuat kebijakan kepada pelaksana

kebijakan (wajib pajak). Keberhasilan suatu kebijakan dapat dilihat dari bagaimana

Implementor mampu berkomunikasi dengan baik kepada pelaku Wajib Pajak agar

tidak terjadi kesalahpahaman dalam pelaksanaan program alat rekam transaksi

usaha wajib pajak. Kebijakan program yang dilaksanakan harus disampaikan secara

jelas kepada wajib pajak, karena apabila penyampaian tujuan kebijakan tidak jelas

dan tidak memberikan pemahaman maka kemungkinan yang akan terjadi adalah

penolakan dari kebijakan yang akan dilaksanakan. Komunikasi yang dimaksud

berupa keputusan- keputusan pelaksanaan program alat rekam transaksi, petunjuk

pelaksanaan, dan perintah yang akan dilaksanakan sehingga komunikasi yang

terjalin berupa komunikasi internal dan komunikasi eksternal.

Komunikasi internal terjadi antar pejabat Dinas Pendapatan keuangan dan

Aset daerah Kabupaten Bantaeng dengan pihak Bank Sulselbar, komunikasi

internal disampaikan melalui rapat. Sedangkan komunikasi eksternal terjadi antara

pejabat Dinas Pendapatan Keuangan dan Aset daerah Kabupaten Bantaeng dengan

pelaku usaha (Wajib Pajak). Hal ini sesuai dengan hasil wawancara dengan Bapak

MI, yaitu:

“jadi proses komunikasi yang terjalin yaitu dari pihak bank sulselbar sebagai

penyedia alat rekam kemudian ke DPKAD sebagai pelaku kebijakan dan

wajib pajak sebagai pelaksana kebijakan.” (Bapak MI 2 Juli 2020)

Berdasarkan hasil wawancara tersebut, arus komunikasi yang terjadi pada

implementasi program alat rekam transaksi usaha wajib pajak yaitu dari pihak Bank
68

Sulselbar kemudian ke DPKAD dan wajib pajak untuk lebih jelasnya dapat dilihat

pada Gambar dibawah ini:

Dinas
Pendapatan
Wajib Pajak di
Bank Keuangan dan
Kabupaten
Sulselbar Aset Daerah
Bantaeng
Kabupaten
Bantaeng

Gambar 3
Arus Komunikasi
Sumber: Peneliti 2020

Jadi, gambar arus komunikasi tersebut diatas adalah proses transmisi atau

penyaluran komunikasi yang jelas. Transmisi komunikasi atau penyaluran

komunikasi terhadap pelaksanaan program alat rekam transaksi usaha wajib pajak

atau aplikasi MPOS disampaikan melalui sosialiasi yang dilakukan oleh Dinas

Pendapatan Keuangan dan Aset Daerah terhadap pelaku atau target wajib pajak.

Kejelasan komunikasi yang terjadi dalam implementasi program alat rekam

transaksi usaha wajib pajak harus jelas agar wajib pajak tidak bingung dan mampu

memahami apa maksud dan tujuan dari pelaksaan program tersebut. Kejelasan

mengenai informasi penyelenggaraan program alat rekam transaksi usaha

dilakukan dengan tujuan agar pelaku wajib pajak mengetahui secara jelas informasi

yang disampaikan oleh Dinas Pendapatan Keuangan dan Aset Daerah.


69

Kemudian kejelasan informasi yang disampaikan harus jelas dan tidak

bertele- tele agar wajib pajak mengetahui maksud dan tujuan program ini. Hal ini

sesuai dengan hasil wawancara yang dilakukan kepada Bapak MI sebagai berikut:

“Komunikasi dari Dinas Pendapatan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten


Bantaeng kepada wajib Pajak terutama pengguna alat rekam transaksi yaitu
pada saat ini masih pada tahap sosialisasi atau perbaikan sekaligus
memberikan pemahaman mengenai tujuan dari pemasangan alat rekam
transaksi tersebut yaitu adalah untuk mendukung pembiayaan daerah supaya
wajib pajak dapat bekerjasama dengan pemerintah daerah untuk memungut
pajak.” (Bapak MI tanggal 2 Juli 2020)

Demikian juga hasil wawancara oleh Bapak AMIB yaitu sebagai berikut:

“cara penyaluran informasi implementor kepada wajib pajak yaitu dengan


melakukan sosialisasi, jadi sebelum dipasangnya alat kita melakukan
sosialisasi bahkan sebanyak tiga kali. Implementor memberikan pemahaman
kepada wajib pajak bagaimana fungsi atau kegunaan dan cara kerja alat
rekam tersebut. Penyebaran informasi yang dilakukan implementor secara
tidak langsung yaitu dibuatkan grup yang namanya Grup Wajib Pungut
dengan tujuan apabila ada kendala- kendala atau keluhan yang dihadapi
oleh Wajib Pajak mengenai alat rekam tersebut bisa langsung disampaikan
sehingga implementor bisa langsung mengatasinya.” (Bapak AMIB 8 Juli
2020)

Demikian juga pernyataan yang diberikan oleh Ibu F yaitu:

“penyaluran informasi yang dilakukan oleh DPKAD kepada wajib pajak


yaitu dengan melakukan sosialisasi baik tatap muka secara langsung maupun
melalui media.”(Ibu F 2 Agustus 2020)

Pernyataan diatas sesuai dengan hasil wawancara yang telah dilakukan

kepada Bapak MA yaitu:

“kita mendapatkan arahan atau pemahaman sebelum dipasangnya alat


rekam, jadi kita diberitahu bagaimana cara menggunakan alat rekam dan
apa tujuan dari alat rekam tersebut.”(Bapak MA 19 Agustus 2020)

Kemudian pernyataan yang diberikan oleh Ibu ES bahwa:

“sosialisasi yang dilakukan secara langsung dilaksanakan 2 minggu sekali


tetapi karena pandemi maka penyaluran komunikasi yang dilakukan melalui
media” (Ibu ES 19 Agustus 2020)
70

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan, peneliti mengambil

kesimpulan bahwa transmisi komunikasi atau penyaluran komunikasi dan kejelasan

komunikasi oleh Dinas Pendapatan Keuangan dan Aset daerah pada pelaksanaan

program alat rekam transaksi ini cukup baik, akan tetapi masih pada proses

sosialisasi sambil memberikan pemahaman kepada wajib pajak terkait pelaksanaan

program ini. Komunikasi yang terjadi dalam implementasi program alat rekam

transaksi dengan melihat dari segi transmisi dan kejelasan sudah cukup baik

meskipun masih ada beberapa wajib pajak yang tidak memiliki kesadaran dan

kurang mengerti akan pentingnya alat rekam transaksi ini bagi pendapatan pajak

daerah. Hal ini sesuai dengan pendapat Edwards bahwa komunikasi yang baik akan

menghasilkan suatu implementasi yang baik pula dan komunikasi yang dilakukan

harus jelas serta tidak membingungkan meskipun sering kali terjadi masalah dalam

penyaluran komunikasi dengan wajib pajak akibat penyaluran komunikasi yang

tidak jelas yang akan membuat wajib pajak bingung dan kurang mengerti terkait

pelaksanaan program alat rekam transaksi.

b. Sumber Daya

Sumber daya yang dimaksud pada penerapan program alat rekam transaksi

yaitu sumber daya manusia, sumber daya anggaran dan fasilitas. Faktor penting

bagi keberhasilan penerapan alat rekam transaksi yakni sumber daya manusia yang

berkompeten, karena sumber daya manusia yang bekerja dan turun langsung

menjalankannya. Saat ini Untuk menerapkan program alat rekam ini diperlukan

pemahaman khusus karena mengingat bahwa program ini tergolong baru dan

diterapkan pada akhir tahun 2019. Agar dapat menentukan keberhasilan


71

implementasi program alat rekam transaksi usaha maka diperlukan pengetahun

yang dimiliki oleh setiap individu. Hal ini sesuai dengan hasil wawancara yang

dilakukan kepada Bapak MI yaitu sebagai berikut:

“Sumber daya manusia pada pelaksanaan alat rekam transaksi ini, Dinas
Pendapatan keuangan dan aset daerah sudah membagi tim dari 58 wajib
pajak yang telah menggunakan alat tersebut dibagi kedalam 3 tim untuk
melakukan pelayanan atau pemantauan kepada wajib pajak terutama untuk
melakukan perbaikan apabila wajib pajak mengalami masalah dalam
menggunakan alat transaksi tersebut. Tim yang dimaksud yaitu tim
pengawas, tim pembina dan tim penagihan. Jadi tim yang dibagi tersebut
sudah ada pembekalan dari vendornya yaitu Bank Sulselbar (BPD) apabila
tim mendapatkan keluhan dari wajib pajak, maka bisa langsung melaporan
keluhan tersebut kepada Bank Sulselbar. Dinas Pendapatan Keuangan dan
Aset Daerah selalu mengontrol untuk memberikan pelayanan kepada wajib
pajak sehingga apabila ada masalah yang dialami bisa langsung diatasi.
Kemudian sumber daya anggaran pada implementasi program alat rekam ini
anggaran yang didapatkan sudah cukup memadai. Anggaran untuk program
ini terbilang cukup karena untuk anggaran perawatan alat rekam tersebut
juga disediakan. Jadi setiap ada masalah yang dialami oleh wajib pajak bisa
langsung melapor ke Dinas Pendapatan keuangan dan Aset daerah kemudian
langsung disampaikan ke bank Sulselbar, karena dana yang masuk langsung
ke Bank Sulselbar dan dikelola oleh Bank tersebut. Meskipun dana tersebut
dari pemerintah daerah tetapi untuk sementara dikelola oleh Bank Sulselbar.
Sumber daya fasilitas pada pelaksanaan alat rekam transaksi ini alat
transaksinya masih kurang atau terbatas, jadi sebelum dipasangnya alat
rekam ini implementor mendata dulu tempat usaha yang memungkinkan
untuk diberi alat rekam. Alat rekam tersebut langsung dikasih oleh Bank
Sulselbar. Karena program ini juga dari KPK supaya tidak terjadi kebocoran
pajak maka KPK bekerjasama dengan Bank Sulselbar dalam melaksanakan
program ini untuk menghindari kecurangan dan kebocoran pajak. Bank
Sulselbar menyiapkan alat rekam tersebut karena dana yang masuk langsung
dari Bank tersebut jadi dananya juga dikelola oleh Bank Sulselbar.” (Bapak
MI tanggal 2 Juli 2020)

Demikian juga pernyataan yang diberikan oleh Ibu F yaitu:

“sumber daya manusia atau tim pengawas pada pelaksanaan program alat
rekam transaksi sudah dibentuk tinggal bagaimana tim tersebut menjalankan
tugas dan tanggungjawabnya, kemudian sistem pengawasan yang dilakukan
juga bisa dilihat pada sistem DPKAD untuk mengetahui tempat usaha yang
online dan offline.”(Ibu F 2 Agustus 2020)
72

Berdasarkan hasil wawancara tersebut peneliti menarik kesimpulan bahwa

sumber daya pada pelaksanaan program ini sudah cukup memadai dilihat dari

sumber daya manusia yang memiliki tim khusus untuk mengawasi langsung wajib

pajak yang mengalami kendala- kendala atau bahkan yang melakukan pelanggaran.

Selain pengawasan yang dilakukan secara langsung tim yang dibentuk juga bisa

mengawasi melalui server DPKAD yang terhubung langsung dengan server wajib

pajak. Adapun sistem pengawasan yang dilakukan pada sistem DPKAD tersebut

dapat dibuktikan pada gambar 4 dibawah ini.

Gambar 4

Sistem Pengawasan Pada Server DPKAD

Berdasarkan gambar tersebut dapat diketahui bahwa implementor dapat

memantau dari sistem DPKAD tempat usaha yang online dan offline. Ketika online

akan berwarna hijau dan ketika offline akan berwarna merah. Kemudian sistem

pengawasan yang dilakukan terhadap wajib pajak yaitu apabila tempat usaha offline

tim pengawas yang bertugas akan turun langsung kelapangan akan memberikan

peringatan, dan apabila alat rekamnya masih tidak diaktifkan maka akan dilanjutkan
73

dengan memberikan tindakan tegas dengan mengeluarkan sanksi pencabutan

perizinan dan penutupan tempat usaha.

Kemudian sumber daya anggaran pada pelaksanaan program alat rekam

transaksi masih kurang khususnya anggaran untuk pengawasan dan pemeliharaan

alat rekam. Sedangkan sumber daya fasilitas untuk saat ini penyediaan alat rekam

transaksi masih bertahap masih ada beberapa restoran dan hotel yang belum

menggunakan alat rekam transaksi. Hal ini sesuai dengan hasil wawancara yang

dilakukan kepada Bapak AMIB yaitu sebagai berikut:

“sumber daya manusia pada pelaksanaan alat rekam transaksi ini dibagi
kedalam tiga tim pengawasan untuk mengawasi wajib pajak yang mengalami
keluhan dalam menggunakan alat rekam tersebut. Apabila wajib pajak
mengalami keluhan maka tim pengawas langsung mendatangi tempat usaha
tersebut. Kemudian ketika wajib pajak tidak mengaktifkan alat rekam
tersebut maka tim pengawas juga langsung turun lapangan memberikan
peringatan untuk selalu mengaktifkan alat tersebut. Untuk sumber daya
anggaran pada pelaksanaan program ini anggarannya masih kurang
terkhusus untuk anggaran pengawasan dan pemeliharaan alat rekam. Pada
awal pemasangan alat tersebut untuk anggaran pengawasan belum ada.
Sumber daya fasilitas pada program alat rekam ini pada tahap awal
pemasangan alat yang disiapkan yaitu 33 unit dan pada tahap kedua
sebanyak 29 unit.” (Bapak AMIB 8 Juli 2020)

Berdasakan pernyataan diatas tersebut sesuai dengan hasil wawancara yang

dilakukan dengan Bapak MA, yaitu:

“biasanya tim pengawas sesekali datang untuk mencek dan memastikan tidak
ada masalah yang dialami.”(Bapak MA 19 Agustus 2020)

Kemudian hasil wawancara yang dilakukan dengan Ibu ES bahwa:


“ apabila kita mengalami masalah seperti kehabisan kertas atau alat rekam
rusak maka ada tim yang langsung datang untuk memberikan solusi.”(Ibu ES
19 Agustus 2020)

Berdasarkan hasil wawancara tersebut peneliti menarik kesimpulan bahwa

dapat diketahui sumber daya pada program ini sudah cukup memadai, baik secara
74

kualitas maupun kuantitas, meskipun masih ada beberapa kendala atau masalah

yang terjadi. Dari sumber daya manusia sudah dibagi tim untuk mengawasi

langsung masalah- masalah yang dialami wajib pajak dalam penerapan alat rekam

tersebut, akan tetapi menurut pengamatan peneliti sistem pengawasan yang

dilakukan masih kurang tegas hal ini dibuktikan masih adanya wajib pajak restoran

dan hotel yang sesekali mengaktifkan alat rekam tersebut. Sumber daya anggaran

terkhusus untuk anggaran pengawasan masih kurang dan ketersediaan fasilitas atau

alat rekam dalam pelaksanaan program ini sudah cukup memadai meskipun belum

semua restoran dan hotel di Bantaeng menggunakan alat rekam tersebut. Hal ini

sesuai dengan pendapat Edwards bahwa SDM (staf), anggaran, dan fasilitas

mempunyai keterkaitan dan pengaruh yang besar dalam pelaksanaan suatu

kebijakan. Jadi, apabila salah satu dari ketiga indikator tersebut ada yang kurang

maksimal dalam pelaksanaannya maka implementasi program yang dijalankan juga

akan kurang maksimal.

c. Disposisi

Pengangkatan pelaksana atau sikap pelaksana kebijakan pada implementasi

program alat rekam transaksi telah sesuai dengan tugas dan fungsinya masing-

masing ada yang bertugas mengawasi melalui server DPKAD dan ada yang turun

langsung kelapangan untuk memantau para pelaku usaha atau wajib pajak. Pihak

DPKAD telah berusaha semaksimal mungkin menjalankan program ini agar

berjalan sesuai dengan tujuan kebijakan.

Sikap yang harus dimiliki oleh pembuat kebijakan yaitu komitmen yang

tinggi. Komitmen dapat dilihat dari bagaimana pembuat kebijakan mampu


75

menjalankan kebijakannya dengan baik sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.

Penerapan program alat rekam transaksi usaha memiliki tujuan untuk memonitoring

serta mencegah terjadinya kebocoran pajak sehingga pendapatan pajak dapat

meningkat.

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan kepada Bapak MI tentang

bagaimana Disposisi pada implementasi program alat rekam transaksi usaha wajib

pajak, yaitu sebagai berikut:

“Salah satu pelayanan yang diberikan oleh Dinas pendapatan keuangan dan
aset daerah adalah menyiapkan data internet. Data internet yang dipakai
oleh Wajib Pajak diberikan oleh Bank Sulselbar. Jadi apabila Wajib Pajak
mengalami masalah seperti kehabisan data internet dan melapor kepada
implementor kemudian di acc, maka implementor akan menyampaikan ke
bank Sulselbar dan Bank Sulselbar sendiri yang akan mengisi langsung data
internet ke Wajib pajak yang mengalami masalah tersebut.”(Bapak MI
tanggal 2 Juli 2020)

Pernyataan diatas kemudian dibenarkan oleh Ibu F, yaitu sebagai berikut:

“sikap pelaksana dalam menjalankan program ini memiliki komitmen yang


tinggi dan memiliki rasa tanggungjawab yang besar dalam menjalankan
tugasnya.”(Ibu F, 2 Agustus 2020)

Kemudian hasil wawancara yang dilakukan dengan Bapak AMIB, yaitu

sebagai berikut:

“sikap para pelaksana kebijakan pada program alat rekam transaksi ini yaitu
cepat tanggap didalam menangani kendala- kendala atau hambataan yang
dialami oleh wajib pajak. Masalah yang paling sering dialami wajib pajak
yaitu kehabisan kertas transaksi dan paket data jadi ketika mengalami
masalah seperti ini kita langsung sampaikan kepada instansi yang terkait
dengan program ini untuk menangani masalah yang dihadapi wajib pajak.
Akan tetapi tim pengawas dalam menjalankan program ini kurang
bersemangat karena tidak mendapat insentif atau penghargaan dari
pemerintah setempat atas apa yang mereka laksanakan.” (Bapak AMIB 8
Juli 2020)
76

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan, peneliti mengambil

kesimpulan bahwa sikap pelaksana kebijakan pada pelaksanaan program alat rekam

transaksi ini telah berusaha melakukan yang terbaik dalam menangani kendala-

kendala yang dialami oleh Wajib Pajak. Implementor selalu cepat tanggap apabila

mendapat keluhan yang dialami oleh Wajib Pajak, akan tetapi tim pengawas kurang

semangat dalam menjalankan program tersebut dikarenakan mereka tidak

mendapatkan insentif atau penghargaan dari pemerintah setempat. Jadi menurut

peneliti sikap pelaksana memiliki komitmen yang tinggi dalam menjalankan

kebijakannya yang tak lain dengan tujuan untuk melakukan pengawasan terhadap

Wajib Pajak sehingga dapat meminimalisir terjadinya kebocoran pajak dan

penerimaan pajak dapat meningkat sesuai dengan target pajak. Hal ini sesuai

dengan pendapat yang diberikan oleh Edward bahwa implementasi kebijakan akan

berjalan secara efektif dan efisien apabila implementor memiliki komitmen dan

kemampuan untuk menjalankan suatu kebijakan. Jadi, berdasarkan hasil penelitian

tersebut disposisi pada pelaksanaan program alat rekam transaksi telah berjalan

efektif, akan tetapi masih kurang maksimal dalam melakukan pengawasan karena

tidak adanya insentif atau penghargaan yang diberikan oleh pemerintah setempat.

d. Struktur Birokrasi

Struktur birokrasi memiliki pengaruh yang penting terhadap implementasi

kebijakan. Kejelasan dari pembagian tugas dan tanggungjawab dari pelaksana

kebijakan juga menjadi hal yang sangat penting. Ada dua kategori utama dalam

struktur birokrasi yaitu prosedur kerja atau standard Operating Procedures (SOP)

dan fragmentasi. Tujuan adanya SOP, impelmentor mampu menjalankan


77

kebijakannya dengan baik sesuai dengan prosedur kerja yang telah ditetapkan

sehingga dapat menimbulkan pelaksanaan kebijakan berjalan secara efektif dan

efisien.

1) Fragmentasi

Struktur organisasi pada Dinas Pendapatan Keuangan dan Aset Daerah

Kabupaten Bantaeng menggambarkan dengan sangat jelas pemisahan tugas

masing- masing antara satu dengan yang lain. Dalam struktur organisasi ini Kepala

Badan merupakan jabatan yang paling tertinggi. Berikut adalah struktur organisasi

Dinas pendapatan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Bantaeng.

2) Standar Operating Procedure (SOP)

Dalam suatu implementasi kebijakan sering terjadi kendala dalam

pelaksanannya dan bahkan ada banyak wajib pajak yang melakukan pelanggaran

seperti tidak mengaktifkan alat rekam transaksi. Terkait SOP apabila ada wajib

pajak yang tidak mengaktifkan belum ada, tetapi dalam Undang- undang Nomor 31

Tahun 2019 pasal 14 tertulis sanksi yang akan diberikan apabila wajib pajak

melakukan pelanggaran yaitu (a) Dikenakan sanksi administratif berupa pemberian

layanan gratis kepada penerima layanan/ konsumen. (b) Dikenakan sanksi berupa

denda sebesar 2 kali pajak terutang dan menjadi penerimaan daerah lain- lain pada

PAD yang sah. (3) Dikenakan sanksi berupa pencabutan perizinan dan penutupan

tempat usaha.

Standard Operating Procedure (SOP) pada implementasi program alat rekam

transaksi usaha wajib pajak di Kabupaten Bantaeng belum memiliki SOP atau

prosedur kerja. Hal ini sesuai dengan hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti
78

kepada Bapak MI tentang bagaimana SOP pada pelaksanaan program ini, yaitu

sebagai berikut:

“SOP pada implementasi program alat rekam transaksi usaha wajib pajak
yaitu pada awalnya sebelum pemasangan alat rekam kita data dulu warung
yang memungkinkan untuk dipasangi alat rekam berhubung karena alat
rekam terbatas. Apabila alat sudah terpasang, prosedurnya kita lakukan
pembinaan dan pengawasan serta penagihan. Apabila ada kendala setelah
kita pasang alat mereka melapor melalui media sosial kita sudah bentuk grup
pengguna alat rekam transaksi sehingga Wajib Pajak bisa menyampaikan
keluhannya. Dengan adanya penyampaian itu kita tindak lanjuti sesuai
dengan keluhan yang ada, sama halnya karena ini selalu terlihat dimonitor
kalau ada yang tidak aktif itu kita datangi juga kenapa tidak aktif untuk
mencari solusi. Tetapi memang aturan secara tertulis belum dibuat peraturan
bupati untuk SOP khusus pelaksanaan sistem online tetapi kita sudah
laksanakan dan akan dituangkan dalam peraturan tentang SOP, memang
aturan resmi SOPnya belum ditetapkan tetapi kita tetap laksanakan.”(Bapak
MI 2 Juli 2020)

Kemudian hasil wawancara yang dilakukan dengan Bapak AMIB, yaitu

sebagai berikut:

“kita memang belum memiliki SOP tentang pelaksanaan program alat rekam
transaksi ini tetapi kita sudah menjalankan prosedur kerja yang sesuai
dengan pedoman pada standar operasional prosedur pemungutan pajak
secara online. Jadi, kita tetap menjalankan pengawasan meskipun belum
memiliki aturan SOP secara resmi. Sebagaimana yang pernah Wajib Pajak
alami ketika alat rusak atau bermasalah seperti yang sering terjadi yaitu
menu dalam aplikasi M-Pos terkadang salah dan harganya yang berbeda itu
kita langsung mencarikan solusi.” (Bapak AMIB 8 Juli 2020)

Pernyataan diatas kemudian dibenarkan oleh Ibu F, yaitu sebagai berikut:

“SOP pada program ini belum ada tetapi secepatnya akan dibuatkan SOP
tengang pelaksanaan sistem online pajak daerah.”(Ibu F 2 Agustus 2020)

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan, peneliti mengambil

kesimpulan bahwa pada pelaksanaan program alat rekam transaksi DPKAD dan

pihak yang terkait telah berupaya melakukan yang terbaik untuk melakukan

pengawasan terhadap wajib pajak meskipun belum memiliki prosedur kerja (SOP)
79

yang tertulis. Akan tetapi, walaupun telah melakukan tugasnya dengan baik SOP

sangat penting pada implementasi suatu program karena dengan terbentuknya

prosedur kerja yang jelas maka para pelaksana kebijakan tidak akan bingung dalam

pelaksanaannya dan pelaksana kebijakan akan menjalankan tugasnya sesuai dengan

tugas serta fungsinya masing- masing. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan

oleh Edward bahwa dengan adanya SOP para pelaksana kebijakan mampu

mengoptimalkan waktu yang tersedia dan pembagian kerja yang jelas serta

terstruktur. Jadi, dapat disimpulkan bahwa struktur birokrasi juga menjadi hal yang

penting dalam implementasi kebijakan khususnya implementasi program alat

rekam transaksi.

Jadi, berdasarkan hasil pembahasan dari 4 variabel diatas yang

mempengaruhi implementasi kebijakan menurut Charles Edwards III, sudah sangat

jelas terlihat adanya hubungan keterkaitan antara 4 variabel tersebut. Komunikasi

yang dilakukan oleh pelaku kebijakan dengan sasaran kebijakan (Wajib Pajak)

sangat terkait dengan sikap pelaksana para pelaku kebijakan. karena berhasil

tidaknya komunikasi yang dilakukan tergantung dari bagaimana sikap pelaksana

kebijakan. Pengaruh dimensi komunikasi, sumber daya, sikap pelaksana (disposisi),

struktur birokrasi memiliki pengaruh yang besar terhadap pelaksanaan program alat

rekam transaksi, akan tetapi masih ditemukannya hambatan- hambatan dalam

pelaksanaan program tersebut.


80

2. Hambatan Implementasi Program Alat Rekam Transaksi Usaha Wajib

Pajak di Kabupaten Bantaeng

Implementasi program alat rekam transaksi usaha wajib pajak tidak selalu

berjalan lancar. Kebijakan- kebijakan yang direncanakan kadang tidak berjalan

sesuai dengan apa yang diharapkan dan mengalami berbagai hambatan, hambatan

tersebut terdiri dari faktor internal dan faktor eksternal.

a. Faktor Internal

Faktor internal yaitu kemampuan atau ketersediaan masyarakat untuk

berpartisipasi terhadap suatu kebijakan. hambatan internal pada pelaksanaan

program alat rekam transaksi usaha wajib pajak yaitu:

1) Kurangnya pemahaman wajib pajak dalam menjalankan aplikasi M-Pos

Pada pelaksanaan program alat rekam transaksi dibutuhkan pemahaman

mengenai cara megoperasikan aplikasi M-Pos, akan tetapi pada saat peneliti

melakukan pengamatan dilapangan tidak semuua wajib pajak memahami tentang

mekanisme atau cara kerja alat rekam tersebut. Beberapa contoh kurangnya

pemahaman wajib pajak dalam mengoperasikan aplikasi M-Pos yaitu ada beberapa

restoran yang tidak mengaktifkan alat tersebut dengan alasan tidak mampu

menggunakan aplikasi tersebut. Hal ini diperkuat berdasarkan hasil wawancara

yang dilakukan dengan Bapak AMIB, yaitu:

“beberapa wajib pajak kurang paham cara kerja aplikasi M-Pos, dengan
alasan saya tidak tau pak menggunakannya, padahal aplikasi ini sangat
gampang digunakan. Wajib pajak tidak perlu lagi menggunakan kalkulator
untuk menghitung jumlah yang harus dibayar oleh pelanggannya karena
wajib pajak hanya perlu menekan menu apa saja yang dipesan oleh
pelanggan maka secara otomatis jumlah yang harus dibayar akan langsung
terlihat.”(Bapak AMIB 8 Juli 2020)
81

Pemahaman mengenai pelaksanaan program alat rekam transaksi

menerangkan bahwa ada beberapa wajib pajak yang kurang paham mengenai

aplikasi M-Pos dikarenakan wajib pajak tidak mampu mengoperasikan alat rekam

tersebut dan kurangnya alat rekam yang tersedia sehingga hanya sebagian restoran

yang menggunakan alat rekam sehingga wajib pajak masih menggunakan sistem

manual yang tidak menggunakan aplikasi M-Pos.

2) Kurangnya kesadaran wajib pajak

Kurangnya kesadaran wajib pajak tentang pentingnya untuk membayar pajak

hal ini sesuai dengan hasil wawancara yang dilakukan kepada Bapak AMIB, yaitu:

“sejauh ini hambatan yang terjadi dilapangan yaitu berasal dari Wajib
pungut atau wajib pajak karena minimnya kesadaran mereka tentang apa itu
pajak restoran. Jadi kesadaran mereka itu seolah- olah mau memasukkan
data, mau memasukkan transaksi itu tergantung maunya mereka. Jadi sejauh
ini usaha yang kita lakukan yaitu melakukan pengawasan kepada wajib
pajak. Apabila wajib pajak melakukan pelanggaran atau tidak mengaktifkan
alat, maka tim pengawas dari program ini akan langsung turun kelapangan.
Akan tetapi untuk saat ini tim pengawas tidak leluasa untuk turun langsung
kelapangan disebabkan karena adanya Pandemi Covid-19. Tetapi kami tetap
berusaha untuk cepat tanggap apabila wajib pajak mengalami kendala atau
melakukan pelanggaran. Jadi sejauh ini kami rasa hambatan dari
pelaksanaan program ini yaitu kuranganya kesadaran dari wajib pajak itu
sendiri.”
(Bapak AMIB 8 Juli 2020)

3) Kurangnya koordinasi antar pihak terkait apabila ada kendala teknis maupun

non-teknis

Koordinasi yang baik sangat diperlukan pada pelaksanaan alat rekam

transaksi atau aplikasi M-pos terhadap pajak restoran di Kabupaten Bantaeng yang

membutuhkan komunikasi terhadap beberapa pihak yang terkait dengan penerapan

aplikasi M-Pos seperti wajib pajak, Bank Sulselbar dan dinas pendapatan keuangan

dan aset daerah Kabupaten Bantaeng selaku yang menerapkan kebijakan


82

berdasarkan peraturan yang berlaku. Kendala yang sering terjadi berupa kendala

teknis seperti alat dan jaringan yang menghambat data transaksi pajak restoran

sehingga tidak terdapat pada sistem. Kendala non-teknis terdapat kesalahpahaman

antara keputusan dan kebijakan pada penerapan alat rekam transaksi. Hal ini

berdasarkan hasil wawancara dengan Ibu F, yaitu sebagai berikut:

“hubungan antara wajib pajak, Bank sulselbar selaku fasilitator dan DPKAD
berjalan terus, akan tetapi mengenai kendala terkadang ada beberapa wajib
pajak yang mencpot sendiri alat rekam tersebut dan tidak segera
melaporkannya kepada DPKAD, padahal kita sudah sediakan grup WA
dengan wajib pajak untuk lebih memudahkan dalam melakukan
pelaporan.”(Ibu F 2 Agustus 2020)

Berdasarkan hasil wawancara tersebut disimpulkan bahwa wajib pajak

sebagai pelaksana kebijakan kurang melakukan koordinasi kepada pihak DPKAD

sehingga data transaksi pajak restoran apabila wajib pajak melepaskan atau tidak

menggunakan aplikasi M-Pos maka data tidak tercatat pada sistem DPKAD.

b. Faktor Eksternal

Faktor eksternal yaitu peran aparat dan lembaga formal yang ada. Hambatan

eksternal pada penerapan program alat rekam transaksi usaha wajib pajak yaitu:

1) Jaringan yang masih kurang memadai. Berdasarkan pengamatan yang

dilakukan peneliti dilapangan terkadang wajib pajak tidak mengaktifkan alat

rekam transaksi karena kehabisan paket data sehingga data transaksi tidak

terekam disistem DPKAD. Hal tersebut dipertegas oleh Bapak AMIB, yaitu:

“wajib pajak ketika tidak mengaktifkan alat rekam transaksi alasannya


terkadang kehabisan paket data atau jaringannya yang lambat, padahal hal
tersebut bisa disampaikan langsung kepada pihak DPKAD untuk
memberikan solusi.”(Bapak AMIB 8 Juli 2020)
83

2) Tidak ada dana insentif atau penghargaan yang diberikan kepada tim

pengawas. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan peneliti tidak adanya

penghargaan dan dana insentif yang diberikan sehingga membuat kinerja tim

pengawas menurun atau kurang bersemangat dalam melakukan pengawasan.

Hal ini diperjelas oleh Bapak AMIB dalam wawancaranya yaitu:

“kita tim yang turun langsung kelapangan tidak ada dana insentif yang

diberikan. Kinerja yang kita lakukan hanya diucapkan melalui kata terima

kasih.” (Bapak AMIB 8 Juli 2020)

Dari hasil pengamatan yang dilakukan peneliti pada situasi pandemi Covid-

19 banyak tempat usaha yang tetap buka dan justru memanfaatkan situasi ini untuk

tidak mengaktifkan alat rekam tersebut padahal pengunjungnya lumayan ramai.

Kendala yang paling sering dialami oleh Wajib Pajak yaitu kehabisan paket data

sehingga tidak mengaktifkan alat rekam tersebut.

C. Pembahasan

1. Implementasi Program Alat Rekam Transaksi Usaha Wajib Pajak di

Kabupaten Bantaeng

Berdasarkan konsep kebijakan publik sebagai upaya pemerintah untuk

meningkatkan pendapatan pajak daerah dan mengurangi kebocoran pajak,

pelaksanaan program alat rekam transaksi usaha wajib pajak di Kabupaten

Bantaeng merupakan upaya pemerintah untuk memecahkan permasalahan

perpajakan. Pajak adalah pungutan wajib dari rakyat untuk Negara yang pada

kenyataannya masih banyak wajib pajak yang kurang sadar akan kewajibannya

untuk membayar pajak.


84

Kebijakan alat rekam transaksi atau sistem online pajak daerah sesuai dengan

Peraturan Bupati Bantaeng No. 31 Tahun 2019 Pasal 1 (20) menyebutkan bahwa

Alat Perekam Data Transaksi Usaha adalah perangkat keras atau perangkat lunak

yang digunakan untuk merekam, memproses, dan mengirimkan data ke Server

Pemerintah Daerah dan/atau pihak lain yang memiliki ikata kerjasama dengan

Pemerintah Daerah.

Implementasi program alat rekam transaksi usaha wajib pajak di Kabupaten

Bantaeng dilakukan berdasarkan prosedur dan petunjuk yang telah disepakati oleh

pembuat kebijakan. Kebijakan sistem online pajak daerah tertuang dalam Peraturan

Bupati Bantaeng No. 31 Tahun 2019 tentang sistem online pajak daerah. Pihak

implementor kebijakan yaitu Bank Sulselbar Bantaeng dan Dinas Pendapatan

Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Bantaeng yang harus melaksanakan

prosedur kerja sesuai dengan tugas dan fungsi yang telah digariskan pada kebijakan

yang dituangkan dalam Peraturan Bupati Bantaeng No. 31 Tahun 2019. Tahapan

setiap proses pelaksanaan program alat rekam transaksi usaha wajib pajak di

Kabupaten Bantaeng telah tertuang secara jelas melalui peraturan tersebut yang

akan menjadi pedoman untuk setiap tindakan implementor dari kebijakan tersebut.

Proses implementasi program alat rekam transaksi usaha wajib pajak di

Kabupaten Bantaeng tidak selalu berjalan dengan optimal. Masih terdapat beberapa

hambatan yang terjadi pada proses implementasi kebijakan. Oleh sebab itu,

hambatan- hambatan tersebut akan di jelaskan berdasarkan teori model

implementasi kebijakan menurut George Charles Edwards III. Model implementasi


85

kebijakan tersebut dipengaruhi oleh empat variabel, yaitu komunikasi, sumber

daya, disposisi (sikap pelaksana) dan struktur birokrasi.

a. Komunikasi

Salah satu hal yang sangat penting dalam implementasi kebijakan yaitu isi

dan tujuan dari kebijakan itu sendiri. Setiap kebijakan akan berjalan dengan efektif

dan efisien apabila pelaksana kebijakan dan sasaran kebijakan bisa memahami

maksud dan tujuan dari kebijakan yang telah direncanakan, maksud dan tujuan

tersebut bisa dilihat dalam isi kebijkan yang telah dijelaskan pada Peraturan Bupati

Bantaeng No. 31 Tahun 2019. Implementasi kebijakan bisa gagal atau tidak

mencapai tujuan apabila tidak memahami maksud diterapkannya kebijakan

tersebut. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan oleh peneliti dalam

rangka upaya melakukan pengawasan dan mencegah terjadinya kebocoran pajak

daerah, maka bisa dikatakan bahwa sejauh ini Pemerintah Kabupaten Bantaeng

telah berusaha untuk menangani permasalahan kebocoran pajak daerah di

Kabupaten Bantaeng dengan tujuan dan sasaran yang jelas.

Komunikasi antara pembuat kebijakan, pelaksana kebijakan dan sasaran

kebijakan adalah tahap pertama yang dilakukan pada setiap implementasi

kebijakan. Ada dua hal perlu dilakukan pada variabel komunikasi menurut George

Charles Edwards III yaitu adalah konsistensi dalam menyampaikan informasi dan

kejelasan informasi yang disampaikan. Proses komunikasi yang dilakukan pada

implementasi program alat rekam transaksi usaha wajib pajak di Kabupaten

Bantaeng yaitu komunikasi antara Bank Sulselbar, DPKAD Kabupaten Bantaeng

dan Wajib Pajak. Dari hasil penelitian tersebut dijelaskan bahwa proses komunikasi
86

yang terjadi pada implementasi kebijakan program alat rekam transaksi usaha wajib

pajak di Kabupaten Bantaeng belum berjalan dengan baik, dikarenakan masih

banyaknya wajib pajak yang kurang mampu menangkap informasi yang

disampaikan oleh pelaku kebijakan (implementor).

b. Sumber Daya

Ketersediaan sumber daya adalah salah satu syarat bagi keberhasilan pada

implementasi sebuah kebijakan. Berdasarkan teori George Charles Edwards III,

walaupun komunikasi sudah dijalankan dengan baik dan jelas, akan tetapi jika

pelaksana kebijakan kurang sumberdaya yang dibutuhkan untuk menjalankan

kegiatan pada implementasi kebijakan, maka implementasi kebijakan yang

dilaksanakan tidak akan berjalan dengan optimal.

Ketersediaan sumberdaya manusia pada pelaksanaan program alat rekam

transaksi usaha wajib pajak sudah cukup memadai karena sudah dibentuk tim

pengawas kebijakan yang menangani pelaksanaan program alat rekam transaksi

jadi apabila wajib pajak mengalami kendala atau hambatan pada pelaksanaan

program ini maka tim pengawas yang sudah dibentuk tersebut akan cepat tanggap

dalam menangani masalah yang dialami oleh wajib pajak.

Sumberdaya anggaran pada pelaksanaan program alat rekam transaksi berasal

dari Pemerintah Kabupaten Bantaeng kemudian dikelola oleh Bank Sulselbar.

c. Disposisi

Disposisi adalah sikap dan komitmen dari pelaksana kebijakan untuk

menjalankan kebijakan program alat rekam transaksi usaha wajib pajak di

Kabupaten Bantaeng. Disposisi yang maksud pada teori yang diungkapkan oleh
87

George Charles Edwards III sebagai pendorong untuk keberhasilan implementasi

kebijakan, sikap pelaksana akan memberikan pengaruh pada kinerja kebijakan,

karena apabila pelaksana kebijakan memiliki sikap dan komitmen yang tinggi untuk

menjalankan kebijakan tersebut, maka pelaksanaan kebijakan akan berjalan sesuai

dengn tujuan yang telah ditetapkan.

Pada implementasi program alat rekam transaksi usaha wajib pajak di

Kabupaten Bantaeng, kesungguhan para pelaksana kebijakan dalam menjalankan

implementasi program alat rekam transaksi usaha wajib pajak dinilai sudah baik.

Meskipun berbagai kendala atau hambatan yang dihadapi, akan tetapi pelaku

kebijakan selalu berupaya untuk mengoptimalkan pelaksanaan kebijakan ini agar

mencapai maksud dan tujuan diterapkannya program ini yaitu meningkatkan

penerimaan pajak daerah.

d. Struktur Birokrasi

Menurut teori yang dikemukakan oleh George Charles Edwards III yang

menjadi variabel pada struktur birokrasi yaitu pertama fragmentasi atau penyebaran

tugas dan tanggungjawab para pelaku kebijakan. Kedua yaitu Standar Operasional

Prosedure (SOP) yang akan memudahkan setiap tindakan yang dilakukan oleh

pelaksana kebijakan dalam menjalankan tungas dan tanggungjawabnya.

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang dilakukan oleh peneliti

mengenai struktur birokasi pada implementasi program alat rekam transaksi usaha

wajib pajak di Kabupaten Bantaeng, telah dibentuk tim pengawas pada pelaksanaan

kebijakan dan telah menjalankan tugas dan fungsinya masing- masing.


88

Kemudian berdasarkan hasil penelitian implementasi program alat rekam

transaksi usaha wajib pajak di Kabupaten Bantaeng belum memiliki SOP atau

prosedur kerja yang resmi/ tertulis secara sah, akan tetapi SOP pada pelaksanaan

kebijakan ini masih pada tahap pembahasan dan pastinya akan ada SOP tentang

kebijakan ini. Meskipun belum memiliki SOP yang tertulis, akan tetapi para

pelaksana kebijakan telah menjalankan prosedur kerja yang sesuai dengan pedoman

pada standar operasional prosedur pemungutan pajak yang dilakukan secara online.

2. Hambatan Implementasi Program Alat Rekam Transaksi Usaha Wajib

Pajak di Kabupaten Bantaeng

Implementasi program alat rekam transaksi usaha wajib pajak tidak selalu

berjalan dengan lancer sesuai yang diharapkan. Kebijakan- kebijakan yang telah

direncanakan kadang tidak sesuai dengan apa yang diinginkan. Terdapat banyak

masalah yang dialami yang akan menghambat pelaksanaan program alat rekam

transaksi usaha wajib pajak di Kabupaten Bantaeng.

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang dilakukan oleh peneliti

terdapat beberapa hambatan yang terjadi pada proses implementasi program alat

rekam transaksi usaha wajib pajak di Kabupaten Bantaeng. Adapun hambatan-

hambatan tersebut adalah sebagai berikut:

a. Masih terbatasnya anggaran sehingga menyebabkan program yang

dijalankan menjadi tidak optimal.

b. Sosialisasi yang dilakukan oleh pelaksana kebijakan kurang dipahami

oleh wajib pajak, sehingga wajib pajak tidak paham maksud dan tujuan

diterapkannya program alat rekam transaksi.


89

c. Masih banyak wajib pajak yang sesekali saja mengaktifkan alat rekam

transaksi apalagi dimasa pandemi Covid-19 yang dianjurkan untuk

menutup restoran, wajib pajak memanfaatkan situasi ini untuk tidak

mengaktifkan alat rekam transaksi tersebut padahal sebenarnya tempat

usahanya tetap buka.

d. SOP masih pada tahap pembahasan yang mengakibatkan pelaksanaan

program alat rekam transaksi menjadi terhambat.


BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dan pembahasan yang telah

dijelaskan pada bab sebelumnya, maka pada penelitian ini peneliti menarik

kesimpulan sebagai berikut:

1. Implementasi program alat rekam transaksi usaha Wajib Pajak di

Kabupaten Bantaeng saat ini tidak berjalan efektif. Hal ini disebabkan

karena adanya pandemi Covid-19 yang sebelumnya penerimaan pajak

langsung meningkat drastis setelah dipasangnya alat rekam tersebut, akan

tetapi setelah munculnya pandemi Covid-19 penerimaan pajak langsung

menurun kembali disebabkan karena anjuran dari pemerintah untuk

menutup tempat usaha karena pandemi ini, tetapi ada beberapa Wajib

Pajak yang mengambil kesempatan pada situasi ini dengan tidak

mengaktifkan alat tersebut padahal tempat usahanya tetap buka.

2. Komunikasi pada pelaksanaan program alat rekam transaksi usaha wajib

pajak di Kabupaten Bantaeng, penyaluran komunikasi dan kejelasan

komunikasi oleh Dinas Pendapatan Keuangan dan Aset daerah pada

pelaksanaan program alat rekam transaksi ini berjalan dengan baik.

Penyampaian yang dilakukan oleh Dinas Pendapatan keuangan melalui

sosialisasi secara langsung maupun melalui media /secara tidak langsung

sudah sangat jelas.

90
91

3. Sumber daya pada program ini sudah cukup memadai, baik secara

kualitas maupun kuantitas, meskipun masih ada beberapa kendala atau

masalah yang terjadi.

4. Sikap pelaksana kebijakan pada pelaksanaan program alat rekam

transaksi ini telah berusaha melakukan yang terbaik dalam menangani

kendala- kendala yang dialami oleh Wajib Pajak.

5. Struktur birokrasi pada pelaksanaan program alat rekam transaksi ini

memang belum ada secara tertulis tetapi berdasarkan pengamatan yang

dilakukan oleh peneliti, Pemerintah kabupaten Bantaeng sudah

melakukan upaya terbaik untuk melakukan pengawasan terhadap Wajib

Pajak.

6. Hambatan yang ditemui pada implementasi program alat rekam transaksi

usaha wajib pajak di Kabupaten Bantaeng sejauh ini belum ditemukan

adanya hambatan atau kendala pada pelaksanaannya. Berhubung karena

program ini merupakan program baru yang diterapkan di Kabupaten

Bantaeng yang pelaksanaannya baru dimulai pada akhir tahun 2019.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan dari hasil penelitian yang teah dilakukan oleh

peneliti, maka diberikan saran yang diharapkan bisa lebih menyempurnakan

pelaksanaan program alat rekam transaksi usaha wajib pajak di Kabupaten

Bantaeng sehingga kedepannya bisa meningkatkan pengawasan terhadap wajib


92

pajak untuk meningkatkan pendapatan pajak. Adapun saran- saran yang dimaksud

yaitu:

1. Fokus pada penyaluran komunikasi kepada sasaran kebijakan (wajib

pajak) yaitu dengan sering- sering melakukan sosialisasi agar wajib pajak

lebih mengerti maksud dan tujuan diterapkannya alat rekam transaksi.

2. Sarana dan prasarana yang berhubungan pada pelaksanaan program alat

rekam transaksi usaha wajib pajak di Kabupaten Bantaeng lebih

ditingkatkan serta dikembangkan lagi agar apabila ada kendala terkait

dengan alat rekam bisa cepat teratasi.


DAFTAR PUSTAKA

Afiyah, F (2016). Efektivitas Sistem Pembayaran Pajak daerah Online dalam


Peningkatan Pendapatan Daerah Kota Cirebon. IAIN Syekh Nurjati Cirebon.
https://repository.syekhnurjati.ac.id
Agustino, L.(2006). Dasar- Dasar Kebijakan Publik. Bandung: Alfabeta.

Andansari, D (2019). Evaluasi Penerapan Sistem Online Pajak Daerah (aplikasi e-


PAD) dalam meningkatkan Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Banyuwangi Tahun
2018. Universitas Airlangga. http://lib.unair.ac.id
Anggara, S.(2014). Kebijakan Publik.Bandung:CV Pustaka Setia.

Ardini, PAA. D (2019). Pengaturan Pemungutan Pajak Hotel Secara


Online. Universitas Airlangga. https:// repository.unair.ac.id

Efektifitas Sistem dan Prosedur Pembayaran Pajak Secara Elektronik (Billing


System) Bagi Wajib Pajak. IAIN Syekh Nurjati Cirebon.
https://repository.syekhnurjati.ac.id

Faisal, S.(1990). Penelitian Kualitatif (dasar- dasar dan aplikasi). Malang: Ya3
Malang.
Harsono, H.(2002). Implementasi kebijakan dan politik. Jakarta: Rineka Cipta.

Keban, Y. T.(2004). Enam Dimensi Strategis Administrasi Publik, Konsep, Teori


dan Isu. Yogyakarta: Gava Media.
Mardiasmo.(2011). Perpajakan Edisi Revisi. Yogyakarta: Andi.

Moleong, L.(1993). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosda


Karya.

Purnamasari, W (2008). Analisis Pengawasan Administrasi Pajak Restoran Melalui


Sistem Online di Provinsi DKI Jakarta. Universitas Indonesia. (lib.ui.ac.id)

Purwanto, E. A. dan Sulistyastuti, D. R.(2012).Implementasi Kebijakan


Publik.Yogyakarta:Gava Media.

Putra, IT. A (2015). Efektifitas sistem dan prosedur pembayaran pajak secara
elektronik (billing system) bagi wajib pajak. Universitas Udayana Denpasar.
www.unud.ac.id

Ramadhan, ARF. P (2017). Implementasi sistem pajak online (E-Tax) dalam


meningkatkan Pendapatan Asli Daerah kota Malang (studi pada pajak hotel dan

93
94

restoran di Dinas Pendapatan Kota Malang). Universitas Brawijaya.


http://respository.ub.ac.id

Samudra, D (2012). Efektivitas Sistem Online dalam Pemungutan Pajak Hiburan di


Provinsi DKI Jakarta. Universitas Indonesia. (lib.ui.ac.id)
Sari, D.(2013). Konsep Dasar Perpajakan. Bandung: PT. Refika Aditama.

Setiawan, G.(2004). Implementasi dalam birokrasi pembangunan . Bandung:


Remaja Rosdakarya Offset.

Soemahamidjaja, S.(1993).Pajak Berdasarkan Asas Gotong Royong. Bandung:PT.


Refika Aditama.
Sugiyono.(2017).Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D.Bandung:CV
Alfabeta
Usman, N.(2002). Konteks Implementasi berbasis kurikulum. Bandung: CV Sinar
Baru.

Wahab, S. A.(2002). Analisis Kebijaksanaan, dari formulasi ke implementasi


kebijaksanaan Negara. Jakarta: Bumi Aksara.
Waluyo.(2009). Perpajakan Indonesia. Jakarta: Salemba Empat.

Winarno, B.(2008). Kebijakan Publik Teori dan Proses Edisi Revisi. Yogyakarta:
Media Pressindo.

Peraturan Perundang-Undangan
Peraturan Bupati Bantaeng No. 69 Tahun 2016 tentang kedudukan, susunan
organisasi, tugas dan fungsi serta tata kerja badan pengelola keuangan daerah
Kabupaten Bantaeng.

Peraturan Daerah Kabupaten Bantaeng No. 1 Tahun 2017 tentang pajak daerah
Kabupaten Bantaeng
Pertauran Bupati Bantaeng No. 31 Tahun 2019 tentang sistem online pajak daerah

Undang- undang No. 28 Tahun 2009 Pasal (1) tentang pajak daerah dan restribusi
daerah

Undang- undang republik Indonesia No. 28 pasal 1 ayat (1) Tahun 2017 tentang
pajak
95

Web
http://data.bantaengkab.go.id
http://www.lontar.ui.ac.d
https://jdih.kemenkeu.go.id
https://m.merdeka.com
https://pajakku.com
https://syekhnurjati.ac.id
https://tangerangkota.go.id
https://tribunnews.com
https://www.hestanto.web.id
https://www.kalbaronline.com
www.materibelajar.id
www.onlinepajak.com
LAMPIRAN

 PEDOMAN
WAWANCARA
 DOKUMENTASI
PENELITIAN
 SURAT- SURAT
PENELITIAN
 DAFTAR RIWAYAT
HIDUP
LAMPIRAN 1

PEDOMAN WAWANCARA

1. Apa tujuan dari penerapan program alat rekam transaksi usaha wajib pajak di
Kabupaten Bantaeng?
2. Bagaimana sistem online yang diterapkan di Kabupaten Bantaeng?
3. Bagaimana bentuk pengawasan yang dilakukan apabila ada alat rekam
transaksi yang rusak?
4. Bagaimana pelaksanaan program alat rekam transaksi usaha wajib pajak di
Kabupaten Bantaeng?
5. Bagaimana mekanisme atau cara kerja alat rekam transaksi?
6. Strategi apa saja yang dilakukan ppada penerapan program alat rekam
transaksi?
7. Bagaimana cara implementor berkomunikasi dengan wajib pajak tentang
penerapan program alat rekam transaksi?
8. Bagaimana sumber daya yang mendukung pada penerapan program alat
rekam transaksi?
9. Bagaimana sikap pelaksana dalam menjalankaan program alat rekam
transaksi?
10. Bagaimana prosedur kerja yang dilaksanakan pada penerapan program alat
rekam transaksi?
11. Apa saja hambatan yang ditemui pada penerapan program alat rekam
transaksi?
LAMPIRAN 2

Dokumentasi Penelitian

Wawancara dengan Kepala Bidang Pendapatan Keuangan dan Aset daerah

Wawancara dengan Kepala Sub Bidang Pelayanan


Kantor Dinas DPKAD Kab. Bantaeng

Alat rekam transaksi (Aplikasi M-Pos)

Mesin Transaksi
Penghantar Jaringan

Aplikasi M-Pos
Tampilan Menu Pada Aplikasi M-Pos

Tampilan Transaksi dengan Costumer

Tampilan Jumlah Transaksi


Tampilan Struk Transaksi

Pengawasan kepada wajib pajak yang online dan offline di sistem DPKAD
Pendapatan Pajak Aplikasi MPos Tahun 2019

No Nama Wajib Pajak Pajak


1 WR.CAK HADI BANTAENG 1142700
2 Cafe Tamara Foodtruck 5960240
3 Warung Kampoeng Toa 7984120
4 Warung Resa 5012200
5 Coto Hasanuddin 3491000
6 Cafe Konijiwa 2280700
7 RM. D Taman 10281130
8 RM.TENDA BIRU BANTAENG 2662700
9 Cafe Cupten Coffee 4183800
10 Coto Nurul Amin 5708465
11 RM. Kepiting Mr. Grab 87500
12 Ayam Bakar Semarang 3468100
13 RM. Aroma Laut 44034260
14 Shake Holic Café 1882980
15 WR.MAS TUA BANTAENG 486900
16 DGonny 89256,45
17 SOERABI 99 318600
18 Mr Box Cafe Bantaeng 122968050
19 Warung Ndeso 3199755
20 WR A & Y 2639181,7
21 Wr Sari Laut Cairul 3631000
22 Cupten Cafe Bantaeng 35502800
23 RM. Sederhana Bantaeng 7803285
24 BONK CAFÉ 6714350
25 RM. Bawakaraeng 3683100
26 WR. Bakso Mas Joko Bantaeng 9500
27 WR.BINA RIA BANTAENG 346800
28 Rest Area Sasayya 13078300
29 WR.MAJU MAPAN BANTAENG 1611100
30 Sari Laut 2076000
31 Hotel Kirey Resto 11437450
Jumlah 313.775.323
Pendapatan Pajak Aplikasi MPos Tahun 2020

No Nama Wajib Pajak Pajak


1 WR.CAK HADI BANTAENG 990.000
2 Wr Bakso Sragen Bantaeng 65.000
3 Warung Sari Laut Mukhsin 934.000
4 Cafe Tamara Foodtruck 5.666.200
5 Warung sari Laut Pahlawan 456.700
6 Warung Kampoeng Toa 878.000
7 Warung Resa 3.241.900
8 Warung Sate Ratulangi 977.000
9 Warung Bakso Mas Dimin 270.400
10 Warung Barokah Bantaeng 354.700
11 Coto Hasanuddin 732.800
12 BFC Bantaeng 1.903.100
13 Cafe Konijiwa 1.272.800
14 Warung Barokah 2 281.800
15 RM. D Taman 5.422.060
16 RM.TENDA BIRU BANTAENG 2.061.600
17 Rm Kartika Bantaeng 28.100
18 Warung Bakso Pahala 1.222.500
19 Warung Aroma Selera 1.981.800
20 Coto Nurul Amin 4.556.310
21 Warung Sop Pangkep 4.300
22 Ayam Bakar Semarang 3.033.000
23 RM. Aroma Laut 36.712.500
24 Pondok Teratai Indah 860.000
25 Shake Holic Café 4.988.870
26 Warung Mas Anto Bantaeng 620.633
27 Coto Makassar Bantaeng 169.700
28 WR.MAS TUA BANTAENG 652.900
29 DGonny Karaoke 2.131.694
30 SOERABI 99 277.902
31 Hotel Kirei Bantaeng 58.008.750
32 Mr Box Cafe Bantaeng 30.441.300
33 Hotel Ahriani Bantaeng 3.688.178
34 Warung Ndeso 4.979.120
35 Warung Bakso Widodo 1.017.700
36 Warung Bakso Merpati 549.700
37 WR A & Y 1.968.700
38 Warung Kharisma 721.500
39 Warung Bakso Nenas 2.901.300
40 Wr Sari Laut Cairul 4.099.600
41 Wisma Balla Bassia 335.000
42 RM Padang Bantaeng 64.900
43 Cupten Cafe Bantaeng 8.478.100
44 RM. Sederhana Bantaeng 2.251.920
45 Warung Sate Raya Lanto 775.200
46 BONK CAFÉ 2.543.300
47 RM. Bawakaraeng 473.400
48 Warung Citra Minang Bantaeng 782.700
49 Sari Laut Jalil Bantaeng 292.900
50 WR. Bakso Mas Joko Bantaeng 1.741.200
51 WR.BINA RIA BANTAENG 1.700
52 Rest Area Sasayya 5.703.000
53 WR.MAJU MAPAN BANTAENG 1.917.600
54 Sari Laut 1.524.200
55 Rm Dapoer Lamalaka Bantaeng 8.100
56 Wr Bakso Ping pong Bantaeng 781.364
57 Hotel Kirey Resto 11.467.339
58 Hotel BM Bantaeng 1.653.214
Jumlah 231.919.254
Susunan Organisasi DPKAD Kabupaten Bantaeng

KEPALA DPKAD

SEKRETARIAT

KASUBAG KASUBAG KASUBAG


PROGRAM KEUANGAN
KEUANGAN
& PEL.

BIDANG BIDANG BIDANG BIDANG BIDANG


ANGGARAN PENDAPATAN PERBENDAHARAAN ASET DAERAH AKUNTANSI

SUB BIDANG SUB BIDANG SUB BIDANG SUB BIDANG


SUB BIDANG
PERENCANAAN PENGELOLAAN VERIFIKASI PERENCANAAN
ANALISA
PENYUSUNAN DATA & PERTANGGUN KEBUTUHAN
TRANSAKSI
ANGGARAN INFORMASI GJAWABAN BMD

SUB BIDANG SUB BIDANG


SUB BIDANG SUB BIDANG SUB BIDANG
PENGELOLAAN PENYUSUNAN
PENGENDALIAN PENAGIHAN & PENATAUSAHA
GAJI & LAPORAN
& EVALUASI PELAPORAN AN BMD
TUNJANGAN BERKALA

SUB BIDANG SUB BIDANG


SUB BIDANG SUB BIDANG
SUB BIDANG PENDANAAN MUTASI/
ADMINISTRASI PENYUSUNAN
PELAYANAN KEGIATAN PENGHAPUSAN
ANGGARAN LKPD
SKPD/ PPKAD BMD

UPTB

Sumber: Dinas Pendapatan Keuangan dan Aset Daerah Kab. Bantaeng


SURAT- SURAT PENELITIAN
RIWAYAT HIDUP
A.Ayu Ahriani atau biasa dipanggil Ayu lahir di Bantaeng pada

tanggal 18 September 1998 merupakan anak ke-2 dari dua

bersaudara dari pasangan H. A. Syamsuddin, S.Pd dan HJ. Sitti

Nurbaya, S.Pd. Penulis mulai memasuki jenjang pendidikan

formal di TK Aisiyah Bustanul Athfal pada tahun 2002

kemudian berlanjut ke SD Inpres Jatia pada tahun 2004 dan selesai pada tahun 2010.

Selanjutnya melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 1 Gantarangkeke dan selesai

pada tahun 2013. Kemudian melanjutkan ke SMA Negeri 1 Tompobulu dan selesai

pada tahun 2016. Pengalaman organisasi dimulai sejak SMP dengan memasuki

organisasi Palang Merah Remaja (PMR) dan Osis. Dijenjang SMA memasuki

organisasi Sanggar Seni.

Pada tahun 2016 penulis melanjutkan pendidikan ke salah satu Perguruan

Tinggi Swasta di Makassar melalui jalur seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru di

Universitas Muhammadiyah Makassar (Unismuh Makassar), dan tercatat sebagai

mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jurusan Ilmu Administrasi

Negara. Skripsi yang ada saat ini telah dikerjakan seoptimal dan semaksimal

mungkin, demi perbaikan penulis terbuka terhadap koreksi dan masukan, baik itu

tentang teknis penulisan maupun isi dari Skripsi, penulis sangat terbuka untuk

menerima setiap masukan yang datang nantinya.

Anda mungkin juga menyukai