Anda di halaman 1dari 58

ANALISIS REKONTRUKSI PENYUSUNAN LAPORAN KEUANGAN

MASJID DAN PERLAKUAN AKUNTANSINYA SEBAGAI WUJUD


TRANSPARANSI INFORMASI (STUDI KASUS PADA MASJID
AL-KHAIRAT, KELURAHAN WALI, KABUPATEN WAKATOBI)

PROPOSAL PENELITIAN

OLEH

MARDIONO
NPM. 101701107

PROGRAM STUDI AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BUTON
BAUBAU
2021
HALAMAN PERSETUJUAN

Proposal Dengan Judul :Analisis Rekontruksi Penyusunan Laporan


Keuangan Masjid dan Perlakuan Akuntansinya
Sebagai Wujud Transparansi Informasi (Studi
Kasus Pada Masjid Al-khairat, Kabupaten
Wakatobi)
Disusun oleh

Nama : MARDIONO

NPM : 101701107

Program Studi : AKUNTANSI

Fakultas : EKONOMI

Telah diperiksa dan disetujui untuk dipertahankan pada Ujian Proposal Peneltian

Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Buton.

Disetujui di : Baubau
Pada Tanggal : 2021

Pembimbing I PembimbingII

L. M. Hasrul Adan, S.E.,M.S.A.,Ak.,CA. HusnaKatjinaSE.,M.Ak


NIDN. 1005108606 NIDN.0931126407

Mengetahui,
Ketua Proram Studi Akuntansi

Dewi Mahmuda, S.E.,M.Acc.


NIDN. 0921109101
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala rasa syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah

SWT, yang senantiasa memberikan kekuatan dan pertolongan kepada penulis,

sehingga penulis diberikan kemampuan untuk menulis proposal dengan judul

Analisis Rekontruksi Penyusunan Laporan Keuangan Masjid dan Penerapan

Akuntansinya Sebagai Wujud Transparansi Informasi (Studi Kasus Pada Masjid

Al-khairat, Kabupaten Wakatobi).

Hanya karena kekuatan yang diberikan oleh Allah, penulis akhirnya dapat

menyelesaikan proposal ini guna memberikan wacana atas tanggung jawab social

kepengurusan masjid. Namun demikian, proposal ini masih jauh dari yang

diharapkan dan tidak akan selesai dengan baik tanpa bantuan dan bimbingan

berbagai pihak, untuk itu penukis mengucapkan rasa terima kasih yang

sebesarbesarnya kepada :

1. Kedua orangtua yang telah banyak memberikan kasih sayang, perhatian, doa

dan nasehat sehingga penulis dapat menyelesaikan studi dengan lancar.

2. Rektor Universitas Muhammadiyah Buton, Ibu Dr. Wa Ode Al Zarliani

S.P.,M.M

3. Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Buton, Ibu Ernawati

Malik, S.E., M.Ak.

4. Ketua Prodi Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Buton,

Ibu Dewi Mahmuda, S.E.,M.Acc.

5. Bapak Laode Muhammad Hasrul Adan SE.,M.S.A.,Ak.,CA. Dan Ibu Husna

Katjina SE.,M.Ak, yang selalu berusaha meluangkan waktunya untuk

i
memberikan bimbingan dan arahan serta petunjuk kepada penulis selama

menyusun skripsi ini.

6. Dosen Penasehat Akademik, Bapak Mohammad Rusman Ramli, S.E., M.Si,

yang selalu membimbing dan memberikan kepada penulis selama penyusunan

proposal ini.

7. Bapak dan Ibu dosen lainnya di Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah

Buton, yang telah memberikan ilmu, dan pengalamam paling berharga, serta

bimbingannya hingga penulis berhasil menyelesaikan studi.

8. Segenap tenaga administrasi Fakultas Ekonomi yang telah begitu banyak

membantu dan memudahkan urusan penulis.

9. Semua teman-teman Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas

Muhammadiyah Buton angkatan 2017.

Akhir kata, dengan segala kerendahan hati semoga Allah SWT senantiasa

memberikan rahmatnya kepada semua pihak yang telah membantu

terselesaikannya proposal ini. Proposal ini masih belum sempurna, untuk itu

penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun dan semoga

proposal ini dapat bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan bagi pembaca

pada umummnya.

Baubau, 2021

Penulis

MARDIONO
101701107

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

HALAMAN PERSETUJUAN

KATA PENGANTAR .................................................................................. i

DAFTAR ISI ................................................................................................. iii

DAFTAR TABEL ......................................................................................... iv

DAFTAR GAMBAR .................................................................................... v

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 1


1.1 Latar Belakang .............................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ......................................................................... 7
1.3 Tujuan Penelitian .......................................................................... 7
1.4 Manfaat Penelitian ........................................................................ 8
1.5 Batas Penelitian ............................................................................. 8
BAB II TINJJAUAN PUSTAKA ................................................................ 9
2.1 Akuntabilitas ................................................................................. 9
2.2 Masjid............................................................................................. 12
2.3 Pengertian Akuntasi ...................................................................... 19
2.4 Prinsip Akuntasi ............................................................................ 24
2.5 Laporan Keuangan Masjid ........................................................... 26
2.6 Kompenen Laporan Keuangan Masjid........................................... 28
2.7 Unsur-unsur Laporan Keuangan Masjid ........................................ 31
2.8 Transparasi .................................................................................... 36
2.9 Penelitian Terdahulu ..................................................................... 38
2.10 Kerangka Pikir ............................................................................ 41
BAB III METODE PENELITIAN .............................................................. 44
3.1 Lokasi Penelitian ........................................................................... 44
3.2 Populasi Dan Sampel ................................................................... 44
3.3 Jenis Dan Sumber Data .................................................................. 45
3.4 Metode Pengumpulan Data ........................................................... 46
3.5 Metode Analisis Data .................................................................... 47
3.6 Definisi Operasional ..................................................................... 47
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 49

iii
DAFTAR TABEL

Table 2.1 Contoh Neraca (Laporan Posisi Keuangan) ................................... 30


Table 2.2 Contoh Laporan Opersional ............................................................ 31
Table 2.3 Contoh Laporan Arus Kas .............................................................. 32
Table 2.4 Penelitian Terdahulu ....................................................................... 38

iv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kerangaka Pikir .......................................................................... 43

v
1

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Tingginya tingkat ketidakpastian dan ketidakstabilan lingkungan yang

dihadapi oleh berbagai Organisasi memerlukan sebuah sistem perencanaan

yang baik. Peranan akuntansi dalam segi pengelolaan Organisasi pun semakin

disadari oleh berbagai pihak, baik Organisasi yang berorientasi pada laba

maupu non-laba (nirlaba).

Menurut Setiawati, (2011:175) menyebutkan bahwa organisasi nirlaba

merupakan suatu organisasi sosial yang didirikan oleh perorangann yang

secara suka rela memberikan pelayanan kepad masyarakat umum tanpa tujuan

untuk memperoleh keuntungan dari kegiatannya. Fokus dari visi dan misi

organisasi nirlaba adalah pelayanan kepada masyarakat, seperti yayasan

pendidikan, LSM, Organisasi keagamaan, panti asuhan dan sebagainya.

Organisasi nirlaba memperoleh sumber daya dari sumbangan para

penyumbang yang dengan ikhlas dan suka rela tanpa mengharapkan

pembayaran kembali atau pengembalian manfaat ekonomi yang sebanding

dengan jumlah yang diberikan (IAI, 2015).

Menurut Dewan Masjid Indonesia (DMI) terdapat tiga fungsi masjid,

pertama masjid sebagai ibadah (mahdlah) juga merupakan tempat untuk

beribadah secara luas (Gairu Madhlah) selama dilakukan dalam batas-batas

syariah. Ketika Nabi SAW. memilih masjid sebagai langkah pertama

membangun masyarakat madani, konsep masjid bukanlah hanya sebagai

tempat sholat, atau tempat berkumpulnya kelompok masyarakat (kabilah)


2

tertentu, tetapi masjid sebagai majelis untuk memotivasi atau mengendalikan

seluruh masyarakat (Pusat pengendalian masyarakat). Secara konseptual

masjid juga disebut sebagai Rumah Allah (Baitullah) atau bahkan rumah

masyarakat (bait al jami’).

Melihat secara umum perkembangan masjid di masa sekarang, terutama

dalam hal kepengurusan identik dengan seorang Imam, muadzin, khatib, dan

pengurus lain yang sering disebut juga dengan ta’mir masjid. Ta’mir biasanya

adalah orang yang sudah tua dan tidak memiliki latar belakang keilmuan yang

cukup untuk mengelola keuangan secara profesional. Hal ini menimbulkan

persoalan ketika dana masjid yang diperoleh dari infaq atau sumbangan para

donatur dikelola secara apa adanya tanpa melalui proses pencatatan keuangan

yang semestinya, (Andarsari, 2016).

Permasalahan lain yang seringkali muncul yaitu masih banyaknya

masjid yang tidak mencatat secara rinci pemasukan dan pengeluaran kas,

biasanya hanya dicatat sebatas penerimaan dan pengeluaran kas tanpa merinci

sumber pemasukan kas dan penggunaan kas masjid untuk apa saja, sehingga

terkadang hal ini menimbulkan kecurigaan di kalangan masyarakat.

Transparansi dan Akuntanbilitas merupakan suatu hal yang sangat

penting dan sangat diperlukan dalam organisasi atau lembaga publik, swasta

maupun lembaga keagamaan. Semua aktivitas lembaga baik publik maupun

swasta selalu dituntut transparan dan akuntabel. Kehidupan keagamaan

seakan menjadi dimensi lain yang tidak memerlukan transparansi dan

akuntabilitas secara langsung dalam bentuk pelaporan akuntansi. Padahal


3

transparansi dan akuntabilitas sangat diperlukan dalam pengelolaan laporan

keuangan entitas nirlaba (masjid). Dengan keterbukaan, akuntabilitas atas

laporan keuangan masjid maka akan berdampak positif kepada para

stakeholders atau masyarakat sekitar terhadap pengelolaan dan manajemen

keuangan masjid. Namun kenyataannya masih banyak penerapan laporan

keuangan dilembaga masjid yang masih belum menerapkan transparansi,

akuntabilitas dalam penyusunan laporan keuangan sehingga menjadi

perhatian khusus dalam kajian praktik ini, (Wijangsongko, 2014). Oleh

karena itu, masjid sebagai salah satu organisasi nirlaba, harus benar-benar

dapat mempertanggungjawabkan segala informasinya karena menyangkut

kepentingan publik.

Salah satu bentuk pertanggungjawabannya yaitu dengan adanya

transparansi dan akuntanbilitas tentang pengelolaan laporan keuangan dan

penyusunan laporan keuangan masjid yang baik. Maka dari itu diperlukan

tenaga pengelola keuangan masjid yang benar-benar amanah, mengetahui

tentang praktik keuangan (akuntansi), serta mampu

mempertanggungjawabkan informasi. Hal ini dapat meminimalisir

kesenjangan informasi keuangan antara lembaga masjid dengan masyarakat

publik sebagai penaman sumber dananya. (Andikawati, 2014).

Sumber dana yang diperoleh oleh masjid dapat berasal dari kotak amal

masjid, donasi, zakat, infak dan shodaqoh dari masyarakat. Dari sumber dana

tersebut pengelola keuangan masjid yaitu ta’mir seharusnya dapat

menyajikan laporan keuangan masjid dengan baik dan mampu menyediakan


4

informasi yang transparan dan akuntabel. Karena biasanya yang kita ketahui

laporan keuangan masjid hanya disajikan sekali dalam seminggu pada saat

sholat jumat. Maka dari itu pengurus masjid diharapkan mampu melaporkan

informasi keuangan masjid sehingga dapat memberikan informasi kepada

masyarakat secara terbuka dan masyarakat merasa puas atas pengelolaan

keuangan masjid tersebut. Oleh karena itu dari hasil penelitian yang

dilakukan penulis, diharapkan kepada pengelola/pengurus masjid untuk

mampu mempublikasikan transparansi dana dan penyusunan laporan

keuangannya. Dengan adanya transparansi dana dan pengelolaan keuangan

masjid maka akan memberikan ketenangan kepada masyarakat dan percaya

ketika akan menyumbangkan uangnya atau dananya. (Andikawati, 2014).

Pengelolaan keuangan masjid merupakan hal yang sangat penting untuk

diteliti dan dievaluasi khususnya dalam hal penyajian dan penyusunan

laporan keuangan. Dalam penyusunan laporan keuagan masjid Ikatan

Akuntan Indonesia (IAI) mempunyai peranan yang sangat penting dengan

menerbitkan PSAK 109 dan PSAK 45. PSAK 109 sendiri mengatur tentang

akuntansi zakat, infaq, shodaqoh yang biasanya ini merupakan sumber dana

utama bagi masjid. Sedangkan PSAK 45 mengatur tentang pelaporan

keuangan khusunya untuk organisisasi nirlaba salah satunya masjid.

Organisasi nirlaba ini mendapat sumber dananya berasal dari dana hibah,

donasi, infaq shodaqoh dari masyarakat umum yang memberikan dananya.

Selain itu organisasi nirlaba ini juga menjalankan aktivitasnya tanpa


5

mengharapkan laba (non profit oriented) dan semata-mata hanya untuk

kepentingan lembaga tersebut (masjid).

Salah satu aspek penting keberlangsungan pengelolaan masjid yang

baik adalah adanya dana untuk operasional masjid, sebab masjid tidak hanya

untuk dibangun tapi juga perlu dana untuk menopang kegiatan kegiatan

masjid. Maka sudah menjadi tugas dan tanggungjawab para pengurus

(takmir) masjid untuk memikirkan dan mencari dana untuk kemakmuran

masjid (Ayub et al, 2005:57).

Sumber pendapatan masjid biasanya terdiri dari Zakat, Infaq, Shodaqoh

dan Waqof dan sumber pengeluaran masjid terdiri dari biaya rutin (listrik,

air), biaya kebersihan, biaya kegiatan Islami yaitu kegiatan yang dilakukan

untuk memperingati hari-hari besar Islam Maulid Nabi SAW, Ramadhan, dan

lain sebagainya. Dalam mempertanggungjawabkan sumber pendapatan dan

pengeluaran tersebut pengurus (takmir) masjid dituntut untuk mencatat,

menyusun dan mengelola keuangan tersebut dengan baik, kemampuan

pengelolaan keuangan yang baik merupakan salah satu bentuk bahwa

pengurus (takmir) masjid merupakan orang yang amanah dan bertanggung

jawab.

PSAK 109 (2011) memiliki tujuan untuk mengatur pengakuan,

pengukuran, penyajian dan pengungkapan transaksi zakat, infaq/shadaqah.

Pernyataan ini bertujuan untuk mengatur pengakuan, pengukuran, penyajian

dan pengungkapan transaksi zakat, infaq dan shadaqah. Perlakuan akuntansi

dalam pembahasan ini mengacu pada PSAK 109, sehingga ruang lingkup
6

PSAK ini hanya untuk amil zakat yang menerima dan menyalurkan zakat,

infaq dan shadaqah.

Organisasi pengelola zakat yang pembentukannya di maksudkan untuk

menyimpulkan dan menyalurkan zakat (Sak Syariah, 109,1). Dalam PSAK

No. 109 tentang akuntansi zakat infaq/shadaqah terdapat beberapa komponen

laporan keungan yang harus dibuat oleh amil secara lengkap yang terdiri dari:

1. Laporan posisi keuangan.

2. Laporan perubahan dana.

3. Laporan perubahan aset kelolaan.

4. Laporan arus kas.

5. Catatan atas laporan keuangan.

Masjid Al-Khairat merupakan masjid yang berada di Kelurahan Wali,

Kecamatan Binongko, Kabupaten Wakatobi. Dimana lokasinya berada

ditengah-tengah perkampungan Kelurahan Wali. Masjid Al-Khairat pada

waktu itu masih sangat sederhana dengan donatur yang masih sedikit dan

bantuan yang diperoleh juga masih tidak terlalu besar. Seiring berjalannya

waktu, masjid Al-Khairat ini semakin berkembang. Dimana sumber dana

masjid berasal dari donasi maupun sumbangan, kaleng jumat, kotak amal

masjid, infak dan sedekah. Sumber dana tersebut diperoleh dari kegiatan

masjid seperti sholat jum’at dan kegiatan lain pada hari besar Islam.

Laporan keuangan masjid Al-Khairat, Kelurahan Wali, Kecamatan

Binongko, Kabupaten Wakatobi dalam siklus akuntansi masih menggunakan

buku kas umum penerimaan dan buku kas pengeluaran secara manual dan
7

belum menerapkan pedoman akuntansi sesuai dengan PSAK 109, karena

keterbatasan sumber daya manusia. Sedangkan transparansi dan akuntabilitas

sangat diperlukan dalam penyusunan keuangan agar dapat memberikan

informasi yang akurat dan dapat diandalkan kepada donatur, penerima

manfaat, dan publik (masyarakat), sehingga para pengurus masjid Al-Khairat

Kelurahan Wali secara tidak langsung dituntut untuk melakukan penyesuaian

laporan keuangan yang formal sesuai dengan PSAK 109.

Berdasarkan uraian diatas, maka penulis berkeinginan untuk

melakukan penelitian dengan mengambil judul ‘’Analisis Rekontruksi

Penyusunan Laporan Keuangan Masjid dan Perlakuan Akuntansinya Sebagai

Wujud Trasparansi Informasi (Studi Kasus Pada Masjid Al-Khairat,

Kelurahan Wali, Kabupaten Wakatobi)”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan pada latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas,

maka penulis membuat suatu perumusan masalah sebagai berikut:

Bagaimana pengelolaan keuangan masjid Al-khairat Kelurahan wali,

kecamatan Binongko, Kabupaten Wakatobi dan Bagaimana rekontruksi

penyusunan laporan keuangan Masjid kedalam PSAK 109.

1.3 Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah diatas, maka yang menjadi tujuan

dalam penelitian ini adalah untuk Mengetahui apakah pengelolaan keuangan

Masjid Al-khairat Kelurahan wali, Kecamatan Binongko, Kabupaten


8

Wakatobi sudah dilakukan secara transparan dan akuntabel berdasarkan

PSAK 109.

1.4 Manfaat Penelitian

Dalam penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai

berikut:

1. Bagi Penulis

Dapat menambah wawasan dan pengetahuan dalam pengembangan

teori dan ilmu akuntansi yang didapatkan selama perkuliahan.

2. Bagi Pihak Masjid

Dalam penelitian ini pihak Masjid diharapkan dapat digunakan dalam

penentuan dan pengambilan keputusan.

3. Bagi Penelitian Selanjutnya

Dapat digunakan sebagai tambahan referensi maupun landasan dan

dapat juga sebagai perbandingan untuk melakukan penelitian selanjutnya.

1.5 Batasan Penelitian

Agar tidak menyimpang dari tujuan, peneliti memberikan batasan

sebagai ruang lingkup penelitian ini adalah laporan keuangan yang digunakan

hanya mengenai: Transparansi keuangan Masjid (studi kasus Masjid Al-

Khairat Kelurahan Wali, Kecamatan Binongko, Kabupaten Wakatobi)

berdasarkan PSAK 109 pada tahun 2021.


9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Akuntabilitas

2.1.1 Pengertian Akuntabilitas

Menurut Mahmudi (2010:23) akuntabilitas adalah kewajiban agen

(pemerintah) untuk engelola sumber daya, melaporkan dan

mengungkapkan segala aktivitas dan kegiatan yang berkaitan dengan

penggunaan sumber daya publik kepada pemberi mandat (prinsipal).

Menurut Setiana dan Yuliani (2017:206) akuntabilitas adalah

kewajiaban pemegang amanah/agen untuk memberikan

pertanggungjawaban, menyajikan, melaporkan dan mengungkapkan

segala aktivitas dan kegiatan yang menjadi tanggung jawab kepada

pihak pemberi amanah (Prinsipal) yang memiliki hak dan kewajiban

untukk pertanggungjawaban tersebut.

Menurut Ulum dan Juanda (2016) ada dua tipe akuntabilitas yaitu:

1. Akuntabilitas internal, berlaku untuk setiap tingkatan dalam

organisasi internal penyelenggaraan negara termasuk pemerintah

dimana setiap jabatan atau petugas publik baik individu atau

kelompok berkewajiban untuk mempertanggungjawabkan kepada

atasannya langsung mengenai perkembangan kinerja atau hasil

pelaksanaan kegiatannya secara periodik atau sewaktu-waktu bila

dipandang perlu.
10

2. Akuntabilitas eksternal, terdapat pada setiap lembaga negara sebagai

suatu organisasi untuk mempertanggungjawabkan semua amanat

yang telah diterima dan telah pula dilaksanakan untuk kemudian

dikomunikasikan kepada pihak eksternal dan lingkungannya. Dari

sudut fungsional, J.D Stewart dalam“ The Role of Information in

Public Accountability” sebagaimana dikutip Trijuwono ( 1999 )

dalam Ulum dan Sofyani, (2016) menyatakan bahwa akuntabilitas

terdiri dari lima tingkat yang berbeda yaitu :

 Policy Accountability, akuntabilitas atas pilihan-pilihan

kebijakan yang dibuat.

 Program Accountability, akuntabilitas atas pencapaian

tujuan/hasil dan efektifitas yang dicapai.

 Performance Accountability, akuntabilitas terhadap pencapaian

kegiatan yang efisien.

 Process Accountability, akuntabilitas atas penggunaan proses,

prosedur atau ukuran yang layak dalam melaksanakan tindakan-

tindakan yang ditetapkan.

 Probity and Legality Accountability, akuntabilitas atas legalitas

dan kejujuran penggunaan dana sesuai dengan anggaran yang

disetujui atau ketaatan terhadap undang-undang yang berlaku.

Berdasarkan pemaparan yang ada diatas dapat disimpulkan bahwa

akuntabilitas adalah suatu bentuk tanggungjawab atas suatu proses atau

tindakan yang dilakukan baik berhasil atau tidak dalam mencapai target
11

yang telah ditetapkan oleh sebuah organisasi maupun instansi

pemerintah.

2.1.2 Akuntabilitas Publik

Definisi akuntabilitas publik menurut Kusumastuti (2014:2) adalah

bentuk penyedia penyelnggaraan kegiatan publik untuk dapat

mnjelaskan dan menjawab segala hal menyangkut langkah dari seluruh

keputusan dan proses yang dilakukan, serta pertanggungjawaban atas

kinerjanya.

Menurut Halim (2012:20) akuntabilitas publik adalah kewajiban

untuk memberikan pertangggungjawaban serta menerangkan kinerja

dan tindakan seseorang, badan hukum atau pimpinan organisasi kepada

pihak yang lain yang memiliki hak dan kewajiban untuk meminta

kewajiban pertanggungjawaban dan keterangan.

Putra (2018) menyatakan bahwa akuntabilitas publik berarti

pemberian informasi dan disclosure atas aktivitas dan kinerja finansial

pemerintah kepada pihak-pihak yang berkepentingan terhadap laporan

tersebut. Akuntabilitas publik juga merupakan pertanggungjawaban

tindakan dan keputusan dari para pemimpin atau pengelola organisasi

sektor publik kepada pihak yang memiliki kepentingan (stakeholder)

dan masyarakat yang memberikan amanah kepadanya berdasarkan

sistem pemerintahan yang berlaku (Bastian, 2014). Sehingga dapat

disimpulkan bahwa akuntabilitas publik adalah bentuk tanggung jawab


12

pengelola atau pemimpin organisasi atau pemerintahan untuk

memberikan informasi berdasarkan aktivitasnya kepada masyarakat.

2.1.3 Akuntabilitas Pada Organisasi Keagamaan

Tujuan akan akuntabilitas, dalam hal ini pertanggungjawaban

keuangan tehadap segala aktivitas pada semua organisasi keagamaan,

terkait dengan PSAK No. 45 mengenai pelaporan keuangan organisasi

nirlaba. Karakteristik organisasi nirlaba berbeda dengan organisasi

bisnis, di mana perbedaan utama yang mendasar adalah cara organisasi

itu memperoleh sumber daya yang dibutuhkan untuk melakukan

berbagai aktivitas operasionalnya. Organisasi yang memperolah sumber

daya dari sumbangan para anggota dalam hal ini umat dan para

penyumbang lainnya yang tidak mengharapkan imbalan apa pun dari

organisasi tersebut. Menurut kondisi ini, transaksi yang jarang atau

tidak akan pernah terjadi dalam organisasi bisnis manapun, akan

muncul dalam organisasi nirlaba. Namun demikian, dalam prakteknya

organisasi nirlaba, transaksi tersebut sering tampil dalam berbagai

bentuk.

2.2 Masjid

2.2.1 Pengertian Masjid

Siskawati et al. (2016) masjid merupakan organisasi non profit

dimana pengurus masjid berfungsi sebagai agent yang berkewajiban

mengatur dan melaporkan penggunaan dana yang diberikan oleh

principal.
13

Namun kritik terhadap akuntabilitas masjid mengatakan bahwa

pengendalian internal dan pengawasan pengelolaan keuangan pada

organisasi masjid masih lemah.

Ikatan Akuntansi Indonesia pada tahun 2008 membuat

pernyataan standar akuntansi keuangan (PSAK No. 109) untuk

akuntansi zakat dan infaq/sedekah sebagai pedoman dalam penyusunan

laporan keuangan dengan tujuan agar laporan keuangan yang disajikan

mudah dipahami oleh pengguna. Oleh karena itu, Masjid yang

merupakan organisasi nirlaba diharapkan menyajikan laporan

keuangannya dengan berpedoman pada PSAK No 109. Setiap laporan

keuangan yang dibuat diharuskan mempunyai karakter kualitatif, yaitu

ciri khas yang harus dimiliki oleh setiap pelaporan keuangan supaya

pelaporan keuangan tersebut bisa berguna bagi setiap pemakainya.

Karakteristik kualitas utama yang harus dipenuhi dalam laporan

keuangan antara lain: dapat dipahami, relevansi, dapat diandalkan, serta

dapat dibandingkan (IAI 2010 ).

Rasulullah Muhammad SAW pun telah mencotohkan dalam

membina dan mengelola seluruh keperluan masyarakat, baik di bidang

ekonomi, politik, sosial kemasyarakatan, pendidikan, angkatan

bersenjata, dan lain sebagainya melalui masjid. Kuncinya pada

pengelolaan masjidnya (takmir). Masjid Nabawi oleh Rasulullah SAW

difungsikan sebagai :
14

1. Pusat ibadah

2. Pusat pendidikan dan pengajaran

3. Pusat informasi Islam

4. Pusat pengkajian dan penyelesaian problematika umat dalam aspek

ekonomi, sosial, politik, dan lain-lain.

Masih banyak fungsi masjid yang lain. Namun yang jelas pada

zaman Rasulullah, masjid dijadikan oleh Beliau sebagai pusat

peradaban.Pusat sumber inspirasi dalam mengembangkan syiar dan

kemajuan ideologinya. Rasulullah SAW berhasil membina

masyarakatnya meskipun komposisi struktur masyarakat yang ada

ternyata masyarakat dengan multi ras, multi etnis dan multi agama.

Akhirnya, masyarakat bentukan Rasulullah menjadi masyarakat yang

disegani dan dikagumi baik lawan maupun kawan dan menjadi

pemimpin di dunia pada masanya.

Upaya agar lembaga masjid dapat berfungsi seperti yang

diharapkan, yakni sebagai pusat ibadah, pemberdayaan dan persatuan

umat dalam rangka meningkatkan keimanan, ketaqwaan, akhlak mulia,

kecerdasan umat dan tercapainya masyarakat adil dan makmur yang

diridhai Allah SWT. Lebih spesifik dapat dikatakan: Hal-hal apa dan

bagaimana kita membuat masjid, jamaah sistem, sumber dana dan

penggunaannya, dan kegiatannya sehingga masjid ini dapat menjadi

pusat kegiatan umat yang dapat menciptakan masyarakat sekelilingnya


15

menjadi masyarakat yang baik, sejahtera, rukun, damai dalam siraman

rahmat Allah SWT.

2.2.2 Masjid dan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan ( PSAK) No.

109

Masjid sebagai lembaga keagamaan Islam merupakan salah satu

bentuk organisasi nirlaba (non-profit oriented). Masjid sebagai sarana

peribadatan dan kegiatan umat yang secara tidak langsung memerlukan

ilmu dan praktik akuntansi dalam memunculkan sistem pelaporan

keuangan yang efektif. Hal ini dikarenakan masjid juga memerlukan

informasi yang dapat menunjang kegiatan peribadatan, kegiatan

keagamaan, termasuk aktivitas perawatan dan pemeliharaan masjid.

Selain itu, para pengelola masjid (takmir) juga memerlukan sistem

pelaporan keuangan masjid yang akurat khususnya yang berhubungan

dengan;

1. keadaan dan kondisi jamaah.

2. keadaan dan kondisi harta kekayaan dan keuangan masjid dan.

3. informasi lain yang diperlukan sehubungan dengan kepentingan

masjid. Hal ini bertujuan untuk pertanggungjawaban kepada para

pengurus dan jamaah masjid.

Akan tetapi, ilmu dan praktik akuntansi dalam lembaga

keagamaan seperti masjid masih kurang jadi perhatian. Ilmu akuntansi

dan praktiknya di luar entitas bisnis khususnya lembaga keagamaan

khususnya masjid sangat termarginalkan. Sebagai entitas pelaporan


16

akuntansi yang menggunakan dana masyarakat sebagai sumber

keuangannya, seperti dalam bentuk sumbangan, sedekah atau bentuk

bantuan sosial lainnya yang berasal dari masyarakat, maka lembaga

keagamaan menjadi bagian dari entitas publik yang semua aktivitasnya

harus dipertanggungjawabkan kepada publik.

Berbeda dengan entitas publik lainnya, lembaga keagamaan

merupakan entitas publik dan juga merupakan organisasi nirlaba yang

berbeda dengan organisasi lainnya dimana diatur dalam Pernyataan

Standar Akuntansi Keuangan(PSAK) No. 109, Karakteristik organisasi

nirlaba berbeda dengan organisasi bisnis. Organisasi nirlaba

memperoleh sumber daya dari sumbangan para anggota dan para

penyumbang lain yang tidak mengharapkan imbalan apapun dari

organisasi tersebut.

Dengan tercantumnya organisasi nirlaba dalam Pernyataan

Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 109 menegaskan, bahwa

praktik akuntansi ini ada dalam organisasi nirlaba khususnya lembaga

keagamaan. Dimana lembaga keagamaan ini merupakan organisasi

nirlaba yang berasaskan landasan pondasi prinsip agama yang

dikembangkan, namun prinsip-prinsip tersebut seringkali tidak sesuai

dengan prinsip materialisme dan keduniawian. Dikarenakan anggapan

tersebut, praktik akuntansi pada lembaga-lembaga keagamaan atau

organisasi nirlaba lainnya menjadi tidak biasa. Walaupun tidak biasa

atau umum, penelitian praktik akuntansi pada lembaga keagamaan


17

seperti Masjid dan Gereja. Bahwa bagaimanapun juga sebagai lembaga

keagamaan yang dipenuhi oleh landasan prinsip agama tentu saja setiap

kegiatannya juga harus terhindar dari dosa atau hal-hal yang dilarang

agama, sehingga penerapan akuntansi yang ada harus steril dari

larangan Tuhan.

Pengelolaan keuangan masjid yang baik, juga merupakan salah

satu faktor utama dalam upaya menjaga kelangsungan hidup dan

memakmurkan masjid. Hal ini dikarenakan, masjid juga memerlukan

ketersediaan dana yang tidak sedikit setiap bulannya. Dana-dana

tersebut diperlukan untuk mendukung kegiatan peribadatan,

keagamaan, pengadaan sarana dan prasarana, dan pengembangan

masjid. Ini merupakan tanggung jawab para pengurus masjid (takmir)

untuk memikirkan, mencari, dan mengumpulkan dana untuk

kepentingan masjid.

2.2.3 Hubungan Masjid dengan Laporan Keuangan

Laporan Keuangan Masjid merupakan bentuk penerapan prinsip

keterbukaan dan akuntabilitas pada masyarakat, manajemen suatu

entitas organisasi dalam hal ini ruang publik masjid perlu untuk

melakukan pembenahan administrasi, termasuk publikasi pertanggung

jawaban laporan keuangan. Semakin besarnya tuntutan terhadap

pelaksanaan akuntabilitas ruang publik dalam hal ini masjid, maka akan

memperbesar kebutuhan akan transparansi informasi keuangan.


18

Informasi keuangan ini berfungsi sebagai dasar pertimbangan dalam

proses pengambilan keputusan. Tuntutan dari agama ini dijelaskan oleh

surat Al Baqarah ayat 282, yang menjelaskan pentingnya pencatatan

transaksi dalam kehidupan bermuamalah. Muamalah dapat diartikan

dengan transaksi, seperti kegiatan jual beli, utang piutang, sewa

menyewa, dan sebagainya. Dengan demikian, aktivitas penyerahan dana

dari penderma/donatur kepada pengelola dapat disebut dengan

transaksi, karena dana tersebut diserahkan dengan maksud tertentu, baik

untuk pembangunan masjid, pemeliharaan masjid dan kegiatan-kegiatan

yang mensejahterakan umat para pengguna masjid, dan dana ini

membutuhkan akuntabilitas dari pengelolanya.

Populasi masjid dan umat muslim di Indonesia sangat banyak.

Kepastian dana mengalir pun selalu ada. Namun, seringkali takmir

masjid sebagai pengelola tidak mengetahui persis gambaran

pengalokasian dana. Bisa jadi dianggap, kalau ada kegiatan, uang

datang cepat. Uang yang ada dialokasikan untuk kegiatan. Tapi, tidak

ada gambaran sejak awal mau dikelola seperti apa uang itu. Oleh karena

itu, harus ada alternatif agar pengelolaan keuangan masjid bisa berjalan

efektif yaitu melalui proses identifikasi aktivitas, sumber sumber

penerimaan, dan penyajian laporan keuangan sesuai dengan anggaran

berdasarkan aktivitas.

Setiap masjid tentu memiliki aktivitas yang berbeda tergantung

sumber daya, karakter masing-masing masjid dan permasalahannya.


19

Seperti yang diketahui masjid tidak hanya berdiri di pusat kota atau

dilingkungan warga sekitar sebagai sarana peribadatan tetapi sekarang

masjid telah berdiri megah di lingkungan perguruan tinggi, hampir

semua perguruan tinggi memiliki masjid sebagai sarana peribadatan

mahasiswa, dosen, warga kampus lainnya serta masyarakat sekitar

masjid kampus berdiri. Selain itu, masjid sendiri telah menjadi

penunjang kegiatan pembelajaran mahasiswa di bidang keagamaan, dan

juga sama halnya dengan masjid besar, beberapa masjid kampus telah

memiliki wadah penyaluran Zakat, Infaq, Shadaqah dan Wakaf

(ZIFWAF) dari masyarakat sekitar. Meskipun hanya masjid kampus,

pengelolaan keuangan di setiap organisasi maupun perusahaan, baik

kecil atau besar pasti didalamnya terdapat pengelolaan keuangan yang

hampir semuanya dituntut untuk transparan dan akuntabel. Sama halnya

dengan masjid yang berada di lingkungan masyarakat, masjid kampus

juga di dalamnya terdapat aktivitas pemasukan dan pengeluaran dana

dari berbagai sumber.

2.3 Pengertian Akuntansi

Ada beberapa defenisi atau pengertian akuntansi yang berasal dari

berbagai lembaga dan dari berbagai sudut pandang yang berbeda. Salah

satunya adalah pengertian dan penjelasan yang dikemukakan oleh Acconting

Principle Board (APB) yang memandang akuntansi dari sudut fungsinya

sebagai berikut: “Akuntansi adalah sebuah kegiatan jasa. Fungsinya adalah

menyediakan informasi kuantitatif, terutama yang bersifat keuangan, tentang


20

entitas ekonomi yang dimaksud agar berguna dalam pengambilan keputusan

ekonomi dalam membuat pilihan-pilihan yang nalar diantara berbagai

alternatif arah tindakan.” Dari pengertian dan penjelasan tersebut dapat

diketahui atau dikenal bahwa:

1. Fungsi (peran) akuntansi adalah menyediakan informasi kuantitatif,

terutama yang bersifat keuangan, tentang entitas ekonomi.

2. Informasi yang dihasilkan oleh akuntansi dimaksudkan agar berguna

sebagai input yang dipertimbangkan dalam pengambilan keputusan

ekonomi yang rasional.

3. Cabang – cabang akuntansi cukup banyak, salah satunya adalah akuntansi

pemerintahan.

Yang perlu diketahui dari defenisi di atas adalah “entitas” ekonomi.

Entitas adalah “satuan” yang dapat berarti satuan organisasi, misalnya

organisasi perusahaan, organisasi pemerintahan, dan lain-lainnya. Akuntansi

yang berkaitan dengan organisasi perusahaan (bisnis) dikenal dengan

akuntansi sektor privat, dan yang berkaitan dengan organisasi pemerintahan

atau lembaga non-profit dikenal dengan akuntansi sektor publik. Oleh sebab

pemerintah daerah merupakan suatu satuan organisasi yang non-profit maka

dapat dipahami akan adanya akuntansi untuk pemerintahan daerah, dan akan

termasuk dalam kelompok akuntansi sektor publik.

Secara umum akuntansi merupakan suatu sistem informasi yang

digunakan untuk mengubah data dari transaksi menjadi informasi keuangan.

Proses akuntansi meliputi kegiatan mengidentifikasi, mencatat, dan


21

menafsirkan, mengomunikasikan peristiwa ekonomi dari sebuah organisasi

kepada pemakai informasinya. Proses akuntansi menghasilkan informasi

keuangan. Semua proses tersebut diselenggarakan secara tertulis dan

berdasarkan bukti transaksi yang juga harus tertulis. “Abdul Halim,

(Akuntansi keuangan daerah (Jakarta: Salemba Empat, 2002), h. 143).

Dari definisi tersebut ada beberapa istilah pokok yang perlu

diperhatikan:

1. Seragam melalui prosedur atau urut-urutan pekerjaan yang dilakukan

berdasarkan suatu aturan yang ditetapkan terlebih dahulu untuk menangani

transaksi yang terjadi berulang-ulang.

2. Identifikasi. Melalui proses akuntansi kejadian-kejadian ekonomi dikenali

karakteristiknya dan dikenali pengaruhnya terhadap kekayaan, utang, dan

modal, serta pendapatan dan biaya.

3. Mencatat atau mererkam. Berdasrkan hasil identifikasi atas peristiwa

ekonomi yang sudah terjadi selanjutnya dilakukan pencatatan untuk

merekam transaksi tersebut dalam sistem yang sudah disediakan.

4. Menafsirkan. Jika transaksi ekonomi sudah dicatat, dan sudah

dikumpulkan secara sistematis dalam bentuk laporan keuangan, maka

secara sistematis akumulasi atau kumpulan tiap kelompok transaksi dapat

memberikan makna untuk ditafsirkan.

5. Komunikasi. Proses akuntansi menghasilkan laporan keuangan yang

menunjukkan rincian dan jumlah kekayaan, utang, modal pada akhir


22

periode akuntansi. Selain itu, proses akuntansi juga menghasilkan leporan

tentang jumlah pendapatan, biaya dan laba selama satu periode akuntansi.

6. Peristiwa ekonimi. Yang dimaksud dengan peristiwa ekonomi adalah

setiap kejadian yang mengaruhi kekayaan, utang, modal, pendapatan, atau

biaya perusahaan. Dalam ilmu akuntansi peristiwa ekomoni ini sering

dikenal dengan istilah transksi.

7. Organisasi. Yang termasuk dalam kategori organisasi adalah perusahaan,

organisasi pemerintah, organisasi sosial, dan organisasi lain yang

sehariharinya mengelola keuangan. Namun, selain organisasi formal,

individu perorangan dapat saja mengorganisasi kegiatan keuangannya dan

kemudian menyelenggarakan akuntansi untuk mengomunikasikan

informasi keuangannnya dengan pihak lain.

Akuntansi dapat didefenisikan berdasarkan dua aspek penting:

1. Penekanan pada aspek fungsi, yaitu pada penggunaan informasi

akuntansi. Berdasarkan aspek fungsi akuntansi didedefenisikan sebagai

suatu disiplin ilmu yang menyajikan informasi yang penting untuk

melakukan suatu tindakan yang efesien dan mengevaluasi suatu

aktivitas dari organisasi. Informasi tersebut penting untuk perencanaan

yang efektif, pengawasan dan pembuatan keputusan oleh manajemen

serta memberikan pertanggungjawaban organisasi kepada investor,

kreditor, pemerintah, dan lainnya.


23

2. Penekanan pada aspek aktivitas dari orang yang melaksanakan proses

akuntansi. Dalam aspek ini, orang yang melaksanakan proses

akuntansi harus:

 Mengidentifikasikan data yang relevan dalam perbuatan

keputusan.

 Memproses atau menganalisa data relevan.

 Mengubah data menjadi informasi yang dapat digunakan untuk

pembuatan keputusan.

Oleh karena itu, akuntansi adalah proses pengidentifikasian data

keuangan, memproses pengelolaan dan penganalisisan data yang relevan

untuk diubah menjadi informasi yang dapat digunakan untuk pembuatan

keputusan. Pengertian akuntansi juga dapat dilakukan dengan

memperhatikan sudut pandang pemakai jasa akuntansi, yaitu bahwa

akuntansi adalah “Suatu disiplin yang menyediakan informasi keuangan

yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan secara efesien dan

mengevaluasi kegiatan-kegiatan suatu organisasi”. Informasi yang

dihasilkan akuntansi diperlukan untuk: Membuat perencanaan yang efetif,

pengawasan dan pengambilan keputusan oleh manajemen. Pertanggung

jawaban organisasi kepada para investor, kreditur, badan pemerintah dan

sebagainya

Akuntansi secara teknis diartikan sebagai proses pencatatan,

penggolongan, peringkasan, pelaporan, dan penganalisisan data keuangan

suatu organsasi. AICPA (American Institute of Certifikat Publik


24

Accounting) mengartikan akuntansi sebagai suatu seni pencatatan,

pengelompokan dan pengikhtisaran menurut cara yang berarti dan

dinyatakan dalam nilai uang, segala transaksi dan kejadian yang sedikit-

dikitnya bersifat finansial dan kemudian menafsirkan hasilnya (Samryn,

Pengantar Akuntansi ( Jakarta: Rajawali Pers, 2014), h.3).

2.4 Prinsip Akuntansi

2.4.1 Pengertian Prinsip Akuntasi

Prinsip dasar akuntansi adalah prinsip atau sifat-sifat yang

mendasari akuntansi dan seluruh outputnya, termasuk laporan keuangan

yang dijabarkan dari tujuan laporan keuangan, postulat akuntansi, dan

konsep teoritis akuntansi, serta menjadi dasar bagi pengembangan

teknik atau prosedur akuntansi yang dipakai dalam menyusun laporan

keuangan. Ada beberapa pihak yang memberikan pandangan secara

berbeda tentang apa saja yang termasuk sebagai prinsip dasar akuntansi.

Jika manajemen suatu perusahaan dapat mencatat dan

melaporkan data keuangan yang dirasa sesuai untuk mereka, maka

perbandingan laporan keuangan antarperusahaan akan sulit dilakukan.

Oleh kerena itu, akuntan keuangan mengikuti perinsip akuntansi yang

berlaku secara umum dalam menyiapkan laporan keuangan. Di

Indonesia, prinsip ini dikenal sebagai Prinsip Akuntansi Berterima

Umum (PABU) yang dalam bahasa Inggrisnya disebut generally

accepted accounting principles (GAAP). Sebagai buku akuntansi


25

menggunakan istilah prinsip akuntansi yang berlaku umum, prinsip

akuntansi yang diterimah umum umum, atau prinsip akuntansi

lazim. PABU memungkinkan investor dan para pemangku kepentingan

untuk membandingkan laporan keuangan antarperusahaan.

Profesi akuntansi telah menciptakan seperangkat standar dan

aturan yang diakui secara umum sebagai pedoman dalam pelaporan

akuntansi, yang dinamakan prinsip akuntansi yang berterima secara

umum ( general accepted accounting principles, GAAP ).

2.4.2 Penggolongan Prinsip Akuntansi

Terdapat beberapa prinsip-prinsip akuntansi sebagai berikut:

1. Kontinuitas usaha (going concern) adalah kesinambungan usaha.

Konsep ini menganggap bahwa suatu perusahaan akan terus

berlanjut dan diharapkan tidak terjadi lingkuidasi di masa yang akan

datang.

2. Kesatuan usaha (businees entity). Konsep ini menganggap bahwa

perusahaan dipandang sebagai suatu unit usaha yang berdiri sendiri,

terpisah dari pemiliknya.

3. Periode akuntansi (Accounting periode), adalah kegiatan perusahaan

yang disajikan dalam laporan keuangan disusun per periode

pelaporan.

4. Kesatuan pengukuran (measurent unit). Konsep ini menganggap

bahwa semua transaksi yang terjadi akan dinyatakan dalam bentuk


26

uang ( dalam artian mata uang yang digunakan adalah dari negara

tempat perusahaan berdiri).

5. Bukti yang objektif (objektif evidence) informasi yang terjadi harus

disampaikan secara objektif. Suatu informasi dikatakan objektif

apabila informasi dapat diandalkan, sehingga informasi yang

disajikan harus berdasarkan pada bukti yang ada.

6. Pengungkapan sepenuhnya (full disclousure). Konsep ini

menganggap bahwa hal-hal yang berhubungan dengan laporan

keuangan harus diungkapkan secara memadai.

7. Konsistensi (consistency). Konsep ini menghendaki bahwa

perusahaan harus menerapkan metode akuntansi yang sama dari

suatu periode ke periode yang lain agar laporan keuangan dapat

diperbandingkan.

8. Realisasi (matching expense with revenue). Prinsip ini

mempertemukan pendapatan periode berjalan dengan beban periode

berjalan untuk mengetahui berapa besar laba -rugi periode berjalan.

2.5 Laporan Keuangan Masjid

Suatu lembaga/organisasi/perusahaan dalam menjalankan bisnisnya

akan mencatat transaksi keuangan secara sistematis. Pencatatan yang

dilakukan akan diringkas menjadi suatu laporan keuangan. Laporan ini dapat

dibuat setiap saat, di mana pihak-pihak yang terkait menginginkannya, dapat

dibuat dalam bulanan, triwulan, semesteran dan satu tahun atau satu periode

akuntansi sasuai dengan kebijakan perusahaan.


27

Untuk mewujudkan akuntabilitas pelaksanaan program dan

pengembangan dibutuhkan adanya program monitoring dan evaluasi dengan

menggunakan suatu aturan, ukuran dan kriteria sebagai indikator keberhasilan

suatu pekerjaan atau perencanaan.

Monitoring dan evalusasi merupakan salah satu cara untuk

mengetahui kekurangan, kelemahan, dan kekuatan dalam segi perencanaan

dan implementasi kegiatan/program. Oleh karena itu dengan melihat besarnya

kepentingan monitoring dan evaluasi, maka dipandang perlu adanya satu

pedoman yang menjadi panduan atau acuan bagi semua masjid dalam

melaksanakan pertanggungjawaban keuangan. Untuk menjalankan

monitoring dan evalusi setiap kegiatan masjid maka diperlukan

pertanggungjawaban keuangan berupa laporan keuangan. Laporan keuangan

adalah hasil dari proses akuntansi.

Kegiatan pencatatan dan pengolongan adalah proses yang

dilakukan secara rutin dan berulang – ulang setiap kali terjadi transaksi

keuangan. Sedangkan kegiatan pelaporan dan penganalisisan biasanya hanya

dilakukan pada waktu tertentu.

Kegaiatan pencatatan dan penggolongan yang bersifat rutin dapat

dilakukan dengan tulis tangan seperti yang dijumpai pada masjid-masjid

kecil, dan ada pula yang dikerjakan dengan mesin-mesin otomatis seperti

dijumpai pada masjid-masjid besar. Perkembangan teknologi yang pesat

akhir-akhir ini menunjukkan bahwa penggunaan mesin-mesin pembukuan


28

dan komputer untuk mengelola data akuntansi semakin banyak digunakan

baik dalam masjid besar maupun menengah.

2.6 Komponen Laporan Keuangan Masjid

Komponen laporan keuangan pada umumnya memiliki perbedaan

dengan laporan keuangan yang berlaku pada masjid. Komponen laporan

keuangan pada masjid terdiri dari empat,yaitu:

2.6.1 Neraca ( laporan posisi keuangan)

Neraca adalah laporan keuangan yang menggambarkan posisi

keuangan suatu entitas akuntansi dan entitas pelaporan berupa asset,

kewajiban dan net asset pemilik suatu masjid pada tanggal tertentu

(Mhd.Syahman Sitompul,et, al, Akuntansi Masjid (Febi UIN-SU

Press.2015), h. 63).

Contoh:

Mesjid XXX
Neraca
Per 31 Desember 20xx
(dalam rupiah)

Uraian Catatan 31/12/20XX 31/12/20XX


Aset
Aset Lancar
Kas XXX XXX
Persediaan XXX XXX
Jumlah Aset
XXX XXX
Lancar
Aset Tetap
Tanah XXX XXX
Peralatan dan Mesin XXX XXX
29

Gedung dan Bangunan XXX XXX


Peralatan dan Mesin-
XXX XXX
TP
Peralatan dan Mesin XXX XXX
Akumulasi Penyusutan XXX
Jumlah Aset
XXX XXX
Tetap
Jumlah Aset XXX XXX
Kewajiban
Jumlah Kewajiban
Aset Netto
Aset Netto Lancar XXX
Surplus (Defisit) XXX XXX
Aset Netto XXX XXX
Aset Netto-TP XXX XXX
Jumlah Aset Netto
Lancar
Jumlah Aset Netto XXX XXX
Tabel 2.1 contoh neraca (laporan posisi keuangan)

2.6.2 Laporan Operasional

Laporan operasional adalah laporan yang memberikan informasi

tentang jumlah pendapatan dan beban selama kegiatan operasional

berlangsung.

Contoh:

Masjid XXX
Laporan Operasional untuk Periode yang Berakhir Sampai dengan 31
Desember 20xx
(dalam rupiah)
Uraian Catatan 31 Des20xx 31 Des 20xx
Kegiatan Operasional
Pendapatan
Zakat xxx xxx
Infaq xxx xxx
Sadaqah xxx xxx
Wakaf xxx xxx
Jumlah Pendapatan xxx xxx
30

Beban
Beban Gaji Pegawai Xxx xxx
Beban Barang Xxx xxx
Beban Pemeliharaan Xxx xxx
`
Beban Jasa Xxx
Beban Penyusutan Xxx xxx
Jumlah
Xxx xxx
Beban

Surplus
Xxx xxx
( Defisit) LO
Tabel 2.2 Contoh laporan operasional

2.6.3 Laporan Arus Kas

Laporan arus kas adalah laporan keuangan yang melaporkan

jumlah kas yang diterima dan dibayar oleh suatu masjid selama periode

tertentu.

Contoh:

Masjid XXX
Laporan Arus Kas untuk periode yang berakhir sampai dengan 31
Desember 20xx
(dalam rupiah)
31 Des 31 Des
Uraian
20xx 20xx
A. Arus Kas dari Aktivitas Operasi
I. Arus Kas
Masuk
Pendapatan Zakat Xxx xxx
Pendapatan Infaq Xxx xxx
Pendapatan Sadaqah
Pendapatan Wakaf Xxx xxx
Jumlah Arus Kas Masuk (A.I) xxx xxx
II. Arus Kas Keluar
Beban Gaji Pegawai xxx xxx
Beban Jasa xxx xxx
31

Beban Pemeliharaan xxx xxx


Beban Barang Lainnya xxx xxx
Beban Penyusutan xxx xxx
Jumlah Arus Kas Keluar (A.II) xxx xxx
Arus Kas Bersih Dari Aktivitas xxx xxx
Operasional (A.I.A.II)

B. Arus Kas Dari Aktivitas Investasi


I. Arus Kas Masuk
Jumlah Arus Kas Masuk (B.I)

II. Arus Kas Keluar


Jumlah Arus Kas Bersih Dari
Aktivitas Investasi (B.I.B.II)

C. Arus Kas dari Aktivitas Pembiayaan


I. Arus Kas Masuk
Jumlah Arus Kas Masuk (C.I`)

II. Arus Kas Keluar (C.II)


Jumlah Arus Kas Keluar (C.II)
Arus Kas Dari Aktivitas
Pembiayaan (C.C.II)

Kenaikan (Penurunan) Kas xxx xxx


Saldo Akhir Kas xxx xxx
Tabel 2.3 Contoh Laporan Arus Kas

2.7 Unsur –Unsur Laporan Kauangan Masjid

Sama halnya dengan laporan keuangan akuntansi umum, laporan keuangan

masjid memiliki 5 (lima) unsur laporan keuangan,yaitu:

2.7.1 Aset

Aset yaitu sumber daya dikuasai sebagai hasil dari kejadian masa

lalu dan dari keuntungan ekonomi di masa depan diharapkan mengalir

pada entitas. Aset terdiri dari 2 sub-bagian, yaitu aset lancar (seperti kas,

persediaan, dll) dan Aset tetap (seperti tanah, gedung dan bangunan,

peralatan dan mesin,dll). Pada aset tetap, terdiri:


32

1. Aset Tetap Tidak Terikat , Aset tetap tidak terikat yaitu aset yang nilai

mamfaatnya lebih dari 1 (satu) tahun.

2. Aset Tetap Terikat

 Aset tetap terikat sementara, yaitu aset yang diberikan oleh pihak

ketiga untuk dipergunakan oleh entitas dalam jangka waktu yang

disepakati, dan akan dikembalikan saat jatuh

tempo.

 Aset tetap terikat permanen, yaitu aset yang diberikan oleh pihak

katiga untuk dipergunakan oleh entitas secara permanen.

2.7.2 Kewajiban

Kewajiban yaitu kewajiban masalalu yang dijadikan kewajiban

masa sekarang dengan menyerahkan sejumlah sumber daya/jasa.

2.7.3 Net Aset (Ekuitas)

Net aset atau yang disebut ekuitas merupakan sisa hak atas aset

setelah dikurangi seluruh kewajiban

2.7.4 Pendapatan

Pendapatan merupakan meningkatkan mamfaat ekonomi selama 1

(satu) periode akuntansi akibat arus masuk yang melekatkan dari suatu

aset dan meningkan nilai net aset yang menjadi partisipasi hak.

1. Jenis-Jenis Pendapatan

Mesjid merupakan wadah yang bertindak sebagai subjek dan

objek hukum, oleh karena itu, masjid harus mempunyai pendapatan

agar dapat membiayai kegiatan operasional dan kelangsungan


33

hidupnya. Mesjid sebagai entitas publik tempat kegiatan beribadah

umat Islam, yang menjadi sumber pendapatannya adalah partisipasi

dan sumbangan masyarakat serta kelebihan dana dari kegiatan yang

diadakan pengurus masjid. Lazimnya pendapatan entitas masjid

berasal dari pendapatan zakat, pendapatan infaq, pendapatan sodaqah,

dan pendapatan wakaf.

2. Pendapatan Zakat

Zakat secara bahasa adalah tumbuh, berkembang dan berkah

atau dapat pula berarti membersihkan atau mensucikan. Seseorang

yang membayar zakat karena keimannya niscaya akan memperoleh

kebaikan yang banyak.

Sedangkan menurut terminologi syriah, zakat berarti kewajiban

atas harta dan penyaluran zakat yang tidak keluar dari asnaf. Dimana

penyalurannya dapat diprioritaskan sesuai dengan realitas keberadaan

mustahik.

 Pendapatan Infaq

Infaq berasal dari kata anfaqa berarti mengeluarkan sesuatu

(harta) untuk kepentingan sesuatu. Menurut teminolofgi syariah,

infaq berarti mengeluarkan sebagian dari harta atau

pendapatan/penghasilan untuk suatu kepentingan yang

diperintahkan Islam. Infaq dikeluarkan setiap orang yang

beriman, baik yang berpenghasilan tinggi maupun rendah, apakah


34

disaat lapang maupun sempit. Infaq tidak mengenal nisaf, boleh

diberikan kepada siapapun. Pendapatan infaq adalah pendapatan

masjid atas jasa yang diberikan masjid. Pendapatan infaq

bersumber dari penyewaan aula masjid, ambulance dan parkir.

Pinjaman qard bagi masyarakat dan pendapatan lain atas kegiatan

usaha masjid.

 Pendapatan Sodaqah

Sodaqah berasal dari kata shadaqah yang berarti benar.

Menurut terminologi syariat, shadaqah berarti

menetapkan/menerapkan sesuatu pada sesuatu, sukarela dan tidak

terikat pada syarat-syarat baik dari segi jumlah, waktu dan

kadarnya. Pendapatan sodaqah bersumber dari pemberian jamaah

dan masyarakat lewat kotak amal, sumbangan rutin.

 Pendapatan Wakaf

Wakaf berasal dari kata wafqu berarti menahan, berhenti,

atau diam. Secara terminologi syariah, wakaf berarti menahan,

mengekang atau menghentikan harta dan memberikan mamfaat di

jalan Allah untuk memindahkan milik pribadi menjadi suatu

badan atau yayasan yang memberikan mamfaat bagi masyarakat

dengan tujuan mendapatkan kebaikan dan ridha Allah swt.

Pendapatan wakaf bersumber dari wakaf berupa aset tetap seperti

gedung, tanah, kendaraan. Maupun wakaf tidak tetap berupa


35

wakaf produktif, wakaf uang. Untuk mempertanggungjawabkan

penerimaan pendapatan zakat perlu dicatat dan dibukukan serta

dilaporkan sesuai kaidah akuntansi yang merupakan turunan dari

Al-Baqarah;282.

2.7.5 Beban

Beban merupakan penurunan mamfaat akonomi selama 1 (satu)

periode akuntansi dengan membentuk arus keluar/ddepresiasi aset dan

menurunnya nilai net aset yang menjadi pertisipasi lainnya dalam

operasional perusahaan.

Jenis-Jenis Beban:

 Beban Pegawai

Beban pegawai adalah kompensasi terhadap pegawai baik dalam

bentuk uang dan barang, yang harus dibayarkan kepada pegawai

yang bertugas secara terus menerus mengurus masjid selama periode

akuntansi.

 Beban Barang

Beban barang adalah pengeluaran rutin yang dikeluarkan

untukmembeli barang keperluan sehari hari untuk kegiatan

operasional masjid guna mempertahankan eksistensi pelayanan

keamanan dan kenyamanan beribadah di dalam masjid.

 Beban Jasa
36

Beban jasa adalah pengeluaran rutin yang dikeluarkan dalam

bentuk jasa untuk kegiatan operasional masjid guna

mempertahankan eksistensi pelayanan keamanan dan kenyamanan

beribadah di dalam masjid.

 Beban Pemeliharaan

Beban pemeliharaan adalah pengeluaran rutin yang dikeluarkan

untuk mempertahankan keutuhan aset yang dimiliki sehingga dapat

digunakan sebagaimana mestinya dalam rangka mempertahankan

eksitensi pelayanan keamanan dan kenyamanan beribadah di dalam

masjid.

2.8 Transparansi

Haryanti dan Kaukab (2019) memaparkan bahwa transparansi adalah

kewajiban bagi para pengelola untuk menjalankan prinsip keterbukaan

dalam proses keputusan dan penyampaian informasi. Transparansi artinya

dalam menjalankan pemerintahan, pemerintah mengungapkan hal-hal

yang sifatnya material secara berkala kepada pihak-pihak yang memiliki

kepentingan, dalam hal ini yaitu masyarakat luas sehingga prinsip

keterbukaan yang memungkinkan masyarakat untuk mengetahui dan

mendapatkan akses informasi seluas-luasnya tentang keuangan daerah.

(Hanifah dan Praptoyo, 2015). Julkarnain (2018) menjelaskan bahwa

transparansi merupakan kebijakan terbuka bagi pengawasan. Terbuka artinya,

dapat dijangkau oleh publik atau masyarakat secara umum. Suatu kebijakan

pemerintah suatu Negara misalnya, terkait dengan keterbukaan informasi,


37

maka diharapkan akan menghasilkan persaingan politik yang sehat, toleran

sehingga kebijakan yang dibuat berdasarkan pada referensi publik.

Ada beberapa prinsip transparansi seperti yang dikemukakan oleh

Humanitarian Forum Indonesia (HFI) (Tundunaung et al., 2018), yaitu:

1. atau media publikasi organisasi.

2. Pedoman dalam penyebaran informasi Hanifah dan Praptoyo (2015)

mengatakan Adanya informasi yang mudah dipahami dan diakses (dana,

cara pelaksanaan, bentuk bantuan atau program).

3. Adanya publikasi dan media mengenai proses kegiatan dan detail

keuangan.

4. Adanya laporan berkala mengenai pendayagunaan sumber daya dalam

perkembangan proyek yang dapat diakses oleh umum.

5. Laporan tahunan.

6. Website prinsip-prinsip transparansi dapat diukur melalui sejumlah

indikator seperti berikut :

 Mekanisme yang menjamin sistem keterbukaan dan standarisasi dari

semua proses-proses pelayanan publik.

 Mekanisme yang memfasilitasi pertanyaan-pertanyaan publik tentang

berbagai kebijakan dan pelayanan publik, maupun proses-proses

didalam sektor publik.

 Mekanisme yang memfasilitasi pelaporan maupun penyebaran

informasi maupun penyimpangan tindakan aparat publik didalam

kegiatan melayani.
38

Berdasarkan pengertian yang telah dijelaskan dapat ditarik

kesimpulan bahwa transparansi adalah suatu kejujuran atau keterbukaan

dalam menjalankan suatu organisasi atau pemerintahan untuk mengambil

keputusan mengenai target yang telah ditetapkan dan hasil dari keputusan

tersebut dapat diakses oleh masyarakat baik melalui website maupun elalui

laporan keuangan yang ada.

2.9 Penelitian Terdahulu

Penelitian ini menggunakan acuan dengan keterkaitan teori dari

penelitian-penelitian terdahulu. Berikut ini uraian dari persamaan dan

perbedaan yang mendukung penelitian ini.

Tabel 2.4. Penelitian Terdahulu


No Nama Judul Metode Hasil Persamaan
Penelitia Penelitian Penelitian Penelitian Perbedaan
n/Tahun
1 Arif Rekontruksi Metode yang Bahwa Persamaanm
Hidahatu Penyusunan digunakan Masjid eneliti
llah, Laporan dalam Agung tentang
Agung Keuangan penelitian ini Baiturrahman Transparansi
Budi Masjid (Studi adalah telah dan
Sulistiyo, Kasus Masjid metode melakukan Akuntabilitas
Nur Agung Kualitatif. pelaporan .
Hisamud Baiturrahman keuangan Perbedaan
din/2019 Bayuwangi). yang yaitu Lokasi
lumayan baik penelitian
yaitu: sebelumnya
pertama, di masjid
dengan agung
adanya baiturrahman
pembagian banyuwangi
tugas atau job sedangan
description penelitian ini
setiap dilakukan di
pengurus, masjid Al-
seperti khairat
39

bendahara 1, kelurahan
bendahara 2, wali,
dan Kecamatan,B
bendahara 3 inongko,
Kabupaten
Wakatobi
2 Fian Rekontruksi Metode Lembaga Persamaan
Handaya Laporan penelitian ini masjid masih meneliti
ni,Yulina Keuangan menggunaka belum tentang
rtati, Masjid Jami’ n Deskkriptif menerapkan penyusunan
Diyah Darussalam Kualitatif. penyusunan laporan
Probowu Glenmore pelaporan keuangan
lan/2020 Besdasarkan keuangan masjid
PSAK No. sesuai dengan berdasarkan
109 Pernyataan PSAK 109.
Standar Perbedaan
Akuntansi Pada teknis
Keuangan analisis data
(PSAK) yang
Nomor 109, dilakukan
dan Laporan dalam
keuangan menganalisis
pada lembaga data.
masjid hanya
dalam bentuk
penerimaan
dan
pengeluaran
kas yang
diperolah dari
zakat, infaq
dan shadaqah
dan semua
dana yang
masuk pada
Lembaga
Masjid Jami’
Darussalam
Glenmore
belum
dipisahkan
berdasarkan
golongan
dana
zakat, infaq
dan
40

shadaqah.
Peny Rekontruksi Metode Laporan Persamaan
Cahaya Perlakuan penelitian ini keuangan menganalisis
Azwari, Akuntansi menggunan berdasarkan Rekontruksi
Ayke untuk Kan PSAK 109 Penerapan
Nuraliati Entitas Kuantitatif. lebih akuntansi
/2005 Tempat cenderung untuk
Ibadah bisa Masjid.
(Studi diterapkan Perbedaan
Perlakuan untuk masjid Penlitian
Akuntansi yang sebelumnya
Organisasi sederhana meneliti
Masjid dibandingkan diberbagai
Berdasarkan dengan tempat
PSAK 45 dan PSAK 45 ibadah dalam
PSAK 109). karena hal ini mesjid
laporan sedangkan
keuangannya penelitian ini
lebih bisa meneliti
dipahami dan hanya
dimengerti. berfokus
Akun–akun pada satu
yang masjid yaitu
terdapat masjid Al-
dalam khairat
laporan Kelurahan
keuangan Wali,
padaPSAK Kecamatan
45 cenderung Binongko,
lebih sulit Kabupaten
diterapkan Wakatobi.
dan
membutuhka
n ta’mir
masjid yang
memiliki
basik
akuntansi
sehingga
mampu
menggolongk
an akun–akun
yang lebih
sesuai untuk
digolongkan
ke dalam
41

akun–akun di
PSAK 45.

2.10 Kerangka Pikir

Pada era saat ini semakin banyak terjadinya kasus korupsi baik yang

dilakukan pejabat maupun para pengurus suatu organisasi baik itu organisasi

besar atau kecil serta organisasi yang bertujuan mendapatkan profit maupun

non profit. Untuk menghindari terjadinya korupsi tersebut maka cara yang

paling efektif adalah dengan membentuk sebuah laporan keuangan, karena

dengan adanya laporan keuangan adalah sebagai bentuk dari adanya

transparansi dan akuntabilitas suatu entitas.

Pelaksanaan praktik akuntansi terutama dalam hal akuntabilitas dan

transparansi pada organisasi Islam melalui masjid masih jarang diperhatikan,

padahal dalam rangka pelaksanaan prinsip akuntabilitas dan transparansi pada

masyarakat praktik pengelolaan keuangan masjid sangatlah penting.

Mengingat bahwa masyarakat dan donatur sekarang ini sudah sangatlah

cerdas dalam melihat kondisi suatu masjid, sehingga untuk mengurangi atau

menghindari terjadinya perilaku kecurangan dan kasus korupsi pada sebuah

organisasi masjid, maka pengelola masjid perlu melakukan pencatatan

sumber penerimaaan dan pengeluaran kas berdasarkan aktivitas sehingga

keuangan masjid lebih terkendali dan transparan.

Masjid Al-khairat adalah masjid utama dan satu-satunya Masjid pada

Kelurahan Wali, Kecamatan Binongko, Kabupaten Wakatobi yang terletak di

tengah-tengah Kelurahan Wali. Daya tampung jamaah pada masjid ini cukup
42

besar, karena memiliki bangunan dua lantai dan ukuran bangunan yang

cukup luas, sehingga jamaah yang datang juga tidak sedikit ketika memasuki

waktu shalat tiba. Berdasarkan penjelasan tersebut penulis dapat

menyimpulkan bahwa arus kas masuk dan keluar masjid ini lancar.

Melakukan penyusunan laporan keuangan sebuah organisasi nirlaba dalam

hal ini masjid, IAI mengeluarkan standar pelaporan keuangan yakni PSAK

No. 109. Menurut PSAK No. 109 setidaknya pengelola zakat, infak dan

sedekah membuat 5 jenis komponen laporan keuangan yaitu, laporan posisi

keuangan pada akhir periode laporan, laporan perubahan dana untuk suatu

periode pelaporan, laporan perubahan aset kelolaan untuk suatu periode

pelaporan, laporan arus kas untuk suatu periode pelaporan, dan catatan atas

laporan keuangan.

Adanya penelitian mengenai akuntabilitas dan transaparansi ini

diharapkan pengurus masjid bisa menghasilkan sebuah manajemen keuangan

masjid yang baik dengan membuat laporan keuangan dan mengumumkannya

di hadapan jamaah dan donatur secara transparan. Sehingga jamaah dan

donatur memiliki kepercayaan yang tinggi terhadap masjid untuk

menginfakkan uangnya kepada masjid tersebut.

Berdasarkan penjelasan di atas, maka kerangka pikir penulis dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut :


43

Masjid AlKhairat

Laporan Keuangan

Akuntabilitas Transparansi

Kesimpulan

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran


44

BAB III

METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi Penelitian

Dalam penelitian ini di lakukan di Mesjid Al-khairat, Kelurahan Wali,

Kecamatan Binongko, Kabupaten Wakatobi, Provinsi Sulawesi Tenggara.

3.2 Populasi dan Sampel

3.2.1 populasi

Menurut Sugiyono (2012:80) “populasi adalah wilayah

generalisasi yang terdiri atas objek yang ditetapkan oleh peneliti yang

kemudian ditarik kesimpulannya”.

Yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah laporan

keuangan pada Mesjid Al-khairat, Kelurahan Wali, Kecamatan

Binongko, Kabupaten Wakatobi.

3.2.2 Sampel

Menurut Ikhsan dkk (2014:106) “Sampel adalah bagian dari

jumlah maupun karakterstik yang dimiliki oleh populasi dan dipilih

secara hati-hati dari populasi tersebut”. Pengambilan sampel dalam

penelitian ini yaitu menggunakan Purposive Sampling. Menurut

Sugiyono (2018:85) Purposive Sampling adalah penentuan sampel

dengan pertimbangan tertentu.

Dari pendapat diatas penulis menyimpulkan bahwa sampel

adalah bagian dari populasi yang menjadi obyek sesungguhnya dari

suatu penelitian. Karena Masjid Al-Khairat merupakan satu-satunya

Masjid yang ada pada Kelurahan Wali, Kecamatan Binongko,


45

Kabupaten Wakatobi. Maka, sampel dari penelitian ini adalah Masjid

Al-Khairat Kelurahan Wali, Kecamatan Binongko, Kabupaten

Wakatobi.

3.3 Jenis dan Sumber Data

3.3.1 Jenis Data

Jenis data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut:

1. Data Kualitatif yaitu data yang diperoleh langsung dalam bentuk

uraian atau penjelasan baik lisan maupun tulisan mengenai keadaan

mesjid.

2. Data Kuantitatif yaitu data yang dapat dihitung atau dalam bentuk

angka-angka yang berhubungan dengan laporan keuangan.

3.3.2 Sumber Data

1. Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari sumbernya

dengan cara hasil wawancara atau interview dengan pengelolah

perusahaan atau dengan pihak yang memiliki kewenangan untuk

memberikan keterangan atas permasalahan yang diajukan pada saat

penelitian.

2. Data sekunder adalah data yang secara tidak langsung diperoleh dari

sumbernya. Data tersebut dapat berupa catatan atau literatur yang

diperlukan untuk penelitian ini.


46

3.4 Metode Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data adalah tektnik atau cara yang dilakukan

oleh peneliti untuk mengumpulkan data. Adapun metode pengumpulan data

yang dilakukan dalam penelitian ini adalah:

1. Observasi

Teknik pengumpulan data dengan cara mengamati secara langsung

terhadap objek penelitian kemudian mencatat gejala-gejala yang

ditemukan di lapangan untuk melengkapi data-data yang diperlukan

sebagai acuan untuk yang berkaitan dengan permasalahan penelitian.

2. Wawancara

Metode pengumpulan data dengan mengajukan pertanyaan-

pertanyaan secara langsung dan memiliki relevansi terhadap masalah

yang berhubungan dengan penelitian. Wawancara dapat dilakukan

langsung kepada pengurus/ pengelola masjid atau yang biasa disebut

ta’mir masjid dan juga bendahara mesjid.

3. Dokumentasi

Dokumentasi menurut Sugiyono (2015:329) adalah suatu cara yang

dilakukan untuk memperoleh data dan informasi dalam bentuk buku,

arsip, dokumen, tulisan, angka dan gambar yang berupa laporan dan

keterangan yang dapat didukung peneliti.


47

3.5 Metode Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

metode deskriptif kualitatif. Data-data dan informasi yang diperoleh dari

Masjid Alkhairat Kelurahan Wali, Kecamatan Binongko, Kabupaten

Wakatobi, berupa pernyataan-pernyataan dari hasil wawancara antara peneliti

dengan pihak-pihak yang berhubungan dengan kepengurasan Masjid dan data

dokumen pendukung lainnya diolah dan dideskriptifkan serta

diinterpretasikan secara kualitatif. Adapun proses analisis data yang akan

dilakukan saat dilapangan yaitu:

a. Merencanakan sesi pengumpulan data secara jelas.

b. Mengumpulkan data dan informasi tentang Aktivitas yang ada di Masjid

Al-Khairat melalui wawancara dan observasi langsug dilapangan.

c. Mengidentifikasikan masalah yang ada serta menganalisis secara

mendalam dengan beberapa pendekatan saat berada dilapangan.

d. Membuat catatan sistematis mengenai hasil pengamatan dan penelaahan

e. Mempelajari referensi yang relevan selama dilapangan.

3.6 Definisi Operasional

Adapun definisi operasional dalam penelitian ini adalah :

1. Penyusunan laporan keuangan adalah sebuah catatan informasi keuangan

suatu perusahaan dalam satu periode tertentu yang dapat digunakan untuk

menggambarkan situasi kinerja tersebut.

2. Perlakuan akuntansi merupakan suatu tindakan yang dilakukan atau

transaksi yang meliputi proses akuntansi yang terdiri dari proses


48

pengakuan, pengukuran, pencatatan, penyajian informasi keuangan dari

transaksi-transaksi yang bersifat finansial dan hasilnya sebagai informasi

untuk pengambilan suatu keputusan bagi para pemakainya.

3. Transparansi adalah prinsip yang menjamin hak masyarakat untuk

memperoleh akses informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif

tentang penyelenggaraan sebuah organisasi dan hasil-hasil yang dicapai

oleh organisasi dengan memperhatikan perlindungan hak atas pribadi,

golongan dan rahasisa negara.

4. Informasi adalah sebuah pesan baik dalam ucapan maupun ekspresi.

5. Rekontruksi adalah pengembalian sesuatu ketempatnya pada semula,

penyusunan atau penggambaran kembali dari bahan-bahan yang ada dan

disusun kembali sebagaimana adanya.


49

DAFTAR PUSTAKA

Arif Hidayatulah, Agung Budi Sulistiyo, dan Nur Hisamuddin. 2019. Rekontruksi
Penyusunan Laporan Keuangan Masjid (studi Masjid Agung Baiturrahman
Bayuwangi). Fakultas Ekonomi dan Bisnis. Universitas Jember.

Arfan Iksan, dkk. 2014. Akuntansi Manajemen Lingkungan. Edisi. 1.


Yogyakarta.

Andikawati, Desy. 2014. Laporan Keuangan Masjid. Jurnal Akuntansi


Universitas Jember. Vol. 2. No. 2.

Ayub et al. 2011. Akuntansi Sektor Publik. Salemba Empat


Dewan Masjid Indonesia. 2012.

Andarsari, Pipit Rosita. Laporan Keuangan Organisasi Nirlaba (Lembaga


Masjid). Jurnal ekonomi Universitas Kadiri. Vol. 1, No.2, September 2016:
143-152.

Abdul Halim. 2013. Akuntansi Sektor Publik. Salemba Empat

Bastian, Indra. (2006). Akuntansi Sektor Publik: Suatu Pengantar. Jakarta:


Erlangga.

Dewan Masjid Indonesia (DMI). Panduan Pengurus Dewan Masjid Indonesia.


Terbitan: 2004, Bandung.

Fian Handayani, Yulinartati, dan Probowulan. 2020. Rekontruksi Laporan


Keuangan Masjid Jami Darussalam Glenmore Berdasarkan PSAK. 109.
Program Studi Akuntansi, Fakultaas Ekonomi, Universitas Muhammadiyah,
Jember.

Haryanti, Kaukab. 2019. Analisis Transparansi dan Akuntabilitas Laporan


Keuangan Masjid di Wonosobo. Fakultas Ekonomi, Universitas Sains Al
Quran, Wonosobo.

Hanifah, Pratoyo. 2015. Akuntabilitas dan Transparansi Pertanggungjawaban


Anggaran Pendapatan Belanja Desa. Jurnal Ilmu dan Riset Akuntansi. Vol.
4. No. 8.

Ikatan Akuntansi Indonesia. (2010). Standar Akuntansi Keuangan Zakat dan


Infak/Sedekah. Dewan Standar Akuntansi Syariah, Jakarta.

Ikatan Akuntansi Indonesia. (2015). Standar Akuntansi Keuangan tentang


Pelaporan Keuangan Organisasi Nirlaba. Dewan Standar Akuntansi
Syariah, Jakarta.
50

Ihyaul Ulum, Ahmad Juanda. 2016. Metodologi Penelitian Akuntansi. Edisi. 2.


Hal. 78.

Ihyaul Ulum, Hafiez Sofyani. 2016. Akuntansi Sektor Publik. Aditia Media,
Malang.

Julkarnain. 2018. Akuntabilitas dan Transparansi Dalam Meningkatkan Kualitas


Sistem Manajemen Keuangan Masjid di Kota Medan. Jurnal Riset
Akuntansi Multi Paradigma. Vol. 5. No. 2.

Kurniasari, wiwin. 2011. Transparansi Pengelolaan Masjid dengan Laporan


Keuangan Berdasarkan PSAK 45. Jurnal Muqtasid. Vol. 2 No. 1 Pralebda,
Gatot. 2013. Pengelolaan Dana Masjid yang Amanah. Online.
(http:www.almuqarrabinwp.com).

Lilis Setiawati. 2011. Sistem Informasi Akuntansi: Perancnagan, Proses, dan


Penerapan. Edisi. 1. Yogykarta.

Mhd. Syahman Sitompul, et, al. Akuntansi Masjid. Febi UIN Press, 2015. Hal. 63.

Mahmudi. 2010. Manajemen Kinerja Sektor Publik. Jakarta. STIE YKPN.

Putra. 2018. Analisis Pengaruh Pengawasan Fungsional, akuntabilitas Publik


Terhadap Kinerja Pemerintah Daerah (Studi empiris Pada SKPD di
provinsi Jambi). Jurnal Akuntansi dan Pajak. Edisi. 2. Hal. 181.

Peny Kusumstuti. 2014. Membumikan Transparansi dan Akuntabilitas Sektor


Publik. Grasindo Media, Jakarta.

Samrin. 2014. Pengantar Akuntansi. Jakarta: Rajawali Pers. Hal. 3.

Siskawati et, al. 2016. Pemaknaan Akuntabilitas Masjid. Jurnal Akuntansi Multi
Paradigma. http://dx.doi.org/10.18202/jamal.2016.04.70006

Setiana, Yuliani. 2017. Pengaruh Pemahaman dan Perangkat Desa Terhadap


Akuntabilitas Pengelolaan Dana Desa. Jurnal fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Muhammadiyah. Vol. 1. No. 2. Hal. 206.

Sugiyono, 2012. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D.


Alfabeta. Bandung.
Sugiono. 2015. Metode Penelitian Kombinasi (Mix Methods). Alfbeta. Bandung.

Sugiono. 2018. Metode Penelitian Kuantitatif. Edisi. 1. Alfabeta. Bandung.


51

Wijangsongko, Lingga Jenar. 2014. Implementasi akuntansi dalam organisasi


keagamaan. Jurnal Universitas Pembangunan Nasional
JATIM. Vol. 1, No. 3.

Anda mungkin juga menyukai