Skripsi
Oleh:
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)
Oleh:
Abdul Muadz Kurniawan
NIM. 11140480000067
Pembimbing
ii
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI
iii
LEMBAR PERNYATAAN
iv
ABSTRAK
Assalamualaikum Wr.Wb.
Dengan rahmat dan petunjuk penulis panjatkan ke Hadirat Allah SWT. Atas
segala karunia sehingga peneliti beryukur, dengan limpahan dan kasih sayang-Nya,
mampu menyelesaikan penulisan skripsi ini yang berjudul “PELANGGARAN
HAK KONSUMEN TERHADAP PANGAN IMPOR LEGAL DI DKI JAKARTA
STUDI KASUS JAVA CURRY IMPORTIR PT MUSTIKA BOGA
FOODNINDO”, sebagai salah satu persyaratan yang diwajibkan untuk
memperoleh gelar Sarjana Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Peneliti menyadari bahwa sangat sederhana karya tulis ini dan jauh dari kata
sempurna. Namun juga peneliti tidak menutup mata akan peran berbagai pihak yang
telah banyak memberikan bantuan, arahan dan bimbingan, sehingga dalam
kesempatan ini peneliti mengucapkan terimakasih yang tak terhingga kepada yang
terhormat:
vi
1. Dr. Asep Saepudin Jahar, MA Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Dr. Asep Syarifuddin Hidayat, S.H., M.H., Ketua Program Studi Ilmu Hukum
dan Drs. Abu Tamrin, S.H., M.Hum. Sekretaris Program Studi Ilmu Hukum
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang sudah memberikan arahan berupa saran
dan masukan terhadap kelancaran proses penyusunan skripsi ini.
3. Syafrudin Makmur, S.H., M.H., dosen pembimbing yang telah bersedia
menyediakan waktu, tenaga, dan pikirannya untuk memberikan saran, arahan,
masukan, serta bimbingan terhadap proses penyusunan skripsi ini.
4. Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, yang telah
memberikan banyak informasi kepada penulis melalui website resminya
sehingga membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini.
5. Kedua Orang Tua tercinta yaitu Bapak Enjum HM dan Ibu Komariah yang
selalu memberikan doa dan motovasi kepada penulis, serta telah memberikan
dukungan moril maupun materil kepada penulis tanpa lelah.
6. Kakak kandung penulis, Indah Nurbaiti karena telah memberikan dukungan
moril ataupun materil kepada penulis hingga dapat terselesaikannya skripsi ini.
7. Pihak perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah dan perpustakaan Universitas
Indonesia (UI), terima kasih karena telah menyediakan buku-buku yang cukup
lengkap sehingga penulis tidak kebingungan mencari referensi.
8. Penulis artikel, jurnal, opini dan lain-lainnya yang membantu penulis dalam
proses penulisan.
9. Teman-teman dekat yang jadi tempat pelampiasan keluh kesah penulis, teman-
teman seperjuangan proposal skripsi, dan teman-teman satu bimbingan yang
telah banyak memberikan motivasi dan masukan kepada penulis.
10. Kawan-kawan seangkatan Ilmu Hukum 2014, kawan-kawan hukum bisnis
yang selalu memberikan semangat dan membantu dalam penyusunan skripsi
ini.
11. Tirana Putri Ishlah, yang telah memberikan semangat dan motivasi serta
dukungan moral maupun material dengan meluangkan waktunya selama
pengerjaan skripsi ini.
vii
12. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini,
yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu, semoga Allah SWT
memberikan berkah dan karunia-Nya serta membalas kebaikan mereka semua.
Akhir kata penulis berharap kepada semua pihak untuk memberikan masukan
yang bermanfaat untuk perbaikan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat
bagi penulis khususnya dan bagi pembaca umumnya.
Wassalamualaikum Wr.Wb
Peneliti
viii
DAFTAR ISI
ABSTRAK ..............................................................................................................v
BAB I PENDAHULUAN
ix
BAB III PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN TERHADAP PANGAN
IMPOR ILEGAL DI DKI JAKARTA
A. Profil PT Mustika Boga Foodnindo.......................................................37
B. Tinjauan Umum Mengenai Badan Pengawas Obat dan Makanan ........38
C. Perlindungan Hukum Konsumen terhadap Pangan yang Tidak
Mencantumkan Izin Edar.......................................................................46
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................................64
B. Rekomendasi .........................................................................................65
x
BAB I
PENDAHULUAN
1
Irna Nurhayati, “Efektivitas Pengawasan Badan Pengawas Obat Dan Makanan Terhadap
Peredaran Produk Pangan Olahan Impor Dalam Mewujudkan Perlindungan Konsumen”. Dalam
Jurnal Mimbar Hukum. Vol. 21, No. 2, Juni 2009.
1
2
tidak dapat dihindari lagi. Indonesia merupakan salah satu negara yang sudah
terlibat dalam aktivitas ekspor maupun impor dengan negara lain. Untuk
kegiatan impor Indonesia sudah mulai sejak tahun 1990an. Kebutuhan impor
barang dan jasa di Indonesia dirasakan meningkat setelah terjadinya krisis
ekonomi. Hal ini dikarenakan banyak kebutuhan akan produk barang dan jasa
masyarakat konsumen di Indonesia yang tidak dapat dipenuhi oleh produsen
dalam negeri, di samping juga kualitas produk barang dan jasa impor
dipandang mempunyai kualitas tinggi.2
Kondisi demikian pada satu satu pihak mempunyai manfaat bagi
konsumen karena kebutuhan konsumen akan barang dan atau jasa yang
diinginkan dapat terpenuhi serta semakin terbuka lebar kebebasan untuk
memilih aneka jenis dan kualitas barang atau jasa sesuai dengan keinginan
dan kemampuan konsumen. Akan tetapi, keinginan masyarakat untuk
mengkonsumsi produk luar negeri/ impor banyak dimanfaatkan oleh pelaku
usaha yang tidak bertanggung jawab dengan memproduksi atau
memperdagangkan produk pangan impor yang tidak memenuhi persyaratan
untuk diedarkan kepada masyarakat atau ilegal.
Banyak masyarakat sangat tertarik terhadap produk luar negeri/impor
dengan harga murah dan sebagai ajang gengsian terhadap lingkungan
sekitarnya. Oleh karena itu, banyak masyarakat yang membeli produk pangan
impor walaupun produk pangan yang dibelinya merupakan produk ilegal atau
bisa dikatakan tidak terdaftar dalam pihak yang berwenang yakni Badan
Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI. Pangan tersebut mudah
didapatkan dengan harga yang terjangkau karena ilegal, tidak adanya ijin edar
dari Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, tidak adanya
label bahan baku, dan tidak adanya keterangan yang jelas mengenai produk
pangan tersebut. Karena produk impor dapat dibeli dan diperdagangkan
dengan mudah, banyak para pelaku usaha memanfaatkan untuk kepentingan
2
Irna Nurhayati, “Efektivitas Pengawasan Badan Pengawas Obat Dan Makanan Terhadap
Peredaran Produk Pangan Olahan Impor Dalam Mewujudkan Perlindungan Konsumen”. Dalam
Jurnal Mimbar Hukum. Vol. 21, No. 2, Juni 2009.
3
tidak seimbang dan konsumen berada pada posisi yang lemah. Konsumen
menjadi objek aktivitas bisnis untuk mendapat keuntungan yang sebesar-
besarnya, terkadang bahkan menghiraukan hak konsumen. Disini konsumen
memiliki resiko yang lebih rentan dibanding dengan pelaku usaha.
Faktor utama yang menjadikan konsumen lemah adalah tingkat
kesadaran konsumen akan haknya masih rendah. Posisi konsumen sebagai
pihak yang lemah juga diakui secara internasional sebagaimana tercermin
dalam Resolusi Majelis Umum PBB, No. A/RES/39/248 Tahun 1985 tentang
Guidelines for Consumer Protection (Pedoman untuk Perlindungan
Konsumen), yang menghendaki agar konsumen mempunyai hak-hak dasar
tertentu yakni hak mendapatkan informasi yang jelas, benar, dan jujur, hak
untuk mendapatkan keamanan dan keselamatan, hak untuk memilih, hak
untuk didengar, hak untuk mendapatkan ganti rugi, hak untuk mendapatkan
kebutuhan dasar manusia, hak untuk mendapatkan lingkungan yang baik, dan
hak untuk mendapatkan pendidikan dasar.3
Di Indonesia pada tahun 1999 telah lahir sebuah peraturan perundang-
undangan yakni Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang
Perlindungan Konsumen. Undang-Undang Perlindungan Konsumen telah
berlaku sejak tanggal 20 April 2000, Undang-Undang ini lahir dengan tujuan
memberikan kepastian hukum kepada konsumen. Dalam Undang-Undang ini
juga diatur mengenai tanggung jawab para pelaku usaha yang tentunya untuk
memberikan kepastian hukum dan melindungi hak para konsumen.
Dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen Pasal 4 huruf a salah
satu hak konsumen adalah mendapatkan “hak atas kenyamanan, keamanan,
dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa”. Terlihat disini
bahwa masalah kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen
merupakan hal yang sangat diutamakan. Selain point tersebut, hak konsumen
diantaranya hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapat barang
3
Susanti Adi Nugroho, Proses Penyelesaian Sengketa Konsumen Ditinjau dari Hukum
Acara Serta Kendala Implementasinya, (Jakarta: Prenadamedia Group, 2015), h. 2-3.
5
dan/atau jasa sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang
dijanjikan, mendapat informasi yang jujur dan jelas tentang kondisi dan
jaminan barang dan/atau jasa tersebut, hak untuk didengar pendapat dan
keluhannya, mendapat advokasi atau perlindungan dan upaya penyelesaian
sengketa, mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen, hak untuk
diperlakukan dan dilayani dengan benar dan jujur tanpa adanya diskriminatif,
mendapat kompensasi apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai
sebagaimana mestinya dan hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan
perundang-undangan. Dalam transaksi jual beli, pelaku usaha sering tidak
memperhatikan kondisi produk yang dijual, kondisi merupakan hal yang
sangat penting atau utama dalam transaksi, dimana jika tidak diperhatikan
pelaku usaha akan sangat merugikan konsumen.4 Janus Sidabalok
mengemukakan ada 4 (empat) alasan kenapa konsumen perlu dilindungi,
yaitu sebagai berikut5 :
1. Melindungi konsumen sama artinya dengan melindungi seluruh bangsa
sebagaimana diamanatkan oleh tujuan pembangunan nasional menurut
Undang-Undang Dasar 1945;
2. Melindungi konsumen perlu untuk menghindarkan konsumen dari
dampak negatif penggunaan teknologi;
3. Melindungi konsumen perlu untuk melahirkan manusia-manusia yang
sehat rohani dan jasmani sebagai pelaku-pelaku pembangunan, yang
berarti juga menjaga kesinambungan pembangunan nasional;
4. Melindungin konsumen untuk menjamin sumber dana pembangunan
yang bersumber dari masyarakat konsumen.
4
Abdul Halim Barkatullah, Hak-hak Konsumen, (Bandung: Nusa Media, 2010), h. 10.
5
Janus Sidabalok, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, (Bandung: PT Citra
Aditya Bakti, 2006), h. 6.
6
6
“Badan POM RI Temukan Gudang Pangan Impor Ilegal di Jakarta Utara”,
http://www.pom.go.id/new/view/more/pers/392/SIARAN-PERS--BADAN-POM-RI-TEMUKAN-
GUDANG-PANGAN-IMPOR-ILEGAL-DI-JAKARTA-UTARA.html
7
2. Pembatasan Masalah
Mengingat luasnya cakupan masalah pelanggaran terhadap hak-hak
konsumen, maka ruang lingkup permasalahan dalam penelitian ini
peneliti batasi hanya bentuk perlindungan hukum terhadap konsumen
pangan impor yang tidak terdapat izin edar dari pihak yang berwenang.
8
3. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan pembatasan masalah yang telah
dijabarkan sebelumnya yakni adanya pelanggaran yang dilakukan oleh
pelaku usaha terhadap hak-hak konsumen pangan impor ilegal, maka
dapat dirumuskan permasalah dalam penelitian ini sebagai berikut :
a. Bagaimana bentuk perlindungan hukum dalam melindungi hak-hak
konsumen atas peredaran pangan impor ilegal ?
b. Bagaimana peran pemerintah dalam mengawasi produk pangan impor
yang beredar ?
c. Bagaimana tanggung jawab yang harus dilakukan oleh importir
selaku pelaku usaha ?
2. Manfaat Penelitian
Secara garis besar manfaat dari penelitian dapat dibedakan menjadi
dua, yaitu :
a. Manfaat Teoritis
9
D. Metode Penelitian
Dalam metode penelitian ini peneliti akan memaparkan tentang beberapa
metode yang akan digunakan, diantaranya adalah:
1. Jenis dan Sifat Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan jenis penelitian hukum
normatif. Penelitian hukum normatif adalah penelitian hukum
kepustakaan, yaitu penelitian terhadap data sekunder.7 Soerjono Soekanto
dan Sri Mamudji pun berpendapat penelitian hukum normative adalah
penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan
kepustakaan (data sekunder).8 Dalam penelitian ini penulis mencari fakta-
fakta yang akurat mengenai sebuah peristiwa yang menjadi objek
penelitian. Penelitian ini juga dilakukan dan ditujukan pada peraturan-
peraturan tertulis dan bahan-bahan lain, serta menelaah peraturan-
peraturan yang terkait dengan penelitian ini. Sedangkan sifat dari
7
Widya Nukilan, Metode Penelitian Hukum, cet.1 (Jakarta: Tim Pengajar, 2005), h. 9.
8
Fahmi Muhammad Ahmadi dan Jaenal Aripin, Metode Penelitian Hukum, cet.1 (Lembaga
Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010), h. 31.
10
2. Pendekatan Penelitian
Di dalam penelitian hukum terdapat beberapa pendekatan. Dengan
pendekatan tersebut, peneliti akan mendapat informasi dari berbagai
aspek mengenai isu yang sedang dicari jawabannya. Pendakatan yang
dilakukan adalah pendekatan perundang-undangan (statute approach)
dimana guna memahami kedudukan hukum dalam kaitannya pada pangan
impor ilegal, serta pendekatan konseptual dan pendekatan kasus (case
approach). Pendekatan kasus diterapkan dalam mengamati kasus yang
telah terjadi yang berhubungan dengan permasalahan yang diangkat.
3. Sumber Data
Sumber pada penelitian skripsi ini antara lain mencakup bahan
hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan non hukum (tersier).
a. Bahan hukum primer
Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat
autoritatif, artinya mempunyai otoritas. Bahan-bahan hukum primer
terdiri dari perundang-undangan, catatan-catatan resmi atau risalah
dalam pembuatan perundang-undangan dan putusan-putusan hakim.9
Bahan hukum primer merupakan bahan utama. Bahan hukum yang
digunakan dalam penelitian ini adalah:
1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen.
2) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan.
9
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum Edisi Revisi, Cetakan ke- 9 (Jakarta: Kencana
Prenada Media Group, 2014), h. 181.
11
10
Mukti Fajar Nur Dewata dan Yulianto Ahmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif
dan Empiris, (Jakarta: Pustaka Pelajar, 2010), h. 157-158.
11
Nomensen Sinamo, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Bumi Intitama Sejahtera, 2009),
h.56.
12
7. Teknik Penulisan
Teknik penulisan dan pedoman yang digunakan penulis dalam
skripsi ini berdasarkan kaidah-kaidah dan teknik penulisan yang terdapat
dalam Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2017.
E. Sistematika Penulisan
Penulisan penelitian ini dibagi menjadi lima (5) bab, dimana pada setiap
bab akan dibahas secara rinci sebagai bagian dari keseluruhan penelitian ini.
Sistematika uraian penelitian ini sebagai berikut:
BAB I: Didalam bab ini menguraikan mengenai alasan dalam
pemilihan judul, diuraikan juga mengenai Latar Belakang
Masalah, Identifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah,
Tujuan dan Manfaat Penelitian, Metode Penelitian, Sitematika
Penelitian.
BAB II: Dalam bab ini akan menguraikan tentang teori-teori yang
mendukung permasalahan skripsi ini dan tinjauan (review)
kajian terdahulu. Peneliti akan membahas Tinjauan Umum
13
1
Az. Nasution, Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar, (Jakarta: Diadit Media,
2007) h. 22.
2
Az. Nasution, Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar... h. 22.
3
Zulham, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group,
2013) h. 21-24.
14
15
4
Susanti Adi Nugroho, Proses Penyelesaian Sengketa Konsumen Ditinjau dari Hukum
Acara Serta Kendala Implementasinya, Cet. 3, (Jakarta: Predana Media Group, 2015) h. 4.
5
Zulham, Hukum Perlindungan Konsumen... h. 21-22.
6
Zulham, Hukum Perlindungan Konsumen... h. 22.
16
7
Siwi Purwandari, Pengantar Teori Hukum, (Bandung: Nusa Media, 2010) h.94.
8
Ahmad Miru & Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2004) h. 25-26.
17
a. Asas Manfaat
Asas manfaat dimaksudkan untuk mengamanatkan bahwa segala upaya
dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen harus memberikan
manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku
usaha secara keseluruhan;
Asas ini mempunyai makna bahwa dalam menerapkan Undang-Undang
Perlindungan Konsumen harus memberikan manfaat kepada pihak-
pihak yang bersangkutan yaitu konsumen dan pelaku usaha sehingga
tidak ada satu pihak yang merasa kedudukannya lebih tinggi diantara
yang lainnya.
b. Asas Keadilan
Asas keadilan dimaksudkan agar partisipasi seluruh rakyat dapat
diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada
konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan
melaksanakan kewajibannya secara adil;
Asas keadilan mempunyai makna agar antara pelaku usaha dan
konsumen masing-masing memperoleh keadilan dam melakukan
kewajiban dan keadilan dalam menerima hak-haknya, karena itu
Undang-Undang Perlindungan Konsumen mengatur hak dan kewajiban
konsumen dan pelaku usaha.
c. Asas Keseimbangan
Asa keseimbangan dimaksudkan untuk memberikan keseimbangan
antara kepentingan konsumen, pelaku usaha dan pemerintah;
Dengan adanya asas ini diharapkan antara kepentingan konsumen,
pelaku usaha, dan pemerintah agar dapat terwujud secara seimbang.
Tidak ada pihak yang merasa dirinyan lebih dilindungi dari pihak lain.
d. Asas Keamanan dan Keselamatan Konsumen
Asas keamanan dan keselamatan konsumen dimaksudkan untuk
memberi jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen
dalam penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang dan/atau jasa
yang dikonsumsi atau digunakan;
18
Asas ini mempunyai makna adanya suatu jaminan atas keamanan dan
keselamatan konsumen dalam penggunaan, pemakaian, dan
pemanfaatan barang dan/atau jasa yang akan dimanfaatkan atau
digunakan. Bahwa produk yang akan dimanfaatkan atau digunakan
tidak akan mengancam ketentraman, keselamatan jiwa, dan harta
bendanya.
e. Asas Kepastian Hukum
Asas kepastian hukum dimaksudkan agar baik pelaku usaha maupun
konsumen mentaati hukum dan memperoleh keadilan dalam
penyelenggaraan perlindungan hukum bagi konsumen, negara dalam
hal ini turut menjamin adanya kepastian hukum tersebut;
Asas ini dimaksudkan agar baik konsumen dan pelaku usaha mentaati
hukum yang berlaku dan melaksanakannya dalam kehidupan sehari-
hari agar memperoleh keadilan. Oleh karena itu negara menjamin akan
adanya kepastian hukum tersebut.
9
Ahmad Miru dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2010), h. 26.
19
10
Ahmad Miru dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen... h. 26.
20
11
Zulham, Hukum Perlindungan Konsumen... h. 15.
12
Abdul Halim Barkatullah, Hak-Hak Konsumen, (Bandung: Nusa Media, 2010) h. 30.
13
Zaeni Asyhadie, Hukum Bisnis Prinsip dan Pelaksanaannya Di Indonesia, Edisi Revisi
Cet. 9, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2016) h. 194.
14
Susanti Adi Nugroho, Proses Penyelesaian Sengketa Konsumen Ditinjau dari Hukum
Acara Serta Kendala Implementasinya, Cet. 3, (Jakarta: Prenada Media Group, 2015) h.62.
21
15
Zulham, Hukum Perlindungan Konsumen... h. 47.
16
Abdul Halim Barkatullah, Hak-Hak Konsumen, (Bandung: Nusa Media, 2010) h. 32.
22
17
Zulham, Hukum Perlindungan Konsumen... h. 49.
23
18
Susanti Adi Nugroho, Proses Penyelesaian Sengketa Konsumen Ditinjau dari Hukum
Acara Serta Kendala Implementasinya, Cet. 3, (Jakarta: Prenada Media Group, 2015) h. 67.
25
19
Ahmad Miru dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen... h. 9.
26
20
Zulham, Hukum Perlindungan Konsumen... h. 53.
28
Secara garis besar larangan yang dikenakan dalam Pasal 8 ayat (1)
Undang-Undang tersebut dapat dibagi ke dalam 2 (dua) larangan pokok,
yaitu (1) Larangan mengenai produk itu sendiri, yang tidak memenuhi
syarat dan standar yang layak untuk dipergunakan atau dipakai atau
dimanfaatkan oleh konsumen dan (2) Larangan mengenai ketersediaan
informasi yang tiak benar, dan tidak akurat, yang menyesatkan
konsumen.21
6. Sanksi-sanksi
Dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen pelaku usaha diwajibkan beritikad baik dalam melakukan
kegiatan usahanya, sedangkan bagi konsumen diwajibkan beritikad baik
dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa.22 Jika ada
konsumen yang merasa dirugikan oleh perbuatan pelaku usaha maka dia
memiliki hak untuk meminta pertanggung jawaban dari pelaku usaha
tersebut.
Sanksi –sanksi yang bisa dikenakan atas pelanggaran yang dilakukan
oleh pelaku usaha dalam suatu produk di atur dalam Undang-Undang
Perlindungan Konsumen di dalam bab XIII, dari Pasal 60 sampai dengan
Pasal 63. Undang-Undang Perlindungan Konsumen membedakan menjadi
sanksi administratif dan sanks pidana, yaitu sebagai berikut:
a. Sanksi Administratif
Sanksi administratif di atur dalam Pasal 60 yang menyatakan terhadap
pelaku usaha yang melanggar Pasal 19 ayat (2) dan ayat (3), Pasal 20,
Pasal 25 dan Pasal 26 berupa penetapan ganti rugi paling banyak Rp
200.000.000,00.
b. Sanksi Pidana Pokok
21
Abdul Halim Barkatullah, Hak-Hak Konsumen, (Bandung: Nusa Media, 2010) h. 43.
22
Celina Tri Siwi Kristiyanti, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta: Sinar Grafika,
2011) h. 44.
30
Tami Rusli, “Tanggung Jawab Produk dalam Hukum Perlindungan Konsumen”. Dalam
23
24
Adrian Sutedi, Tanggung Jawab Produk dalam Perlindungan Konsumen, (Bogor: Ghalia
Indoensia, 2008), h.64.
25
Tami Rusli, “Tanggung Jawab Produk dalam Hukum Perlindungan Konsumen”. Dalam
Jurnal Pranata Hukum. Vol. 7, No. 1, Januari 2012.
26
Adrian Sutedi, Tanggung Jawab Produk dalam Perlindungan Konsumen... h.64.
27
Adrian Sutedi, Tanggung Jawab Produk dalam Perlindungan Konsumen... h.64.
32
a. Pangan olahan siap saji adalah makanan dan minuman yang sudah
diolah dan siap disajikan di tempat usaha atau di luar tempat usaha
atau dasar pesenan.
b. Pangan olahan tidak siap saji adalah makanan atau minuman yang
sudah mengalami proses pengolahan, akan tetapi masih
memerlukan tahapan pengolahan lanjutan untuk dapat dimakan
atau diminum.
28
Cahyo Saparinto, Diana Hidayati, Bahan Tambahan Pangan, (Jogjakarta: Kanisius,
2006).
34
Impor adalah arus masuk dari sejumlah barang dan jasa ke dalam
pasar sebuah negara baik untuk keperluan konsumsi ataupun sebagai
barang modal atau bahan baku produksi dalam negeri. Semakin besar
impor, disatu sisi baik karena menyediakan kebutuhan rakyat negara itu
akan produk atau jasa tersebut, namun disisi lain bisa mematikan produk
dan jasa sejenis dalam negeri, dan yang paling mendasar menguras devisa
negara yang bersangkutan.29
29
Edward Christianto, “Faktor yang Mempengaruhi Volume Impor Beras di Indonesia”,
Jurnal Jibeka. Vol. 7, No. 2, Agustus 2013.
35
37
38
a. Nama : Lima
NIK : 3671032403780004
Tempat, tanggal lahir : Bagan Siapi Api, 24 Maret 1978
Jabatan : Komisaris
b. Nama : Stephens
NIK : 3172012305780009
Tempat, tanggal lahir : Jakarta, 23 Mei 1978
Jabatan : Direktur
1
http://www.pom.go.id/new/view/direct/background. Diakses pada 1 Maret 2018.
Rosaria, ”Fungsi Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Dalam Produk Kosmetika Di
2
a. Menerbitkan izin edar produk dan sertifikat sesuai dengan standar dan
persyaratan keamanan, khasiat/manfaat dan mutu, serta pengujian obat
dan makanan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
b. Melakukan intelijen dan penyidikan di bidang pengawasan obat dan
makanan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
c. Pemberian sanksi administratif sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
3
http://www.pom.go.id/new/view/direct/pdsispom. Di akses pada 4 Maret 2018.
42
4
http://www.pom.go.id/new/view/direct/kksispom. Di akses pada 4 Maret 2018.
43
5
http://ulpk.pom.go.id/ulpk/?page=profil&id=9. Di akses pada 4 Maret 2018.
44
untuk mereka yang lemah dan belum kuat secara sosial, ekonomi dan politik
untuk memperoleh keadilan sosial.6
Menurut Philipus M. Hadjon, teori perlindungan hukum dalam
kepustakaan hukum berbahasa Belanda dikenal dengan sebutan
“rechtbescherming van de budgers”.7 Dari pendapat tersebut dapat ditarik
bahwa perlindungan hukum berasal dari kata rechtbescherming dalam bahasa
Belanda.
Adanya hubungan yang terjadi antara produsen/pelaku usaha dan
pembeli/konsumen menciptakan adanya perlindungan hukum bagi keduanya
dengan saling tidak mengurangi perlindungan hukum dari tiap pihak.
Sedangkan perlindungan konsumen dalam Pasal 1 angka 1 merupakan
segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi
perlindungan kepada konsumen. Az Nasution berpendapat bawah kepastian itu
meliputi segala upaya untuk memberdayakan konsumen memperoleh atau
menentukan pilihannya atas barang kebutuhannya serta mempertahankan atau
membela hak-haknya apabila dirugikan oleh pelaku usaha.8
Produk makanan yang berasal dari luar negeri harus melewati
pendaftaran yang dilakukan di Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM)
Republik Indonesia untuk mendapatakan izin edar agar dapat di perjualbelikan
di wilayah Indonesia. Peredaran makanan sendiri merupakan setiap kegiatan
dalam rangka penyaluran makanan kepada masyarakat, baik untuk
diperdagangkan maupun untuk dikonsumsi. Hal ini tentu harus dilakukan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Secara umum perlindungan konsumen atas makanan impor yang harus
memiliki izin edar melalui perundang-undangan dapat dikatakan telah diatur
sedemikian rupa, hal ini terlihat dengan terdapatnya berbagai peraturan
6
Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2000), h. 54.
7
Philipus M. Hadjon, Perlindungan Hukum bagi Rakyat Indonesia, (Surabaya: PT. Bina
Ilmu, 1987), h. 1.
8
Susanti Adi Nugroho, Proses Penyelesaian Sengketa Konsumen Ditinjau dari Hukum
Acara Serta Kendala Implementasinya, cet. 3, (Jakarta: Prenada Media Group, 2015), h. 4.
47
1
“Siaran Pers Badan POM RI Temukan Gudang Pangan Impor Ilegal di Jakarta Utara”,
http://www.pom.go.id/mobile/index.php/view/pers/392/SIARAN-PERS--BADAN-POM-RI-
TEMUKAN-GUDANG-PANGAN-IMPOR-ILEGAL-DI-JAKARTA-UTARA.html. Diakses pada
1 Maret 2018.
50
51
dengan cara membawa produk berupa bulk yang dikemas menggunakan koper
pakaian ukuran besar yang bagian dalamnya dilapisi dengan sterofoam. Produk
pangan tersebut berasal dari Jepang, Thailand, dan Tiongkok yang dibeli dari
Singapura, selanjutnya dibawa ke Indonesia melalui jalur udara dan jalur laut.
Di lokasi gudang selain menjadi tempat penyimpanan juga tempat
pengemasan ulang porduk (repacking) tanpa tahu bagaimana kualitasnya,
dijamin keamanannya, manfaat, dan mutunya karena belum melalui penilaian
dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Republik Indonesia.
Hasilnya kemudian disalurkan atau diperdagangkan ke restoran-restoran
didaerah Sumatera dan Jakarta, hotel-hotel, dan kepada masyarakat tanpa
adanya izin edar dari BPOM. Tentu saja hal tersebut sudah melanggar hak
konsumen yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen, pada Pasal 4 huruf a menyebutkan bahwa konsumen
mempunyai hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam
mengkonsumsi barang, aspek ini tentu sangat penting karna menyangkut
langsung dengan kesehatan konsumen. Selain itu, hak konsumen lainnya yang
dilanggar yakni hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai
kondisi dan jaminan barang sesuai yang terdapat pada Pasal 4 huruf c. PT
Mustika Boga Foodnindo sebagai pelaku usaha juga telah mengabaikan
kewajibannya beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya dan juga
mengabaikan kewajibannya mencantumkan nomor izin edar pada kemasan
pangan impor yang diedarkan.
Untuk mencegah terjadinya pelanggaran hak-hak konsumen yang
dilakukan oleh pelaku usaha tentu harus adanya bentuk perlindungan hukum
yang diberikan guna menghindari hilangnya hak-hak yang semestinya
didapatkan oleh konsumen. Bentuk perlindungan konsumen yang diberikan
adalah dengan mengeluarkan undang-undang, peraturan-peraturan pemerintah,
penerbitan Standar Mutu Barang.2 Disamping yang tidak kalah pentingnya
adalah melakukan pengawasan pada penerapan peraturan, ataupun standar-
2
Ahmad Miru, dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, Cetakan Kedua,
(Jakarta: Raja Grafinfo Persada, 2004), h. 110.
52
standar yang telah ada agar menciptakan suasana yang kondusif dan tidak
menimbulkan kerugian diantara para pihak.
mengedarkan produk Java Curry yang tidak memiliki izin edar tentu sangat
berbahaya. Oleh karena itu, tanpa adanya pengawasan yang baik dikhawatirkan
konsumen tidak akan terlindungi dari peredaran produk pangan impor ilegal
yang dapat membahayakan kesehatan konsumen.
3
Rosemrry Fatmawati, “Pengawasan Produk Pangan Olahan Impor di Era Mea”,
http://registrasipangan.pom.go.id/subsite/subsitebackup/index.php/informasi/view/45/pengawasan-
produk-pangan-olahan-impor-di-era-mea, diakses pada 4 Maret 2018.
4
Irna Nurhayati, “Efektivitas Pengawasan Badan Pengawas Obat Dan Makanan Terhadap
Peredaran Produk Pangan Olahan Impor Dalam Mewujudkan Perlindungan Konsumen”, Mimbar
Hukum, Vol. 21, No. 2, Juni 2009.
5
Rosemrry Fatmawati, “Pengawasan Produk Pangan Olahan Impor di Era Mea”,
http://registrasipangan.pom.go.id/subsite/subsitebackup/index.php/informasi/view/45/pengawasan-
produk-pangan-olahan-impor-di-era-mea, diakses pada 4 Maret 2018.
55
pintu gerbang pelabuhan /bandara yang dilakukan oleh Petugas Bea dan
Cukai.6
Setiap pangan olahan baik yang diproduksi di dalam negeri atau yang
dimasukkan ke dalam wilayah Indonesia untuk diperdagangkan dalam
kemasan eceran wajib memiliki Surat Persetujuan Pendaftaran. Sebelum
beredar di Indonesia, importir pangan olahan wajib mendaftarkan produknya
ke BPOM RI untuk mendapatkan Surat Persetujuan Pendaftaran. 7 Sesuai
dengan ketentuan yang terdapat dalam Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat
dan Makanan Republik Indonesia No. 30 Tahun 2017 tentang Pengawasan
Pemasukan Obat dan Makanan Ke Dalam Wilayah Indonesia, yang didalam
Pasal 2 dan 3 diatur hal berikut:
Pasal 2:
(1) Obat dan Makanan yang dapat dimasukkan ke dalam wilayah Indonesia
untuk diedarkan merupakan Obat dan Makanan yang telah memiliki Izin
Edar.
(2) Selain harus memiliki Izin Edar sebagaimana dimaksud pada ayat (1), juga
harus memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang
impor.
Pasal 3
(1) Selain harus memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2,
Pemasukan Obat dan Makanan juga harus mendapat persetujuan dari
Kepala Badan.
(2) Persetujuam dari Kepala Badan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berupa :
6
Irna Nurhayati, “Efektivitas Pengawasan Badan Pengawas Obat Dan Makanan Terhadap
Peredaran Produk Pangan Olahan Impor Dalam Mewujudkan Perlindungan Konsumen”, Mimbar
Hukum, Vol. 21, No. 2, Juni 2009.
7
Rosemrry Fatmawati, “Pengawasan Produk Pangan Olahan Impor di Era Mea”,
http://registrasipangan.pom.go.id/subsite/subsitebackup/index.php/informasi/view/45/pengawasan-
produk-pangan-olahan-impor-di-era-mea, diakses pada 4 Maret 2018.
56
8
Irna Nurhayati, “Efektivitas Pengawasan Badan Pengawas Obat Dan Makanan Terhadap
Peredaran Produk Pangan Olahan Impor Dalam Mewujudkan Perlindungan Konsumen”, Mimbar
Hukum, Vol. 21, No. 2, Juni 2009.
57
distribusi, dilakukan sampling dan uji laboratorium untuk pangan olahan yang
telah beredar, penilaian dan pengawasan iklan atau promosi, serta penyebaran
informasi melalui edukasi masyarakat dan puclic warning/ peringatan publik.9
Bisa dikatakan Post Market yakni terkait masa setelah produk memiliki izin
edar ML (Makanan Luar) dan diedarkan di masyarakat. 10 Dalam Post Market
ini dilakukan secara rutin oleh BPOM dengan wujud nyata melakukan
sampling ke pasar-pasar, toko-toko, warung, dan supermarket. Petugas BPOM
memeriksa labelnya, apakah baik atau tidak, ada izin edar atau tidak, ada kode
produksi atau tidak, dan untuk impor pangan labelnya harus bertuliskan bahasa
Indonesia.
9
Rosemrry Fatmawati, “Pengawasan Produk Pangan Olahan Impor di Era Mea”,
http://registrasipangan.pom.go.id/subsite/subsitebackup/index.php/informasi/view/45/pengawasan-
produk-pangan-olahan-impor-di-era-mea, diakses pada 4 Maret 2018.
10
Irna Nurhayati, “Efektivitas Pengawasan Badan Pengawas Obat Dan Makanan Terhadap
Peredaran Produk Pangan Olahan Impor Dalam Mewujudkan Perlindungan Konsumen”, Mimbar
Hukum, Vol. 21, No. 2, Juni 2009.
11
http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/130212-T26751-Peranan%20BPOM-Literatur.pdf. Di
akses pada 4 Maret 2018.
58
dengan mekanisme dan sistem yang berlaku. Oleh karena itu, Badan Pengawas
Obat dan Makanan (BPOM) wajib melindungi masyarakat dari peredaran obat
dan makanan yang tidak memiliki izin edar atau tidak memenuhi persyaratan
yang telah ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan.
Mustika Boga Foodnindo sudah sangat tepat, karena sesuai dengan tugasnya
yakni melakukan tugas pemerintah di bidang pengawasan obat dan makanan.
Dikarenakan tindakan penyidikan seperti ini perlu dilakukan apabila
ditemukan pelanggaran terhadap pangan yang beredar dimasyarakat, baik
pangan impor atau pangan dalam negeri yang tidak terdapar izin edar atau
ilegal, pangan yang mengandung bahan berbahaya, pangan kadaluwarsa
ataupun yang lainnya.
Dalam hal ini Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) terhadap
importir PT Mustika Boga Foodnindo melakukan penyitaan terhadap produk
pangan impor tersebut dan penghentian kegiatan peredaran pangan impor
tersebut. Tindakan yang dilakukan pihak Badan Pengawas Obat dan Makanan
(BPOM) sesuai dengan salah satu kewenangannya yang diatur dalam Peraturan
Presiden Nomor 80 Tahun 2017 tentang Badan Pengawas Obat dan Makanan
Pasal 4, yaitu pemberian tindakan administratif kepada pelaku usaha sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Republik Indonesia. Pangan impor asal Jepang ini telah beredar sejak 6 bulan,
pelaku usaha mendapatkan barang-barang tersebut dengan dikirim dari
Singapura yang dilakukan melalui jalur udara dan laut. Lalu pelaku usaha
mendistribusikan kepada restauran-restauran atau konsumen yang ingin
membelinya.
Tentu saja tindakan yang dilakukan oleh pelaku usaha ini sangat tidak
patut untuk dicontoh, dikarenakan setiap pelaku usaha harus memiliki etika
yang baik ketika melakukan kegiatan usahanya sesuai yang terdapat pada Pasal
7 huruf a Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen, dan dalam islam pun di ajarkan bahwa sebagai pelaku usaha harus
bersikap jujur dalam melakukan jual-beli atau ketika menawarkan barang
kepada konsumen. Segala transaksi yang dilakukan harus atas dasar suka sama
suka atau kerelaan antara masing-masing pihak, tidak diperbolehkan adanya
ancaman dan penipuan. Jika hal ini tidak dipenuhi, maka transaksi tersebut
dilakukan dengan cara yang Bathil.12 Pada surah An-Nisa ayat 29 disebutkan :
12
Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah : Fiqh Muamalah (Jakarta: Kencana, 2012), h. 97.
61
13
Hans Kelsen, General Theory Of Law and State, Teori Umum Hukum dan Negara,
Dasar-Dasar Ilmu Hukum Normatif sebagai Ilmu Hukum Deskriptif Empirik, Penerjemah Somardi
(Jakarta: BEE Media Indonesia, 2013), h.95
62
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat ditarik
kesimpulan dari permasalahan yang telah dikemukakan dalam skkripsi ini,
yaitu sebagai berikut:
1. Bentuk perlindungan konsumen atas pangan olahan impor yang tidak
memiliki izin edar melalui peraturan perundang-undangan:
a. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen.
b. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan.
c. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
d. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan.
e. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 69 Tahun 1999
tentang Label dan Iklan Pangan.
f. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 12
Tahun 2016 tentang Pendaftaran Pangan Olahan.
64
65
B. Rekomendasi
Adapun rekomendasi dari penulis sebagai berikut:
1. Perlu adanya pembinaan berupa pendidikan atau penyuluhan terhadap
konsumen agar konsumen lebih berhati-hati serta lebih bijaksana dalam
66
Kitab Suci
Al-Qur’anul Karim
Bahan Buku:
Ahmad, Fahmi Muhammad dan Jaenal Aripin, Metode Penelitian Hukum, cet.1,
Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010.
Dewata, Mukti Fajar Nur dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum
Normatif dan Empiris, Jakarta: Pustaka Pelajar, 2010.
Kelsen, Hans, General Theory Of Law and State, Teori Umum Hukum dan Negara,
Dasar-dasar Ilmu Hukum Normatif sebagai Ilmu Hukum Deskriptif
Empirik, Penerjemah Somardi, Jakarta: BEE Media Indonesia, 2013.
Marzuki, Peter Mahmud, Penelitian Hukum Edisi Revisi, Jakarta: Kencana Prenada
Media Group, 2014.
67
68
Nukilan, Widya, Metode Penelitian Hukum, cet.1, Jakarta: Tim Pengajar, 2005.
Bahan Jurnal:
Rosaria. “Fungsi Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Dalam Produk
Kosmetik di Kota Samarinda.” eJournal Administrasi Negara. Vol. 4, No.2,
(2016).
Website:
Peraturan Perundang-undangan:
Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan.
70
Peraturan Presiden Nomor 80 Tahun 2017 tentang Badan Pengawas Obat dan
Makanan.
Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 12 Tahun 2016
tentang Pendaftaran Pangan Olahan.
Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 30 Tahun 2017
tenatng Pengawasan Pemasukan Obat dan Makanan Ke Dalam Wilayah
Indonesia.