Anda di halaman 1dari 110

KERUGIAN PENAHANAN IJAZAH PEKERJA OLEH PERUSAHAAN

DALAM PERJANJIAN KERJA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG


NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN
(Studi Putusan Nomor: 205/Pdt.G/2019/PN.SDA)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)

Oleh:

DARYANTO WIBOWO
NIM : 1113048000077

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM


FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1441 H/2020 M
KERUGIAN PENAHANAN IJAZAH PEKERJA OLEH PERUSAHAAN DALAM
PERJANJIAN KERJA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN
2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN
(Studi Putusan Nomor: 205/Pdt.G/2019/PN.SDA)

SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)

Oleh:

DARYANTO WIBOWO
NIM : 1113048000077

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM


FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1441 H/2020 M

KERUGIAN PENAHANAN IJAZAH PEKERJA OLEH PERUSAHAAN DALAM


PERJANJIAN KERJA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN
2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN

i
(Studi Putusan Nomor: 205/Pdt.G/2019/PN.SDA)

Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Syariah Hukum
untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)
Oleh:

Daryanto Wibowo
NIM: 1113048000077

Pembimbing:

Prof. Dr. Abdullah Sulaiman, S.H., M.H.


NIP. 19591231 198609 1 003

PROGRAMSTUDIILMUHUKUM
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1441 H/2020 M

ii
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI

Skripsi yang berjudul “KERUGIAN PENAHANAN IJAZAH PEKERJA


OLEH PERUSAHAAN DALAM PERJANJIAN KERJA BERDASARKAN
UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG
KETENAGAKERJAAN” (Studi Putusan Nomor: 205/Pdt.G/2019/PN.SDA)
telah diujikan dalam sidang Munaqasyah Fakultas Syariah dan Hukum Universitas
Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 29 Juli 2020. Skripsi
ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Hukum (SH)
pada Program Studi Ilmu Hukum.

Jakarta, Agustus 2020

Mengesahkan

Dekan,

Dr. Ahmad Tholabi Kharlie, S.H., M.H., M.A.


NIP. 19760807 200312 1 001

PANITIA UJIAN SKRIPSI

1. Ketua : Dr. M. Ali Hanafiah Selian, S.H., M.H. ( )


NIP. 19670203 201411 1 001

2. Sekretaris : Drs. Abu Tamrin, S.H., M.Hum. ( )


NIP. 19650908 199503 1 001

3. Pembimbing : Prof. Dr. Abdullah Sulaiman, S.H., M.H. ( )


NIP. 19591231 198609 1 003

4. Penguji I : Dr. Ahmad Tholabi Kharlie, S.H., M.H., M.A. ( )


NIP. 19760807 200312 1 001

5. Penguji II : Dr. Nahrowi, S.H., M.H. ( )


NIP. 19730215 199903 1 002

iii
LEMBAR PE,RNYATT\AN

Yang bertanda tangan dibawah ini:


Nama : Daryanto Wibowo

Temp at, Tanggal Lahir : Kebumen, 20 November 1995

NIM : 1 1 13048000077
Program Studi : Ilmu Hukum

Alamat : Jl. Nunrl Iman RT 05 RW 10 Sukatani, Cimanggis,


Tapos, Depok, Jaw a Barat

Nomor Kontak : 08962152AU4

Alamat Email : Daryantowibowo rc@gmail.com

Dengan ini menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan untuk memperoieh gelar Sarjana Hukum (S.H.) di
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penelitian ini telah saya cantumkan

sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif


Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya asli saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 27 Agustus 2020


6IRAI] Nf,Z
W"PEU*W
8AAHF4s2505070

[.:Lrj RUPIAH*" 7.W7


{,/
Darvailto Wibowo
Nim: I 1 13048000077

IV
ABSTRAK

Daryanto Wibowo, NIM 1113048000077. PENAHANAN IJAZAH


PEKERJA OLEH PERUSAHAAN DALAM PERJANJIAN KERJA
BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG
KETENAGAKERJAAN (Studi Putusan Nomor: 205/Pdt.G/2019/PN.SDA)
Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Syariah Dan Hukum, Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1441 H/2020 M. Ix ± 77 halaman.
Studi ini bertujuan untuk menjelaskan ketentuan hukum penahanan ijazah
pekerja dalam perjanjian kerja dan perlindungan hukum terhadap pekerja yang
mengalami kerugian akibat ijazahnya ditahan oleh perusahaan. Perusahaan
mewajibkan pekerja untuk untuk menyerahkan Ijazah asli kepada perusahaan agar
pekerja dapat terikat dengan peraturan yang ditetapkan oleh perusahaan. Pekerja
yang terikat ini tidak dapat serta tidak memiliki kebebasan untuk keluar dari
perusahan untuk jangka waktu tertentu atas kontrak kerja yang diajukan oleh
perusahaan dan harus dipenuhi. Penahanan ijazah dalam perjanjian kerja tidak
diatur oleh Peraturan perundang-undangan yang berlaku dan cenderung
merugikan pekerja dan melanggar HAM pekerja.
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif yaitu lebih
berdasarkan pada sifat fenomenologis dan bertujuan untuk memahami obyek yang
diteliti secara mendalam. Dan penelitian ini bersifat yuridis normatif dengan cara
meneliti bahan pustaka atau data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer,
bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penahanan ijazah milik pekerja tidak
diatur dalam peraturan perundang-undangan terkait ketenagakerjaan artinya
terdapat kekosongan hukum. Atas kekosongan hukum yang terjadi, pengusaha
melakukan tindakan penahanan ijazah dengan berdasarkan pada kebiasaan serta
kesepakatan dan kebebasan berkontrak dalam perjanjian sebagai sumber
hukumnya. Karyawan yang mengalami kerugian akibat penahanan ijazah oleh
perusahaan dapat melakukan tindakan Penggugatan dengan dakwaan perbuatan
melawan hukum, pengajuan tuntutan ke pengadilan dengan tuntutan perbuatan
melawan hukum.

Kata Kunci: Penahanan Ijazah, Perjanjian Kerja, Hukum Ketenagakerjaan,


Kerugian, Perbuatan Melawan Hukum.

Pembimbing Skripsi : Prof. Dr. Abdullah Sulaiman, S.H., M.H.


Daftar Pustaka : Tahun 1968 sampai Tahun 2017

v
KATA PENGANTAR

‫َّللاِ ال هر ْح َم ِن ه‬
‫الر ِحيم‬ ‫س ِم ه‬
ْ ‫ِب‬
Alhamdulillahirabbil ’alamin, puji syukur peneliti panjatkan kehadirat
Allah SWT atas Rahmat dan Karunia-Nya, sehingga peneliti dapat menyelesaikan
skripsi ini, dengan judul “KERUGIAN PENAHANAN IJAZAH PEKERJA
OLEH PERUSAHAAN DALAM PERJANJIAN KERJA BERDASARKAN
UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG
KETENAGAKERJAAN”. (Studi Putusan Nomor: 205/Pdt.G/2019/PN.SDA)

Tidak lupa pula shalawat serta salam peneliti panjatkan kepada Rasulullah,
Nabi besar umat muslim, Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat dan
para pengikutnya.

Skripsi ini terwujud tidak terlepas atas peran, bimbingan dan bantuan
banyak pihak, sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini. Semoga Allah
SWT membalas segala kebaikannya. Pada kesempatan ini, peneliti ingin
mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat :

1. Dr. Ahmad Tholabi, S.H., M.H., M.A. Dekan Fakultas Syariah dan Hukum
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
2. Dr. Muhammad Ali Hanafiah S.H., M.H. Ketua Program Studi Ilmu Hukum
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta dan Drs. Abu Tamrin
SH., M.Hum. Sekretaris Program Studi Ilmu Hukum Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan arahan untuk
menyelesaikan skripsi ini.
3. Prof. Dr. Abdullah Sulaiman S.H., M.H. Pembimbing Skripsi yang telah
memberikan arahan, bimbingan, dan kesabaran dalam membimbing peneliti
sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini.
4. Kepala Perpustakaan Pusat Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta dan Kepala Urusan Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum yang
telah memberikan fasilitas dan mengizinkan peneliti untuk mencari dan

vi
meminjam buku-buku referensi dan sumber-sumber data lainnya yang
diperlukan
5. Kedua orang tua peneliti, Bapak Wajib Purwanto dan Ibu Darti yang telah
sabar dan selalu memberi dukungan baik secara moral maupun secara materil
untuk dapat menyelesaikan skripsi ini.
6. Pihak-pihak lainnya yang tidak peneliti sebutkan satu persatu dalam skripsi
ini yang memberi semangat dan dukungan kepada peneliti sehingga skripsi
ini dapat diselesaikan dengan lancar.

Peneliti menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan dan


perbaikan. peneliti tetap berharap agar karya ilmiah ini dapat memberikan manfaat
bagi pembaca. Kritik dan saran sangat diharapkan untuk perbaikan dan
penyempurnaan karya ilmiah ini dimasa mendatang. Sekian dan terima kasih.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Jakarta, Agustus 2020

Daryanto Wibowo
NIM. 1113048000077

vii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i


HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ......................................... ii
SURAT PENGESAHAN PANITIA UJIAN ............................................... iii
LEMBAR PERNYATAAN .......................................................................... iv
ABSTRAK ..................................................................................................... v
KATA PENGANTAR ................................................................................... vi
DAFTAR ISI .................................................................................................. viii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ........................................................ 1
B. Identifikasi, Pembatasan dan Perumusan Masalah ............... 6
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................. 7
D. Metode Penelitian................................................................... 8
E. Sistematika Pembahasan ....................................................... 11

BAB II KETENTUAN PERATURAN HUKUM PERJANJIAN


KERJA DI INDONESIA
A. Perjanjian Kerja Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003
dan Peraturan lainya ............................................................... 13
1. Pekerja, Pengusaha dan, Perusahaan ............................... 13
2. Perjanjian ......................................................................... 14
3. Perjanjian Kerja ............................................................... 21
4. Perjanjian Kerja Waktu Tertentu .................................... 27
5. Ijazah ............................................................................... 32
B. Teori-teori Menyangkut Hubungan Kerja ................................. 32
1. Teori Keadilan ........................................................................32
2. Teori Perjanjian ......................................................................34
3. Teori Perbuatan Melawan Hukum .........................................35
C. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu ..........................................42

viii
BAB III PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEKERJA DALAM
SISTEM HUKUM KETENAGAKERJAAN NASIONAL
A. Pengertian Perlindungan Hukum .......................................... 45
B. Aspek-aspek Perlindungan Hukum Bagi Pekerja ................. 46
C. Profil PT. United Waru Biscuit Manufactory ........................ 53

BAB IV KERUGIAN PENAHANAN IJAZAH PEKERJA OLEH


PERUSAHAAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG
NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG
KETENAGAKERJAAN ( dalam Putusan Nomor:
205/Pdt.G/2019/PN.SDA)
A. Duduk Perkara dan Pertimbangan Hakim .............................. 55
B. Analisis Ketentuan Hukum Penahanan Ijazah Pekerja dalam
Perjanjian Kerja...................................................................... 61
C. Analisis Kerugian Pekerja Akibat Penahanan Ijazah Oleh
Perusahaan dalam Putusan Nomor: 205/Pdt.G/2019/PN.SDA 73

BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ........................................................................... 77
B. Rekomendasi ......................................................................... 77

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 79

LAMPIRAN

ix
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Selain adanya perusahaan/pengusaha sebagai pelaku usaha, peran dari
pekerja juga memegang peranan yang penting demi keseimbangan dalam
keberlangsungan usaha. Perusahaan dan pekerja memiliki keterkaitan
dimana keduanya saling membutuhkan satu sama lain. Meskipun pada
kenyataanya, pekerja seringkali di posisi yang “lemah” jika dibandingkan
dengan perusahaan.
Peranan pekerja dalam perkembangan dunia usaha dan pembangunan
nasional pada dewasa ini sangatlah penting, karena Sumber Daya Manusia
yang selanjutnya disebut (SDM), merupakan salah satu faktor terpenting
selain teknologi, dan manajemen yang baik. Tanpa adanya pekerja tidak
akan mungkin perusahan itu bisa jalan, dan berpartisipasi dalam
pembangunan.1
Berbicara tentang permasalahan ketenagakerjaan, sudah menjadi
masalah yang sangat kompleks. Untuk melaksanakan pembangunan nasional
peran pekerja semakin meningkat dan seiring dengan itu perlindungan pekerja
harus di tingkatkan, mengenai upah, kesejahteraan, dan perlindungan hak-hak
pekerja lainnya.
Kegiatan penahanan ijazah asli yang dilakukan oleh perusahaan sebagai
syarat wajib dari pekerja menjadi salah satu masalah yang menjadikan pekerja
memiliki posisi yang lemah di dalam sebuah perjanjian kerja, yang pada
akhirnya hak-hak dari pekerja di abaikan oleh perusahaan bahkan dilanggar.
Berbicara mengenai hak pekerja/buruh berarti kita membicarakan hak
asasi, maupun hak yang bukan asasi, sebagai mana hak asasi merupakan hak
yang melekat pada diri pekerja/buruh yang melekat sejak lahir, sedangkan
hak yang bukan asasi berupa hak yang telah diatur dalam peraturan

1
Zainal Asikin, Dasar-Dasar Hukum Perburuhan cet 8, (Jakarta: PT Rajagrafindo
Persada, 2010) h. 95.

1
2

perundang-undangan yang sifatnya non asasi. Konsepsi dari hak asasi secara
tegas dan jelas diakui keberadaanya di dalam UUD 1945 dan dilaksanakan
oleh negara di dalam masyarakat. Oleh karena itu permasalahan penahanan
ijazah sebagai syarat yang ditetapkan oleh perusahaan kepada pekerja
haruslah diperhatikan lebih lanjut.
Perusahaan dalam hal ini sebagai pemberi kerja dengan pekerja atau
penerima kerja keduanya memiliki hubungan hukum yang timbul akibat
adanya perjanjian kerja, yang seharusnya dibuat dan disepakati oleh kedua
belah pihak. Hukum perjanjian sendiri memberikan keleluasaan bagi
masyarakat untuk membuat perjanjian selagi tidak melanggar norma hukum
yang ada. “Perjanjian adalah suatu hubungan hukum antara dua pihak atau
lebih yang didasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum”.2
Perjanjian kerja sebagaimana diatur di dalam Undang-Undang Nomor
13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Pasal 1 angka 14 Undang-Undang
nomor 13 Tahun 2003 menjelaskan “Perjanjian kerja adalah perjanjian
antara pekerja atau buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang
memuat syarat-syarat kerja, hak, dan kewajiban para pihak. Dengan adanya
perjanjian kerja antara pengusaha dengan pekerja maka timbulah hubungan
kerja yang terjalin antara kedua pihak tersebut.
Hubungan kerja sebagaimana tertuang dalam Pasal 1 angka 15
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 “adalah hubungan antara
pengusaha dengan pekerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja, yang
mempunyai unsur pekerjaan, upah dan perintah.” Jadi dapat disimpulkan
bahwa hubungan antara pengusaha dengan pekerja memiliki hubungan yang
erat dan saling dibutuhkan.
Perjanjian kerja terbagi atas perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT)
dan perjanjian kerja waktu tidak tertentu (PKWTT). PKWT sendiri
didasarkan pada jangka waktu dan selesainya suatu pekerjaan tertentu,
pekerjanya sering disebut sebagai karyawan kontrak. Suatu perjanjian kerja

2
Salim HS, Perkembangan Teori dalam Ilmu Hukum cet 2, (Jakarta : PT Raja Grafindo
Persada, 2012) h. 164.
3

waktu tertentu wajib dibuat secara tertulis dan didaftarkan pada instansi
ketenagakerjaan terkait (Disnaker).3
PKWTT atau perjanjian kerja waktu tidak tertentu dalam perjanjian
kerjanya tidak dibatasi oleh jangka waktu atau sudah merupakan pekerja
tetap disuatu perusahaan, dimana biasa disebut sebagai karyawan tetap.
Kedudukan para pihak lagi-lagi sangat penting dan harus diperhatikan
dalam suatu perjanjian, yakni pihak yang satu kedudukannya di atas
(pengusaha) pihak yang memerintah, sedangkan pihak lain kedudukannya
dibawah (pekerja) pihak yang diperintah.4
Perusahaan di dalam melakukan perjanjian kerja yang menjadi dasar
dari hubungan kerja lebih sering dengan berdasarkan kontrak kerja,
Hubungan kerja yang didasarkan pada kontrak kerja lebih efisien, karena
majikan dapat sekehendak hati membuat atau menetapkan syarat-syarat
kerja yang disepakati juga oleh pekerja.5 Posisi pekerja yang lemah tentu
saja membuat pekerja hanya bisa memenuhi syarat-syarat yang di buat oleh
perusahaan, karena pekerja membutuhkan pekerjaan untuk mendapatkan
upah dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Persyaratan wajib untuk menyerahkan Ijazah asli kepada perusahaan
ini dimaksudkan agar pekerja dapat terikat dengan peraturan yang
ditetapkan oleh perusahaan. Pekerja yang terikat ini tidak bisa serta tidak
memiliki kebebasan untuk keluar dari perusahan untuk jangka waktu
tertentu atas kontrak kerja yang diajukan oleh perusahaan dan harus
dipenuhi. Ini juga dimaksudkan agar pekerja dapat menyelesaikan
kewajibannya hingga akhir masa kontrak kepada perusahaan dan tidak
begitu saja mengundurkan diri tanpa menyertakan alasan yang kuat. Pekerja
akan dikenakan sanksi untuk membayar kerugian dari perusahaan dengan
membayar sejumlah upah dari selama jangka waktu PKWT yang tersisa,

3
Perjanjian Kerja PKWT, diakses pada tanggal 05 Juli 2020 dari
http://www.legalakses.com/perjanjian-kerja-pkwt-pkwtt/
4
Djumialdji, Perjanjian Kerja cet 2, (Bandung : Sinar Grafika, 2006), h. 8.
5
Asri Wijayanti, Hukum Ketenagakerjaan Pasca Reformasi, (Jakarta : Sinar Grafika,
2013), h. 48.
4

apabila pekerja mengundurkan diri dengan sebelum jangka waktu tersebut


selesai.
Sebuah perjanjian sudah seharusnya dibuat oleh para pihak yang
didasarkan pada asas-asas perjanjian. Penerapan asas semacam ini dilakukan
dalam rangka menciptakan keseimbangan dan memelihara hak-hak yang
dimiliki oleh para pihak sebelum perjanjian yang dibuat menjadi perikatan
yang mengikat bagi para pihak.6 Sebagaimana juga diatur di dalam KUH
Perdata pada Pasal 1338 tentang asas-asas perjanjian yaitu :
1. Semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-
undang bagi mereka yang membuatnya.
2. Perjanjian-perjanjian itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan
sepakat kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang oleh
undang-undang dinyatakan cukup untuk itu.
3. Perjanjian-perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik.
Asas-asas yang terkandung di dalam KUH Perdata sebagaimana
tertulis diatas adalah :
1. Asas kebebasan berkontrak ( Freedom of contract)
2. Asas kepastian hukum (Pacta sunt Servanda)
3. Asas konsensualisme (consensualism)
4. Asas itikad baik (Good faith)
5. Asas kepribadian (Personality)
Dari asas-asas tersebut di atas haruslah dijadikan pedoman dasar
dalam pembuatan sebuah perjanjian, dimana dapat tercipta tujuan
keseimbangan yang adil antara kedua pihak. Sehingga dari perjanjian yang
dilakukan tidak menimbulkan kerugian bagi para pihak. Dalam pembuatan
perjanjian kontrak perusahaan sering kali tidak memperhatikan asas-asas
sebagaimana tersebut di atas.
Dalam pelaksananya seringkali perjanjian kerja yang mensyaratkan
ijazah asli sebagai syarat yang dibebankan oleh perusahaan kepada

6
Muljadi dan Widjaja, Perikatan yang Lahir dari Perjanjian, (Jakarta :PT. Raja
Grafindo Persada 2006) h. 14.
5

karyawanya menemui permasalahan, seperti halnya penahanan ijazah oleh


perusahaan hingga waktu perjanjian kerja tersebut berakhir, atau karyawan
telah menyelesaikan perjanjian kerja tersebut, salah satu contohnya pada
putusan yang peneliti temukan dengan kode entri putusan Nomor :
205/Pdt.G/2019/PN.SDA dimana seorang karyawan bernama Yitno alias
Jitno yang selanjutnya disebut sebagai Penggugat, bahwa Penggugat adalah
mantan karyawan PT. United Waru Biscuit Manufactory, Penggugat telah
bekerja di PT.United Waru Biscuit Manufactory sejak tahun 1991 dan telah
pensiun pada tahun 2016. Pada awal bekerja Penggugat menyerahkan ijazah
asli untuk dititipkan sebagai jaminan dan syarat mutlak masuk perusahaan,
karena Penggugat dalam hal ini bekerja pada bagian pemasaran yang dalam
pekerjaannya membawa barang hasil produksi dari perusahaan, dimana
Penggugat berhak membawa uang hasil penjualan dan/ atau melakukan
tagihan-tagihan kepada para konsumen yang telah membeli hasil produksi
perusahaan untuk kemudian disetor kepada perusahaan. Dalam hal ini,
perusahaan merasa membutuhkan jaminan dari Penggugat agar Penggugat
melaksanakan pekerjaannya dengan sebenar-benarnya. Bahwa sampai saat
gugatan diajukan, ijazah milik Penggugat belum juga dikembalikan oleh
perusahaan, bahwa akibat tidak juga dikembalikanya ijazah asli kepada
Penggugat, Penggugat mengalami kerugian bahwa Penggugat tidak bisa
melamar pekerjaan yang layak, karena ijazah tersebut tidak bisa
diperlihatkan kepada perusahan yaitu untuk melamar pekerjaan baru.
Dari latar belakang yang sudah peneliti jelaskan di atas maka peneliti
tertarik untuk membahas masalah kerugian penahanan ijazah asli pekerja
yang dilakukan sebagai syarat wajib oleh perusahaan, oleh karena itu
peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “KERUGIAN
PENAHANAN IJAZAH PEKERJA OLEH PERUSAHAAN DALAM
PERJANJIAN KERJA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG
NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN (Studi
Putusan Nomor : 205/Pdt.G/2019/PN.SDA)”
6

B. Identifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah


1. Identifikasi Masalah

Masalah yang dapat diidentifikasi oleh peneliti diantaranya:


a. Luasnya permasalahan ketenagakerjaan yang terjadi di dalam
hubungan kerja antara perusahaan dan pekerja.
b. Klausula perjanjian kerja antara pengusaha dan pekerja yang di
dalamnya terdapat syarat penahanan ijazah.
c. Tidak adanya aturan yang jelas tentang penahanan ijazah asli
sebagai syarat pada kontrak kerja.
d. Pelanggaran atas hak-hak pekerja, karena posisinya yang lemah
akibat syarat yang dibebankan oleh perusahaan.
e. Kerugian materiil dan imateriil yang diderita karyawan karena
ditahanya ijazah asli meskipun perjanjian kerja telah berakhir.
f. Pertimbangan Hakim dalam Putusan Pengadilan Negeri Sidoarjo
Nomor: 205/Pdt.G/2019/PN.SDA.
2. Pembatasan Masalah
Pembatasan masalah merupakan tahap yang sangat menentukan
dalam penelitian kualitatif walaupun sifatnya masih tentatif. Ini
dilakukan agar pokok bahasan dari permasalahan tidak terlalu melebar
dan tetap terfokus pada rumusan permasalahan yang telah di tentukan
dalam skripsi ini. Mengingat luasnya masalah yang diidentifikasikan
maka dari itu peneliti hanya membatasi masalah pada aturan hukum
menyikapi dengan adanya syarat wajib yang ditetapkan oleh perusahaan
untuk menahan dokumen Ijazah asli dari pekerjanya, serta kerugian
yang ditimbulkan akibat penahanan ijazah asli karyawan meskipun
perjanjian kerja telah berakhir, peneliti merujuk pada Putusan Nomor:
205/Pdt.G/2019/PN.SDA.
3. Perumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah dan pembatasan yang telah
dijabarkan, maka perumusan masalah yang diangkat adalah
perlindungan atas kerugian penahanan ijazah pekerja oleh perusahaan,
7

dalam hal ini kaitanya dengan putusan Pengadilan Negeri Sidoarjo


Nomor: 205/Pdt.G/2019/PN.SDA. Untuk mempertegas perumusan
masalah, peneliti uraikan dalam bentuk pertanyaan penelitian sebagai
berikut:
a. Bagaimana ketentuan hukum penahanan ijazah pekerja dalam
perjanjian kerja?
b. Bagaimana perlindungan hukum terhadap pekerja yang
mengalami kerugian akibat ijazahnya ditahan oleh perusahaan?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian


1. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:
a. Untuk mengetahui ketentuan hukum penahanan ijazah pekerja
dalam perjanjian kerja
b. Untuk mengetahui perlindungan hukum terhadap pekerja yang
mengalami kerugian akibat ijazahnya ditahan oleh perusahaan
2. Manfaat Penelitian
Dari penelitian dalam skripsi ini peneliti mengharapkan dapat
memberikan manfaat. Ada beberapa manfaat yang ingin dicapai pada
penelitian ini, diantaranya adalah sebagai berikut :
a. Manfaat Teoritis
1) Diharapkan penelitian ini dapat memberikan kontribusi,
sumbangan pemikiran bagi pengembangan serta kajian
ilmu hukum.
2) Diharapkan dengan adanya penelitian ini dapat menembah
wawasan dan ilmu pengetahuan khususnya di bidang
hukum dan perlindungan ketenagakerjaan.
b. Manfaat Praktis
1) Sarana pengembangan serta penerapan pola pikir yang
ilmiah dari penerapan ilmu hukum yang telah didapatkan
oleh peneliti sebelumnya.
8

2) Hasil dari penelitian ini diharapkan menjadi informasi


yang bermanfaat bagi masyarakat.

D. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
penelitian yuridis normatif (normative legal research) yaitu penelitian
yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder
yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan
bahan hukum tersier.7 Bahan-bahan tersebut disusun secara sistematis,
dikaji, kemudian ditarik suatu kesimpulan dalam hubungannya dengan
masalah yang terjadi. Dalam penelitian ini peneliti adalah penelitian
yuridis-normarif. Dikatakan penelitian hukum normatif karena
masalah yang akan diteliti tersebut berhubungan erat dengan law in
books yang menelusuri buku-buku hukum, jurnal jurnal hukum dan
norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang
undangan dan putusan putusan pengadilan.
2. Pendekatan Penelitian
Pendekatan penelitian yang digunakan pada skripsi ini adalah
pendekatan perundang-undangan (Statute Approach). Pendekatan
perundang-undangan dilakukan dengan menelaah semua undang-
undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang
sedang ditangani.8 Pendekatan perundang-undangan digunakan untuk
memahami kewenangan diskresi yang dapat dilakukan oleh pejabat
pemerintah dihubungkan dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku dan putusan pengadilan.
3. Sumber Data
Sumber data yang digunakan pada penelitian ini adalah data
sekunder. Data sekunder yaitu data yang diperoleh melalui bahan
7
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta, Universitas Indonesia Press,
2006), h. 15.
8
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta: Kencana, 2005), h. 133.
9

kepustakaan dengan menggunakan bahan hukum primer, sekunder,


dan tertier. Berikut uraiannya.
a. Bahan Hukum Primer
Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang
meliputi ketentuan-ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku dan mempunyai kekuatan hukum yang mengikat.9
Bahan hukum primer yang peneliti gunakan dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1) Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan
2) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata)
3) Keputusan Menteri Tenaga kerjadan Transmigrasi
Indonesia Nomor KEP.100/MEN/VI/2014 tentang
pelaksanaan perjanjian
4) Putusan Pengadilan Negeri Sidoarjo Nomor
205/Pdt.G/2019/PN.SDA.
b. Bahan Hukum Sekunder
Bahan hukum sekunder yaitu data yang memberikan
penjelasan mengenai bahan hukum primer. Terdiri dari buku-
buku hukum, yang berkaitan dengan penelitian ini, dan lain-lain.
c. Bahan Hukum Tertier
Bahan hukum tersier atau penunjang yaitu bahan-bahan
hukum yang menunjang atau yang memberikan penjelasan
terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder yang
berupa kamus hukum dan Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI).
4. Teknik Pengumpulan Data
Untuk mendapatkan data yang dibutuhkan dalam penelitian,
peneliti menggunakan teknik studi dokumentasi yaitu dengan

9
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta, Universitas Indonesia Press,
2006), h. 52.
10

melakukan penelusuran data melalui studi kepustakaan dan studi


dokumen. Penelusuran keputakaan dalam penelitian ini yaitu pada
Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum
Universitas Islam Syarif Hidayatullah Jakarta, Perpustakaan
Univeristas Indonesia, dan Perpustakaan Nasional. Penulusuran
dokumen dalam penelitian ini yaitu melalui website Mahkamah
Agung untuk mendapatkan putusan Pengadilan Negeri Sidoarjo
Nomor 205/Pdt.G/2019/PN.SDA.
5. Teknik Pengolahan Data
Penelitian ini dalam pengelolaan datanya menggunakan
pendekatan Pemeriksaan Data. Maksudnya dengan cara meneliti data
dari sumber yang ada, lalu dikaitkan dengan isi putusan yang
digunakan oleh peneliti yang dalam hal ini adalah Putusan Nomor:
205/Pdt.G/2019/PN.SDA juga menggunakan pendekatan Sistematisasi
Data, dan Analisa Data.
6. Metode Analisis Data
Pengelolaan data dalam penelitian ini adalah dengan
menghubungkan bahan hukum primer, bahan hukum skunder serta
bahan non hukum menjadi sedemikian rupa sehingga dalam penyajian
penulisan dalam menjawab permasalahan penelitian menjadi
terstruktur dan dapat dengan mudah dipahami. Pengelolaan bahan
hukum dalam penelitian ini dilakukan dengan cara deduktif yaitu
mengambil kesimpulan dari permasalahan yang sifatnya umum
10
terhadap permasalahan konkret yang dihadapi. Dalam penelitian ini
menggunakan metode analisis kualitatif.
7. Teknik Penulisan
Teknik penelitian dan pedoman yang digunakan peneliti dalam
skripsi ini berdasarkan kaidah-kaidah dan teknik penelitian yang ada
dalam buku “Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan

10
Jhony Ibrahim, Teori Metodologi Penelitian Hukum Normatif, (Malang; Bayu Media
Publishing, 2006), h.393.
11

Hukum Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun


2017”

E. Sistematika Pembahasan
Dalam memaparkan isi penelitian ini secara menyeluruh maka peneliti
menggunakan sistematika penulisan skripsi sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini berisikan Pendahuluan yang memuat latar belakang
masalah, identifikasi masalah, batasan masalah, dan perumusan
masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode
penelitian, dan sistematika penelitian.
BAB II KETENTUAN PERATURAN HUKUM PERJANJIAN DI
INDONESIA
Bab ini berisi dua pokok pembahasan yaitu pembahasan terkait
kerangka konseptual dan kerangka teoritis yang
menggambarkan secara terperinci konsep yang menjadi acuan
dalam penelitian skripsi ini, yang kemudian diuraikan dalam
beberapa sub bab. Pada bab ini juga diuraikan tentang tinjauan
(review) kajian terdahulu.
BAB III PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEKERJA DALAM
SISTEM HUKUM KETENAGAKERJAAN NASIONAL
Bab ini akan memuat mengenai perlindungan hukum bagi
pekerja dalam system hukum ketenagakerjaan nasional
BAB IV KERUGIAN PENAHANAN IJAZAH PEKERJA OLEH
PERUSAHAAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG
NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG
KETENAGAKERJAAN (Studi Putusan Nomor:
205/Pdt.G/2019/PN.SDA)
Bab ini membahas mengenai analisis kerugian penahanan ijazah
pekerja dalam perjanjian kerja terhadap pekerja yang mengalami
kerugian akibat ijazah ditahan oleh perusahaan bahkan tidak bisa
12

dikembalikan oleh perusahaan sampai waktu perjanjian kerja


berakhir.
BAB V PENUTUP
Bab ini merupakan bab terakhir yang didalamnya berisikan
kesimpulan dan rekomendasi.
BAB II
KETENTUAN PERATURAN HUKUM PERJANJIAN KERJA DI
INDONESIA

A. Perjanjian Kerja menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 dan


Peraturan lainya
1. Pekerja, Pengusaha dan Perusahaan
Menurut Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 13 Tahun
2003 tentang Ketenagakerjaan, Pekerta atau buruh adalah setiap orang
yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain.
Pengertian ini tersebut memang agak umum, tetapi maknanya lebih
luas karena dapat mencakup semua orang yang bekerja pada siapa
saja, baik perseorangan, persekutuan, badan hukum maupun badan
lainnya dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk apapun.
Penegasan imbalan dalam bentuk apa pun ini perlu karena upah
selama ini diberikan dengan uang, padahal ada pula yang buruh atau
pekerja yang menerima imbalan dalam bentuk barang.1
Menurut Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Nomor 13 Tahun
2003 tentang Ketenagakerjaan, Pengusaha adalah:
a. Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang
menjalankan suatu perusahaan milik sendiri
b. Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang
secara berdiri sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya
c. Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang
berada di indonesia mewakili perusahaan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a dan b berkedudukan diluar wilayah
indonesia.
Perusahaan adalah istilah ekonomi yang dipakai dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) dan perundang-undangan
di luar KUHD seperti Burgelijk Wetbook (BW). Namun, dalam

1
R.Joni Bambang, Hukum Ketenagakerjaan, (Bandung: Pustaka Setia,2013), h.73.

13
14

KUHD dan BW sendiri tidak dijelaskan pengertian resmi istilah


perusahaan. Pengertian perusahaan secara resmi dirumuskan dalam
Pasal 1 huruf (b) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1997 tentang
Dokumen Perusahaan, perusahaan adalah setiap bentuk badan usaha
yang menjalankan setiap jenis usaha yang bersifat tetap dan terus
menerus, didirikan dan bekerja serta berkedudukan dalam wilayah
Negara Indonesia dengan bertujuan memperoleh keuntungan dan atau
laba.
Antara pekerja dan pengusaha terikat dalam hubungan kerja
melalui perjanjian kerja. Menurut Pasal 1 ayat (15) Undang-Undang
Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan menyatakan bahwa
hubungan kerja adalah hubungan antara pengusaha dengan pekerja
atau buruh berdasarkan perjanjian kerja yang mempunyai unsur
pekerjaan, upah, dan perintah. Berdasarkan hubungan kerja yang
dijelaskan di atas dalam Undang-undang Ketenagakerjaan bahwa
hubungan kerja merupakan hubungan hukum yang lahir setelah
adanya perjanjian kerja antara pengusaha dan pekerja.
2. Perjanjian
Salah satu bentuk hukum yang berperan nyata dan penting bagi
kehidupan masyarakat adalah Hukum Perjanjian. Istilah perjanjian
berasal dari bahasa Belanda yaitu overeenkomst, dan dalam bahasa
Inggris dikenal dengan istilah contract/agreement. Perjanjian
dirumuskan dalam Pasal 1313 KUH Perdata yang menentukan bahwa:
“Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau
lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.”
Hukum perjanjian merupakan hukum yang terbentuk akibat
adanya suatu pihak yang mengikatkan dirinya kepada pihak lain. Atau
dapat juga dikatan hokum perjanjian adalah suatu hukum yang
terbentuk akibat seseorang yang berjanji kepada orang lain untuk
melakukan sesuatu hal. Dalam hal ini,kedua belah pihak telah
menyetujui untuk melakukan suatu perjanjia tanpa adanya paksaan
15

maupun keputusan yang hanya bersifat satu pihak. Perkataan


“Perikatan” (verbintenis) mempunyai arti yang lebih luas dari
perikatan “Perjanjian” sebab dalam Buku III itu, diatur juga perihal
hubungan hukum yang sama sekali tidak bersumber pada2 suatu
persetujuan atau perjanjian, yaitu perihal perikatan yang timbul dari
perbuatan yang melanggar hukum (onrechmatige daad) dan perihal
perikatan yang timbul dari pengurusan kepentiungan orang lain yang
tidak berdasarkan persetujuan (zaakwaarneming) tetapi, sebagian
besar dari buku III ditujukkan pada perikatan-perikatan yang timbul
dari persetujuan atau perjanjian. Jadi berisikan hukum Perjanjian.3
Definisi perjanjian oleh banyak orang tidak selalu disamakan
dengan kontrak karena dalam Pasal 1313 KUH Perdata tidak memuat
kalimat “Perjanjian harus dibuat secara tertulis”. Perjanjian dalam
Hukum Belanda, yaitu Bugerlijk Wetbook (BW) disebut
overeenkomst yang bila diterjemahkan dalam bahasa Indonesia berarti
perjanjian. Perjanjian ini merupakan suatu peristiwa hukum dimana
seorang berjanji kepada orang lain atua dua orang saling berjanji
untuk melakukan atau tidak melakukan Sesuatu. Menurut Fuady
banyak definisi tentang kontrak telah diberikan dan masing-masing
bergantung kepada bagian-bagian mana dari kontrak tersebut yang
dianggap sangat penting, dan bagian tersebutlah yang ditonjolkan
dalam definisi tersebut.4
Selain itu Subekti juga memberikan definisi tersendiri mengenai
perjanjian, menurut Subekti perjanjian adalah suatu peristiwa di mana
dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal.5
Sedangkan menurut M. Yahya Harahap suatu perjanjian adalah suatu
hubungan hukum kekayaan antara dua orang atau lebih, yang

3
Subekti, Pokok-pokok Hukum perdata, (Jakarta: Intermasa, 1998) h. 122.
4
Munir Fuady, Arbitrase Nasional; Alternatif Penyelesaian Sengketa Bisnis, Cetakan
Pertama, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2000), h. 8.
5
Subekti, Pokok-pokok Hukum Perdata),... h.122.
16

memberikan kekuatan hak pada suatu pihak untuk memperoleh


prestasi dan sekaligus mewajibkan pada pihak lain untuk
melaksanakan prestasi.6 Pengertian kontrak atau perjanjian yang
dikemukakan para ahli tersebut melengkapi kekurangan definisi Pasal
1313 BW, sehingga secara lengkap pengertian kontrak atau perjanjian
adalah perbuatan hukum, di mana satu orang atau lebih mengikatkan
dirinya terhadap satu orang atau lebih.7
Syarat sahnya perjanjian dapat dilihat dalam Hukum Eropa
Kontinental yang diatur di dalam Pasal 1320 KUH Perdata. Pasal
tersebut menentukan empat syarat sahnya perjanjian, yaitu:
a. Adanya kesepakatan kedua belah pihak
Syarat pertama sahnya kontrak adalah adanya kesepakatan
atau consensus para pihak. Kesepakatan ini diatur dalam Pasal
1320 ayat (1) KUH Perdata. Yang dimaksud dengan
kesepakatan adalah persesuaian pernyataan kehendak antara satu
orang atau lebih dengan pihak lainnya. Yang sesuai itu adalah
pernyataannya, karena kehendak itu tidak dapat dilihat/diketahui
orang lain.8
b. Kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum
Kecakapan bertindak adalah kecakapan atau kemampuan
untuk melakukan perbuatan hukum. Perbuatan hukum adalah
perbuatan yang akan menimbulkan akibat hukum. Menurut R.
Soeroso: Yang dimaksud kecakapan adalah adanya kecakapan
untuk membuat suatu perjanjian. Menurut hukum, kecakapan
termasuk kewenangan untuk melakukan tindakan hukum pada
umumnya, dan menurut hukum setiap orang adalah cakap untuk
membuat perjanjian kecuali orang-orang yang menurut undang-
undang dinyatakan tidak cakap.

6
Syahmin AK , Hukum Kontrak Internasional, (Jakarta: Rjagrafindo Persada, 2006), h.1.
7
Syahmin AK , Hukum Kontrak Internasional., (Jakarta: Rjagrafindo Persada, 2006) h. 2.
8
Salim HS, Perancangan Kontrak dan Memorandum of Understanding (MoU), (Jakarta:
Sinar Grafika, 2006), h.9.
17

Orang-orang yang akan mengadakan perjanjian haruslah


orang-orang yang cakap dan mempunyai wewenang untuk
melakukan perbuatan hukum, sebagaimana yang ditentukan oleh
UU. Orang yang cakap mempunyai wewenang untuk melakukan
perbuatan hukum adalah orang yang sudah dewasa. Ukuran
kedewasaan adalah telah berumur 21 tahun dan/atau sudah
kawin, sehingga orang yang tidak berwenang untuk melakukan
perbuatan hukum yaitu:
1) orang yang belum dewasa
2) orang yang ditaruh di bawah pengampuan
3) orang-orang perempuan dalam hal-hal yang ditetapkan
oleh undang-undang dan pada umumnya semua orang
kepada siapa undang-undang telah melarang membuat
perjanjian-perjanjian tertentu.
c. Suatu hal tertentu
Adapun yang dimaksud suatu hal atau objek tertentu
(eenbepaald onderwerp) dalam Pasal 1320 B syarat 3, adalah
prestasi yang menjadi pokok kontrak yang bersangkutan. Hal ini
untuk memastikan sifat dan luasnya pernyataan-pernyataan yang
menjadi kewajiban para pihak. Prestasi tersebut harus bisa
ditentukan, dibolehkan, dimungkinkan dan dapat dinilai dengan
uang. Di dalam berbagai literature disebutkan bahwa yang
menjadi objek perjanjian adalah prestasi (pokok perjanjian).
Prestasi adalah apa yang menjadi kewajiban debitur dan apa
yang menjadi hak kreditor. Prestasi ini terdiri dari perbuatan
positif dan negatif. Presetasi terdiri atas: (1) memberikan
sesuatu, (2) berbuat sesuatu, dan (3) tidak berbuat sesuatu (Pasal
1234 KUH Perdata).9
d. Adanya Kausa yang halal.

9
Salim HS, Perancangan Kontrak dan Memorandum of Understanding (MoU), (Jakarta:
Sinar Grafika, 2006), h. 10.
18

Pada pasal 1320 KUH Perdata tidak dijelaskan pengertian


causa yang halal (orzaak). Dalam Pasal 1337 KUH Perdata
hanya menyebutkan causa yang terlarang. Suatu sebab bisa
diartikan terlarang apabila bertentangan dengan UU, kesusilaan,
dan ketertiban umum. Sedangkan menurut Subekti sebab adalah
isi perjanjian itu sendiri, dengan demikian kausa merupakan
prestasi dan kontra prestasi yang saling dipertukarkan oleh para
pihak.10 Istilah kata halal bukanlah lawan kata haram dalam
hukum, tetapi yang dimaksud sebab yang halal adalah bahwa isi
kontrak tersebut tidak bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan.
Empat asas hukum penting dalam perjanjian yaitu Asas
Kebebasan berkontrak, Asas Konsensualisme, Asas Pacta Sunt
Servanda, dan Asas Itikad Baik.
a. Asas Kebebasan berkontrak
Asas kebebasan berkontrak dapat dianalisis dari ketentuan
Pasal 1338 ayat KUH Perdata, yang berbunyi. Asas kebebasan
berkontrak adalah suatu asas yang memberikan kebebasan
kepada para pihak untuk: (1) membuat atau tidak membuat
perjanjian; (2) mengadakan perjanjian dengan siapa pun; (3)
menentukan isi perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratan; dan (4)
menentukan bentuknya perjanjian, yaitu tertulis atau lisan. Jika
melihat pernyataan di atas, Asas kebebasan berkontrak
merupakan suatu dasar yang menjamin kebebasan orang dalam
membuat perjanjian. Karena kebebasan ini pula sehingga Buku
III yang mengatur tentang perikatan ini juga dapat dikatakan
menganut system terbuka. Artinya para pihak yang membuat
perjanjian bebas membuat perjanjian, walaupun aturan
khususnya tidak terdapat dalam KUH Perdata.
b. Asas Konsensualisme

10
Salim HS, Perancangan Kontrak., dan Memorandum of Understanding (MoU),...h. 11.
19

Asas Konsensualisme merupakan asas dalam hukum


perjanjian yang penting karena asas ini menekankan pada awal
mula penyusunan perjanjian. Konsensus berasal dari kata
consensus yang berarti persetujuan umum. Asas
Konsensualisme diatur dalam Pasal 1320 ayat (1) KUH Perdata.
Ketentuan Pasal 1320 ayat (1) tersebut memberikan
petunjuk bahwa hukum perjanjian dikuasai oleh “asas
konsensualisme”. Ketentuan Pasal 1320 ayat (1) tersebut juga
mengandung pengertian bahwa kebebasan suatu pihak untuk
menentukan isi kontrak dibatasi oleh sepakat pihak lainnya.
Dengan kata, lain asas kebebasan berkontrak dibatasi oleh asas
konsensualisme.
Perjanjian harus didasarkan pada konsensus atau
kesepakatan dari pihak-pihak yang membuat perjanjian. Dengan
asas konsensualisme, perjanjian dikatakan telah lahir jika ada
kata sepakat atau persesuaian kehendak diantara para pihak yang
membuat perjanjian tersebut.
c. Asas Pacta Sunt Servanda
Berdasarkan prinsip ini, para pelaku harus melaksanakan
kesepakatan-kesepakatan yan telah disepakatinya dan
dituangkan dalam perjanjan. Menurut asas ini kesepakatan para
pihak itu mengikat sebagaimana layaknya undang-undang bagai
para pihak yang membuatnya. Karena adanya janji timbul
kemauan bagai para pihak untuk saling berprestasi,maka ada
kemauan untuk saling mengikatkan diri. Kewajiban kontraktual
tersebut menjadi sumber bagi para pihak untuk secara bebas
menentukan kehendak tersebut dengan segala akibat hukumnya.
Berdasarkan kehendak tersebut, para pihak secara bebas
mempertemukan kehendak masing-masing. Kehendak para
pihak inilah yang menjadi dasar kontrak. Terjadinya perbuatan
hukum itu ditentukan berdasar kata sepakat, dengan adanya
20

konsensus dari para pihak itu, maka kesepakatan itu


menimbulkan kekuatan mengikat perjanjian sebagaimana
layaknya undang-undang (pacta sunt servanda). Apa yang
dinyatakan seseorang dalam suatu hubungan menjadi hukum
bagi mereka. Asas inilah yang menjadi kekuatan mengikatnya
perjanjian. Ini bukan kewajiban moral, tetapi juga kewajiban
hukum yang pelaksanaannya wajib ditaati.
d. Asas Itikad Baik
Asas itikad baik dapat dilihat dalam Pasal 1338 ayat (3)
KUH Perdata. Yaitu Perjanjian harus dilaksanakan dengan
itikad baik. Asas itikad baik merupakan asas bahwa para pihak,
yaitu pihak kreditur dan debitur harus melaksanakan substansi
perjanjian berdasarkan kpercayaan atau keyakinan yang teguh
atau kemauan baik dari para pihak. Asas itikad baik (good faith)
menurut Subekti merupakan salah satu sendi terpenting dalam
hukum perjanjian. Selanjutnya Subekti berpendapat bahwa
perjanjian dengan itikad baik adalah melaksanakan perjajian
dengan mengandalkan norma-norma kepatutan dan kesusilaan.11
Berdasarkan pengertian itikad baik dalam
kontrak/perjanjian tersebut maka unsur yang utama adalah
kejujuran. Kejujuran para pihak dalam perjanjian ini meliputi
pada kejujuran atas identitas diri dan kejujuran atas kehendak
dan tujuan para pihak. Kejujuran adalah unsur yang utama
dalam pembuatan perjanjian/kontrak karena ketidakjujuran salah
satu pihak dalam perjanjian/kontrak dapat mengakibatkan
kerugian bagi pihak lainnya. Asas ini harus dianggap ada pada
waktu negoisasi, pelaksanaan perjanjian hingga penyelesaian
sengketa . Asas ini penting karena dengan hanya adanya prinsip
inilah rasa percaya yang sangat dibutuhkan dalam bisnis agar
pembuatan perjanjian dapat direalisasikan. Tanpa adanya good

11
Subekti, Pokok-pokok Hukum perdata, (Jakarta: Intermasa, 1998), h.41.
21

faith dari para pihak, sangatlah sulit perjanjian dapat dibuat.


Kalaupun perjanjian sudah ditandatangani, pelaksanaan
perjanjian tersebut pasti akan sulit untuk berjalan dengan baik
apabila prinsip ini tidak ada.
3. Perjanjian Kerja
Perjanjian kerja mempunyai beberapa pengertian diantaranya:
Pasal 1601 a KUH Perdata, “Perjanjian kerja adalah suatu
perjanjian dimana pihak yang satu sebagai buruh atau pekerja
mengikatkan dirinya untuk dibawah perintahnya/bekerja pada pihak
lainnya sebagai majikan dengan mendapatkan upah selama waktu
tertentu”.
Pasal 1 angka 14 Undang-undang Ketenagakerjaan, “Perjanjian
kerja adalah suatu perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha
atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja, serta hak dan
kewajiban para pihak”.
Selain pengertian normatif tersebut di atas, para Pakar Hukum
Perburuhan Indonesia juga memberikan pengertian perjanjian kerja,
diantaranya menurut Imam Soepomo Perjanjian kerja adalah suatu
perjanjian dimana pihak pertama, buruh, mengikatkan diri untuk
bekerja dengan menerima upah pada pihak lainnya, majikan, yang
mengikatkan diri untuk mengerjakan buruh itu dengan membayar
upah. Perjanjian antara seorang “buruh” dengan seorang “majikan”
perjanjian mana yang ditandai oleh ciri-ciri, adanya suatu upah atau
gaji tertentu yang diperjanjikan dan adanya hubungan diperatas
(dierstverhanding) yaitu suatu hubungan berdasarkan mana pihak
yang satu (majikan) berhak memberikan perintah-perintah yang harus
ditaati oleh pihak yang lain (buruh).12 Menurut R. Subekti, Perjanjian
kerja itu adalah suatu perjanjian antara orang perorang pada satu pihak

12
Imam Soepomo, Hukum Perburuhan Bagian Pertama Hubungan Kerja, (Jakarta:
PPAKRI Bhayangkara, 1968), h. 57.
22

dengan pihak lain sebagai majikan untuk melaksanakan suatu


pekerjaan dengan mendapatkan upah.13
Setelah dipaparkan beberapa pengertian mengenai Perjanjian
Kerja, khususnya pengertian yang ditentukan pada Pasal 1601 a KUH
Perdata tersebut, ada dikemukakan perkataan “di bawah perintah”
maka perkataan inilah yang merupakan norma dalam Perjanjian Kerja
dan yang membedakan antara Perjanjian Kerja dengan perjanjian-
perjanjian lainnya. Perihal ketentuan “dibawah perintah” ini
mengandung arti bahwa salah satu pihak yang mengadakan Perjanjian
Kerja harus tunduk pada pihak yang lainnya, atau di bawah perintah
atau pimpinan pihak lain, berarti ada unsur wewenang perintah. Dan
dengan adanya wewenang perintah berarti antara kedua belah pihak
ada kedudukan yang tidak sama yang disebut subordinasi. Jadi disini
ada pihak yang kedudukannya di atas, yaitu memerintah dan ada pihak
yang kedudukannya di bawah, yaitu yang diperintah.
Selanjutnya, jika dilihat dari segi objeknya, maka perjanjian
kerja itu mirip dengan perjanjian pemborongan, yaitu sama-sama
menyebutkan bahwa pihak yang satu menyetujui untuk melaksanakan
pekerjaan bagi pihak yang lain dengan pembayaran tertentu. Maka
dengan adanya ketentuan tersebut, pihak buruh mau tidak mau harus
tunduk pada perintah majikan. Dengan demikian, dalam
melaksanakan hubungan hukum dalam perjanjian kerja ini, kedudukan
hukum antara kedua belah pihak jelas tidak dalam kedudukan yang
sama dan seimbang. Ketentuan tersebut jika dibandingkan dengan
pengertian perjanjian pada umumnya seperti yang ditentukan dalam
Pasal 1313 KUH Perdata, jelas bahwa kedudukan antara para pihak
yang membuat perjanjian adalah sama dan seimbang. Karena dalam
Pasal tersebut ditentukan bahwa satu orang atau lebih mengikatkan
dirinya terhadap satu orang atau lebih. Jelaslah pengertian tentang
perjanjian tersebut berlainan jika dibandingkan dengan pengertian

13
Subekti, Aneka Perjanjian, (Bandung: Alumni, 1977 ), h. 63.
23

perjanjian kerja yang terdapat dalam Pasal 1601a KUH Perdata.


Karena di dalam ketentuan tersebut dinyatakan dengan tegas adanya
dua ketentuan, yakni satu pihak mengikatkan diri dan hanya satu
pihak pula yang di bawah perintah orang lain, pihak ini adalah pihak
buruh atau pekerja. Sebaliknya pihak yang menurut ketentuan tersebut
tidak mengikatkan dirinya dan berhak pula untuk memerintah kepada
orang lain, adalah pihak majikan atau pengusaha.
Untuk sahnya perjanjian kerja, maka pembuatannya harus
memenuhi syarat materil (Pasal 52, 55, 58, 59, dan 60 Undang-
Undang Ketenagakerjaan) dan syarat formil (Pasal 54 dan 57 Undang-
Undang ketenagakerjaan).14 Berdasarkan ketentuan Pasal 52 ayat (1)
Undang-Undang Ketenagakerjaan, secara materiil perjanjian kerja
dibuat atas dasar:
a. Kesepakatan kedua belah pihak;
b. Kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hokum
c. Adanya pekerjaan yang diperjanjikan; dan
d. Pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan
ketertiban umum, kesusilaan dan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
Dasar huruf a dan b adalah syarat subyektif, sedangkan dasar
huruf c dan d adalah syarat objektif. Dalam hal terjadi dimana
perjanjian kerja itu tidak memenuhi syarat subyektif, maka perjanjian
itu dapat dibatalkan. Artinya, salah satu pihak (yang tidak cakap)
memiliki hak untuk meminta agar perjanjian itu dibatalkan. Kemudian
apabila perjanjian kerja itu tidak memenuhi syarat objektif, maka
perjanjian itu batal demi hukum. Artinya perjanjian kerja itu sejak
semula dianggap tidak pernah ada.15

14
Abdul Khakim, Dasar-Dasar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, (Badung: Citra
Aditya bakti, 2014), h. 50.
15
Abdul Khakim, Dasar-Dasar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, (Badung: Citra
Aditya bakti, 2014), h. 50.
24

Berbicara bentuk dan isi perjanjian kerja berarti berbicara


tentang syarat formil suatu perjanjian kerja. Walau tidak ada satupun
peraturan yang mengangkat tentang bentuk dan isi perjanjian, karena
dijamin dengan adanya “asas kebebasan berkontrak” yakni suatu asas
yang menyatakan bahwa setiap orang pada dasarnya boleh membuat
kontrak (perjanjian) yang berisi dan macam apapun asal tidak
bertentangan dengan undangundang, kesusilaan dan ketertiban umum.
Asas kebebasan berkontrak tersebut dituangkan dalam Pasal 1338 ayat
(1) KUH Perdata dengan memperhatikan Pasal 1320, 1335 dan 1337
KUH Perdata disamping Pasal 52 Undang-Undang Ketenagakerjaan.16
Ketentuan Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang Ketenagakerjaan
mengatur bahwa perjanjian kerja dibuat secara tertulis dan lisan. Ini
berarti memungkinkan perjanjian kerja dapat dibuat secara tidak
tertulis.17
Pengelompokan perjanjian kerja sangat beragam, hal ini
tergantung dari persepsi dimana para ahli memandangnya. Disamping
itu, perjanjian kerja selalu berkembang sesuai dengan dinamika
kehidupan dan kebutuhan masyarakat sehingga berpengaruh dalam
pengelompokannya.18
a. Pengelompokan berdasarkan bentuk perjanjian kerja
Pengelompokan berdasarkan Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang
Ketenagakerjaan bentuk perjanjian kerja dibagi menjadi dua
macam, yaitu:
1) Perjanjian kerja secara tertulis Yaitu perjanjian kerja yang
harus dibuat sesuai dengan peraturan perundang-
undangan. Contoh: PKWT, Perjanjian Kerja Antar Daerah
(AKAD), Perjanjian Kerja Antar Negara (AKAN) dan
perjanjian kerja laut.

16
Abdul Khakim, Dasar-Dasar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, h... 50.
17
Abdul Khakim, Dasar-Dasar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, h... 50.
18
Abdul Khakim, Dasar-Dasar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, h. 51-52.
25

2) Perjanjian kerja secara lisan Yaitu perjanjian kerja yang


dibuat sesuai kondisi masyarakat secara tidak tertulis. Dari
aspek yurudis perjanjian kerja secara lisan (tidak tertulis)
diakui eksistensinya, namun kepentingan litigasi memiliki
kelemahan untuk pembuktian jika timbul perselisihan
dikemudian hari.
b. Pengelompokan berdasarkan jangka waktu perjanjian kerja
Pengelompokan berdasarkan jangka waktunya perjanjian kerja
dibagi menjadi dua macam, yaitu:
1) Perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) Yaitu perjanjian
kerja antara pekerja/buruh dengan pengusaha yang hanya
dibuat untuk pekerjaan tertentu yang menurut jenis dan
sifat atau kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu
tertentu.
2) Perjanjian kerja waktu tidak tertentu (PKWTT) Yaitu
perjanjian kerja antara pekerja/buruh dengan pengusaha,
dimana jangka waktu yang ditentunya tidak ditentukan,
baik dalam perjanjian, undang-undang, kebiasaan, atau
terjadi secara hukum karena pelanggaran pengusaha
terhadap ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Pengertian tersebut berdasarkan ketentuan Pasal 1603 q
ayat (1) KUH Perdata dan Pasal 57 Ayat (2) UU
Ketenagakerjaan, Pasal 1603 q ayat (1) KUH Perdata
“waktu lamanya hubungan kerja tidak ditentukan, baik
dalam perjanjian atau peraturan majikan maupun dalam
peraturan perundang-undangan atau pula menurut
kebiasaan, maka perjanjian kerja itu dipandang diadakan
untuk waktu tidak tertentu” Pasal 57 Ayat (2) “Perjanjian
kerja waktu tertentu yang dibuat tidak tertulis
bertentangan dengan ketentuan sebagaimana dimaksud
26

pada ayat (1) dinyatakan sebagai perjanjian kerja waktu


tidak tertentu”.
c. Pengelompokan berdasarkan status perjanjian kerja
Pengelompokan berdasarkan status perjanjian kerja dibagi
menjadi dua macam, yaitu:
1) Perjanjian kerja tidak tetap
a) Perjanjian kerja harian lepas Perjanjian kerja harian
lepas adalah perjanjian kerja antara pekerja/buruh
dengan pengusaha untuk mengadakan hubungan
kerja dalam suatu pekerjaan tertentu yang berubah-
ubah dalam hal volume pekerjaan serta upah
didasarkan pada kehadiran.
b) Perjanjian kerja borongan Perjanjian kerja borongan
adalah perjanjian kerja antara pekerja/buruh dengan
pengusaha untuk mengadakan hubungan kerja dalam
suatu pekerjaan tertentu dengan pembayaran upah
berdasarkan volume pekerjaan.
2) Perjanjian kerja tetap
Perjanjian kerja tetap dalah perjanjian kerja antara
pekerja/buruh dengan pengusaha untuk melakukan suatu
pekerjaan tertentu, dimana pekerja/buruh menerima upah
tanpa ada pembatasan waktu tertentu karena jenis
pekerjaannya menjadi bagian dari suatu proses produksi
dalam suatu perusahaan, bersifat terus menerus,dan tidak
terputus-putus.
Adapun berakhirnya perjanjian kerja berdasarkan ketentuan
Pasal 61 ayat (1) UU Ketenagakerjaan perjanjian kerja berakhir
apabila:
a. Pekerja buruh meninggal dunia;
b. Berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja;
27

c. Adanya putusan pengadilan dan/atau putusan atau penetapan


lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang
telah mempunyai kekuatan hukum tetap
d. Adanya keadaan atau kejadian tertentu yang dicantumkan dalam
perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja
bersama yang dapat menyebabkan berakhirnya hubungan kerja.
Sedangkan berdasarkan ketentuan Pasal 61 ayat (2) UU
Ketenagakerjaan perjanjian kerja tidak berakhir karena meninggalnya
pengusaha atau beralihnya hak atas perusahaan yang disebabkan
penjualan, pewarisan, atau hibah.
4. Perjanjian Kerja Waktu Tertentu
Pengertian PKWT menurut Pasal 1 angka 1 Keputusan Menteri
Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor KEP 100/MEN/VI/2004
tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu
(selanjutnya disebut Kepmenaker Nomor KEP 100/MEN/VI/2004)
adalah “perjanjian kerja antara pekerja/buruh dengan pengusaha untuk
mengadakan hubungan kerja dalam waktu tertentu atau untuk
pekerjaan tertentu yang bersifat sementara”.
Pengertian tersebut sependapat dengan pendapat Prof. Payaman
Simanjuntak bahwa PKWT adalah perjanjian kerja antara
pekerja/buruh dengan pengusaha untuk melaksanakan pekerjaan yang
diperkirakan selesai dalam waktu tertentu yang relatif pendek yang
jangka waktunya paling lama 2 tahun,dan hanya dapat diperpanjang
satu kali untuk paling lama sama dengan waktu perjanjian kerja
pertama, dengan ketentuan seluruh (masa) perjanjian tidak boleh
melebihi tiga tahun lamanya. Lebih lanjut dikatakan, bahwa PKWT
dibuat untuk jangka waktu 1 (satu) tahun, maka hanya dapat
diperpanjang satu kali denan jankga waktu (perpanjangan) maksimum
1 (satu) tahun. Jika PKWT dibuat untuk 1 ½ tahun, maka dapat
diperpanjang ½ tahun. Demikian juga apabila PKWT untuk 2 tahun,
hanya dapat diperpanjang 1 tahun sehingga seluruhnya maksimum 3
28

tahun. PKWT adalah perjanjian bersayarat, yakni (antara lain)


dipersyaratkan bahwa harus dibuat tertulis dan dibuat dalam bahasa
Indonesia, dengan ancaman bahwa apabila tidak dibuat secara tertulis
dan tidak dibuat dengan bahasa Indonesia, maka dinyatakan
(dianggap) sebagai PKWTT (Pasal 57 ayat (2) UU Ketenagakerjaan).
PKWT tidak dapat (tidak boleh) dipersyaratkan adanya masa
percobaan (probation), dan apabila dalam perjanjiannya
terdapat/diadakan (klausul) masa percobaan dalam PKWT tersebut,
maka klausul tersebut dianggap sebagai tidak pernah ada (batal demi
hukum). Dengan demikian apabila dilakukan pengakhiran hubungan
kerja (pada PKWT) karena alasan masa percobaan, maka pengusaha
dianggap memutuskan hubungan kerja sebelum berakhirnya perjanjian
kerja. Dan oleh karena pengusaha dapat dikenakan sanksi untuk
membayar ganti kerugian kepada pekerja/buruh sebesar upah
pekerja/buruh sampai batass waktu berakhirnya jangka waktu
perjajian kerja. PKWT tidak dapat diadakan untuk pekerjaan yang
bersifat tetap (Pasal 59 ayat (2) UU Ketenagakerjaan), tetapi PKWT
hanya dapat dibuat untuk pekerjaan tertentu yang menurut jenis dan
sifat atau kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu
(Pasal 59 ayat (1) UU Ketenagakerjaan) yakni:
a. pekerjaan (paket) yang sekali selesai atau pekerjaan yang
bersifat sementara.
b. pekerjaan yang (waktu) penyelesaiannya diperkirakan dalam
waktu yang tidak terlalu lama dan paling lama 3 tahun
khususnya untuk PKWT berdasarkan selesainya (paket)
pekerjaan tertentu.
c. Pekerjaan yang bersifat musiman, atau
d. Pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan
baru, atau produk tambahan (yang masih dalam masa percobaan
atau penjajakan).
29

PKWT yang didasarkan pada paket pekerjaan yang sekali


selesai atau pekerjaan yang bersifat sementara serta pekerjaan yang
(waktu) penyelesaiannya diperkirakan dalam waktu yang tidak terlalu
lama, adalah PKWT yang didasarkan atas selesainya pekerjaan
tertentu. Dalam PKWT yang didasarkan atas selesainya pekerjaan
tertentu tersebut, dibuat hanya untuk paling lama 3 tahun, dan dalam
perjanjiannya harus dicantumkan batasan (paket) pekerjaan dimaksud
sampai sejauh mana dinyatakan selesai. Apabila pekerjaan tertentu
yang diperjanjikan tersebut, dapat diselesaikan lebih awal dari yang
diperjanjikan, maka PKWT berakhir atau putus demi hukum. Dengan
kata lain, perjanjian berakhir dengan sendirinya pada saat selesainya
pekerjaan. PKWT untuk pekerjaan yang bersifat musiman, adalah
pekerjaan yang dalam pelaksanaannya tergantung pada musim atau
cuaca tertentu yang hanya dapat dilakukan untuk satu jenis pekerjaan
pada musim tertentu. Demikian juga untuk pekerjaan yang harus
dilakukan untuk memenuhi pesanan atau target tertentu dikategorikan
sebagai pekerjaan musiman. Namun hanya dapat dilakukan bagi
pekerja/buruh yang melakukan pekerjaan tambahan (Pasal 5
Kepmenaker Nomor KEP 100/MEN/VI/2004).
Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh berdasarkan
PKWT yang bersifat musiman, pelaksanaannya dilakukan dengan
membuat Daftar Nama-nama pekerja/buruh yang melakukan
pekerjaan (Pasal 6 Kepmenaker Nomor KEP 100/MEN/VI/2004).
PKWT untuk pekerjaan-pekerjaan yang berhubungan dengan produk
baru kegiatan baru, kegiatan baru atau produk tambahan yang masih
dalam (masa) percobaan atau penjajakan dijelaskan lebih lanjut dalam
Kepmenaker Nomor KEP 100/MEN/VI/2004 bahwa PKWT tersebut
hanya dapat dilakukan untuk jangka waktu paling lama 2 tahun dan
dapat diperpanjang untuk satu kali perpanjangan dalam masa satu
tahun. PKWT untuk pekerjaan-pekerjaan yang berhubungan dengan
produk baru, kegiatan baru atau produk tambahan yang masih dalam
30

(masa) percobaan atau penjajakan tersebut hanya boleh dilakukan oleh


pekerja/buruh yang melakukan pekerjaan di luar kegiatan atau di luar
pekerjaan yang biasa dilakukan perusahaan.
Disamping beberapa jenis PKWT tersebut di atas, dalam praktek
sehari-hari, dikenal juga perjanjian kerja harian lepas. Pekerjaan-
pekerjaan tertentu yang berubah-ubah dalam hal waktu dan volume
pekerjaan serta (pembayaran) upah yang didasarkan pada kehadiran,
dapat dilakukan melalui perjanjian kerja harian lepas tersebut.
Pelaksanaan perjanjian kerja harian lepas dilakukan apabila
pekerja/buruh bekerja kurang dari 21 (duapuluh satu) hari (kerja)
dalam satu bulan. Namun apabila pekerja/buruh bekerja terus menerus
melebihi 21 hari kerja selama 3 bulan berturut-turut atau lebih, maka
status perjanjian kerja harian lepas berubah menjadi PKWTT,
perjanjian kerja harian lepas adalah merupakan pengecualian (lex
specialis) dari ketentuan (khususnya mengenai) jangka waktu
sebagaimana tersebut di atas. Pengusaha yang mempekerjakan
pekerja/buruh pada pekerjaaanpekerjaan tertentu secara harian lepas,
wajib membuat perjanjian kerja harian lepas secara tertulis.
Adapun perpanjangan dan pembaharuan PKWT Sebagaimana
disampaikan di atas, bahwa PKWT dapat didasarkan atas jangka
waktu tertentu, dan dapat didasarkan atas paket pekerjaan tertentu.
PKWT yang didasarkan atas (paket) pekerjaan terentu, dibuat hanya
maksimum 3 tahun. PKWT yang didsarkan atas suatu (paket)
pekerjaan tertentu tersebut tidak dapat diperpanjang atau diperbaharui
(Pasal 59 ayat (1) huruf b UU Ketenagakerjaan). Sebaliknya, PKWT
yang didasarkan atas jangka waktu tertentu dapat diadakan untuk
(pertama kali) paling lama 2 tahun kemudian boleh diperpanjang
(hanya) 1 kali untuk jangka waktu paling lama 1 tahun (Pasal 59 ayat
(4) UU Ketenagakerjaan).
Berkaitan dengan pembaharuan PKWT, apabila PKWT
diperbaharui, maka pembaharuan tersebut hanya dapat dilakukan
31

setelah melalui "masa jeda" dengan tenggang waktu (sekurang-


kurangnya) 30 hari sejak berakhirnya PKWT yang lama (pertama),
dan perbaruan ini hanya boleh dilakukan 1 kali untuk itu jangka waktu
paling lama 2 tahun. Dalam kaitan dengan PKWT dibuat atas dasar
selesainya (paket) pekerjaan tertentu, yang karena ada alasan kondisi
tertentu, sehingga pekerjaan (ternyata) belum dapat diselesaikan, maka
dapat dilakukan pembaharuan PKWT. Pembaharuan PKWT bisa
dilakukan setelah melebihi masa tenggang (masa jeda) 30 hari setelah
berakhirnya perjanjian.
Pembaharuan dan tenggang waktu (jeda) mana, dapat diatur dan
diperjanjikan lain (Pasal 3 ayat (5) dan (6) Kepmenaker Nomor KEP
100/MEN/VI/2004). Selanjutnya PKWT untuk pekerjaan yang
bersifat musiman, tidak dapat dilakukan pembaruan. Demikian juga
PKWT untuk pekerjaanpekerjaan yang berhubungan dengan produk
baru, kegiatan baru atau produk tambahan yang masih dalam (masa)
percobaan atau penjajakan juga tidak dapat dilakukan pembaruan.
Apabila beberapa syarat PKWT seperti (antara lain) perpanjangan,
pembaruan jenis dan spesifikasi, tidak diindahkan, maka demi hukum
hubungan kerja akan berubah menjadi hubungan kerja menurut
PKWTT. Jika terjadi perubahan hubungan kerja menjadi PKWTT
maka berarti pekerja/buruh berhak atas uang pesangon, uang
penghargaan masa kerja uang penggantian hak. Adapun perhitungan
masa kerjanya, apabila yang dilanggar adalah jenis dan sifat
pekerjaannya, maka masa kerjanya dihitung sejak terjadinya hubungan
kerja. Apabila yang dilanggar adalah ketentuan mengenai jangka
waktu perpanjangan atau pembaruan, maka masa kerja dihitung sejak
adanya pelanggaran mengenai jangka waktu tersebut.
PKWT berakhir pada saat berakhirnya jangka waktu yang
ditentukan dalam klausul perjanjian kerja tersebut. Apabila salah satu
pihak mengakhiri hubungan kerja sebelum waktunya berakhir atau
sebelum paket pekerjaan tertentu yang ditentukan dalam perjanjian
32

kerja selesai, atau berakhirnya hubungan kerja bukan karena


pekerja/buruh meninggal, dan bukan karena berakhirnya perjanjian
kerja (PKWT) berdasarkan putusan pengadilan/lembaga PPHI, atau
bukan karena adanya keadaan-keadaan (tertentu), maka pihak yang
mengakhiri hubungan kerja diwajibkan membayar upah pekerja/buruh
sampai batas waktu berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja (Pasal
62 UU Ketenagakerjaan).
5. Ijazah
Ijazah adalah suatu dokumen pengakuan prestasi belajar dan
atau penyelesaian suatu jenjang pendidikan tinggi sesudah lulus ujian
yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi. Mulai dari ijazah PAUD,
TK, SD, SMP, SMA, sampai universitas merupakan bukti tertulis
bahwa seseorang telah menyelesaikan pendidikannya dan dianggap
sudah memahami ilmu-ilmu yang telah diajarkan.19 Ijazah sangat
berguna untuk seseorang dalam mencari pekerjaan. Kebanyakan
pengusaha atau pemberi kerja selalu mensyaratkan lampiran ijazah
asli pada saat melamar pekerjaan sebagai bukti bahwa sesuai
kualifikasi yang dibutuhkan pengusaha atau pemberi kerja, namun
seringnya pengusaha atau pemberi kerja tidak mencantumkan
mengenai penyimpanan ijazah apabila calon pekerja tersebut diterima
bekerja. Kasus penyimpanan ijazah sebagai jaminan profesionalitas
dalam bekerja dan jaminan etos kerja tinggi pekerja mulai muncul
pada tahun 2008.20

B. Teori-teori menyangkut tentang hubungan kerja


1. Teori Keadilan
Keadilan sebagai fairness, keadilan merupakan kebijakan utama
dalam institusi sosial, suatu hukum harus direformasi jika tidak adil

19
http://www.pengertianmenurutparaahli.net/pengertian-ijazah/ diakses tanggal 5 Juli
2020 Pukul 16:30 WIB.
20
http://aishkhuw.blogspot.co.id/2010/05/ijazah-sebagai-jaminankontrak-kerja.html?m=1
diakses tanggal 05 Juli 2020 Pukul 17:00 WIB.
33

karena setiap orang memiliki kehormatan berdasarkan keadilan


dimana manusia kebebasan dan hakhaknya harus dijamin oleh
keadilan. Di dalam masyarakat yang adil kebebasan warga Negara
dijamin, hak-haknya dijamin tidak ada tawar menawar dalam politik
atau soal kepentingan social.21
Problem keadilan baginya adalah soal ketimpangan baik dari
segi ekonomi, sosial, atau politik dalam suatu Negara yang plural dan
demokratis, serta kerap hukum yang sering tidak adil serta kebijakan
Negara yang seringkali timpang dalam memutuskan sesuatu yang
merugikan rakyat yang berujung pada ketidakadilan.
Dalam bukunya Rawls sering menegaskan betapa pentingnya
keadilan bagi seorang individu dan sebuah institusi Negara yang wajib
memelihara hak-hak dari setiap warga Negara.
Konsepsi mengenai keadilan ini adalah memahami kebutuhan
akan prinsip untuk memeberikan hak-hak dasar dan kewajiban-
kewajiban dasar serta kebutuhan untuk menentukan bagaimana
keuntungan dan beban masyarakat didistribusikan , jika demikian
kepentingan individu berbenturan dengan institusi-instistusi yang
mendapat keadilan pula, dikatakan adil jika sebuah institusi tersebut
tidak ada pembeda yang sewenang-wenang antara orang dalam
memeberikan hak dan kewajiban, dan ketika aturan menentukan
keseimbangan yang pas antara sengketa demi kemaslahatan kehidupan
sosial.22
Kesepakatan bukan satu-satunya syarat demi terciptanya suatu
konsep keadilan bagi masyarakat, Rawls menyatakan terdapat
problem-problem sosial yang mendasar khususnya mengenai
koordinasi, efesiensi, dan stabilitas. Untuk mengatasi ketiga masalah
sosial yang mendasar tersebut harus dilakukan upaya pelaksanaaan
rencana-rencana yang mengarah kepada tujuan sosial yang efesien dan
21
John Rawls, Teori Keadilan Terj. Uzair Fauzan dan Heru Prasetyo (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2006), h. 3-4.
22
John Rawls, Teori Keadilan Terj. Uzair Fauzan dan Heru Prasetyo,... h.6.
34

konsensiten pada prinsip keadilan, yang pada akhirnya kerja sama


sosial harus stabil, harus sesuai dengan aturan dasar dan ketika
pelanggaran terjadi maka kekuatan-kekuatan yang menstabilkan
perlanggaran tersebut sebelum ada pelanggaran yang lebih lanjut dan
mengembalikan pada tatanan yang semula.23
Rawls menyatakan bahwa subjek dari keadilan adalah sturktur
dasar masyarakat atau sederhananya bagaimana suatu institusi sosial
mendistribusikan hak dan kewajiaban dan menentukan pembagian
keuntungan dari kerja sama sosial. Keadilan dalam skema sosial
secara mendasar bergantung pada bagimana hak-hak dan kewajiban
diaplikasikan pada sektor ekonomi, sosial, atau masayarakat.24
Konsepsi keadilan harus dipandang memberikan sebuah standar
bagaimana aspek-aspek struktur dasar masyarakat mesti diukur, Posisi
asali adalah status Qua yang menegaskan kesepakatan fundamental
yang dicapai adalah fair, fakta tersebut melahirkan keadilan sebagai
fairness, dan kesepakatan yang fair hanya bias dicapai dengan adanya
prosedur memberikan keadilan sebagai fairness adalah keadilan
prosedural murni.
2. Teori Perjanjian
Perjanjian dirumuskan dalam Pasal 1313 KUH Perdata yang
menentukan bahwa: “Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan
mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang
lain atau lebih.” Hukum perjanjian merupakan hukum yang terbentuk
akibat adanya suatu pihak yang mengikatkan dirinya kepada pihak
lain. Atau dapat juga dikatan hukum perjanjian adalah suatu hukum
yang terbentuk akibat seseorang yang berjanji kepada orang lain untuk
melakukan sesuatu hal. Dalam hal ini,kedua belah pihak telah
menyetujui untuk melakukan suatu perjanjia tanpa adanya paksaan
maupun keputusan yang hanya bersifat satu pihak.

23
John Rawls, Teori Keadilan Terj. Uzair Fauzan dan Heru Prasetyo,... h.7.
24
John Rawls, Teori Keadilan Terj. Uzair Fauzan dan Heru Prasetyo,... h.8.
35

Subekti memberikan definisi “perjanjian” adalah suatu peristiwa


di mana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu
hal.”25 Sedangkan menurut M. Yahya Harahap suatu perjanjian adalah
suatu hubungan hukum kekayaan antara dua orang atau lebih, yang
memberikan kekuatan hak pada suatu pihak untuk memperoleh
prestasi dan sekaligus mewajibkan pada pihak lain untuk
melaksanakan prestasi.26
Syarat sahnya perjanjian dapat dilihat dalam Hukum Eropa
Kontinental yang diatur di dalam Pasal 1320 KUH Perdata. Pasal
tersebut menentukan empat syarat sahnya perjanjian, yaitu adanya
kesepakatan kedua belah pihak, kecakapan untuk melakukan
perbuatan hukum, suatu hal tertentu dan adanya klausa yang halal.
Dan perjanjian memiliki empat asas penting yaitu Asas Kebebasan
berkontrak, Asas Konsensualisme, Asas Pacta Sunt Servanda, dan
Asas Itikad Baik.27
3. Teori Perbuatan Melawan Hukum
Perbuatan melawan hukum dalam bahasa Belanda disebut
dengan onrechmatige daad dan dalam bahasa Inggris disebut tort. Kata
tort itu sendiri sebenarnya hanya berarti salah (wrong). Akan
tetapi,khususnya dalam bidang hukum, kata tort itu sendiri
berkembang sedemikian rupa sehingga berarti kesalahan perdata yang
bukan berasal dari wanprestasi dalam suatu perjanjian. Jadi serupa
dengan pengertian perbuatan melawan hukum disebut onrechmatige
daad dalam sistim hukum Belanda atau di negara-negara Eropa
Kontinental lainnya.
Kata ” tort ” berasal dari kata latin ” torquere ” atau ” tortus ”
dalam bahasa Perancis, seperti kata ” wrong ” berasal dari kata

25
Subekti, Pokok-pokok Hukum Pokok-pokok Hukum perdata, (Jakarta: Intermasa, 1998),
h.122.
26
Syahmin AK, Hukum Kontrak Internasional, (Jakarta: Rjagrafindo Persada, 2006), h.1.
27
Salim HS, Perancangan Kontrak dan Memorandum of Understanding (MoU), (Sinar
Grafika; Jakarta, 2006), h. 9.
36

Perancis ” wrung ” yang berarti kesalahan atau kerugian (injury).


Sehingga pada prinsipnya, tujuan dibentuknya suatu sistim hukum
yang kemudian dikenal dengan perbuatan melawan hukum ini adalah
untuk dapat mencapai seperti apa yang dikatakan dalam pribahasa
bahasa Latin, yaitu juris praecepta sunt luxec, honestevivere,
alterumnon laedere, suum cuique tribuere (semboyan hukum adalah
hidup secara jujur, tidak merugikan orang lain, dan memberikan orang
lain haknya)28
Perbuatan Melawan Hukum terdapat pada Pasal 1365 KUH
Perdata yang menyatakan : “Tiap perbuatan melawan hukum, yang
membawa kerugian kepada seorang lain, mewajibkan orang yang
karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian
tersebut”. Para pihak yang melakukan perbuatan hukum itu disebut
sebagai subjek hukum yaitu bisa manusia sebagai subjek hukum dan
juga badan hukum sebagai subjek hukum.
Semula, banyak pihak meragukan, apakah perbuatan melawan
hukum memang merupakan suatu bidang hukum tersendiri atau hanya
merupakan keranjang sampah, yakni merupakan kumpulan
pengertian- pengertian hukum yang berserak-serakan dan tidak masuk
ke salah satu bidang hukum yang sudah ada, yang berkenaan dengan
kesalahan dalam bidang hukum perdata. Baru pada pertengahan abad
ke 19 perbuatan melawan hukum, mulai diperhitungkan sebagai suatu
bidang hukum tersendiri, baik di negara-negara Eropa Kontinental,
misalnya di Belanda dengan istilah Onrechmatige Daad, ataupun di
negara-negara Anglo Saxon, yang dikenal dengan istilah tort.
Beberapa definisi lain yang pernah diberikan terhadap perbuatan
melawan hukum adalah sebagai berikut29:

28
www.progresifjaya.com/NewsPage.php?, Diakses pada tanggal 10 Agustus 2020, pukul
18.30 WIB.
29
Munir Fuady, Hukum Kontrak (dari sudut pandang hukum bisnis), Citra Aditya Bakti, Bandung,
1999, h.4
37

a. Tidak memenuhi sesuatu yang menjadi kewajibannya selain dari


kewajiban kontraktual atau kewajiban quasi contractual yang
menerbitskan hak untuk meminta ganti rugi.
b. Suatu perbuatan atau tidak berbuat sesuatu yang mengakibatkan
timbulnya kerugian bagi orang lain tanpa sebelumnya ada suatu
hubungan hukum yang mana perbuatan atau tidak berbuat
tersebut, baik merupakan suatu perbuatan biasa maupun bisa
juga merupakan suatu kecelakaan.
c. Tidak memenuhi suatu kewajiban yang dibebankan oleh hukum,
kewajiban mana ditujukan terhadap setiap orang pada
umumnya, dan dengan tidak memenuhi kewajibannya tersebut
dapat dimintakan suatu ganti rugi.
d. Suatu kesalahan perdata (civil wrong) terhadap mana suatu ganti
kerugian dapat dituntut yang bukan merupakan wanprestasi
terhadap kontrak atau wanprestasi terhadap kewajiban trust
ataupun wanprestasi terhadap kewajiban equity lainnya.
e. Suatu kerugian yang tidak disebabkan oleh wanprestasi terhadap
kontrak atau lebih tepatnya, merupakan suatu perbuatan yang
merugikan hak-hak orang lain yang diciptakan oleh hukum yang
tidak terbit dari hubungan kontraktual.
f. Sesuatu perbuatan atau tidak berbuat sesuatu yang secara
bertentangan dengan hukum melanggar hak orang lain yang
diciptakan oleh hukum dan karenanya suatu ganti rugi dapat
dituntut oleh pihak yang dirugikan. Perbuatan melawan hukum
bukan suatu kontrak seperti juga kimia bukan suatu fisika atau
matematika.30
4. Unsur-unsur Perbuatan Melawan Hukum

30
Munir Fuady, Hukum Kontrak (dari sudut pandang hukum bisnis), (Citra Aditya Bakti,
Bandung, 1999), h.5.
38

Sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 1365 KUH Perdata, maka


suatu perbuatan melawan hukum haruslah mengandung unsur – unsur
sebagai berikut:
a. Adanya suatu perbuatan
b. Perbuatan tersebut melawan hukum
c. Adanya kesalahan dari pihak pelaku
d. Adanya kerugian bagi korban
e. Adanya hubungan kausal antara perbuatan dengan kerugian
Berikut ini penjelasan bagi masing – masing unsur dari
perbuatan melawan hukum tersebut, yaitu sebagai berikut :
a. Adanya Suatu Perbuatan
Kata perbuatan meliputi perbuatan positif, yang bahasa
aslinya “daad” (Pasal 1365 KUH Perdata) dan perbuatan negatif,
yang dalam bahasa aslinya bahasa Belanda “nalatigheid”
(kelalaian) atau “onvoorzigtigheid” (kurang hati – hati) seperti
ditentukan dalam Pasal 1366 KUH Perdata. Dengan demikian,
Pasal 1365 KUH Perdata itu untuk orang–orang yang betul–
betul berbuat, sedangkan Pasal 1366 KUH Perdata itu untuk
orang yang tidak berbuat. Pelanggaran dua Pasal ini mempunyai
akibat hukum yang sama, yaitu mengganti kerugian31
Perbuatan adalah perbuatan yang nampak secara aktif,
juga termasuk perbuatan yang nampak secara tidak aktif artinya
tidak nampak adanya suatu perbuatan, tetapi sikap ini bersumber
pada kesadaran dari yang bersangkutan akan tindakan yang
harus dilakukan tetapi tidak dilakukan32
Suatu perbuatan melawan hukum diawali oleh suatu
perbuatan dari pelakunya. Umumnya diterima anggapan bahwa
dengan perbuatan disini dimaksudkan, baik berbuat sesuatu
(dalam arti aktif) maupun tidak berbuat sesuatu (dalam arti
31
Abdulkadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia, (PT. Citra Aditya Bakti, Bandung,
2000), h.4.
32
Achmad Ichsan, Hukum Perdata, (PT. Pembimbing Masa, Jakarta, 1969), h. 250.
39

pasif), misalnya tidak berbuat sesuatu, padahal dia mempunyai


kewajiban hukum untuk membuatnya, kewajiban mana timbul
dari hukum yang berlaku ( karena ada juga kewajiban yang
timbul dari suatu kontrak). Karena itu, terhadap perbuatan
melawan hukum, tidak ada unsur “persetujuan atau kata
sepakat” dan tidak ada juga unsur “causa yang diperbolehkan”
sebagaimana yang terdapat dalam perjanjian.
Kesalahan dalam Pasal 1365 KUH Perdata mengandung
semua gradasi dari kesalahan dalam arti “sengaja” sampai pada
kesalahan dalam arti “tidak sengaja” (lalai). Menurut hukum
perdata, seorang itu dikatakan bersalah jika terhadapnya dapat
disesalkan bahwa telah melakukan/tidak melakukan suatu
perbuatan yang seharusnya dihindarkan. Perbuatan yang
seharusnya dilakukan / tidak dilakukan itu tidak terlepas dari
dapat tidaknya hal itu dikira–kirakan. Dapat dikira–kirakan itu
harus diukur secara objektif, artinya manusia normal dapat
mengira–ngirakan dalam keadaan tertentu itu perbuatan
seharusnya dilakukan / tidak dilakukan. Dapat dikira–kirakan itu
harus juga diukur secara subjektif, artinya apa yang justru orang
itu dalam kedudukannya dapat mengira–ngirakan bahwa
perbuatan itu seharusnya dilakukan / tidak dilakukan.
b. Perbuatan tersebut Melawan Hukum
Perbuatan yang dilakukan tersebut haruslah melawan
hukum. Sejak tahun 1919, unsur melawan hukum tersebut
diartikan dalam arti yang seluas–luasnya, yakni meliputi hal–hal
sebagai berikut33
1) Perbuatan yang melanggar undang – undang yang berlaku,
2) Yang melanggar hak orang lain yang dijamin oleh hukum,

33
Abdulkadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia, (PT. Citra Aditya Bakti, Bandung,
2000), h.4.
40

3) Perbuatan yang bertentangan dengan kewajiban hukum


sipelaku,
4) Perbuatan yang bertentangan dengan kewajiban hukum
sipelaku,Perbuatan yang bertentangan dengan kesusilaan
(goede zedeen),
5) Perbuatan yang bertentangan dengan sikap yang baik
dalam bermasyarakat untuk memperhatikan kepentingan
orang lain atau bertentangan dengan kewajiban hukumnya
sendiri yang diberikan oleh undang–undang. Dengan
demikian, melanggar hukum (Onrechtmatig) sama dengan
melanggar Undang–Undang (Onwetmatig).
c. Adanya Kesalahan dari Pihak Pelaku
Kesalahan dalam arti objektif adalah seseorangdianggap
melakukan perbuatan melawan hukum karena berbuat
kesalahan, apabila ia bertindak dari pada seharusnya dilakukan
oleh orang–orang dalam keadaan itu dalam pergaulan
masyarakat. Kesalahan dalam arti subjektif adalah melihat pada
orangnya yang melakukan perbuatan itu, apakah menurut
hukum dapat dipertanggungjawabkan artinya fisik orang itu
normal atau masih kanak– kanak. Agar dapat dikenakan Pasal
1365 KUH Perdata tentang Perbuatan Melawan Hukum
tersebut, Undang–Undang dan yurisprudensi mensyaratkan agar
para pelaku haruslah mengandung unsur kesalahan
(schuldelement) dalam melaksanakan perbuatan tersebut.
Tanggung jawab tanpa kesalahan (strict liability) tidak
termasuk tanggung jawab berdasarkan kepada Pasal 1365 KUH
Perdata. Jika pun dalam hal tertentu diberlakukan tanggung
jawab tanpa kesalahan tersebut (strict liability), hal tersebut
tidak didasari atas Pasal 1365 KUH Perdata, tetapi didasarkan
kepadaUndang – Undang lain.
41

Karena Pasal 1365 KUH Perdata mensyaratkan adanya


unsur “kesalahan” (schuld) dalam suatu perbuatan melawan
hukum, maka perlu diketahui bagaimana cakupan dari unsur
kesalahan tersebut. Suatu tindakan dianggap oleh hukum
mengandung unsur kesalahan sehingga dapat dimintakan
tanggung jawabnya secara hukum jika memenuhi unsur – unsur
sebagai berikut:
1) Ada unsur kesengajaan
2) Ada unsur kelalaian (negligence, culpa)
3) Tidak ada alasan pembenar atau alasan pemaaf
(rechtvaardigingsgrond), seperti keadaan overmacht,
membela diri, tidak waras, dan lain – lain.
d. Adanya Kerugian Bagi Korban
Perbuatan melawan hukum, unsur – unsur kerugian dan
ukuran penilaiannya dengan uang dapat diterapkan secara
analogis. Dengan demikian, penghitungan ganti kerugian dalam
perbuatan melawan hukum didasarkan pada kemungkinan
adanya tiga unsur yaitu biaya, kerugian yang sesungguhnya, dan
keuntungan yang diharapkan (bunga). Kerugian itu dihitung
dengan sejumlah uang.
Adanya kerugian (schade) bagi korban juga merupakan
syarat agar gugatan berdasarkan Pasal 1365 KUH Perdata dapat
dipergunakan. Berbeda dengan kerugian karena wanprestasi
yang hanya mengenal kerugian materil, maka kerugian karena
perbuatan melawan hukum disamping kerugian materil,
yurisprudensi juga mengakui konsep kerugian immaterial, yang
juga akan dinilai dengan uang.
e. Adanya Hubungan Kausal antara Perbuatan dengan Kerugian
Untuk mengetahui apakah suatu perbuatan adalah sebab
dari suatu kerugian, maka perlu diikuti teori “adequate
veroorzaking” dari Von Kries. Menurut ini yang dianggap
42

sebagai sebab adalah perbuatan yang menurut pengalaman


manusia normal sepatutnya dapat diharapkan menimbulkan
akibat, dalam hal ini kerugian. Jadi antara perbuatan dan
kerugian yang timbul harus ada hubungan langsung.
Hubungan kausal antara perbuatan yang dilakukan dengan
kerugian yang terjadi juga merupakan syarat dari perbuatan
melawan hukum. Untuk hubungan sebab akibat ada 2 (dua)
macam teori, yaitu teori hubungan faktual dan teori penyebab
kira – kira. Hubungan sebab akibat secara faktual (causation in
fact) hanyalah merupakan masalah “fakta” atau apa yang secara
faktual telah terjadi. Setiap penyebab yang menyebabkan
timbulnya kerugian dapat merupakan penyebab secara faktual,
asalkan kerugian (hasilnya) tidak akan pernah terdapat tanpa
penyebabnya. Dalam hukum tentang perbuatan melawan
hukum, sebab akibat jenis ini sering disebut dengan hukum
mengenai “but for” atau “sine qua non”.

C. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu


Dalam penelitian ini merujuk dari beberapa penelitian terdahulu dan
membedakan apa yang menjadi fokus masalah dalam rujukan dengan
penelitian yang dilakukan oleh peneliti, diantaranya:
1. Penelitian yang dilakukan oleh Defi Sartika dengan judul
34
“Perlindungan Hukum Pekerja Outsourching Pasca Putusan
Mahkamah Konstitusi Nomor27/PUU-IX/2011” Perbedaan pada
penelitian ini dengan penelitian yang peneliti lakukan adalah fokus
dari perumusan masalah dimana Defi Sartika dalam skripsinya
terfokus dalam mengkaji perlindungan apa saja yang didapatkan pada
jenis pekerjaan outsourching serta pengaturannya sesuai undang-

34
Defi Sartika, Perlindungan Hukum Pekerja Outsourching Pasca Putusan Mahkamah
Konstitusi Nomor27/PUU-IX/2011, (Universitas Islam Negeri Jakarta, 2014) Diakses pada tanggal
11 Januari 2020 pukul 22.00 WIB.
43

undang, sedangkan dalam penelitian yang peneliti lakukan lebih


terfokus pada masalah perlindungan terhadap pekerja dalam rangka
lebih spesifik tentang persyaratan penahanan ijazah oleh perusahaan.
2. Penelitian yang dilakukan oleh Dera Reswara Santiaji, yang berjudul
35
“Penahanan Ijazah Sebagai Jaminan Kontrak Bagi Karyawan Studi
Kasus Swalayan Palma Jaya Di Cilacap Perspektif Hukum Islam Dan
Hukum Positif”, Perbedaan pada penelitian ini dengan penelitian yang
peneliti lakukan adalah fokus dari perumusan masalah dimana Dera
dalam skripsinya mengkaji tentang prespektif hukum islam dan
hukum positif tentang penahanan ijazah ini, sedangkan peneliti lebih
terfokus pada bagaimana klausula tentang perjanjian kerja yang dibuat
oleh perusahaan atas pekerjanya serta perlindungan kerugian yang
diakibatkan penahanan ijazah tersebut.
3. Buku yang berjudul36 “Hukum Ketenagakerjaan Pasca Reformasi”
Pengarang Asri Wijayanti, S.H., M.H. Buku referensi ini membahas
dan mengklarifikasikan secara umum bagaimana hubungan antara
subjek, diantaranya Perlindungan Hukum Ketenagakerjaan, Sifat dan
Kedudukan Hukum Ketenagakerjaan, Hubungan Kerja, Jaminan
Sosial Tenaga Kerja, dan Perselisihan Hubungan Industrial yang
dibahas secara umum dalam buku referensi ini.
4. Jurnal hukum yang bersumber dari Jurnal Online Fakultas Hukum
Universitas Mahasaraswati Denpasar, dengan judul Perlindungan
Hukum Terhadap Pekerja Outsourching di Indonesia, yang mana
dalam jurnal ilmiah ini mengkaji diantaranya tentang bagaimana
perlindungan hukum yang di berikan kepada tenaga kerja, dan
mengkaji tentang lemahnya kedudukan dari pekerja daripada

35
Dera Reswara Santiaji, Penahanan Ijazah Sebagai Jaminan Kontrak Bagi Karyawan
Studi Kasus Swalayan Palma Jaya Di Cilacap Perspektif Hukum Islam Dan Hukum Positif,
(Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta 2015), Diakses pada tanggal 12 Januari
2020 pukul 15.00 WIB.
36
Wijayanti Asri, Hukum Ketenagakerjaan Pasca Reformasi cet 3, (Sinar Grafika; Jakarta, 2013)
44

kedudukan pengusaha, serta bagaimana bentuk perjanjian kerja antara


pihak perusahaan dengan pihak pekerja.
BAB III
PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEKERJA DALAM SISTEM HUKUM
KETENAGAKERJAAN NASIONAL

A. Pengertian Perlindungan Hukum


Hukum Ketenagakerjaan mengatur hubungan kerja antara
pekerja/buruh dengan pengusaha, yang berarti mengatur kepentingan orang
perorangan. Hubungan kerja yang mengatur antara pekerja dan pengusaha
pada dasarnya memuat hak dan kewajiban dari para pihak. Pengertian hak
dan kewajiban selalu bersifat timbal balik antara satu dengan yang lain. Hak
pekerja atau buruh merupakan kewajiban pengusaha. Demikian pula
sebaliknya. Hubungan kerja tidak terlepas dari perjanjian kerja yang dibuat
oleh para pihak. Dalam hukum Indonesia, ada yang menterjemahkan dengan
perjanjian dan ada pula yang menterjemahkan dengan perikatan. Hak dan
kewajiban yang telah ditetapkan dalam perjanjian harus dilaksanakan
dengan sebaik mungkin. Jangan sampai salah satu pihak melakukan
pelanggaran.
Dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan, diatur mengenai hubungan kerja ini, di mana hubungan
kerja yang terbentuk antara Pekerja/Buruh dengan Pengusaha/ Perusahaan
harus diwujudkan dalam bentuk: Perjanjian Kerja; Perjanjian kerja Waktu
tidak tertentu (PKWT); Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWTT);
Peraturan Perusahaan; Perjanjian Kerja Bersama; Perjanjian Pemborongan;
Perlindungan kerja bertujuan untuk menjamin berlangsungnya sistem
hubungan kerja tanpa disertai adanya tekanan dari pihak yang kuat kepada
pihak yang lemah.
Secara yuridis dalam Pasal 5 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003,
yaitu memberikan perlindungan bahwa setiap tenaga kerja berhak dan
mempunyai kesempatan yang sama untuk memperoleh pekerjaan dan
penghidupan yang layak tanpa membedakan jenis kelamin, suku, ras,
agama, dan aliran politik sesuai dengan minat dan kemampuan tenaga kerja

45
46

yang bersangkutan, termasuk perlakuan yang sama terhadap para


penyandang cacat. Sedangkan dalam Pasal 6 Undang-Undang Nomor 13
Tahun 2003, mewajibkan para pengusaha untuk memberikan hak dan
kewajiban pekerja atau buruh tanpa membedakan jenis kelamin, suku, ras,
agama dan aliran politik. Lingkup perlindungan terhadap pekerja / buruh
menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003, antara lain secara garis
besar meliputi: 1. Perlindungan tentang upah, kesejahteraan, jaminan sosial
tenaga kerja 2. Perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja 3.
Perlindungan hukum untuk membentuk dan menjadi anggota serikat;
Pekerja/ serikat buruh dan 4. Perlindungan atas hak-hak dasar pekerja /
buruh untuk berunding; dengan pengusaha.

B. Aspek-Aspek Perlindungan Hukum Bagi Pekerja


1. Perlindungan upah, kesejahteraan, jaminan sosial tenaga kerja
Upah memegang peranan yang sangat penting dan merupakan
ciri khas dari suatu hubungan kerja bahkan dikatakan upah merupakan
tujuan utama dari seorang pekerja yang melakukan pekerjaan pada
orang atau badan hukum lain. Karena itulah pemerintah turut serta
dalam menangani masalah pengupahan ini melalui berbagai kebijakan
yang dituangkan dalam Peraturan Perundang-undangan. Setiap tenaga
kerja berhak memperoleh penghasilan yang layak bagi kemanusiaan.
Untuk mewujudkan penghasilan yang layak, pemerintah menetapkan
perlindungan dengan pengupahan bagi pekerja. Perwujudan
penghasilan yang layak dilakukan pemerintah melalui penetapan upah
minimum atas dasar kebutuhan yang layak. Pengaturan pengupahan
ditetapkan atas dasar kesepakatan antara pengusaha dan pekerja.1
Pengupahan termasuk salah satu aspek yang paling penting
dalam perlindungan pekerja atau buruh. Hal ini secara tegas,
dijelaskan dalam Pasal 88 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun

1
B. Siswanto Sastrohadiwiryo, Manajemen Tenaga Kerja Indonesia Pendekatan
Administrasi dan Operasional, Cet. 2, (Jakarta: Bumi Aksara, 2003), h. 15.
47

2003 bahwa setiap pekerja atau buruh berhak memperoleh


penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi
kemanusiaan. Menurut Pasal 1 angka 30 Undang-undang Nomor 13
Tahun 2003 yang dimaksud dengan upah adalah hak pekerja atau
buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang
sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada
pekerja atau buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut perjanjian
kerja, kesepakatan, atau peraturan perundang-undangan, termasuk
tunjangan bagi pekerja atau buruh dan keluarganya atas suatu
pekerjaan dan atau jasa yang telah atau akan dilakukan.
Berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor
PER01/MEN/1999 jo. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi Nomor KEP-226/MEN/2000 jangkauan wilayah
berlakunya upah minimum meliputi : Upah minimum Provinsi (UMP)
berlakunya diseluruh kabupaten atau kota dalam 1 (satu) wilayah
propinsi; Upah minimum kabupaten atau kota (UMK) berlaku dalam 1
( satu ) wilayah kabupaten atau kota. Jaminan sosial tenaga kerja
adalah suatu bentuk perlindungan yang diberikan kepada pekerja dan
keluarganya terhadap berbagai resiko yang dialami tenagakerja.
Jumlah angkatan kerja di Indonesia sangat besar, yaitu sekitar 100 juta
orang akan terus tumbuh lebih dari 2 (dua) persen pertahun.2
Bentuk Perlindungan Jaminan Sosial Tenaga kerja sekarang
diwujudkan dalam Undang-Undang Nomor 40 tahun 2004 tentang
Sistem Jaminan Sosial Nasional dan Undang-Undang Nomor 24 tahun
2011 tentang BPJS, yang terdiri dari BPJS Kesehatan dan BPJS
Ketenagakerjaan. Jadi Sekarang Bentuk perlindungan, pemeliharaan
dan peningkatan kesejahteraan dalam masa sekarang ini
diselenggarakan oleh Badan Pnyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).
Dan BPJS sekarang ini meliputi BPJS Kesehatan dan BPJS

2
Lalu Husni, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia Edisi Revisi, Cet. 4, (jakarta:
Raja Grafindo Persada, 2003), h. 152.
48

Ketenagakerjaan yang merupakan kelanjutan dari Jaminan Sosial


Tenaga kerja yang dahulunya dilaksanakan oleh PT. Jamsostek . Yang
dimaksud dengan Jaminan Sosial Tenaga Kerja adalah suatu
perlindungan bagi tenaga kerja dalam bentuk Pemberian Jaminan
kesehatan dan juga santunan berupa uang sebagai pengganti sebagian
dari penghasilan yang hilang atau berkurang dan pelayanan sebagai
akibat peristiwa atau keadaan yang dialami oleh tenaga kerja berupa
kecelakaan kerja, sakit, hamil, bersalin, hari tua, dan meninggal dunia.
2. Perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja
Dalam Pasal 86 ayat (1) huruf (a) Undang-Undang Nomor 13
Tahun 2003 tentang kesehatan kerja merupakan salah satu hak pekerja
atau buruh untuk itu pengusaha wajib melaksanakan secara sistematis
dan terintergrasi dengan sistem manajemen perusahaan. Upaya
kesehatan kerja bertujuan untuk melindungi pekerja atau buruh guna
mewujudkan produktivitas kerja yang optimal, dengan cara
pencegahan kecelakaan dan penyakit akibat kerja, pengendalian
bahaya ditempat kerja, promosi kesehatan, pengobatan, dan
rehabilitasi. Dengan demikian tujuan kesehatan kerja adalah
melindungi pekerja dari resiko kecelakaan kerja, meningkatkan derajat
kesehatan para pekerja/buruh, agar pekerja atau buruh dan orang-
orang disekitarnya terjamin kesehatannya, menjamin agar produksi
dipelihara dan dipergunakan secara aman dan berdaya guna.
Berkaitan dengan kesehatan kerja maka setiap pengusaha wajib
melaksanakan ketentuan-ketentuan sbb:
a. Waktu Kerja
Waktu kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 ayat
(1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 yang meliputi :
1) 7 (tujuh) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1
(satu) minggu untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu)
minggu
49

2) 8 (delapan) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu)


minggu 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu. Selebihnya
dari Waktu kerja itu dimungkinkan untuk kerja lembur
Maksimal 3 jam dalam 1 hari maka untuk itu pengusaha wajib
Membayar upah lembur sesuai ketentuan Menaker Nomor102
tahun 2004.
b. Waktu Istirahat
Pengusaha juga wajib memberikan waktu istirahat dan cuti
kepada pekerja atau buruh:
1) Istirahat mingguan 1 (satu) hari untuk 6 (enam) hari kerja
dalam 1 (satu) minggu atau 2 (dua) hari untuk 5 (lima)
hari kerja dalam 1 (satu) minggu;
2) Istirahat antara jam kerja, sekurang-kurangnya setengah
jam setelah bekerja selama 4 (empat) jam terus menerus
dan waktu istirahat tersebut tidak termasuk jam kerja;
3) Cuti tahunan, sekurang-kurangnya 12 (dua belas) hari
kerja setelah pekerja atau buruh yang bersangkutan
bekerja selam 12 (duabelas) bulan secara terus menerus;
4) Istirahat panjang sekurang-kurangnya 2 (dua) bulan dan
dilaksanakan pada tahun ketujuh dan kedelapan masing-
masing 1 (satu) bulan bagi pekerja atau buruh yang telah
bekerja selama 6 (enam) tahun secara terus menerus pada
perusahaan yang dengan ketentuan pekerja atau buruh
tersebut tidak berhak lagi atas istirahat tahunannya dalam
2 (dua) tahun berjalan dan selanjutnya berlaku untuk
setiap kelipatan masa kerja 6 (enam) tahun.
Kesehatan kerja ini merupakan cara agar buruh melakukan
pekerjaan yang layak bagi kemanusiaan dan tidak hanya
ditujukan terhadap pengusaha yang hendak mengeksplotasi
pekerja/buruh, tetapi juga ditujukan terhadap pihak pekerja/
buruh itu sendiri.
50

c. Keselamatan Kerja
Dengan majunya industrialisasi, mekanisme, dan
modernisasi, maka dalam kebanyakan hak berlangsung pulalah
peningkatan intesitas kerja operasional dan tempat kerja para
pekerja. Hal ini memerlukan pengerahan tenaga kerja secara
intensif pula dari para pekerja. Hal tersebut dapat menyebabkan
Kelelahan, kurang perhatian akan hal-hal ini, kehilangan
keseimbangan dan lain-lain merupakan akibat dari padanya dan
sebab terjadinya kecelakaan maka perlu dipahami perlu adanya
pengetahuan keselamatan kerja yang tepat, selanjutnya dengan
peraturan yang maju akan dicapai keamanan yang baik dan
realistis yang merupakan faktor yang sangat penting dalam
memberikan rasa tenteram, kegiatan dan kegairahan bekerja
pada tenaga kerja yang bersangkutan dalam hal ini dapat
mempertinggi mutu pekerjaan, peningkatan produksi dan
produktivitas kerja.
Keselamatan kerja adalah keselamatan yang bertalian
dengan mesin, pesawat alat kerja, bahan dan proses
pengolahannya, landasan tempat kerja dan lingkungannya, serta
cara-cara melakukan pekerjaan. Obyek keselamatan kerja adalah
segala tempat kerja, baik didarat, di dalam tanah, dipermukaan
air, di dalam air maupun di udara. Dalam Pasal 1 Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja,
dijelaskan tentang adanya 3 (tiga) unsur:
1) Tempat dimana dilakukan pekerjaan bagi sesuatu usaha
2) Adanya tenaga kerja yang bekerja disana
3) Adanya bahaya kerja di tempat itu.
Sedangkan dalam Pasal 6 Undang-Undang Nomor 1
Tahun 1970 dijelaskan tentang kecelakaan kerja adalah
kecelakaan yang terjadi berhubung dengan hubungan kerja,
demikian pula kecelakaan yang terjadi dalam perjalanan
51

berangkat dari rumah menuju tempat kerja, dan pulang ke rumah


melalui jalan atau wajar dilalui.
3. Perlindungan Hukum Bagi Pekerja/Buruh Untuk Membentuk dan
Menjadi Anggota Serikat pekerja/serikat buruh.
Serikat Pekerja/serikat buruh adalah organisasi yang dibentuk
dari, oleh dan untuk pekerja /buruh baik di perusahaan maupun di luar
perusahaan, yang bersifat bebas,terbuka, mandiri, demokratis dan
bertanggungjawab guna memperjuangkan, membela serta melindungi
hak dan kepentingan pekerja/buruh serta meningkatkan kesejahteraan
pekerja/buruh dan keluarganya.
Perlindungan hukum berkaitan dengan hak pekerja/buruh untuk
membentuk dan menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh
terdapat Pada pasal 104 Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003. Pasal
104 ayat (1) menyebutkan “Setiap pekerja/ buruh berhak membentuk
dan menjadi anggota serikat pekerja/ serikat buruh”. Pekerja/buruh
yang tergabung dalam serikat pekerja/serikat buruh berhak untuk
mengelola keuangan serta mempertanggungjawabkan keuangan
organisasi termasuk dana mogok. Ketentuan dalam pasal 104 Undang-
Undang Nomor 13 tahun 2003 ini sejalan dengan ketentuan Undang-
undang Nomor 21 tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh
khususnya pasal 5 ayat (1) yang bunyinya sama dengan pasal 104 ayat
(1) Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003.
Bahkan Perlindungan Hukum terhadap pekerja/buruh dalam
Undang-Undang Nomor 21 tahun 2000 diwujudkan dalam bentuk
kemudahan untuk membentuk Serikat/Serikat buruh, di mana pekerja /
Buruh minimal 10 (sepuluh ) orang sudah berhak membentuk serikat
pekerja/serikat buruh.
4. Perlindungan Atas Hak-Hak Dasar Pekerja / Buruh Untuk Berunding
Dengan Pengusaha
Hukum Ketenagakerjaan mengatur hubungan kerja antara
Pekerja/ buruh dan pengusaha, yang berarti mengatur kepentingan
52

orang perorangan. Hubungan kerja yang mengatur antara


pekerja/buruh dan pengusaha pada dasarnya memuat hak dan
kewajiban dari para pihak. Pengertian hak dan kewajiban selalu
bersifat timbal balik antara satu dengan yang lain. Hak pekerja atau
buruh merupakan kewajiban bagi pengusaha, demikian pula
sebaliknya hak pengusaha juga merupakan kewajiban
pekerja/buruh.Untuk mewujudkan hal tersebut maka dalam Undang-
Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dalam pasal
106 telah diatur mengenai suatulembaga yang merupakan forum
komunikasi dan berunding bagi pekerja/buruh dengan pengusaha yaitu
dengan adanya suatu lembaga Bipartit. Lembaga Bipartit ini berfungsi
sebagai forum komunikasi dan konsultasi mengenai hal
ketenagakerjaan di suatu Perusahaan. Adapun keanggotaan Lembaga
Bipartit terdiri dari unsur pengusaha dan unsur pekerja/buruh yang
ditunjuk oleh pekerja/buruh secara demokratis untuk mewakili
kepentingan dari pekerja/buruh di perusahaan yang bersangkutan.
Lembaga Bipartit juga sebagai lembaga pertama untuk
menyelesaikan sengketa antara pekerja / buruh dengan pengusaha.
Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
dalam pasal 107 juga mengatur mengenai hak berunding yang lain
dalam sebuah lembaga Kerjasama Tripartit yang berfungsi hampir
sama dengan lembaga Bipartit. Lembaga Tipartit ini berfungsi
memberikan pertimbangan, saran dan pendapat kepada pemerintah
dan pihak terkait termasuk pekerja/buruh dan pengusahan, dalam
penyusunan kebijakan dan pemecahan masalah ketenagakerjaan.
Keanggotaan Lembaga Kerjasama Tripartit terdiri dari unsur
pemerintah, organisasi pengusaha dan serikat pekerja/serikat buruh
yang mewakili pekerja/buruh. Lembaga Kerjasama Tripartit ini terdiri
Lembaga Kerjasama Tripartit Nasional, Propinsi dan Kabupaten/Kota,
serta Lembaga Kerjasama Tripartit Sektoral Nasional, Provinsi dan
Kabupaten/Kota.
53

C. Profil PT. United Waru Biscuit Manufactory


1. Sejarah Perusahaan
PT. United Waru Biscuit Manufactory (PT. UBM) pada awalnya
adalah sebuah unit usaha kecil yang dimulai pada tahun 1972 dengan
jumlah karyawan sebanyak 50 orang, berlokasi di Jalan Raya Ngagel
Nomor81 Surabaya. Unit usaha tersebut merupakan basil keijasama
dengan pemerintah daerah, karena gedung yang ditempati untuk
produksi adalah milik pemerintah daerah. Sedangkan mesin-mesin dan
peralatan produksi lainnya adalah milik seorang pengusaha swasta
yang bemama Candra Sugiarto. Pada awalnya, usaha tersebut hanya
memproduksi wafer dan kembang gula.
Seiring dengan permintaan pasar yang semakin tinggi, maka
diperlukan penambahan kapasitas produksi yang juga berarti
perluasan pabrik. Untuk itulah pada tahun 1974 usaha tersebut pindah
ke Jalan Raya Waru Nomor 29 Sidoaijo. Pembangunan pabrik ini
dilakukan diatas laban seluas 15.695 m2. Sejak itu pula status
kepemilikan PT. UBM berubah menjadi sebuah usaha swasta
nasional. Dasar pendirian PT.UBM menggunakan fasilitas penanaman
modal dalam negeri (PMDN) dengan total nilai investasi sah.am
sebesar 800 juta. Kepemilikan saham PT UBM terdiri dari 60% milik
pengusaha dalam negeri yaitu Eka Cipta Wijaya, serta 40% milik
pengusaha dari Singapura. Perseroan Terbatas (PT) yang didirikan
memiliki izin usaha industri Nomor 774/DJ/MM/ANIN/76 tanggal 24
April 1976 dengan persetujuan BPKM Nomor 919/CP.PMDN/1976
tanggal20 juni 1976.
Produksi dimulai pada bulan Januari 1976 dengan kapasitas
produksi 4000 ton/tahun yang meliputi tiga jenis produk yaitu biskuit,
wafer dan kembang gula mentol (bunga gem) yang diolah dengan
empat buah oven. Pada tahun 1990, oven ditambah sebanyak dua unit
lagi sehingga kapasitas produksi meningkat menjadi 15.000 ton/tahun.
Dua tahun berikutnya (tahun 1992) dilakukan perluasan lahan sebesar
54

4300 m 2 yang digunakan sebagai gudang penyimpanan produk jadi


sehingga luas lahan total menjadi 19.995 m 3 • PT. UBM juga
mendirikan pabrik baru, sebagai perluasan usaha, di Jalan Raya
Serang Km 68 di Desa Julang Cikande, Kabupaten Serang, Banten,
Jawa Barat. Saat ini PT. UBM telah menghasilkan 59 jenis produk
biskuit terkemuka di Indonesia. Dalam menjalankan usahanya, PT.
UBM berdedikasi untuk mencapai dua tujuan utama yaitu :
a. Menjadi perusahaan yang bertanggung jawab dengan
menyediakan biskuit yang berkualitas intemasional agar dapat
memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi di
negara ini.
b. Meningkatkan kemampuan dan profesionalisme melalui
3
permintaan konsurnen.
2. Visi dan Misi Perusahaan
Visi yang dimiliki PT. UBM Sidomjo adalah mendedikasikan
diri untuk menjamin kekuatan masa depan dengan mempertahankan
kemampuan dan profesionalisme melalui permintaan konsurnen.
Sedangkan misi yang harus diemban antara lain :
a. Menyediakan produk yang dibutuhkan konsurnen.
b. Selalu memberikan kontribusi yang signifikan terhadap
pertumbuhan ekonomi di Indonesia melalui perkembangan di
sektor domestik maupun ekspor.
c. Menciptakan budaya untuk menghargai semua pekerja.
d. Mempertahankan hubungan dengan perusahaan dan organisasi
lain yang relevan.
e. Menyediakan produk-produk dengan kualitas yang terbaik dan
memberikan pelayanan yang memuaskan harapan konsumen.

3
https://www.ubmbiscuits.com/profil-perusahaan/ diakses pada tanggal 6 Agustus 2020,
pukul 23:32 WIB
BAB IV
KERUGIAN PENAHANAN IJAZAH DALAM PUTUSAN MAHKAMAH
AGUNG NOMOR MAHKAMAH AGUNG
NOMOR205/Pdt.G/2019/PN.SDA.

A. Duduk Perkara dan Pertimbangan Hakim


Perkara dalam putusan Pengadilan Negeri Sidoarjo Nomor
205/Pdt.G/2019/PN.SDA ini adalah merupakan perkara gugatan antara
Yitno alias Jitno yang selanjutnya disebut Penggugat, dengan Richard Then
selaku Direktur Utama PT. United Waru Biscuit Manufactory yang dalam
hal ini selanjutnya disebut tergugat, bahwa Penggugat adalah mantan
karyawan dari perusahaan tersebut yang terdaftar sejak tahun 1991 dan
sudah pensiun sejak tahun 2016, Penggugat pada awal bekerja di perusahaan
tergugat diminta untuk menitipkan ijazah asli miliknya sebagai jaminan dan
sebagai syarat mutlak aturan perusahaan, ijazah tersebut tercatat atas nama
JITNO SMA PGRI 2 Surabaya Nomor 04 OC oh 0069882 tangal 10 Mei
1982. Sedangkan sampai pada masa pensiun dari Penggugat ditahun 2016,
ijazah asli milik Penggugat tidak kunjung dikembalikan oleh perusahaan,
Penggugat merasa ada kelalaian yang menyebabkan kerugian karena
ijazahnya tak kunjung dikembalikan dan tergugat tidak bisa mengganti
ijazah asli tersebut, karena dimana kita ketahui bahwa hanya instansi terkait
yang bisa menerbitkannya.
Sejak pensiun, penggugat sudah sering mendatangi perusahaan
tersebut untuk meminta agar ijazahnya dikembalikan namun tergugat
terkesan membiarkan dan mempersilahkan Penggugat untuk menempuh
jalur hukum, padahal secara fakta hukum tergugatlah yang sampai
berakhirnya masa Penggugat pensiun tidak dapat mengembalikannya. Oleh
karena itu Penggugat menganggap bahwa tergugat telah melanggar Pasal
1694 KUH Perdata sehingga Perbuatan Tergugat telah memenuhi Perbuatan
melawan hukum (Onrechtmatige Daad) sesuai pasal 1365 Kitab Undang-
Undang Hukum Perdata.

55
56

Akibat dari perbuatan penahanan ijazah tersebut yang tak kunjung


dikembalikan, Penggugat tidak dapat mendapatkan pekerjaan lain yang
layak karena ijazah biasanya menjadi persyaratan utama untuk melamar
pekerjaan yang baru. Karena perusahaan biasanya melihat pendidikan
terakhir yaitu dari ijazah calon pekerjanya untuk mengklasifikasikan pada
jenis pekerjaan yang dibutuhkan.
Kerugian lainya yang dialami oleh Penggugat tidak dapat memenuhi
kebutuhan sehari-hari, seperti membayar listrik, biaya hidup sehari-hari, dan
biaya pendidikan formal anak anak Penggugat, demi memenuhi kebutuhan
tersebut Penggugat rela berhutang ke saudara dan tetangga. Sesusai fakta-
fakta tersebut Penggugat merasa telah dirugikan baik secara materiil dan
immateriil, serta unsur-unsur perbuatan melawan hukum dibuktikan oleh hal
tersebut, yaitu hak-hak perseorangan dilanggar oleh hak orang lain.
Penggugat merasa dirugikan oleh tergugat sehingga berakibat hilang
serta berkurangnya penghasilan Penggugat, jika dihitung pendapatan yang
hilang kerugian materiil pendapatan yang normal yang hilang akibat
perbuatan melawan hukum oleh Tergugat sejak Penggugat pensiun sebesar
Rp.5.000.000,00 (lima juta rupiah) X 40 bulan (dihitung sejak pensiun
hingga perkara ini disidangkan) = Rp.200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah)
kerugian materiil yang diderita Penggugat.
Sementara itu diketahui bahwa Penggugat juga masih menyimpan
surat tanda terima penyerahan ijazah penyerahan ijazah asli Nomor:
04.OC.h.0069882, atas nama Peggugat, Yitno, tertanggal Waru, 20
September 1993. Selanjutnya diajukan menjadi bukti dalam pengadilan,
Penggugat juga sudah beberapa kali melakukan somasi kepada perusahaan
sebagaimana dilampirkan surat somasi sebagai bukti, kemudian diketahui
bahwa penyerahan ijazah Penggugat pada awal masa kerja ijazah tersebut
diserahkan kepada personalia perusahaan tersebut, bahwa pada saat
Penggugat pensiun, personalia dari perusahaan tersebut telah meninggal
dunia, sehingga pihak perusahaan tidak dapat menemukan dan
mengembalikan ijazah dari Penggugat.
57

Setelah menempuh berbagai cara namun tak kunjung mendapatkan


haknya yaitu dikembalikanya ijazah milik Penggugat, penggunggat
selanjutnya mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Sidoarjo pada
tanggal 15 Juli 2019, kemudian didaftarkan di Kepaniteraan pada tanggal 5
Agustus 2019 dalam Register Nomor 205/Pdt.G/2019/PN.SDA. Selanjutnya
Hakim Pengadilan Negeri Sidoarjo melakukan upaya perdamaian
sebagaimana diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun
2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan pada tanggal 15 Oktober 2019
namun upaya tersebut tidak berhasil.
Dalam pembuktian di persidangan Penggugat menghadirkan saksi-
saksi yang telah didengar kesaksianya bersama-sama, saksi atas nama Irwan
Yuswanto memberi keterangan bahwa saksi kenal dengan Penggugat sejak
akhir tahun 1992 pada saat saksi dan Penggugat bekerja pada perusahaan
tersebut pada bagian pemasaran, saksi menyebutkan bahwa persoalan yang
saksi alami sama dengan yang Penggugat alami yaitu tidak dikembalikanya
ijazah asli milik saksi yang diminta oleh perusahaan sebagai jaminan pada
awal waktu saksi bekerja, namun bukti surat tanda terima penyerahan ijazah
milik saksi sudah hilang, sedangkan Penggugat masih menyimpanya.
Perusahaan meminta dan mewajibkan ijazah sebagai syarat dan jaminan
yang wajib diserahkan, pada saat itu ijazah diminta oleh personalia pada
perusahaan tersebut yakni atas nama Suhardjo, personalia perusahaan
tersebut sudah meninggal dunia saat Penggugat pensiun pada tahun 2016,
saat Penggugat meminta ijazah asli yang disimpan oleh perusahaan pada
saat pensiun tersebut ternyata perusahan tidak dapat mengembalikanya
dengan alasan sudah tidak ada pada bagian personalia.
Saksi yang kedua yakni atas nam Dwi Agustian, saksi mengenal
Penggugat pada tahun 1992, saksi dan Penggugat sama-sama bekerja di PT.
United Waru Biscuit Manufactory, perusahaan meminta ijazah asli tingkat
SLTA bagi para pekerja pada bagian pemasaran karena dalam tugas
pekerjaanya para pekerja berhak membawa uang hasil penjualan dan
58

melakukan tagihan kepada konsumen yang telah membeli hasil produksi


perusahaan untuk kemudian disetorkan kepada pihak perusahan.
Dalam Pokok Perkara, Majelis Hakim Menyampaikan Pertimbangan
sesuai fakta-fakta hukum yang ada sebagai berikut, Menimbang bahwa
mengenai perselisihan diantara Penggugat dan pihak Tergugat sebagaimana
tersebut dalam jawab menjawab serta pembuktian dan kesimpulannya
masing-masing sebagaimana tersebut diatas maka dipertimbangkan jika
penitipan ijazah tingkat SLTA milik Penggugat oleh bagian personalia PT.
United Waru Biscuit Manufactory, Sidoarjo pada bukti P-2 dan/ atau pada
bukti T-4 yang bersesuaian dengan bukti P-2 tersebut adalah juga menjadi
tanggung-jawab pihak perusahaan dalam hal ini jajaran Direksi PT.
UniteWaru Biscuit Manufactory, Sidoarjo termasuk Tergugat selaku
Direktur Utama PT. United Waru Biscuit Maufactory, Jl. Waru 29, Waru –
Sidoarjo karena perbuatan penitipan oleh bagian personalia tersebut
dilakukan untuk dan/ atau atas nama kepentingan perusahaan PT. United
Waru Biscuit Manufactory, Sidoarjo tersebut.
Menimbang bahwa mengenai penitipan barang telah ada
pengaturannya dalam Pasal 1694 KUH Perdata yang berbunyi penitipan
barang adalah terjadi apabila seseorang menerima sesuatu barang dari
seorang lain dengan syarat bahwa ia akan menyimpannya dan
mengembalikannya dalam ujud asalnya.
Menimbang bahwa Pasal 1694 KUH Perdata tersebut termasuk dalam
buku ke-3 (ketiga) KUH Perdata yang bersifat terbuka (aanvullend recht)
yang mempunyai arti pasal tersebut bisa disimpangi bagi para pihak dalam
suatu perjanjian tertentu jika para pihak tersebut menghendakinya.
Menimbang bahwa oleh karena para pihak dalam perkara ini yakni
Penggugat dan pihak Tergugat tidak terbukti menyimpangi berlakunya Pasal
1694 KUH Perdata bagi mereka dalam suatu perjanjian tertentu maka Pasal
1694 KUH Perdata berlaku bagi keduanya saat timbul perselisihan diantara
Penggugat dan Tergugat akibat hilangnya ijazah tingkat SLTA yang
dititipkan oleh Penggugat kepada pihak Tergugat.
59

Menimbang bahwa oleh karenanya pihak Tergugat telah melakukan


perbuatan melanggar hukum karena tidak dapat mengembalikan barang
titipan ijazah asli tingkat SLTA milik Penggugat, yang telah diterimanya
dari Penggugat pada saatnya tiba yakni sejak Penggugat sudah tidak lagi
bekerja pada PT. United Waru Biscuit Manufactory, Sidoarjo.
Menimbang bahwa oleh karenanya perbuatan pihak Tergugat tersebut
merugikan Penggugat baik secara materiil karena Penggugat tidak lagi dapat
menggunakan ijazah tingkat SLTA-nya tersebut untuk mecari nafkah bagi
kehidupan dirinya dan keluarga yang menjadi tanggungannya setelah
Penggugat tidak lagi bekerja pada PT. United Waru Biscuit Manufactory,
Sidoarjo maupun juga merugikan Penggugat secara immateriil karena secara
psikologis tidak memiliki ijazah tingkat SLTA-nya tersebut.
Menimbang bahwa namun demikian majelis hakim tidak sependapat
dengan Penggugat untuk besarnya ganti rugi baik kerugian materiil maupun
kerugian immateriil yang diderita Penggugat dan oleh karenanya Penggugat
harus mendapatkan ganti kerugian-kerugian tersebut oleh pihak Tergugat.
Menimbang bahwa kerugian materiil Penggugat yang harus
mendapatkan ganti kerugian dari pihak Tergugat adalah sebesar
Rp.100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan kerugian immateriil sebesar
Rp.50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) yang harus dibayar secara tunai
dan sekaligus.
Pertimbangan hakim merupakan salah satu aspek paling penting
dalam menentukan terwujudnya nilai dari suatu putusan hakim yang
mengandung keadilan dan mengandung kepastian hukum, disamping itu
juga mengandung manfaat bagi para pihak yang bersangkutan sehingga
perimbangan hakim ini harus disikapi dengan teliti baik dan cermat. 50
Menimbang bahwa oleh karena gugatan perkara ini mengenai ijazah
tingkat SLTA milik Penggugat yang mempunyai nilai psikologis untuk
diakui keberadaan tentang tingkat pendidikannya dalam masyarakat bagi

50
Mukti Arto, Praktek Perkara Pada Pengadilan Agama, (Pustakan Pelajar; Yogyakarta,
2004), h.140.
60

Penggugat pribadi, yang tidak dapat dikembalikan pada waktunya oleh


pihak Tergugat maka pihak Tergugat juga harus dihukum untuk membayar
uang paksa (dwangsom) atas keterlambatan memenuhi isi putusan perkara
ini yang besarnya adalah Rp.100.000,00 (seratus ribu rupiah) setiap hari
sejak putusan perkara ini mempunyai kekuatan hukum tetap.
Berdasarkan pertimbangan tersebut datas Majelis Hakim
mengeluarkan putusan
Dalam Eksepsi : Menolak esksepsi Tergugat untuk seluruhnya
Dalam Pokok Perkara :
1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian.
2. Menyatakan pihak Tergugat telah melakukan perbuatan melanggar
hukum (onrechtmatigedaad).
3. Menghukum Tergugat untuk membayar ganti kerugian materiil
kepada Penggugat sebesar Rp.100.000.000,00 (seratus juta rupah) dan
kerugian immateriil sebesar Rp.50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah)
kepada Penggugat secara tunai dan sekaligus.
4. Menguhukum Tergugat untuk membayar uang paksa (dwangsom)
sebesar Rp.100.000,00 (seratus ribu rupiah) kepada Penggugat untuk
setiap hari keterlambatan pembayaran ganti rugi materiil dan ganti
rugi immateriil tersebut diatas sejak putusan perkara ini mempunyai
kekuatan hukum tetap;
5. Menghukum Tergugat membayar biaya perkara yang hingga akhir
pemeriksaan perkara ini dianggarkan sebesar Rp.536.000,00 (lima
ratus tiga puluh enam ribu rupiah)
Demikian diputuskan dalam sidang permusyawaratan Majelis Hakim
Pengadilan Negeri Sidoarjo, pada hari jumat tanggal 24 Januari 2020, yang
secara tegas menolak seluruh Eksepsi dari tergugat, dan mengabulkan
gugatan Penggugat Untuk sebagian. Dalam pokok gugatan yaitu kerugian
dari tidak dikembalikannya ijazah asli dari Penggugat dikabulkan sesuai
dengan bukti-bukti yang diajukan oleh Penggugat.
61

B. Analisis Ketentuan Hukum Penahanan Ijazah Pekerja dalam Putusan


Nomor 205/Pdt.G/2019/PN.SDA
Peneliti sepakat dengan pertimbangan Hakim dalam Putusan Nomor
205/Pdt.G/2019/PN.SDA ini sebagaimana sudah terbukti secara sah
penahanan ijazah dan tidak dapat dikembalikanya ijazah dari Penggugat
adalah tindakan perbuatan melawan hukum.
Menurut analisis peneliti bahwa dengan berakhirnya masa kerja dari
Penggugat sebagaimana dijelaskan bahwa Penggugat telah pensiun terhitung
sejak tahun 2016, maka dengan itu berakhirlah hubungan kerja antara
Penggugat dengan pihak perusahaan, sudah seharusnya Penggugat
menerima haknya kembali yaitu untuk dikembalikanya ijazah asli
Penggugat untuk kemudian dipergunakan sebagaimana mestinya.
Dengan dikeluarkanya putusan dalam persidangan ini telah
menciptakan pandangan baru bahwa penahanan ijazah asli sampai saat ini
belum secara jelas diatur dalam Undang-Undang maupun peraturan lainya
yang seharusnya bisa menjadi dasar hukum apakah penahanan ijazah asli
diperbolehkan atau tidak, bukankah seharusnya tidak ada pihak yang
memperlakukan pihak lain semacam terjerat dalam suatu jaminan, sehingga
tercipta keadilan dimata hukum antara kedua belah pihak.
John Rawls menegasksan konsepsi mengenai keadilan ini adalah
memahami kebutuhan akan prinsip untuk memeberikan hak-hak dasar dan
kewajiban-kewajiban dasar serta kebutuhan untuk menentukan bagaimana
keuntungan dan beban masyarakat didistribusikan, jika demikian
kepentingan individu berbenturan dengan institusiinstistusi yang mendapat
keadilan pula, dikatakan adil jika sebuah institusi tersebut tidak ada
pembeda yang sewenang-wenang antara orang dalam memeberikan hak dan
kewajiban, dan ketika aturan menentukan keseimbangan yang pas antara
sengketa demi kemaslahatan kehidupan sosial.51

51
John Rawls, Teori Keadilan Terj. Uzair Fauzan dan Heru Prasetyo (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2006), h.6.
62

Pada dasarnya hubungan kerja sebagaimana ketentuan Undang-


Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan pada Pasal 1 angka (15) menyatakan bahwa “Hubungan
kerja adalah hubungan antara pengusaha dengan pekerja/buruh berdasarkan
perjanjian kerja yang mempunyai unsur pekerjaan, upah, dan perintah”.
Menurut Ramli, hubungan kerja dikaitkan dengan pelaksanaan pekerjaan
atau bekerja mempunyai arti kegiatan-kegiatan pengerahan tenaga/jasa
seseorang, yaitu pekerja secara terus menerus dalam waktu tertentu dan
secara teratur demi kepentingan orang yang memerintahkannya (majikan)
sesuai dengan perjanjian kerja yang disepakati bersama. Jadi, hubungan
kerja adalah pelaksanaan dari perjanjian kerja yang telah dibuat oleh pekerja
dan majikan.52
Tercipta antara pekerja dan pengusaha ketika pekerja mulai diterima
untuk bekerja di tempat pengusaha sehingga pekerja tersebut dapat dapat
melakukan pekerjaannya sesuai perintah dari pengusaha serta pekerja
tersebut mendapatkan hak berupa upah. Jadi hak dan kewajiban yang
melekat pada diri pekerja dan pengusaha muncul ketika hubungan kerja
tersebut telah terjalin. Pengaturan mengenai segala hal tentang hubungan
kerja antara pekerja dengan pengusaha di Negara Indonesia diatur dalam
peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan serta beberapa peraturan
pelaksanaannya. Peraturan hukum ketenagakerjaan ini sangat penting
keberadaannya sebagai payung hukum, namun bila melihat pada peraturan
perundang-undangan yang berlaku terkait pengaturan sebelum hubungan
kerja tercipta yang berupa proses penerimaan pekerja oleh pengusaha
terutama mengenai penahanan ijazah asli pekerja tidak terdapat
pengaturannya dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia.
Hal ini menjadi suatu kekosongan hukum terkait pengaturan yang
membolehkan atau tidak atas tindakan pengusaha yang melakukan
penahanan terhadap ijazah asli pekerja. Jika kita melihat pada hukum

52
Soehatman Ramli, Sitem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja OHSAS
18001, (Jakarta: Dian Rakyat, 2010), h. 5.
63

ketenagakerjaan sebagai payung yang melindungi hak pekerja, maka hal ini
perlu diatur dalam peraturan hukum sehingga hak pekerja dapat terlindungi
secara jelas. Apabila melihat pada tujuan hukum ketenagakerjaan, Menurut
Manulang tujuan hukum ketenagakerjaan yakni: a. Untuk mencapai /
melaksanakan keadilan sosial dalam bidang ketenagakerjaan; b. Untuk
melindungi tenaga kerja terhadap kekuasaan yang tidak terbatas dari
pengusaha.53
Berdasarkan hal tersebut, jelas hukum ketenagakerjaan ini sangat
diperlukan sebagai peraturan dalam dunia kerja sehingga dapat memberikan
keadilan terkait hak dan kewajiban antara pekerja dan pengusaha, kemudian
pula guna memberikan perlindungan bagi pekerja mengingat pengusaha
sebagai pemberi kerja memiliki kekuasaan yang lebih sehingga perlu adanya
pembatasan agar pengusaha sebagai pemberi kerja tidak semena-mena
dalam memperlakukan pekerjanya baik dalam pemberian beban kewajiban
maupun pemberian hak pekerja tersebut. Mengingat bahwa hukum
ketenagakerjaan itu sangat penting keberadaannya dalam dunia kerja, maka
perlu ditelaah dasar atau sumber hukum yang digunakan pengusaha untuk
melakukan penahanan ijazah asli pekerja sehingga dapat diketahui tindakan
tersebut bertentangan atau tidak dengan Hak Asasi Manusia ataupun
peraturan hukum yang ada.
Adapun yang menjadi sumber hukum ketenagakerjaan terdiri dari
sumber hukum formal dan sumber hukum materiil. Sumber hukum
ketenagakerjaan dalam arti materiil adalah pancasila, sedangkan sumber
hukum ketenagakerjaan dalam arti formal terdiri dari sebagai berikut:54
1. Undang-Undang
2. Peraturan lain
3. Kebiasaan
4. Putusan

53
Abdul Khakim, Dasar-Dasar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, (Badung: Citra
Aditya bakti, 2014), h. 12.
54
Soehatman Ramli, Sitem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja OHSAS
18001, (Jakarta: Dian Rakyat, 2010)., h. 13.
64

5. Perjanjian
Berdasarkan hal tersebut, ketenagakerjaan tidak hanya bersumber
pada peraturan perundang-undangan saja, masih ada sumber lain yang dapat
digunakan sebagai sumber hukum ketenagakerjaan. Ditinjau dari segi
sumber hukum materiil, pancasila merupakan sumber dari segala hokum
sehingga dalam pembentukan hukum maupun kegiatan sehari-hari tidak
terlepas dari nilai-nilai pancasila. Nilai yang terkandung pada pancasila
tersebut kemudian direfleksikan dalam peraturan berupa Undang-Undang
Dasar Republik Indonesia. Penahanan ijazah asli milik pekerja oleh
pengusaha jika ditinjau dari peraturan Undang-Undang Dasar Republik
Indonesia, tindakan tersebut melanggar hak pekerja sebagaimana dalam
pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Dasar yang menyatakan “Tiap-tiap warga
negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi
kemanusiaan”. Maksud dari ketentuan ini demi melindungi hak pekerja
untuk mendapat pekerjaan sehingga mendapat penghasilan demi memenuhi
kehidupannya secara layak.
Akibat ijazah asli pekerja yang ditahan oleh pengusaha, pekerja tidak
bisa untuk mencari kerja di perusahaan lain dengan penghasilan yang lebih
layak atau lebih baik demi menunjang kehidupan pekerja tersebut. Hal ini
mengingat bahwa ijazah merupakan syarat yang wajib diperlihatkan ketika
pekerja melamar pekerjaan di sebuah perusahaan. Oleh karena itu tindakan
penahanan ijazah oleh pengusaha tersebut bertentangan dengan Pasal 27
ayat (2) Undang-undang Dasar karena tindakan pengusaha tersebut
menghalangi hak pekerja untuk mendapat pekerjaan dengan penghasilan
yang layak ataupun memadai dalam menunjang kebutuhan hidupnya.
Pada sumber hukum formil sebagai sumber hukum ketenagakerjaan,
pada peraturan perundang-undangan tidak ditemui bahwa tindakan
penahanan ijazah tersebut dilarang dalam peraturan perundang-undangan,
oleh karena itu perlu dikaji pula pada sumber hukum formil selain peraturan
perundang-undangan. Kebiasaan sebagai salah satu sumber hukum formil
hukum ketenagakerjaan dapat digunakan sebagai sumber hukum bagi para
65

pihak yakni pekerja dan pengusaha dalam melakukan hubungan hukum


yakni hubungan kerja. Kebiasaan merupakan perbuatan manusia yang
dilakukan berulang-ulang terhadap hal yang sama, bila satu kebiasaan
tersebut telah diterima oleh masyarakat dan kebiasaan itu selalu dilakukan
berulang-ulang, sehingga tindakan yang berlawanan dengan kebiasaan itu
dirasakan sebagai pelanggaran perasaan hukum maka dengan demikian
timbullah suatu kebiasaan yang dipandang sebagai hukum.55
Kebiasaan yang dilakukan secara berulang-ulang ini menjadi sebuah
hukum yang berlaku di masyarakat di luar peraturan perundang-undangan.
Kebiasaan sebagai landasan hukum bagi para pihak dalam membentuk
hubungan hukum disepakati melalui perjanjian baik itu perjanjian yang
dibuat dalam bentuk tertulis maupun tidak tertulis. Kebiasaan menurut
Niewenhus bahwa “kebiasaan bermakna cara atau tingkah laku yang umum
diikuti dalam pelaksanaan suatu jenis kontrak tertentu di dalam wilayah atau
bidang usaha tertentu. Selanjutnya cara atau tingkah laku tersebut diikuti
dalam praktik sebagai kewajiban hukum, tidak menjadi apakah para pihak
bermaksud mengikuti kebiasaan tersebut (mengetahui atau tidak mengetahui
adanya kebiasaan tersebut).”56
Tindakan penahanan ijazah asli milik pekerja yang dilakukan oleh
pengusaha tidak terdapat pengaturannya dalam peraturan perundang-
undangan, namun tindakan ini didasarkan pada kebiasaan sebagai sumber
hukumnya baik kebiasaan yang berlaku dalam dunia kerja pada umumnya di
masyarakat maupun kebiasaan yang dilakukan secara berulang-ulang dalam
perusahaan sehingga secara tidak langsung kebiasaan tersebut menjadi
hukum bagi para pihak. Kebiasaan yang dilakukan oleh pengusaha dalam
melakukan penahanan ijazah asli milik pekerja tersebut selanjutnya timbul
kesepakatan antara para pihak yakni pihak pekerja dan pengusaha dengan
perjanjian baik perjanjian yang dibuat secara tertulis ataupun secara lisan
yang di dalamnya mengatur terkait waktu penyerahan ijazah asli oleh
55
Zainal Asikin, Dasar-Dasar Hukum Perburuhan cet 8, (Jakarta: PT Rajagrafindo
Persada, 2010), h. 10.
56
Zainal Asikin, Dasar-Dasar Hukum Perburuhan cet 8, h... 15.
66

pekerja hingga terkait waktu pengembalian ijazah asli tersebut kepada


pekerja. Perjanjian sebagai sumber hukum ketenagakerjaan bersumber pada
Undang-Undang maupun kebiasaan.
Perjanjian dalam Undang-Undang diatur dalam Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata. Tindakan penahanan ijazah asli pekerja diperjanjikan oleh
pengusaha baik dengan berdasarkan pada kebiasaan maupun berdasarkan
peraturan perundang-undangan. Tindakan penahanan ijazah asli yang
dilakukan oleh pengusaha jika dilihat dari sumber hukum berupa kebiasaan
maupun perjanjian, maka tindakan tersebut dapat dilakukan oleh pengusaha.
Apabila melihat pada rasa kemanusiaan terkait hak asasi yang dimiliki
manusia dalam mendapat pekerjaan serta penghidupan layak sebagaimana
diatur dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia, tindakan
pengusaha ini merupakan tindakan yang menghalang-halangi pekerjanya
untuk mendapat pekerjaan lain di luar perusahaannya yang mampu memberi
upah atau penghasilan lebih yang dapat memenuhi kebutuhan hidupnya
daripada tempat pekerja bekerja sekarang. Oleh karena itu perlu adanya
peraturan hukum secara khusus dalam peraturan perundangundangan
ketenagakerjaan yang mengatur terkait penahanan ijazah asli pekerja ini
sehingga jelas tindakan yang dilakukan pengusaha tersebut diperbolehkan
atau tidak.
Ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan tidak mengatur boleh-tidaknya perusahaan menahan
ijazah pekerja. Namun, jika ditinjau dari salah satu syarat perjanjian
sebagaimana tercantum dalam Pasal 1320 KUH Perdata menunjukkan
bahwa penahanan ijazah pekerja/karyawan oleh perusahaan, diperbolehkan,
sepanjang memang menjadi kesepakatan antara kedua belah pihak.
Kesepakatan antara pekerja dan pengusaha biasa dituangkan dalam
perjanjian kerja yang mengikat pekerja dan pengusaha dalam hubungan
kerja. Permasalahan penahanan ijazah ini juga berkaitan erat dengan
perjanjian kerja yang ditandatangani oleh pekerja dan perusahaan.
Penahanan ijazah oleh pengusaha diperbolehkan sepanjang pekerja
67

menyepakatinya dan pekerja masih terikat dalam hubungan kerja.


Selama diatur dalam perjanjian kerja secara jelas dan disepakati para pihak,
maka hal tersebut diperbolehkan. Karena perjanjian kerja bersifat otonom,
yakni isinya dapat memperjanjikan apapun selama memenuhi asas
kebebasan berkontrak.
Proses terbentuknya perjanjian mengenai penahanan ijazah asli
pekerja bermula dari sebelum adanya kesepakatan antara pekerja dengan
pengusaha hingga pada pelaksanaan perjanjian. Mengacu pada teori, ada
tiga tahap dalam membuat perjanjian yakni:
1. Tahap pracontractual, yaitu adanya penawaran dan penerimaan
2. Tahap contractual, yaitu adanya persesuaian pernyataan kehendak
antara para pihak
3. Tahap post contractual, yaitu pelaksanaan perjanjian.57
Berdasarkan teori tersebut dikaitkan dengan penahanan ijazah asli
milik pekerja, jelas bahwa tindakan tersebut bermula dari tahap
pracontractual yakni saat pekerja melamar pekerjaan, ada proses penawaran
dan penerimaan antara pekerja dan pengusaha berupa pekerja diterima
bekerja oleh pengusaha dengan catatan ijazah asli milik pekerja tersebut
ditahan untuk waktu yang ditetapkan oleh pengusaha. Pada tahap ini, jelas
posisi pengusaha sebagai pemberi kerja lebih tinggi dari pekerja karena
pekerja adalah pihak yang membutuhkan pekerjaan dan pengusaha adalah
pihak yang menentukan diterima atau tidaknya pekerja untuk bekerja di
perusahaannya.
Terkait dengan penahanan ijazah ketika pekerja tidak sepakat dengan
penahanan atas ijazah asli miliknya, maka konsekuensi yang terjadi adalah
pekerja tidak diterima oleh pengusaha untuk bekerja di perusahaannya. Hal
ini terjadi karena adanya ketidaksesuaian pendapat dalam penawaran dan
penerimaan sehingga tidak bisa dianjutkan pada tahap selanjutnya. Pada
tahap selanjutnya yakni tahap contractual, pada tahap ini terkait dengan

57
Salim HS, Salim HS, Perancangan Kontrak dan Memorandum of Understanding
(MoU), (Jakarta: Sinar Grafika, 2006), h. 34.
68

persesuaian pernyataan kehendak antara para pihak yakni kesepakatan


pekerja dan pengusaha tentang diterimanya pekerja untuk bekerja oleh
pengusaha dengan syarat ijazah asli milik pekerja tersebut ditahan oleh
pengusaha sebagai jaminan dan dikembalikan pada waktu yang ditentukan.
Pada tahap ini, kesepakatan terutama mengenai penahanan ijazah asli milik
pekerja ini dapat dituangkan dalam bentuk perjanjian tertulis maupun tidak
tertulis.
Perjanjian yang dibuat oleh para pihak dalam bentuk tertulis disertai
dengan tanda tangan para pihak maka perjanjian tersebut memiliki kekuatan
pembuktian yang kuat apabila terjadi permasalahan dalam penerapan
perjanjian tersebut dibandingkan dengan perjanjian dalam bentuk tidak
tertulis, namun pada umumnya terkait dengan kesepakatan penahanan ijazah
asli pekerja ini diperjanjikan secara lisan antara para pihak. Pada dasarnya
tidak ada masalah jika para pihak membuat perjanjian secara tertulis
maupun tidak tertulis karena kebebasan pada pihak untuk membuat
pesrjanjian tidak boleh dikekang Pada tahap yang terakhir yakni tahap post
contractual, ini merupakan tahap pelaksanaan dari perjanjian yang telah
disepakati oleh pekerja dan pengusaha terutama pelaksanaan penahanan
ijazah asli milik pekerja.
Pelaksanaan pada tahap terakhir ini dimulai dari penyerahan ijazah
asli pekerja kepada pengusaha sebagai jaminan pekerja tidak menjadikan
tempatnya bekerja sebagai batu loncatan maupun sebagai syarat agar mudah
dalam mengurus pelatihan pekerja, hingga pada pengembalian ijazah asli
tersebut secara utuh seperti dalam keadaan semula kepada pihak pekerja.
Perjanjian mengenai penahanan ijazah pekerja ini merupakan bagian dari
asas kebebasan berkontrak. Salah satu pilar hukum perjanjian yakni asas
kebebasan berkontrak yang secara universal dikenal oleh sistem hukum
negara manapun, sebagai prinsip andalan yang mampu menjamin
keleluasaan dan ketinggian intensitas kegiatan pasar. Kebebasan berkontrak
yang berintikan keleluasaan dalam menentukan bentuk, jenis, dan isi
perjanjian serasa tak akan lekang oleh tantangan zaman dan enggan lapuk
69

akibat derasnya kemajuan. Prinsip ini memang merupakan salah satu bias
sinar Hak Asasi Manusia yang selalu menjunjung tinggi harkat kehendak
individu sebagai makhluk sosial.
Kebebasan berkontrak pada dasarnya merupakan perwujudan dari
kehendak bebas, pancaran hak asasi manusia yang perkembangannya
dilandasi semangat liberalisme yang mengagungkan kebebasan individu.
Kebebasan berkontrak adalah asas yang esensial, baik bagi individu dalam
mengembangkan diri baik di dalam kehidupan pribadi maupun kehidupan
sosial kemasyarakatan, sehingga beberapa pakar menegaskan kebebasan
berkontrak merupakan bagian dari hak asasi manusia yang harus
dihormati.58
Berkenaan dengan ruang lingkup asas kebebasan berkontrak, menurut
Sutan Remi Sjahdeini asas kebebasan berkontrak menurut hukum perjanjian
Indonesia meliputi ruang lingkup:
1. Kebebasan untuk membuat atau tidak membuat perjanjian.
2. Kebebasan untuk memilih pihak dengan siapa ia ingin membuat
perjanjian.
3. Kebebasan untuk menentukan atau memilih kausa dari perjanjian yang
akan dibuatnya.
4. Kebebasan untuk menentukan objek perjanjian.
5. Kebebasan untuk menentukan bentuk suatu perjanjian.
6. Kebebasan untuk menerima atau menyimpangi ketentuan undang-
undang yang bersifat opsional (aanvullend, optional).59
Asas kebebasan berkontrak ini ditemui peraturannya dalam Pasal 1338
ayat (1) Kitab UndangUndang Hukum Perdata yang menyatakan bahwa,
“semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang
bagi mereka yang membuatnya.” Ketentuan ini bermakna semua perjanjian
yang dibuat oleh para pihak baik dalam bentuk dan jenis apapun, selama
perjanjian tersebut dibuat secara sah maka isi dari perjanjian tersebut
58
Aries Harianto, Hukum Ketenagakerjaan, (Yogyakarta: Lakbang Pressindo, 2016), h. 23
59
Agus Yudha Hernoko, Hukum Perjanjian: Asas Proporsionalitas dalam Kontrak
Komersial, (Jakarta: Kencana, 2010), h. 110.
70

berlaku sebagai undang-undang bagi para pihak yang membuat perjanjian


tersebut. Untuk mengetahui perjanjian yang dibuat sudah secara sah atau
tidak, dasar dari sahnya suatu perjanjian sebagaimana dalam pasal 1320
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata harus memenuhi 4 (empat) syarat
yakni :
1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;
2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
3. Suatu hal tertentu;
4. Suatu sebab yang diperbolehkan.
Pada syarat-syarat yang ditetapkan dalam pasal 1320 tersebut terbagi
dalam dua kelompok yakni syarat subjektif dan syarat objektif. Syarat
kesepakatan dan kecakapan termasuk dalam syarat subjektif sehingga
apabila syarat subjektif ini tidak terpenuhi menimbulkan akibat hukum
yakni perjanjian tersebut dapat dibatalkan. Syarat mengenai hal tertentu dan
sebab yang diperbolehkan termasuk sebagai syarat objektif sehingga apabila
syarat objektif ini tidak terpenuhi maka menimbulkan akibat hukum bahwa
perjanjian tersebut batal demi hukum. Berkenaan dengan perjanjian
penahanan ijazah asli milik pekerja, terdapat proses dimulai dari mencari
kesepakatan pihak pekerja dan pengusaha atas penahanan ijazah asli milik
pekerja. Kesepakatan mengenai penahanan ijazah asli pekerja ini merupakan
bagian yang paling penting menentukan terbentuk atau tidaknya suatu
perjanjian. Untuk mencapai kesepakatan, para pihak memerlukan waktu
untuk berpikir maupun berunding karena kesepakatan dalam perjanjian
tersebut tidak boleh didasari adanya unsur paksaan terutama paksaan dari
pengusaha.
Kesepakatan yang timbul didasarkan dengan paksaan adalah
contradictio interminis, sehingga dengan adanya paksaan sudah
menunjukkan adanya ketidaksepahaman atau tidak sepakatnya salah satu
pihak sehingga perjanjian tersebut dapat dibatalkan. Perjanjian mengenai
penahanan ijazah dalam hal keempat syarat yang telah dipenuhi dalam pasal
1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata maka isi dari perjanjian yang
71

telah disepakati dapat berlaku sebagai undang-undang bagi para pihak yang
membuat perjanjian. Sebagaimana dalam asas privity of contract yang
tertuang dalam Pasal 1340 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, karena
yang dibuat oleh para pihak adalah perjanjian maka perjanjian tersebut
hanya berlaku dan mengikat bagi para pihak yang membuat perjanjian
tersebut.
Asas kebebasan berkontrak merupakan asas yang dapat digunakan
dalam mengisi kekosongan hukum dalam hal jenis perjanjian atau substansi
dari perjanjian tidak diatur dalam peraturan perundang-undangan, namun
kebebasan menentukan substansi perjanjian itu harus pula memandang hak
asasi manusia antara para pihak yang membuat perjanjian tersebut. oleh
karena itu kebebasan berkontrak harus berdasarkan pada itikad baik dari
masing-masing pihak yang membuat perjanjian sebagaimana dalam
ketentuan Pasal 1338 ayat (3) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Perlu
dimaknai bahwa kebebasan berkontrak ini bukan berarti bebas tanpa ada
batasan. Mengacu pada ketentuan Pasal 1337 Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata yang menyatakan bahwa suatu sebab adalah terlarang,
apabila dilarang oleh undang-undang, atau apabila berlawanan dengan
kesusilaan baik atau ketertiban umum serta Pasal 1339 Kitab Undang-
Undang Hukum Perdata yang menyatakan bahwa suatu perjanjian tidak
hanya mengikat untuk hal-hal yang dengan tegas dinyatakan di dalamnya,
tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat perjanjian, diharuskan
oleh kepatutan, kebiasaan atau undang undang.
Berdasarkan pada ketentuan ini, maka yang dapat digunakan sebagai
batasan dari kebebasan berkontrak adalah perjanjian tersebut tidak boleh
bertentangan dengan Undang Undang, kesusilaan, ketertiban umum,
kepatutan, dan kebiasaan. Mengingat asas kebebasan berkontrak lahir dari
perwujudan hak asasi manusia, kebebasan berkontrak juga harus dibatasi
dengan tidak boleh bertentangan dengan Hak Asasi Manusia dari salah satu
atau para pihak yang membuat kontrak tersebut. Asas kebebasan berkontrak
dikaitkan dengan perjanjian kerja yang disepakati antara pekerja dan
72

pengusaha merupakan kebebasan antara pihak pekerja dan pengusaha dalam


membuat perjanjian terkait penahanan ijazah asli pekerja sebagai bentuk
loyalitas pekerja bekerja di perusahaan.
Asas kebebasan berkontrak sebagai dasar perjanjian penahanan ijazah
asli milik pekerja tersebut tidak boleh bertentangan dengan UndangUndang,
kesusilaan, ketertiban umum, kepatutan, dan kebiasaan. Kebiasaan
perusahaan dalam melakukan penahanan ijazah berlaku sebagai hukum
dalam perusahaan yang memperbolehkan terjadinya penahanan ijazah.
Peraturan Perundang-undangan tidak melarang adanya penahanan ijazah,
namun apabila dikaji dari segi Hak Asasi Manusia tindakan penahanan
ijazah ini bertentangan dengan hak asasi manusia sebagaimana dalam pasal
27 ayat (2) Undang-Undang Dasar bahwa tindakan pengusaha melakukan
penahanan ijazah asli ini menghalangi hak pekerja untuk mendapat
pekerjaan yang mampu memberikan penghasilan yang lebih layak.
Tindakan penahanan ijazah asli milik pekerja, maka hak pekerja untuk
mencari penghasilan yang layak demi memenuhi kebutuhan kehidupannya
seolah-olah diperkosa oleh pengusaha. Semestinya pengusaha tidak perlu
untuk melakukan penahanan ijazah, sebagaimana dalam ketentuan Pasal 62
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003, jika pihak
pekerja yang mengakhiri hubungan kerja sebelum waktu berakhirnya jangka
waktu yang ditetapkan, maka pekerja tersebut wajib membayar ganti rugi
kepada pengusaha. Mengingat tindakan penahanan ijazah bertentangan
dengan hak asasi manusia, maka untuk memberikan perlindungan terhadap
Hak Asasi Manusia atas hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak,
maka pemerintah diharapkan membentuk peraturan terkait dengan
penahanan ijazah asli pekerja sehingga peraturan ini dapat digunakan
sebagai dasar atau bagian dalam kebebasan berkontrak.
Jika melihat pada ketentuan Undang-Undang Ketenagakerjaan yakni
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 beserta
peraturan pelaksanaannya, tidak terdapat peraturan yang mengatur tentang
penahanan ijazah asli. Hal ini mengakibatkan adanya kekosongan
73

hukum terkait boleh atau tidaknya dilakukan penahanan ijazah.


Akibat kekosongan hukum ini maka pengusaha melakukan
penahanan ijazah asli pekerja sebagai syarat diterimanya pekerja
untuk bekerja berdasarkan kebiasaan yang terjadi pada dunia kerja serta
dengan dasar kebebasan berkontrak.
Ditinjau dari sisi penahanan ijazah pekerja dalam perjanjian kerja
dapat dilihat bahwa ijazah tersebut digunakan sebagai jaminan, artinya
ijazah dalam perjanjian kerja tersebut merupakan benda jaminan. Untuk
menganalisis penahanan ijazah pendekatan yang digunakan pendekatan
secara kaidah penahanan benda (benda sebagai jaminan). Hak untuk
menahan sesuatu milik orang lain dalam hukum perdata dikenal dengan
istilah hak retensi. Hak retensi menurut Sri Soedewi Masjchoen Sofwan
adalah hak untuk menahan suatu benda, sampai suatu piutang yang bertalian
dengan benda itu dilunasi.

C. Analisis Kerugian Pekerja Akibat Penahanan Ijazah Oleh Perusahaan


dalam Putusan Nomor: 205/Pdt.G/2019/PN.SDA
Setelah peneliti membaca dan menganalisis Putusan Nomor:
205/Pdt.G/2019/PN.SDA dalam duduk perkara jelas disampaikan bahwa
Penggugat meminta haknya untuk dikembalikanya ijazah asli tersebut
ijazah tersebut tercatat atas nama JITNO SMA PGRI 2 Surabaya Nomor 04
OC oh 0069882 tangal 10 Mei 1982. Untuk dikembalikan agar dapat
dipergunakan sebagaimana mestinya oleh Penggugat. Dalam pokok perkara
Penggugat menyatakan bahwa akibat tidak dapat dikembalikanya ijazah
tersebut Penggugat tidak dapat mendapatkan pekerjaan yang layak karena
ijazah asli tidak dapat ditunjukkan kepada perusahaan yang baru yaitu untuk
melamar pekerjaan yang baru.
Penggugat saat ini masih ada kebutuhan yang tidak dapat ditunda
berupa biaya hidup sehari-hari, membayar listrik, air, pajak bumi dan
bangunan dan biaya pendidikan formal anak-anak Penggugat; Demi untuk
memenuhi kebutuhan tersebut dengan terpaksa Penggugat menghutang ke
74

saudara dan tetangga demi memenuhi kebutuhan kehidupan keluarga


Penggugat bahwa sesuai fakta hukum tersebut Penggugat dirugikan baik
secara materiil dan immateriil.
Penggugat merasa dirugikan oleh Tergugat sehingga berakibat hilang
serta berkurangnya penghasilan Penggugat, jika dihitung pendapatan yang
hilang kerugian materiil pendapatan yang normal yang hilang akibat
perbuatan melawan hukum oleh Tergugat sejak penggugat pensiun sebesar
Rp.5.000.000,00 (lima juta rupiah) X 40 bulan (dihitung sejak pensiun
hingga perkara ini disidangkan) = Rp.200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah)
kerugian materiil yang diderita Penggugat.
Majelis Hakim dalam pertimbanganya menilai bahwa penitipan ijazah
asli milik penggugat pengaturanya termasuk dalam Pasal 1649 KUH Perdata
yang berbunyi “Penitipan barang terjadi bila orang menerima barang orang
lain dengan janji untuk menyimpannya dan kemudian mengembalikannya
dalam keadaan yang sama.” Dalam hal ini timbul masalah akibat hilangnya
ijazah asli milik penggugat sehingga tidak dapat dikembalikan sebagaimana
mestinya seperti disebutkan dalam Pasal 1649 KUH Perdata, bahwa barang
harus dikembalikan dalam keadaan yang sama.
Pihak Tergugat menurut pertimbangan Hakim selanjutnya pihak
Tergugat telah melakukan perbuatan melanggar hukum karena tidak dapat
mengembalikan barang titipan ijazah asli tingkat SLTA milik
Penggugat,yang telah diterimanya dari Penggugat pada saatnya tiba yakni
sejak Penggugat sudah tidak lagi bekerja pada PT. United Waru Biscuit
Manufactory, Sidoarjo.
Sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 1365 KUH Perdata, “Tiap
perbuatan melawan hukum, yang membawa kerugian kepada seorang lain,
mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu,
mengganti kerugian tersebut” maka suatu perbuatan melawan hukum
haruslah mengandung unsur – unsur sebagai berikut:
1. Adanya suatu perbuatan
2. Perbuatan tersebut melawan hukum
75

3. Adanya kesalahan dari pihak pelaku


4. Adanya kerugian bagi korban
5. Adanya hubungan kausal antara perbuatan dengan kerugian
Perbuatan melawan hukum dianggap terjadi dengan melihat adanya
perbuatan dari pelaku yang diperkirakan memang melanggar undang-
undang, bertentangan dengan hak orang lain beretentangan dengan
kewajiban hukum pelaku, bertentangan dengan kesusilaan dan ketertiban
umum, atau bertentangan dengan kepatutan dalam masyarakat baik terhadap
diri sendiri maupun orang lain, namun demikian suatu perbuatan yang
dianggap sebagai perbuatan melawan hukum ini tetap harus dapat
dipertanggungjawabkan apakah mengandung unsur kesalahan atau tidak.
Pasal 1365 KUH Perdata tidak membedakan kesalahan dalam bentuk
kesengajaan (opzet-dolus) dan kesalahan dalam bentuk kurang hati-hati
(culpa), dengan demikian hakim harus dapat menilai dan
mempertimbangkan berat ringannya kesalahan yang dilakukan sesorang
dalam hubungannnya dengan perbuatan melawan hukum ini, sehingga dapat
ditentukan ganti kerugian yang seadil-adilnya60
Dalam perkara tersebut sudah sangat jelas adanya perbuatan melawan
hukum sebagaimana terbuktinya unsur-unsur perbuatan melawan hukum,
yaitu adanya kerugian bagi korban baik kerugian secara materiil dan
imateriil, hal ini dapat kita lihat dari amar Putusan Hakim sebagai berikut :
1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian.
2. Menyatakan pihak Tergugat telah melakukan perbuatan melanggar
hukum (onrechtmatigedaad).
3. Menghukum Tergugat untuk membayar ganti kerugian materiil
kepada Penggugat sebesar Rp.100.000.000,00 (seratus juta rupah) dan
kerugian immateriil sebesar Rp.50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah)
kepada Penggugat secara tunai dan sekaligus.
4. Menguhukum Tergugat untuk membayar uang paksa (dwangsom)
sebesar Rp.100.000,00 (seratus ribu rupiah) kepada Penggugat untuk

60
Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, (Intermasa, Jakarta, 1979), h. 56
76

setiap hari keterlambatan pembayaran ganti rugi materiil dan ganti


rugi immateriil tersebut diatas sejak putusan perkara ini mempunyai
kekuatan hukum tetap;
5. Menghukum Tergugat membayar biaya perkara yang hingga akhir
pemeriksaan perkara ini dianggarkan sebesar Rp.536.000,00 (lima
ratus tiga puluh enam ribu rupiah)
Artinya Majelis Hakim Pengadilan Negeri Sidoarjo dalam Putusan
mengabulkan tuntutan Penggugat bahwa Tergugat melakukan perbuatan
melawan hukum (PMH) sesuai dengan bukti-bukti dan saksi-saksi yang
dihadirkan di persidangan, dan Tergugat harus membayar denda sebagai
ganti kerugian materiil kepada Penggugat sesuai dengan amar putusan.
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan di atas, maka dapat
ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Penahanan ijazah asli milik pekerja jika dilihat dari sumber hukum
yang ada maka dalam peraturan perundang-undangan terkait
ketenagakerjaan terdapat kekosongan hukum terkait hal ini. Atas
kekosongan hukum yang terjadi, pengusaha melakukan tindakan
penahanan ijazah dengan berdasarkan pada kebiasaan serta
kesepakatan dan kebebasan berokontrak dalam perjanjian sebagai
sumber hukumnya.
2. Karyawan yang mengalami kerugian akibat penahanan ijazah oleh
perusahaan dapat melakukan tindakan Penggugatan ke pengadilan
negeri dengan gugatan perbuatan melawan hukum.

B. Rekomendasi
Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan di atas, Peneliti
memberikan rekomendasi sebagai berikut:
1. Tindakan penahanan ijazah asli perlu mendapat pengaturan yang lebih
jelas dalam peraturan perundang-undangan terkait, sehingga
diharapkan peran pemerintah untuk membentuk peraturan perundang-
undangan yang mengatur terkait penahanan ijazah asli pekerja demi
melindungi hak-hak dari pihak pekerja.
2. Hendaknya tindakan penahanan ijazah asli bukanlah solusi yang bijak
untuk membuat perusahaan merasa terjamin karena bisa saja
merugikan perusahaan dikemudian hari, bilamana dikemudian hari
ijazah itu hilang, ataupun rusak maka perusahaan dapat dituntut oleh
karyawan. Dengan tanpa menahan ijazah seharusnya perusahaan dapat
mengatur poin-poin didalam kontrak kerja yang di sepakati, seperti
halnya klausul sanksi jika karyawan melanggar dari isi kontrak

77
78

perjanjian kerja dan memiliki kekuatan hukum yang kuat. Bagi


karyawan hendaknya lebih teliti dalam memilih pekerjaan ketika
dirasa perusahaan mensyaratkan untuk menahan ijazah asli miliknya
karena dapat menimbulkan kerugian dikemudian hari seperti terkena
denda.
DAFTAR PUSTAKA

Buku

Agusmidah, Hukum Ketenagakerjaan Indonesia Dinamika dan Kajian, Bogor,


Ghalia Indonesia, 2010

Apeldoorn, Van, Pengantar Ilmu Hukum, Pradya Paramita, Jakarta, 1990

Arto, Mukti, Praktek Perkara Pada Pengadilan Agama, Pustakan Pelajar,


Yogyakarta, 2004

Asikin Zainal, Dasar-Dasar Hukum Perburuhan cet 8, Jakarta: PT Rajagrafindo


Persada, 2010

Budiono, Abdul Rachman, Hukum Perburuhan Indonesia, PT Raja Grafindo


Persada, Jakarta 1997

Djumialdji, Perjanjian Kerja, cet 2, Sinar Grafika, Bandung 2006

Erwin, Muhamad, Fislafat Hukum: Refleksi krisis terhadap hukum, Jakarta: Raja
Garfindo Persada, 2011

Fuady, Munir, Arbitrase Nasional; Alternatif Penyelesaian Sengketa Bisnis,


Cetakan Pertama, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2000

Hernoko, Agus Yudha, Hukum Perjanjian: Asas Proporsionalitas dalam Kontrak


Komersial, Jakarta: Kencana, 2010

HS, Salim, Perancangan Kontrak dan Memorandum of Understanding (MoU),


Jakarta: Sinar Grafika, 2006

__________, Perkembangan Teori dalam Ilmu Hukum, PT Raja Grafindo


Persada, Jakarta 2012

Harianto, Aries, Hukum Ketenagakerjaan, Yogyakarta: Lakbang Pressindo, 2016.

Husni, Lalu Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia Edisi Revisi, Cet. 4,


jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003

Ibrahim, Jhony, Teori Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Bayu Media


Publishing, Malang, 2006

79
80

Khakim, Abdul, Dasar-Dasar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Badung: Citra


Aditya bakti, 2014

Marzuki, Peter Mahmud, Penelitian hukum, Kencana Prenada Media Group,


Jakarta 2011

Mukti Fajar dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan
Empiris, Pustaka Pelajar, Yogyakarta 2015

Muljadi dan Widjaja, Perikatan yang Lahir dari Perjanjian, PT. Raja Grafindo
Persada, Jakarta 2006

Ramli, Soehatman Sitem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja OHSAS


18001, Jakarta: Dian Rakyat, 2010

Sastrohadiwiryo, B. Siswanto, Manajemen Tenaga Kerja Indonesia Pendekatan


Administrasi dan Operasional, Cet. 2, Jakarta: Bumi Aksara, 2003

Sofwan, Sri Soedewi Masjchoen, Hukum Jaminan di Indonesia: Pokok-Pokok


Hukum Jaminan dan Jaminan Perorangan, Edisi I Cet. 5, BPHN
Departemen Kehakiman, 2011

Soepomo, Imam, Hukum Perburuhan Bagian Pertama Hubungan Kerja, Jakarta:


PPAKRI Bhayangkara, 1968

Subekti, Aneka Perjanjian, Bandung: Alumni, 1977

_______, Pokok-pokok Hukum Perdata, Jakarta: Intermasa, 1998

Sugianto, Fajar, Perancangan & Analisis Kontrak, Surabaya: R.A.De.Rozarie,


2017

Sutedi Adrian, Hukum Perburuhan, Jakarta: Sinar Grafika, 2009

Syahmin AK, Hukum Kontrak Internasional, Jakarta: Rjagrafindo Persada, 2006

Wijayanti Asri, Hukum Ketenagakerjaan Pasca Reformasi cet 3, Jakarta: Sinar


Grafika, 2013

Peraturan Perundang-Undangan
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Keputusan Menteri Tenaga kerjadan Transmigrasi Indonesia Nomor


KEP.100/MEN/VI/2014 Tentang pelaksanaan perjanjian
81

Internet
Perjanjian Kerja PKWT, diakses pada tanggal 05 juli 2020 dari
http://www.legalakses.com/perjanjian-kerja-pkwt-pkwtt/

Penahanan Ijazah sebagai Pelanggaran HAM, diakses pada 06 Juli 2020 dari
https://solidaritas.net/menahan-ijazah-adalah-pelanggaran-ham/

Pengertian Ijazah, diakses tanggal 5 Juli 2020, dari


http://www.pengertianmenurutparaahli.net/pengertian-ijazah/

Ijazah sebagai jaminan, diakses tanggal 05 Juli 2020,


http://aishkhuw.blogspot.co.id/2010/05/ijazah-sebagai-
jaminankontrak-kerja.html?m=1
am

ub
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
PUTUSAN

a
Nomor: 205/Pdt.G/2019/PN.SDA.

si
DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

ne
ng
Pengadilan Negeri Sidoarjo yang memeriksa dan memutus perkara
perdata pada tingkat pertama, telah menjatuhkan putusan sebagai berikut dalam

do
gu perkara gugatan antara:
Yitno Alias Jitno, Laki-laki, 58 tahun, lahir Surabaya, tanggal 30 Mei 1961,
Warga Negara Indonesia, Agama: Islam, beralamat di Jl. Banyu

In
A
Urip Lor 10/39, Rt. 004 Rw. 006 Kel. Kupang Kraja, Kec. Sawahan,
Kota Surabaya, Pekerjaan: Karyawan Swasta, dalam hal ini
ah

lik
memberikan kuasa kepada 1. Hermawan Benhard Manurung, SH.,
2. Bryan Emanurio, SH., 3. Tomy AP. Marbun, S.H., dan 4. Hendra
m

ub
Pebruaris Siagian, S.H., Para Advokat/Pengacara/Penasihat
Hukum/Konsultan Hukum pada Kantor Lembaga Bantuan Hukum
ka

“TRI DAYA CAKTI” beralamat di Jalan Lidah Kulon Nomor 26,


ep
Surabaya, berdasarkan Surat Kuasa Khusus tertanggal Surabaya,
10 Juli 2019, selanjutnya disebut sebagai --------------- Penggugat;
ah

R
Penggugat berdasarkan Surat Kuasa Khusus Tambahan terlampir

si
dalam berkas perkara tertanggal Surabaya, 20 Desember 2019,

ne
ng

telah memberikan kuasa kepada Rhezy Orinaz, S.H., M.H.,


Advokat pada Kantor Lembaga Bantuan Hukum “TRI DAYA
CAKTI” beralamat di Jalan Lidah Kulon Nomor 26, Surabaya;

do
gu

Lawan:
Richard Then, Laki-laki, 57 tahun, lahir di Medan, 27 Nopember 1957, Warga
In
A

Negara Indonesia, Agama: Katolik, beralamat di Jalan Raya Waru


Nomor 29, RT.007, RW.002, Desa Kedungrejo, Kecamatan Waru,
ah

Kabupaten Sidoarjo, Pekerjaan : Direktur Utama PT. United Waru


lik

Biscuit Manufactory, telah memberikan kuasa kepada Edward Kos


Martha, S.H., M.Kn., M.Si., Advokat, Mediator & Konsultan pada
m

ub

Kantor Hukum, Mediasi dan Konsultan Edward & Partners,


beralamat di Taman Hedona Regency, Blok A4, Nomor: 8,
ka

ep

Buduran, Sidoarjo, berdasarkan Surat Kuasa Khusus tertanggal


Sidoarjo, 1 Agustus 2019 terlampir dalam berkas perkara, untuk
ah

selanjutnya disebut sebagai ------------------------------------ Tergugat;


R

s
M

ne
ng

do
gu

Halaman 1 dari 19 Putusan Perdata Gugatan Nomor 205/Pdt.G/2019/PN SDA


In
A

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h

pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 1
am

ub
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
Tergugat Richard Then tertulis sebagai nama lengkapnya pada

a
surat kuasa khusus tersebut diatas sebagai Then Foek Hian

si
Richard;
Pengadilan Negeri tersebut;

ne
ng
Setelah membaca berkas perkara beserta surat-surat yang bersangkutan;
Setelah mendengar kedua belah pihak yang berperkara;

do
gu TENTANG DUDUK PERKARA
Menimbang, bahwa Penggugat dengan surat gugatan tanggal 15 Juli
2019 yang diterima dan didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Negeri Sidoarjo

In
A
pada tanggal 5 Agustus 2019 dalam Register Nomor: 205/Pdt.G/2019/PN.SDA,
telah mengajukan gugatan sebagai berikut:
ah

lik
1. Bahwa Penggugat adalah Mantan Karyawan PT.United Waru Biscuit
Manufactory;
m

2. Bahwa Penggugat sudah bekerja di PT. United Waru Biscuit Manufactory

ub
sejak Tahun 1991 dan sudah Pensiun sejak Tahun 2016;
ka

3. Bahwa Penggugat pada awal bekerja di tempat Tergugat yakni PT.United


ep
Waru Biscuit Manufactory diminta menitipkan Ijazah Terakhir Asli Penggugat
sebagai jaminan kepada pihak Tergugat dan sebagai syarat mutlak aturan
ah

R
Perusahaan dan padahal secara jelas aturan yang sah terkait Penitipan dan

si
atau menahan Ijasah Pekerja tidak ada aturannya bisa dikatakan Tergugat

ne
ng

sebagai perusahaan tidak mempunyai Dasar Hukum untuk menahan Ijasah


baik secara aturan Ketenaga kerjaan dan atau aturan uu lainnya dan jelas
Perbuatan ini adalah Perbuatan Melawan Hukum;

do
gu

4. Bahwa sampai saat ini Ijazah Asli milik Penggugat tersebut tidak pernah
dikembalikan oleh Tergugat kepada Penggugat sampai Pensiun hingga saat
In
A

gugatan ini berlangsung. Tergugat melanggar Pasal 1694 KUHPerdata yang


mana Tergugat tidak mengembalikan titipan ijazah terakhir Penggugat yang
digunakan Tergugat sebagai jaminan. Pasal 1694 KUHPerdata berbunyi
ah

lik

“Penitipan adalah terjadi, apabila seseorang menerima suatu barang dari


seorang lain, dengan syarat bahwa ia akan menyimpannya dan
m

ub

mengembalikannya dalam ujud asalnya" jonto UU Tenaga Kerja maka Jelas


dan nyata Perbuatan Tergugat adalah Perbuatan Melawan Hukum.
ka

ep

5. Bahwa ijasah asli/ Surat Tanda Tamat Belajar atas nama JITNO SMA
PGRI 2 Surabaya No. 04 OC oh 0069882 tanggal 10 Mei 1982 yang
ah

diserahkan Penggugat kepada Tergugat yang seharusnya ketika Penggugat


R

Pensiun dikembalikan kepada Penggugat. Penggugat menduga terjadi


s
M

kelalaian Tergugat dan jelas merugikan Penggugat karena Tergugat tidak


ne
ng

do
gu

Halaman 2 dari 19 Putusan Perdata Gugatan Nomor 205/Pdt.G/2019/PN SDA


In
A

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h

pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 2
am

ub
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
bisa mengantinya dengan Ijasah aslinya yang mana hanya instansi terkait

a
yang mengeluarkan surat keterangan dalam hal ini jelas Penggugat

si
dirugikan karena tidak dapat dipakai oleh Penggugat dan Fakta fakta hukum
secara nyata Tergugat terbukti melakukan Perbuatan Melawan Hukum.

ne
ng
6. Bahwa Penggugat sejak pensiun sudah sering mendatangi PT.United
Waru Biscuit Manufactory untuk meminta agar ijazah asli Penggugat agar

do
gu dikembalikan akan tetapi Tergugat tidak bertanggung jawab dan Tergugat
terkesan membiarkan dan menantang Penggugat untuk menempuh jalur
hukum secara Fakta Hukum bahwa Tergugat tidak mengembalikan barang

In
A
titipan yaitu Ijazah Penggugat sehingga Tergugat telah melanggar Pasal
1694 KUHPerdata sehingga Perbuatan Tergugat telah memenuhi Perbuatan
ah

lik
melawan hukum (Onrechtmatige Daacf) sesuai pasal 1365 Kitab Undang -
Undang Hukum Perdata.
m

7. Bahwa akibat perbuatan tersebut Penggugat tidak dapat mendapatkan

ub
pekerjaan yang layak karena ijazah asli tidak dapat ditunjukkan kepada
ka

perusahaan yang baru yaitu untuk melamar pekerjaan yang baru;


ep
8. Bahwa Penggugat saat ini masih ada kebutuhan yang tidak dapat ditunda
berupa biaya hidup sehari-hari, membayar listrik, air, pajak bumi dan
ah

R
bangunan dan biaya pendidikan formal anak-anak Penggugat; Demi untuk

si
memenuhi kebutuhan tersebut dengan terpaksa Penggugat menghutang ke

ne
ng

saudara dan tetangga demi memenuhi kebutuhan kehidupan keluarga


Penggugat bahwa sesuai fakta hukum tersebut Penggugat dirugikan baik
secara materiil dan immateriil sebagaimana posita 6 diatas, serta jelas

do
gu

unsur-unsur sifat melawan hukum sudah terbukti yaitu hak-hak


perseorangan yang dilanggar oleh hak orang lain;
In
A

9. Bahwa hingga saat ini Penggugat merasa dirugikan oleh tergugat


sehingga berakibat hilang serta berkurangnya penghasilan Penggugat, jika
dihitung pendapatan yang hilang kerugian materiil pendapatan yang normal
ah

lik

yang hilang akibat perbuatan melawan hukum oleh Tergugat sejak


penggugat pensiun sebesar Rp.5.000.000,00 (lima juta rupiah) X 40 bulan
m

ub

(dihitung sejak pensiun hingga perkara ini disidangkan) =


Rp.200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) kerugian materiil yang diderita
ka

ep

Penggugat;
10. Bahwa agar Penggugat tidak semakin bertambah kerugiannya
ah

maka Penggugat harus dihukum untuk membayar ganti kerugian materiil


R

dan immateriil dengan terus memperhitungkan kerugian yang timbul sampai


s
M

Tergugat menjalankan isi putusan perkara a quo yang diperhitunkan, agar


ne
ng

do
gu

Halaman 3 dari 19 Putusan Perdata Gugatan Nomor 205/Pdt.G/2019/PN SDA


In
A

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h

pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 3
am

ub
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
menghukum Tergugat untuk membayar uang paksa (dwangsom) sebesar

a
Rp.1.000.000,00 (satu juta rupiah) setiap hari atas keterlambatan dalam

si
menjalankan isi putusan dalam perkara ini;
11. Bahwa Penggugat dalam hal ini memohonkan kepada Majelis

ne
ng
Hakim Pengadilan Negeri Sidoarjo pemeriksa perkara a quo agar putusan
dalam perkara ini dilaksanakan terlebih dahulu (uitvoorbaar bij voorraad)

do
gu atau serta merta meskipun ada upaya hukum banding atau kasasi maupun
upaya hukum perlawanan/ verzet;
12. Bahwa agar gugatan Penggugat tidak sia-sia maka dimohonkan

In
A
pada Pengadilan Negeri Sidoarjo untuk meletakkan sita jaminan harta milik
Tergugat (conservatoir beslaag) yaitu obyek tanah dan bangunan Jalan
ah

lik
Raya Waru Nomor 29, Sidoarjo, Jawa Timur;
13. Bahwa dari dasar-dasar, alasan-alasan uraian tersebut diatas
m

serta fakta-fakta hukum dan bukti-bukti hukum serta peristiwa hukum diatas

ub
adalah jelas dan nyata bahwa perbuatan Tergugat telah memenuhi unsur
ka

Perbuatan Melawan Hukum (Onrechmatige daad) pasal 1365 KUHPerdata


ep
juncto pasal 164 HIR kepada Penggugat diantaranya antara lain:
1. Bertentangan dengan Kewajiban Hukum si Pelaku;
ah

R
2. Melanggar Hak Subyektif orang lain;

si
3. Melanggar Kaidah Tata Susila;

ne
ng

4. Bertentangan dengan Asas Kepatutan, Ketelitian, serta sikap hati-


hati yang seharusnya dimiliki seseorang dalam Pergaulan dengan
sesama warga masyarakat atau terhadap harta benda orang lain;

do
gu

karena Tergugat bukanlah Perusahaan kecil akan tetapi adalah Perusahaan


yang sudah mendunia dan mempunyai cabang cabang di setiap propinsi
In
A

serta mempunyai banyak karyawan harusnya permasalahan ringan seperti


ini dapatnya terselesaikan secara arif dan bijaksana apalagi Penggugat
sudah menderma - baktikan tenaga dan pikiran kepada Perusahaan
ah

lik

Tergugat sampai pensiun dengan tidak meninggalkan cacat atau perilaku


buruk di perusahaan harusnya mendapatkan perlakuan yang layak,
m

ub

Penghargaan (Reward) dari Tergugat bukan mendapatkan perlakuan yang


tidak manusiawi dan dalam hal ini jelas dan nyata unsur unsur sifat
ka

ep

melawan hukum yang tertuang diatas dan fakta fakta hukum sudah terbukti
seharusnya masalah ini dapat diselesaikan dengan cara sehingga Tergugat
ah

telah layak dikatakan melakukan PERBUATAN MELAWAN HUKUM


R

(Onrechtmatige Daad).
s
M

ne
ng

do
gu

Halaman 4 dari 19 Putusan Perdata Gugatan Nomor 205/Pdt.G/2019/PN SDA


In
A

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h

pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 4
am

ub
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
14. Bahwa untuk menghindari adanya itikad buruk dari Tergugat dan

a
agar Gugatan Penggugat tidak sia-sia, maka perlu diletakkan Sita Jaminan

si
(Conservatoir Beslag) terhadap obyek tanah dan bangunan Jalan Raya
Waru nomor 29, Sidoarjo, Jawa Timur.

ne
ng
15. Bahwa agar Putusan perkara ini dapat dilaksanakan terlebih
dahulu, maka Penggugat mohon agar Tergugat dihukum untuk membayar

do
gu uang paksa (Dwangsom) kepada Penggugat Rp. 1.000.000,- (satu juta
rupiah) setiap harinya apabila TERGUGAT LALAI dalam memenuhi isi
Putusan terhitung sejak putusan pengadilan mempunyai kekuatan hukum

In
A
tetap (Inkracht Van Gewijsde).
16. Bahwa Penggugat memohon kepada Majelis Hakim Pemeriksa
ah

lik
Perkara a quo untuk Menyatakan Putusan dapat dilaksaksanakan terlebih
dahulu meskipun ada upaya hukum Banding, Kasasi maupun verzet sesuai
m

pasal 180 HIR (Uitvoorbaar BiJ Voorad);

ub
Berdasarkan uraian - uraian tersebut diatas maka Penggugat memohon
ka

kepada yang Terhormat Majelis Hakim Pengadilan Negeri Sidoarjo agar


ep
berkenan untuk memutuskan:
1. Menerima gugatan Penggugat untuk seluruhnya dan Mengabulkan
ah

R
Gugatan Penggugat untuk seluruhnya;

si
2. Menyatakan bahwa Tergugat telah melakukan PERBUATAN MELAWAN

ne
ng

HUKUM (Onrochtmatige Daad)


3. Menghukum Tergugat untuk mengembalikan Ijazah Asli/ Surat Tanda
Tamat Belajar atas nama JITNO SMA PGRI 2 Surabaya No. 04 OC oh

do
gu

0069882 tanggal 10 Mei 1982 kepada Penggugat.


4. Menyatakan sah dan berharga Sita Jaminan (Conscrvatoir Beslag)
In
A

terhadap Obyek Tanah dan Bangunan Jalan Raya Waru nomor 29, Sidoarjo,
Jawa Timur.
5. Menghukum Tergugat untuk membayar biaya Kerugian Materiil sebesar
ah

lik

Rp Rp 200.000.000,- (Dua Ratus Juta Rupiah) dan Kerugian Immateriil


sebesar Rp.200.000.000,- (Dua Ratus Juta Rupiah).
m

ub

6. Menghukum Tergugat Membayar Uang Paksa (Dwangsom) sebesar Rp.


1.000.000,- (satu juta rupiah) setiap hari jika Tergugat Lalai melaksanakan
ka

ep

Putusan ini terhitung sejak Putusan Berkekuatan Hukum Tetap {Inkracht


Van Gewijsde).
ah

7. Menghukum Tergugat untuk tunduk dan patuh pada Putusan ini dan
R

Menyatakan Putusan dapat dilaksaksanakan terlebih dahulu meskipun ada


s
M

ne
ng

do
gu

Halaman 5 dari 19 Putusan Perdata Gugatan Nomor 205/Pdt.G/2019/PN SDA


In
A

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h

pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 5
am

ub
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
upaya hukum Banding, Kasasi maupun verzet sesuai pasal 180 HIR

a
(Uitvoorbaar Bij Vooraad).;

si
8. Menghukum Tergugat untuk membayar biaya perkara yang timbul akibat
gugatan ini.

ne
ng
Dan/ Atau
Apabila Majelis Hakim Pengadilan Negeri Surabaya yang memeriksa dan

do
gu mengadili perkara ini berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya (Ex
Aequo Et Bono).
Menimbang, bahwa pada hari persidangan yang telah ditentukan, untuk

In
A
Penggugat dan Tergugat hadir Kuasa Hukumnya masing-masing;
Menimbang, bahwa Majelis Hakim telah mengupayakan perdamaian
ah

lik
diantara para pihak melalui mediasi sebagaimana diatur dalam Perma Nomor 1
Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan dengan menunjuk Martahan
m

Pasaribu, S.H., M.Hum., Hakim pada Pengadilan Negeri Sidoarjo, sebagai

ub
Mediator;
ka

Menimbang, bahwa berdasarkan laporan Mediator tanggal 15 Oktober


ep
2019, upaya perdamaian tersebut tidak berhasil;
Menimbang, bahwa oleh karena itu pemeriksaan perkara dilanjutkan
ah

R
dengan pembacaan surat gugatan yang isinya tetap dipertahankan oleh

si
Penggugat;

ne
ng

Menimbang, bahwa terhadap gugatan Penggugat tersebut para


Tergugat memberikan jawaban pada pokoknya sebagai berikut:
I. DALAM EKSEPSI;

do
gu

GUGATAN YANG DIAJUKAN PENGGUGAT ERROR IN PERSONA (GUGATAN


DI ALAMATKAN PADA ORANG YANG SALAH);
In
A

1. Bahwa mencermati dalil dalil posita gugatan Penggugat, dapat dipahami


bahwa gugatan Penggugat adalah gugatan yang timbul oleh tuduhan
Penggugat kepada Tergugat yang dianggap telah memerintahkan
ah

lik

Penggugat untuk menitipkan ijazah terakhir Penggugat sebagai jaminan


kepada pihak tergugat dan sebagai syarat mutlak aturan perusahaan;
m

ub

2. Bahwa Tergugat sama sekali tidak pernah menerbitkan atau membuat


peraturan perusahaan sebagaimana tuduhan Penggugat yaitu menitipkan
ka

ep

ijazah terakhir asli sebagai jaminan sebagai syarat mutlak aturan


perusahaan.
ah

3. Bahwa Tergugat tidak pernah meminta ataupun menerima ijazah


R

Pengugat pada saat Penggugat masih menjadi karyawan Tergugat.


s
M

ne
ng

do
gu

Halaman 6 dari 19 Putusan Perdata Gugatan Nomor 205/Pdt.G/2019/PN SDA


In
A

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h

pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 6
am

ub
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
4. Bahwa Tergugat baru mengetahui bila Penggugat telah menyerahkan

a
ijazah pendidikan terakhir setelah Penggugat menanyakan dokumen

si
tersebut ke karyawan Tergugat bagian HRD dengan menunjukan tanda
terima dokumen yang di tanda tangani oleh karyawan Tergugat bagian

ne
ng
personalia atas nama Soehardjo pada tanggal 20 September 1993.
5. Bahwa karyawan Tergugat bagian personalia atas nama Soehardjo telah

do
gu meninggal dunia, sehingga Tergugat tidak bisa meminta informasi atas
dugaan ijasah yang di perkarakan oleh Penggugat.
6. Bahwa sebelum melakukan gugatan perdata, Penggugat telah lebih

In
A
dahulu melaporan polisi Tergugat di Kepolisian Daerah Jawa Timur nomor
LP.B/908/VII/2018/UM/Jatim, tanggal 25 Juli 2018, tentang dugaan tindak
ah

lik
pidana penggelapan barang berupa ijazah.
7. Bahwa sebagaimana di uraikan dalam surat dari Kepolisian Resort Kota
m

Sidoarjo, perihal pemberitahuan perkembangan hasil penyidikan, nomor.

ub
B/967/VII/RES1/11/1/2019, tanggal 21 juni 2019, butir 2 huruf F telah di
ka

tegaskan penerima ijazah tersebut bukan Tergugat melainkan kepala


ep
personalia yang tidak pernah mendapatkan instruksi lisan maupun tertulis
dari Tergugat dan saat ini telah meninggal dunia, di jelaskan pula bahwa
ah

R
tidak adanya unsur memiliki melawan hukum atas ijazah Penggugat oleh

si
Tergugat.

ne
ng

8. Bahwa sebagaimana di uraikan dalam surat ketetapan dari Kepolisian


Resort Kota Sidoarjo, perihal penghentian penyidikann, nomor.
S-TAP/1327/IX.RES.1.11.1/2019/SATRESKRIM, menghentikan penyidikan

do
gu

(SP3) perkara : LPB/908/VII/2018/UM/JATIM, tanggal 25 Juli 2018 a.n.


Pelapor H. Yitno tentang dugaan tindak pidana penggelapan ijazah
In
A

sebagaimana di maksud dalam pasal 372 KUHP yang di duga oleh


Tergugat.
Error in Persona di ajukan oleh Tergugat terhadap Gugatan Penggugat karena
ah

lik

gugatan tersebut dialamatkan kepada orang yang salah, sehingga sudah


seharusnya gugatan tersebut ditolak.
m

ub

GUGATAN YANG DIAJUKAN PENGGUGAT EXCEPTIO OBSCUUR LIBELUM


(TIDAK JELAS, KABUR SERTA TIDAK TERTENTU);
ka

ep

1. Bahwa gugatan yang diajukan oleh Penggugat tidak memiliki landasan


dan dasar hukum yang kuat. Hal ini terbukti dari dalil-dalil yang diajukan
ah

oleh Penggugat telah di gugurkan oleh surat kepolisian Resort Kota


R

Sidoarjo, nomor B/967/VI/RES.1.11.1/2019/Satreskrim, perihal


s
M

ne
ng

do
gu

Halaman 7 dari 19 Putusan Perdata Gugatan Nomor 205/Pdt.G/2019/PN SDA


In
A

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h

pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 7
am

ub
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
pemberitahuan perkembangan hasil penyidikan, tanggal 21 Juni 2019, butir

a
2 huruf F tentang kesimpulan.

si
2. Bahwa dasar hukum yang lemah ini juga ditunjukkan oleh Penggugat
dalam mendalilkan mengenai perbuatan melawan hukum yang secara jelas

ne
ng
telah di tegaskan bahwa tidak adanya unsur melawan hukum dalam surat
kepolisian Resort Kota Sidoarjo, Nomor B/967/VI/RES.1.11.1/2019/

do
gu Satreskrim, perihal pemberitahuan perkembangan hasil penyidikan, tanggal
21 Juni 2019, butir 2 huruf F tentang kesimpulan.
3. Bahwa sebagaimana di uraikan dalam surat ketetapan dari Kepolisian

In
A
Resort Kota Sidoarjo, perihal penghentian penyidikan, nomor.
S-TAP/1327/IX.RES.1.11.1/2019/SATRESKRIM, menghentikan penyidikan
ah

lik
(SP3) perkara: LPB/908/VII/2018/UM/JATIM, tanggal 25 Juli 2018 a.n.
Pelapor H. Yitno tentang dugaan tindak pidana penggelapan ijazah
m

sebagaimana di maksud dalam pasal 372 KUHP yang di duga oleh

ub
Tergugat.
ka

Ketidak-sesuaian antara posita dengan petitum jelas menunjukkan bahwa


ep
gugatan a quo adalah gugatan yang tidak jelas atau kabur (Obscuur Libel).
II. DALAM POKOK PERKARA:
ah

R
1. Bahwa Tergugat mohon agar segala sesuatu yang telah disampaikan

si
oleh Tergugat Dalam Eksepsi secara mutatis mutandis dianggap pula

ne
ng

termasuk dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan Dalam Pokok


Perkara.
2. Tergugat menolak seluruh dalil Penggugat, kecuali hal-hal yang secata

do
gu

tegas diakui kebenarannya.


3. Bahwa Tergugat membantah dan menolak dalil Penggugat pada angka 3
In
A

halaman 3 yang pada pokoknya mengatakan bahwa Penggugat pada awal


bekerja di tempat Tergugat yakni PT. United Waru Biscuit Manufactorydi
minta menitipkan ijazah terakhir asli Penggugat sebagai jaminan kepada
ah

lik

pihak Tergugat dan sebagai syarat mutlak aturan perusahaan. Dalil tersebut
adalah tidak benar. Tergugat tidak pernah menerbitkan atau menetapkan
m

ub

peraturan perusahaan tentang penitipan ijazah terakhir sebagai jaminan dan


sebagai syarat mutlak peraturan perusahaan.
ka

ep

4. Bahwa Tergugat membantah dan menolak dalil Penggugat pada angka 4


halaman 3 yang pada pokoknya bahwa sampai saat ini ijasah asli milik
ah

pengguggat tersebut tidak pernah dikembalikan oleh Tergugat kepada


R

Penggugat sampai pensiun hingga saat gugatan berlangsung. Dalil tersebut


s
M

tidak benar. Tergugat pernah menawarkan untuk menguruskan penerbitan


ne
ng

do
gu

Halaman 8 dari 19 Putusan Perdata Gugatan Nomor 205/Pdt.G/2019/PN SDA


In
A

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h

pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 8
am

ub
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
ijasah duplikat milik Penggugat dari instansi terkait dengan seluruh biaya

a
yang timbul akan di tanggung oleh Tergugat baik pada saat perkara ini di

si
sengketan oleh Penggugat baik secara pidana dan secara perdata maupun
sampai dengan permasalahan ini di proses secara pidana dan perdata,

ne
ng
karena sampai dengan saat ini Tergugat tidak pernah mengetahui bentuk
dan wujud asli ijasah yang di maksud oleh Penggugat, namun oleh

do
gu Penggugat maksud baik dari Tergugat tersebut selalu di tolak.
5. Bahwa tidak benar Penggugat menyerahkan kepada Tergugat ijasah asli/
surat tanda tamat belajar atas nama Jitno SMA PGRI 2 Surabaya No. OC

In
A
oh 0069882 tanggal 10 Mei 1982, sebagaimana yang diuraikan Penggugat
dalam gugatannya butir 5 halam 3. Oleh karena itu, Tergugat membantah
ah

lik
dan menolak dalil Penggugat pada butir 5 halaman 3 karena dalil tersebut
tidak benar dan hanya asumsi. Terlebih-lebih lagi penggugat tidak dengan
m

Tegas menyebutkan siapa yang menerima sesuai tanda terima dokumen

ub
tertanjggal 20 September 1993. Hal ini menunjukan bahwa Penggugat
ka

sendiri tidak yakin atau ragu-ragu dengan dalil yang dikonstruksi. Dengan
ep
demikian, TERBUKTI bahwa Tergugat tidak ada hubungan nya dengan
perkara aquo dan gugatan Penggugat sepatutnya ditolak untuk seluruhnya.
ah

R
6. Bahwa Tergugat membantah dan menolak dalil Penggugat pada angka 6

si
halaman 3.Dalil yang benar adalah Tergugat pernah menawarkan untuk

ne
ng

menguruskan penerbitan ijasah duplikat milik Penggugat dari instansi terkait


dengan seluruh biaya yang timbul akan di tanggung oleh Tergugat, karena
sampai Penggugat menanyakan ke Tergugat, Tergugat pun tidak pernah

do
gu

mengetahui bentuk dan wujud ijasah yang di maksud oleh Penggugat,


namun oleh Penggugat maksud baik dari Tergugat di tolak.
In
A

7. Bahwa perlu dijelaskan FAKTA-FAKTA yang terjadi pada saat itu adalah
Tergugat tidak pernah memberikan instruksi dalam bentuk apapun kepada
jabatan apapun untuk menerima titipan ijasah terakhir Penggugat baik
ah

lik

sebagai jaminan maupun sebagai persyaratan mutlak peraturan


perusahaan. Sehingga bilamana hal tersebut terjadi dapat di artikan
m

ub

tindakan tersebut adalah tindakan pribadi dari karyawan tersebut.


8. Bahwa dalil dalil Penggugat tentang perbuatan melawan hukum dengan
ka

ep

menuntut ganti rugi materiil dan immateriil adalah dalil yang sangatlah keliru
dan menyesatkan karena hal tersebut sudah di uji dalam laporan polisi oleh
ah

Penggugat dan dasar hukum yang lemah ini juga ditunjukkan oleh
R

Penggugat dalam mendalilkan mengenai perbuatan melawan hukum yang


s
M

secara jelas telah di tegaskan bahwa tidak adanya unsur melawan hukum
ne
ng

do
gu

Halaman 9 dari 19 Putusan Perdata Gugatan Nomor 205/Pdt.G/2019/PN SDA


In
A

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h

pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 9
am

ub
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
dalam surat kepolisian Resort Kota Sidoarjo, nomor B/967/VI/RES.1.11.1/

a
2019/Satreskrim, perihal pemberitahuan perkembangan hasil penyidikan,

si
tanggal 21 Juni 2019, butir 2 huruf F tentang kesimpulan, sehingga
Penggugat menyatakan mencabut laporan polisi tanggal 9 juli 2019.

ne
ng
9. Bahwa pada akhirnya laporan polisi Penggugat di nyatakan tidak cukup
bukti dan diterbitkan surat pemberhentian penyidikan (SP3) nomor

do
gu STAP/1327/IX.RES.1.11.1/2019/SATRESKRIM, menghentikan penyidikan
(SP3) perkara: LPB/908/VII/2018/UM/JATIM, tanggal 25 Juli 2018 a.n.
Pelapor H. Yitno tentang dugaan tindak pidana penggelapan ijazah

In
A
sebagaimana di maksud dalam pasal 372 KUHP yang di duga oleh
Tergugat.
ah

lik
Berdasarkan uraian dan fakta-fakta hukum tersebut di atas, maka Tergugat
memohon kepada Majelis Hakim pada Pengadilan Negeri Sidoarjo yang
m

memeriksa perkara ini untuk memutuskan:

ub
DALAM EKSEPSI:
ka

1. Menerima Eksepsi Tergugat untuk seluruhnya.


ep
2. Menjatuhkan putusan sela dan memutuskan menolak gugatan
Penggugat untuk seluruhnya.
ah

R
DALAM POKOK PERKARA:

si
1. Menerima dalil-dalil yang diajukan Tergugat untuk seluruhnya.

ne
ng

2. Menolak Gugatan Penggugat untuk seluruhnya atau setidak-tidaknya


menyatakan Gugatan Penggugat tidak dapat diterima.
3. Menghukum Penggugat untuk membayar biaya perkara ini.

do
gu

ATAU
Apabila Majelis Hakim Pengadilan Negeri Sidoarjo berpendapat lain mohon
In
A

putusan yang seadil-adilnya (Ex Aquo Et Bono).


Menimbang, bahwa selanjutnya diajukan replik dan duplik oleh kuasa
hukum masing-masing pihak berperkara yang untuk replik Penggugat tertanggal
ah

lik

Surabaya, 20 November 2019 yang terlampir dalam berkas perkara dan untuk
duplik Tergugat tertanggal Sidoarjo, 26 November 2019 terlampir dalam berkas
m

ub

perkara yang keduanya dianggap termuat dan menjadi satu kesatuan dengan
putusan perkara ini;
ka

ep

Menimbang, bahwa diajukan bukti surat oleh Penggugat melalui kuasa


hukumnya sebagai berikut:
ah

1. Photocopy Kartu Tanda Penduduk Republik Indonesia, Provinsi Jawa


R

Timur, Kota Surabaya, Nomor: 3578063005610033 atas nama Penggugat,


s
M

Yitno, diberi tanda bukti P-1;


ne
ng

do
gu

Halaman 10 dari 19 Putusan Perdata Gugatan Nomor 205/Pdt.G/2019/PN SDA


In
A

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h

pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 10
am

ub
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
2. Photocopy Tanda Terima Ijazah Sekolah Menengah Umum Tingkat Atas

a
(SMA) Asli, Nomor: 04.OC.h.0069882, atas nama Peggugat, Yitno,

si
tertanggal Waru, 20 September 1993, diberi tanda bukti P-2;
3. Photocopy Surat Tanda Tamat Belajar Sekolah Menengah Umum Tingkat

ne
ng
Atas (SMA) PGRI 2 Swasta, Nomor: 04.OC.oh.0069882, tertanggal
Surabaya, 10 Mei 1982, atas nama Penggugat, Jitno, diberi tanda bukti P-3;

do
gu 4. Photocopy Kartu Tanda Anggota PT. United Waru Biskuit Manufactory/
Kartu Tanda Anggota Serikat Pekerja Rokok, Tembakau, Makanan dan
Minuman (SP, RTMM-SPSI), Nomor: 0121271, atas nama Penggugat, Yitno,

In
A
diberi tanda bukti P-4;
5. Photocopy Kartu Sales Representative, PT. United Waru Biscuit
ah

lik
Manufactory atas nama Penggugat, Yitno, diberi tanda bukti P-5;
6. Print Out Photo Seragam PT. United Waru Biscuit Manufactory, diberi
m

tanda bukti P-6;

ub
7. Print Out Photo Seragam PT. United Waru Biscuit Manufactory, diberi
ka

tanda bukti P-7;


ep
8. Print Out Photo Penggugat dan rekan-rekan kerja saat masih bekerja di
PT. United Waru Biscuit Manufactory, diberi tanda bukti P-8;
ah

R
9. Print Out Photo Penggugat yang sedang bersalaman dengan Tergugat

si
saat Penggugat masih bekerja di PT. United Waru Biscuit Manufactory,

ne
ng

diberi tanda bukti P-9;


10. Photocopy Surat Somasi dari Penggugat, H. Yitno kepada
Pimpinan PT. UBM Waru, Sidoarjo, tertanggal Surabaya, 14 Mei 2018,

do
gu

diberi tanda bukti P-10;


11. Photocopy Surat Somasi dari Penggugat, H. Yitno kepada
In
A

Pimpinan PT. UBM Waru, Sidoarjo, tertanggal Surabaya, 21 Mei 2018,


diberi tanda bukti P-11;
12. Photocopy Surat Somasi dari Penggugat, H. Yitno kepada
ah

lik

Pimpinan PT. UBM Waru, Sidoarjo, tertanggal Surabaya, 28 Mei 2018,


diberi tanda bukti P-12;
m

ub

13. Photocopy Surat Keterangan, Nomor: 470/929/436.9.5.6/2018,


tertanggal Surabaya, 10 Oktober 2018 atas nama Yitno, diberi tanda bukti
ka

ep

P-13;
Menimbang, bahwa photocopy alat-alat bukti surat P-1, P-2, P-4, P-5, P-
ah

10, P-11, P-12 dan P-13 telah diberikan bea materai yang cukup untuk
R

keperluan itu serta telah pula dicocokkan dengan aslinya dan ternyata cocok
s
M

sehingga dapat digunakan untuk alat pembuktian surat lebih lanjut dalam
ne
ng

do
gu

Halaman 11 dari 19 Putusan Perdata Gugatan Nomor 205/Pdt.G/2019/PN SDA


In
A

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h

pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 11
am

ub
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
perkara ini sedangkan alat bukti surat P-3 juga telah diberikan bea materai yang

a
cukup untuk keperluan itu namun merupakan photocopy surat yang tidak dapat

si
ditunjukkan aslinya dan hanya berfungsi menjadi alat bukti persangkaan bagi
majelis hakim tentang kebenaran isinya jika bersesuaian dengan alat-alat bukti

ne
ng
lainnya menurut hukum acara perdata dalam perkara ini;
Menimbang, bahwa sedangkan alat-alat bukti surat P-6, P-7, P-8 dan P-

do
gu 9 masing-masing telah diberikan bea materai yang cukup untuk keperluan itu
berupa print out dari photo pada masing-masing alat bukti surat tersebut;
Menimbang, bahwa diajukan bukti surat oleh Tergugat melalui kuasa

In
A
hukumnya sebagai berikut:
1. Photocopy Surat Tanda Bukti Lapor, Nomor:
ah

lik
TBL/908/VII/2018/UM/JATIM, tertanggal Surabaya, 25 Juli 2018, diberi
tanda bukti T-1;
m

2. Photocopy Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan,

ub
Nomor: B/967/VI/RES.1.11.1/2019/Satreskrim, tertanggal Sidoarjo, 21 Juni
ka

2019, diberi tanda bukti T-2;


ep
3. Photocopy Surat Ketetapan, Nomor: S-TAP/1327/IX.RES.1.11.1/2019/
SATRESKRIM, tertanggal Sidoarjo, September 2019, diberi tanda bukti T-3;
ah

R
4. Photocopy Tanda Terima Ijazah Sekolah Menengah Umum Tingkat Atas

si
(SMA) Asli, Nomor: 04.OC.h.0069882, aats nama Penggugat Yitno,

ne
ng

tertanggal Waru, 20 September 1993, diberi tanda bukti T-4;


5. Photocopy Surat Keterangan Kematian dari RS Muhammadiyah Siti
Khodijah Cabang Sepanjang, atas nama Tuan Suhardjo, diberi tanda bukti

do
gu

T-5;
Menimbang, bahwa photocopy alat-alat bukti surat T-2 dan T-3 telah
In
A

diberikan bea materai yang cukup untuk keperluan itu serta telah pula
dicocokkan dengan aslinya dan ternyata cocok sehingga dapat digunakan untuk
alat pembuktian surat lebih lanjut dalam perkara ini sedangkan alat-alat bukti
ah

lik

surat T-1, T-4 dan T-5 juga tealh diberikan bea materai yang cukup untuk
keperluan itu namun merupakan photocopy surat yang tidak dapat ditunjukkan
m

ub

aslinya dan hanya berfungsi menjadi alat bukti persangkaan bagi majelis hakim
tentang kebenaran isinya jika bersesuaian dengan alat-alat bukti lainnya
ka

ep

menurut hukum acara perdata dalam perkara ini;


Menimbang, bahwa didengar keterangan para saksi Penggugat dibawah
ah

sumpah didepan persidangan yang antara lain menyatakan sebagai berikut:


R

1. Saksi IRWAN YUSWANTO;


s
M

ne
ng

do
gu

Halaman 12 dari 19 Putusan Perdata Gugatan Nomor 205/Pdt.G/2019/PN SDA


In
A

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h

pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 12
am

ub
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
 Bahwa saksi kenal dengan Penggugat pada akhir tahun 1992

a
yang saat itu antara saksi dan Penggugat sama-sama mulai bekerja pada

si
PT. UBM pada bagian pemasaran;
 Bahwa sebenarnya persoalan yang dialami Penggugat dalam

ne
ng
perkara ini sama dengan persoalan yang saksi alami yakni hilangnya
ijazah SLTA asli yang diminta perusahaan untuk dijadikan jaminan bagi

do
gu para tenaga pemasaran PT UBM Waru, Sidoarjo namun tanda terima
ijazah dari perusahaan yang saksi miliki sudah hilang sedangkan
Penggugat masih memiliki tanda terima ijazah yang ditahan oleh pihak

In
A
perusahaan;
 Bahwa pihak perusahaan meminta ijazah asli tingkat SLTA bagi
ah

lik
para pekerja pada bagian pemasaran tersebut karena dalam tugas
pekerjaannya para pekerja tersebut membawa barang hasil produksi
m

ub
perusahaan serta berhak membawa uang hasil penjualan dan/ atau
melakukan tagihan-tagihan kepada para konsumen yang telah membeli
ka

hasil produksi perusahaan untuk kemudian disetorkan kepada pihak


ep
perusahaan;
ah

 Bahwa pada saat itu yang meminta ijazah asli milik Penggugat
R
termasuk milik saksi adalah bagian personalia perusahaan yakni Pak

si
Suhardjo;

ne
ng

 Bahwa Pak Suhardjo saat ini sudah meninggal dunia;


 Bahwa saat Penggugat pensiun dari perusahaan pada tahun 2016
maka saat Penggugat meminta ijazah asli yang disimpan oleh PT. UBM

do
gu

Waru, Sidoarjo bagian personalia maka ijazah Penggugat sudah tidak


ada lagi pada bagian personalia perusahaan;
In
A

2. Saksi DWI AGUSTIAN;


 Bahwa saksi kenal dengan Penggugat pada akhir tahun 1992
ah

lik

pada saat saksi dan Penggugat sama-sama bekerja pada PT. UBM Waru
pada bagian pemasaran;
Bahwa pihak perusahaan meminta ijazah asli tingkat SLTA bagi
m


ub

para pekerja pada bagian pemasaran tersebut karena dalam tugas


ka

pekerjaannya para pekerja tersebut membawa barang hasil produksi


ep

perusahaan serta berhak membawa uang hasil penjualan dan/ atau


melakukan tagihan-tagihan kepada para konsumen yang telah membeli
ah

hasil produksi perusahaan untuk kemudian disetorkan kepada pihak


s
perusahaan;
M

ne
ng

do
gu

Halaman 13 dari 19 Putusan Perdata Gugatan Nomor 205/Pdt.G/2019/PN SDA


In
A

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h

pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 13
am

ub
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
 Bahwa pada saat itu yang meminta ijazah asli milik Penggugat

a
termasuk milik saksi adalah bagian personalia perusahaan yakni Pak

si
Suhardjo;
 Bahwa Pak Suhardjo saat ini sudah meninggal dunia;

ne
ng
 Bahwa saat Penggugat pensiun dari perusahaan pada tahun 2016
maka saat Penggugat meminta ijazah asli yang disimpan oleh PT. UBM

do
gu Waru, Sidoarjo bagian personalia maka ijazah Penggugat sudah tidak
ada lagi pada bagian personalia perusahaan;
 Bahwa stempel perusahaan pada bukti P-2 yang juga merupakan

In
A
bukti Tergugat pada bukti T-4 merupakan stempel asli pihak perusahaan
PT. United Waru Biscuit Manufactory, Waru – Sidoarjo;
ah

lik
Menimbang, bahwa para pihak berperkara melalui kuasa hukumnya
masing-masing menyatakan akan menanggapi keterangan para saksi tersebut
m

ub
pada kesimpulan dalam perkara ini;
Menimbang, bahwa diajukan kesimpulan oleh masing-masing pihak
ka

berperkara melalui kuasa hukumnya masing-masing yang untuk Penggugat


ep
tertanggal Surabaya, 8 Januari 2020 terlampir dalam berkas perkara dan untuk
ah

Tergugat tertanggal Sidoarjo, 10 Januari 2020 terlampir dalam berkas perkara


R

si
yang kedua-duanya dianggap termuat serta menjadi satu kesatuan dengan
putusan perkara ini;

ne
ng

Menimbang, bahwa selanjutnya segala sesuatu yang termuat dalam


berita acara persidangan perkara ini, untuk menyingkat putusan ini dianggap
telah termuat dan menjadi bagian yang tak terpisahkan dengan putusan ini;

do
gu

Menimbang, bahwa akhirnya para pihak menyatakan tidak ada hal-hal


yang diajukan lagi dan mohon putusan;
In
A

TENTANG PERTIMBANGAN HUKUM


Menimbang, bahwa maksud dan tujuan gugatan Penggugat yang pada
ah

lik

pokoknya adalah mengenai perbuatan melanggar hukum atas hilangnya ijazah


asli tingkat SLTA milik Penggugat yang menjadi jaminan Penggugat pada
perusahaan milik Tergugat yang disimpan oleh pihak perusahaan;
m

ub

DALAM EKSEPSI:
Menimbang, bahwa eksepsi Tergugat tersebut sebagaimana tercantum
ka

ep

bersama-sama dalam jawaban dengan pokok perkaranya;


Menimbang, bahwa gugatan Penggugat dialamatkan pada orang yang
ah

salah (error in persona) maka dipertimbangkan jika gugatan Penggugat


R

s
ditujukan kepada Tergugat selaku Direktur Utama PT. United Waru Biscuit
M

Manufactory, Sidoarjo yang bertanggung-jawab keluar dan kedalam secara


ne
ng

do
gu

Halaman 14 dari 19 Putusan Perdata Gugatan Nomor 205/Pdt.G/2019/PN SDA


In
A

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h

pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 14
am

ub
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
keseluruhan pada PT. United Waru Biscuit Manufactory, Sidoarjo adalah sudah

a
tepat sehingga eksepsi Tergugat haruslah ditoalk;

si
Menimbang, bahwa sedangkan eksepsi mengenai gugatan tidak jelas
dan tidak tertentu maka dipertimbangkan jika gugatan Penggugat sudah jelas

ne
ng
dan tertentu mengenai ganti rugi materiil maupun ganti rugi immateriil akibat
tidak dapat dikembalikannya ijazah SLTA milik Penggugat saat Penggugat

do
gu sudah tidak lagi bekerja pada PT. United Waru Biscuit Manufactory, Sidoarjo
sehingga eksepsi Tergugat haruslah ditolak;
DALAM POKOK PERKARA:

In
A
Menimbang, bahwa mengenai perselisihan diantara Penggugat dan pihak
Tergugat sebagaimana tersebut dalam jawab menjawab serta pembuktian dan
ah

lik
kesimpulannya masing-masing sebagaimana tersebut diatas maka
dipertimbangkan jika penitipan ijazah tingkat SLTA milik Penggugat oleh bagian
m

personalia PT. United Waru Biscuit Manufactory, Sidoarjo pada bukti P-2 dan/

ub
atau pada bukti T-4 yang bersesuaian dengan bukti P-2 tersebut adalah juga
ka

menjadi tanggung-jawab pihak perusahaan dalam hal ini jajaran Direksi PT.
ep
United Waru Biscuit Manufactory, Sidoarjo termasuk Tergugat selaku Direktur
Utama PT. United Waru Biscuit Maufactory, Jl. Waru 29, Waru – Sidoarjo karena
ah

R
perbuatan penitipan oleh bagian personalia tersebut dilakukan untuk dan/ atau

si
atas nama kepentingan perusahaan PT. United Waru Biscuit Manufactory,

ne
ng

Sidoarjo tersebut;
Menimbang, bahwa mengenai penitipan barang telah ada pengaturannya
dalam Pasal 1694 KUHPerdata yang berbunyi penitipan barang adalah terjadi

do
gu

apabila seseorang menerima sesuatu barang dari seorang lain dengan syarat
bahwa ia akan menyimpannya dan mengembalikannya dalam ujud asalnya;
In
A

Menimbang, bahwa Pasal 1694 KUHPerdata tersebut termasuk dalam


buku ke-3 (ketiga) KUHPerdata yang bersifat terbuka (aanvullend recht) yang
mempunyai arti pasal tersebut bisa disimpangi bagi para pihak dalam suatu
ah

lik

perjanjian tertentu jika para pihak tersebut menghendakinya;


Menimbang, bahwa oleh karena para pihak dalam perkara ini yakni
m

ub

Penggugat dan pihak Tergugat tidak terbukti menyimpangi berlakunya Pasal


1694 KUHPerdata bagi mereka dalam suatu perjanjian tertentu maka Pasal
ka

ep

1694 KUHPerdata berlaku bagi keduanya saat timbul perselisihan diantara


Penggugat dan Tergugat akibat hilangnya ijazah tingkat SLTA yang dititipkan
ah

oleh Penggugat kepada pihak Tergugat;


R

Menimbang, bahwa oleh karenanya pihak Tergugat telah melakukan


s
M

perbuatan melanggar hukum karena tidak dapat mengembalikan barang titipan


ne
ng

do
gu

Halaman 15 dari 19 Putusan Perdata Gugatan Nomor 205/Pdt.G/2019/PN SDA


In
A

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h

pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 15
am

ub
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
ijazah asli tingkat SLTA milik Penggugat, yang telah diterimanya dari Penggugat

a
pada saatnya tiba yakni sejak Penggugat sudah tidak lagi bekerja pada PT.

si
United Waru Biscuit Manufactory, Sidoarjo;
Menimbang, bahwa oleh karenanya perbuatan pihak Tergugat tersebut

ne
ng
merugikan Penggugat baik secara materiil karena Penggugat tidak lagi dapat
menggunakan ijazah tingkat SLTA-nya tersebut untuk mecari nafkah bagi

do
gu kehidupan dirinya dan keluarga yang menjadi tanggungannya setelah
Penggugat tidak lagi bekerja pada PT. United Waru Biscuit Manufactory,
Sidoarjo maupun juga merugikan Penggugat secara immateriil karena secara

In
A
psikologis tidak memiliki ijazah tingkat SLTA-nya tersebut;
Menimbang, bahwa namun demikian majelis hakim tidak sependapat
ah

lik
dengan Penggugat untuk besarnya ganti rugi baik kerugian materiil maupun
kerugian immateriil yang diderita Penggugat dan oleh karenanya Penggugat
m

harus mendapatkan ganti kerugian-kerugian tersebut oleh pihak Tergugat;

ub
Menimbang, bahwa kerugian materiil Penggugat yang harus
ka

mendapatkan ganti kerugian dari pihak Tergugat adalah sebesar


ep
Rp.100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan kerugian immateriil sebesar
Rp.50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) yang harus dibayar secara tunai dan
ah

R
sekaligus;

si
Menimbang, bahwa oleh karena gugatan perkara ini mengenai ijazah

ne
ng

tingkat SLTA milik Penggugat yang mempunyai nilai psikologis untuk diakui
keberadaan tentang tingkat pendidikannya dalam masyarakat bagi Penggugat
pribadi, yang tidak dapat dikembalikan pada waktunya oleh pihak Tergugat

do
gu

maka pihak Tergugat juga harus dihukum untuk membayar uang paksa
(dwangsom) atas keterlambatan memenuhi isi putusan perkara ini yang
In
A

besarnya adalah Rp.100.000,00 (seratus ribu rupiah) setiap hari sejak putusan
perkara ini mempunyai kekuatan hukum tetap;
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut di atas petitum-
ah

lik

petitum gugatan Penggugat beralasan hukum untuk dikabulkan sebagian


sebagaimana pertimbangan hukum tersebut diatas;
m

ub

Menimbang, bahwa oleh karenanya majelis hakim menolak dan/ atau


setidak-tidaknya menyatakan tidak dapat diterimanya petitum gugatan
ka

ep

Penggugat untuk selain dan selebihnya;


Menimbang, bahwa oleh karena gugatan Penggugat dikabulkan sebagian
ah

dan para Tergugat berada di pihak yang kalah, maka para Tergugat harus
R

dihukum untuk membayar biaya perkara;


s
M

ne
ng

do
gu

Halaman 16 dari 19 Putusan Perdata Gugatan Nomor 205/Pdt.G/2019/PN SDA


In
A

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h

pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 16
am

ub
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
Memperhatikan Pasal 1694 KUHPerdata dan ketentuan-ketentuan dalam

a
HIR/ RBg tentang Hukum Acara Perdata dan peraturan-peraturan lain yang

si
bersangkutan;
MENGADILI:

ne
ng
DALAM EKSEPSI :
 Menolak esksepsi Tergugat untuk seluruhnya;

do
gu DALAM POKOK PERKARA :
1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian;
2. Menyatakan pihak Tergugat telah melakukan perbuatan melanggar hukum

In
A
(onrechtmatigedaad);
3. Menghukum Tergugat untuk membayar ganti kerugian materiil kepada
ah

lik
Penggugat sebesar Rp.100.000.000,00 (seratus juta rupah) dan kerugian
immateriil sebesar Rp.50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) kepada
m

ub
Penggugat secara tunai dan sekaligus;
4. Menguhukum Tergugat untuk membayar uang paksa (dwangsom) sebesar
ka

Rp.100.000,00 (seratus ribu rupiah) kepada Penggugat untuk setiap hari


ep
keterlambatan pembayaran ganti rugi materiil dan ganti rugi immateriil
tersebut diatas sejak putusan perkara ini mempunyai kekuatan hukum tetap;
ah

R
5. Menghukum Tergugat membayar biaya perkara yang hingga akhir

si
pemeriksaan perkara ini dianggarkan sebesar Rp.536.000,00 (lima ratus tiga

ne
ng

puluh enam ribu rupiah);


Demikian diputuskan dalam sidang permusyawaratan Majelis Hakim
Pengadilan Negeri Sidoarjo, pada hari Jum’at, tanggal 24 Januari 2020, oleh

do
gu

kami, Joedi Prajitno, S.H., M.H., sebagai Hakim Ketua, Dameria Frisella
Simanjuntak, S.H., M.Hum., dan Achmad Peten Sili, S.H., M.H., masing-masing
In
A

sebagai Hakim Anggota, yang ditunjuk berdasarkan Surat Penetapan Ketua


Pengadilan Negeri Sidoarjo Nomor: 205/Pdt.G/2019/PN.SDA tanggal 5 Agustus
ah

2019, putusan tersebut pada hari dan tanggal itu juga diucapkan dalam
lik

persidangan terbuka untuk umum oleh Hakim Ketua dengan dihadiri oleh para
Hakim Anggota tersebut, Purnomo Krustiyanto, S.H., Panitera Pengganti dan
m

ub

Kuasa Penggugat tanpa dhadiri oleh Tergugat dan/atau Kuasa Hukumnya;


ka

ep

Hakim Anggota, Hakim Ketua,


ah

s
M

ne
ng

do
gu

Halaman 17 dari 19 Putusan Perdata Gugatan Nomor 205/Pdt.G/2019/PN SDA


In
A

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h

pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 17
am

ub
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
Dameria F. Simanjuntak, S.H., M.Hum., Joedi Prajitno, S.H., M.H.,

a
R

si
Achmad Peten Sili, S.H., M.H.,

ne
ng
Panitera Pengganti,

do
gu Purnomo Krustiyanto, S.H.

In
A
Perincian biaya:
ah

lik
1. Biaya pendaftaran ................ Rp. 30.000,00
m

ub
2. Biaya proses/ATK ................ Rp. 100.000,00
ka

3. Biaya Panggilan ................... Rp. 340.000,00


ep
4. PNBP ................................... Rp. 20.000,00
ah

5. Biaya sumpah ...................... Rp. 30.000,00


R

si
6. Materai ................................. Rp. 6.000,00

ne
ng

7. Redaksi ................................ Rp. 10.000,00

J u m l a h ............................ Rp. 536.000,00

do
gu

(lima ratus tiga puluh enam ribu rupiah);


In
A
ah

lik
m

ub
ka

ep
ah

s
M

ne
ng

do
gu

Halaman 18 dari 19 Putusan Perdata Gugatan Nomor 205/Pdt.G/2019/PN SDA


In
A

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h

pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 18
am

ub
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk

a
R

si
ne
ng

do
gu

In
A
ah

lik
m

ub
ka

ep
ah

si
ne
ng

do
gu

In
A
ah

lik
m

ub
ka

ep
ah

s
M

ne
ng

do
gu

Halaman 19 dari 19 Putusan Perdata Gugatan Nomor 205/Pdt.G/2019/PN SDA


In
A

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h

pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 19

Anda mungkin juga menyukai