Anda di halaman 1dari 139

LARANGAN PENDAFTARAN MEREK YANG SAMA PADA

POKOKNYA DENGAN MEREK TERDAFTAR


(Studi Terhadap Beberapa Putusan Mahkamah Agung)

TESIS

Oleh :

FARADILA YULISTARI SITEPU


107005065

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2012

Universitas Sumatera Utara


LARANGAN PENDAFTARAN MEREK YANG SAMA PADA
POKOKNYA DENGAN MEREK TERDAFTAR
(Studi Terhadap Beberapa Putusan Mahkamah Agung)

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar


Magister Hukum Dalam Program Studi Magister Ilmu Hukum
pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

Oleh :

FARADILA YULISTARI SITEPU


107005065

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2012

Universitas Sumatera Utara


LEMBAR PENGESAHAN

Judul Tesis : LARANGAN PENDAFTARAN MEREK YANG SAMA


PADA POKOKNYA DENGAN MEREK TERDAFTAR
(Studi Terhadap Beberapa Putusan Mahkamah Agung)

Nama Mahasiswa : FARADILA YULISTARI SITEPU

Nomor Pokok : 107005065

Program Studi : Ilmu Hukum

Menyetujui
Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Suhaidi, SH.,MHum)


Ketua

Pembimbing Pembimbing

(Prof. Dr. Budiman Ginting, SH,M.Hum) (Dr. T. Keizerina Devi A, SH,CN,M.Hum)


Anggota Anggota

Ketua Program Studi Dekan Fakultas Hukum


Magister Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara

(Prof. Dr. Suhaidi, SH.,MHum) (Prof. Dr. Runtung, SH.,MHum)

Universitas Sumatera Utara


ABSTRAK

Merek merupakan salah satu hak kekayaan intelektual yang perkembangannya


cukup pesat di Indonesia, baik dilihat dari aspek pengaturannya, maupun
penghargaan masyarakatnya terhadap merek itu sendiri. Pemerintah Indonesia dari
aspek pengaturannya, terus melakukan penyempurnaan undang-undang di bidang
merek. Hal ini ditandai dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001
Tentang Merek (UUM 2001) yang menggantikan dua Undang-Undang sebelumnya,
yakni Undang-Undang No.19 Tahun 1992 dan Undang-Undang No.14 Tahun 1997.
Modus pelanggaran merek mengalami pergeseran, dari pelanggaran secara sembunyi-
sembunyi sampai secara terang-terangan memalsukan atau meniru merek-merek yang
sudah dikenal dan mempunyai reputasi baik dalam masyarakat. Tetapi pemboncengan
itu dilakukan dengan cara memohonkan pendaftaran merek. Hal ini telah mendorong
meningkatnya kasus sengketa gugatan pembatalan merek di Pengadilan Niaga di
berbagai daerah di Indonesia, karena alasan mempunyai persamaan pada pokoknya
dengan merek yang sudah dikenal atau merek yang sudah terdaftar sebelumnya.
Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah tentang faktor-faktor
yang menyebabkan banyaknya perkara gugatan pembatalan merek karena alasan
mempunyai persamaan pada pokoknya dengan merek yang telah terdaftar lebih
dahulu, kriteria “persamaan pada pokoknya” dengan Merek terdaftar atau Merek
terkenal yang dikembangkan melalui putusan Mahkamah Agung RI, serta ruang
lingkup penerapan larangan pendaftaran Merek yang mempunyai “persamaan pada
pokoknya” dalam putusan Mahkamah Agung RI.
Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
pendekatan kasus, yaitu dengan cara menelaah dan menganalisis beberapa kasus
putusan pengadilan yang substansinya terkait dengan gugatan pembatalan merek
terdaftar dengan alasan mempunyai persamaan pada pokoknya dengan merek
terdaftar. Sumber data yang digunakan adalah data sekunder yang berupa bahan
hukum primer, bahan hukum sekunder, dan juga bahan hukum tersier.
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor penyebabnya dapat
dilihat dari 3 (tiga) aspek, yakni: substansi hukum, aparatur hukum, budaya hukum.
Menyangkut gugatan pembatalan merek karena alasan mempunyai persamaan pada
pokoknya dengan merek terdaftar atau merek terkenal diperoleh gambaran bahwa
penerapan ketentuan Pasal 6 ayat (1) huruf a dan huruf b UU No.15 Tahun 2001
dalam putusan pengadilan itu cukup bersifat variatif dalam memberikan kriteria
“persamaan pada pokoknya” maupun kriteria “merek terkenal”. Penerapan larangan
pendaftaran merek karena alasan mempunyai persamaan pada pokoknya dengan
merek terdaftar atau merek terkenal, dibedakan antara permohonan merek yang
didasarkan pada iktikad baik dengan yang didasarkan pada iktikad tidak baik.
Ketentuan mengenai larangan pendaftaran merek yang mempunyai persamaan
pada pokoknya yang tertuang dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a dan Huruf b UU No.15
Tahun 2001 perlu diperluas daya berlakunya dari untuk barang dan/atau jasa sejenis

Universitas Sumatera Utara


menjadi untuk barang dan/atau jasa sekelas. Hal ini dimaksudkan untuk membatasi
niat pemohon merek untuk membonceng, meniru atau menjiplak popularitas merek
yang sudah terkenal atau mempunyai reputasi dalam masyarakat.

Kata kunci : Larangan pendaftaran, merek yang sama, merek terdaftar

Universitas Sumatera Utara


ABSTRACT

Brand is one of the rights of intellectual property development rapidly in


Indonesia, in terms of the aspects of the setting, and community appreciation of the
brand itself. Government of Indonesia from the aspect of regulation, continue to make
improvements in the areas of legislation brand. This marked the birth of Undang-
Undang Nomor 15 Tahun 2001 (UUM 2001) which replaces two previous Act, that
Undang-Undang No.19 Tahun 1992 dan Undang-Undang No.14 Tahun 1997. Mode
shift trademark infringement, violation of clandestinely to openly forge or imitate
brands that are well known and have a good reputation in the community. But
pemboncengan was done by invoking trademark registration. This has prompted
increasing disputes lawsuit brands in the Commercial Court in various regions in
Indonesia, for reasons essentially have similarities with a known brand or a brand
that has been previously registered.
The problems addressed in this study is on the factors that led to many
lawsuits cancellation brand for reasons having substantially equal to the brand that
has been registered in advance, the criteria of "substantially equal" to the registered
brand or famous brand developed by the Supreme Court decision RI, and the scope of
application of registration of brands that have a ban on "substantially equal" in the
judgment of the Supreme Court.
The method used in this research is the case method approach, namely by
studying and analyzing several court cases related to the substance of the lawsuit on
the grounds has a registered trademark on the equality principle to the registered
mark. Source of data used are secondary data in the form of primary legal materials,
legal materials secondary, tertiary and legal materials.
Based on the results of the study indicate that the causes can be seen from the
3 (three) aspects, namely: the substantive law and law officers, legal culture. Lawsuit
concerning the brand for reasons having substantially equal to the well-known
registered trademarks or trademarks indicated that the application of the provisions
of Article 6 paragraph (1) letter a and b UU No.15 Tahun 2001 the court ruling that
is varied enough to provide the criteria of "substantially equal" and the criteria
"famous brand". Mark registration bans for reasons having substantially equal to the
registered brand or brands, distinguished between trademark application based on
the good faith with which is based on bad faith.
The provisions on the prohibition of registration of a brand that has
similarities essentially contained in Article 6 paragraph (1) letter a and letter b UU
No.15 Tahun 2001 enactment of power needs to be extended to the goods and / or
services to be for goods and / or services classmates. It is intended to limit the
applicant's intention to hitchhike brand, imitate or trace the popularity of a brand
that is well known or has a reputation in the community.

Key words : Ban on the registration, same brand, brand listed

Universitas Sumatera Utara


KATA PENGANTAR

Bismillaahirrahmaanirrahiim

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena hanya

dengan berkat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini

dengan judul “Larangan Pendaftaran Merek Yang Sama Pada Pokoknya

Dengan Merek Terdaftar (Studi Terhadap Beberapa Putusan Mahkamah

Agung)”. Juga tidak lupa Shalawat beriring salam penulis hadiahkan kepada

Rasulullah SAW yang selalu menjadi suri tauladan dan yang syafa’atnya selalu

diharapkan seluruh umatnya.

Penulisan tesis ini merupakan suatu persyaratan yang harus dipenuhi untuk

memperoleh gelar Magister dalam bidang Ilmu Hukum (M.H) Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara. Dalam penulisan tesis ini banyak pihak yang telah

memberikan bantuan dorongan moril berupa masukan dan saran, sehingga penulisan

tesis dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Oleh sebab itu, ucapan terima kasih

yang mendalam penulis sampaikan secara khusus kepada Bapak Prof. Dr. Suhaidi,

SH, MH, Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, M.Hum dan ibu Dr. T.

Keizerina Devi A, SH, CN, M.Hum, selaku Komisi Pembimbing yang telah dengan

tulus ikhlas memberikan bimbingan dan arahan demi tercapainya hasil yang terbaik

dalam penulisan tesis ini. Kemudian juga, kepada Dosen Penguji Bapak Dr.Jelly

Leviza, SH, M.Hum dan Bapak Dr. Dedi Harianto, SH, M.Hum yang telah

Universitas Sumatera Utara


berkenan memberi masukan dan arahan sehingga penulisan tesis ini menjadi lebih

sempurna dan terarah.

Selanjutnya ucapan terima kasih penulis yang sebesar-besarnya kepada :

1. Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu,

DTM&H,M.Sc (CTM), Sp.A(K), atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan

kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Studi

Magister Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

2. Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. Runtung Sitepu,

SH, M.Hum., atas kesempatan bagi penulis menjadi mahasiswa Program Studi

Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

3. Ketua Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas

Sumatera Utara, Prof. Dr. Suhaidi, SH, MH., atas segala dedikasi dan

pengarahan serta masukan yang diberikan kepada penulis selama menuntut ilmu

pengetahuan di Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara;

4. Kedua orangtua, Ayahanda Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH, M.Hum, yang

senantiasa memberikan saya dukungan, arahan, bimbingan yang sangat sungguh

luar biasa, terimakasih papa, dan terimakasih jg kepada Ibunda saya Hj. Farida

Tarigan atas segala bentuk bantuan, dorongan dan motivasinya dalam hidup

saya.

5. Suami saya tercinta dr.Andi Raga Ginting atas doa, dukungan, perhatian,

pengertian, cinta dan kasih sayangnya yang membuat saya semangat

Universitas Sumatera Utara


menyelesaikan tesis ini, terimakasih atas kerjasama yang baik dalam mengurus

putri kecil kita Naafa Maisyva Ginting sehingga tesis ini akhirnya selesai. You

are My Everything.

6. Adik-adik saya Yan Indra Fajar Sitepu dan Febrinka Ananda Sitepu

terimakasih atas dukungan dan doanya selama ini.

7. Kedua Mertua saya H. Tamauli Ginting SE., dan Hj. N. Khairiah Sitepu, Spd

serta Abang dan Kakak-kakak Ipar atas doa dan dukungannya.

8. Sahabat-sahabat terbaik saya Lesly Saviera dan Khairuna Malik Hsb yang

senantiasa memotivasi saya setiap saat serta memberikan dukungan dan

bantuannya dalam segala hal untuk kelancaran penulisan tesis ini, Love you both.

9. Teman-teman seperjuangan saya, Lina Harahap, Jeffry, Khairunisa Ginting,

Friska, Adyla dan teman-teman Magister Kenotarian Angkatan 2010 Grup

semoga walaupun dengan selesainya studi ini persahabatan kita dapat tetap

terjalin dengan baik dan teman-teman saya Anggina Masdalifah, Fauzy Adyla,

Dina Kristina, Putri Hafwany terimakasih atas doa dan dukungannya selama

ini.

10. Seluruh staf pegawai di Program Studi Magister Ilmu Hukum Universitas

Sumatera Utara, selaku manajemen administrasi yang telah membantu dalam

proses penyelesaian tesis ini.

Penulis berharap semoga semua doa, bantuan dan kebaikan yang telah

diberikan kepada penulis mendapat balasan yang setimpal dari Allah SWT, agar

selalu dilimpahkan kebaikan, kesehatan dan rezeki yang melimpah kepada kita

Universitas Sumatera Utara


semua. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna,

namun tak ada salahnya jika penulis berharap kiranya tesis ini dapat memberikan

manfaat kepada semua pihak.

Penulis,

Faradila Yulistari Sitepu

Universitas Sumatera Utara


RIWAYAT HIDUP

I. IDENTITAS PRIBADI
Nama Lengkap : Faradila Yulistari Sitepu SH
Tempat/Tanggal Lahir : Medan, 18 Juli 1988
Status : Menikah
Alamat : Jl. Sei Selayang No.23 Medan

II. KELUARGA
Nama Suami : dr. Andi Raga Ginting
Nama Ayah : Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH, M.Hum
Nama Ibu : Hj. Farida Tarigan
Nama Ayah Mertua : H. Tamauli Ginting SE
Nama Ibu Mertua : Hj. Ngalami Khairiah Sitepu SPd
Saudara Laki-laki : dr. Yan Indra Fajar Sitepu
Saudara Perempuan : Febrinka Ananda Sitepu

III. PENDIDIKAN
- SD : Tahun 1994 s/d 2000, SD Dharmawanita Medan
- SMP : Tahun 2000 s/d 2003, SMP Negeri I Medan
- SMA : Tahun 2003 s/d 2006, SMA Harapan I Medan
- Perguruan Tinggi/S1 : Tahun 2006 s/d 2009, Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara Medan
- Perguruan Tinggi/S2 : Tahun 2010 s/d 2012, Fakultas Hukum Program Studi
Magister Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara
Medan

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR ISI

ABSTRAK ....................................................................................................... i
ABSTRACT ..................................................................................................... iii
KATA PENGANTAR ..................................................................................... iv
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ....................................................................... viii
DAFTAR ISI .................................................................................................... ix

BAB I. PENDAHULUAN ......................................................................... 1


A. Latar Belakang ........................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ...................................................................... 8
C. Tujuan Penelitian........................................................................ 9
D. Manfaat Penelitian ..................................................................... 9
E. Keaslian Penelitian .................................................................... 10
F. Kerangka Teori dan Konsepsi .................................................... 10
1. Kerangka Teori .................................................................... 10
2. Konsepsi................................................................................ 18
G. Metode Penelitian ...................................................................... 20
1. Spesifikasi Penelitian ........................................................... 20
2. Sumber Data ......................................................................... 21
3. Teknik dan Alat Pengumpulan Data ..................................... 23
4. Analisis Data ........................................................................ 23

BAB II. FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA


GUGATAN PEMBATALAN MEREK KARENA ALASAN
MEMPUNYAI PERSAMAAN PADA POKOKNYA
DENGAN MEREK TERDAFTAR ATAU MEREK
TERKENAL .................................................................................. 25

A. Pengertian dan Kriteria “Persamaan Pada Pokoknya” .............. 25


B. Pengertian dan Kriteria Merek Terkenal ................................... 31

Universitas Sumatera Utara


C. Faktor-faktor Yang Menyebabkan Banyaknya Kasus Gugatan
Pembatalan Merek Karena Alasan Mempunyai Persamaan
Pada Pokoknya Dengan Merek Terdaftar Atau Merek
Terkenal .................................................................................... 43

BAB III. PENERAPAN KETENTUAN PERSAMAAN PADA


POKOKNYA DENGAN MEREK TERDAFTAR ATAU
MEREK TERKENAL DALAM PUTUSAN PENGADILAN .. 60

A. Deskripsi Penerapan Ketentuan “Persamaan Pada Pokoknya”


dan “Merek Terkenal” Dalam Putusan Mahkamah Agung RI .. 60

B. Analisis Kasus ........................................................................... 92


1. Mengenai Kriteria “Persamaan Pada Pokoknya” ................ 92
2. Mengenai Kriteria Merek Terkenal ..................................... 95

BAB IV RUANG LINGKUP PENERAPAN LARANGAN


PENDAFTARAN MEREK YANG SAMA PADA
POKOKNYA DENGAN MEREK TERDAFTAR ATAU
MEREK TERKENAL DALAM PUTUSAN PENGADILAN .. 101

A. Permohonan Merek Yang Didasarkan Pada Iktikad Baik ......... 101


B. Permohonan Merek Yang Didasarkan Pada Iktikad Tidak Baik 104

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................... 117


A. Kesimpulan ................................................................................ 117
B. Saran .......................................................................................... 120

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 122

Universitas Sumatera Utara


ABSTRAK

Merek merupakan salah satu hak kekayaan intelektual yang perkembangannya


cukup pesat di Indonesia, baik dilihat dari aspek pengaturannya, maupun
penghargaan masyarakatnya terhadap merek itu sendiri. Pemerintah Indonesia dari
aspek pengaturannya, terus melakukan penyempurnaan undang-undang di bidang
merek. Hal ini ditandai dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001
Tentang Merek (UUM 2001) yang menggantikan dua Undang-Undang sebelumnya,
yakni Undang-Undang No.19 Tahun 1992 dan Undang-Undang No.14 Tahun 1997.
Modus pelanggaran merek mengalami pergeseran, dari pelanggaran secara sembunyi-
sembunyi sampai secara terang-terangan memalsukan atau meniru merek-merek yang
sudah dikenal dan mempunyai reputasi baik dalam masyarakat. Tetapi pemboncengan
itu dilakukan dengan cara memohonkan pendaftaran merek. Hal ini telah mendorong
meningkatnya kasus sengketa gugatan pembatalan merek di Pengadilan Niaga di
berbagai daerah di Indonesia, karena alasan mempunyai persamaan pada pokoknya
dengan merek yang sudah dikenal atau merek yang sudah terdaftar sebelumnya.
Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah tentang faktor-faktor
yang menyebabkan banyaknya perkara gugatan pembatalan merek karena alasan
mempunyai persamaan pada pokoknya dengan merek yang telah terdaftar lebih
dahulu, kriteria “persamaan pada pokoknya” dengan Merek terdaftar atau Merek
terkenal yang dikembangkan melalui putusan Mahkamah Agung RI, serta ruang
lingkup penerapan larangan pendaftaran Merek yang mempunyai “persamaan pada
pokoknya” dalam putusan Mahkamah Agung RI.
Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
pendekatan kasus, yaitu dengan cara menelaah dan menganalisis beberapa kasus
putusan pengadilan yang substansinya terkait dengan gugatan pembatalan merek
terdaftar dengan alasan mempunyai persamaan pada pokoknya dengan merek
terdaftar. Sumber data yang digunakan adalah data sekunder yang berupa bahan
hukum primer, bahan hukum sekunder, dan juga bahan hukum tersier.
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor penyebabnya dapat
dilihat dari 3 (tiga) aspek, yakni: substansi hukum, aparatur hukum, budaya hukum.
Menyangkut gugatan pembatalan merek karena alasan mempunyai persamaan pada
pokoknya dengan merek terdaftar atau merek terkenal diperoleh gambaran bahwa
penerapan ketentuan Pasal 6 ayat (1) huruf a dan huruf b UU No.15 Tahun 2001
dalam putusan pengadilan itu cukup bersifat variatif dalam memberikan kriteria
“persamaan pada pokoknya” maupun kriteria “merek terkenal”. Penerapan larangan
pendaftaran merek karena alasan mempunyai persamaan pada pokoknya dengan
merek terdaftar atau merek terkenal, dibedakan antara permohonan merek yang
didasarkan pada iktikad baik dengan yang didasarkan pada iktikad tidak baik.
Ketentuan mengenai larangan pendaftaran merek yang mempunyai persamaan
pada pokoknya yang tertuang dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a dan Huruf b UU No.15
Tahun 2001 perlu diperluas daya berlakunya dari untuk barang dan/atau jasa sejenis

Universitas Sumatera Utara


menjadi untuk barang dan/atau jasa sekelas. Hal ini dimaksudkan untuk membatasi
niat pemohon merek untuk membonceng, meniru atau menjiplak popularitas merek
yang sudah terkenal atau mempunyai reputasi dalam masyarakat.

Kata kunci : Larangan pendaftaran, merek yang sama, merek terdaftar

Universitas Sumatera Utara


ABSTRACT

Brand is one of the rights of intellectual property development rapidly in


Indonesia, in terms of the aspects of the setting, and community appreciation of the
brand itself. Government of Indonesia from the aspect of regulation, continue to make
improvements in the areas of legislation brand. This marked the birth of Undang-
Undang Nomor 15 Tahun 2001 (UUM 2001) which replaces two previous Act, that
Undang-Undang No.19 Tahun 1992 dan Undang-Undang No.14 Tahun 1997. Mode
shift trademark infringement, violation of clandestinely to openly forge or imitate
brands that are well known and have a good reputation in the community. But
pemboncengan was done by invoking trademark registration. This has prompted
increasing disputes lawsuit brands in the Commercial Court in various regions in
Indonesia, for reasons essentially have similarities with a known brand or a brand
that has been previously registered.
The problems addressed in this study is on the factors that led to many
lawsuits cancellation brand for reasons having substantially equal to the brand that
has been registered in advance, the criteria of "substantially equal" to the registered
brand or famous brand developed by the Supreme Court decision RI, and the scope of
application of registration of brands that have a ban on "substantially equal" in the
judgment of the Supreme Court.
The method used in this research is the case method approach, namely by
studying and analyzing several court cases related to the substance of the lawsuit on
the grounds has a registered trademark on the equality principle to the registered
mark. Source of data used are secondary data in the form of primary legal materials,
legal materials secondary, tertiary and legal materials.
Based on the results of the study indicate that the causes can be seen from the
3 (three) aspects, namely: the substantive law and law officers, legal culture. Lawsuit
concerning the brand for reasons having substantially equal to the well-known
registered trademarks or trademarks indicated that the application of the provisions
of Article 6 paragraph (1) letter a and b UU No.15 Tahun 2001 the court ruling that
is varied enough to provide the criteria of "substantially equal" and the criteria
"famous brand". Mark registration bans for reasons having substantially equal to the
registered brand or brands, distinguished between trademark application based on
the good faith with which is based on bad faith.
The provisions on the prohibition of registration of a brand that has
similarities essentially contained in Article 6 paragraph (1) letter a and letter b UU
No.15 Tahun 2001 enactment of power needs to be extended to the goods and / or
services to be for goods and / or services classmates. It is intended to limit the
applicant's intention to hitchhike brand, imitate or trace the popularity of a brand
that is well known or has a reputation in the community.

Key words : Ban on the registration, same brand, brand listed

Universitas Sumatera Utara


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Merek merupakan salah satu hak kekayaan intelektual yang perkembangannya

cukup pesat di Indonesia, baik dilihat dari aspek pengaturannya, maupun

penghargaan masyarakatnya terhadap merek itu sendiri.

Pemerintah Indonesia dari aspek pengaturannya, terus melakukan

penyempurnaan undang-undang di bidang merek. Hal ini ditandai dengan lahirnya

Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek (UUM 2001) yang

menggantikan dua Undang-Undang sebelumnya, yakni Undang-Undang No.19

Tahun 1992 dan Undang-Undang No.14 Tahun 1997.

Aspek penghargaan masyarakat terhadap merek, ternyata merek telah menjadi

bagian penting dalam kehidupan masyarakat. Fungsi dan makna merek terus

mengalami perkembangan. Merek tidak lagi hanya berfungsi sebagai daya pembeda

sebagaimana yang terdapat dalam Pasal 1 Angka 1 UU No.15 Tahun 2001. Insan

Budi Maulana mengatakan bahwa Merek dapat dianggap sebagai “roh” bagi suatu

produk barang atau jasa hasil usahanya sewaktu diperdagangkan. 1

Sehubungan dengan perkembangan fungsi dan makna merek Casavera

mengemukakan:

1
http://prasetyohp.wordpress.com. Diakses pada tanggal 10 Februari 2012

Universitas Sumatera Utara


Perubahan undang-undang merek dagang (trademark law) di sejumlah negara

(termasuk Indonesia) berimplikasi pada kokohnya status merek sebagai salah satu

bentuk intellectual property yang mendapat perlindungan hukum. Seiring dengan

berkembangnya wacana dan praktik manajemen ekuitas merek (brand equity) yang

memandang merek sebagai salah satu intangible asset terpenting setiap organisasi,

merek kemudian mencuat sebagai “komoditas” yang banyak diburu. Merek yang

bercitra positif dan dikenal luas diyakini memberi sejumlah manfaat, di antaranya

kepuasan dan loyalitas konsumen yang lebih tinggi, kesediaan konsumen untuk

membayar harga premium, kesediaan pelanggan untuk merekomendasikan merek

bersangkutan kepada orang lain, tingkat pembelian ulang yang lebih besar, sumber

arus kas potensial masa depan (lewat peluang ekstensi merek dan lisensi merek) dan

seterusnya. 2

Dengan demikian menurut Casavera perkembangan peranan merek termasuk

makna merek, manfaat merek dan praktik merek di Indonesia dapat dibagi dalam

empat tahap, yakni dimulai dari:

1. Identifikasi pemilik,

2. Identifikasi dan diferensiasi produk,

3. Aset, dan

4. Komoditas. 3

2
Casavera, Delapan Kasus Sengketa Merek Di Indonesia, Penerbit Graha Ilmu, Yogyakarta,
2009, hal 3
3
Ibid.

Universitas Sumatera Utara


Bahkan di kalangan masyarakat modern, termasuk masyarakat Indonesia saat

ini merek telah menjadi salah satu simbol status sosial. Hal ini ditandai dengan

semakin tingginya minat masyarakat untuk membeli barang-barang produk merek-

merek terkenal maupun merek-merek yang telah mempunyai reputasi baik. Tidak

hanya di kalangan masyarakat berpenghasilan menengah ke atas, tetapi juga di

kalangan masyarakat berpenghasilan rendah. Tidak jarang yang memaksakan diri

untuk membeli merek-merek terkenal demi untuk sebuah “gengsi”. Bahkan jika tidak

mampu membeli barang yang bermerek asli (original), yang palsu ataupun sama pada

pokoknya dengan merek terkenal pun menjadi sasaran. Oleh karenanya, di kalangan

masyarakat konsumen Indonesia akhir-akhir ini berkembang istilah “ori” untuk

singkatan “original” atau asli, dan “kw” untuk singkatan “kualitas”, bagi merek yang

tidak asli.

Kondisi masyarakat yang demikian menurut Insan Budi Maulana “tidak

mustahil, merek yang telah dikenal luas oleh konsumen karena mutu dan harganya

akan selalu diikuti, ditiru, “dibajak” bahkan mungkin dipalsukan oleh produsen lain

yang melakukan persaingan curang”. 4 Namun semakin ketatnya implementasi

undang-undang di bidang Merek yang ditandai dengan tingginya ancaman hukuman

penjara dan/atau denda atas pelanggaran pidana Merek di dalam UU No.15

Tahun2001 tentang merek, yakni setinggi-tingginya 5 tahun penjara dan/atau denda

Rp.1.000.000.000,- (satu milyar rupiah), mempersempit ruang gerak para produsen

4
Insan Budi Maulana, Sukses Bisnis Melalui Merek, Paten, dan Hak Cipta, Citra Aditya
Bakti, Bandung, 1997, hal.60 (selanjutnya disebut Insan Budi I)

Universitas Sumatera Utara


yang beriktikad tidak baik untuk membonceng popularitas merek yang telah memiliki

reputasi dalam masyarakat.

Modus pelanggaran merek mengalami pergeseran, dari pelanggaran secara

sembunyi-sembunyi sampai secara terang-terangan memalsukan atau meniru merek-

merek yang sudah dikenal dan mempunyai reputasi baik dalam masyarakat. Tetapi

pemboncengan itu dilakukan dengan cara memohonkan pendaftaran merek yang

memiliki kemiripan atau mempunyai persamaan pada pokoknya dengan Merek

terkenal atau Merek yang telah terdaftar dengan iktikad tidak baik. Hal ini telah

mendorong meningkatnya kasus sengketa gugatan pembatalan merek di Pengadilan

Niaga di berbagai daerah di Indonesia, karena alasan mempunyai persamaan pada

pokoknya dengan merek yang sudah dikenal atau merek yang sudah terdaftar

sebelumnya.

Kasus yang cukup menarik mengenai gugatan pembatalan merek yang

mempunyai persamaan pada pokoknya dengan merek terdaftar adalah kasus sengketa

Perusahaan Otomotif asal Jepang Toyota Kabushiki Kaisha (Toyota Motor

Corporation) yang sudah terdaftar di 100 negara, di Indonesia terdaftar sejak tanggal

3 Maret 1993 dengan No.IDM000003376, untuk produk barang kelas 12 berupa

kenderaan bermotor dan bukan bermotor mengajukan gugatan pembatalan merek

Toyoda yang terdaftar di Kementerian Hukum dan HAM tanggal 14 Mei 2010

No.IDM000247166, yang merupakan produk accu (battery) kenderaan bermotor dan

kelengkapannya ke Pengadilan Niaga Jakarta. Alasannya bahwa piranti untuk

kenderaan bermotor (battery) merek Toyoda memiliki persamaan pada pokoknya

Universitas Sumatera Utara


dengan merek Toyota. Hal itu dapat diketahui pada unsur ucapan dan suara. Seolah-

olah terkesan produk Toyoda mempunyai hubungan yang erat dengan produsen

Toyota. 5

Kasus lain yang tidak kalah menariknya sengketa merek Campus antara dua

pengusaha lokal Teguh Handojo melawan Christine Kartika Setia Di Pengadilan

Niaga Jakarta Pusat dengan perkara daftar No.81/Merek/2011/PN.Niaga.Jkt.Pst.

Dalam gugatannya Teguh Handojo selaku penggugat mengklaim sebagai pemilik

merek Kampus atau Campus sejak 20 Oktober 1980 dan terdaftar dengan No.15034

untuk melindungi barang kelas 16 antara lain segala macam buku tulis, buku gambar

dan alat-alat tulis. Dalam perjalanannya penggugat mengetahui kalau Christina

Kartika Setia selaku tergugat mendaftarkan merek Campus Milenia dengan

No.IDM000314567 untuk melindungi kelas yang sama. Penggugat menilai merek

Campus Milenia milik tergugat memiliki persamaan pada pokoknya dengan

mereknya antara lain pada unsur huruf, bunyi, dan cara pengucapan. 6

Sebenarnya UU No.15 Tahun 2001 tentang merek telah melakukan langkah

antisipatif terhadap terjadinya pendaftaran merek yang mempunyai persamaan pada

pokoknya dengan merek yang sudah dikenal dan merek yang sudah terdaftar

sebelumnya. Sekurang-kurangnya ada dua pasal dalam UU No.15 Tahun 2001

5
http:/www.bharatanews.com/berita-toyota-gugat-pembatalan-merek toyoda, diakses pada
tanggal 21 Februari 2012
6
http://en.bisnis.com/articles/sengketa-merek-campus-masuk-tahap-akhir, diakses pada
tanggal 21 Februari 2012

Universitas Sumatera Utara


tentang merek yang relevan sebagai penangkal terjadinya pendaftaran merek atas

dasar iktikad tidak baik tersebut, yakni Pasal 4 dan Pasal 6 Ayat (1).

Pasal 4 menegaskan bahwa: Merek tidak dapat didaftar atas dasar


permohonan yang diajukan oleh pemohon yang beriktikad tidak baik. Selanjutnya
dalam penjelasannya disebutkan: Pemohon yang beriktikad baik adalah pemohon
yang mendaftarkan mereknya secara layak dan jujur tanpa ada niat apapun untuk
membonceng, meniru, atau menjiplak ketenaran merek pihak lain demi kepentingan
usahanya yang berakibat kerugian pada pihak lain itu atau menimbulkan kondisi
persaingan curang, mengecoh, atau menyesatkan konsumen.

Pasal 6 Ayat (1) menegaskan:

Permohonan harus ditolak oleh Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual


apabila Merek tersebut:
a. mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan Merek milik
pihak lain yang sudah terdaftar lebih dahulu untuk barang dan/atau jasa yang
sejenis;
b. mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan merek yang
sudah dikenal milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis;
c. mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan indikasi-
geografis yang sudah dikenal.

Selanjutnya dalam Penjelasan Pasal 6 Ayat (1) huruf a disebutkan:

Persamaan pada pokoknya adalah kemiripan yang disebabkan oleh adanya


unsur-unsur yang menonjol antara merek yang satu dan merek yang lain, yang
dapat menimbulkan kesan adanya persamaan baik mengenai bentuk, cara
penempatan, cara penulisan atau kombinasi antara unsur-unsur ataupun
persamaan bunyi ucapan yang terdapat dalam merek-merek tersebut. 7

Namun kedua pasal tersebut dalam praktek ternyata mempunyai kelemahan,

antara lain:

7
Kompilasi Peraturan Perundang-Undangan Hak Kekayaan Intelektual Direktorat Jendral Hak
Kekayaan Intelektual Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

Universitas Sumatera Utara


1. Pasal 4, larangan untuk mendaftarkan merek dengan iktikad tidak baik tersebut

ruang lingkupnya tidak dibatasi untuk barang atau jasa sejenis saja, sehingga

permohonan pendaftaran merek barang atau jasa yang tidak sejenispun asalkan

dengan adanya iktikad tidak baik dari si pemohon tidak dapat didaftarkan.

Sedangkan dalam Pasal 6 Ayat (1) larangan pendaftaran merek yang sama

pada pokoknya itu dibatasi hanya untuk barang dan/atau jasa yang sejenis saja. Hal

ini telah menimbulkan penafsiran yang berbeda dari pihak-pihak terkait, baik

pemeriksa merek, pemohon merek, maupun pemilik merek terkenal atau merek

terdaftar. Perbedaan ruang lingkup larangan pendaftaran merek yang mempunyai

persamaan pada pokoknya dalam kedua pasal tersebut sangat berpeluang memicu

terjadinya sengketa merek.

2. Kedua pasal tersebut tidak ada memberikan rumusan maupun kriteria yang jelas

dari kata-kata “persamaan pada pokoknya”. Pengertian dan kriteria yang terdapat

dalam Penjelasan Pasal 6 Ayat 1 huruf a dianggap terlalu sumir, sehingga sulit

diterapkan dalam praktek, karena penilaiannya sangat bersifat subjektif.

Diperkirakan kelemahan yang terdapat dalam UU No.15 Tahun 2001 tentang

Merek tersebut merupakan salah satu pemicu meningkatnya sengketa gugatan

pembatalan merek yang diajukan ke Pengadilan akhir-akhir ini. Sebab dengan tidak

adanya kriteria yang jelas mengenai “persamaan pada pokoknya” tersebut membuka

celah bagi para produsen barang dan ataupun jasa maupun Pemeriksa Merek yang

“nakal” untuk bermain dalam pendaftaran Merek tersebut.

Universitas Sumatera Utara


Kelemahan yang terdapat dalam UU No.15 Tahun 2001 tentang Merek

tersebut akan menjadi persoalan yang tak terpecahkan jika tidak segera dicarikan

jalan keluarnya. Salah satu solusi pemecahannya dapat dilakukan melalui penelusuran

putusan-putusan pengadilan yang terkait dengan sengketa merek. Khususnya yang

substansinya adalah menyangkut persoalan gugaatan pembatalan merek karena alasan

mempunyai persamaan pada pokoknya dengan merek yang sudah dikenal atau merek

terdaftar.

Melalui pendekatan kasus ini diharapkan dapat dilakukan identifikasi dan

inventarisasi pengertian dan kriteria “persamaan pada pokoknya” yang lahir dari

penemuan hukum oleh hakim melalui putusan pengadilan.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukakan diatas, maka pokok

permasalahan dalam penelitian ini adalah :

1. Faktor-faktor apakah yang menyebabkan banyaknya perkara gugatan pembatalan

merek karena alasan mempunyai persamaan pada pokoknya dengan merek yang

telah terdaftar lebih dahulu?

2. Bagaimana kriteria “persamaan pada pokoknya” dengan Merek terdaftar atau

Merek terkenal yang dikembangkan melalui putusan Mahkamah Agung RI?

3. Bagaimana ruang lingkup penerapan larangan pendaftaran Merek yang

mempunyai “persamaan pada pokoknya” dalam putusan Mahkamah Agung RI ?

Universitas Sumatera Utara


C. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan yang ingin dicapai di dalam penelitian ini

adalah:

1. Untuk mengetahui faktor-faktor menyebabkan banyaknya perkara gugatan

pembatalan merek karena alasan mempunyai persamaan pada pokoknya dengan

merek yang telah terdaftar lebih dahulu;

2. Untuk mengetahui kriteria “persamaan pada pokoknya” dengan Merek terdaftar

atau Merek terkenal yang dikembangkan melalui putusan Mahkamah Agung RI

3. Untuk mengetahui ruang lingkup penerapan larangan pendaftaran merek yang

mempunyai “persamaan pada pokoknya” dalam putusan Mahkamah Agung RI.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan akan dapat memberikan manfaat baik secara

teoritis, maupun secara praktis.

1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis manfaat dari hasil penelitian ini akan dapat memperluas

khasanah ilmu pengetahuan hukum, khususnya di bidang Merek.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi pembuat undang-undang, hasil penelitian ini diharapkan akan menjadi

sumbangan berharga untuk penyempurnaan Undang Undang Merek 2001

khususnya untuk memberikan kriteria yang lebih konkrit mengenai ruang

Universitas Sumatera Utara


lingkup pengertian “persamaan pada pokoknya” yang terdapat di dalam Pasal 6

Ayat (1) Undang Undang Merek No.15 Tahun 2001;

b. Bagi masyarakat dan penegak hukum diharapkan hasil identifikasi dari kasus-

kasus putusan pengadilan ini akan memberi gambaran yang lebih jelas dan

kontrit tentang kriteria “persamaan pada pokoknya”, suatu merek, sehingga

diharapkan kasus gugatan pembatalan Merek yang terkait dengan masalah

persamaan pada pokoknya dengan Merek terdaftar dapat diminimalisasi.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan penelusuran kepustakaan khususnya di lingkungan Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara Prodi S1, Program studi S2 (Magister), Program

studi S3 (Doktor), dan Program studi Magister Kenotariatan, penelitian mengenai

Larangan Pendaftaran Merek Yang Sama Pada Pokoknya Dengan Merek Terdaftar

(Studi Terhadap Beberapa Putusan-Putusan Mahkamah Agung RI) belum pernah

dilakukan. Sehingga dapat dikatakan bahwa penelitian ini adalah asli.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi

1. Kerangka Teori

“Persamaan pada pokoknya” merupakan terminologi yang banyak

menimbulkan persoalan dalam praktek, baik dalam proses pendaftaran merek maupun

dalam proses pelaksanaan penegakan hukum. Hal ini antara lain disebabkan kriteria

“persamaan pada pokoknya” yang terdapat dalam Penjelasan Pasal 6 ayat (1) huruf a

Universitas Sumatera Utara


Undang Undang Merek 2001 penilaiannya sangat bersifat subjektif. Sehingga

masing-masing orang memberikan interpretasi menurut kepentingannya sendiri.

Istilah “persamaan pada pokoknya” muncul ketika dua merek jika

disandingkan apabila dilihat dengan seketika terkesan mempunyai kemiripan.

Kemiripan antara merek yang satu dengan yang lain ini disebabkan oleh adanya

unsur-unsur yang menonjol dari kedua merek tersebut. Baik berupa gambar, nama,

kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, ataupun kombinasi dari unsur-unsur

tersebut, yang dapat menimbulkan kesan adanya persamaan baik mengenai bentuk,

cara penempatan, cara penulisan, atau kombinasi dari unsur-unsur ataupun persamaan

bunyi ucapan yang terdapat dalam merek-merek tersebut. 8

Menurut Kasubdit Pemeriksaan Direktorat Merek Ditjen HKI, Didik Taryadi:

Jika merangkum Pasal 6 ayat (1) huruf a UU Merek No.15 Tahun 2001, untuk

menilai persamaan pada pokoknya bisa dilakukan secara visual, konseptual dan

fonetik. Persamaan visual dapat diukur dari sisi “tampilan” merek itu sendiri, yang

karena persamaan bentuknya, penempatan unsur-unsurnya, susunan warna atau

kombinasi dari unsur-unsur tersebut menimbulkan kesan adanya persamaan yang

dapat membuat orang keliru. Hal yang paling substansial di sini adanya “kesan visual,

sehingga dengan kesan itu orang bisa keliru. Dalam persamaan konseptual, kesan

adanya persamaan lebih menekankan pada kesamaan “filosofi dan makna” yang

terkandung dalam merek tersebut. Misalnya suatu produk bermerek gambar

8
Pasal 1 Angka 1 dan Penjelasan Pasal 6 Ayat (1) huruf a UU No.15 Tahun 2001

Universitas Sumatera Utara


“Harimau”, Merek lain dengan kata atau tulisan “Harimau”. Persamaan fonetik

didasarkan pada adanya persamaan secara “pengucapan atau bunyi” Merek, sehingga

menimbulkan kesan adanya persamaan. Suatu merek “House” memiliki pengucapan

yang sama dengan “Haus”, sehingga keduanya dapat menimbulkan kemiripan. 9

Menurut Beverly W.Pattishall, et.al. dalam Trademarks and Unfair

Competition, Fifth Edition, faktor yang dapat digunakan sebagai alat ukur untuk

menentukan adanya persamaan pada pokoknya yaitu: 1. Persamaan bentuk (similarity

of appearance), 2. Istilah Asing (foreign terms), 3. Persamaan konotasi (similarity of

connotation), 4. Persamaan kata dan tanda gambar (word and pucture marks), dan 5.

Persamaan bunyi (similarity of sound). 10

Setiap pemilik merek terdaftar mendapat memiliki hak eksekutif untuk

menggunakan sendiri merek tersebut atau memberi izin kepada pihak lain untuk

menggunakannya dalam jangka waktu tertentu.

Jadi, suatu merek memiliki fungsi sebagai berikut:

1. Fungsi pembeda, yakni membedakan produk satu perusahaan dengan produk


perusahaan lain;
2. Fungsi jaminan reputasi, yakni selain sebagai tanda asal usul produk, juga
secara pribadi menghubungkan reputasi produk bermerek tersebut dengan
produsennya, sekaligus memberi jaminan kualitas akan produk tersebut;
3. Fungsi promosi, yakni merek juga digunakan sebagai sarana memperkenalkan
produk baru dan mempertahankan reputasi produk lama yang diperdagangkan,
sekaligus untuk menguasai pasar;

9
http://legalakses.com/persamaanpada pokoknya. diakses pada tanggal 10 Februari 2012
10
Ibid.

Universitas Sumatera Utara


4. Fungsi rangsangan investasi dan pertumbuhan industri, yakni merek dapat
menunjang pertumbuhan industri melalui penanaman modal, baik asing
maupun dalam negeri dalam menghadapi mekanisme pasar bebas. 11
Sehubungan dengan kegunaan atau fungsi dari merek tersebut, Wiratmo

Dianggoro mengatakan: 12

Merek sebagai tanda pengenal atau tanda pembeda dapat menggambarkan


jaminan kepribadian (individuality) dan reputasi barang dan jasa hasil usahanya
sewaktu diperdagangkan. Apabila dilihat dari sudut produsen, merek digunakan
sebagai jaminan hasil produksinya, khususnya mengenai kualitas, di samping
untuk promosi barang-barang dagangannya guna mencari dan meluaskan pasar.
Selanjutnya, dari sisi konsumen, merek diperlukan untuk melakukan pilihan-
pilihan barang yang akan dibeli.

Insan Budi Maulana mengatakan bahwa merek dapat dianggap sebagai “roh”

bagi suatu produk barang atau jasa. 13

Persoalan pengertian dan kriteria “persamaan pada pokoknya” merupakan inti

dari permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini. Persoalan ini menarik untuk

dikaji mengingat kasus sengketa gugatan pembatalan merek karena alasan

mempunyai persamaan pada pokoknya dengan merek terdaftar semakin mencuat

dalam masyarakat.

Teori yang akan digunakan untuk mengkaji persoalan tersebut, sebagai pisau

analisis adalah teori sistem hukum yang dikemukakan oleh Lawrence M.Friendman.

11
Endang Purwaningsih, Perkembangan Intellectual Property Rights: Kajian Hukum
Terhadap Hak atas Kekayaan Intelektual dan Kajian Komparatif Hukum Paten, Penerbit Ghalia
Indonesia, Ciawi-Bogor, 2005, hal.11
12
http://prasetyohp.wordpress.com/problematika perlindungan merek di indonesia, diakses
pada tanggal 21 Februari 2012
13
Ibid.

Universitas Sumatera Utara


Menurut Friedman untuk dapat berjalannya suatu sistem hukum dengan baik

dalam masyarakat harus didukung oleh tiga unsur dari sistem hukum itu sendiri,

yakni: 14

1. Legal substance (substansi hukum),

2. Legal structure (struktur hukum), dan

3. Legal culture (budaya hukum).

Melalui teori ini diharapkan akan dapat diperoleh jawaban atas permasalahan

yang menjadi fokus dalam penelitian ini. Dari substansi hukum, akan dilakukan

penelaahan atas kejelasan pengertian dan kriteria dari “persamaan pada pokoknya”

secara normatif, baik yang terdapat dalam UU No.15 Tahun 2001 tentang Merek

sendiri, maupun dari sumber-sumber hukum yang lain. Seperti misalnya, bagaimana

istilah itu dikembangkan dalam kebiasaan, dalam yurisprudensi, maupun melalui

doktrin para ahlin hukum di bidang Hak Kekayaan Intelektual.

Secara substansial dalam UU No.15 Tahun 2001 ada dua bentuk larangan

pendaftaran merek tersebut, yakni larangan yang bersifat mutlak atau disebut dengan

merek tidak dapat didaftarkan, dan yang bersifat relatif yang disebut dengan “Merek

yang ditolak pendaftarannya. Larangan yang bersifat mutlak itu terdapat dalam dua

pasal dalam UU No.15 Tahun 2001 yakni Pasal 4 dan Pasal 5. Pasal 4 UU No.15

Tahun 2001 disebutkan: Merek tidak dapat didaftarkan atas dasar permohonan yang

diajukan oleh pemohon yang beriktikad tidak baik. Pasal ini tidak membatasi untuk

14
Lawrence M.Friedman, Law and Seciety An Introduction, Prentice Hall Inc., New Jersey,
1977, hal.6-7)

Universitas Sumatera Utara


merek yang sejenis atau berada dalam satu kelas. Selain pembuktian ada atau

tidaknya perbuatan iktikad tidak baik dari si permohon merek juga sulit

pembuktiannya, juga ketentuan tersebut sangat berpeluang untuk menimbulkan

penafsiran yang berbeda dalam penerapannya. Apakah harus dibatasi untuk merek

yang sejenis dan sekelas atau berlaku secara umum.

Terdapat lima unsur dalam Pasal 5 UU No.15 Tahun 2001 yang menyebabkan

merek itu tidak dapat didaftarkan, yakni:

1. Bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, moralitas


agama, kesusilaan atau ketertiban umum;
2. Tidak memiliki daya pembeda;
3. Telah menjadi milik umum; atau
4. Merupakan keterangan atau berkaitan dengan barang atau jasa yang
dimohonkan pendaftarannya. 15

Sedangkan larangan yang bersifat relatif diatur dalam Pasal 6 UU No.15 Tahun

2001, yang mengatur adanya enam alasan yang menyebabkan permohonan Merek

ditolak pendaftarannya, yakni:

1. Mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan Merek

milik pihak lain yang sudah terdaftar lebih dahulu untuk barang dan/atau jasa

yang sejenis;

2. Mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan Merek

yang sudah terkenal milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa yang sejenis;

3. Mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan indikasi

geografis yang sudah dikenal;

15
Ibid

Universitas Sumatera Utara


4. Merupakan atau menyerupai nama orang terkenal, foto, atau nama badan

hukum yang dimiliki orang lain, kecuali atas persetujuan tertulis dari yang

berhak;

5. Merupakan tiruan atau menyerupai nama atau singkatan nama, bendera,

lambang, atau simbol atau emblem negara atau lembaga nasional maupun

internasional, kecuali atas persetujuan tertulis dari pihak yang berwenang.

Selanjutnya dari aspek struktur hukum atau aparatur hukum, akan dikaji

bagaimana sikap dan prilaku para pemeriksa Merek dalam menilai apakan suatu

merek yang dimohonkan pendaftarannya itu sama atau tidak sama baik keseluruhan

maupun pada pokoknya dengan merek terdaftar terdahulu. Sikap dan perilaku

aparatur pemeriksa Merek tersebut akan diamati melalui kasus-kasus yang menjadi

sengketa di pengadilan dan putusannya sudah mempunyai kekuatan hukum tetap.

Selain aparatur hukum pemeriksa Merek, juga diamati bagaimana sikap dan

pandangan para hakim yang menangani kasus gugatan pembatalan merek karena

alasan mempunyai persamaan pada pokoknya dengan merek terdaftar. Apakah para

hakim dalam mempertimbangkan dan memutus sengketa merek tersebut benar-benar

telah berpedoman pada hukum yang berlaku atau belum. Hal ini akan dapat ditelusuri

melalui pertimbangan hukum dari putusan hakim itu sendiri.

Pada akhirnya, budaya hukum masyarakat khususnya para produsen barang

maupun jasa juga menjadi aspek yang tidak luput dari pengamatan dalam penelitian

ini. Apakah perkembangan budaya hukum masyarakat memang berkembang kearah

masyarakat yang taat hukum atau justru sebaliknya berkembang ke arah tidak taat

Universitas Sumatera Utara


hukum. Hal ini tentu akan dapat diamati dari sikap dan perilaku para pemohon merek

apakah ada kecendrungan untuk membonceng popularitas Merek yang sudah

memiliki reputasi dalam masyarakat dengan iktikad tidak baik.

Menggunakan tiga alat ukur yang disebutkan oleh Friedman diharapkan akan

diperoleh penjelasan mengenai efektivitas larangan mendaftarkan merek yang sama

pada pokoknya dengan merek terdaftar yang terdapat dalam Undang Undang Merek

2001 tersebut. Teori penerimaan autoritas hukum dikemukakan oleh H.A.R.Gibb

yang mengatakan bahwa setiap sistem hukum menyatakan orang-orang yang terikat

dengan hukum, harus bersedia mengakui otoritasnya dan mengakui bahwa hukum

tersebut mengikat mereka, walaupun mereka boleh jadi melakukan pelanggaran

terhadap aturan tertentu dalam hukum itu. 16

Teori ini diharapkan mampu menjelaskan mengapa kasus sengketa gugatan

pembatalan merek terdaftar oleh pemilik merek yang sudah terdaftar sebelumnya

semakin menggejala. Sementara Undang Undang Merek 2001 secara tegas mengatur

bahwa permohonan merek ditolak apabila mempunyai persamaan pada pokoknya

dengan merek terdaftar. Serta adanya larangan pendaftaran merek berdasarkan iktikad

tidak baik.

Kesadaran hukum dari para produsen untuk mendaftarkan mereknya terus

mengalami kemajuan yang cukup menggembirakan. Hal ini antara lain disebabkan

oleh dua hal, yakni:

16
Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, Penerbit Sinar Grafika, Jakarta, 2009, hal. 85

Universitas Sumatera Utara


a. Sistem perlindungan merek yang bersifat konstitutif (rights to file) dalam UU

No.15 Tahun 2001, yang memberikan perlindungan hukum kepada pendaftar

pertama; dan

b. Semakin pentingnya manfaat dan makna merek dalam dunia perdagangan

barang dan jasa.

2. Konsepsi

Untuk menghindari terjadinya pemahaman yang keliru, maka dirasa perlu

untuk mengemukakan kerangka konseptual yang sekaligus merupakan definisi

operasional dari beberapa kata kunci dalam penelitian ini.

Sebagaimana dikemukakan oleh Soerjono Soekanto bahwa kerangka

konseptual itu adalah merupakan penggambaran antara konsep-konsep khusus yang

merupakan kumpulan dalam arti yang berkaitan, dalam istilah yang akan diteliti

dan/atau diuraikan dalam karya ilmiah. 17

Ada beberapa konsep yang perlu dijelaskan sehubungan dengan penelitian ini,

yakni :

“Larangan” dalam penelitian ini diartikan sebagai suatu perbuatan/tindakan

yang tidak boleh dilakukan terkait dengan pendaftaran Merek. Jika larangan itu

dilanggar, maka pendaftaran Merek akan ditolak oleh Direktorat Jenderal Hak

Kekayaan Intelektual.

17
ibid,

Universitas Sumatera Utara


“Merek terdaftar” dalam penelitian ini meliputi merek dagang dan merek jasa

yang sudah dikenal dan merek yang sudah terdaftar dalam Daftar Umum Merek. Oleh

karena di dalam UU No.15 Tahun 2001 Merek yang mendapat perlindungan hukum

menurut sistem konstitutif, meliputi Merek terkenal dan Merek yang sudah terdaftar.

“Mempunyai persamaan pada pokoknya” dalam penelitian ini adalah adanya

kemiripan akibat terdapatnya persamaan unsur-unsur yang digunakan dari suatu

merek terdaftar dengan merek yang sudah terdaftar lebih dahulu ataupun dengan

merek yang sudah terkenal milik pihak lain, yang dapat mengakibatkan masyarakat

konsumen bisa terkecoh.

Persamaan itu hanya sebatas menimbulkan ‘kesan’ kemiripan yang dilihat

baik secara visual, konseptual, dan fonetik. 18

Mengenai definisi merek yang sudah terkenal Insan Budi Maulana

mengatakan:

Merek terkenal tidak dapat didefinisikan, ahli-ahli di bidang merek pun


sepakat untuk tidak mau mendefinisikan bahkan sampai sekarang ini.
Persoalannya menyangkut kepentingan masing-masing negara. Namun kalau
dilihat karakteristik dan ciri-cirinya dapat saja, yang sementara ini terdapat
tiga hal. Pertama, mendasarkan pada pendaftaran di suatu negara; kedua,
promosi, ketiga, adalah pengetahuan masyarakat terhadap merek itu sendiri. 19

Merek terkenal yang dimaksud dalam studi ini adalah menggunakan kriteria

Merek terkenal yang terdapat dalam Penjelasan Pasal 6 huruf b UUM 2001, yakni

18
http://pengata.wordpress.com/2011/07/22/kliping-protokol-madrid-{Kliping Protokol
Madrid – HK} ; Kriteria BakuPemeriksa Dalam.
19
Insan Budi Maulana, Bianglala HaKI, PT.Hecca Mitra Utama, Jakarta, 2005, hal.207
(selanjutnya disebut Insan Budi II)

Universitas Sumatera Utara


dengan memperhatikan pengetahuan umum masyarakat mengenai merek tersebut,

reputasi merek terkenal tersebut yang diperoleh karena promosi yang gencar dan

besar-besaran, investasi di beberapa negara di dunia, dan disertai pendaftaran merek

tersebut di beberapa negara. Termasuk juga merek yang sudah dinyatakan sebagai

merek terkenal melalui putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.

“Putusan Mahkamah Agung RI” adalah putusan Mahkamah Agung RI baik di

tingkat kasasi maupun di tingkat peninjauan kembali yang telah berkekuatan hukum

tetap dalam perkara pembatalan Merek terdaftar karena mempunyai persamaan pada

pokoknya dengan merek yang sudah terdaftar terlebih dahulu atau merek terkenal.

G. Metode Penelitian

1. Spesifikasi Penelitian

Spesifikasi penelitian ini meliputi sifat penelitian dan pendekatan yang

digunakan dalam penelitian.

Dari sudut sifat penelitian, dikenal penelitian eksploratis, deskriptif, dan

eksplanatoris. Penelitian ini bersifat penelitian deskriptif eksplanatoris. Artinya,

suatu penelitian deskriptif, dimaksudkan untuk memberikan data yang seteliti

mungkin tentang keadaan atau gejala-gejala tertentu. Maksudnya adalah terutama

untuk mempertegas hipotesa-hipotesa, agar dapat membantu di dalam memperkuat

teori-teori lama, atau dalam kerangka menyusun teori-teori baru dalam suatu

penelitian. Apabila pengetahuan tentang suatu masalah sudah cukup, maka sebaiknya

Universitas Sumatera Utara


dilakukan penelitian eksplanatoris yang dimaksudkan untuk untuk menguji hipotesa

tersebut. 20

Alasan penelitian ini disebut sebagai penelitian yang bersifat deskriptif dan

eksplanatoris karena penelitian ini tidak hanya menggambarkan norma-norma hukum

yang berkaitan dengan judul, khususnya tentang Merek.

Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan

yuridis normatif. Metode penelitian yuridis normatif adalah metode yang mengacu

pada norma-norma hukum yang berlaku. Dalam penelitian ini, norma-norma hukum

yang digunakan baik norma hukum nasional maupun norma hukum internasional

2. Sumber Data.

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah melalui penelitian

kepustakaan (library research) untuk mendapatkan konsepsi teori atau doktrin,

pendapat atau pemikiran konseptual dan penelitian terdahulu yang berhubungan

dengan objek telaah penelitian ini yang dapat berupa peraturan perundang-undangan,

buku, tulisan ilmiah dan karya-karya ilmiah lainnya.

Data pokok dalam penelitian ini adalah data-data sekunder yang meliputi:

1) Bahan hukum primer meliputi UU No.15 Tahun 2001 berikut seluruh peraturan

organiknya, termasuk putusan-putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum

tetap.

20
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum (Jakarta: Penerbitan Universitas
Indonesia,2005), hlm. 10.

Universitas Sumatera Utara


2) Bahan hukum sekunder, yaitu peraturan yang relevan dengan masalah penelitian,

teori-teori dan doktrin-doktrin para pakar yang ditelusuri melalui bahan-bahan

pustaka, hasil-hasil penelitian tentang Merek.

3) Bahan hukum tersier atau bahan hukum penunjang yang dapat digunakan untuk

membantu memahami bahan hukum primer dan sekunder, antara lain meliputi

kamus-kamus hukum yang terkait dengan pengertian merek dan pengertian sama

pada pokoknya yang merupakan inti dari studi yang sedang dilakukan.

Sementara dalam menganalisis putusan-putusan pengadilan, Zainuddin Ali

mengemukakan ada 6 (enam) kunci utama yang dapat dipegang oleh peneliti, yakni:

a. Memahami sebaik mungkin fakta-fakta, situasi, serta kasus posisi dari


perkara yang telah diputus oleh pengadilan yang sedang diaudit.
b. Membandingkan dan mengidentifikasi persamaan serta perbedaan antara
fakta, situasi serta posisi kasis dari putusan pengadilan yang bersangkutan
dengan persoalan hukum yang sedang dihadapi, kemudian tentukan apakah
persamaan atau perbedaan itu akan menguntungkan atau justru merugikan
kedudukan klien. Membuat antisipasi dan menetapkan bagaimana fakta-
fakta di dalam putusan pengadilan yang sedang diaudit itu dapat mendukung
kedudukan pihak lawan klien;
c. Mensistematisasikan, mengidentifikasikan, serta merumuskan proses berfikir
dan kebijaksanaan (reasoning and policies) yang terkandung dalam putusan
pengadilan yang sedang diaudit. Pada tahap ini, diidentifikasi pertimbangan
apa yang dianggap penting oleh hakim untuk menjawab isu pokok yang
dihadapi.
d. Merumuskan bagaimana reasoning dan policy yang dibuat hakim dalam
putusan yang sedang diaudit.
e. Membuat evaluasi dan konklusi umum tentang kekuatan dari putusan
pengadilan yang sedang diaudit untuk diaplikasikan pada persoalan hukum
yang sedang dihadapi. 21

21
Zainuddin Ali,Op.Cit, hal. 112-114

Universitas Sumatera Utara


Terdapat 8 (delapan) putusan Mahkamah Agung RI yang telah berkekuatan

hukum tetap akan dianalisis dalam studi ini, dimana tiga putusan yang substansinya

mengenai pembatalan merek terdaftar dengan alasan mempunyai persamaan pada

pokoknya dengan merek yang sudah terdaftar sebelumnya, dan 5 (lima) putusan yang

yang substansinya mengenai pembatalan merek terdaftar karena mempunyai

persamaan pada pokoknya dengan merek terkenal.

3. Teknik dan Alat Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah melalui penelitian

kepustakaan (library research). Melalui penelitian kepustakaan ini diharapkan akan

dapat dikumpulkan data sekunder yang berupa bahan hukum primer, bahan hukum

sekunder, dan juga bahan hukum tersier. Bahan hukum primer meliputi Undang

Undang No.15 Tahun 2001 Tentang Merek berikut seluruh peraturan organiknya,

termasuk putusan-putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.

Melakukan pengumpulan data baik dari sumber buku dan bahan bacaan

lainnya, penelusuran hasil penelitian terkait dengan hukum merek, inventarisasi

putusan pengadilan yang terkait dengan sengketa merek yang persamaan pada

pokoknya dengan merek terdaftar, dan melalui wawancara dengan pakar merek.

4. Analisis Data

Setelah semua data yang dibutuhkan untuk menjawab seluruh permasalahan

terkumpul dilanjutkan dengan tabulasi data, dan selanjutnya dilakukan sistematisasi

data. Kemudian seluruh data dianalisis dengan menggunakan metode kualitatif.

Universitas Sumatera Utara


Artinya mengungkapkan dan menganalisis seluruh data secara narasi atau

menjelaskan dengan kata-kata yang lugas dan mudah dipahami. Pada tahap akhir

dilakukan penarikan kesimpulan dengan menggunakan logika berfikir deduktif-

induktif.

Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif, dasar berpijak yang

digunakan adalah peraturan hukum yang mengandung hal bersifat umum yang

kemudian akan diuji melalui penelitian ini bagaimana ketentuan umum itu

diaplikasikan dalam praktek penegakan hukum di pengadilan. Oleh karena itu, untuk

menarik kesimpulan dilakukan dengan menggunakan logika berfikir deduktif-

induktif. Artinya, berdasarkan hal-hal bersifat umum yang secara normatif diatur

dalam berbagai peraturan perundang-undangan di bidang Merek terkait dengan

larangan pendaftaran merek yang mempunyai persamaan pada pokoknya dengan

merek terdaftar atau merek terkenal dilihat penerapannya secara khusus dalam

beberapa putusan Mahkamah Agung RI yang telah berkekuatan hukum tetap.

Universitas Sumatera Utara


BAB II

FAKTOR-FAKTOR
PENYEBAB TERJADINYA GUGATAN PEMBATALAN MEREK
KARENA ALASAN MEMPUNYAI PERSAMAAN PADA POKOKNYA
DENGAN MEREK TERDAFTAR ATAU MEREK TERKENAL

A. Pengertian dan Kriteria “Persamaan Pada Pokoknya”

Istilah “Persamaan Pada Pokoknya” muncul ketika dua buah Merek yang

“kelihatannya” sama disandingkan. Dalam praktek, hal ini sering menjadi persoalan

ketika merek yang satu dianggap melanggar merek lain. Undang-undang Nomor 15

tahun 2001 tentang Merek pun tidak mengatur terminologi “Persamaan Pada

Pokoknya” dengan rinci dan terang, sehingga dalam kasus-kasus pelanggaran Merek

persoalan ini sering tidak selesai di meja debat. Hakim tidak memiliki persepsi yang

sama dalam hal sebagaimana dijelaskan di atas. 22

Bagian Penjelasan, khususnya penjelasan pasal 6 ayat (1) huruf a, Undang-

Undang Merek hanya mendefinisikan “persamaan pada pokoknya” sebagai:

Kemiripan yang disebabkan oleh adanya unsur-unsur yang menonjol antara Merek

yang satu dan Merek yang lain, yang dapat menimbulkan kesan adanya persamaan

baik mengenai bentuk, cara penempatan, cara penulisan atau kombinasi antara unsur-

unsur ataupun persamaan bunyi ucapan yang terdapat dalam merek-merek tersebut.

22
Insan Budi Maulana. Kompilasi Undamg-Undang Hak Cipta, Paten, Merek, dan
Terjemahan Konvensi-Konvensi di Bidang Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI), (Bandung: Citra
Aditya Bakti, 2005), hal 46.

Universitas Sumatera Utara


Menurut penjelasan tersebut, Persamaan Pada Pokoknya merupakan suatu

“kemiripan”. Kamus Besar Bahasa Indonesia terbitan Balai Pustaka menerjemahkan

“kemiripan” yang berasal dari kata dasar “mirip” ini sebagai “hampir sama atau

serupa”. Dengan demikian, maka dalam Persamaan Pada Pokoknya merek-merek

tersebut hanya “hampir sama” atau “serupa” bentuknya, jadi bukan “sama persis”

atau “sama secara utuh”.

Kemiripan antara merek satu dengan yang lain ini disebabkan oleh adanya

unsur-unsur yang menonjol dari masing-masing merek yang diperbandingkan. Unsur-

unsur yang menonjol itu, kalau disimpulkan dari bunyi pasal 1 angka 1 undang-

undang merek tentang pengertian merek, dapat terdiri dari: 1) Nama 2) Kata 3)

Huruf-huruf 4) Angka-angka 5) Susunan warna 6) Atau kombinasi dari unsur-unsur

tersebut.

Kemiripan antara Merek yang satu dengan Merek lain yang terdaftar lebih

dulu muncul karena masing-masing unsur “nama”, atau “kata”, atau “huruf-huruf”,

atau “angka-angka”, atau “susunan warna”, atau kombinasi dari semua unsur itu ada

yang menonjol. Sampai sejauh mana unsur-unsur tersebut dikatakan menonjol,

penjelasan pasal 6 ayat (1) huruf a hanya menyebutkan sampai unsur-unsur itu

menimbulkan “kesan” adanya persamaan pada: 1) Bentuk 2) Cara penempatan 3)

Cara penulisan 4) atau kombinasi antara unsur-unsur tersebut 5) Serta bunyi ucapan.

Merek terdaftar adalah merek yang telah didaftarkan di Direktorat Jendral Hak

Kekayaan Intelektual. Merek yang telah terdaftar mendapatkan perlindungan hukum,

sehingga apabila terjadi kasus-kasus kecurangan seperti peniruan yang menimbulkan

Universitas Sumatera Utara


kerugian terhadap merek yang telah terdaftar lebih dahulu tersebut dapat ditindak

lanjuti ke Pengadilan dan menghukum pihak yang melakukan peniruan. 23

Dengan demikian, maka dalam persamaan pada pokoknya kemiripan itu

bersifat substansial, yaitu meskipun Merek-merek tersebut tidak sama persis, namun

perbedaannya masih dapat dilacak, sehingga persamaan yang muncul dari Merek-

merek itu hanya berupa “kesan”. Dalam hal ini tidak ada persamaan secara utuh

antara masing-masing Merek, hanya saja Merek-merek tersebut menurut pandangan

umum “terkesan mirip”. Untuk mengukur secara presisi sampai sejauh mana merek-

merek tersebut memiliki “kesan” yang sama, perlu diteliti lagi unsur-unsurnya. Hal

ini mengingat undang-undang merek tidak merinci lebih lanjut sampai sejauh mana

“kesan” itu dapat diukur persamaan visual, konseptual dan fonetik.

Menurut Kasubdit Pemeriksaan Direktorat Merek Ditjen HKI, Didik Taryadi,

jika merangkum pasal 6 ayat (1) huruf a undang-undang merek di atas, untuk menilai

Persamaan Pada Pokoknya bisa dilakukan secara visual, konseptual dan fonetik[2].

Persamaan Visual dapat diukur dari sisi “tampilan” merek itu sendiri, yang

karena persamaan bentuknya, penempatan unsur-unsur, susunan warna atau

kombinasi dari unsur-unsur tersebut menimbulkan kesan adanya persamaan yang

dapat membuat orang keliru. Hal yang paling substansial disini adalah adanya “kesan

visual”, sehingga dengan kesan itu orang bisa keliru. Misalnya merek rokok

“Djenam“, yang secara visual menyerupai rokok merek “Djarum“.

23
Muhammad Djumahana, R, Djubaedilah, Hak Milik Intelektual Sejarah, Teori dan
Prakteknya di Indonesia, PT.Citra Aditya Bakti, Bandung, 1993, hlm 149.

Universitas Sumatera Utara


Persamaan Konseptual, kesan adanya persamaan lebih menekankan pada

kesamaan “filosofi dan makna” yang terkandung dalam Merek tersebut. Misalnya

suatu produk bermerek gambar ”Harimau“. Merek lain dengan kata-kata atau tulisan

“Harimau“ mungkin saja memiliki persamaan filosofi dan makna yang dapat

mengaburkan pemahaman masyarakat terhadap barang tersebut.

Persamaan Fonetik didasarkan pada adanya persamaan secara “pengucapan

atau bunyi” Merek sehingga menimbulkan kesan adanya persamaan. Suatu merek

“House“ memiliki pengucapan yang sama dengan “Haus“, sehingga keduanya dapat

menimbulkan kemiripan.

Menurut Beverly W. Pattishall, et. al. dalam “Trademarks and Unfair

Competition Fifth Edition”[3], faktor yang dapat digunakan sebagai alat ukur untuk

menentukan adanya Persamaan Pada Pokoknya yaitu: 1) Persamaan Bentuk

(Similarity of Appearance), 2) Istilah Asing (Foreign Terms), 3) Persamaan Konotasi

(Similarity of Connotation), 4) Persamaan Kata dan Tanda Gambar (Word and

Picture Marks), 5) Persamaan Bunyi (Similarity of Sound). 24

Persamaan Bentuk (Similarity of Appearance), pertimbangan utama

Persamaan Pada Pokoknya terletak pada “kesan visual” (Visual imprresion) secara

keseluruhan dari masing-masing bentuk Merek. Persamaan Bentuk ini tidak

mempersoalkan persamaan atau perbedaan masing-masing unsurnya. Cukup dapat

dikatakan terdapat persamaan pada pokoknya bila konsumen mendapat kesan bahwa

24
Insan Budi Maulana, Ibid

Universitas Sumatera Utara


suatu merek yang palsu secara visual terkesan seperti aslinya. Kesan visual ini

muncul dengan cara menggeneralisir keseluruhan unsur tanpa membedakan variasi

unsurnya. contoh persamaan bentuk misalnya dalam memperbandingkan merek

QUIRST dengan merek SQUIRT untuk produk soft drink. Kedua merek itu

menampilkan kesan visual yang secara keseluruhan hampir sama sebagai produk soft

drink, meskipun unsur-unsur mereknya yang berupa nama, kata atau huruf-hurufnya

berbeda. Begitupun dalam perbandingan merek CARTIER dengan merek CATTIER

untuk produk kosmetik, atau merek TORNADO dengan merek VORNADO untuk

produk mesin-mesin elektrik.

Persamaan Pada Pokoknya bisa juga disimpulkan dari adanya persamaan

bunyi pada merek-merek yang diperbandingkan, terutama pada merek-merek yang

mengandalkan kekuatan bunyi kata. Dalam persamaan bunyi ini pelafalan atau cara

pengucapan (pronunciation) merek yang “benar” bukanlah faktor yang menentukan.

Pelafalan atau pengucapan yang tidak benar bisa juga menyebabkan adanya

persamaan bunyi merek. Merek HUGGIES dan merek DOUGIES untuk produk

popok bayi kalau dilafalkan akan memiliki persamaan bunyi, meskipun pelafalannya

sedikit berbeda. Begitupun merek CROWNSCRIBER dan SOUNDSCRIBER untuk

merek produk tape recorder, serta LE CONTE dan CONTI untuk merek produk

perawatan rambut.

Persamaan Pada Pokoknya bisa juga muncul karena antara beberapa Merek

yang diperbandingkan memiliki kesamaan konotasi yang mengasosiasikan Merek

tersebut pada suatu hal tertentu. Misalnya antara Merek APPLE dengan Merek

Universitas Sumatera Utara


PINEAPPLE. Kedua Merek tersebut merupakan produk komputer, dan secara

semantik kedua istilah Merek itu memiliki keterkaitan sebagai nama buah yang

berasosiasi sebagai Merek barang komputer. Contoh lain misalnya majalah merek

PLAYBOY dan PLAYMEN. Kedua Merek majalah itu secara semantik memiliki

keterkaitan dan berasosiasi sebagai majalah untuk kaum pria.

Persamaan Pada Pokoknya juga muncul dengan memperbandingkan Merek

yang berupa kata (Word) dengan Merek yang berupa gambar yang merepresentasikan

kata tersebut. Dua merek yang diperbandingkan itu masing-masing berupa “kata” dan

“gambar yang merepresentasikan kata”. Persamaan kata dan tanda gambar ini dapat

kita jumpai misalnya dengan memperbandingkan merek TIGER HEAD dengan

Merek yang bergambar “kepala harimau” untuk produk barang atau jasa yang sama.

Gambar kepala harimau dalam perbandingan tersebut merepresentasikan kata yang

terdapat dalam merek TIGER HEAD (Kepala harimau). Begitu juga misalnya dalam

memperbandingkan merek PEGASUS dengan merek yang bergambar “kuda terbang

(Flying Horse)”.

Persamaan Pada pokoknya muncul apabila merek yang menggunakan istilah

bahasa asing memiliki konotasi yang sama dengan merek yang menggunakan istilah

dalam negeri. Dalam hal ini, meskipun terdapat perbedaan bentuk, kata maupun

bunyi, namun kedua merek yang diperbandingkan itu memiliki kesamaan arti karena

salah satunya berasal dari istilah bahasa asing. Misalnya produk sabun mandi merek

GOOD MORNING diperbandingkan dengan merek sabun mandi BUENOS DIAS

atau SELAMAT PAGI, yang kesemua istilah dalam merek itu mempunyai arti sama.

Universitas Sumatera Utara


Letak pokok persamaan merek-merek itu adalah pada konotasi atau arti yang sama

dari istilah-istilah yang digunakan dalam masing-masing merek.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Persamaan Pada Pokoknya

muncul karena adanya persamaan dalam bentuk, makna, serta bunyi dari Merek-

merek yang diperbandingkan. Bentuk ini terdiri dari bentuk kata, nama, huruf, angka,

warna atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut. Pengertian makna dalam hal ini

dapat diperluas hingga meliputi makna secara keseluruhan, makna kata dengan

representasi gambar serta penggunaan istilah asing dengan pengertian yang sama. 25

B. Pengertian dan Kriteria Merek Terkenal Dan Merek Terdaftar

Pengertian mengenai Merek Terkenal, di dalam Undang-Undang Nomor 15

Tahun 2001 tentang Merek, secara harafiah tidak disebutkan secara tegas, namun

dalam Pasal 6 ayat (1) huruf b disebutkan ketentuan mengenai perlindungan merek

terkenal yaitu bahwa permohonan harus ditolak oleh Direktorat Jenderal apabila

merek tersebut mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan

merek yang sudah terkenal milik pihak lain untuk barang dan /atau jasa sejenis.

Penjelasan Pasal 6 ayat (1) huruf b menyatakan bahwa:

Penolakan permohonan yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau


keseluruhan dengan Merek Terkenal untuk barang dan/atau jasa sejenis
dilakukan dengan memperhatikan pengetauhan umum masyarakat mengenai
merek tersebut dibidang usaha yang bersangkutan. Di samping itu,
diperhatikan pula reputasi merek terkenal yang diperoleh karena promosi yang
gencar dan besar-besaran, investasi di beberapa negara di dunia yang

25
http://legalakses.com/persamaan-pada-pokoknya-3/ diakses pada tanggal 10 Februari 2012

Universitas Sumatera Utara


dilakukan oleh pemiliknya, dan disertai bukti pendaftaran Merek tersebut di
beberapa negara. Apabila hal-hal diatas belum dianggap cukup, pengadilan
Niaga dapat memerintahkan lembaga yang bersifat mandiri untuk melakukan
survei guna memperoleh okesimpulan mengenai terkenal atau tidaknya merek
yang menjadi dasar penolakan.

Bahasa Indonesia kata asing “well-known” diterjemahkan menjadi terkenal

begitu juga kata “famous” sehingga pengertian Merek Terkenal tidak membedakan

arti atau tidak menentukan tingkatan arti “famous mark” dan “well-know marks”.

Banyak terdapat kasus dimana barang yang di produksi secara pokoknya sama

dengan merek atas barang atau jasa yang diproduksi secara pokoknya sama dengan

merek atas barangatau jasa yang sudah terkenal dengan maksud menimbulkan kesan

kepada khalayak ramai, seakan barang ataujasa yang diproduksinya sama dengan

produksi barang atau jasa yang sudah terkenal itu. 26

Menurut Imam Sjahputra , Heri Herjandono dan Parjio, Merek terkenal ialah

suatu merek yang sudah dikenal meluas oleh masyarakat didasarkan pada reputasi

yang diperolehnya karena promosi yang terus menerus oleh pemiliknya yang diikuti

dengan bukti pendaftaran merek di berbagai negara.

Selain itu ketentuan Merek terkenal juga terdapat dalam artikel 6 bis Konvensi

Paris. Pasal tersebut menentukan bahwa merek terkenal yang telah dipakai oleh

pemakai merek yang beitikad tidak baik, maka selalu dapat dimintakan

pembatalannya atau dilakukan pembatalan oleh Pejabat Pendaftaran. Dalam Pasal 6

bis ayat (3) dinyatakan bahwa tidak ada jangka waktu yang ditentukan untuk meminta

26
OK. Saidin, Aspek Hukum Kekayaan Intelektual (Intellectual Property Right), Jakarta,
Rajawali Pers, 2007, hlm 357

Universitas Sumatera Utara


pembatalan daripada merek itu atau larangan untuk memakai merek terdaftar tersebut

jika dipakainya dengan itikad buruk (in bad faith), sedangkan definisi atau kriteria

tentang merek terkenal (well-known mark) diserahkan pada masing-masing negara

anggota Konvensi Paris. Pengertian merek terkenal di Indonesia, selain menagacu

pada syarat-syarat mengenai merek terkenal yang terdapat dalam Penjelasan Pasal 6

Undang-Undang No.15 Tahun 2001 tentang Merek juga mengacu pada Yurisprudensi

Mahkamah Agung RI Nomor 1486 K/Pdt/1991 yang menyatakan bahwa:

Pengertian Merek Terkenal yaitu apabila suatu merek telah beredar keluar dari batas-

batas regional sampai batas-batas internasional, dimana telah beredar keluar negeri

asalnya dan dibuktikan dengan adanya pendaftaran merek yang bersangkutan di

berbagai negara. Dalam Undang-Undang Nomor 14 tahun 1997 pengaturan mengenai

Merek Terkenal dapat diketahui dalam beberapa pasal seperti Pasal 6 ayat (3), ayat

(4), Penjelasan Umum dan Penjelasan Pasal 6 Adapun kriteria Merek terkenal dapat

diketahui dari Penjelasan Pasal 6 Undang-Undang Nomor 14 tahun 1997 yang

menyatakan bahwa:

Adapun mengenai kriteria Merek Terkenal, selain memperhatikan

pengetahuan umum masyarakat, penentuan juga didasarkan pada reputasi merek yang

bersangkutan yang diperoleh karena promosi yang dilakukan oleh pemiliknya yang

disertai dengan bukti pendaftaran merek tersebut di beberapa negara (jika ada).

Apabila hal-hal di atas belum dianggap cukup maka hakim dapat memerintahkan

lembaga yang bersifat mandiri (independent) untuk melakukan survei guna

memperoleh kesimpulan mengenai terkenal atau tidaknya merek yang bersangkutan.

Universitas Sumatera Utara


Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001, pengaturan Merek terkenal dapat

diketahui pada Pasal 6 ayat (1) huruf b dan ayat (2) maupun dalam penjelasan pasal

tersebut. penjelasan Pasal 6 ayat (1) huruf b menyatakan bahwa:

Penolakan permohonan yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau

keseluruhan dengan Merek Terkenal untuk barang dan /atau jasa sejenis dilakukan

dengan memperhatikan pengetahuan umum masyarakat mengenai Merek tersebut di

bidang usaha yang bersangkutan. Disamping itu, diperhatikan pula reputasi Merek

Terkenal yang diperoleh karena promosi yang gencar dan besar-besaran, investasi di

beberapa negara di dunia yang dilakukan oleh pemiliknya, dan disertai bukti

pendaftaran merek tersebut di beberapa negara. Apabila hal-hal di atas belum

dianggap cukup, Pengadilan Niaga dapat memerintahkan lembaga yang bersifat

mandiri untuk melakukan survei guna memperoleh kesimpulan mengenai terkenal

atau tidaknya merek yang menjadi dasar penolakan. Pengaturan mengenai pengertian

dan kriteria Merek Terkenal menurut ketentuan Hukum Internasional dapat diketahui

pada:

1. Menurut Paris Convention

Saat ini Paris Convention beranggotakan 163 negara per 15 Juli 2002.

Indonesia ikut serta dalam meratifikasi konvensi itu tanggal 18 Desember 1979 dan

juga menjadi anggota Paris Union. Paris Convention berlaku terhadap hak kekayaan

industrial (industrial property) dalam pengertian luas termasuk paten, merek, desain

industri, utility models, nama dagang, indikasi geografis serta pencegahan persaingan

curang.

Universitas Sumatera Utara


Indonesia sendiri meratifikasi Paris Convention melalui keputusan Presiden

No.24 Tahun 1979 pada tanggal 18 Desember 1979, namun masih mereservasi Pasal

1 sampai dengan 12 dan Pasal 28 ayat (1) Paris Convention. Pada tahun 1997 melalui

keputusan Presiden No.15 Tahun 1997 Indonesia mencabut reservasi Pasal 1 sampai

dengan 12, akan tetapi masih tetap mereservasi Pasal 28 ayat (1) tentang dispute

settlement.

Paris Convention tidak mengatur pengertian atau kriteria bakunya tentang

Merek terkenal. Bentuk perlindungan Merek Terkenal tercantum dalam Pasal 6 bis,

yang menyebutkan bahwa masing-masing anggota atau competent authority di suatu

negara harus menolak permohonan pendaftaran yang sama atau mirip dengan merek

yang dianggap terkenal di negara itu.

2. Menurut Trade Related Aspects of Intellectual Property Agrement (TRIPs

Agreement)

Adapun ketentuan tentang merek dapat diketahui pada bagian II Pasal 16 ayat

(2) dan ayat (3) dan bagian III mengenai sanksi pada Pasal 41 sampai dengan Pasal

61. Pasal 16 ayat (2) TRIPs Agreement mengatur unsur penting yang harus

dipertimbangkan dalam menentukan Merek Terkenal yaitu:

…..in determining whether a trademark is well-known, Member shall take

account of the knoeledge of the trademark in the relevant sector of the public,

including knowledge in the Member concerned which has been obtained as a result of

the promotion of the trademark.

Universitas Sumatera Utara


(…..Dalam menentukan apakah suatu merek terkenal atau tidak, para anggota

harus mempertimbangkan pengetahuan mengenai merek di sektor publik yang

relevan, termasuk pengetahuan Anggota mengenai hal mana yang didapat sebagai

hasil promosi atas suatu merek). Disamping itu Pasal 16 ayat (2) TRIPs Agreement

juga mengatur bahwa ketentuan Pasal 6 Paris Convention juga dipakai secara mutlak

untuk jasa. Pasal 16 ayat (3) TRIPs Agreement juga menyatakan bahwa:

Articles 6 bis of the Paris Convention (1967) shall apply, mutatis mutandis, to

goods or services which are not similar to those in respect of which a trademark is

registered, provided that use of that trademark in relation to those goods or services

would indicate a connection between those goods or services and the owner of

registered trademark and provided that the interests of the registered trademark are

likely to be damaged by such use. (Pasal 6 bis Konvensi Paris (1967) harus berlaku,

mutantis mutandis, terhadap barang atau jasa yang tidak sejenis dengan barang atau

jasa dimana suatu merek telah didaftar atasnya dengan ketentuan bahwa penggunaan

merek dagang sehubungan dengan barang atau jasa dan pemilik merek terdaftar

tersebut serta dengan ketentuan bahwa ketentuan pemilik merek terdaftar akan

dirugikan oleh penggunaan tersebut).

Pengertian dan kriteria Merek Terkenal menurut Badan Internasional dan

Negara-negara lain:

1. Menurut laporan hasil pertemuan The Committee of Expert onWell-known Mark

atau Komisi Ahli mengenai Merek Terkenal Tahun 1997, telah merumuskan

kriteria Merek Terkenal sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara


a. Pemakaian merek yang begitu lama;

b. Penampilan merek yang mempunyai ciri khas tersendiri yang melekat pada

ingatan masyarakat;

c. Pendaftaran merek di beberapa negara;

d. Reputasi merek yang bagus karena produk-produk atau jasa yang dihasilkan

mempunyai mutu yang prima dan nilai estetis serta nilai komersial yang

tinggi;

Pemasaran dan peredaran produk dengan jangkauan yang luas di hampir

seluruh dunia.

2. Menurut WIPO

Di samping itu telah ada guidelines yang dikeluarkan oleh WIPO yang intinya

menyangkut faktor-faktor dalam mempertimbangkan apakah suatu merek terkenal

atau tidak. Pihak yang berwenang harus mempertimbangkan antara lain hal-hal di

bawah ini:

a. Tingkat pengetahuan dan pengakuan mengenai merek tersebut dalam sektor

publik yang bersangkutan;

b. Masa, jangkauan dan daerah geografis dari penggunaan merek;

c. Masa, jangkauan dan daerah geografis dari promosi merek, termasuk

pengiklanan dan publisitas serta presentasi pada pameran dari barang-barang

atau jasa-jasa merek tersebut.

Universitas Sumatera Utara


a. Masa dan daerah geografis dari setiap pendaftaran dan setiap aplikasi

pendaftaran sampai pada satu tingkat sehingga merefleksikan penggunaan

atau pengakuan merek;

b. Catatan dari penegak hukum yang berhasil atas hak yang melekat pada merek

sampai pada suatu tingkat dimana merek tersebut diakui sebagai merek

terkenal oleh pejabat yang berwenang;

c. Nilai yang berkaitan dengan merek tersebut. 27

3. Menurut Negara China

Kantor merek China menetapkan kriteria-kriteria atas Merek Terkenal sebagai

berikut:

a. Ruang lingkup dari daerah geografis dimana merek tersebut dipakai (the

extent of geographical areas in whicht hemark isused).

b. Jangka waktu merek tersebut telah dipakai (the period during which the mark

has been used)

c. Jumlah dan hasil minimum penjualan dari pemakai merek (the scale and

turnover of the applicant business).

d. Pengetahuan dari masyarakat tentang merek tersebut (the awereness of the

mark among the public).

e. Status dari merek tersebut apakah terdaftar di negara lain (the status of the

mark (whether registered) in other countries).

27
WIPO Joint Recommendation Concerning Provisons on the Protection of Well Known
Mark 1999, “Article 2”, www.wipo.int/ip-dev/en, diakses tanggal 14 April 2011.

Universitas Sumatera Utara


f. Biaya pengeluaran dari iklan tersebut berikut daerah jangkauan dari iklan

tersebut (the advertising expenditures and the area covered by the

advertisement).

g. Usaha-usaha yang telah dilakukan oleh pemilik merek dalam melindungi

merek tersebut (the afforts made by the trademark owner in protecting iis

trademark).

h. Kemampuan dari pemilik merek untuk mempertahankan kualitas yang baik

dari merek yang dipakainya (the ability of the owner to maintain a cosistent

good quality of the products bearing the mark).

4. Menurut Negara Jerman

Pengadilan Jerman berpatokan pada survei pasar untuk menyatakan suatu

Merek Terkenal, yang dilakukan secara objektif. Apabila survei pasar membuktikan

bahwa lebih dari 80% (delapan puluh persen ) masyarakat mengenal dan mengetahui

merek yang diselidiki, maka merek tersebut adalah merek terkenal. (lihat kasus Avon,

putusan Mahkamah Agung Jerman tertanggal 21 Maret 1991).

Adapun kriteria-kriteria Merek Terkenal menurut para sarjana adalah sebagai

berikut:

a. Todung Mulya Lubis dan Insan Budi Maulana

Menyatakan bahwa kriteria Merek Terkenal adalah apabila terdaftar di

berbagai negara, telah dipromosikan secara gencar di dalam dan di luar negeri,

digunakan di negara yang bersangkutan, serta dikenal luas oleh anggota

masyarakat.

Universitas Sumatera Utara


b. Annette Kur di dalam bukunya Insan Budi Maulana

Telah memilah Merek Terkenal atas dua konsep yaitu “mashur”

(renown) dan “reputasi” (reputation). Konsep “mashur” dianggap sebagai

hukum merek secara tradisional. Dalam konsep ini kriteria yang esensi adalah

“kuantitas”. Suatu merek mempunyai tingkat kemahsuran dinyatakan dalam

prosentase sejauh mana masyarakat atau kelompok tertentu akrab dengan

merek tertentu. Kekurangan konsep ini adalah apabila konsep ini terlalu kaku

diterapkan, misalnya apabila ditentukan tingkat minimum untuk suatu tingkat

kemashuran itu, ternyata tidak dipenuhi. Selain itu, konsep “kemahsuran” ini

dapat menimbulkan salah pengertian pada masyarakat apabila digunakan oleh

pihak yang berwenang. Konsep lain adalah “mempunyai/mendapat reputasi”

(having reputation) yang dianggap modern dan pendekatannya lebih luwes.

Reputasi suatu merek berarti “independent attractiveness” yang juga dapat

digambarkan sebagai suatu “advertising value”. Jadi kriteria utama konsep ini

adalah “kualitas”. Berarti, kriteria ini mengacu pada suatu kualitas tertentu

suatu merek daripada syarat kuantitas. Dalam interpretasi ini, dihubungkan

dengan perlindungan merek lebih luas maka pendekatan kualitas merupakan

pendekatan yang lebih realistis.

c. Menurut Monstret, untuk menentukan apakah merek tersebut masuk kategori

“well-known” atau “famous”, maka ada beberapa kriteria yang harus

diperhatikan, yaitu:

1) Tingkat pengakuan akan merek yang bersangkutan;

Universitas Sumatera Utara


2) Tingkat penggunaan serta jangka waktu penggunaan merek;

3) Tingkat keluasan dan jangka waktu iklan dan promosi dari merek;

4) Tingkat keluasan dimana merek tersebut diakui, digunakan, diiklankan,

didaftarkan dan dilaksanakan secara geografis, atau faktor-faktor yang

berhubungan yang dapat menentukan jangkauan merek tersebut secara

geografis, yaitu lokal, regional atau seluruh dunia;

5) Tingkat daya pembeda yang dimiliki merek tersebut;

6) Derajat keeksklusifan merek serta sifat dan keluasan penggunaan

merek yang sama atau serupa oleh pihak ketiga;

7) Sifat barang atau jasa serta jalur perdagangan atas barang dan jasa

yang menunjang merek tersebut;

8) Derajat dimana reputasi merek melambangkan kualitas barang; dan


28
9) Keluasan dan nilai komersial yang dihubungkan dengan merek.

5. Menurut Negara Amerika

Kriteria merek terkenal yang dianut oleh Amerika Serikat diatur Pasal 43 (c)

(1) Lanhnham Act yang diperbaharui. Dalam pasal tersebut ditentukan bahwa untuk

menentukan apakah suatu merek mempunyai sifat daya pembeda dan terkenal,

Pengadilan dapat mempertimbangkan faktor-faktor seperti (tetapi tidak terbatas

pada). 29

28
http://hukumit.blogspot.com/2011/09/pengertian-mengenai-merek-terkenal.html
29
Iman Syahputra, Op. cit., hlm 21-22

Universitas Sumatera Utara


a. Derajat sifat yang tidak terpisahkan atau mempunyai sifat daya pembeda

dari merek tersebut;

b. Jangka waktu dan ruang lingkup pemakaian merek yang berkaitan dengan

barang atau jasa dari merek;

c. Jangka waktu dan ruang lingkup dari pengiklanan dan publisitas merek

tersebut;

d. Ruang lingkup geografis dari daerah perdagangan tempat merek tersebut

dipakai;

e. Jaringan perdagangan barang atau jasa dari merek yang dipakai;

f. Derajat pengakuan atas merek tersebut dari arena perdagangan dan

jaringan perdagangan dari pemilik merek dan larangan terhadap orang atas

pemakaian merek tersebut dilaksanakan.

g. Sifat umum dan ruang lingkup pemakaian merek yang sama oleh pihak

ketiga; dan

h. Keberadaan pendaftaran merek tersebut berdasarkan Undang-Undang

Tanggal 3 Maret 1981 atau Undang-Undang Tanggal 20 Februari 1905

atau pendaftaran pertama. 30

30
http://prasetyohp.wordpress.com/problematika-perlindungan -merek-di-Indonesia

Universitas Sumatera Utara


C. Faktor-faktor Yang Menyebabkan Banyaknya Kasus Gugatan
Pembatalan Merek Karena Alasan Mempunyai Persamaan Pada
Pokoknya Dengan Merek Terdaftar Atau Merek Terkenal

Kasus gugatan pembatalan Merek terdaftar dengan alasan mempunyai

persamaan pada pokoknya baik dengan Merek yang sudah terdaftar sebelumnya,

maupun dengan Merek Terkenal cukup banyak jumlahnya. Kasus ini terjadi

disebabkan oleh adanya suatu merek yang didaftarkan di Direktorat Jenderal Hak

Kekayaan Intelektual, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Ditjen HKI)

yang diklaim mempunyai persamaan pada pokoknya dengan merek yang sudah

terdaftar sebelumnya atau pemilik merek terkenal oleh pemilik merek terdaftar atau

merek terkenal tersebut.

Gejala tersebut di satu sisi dapat menunjukkan bahwa fungsi dan peranan

merek dalam perdagangan barang maupun jasa semakin penting, sehingga

mendorong para pelaku usaha untuk mendaftarkan mereknya.

Menurut Endang Purwaningsih merek memiliki fungsi:

1. Fungsi pembeda, yakni membedakan produk satu perusahaan dengan produk


perusahaan lain;
2. Fungsi jaminan reputasi, yakni sebagai tanda asal usul produk, juga secara
pribadi menghubungkan reputasi produk bermerek tersebut dengan
produsennya, sekaligus nmemberi jaminan kualitas akan produk tersebut;
3. Fungsi promosi, yakni merek juga digunakan sebagai sarana memperkenalkan
produk baru dan mempertahankan reputasi produk lama yang diperdagangkan,
sekaligus untuk menguasai pasar;

Universitas Sumatera Utara


4. Fungsi rangsangan investasi dan pertumbuhan industri, yakni merek dapat
menunjang pertumbuhan industri melalui penanaman modal, baik asing
maupun dalam negeri dalam menghadapi mekanisme pasar bebas. 31

Sudaryat dkk. Melihat fungsi merek selain sebagai tanda pembeda adalah:
1. Pengenalan perusahaan yang bersangkutan atau identifikasi perusahaan
tersebut. Dengan menyebut nama dagang saja, sudah dapat diketahui
perusahaan mana yang dimaksud;
2. Menunjukkan reputasi perusahaan-baik ataukah bonafide sehingga
masyarakat dapat mengetahuinya;
3. Sumber informasi bagi konsumen. Artinya, konsumen dapat mengetahui
aktivitas dagang perusahaan yang bersangkutan. 32

Cassavera mengatakan:

” Secara historis, merek diciptakan untuk melindungi produsen dari para


pencuri. Merek hewan piaraan (cattle brand) berupa tanda khusus pada masing-
masing ternak mengidentifikasi pemilik dan memudahkan pencarian dan pembuktian
manakala ternak tersebut dicuri”. 33

Oleh karena sistem perlindungan merek yang dianut oleh UU No.15 Tahun

2001 tentang Merek bersifat konstitutif, artinya hanya merek terdaftar saja yang

mendapat perlindungan hukum. Namun di sisi lain, menggambarkan pula bahwa

budaya persaingan curang yang semakin menggejala merasuki para pelaku usaha itu

sendiri.

Banyak faktor yang mungkin menyebabkan banyaknya terjadi kasus gugatan

pembatalan merek dengan alasan mempunyai persamaan pada pokoknya dengan

merek terdaftar atau merek terkenal tersebut. Untuk melakukan identifikasi mengenai

31
Endang Purwaningsih, Perkembangan Hukum Intellectual Property Rights: Kajian Hukum
Terhadap Hak Atas Kekayaan Intelektual dan Kajian Komparatif Hukum Paten, Ghalia Indonesia,
Bogor, 2005, hal.11
32
Sudaryat, Sudjana, dan Rika Ratna Permata, Hak Kekayaan Intelektual: Memahami Prinsip
Dasar, Cakupan, dan Undang-undang Yang Berlaku, Penerbit Oase Media, Bandung, 2010, hal.65
33
Casasavera, Kasus Sengketa Merek Di Indonesia, Graha Ilmu, Yokyakarta, 2009, hal.9

Universitas Sumatera Utara


faktor-faktor penyebabnya tersebut dalam studi ini akan dilakukan pendekatan

dengan meminjam teori sistem hukum dari Lawrence M.Friedman, yakni: faktor

substansi hukum (legal substance), faktor aparatur hukum (legal structure), dan

faktor budaya hukum (legal culture).

a. Faktor Substansi Hukum (legal substance)

Dari aspek substansi hukum, sekurang-kurangnya terdapat tiga kelemahan

yang terdapat dalam UUM 2001.

a. Pengertian dan kriteria “mempunyai persamaan pada pokoknya” yang

kurang jelas

Pada sub bab terdahulu, telah diuraikan secara jelas bagaimana pengertian dan

kriteria “mempunyai persamaan pada pokok” dilihat secara normatif dalam UUM

2001. Kriteria “mempunyai persamaan pada pokoknya”, hanya dijumpai dalam

penjelasan Pasal ayat (1) Huruf a yang memberikan penjelasan yang dimaksud

dengan:

“Persamaan pada pokoknya adalah kemiripan yang disebabkan oleh adanya


unsur-unsur yang menonjol antara Merek yang satu dan Merek yang lain, yang dapat
menimbulkan kesan adanya persamaan baik mengenai bentuk, cara penempatan, cara
penulisan atau kombinasi antara unsur-unsur ataupun persamaan bunyi ucapan yang
terdapat dalam merek-merek tersebut”.

Dengan kriteria tersebut berarti penilaian mengenai ada atau tidak adanya

persamaan pada pokoknya suatu merek yang dimohonkan pendaftarannya dengan

merek terdaftar atau merek terkenal tersebut kewenangannya sepenuhnya ada pada

subyektifitas pemeriksa merek. Hal sangat berpeluang menimbulkan sengketa, di

mana mungkin saja menurut penilaian Pemeriksa Merek merek yang dimohonkan

Universitas Sumatera Utara


pendaftarannya tersebut tidak mempunyai persamaan pada pokoknya dengan merek

terdaftar atau merek terkenal. Sedangkan dari pemilik merek terdaftar atau merek

terkenal merek tersebut nyata-nyata mempunyai persamaan pada pokoknya. Sehingga

setelah merek tersebut didaftarkan pemilik merek yang sudah terdaftar sebelumnya

atau pemilik merek terkenal memajukan gugatan pembatalannya ke Pengadilan

Niaga.

Seperti terjadi dalam perkara putusan Mahkamah Agung RI No.738

K/Pdt.Sus/2011 tanggal 5 Januari 2012 yo. Putusan Pengadilan Niaga pada

Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No.55/MEREK/2011/PN.NIAGA.JKT.PST tanggal

8 September 2011, antara: PT.Sanbe Farma melawan PT.Pharos Indonesia dkk.

PT.Sanbe Farma dalam gugatannya minta agar pendaftaran Merek ELASTYN yang

terdaftar pada Daftar Umum Merek dengan No.IDM000220115 sejak tanggal 6

Oktober 2009 untuk barang Kelas 5 dibatalkan karena mempunyai persamaan pada

pokoknya dengan Merek PELASTIN milik Penggugat yang sudah terdaftar sejak

tahun 1998 dengan Nomor DKL 9822224244A1 yang telah diperpanjang

perlindungannya dengan daftar No.IDM000252217 untuk Kelas 05 untuk jenis

barang: hasil-hasil pharmasi, Ilmu Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, hasil-hasil

makanan pantang untuk anak-anak dan orang-orang sakit, plester-plester dan

pembalut; sedia-sediaan untuk menambal gigi dan untuk membasmi tumbuh-

tumbuhan dan binatang-binatang perusak.

Kasus tersebut terjadi disebabkan oleh adanya perbedaan penilaian antara

Pemeriksa Merek dengan pemilik Merek terdaftar. Di mana menurut penilaian

Universitas Sumatera Utara


Pemeriksa Merek ternyata Merek ELASTYN tidak mempunyai persamaan pada

pokoknya dengan Merek PELASTIN yang sudah terdaftar sebelumnya, sehingga oleh

Ditjen HKI pendaftaran Merek ELASTYN tersebut dikabulkan. Namun bagi pemilik

Merek PELASTIN dianggap mempunyai persamaan pada pokoknya.

b. Pengertian dan kriteria merek terkenal tidak terukur

UUM 2001 pengertian dan kriteria merek terkenal diatur dalam

Penjelasan Pasal 6 ayat (1) Huruf b yang melihat kriteria merek terkenal untuk

barang dan/atau jasa sejenis dilakukan dengan memperhatikan pengetahuan

umum masyarakat mengenai merek tersebut di bidang usaha yang

bersangkutan. Serta dengan memperhatikan reputasi Merek terkenal yang

diperoleh karena promosi yang gencar dan besar-besaran, investasi di

beberapa negara di dunia yang dilakukan oleh pemiliknya, dan disertai bukti

pendaftaran Merek tersebut di beberapa negara.

Kriteria yang digambarkan dengan kata-kata “pengetahuan umum

masyarakat”, “promosi yang gencar dan besar-besaran”, dan “beberapa

negara” penilaiannya bersifat relatif, dan subyektif.

Berapa orang yang mengetahui dan untuk wilayah mana saja

sebarannya baru dikatakan masyarakat umum telah mengetahui tidak jelas

dan tidak terukur. Bagaimana ukuran yang dikatakan telah melakukan

promosi yang gencar dan besar-besaran juga tidak jelas. Termasuk istilah

beberapa negara, tidak jelas berapa jumlah negara yang dimaksudkan

sehingga memenuhi kriteria beberapa negara.

Universitas Sumatera Utara


Oleh karena itu, untuk menentukan apakan suatu merek itu sebagai

merek terkenal atau tidak sangat rentan menimbulkan perdebatan dan

perbedaan pendapat.

Insan Budi Maulana mengatakan Merek terkenal tidak dapat didefinisikan,

ahli-ahli di bidang merek pun sepakat untuk tidak mau mendefinisikan

bahkan sampai sekarang ini. 34

c. Dimungkinkan pendaftaran merek yang sama keseluruhan atau pada

pokoknya dengan Merek terdaftar atau Merek terkenal

UU No.15 Tahun 2001 terdapat beberapa pasal yang memberikan

peluang untuk didaftarkannya merek yang mempunyai persamaan baik pada

keseluruhan ataupun pada pokoknya dengan merek terdaftar atau merek

terkenal, dengan syarat asalkan tidak sejenis. Antara lain:

Pasal 1 Angka 2 yang menyebutkan: Merek Dagang adalah Merek

yang digunakan pada barang yang diperdagangkan oleh seseorang atau

beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan

dengan barang-barang sejenis lainnya.

Pasal 1 Angka 3 menyebutkan: Merek Jasa adalah Merek yang

digunakan pada jasa yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang

secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan jasa-jasa

sejenis lainnya.

34
Insan Budi II, Op.Cit., hal. 207

Universitas Sumatera Utara


Ketentuan Pasal 6 ayat (1) huruf a dan b terdapat kata-kata “untuk

barang dan/atau jasa sejenis lainnya”. 35

Adanya kata-kata “untuk barang dan ataupun jasa sejenis lainnya”

dalam ketentuan-ketentuan tersebut jelas memberi kemungkinan untuk

mendaftarkan Merek barang ataupun jasa yang sama keseluruhan atau pada

pokoknya dengan Merek barang ataupun jasa yang sudah terdaftar asalkan

tidak sejenis. Salah satu contoh misalnya Merek Baterai ABC dengan Merek

Kecap ABC yang mereknya sama tapi pemiliknya berbeda dan kedua-duanya

terdaftar di Ditjen HKI. Namun dengan adanya ketentuan Pasal 4 yang

menyebutkan:”Merek tidak dapat didaftar atas dasar permohonan yang

diajukan oleh Pemohon yang beriktikad tidak baik”, maka permohonan

pendaftaran merek tersebut harus didasarkan pada iktikad baik.

Peluang tersebut digunakan oleh pelaku usaha untuk mencoba

berspekulasi memajukan permohonan pendaftaran Merek yang sama pada

pokoknya dengan merek terdaftar atau merek terkenal untuk jenis barang

ataupun jasa yang berbeda. Jika permohonan itu diajukan atas dasar iktikad

baik menurut UU No.15 Tahun 2001 tidak dilarang, tetapi jika atas dasar

iktikad tidak baik untuk membonceng pada popularitas dari merek terdaftar

atau merek terkenal, seharusnya menurut No.15 Tahun 2001 ditolak

pendaftarannya. Namun penilaian mengenai ada atau tidak adanya iktikad

35
Sudaryat, Sudjana, Ibid.

Universitas Sumatera Utara


tidak baik tersebut hingga saat ini masih menjadi perdebatan, sehingga hal ini

memicu terjadinya sengketa merek di pengadilan.

b. Faktor Aparatur Hukum (Legal Structure)

Salah satu faktor yang tidak kalah pentingnya yang menyebabkan

terjadinya sengketa Merek di Pengadilan dengan alasan mempunyai

persamaan pada pokoknya dengan merek terdaftar atau merek terkenal adalah

faktor aparatur hukum (legal structure).

Fungsi dan tugas dari Pemeriksa Merek pada Ditjen HKI sangat

menentukan untuk menyatakan apakah suatu permohonan pendaftaran merek

itu diterima atau ditolak. Oleh karena itu, untuk memberikan pelayanan yang

baik kepada masyarakat khususnya para pemohon merek diperlukan aparatur

Pemeriksa Merek yang jujur, adil, profesional, dan mempunyai pengetahuan

yang luas mengenai merek terdaftar; merek terkenal; indikasi geografis yang

sudah dikenal; nama orang terkenal; foto, atau nama badan hukum; singkatan

nama, bendera, lambang atau simbol atau emblem negara atau lembaga

nasional maupun internasional; serta tanda atau cap atau stempel resmi yang

digunakan oleh negara atau lembaga Pemerintah. Di samping itu, Pemeriksa

Merek juga harus mempunyai kemampuan untuk menganalisis apakah

permohonan Merek itu dilakukan atas dasar iktikad baik atau tidak. Sebab,

dalam Pasal 4 No.15 Tahun 2001 disebutkan bahwa Merek tidak dapat

didaftar atas dasar permohonan yang diajukan oleh Pemohon yang beriktikad

Universitas Sumatera Utara


tidak baik. Serta dalam Pasal 6 ayat (1) dan ayat (3) adanya kewajiban dari

Ditjen HKI untuk menolak permohonan pendaftaran Merek, jika:

a. Mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan

Merek milik pihak lain yang sudah terdaftar lebih dahulu untuk barang

dan/atau jasa sejenis;

b. Mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan

Merek yang sudah terkenal milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa

sejenis;

c. Mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan

indikasi geografis yang sudah dikenal;

d. Merupakan atau menyerupai nama orang terkenal, foto, atau nama badan

hukum yang dimiliki orang lain, kecuali atas persetujuan tertulis dari yang

berhak;

e. Merupakan tiruan atau menyerupai nama atau singkatan nama, bendera,

lambang atau simbol atau emblem negara atau lembaga nasional atau

internasional, kecuali atas persetujuan tertulis dari pihak yang berwenang;

atau

f. Merupakan tiruan atau menyerupai tanda ata cap atau stempel resmi yang

digunakan oleh negara atau lembaga Pemerintah, kecuali atas persetujuan

tertulis dari pihak yang berwenang;

Dari semua komponen tersebut, salah satu yang menuntut adanya ketelitian

dan kecermatan Pemeriksa Merek adalah melakukan penilaian apakah suatu merek

Universitas Sumatera Utara


itu mempunyai persamaan pada pokoknya dengan merek terdaftar atau merek

terkenal atau tidak. Hal ini antara lain disebabkan dalam UU No.15 Tahun 2001

tentang merek sendiri kriteria dari “persamaan pada pokoknya” dan “merek terkenal”

itu kurang memadai, dan berpeluang menjadi perdebatan dan penafsiran yang

berbeda.

Salah satu tolok ukur dari penilaian apakah Pemeriksa Merek telah bekerja

secara baik dan profesional atau tidak tentu dari hasil keputusannya mengabulkan

atau menolak permohonan Merek. Dengan asumsi bahwa apabila gugatan pembatalan

merek sedikit berarti relatif Pemeriksa Merek telah bekerja dengan baik. Tetapi

sebaliknya, jika gugatan pembatalan merek banyak, berarti tingkat profesionalisme

Pemeriksa Merek masih rendah.

Berdasarkan penelusuran yang dilakukan terhadap putusan pengadilan dalam

perkara Merek, ternyata cukup banyak gugatan pembatalan Merek yang diajukan

pemilik merek terdaftar ataupun merek terkenal dengan alasan mempunyai persamaan

pada pokoknya dengan merek pihak lain yang sudah terdaftar sebelumnya ataupun

dengan merek terkenal.

Pada tahun 2004 terdapat 19 (sembilan belas) kasus gugatan pembatalan

pendaftaran merek yang diputus di tingkat kasasi oleh Mahkamah Agung RI terdapat

6 (enam) kasus yang dikabulkan dengan alasan mempunyai persamaan pada

Universitas Sumatera Utara


pokoknya dengan merek terdaftar dan 6 (enam) kasus mempunyai persamaan pada

pokoknya dengan merek terkenal. 36

Putusan-putusan itu, adalah:

a. Putusan MA RI No.049 K/N/HaKI/2004 tanggal 13 Mei 2004 jo.putusan

Pengadilan Niaga Pada PN Jakarta Pusat No.60/MEREK/2003/

PN.NIAGA.JKT.PST. tanggal 18 November 2003 (Kasus Merek ROYAL

CANIN v Merek ROYAL GREEN). Pendaftaran Merek ROYAL GREEN

dibatalkan karena mempunyai persamaan pada pokoknya dengan merek

terkenal ROYAL CANIN);

b. Putusan MA RI No.01 K/N/HaKI/2004 tanggal 26 Oktober 2004

jo.putusan Pengadilan Niaga Pada PN Jakarta Pusat

No.70/MEREK/2003/PN.NIAGA.JKT.PST. tangal 18 Desember 2003

(Kasus Merek PIEN TZE HUANG v Merek ZHANG ZHOU PIEN TZE

HUANG). Pendaftaran Merek ZHANG ZHOU PIEN TZE HUANG

dibatalkan karena mempunyai persamaan pada pokoknya dengan Merek

PIEN TZE HUANG.

c. Putusan MA RI No.05 K/N/HaKI/2004 tanggal 12 Oktober 2004

jo.putusan Pengadilan Niaga Pada PN Jakarta Pusat No.83/MEREK/2003/

PN.NIAGA JKT.PST. tanggal 1 Maret 2004 (Kasus Merek Sarikaya v

Merek Sarikaya).Pendaftaran Merek Sarikaya milik Tergugat dibatalkan

36
Tim Redaksi Tatanusa, Himpunan Putusan-putusan Mahkamah Agung Dalam Perkara
HaKI, Penrbit PT.Tatanusa, Jakarta, 2005, hal.v-viii

Universitas Sumatera Utara


karena mempunyai persamaan pada pokoknya dengan Merek Sarikaya

milik Penggugat yang sudah terdaftar sebelumnya.

d. Putusan MA RI No.06 K/N/HaKI/2004 tanggal 14 Juni 2004 jo.putusan

Pengadilan Niaga Pada PN Jakarta Pusat No.01/MEREK/2004/

PN.NIAGA.JKT.PST tanggal 24 Maret 2004 (Kasus Merek Terkenal

VERSUS,VERSUS GIANI VERSACE dan VERSUS VERSACE v

Merek VERSUS). Pendaftaran Merek VERSUS dibatalkan karena

mempunyai persamaan pada pokoknya dengan Merek terkenal VERSUS,

VERSUS GIANI VERSACE dan VERSUS VERSACE.

e. Putusan MA RI No.13 K/N/HaKI/2004 tanggal 18 Agustus 2004

jo.putusan Pengadilan Niaga Pada PN Jakarta Pusat No.

08/MEREK/2004/PN.NIAGA>JKT.PST tanggal 01 Juni 2004 (Kasus

Merek ROTARI & DESAIN DAN ROTARY v Merek ROTARY).

Pendaftaran Merek ROTARY dibatalkan karena mempunyai persamaan

pada pokoknya dengan Merek ROTARI & DESAIN dan ROTARY.

f. Putusan MA RI No.015 K/N/HaKI/2004 tanggal 13 Desember 2004

jo.putusan Pengadilan Niaga Pada PN Jakarta Pusat

No.12/MEREK/2004/PN.NIAGA.JKT.PST tanggal 16 Juni 2004 (Kasus

Merek GARUDA v Merek GARUDA). Pendaftaran Merek GARUDA

milik Tergugat dibatalkan karena mempunyai persamaan pada pokoknya

dengan Merek GARUDA milik Penggugat yang sudah terdaftar

sebelumnya.

Universitas Sumatera Utara


g. Putusan MA RI No.017 K/N/HaKI/2004 tanggal 28 Oktober 2004

jo.putusan Pengadilan Niaga Pada PN Jakarta Pusat No.22/MEREK/2004/

PN.NIAGA.JKT.PST tanggal 21 Juni 2004 (Kasus Merek ESSO v Merek

ASSO). Pendaftaran Merek ASSO dibatalkan karena mempunyai

persamaan pada pokoknya dengan Merek ESSO.

h. Putusan MA RI No.021 K/N/HaKI/2004 tanggal 26 Oktober 2004 jo.

Putusan Pengadilan Niaga Pada PN Jakarta Pusat No.24/MEREK/2004/

PN.NIAGA.JKT.PST. tanggal 16 Agustus 2004 (Kasus Merek RODY v

NEWRODYSPECIAL).Pendaftaran Merek NEWRODYSPECIAL

dibatalkan dengan alasan mempunyai persamaan pada pokoknya dengan

Merek RODY.

i. Putusan MA RI No.024 K/N/HaKI/2004 tanggal 2 Februari 2005 jo.

Putusan Pengadilan Niaga Pada PN Jakarta Pusat No.27/MEREK/2004/

PN.NIAGA.JKT.PST. tanggal 31 Agustus 2004 (Kasus Merek terkenal

A/X, A/X ARMANI EXCHANGE, GIORGIO ARMANI, EMPERIO

ARMANI, ARMANI, ARMANI EXCHANGE, ARMANI MANIA,

MANIA GIORGIO ARMANI, MANI dan TERRA DI ARMANI v A/X).

Pendaftaran Merek A/X dibatalkan dengan alasan mempunyai persamaan

pada pokoknya maupun keseluruhannya dengan Merek-merek terkenal

A/X, A/X ARMANI EXCHANGE, GIORGIO ARMANI, EPERIO

ARMANI, ARMANI, ARMANI EXCHANGE, ARMANIMANIA,

MANIA GIORGIO, ARMANI, MANI, dan TERRA DI ARMANI.

Universitas Sumatera Utara


j. Putusan MA RI No.036 K/N/HaKI/2004 tanggal 17 Januari 2005

jo.putusan Pengadilan Niaga Pada PN Jakarta Pusat No.36/MEREK/2004/

PN.NIAGA.JKT.PST. tanggal 27 Oktober 2004 (Kasus Merek DAWN v

DAWN dan MORNING DAWN). Pendaftaran Merek DAWN dan

MORNING DAWN dibatalkan karena mempunyai persamaan pada

pokoknya maupun keseluruhannya dengan Merek DAWN.

Di samping itu, masih ada lagi putusan Mahkamah Agung RI yang juga

membatalkan pendaftaran Merek karena mempunyai persamaan pada pokoknya

dengan Merek yang sudah terdaftar sebelumnya maupun dengan merek terkenal. Di

antaranya adalah:

a. Putusan Mahkamah Agung RI dalam perkara No.738 K/Pdt.Sus/20011

tanggal 5 Januari 2012 jo.putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan

Negeri Jakarta Pusat No.55/MEREK/2011/PN.NIAGA.JKT.PST. tanggal

8 September 2011, antara: PT.SANBE FARMA melawan PT.PHAROS

INDONESIA dk (Kasus Merek PELASTIN v Merek ELASTYN).

Pendaftaran Merek ELASTYN dibatalkan dengan alasan mempunyai

persamaan pada pokoknya dengan Merek PELASTIN.

b. Putusan Mahkamah Agung RI No.485 K/Pdt.Sus/2009 tanggal27 Agustus

2009 jo. Putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat

No.80 MEREK/2008/PN.NIAGA.JKT.PST tanggal 12 Mei 2009, dalam

perkara antara: JTEKT Corporation melawan Supardi (Kasus Merek

terkenal KOYO v KOY). Pendaftaran Merek KOY disertai Logo Kelaher

Universitas Sumatera Utara


dibatalkan dengan alasan mempunyai persamaan pada pokoknya dengan

Merek terkenal KOYO.

c. Putusan Mahkamah Agung RI No.010 PK/N/HaKI/2006 tanggal 17 Maret

2008 jo.putusan Mahkamah Agung RI No.035 K/N/HaKI/2005 tanggal 13

September 2005 yo.putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri

Jakarta Pusat No.14/MEREK/2005/PN.NIAGA.JKT.PST tanggal 20 Juni

2005, antara: Dama S.p.A melawan Sutejo (Kasus Merek

PAUL&SHARK YACHTING v PAUL & SHARK). Pendaftaran Merek

PAUL&SHARK dibatalkan karena mempunyai persamaan pada pokoknya

dengan Merek PAUL&SHARK YACHTING.

d. Putusan PK Mahkamah Agung RI No.015 PK/Pdt.Sus/2007 tanggal 27

November 2008 jo. Putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri

Jakarta Pusat No.61/MEREK/2006/PN-NIAGA.JKT.PST. tanggal 22

November 2006, antara: Rony Ridwan melawan Kurnain Gunardi (Kasus

Merek LOVE, MY LOVE v MY LOWE). Pendaftaran Merek LOWE

dibatalkan dengan alasan mempunyai persamaan pada pokoknya dengan

Merek LOVE dan MY LOVE.

Berdasarkan kenyatan tersebut menunjukkan bahwa cukup banyak Merek

terdaftar yang dibatalkan oleh pengadilan karena mempunyai persamaan pada

pokoknya baik dengan merek yang sudah terdaftar sebelumnya maupun dengan

Merek terkenal.

Universitas Sumatera Utara


Hal ini mencerminkan bahwa profesionalisme para Pemeriksa Merek pada

Ditjen HKI dalam melakukan pemeriksaan terhadap permohonan Merek sangat

lemah. Terlebih-lebih lagi jika dilihat dari merek-merek yang dibatalkan tersebut

pada umumnya mempunyai kemiripan yang cukup menonjol. Bahkan ada beberapa di

antaranya yang sama pada keseluruhannya dengan merek yang sudah terdaftar

sebelumnya maupun dengan merek terkenal. Serta kedua merek tersebut berada

dalam satu kelas dan jenis barang yang sama.

3. Budaya Hukum Masyarakat (Legal Culture)

Di samping faktor substansi hukum dan aparatur Pemeriksa Merek yang

bekerja kurang profesional, faktor budaya hukum masyarakat khususnya para pelaku

usaha juga turut mendorong banyaknya terjadi kasus pendaftaran merek yang

mempunyai persamaan pada pokoknya dengan merek terdaftar atau merek terkenal

tersebut. Hal ini tergambar dari kasus-kasus yang telah dikemukakan di atas. Di mana

merek yang dibatalkan karena mempunyai persamaan pada pokoknya dengan merek

terdaftar atau merek terkenal tersebut pada umumnya berada pada kelas dan jenis

barang yang sama dengan Merek yang sudah terdaftar sebelumnya atau merek

terkenal. Serta dalam putusan pengadilan tersebut ditegaskan bahwa pendaftaran

merek yang dibatalkan tersebut dilakukan atas dasar iktikad tidak baik.

Iktikad tidak baik dari pemilik merek terdaftar tersebut akan lebih jelas lagi kelihatan

jika dianalisis dari kasus Merek A/X v A/X, A/X ARMANI EXCHANGE. Dalam

posita gugatannya GA MODEFINE S.A ada mesebutkan bahwa Tergugat I (Sutedjo)

dengan iktikad buruk telah berulang kali melakukan pelanggaran atas merek-merek

Universitas Sumatera Utara


Penggugat lainnya, dan telah diproses di pengadilan dalam perkara perdata maupun

pidana, yakni:

a. Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tanggal 15 November 1999

No.216/PDT.G/1999/PN.JKT.PST

b. Putusan Pengadilan Negeri jakarta Pusat tanggal 20 Januari 1992

No.225/PDT.G/1991/PN.JKT.PST.yo.putusan MA RI tanggal 26 Februari

1994 No.1520 K/Pdt/1992;

c. Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat tanggal 11 Desember 2001

No.497/PID.B/2001/PN.JKT.PST.

Kenyataan tersebut menunjukkan bahwa budaya membonceng popularitas

merek terdaftar atau merek terkenal secara iktikad tidak baik di kalangan para pelaku

usaha, khususnya yang bergerak di bidang perdagangan barang ataupun jasa cukup

tinggi.

Universitas Sumatera Utara


BAB III

PENERAPAN KETENTUAN PERSAMAAN PADA POKOKNYA


DENGAN MEREK TERDAFTAR ATAU MEREK TERKENAL
DALAM PUTUSAN PENGADILAN

Penerapan ketentuan “persamaan pada pokoknya” dan “merek terkenal”

dalam putusan Mahkamah Agung RI dalam bab ini dapat diketahui dengan

melakukan studi terhadap 8 (delapan) putusan Mahkamah Agung RI baik dalam

tingkat kasasi maupun peninjauan kembali yang telah berkekuatan hukum tetap yang

membatalkan pendaftaran merek karena mempunyai persamaan pada pokoknya

dengan merek terdaftar dan/atau merek terkenal.

A. Deskripsi Penerapan Ketentuan “Persamaan Pada Pokoknya” dan “Merek


Terkenal” Dalam Putusan Mahkamah Agung RI

1. Putusan Mahkamah Agung RI No.036 K/N/HaKI/2004 Tanggal 17 Januari 2005


jo.Putusan Pengadilan Niaga Pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat
No.36/MEREK/2004/PN.NIAGA.JKT.PST. Tanggal 27 Oktober 2004 (Kasus
Merek Terkenal DAWN dan DAWN Dengan Lukisan v Merek DAWN dan
MORNING DAWN

Malaysia Dairy Industries Pte.Ltd sebuah perseroan di Singapura (Penggugat)

dalam kasus ini telah menggugat Arjan Gagandas Lalmalani (Tergugat) di Pengadilan

Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Alasan gugatan Penggugat adalah

bahwa Penggugat merupakan pemilik dan pemakai pertama atas merek DAWN dan

merek DAWN dengan lukisan, yang digunakan untuk jenis barang yang termasuk

dalam kelas 29 dan 32. Adapun produk-produk dengan menggunakan merek DAWN

dan merek DAWN dengan lukisan telah beredar sejak lama di pasaran internasional,

termasuk di Indonesia. Khusus di Indonesia produk susu evaporasi, dan susu kental

Universitas Sumatera Utara


manis dengan merek DAWN milik Penggugat telah mendapat persetujuan

pendaftaran dari Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan sejak tanggal 10

April 1996. Penggugat juga telah mendaftarkan merek DAWN dan DAWN dengan

lukisan di negara-negara: Vietnam untuk merek DAWN dengan lukisan daftar

No.8066 tertanggal 11 September 1992, Myanmar untuk merek DAWN dengan

lukisan daftar No.1996/1992 terdaftar sejak tahun 1992, Laos untuk merek DAWN

dengan lukisan daftar No.1969 tertanggal 6 November 2003 sebagai perpanjangan

dari No.2485 tertanggal 5 November 1993, dan Republik Madagaskar untuk merek

DAWN dengan lukisan daftar No.4045 tertanggal 26 Desember 2001, dan untuk

merek DAWN daftar No.4049 tertanggal 26 Desember 2001, kesemuanya untuk jenis

barang yang termasuk kelas 29 dan 32. Merek DAWN milik Penggugat juga telah

terdaftar pada Organisasi Hak Milik Intelektual Afrika (African Intellectual Property

Organization) dengan No.48056 tertanggal 7 Mei 2003 untuk melindungi jenis

barang termasuk dalam kelas 29 dan 32. Ternyata diketahui oleh Penggugat telah

terdaftar dalam DUM, yakni: merek DAWN, daftar no.447267 tertanggal 11

November 1998 untuk melindungi jenis-jenis barang yang termasuk dalam kelas 29,

dan merek MORNING DAWN daftar No.447100 tertanggal 11 November 1998

untuk melindungi jenis-jenis barang yang termasuk kelas 29. Penggugat sangat

keberatan terhadap terdaftarnya merek-merek atas nama Tergugat tersebut, karena

mempunyai persamaan pada pokoknya maupun keseluruhannya dengan merek

DAWN dan merek DAWN dengan lukisan yang telah terkenal dan digunakan terlebih

dahulu oleh Penggugat. Persamaan pada pokoknya itu menurut Penggugat terlihat

Universitas Sumatera Utara


dari segi penulisan maupun pengucapan merek-merek tersebut serta digunakan untuk

jenis barang yang termasuk dalam kelas 29. Dengan demikian menurut Penggugat ide

atau inspirasi Tergugat dalam menggunakan kata DAWN pada merek-mereknya pasti

diilhami oleh merek Penggugat yang telah terkenal dan lebih dahulu beredar di

Indonesia. Dengan demikian pendaftaran merek-merek tergugat didasari iktikad tidak

baik. Berdasarkan alasan tersebut Penggugat mohon kepada pengadilan agar

dinyatakan sebagai pemilik dan pemakai pertama merek DAWN dengan lukisan;

menyatakan merek DAWN dan merek DAWN dengan lukisan milik Penggugat

sebagai merek terkenal; menyatakan merek DAWN daftar No.447267 tertanggal 11

November 1998 dan merek MORNING DAWN daftar No.447100 tertanggal 11

November 1998 mempunyai persamaan pada pokoknya maupun secara

keseluruhannya dengan merek DAWN maupun merek DAWN dengan lukisan milik

Penggugat; dan oleh karena itu menyatakan batal demi hukum pendaftaran merek

DAWN dan merek MORNING DAWN milik tergugat tersebut.

Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat mengabulkan gugatan

Penggugat untuk seluruhnya dalam perkara ini. Di mana terhadap putusan tersebut

Tergugat memohon kasasi ke Mahkamah Agung, namun permohonannya ditolak oleh

Mahkamah Agung RI melalui putusannya No.036 K/N/HaKI/2004 tanggal 17 Januari

2005.

Universitas Sumatera Utara


Ada beberapa hal yang menarik untuk diketahui dalam kasus ini, yakni:

a. Merek DAWN dan Merek DAWN dengan lukisan milik Penggugat tidak

terdaftar di Ditjen HKI, tetapi Penggugat mengklaim sebagai pemilik dan

pemakai pertama merek tersebut, dan mengklaim merek-mereknya sebagai

merek terkenal dengan alasan telah terdaftar di 5 (lima) negara, yakni: Vietnam

tanggal 11 September 1992, Myanmar tahun 1992 , Laos sejak tanggal 5

November 1993, dan Republik Madagaskar sejak tanggal 26 Desember 2001 ,

serta terdaftar di African Intellectual Property Organization sejak tanggal 7 Mei

2003. Di Indonesia merek DAWN untuk jenis barang susu evaporasi, dan susu

kental manis baru didaftarkan di Ditjen Pengawasan Obat dan Makanan pada

tanggal 10 April 1996. Jika hal ini dikaitkan dengan penjelasan Pasal 6 ayat (1)

huruf b UU No.15 Tahun 2001 tentang Merek yang melihat keterkenalan suatu

merek itu dari segi pengetahuan umum masyarakat mengenai merek tersebut,

promosi yang gencar dan besar-besaran, investasi di beberapa negara di dunia,

dan pendaftarannya di beberapa negara di dunia, maka dalam hal ini yang baru

terpenuhi adalah faktor telah terdaftar di beberapa negara di dunia saja.

Sedangkan Penggugat tidak ada menjelaskan bagaimana promosi dan investasi

dari perusahaan dan merek-mereknya tersebut di Indonesia maupun di dunia

internasional. Jika hanya berdasarkan bahwa merek DAWN tersebut telah

terdaftar di Ditjen Pengawasan Obat dan Makanan sejak tahun 1996, jika

seandainyapun merek tersebut telah diperdagangkan sejak tahun 1996

Universitas Sumatera Utara


pengetahuan umum masyarakat Indonesia atas merek tersebut masih sangat

diragukan.

b. Merek-merek milik Penggugat tersebut digunakan untuk jenis barang dalam

kelas 29 dan 32 tanpa memperinci untuk jenis-jenis barang apa saja merek-merek

itu digunakan. Padahal yang menjadi ukuran dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a dan b

adalah persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya untuk barang dan/ataupun

jasa sejenis.

Penerapan ketentuan Pasal 6 ayat (1) Huruf a mengenai Persamaan pada

pokoknya antara merek-merek DAWN dan MORNING DAWN milik Tergugat

dengan merek-merek DAWN dan DAWN dengan lukisan milik Penggugat dilihat

berdasarkan pada faktor: persamaan dari segi penulisan, dan persamaan pengucapan

kedua merek tersebut, dan kedua merek tersebut didaftarkan untuk kelas barang yang

sama, yakni untuk barang-barang kelas 29. Hal ini jika diperhatikan dari kata yang

digunakan pada kedua merek tersebut yakni DAWN, memang terlihat jelas

persamaan pada pokoknya.

Untuk kriteria merek terkenal pengadilan melihat dari adanya unsur-unsur:

merek DAWN tersebut telah didaftarkan di 5 (lima) negara di dunia, yakni di

Vietnam tanggal 11 September 1992, di Myanmar tahun 1992, di Laos, tahun 2003,

di Republik Madagaskar tahun 2003. Serta telah terdaftar juga di African Intellectual

Property Organization. Di samping itu, merek DAWN tersebut telah beredar sejak

lama di pasaran internasional.

Universitas Sumatera Utara


2. Putusan Mahkamah Agung RI No.024 K/N/HaKI/2004 tertanggal 02 Februari
2005 jo.putusan Pengadilan Niaga Pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat
No.27/MEREK/2004/PN.NIAGA.JKT.PST. tanggal 31 Agustus 2004 (Kasus
Merek Terkenal A/X ARMANI EXCHANGE v A/X)

GA Modefine S.A (Penggugat) telah memajukan gugatan terhadap Sutedjo

(Tergugat I) dan Ditjen HKI (Tergugat II) di Pengadilan Niaga Pada Pengadilan

Negeri Jakarta Pusat minta agar Merek AX milik Sutedjo yang terdaftar pada Ditjen

HKI dengan No.349651 tanggal 15 Desember 1995 untuk barang-barang yang

termasuk di kelas 25 karena mempunyai persamaan dengan Merek A/X, A/X

ARMANI EXCHANGE, GIORGIO ARMANI, EMPORIO ARMANI, ARMANI,

ARMANI EXCHANGE, ARMANI MANIA, MANIA GIORGIO ARMANI, MANI

dan TERRA DI ARMANI dengan logo produk A/X yang termasuk merek terkenal

dan juga terdaftar di Indonesia. Di mana kepemilikan Merek terkenal A/X, A/X

ARMANI EXCHANGE, ARMANI EXCHANGE dan merek-merek lainnya yang

mengandung unsur esensial kata “ARMANI” telah dikukuhkan dalam beberapa

putusan Pengadilan di Indonesia, yaitu:

a. Putusan MA RI No.1520 K/Pdt/1992 tanggal 26 Februari 1994 yang telah

berkekuatan hukum tetap;

b. Putusan PN Jakarta Pusat No.377/PDT.G/2000/PN.JKT.PST tanggal 12

Januari 2001 yang telah berkekuatan hukum tetap;

c. Putusan PN Jakarta Pusat No.77/PDT.G/2001/PN.JKT.PST tanggal 12

Januari 2001 yang telah berkekuatan hukum tetap;

Universitas Sumatera Utara


Di samping itu, menurut Penggugat ternyata Tergugat I dengan iktikad buruk

telah berulang kali melakukan pelanggaran atas merek-merek milik Penggugat yang

lainnya, sebagaimana menurut perkara-perkara baik perdata maupun pidana berikut

ini:

a. Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tanggal 20 Januari 1999

No.216/PDT.G.D/1991/1999/PN.JKT.PST.

b. Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tanggal 20 Januari 1992

No.225/PDT.G.D/1991/PN.JKT.PST jo.putusan Mahkamah Agung RI tanggal

26 Februari 1994 No.1520 K/Pdt/1992; dan

c. Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat tanggal 11 Desember 2001

No.497/PID.B/2001/PN.JKT.BAR.

Pengadilan Niaga menolak gugatan Penggugat dengan alasan gugatan

penggugat diajukan sudah melebihi 5 (lima) tahun dari tanggal pendaftaran merek,

maka sesuai dengan ketentuan Pasal 69 ayat (1) UUM 2001 yang bersifat imperatif.

Penggugat memajukan kasasi ke Mahkamah Agung RI. Di mana Mahkamah Agung

dalam putusannya membatalkan putusan Pengadilan Niaga, dan memutuskan antara

lain: Menyatakan merek A/X adalah merupakan hasil kreasi, imajinasi dan

pengembangan dari merek ARMANI EXCHANGE dan/atau penggalan dari merek

AX ARMANI EXCHANGE milik Penggugat; menyatakan pendaftaran merek A/X di

bawah pendaftaran No.349651 tanggal 15 Desember 1995 yang melindungi barang-

barang yang termasuk kelas 25 atas nama Tergugat I mempunyai persamaan pada

pokoknya atau keseluruhannya dengan merek-merek terkenal A/X, AX ARMANI

Universitas Sumatera Utara


EXCHANGE, GIORGIO ARMANI, EMPERIO ARMANI, ARMANI, ARMANI

EXCHANGE, ARMANI MANIA, MANIA GIORGIO ARMANI, MANI dan

TERRA DI ARMANI milik Penggugat; Membatalkan atau setidak-tidaknya

menyatakan batal demi hukum pendaftaran merek A/X di bawah pendaftaran

No.349651 tanggal 15 Desember 1995 yang melindungi barang-barang yang

termasuk kelas 25 atas nama Tergugat I. Putusan tersebut antara lain didasarkan pada

pertimbangan hukum:

a. Bahwa judex factie dalam pertimbangan hukumnya tidak mempertimbangkan

dengan cermat bukti P.3 dan P.4, yaitu bukti yang diajukan sehubungan dengan

adanya persamaan pada pokoknya antara merek milik Termohon

Kasasi/Tergugat I dengan merek milik Pemohon Kasasi/Penggugat, yaitu merek

A/X, yang walaupun baru didaftarkan di Indonesia pada tanggal 8 Maret 2000,

setelah didaftarkannya merek milik Termohon Kasasi/Tergugat I yaitu pada

tanggal 15 Desember 1995. Namun pada saat itu merek milik Pemohon

Kasasi/Penggugat telah merupakan merek terkenal (telah terdaftar di organisasi

dunia tentang Hak atas Kekayaan Intelektual/WIPO) sejak tahun 1992 vide bukti

P-4.2).

b. Bahwa meskipun Termohon Kasasi/Tergugat I adalah sebagai pendaftar pertama

(first to file), namun pada saat didaftarkan merek tersebut telah beredar, sebab

berdasarkan bukti P.3.2 merek AX ARMANI EXCHANGE sudah terdaftar pada

tanggal 26 November 1991 No.321488. Di samping itu, mengenai merek

terkenal milik Pemohon Kasasi/Penggugat telah ada putusan yang telah

Universitas Sumatera Utara


mempunyai kekuatan hukum yang tetap yaitu putusan No.015 PK/N/HaKI/2003

tanggal 7 April 2004 (bukti P.5.8);

c. Bahwa pertimbangan hukum judex facti yang menyangkut “iktikad tidak baik”

dari Termohon Kasasi/Tergugat I seharusnya mengacu pada bukti-bukti

Pemohon Kasasi/Penggugat yaitu putusan yang sudah berkekuatan hukum tetap

(yang terkait dengan Tergugat dan Penggugat), yaitu putusan No.1520

K/Pdt/1992 tanggal 26 Februari 1994 dan putusan No.497/Pid/2001/PN.Jkt.Brt.

tanggal 11 Desember 2001.

Mahkamah Agung RI menerapkan secara konsisten ketentuan Pasal 6 ayat (1)

Huruf a dan Huruf b. Tentang kriteria adanya persamaan pada pokoknya pengadilan

melihat berdasarkan faktor-faktor: adanya persamaan bentuk, persamaan cara

penempatan, dan persamaan cara penulisan kedua merek tersebut.

Sedangkan untuk menyatakan merek milik Penggugat sebagai merek terkenal

pertimbangan hukum pengadilan melihat dari unsur-unsur: merek tersebut telah

didaftar di berbagai negara di dunia, termasuk di Indonesia; terdaftar di berbagai

organisasi internasional, promosi merek tersebut dilakukan secara gencar dan terus

menerus baik melalui media cetak maupun media elektronik, baik Di Indonesia

maupun di berbagai negara; serta keterkenalan merek tersebut telah diputuskan oleh

pengadilan di Indonesia;

3. Putusan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung RI No.010 PK/N/HaKI/2006


Tanggal 17 Maret 2008 jo. Putusan Mahkamah Agung No.035 K/N/HaKI/2005
Tanggal 13 September 2005 jo.Pengadilan Niaga Pada Pengadilan Negeri jakarta
Pusat No.14/MEREK/2005/PN.NIAGA.JKT.PST. Tanggal 20 Juni 2005 (Kasus

Universitas Sumatera Utara


Merek Terkenal PAUL & SHARK YACHTING dan Lukisan Ikan Hiu v PAUL &
SHARK)

Dama S.P.A (Penggugat) telah menggugat Sutejo (Terugat) di Pengadilan

Negeri Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat minta agar pendaftaran Merek

PAUL & SHARK daftar No.562103 tertanggal 1997 atas nama Sutejo untuk

melindungi jenis barang yang termasuk dalam kelas 25 dibatalkan. Oleh karena

merek tersebut mempunyai persamaan pada pokoknya dengan Merek

PAUL&SHARK YACHTING dan Lukisan Hiu yang terdaftar pada Ditjen HKI

dengan No.390071 tanggal 15 Agustus 1996 yang merupakan perpanjangan dari

daftar No.207284 tertanggal 15 Agustus 1986, dan No.401797 tertanggal 25

November milik Penggugat untuk melindungi jenis barang yang termasuk dalam

kelas 25. Di mana Merek PAUL & SHARK YACHTING ini juga oleh Penggugat

diklaim sebagai merek terkenal karena sudah didaftar diberbagai negara di dunia,

seperti di Italia, Australia, Argentina, Bolivia, Kanada, Denmark, Inggris dan Irlandia

Utara, Yunani, Hongkong, Irlandia, Meksiko, Portugal, Singapura, Turki, Amerika

Serikat, dan telah pula terdaftar pada Organisasi Hak Milik Intelektual Afrika untuk

kelas barang 25. Penggugat juga mendalilkan bahwa Terugat memajukan pendaftaran

merek PAUL & SHARK tersebut atas dasar iktikad tidak baik untuk membonceng

keterkenalan merek milik Penggugat dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan

besar tanpa harus mempromosikan mereknya sendiri. Atas gugatan tersebut

Mahkamah Agung RI dalam putusannya antara lain menyatakan bahwa Penggugat

adalah pemilik dan pemakai pertama merek PAUL & SHARK YACHTING dan

Universitas Sumatera Utara


Lukisan Ikan Hiu; menyatakan merek PAUL & SHARK daftar No.562103 tertanggal

5 Maret 1997 atas nama Tergugat mempunyai persamaan pada pokoknya dengan

merek PAUL & SHARK YACHTING dan Lukisan Ikan Hiu atas nama Penggugat;

dan Menyatakan batal pendaftaran Merek PAUL& SHARK daftar No.562103 tanggal

5 Maret 1997 atas nama Tergugat dengan segala akibat hukumnya.

Pengadilan dalam kasus ini hanya menerapkan ketentuan Pasal 6 ayat (1)

huruf a saja. Di mana di dalam pertimbangan hukumnya antara lain disebutkan:

“bahwa dengan didaftarkannya merek PAUL & SHARK YACTING dan Lukisan

Ikan Hiu di berbagai negara di dunia yang sebagian besar lebih dahulu dari

pendaftaran merek PAUL & SHARK dalam DUM atas nama Tergugat, dan merek

PAUL & SHARK atas nama Tergugat tersebut mempunyai persamaan pada

pokoknya dengan merek PAUL & SHARK YACHTING dan Lukisan Ikan Hiu atas

nama Penggugat karena adanya persamaan pada kedua merek yang unsur

menonjolnya adalah PAUL & SHARK, baik persamaan bunyi ucapan maupun cara

penulisan (huruf besar semua), maka tuntutan Penggugat yang beralasan dan tidak

melawan hak tersebut harus dikabulkan”. Di sini terlihat bahwa persamaan pada

pokoknya antara merek PAUL & SHARK YACHTING milik Penggugat dengan

merek PAUL & SHARK milik Tergugat dilihat berdasarkan adanya persamaan bunyi

ucapan dan cara penulisan mereknya (huruf besar semua) serta berada pada kelas

barang yang sama.

Mahkamah Agung dalam pertimbangan hukum putusannya memberikan

kriteria Merek PAUL & SHARK YACHTING sebagai merek terkenal dilihat dari

Universitas Sumatera Utara


unsur-unsur: telah terdaftar di Indonesia, dan juga telah terdaftar di 15 (lima belas)

negara di dunia, yakni: Italia, Australia, Argentina, Bolivia, Kanada, Denmark,

Inggris, Yunani, Hongkong, Irlandia, Meksiko, Portugal, Singapura, Turki, dan

Amerika Serikat; terdaftar di African Intellectual Property Organization, dan

organisasi Hak Milik Intelektual Dunia; dan berada dalam kelas barang yang sama.

Namun dalam putusannya tidak mengabulkan gugatan Penggugat untuk menyatakan

Merek PAUL & SHARK YACHTING tersebut sebagai merek terkenal.

4. Putusan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung RI No.015 PK/Pdt.Sus/2007


Tanggal 27 November 2008 yo.Putusan Mahkamah Agung RI No.046
K/N/HaKI/2006 Tanggal13 Februari 2007 yo.Putusan Pengadilan Niaga Pada
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No.61/MEREK/2006/PN.NIAGA.JKT.PST.
Tanggal 22 November 2006 (Kasus Merek Love dan My Love v My Lowe)

Rony Ridwan (Penggugat) telah menggugat Kurnain Gunardi (Tergugat) di

Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat minta agar Merek

pendaftaran Merek My Lowe daftar No.IDM000028204 tertanggal 26 Januari 2005

untuk barang-barang kelas 24 karena mempunyai persamaan pada pokoknya dengan

Merek My Love miliknya yang sudah terdaftar pada Ditjen HKI sejak tanggal 14 Juli

2003 dengan No.IDM00073114 untuk kelas barang 24 untuk jenis barang kain lap,

kain sprei, kain-kain. Persamaan pada pokoknya itu dilihat dari segi bunyi suara yang

dihasilkan jika Lowe dibaca akan menghasilkan suara seolah-olah Love. Di samping

itu, menurut Penggugat pendaftaran merek My Lowe tersebut dilakukan oleh

Tergugat didasari iktikad tidak baik, karena tidak dapat dibayangkan maksud lain dari

Tergugat untuk mendaftarkan merek My Lowe tersebut kecuali didasari untuk

membonceng, meniru atau menjiplak ketenaran merek dagang Love dan My Love

Universitas Sumatera Utara


milik Penggugat. Hal ini diperkuat Penggugat dengan mengatakan bahwa Tergugat

sebagai pihak yang turut menanda tangani Surat Perjanjian Bersama tertanggal 27

Juni 2003 dan telah mengakui melakukan kesalahan atas penggunaan merek

Penggugat secara tanpa hak. Maka seharusnya Tergugat tidak lagi mengajukan

pendaftaran dan/atau menggunakan merek dagang My Lowe tersebut. Mengingat

Tergugat telah mengetahui sebelumnya bahwa merek Love dan My Love telah

terdaftar atas nama Penggugat untuk kelas barang 24. Dalam perkara ini Pengadilan

Niaga pada Pengadilan Negeri jakarta Pusat memutuskan antara lain: Menyatakan

Penggugat sebagai pemegang hak atas merek Love dan My Love, masing-masing

untuk kelas barang 24; menyatakan pendaftaran merek My Lowe atas nama Tergugat

didasari iktikad tidak baik; menyatakan merek My Lowe atas nama Tergugat

mempunyai persamaan pada pokoknya dengan merek Love dan My Love milik

Penggugat; dan menyatakan batal pendaftaran merek My Lowe atas nama Tergugat;

Atas putusan tersebut Tergugat memajukan kasasi ke Mahkamah Agung RI, dan

Mahkamah Agung RI menolak permohonan kasasi nya. Selanjutnya Tergugat

memajukan peninjauan kembali ke Mahkamah Agung RI, dan juga ditolak oleh

Mahkamah Agung RI.

Pengadilan dalam kasus ini menerapkan dengan baik ketentuan Pasal 4 dan

ketentuan Pasal 6 ayat (1) Huruf a UU No.15 Tahun 2001 tentang Merek. Adanya

persamaan pada pokoknya antara merek LOVE dan MY LOVE dengan Merek MY

KOWE dilihat dari unsur-unsur: adanya persamaan bunyi suara yang dihasilkan;

persamaan pada bentuknya; persamaan pada cara penulisan, dan persamaan kelas dan

Universitas Sumatera Utara


jenis barang. Perlu diperhatikan bahwa kriteria persamaan pada pokoknya ada juga

disebutkan dalam World Trademark Simposium di Cannes tanggal 5-9 Februari 1991,

yang antara lain adalah: adanya persamaan pengertian atau konotasi, dan adanya

persamaan bunyi (sound similarity) 37.

Adanya iktikad tidak baik dari Tergugat dilihat antara lain dari adanya Surat

Pernyataan Bersama tertanggal 27 Juni 2003 tersebut, sehingga niat Tergugat untuk

membonceng, meniru atau menjiplak ketenaran merek Love dan My Love jelas

terlihat. Di samping itu, adanya kemiripan antara merek My Lowe milik Tergugat

dengan Love dan My Love milik Penggugat disebabkan adanya kemiripan bunyi

ucapan dan cara penulisannya.

5. Putusan Mahkamah Agung RI No.485 K/Pdt.Sus/2009 Tanggal 27 Agustus 2009


jo.Putusan Pengadilan Niaga Pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat
No.80/MEREK/2008/PN.NIAGA.JKT.PST. Tanggal 12 Mei 2009 (Kasus Merek
Terkenal Koyo v Koy dan Logo Kelaher)

JTEKT Corporation (Penggugat) telah menggugat Supardi (Tergugat I dan

Ditjen HKI (Tergugat II) di Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat

dengan alasan bahwa JTEKT Corporation adalah perusahaan yang didirikan pada

tahun 1921 bernama Koyo Seiko Company, selanjutnya sejak tahun 1935 berubah

nama menjadi Koyo Seiko Company Limited, dan sejak tahun 2006 berubah lagi

menjadi JTEKT Corporation. JTEKT Corporation adalah perusahaan bergerak di

bidang pembuatan dan penjualan sistem kemudi, driveline komponen,

37
Lihat alasan peninjauan kembali pemohon peninjauan kembali/Pemohon kasasi/tergugat
dalam putusan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung RI No.015 PK/Pdt.Sus/2007

Universitas Sumatera Utara


bearing/bantalan poros (kelaher), alat-alat mesin, dan lain-lain. JTEKT Corporation

adalah satu-satunya pemilik Merek Koyo yang telah didaftarkan di 88 (delapan puluh

delapan) negara di dunia, dan juga terdaftar di Indonesia. Di Indonesia Merek Koyo

didaftarkan untuk berbagai kelas barang, yakni: Kelas 06, 07, 08, 09, 12, dan 17.

Sertifikat Merek Koyo No.Register IDM000006625 tertanggal 6 Mei 2004. Di mana

Penggugat sudah mendaftarkan Merek Koyo di Indonesia sejak tanggal 16 September

1963. Sehingga Penggugat mengklaim bahwa Merek Koyo miliknya sudah termasuk

merek terkenal di dunia. Di Jepang Merek Koyo termasuk Merek terkenal dan sudah

tercantum dalam buku daftar Merek terkenal yang berjudul:Famous Trademarks In

Japan” yang diterbitkan oleh Kantor HKI Jepang.Penggugat mengatakannya

perusahaannya merupakan perusahaan multi nasional, karena telah membuka atau

mempunyai jaringan perusahaan serta pabrik/manufaktur di hampir seluruh negara di

dunia. Penggugat juga mengungkapkan bahwa ada perusahaan bernama KOYO

BATTERY CO.LTD yang menggunakan Merek Koyo di berbagai negara di dunia

seperti: Perancis, Argentina, Equador, Peru, Kosta Rika termasuk di Indonesia.

Penggugat menggugat pembatalan merek tersebut dan semuanya dimenangkan oleh

pihak Penggugat . Di Indonesia Penggugat telah menggugat pembatalan merek Koyo

milik KOYO BATTERY CO.LTD di Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri

Jakarta Pusat dengan perkara No.06/MEREK/2007/PN.NIAGA.JKT.PST. Dan

gugatan Penggugat dikabulkan, dan menyatakan merek Penggugat merupakan sebuah

merek terkenal. Di mana putusan tersebut telah berkekuatan hukum tetap. Selanjutnya

Penggugat mengetahui adanya Merek Koy yang digandengkan dengan gambar

Universitas Sumatera Utara


kelaher menyerupai huruf O (Koy dan Logo Kelaher) yang terdaftar di Ditjen HKI

tertanggal 7 Agustus 2001 dengan No.485561 untuk barang kelas 12 atas nama

Tergugat I. Penggugat keberatan atas pendaftaran Merek Koy dan Logo Kelaher

tersebut dengan alasan mempunyai persamaan pada pokoknya dengan Merek Koyo

dan memajukan gugatan pembatalan pendaftaran Merek Koy dan Logo Kelaher

tersebut karena mempunyai persamaan pada pokoknya dengan Merek Koyo miliknya

yang sudah terdaftar sebelumnya di Ditjen HKI dan termasuk merek terkenal. Dalam

perkara ini Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dalam putusannya

antara lain menyatakan: Merek Penggugat adalah merek terkenal; Menyatakan merek

Tergugat I Koy dan Logo Kelaher mempunyai persamaan pada pokoknya dengan

merek terkenal Koyo milik Penggugat; Menyatakan Tergugat I mempunyai iktikad

tidak baik dalam memajukan permohonan pendaftaran merek Koy dan Logo Kelaher;

dan menyatakan batal pendaftaran Merek Koy dan Logo Kelaher tersebut dengan

segala akibat hukumnya.

Atas putusan tersebut Supardi memajukan kasasi ke Mahkamah Agung,

namun permohonannya ditolask oleh Mahkamah Agung RI. Terlihat secara konsisten

dalam kasus ini juga bahwa pengadilan telah menerapkan:

a. Ketentuan Pasal 4 yang menyatakan:”Merek tidak dapat didaftar atas dasar

permohonan yang diajukan oleh pemohon yang beriktikad tidak baik”. Di mana

iktikad tidak baik terlihat dari kemiripan merek yang dimohonkannya dengan

merek terkenal dan merek terdaftar serta untuk kelas dan jenis barang yang sama

dengan merek milik Penggugat. Sehingga nyata-nyata nampak adanya niat

Universitas Sumatera Utara


Tergugat I untuk membonceng reputasi merek Koyo milik Penggugat yang sudah

menjadi merek terkenal;

b. Ketentuan Pasal 6 ayat (1) huruf a, yang mengatakan bahwa permohonan harus

ditolak oleh Ditjen HKI apabila Merek tersebut mempunyai persamaan pada

pokoknya atau keseluruhannya dengan merek milik pihak lain yang sudah

terdaftar lebih dahulu untuk barang dan/atau jasa sejenis. Serta telah pula

menerapkan ketentuan Pasal 6 ayat (1) Huruf b yang mengatakan permohonan

harus ditolak oleh Ditjen HKI apabila Merek tersebut mempunyai persamaan pada

pokoknya atau keseluruhannya dengan Merek yang sudah terkenal milik pihak

lain untuk barang dan/atau jasa sejenis. Dalam hal ini keterkenalan merek Koyo

milik Penggugat dilihat dari beberapa hal, antara lain merek koyo sudah didaftar

di 88 negara di dunia, investasinya juga secara besar-besaran dibanyak negara di

dunia, merek tersebut juga sudah ada sejak tahun 1921 di Jepang, dan telah

didaftar di Kantor HKI Indonesia sejak tahun 1963; dan keterkenalan merek

Koyo di Indonesia telah dikukuhkan melalui putusan pengadilan.

Adanya persamaan pada pokoknya antara merek Koyo milik Penggugat

dengan merek Koyo dan Logo Kelaher milik Tergugat I dilihat oleh pengadilan dari

aspek:

1) Adanya persamaan bunyi antara merek Koyo milik Penggugat dengan merek

Koy dan Logo Kelaher milik Tergugat I, yaitu: Koy yang disusun sedemikian

rupa dengan berdasarkan 3(tiga) huruf latin dengan bentuk kanji, K, O dan Y

disertai gambar logo berupa gambar kelaher menyerupai huruf O, sehingga

Universitas Sumatera Utara


mengakibatkan merek Koy dan logo kelaher terbaca atau tereja menjadi Koyo,

yang berarti mempunyai persamaan pada pokoknya dengan merek Koyo milik

Penggugat;

2) Adanya persamaan bentuk tulisan berupa huruf Kanji; dan

3) Adanya persamaan jenis barang antara merek Koy dan Logo Kelaher dengan

merek Koyo milik Penggugat, yaitu: barang berupa kelaher (bearings) dengan

kelas barang 12.

Sedangkan untuk kriteria merek terkenal pengadilan melihat dari unsur-unsur:

bahwa merek Koyo telah terdaftar di Indonesia sejak tahun 1963, dan di 88(delapan

puluh delapan negara di dunia; terdaftar di buku daftar merek-merek terkenal

“Famous Trademarks in Japan”; pemilik merek telah melakukan investasi secara

besar-besaran di berbagai negara di dunia dengan membuka pabrik, kantor cabang

atau perwakilan. Seperti di Jepang, di Amerika Utara dan Amerika Selatan, Eropah,

Asia dan Australia; promosi merek tersebut dilakukan secara besar-besaran di

berbagai media, baik cetak maupun elektronik di Indonesia dan di berbagai negara di

dunia.

6. Putusan Mahkamah Agung RI No.261 K/Pdt.Sus/2011 Tanggal 21 Juni 2011 jo.


Putusan Pengadilan Niaga Pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat
No.5/MEREK/2010/PN.NIAGA.JKT.PST. Tanggal 29 November 2010 (Kasus
Merek KOPITIAM v KOK TONG KOPITIAM)

Abdul Alex Soelysto (Penggugat telah menggugat Paimin Halim (Tergugat I)

dan Ditjen HKI (Tergugat II) di Pengadilan Niaga Pada Pengadilan Negeri Jakarta

Pusat dengan alasan bahwa Penggugat adalah pemilik merek KOPITIAM yang telah

Universitas Sumatera Utara


didaftar dala DUM tertanggal 18 Juli 1996 dengan daftar No.371718, dan telah

diperpanjang pendaftarannya dengan daftar No.IDM000030899 untuk jenis jasa kelas

42 yang meliputi Jasa-jasa di bidang penyediaan makanan dan minuman; penginapan

(akomodasi sementara; kedokteran; kebersihan dan perawatan kecantikan; jasa-jasa di

bidang kedokteran hewan dan pertanian; jasa-jasa di bidang hukum, ilmu

pengetahuan; dan riset industri; pemprogaman komputer. Kemudian pada tanggal 4

Desember 2006 Tergugat I telah mengajukan permohonan pendaftaran merek KOK

TONG KOPITIAM, Agenda No.Permohonan 0002006039276 untuk kelas jasa 43

dengan jenis jasa: Pelayanan dalam menyediakan makanan dan minuman, restoran-

restoran, restoran swalayan, tempat makan yang menghidangkan kudapan, cafe

akomodasi sementara/tmporal, penyewaan penginapan sementara, biro akomodasi

(hotel dan pemondokan), pemasaran penginapan sementara, jasa-jasa pemondokan

selama liburan (penginapan), penginapan wisatawan, pemesanan kamar hotel, rumah

pemondokan, pelayanan ruang minum, motel. Penggugat berkeyakinan bahwa

maksud dan tujuan dari Tergugat I untuk mendaftarkan merek KOK TONG

KOPITIAM adalah terinspirasi dari eksistensi merek KOPITIAM milik Penggugat,

yang sudah terdaftar dan dipergunakan serta dikenal luas oleh masyarakat Indonesia.

Di mana Penggugat telah mengeluarkan biaya yang besar dalam upaya

mempromosikan merek KOPITIAM tersebut. Pada saat proses pengumuman yang

dilakukan oleh Tergugat I, Penggugat telah mengajukan keberatan tertulis atas

pendaftaran merek KOK TONG KOPITIAM tersebut dan sudah diterima Tergugat II

pada tanggal 23 Februari 2009, Atas keberatan tersebut Tergugat II kemudian telah

Universitas Sumatera Utara


menolak untuk mendaftarkan merek KOK TONG KOPITIAM tersebut. Namun di

tingkat banding, Komisi Banding Merek mengabulkan permohonan Tergugat I,

sehingga kemudian merek KOK TONG KOPITIAM milik Tergugat I tersebut

didaftarkan dalam DUM tertanggal 13 November 2009 dengan pendaftaran

No.2006039776. Penggugat sangat keberatan atas pendaftaran merek KOK TONG

KOPITIAM tersebut karena mempunyai persamaa pada pokoknya dengan merek

KOPITIAM milik Penggugat. Penggugat juga mengutip Yurisprudensi Mahkamah

Agung RI No.2279 PK/Pdt/1992 tanggal 6 Januari 1992 yang memberikan kriteria-

kriteria merek yang mempunyai persamaan pada pokoknya, hanya apabila: sama

bentuk, sama komposisi, sama unsur elemen, sama bunyi, sama ucapan, atau sama

penampilan. Sehubungan dengan itu Penggugat mohon kepada Pengadilan agar sudi

kiranya memberikan putusan dalam perkara ini, dengan: Menyatakan Penggugat

sebagai pemilik dan pendaftar pertama atas merek KOPITIAM berdasarkan sertifikat

Merek No.Pendaftaran 371718 tanggal 18 Oktober 1996 yang telah diperpanjang

dengan iDM000030899;m Menyatakan merek KOK TONG KOPITIAM untuk kelas

barang 43 mempunyai persamaan dengan merek KOPITIAM milik Penggugat;

Menyatakan pendaftaran merek KOK TONG KOPITIAM milik Tergugat I daftar

No.IDM000226705 tanggal 13 November 2009 (untuk kelas 43) didaftarkan atas

dasar iktikad tidak baik; Membatalkan atau setidak-tidaknya menyatakan batal

pendaftaran merek KOK TONG KOPITIAM (untuk kelas 43) atas nama Tergugat I

dari DUM; Terhadap gugatan Penggugat tersebut Tergugat I menolak dengan tegas

telah memajukan pendaftaran merek KOK TONG KOPITIAM tersebut atas dasar

Universitas Sumatera Utara


iktikad tidak baik dengan alasan bahwa KOPITIAM itu kata umum yang telah hadir

di tengah pergaulan masyarakat sejak lama. Pengertian KOPITIAM adalah semacam

food court yang menjual sarapan tradisional yang ditemukan di negara Malaysia, dan

Singapura serta beberapa negara Asia lainnya.

Pengadilan Niaga Pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat melalui putusannya

No.5/MEREK/2010/PN.NIAGA.JKT.PST. dalam perkara ini mengabulkan seluruh

gugatan Penggugat.

Adapun pertimbangan hukum yang mendasari putusan tersebut adalah bahwa

antara merek KOK TONG KOPITIAM milik Tergugat I mempunyai persamaan pada

pokoknya dengan merek KOPITIAM milik Penggugat yang dilihat dari adanya

unsur-unsur yang menonjol antara merek yang satu dengan merek yang lain yang

dapat menimbulkan kesan adanya persamaan baik mengenai bentuk, cara

penempatan, cara penulisan, atau kombinasi antara unsur-unsur ataupun persamaan

bunyi ucapan yang terdapat dalam merek-merek tersebut. Hal tersebut dikuatkan oleh

keterangan ahli Drs.Ahmad Hasan yang mengatakan bahwa unsur yang menonjol

tersebut cukup salah satu saja. Bisa persamaan bentuk, persamaan cara penempatan,

persamaan cara penulisan, persamaan bunyi ucapan atau kombinasi bentuk, penulisan

atau yang lainnya.

Putusan Pengadilan Niaga tersebut Tergugat I memajukan kasasi ke

Mahkamah Agung RI, namun Mahkamah Agung RI menolak permohonan kasasi dari

Tergugat I melalui putusannya No.261 K/Pdt.Sus/2011 tanggal 21 Juni 2011.

Universitas Sumatera Utara


Pengadilan Niaga Pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dalam kasus ini

menerapkan ketentuan Pasal 6 ayat (1) Huruf a, secara alternatif. Jika dihubungkan

dengan Yurisprudensi Mahkamah Agung No. No.2279 PK/Pdt/1992 tanggal 6

Januari 1992 yang memberikan kriteria bahwa merek mempunyai persamaan pada

pokoknya atau keseluruhannya, apabila: sama bentuk, sama komposisi, sama unsur

elemen, sama bunyi, sama ucapan, sama penampilan, maka unsur-unsur tersebut

harus diartikan bersifat alternatif. Pengadilan juga menilai bahwa kedua merek

tersebut masih berada dalam satu kelas jasa, yakni kelas 43, dan untuk jenis jasa yang

pada pokoknya sama.

Satu hal yang menarik dalam kasus ini adalah dalil jawaban/bantahan dari

Tergugat I yang mengatakan bahwa kata KOPITIAM adalah kata umum yang telah

hadir di tengah-tengah pergaulan masyarakat sejak lama. Pengertian kata KOPITIAM

adalah semacam food court yang menjual sarapan tradisional yang ditemukan di

Negara Malaysia dan Singapura serta beberapa negara Asia lainnya. Perkataan

KOPITIAM merupakan gabungan kata Kopi dari bahasa Melayu, bahasa Hokkien

bagi kedia (POJ: tiam). Sajian kopitiam biasanya terdiri dari satu tawaran ringkas:

beraneka pilihan makanan yang mengandung telur, roti bakar dan selai serta

minuman, seperti teh, kopi milo. Selain itu menurut Tergugat I kata KOPITIAM juga

berarti tempat yang menjual aneka ragam makanan dan minuman atau pusat jajanan

berkembang pesat dan umum digunakan di berbagai tempat yang dapat dilihat antara

lain: KILLINEY KOPITIAM, yang berada di Jalan Killiney, Singapura telah berdiri

sejak tahun 1919 yang menyediakan roti, kopi dan teh; di Malaysia ada MALAYSIA

Universitas Sumatera Utara


KOPITIAM, didirikan oleh Lesli’e dan Penny Phoon di Washington DC, Amerika

Serikat.

Bantahan Tergugat I tersebut dimaksudkan untuk berlindung pada ketentuan

Pasal 5 huruf c dan d UU No.15 Tahun 2001. Di mana berdasarkan ketentuan Pasal 5

huruf c bahwa Merek tidak dapat didaftarkan apabila merek tersebut telah menjadi

milik umum; atau Pasal 5 huruf e yang menyebutkan Merek tidak dapat didaftar

apabila merek tersebut merupakan keterangan atau berkaitan dengan barang atau jasa

yang dimohonkan pendaftarannya. Namun Pengadilan Niaga mengenyampingkan

dalil bantahan Tergugat I tersebut. Hal ini secara normatif dapat diterima, karena di

Indonesia kata KOPITIAM belum menjadi kata milik umum. Tentu berbeda dengan

kata-kata KEDAI KOPI yang dapat dikatagorikan sebagai milik umum.

Pasal 5 huruf c dan huruf d UU No.15 Tahun 2001 termasuk merek yang tidak

dapat didaftarkan apabila merek tersebut mengandung unsur telah menjadi milik

umum, atau merupakan keterangan atau berkaitan dengan barang atau jasa yang

dimohonkan pendaftarannya. Oleh karena itu, Tergugat mencoba berlindung pada

ketentuan ini untuk meyakinkan hakim bahwa istilah KOPITIAM merupakan istilah

yang telah menjadi milik umum, ataupun merupakan keteranganatau berkaitan

dengan barang atau jasa yang dimohonkan pendaftarannya. Namun pengadilan tidak

dapat menerima alasan tersebut.

Terkait dengan ketentuan merek tidak dapat didaftarkan apabila merek

tersebut merupakan keterangan atau berkaitan dengan barang atau jasa yang

dimohonkan pendaftarannya tersebut Insan Budi Maulana mengatakan: “Dalam

Universitas Sumatera Utara


beberapa kasus yang kerap terjadi di Direktorat Merek adalah menerima pendaftaran

merek yang sebenarnya adalah merupakan keterangan barang. Hal ini dapat menjadi

bom waktu karena merek-merek yang seharusnya ditolak tetapi justru diterima”. 38

Pengadilan melihat adanya persamaan pada pokoknya antara kedua merek

tersebut dari unsur-unsur: adanya persamaan bunyi; adanya persamaan ucapan;

adanya persamaan cara penulisan; dan kedua merek tersebut berada dalam kelas dan

jenis barang yang sama.

7. Putusan Mahkamah Agung RI No.400 K/Pdt.Sus/2011 Tanggal 10 November


2011 jo.Putusan Pengadilan Niaga Pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat
No.09/MEREK/2011/PN.NIAGA.JKT.PST. Tanggal 20 April 2011 (Kasus
Merek INTER-CONTINENTAL v Merek the INTERCONTINENTAL)

Kasus INTER-CONTINENTAL HOTELS CORPORATION (Penggugat) telah

memajukan gugatan terhadap PT.LIPPO KARAWACHI,TBK. (Tergugat I) dan

Ditjen HKI (Tergugat II) diPengadilan Niaga Pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat

dengan alasan bahwa Penggugat adalah pemegang hak khusus di Indonesia dan di

dunia dari: Nama Dagang: INTER-CONTINENTAL, dan Merek Dagang: INTER-

CONTINENTAL. Merek INTER-CONTINENTAL milik Pengugat sangat terkenal di

negara asal dan di dunia termasuk di Indonesia, dan terdaftar di 100 negara. Di

Indonesia merek INTER-CONTINENTAL milik Penggugat terdaftar pada Direktorat

Merek, antara lain: di bawah No.313011 tanggal 16 Juli 1993, dan diperbaharui di

bawah No.IDM000101132 untuk melindungi: “Jasa-jasa perhotelan, dan restaurant-

restaurant, jasa-jasa di bidang penyimpanan koper-koper, pengiriman surat-surat dan

38
Insan Budi II, Op.Cit. hal. 209.

Universitas Sumatera Utara


pemesanan akomodasi untuk para tamu hotel (concierge), jasa-jasa di bidang

pemusatan konperensi, menyediakan fasilitas bisnis perlengkapan untuk tamu-tamu

hotel, jasa-jasa di bidang klub malam, dan penyediaan makanan kecil pada ruangan

hotel (coctail lounge), jasa-jasa di bidang pemesanan kamar”. Bahwa Penggugat

mengetahui adanya merek THE INTERCONTINENTAL yang terdaftar atas nama

Tergugat I dengan No.IDM000181945 tertanggal 20 Oktober 2008 untuk jenis jasa :

Jasa-jasa urusan real estate termasuk biro akomodasi (apertemen), pengelolaan rumah

apertemen, penyewaan apertemen, penyewaan flat, agen perumahan sewa-guna tanah

dan bangunan pemukiman, pialang tanah dan bangunan pemukiman, penilaian tanah

dan bangunan pemukiman, jasa-jasa urusan asuransi, informasi asuransi, jasa-jasa

urusan moneter termasuk pekerjaan pialang, pialang pabean, penukaran uang,

penilaian barang, verifikasi cek, jasa urusan keuangan, perbankan, informasi

keuangan, manajemen keuangan, kliring keuangan, konsultasi keuangan, evaluasi

keuangan. Di mana Penggugat sangat keberatan terhadap pendaftaran merek THE

INTERCONTINENTAL milik Tergugat I tersebut karena mempunyai persamaan pada

pokoknya dengan merek INTER-CONTINENTAL milik Penggugat.Di mana Tergugat

I dalam memohonkan pendaftaran merknya didasarkan pada iktikad tidak baik,

karena Tergugat I dapat dipastikan telah mengetahui bahwa Penggugta mempunyai

jaringan hotel di manca negara. Berdasarkan alasan-alasan tersebut Penggugat

memohon kepada pengadilan untuk memutuskan: Menyatakan bahwa Penggugat

adalah pemegang hak khusus di Indonesia dari nama dagang dan Merek Dagang

INTER-CONTINENTAL; Menyatakan bahwa nama dagang dan merek dagang

Universitas Sumatera Utara


Tergugat I Daftar No.IDM000181945 dalam ucapan maupun suara pada pokoknya

sama dengan Nama Dagang dan Merek Dagang Penggugat; Menyatakan batal,

setidak-tidaknya membatalkan pendaftaran Merek No.IDM000181945, dalam DUM

atas nama Tergugat I dengan segala akibat hukumnya;

Pengadilan Niaga Pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menolak gugatan

Penggugat tersebut dengan alasan antara merek Penggugat dan merek Tergugat I

berbeda/tidak sama pemakaian huruf kapital dan perbedaan penulisan. Atas putusan

tersebut Penggugat memajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Di tingkat kasasi

Mahkamah Agung melalui putusannya No.400 K/Pdt.Sus/2011 tanggal 10 November

2011 mengabulkan gugatan Penggugat/Pemohon Kasasi, dengan diktum putusan

antara lain: Menyatakan bahwa Penggugat adalah Pemegang Hak Khusus di

Indonesia dari Nama Dagang dan Merek Dagang INTER-CONTINENTAL,

karenanya mempunyai hak tunggal/khusus memakai Merek Dagang tersebut di

Indonesia; Menyatakan bahwa Nama Dagang dan Merek Dagang Tergugat I Daftar

No.IDM000181945 dalam ucapan kata maupun suara pada pokoknya sama dengan

Nama Dagang dan Merek Dagang Penggugat; Menyatakan batal, setidak-tidaknya

membatalkan pendaftaran Merek No.IDM000181945 dalam Daftar Umum atas nama

Tergugat I, dengan segala akibat hukumnya.

Adapun pertimbangan hukum putusan Mahkamah Agung tersebut antara lain

menyebutkan bahwa:”Bahwa terbukti berdasarkan fakta dipersidangan, Pemohon

Kasasi merupakan pemilik Nama Dagang dan Merek Dagang yang telah terdaftar di

banyak negara (internasional) di dunia sebagaimana terbukti dari bukti P.5 yaitu 99

Universitas Sumatera Utara


negara termasuk di Indonesia pada Ditjen Merek Departemen Kehakiman No.313011

tanggal 16 Juli 1993 diperbaharui dengan No.IDM000101132 untuk melindungi jasa-

jasa yang termasuk dalam kelas 43. Bahwa dengan terdaftarnya merek Pemohon

Kasai yaitu INTER-CONTINENTAL di banyak negara di dunia, maka merek

Pemohon Kasasi adalah merek terkenal (well-known) dan sudah dapat dikreteriakan

termashur (famous) terutama nama hotel, dan Pemohon Kasasi sudah investasi besar-

besaran; Bahwa dengan terkenalnya merek Pemohon Kasasi, maka tidak diperlukan

lagi promosi besar-besaran di dunia maupun di Indonesia karena masyarakat sudah

mengenal merek tersebut”. Mahkamah Agung juga mempertimbangkan bahwa

berdasarkan Pasal 16.3 Persetujuan TRIPS yang sudah diratifikasi Januari 2000 yang

melarang adanya pendaftaran/penggunaan merek yang sama dengan suatu

pendaftaran merek terkenal untuk barang-barang tidak sejenis, dengan demikian

Judex Facti telah salah menerapkan hukum.

Mahkamah Agung telah menerapkan ketentuan Pasal 6 ayat (1) Huruf a,

dengan memberikan kriteria persamaan pada pokoknya dengan melihat pada unsur-

unsur: persamaan dalam ucapan kata maupun suara. Namun tidak melihat bahwa

jenis jasa pada Merek INTER-CONTINENTAL tersebut berbeda dengan jenis jasa

pada Merek THE INTERCONTINENTAL. Di mana pada merek INTER-

CONTINENTAL jasa yang sangat menonjol adalah hotel, sementara pada merek THE

INTERCONTINENTAL tidak terdapat jasa hotel atau perhotelan.

Sedangkan untuk keterkenalan merek INTER-CONTINENTAL tersebut

pengadilan melihat dari unsur-unsur: telah terdaftar di Indonesia sejak tanggal 16 Juli

Universitas Sumatera Utara


1993, dan di mancanegara (tidak menyebut di negara mana saja); pemilik merek telah

melakukan investasi secara besar-besaran di berbagai negara di dunia dengan

memiliki jaringan perhotelan di 29 (dua puluh sembilan) negara di dunia.

Dengan demikian, dari putusan ini tergambar bahwa jika permohonan merek

didasarkan pada iktikad tidak baik dan mempunyai persamaan baik pada pokoknya

maupun keseluruhannya dengan merek terkenal, tidak diharuskan adanya unsur untuk

jenis barang dan/atau jasa sejenis. Dengan demikian jika sudah terbukti adanya

iktikad tidak baik maka ketentuan Pasal 6 ayat (1) Huruf b UUM2001 yang

mengatakan permohonan harus ditolak apabila merek tersebut mempunyai persamaan

pada pokoknya atau keseluruhannya dengan merek yang sudah terkenal milik pihak

lain untuk barang dan/atau jasa sejenis dikesampingkan.

Sekurang-kurangnya terdapat 3 (tiga) kekurangan dari Penggugat dalam dalil

gugatannya dalam kasus ini, yakni:

a. Terdapat kekeliruan dalam penyebutan Merek Dagang untuk INTER-

CONTINENTAL dalam gugatan Penggugat yang kemudian diikuti pula oleh

Pengadilan Niaga maupun Mahkamah Agung dalam putusannya. Seharusnya

INTER-CONTINENTAL maupun THE INTERCONTINENTAL itu adalah merek

jasa. (Pasal 1 Angka3 UUM 2001 menyebutkan bahwa Merek Jasa adalah Merek

yang digunakan pada jasa yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa

orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan jasa-

jasa sejenis lainnya; Sedangkan Merek Dagang menurut Pasal 1 Angka 2 UU

No.15 Tahun 2001 adalah Merek yang digunakan pada barang yang

Universitas Sumatera Utara


diperdsagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau

badan hukum untuk membedakan dengan barang-baramng sejenis lainnya);

b. Dalam petitum gugatannya Penggugat tidak memintakan agar Merek INTER-

CONTINENTAL tersebut dinyatakan sebagai merek terkenal. Padahal Penggugat

telah mengungkapkan dalam dalil gugatannya bahwa Nama Dagang dan Merek

Dagang INTER-CONTINENTAL tersebut sangat terkenal dan dunia, dan sudah

terdaftar di 99 Negara di dunia;

c. Penggugat tidak memintakan dalam petitum guugatannya agar Tergugat I

memajukan pendaftaran merek the INTERCONTINENTAL tersebut didasarkan

atas iktikad tidak baik. Padahal dari adanya persamaan pada pokoknya antara

merek INTER-CONTINENTAL milik Penggugat dengan merek THE

INTERCONTINENTAL milik Tergugat I, terlihat adanya iktikad tidak baik dari

Tergugat I mendaftarkan mereknya tersebut. Padahal adanya iktikad tidak baik

dari Tergugat I tersebut telah diungkapkan secara jelas dan berulang-ulang oleh

Penggugat.

8. Putusan Mahkamah Agung RI No.738 K/Pdt.Sus/2011 Tanggal 5 Januari 2012 jo.


Putusan Pengadilan Niaga Pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat
No.55/MEREK/2011/PN.NIAGA.JKT.PST. Tanggal 8 September 2011(Kasus
Merek PELASTIN v Merek ELASTYN)

PT. Sanbe Farma (Penggugat) telah menggugat PT.Pharos Indonesia

(Tergugat I) dan Ditjen HKI (Tergugat II) dengan dalil gugatan bahwa Penggugat

adalah pemilik Merek PELASTIN di Indonesia dan telah terdaftar dalam Daftar

Umum Merek sejak tanggal 4 Desember 2001 dengan daftar No.494769 yang telah

Universitas Sumatera Utara


diperpanjang perlindungannya dengan daftar No. IDM000252217 untuk melindungi

klasifikasi barang/kelas 5 (lima), yaitu untuk jenis barang: hasil-hasil pharmasi, ilmu

kedokteran dan ilmu kesehatan, hasil-hasil makanan pantang untuk anak-anak dan

orang sakit, plester-plester dan pembalut, sedia-sediaan untuk menambal gigi dan

untuk membasmi tumbuh-tumbuhan dan binatang-binatang perusak. Tanpa setahu

Penggugat ternyata Tergugat I telah mengajukan permohonan pendaftaran Merek

ELASTYN kepada Ditjen HKI tertanggal 28 Februari 2008 untuk melindungi kelas

barang 05 dengan jenis barang: Sediaan hasil farmasi, ilmu kehewanan dan saniter,

bahan-bahan untuk berpantangan makan atau diet yang disesuaikan untuk pemakaian

media, makanan bayi, plester-plester, bahan-bahan pembalut, bahan-bahan untuk

menambal gigi, bahan pembuat gigi palsu, membasmi kuman, sediaan untuk

membasmi binatang perusak, jamur, tumbuh-tumbuhan. Di mana permohonan

tersebut dikabulkan oleh Ditjen HKI dan mendaftarkan Merek ELASTYN tersebut

dalam Daftar Umum Merek dengan No.IDM000220115 sejak tanggal 6 Oktober

2009. Penggugat merasa keberatan atas pendaftaran merek ELASTYN tersebut

karena memiliki kemiripan dan persamaan pada pokoknya dengan merek PELASTIN

milik Penggugat yang telah didaftarkan dan digunakan terlebih dahulu serta adanya

iktikad tidak baik dari Tergugat I dalam pengajuan pendaftaran merek ELASTYN

tersebut. Oleh karena itu Penggugat menggugat Tergugat I dan II di Pengadilan Niaga

pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Mohon agar pengadilan membatalkan

pendaftaran Merek ELASTYN tersebut dengan alasan mempunyai persamaan pada

pokoknya dengan Merek PELASTIN, dan permohonan Merek ELASTYN tersebut

Universitas Sumatera Utara


didasarkan pada iktikad tidak baik. Setelah melalui proses panjang akhirnya

Pengadilan Niaga menyatakan Merek ELASTYN milik Terugat I mempunyai

persamaan pada pokoknya dengan merek PELASTIN; dan Menyatakan batal demi

hukum pendaftaran merek ELASTYN atas nama Tergugat I dengan segala akibat

hukumnya.

Putusan tersebut didasarkan pada pertimbangan hukum bahwa antara Merek

PELASTIN dan Merek ELASTYN mempunyai persamaan pada pokoknya. Oleh

karena antara kedua merek tersebut memiliki kemiripan baik karena persamaan

bentuk dan warna, persamaan cara penulisan, dan persamaan bunyi ucapannya; Atas

putusan tersebut Tergugat I memajukan kasasi ke Mahkamah Agung, tetapi

permohonan kasasi tersebut ditolak.

Dapat dicatat beberapa hal dalam kalam kasus ini, yaitu:

a. Penggugat tidak mengetahui sebelumnya permohonan pendaftaran merek

ELASTYN tersebut, dan tidak mengetahui bahwa sebelum didaftarkan dalam

Daftar Umum Merek (DUM) dan sebelum pemeriksaan substantif telah

diumumkan dalam Berita Resmi Merek (BRM). Sehingga tidak dapat

menggunakan haknya memajukan keberatan atas permohonan pendaftaran merek

ELASTYN tersebut;

b. Pengadilan telah menerapkan ketentuan Pasal 4 yang menyatakan:”Merek tidak

dapat didaftar atas dasar permohonan yang diajukan oleh Pemohon yang

beriktikad tidak baik. Di mana dalam kasus ini iktikad tidak baik Tergugat I

terbukti dari merek yang dimohonkan pendaftarannya mempunyai persamaan pada

Universitas Sumatera Utara


pokoknya dengan merek yang sudah terdaftar dan untuk kelas dan jenis barang

yang sama pula”;

c. Pengadilan juga telah menerapkan ketentuan Pasal 6 ayat (1) huruf a dengan tepat

dan benar. Di mana Permohonan pendaftaran merek harus ditolak karena

mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan Merek pihak

lain yang sudah terdaftar lebih dahulu untuk barang dan/atau jasa yang sejenis. Di

mana menurut Penggugat yang kemudian dibenarkan oleh pengadilan bahwa

antara merek PELASTIN milik Penggugat dengan merek ELASTYN milik

Tergugat mempunyai persamaan pada pokoknya dilihat dari adanya:

1) Persamaan bentuk dan unsur warna yang digunakan, di mana dari etiket

merek pada sertifikat merek ELASTYN dan PELASTIN dapat terlihat

adanya kesamaan antara kedua merek yaitu: sama-sama menggunakan huruf

tanpa ada logo. Serta memiliki warna dasar putih serta tulisan berwarna

hitam;

2) Persamaan cara penempatan, dimana berdasarkan kemasan produk, terlihat

jelas cara penempatan merek pada kemasan beredar kedua merek memiliki

kesamaan, yaitu: di posisi tengah bagian atas;

3) Persamaan cara penulisan, di mana cara penulisan merek keduanya

mempunyai kesamaan, yaitu: kedua merek memiliki 3(tiga) suku kata, di

mana PT.Pharos Indonesia memodifikasi sedikit penggunaan huruf dalam

pendaftaran mereknya yang masing-masing dapat dilihat: ELASTYN= E-

LAS-TYN, PELASTIN= PE-LAS-TIN.

Universitas Sumatera Utara


4) Persamaan bunyi ucapan, di mana secara bunyi jelas kedua merek memiliki

kemiripan yang nyata secara vokal bahasa Indonesia.

5) Kedua merek tersebut berada dalam satu kelas dan jenis barang.

B. Analisis Kasus

1. Mengenai Kriteria “Persamaan Pada Pokoknya”

Melalui pendekatan kasus yang telah dikemukakan menunjukkan bahwa

penerapan ketentuan Pasal 6 ayat (1) huruf a dalam putusan Mahkamah Agung RI

sangat bersifat variatif.

Mengenai kriteria “persamaan pada pokoknya” tidak hanya dilihat

berdasarkan unsur-unsur: adanya persamaan bentuk, cara penempatan, cara penulisan

atau kombinasi antara unsur-unsur, atapun persamaan bunyi ucapan yang terdapat

dalam merek-merek tersebut. Melainkan dilihat juga dari sisi komposisi dari merek-

merek tertsebut. Sebagaimana kaedah hukum yang lahir melalui Yurisprudensi

Mahkamah Agung RI No.2279 PK/Pdt/1992 tanggal 6 Januari 1992 memberikan

kriteria bahwa merek mempunyai persamaan pada pokoknya apabila mempunyai

persamaan pada: bentuk, komopisisi, unsur elemen, bunyi, ucapan, ataupun

penampilannya, serta untuk barang dan/atau jasa sejenis.

Khusus mengenai unsur “untuk barang dan/atau jasa sejenis”, berdasarkan

Pasal 6 ayat (2) ketentuan mengenai larangan pendaftaran merek yang mempunyai

persamaan pada pokoknya dengan merek terkenal tersebut dapat pula diberlakukan

terhadap barang dan/atau jasa yang tidak sejenis sepanjang memenuhi syarat tertentu

Universitas Sumatera Utara


yang akan ditetapkan lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. Namun Peraturan

Pemerintah yang dimaksudkan hingga kini belum diterbitkan.Namun penerapannya

dalam putusan pengadilan diperluas menjadi untuk barang dan/atau jasa yang tidak

sejenis tetapi masih dalam satu kelas barang. Bahkan khusus dalam kasus persamaan

pada pokoknya dengan merek terkenal berlaku juga untuk barang dan/ataupun jasa

yang tidak satu kelas.

Terkait dengan berlakunya unsur “barang dan/ atau jasa yang tidak satu kelas”

Ahmad Miru berpendapat:

Perlindungan merek terkenal walaupun untuk barang dan atau jasa yang tidak
sejenis, harus pula memperhatikan keterkaitan antara barang yang tidak
sejenis tersebut. Dicontohkannya dengan TOYOTA merupakan merek mobil
terkenal sehingga apabila ada pihak yang memproduksi sepeda dengan merek
TOYOTA, pihak TOYOTA dapat mengajukan keberatan. Walaupun antara
sepeda dan mobil tidak sejenis/tidak sekelas, masih ada keterkaitan karena
keduanya merupakan alat transportasi sehingga masyarakat dapat menduga
bahwa kedua barang tersebut berasal dari pelaku usaha yang sama. 39

Dari 8 (delapan) putusan Mahkamah Agung RI yang dianalisis

memperlihatkan bahwa unsur-unsur tersebut tidak perlu seluruhnya terpenuhi.

Melainkan satu saja dari unsur tersebut terpenuhi sudah cukup, asalkan dengan unsur

tersebut menunjukkan adanya kemiripan antara merek yang satu dengan yang

lainnya.

39
Ahmad Miru, Hukum Merek: Cara Mudah Mempelajari Undang-undang Merek,
PT.RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2005, hal.17-18

Universitas Sumatera Utara


Untuk melihat variasi kriteria “persamaan pada pokoknya” dalam 8 (delapan)

putusan Mahkamah Agung yang dipilih dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel

No.1 di bawah ini.

Tabel No. 1

Kriteria “Persamaan Pada Pokoknya” Dalam Putusan Mahkamah Agung

No NOMOR PERKARA KUALIFIKASI MEREK KRITERIA


PERSAMAAN PADA
POKOKNYA

1 No. 010 PK/N/HaKI/ 2006 jo MEREK TERDAFTAR 1. Adanya persamaan


No.035 K/N/HaKI/ 2005 jo bunyi ucapan
No.14/MEREK/2005/PN- 2. Persamaan cara
NIAGA JKT PST penulisan (huruf besar
(KASUS MEREK PAUL semua)
&SHARK YACHTING V. 3. Persamaan kelas
PAUL & SHARK) barang

2 No. 015 PK/Pdt.sus/ 2007 jo MEREK TERDAFTAR 1. Persamaan bunyi


No. 046 K/Pdt.sus/ 2006 jo suara yang dihasilkan
No. 61/MEREK/2006/ 2. Persamaan pada
PN.NIAGA JKT.PST bentuknya
(KASUS MEREK LOVE, 3. Persamaan cara
MY LOVE V MY LOWE) penulisan
4. Persamaan kelas
barang dan jenis
barang
3 No. 485 K/Pdt.sus/ 2009 jo MEREK TERDAFTAR & 1. Persamaan bunyi
No. 80/MEREK/ 2008/ MEREK TERKENAL ucapan
PN.NIAGA JKT.PST 2. Persamaan jenis
(KASUS MEREK KOYO V. barang
KOY+ LOGO KELAHER) 3. Persamaan bentuk
berapa huruf Kanji
4. No. 261 K/Pdt.sus/ 2011 jo MEREK TERDAFTAR 1. Persamaan bunyi
No. 05/MEREK/2010 ucapan
PN.NIAGA JKT PST 2. Persamaan ucapan
(KASUS MEREK 3. Persamaan cara
KOPITIAM V KOKTONG penulisan
KOPITIAM) 4. Persamaan kelas dan
jenis jasa

Universitas Sumatera Utara


5. No. 400/K/Pdt.Sus/ 2011 jo MEREK TERDAFTAR & 1. Persamaan ucapan
No. 09/MEREK/2011/ MEREK TERKENAL kata
PN.NIAGA JKT PST 2. Persamaan daari
(KASUS MEREK INTER suara
CONTINENTAL V. THE 3. Untuk kelas dan jenis
INTERCONTINENTAL) jasa yang berbeda
6. No. 738 K/Pdt.sus/2011 jo MEREK TERDAFTAR 1. Persamaan bentuk dan
No. 55/MEREK/2011/ PN. warna
NIAGA JKT PST (KASUS 2. Persamaan cara
MEREK PELASTIN V. penempatan
MEREK ELASTYN) 3. Persamaan cara
penulisan
4. Persamaan bunyi
ucapan 40
5. Kelas dan jenis barang
sama
7 PUTUSAN MA RI NO.024 Merek Terdaftar & Merek 1. Persamaan
K/N/HaKI/2004 Tgl 2-2- Terkenal bentuk
2005 jo Putusan PN-NIAGA 2. Persamaan cara
JKT PUSAT NO.27/MEREK penulisan
/2004/PN-NIAGA JKT PST 3. Persamaan bunyi
TGL 31 Agustus 2004. ucapan
(Kasus Merek A/X Armani
exchange melawan merek
A/X)

8 Putusan MA RI No.04 Merek Terdaftar & Merek 1. Persamaan bunyi


/PK/N/HaKI/2004 Tgl 17-1- Terkenal ucapan
2005 jo PN.NIAGA JKT 2. Persamaan cara
PST Tgl 27 Oktober 2004 penilisan
(Kasus Merek DAWN 3. Persamaan
melawan MORNING penempatan
DAWN) unsur-unsur
pokok
4. Untuk barang
satu kelas dan
jenis.

40
Sumber: diolah dari Putusan Mahkamah Agung RI

Universitas Sumatera Utara


2. Mengenai Kriteria Merek Terkenal

Berdasarkan identifikasi yang dilakukan terhadap 5 (lima) putusan Mahkamah

Agung RI yang merupakan kasus merek terkenal melawan merek terdaftar

menunjukkan bahwa penerapan ketentuan Pasal 6 ayat (1) huruf b UU No.15 Tahun

2001 juga tidak seragam.

Terkait dengan ketidakseragaman putusan hakim tersebut berdasarkan hasil

wawancaranya dengan salah satu konsultan hukum merek di Jakarta, Erma Wahyuni

mengatakan:

Hasil wawancara memberikan indikasi bahwa implementasi hukum merek di


Indonesia belum secara konsisten menerapkan setiap pasal yang terkandung
dalam Undang-undang Merek, karena belum ada pemahaman yang
terintegrasi dari aparat hukum bahwa penegakan hukum harus dilakukan
secara konsisten dan untuk mencapai efektivitas dan tujuan hukum dalam
bidang merek yang memiliki implikasi bagi pembangunan ekonomi bangsa
dan negara. 41

Kasus merek DAWN dan DAWN Dengan Lukisan v Merek DAWN dan

MORNING DAWN pengadilan memberi kriteria merek terkenal tersebut dengan:

a. Terdaftar di Indonesia dan di 4(empat) negara lainnya di dunia;

b. Investasi di berbagai negara termasuk di Indonesia;

c. Merek tersebut telah beredar sejak lama.

41
Erma Wahyuni, T.Syaiful Bahri, dan Hessel Nogi S.Tangkilisan, Kebijakan dan Manajemen
Hukum Merek, Penerbit Yayasan Pembaruan Administrasi Publik Indonesia (YPAPI), Yokyakarta,
Tanpa Tahun, hal. 66

Universitas Sumatera Utara


Unsur “memperhatikan pengetahuan umum masyarakat mengenai merek

tersebut di bidang usaha yang bersangkutan” dalam kasus ini sama sekali tidak

dipertimbangkan.

Kasus Merek AX ARMANI v Merek A/X pengadilan melihat kriteria merek

terkenal tersebut berdasarkan:

a. Sudah dikukuhkan sebelumnya sebagai merek terkenal melalui putusan

pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap;

b. Telah didaftar di Indonesia dan di beberapa negara di dunia, termasuk di

World Intellectual Property Organization (WIPO);

Terlihat bahwa keterkenalan Merek AX ARMANI tersebut sudah dikukuhkan

dalam 2(dua) putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.

Kasus Merek PAUL & SHARK YACHTING v Merek PAUL & SHARK

keterkenalan merek PAUL & SHARK YACHTING dilihat oleh pengadilan

berdasarkan adanya unsur: Merek PAUL & SHARK YACHTING dan Lukisan Ikan

Hiu telah terdaftar di berbagai negara di dunia yang sebagaian besar terdaftar lebih

dahulu dari pendaftaran merek PAUL & SHARK atas nama Tergugat. Hal ini

menunjukkan bahwa pengadilan hanya menggunakan satu unsur saja dari kriteria

merek terkenal yang terdapat dalam ketentuan Pasal 6 ayat (1) Huruf b UUM 2001

yang digunakan untuk menyatakan merek PAUL & SHARK YACHTING sebagai

merek terkenal.

Kasus Merek INTER-CONTINENTAL v Merek THE INTERCONTINENTAL

keterkenalan Merek INTER-CONTINENTAL dilihat oleh pengadilan berdasarkan

Universitas Sumatera Utara


kriteria: telah terdaftar di Indonesia dan di mancanegara, memiliki jaringan hotel di

manca negara dan di Indonesia, dan investasi secara besar-besaran di manca negara

dan di Indonesia. 42

Kasus Merek Koyo v Merek Koy dan Logo Kelaher pengadilan melihat

keterkenalan Merek Koyo berdasarkan kriteria:

a. Telah terdaftar di 88 negara di dunia, dan di Indonesia, dan terdaftar di

Famous Trademarks in Japan (Daftar Merek-merek terkenal di Jepang);

b. Mempunyai kantor cabang atau perwakilan dan pabrik di Jepang dan di

berbagai negara di dunia.

c. Memiliki jaringan usaha di 23 negara;

Berdasarkan 5 (lima) kasus di atas terlihat bahwa keterkenalan suatu merek

lebih dititik beratkan pada unsur pendaftaran merek tersebut di berbagai negara di

dunia, dan investasinya di berbagai negara di dunia. Di mana unsur pengetahuan

umum masyarakat atas merek tersebut tidak menjadi fokus perhatian. Hal ini dapat

dipahami, sebab pengadilan berkeyakinan bahwa dengan didaftarkannya suatu merek

itu di berbagai negara di dunia, dan investasi yang dilakukan di berbagai negara di

dunia tentu masyarakat umum telah mengetahui keberadaan merek tersebut. Hal ini

kurang memberikan rasa keadilan, karena dengan didaftarkannya suatu merek di

berbagai negara saja, belum tentu masyarakat umum mengetahui keberadaan merek

42
Ibid.

Universitas Sumatera Utara


tersebut. Apalagi ukuran siapa yang dimaksudkan dengan “masyarakat umum” itu

sendiripun masih menimbulkan perdebatan.

Sangat disayangkan Pengadilan tidak pernah menggunakan salah satu sarana

yang disediakan dalam Penjelasan Pasal 6 ayat (1) Huruf b untuk mengukur

keterkenalan suatu merek, yakni meminta bantuan pada lembaga yang bersifat

mandiri untuk melakukan survei guna memperoleh kesimpulan mengenai terkenal

atau tidaknya merek yang menjadi dasar penolakan.

Gambaran singkat untuk mengetahui mengenai kriteria merek terkenal yang

diterapkan dalam 5 (lima) kasus merek tersebut dapat dilihat pada Tabel No.2 di

bawah ini.

Tabel No. 2

Kriteria Merek Terkenal Dalam Putusan Mahkamah Agung

No. Nomor Perkara Kriteria Merek Terkenal


Putusan MARI NO. 10 A. Terdaftar di berbagai negara.
1 PK/N/HaKI/2006 Tanggal 17 Maret 1. Terdaftar di Indonesia
2008 yo Putusan PN Niaga Jkt Pst tanggal 15 Agustus 1996
No.14/Merek/2005/PN.NIAGA.JKT 2. Terdaftar di 15 negara : Italia,
PST TGL 20 Juni 2005 Australia, Argentina, Bolivia,
Kanada, Denmark, Inggris,
Yunani, Hongkong, Irlandia,
Meksiko, Portugal,
Singapura, Turki dan
Amerika Serikat.
3. Terdaftar di organisasi Hak
Milik Intelektual Afrika
(African Intelectual Property
Organization)
4. Terdaftar di organisasi Hak
Milik Intelektual dunia

Universitas Sumatera Utara


(OMPI)

2 Putusan MARI No.485 A. Terdaftar di berbagai negara di


K/Pdt.Sus/2009 Tgl 27 Agustus dunia.
2009 yo Putusan PN Niaga Jkt Pst 1. di Indonesia terdaftar sejak
No.80/Merek/2008/PN.Niaga jkt pst tanggal 16 september 1963.
tgl 12 Mei 2009 2. terdaftar di 88 negara di
dunia
B. Terdaftar di buku daftar merek-
merek terkenal di Jepang.
C. Investasi di berbagai negara di
dunia dengan membuka pabrik,
kantor cabang, atau perwakilan
D. Promosi secara besar-besaran di
berbagai media, baik cetak
maupun elektronik di Indonesia,
dan di berbagai negara di dunia.
3 Putusan MARI NO. 400 A. Terdaftar di berbagai negara
K/Pdt.Sus/2011 tgl 10 Nvember 1. Di Indonesia sejak tanggal 16
2011 yo putusan PN Niaga Jkt pst Juli 1993
tgl 20 April 2011 2. Terdaftar di mancanegara
3. Investasi secara besar-
besaran di berbagai negara di
dunia dengan memiliki
jaringan perhotelan di seluruh
dunia, yaitu 29 negara
termasuk Indonesia. 43

43
Sumber: diolah dari putusan-putusan Mahkamah Agung RI

Universitas Sumatera Utara


BAB IV

RUANG LINGKUP PENERAPAN LARANGAN PENDAFTARAN MEREK


YANG SAMA PADA POKOKNYA DENGAN MEREK TERDAFTAR
ATAU MEREK TERKENAL DALAM PUTUSAN PENGADILAN

A. Permohonan Merek Yang Didasarkan Pada Iktikad Baik

Secara normatif terdapat beberapa pasal dalam UU No.15 Tahun 2001 yang

dapat dijadikan dasar rujukan, antara lain: Pasal 1 Angka 2 dan 3 dan 4 (mengenai

penafsiran autentik untuk Merek, Merek Dagang, Merek Jasa, dan Merek Kolektif),

Pasal 2 (mengenai jenis-jenis merek), Pasal 3 (mengenai pengertian hak merek), Pasal

4 (mengenai larangan permohonan merek dengan iktikad tidak baik), Pasal 5

(mengenai merek-merek yang tidak boleh didaftarkan) dan Pasal 6 (mengenai hal-hal

yang menyebabkan permohonan merek harus ditolak).

Unsur yang tidak kalah pentingnya juga adalah bahwa merek itu digunakan

dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa. Berdasarkan ketentuan Pasal 1 Angka

2, 3 dan 4 UU No.15 Tahun 2001 tentang Merek, dikaitkan dengan ketentuan Pasal 6

ayat (1) huruf a dan b UU No.15 Tahun 2001 tentang Merek , fungsi merek itu adalah

sebagai alat pembeda, yakni membedakan barang dan/atau jasa yang sejenis yang

diperdagangkan. Dalam ketentuan tersebut jelas menyebutkan kata “jenis” dan bukan

“kelas”. Hal ini penting diketahui karena dalam bidang merek dibedakan arti kata

“kelas” dengan “jenis” barang dan/ atau jasa. Sebab dalam satu kelas barang atau

jasa terdapat berjenis-jenis barang atau jasa lagi. Dengan berpedoman pada kata-kata

“barang dan/atau jasa sejenis” yang terdapat dalam ketentuan tersebut, sebenarnya

Universitas Sumatera Utara


UU No.15 Tahun 2001 tentang Merek memberikan kemungkinan didaftarkannya

suatu merek yang sama pada pokoknya ataupun keseluruhannya dengan merek yang

sudah terdaftar sebelumnya atau dengan merek terkenal untuk kelas barang ataupun

jasa yang sama. Asalkan untuk jenis barang dan/atau jasa yang berbeda, dan

pendaftaran merek tersebut dilakukan dengan iktikad baik. Iktikad baik menjadi asas

penting dalam hukum. 44

Penjelasan Pasal 4 disebutkan:

” Pemohon yang beriktikad baik adalah Pemohon yang mendaftarkan


Mereknya secara layak dan jujur tanpa ada niat apapun untuk membonceng, meniru,
atau menjiplak ketenaran Merek pihak lain demi kepentingan usahanya yang
berakibat merugikan pada pihak lain itu atau menimbulkan kondisi persaingan
curang, mengecoh, atau menyesatkan konsumen

Berdasarkan analisis yang dilakukan terhadap 8 (delapan) putusan Mahkamah

Agung RI yang telah berkekuatan hukum tetap dalam perkara merek, ternyata

semuanya justru pendaftaran merek itu dilakukan atas dasar iktikad tidak baik.

Namun secara faktual terdapat ada dua merek yang mempunyai persamaan pada

pokoknya yang terdaftar di Ditjen HKI atas nama dua orang yang dimiliki oleh orang

yang berbeda.

Berdasarkan argumentasi tersebut, sudah jelas bahwa jika permohonan

pendaftaran merek itu dilakukan atas dasar iktikad baik maka larangan pendaftaran

merek yang sama pada pokoknya dengan merek yang sudah terdaftar sebelumnya

44
Ridwan Khairandy, “Iktikad Baik Dalam Kebebasan Berkontrak”, Fakultas Hukum
Universitas Indonesia Program Pasca Sarjana, Jakarta, 2004

Universitas Sumatera Utara


atau dengan merek terkenal itu hanya berlaku untuk barang dan/atau jasa yang sejenis

saja.

Terhadap larangan pendaftaran merek yang terdapat dalam Pasal 6 ayat (1)

huruf b UU No.15 Tahun 2001 dapat pula diberlakukan terhadap barang dan/atau jasa

yang tidak sejenis. Dalam Pasal 6 ayat (2) yang disebutkan: “Ketentuan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) huruf b dapat pula diberlakukan terhadap barang dan/atau

jasa sejenis sepanjang memenuhi persyaratan tertentu yang akan ditetapkan lebih

lanjut dengan Peraturan Pemerintah”. Namun hingga saat ini Peraturan Pemerintah

dimaksudkan dalam ketentuan tersebut belum ada, maka ketentuan tersebut belum

dapat dilaksanakan secara efektif.

Ada 5 (Lima) putusan Mahkamah Agung yang merupakan kasus merek

terkenal melawan merek terdaftar yang telah dikemukakan pada bab sebelumnya jika

dipelajari dengan seksama, sebenarnya sudah nampak gambaran bahwa “persyaratan

tertentu” yang dimaksudkan dalam ketentuan Pasal 6 ayat (2) UU No.15 Tahun 2001

tentang Merek untuk memperluas larangan permohonan merek yang mempunyai

persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya merek terkenal untuk barang dan/atau

jasa yang tidak sejenis itu antara lain adalah jika permohonan tersebut dilakukan atas

dasar iktikad tidak baik. Hal itu memberikan perlindungan terhadap merek terkenal. 45

Berdasarkan analisis yang dilakukan terhadap 8(delapan) putusan Mahkamah

Agung RI pada Bab III, 7(tujuh) putusan yang membatalkan pendaftaran merek dari

45
Sentosa Sembiring, Prosedur dan Tata Cara Memperoleh Hak Kekayaan Intelektual di
Bidang Hak Cipta Paten dan Merek, (Bandung: Yrama Widya, 2002), hal. 98.

Universitas Sumatera Utara


Daftar Umum Merek yang kelas barangnya sama, tetapi yang sama persis jenis

barangnya hanya 3(tiga) putusan saja, yakni: kasus Merek Koyo v Merek Koy dan

Logo Kelaher, kasus Merek KOPITIAM v Merek KOK TONG KOPITIAM, dan

kasus Merek DAWN v Merek MORNING DAWN. Hal ini disebabkan dalam

pertimbangan hukum pengadilan pembatalan merek tersebut selain didasarkan atas

alasan mempunyai persamaan pada pokoknya dengan merek terdaftar atau merek

terkenal, juga adanya unsur itikad tidak baik dalam pendaftaran merek yang

dibatalkan itu.

B. Permohonan Merek Yang Didasarkan Pada Iktikad Tidak Baik

Sebagai landasan yuridis formal mengenai larangan permohonan merek yang

didasarkan pada Pemohon yang beriktikad tidak baik terdapat dalam Pasal 4 UU

No.15 Tahun 2001 tentang Merek yang menyebutkan: “Merek tidak dapat didaftarkan

atas dasar permohonan yang diajukan oleh Pemohon yang beriktikad tidak baik”.

Selanjutnya dalam Penjelasan Pasal 4 UU No.15 Tahun 2001 tentang Merek

disebutkan:

Pemohon yang beriktikad baik adalah Pemohon yang mendaftarkan Mereknya


secara layak dan jujur tanpa ada niat apapun untuk membonceng, meniru, atau
menjiplak ketenaran Merek pihak lain demi kepentingan usahanya yang
berakibat kerugian pada pihak lain itu atau menimbulkan kondisi persaingan
curang, mengecoh, atau menyesatkan konsumen.....

Berdasarkan ketentuan tersebut, ada atau tidak adanya iktikad tidak baik pada

hakekatnya dilihat dari ada atau tidak adanya niat pemohon merek untuk

membonceng, meniru atau menjiplak ketenaran Merek pihak lain. Pihak lain dalam

Universitas Sumatera Utara


hal ini adalah pemilik merek yang sudah terdaftar sebelumnya dan/atau pemilik

merek terkenal. Jika niat untuk membonceng, meniru, atau menjiplak itu ada pada diri

pemohon merek, maka pemohon merek yang bersangkutan dapat dikatagorikan

sebagai pemohon yang beriktikad tidak baik.

Perbuatan beriktikad tidak baik yang merupakan pelanggaran pasal 6 UU

Merek, meerupakan tindakan curang untuk memnonceng merek yang sudah banyak

dikenal luas, sehingga dengan menggunakan merek yang demikian, suatu produk ikut

menjadi dikenal di masyarakat. Perbuatan demikian, tidak sesuai dengan etika

intelektual yang telah diatur dengan undang-undang, karena suatu hasil karya orang

lain tidak boleh ditiru begitu saja, melainkan harus melalui izin pemiliknya. 46

Sekurang-kurangnya ada tiga hal yang dapat digunakan sebagai alat bukti

bagi adanya indikasi iktikad tidak baik pada diri si pemohon merek tersebut.

1. Merek yang dimohonkan itu mempunyai persamaan pada pokoknya atau

keseluruhannya dengan merek terdaftar atau merek terkenal;

2. Merek tersebut dimohonkan pada kelas dan/ataupun jenis barang yang

sama dengan kelas dan jenis barang dari merek terdaftar atau merek

terkenal tersebut. Namun, khusus terhadap merek terkenal dalam Pasal

16.3 Persetujuan TRIP’s diatur bahwa larangan pendaftaran merek atas

46
RR.Putri Ayu Priamsari, Penerapan Iktikad Baik Sebagai Alasan Pembatalan Merek
Menurut Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek (Di Tingkat Peninjauan Kembali),
Fakultas Hukum UNDIP, 2010

Universitas Sumatera Utara


dasar iktikad tidak baik juga berlaku terhadap barang dan/atau jasa yang

tidak sejenis.

3. Adanya niat dari pemohon merek untuk membonceng, meniru, atau

menjiplak popularitas atau ketenaran dari merek yang sudah terdaftar

sebelumnya yang sudah punya reputasi baik di masyarakat atau merek

terkenal.

Masalah iktikad tidak baik tersebut juga akan timbul jika seseorang telah

memakai suatu merek dalam periode sebelumnya, tetapi memilih tidak mendaftarkan

merek tersebut. Jika seseorang itu dapat membuktikan bahwa dia sudah menggunakan

merek tersebut, maka usaha mendaftarkan merek itu oleh orang lain dapat dicegah

dengan menyebut usaha tadi sebagai “iktikad tidak baik”. 47

Untuk mengetahui ruang lingkup penerapan larangan pendaftaran merek yang

mempunyai “persamaan pada pokoknya” yang disertai dengan adanya unsur “iktikad

tidak baik” oleh pengadilan, akan dilihat dalam 8 (delapan) putusan Mahkamah

Agung di bawah ini di bawah ini.

1. Kasus Merek Terkenal AX ARMANI v Merek A/X

Kasus Merek AX ARMANI v A/X Pengadilan Niaga Pada Pengadilan

Negeri Jakarta Pusat telah membatalkan pendaftaran Merek A/X milik

Tergugat yang melindungi barang-barang yang termasuk kelas 25 dengan

alasan Merek A/X tersebut merupakan hasil kreasi, imajinasi dan

47
Tim Lindsey, Edi Damian, Simon Butt dan Tomi Suryo Utomo, Hak Kekayaan Intelektual
Suatu Pengantar, Bandung, PT. Alumni, 2002, Hal. 140-141.

Universitas Sumatera Utara


pengembangan dari Merek ARMANI EXCHANGE dan/atau penggalan dari

Merek AX ARMANI EXCHANGE milik Penggugat yang melindungi

barang-barang kelas 25. Di mana putusan ini dikuatkan oleh Mahkamah

Agung RI di tingkat kasasi.

Pengadilan melihat adanya iktikad tidak baik dari Tergugat I dalam

pendaftaran Merek A/X tersebut untuk membonceng, meniru ataupun

menjiplak merek terkenal ARMANI EXCHANGE dan AX ARMANI

EXCHANGE didasarkan atas pendapat bahwa merek A/X tersebut merupakan

hasil kreasi, imajinasi dan pengembangan dari merek ARMANI EXCHANGE

dan AX ARMANI EXCHANGE.

Untuk memperkuat iktikad tidak baik dari Tergugat I selaku pemilik

merek A/X tersebut dalam dalil gugatan Penggugat telah diungkapkan bahwa

Tergugat I dengan iktkad buruk telah berulang kali melakukan pelanggaran

atas merek-merek milik Penggugat yang lainnya, yang penyelesaiannya

ditempuh melalui pengadilan.

Berdasarkan dalil gugatan Penggugat tersebut nampaik jelas adanya

iktikad tidak baik dari Tergugat I dalam mendaftarkan merek A/X tersebut,

karena telah melakukan perbuatan melawan hukum baik pidana maupun

perdata yang berulang-ulang.

Pertimbangan lainnya yang memperkuat keyakinan pengadilan adanya

iktikad tidak baik dari Tergugat I adalah merek A/X milik Tergugat I juga

melindungi barang-barang yang sama kelasnya dengan merek ARMANI

Universitas Sumatera Utara


EXCHANGE dan AX ARMANI EXCHANGE, yakni barang-barang yang

termasuk kelas 25.

2. Kasus Terkenal Merek DAWN v Merek MORNING DAWN

Pengadilan Niaga Pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat melalui

putusannya No.36/MEREK/2004/PN.NIAGA.JKT.PST, tanggal 27 Oktober

2004 yang dikuatkan oleh Mahkamah Agung RI melalui putusannya No.036

K/N/HaKI/2004 tanggal 17 Januari 2005 telah membatalkan merek

MORNING DAWN milik Tergugat dengan alasan mempunyai persamaan

pada pokoknya dengan merek terkenal DAWN milik Penggugat.

Itikad tidak baik dari Tergugat untuk membonceng keterkenalan

merek DAWN milik Penggugat dilihat dari faktor adanya persamaan pada

pokoknya merek MORNING DAWN dengan merek DAWN, dan kedua

merek tersebut didaftarkan untuk melindungi jenis-jenis barang untuk kelas

yang sama, yakni kelas 29.

3. Kasus Merek Terkenal PAUL & SHARK YACHTING v Merek


PAUL & SHARK

Mahkamah Agung RI di tingkat peninjauan kembali telah

mengabulkan gugatan Penggugat selaku pemilik merek PAUL & SHARK

YACHTING melalui putusannya No.010 PK/N/HaKI/2006 tanggal 17 Maret

2008. Dalam putusannya Mahkamah Agung RI menyatakan batal merek

PAUL & SHARK daftar No.562103 tertanggal 5 Maret 1997 atas nama

Universitas Sumatera Utara


Tergugat karena mempunyai persamaan pada pokoknya dengan merek PAUL

& SHARK YACHTING dan Lukisan Ikan Hiu atas nama Penggugat.

Itikad tidak baik dari Tergugat dilihat Pengadilan berdasarkan adanya

persamaan pada pokoknya antara merek PAUL & SHARK milik Tergugat

dengan merek PAUL & SHARK YACHTING milik Penggugat, dan kedua

merek tersebut juga sama-sama melindungi jenis-barang dalam kelas 25.

Penggugat dalam dalil gugatannya menyebutkan bahwa Tergugat

dalam menggunakan kata PAUL & SHARK pada mereknya pasti diilhami

merek Penggugat yang telah terdaftar lebih dulu di Indonesia. Dengan

demikian pendaftaran merek milikTergugat didasari oleh iktikad tidak baik

untuk membonceng keterkenalan merek milik Penggugat dengan tujuan untuk

memperoleh keuntungan besar tanpa harus mempromosikan mereknya. Dalil

gugatan ini telah dijadikan oleh Mahkamah Agung sebagai salah satu

pertimbangan untuk membatalkan pendaftaran merek PAUL & SHARK

tersebut. Dengan demikian iktikad tidak baik dari Tergugat dilihat dari faktor

adanya persamaan pada pokoknya kedua merek tersebut dan barang-barang

yang dilindungi oleh kedua merek tersebut berada dalam satu kelas yakni

kelas 25.

4. Kasus Merek LOVE dan MY LOVE v Merek MY LOWE

Pengadilan Niaga Pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dalam

putusannya No.61/MEREK/2005/PN.NIAGA.JKT.PST tanggal 22 November

2006 telah menyatakan pendaftaran merek MY LOWE No.IDM000028204

Universitas Sumatera Utara


atas nama Tergugat didasari iktikad tidak baik, dan karenanya menyatakan

batal pendaftaran merek MY LOWE tersebut. Putusan ini dikuatkan di tingkat

kasasi dan ditingkat peninjauan kembali oleh Mahkamah Agung RI.

Dasar keyakinan hakim menyatakan Tergugat memajukan pendaftaran

merek MY LOWE tersebut adalah adanya persamaan pada pokoknya antara

merek MY LOWE miikTergugat dengan merek LOVE dan MY LOVE milik

Penggugat, dan kedua merek tersebut melindungi barang untuk kelas yang

sama yakni kelas 24. Di samping itu, bukti lain yang cukup penting dalam

kasus ini untuk membuktikan adanya iktikad tidak baik dari Tergugat dalam

mendaftarkan merek MY LOWE tersebut adalah dalam dalil gugatan

Penggugat disebutkan bahwa Tergugat merupakan pihak yang turut

menandatangani Surat Perjanjian Bersama tertanggal 27 Juni 2003 yang

isinya antara lain Tergugat telah mengakui melakukan kesalahan atas

penggunaan merek Penggugat secara tanpa hak.

Berdasarkan bukti Surat Perjanjian Bersama tersebut, jelas bahwa

adanya iktikad tidak baik dari Tergugat I dalam memohonkan pendaftaran

merek MY LOWE tersebut tidak diragukan lagi. 48

5. Kasus Merek Koyo v Merek Koy dan Logo Kelaher

48
Tatanusa, Tim Redaksi Himpunan Putusan-putusan Mahkamah Agung Dalam Perkara
HaKI, Penrbit PT.Tatanusa, Jakarta, 2005

Universitas Sumatera Utara


Pengadilan Niaga Pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat melalui

putusannya No.80/MEREK/2008/PN.NIAGA.JKT.PST. tertanggal 12 Mei

2009 antara lain memutuskan: menyatakan merek Koyo milik Penggugat

merupakan merek terkenal; menyatakan merek Koy dan Logo Kelaher milik

Tergugat I mempunyai persamaan pada pokoknya dengan merek Koyo milik

Penggugat; menyatakan Tergugat I mempunyai iktikad tidak baik dalam

mengajukan permohonan pendaftaran merek Koy dan Logo Kelaher tersebut;

dan karenanya menyatakan batal pendaftaran merek Koy dan logo kelaher

milik Tergugat I tersebut. Putusan ini dikuatkan oleh Mahkamah Agung di

tingkat kasasi.

Pertimbangan hukum putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan

Negeri Medan melihat adanya iktikad tidak baik dari Tergugat I dalam

memohonkan pendaftaran merek Koy dan Logo Kelaher tersebut adalah dari

adanya persamaan pada pokoknya antara merek Koy dan Logo Kelaher milik

Tergugat I dengan merek terkenal Koyo milik Penggugat. Di samping itu,

merek Koy dan Logo Kelaher itu juga didaftarkan untuk melindungi barang-

barang yang sama kelas dan jenisnya dengan barang-barang yang dilindungi

merek Koyo milik Penggugat yakni untuk barang kelas 12.

6. Kasus Merek KOPITIAM v Merek KOK TONG KOPITIAM

Pengadilan Niaga Pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat melalui

putusannya No.05/MEREK/2010/PN.NIAGA.PN.JKT.PST tanggal 29

November 2010 memutuskan antara lain: menyatakan merek KOK TONG

Universitas Sumatera Utara


KOPITIAM mempunyai persamaan pada pokoknya dengan merek

KOPITIAM; menyatakan pendaftaran merek KOK TONG KOPITIAM milik

Tergugat I didaftarkan atas dasar iktikad tidak baik; dan membatalkan

penfdaftaran merek KOK TONG KOPITIAM tersebut dari Daftar Umum

Merek. Putusan ini dikuatkan oleh Mahkamah Agung RI di tingkat kasasi.

Adanya iktikad tidak baik dari Trergugat I memohonkan pendaftaran

merek KOK TONG KOPITIAM tersebut berdasarkan adanya persamaan pada

pokoknya dengan merek KOPITIAM milik Penggugat, dan merek KOK

TONG KOPITIAM tersebut didaftarkan untuk melindungi merek jasa untuk

jenis dan kelas jasa yang sama dengan merek KOPITIAM.

7. Kasus Merek INTER-CONTINENTAL v Merek THE


INTERCONTINENTAL

Mahkamah Agung RI melalui putusannya No.400 K/Pdt.Sus/2011

tanggal 10 November 2011 telah memutuskan, antara lain: menyatakan

bahwa Penggugat adalah pemegang hak khusus di Indonesia dari Nama

Dagang dan Merek Dagang INTER-CONTINENTAL; menyatakan bahwa

Nama Dagang dan Merek Dagang Tergugat I (THE INTERCONTINENTAL)

mempunyai persamaan pada pokoknya dengan Nama Dagang dan Merek

Dagang milik Penggugat; dan membatalkan Pendaftaran Merek THE

INTERCONTINENTAL milik Tergugat I dalam Daftar Umum Merek.

Pertimbangan hukum putusan Mahkamah Agung RI telah dibenarkan

bahwa Nama Dagang dan Merek Dagang INTER-CONTINENTAL telah

Universitas Sumatera Utara


terdaftar di 29 negara, termasuk di Indonesia terdaftar di Direktorat Jenderal

Merek, Departemen Kehakiman (sekarang Ditjen Hak Kekayaan Intelektual,

Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia) No.313.011 tanggal 16 Juli

1993 diperbaharui dengan No.IDM000101132 untuk melindungi jasa-jasa

yang termasuk dalam kelas 43. Dengan terdaftarnya Merek INTER-

CONTINENTAL di bannyak negara di dunia, maka merek INTER-

CONTINENTAL adalah merek terkenal (Well-known) dan sudah dapat

dikriteriakan termashur (famous). Di samping itu dikutip pula ketentuan Pasal

16.3 Perjanjian TRIP’s yang sudah diratifikasi Januari 2000 yang

menegaskan:”melarang adanya pendaftaran/penggunaan merek yang sama

dengan suatu pendaftaran merek terkenal untuk barang-barang tidak sejenis”.

Pengadilan melihat adanya iktikad tidak baik dari Tergugat dalam

pendaftaran merek THE INTERCONTINENTAL berdasarkan adanya

persamaan pada pokoknya dengan merek terkenal INTER-CONTINENTAL

milik Penggugat. Di mana oleh karena merek INTER-CONTINENTAL milik

Penggugat merupakan merek terkenal, maka tidak perlu harus memenuhi

syarat untuk jenis dan/atau kelas barang atau jasa yang sama dengan merek

THE INTERCONTINENTAL milik Tergugat.

8. Kasus Merek PELASTIN v Merek ELASTYN

Pengadilan Niaga Pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat melalui

putusannya No.55/MEREK/2011/PN.NIAGA.JKT.PST tanggal 8 September

2011 yang dikuatkan oleh Mahkamah Agung RI di tingkat kasasi,

Universitas Sumatera Utara


memutuaskan, antara lain: menyatakan batal demi hukum pendaftaran merek

ELASTYN milik Tergugat I, dengan alasan karena mempunyai persamaan

pada pokoknya dengan merek PELASTIN milik Penggugat, dan kedua merek

tersebut melindungi jenis dan kelas barang yang sama, yakni kelas 05.

Itikad tidak baik dari Tergugat dilihat dari faktor adanya persamaan

pada pokoknya antara merek ELASTYN yang didaftarkannya dengan merek

PELASTIN milik Penggugat yang sudah terdaftar sebelumnya, untuk jenis

dan kelas barang yang sama.

Selanjutnya perlu diketahui bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 69 ayat (1)

gugatan pembatalan pendaftaran Merek hanya dapat diajukan dalam jangka waktu

5(lima) tahun sejak tanggal pendaftaran merek tersebut. Terkecuali apabila merek

tersebut bertentangan dengan moralitas agama, kesusilaan, atau ketertiban umum,

menurut Pasal 69 ayat (2) gugatan pembatalannya dapat diajukan tanpa batas waktu.

Namun dari kasus yang diteliti, ketentuan Pasal 69 ayat (1) UUM 2001 tersebut tidak

diterapkan secara konsekwen. Hal ini ternyata dari kasus Merek AX ARMANI v

Merek A/X, di tingkat pertama Pengadilan Niaga melalui putusannya

No.27/MEREK/2004/PN.NIAGA.JKT.PST. tanggal 31 Agustus 2004 telah menolak

gugatan Penggugat GA MODEFINE S.A selaku pemilik merek AX ARMANI

dengan pertibangan hukum:

Bahwa, oleh karena gugatan Penggugat telah diajukan dalam jangka waktu
yang melebihi 5(lima) tahun dari tanggal pendaftaran merek A/X milik
Tergugat I, maka menurut Pengadilan Niaga sesuai dengan ketentuan Pasal 69
ayat (1) Undang-undang No.15 Tahun 2001 Tentang Merek yang bersifat
imperatif, maka gugatan penggugat sudah seharusnya ditolak karena telah

Universitas Sumatera Utara


daluwarsa (lewat waktu) atau setidak-tidaknya gugatan Penggugat tidak dapat
diterima. 49
Namun di tingkat kasasi Mahkamah Agung melalui putusannya No.024

K/N/HaKI/2004 tanggal 2 Februari 2005 telah mengabulkan gugatan

Penggugat, dan membatalkan pendaftaran merek A/X milik Tergugat

I/Termohon Kasasi I.

Mahkamah Agung tidak memberikan pertimbangan hukum secara tegas

terkait dengan gugatan yang telah daluwarsa (lewat waktu). Dalam pertimbangan

hukumnya Mahkamah Agung hanya menyebutkan, antara lain:

Bahwa judek fakti dalam perttimbangan hukumnya tidak mempertimbangkan


dengan cermat bukti P.3 dan P.4, yaitu bukti yang diajukan sehubungan
dengan adanya persamaan pada pokoknya antara merek milik Termohon
Kasasi/Tergugat I dengan merek milik Pemohon Kasasi/Penggugat, yaitu
merek A/X, yang walaupun baru didaftarkan di Indonesia pada tanggal 8
Maret 2000, setelah didaftarkannya merek milik Termohon Kasasi/Tergugat I
yaitu pada tanggal 15 Desember 1995, namun pada saat itu merek milik
Pemohon Kasasi/Penggugat telah merupakan merek terkenal (telah terdaftar
di organisasi Dunia tentang Hak atas Kekayaan Intelektual/WIPO sejak tahun
1992 vide bukti-P.4.2.
Bahwa meskipun Termohon Kasasi/Tergugat I adalah prendaftar pertama
(first to file), namun pada saat didaftarkan merek tersebut telah beredar, sebab
berdasarkan bukti P.3.2 merek AX ARMANI EXCHANGE sudah terdaftar
pada tanggal 26 November 1991 No.321488. Di samping itu mengenai merek
terkenal milik Pemohon Kasasi/Penggugat telah ada putusan yang telah
mempunyai kekuatan hukum yang tetap yaitu putusan No.015
PK/N/HaKI/2003 tanggal 7 April 2004 (bukti P.5.8) 50
Berdasarkan pertimbangan hukum Mahkamah Agung RI tersebut

menunjukkan bahwa menurut pendirian Mahkamah Agung RI pengajuan gugatan

pembatalan merek terdaftar oleh pemilik merek terkenal dengan alasan mempunyai

49
Tim Redaksi Tatanusa, Op.Cit, hal.286.
50
Ibid, hal.293-294.

Universitas Sumatera Utara


persamaan pada pokoknya, dan adanya iktikad tidak baik, termasuk merupakan

pengecualian yang terdapat dalam Pasal 69 ayat (2) UUM 2001, yang berarti tidak

terikat pada jangka waktu 5 tahun tersebut.

Berkenaaan dengan jangka waktu mengajukan gugatan pembatalan

pendaftaran merek tersebut Adrian Sutedi mengatakan:

Berdasarkan kasus pembatalan merek ini dapat dikemukakan beberapa hal,


pertama, gugatan ke pengadilan Niaga tentang perkara pembatalan merek
yang telah terdaftar di Departemen Kehakiman dan HAM tidak lagi terikat
oleh batas waktu lima tahun sejak pendaftaran artinya dapat diajukan kapan
saja apabila merek yang telah terdaftar tersebut merupakan merek yang
bertentangan dengan moralitas agama, kesusilaan atau ketertiban umum dalam
arti dilandasi oleh niat/iktikad baik dari Pendaftar Merek. Kedua, iktikad tidak
baik dari pendaftar merek dinilai terbukti bilamana pendaftar merek tersebut
dilandasi oleh niat tidak jujur untuk meniru, menjiplak atau membonceng
ketenaran merek milik pihak lain atau dapat berakibat mengecoh atau
menyesatkan para konsumen. Terlebih lagi bila merek tersebut merupakan
nama badan hukum/perusahaan lain yang ditirunya. 51

51
Adrian Sutedi, Hak Atas Kekayaan Intelektual, Penerbit Sinar Grafika, Jakarta, 2009,
hal.190.

Universitas Sumatera Utara


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan kajian yang telah dikemukakan pada bab-bab terdahulu, dapat

ditarik kesimpulan sebagai berikut di bawah ini.

1. Secara yuridis formal UU No.15 Tahun 2001 tentang Merek secara tegas

melarang pendaftaran merek yang mempunyai persamaan pada pokoknya baik

dengan merek yang sudah terdaftar sebelumnya ataupun dengan merek terkenal

untuk barang dan/ataupun jasa sejenis. Namun, dalam kenyataan cukup banyak

merek yang didaftarkan pada Ditjen HKI yang kemudian dibatalkan oleh

pengadilan akibat adanya gugatan dari pemilik merek yang sudah terdaftar

sebelumnya ataupun oleh pemilik merek terkenal. Berdasarkan hasil studi ini

diketahui bahwa faktor penyebabnya dapat dilihat dari 3 (tiga) aspek, yakni:

substansi hukum, aparatur hukum, budaya hukum.

a. Dari aspek substansi hukum, adanya kelemahan UU Merek No.15 Tahun

2001 yang tidak memberikan kriteria yang memadai kapan dan dalam hal

bagaimana suatu merek itu dianggap mempunyai “persamaan pada

pokoknya” dengan merek lainnya.

b. Dari aspek aparatur hukum, banyaknya kasus gugatan pembatalan merek

terdaftar yang dikabulkan oleh pengadilan karena alasan mempunyai

persamaan pada pokoknya menunjukkan bahwa aparatur pemeriksa merek

Universitas Sumatera Utara


pada Ditjen HKI yang kurang profesional dalam melaksanakan fungsi dan

tugas pokoknya memeriksa permohonan merek yang diajukan kepadanya.

c. Dari aspek budaya hukum, bahwa budaya untuk membonceng, meniru,

atau menjiplak merek milik pihak lain yang sudah memiliki reputasi

dalam masyarakat nampaknya cukup berkembang dalam masyarakat

Indonesia saat ini.

2. Setelah dilakukan analisis terhadap 8(delapan) putusan Mahkamah Agung RI

dalam perkara merek, khususnya yang substansinya menyangkut gugatan

pembatalan merek karena alasan mempunyai persamaan pada pokoknya dengan

merek terdaftar atau merek terkenal diperoleh gambaran bahwa penerapan

ketentuan Pasal 6 ayat (1) huruf a dan huruf b UU No.15 Tahun 2001 dalam

putusan pengadilan itu cukup bersifat variatif dalam memberikan kriteria

“persamaan pada pokoknya” maupun kriteria “merek terkenal”.

a. Tentang kriteria “persamaan pada pokoknya”, ternyata kriteria yang

terdapat dalam Penjelasan Pasal 6 ayat (1) huruf a telah diperluas melalui

kaedah hukum yang lahir dari putusan pengadilan tersebut. Dalam Pasal 6

ayat (1) huruf a melihat berdasarkan adanya kemiripan yang disebabkan

oleh adanya unsur-unsur yang menonjol antara merek yang satu dan

merek yang lain, yang dapat menimbulkan kesan adanya persamaan baik

mengenai bentuk, cara penempatan, cara penulisan atau kombinasi antara

unsur-unsur ataupun persamaan bunyi ucapan yang terdapat dalam merek-

merek tersebut. Sedangkan dalam putusan pengadilan memberikan kriteria

Universitas Sumatera Utara


“persamaan pada pokoknya” tersebut dilihat berdasarkan persamaan pada

bentuk, komposisi, unsur, elemen, bunyi, ucapan, atau penampilan dari

merek-merek tersebut. Di mana untuk unsur-unsur tersebut tidak

diharuskan tidak bersifat kumulatif, melainkan bersifat alternatif. Jadi jika

salah satu unsur saja dipenuhi, di mana dengan unsur tersebut antara

merek yang satu dengan yang lainnya mempunyai kemiripan, maka sudah

cukup alasan untuk menyatakan kedua merek tersebut mempunyai

persamaan pada pokoknya.

Mengenai unsur “ untuk barang dan/atau jasa sejenis” ternyata pengadilan

tidak selamanya menerapkan secara konsisten. Di mana dalam beberapa

putusan ternyata pengadilan juga membatalkan pendaftaran merek dengan

alasan mempunyai persamaan pada pokoknya dengan merek yang sudah

terdaftar sebelumnya atau merek terkenal untuk barang atau jasa yang

tidak sejenis, tetapi masih dalam kelas barang atau jasa yang sama.

Namun, putusan tersebut disertai alasan bahwa pemohon mendaftarkan

mereknya atas dasar iktikad tidak baik.

3. Mengenai penerapan larangan pendaftaran merek karena alasan mempunyai

persamaan pada pokoknya dengan merek terdaftar atau merek terkenal, ternyata

dibedakan antara permohonan merek yang didasarkan pada iktikad baik dengan

yang didasarkan pada iktikad tidak baik.

a. Jika permohonan diajukan oleh Pemohon atas dasar iktikad baik, maka

larangan tersebut hanya berlaku terhadap permohonan pendaftaran merek

Universitas Sumatera Utara


untuk barang dan atau jasa yang sejenis, saja, yang berarti untuk barang

atau jasa se kelas diperbolehkan sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 6

ayat (1) Huruf a dan Huruf b UU No.15 Tahun 2001.

b. Jika permohonan merek itu diajukan oleh Pemohon atas dasar adanya

iktikad tidak baik, maka larangan tersebut berlaku untuk barang dan/ataupun

jasa yang tidak sejenis, dan bahkan terhadap barang dan/atau jasa yang tidak

sekelas.

B. Saran

Upaya untuk meminimalisir terjadinya kasus gugatan pembatalan merek

terdaftar karena mempunyai persamaan pada pokoknya dengan merek yang sudah

terdaftar sebelumnya atau dengan merek terkenal, disarankan:

1. Profesionalitas sumber daya manusia Pemeriksa Merek perlu ditingkatkan

dengan cara memberikan pelatihan, jika perlu dengan studi banding ke

negara lain yang sistem pendaftarannya lebih baik dari Indonesia. Berikan

tambahan insentif untuk meningkatkan kesejahteraan para Pemeriksa

Merek tersebut, dan terakpan sanksi yang tegas kepada Pemeriksa Merek

yang menyalahgunakan wewenangnya.. Serta memberikan sanksi yang

berat kepada Pemeriksa Merek yang menyalahgunakan kewenangannya.

2. Dalam penegakan hukum terhadap ketentuan Pasal 4 dan Pasal 6 ayat (1)

Huruf a dan Huruf b, diharapkan kepada Pengadilan Niaga dan Mahkamah

Agung agar mempedomani tidak hanya kriteria “persamaan pada

Universitas Sumatera Utara


pokoknya yang terdapat dalam UU No.15 Tahun 2001 saja, tetapi juga

harus menerapkan kaedah hukum yang telah dikembangkan melalui

Yurisprudensi Mahkamah Agung RI.

3. Ketentuan mengenai larangan pendaftaran merek yang mempunyai

persamaan pada pokoknya yang tertuang dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a

dan Huruf b UU No.15 Tahun 2001 perlu diperluas daya berlakunya dari

untuk barang dan/atau jasa sejenis menjadi untuk barang dan/atau jasa

sekelas. Hal ini dimaksudkan untuk membatasi niat pemohon merek untuk

membonceng, meniru atau menjiplak popularitas merek yang sudah

terkenal atau mempunyai reputasi dalam masyarakat.

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Ali, Zainuddin, Metode Penelitian Hukum, Penerbit Sinar Grafika, Jakarta, 2009

Casavera, Delapan Kasus Sengketa Merek Di Indonesia, Penerbit Graha Ilmu,


Yogyakarta, 2009

_______, Kasus Sengketa Merek Di Indonesia, Graha Ilmu, Yogyakarta, 2009

Djumahana, Muhammad, R, Djubaedilah, Hak Milik Intelektual Sejarah, Teori dan


Prakteknya di Indonesia, PT.Citra Aditya Bakti, Bandung, 1993, Halaman 149.

Khairandy, Ridwan Iktikad Baik Dalam Kebebasan Berkontrak, Fakultas Hukum


Universitas Indonesia Program Pasca Sarjana, Jakarta, 2004

Lindsey, Tim, dan Edi Damian, Simon Butt dan Tomi Suryo Utomo, Hak Kekayaan
Intelektual Suatu Pengantar, Bandung, PT. Alumni, 2002, Hal. 140-141.

M.Friedman, Lawrence, Law and Seciety An Introduction, Prentice Hall Inc., New
Jersey, 1977

Marzuki, Peter Mahmud Penelitian Hukum, Edisi Pertama, Cetakan Ke-I, Penerbit
Prenada Media, Jakarta

Maulana, Insan Budi, Sukses Bisnis Melalui Merek, Paten, dan Hak Cipta, Citra
Aditya Bakti, Bandung, 1997

________________, Kompilasi Undamg-Undang Hak Cipta, Paten, Merek, dan


Terjemahan Konvensi-Konvensi di Bidang Hak Atas Kekayaan Intelektual
(HAKI), (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2005)

__________________, Bianglala HaKI, Penerbit PT.Hecca Mitra Utama, Jakarta,


2005

Miru, Ahmad Hukum Merek: Cara Mudah Mempelajari Undang-undang Merek,


PT.RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2005

Purwaningsih, Endang, Perkembangan Intellectual Property Rights: Kajian Hukum


Terhadap Hak atas Kekayaan Intelektual dan Kajian Komparatif Hukum
Paten, Penerbit Ghalia Indonesia, Ciawi-Bogor, 2005

Universitas Sumatera Utara


Putri Ayu Priamsari, RR, Penerapan Iktikad Baik Sebagai Alasan Pembatalan Merek
Menurut Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek (Di
Tingkat Peninjauan Kembali), Fakultas Hukum UNDIP, 2010.

Saidin, OK, Aspek Hukum Kekayaan Intelektual (Intellectual Property Right),


Jakarta, Rajawali Pers, 2007

Sembiring, Sentosa Prosedur dan Tata Cara Memperoleh Hak Kekayaan Intelektual
di Bidang Hak Cipta Paten dan Merek, (Bandung: Yrama Widya, 2002),

Sudaryat, Sudjana, dan Rika Ratna Permata, Hak Kekayaan Intelektual: Memahami
Prinsip Dasar, Cakupan, dan Undang-undang Yang Berlaku, Penerbit Oase
Media, Bandung, 2010

Sutedi, Adrian, Hak Atas Kekayaan Intelektual, Penerbit Sinar Grafika, Jakarta, 2009

Tatanusa, Tim Redaksi Himpunan Putusan-putusan Mahkamah Agung Dalam


Perkara HaKI, Penrbit PT.Tatanusa, Jakarta, 2005

Wahyuni, Erma dan T.Syaiful Bahri, dan Hessel Nogi S.Tangkilisan, Kebijakan dan
Manajemen Hukum Merek, Penerbit Yayasan Pembaruan Administrasi Publik
Indonesia (YPAPI), Yokyakarta, Tanpa Tahun

B. Kamus dan Perundang-undangan

Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek

Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1998

Kompilasi Peraturan Perundang-Undangan Hak Kekayaan Intelektual Direktorat


Jendral Hak Kekayaan Intelektual Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia
Republik Indonesia

C. Internet

http:/www.bharatanews.com/berita-toyota-gugat-pembatalan-merek toyoda, diakses


pada tanggal 21 Februari 2012

http://en.bisnis.com/articles/sengketa-merek-campus-masuk-tahap-akhir. diakses pada


tanggal 21 Februari 2012

http://hukumit.blogspot.com/2011/09/pengertian-mengenai-merek-terkenal.html

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai