TESIS
Oleh :
Oleh :
Menyetujui
Komisi Pembimbing
Pembimbing Pembimbing
Bismillaahirrahmaanirrahiim
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena hanya
dengan berkat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini
Agung)”. Juga tidak lupa Shalawat beriring salam penulis hadiahkan kepada
Rasulullah SAW yang selalu menjadi suri tauladan dan yang syafa’atnya selalu
Penulisan tesis ini merupakan suatu persyaratan yang harus dipenuhi untuk
memperoleh gelar Magister dalam bidang Ilmu Hukum (M.H) Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara. Dalam penulisan tesis ini banyak pihak yang telah
memberikan bantuan dorongan moril berupa masukan dan saran, sehingga penulisan
tesis dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Oleh sebab itu, ucapan terima kasih
yang mendalam penulis sampaikan secara khusus kepada Bapak Prof. Dr. Suhaidi,
SH, MH, Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, M.Hum dan ibu Dr. T.
Keizerina Devi A, SH, CN, M.Hum, selaku Komisi Pembimbing yang telah dengan
tulus ikhlas memberikan bimbingan dan arahan demi tercapainya hasil yang terbaik
dalam penulisan tesis ini. Kemudian juga, kepada Dosen Penguji Bapak Dr.Jelly
Leviza, SH, M.Hum dan Bapak Dr. Dedi Harianto, SH, M.Hum yang telah
2. Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. Runtung Sitepu,
SH, M.Hum., atas kesempatan bagi penulis menjadi mahasiswa Program Studi
Sumatera Utara, Prof. Dr. Suhaidi, SH, MH., atas segala dedikasi dan
pengarahan serta masukan yang diberikan kepada penulis selama menuntut ilmu
4. Kedua orangtua, Ayahanda Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH, M.Hum, yang
luar biasa, terimakasih papa, dan terimakasih jg kepada Ibunda saya Hj. Farida
Tarigan atas segala bentuk bantuan, dorongan dan motivasinya dalam hidup
saya.
5. Suami saya tercinta dr.Andi Raga Ginting atas doa, dukungan, perhatian,
putri kecil kita Naafa Maisyva Ginting sehingga tesis ini akhirnya selesai. You
are My Everything.
6. Adik-adik saya Yan Indra Fajar Sitepu dan Febrinka Ananda Sitepu
7. Kedua Mertua saya H. Tamauli Ginting SE., dan Hj. N. Khairiah Sitepu, Spd
8. Sahabat-sahabat terbaik saya Lesly Saviera dan Khairuna Malik Hsb yang
bantuannya dalam segala hal untuk kelancaran penulisan tesis ini, Love you both.
semoga walaupun dengan selesainya studi ini persahabatan kita dapat tetap
terjalin dengan baik dan teman-teman saya Anggina Masdalifah, Fauzy Adyla,
Dina Kristina, Putri Hafwany terimakasih atas doa dan dukungannya selama
ini.
10. Seluruh staf pegawai di Program Studi Magister Ilmu Hukum Universitas
Penulis berharap semoga semua doa, bantuan dan kebaikan yang telah
diberikan kepada penulis mendapat balasan yang setimpal dari Allah SWT, agar
selalu dilimpahkan kebaikan, kesehatan dan rezeki yang melimpah kepada kita
namun tak ada salahnya jika penulis berharap kiranya tesis ini dapat memberikan
Penulis,
I. IDENTITAS PRIBADI
Nama Lengkap : Faradila Yulistari Sitepu SH
Tempat/Tanggal Lahir : Medan, 18 Juli 1988
Status : Menikah
Alamat : Jl. Sei Selayang No.23 Medan
II. KELUARGA
Nama Suami : dr. Andi Raga Ginting
Nama Ayah : Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH, M.Hum
Nama Ibu : Hj. Farida Tarigan
Nama Ayah Mertua : H. Tamauli Ginting SE
Nama Ibu Mertua : Hj. Ngalami Khairiah Sitepu SPd
Saudara Laki-laki : dr. Yan Indra Fajar Sitepu
Saudara Perempuan : Febrinka Ananda Sitepu
III. PENDIDIKAN
- SD : Tahun 1994 s/d 2000, SD Dharmawanita Medan
- SMP : Tahun 2000 s/d 2003, SMP Negeri I Medan
- SMA : Tahun 2003 s/d 2006, SMA Harapan I Medan
- Perguruan Tinggi/S1 : Tahun 2006 s/d 2009, Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara Medan
- Perguruan Tinggi/S2 : Tahun 2010 s/d 2012, Fakultas Hukum Program Studi
Magister Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara
Medan
ABSTRAK ....................................................................................................... i
ABSTRACT ..................................................................................................... iii
KATA PENGANTAR ..................................................................................... iv
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ....................................................................... viii
DAFTAR ISI .................................................................................................... ix
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
bagian penting dalam kehidupan masyarakat. Fungsi dan makna merek terus
mengalami perkembangan. Merek tidak lagi hanya berfungsi sebagai daya pembeda
sebagaimana yang terdapat dalam Pasal 1 Angka 1 UU No.15 Tahun 2001. Insan
Budi Maulana mengatakan bahwa Merek dapat dianggap sebagai “roh” bagi suatu
mengemukakan:
1
http://prasetyohp.wordpress.com. Diakses pada tanggal 10 Februari 2012
(termasuk Indonesia) berimplikasi pada kokohnya status merek sebagai salah satu
berkembangnya wacana dan praktik manajemen ekuitas merek (brand equity) yang
memandang merek sebagai salah satu intangible asset terpenting setiap organisasi,
merek kemudian mencuat sebagai “komoditas” yang banyak diburu. Merek yang
bercitra positif dan dikenal luas diyakini memberi sejumlah manfaat, di antaranya
kepuasan dan loyalitas konsumen yang lebih tinggi, kesediaan konsumen untuk
bersangkutan kepada orang lain, tingkat pembelian ulang yang lebih besar, sumber
arus kas potensial masa depan (lewat peluang ekstensi merek dan lisensi merek) dan
seterusnya. 2
makna merek, manfaat merek dan praktik merek di Indonesia dapat dibagi dalam
1. Identifikasi pemilik,
3. Aset, dan
4. Komoditas. 3
2
Casavera, Delapan Kasus Sengketa Merek Di Indonesia, Penerbit Graha Ilmu, Yogyakarta,
2009, hal 3
3
Ibid.
ini merek telah menjadi salah satu simbol status sosial. Hal ini ditandai dengan
merek terkenal maupun merek-merek yang telah mempunyai reputasi baik. Tidak
untuk membeli merek-merek terkenal demi untuk sebuah “gengsi”. Bahkan jika tidak
mampu membeli barang yang bermerek asli (original), yang palsu ataupun sama pada
pokoknya dengan merek terkenal pun menjadi sasaran. Oleh karenanya, di kalangan
singkatan “original” atau asli, dan “kw” untuk singkatan “kualitas”, bagi merek yang
tidak asli.
mustahil, merek yang telah dikenal luas oleh konsumen karena mutu dan harganya
akan selalu diikuti, ditiru, “dibajak” bahkan mungkin dipalsukan oleh produsen lain
4
Insan Budi Maulana, Sukses Bisnis Melalui Merek, Paten, dan Hak Cipta, Citra Aditya
Bakti, Bandung, 1997, hal.60 (selanjutnya disebut Insan Budi I)
merek yang sudah dikenal dan mempunyai reputasi baik dalam masyarakat. Tetapi
terkenal atau Merek yang telah terdaftar dengan iktikad tidak baik. Hal ini telah
pokoknya dengan merek yang sudah dikenal atau merek yang sudah terdaftar
sebelumnya.
mempunyai persamaan pada pokoknya dengan merek terdaftar adalah kasus sengketa
Corporation) yang sudah terdaftar di 100 negara, di Indonesia terdaftar sejak tanggal
Toyoda yang terdaftar di Kementerian Hukum dan HAM tanggal 14 Mei 2010
olah terkesan produk Toyoda mempunyai hubungan yang erat dengan produsen
Toyota. 5
Kasus lain yang tidak kalah menariknya sengketa merek Campus antara dua
merek Kampus atau Campus sejak 20 Oktober 1980 dan terdaftar dengan No.15034
untuk melindungi barang kelas 16 antara lain segala macam buku tulis, buku gambar
mereknya antara lain pada unsur huruf, bunyi, dan cara pengucapan. 6
pokoknya dengan merek yang sudah dikenal dan merek yang sudah terdaftar
5
http:/www.bharatanews.com/berita-toyota-gugat-pembatalan-merek toyoda, diakses pada
tanggal 21 Februari 2012
6
http://en.bisnis.com/articles/sengketa-merek-campus-masuk-tahap-akhir, diakses pada
tanggal 21 Februari 2012
dasar iktikad tidak baik tersebut, yakni Pasal 4 dan Pasal 6 Ayat (1).
antara lain:
7
Kompilasi Peraturan Perundang-Undangan Hak Kekayaan Intelektual Direktorat Jendral Hak
Kekayaan Intelektual Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia
ruang lingkupnya tidak dibatasi untuk barang atau jasa sejenis saja, sehingga
permohonan pendaftaran merek barang atau jasa yang tidak sejenispun asalkan
dengan adanya iktikad tidak baik dari si pemohon tidak dapat didaftarkan.
Sedangkan dalam Pasal 6 Ayat (1) larangan pendaftaran merek yang sama
pada pokoknya itu dibatasi hanya untuk barang dan/atau jasa yang sejenis saja. Hal
ini telah menimbulkan penafsiran yang berbeda dari pihak-pihak terkait, baik
pemeriksa merek, pemohon merek, maupun pemilik merek terkenal atau merek
persamaan pada pokoknya dalam kedua pasal tersebut sangat berpeluang memicu
2. Kedua pasal tersebut tidak ada memberikan rumusan maupun kriteria yang jelas
dari kata-kata “persamaan pada pokoknya”. Pengertian dan kriteria yang terdapat
dalam Penjelasan Pasal 6 Ayat 1 huruf a dianggap terlalu sumir, sehingga sulit
pembatalan merek yang diajukan ke Pengadilan akhir-akhir ini. Sebab dengan tidak
adanya kriteria yang jelas mengenai “persamaan pada pokoknya” tersebut membuka
celah bagi para produsen barang dan ataupun jasa maupun Pemeriksa Merek yang
tersebut akan menjadi persoalan yang tak terpecahkan jika tidak segera dicarikan
jalan keluarnya. Salah satu solusi pemecahannya dapat dilakukan melalui penelusuran
mempunyai persamaan pada pokoknya dengan merek yang sudah dikenal atau merek
terdaftar.
inventarisasi pengertian dan kriteria “persamaan pada pokoknya” yang lahir dari
B. Rumusan Masalah
merek karena alasan mempunyai persamaan pada pokoknya dengan merek yang
Adapun yang menjadi tujuan yang ingin dicapai di dalam penelitian ini
adalah:
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan akan dapat memberikan manfaat baik secara
1. Manfaat Teoritis
Secara teoritis manfaat dari hasil penelitian ini akan dapat memperluas
2. Manfaat Praktis
b. Bagi masyarakat dan penegak hukum diharapkan hasil identifikasi dari kasus-
kasus putusan pengadilan ini akan memberi gambaran yang lebih jelas dan
E. Keaslian Penelitian
Hukum Universitas Sumatera Utara Prodi S1, Program studi S2 (Magister), Program
Larangan Pendaftaran Merek Yang Sama Pada Pokoknya Dengan Merek Terdaftar
1. Kerangka Teori
menimbulkan persoalan dalam praktek, baik dalam proses pendaftaran merek maupun
dalam proses pelaksanaan penegakan hukum. Hal ini antara lain disebabkan kriteria
“persamaan pada pokoknya” yang terdapat dalam Penjelasan Pasal 6 ayat (1) huruf a
Kemiripan antara merek yang satu dengan yang lain ini disebabkan oleh adanya
unsur-unsur yang menonjol dari kedua merek tersebut. Baik berupa gambar, nama,
tersebut, yang dapat menimbulkan kesan adanya persamaan baik mengenai bentuk,
cara penempatan, cara penulisan, atau kombinasi dari unsur-unsur ataupun persamaan
Jika merangkum Pasal 6 ayat (1) huruf a UU Merek No.15 Tahun 2001, untuk
menilai persamaan pada pokoknya bisa dilakukan secara visual, konseptual dan
fonetik. Persamaan visual dapat diukur dari sisi “tampilan” merek itu sendiri, yang
dapat membuat orang keliru. Hal yang paling substansial di sini adanya “kesan visual,
sehingga dengan kesan itu orang bisa keliru. Dalam persamaan konseptual, kesan
adanya persamaan lebih menekankan pada kesamaan “filosofi dan makna” yang
8
Pasal 1 Angka 1 dan Penjelasan Pasal 6 Ayat (1) huruf a UU No.15 Tahun 2001
didasarkan pada adanya persamaan secara “pengucapan atau bunyi” Merek, sehingga
Competition, Fifth Edition, faktor yang dapat digunakan sebagai alat ukur untuk
connotation), 4. Persamaan kata dan tanda gambar (word and pucture marks), dan 5.
menggunakan sendiri merek tersebut atau memberi izin kepada pihak lain untuk
9
http://legalakses.com/persamaanpada pokoknya. diakses pada tanggal 10 Februari 2012
10
Ibid.
Dianggoro mengatakan: 12
Insan Budi Maulana mengatakan bahwa merek dapat dianggap sebagai “roh”
dari permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini. Persoalan ini menarik untuk
dalam masyarakat.
Teori yang akan digunakan untuk mengkaji persoalan tersebut, sebagai pisau
analisis adalah teori sistem hukum yang dikemukakan oleh Lawrence M.Friendman.
11
Endang Purwaningsih, Perkembangan Intellectual Property Rights: Kajian Hukum
Terhadap Hak atas Kekayaan Intelektual dan Kajian Komparatif Hukum Paten, Penerbit Ghalia
Indonesia, Ciawi-Bogor, 2005, hal.11
12
http://prasetyohp.wordpress.com/problematika perlindungan merek di indonesia, diakses
pada tanggal 21 Februari 2012
13
Ibid.
dalam masyarakat harus didukung oleh tiga unsur dari sistem hukum itu sendiri,
yakni: 14
Melalui teori ini diharapkan akan dapat diperoleh jawaban atas permasalahan
yang menjadi fokus dalam penelitian ini. Dari substansi hukum, akan dilakukan
penelaahan atas kejelasan pengertian dan kriteria dari “persamaan pada pokoknya”
secara normatif, baik yang terdapat dalam UU No.15 Tahun 2001 tentang Merek
sendiri, maupun dari sumber-sumber hukum yang lain. Seperti misalnya, bagaimana
Secara substansial dalam UU No.15 Tahun 2001 ada dua bentuk larangan
pendaftaran merek tersebut, yakni larangan yang bersifat mutlak atau disebut dengan
merek tidak dapat didaftarkan, dan yang bersifat relatif yang disebut dengan “Merek
yang ditolak pendaftarannya. Larangan yang bersifat mutlak itu terdapat dalam dua
pasal dalam UU No.15 Tahun 2001 yakni Pasal 4 dan Pasal 5. Pasal 4 UU No.15
Tahun 2001 disebutkan: Merek tidak dapat didaftarkan atas dasar permohonan yang
diajukan oleh pemohon yang beriktikad tidak baik. Pasal ini tidak membatasi untuk
14
Lawrence M.Friedman, Law and Seciety An Introduction, Prentice Hall Inc., New Jersey,
1977, hal.6-7)
tidaknya perbuatan iktikad tidak baik dari si permohon merek juga sulit
penafsiran yang berbeda dalam penerapannya. Apakah harus dibatasi untuk merek
Terdapat lima unsur dalam Pasal 5 UU No.15 Tahun 2001 yang menyebabkan
Sedangkan larangan yang bersifat relatif diatur dalam Pasal 6 UU No.15 Tahun
2001, yang mengatur adanya enam alasan yang menyebabkan permohonan Merek
milik pihak lain yang sudah terdaftar lebih dahulu untuk barang dan/atau jasa
yang sejenis;
yang sudah terkenal milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa yang sejenis;
15
Ibid
hukum yang dimiliki orang lain, kecuali atas persetujuan tertulis dari yang
berhak;
lambang, atau simbol atau emblem negara atau lembaga nasional maupun
Selanjutnya dari aspek struktur hukum atau aparatur hukum, akan dikaji
bagaimana sikap dan prilaku para pemeriksa Merek dalam menilai apakan suatu
merek yang dimohonkan pendaftarannya itu sama atau tidak sama baik keseluruhan
maupun pada pokoknya dengan merek terdaftar terdahulu. Sikap dan perilaku
aparatur pemeriksa Merek tersebut akan diamati melalui kasus-kasus yang menjadi
Selain aparatur hukum pemeriksa Merek, juga diamati bagaimana sikap dan
pandangan para hakim yang menangani kasus gugatan pembatalan merek karena
alasan mempunyai persamaan pada pokoknya dengan merek terdaftar. Apakah para
telah berpedoman pada hukum yang berlaku atau belum. Hal ini akan dapat ditelusuri
maupun jasa juga menjadi aspek yang tidak luput dari pengamatan dalam penelitian
masyarakat yang taat hukum atau justru sebaliknya berkembang ke arah tidak taat
Menggunakan tiga alat ukur yang disebutkan oleh Friedman diharapkan akan
pada pokoknya dengan merek terdaftar yang terdapat dalam Undang Undang Merek
yang mengatakan bahwa setiap sistem hukum menyatakan orang-orang yang terikat
dengan hukum, harus bersedia mengakui otoritasnya dan mengakui bahwa hukum
pembatalan merek terdaftar oleh pemilik merek yang sudah terdaftar sebelumnya
semakin menggejala. Sementara Undang Undang Merek 2001 secara tegas mengatur
dengan merek terdaftar. Serta adanya larangan pendaftaran merek berdasarkan iktikad
tidak baik.
mengalami kemajuan yang cukup menggembirakan. Hal ini antara lain disebabkan
16
Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, Penerbit Sinar Grafika, Jakarta, 2009, hal. 85
pertama; dan
2. Konsepsi
merupakan kumpulan dalam arti yang berkaitan, dalam istilah yang akan diteliti
Ada beberapa konsep yang perlu dijelaskan sehubungan dengan penelitian ini,
yakni :
yang tidak boleh dilakukan terkait dengan pendaftaran Merek. Jika larangan itu
dilanggar, maka pendaftaran Merek akan ditolak oleh Direktorat Jenderal Hak
Kekayaan Intelektual.
17
ibid,
yang sudah dikenal dan merek yang sudah terdaftar dalam Daftar Umum Merek. Oleh
karena di dalam UU No.15 Tahun 2001 Merek yang mendapat perlindungan hukum
menurut sistem konstitutif, meliputi Merek terkenal dan Merek yang sudah terdaftar.
merek terdaftar dengan merek yang sudah terdaftar lebih dahulu ataupun dengan
merek yang sudah terkenal milik pihak lain, yang dapat mengakibatkan masyarakat
mengatakan:
Merek terkenal yang dimaksud dalam studi ini adalah menggunakan kriteria
Merek terkenal yang terdapat dalam Penjelasan Pasal 6 huruf b UUM 2001, yakni
18
http://pengata.wordpress.com/2011/07/22/kliping-protokol-madrid-{Kliping Protokol
Madrid – HK} ; Kriteria BakuPemeriksa Dalam.
19
Insan Budi Maulana, Bianglala HaKI, PT.Hecca Mitra Utama, Jakarta, 2005, hal.207
(selanjutnya disebut Insan Budi II)
reputasi merek terkenal tersebut yang diperoleh karena promosi yang gencar dan
tersebut di beberapa negara. Termasuk juga merek yang sudah dinyatakan sebagai
tingkat kasasi maupun di tingkat peninjauan kembali yang telah berkekuatan hukum
tetap dalam perkara pembatalan Merek terdaftar karena mempunyai persamaan pada
pokoknya dengan merek yang sudah terdaftar terlebih dahulu atau merek terkenal.
G. Metode Penelitian
1. Spesifikasi Penelitian
teori-teori lama, atau dalam kerangka menyusun teori-teori baru dalam suatu
penelitian. Apabila pengetahuan tentang suatu masalah sudah cukup, maka sebaiknya
tersebut. 20
Alasan penelitian ini disebut sebagai penelitian yang bersifat deskriptif dan
yuridis normatif. Metode penelitian yuridis normatif adalah metode yang mengacu
pada norma-norma hukum yang berlaku. Dalam penelitian ini, norma-norma hukum
yang digunakan baik norma hukum nasional maupun norma hukum internasional
2. Sumber Data.
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah melalui penelitian
dengan objek telaah penelitian ini yang dapat berupa peraturan perundang-undangan,
Data pokok dalam penelitian ini adalah data-data sekunder yang meliputi:
1) Bahan hukum primer meliputi UU No.15 Tahun 2001 berikut seluruh peraturan
tetap.
20
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum (Jakarta: Penerbitan Universitas
Indonesia,2005), hlm. 10.
3) Bahan hukum tersier atau bahan hukum penunjang yang dapat digunakan untuk
membantu memahami bahan hukum primer dan sekunder, antara lain meliputi
kamus-kamus hukum yang terkait dengan pengertian merek dan pengertian sama
pada pokoknya yang merupakan inti dari studi yang sedang dilakukan.
mengemukakan ada 6 (enam) kunci utama yang dapat dipegang oleh peneliti, yakni:
21
Zainuddin Ali,Op.Cit, hal. 112-114
hukum tetap akan dianalisis dalam studi ini, dimana tiga putusan yang substansinya
pokoknya dengan merek yang sudah terdaftar sebelumnya, dan 5 (lima) putusan yang
dapat dikumpulkan data sekunder yang berupa bahan hukum primer, bahan hukum
sekunder, dan juga bahan hukum tersier. Bahan hukum primer meliputi Undang
Undang No.15 Tahun 2001 Tentang Merek berikut seluruh peraturan organiknya,
Melakukan pengumpulan data baik dari sumber buku dan bahan bacaan
putusan pengadilan yang terkait dengan sengketa merek yang persamaan pada
pokoknya dengan merek terdaftar, dan melalui wawancara dengan pakar merek.
4. Analisis Data
menjelaskan dengan kata-kata yang lugas dan mudah dipahami. Pada tahap akhir
induktif.
digunakan adalah peraturan hukum yang mengandung hal bersifat umum yang
kemudian akan diuji melalui penelitian ini bagaimana ketentuan umum itu
diaplikasikan dalam praktek penegakan hukum di pengadilan. Oleh karena itu, untuk
induktif. Artinya, berdasarkan hal-hal bersifat umum yang secara normatif diatur
merek terdaftar atau merek terkenal dilihat penerapannya secara khusus dalam
FAKTOR-FAKTOR
PENYEBAB TERJADINYA GUGATAN PEMBATALAN MEREK
KARENA ALASAN MEMPUNYAI PERSAMAAN PADA POKOKNYA
DENGAN MEREK TERDAFTAR ATAU MEREK TERKENAL
Istilah “Persamaan Pada Pokoknya” muncul ketika dua buah Merek yang
“kelihatannya” sama disandingkan. Dalam praktek, hal ini sering menjadi persoalan
ketika merek yang satu dianggap melanggar merek lain. Undang-undang Nomor 15
tahun 2001 tentang Merek pun tidak mengatur terminologi “Persamaan Pada
Pokoknya” dengan rinci dan terang, sehingga dalam kasus-kasus pelanggaran Merek
persoalan ini sering tidak selesai di meja debat. Hakim tidak memiliki persepsi yang
Kemiripan yang disebabkan oleh adanya unsur-unsur yang menonjol antara Merek
yang satu dan Merek yang lain, yang dapat menimbulkan kesan adanya persamaan
baik mengenai bentuk, cara penempatan, cara penulisan atau kombinasi antara unsur-
unsur ataupun persamaan bunyi ucapan yang terdapat dalam merek-merek tersebut.
22
Insan Budi Maulana. Kompilasi Undamg-Undang Hak Cipta, Paten, Merek, dan
Terjemahan Konvensi-Konvensi di Bidang Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI), (Bandung: Citra
Aditya Bakti, 2005), hal 46.
“kemiripan” yang berasal dari kata dasar “mirip” ini sebagai “hampir sama atau
tersebut hanya “hampir sama” atau “serupa” bentuknya, jadi bukan “sama persis”
Kemiripan antara merek satu dengan yang lain ini disebabkan oleh adanya
unsur yang menonjol itu, kalau disimpulkan dari bunyi pasal 1 angka 1 undang-
undang merek tentang pengertian merek, dapat terdiri dari: 1) Nama 2) Kata 3)
tersebut.
Kemiripan antara Merek yang satu dengan Merek lain yang terdaftar lebih
dulu muncul karena masing-masing unsur “nama”, atau “kata”, atau “huruf-huruf”,
atau “angka-angka”, atau “susunan warna”, atau kombinasi dari semua unsur itu ada
penjelasan pasal 6 ayat (1) huruf a hanya menyebutkan sampai unsur-unsur itu
Cara penulisan 4) atau kombinasi antara unsur-unsur tersebut 5) Serta bunyi ucapan.
Merek terdaftar adalah merek yang telah didaftarkan di Direktorat Jendral Hak
bersifat substansial, yaitu meskipun Merek-merek tersebut tidak sama persis, namun
perbedaannya masih dapat dilacak, sehingga persamaan yang muncul dari Merek-
merek itu hanya berupa “kesan”. Dalam hal ini tidak ada persamaan secara utuh
umum “terkesan mirip”. Untuk mengukur secara presisi sampai sejauh mana merek-
merek tersebut memiliki “kesan” yang sama, perlu diteliti lagi unsur-unsurnya. Hal
ini mengingat undang-undang merek tidak merinci lebih lanjut sampai sejauh mana
jika merangkum pasal 6 ayat (1) huruf a undang-undang merek di atas, untuk menilai
Persamaan Pada Pokoknya bisa dilakukan secara visual, konseptual dan fonetik[2].
Persamaan Visual dapat diukur dari sisi “tampilan” merek itu sendiri, yang
dapat membuat orang keliru. Hal yang paling substansial disini adalah adanya “kesan
visual”, sehingga dengan kesan itu orang bisa keliru. Misalnya merek rokok
23
Muhammad Djumahana, R, Djubaedilah, Hak Milik Intelektual Sejarah, Teori dan
Prakteknya di Indonesia, PT.Citra Aditya Bakti, Bandung, 1993, hlm 149.
kesamaan “filosofi dan makna” yang terkandung dalam Merek tersebut. Misalnya
suatu produk bermerek gambar ”Harimau“. Merek lain dengan kata-kata atau tulisan
“Harimau“ mungkin saja memiliki persamaan filosofi dan makna yang dapat
atau bunyi” Merek sehingga menimbulkan kesan adanya persamaan. Suatu merek
“House“ memiliki pengucapan yang sama dengan “Haus“, sehingga keduanya dapat
menimbulkan kemiripan.
Competition Fifth Edition”[3], faktor yang dapat digunakan sebagai alat ukur untuk
Persamaan Pada Pokoknya terletak pada “kesan visual” (Visual imprresion) secara
dikatakan terdapat persamaan pada pokoknya bila konsumen mendapat kesan bahwa
24
Insan Budi Maulana, Ibid
QUIRST dengan merek SQUIRT untuk produk soft drink. Kedua merek itu
menampilkan kesan visual yang secara keseluruhan hampir sama sebagai produk soft
drink, meskipun unsur-unsur mereknya yang berupa nama, kata atau huruf-hurufnya
untuk produk kosmetik, atau merek TORNADO dengan merek VORNADO untuk
mengandalkan kekuatan bunyi kata. Dalam persamaan bunyi ini pelafalan atau cara
Pelafalan atau pengucapan yang tidak benar bisa juga menyebabkan adanya
persamaan bunyi merek. Merek HUGGIES dan merek DOUGIES untuk produk
popok bayi kalau dilafalkan akan memiliki persamaan bunyi, meskipun pelafalannya
merek produk tape recorder, serta LE CONTE dan CONTI untuk merek produk
perawatan rambut.
Persamaan Pada Pokoknya bisa juga muncul karena antara beberapa Merek
tersebut pada suatu hal tertentu. Misalnya antara Merek APPLE dengan Merek
semantik kedua istilah Merek itu memiliki keterkaitan sebagai nama buah yang
berasosiasi sebagai Merek barang komputer. Contoh lain misalnya majalah merek
PLAYBOY dan PLAYMEN. Kedua Merek majalah itu secara semantik memiliki
yang berupa kata (Word) dengan Merek yang berupa gambar yang merepresentasikan
kata tersebut. Dua merek yang diperbandingkan itu masing-masing berupa “kata” dan
“gambar yang merepresentasikan kata”. Persamaan kata dan tanda gambar ini dapat
Merek yang bergambar “kepala harimau” untuk produk barang atau jasa yang sama.
terdapat dalam merek TIGER HEAD (Kepala harimau). Begitu juga misalnya dalam
(Flying Horse)”.
bahasa asing memiliki konotasi yang sama dengan merek yang menggunakan istilah
dalam negeri. Dalam hal ini, meskipun terdapat perbedaan bentuk, kata maupun
bunyi, namun kedua merek yang diperbandingkan itu memiliki kesamaan arti karena
salah satunya berasal dari istilah bahasa asing. Misalnya produk sabun mandi merek
atau SELAMAT PAGI, yang kesemua istilah dalam merek itu mempunyai arti sama.
muncul karena adanya persamaan dalam bentuk, makna, serta bunyi dari Merek-
merek yang diperbandingkan. Bentuk ini terdiri dari bentuk kata, nama, huruf, angka,
warna atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut. Pengertian makna dalam hal ini
dapat diperluas hingga meliputi makna secara keseluruhan, makna kata dengan
representasi gambar serta penggunaan istilah asing dengan pengertian yang sama. 25
Tahun 2001 tentang Merek, secara harafiah tidak disebutkan secara tegas, namun
dalam Pasal 6 ayat (1) huruf b disebutkan ketentuan mengenai perlindungan merek
terkenal yaitu bahwa permohonan harus ditolak oleh Direktorat Jenderal apabila
merek yang sudah terkenal milik pihak lain untuk barang dan /atau jasa sejenis.
25
http://legalakses.com/persamaan-pada-pokoknya-3/ diakses pada tanggal 10 Februari 2012
begitu juga kata “famous” sehingga pengertian Merek Terkenal tidak membedakan
arti atau tidak menentukan tingkatan arti “famous mark” dan “well-know marks”.
Banyak terdapat kasus dimana barang yang di produksi secara pokoknya sama
dengan merek atas barang atau jasa yang diproduksi secara pokoknya sama dengan
merek atas barangatau jasa yang sudah terkenal dengan maksud menimbulkan kesan
kepada khalayak ramai, seakan barang ataujasa yang diproduksinya sama dengan
Menurut Imam Sjahputra , Heri Herjandono dan Parjio, Merek terkenal ialah
suatu merek yang sudah dikenal meluas oleh masyarakat didasarkan pada reputasi
yang diperolehnya karena promosi yang terus menerus oleh pemiliknya yang diikuti
Selain itu ketentuan Merek terkenal juga terdapat dalam artikel 6 bis Konvensi
Paris. Pasal tersebut menentukan bahwa merek terkenal yang telah dipakai oleh
pemakai merek yang beitikad tidak baik, maka selalu dapat dimintakan
bis ayat (3) dinyatakan bahwa tidak ada jangka waktu yang ditentukan untuk meminta
26
OK. Saidin, Aspek Hukum Kekayaan Intelektual (Intellectual Property Right), Jakarta,
Rajawali Pers, 2007, hlm 357
jika dipakainya dengan itikad buruk (in bad faith), sedangkan definisi atau kriteria
pada syarat-syarat mengenai merek terkenal yang terdapat dalam Penjelasan Pasal 6
Undang-Undang No.15 Tahun 2001 tentang Merek juga mengacu pada Yurisprudensi
Pengertian Merek Terkenal yaitu apabila suatu merek telah beredar keluar dari batas-
batas regional sampai batas-batas internasional, dimana telah beredar keluar negeri
Merek Terkenal dapat diketahui dalam beberapa pasal seperti Pasal 6 ayat (3), ayat
(4), Penjelasan Umum dan Penjelasan Pasal 6 Adapun kriteria Merek terkenal dapat
menyatakan bahwa:
pengetahuan umum masyarakat, penentuan juga didasarkan pada reputasi merek yang
bersangkutan yang diperoleh karena promosi yang dilakukan oleh pemiliknya yang
disertai dengan bukti pendaftaran merek tersebut di beberapa negara (jika ada).
Apabila hal-hal di atas belum dianggap cukup maka hakim dapat memerintahkan
diketahui pada Pasal 6 ayat (1) huruf b dan ayat (2) maupun dalam penjelasan pasal
keseluruhan dengan Merek Terkenal untuk barang dan /atau jasa sejenis dilakukan
bidang usaha yang bersangkutan. Disamping itu, diperhatikan pula reputasi Merek
Terkenal yang diperoleh karena promosi yang gencar dan besar-besaran, investasi di
beberapa negara di dunia yang dilakukan oleh pemiliknya, dan disertai bukti
atau tidaknya merek yang menjadi dasar penolakan. Pengaturan mengenai pengertian
dan kriteria Merek Terkenal menurut ketentuan Hukum Internasional dapat diketahui
pada:
Saat ini Paris Convention beranggotakan 163 negara per 15 Juli 2002.
Indonesia ikut serta dalam meratifikasi konvensi itu tanggal 18 Desember 1979 dan
juga menjadi anggota Paris Union. Paris Convention berlaku terhadap hak kekayaan
industrial (industrial property) dalam pengertian luas termasuk paten, merek, desain
industri, utility models, nama dagang, indikasi geografis serta pencegahan persaingan
curang.
No.24 Tahun 1979 pada tanggal 18 Desember 1979, namun masih mereservasi Pasal
1 sampai dengan 12 dan Pasal 28 ayat (1) Paris Convention. Pada tahun 1997 melalui
keputusan Presiden No.15 Tahun 1997 Indonesia mencabut reservasi Pasal 1 sampai
dengan 12, akan tetapi masih tetap mereservasi Pasal 28 ayat (1) tentang dispute
settlement.
Merek terkenal. Bentuk perlindungan Merek Terkenal tercantum dalam Pasal 6 bis,
negara harus menolak permohonan pendaftaran yang sama atau mirip dengan merek
Agreement)
Adapun ketentuan tentang merek dapat diketahui pada bagian II Pasal 16 ayat
(2) dan ayat (3) dan bagian III mengenai sanksi pada Pasal 41 sampai dengan Pasal
61. Pasal 16 ayat (2) TRIPs Agreement mengatur unsur penting yang harus
account of the knoeledge of the trademark in the relevant sector of the public,
including knowledge in the Member concerned which has been obtained as a result of
relevan, termasuk pengetahuan Anggota mengenai hal mana yang didapat sebagai
hasil promosi atas suatu merek). Disamping itu Pasal 16 ayat (2) TRIPs Agreement
juga mengatur bahwa ketentuan Pasal 6 Paris Convention juga dipakai secara mutlak
untuk jasa. Pasal 16 ayat (3) TRIPs Agreement juga menyatakan bahwa:
Articles 6 bis of the Paris Convention (1967) shall apply, mutatis mutandis, to
goods or services which are not similar to those in respect of which a trademark is
registered, provided that use of that trademark in relation to those goods or services
would indicate a connection between those goods or services and the owner of
registered trademark and provided that the interests of the registered trademark are
likely to be damaged by such use. (Pasal 6 bis Konvensi Paris (1967) harus berlaku,
mutantis mutandis, terhadap barang atau jasa yang tidak sejenis dengan barang atau
jasa dimana suatu merek telah didaftar atasnya dengan ketentuan bahwa penggunaan
merek dagang sehubungan dengan barang atau jasa dan pemilik merek terdaftar
tersebut serta dengan ketentuan bahwa ketentuan pemilik merek terdaftar akan
Negara-negara lain:
atau Komisi Ahli mengenai Merek Terkenal Tahun 1997, telah merumuskan
b. Penampilan merek yang mempunyai ciri khas tersendiri yang melekat pada
ingatan masyarakat;
d. Reputasi merek yang bagus karena produk-produk atau jasa yang dihasilkan
mempunyai mutu yang prima dan nilai estetis serta nilai komersial yang
tinggi;
seluruh dunia.
2. Menurut WIPO
Di samping itu telah ada guidelines yang dikeluarkan oleh WIPO yang intinya
atau tidak. Pihak yang berwenang harus mempertimbangkan antara lain hal-hal di
bawah ini:
b. Catatan dari penegak hukum yang berhasil atas hak yang melekat pada merek
sampai pada suatu tingkat dimana merek tersebut diakui sebagai merek
berikut:
a. Ruang lingkup dari daerah geografis dimana merek tersebut dipakai (the
b. Jangka waktu merek tersebut telah dipakai (the period during which the mark
c. Jumlah dan hasil minimum penjualan dari pemakai merek (the scale and
e. Status dari merek tersebut apakah terdaftar di negara lain (the status of the
27
WIPO Joint Recommendation Concerning Provisons on the Protection of Well Known
Mark 1999, “Article 2”, www.wipo.int/ip-dev/en, diakses tanggal 14 April 2011.
advertisement).
merek tersebut (the afforts made by the trademark owner in protecting iis
trademark).
dari merek yang dipakainya (the ability of the owner to maintain a cosistent
Merek Terkenal, yang dilakukan secara objektif. Apabila survei pasar membuktikan
bahwa lebih dari 80% (delapan puluh persen ) masyarakat mengenal dan mengetahui
merek yang diselidiki, maka merek tersebut adalah merek terkenal. (lihat kasus Avon,
berikut:
berbagai negara, telah dipromosikan secara gencar di dalam dan di luar negeri,
masyarakat.
hukum merek secara tradisional. Dalam konsep ini kriteria yang esensi adalah
merek tertentu. Kekurangan konsep ini adalah apabila konsep ini terlalu kaku
kemashuran itu, ternyata tidak dipenuhi. Selain itu, konsep “kemahsuran” ini
digambarkan sebagai suatu “advertising value”. Jadi kriteria utama konsep ini
adalah “kualitas”. Berarti, kriteria ini mengacu pada suatu kualitas tertentu
diperhatikan, yaitu:
3) Tingkat keluasan dan jangka waktu iklan dan promosi dari merek;
7) Sifat barang atau jasa serta jalur perdagangan atas barang dan jasa
Kriteria merek terkenal yang dianut oleh Amerika Serikat diatur Pasal 43 (c)
(1) Lanhnham Act yang diperbaharui. Dalam pasal tersebut ditentukan bahwa untuk
menentukan apakah suatu merek mempunyai sifat daya pembeda dan terkenal,
pada). 29
28
http://hukumit.blogspot.com/2011/09/pengertian-mengenai-merek-terkenal.html
29
Iman Syahputra, Op. cit., hlm 21-22
b. Jangka waktu dan ruang lingkup pemakaian merek yang berkaitan dengan
c. Jangka waktu dan ruang lingkup dari pengiklanan dan publisitas merek
tersebut;
dipakai;
jaringan perdagangan dari pemilik merek dan larangan terhadap orang atas
g. Sifat umum dan ruang lingkup pemakaian merek yang sama oleh pihak
ketiga; dan
30
http://prasetyohp.wordpress.com/problematika-perlindungan -merek-di-Indonesia
persamaan pada pokoknya baik dengan Merek yang sudah terdaftar sebelumnya,
maupun dengan Merek Terkenal cukup banyak jumlahnya. Kasus ini terjadi
disebabkan oleh adanya suatu merek yang didaftarkan di Direktorat Jenderal Hak
Kekayaan Intelektual, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Ditjen HKI)
yang diklaim mempunyai persamaan pada pokoknya dengan merek yang sudah
terdaftar sebelumnya atau pemilik merek terkenal oleh pemilik merek terdaftar atau
Gejala tersebut di satu sisi dapat menunjukkan bahwa fungsi dan peranan
Sudaryat dkk. Melihat fungsi merek selain sebagai tanda pembeda adalah:
1. Pengenalan perusahaan yang bersangkutan atau identifikasi perusahaan
tersebut. Dengan menyebut nama dagang saja, sudah dapat diketahui
perusahaan mana yang dimaksud;
2. Menunjukkan reputasi perusahaan-baik ataukah bonafide sehingga
masyarakat dapat mengetahuinya;
3. Sumber informasi bagi konsumen. Artinya, konsumen dapat mengetahui
aktivitas dagang perusahaan yang bersangkutan. 32
Cassavera mengatakan:
Oleh karena sistem perlindungan merek yang dianut oleh UU No.15 Tahun
2001 tentang Merek bersifat konstitutif, artinya hanya merek terdaftar saja yang
budaya persaingan curang yang semakin menggejala merasuki para pelaku usaha itu
sendiri.
merek terdaftar atau merek terkenal tersebut. Untuk melakukan identifikasi mengenai
31
Endang Purwaningsih, Perkembangan Hukum Intellectual Property Rights: Kajian Hukum
Terhadap Hak Atas Kekayaan Intelektual dan Kajian Komparatif Hukum Paten, Ghalia Indonesia,
Bogor, 2005, hal.11
32
Sudaryat, Sudjana, dan Rika Ratna Permata, Hak Kekayaan Intelektual: Memahami Prinsip
Dasar, Cakupan, dan Undang-undang Yang Berlaku, Penerbit Oase Media, Bandung, 2010, hal.65
33
Casasavera, Kasus Sengketa Merek Di Indonesia, Graha Ilmu, Yokyakarta, 2009, hal.9
dengan meminjam teori sistem hukum dari Lawrence M.Friedman, yakni: faktor
substansi hukum (legal substance), faktor aparatur hukum (legal structure), dan
kurang jelas
Pada sub bab terdahulu, telah diuraikan secara jelas bagaimana pengertian dan
kriteria “mempunyai persamaan pada pokok” dilihat secara normatif dalam UUM
penjelasan Pasal ayat (1) Huruf a yang memberikan penjelasan yang dimaksud
dengan:
Dengan kriteria tersebut berarti penilaian mengenai ada atau tidak adanya
merek terdaftar atau merek terkenal tersebut kewenangannya sepenuhnya ada pada
mana mungkin saja menurut penilaian Pemeriksa Merek merek yang dimohonkan
terdaftar atau merek terkenal. Sedangkan dari pemilik merek terdaftar atau merek
setelah merek tersebut didaftarkan pemilik merek yang sudah terdaftar sebelumnya
Niaga.
PT.Sanbe Farma dalam gugatannya minta agar pendaftaran Merek ELASTYN yang
Oktober 2009 untuk barang Kelas 5 dibatalkan karena mempunyai persamaan pada
pokoknya dengan Merek PELASTIN milik Penggugat yang sudah terdaftar sejak
pokoknya dengan Merek PELASTIN yang sudah terdaftar sebelumnya, sehingga oleh
Ditjen HKI pendaftaran Merek ELASTYN tersebut dikabulkan. Namun bagi pemilik
Penjelasan Pasal 6 ayat (1) Huruf b yang melihat kriteria merek terkenal untuk
beberapa negara di dunia yang dilakukan oleh pemiliknya, dan disertai bukti
promosi yang gencar dan besar-besaran juga tidak jelas. Termasuk istilah
perbedaan pendapat.
digunakan pada jasa yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang
sejenis lainnya.
34
Insan Budi II, Op.Cit., hal. 207
mendaftarkan Merek barang ataupun jasa yang sama keseluruhan atau pada
pokoknya dengan Merek barang ataupun jasa yang sudah terdaftar asalkan
tidak sejenis. Salah satu contoh misalnya Merek Baterai ABC dengan Merek
Kecap ABC yang mereknya sama tapi pemiliknya berbeda dan kedua-duanya
pokoknya dengan merek terdaftar atau merek terkenal untuk jenis barang
ataupun jasa yang berbeda. Jika permohonan itu diajukan atas dasar iktikad
baik menurut UU No.15 Tahun 2001 tidak dilarang, tetapi jika atas dasar
iktikad tidak baik untuk membonceng pada popularitas dari merek terdaftar
35
Sudaryat, Sudjana, Ibid.
persamaan pada pokoknya dengan merek terdaftar atau merek terkenal adalah
Fungsi dan tugas dari Pemeriksa Merek pada Ditjen HKI sangat
itu diterima atau ditolak. Oleh karena itu, untuk memberikan pelayanan yang
yang luas mengenai merek terdaftar; merek terkenal; indikasi geografis yang
sudah dikenal; nama orang terkenal; foto, atau nama badan hukum; singkatan
nama, bendera, lambang atau simbol atau emblem negara atau lembaga
nasional maupun internasional; serta tanda atau cap atau stempel resmi yang
permohonan Merek itu dilakukan atas dasar iktikad baik atau tidak. Sebab,
dalam Pasal 4 No.15 Tahun 2001 disebutkan bahwa Merek tidak dapat
didaftar atas dasar permohonan yang diajukan oleh Pemohon yang beriktikad
Merek milik pihak lain yang sudah terdaftar lebih dahulu untuk barang
Merek yang sudah terkenal milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa
sejenis;
d. Merupakan atau menyerupai nama orang terkenal, foto, atau nama badan
hukum yang dimiliki orang lain, kecuali atas persetujuan tertulis dari yang
berhak;
lambang atau simbol atau emblem negara atau lembaga nasional atau
atau
f. Merupakan tiruan atau menyerupai tanda ata cap atau stempel resmi yang
Dari semua komponen tersebut, salah satu yang menuntut adanya ketelitian
dan kecermatan Pemeriksa Merek adalah melakukan penilaian apakah suatu merek
terkenal atau tidak. Hal ini antara lain disebabkan dalam UU No.15 Tahun 2001
tentang merek sendiri kriteria dari “persamaan pada pokoknya” dan “merek terkenal”
itu kurang memadai, dan berpeluang menjadi perdebatan dan penafsiran yang
berbeda.
Salah satu tolok ukur dari penilaian apakah Pemeriksa Merek telah bekerja
secara baik dan profesional atau tidak tentu dari hasil keputusannya mengabulkan
atau menolak permohonan Merek. Dengan asumsi bahwa apabila gugatan pembatalan
merek sedikit berarti relatif Pemeriksa Merek telah bekerja dengan baik. Tetapi
perkara Merek, ternyata cukup banyak gugatan pembatalan Merek yang diajukan
pemilik merek terdaftar ataupun merek terkenal dengan alasan mempunyai persamaan
pada pokoknya dengan merek pihak lain yang sudah terdaftar sebelumnya ataupun
pendaftaran merek yang diputus di tingkat kasasi oleh Mahkamah Agung RI terdapat
(Kasus Merek PIEN TZE HUANG v Merek ZHANG ZHOU PIEN TZE
36
Tim Redaksi Tatanusa, Himpunan Putusan-putusan Mahkamah Agung Dalam Perkara
HaKI, Penrbit PT.Tatanusa, Jakarta, 2005, hal.v-viii
sebelumnya.
Merek RODY.
Di samping itu, masih ada lagi putusan Mahkamah Agung RI yang juga
dengan Merek yang sudah terdaftar sebelumnya maupun dengan merek terkenal. Di
antaranya adalah:
2009 jo. Putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat
pokoknya baik dengan merek yang sudah terdaftar sebelumnya maupun dengan
Merek terkenal.
lemah. Terlebih-lebih lagi jika dilihat dari merek-merek yang dibatalkan tersebut
pada umumnya mempunyai kemiripan yang cukup menonjol. Bahkan ada beberapa di
antaranya yang sama pada keseluruhannya dengan merek yang sudah terdaftar
sebelumnya maupun dengan merek terkenal. Serta kedua merek tersebut berada
bekerja kurang profesional, faktor budaya hukum masyarakat khususnya para pelaku
usaha juga turut mendorong banyaknya terjadi kasus pendaftaran merek yang
mempunyai persamaan pada pokoknya dengan merek terdaftar atau merek terkenal
tersebut. Hal ini tergambar dari kasus-kasus yang telah dikemukakan di atas. Di mana
merek yang dibatalkan karena mempunyai persamaan pada pokoknya dengan merek
terdaftar atau merek terkenal tersebut pada umumnya berada pada kelas dan jenis
barang yang sama dengan Merek yang sudah terdaftar sebelumnya atau merek
merek yang dibatalkan tersebut dilakukan atas dasar iktikad tidak baik.
Iktikad tidak baik dari pemilik merek terdaftar tersebut akan lebih jelas lagi kelihatan
jika dianalisis dari kasus Merek A/X v A/X, A/X ARMANI EXCHANGE. Dalam
dengan iktikad buruk telah berulang kali melakukan pelanggaran atas merek-merek
pidana, yakni:
No.216/PDT.G/1999/PN.JKT.PST
No.497/PID.B/2001/PN.JKT.PST.
merek terdaftar atau merek terkenal secara iktikad tidak baik di kalangan para pelaku
usaha, khususnya yang bergerak di bidang perdagangan barang ataupun jasa cukup
tinggi.
dalam putusan Mahkamah Agung RI dalam bab ini dapat diketahui dengan
tingkat kasasi maupun peninjauan kembali yang telah berkekuatan hukum tetap yang
dalam kasus ini telah menggugat Arjan Gagandas Lalmalani (Tergugat) di Pengadilan
Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Alasan gugatan Penggugat adalah
bahwa Penggugat merupakan pemilik dan pemakai pertama atas merek DAWN dan
merek DAWN dengan lukisan, yang digunakan untuk jenis barang yang termasuk
dalam kelas 29 dan 32. Adapun produk-produk dengan menggunakan merek DAWN
dan merek DAWN dengan lukisan telah beredar sejak lama di pasaran internasional,
termasuk di Indonesia. Khusus di Indonesia produk susu evaporasi, dan susu kental
pendaftaran dari Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan sejak tanggal 10
April 1996. Penggugat juga telah mendaftarkan merek DAWN dan DAWN dengan
lukisan daftar No.1996/1992 terdaftar sejak tahun 1992, Laos untuk merek DAWN
dari No.2485 tertanggal 5 November 1993, dan Republik Madagaskar untuk merek
DAWN dengan lukisan daftar No.4045 tertanggal 26 Desember 2001, dan untuk
merek DAWN daftar No.4049 tertanggal 26 Desember 2001, kesemuanya untuk jenis
barang yang termasuk kelas 29 dan 32. Merek DAWN milik Penggugat juga telah
terdaftar pada Organisasi Hak Milik Intelektual Afrika (African Intellectual Property
barang termasuk dalam kelas 29 dan 32. Ternyata diketahui oleh Penggugat telah
November 1998 untuk melindungi jenis-jenis barang yang termasuk dalam kelas 29,
untuk melindungi jenis-jenis barang yang termasuk kelas 29. Penggugat sangat
DAWN dan merek DAWN dengan lukisan yang telah terkenal dan digunakan terlebih
dahulu oleh Penggugat. Persamaan pada pokoknya itu menurut Penggugat terlihat
jenis barang yang termasuk dalam kelas 29. Dengan demikian menurut Penggugat ide
atau inspirasi Tergugat dalam menggunakan kata DAWN pada merek-mereknya pasti
diilhami oleh merek Penggugat yang telah terkenal dan lebih dahulu beredar di
dinyatakan sebagai pemilik dan pemakai pertama merek DAWN dengan lukisan;
menyatakan merek DAWN dan merek DAWN dengan lukisan milik Penggugat
keseluruhannya dengan merek DAWN maupun merek DAWN dengan lukisan milik
Penggugat; dan oleh karena itu menyatakan batal demi hukum pendaftaran merek
Penggugat untuk seluruhnya dalam perkara ini. Di mana terhadap putusan tersebut
2005.
a. Merek DAWN dan Merek DAWN dengan lukisan milik Penggugat tidak
merek terkenal dengan alasan telah terdaftar di 5 (lima) negara, yakni: Vietnam
2003. Di Indonesia merek DAWN untuk jenis barang susu evaporasi, dan susu
kental manis baru didaftarkan di Ditjen Pengawasan Obat dan Makanan pada
tanggal 10 April 1996. Jika hal ini dikaitkan dengan penjelasan Pasal 6 ayat (1)
huruf b UU No.15 Tahun 2001 tentang Merek yang melihat keterkenalan suatu
merek itu dari segi pengetahuan umum masyarakat mengenai merek tersebut,
dan pendaftarannya di beberapa negara di dunia, maka dalam hal ini yang baru
terdaftar di Ditjen Pengawasan Obat dan Makanan sejak tahun 1996, jika
diragukan.
kelas 29 dan 32 tanpa memperinci untuk jenis-jenis barang apa saja merek-merek
itu digunakan. Padahal yang menjadi ukuran dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a dan b
jasa sejenis.
dengan merek-merek DAWN dan DAWN dengan lukisan milik Penggugat dilihat
berdasarkan pada faktor: persamaan dari segi penulisan, dan persamaan pengucapan
kedua merek tersebut, dan kedua merek tersebut didaftarkan untuk kelas barang yang
sama, yakni untuk barang-barang kelas 29. Hal ini jika diperhatikan dari kata yang
digunakan pada kedua merek tersebut yakni DAWN, memang terlihat jelas
Vietnam tanggal 11 September 1992, di Myanmar tahun 1992, di Laos, tahun 2003,
di Republik Madagaskar tahun 2003. Serta telah terdaftar juga di African Intellectual
Property Organization. Di samping itu, merek DAWN tersebut telah beredar sejak
(Tergugat I) dan Ditjen HKI (Tergugat II) di Pengadilan Niaga Pada Pengadilan
Negeri Jakarta Pusat minta agar Merek AX milik Sutedjo yang terdaftar pada Ditjen
dan TERRA DI ARMANI dengan logo produk A/X yang termasuk merek terkenal
dan juga terdaftar di Indonesia. Di mana kepemilikan Merek terkenal A/X, A/X
telah berulang kali melakukan pelanggaran atas merek-merek milik Penggugat yang
ini:
No.216/PDT.G.D/1991/1999/PN.JKT.PST.
No.497/PID.B/2001/PN.JKT.BAR.
penggugat diajukan sudah melebihi 5 (lima) tahun dari tanggal pendaftaran merek,
maka sesuai dengan ketentuan Pasal 69 ayat (1) UUM 2001 yang bersifat imperatif.
lain: Menyatakan merek A/X adalah merupakan hasil kreasi, imajinasi dan
barang yang termasuk kelas 25 atas nama Tergugat I mempunyai persamaan pada
termasuk kelas 25 atas nama Tergugat I. Putusan tersebut antara lain didasarkan pada
pertimbangan hukum:
dengan cermat bukti P.3 dan P.4, yaitu bukti yang diajukan sehubungan dengan
A/X, yang walaupun baru didaftarkan di Indonesia pada tanggal 8 Maret 2000,
tanggal 15 Desember 1995. Namun pada saat itu merek milik Pemohon
dunia tentang Hak atas Kekayaan Intelektual/WIPO) sejak tahun 1992 vide bukti
P-4.2).
(first to file), namun pada saat didaftarkan merek tersebut telah beredar, sebab
c. Bahwa pertimbangan hukum judex facti yang menyangkut “iktikad tidak baik”
Huruf a dan Huruf b. Tentang kriteria adanya persamaan pada pokoknya pengadilan
organisasi internasional, promosi merek tersebut dilakukan secara gencar dan terus
menerus baik melalui media cetak maupun media elektronik, baik Di Indonesia
maupun di berbagai negara; serta keterkenalan merek tersebut telah diputuskan oleh
pengadilan di Indonesia;
Negeri Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat minta agar pendaftaran Merek
PAUL & SHARK daftar No.562103 tertanggal 1997 atas nama Sutejo untuk
melindungi jenis barang yang termasuk dalam kelas 25 dibatalkan. Oleh karena
PAUL&SHARK YACHTING dan Lukisan Hiu yang terdaftar pada Ditjen HKI
November milik Penggugat untuk melindungi jenis barang yang termasuk dalam
kelas 25. Di mana Merek PAUL & SHARK YACHTING ini juga oleh Penggugat
diklaim sebagai merek terkenal karena sudah didaftar diberbagai negara di dunia,
seperti di Italia, Australia, Argentina, Bolivia, Kanada, Denmark, Inggris dan Irlandia
Serikat, dan telah pula terdaftar pada Organisasi Hak Milik Intelektual Afrika untuk
kelas barang 25. Penggugat juga mendalilkan bahwa Terugat memajukan pendaftaran
merek PAUL & SHARK tersebut atas dasar iktikad tidak baik untuk membonceng
adalah pemilik dan pemakai pertama merek PAUL & SHARK YACHTING dan
5 Maret 1997 atas nama Tergugat mempunyai persamaan pada pokoknya dengan
merek PAUL & SHARK YACHTING dan Lukisan Ikan Hiu atas nama Penggugat;
dan Menyatakan batal pendaftaran Merek PAUL& SHARK daftar No.562103 tanggal
Pengadilan dalam kasus ini hanya menerapkan ketentuan Pasal 6 ayat (1)
“bahwa dengan didaftarkannya merek PAUL & SHARK YACTING dan Lukisan
Ikan Hiu di berbagai negara di dunia yang sebagian besar lebih dahulu dari
pendaftaran merek PAUL & SHARK dalam DUM atas nama Tergugat, dan merek
PAUL & SHARK atas nama Tergugat tersebut mempunyai persamaan pada
pokoknya dengan merek PAUL & SHARK YACHTING dan Lukisan Ikan Hiu atas
nama Penggugat karena adanya persamaan pada kedua merek yang unsur
menonjolnya adalah PAUL & SHARK, baik persamaan bunyi ucapan maupun cara
penulisan (huruf besar semua), maka tuntutan Penggugat yang beralasan dan tidak
melawan hak tersebut harus dikabulkan”. Di sini terlihat bahwa persamaan pada
pokoknya antara merek PAUL & SHARK YACHTING milik Penggugat dengan
merek PAUL & SHARK milik Tergugat dilihat berdasarkan adanya persamaan bunyi
ucapan dan cara penulisan mereknya (huruf besar semua) serta berada pada kelas
kriteria Merek PAUL & SHARK YACHTING sebagai merek terkenal dilihat dari
organisasi Hak Milik Intelektual Dunia; dan berada dalam kelas barang yang sama.
Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat minta agar Merek
Merek My Love miliknya yang sudah terdaftar pada Ditjen HKI sejak tanggal 14 Juli
2003 dengan No.IDM00073114 untuk kelas barang 24 untuk jenis barang kain lap,
kain sprei, kain-kain. Persamaan pada pokoknya itu dilihat dari segi bunyi suara yang
dihasilkan jika Lowe dibaca akan menghasilkan suara seolah-olah Love. Di samping
Tergugat didasari iktikad tidak baik, karena tidak dapat dibayangkan maksud lain dari
membonceng, meniru atau menjiplak ketenaran merek dagang Love dan My Love
sebagai pihak yang turut menanda tangani Surat Perjanjian Bersama tertanggal 27
Juni 2003 dan telah mengakui melakukan kesalahan atas penggunaan merek
Penggugat secara tanpa hak. Maka seharusnya Tergugat tidak lagi mengajukan
Tergugat telah mengetahui sebelumnya bahwa merek Love dan My Love telah
terdaftar atas nama Penggugat untuk kelas barang 24. Dalam perkara ini Pengadilan
Niaga pada Pengadilan Negeri jakarta Pusat memutuskan antara lain: Menyatakan
Penggugat sebagai pemegang hak atas merek Love dan My Love, masing-masing
untuk kelas barang 24; menyatakan pendaftaran merek My Lowe atas nama Tergugat
didasari iktikad tidak baik; menyatakan merek My Lowe atas nama Tergugat
mempunyai persamaan pada pokoknya dengan merek Love dan My Love milik
Penggugat; dan menyatakan batal pendaftaran merek My Lowe atas nama Tergugat;
Atas putusan tersebut Tergugat memajukan kasasi ke Mahkamah Agung RI, dan
memajukan peninjauan kembali ke Mahkamah Agung RI, dan juga ditolak oleh
Pengadilan dalam kasus ini menerapkan dengan baik ketentuan Pasal 4 dan
ketentuan Pasal 6 ayat (1) Huruf a UU No.15 Tahun 2001 tentang Merek. Adanya
persamaan pada pokoknya antara merek LOVE dan MY LOVE dengan Merek MY
KOWE dilihat dari unsur-unsur: adanya persamaan bunyi suara yang dihasilkan;
persamaan pada bentuknya; persamaan pada cara penulisan, dan persamaan kelas dan
disebutkan dalam World Trademark Simposium di Cannes tanggal 5-9 Februari 1991,
yang antara lain adalah: adanya persamaan pengertian atau konotasi, dan adanya
Adanya iktikad tidak baik dari Tergugat dilihat antara lain dari adanya Surat
Pernyataan Bersama tertanggal 27 Juni 2003 tersebut, sehingga niat Tergugat untuk
membonceng, meniru atau menjiplak ketenaran merek Love dan My Love jelas
terlihat. Di samping itu, adanya kemiripan antara merek My Lowe milik Tergugat
dengan Love dan My Love milik Penggugat disebabkan adanya kemiripan bunyi
Ditjen HKI (Tergugat II) di Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat
dengan alasan bahwa JTEKT Corporation adalah perusahaan yang didirikan pada
tahun 1921 bernama Koyo Seiko Company, selanjutnya sejak tahun 1935 berubah
nama menjadi Koyo Seiko Company Limited, dan sejak tahun 2006 berubah lagi
37
Lihat alasan peninjauan kembali pemohon peninjauan kembali/Pemohon kasasi/tergugat
dalam putusan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung RI No.015 PK/Pdt.Sus/2007
adalah satu-satunya pemilik Merek Koyo yang telah didaftarkan di 88 (delapan puluh
delapan) negara di dunia, dan juga terdaftar di Indonesia. Di Indonesia Merek Koyo
didaftarkan untuk berbagai kelas barang, yakni: Kelas 06, 07, 08, 09, 12, dan 17.
1963. Sehingga Penggugat mengklaim bahwa Merek Koyo miliknya sudah termasuk
merek terkenal di dunia. Di Jepang Merek Koyo termasuk Merek terkenal dan sudah
merek terkenal. Di mana putusan tersebut telah berkekuatan hukum tetap. Selanjutnya
tertanggal 7 Agustus 2001 dengan No.485561 untuk barang kelas 12 atas nama
Tergugat I. Penggugat keberatan atas pendaftaran Merek Koy dan Logo Kelaher
tersebut dengan alasan mempunyai persamaan pada pokoknya dengan Merek Koyo
dan memajukan gugatan pembatalan pendaftaran Merek Koy dan Logo Kelaher
tersebut karena mempunyai persamaan pada pokoknya dengan Merek Koyo miliknya
yang sudah terdaftar sebelumnya di Ditjen HKI dan termasuk merek terkenal. Dalam
perkara ini Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dalam putusannya
antara lain menyatakan: Merek Penggugat adalah merek terkenal; Menyatakan merek
Tergugat I Koy dan Logo Kelaher mempunyai persamaan pada pokoknya dengan
tidak baik dalam memajukan permohonan pendaftaran merek Koy dan Logo Kelaher;
dan menyatakan batal pendaftaran Merek Koy dan Logo Kelaher tersebut dengan
namun permohonannya ditolask oleh Mahkamah Agung RI. Terlihat secara konsisten
permohonan yang diajukan oleh pemohon yang beriktikad tidak baik”. Di mana
iktikad tidak baik terlihat dari kemiripan merek yang dimohonkannya dengan
merek terkenal dan merek terdaftar serta untuk kelas dan jenis barang yang sama
b. Ketentuan Pasal 6 ayat (1) huruf a, yang mengatakan bahwa permohonan harus
ditolak oleh Ditjen HKI apabila Merek tersebut mempunyai persamaan pada
pokoknya atau keseluruhannya dengan merek milik pihak lain yang sudah
terdaftar lebih dahulu untuk barang dan/atau jasa sejenis. Serta telah pula
harus ditolak oleh Ditjen HKI apabila Merek tersebut mempunyai persamaan pada
pokoknya atau keseluruhannya dengan Merek yang sudah terkenal milik pihak
lain untuk barang dan/atau jasa sejenis. Dalam hal ini keterkenalan merek Koyo
milik Penggugat dilihat dari beberapa hal, antara lain merek koyo sudah didaftar
dunia, merek tersebut juga sudah ada sejak tahun 1921 di Jepang, dan telah
didaftar di Kantor HKI Indonesia sejak tahun 1963; dan keterkenalan merek
dengan merek Koyo dan Logo Kelaher milik Tergugat I dilihat oleh pengadilan dari
aspek:
1) Adanya persamaan bunyi antara merek Koyo milik Penggugat dengan merek
Koy dan Logo Kelaher milik Tergugat I, yaitu: Koy yang disusun sedemikian
rupa dengan berdasarkan 3(tiga) huruf latin dengan bentuk kanji, K, O dan Y
yang berarti mempunyai persamaan pada pokoknya dengan merek Koyo milik
Penggugat;
3) Adanya persamaan jenis barang antara merek Koy dan Logo Kelaher dengan
merek Koyo milik Penggugat, yaitu: barang berupa kelaher (bearings) dengan
bahwa merek Koyo telah terdaftar di Indonesia sejak tahun 1963, dan di 88(delapan
atau perwakilan. Seperti di Jepang, di Amerika Utara dan Amerika Selatan, Eropah,
berbagai media, baik cetak maupun elektronik di Indonesia dan di berbagai negara di
dunia.
dan Ditjen HKI (Tergugat II) di Pengadilan Niaga Pada Pengadilan Negeri Jakarta
Pusat dengan alasan bahwa Penggugat adalah pemilik merek KOPITIAM yang telah
dengan jenis jasa: Pelayanan dalam menyediakan makanan dan minuman, restoran-
maksud dan tujuan dari Tergugat I untuk mendaftarkan merek KOK TONG
yang sudah terdaftar dan dipergunakan serta dikenal luas oleh masyarakat Indonesia.
pendaftaran merek KOK TONG KOPITIAM tersebut dan sudah diterima Tergugat II
pada tanggal 23 Februari 2009, Atas keberatan tersebut Tergugat II kemudian telah
kriteria merek yang mempunyai persamaan pada pokoknya, hanya apabila: sama
bentuk, sama komposisi, sama unsur elemen, sama bunyi, sama ucapan, atau sama
penampilan. Sehubungan dengan itu Penggugat mohon kepada Pengadilan agar sudi
sebagai pemilik dan pendaftar pertama atas merek KOPITIAM berdasarkan sertifikat
pendaftaran merek KOK TONG KOPITIAM (untuk kelas 43) atas nama Tergugat I
dari DUM; Terhadap gugatan Penggugat tersebut Tergugat I menolak dengan tegas
telah memajukan pendaftaran merek KOK TONG KOPITIAM tersebut atas dasar
food court yang menjual sarapan tradisional yang ditemukan di negara Malaysia, dan
gugatan Penggugat.
antara merek KOK TONG KOPITIAM milik Tergugat I mempunyai persamaan pada
pokoknya dengan merek KOPITIAM milik Penggugat yang dilihat dari adanya
unsur-unsur yang menonjol antara merek yang satu dengan merek yang lain yang
bunyi ucapan yang terdapat dalam merek-merek tersebut. Hal tersebut dikuatkan oleh
keterangan ahli Drs.Ahmad Hasan yang mengatakan bahwa unsur yang menonjol
tersebut cukup salah satu saja. Bisa persamaan bentuk, persamaan cara penempatan,
persamaan cara penulisan, persamaan bunyi ucapan atau kombinasi bentuk, penulisan
Mahkamah Agung RI, namun Mahkamah Agung RI menolak permohonan kasasi dari
menerapkan ketentuan Pasal 6 ayat (1) Huruf a, secara alternatif. Jika dihubungkan
Januari 1992 yang memberikan kriteria bahwa merek mempunyai persamaan pada
pokoknya atau keseluruhannya, apabila: sama bentuk, sama komposisi, sama unsur
elemen, sama bunyi, sama ucapan, sama penampilan, maka unsur-unsur tersebut
harus diartikan bersifat alternatif. Pengadilan juga menilai bahwa kedua merek
tersebut masih berada dalam satu kelas jasa, yakni kelas 43, dan untuk jenis jasa yang
Satu hal yang menarik dalam kasus ini adalah dalil jawaban/bantahan dari
Tergugat I yang mengatakan bahwa kata KOPITIAM adalah kata umum yang telah
adalah semacam food court yang menjual sarapan tradisional yang ditemukan di
Negara Malaysia dan Singapura serta beberapa negara Asia lainnya. Perkataan
KOPITIAM merupakan gabungan kata Kopi dari bahasa Melayu, bahasa Hokkien
bagi kedia (POJ: tiam). Sajian kopitiam biasanya terdiri dari satu tawaran ringkas:
beraneka pilihan makanan yang mengandung telur, roti bakar dan selai serta
minuman, seperti teh, kopi milo. Selain itu menurut Tergugat I kata KOPITIAM juga
berarti tempat yang menjual aneka ragam makanan dan minuman atau pusat jajanan
berkembang pesat dan umum digunakan di berbagai tempat yang dapat dilihat antara
lain: KILLINEY KOPITIAM, yang berada di Jalan Killiney, Singapura telah berdiri
sejak tahun 1919 yang menyediakan roti, kopi dan teh; di Malaysia ada MALAYSIA
Serikat.
Pasal 5 huruf c dan d UU No.15 Tahun 2001. Di mana berdasarkan ketentuan Pasal 5
huruf c bahwa Merek tidak dapat didaftarkan apabila merek tersebut telah menjadi
milik umum; atau Pasal 5 huruf e yang menyebutkan Merek tidak dapat didaftar
apabila merek tersebut merupakan keterangan atau berkaitan dengan barang atau jasa
dalil bantahan Tergugat I tersebut. Hal ini secara normatif dapat diterima, karena di
Indonesia kata KOPITIAM belum menjadi kata milik umum. Tentu berbeda dengan
Pasal 5 huruf c dan huruf d UU No.15 Tahun 2001 termasuk merek yang tidak
dapat didaftarkan apabila merek tersebut mengandung unsur telah menjadi milik
umum, atau merupakan keterangan atau berkaitan dengan barang atau jasa yang
ketentuan ini untuk meyakinkan hakim bahwa istilah KOPITIAM merupakan istilah
dengan barang atau jasa yang dimohonkan pendaftarannya. Namun pengadilan tidak
tersebut merupakan keterangan atau berkaitan dengan barang atau jasa yang
merek yang sebenarnya adalah merupakan keterangan barang. Hal ini dapat menjadi
bom waktu karena merek-merek yang seharusnya ditolak tetapi justru diterima”. 38
adanya persamaan cara penulisan; dan kedua merek tersebut berada dalam kelas dan
Ditjen HKI (Tergugat II) diPengadilan Niaga Pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat
dengan alasan bahwa Penggugat adalah pemegang hak khusus di Indonesia dan di
negara asal dan di dunia termasuk di Indonesia, dan terdaftar di 100 negara. Di
Merek, antara lain: di bawah No.313011 tanggal 16 Juli 1993, dan diperbaharui di
38
Insan Budi II, Op.Cit. hal. 209.
hotel, jasa-jasa di bidang klub malam, dan penyediaan makanan kecil pada ruangan
Jasa-jasa urusan real estate termasuk biro akomodasi (apertemen), pengelolaan rumah
dan bangunan pemukiman, pialang tanah dan bangunan pemukiman, penilaian tanah
adalah pemegang hak khusus di Indonesia dari nama dagang dan Merek Dagang
sama dengan Nama Dagang dan Merek Dagang Penggugat; Menyatakan batal,
Penggugat tersebut dengan alasan antara merek Penggugat dan merek Tergugat I
berbeda/tidak sama pemakaian huruf kapital dan perbedaan penulisan. Atas putusan
Indonesia; Menyatakan bahwa Nama Dagang dan Merek Dagang Tergugat I Daftar
No.IDM000181945 dalam ucapan kata maupun suara pada pokoknya sama dengan
Kasasi merupakan pemilik Nama Dagang dan Merek Dagang yang telah terdaftar di
banyak negara (internasional) di dunia sebagaimana terbukti dari bukti P.5 yaitu 99
jasa yang termasuk dalam kelas 43. Bahwa dengan terdaftarnya merek Pemohon
Pemohon Kasasi adalah merek terkenal (well-known) dan sudah dapat dikreteriakan
termashur (famous) terutama nama hotel, dan Pemohon Kasasi sudah investasi besar-
besaran; Bahwa dengan terkenalnya merek Pemohon Kasasi, maka tidak diperlukan
berdasarkan Pasal 16.3 Persetujuan TRIPS yang sudah diratifikasi Januari 2000 yang
dengan memberikan kriteria persamaan pada pokoknya dengan melihat pada unsur-
unsur: persamaan dalam ucapan kata maupun suara. Namun tidak melihat bahwa
jenis jasa pada Merek INTER-CONTINENTAL tersebut berbeda dengan jenis jasa
CONTINENTAL jasa yang sangat menonjol adalah hotel, sementara pada merek THE
pengadilan melihat dari unsur-unsur: telah terdaftar di Indonesia sejak tanggal 16 Juli
Dengan demikian, dari putusan ini tergambar bahwa jika permohonan merek
didasarkan pada iktikad tidak baik dan mempunyai persamaan baik pada pokoknya
maupun keseluruhannya dengan merek terkenal, tidak diharuskan adanya unsur untuk
jenis barang dan/atau jasa sejenis. Dengan demikian jika sudah terbukti adanya
iktikad tidak baik maka ketentuan Pasal 6 ayat (1) Huruf b UUM2001 yang
pada pokoknya atau keseluruhannya dengan merek yang sudah terkenal milik pihak
jasa. (Pasal 1 Angka3 UUM 2001 menyebutkan bahwa Merek Jasa adalah Merek
yang digunakan pada jasa yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa
orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan jasa-
No.15 Tahun 2001 adalah Merek yang digunakan pada barang yang
telah mengungkapkan dalam dalil gugatannya bahwa Nama Dagang dan Merek
atas iktikad tidak baik. Padahal dari adanya persamaan pada pokoknya antara
dari Tergugat I tersebut telah diungkapkan secara jelas dan berulang-ulang oleh
Penggugat.
(Tergugat I) dan Ditjen HKI (Tergugat II) dengan dalil gugatan bahwa Penggugat
adalah pemilik Merek PELASTIN di Indonesia dan telah terdaftar dalam Daftar
Umum Merek sejak tanggal 4 Desember 2001 dengan daftar No.494769 yang telah
klasifikasi barang/kelas 5 (lima), yaitu untuk jenis barang: hasil-hasil pharmasi, ilmu
kedokteran dan ilmu kesehatan, hasil-hasil makanan pantang untuk anak-anak dan
orang sakit, plester-plester dan pembalut, sedia-sediaan untuk menambal gigi dan
ELASTYN kepada Ditjen HKI tertanggal 28 Februari 2008 untuk melindungi kelas
barang 05 dengan jenis barang: Sediaan hasil farmasi, ilmu kehewanan dan saniter,
bahan-bahan untuk berpantangan makan atau diet yang disesuaikan untuk pemakaian
menambal gigi, bahan pembuat gigi palsu, membasmi kuman, sediaan untuk
tersebut dikabulkan oleh Ditjen HKI dan mendaftarkan Merek ELASTYN tersebut
karena memiliki kemiripan dan persamaan pada pokoknya dengan merek PELASTIN
milik Penggugat yang telah didaftarkan dan digunakan terlebih dahulu serta adanya
iktikad tidak baik dari Tergugat I dalam pengajuan pendaftaran merek ELASTYN
tersebut. Oleh karena itu Penggugat menggugat Tergugat I dan II di Pengadilan Niaga
persamaan pada pokoknya dengan merek PELASTIN; dan Menyatakan batal demi
hukum pendaftaran merek ELASTYN atas nama Tergugat I dengan segala akibat
hukumnya.
karena antara kedua merek tersebut memiliki kemiripan baik karena persamaan
bentuk dan warna, persamaan cara penulisan, dan persamaan bunyi ucapannya; Atas
ELASTYN tersebut;
dapat didaftar atas dasar permohonan yang diajukan oleh Pemohon yang
beriktikad tidak baik. Di mana dalam kasus ini iktikad tidak baik Tergugat I
c. Pengadilan juga telah menerapkan ketentuan Pasal 6 ayat (1) huruf a dengan tepat
lain yang sudah terdaftar lebih dahulu untuk barang dan/atau jasa yang sejenis. Di
1) Persamaan bentuk dan unsur warna yang digunakan, di mana dari etiket
tanpa ada logo. Serta memiliki warna dasar putih serta tulisan berwarna
hitam;
jelas cara penempatan merek pada kemasan beredar kedua merek memiliki
5) Kedua merek tersebut berada dalam satu kelas dan jenis barang.
B. Analisis Kasus
penerapan ketentuan Pasal 6 ayat (1) huruf a dalam putusan Mahkamah Agung RI
atau kombinasi antara unsur-unsur, atapun persamaan bunyi ucapan yang terdapat
dalam merek-merek tersebut. Melainkan dilihat juga dari sisi komposisi dari merek-
Pasal 6 ayat (2) ketentuan mengenai larangan pendaftaran merek yang mempunyai
persamaan pada pokoknya dengan merek terkenal tersebut dapat pula diberlakukan
terhadap barang dan/atau jasa yang tidak sejenis sepanjang memenuhi syarat tertentu
dalam putusan pengadilan diperluas menjadi untuk barang dan/atau jasa yang tidak
sejenis tetapi masih dalam satu kelas barang. Bahkan khusus dalam kasus persamaan
pada pokoknya dengan merek terkenal berlaku juga untuk barang dan/ataupun jasa
Terkait dengan berlakunya unsur “barang dan/ atau jasa yang tidak satu kelas”
Perlindungan merek terkenal walaupun untuk barang dan atau jasa yang tidak
sejenis, harus pula memperhatikan keterkaitan antara barang yang tidak
sejenis tersebut. Dicontohkannya dengan TOYOTA merupakan merek mobil
terkenal sehingga apabila ada pihak yang memproduksi sepeda dengan merek
TOYOTA, pihak TOYOTA dapat mengajukan keberatan. Walaupun antara
sepeda dan mobil tidak sejenis/tidak sekelas, masih ada keterkaitan karena
keduanya merupakan alat transportasi sehingga masyarakat dapat menduga
bahwa kedua barang tersebut berasal dari pelaku usaha yang sama. 39
Melainkan satu saja dari unsur tersebut terpenuhi sudah cukup, asalkan dengan unsur
tersebut menunjukkan adanya kemiripan antara merek yang satu dengan yang
lainnya.
39
Ahmad Miru, Hukum Merek: Cara Mudah Mempelajari Undang-undang Merek,
PT.RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2005, hal.17-18
putusan Mahkamah Agung yang dipilih dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel
Tabel No. 1
40
Sumber: diolah dari Putusan Mahkamah Agung RI
menunjukkan bahwa penerapan ketentuan Pasal 6 ayat (1) huruf b UU No.15 Tahun
wawancaranya dengan salah satu konsultan hukum merek di Jakarta, Erma Wahyuni
mengatakan:
Kasus merek DAWN dan DAWN Dengan Lukisan v Merek DAWN dan
41
Erma Wahyuni, T.Syaiful Bahri, dan Hessel Nogi S.Tangkilisan, Kebijakan dan Manajemen
Hukum Merek, Penerbit Yayasan Pembaruan Administrasi Publik Indonesia (YPAPI), Yokyakarta,
Tanpa Tahun, hal. 66
tersebut di bidang usaha yang bersangkutan” dalam kasus ini sama sekali tidak
dipertimbangkan.
Kasus Merek PAUL & SHARK YACHTING v Merek PAUL & SHARK
berdasarkan adanya unsur: Merek PAUL & SHARK YACHTING dan Lukisan Ikan
Hiu telah terdaftar di berbagai negara di dunia yang sebagaian besar terdaftar lebih
dahulu dari pendaftaran merek PAUL & SHARK atas nama Tergugat. Hal ini
menunjukkan bahwa pengadilan hanya menggunakan satu unsur saja dari kriteria
merek terkenal yang terdapat dalam ketentuan Pasal 6 ayat (1) Huruf b UUM 2001
yang digunakan untuk menyatakan merek PAUL & SHARK YACHTING sebagai
merek terkenal.
manca negara dan di Indonesia, dan investasi secara besar-besaran di manca negara
dan di Indonesia. 42
Kasus Merek Koyo v Merek Koy dan Logo Kelaher pengadilan melihat
lebih dititik beratkan pada unsur pendaftaran merek tersebut di berbagai negara di
umum masyarakat atas merek tersebut tidak menjadi fokus perhatian. Hal ini dapat
itu di berbagai negara di dunia, dan investasi yang dilakukan di berbagai negara di
dunia tentu masyarakat umum telah mengetahui keberadaan merek tersebut. Hal ini
berbagai negara saja, belum tentu masyarakat umum mengetahui keberadaan merek
42
Ibid.
yang disediakan dalam Penjelasan Pasal 6 ayat (1) Huruf b untuk mengukur
keterkenalan suatu merek, yakni meminta bantuan pada lembaga yang bersifat
diterapkan dalam 5 (lima) kasus merek tersebut dapat dilihat pada Tabel No.2 di
bawah ini.
Tabel No. 2
43
Sumber: diolah dari putusan-putusan Mahkamah Agung RI
Secara normatif terdapat beberapa pasal dalam UU No.15 Tahun 2001 yang
dapat dijadikan dasar rujukan, antara lain: Pasal 1 Angka 2 dan 3 dan 4 (mengenai
penafsiran autentik untuk Merek, Merek Dagang, Merek Jasa, dan Merek Kolektif),
Pasal 2 (mengenai jenis-jenis merek), Pasal 3 (mengenai pengertian hak merek), Pasal
(mengenai merek-merek yang tidak boleh didaftarkan) dan Pasal 6 (mengenai hal-hal
Unsur yang tidak kalah pentingnya juga adalah bahwa merek itu digunakan
dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa. Berdasarkan ketentuan Pasal 1 Angka
2, 3 dan 4 UU No.15 Tahun 2001 tentang Merek, dikaitkan dengan ketentuan Pasal 6
ayat (1) huruf a dan b UU No.15 Tahun 2001 tentang Merek , fungsi merek itu adalah
sebagai alat pembeda, yakni membedakan barang dan/atau jasa yang sejenis yang
diperdagangkan. Dalam ketentuan tersebut jelas menyebutkan kata “jenis” dan bukan
“kelas”. Hal ini penting diketahui karena dalam bidang merek dibedakan arti kata
“kelas” dengan “jenis” barang dan/ atau jasa. Sebab dalam satu kelas barang atau
jasa terdapat berjenis-jenis barang atau jasa lagi. Dengan berpedoman pada kata-kata
“barang dan/atau jasa sejenis” yang terdapat dalam ketentuan tersebut, sebenarnya
suatu merek yang sama pada pokoknya ataupun keseluruhannya dengan merek yang
sudah terdaftar sebelumnya atau dengan merek terkenal untuk kelas barang ataupun
jasa yang sama. Asalkan untuk jenis barang dan/atau jasa yang berbeda, dan
pendaftaran merek tersebut dilakukan dengan iktikad baik. Iktikad baik menjadi asas
Agung RI yang telah berkekuatan hukum tetap dalam perkara merek, ternyata
semuanya justru pendaftaran merek itu dilakukan atas dasar iktikad tidak baik.
Namun secara faktual terdapat ada dua merek yang mempunyai persamaan pada
pokoknya yang terdaftar di Ditjen HKI atas nama dua orang yang dimiliki oleh orang
yang berbeda.
pendaftaran merek itu dilakukan atas dasar iktikad baik maka larangan pendaftaran
merek yang sama pada pokoknya dengan merek yang sudah terdaftar sebelumnya
44
Ridwan Khairandy, “Iktikad Baik Dalam Kebebasan Berkontrak”, Fakultas Hukum
Universitas Indonesia Program Pasca Sarjana, Jakarta, 2004
saja.
Terhadap larangan pendaftaran merek yang terdapat dalam Pasal 6 ayat (1)
huruf b UU No.15 Tahun 2001 dapat pula diberlakukan terhadap barang dan/atau jasa
yang tidak sejenis. Dalam Pasal 6 ayat (2) yang disebutkan: “Ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b dapat pula diberlakukan terhadap barang dan/atau
jasa sejenis sepanjang memenuhi persyaratan tertentu yang akan ditetapkan lebih
lanjut dengan Peraturan Pemerintah”. Namun hingga saat ini Peraturan Pemerintah
dimaksudkan dalam ketentuan tersebut belum ada, maka ketentuan tersebut belum
terkenal melawan merek terdaftar yang telah dikemukakan pada bab sebelumnya jika
tertentu” yang dimaksudkan dalam ketentuan Pasal 6 ayat (2) UU No.15 Tahun 2001
persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya merek terkenal untuk barang dan/atau
jasa yang tidak sejenis itu antara lain adalah jika permohonan tersebut dilakukan atas
dasar iktikad tidak baik. Hal itu memberikan perlindungan terhadap merek terkenal. 45
Agung RI pada Bab III, 7(tujuh) putusan yang membatalkan pendaftaran merek dari
45
Sentosa Sembiring, Prosedur dan Tata Cara Memperoleh Hak Kekayaan Intelektual di
Bidang Hak Cipta Paten dan Merek, (Bandung: Yrama Widya, 2002), hal. 98.
barangnya hanya 3(tiga) putusan saja, yakni: kasus Merek Koyo v Merek Koy dan
Logo Kelaher, kasus Merek KOPITIAM v Merek KOK TONG KOPITIAM, dan
kasus Merek DAWN v Merek MORNING DAWN. Hal ini disebabkan dalam
alasan mempunyai persamaan pada pokoknya dengan merek terdaftar atau merek
terkenal, juga adanya unsur itikad tidak baik dalam pendaftaran merek yang
dibatalkan itu.
didasarkan pada Pemohon yang beriktikad tidak baik terdapat dalam Pasal 4 UU
No.15 Tahun 2001 tentang Merek yang menyebutkan: “Merek tidak dapat didaftarkan
atas dasar permohonan yang diajukan oleh Pemohon yang beriktikad tidak baik”.
disebutkan:
Berdasarkan ketentuan tersebut, ada atau tidak adanya iktikad tidak baik pada
hakekatnya dilihat dari ada atau tidak adanya niat pemohon merek untuk
membonceng, meniru atau menjiplak ketenaran Merek pihak lain. Pihak lain dalam
merek terkenal. Jika niat untuk membonceng, meniru, atau menjiplak itu ada pada diri
Merek, meerupakan tindakan curang untuk memnonceng merek yang sudah banyak
dikenal luas, sehingga dengan menggunakan merek yang demikian, suatu produk ikut
intelektual yang telah diatur dengan undang-undang, karena suatu hasil karya orang
lain tidak boleh ditiru begitu saja, melainkan harus melalui izin pemiliknya. 46
Sekurang-kurangnya ada tiga hal yang dapat digunakan sebagai alat bukti
bagi adanya indikasi iktikad tidak baik pada diri si pemohon merek tersebut.
sama dengan kelas dan jenis barang dari merek terdaftar atau merek
46
RR.Putri Ayu Priamsari, Penerapan Iktikad Baik Sebagai Alasan Pembatalan Merek
Menurut Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek (Di Tingkat Peninjauan Kembali),
Fakultas Hukum UNDIP, 2010
tidak sejenis.
terkenal.
Masalah iktikad tidak baik tersebut juga akan timbul jika seseorang telah
memakai suatu merek dalam periode sebelumnya, tetapi memilih tidak mendaftarkan
merek tersebut. Jika seseorang itu dapat membuktikan bahwa dia sudah menggunakan
merek tersebut, maka usaha mendaftarkan merek itu oleh orang lain dapat dicegah
mempunyai “persamaan pada pokoknya” yang disertai dengan adanya unsur “iktikad
tidak baik” oleh pengadilan, akan dilihat dalam 8 (delapan) putusan Mahkamah
47
Tim Lindsey, Edi Damian, Simon Butt dan Tomi Suryo Utomo, Hak Kekayaan Intelektual
Suatu Pengantar, Bandung, PT. Alumni, 2002, Hal. 140-141.
merek A/X tersebut dalam dalil gugatan Penggugat telah diungkapkan bahwa
iktikad tidak baik dari Tergugat I dalam mendaftarkan merek A/X tersebut,
iktikad tidak baik dari Tergugat I adalah merek A/X milik Tergugat I juga
merek DAWN milik Penggugat dilihat dari faktor adanya persamaan pada
PAUL & SHARK daftar No.562103 tertanggal 5 Maret 1997 atas nama
& SHARK YACHTING dan Lukisan Ikan Hiu atas nama Penggugat.
persamaan pada pokoknya antara merek PAUL & SHARK milik Tergugat
dengan merek PAUL & SHARK YACHTING milik Penggugat, dan kedua
dalam menggunakan kata PAUL & SHARK pada mereknya pasti diilhami
gugatan ini telah dijadikan oleh Mahkamah Agung sebagai salah satu
tersebut. Dengan demikian iktikad tidak baik dari Tergugat dilihat dari faktor
yang dilindungi oleh kedua merek tersebut berada dalam satu kelas yakni
kelas 25.
Penggugat, dan kedua merek tersebut melindungi barang untuk kelas yang
sama yakni kelas 24. Di samping itu, bukti lain yang cukup penting dalam
kasus ini untuk membuktikan adanya iktikad tidak baik dari Tergugat dalam
48
Tatanusa, Tim Redaksi Himpunan Putusan-putusan Mahkamah Agung Dalam Perkara
HaKI, Penrbit PT.Tatanusa, Jakarta, 2005
merupakan merek terkenal; menyatakan merek Koy dan Logo Kelaher milik
dan karenanya menyatakan batal pendaftaran merek Koy dan logo kelaher
tingkat kasasi.
Negeri Medan melihat adanya iktikad tidak baik dari Tergugat I dalam
memohonkan pendaftaran merek Koy dan Logo Kelaher tersebut adalah dari
adanya persamaan pada pokoknya antara merek Koy dan Logo Kelaher milik
merek Koy dan Logo Kelaher itu juga didaftarkan untuk melindungi barang-
barang yang sama kelas dan jenisnya dengan barang-barang yang dilindungi
syarat untuk jenis dan/atau kelas barang atau jasa yang sama dengan merek
pada pokoknya dengan merek PELASTIN milik Penggugat, dan kedua merek
tersebut melindungi jenis dan kelas barang yang sama, yakni kelas 05.
Itikad tidak baik dari Tergugat dilihat dari faktor adanya persamaan
gugatan pembatalan pendaftaran Merek hanya dapat diajukan dalam jangka waktu
5(lima) tahun sejak tanggal pendaftaran merek tersebut. Terkecuali apabila merek
menurut Pasal 69 ayat (2) gugatan pembatalannya dapat diajukan tanpa batas waktu.
Namun dari kasus yang diteliti, ketentuan Pasal 69 ayat (1) UUM 2001 tersebut tidak
diterapkan secara konsekwen. Hal ini ternyata dari kasus Merek AX ARMANI v
Bahwa, oleh karena gugatan Penggugat telah diajukan dalam jangka waktu
yang melebihi 5(lima) tahun dari tanggal pendaftaran merek A/X milik
Tergugat I, maka menurut Pengadilan Niaga sesuai dengan ketentuan Pasal 69
ayat (1) Undang-undang No.15 Tahun 2001 Tentang Merek yang bersifat
imperatif, maka gugatan penggugat sudah seharusnya ditolak karena telah
I/Termohon Kasasi I.
terkait dengan gugatan yang telah daluwarsa (lewat waktu). Dalam pertimbangan
pembatalan merek terdaftar oleh pemilik merek terkenal dengan alasan mempunyai
49
Tim Redaksi Tatanusa, Op.Cit, hal.286.
50
Ibid, hal.293-294.
pengecualian yang terdapat dalam Pasal 69 ayat (2) UUM 2001, yang berarti tidak
51
Adrian Sutedi, Hak Atas Kekayaan Intelektual, Penerbit Sinar Grafika, Jakarta, 2009,
hal.190.
A. Kesimpulan
1. Secara yuridis formal UU No.15 Tahun 2001 tentang Merek secara tegas
dengan merek yang sudah terdaftar sebelumnya ataupun dengan merek terkenal
untuk barang dan/ataupun jasa sejenis. Namun, dalam kenyataan cukup banyak
merek yang didaftarkan pada Ditjen HKI yang kemudian dibatalkan oleh
pengadilan akibat adanya gugatan dari pemilik merek yang sudah terdaftar
sebelumnya ataupun oleh pemilik merek terkenal. Berdasarkan hasil studi ini
diketahui bahwa faktor penyebabnya dapat dilihat dari 3 (tiga) aspek, yakni:
2001 yang tidak memberikan kriteria yang memadai kapan dan dalam hal
atau menjiplak merek milik pihak lain yang sudah memiliki reputasi
ketentuan Pasal 6 ayat (1) huruf a dan huruf b UU No.15 Tahun 2001 dalam
terdapat dalam Penjelasan Pasal 6 ayat (1) huruf a telah diperluas melalui
kaedah hukum yang lahir dari putusan pengadilan tersebut. Dalam Pasal 6
oleh adanya unsur-unsur yang menonjol antara merek yang satu dan
merek yang lain, yang dapat menimbulkan kesan adanya persamaan baik
salah satu unsur saja dipenuhi, di mana dengan unsur tersebut antara
merek yang satu dengan yang lainnya mempunyai kemiripan, maka sudah
terdaftar sebelumnya atau merek terkenal untuk barang atau jasa yang
tidak sejenis, tetapi masih dalam kelas barang atau jasa yang sama.
persamaan pada pokoknya dengan merek terdaftar atau merek terkenal, ternyata
dibedakan antara permohonan merek yang didasarkan pada iktikad baik dengan
a. Jika permohonan diajukan oleh Pemohon atas dasar iktikad baik, maka
b. Jika permohonan merek itu diajukan oleh Pemohon atas dasar adanya
iktikad tidak baik, maka larangan tersebut berlaku untuk barang dan/ataupun
jasa yang tidak sejenis, dan bahkan terhadap barang dan/atau jasa yang tidak
sekelas.
B. Saran
terdaftar karena mempunyai persamaan pada pokoknya dengan merek yang sudah
negara lain yang sistem pendaftarannya lebih baik dari Indonesia. Berikan
Merek tersebut, dan terakpan sanksi yang tegas kepada Pemeriksa Merek
2. Dalam penegakan hukum terhadap ketentuan Pasal 4 dan Pasal 6 ayat (1)
persamaan pada pokoknya yang tertuang dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a
dan Huruf b UU No.15 Tahun 2001 perlu diperluas daya berlakunya dari
untuk barang dan/atau jasa sejenis menjadi untuk barang dan/atau jasa
sekelas. Hal ini dimaksudkan untuk membatasi niat pemohon merek untuk
A. Buku
Ali, Zainuddin, Metode Penelitian Hukum, Penerbit Sinar Grafika, Jakarta, 2009
Lindsey, Tim, dan Edi Damian, Simon Butt dan Tomi Suryo Utomo, Hak Kekayaan
Intelektual Suatu Pengantar, Bandung, PT. Alumni, 2002, Hal. 140-141.
M.Friedman, Lawrence, Law and Seciety An Introduction, Prentice Hall Inc., New
Jersey, 1977
Marzuki, Peter Mahmud Penelitian Hukum, Edisi Pertama, Cetakan Ke-I, Penerbit
Prenada Media, Jakarta
Maulana, Insan Budi, Sukses Bisnis Melalui Merek, Paten, dan Hak Cipta, Citra
Aditya Bakti, Bandung, 1997
Sembiring, Sentosa Prosedur dan Tata Cara Memperoleh Hak Kekayaan Intelektual
di Bidang Hak Cipta Paten dan Merek, (Bandung: Yrama Widya, 2002),
Sudaryat, Sudjana, dan Rika Ratna Permata, Hak Kekayaan Intelektual: Memahami
Prinsip Dasar, Cakupan, dan Undang-undang Yang Berlaku, Penerbit Oase
Media, Bandung, 2010
Sutedi, Adrian, Hak Atas Kekayaan Intelektual, Penerbit Sinar Grafika, Jakarta, 2009
Wahyuni, Erma dan T.Syaiful Bahri, dan Hessel Nogi S.Tangkilisan, Kebijakan dan
Manajemen Hukum Merek, Penerbit Yayasan Pembaruan Administrasi Publik
Indonesia (YPAPI), Yokyakarta, Tanpa Tahun
C. Internet
http://hukumit.blogspot.com/2011/09/pengertian-mengenai-merek-terkenal.html