SKRIPSI
Oleh :
SOFIA MANIK
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MPU TANTULAR
JAKARTA
2023
HALAMAN PENGESAHAN
TIM PENGUJI
Diketahui,
Dekan Fakultas Hukum
Universitas Mpu Tantular
ii
LEMBAR PERSETUJUAN SKRIPSI
Dr. Ina Heliany, SH., MH. Dr. Ina Heliany, SH., MH.
Pembimbing Teknis (II)
iii
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
Saya yang menyatakan dengan sesungguhnya bahwa Skripsi yang telah saya
susun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana dari Fakultas Hukum
Universitas Mpu Tantular seluruhnya merupakan hasil karya saya sendiri.
Adapun bagian-bagian tertentu dalam penulisan Skripsi yang saya kutip dari
hasil karya sendiri atau adanya plagiat dalam bagian-bagian tertentu saya bersedia
menerima sanksi pencabutan gelar akademik yang saya sandang dan sanksi-sanksi
lainnya sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
Sofia Manik
iv
KATA PENGHANTAR
Puji dan Syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa
yang telah memberikan berkat dan rahmat yang berlimpah sehingga penulis dapat
menyelesaikan tugas akhir berupa penulisan skripsi dengan judul “Akibat Hukum
Kepailitan terhadap Karyawan (Analisis Putusan Mahkamah Agung Nomor 186
K/Pdt.Sus-Pailit/2015 juncto Nomor 557 K/Pdt.Sus-Pailit/2018)” dengan baik dan
tepat pada waktunya.
Adapun penulisan hukum ini disusun untuk memenuhi sebagian
syarat dalam menyelesaikan program Strata Satu (S1) Ilmu Hukum pada Fakultas
Hukum Universitas Mpu Tantular. Dalam penyusunan tugas akhir ini penulis banyak
mendapat arahan, bimbingan, serta dukungan dari berbagai pihak, maka dari itu, pada
kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1. Orang tua tercinta, Ibu Rosmina Silalahi dan Suami tercinta Edward Sinambela
SH.CLA., yang dengan sabar senantiasa memberi bimbingan, semangat,
dukungan baik moral maupun materi, serta doa kepada penulis sehingga
penulis dapat menyelesaikan penulisan hukum ini.
2. Sahabat terbaik saya Astrid Eka Deva, Ronny Pangihutan Simanjuntak, Murni
Ewanan, Feri Evandani Saragih dan teman-teman yang lain yang dengan sabar
senantiasa memberi semangat dan dukungan baik moral maupun materi, serta
doa kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan hukum
ini.
3. Dr. FX. Suyud Margono, SH., M. Hum,. FCIArb selaku dekan Fakultas
Hukum Universitas Mpu Tantular, atas perhatian dan bantuannya selama
penulis menjalani masa pekuliahan.
4. Dr. Ina Heliany, SH., MH, selaku ketua program studi Ilmu Hukum
Universitas Mpu Tantular sekaligus menjadi pembimbing skripsi I yang
dengan sabar atas segala kekurangan penulis terus membimbing penulis dalam
pembuatan materi dalam penulisan hukum ini dari awal hingga
terselesaikannya penulisan hukum ini.
v
5. Setia Jaya, SIP., SH., MM., MH, selaku pembimbing skripsi II yang dengan
sabar atas segala kekurangan penulis terus membimbing penulis dalam
menyusun penulisan hukum ini dari awal hingga terselesaikannya penulisan
hukum ini.
6. Seluruh dosen Fakultas Hukum Universitas Mpu Tantular, yang telah
memberikan bekal ilmu kepada penulis selama masa perkuliahan.
7. Ibu Risma Tambunan yang selalu memberikan semangat dan dukungan kepada
penulis sehingga penulisan hukum ini dapat terselesaikan dengan baik.
8. Seluruh pihak yang telah membantu terselesaikannya penulisan hukum ini
yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Sofia Manik
vi
ABSTRAK
Pailit merupakan suatu keadaan dimana debitor tidak mampu untuk melakukan
pembayaran-pembayaran terhadap utang-utang dari para kreditornya. Masalah akan
timbul ketika perusahaan yang mempekerjakan pekerja/karyawan tersebut dinyatakan
pailit (bankrupt) oleh putusan Pengadilan Niaga. Perusahan tidak lagi menjadi pihak
yang memenuhi hak-hak atas kesejahtraan bagi karyawan, melainkan telah berpindah
kepada kurator. Berdasarkan paparan diatas maka skripsi ini meneliti tentang
Bagaimana pertimbangan Mahkamah Agung terhadap Karyawan PT. United Coal
Indonesia akibat putusan pailit, berdasarkan hukum kepailitan di Indonesia?
Bagaimana implikasi putusan kasasi Mahkamah Agung terhadap karyawan ketika
perusahaan di nyatakan pailit? Metode penelitian yang dipergunakan dalam penulisan
skripsi adalah yuridis normatif. Berdasarkan kesimpulan diketahui bahwa
Pertimbangan hukum Mahkamah Agung terhadap karyawan PT. United Coal
Indonesia (dalam pailit), bahwa dalam pembuktian pembagian akhir harta pailit yang
dilakukan oleh kurator telah tepat dalam melakukan tugasnya sesuai dengan asas
keadilan, peraturan perundang-undangan dan telah sesuai dengan amar Putusan
Mahkamah Konstitusi Nomor 67/PUU/XI/2013. Dalam hal perusahaan dinyatakan
pailit berdasarkan peraturan perundang-undangan upah dari karyawan/perkerja
merupakan utang yang di dahulukan pembayarannya. Posisi kedudukan karyawan
diberikan hak istimewa sebagai kreditor yang mana pemenuhan haknya merupakan
prioritas pertama sehingga PT. United Coal Indonesia harus membayar tagihan upah
karyawan/pekerja.
vii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL...............................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN................................................................................ii
HALAMAN PERSETUJUAN.............................................................................iii
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN......................................iv
KATA PENGHANTAR.........................................................................................v
ABSTRAK............................................................................................................vii
DAFTAR ISI.......................................................................................................viii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah...............................................................................1
B. Rumusan Masalah........................................................................................5
C. Tujuan Penelitian.........................................................................................5
D. Kegunaan Penelitian.....................................................................................6
E. Kerangka Konseptual...................................................................................6
F. Metode Penelitian.......................................................................................10
G. Sistematika Penulisan.................................................................................13
viii
I. Perlindungan Hukum Terhadap Buruh sebagai Kreditor...........................33
ix
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP
x
1
BAB I
PENDAHULUAN
1
Munir Fuady. 2017. Hukum Pailit dalam Teori & Praktek. Bandung : PT. Citra Aditya Bakti.
hal. 3.
2
Zainal Asikin. 2013. Hukum Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang di
Indonesia. Bandung : Pustaka Reka Cipta. hal. 20.
2
ke dalam harta pailit. “Pembekuan” hak Perdata ini di berlakukan oleh Pasal 24
ayat (1) Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran
Utang terhitung sejak saat kepailitan pernyataan pailit diucapkan. Mengenai
pihak yang mengajukan permohonan PKPU diatur dalam Pasal 222 sampai pasal
294 Undang-Undang Kepailitan, antara lain Penundaan Kewajiban Pembayaran
Utang dapat diajukan oleh debitor maupun oleh kreditor. 3 Debitor yang tidak
dapat atau memperkirakan tidak akan dapat melanjutkan pembayaran utang-
utangnya yang sudah jatuh waktu dan dapat di tagih dapat mengajukan
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, dengan maksud untuk mengajukan
rencana perdamaian yang meliputi tawaran pembayaran sebagian atau seluruh
utang kepada kreditor.
Pailit merupakan suatu keadaan dimana debitor tidak mampu untuk
melakukan pembayaran-pembayaran terhadap utang-utang dari para kreditornya.
Keadaan tidak mampu membayar lazimnya disebabkan karena kesulitan kondisi
keuangan (Financial distress) dari usaha debitor yang telah mengalami
kemunduran. Sedangkan kepailitan merupakan putusan pengadilan yang
mengakibatkan sita umum atas seluruh kekayaan debitor pailit, baik yang telah
ada maupun yang akan ada di kemudian hari. Ketidakmampuan tersebut harus
disertai dengan suatu tindakan nyata untuk mengajukan, baik yang di lakukan
secara sukarela oleh debitor sendiri, maupun untuk permintaan pihak ketiga (di
luar debitor), suatu permohonan pernyataan ke Pengadilan.4
Kepailitan merupakan suatu jalan keluar yang bersifat komersial
untuk keluar dari persoalan utang piutang yang menghimpit seorang debitor,
dimana debitor utang piutang yang menghimpit seorang debitor sudah tidak
mempunyai kemampuan lagi untuk membayar utang-utangnya tersebut kepada
para kreditornya.5 Permohonan pernyataan pailit dapat di kabulkan jika
persyaratan kepailitan telah terpenuhi: 1. debitor tersebut mempunyai dua atau
3
Jono. 2013. Hukum Kepailitan. Jakarta : Sinar Grafika. hal. 169.
4
Ahmad Yani, 2002. Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis Kepailitan. Jakarta : PT
RajaGrafindo Persada. hal. 11.
5
Hadi Shubhan. 2008. Hukum Kepailitan. Jakarta : Kencana. hal. 2.
3
lebih kreditor; 2. debitor tersebut tidak membayar sedikitnya satu utang yang
telah jatuh waktu dan dapat di tagih.6
Dalam suatu negara, tidak dapat di pungkiri buruh atau
pekerja/karyawan merupakan salah satu penggerak roda perekonomian bangsa
yang memiliki pengaruh yang sangat signifikan. Adalah sebuah konsekuensi
logis, dengan tidak adanya atau dengan berhentinya pekerja/karyawan bekerja,
maka aktivitas produksi perusahaan akan terhenti dan hal itu akan
mengakibatkan terhentinya pula aktivitas produksi barang dan jasa suatu negara.
Oleh karena itu keberadaan pekerja/karyawan tidak dapat dipandang sebelah
mata dalam sistem perekonomian negara, khususnya pada negara berkembang
seperti Indonesia.
Pekerja/karyawan adalah manusia biasa, yang memiliki hasrat akan
terpenuhinya kebutuhan pokok dalam kehidupannya; sandang, pangan. Hasrat
tersebut dapat terwujud apabila buruh mendapatkan hak-haknya atas
kesejahteraan yang ada padanya, yaitu secara umum berupa pembayaran upah
ketika bekerja dan ketika berhenti bekerja. Pemberi kerja/perusahaan memiliki
tanggung jawab atas pemenuhan hak-hak tersebut, setelah sebelumnya
perusahaan telah mendapatkan hak-haknya dari buruh yaitu, kerja yang
menghasilkan barang dan/atau jasa. Pada awalnya hubungan kerja antara
perusahaan dan pekerja/karyawan hanya menyangkut kepentingan perdata, yang
dalam hal ini berarti terkait dengan aspek hukum perdata. Akan tetapi, ketika di
antara mereka terjadi perbedaan pendapat/perselisihan atau permasalahan, maka
dari sini intervensi dan otoritas Pemerintah sangat di perlukan.
Dalam hubungan pekerja/karyawan karena dilaksanakan berdasarkan
perjanjian kerja, akan timbul hak dan kewajiban antara pemberi kerja dan
penerima kerja. Pengusaha atau perusahaan memiliki hak, misalnya
mendapatkan hasil produksi barang atau jasa yang di lakukan oleh buruh.
Keadaan tersebut ada dalam kondisi normal, yakni perusahaan secara normal
6
Gunawan Widjaja. 2004. Tanggung Jawab Direksi atas Kepailitan Perseroan. Jakarta : PT.
Raja Grafindo persada. hal. 85.
4
dan regular dapat membayar seluruh upah bagi pekerja/karyawan dan ketika
berhenti bekerja atau terjadi pemutusan hubungan kerja pesangon dapat di
bayarkan juga kepada pekerja/karyawan sesuai dengan ketentuan perundang-
undangan di bidang perburuhan atau ketenagakerjaan yang ada.
Dalam hal ini pekerja/karyawan ingin sekali memperjuangkan
haknya atas upah dan pesangon yang sering kali sulit untuk di dapat karena
keberadaan kreditor separatis (kreditor yang memiliki hak jaminan hutang
kebendaan), sebagai pihak yang menjadi prioritas dalam pembagian harta ketika
terjadi pailit. Dan tidak sedikit ketika suatu perusahaan yang di nyatakan pailit
berdampak besar pada kerugian yang di alami oleh karyawan terhadap
perusahaan yang di nyatakan pailit oleh Pengadilan. Karyawan hanya dianggap
sebagai kreditor, yang pembayaran utangnya di lakukan setelah utang negara
(pajak) dan utang kreditor separatis selesai di bayarkan. Dengan kata lain
pekerja/karyawan memiliki hak istimewa yang tidak lebih tinggi dari kreditor
separatis dan utang pajak.
Masalah akan timbul ketika perusahaan yang mempekerjakan
pekerja/karyawan tersebut dinyatakan pailit (bankrupt) oleh putusan Pengadilan
Niaga. Maka akan timbul persoalan karena perusahan tidak lagi menjadi pihak
yang memenuhi hak-hak atas kesejahtraan bagi karyawan, melainkan telah
berpindah kepada kurator. Perusahaan ketika masih dapat beroperasi dengan
baik, kepentingan dan hak-hak pekerja/karyawan, masih dapat di akomodasi
oleh manajemen perusahaan. Tetapi ketika perusahaan tersebut mendapatkan
terpaan krisis atau masalah keuangan (pailit) seringkali hak-hak
pekerja/karyawan tidak bisa di akomodasi lagi bahkan di lupakan oleh
manajemen perusahaan dan pihak-pihak yang di perintahkan untuk mengurusi
masalah keuangan dan asset perusahaan.7
Di Indonesia ketentuan Pasal 39 Undang-Undang Kepailitan dan
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang mengatur mengenai akibat kepailitan
terhadap perjanjian kerja. Dari ketentuan tersebut di ketahui bahwa
7
Ali Rido. 1998. Badan Hukum dan Kedudukan Badan Hukum Perseroan, Perkumpulan
Koperasi, Yayasan Wakap. Bandung : Alumni. hal. 78.
5
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah di uraikan diatas, maka
pertanyaan hukum yang timbul adalah:
a. Bagaimana pertimbangan Mahkamah Agung terhadap Karyawan PT.
United Coal Indonesia akibat putusan pailit, berdasarkan hukum kepailitan
di Indonesia?
b. Bagaimana implikasi putusan kasasi Mahkamah Agung terhadap karyawan
ketika perusahaan di nyatakan pailit?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian antara lain:
a. Untuk mengetahui pertimbangan hukum Mahkamah Agung terhadap
karyawan PT. United Coal Indonesia akibat putusan pailit, berdasarkan
hukum kepailitan di Indonesia.
8
Man S. Sastrawidjaja. 2010. Hukum Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran
Utang. Bandung : P.T Alumni. hal. 118.
6
D. Kegunaan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan harapan dapat memberikan manfaat
berupa konstribusi yang bersifat teoritis maupun yang bersifat praktis yaitu
sebagai berikut :
a. Manfaat Teoritis
Secara teoritis penulisan ini adalah sebagai bahan kajian dan acuan
bagi pengembangan wawasan ilmu hukum pada hukum kepailitan. Dengan
di lakukan penelitian ini di harapkan dapat memberikan pemikiran-
pemikiran baru bagi kalangan akademis dalam mengembangkan bidang
ilmu hukum khususnya hukum kepailitan.
b. Manfaat Praktis
Secara praktis, penelitian ini di harapkan dapat bermanfaat bagi kalangan
praktisi baik para pelaku ekonomi maupun para pembuat Undang-Undang
(law maker). Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi
para pembuat kebijakan dan
Undang-Undang dalam menyusun suatu pedoman atau ketentuan
yang memberikan kepastian dan dasar untuk bertindak bagi para pelaku
ekonomi (pengusaha). Penelitian ini juga di harapkan menjadi masukan
bagi para penegak hukum khususnya dalam bidang kepailitan, selain itu
juga dapat memperkaya model-model penyelesaian kasus kepailitan di
Indonesia.
E. Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual akan menjelaskan beberapa konsep terkait
teori-teori yang di gunakan di dalam penelitian ini. Menurut Lili Rasjidi, teori
hukum adalah jawaban dari pertanyaan dasar berlakunya suatu ketentuan
hukum, faktor-faktor apa yang mendasari berlakunya suatu peraturan hukum,
7
bagaimana daya berlakunya, dan dapatkah hukum itu dikembangkan.9 Agar tidak
terjadi kekaburan dan kerancuan dalam memahami teori-teori penulisan skripsi
ini yaitu sebagai berikut:
1. Teori Perjanjian
Istilah perjanjian berasal dari bahasa Belanda yaitu overeenkomst,
dan dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah contract/agreement. Salah
satu bentuk hukum yang berperan nyata dan penting bagi kehidupan
masyarakat adalah Hukum Perjanjian. Pasal 1313 Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata (KUH Perdata) menyatakan “suatu perjanjian adalah suatu
perbuatan yang mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap
satu orang lain atau lebih”. Pasal 1 angka 14 Undang-Undang No. 13
Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan menjelaskan bahwa “Perjanjian kerja
adalah perjanjian antara pekerja atau buruh dengan pengusaha atau
pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban para
pihak”.
Dalam suatu hubungan antara dua orang atau lebih tersebut yang
dinamakan perikatan. Setiap perjanjian itu akan menimbulkan suatu
perikatan antara dua orang atau lebih yang membuatnya. Hubungan atau
kaitannya antara pekerja dan perusahaan sejatinya sangat erat, hal tersebut
tercipta karena adanya perjanjian kerja antara kedua belah pihak.
Hubungan tersebut dapat tercipta karena adanya sifat yang saling
membutuhkan. Perusahaan ada hanya apabila buruh ada, demikian juga
sebaliknya, buruh ada karena adanya pemberi kerja. Kepentingan
perusahaan adalah untuk mendapatkan keuntungan yang maksimal.
Sedangkan, kepentingan buruh adalah upah yang maksimal.
2. Teori Kepailitan
Kepailitan menurut undang-undang diatur dalam Undang-Undang
Nomor 37 Tahun 2004 yaitu sita umum atas semua kekayaan Debitor
Pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh kurator di
9
Lili Rasjidi, 2010. Ira Thania Rasjidi, Pengantar Filsafat Hukum. Bandung : Madar Maju. hal.
35
8
10
Imran Nating. 2005. Peranan dan Tanggung Jawab Kurator dalam Pengurusan dan
Pemberesan Harta Pailit, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada. hal. 9.
11
Bagus Irawan. 2007. Aspek-Aspek Hukum Kepailitan Perusahaan dan Asuransi Analisis
Yuridis tentang Kepailitan Perusahaan dan Asuransi Manulife dan Prudential. Bandung : PT.
Alumni. hal. 36.
9
dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain. Defenisi Pekerja
atau buruh tersebut dapat di temukan dalam Pasal 1 angka 4 Undang-
Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan,
Pekerja/karyawan/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan
menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain.12
Berdasarkan ketentuan Pasal 95 Ayat (4) Undang-Undang
Ketenagakerjaan yang menyatakan “Dalam hal perusahaan dinyatakan
pailit atau likuidasi berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku, maka upah hak-hak yang lainnya dari pekerja/buruh merupakan
utang yang di dahulukan pembayarannya” Berdasarkan penjelasan pasal
tersebut menyatakan bahwa saat perusahaan dinyatakan pailit, maka upah
dan hak-hak lainnya dari pekerja/buruh merupakan utang yang di
dahulukan pembayarannya. Tagihan pembayaran upah buruh di
kategorikan sebagai hak istimewa umum, sehingga buruh/tenaga kerja
dapat di kategorikan sebagai kreditor preferen pemegang hak istimewa
umum.
4. Teori Pertimbangan Hakim
Pertimbangan hakim merupakan salah satu aspek terpenting dalam
menentukan terwujudnya nilai dari suatu putusan hakim yang mengandung
keadilan (ex aequo et bono) dan mengandung kepastian hukum, di
samping itu juga mengandung manfaat bagi para pihak yang bersangkutan
sehingga pertimbangan hakim ini harus disikapi dengan teliti, baik, dan
cermat. Apabila pertimbangan hakim tidak teliti, baik, dan cermat, maka
putusan hakim yang berasal dari pertimbangan hakim tersebut akan
dibatalkan oleh Pengadilan Tinggi atau Mahkamah Agung.13
Menurut Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang, Hakim Pengawas adalah hakim yang di tunjuk oleh
Pengadilan dalam putusan pailit atau putusan penundaan kewajiban
12
Zainal Asikin. 2004. Dasar-Dasar Hukum Perburuhan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
hal 41.
13
Mukti Arto. 2004. Praktek Perkara Perdata pada Pengadilan Agama. Yogyakarta : Pustaka
Pelajar. hal.140.
10
F. Metode Penelitian
Dalam penulisan skripsi ini di butuhkan data yang akurat, yang
berasal dari studi dokumentasi untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang
ada pada skripsi ini. Oleh karena itu penelitian yang di gunakan adalah :
1. Jenis dan Sifat penelitian
Jenis penelitian ini yaitu penelitian kualitatif yang merupakan
penelitian tentang riset yang bersifat deskriptif dan cenderung
menggunakan analisis. Menggunakan bahan hukum sebagai rujukan.
Dalam penelitian ini, menggunakan metode penelitian yuridis normatif.
Pendekatan yuridis normatif di lakukan dengan cara menelaah dan
menginpretasikan hal-hal yang bersifat teoritis yang menyangkut asas,
konsepsi, doktrin, dan norma hukum yang berkaitan dengan akibat dari
kepailitan Perseroan Terbatas terhadap karyawan yang bekerja di
perusahaan tersebut.
Pendekatan yuridis disini menekankan dari segi perundang-undangan
dan peraturan-peraturan serta norma-norma hukum yang relevan dengan
permasalahan ini, yang bersumber pada yang di lakukan dengan melihat
kenyataan yang ada dalam praktek yang menyangkut prosedur dalam
11
14
Soerjono Soekanto. 2014. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta : Universitas Indonesia (UI-
Press). hal 51.
15
Mukti Fajar Nur Dewata, 2010. Yulianto Ahmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan
Empiris. Jakarta : Pustaka Pelajar. hal 56.
12
G. Sistematika Penulisan
Untuk menjelaskan isi skripsi secara menyeluruh ke dalam penulisan
yang sistematis dan terstruktur di susun dengan sistematika penulisan yang
terdiri dari lima bab yaitu sebagai berikut :
BAB I : PENDAHULUAN
Dalam bab ini di jelaskan latar belakang masalah, rumusan masalah,
tujuan penelitian, kegunaan penelitian, kerangka konseptual, metode
penelitian, sistematika penelitian.
BAB II : TINJAUAN UMUM/TINJAUAN PUSTAKA
Dalam bab ini akan membahas teori-teori yang di gunakan untuk
menganalisa dan menginterpretasikan data penelitian dan gambaran
umum Undang-Undang yang berkaitan.
BAB III : DESKRIPSI MASALAH POKOK/DATA HASIL PENELITIAN
Dalam bab ini membahas tentang teori-teori khusus yang berkaitan
dengan akibat hukum pailit PT United Coal Indonesia dan peraturan
undang-undang yang mengaturnya.
BAB IV : ANALISA DAN HASIL PENELITIAN
Dalam bab ini akan di jelaskan apa yang menjadi pokok dari semua
bab sesuai dengan judul skripsi ini antara lain mengenai posisi kasus,
mengenai pemenuhan hak karyawan PT. United Coal Indonesia,
berdasarkan hukum kepailitan di Indonesia, serta mengenai tinjauan
perundang-undangan Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang terhadap PT. United Coal
14
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
15
BAB II
TINJAUAN UMUM/TINJAUAN PUSTAKA
16
Rachmadi Usman. 2004. Dimensi Hukum Kepailitan di Indonesia. Jakarta : Gramedia
Pustaka Utama. hal 11.
17
H.M.N. Purwosutjipto. 1999. Pengertian dan Pokok-Pokok Hukum Dagang Indonesia.
Jakarta : Djambatan. hal 28.
16
18
Subekti. 1995. Pokok-Pokok Hukum Dagang. Jakarta : Intermasa. hal. 28.
19
Ibid.
20
Ibid.
21
Sutan Remy Sjahdeini. 2002. Hukum Kepailitan: Memahami Failissementsverordening
Juncto Undang-undang No. 4 Tahun 1998. Jakarta : Pustaka Utama Grafiti. hal. 38.
17
kurang lebih 2 (dua) abad lamanya, namun VOC tidak membentuk tata hukum
yang berlaku di seluruh wilayah negara Indonesia.
Perkembangan sejarah hukum kepailitan di Indonesia cukup
panjang, yang terbagi menjadi 4 (empat) fase sebagai berikut:
a. Zaman Pendudukan Belanda.
b. Zaman Pendudukan Jepang.
c. Zaman Republik Indonesia.
d. Zaman Krisis Moneter.
Peraturan kepailitan di Indonesia mengalami perkembangan dari
mulai ketika Pemerintahan Penjajahan Belanda sampai dengan Pemerintahan
Republik Indonesia. Pada Tahun 1838 pembuat Undang-undang di Negeri Belanda
Menyusun Wetboek van Koophandel (WvK) yang terdiri dari 3 buku yaitu :
a. Buku I tentang Van Den Koophandel in Het Algemeen yang terdiri dari 10
bab.
b. Buku II Tentang Van Den Regten En Verpligtingen uit Scheepvaart
Voortsruitende yang terdiri dari 13 bab, yang kemudian bab ke-7 di
hapuskan.
c. Buku III yang berjudul Van de Voorzieningen in geval van onvermogen
van Kooplieden, yang diatur dari Pasal 749 sampai dengan Pasal 910
(WvK).
Peraturan Kepailitan dalam Buku III WvK tersebut hanya berlaku
untuk para pedagang. Di samping itu, terdapat pula buku III Titel 8 Wetbook
Van Burgerlijke Rechttsvordering (BRV) yang mengatur kepailitan bukan
pedagang.23 Dewasa ini hampir tidak ada negara yang tidak mengenal kepailitan
dalam hukumnya. Di Indonesia, secara formal, hukum kepailitan sudah ada,
bahkan sudah ada Undang-undang khusus sejak tahun 1905 dengan berlakunya
S.1905-217 juncto S.1906-348. Malahan dalam pergaulan sehari-hari, kata-kata
“bangkrut” sudah lama di kenal.24 S. 1905-217 dan S. 1906-348 tersebut
kemudian diubah dengan Perpu Nomor 1 Tahun 1998, yang kemudian diterima
23
Man S. Sastrawidjaja, Op.cit., hal. 5.
24
Munir Fuady, Op.cit., hal 3.
19
25
Sutan Remy Sjahdeini. 2009. Hukum Kepailitan Memahami Undang-Undang No. 37 Tahun
2004 Tentang Kepailitan. Jakarta : Pustaka Utama Grafiti. hal. 17-18
21
26
Susanti Adi Nugroho. 2018. Hukum Kepailitan di Indonesia Dalam Teori dan Praktik Serta
Penerapan Hukumnya. Jakarta: Prenadamedia Grup. hal. 37.
22
27
Ibid. hal 38.
28
Ibid. hal 40-41.
23
29
Munir Fuady, Op.cit., hal. 35.
24
barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk
masyarakat.31 Sedangkan pekerja atau buruh adalah setiap orang yang bekerja
dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain. Pengertian tenaga kerja
memiliki arti yang lebih luas dari pada pekerja atau buruh, karena meliputi
pegawai negeri, pekerja formal, pekerja informal dan yang belum bekerja atau
pengangguran.32 Kata pekerja memiliki pengertian yang luas, yakni setiap orang
yang melakukan pekerjaan baik dalam hubungan kerja maupun swapekerja.
Istilah pekerja biasa juga diidentikkan dengan karyawan, yaitu
pekerja non fisik, sifat pekerjaannya halus atau tidak kotor. Sedangkan istilah
buruh sering diidentifikasikan denga pekerja kasar, Pendidikan minim dan
penghasilan yang rendah. Buruh menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah
orang yang bekerja untuk orang lain dengan mendapat upah. 33 Menurut Imam
Soepomo, buruh adalah seorang yang menjalankan pekerjaan untuk majikan,
dalam hubungan kerja dengan menerima upah.34 Menurut pengertian tersebut,
konsep dari buruh adalah setiap orang yang menjalankan pekerjaan yang berupa
perintah dari majikannya yang di dasari oleh adanya suatu hubungan kerja, dan
menerima imbalan berupa upah yang disepakati sebelumnya oleh buruh dan
majikan.
Pada umumnya, kedudukan kreditor adalah sama berdasarkan asas
paritas creditorium, oleh karenanya, para kreditor tersebut memiliki hak yang
sama atas hasil penjualan boedel pailit, sebesar tagihan yang masing-masing
dimiliki (pari pasu prorate parte). Prinsip paritas creditorium di atas memiliki
filosofi bahwa adalah suatu ketidakadilan jika debitor memiliki harta benda yang
memiliki nilai tinggi, sementara debitor memiliki utang terhadap kreditor yang
31
Republik Indonesia. Undang-undang Ketenagakerjaan. UU No. 13 Tahun 2003. LN No. 39
Tahun 2003. TLN No. 4279. Ps. 1 (2).
32
Uti Ilmu Royen. 2009. Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja/Buruh Outsourching (Studi
Kasus di Kabupaten Ketapang) (Tesis Magister Ilmu Hukum Program Pascasarjana
Universitas Diponegoro). hal. 26.
33
Kamus Besar Bahasa Indonesia. 2023. Kamus Versi Online/Daring. Diakses dari:
https://kbbi.web.id/buruh. tanggal 19 Maret 2023.
34
Imam Soepomo. 2003. Pengantar Hukum Perburuhan. Jakarta: Djambata. hal. 28.
26
sebagai undang-undang. Artinya, setiap perjanjian yang di buat oleh para pihak
merupakan suatu undang-undang yang mengikat keduanya sehingga kedua belah
pihak harus menjalankan dan menaatinya.
Konsensus atau kata sepakat merupakan persesuaian kehendak atau
keinginan dari para pihak di dalam kontrak. Kontrak dalam hal ini adalah
ekspresi persetujuan keinginan dan “keinginan dengan disesuaikan berguna dan
di hormati”.35 Seorang yang memberikan persetujuannya atau kesepakatannya
jika ia memang menghendaki apa yang di sepakati. Konsensus atau kesepakatan
yang di lahirkan tersebut merupakan hal yang membentuk suatu perjanjian yang
mana menimbulkan hubungan hukum antara para pihak.
Dengan demikian menjadi logis, jika terjadi perselisihan mengenai
pemutusan hubungan kerja yang ada kaitannya dengan kepailitan maka
penyelesaiannya melalui hakim pengawas dan sejauhmana perlu Pengadilan
Niaga. Terkait upah buruh dalam Pasal 39 ayat (2) Undang-undang Kepailitan
dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang menentukan bahwa upah buruh
sebelum setelah putusan pailit, merupakan utang harta pailit artinya
pembayarannya di dahulukan dari preferen khusus dan preferen umum.
Kedudukan buruh sebagai kreditor dalam kepailitan dapat dilihat
kembali pada golongan kreditor yang seperti apa buruh tersebut. Menurut
ketentuan Pasal 95 ayat (4) UU Ketenagakerjaan, telah di tegaskan bahwa upah
buruh merupakan kreditor preferen yang mana pembayarannya, harus di
dahulukan.
Dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 67/PUU/XI/2013,
Mahkamah Konstitusi menegaskan bahwa upah atau gaji buruh merupakan
piutang yang wajib di dahulukan, baik dari piutang pajak maupun piutang
kreditor separatis, pajak namun tidak mengenyampingkan piutang kreditor
separatis. Antara kreditor separatis dan pekerja/buruh dasar hukumnya adalah
sama, yaitu perjanjian, namun manakala dilihat dari aspek lain, yaitu aspek
35
Morris Ginsberg. 2003. Keadilan Dalam Masyarakat. Bantul: Pondok Edukasi. hal. 35.
29
subjek hukum yang melakukan perjanjian, objek, dan resiko, antara keduanya
terdapat perbedaan yang secara konstitusional signifikan.
Bahwa dalam aspek subjek hukum, perjanjian gadai, hipotik, dan
fidusia serta perjanjian tanggungan lainnya, merupakan perjanjian yang
dilakukan oleh subjek hukum, yaitu pengusaha dan pemodal, yang secara sosial
ekonomis para pihak tersebut dapat dikonstruksikan sama. Terlebih lagi pemodal
adalah pengusaha. Sebaliknya, perjanjian kerja merupakan perjanjian yang
dilakukan oleh subjek hukum yang berbeda, yaitu pengusaha dan pekerja/buruh.
Pengusaha dan pekerja/buruh, secara sosial ekonomis tidaklah sejajar, melainkan
pihak yang satu, sebagai pengusaha tentu lebih kuat dan lebih tinggi, bila
dibandingkan pekerja/buruh, karena pekerja/buruh secara sosial ekonomis jelas
lebih lemah dan lebih rendah daripada pengusaha, meskipun antara pengusaha
dan pekerja/buruh saling memerlukan. Pengusaha tidak akan berproduksi tanpa
pekerja/buruh dan pekerja/buruh tidak dapat bekerja tanpa ada pengusaha.
Berdasarkan pertimbangan tersebut, menurut Mahkamah Agung,
oleh karena pekerja/buruh secara sosial ekonomis berkedudukan lebih lemah dan
lebih rendah dibandingkan pengusaha dan hak-hak pekerja/buruh telah dijamin
oleh UUD 1945 maka Undang-undang harus memberikan jaminan perlindungan
untuk dipenuhinya hak-hak para pekerja/buruh tersebut. Bahwa dalam aspek
objek, perjanjian gadai, hipotik, fidusia dan perjanjian tanggungan lainnya yang
menjadi objeknya adalah properti. Sementara itu, perjanjian kerja yang menjadi
objeknya adalah tenaga atau keterampilan (jasa) dengan imbalan jasa dalam
kerangka untuk memenuhi kebutuhan dasar hidup bagi diri dan keluarga
pekerja/buruh, sehingga antara keduanya dalam aspek ini memiliki perbedaan
yang mendasar yaitu properti dan manusia.
Pertanyaannya adalah bagaimana perbedaan tersebut terkait dengan
apa yang sejatinya di lindungi oleh hukum. Pembentukan hukum jelas
dimaksudkan untuk melindungi kepentingan manusia. Dalam kasus ini manakah
yang seharusnya menjadi prioritas, kepentingan manusia terhadap properti atau
kepentingan manusia terhadap diri dan kehidupannya. Apalagi berdasarkan
sistem pembagian upah pekerja/buruh, yang seharusnya harus dibayar sebelum
30
kering keringatnya. Dalam perspektif tujuan negara dan ketentuan mengenai hak
konstitusional menurut Mahkamah Agung kepentingan manusia terhadap diri
dan kehidupannya haruslah menjadi prioritas, harus menduduki peringkat
terdahulu sebelum kreditor separatis.36Maka dari itu, Mahkamah Konstitusi
memutuskan bahwa agunan tersebut akan digunakan terlebih dahulu untuk
pembayaran gaji buruh. Kemudian, jika pemegang jaminan kebendaan tidak
menggunakan haknya untuk melakukan parate eksekusi pada saat insolvensi,
maka aset pailit yang diikat dengan jaminan kebendaan tersebut termasuk dalam
boedel pailit.
Dengan demikian, berdasarkan putusan a quo, prioritas pelunasan
hutang dalam proses kepailitan adalah sebagai berikut:
1. Upah pekerja/ buruh;
2. Kreditor separatis;
3. Hak-hak pekerja/buruh lainnya;
4. Tagihan hak negara, kantor lelang dan badan umum yang dibentuk
pemerintah;
5. Kreditor konkuren.
H. Tanggung Jawab Pribadi Direksi dan Komisaris atas terjadinya pailit
Perseroan Terbatas
Tidak semua usaha yang di jalankan oleh setiap perusahaan
(Perseroan Terbatas) berjalan sesuai dengan target yang di inginkan, adakalanya
usaha yang sudah dirilis sejak lama mengalami kendala dalam pengoperasiannya
dan tidak sedikit juga yang mengalami kebangkrutan karena tidak bisa
membiayai operasional perusahaannya sehingga tidak sedikit perusahaannya
dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga. Dalam hal perusahaan pailit, tentu ada
tanggung jawab yang di pikul oleh pelaku usaha seperti direksi yang
memberikan kepercayaan oleh seluruh pemegang saham melalui mekanisme
Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) untuk menjadi organ perseroan yang
akan bekerja untuk kepentingan perseroan, serta kepentingan seluruh pemegang
36
Ibid. hal.18
31
37
Susanti Adi Nugroho. 2018. Hukum Kepailitan di Indonesia Dalam Teori dan Praktik Serta
Penerapan Hukumnya. Jakarta : Prenadamedia Grup. hal. 359.
38
Elysa Ras Ginting. 2008. Hukum Kepailitan Teori Kepailitan. Jakarta : Kencana
Prenadamedia Group. hal 240.
32
39
Susanti Adi Nugroho. 2018. Hukum Kepailitan di Indonesia Dalam Teori dan Praktik Serta
Penerapan Hukumnya. Jakarta: Prenadamedia Grup. hal. 362.
33
laksanakan oleh Kurator, yang demi hukum mengambil alih segala hak dan
kewajiban debitor pailit terhadap pihak ketiga, termasuk pengurusan dan
pemberesan harta pailit dari debitor pailit, dengan segala akibat hukumnya.
Kurator di berikan hak dan kewajiban untuk melakukan pengurusan
dan pemberesan harta pailit milik debitor pailit. Kurator harus melakukan
pencocokan atas segala piutang-piutang debitor pailit termasuk untuk membela
kepentingan debitor pailit di muka pengadilan. Selain itu, kurator juga ikut
mengawasi dan mencegah dilaksanakannya atau minta pembatalan penjualan
dan pengalihan asset debitor kepada pihak ketiga, baik yang dilakukan
berdasarkan perintah hakim maupun yang dilaksanakan secara sukarela. Untuk
melindungi kepentingan kreditor konkuren atas pelunasan kewajiban debitor
melalui harta pailit, Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang memberikan hak kepada Para Kreditor untuk menentang atau
melakukan perlawanan terhadap hasil pencocokan utang-piutang yang dianggap
tidak benar.
35
BAB III
DESKRIPSI MASALAH POKOK/DATA HASIL PENELITIAN
B. Teori Perjanjian.
1. Pengertian Perjanjian
Istilah perjanjian berasal dari bahasa Belanda yaitu overeenkomst
dan dalam bahasa Inggris di kenal dengan istilah contract/agreement. Pasal 1313
KUH Perdata menyebutkan bahwa suatu perjanjian adalah suatu perbuatan
dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau
lebih. Pasal 1313 KUH Perdata mengatur bahwa suatu perjanjian adalah suatu
perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu
orang lainnya.
Istilah perjanjian atau kontrak merupakan terjemahan dari bahasa
inggris yaitu contract law, sedangkan dalam bahasa Belanda disebut
overeenscomsrecht. Menurut Salim H.S, perjanjian atau kontrak kerja adalah
suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada seseorang yang lain atau
dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal.42
Bentuk perjanjian itu berupa suatu rangkaian perkataan yang
mengandung janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan atau ditulis. Kontrak
atau kesanggupan yang diucapkan atau ditulis. Kontrak atau persetujuan
Salim HS. 2007. Perkembangan hukum jaminan di Indonesia. Jakarta : Raja Grafindo
42
(contract or agreenment) yang diatur dalam Buku III bab kedua KUH Perdata
(BW) Indonesia, sama saja dengan pengertian perjanjian.
Kontrak kerja adalah suatu perjanjian antara pekerja dan pengusaha
secara lisan dan atau tulisan, baik untuk waktu tertentu maupun untuk waktu
tidak tertentu yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban. Setiap
perusahaan wajib memberikan kontrak kerja di hari pertama bekerja. Dalam
kontrak kerja biasanya terpapar dengan jelas pekerja memiliki hak mendapat
kebijakan perusahaan yang sesuai dengan Undang-Undang Ketenagakerjaan
yang berlaku di Indonesia.43
Dalam suatu hubungan antara dua orang atau lebih tersebut yang
dinamakan perikatan. Setiap perjanjian itu akan menimbulkan suatu perikatan
antara dua orang atau lebih yang membuatnya. Dalam bentuknya, pada
hakekatnya perjanjian itu adalah suatu rangkaian perkataan yang mengandung
janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan atau tertulis.44
Perjanjian, terdiri atas kontrak kerja/perjanjian kerja, perjanjian kerja
bersama, dan perjanjian perusahaan. Hubungan kerja adalah hubungan antara
seorang buruh dengan seorang majikan. Hubungan kerja menunjukkan
kedudukan kedua belah pihak itu yang pada dasarnya menggambarkan hak-hak
dan kewajiban-kewajiban buruh/pekerja terhadap majikan/pengusaha serta hak-
hak dan kewajiban majikan/pengusaha terhadap buruh/pekerja.45
Hubungan kerja terjadi karena adanya perjanjian kerja antara pekerja
dan pengusaha yaitu suatu perjanjian dimana pihak yang satu yaitu buruh
mengikatkan diri untuk bekerja menerima upah pada pihak lainnya yaitu
pengusaha dan pihak pekerja mengikatkan diri untuk melakukan pekerjaan di
bawah pimpinan pengusaha. Pasal 1 angka 14 Undang-Undang No. 13 Tahun
2003 tentang Ketenagakerjaan menjelaskan bahwa “Perjanjian kerja adalah
perjanjian antara pekerja atau buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang
memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban para pihak”.
43
Ibid. hal. 62.
44
Koko Kosidin. 2002. “Perjanjian kerja, Perjanjian Perburuhan dan Peraturan Perusahaan”.
Bandung : Mandar Maju. hal. 4.
45
Iman Soepono. 2007. Pengantar Hukum Perburuhan. Jakarta : Djambatan. hal. 55.
38
Mukti Arto. 2004. Praktek Perkara Perdata pada Pengadilan Agama. Yogyakarta : Pustaka
49
a. Kepastian Hukum
Dalam hal ini kepastian hukum menginginkan hukum harus
dilaksanakan dan ditegakkan secara tegas bagi setiap peristiwa konkret
dan tidak boleh terdapat penyimpangan. Kepastian hukum memberikan
perlindungan kepada masyarakat dan tindakan sewenang-wenang dari
pihak lain, dan hal ini berkaitan dalam usaha ketertiban di masyarakat.
b. Keadilan
Masyarakat selalu berharap agar dalam pelaksanaan atau penegakan
hukum, memperhatikan nilai-nilai keadilan. Hukum itu mengikat
setiap orang, dan bersifat menyamaratakan atau tidak membanding-
bandingkan status ataupun perbuatan yang dilakukan oleh manusia.
c. Manfaat
Hukum itu ada untuk manusia, sehingga masyarakat mengharapkan
kemanfaatan dari pelaksanaan atau penegakan hukum. Jangan sampai
terjadi dalam pelaksanaan atau penegakan hukum itu timbul keresahan
dalam kehidupan bermasyarakat.
50
Ibid. hal. 141.
41
b. Jenis-jenis Putusan
Putusan ditinjau dari sifatnya, maka putusan hakim ini dapat dibedakan
menjadi 3 (tiga) macam, yaitu :
a) Putusan Declaratoir (Pernyataan)
Yang dimaksud dengan Putusan Declaratoir adalah putusan
yang dijatuhkan oleh hakim amar yang menyatakan atau
menegaskan tentang suatu keadaan atau kedudukan hukum semata-
mata.52 Putusan yang bersifat deklaratif adalah pernyataan hakim
yang tertuang dalam putusan yang dijatuhkannya. Pernyataan
tersebut merupakan penjelasan atau penetapan tentang suatu hak
maupun status. Dan pernyataan tersebut dicantumkan dalam amar
putusan, dengan adanya pernyataan tersebut putusan telah
menentukan dengan pasti siapa yang berhak atau siapa yang
mempunyai kedudukan atas permasalahan yang di sengketakan.53
Misalnya perjanjian antara penggugat dan tergugat dinyatakan sah
menurut hukum, dan dinyatakan tergugat berhutang kepada
penggugat dalam jumlah tertentu.
b) Putusan Constitutief (Pengaturan)
51
Sudikno Mertokusumo. 2002. Hukum Acara Perdata Indonesia. Yogyakarta : Liberty. hal.
201.
52
Sarwono. 2016. Hukum Acara Perdata Teori dan Praktik. Jakarta: Sinar Grafika. hal. 212.
53
Yahya Harahap, Op.cit., hal. 876
42
ditimbulkan oleh prinsip hak prioritas kreditor, karna kreditor yang lebih cepat
mengeksekusi harta debitor akan mendapatkan pelunasan dari harta debitor,
sedangkan kreditor yang terlambat mengeksekusi harta debitor tidak akan
mendapatkan pelunasan piutangnya. Akibatnya kreditor cenderung bertindak
semena-mena mengambil harta debitor tanpa perhitungan yang jelas. Dari sisi
debitor, pelaksanaan hak prioritas kreditor berpotensi merugikan debitor, karna
tidak ada peraturan yang berlaku atau instansi yang berwenang menangani
pelaksanaan peraturan hak prioritas kreditor.
Hukum kepailitan di Indonesia di rancang sedemikian rupa untuk
menghindari adanya sitaan yang terpisah-pisah antara kreditor yang dapat
menimbulkan konflik hukum lainnya di masa depan, untuk mewujudkan
keadilan maka dibuat sitaan umum atas seluruh harta kekayaan debitor untuk
kepentingan seluruh debitor. Putusan atas permohonan kepailitan tersebut
mungkin tidak dapat memuaskan semua pihak, oleh karena itu terdapat
mekanisme kasasi atas putusan permohonan kepailitan tersebut. Menurut Pasal
11 ayat (1) Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran
Utang pengajuan kasasi ke Mahkamah Agung adalah upaya hukum yang dapat
di tempuh oleh para pihak terhadap suatu putusan tingkat pertama atas
permohonan pailit. Seperti halnya pengajuan permohonan pailit pada tingkat
pertama, pengajuan kasasi ini dapat diajukan baik oleh debitor maupun
kreditor. Namun pada tingkat kasasi ini terdapat pihak lain yang dapat
mengajukan permohonan kasasi ini.
Di Negara Republik Indonesia keadilan digambarkan dalam Pancasila
sebagai dasar negara, yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.56
Dalam sila lima tersebut terkandung nilai-nilai yang merupakan tujuan dalam
hidup bersama. Adapun keadilan tersebut didasari dan dijiwai oleh hakikat
keadilan kemanusiaan yaitu keadilan dalam hubungannya manusia dengan
dirinya sendiri, manusia dengan manusia lainnya, manusia dengan masyarakat,
bangsa, dan negara, serta hubungan manusia dengan Tuhannya.
56
Muhammad Sadi. 2015. Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta : Kencana. hal.196-197.
45
Sejarah juga sudah mencatat bahwa banyak filosof Yunani klasik lainnya
dimasa dulu yang telah mencoba untuk memberikan arti terhadap teori keadilan
sendiri, antara lain sebagai berikut:
1. Parmenides dari Elea (sekitar 475 sebelum Masehi)
2. Damon dari Athena (sekitar 460 sebelum Masehi)
3. Democritus dari Abdera (sekitar 420 sebelum Masehi)57
Dari beberapa filosof diatas, kemudian datang filosof Plato (427-347
sebelum Masehi), yang mengaitkan keadilan dengan prinsip-prinsip etika dari
sikap tindakan manusia. Menurut Plato, keadilan merupakan nilai kebajikan
untuk semua yang di ukur dari apa yang seharusnya di lakukan secara moral,
bukan hanya di ukur dari tindakan dan motif manusia saja. Lalu apa arti dari
keadilan bagi Plato, dimana Plato mengusahakan sebuah konsep mengagumkan
mengenai tentang Keadilan, yang hingga kini masih sangat mempengaruhi
tokoh-tokoh besar hukum di dunia dalam mengartikan makna dari Keadilan itu
sendiri antara lain adalah Profesor Scholten dari Belanda.
Setelah itu, datang filosof Aristoteles (384-322 sebelum Masehi),
Teori mengenai keadilan menurut Aristoteles adalah perlakuan yang sama bagi
mereka yang sederajat di depan hukum, tetap menjadi urusan tatanan politik
untuk menentukan siapa yang harus di perlakukan sama atau sebaliknya.58 Dari
teori keadilan melahirkan teori kemanfaatan.
Teori hukum tentang kemanfaatan yang berasal dari Jeremy
Bentham yang menerapkan salah satu prinsip dari aliran utilitarianism ke dalam
lingkungan hukum, yaitu: manusia akan bertindak untuk mendapatkan
kebahagiaan yang sebesar-besarnya dan mengurangi penderitaan. Bentham
selanjutnya berpendapat bahwa pembentuk Undang-undang hendaknya dapat
melahirkan Undang-undang yang dapat mencerminkan keadilan bagi semua
individu. Dengan berpegang pada prinsip tersebut di atas, perundangan itu
hendaknya dapat memberikan kebahagiaan yang terbesar bagi sebagian besar
57
Munir Fuady. 2010. Dinamika Teori Hukum. Bogor : Ghalia Indonesia. hal. 83.
58
Lawrence. M. Friedman. 2001. American Law an Introduction Terjemahan Wisma Bakti.
Jakarta: PT. Nusa. hal 4.
46
masyarakat (the greates happiness for the greatest number).59 Jadi yang di
utamakan dalam teori Jeremy Bentham adalah mewujudkan kebahagiaan yang
sebesar-besarnya.
Hal-hal yang telah diuraikan di atas maka dapat menjawab
permasalahan yang diajukan penulis untuk di pergunakan sebagai pendekatan
dengan kerangka teori. Kerangka berfikir menjadi konsep keadilan dan
perlindungan yang seimbang terhadap kepentingan karyawan perusahaan
(Perseroan Terbatas) kreditor dan debitor dalam hukum kepailitan yang terdapat
di Indonesia.
Teori Hukum Kepailitan terdiri dari : Universalist Theory, Creditor’s
Bargain Theory, Contractarian Approach Theory, Ethnical Vision Theory, Team
Production Theory of Bankruptcy. Disini penulis akan memaparkan 2 (dua) teori
yang relevan dengan apa yang akan dianalisis dengan karya tulis.
a. Universalist Theory
Jerome Sgard berpendapat bahwa tujuan dari hukum kepailitan yang di
kenal saat ini merupakan konvergensi dari 2 (dua) sistem hukum yaitu civil law
dengan common law. Konvergensi kedua sistem hukum kepailitan terjadi
pertama kali tatkala Inggris mengadopsi beberapa ketentuan hukum kepailitan
Prancis pada abad XVII Konvergensi antara sistem civil law dengan sistem
common law yang terjadi pada pertengahan abad ke XVII tersebut menandai
awal kelahiran dari teori universalitas hukum kepailitan atau universalist
theory. Tidak berlebihan jika Michelle Dean menyebutkan bahwa teori yang
paling mendasar dalam hukum kepailitan adalah teori universalis (universalist
theory).
Teori universalis kepailitan dibangun berdasarkan prinsip collective
execution atau sita umum atas aset debitor yang telah insolven atau tidak dapat
membayar utangnya. Teori ini menerapkan asas keseimbangan di antara para
kreditor dalam menanggung akibat kepailitan debitor. Teori universalis
merupakan teori hukum kepailitan klasik yang penerapannya mengalami
perkembangan sesuai dengan perkembangan zaman. Teori universalis
59
Lili Rasjidi, Op.cit., hal. 61.
47
debitor dinyatakan pailit, tidak ada aset debitor yang dapat dieksekusi untuk
pembayaran utangnya.
Kondisi ini yang disebut sebagai commonpool yaitu suatu keadaan
dimana tagihan para kreditor menumpuk tidak dapat dibayar dari harta pailit
yang ada dikarenakan kewajiban debitor lebih besar dari nilai hartanya. Untuk
menghindari kondisi commonpool tersebut, efisiensi pengurusan dan
pemberesan harta pailit harus ditingkatkan dengan fokus utama meningkatkan
atau mengakumulasikan nilai dari harta pailit serta sekaligus menekan biaya
kepailitan dengan cara terbaik disepakati oleh para kreditor.
Untuk tujuan tersebut, maka hukum kepailitan sebagai instrumen
pembayaran utang secara kolektif atau collectivized debt collection divice
idealnya harus ditujukan untuk memberikan pembayaran secara maksimal
kepada tiap-tiap kreditor dengan melakukan upaya terbaik yang dapat
diterapkan terhadap harta pailit (the 'best use' of the common poll). Upaya
terbaik tersebut dapat dicapai dengan tawar-menawar kepentingan antara
sesama kreditor (creditor's bargaining). Dengan cara demikian, para kreditor
sepakat menentukan cara terbaik yang akan ditempuh guna meningkatkan nilai
harta pailit.
49
BAB IV
ANALISIS HASIL PENELITIAN/ANALISIS PUTUSAN PENGADILAN
berturut-turut sejak bulan Juni, Juli dan Agustus oleh PT. United Coal Indonesia
dan utang tersebut sudah jatuh tempo.60
Dasar pengajuan permohonan perkara kepailitan karena PT. United
Coal Indonesia mengalami kegagalan dalam melunasi pembayaran tagihan yang
timbul atas pembelian alat-alat kebutuhan operasional PT. United Coal
Indonesia yang dilakukan berdasarkan pemesanan (Purchase Order) yang jatuh
tempo pembayaran dengan jumlah nilai total tagihan mencapai Rp.116.137.500,-
(seratus enam belas juta seratus tiga puluh tujuh ribu lima ratus rupiah) dan
Rp.103.817.700,- (seratus tiga juta delapan ratus tujuh belas ribu tujuh ratus
rupiah). Jumlah total tagihan sebesar Rp.219.955.200,- (dua ratus sembilan belas
juta sembilan ratus lima puluh lima ribu dua ratus rupiah). Sedangkan utang
kreditor yang lain yang diajukan, berasal dari 5 (lima) karyawan PT. United
Coal Indonesia yang upahnya tidak dibayar selama 3 (tiga) bulan berturut-turut.
Upah sudah jatuh tempo dengan nilai sebesar Rp.103.728.000,- (seratus tiga juta
tujuh ratus dua puluh delapan ribu rupiah). Tak hanya itu, selain 5 (lima)
karyawan PT. United Coal Indonesia yang upahnya belum dibayar oleh PT.
United Coal Indonesia, ternyata masih ada sekitar 91 (sembilan puluh satu)
karyawan PT. United Coal Indonesia cabang site Palaran yang hak-hak berupa
tunggakan upah 3 (tiga) bulan gaji tidak dibayar oleh PT. United Coal Indonesia
dengan nilai total keseluruhan hampir mencapai Rp.1.000.000.000,- (satu miliar
rupiah). Namun dari hasil persidangan permohonan kepailitan yang diajukan tim
kuasa hukum CV. Satria Duta Perdana dan CV. Exsiss Jaya kepada Majelis
Hakim, ternyata di tangguhkan menjadi PKPU (Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang), dan kini PT. United Coal Indonesia sudah resmi dinyatakan
pailit dengan pembatalan perdamaian oleh Pengadilan Niaga Jakarta pada tahun
2015, karena telah lalai dalam menjalankan perjanjian pembayaran utang.
Setelah dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga, untuk selanjutnya
pengurusan dan pemberesan harta pailit debitor dilakukan oleh Kurator selaku
pihak yang di tunjuk oleh pengadilan untuk mengurus dan membereskan harta
60
Pebrianto Eko Wicaksono. 2014. United Coal di gugat pailit. Diakses dari:
https://www.liputan6.com/bisnis/read/2118397/united-coal-indonesia-digugat-pailit. Tanggal 13
Oktober 2014.
51
debitor pailit. Dalam hal ini debitor mempunyai 1 (satu) kreditor separatis yaitu
PT. Bank Mandiri, 2 (dua) kreditor preferen yaitu karyawan dan kantor
pelayanan pajak dan terdapat 160 (seratus enam puluh) kreditor konkuren.
Dalam pembagian utang harta debitor pailit yang di lakukan oleh Kurator CV.
Exiss Jaya dan CV. Satria Dua Perdana selaku kreditor konkuren merasa
keberatan atas pembagian utang harta debitor. Tidak hanya itu untuk selanjutnya
Kementerian Keuangan Republik Indonesia. Direktorat Jenderal Pajak, Kantor
Wilayah DJP Wajib Pajak Besar, Kantor Pelayanan Pajak Wajib Pajak Besar
Satu juga merasa keberatan atas pembagian utang yang di lakukan oleh kurator.
B. Tinjauan Peraturan Perundang-Undangan Nomor 37 Tahun 2004
Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang
terhadap PT. United Coal Indonesia Nomor 186 K/Pdt.Sus-Pailit/2015
juncto Nomor 557 K/Pdt.Sus-Pailit/2018.
Permohonan pernyataan pailit diajukan pada tanggal 13 Oktober 2014
oleh CV Satria Duta Perdana dan CV. Exiss Jaya dengan perkara Nomor
32/Pdt.Sus.Pailit/2014/PN.Niaga.Jkt.Pst. Sebagai kreditor (yang selanjutnya
disebut sebagai pemohon), Terhadap PT. United Coal Indonesia yang bergerak
sebagai perusahaan pertambangan batu bara di Samarinda, yang berkedudukan
di Sudirman Plaza Marein 11th Floor, jalan Jenderal Sudirman Kav 76-78,
Jakarta, yang dalam hal ini memberikan kuasa kepada Rahmat Indra, SH.,
LLM., Djamaludin, SH., dan Bayu Putra Wicaksono, SH., Advokat dan
Pengacara yang berkantor di RID & Associate, yang beralamat di komplek
Mitra Sunter Blok B Nomor 26 Jalan Ros Sudarso Kav. 89, Jakarta yang
berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 23 Oktober 2015, (yang selanjutnya
disebut sebagai Termohon)
Berdasarkan Pemaparan proses Kepailitan PT. United Coal Indonesia
diatas dan melihat tentang penerapan Undang-Undang Kepailitan dan
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang dalam menyelesaikan kasus
Kepailitan PT. United Coal Indonesia. Pengajuan Permohonan kepailitan
adalah harus memenuhi syarat berdasarkan Pasal 2 ayat (1) adalah
1) Debitor harus mempunyai dua atau lebih kreditor
52
2) Tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu
dan dapat di tagih.
Dan berdasarkan pemaparan dalam buku karya Munir Fuady umumnya
orang sering menyatakan bahwa yang dimaksud dengan pailit atau bangkrut itu
adalah sitaan umum atau seluruh harta debitor agar tercapainya perdamaian
antara debitor dan para kreditor atau agar harta tersebut dapat di bagi-bagi
secara adil diantara para kreditor. Dari ketentuan dalam Pasal 2 Undang-
Undang Nomor 37 Tahun 2004 bahwa syarat-syarat yuridis agar suatu
perusahaan dapat dinyatakan pailit adalah sebagai berikut:
1) Adanya utang.
2) Minimal satu dari utang sudah jatuh tempo.
3) Minimal satu dari utang dapat di tagih.
4) Adanya Debitor.
5) Adanya Kreditor.
6) Kreditor lebih dari satu.
7) Pernyataan pailit di lakukan oleh pengadilan khusus yang disebut
dengan “Pengadilan Niaga”.
8) Permohonan Pernyataan Pailit diajukan oleh pihak yang berwenang,
yaitu :
a. Pihak Debitor;
b. Satu atau lebih kreditor;
c. Jaksa untu kepentingan umum;
d. Bank Indonesia jika debitor bank;
e. Bapepam jika debitornya perusahaan efek, bursa efek, lembaga
kliring dan penjamin, dan lembaga penyimpanan dan
penyelesaian; serta
f. Menteri Keuangan jika debitornya perusahaan asuransi, dana
pension; dan BUMN yang bergerak di bidang kepentingan
publik;
53
62
Elysa Ras Ginting. Op.cit., hal. 342.
59
65
M.Yahya Harahap. 2007. Hukum Acara Perdata: Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan,
Pembuktian, dan Putusan Pengadilan. Jakarta : Sinar Grafika. hal. 809-810.
65
b. Bahwa dari bukti tersebut diketahui dari jumlah harta pailit yang akan
dibagikan kepada para kreditor yakni sebesar Rp.30.987.247.383,- (tiga
puluh miliar sembilan ratus delapan puluh tujuh juta dua ratus empat
puluh tujuh ribu tiga ratus delapan puluh tiga rupiah), Pemohon I akan
menerima total Rp.2.549.161.883,- (dua miliar lima ratus empat puluh
sembilan juta seratus enam puluh satu ribu delapan ratus delapan puluh
tiga rupiah) atau sebesar 5,88% dari nilai seluruh tagihan yang diakui,
sedangkan Kreditor Separatis PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk hanya
menerima Rp.14.000.000.000,- (empat belas miliar rupiah) atau hanya
sebesar 4,99% dari nilai seluruh tagihan yang diakui.
2. Bahwa alasan Kurator melakukan pembagian yang demikian adalah sesuai
dengan Asas Keadilan yang dianut dalam Undang-Undang Kepailitan
sebagaimana disebutkan dalam Penjelasan Umum Undang-Undang
Kepailitan.
3. Bahwa selain daripada itu alasan Kurator melakukan pembagian tersebut
Pemohon I ada pula Kreditor Preferen yaitu Gaji Karyawan Debitor Pailit
atau PT. United Coal Indonesia (dalam pailit) dengan tagihan sebesar
Rp.12.288.085.500 (dua belas miliar dua ratus delapan puluh delapan juta
delapan puluh lima ribu lima ratus rupiah), dimana berdasarkan Putusan
Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 67/PUU/XI/2013 tanggal 13
September 2014 disebutkan bahwa kedudukan dan hak tagih Gaji
Karyawan berada di atas seluruh kreditor lainnya, termasuk Pemohon I.
4. Bahwa dalam perkara ini tagihan Kreditor Separatis PT. Bank Mandiri
(Persero) Tbk, Adalah sebesar Rp.280.637.628.291,27 (dua ratus delapan
puluh miliar enam ratus tiga puluh tujuh juta enam ratus dua puluh delapan
ribu dua ratus sembilan puluh satu koma dua puluh tujuh rupiah), namun
hanya mendapatkan bagian pembagian akhir sejumlah Rp.14.000.000.000,-
(empat belas miliar rupiah) atau hanya sebesar 4,99% dari jumlah
tagihanya.
5. Bahwa apabila berpedoman Putusan Mahkamah Konstitusi tersebut maka
seharusnya Pemohon I tidak mendapat porsi pembagian karena terhadap
67
tagihan Kreditor Separatis PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk, masih belum
terbayarkan. Akan tetapi berdasarkan Asas Keadilan, maka Termohon dan
Hakim Pengawas telah menentukan bahwa terhadap tagihan Pemohon I
juga mesti diperhatikan dan mendapatkan porsi pembagian. Oleh karena itu
dalam daftar pembagian tersebut Pemohon I mendapatkan bagian
pembagian akhir sebesar Rp.2.549.161.883,- (dua miliar lima ratus empat
puluh sembilan juta seratus enam puluh satu ribu delapan ratus delapan
puluh tiga rupiah) atau sebesar 5,88% dari nilai seluruh tagihan yang
diakui;
6. Bahwa berdasarkan uraian tersebut diatas menurut majelis Termohon telah
mengajukan usulan pembagian hasil pemberesan yang telah disetujui oleh
Hakim Pengawas dengan mengacu kepada Pasal 189 Ayat (1) Undang-
Undang Kepailitan, Pasal 27 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999
Tentang Jaminan Fidusia (“Undang-Undang Fidusia”), Pasal 189 Ayat (4)
b Undang-Undang Kepailitan, Demikian pula terhadap Kreditor Preferen
KPP Wajib Pajak Besar Satu (Pemohon 1) melalui peraturan perundang-
undangan di bidang perpajakan, juga merupakan peraturan yang bersifat
khusus. Dalam Pasal 21 ayat (1) dan ayat (3a) Undang-undang Nomor 6
Tahun 1983 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 sebagaimana telah beberapa kali
diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 Tentang
Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang
Umum dan tata cara perpajakan Menjadi Undang-Undang (“UU KUP) dan
juga Asas Keadilan sebagaimana Penjelasan Umum Undang-Undang
Kepailitan.
7. Bahwa Pemohon II (PT. Palaran Indah Lestari) dan surat Permohonannya
selaku Kreditor Konkuren yang tagihannya telah diakui dan terdaftar dalam
kepailitan PT. United Coal Indonesia (dalam pailit) sebesar
Rp.14.400.003.209,- (empat belas miliar empat ratus juta tiga ribu dua
ratus sembilan rupiah) mendapatkan bagian yang tidak sesuai berdasarkan
pembagian yang di lakukan Termohon tersebut apabila dibandingkan
68
dengan jumlah tagihan Pemohon yang telah di setujui oleh Termohon hak
ini Tidak memenuhi rasa keadilan bagi Pemohon dan sangat merugikan
Pemohon Eksepsi tergugat yang menyatakan keberatan tersebut terhadap
pemohon adalah
a. Bahwa dalam daftar pembagian yang telah di buat Termohon dan telah
disetujui Hakim Pengawas dengan nilai Rp.1.000.000.000,- (satu miliar
rupiah) dengan pembagian secara proporsional sesuai dengan tagihan
masing-masing Kreditor Konkuren. Bahwa adapun jumlah pembagian
akhir kepada Kreditor Konkuren sebesar Rp.1.000.000.000,- (satu
miliar rupiah) sebagai Penetapan Hakim Pengawas tanggal 19
Desember 2017 adalah di lakukan oleh Hakim Pengawas berdasarkan
pada Pasal 189 Ayat (3) Undang-Undang Kepailitan yang berbunyi
“Kreditor Konkuren harus di berikan bagian yang di tentukan oleh
Hakim Pengawas”
b. Bahwa selain itu pembagian akhir kepada Kreditor Konkuren sebesar
Rp.1.000.000.000,- (satu miliar rupiah) tersebut juga dilakukan
berdasarkan Asas Keadilan dan Asas Keseimbangan sebagaimana
diatur dalam Penjelasan Umum Undang-Undang Kepailitan.
8. Bahwa setelah Majelis Hukum mempelajari penetapan jumlah pembagian
kepada PT. Palaran Indah Lestari selaku Pemohon II tersebut sesuai dengan
ketentuan Pasal 189 ayat (3) dan asas-asas dalam Undang-Undang
Kepailitan, yang menyatkan “Kreditor Konkuren harus di berikan bagian
yang di tentukan oleh Hakim Pengawas”
Ada beberapa hal yang perlu dianalisis dalam pertimbangan hukum
pada putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat tersebut, yakni adalah
pembuktian bahwa kurator kurang tepat dalam melakukan tugasnya sesuai
dengan asas keadilan peraturan perundang-undangan yang elah sesuai dengan
amar Putusan Mahkamah Nomor 67/PUU/XI/2013.
Hal tersebut akan Peneliti analisis secara mendetail sehingga mudah untuk
menjabarkannya, adapun analisis Penelitian adalah sebagai berikut:
1. Bahwa kurator telah memenuhi ketentuan sesuai dengan asas keadilan.
69
68
Susanti Adi Nugroho. 2018. Hukum Kepailitan di Indonesia Dalam Teori dan Praktik Serta
Penerapan Hukumnya. Jakarta : Prenadamedia Grup. hal. 348.
69
Lalu Husni. 2012. Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia. Jakarta : Rajawali Pers.
hal. 123.
74
70
Tri Budiyono. 2013. Problematika Posisi Buruh Pada Perusahaan Pailit. Salatiga : Fakultas
Hukum Universitas Kristen Satya Wacana, Jilid 42, Nomor 3. hal. 418.
75
71
Man S. Sastrawidjaja, Op.cit., hal 117-118.
76
bukan asasi berupa hak pekerja atau buruh yang telah diatur oleh perundang-
undangan yang sifatnya non asasi, hak asasi sebagai konsep moral dalam
bermasyarakat dan bernegara bukanlah suatu konsep moral dalam
bermasyarakat dan bernegara bukanlah suatu konsep yang lahir seketika
bersifat menyeluruh.72
Perlu dibedakan pengertian antara hak-hak asasi dengan hak-hak dasar,
perbedaan antara keduanya istilah tersebut adalah bahwa hak-hak asasi
menunjuk pada hak-hak memperoleh pengakuan secara internasional,
sedangkan hak dasar diakui melalui hukum nasional. Konotasi antara kedua hal
tersebut yaitu hak-hak manusia terkait erat dengan asas-asas ide dan politis,
sedangkan hak dasar merupakan bagian dari hukum dasar.73
Menurut Pasal 1 angka (14) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003
Tentang Ketenagakerjaan, perjanjian kerja adalah perjanjian antara pekerja
buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja,
hak, dan kewajiban para pihak. Hal yang timbul dari perjanjian kerja, dalam
hal ini hak pekerja salah satunya yaitu upah pekerja merupakan salah satu
kewajiban Persero di dalam perjanjian kerja. Dan apabila Perseroan tidak
mampu melaksanakan kewajibannya, yang dalam hal ini membayar upah,
maka hal tersebut dapat mengakibatkan adanya utang terhadap karyawan.
Keadaan yang demikian akan menimbulkan kerugian bagi para karyawan.
Dengan cara untuk menyelesaikan permasalahan tersebut salah satunya yaitu
dapat dilakukan melalui lembaga kepailitan dalam hal ini adalah Pengadilan
Niaga.74
Dalam pasal 39 ayat (2) Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan
Kewajiban Pembayaran Utang menyebutkan bahwa yang di maksud dengan
upah adalah hak pekerja yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang
sebagai imbalan dari pemberi kerja kepada pekerja atau suatu pekerja atau jasa
72
Adian Sutedi. 2009. Hukum Perburuhan. Jakarta : Sinar Grafika. hal 14-17.
73
Zaeni Asyhadie, et.al., 2019. Hukum Ketenagakerjaan Dalam Teori & Praktik di Indonesia.
Jakarta : Prenadamedia Group. hal. 42.
74
Dimas Hanif Alfarizi, et.al., 2016. Tanggung Jawab Perseroan Terbatas Terhadap Karyawan
Sebagai Kreditor Preferen Dalam Kepailitan. Universitas Diponegoro: Diponegoro Law Review
Volume.2 Nomor 2. hal. 3.
78
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil dari penelitian dan pembahasan yang telah peneliti
kaji pada setiap sub bab pembahasan diatas, maka dalam hal ini peneliti
memberikan kesimpulan sebagai berikut :
1. Pertimbangan hukum Mahkamah Agung terhadap karyawan PT. United
Coal Indonesia (dalam pailit), bahwa dalam pembuktian pembagian
akhir harta pailit yang dilakukan oleh kurator telah tepat dalam
melakukan tugasnya sesuai dengan asas keadilan, peraturan perundang-
undangan dan telah sesuai dengan amar Putusan Mahkamah Konstitusi
Nomor 67/PUU/XI/2013. Dalam hal perusahaan dinyatakan pailit
83
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan yang telah diuraikan diatas, maka Penulis dapat
memberikan saran sebagai berikut :
84
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku-buku
Ahmad Yani, (2002). Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis Kepailitan. Jakarta : PT
RajaGrafindo Persada.
Ali Rido. (1998). Badan Hukum dan Kedudukan Badan Hukum Perseroan,
Perkumpulan Koperasi, Yayasan Wakap. Bandung : Alumni.
86
Elysa Ras Ginting. (2008). Hukum Kepailitan Teori Kepailitan. Jakarta : Kencana
Prenadamedia Group.
Imran Nating. (2005). Peranan dan Tanggung Jawab Kurator dalam Pengurusan dan
Pemberesan Harta Pailit. Jakarta: Rajagrafindo Persada.
Lalu Husni. (2000). Pengantar Hukum Tenaga Kerja Indonesia. Jakarta: Raja
Grafindo Persada.
Lili Rasjidi, (2010). Ira Thania Rasjidi, Pengantar Filsafat Hukum. Bandung : Madar
Maju.
M.Nur Rasaid. (2003). Hukum Acara Perdata. Jakarta: Sinar Grafika Offset.
Moh. Taufik Makarao. (2004). Pokok-pokok Hukum Acara Perdata. Jakarta : PT.
Rineka Cipta.
Mukti Arto. (2004). Praktek Perkara Perdata pada Pengadilan Agama. Yogyakarta :
Pustaka Pelajar.
Mukti Fajar Nur Dewata, (2010). Yulianto Ahmad, Dualisme Penelitian Hukum
Normatif dan Empiris. Jakarta : Pustaka Pelajar.
_______, (2017). Hukum Pailit dalam Teori & Praktek. Bandung : PT. Citra Aditya
Bakti.
Sarwono. (2016). Hukum Acara Perdata Teori dan Praktik. Jakarta: Sinar Grafika.
Susanti Adi Nugroho. (2018). Hukum Kepailitan di Indonesia Dalam Teori dan
Praktik Serta Penerapan Hukumnya. Jakarta: Prenadamedia Grup.
Tri Budiyono. (2013). Problematika Posisi Buruh Pada Perusahaan Pailit. Salatiga :
Fakultas Hukum Universitas Kristen Satya Wacana, Jilid 42, Nomor 3.
Zaeni Asyhadie, et.al., 2019. Hukum Ketenagakerjaan Dalam Teori & Praktik di
Indonesia. Jakarta : Prenadamedia Group.
Zainal Asikin. (2004). Dasar-Dasar Hukum Perburuhan. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada.
B. Perundang-Undangan
1. Undang-Undang Dasar Tahun 1945
2. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;
3. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang;
4. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan
Kewajiban Pembayaran Utang;
5. Undang-undang No 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan;
6. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas;
C. Putusan-Putusan
1. Putusan Mahkamah Agung Nomor 186 K/Pdt.Sus-Pailit/2015;
2. Putusan Mahkamah Agung Nomor Nomor 557 K/Pdt.Sus-Pailit/2018;
3. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 67/PUU/XI/2013;
D. Internet
Pebrianto Eko Wicaksono. (2014). United Coal di gugat pailit.
https://www.liputan6.com/bisnis/read/2118397/united-coal-indonesia-digugat-
pailit. diakses tanggal 13 Oktober 2014.
E. Jurnal
Dimas Hanif Alfarizi, et.al., (2016). Tanggung Jawab Perseroan Terbatas Terhadap
Karyawan Sebagai Kreditor Preferen Dalam Kepailitan. Universitas
Diponegoro: Diponegoro Law Review Volume.2 Nomor 2.