SKRIPSI
Oleh :
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS KATOLIK SANTO THOMAS
SUMATERA UTARA
MEDAN
2017
ABSTRAK
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena kasih dan
Pemberesan Harta Pailit. Penulisan skripsi ini dilakukan guna memenuhi syarat
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan dan
pengetahuan penulis. Untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran
serta bantuan dari berbagai pihak. Secara khusus dalam kesempatan ini penulis
mengucapkan terima kasih atas dukungan baik secara moral maupun materil yang
yang telah banyak memberi dukungan, doa dan cinta yang sangat berarti sehingga
1. Bapak Dr. Frietz Tambunan, Pr, selaku Rektor Universitas Katolik Santo
ii
2. Bapak Janus Sidabalok, SH, M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum
Pembimbing Utama yang telah benyak memberi saran dan masukan dalam
3. Bapak Dr. Yohanes Suhardin, SH, M.Hum, selaku Ka. Prodi Fakultas Hukum
telah banyak memberikan saran dan masukan serta untuk semua kesabaran
dan dedikasi dalam membimbing penulis baik dalam studi maupun dalam
penulisan skripsi.
5. Ibu Dr. Alum Simbolon, SH, M.Hum, selaku Pembahas skripsi saya yang
telah banyak memberi kritik dan saran sehingga penulis terbantu dalam
6. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Katolik Santo Thomas
Sumatera Utara, yang telah berjasa dalam memberikan ilmu, didikan dan
yang telah memberi dukungan, doa dan motivasi kepada penulis selama
iii
9. Kepada Choki Sidabutar SH yang telah menyemangati dan memberikan
10. Kepada Sahabat-sahabat saya Febri Yanti Siagian, Winda Hariani Munthe,
dukungan dan motivasi yang selalu di berikan walaupun jarak kita berjauhan.
Semoga kita menjadi orang sukses dan berguna sesuai dengan cita-cita kita
masing-masing.
12. Rekan-rekan Stambuk 2013 Fakultas Hukum terimakasih atas dorongan dan
telah banyak membantu dan terima kasih atas semua kebaikan yang telah penulis
terima, semoga Tuhan Yang Maha Esa melimpahkan berkatnya kepada kita
semua.
iv
DAFTAR ISI
ABSTRAK ....................................................................................................... i
1. Pengertian Kepailitan........................................................... 14
v
C. Kreditor Separatis ..................................................................... 31
C. Lokasi Penelitian.................................................................... 42
D. Jalannya Penelitian................................................................. 43
A. Hasil Penelitian......................................................................... 45
2. Putusan ................................................................................. 61
B. Pembahasan .............................................................................. 64
K/Pdt.Sus/2012 .................................................................... 64
vi
2. Analisis Putusan Mahkamah Agung No. 814
A. Kesimpulan ............................................................................... 77
B. Saran ......................................................................................... 78
DAFTAR PUSTAKA
vii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
orang perseorangan maupun badan hukum kepada debitor, sudah lazim terjadi
dalam kehidupan masyarakat. Pada jaman sekarang ini sangat sulit menemukan
seorang pengusaha yang tidak menggunakan fasilitas utang (pinjaman atau kredit)
dalam bentuk utang jangka pendek, jangka menegah maupun utang jangka
panjang. Utang menjadi faktor yang tidak dapat dipisahkan dalam dunia ekonomi,
bisnis dan perdagangan. Alternatif lain sebagai sumber pelunasan utang (pinjaman
atau kredit) dapat digunakan bilamana debitor ingkar janji dan tidak melunasi
harus memperoleh kepastian bahwa hasil penjualan agunan atau hasil likuidasi
atas harta kekayaan (asset) perusahaan debitor tersebut dengan melalui putusan
pailit dari Pengadilan Niaga yang nantinya dapat digunakan sebagai sumber
pelunasan alternatif. Tentunya dari hasil penjualan agunan atau likuidasi harta
penjamin (borg) sebagai pihak ketiga dapat dipergunakan untuk sumber pelunasan
1
utang perusahaan (debitor). Sumber pelunasan alternatif ini dalam dunia
terhadap semua harta kekayaan debitor yang ada pada saat pailit dan kekayaan
yang diperoleh selama berada dalam kepailitan, hal inilah yang dinamakan dengan
oleh seorang atau lebih kurator atau Balai Harta Peninggalan (BHP) yang berada
putusan pengadilan yang mengakibatkan sita umum atas seluruh harta kekayaan
debitor pailit, baik yang sudah ada maupun yang akan ada selama dalam
membayar seluruh utang debitor pailit secara proporsional dan sesuai dengan
1
H. Man S. Sastrawidjaja, Hukum Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran
Utang, P.T. Alumni, Bandung, 2006, hlm. 72.
2
M. Hadi Shubhan, Hukum Kepailitan (Prinsip, Norma dan Praktik di Pengadilan),
Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2008, hlm. 1.
3
Ibid.
putusan pengadilan tentang pernyataan pailit, maka kreditor beramai-ramai
selanjutnya akan terjadi pembagian harta pailit kepada seluruh kreditor yang
diharapkan dapat memperoleh akses terhadap harta kekayaan dari debitor yang
dinyatakan pailit, hal tersebut karena debitor tidak mampu lagi membayar utang-
bagi kepentingan kreditor tidak boleh sampai merugikan kepentingan debitor yang
bersangkutan.
yang sama. Tidak ada kreditor yang diutamakan dan diistimewakan. Pelunasan
yang diutamakan adalah mereka yang memiliki hak-hak yang dilahirkan karena
piutang yang seperti gadai, hipotik, hak tanggungan atas tanah dan jaminan
fidusia. Dengan demikian, kedudukan para kreditor terhadap harta kekayaan milik
Beberapa hukum jaminan yang mengatur tentang eksekusi benda jaminan adalah
Hak tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah,
sedangkan Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 56 Prp. Tahun 1960 mengatur
tentang gadai pada tanah pertanian. Adapun jaminan atas benda tidak bergerak
selain tanah tetap diatur berdasarkan Pasal 1162 KUHPerdata yaitu tentang
Jaminan Fidusia mengatur jaminan atas benda bergerak dan benda tidak bergerak
mempunyai dua atau lebih kreditor dan tidak membayar lunas sedikitnya satu
utang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan
Pengadilan, baik atas permohonannya sendiri maupun atas permohonan satu atau
separatis.
berikut:
Kreditor separatis adalah kreditor pemegang jaminan kebendaan seperti
pemegang gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan, hipotek dan agunan
kebendaan lainnya. Dikatakan separatis yang berkonotasi pemisahan
karena kedudukan kreditor tersebut memang dipisahkan dari kreditor
lainnya, dalam arti dia dapat menjual sendiri dan mengambil sendiri hasil
penjualan yang terpisah dengan harta pailit umum.4
Salah satu proses dalam pemberesan harta pailit adalah penjualan yang
dilakukan oleh Kurator dan apabila harta pailit telah laku terjual oleh kurator
melalui lelang, apabila Hakim Pengawas berpendapat bahwa telah cukup uang
Pengawas.
yang diberikan oleh undang-undang yang disebut dengan hak separatis. Hak
termasuk dalam harta pailit. Hal tersebut sebagai perwujudan dari hak kreditor
Hal ini disebabkan karena adanya pengaturan tentang pembatasan terhadap hak-
antara lain diatur dalam Pasal 55, Pasal 56 dan Pasal 59 Undang-undang
kepailitan.
memperhatikan Pasal 56, Pasal 57 dan Pasal 58. Setiap kreditor pemegang gadai
jaminan fidusia, hak tanggungan, hak hipotek, atau hak guna kebendaan lainnya,
55 ayat (1), tersebut sejalan dengan ketentuan mengenai hak kreditor separatis
menyatakan: gadai dan hipotik adalah lebih tinggi dari pada hak istimewa kecuali
sebagai berikut:
ayat (3) dirasakan tidak memberikan jaminan kepastian hukum bagi pelaksanaan
eksekusi kreditor separatis. Hal ini dikarenakan dalam penjelasan Pasal tersebut
bahwa harta pailit yang dapat dijual oleh kurator termasuk benda-benda bergerak
Ketentuan lain yang membatasi hak kreditor separatis adalah Pasal 59 yang
menentukan :
1. Dengan tetap memperhatikan Pasal 56, Pasal 57 dan Pasal 58, kreditor
pemegang hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (1) harus
melaksanakan haknya tersebut dalam jangka waktu paling lama 2 (dua)
bulan setelah dimulainya keadaan insolvensi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 178 ayat (1).
2. Setelah lewat jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
Kurator harus menuntut diserahkannya benda yang menjadi agunan
untuk selanjutnya dijual sesuai dengan cara sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 185, tanpa mengurangi hak kreditor pemegang hak tersebut
atas hasil penjualan agunan tersebut.
Pasal 178 Undang-undang No. 37 Tahun 2004 menyebutkan bahwa :
1. Jika dalam rapat pencocokan piutang tidak ditawarkan rencana
perdamaian, rencana perdamaian yang ditawarkan tidak diterima, atau
pengesahan perdamaian ditolak berdasarkan putusan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap, demi hukum harta pailit berada
dalam keadaan insolvensi.
2. Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 104 dan Pasal 106 tidak
berlaku, apabila sudah ada kepastian bahwa perusahaan Debitor pailit
tidak akan dilanjutkan menurut pasal-pasal di bawah ini atau apabila
kelanjutan usaha itu dihentikan.
melaksanakan haknya pada fase pertama kepailitan, hal ini berarti penyimpangan
terhadap ketentuan Pasal 55 ayat (1) yaitu dapat mengeksekusi seolah-olah tidak
terjadi kepailitan. Sementara setelah lewat jangka waktu yang telah ditentukan,
secara utuh hasil penjualan oleh kurator melalui lelang harta pailit atas harta
debitor yang telah dijaminkan kepadanya, sekalipun hasil lelang tersebut di bawah
jumlah tagihan kreditor separatis. Hal ini terjadi karena hak kreditor separatis
tersebut masih harus dibagi dengan kreditor lainnya yang kedudukannya bukan
penelitian lebih lanjut disebabkan adanya ketentuan yang secara limitatif diatur
kepada para kreditor menjadi berbeda dari yang diatur dalam Undang-Undang No.
Putusan Tingkat Kasasi No. 814 K/Pdt.Sus/2012. Adapun alasan pemilihan kasus
ini adalah bahwa betapa tidak sederhananya pemberesan harta paillit dalam suatu
harus berhadapan dengan buruh selaku kreditor preferen, pajak dan kreditor
konkuren lainnya.
separatis. Kasus ini bermula saat PT. Tripanca Group dinyatakan pailit pada 3
Agustus 2009. Pada saat masih belum pailit, perusahaan tersebut meminjam dana
kepada Bank Mega. Pada Bank Mega, PT. Tripanca Group menjaminkan biji kopi
sebanyak 26.000 (dua puluh enam ribu) ton. Untuk Menutupi hutang PT.
Tripanca, maka Bank Mega melakukan lelang atas jaminan fidusia berupa kopi
sebanyak 26.000 ton tersebut, dari hasil lelang tersebut didapat uang sejumlah Rp
277.000.000.000,00 ( dua ratus tujuh puluh tujuh milyar rupiah), hasil lelang
5
Anonim, Hakim Perintahkan Kreditor Separatis Berbagi Hak dengan Buruh
http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt4ba11d3b8804d/hakim-perintahkan-kreditor-separatis-
berbagi-hak-dengan-buruh, diakses Senin, 16 Oktober 2016.
tersebut dipegang oleh Bank Mega. Kurator PT. Tripanca mengajukan gugatan
pada tanggal 1 Oktober 2012 agar Bank Mega menyerahkan laporan pertanggung
jawaban, bukti transaksi dan sebagian uang hasil eksekusi jaminan pinjaman PT.
Tripanca sebesar 10% senilai Rp. 27.000.000.000,00 (dua puluh tujuh milyar
Tripanca sebagian dan menetapkan Bank Mega untuk membayar 5% dari hasil
lelang jaminan fidusia tersebut. Selanjutnya karena tidak puas dengan hasil
antara PT. Bank Mega,Tbk dengan Kurator PT. Tripanca Group. Prosedur renvoi
kepailitan sendiri diatur dalam Pasal 127 Undang-Undang No. 37 Tahun 2004
boedel pailit tidak berhasil mencapai titik temu, sehingga Hakim Pengawas perlu
prosedur renvoi.
fidusia berupa stock kopi sebesar Rp. 277.500.001.000,- (dua ratus tujuh puluh
tujuh milyar lima ratus juta seribu rupiah) yaitu sebesar Rp. 13.875.000.000,- (tiga
belas milyar delapan ratus tujuh puluh lima juta rupiah) untuk dibagikan kepada
Kreditor Preferen yang dalam hal ini adalah pekerja PT. Tripanca Group. Dari
kasus ini sangat menarik untuk dilakukan penelitian tentang perlindungan hukum
2. Perumusan Masalah
K.Pdt.Sus/2012?
3. Keaslian Penelitian
hasil-hasil penelitian yang sudah ada maupun yang sedang dilakukan khususnya
sendiri.
permasalahan yang diajukan belum pernah diteliti dan dibahas, sehingga dapat
dikatakan asli.
Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam melatih
dalam pengurusan harta pailit secara khusus serta pembacaan secara umum.
B. Tujuan Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
1. Pengertian Kepailitan
Kepailitan berasal dari kata pailit. Apabila ditelusuri lebih mendasar, kata
Inggris dengan istilah yang berbeda-beda. Dalam Bahasa Belanda, pailit berasal
dari istilah failliet yang mempunyai arti ganda, yaitu sebagai kata benda dan sifat.
Dalam Bahasa Prancis dinamakan faillite yang berarti pemogokan atau kemacetan
Bahasa Prancis dinamakan lefaili. Kata kerja failir berarti gagal. Dalam Bahasa
Inggris dikenal kata to fail dengan arti yang sama, dalam Bahasa Latin disebut
umum. Sebagian dari mereka menganggap kepailitan sebagai vonis yang berbau
tindakan kriminal serta merupakan suatu cacat hukum sebagai subjek hukum,
karena itu kepailitan harus serta dihindari sebisa mungkin. Kepailitan secara
kreditor.
14
Kepailitan merupakan suatu jalan keluar yang bersifat komersial untuk
keluar dari persoalan utang piutang yang menghimpit seorang debitor, di mana
debitor tersebut sudah tidak mempunyai kemampuan lagi untuk membayar utang-
sebagai berikut:
creditorium dan prinsip pari passu prorate parte dalam rezim hukum harta
paritas creditorium berarti bahwa semua kekayaan debitor baik yang berupa
barang bergerak maupun barang yang tidak bergerak maupun harta yang sekarang
telah dipunyai debitor dan barang-barang di kemudian hari akan dimiliki debitor
menjelaskan bahwa, prinsip pari passu prorate parte berarti harta kekayaan
tersebut merupakan jaminan bersama untuk para kreditor dan hasilnya harus
dibagikan secara proporsional antara mereka, kecuali apabila antara para kreditor
6
Ricardo Simanjuntak, Esensi Pembuktian Sederhana dalam Kepailitan, Dalam: Emmy
Yuhassarie (ed.), Undang-Undang Kepailitan dan Perkembangan, Pusat Pengkajian Hukum,
Jakarta, 2005, hlm. 55-56.
7
Kartini Mulyadi, Kepailitan dan Penyelesaian Utang Piutang, dalam Rudy Lontoh, Ed.,
Penyelesaian Utang melalui Pailit atau Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Alumni,
Bandung, 2001, hlm. 168.
ada yang menurut undang-undang harus didahulukan dalam menerima
pembayaran tagihan.8
dari seorang debitor atau utang-utang yang telah jatuh tempo, maka dalam
pemberesan harta pailit secara arif, bijaksana dan cermat, dalam artian tidaklah
berikut:
disingkat FV (S. 1905-217 bsd. 1906-348) yang mengandung 279 Pasal , terdiri
8
Ibid.
9
M. Hadi Shubhan, Loc. Cit.
Baru pada tanggal 22 April 1998, Peraturan Kepailitan tersebut kemudian
disempurnakan melalui PERPU No. 1 Tahun 1998 dan pada tanggal 9 September
Tahun 1998. Didalam UU kepailitan yang baru ini terdiri dari 289 Pasal , yang
1) Bab I, tentang Kepailitan mulai dari Pasal 1 sampai dengan Pasal 211.
3) Bab III, tentang Pengadilan Niaga, Pasal 280 sampai dengan Pasal 289.
Bila dibandingkan dengan aturan kepailitan yang lama maka pada aturan
kepailitan yang baru ada tambahan 1 Bab yaitu Bab ketiga yang berisi 10 Pasal ,
yang mengatur tentang Pengadilan Niaga. Sedangkan pada Bab 1 (kesatu) dan
Bab 2 (kedua) pada prinsipnya sama dengan aturan yang lama tetapi dengan
Dalam perjalanan waktunya, UU No. 4 Tahun 1998 ini pun dirasa masih
disempurnakan baik dari aspek formil maupun materilnya. Maka pada tanggal 18
1. Wet Book Van Koophandel atau WvK buku ketiga yang berjudul Van
de Voorzieningen in geval van Onvormogen van kooplieden atau
peraturan tentang ketidakmampuan pedagang. Peraturan ini adalah
peraturan kepailitan bagi pedagang.
2. Reglemen op de Rechtsvoordering (RV). S. 1847-52 bsd 1849-63,
Buku ketiga Bab ketujuh dengan judul Van den staat Von Kenneljk
Onvermogen atau tentang keadaan nyata-nyata tidak mampu.
10
Rahayu Hartini, Hukum Kepailitan, Universitas Muhamadiya Malang, Malang, 2008,
hlm. 9.
Peraturan ini adalah peraturan kepailitan bagi orang-orang yang bukan
antara lain:
Oleh karena itu maka dibuatlah aturan baru, yang sederhana dan tidak
No. 348)
(S. 1905-271 bsd S. 1906-348). Peraturan Kepailitan ini sebenarnya hanya berlaku
bagi semua orang baik pedagang maupun bukan pedagang, baik perseorangan
dengan apa yang terjadi di Negara Belanda dengan melalui asas konkordansi
11
H.M.N Purwostjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia, Jilid 8, Penerbit
Jambatan, Jakarta, 1992, hlm. 29.
(Pasal 131 IS), yakni dimulai dengan berlakunya Code de Commerce (tahun 1811-
1838) kemudian pada tahun 1893 diganti dengan Faillisements Wet 1893 yang
Pada akhirnya setelah berlaku Fv. S. 1905 No. 217 jo S. 1906 No. 348,
Undang-undang No. 4 tahun 1998 dan terakhir pada tanggal 18 November 2004
1. Masa Berlakunya Perpu No. 1 Tahun 1998 dan UU No. 4 Tahun 1998
memenuhi kewajiban pembayaran pada para kreditor. Keadaan ini pada gilirannya
telah melahirkan akibat yang berantai dan apabila tidak segera diselesaikan akan
UU Kepailitan yang pada prinsipnya isinya masih merupakan tambal sulam dari
jika ditinjau dari segi materi yang diatur, masih terdapat kekurangan dan
kelemahan.
a. Perebutan harta debitor apabila dalam waktu yang sama ada beberapa
kreditor yang menagih piutangnya dari debitor.
b. Kreditor pemegang hak jaminan kebendaan yang menuntut haknya
dengan cara menjual barang milik debitor tanpa memperhatikan
kepentingan debitor atau para kreditor lainnya.
c. Kecurangan-kecurangan yang dilakukan oleh salah seorang kreditor
atau debitor sendiri.12
Pembayaran Utang mempunyai cakupan yang lebih luas baik dari segi norma,
sebagai berikut :
undang ini berfungsi baik untuk kepentingan kreditor maupun debitor. Hal
12
Rahayu Hartini, op. Cit., hlm. 11.
13
H. Man S. Sastrawidjaja, op. Cit., hlm. 72.
diberikan harus seimbang, tidak terlalu berat sebelah, baik kepada kreditor
Undang No. 37 Tahun 2004 juga disebutkan adanya beberapa asas yang
1. Asas Keseimbangan
dari asas keseimbangan, yaitu di satu pihak terdapat ketentuan yang dapat
debitor yang tidak jujur. Di lain pihak, terdapat ketentuan yang dapat
3. Asas Keadilan
4. Asas Integrasi
sistem hukum formil dan materiilnya merupakan satu kesatuan yang utuh dari
b. tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat
ditagih
1) Perebutan harta debitor apabila dalam waktu yang sama ada beberapa kreditor
dirugikan, atau adanya perbuatan curang dari debitor untuk melarikan semua
Salah satu pihak yang terlibat dalam perkara kepailitan adalah pihak
pemohon pailit yaitu pihak yang dapat mengajukan permohonan pernyataan pailit
ayat (1) Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 yaitu debitor yang mempunyai dua
atau lebih kreditor dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah
jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan, baik
atas permohonannya sendiri maupun atas permohonan satu atau lebih kreditornya.
2004 di atas maka dapat disimpulkan bahwa pihak-pihak yang berhak mengajukan
a. Debitor sendiri
diajukan untuk kepentingan para kreditornya tetapi dapat pula diajukan untuk
membuktikan bahwa ia memiliki lebih dari satu kreditor dan tidak membayar
salah satu utang kreditornya yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih. Tanpa
tentu sama dengan syarat yang harus dipenuhi debitor dalam mengajukan
permohonan pernyataan pailit terhadap dirinya karena landasan bagi
piutang antara debitor dan kreditor yang bisa mengajukan permohonan pernyataan
1. Kejaksaan
2. Bank Indonesia
3. Bapepam
4. Menteri Keuangan
pailit dapat dilakukan oleh debitor atau kreditor dari perjanjian utang-piutang itu
sendiri ataupun pihak lain (lembaga pemerintah) yang sama sekali tidak ada
maka permohonan tersebut hanya dapat diajukan dengan ijin suami atau istri
dapat diajukan dalam satu permohonan, tetapi dapat juga diajukan terpisah
oleh hakim.
Pasal 1 angka (11) UU No. 37 tahun 2004 melalui Bab I Ketentuan Umum
termasuk korporasi yang berbentuk badan hukum mapun yang bukan badan
hukum.
bukan badan hukum dalam lukuidasi dapat mengajukan permohonan pailit dan
pailit diucapkan serta segala sesuatu yang diperoleh selama kepailitan (Pasal 21).
penggajian dari suatu jabatan atau jasa, sebagai upah, pensiun, uang tunggu
bahwa Debitor Pailit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dan 22 juga meliputi
istri atau suami dari Debitor Pailit yang menikah dalam persatuan harta. Sejak
tanggal putusan pernyataan pailit diucapkan maka debitor demi hukum kehilangan
haknya untuk menguasai dan mengurus kekayaannya yang termasuk dalam harta
pailit sesuai dengan Pasal 24 ayat (1) sedangkan tanggal putusan sebagaimana
dimaksud tersebut dihitung sejak pukul 00.00 waktu setempat sesuai dengan Pasal
dilaksanakan transfer dana melalui bank atau lembaga selain bank pada tanggal
putusan sebagaimana dimaksud transfer tersebut wajib diteruskan dan dalam hal
Bursa Efek maka transaksi tersebut wajib diselesaikan. Setelah adanya putusan
pernyataan pailit maka semua perikatan debitor yang terbit sesudahnya tidak dapat
lagi dibayar dari harta pailit, kecuali perikatan tersebut menguntungkan harta
pailit. Tuntutan mengenai hak atau kewajiban yang menyangkut harta pailit harus
diajukan oleh atau terhadap kurator, dalam hal tuntutan tersebut diajukan atau
diteruskan oleh atau terhadap debitor Pailit maka apabila tuntutan tersebut
yang sama dengan kreditor lainnya, oleh karena itu para kreditor tersebut
memiliki hak yang sama atas hasil eksekusi boedel pailit sesuai dengan besarnya
golongan kreditor yang memegang hak agunan atas kebendaaan dan golongan
a. Kreditor separatis.
dapat bertindak sendiri. Golongan kreditor ini tidak terkena akibat putusan
pernyataan pailit debitor, artinya golongan ini tetap dapat menjalankan hak
eksekusinya meskipun debitor dalam keadaan pailit. Dalam hal ini kreditor dapat
menjual sendiri barang jaminan dan mengambil hasil penjualan tersebut sebesar
separatis dapat memasukkan sisa piutang yang belum terbayar sebagai kreditor
separatis. Hak jaminan kebendaan yang memberikan hak menjual sendiri secara
2) Hipotek yang diatur dalam Bab XXI Buku III KUH Perdata.
b. Kreditor preferen
kedudukan istimewa dan mendapat hak untuk memperoleh pelunasan lebih dahulu
dari penjualan harta pailit. Dalam pasal 1334 KUHPerdata dijelaskan bahwa hak
istimewa adalah suatu hak yang diberikan oleh undang undang kepada
berpiutang lainnya.
c. Kreditor konkuren.
adalah para kreditor yang memiliki kedudukan dan hak yang sama dalam
memperoleh hasil penjualan harta kekayaan debitor, baik harta yang telah ada
maupun yang akan ada di kemudian hari, setelah dikurangi dengan kewajiban
membayar piutang kepada para kreditor pemegang hak jaminan dan para kreditor
kedudukan kreditor tersebut memang dipisahkan dari kreditor lainnya, dalam arti
kreditor dapat menjual sendiri dan mengambil sendiri dari hasil penjualan, yang
separatis diartikan bahwa dalam hal adanya kepailitan ada penagih yang berhak
Kreditor pemegang hak jaminan ini karena sifatnya pemilik suatu hak yang
jaminan yang bukan jaminan kebendaan (seperti garansi termasuk garansi bank)
14
Aulis Aarnio, A Hermeneutik Approach In Legal Theory, dalam Philosophial perspective
In Jurisprudence, Helsinki, 1983, hlm. 64, dalam Benard Arief Sidharta, Refleksi Tentang Struktur
Ilmu Hukum, Mandar Maju, Bandung, 1999, hlm. 149.
15
Meuwissen, Teori Hukum, Majalah Pro Justitia, Tahun XXI, Nomor 2 April 1994, hlm.
99.
16
Yan Pramadya Puspa, Kamus Hukum Edisi lengkap Bahasa Belanda Indonesia, Inggris,
CV. Aneka Ilmu, Semarang, 1977, hlm. 767.
17
Sudargo Gautama, Komentar atas Peraturan Kepailitan Baru untuk Indonesia, Citra
Aditya Bakti, Bandung, 1998, hlm. 105.
18
Munir Fuady, loc. cit.
bukan merupakan kreditor separatis.19 Pemahaman yang dimaksud dengan hak
kreditor separatis adalah hak yang diberikan oleh hukum kepada kreditor
Sedangkan menurut Sri Soedewi bahwa, hak kreditor separatis para pemegang
gadai dan hipotik dapat malaksanakan haknya dengan cepat dan mudah, tidak
yaitu:
19
Ibid.
20
Sri Soedewi Masjshoen Sofwan, Hukum Jaminan di Indonesia Pokok-Pokok Hukum
Jaminan dan Jaminan Perorangan, Liberty, Yogyakarta, 1980, hlm. 77-78.
21
Eliyana, Konsep Dasar dan Aspek Hukum Kepailitan, Proceeding Kepailitan dan
Transfer Asset secara Melawan Hukum, Bogor, 20-21 juli 2004, Pusat Pengkajian Hukum,
Jakarta, 2005, hlm. 117.
Mengenai kedudukan para kreditor Fred B.G Tumbuan berpendapat
sebagai berikut:
pelaksanaan hak eksekusi kreditor tersebut, dalam jangka waktu paling lama 90
hari sejak tanggal putusan pernyataan pailit ditetapkan, persetujuan dari kurator
harta pailit.23
hukum untuk memperoleh pelunasan atas suatu piutangnya tidak dapat diajukan
dalam sidang peradilan. Baik kreditor maupun pihak ketiga dimaksud dilarang
mengeksekusi atau memohon sita atas barang yang menjadi agunan. Penangguhan
22
Fred B.G Tumbuan, Pokok-Pokok Undang-Undang tentang Kepailitan sebagaimana
diubah oleh perpu No. 1/1998, dalam Penyelesaian Utang Piutang melalui Pailit atau Penundaan
Kewajiban Pembayaran Utang, Alumni Bandung, Bandung, 2001, hlm. 128.
23
Imran Nating, Peranan dan Tanggung Jawab Kurator dalam Pengurusan dan
Pemberesan Harta Pailit, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004, hlm. 47.
eksekusi itu tidak berlaku terhadap tagihan kreditor yang dijamin uang tunai dan
Elijana Tansah juga mengemukakan bahwa, Golongan kreditor ini tidak terkena
akibat putusan pernyataan pailit debitor, artinya hak-hak eksekusi mereka tetap
dapat dijalankan seperti tidak ada kepailitan debitor.25 Kreditor golongan ini
dapat menjual sendiri barang-barang yang menjadi jaminan, seolah-olah tidak ada
kepailitan. Hasil penjualan itu, diambil sebesar piutangnya, sedangkan jika ada
sisanya disetor ke kas kurator sebagai boedel pailit. Menurut Erman Rajagukguk
bahwa, jika hasil penjualan tersebut ternyata tidak mencukupi, kreditor tersebut
Kedudukan kreditor separatis diatur dalam dua tahap yaitu masa pra pailit
dan setelah masa kreditor dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga (pasca pailit)
baik kepailitan yang timbul karena prosedur kepailitan maupun dari Penundaan
24
Elijana Tansah, Kapita Selekta Hukum Kepailitan, Makalah, disampaikan dalam
Pendidikan Singkat Hukum Perusahaan, Jakarta, 17 Juli- 4 Agustus 2000.
25
Ibid.
26
Erman Rajagukguk, dalam Imran Nating, Op, Cit., hlm. 48.
Pasal 55 ini konsisten dengan ketentuan perundangan lainnya yang mengatur
tentang parte executie dari pemegang hak jaminan atas kebendaan seperti hak
Kedudukan kreditor separatis pada periode pra pailit dengan pasca pailit pada
dasarnya tetap mengacu pada Pasal 55 dan Pasal 244 ayat (1) Undang-undang
tagihan ini harus diajukan untuk dicocokkan dalam rapat verifikasi. Terhadap
tagihan kreditor separatis yang dibantah ini, Pasal 118 ayat (2) Undang-undang
Demikian juga jika jaminan yang ada padanya tidak mencukupi untuk
Walaupun kreditor separatis sudah memegang jaminan hak tanggungan dan dapat
memiliki kepentingan yang berupa sisa tagihan yang tidak cukup ditutup dengan
hukum tetap, demi hukum harta pailit berada dalam keadaan insolven.
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 104 dan Pasal 106 tidak
berlaku, apabila sudah ada kepastian bahwa perusahaan debitor pailit tidak akan
dilanjutkan atau apabila kelanjutan usaha dihentikan (Pasal 178 UU No. 37 Tahun
2004).
Usul tentang dilanjutkannya usaha debitor pailit wajib diterima apabila usul
tersebut disetujui oleh kreditor yang mewakili lebih dari (satu perdua) dari
semua piutang yang diakui dan diterima dengan sementara yang tidak dijamin
dengan hak gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan, hipotik atau hak agunan atas
kebendaan lainnya. Dalam hal tidak ada panitia kreditor, berlaku ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam dalam Pasal 80. Berita acara rapat harus
memuatnama kreditor yang hadir, suara yang dikeluarkan oleh masing-masing
kreditor, hasil pemungutan suara, dan segala sesuatu yang terjadi pada rapat
tersebut.
permintaan tersebut, panitia kreditor bila ada, wajib didengar dan kurator wajib
pula didengar apabila usul tersebut tidak diajukan oleh kurator. Hakim pengawas
juga dapat mendengar kreditor dan debitor pailit. (Pasal 183 UU No. 37 Tahun
2004)
pemberesan dan menjual semua harta pailit tanpa perlu memperoleh persetujuan
a. Usul untuk mengurus perusahaan debitor tidak diajukan dalam jangka waktu
pailit, yang tidak diperlukan untuk meneruskan perusahaan. Debitor pailit dapat
dipergunakan untuk kesehatan atau perabot kantor yang ditentukan oleh Hakim
jumlah yang dicocokkan dari tiap-tiap piutang dan bagian yang wajib diterimakan
kepada kreditor. Apabila hasil penjualan benda jaminan tidak mencukupi untuk
tanggungan waktu yang ditetapkan oleh Hakim Pengawas pada waktu daftar
diumumkan oleh kurator dalam surat kabar. Tenggang waktu mulai berlaku pada
hari dan tanggal penyediaan daftar pembagian tersebut diumumkan dalam surat
sementara, tidak diberikan selama belum ada putusan mengenai piutangnya yang
telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Dalam hal kreditor terbukti tidak
baginya, baik seluruh atau sebagian menjadi keuntungan kreditor lainnya. Jika
bagian yang diperuntukkan bagi kreditor yang hak didahulukan dibantah, melebihi
Bila suatu benda yang di atasnya terletak hak istimewa tertentu baik gadai,
jaminan fidusia, hak tanggungan, hipotik atau hak agunanan atas kebendaan
pembagian menurut Pasal 189 pada waktu diadakan pembagian lagi, hasil
penjualan benda tersebut akan dibayarkan kepada mereka sebesar paling tinggi
nilai hak yang didahulukan setelah dikurangi jumlah yang diterima sebelumnya
dalam hal telah diajukan perlawanan setelah putusan perkara perlawanan tersebut
berikut:
27
Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata di Indonesia, Liberty. Jogjakarta,
2003,hlm. 77.
Perlindungan hukum bagi rakyat dibedakan menjadi dua macam yaitu:
perlindungan hukum yang preventif dan perlindungan hukum yang
represif. Pada perlindungan hukum yang preventif, kepada rakyat
diberikan kesempatan untuk mengajukan keberatan (inspraak) atau
pendapatnya sebelum suat keputusan pemerintah mendapat bentuk yang
definitif. Dengan demikian, perlindungan hukum yang preventif bertujuan
untuk mencegah terjadinya sengketa sedangkan sebaliknya perlindungan
hukum yang represif bertujuan untuk menyelesaikan sengketa.
Dengan pengertian yang demikian, penanganan perlindungan hukum bagi
rakyat oleh Peradilan Umum di Indonesia termasuk kategori perlindungan
hukum yang represif. Perlindungan hukum yang represif biasanya
merupakan perlindungan hukum yang paling efektif bagi rakyat untuk
memperoleh perlindungan terhadap hak-haknya dari pihak yang tidak
memiliki itikad baik untuk menyelesaikan sengketa yang sedang terjadi
diantara mereka.28
28
Philipus M. Hadjon, Hukum, Masyarakat dan Pembinaan Hukum Nasional, Bina Cipta,
Bandung, 1987, hlm. 2-3.
29
Ibid., hlm. 20.
BAB III
METODE PENELITIAN
metode atau cara yang dipergunakan di dalam penelitian hukum yang dilakukan
dengan cara meneliti bahan pustaka yang ada .30 Menurut Zainuddin Ali penelitian
bersangkut paut dengan permasalahan hukum. Hasil dari telaah tersebut dapat
30
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan
Singkat, ,PT Raja Grafindo Persada, Cetakan ke 11, Jakarta, 2009, hlm. 1314.
31
Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2009, hlm. 105.
32
Bahder Johan Nasution, Metode Penelitian Hukum, Mandar Maju, Bandung, 2008, hlm.
26.
33
Sulistyowati Irianto dan Shidarta, Metode Penelitian Hukum Konstelasi dan Refleksi,
Yayasan Pustaka Obor Indonesia, Jakarta, 2011, hlm. 142.
41
Penelitian ini dilakukan terhadap Putusan Mahkamah Agung No. 814
dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder yanh dimaksud di dalam
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah naskah Putusan
penelaahan bahan kepustakaan atau data sekunder yang meliputi bahan hukum
dengan cara menyalin dari Putusan Mahkamah Agung dengan Kasus Perkara No.
C. Lokasi Penelitian
menentukan kasus posisi secara singkat agar mendapatkan rincian mengenai kasus
langkah selanjutnya untuk menegaskan hal-hal yang akan diteliti dalam kasus
tersebut.
salah satu yang dibahas dalam penelitian ini. Penulis mengutip atau menyalin
E. Analisis Hasil
Data yang diperoleh diolah dan dianalisis secara deskriptif, normatif, logis
sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya. Normatif, artinya dasar yang dipakai
Separatis.
hasis analisis harus saling berkaitan dan saling mempengaruhi untuk mendapat
dan metode induktif. Metode deduktif adalah metode yang menarik suatu
dihubungkan dengan praktek yang terjadi. Metode induktif adalah metode yang
menarik kesimpulan dari praktek yang terjadi kemudian dihubungkan dengan hal-
34
Lexy J. Moleong, Metode Kualitatif, Remaja Rosda Karya, Bandung, 2004, hlm. 103.
BAB IV
A. Hasil Penelitian
1. Kasus Posisi
K/Pdt.Sus/2012 ini bermula saat PT. Tripanca Group dinyatakan pailit pada 3
Agustus 2009. Pernyataan pailit PT. Tripanca Group diikuti setelah Hakim
pada saat permohonan PKPU oleh Bank Mandiri PT. Tripanca Group tidak pernah
menghadiri sidang padahal telah dipanggil secara patut. Pada saat masih belum
pailit, perusahaan melakukuan peminjaman dana kepada PT. Bank Mega Tbk.
Atas peminjaman tersebut PT. Tripanca Group menjaminkan biji kopi sebanyak
26.000 (dua puluh enam ribu) ton kepada Bank Mega. Untuk Menutupi hutang
PT. Tripanca Group, maka Bank Mega melakukan lelang atas jaminan fidusia
berupa kopi sebanyak 26.000 ton tersebut, dari hasil lelang tersebut di dapat uang
sejumlah Rp. 277.500.001.000,- (dua ratus tujuh puluh tujuh milyar lima ratus juta
seribu rupiah), sebelumnya Bank Mega juga telah memperoleh hasil penjualan
122.068.205.871,50 (seratus dua puluh dua milyar enam puluh delapan juta dua
ratus lima ribu delapan ratus tujuh puluh satu koma lima puluh rupiah). Dengan
507.000.000.000,00 (lima ratus tujuh milyar), hasil lelang saat ini dipegang oleh
Bank Mega.
45
Jandri Siadari selaku kurator PT. Tripanca mengajukan gugatan pada Bank
a. Bahwa PT. Tripanca Group (dalam pailit) telah dinyatakan pailit dengan
jaminan pinjaman PT. Tripanca Group (dalam pailit) berupa stock kopi yang
merupakan boedel pailit pada tanggal 02 November 2009 yang terjual dengan
d. Selain itu Bank Mega juga telah memperoleh hasil penjualan jaminan PT.
(seratus dua puluh dua milyar enam puluh delapan juta dua ratus lima ribu
delapan ratus tujuh puluh satu koma lima puluh rupiah) sebagaimana
terlampir);
e. Menunjuk pada Pasal 69 ayat (1) UUK tugas Kurator adalah melakukan
pengurusan dan pemberesan harta palit (boedel pailit), oleh sebab itu
menyikapi lelang kopi dimaksud kami berpendapat bahwa Bank Mega
dianut dalam UUK serta mengingat bahwa Bank Mega telah juga memperoleh
hasil eksekusi dari jaminan pinjaman PT. Tripanca Group (Dalam Pailit)
Yang mana, inti dari ketiga surat tersebut adalah meminta kesediaan Bank Mega
g. Namun hingga saat ini Bank Mega sama sekali tidak menanggapi ketiga surat
kami tersebut;
h. Disamping itu pada tanggal 31 Juli 2012 kami menerima tembusan surat kuasa
tanggal 31 Juli 2012(copy terlampir) yang ditujukan kepada PT. Bank Mega
Tbk, yang menuntut agar Bank Mega selaku Kreditor Separatis memberikan
bagian dari hasil eksekusi jaminan pinjaman PT. Tripanca Group (Dalam
surat lunas dan risalah lelang serta dokumen-dokumen terkait lainnya atas
lelang eksekusi boedel pailit berupa stock kopi yang telah berhasil di jual oleh
Bank Mega dengan nilai sebesar Rp. 277.500.001.000,- (dua ratus tujuh puluh
2. Memerintahkan kepada PT. Bank Mega Tbk, untuk memberikan sebagian uang
hasil eksekusi jaminan pinjaman PT. Tripanca Group (Dalam Pailit) kepada
kepailitan yaitu sebesar 10% (sepeluh persen) dari nilai hasil lelang eksekusi
boedel pailit sebesar Rp. 277.500.001.000,- (dua ratus tujuh puluh tujuh milyar
lima ratus juta seribu rupiah) yaitu sebesar Rp. 27.750.000.100,- (dua puluh
3. Jika Majelis Hakim berpendapat lain mohon kiranya diberikan putusan yang
Negeri Jakarta Pusat telah menjatuhkan Putusan, yaitu Putusan No. 04 /Renvoi
Prosedur/2012/PN.Niaga.JKT.PST Jo No.33/PAILIT/2009/PN.Niaga.JKT.PST.
terima uang dan surat lunas dan risalah lelang serta dokumen-dokumen
terkait lainnya atas lelang eksekusi boedel pailit berupa stock kopi
dengan nilai sebesar Rp. 277.500.001.000,- (dua ratus tujuh puluh tujuh
persen) dari nilai hasil lelang eksekusi boedel pailit sebesar Rp.
277.500.001.000,- (dua ratus tujuh puluh tujuh milyar lima ratus juta
(Dalam Pailit);
boedel pailit.
kedua belah pihak pada tanggal 01 Oktober 2012 kemudian terhadapnya oleh
Bahwa setelah itu oleh Pemohon yang pada tanggal 09 Oktober 2012 telah
diberitahu tentang memori kasasi dari Termohon diajukan kontra memori kasasi
Oktober 2012;
waktu dan dengan cara yang ditentukan dalam undang-undang, maka oleh karena
Bahwa Judex Facti telah melakukan kekeliruan dan salah menerapkan hukum
Quo.
dan PKPU.
b. Bahwa Renvoi Prosedur yang diajukan kurator pada perkara a quo yang
pertimbangan hukum Judex Facti yang telah salah dan keliru yang telah
pada Putusan a quo. Pada Putusan Judex Facti pada halaman 12 butir 3
Judex Facti telah menyatakan Objek Jaminan Fidusia merupakan boedel
(lima persen) dari nilai hasil lelang eksekusi boedel pailit sebesar Rp.
277.500.001.000,- (dua ratus tujuh puluh tujuh milyar lima ratus juta
terhadap Objek Jaminan Fidusia. Satu sisi pada Putusan Judex Facti
akan tetapi disisi lain dinyatakan sebagai objek jaminan fidusia yang
sebagai berikut:
dalam Pasal 1133 Pasal 1178 KUHPerdata lebih khusus telah diatur
Tanggungan, dst;
PT. Bank Mega, Tbk, sebagai kreditor separatis mempunyai hak untuk
didahulukan dari para kreditor lainnya atas penjualan harta pailit PT.
quo terhadap Objek Jaminan Fidusia sesuai dengan ketentuan yang diatur
berlaku khusus terhadap objek jaminan yang terkait dengan tanah dan
segala sesuatu yang berdiri di atas tanah bukan berlaku terhadap Objek
terhadap Putusan Judex Facti a quo yang telah didasarkan pada aturan
hukum yang salah dan keliru sudah sepatutnya untuk ditolak dan
quo;
(dalam pailit) telah dinyatakan tidak termasuk dalam boedel pailit oleh
Mahkamah Agung RI dalam Putusan Peninjauan Kembali No. 306
PT. Bank Mega, Tbk., sebagai kreditor separatis mempunyai hak untuk
didahulukan dari para kreditor lain atas penjualan harta pailit PT.
telah diputus oleh Judex Juris dalam perkara yang sama terhadap Objek
Jaminan Fidusia yang telah diputus berada di luar boedel pailit oleh
Judex Juris dalam perkara yang sama terhadap objek jaminan fidusia
yang telah diputus berada diluar boedel pailit oleh Judex Juris dalam
Judex Juris dalam perkara yang terkait dengan Objek Jaminan Fidusia
yang sama terbukti Judex Facti telah melakukan kelalaian dan kesalahan
putusan terhadap perkara yang sama dan telah terlebih dahulu diputus
Judex Juris dan telah mempunyai Putusan yang berkekuatan hukum tetap
menyerahkan dan membagihan hasil lelang kepada pihak lain dalam hal
i. Bahwa pemohon kasasi menolak dengan tegas Putusan Judex Facti a quo
lainnya;
2) Hak yang didahulukan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1)
m. Bahwa Judex Juris pada Putusan yang telah dihapus oleh Bapak Dr.
Oleh karena terhadap objek jaminan yang telah diikat fidusia berada
Debitor pada Kreditor (in casu Pemohon Kasasi) sesuai ketentuan Pasal
Putusan yang telah (in kracht) terkait dengan objek jaminan fidusia milik
PT. Tripanca Group (dalam pailit), maka terbukti Putusan Judex Facti a
eksekusi telah didasarkan pada ketentuan hukum yang salah dan keliru,
sehingga terhadap Putusan Judex Facti a quo sudah seharusnya dan
Bahwa asas Keadilan tidak tepat diterapkan oleh Judec Facti terhadap
Objek Jaminan Fidusia yang jelas-jelas telah diputus dalam Putusan yang
o. Bahwa Putusan Judex Facti yang medasarkan pada asas keadilan tidak
yang berada dalam boedel pailit sesuai dengan point 3 penjelasan umum
alinea (7) telah dengan secara tegas mengakui bahwa harta debitor pailit
boedel pailit, maka terbukti secara hukum asas keadilan tidak dapat
luar boedel pailit. Kreditor pemegang objek jaminan fidusia tunduk pada
lainnya;
berada di luar boedel pailit dan telah mempunyai putusan yang telah
Dengan dalil-dalil tersebut di atas maka PT. Bank Mega Tbk, mengajukan
2. Putusan
Kasasi PT. Bank Mega Tbk dan menghukum Pemohon Kasasi/Termohon untuk
membayar biaya perkara dalam tingkat kasasi ini sebesar Rp. 5.000.000,- (lima
juta rupiah).
untuk sebagian;
dan surat lunas dan risalah lelang serta dokumen-dokumen terkait lainnya
atas lelang eksekusi boedel pailit berupa stock kopi yang telah berhasil
dijual oleh PT. Bank Mega Tbk dengan nilai sebesar Rp.
277.500.001.000,- (dua ratus tujuh puluh tujuh milyar lima ratus juta
seribu rupiah);
sejumlah 5% (lima persen) dari nilai hasil lelang eksekusi boedel pailit
sebesar Rp. 277.500.001.000,- (dua ratus tujuh puluh tujuh milyar lima
ratus juta seribu rupiah) kepada pemohon (Kurator PT. Tripanca Group);
boedel pailit.
dapat memperoleh jalan terhadap harta kekayaan dari debitor yang dinyatakan
mengajukan permohonan pailit apabila mempunyai dua atau lebih kreditor yang
yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih. Pengadilan Niaga harus mengabulkan
apabila terdapat fakta yang sesuai dengan syarat-syarat untuk dinyatakan pailit
telah terpenuhi oleh pihak yang mengajukan pailit. sesuai dengan Pasal 2 ayat (1)
Undang-undang Kepailitan.
pihak, ada kemungkinan kurang dirasakan sepenuhnya oleh kreditor separatis. Hal
separatis.
bahwa kreditor separatis tidak mendapatkan secara utuh hasil penjualan lelang
eksekusi jaminan karena masih harus dibagi dengan kreditor lainnya yang
merupakan salah satu contoh bahwa dalam praktik memang sering ditemukan
bahwa meski kreditor separatis telah mendapatkan secara utuh hasil penjualan
lelang eksekusi jaminan yang telah dilakukan namun kreditor separatis harus
berbagi dengan kreditor lainnya dengan putusan pengadilan. Dalam kasus tersebut
juga kita tidak melihat adanya kepastian hukum, bahwa apa yang telah di atur
B. Pembahasan
K/Pdt.Sus/2012
lain :
dalam permohonannya tersebut tidak dapat dibenarkan, karena Judex Facti tidak
salah menerapkan hukum, pertimbangannya sudah tepat dan benar yaitu ketika
Pailit telah dijaminkan pada pihak lain merupakan kekayaan yang tetap dapat
yang dapat dibenarkan dengan tetap memperhatikan asas keadilan dalam Undang-
Undang No. 37 Tahun 2004, dan termasuk keistimewaan dari kreditor separatis in
hasil pembuktian yang bersifat penghargaan tentang suatu kenyataan, hal mana
Menurut Mahkamah Agung, bahwa Putusan Judex Facti dalam perkara ini
ayat (1) Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan
memperhatikan Pasal 56, Pasal 57, dan Pasal 58, setiap kreditor pemegang gadai,
jaminan fidusia, hak tanggungan, hipotik, atau hak agunan atas kebendaan
yang dapat melaksanakan hak-haknya seakan-akan tidak ada atau tidak terjadi
Kepailitan atau seakan-akan tagihan kreditor ada di luar kepailitan, di luar sitaan
umum.
pelunasan dari hasil penjualan harta kekayaan debitor asalkan benda tersebut telah
bahwa kreditor separatis adalah kreditor yang dapat menjual sendiri barang-
barang yang menjadi jaminan utang yang berada di bawah penguasaannya, seolah-
diambil guna melunasi piutangnya dan apabila ada sisa disetorkan kepada kurator
sebagai bagian dari boedel pailit. Sebaliknya, apabila hasil penjualan barang-
35
Sutan Remy Sjahdeini, Hukum Kepailitan, Memahami Faillissementsverordening
Juncto Undang-Undang No. 4 Tahun 1998, Pustaka Utama Grafiti, Jakarta, 2002, hlm. 280.
kreditor tersebut dapat berkedudukan sebagai kreditor konkuren untuk tagihan
Hak eksekusi yang didahulukan dari kreditor separatis ini, ada ketentuan di
a. Hak eksekusi kreditor sebagaimana di- maksud dalam Pasal 55 ayat (1)
dan hak pihak ketiga untuk menuntut hartanya yang berada dalam
pailit diucapkan.
terhadap tagihan kreditor yang dijamin dengan uang tunai dan hak
selalu dikaitkan dengan waktu jatuh tempo utang yang harus dibayar oleh debitor.
Artinya apabila pada saat jatuh tempo utang debitor tidak dibayar, maka kreditor
dapat menggunakan hak eksekusi tersebut dengan menjual benda jaminan yang
debitor. Untuk melaksanakan hak tersebut tidak terpengarah atau tetap ada
meskipun debitor dinyatakan dalam keadaan pailit. Namun demikian yang perlu
ditegaskan bahwa hak eksekusi tersebut timbul setelah jatuh tempo dan utang
ayat (1) tersebut, maka penangguhan tidak menjadi persoalan manakala jatuh
tempo tersebut sendiri belum lahir, akan tetapi apabila pada saat peryataan pailit
debitor bersamaan dengan saat jatuh temponya utang yang dijamin separatis,
maka penangguhan jelas akan membatasi hak eksekusi dari kreditor separatis
dalam ketentuan ini bertujuan antara lain: (1) untuk memperbesar kemungkinan
kan harta pailit; atau (3) untuk memungkinkan Kurator melaksanakan tugasnya
secara optimal.
Berdasarkan penjelasan tersebut, tujuan penangguhan untuk memperbesar
sendiri ditujukan bagi kreditor konkuren, sehingga soal perdamaian ini juga
dikaitkan dengan kreditor konkuren dan bukan bagi kreditor separatis. Dengan
adalah sebagai kreditor separatis, maka ia tidak terikat pada persoalan perdamaian
khusus merupakan bagian dari harta pailit. Pemaknaan yang demikian tersebut
tentu saja menyalahi ketentuan hukum jaminan dan hukum kepailitan itu sendiri
untuk melakukan eksekusi atas benda jaminan tersebut seakan-akan tidak terjadi
kebendaan berada di luar harta pailit tentu saja kurator tidak berwenang untuk
penuh untuk melakukan eksekusi atas hak jaminan seolah-olah tidak terjadi
kreditor separatis sangat tinggi, lebih tinggi dari kreditor yang diistimewakan
lainnya (Pasal 1139 jo Pasal 1149 KUH Perdata). Kreditor separatis sebagai
atas hak jaminan seolah-olah tidak terjadi kepailitan, oleh karenanya pemegang
jaminan kebendaan tidak boleh dihalangi haknya untuk melakukan eksekusi atas
harta kekayaan debitor yang dibebani dengan jaminan kebendaan walaupun dalam
keadaan debitor pailit, untuk itu kreditor separatis diberikan waktu untuk
jaminan kebendaan dalam jangka waktu 2 (dua) bulan sejak insolvensi, maka
pailit berupa benda tidak bergerak maupun benda bergerak yang berada dalam
penguasaan kurator dalam rangka kelangsungan usaha debitor, dalam hal telah
diberikan perlindungan yang wajar bagi kepentingan kreditor atau pihak ketiga
sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Dalam penjelasan ayat tersebut ditegaskan
bahwa harta pailit yang dapat dijual oleh kurator terbatas pada barang persediaan
(inventory) dan atau benda bergerak (current assets), meskipun harta pailit
tersebut dibebani dengan hak agunan atas kebendaan. Berdasarkan Pasal 56 ayat
dengan lembaga jaminan fidusia atau hipotik (dimana benda yang dijaminkan
tetap dikuasai debitor) dapat dikuasai oleh kurator dan dapat dialihkan atau dijual.
benda-benda yang diikat dengan jaminan fidusia atau hipotik berada di bawah
fidusia atau hipotik dapat dikuasai dan dialihkan oleh kurator manakala pemegang
berupa: (a) ganti rugi atas terjadinya penurunan nilai harta pailit; (b) hasil
penjualan bersih; (c) hak kebendaan pengganti; atau (d) imbalan yang wajar dan
adil serta pembayaran tunai (utang yang dijamin) lainnya. Sekalipun ada
separatis.
sejalan dengan ketentuan hukum jaminan dan ketentuan hukum kepailitan itu
sendiri. Pertentangan tidak saja antar substansi hukum jaminan dan hukum
Utang, yaitu antara Pasal 55 dengan Pasal 56, sehingga kondisi ini potensial dapat
menimbulkan konflik apabila terjadi penafsiran/pemahaman yang berbeda antar
kreditor separatis dengan kurator, oleh karena itu perlu kiranya untuk dilakukan
1. Dengan tetap memperhatikan Pasal 56, Pasal 57, dan Pasal 58, kreditor
185, tanpa mengurangi hak kreditor pemegang hak tersebut atas hasil
dengan membayar jumlah terkecil antara harga pasar benda agunan dan
sebagaimana ditentukan dalam Pasal 59 ayat (1) tersebut di samping tidak selaras
dengan ketentuan Pasal 55 ayat (1) juga tidak sesuai dengan ketentuan hukum
pelaksanaan hak tersebut tidak terikat pada batasan waktu tertentu karena memang
kreditor separatis tidak dapat melaksanakan haknya pada fase pertama Kepailitan,
bagaimana kalau pada saat itu utangnya sudah jatuh tempo dan dapat ditagih.
Hal yang demikian ini tentu saja akan merugikan kreditor separatis.
Sementara ketentuan tersebut tidak selaras dengan hukum jaminan karena pada
manakala debitor tidak membayar setelah utangnya jatuh tempo dan dapat ditagih.
dengan utangnya sudah jatuh tempo atau belum. Jika utang sudah jatuh tempo,
maka kreditor akan melaksanakan eksekusi benda jaminan, sementara jika belum
jatuh tempo, maka akan menunggu hingga waktu jatuh tempo. Lantas bagaimana
jika insolvensi sudah dimulai sementara waktu jatuh temponya lebih dari 2 bulan
kemudian, yang berarti melanggar ketentuan Pasal 59 ayat (1). Dalam hal ini akan
terjadi pertentangan antara ketentuan hukum kepailitan dan hukum jaminan yang
jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), kurator harus menuntut
diserahkannya benda yang menjadi agunan untuk selanjutnya dijual sesuai dengan
cara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 185, tanpa mengurangi hak kreditor
pemegang hak tersebut atas hasil penjualan agunan tersebut. Ketentuan ini dirasa
memberatkan posisi kreditor separatis sebagai pemegang hak eksekusi yang haras
didahulukan. Jangka waktu 2 bulan adalah rentang waktu yang relatif pendek
untuk melakukan transaksi penjualan yang baik, lebih-lebih untuk jaminan dengan
nilai yang cukup tinggi, karena harus mencari calon pembeli yang betul-betul
bagi pemegang hak jaminan, tetapi juga bagi debitor itu sendiri. Apabila jangka
waktu tersebut lewat kemudian kurator menuntut diserahkannya benda jaminan ini
eksekusinya.
Sejalan dengan ketentuan Pasal 59 ayat (1), maka isi Pasal 59 ayat (2) juga
jaminan. Artinya apabila mengedepankan ketentuan Pasal 59 ayat (1) dan ayat (2)
jaminan, oleh karena dalam ketentuan hukum jaminan sudah ditegaskan mengenai
hak dari pemegang jaminan kebendaan gadai, fidusia, hak tanggungan maupun
hipotik, untuk melaksanakan eksekusi objek jaminan tidak dibatasi jangka waktu
tertentu, dengan harapan akan diperoleh hasil yang terbaik hingga dilunasinya
utang debitor.
kepailitan benda objek jaminan kebendaan harus diambil oleh kurator. Meskipun
ada jaminan tanpa mengurangi hak kreditor pemegang hak tersebut atas hasil
penjualan agunan tersebut, pengambilalihan oleh kurator yang selanjutnya
hasil penjualan masih memenuhi piutangnya, namun apabila hasil penjualan tidak
ketidakakuran antara kreditor separatis dengan Kurator. Bila digunakan asas lex
specialis derogat legi generalis, perlu ditegaskan ketentuan mana yang dianggap
sebagai ketentuan umum dan mana yang dianggap sebagai ketentuan khusus.
tanggungan dan hipotik) merupakan bentuk khusus dari ketentuan jaminan secara
umum sebagaimana di atur dalam Pasal 1131 dan Pasal 1132 KUH Perdata.
ketentuan Pasal 1131 dan Pasal 1132 KUH Perdata. Berdasarkan pemahaman
yang demikian, maka ketentuan jaminan merupakan ketentuan yang lebih khusus
memperhatikan ketentuan hukum yang telah diatur. Dalam Putusan ini kita dapat
dalam praktik tidak sesuai dengan apa yang telah diatur dalam Undang-undang.
Dari Putusan ini dapat disimpulkan bahwa Penyelesaian Pembagian harta pailit
berbeda dari apa yang telah di atur dalam Undang-Undang. Kasus ini
terlindungi haknya namun di lihat dalam praktik kreditor separatis juga masih
kebendaan.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Adapun yang dapat di tarik oleh penulis yang menjadi suatu kesimpulan
dalam perkara di atas telah melakukan eksekusi harta pailit setelah debitor
dinyatakan pailit sesuai dengan Pasal 55 jo Pasal 244 ayat (1) Undang-Undang
persoalan hukum karena berbeda dari yang di atur dalam Undang-Undang dan
yang terjadi dalam praktik pada Pemberesan Harta Pailit. Asas keadilan yang
karena Putusan tersebut berbeda dari apa yang di atur dalam Undang-Undang.
dengan membagi hasil penjualan lelang eksekusi jaminan kepada kreditor lain
77
seharusnya pengadilan tidak menutup mata terhadap kepastian hukum karena
B. Saran
lainnya.
2. Untuk melindungi kepentingan kreditor separatis maka dalam hal ini penulis
ayat (1) untuk kata ditangguhkan selama 90 hari Sebaiknya tidak perlu ada
ketidakpastian Hukum.
DAFTAR PUSTAKA
A. BUKU
Fuady, Munir. Hukum Pailit dalam Teori dan Praktik. Citra Aditya Bakti.
Bandung. 2005.
Lontoh, Rudy. Ed. Penyelesaian Utang melalui Pailit atau Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang. Alumni. Bandung. 2001.
Meuwissen. Teori Hukum. Majalah Pro Justitia. Tahun XXI. Nomor 2 April.
1994.
Nating , Imran. Peranan dan Tanggung Jawab Kurator dalam Pengurusan dan
Pemberesan Harta Pailit. Raja Grafindo Persada. Jakarta. 2004.
Sidharta, Benard Arief, Refleksi Tentang Struktur Ilmu Hukum. Mandar Maju.
Bandung. 1999.
Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji. Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan
Singkat. PT Raja Grafindo Persada. Cetakan ke 11. Jakarta, 2009.
B. PERUNDANG-UNDANGAN