Infarction
(NSTEMI)
Oleh :
Yoseph Hendrik (130100040)
Citra Ardila Laoli (130100311)
Sivaneswarry (130100486)
Nilai :
Penguji
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan
berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini
dengan judul “Non-ST segment Elevation Myocardial Infarction (NSTEMI)”.
Penulisan laporan kasus ini adalah salah satu syarat untuk menyelesaikan
Kepaniteraan Klinik Senior Program Pendidikan Profesi Dokter di Departemen
Kardiologi, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen
pembimbing dr. Ali Nafiah Nasution, Sp.JP(K) yang telah meluangkan waktunya
dan memberikan banyak masukan dalam penyusunan laporan kasus ini sehingga
dapat selesai tepat pada waktunya.
Penulis menyadari bahwa penulisan laporan kasus ini masih jauh dari
kesempurnaan, baik isi maupun susunan bahasanya, untuk itu penulis
mengharapkan saran dan kritik dari pembaca sebagai masukan dalam penulisan
laporan kasus selanjutnya. Semoga makalah laporan kasus ini bermanfaat, akhir
kata penulis mengucapkan terima kasih.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
iii
DAFTAR TABEL
iv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 4.1 Ruang dan Katup Jantung: Atrium, Ventrikel dan Septum Interventrikular.
.. .................................................................................................................. 5
Gambar 4.2 Arteri dan Vena Jantung. ............................................................................ 6
Gambar 4.3 Arteri Koroner (Imaging). ........................................................................... 7
Gambar 4.4 Siklus Jantung. .......................................................................................... 10
Gambar 4.5 Patogenesis Inflamasi pada Aterosklerosis. .............................................. 12
Gambar 4.6 Mekanisme Terbentuknya Trombus pada Koroner. ................................. 14
Gambar 4.7 Waktu Timbulnya Berbagai Jenis Marker. ............................................... 18
v
BAB I
PENDAHULUAN
1
2
2
3
1.2. Tujuan
Tujuan penulisan laporan kasus ini adalah:
1. Untuk memahami tinjauan ilmu teoritis mengenai Non-ST segment
Elevation Myocardial Infarction (NSTEMI).
2. Untuk mengintegrasikan ilmu kedokteran yang telah didapat terhadap
kasus Non-ST segment Elevation Myocardial Infarction (NSTEMI) serta
melakukan penatalaksanaan yang tepat, cepat, dan akurat sehingga
mendapatkan prognosis yang baik.
1.3. Manfaat
Beberapa manfaat yang didapat dari penulisan laporan kasus ini adalah:
1. Untuk lebih memahami dan memperdalam secara teoritis tentang Non-ST
segment Elevation Myocardial Infarction (NSTEMI).
2. Sebagai bahan informasi dan pengetahuan bagi pembaca mengenai Non-
ST segment Elevation Myocardial Infarction (NSTEMI).
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
4
5
Gambar 4.1 Ruang dan Katup Jantung: Atrium, Ventrikel dan Septum
Interventrikular.
5
6
i. Pengisian ventrikel
Ketika tekanan ventrikel turun dibawah atrium katup atrioventrikler
membuka dan ventrikel kembali terisi.5
2.3.2 Epidemiologi
Infark miokard akut merupakan salah satu diagnosis rawat inap tersering di
negara maju. Laju mortalitas awal (30 hari) pada IMA adalah 30% dengan lebih
dari separuh kematian terjadi sebelum pasien mencapai rumah sakit. Angka
kejadian NSTEMI lebih sering di bandingkan dengan STEMI.8
2.3.3 Patogenesis
Aterosklerosis merupakan dasar penyebab utama terjadinya PJK.
Aterosklerosis merupakan suatu proses multifaktorial dengan mekanisme yang
saling terkait. Proses aterosklerosis awalnya ditandai dengan adanya kerusakan
pada lapisan endotel, pembentukan fatty streaks (kerak lemak) dan foam cell (sel
busa), pembentukan fibrous cap (lesi jaringan ikat) dan proses ruptur plak
aterosklerotik yang tidak stabil.8
- Ruptur Plak Aterosklerosis
Aterosklerosis terjadi ketika kerusakan pada endotel arteri, sehingga
menimbulkan disfungsi endotel. Kerusakan pada endotel akan memicu berbagai
mekanisme yang menginduksi dan mempromosi lesi aterosklerotik. Disfungsi
endotel ini disebabkan oleh faktor-faktor risiko seperti dislipidemia, hipertensi,
DM, obesitas dan merokok dan faktor-faktor risiko lain misalnya homosistein dan
kelainan hemostatik.9
12
12
13
aliran darah.9
13
14
2.3.4 Diagnosis
Diagnosis angina pektoris tidak stabil (APTS/UAP) dan infark miokard non-
ST elevasi (NSTEMI) ditegakkan atas dasar keluhan angina tipikal yang dapat
disertai dengan perubahan EKG spesifik, dengan atau tanpa peningkatan marka
jantung. Jika marka jantung meningkat, diagnosis mengarah NSTEMI; jika tidak
meningkat, diagnosis mengarah UAP. Sebagian besar pasien NSTEMI akan
mengalami evolusi menjadi infark miokard tanpa gelombang Q. Dibandingkan
dengan STEMI, prevalensi NSTEMI dan UAP lebih tinggi, di mana pasien-pasien
biasanya berusia lebih lanjut dan memiliki lebih banyak komorbiditas. Selain itu,
mortalitas awal NSTEMI lebih rendah dibandingkan STEMI namun setelah 6
15
15
16
menerus. EKG yang mungkin dijumpai pada pasien NSTEMI dan UAP antara
lain:
Depresi segmen ST dan/atau inversi gelombang T; dapat disertai dengan
elevasi segmen ST yang tidak persisten (<20 menit)
Gelombang Q yang menetap
Nondiagnostik
Normal
Hasil EKG 12 sadapan yang normal tidak menyingkirkan kemungkinan
diagnosis SKA tanpa elevasi segmen ST, misalnya akibat iskemia tersembunyi di
daerah sirkumfleks atau keterlibatan ventrikel kanan, oleh karena itu pada hasil
EKG normal perlu dipertimbangkan pemasangan sadapan tambahan.
Depresi segmen ST ≥0,5 mm di dua atau lebih sadapan berdekatan sugestif
untuk diagnosis UAP atau NSTEMI, tetapi mengingat kesulitan mengukur depresi
segmen ST yang kecil, diagnosis lebih relevan dihubungkan dengan depresi
segmen ST ≥1 mm. Depresi segmen ST ≥1 mm dan/atau inversi gelombang T≥2
mm di beberapa sadapan prekordial sangat sugestif untuk mendiagnosis UAP atau
NSTEMI (tingkat peluang tinggi). Gelombang Q ≥0,04 detik tanpa disertai
depresi segmen ST dan/atau inversi gelombang T menunjukkan tingkat
persangkaan terhadap SKA tidak tinggi sehingga diagnosis yang seharusnya
dibuat adalah Kemungkinan SKA atau Definitif SKA. Jika pemeriksaan EKG
awal menunjukkan kelainan nondiagnostik, sementara angina masih berlangsung,
pemeriksaan diulang 10 – 20 menit kemudian (rekam juga V7-V9). Pada keadaan
di mana EKG ulang tetap menunjukkan kelainan yang nondiagnostik dan marka
jantung negatif sementara keluhan angina sangat sugestif SKA, maka pasien
dipantau selama 12-24 jam untuk dilakukan EKG ulang tiap 6 jam dan setiap
terjadi angina berulang.
Bila dalam masa pemantauan terjadi perubahan EKG, misalnya depresi
segmen ST dan/atau inversi gelombang T yang signifikan, maka diagnosis UAP
atau NSTEMI dapat dipastikan. Walaupun demikian, depresi segmen ST yang
kecil (0,5 mm) yang terdeteksi saat nyeri dada dan mengalami normalisasi saat
nyeri dada hilang sangat sugestif diagnosis UAP atau NSTEMI. Stress test dapat
16
17
dilakukan untuk provokasi iskemia jika dalam masa pemantauan nyeri dada tidak
berulang, EKG tetap nondiagnostik, marka jantung negatif, dan tidak terdapat
tanda gagal jantung. Hasil stress test yang positif meyakinkan diagnosis atau
menunjukkan persangkaan tinggi UAP atau NSTEMI. Hasil stress test negatif
menunjukkan diagnosis SKA diragukan dan dilanjutkan dengan rawat jalan.
Marka jantung. Pemeriksaan troponin I/T adalah standard baku emas
dalam diagnosis NSTEMI, di mana peningkatan kadar marka jantung tersebut
akan terjadi dalam waktu 2 hingga 4 jam. Penggunaan troponin I/T untuk
diagnosis NSTEMI harus digabungkan dengan kriteria lain yaitu keluhan angina
dan perubahan EKG. Diagnosis NSTEMI ditegakkan jika marka jantung
meningkat sedikit melampaui nilai normal atas (upper limit of normal, ULN).
Dalam menentukan kapan marka jantung hendak diulang seyogyanya
mempertimbangkan ketidakpastian dalam menentukan awitan angina. Tes yang
negatif pada satu kali pemeriksaan awal tidak dapat dipakai untuk menyingkirkan
diagnosis infark miokard akut.7
Kadar troponin pada pasien infark miokard akut meningkat di dalam darah
perifer 3 – 4 jam setelah awitan infark dan menetap sampai 2 minggu.
Peningkatan ringan kadar troponin biasanya menghilang dalam 2 hingga 3 hari,
namun bila terjadi nekrosis luas, peningkatan ini dapat menetap hingga 2
minggu.13
Mengingat troponin I/T tidak terdeteksi dalam darah orang sehat, nilai
ambang peningkatan marka jantung ini ditetapkan sedikit di atas nilai normal yang
ditetapkan oleh laboratorium setempat.
Selain akibat STEMI dan NSTEMI, peningkatan kadar troponin juga dapat
terjadi akibat:
Takiaritmia atau bradiaritmia berat
Miokarditis
Dissecting aneurysm
Emboli paru
Gangguan ginjal akut atau kronik
Stroke atau perdarahan subarachnoid
17
18
18
19
tinggi dan diagnosis banding yang tidak jelas. Penemuan oklusi trombotik akut,
misalnya pada arteri sirkumfleksa, sangat penting pada pasien yang sedang
mengalami gejala atau peningkatan troponin namun tidak ditemukan perubahan
EKG diagnostik. Pada pasien dengan penyakit pembuluh multipel dan mereka
dengan stenosis arteri utama kiri yang memiliki risiko tinggi untuk kejadian
kardiovaskular yang serius, angiografi koroner disertai perekaman EKG dan
abnormalitas gerakan dinding regional seringkali memungkinkan identifikasi lesi
yang menjadi penyebab. Penemuan angiografi yang khas antara lain eksentrisitas,
batas yang ireguler, ulserasi, penampakkan yang kabur, dan filling defect yang
mengesankan adanya trombus intrakoroner.
19
20
Prediktor Skor
Usia dalam tahun
<40 0
40-49 18
50-59 36
60-69 55
70-79 73
80 91
22
Prediktor Skor
Laju denyut jantung (kali per menit)
<70 0
70-89 7
90-109 13
110-149 23
150-199 36
>200 46
Tekanan darah sistolik (mmHg)
<80 63
80-99 58
100-119 47
120-139 37
140-159 26
160-199 11
>200 0
Kreatinin (μmol/L)
0-34 2
35-70 5
71-105 8
106-140 11
141-176 14
177-353 23
≥354 31
Gagal jantung berdasarkan klasifikasi Killip
I 0
II 21
III 43
IV 64
Henti jantung saat tiba di RS 43
Peningkatan marka jantung 15
Deviasi segmen ST 30
Kelas
Temuan Klinis Mortalitas
Killip
Tidak terdapat gagal jantung (tidak terdapat
I 6%
ronkhi maupun S3)
Terdapat gagal jantung ditandai dengan S3
II dan ronkhi basah pada setengah lapangan 17%
paru
Terdapat edema paru ditandai oleh ronkhi
III 38%
basah di seluruh lapangan paru
23
24
Prediktor Skor
Hematokrit awal, %
<31 9
31-33,9 7
34-36,9 3
37-39.9 2
≥40 0
Klirens kreatinin, mL/menit
≤15 39
>15-30 35
>30-60 28
>60-90 17
>90-120 7
>120 0
Laju denyut jantung (kali per menit)
≤70 0
71-80 1
81-90 3
91-100 6
101-110 8
111-120 10
≥121 11
Jenis kelamin
Pria 0
Wanita 8
Tanda gagal jantung saat
Datang
Tidak 0
Ya 7
Riwayat penyakit vascular
Sebelumnya
Tidak 0
Ya 6
Diabetes
Tidak 0
Ya 6
Tekanan darah sistolik, mmHg
≤90 10
91-100 8
101-120 5
121-180 1
181-200 3
25
≥200 5
Tabel 4.7 Stratifikasi Risiko Berdasarkan Score CRUSADE.
Tabel 4.8 Kriteria Stratifikasi Risiko Sangat Tinggi dan Tinggi Untuk
Strategi Invasif.
Tabel 4.8.
Kelompok Risiko Kriteria
Sangat Tinggi Angina refrakter
Gagal jantung akut
Aritmia ventrikel yang mengancam nyawa
Keadaan hemodinamik tidak stabil
25
26
2.3.7 Terapi
Berdasarkan stratifikasi risiko, dapat ditentukan kebutuhan untuk dilakukan
strategi invasif dan waktu pelaksanaan revaskularisasi. Strategi invasif melibatkan
dilakukannya angiografi, dan ditujukan pada pasien dengan tingkat risiko tinggi
hingga sangat tinggi. Waktu pelaksanaan angiografi ditentukan berdasarkan
beberapa parameter dan dibagi menjadi 4 kategori, yaitu:
1. Strategi invasif segera (<2 jam, urgent) (Kelas I-C).
Dilakukan bila pasien memenuhi salah satu kriteria risiko sangat tinggi
(very high risk)
2. Strategi invasif awal (early) dalam 24 jam (Kelas I-A)
Dilakukan bila pasien memiliki skor GRACE >140 atau dengan salah satu
kriteria risiko tinggi (high risk) primer.
3. Strategi invasif awal (early) dalam 72 jam (Kelas I-A)
Dilakukan bila pasien memenuhi salah satu kriteria risiko tinggi (high risk)
atau dengan gejala berulang
4. Strategi konservatif (tidak dilakukan angiografi) atau angiografi elektif
(Kelas III-A)
rutin. Strategi ini dilakukan pada pasien yang tidak memenuhi kriteria risiko
tinggi dan dianggap memiliki risiko rendah, yaitu memenuhi kriteria berikut ini:
Nyeri dada tidak berulang
Tidak ada tanda-tanda kegagalan jantung
Tidak ada kelainan pada EKG awal atau kedua (dilakukan pada jam ke-6
hingga 9)
Tidak ada peningkatan nilai troponin (saat tiba atau antara jam ke-6 hingga
9)
Tidak ada iskemia yang dapat ditimbulkan (inducible ischemia)
Penentuan risiko rendah berdasarkan risk score seperti GRACE dan TIMI
juga dapat berguna dalam pengambilan keputusan untuk menggunakan strategi
konservatif. Risk Score >3 menurut TIMI menunjukkan pasien memerlukan
revaskularisasi. Timing revaskularisasi dapat ditentukan berdasarkan penjelasan
di atas. Obat-obatan yang diperlukan dalam menangani SKA adalah:
A. ANTI ISKEMIA
Beta-Blocker
Keuntungan utama terapi penyekat beta terletak pada efeknya terhadap
reseptor beta-1 yang mengakibatkan turunnya konsumsi oksigen
miokardium. Penyekat beta direkomendasikan bagi pasien UAP atau
NSTEMI, terutama jika terdapat hipertensi dan/atau takikardia, dan selama
tidak terdapat indikasi kontra (Kelas I-B). Penyekat beta oral hendaknya
diberikan dalam 24 jam pertama (Kelas I-B). Penyekat beta juga
diindikasikan untuk semua pasien dengan disfungsi ventrikel kiri selama
tidak ada indikasi kontra (Kelas I-B). Pemberian penyekat beta pada pasien
dengan riwayat pengobatan penyekat beta kronis yang datang dengan SKA
tetap dilanjutkan kecuali bila termasuk klasifikasi Kilip ≥III (Kelas I-B).
Beberapa penyekat beta yang sering dipakai dalam praktek klinik dapat
dilihat pada Tabel 4.9.
27
28
Tabel 4.9 Jenis dan Dosis Penyekat Beta Untuk Terapi IMA.
Penyekat Aktivitas agonis Dosis untuk
Selektivitas
Beta parsial angina
Atenolol B1 - 50-200 mg/hari
Bisoprolol B1 - 10 mg/hari
2x6,25 mg/hari,
titrasi sampai
Carvedilol a dan b +
maksimum 2x25
mg/hari
Metoprolol B1 - 50-200 mg/hari
Propanolol Nonselektif - 2x20-80 mg/hari
Nitrat
Keuntungan terapi nitrat terletak pada efek dilatasi vena yang mengakibatkan
berkurangnya preload dan volume akhir diastolik ventrikel kiri sehingga
konsumsi oksigen miokardium berkurang. Efek lain dari nitrat adalah dilatasi
pembuluh darah koroner baik yang normal maupun yang mengalami
aterosklerosis.
1. Nitrat oral atau intravena efektif menghilangkan keluhan dalam fase
akut dari episode angina (Kelas I-C).
2. Pasien dengan UAP/NSTEMI yang mengalami nyeri dada berlanjut
sebaiknya mendapat nitrat sublingual setiap 5 menit sampai maksimal 3
kali pemberian, setelah itu harus dipertimbangkan penggunaan nitrat
intravena jika tidak ada indikasi kontra (Kelas I-C).
3. Nitrat intravena diindikasikan pada iskemia yang persisten, gagal
jantung, atau hipertensi dalam 48 jam pertama UAP/NSTEMI.
Keputusan menggunakan nitrat intravena tidak boleh menghalangi
pengobatan yang terbukti menurunkan mortalitas seperti penyekat beta
atau angiotensin converting enzymes inhibitor (ACE-I) (Kelas I-B).
28
29
4. Nitrat tidak diberikan pada pasien dengan tekanan darah sistolik <90
mmHg atau >30 mmHg di bawah nilai awal, bradikardia berat (<50
kali permenit), takikardia tanpa gejala gagal jantung, atau infark
ventrikel kanan (Kelas III-C).
5. Nitrat tidak boleh diberikan pada pasien yang telah mengkonsumsi
inhibitor fosfodiesterase: sidenafil dalam 24 jam, tadalafil dalam 48
jam. Waktu yang tepat untuk terapi nitrat setelah pemberian vardenafil
belum dapat ditentukan (Kelas III-C).
Tabel 4.11 Jenis dan Dosis Penghambat Kanal Kalsium Untuk Terapi IMA.
Penghambat kanal
Dosis
kalsium
Verapamil 180-240 mg/hari dibagi 2-3 dosis
Diltiazem 120-360 mg/hari dibagi 3-4 dosis
Nifedipine GITS
30-90 mg/hari
(long acting)
Amlodipine 5-10 mg/hari
B. Anti Platelet
- Aspirin harus diberikan kepada semua pasien tanpa indikasi kontra
dengan dosis loading 150-300 mg dan dosis pemeliharaan 75-100 mg
setiap harinya untuk jangka panjang, tanpa memandang strategi
pengobatan yang diberikan (Kelas I-A).
- Penghambat reseptor ADP perlu diberikan bersama aspirin sesegera
mungkin dan dipertahankan selama 12 bulan kecuali ada indikasi kontra
seperti risiko perdarahan berlebih (Kelas I-A).
- Penghambat pompa proton (sebaiknya bukan omeprazole) diberikan
bersama DAPT (dual antiplatelet therapy - aspirin dan penghambat
reseptor ADP) direkomendasikan pada pasien dengan riwayat perdarahan
saluran cerna atau ulkus peptikum, dan perlu diberikan pada pasien
dengan beragam faktor risiko seperti infeksi H. pylori, usia ≥65 tahun,
serta konsumsi bersama dengan antikoagulan atau steroid (Kelas I-A).
30
31
31
32
stent.
Tabel 4.12 Jenis dan Dosis Anti Platelet Untuk Terapi IMA.
Antiplatelet Dosis
Aspirin Dosis loading 150-300 mg, dosis
Antiplatelet Dosis
pemeliharaan 75-100 mg
Ticagrelor Dosis loading 180 mg, dosis pemeliharaan
2x90 mg/hari
Clopidogrel Dosis loading 300 mg, dosis pemeliharaan 75
mg/hari
D. Anti Koagulan
1. Pemberian antikoagulan disarankan untuk semua pasien yang
mendapatkan terapi antiplatelet (Kelas I-A).
2. Pemilihan antikoagulan dibuat berdasarkan risiko perdarahan dan iskemia,
dan berdasarkan profil efikasi-keamanan agen tersebut. (Kelas I-C).
3. Fondaparinuks secara keseluruhan memiliki profil keamanan berbanding
risiko yang paling baik. Dosis yang diberikan adalah 2,5 mg setiap hari
secara subkutan (Kelas I-A).
4. Bila antikoagulan yang diberikan awal adalah fondaparinuks, penambahan
bolus UFH (85 IU/kg diadaptasi ke ACT, atau 60 IU untuk mereka yang
mendapatkan penghambat reseptor GP Iib/IIIa) perlu diberikan saat IKP
32
33
(Kelas I-B).
5. Enoksaparin (1 mg/kg dua kali sehari) disarankan untuk pasien dengan
risiko perdarahan rendah apabila fondaparinuks tidak tersedia (Kelas I-B).
6. Heparin tidak terfraksi (UFH) dengan target aPTT 50-70 detik atau
heparin berat molekul rendah (LMWH) lainnya (dengan dosis yang
direkomendasikan) diindaksikan apabila fondaparinuks atau enoksaparin
tidak tersedia (Kelas I-C).
7. Dalam strategi yang benar-benar konservatif, pemberian antikoagulasi
perlu dilanjutkan hingga saat pasien dipulangkan dari rumah sakit (Kelas
I-A).
Tabel 4.13 Jenis dan Dosis Anti Koagulan Untuk Terapi IMA.
8. Crossover heparin (UFH and LMWH) tidak disarankan (Kelas III-B).
Antikoagulan Dosis
Fondaparinuks 2,5 mg subkutan
33
34
Inhibitor
Dosis
ACE
Captopril 2-3 x 6,25-50 mg
G. STATIN
Tanpa melihat nilai awal kolesterol LDL dan tanpa mempertimbangkan
modifikasi diet, inhibitor hydroxymethylglutary-coenzyme A reductase
(statin) harus diberikan pada semua penderita UAP/NSTEMI, termasuk
mereka yang telah menjalani terapi revaskularisasi, jika tidak terdapat
indikasi kontra (Kelas I-A). Terapi statin dosis tinggi hendaknya dimulai
sebelum pasien keluar rumah sakit, dengan sasaran terapi untuk mencapai
kadar kolesterol LDL <100 mg/ dL (Kelas I-A). Menurunkan kadar
kolesterol LDL sampai <70 mg/dL mungkin untuk dicapai.
BAB 3
STATUS ORANG SAKIT
Kepaniteraan Klinik RSUP. H. Adam Malik
Departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskular
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan
2017
ANAMNESIS
√ Autoanamnesis Alloanamnese
36
37
Status Presens :
KU : Baik Kesadaran : CM
TD : 160/80 mmHg HR : 68 x/i, reguler
RR : 24 x/i Suhu : 36, 9 0C
Sianosis : (-) Ortopnu : (+) Dispnu : (+)
Ikterus : (-) Edema : (-) Pucat : (-)
Pemeriksaan Fisik :
Kepala : Konjungtiva palpebra inferior anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Leher : TVJ R+2 cmH2O
38
Kimia Klinik
Troponin I : 5,50 ng/mL <0,1
Metabolisme Karbohidrat
GDS 135 mg/dL < 200
Analisa gas darah
pH : 7,5 (7,35-7,45)
pCO2 : 28,0mmHg (38-42)
Kreatinin : 216,0mmHg (85-100)
Bikarbonat : 21,8 U/L (22-26)
Total CO2 : 22,7 U/L (19-25)
Kelebihan Basa : -0,4 U/L (-2)-(+2)
Saturasi O2 : 100% (95-100)
Elektrolit
Natrium : 142 mEq/L (135-155)
Kalium : 3,2 mEq/L (3,6-5,5)
Clorida : 108 mEq/L (96-106)
Enzim Jantung
CK-MB : 63 U/L <= 24
Diagnosa kerja
1. Fungsional : NSTEMI TIMI score 3/7, GRACE 99, Crusade 31
CHF Fc III ec CAD , HHD
2. Anatomi : Arteri koroner
3. Etiologi : Hipertensi, Atherosclerosis
41
Diferensial Diagnosis:
1. Unstable Angina
Pengobatan:
Terapi suportif : Tirah baring
IVFD NaCl 0.9% 10gtt/i (mikro)
O2 2-4 lpm via nasal canule
Terapi Medikamentosa :
Prognosis :
Dubia et bonam
BAB 4
FOLLOW UP PASIEN RAWAT INAP
Tanggal S O A P
10 Nyeri Sens : CM - NSTEMI TIMI score 3/7, - Tirah baring
Oktober dada TD : 160/80 GRACE 99, Crusade 31 - IVFD NaCl 0.9% 10gtt/i
2017 (+) mmHg - CHF Fc III ec CAD , HHD (mikro)
HR : 67 x/i - HT stage 2 - O2 via nasal canule 2-4
Sesak RR : 20 x/i
lpm
nafas
- InjFurosemide
(+) Status
0,5cc/jam
Lokalisata
- NTG drips 30 mg
Mata
- Aspilet 1 x 80 mg
anemis (-/-)
- Captopril 3 x 12,5 mg
ikterik (-/-)
- Clopidogrel 1 x 75 mg
Leher:
- Bisoprolol 1x5 mg
- Inj Arixtra 2,5 mg/24
TVJ R+2
jam
cmH2O
- Simvastatin 1 x 20 mg
- Clobazam 1 x 10 mg
Thoraks:
- Laxadine syr 1 x CI
Cor S1(+) S2(+)
-Inj Lovenox 0,6cc/12
murmur (-)
jam
gallop (-)
Pul sp vesikuler
ST : Ronki
basah basal R/ Pantau Hemodinamik
(+/+)
Abdomen
soepel, BU (N)
Ekstremitas
akral hangat
43
edem pretibial
(-/-)
45
Tanggal S O A P
11 Nyeri Sens : CM - NSTEMI TIMI score 3/7, -Tirah baring
Oktober dada TD: 140/100 GRACE 99, Crusade 31 -IVFD NaCl 0.9%
2017 (-) mmHg - CHF Fc III ec CAD , HHD 10gtt/i (mikro)
HR : 60 x/i - Hipertensi stage I -O2 via nasal canule 2-
Sesak RR : 16 x/i
4 lpm
nafas SpO2 : 97%
- Inj Furosemide 10mg
(-) Temp : 36,3oC
/8 jam
Status
- NTG drips 10 mg
Lokalisata
(tapering off)
Mata
- Aspilet 1 x 80 mg
anemis (-/-)
- Captopril 3 x 12,5 mg
ikterik (-/-)
- Clopidogrel 1 x 75 mg
Leher
- Bisoprolol 1x1,25 mg
TVJ R+2
- Inj Arixtra 2,5 mg/24
cmH2O
jam (H-2)
Thoraks
- Simvastatin 1 x 20 mg
Cor S1(+)
- Inj Lovenox 0,6cc/12
S2(+)
jam (H-2)
murmur (-)
gallop (-)
Pul sp
vesikuler
st Ronki basah
basal (+/+)
Abdomen
soepel, BU (N)
Ekstremitas
akral hangat
edem pretibial
(-/-)
46
Tanggal S O A P
12 Nyeri Sens : CM - NSTEMI TIMI score 3/7, -Tirah baring
oktober dada (- TD : 100/70 GRACE 99, Crusade 31 -IVFD NaCl 0.9%
2017 ) mmHg - CHF Fc III ec CAD , HHD 10gtt/i (mikro)
HR : 62 x/i -O2 via nasal canule 2-
Sesak RR : 22 x/i 4 lpm
nafas - Inj Furosemide 20mg
(-) Status Lokalisata /8 jam
Mata - NTG drips 5 mcg/hari
anemis (-/-) (tapering off)
ikterik (-/-) - Aspilet 1 x 80 mg
Leher - Captopril 3 x 12,5 mg
TVJ R+2 (tunda)
cmH2O - ISDN 3x5mg
Thoraks - Clopidogrel 1 x 75 mg
Cor S1(+) S2(+) - Bisoprolol 1x1,25 mg
murmur (-) - Simvastatin 1 x 20 mg
gallop (-) - Inj Lovenox 0,6cc/12
Pul sp vesikuler jam (H-3)
st ronki basah
basal (+/+)
Abdomen
soepel, BU (+) N
Ekstremitas
akral hangat
edem pretibial (-/-
)
47
Tanggal S O A P
13 Nyeri Sens : CM - NSTEMI TIMI score 3/7, -Tirah baring
Oktober dada TD : 120/80 GRACE 99, Crusade 31 -IVFD NaCl 0.9% 10gtt/i
2017 (-) mmHg - CHF Fc III ec CAD , HHD (mikro)
HR : 60 x/i -O2 via nasal canule 2-4
Sesak RR : 20 x/i lpm
nafas - Aspilet 1 x 80 mg
(-) Status - Clopidogrel 1 x 75 mg
Lokalisata - ISDN 3x5mg (k/p)
Mata - Simvastatin 1 x 20 mg
anemis (-/-) - Inj Lovenox 0,6cc/12
ikterik (-/-) jam (H-3)
Leher - Captopril 3x12,5mg
TVJ R+2 (Tunda)
cmH2O - Bisoprolol 1x1,25mg
Thoraks (tunda)
Cor S1(+)
S2(+) R/ : Pantau Hemodinamik
murmur (-)
gallop (-)
Pul sp vesikuler
st (-/-)
Abdomen
soepel, BU (+)
N
Ekstremitas
akral hangat
edem pretibial
(-/-)
BAB 5
DISKUSI KASUS
TEORI DISKUSI
Faktor Risiko Faktor Risiko
Faktor risiko Penyakit Jantung Koroner adalah - Hipertensi
- Hipertensi - Pria berusia > 45 tahun
- Dislipidemia - Riwayat merokok -/+ 5 tahun, 1
- Overweight dan obesitas bungkus /hari
- Merokok
- Diabetes melittus
- Pria berusia > 45 tahun, dan wanita berusia > 55
tahun
- Riwayat penyakit arteri koroner dini pada orang
tua, ayah < 55 tahun, dan ibu < 65 tahun
Diagnosis Anamnesis
Diagnosis dibuat berdasarkan anamnesis, Keluhan : Nyeri dada
pemeriksaan fisik, foto toraks, elektrokardiografi, Telaah :
ekokardiografi, dan kateterisasi. Hal ini sudah dialami oleh pasien
semenjak 5 hari yang lalu sebelum masuk
- Anamnesis
rumah sakit, seperti tertimpa beban yang
Nyeri dada substernal dengan lama waktu > 20 berat pada dada sebelah kiri, dan
mengalami penjalaran sampai ke
menit, keringat dingin, dapat disertai dengan
punggung serta tangan sebelah kiri
penjalaran ke lengan kiri, punggung, rahang dan dengan frekuensi terjadi -/+ 2 x dalam
sehari. Nyeri dada muncul dengan durasi
ulu hati.
±20 menit dan bersifat hilang timbul dan
Pasien memiliki salah satu atau lebih faktor risiko disertai dengan serangan yang lebih berat
untuk serangan berikutnya. Pasien
berupa: kencing manis, kolestrol, darah tinggi dan
mengatakan nyeri muncul tiba-tiba saat
riwayat keluarga. sedang beristirahat pada malam hari Rasa
nyeri tidak berkurang dengan perubahan
- Pemeriksaan Fisik
posisi. Nyeri pada dada diikuti dengan
Umumnya dalam batas normal, kecuali ada keringat dingin, jantung berdebar-debar,
dan rasa mual . Riwayat sesak nafas
komplikasi dan atau komorbiditas.
sebelumnya ditemui pada pasien terutama
- Kriteria Diagnosis pada saat tidur dimalam hari, sesak nafas
berkurang apabila pasien menambahkan
1. Memenuhi kriteria anamnesis.
2 – 3 bantal untuk menopang kepalanya,
48
2. Pemeriksaan EKG : dan sesak nafas saat melakukan aktifitas
juga dijumpai. Riwayat kaki bengkak
Tidak ada elevasi segment ST tidak dijumpai pada pasien. Muntah
Ada perubahan segment ST atau gelombang disangkal oleh pasien. Pasien memiliki
riwayat darah tinggi tanpa pengobatan
T dengan tekanan darah sistolik tertinggi ±
3. Terdapat peningkatan abnormal enzim 160 mmHg. Pasien mengaku pernah
mengalami stroke pada tahun 2013.
CKMB dan/atau troponin. Pasien menyangkal adanya riwayat
4. Pemeriksaan penunjang : penyakit diabetes. RIwayat merokok
dijumpai -/+ 5 tahun yang lalu dengan
EKG jumlah 1 bungkus / hari.
Laboratorium : Darah rutin, elektrolit, Renal
Function Test, SGOT, SGPT, kadar gula - Pemeriksaan Fisik
Echocardiography Sens : CM
TD : 160/80 mmHg
HR : 68 x/i, reguler
RR : 24 x/i
Suhu : 36, 9 0C
Sianosis : (-) Ortopnu : (-)
Dispnu : (-) Ikterus : (-)
Edema : (-) Pucat : (-)
Status Lokalisata
Mata
anemis (-/-)
ikterik (-/-)
Leher
TVJ R+2 cmH2O
Thoraks
Cor S1(+) S2(+)
murmur (-)
gallop (-)
Pul sp vesikuler
st Ronki basah basal (+/+)
Abdomen
soepel, BU (+) N
Ekstremitas
akral hangat
edem pretibial (-/-)
- Pemeriksaan Penunjang
Interpretasi EKG
Sinus Ritme + LVH + Ischemic Inferior
AnteroLateral
Cardiac Marker
Troponin I : 5,5 ng/mL
CK-MB : 47 U/L
51
Penatalaksanaan
Terapi suportif :
Tirah baring
Penatalaksanaan
IVFD NaCl 0.9% 10gtt/i (mikro)
- Tirah baring
O2 2-4 lpm via nasal canule
- Oksigen 2-4 lpm
Terapi Medikamentosa :
- Pemberian IVFD
1. Inj Furosemide 0,5cc/jam
- Obat-obatan :
2. NTG drips 30mg
Aspilet 160 mg kunyah
3. Aspilet 1 x 80 mg
Clopidogrel 300 mg atau Ticagrelor 180 mg
4. Captopril 3 x 12,5 mg
(usia < 75 tahun dan tidak rutin minum obat)
5. Clopidogrel 1 x 75 mg
Nitrat sublingual 3 x 5 mg. Jika masih ada
6. Bisoprolol 1x5 mg
keluhan, dilanjutkan dengan IV.
7. Inj Arixtra 2,5 mg/24 jam
Morfin 2-4 mg IV jika masih ada keluhan
8. Simvastatin 1 x 20 mg
nyeri dada.
9. Clobazam 1 x 10 mg
Monitoring EKG.
10. Laxadine syr 1 x CI
11. Inj Lovenox 0,6cc/12 jam
51
Pasien risiko sangat tinggi sebaiknya
Rencana pemeriksaan lanjutan :
dikerjakan PCI dalam 2 jam dengan
1. Darah rutin
mempertimbangkan ketersediaan tenaga dan
2. Cek lipid profile
fasilitas cathlab. Kriteria risiko sangat tinggi
3. KGD puasa, KGD 2 jam PP, HbA1C
bila terdapat salah satu kriteria berikut:
4. Enzim jantung
a. Angina berulang.
5. Renal Function Test
b. Syok kardiogenik.
6. Foto Thoraks
c. Aritmia malignant.
7. EKG serial
d. Hemodinamik tidak stabil.
8. Angiography
e. Pasien dengan peningkatan enzim jantung.
9. Echocardiography
Pasien tanpa kriteria risiko sangat tinggi
diatas dapat dirawat selama 5 hari dan Prognosis :
dilakukan PCI saat atau setelah pulang dari Dubia et bonam
RS.
Pasien tanpa perubahan EKG dan kenaikan
enzim, dapat dilakukan stress test: treadmill,
echocardiography stress test, stress test
perfusion scanning atau MRI.
53
BAB 6
KESIMPULAN
Bapak Dsar Tarigan, berusia 52 tahun, didiagnosis dengan NSTEMI TIMI score
3/7, GRACE 99, Crusade 31 + CHF Fc III ec CAD, HHD dan telah diberikan
tatalaksana berupa :
Terapi suportif : Tirah baring
IVFD NaCl 0.9% 10gtt/i (mikro)
O2 2-4 lpm via nasal canule
Terapi Medikamentosa :
1. Inj Furosemide 0,5cc/jam
2. NTG drips 30mg
3. Aspilet 1 x 80 mg
4. Captopril 3 x 12,5 mg
5. Clopidogrel 1 x 75 mg
6. Bisoprolol 1x5 mg
7. Inj Arixtra 2,5 mg/24 jam
8. Simvastatin 1 x 20 mg
9. Clobazam 1 x 10 mg
10. Laxadine syr 1 x CI
11. Inj Lovenox 0,6cc/12 jam
53
DAFTAR PUSTAKA
1. Irmalita. Buku Ajar Kardiologi. Jakarta :Balai Penerbit FK UI. 1996. Hal
173.
2. Coven, David L. Acute Coronary Syndrome. Medscape. 2016.
3. Harun S, Alwi I. Infark Miokard Akut tanpa Elevasi ST. Buku Ajar PAPDI.
Jakarta :Balai Penerbit FK UI.
4. Rilantono, L. Buku Ajar Kardiologi. Jakarta :Balai penerbit FK UI.1996. hal
7-13.
5. Sherwood, L. Fisiologi manusia. Jakarta : Buku Kedokteran EGC.2012. hal
344-346.
6. Anderson JL, Adams CD, Antman EM, Bridges CR, Califf RM, Casey DE,
et al. 2012 ACCF/AHA Focused Update Incorporated Into the ACCF/AHA
2007 Guidelines for the Management of Patients With Unstable
Angina/Non–ST-Elevation Myocardial Infarction A Report of the American
College of Cardiology Foundation/American Heart Association Task Force
on Practice Guidelines.
7. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia. Pedoman
Tatalaksana Sindrom Koroner Akut. Indonesia: Centra Communications;
2015.
8. Hansson GK. Inflammation, Atherosclerosis, and Coronary Artery Disease.
N Engl J Med 2005; 352(16):1685-95.
9. Packard RRS, Libby P. Inflammation in Atherosclerosis: From Vascular
Biology To Biomarker Discovery And Risk Prediction. Clinical Chemistry
2008; 54(1):24-38.
10. Ismail D. Patofisiologi Sindroma Koroner Akut. Dalam : Bawazier LA,
Alwi I, Syam AF dkk. Editors. Prosiding Simposium Pendekatan Holistik
54
Penyakit Kardiovaskuler. Jakarta : Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian
Ilmu Penyakit Dalam FK UI. 2001; hal:22-31.
11. Lily LS. Pathophysiology of Heart Disease. Philadelphia : Wolters
Kluwer.2011;5:161 – 189.
12. Antman E, Anbe D, Armstrong P, et al. ACC/AHA guidelines for the
management of patients with ST elevation myocardial infartion. A report of
the American College of cardiology/ American Heart Assosiation task force
in practice guidelines). Am Coll Cardiol J 2004; 44(suppl I):1-212
13. Bertrand, M E, et al. Eur Heart J 2002;23:1809-40.
14. Anderson, J L, et al. J Am Coli Cardio 2007;50:e1-157.
15. Killip T, Kimball JT. Treatment of myocardial infarction in a coronary care
unit. A two year experience with 250 patients. Am J Cardio 1967;20(4):457-
64).
55