Anda di halaman 1dari 94

SERTIPIKAT HAK ATAS TANAH YANG TIDAK

MEMPUNYAI KEKUATAN HUKUM MENGIKAT

BERDASARKAN PUTUSAN PENGADILAN

(Analisis Putusan Pengadilan Negeri Atambua Nomor

22/Pdt.G/2019/PN.Atb)

Nama Mahasiswa : Rohmat Tri Santoso


NIM : 16080090
Program Studi : Ilmu Hukum

PROGRAM STUDI STRATA SATU (S-1) ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS DIRGANTARA MARSEKAL SURYADARMA

JAKARTA
2022

2
PROGRAM STUDI STRATA SATU (S-1) ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS DIRGANTARA MARSEKAL SURYADARMA

LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI UNTUK DI UJI

Nama : Rohmat Tri Santoso


NIM : 16080090
Program Studi : Ilmu Hukum
Judul : SERTIPIKAT HAK ATAS TANAH YANG TIDAK
MEMPUNYAI HUKUM MENGIKAT
BERDASARKAN PUTUSAN PENGADILAN
(Analisis Putusan Pengadilan Negeri Atambua
Nomor 22/Pdt.G/2019/PN.Atb)

Secara substansi telah menyatakan siap untuk di uji

Jakarta, Juli 2022

Disetujui oleh,

Dosen Pembimbing I Dosem Pembimbing II

Indah Sari,S.H., M.Si. Subhan Zein Sgn, S.H, M.H.

NIDN: 03-0709-7208 NIDN: 03-1204-7405

Mengetahui,

Dekan Fakultas Hukum

Universitas Dirgantara Marsekal Suryadarma

Dr. Niru Anita Sinaga, S.H., M.H

NIDN: 03-2710-6505

i
PROGRAM STUDI STRATA SATU (S-1) ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS DIRGANTARA MARSEKAL SURYADARMA

SURAT PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Yang bertandatangan di bawah ini:

Nama : ROHMAT TRI SANTOSO

NIM : 16080090

Dengan ini menyatakan dengan sesungguhnya bahwa


Skripsiberjudul “Sertipikat Hak Atas Tanah Yang Tidak Mempunyai
Kekuatan Hukum Mengikat Berdasarkan Putusan Pengadilan
(Analisis Putusan Pengadilan Negeri Atambua Nomor
22/Pdt.G/2019/PN.Atb.”ini adalah benar-benar merupakan hasil karya
saya sendiri dan bukan merupakan duplikasi ataupun plagiasi (jiplakan)
dari hasil penelitian orang lain. Sepengetahuan saya, topik/judul dari
Skripsi ini belum pernah ditulis oleh orang lain.

Apabila Skripsi ini terbukti merupakan hasil duplikasi atau plagiasi


(jiplakan) dari hasil penelitian orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi yang di berikan oleh Tim Penguji, termasuk sanksi akademik
berupa pencabutan skripsi dan gelar akademik yang saya peroleh dari
penulisan Skripsi ini.

Demikian Surat Pernyataan ini saya buat dengan sebenar-


benarnya.

Jakarta, Juli 2022

Yang Menyatakan

Materai 10000

ii
ROHMAT TRI SANTOSO

NIM: 16080090

PROGRAM STUDI STRATA SATU (S-1) ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS DIRGANTARA MARSEKAL SURYADARMA

PENGESAHAN SKRIPSI

SERTIPIKAT HAK ATAS TANAH YANG TIDAK MEMPUNYAI


KEKUATAN HUKUM MENGIKAT BERDASARKAN PUTUSAN
PENGADILAN (Analisis Putusan Pengadilan Negeri Atambua Nomor
22/Pdt.G/2019/PN.Atb)

Nama : Rohmat Tri Santoso

NPM : 16080090

Program Studi : Ilmu Hukum

Skripsi ini telah diuji dan dipertahankan dihadapan Sidang Tim Penguji
Skripsi Fakultas Hukum Universitas Dirgantara Marsekal Suryadarma
pada ________ 2022 dan dinyatakan LULUS

TIM PENGUJI SIDANG SKRIPSI

1. ………………………………………… (Ketua) ……………..


NIDN : …………….
2. ………………………………………… (Anggota) ……………..
NIDN : …………….
3. ………………………………………… (Anggota) ……………..
NIDN : …………….

Mengetahui,

Dekan Fakultas Hukum

Universitas Dirgantara Marsekal Suryadarma

iii
(Dr. Niru Anita Sinaga, S.H., M.H)

NIDN : 0327106505

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum, Wr, Wb.

Alhamdulillah Puji syukur saya panjatkan kepada ALLAH SWT,


yang senantiasa memberikan rahmat dan hidayah Nya, sehingga saya
dapat menyelesaikan Skripsi ini. Shalawat serta salam semoga
senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW. Penulisan Skripsi
dengan Judul “SERTIPIKAT HAK ATAS TANAH YANG TIDAK
MEMPUNYAI KEKUATAN HUKUM MENGIKAT BERDASARKAN
PUTUSAN PENGADILAN (Analisis Putusan Pengadilan Negeri
Atambua Nomor 22/Pdt.G/2019/Pn.Atb)” diajukan untuk melengkapi
tugas-tugas dan syarat-syarat guna menyelesaikan Program Studi Ilmu
Hukum Program pada Fakultas Hukum Universitas Dirgantara Marsekal
Suryadarma, Jakarta.

Penulis menyadari bahwa didalam penyusunan Skripsi ini mungkin


masih terdapat banyak kekurangan yang disebabkan oleh kurang
sempurnya dan keterbatasan ilmu pengetahuan yang di kuasai penulis.

Skripsi ini dapat diselesaikan diantaranya berkat bantuan, dorongan


serta bimbingan berbagai pihak. Oleh karena itu disini penulis
berkeinginan mengucapkan terima kasih kepada:

1. Marsma TNI (Purn) Bapak. Dr. Potler Gultom, S.H., MM, selaku
Rektor Universitas Dirgantara Marsekal Suryadarma, Jakarta.
2. Dr. Niru Anita Sinaga, S.H., M.H, selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Dirgantara Marsekal Suryadarma, Jakarta
3. Bapak Selamat Lumban Gaol, SH,.Mkn, selaku Ketua Program
Studi Ilmu Hukum Universitas Dirgantara Marsekal Suryadarma,
Jakarta.
4. Lasmauli Noverita Simarmata, S.H., M.H., Selaku Sekretaris
Program Studi Strata Satu (S1) Ilmu Hukum Fakultas Hukum
Universitas Marsekal Suryadarma, Jakarta
5. Ibu Indah Sari, SH., M.Si, sebagai Pembimbing I dalam Penulisan
Skripsi ini, yang telah meluangkan banyak waktu untuk
membimbing dan membantu mengarahkan penulis dalam
penyelesaian Skripsi ini.

iv
6. Bapak Subhan Zein, SH, MH, sebagai Pembimbing II dalam
Penulisan Skripsi ini, yang telah meluangkan banyak waktu untuk
membimbing dan membantu mengarahkan penulis dalam
penyelesaian Skripsi ini.
7. Tim Penguji Sidang Proposal dan Tim Penguji Sidang Skripsi yang
telah memberikan saran dan masukan untuk menjadikan Skripsi
kami lebih baik.
8. Civitas Akademik Fakultas Hukum Universitas Dirgantara Marsekal
Suryadarma yang telah senantiasa membantu selama perkuliahan
berlangsung.
9. Untuk keluarga tercinta, Bapak ,Ibu, Kakak dan Abang.
10. Rekan Mahasiswa/i satu angkatan dengan saya pada Universitas
Dirgantara Marsekal Suryadarma, Jakarta dan Rekan Mahasiswa/i
seperjuangan yang tidak dapat disebutkan satu-persatu, yang
selalu menjadi kenangan dan selalu memberikan motivasi serta
dorongan kepada saya untuk menyelesaikan Skripsi ini.
Akhir kata dengan segala kerendahan hati penulis berharap
semoga Skripsi ini dapat berguna bagi penulis khususnya dan bagi semua
pihak yang membutuhkan.

Demikianlah, dengan segala kerendahan hati penulis berharap


semoga Skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi
semua pihak yang membutuhkan.

Jakarta, Juli 2022

Rohmat Tri Santoso

NIM: 16080090

v
ABSTRAK

A. Nama dan NIM : Rohmat Tri Santoso, NIM : 16080090


B. Judul Skripsi : SERTIPIKAT HAK ATAS TANAH YANG
TIDAK MEMPUNYAI KEKUATAN
HUKUM PENGIKAT BERDASARKAN
PUTUSAN PENGADILAN (Analisis
Putusan Pengadilan Negeri Atambua
Nomor 22/Pdt.G/2019/Pn.Atb)
C. Kata Kunci : Sengketa,Hak Atas Tanah dan Putusan
Pengadilan
D. Halaman : ix + 78 + Daftar Pustaka + Lampiran
E. Tahun Penyusunan Skripsi : 2022
F. Isi Skripsi : Peraturan Kepala Badan Pertanahan
Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2011 tentang Pengelolaan
Pengkajian dan Penangan Kasus Pertanahan membedakan kasus
pertanahan menjadi sengketa Pertanahan adalah perselisihan
pertanahan antara orang perseorang, badan hukum,atau lembaga yang
tidak berdampak luas secara sosio-politik. Oleh karena itu menarik
untuk mengkaji Pengaturan sengketa tanah hukum perdata Indonesia
dan Analisis Pertimbangan Hukum Majelis Hakim dalam Putusan
Pengadilan Negeri Putusan Pengadilan Negeri Atambua Nomor
22/Pdt.G/2019/Pn.Atb menjawab permasalahan tersebut, digunakan
metode Penelitian Hukum Normatif (yuridis normatif) dengan
Pendekatan Undang-Undang dan Pendekatan Kasus, menggunakan
data sekunder yang diperoleh dari sumber bahan hukum primer,
sekunder dan tertier. Dalam keabsahan sertipikat dalam telah di atur
dalam Pasal 19 Ayat (2) huruf c Undang-Undang Pokok Agraria, Pasal
1 angka 20 dan Pasal 32 PP Nomor 24 Tahun 1997 bahwa sertipikat
hak atas tanah merupakan bukti yang terkuat dan terpenuh dan
pengadilan berwenang membatalkan sertpikat hak atas tanah apabila
dapat dibuktikan data fisik dan data yuridis dalam sertipikat tersebut
tidak sesuai dengan kenyataan. Perlu penegasan pengujian keabsahan
sertipikat hak atas tanah dalam suatu UU dan BPN perlu diberikan
kewenangan tambahan untuk membatalkan sertipikat hak atas tanah
berdasarkan asas contrrius actus, tidak harus ke Pengadilan.

vi
G. Daftar Referensi : 45 (42 Buku (1993 – 2016), 5 Perundang
undangan, 1 Putusan, 7 Jurnal.
H. Pembimbing I : Indah Sari, S.H., M.Si
Pembimbing II : Subhan Zein Sgn,S.H.,M.H.

DAFTAR ISI

Lembar Sampul -------------------------------------------------------------

Lembar Pengesahan Skripsi Untuk Diuji -----------------------------

Surat Pernyataan Keaslian Skripsi ------------------------------------

Lembar Pengesahan Skripsi Telah Diuji -----------------------------

Kata Pengantar -------------------------------------------------------------

Abstrak ------------------------------------------------------------------------

Daftar Isi ----------------------------------------------------------------------

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah -----------------------------------------


B. Rumusan Masalah ------------------------------------------------
C. Tujuan Penelitian --------------------------------------------------
D. Manfaat Penelitian ------------------------------------------------
E. Sistematika Penulisan Skripsi ----------------------------------
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Hukum Agraria---- ---------------


B. Tinjauan Umum Tentang Hak Atas Tanah ------------------
C. Tinjauan Umum Tentang Sengketa Hak Atas Tanah ----
D. Tinjauan Umum Tentang Sertifikat Tanah ------------------
BAB III METODE PENELITIAN

vii
A. Jenis Penelitian ----------------------------------------------------
B. Pendekatan Penelitian -------------------------------------------
C. Jenis Data Penelitian ---------------------------------------------
D. Alat Pengumpulan Data -----------------------------------------
E. Sumber Bahan Hukum -------------------------------------------
F. Metode Analisis Data ---------------------------------------------

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Pengaturan Keabsahan Hak Milik Atas Tanah Berdasarkan


Hukum Tanah Nasional ------------------------
B. Perlindungan Hukum Majelis Hakim Dalam Putusan
Pengadilan Atambua Nomor 22/Pdt.G/2019/PN.Atb------
BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ---------------------------------------------------------
B. Saran -----------------------------------------------------------------
DAFTAR PUSTAKA

LEMBARAN BIMBINGAN SKRIPSI

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

DAFTAR LAMPIRAN

viii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Tanah merupakan permukaan bumi tempat manusia hidup dan

berkembang. Pentingnya arti tanah bagi kehidupan manusia ialah karena

kehidupan manusia itu sama sekali tidak dapat dipisahkan dari tanah.1

Mengingat arti pentingnya tanah bagi kelangsungan hidup

masyarakat, maka diperlukan peraturan yang lengkap dalam hal

penggunaan, pemanfaatan, pemilikan dan perbuatan hukum yang

berkaitan dengan hal tersebut. Semua ini bertujuan untuk menghindari

persengketaan tanah baik yang menyangkut kepemilikan maupun

perbuatan-perbuatan hukum yang dilakukan oleh pemiliknya, maka dari itu

dibuat Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar

Pokok-pokok Agraria.2

Menurut Boedi Harsono pendaftaran tanah sebagai serangkaian

kegiatan yang dilakukan oleh Negara atau pemerintah secara terus

menerus dan diatur, berupa pengumpulan data keterangan atau data

1
G. Kartasaputra, Hukum Tanah Jaminan Bagi Keberhasilan Pendayagunaan Tanah,
(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1991), hlm. 7.
2
Indonesia, Undang-Undang Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, UU
Nomor 5 Tahun 1960, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 No.104, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia No. 2043, untuk selanjutnya dalam penulisan ini cukup
ditulis atau disebut “UU Nomor 5 Tahun 1960” atau “UU No. 5 Tahun 1960” atau “UU
No.5/1960” atau “UU 5/1960” atau “UUPA”.

1
tertentu yang ada di wilayah-wilayah tertentu, pengolahan, penyimpanan

dan penyajian bagi kepentingan rakyat dalam memberikan kepastian

hukum di bidang pertahanan termasuk bukti dan pemeliharaannya.3

Seiring dengan perkembangan kebudayaan manusia, pengaturan

penguasaan tanah pada mulanya ditemukan dalam bentuk hukum tidak

tertulis, yang berkembang dan dibentuk bersama oleh masyarakat

tersebut, dan berlaku serta dipatuhi hanya pada kesatuan masyarakatnya.

Peraturan demikian di dalam literatur hukum di Indonesia dikenal dengan

hukum adat dan aturan adat tentang penguasaan tanah.4

Dianto Bachriadi dan Anton Lucas menyimpulkan bahwa sistem

pengelolaan tanah dimasa orde baru hanya menguntungkan penguasa

dan kroninya yang hal ini telah menyebabkan banyak petani yang

kehilangan hak dan akses atas tanah. Akibatnya adalah dalam 20 tahun

terkahir jumlah sengketa tanah di Indonesia meningkat tajam dan

sengketa ini sering kali berubah menjadi konflik terbuka antara petani dan

aparat keamanan.5

Konflik tanah tidak mudah untuk diselesaikan. Hal ini dapat difahami

mengingat dimensi penguasaan atas tanah bukan sekadar penguasaan

atas sebidang objek fisik berupa tanah secara kasat mata, tetapi juga

sebuah keyakinan bahwa tanah mengandung nilai religi magis yang kuat

3
Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, Sejarah pembentukan Undang-Undang
Pokok Agraria, Cet.11 (Jakarta: Djambatan, 2007), hlm. 72.
4
Hermayulis, “Penerapan Hukum Pertanahan dan Pengaruhnya Terhadap Hubungan
Kekerabatan Pada Sistem Kekerabatan Matrilineal Minangkabau Di Sumatera Barat‟, Disertasi,
PPS-UI, 1999. hlm. 4
5
Dianto Bachriadi, dan Anton Lucas, Merampas Tanah Rakyat,Kasus Tapos dan
Cimacan, (Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia, 2001), hlm. 80

2
di kalangan masyarakat.6 Masuknya investasi yang memandang tanah

sebagai sebuah objek fisik bernilai ekonomi semata-mata akan

berhadapan dengan masyarakat yang masih memandang bahwa tanah

tidak sekedar bernilai ekonomis tetapi mengandung nilai sakral, karena di

tanah tersebut ia dilahirkan, orang tua dimakamkan, harga diri

dimunculkan dalam bentuk penguasaan atas tanah. Pendek kata ada nilai

monumental atas tanah tersebut.

Noer Fauzi7 berdasarkan kajian yang diilakukannya menyimpulkan

bahwa pembaruan hukum agraria yang selama ini dilakukan belum

memadai dikarnakan tidak memberikan perhatian yang konprehensip

terhadap berbagai aspek agraria misalnya terkait dengan hal-hal

pendaftaran dan pengurusan klaim-klaim masyarakat dengan tanah yang

hilang akibat pelanggaran HAM.

Mukmin Zakie berpendapat bahwa ada dua kemungkinan mengapa

pengaturan masyarakat adat dalam hukum Negara dari dulu sampai kini

masih belum jelas. Pertama pemerintah dalam kapasitas sebagai

pemegang arah kebijakan tidak mampu mengkonstruksi keragaman

masyarakat adat dengan totalitas sosialnya ke dalam perundang-

undangan. Kedua tidak ada kemauan politik dari pemerintah untuk

membuat aturan yang menguatkan keberadaan masyarakat adat.8

6
Mukmin Zakie, “Undang-Undang Pengambilan Tanah Di Indonesia Dan Di Malaysia
(Suatu Kajian Perbandingan)”, Desertasi Doktor Falsafah Fakulti Undang-Undang, Universiti
Kebangsaan Malaysia, 2011, hlm. 15
7
Noer Fauzi, Bersaksi untuk Pembaharuan Agraria, dari Tuntutan Lokal hingga
Kecenderungan Global,(Yogyakarta: Insist Press, 2003), hlm.32.
8
Mukmin Zakie, “Perlindungan Hak atas Tanah Masyarakat Hukum Adat dalam
Konstitusi,” Jurnal Konstitusi, PSHK FH UII, Vol. II, No. 2, 2009, hlm. 119-139.

3
Berdasarkan Pasal 19 UUPA adapun ketentuan-ketentuan umum

dari pendaftaran tanah di Indonesia, yaitu:9

a. Pertama, Untuk menjamin kepastian hukum oleh pemerintah diadakan

pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia menurut

ketentuan-ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah.

b. Kedua, Pendaftaran tersebut dalam Pasal 19 ayat (1) UUPA meliputi:

Pengukuran, perpetaan dan pembukuan tanah; Pendaftaran hak-hak

atas tanah dan peralihan hak-hak tersebut; Pemberian surat-surat

tanda bukti hak, yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat.

c. Ketiga, Pendaftaran tanah diselenggarakan dengan mengingat

keadaan negara dan masyarakat, keperluan lalu lintas sosial ekonomi

serta kemungkinan penyelenggaraannya, menurut pertimbangan

Menteri Agraria.

d. Keempat, Dalam peraturan pemerintah diatur biaya-biaya yang

bersangkutan dengan pendaftaran termasuk dalam Pasal 19 ayat (2)

UUPA, dengan ketentuan bahwa rakyat yang tidak mampu

dibebaskan dari pembayaran biaya-biaya tersebut.

Dalam pelaksanaannya walaupun pendaftaran tanah sudah dilakukan,

namun masih terjadinya sengketa-sengketa hak atas tanah di tengah

masyarakat sampai pada melakukan gugatan ke Pengadilan. Namun

demikian sekalipun peraturan sudah mengatur sedemikian rupa akan

tetapi tetap terjadi banyak sengketa tanah. Dalam praktek sekarang ini

9
Urip Santoso (2), Pendaftaran Tanah dan Peralihan Hak atas Tanah, (Jakarta:
Pranamedia Group, 2014), hlm. 5.

4
tidak jarang terjadi terbit 2 (dua) atau lebih sertipikat tanah diatas

sebidang tanah yang sama, lazim dikenal dengan tumpang tindih

(overlapping) sertipikat dan membawa akibat ketidakpastian hukum bagi

pemegang hak atas tanah dan akan menimbulkan persengketaan antara

para pemegang hak, karena dapat merugikan pemegang hak atas tanah

tersebut, yang sangat tidak diharapkan dalam pelaksanaan pendaftaran

tanah.10

Sertipikat adalah tanda atau surat keterangan (pernyataan) tertulis

atau tercetak dari orang yang berwenang yang dapat digunakan sebagai

bukti pemilikan atau suatu kejadian11.Sertifikat hak atas tanah adalah bukti

kepemilikan seseorang atas suatu tanah beserta bangunannya. Hal ini

dapat dilihat dalam Pasal 4 ayat (1) jo. Pasal 3 huruf a Peraturan

Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. 12 Dasar

hukum kekuatan pembuktian sertipikat terdapat dalam Pasal 32 ayat (1)

PP 24/1997 sebagai berikut: “Sertipikat merupakan surat tanda bukti hak

yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat mengenai data fisik dan

data yuridis yang termuat di dalamnya, sepanjang data fisik dan data

yuridis tersebut sesuai dengan data yang ada dalam surat ukur dan buku

tanah hak yang bersangkutan”.

10
Bachtiar Effendie, Pendaftaran Tanah di Indonesia dan Peraturan Pelaksanaannya,
(Bandung: Alumni, 1993), hlm. 73.
11
Kamus Besar Bahasa Indonesia selanjutnya dalam penulisan ini disebut KBBI,diakes
pada 24 April 2021 pada pukul 02.27 wib.
12
Indonesia, Peraturan Pemerintah Tentang Pendaftaran Tanah, PP Nomor 24 Tahun
1997, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 No. 59, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3696, untuk selanjutnya dalam penulisan ini cukup ditulis atau disebut
“PP No. 24/1997” atau “PP 24/1997”

5
Apabila dikaitkan dalam kasus berdasarkan Putusan PN Atambua

Nomor 22/Pdt.G/2019/PN.Atb., Bahwa mulanya bidang tanah sengketa I

(pertama) adalah tanah kebun hak milik Hoarama Maufinuk (alm), dimana

dalam perjalanan waktu bidang tanah sengketa I (pertama) tersebut,

semasa hidupnya Hoarama Maufinuk telah menjual kepada Para

Penggugat pada tanggal 4 Juli 1979 berdasarkan Surat Keterangan Jual-

beli Kebun yang ditanda tangani secara bersama-sama dengan

mengetahui Kepala Desa Webriamata yang bernama Jonas Gerans,

setelah membeli bidang tanah sengketa I (pertama), Para Penggugat

membeli lagi bidang tanah sengketa II (kedua) berupa tanah pekarangan

secara sah pada tanggal 24 Juni 1991 dari Anderias Bere Malik sesuai

surat keterangan penyerahan dan pemberian imbalan ganti rugi atas

sebidang tanah pekarangan yang terletak di Kedesaan Leunklot,

Kecamatan Malaka Barat yang ditanda tangani secara bersama-sama

dengan mengetahui Camat Malaka Barat yang bernama: Drs. J.T. Ose

Luan dan Turut mengetahui/mengesahkan Kepala Desa Leunklot yang

bernama : Vinsen Seran.

Bahwa oleh karena sikap dan perilakunya Para Penggugat sangat

baik, maka Para Tergugat menjalin hubungan baik dengan Para

Penggugat, yang mana hubungan tersebut terbina secara baik sepanjang

waktu sebagaimana layaknya hubungan keluarga sehingga pada tahun

2001 Para Penggugat pindah ke Dusun Pertelon, RT/RW 003/010, Desa

Silo, Kecamatan Silo, Kabupaten Jember, Propinsi Jawa Timur, Para

6
Penggugat menitipkan bangunan rumah tinggal yang berada diatas

bidang tanah lain (digugat secara terpisah) dan dua(2) bidang tanah

sengketa dengan pesan yakni : “kamu boleh tinggal dirumah ini untuk

menjaga tanah ini dan dua (2) bidang tanah sengketa dan pohon-pohon

kelapa yang tumbuh diatas tanah sengketa serta pohon-pohon kelapa

yang tumbuh diatas bidang tanah lain boleh petik buahnya untuk dimakan

tetapi pohon-pohonnya tidak boleh dijual atau ditebang“

Bahwa pada tanggal 12 Oktober 2010 Para Tergugat bersama

Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Belu melakukan pengukuran atas

kedua (2) bidang tanah sengketa di Desa Lakulo, Kecamatan Weliman,

dahulu Kabupaten Belu, sekarang Kabupaten Malaka, dimana dalam

proses penerbitan sertifikat waktu itu, Badan Pertanahan Nasional

Kabupaten Belu BUKAN menerbitkan sertifikat hak atas tanah nomor :

00166 tahun 2010 dan sertifikat hak atas tanah nomor: 00100 tahun 2010

dengan pemegang haknya Para Penggugat melainkan kedua sertifikat

hak atas tanah tersebut diterbitkan kepada Tergugat I dengan penulisan

nama dan tanggal lahir yang berbeda-beda pada kedua (2) buah sertifikat

dimaksud yaitu : Penulisan nama dan tanggal lahir pada sertifikat hak atas

tanah nomor : 00166 tahun 2010 dengan nama pemegang hak Yoseph

Hale Seran, tanggal 5 juli 1945, penulisan nama dan tanggal lahir pada

sertifikat hak atas tanah nomor : 00100 tahun 2010 dengan nama

pemegang hak Yoseph Hale, tanggal 5 juli 1942.

7
Berdasarkan penulisan nama dan tanggal lahir yang berbeda-beda

pada kedua (2) buah sertifikat hak milik atas kedua (2) bidang tanah

sengketa, seolah-olah dua (2) nama Yoseph Hale Seran, tanggal 5 Juli

1945 dan nama Yoseph Hale, tanggal 5 Juli 1942 adalah subyek hukum

orang yang berbeda-beda, akan tetapi kedua (2) nama dan tanggal lahir

tersebut menunjukan subyek hukum orang yang sama yakni Tergugat I

Oleh karenanya sangatlah menarik dan penting mengkaji sejauh

mana peraturan perundang-undangan khususnya norma yang berkaitan

dengan Keabsahan Hak Milik Atas Tanah telah bekerja dalam

mewujudkan bentuk perlindungan hukum baik kepastian hukum maupun

keadilan bagi pihak-pihak yang terkait oleh Perbuatan Melawan Hukum

dan Melawan Hak tersebut.

Atas dasar hal tersebutlah, Penulis tertarik untuk menelitinya lebih

lanjut dan memilih judul Proposal Skripsi ini dengan judul “Sertipikat Hak

Atas Tanah Tidak Mempunyai kekuatan Hukum Pengikat

Berdasarkan Putusan Pengadilan (Analisis Putusan Pengadilan

Negeri Atambua Nomor 22/Pdt.G/2019/PN.Atb.)”.

B. Rumusan Masalah

8
Bertolak dari uraian diatas, maka dapat dirumuskan beberapa

permasalahan pokok yang dapat diteliti dan dituangkan dalam penulisan

ini yang diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana Pengaturan Keabsahan Hak Milik Atas Tanah

Berdasarkan Hukum Tanah Nasional?

2. Apakah Pertimbangan Hukum Majelis Hakim Dalam Putusan PN

(Pengadilan Negeri) Atambua Nomor 22/Pdt.G/2019/PN.Atb Tentang

Sertipikat Hak Milik Atas Tanah Berdasrkan Hukum Tanah Nasional

telah sesuai dengan Undang-Undang yang beralaku atau tidak?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah terdiri dari tujuan Subjektif dan

tujuan Objektif, sebagai berikut :

1. Tujuan Penelitian

a. Tujuan subyektif.

Adapun tujuan subjektif penelitian ini adalah sebagai berikut:

1) Untuk menerapkan pengetahuan teori yang telah penulis peroleh

dari bangku kuliah dan membandingkannya dengan praktek di

lapangan antara lain dalam mata kuliah Pengantar Ilmu Hukum,

Hukum Perdata, Hukum Acara Perdata, Hukum Agraria dan

Pendaftaran Tanah,Penalaran dan Argumentasi Hukum serta

Metode Penelitian dan Penulisan Hukum

9
2) Untuk dapat menambah pengetahuan yang telah mendalam,

dalam bidang Hukum Perdata, Hukum Agararia dan Pendaftaran

Tanah khususnya Hukum Tanah Nasional dan Hukum Acara

Perdata, dan Keabsahan Hak Milik Atas Tanah.

b. Tujuan Objektif.

Adapun tujuan objektif penelitian ini adalah sebagai berikut:

1) Untuk mengetahui dan menganalisa Keabshan Hak Milik Atas

Tanah berdasarkan Hukum Tanah Nasional.

2) Untuk mengetahui Pertimbangan Hukum Majelis Hakim Dakam

Putusan Nomor 22/Pdt.G/PN.Atb.

D. Manfaat Penelitian.

Penelitian ini memiliki manfaat baik secara teoritis maupun praktis,

antara lain sebagai berikut:

a. Manfaat Teoritis.

Adapun manfaat teoritis penelitian ini adalah sebagai berikut :

1) Dapat memberikan kontribusi bagi pengembangan literatur hukum

pada umumnya, khususnya kajian Hukum Agraria dan

Pendaftaran Tanah dan Keabsahan hak milik atas tanah

berdasarkan hukum tanah Nasional, serta perlindungan hukum

bagi pihak-pihak yang terkait oleh suatu perbuatan melawan

hukum dan melawan hak.

2) Dapat mendorong penelitian lain untuk lebih lajut

mengembangkan kajian atau memperkuat konsep-konsep yang

10
dihasilkan oleh penelitian ini,sehingga dapat memperkaya Hukum

Agararia dan Pendaftaran Tanah dan Keabsahan Hak Milik Atas

Tanah berdasrkan Hukum Tanah Nasional.

b. Manfaat Praktis

Adapun manfaat praktis penelitian ini adalah sebagai berikut:

1) Dapat menambah kempuan para sarjana hukum baik pratiksi,

akademis maupun dalam pemahaman in-house lawyer dan

masyarakat umum dalam pemahaman dan dalam menghadapi

masalah-masalah yang berkaitan dengan Hukum Agraria dan

Pendaftaran Tanah dan Keabsahan Hak Milik Atas Tanah, dan

perbuatan melawan hak.

2) Dapat menjadi salah satu bahan masukan dan pertimbangan

bagi perubahan Hukum Agraria dan Pedaftaran Tanah.

E. Sistematika Penulisan

BAB I Pendahuluan, dalam bab ini akan diuraikan tentang Latar

Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Dan Manfaat

Penelitian serta Sistematika Penulisan.

BAB II Kerangka Teori yang dibagi lagi menjadi 4 sub bab yaitu

Tinjauan Umum Tentang Hukum Agraria, Tinjauan Umum

Tentang Hak Atas Tanah, Tinjauan Umum Tentang

Sengketa Pertanahan, Tinjauan Umum Tentang Seripikat

Hak Atas Tanah.

11
BAB III Metode Penelitian, dalam bab ini penulis akan menguraikan

mengenai Jenis Penelitian, Pendekatan Penelitian, Jenis

Data Penelitian, Alat Pengumpulan Data, Sumber Bahan

Hukum, dan Metode Analisis Data.

BAB IV Hasil Penelitian dan Pembahasan, yang terdiri dari 2 (dua)

sub bab yaitu : Pengaturan Keabsahan Hak Milik Atas

Berdasarkan Hukum Tanah Nasional. Pertimbangan Hukum

Majelis Hakim Dalam Putusan PN (Pengadilan

Nenegri).Atambua Nomor 22/Pdt.G/2019/PN.Atb. Tentang

Sertipikat Hak Milik Atas Tanah Berdasarkan Hukum Tanah

Nasioanal.

BAB V Penutup terdiri atas 2 (dua) sub bab yaitu Kesimpulan dan

Saran.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

12
A. Tinjauan Umum Tentang Hukum Agraria

Dalam ruang lingkup agraria,tanah merupakan bagian dari bumi,

yang disebut permukaan bumi. Tanah yang dimaksut di sisni bukan

mengatur tanah dalam segala aspeknya, melainkan hanya mengatur

salah satu aspeknya, yaitu dalam pengertian yuridis yang disebut hak.

Tanah sebagai bagian dari bumi disebut dalam pasal 4 ayat (1) UUPA,

Yaitu “ Atas dasar hak menguasai dari negara sebagai yang dimaksut

dalam Pasal 2 ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan

bumi, yang disebut tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai

oleh orang-orang, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang-

orang lain serta badan-badan hukum”. Dengan demikian jelaskan bahwa

tanah dalam pengertian yuridis adalah permukaan bumi, sedangkan hak

atas tanah adalah hak atas sebagian tertentu permukaan bumi, yang

terbatas berdimensi dua dengan ukuran panjang dan lebar.13

Tanah yang dimaksut disini adalah hanya mengatur tentang haknya

saja, yaitu hak atas tanah tersebut yang sesuai dengan Undang-Undang

Pokok Agraria Pasal 4 ayat (1). Dimana hak-hak atas tanah/hak atas

permukaan bumi terdiri dari beberapa macam, yang dapat didapatkan

dimiliki dan dikuasai oleh sesorang atau lebih dan badan-badan hukum.

Effendi Perangin menyatakan bahwa Hukum Tanah Agraria adalah

keseluruhan peraturan-peraturan hukum baik yang tertulis maupun tidak

13
Urip Santoso, Hukum Agraria,(jakarta: Kencana, 2013),h 9-10

13
tertulis yang mengatur hak-hak pengusaan atas tanah yang merupakan

lembaga-lembaga hukum dan hubungan-hubungan hukum yang konkret.

Objek Hukum tanah adalah hak penguasaan atas tanah. Yang

dimaksut dengan hak pengusaan atas tanah adalah hak yang berisi

serangkain wewenang, kewajiban dan/atau larangan bagi pemegang

haknya untuk berbuat sesuatu mengenai tanah yang dihaki. Sesuatu

yang boleh, wajib atau dilarang untuk diperbuat, yang merupakan isi hak

penguasaan atas tanah yang diatur dalam Hukum Tanah.

Hukum Tanah adalah kesuluruhan ketentuan-ketentuan hukum, baik

tertulis maupun tidak tertulis, yang semuanya mempunyai objek

pengaturan yang sama yaitu hak penguasaan atas tanah sebagai

lembaga-lembaga hukum dan sebagian hubungan hukum yang konkret,

beraspek puplik dan privat, yang da[at disusun dan kesatuan yang

merupakan satu sistem.14

Atas pernyataan dari Effendi Peranginan diatas, dapat disimpulkan

bahwa hukum tanah ialah himpunan peraturan-peraturan yang tertulis

atau tidak tertulis serta mengatur tentang hak-hak Penguasaan atas

tanah. Dan yang menjadi objek Hukum Tanah adalah Hak penguasaan

atas tanah yang dibagi menjadi 2(dua),yaitu:

a. Hak penguasaan atas tanah sebagai lembaga hukum; dan

b. Hak penguasaan atas tanah sebagai hubungan hukum yang

konkret.

14
Ibid,h 10-11

14
Ketentuan-ketentuan Hukum Tanah yang tertulis besumber pada

UUPA dan peraturan pelaksanaanya yang secara khusus berkaitan

dengan tanah sebagai sumber hukum utamnya, sedangkan ketentuan-

ketentuan Hukum Tanah yang tidak tertulis bersumber pada Hukum Adat

tentang tanah dan yurisprudensi tentang tanah sebagai sumber hukum

pelengkapnya.15

B. Tinjauan Umum Tentang Hak Atas Tanah

1. Pengertian Hak Atas Tanah

Tanah adalah suatu bagian yang ada dibumi ini yang masyarakat

dapat menggunakan dan memanfaatkannya sebaik mungkin dengan tidak

melanggar peraturan yang berlaku di Indonesia. Telah diatur dalam Pasal

4 ayat 1 Undang-undang Pokok Agraria yang berbunyi sebagai berikut :

“Atas dasar hak menguasai dari Negara sebagai yang dimaksud dalam

Pasal 2 ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi

yang disebut tanah yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-

orang baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang-orang lain serta

badan-badan hukum.

2. Jenis-Jenis Hak Atas Tanah

Berlakunya UUPA menghapus segala jenis hak yang berlaku pada

masa kolonial. Sebagai ganti dari hak-hak berdasar hukum colonial adalah

jenis-jenis hak yang disebut dalam UUPA dan peraturan lainnya. Hak -

15
Ibid,h 11.

15
hak atas tanah tersebut dapat berasal dari konvensi hak, penegasan

/pengakuan hak dan pemberian hak.16

a. Hak Milik (HM)

Hak Milik adalah hak turun-menurun, terkuat dan terpenuh yang

dapat dipunyai orang atas tanah (dengan mengingat fungsi sosial). Syarat

– syarat suatu subjek hukum untuk memiliki HM (Subjek Hak) adalah :17

1) Waga Negara Indonesia

2) Badan – badan hukum yang ditetapkan oleh Pemerintah (badan-

badan dan keagamaan, social dan lain-lain).

Meskipun Hak Milik merupakan hak terkuat, namun Hak Milik dapat

hapus oleh hal-hal sebagai berikut :

1) Tanah jatuh kepada Negara, karena pencabutan hak berdasarkan

ketentuan-ketentuan yang berlaku, karena penyerahan dengan

sukarela oleh pemiliknya, karena ditelantarkan setelah melalui

tahapan dan prosedur yang telah ditentukan dalam peraturan dan

karena ketentuan kewarganegaraan sebagaimana disebut dalam

pasal 21 ayat (3)18 dan pasal 26 ayat (2) UUPA.19


16
Waskito dan Hadi Arnowo,Pertanahan, Agraria, dan Tata Ruang, Ed. Revisi, Cet. 1
(Jakarta: Kencana, 2017), hlm. 26.
17
Ibid.,
18
Pasal 21 ayat (3) UUPA : “Orang asing yang sesudah berlakunya Undang-undang ini
memperoleh hak milik karena pewarisan tanpa wasiat atau percampuran harta karena perkawinan,
demikian pula warganegara Indonesia yang mempunyai hak milik dan setelah berlakunya
undangundang ini kehilangan kewarganegaraannya wajib melepaskan hak itu di dalam jangka
waktu satu tahun sejak diperolehnya hak tersebut atau hilangnya kewarganegaraan itu. Jika
sesudah jangka waktu tersebut lampau hak milik itu tidak dilepaskan, maka hak tersebut hapus
karena hukum dan tanahnya jatuh pada Negara, dengan ketentuan bahwa hak-hak pihak lain yang
membebaninya tetap berlangsung.”
19
Pasal 26 ayat (2) UUPA : “Setiap jual beli, penukaran, penghibahan, pemberian dengan
wasiat dan perbuatanperbuatan lain yang dimaksudkan untuk langsung atau tidak langsung
memindahkan hak milik kepada orang asing, kepada seorang warganegara yang disamping
kewarganegaraan Indonesianya mempunyai kewarganegaraan asing atau kepada suatu badan

16
2) Tanahnya musnah, umumnya disebabkan oleh bencana alam

seperti abrasi, erosi, amblas dan sebagainya.

b. Hak Guna Usaha

Hak Guna Usaha (HGU) adalah hak untuk mengusahakan tanah

yang dikuasai langsung oleh Negara, dalam jangka waktu yang

dutentukan, guna perusahaan pertanian, perikanan atau peternakan. Hak

Guna Usaha (HGU) dapat hapus dengan ketentuan sebagai berikut :

1) Jangka waktu telah berakhir

2) Dihentikan sebelum jangka waktunya berakhir karena sesuatu

syarat tidak terpenuhi

3) Dilepaskan oleh pemegang haknya sebelum jangka waktu

berakhir

4) Dicabut untuk kepentingan umum

5) Diterlantarkan

6) Tanahnya Musnah

7) Ketentuan dalam Pasal 36 ayat (2)

c. Hak Guna Bangunan

Hak Guna Bangunan (HGB) adalah hak untuk mensirikan dan

mempunyai bangunan-bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri,

dengan jangka waktu paling lama 30 tahun. Orang atau badan hukum

yang mempunyai Hak Guna Bangunan dan tidak lagi memenuhi syarat-

hukum, kecuali yang ditetapkan oleh Pemerintah termaksud dalam pasal 21 ayat (2), adalah batal
karena hukum dan tanahnya jatuh kepada Negara, dengan ketentuan, bahwa hak-hak pihak lain
yang membebaninya tetap berlangsung serta semua pembayaran yang telah diterima oleh pemilik
tidak dapat dituntut kembali.”

17
syarat pada Pasal 36 UUPA20 dalam jangka waktu 1 tahun wajib

melepaskan atau megalihkan hak itu kepada pihak lain yang memenuhi

syarat.

d. Hak Pakai

Hak Pakai (HP) adalah hak untuk menggunakan dan/atau memungut

hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh Negara atau tanah milik

orang lain, yang member wewenang dan kewajiban yang ditentukan

dalam keputusan pemberiannya oleh pejabat yang berwenang

memberikannya atau dalam perjanjian dengan pemilik tanahnya, yang

bukan perjanjian sewa-menyewa atau perjanjian pengolahan tanah,

segala sesuatu asal tidak bertentangan dengan jiwa dan ketentuan-

ketentuan undang-undang ini.

e. Hak Pengolahan

Hak Pengolahan adalah hak menguasai dari Negara yang

kewenangan pelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepada

pemegangnya.

C. Tinjauan Umum Tentang Sengketa Pertanahan.

1. Pengertian Sengketa Pertanahan.

20
Pasal 36 UUPA : “(1) Yang dapat mempunyai hak guna bangunan ialah : a.
warganegara Indonesia; b. badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan
berkedudukan di Indonesia. (2) Orang atau badan hukum yang mempunyai hak guna bangunan
dan tidak lagi memenuhi syarat-syarat yang tersebut dalam ayat (1) pasal ini dalam jangka waktu 1
tahun wajib melepaskan atau mengalihkan hak itu kepada pihak lain yang memenuhi syarat.
Ketentuan ini berlaku juga terhadap pihak yang memperoleh hak guna bangunan, jika ia tidak
memenuhi syarat-syarat tersebut. Jika hak guna bangunan yang bersangkutan tidak dilepaskan atau
dialihkan dalam jangka waktu tersebut, maka hak itu hapus karena hukum, dengan ketentuan
bahwa hak-hak pihak lain akan diindahkan, menurut ketentuanketentuan yang ditetapkan dengan
Peraturan Pemerintah.”

18
Peraturan Kepala Badan Pertanahan Republik Indonesia

Nomor 3 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Pengkajian dan

Penangan Kasus Pertanahan membedakan kasus pertanahan

menjadi sengketa Pertanahan adalah perselisihan pertanahan

antara orang perseorang, badan hukum,atau lembaga yang tidak

berdampak luas secara sosio-politik. Konflik pertanahan adalah

perselisihan pertanahan antara orang perseorang, kelompok,

golongan, organisasi, badan hukum, atau lembaga yang

mempunyai kecendurungan atau sudah berdampak luas secara

sosio-politis. Sedangkan perkara pertanahan adalah perselisihan

pertanahan yang penyelesainya dilaksnakan oleh lembaga

peradilan atau putusan lembaga peradilan yang masih dimintakan

penanganan perselisihannya di Badan Pertanahan Nasional

Republik Indonesia. Pengertian sengketa tanah juga dapat dilihat

dalam Peraturan Menteri Negara Agrari/KBPN Nomor 1 Tahun

1999 tentang Tata Cara Penanganan Sengketa Pertanahan.21

2. Penyebab Terjadinya Sengketa Pertanahan.

Sunyoto Usaman dalam Sarjita menggambarkan terjadinya

sengketa pertanahan sebagai akibat dari dampak kegiatan industri

yang berkaitan erat dengan bentuk hubungan sosial yang terjalin

diantara para stakeholders: masyrakat, pemerintah, pihak

pengusaha industri, dan instansi-instansi lain (termasuk lembaga

21
Natalia Runtuwene,’’Pemberian Ganti Rugi terhadap Penguasaan Tanah tanpa Hak’’,
Jurnal Lex Privantum, Vol.2, No. 3(Agustus 2014)

19
swadaya masyarakat dan lembaga keagamaan) yang aktifitas

terkait langsung dengan ketiganya.22 Pada wilanyah pedesaan,

sengketa terjadi terutama berkaitan dengan sengketa yang

objeknya berupa tanah pertania. Petani yang karena kemiskinan

tidak memiliki tanah untuk digarap, menggarap tanah-tanah

kosong atau tidak manfaatkan oleh pemiliknya, petani meminta

ganti kerugian. Sengketa juga dapat terjadi karena ketiadaan bukti

yuridis formal alam pembuktian hak penguasaan tanahnya. Faktor

kemiskinan menyebabkan petani tidak mendaftarkan hak atas

tanahnya sehingga tanah diambil alih oleh pemerintah dan untuk

selanjutnya diberi hak-hak baru kepada para pengusaha atau

pemilik modal.23 Di wilayah perkotaan,sengketa pertanahan juga

seringkali terjadi, teutama dipicu oleh masalah peningkatan arus

urbanisasi yang tidak terkendali, dimana kota dengan berbagai

kegiatan pembangunan, terutama industri dan instrastruktur,

menjadi daya tarik yang kuat dalam menyediakan lapangan kerja

dibanding pedesaan. Hal ini menimbulkan masalah-masalah yang

berkaitan dengan ketersediaan tanah sebagai lahan perumahan

dan pemukiman dengan sangat terbatas di perkotaan.24

3. Upaya dan Cara Penyelesaian Sengketa Pertanahan.

a. Penyelesaian Sengketa Melalui Pengadilan

22
Sarjita, 2005, Teknik dan Strategi Penyelesaian Sengketa Pertanahan, Yogyakarta,
Tugu Jogja Pustaka, hlm 17
23
Ida Nurlinda, 2009, Prinsip-Prinsip Pembaharuan Agraria Perspektif Hukum, Jakarta,
Rajawali Pers, hlm 169.
24
Ibid, hlm 170.

20
Penyelesaian sengketa pertanahan dapat dilakukan melalui 2

(dua) cara

oleh para pihak yang bersengketa, yaitu:

1) Melalui Pengadilan Negeri (Perdata)

Apabila para pihak tidak dapat menyelesaikan sengketa melalui

musyawarah mufakat, para pihak dapat menyelesaikan melalui

badan peradilan, yaitu diajukan ke Pengadilan Negeri secara

perdata. Gugatan perdata yang diajukan dapat berupa sengketa

kepemilikan hak atas tanah atau penguasaan hak atas tanah oleh

orang lain.

2) Melalui Pengadilan Tata Usaha

Penyelesaian melalui tata usaha Negara terkait dengan

Keputusan Tata Usaha Negara yang menimbulkan Sengketa Tata

Usaha Negara adalah suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan

oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang berisi tindakan

hukum tata usaha Negara berdasarkan peraturan perundang-

undangan yang berlaku yang bersifat:

a) Konkrit, artinya bahwa obyek yang diputuskan dalam keputusan

tersebut itu tidak bersifat abstrak, tetapi berwujud, tertentu, atau

dapat ditentukan.

b) Individual, artinnya bahwa Keputusan Tata Negara itu tidak

ditunjukan untuk umum, tetapi tertentu. Apabila yang di tuju

21
lebih dari satu orang, maka tiap-tiap individu harus dicantumkan

namanya dalam keputusan.

c) Final, artinya menimbulkan akibat hukum bagi sesorang atau

badan hukum perdata.

Sengketa Tata Usaha Negara diselesaikan dengan dua cara,

yaitu:

a) Melalui Upaya Administrasi

Merupakan prosedur yang dapat ditempuh sesorang atau

badan hukum perdata apabila tidak puas terhadap suatu

keputusan Tata Usaha Negara.

b) Melalui Gugatan Pihak-pihak yang berperkara di Pengadilan

Tata Usaha Negara ada dua pihak, yaitu:

1) Melalui Upaya Administrasi

Merupakan prosedur yang dapat ditempuh sesorang

atau badan hukum perdata apabila tidak puas

terhadap suatu keputusan Tata Usaha Negara.

2) Tergugat, yaitu badan atau pejabat tata usaha

negara mengeluarkan keputusan berdasarkan

wewenang yang ada padanya atau yang

dilimpahkan padanya.25

b. Penyelesaian Sengketa di luar Pengadilan

25
Supratman,”Analisis Yuridis Putusan Mahkamah Agung, Jurnal Ilmu Hukum Acara
Perdata, Vol. 1, No. 6 (Agustus 2015)

22
Berdasarkan Undang-undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang

Arbitrase dan Alternatif Penyelesain Sengketa ada 5 (lima) jenis

penyelesain sengketa yang dilakukan diluar pengadilan yaitu:

1) Konsultasi.

Tidak ada suatu rumusan ataupun penjelasan yang diberikan

dalam UU No. 30 Tahun 1999 mengenai makna maupun arti dari

konsultasi. Jika melihat pada Black’s law dictionary dapat

diketahui bahwa yang dimaksud dengan konsultasi (consultation)

adalah “act of consulting or conferring e.g patient with doctor,

client with lawyer. Deliberation of persons on some subject”.26

2) Mediasi

Mediasi adalah salah satu alternative dalam menyelesaikan

sengketa. Mediasi adalah suatu proses negosiasi untuk

memecahkan masalah melalui pihak luar yang tidak memihak

dan netral yang akan bekerja dengan pihak yang bersengketa

untuk membantu menemukan solusi dalam menyelesaikan

sengketa tersebut secara.

memuaskan bagi kedua belah pihak. Pihak ketiga yang

membantu menyelesaikan sengketa tersebut dengan mediator.

Pihak mediator tidak mempunyai kewenangan untuk member

putusan terhadap sengketa tersebut, melainkan hanya berfungsi

26
Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Seri Hukum Bisnis (Hukum Arbitrase), (Jakarta:
Raja Grafindo Persada, 2001), hlm 28-29.

23
untuk membantu dan menemukan solusi terhadap para pihak

yang bersengketa tersebut. Pengalaman, kemampuan dan

integritas dari pihak mediator tersebut diharapkan dapat

mengefektifkan proses negosiasi di antara para pihak yang

bersengketa.27

3) Arbitrase.

H. Priyatna Abdurrasyid menyatakan bahwa arbitrase

adalah suatu proses pemeriksaan suatu sengketa yang

dilakukan secara yudisial seperti oleh para pihak yang

bersengketa, dan pemecahannya akan didasarkan kepada bukti-

bukti yang diajukan oleh para pihak.28

Arbitrase adalah cara penyelesaian sengketa dimana para

pihak yang bersengketa menyerahkan pertikaian mereka kepada

pihak lain yang netral guna mendapatkan keputusan yang

menyelesaikan sengketa.29

4) Negosiasi.

27
Munir Fuady, Arbitrase Nasional, Alternatif Penyelesaian Sengketa Bisniss, (Bandung
Citra Aditya Bakti, 2000) hlm. 47
28
H. Priyatna Abdurrasyid, Penyelesaian Sengketa Komersial (Nasional dan
Internasional) di luar Pengadilan, Makalah, September 1996. hlm. 3.
29
Agnes Wynona,”Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup”, Jurnal Beraja Niti, Vol. 2
No.8 (2013).

24
Negosiasi adalah perundingan yang diadakan secara

langsung antara para pihak dengan tujuan untuk mencari

penyelesaian melalui dialog tanpa melibatkan pihak ketiga.30

Atas kesepakatan tertulis para pihak sengketa atau beda

pendapat diselesaikan melalui bantuan seseorang atau lebih

penasehat ahli maupun melalui bantuan seorang mediator. 31

Lebih mengutamakan pendekatan konsensus dan berusaha

mempertemukan kepentingan pihak-pihak yang bersengketa

serta bertujuan mendapatkan hasil penyelesaian kearah win win

solution, sehingga keadilan yang ingin dicapai melalui

mekanisme non-litigasi ini adalah keadilan komutatif.32

D. Tinjauan Umum Tentang Sertipikat Tanah.

1. Pengertian Sertipikat Tanah

Sertipikat adalah tanda atau surat keterangan (pernyataan)

tertulis atau tercetak dari orang yang berwenang yang dapat

digunakan sebagai bukti pemilikan atau suatu kejadian.33Sertipikat

hak atas tanah adalah bukti kepemilikan seseorang atas suatu

tanah beserta bangunannya. Hal ini dapat dilihat dalam Pasal 4

ayat (1) jo. Pasal 3 huruf a Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun


30
Huala Adolf, 2004, Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional, Jakarta, Sinar
Grafika, hlm. 26
31
Takdir Rahmadi, 2011, Hukum Lingkungan Indonesia, Jakarta, Raja Grafindo Persada,
hlm. 287
32
Adi Sulistiyono,”Budaya Musyawarah untuk Penyelesaian Sengketa Win-win Solution
dalam Perspektif hukum”, Jurnal hukum Bisnis, Vol. 25 No.1 (2006)
33
Kamus Besar Bahasa Indonesia selanjutnya dalam penulisan ini disebut KBBI,diakes
pada 24 April 2021 pada pukul 02.27 wib.

25
1997 tentang Pendaftaran Tanah. Dasar hukum kekuatan

pembuktian sertipikat terdapat dalam Pasal 32 ayat (1) PP no

24/1997 sebagai berikut: “Sertipikat merupakan surat tanda bukti

hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat mengenai

data fisik dan data yuridis yang termuat di dalamnya, sepanjang

data fisik dan data yuridis tersebut sesuai dengan data yang ada

dalam surat ukur dan buku tanah hak yang bersangkutan”.

Berdasarkan penjelasan pasal tersebut, sertipikat

merupakan tanda bukti yang kuat, dalam arti bahwa selama tidak

dapat dibuktikan sebaliknya data fisik dan data yuridis yang

tercantum di dalamnya harus diterima sebagai data yang benar.

Sudah barang tentu data fisik maupun data yuridis yang tercantum

dalam sertipikat harus sesuai dengan data yang tercantum dalam

buku tanah dan surat ukur yang bersangkutan, karena data itu

diambil dari buku tanah dan surat ukur tersebut. 34

2. Pengertian Pendaftaran Tanah

Secara terminologi pendaftaran tanah berasal dari kata cadastre,

suatu istilah teknis untuk suatu record atau rekaman, menunjukkan

kepada luas, nilai, dan kepemilikan terhadap suatu bidang tanah. Kata ini

berasal dari bahasa Latin yaitu capistratum yang berarti suatu register

atau capita atau unit yang diperbuat untuk pajak tanah Romawi. Cadastre

berarti record pada lahan-lahan, atau nilai dari tanah dan pemegang
34
Budi harsono, Op.Cit., hlm. 32.

26
haknya dan untuk kepentingan perpajakan. Cadastre dapat diartikan

sebagai alat yang tepat untuk memberikan suatu uraian dan identifikasi

tersebut dan sebagai rekaman berkesinambungan dari hak atas tanah. 35

Sedangkan menurut Boedi Harsono pendaftaran tanah adalah suatu

rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh Negara/Pemerintah secara terus

menerus dan teratur, berupa pengumpulan keterangan atau data tertentu

mengenai tanah-tanah tertentu yang ada di wilayah-wilayah tertentu,

pengolahan, penyimpanan, dan penyajiannya bagi kepentingan rakyat,

dalam rangka memberikan jaminan kepastian hukum di bidang

pertanahan, termasuk penerbitan tanda buktinya dan pemeliharaannya. 36

Pada prinsipnya pendapat tersebut sejalan dengan pengertian

pendaftaran tanah menurut Pasal 1 angka 1 PP No.24 Tahun 1997 yakni :

“Pendaftaran tanah adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh


Pemerintah secara terus menerus, berkesinambungan dan teratur,
meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan, dan penyajian serta
pemeliharaan data fisik dan data yuridis, dalam bentuk peta dan
daftar, mengenai bidangbidang tanah dan satuan-satuan rumah
susun, termasuk pemberian surat tanda bukti haknya bagi bidang-
bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan
rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya.”

Prinsip utama pendaftaran hak atas tanah adalah untuk memfasilitasi

jaminan keamanan atas pemilikan tanah dan pemindahan haknya.Selain

itu, pendaftaran tanah dibuat untuk menemukan apakah ada hak-hak

pihak ketiga. Pokok gagasan dalam sistem pendaftaran adalah mencatat


35
A.P.Parlindungan, Pendaftaran Tanah Di Indonesia (Berdasarkan PP.No24/1997
dilengkapi dengan Peraturan Jabatan Pembuat Akta Tanah PP. 37 Tahun 1998), Cet. 1, (Bandung
: CV.Mandar Maju, 1999), hlm. 18-19.
36
Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pembentukan Undang-Undang
Pokok Agraria, Isi Dan Pelaksanaannya, Jilid I, Edisi Revisi, Cet. 11, (Jakarta : Djambatan,
2007), hlm.72.

27
hak-hak atas tanah, kemudian menggantikan bukti kepemilikan atas

pemberian hak atas tanahnya.Prinsip pendaftaran tanah harus

mencerminkan suatu ketelitian mengenai kepemilikan dari tanah dan hak-

hak pihak ketiga yang mempengaruhinya.Prinsip jaminan pendaftaran

adalah status hak memberikan jaminan dari ketelitian suatu daftar, bahkan

seharusnya memberikan ganti kerugian kepada siapapun yang menderita

kerugian.37

Pendaftaran tanah merupakan persyaratan dalam upaya menata dan

mengatur peruntukan, penguasaan, pemilikan dan penggunaan tanah

termasuk untuk mengatasi berbagai masalah pertanahan. Pendaftaran

tanah ditujukan untuk memberikan kepastian hak dan perlindungan hukum

bagi pemegang hak atas tanah dengan pembuktian sertipikat tanah,

sebagai instrumen untuk penataan penguasaan dan pemilikan tanah serta

sebagai instrumen pengendali dalam penggunaan dan pemanfaatan

tanah. Pendaftaran hak-hak atas tanah merupakan jaminan dari Negara,

dan merupakan suatu instrumen penting untuk perlindungan pemilik

tanah. Pendaftaran tanah bersifat rechtkadaster yang meliputi

kegiatan:pengukuran; pemetaan; dan pembukuan tanah, pendaftaran hak-

hak tersebut, pemberian sertifikat hak atas tanah yang berlaku sebagai

alat pembuktian yang kuat.38

Pelaksanaan pendaftaran tanah meliputi kegiatan pendaftaran tanah

untuk pertama kali (initial registration) dan pemeliharaan data pendaftaran


37
Adrian Sutedi, Sertipikat Hak Atas Tanah, Cet 3, (Jakarta:Sinar Grafika, 2014), hlm. 59.
38
J.B. Daliyo dan kawan-kawan, Hukum Agraria I, Cet. 5, (Jakarta: Prehallindo, 2001),
hlm 80.

28
tanah (maintenance)39. Pendaftaran tanah untuk pertama kali

dilaksanakan melalui pendaftaran tanah secara sistematik dan

pendaftaran tanah secara sporadik. Pendaftaran tanah secara sistematik

adalah kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali yang dilakukan

secara serentak yang meliputi semua objek pendaftaran tanah yang

belum didaftar dalam wilayah atau bagian wilayah suatu desa/kelurahan.

Pendaftaran tanah secara sporadik adalah kegiatan pendaftaran tanah

untuk pertama kali mengenai satu atau beberapa objek pendaftaran tanah

dalam wilayah atau bagian wilayah suatu desa/kelurahan secara individual

atau massal. Pendaftaran tanah secara sistematik diutamakan, karena

melalui cara ini akan dipercepat perolehan data mengenai bidang-bidang

tanah yang akan didaftar daripada melalui pendaftaran tanah secara

sporadik. Disamping pendaftaran tanah secara sistematik, pendaftaran

tanah secara sporadik juga akan ditingkatkan pelaksanaannya, karena

dalam kenyataannya akan bertambah banyak permintaan untuk mendaftar

secara individual dan missal yang diperlukan dalam pelaksanaan

pembangunan, yang akan makin meningkat kegiatannya. Pemeliharaan

data pendaftaran tanah adalah kegiatan pendaftaran tanah untuk

menyesuaikan data fisik dan data yuridis dalam peta pendaftaran, daftar

tanah, daftar nama, surat ukur, buku tanah dan sertifikat dengan

perubahan-perubahan yang terjadi kemudian. Agar data yang tersedia di

kantor pertanahan selalu sesuai dengan keadaan yang mutakhir, dalam

39
Pasal 11 PP No. 24 Tahun 1997: “Pelaksanaan pendaftaran tanah meliputi kegiatan
pendaftaran tanah untuk pertama kali dan pemeliharaan data pendaftaran tanah”.

29
pasal 36 ayat (2) PP 24/199740 ditentukan, bahwa para pemegang hak

yang bersangkutan wajib mendaftarkan perubahan-perubahan yang

dimaksudkan kepada kantor pertanahan. Pengaturan Pendaftaran Tanah

Berdasarkan Peraturan Agraria Pada tanggal 24 September 1960

disahkan Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar

Pokok-pokok Agraria, LNRI Tahun 1960 No. 104-TLNRI No. 2043.

Undang-undang ini lebih dikenal dengan sebutan Undang-Undang Pokok

Agraria (UUPA)41. UUPA mengatur pendaftaran tanah yang bertujuan

untuk memberikan jaminan kepastian hukum. Ketentuan tentang

kewajiban bagi Pemerintah untuk menyelenggarakan pendaftaran tanah di

seluruh wilayah Republik Indonesia diatur dalam Pasal 19 UUPA, yaitu:

a. Pasal 19 UUPA:

1) Untuk menjamin kepastian hukum oleh pemerintah diadakan

pendaftaran diseluruh wilayah Republik Indonesia menurut

ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah.

2) Pendaftaran tersebut dalam ayat (1) pasal 6 meliputi:

a) Pegukuran, perpetaan dan pembukuan tanah;

b) Pendaftaran hak-hak atas dan peralihan hak tersebut;

c) Pemberian surat-surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai

alat pembuktian yang kuat.

40
Pasal 36 ayat (2) PP No. 24 Tahun 1997 : “Pemegang hak yang bersangkutan wajib
mendaftarakan perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Kantor Pertanahan.”
41
Urip Santoso, Pendaftaran dan Peralihan Hak Atas Tanah, Cet. 2, (Jakarta : Kencana,
2010), hlm. 277

30
3) Pendaftaran tanah diselenggarakan dengan mengingat

keadaan Negara dan masyarakat, keperluan lalu lintas sosial

ekonomi serta kemungkinan penyelenggaraannya, menurut

pertimbangan Menteri Agraria.

4) Dalam peraturan pemerintah diatur biaya-biaya yang

bersangkutan dengan pendaftaran yang dimaksud dalam ayat

(1) diatas, dengan ketentuan bahwa rakyat yang tidak mampu

dibebaskan dari pembayaran biaya-biaya tersebut.

b. Pasal 23 UUPA:

1) Hak milik, demikian pula setiap peralihan, hapusnya dan

pembenahannya dengan hak-hak lain harus didaftarkan

menurut ketentuan-ketentuan yang termaksud dalam Pasal 19

2) Pendaftaran termaksud dalam ayat (1) merupakan alat

pembuktian yang kuat mengenai hapusnya hak milik serta

sahnya peralihan dan pembebasan tersebut

a. Pasal 32 UUPA:

1) Hak guna usaha, termasuk syarat-syarat pemberiannya,

demikian pula setiap peralihan dan hapusnya hak tersebut,

harus didaftarkan menurut ketentuan-ketentuan yang dimaksud

dalam Pasal 19

2) Pendaftaran termaksud dalam ayat (1) merupakan alat

pembuktian yang kuat mengenai peralihan serta hapusnya hak

31
guna usaha, kecuali dalam hak-hak itu hapus karena jangka

waktunya berakhir

b. Pasal 38 UUPA:

1) Hak guna bangunan, termasuk syarat-syarat pemberiannya,

demikian juga setiap peralihan dan hapusnya hak tersebut

harus didaftarkan menurut ketentuan-ketentuan yang dimaksud

dalam pasal 19

2) Pendaftaran termaksud dalam ayat (1) merupakan alat

pembuktian yang kuat mengenai hapusnya hak guna bangunan

serta sahnya peralihan hak tersebut, kecuali dalam hal hak itu

hapus karena jangka waktunya berakhir

Pasal 19 UUPA merupakan perintah untuk melakukan pendaftaran

tanah yang ditujukan kepada pemerintah. Sedangkan pasal 23, 32, dan 38

UUPA merupakan perintah untuk melakukan pendaftaran hak atas tanah

yang ditujukan kepada para pemegang hak yang bersangkutan agar

mereka memperoleh kepastian tentang hak mereka tersebut42.

Ketentuan lebih lajut pendaftaran tanah menurut Pasal 19 ayat (1)

UUPA diatur dengan Peraturan Pemerintah. Peraturan Pemerintah yang

dimaksud Pasal 19 ayat (1) sudah dibuat yaitu, Peraturan Pemerintah No.

10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah. Kemudian Peraturan

Pemerintah No. 10 Tahun 1961 dinyatakan tidak berlaku lagi dengan

disahkan Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran

Tanah. Tidak berlakunya lagi PP No. 10 Tahun 1961 dinyatakan dalam


42
Boedi Harsono, Op. Cit,. hlm.11-16

32
Pasal 65 Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997, yang berlaku efektif

sejak tanggal 8 Oktober 199743.

Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997dilaksanakan dengan

Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional

(Permen Agraria/Kepala BPN) No. 3 Tahun 1997 tentang ketentuan

Pelaksanaan Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang

Pendaftaran Tanah.44 Peraturan Pemerintah ini merupakan peraturan

lanjutan dari Pasal: 12, 23, 32 dan 38 UUPA, yang mengatur hal

pendaftaran tanah secara terperinci dan disempurnakan lagi dengan

dikeluarkannya Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 serta disusul

dengan diundangkannya beberapa Peraturan Menteri Dalam Negeri

sebagai peraturan pelaksanaannya.

Berdasarkan penjelasan pasal tersebut, sertipikat merupakan tanda

bukti yang kuat, dalam arti bahwa selama tidak dapat dibuktikan

sebaliknya data fisik dan data yuridis yang tercantum di dalamnya harus

diterima sebagai data yang benar.

43
Adrian Sutedi, Peralihan Hak Atas Tanah dan Pendaftarannya, (Jakarta : Sinar Grafika,
2014).Hlm. 112.
44
Urip Santoso,Op.Cit, hlm. 284

33
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Dalam memperoleh data-data yang diperlukan dalam penulisan

skripsi ini maka metode yang digunakan untuk mendapatkan hasil yang

akurat dengan menggunakan metode sebagai berikut:

1. Jenis Penelitian.

Penelitian adalah suatu proses untuk menemukan aturan

hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum

guna menjawab isu-isu hukum yang dihadapi.45 Dalam

45
Penelitian hukum doctrinal (doctrinal research) adalah penelitian yang bertujuan untuk
memberikan eksposisi yang bersifat sistematis mengenai aturan hukum yang mengatur bidang

34
penulisan Proposal Skripsi ini metode penelitian yang dipilih

dan digunakan adalah metode46 penelitian hukum normatif

(yuridis normatif),47 yang fokusnya adalah analisis bahan

hukum primer dan bahan hukum sekunder.48

2. Pendekatan Penelitian

Pendekatan yang di gunakan dalam penelitian ini adalah,49


pendekatan Perundang-undangan (statute approach)50

hukum tertentu, menganalisis hubungan antara aturan hukum yang satu dengan yang lain,
menjelaskan bagian-bagian yang sulit untuk dipahami dari suatu aturan hukum, bahkan mungkin
juga mencakup prediksi perkembangan suatu aturan hukum tertentu pada masa mendatang.
Penelitian hukum doktrinal adalah penelitian berbasis kepustakaan, Lihat Peter Mahmud Marzuki,
Penelitian Hukum, Cet. 2, (Jakarta: Kencana,2008), hlm. 35.
46
Metode penelitian adalah suatu cara atau jalan untuk memperoleh kembali pemecahan
terhadap segala permasalahan dengan menerapkan salah satu metode yang relevan terhadap
permasalahan tersebut, lihat Joko Subagyo, Metode Penelitian Dalam Teori Dan Praktek, (Jakarta:
PT. Rineka Cipta, 2004), hlm. 2.
47
Penelitian hukum normatif atau penelitian hukum kepustakaan adalah penelitian hukum
yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder. Lihat Soerjono Soekanto
dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Ed.1, Cet. 5, (Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2001), hlm. 13-14.
48
Dyah Ochtorina Susanti & A’an Efendi, Penelitian Hukum (Legal Research), Cet. 1,
(Jakarta: Sinar Grafika, 2014), hlm. 11.
49
Ronny Hanitijo Soemitro, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1985),
hlm. 106.
50
Pendekatan undang-undang (statute approach) dilakukan dengan menelaah semua
undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang ditangani. Bagi
penelitian untuk kegiatan praktis, pendekatan undang-undang ini akan membuka kesempatan bagi
peneliti untuk mempelajari adakah konsistensi dan kesesuaian antara suatu undang-undang dengan
undang-undang lainnya atau antara undang-undang dan Undang-Undang Dasar atau antara
regulasi dan undang-undang. Hasil dari telaah tersebut merupakan suatu argumen untuk
memecahkan isu yang dihadapi. Bagi penelitian untuk kegiatan akademis, peneliti perlu mencari
ratio legis dan dasar ontologis lahirnya undang-undang tersebut. Dengan mempelajari ratio legis
dan dasar ontologis suatu undang-undang, peneliti sebenarnya mampu menangkap kandungan
filosofi yang ada di belakang undang-undang. itu. Memahami kandungan filosofi yang ada di
belakang undang-undang itu, peneliti tersebut akan dapat menyimpulkan mengenai ada tidaknya
benturan filosofis antara undang-undang dengan isu yang dihadapi. Lihat Peter Mahmud Marzuki,
Op.Cit., hlm. 133-134., Suatu penelitian normatif tentu harus menggunakan pendekatan
perundang-undangan, karena yang akan diteliti adalah berbagai aturan hukum yang menjadi fokus
sekaligus tema sentral suatu penelitian., Lihat pula Jhonny Ibrahim, Teori Dan Metodologi
Penelitian Hukum Normatif, Ed. Revisi, Cet. 3, (Malang: Bayumedia Publishing, 2007), hlm. 302.
Selamat Lumban Gaol(1), “Penguasaan dan Penghunian Fisik atas Objek Sewa Menyewa oleh
Penyewa yang telah berakhir masa sewa menyewanya sebagai Perbuatan Pelawan Hukum”
(analisis yuridis Putusan PN Jakarta Barat Nomor 152/Pdt.G/2014/PN.Jkt.Brt), (Volume 8 no.1,
September 2017), Jurnal Ilmiah Hukum, Fakultas Hukum Universitas Marsekal Dirgantara

35
dilakukan dengan menelaah peraturan perundang-undangan

dan regulasi yang berkaitan dengan pengaturan UU No 5

Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria.

Hal yang sedang di teliti berkenaan dengan Pendekatan

Kasus dilakukan dengan menelaah Putusan Pengadilan

Negeri Atambua Nomor 22/Pdt.G/2019/PN.Atb.

Pendekatan konseptual (conceptual approach) dilakukan

manakala peneliti tidak beranjak dari aturan hukum yang ada.

Hal itu dilakukan karena memang belum ada atau tidak ada

aturan hukum untuk masalah yang dihadapi.51 Dalam

menggunakan pendekatan konseptual (conceptual approach)

peneliti perlu merujuk prinsip-prinsip hukum yang dapat

Suryadarma. Pendekatan kasus ( case approach ) dilakukan dengan cara melakukan telaah
terhadap kasus kasus yang berkaitan dengan isu yang dihadapi yang telah menjadi putusan
pengadilan yang telah m empunyai kekuatan yang tetap. Kasus itu dapat berupa kasus yang terjadi
di Indonesia maupun di negara lain. Yang menjadi kajian pokok di dalam pendekatan kasus adalah
ratio decidendi atau reasoning, yaitu pertimbangan pengadilan untuk sampai kepada suatu putusan.
Baik untuk keperluan praktik maupun untuk kajian akademis, ratio decidendi atau reasoning
tersebut merupakan referensi bagi penyusunan argumentasi dalam pemecahan isu hukum. Lihat
Peter Mahmud Marzuki, Op.Cit., hlm. 134. Pendekatan Konseptual (Conceptual Approach)
dilakukan dengan konsep-konsep hukum tertentu baik menurut doktrin maupun peraturan
perundang-undangan pengaturan perkumpulan dan penyelesaian sengketa penggunaan nama badan
hukum perkumpulan yang terdapat persamaan pada pokoknya dengan perkumpulan lainnya.
Pendekatan konseptual (Conceptual Approach) beranjak dari pandangan-pandangan dan doktrin-
doktrin yang berkembang di dalam ilmu hukum. Dengan peneliti akan menemukan ide-ide yang
melahirkan pengertian-pengertian, konsep-konsep hukum, dan asas-asas hukum yang relevan
dengan isu yang dimiliki Pemahaman akan pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin tersebut
merupakan sandaran bagi peneliti dalam membangun suatu argumentasi hukum dalam
memecahkan isu yang dihadapi. Lihat Peter Mahmud Marzuki, Op.Cit., Hlm. 178. dikutip dari
Selamat Lumban Gaol(2), “Penyelesaian Sengketa Pemakaian Nama Badan Hukum Perkumpulan
yang terdapat persamaan pada Pokoknya Antara Suatu Perkumpulan Dengan Perkumpulan
Lainnya”, (Volume 10 No.2, Maret 2020), Jurnal Ilmiah Dirgantara Hukum Fakultas Hukum
Universitas Dirgantara Marsekal Suryadarma.
51
Ibid., hlm 177.

36
ditemukan dalam pandangan-pandangan para sarjana hukum

ataupun doktrin-doktrin hukum.52

3. Jenis Data Penelitian

Adapun jenis data yang dipergunakan dalam penelitian ini

adalah data sekunder yang diperoleh dari sumber bahan

hukum.53

Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang

dipergunakan dalam penelitian ini adalah :

a. Penelitian Kepustakaan (Library Research)

Penelitian ini dilakukan dengan cara mengumpulkan bahan-bahan

kepustakaan, berupa sumber bahan hukum primer, sekunder dan

tersier, yang berkaitan dengan Sertipikat atas tanah.

4. Alat Pengumpul Data


52
Ibid., hlm. 115.
53
Bahan penelitian, dibedakan ke dalam data primer dan data sekunder. Data primer
diperoleh langsung dari responden dan dapat disebutkan penentuan lokasi dan subjek penelitian
(populasi dan sampel) secara rinci. Sedang jika data yang dikumpulkan adalah data sekunder,
maka bahan hukum dapat diperoleh melalui instansi-instansi tertentu, misalnya pengadilan,
DPR/Kementerian, buku-buku atau hasil laporan penelitian, berbagai data statistik, dan lain-lain.
Instrumen (alat) penelitian dapat menggunakan misalnya: observasi, wawancara, kuesioner, studi
dokumen, dan sebagainya. Lihat: Saefullah Wiradipradja, Penuntun Praktis Metode Penelitian
dan Penulisan Karya Ilmiah Hukum, Cet. 2, (Bandung: CV. Keni Media, 2015), hlm. 18. Data
sekunder adalah data yang diperoleh dari hasil penelaahan kepustakaan atau penelaahan terhadap
berbagai literatur atau bahan pustaka yang berkaitan dengan masalah atau materi penelitian. Mukti
Fajar dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum-Normatif dan Empiris, (Yogyakarta: PT.
Pustaka Pelajar, 2015), hlm. 156. Penggunaan bahan hukum sekunder dalam penelitian hukum
dapat dilakukan dengan beberapa cara sebagai berikut: (a) untuk memperolah latar belakang atau
pemahaman yang menyeluruh mengenai bidang hukum tertentu. Misalnya penggunaan
ensiklopedia hukum dalam penelitian hukum. (b) sebagai tempat untuk menemukan bahan hukum
primer yang terkait dengan isu hukum yang diketengahkan dalam penelitian. Misalnya adalah
American Law Reports dan treatises. (c) Sebagai pedoman bagi hakim ketika akan menjatuhkan
putusan, biasanya terjadi ketika tidak terdapat bahan hukum primer yang mengatur mengenai isu
hukum yang muncul atau bahan hukum primer yang tidak cukup jelas untuk diterapkan terhadap
isu hukum yang ada. Treatises, law review, dan restatement of the law digunakan untuk tujuan ini.
Lihat pula: Dyah Ochtorina Susanti & A’an Efendi, Op. Cit., hlm. 89.

37
Teknik dan alat penumpulan data yang penulis gunakan dalam

pengumpulan data, yaitu dengan cara Penelitian Kepustakaan (Library

Research), dengan mengumpulkan bahan-bahan kepustakaan dan karya

ilmiah lainnya berupa bahan-bahan hukum sebagaimana dan ditelaah.

Bahan–bahan tersebut seperti peraturan perundang-undangan, dan

wawancara dengan narasumber yang berkaitan dengan permasalahan

yang akan diteliti, bahan-bahan hukum sekunder, yaitu bahan yang ada

hubungannya dengan bahan hukum primer seperti, buku-buku, hasil

penelitian, makalah dalam seminar, dan jurnal yang berkaitan dengan

penelitian ini. Juga tentunya di tunjang dengan data tersier yang berisi

tentang bahan-bahan yang didapat dari internet yang dapat di gunakan

sebagai bahan penunjang penelitian ini.54

Bahan-bahan hukum yang telah terkumpul kemudian diolah dan

dianalisis.Seluruh data yang berhasil dikumpulkan kemudian disortir dan

diklasifikasikan, kemudian disusun melalui susunan yang komprehensif.

Proses analisis diawali dari premis-premis yang berupa norma hukum

positif yang diketahui dan berakhir pada analisis dengan menggunakan

asas-asas hukum, doktrin-doktrin serta teori-teori. Pada penelitian hukum

normatif, pengolahan data dilakukan dengan cara mesistematika terhadap

bahan-bahan hukum tertulis. Sistematisasi berarati membuat klasifikasi

terhadap bahan-bahan hukum tersebut untuk memudahkan pekerjaan

analisis dan konstruksi.

54
Abdulkadir, Op. Cit, hlm.29.

38
5. Sumber Bahan Hukum

Adapun data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data

sekunder yang diperoleh dari sumber bahan hukum. Sumber bahan-

bahan hukum tersebut terdiri dari sebagai berikut:

1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945.

2. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

3. Ketetapan MPR RI No. IX/MPR/2001 Tentang Pembaharuan

Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam;

4. Undang-Undang yaitu :

a) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960, Tentang Peraturan

Dasar Pokok-pokok Agraria;

b) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1961 tentang

pencabutan hak- hak atas tanah dan benda– benda yang

ada diatasnya;

c) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 Tentang

Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan;

d) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2019 Tentang Sumber

Daya Air;

5. Peraturan Pemerintah yaitu :

a) Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 Tentang Hak

Guna Usaha, Hak Guna Bangunan Dan Hak Atas Tanah;

39
b) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang

Pendaftaran Tanah;

c) Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2021 Tentang Hak

Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun, dan

Pendaftaran Tanah;

d) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 6 Tahun 1972

Tentang Pelimpahan Wewenang Pemberian Hak Atas

Tanah;

e) Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan

Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999 Tentang Tata

Cara Pemberian dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara

dan Hak Pengelolaan.

6. Putusan Pengadilan Negeri Atambua Nomor 22/Pdt.G/2019.

7. Bahan Hukum Sekunder,55 yaitu bahan-bahan yang

memberikan penjelasan mengenai bahan-bahan hukum

primer, seperti : Hasil-hasil penelitian, serta buku-buku yang

dapat dijadikan bahan pedoman.

8. Bahan hukum tersier,56 yaitu bahan-bahan yang memberi

petunjuk terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum

sekunder, antara lain: Kamus Besar Bahasa Indonesia , Jurnal,

Kamus Hukum dan website.

9. Teknik Analisis Data


55
Bahan hukum sekunder, adalah bahan-bahan hukum yang mempelajari penjelasan
terhadap bahan hukum primer. Lihat Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Op.Cit., hlm. 13.
56
Ibid.

40
Teknik analisis data yang dipergunakan adalah metode

yuridis analisis kualitatif yaitu dengan cara menyusun secara

sistematis dan mendalam serta membandingkan implementasi

peraturan perundang-undangan dalam praktik,

menghubungkan satu sama lain terkait dengan permasalahan

yang diteliti dengan berlaku ketentuan peraturan perundang-

undangan yang lain, memperhatikan hirarki perundang-

undangan dan menjamin kepastian hukumnya, juga terhadap

perundang-undangan yang berlaku dilaksanakan oleh para

penegak hukum.57 Penelitian kualitatif merupakan suatu

proses penyelidikan untuk memahami masalah sosial

berdasarkan pada penciptaan gambaran holistik lengkap yang

dibentuk dengan kata-kata, melaporkan pandangan informan

secara terperinci, dan disusun dalam sebuah latar alamiah. 58

Dalam penelitian kualitatif ini bukan hanya menyajikan data

apa adanya melainkan juga berusaha menginterpretasikan

korelasi sebagai faktor yang ada yang berlaku meliputi sudut

pandang atau proses yang sedang berlangsung.

Penelitian pada umumnya dibedakan antara data yang

diperoleh secara langsung dari masyarakat dan dari bahan-

bahan pustaka diperoleh langsung dari masyarakat dinamakan

data primer atau data dasar, sedangkan yang diperoleh dari


57
Soejono Soekanto dan Sri Mamuji, Op.Cit., hlm. 251-252.
58
Ulber Silalahi, Metode Penelitian Sosial, (Bandung: PT. Refika Aditama, 2009), hlm.
77.

41
bahan-bahan pustaka lazimnya dinamakan data sekunder.

Dalam menganalisis data sekunder tersebut, penguraiaan data

disajikan dalam bentuk kalimat yang konsisten, logis dan efektif

serta sistematis sehingga memudahkan untuk interpretasi data

dan kontruksi data serta pemahaman akan analisis yang

dihasilkan Sehingga yang menjadi tujuan penelitian kualitatif ini

menggambarkan kejadian yang sebenarnya yang ada di

masyarakat. Oleh karena itu pendekatan kualitatif dalam

penelitian ini adalah penelitian yang menghasilkan data

deskriktif berupa kata-kata atau lisan dari orang-orang dan

perilaku yang diamati.59

Penelitian ini bersifat deskriptif analitis, deskriptif yaitu

menggambarkan gejala-gejala di lingkungan masyarakat

terhadap suatu kasus yang diteliti, pendekatan yang dilakukan

yaitu pendekatan kualitatif yang merupakan tata cara penelitian

yang menghasilkan data deskriptif. Digunakan pendekatan

kualitatif oleh penulis bertujuan untuk mengerti atau

memahami gejala yang diteliti.60 Penelitian deskriptif analitis

yaitu suatu penelitian yang dimaksudkan untuk memberikan

data yang seteliti mungkin.61 Selanjutnya untuk menarik

kesimpulan, digunakan metode deduktif di mana data yang

59
Lexy J. Moleong, Metodelogi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2014), hlm. 4.
60
Abdul Kadir Muhammad (2), Hukum dan Penelitian Hukum, (Bandung: PT Citra
Aditya, 2004), hlm. 32.
61
Ibid., hlm. 10.

42
telah terkumpul diolah secara selektif dan sistematis, dan

kemudian ditariklah kesimpulan akhir yang bersifat khusus

yang merupakan kristalisasi dari hasil analisis data dari

penelitian, tanpa menggunakan rumusan statistik.62

6. Metode Analisis Data

Metode analisis data yang dipergunakan adalah metode analisis

kualitatif yaitu dengan cara mendalami serta membandingkan

implementasi peraturan perundang-undangan dalam praktik. Penelitian

kualitatif merupakan suatu proses penyelidikan untuk memahami masalah

sosial berdasarkan pada penciptaan gambaran holistik lengkap yang

dibentuk dengan kata-kata, melaporkan pandangan informan secara

terperinci, dan disusun dalam sebuah latar alamiah.63Dalam penelitian

kualitatif ini bukan hanya menyajikan data apa adanya melainkan juga

berusaha menginterpretasikan korelasi sebagai faktor yang ada yang

berlaku meliputi sudut pandang atau proses yang sedang berlangsung.

Penelitian pada umumnya dibedakan antara data yang diperoleh

secara langsung dari masyarakat dan dari bahan-bahan pustaka diperoleh

langsung dari masyarakat dinamakan data primer atau data dasar,

sedangkan yang diperoleh dari bahan-bahan pustaka lazimnya dinamakan

data sekunder. Dalam menganalisis data sekunder tersebut, penguraiaan

data disajikan dalam bentuk kalimat yang konsisten, logis dan efektif serta
62
Ibid., hlm. 29.
63
Ulber Silalahi, Metode Penelitian Sosial, (Bandung: PT. Refika Aditama, 2009),
hlm.77.

43
sistematis sehingga memudahkan untuk interpretasi data dan kontruksi

data serta pemahaman akan analisis yang dihasilkan Sehingga yang

menjadi tujuan penelitian kualitatif ini menggambarkan kejadian yang

sebenarnya yang ada di masyarakat. Oleh karena itu pendekatan kualitatif

dalam penelitian ini adalah penelitian yang menghasilkan data deskriktif

berupa kata-kata atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati.64

Penilitian ini bersifat deskriptif analitis, deskriptif yaitu

menggambarkan gejala-gejala di lingkungan masyarakat terhadap suatu

kasus yang diteliti, pendekatan yang dilakukan yaitu pendekatan kualitatif

yang merupakan tata cara penelitian yang menghasilkan data deskriptif.

Digunakan pendekatan kualitatif oleh penulis bertujuan untuk mengerti

atau memahami gejala yang diteliti.65Penelitian deskriptif analitis yaitu

suatu penelitian yang dimaksudkan untuk memberikan data yang seteliti

mungkin.66Selanjutnya untuk menarik kesimpulan, digunakan metode

deduktif di mana data yang telah terkumpul diolah secara selektif dan

sistematis, dan kemudian ditariklah kesimpulan akhir yang bersifat khusus

yang merupakan kristalisasi dari hasil analisis data dari penelitian, tanpa

menggunakan rumusan statistik.67

64
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2014), hlm. 4.
65
Abdulkadir, Op.Cit, hlm. 32.
66
Ibid, hlm. 10.
67
Ibid, hlm. 29.

44
BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Pengaturan Keabsahan Hak Milik Atas Tanah Berdasarkan

Hukum Tanah Nasional.

1. Pengertian Kajian Hukum Tentang Sertipikat Tanah

Tanah merupakan salah satu sumber daya alam yang sangat

penting untuk kelangsungan hidup manusia. Kenyataan sejarah

menujukan bahwa kelangsungan hidup manusia, baik sebagai

individu maupun sebagai makhluk sosial senantiasa memerlukan

tanah untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dengan cara melakukan

hubungan dan memaanfaatkan sumber daya tanah, baik yang ada di

atas maupun yang ada di dalam tanah.

Hubungan hukum antara manusia dengan tanah di Indonesia

telah lama mendapatkan perhatian. Sifat hubungan ini berkembang

menurut berkembangnya budaya terutama oleh pengaruh sosial,

politik dan ekonomi. Kuatnya sistem penguasaan tanah oleh

masyarakat merupakan cermin dari sitem budaya dan era

pembangunan dan industrialisasi rumit dan potensi menimbulkan

45
gejolak. Pendekatan pemecahan tidak semata-mata bersifat teknis

yuridis tetapi juga menyangkut pertimbangan sosial ekonomi.

Munculunya persoalan pertanahan akhir-akhir ini sudah cukup

memberikan bukti bahwa persoalan pertanahan telah menjadi

persoalan laten. Tanah tidak hanya bernilai ekonnomis, akan tetapi

juga dipandang memiliki nilai histories religius yang kuat. Sehingga

tidak jarang sampai matipun tanah akan tetap dipertahankan. Begitu

kuatnya hubungan tanah dengan manusia menjadikan ciri khusus

bagi persoalan pertanahan yang berkembang di Indonesia. UUPA

(Undang-Undang Pokok Agraria) dalam kaitnya dengan

pembentukan hukum nasional, khusunya hukum tanah nasional

merupakan implementasi dari amanat Undang-Undang Dasar 1945


68
Pasal 33 Ayat (3) Yaitu : “ Bumi,air dan kekayaan alam yang

terkandung didalam dikuasain oleh Negara dan dipergunakan untuk

sebesar-besarnya kemakmuran rakyat” hal ini dapat ditemukan

dalam sifat, isi, tujuan, maupun semangat yang tergantung didalam

UUPA (Undang-Undang Pokok Agraria) yang merupakan bentuk

pengejaan wantahan aspirasi bangsa Indonesia dalam upaya

melakukan pembaruan Hukum Tanah Nasional.

Hal tersebut dapat dipahami abalia dilihat dari sejarah kelahiran

bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia, UUPA (Undang-

Undang Pokok Agraria) lahir sebagai bentuk jawaban dari tututan

atas kebutahan perangkat hukum yang bersifat nasional yang


68
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Pasal 4Ayat 1,2,dan 4.

46
mampu mengatur serta memberikan jaminan kepastian hukum dan

kepastian hak atas tanah diseluruh wilanyah Republik Indonesia

yang dimiliki oleh bangsa Indonesia dalam rangka menuju cita-cita

kemerdekaan yaitu untuk mencapai masyarakat yang adil dan

makmur. Dalam hal ini dalam pokok dasar-dasar untuk mengadakan

kepastian Hukum. Usaha yang menuju kearah kepastian hak atas

tanah ternyata dari ketentuan dari pasal 23, 32, dan 38, ditunjukan

kepada para pemegang hak yang bersangkutan, dengan maksut

agar mereka memperoleh kepastian tentang haknya itu.69

Penerbitan sertipikat hak atas tanah bagi pemilik tanah

mempunyai tujuan yang ingi dicapai adalah demi diperoleh jaminan

kepastian hukum dan kepastian hak atas tanah (Recht Kadaster),

sebagaimana halnya tujuan pendaftaran tanah menurut UUPA

(Undang-Undang Pokok Agraria) yang dituangkan Pasal 19 ayat (1)

Yaitu “ Untuk menjamin kepastian hukum oleh pemerintah diadakan

pendaftaran tanah diseluruh Republik Indonesia menurut ketentuan-

kententuan yang diatur dengan peraturan pemerintah”.Kepastian

hukum, yang dimaksut meliputi :

1. Pengukuran perpetaan dan pembukaan tanah.

2. Pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan hak-hak

tersebut.

69
Kitab Undang-Undang Agraria dan Pertanahan hal.15

47
3. Pemberian surat-surat tanda bukti hak, yang berlaku

sebagai alat pembuktian yang kuat.70

Pengertian keabsahan sertifikat dalam segi Undang-Undang

dan Pemerintah anatara lain71

1. Menurut UUPA (Undang-Undang Pokok Agraria) Pasal

19 ayat (2) huruf c secara eksplisit menyatakan bahwa

sertipikat adalah surat tanda bukti hak atas tanah yang

berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat. Sertipikat

sebagai surat bukti tanda hak, diterbitkan untuk

kepentingan pemegang hak yang bersangkutan, sesuai

dengan data fisik yang ada dalam surat ukur dan data

yuris yang telah didaftrakan dalam buku tanah.

2. Menurut Peratuturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961,

sertipikat terdiri atas salinan buku tanah yang memuat

data yuridis dan surat ukur yang memuat fisik hak yang

besangkutan, yang dijilit menjadi satu dalam suatu

sampul dokomen (Pasal 13).

3. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 19997,

Sertipikat adalah satu lembar dokumen sebagai surat

tanda bukti hak yang memuat data fisik dan data yuridis

70
Ibid hal Pasal 19 Ayat 2
71
Undang-Undang Pokok Agraria dan Pertanhan Hal. 14

48
objek yang didaftar untuk hak atas tanah, hak

pengelolaan, tanah wakaf, hak milik atas satuan rumah

susun dan hak tanggungan yang masing-masing

dibukukan dalam buku tanah.

Adapun pendaftaran itu akan diselenggarakan dengan

mengingat pada kepentingan serta keadaan Negara dan

masyarakat, keperluan lalu-lintas sosial ekonomi dan kemukinan –

kemungkinannya dalam bidang personal dan peralatannya . Oleh

karena itu maka akan didahulukan penyelenggaraan dikota-kota

untuk lambat laun meningkatkan pada kadaster yang meliputi

seluruh wilanyah Indonesia. Sesuai dengan tujuannya yaitu akan

memberikan kepastian hukum maka pendaftaran itu diwajibkan bagi

para pemegang hak yang bersangkutan, dengan maksut agar

mereka memperoleh kepastian tentang haknya itu. Sedangkan pasal

19 ditunjukan kepada Pemerintah sebagai suatu intruksi ; agar

diseluruh wilanyah Indonesia diadakan pendaftaran tanah yang

bersifat ‘’ rechts-kadaster’’, artinya yang bertujuan menjamin

kepastian hukum.

2. Pengertian Hak Milik Atas Tanah.

Hak Milik atas tanah memiliki dua unsur, yang menyebabkan

saya mengupasnya secara khusus, dan terpisah dari lain-lain hak

atas benda. Unsur-unsur itu sebagai berikut :

49
a) Hak milik adalah suatu hak tertinggi bagi seorang atas suatu

benda.

b) Tanah merupakan benda, yang oleh karena sifat dan

pentingnya diatur oleh berbagai peraturan untuk benda-

benda lain.72

Ada dua Unsur dari isi Hak Milik:

1. Hak untuk memungut hasil benda secara seluas-luasnya.

2. Hak untuk menguasai benda itu secara semerdeka-

merdekanya, misalnya menyewakan, memijamkan,

menggadaikan, menukarkan, menjual, mengwariskan,

menghibahkan dan mengwakafkan.

Subjek hak milik sesuai Pasal 21 ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan

ayat (4) UUPA (Undang-Undang Pokok Agraria), maka yang dapat

mempunyai Hak Milik adalah :

1. Warga Negara Indonesia.

2. Badan-badan hukum yang ditetapkan oleh pemerintah.

3. Orang asing yang sudah berlakunya undang-undang ini

memperoleh Hak Milik, karena pewarisa, warga Indonesia

yang mempunyai hak milik dan setelah berlakunya Undang-

undang ini kehilangan kewarganegaraannya wajib

melepaskan hak itu dalam jangka waktu satu tahun sejak

diperoleh hak tersebut atau hilangnya kewarganegaraan itu.

72
Nomor 5 Tahun 1960 Pasal 4 UUPA.

50
Jika sesudah jangka waktu tersebut hapus karena hukum dan

tanahnya jatuh ke negara, dengan ketentuan bahwa hak-hak

pihak lain yang membebaninya tetap berlangsung.

4. Selam seorang di samping kewarganegaraan Indonesianya

mempunyai kewarganegaraan asing maka ia tidak dapat

mempunyai tanah dengan hak milik dan baginya ketentuan

dalam ayat (3) ini.73

B. Pertimbangan Hukum Majelis Hakim Dalam Putusan PN

(Pengadilan Negeri) Atambua Nomor 22/Pdt.G/2019/PN.Atb

Tentang Sertipikat Hak Milik Atas Tanah Berdasrkan Hukum

Tanah Nasional telah sesuai dengan Undang-Undang yang

beralaku atau tidak

1. Kasus Posisi74

Bahwa pada tanggal 10 Juli 2019, di Atambua telah

didaftarkan di pengadilan Negeri Atambua dengan nomor

register : 22/Pdt.G/219/PN.ATB. Dengan pemohon YUVENTUS

TANNARDI dan MARIA LOTUK BESIN MANEK alias MERY

MANEK. Bahwa kedua (2) bidang tanah yang disengketakan

oleh para penggugat dengan para tergugat dan turut tergugat

adalah Bidang tanah sengketa I (Pertama): Terletak di dahalu

73
Undang-Undang Pokok Agraria Pasal 21.
74
Putusan Atambua Nomor 22/Pdt.G/2019/PN.Atb.

51
Kampung Kabukalaran, Desa Webriamata, Kecamatan Malaka

Bara, Kabupaten Belu, sekarang Dusun Lakulokabukalaran B,

Desa Lakulo, Kecamatan Weliman, Kabupaten Malaka dengan

ukuran luas : +/- 5.012 m2 dan batas-batas.

Bidang tanah sengketa II (Kedua): Terletak di dahulu

Kedesaan Leunklot, Kecamatan Malaka Barat, Kabupaten Belu,

sekarang Dusun Lakulokabukalaran B, Desa Lakulo, Kecamatan

Weliman, Kabupaten Malaka dengan ukuran luas: +/- 2.235 m2

dan batas-batas.

Bahwa mulanya bidang tanah sengketa I (pertama)

adalah tanah kebun hak milik Hoarama Maufinuk

(Alamahum),dimana dalam perjalanan waktu bidang tanah

sengketa I (pertama) tersebut, semasa hidupnya Hoarama

Maufinuk telah menjual kepada para penggugat pada tanggal 4

Juli 1979 berdasarkan surat keterangan Jual-Beli yang ditanda

tangani secara bersama-sama dengan mengetahui Kepala Desa

Webriamata yang bersama Jonas Gerans.

Bahwa setelah para penggugat memperoleh bidang tanah

sengketa I (pertama) tersebut secara sah, para pengugat

mengolah menjadi lahan kebun kering sambil menanam pohon-

pohon kelapa yang berjumlah lumayan banyak yang hingga

sampai dengan sekarang sebagai pohon-pohon kelapa tersebut

masih hidup diatas bidang tanah sengketa I (pertma).

52
Bahwa setelah membeli bidang tanah sengketa I

(pertama), para penggugat membeli lagi bidang tanah sengketa

II (kedua) berupa tanah pekarangan secara sah pada tanggal 24

Juli 1991 dari ANDERIA BEREMALIK sesuai Surat Keterangan

Penyerahan dan Pemberian Imbalan Ganti Rugi Atas Sebidang

Tanah Pekarangan yang terletak di Kedesaan Leunklot,

Kecamatan Malaka Barat yang ditanda tangani secara bersama-

sama dengan mengetahui Camat Malaka Barat yang bernama:

Drs. J.T. Ose Luan dan turut mengetahui/mengesahkan Kepala

Desa Leunklot yang bernama: Vinsen Seran.

Bahwa oleh karena telah terjadi peralihan hak atas bidang

tanah sengeketa II (kedua) oleh penggugat dengan Andrea Bere

Malik, maka selajutnya para penggugat membangun kadang sapi

diatas bidang tanah sengeketa II (kedua) tersebut untuk

menampung ternak sapi milik para penggugat agar tidak

berkeliaran didalam kampung sampai dengan tahun 2001 para

penggugat pindah kedusun Pertelon, RT/RW 003/010, Desa Silo,

Kecamatan Silo, Kabupaten Jember, Propinsi Jawa Timur.

Bahwa para penggugat, selain memiliki dua (2) bidang

tanah sengketa, memiliki pula satu (1) bidang tanah lain (digugat

secara terpisah) yang terletak dahulu di Lakulo Kabukalaran,

Desa Webriamata, Kecamatan Malaka Barat, Kabupaten Belu,

53
sekarang Dusun Kabukalaran B, Desa Lakulo, Kecamatan

Weliman, Kabupaten Malaka.

Bahwa oleh karena sikap dan perilakunya para penggugat

sangat baik, maka para tergugat menjalin hubungan baik dengan

penggugat, yang mana hubungan tersebut terbina secara baik

sepanjang waktu sebagaimana layaknya hubungan keluarga

sehingga pada tahun 2001 para penggugat pindah ke Dusun

Pertelon, RT/RW 003/010, Desa Silo, Kecamatan Silo,

Kabupaten Jember, Propinsi Jawa Timur, Para penggugat

menitipkan bangunan rumah tinggal yang berada diatas bidang

tanah lain digugat secara terpisah dan dua (2) bidang tanah

sengketa dengan pesan yakni: Kamu boleh tinggal dirumah ini

untuk menjaga tanah ini dan dua (2) bidang tanah sengketa dan

poho-pohon kelapa yang tumbuh diatas bidang tanah lain boleh

petik buahnya untuk dimakan tetapi pohon-pohon tidak boleh

dijual atau ditebang.

Bahwa pada tahun 2010 para tergugat memberitahukan

kepada penggugat agar kedua (2) bidang tanah sengketa

didaftarkan sebagai peserta PRONA agar diukur untuk

selajutnya diterbitkan sertipikat hak atas tanah oleh turut tergugat

dengan pemegang hak adalah para penggugat.

Bahwa pada tanggal 12 Oktokber 2010 para tergugat

bersama Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Belu

54
melakukan pengukuran atas kedua (2) bidang tanah sengketa di

Desa Lakulo, Kecamatan Weliman, dahulu Kabupaten Belu,

sekarang Kabupaten Malaka, dimana dalam proses penerbitan

sertipikat waktu itu, Badan Pertanhan Nasional Kabupaten Belu

bukan menerbitkan sertpikat hak atas tanah nomor: 00166 tahun

2010 dan sertipikat hak atas atanh nomor: 00100 tahun 2010

dengan pemegang haknya para penggugat melainkan kedua

sertipikat hak atas tanah tersebut diterbitkan kepada tergugat I

dengan penulisan nama dan tanggal lahir yang berbeda-beda

pada kedua (2) buah sertipikat yaitu Penulisan nama dan tanggal

lahir pada sertipikat hak atas tanah nomor: 00166 tahun 2010

dengan nama pemegang hak YOSEPH HALE SERAN, tanggal 5

Juli 1945. Penulisan nama dan tanggal lahir pada sertipikat hak

atas tanah nomor: 00100 tahun 2010 dengan nama pemegang

hak YOSEPH HALE, tanggal 5 Juli 1942.

Bahwa benar berdasarkan penulisan nama dan tanggal

lahir yang berbeda-beda pada kedua (2) buah sertipikat hak milik

atas kedua (2) bidang tanah sengketa, seolah-olah dua (2) nama

YOSEPH HALE SERAN, tanggal 5 Juli 1945 dan nama

YOSSEPH HALE, tanggal 5 Juli 1942 adalah subyek hukum

orang yang berbeda-beda, akan tetapi kedua (2) nama dan

tanggal lahir tersebut menujukan subjek hukum orang yang

sama yakni tergugat I (satu).

55
Bahwa berdasarkan dalil-dalil gugatan para penggugat

sebagaimana dimaksut pada poin alina diatas, nampak kelihatan

itikad buruk yang dilakukan oleh para tergugat untuk merekayasa

kepemilikan hak atas kedua (2) bidang tanah sengketa milik para

penggugat menjadi hak milik para tergugat.

Bahwa para tergugat selain merekayasa kepemilikan hak

atas tanah kedua (2) bidang tanah sengketa secara administrasi,

dengan melawan hak dan melawan hukum para tergugat telah

pula merubah bentuk bidang tanah sengketa I (pertama) dari

lahan kebun kering yakni mengkonfersi sebagian lahan dibagian

utara menjadi tanah sawah/lahan basah, dimana antara tanah

sawah dan tanah kering dibatasi pagar yang dibuat oleh para

tergugat, sehingga bidang tanah sengketa I (pertama) kelihatan

seperti dua (2) bidang tanah yang terdiri dari tanah sawah dan

tanah kering.

Bahwa begitupun juga dengan bidang tanah sengketa II

(kedua), tanpa sepengetahuan para penggugat, para tergugat

dengan melawan hak dan melawan hukum, telah pula

membangun dua (2) unit rumah permanen yang sekarang

ditempati oleh para tergugat.

Bahwa untuk menjamin supaya kedua (2) bidang tanah

sengketa yang telah diterbitkan sertipikat hak atas tanah masing-

masing tidak dialihkan atau dijualkan kepada pihak lain atau

56
siapa saja yang mendapat hak daripadanya maka para

penggugat mohon kepada Pengadilan Negeri Kelas 1 B

Atambua untuk meletakan sita jaminan atas dua (2) buah

sertipikat hak atas tanah nomor: 00166 tahun 2010 dengan

nama YOSEPH HALE SERAN dan sertipikat hak atas tanah

nomor: 00100 tahun 2010 dengan nama pemegang hak

YOSEPH HALE.

2. Petitum Pemohon

Pemohon memohon ke Makamah Agung Republik

Indonesia agar berkanan meberikan putusan sebagai berikut:

a. Mengabulkan gugatan para penggugat untuk

kesuluruhnya.

b. Menyatakan hukum bahwa Surat Keterangan Jual-

Beli Kebun tertanggal, 4 Juli 1979 adalah Sah

Menurut Hukum.

c. Menyatakan hukum bahwa Surat Keterangan

Penyerahan dan Pemberian Imbalan Ganti Rugi Atas

Sebidang Tanah Pekarangan yang Terletak di

Kedesaan Leunklot, Kecamatan Malaka Barat,

Tertanggal 24 Juni 1991 adalah sah Menurut Hukum.

d. Menyatakan hukum bahwa bidang tanah sengketa I

(pertama) yang terletak di dahulu kampung

Kabukalaran, Desa Webriamata, Kecamatan Malaka

57
Barat, Kabupaten Belu, sekarang Dusun Lakulo

Kabupaten B, Desa Lakulo, Kecamatan Weliman,

Kabupaten Malaka dengan ukuran luas: +/- 5.012 m2

dan batas-batas.

e. Menyatakan hukum bahwa bidang tanah sengketa II

(kedua) yang terletak di dahulu kedesaan launklot,

Kecamatan Malaka Barat, Kabupaten Belu, sekarang

Dusun Lakulokabukalaran B, Desa Lakulo,

Kecamatan Weliman, Kabupaten Malaka dengan

ukuran luas: +/- 2.235 m2 dan batas-batas.

f. Menyatakan hukum bahwa perbuatan para tergugat:

1) Perbuatan para tergugat yang secara diam-

diam merekayasa kebenaran kepemilikan kedua (2)

bidang tanah sengketa dengan cara mendaftarkan

kedua (2) bidang tanah tersebut sebagai peserta

Prona untuk diukur, selajutnya Badan Pertanahan

Nasional Kabupaten Belu menerbitkan sertipikat hak

atas nomor: 0016 tahun 2010 dan sertipikat hak atas

tanah nomor: 00100 tahun 2010 dengan pemegang

haknya tergugat I.

2) Perbuatan para tergugat yang telah merubah bentuk bidang

tanah sengketa I (pertama) dari lahan kebun kering yakni

mengkonfersi sebagian lahan dibagian utara menjadi tanah

58
sawah/lahan basah, dimana antara tanah sawah dan tanah kering

dibatasi pagar yang dibuat oleh para tergugat, sehingga bidang

tanah sengketa I (pertama) kelihatan seperti dua (2) bidang tanah

yang terdiri dari tanah sawah dan kering.

3) Perbuatan Para tergugat yang dengan melawan hak dan

melawan hukum, telah pula membangun dua (2) unit rumah

permanen diatas bidang tanah sengketa II (kedua) yang sekarang

ditempati oleh para tergugat.

4) Perbuatan para tergugat yang selalu menghindar/mengelak

dan diam-diam tidak memberitahukan tidak meberitahukan

peneribitan sertipikat hak atas kedua (2) bidang tanah sengketa

kepada para penggugat bahwa kedua (2) bidang tanah sengketa

telah memeiliki sertipikat dengan pemegang hak tergugat.

5) Perbuatan para tergugat yang menghalang-halang serta

mengacam para penggugat bersama turut tergugat sehinga kedua

(2) bidang tanah sengeketa dan satu (1) bidang tanah lain digugat

secara terpisah tidak berhasil/gagal diukur. Adalah perbuatan

melawan hukum dan perbuatan melawan hak yang sangat

merugikan para penggugat.

g. Menyatakan hukum bahwa sertipikat hak milik atas

tanah nomor: 00166 tahun 2010 dengan nama

pemegang hak YOSEPH HALE SERAN adalah cacat

hukum dan tidak berlaku.

59
h. Menyatakan hukum bahwa seripikat hak milik atas

tanah nomor: 00100 tahun 2010 dengan nama

pemegang hak YOSEPH HALE adalah cacat hukum

dan tidak berlaku.

i. Menghukum para tergugat atau siapa yang

mendapakatkan hak dari padanya untuk menyerahkan

kembali kedua (2) bidang tanah sengketa yaitu:

1) Bidang tanah sengketa I (pertama): Terletak di

dahulu Kampung Kabukalaran, Desa Webriamata,

Kecamatan Malaka Barat, Kabupaten Belu,

sekarang Dusun Lakulakabulakalaran B, Desa

Lakulo, Kecamatan Weliman, Kabupaten Malaka

dengan ukuran luas +/- 5.012 m2 dan batas-batas.

2) Bidang tanah sengketa II (kedua): Terletak di dahulu

Kedesaan Leunklot, Kecamatan Malaka Barat,

Kabupaten Belu, sekarang Dusun

Lakulokabukalaran B, Desa Lakulo, Kecamatan

Weliman, Kabupaten Malaka dengan ukuran luas +/-

2.235 m2 dan batas-batas.

j. Menghukum para tergugat untuk membongkar

kembali dua (2) unit bangunan rumah tinggal telah

dibangun oleh para tergugat diatas bidang tanah

sengketa II (kedua).

60
k. Menyatakan hukum sita jaminan yang diletakkan oleh

ketua Pengadilan Negeri Kelas I B Atambua atas dua

(2) buah sertipikat hak atas tanah nomor 00166 tahun

2010 dengan nama pemegang hak YOSEPH HALE

SERAN dan sertipikat hak tanah nomor 00100 tahun

2010 dengan nama pemegang hak YOSEPH HALE

adalah sah dan berharga.

l. Menghukum para tergugat untuk secara tanggung-

rentang membanyar yang timbul dalam perkara ini.

3. Pertimbangan Hakim dan Putusan Hakim

Menimbang bahwa oleh karena dalam perkara ini kuasa

insidentil para tergugat maupun kuasa hukum tutut tergugat I

yang menyatakan:

a) Kompetensi absolut dimana Pengadilan Negeri Atambua

tidak berwenang mengadili.

b) Bahwa penggugat tidak merinci dengan jelas luas bidang-

bidang tanah sengketa I (pertama) dan juga tanah sengketa

II (kedua) serta tidak menarik Viktoria Hoar dan Suaminya

Damianus Atok sebagaipihak yang menggarap objek

sengketa I (pertama) sedangkan Yohanes Seran dan

Leonardus Bria yang tinggal dan menguasai objek sengketa

II (kedua).

61
Menimbang bahwa terhadap eksepsi pertama Majelis

Hakim telah menjatuhkan putusan sela pada tanggal 16

Oktokber 2019 yang dalam amar putusanya telah dinyatakan

ditolak, sehingga terhadap eksepsi tersebut tidak akan

dipertimbangkan kembali dalam putusan ini karena telah

diputus pada awal persidangan ini.

Menimbang bahwa selajutnya Majelis Hakim akan

mempertimbangkan eksepsi kedua yang menyatakan gugatan

para penggugat kabur dikarenakan tidak merinci dengan jelas

luasnya objek sengketa dan tidak mengikut sertakan pihak lain

yakni Viktoria Hoar dan Suaminya Damianus Atok sebagai

pihak yang menggarap objek sengketa I (pertama) sedangkan

Yohane seran dan Leanardus Briayang tinggal dan menguasai

objek sengketa II (kedua).

Menimbang bahwa terhadap eksepsi kuasa hukum dari

para penggugat telah mengajukan replik yang menyatakan

bahwa para penggugat menyatakan telah dengan jelas telah

merinci luasnya objek sengketa sebagai mana dalam

gugatannya, dan mengenai siapa yang menggarap lahan I

(pertama) sejak dititipkan oleh para penggugat kepada

tergugat II bersama anak-anaknya Damianus Atok belum

mengawini Viktoria Hoar dan Damianus Atok dengan Viktoria

Hoar tidak pernah menggarap bidang tanah sengketa I

62
(pertama) dan mengenai Yohanes Seran dan Leoanardus Bria

adalah anak tergugat I dan tergugat II yang baru pulang dari

perantuan pada perkara ini digelar di Pengadilan Negeri

Atambua, dan para penggugat telah dengan jelas mengatakan

dalam gugutanya kepada siapa saja yang mendapat haknya

dari padanya agar segara dikosongkan.

Menimbang bahwa selajutnya terhadap eksepsi dari

kuasa para tergugat kuasa hukum turut tergugat I dan Replik

dari Kuasa Hukum para penggugat , selajutnya Majelis Hakim

akan mempertimbangkan sebgai berikut, bahwa terhadap

luasnya objek sengketa didalam gugatan para penggugat

telah dengan jelas disebutkan bahwa objek sengketa I

(pertama) dengan luas +/- 5.012 m2 dan objek sengketa II

(kedua) +/- 2.235 m2 dan pada saat dilakukan pemeriksaan

setempat luasnya lahan tersebut dibenarkan oleh kuasa para

tergugat maupun kuasa hukum turut tergugat I, serta kedua

objek sengketa tidak tumpang tindih dengan milik pihak lain

karena telah ada batas-batas yang jelas berupa pagar kayu

walaupun dalam objek sengketa II (kedua) oleh pihak tergugat

telah dirubah menganai batas selatan ada dibangun kadang

babi dan dibuat pagar yang terlihat baru saja dipasang dan

dibangun.

63
Menimbang bahwa tidak diikut sertakanya Viktoria Hoar

dan Suaminya Damianus Atok sebagai pihak yang menggarap

objek sengketa I (pertama) sedangkan Yohanes Seran dan

Leonardus Bria yang tinggal dan menguasai objek sengketa II

(kedua) Majelsi Hakim mempertibangkan sebagai berikut,

bahwa berdasarkan keterangan saksi-saksi maupun gugatan

para penggugat bahwa tanah yang menajadi objek sengketa

dibenarkan bahwa awalnya milik dari penggugat yang

kemudian dititipkan kepada tergugat I dan II beserta anak-

anaknay dan berdasarkan keterangan saksi-saksi pula objek

sengketa I dikuasai dan ditempati oleh Damianus Atok atas ijin

dari tergugat I dan tergugat II sedangkan Damianus Atok

merupakan anak dari tergugat I dan tergugat II yang juga tahu

pada saat dititipkannya tanah tersebut, menimbang bahwa

berdasarkan pertimbangan hukum tersubut diatas teradap

eksepsi kedua harus pula ditolak.

4. Amar Putusan

Mengadili,

Menyatakan:

a) Mengabulkan gugatan para penggugat untuk sebagian.

b) Menyatakan hukum bahwa surat keterangan jual beli kebun

tanggal 4 Juli 1979 adalah sah menurut hukum.

64
c) Menyatakan hukum bahwa surat keterangan penyerahan

dan pemberian imbalan ganti rugi atas sebidang tanah

pekarangan di kedesaan Leunklot, Kecamatan Malaka

Barat, tertanggal 24 Juni 1991 adalah sah menurut hukum.

d) Menyatakan hukum bahwa bidang tanah sengketa I

(pertama) yang terletak di dahulu Kampung Kabukalaran,

Desa Webriamata, Kecamatan Malaka Barat, Kabupaten

Belu, sekarang Dusun Lakulakabukalaran B, Desa Lakulo,

Kecamatan Weliman, Kabupaten Malaka dengan ujuran

Luas +/- 5.012 m2 dan batas-batas adalah sebagai berikut:

1. Sebelah Utara : Dahulu berbatasan dengan tanah

milik Nahk Seran Kwaik,sekarang berbatasan dengan

tanah Margaretha Seuk Bria.

2. Sebelah Selatan : Dahulu berbatasan dengan tanah

milik Luruk Klau Nahak, sekarang berbatasan dengan

tanah Naomi Talo dan tanah Wilfrida Luruk.

3. Sebelah Barat : Dahulu berbatasan dengan tanah

milik Tae Kwaik, sekarang berbatasan tanah

Dominika Hoar Seran dan tanah Agustina Hoar.

e) Menyatakan hukum bidang tanah sengketa II (kedua) yang

terletak di dahulu Kedesaan Leunklot, Kecamatan Malaka

Barat, Kabupaten Belu, sekarang Dusun Lakulokabukalaran

B, Desa Lakulo, Kecamatan Weliman, Kabupaten Malaka

65
dengan ukuran luas +/- 2.235 m2 dan batas-batas adalah

berikut :

1. Sebelah Utara : Dahulu berbatasan dengan tanah

perkarangan jalan raya Kakeuktuik dan Haslaran,

sekarang Jalan Desa.

2. Sebelah Selatan: Dahulu berbatasan dengan tanah

perkarangan Frangs Leki sekarang berbatasan

dengan tanah Aplonia Hoar Seuk, kosong, sekarang

Jalan Desa.

3. Sebelah Timur: Dahulu berbatasan dengan tanah

perkarangan tanah kosong, sekarang Jalan Desa.

4. Sebelah Barat: Dahulu berbatasan dengan tanah

perkarangan Lambertus seran, sekarang berbatasan

dengan tanah Rosa Linda Seuk dan tanah Yovita

Maria Naet.

f) Menghukum para tergugat untuk membongkar kembali dua

(2) unit bangunan rumah yang telah dibangun oleh para

tergugat diatas bidang tanah sengketa II (kedua).

g) Menolak gugatan para penggugat untuk selebihnya.

66
5. Analisis Pertimbangan Hukum Majelis Hakim Dalam Putusan PN

(Pengadilan Negeri) Atambua Nomor 22/Pdt.G/2019/PN.Atb

Tentang Sertipikat Hak Milik Atas Tanah Berdasrkan Hukum

Tanah Nasional telah sesuai dengan Undang-Undang yang

beralaku atau tidak.

Salah satu cara menyelesaikan sengketa hukum yang

terjadi diantara warga masyarakat adalah dengan perantaraan

kekuasaan kehakiman yang dapat dilakukan dengan cara,

orang yang merasa dirugikan hak atau kepentingannya

menggugat orang yang dianggap merugikannya dimuka

pengadilan yang berwenang. Untuk keperluaan ini mereka

harus mentaati ketentuan peraturan perundangan yang

mengatur cara-cara penyelesaian perkara melalui pengadilan

yang berlaku, Peradlan yang bersifat cepat, sederhana dan

biaya ringan.

Dalam persidangan Pengadilan Negeri yang menangani

perkara Perdata secara formil tata cara beracara atau tata

urutan persidangan pemeriksaan perkara perdata adalah

sebagai berikut:

a. Sidang dinyatakan dibuka dan terbuka untuk umum;

b. Para Pihak (penggugat dan tergugat) diperintahkan

memasuki ruang sidang;

67
c. Para pihak diperiksa identitasnya (surat kuasanya), demkian

pula diperiksa surat ijin praktik dari oraganisasi advokat;

d. Apabila kedua belah pihak lengkap, maka diberi kesempatan

untuk menyelesaikan perkara dengan secara damai;

e. Ditawarkan apakah akan menggunakan mediator dari

lingkungan PN atau dari luar;

f. Apabila tidak tercapai kesepakatan damai, maka sidang

dilanjutkan dengan pembacaan surat gugat oleh

penggugat/kuasanya;

g. Apabila perdamaian berhasil, maka dibacakan dalam

persidangan dalam bentuk Akta Perdamaian yang bertitel

DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG

MAHA ESA;

h. Apabila tidak ada perubahan acara selanjutnya jawaban dari

tergugat; (jawaban berisi eksepsi atau bantahan,

permohonan putusan provisionil, gugatan rekonvensi).

i. Apabila ada gugatan rekonvensi, tergugat juga berposisi

sebagai pengugat rekonvensi;

j. Replik dari penggugat, apabila digugat rekonvensi maka ia

berkedudukan sebagai tergugat rekonvensi;

k. Pada saat surat menyurat (jawab jinawab) ada kemungkinan

ada gugatan intervensi (Voeging, vrijwaring, toesenkomst)

68
l. Sebelum pembuktian ada kemungkinan muncul putusan sela

(putusan provisionil, putusan tentang dikabulkannya eksepsi

absolut, atau ada gugat intervensi)

m. Pembuktian

n. Dimulai dari penggugat berupa bukti surat dan saksi;

o. Dilanjutkan dari tergugat berupa bukti surat dan saksi;

p. Apabila menyangkut tanah, dilakukan pemeriksaan

setempat;

q. Kesimpulan;

r. Musyawarah oleh Majelis Hakim (bersifat rahasia)

s. Pembacaan Putusan;

t. Isi putusan : a. Gugatan dikabulkan, b. Gugatan ditolak, c.

Gugatan tidak dapat diterima;

u. Atas putusan ini para pihak diberitahu hak-haknya apakah

akan menerima, pikir-pikir atau banding. Apabila pikir-pikir,

maka akan diberi waktu selama 14 hari;

v. Dalam hal ada pihak yang tidak hadr, maka diberitahu

terlebih dahulu dan dalam waktu 14 hari setelah

pemberitahuan dberi hak untuk menentukan sikap. Apabila

waktu 14 hari tidak menentukan sikap, maka dianggap

menerima putusan.

Dalam Hukum Agraria dan Pertanahan, seringkali

ditemukan pihak Tergugat setelah mendengar gugatan dari

69
Penggugat, langsung dilanjutkan dengan proses jawab

jinawab. Namun dalam kasus yang Penulis diatas,

Termohon II dan Termohon V menggunakan haknya dalam

hukum Formil untuk melakukan bantahan melalui Eksepsi.

Dalam kasus ini, pemohon yaitu Yuventus Tannardi

dan Maria Lotuk Besin Manek alias Mery Manek mengajukan

gugatan tertanggal 10 Juli 2019 yang terdaftarkan di

Kepaniteraan Pengadilan Negeri Atambua di bahwa register

Nomor: 22/Pdt.G/2019/PN.ATB, tanggal 10 Juli 2019. Bahwa

kedua bidang tanah yang di sengketakan ada dua yang satu

terletak di Kabupaten Malaka dengan ukuran luas +/- 5.012

m2 yang kedua di terletak di Malaka dengan ukuran +/- 2.35

m2. Dalam hal ini para penggugat memperoleh bidang tanah

secara sah dalam hukum, bahwa setelah membeli kedua

bidang tanah tersebut pemohon menam pohon-pohon

kelapa dan perkarangan di tanah nya tersubut dalam jangka

itu pihak pemilik lahan menitipkan ke tetangga nya dengan

menitipkan pesan “ Kamu boleh tinggal disini menjaga dua

sebuah sebidang tanah asal jaga pohon-pohon kelapa

jangan di tebang kamu boleh metik buah untuk di makan”.

Bahwa setalah itu pemohon pindah rumah ke daerah

Jawa Timur dengan Alamat Dusun Pertelon RT/RW 003/010,

Desa Silo, Kecamatan Silo, Kabupaten Jember. Dalam

70
penghujung waktu pihak pemohon dan penggugat

berhubung seperti saudara sampai dikasih duit buat

penggugat pada saat itu penggugat memberikan kabar soal

pertanahan bahwa ada program Prona saat itu pihak

penggugat minta surat berupa dokumen itu. Bahwa pada

tanggal 12 Oktokber 2010 para tergugat bersama Badan

Pertanahan Nasional Kabupaten Belu melakukan

pengukuran atas kedua tanah tersebut dengan Nomor

sertipikat tanah satu 00166 tahun 2010 dan kedua nomor

00100 tahun 2010 dengan atas nama Yoseph Hale Seran

dan Yoseph Hale.

Dalam ini yang disengektakan kedua tanah tersubut

pihak tergugat merekayasa kepemilikan tanah secara

administrasi, dengan melawan hukum para tergugat

merubah bentuk lahan mengkonfersi sebagian lahan

dibagian utara menjadi tanah sawah atau lahan

basah,rumah dan pohon-pohon kelapa sebagian ditebang.

Bahwa sikap tergugat selalu menghidar atau mengilak dan

diam-diam tidak meberitahukan, dalam saat itu pada bulan

Mret 2017 para penggugat bersama tergugat mengadakan

pengukuran tetapi para penggugat di tahan atau dihadang

pihak tergugat dalam saat itu pihak penggugat udah

mealporkan pihak kepolisan utuk di proses selajutnya.

71
Dengan ini pihak penggugat menyampakai hal poin-

poin ke pihak Majelis Hakim untuk mengabulkan permohon

antara lain: 1. Mengabulkan gugatan para penggugat.

2. Menyatakan hukum bahwa surat keterangan Jual-

beli kebu tertanggal 4 Juli 1979 adalah sah menurut

Hukum.

3. Menyatakan hukum bahwa surat keterangan

penyerahan dan pemberian imbalan ganti rugi atas

sebidang tanah perkarangan yang terletak di

kedesaan Leunklot Kecamatan Malaka Barat,

tertanggal 24 Juli 1991 adalah sah Menurut hukum.

4. Menyatakan hukum bahwa bidang tanah sengketa I

(pertama) yang terletak di dahulu Kampung

Kabukalaran, Desa Webriamata, Kecamatan

Malaka Barat, Kabupaten Belu, sekarang Dusun

Lakulokabukalaran B, Desa Lakulo, Kecamatan

Weliman, Kabupaten Malaka dengan ukuran luas:


+
/- 5.012 m2 .

5. Menyatakan hukum bahwa bidang tanah sengketa II

(kedua) yang terletak di dahulu Kedesaan Leunklot,

Kecamatan Malaka Barat, Kabupaten Belu,

sekarang Dusun Lakulokabukalaran B, Desa

72
Lakulo, Kecamatan Weliman, Kabupaten Malaka

dengan ukuran luas: +/- 2.235 m2.

6. Menyatakan hukum bahwa perbuatan Para tergugat

yakni:

a) Perbuatan para tergugat yang secara diam-diam

merekayasa kebenaran kepemilikan kedua (2)

bidang tanah sengeketa dengan cara

mendaftarakan kedua (2) bidang tanah tersebut

sebagai Prona untuk diukur, selanjutnya Badan

Pertanahan Nasional Kabupaten Belu

menerbitkan sertipikat hak atas tanah nomor:

00166 tahun 2010 dan sertipikat hak atas tanah

nomor: 00100 tahun 2010 dengan pemegang

haknya tergugat I.

b) Perbuatan para tergugat yang telah merubah

bentuk bidang tanah sengketa I (pertama) dari

lahan kebun kering yakni mengkonfersi sebagian

lahan dibagian utara menjadi tanah sawah\lahan

basah, dimana antara tanah sawah dan tanah

kering dibatasi pagar yang dibuat oleh tergugat,

sehinngga bidang tanah sengketa I (pertama)

kelihatan seperti dua(2) bidang tanah yang terdiri

dari sawah dan tanah kering.

73
c) Perbuatan para tergugat yang telah menebang

poho-pohon kelapa milik para penggugat diatas

bidang tanah sengketa I (pertama) sehingga

pohon-pohon kelapa dimaksut jumlahnya

menjadi sangat berkurang.

d) Perbuatan para tergugat yang dengan melawan

hak dan melawan hukum, telah pula

membangun dua (2) unit rumah permanen diatas

bidang tanah sengketa II (kedua) yang sekarang

ditempati oleh para tergugat.

e) Perbuatan para tergugat yang selalu

menghindar/mengelak dan dia-diam tidak

memberitahukan penerbitan sertipikat hak atas

kedua (2) bidang tanah sengketa kepada para

penggugat bahwa kedua (2) bidang tanah

sengketa telah memiliki sertipikat dengan

pemegang hak tergugat I.

f) Perbuatan para tergugat yang menghalang-

halangi serta mengacam para penggugat

bersama turut tergugat sehingga kedua (2)

bidang tanah sengketa dan satu (1) bidang

tanah lain (digugat secara terpisah) tidak

berhasil/gagal diukur. Adalah perbuatan

74
melawan hukum dan perbuatan melawan hak

yang sangat merugikan para penggugat.

7. Menyatakan hukum bahwa sertipikat hak milik atas

tanah nomor: 00166 tahun 2010 dengan nama

pemegang hak YOSEPH HALE SERAN tidak

mempunyai kekuatan hukum mengikat.

8. Menyatakan hukum bahwa sertipikat hak milik atas

tanah nomor: 00100 tahun 2010 dengan nama

pemegang hak YOSEPH HALE tidak mempunyai

kekuatan hukum mengikat.

9. Menghukum para tergugat atau siapa saja

mendapatkan hak dari padanya untuk menyerahkan

kembali kedua (2) bidang tanah sengketa yaitu:

a) Bidang tanah sengketa I (pertama)

terletak di dahulu Kampung

Kabukalaran, Desa Webriamata,

Kecamatan Malaka Barat, Kabupaten

Belu, sekarang Dusun

Lakulokabukalaran B, Desa Lakulo,

Kecamatan Weliman, Kabupaten Malaka

dengan ukuran luas: +/- 5.012 m2.

b) Bidang tanah sengketa II (kedua) terletak

di dahulu Kedesaan Leunklot,

75
Kecamatan Malaka Barat, Kabupaten

Belu, sekarang Dusun Lakulo

Kabukalaran B, Desa Lakulo, Kecamatan

Weliman, Kabupaten Malaka dengan

ukuran luas:+/- 2.235 m2.

10. Menghukum para tergugat untuk membongkar

kembali dua (2) unit bangunan rumah yang telah

dibangun oleh para tergugat diatas bidang tanah

sengketa II (kedua).

11. Menolak gugatan para penggugat untuk selebihnya.

76
BAB V
PENUTUP

A. KESIMPULAN

Dari penjelasan sebagaimana telah diuraikan diatas, maka

dalam hal ini penulis menarik kesimpulan adalah sebagai berikut:

1. Pengaturan keabsahan sertifikat dalam segi Undang-

Undang telah di atur dalam Undang-Undang Pokok Agraria

dalam Pasal 19 Ayat (2) huruf c , Undang-Undang Pokok

Agraria Pasal 1 angka 20 dan Pasal 32 Peraturan

Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 1997 yang berbunyi

sertifikat hak atas tanah adalah surat bukti hak atas tanah

yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat mengenai

data fisik dan data yuridis yang termuat di dalamnya.

2. Pengaturan dalam pasal 32 Peraturan Pemerintah Nomor

24 Tahun 1997 bahwa sertipikat hak atas tanah merupakan

bukti kuat dan terpunih dan pengadilan berwenang

membatalkan sertipikat hak atas tanah apabila dapat di

buktikan data fisik dan data yuridis dalam sertipikat itu tidak

sesuai dengan kenyataan

B. Saran

77
Dari permasalahan sebagaimana telah di uraikan diatas, maka

dalam hal ini penulis memberikan saran sebagai berikut:

1. Perlu menegaskan kembali Undang-undang yang ada di

Indonesia contohnya dalam sistem Agraria dalam Instansi Badan

Pertanahan Nasional (BPN) harus dikaitkan dengan Instansi

lainya yang berhubungan dengan Agraria supaya bisa terhubung

agar tidak mengakibatkan pertimpangan antara Instansi lainya.

2. Perlu menegaskan pengujian keabsahan sertipikat ha katas

tanah dalam suatu Undang-undang dan Badan Pertanahan

Nasional (BPN) perlu diberikan kewenangan untuk membatalkan

sertipikat ha katas tanah berdasarkan asas contrrius actue tidak

ke harus menyelsaikan permasalahan di pengadilan.

78
DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

As’Adi, Edi. Hukum Acara Perdata dalam Perspektif Mediasi (ADR) di


Indonesia, Yogyakarta, Graha Ilmu, 2000.
Bachriadi, Dianto dan Anton Lucas. Merampas Tanah Rakyat,Kasus
Tapos dan Cimacan, Jakarta, Kepustakaan Populer
Gramedia, 2001.
Budiman, Arif. Fungsi Tanah dan Kapitalis, Jakarta, Sinar Grafika,
1996.
Effendie, Bachtiar. Pendaftaran Tanah di Indonesia dan Peraturan
Pelaksanaannya, Bandung, Alumni, 1993.
Fajar, Mukti dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum-
Normatif dan Empiris, Yogyakarta, PT. Pustaka Pelajar,
2015.
Fauzi, Noer. Bersaksi untuk Pembaharuan Agraria, dari Tuntutan
Lokal hingga Kecenderungan Global, Yogyakarta, Insist
Press, 2003.
Ghazali, Kurniawan. Cara Mudah Mengurus Sertipikat Tanah, Jakarta,
Kara Pena, 2013.
Hamzah, Andi. Kamus Hukum, Jakarta, Ghalia, 1986.
Harsono, Boedi(1). Hukum Agraria Indonesia Sejarah Pembentukan
Undang-Undang Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaannya,
Jakarta, Djambatan, 2003.

79
________(2). Hukum Agraria Indonesia, Sejarah pembentukan
Undang-Undang Pokok Agraria, Cet.11, Jakarta. Djambatan,
2007.
Ibrahim, Jhonny, Teori Dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif,
Ed. 2 (Rev.), Cet. 3, Malang, Bayumedia Publishing, 2007.
Kalo, Syafruddin. Kebijakan Kriminalisasi Dalam Pendaftaran Hak-
Hak Atas Tanah Di Indonesia: Suatu Pemikiran, Pidato
Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap Dalam Bidang Ilmu
Hukum Agraria pada Fakultas Hukum, Universitas Sumatera
Utara, 2006.
Kartasaputra, G. Hukum Tanah Jaminan Bagi Keberhasilan
Pendayagunaan Tanah, Jakarta, PT Raja Grafindo Persada,
1991.
Marzuki, Peter Mahmud. Penelitian Hukum, Ed. Rev, Cet. 12.
Jakarta: Kencana, Prenadamedia Group, 2016.
Mertokusumo, Soedikno. Hukum dan Politik Agraria, Jakarta,
Universitas Terbuka, 1988.
Moleong, Lexy J., Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung, PT
Remaja Rosdakarya, 2014.
Mustofa, Bachsan. Hukum Agraria Dalam Perspektif, Bandung,
Remadja Karya, 1988.
Nasoetion, Lutfi I. Konflik Pertanahan (Agaria) Menuju Keadilan
Agraria, Bandung, Yayasan AKATIGA, 2002.
Parlindungan, A.P. Hak Pengelolaan Menurut Sistem Undang-
Undang Pokok Agraria, Bandung, Mandar Maju, 1989.
Perangin, Effendi. Hukum Agraria di Indonesia: Suatu Telaah dari
Sudut Pandang Praktisi Hukum, Jakarta, Rajawali, 1989.
Santoso, Urip (1). Hukum Agraria: Kajian Komprehensif, Ed. 1,
Jakarta, Kencana Prenadamedia Group, 2012.
_________(2). Pendaftaran Tanah dan Peralihan Hak atas Tanah,
Jakarta, Pranamedia Group, 2014.

80
Silalahi, Ulber, Metode Penelitian Sosial, Bandung, PT. Refika
Aditama, 2009.
Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif
Suatu Tinjauan Singkat, Ed.1, Cet, 5, Jakarta, Raja Grafindo
Persada, 2001.
Soemitro, Ronny Hanitijo, Metode Penelitian Hukum, Jakarta,
Ghalia Indonesia, 1985.
Subagyo, Joko, Metode Penelitian Dalam Teori Dan Praktek,
Jakarta, PT. Rineka Cipta, 2004.
Subekti dan R. Tjitrosoedibio, Kamus Hukum, Jakarta, Pradnya
Paramita, 1983.
Susanti, Dyah Ochtorina dan A’an Efendi. Penelitian Hukum (Legal
Research), Cet. 1. Jakarta: Sinar Grafika, 2014.
Tauhid, Mochammad. Masalah Agraria Sebagai Masalah
Penghidupan dan Kemakmuran Rakyat Indonesia,
Yogyakarta, STPN Press, 2009.
Wiradipradja, Saefullah. Penuntun Praktis Metode Penelitian dan
Penulisan Karya Ilmiah Hukum, Cet. 2. Bandung: CV Keni
Media, 2015.
Zumrokhtun, Siti & Darda Syahrizal, Undang-Undang Agraria &
Aplikasinya, Jakarta, Dunia Cerdas, 2014.

B. Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.


Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Majelis Permusyawaratan Rakyat, Ketetapan MPR RI Tentang
Pembaharuan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam,
Ketetapan MPR RI No. IX/MPR/2001.

81
Indonesia, Undang-Undang Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok
Agraria, UU Nomor 5 Tahun 1960, LNRI Tahun 1960
No.104, TLNRI No. 2043.
________, Undang-Undang Tentang Pencabutan Hak- Hak Atas
Tanah Dan Benda-Benda Yang Ada Diatasnya, UU Nomor
10 Tahun 1961, LNRI Tahun 1961 No. 28, TLNRI No. 2171.
________, Undang-Undang Tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok
Pertambangan, UU Nomor 11 Tahun 1967, LNRI No. 22,
TLNRI No. 2831.
________, Undang-Udnang Tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok
Pertimbangan, UU Nomor 5 Tahun 1960 Pasal 4 UUPA
________, Peraturan Pemerintah Tentang Hak Guna Usaha, Hak
Guna Bangunan Dan Hak Atas Tanah, PP Nomor 40
Tahun 1996, LNRI Tahun 1996.
________, Peraturan Pemerintah Tentang Pendaftaran Tanah, PP
Nomor 24 Tahun 1997, LNRI Tahun 1997 No. 50, TLNRI
Nomor 3696.
________, Peraturan Pemerintah Tentang Hak Pengelolaan, Hak
Atas Tanah, Satuan Rumah Susun, dan Pendaftaran
Tanah, PP Nomor 18 Tahun 2021, LNRI Tahun 2021 No.
28, TLNRI Nomor 6630.
Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional,
Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan
Pertanahan Nasional Tentang Tata Cara Pemberian Dan
Pembatalan Hak Atas Tanah Negara Dan Hak
Pengelolaan, PMNA Nomor 9 Tahun 1999.

A. PUTUSAN PENGADILAN
Putusan Pengadilan Atambua Nomor 22/Pdt.G/2019. tanggal 22
Januari 2020

82
B. Jurnal/Artikel/Makalah
Gunawan Wiradi, Masalah Pembaruan Agraria: Dampak Land
Reform terhadap Perekonomian Negara, (Makalah tidak
diterbitkan, 2001), hlm. 4.
Hermayulis, “Penerapan Hukum Pertanahan dan Pengaruhnya
Terhadap Hubungan Kekerabatan Pada Sistem
Kekerabatan Matrilineal Minangkabau Di Sumatera Barat‟,
Disertasi, PPS-UI, 1999.
Mukmin Zakie, “Perlindungan Hak atas Tanah Masyarakat Hukum
Adat dalam Konstitusi,” Jurnal Konstitusi, PSHK FH UII,
Vol. II, No. 2, 2009.

Mukmin Zakie, “Undang-Undang Pengambilan Tanah Di Indonesia


Dan Di Malaysia (Suatu Kajian Perbandingan)”, Desertasi
Doktor Falsafah Fakulti Undang-Undang, Universiti
Kebangsaan Malaysia, 2011.
Selamat Lumban Gaol(1), “Penguasaan dan Penghunian Fisik atas
Objek Sewa Menyewa oleh Penyewa yang telah berakhir
masa sewa menyewanya sebagai Perbuatan Pelawan
Hukum” (analisis yuridis Putusan PN Jakarta Barat Nomor
152/Pdt.G/2014/PN.Jkt.Brt), (Volume 8 no.1, September
2017), Jurnal Ilmiah Dirgantara, Fakultas Hukum
Universitas Marsekal Dirgantara Suryadarma.
________(2), “Penyelesaian Sengketa Pemakaian Nama Badan
Hukum Perkumpulan yang terdapat persamaan pada
Pokoknya Antara Suatu Perkumpulan Dengan
Perkumpulan Lainnya”, (Volume 10 No.2, Maret 2020),

83
Jurnal Ilmiah Dirgantara, Fakultas Hukum Fakultas Hukum
Universitas Dirgantara Marsekal Suryadarma.

84

Anda mungkin juga menyukai