Ketua
SERENA
201010201364
FAKULTAS HUKUM
PROGRAM STUDI ILMU HUKUM S-1
UNIVERSITAS PAMULANG
TAHUN 2022
LEMBAR IDENTITAS DAN PENGESAHAN
LAPORAN AKHIR PENELITIAN MAHASISWA
TAHUN AKADEMIK 2022/2023
Ketua Peneliti
Nama Lengkap Ketua : SERENA
NIM : 201010201364
Jabatan : Mahasiswa
Program Studi : Ilmu Hukum
Nomor HP : 089685784732
Alamat surel (e-mail) : serenasiahaan05@gmail.com
Anggota (1)
Nama Lengkap : NATANIA ANDJALI R.H
NIM : 201010201373
Anggota (2)
Nama Lengkap :-
NIM :-
Institusi Mitra (jika ada)
Nama Institusi Mitra :-
Alamat :-
Tahun Pelaksanaan :-
Biaya Internal Universitas Pamulang : Rp
…………….
Biaya Mitra : Rp
…………….
Biaya Mandiri :
Rp ....................
Biaya Keseluruhan : Rp
…………….
Telah dilaksanakan Monitoring Dan Evaluasi (MONEV) oleh Reviewer pada hari
……. Tanggal…......... dan disetujui untuk dilaporkan dalam bentuk Laporan
Akhir Penelitian yang diselenggarakan oleh Fakultas Hukum Program Studi Ilmu
Hukum S-1 Universitas Pamulang
Pengusul Penelitian:
SERENA
NIM : 201010201364
Mengetahui Reviewer,
a.n Ketua Program Studi Ilmu Hukum
Wakil Program Studi Ilmu Hukum
ARIA DIMAS HARAPAN, S.H., M.H CANDRA NUR HIDAYAT, S.H., M.H
NIDN. 0307086801 NIDN. 0402049301
SURAT PERNYATAAN KETUA/TIM PENELITI
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat
Karunia-Nya, kami dapat menyelesaikan laporan akhir penelitian dengan judul
“Dispensasi Pernikahan Dibawah Umur Pada Perspektif Undang-Undang No 16
Tashun 2019”. Penelitian ini merupakan perwujudan salah satu Tri Dharma
Pergururan Tinggi khususnya di lingkungan program Studi Ilmu Hukum.
Dalam kesempatan ini tidak lupa kami mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada :
2. Bapak Dr. Oksidelfa Yanto, S.H., M.H. Dekan Fakultas Hukum Universitas
Pamulang yang telah banyak memberikan dorongan di dalam pelaksanaan
kegiatan penelitian ini,
3. Bapak Dr. Taufik Kurrohman, S.H., M.H. Ketua Program Studi Ilmu Hukum
yang banyak memberikan kemudahan pada kegiatan penelitian ini,
4. Dosen-dosen serta mahasiswa Program studi Ilmu Hukum yang ikut terlibat
dalam kegiatan penelitian ini.
Ketua Peneliti
Serena
DAFTAR ISI
Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang
wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga)
yang bahagia dan kekal berdasarkan KeTuhanan Yang Maha Esa. Untuk
memenuhi kebutuhan kodrati manusia dengan pencapaian dari suatu perkawinan
tersebut, maka Undang-Undang Perkawinan telah menetapkan dasar dan syarat
yang harus dipenuhi dalam perkawinan. Salah satunya dalam pasal. Isi Kebijakan
dari UU No 16 Tahun 2019 berisi tentang batas minimal usia perkawinan untuk
pria dan wanita adalah 19 tahun, dimana pada Undang-Undang sebelumnya UU
No 1 Tahun 1974 batas minimal menikah untuk perempuan adalah 16 tahun dan
untuk laki-laki 19 tahun. Aturan ini dilakukan utamanya untuk melindungi hak
anak dan terciptanya perkawinan yang sehat dan sejahtera. Undang-undang ini
diharapkan bisa menurunkan angka penyalahgunaan anak dengan praktik
pernikahan usia dini. Meskipun di undang undang telah diatur sedemikian rupa
tentang batasan-batasan usia minimal perawinan, akan tetapi dalam praktiknya
masih saja ada anak yang telah menikah dibawah umur di daerah demak. Tujuan
penelitian ini adalah ntuk mengetahui dispensasi perkawinan bagi anak dibawah
umur dipengadilan agama demak. Untuk mendeskripsikan pelaksanaan dispensasi
perkawinan bagi anak dibawah umur saat berlakunya undang undang no 16 th
2019 tentang perkawinan. Penelitian ini didasarkan pada tipe penelitian
hukum normatif. Dalam penelitian normatif dilakukan pengkajian terhadap
hukum sebagai norma, yaitu meneliti dan mengkaji obyek terhadap asas-asas
hukumnya, melalui pendekatan perundang-undangan dan putusan.
Perkawinan merupakan factor yang sangat penting sebagai salah satu sendi
dan susunan dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Tidak hanya itu perkawinan
juga merupakan masalah hukum, agama dan masyarakat disegala aspek
lingkungan, yang dikukuhkan berdasarkan undang-undang dan agama yang
dipeluk. Perkawinan juga merupakan hal yang sangat penting dalam berbagai
aspek kebanyakan kehidupan masyarkat di Indonesia seluruhnya memiliki
peraturan yang didalamnya, perkawinan, keluarga yang terbentuk didalamya
mencangkup reproduksi generasi sosial, generasi moral dan generasi budaya.
Perkawinan dapat dikatakan sebagai perbuatan hukum dan mempunyai kekuatan
1
Wirjono Prodijokoro,Hukum Perkawinan di Indonesia,Sumur Bandung,Bandung,1960,hlm.7
hukum positif yang berlaku dan pada umumnya dilakukan oleh orang dewasa
dengan tidak memandang profesi, suku bangsa, kaya atau miskin dan sebagainya
dalam kenyataan masih ada yang menyalah artikan apa hakikatnya dari
perkawinan, mereka mengatakan bahwa perkawinan biasanya dilakukan oleh
orang yang sudah berusia matang dan dapat dikatakan telah dewasa, perkawinan
usia muda masih dianggap tau dikalangan masyarakat Indonesia karena
perkawinan biasanya dilakukan oleh orang yang berusaha cukup mapan. Dalam
mengambil Langkah untuk menikah harus benar-benar dipersiapkan secara
matang dari segi mental, fisik, ekonomi dan lain lain.2
Dilihat dari faktor sosiologis yang terjadi saat ini semakin bebas pergaulan
anak masa ini memang sudah diluar batas karena sudah banyak yang
menyebabkan anak luar kawin, hal ini dilatar belakangi oleh faktor intern dalam
keluarga yaitu kurangnya pengawasan dariorang tua dan faktor ekstern yaitu dari
faktor sosiologis yang kurang baik yang menyebabkan anak terjerumus dalam
pergaulan bebas. Meskipun batas umur perkawinan telah ditetapkan dalam aturan
Undang Undang No 16 tahun 2019, namun dalam prakteknya masih banyak kita
jumpai banyak dari anak dibawah umur, yang mengajukan dispensasi perkawinan
anak dibawah umur untuk mengajukan permohonan tersebutkarena suatu sebab
tertentu. UU Perkawinan No 16 Tahun 2019 juga memuat aturan dispensasi
perkawinan, yang agak berbeda rumusannya dari UU No. 1 Tahun 1974.
Dispensasi adalah pemberian hak kepada seseorang untuk menikah meskipun
usianya belum mencapai batas minimal 19 tahun. Prinsipnya, seorang laki-laki
dan seorang perempuan diizinkan menikah jika mereka sudah berusia 19 tahun ke
atas. Jika ternyata keadaan menghendaki, perkawinan dapat dilangsungkan
meskipun salah satu dari pasangan atau keduanya belum mencapai usia dimaksud.
Artinya, para pihak dapat mengesampingkan syarat minimal usia perkawinan.
Menurut UU Perkawinan No 16 tahun 2019, penyimpangan hanya dapat
dilakukan melalui pengajuan permohonan dispensasi oleh orang tua dari salah
satu atau kedua belah pihak calon mempelai. Bagi pasangan yang beragama Islam,
permohonan diajukan ke Pengadilan Agama. Bagi pemeluk agama lain diajukan
ke Pengadilan negeri. Dengan latar belakang tersebut, maka dalam kesempatan
kali ini penulis mengangkat judul yaitu “ DISPENSASI PERKAWINAN
DIBAWAH UMUR DALAM PERSPEKTIF UNDANG UNDANG NO 16
TAHUN 2019”
3
Hilman Hadikusuma, Hukum Perkawinan Indonesia, Mandar Maju, Bandung, 1990,hlm.51
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah yang telah diuraikan, penelitian ini
mengkaji tentang dispensasi perkawinan dibawah umur, supaya penelitian ini
tidak melebar terlalu jauh dari substansi, maka penelitian ini penulis batasi hanya
yang berkaitan dengan masalah-masalah yang akan diangkat dalam penulisan
skripsi ini :
a. Rumusan Masalah
b. Tujuan Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Manfaat teoritis pada penelitian ini dapat menjadi karya tulis ilmiah yang
dapat ditelaah dan dipelajari lebih lanjut dalam rangka pengembangan ilmu
hukum pada umumnya dan memberikan sumbangan pemikiran teoritis terkait
dasar pertimbnangan hakim dalam memutuskan suatu perkara serta
memperkaya pengetahuan bagi penulis dan pembaca mengenai dispensasi
perkawinan dibawah umur.
4
M. Yahya Harahap, Hukum Perkawinan Nasional, CV. Zahir Trading Co, 1975, Medan, hal. 11.
perbuatan yang diatur dengan syariat Islam dengan syarat dan rukun
tertentu. Maka orang–orang yang melangsungkan perkawinan berarti
menjunjung tinggi agamanya, sedangkan orang–orang yang berzina,
menjalankan perbuatan mesum, melacur, melaksanakan pemerkosaan
dan lain–lain berarti merendahkan syariat agamanya.
2. Untuk menghalalkan hubungan biologis antara laki–laki dengan
perempuan yang bukan muhrimnya. Telah diketahui bersama bahwa
suami isteri asalnya orang lain, tidak ada hubungan keluarga dekat atau
bukan muhrimnya, sehingga untuk melakukan hubungan seksual antara
mereka hukumnya haram, tetapi melalui perkawinan hubungan seksual
mereka atau hubungan biologis antara keduanya halal, bukan berdosa
bahkan menjadi berpahala.
3. Untuk melahirkan keturunan yang sah menurut hukum. Anak yang
dilahirkan oleh seorang ibu tanpa diketahui dengan jelas siapa ayahnya,
atau ayahnya banyak karena ibunya berhubungan dengan banyak laki-
laki tanpa terikat tali perkawinan, atau dia lahir dari hubungan di luar
nikah ibunya dengan laki-laki, menurut Undang–Undang nomor 1
Tahun 1974 anak itu hanya mempunyai hubungan perdata dengan
ibunya. Ia hanya berhak memberi warisan atau mendapatkan warisan
dari ibunya. Apabila dia anak perempuan tidak akan ada laki–laki yang
berhak menjadi walinya waktu menjadi pengantin maka walinya adalah
wali hakim. Karena itu tujuan perkawinan dalam islam untuk
melahirkan keturunan yang sah menurut hukum, maka anak yang
dilahirkan oleh suami isteriyang sudah terikat suatu perkawinan adalah
anak merekaberdua yang mempunyai hubungan hukum dengan
keduaorang tuanya itu, berhak mewarisi dan mendapatkan
warisanantara orang tua dengan anaknya. Bila anak itu
perempuan,ayahnya berhak menjadi wali pada waktu menjadi
pengantin. Status anak – anaknya itu jelas sebagai anak siapa,
siapaayahnya dan siapa ibunya.5
5
Bibit Suprapto, Liku – liku Poligami, Al Kautsar, 1990, Yogyakarta, hal. 37-38.
4. Untuk menjaga fitrah manusia sebagai makhluk Allah yang dikarunia
cipta, rasa dan karsa serta dengan petunjuk agama.Berarti perkawinan
ini merupakan penyaluran secara sah naluriseksual manusia, dan
mempunyai naluri seksual yang tidakmungkin diamati atau diobral
begitu saja. Maka perkawinanmerupakan lembaga untuk memanusiakan
manusia dalammenyalurkan naluri seksualnya, atau untuk menjaga
nilai– nilaikemanusian dan fitrah manusia. Menurut fitrahnya manusia
merupakan makhluk paling mulia, maka penyaluran nalurinya harus
secara mulia juga, yakni melalui perkawinan.
5. Untuk menjaga ketenteraman hidup. Perkawinan merupakanlembaga
untuk menjaga ketenteraman hidup seseorang,orang–orang yang sudah
melangsungkan perkawinan secaraumum hidupnya lebih tenteram
terutama yang menyangkut segi seksual, kejahatan–kejahatan seksual,
dapat menjalankan.kehidupan seksual yang normal. Walaupun asalnya
mudahterbuai mata, kecantikan wajah, bentuk badan wanita
yangmontok dan sebagainya, tetapi secara normal manusia
setelahmelangsungkan perkawinan dapat mengontrolnya, dapat
mengerem semua rangsangan yang datang pada dirinya,andaikata
tertarik pada seseorang wanita selain isterinya toh iapunya semacam
wanita itu juga yaitu isterinya sendiri. Kalaupun dinikahinya juga
membawa juga membawa ketenteraman pada diri seseorang, begitu
pula keluarga ayahibunya atau orang tuanya, setelah mereka
membentuk keluargasendiri berarti ketenteraman keluarga, dan
perkawinan jugamembawa ketenteraman masyarakat.
6. Untuk mempererat hubungan persaudaraan. Perkawinan jugamerupakan
sarana untuk mempererat hubungan persaudaraan atau ukhuwah, bagi
umat islam tentu saja ukhuwah Islamiyah,baik ruang lingkup sempit
maupun luas. Pada ruang lingkup sempit atau kecil yakni ruang lingkup
keluarga, maka denganadanya perkawinan diharapkan antara kedua
keluarga ataukedua besan dapat menjalin kekeluargaan
( persaudaraan )yang lebih erat lagi, maka dari itu dihindarkan
perkawinanantara saudara dekat, apalagi dalam syariat Islam
ditetapkantidak boleh kawin dengan muhrim sendiri. Perkawinan
dengansaudara dekat memang kurang baik karena tidak
dapatmemperluas jaringan persaudaraan / antara keluarga yang jauh,
sehingga persaudaraannya hanya berputar dari situ ke situ saja pada satu
lingkaran kecil, keturunan yang dilahirkannyapun lemah. Juga apabila
terjadi pertentangan ataupun perceraian maka keretakan keluarga akan
terjadi karena besan memang sebelumnya sudah satu keluarga. 6 Dengan
adanya perceraian maka antara anak mereka masing–masing, keluarga
cenderung membela anaknya sendiri, sehingga ikatan keluarga yang
masih dekat antar besan itu menjadi renggang bahkan retak. Perkawinan
antar keluarga jauh atau orang lain sama sekali memang baik karena
dapat menambah saudara, dapat menimbulkan persaudaraan baru antara
keluarga besar yang asalnya orang lain, andai kata terjadi perceraian
tidak banyak membuat keretakan keluarga.
7
Poerwadarminta, 2011. Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta.Hal.88 Roihan
A. Rasyid,1998. Hukum Acara Peradilan Agama, Raja Grafindo Persada, Jakarta.Hal.32
8
R. subekti dan R. Tjitrosoedibio, Kamus Hukum , PT.Pradnya Paramitha, Jakarta .1996, Hlm. 36
melakukan ikatan antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri
dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Demikian pula menurut Ateng
Syafrudin, dispensasi bertujuan untuk menembus rintangan yang sebetulnya
secara normal tidak diizinkan, jadi dispensasi berarti menyisihkan pelarangan
dalam hal yang khusus (relaxation legis).9 Dispensasi Kawin dari Pengadilan
Agama adalah putusan yang berupa penetapan dispensasi untuk calon mempelai
yang belum mencapai usia 19 tahun baik bagi pihak pria maupun pihak wanita
untuk melangsungkan perkawinan sesuai Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019.
Permohonan dispensasi kawin dapat diajukan oleh orang tua atau walinya
yang anaknya masih di bawah batas minimal usia perkawinan sebagaimana
disebutkan dalam pasal 7 ayat (1) Undang-undang perkawinan nomor 1 Tahun
1974 baik itu orang tua pihak pria atau orang tua pihak wanita kepada Ketua
Pengadilan Agama yang mewilayahi tempat tinggal Pemohon. Pihak yang
mengajukan permohonan dispensasi kawin harus memperhatikan urutan orang
yang boleh mengajukan permohonan. Untuk permohonan dispensasi kawin dari
pihak wanita yang mengajukan adalah bapak, jika tidak ada bapak maka Ibu
selanjutnya kakek atau nenek sampai pada orang yang menjadi walinya saat ini.
Sedangkan untuk permohonan dispensasi kawin dari pihak pria boleh siapa saja
boleh bapak atau ibu atau walinya.
Permohonan dispensasi kawin harus diajukan oleh kedua orang tua anak
yang dimohonkan dispensasi kawinnya, sebagai para pemohon, kecuali salah
satunya telah meninggal dunia, dan jika kedua orang tua telah meninggal dunia,
permohonan dispensasi kawin hanya dapat diajukan oleh wali yang telah ditunjuk
berdasarkan penetapan pengadilan. Permohonan dispensasi kawin diajukan secara
volunteir ke Pengadilan Agama yang yurisdiksinya melingkupi tempat tinggal
anak yang dimohonkan dispensasi kawinnya, Majelis Hakim hanya dapat
menjatuhkan penetapan atas perkara permohonan dispensasi kawin setelah
mendengar keterangan kedua orang tua dari kedua belah pihak dan kedua calon
mempelai, Surat pernyataan dari anak yang dimohonkan dispensasi
perkawinannya bahwa ia sanggup untuk memenuhi segala kewajiban yang timbul
dari ikatan pernikahan, Surat pernyataan penghasilan dari anak yang dimohonkan
dispensasi perkawinannya dan diketahui oleh pejabat yang berwenang, Bagi anak
yang dimohonkan dispensasi perkawinannya harus menuntaskan wajib belajar 12
tahun, dibuktikan dengan ijazah atau pernyataan secara tertulis dari yang
bersangkutan dan surat keterangan dari lembaga pendidikan di tempat ia
menjalani proses pendidikan, Permohonan dispensasi kawin harus dibuktikan
sesuai dengan ketentuan hukum acara perdata yang berlaku, di antara bukti surat
yang harus diajukan oleh para pemohon adalah surat rekomendasi/pertimbangan
secara medis seperti hasil pemeriksaan dari dokter spesialis kebidanan dan
psikolog, serta dua orang saksi dari pihak keluarga atau orang terdekat.
2. Jika tidak ada Hakim sebagaimana tersebut di atas, maka setiap Hakim
dapat mengadili permohonan Dispensasi Kawin.
10
Mhd. Zulfadli, S.Th.I
BAB III
METODE PENELITIAN
11
Soejono Soekanto dan Sri Majmuji,Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat,Raja
Grafindo Persada, Jakarta, 2010, hlm.1.
ini, penulis menggunakan pendekatan perundang-undangan (Statute Approach),
jurnal-jurnal, dan buku yang dilakukan dengan menelaah bahan hukum sekunder
tersebut yang berhubungan dengan masalah hukum yang sedang dibahas, yaitu
“Dispensasi Perkawinan Dibawah Umur Dalam Perspektif Undang-Undang No.16
Tahun 2019”.
Dan mengenai sumber data sekunder, sumber data sekunder adalah sumber
data yang diperoleh untuk melakukan penelitian yang diperoleh peneliti secara
tidak langsung (Melalui Media Perantara. Sumber Data Sekunder pada umumnya
dapat berupa bukti, catatan atau laporan historis yang telah disusun dan terdapat
dalam arsip yang dapat dipublikasikan dan tidak di publikasikan.
Dalam penelitian ini penulis tidak menggunakan sumber data primer akan
tetapi penulis dalam penulisan ini menggunakan sumber data sekunder, alasannya
adalah karena penelitian normatif pada dasarnya menggunakan sumber data
sekunder. Dan dalam sumber data sekunder ini dibagi lagi atau dibedakan menjadi
3 jenis bahan hukum, yang diantaranya adalah bahan hukum primer, bahan hukum
sekunder, dan juga bahan hukum tersier. Data merupakan tahapan proses
penelitian yang penting dalam perkara nomor XXXX/PDT.P/2019/PA.Dmk
karena dengan mendapatkan data yang tepat maka proses penelitian akan
berlangsung sampai peneliti mendapatkan jawaban dari rumusan masalah yang
sudah ditetapkan. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan Sumber Data
Sekunder yang terdiri dari 3 jenis bahan hukum, yaitu :
12
Aliesa Amanita, PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2019
TENTANG PERUBAHAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG
PERKAWINAN TERKAIT PERKAWINAN DI BAWAH UMUR DI KANTOR URUSAN
AGAMA KECAMATAN CIPATAT, KABUPATEN BANDUNG BARAT, Vol 2 no 2 (2010):
Jurnal Dialetika Hukum.
Pasal 7
1. Perkawinan hanya diizinkan apabila pria dan wanita sudah mencapai umur
19 (sembilan belas) tahun.
13
Muhammad, Yasin.(2019). Dispensasi Perkawinan Tetap Dimungkinkan, Begini Syaratnya
Menurut UU Perkawinan yang Baru. (diaskes pada 15 September 2020)
“Hubungan mereka sudah sedemikian eratnya sehingga orang tua mereka
khawatir kalau tidak segera dinikahkan akan terjadi pelanggaran hukum
agama yang berkepanjangan serta menimbulkan hal yang dapat merugikan”
urai majelis hakim (Tamah, Muh. Kailani dan Farchanah) dalam pertimbangan
perkara yang dikutip”. 14 "UU Perkawinan" yang baru juga menegaskan bahwa
putusan pengadilan didasarkan pada pertimbangan spiritual, moral, agama,
adat dan budaya, aspek psikologis, aspek kesehatan dan dampaknya untuk
mencegah perkawinan anak.Sehubungan dengan itu, UU Perkawinan yang
baru menuntut pemerintah untuk mensosialisasikan dan membimbing masyarakat
untuk mencegah perkawinan dini, bahaya seks bebas, dan mencegah kawin siri
(perkawinan tidak tercatat)
Oleh karena itu dapat penulis simpulkan mengenai pasal 6 ayat (3) dan ayat
(4) apabila salah seorang dari kedua orang tua tidak dapat menyatakan
kehendaknya atau telah meninggal dunia, maka izin di peroleh dari wali,
saudara yang mempunyai hubungan darah, selama masih hidup dapat
menyatakankehendaknya. Dapat di simpulkan bahwa perkawinan di bawah
umur masih dapat dilaksanakan, akan tetapi syarat dan ketentuan dalam
undang-undang perkawinan berlaku. Syarat dan ketentuan tersebut yaitu, orang
14
Majelis hakim (Tamah, Muh. Kailani dan Farchanah) dalam pertimbangan perkara yang dikutip
tua telah memberikan izin untuk melaksanakan perkawinan di bawah umur,
karena jika calon pengantin masih di bawah umur harus mendapatkan izin
terlebih dahulu dari orang tuanya, kemudiam orang tua meminta surat
dispensasi nikah, serta dengan membawa bukti-bukti pendukung dan alasan
mengapa meminta surat dispensasi tersebut, sehingga hakim dapat
mempertimbangkan alasan tersebut. Hal ini di lakuka an untuk meminimalisir
terjadinya perkawinan di bawah umur.
1. Pertimbangan Hukum
Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan
Kehakiman Pasal 28 Ayat 1 Tentang Kewajiban hakim, Yaitu Hakim wajib
menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang
hidup di masyarakat.
Menimbang, bahwa berdasarkan bukti surat P.5 dan P-6 telah terbukti
bahwa pada saat ini anak pemohon I merupakan anak dari pasangan suami istri
antara XXXX dan Siti Aminah, berumur 17 Tahun 4 bulan, sedangkan anak
pemohon II bernama XXXX ( bukti P-11 dan P-14) adalah anak hasil perkawinan
XXXX dengan Muzaroah yang lahir pada tanggal 20 September 2001, sehingga
menurut ketentuan Pasal 7 ayat (1) dan ayat (2) Undangundang Nomor 16 tahun
2019 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974, bahwa usia
anak tersebut belum memenuhi batas syarat minimum umur yang diizinkan untuk
menikah.
Dengan demikian anak Pemohon I yang bernama XXXX dan anak
pemohon II yang bernama XXXX untuk menikah harus mendapatkan ijin atau
dispensasi kawin dari Pengadilan Agama; Menimbang, bahwa anak pemohon I
dan anak pemohon II atas keterangan para saksi telah menerangkan bahwa anak
para pemohon tidak ada hubungan keluarga/nasab dan susuan serta masing-
masing masih beragama Islam. Dan pula sudah sangat dikhawatirkan bila tidak
diberikan dispensasi nikah, akan terjadi hal-hal yang melanggar hukum agama
maupun hukum positif yang berlaku di Indonesia, Dan antara pemohon I dan
pemohon II sudah sepakat untuk menikahkan anaknya di hadapan Kantor Urusan
Agama Kecamatan Karangtengah Kabupaten Demak;
Menimbang, bahwa dengan adanya bukti P-3 dan P-4 yang merupakan
surat pemberitahuan kekurangan syarat/penolakan kawin dari Kepala Kantor
Urusan Agama Kecamatan Karangtengah Kabupaten Demak, maka bukti tersebut
sebagai salah satu bahan pertimbangan lebih lanjut;
Menimbang, bahwa seluruh bukti baik surat maupun saksi sepanjang tidak
dipertimbangkan oleh majelis hakim, harus dinyatakan untuk dikesampingkan;
Menimbang, bahwa karena perkara ini merupakan bidang perkawinan berdasarkan
pasal 89 ayat (1) Undang-undang No. 7 Tahun 1989 sebagaimana telah diubah
dengan Undang-undang Nomo 3 Tahun 2006, maka biaya perkara ini dibebankan
kepada para Pemohon ; Mengingat segala peraturan perundang-undangan yang
berlaku dan dalil syar’i tersebut yang berkaitan dengan perkara ini;
2. Analisis Penulis
Dari pertimbangan hakim berdasarkan putusan Permohonan No. 123
tersebut pemberian dispensasi perkawinan telah sesuai dengan Peraturan Undang-
Undang No 16 Tahun 2019 Tentang Dispensasi Perkawinan yaitu Perkawinan di
bawah umur masih dapat dilaksanakan, akan tetapi syarat dan ketentuan
dalam undang-undang perkawinan berlaku. Syarat dan ketentuan tersebut yaitu,
orang tua telah memberikan izin untuk melaksanakan perkawinan di bawah
umur, karena jika calon pengantin masih di bawah umur harus mendapatkan izin
terlebih dahulu dari orang tuanya, kemudiam orang tua meminta surat
dispensasi nikah, serta dengan membawa bukti-bukti.
3. Bahwa antara anak kandung Pemohon I dan calon istrinya (anak kandung
Pemohon II) tersebut tidak ada larangan untuk melakukan pernikahan;
6. Bahwa antara anak Pemohon I dan calon istrinya tersebut tidak mempunyai
hubungan darah, sepersusuan dan tidak ada larangan untuk melakukan
pernikahan;
9. Bahwa terhadap biaya perkara ini agar dibebankan sesuai dengan Peraturan
Perundang-undangan.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Hal ini juga sesuai dengan pasal 7 UU No. 16 Tahun 2019 Tentang
Dispensasi perkawinan, yaitu :
1. Perkawinan hanya diizinkan apabila pria dan wanita sudah mencapai umur
19 (sembilan belas) tahun.
2. Bahwa berdasarkan pertimbangan hakim terhadap alat bukti dan saksi yang
diajukan bahwa pengadilan, menetapkan :
5.2 Saran
2. Penyuluhan Hukum.
Penyuluhan hukum utamanya ditunjukan kepada orang tua dan pada badan
atau instansi yang terkait baik dari pemerintahan maupun masyarakat
setempat. Dengan sasaran utama adalah anak-anak pada usia di bawah 19
(sembilan belas) tahun dengan bentuk penyuluhan bukan seperti seminar
yang membosankan, tetapi melalui permainan atau alat media masa yang
sangat unik seperti komunikasi yang lebih kreatif dan komunikatif seperti
cerpen, novel serta kreasi para pemberita yang memberikan info-info lewat
media massa sehingga pesan dari penyuluhan hukum ini bisa sampai.
Dalam penyuluhan hukum juga menggabungkan aspek-aspek kesehatan,
hak-hak anak, dan juga batasan-batasan pada anak perempuan dan laki-laki
saat bersama atau batasan dalam menjalin hubungan pacaran. Karena
aturan bukan hanya sebuah batasan melainkan memberi sedikit
peningkatan apresiasi bahwasannya anak dengan batasan umur yang
dianggap belum dewasa mempunyai perlakuan hukum yang sangat
istimewa.
Buku :
Bayu Wasono, Dispensasi Nikah (Akibat Hamil di Luar Nikah), Guepedia, Bogor,
2020.
Jurnal :
Peraturan Perundang-Undangan :
LAMPIRAN-LAMPIRAN
Ketua Peneliti
Nama Mahasiswa : Serena
NIM : 201010201364
Perguruan Tinggi : Universitas Pamulang
Jabatan : Mahasiswa
Program Studi : Ilmu Hukum
Nomor Hp : 089685784732
Alamat Surel (E Mail) : serenasiahaan05@gmail.com
Anggota Peneliti
Nama Mahasiswa : Natania Andjali R.H
NIM : 201010201373
Perguruan Tinggi : Universitas Pamulang
Jabatan : Mahasiswa
Program Studi : Ilmu Hukum
Nomor Hp : 085779801971
Alamat Surel (E Mail) : nataniaandjali@gmail.com
Anggota Peneliti
Nama Mahasiswa : -
NIM : -
Perguruan Tinggi : -
Jabatan : -
Program Studi : -
Nomor Hp : -
Alamat Surel (E Mail) : -
Tahun Ke 1
N
Item Bahan
o Vo Satua Biaya Satuan
Total (Rp)
l n (Rp)
Rp.
1 Honor Pembantu Peneliti 1 OB Rp 50.000,-
50.000,-
Rp.
2 Honor Pengolah Data 1 OP Rp. 50.000,-
50.000,-
Rp.
III. Belanja Barang Non Operasional
100.000,-
Rp.
1 Uang Harian Perjalanan Lokal 7 OK Rp. 50.000,-
50.000,-
Rp. Rp.
2 Transport Lokal 7 OK
50.000,- 50.000,-
VI. Saldo -