Anda di halaman 1dari 52

LAPORAN AKHIR PENELITIAN MAHASISWA

TAHUN AKADEMIK 2022/2023

DISPENSASI PERKAWINAN DIBAWAH UMUR DALAM PERSPEKTIF

UNDANG UNDANG NO 16 TAHUN 2019

Ketua

SERENA
201010201364

Kegiatan Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Mahasiswa


Tahun Akademik 2022/2023
No Kontrak : 2828-38/C.11/LL.SPKP/UNPAM/XI/2022

FAKULTAS HUKUM
PROGRAM STUDI ILMU HUKUM S-1
UNIVERSITAS PAMULANG
TAHUN 2022
LEMBAR IDENTITAS DAN PENGESAHAN
LAPORAN AKHIR PENELITIAN MAHASISWA
TAHUN AKADEMIK 2022/2023

Judul : DISPENSASI PERKAWINAN DIBAWAH


UMUR DALAM PERSPEKTIF UNDANG
UNDANG NO 16 TAHUN 2019

Ketua Peneliti
Nama Lengkap Ketua : SERENA
NIM : 201010201364
Jabatan : Mahasiswa
Program Studi : Ilmu Hukum
Nomor HP : 089685784732
Alamat surel (e-mail) : serenasiahaan05@gmail.com
Anggota (1)
Nama Lengkap : NATANIA ANDJALI R.H
NIM : 201010201373
Anggota (2)
Nama Lengkap :-
NIM :-
Institusi Mitra (jika ada)
Nama Institusi Mitra :-
Alamat :-
Tahun Pelaksanaan :-
Biaya Internal Universitas Pamulang : Rp
…………….
Biaya Mitra : Rp
…………….
Biaya Mandiri :
Rp ....................
Biaya Keseluruhan : Rp
…………….

Pamulang, 19 Desember 2022

Mengetahui, Ketua Peneliti


a.n Ketua Program Studi Ilmu Hukum
Wakil Program Studi Ilmu Hukum

ARIA DIMAS HARAPAN, S.H., M.H SERENA

NIDN. 0307086801 NIM. 201010201364


HALAMAN PERSETUJUAN
REVIEWER HASIL PENELITIAN
KEGIATAN PENELITIAN MAHASISWA

PENELITIAN YANG BERJUDUL

DISPENSASI PERKAWINAN DIBAWAH UMUR DALAM PERSPEKTIF


UNDANG UNDANG NO 16 TAHUN 2019

Telah dilaksanakan Monitoring Dan Evaluasi (MONEV) oleh Reviewer pada hari
……. Tanggal…......... dan disetujui untuk dilaporkan dalam bentuk Laporan
Akhir Penelitian yang diselenggarakan oleh Fakultas Hukum Program Studi Ilmu
Hukum S-1 Universitas Pamulang

Pengusul Penelitian:

SERENA
NIM : 201010201364

Pamulang, Tanggal – Bulan - Tahun

Mengetahui Reviewer,
a.n Ketua Program Studi Ilmu Hukum
Wakil Program Studi Ilmu Hukum

ARIA DIMAS HARAPAN, S.H., M.H CANDRA NUR HIDAYAT, S.H., M.H
NIDN. 0307086801 NIDN. 0402049301
SURAT PERNYATAAN KETUA/TIM PENELITI

Yang bertanda tangan di bawah ini,

Nama Ketua : Serena


NIM : 201010201364
Prodi/Fakultas : Ilmu Hukum / Hukum
Jabatan : Mahasiswa

Dengan ini menyatakan bahwa penelitian saya dengan judul :


Studi komperasi mengenai Dispensasi Perkawinan Dibawah Umur Berdasarkan
Perspektif Undang Undang No 16 tahun 2019. Yang diusulkan pada tahun
akademik 2022/2023 BERSIFAT ORIGINAL.

Bilamana di kemudian hari ditemukan ketidaksesuaian dengan pernyataan ini,


maka saya bersedia dituntut dan diproses sesuai dengan ketentuan yang berlaku
dan mengembalikan seluruh biaya penelitian yang sudah diterima ke kas
Lembaga.

Demikian pernyataan ini dibuat dengan sesungguhnya dan dengan sebenar-


benarnya.

Pamulang, ....... – ....... - 2022

Mengetahui Yang Menyatakan,


a.n Ketua Program Studi Ilmu Hukum
Wakil Program Studi Ilmu Hukum

ARIA DIMAS HARAPAN, S.H., M.H SERENA


NIDN. 0307086801 NIM. 201010201364
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat
Karunia-Nya, kami dapat menyelesaikan laporan akhir penelitian dengan judul
“Dispensasi Pernikahan Dibawah Umur Pada Perspektif Undang-Undang No 16
Tashun 2019”. Penelitian ini merupakan perwujudan salah satu Tri Dharma
Pergururan Tinggi khususnya di lingkungan program Studi Ilmu Hukum.

Dalam kesempatan ini tidak lupa kami mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Dr. H. E. Nurzaman, AM., M.M., M.Si selaku Rektor Universitas


Pamulang yang banyak memberikan dukungan di dalam kegiatan penelitian ini.

2. Bapak Dr. Oksidelfa Yanto, S.H., M.H. Dekan Fakultas Hukum Universitas
Pamulang yang telah banyak memberikan dorongan di dalam pelaksanaan
kegiatan penelitian ini,

3. Bapak Dr. Taufik Kurrohman, S.H., M.H. Ketua Program Studi Ilmu Hukum
yang banyak memberikan kemudahan pada kegiatan penelitian ini,

4. Dosen-dosen serta mahasiswa Program studi Ilmu Hukum yang ikut terlibat
dalam kegiatan penelitian ini.

Kami menyadari sepenuhnya bahwa laporan akhir penelitian ini masih


jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu kami sangat mengharapkan kritik dan
saran yang sifatnya konstruktif demi kesempurnaan laporan akhir penelitian ini.
Semoga kegiatan penelitian ini dapat memberikan manfaat dalam pengembangan
khasanah ilmu pengetahuan.

Pamulang, 19 Oktober 2022

Ketua Peneliti

Serena
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................................................


LEMBAR IDENTITAS DAN PENGESAHAN ................................................................
HALAMAN PERSETUJUAN .........................................................................................
SURAT PERNYATAAN ..................................................................................................
KATA PENGANTAR .........................................................................................................
DAFTAR ISI .......................................................................................................................
ABSTRAK ........................................................................................................................
ABSTRACK .........................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ....................................................................................................
1.2. Batasan Masalah .................................................................................................
1.3. Rumusan Masalah ..............................................................................................
1.4. Tujuan Penelitian ................................................................................................
1.5. Manfaat Penelitian ..............................................................................................
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tinjauan Umum Tentang ...................................................................................
2.1.1. ...........................................................................................................................
2.1.2. ...........................................................................................................................
2.1.3. ...........................................................................................................................
2.2. Tinjauan Umum Tentang.....................................................................................
2.2.1. ...........................................................................................................................
2.2.2. ..........................................................................................................................
2.2.3. ..........................................................................................................................
2.2.4. ..........................................................................................................................
BAB III METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian ..................................................................................................
3.2. Pendekatan Penelitian ........................................................................................
3.3. Teknik Pengumpulan Data .................................................................................
3.4. Jenis dan Sumber Data .......................................................................................
3.5. Teknik Analisis Data .........................................................................................
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. ............................................................................................................................
4.2. ............................................................................................................................
4.3. ............................................................................................................................
BAB V PENUTUP
5.1. Kesimpulan ......................................................................................................
5.2. Saran ................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................................
LAMPIRAN-LAMPIRAN
ABSTRAK

Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang
wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga)
yang bahagia dan kekal berdasarkan KeTuhanan Yang Maha Esa. Untuk
memenuhi kebutuhan kodrati manusia dengan pencapaian dari suatu perkawinan
tersebut, maka Undang-Undang Perkawinan telah menetapkan dasar dan syarat
yang harus dipenuhi dalam perkawinan. Salah satunya dalam pasal. Isi Kebijakan
dari UU No 16 Tahun 2019 berisi tentang batas minimal usia perkawinan untuk
pria dan wanita adalah 19 tahun, dimana pada Undang-Undang sebelumnya UU
No 1 Tahun 1974 batas minimal menikah untuk perempuan adalah 16 tahun dan
untuk laki-laki 19 tahun. Aturan ini dilakukan utamanya untuk melindungi hak
anak dan terciptanya perkawinan yang sehat dan sejahtera. Undang-undang ini
diharapkan bisa menurunkan angka penyalahgunaan anak dengan praktik
pernikahan usia dini. Meskipun di undang undang telah diatur sedemikian rupa
tentang batasan-batasan usia minimal perawinan, akan tetapi dalam praktiknya
masih saja ada anak yang telah menikah dibawah umur di daerah demak. Tujuan
penelitian ini adalah ntuk mengetahui dispensasi perkawinan bagi anak dibawah
umur dipengadilan agama demak. Untuk mendeskripsikan pelaksanaan dispensasi
perkawinan bagi anak dibawah umur saat berlakunya undang undang no 16 th
2019 tentang perkawinan. Penelitian ini didasarkan pada tipe penelitian
hukum normatif. Dalam penelitian normatif dilakukan pengkajian terhadap
hukum sebagai norma, yaitu meneliti dan mengkaji obyek terhadap asas-asas
hukumnya, melalui pendekatan perundang-undangan dan putusan.

Kata kunci : Perkawinan, Perkawinan dibawah umur, Dispensasi Perkawinan


ABSTRACK

Marriage is an inner and outer bond between a man and a woman as


husband and wife, with the aim of forming a happy and eternal family (household)
based on belief in one almighty God. In order to meet the natural needs of humans
with violations of marriage, the Marriage Law has determined the basis and
conditions that must be fulfilled in marriage. One of them is in the article. The
policy content of Law No. 16 of 2019 contains the minimum age for marriage for
men and women as 19 years, whereas in the previous Law No. 1 of 1974 the
minimum age for marriage for women was 16 years and for men it was 19 years.
This rule is mainly carried out to protect children's rights and create a healthy and
prosperous marriage. This law is expected to reduce the number of child assaults
associated with the practice of early marriage. Despite the fact that the law
regulates the minimum age limits for marriage, there are still children underage
married in the Demak area.The purpose of this study was to determine the
dispensation of marriage for minors in the Demak religious court. to describe the
implementation of marriage dispensation for minors when Law No. 16 of 2019
concerning marriage came into force. This research is based on a type of
normative legal research. In normative research, a study of law as a norm is
carried out, namely studying and analyzing objects against their legal principles
through a statute and decision approach.

Keywords: Marriage, Mnderage marriage, Marriage dispensation


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perkawinan adalah upacara pengikatan janji nikah yang dilaksanakan dua


orang dengan maksud meresmikan ikatan perkawinan secara norma agama, norma
hukum dan norma sosial. Perkawinan menyatukan dua orang yang berbeda
pemikiran, berbeda budaya dan lain-lain, dan tidak hanya menyatukan dua orang
tetapi pernikahan juga menyatukan dua keluarga yang berbeda. Permasalahan-
permasalahan akan timbul tidak seperti permasalahan sebelum menikah dan
penyelesaian pun harus diatasi bersama tidak bisa hanya salah satu pihak saja.
Perkawinan juga merupakan momentum yang sangat penting dan ditunggu-tunggu
bagi perjalanan hidup manusia karena telah dimulailah babak baru kehidupan pria
dan wanita dalam ikatan yang halal. Disamping membawa kedua mempelai ke
alam lain yang berbeda, perkawinan juga secara otomatis akan mengubah status
keduanya. Sudah menjadi kodrat alam, dua orang manusia dengan dua jenis
kelamin yang berlainan saling memiliki rasa suka dan perasaan cinta yang tumbuh
perlahan, seorang perempuan dan seorang laki-laki ada daya tarik menarik satu
sama lain untuk hidup bersama supaya dapat membina suatu keluarga dalam
ikatan perkawinan.1

Perkawinan merupakan factor yang sangat penting sebagai salah satu sendi
dan susunan dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Tidak hanya itu perkawinan
juga merupakan masalah hukum, agama dan masyarakat disegala aspek
lingkungan, yang dikukuhkan berdasarkan undang-undang dan agama yang
dipeluk. Perkawinan juga merupakan hal yang sangat penting dalam berbagai
aspek kebanyakan kehidupan masyarkat di Indonesia seluruhnya memiliki
peraturan yang didalamnya, perkawinan, keluarga yang terbentuk didalamya
mencangkup reproduksi generasi sosial, generasi moral dan generasi budaya.
Perkawinan dapat dikatakan sebagai perbuatan hukum dan mempunyai kekuatan
1
Wirjono Prodijokoro,Hukum Perkawinan di Indonesia,Sumur Bandung,Bandung,1960,hlm.7
hukum positif yang berlaku dan pada umumnya dilakukan oleh orang dewasa
dengan tidak memandang profesi, suku bangsa, kaya atau miskin dan sebagainya
dalam kenyataan masih ada yang menyalah artikan apa hakikatnya dari
perkawinan, mereka mengatakan bahwa perkawinan biasanya dilakukan oleh
orang yang sudah berusia matang dan dapat dikatakan telah dewasa, perkawinan
usia muda masih dianggap tau dikalangan masyarakat Indonesia karena
perkawinan biasanya dilakukan oleh orang yang berusaha cukup mapan. Dalam
mengambil Langkah untuk menikah harus benar-benar dipersiapkan secara
matang dari segi mental, fisik, ekonomi dan lain lain.2

Isi Kebijakan dari UU No 16 Tahun 2019 berisi tentang batas minimal usia


perkawinan untuk pria dan wanita adalah 19 tahun, dimana pada Undang-Undang
sebelumnya UU No 1 Tahun 1974 batas minimal menikah untuk perempuan
adalah 16 tahun dan untuk laki-laki 19 tahun. Aturan ini dilakukan utamanya untuk
melindungi hak anak dan terciptanya perkawinan yang sehat dan sejahtera. Undang-
undang ini diharapkan bisa menurunkan angka penyalahgunaan anak dengan
praktik pernikahan usia dini. Namun pada kenyataannya masih banyak perkawinan
dibawah umur, padahal perkawinan yang bagus membutuhkan kedewasaan
tanggungb jawab secara fisik maupun mental, untuk bisa mewujudkan harapan
yang ideal dalam kehidupan berumah tangga.dan tidak bisa dipungkir juga bahwa
tidak semua perkawuinan di usia muda berdampak kurang baik bagi sebuah
keluarga karena sedikit dari mereka yang telah melangsungkan perkawinan diusia
muda dapat mempertahankan dan memelihara keutuhannya. Dalam konteks hak
anak, sangatlah jelas seperti yang tercantum dalam pasal 26 ayat 1 butir c
Undang-Undang No.35 tahun 2014 tentang perlindungan anak memyebutkan
bahwa “orangtua berkewajiban dan bertanggung jawab untuk mencegah
terjadinya perkawinan di usia anak-anak”. Pada perspektif hak anak pencantuman
kalimat tersebut meruakan keharusan yang menjadi perhatian kita Bersama
sebagai orang tua, bahwa hal ini disebabkan anak-anakyang terpaksa menikah
muda dalam usia masih tergolong muda dilihat dari aspekhak anak, mereka akan
terampas hak-haknya seperti hak bermain, hak Pendidikan, hak untuk tumbuh
2
Hadi & Jannatunnaim, 2019
berkembang sesuai dengan usianya. Disisi lain, terjadinya perkawinan anak di
bawah umur seringkali terjadi atas dasar faktor ekonomi (kemiskinan), faktor diri
sendiri, faktor lingkungan dan faktor pergaulan.3

Dilihat dari faktor sosiologis yang terjadi saat ini semakin bebas pergaulan
anak masa ini memang sudah diluar batas karena sudah banyak yang
menyebabkan anak luar kawin, hal ini dilatar belakangi oleh faktor intern dalam
keluarga yaitu kurangnya pengawasan dariorang tua dan faktor ekstern yaitu dari
faktor sosiologis yang kurang baik yang menyebabkan anak terjerumus dalam
pergaulan bebas. Meskipun batas umur perkawinan telah ditetapkan dalam aturan
Undang Undang No 16 tahun 2019, namun dalam prakteknya masih banyak kita
jumpai banyak dari anak dibawah umur, yang mengajukan dispensasi perkawinan
anak dibawah umur untuk mengajukan permohonan tersebutkarena suatu sebab
tertentu. UU Perkawinan No 16 Tahun 2019 juga memuat aturan dispensasi
perkawinan, yang agak berbeda rumusannya dari UU No. 1 Tahun 1974.
Dispensasi adalah pemberian hak kepada seseorang untuk menikah meskipun
usianya belum mencapai batas minimal 19 tahun. Prinsipnya, seorang laki-laki
dan seorang perempuan diizinkan menikah jika mereka sudah berusia 19 tahun ke
atas. Jika ternyata keadaan menghendaki, perkawinan dapat dilangsungkan
meskipun salah satu dari pasangan atau keduanya belum mencapai usia dimaksud.
Artinya, para pihak dapat mengesampingkan syarat minimal usia perkawinan.
Menurut UU Perkawinan No 16 tahun 2019, penyimpangan hanya dapat
dilakukan melalui pengajuan permohonan dispensasi oleh orang tua dari salah
satu atau kedua belah pihak calon mempelai. Bagi pasangan yang beragama Islam,
permohonan diajukan ke Pengadilan Agama. Bagi pemeluk agama lain diajukan
ke Pengadilan negeri. Dengan latar belakang tersebut, maka dalam kesempatan
kali ini penulis mengangkat judul yaitu “ DISPENSASI PERKAWINAN
DIBAWAH UMUR DALAM PERSPEKTIF UNDANG UNDANG NO 16
TAHUN 2019”

3
Hilman Hadikusuma, Hukum Perkawinan Indonesia, Mandar Maju, Bandung, 1990,hlm.51
1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah yang telah diuraikan, penelitian ini
mengkaji tentang dispensasi perkawinan dibawah umur, supaya penelitian ini
tidak melebar terlalu jauh dari substansi, maka penelitian ini penulis batasi hanya
yang berkaitan dengan masalah-masalah yang akan diangkat dalam penulisan
skripsi ini :

1. Penetapan hukum Terhadap Dispensasi Perkawinan dibawah Umur


Berdasarkan Undang- Undang Nomor 16 Tahun 2019
2. Pertimbangan Majelis Hakim Dalam Penetapan Dispensasi Pekawinan
dibawah Umur Berdasarkan Putusan Pengadilan Agama Nomor
xxxx/Pdt.P/2019/Pa.Dmk

a. Rumusan Masalah

1. Bagaimana Penetapan Hukum Terhadap Dispensasi Perkawinan dibawah


Umur Berdasarkan Undang- Undang Nomor 16 Tahun 2019
2. Bagaimana Pertimbangan Majelis Hakim Dalam Penetapan Dispensasi
Pekawinan dibawah Umur Berdasarkan Putusan Pengadilan Agama Nomor
xxxx/Pdt.P/2019/Pa.Dmk

b. Tujuan Penelitian

Adapun Tujuan Dari Penelitian Ini Adalah Sebagai Berikut :

1. Untuk Mengetahui Penetapan Hukum Terhadap Dispensasi Perkawinan


dibawah Umur Berdasarkan Undang- Undang Nomor 16 Tahun 2019
2. Untuk Mengetahui Pertimbangan Majelis Hakim Dalam Penetapan
Dispensasi Pekawinan dibawah Umur Berdasarkan Putusan Pengadilan
Agama Nomor xxxx/Pdt.P/2019/Pa.Dmk
c. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Manfaat teoritis pada penelitian ini dapat menjadi karya tulis ilmiah yang
dapat ditelaah dan dipelajari lebih lanjut dalam rangka pengembangan ilmu
hukum pada umumnya dan memberikan sumbangan pemikiran teoritis terkait
dasar pertimbnangan hakim dalam memutuskan suatu perkara serta
memperkaya pengetahuan bagi penulis dan pembaca mengenai dispensasi
perkawinan dibawah umur.

2. Manfaat secara praktis

Pemilihan penelitian ini bertujuan untuk memperoleh tugas yang diberikan


Tri Dharma Pergururan Tinggi khususnya di lingkungan program Studi Ilmu
Hukum dan hasil dari penulisan ini dapat memberikan sumber tambahan
pengetahuan yang digunakan untuk bahan informasi bagi pihak pihak lain
yang membutuhkan terutama hal-hal yang berkaitan dengan dispensasi
perkawinan dibawah umur.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Umum Tentang Perkawinan

2.1.1 Pengertian Perkawinan

Perkawinan dapat dikatakan suatu peristiwa yang paling penting dalam


kehidupan masyarakat, karena tidak saja menyangkut pribadi kedua mempelai tapi
juga urusan keluarga kedua belah pihak dan juga kehidupan bermasyarakat.
Dimana seseorang laki-laki dan perempuan mengucapkan kata sepakat dalam
rangka melakukan perkawinan diartikan saling berjanji akan taat pada peraturan-
peraturan hukum yang berlaku mengenai kewajiban dan hak-hak masing-masing
pihak selama dan sesudah hidup bersama itu berlangsung, dan mengenai
kedudukannya dalam masyarakat dari anak-anak keturunannya.
Ada beberapa pengertian yang terkandung di dalamnya, yaitu :
1. Perkawinan ialah ikatan lahir dan batin antara seorang pria dengan
wanita sebagai suami isteri.
2. Ikatan lahir batin dan ditujukan untuk membentuk keluarga (rumah
tangga) yang bahagia, kekal dan sejahtera.
3. Dasar ikatan lahir batin dan tujuan bahagia yang kekal itu berdasarkan
pada Ketuhanan Yang Maha Esa.4

2.1.2 Tujuan Perkawinan


Tujuan–tujuan perkawinan yang pokok antara lain :
1. Untuk menegakkan dan menjunjung tinggi syariat agamamanusia
normal baik laki-laki maupun perempuan yang memeluk agama tertentu
dengan taat pasti berusaha untuk menjunjung tinggi ajaran agamanya,
untuk menjaga kesucian agamanya, apabila tidak demikian berarti
bukanlah pemeluk agama yang taat. Dalam ajaran islam nikah termasuk

4
M. Yahya Harahap, Hukum Perkawinan Nasional, CV. Zahir Trading Co, 1975, Medan, hal. 11.
perbuatan yang diatur dengan syariat Islam dengan syarat dan rukun
tertentu. Maka orang–orang yang melangsungkan perkawinan berarti
menjunjung tinggi agamanya, sedangkan orang–orang yang berzina,
menjalankan perbuatan mesum, melacur, melaksanakan pemerkosaan
dan lain–lain berarti merendahkan syariat agamanya.
2. Untuk menghalalkan hubungan biologis antara laki–laki dengan
perempuan yang bukan muhrimnya. Telah diketahui bersama bahwa
suami isteri asalnya orang lain, tidak ada hubungan keluarga dekat atau
bukan muhrimnya, sehingga untuk melakukan hubungan seksual antara
mereka hukumnya haram, tetapi melalui perkawinan hubungan seksual
mereka atau hubungan biologis antara keduanya halal, bukan berdosa
bahkan menjadi berpahala.
3. Untuk melahirkan keturunan yang sah menurut hukum. Anak yang
dilahirkan oleh seorang ibu tanpa diketahui dengan jelas siapa ayahnya,
atau ayahnya banyak karena ibunya berhubungan dengan banyak laki-
laki tanpa terikat tali perkawinan, atau dia lahir dari hubungan di luar
nikah ibunya dengan laki-laki, menurut Undang–Undang nomor 1
Tahun 1974 anak itu hanya mempunyai hubungan perdata dengan
ibunya. Ia hanya berhak memberi warisan atau mendapatkan warisan
dari ibunya. Apabila dia anak perempuan tidak akan ada laki–laki yang
berhak menjadi walinya waktu menjadi pengantin maka walinya adalah
wali hakim. Karena itu tujuan perkawinan dalam islam untuk
melahirkan keturunan yang sah menurut hukum, maka anak yang
dilahirkan oleh suami isteriyang sudah terikat suatu perkawinan adalah
anak merekaberdua yang mempunyai hubungan hukum dengan
keduaorang tuanya itu, berhak mewarisi dan mendapatkan
warisanantara orang tua dengan anaknya. Bila anak itu
perempuan,ayahnya berhak menjadi wali pada waktu menjadi
pengantin. Status anak – anaknya itu jelas sebagai anak siapa,
siapaayahnya dan siapa ibunya.5

5
Bibit Suprapto, Liku – liku Poligami, Al Kautsar, 1990, Yogyakarta, hal. 37-38.
4. Untuk menjaga fitrah manusia sebagai makhluk Allah yang dikarunia
cipta, rasa dan karsa serta dengan petunjuk agama.Berarti perkawinan
ini merupakan penyaluran secara sah naluriseksual manusia, dan
mempunyai naluri seksual yang tidakmungkin diamati atau diobral
begitu saja. Maka perkawinanmerupakan lembaga untuk memanusiakan
manusia dalammenyalurkan naluri seksualnya, atau untuk menjaga
nilai– nilaikemanusian dan fitrah manusia. Menurut fitrahnya manusia
merupakan makhluk paling mulia, maka penyaluran nalurinya harus
secara mulia juga, yakni melalui perkawinan.
5. Untuk menjaga ketenteraman hidup. Perkawinan merupakanlembaga
untuk menjaga ketenteraman hidup seseorang,orang–orang yang sudah
melangsungkan perkawinan secaraumum hidupnya lebih tenteram
terutama yang menyangkut segi seksual, kejahatan–kejahatan seksual,
dapat menjalankan.kehidupan seksual yang normal. Walaupun asalnya
mudahterbuai mata, kecantikan wajah, bentuk badan wanita
yangmontok dan sebagainya, tetapi secara normal manusia
setelahmelangsungkan perkawinan dapat mengontrolnya, dapat
mengerem semua rangsangan yang datang pada dirinya,andaikata
tertarik pada seseorang wanita selain isterinya toh iapunya semacam
wanita itu juga yaitu isterinya sendiri. Kalaupun dinikahinya juga
membawa juga membawa ketenteraman pada diri seseorang, begitu
pula keluarga ayahibunya atau orang tuanya, setelah mereka
membentuk keluargasendiri berarti ketenteraman keluarga, dan
perkawinan jugamembawa ketenteraman masyarakat.
6. Untuk mempererat hubungan persaudaraan. Perkawinan jugamerupakan
sarana untuk mempererat hubungan persaudaraan atau ukhuwah, bagi
umat islam tentu saja ukhuwah Islamiyah,baik ruang lingkup sempit
maupun luas. Pada ruang lingkup sempit atau kecil yakni ruang lingkup
keluarga, maka denganadanya perkawinan diharapkan antara kedua
keluarga ataukedua besan dapat menjalin kekeluargaan
( persaudaraan )yang lebih erat lagi, maka dari itu dihindarkan
perkawinanantara saudara dekat, apalagi dalam syariat Islam
ditetapkantidak boleh kawin dengan muhrim sendiri. Perkawinan
dengansaudara dekat memang kurang baik karena tidak
dapatmemperluas jaringan persaudaraan / antara keluarga yang jauh,
sehingga persaudaraannya hanya berputar dari situ ke situ saja pada satu
lingkaran kecil, keturunan yang dilahirkannyapun lemah. Juga apabila
terjadi pertentangan ataupun perceraian maka keretakan keluarga akan
terjadi karena besan memang sebelumnya sudah satu keluarga. 6 Dengan
adanya perceraian maka antara anak mereka masing–masing, keluarga
cenderung membela anaknya sendiri, sehingga ikatan keluarga yang
masih dekat antar besan itu menjadi renggang bahkan retak. Perkawinan
antar keluarga jauh atau orang lain sama sekali memang baik karena
dapat menambah saudara, dapat menimbulkan persaudaraan baru antara
keluarga besar yang asalnya orang lain, andai kata terjadi perceraian
tidak banyak membuat keretakan keluarga.

2.1.3 Syarat-Syarat Perkawinan

Syarat sahnya perkawinan menurut UU No. 1 Tahun 1974 adalah seperti


yang diatur dalam pasal 6 yaitu:

1. Perkawinan harus didasarkan atas persetujuan kedua calon mempelai;


2. Untuk melangsungkan perkawinan seorang yang belum mencapai
umur 21 tahun harus mendapat ijin kedua orangtuanya;
3. Perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19
tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 tahun.;
4. Seorang yang masih terikat tali perkawinan dengan orang lain tidak
dapat kawin lagi kecuali memenuhi Pasal 3 ayat 2 dan pasal 4;
5. Apabila suami dan istri yang telah cerai kawin lagi satu dengan yang
lain dan bercerai lagi untuk kedua kalinya apabila hukum agamanya
menghendaki;
6
Ibid, hal. 40-41
6. Bagi seorang wanita yang putus perkawinannya berlaku jangka waktu
tunggu. Apabila syarat keempat (4) tidak terpenuhi, dan para pihak
tetap melakukan perkawinan, maka perkawinan ini dianggap tidak sah
dan perkawinan yang dilakukan itu hanya sah menurut hukum agama,
namun tidak akan mendapat pengakuan dari negara, sehingga ketika
mereka akan bercerai tidak bisa kecuali, mereka meminta dilakukan
isbath untuk mensahkan perkawinan mereka setelah itu baru dilakukan
perceraian.

2.2 Tinjauan Umum Tentang Dispensasi Perkawinan

2.2.1 Pengertian Dispensasi Perkawinan

Pengertian dispensasi kawin menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia,


dispensasi merupakan izin pembebasan dari suatu kewajiban atau larangan. Jadi
dispensasi merupakan kelonggaran terhadap sesuatu yang sebenarnya tidak
diperbolehkan untuk dilakukan atau dilaksanakan. Roihan A. Rasyid berpendapat
bahwa dispensasi kawin adalah dispensasi yang diberikan Pengadilan Agama
kepada calon mempelai yang belum cukup umur untuk melangsungkan
perkawinan, bagi pria yang belum mencapai 19 (Sembilan belas) tahun dan wanita
belum mencapai 16 (enam belas) tahun. Jika kedua calon suami isteri tersebut
sama beragama islam, keduanya dapat mengajukan permohonan, bahkan boleh
sekaligus hanya dalam satu surat permohonan, untuk mendapatkan dispensasi
kawin ke Pengadilan Agama. Jika calon suami isteri misalnya non islam dan calon
suami islam maka calon isteri mengajukan permohonannya ke Pengadilan Negeri
sedangkan calon suami ke Pengadilan Agama, tidak perduli agama apapun orang
tua mereka.7

Dispensasi adalah penyimpangan atau pengecualian dari suatu peraturan. 8


Dispensai perkawinan memiliki arti keringanan akan sesuatu batasan didalam

7
Poerwadarminta, 2011. Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta.Hal.88 Roihan
A. Rasyid,1998. Hukum Acara Peradilan Agama, Raja Grafindo Persada, Jakarta.Hal.32
8
R. subekti dan R. Tjitrosoedibio, Kamus Hukum , PT.Pradnya Paramitha, Jakarta .1996, Hlm. 36
melakukan ikatan antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri
dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Demikian pula menurut Ateng
Syafrudin, dispensasi bertujuan untuk menembus rintangan yang sebetulnya
secara normal tidak diizinkan, jadi dispensasi berarti menyisihkan pelarangan
dalam hal yang khusus (relaxation legis).9 Dispensasi Kawin dari Pengadilan
Agama adalah putusan yang berupa penetapan dispensasi untuk calon mempelai
yang belum mencapai usia 19 tahun baik bagi pihak pria maupun pihak wanita
untuk melangsungkan perkawinan sesuai Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019.

2.2.2 Tata Cara Mengajukan Perkara Dispensasi Perkawinan

Permohonan dispensasi kawin dapat diajukan oleh orang tua atau walinya
yang anaknya masih di bawah batas minimal usia perkawinan sebagaimana
disebutkan dalam pasal 7 ayat (1) Undang-undang perkawinan nomor 1 Tahun
1974 baik itu orang tua pihak pria atau orang tua pihak wanita kepada Ketua
Pengadilan Agama yang mewilayahi tempat tinggal Pemohon. Pihak yang
mengajukan permohonan dispensasi kawin harus memperhatikan urutan orang
yang boleh mengajukan permohonan. Untuk permohonan dispensasi kawin dari
pihak wanita yang mengajukan adalah bapak, jika tidak ada bapak maka Ibu
selanjutnya kakek atau nenek sampai pada orang yang menjadi walinya saat ini.
Sedangkan untuk permohonan dispensasi kawin dari pihak pria boleh siapa saja
boleh bapak atau ibu atau walinya.

1. Adapun syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam mengajukan perkara


Permohonan dispensasi kawin di Pengadilan Agama adalah sebagai
berikut: Surat Permohonan.
2. Foto kopi KTP orang tua/wali yang bersangkutan
3. Foto kopi Kartu Keluarga Pemohon.
4. Foto kopi Akte Kelahiran /KTP anak
9
dikutip dari http://khayatudin.blogspot.co.id/2012/12/perizinan.html diakses 5 september 2016
hlm.3
5. Foto kopi KTP/Akta lahir calon suami/isteri;
6. Foto kopi Ijazah Pendidikan terakhir anak dan/atau surat keterangan
masih sekolah dari sekolah anak;
7. Foto kopi Surat Penolakan dari Kantor Urusan Agama Kecamatan.
8. Membayar biaya panjar perkara, Pemohon yang tidak mampu dapat
mengajukan permohonan dispensasi kawin secara Cuma-Cuma
(prodeo).

Permohonan dispensasi kawin harus diajukan oleh kedua orang tua anak
yang dimohonkan dispensasi kawinnya, sebagai para pemohon, kecuali salah
satunya telah meninggal dunia, dan jika kedua orang tua telah meninggal dunia,
permohonan dispensasi kawin hanya dapat diajukan oleh wali yang telah ditunjuk
berdasarkan penetapan pengadilan. Permohonan dispensasi kawin diajukan secara
volunteir ke Pengadilan Agama yang yurisdiksinya melingkupi tempat tinggal
anak yang dimohonkan dispensasi kawinnya, Majelis Hakim hanya dapat
menjatuhkan penetapan atas perkara permohonan dispensasi kawin setelah
mendengar keterangan kedua orang tua dari kedua belah pihak dan kedua calon
mempelai, Surat pernyataan dari anak yang dimohonkan dispensasi
perkawinannya bahwa ia sanggup untuk memenuhi segala kewajiban yang timbul
dari ikatan pernikahan, Surat pernyataan penghasilan dari anak yang dimohonkan
dispensasi perkawinannya dan diketahui oleh pejabat yang berwenang, Bagi anak
yang dimohonkan dispensasi perkawinannya harus menuntaskan wajib belajar 12
tahun, dibuktikan dengan ijazah atau pernyataan secara tertulis dari yang
bersangkutan dan surat keterangan dari lembaga pendidikan di tempat ia
menjalani proses pendidikan, Permohonan dispensasi kawin harus dibuktikan
sesuai dengan ketentuan hukum acara perdata yang berlaku, di antara bukti surat
yang harus diajukan oleh para pemohon adalah surat rekomendasi/pertimbangan
secara medis seperti hasil pemeriksaan dari dokter spesialis kebidanan dan
psikolog, serta dua orang saksi dari pihak keluarga atau orang terdekat.

Dispensasi kawin hanya dapat diberikan, jika berdasarkan fakta hukum


yang terbukti di persidangan setelah dipertimbangkan dari berbagai aspek, baik
syar’i, yuridis, sosiologis, psikologis, dan juga kesehatan, pernikahan tersebut
sangat mendesak untuk dilangsungkan guna mewujudkan tujuan syariat Islam
(maqasidu syar’iyyah) guna menjaga keselamatan keturunan (hifzhu al-nasl),
tanpa membahayakan keselamatan jiwa anak yang diberikan dispensasi kawin
(hifzhu al-nafs) serta keberlanjutan pendidikannya (hifzhu al-aql). Tujuan tersebut
mesti berada pada tingkatan al - daruriyyah atau sekurang-kurangnya al - hajiyyah
. Apabila pernikahan tidak segera dilangsungkan, berdasarkan fakta hukum yang
terbukti di persidangan, akan terjadi kerusakan disebabkan hubungan yang
diharamkan oleh Allah Swt, yakni zina. Di persidangan ditemukan fakta hukum
seperti yang bersangkutan pernah ditangkap oleh masyarakat ketika berdua-duaan
di tempat yang sunyi (khalwat) atau sekurang-kurangnya yang bersangkutan
sering berdua-duaan, bertemu, atau menunjukkan hubungan dekat lainnya yang
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku serta hukum
yang hidup di tengah masyarakat (living law), meskipun keduanya telah
diingatkan oleh pihak keluarga dan berbagai pihak lain yang berwenang.

2.2.3 Pedoman Mengadili Permohonan Perkawinan

Mahkamah Agung sangat konsen terhadap implementasi UU Nomor 16


Tahun 2019 tentang perubahan UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan.
Perubahan tersebut khusus menyangkut usia perkawinan baik laki-laki maupun
perempuan sama yaitu 19 tahun. Ketika usia calon mempelai belum mencapai usia
tersebut maka Petugas pencatat nikah baru bisa melakukan pencatatan perkawinan
tersebut setelah ada keputusan pemberian dispensasi oleh Pengadilan Agama.
Mahkamah Agung berpandangan bahwa anak merupakan amanah dan karunia
Tuhan yang maha esa yang memiliki harkat dan martabat sebagai manusia
seutuhnya serta memiliki hak yang sama untuk tumbuh kembang. Semua tindakan
mengenai anak yang dilakukan oleh lembaga lembaga kesejahteraan sosial,
Negara atau sewasta, termasuk pengadilan dilaksanakan demi kepentingan yang
terbaik bagi anak.
Perkawinan hanya dapat diizinkan bagi mereka yang telah memenuhi
persyaratan usia namun dalam keadaan tertentu pengadilan dapat memberikan
dispensasi kawin sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Oleh karena
peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang mengadili pemberian
dispensasi bagi anak yang belum cukup usia untuk nikah secara jelas dan tegas
belum ada pengaturannya maka Mahkamah Agung mengeluarkan peraturan yang
dijadikan pedoman bagi hakim pengadilan agama dalam mengadili perkara
permohonan dispensasi kawin bagi umat Islam yang belum cukup usia kawin,
yaitu dengan dikeluarkannya Peraturan Mahkamah Agung Nomor 5 Tahun 2019
tentang Pedoman Mengadili Permohonan Dispensasi Kawin.

Di dalam Peraturan Mahkamah Agung tersebut hakim yang mengadili


permohonan Dispensasi Kawin adalah :

1. Hakim yang sudah memiliki Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung


sebagai Hakim Anak, mengikuti pelatihan dan/atau bimbingan teknis
tentang Perempuan Berhadapan dengan Hukum atau bersertifikat
Sistem Peradilan Pidana Anak atau berpengalaman mengadili
permohonan Dispensasi Kawin.

2. Jika tidak ada Hakim sebagaimana tersebut di atas, maka setiap Hakim
dapat mengadili permohonan Dispensasi Kawin.

2.2.4 Syarat Perkawinan dibawah Umur

Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No.16 tahun 2019


perubahan atas Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, pada
pasal 7 dijelaskan bahwa; Perkawinan hanya diizinkan apabila pria dan wanita
sudah mencapai umur 19 tahun. Orang tua pihak pria dan/ atau orang tua pihak
wanita dapat meminta dispensasi kepada pengadilan dengan alasan yang sangat
mendesak disertai bukti-bukti pendukung yang cukup.
  Adapun persyaratan yang harus dilengkapi untuk mendapatkan
rekomendasi nikah di bawah umur dari pengadilan agama ialah calon pengantin
harus terlebih dahulu mengurus persyaratan nikah:

 Surat Pengantar Nikah dari RT/RW


 Surat Pengantar Nikah dari Kelurahan/ Desa
 Surat N1, N2, N3 dan N4
 Foto copy KTP, KK, akte kelahiran, ijazah terakhir
 Foto Copy KTP orang tua
 Pas foto 2x3 = 4, 3x4= 4 dan 4x6=2 dengan latar biru
 Materai

Setelah melengkapi semua persyaratan, kemudian diantar ke Kantor KUA


setempat. Petugas KUA akan memeriksa seluruh berkas, dikarenakan persyaratan
umur tidak terpenuhi, maka petugas KUA akan membuat surat penolakan nikah.
Kemudian surat di antar ke Pengadilan Agama dengan membuat surat
permohonan dispensasi nikah yang ditujukan kepada Ketua Pengadialan Agama.
Berdasarkan hasil sidang, jika pengadilan memberikan izin nikah, maka
pernikahan dapat dilaksanakan, namun sebaliknya jika putusan pengadilan tidak
memberikan izin, maka pernikahan tidak bisa dilaksanakan.10

10
Mhd. Zulfadli, S.Th.I
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitiann


Penelitian merupakan suatu sarana pokok dalam pengemban ilmu
pengetahuan maupun teknologi. Hal ini disebabkan karena penelitian bertujuan
untuk mengungkapkan suatu kebenaran secara sistematis, metologis dn
konsisten.11 Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk
mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu dan metode penelitian
dalam sebuah karya tulis sangatlah diperlukan karena metode penelitian
merupakan sarana pokok dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
serta seni, secara umu data yang di peroleh dari penelitian dapat digunakan untuk
memahami dan memecahkan masalah. Memahami berarti memperjelas suatu
masalah atau informasi yang tidak diketahui dan selanjutnya menjadi tahu,
memecahkan berarti mengupayakan agar masalah tidak terjadi.
Jenis penelitian yang digunakan di dalam melakukan penelitian ini adalah
penelitian Yuridis Normatif. Penelitian yuridis normatif adalah penelitian hukum
mengenai setiap peristiwa hukum yang terjadi dalam kehidupan masyarakat atas
pemberlakuan, penegakkan, dan implementasi terhadap ketentuan hukum normatif
in action. Dengan mengkaji tentang asas-asas hukum, norma, kaidah dari
perundang-undangan dan Undang-Undang No. 16 Tahun 2019 Tentang
Perkawinan.
Adapun didalam penelitia penulis tentang “Dispensasi Perkawinan
Dibawah Umur Dalam Perspektif Undang-Undang No.16 Tahun 2019” ini
merupakan suatu penelitian hukum normative yaitu penelitian terhadap bahan
hukum berupa perundang-undangan atau hukum tertulis dalam penelitian hukum
ini diperlukan metode pendekatan yang dimaksudkan untuk mendapatkan
informasi dari berbagai aspek mengenai isu-isu hukum yang sedang dicoba untuk
dicari jawabannya. Maka didalam kaitannya dengan penelitian hukum normative

11
Soejono Soekanto dan Sri Majmuji,Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat,Raja
Grafindo Persada, Jakarta, 2010, hlm.1.
ini, penulis menggunakan pendekatan perundang-undangan (Statute Approach),
jurnal-jurnal, dan buku yang dilakukan dengan menelaah bahan hukum sekunder
tersebut yang berhubungan dengan masalah hukum yang sedang dibahas, yaitu
“Dispensasi Perkawinan Dibawah Umur Dalam Perspektif Undang-Undang No.16
Tahun 2019”.

3.2 Pendekatan Penelitian


Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode pendekatan yang
berasal dari kasus (the case Approach), pendekatan lewat kasus adalah metode
pendekatan yang dilakukan dengan meneliti/menelaah terhadap kasus-kasus yang
berkaitan dengan isu yang telah dijadikan sebagai suatu putusan dari kasus yang
terdapat di pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum yang tetap. Dimana
penulis mengambil putusan Pengadilan Agama Nomor.
XXXX/PDT.P/2019/PA.Dmk. yang mana dalam peraturan perundang-undangan
ini dimungkinkan terdapat aturan tentang dispensasi perkawinan yang kemudian
dianalisa dan dituangkan kedalam bentuk penelitian untuk memaparkan
permasalahan dengan judul yang dipilih yaitu ’’ Dispensasi Perkawinan Dibawah
Umur Dalam Perspektif Undang-Undang No.16 Tahun 2019’’

3.3 Teknik Pengumpulan Data


Membahas mengenai penelitian dikenal berbagai macam sumber data, dan
juga jenis bahan hukum yang lahir dari sumber data. Sumber data terdiri dari 2
macam yang diantaranya adalah sumber data primer, dan sumber data sekunder.
Sumber Data Primer merupakan sumber data yang langsung diperoleh dari tangan
pertama (tanpa melewati atau melalui media perantara). Sumber Data Primer
dapat berupa opini dari subjek (Orang) secara individual maupun secara
kelompok, hasil dari observasi terhadap suatu benda (fisik), peristiwa atau
kejadian, dan hasil dari pengujian.

Dan mengenai sumber data sekunder, sumber data sekunder adalah sumber
data yang diperoleh untuk melakukan penelitian yang diperoleh peneliti secara
tidak langsung (Melalui Media Perantara. Sumber Data Sekunder pada umumnya
dapat berupa bukti, catatan atau laporan historis yang telah disusun dan terdapat
dalam arsip yang dapat dipublikasikan dan tidak di publikasikan.

Dalam penelitian ini penulis tidak menggunakan sumber data primer akan
tetapi penulis dalam penulisan ini menggunakan sumber data sekunder, alasannya
adalah karena penelitian normatif pada dasarnya menggunakan sumber data
sekunder. Dan dalam sumber data sekunder ini dibagi lagi atau dibedakan menjadi
3 jenis bahan hukum, yang diantaranya adalah bahan hukum primer, bahan hukum
sekunder, dan juga bahan hukum tersier. Data merupakan tahapan proses
penelitian yang penting dalam perkara nomor XXXX/PDT.P/2019/PA.Dmk
karena dengan mendapatkan data yang tepat maka proses penelitian akan
berlangsung sampai peneliti mendapatkan jawaban dari rumusan masalah yang
sudah ditetapkan. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan Sumber Data
Sekunder yang terdiri dari 3 jenis bahan hukum, yaitu :

a) Bahan Hukum Primer :


1. Peraturan Perundang Undangan
2. Putusan Pengadilan
b) Bahan Hukum Sekunder :
1. Doktrin Hukum
2. Hasil Penelitian ( Jurnal, Skripsi, Tesis dan Disertasi)
c.) Bahan hukum tersier :
1) Kamus Besar Bahasa Indonesia
2) Kamus Hukum
3) Ensiklopedia Hukum

3.4 Jenis dan Sumber Data


Dikarenakan penelitian ini merupakan penelitian secara normatif maka jenis
data yang digunakan adalah dengan melalui penelurusan literatur atau dokumen
hukum. Data tersebut yang digunakan ada 3 (tiga) yaitu bahan hukum primer,
bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier.
a.) Bahan Hukum Primer :
1. Peraturan perundang-undangan (Undang-Undang 1945, TAP MPR,
Peraturan Perundang-Undangan, Peraturan Presiden, Peraturan
Pemertinah, Peraturan Daerah)
Yang menjadi bahan hukum dari peraturan perundang-undangan
dalam penelitian ini antara lain :
a. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
b. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang perubahan atas
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan
c. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan
d. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan
Anak.
e. Peraturan Mahkamah Agung Nomor 5 Tahun 2019
2. Putusan Pengadilan
a. Putusan Pengadilan Agama Nomor XXXX/PDT.P/2019/PA.Dmk

b.) Bahan Hukum Sekunder terdiri dari :


Bahan hukum sekunder merupakan bahan hukum yang
memberikan pengertian terhadap bahan hukum primer yang dapat berupa
rancangan perundang-undangan, hasil penelitian, buku-buku, yang
memiliki keterkaitan dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis.

c.) Bahan Hukum Tersier terdiri dari :


a. Kamus Hukum
b. Ensiklopedia Hukum
c. Indeks Kumulatif

3.5 Teknik Analisis Data

Teknis analisis data adalah metode dalammemperoses data menjadi informasi.


Saat melakukan suatu penelitian, kita perlu menganalisis data agar data tersebut
mudah dipahami. Analisis data juga diperlukan agar kita mendapatka solusi atas
permasalahan penelitian yang tengah dikerjakan.

Setelah memperoleh dan mengolah data tersebut, maka dilanjutkan dengan


menganalisis data yang diperoleh baik dalam bahan hukum primer, bahan hukum
sekunder dan bahan hukum tersier membahas permasalahannya dengan
menganalisis data sekunder dan data tersier secara kualitatif dari sudut pandang
ilmu hukum. Data primer, data sekunder, dan data tersier yang diperoleh dari
penelitian kemudian disusun dengan literatur dan sistematis lalu dianalisa untuk
mendapat suatu kesimpulan.

Melalui hasil analisis tersebut disajikan dalam bentuk deskriptif analisis


karena bertujuan untuk mendeskripsikan dispensasi perkawinan dibawah umur
pada analisis putusan yang terjadi di kabupaten demak yang ditinjau dari
perspektif Undang Undang No.16 Tahun 2019 yang bertujuan memahami
kebenaran dan kesesuaian dalam undang-undang yang berlaku.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Penetapan Hukum Terhadap Dispensasi Perkawinan Dibawah Umur


Berdasarkan Undang-Undang 16 Tahun 2019
Bahwa selama 45 (empat puluh lima) tahun UU Nomor 1 tahun 1974
tentang perkawinan ini telah dilaksanakan oleh masyarakat Indonesia dengan
tenang tanpa ada gejolak yang berarti. Khususnya di kalangan umat Islam,
Sebagian besar berada di negara kesatuan Republik Indonesia. Sebab, UU
Perkawinan dan peraturan pelaksanaannya yaitu PP No. 9 Tahun 1975 sejalan
dengan hukum dan tidak bertentangan dengan ajaran Islam.12

Seiring dengan berjalannya waktu, yang mengalami perubahan secara


cepat, terdapat beberapa pihak ter utama di kalangan pemerhati perlindungan
anak, berpendapat bahwa ada yang tidak sesuai lagi untuk diterapkan di dalam
UU perkawinan tersebut yaitu :
“Pasal 7 ayat 1 UU Nomor 1 Tahun 1974 yang menyatakan bahwa
perkawinan hanya diizinkan apabila pihak pria sudah mencapai usia 19
(sembilan belas) tahun dan pihak wanita sudah mencapai usia 16 (enam belas)
tahun.” Ketentuan tersebut memungkinkannya terjadi perkawinan usia anak
pada anak wanita, karena di dalam “Pasal 1 angka 1 UU 1 c Nomor 16 Tahun
2019 tentang perubahan UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang
hanya memuat 1 (satu) Pasal khusus mengubah ketentuan Pasal 7 diubah
sehingga berbunyi sebagai berikut :

12
Aliesa Amanita, PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2019
TENTANG PERUBAHAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG
PERKAWINAN TERKAIT PERKAWINAN DI BAWAH UMUR DI KANTOR URUSAN
AGAMA KECAMATAN CIPATAT, KABUPATEN BANDUNG BARAT, Vol 2 no 2 (2010):
Jurnal Dialetika Hukum.
Pasal 7
1. Perkawinan hanya diizinkan apabila pria dan wanita sudah mencapai umur
19 (sembilan belas) tahun.

2. Dalam hal terjadi penyimpangan terhadap ketentuan umur sebagaimana


dimaksud pada ayat (1), orang tua pihak pria dan/atau orang tua pihak
wanita dapat meminta dispensasi kepada Pengadilan dengan alasan
sangat mendesak disertai bukti-bukti pendukung yang cukup.

Pemberian dispensasi oleh Pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat


(2) wajib mendengarkan pendapat kedua belah calon mempelai yang akan
melangsungkan perkawinan. Undang-undang Nomor 16 Tahun 2019 Tentang
perubahan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan

Ketentuan-ketentuan mengenai keadaan seorang atau kedua orang tua calon


mempelai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) dan ayat (4) berlaku juga
ketentuan mengenai permintaan dispensasi sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) dengan tidak mengurangi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6
ayat (6).” Perkawainan di bawah umur tidak dapat dihalang-halangi, karena
perkawinan di bawah umur akan tetap terjadi meskipun perundang-undangnya
telah di ubah. Namun UU 16 Tahun 2019 Tentang Perubahan Undang-undang
No 1 tahun 1974 telah memperketat bagi yang akan melakukan perkawinan
di bawah umur, yaitu terdapat di dalam Pasal 7 ayat (1) bahwa batas
minimal umur perkawinan telah disamaratakan menjadi 19 tahun.

Hal ini dinyatakan dalam penjelasan sebelumnya bahwa dengan adanya


perubahan batas umur yaitu agar tidak terjadi diskriminasi, terlebih pada
perempuan dengan begitu dapat mengurangi laju kelahiran yang lebih rendah
dan menurunkan resiko kematian ibu dan anak dan tingkat perceraian berkurang.
Dan di usia tersebut telah matang jiwa raganya dan siap untuk
melangsungksn perkawinan dan mendapatkan keturunan yang sehat dan
berkualitas dan juga terhindar dari resiko kematian pada ibu dan anak.
Kemudian di dalam pasal 7 (tujuh) ayat (2) sampai dengan ayat (4) tersebut
di atas di tegaskan adanya solusi bagi calon mempelai pengantin yang akan
di nikahkan tersebut belum mencapai usia 19 tahun, maka dapat meminta
dispensasi kepada Pengadilan dengan alasan sangat mendesak disertai bukti-
bukti pendukung yang cukup.

Di dalam Pasal ayat (2) UU Perkawinan yang baru menegaskan bahwa


dispensasi perkawinan dapat diberikan atas alasan mendesak. Maksud dari
“alasan mendesak” yaitu keadaan yang tidak ada pilihan lain dan dengan
sangat terpaksa harus dilangsungkan perkawinan. Alasan mendesak itu tak bisa
sekedar klaim, harus ada bukti-bukti pendukung yang cukup.

“Menurut Undang-Undang Perkawinan yang baru menjelaskan bukti-


bukti pendukung yang cukup adalah surat keterangan yang membuktikan
bahwa usia mempelai masih di bawah ketentuan undang-undang dan surat
keterangan dari tenaga kesehatan yang mendukung pernyataan orang tua bahwa
perkawinan tersebut sangat mendesak untuk dilaksanakan”. 13 Bukti yang cukup
termasuk keterangan saksi lainnya.Sekadar contoh“salah satu permohonan
yang diajukan ke Pengadilan Agama Jakarta Selatan pada April 2010. Seorang
ibu rumah tangga berusia 39 tahun mengajukan dispensasi perkawinan untuk
anak laki-lakinya yang belum genap usia 19 tahun. Calon pengantin perempuan
kala itu sudah melebihi usia 16 tahun, syarat minimal yang ditentukan UU
Perkawinan 1974.

Hakim meminta keterangan saksi-saksi yang menguatkan permohonan,


dan mendapatkan fakta tentang alasan mendesak dilangsungkannya
perkawinan. Ternyata, mempelai perempuan sudah hamil enam bulan.

13
Muhammad, Yasin.(2019). Dispensasi Perkawinan Tetap Dimungkinkan, Begini Syaratnya
Menurut UU Perkawinan yang Baru. (diaskes pada 15 September 2020)
“Hubungan mereka sudah sedemikian eratnya sehingga orang tua mereka
khawatir kalau tidak segera dinikahkan akan terjadi pelanggaran hukum
agama yang berkepanjangan serta menimbulkan hal yang dapat merugikan”
urai majelis hakim (Tamah, Muh. Kailani dan Farchanah) dalam pertimbangan
perkara yang dikutip”. 14 "UU Perkawinan" yang baru juga menegaskan bahwa
putusan pengadilan didasarkan pada pertimbangan spiritual, moral, agama,
adat dan budaya, aspek psikologis, aspek kesehatan dan dampaknya untuk
mencegah perkawinan anak.Sehubungan dengan itu, UU Perkawinan yang
baru menuntut pemerintah untuk mensosialisasikan dan membimbing masyarakat
untuk mencegah perkawinan dini, bahaya seks bebas, dan mencegah kawin siri
(perkawinan tidak tercatat)

Pasal 7 ayat (4)


“Ketentuan-ketentuan mengenai keadaan seorang atau kedua orang tua
calon mempelai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) dan ayat (4)
berlaku juga ketentuan mengenai permintaan dispensasi sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) dengan tidak mengurangi ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 6 ayat (6).” Jadi, yang di maksud dalam Pasal 7 ayat (4) yaitu,
karena di dalam Pasal 6 ayat (2) menyakan” untuk melangsungkan perkawinan
seorang yang belum mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun harus
mendapat izin kedua orang tua”.

Oleh karena itu dapat penulis simpulkan mengenai pasal 6 ayat (3) dan ayat
(4) apabila salah seorang dari kedua orang tua tidak dapat menyatakan
kehendaknya atau telah meninggal dunia, maka izin di peroleh dari wali,
saudara yang mempunyai hubungan darah, selama masih hidup dapat
menyatakankehendaknya. Dapat di simpulkan bahwa perkawinan di bawah
umur masih dapat dilaksanakan, akan tetapi syarat dan ketentuan dalam
undang-undang perkawinan berlaku. Syarat dan ketentuan tersebut yaitu, orang

14
Majelis hakim (Tamah, Muh. Kailani dan Farchanah) dalam pertimbangan perkara yang dikutip
tua telah memberikan izin untuk melaksanakan perkawinan di bawah umur,
karena jika calon pengantin masih di bawah umur harus mendapatkan izin
terlebih dahulu dari orang tuanya, kemudiam orang tua meminta surat
dispensasi nikah, serta dengan membawa bukti-bukti pendukung dan alasan
mengapa meminta surat dispensasi tersebut, sehingga hakim dapat
mempertimbangkan alasan tersebut. Hal ini di lakuka an untuk meminimalisir
terjadinya perkawinan di bawah umur.

4.2 Pertimbangan Majelis Hakim Dalam Penetapan Dispensasi Pekawinan


dibawah Umur Berdasarkan Putusan Pengadilan Agama Nomor
xxxx/Pdt.P/2019/Pa.Dmk

1. Pertimbangan Hukum
Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan
Kehakiman Pasal 28 Ayat 1 Tentang Kewajiban hakim, Yaitu Hakim wajib
menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang
hidup di masyarakat.

Pada pengajuan dispensasi kawin perkara Nomor xxxx/Pdt.P/2019/Pa.Dmk


yang telah terdaftar di Kepaniteraan Pengadilan Agama Demak telah memenuhi
syarat-syarat baik secara formil maupun secara materil yang sesuai dengan
prosedur pemohon yang berlaku di Pengadilan Agama, maka Majelis Hakim
Menimbang ;

Menimbang, bahwa maksud dan tujuan permohonan para Pemohon adalah


sebagaimana telah diuraikan di atas;

Menimbang, bahwa Pemohon I dan Pemohon II (bukti P.1 dan P-9),


bertempat tinggal di wilayah yurisdiksi Pengadilan Agama Demak, mengajukan
dispensasi kawin untuk menikahkan anaknya mengajukan dispensasi untuk
menikahkan anak kandungnya bernama XXXX dengan anak pemohon II bernama
XXXX, Umur 18 Tahun 2 bulan (Demak, 20 September 2001), Agama Islam,
Pendidikan SLTP, Pekerjaan Karyawati Pabrik, bertempat tinggal di XXXX
Kabupaten Demak. Dan Pernikahannya akan dilaksanakan dan dicatatkan di
hadapan Pegawai Pencatat Nikah Kantor Urusan Agama Kecamatan
Karangtengah, Kabupaten Demak. Oleh karenanya permohonan pemohon harus
dipertimbangkan;

Menimbang, bahwa untuk menguatkan alasannya para pemohon telah


mengajukan bukti surat P.1 s/d P.15 dan menghadirkan 2 (dua) orang saksi
masing-masing saling berhubungan dengan saksi yang lain, telah menerangkan
yang pada pokoknya adalah :
- Bahwa anak pemohon I berstatus jejaka baru berumur 17 tahun 4 bulan dan anak
pemohon II adalah seorang gadis umur 18 tahun 2 bulan ;
- Bahwa anak pemohon I sudah bekerja karyawan toko bahan bangunan dengan
penghasilan Rp. 1.500.000,-
- Bahwa hubungan antara anak pemohon I dengan anak pemohon II adalah orang
lain dan sudah sangat akrab dan anak pemohon II sudah hamil 24 minggu;
- Bahwa anak pemohon I dengan anak pemohon II tidak ada hubungan keluarga
serta tidak ada larangan untuk menikah dan masing-masing beragama Islam;

Menimbang, bahwa atas keterangan 2 (dua) orang saksi, majelis hakim


dapat memperoleh fakta bahwa anak pemohon I berstatus jejaka baru berumur 17
tahun 4 bulan sedangkan anak pemohon II seorang gadis berumur 18 tahun 2
bulan dan keduanya tidak ada hubungan keluarga maupun nasab serta masing-
masing beragama Islam; Menimbang, bahwa berdasarkan bukti P-7 dan P-13
maka terbukti bahwa anak pemohon I dan anak pemohon II bertempat tinggal di
wilayah yurisdiksi Pengadilan Agama Demak;

Menimbang, bahwa berdasarkan bukti surat P.5 dan P-6 telah terbukti
bahwa pada saat ini anak pemohon I merupakan anak dari pasangan suami istri
antara XXXX dan Siti Aminah, berumur 17 Tahun 4 bulan, sedangkan anak
pemohon II bernama XXXX ( bukti P-11 dan P-14) adalah anak hasil perkawinan
XXXX dengan Muzaroah yang lahir pada tanggal 20 September 2001, sehingga
menurut ketentuan Pasal 7 ayat (1) dan ayat (2) Undangundang Nomor 16 tahun
2019 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974, bahwa usia
anak tersebut belum memenuhi batas syarat minimum umur yang diizinkan untuk
menikah.
Dengan demikian anak Pemohon I yang bernama XXXX dan anak
pemohon II yang bernama XXXX untuk menikah harus mendapatkan ijin atau
dispensasi kawin dari Pengadilan Agama; Menimbang, bahwa anak pemohon I
dan anak pemohon II atas keterangan para saksi telah menerangkan bahwa anak
para pemohon tidak ada hubungan keluarga/nasab dan susuan serta masing-
masing masih beragama Islam. Dan pula sudah sangat dikhawatirkan bila tidak
diberikan dispensasi nikah, akan terjadi hal-hal yang melanggar hukum agama
maupun hukum positif yang berlaku di Indonesia, Dan antara pemohon I dan
pemohon II sudah sepakat untuk menikahkan anaknya di hadapan Kantor Urusan
Agama Kecamatan Karangtengah Kabupaten Demak;

Menimbang, bahwa dengan adanya bukti P-3 dan P-4 yang merupakan
surat pemberitahuan kekurangan syarat/penolakan kawin dari Kepala Kantor
Urusan Agama Kecamatan Karangtengah Kabupaten Demak, maka bukti tersebut
sebagai salah satu bahan pertimbangan lebih lanjut;

Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut


diatas, Majelis Hakim berkesimpulan, bahwa hubungan antara anak pemohon I
denagn anak pemohon II sudah sangat intim bahkan anak pemophon II sudah
hamil 24 minggu sebagaimana bukti P.15, sehingga sangat sulit untuk dipisahkan
satu dengan yang lainnya. Dan sudah barang tentu, apabila anak Pemohon I dan
pemophon II tidak diberikan ijin atau dispensasi untuk menikah di Kantor Urusan
Agama akan dikhawatirkan menimbulkan mafsadat yang lebih besar. Karena
kedua orang anak tersebut dikhawatirkan akan melakukan perbuatan yang dapat
merepotkan kedua orang tuanya dan tidak tertutup kemungkinan keduanya juga
dapat melakukan perbuatan-perbuatan yang melanggar hukum-hukum Islam dan
hukum negara, mengingat saat ini betapa longgarnya sosial kontrol masyarakat
terhadap nilai-nilai moral (akhlaqul karimah) yang semestinya dijunjung tinggi;

Menimbang, bahwa dalam hal tersebut untuk menghindari mafsadat adalah


lebih diutamakan daripada mendatangkan mashlahat sesuai qaidah fiqhiyyah yang
berbunyi : Artinya: menolak mafsadat (kerusakan) lebih didahulukan dari pada
mendatangkan kemaslahatan;

Menimbang, bahwa dari apa yang telah dipertimbangkan di atas, maka


permohonan para Pemohon tentang ijin atau dispensasi nikah untuk menikahkan
anak-anaknya telah memenuhi maksud dari Pasal 7 ayat (1) dan ayat (2) Undang-
undang No. 16 tahun 2019 atas perubahan undang-undang Nomor 1 tahun 1974 jo.
Pasal 15 ayat (1) Kompilasi Hukum Islam. Oleh karena itu, permohonan
dispensasi nikah para pemohon harus dikabulkan;

Menimbang, bahwa seluruh bukti baik surat maupun saksi sepanjang tidak
dipertimbangkan oleh majelis hakim, harus dinyatakan untuk dikesampingkan;
Menimbang, bahwa karena perkara ini merupakan bidang perkawinan berdasarkan
pasal 89 ayat (1) Undang-undang No. 7 Tahun 1989 sebagaimana telah diubah
dengan Undang-undang Nomo 3 Tahun 2006, maka biaya perkara ini dibebankan
kepada para Pemohon ; Mengingat segala peraturan perundang-undangan yang
berlaku dan dalil syar’i tersebut yang berkaitan dengan perkara ini;

Berdasarkan putusan No 123 pertimbangan hakim dalam memutus perkara


dispensasi perkawinan dikarenakan pemohon II ( pihak perempuan) telah hamil
diluar nikah, maka dari itu hakim pengadilan agam di demak Mengabulkan
permohonan para Pemohon, serta Memberi dispensasi kepada :
1) Pemohon I untuk menikahkan anaknya yang bernama XXXX Saputra
bin XXXX dengan anak Pemohon II yang bernama XXXX;
2) Pemohon II untuk menikahkan anaknya yang bernama XXXX dengan
anak Pemohon I yang bernama XXXX Saputra bin XXXX;
3. Membebankan kepada para Pemohon untuk membayar biaya perkara
yang hingga kini sejumlah Rp 306.000,- ( tiga ratus enam ribu rupiah);

2. Analisis Penulis
Dari pertimbangan hakim berdasarkan putusan Permohonan No. 123
tersebut pemberian dispensasi perkawinan telah sesuai dengan Peraturan Undang-
Undang No 16 Tahun 2019 Tentang Dispensasi Perkawinan yaitu Perkawinan di
bawah umur masih dapat dilaksanakan, akan tetapi syarat dan ketentuan
dalam undang-undang perkawinan berlaku. Syarat dan ketentuan tersebut yaitu,
orang tua telah memberikan izin untuk melaksanakan perkawinan di bawah
umur, karena jika calon pengantin masih di bawah umur harus mendapatkan izin
terlebih dahulu dari orang tuanya, kemudiam orang tua meminta surat
dispensasi nikah, serta dengan membawa bukti-bukti.

Pendukung dan alasan mengapa meminta surat dispensasi tersebut,


sehingga hakim dapat mempertimbangkan alasan tersebut. Hal ini di lakukan
untuk meminimalisir terjadinya perkawinan di bawah umur.

4.3 KASUS POSISI


Berdasarkan putusan pengadilan no 123/pdt.p/2019/pa.dmk bahwa
pengadilan agama demak yang memeriksa dan memutus perkara perdata pada
tingkat pertama telah menjatuhkan putusan didalam perkara Dispensasi Nikah
yang diajukan oleh :

1. XXXX, umur 46 tahun, agama Islam, pendidikan SLTP, pekerjaan


Tukang Batu, bertempat tinggal di XXXXKabupaten Demak, sebagai
Pemohon I; XXXX, Bertempat tinggal di XXXXKabupaten Demak,
sebagai pemohon II; Dan untuk selanjutnya Pemohon I dan
2. Pemohon II selanjutnya disebut sebagai para Pemohon;

 Pengadilan Agama tersebut;

 Telah mempelajari berkas perkara ;

 Telah mendengar para Pemohon dan memeriksa semua alat bukti


yang diajukan dalam persidangan ;

Berdasarkan putusan pengadilan nomor 123/pdt.p/2019/pa.dmk bahwa


posisi para Pemohon dalam surat permohonannya tertanggal 12 Nopember 2019,
terdaftar di Kepaniteraan Pengadilan Agama Demak pada tanggal 12 Nopember
2019 Nomor XXXX/Pdt.P/2019/PA.Dmk. telah mengemukakan hal-hal sebagai
berikut :

1. Bahwa Pemohon I hendak menikahkan anak kandung Pemohon I bernama


XXXX, NIK 3321062906020002, Umur 17 Tahun 4 Bulan (Demak, 29
Juni 2002), agama Islam, pendidikan SLTP, pekerjaan Karyawan Toko
Bangunan, Bertempat tinggal di XXXXKabupaten Demak, Dengan anak
Pemohon II Bernama XXXX, NIK 3321056009010001, Umur 18 Tahun 2
bulan (Demak, 20 September 2001), Agama Islam, para Pemohon dalam
surat permohonannya tertanggal 12 Nopember 2019, terdaftar di
Kepaniteraan Pengadilan Agama Demak pada tanggal 12 Nopember 2019
Nomor XXXX/Pdt.P/2019/PA.Dmk. telah mengemukakan hal-hal sebagai
berikut : Pendidikan SLTP, Pekerjaan Karyawati Pabrik, Bertempat tinggal
di XXXXKabupaten Demak, yang akan dilaksanakan dan dicatatkan di
hadapan Pegawai Pencatat Nikah Kantor Urusan Agama Kecamatan
Karangtengah, Kabupaten Demak;

2. Bahwa syarat-syarat untuk melaksanakan pernikahan tersebut baik


menurut ketentuan hukum Islam maupun peraturan perundangundangan
yang berlaku telah terpenuhi, kecuali syarat usia bagi anak kandung
Pemohon I yang belum mencapai umur 19 tahun, begitu juga sebaliknya,
syarat usia bagi anak kandung Pemohon II juga belum mencapai umur 19
tahun;

3. Bahwa antara anak kandung Pemohon I dan calon istrinya (anak kandung
Pemohon II) tersebut tidak ada larangan untuk melakukan pernikahan;

4. Bahwa alasan Pemohon I bermaksud segera menikahkan anak Pemohon I


dengan calon istrinya yang merupakan anak dari Pemohon II dikarenakan
antara keduanya telah 2 tahun menjalin hubungan cinta (berpacaran),
kemudian bertunangan pada tanggal 28 September 2019. Hubungan antara
keduanya juga sudah sedemikian eratnya, dan bahkan saat ini anak
Pemohon II tengah hamil ± 24 minggu, sehingga Para Pemohon sangat
khawatir akan timbul mafsadat yang lebih besar lagi bagi kedua anak Para
Pemohon apabila tidak segera dinikahkan;

5. Bahwa untuk kepentingan proses pernikahan, Para Pemohon telah


mengurus administrasi dan pendaftaran rencana pernikahan anak Pemohon
I dengan calon istrinya ke instansi-instansi terkait, akan tetapi pihak Kantor
Urusan Agama Kecamatan Karangtengah, Kabupaten Demak, belum dapat
menyelenggarakan pencatatan pernikahan keduanya dengan alasan umur
anak Para Pemohon tidak memenuhi syarat minimum umur diizinkan
untuk menikah, karena anak Pemohon I berumur 17 Tahun 4 Bulan
(Demak, 29 Juni 2002) dan anak Pemohon II berumur 18 Tahun 2 bulan
(Demak, 20 September 2001), sebagaimana surat penolakan pernikahan
dari KUA Kecamatan Karangtengah, Kabupaten Demak Nomor:
501/Kua.11.21.08/PW.01/11/2019 dan 502/Kua.11.21.08/PW.01/11/2019,
tanggal 08 November 2019;;

6. Bahwa antara anak Pemohon I dan calon istrinya tersebut tidak mempunyai
hubungan darah, sepersusuan dan tidak ada larangan untuk melakukan
pernikahan;

7. Bahwa anak Pemohon I berstatus jejaka/belum pernah menikah, telah akil


balig dan sudah siap untuk menjadi seorang suami dan/atau kepala
keluarga serta telah mempunyai penghasilan sebagai Karyawan Toko
Bangunan, setiap bulannya sejumlah Rp1.000.000,- (satu juta rupiah).
Begitu pula calon istrinya berstatus perawan/belum pernah menikah, dan
telah akil balig serta sudah siap untuk menjadi seorang istri dan/atau ibu
rumah tangga;

8. Bahwa keluarga Para Pemohon telah merestui rencana pernikahan tersebut


dan tidak ada pihak ketiga lainnya yang keberatan atas berlangsungnya
pernikahan tersebut;

9. Bahwa terhadap biaya perkara ini agar dibebankan sesuai dengan Peraturan
Perundang-undangan.
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan

1. Berdasarkan pembahasan Undang-undang No 16 Tahun 2019 tentang


perubahan Undang-undang Tahun 1974 mengatur perkawinan di bawah umur
maka dapat diuraikan kesimpulan sebagai berikut:

a. Berdasarkan tafsiran sistematis, perkawinan di bawah umur adalah


perkawinan yang di lakukan di bawah usia yang telah di tetapkan
dalam Undang-undang Perkawinan.

b. Kemudian perkawinan di bawah umur ini diperbolehkan dengan syarat


meminta surat dispesasi dan disertai alasan yang mendesak dan juga di
sertakan bukti-bukti yang mendukung.

c. Kemudian jika akan melakukan perkawinan di bawah umur harus


mendapatkan izin dari orang tua terlebih dahulu, namun jika orang tua
tidak dapat menyatakan pernyataannya akibat meninggal dunia maka
dapat diperoleh dari walinya dan di gantikan oleh saudara yang memiliki
hubungan sedarah.

Hal ini juga sesuai dengan pasal 7 UU No. 16 Tahun 2019 Tentang
Dispensasi perkawinan, yaitu :

1. Perkawinan hanya diizinkan apabila pria dan wanita sudah mencapai umur
19 (sembilan belas) tahun.

2. Dalam hal terjadi penyimpangan terhadap ketentuan umur sebagaimana


dimaksud pada ayat (1), orang tua pihak pria dan/atau orang tua pihak
wanita dapat meminta dispensasi kepada Pengadilan dengan alasan
sangat mendesak disertai bukti-bukti pendukung yang cukup.

3. Pemberian dispensasi oleh Pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat


(2) wajib mendengarkan pendapat kedua belah calon mempelai yang
akan melangsungkan perkawinan. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019
Tentang perubahan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang
Perkawinan

4. Ketentuan-ketentuan mengenai keadaan seorang atau kedua orang tua


calon mempelai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) dan ayat (4)
berlaku juga ketentuan mengenai permintaan dispensasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dengan tidak mengurangi ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 6 ayat (6).” Perkawainan di bawah umur tidak dapat
dihalang-halangi, karena perkawinan di bawah umur akan tetap terjadi
meskipun perundang-undangnya telah di ubah. Namun UU 16 Tahun 2019
Tentang Perubahan Undang-undang No 1 tahun 1974 telah
memperketat bagi yang akan melakukan perkawinan di bawah umur,
yaitu terdapat di dalam Pasal 7 ayat (1) bahwa batas minimal umur
perkawinan telah disamaratakan menjadi 19 Tahun.

Hal ini dinyatakan dalam penjelasan sebelumnya bahwa dengan adanya


perubahan batas umur yaitu agar tidak terjadi diskriminasi, terlebih pada
perempuan dengan begitu dapat mengurangi laju kelahiran yang lebih rendah
dan menurunkan resiko kematian ibu dan anak dan tingkat perceraian berkurang.
Dan di usia tersebut telah matang jiwa raganya dan siap untuk
melangsungksn perkawinan dan mendapatkan keturunan yang sehat dan
berkualitas dan juga terhindar dari resiko kematian pada ibu dan anak.
Kemudian di dalam pasal 7 (tujuh) ayat (2) sampai dengan ayat (4) tersebut
di atas di tegaskan adanya solusi bagi calon mempelai pengantin yang akan
di nikahkan tersebut belum mencapai usia 19 tahun, maka dapat meminta
dispensasi kepada Pengadilan dengan alasan sangat mendesak disertai bukti-
bukti pendukung yang cukup.

2. Bahwa berdasarkan pertimbangan hakim terhadap alat bukti dan saksi yang
diajukan bahwa pengadilan, menetapkan :

1. Mengabulkan permohonan para Pemohon;

2. Memberikan dispensasi kepada:

1) Pemohon I untuk menikahkan anaknya yang bernama XXXX


Saputra

bin XXXX dengan anak Pemohon II yang bernama XXXX;

2) Pemohon II untuk menikahkan anaknya yang bernama XXXX


dengan

anak Pemohon I yang bernama XXXX Saputra bin XXXX;

3. Membebankan kepada para Pemohon untuk membayar biaya perkara yang


hingga kini sejumlah Rp 306.000,- ( tiga ratus enam ribu rupiah);

Demikian penetapan ini dijatuhkan dalam permusyawaratan Majelis


Hakim Pengadilan Agama Demak pada hari Selasa tanggal 19 Nopember 2019
Mahkamah Agung Republik Indonesia M, bertepatan dengan tanggal 22 R.
Awwal 1441 H, oleh kami Drs. H. Saifullah,M.H. sebagai Hakim Ketua Majelis,
Drs.H. Rohmad Ariadi.,SH dan Dra. Ulfah.

5.2 Saran

1. Berdasarkan hasil dari pembahasan, kesimpulan dan/atau bab-bab yang penulis


uraikan di atas, dan dengan melihat angka-angka perkawinan dini yang begitu
tinggi, maka penulis merumuskan beberapa saran mengenai penerapan hukum
terhadap dispensasi perkawinandi bawah umur berdasarkan undang-undang
nomor 16 tahun 2019. Ada beberapa saran yang penulis akan sampaikan sebagai
berikut:

1. Pemanfaatan lembaga-lembaga kemasyarakatan.


Berkembangnya lembaga kemasyarakatan sebagai kader dan penyambung
sebuah pembangunan yang lebih baik, yang dijalankan turut
mengembangkan kesadaran hukum khususnya kesadaran masyarakat
untuk menikah diusia matang. Berbentuk “simulasi yang ringan”.
Membuat gerakan bersama: “Menikah di usia matang” Ini hal yang paling
sulit jika dilakukan secara bersama. Tetapi menjadi mudah dan ringan jika
dimulai dari lingkup terkecil. Dari diri sendiri, dari lingkungan keluarga
kecil dari lingkungan keluarga yang lebih luas hingga meyebar luas ke
masyarakat secara umum. Hal ini tentu dimulai dengan rasa tanggung
jawab pribadi, menjadi tanggung jawab bersama. Dengan penyuluhan ini,
yang intinya menginginkan kesadaran masyarakat untuk bisa menjaga
seluruh anak Indonesia dan terpenting untuk seluruh anak Indonesia bisa
menikah pada usia matang (produktif).

2. Penyuluhan Hukum.
Penyuluhan hukum utamanya ditunjukan kepada orang tua dan pada badan
atau instansi yang terkait baik dari pemerintahan maupun masyarakat
setempat. Dengan sasaran utama adalah anak-anak pada usia di bawah 19
(sembilan belas) tahun dengan bentuk penyuluhan bukan seperti seminar
yang membosankan, tetapi melalui permainan atau alat media masa yang
sangat unik seperti komunikasi yang lebih kreatif dan komunikatif seperti
cerpen, novel serta kreasi para pemberita yang memberikan info-info lewat
media massa sehingga pesan dari penyuluhan hukum ini bisa sampai.
Dalam penyuluhan hukum juga menggabungkan aspek-aspek kesehatan,
hak-hak anak, dan juga batasan-batasan pada anak perempuan dan laki-laki
saat bersama atau batasan dalam menjalin hubungan pacaran. Karena
aturan bukan hanya sebuah batasan melainkan memberi sedikit
peningkatan apresiasi bahwasannya anak dengan batasan umur yang
dianggap belum dewasa mempunyai perlakuan hukum yang sangat
istimewa.

3. Perlunya revisian terhadap Undang Undang No.16 Tahun 2019


Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang perubahan terhadap
UndangUndang Nomor 1 Tahun 1974 pasal 7 ayat (1) menyatakan umur
19 tahun bagi kedua calon mempelai jika ingin menikah. Hal ini mengacu
kepada pasal 1 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang
Perlindungan Anak. Dalam undang- undang tersebut, anak adalah
seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak
yang masih dalam kandungan. Kalau kita pahami isi undang-undang
tersebut, bahwa seseorang yang berumur 18 keatas dianggap sudah
dewasa. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang perubahan
terhadap UndangUndang Nomor 1 Tahun 1974 pasal 7 ayat (1)
menyatakan umur 19 tahun bagi kedua calon mempelai jika ingin
menikah. Hal ini mengacu kepada pasal 1 Undang-Undang Nomor 35
Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2002 Tentang Perlindungan Anak. Dalam undang- undang tersebut, anak
adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk
anak yang masih dalam kandungan. Kalau kita pahami isi undang-undang
tersebut, bahwa seseorang yang berumur 18 keatas dianggap sudah
dewasa.

2. Ada beberapa pokok-pokok pertimbangan hukum yang harus ada dalam


penetapan dispensasi kawin pasca Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019, yaitu
pertimbangan tentang :
1. Penasihatan hakim kepada Pemohon, anak, calon suami / istri, dan orang
tua / wali calon suami / istri, agar mamahami risiko perkawinan (Pasal 12
Perma Nomor 5 Tahun 2019).
2. Bahwa hakim sudah mendengar keterangan anak, calon suami / istri, dan
orang tua / wali calon suami / istri (Pasal 12 Perma Nomor 5 Tahun 2019).
3. Anak yang diajukan dalam permohonan mengetahui dan menyetujui
rencana perkawinan, psikologis, kesehatan, dan lain-lain (Pasal 14 Perma
Nomor 5 Tahun 2019).
4. Perlindungan dan kepentingan terbaik bagi anak (Pasal 17 Perma Nomor 5
Tahun 2019).
5. Alasan sangat mendesak, yaitu keadaan tidak ada pilihan lain, dan sangat
terpaksa. (Pasal 7 ayat (2) UU Nomor 16 Tahun 2019).
6. Perkawinan anak Pemohon dengan calon suami / istri tidak ada hubungan
yang menghalangi pernikahan (Pasal 6, 7, 8 UU Nomor 1 Tahun 1974).
7. Analisis alat bukti Pemohon dan kekuatan pembuktiannya.
8. Perumusan fakta-fakta hukum yang berdasarkan keterangan Pemohon
anak, calon suami / istri, dan orang tua / wali calon suami / istri.
9. Mashlahat dan mudhorot, serta ketentuan hukum Islam atau fiqh tentang
pengaturan usia perkawinan dan dispensasi kawin.
10. Satu persatu petitum permohonan apakah dikabulkan seluruhnya,
dikabulkan sebagian dan ditolak sebagian, atau ditolak seluruhnya.
DAFTAR PUSTAKA

Buku :

Wirjono Prodijokoro, Hukum Perkawinan di Indonesia, Sumur Bandung,


Bandung, 1960.

Hilman Hadikusuma, Hukum Perkawinan Indonesia, Mandar Maju, Bandung,


1990.

Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 2011.

Roihan A. Rasyid, Hukum Acara Peradilan Agama, Raja Grafindo Persada,


Jakarta, 1998.

R. subekti dan R. Tjitrosoedibio, Kamus Hukum , PT.Pradnya Paramitha, Jakarta,


1996

Bayu Wasono, Dispensasi Nikah (Akibat Hamil di Luar Nikah), Guepedia, Bogor,
2020.

Khoirul Abror, Dispensasi Perkawinan di Bawah Umur, DIVA PRESS,


Yogyakarta, 2019.

Rusdi Malik, Memahami Undang-Undang Perkawinan, Universitas Trisakti,


Jakarta, 2009.

Jurnal :

Judiasih, S. D., Dajaan, S. S., & Nugroho, B. D. (2020). Kontradiksi Antara


Dispensasi Kawin Dengan Upaya Meminimalisir Perkawinan Bawah
Umur Di Indonesia. ACTA DIURNAL Jurnal Ilmu Hukum
Kenotariatan, 3(2), 203-222.
Hizbullah, A. (2019). Eksistensi Dispensasi Perkawinan terhadap Pelaksanaan
Perlindungan Anak Di Indonesia. Jurnal Hawa: Studi Pengarus Utamaan
Gender dan Anak, 1(2).
Fauziah, N. P. N., & Amanita, A. (2020). Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 16
Tahun 2019 Tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
Tentang Perkawinan Terkait Perkawinan Di Bawah Umur Di Kantor
Urusan Agama Kecamatan Cipatat, Kabupaten Bandung Barat. Jurnal
Dialektika Hukum, 2(2), 129-147.
Lestari, R. T., & Hendar, J. (2022). Dispensasi Perkawinan Anak dibawah Umur
menurut UU Perkawinan dengan Al Maqasyid Syariah. Jurnal Riset Ilmu
Hukum, 19-22.
Akbar, A. (2019). Landasan Filosofis Dispensasi Nikah Dalam Uu No. 16 Tahun
2019.
Aulil, Amri., & Khalidi, Muhadi. (2021). Efektivitas Undang- Undang Nomor 16
Tahun 2019 Terhadap Pernikahan Dibawah Umur.
Bakung, Alhasni, Dolot. (2014). Analisis UU No.1 Tahun 1974 Tentang
Perkawinan Dan UU No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak
Terkait Perkawinan Dibawah Umur, (2014).
Latupono, Barzah. (2019). Penyelesaian Perkawinan Yang Tidak memenuhi
Syarat Perkawinan Melalui Isbath Nikah.
Ridwan, M. S. (2015). Perkawinan Di Bawah Umur (Dini). Jurnal Al-Qadau:
Peradilan dan Hukum Keluarga Islam, 2(1), 15-30
Imron, A. (2011). Dispensasi Perkawinan Perspektif Perlindungan
Anak. QISTIE, 5(1).

Peraturan Perundang-Undangan :

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan


Undang-undang Nomor 16 Tahun 2019 Tentang Perubahan Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.

LAMPIRAN-LAMPIRAN

Ketua Peneliti
Nama Mahasiswa : Serena
NIM : 201010201364
Perguruan Tinggi : Universitas Pamulang
Jabatan : Mahasiswa
Program Studi : Ilmu Hukum
Nomor Hp : 089685784732
Alamat Surel (E Mail) : serenasiahaan05@gmail.com

Anggota Peneliti
Nama Mahasiswa : Natania Andjali R.H
NIM : 201010201373
Perguruan Tinggi : Universitas Pamulang
Jabatan : Mahasiswa
Program Studi : Ilmu Hukum
Nomor Hp : 085779801971
Alamat Surel (E Mail) : nataniaandjali@gmail.com

Anggota Peneliti
Nama Mahasiswa : -
NIM : -
Perguruan Tinggi : -
Jabatan : -
Program Studi : -
Nomor Hp : -
Alamat Surel (E Mail) : -
Tahun Ke 1
N
Item Bahan
o Vo Satua Biaya Satuan
Total (Rp)
l n (Rp)

I. Honor Rp. 100.000,-

Rp.
1 Honor Pembantu Peneliti 1 OB Rp 50.000,-
50.000,-

Rp.
2 Honor Pengolah Data 1 OP Rp. 50.000,-
50.000,-

II. Belanja Bahan Rp. 250.000,-

1 Uang Harian Rapat 10 OH Rp. 50.000,- Rp. 50.000,-

2 Biaya Konsumsi 10 OH Rp. 50.000,- Rp. 50.000,-

4 Biaya Seminar Nasional 1 Paket Rp. 50.000,- Rp. 50.000,-

5 Biaya Publikasi Artikel 1 Paket Rp. 50.000,- Rp. 50.000,-

Rp.
III. Belanja Barang Non Operasional
100.000,-

1 Alat Tulis Kantor 1 Paket Rp. 50.000,- Rp. 50.000,-

2 Bahan (Habis Pakai) 1 Paket Rp. 50.000,- Rp. 50.000,-

IV. Belanja Perjalanan Rp. 100.000,-

Rp.
1 Uang Harian Perjalanan Lokal 7 OK Rp. 50.000,-
50.000,-

Rp. Rp.
2 Transport Lokal 7 OK
50.000,- 50.000,-

V. Total Anggaran Rp.550.000,-

VI. Saldo -

Anda mungkin juga menyukai