Anda di halaman 1dari 69

DASAR PERTIMBANGAN HAKIM TERHADAP GURU

SEKOLAH DASAR YANG MELAKUKAN TINDAK


PIDANA PENGANIAYAAN RINGAN
TERHADAP MURIDNYA
(Studi Putusan Nomor: 758/Pid.B/2010/PN.PDG)

SKRIPSI

Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh


Gelar Sarjana Hukum

Oleh :

RIKO SAPUTRA
Bp: 1210005600121

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS TAMANSISWA
PADANG
2014

No. Reg.FAD/473/IV/SKP/IH.201
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS TAMANSISWA PADANG

PERSETUJUAN SKRIPSI

NO. Reg: FAD / 473 / IV / SKP / IH / 2013

Nama : RIKO SAPUTRA


Nomor Buku Pokok : 1210005600121
Judul Skripsi : DASAR PERTIMBANGAN HAKIM TERHADAP
GURU SEKOLAH DASAR YANG MELAKUKAN
TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN RINGAN
TERHADAP MURIDNYA (Studi Putusan Nomor:
758/Pid.B/2010/PN.PDG)

Pembimbing I Pembimbing II

FADILLAH SABRI, SH. MH FITRA OKTORINY, SH. MH

Diketahui Oleh:
Dekan Fakultas Hukum
Universitas Tamansiswa Padang

SJAFARUDDIN TAMIN MS, SH. MH

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS TAMANSISWA PADANG
LEMBARAN PENGESAHAN SKRIPSI
No.Reg : FAD / 473 / IV / SKP / IH / 2014

Nama : RIKO SAPUTRA


Nomor Buku Pokok : 1210005600121
Judul Skripsi : DASAR PERTIMBANGAN HAKIM TERHADAP
GURU SEKOLAH DASAR YANG MELAKUKAN
TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN RINGAN
TERHADAP MURIDNYA (Studi Putusan Nomor:
758/Pid.B/2010/PN.PDG)

Ketua Sekretaris

SJAFARUDDIN TAMIN MS, SH. MH ABDUL RAHMAD, SH. MH

Pembimbing I Pembimbing II

FADILLAH SABRI, SH. M H FITRA OKTORINY, SH. MH

Penguji I Penguji II

Dr. FITRIATI, SH. MH ALFATRI ANOM, SH, MH

Diketahui Oleh:
Dekan Fakultas Hukum
Universitas Tamansiswa Padang

SJAFARUDDIN TAMIN MS, SH. MH

DASAR PERTIMBANGAN HAKIM TERHADAP GURU


SEKOLAH DASAR YANG MELAKUKAN TINDAK
PIDANA PENGANIAYAAN RINGAN
TERHADAP MURIDNYA
(Studi Putusan Nomor: 758/Pid.B/2010/PN.PDG)

RIKO SAPUTRA BP 1210005600121 hal.59


FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS TAMANSISWA

ABSTRAK

Memberikan perlindungan Hukum terhadap anak dibawah umur


dipandang perlu adanya pemahaman tentang Undang-undang No.23 Tahun 2002
tentang Perlindungan Anak dan dipandang perlu adanya pemahaman terhadap
konvensi hak anak. Dari segi berbangsa dan bernegara, anak adalah masa depan
bangsa dan generasi penerus cita-cita bangsa, sehingga setiap anak berhak atas
kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang, berpartisipasi serta berhak atas
perlindungan dari tindak kekerasan dan diskriminasi, serta hak sipil dan
kebebasan. Permasalahan yang dibahas dalam penulisan skripsi ini adalah
pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap Guru Sekolah Dasar
(SD) yang melakukan tindak pidana penganiayaan pada Putusan Nomor:
758/Pid.B/2010/PN.PDG di Pengadilan Negeri Klas IA Padang dan bentuk sanksi
administratif yang dapat di jatuhkan Atasan tehadap Guru yang melakukan tindak
pidana penganiayaan terhadap muridnya. Penelitian ini merupakan penelitian yang
deskriptif yaitu suatu penelitian yang menggambarkan objek dari penelitian secara
objektif. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan metode yuridis normatif yaitu
suatu analisa dengan menggunakan cara mengumpulkan data yang diperoleh dan
menjelaskan secara terang dan jelas sehingga nantinya akan dapat ditarik
kesimpulan dari permasalahan yang ada. Yang menjadi pertimbangan hakim
dalam memutuskan kasus penganiayaan yang dilakukan oleh guru terhadap anak
didiknya yang dilakukan oleh Nurhelma Pgl. Ema diputuskan Pengadilan Negeri
Klas I Padang Nomor 758/Pid.B/2010/PN.PDG, adalah pertimbangan yuridis,
pertimbangan non-yuridis dan hal-hal yang memberatkan serta yang meringankan.
Penerapan hukum terhadap Guru yang melakukan tindak pidana penganiayaan
terhadap muridnya adalah pidana penjara.

KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim........

Dengan memanjatkan puji syukur atas kehadirat Allah swt, yang telah

memberikan kekuatan lahir dan batin kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi

ini dengan judul “DASAR PERTIMBANGAN HAKIM TERHADAP GURU

SEKOLAH DASAR YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA

PENGANIAYAAN RINGAN TERHADAP MURIDNYA (Studi Putusan

Nomor: 758/Pid.B/2010/PN.PDG)’’

Dalam Skripsi ini penulis mengucapkan terima kasih kepada kedua orang

tua ayahanda Yusral dan ibunda Nurhayati tercinta, Istriku tercinta Riza Noviani

dan Putraku tersayang Muhammad Abdul Rahman Putra dan para pihak yang

telah banyak memberi bantuan dan dukungan baik materil maupun moril, untuk

itu pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Ir. M. Zulman Harja Utama, MP selaku Rektor Universitas

Taman Siswa Padang.

2. Bapak Sjafaruddin Tamin MS, SH. MH selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Taman Siswa Padang.

3. Bapak Abdul Rahmad, SH. MH, Wakil Dekan Fakultas Hukum Universitas

Taman Siswa Padang.

4. Bapak Yevendri, SH. MH selaku Ketua Prodi Ilmu Hukum pada Fakultas

Hukum Universitas Taman Siswa Padang.

5. Bapak Fadillah Sabri, SH. MH, selaku pembimbing I.

6. Ibu Fitra Oktoriny, SH. MH, selaku pembimbing II

7. Ketua Pengadilan Negeri Padang


8. Bapak/Ibu Dosen beserta staf di Fakultas Hukum Universitas Tamansiswa

Padang.

9. Teristimewa buat Istri dan Anak tercinta yang selalu memberikan semangat

dan motifasi kepada penulis

10. Untuk semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini.

Upaya maksimal telah penulis lakukan dalam penyempurnaan Skripsi ini,

namun penulis menyadari masih banyak kekurangan-kekurangan baik dari segi

materi maupun penulisan Skripsi ini.

Akhir kata penulis berharap agar Skripsi ini dapat memberikan

sumbangsih dalam pengembangan ilmu pengetahuan khususnya bagi diri penulis

dan bagi para pembaca pada umumnya, Amin.

Padang, April 2014

Penulis

DAFTAR ISI
HALAMAN PERSETUJUAN

ABSTRAK ..................................................................................................... i

KATA PENGANTAR ................................................................................... ii

DAFTAR ISI ................................................................................................... iv

BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ……………………………………........ 1

B. Perumusan Masalah ……………………………………………... 6

C. Tujuan Penelitian ………………………………………………... 6

D. Manfaat Penelitan …………………………………………….… 6

E. Metode Penelitian ………………………………………….…… 7

BAB II. TINJAUAN TENTANG TINDAK PIDANA, TINJAUAN


TENTANG PENGANIAYAAN DAN TINJAUAN TENTANG
GURU

A. Tinjauan Tentang Tindak Pidana ..............................................


10
1. Pengertian dan Unsur-Unsur Tindak Pidana ...........................
10
2. Jenis-Jenis Tindak Pidana .......................................................
22
B. Tinjauan Tentang
26
Penganiayaan ...................................................
26
1. Pengertian dan Unsur-Unsur Penganiayaan.............................
32
2. Jenis-Jenis Penganiayaan .........................................................
37
C. Tinjauan Tentang
37
Guru .................................................................

1. Pengertian Guru ...................................................................


2. Hak dan Kewajiban Guru ........................................................39

3. Pengertian Anak dan Anak Didik .......................................

4. Perlindungan Terhadap Anak Dalam Undang-Undang


45

Pengadilan Pidana Anak ..........................................................

BAB III. DASAR PERTIMBANGAN HAKIM TERHADAP GURU


SEKOLAH DASAR YANG MELAKUKAN TINDAK
PIDANA PENGANIAYAAN RINGAN TERHADAP
MURIDNYA
(Studi Putusan Nomor: 758/Pid.B/2010/PN.PDG)
A. Pertimbangan Hakim Dalam Menjatuhkan Pidana Terhadap

Guru Yang Melakukan Tindakan Penganiayaan Terhadap 51

Muridnya di Pengadilan Negeri Klas I A Padang ..................

B. Penerapan Hukum Tehadap Guru yang Melakukan Tindak 54

Pidana Penganiayaan Terhadap Muridnya ............................. 54

C. Kasus dan Analisis Kasus ......................................................

BAB IV. PENUTUP 58

A. Kesimpulan ............................................................................... 58

B. Saran .........................................................................................

DAFTAR KEPUSTAKAAN

LAMPIRAN
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Anak merupakan amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang

memiliki harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. 1 Anak adalah

bagian dari generasi muda sebagai salah satu sumber daya manusia yang

merupakan potensi dan penerus cita-cita perjuangan bangsa, yang memiliki

peranan strategis dan mempunyai ciri dan sifat khusus, memerlukan

pembinaan dan perlindungan dalam rangka menjamin pertumbuhan dan

perkembangan fisik, mental, dan sosial secara utuh, serasi, selaras, dan

seimbang.2

Hak Asasi Anak merupakan dari Hak Asasi Manusia (HAM) yang

termuat dalam Undang-Undang Dasar 1945 dan Konvensi PBB tentang Hak

Anak. Dari segi berbangsa dan bernegara, anak adalah masa depan bangsa

dan generasi penerus cita-cita bangsa, sehingga setiap anak berhak atas

kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang, berpartisipasi serta berhak atas

perlindungan dari tindak kekerasan dan diskriminasi, serta hak sipil dan

kebebasan.

Namun pada kenyataannya, anak sering menjadi pihak yang tidak

diperhitungkan suara dan kepentingannya, sehingga anak menjadi kelompok


1
Pembukaan Undang-Undang Nomor. 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan
Pidana Anak
2
Pembukaan Undang-Undang Nomor. 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak
yang rentan terhadap kekerasan. Sebagai korban, anak tidak mendapat

kesempatan untuk mengekspresikan kondisinya sehingga resiko untuk

mengalami viktimisasi semakin tinggi.3 Anak-anak mempunyai pemikiran

yang lebih maju karena kita menginginkannya untuk tanggap dan mampu

menyusuaikan diri dengan perkembangan zaman. Kita menginginkan anak

menjadi lebih baik sesuai amanah yang kita emban. Jika anak menyuarakan

pendapat dan gagasan mereka sebenarnya kita mendengar apa yang ingin kita

dengar.

Pendidikan dan pengajaran memang tidak identik dengan kekerasan,

baik di masa yang lalu apalagi sekarang ini. Tapi kekerasan sering kali

dihubung-hubungkan dengan kedisiplinan dan penerapannya dalam dunia

pendidikan. Istilah “tegas” dalam membina sikap disiplin pada anak didik,

sudah lazim digantikan dengan kata “keras”. Hal ini kemudian ditunjang

dengan penggunaan kekerasan dalam membina sikap disiplin di dunia militer,

khususnya pendidikan kemiliteran. Ketika kemudian cara-cara pendidikan

kemiliteran itu diadopsi oleh dunia pendidikan sipil, maka cara “keras” ini

istilah sekarang adalah kekerasan juga ikut diambil alih di lingkungan sekolah

yang dilakukan tenaga pendidik atau guru.

Secara legal formal yang dimaksudkan guru adalah sesiapa yang

memperoleh Surat Keputusan (SK), baik dari pemerintah maupun swasta

auntuk melaksanakan tugasnya, dan karena itu ia memiliki hak dan kewajiban

untuk melaksanakan kegiatan belajar mengajar di lembaga pendidikan

3
xa.yimg.com/kq/…/sambutan+forum.doc, Diakses pada tanggal 04 Desember
2013, pukul. 17.00 Wib
sekolah.4 Sedangkan menurut pasal 1 ayat (1) UU RI No. 14 Tahun 2005

tentang Guru dan Dosen, yang dimaksud dengan guru adalah pendidik

profesional dengan tugas utama mendidik, membimbing, mengarahkan,

melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia

dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.5

Tindakan penganiayaan anak terjadi dimana-mana diberbagai lapisan

masyarakat mulai dari masyarakat kelas bawah, menengah ataupun

masyarakat kelas atas, dan terjadi dilingkungan keluarga, sekolah dan

masyarakat. Karena anak adalah sebagai cikal bakal bangsa, negara, agama

dan juga harapan orang tua yang mana kedepan nanti meneruskan segala

aspek kehidupan bermasyarakat karena itu anak harus dibina dan dididik agar

kelak nanti berguna dalam menjalani kehidupannya.

Sebagai orang tua yang mengharapkan anaknya kelak berguna bagi

keluarga maka sedini mungkin diberikan pendidikan sesuai dengan bakat

yang dinginkan oleh anak tersebut. Anak merupakan penerus cita-cita bangsa,

sehingga setiap anak berhak atas kelangsungan hidup tumbuh dan

berkembang berpartisipasi serta berhak atas perlindungan dari tindak

kekerasan dan diskriminasi serata hak kebebasan (UU No. 23 Tahun 2002

tentang Perlindungan Anak). Anak merupakan individu yang belum matang

baik secara fisik, mental maupun sosial, karena kondisinya yang rentan

tergantung dan berkembangan.

4
Suparlan, Guru Sebagai Profesi, Yogyakarta : Hikayat, 2006, hlm. 11
5
Redaksi Sinar Grafika, UU RI No. 14 Tahun 2005, Jakarta, 2006, hlm. 2
Anak dibandingkan dengan orang dewasa lebih beresiko terhadap

tindak eksploitasi, kekerasan, penelantaran, anak juga sangat rawan sebagai

korban dari kebijakkan ekonomi makro atau keputusan politis yang salah

arah. Sehingga pada kenyataannya anak sering menjadi korban dari tindak

kekerasan dikarenakan dari faktor Phisikologis dan lingkungan, anak sering

kali tidak didengar suara hatinya terkadang anak sama sekali tidak menjadi

perhatian oleh orang tua di lingkungan keluarga dan guru di lingkungan

sekolah.

Dalam rangka memberikan perlindungan Hukum terhadap anak

dibawah umur dipandang perlu adanya pemahaman tentang Undang-undang

No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan dipandang perlu adanya

pemahaman terhadap konvensi hak anak. Dari segi berbangsa dan bernegara,

anak adalah masa depan bangsa dan generasi penerus cita-cita bangsa,

sehingga setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan

berkembang, berpartisipasi serta berhak atas perlindungan dari tindak

kekerasan dan diskriminasi, serta hak sipil dan kebebasan. Dalam Konvensi

Hak Anak (KHA), partisipasi adalah hak utama anak. 6 Partisipasi telah

diindentifikasi sebagai salah satu dari prinsip-prinsip dasar penting untuk

mencapai hak-hak yang ditetapkan dalam konvensi.

Konvensi Hak Anak merupakan instrumen internasional di bidang

Hak Asasi Manusia (HAM), dengan cakupan hak yang komprehensif terdiri

atas 54 pasal, Konvensi Hak Anak hingga saat ini dikenal sebagai satu-

satunya konvensi dibidang HAM yang mencakupi baik hak-hak sipil dan
6
www.unicef.org, Diakses pada tanggal 08 Maret 2014, Pukul 16.00 Wib
politik maupun hak-hak ekonomi, sosial dan budaya. Permasalahan yang ada

didalam penganiayaan terhadap anak sudah dijelaskan didalam Undang-

Undang No.23 Tahun 2002 yang mengatur perlindungan anak dan Konvensi

Hak Anak tentang Ratifikasi yang menjelaskan hak-hak anak yang sekarang

ini, anak berarti setiap manusia berusia dibawah delapan belas tahun kecuali,

berdasarkan undang-Undang yang berlaku untuk anak-nak kedewasaan telah

dicapai lebih cepat.

Kasus yang dibahas adalah tindak pidana penganiayaan seorang Guru

Sekolah Dasar terhadap muridnya atas nama Nurhelma Pgl. Ema, yang

menjadi Guru di Sekolah Dasar 02 Kota Padang dengan Surat Dakwaan No.

Reg. Perkara: PDM-694/Ep.1/PDANG/12/2010, Surat Tuntutan

No.REG.PERKARA: PDM-694/Ep.1/PDANG/12/2010 dan Putusan Pidana

Nomor: 758/Pid.B/2010/PN.PDG.

Oleh karena itu didalam penanganan tindak penganiayaan yang

dilakukan oleh guru hal-hal terkecil apapun membuat masalah menimbulkan

keributan sehingga anak di dalam lingkungan sekolah dijadikan korban saja,

sehingga berdasarkan uraian tersebut diatas penulis memilih judul:

” DASAR PERTIMBANGAN HAKIM TERHADAP GURU SEKOLAH


DASAR (SD) YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA
PENGANIAYAAN RINGAN TERHADAP MURIDNYA (Studi Putusan
Nomor: 758/Pid.B/2010/PN.PDG)”

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dirumuskan


sejumlah rumusan masalah sebagai berikut:

1. Apakah pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap Guru

Sekolah Dasar (SD) yang melakukan tindak pidana penganiayaan pada

Putusan Nomor: 758/Pid.B/2010/PN.PDG di Pengadilan Negeri Klas IA

Padang?

2. Bagaimanakah penerapan hukum terhadap Guru yang melakukan tindak

pidana penganiayaan terhadap muridnya?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui bentuk pertimbangan Hakim dalam menjatuhkan

pidana terhadap Guru Sekolah Dasar (SD) yang melakukan tindak

pidana penganiayaan di Pengadilan Negeri Klas IA Padang.

2. Untuk mengetahui penerapan hukum terhadap Guru yang melakukan

tindak pidana penganiayaan terhadap muridnya.

D. Manfaat penelitian

Beranjak dari perumusan masalah yang penulis kemukakan di atas

maka kegunaan dari penelitian ini adalah:

1. Secara praktis skripsi ini di harapkan dapat bermanfaat bagi praktisi

hukum dan penegak hukum dalam menilai keterangan anak sebagai

korban tindak pidana penganiayaan yang dilakukan oleh Guru dan

pertimbangan hakim dalam menilai keterangan tersebut sebagai alat

bukti.
2. Secara teoritis diharapkan skripsi ini dapat memperkaya khasanah ilmu

pengetahuan dunia akademis dan masyarakat, baik di bidang hukum pada

umumnya maupun dibidang hukum pidana pada khususnya

E. Metode Penelitian

Metode ini terdiri dari:

1. Sifat Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian yang deskriptif yaitu suatu

penelitian yang menggambarkan objek dari penelitian secara objektif.

2. Metode Pendekatan

Pada penelitian ini, peneliti menggunakan metode yuridis normatif

yaitu suatu analisa dengan menggunakan cara mengumpulkan data yang

diperoleh dan menjelaskan secara terang dan jelas sehingga nantinya akan

dapat ditarik kesimpulan dari permasalahan yang ada.

3. Jenis dan Sumber Data

Data yang didapat dalam penulisan ini merupakan data skunder.

Data sekunder adalah data yang penulis peroleh peneliti dari penelitian

kepustakaan dan dokumen, yang merupakan hasil penelitian dan

pengolahan orang lain, yang sudah tersedia dalam bentuk buku-buku atau

dokumen yang biasanya disediakan di perpustakaan, atau milik pribadi. Di

dalam penelitian hukum, data sekunder mencakup Bahan Hukum Primer,

Bahan Hukum Sekunder, dan Bahan Hukum Tertier.

a. Bahan Hukum Primer


Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat7, yaitu:

1) Undang-undang Nomor.1 Tahun 1946 tentang Kitab Undang-

undang Hukum Pidana (KUHP).

2) Undang-undang Nomor.8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-

Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

3) Undang-undang Nomor. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan

Anak.

4) Undang-undang Nomor. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.

b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder, yaitu bahan-bahan yang erat hubungannya

dengan bahan hukum primer dan dapat membantu menganalisis dan

memahami bahan hukum primer seperti : buku-buku, hasil penelitian,

jurnal ilmiah, artikel ilmiah, dan makalah hasil seminar

c. Bahan Hukum Tersier

Bahan hukum tersier, yaitu bahan-bahan yang memberikan informasi

tentang bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, berupa

kamus-kamus seperti Ensiklopedia, kamus Bahasa Indonesia, kamus

Bahasa Inggris, Kamus istilah hukum, dan lain sebagainya.

4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah studi pustaka dan studi

dokumen yaitu cara pengumpulan data dengan melakukan penelitian di

7
Bambang Sugiono, Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta : PT. Raja Grafika
Persada, 2007, hlm. 113
Pengadilan Negeri Klas I A Padang dengan Putusan Pidana Nomor:

758/Pid.B/2010/PN.PDG.

5. Pengolahan dan Analisis Data

a. Pengolahan data

Data yang didapat dari lapangan maka dapat dianalisis

berdasarkan data yang didapat sehingga data ini bersifat deskriptif

sehingga data yang terkumpul di peroleh dari hasil editing coding

yakni:

1) Editing

Tujuannya adalah untuk membetulkan jawaban yang kurang jelas

dari responden atau kelengkapan jawaban dari responden dan

memeriksa apakah data tersebut sudah dipertanggung jawabkan

sesuai dengan kenyataan.

2) Coding

Data yang telah diedit tersebut, kemudian diberi tanda-tanda atau

kode-kode tertentu untuk memudahkan dalam menganalisa data.

b. Analisis data

Setelah data terkumpul kemudian dianalisis dengan Analisis

kualitatif yaitu menganalisis data yang diperoleh dari penelitian yang

bersifat uraian, teori-teori tentang tindakan penganiayaan yang

dilakukan Guru terhadap muridnya, serta pendapat dari para sarjana

untuk mendapatkan kesimpulan secara yuridis.


BAB II

TINJAUAN TENTANG TINDAK PIDANA, TINJAUAN TENTANG


PENGANIAYAAN DAN TINJAUAN TENTANG GURU

A. Tinjauan Tentang Tindak Pidana

1. Pengertian dan Unsur-Unsur Tindak Pidana

Pidana adalah reaksi atas delik yang banyak berwujud suatu

nestapa yang dengan sengaja ditimpakan negara pada pembuat delik

dirumuskan pula bahwa pidana adalah suatu perasaan tidak enak

(sengsara) yang dijatuhkan oleh Hakim dengan vonis, kepada orang-orang

yang melanggar undang-undang hukum pidana.8

Hukum pidana Indonesia mengenal 2 (dua) jenis pidana yang diatur

dalam Pasal 10 KUHP yakni :

a. Pidana Pokok

1) Pidana mati

Pidana ini adalah yang terberat dari semua pidana yang

dicantumkan terhadap berbagai kejahatan yang sangat berat,

misalnya pembunuhan berencana (Pasal340 KUHP), pencuruan

dengan kekerasan (Pasal 365 ayat(4), pemberontakan yang diatur

dalam pasal 124 KUHP.

2) Pidana penjara

Pidana ini membatasi kemerdekaan atau kebebasan

seseorang, yaitu berupa hukuman penjara dan kurungan. Hukuman

8
Roeslan Saleh, Bambang Waluyo, Pidana, Jenis Pidana dan Tindakan, Sinar
Grafika, 2008, hlm.11
penjara lebih berat dari kurungan karena diancamkan terhadap

berbagai kejahatan. Adapun kurungan lebih ringan karena

diancamkan terhadap pelanggaran atau kejahatan yang dilakukan

karena kelalaian. Hukuman penjara minimum satu hari dan

maksimum seumur hidup. Hal ini diatur dalam pasal 12 KUHP

yang berbunyi:

(1) Pidana penjara adalah seumur hidup atau selama waktu


tertentu.
(2) Pidana penjara selama waktu tertentu paling pendek adalah
satu hari dan paling lama lima belas tahun berturut-turut.
(3) Pidana penjara selama waktu tertentu boleh dijatuhkan untuk
dua puluh tahun berturut-turutdalam hal yang pidananya
Hakim boleh memilih antara Pidana Mati, pidana seumur
hidup dan pidana penjara selama waktu tertentu atau antar
pidana penjara selama waktu tertentu; begitu juga dalam hal
batas lima belas tahun dapat dilampaui karena pembarengan
(concursus), pengulangan(residive) atau Karena yang telah
ditentukan dalam pasal 52.
(4) Pidana penjara selama waktu tertentu sekali-kali tidak boleh
lebih dari dua puluh tahun.

3) Pidana kurungan

Pidana kurungan lebih ringan dari pidana penjara. Lebih

ringan antara lain, dalam hal melakukan pekerjaan yang

diwajibkan dan kebolehan membawa peralatan yang dibutuhkan

terhukum sehari-hari, misalnya: tempat tidur, selimut, dll.

Lamanya pidana kurungan ini ditentukan dalam pasal 18 KUHP

yang berbunyi :

(1) Lamanya pidana kurungan sekurang-kurangnya satu hari dan


paling lama satu tahun.
(2) Hukuman tersebut dapat dijatuhkan untuk paling lama satu
tahun empat bulan jika ada pemberatan pidana yang
disebabkan karena gabungan kejahatan atau pengulangan, atau
ketentuan pada pasal 52 dan 52 a.

4) Pidana denda

Hukuman denda selain diancamkan pada pelaku pelanggaran

juga diancamkan terhadap kejahatan yang adakalanya sebagai

alternatif atau kumulatif. Jumlah yang dapat dikenakan pada

hukuman denda ditentukan minimum dua puluh sen, sedang

jumlah maksimim, tidak ada ketentuan. Mengenai hukuman denda

diatur dalam pasal 30 KUHP,yang berbunyi:

(1) Jumlah hukuman denda sekurang-kurangnya dua puluh lima


sen.
(2) Jika dijatuhkan hukuman denda dan denda itu tidak dibayar
maka diganti dengan hukuman kurungan.
(3) Lamanya hukuman kurungan pengganti hukuman denda
sekurang-kurangnya satu hari dan selama-lamanya enam
bulan.
(4) Dalam putusan hakim, lamanya itu ditetapkan begitu rupa,
bahwa harga setengah rupiah atau kurang, diganti dengan satu
hari, buat harga lebih tinggi bagi tiap-tiap setengah rupiah
gantinya tidak lebih dari satu hari, akhirnya sisanya yang tak
cukup, gantinya setengah rupiah juga.
(5) Hukuman kurungan itu boleh dijatuhkan selama-lamanya
delapan bulan dalam hal-hal jumlah tertinggi denda itu
ditambah karena ada gabungan kejahatan, karena mengulangi
kejahatan atau karena ketentuan pasal 52 dan 52a.
(6) Hukuman kurungan tidak boleh sekali-kali lebih dari delapan
bulan.

Pidana denda tersebut dapat dibayar siapa saja. Artinya, baik

keluarga atau kenalan dapat melunasinya.

b. Pidana Tambahan

1) Pencabutan hak-hak tertentu

Hal ini diatur dalam pasal 35 KUHP yang berbunyi:


(1) Hak si bersalah, yang boleh dicabut dalam putusan hakim
dalam hal yang ditentukan dalam kitab undang-undang ini atau
dalam undang-undang umum lainnya, ialah
1. Menjabat segala jabatan atau jabatan tertentu;
2. Masuk balai tentara;
3. Memilih dan boleh dipilih pada pemilihan yang dilakukan
karena undang-undang umum;
4. Menjadi penasehat atau wali, atau wali pengawas atau
pengampu atau pengampu pengawas atas orang lain yang
bukan ankanya sendiri;
5. Kekuasaan bapak, perwalian, dan pengampuan atas anaknya
sendiri;
6. Melakukan pekerjaan tertentu;
(2) Hakim berkuasa memecat seorang pegawai negeri dari
jabatannya apabila dalam undang-undang umum ada ditunjuk
pembesar lain yang semata-mata berkuasa melakukan
pemecatan itu.

2) Perampasan barang-barang tertentu

Karena suatu putusan perkara mengenai diri terpidana, maka

barang yang dirampas itu adalah barang hasil kejahatan atau barang

milik terpidana yang dirampas itu adalah barang hasil kejahatan

atau barang milik terpidana yang digunakan untuk melaksanakan

kejahatannya. Hal ini diatur dalam pasal 39 KUHP yang berbunyi:

(1) Barang kepunyaan si terhukum yang diperolehnya dengan


kejahatan atau dengan sengaja telah dipakainya untuk
melakukan kejahatan, boleh dirampas.
(2) Dalam hal menjatuhkan hukuman karena melakukan kejahatan
tidak dengan sengaja atau karena melakujkan pelanggran dapat
juga dijatuhkan perampasan, tetapi dalam hal-hal yang telah
ditentukan oleh undang-undang.
(3) Hukuman perampasan itu dapat juga dijatuhkan atsa orang
yang bersalah yang oleh hakim diserahkan kepada pemerintah,
tetapi hanyalah atas barang yang telah disita.

3) Pengumuman putusan hakim


Hukuman tambahan ini dimaksudkan untuk mengumuman

kepada khalayak ramai (umum) agar dengan demikian masyarakat

umum lebih berhati-hati terhadap si terhukum. Biasanya ditentukan

oleh hakim dalam surat kabar yang mana, atau berapa kali, yang

semuanya atas biaya si terhuku. Jadi cara-cara menjalankan

pengumuman putusan hakim dimuat dalam putusan (Pasal 43

KUHP).

Tindak pidana merupakan terjemahan dari bahasa Belanda yaitu

Strafbaarfeit atau delict yang berasal dari bahasa Latin delictum.

Sedangkan perkataan ”feit” itu sendiri di dalam bahasa Belanda berarti

”sebagian dari kenyataan” atau ”eengedeelte van werkelijkheid” sedangkan

”strafbaar” berarti ”dapat dihukum”, sehingga secara harfiah perkataan

”strafbaar feit ” itu dapat diterjemahkan sebagai ” sebagian dari suatu

kenyataan yang dapat dihukum” 9

Pengertian mengenai tindak pidana sangat banyak dimana istilah

tindak pidana dirumuskan oleh para ahli hukum yang semuanya berbeda-

beda, ada dua paham yang berbeda-beda dalam menerjemahkan tentang

tindak pidana, yaitu paham monistis dan paham dualistis.

Beberapa pengertian tindak pidana menurut para ahli hukum yang

menganut paham dualistis, yaitu diantaranya:

a. Hazewinkel-Suringa

9
P.A.F. Lamintang. Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia., Sinar Baru, Bandung:
1997, hlm. 181
Mereka telah membuat suatu rumusan yang bersifat umum dari

strafbaarfeit sebagai suatu perilaku manusia yang pada suatu saat

tertentu telah ditolak di dalam sesuatu pergaulan hidup tertentu dan

dianggap sebagai perilaku yang harus ditiadakan oleh hukum pidana

dengan menggunakan sarana-sarana yang bersifat memaksa yang

terdapat didalamnya.10

b. Moeljatno

Moeljatno memberikan arti perbuatan pidana sebagai suatu perbuatan

yang diancam dengan pidana, barangsiapa yang melanggar larangan

tersebut.11

c. Vos

Vos merumuskan bahwa srafbaar feit adalah suatu kelakuan manusia

yang diancam pidana oleh peraturan perundang-undangan.12

Dari pendapat para ahli hukum tersebut diatas, maka dapat diambil

kesimpulan bahwa suatu perbuatan akan menjadi suatu tindak pidana

apabila perbuatan itu mengandung unsur-unsur sebagai berikut :

a. Perbuatan manusia

b. Melanggar aturan hukum

c. Bersifat melawan hukum

Sedangkan menurut para sarjana hukum yang tergolong aliran

dualistis mengemukakan sebagai berikut:

10
Ibid
11
Sudarto. Hukum Pidana I, Yayasan Sudarto Fakultas Hukum Universitas
Diponegoro, Semarang: 1990, hlm. 43
12
Adami Chazawi. Pelajaran Hukum Pidana bagian I. Raja Grafindo Persada ,
Jakarta : 2002, hlm. 72
Pompe mengemukakan dalam hukum positif sifat hukum dan

kesalahan(schuld) bukan merupakan sifat mutlak untuk adanya tindak

pidana (strafbaar feit). Untuk adanya penjatuhan pidana tidak cukup

dengan hanya adanya tindak pidana saja akan tetapi harus ada orang yang

dapat dipidana.13

Sedangkan beberapa pengertian mengenai tindak pidana menurut

para ahli hukum yang menganut paham monistis, yaitu diantaranya :

a. Simon

Simon merumuskan strafbaar feit sebagai suatu tindakan melanggar

hukum yang telah dilakukan dengan sengaja ataupun tidak dengan

sengaja oleh seseorang yang dapat dipertanggungjawabkan atas

tindakannya dan yang oleh undang-undang telah dinyatakan sebagai

suatu tindakan yang dapat dihukum.14

b. Wirjono Prodjodikoro

Beliau mengemukakan definisi tindak pidana berarti suatu perbuatan

yang pelakunya dapat dikenakan pidana.15

c. Pompe

Menurut Pompe perkataan strafbaar feit secara teoritis dapat

dirumuskan sebagai suatu pelanggaran norma (gangguan terhadap

tertib hukum) yang dengan sengaja ataupun tidak dengan sengaja telah

dilakukan oleh seorang pelaku, dimana penjatuhan hukuman terhadap

13
Bambang Poernomo, Azas-azas Hukum Pidana. Ghalia Indonesia, Jakarta : 1985,
hlm.173
14
P.A.F. Lamintang. Op. Cit, hlm. 185
15
Sudarto.Op. Cit, hlm. 42
pelaku tersebut adalah perlu demi terpeliharanya tertib hukum dan

terjaminnya kepentingan umum.16

d. Van Hamel

Van Hamel merumuskan strafbaar feit sebagai kelakuan manusia

yang dirumuskan dalam undang-undang yang bersifat melawan

hukum, yang patut dipidana dan dilakukan dengan kesalahan. 17 (Andi

Hamzah, 1994 :88).

e. Karni

Karni mengatakan delik itu mengandung perbuatan yang mengandung

perlawanan hak, yang dilakukan dengan salah dosa, oleh orang yang

sempurna akal budinya dan kepada siapa perbuatan

dipertanggungjawabkan.18

Para sarjana hukum yang tergolong dalam aliran monistis

mengemukakan unsur-unsur tindak pidana sebagai berikut :

Menurut Simon bahwa ”strafbaar feit” adalah kelakuan

(handeling) yang diancam dengan pidana yang bersifat melawan hukum

yang berhubungan dengan kesalahan dan yang dilakukan oleh orang yang

mampu bertanggung jawab.19

Unsur-unsur ”strafbaar feit” adalah :

a. Perbuatan manusia dan korporasi (positif atau negatif, berbuat atau

tidak berbuat atau membiarkan)

P.A.F. Lamintang. Op. Cit, hlm. 182


16

Andi Hamzah. Azas-azas Hukum Pidana Edisi Revisi. Rineka Cipta, Jakarta : 1994,
17

hlm.88
18
Sudarto, Op.Cit, hlm. 42
19
Moeljatno. Asas-asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta : 2002, hlm. 56
b. Diancam dengan pidana (strafbar gesteld)

c. Melawan hukum (onrechtmatio)

d. Dilakukan dengan kesalahan (met schuld in verband stand)

e. Oleh orang yang mampu bertanggung jawab.

Menurut Van Hamel merumuskan ”strafbaar feit”’ adalah

kelakuan orang (menselijkegedraging) yang dirumuskan dalam ”wet”

yang bersifat melawan hukum, yamg patut dipidana dan dilakukan dengan

kesalahan.20

Unsur-unsur ”strafbaar feit” adalah :

a. Perbuatan tersebut dilakukan oleh manusia atau korporasi.

b. Dengan melawan hukum.

c. Patut dipidana.

d. Dilakukan dengan kesalahan.

Berdasarkan uraian tersebut diatas, penulis dapat menarik

kesimpulan bahwa aliran monistis memandang suatu tindak pidana

meliputi perbuatan yaitu orang dan korporasi, akibat dan

pertanggungjawaban pidana atau kesalahan dari si pelaku. Sedangkan

aliran dualistis memandang bahwa dalam syarat-syarat pemidanaan

terdapat pemisahan antara perbuatan dan akibat, dengan

pertanggungjawaban pidana atau kesalahan.

Meskipun aliran monistis dan dualistis mempunyai pandangan

yang berbeda tentang apa yang dimaksud dengan tindak pidana, tetapi di

dalam prakteknya untuk menentukan apakah pelaku tindak pidana tersebut


20
Andi Hamzah. Op. Cit. hlm.41
dapat dipidana atau tidak kelima unsur tindak pidana tersebut tetap harus

dibuktikan.

Mengenai yang dimaksud dengan unsur-unsur tindak pidana itu

sendiri terdapat perbedaan di antara para pakar, tetapi sebenarnya hal ini

tidak begitu penting sebab persoalannya hanya mengenai perbedaan

kontruksi yuridis dan tidak mengenai perbedaan dalam penjatuhan pidana.

Dengan kata lain persoalannya adalah menyangkut tehnik perundang-

undangan.

Unsur-unsur tindak pidana yang tercantum dalam pasal-pasal

KUHP terdiri dari unsur subyektif dan unsur obyektif. Menurut Soemitro

unsure subyektif tindak pidana adalah unsur yang melekat pada diri si

pelaku tinjau dari segi batinnya yaitu:21

a. Kesengajaan ( dolus ) atau kealpaan ( culpa ) ;

b. Niat atau maksud dengan sengaja bentuknya ;

c. Ada atau tidaknya perencanaan untuk melakukan perbuatan tersebut ;

d. Adanya perasaan takut.

Selain itu, beliau juga mendefinisikan unsur obyektif adalah halhal

yang berhubungan dengan keadaan lahiriah ketika tindak pidana itu

dilakukan dan berada di luar batin si pelaku, yaitu :22

a. Sifat melawan hukum dari perbuatan itu ;

b. Kualitas atau kedudukan si pelaku, misalnya sebagai ibu, pegawai

negeri sipil dan hakim ;

21
Soemitro, Asas-asas Hukum Pidana. Bumi Aksana, Jakarta : 1996, hlm. 34
22
Ibid, hlm. 36
c. Kausalitas yaitu berhubungan dengan sebab akibat yang terdapat di

dalamnya.

Unsur-unsur tindak pidana menurut R. Soesilo adalah sebagai

berikut :23

a. Unsur obyektif yaitu :

1) Perbuatan manusia yaitu perbuatan positif, atau perbuatan negatif

yang menyebabkan pelanggaran pidana ;

2) Akibat perbuatan manusia yaitu akibat yang terdiri atas

merusakkan atau membahayakan kepentingan-kepentingan hukum

yang menurut norma hukum pidana itu perlu supaya dapat

dipidana;

3) Sifat melawan hukum dan sifat dapat dipidana jika perbuatan itu

melawan hukum dan melawan undang-undang;

4) Kausalitas yaitu tiap-tiap peristiwa yang terjadi itu tentu ada

sebabnya. Peristiwa yang satu adalah akibat peristiwa yang lain

atau suatu peristiwa menimbulkan satu atau beberapa peristiwa

yang lain.

b. Unsur-unsur subyektif meliputi :

Kesalahan yaitu kesalahan dari orang yang melanggar norma pidana

artinya pelanggaran itu harus dapat dipertanggungjawabkan kepada

pelanggar.

23
R. Soesilo. Pokok Hukum Pidana Peraturan Umum dan Delik-delik Khusus.
Politea, Bogor : 1984, hlm. 26
Selain itu Hazewinkel-Suringa melihat unsur-unsur itu dari segi

yang lain. Ia mengemukakan unsur-unsur tindak pidana yang diambil dari

rumusan undang-undang yaitu :24

a. Dalam setiap delik terdapat unsur tindakan / perbuatan sesorang ;

b. Dalam beberapa dellik disebutkan apa yang disebut sebagai akibat

konstitutif (misalnya hilangnya nyawa orang) ;

c. Banyak delik-delik yang memuat unsur-unsur psikis (misalnya adanya

kesengajaan atau kealpaan);

d. Adanya beberapa delik yang mengandung keadaan obyektif (misalnya

di muka umum);

e. Dalam beberapa delik terdapat faktor subyektif psikis (misalnya

dengan direncanakan) dan obyektif non psikis (misanya kedudukan

sebagai bapak, pegawai negeri sipil, hakim dan sebagainya)

f. Beberapa delik mengandung syarat tambahan untuk dapat dipidana

(misalnya jika betul-betul terjadi perang).

Orang yang dapat mempertanggungjawabkan perbuatanya hanya

orang yang dapat dipersalahkan. Tentang pengertian kesalahan ini dapat

kita jumpai dalam Pasal 8 ayat 2 Undang-Undang No. 4 Tahun 2004

tentang Kekuasaan Kehakiman yang dirumuskan bahwa ”Tiada seorang

juapun pidana, kecuali oleh pengadilan, karena alat bukti yang menurut

Undang-Undang mendapat keyakinan bahwa seseorang yang dianggap

dapat bertanggungjawab, telah bersalah atau perbuatan yangdituduhkan

atas dirinya”.
24
Soemitro, Op. Cit, hlm. 37
2. Jenis-Jenis Tindak Pidana.

Pembagian tindak pidana dibedakan berdasarkan kriteria dan

tolak ukur tertentu, karena di dalam peraturan perundang-undangan

perumusan tindak pidana sangat beragam. Tindak pidana dapat

digolongkan antara lain sebagai berikut :

a. Tindak Pidana Kejahatan dan Tindak Pidana Pelanggaran

Penggolongan tindak pidana di dalam KUHP terdiri atas kejahatan

(rechtdelichted) dan pelanggaran ( wetsdelicten). Kejahatan diatur di

dalam Buku II KUHP dan pelanggaran diatur dalam Buku III KUHP.

Kejahatan merupakan perbuatan yang bertentangan dengan keadilan,

dan diancam pidana lebih berat dari pelanggaran. Pelanggaran

merupakan perbuatan yang oleh umum baru disadari sebagai suatu

tindak pidana, karena undang-undang menyebutkan sebagai delik, dan

diancam pidana lebih ringan daripada kejahatan.

b. Tindak Pidana Formal dan Tindak Pidana Material

Penggolongan tindak pidana ini berdasarkan bentuk perumusannya di

dalam undang-undang. Tindak pidana formal merupakan tindak

pidana yang perumusannya menitikberatkan pada perbuatan yang

dilarang, dan bukan pada akibat dari perbuatan itu, sehingga akibat

dari tindak pidana tersebut bukan merupakan unsure dari tindak

pidananya, misalnya : Penghinaan (Pasal 315 KUHP). Tindak pidana

materiel merupakan tindak pidana yang perumusannya


menitikberatkan pada akibat dari perbuatan itu, misalnya:

Pembunuhan (Pasal 338 KUHP).

c. Tindak Pidana Aduan dan Tindak Pidana Bukan Aduan

Penggolongan tindak pidana ini berdasarkan pada kriteria sumber

prakarsa atau inisiatif penuntutannya. Tindak pidana aduan merupakan

tindak pidana yang penuntutannya berdasarkan pada adanya

pengaduan dari pihak korban tindak pidana. Tindak pidana bukan

aduan merupakan tindak pidana yang penuntutannya tidak didasarkan

pada prakarsa atau inisiatif dari korban.

d. Tindak Pidana dengan Kesengajaan dan Tindak Pidana dengan

Kealpaan

Penggolongan tindak pidana ini berdasarkan pada unsur-unsur tindak

pidana yang ada dan bentuk kesalahannya. Tindak pidana dengan

unsur kesengajaan merupakan tindak pidana yang terjadi karena

pelaku memang menghendaki untuk melakukan tindak pidana

tersebut, termasuk juga mengetahui timbulnya akibat dari perbuatan

itu, misalnya : Pembunuhan Berencana (Pasal 340 KUHP). Tindak

pidana dengan unsur kealpaan merupakan tindak pidana yang terjadi

sementara sebenarnya pelaku tidak berkeinginan untuk melakukan

perbuatan itu, demikian pula dengan akibat yang ditimbulkannya atau

tidak adanya penduga-dugaan yang diharuskan oleh hukum dan

penghati-hatian oleh hukum, misalnya: Karena kealpaannya

menyebabkan matinya orang (Pasal 359 KUHP).


e. Tindak Pidana Sederhana dan Tindak Pidana yang Ada

Pemberatannya

Tindak pidana sederhana merupakan tindak pidana dalam bentuk

pokok tetapi tidak ada keadaan yang memberatkan, misalnya:

Penganiayaan (Pasal 351 KUHP). Tindak pidana yang ada

pemberatannya merupakan tindak pidana dalam bentuk pokok tetapi

ada keadaan yang memberatkan, misalnya: Pencurian pada waktu

malam (Pasal 363 KUHP).

f. Delik yang Berlangsung Terus dan Delik yang Tidak Berlangsung

Terus

Delik yang tidak berlangsung terus merupakan tindak pidana yang

terjadinya tidak mensyaratkan keadaan terlarang yang berlangsung

lama. Delik yang berlangsung terus merupakan tindak pidana yang

berciri, bahwa keadaan terlarang itu berlangsung lama, misalnya:

Merampas kemerdekaan seseorang (Pasal 333 KUHP).

g. Delik Tunggal dan Delik Berganda

Delik tunggal merupakan tindak pidana yang terjadi cukup dengan

satu kali perbuatan. Delik berganda merupakan suatu tindak pidana

yang baru dianggap terjadi bila dilakukan berkali-kali, misalnya:

Penadahan sebagai kebiasaan (Pasal 481 KUHP).

h. Tindak Pidana Commissionis, Tindak Pidana Omissionis dan Tindak

Pidana Commissionis Per Omisionem commissa.


Penggolongan tindak pidana ini didasarkan pada kriteria bentuk dari

perbuatan yang menjadi elemen dasarnya. Tindak pidana

commmisionis merupakan tindak pidana yang berupa melakukan

sesuatu perbuatan yang dilarang oleh perundang-undangan atau

melanggar larangan, misalnya : Penipuan (Pasal 378 KUHP). Tindak

pidana omissionis merupakan tindak pidana pasif atau negatif,

ditandai dengan tidak dilakukannya perbuatan yang diperintahkan atau

diwajibkan oleh perundang-undangan, misalnya: Tidak menolong

orang yang berada dalam bahaya (Pasal 531 KUHP). Tindak pidana

commissionis per omissionem commissa merupakan tindak pidana

commissionis tetapi dilakukan dengan jalan tidak berbuat atau tidak

melakukan sesuatu yang merupakan kewajibannya, misalnya :

Seorang ibu tidak menyusui anaknya dan membiarkan anaknya

kehausan dan kelaparan hingga meninggal (Pasal 338 dan Pasal 340

KUHP).

B. Tinjauan Tentang Penganiayaan

1. Pengertian dan Unsur-Unsur Penganiayaan

Penganiayaan merupakan salah satu bentuk dari kejahatan yang

terdapat dalam KUHP yang diatur dalam Buku Kedua. Undang-undang

tidak memberikan ketentuan yang jelas tentang pengertian penganiayaan,

maksudnya kata-kata penganiayaan tidak menunjukkan kepada perbuatan

tertentu.
Menurut yurisprudensi yang dimaksud dengan tindak pidana

penganiayaan adalah: sengaja menimbulkan perasaan tidak enak kepada

orang lain penderitaan, rasa sakit, atau luka.25

a. Menyebabkan perasaan tidak enak (penderitaan)

Menyebabkan perasaan tidak enak, misalnya mendorong orang

sehingga terjun ke kali sehingga basah kuyup, menyuruh orang berdiri

berjam-jam diterik matahari.

b. Menyebabkan rasa sakit

Menyebabkan rasa sakit artinya perbuatan itu menimbulkan rasa sakit

pada orang lain misalnya mencubit, memukul dan menampar.

c. Menyebabkan luka misalnya, mengiris, menusuk dan

memotong sehingga luka.

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa

yang dimaksud penganiayaan pada BAB XX buku II adalah mengandung

unsur-unsur sebagai berikut:

a. Perbuatan itu harus dilakukan dengan sengaja;

b. Menyebabkan rasa .sakit pada orang lain;

c. Menimbulkan rasa tidak enak;

d. Merusak kesehatan orang.

25
Wirjono Projodikoro, Tindak-tindak Pidana Tertentu di Indonesia, PT Erosco
Bandung, 1980, hlm. 70
Sedangkan menurut R. Soesilo, penganiayaan tersebut haras

memenuhi unsur-unsur dari suatu tindak pidana di antaranya adalah

sebagai berikut:26

1. Perbuatan itu dilakukan dengan sengaja;

2. Perbuatan itu bersifat melawan hukum;

3. Perbuatan itu merugikan masyarakat;

4. Perbuatan itu diancam dengan hukuman pidana;

5. Perbuatan itu dapat dipertanggungjawabkan.15

Namun kesemua itu harus dilakukan dengan sengaja, tidak dengan

maksud yang patut atau melewati batas yang diinginkan. Misalnya :

seseorang dokter mencabut gigi dari seorang pasiennya, sebenarnya

ia sengaja menimbulkan rasa sakit, tetapi perbuatan itu bukanlah

penganiayaan karena ada maksud baik dari dokter gigi itu untuk

mengobati.

Dari uraian di atas, maka penulis mengartikan penganiayaan

(mishandelling) adalah sebagai suatu perbuatan yang dilakukan oleh

seseorang atau beberapa orang terhadap orang lain secara melawan hukum

dengan maksud untuk menimbulkan rasa tidak enak, rasa sakit atau luka

atau sengaja merusak kesehatan orang lain.

Hal yang perlu ditekankan dalam tindak pidana penganiayaan

adalah: bahwa maksud dan tujuan yang diinginkan sipelaku terhadap

korbannya adalah rasa luka, rasa sakit atau perasaan tidak enak. Apabila

26
R. Soesilo, KUHP Serta Komentar-komentarnya Lengkap Dengan Pasal Demi Pasal,
Politeia Bogor, 1981, hlm. 98
dalam kenyataannya penganiayaan tersebut sikorban sampai meninggal

dunia maka, hal tersebut adalah akibat yang tidak diinginkan oleh sipelaku

terhadap korbannya.

Menurut MH. Tirtaamidjaja, tindak pidana penganiayaan adalah :

“dengan sengaja menyebabkan sakit atau luka pada orang lain, akan tetapi

sesuatu perbuatan yang menyebabkan sakit atau luka pada orang lain, tidak

dapat dianggap sebagai penganiayaan kalau perbuatan itu dilakukan untuk

menambahkan keselamatan badan…”.27

Maksud dari uraian di atas adalah apabila penganiayaan yang

dilakukan seseorang tersebut merupakan pembelaan terhadap keselamatan

dirinya sendiri, maka itu bukan disebut sebagai penganiayaan.

Menurut ilmu pengetahuan atau doktrine, tindak pidana

penganiayaan adalah: Setiap perbuatan yang dilakukan dengan sengaja

untuk menimbulkan rasa sakit atau luka pada orang lain.

Sedangkan menurut penjelasan materi kehakiman pada waktu

pembentukan Pasal 351 KUHP, tindak pidana penganiayaan di rumuskan

menjadi dua bagian:

a. Setiap perbuatan yang dilakukan dengan sengaja untuk memberikan

penderitaan badan kepada orang lain;

b. Setiap perbuatan yang dilakukan dengan sengaja untuk merugikan

kesehatan badan orang lain.28

27
Laden Marpaung, Tindak Pidana Terhadap Nyawa dan Tubuh, Sinar Grafika,
1999, hlm. 5
28
ibid
Yang menjadi permasalahan disini adalah bagaimana Penuntut

Umum dapat membuktikan apakah suatu akibat itu adalah karena

penganiayaan atau pembunuhan maka lebih dulu melihat apakah niat atau

kehendak dari sipelaku. Bagaimana ia melakukan kejahatan tersebut dan

melihat hubungan antara akibat yang ditimbulkan dengan niat dan cara

perbuatan pelaksanaan niat tersebut.

Unsur-unsur tindak pidana penganiayaan terdiri dari:

a. Penganiayaan biasa Pasal 351 KUHP, yang mana unsur-unsurnya

adalah sebagai berikut:

1) Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua

tahun delapan bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 4.500;

2) Jika perbuatan itu menyebabkan luka berat, sitersangka diancam

pidana penjara paling lama lima tahun;

3) Jika perbuatan itu menjadikan mati orangnya, dia diancam pidana

penjara paling lama tujuh tahun;

4) Dengan penganiayaan disamakan sengaja merusak kesehatan

orang;

5) Percobaan melakukan kejahatan ini tidak dipidana.

Dalam rumusan Pasal 351 (1) KUHP tidak terdapat unsur-

unsur kejahatan. Kejahatan hanya disebut kualifikasi atau sebutan

kejahatan saja.

Kejahatan penganiayaan yang telah dirumuskan dalam undang-

undang dengan memberikan penderitaan badan pada orang lain dan


dengan sengaja merugikan kesehatan orang lain. Perumusan ini

kemudian menjadi penganiayaan saja, sedangkan dengan sengaja

merugikan kesehatan orang lain merupakan interpertasi autentik Pasal

351 ayat 4 KUHP. Jadi unsur sengaja harus meliputi tujuan dengan

rasa sakit atau luka pada orang lain merupakan tujuan atau kehendak

dari pelaku. Kehendak atau tujuan ini harus disimpulkan sifat dari

perbuatan yang menimbulkan rasa sakit atau luka itu.

Dalam Pasal 351 ayat 2 KUHP apabila perbuatan itu

menimbulkan akibat luka berat yang tidak dikehendaki, maka hal ini

merupakan masalah yang memperberat hukuman, disini luka berat

bukan menjadi tujuan, luka berat timbul diluar kehendaknya.

Dalam Pasal 351 ayat 3 KUHP akibat matinya orang lain,

bukan tujuan atau merupakan kehendak dari sipelaku.

Dalam Pasal 351 ayat 4 KUHP merupakan perluasan dari

pengertian penganiayaan. Dengan sengaja merusak atau merugikan

kesehatan orang ditafsirkan sebagai melakukan perbuatan dengan

maksud agar orang lam menderita sesuatu penyakit, sedangkan

penyakit adalah gangguan atas fungsi dari alat-alat dalam dari badan

manusia.

b. Penganiayaan ringan Pasal 352 KUHP

Unsur-unsurnya adalah sebagai berikut:

1) Diancam pidana penjara paling lama tiga bulan atau denda

sebanyak-banyaknya Rp. 4.500;


2) Percobaan melakukan kejahatan ini tidak dipidana;

3) Tidak menjadikan sakit;

4) Tidak terhalang untuk melakukan jabatan atau pekerjaan sehari-

hari;

5) Terdapat unsur kesengajaan dan tidak direncanakan terlebih dahulu

dan juga menimbulkan luka pada seseorang.

c. Penganiayaan berencana Pasal 353 KUHP

Unsur-unsurnya adalah sebagai berikut:

1) Penganiayaan tersebut dilakukan dengan direncanakan;

2) Diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun;

3) Jika perbuatan itu rnenyebabkan luka berat maka sitersangka

dikenakan pidana paling larna tujuh tahun;

4) Jika perbuatan itu rnenyebabkan kematian orangnya maka

sitersangka diancam dengan pidana penjara paling lama

Sembilan tahun.

d. Penganiayaan berat Pasal 354 KUHP

Adapun unsur-unsur penganiayaan berat tersebut adalah sebagai

berikut:

1) Barang siapa;

2) Sengaja melukai berat maka diancam dengan pidana penjara

paling lama delapan tahun;


3) Jika perbuatan itu mengakibatkan kematian orangnya maka

diancam dengan pidana penjara paling lama sepuluh tahun.

e. Penganiayaan berat berencana Pasal 355 KUHP

Unsurnya adalah sebagai berikut:

1) Penganiayaan ini diancam dengan pidana penjara paling lama

dua belas tahun;

2) Penganiayaan yang menyebabkan matinya orang diancam

pidana penjara paling lama lima belas tahun.

2. Jenis-Jenis Penganiayaan

Tindak pidana penganiayaan diatur dalam Pasal 351 sampai dengan

Pasal 358 KUHP yang terdiri dari beberapa bentuk penganiayaan yaitu:

a. Penganiayaan biasa, diatur dalam Pasal 351 KUHP;

b. Penganiayaan ringan, diatur dalam Pasal 352 KUHP;

c. Penganiayaan yang direncanakan, diatur dalam Pasal 353 KUHP;

d. Penganiayaan yang disengaja untuk melukai berat, diatur dalam Pasal

354 KUHP;

e. Penganiayaan berat yang direncanakan terlebih dahulu, diatur dalam

Pasal 355 KUHP.

1) Penganiayaan biasa

Didalam Pasal 351 KUHP dinyatakan bahwa:

"Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua

tahun delapan bulan atau denda paling banyak Rp. 4.500".


Penganiayaan biasa tersebut dalam Pasal 351 KUHP yaitu

pada hakekatnya semua penganiayaan yang bukan penganiayaan

berat dan bukan penganiayaan ringan, misalnya A memukul B

dengan sepotong kayu, sehingga mendapat luka-luka berat dan

terpaksa dirawat diramah sakit selama 3 hari.

Penganiayaan ini tidak masuk penganiayaan berat (Pasal

354) oleh karena itu luka yang diderita oleh B bukan luka berat

yang tersebut dalam Pasal 90 KUHP, juga tidak termasuk pada

penganiayaan ringan (Pasal 352) sebab karena lukannya, B tidak

dapat melakukan pekerjaan sehari-harinya, jadi penganiayaan ini

termasuk kedalam penganiayaan biasa. Andai kata penganiayaan

ini dilakukan dengan direncanakan terlebih dahulu, maka

penganiayaan ini tennasuk ke dalam penganiayaan berencana

sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 353 ayat 1 KUHP.

2) Penganiayaan ringan

Di dalam tindak pidana penganiayaan ringan (Pasal 352

KUHP), hal-hal yang diatur adalah:

a) Kecuali yang termasuk dalam Pasal 353 dan 356 KUHP, maka

penganiayaan yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan

untuk menjalankan pekerjaan, jabatan atau pencaharian nafkah,

diancam dengan penganiayaan ringan, dengan pidana penjara

paling lama 3 bulan atau denda paling banyak empat ribu lima

ratus rupiah. Pidana dapat ditambah sepertiga bagi orang yang


melakukan kejahatan itu terhadap orang yang bekerja padanya,

atau menjadi bawahannya;

b) Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana.

Di dalam Pasal 351 ayat 5 KUHP, dan juga Pasal 352

ayat 2 KUHP dinyatakan dengan tegas perbuatan percobaan

untuk melakukan perbuatan tindak pidana penganiayaan tidak

dapat di hukum.

Alasan bahwa percobaan untuk melakukan tindak

pidana penganiayaan tidak di hukum adalah bahwa di dalam

percobaan belum sempat terjadi adanya pelanggaran ataupun

perkosaan terhadap kepentingan orang lain, dan juga hal ini

dianggap tidak begitu penting.

3) Penganiayaan berencana

Adapun yang dimaksud dalam Pasal 353 KUHP tersebut

adalah bahwa tindak pidana penganiayaan tersebut dilakukan

dengan sebuah rencana terlebih dahulu:

a) Penganiayaan dengan rencana terlebih dahulu, diancam dengan

pidana penjara paling lama empat tahun;

b) Dihukum penjara selama-lamanya empat tahun;

c) Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat yang bersalah

dikenakan pidana penjara paling lama tujuh tahun;

d) Jika perbuatan mengakibatkan mati, dia dikenakan pidana

penjara paling lama sembilan tahun.


Dengan dilakukannya perbuatan tersebut dengan sebuah

rencana terlebih dahulu merupakan hal yang memberatkan

hukuman bagi sipelaku tersebut, hal itu dapat kita lihat jika

dibandingkan dengan tindak pidana penganiayaan biasa.

Perbuatan pidana penganiayaan berencana mi dilakukan

dalam saat-saat tertentu, maksudnya adalah bahwa antara

timbulnya niat untuk menganiaya dan pelaksanaan tersebut masih

ada tegang waktu bagi si pelaku untuk memikirkan rencananya

dengan maksud agar dapat berjalan dengan baik.

4) Penganiayaan berat

Maksud dari penganiayaan berat adalah bahwa hukuman

yang diberikan kepada si pelaku lebih berat jika dibandingkan

dengan penganiayaan biasa Pasal 354 KUHP berbunyi:

a) Barang siapa sengaja melukai berat orang lain, diancam karena

melakukan penganiayaan berat dengan pidana penjara paling

lama delapan tahun;

b) Jika perbuatan itu mengakibatkan kematian, yang bersalah

diancam dengan pidana penjara paling lama sepuluh tahun.

Adapun yang dimaksud dalam penganiayaan berat adalah

jika si pelaku bertujuan untuk melukai si korban sangat parah, luka

tersebut tidak dapat sembuh dengan sempumah dan juga mungkin

dapat menimbulkan kematian bagi si korban itu sendiri yang diatur


dalam ayat (2) Pasal 354 KUHP, untuk percobaan terhadap tindak

pidana penganiayaan berat ini, si pelaku dapat dikenakan hukuman.

5) Penganiayaan berat berencana

Di dalam penganiayaan berat berencana ini, berarti bahwa

hal tersebut sudah direncanakan terlebih dahulu dimana si pelaku

sengaja menimbukan berat/parah terhadap sikorban.

Direncanakan terlebih dahulu, artinya adalah bahwa si

pelaku sebelum melakukan penganiayaan terlebih dahulu,

merancang dan memikirkan bagaimana cara yang sebaik-baiknya

melakukan penganiayaan tersebut, ini adalah terjemahan dari

bahasa Belanda '"Met Voor Bedachten Rade".

Antara timbulnya maksud untuk menganiaya dengan

pelaksanaannya ada tempo bagi si pembuat untuk dengan tenang

memikirkan cara bagaimanakah penganiayaan itu akan dilakukan

"tempo" ini tidak boleh terlalu sempit akan tetapi sebaiknya juga

tidak perlu lama yang penting ialah apakah dalam tempo itu

pembuat dengan tenang masih dapat memikirkan yang sebenarnya

ia masih ada kesempatan untuk membatalkan niatnya akan

melakukan penganiayaaiv itu, akan tetapi tidak digunakan.

Penganiayaan diatur dalam Pasal 355 KUHP berbunyi:

a) Penganiayaan berat yang dilakukan dengan rencana terlebih

dahulu, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas

tahun;
b) Jika perbuatan itu mengakibatkan kematian, yang bersalah

diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.

Sebenarnya di dalam perbuatan penganiayaan berat dengan

penganiayaan berat berencana hampir mempunyai kesamaan, yang

menjadi perbedaan adalah terletak pada perencanaan dari sipelaku

tersebut, dan unsur dari rencana itu yang menyebabkan sipelaku

mendapat hukuman berat.

C. Tinjauan Tentang Guru

1. Pengertian Guru

Guru adalah jabatan atau profesi yang membutuhkan keahlian

khusus. Pekerjaan sebagai guru ini tidak bisa dilakukan oleh seseorang

tanpa mempunyai keahlian sebagai guru. Menjadi seorang guru

dibutuhkan syarat-syarat khusus. Apa lagi jika menjadi seorang guru yang

profesional maka harus menguasai seluk beluk pendidikan serta mengajar

dengan berbagai ilmu pengetahuan lainnya yang harus dikembangkan

melalui masa pendidikan tertentu.29

Pengertian dan definisi guru adalah sebagai pengelola kegiatan

proses belajar mengajar dimana dalam hal ini guru bertugas untuk

mengarahkan kegiatan belajar siswa agar bisa mencapai tujuan

pembelajaran. Dalam hal ini guru berperan dan bertugas sebagai pengelola

proses belajar mengajar. Guru berperan menjadi pengganti orang tua di

29
koffienco.blogspot.com, Diakses pada tanggal 08 Maret 2014 pukul. 13.00 Wib
sekolah. Dalam hal ini guru harus bisa menggantikan orang tua siswa jika

siswa sedang berada di sekolah.30

Secara formal, guru adalah seorang pengajar di sekolah negeri

ataupun swasta yang memiliki kemampuan berdasarkan latar belakang

pendidikan formal minimal berstatus sarjana, dan telah memiliki ketetapan

hukum yang syah sebagai guru berdasarkan undang-undang guru dan

dosen yang berlaku di Indonesia.

Menurut Undang-undang No.14 Tahun 2005 ayat 1, Guru adalah

pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar,

membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta

didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan

dasar, dan pendidikan menengah.

2. Hak dan Kewajiban Guru

Dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan

Dosen & Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 Tentang Guru, hak

dan kewajiban guru adalah sebagai berikut:

a. Hak guru

1) Mengikuti uji kompetensi untuk memperoleh Sertifikat Pendidik

bagi guru yang telah memiliki Kualifikasi Akademik S-1 atau D-IV

30
Ibid
2) Memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum dan

jaminan kesejahteraan sosial.

3) Mendapat tunjangan profesi, tunjangan fungsional dan subsidi

tunjangan fungsional bagi guru yang memenuhi persyaratan

sebagai berikut:

a) Memiliki satu atau lebih Sertifikat Pendidik yang telah diberi

satu nomor registrasi Guru oleh Departemen

b) Memenuhi beban kerja sebagai Guru;

c) Mengajar sebagai Guru mata pelajaran dan/atau Guru kelas

pada satuan pendidikan yang sesuai dengan peruntukan

Sertifikat Pendidik yang dimilikinya;

d) Terdaftar pada Departemen sebagai Guru Tetap;

e) Berusia paling tinggi 60 (enam puluh) tahun; dan

f) Tidak terikat sebagai tenaga tetap pada instansi selain satuan

pendidikan tempat bertugas.

4) Mendapat Tambahan dalam bentuk:

1) Tunjangan pendidikan, asuransi pendidikan, beasiswa, atau

penghargaan bagi Guru;

2) Kemudahan memperoleh pendidikan bagi putra dan/atau putri

Guru, pelayanan kesehatan, atau bentuk kesejahteraan lain.


5) Mendapat penghargaan dalam bentuk tanda jasa, kenaikan pangkat

prestasi kerja luar biasa baiknya, kenaikan jabatan, uang atau

barang, piagam, dan/atau bentuk penghargaan lain.

6) Mendapat tambahan angka kredit setara untuk kenaikan pangkat

setingkat lebih tinggi 1 (satu) kali bagi Guru yang bertugas di

Daerah Khusus.

7) Mendapatkan penghargaan bagi Guru yang gugur dalam

melaksanakan tugas pendidikan.

8) Mendapatkan promosi sesuai dengan tugas dan prestasi kerja dalam

bentuk kenaikan pangkat dan kenaikan jenjang jabatan fungsional.

9) Memberikan penilaian hasil belajar dan menentukan kelulusan

kepada peserta didik

10) Memberikan penghargaan kepada peserta didik yang terkait dengan

prestasi akademik dan/atau prestasi non-akademik

11) Memberikan sanksi kepada peserta didik yang melanggar aturan.

12) Mendapat perlindungan dalam melaksanakan tugas dalam bentuk

rasa aman dan jaminan keselamatan.

13) Mendapatkan perlindungan hukum dari tindak kekerasan, ancaman,

perlakuan diskriminatif, intimidasi, atau perlakuan tidak adil.

14) Mendapatkan perlindungan profesi terhadap :

a) Pemutusan hubungan kerja yang tidak sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan

b) Pemberian imbalan yang tidak wajar.


c) Pembatasan dalam menyampaikan pandangan, pelecehan

terhadap profesi, dan

d) Pembatasan atau pelarangan lain yang dapat menghambat

Guru dalam melaksanakan tugas.

15) Mendapatkan perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja dari

satuan pendidikan dan penyelenggarasatuan pendidikan terhadap:

a) Resiko gangguan keamanan kerja

b) Kecelakaan kerja

c) Kebakaran pada waktu kerja

d) Bencana alam

e) Kesehatan lingkungan kerja dan/atau

f) Resiko lain.

16) Memperoleh perlindungan dalam melaksanakan hak atas kekayaan

intelektual sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

17) Memperoleh akses memanfaatkan sarana dan prasarana

pembelajaran.

18) Berserikat dalam Organisasi Profesi Guru.

19) Kesempatan untuk berperan dalam penentuan kebijakan

pendidikan.

20) Kesempatan untuk mengembangkan dan meningkatkan Kualifikasi

Akademik dan kompetensinya, serta untuk memperoleh pelatihan

dan pengembangan profesi dalam bidangnya

21) Berhak memperoleh cuti studi.


b. Kewajiban Guru

1) Memiliki Kualifikasi Akademik yang berlaku (S1 atau D IV)

2) Memiliki Kompetensi Pedagogik, yang meliputi:

a) Pemahaman wawasan atau landasan kependidikan

b) Pemahaman terhadap peserta didik;

c) Pengembangan kurikulum atau silabus;

d) Perancangan pembelajaran;

e) Pelaksanaan pembelajaran yang mendidik dan dialogis;

f) Pemanfaatan teknologi pembelajaran;

g) Evaluasi hasil belajar; dan

h) Pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan

berbagai potensi yang dimilikinya.

3) Memiliki Kompetensi Kepriadian, yang meliputi:

a) Beriman dan bertakwa

b) Berakhlak mulia;

c) Arif dan bijaksana;

d) Demokratis;

e) Mantap;

f) Berwibawa;

g) Stabil;

h) Dewasa;

i) Jujur;

j) Sportif;
k) Menjadi teladan bagi peserta didik dan masyarakat;

l) Secara obyektif mengevaluasi kinerja sendiri; dan

m) Mengembangkan diri secara mandiri dan berkelanjutan.

4) Memiliki Kompetensi Sosial, yang meliputi :

a) Berkomunikasi lisan, tulis, dan/atau isyarat secara santun

b) Menggunakan teknologi komunikasi dan informasi secara

fungsional;

c) Bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik,

tenaga kependidikan, pimpinan satuan  pendidikan, orang tua

atau wali peserta didik;

d) Bergaul secara santun dengan masyarakat sekitar dengan

mengindahkan norma serta sistem nilai yang  berlaku; dan

e) Menerapkan prinsip persaudaraan sejati dan semangat

kebersamaan.

5) Memiliki Kompetensi Profesional, yang meliputi :

a) Mampu menguasai materi pelajaran secara luas dan mendalam

sesuai dengan standar isi program satuan pendidikan, mata

pelajaran, dan/atau kelompok mata pelajaran yang akan

diampu; dan

b) mampu menguasai konsep dan metode disiplin keilmuan,

teknologi, atau seni yang relevan, yang secara konseptual

menaungi atau koheren dengan program satuan pendidikan,


mata pelajaran, dan/atau  kelompok mata pelajaran yang akan

diampu.

6) Memiliki Sertifikat Pendidik.

7) Sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk

mewujudkan tujuan pendidikan nasional.

8) Melaporkan pelanggaran terhadap peraturan satuan pendidikan

yang dilakukan oleh peserta didik kepadapemimpin satuan

pendidikan.

9) Mentaati peraturan yang ditetapkan oleh satuan pendidikan,

penyelenggara pendidikan, Pemerintah Daerah, dan Pemerintah.

10) Melaksanakan pembelajaran yang mencakup kegiatan pokok :

a) Merencanakan pembelajaran.

b) Melaksanakan pembelajaran;

c) Menilai hasil pembelajaran;

d) Membimbing dan melatih peserta didik; dan

e) Melaksanakan tugas tambahan yang melekat pada pelaksanaan

kegiatan pokok.

3. Pengertian Anak dan Anak Didik

Sampai saat ini masih terdapat perbedaan di antara ahli dalam

memberikan pengertian tentang anak. Hal ini disebabkan sudut pandang

mereka yang berbeda pula. Berikut ini pengertian anak menurut para ahli,

antara lain:
a. Abu Huraerah

Anak adalah tunas, potensi, dan generasi penerus cita-cita bangsa.

Mereka memiliki peran strategis dalam menjamin eksistensi bangsa

dan negara pada masa yang akan datang.31

b. Arif Gosita

Anak adalah tunas-tunas harapan bangsa yang akan melanjutkan

eksistensi nusa dan bangsa Indonesia selama-lamanya.32

c. Maulana Hasan Wadong

Untuk meletakan kedudukan anak dalam arti khusus di bentuk dari

ketentuan-ketentuan nilai yang tumbuh dalam lingkungan agama,

sosial, ekonomi, dan politik dari suatu bangsa secara universal.

Pengertian kedudukan anak tersebut pada hal-hal berikut:33

1) Pengertian Relights atau Agama

Anak adalah titipan Allah SWT kepada kedua orang tua,

masyarakat, bangsa, dan negara sebagai pewaris dari ajaran islam

yang kelak akan memakmurkan dunia rahmataii lilalamin.

2) Pengertian Anak dari Aspek Sosiologis

Anak adalah mahluk sosial ciptaan Allah SWT yang senantiasa

berinteraksi dengan lingkungan masyarakat, bangsa, dan negara.

Kedudukan anak dalam pengertian ini adalah memposisikan anak

31
Abu Huraerah. Kekerasan Terhadap Anak. Nuansa, Bandung, 2006, hlm 9
32 ?
Arif Gosita. Masalah Perlindungan Anak. Akademika Presindo, Jakarta, 1985,
hlm 3
33
Maulana Hasan Wadong. Pengantar Advokat dan Hukum Perlindungan Anak.
Grasindo, Jakarta, 2000, hlm 7
sebagai kelompok sosial berstatus lebih rendah dari masyarakat di

lingkungan tempat berinteraksi.

3) Pengertian Ekonomi

Anak adalah golongan yang non produktif, jika

terdapatkemampuan ekonomi yang persuasif dalam kelompok

anak, kemampuan tersebut dikarenakan anak mengalami

transformasi financial yang disebabkan dari terjadinya interaksi

dalam lingkungan keluarga yang berdasarkan nilai kemanusiaan.

4) Pengertian Politik

Anak adalah tempat isu bargaining politik yang kondusif. politik

muncul dengan menonjolkan suara-suara yang menginspirasikan

status anak.

Menurut hukum positif Indonesia, untuk menentukan

batas umur seseorang itu disebut anak masih terdapat perbedaan

pendapat. Pada umumnya yang di artikan dengan anak itu adalah

seseorang yang masih di bawah usia tertentu dan belum dewasa

dan belum kawin. Beberapa perundang-undangan Indonesia

memberikan batasan tentang pengertian anak. yang didasarkan

pada pelaksanaan hak dan kewajiban yaitu sebagai berikut:

1) Menurut Pasal 330 Ayat (1) Burgelijk Wetboek

Anak dikatakan sebagai orang yang belum dewasa adalah yang

belum mencapai genap 21 (dua puluh satu) tahun dan belum kawin.
2) Menurut Pasal 290 Ayat (2) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1946

tentang Peraturan Hukum Pidana

Dikatakan bahwa barang siapa melakukan perbuatan cabul dengan

seseorang, diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya, bahwa

umurnya belum lima betas tahun atau kalu umurnya tidak jelas,

yang bersangkutan belum waktunya untuk kawin.

3) Menurut Pasal 171 butir a Undang-undang Nomor 1 Tahun 1946

tentang peraturan Hukum Pidana

Yang boleh diperiksa untuk memberikan keterangan tampa sumpah

ialah anak yang umurnya belum cukup lima belas tahun dan belum

pernah kawin.

4) Menurut Pasal 7 Ayat (1) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974

tentang Pokok-pokok Perkawinan

Dikatakan bahwa seorang pria hanya diizinkan kawin apabila telah

mencapai usia 19 (sembilan belas) tahun dan pihak wanita telah

mencapai usia 16 (enam belas) tahun.

5) Menurut Pasal 1 Ayat (2) Undang-undang Nomor 4 Tahun 1979

tentang Kesejahteraan Anak

Yang dimaksud dengan anak adalah seseorang yang belum

mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun dan belum pernah kawin.

6) Menurut Pasal 1 Ayat (1) Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997

tentang Peradilan Anak


Yang dimaksud dengan anak adalah orang yang dalam perkara

anak nakal telah mencapai usia 8 (delapan) tahun tetapi belum

cukup mencapai usia 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah

kawin

7) Menurut Pasal 1 Ayat (1) Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002

tentang Perlindungan Anak

Yang dimaksud dengan anak disini adalah seseorang yang belum

berusia 18 (delapan belas) tahun termasuk anak yang masih dalam

kandungan.Namun batasan umur yang digunakan oleh penulis

adalah berdasarkan Pasal 171 butir a KUHAP, yaitu anak adalah

seseorang yang umurnya belum cukup lima belas tahun dan belum

pernah kawin.Oleh karena berhubungan dengan penilaian dan

pertimbangan hakim terhadap keterangan anak sebagai saksi

korban yang tidak disumpah.

Dalam pengertian umum, anak didik adalah setiap orang

yang menerima pengaruh dari seseorang atau sekelompok orang yang

menjalankan kegiatan pendidikan.sedangkan dalam arti sempit anak

didik adalah anak (pribadi yang belum dewasa) yang di serahkan

kepada tanggung jawab pendidik. Dalam bahasa Indonesia, makna

siswa, murid, pelajar dan peserta didik merupakan sinonim

(persamaan), semuanya bermakna anak yang sedang berguru (belajar

dan bersekolah), anak yang sedang memperoleh pendidikan dasar dari

sutu lembaga pendidikan.


Jadi dapat dikatakan bahwa anak didik merupakan semua

orang yang sedang belajar, baik pada lembaga pendidikan secara

formal maupun lembaga pendidikan non formal. Anak didik adalah

subjek utama dalam pendidikan. Dialah yang belajar setiap saat.

Belajar anak didik tidak mesti harus selalu berinteraksi dengan guru

dalam proses interaksi edukatif.

4. Perlindungan Terhadap Anak Dalam Undang-Undang Pengadilan Pidana

Anak

Anak adalah bagian dari generasi muda sebagai salah satu sumber

daya manusia yang merupakan potensi dan penerus cita-cita perjuangan

bangsa, yang memiliki peranan strategis dan mempunyai ciri dan sifat

khusus, memerlukan pembinaan dan perlindungan dalam rangka menjamin

pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental, dan sosial secara utuh,

serasi, selaras, dan seimbang.

Untuk melaksanakan pembinaan dan memberikan perlindungan

terhadap anak, diperlukan dukungan, baik yang menyangkut kelembagaan

maupun perangkat hukum yang lebih mantap dan memadai, oleh karena

itu ketentuan mengenai penyelenggaraan pengadilan bagi anak perlu

dilakukan secara khusus.

Hukuman terhadap anak yang berhadapan dengan hukum adalah 1/2

(satu per dua) dari pidana orang dewasa, sesuai dengan Pasal 26 dan 27

Undang-undang No.3 Tahun 1997. Pidana denda yang dapat dijatuhkan

kepada Anak Nakal paling banyak 1/2 (satu per dua) dari maksimum
ancaman pidana denda bagi orang dewasa. Apabila pidana denda ternyata

tidak dapat dibayar maka diganti dengan wajib latihan kerja. Wajib latihan

kerja sebagai pengganti denda dilakukan paling lama 90 (sembilan puluh)

hari kerja dan lama latihan kerja tidak lebih dari 4 (empat) jam sehari serta

tidak dilakukan pada malam hari. Ini sesuai dengan Pasal 28 Undang-

undang No.3 Tahun 1997.

BAB III

DASAR PERTIMBANGAN HAKIM TERHADAP GURU SEKOLAH DASAR


YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN RINGAN
TERHADAP MURIDNYA (Studi Putusan Nomor: 758/Pid.B/2010/PN.PDG)

A. Pertimbangan Hakim Dalam Menjatuhkan Pidana Terhadap Guru

Yang Melakukan Tindakan Penganiayaan Terhadap Muridnya Di

Pengadilan Negeri Klas I A Padang


Yang menjadi pertimbangan Hakim dalam menjatuhkan pidana

terhadap guru yang melakukan tindak pidana penganiayaan terhadap

muridnya berdasarkan contoh kasus pada Pengadilan Negeri Klas I A Padang

adalah 3 yakni:

1. Pertimbangan Yuridis

Pertimbangan yang bersifat yuridis adalah pertimbangan hakim yang

didasarkan pada faktor-faktor yang terungkap di dalam persidangan dan oleh

undang-undang telah ditetapkan sebagai hal yang harus dimuat di dalam

putusan yaitu:

a. Karena semua unsur yang terkandung dalam Pasal 80 Ayat (1) UU RI

No. 23 Tahun 2002 telah terpenuhi, maka terdakwa telah terbukti

dengan sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana

“Melakukan kekejaman, kekerasan atau ancaman kekerasan atau

penganiayaan terhadap anak”

b. Pasal 7 ayat 1 (h) Undang-undang No 14 Tahun 2005 Tentang Guru

dan Dosen

c. Bahwa unsur Barang Siapa dalam perkara ini adalah terdakwa, dimana

setelah dinyatakan identitasnya dipersidangan ternyata sesuai dengan

identitas terdakwa sebagaimana yang termuat dalam surat dakwaan

Penuntut Umum, dan terdakwa telah jujur memberikan keterangan.

d. Adanya bukti surat hasil Visum Et Revertum yang membenarkan

terdakwa telah melakukan tindakan penganiayaan.

2. Pertimbangan Non-yuridis
Pertimbangan non-yuridis pada kasus penganiayaan yang dilakukan

oleh Guru terhadap Murid ini adalah kebalikan dari pertimbangan yuridis

yaitu pertimbangan yang bukan berdasarkan peraturan perundang-undangan

a. Pertimbangan hakim mengacu pada keterangan para saksi:

1) Terdakwa adalah guru yang baik

2) Terdakwa melakukan tindakan penganiayaan terhadap muridnya

bertujuan untuk mendidik karena saksi korban murid yang nakal

dan suka meribut dan mengganggu teman di sekolah

b. Terdakwa dalam persidangan selalu dapat menjawab pertanyaan yang

diajukan kepadanya dengan baik, sehingga menurut hemat Majelis

terdakwa tidak termasuk kategori orang yang tidak terganggu

ingatannya, sehingga terdakwa orang yang mampu untuk bertanggung

jawab.

c. Terdakwa telah mengakui perbuatannya melakukan tindakan

penganiayaan pada muridnya.

Berdasarkan hasil wawancara dengan bapak Yoserizal selaku Hakim di

Pengadilan Negeri Klas I Padang yang menangani kasus ini, bahwa

pertimbangan non-yuridis beliau adalah:

a. Tersangka belum pernah dihukum sebelumnya

b. Tidak berbelit-belit dalam memberikan keterangan

c. Seorang tenaga pendidik atau Guru yang masih muda dan dibutuhkan

tenaganya

d. Mengakui semua perbuatannya


e. Telah berusaha untuk mengambil jalan damai dengan korban,

walaupun tidak disetujui oleh keluarga korban

f. Penyebab tidak hanya dari pelaku, melainkan dari korban yang sangat

bandel di sekolah.

3. Hal-hal yang memberatkan serta hal-hal yang meringankan pidana

a. Hal-hal yang memberatkan adalah:

perbuatan terdakwa telah menimbulkan rasa sakit terhadap saksi

korban.

b. Hal-hal yang meringankan adalah:

1) Terdakwa adalah seorang Guru yang tenaganya masih dibutuhkan.

2) Terdakwa mengakui terus terang perbuatannya;

3) Terdakwa berlaku sopan dipersidangan;

4) Terdakwa belum pernah dihukum;

B. Penerapan Hukum Terhadap Guru yang Melakukan Tindak Pidana

Penganiayaan Terhadap Muridnya

Penerapan hukum terhadap Guru yang melakukan tindak pidana

penganiayaan terhadap muridnya adalah pidana penjara sesuai dengan Pasal

80 ayat (1) UU RI No.23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.

C. Kasus dan Analisis Kasus

1. Kasus
Pada penulisan Skripsi ini, penulis mengangkat sebuah kasus

tindak pidana penganiayaan seorang Guru Sekolah Dasar terhadap

muridnya dengan:

a. Surat Dakwaan No. Reg. Perkara: PDM-694/Ep.1/PDANG/12/2010

(terlampir)

b. Surat Tuntutan No.REG.PERKARA: PDM-694/Ep.1/PDANG/12/2010

(terlampir)

c. Putusan Pidana Nomor: 758/Pid.B/2010/PN.PDG (terlampir)

Yang menjadi terdakwa pada kasus ini adalah NURHELMA Pgl.

EMA, yang menjadi Guru di Sekolah Dasar 02 Kota Padang. Terdakwa

ditahan dengan jenis Tahanan Kota dari tanggal 14 Desember 2010.

2. Analisis Kasus

Dari hasil putusan terungkap bahwa keputusan hakim dalam

memeriksa dan mengadili perkara Penganiayaan yang dilakukan oleh

NURHELMA Pgl. EMA adalah hukuman pidana penjara selama 4 (empat)

Bulan. Sedangkan tuntutan Jaksa Penuntut Umum adalah 6 (enam) Bulan

dengan masa percobaan 1 Tahun. Ini berarti hukuman yag diberikan

merupakan hukuman yang minimal karena terdakwa (NURHELMA Pgl.

EMA) adalah seorang tenaga pendidik atau Guru. Dengan demikian

keputusan hakim diberikan melalui beberapa pertimbangan karena

terdakwa menurut Pasal 7 Ayat (1) Undang-undang No.14 Tahun 2005

adalah seorang pendidik atau guru dan memiliki jaminan perlindungan

hukum dalam melaksanakan tugas keprofesionalan.


Dakwaan penuntut umum bila dikaitkan dengan ketentuan Pasal 80

ayat (1) UU RI No.23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak sudah

tepat karena pada surat dakwaan telah memuat syarat materil dan syarat

formil yakni surat dakwaan yang dibuat oleh penuntut umum telah diberi

tanggal dan tanda tangan serta pada Pasal 143 ayat (2) butir a dan b

KUHAP sudah mencamtumkan nama lengkap, tempat lahir, umur atau

tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama, dan

pekerjaan terdakwa serta memuat uraian secara cermat perbuatan yang

dilakukan oleh terdakwa juga menyebutkan waktu dan tempat terjadinya

tindak pidana (Locus Delicti and tempus Delicti). Selanjutnya dengan

penuntut umum yang menyusun surat dakwaan tersebut secara kombinasi

yaitu terdakwa NURHELMA Pgl. EMA melanggar Pasal 80 ayat (1) UU

RI No.23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. Hal ini bertujuan agar

terdakwa tidak dapat lepas dari jeratan pidana sehingga dapat

mempertanggung jawabkan perbuatannya, dan tidak mengulangi lagi

perbuatannya.

Pertimbangan Hakim Pengadilan, bahwa terdakwa NURHELMA

Pgl. EMA diajukan dipersidangan atas dakwaan Penuntut Umum, sesuai

dengan Undang-undang Perlindungan Anak. Selain itu dalam persidangan

telah didengar pula keterangan saksi-saksi sebanyak 6 (enam) orang

masing-masing bernama FICKI FERNANDO, SRIKANDI

MAGDALENA, NURWATI, SUARDI BIN YUSUF, HARIS PRATAMA

PUTRA dan YOGA KURNIAWAN, serta 2 (dua) orang saksi yang


meringankan terdakwa yaitu NOFRIZAL dan YUSWIR. Selain itu juga

disertai dengan adanya bukti-bukti yang kuat baik yang meringankan

maupun yang memberatkan terdakwa. Selanjutnya pemeriksaan terdakwa

NURHELMA Pgl. EMA dipersidangkan yang pada pokoknya

memberikan keterangan bahwa terdakwa NURHELMA Pgl. EMA

mengakui telah melakukan kekejaman, kekerasan atau ancaman kekerasan

atau penganiayaan terhadap anak atas nama FICKI FERNANDO Pgl. IKI.

Dari hasil persidangan di pengadilan dan disertai bukti-bukti yang

cukup untuk menjatuhkan hukuman selama 4 (empat) bulan penjara

kepada terdakwa. Hal ini sesuai dengan Pasal 80 ayat (1) UU RI No.23

tahun2002 tentang Perlindungan anak. Hukuman yang dijatuhkan

merupakan hukuman yang minimal diberikan Hakim karena dengan

pertimbangan sebagai berikut:

a. Terdakwa seorang tenaga pendidik atau Guru

b. Terdakwa mengakui perbuatannya

c. Adanya aksi-saksi yang meringankan terdakwa

d. Perbuatan terdakwa dilakukan bertujuan untuk mendidik walaupun itu

melanggar hukum
BAB IV

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Setelah penulis mengadakan penelitian pada pengadilan Negeri Klas I

Padang dan selanjutnya menyusun hasil penelitian ini dalam bentuk skripsi

maka penulis menarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Dasar pertimbangan hakim dalam memutuskan kasus penganiayaan yang

dilakukan oleh guru terhadap anak didiknya yang dilakukan oleh


NURHELMA Pgl. EMA diputuskan Pengadilan Negeri Klas I Padang

Nomor 758/Pid.B/2010/PN.PDG, adalah pertimbangan yuridis,

pertimbangan non-yuridis dan hal-hal yang memberatkan serta yang

meringankan.

2. Dari hasil persidangan di pengadilan dan disertai bukti-bukti yang cukup

untuk menjatuhkan hukuman selama 4 (empat) bulan penjara kepada

terdakwa. Hal ini sesuai dengan Pasal 80 ayat (1) UU RI No.23 tahun 2002

tentang Perlindungan anak. Hukuman yang dijatuhkan merupakan

hukuman yang minimal diberikan Hakim.

B. SARAN

Setelah penulis mengadakan penelitian pada pengadilan Negeri Klas I

Padang dan selanjutnya menyusun hasil penelitian ini dalam bentuk skripsi

maka penulis mengemukakan saran sebagai berikut:

1. Sebagai seorang pendidik, guru hendaklah tidak melakukan kekerasan

dalam mendidik muridnya

2. Dalam menghadapi murid yang nakal, seorang guru hendaklah tekun,

bersabar dan tenang agar kekerasan dalam dunia pendidikan tidak terjadi

yang mengakibatkan trauma kejiwaan bagi murid-murid lainnya yang

menyaksikan kekerasan tersebut


DAFTAR KEPUSTAKAAN

A. Buku-Buku

Abu Huraerah. Kekerasan Terhadap Anak. Nuansa, Bandung, 2006

Adami Chazawi. Pelajaran Hukum Pidana bagian I. Raja Grafindo Persada ,


Jakarta, 2002

Arif Gosita. Masalah Perlindungan Anak. Akademika Presindo, Jakarta, 1985

Andi Hamzah. Azas-azas Hukum Pidana Edisi Revisi. Rineka Cipta, Jakarta :
1994

Bambang Poernomo, Azas-azas Hukum Pidana. Ghalia Indonesia, Jakarta :


1985
Bambang Sugiono, Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta : PT. Raja Grafika
Persada, 2007

Laden Marpaung, Tindak Pidana Terhadap Nyawa dan Tubuh, Sinar Grafika,
1999

Maulana Hasan Wadong. Pengantar Advokat dan Hukum Perlindungan


Anak. Grasindo, Jakarta, 2000

Moeljatno. Asas-asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta, 2002

P.A.F. Lamintang. Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia., Sinar Baru,


Bandung: 1997

R. Soesilo. Pokok Hukum Pidana Peraturan Umum dan Delik-delik Khusus.


Politea, Bogor : 1984

R. Soesilo, KUHP Serta Komentar-komentarnya Lengkap Dengan Pasal


Demi Pasal, Politeia Bogor, 1981

Redaksi Sinar Grafika, UU RI No. 14 Tahun 2005, Jakarta, 2006

Roeslan Saleh, Bambang Waluyo, Pidana, Jenis Pidana dan Tindakan, Sinar
Grafika, 2008

Soemitro, Asas-asas Hukum Pidana. Bumi Aksana, Jakarta : 1996


Sudarto. Hukum Pidana I, Yayasan Sudarto Fakultas Hukum Universitas
Diponegoro, Semarang: 1990

Suparlan, Guru Sebagai Profesi, Yogyakarta : Hikayat, 2006

Wirjono Projodikoro, Tindak-tindak Pidana Tertentu di Indonesia, PT


Erosco Bandung, 1980

B. Peraturan Perundang-Undangan

Undang-undang Nomor.1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana

Undang-undang Nomor.8 Tahun 1981 tentang KUHAP

Undang-undang Nomor. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak

Undang-undang Nomor. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen

C. Sumber Lainnya
koffienco.blogspot.com, Diakses pada tanggal 08 Maret 2014 pukul. 13.00 Wib

xa.yimg.com, Diakses pada tanggal 04 Desember 2013, pukul. 17.00 Wib

www.unicef.org, Diakses pada tanggal 08 Maret 2014, Pukul 16.00 Wib

Anda mungkin juga menyukai