SKRIPSI
Oleh :
iv
KATA PENGANTAR
dengan izin dan karunia Dzat yang selalu memberikan kekuatan kepada penulis;
Allah SWT. Shalawat teriring salam kepada Baginda Nabi Muhammad SAW,
Sarjana Syariah (S.Sy) pada Konsentrasi Peradilan Agama, Universitas Islam Negeri.
Dalam penyusunan skripsi ini, penulis memperoleh banyak dukungan dan saran dari
berbagai pihak, sehingga ucapan terima kasih penulis sampaikan dengan tulus dan
sebesar-besarnya kepada:
1. Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Bapak Prof. Dr. Dede Rosyada, MA.
2. Bapak Dr. Asep Saepuddin Jahar, S.Ag, MA selaku Dekan Fakultas Syariah dan
3. Bapak H. Kamarusdiana, S.Ag, MH, Dan Ibu Sri Hidayati, M.Ag, selaku Ketua
dan Sekretaris Program Studi Ahwal Syakhsiyah Fakultas Syariah dan Hukum.
4. Bapak JM. Muslimin, Ph.D selaku Dosen Pembimbing Akademik Penulis yang
5. Ibu Hj. Rosdiana, MA selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang saya cintai.
6. Ayahanda tercinta Drs. Hambali Sahak dan Ibunda tersayang Sulismiani sujud
baktiku kepada kalian atas segala do’a dan pengorbanan kalian selama ini,
v
“Robbighfirlii Waliwaalidayya Warhamhumaa Kamaa Robbayaanii Shoghiiroo”.
Andhika, S.Sy, Ali Seto, S.Sy, Udi Wahyudi, S.Sy, Ade Taufik, S.Sy, Fahrur
Rodzy, S.Sy, Mawardi, S.Sy, Monica Lauren, S.Par, Bramantyo Faga, S.Ds, Aby
Respati, S.Kom, canda tawa kalian akan menjadi kenangan terindah dan tak
terlupakan.
9. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini.
Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat dan dapat digunakan sebagai rujukan
penyusunan skripsi lainnya di masa mendatang. Penulis pun menyadari bahwa skripsi
ini masih jauh dari kesempurnaan. Karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik
vi
DAFTAR ISI
ABSTRAK ............................................................................................................ iv
HADHANAH ................................................................................ 13
Makassar .................................................................................. 37
PERKARA HADHONAH
A. Kesimpulan .............................................................................. 66
B. Saran-saran .............................................................................. 68
LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN
2012 yang lalu adalah mengenai penerapan lembaga dwangsom dalam perkara
berbagai kesulitan pelaksanaan eksekusi anak yang selama ini kerap terjadi.1
eksekusi putusan anak masih ada perselisihan dimana ada ahli hukum yang
berpendapat anak tidak dapat di eksekusi sedangkan ahli hukum yang lain putusan
hadhanah dapat di eksekusi. Para ahli hukum yang berpendapat putusan hadhanah
tidak dapat di eksekusi beralasan bahwa selama ini Yurisprudensi yang ada
orang. Oleh karena itu eksekusi terhadap anak sesuai dengan kelaziman yang ada
1
Cik Basir, Hakim pada Pengadilan Agama Lubuk Linggau (Sum-Sel) hal ini Rumusan hasil
Rakernas dimaksud selengkapnya menyatakan bahwa pada dasarnya putusan perkara hadhanah dapat
dieksekusi, akan tetapi dalam pelaksanaannya harus memperhatikan kepentingan dan psikologis anak.
Untuk menghindari kesulitan pelaksanaan eksekusi, hakim dapat menghukum tergugat untuk
membayar dwangsom. Lihat Rumusan Hasil Diskusi Kelompok Bidang Peradilan Agama (Komisi II),
(Manado, tanggal 31 Oktober 2012), h.2-3.
1
2
maka tidak ada eksekusinya, apalagi putusan bersifat deklatoir, karena kenyataan
sekarang eksekusi terhadap anak hanya bersifat sukarela. Sedang ahli hukum yang
hukum yang dianut akhir-akhir ini menetapkan bahwa masalah penguasaan anak
(zakenrecht) ternyata masih sangat jarang yang sampai dikabulkan hakim. Hal ini
dwangsom itu sendiri di satu sisi dan penerapannya di Pengadilan Agama di sisi
lain.3
Dalam aspek teori dan praktik tuntutan uang paksa (dwangsom) lazim
dijumpai dalam setiap gugatan. Kongkritnya, tuntutan uang paksa merupakan hal
2
Retnowulan dan Iskandar Oeripkartawinata, Hukum Acara Perdata dalam Teori dan
Praktek. (Bandung: Mandar Maju, 2002), h. 34
3
Harifin Tumpa, Memahami Eksistensi Uang Paksa (Dwangsom) dan Inplementasinya di
Indonesia. (Jakarta: Prenada Media Group, 2010), h. 9.
3
wajar dan semestinya diminta oleh pihak penggugat atau para penggugat kepada
pihak tergugat atau para tergugat sebagai upaya tekanan agar nantinya pihak
tergugat atau para tergugat mematuhi, memenuhi dan melaksanakan tuntutan atau
hukuman pokok.4
uang kepada pihak penggugat dengan tujuan agar tergugat (terhukum) bersedia
memenuhi hukuman pokok yang dijatuhkan hakim secara sukarela dalam waktu
Sedangkan dari ketentuan Pasal 606a dan 606b Rv setidaknya ada tiga hal
yang perlu dipahami yang merupakan sifat sekaligus sebagai prinsif dasar dari
perkataan lain gugatan mengenai dwangsom tidak bisa diajukan secara tersendiri
atau terpisah dengan gugatan pokok, ia selalu harus mengikuti gugatan pokok.
Dengan demikian dwangsom tidak mungkin dijatuhkan hakim jika gugatan pokok
4
Lilik Mulyadi, Kompilasi Hukum Perdata Perspektif Teoritis dan Praktik Peradilan; Hukum
Acara Perdata, Hukum Perdata Materiil, Peradilan Hubungan Industrial, Peradilan Perkara Perdata
(Bandung: P.T Alumni, 2009), h. 71.
5
Harifin Tumpa, Memahami Eksistensi Uang Paksa (Dwangsom) dan Inplementasinya di
Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2010), h. 18-19.
4
hukuman pokok dalam putusan tersebut. Apabila hukuman pokok dalam putusan
lagi sehingga tidak perlu dilaksanakan lagi oleh tergugat. Sebaliknya, manakala
dwangsom.
dimaksudkan untuk memberikan tekanan secara psikis kepada pihak tergugat agar
kedudukan dwangsom jelas fungsi utamanya adalah sebagai alat untuk menekan
6
Abdul Manan, Penerapan Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Agama, (Jakarta:
Kencana Prenada Madia Group, 2008), h. 439.
5
Inilah tiga hal yang merupakan sifat sekaligus prinsif lembaga dwangsom
yang penting untuk diketahui dan dipahami guna memudahkan dalam memahami
Sebagian praktisi hukum berpendapat bahwa dwangsom ini tidak boleh diterapkan
yang lain berpendapat bahwa lembaga dwangsom dapat juga diterapkan dalam
akan memenuhi isi putusan hakim jika ia mengetahui ada kewajiban yang harus
tujuan kemaslahatan.7
untuk mengkaji lebih jauh bagaimana penerapan atau implementasi uang paksa
ingin mencoba meneliti dan menguraikan bentuk penulisan skripsi dengan judul:
7
Abdul Manan, Penerapan Hukum Acara Perdata di Lingkungan Pengadilan Agama, h.
438.
6
1. Pembatasan Masalah
perkara hadhanah banyak perbedaan antara para ahli hukum, karena masih
banyak ahli hukum yang berbeda pendapat akan hal ini, maka dari
permasalahan ini penulis ingin mengkaji lebih dalam dan memberikan batasan
2. Perumusan Masalah
Perkara Hadhanah yang sering kita temui dalam praktek yang terkadang
banyaknya pihak tergugat atau yang kalah jarang sekali yang melaksanakan
putusan dari pengadilan, sehingga proses eksekusi terhadap anak sering terjadi
unsur uang paksa (dwangsom) pada perkara hadhanah ini agar memberikan
efek jera pada tergugat, akan tetapi hal psikis anak harus juga diliat berkaitan
hadhanah. Hal ini lah yang masih menjadi perdebatan para ahli. Berdasarkan
b. Apa saja Kategori Perkara yang dapat dijatuhi uang paksa (dwangsom)?
C. Tujuan Penelitian
2. Untuk mengetahui Apa saja Perkara yang dapat dijatuhi uang paksa
(dwangsom).
D. Review Study
2. Hak Asuh Anak Akibat Istri Nusuz (Analisis Putusan Pengadilan Agama
2009.
E. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
a. Diharapkan memberikan manfaat bagi pihak terkait, yang dalam hal ini
2. Manfaat Praktis
F. Metode Penelitian
positif.8
literatur dan yang lainnya yang ada relevansinya dengan judul skripsi ini.
8
Johnny Ibrahim, Teori dan Metodelogi Penelitian Hukum Normatif, (Malang: Bayumedia
Publishing, 2008), h. 294.
9
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta, Kencana, 2011), cet. 7, h. 137.
10
2. Sumber Hukum
Islam, dan Burgelijk Wetbok. Dan sumber data sekunder yaitu bahan-bahan
hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan primer yang terdiri dari
buku-buku (textbooks) yang ditulis para ahli hukum yang berpengaruh (de
buku, surat kabar, media online, majalah, prasasti, notulen, rapat, agenda, dan
sebagainya.12
10
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji. Penelitian Hukum Normatif suatu tinjauan singkat,
(Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003), h. 13.
11
Johnny Ibrahim, Teori dan Metodelogi Penelitian Hukum Normatif, h. 29.
12
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji. Penelitian Hukum Normatif suatu tinjauan singkat, h.
201.
11
untuk menjawab isu hukum yang telah dirumuskan dalam rumusan masalah.
konstruksi.
Dalam analisis Bahan Hukum ini kegiatan yang dilakukan antara lain
tentang hukum hak asuh anak serta tentang uang paksa dalam peraturan
perundang-undangan.
G. Teknik Penulisan
prinsip-prinsip yang telah diatur dan dibukukan dalam buku pedoman penulisan
skripsi Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
H. Sistematika Penulisan
Pendahuluan dalam sub bab ini berisikan tentang latar belakang masalah,
tentang Tata Cara Pengajuan Dwangsom Dalam Gugatan dan yang terakhir
Kelima dalam bab terakhir ini berisikan tentang kesimpulan dari penulis
VERKOOP) HADHANAH
Hukuman adalah resiko yang ditanggung oleh siapa saja yang melakukan
untuk mengekang dalam arti fisik agar orang itu terasing dari komunitas sosial
dalam pembinaan diri untuk menjadi lebih baik. Hukuman menjadi sebuah sarana
pengendalian sosial (social control) yang efektif dalam pembinaan terhadap orang
paksa” sebagai uang hukuman bagi seseorang tergugat (orang yang menimbulkan
kerugian bagi orang lain) yang ditetapkan dalam putusan hakim yang sifatnya
komdemnatoir.1
uang paksa (dwangsom) adalah sejumlah uang yang ditetapkan dalam putusan
1
Ditinjau dari segi sifatnya, terdapat beberapa jenis putusan yang dapat dijatuhkan hakim:
Putusan declatoir atau deklarator adalah yang berisi pernyataan atau penegasan tentang suatu keadaan
atau kedudukan hukum semata-mata, Misalnya putusan yang menyatakan ikatan perkawinan sah,
perjanjian jual beli sah. Putusan Constitutief atau konstitutif (constitutief vonnis) adalah putusan yang
memastikan suatu keadaan hukum, baik yang bersifat meniadakan suatu keadaan hukum maupun yang
menimbulkan hubungan hukum baru, misalnya putusan perceraian. Putusan Condemnatoir atau
kondemnator adalah putusan yang memuat amar menghukum salah satu pihak yang berperkara.
Putusan yang bersifat kondemnator merupakan bagian yang tidak terpisah dari amar deklaratif atau
konstitutif. Lihat M. Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), h. 872-
874.
13
14
hakim yang harus dibayar oleh si Terhukum untuk kepentingan pihak lawan
berasal dari bahasa Belanda, yang merupakan kata absorptie dari bahasa Perancis
yaitu kata "astreinte". Dalam aspek teori dan praktik tuntutan uang paksa
paksa merupakan hal wajar dan semestinya diminta oleh pihak Penggugat atau
para Penggugat kepada pihak Tergugat atau para Tergugat sebagai upaya tekanan
agar nantinya pihak Tergugat atau para Tergugat mematuhi, memenuhi dan
dengan amar putusan yang mesti dilaksanakan oleh pihak yang kalah dalam
2
Lilik Mulyadi, Putusan Hakim dalam Hukum Acara Perdata Indonesia: Teori, Praktik,
Teknik Membuat dan Permasalahannya (Bandung: PT. Citra Aditya Abadi, 2009), h. 70.
3
Harifin A.Tumpa, Memahami Eksistensi Uang Paksa (dwangsom) dan Implementasinya di
Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2010), h. 17.
4
Lilik Mulyadi, Kompilasi Hukum Perdata Perspektif Teoritis dan Praktik Peradilan;
HukumAcara Perdata, Hukum Perdata Materiil, Peradilan Hubungan Industrial, Peradilan Perkara
Perdata (Bandung: P.T Alumni,2009), h. 71.
.
15
tetap.
sebagai berikut:5
1. merupakan accecoir, tidak ada dwangsom apabila tidak ada hukuman pokok,
dijalankan eksekusi;
ditetapkan oleh putusan hakim dalam putusannya, maka orang yang dihukum
perdata adalah gugatan. Oleh karena itu, apabila di dalam gugatan diminta adanya
hakim tingkat pertama, banding maupun kasasi.6 Tentang seberapa jauh hakim
5
Abdul Manan, Penerapan Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Agama, Cet ke-
5, (Jakarta: Kencana Prenada Madia Group, 2008), h.230.
6
Harifin Tumpa, Memahami Eksistensi Uang Paksa (Dwangsom) dan Implementasinya di
Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2010), h. 51.
16
(dwangsom).
dijatuhkan itu dapat bekerja secara efektif sesuai dengan tujuannya, artinya
psychis bagi terhukum, sehingga si terhukum ini akan dengan sukarela memenuhi
hukuman pokoknya.7
untuk melakukan itu) digunakan sebagai alat pemaksa, maka alat pemaksa ini
tidak diperlakukan di dalam hal keputusan itu berupa pembayaran sejumlah uang.
Dengan melihat maksud dan tujuan dari dwangsom tersebut, maka dapat
7
Harifin Tumpa, Memahami Eksistensi Uang Paksa (Dwangsom) dan Implementasinya di
Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2010), h. 51.
8
Harifin Tumpa, Memahami Eksistensi Uang Paksa (Dwangsom) dan Implementasinya di
Indonesia, h. 21.
17
1. Adanya suatu ancaman (de bedreiging) yang bekerja secara psychis; dan
2. Berlakunya dwangsom;
Dalam rumusan ketentuan pasal 61d Ayat 1 menetukan bahwa hakim yang
hakim dan para ahli hukum. Menurut yurisprudensi dan literatur ditemukan dua
9
Harifin Tumpa, Memahami Eksistensi Uang Paksa (Dwangsom) dan Implementasinya di
Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2010), h. 39.
18
1. Menurut Fiqh
hadhanah jamaknya ahdhan atau hudhun terambil dari kata hidhn yaitu
anggota badan yang terletak di bawah ketiak hingga al-kayh (bagian badan
rusuk atau di pangkuan.12 Hadhanah juga berarti “di samping” atau berada “di
10
Ahmad Warson, kamus Al-Munawir Arab – Indonesia, (Surabaya: Pustaka Progresif,
1997), h. 296.
11
Sayyid Sabiq, Fiqhus-Sunnah Jilid 2, (Beirut-Lubhan : Dar al-Fikr, 1973), h. 339.
12
DEPAG RI, Ilmu Fiqh, Direktorat Jendral Pembinaan Kelembagaan Agama Islam Proyek
Pembinaan Prasarana dan Sarana Perguruan Tinggi Agama IAIN Jakarta, 1984/1985. Jilid II, h. 206.
19
Dalam kajian fiqh, pemeliharaan anak biasa disebut dengan hadhanah yang
berarti memelihara seorang anak yang belum mampu hidup mandiri yang
merusaknya.14
atau yang sudah besar tetapi belum tamyiz, menyediakan sesuatu yang
terminologis diantaranya:
13
Amiur Nuruddin, dkk, Hukum Perdata Islam Di Indonesia, (Jakarta : Kencana, 2006), h.
293.
14
Ali Zainuddin, Hukum Perdata Islam Di Indonesia, (Jakarta : Sinar Grafika, 2007), h. 67.
15
Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah Jilid II, (Beirut : Dar Fikr, 1983), h. 287.
16
Imam Muhammad Ibnu Ismail As-Shan‟ani, Subulussalam Juz III, (Kairo: Dar Ihya Al-
Turas Al-Araby, 1960), h. 227.
20
17
Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah Jilid II, (Beirut: Dar Fikr, 1983), h. 289.
18
Syeikh Al-syihab Al-Din Al-Qalyubi Wa Al-„Umairah, Al-Mahalli Juz IV, (Kairo: Dar
Wahya Al-Kutub, 1971), h. 88.
21
menjaga, memimpin, dan mengatur segala hal yang anak-anak itu belum
mutlak yang tidak dapat diganggu gugat. Orang tua tidak boleh begitu saja
kewajiban orang tua terhadap anak yang telah digariskan dalam islam,
19
Syaikh Hasan Ayyub, Fiqh Keluarga, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2004), h. 391.
20
Wahbah Zuhaili, Al-Fiqh Islam Wa Adillatuhu Juz VII, (damaskus: Dar Al-fikr, 1984), h. 279.
21
Abdur Rozak Kusein, Hak Anak Dalam Islam, (Jakarta: Fikahati Aneska, 1995), h. 49.
22
Neng Djubaedah, dkk, Hukum Perkawinan Islam DI Indonesia, (Jakarta: PT. Hecca Utama,
2005), h. 177.
22
6) Hak anak dalam kepemilikan harta benda atau hak warisan demi
kelangsungan hidupnya.
Perdata Buku Kesatu hal Orang pada Bab X, XI, dan XIV, Pada pasal 289 bab
dan menghargai kedua orang tuanya. Dalam tinjauan hukum perdata mengenai
siapa yang paling berhak memelihara atau mengasuh anak yang masih di
bawah umur, akibat dari perceraian suami istri adalah kewajiban orang tuanya.
23
Amiur Nuruddin dkk, Hukum Perdata Islam Di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006). h.
298-299.
23
Orang tua wajib memelihara dan mendidik anak-anak mereka yang masih di
bawah umur. Kehilangan kekuasaan orang tua atau kekuasaan wali tidak
selama perkawinan orang tuanya, sejauh kedua orang tua tersebut tidak
dilepaskan atau dipecat dari kekuasaan itu. Kecuali jika terjadi pelepasan atau
bapak sendiri yang melakukan kekuasaan itu. Bila bapak berada dalam
keadaan tidak mungkin untuk melakukan kekuasaan orang tua, kecuali dalam
hal adanya pisah meja atau ranjang. Bila ibu juga tidak dapat atau tidak
dengan pasal 359. Hal ini terdapat dalam pasal 300 bab XIV Tentang
Hukum Perdata.25
Anak, orang tua (bapak ataupun ibu) memiliki hak yang setara dan sama
24
Soedharyo Soimin, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, (Jakarta: sinar Grafika, 2007), h. 72.
25
Soedharyo Soimin, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, h.76.
24
sebagai orang tua untuk mengasuh, memelihara dan merawat serta melindungi
hak-hak anak. Yang terpenting, kemampuan orang tua untuk mengasuh dan
memelihara anak.26
perceraian, dan setelah mendengar atau memanggil dengan sah para orang tua
atau keluarga sedarah atau semenda dari anak-anak yang dibawah umur,
Pengadilan Negeri akan menetapkan siapa dari kedua orang tua akan
melakukan perwalian atas tiap-tiap anak, kecuali jika kedua orang tua itu
Dari uraian tersebut di atas, bahwa setelah adanya kekuasaan orang tua
atau para wali atau yang ditetapkan oleh Pengadilan, kecuali keduanya telah
berperilaku tidak baik. Jadi, menurut hukum perdata, bahwa hak memelihara
atau mengasuh anak yang masih kecil tetap berada dalam tanggungan orang
26
Rika Saraswati, Hukum Perlindungan Anak Di Indonesia, (Bandung: PT. Citra Aditya
Bakti, 2009), h. 211.
27
Soedharyo soimin, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, (Jakarta: Sinar Grafika, 2007),
h. 72.
25
Hukum Perdata,
Menurut pasal tersebut di atas, bahwa hak mengasuh terhadap anak kecil
KHI
Tahun 1975 secara luas dan rinci. Oleh karena itu, masalah penguasaan anak
(hadhanah) ini belum dapat diberlakukan secara efektif sehingga pada hakim
28
Soedharyo Soimin, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, (Jakarta: Sinar Grafika, 2007),
h. 55-56.
26
Antisipasi ini sangat positif sebab meskipun ibu yang harus menyusui
anaknya tetapi dapat diganti dengan susu kaleng atau anak disusukan oleh
seorang ibu yang bukan ibunya sendiri. Ketentuan ini juga relavan dengan hal
yang terdapat dalam ayat 233 surat Al-Baqarah yang menjadi acuan dalam hal
pemeliharaan anak.
Pasal 41, dapat dipahami bahwa ada perbedaan antara tanggung jawab
29
Abdul Manan, Penerapan Hukum Acara Perdata Di Lingkungan Peradilan Agama,
(Jakarta: Kencana, 2008), h. 428-429.
30
Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam Di Indonesia, (Jakarta: UI Press, 1986), h. 149.
27
material yang menjadi beban suami atau bekas suami jika ia mampu, dan
dengan keyakinannya.31 Dalam kaitan ini, Kompilasi Hukum Islam Pasal 105
menjelaskan secara lebih rinci dalam hal suami istri terjadi perceraian yaitu
(1) pemeliharaan anak yang belum mumayiz atau belum berumur 12 tahun
adalah hak ibunya; (2) pemeliharaan anak yang sudah mumayiz diserahkan
diserahkan kepada anak untuk memilih di antara ayah atau ibunya sebagai
ayahnya.32
Pada pasal 48 bab X mengenai Hak dan Kewajiban antara Orang Tua
1) Batas usia anak yang mampu berdiri sendiri atau dewasa adalah usia
21 tahun, sepanjang anak tersebut tidak tercatat fisik maupun mental
atau belum pernah melangsungkan perkawinan.
31
Sajuti Thalib, Hukum Kekeluargaan Indonesia, (Jakarta: UI Press, 1986) h. 149.
32
Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam Di Indonesia, (Jakarta: Akademika Pressindo,
2007), h. 138.
33
Undang-Undang Pokok Perkawinan Beserta Peraturan Perkawinan Khusus untuk Anggota
ABRI, POLRI, Pegawai Kejaksaan dan Pegawai Negara Sipil, (Jakarta: Sinar Grafika, 2006), h. 14-15.
28
tetap dipikulkan kepada ayahnya. Tanggung jawab ini tidak hilang meskipun
mereka bercerai. Hal ini sejalan dengan bunyi pasal 34 ayat (1) Undang-
Apabila suami ingkar terhadap tanggung jawabnya, bekas istri yang diberi
dianggap patut jumlahnya oleh Pengadilan Agama. Jadi, pembayaran itu dapat
anaknya, maka kekuasaan orang tua dapat dicabut dengan putusan Pengadilan
Agama. Adapun alasan pencabutan tersebut karena: (1) orang tua itu sangat
34
Cik Hasan Bisri, Kompilasi Hukum Islam Dan Peradilan agama (Dalam Sistem Hukum
Nasional), (Jakarta: Logos, 1999), h. 189.
35
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, (Bandung: Citra Umbara, 2007), h. 13.
29
orang tua itu atau sama sekali tidak mungkin melaksanakannya sama sekali,
waktu lama, sakit uzur atau gila dan berpergian dalam suatu jangka waktu
segala tingkah laku yang tidak senonoh sebagai pengasuh dan pendidik yang
atas, maka terhentinya kekuasaan orang tua itu untuk melakukan penguasaan
ayahnya saja, maka dia tidak berhak lagi mengurusi urusan pengasuhan,
pemeliharaan dan mendidik anaknya, tidak berhak lagi untuk mewakili anak
36
Abdul Manan, Penerapan Hukum Acara Perdata Di Lingkungan Peradilan Agama,
(Jakarta: Kencana, 2008), h. 431.
37
Abdul Manan, Penerapan Hukum Acara Perdata Di Lingkungan Peradilan Agama, h. 431.
30
lain. Oleh karena itu mengasuh anak yang masih kecil adalah wajib karena
apabila anak yang masih dibawah umur dibiarkan begitu saja akan
sehingga anak harus dijaga agar tidak sampai membahayakan. Selain itu, ia
juga harus tetap diberi nafkah dan diselamatkan dari segala hal yang dapat
a. Al-Qur‟an
Pada ayat ini, Allah SWT mewajibkan kepada orang tua untuk memelihara
anak mereka, ibu berkewajiban menyusuinya sampai umur dua tahun. Dan
apabila ada kesepakatan antara kedua orang tua dan mereka boleh
syarat memberikan upah yang pantas. Hal ini demi keselamatan anak itu
sendiri.39
b. As-Sunnah
39
Syaikh Hasan Ayyub, Fiqh Keluarga, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2006), h. 392-393.
40
Abu Daud Sulaiman bin Al-Sajastani, Sunan Abu Daud Juz I, (Beirut: Daar Fikr, 2003), h.
525.
32
.
Artinya: “Dari hadis yang diriwayatkan oleh Amr bin Syuaib dari
ayahnya, dari kakeknya, Abdullah bin Amr bahwa seorang
perempuan berkata kepada Rasulullah SAW, “Wahai Rasulullah,
sesungguhnya anakku ini telah menjadikan perutku sebagai
tempat (naungan)-nya, air susuku menjadi minumannya, dan
pangkuanku sebagai tempat berteduhnya. Sedangkan ayahnya
telah mentalakku seraya menginginkan untuk mengambilnya
dariku”. Maka Rasulullah SAW bersabda, “Kamu lebih berhak
terhadapnya selama belum menikah”.
Hadis ini menjelaskan bahwa ibu lebih berhak dari pada bapak
mengerti dan mampu mendidik anak. Kesabaran ibu dalam hal ini lebih
besar dari pada bapak. Waktu yang dimiliki ibu lebih lapang dari pada
anak. Jika si ibu telah menikah dengan laki-laki lain, maka hak hadhanah
menjadi hilang.41
41
Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah Sayyid Sabiq jilid 2, (Jakarta: Al-I‟tishom, 2008), h. 528.
BAB III
disebut IMAM dan dibantu oleh seorang Khatib dan seorang Bilal.1
agama resmi dan Raja adalah penghulu tertinggi (Syaikhul Islam). Parewa
perkara-perkara kewarisan.
Parewa Syara’ mendapat nafkah dari zakat fitrah, zakat harta, sedekah Iedul
pernikahan.
1
Diakses dari website www.pta-makassar.co.id pada tanggal 24 November 2013
pkl. 16.15 wib
33
34
3. Masa Kemerdekaan
undang Nomor: 3 tahun 1995, jadi Pengadilan Tinggi Agama Ujung Pandang
6. Masa Sekarang
Makassar pada tahun 2000, maka secara otomatis Pengadilan Tinggi Agama
RI.3
3
Diakses dari website www.pta-makassar.co.id pada tanggal 26 Maret 2015 Pkl. 09.20 wib.
36
perkara:4
1. Perkawinan;
2. Waris;
3. Wasiat;
4. Hibah;
5. Wakaf;
6. Zakat;
7. Infaq;
8. Shadaqah; dan
9. Ekonomi Syari’ah.
Pengadilan.
4
Diakses dari website www.pta-makassar.co.id pada tanggal 26 Maret 2015 pkl. 09.20 wib
38
Fungsi:
Agama.
sewajarnya.
sebagainya.
5
Diakses dari website www.pta-makassar.co.id pada tanggal 26 Maret 2015 Pkl. 09.22 wib
39
kewarisan, wasiat dan hibah yang dilakukan berdasarkan hukum Islam serta
waqaf, zakat, infaq dan shadaqah serta ekonomi Syari’ah sebagaimana di atur
1. Kewenangan relatif
pengadilan yang sama jenis dan sama tingkatan lainnya, misalnya antara
6
Chatib Rasyid dkk, Hukum Acara Perdata dalam Teori dan Praktik Pada Peradilan Agama,
Yogyakarta : UII Press 2009 h. 26
40
2. Kewenangan absolut
agama berkuasa atas perkara perkawinan bagi mereka yang beragama Islam
sebagai berikut :
Tahun 2006).
7
Ibid, h. 27-28
41
Pasal 53 ayat (3) Undang-undang Nomor No. 3 Tahun 2006 jo. KMA Nomor
KMA/080/VIII/2006).
ayat (1) dan (2) Undang-undang Nomor No. 3 Tahun 2006) dan terhadap
6. Fungsi Lainnya :
instansi lain yang terkait, seperti DEPAG, MUI, Ormas Islam dan lain-lain
8
Diakses dari website www.pta-makassar.co.id pada tanggal 24 November 2013
pkl.16.15wib
BAB IV
Putusan Hakim
dengan singkatan Rv. Keberadaan lembaga dwangsom itu sendiri diatur dalam
Bab V Bagian 3 Rv yakni dalam Pasal 606a dan 606b. Rumusan pasal
bunyinya dengan ketentuan Pasal 611a dan 611b Rv lama Belanda.1 Namun
sebelum membahas lebih jauh rumusan kedua pasal tersebut ada baiknya
tidak berlaku lagi di Indonesia dengan dihapuskannya Raad Van Justitie dan
1
Harifin Tumpa, Memahami Eksistensi Uang Paksa (Dwangsom) dan Inplementasinya di
Indonesia, ( Jakarta: Prenada Media Group, 2010). h.52.
43
44
berlakunya HIR dan RBg, dalam hal ini hukum acara perdata yang dinyatakan
resmi berlaku hanya HIR untuk daerah Jawa dan Madura dan R.Bg untuk
HIR dan RBg. Sedangkan Pasal 393 ayat (1) HIR4 jo. Pasal 721 R.Bg dengan
tegas melarang segala bentuk hukum acara selain yang diatur dalam HIR dan
RBg tersebut. Atas dasar ketentuan pasal dalam HIR dan R.Bg tersebut maka
seharusnya semua ketentuan yang terdapat dalam Rv itu dan termasuk aturan
mengenai lembaga dwangsom tersebut sama sekali sudah tidak berlaku dan
2
Supomo, Hukum Acara Perdata Pengadilan Negeri., (Jakarta: Fasco 1958), h. 11.
3
Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia. (Yogyakarta: Liberty,1999), h.38.
45
meskipun HIR dan R.Bg tidak mengatur mengenai lembaga dwangsom, tetapi
oleh penggugat.4 Hal ini sejalan dengan yang dinyatakan oleh Sutanto dan
Oeripkartawinata bahwa walaupun Pasal 393 ayat (1) HIR jo. Pasal 721 R.Bg
melarang segala bentuk hukum acara selain HIR dan R.Bg, tetapi apabila
4
Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia. h.50
5
Retnowulan dan Iskandar Oeripkartawinata, Hukum Acara Perdata dalam Teori dan
Praktek. (Mandar Maju, Bandung, 2002), h 8
46
Leon Johannes, di mana majelis hakim dalam putusan tersebut antara lain
dengan sistem HIR dan berdasarkan penafsiran yang lazim dari pada Pasal
memang dapat dibenarkan karena tuntutan kebutuhan dalam praktik dan hal
itu dianggap tidak bertentangan dengan sistem HIR maupun R.Bg. Adapun
6
Harifin Tumpa, Memahami Eksistensi Uang Paksa (Dwangsom) dan Inplementasinya di
Indonesia, ,( Jakarta: Prenada Media Group, 2010). h.50.
47
dwangsom itu pihak tergugat akan mematuhi isi putusan hakim jika ia
memutus Perkara, telah dipahami bahwa Peradilan Agama ialah salah satu
undang No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama.8 Pasal ini menjelaskan
7
Kamarusdiana, Buku Daras Hukum Acara Peradilan Agama, (Jakarta: Fakultas Syariah Dan
Hukum UIN, 2013), h. 319-320.
8
Pasal 2 Ayat (1) Undang-undang No. 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-undang
No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama.
48
hukum dan keadilan. Sehubungan dengan hal tersebut, dalam setiap putusan
suatu perkara, perlu diperhatikan tiga hal yang sangat esensial, yaitu keadilan,
kemanfatan dan kepastian. Ketiga hal ini harus mendapatkan perhatian yang
mewujudkannya.9
sistem HIR maupun R.Bg. Hal ini selain didasarkan beberapa yurisprudensi
Mahkamah Agung juga sejalan dengan pendapat para pakar hukum berkenaan
dengan hal itu. Namun yang menjadi pertanyaan bagaimana halnya dengan di
sebagaimana peradilan umum, dan kalau peradilan agama berwenang, apa saja
dasar penerapannya.
9
Abdul Manan, Penerapan Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Agama, Cet ke-5
(Jakarta: Kencana Prenada Madia Group, 2008), h.230
49
di antara para hakim yang belum cukup memahami eksistensi dan urgensi
peradilan agama yang belum cukup yakin bahwa permohonan dwangsom itu
masih ada di antara para hakim peradilan agama yang berpendirian bahwa
acara yang berlaku bagi lingkungan peradilan agama yaitu ketentuan Pasal 54
lingkungan peradilan agama adalah hukum acara perdata yang berlaku pada
10
Cik Basir, Penerapan Lembaga Dwangsom Di Pengadilan Agama, (Makalah Rumusan
Hasil Diskusi Kelompok Bidang Peradilan Agama Komisi II), Manado, tanggal 31 Oktober 2012, h.
17.
50
dipahami bahwa hukum acara yang berlaku bagi lingkungan peradilan agama
lingkungan peradilan umum. Dalam hal ini baik yang diatur dalam R.Bg
termasuk dalam hal ini ketentuan-ketentuan hukum acara yang bersumber dari
(PERMA) dan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) yang berlaku bagi
Peradilan Agama itu sendiri. Dalam hal ini khususnya yang menyangkut
11
Cik Basir, Penyelesaikan Sengketa Perbankan Syariah di Pengadilan Agama dan
Mahkamah Syar’iyah, cet.2, (Jakarta: Prenada Media 2012), h.135-142.
12
Yang dimaksud dengan perkara-perkara di bidang perkawinan adalah perkara-perkara
sebagaimana disebutkan dalam penjelasan Pasal 49 huruf ( a) UU No.3 Tahun 2006 tetang Perubahan
Atas UU No.7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama.
51
pada ketentuan hukum acara yang diatur dalam HIR/R.Bg, Rv dan KUH
pengadilan agama tidak boleh hanya berpedoman pada hukum acara yang
melainkan harus berpedoman pada ketentuan hukum acara yang telah diatur
Agama yang diuraikan di atas dapat dipahami bahwa oleh karena lembaga
dwangsom tersebut merupakan salah satu lembaga yang diatur dalam Rv yang
peradilan agama.
peradilan agama dalam hal ini tidak perlu ragu untuk menerapkan atau
dwangsom sepanjang hal itu memang diminta oleh para pihak dalam
lingkungan peradilan agama, lalu yang perlu diketahui pula dalam hal ini adalah
mengenai putusan hakim dalam perkara apa saja di lingkungan peradilan agama
yang dapat dijatuhkan dwangsom. Apakah setiap putusan pengadilan agama dapat
agama hanya terbatas pada putusan hakim dalam perkara pengasuhan anak
(hadhanah) saja, karena hal inilah yang paling sering dibicarakan dalam berbagai
53
peradilan agama selama ini. Padahal tentu sama sekali tidak demikian halnya.
agama yang dapat dijatuhkan dwangsom dapat merujuk pada ketentuan Pasal
yang lain dari pada membayar sejumlah uang maka dapat ditentukan bahwa
sepanjang atau setiap kali terhukum tidak memenuhi hukuman tersebut, olehnya
berupa pembayaran sejumlah uang saja. Artinya, terhadap semua putusan hakim
kecuali hukuman dimaksud berupa pembayaran sejumlah uang. Bahkan dalam hal
ini termasuk kemungkinan eksekusi riil atas suatu putusan sama sekali tidak
adalah hukuman pembayaran sejumlah uang”.13 Dengan demikian dalam hal ini
dapat ditegaskan bahwa hanya putusan hakim yang hukuman pokoknya berupa
pembayaran sejumlah uang saja yang tidak dapat dijatuhkan dwangsom, di luar
itu, semua putusan hakim dalam perkara apapun di bidang perdata yang
dwangsom seperti yang selama ini sering diwacanakan, tetapi semua putusan
13
Harifin Tumpa, Memahami Eksistensi Uang Paksa (Dwangsom) dan Inplementasinya di
Indonesia, ( Jakarta: Prenada Media Group, 2010), h.25-26
14
Cik Basir, Penerapan Lembaga Dwangsom Di Pengadilan Agama, (Makalah Rumusan
Hasil Diskusi Kelompok Bidang Peradilan Agama Komisi II), Manado, tanggal 31 Oktober 2012, h.
22
55
suatu perbuatan, atau Membayar sejumlah uang. Terhadap putusan yang amar
inilah yang tidak boleh dijatuhkan dwangsom, yakni apabila hukuman pokok yang
terhukum (tergugat) agar membayar sejumlah uang kepada pihak yang menang
(penggugat).
misalnya dalam perkara gugatan isteri atas nafkah yang dilalaikan suaminya atau
nafkah anak atau bisa juga dalam hal gugatan harta bersama dalam bentuk uang.
Rp.1.000.000,- (satu juta rupiah) per bulan hingga anak tersebut dewasa. Atau,
sejumlah uang;
petitum.
15
Kamarusdiana, Buku Daras Hukum Acara Peradilan Agama, (Jakarta: Fakultas Syariah
Dan Hukum UIN, 2013), h. 322.
57
mengurangi hak anak untuk tetap bertemu langsung dan berhubungan pribadi
undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan jo. Pasal 105 huruf c
harus ditolak dalam hal putusan dapat dilaksanakan dengan eksekusi riil bila
dikabulkan.
16
Harifin Tumpa, Memahami Eksistensi Uang Paksa (Dwangsom) dan Inplementasinya di
Indonesia, ( Jakarta: Prenada Media Group, 2010), h.81
59
hukuman dwangsom tanpa diminta para pihak berperkara jelas hal ini
seperti telah dikemukakan di atas bahwa salah satu sifat dwangsom adalah
hukuman pokok.
17
Ultra Petita dalam hukum acara perdata adalah memutus hal yang tidak diminta atau tidak
dituntut atau memutus lebih dari yang diminta/dituntut, di mana menurut ketentuan Pasal 189 ayat (2)
R.Bg jis. Pasal 178 ayat (3) HIR dan Pasal 50 ayat (3) serta Psl 385 ayat (2) dan (3) RV hakim perdata
dilarang memberi putusan tentang hal-hal yang tidak dituntut atau mengabulkan lebih dari yang
dituntut.
60
sejumlah uang. Hal ini sesuai dengan Penerapan ketentuan Pasal 606a
sejumlah uang tidak boleh dan tidak perlu dijatuhkan dwangsom karena
18
Harifin Tumpa, Memahami Eksistensi Uang Paksa (Dwangsom) dan Inplementasinya di
Indonesia, h.29.
61
dalam batas waktu yang telah ditentukan. Oleh karena itu sebelum
pihak terhukum tidak mau memenuhi hukuman pokok. Dalam hal jumlah
hakim harus memastikan terlebih dahulu bahwa jumlah uang paksa yang
19
Harifin Tumpa, Memahami Eksistensi Uang Paksa (Dwangsom) dan Inplementasinya di
Indonesia, h. 79
20
Harifin Tumpa, Memahami Eksistensi Uang Paksa (Dwangsom) dan Inplementasinya di
Indonesia, h. 51
62
tegas.
hadhanah.
uang.
tergugat/pembanding mampu.
MENGADILI
DALAM EKSEPSI
diterima;
DALAM PROVISI
berikut :
tahun (mumayyiz);
64
penggugat/terbanding ;
rupiah);
rupiah).
pokok perkara harus pula memberikan putusan terhadap dwangsom ini dengan
sebagai berikut: (1) beralasan hukum atau tidaknya tuntutan dwangsom itu;
(2) boleh atau tidaknya dwangsom itu ditetapkan dalam perkara tersebut; (3)
dikesampingkan. Jadi, putusan hadhanah itu harus tegas dan jelas dengan
temukan dalam praktik peradilan selama ini. Adapun yang terpenting untuk
dipahami dalam hal ini baik untuk mengabulkan atau menolak suatu
21
Kamarusdiana, Buku Daras Hukum Acara Peradilan Agama, (Jakarta: Fakultas Syariah
Dan Hukum UIN, 2013), h. 323.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
kepada pihak yang kalah apabila lalai dalam menjalankan amar putusan
66
67
3. Penerapan dwangsom dalam perkara cerai gugat hanya sebatas pada gugatan
dalam gugatan ini isteri tidak sekedar menuntut perceraian semata melainkan
tuntutan hak asuh anak juga (Hadhanah) dalam satu surat gugatan. Meskipun
tuntutan hukum hak asuh anak . Dwangsom tidak dapat diterapkan bersamaan
masuk dalam kriteria dwangsom yaitu: (1) dwangsom diminta secara tegas
hukuman pokok; (3) hukuman pokok yang diminta bukan berupa pembayaran
B. Saran-Saran
dalam putusan menjadi suatu tuntutan tekanan (psikis) terhadap pihak yang
kalah.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qalyubi, Al-syihab Al-Din, Al-Mahalli Juz IV, Kairo : Dar Wahya Al-Kutub, 1971
Amirudin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Jakarta : Raja
Grafindo Persada, 2006
Aripin, Jaenal, Pengadilan Agama Dalam Bingkai Reformasi Hukum Islam, Jakarta :
Kencana, 2008
Bisri, Cik Hasan, Kompilasi Hukum Islam Dan Peradilan agama (Dalam Sistem
Hukum Nasional), Jakarta : Logos, 1999
69
70
Ismail, Muhammad Ibnu, Subulussalam Juz III, Kairo : Dar Ihya Al-Turas Al-Araby,
1960
Kamarusdiana, Buku Daras Hukum Acara Peradilan Agama, Jakarta: Fakultas Syariah Dan
Hukum UIN, 2013
Kusein, Abdur Rozak, Hak Anak Dalam Islam, Jakarta : Fikahati Aneska, 1995
Manan, Abdul, Penerapan Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Agama, Jakarta :
Kencana Prenada Media Group, 2005
--------------, Beberapa Permasalahan Hukum Acara Perdata Pada Peradilan Agama,
Jakarta : Al-Hikmah, 1997
Pangaribuan, Luhut MP., Menuju Sistem Peradilan Pengayoman, (suatu catat awal ),
Jakarta : Ghalia Indonesia, 1995
Rasjidi, Lili, Hukum Sebagai Sistem, Jakarta : PT. Remaja Rosdakarya, 1993
Retnowulan dan Iskandar Oeripkartawinata, Hukum Acara Perdata dalam Teori dan
Praktek, Bandung : Mandar Maju, 2002
Setiawan, Aneka Masalah Hukum dan Hukum Acara Perdata, Bandung : Alumni,
1992
Sulaiman, Abu Daud bin Al-Sajastani, Sunan Abu Daud Juz I, Beirut: Daar Fikr,
2003
Zainuddin, Ali, Hukum Perdata Islam Di Indonesia, Jakarta : Sinar Grafika, 2007
Zuhaili, Wahbah, Al-Fiqh Islam Wa Adillatuhu Juz VII, damaskus : Dar Al-fikr, 1984
PUTUSAN
Nomor 2/Pdt.G/2013/PTA Mks.
BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM
DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA
Artinya : “Apabila seorang laki-laki bercerai dengan isterinya, dan dia mempunyai
anak dari perkawinannya dengan isterinya itu, maka isterinya lebih
berhak untuk memeliharanya” ;
Menimbang, bahwa berdasarkan fakta di persidangan, penggugat /
terbanding sebagai ibu kandung kedua anak tersebut tidak/belum menikah dengan
seorang lelaki lain (belum bersuami) dan pula telah menetap tempat tinggalnya
bersama dengan ibu kandung penggugat / terbanding di Jalan Landak Baru No.94
I, RT.006, RW.003, Kelurahan Banta-bantaeng, Kecamatan Rappocini, Kota
Makassar, sehingga penggugat / terbanding sebagai ibu kandung kedua anak
tersebut telah memenuhi syarat untuk menjadi pengasuh dan pemelihara anaknya,
dalam hal ini Pengadilan Tinggi Agama sependapat dengan Hadits Nabi Riwayat
Artinya : “Dari Abdullah bin Amru: Ada seorang wanita bertanya kepada
Rasulullah, "Wahai Rasul, anakku ini dulu keluar dari perutku, susuku
sebagai siraman baginya, dan kuda betina ini baginya sebagai barang
milik. Ayahnya sekarang telah menthalak serta ingin meminta anak ini
dariku." Rasulullah kemudian bersabda kepada sang wanita, "Kamu
lebih berhak atas anakmu selama kamu belum menikah ";
Menimbang, bahwa Pengadilan Tinggi Agama mempertimbangkan pula
bahwa ternyata pada diri penggugat / terbanding tidak terbukti adanya ketidak
cakapan untuk menerima hak sebagai pemegang hak hadlanah terhadap anaknya
tersebut, atau dengan kata lain penggugat / terbanding dipandang layak dan
memenuhi syarat untuk ditetapkan sebagai pemegang hak hadlanah sebagaimana
dimaksud dalam kitab Kifayatul Ahyar juz II halaman 94 sebagai berikut :
MENGA DILI
ttd ttd
Drs. H. Wakhidun A.R., S.H., M.H Drs. Bahrussam Yunus, S.H., M.H.
ttd
Untuk Salinan,
Panitera Pengadilan Tinggi Agama Makassar