Anda di halaman 1dari 84

PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MEMUTUS SENGKETA

PEMBAGIAN HARTA BERSAMA AKIBAT PERCERAIAN DI


LUAR UNDANG-UNDANG
(ANALISIS PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR
78K/AG/2021)

SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

Oleh:

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS PAMULANG
TANGERANG SELATAN
LEMBAR PERSETUJUAN SKRIPSI
Hari ini tanggal........... Bulan..................................Tahun.................telah
dilakukan Pemeriksaan Skripsi terhadap:
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang saya tulis ini adalah
benar karya saya sendiri. Dalam skripsi ini tidak terdapat karya orang lain yang
pernah diajukan dan ditulis untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu
Perguruan Tinggi, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini telah
disebutkan dalam daftar pustaka.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya, apabila
dikemudian hari terdapat kebohongan dari pernyataan saya ini, saya bersedia
menanggung segala akibat yang ditimbulkan, termasuk pencabutan gelar
kesarjanaan yang sudah saya miliki.

ABSTRAK
KIKI PAHRUL MUNTAQI 191010200748, PERTIMBANGAN HAKIM
DALAM MEMUTUS SENGKETA PEMBAGIAN HARTA BERSAMA
AKIBAT PERCERAIAN DI LUAR UNDANG-UNDAG (ANALISIS
PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 78 K/AG/2021). Sebagai suatu
hal yang sakral, perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan
seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga rumah
tangga yang bahagia, namun disisi lain perkawinan juga dihadapkan pada
perceraian sebagai suatu hal yang tak terhindarkan dengan berbagai macam faktor
yang melatarbelakangi itu, dan akibat dari perceraian tersebut mengiringi tentang
apa yang disebut dengan perselisihan harta bersama dalam pembagiannya. Seperti
perkara pembagian harta bersama dalam putusan Mahkamah Agung Nomor 78
K/Ag/2021. Oleh karena itu penulis menarik untuk meneliti pertimbangan hakim
dalam menetapkan bagian harta bersama di luar ketentuan peraturan perundang-
undangan dalam putusan Nomor 78 K/Ag/2021, serta konsep keadilan dalam
penerapan pembagian harta bersama dalam perkara tersebut. Metode penelitian
yang diterapkan penulis adalah penelitian hukum normatif atau metode penelitian
hukum kepustakaan. Penulis berpendapat bahwa pertimbangan hakim terkait
Tergugat (istri) menjalankan fungsi ganda yaitu sebagai ibu rumah tangga
sekaligus mencari nafkah bersama sehingga besaran pembagiannya menjadi lebih
besar kepada Tergugat 70% (istri) sedangkan Penggugat 30% (suami) tidaklah
tepat dengan tidak mempertimbangkan juga bahwa penggugat dalam hal ini
suamipun sebagai kepala rumah tangga telah mengayomi keluarga antara lain
memberikan izin istri untuk bekerja dan suamipun berkerja juga memelihara anak-
anak sebgaimana mestinya. Sehingga suami juga memiliki andil yang sama dalam
keluarga tersebut. Sehingga alangkah lebih tepat hakim dapat bisa memberikan
ii
beban pembagian yang proporsional kepada para pihak. Pada dasarnya seorang
hakim dalam putusannya dapat mewujudkan putusan yang memiliki nilai
kejujuran dan adil yang selalu dicita –cita bagi para pencari keadilan yang dimana
pembagian harta bersama dalam pandangan hukum Islam dan hukum positif telah
sesuai melalui dibagi atas dua sama rata diantara suami istri. Hal ini dalam KHI
Pasal 97 yang menyebutkan bahwa “Janda atau duda cerai hidup masing-masing
berhak seperdua dari harta bersama sepanjang tidak ditentukan dalam perjanjian
perkawinan”. Berdasarkan pandangan tersebut, pola pembagian dalam hukum
islam yang menghendaki adanya keseimbangan atau keadilan pada masing-
masing kedua belah pihak.

Kata Kunci : Harta Bersama; Pertimbangan Hakim; Keadilan.

KATA PENGANTAR

Dalam proses penulisan penelitian ini, penulis sangat berterimakasih


kepada berbagai pihak yang sudah banyak memberikan baik sumbangsi
pemikiran, materi dan setia untuk selalu berdiskusi dan berdialegtika bersama
demi menambah wawasan saya dan dapat menyelesaikan penelitian ini dengan
tepat waktu. Oleh karena itu penulis ingin mengucapkan terimakasi kepada:
1. Bapak Alm. Dr. (HC). Drs. H. Darsono, selaku Mantan Ketua Yayasan Sas-
mita Jaya memberikan tempat untuk menuntut ilmu.
2. Bapak Dr. H. E. Nurzaman, AM., M.M., M.Si. selaku Rektor Universitas Pa-
mulang.
3. Bapak Prof. Dr. Oksidelfa Yanto, S.H., M.H. selaku Dekan sekaligus Guru
Besar Fakultas Hukum Universitas Pamulang.
4. Bapak Dr. Taufik Kurrohman, S.H.I., M.H. selaku Ketua Program Studi
Fakultas Hukum Univeristas Pamulang.
5. Bapak Dadang S.H., M.H., selaku Dosen Pembimbing penulis, yang telah
bersedia meluangkan waktu, pikiran dan tenaga untuk memberikan bimbin-
gan, arahan, motivasi dan dorongan sehingga terselesaikannya skripsi ini.

iii
6. Rekan-rekan Ilmu Hukum angkatan 2019 yang telah memberikan semangat
dan sama-sama berjuang untuk masa depan, terima kasih atas dukungan
kalian.
Penulis menyadari akan banyaknya kekurangan yang ada di skripsi ini.
Oleh karenanya, penulis mengharapkan saran dan kritiknya serta masukan dari
semua pihak agar menjadi bahan perbaikan dalam penyusunan skripsi
kedepannya.
Demikian penyusunan penelitian ini semoga dapat bermanfaat bagi kita
semua, terutama untuk penulis, kalangan akademis, praktisi serta masyarakat
umum, Amin.

iv
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...............................................................................................i
LEMBAR PERSETUJUAN SKRIPSI.................................................................ii
LEMBAR PENGESAHAN..................................................................................iii
LEMBAR PERNYATAAN..................................................................................iv
LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR .............................v
MOTTO DAN DEDIKASI...................................................................................vi
ABSTRAK............................................................................................................vii
KATA PENGANTAR........................................................................................viii
DAFTAR ISI..........................................................................................................ix
DAFTAR RIWAYAT HIDUP.............................................................................xi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah.................................................................1
B. Rumusan Masalah..........................................................................6
C. Tujuan Penelitian...........................................................................6
D. Manfaat Penelitian.........................................................................6
1. Secara Teoritis........................................................................6

2. Secara Praktis..........................................................................7

E. Kerangka Teori..............................................................................7
F. Orisinal Penelitian..........................................................................9
G. Sistematika Penulisan..................................................................11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Tentang Harta Bersama....................................13
1. Pengertian Harta Bersama.....................................................13

2. Asal-Usul Harta Bersama.....................................................15

3. Pembagian Harta Bersama....................................................18

BAB III METODE PENELITIAN


A. Jenis Penelitian.............................................................................27
B. Spesifikasi Penelitian...................................................................27

v
C. Sumber dan Jenis Data.................................................................28
1. Bahan Hukum Primer...........................................................28

2. Bahan Sekunder....................................................................29

3. Bahan Tersier........................................................................29

D. Lokasi Penelitian..........................................................................29
E. Teknik Pengumpulan Data...........................................................30
F. Teknik Analisis Data....................................................................30
BAB IV PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MEMUTUS SENGKETA
PEMBAGIAN HARTA BERSAMA AKIBAT PERCERAIAN DI
LUAR UNDANG-UNDANG (Analisis Putusan Mahkamah Agung
Nomor 78k/AG/2021)
A. Kasus Posisi.................................................................................32
1. Pihak-Pihak...........................................................................32

2. Duduk Perkara......................................................................33

3. Bukti-Bukti...........................................................................36

4. Putusan..................................................................................52

B. Analisis Landasan dan Pertimbangan Hakim dalam Menetapkan


Bagian Harta Bersama di luar Ketentuan Peraturan Perundang-
undangan dalam Putusan Nomor 78 K/Ag/2021.........................53
C. Konsep keadilan dalam penerapan pembagian harta bersama
dalam putusan Nomor 78 K/Ag/2021..........................................66
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan..................................................................................73
B. Saran.............................................................................................74
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................76
LAMPIRAN-LAMPIRAN..................................................................................78

vi
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perceraian merupakan salah satu peristiwa hukum yang menimbulkan

serangkaian akibat-akibat hukum, diantaranya yaitu pembagian harta

kekayaan suami istri yang diperoleh selama berada dalam ikatan perkawinan.

Pembagian harta kekayaan ini merupakan bagian masalah yang krusial

setelah perceraian. Banyaknya peristiwa gugatan harta gono gini menjadi

peristiwa hukum yang signifikan dan penting untuk diketahui bagi mereka

yang akan berumah tangga. Karena biasanya yang akan melangsungkan

perkawinan jarang sekali sampai memikirkan mengenai persoalan kedudukan

harta, baik harta bawaan dari masing-masing pihak dan harta yang diperoleh

setelah melakukan perkawinan. Karena umumnya setiap orang yang

melakukan perkawinan tidak menginginkan atau bahkan hanya sekedar

memikirkan perceraian.

Sebelum sampai kepada pembicaraan harta benda perkawinan, sebaiknya

kita mengetahui terlebih dahulu arti perkawinan itu sendiri. Karena

pengertian perkawinan dalam tatanan hukum mempunyai akibat langsung

terhadap harta benda dalam perkawinan. Pasal 1 Undang-Undang No. 1

Tahun 1974 yang telah diubah menjadi Undang-Undang No. 16 Tahun 2019

tentang perkawinan menjelaskan bahwa: “perkawinan adalah ikatan lahir

batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami istri dengan tujuan

membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan

1
2

Ketuhanan Yang Maha Esa”.1 Perkawinan dalam hukum positif, yaitu

Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 pasal 1 ialah ikatan lahir

batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan

tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal

berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa.2 Ketentuan ini pun diperkuat oleh

rumusan tentang perkawinan yang tercantum dalam Kompilasi Hukum Islam

(KHI) Bab II Pasal 2 tentang perkawinan, yaitu: Perkawinan menurut hukum

Islam adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau mitsaqan ghalidzan

untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah. 3

Namun, pada kenyataannya menjaga keharmonisan dan kelestarian sebuah

perkawinan bukan perkara yang mudah, banyak problem dan rintangan yang

menyertainya, sehingga dapat menyebabkan putusnya ikatan perkawinan.

Putusnya ikatan Perkawinan dapat terjadi karena berbagai hal, baik

karena kematian atau perceraian yang dilatar belakangi oleh berbagai faktor

penyebab, seperti ekonomi, biologis serta perbedaan dalam pandangan hidup

dan sebagainya. Sebagai upaya antisipasi dari pada perceraian, Pemerintah

membuat salah satu Pasal dalam Undang-undang Perkawinan Nomor 1

Tahun 1974 yaitu pada Pasal 93 yang berbunyi:

1 Sa’adah, Nur. "Akibat Hukum Terhadap Harta Bersama Yang Dilakukan


Secara Sepihak." Jurnal Surya Kencana Satu 12.1 (2021).

2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, Pasal 1,


(Direktorat Pembinaan Badan Peradilan Agama Islam. DEPAG RI, 2001).

3 Kompilasi Hukum Islam, Pasal 2, Direktorat Pembinaan Badan Peradilan


Agam Direktorat Pembinaan Kelembagaan Agama Islam. DEPAG RI. 2000.
3

Ayat (1): Perceraian hanya dapat dilakukan di depan Pengadilan setelah

yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah

pihak.

Ayat (2): Untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan bahwa

antara Suami-Istri itu tidak dapat hidup rukun sebagai Suami-Istri,

Ayat (3): Tata cara perceraian di depan Sidang Pengadilan diatur dalam

peraturan Perundang-undangan tersendiri.

Harta benda dalam Perkawinan di atur dalam ketentuan Undang-undang

Perkawinan No. 1 Tahun 1974 Pasal 35, yang menyatakan bahwa harta

bersama di golongkan kedalam tiga macam, yaitu:

1. Harta Bersama adalah harta benda yang di peroleh selama berlang-

sungnya perkawinan.

2. Harta Bawaan adalah harta benda yang di bawa masing-masing pihak,

yaitu suamu dan istri ketika terjadinya Perkawinan.

3. Harta Perolehan adalah harta benda yang di peroleh masing-masing pi-

hak yaitu suami dan istri sebagai hadiah atau warisan.4

Aturan-aturan yang sudah di muat dalam KHI terkait harta bersama

cenderung menghendaki permbagian harta bersama yang adil bagi suami dan

istri dengan membagi dua sama besar, terlepas dari siapa yang mengusahakan

atas harta bersama tersebut. Namun demikian keadilan dan kemaslahatan

yang diharapkan oleh ketentuan bagian harta bersama tersebut belum tentu

dapat dirasakan adil oleh para pihak yang berperkara. Sebab KHI tidak

4 Muhamad Abduk Kadir, Hukun perdata Indonesia, Citra Aditya, Bandung,


2000. hlm.102.
4

memperhatikan harta tersebut merupakan upaya siapa dan atas nama siapa,

sedangkan di masyarakat masih banyak yang tidak bisa merelakan begitu saja

atas jasa-jasanya yang telah di peroleh selama perkawinan. Sehingga banyak

memicu perselisihan mengenai harta bersama antara mantan suami dan istri.

M. Natsir Asnawi menjelaskan gambaran secara umum penyebab

munculnya permasalahan sengketa harta bersama, yaitu sebagai berikut:5

1. Antara mantan suami dan mantan istri tidak sependapat mengenai

harta benda yang termasuk dalam harta bersama dan tetap menjadi

pribadi masing-masing. Dalam keadaan ini, mungkin salah seorang

diantara mereka mengklaim bahwa semua harta benda adalah harta

bersama:

2. Salah seorang pihak menguasai seluruh harta benda yang “dianggap”

sebagai harta bersama tanpa pernah ada itikad baik untuk melakukan

pembagian harta bersama;

3. Salah seorang dengan sengaja menghalang-halangi itikad baik pihak

lainnya untuk melakukan pembagian harta bersama;

4. Salah satu pihak ingin segera dilakukan permbagian harta bersama

sementara pihak lainnya sengaja menahan terlebih dahulu karena ob-

jek dimaksud sedang dijaminkan kepada pihak ketiga (kreditur).

Berangkat dari permasalahan mengenai ketentuan bagian harta bersama,

masih terdapat kesenjangan antara peraturan yang ada dengan berbagai

fenomena perkara harta bersama yang masuk ke Pengadilan. Karena

5 M, Natsir asnawi, Hukum Harta Bersama Kajian Perbandingan Telaah


Norma Yurisprudensi dan Pembaruan Hukum, Kencana, Jakarta, 2020. hlm. 247.
5

peraturan yang berlaku yang mengatur terkait harta bersama dalam

perkawinan hanya membagi 50:50 untuk masing-masing pihak tanpa

menghiraukan siapa yang berkontribusi lebih banyak, sedangkan pada

penerapannya di Pengadilan ketentuan bagian tersebut hanya dapat diterapkan

bagi kasus-kasus tertentu saja.

Beberapa putusan Pengadilan Agama mengesampingkan ketentuan

peraturan dalam hukum positif dan disesuaikan dengan fakta yang dibuktikan

oleh masing-masing pihak. Seperti dalam putusan Nomor 78/K/Ag/2021.

Merupakan perkara yang penyelesaian perselisihannya tidak ditemukan

perdamaian antara kedua belah pihak sampai berujung pada tingkat kasasi.

Adapun putusan PTA pada tingkat banding dan putusan Mahkamah Agung

pada tingkat kasasi menghasilkan subtansi yang sama dan menguatkan

putusan tingkat pertama. Hal ini membuat penulis tertarik untuk mengkaji dan

menganalisis terhadap pertimbangan Majelis Hakim dalam memutuskan

perkara ini, sehingga dapat menjawab kesenjangan antara ketentuan hukum

yang berlaku dengan fakta hukum yang diterapkan dalam putusan tersebut.

Dengan judul: “PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MEMUTUS

SENGKETA PEMBAGIAN HARTA BERSAMA AKIBAT

PERCERAIAN DI LUAR UNDANG-UNDAG (ANALISIS PUTUSAN

MAHKAMAH AGUNG NOMOR 78 K/AG/2021)”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang dipaparkan di atas, maka

penulis menarik beberapa permasalahan yang akan diteliti, yaitu:


6

1. Apa landasan dan pertimbangan hakim dalam menetapkan bagian harta

bersama di luar ketentuan peraturan perundang-undangan dalam putusan

Nomor 78 K/Ag/2021?

2. Bagaimana konsep keadilan dalam penerapan pembagian harta bersama

dalam putusan Nomor 78 K/Ag/2021?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang ingin dicapai oleh penulis melalui penelitian ini

adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui landasan dan pertimbangan hakim dalam memutuskan

putusan nomor 78 K/Ag/2021

2. Untuk memahami konsep keadilan yang di terapkan dalam putusan

perkara nomor 78 K/Ag/2021

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik untuk pribadi

penulis sendiri, untuk ilmu akademis, dan untuk masyarakat secara umum,

yaitu sebagai berikut:

1. Secara Teoritis

Manfaat teoritis dari penelitian ini diharapkan dapat menambah

wawasan bagi penulis husunya dan pembaca pada umumnya di bidang

hukum Ilmu Hukum.

2. Secara Praktis

Manfaat praktis dari penelitian ini adalah dapat memberikan manfaat

pada masyarakat hususnya kepada pejabat-pejabat, hakim-hakim dan


7

pemerintah agar lebih memperhatikan mengenai peraturan yang perlu

pembaharuan.

E. Kerangka Teori

Kerangka teori dapat diartikan sebagai kerangka pemikiran atau butir-

butir pendapat, teori tesis mengenai suatu kasus atau permasalahan yang

menjadi bahan perbandingan, pegangan yang mungkin disetujui atau tidak

disetujui yang merupakan masukan bersifat eksternal dalam penelitian ini.6

Teori bisa digunakan untuk menjelaskan fakta dan peristiwa hukum yang

terjadi. Setiap orang dapat meletakkan fungsi dan kegunaan teori sebagai

pisau analisis pembahasan tentang peristiwa atau fakta hukum yang diajukan

dalam sebuah masalah. Sejalan dengan hal tersebut, maka Penulis di sini

memakai teori Pertimbangan Hakim

Teori Pertimbangan Hakim

Pertimbangan Hakim Pertimbangan hakim merupakan salah satu aspek

terpenting dalam menentukan terwujudnya nilai dari suatu putusan hakim

yang mengandung keadilan (ex aequo et bono) dan mengandung kepastian

hukum, di samping itu juga mengandung manfaat bagi para pihak yang

bersangkutan sehingga pertimbangan hakim ini harus disikapi dengan teliti,

baik, dan cermat. Apabila pertimbangan hakim tidak teliti, baik, dan cermat,

maka putusan hakim yang berasal dari pertimbangan hakim di tingkat

pertama tersebut akan dibatalkan oleh Pengadilan Tinggi/Mahkamah Agung.7


6 Lubis M. Solly, Filsafat Ilmu dan Penelitian, CV. Mandar Maju, Bandung,
1994. hlm. 80.

7 Mukti Arto, Praktek Perkara Perdata pada Pengadilan Agama, CV Pustaka Pelajar,
Yogyakarta, 2004. hlm. 140.
8

Pada hakikatnya pertimbangan hakim hendaknya juga memuat tentang

hal-hal sebagai berikut: 1) Pokok persoalan dan hal-hal yang diakui atau dalil-

dalil yang tidak disangkal. 2) Adanya analisis secara yuridis terhadap putusan

segala aspek menyangkut semua fakta/hal-hal yang terbukti dalam

persidangan. 3) Adanya semua bagian dari petitum Penggugat harus

dipertimbangkan/diadili secara satu demi satu sehingga hakim dapat menarik

kesimpulan tentang terbukti/tidaknya dan dapat dikabulkan/tidaknya tuntutan

tersebut dalam amar putusan.

Pokok kekuasaan kehakiman diatur dalam Undang-undang Dasar 1945

Bab IX Pasal 24 dan Pasal 25 serta di dalam Undang-undang Nomor 48 tahun

2009. Undang-undang Dasar 1945 menjamin adanya sesuatu kekuasaan

kehakiman yang bebas. Hal ini tegas dicantumkan dalam Pasal 24 terutama

dalam penjelasan Pasal 24 ayat 1 dan penjelasan Pasal 1 ayat (1) UU No. 48

Tahun 2009, yaitu kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang

merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan

keadilan berdasarkan pancasila dan Undangundang Negara Republik

Indonesia tahun 1945 demi terselenggaranya Negara Hukum Republik

Indonesia.

F. Orisinal Penelitian

Dalam penulisan skripsi ini, penulis mencoba mengemukakan dan

menjelaskan sesuai dengan fakta-fakta dari sumber yang terpercaya, sehingga

skripsi ini tidak jauh dari kebenarannya. Orisinalitas penelitian menyajikan


9

perbedaan dan persamaan bidang kajian yang diteliti antara peneliti dengan

peneliti-peneliti sebelumnya. Hal ini dimaksudkan untuk untuk menghindari

adanya pengulangan kajian terhadap hal-hal yang sama. Dengan demikian

akan diketahui hal-hal apa saja yang membedakan dan akan diketahui juga

letak persamaan antara penelitian peneliti dengan penelitian-penelitian

terdahulu.

No Identitas skripsi Persamaan Perbedaan

1 Pembagian harta bersama Sama-sama Skripsi tersebut

(gono- gini) dalam perspektif membahas berfokus pada

Hukum Islam dan Hukum tentang perbandingan

Positif (Analisis Putusan pembagian harta antara huku

Nomor: bersama positif dan hukum

115/Pdt.G/2012/PTA.Bdg) islam, sedangkan

ditulis oleh ARSILLIYA peenlitian ini

2019. berfokus putusan

yang berdasarkan

pertimbangan

hakim di luar

undang-undang.

2 PEMBAGIAN HARTA BE Sama-sama Skripsi tersebut

RSAMA AKIBAT PERCER membahas berfokus pada

AIAN (Studi Kasus Putusan tentang penentuan harta

Perkara Nomor pembagian harta bersamanya,


10

4517/Pdt.G/2021/PA.Sby bersama sedangkan skripsi

ditulisa oleh ANANDIEN ini berfokus pada

AYU PUTRI ANNISTI alasan dan

2022. pertimbangan

hakim dalam

pembagiannya.

3 TINJAUAN HUKUM Sama-sama Skripsi tersebut

ISLAM membahas pada Pembagian

TENTANG PEMBAGIAN tentang menurut hukum is

HARTA BERSAMA DI pembagian harta lam, sedangkan sk

LUAR bersama ripsi saya

PENGADILAN AGAMA (S berfokus pada

TUDI DI WATANG alasan dan

SAWITTO pertimbangan-

KABUPATEN PINRANG) pembagian harta

ditulis SITI NURHALISAH di luar undang-

2020. undang.

G. Sistematika Penulisan

Untuk lebih memudahkan menguraikan pembahasan masalah skripsi ini,

maka penyusunannya dilakukan secara sistematis.Penulisan ini di bagi dalam

beberapa bab yang masing-masing memiliki sub bab, sebagai berikut.


11

BAB I PENDAHULUAN

Dalam bab ini akan diuraikan tentang uraian umum seperti

penelitian pada umumnya yaitu, latar belakang, rumusan

masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka teori,

orisinalitas penelitian, serta mendeskripsikan sistematika

penelitian.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Dalam bab ini akan memaparkan tinjauan pustaka yang

menyajikan mengenai tinjauan tentang, pengertian harta bersama,

macam-macam harta bersama, dan terbentuknya harta bersama.

BAB III METODE PENELITIAN

Dalam bab ini di akan menguraikan jenis penelitian, spesifikasi

penelitian, sumber dan jenis data, lokasi penelitian, teknik

pengumpulan data, serta teknik analisis data.

BAB IV PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MEMUTUS

SENGKETA PEMBAGIAN HARTA BERSAMA AKIBAT

PERCERAIAN DI LUAR UNDANG-UNDANG (ANALISIS

PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 78K/AG/2021)

Bab ini merupakan hasil penelitian dan pembahasan tentang

analisis pertimbangan hakim dalam kasus-kasus perkara gugatan

harta bersama perkara nomor 78 K/AG/2021 serta analisis kedua

putusan tersebut apakah sudah sesuai dengan keadilan. Bab ini

merupakan bab inti dari uraian skripsi dan di sini dikemukakan


12

berbagai sudut pandang berkaitan dengan hal ini.

BAB V PENUTUP

Dalam bab ini berisi kesimpulan dari hasil pembahasan terhadap

permasalahan yang diangkat dan telah diuraikan dalam bab-bab

sebelumnya, serta pemberian saran-saran yang dianggap perlu

demi tercapainya kegunaan dari skripsi ini sehingga bisa

bermanfaat bagi masyarakat.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Harta Bersama

1. Pengertian Harta Bersama

Harta bersama sering disebut sebagai harta gono-gini. Istilah “gono-

gini” merupakan sebuah istilah hukum yang populer di masyarakat.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, yang secara hukum artinya

“Harta yang berhasil di kumpulkan selama rumah tangga sehingga

menjadi hak berdua suami dan istri “.8 Akan tetapi dalam istilah hukum

yang digunakan dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia

dikenal sebagai harta bersama. Harta bersama terdiri dari 2 (dua) kata,

yaitu harta dan bersama. Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia,

harta adalah barang (uang dan sebagainya) yang menjadi kekayaan dan

dapat berwujud dan tidak berwujud yang bernilai. Sedangkan bersama

ialah berbareng, serentak, dan semua. Hal ini menunjukkan bahwa harta

bersama adalah harta yang dimanfaatkan bersama-sama. Pengertian harta

bersama telah diatur dengan jelas dalam berbagai perspektif hukum yang

berlaku di Indonesia, yaitu:

a. Harta Bersama Menurut Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019

Tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Ten-

tang Perkawinan

8 Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta 2001. hlm. 330.
13
14

Harta bersama telah diatur dalam Pasal 35 ayat (1) Undan-

gUndang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, bahwa harta

bersama merupakan harta benda yang dihasilkan selama perkaw-

inan berlangsung.Berdasarkan pengertian tersebut, menunjukkan

bahwa Pаsаl 35 (1) UU No.1/1974 terkesаn memberi pengertiаn

setiаp hаrtа yаng diperoleh selаmа perkаwinаn аdаlаh hаrtа

bersаmа tidаk peduli siаpа yаng berusаhа untuk memperolehnyа,

tаnpа melihаt siаpа yаng berkontribusi аpаkаh hаnyа suаmi, hаnyа

istri аtаukаh keduа-duаnyа аsаlkаn dаlаm mаsа perkаwinаn

berdаsаrkаn pаsаl 35 (1) hаsilnyа diаnggаp sebаgаi hаrtа

bersаmа.9

Namun kemudian harus di perhatiakan bahwa kontribusi ini

merujuk pada Pаsаl 34 (1) dаn (2) Undаng-Undаng Perkаwinаn

yаng menyаtаkаn bаhwа suаmilаh yаng wаjib melindungi Istri dаn

memberikаn segаlа keperluаn hidup rumаh tаnggа sesuаi dengаn

kemаmpuаnnyа sedаngkаn istri wаjib mengаtur urusаn rumаh

tаnggа dengаn sebаik-bаiknyа, sehinggа wаlаupun dipаndаng se-

bаgаi sirkаh hаrtа bersаmа itu sebenаrnyа hаrus dilihаt sebаgаi

nаfkаh yаng diberikаn oleh si suаmi wаlаupun si istri tidаk bekerjа.

Hаl ini sebаgаi sаlаh sаtu bentuk keаdilаn kаrenа istri jugа berkon-

tribusi sebаgаi pengаtur rumаh tаnggа.10

9 M Аnshаry, Hаrtа Bersаmа Perkаwinаn dаn Permаsаlаhаnnyа, Mandar Maju,


Bandung, 2016. hlm. 29.

10 Ibid
15

b. Harta Bersama Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Harta Bersama telah diatur dalam Pasal 119 Kitab Undangundang

Hukum Perdata, yang berbunyi: Sejak saat dilangsungkannya

perkawinan, maka menurut hukum terjadi harta bersama menyeluruh

antara suami istri, sejauh tentang hal itu tidak diadakan ketentuan-

ketentuan lain dalam perjanjian perkawinan. Harta bersama itu, se-

lama perkawinan berjalan, tidak boleh ditiadakan atau diubah dengan

suatu persetujuan antara suami istri. Itu artinya bahwa adanya

perkawinan menimbulkan percampuran antara harta suami dan istri

sebagai persatuan harta bersama.

c. Harta Bersama Menurut Hukum Islam

Harta perkawinan dalam hukum Islam disebut dengan syirkah

berdasarkan Pasal 1 huruf f Kompilasi Hukum Islam, yang berbunyi:

Harta kekayaan dalam perkawinan atau Syirkah adalah harta yang

diperoleh baik sendiri-sendiri atau bersama suami-isteri selama

dalam ikatan perkawinan berlangsung selanjutnya disebut harta

bersama, tanpa mempersoalkan terdaftar atas nama siapapun. Ini

menunjukkan bahwa suami dan istri saling berkontribusi atau aktif

untuk mendapatkan harta kekayaan dalam perkawinan.

2. Asal-Usul Harta Bersama

Adanya harta bersama dapat berasal dari beberapa unsur, yaitu:

a. Harta bawaan yang diperjanjikan menjadi harta persatuan bulat

Berdasarkan Pasal 35 ayat (2) dan Pasal 36 ayat (2) UndangUndang


16

Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan menganut asas harta ter-

pisah. Adanya ikatan perkawinan tidak menyebabkan harta bawaan

menjadi satu, kecuali terdapat perjanjian perkawinan sebelum atau

saat perkawinan dilaksanakan. Perjanjian perkawinan tersebut yang

dapat membuat harta bawaan menjadi harta persatuan bulat atau

disebut sebagai harta bersama.

b. Penghasilan suami istri yang diperoleh selama dalam perkawinan

Penghasilan yang diperoleh suami istri dari hasil bekerja merupakan

harta bersama. Jika suami saja yang bekerja, maka hasil yang diper-

oleh tetap menjadi harta bersama. Namun, jika hanya istri yang bek-

erja dan suami lalai maka pendapatan yang diperoleh hanya milik

istri, bukan menjadi harta bersama karena suami memiliki tanggung

jawab yakni bekerja mencari nafkah.

c. Hasil yang diperoleh dari harta bawaan masing-masing Hal ini

berdasarkan pada Pasal 35 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun

1974 Tentang Perkawinan bahwa semua harta benda dan penghasi-

lan yang diperoleh suami dan istri selama dalam ikatan perkawinan

merupakan harta bersama. Dengan hal ini, maka hasil yang diperoleh

dari harta bawaan tersebut selama masih dalam ikatan perkawinan

maka tetap menjadi harta bersama antara suami dan istri tersebut.

d. Harta benda yang dibeli selama perkawinan Permasalahan hukum di

sini ialah asal-usul uang yang digunakan untuk membeli barang

tersebut. Apabila uang tersebut berasal dari hasil harta bawaan


17

masing-masing atau sebagai hasil usaha suami istri selama dalam

ikatan perkawinan, maka termasuk dalam harta bersama. Namun,

apabila uang tersebut yang digunakan untuk membeli barang berasal

dari hasil penjualan barang bawaan suami atau istri, maka barang

tersebut tetap menjadi harta bawaan dari pemilik harta bawaan itu.

e. Harta benda yang dapat dibuktikan diperoleh dalam perkawinan

Dalam peradilan perdata, untuk menentukan harta yang sedang

disengketakan tersebut harus dibuktikan dalam persidangan yang

dikenal dalam tahap pembuktian. Tahap pembuktian ini diatur dalam

Pasal 163 HIR/283 RBg, yang berbunyi: Barangsiapa mengatakan ia

mempunyai hak, atau ia menyebutkan suatu perbuatan untuk

menguatkan haknya itu atau untuk membantah hak orang itu harus

membuktikan adanya hak atau kejadian itu. Oleh karena itu, dalam

persidangan gugatan harta bersama Majelis Hakim memberikan

kesempatan kepada Penggugat dan Tergugat untuk membuktikan

dalil-dalil maupun bantahannya melalui alat-alat bukti yang telah

diatur dalam Pasal 164 HIR/284 RBg, yaitu surat-surat, saksi-saksi,

pengakuan, sumpah, dan persangkaan hakim.

f. Harta yang dibeli sesudah perceraian Berdasarkan Pasal 35 ayat (1)

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan bahwa

yang masuk dalam kategori harta bersama ialah harta benda yang

dihasilkan selama perkawinan berlangsung. Namun, dalam

Yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 803


18

K/Sip/1970 tanggal 5 Mei 1970 bahwa harta benda dapat

dikategorikan sebagai harta bersama apabila harta tersebut dibeli

dengan menggunakan harta bersama, meskipun setelah perceraian.

Hal ini menunjukkan bahwa setiap harta yang diperoleh dari harta

bersama tetap masuk dalam harta bersama, meskipun hal ini

diperoleh setelah terjadinya perceraian.

3. Pembagian Harta Bersama

Dalam Pasal 119 KUH Perdata dikemukakan bahwa mulai saat

perkawinan dilangsungkan, secara hukum berlakulah kesatuan bulat

antara harta kekayaan suami istri, sekadar mengenai itu dengan

perjanjian kawin tidak diadakan dengan ketentuan lain. Persatuan harta

kekayaan itu sepanjang perkawinan dilaksanakan dan tidak boleh

ditiadakan atau diubah dengan suatu persetujuan antara suami dan istri

apa pun. Jika bermaksud mengadakan penyimpangan dari ketentuan itu,

suami istri harus menempuh jalan dengan perjanjian kawin yang diatur

dalam Pasal 139-154 KUH Perdata.11

Perjanjian sebagaimana tersebut di atas itu, haruslah dilaksanakan

sebelum perkawinan dilangsungkan dan haruslah dibuat dalam bentuk

akta autentik di muka notaris, akta autentik ini sangat penting, karena

dapat dijadikan bukti dalam persidangan pengadilan apabila terjadi

sengketa tentang harta bawaan masing-masing suami istri. Jika tidak ada

11 Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata tentang Gugatan, Persidangan,


Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan Pengadilan, PT. Raja Grafindo, Jakarta, 1998. hlm.
99.
19

perjanjian kawin yang dibuat sebelum perkawinan dilaksanakan, maka

semua harta suami dan istri terjadi perbauran dan dianggap harta

bersama. Kemudian

Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan

Pasal 35 dan 36 dikemukakan bahwa:

Pasal 35

1. Harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta

bersama.

2. Harta bawaan dari Masing-masing suami istri terhadap harta

yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan

adalah di bawah pengawasan masing-masing sepanjang para

pihak tidak menentukan lain.

Pasal 36

1. Tentang harta bersama ini, suami atau istri dapat bertindak

untuk berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu atas harta

bersama itu atas persetujuan kedua belah pihak.

2. Dinyatakan pula bahwa suami atau istri mempunyai hak

sepenuhnya untuk melakukan perbuatan hukum mengenai

harta bersama tersebut.

Menurut Pasal 36 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974

tentang perkawinan jo Pasal 87 Ayat (2) Kompilasi Hukum Islam bahwa

istri mempunyai hak sepenuhnya untuk melakukan perbuatan hukum

terhadap harta pribadi masing-masing. Mereka bebas menentukan


20

terhadap harta tersebut tanpa ikut campur suami istri untuk menjualnya,

dihibahkan, atau mengagunkan. Juga tidak diperlukan bantuan hukum

dari suami untuk melakukan tindakan.

Dari bunyi aturan tersebut dapat diketahui, bahwa yang berhak

mengatur harta bersama dalam perkawinan adalah suami istri. Dengan

demikian salah satu pihak tidak dapat meninggalkan lainnya untuk

melakukan perbuatan hukum atas harta bersama dalam perkawinan,

karena kedudukan mereka seimbang yaitu sebagai pemilik bersama atas

harta bersama itu. Pada Pasal 37 Bila perkawinan putus karena

perceraian, harta bersama diatur menurut hukumnya masing-masing.

Penjelasannya yang dimaksud dengan hukumnya yaitu masing-

masing dengan hukum agama, hukum adat dan hukum lainnya. Dalam

kenyataannya jika terjadi pembagian harta bersama karena perceraian,

masing-masing pihak akan mendapatkan separuh dengan harta bersama.

Tetapi ketentuan tersebut bukanlah sesuatu yang baku dan keharusan,

sebab masing-masing pihak dapat pula dengan kesepakatan itu membagi

harta bersama tersebut menurut kehendaknya sendiri. Dengan

kesepakatan itulah mereka terikat dan boleh mengesampingkan peraturan

yang ada.

Menurut Kompilasi Hukum Islam Pasal 96;

1. apabila terjadi cerai mati, maka separuh harta bersama

menjadi hak pasangan yang hidup lebih lama


21

2. pembagian harta bersama bagi seorang suami atau istri yang

istri atau suaminya hilang harus ditangguhkan sampai adanya

kepastian matinya yang hakiki atau matinya secara hukum

atas dasar putusan pengadilan agama.

Menurut Kompilasi Hukum Islam Pasal 97; Janda atau duda cerai

hidup masing-masing berhak seperdua dari harta bersama sepanjang

tidak ditentukan dalam perjanjian perkawinan.

Berdasarkan pasal 96 kompilasi hukum Islam dan pasal 37 Undang-

Undang nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan dikemukakan bahwa

harta bersama suami istri apabila terjadi putusnya perkawinan baik

karena kematian atau perceraian maka kepada suami istri tersebut

masing-masing mendapatkan setengah bagian dari harta yang mereka

peroleh selama perkawinan berlangsung.12

Sehubungan dengan hal tersebut, pembagian harta bersama setengah

untuk istri dalam kasus-kasus tertentu dapat dilenturkan mengikat realita

dalam kehidupan keluarga di beberapa daerah indonesia ini ada pihak

suami yang tidak berpartisipasi dalam membangun ekonomi rumah

tangga. Dalam hal ini, sebaiknya para praktisi rasa keadilan, kewajaran,

dan kepatutan. Oleh karena itu, perlu adanya pertimbangan khusus

tentang partisipasi pihak suami dalam mewujudkan harta bersama

keluarga, sehingga bagian yang menetapkan setengah dari harta bersama

12 Abdul Manan, M. Fauzan, Pokok-Pokok Hukum Perdata Wewenang


Peradilan Agama, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2001. hlm. 77.
22

untuk istri dan untuk suami perlu dilenturkan lagi sebagai-mana yang

diharapkan oleh pasal 229 kompilasi hukum islam.

Apabila pasangan suami istri yang bercerai, kemudian masalah

gono-gini atau harta bersamanya dilakukan dengan musyawarah atau

perdamaian, maka pembagiannya bisa ditentukan berdasarkan

kesepakatan atau kerelaan antara kedua belah pihak. Cara ini adalah sah,

dan cara terbaik untuk penyelesaian.

Dengan demikian, pembagian harta gono-gini dapat ditempuh

melalui putusan pengadilan agama atau melalui musyawarah. Dalam

penyelesaian melalui musyawarah ini, boleh saja salah satu pihak

mendapatkan persentasi lebih besar ataupun lebih kecil dari yang lain,

tergantumg dari kesepakatan dan tanpa adanya unsur keterpaksaan.13

Masalah-masalah hukum harta bersama (harta gono-gini) yang

aktual dan sering timbul di pengadilan agama saat ini meliputi banyak di

pengadilan agama saat ini meliputi banyak hal, di antaranya adalah

masalah uang pertanggungan asuransi kecelakaan lalu lintas, asuransi

kecelakaan penumpang, hasil harta bawaan, kredit yang belum lunas,

hingga sistem pembagian harta gono-gini.

Dalam pasal 119 KUHPerdata disebutkan bahwa mulai saat

perkawinan dilangsungkan, demi hukum berlakulah kesatuan bulat antara

harta kekayaan suami istri sekedar mengenai itu dengan perjanjian kawin

tidak diadakan ketentuan lain. Persatuan itu sepanjang perkawinan tidak

13 Abdul Manan, Aneka Masalah Hukum Perdata Islam di Indonesia, Kencana,


Jakarta, 2008. hlm. 129.
23

boleh ditiadakan atau diubah d engan suatu persetujuan antar suami istri.

Jika bermaksud mengadakan penyimpangan dari ketentuan itu, suami-

istri harus menempuh jalan dengan perjanjian kawin yang diatur dalam

Pasal 139 sampai Pasal 154 KUHPerdata. Pasal 128 sampai dengan Pasal

129 KUHPerdata, menentukan bahwa apabila putusnya tali perkawinan

antara suami-istri, maka harta bersama itu dibagi dua antara suami-istri

tanpa memerhatikan dari pihak mana barang-barang kekayaan itu

sebelumnya diperoleh.14

Tentang perjanjian kawin itu dibenarkan oleh Peraturan

Perundangundangan sepanjang tidak menyalahi tata susila dan

ketenteraman umum yang berlaku dalam kehidupan masyarakat. Harta

benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama.

Masing-masing suami-istri terhadap harta yang diperoleh masing-masing

sebagai hadiah atau warisan adalah di bawah pengawasan masing-

masing sepanjang para pihak tidak menentukan lain. Tentang harta

bersama ini, suami atau istri dapat bertindak untuk berbuat sesuatu atas

harta bersama itu atas persetujuan kedua belah pihak.

Dinyatakan pula bahwa suami atau istri mempunyai hak sepenuhnya

untuk melakukan perbuatan hukum mengenai harta bersama tersebut

apabila perkawinan putus karena perceraian, maka harta bersama tersebut

diatur menurut hukum masing-masing. Pasal 36 ayat (2) Undang-

Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan jo Pasal 87 ayat (2)

14 Subekti R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Pradnya


Paramita, cet Ke-19, Jakarta, 1985. hlm. 51-53.
24

Kompilasi Hukum Islam yang menjelaskan bahwa, “Istri mempunyai hak

sepenuhnya untuk melakukan perbuatan hukum terhadap harta pribadi

masingmasing”. Mereka bebas menentukan terhadap harta tersebut tanpa

ikut campur suami atau istri untuk menjualnya, dihibahkan. Juga tidak

diperlukan bantuan hukum dari suami untuk melakukan tindakan hukum

atas harta pribadinya.

Tidak ada perbedaan kemampuan hukum antara suami-istri dalam

menguasai dan melakukan tindakan terhadap harta pribadi mereka.

Ketentuan ini bisa dilihat dalam Pasal 86 Kompilasi Hukum Islam, di

mana ditegaskan bahwa tidak ada percampuran antara harta pribadi

suami-istri karena perkawinan dan harta istri tetap mutlak jadi hak istri

dan dikuasai penuh olehnya, begitu juga harta pribadi suami menjadi hak

mutlak dan dikuasai penuh olehnya. Mengenai wujud harta pribadi itu

sejalan dengan apa yang telah dijelaskan.15

Dalam Pasal 35 ayat (2) Undang-Undang Perkawinan. Ketentuan ini

sepanjang suami-istri tidak menentukan lain dalam perjanjian perkawinan

sebelum akad nikah dilaksanakan. Adapun harta yang menjadi milik

pribadi suami atau istri adalah:

1. Harta bawaan, yaitu harta yang sudah ada sebelum perkawinan

mereka laksanakan

15 Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia, PT Raja Grafindo Persada, cet. ii,
Jakarta

1997. hlm. 201.


25

2. Harta yang diperoleh masing-masing selama perkawinan tetapi

terbatas pada perolehan yang berbentuk hadiah, hibah, dan warisan.

Di luar jenis ini semua harta langsung masuk menjadi harta bersama

dalam perkawinan. Semua harta yang diperoleh suami-istri selama dalam

ikatan perkawinan menjadi harta bersama, baik harta tersebut diperoleh

secara tersendiri maupun diperoleh secara bersama-sama. Demikian juga

dengan harta yang dibeli selama ikatan perkawinan berlangsung adalah

menjadi harta bersama, tidak menjadi soal apakah istri atau suami yang

membeli, tidak menjadi masalah apakah istri atau suami mengetahui pada

saat pembelian itu atau juga tidak menjadi masalah atas nama siapa harta

itu didaftarkan.Jadi dalam UU No. 1 Tahun 1974 dan UU KUH Perdata

dalam pasal 37 UU No. 1 Tahun 1974 dan pasal 128-129 KUH Perdata

bahwa apabila putusnya tali perkawinan antara suami-istri, maka harta

bersama itu dibagi dua antara suami-istri. Namun di dalam undang-

undang dipakai kaidah sepanjang para pihak tidak menentukan lain atau

kaidah diatur menurut hukumnya masing-masing.16

Menurut penulis, pembagian harta bersama pada umumnya dibagi

dua sama rata diantara suami istri. Hal ini didasarkan pada UU No. 1

Tahun 1974 dan UU KUH Perdata dalam pasal 37 UU No. 1 Tahun 1974

dan pasal 128-129 KUH Perdata bahwa apabila putusnya tali perkawinan

antara suami-istri, maka harta bersama itu dibagi dua antara suami-istri.

Namun di dalam undang-undang dipakai kaidah sepanjang para pihak

16 Hilman Hadikusuma, Hukum Perkawinan Indonesia Menurut Perundangan


Hukum Adat, Hukum Agama, Mandar Maju, cet. i, Bandung, 2000. hlm. 127.
26

tidak menentukan lain atau kaidah diatur menurut hukumnya masing-

masing. Sementara itu harta bawaan dan harta perolehan tetap otomatis

menjadi hak milik pribadi masingmasing yang tidak perlu dibagi secara

bersama.
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah

penelitian hukum yuridis normatif. Penelitian hukum normatif merupakan

penelitian dimana dalam hukum sering kali dikonsepsikan sebagai apa yang

tertulis di dalam peraturan perundang-undangan (law in book) atau dapat

diartikan juga sebagai pedoman hukum dalam hal kaidah atau norma yang

mengatur perilaku masyarakat.17

Dalam penelitian ini menganalisa terkait asas-asas hukum, konsep

hukum, teori hukum, dan mengkaji penerapan peraturan perundang-undangan

dalam suatu putusan kemudian disinkronisasikan terhadap peraturan

perundangundangan lainnya yang relevan mengenai fokus topik penelitian

yang diulas.

B. Spesifikasi Penelitian

Spesifikasi penelitian yang digunakan adalah deskriptif analitis. Sifat

penelitian dalan penulisan skripsi ini penelitian deskripstif analitik, yaitu

penelitian bersifat pemaparan yang bertujuan untuk memperoleh gambaran

secara lengkap tentang keadaan hukum yang berlaku di tempat tertentu dan

pada saat tertentu, atau peristiwa hukum yang terjadi di dalam masyarakat. 18

17 Jonaedi Efendi, Johnny Ibrahim, Metode Penelitian Hukum Nomatif &


Empiris,

Cetakan 2, Penerbit Kencana, Jakarta, 2018. hlm. 16.

18 Soerjono Soekanto, Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, 2010. hlm. 9.


27
28

Dengan mempelajari pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin tersebut,

maka akan ditemukan ide-ide yang melahirkan pengertian-pengertian,

konsep-konsep hukum dan asas-asas hukum yang relevan dengan masalah

hukum yang dihadapi.19

C. Sumber dan Jenis Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder,

sedangkan bahan hukum adalah bahan hukum primer, sekunder, dan tersier

adapun sumber bahan hukum tersebut adalah sebagai berikut:

1. Bahan Hukum Primer

Menurut Peter Mahmud Marzuki bahan hukum primer merupakan

bahan hukum yang bersifat autoritatif, artinya yang mempunyai otoritas.

Bahan-bahan hukum primer terdiri dari peraturan perundang-undangan

dan putusan hakim.20

Adapun yang menjadi sumber data primer dalam penelitian ini

adalah:

a. Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun

1945;

b. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

c. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan

d. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 Tentang Perubahan Atas

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan

19 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Kencana Prenada, Jakarta,


2017. hlm. 93.

20 Peter Mahmud Marzuki, Op. Cit, hlm. 181.


29

e. Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 Tentang Kompilasi Hukum

Islam

f. Putusan Pengadilan Negeri Depok Nomor: 2802/Pdt.G/2018/PA. Dpk.

g. Putusan Mahkamah Agung: 78 K/Ag/2021.

Dalam penelitian ini yang menjadi bahan hukum primernya adalah

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Putusan Mahkamah Agung

Nomor: 78 K/Ag/2021.

2. Bahan Sekunder

Bahan Hukum Sekunder, yaitu terdiri dari kepustakaan yang bahan

hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer. 21

Seperti rancangan undang-undang, hasil-hasil penelitian, hasil karya dari

kalangan hukum dan seterusnya yang berhubungan dengan objek peneli-

tian yang dikaji

3. Bahan Tersier

Bahan Hukum Tersier, yaitu bahan hukum yang memberikan petun-

juk atau penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder. 22 Misal-

nya surat kabar online, data-data dari internet, kamus hukum, kamus be-

sar bahasa indonesia, serta kamus bahasa inggris.

D. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini bertempat di Mahkamah Agung Republik Indonesia

yang beralamat di Jalan Medan Merdeka Utara No. 9 RT02/RW03, Gambir,

21 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Penerbit UI Press,


Jakarta, 2001. hlm. 54.

22 Ibid, hlm. 9.
30

Jakarta Pusat 10110. Adapun alasan penulis memilih lokasi tersebut karena

semua data yang dibutuhkan lebih mudah diperoleh sehingga dapat memper-

cepat proses pengambilan data.

E. Teknik Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data berupa bahan hukum yang di gunakan dalam

penelitian ini adalah melalui penelitian kepustakaan yaitu menghimpun data

dengan melakukan penelaahan bahan kepustakaan atau bahan sekunder untuk

mendapatkan konsep teori atau doktrin, pendapat atau pemikiran konseptual

dan penelitian pendahulu yang berhubungan dengan objek yang diteliti yang

dapat berupa peraturan perundang-undangan dan karya ilmiah.

Menurut M. Nazil dalam bukunya yang berjudul “Metode Penelitian”,

menyatakan:23

“Studi kepustakaan merupakan teknik pengumpulan data dengan cara di-


lakukan studi penelaahan terhadap buku-buku, literatur-literatur, catatan-
catatan, dan laporan-laporan yang berkaitan dengan permasalahan yang
dipecahkan.”

Data yang telah diperoleh dalam penelitian ini penulis membedah kasus

dari Putusan Mahkamah Agung Nomor: 78 K/Ag/2021.., kutipan-kutipan dari

buku bacaan, literatur, dan buku-buku pendukung yang berkaitan dengan per-

masalahan yang akan diteliti.

F. Teknik Analisis Data

Adapun metode analisis data yang dilakukan adalah metode kualitatif

dengan menarik kesimpulan secara deduktif. Metode analisis kualitatif

digunakan agar lebih fokus kepada analisis hukumnya dan menelaah bahan-

23 M. Nazil, Metode Penelitian, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2010. hlm. 111.


31

bahan hukum baik yang berasal dari peraturan perundang-undangan,

dokumen, putusan, buku-buku, bahan-bahan dari internet, kamus hukum, dan

bahan lainnya yang relevan dengan permasalahan yang diangkat dalam

penulisan ini.
BAB IV
PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MEMUTUS SENGKETA
PEMBAGIAN HARTA BERSAMA AKIBAT PERCERAIAN DI
LUAR UNDANG-UNDANG
(Analisis Putusan Mahkamah Agung Nomor 78k/AG/2021)

A. Kasus Posisi

1. Pihak-Pihak

a. Pihak Penggugat

Nama lengkap : Angkasa Hutapea Bin Robinson Hutapea

Tempat lahir : Depok

Umur/Tanggal lahir : 24 Agustus 1983

Jenis kelamin : Laki-laki

Kebangsaan : Indonesia

Tempat tinggal : Kota Depok, Jawa Barat

Agama : Islam

b. Pihak Tergugat

Nama Lengkap : Raden Roro Wilis Kencana Binti R. Imam

Sudarmo

Jenis Kelamin : Perempuan

Kebangsaan : Indonesia

Tempat Tinggal : Kota Depok, Jawa Barat

32
33

2. Duduk Perkara

Bahwa Penggugat dalam surat gugatannya dengan dalil-dalil yang

pada pokoknya sebagai berikut;

a. Kesatu: Bahwa Penggugat (ex suami) dan Tergugat (ex istri) sudah

bercerai berdasarkan Putusan Pengadilan Agama Depok No.

0575/PDT.G.2018/PA.DPK tanggal 04 Juni 2018 yang sudah

berkekuatan hukum tetap (in kracht van gewijsde) sejak tanggal 22

Juni 2018. Dengan demikian perkawinan Penggugat dengan

Tergugat sejak tanggal 28 Mei 1995 putus karena cerai pada tanggal

04 Juni 2018;

b. Kedua: Bahwa dengan sudah berkekuatan hukum tetap (in kracht

van gewijsde) perceraian tersebut maka Penggugat mengajukan

Gugatan Pembagian Harta Bersama yaitu seluruh harta yang

diperoleh dalam perkawinan sejak tanggal 28 Mei 1995 s/d 04 Juni

2018, sesuai ketentuan UU No.1 tahun 1974 tentang Perkawinan –

pasal 35 menyatakan.

1) Harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta

bersama;

2) harta bawaan dari masing-masing suami dan istri, dan harta

benda yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau

warisan, adalah di bawah penguasaan masing-masing

sepanjang para Pihak tidak menentukan lain;


34

c. Ketiga: Bahwa sesuai ketentuan pasal 35 ayat (1) UU No.1 tahun

1974 tentang Perkawinan, maka harta yang diperoleh dalam

perkawinan Penggugat dengan Tergugat haruslah dinyatakan sebagai

Harta Bersama;

d. Keempat: Bahwa sesuai dengan ketentuan pasal 35 ayat (2) UU No.1

tahun 1974 tentang Perkawinan, maka harta bawaan, hadiah, dan

warisan yang diperoleh masing-masing Penggugat atau Tergugat

haruslah dinyatakan tidak termasuk harta bersama melainkan tetap

menjadi milik masing-masing Pihak;

e. Kelima: Total nilai Harta Bersama adalah sebesar

Rp.11.910.000.000,- (sebelas milyar sembilan ratus sepuluh juta

Rupiah), karenanya beralasan hukum menetapkannya sebagai Harta

Bersama;

f. Keenam: Bahwa agar Penggugat maupun Tergugat masing-masing

mendapatkan hak-nya atas harta bersama tersebut di atas lebih cepat,

maka harta bersama tersebut dibagi atas unit-unit kepada masing-

masing pihak

g. Ketujuh: Bahwa gugatan ini beralasan hukum karenanya patut

dikabulkan seluruhnya.

h. Kedelapan: Menetapkan biaya perkara; Atau apabila Majelis Hakim

berpendapat lain mohon Putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et

bono).
35

Dalam Ekspsi Tergugat;

a. Bahwa dahulu, Penggugat Konvensi dan Tergugat Konvensi

merupakan pasangan suami-istri yang terikat janji Perkawinan

terhitung pada tanggal 28 Mei 1995. Alhamdulillah selama masa

Perkawinan, Penggugat Konvensi dan Tergugat Konvensi dikaruniai

2 (dua) orang anak, yang bernama: ANAK 1 dan ANAK

PENGGUGAT KONVENSI DAN TERGUGAT REKONVENSI;

b. Selayaknya Perkawinan pada umumnya, Penggugat Konvensi dan

Tergugat Konvensi mengalami berbagai macam perselisihan rumah

tangga. Dari perselisihan-perselisihan yang terjadi, ada yang dapat

diselesaikan namun ada pula yang tidak dapat diselesaikan;

c. Sampai pada akhirnya, peselisihan diantara Penggugat Konvensi dan

Tergugat Konvensi berada pada tahap yang tidak dapat dirukunkan

kembali.

d. Singkat cerita, pada tanggal 04 Juni 2018, Majelis Hakim Pengadilan

Agama Depok mengabulkan Gugatan Cerai yang diajukan oleh

Tergugat Konvensi. Adapun alasan perceraian yang dikabulkan

adalah: terjadinya perselisihan secara terus menerus yang tidak dapat

dirukunkan kembali. Namun demikian, proses persidangan selama

perkara Gugatan Cerai dimaksud juga membuktikan fakta hukum

bahwa: Majelis Hakim berpendapat bahwa yang menjadi dalil pokok

perceraian Penggugat dengan Tergugat karena ketidakmampuan

Tergugat untuk memberikan sepenuhnya nafkah kepada Penggugat.


36

Adapun Penggugat yang bekerja untuk menopang ekonomi rumah

tangga, dan penghasilannya dapat memenuhi kebutuhan rumah

tangganya dengan tergugat.

e. Pertimbangan hukum sebagaimana dikutip di atas juga dilanjutkan

dengan fakta bahwa: Penggugat Konvensi memiliki usaha, namun

usahanya tersebut tidak dapat memenuhi kebutuhan rumah tangga;

f. Berdasarkan fakta hukum di atas, mohon perhatian dari Majelis

Hakim Yang Terhormat agar berkenan memahami posisi dan

suasana kebathinan dari Tergugat Konvensi, seorang perempuan

yang bertanggung jawab, menafkahi dan mengurusi 2 orang anak.

3. Bukti-Bukti

a. Bahwa untuk menguatkan dalil-dalil gugatan dan jawaban

rekovensinya, Penggugat Konvensi/Tergugat Rekonvensi telah

mengajukan bukti tertulis berupa:

1) Fotokopi Salinan Putusan Perceraian atas nama TERGUGAT

KONVENSI/PENGGUGAT REKONVENSI dan PENGGUGAT

KONVENSI/TERGUGAT REKONVENSI Nomor 0575/Pdt.G/2

018/PA.Dpk tanggal 4 Juni 2018, yang dikeluarkan oleh Panitera

Pengadilan Agama Depok, yang telah dinazegelen, diberi meterai

cukup dan telah dicocokkan sesuai dengan aslinya, ternyata telah

cocok, diberi tanda bukti P/TR.1;

2) Fotokopi Kutipan Akta Cerai atas nama TERGUGAT

KONVENSI/PENGGUGAT REKONVENSI dan PENGGUGAT


37

KONVENSI/TERGUGAT REKONVENSI Nomor 1335/AC/201

8/PA.Dpk tanggal 22 Juni 2018, yang dikeluarkan oleh Panitera

Pengadilan Agama Depok, yang telah dinazegelen, diberi meterai

cukup dan telah dicocokkan sesuai dengan aslinya, ternyata telah

cocok, diberi tanda bukti P/TR.2

3) Tanda Bukti Lapor atas nama PELAPOR, Nomor TANDA

BUKTI LAPOR tanggal 5 Januari 2019, yang dikeluarkan oleh

Panitera Pengadilan Agama Depok, yang telah dinazegelen, diberi

meterai cukup dan telah dicocokkan sesuai dengan aslinya,

ternyata telah cocok, diberi tanda bukti P/TR.3;

4) Fotokopi BPKB Roda 4 Nomor Polisi NO POL RANGER atas

nama Cv. CV Nomor N-05109276 tanggal 29 September 2017,

yang dikeluarkan oleh Direktur Lalu Lintas Kepolisian Daerah

Metro Jaya, yang telah dinazegelen, diberi meterai cukup dan

telah dicocokkan sesuai dengan aslinya, ternyata telah cocok,

diberi tanda bukti P/TR.4;

5) Fotokopi BPKB Roda 4 Nomor Polisi NO POL KIJANG atas

nama PEMILIK MOBIL KIJANG Nomor NOMOR BPKB

MOBIL KIJANG tanggal 7 April 2016, yang dikeluarkan oleh

Direktur Lalu Lintas Kepolisian Daerah Metro Jaya, yang telah

dinazegelen, diberi meterai cukup dan telah dicocokkan sesuai

dengan aslinya, ternyata telah cocok, diberi tanda bukti P/TR.5;


38

6) Fotokopi BPKB Roda 4 Nomor Polisi NO POL LAND CRUISER

atas nama PEMILIK BPKB LAND CRUISER Nomor NOMOR

BPKB LAND CRUISER tanggal 3 Juni 2016, yang dikeluarkan

oleh Direktur Lalu Lintas Kepolisian Daerah Metro Jaya, yang

telah dinazegelen, diberi meterai cukup dan telah dicocokkan

sesuai dengan aslinya, ternyata telah cocok, diberi tanda bukti

P/TR.6;

7) Fotokopi BPKB Roda 4 Nomor Polisi NO POL TAFT ROCKY

atas nama PEMILIK BPKB LAND CRUISER Nomor NOMOR

BPKB LAND CRUISER tanggal 6 Juli 2017, yang dikeluarkan

oleh Direktur Lalu Lintas Kepolisian Daerah Metro Jaya, yang

telah dinazegelen, diberi meterai cukup dan telah dicocokkan

sesuai dengan aslinya, ternyata telah cocok, diberi tanda bukti

P/TR.7;

8) Fotokopi BPKB Roda 4 Nomor Polisi NO POL KATANA atas

nama ANAK 1 Nomor N-05110271 tanggal 30 September 2017,

yang dikeluarkan oleh Direktur Lalu Lintas Kepolisian Daerah

Metro Jaya, yang telah dinazegelen, diberi meterai cukup dan

telah dicocokkan sesuai dengan aslinya, ternyata telah cocok,

diberi tanda bukti P/TR.8;

9) Fotokopi BPKB Roda 2 Nomor Polisi NO POL BEAT atas nama

PEMILIK BPKB BEAT Nomor NOMOR BPKB MOBIL

KIJANG tanggal 22 Juli 2010, yang dikeluarkan oleh Direktur


39

Lalu Lintas Kepolisian Daerah Metro Jaya, yang telah

dinazegelen, diberi meterai cukup dan telah dicocokkan sesuai

dengan aslinya, ternyata telah cocok, diberi tanda bukti P/TR.9;

10) Fotokopi Kwitansi tanggal 17 April 2003, antara Pihak Penjual

Duki dengan Bp. PENGGUGAT, yang telah dinazegelen, diberi

meterai cukup dan telah dicocokkan sesuai dengan aslinya,

ternyata telah cocok, diberi tanda bukti P/TR.11c;

11) Fotokopi Akta Jual Beli Nomor AKTA JUAL BELI tanggal 4

September 2006, antara Pihak Penjual (PENJUAL 1, 2, 3, 4, 5

dengan Pihak Pembeli TERGUGAT, yang dikeluarkan oleh

PPAT NOTARIS-PPAT, SH, yang telah dinazegelen, diberi

meterai cukup dan telah dicocokkan sesuai dengan aslinya,

ternyata telah cocok, diberi tanda bukti P/TR.12;

12) Fotokopi Surat Izin Pemakaian Tempat Dasaran

Toko/Kios/Counter/Los atas nama TERGUGAT Nomor SURAT

IZIN tanggal 24 Agustus 2007, yang dikeluarkan oleh Dinas

Pengeloalaan Pasar Pemerintah Kota Bekasi, yang telah

dinazegelen, diberi meterai cukup dan tidak dicocokkan dengan

aslinya karena Fotokopi dari Fotokopi, aslinya ada pada Tergugat,

diberi tanda bukti P/TR.13;

13) Fotokopi Sertifikat Tanah Hak Milik atas nama TERGUGAT

Nomor SHM BEKASI tanggal 9 Desember 2005, yang

dikeluarkan oleh Badan Pertanahan Nasional Kota Bekasi, yang


40

telah dinazegelen, diberi meterai cukup dan telah dicocokkan

sesuai dengan aslinya, ternyata telah cocok, diberi tanda bukti

P/TR.14a;

14) Fotokopi Salinan Akta Jual Beli Nomor AJB tanggal 13 Juni

2005, antara Pihak Penjual (PENJUAL 1 DAN PENJUAL PT

dengan Pihak Pembeli TERGUGAT, yang dikeluarkan oleh

PPAT NOTARIS-PPAT, SH, yang telah dinazegelen, diberi

meterai cukup dan telah dicocokkan sesuai dengan aslinya,

ternyata telah cocok, diberi tanda bukti P/TR.14b;

15) Fotokopi Sertifikat Tanah Hak Guna Bangunan atas nama

Nyonya TERGUGAT Nomor HGB tanggal 25 Desember 1999,

yang dikeluarkan oleh Badan Pertanahan Nasional Kota Bekasi,

yang telah dinazegelen, diberi meterai cukup dan telah

dicocokkan sesuai dengan aslinya, ternyata telah cocok, diberi

tanda bukti P/TR. 15a;

16) Fotokopi Akta Jual Beli Nomor AJB tanggal 3 Juli 1997, antara

Pihak Penjual (Nyonya PENJUAL) dengan Pihak Pembeli

(Nyonya TERGUGAT), yang dikeluarkan oleh PPAT NOTARIS-

PPAT, SH, yang telah dinazegelen, diberi meterai cukup dan telah

dicocokkan sesuai dengan aslinya, ternyata telah cocok, diberi

tanda bukti P/TR.15b;

17) Fotokopi Akta Jual Beli Nomor AJB tanggal 24 Mei 1997, antara

Pihak Penjual (Nyonya PENJUAL) dengan Pihak Pembeli (Tuan


41

PEMBELI), yang dikeluarkan oleh PPAT NOTARIS-PPAT, SH,

yang telah dinazegelen, diberi meterai cukup dan telah

dicocokkan sesuai dengan aslinya, ternyata telah cocok, diberi

tanda bukti P/TR.16;

18) Fotokopi Akta Jual Beli Nomor AJB tanggal 24 Juli 2013, antara

Pihak Penjual (PENJUAL) dengan Pihak Pembeli (Nyonya Raden

TERGUGAT), yang dikeluarkan oleh PPAT NOTARIS-PPAT,

SH, yang telah dinazegelen, diberi meterai cukup dan telah

dicocokkan sesuai dengan aslinya, ternyata telah cocok, diberi

tanda bukti P/TR.17;

19) Fotokopi Salinan Akta Jual Beli Nomor AJB tanggal 1 Desember

2016, antara Pihak Penjual (Nyonya PENJUAL) dengan Pihak

Pembeli (Nyonya PEMBELI), yang dikeluarkan oleh PPAT

NOTARIS-PPAT, SH, M.Kn., yang telah dinazegelen, diberi

meterai cukup dan tidak dicocokkan dengan aslinya karena

Fotokopi dari Fotokopi, alat bukti ini telah dibantah oleh

Tergugat, diberi tanda bukti P/TR.18;

20) Fotokopi Sertifikat Tanah Hak Guna Bangunan atas nama

TERGUGAT Nomor HGB CIANJUR tanggal 26 Oktober 2010,

yang dikeluarkan oleh Badan Pertanahan Nasional Kabupaten

Ciajnur, yang telah dinazegelen, diberi meterai cukup dan tidak

dicocokkan dengan aslinya karena Fotokopi dari Fotokopi, diberi

tanda bukti P/TR.19a;


42

21) Fotokopi Akta Jual Beli Nomor AJB tanggal 9 Maret 2011, antara

Pihak Penjual (Tuan PENJUAL) dengan Pihak Pembeli (Nyonya

TERGUGAT), yang dikeluarkan oleh PPAT NOTARIS-PPAT ,

SH, MH, yang telah dinazegelen, diberi meterai cukup dan tidak

dicocokkan dengan aslinya karena Fotokopi dari Fotokopi, diberi

tanda bukti P/TR.19b;

22) Fotokopi Sertifikat Tanah Hak Guna Bangunan atas nama

Nyonya TERGUGAT Nomor HGB RUMAH CIMANGGIS 2

tanggal 26 Maret 2002, yang dikeluarkan oleh Badan Pertanahan

Nasional Kota Depok, yang telah dinazegelen, diberi meterai

cukup dan tidak dicocokkan dengan aslinya karena Fotokopi dari

Fotokopi, yang telah dinazegelen, diberi meterai cukup dan telah

dicocokkan sesuai dengan aslinya, ternyata telah cocok, diberi

tanda bukti P/TR.20a;

23) Fotokopi Akta Jual Beli Nomor 15/2002 tanggal 14 Agustus

2002, antara Pihak Penjual (PT PENJUAL DAN TN. PENJUAL)

dengan Pihak Pembeli (Nyonya TERGUGAT), yang dikeluarkan

oleh PPAT NOTARIS-PPAT, SH, yang telah dinazegelen, diberi

meterai cukup dan telah dicocokkan sesuai dengan aslinya,

ternyata telah cocok, diberi tanda bukti P/TR.20b;

24) Fotokopi Salinan Akta Perseroan Komando CV CV Nomor 16

tanggal 24 Agustus 2005 atas nama PENGGUGAT

KONVENSI/TERGUGAT REKONVENSI dan TERGUGAT,


43

yang dikeluarkan oleh Notaris NOTARIS, SH yang telah

dinazegelen, diberi meterai cukup dan telah dicocokkan sesuai

dengan aslinya, ternyata telah cocok, diberi tanda bukti P/TR.21a;

25) Fotokopi Akta Jual Beli Nomor 2 tanggal 2 Februari 1973, antara

Pihak Penjual (Nn. PENJUAL) dengan Pihak Pembeli

(Ny.PEMBELI mewakili anak belum dewasa PENGGUGAT

KONVENSI/TERGUGAT REKONVENSI), yang dikeluarkan

oleh Panitera Pengadilan Negeri Medan, yang telah dinazegelen,

diberi meterai cukup dan dicocokkan dengan aslinya, diberi tanda

bukti P/TR.23;

26) Fotokopi Tanda Bukti Lapor Nomor

TBL/5101/IX/2018/PMJ/Dit.Reskrimun tanggal 12 Mei 2018 atas

nama PELAPOR, SH, yang dikeluarkan oleh Kepala Sentra

Pelayanan Kepolisian Terpadu Polda Metro Jaya, yang telah

dinazegelen, diberi meterai cukup dan telah dicocokkan sesuai

dengan aslinya, ternyata telah cocok, diberi tanda bukti P/TR.24;

Bahwa untuk menguatkan dalil-dalil jawaban dan gugatan

rekovensinya, Tergugat Konvensi/Penggugat Rekonvensi telah

mengajukan bukti tertulis berupa:

1) Fotokopi Salinan Putusan Perceraian atas nama TERGUGAT

KONVENSI/PENGGUGAT REKONVENSI dan PENGGUGAT

KONVENSI/TERGUGAT REKONVENSI Nomor 0575/Pdt.G/2

018/PA.Dpk tanggal 4 Juni 2018, yang dikeluarkan oleh Panitera


44

Pengadilan Agama Depok, yang telah dinazegelen, diberi meterai

cukup dan telah dicocokkan sesuai dengan aslinya, ternyata telah

cocok, diberi tanda bukti TK/PR.01;

2) Fotokopi Surat Penyataan atas nama PENGGUGAT

KONVENSI/TERGUGAT REKONVENSI tetapi tanpa

ditandatangai yang bersangkutan dan juga tanpa tanggal,

Warmerking Nomor 40/WarmerkingIV/2018 tanggal 5 April

2018, yang telah dinazegelen, diberi meterai cukup dan telah

dicocokkan sesuai dengan aslinya, ternyata telah cocok, diberi

tanda bukti TK/PR.02;

3) Fotokopi Perjanjian Pembiayaan Multiguna Untuk Pembelian

Dengan Pembayaran Secara Angsuran (Installment Financing)

Nomor PERJANJIAN PEMBIAYAAN MULTIGUNA tanggal 6

September 2017, antara KEPALA CABANG/Kepala Cabang PT

Mitsui Leasing Capital Indonesia dengan Jossi Haryoso

S/Direktur PT, yang telah dinazegelen, diberi meterai cukup dan

telah dicocokkan sesuai dengan aslinya, ternyata telah cocok,

diberi tanda bukti TK/PR.03;

4) Fotokopi BPKB Kendaraan Roda 4 Nomor NOMOR BPKB

tanggal 22 Oktober 2014 Nomor Polisi NO POL S 500 atas nama

PT FFI, yang dikeluarkan oleh Direktur Lalu Lintas Kepolisian

Daerah Metro Jaya, yang telah dinazegelen, diberi meterai cukup


45

dan telah dicocokkan sesuai dengan aslinya, ternyata telah cocok,

diberi tanda bukti TK/PR.04;

5) Fotokopi STNK Kendaraan Roda 4 Nomor Polisi NO POL S 500

atas nama PT FFI, tanggal 5 Februari 2018, yang dikeluarkan oleh

Direktur Lalu Lintas Kepolisian Daerah Metro Jaya, yang telah

dinazegelen, diberi meterai cukup dan telah dicocokkan sesuai

dengan aslinya, ternyata telah cocok, diberi tanda bukti

TK/PR.05;

6) Fotokopi Akta Pernyataan Nomor 55 tanggal 31 Mei 2002 dari

Tn. YANG MEMBUAT PERNYATAAN, yang dikeluarkan oleh

Notaris Toety Juniarto, yang telah dinazegelen, diberi meterai

cukup dan telah dicocokkan sesuai dengan aslinya, ternyata telah

cocok, diberi tanda bukti TK/PR.06;

7) Fotokopi Sertifikat Hak Milik Nomor RUMAH TERGUGAT

tanggal 26 Maret 2002 atas nama Nyonya TERGUGAT, yang

dikeluarkan oleh Badan Pertanahan Nasional Kota Depok, yang

telah dinazegelen, diberi meterai cukup dan telah dicocokkan

sesuai dengan aslinya, ternyata telah cocok, diberi tanda bukti

TK/PR.07;

8) Fotokopi Pernyataan Pemberian Penghargaan Nomor

006/PERNBP/II/2006 tanggal 28 Februari 2006 dari PT NBP atas

kepada TERGUGAT, yang dikeluarkan oleh Direktur PT NBP,

yang telah dinazegelen, diberi meterai cukup dan telah


46

dicocokkan sesuai dengan aslinya, ternyata telah cocok, diberi

tanda bukti TK/PR.08;

9) Fotokopi Salinan Akta Penyataan Nomor 11 tanggal 20 Februari

2019 dari PT NBP atas kepada Nyonya TERGUGAT, yang

dikeluarkan oleh Notaris Viola Tariza Windianita, SH, M.Kn,

yang telah dinazegelen, diberi meterai cukup dan telah

dicocokkan sesuai dengan aslinya, ternyata telah cocok, diberi

tanda bukti TK/PR.09;

10) Fotokopi Sertifikat Hak Milik Nomor 03307 tanggal 21 Februari

2007 atas nama TERGUGAT, yang dikeluarkan oleh Badan

Pertanahan Nasional Kota Depok, yang telah dinazegelen, diberi

meterai cukup dan telah dicocokkan sesuai dengan aslinya,

ternyata telah cocok, diberi tanda bukti TK/PR.10;

11) Fotokopi Surat Pernyataan tanggal 7 Februari 2011 dari YANG

MEMBUAT SURAT PERNYATAAN kepada Nyonya

TERGUGAT, yang telah dinazegelen, diberi meterai cukup dan

tidak dicocokkan dengan aslinya karena Fotokopi dari Fotokopi,

diberi tanda bukti TK/PR.11;

12) Fotokopi Salinan Pernyataan Nomor 09 tanggal 20 Februari

2019 dari YANG MEMBUAT SURAT PERNYATAAN kepada

Nyonya TERGUGAT yang dikeluarkan oleh Notaris Viola

Tariza Windianita, SH, M.Kn, yang telah dinazegelen, diberi


47

meterai cukup dan telah dicocokkan sesuai dengan aslinya,

ternyata telah cocok, diberi tanda bukti TK/PR.12;

13) Fotokopi Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah Nomor 16 tanggal

9 Maret 2011, antara Pihak Bank (TUAN DAN NYONYA)

dengan Nyonya TERGUGAT, yang dikeluarkan oleh Notaris

Herliana Tobing Manullang, SH, yang telah dinazegelen, diberi

meterai cukup dan tidak dicocokkan dengan aslinya karena

karena Fotokopi dari Fotokopi, diberi tanda bukti TK/PR.13;

14) Fotokopi Payment Schedule Nomor AA16022ZGS, yang

dikeluarkan oleh Bank Artha Graha, yang telah dinazegelen,

diberi meterai cukup dan tidak dicocokkan dengan aslinya

karena Fotokopi dari Fotokopi, aslinya ada pada Tergugat,

diberi tanda bukti TK/PR.14;

15) Fotokopi Sertifikat Tanah Hak Milik atas nama TERGUGAT

Nomor SHM ALAMAT TERGUGAT tanggal 12 September

2013, yang dikeluarkan oleh Badan Pertanahan Nasional Kota

Depok, yang telah dinazegelen, diberi meterai cukup dan telah

dicocokkan sesuai dengan aslinya, ternyata telah cocok, diberi

tanda bukti TK/PR.15;

16) Fotokopi Pernyataan tanggal 21 Januari 2015 dari YANG

MEMBUAT SURAT PERNYATAAN kepada Nyonya

TERGUGAT, yang telah dinazegelen, diberi meterai cukup dan


48

telah dicocokkan sesuai dengan aslinya, ternyata telah cocok,

diberi tanda bukti TK/PR.16;

17) Fotokopi Salinan Pernyataan Nomor 10 tanggal 20 Februari

2019 dari YANG MEMBUAT SURAT PERNYATAAN kepada

Nyonya TERGUGAT yang dikeluarkan oleh Notaris Viola

Tariza Windianita, SH, M.Kn, yang telah dinazegelen, diberi

meterai cukup dan telah dicocokkan sesuai dengan aslinya,

ternyata telah cocok, diberi tanda bukti TK/PR.17;

18) Fotokopi Perjanjian Pembiayaan Konsumen Nomor

PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN tanggal 20 Maret

2015, antara Debitur (TERGUGAT) dengan Kreditur (PT Cimb

Niaga Auto Finance), yang dikeluarkan oleh Cimb Niaga Auto

Finance, yang telah dinazegelen, diberi meterai cukup dan telah

dicocokkan sesuai dengan aslinya, ternyata telah cocok, diberi

tanda bukti TK/PR.18;

19) Print Out Customer Card View, Agreement Nomor

PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN atas nama

TERGUGAT, yang telah dinazegelen, diberi meterai cukup dan

diberi tanda bukti TK/PR.19;

20) Fotokopi Salinan Buku Tanah Hak Milik Ats Satuan Rumah

Susun Nomor SHM RUMAH DI LIPPO tanggal 27 Desember

2016, atas nama TERGUGAT, yang telah dinazegelen, diberi


49

meterai cukup dan telah dicocokkan sesuai dengan aslinya,

ternyata telah cocok, diberi tanda bukti TK/PR.20;

21) Fotokopi Pernyataan Pemberian Hadiah tanggal 6 November

2017 dari YANG MEMBERI PERNYATAAN kepada

TERGUGAT, yang telah dinazegelen, diberi meterai cukup dan

telah dicocokkan sesuai dengan aslinya, ternyata telah cocok,

diberi tanda bukti TK/PR.21;

22) Fotokopi Salinan Akta Pernyataan Nomor 08 tanggal 20

Februari 2019 dari YANG MEMBERI PERNYATAAN kepada

Nyonya TERGUGAT yang dikeluarkan oleh Notaris Viola

Tariza Windianita, SH, M.Kn, yang telah dinazegelen, diberi

meterai cukup dan telah dicocokkan sesuai dengan aslinya,

diberi tanda bukti TK/PR.22;

23) Fotokopi Perjanjian Pembiayaan Multiguna tanggal 5 Maret

2018, antara Kreditor (PT BCA Finance) dengan Debitor

(TERGUGAT), yang dikeluarkan oleh PT BCA Finance, yang

telah dinazegelen, diberi meterai cukup dan diberi meterai cukup

dan telah dicocokkan sesuai dengan aslinya, diberi tanda bukti

TK/PR.23;

24) Print Out Installment Info Customer 0000716005 -

TERGUGAT, yang telah dinazegelen, diberi meterai cukup dan

telah dinazegelen, diberi meterai cukup tanda bukti TK/PR.24;


50

25) Fotokopi Surat Keterangan Lunas Nomor 9410003179-SKL-004

tanggal 21 Agustus 2018, yang dikeluarkan oleh PT BCA

Finance, yang telah dinazegelen, diberi meterai cukup dan telah

dicocokkan sesuai dengan aslinya, ternyata telah cocok, diberi

tanda bukti TK/PR.25;

26) Fotokopi BPKB Kendaraan Roda 4 Nomor Polisi

OUTLANDER Nomor BPKB N-OUTLANDER atas nama

TERGUGAT, yang dikeluarkan oleh Direktur Lalu Lintas

Kepolisian Daerah Metro Jaya, yang telah dinazegelen, diberi

meterai cukup dan telah dicocokkan sesuai dengan aslinya,

ternyata telah cocok, diberi tanda bukti TK/PR.26;

27) Fotokopi Invoice tanggal 10 April 2018 atas nama ANAK, yang

dikeluarkan oleh Master Toddy’s Muaythai Academy, yang

telah dinazegelen, diberi meterai cukup dan telah dicocokkan

sesuai dengan aslinya, ternyata telah cocok, diberi tanda bukti

TK/PR.27;

28) Fotokopi Tagihan tanggal 10 April 2018 atas nama ANAK

yang dikeluarkan oleh Master Toddy’s Muaythai Academy,

yang telah dinazegelen, diberi meterai cukup dan telah

dicocokkan sesuai dengan aslinya, ternyata telah cocok, diberi

tanda bukti TK/PR.28;

29) Fotokopi Invoice n INVOICE TERM 1 tanggal 6 Agustus 2018,

atas nama Mr. ANAK PENGGUGAT KONVENSI DAN


51

TERGUGAT REKONVENSI Hutapea, yang dikeluarkan oleh

Culinary Arts Academy, yang telah dinazegelen, diberi meterai

cukup dan telah dicocokkan sesuai dengan aslinya, ternyata

telah cocok, diberi tanda bukti TK/PR.29;

30) Fotokopi Tagihan No. INVOICE TERM 1 tanggal 6 Agustus

2018, atas nama Mr. ANAK PENGGUGAT KONVENSI DAN

TERGUGAT REKONVENSI Hutapea, yang dikeluarkan oleh

Culinary Arts Academy, yang telah dinazegelen, diberi meterai

cukup dan telah dicocokkan sesuai dengan aslinya, ternyata

telah cocok, diberi tanda bukti TK/PR.30.

b. Saksi-Saksi

1) Saksi yang dihadirkan oleh Penggugat:

a) SAKSI P I, umur 48 tahun, agama Islam, pekerjaan ibu

rumah tangga, tempat kediaman di ALAMAT SAKSI P I

Kota Jakarta Selatan. Saksi tersebut telah memberikan

keterangan dibawah sumpah di persidangan

b) SAKSI P II, umur 47 tahun, agama Islam, pekerjaan

wiraswasta, tempat kediaman di ALAMAT SAKSI P II

Kota Bekasi. Saksi tersebut telah memberikan keterangan

dibawah sumpah di persidangan

2) Saksi yang dihadirkan oleh tergugat:

a) SAKSI T I, umur 50 tahun, agama Islam, pekerjaan swasta,

tempat kediaman di ALAMAT SAKSI T I Kota Jakarta


52

Timur. Saksi tersebut telah memberikan keterangan

dibawah sumpah di persidangan

b) SAKSI T II binti, umur 43 tahun, agama Islam, pekerjaan

wiraswasta, tempat kediaman di ALAMAT SAKSI T II

Kota Tangerang Selatan. Saksi tersebut telah memberikan

keteerangan dibawah sumpah di persidangan

c) SAKSI T III, umur 50 tahun, agama Islam, pekerjaan ibu

rumah tangga, tempat kediaman di ALAMAT SAKSI T III

Kota Jakarta Selatan. Saksi tersebut telah memberikan

keterangan dibawah sumpah di persidangan

4. Putusan

Putusan Mahkamah Agung: 78 K/Ag/2021

Putusan Mahkamah Agung yang memeriksa dan mengadili

perkara perdata secara agama, telah menjatuhkan putusan sebagai

berikut:

1) Menolak Bahwa namun demikian apabila istri menjalani dua

fungsi sekaligus, yaitu berusaha/bekerja memenuhi kebutuhan

rumah tangga dan juga mengurus rumah tangga serta mengasuh

anak sebagaimana dalam perkara a quo, maka terhadap harta

bersama tidak adil apabila masing-masing mendapat ½

(seperdua) bagian, oleh karena itu pembagian harta bersama

seperti yang telah ditetapkan Judex Facti yaitu 70 (tujuh puluh)

persen untuk Penggugat Rekonvensi/Tergugat Konvensi dan 30


53

(tiga puluh) persen untuk Tergugat Rekonvensi/Penggugat

Konvensi sudah tepat dan benar;

2) Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan di atas, ternyata

putusan Judex Facti/Pengadilan Tinggi Agama Bandung dalam

perkara ini tidak bertentangan dengan hukum dan/atau undang-

undang, maka permohonan kasasi yang diajukan oleh Pemohon

Kasasi, Angkasa Hutapea Bin Robinson Hutapea, tersebut harus

ditolak;

3) bahwa oleh karena permohonan kasasi ditolak, maka Pemohon

Kasasi dihukum untuk membayar biaya perkara dalam tingkat

kasasi ini;

4) Menghukum Pemohon Kasasi untuk membayar biaya perkara

dalam tingkat kasasi ini sejumlah Rp500.000,00 (lima ratus ribu

rupiah).

B. Analisis Landasan dan Pertimbangan Hakim dalam Menetapkan Bagian

Harta Bersama di luar Ketentuan Peraturan Perundang-undangan

dalam Putusan Nomor 78 K/Ag/2021

Pertimbangan hakim merupakan salah satu aspek terpenting dalam

menentukan terwujudnya nilai dari suatu putusan hakim yang mengandung

keadilan (ex aequo et bono) dan mengandung kepastian hukum, di samping

itu juga mengandung manfaat bagi para pihak yang bersangkutan sehingga

pertimbangan hakim ini harus disikapi dengan teliti, baik, dan cermat.

Apabila pertimbangan hakim tidak teliti, baik, dan cermat, maka putusan
54

hakim yang berasal dari pertimbangan hakim tersebut akan dibatalkan oleh

Pengadilan Tinggi atau Mahkamah Agung.24

Seperti halnya dalam Pembagian harta bersama dalam perkawinan

senantiasa merupakan suatu hal yang krusial dari akibat perceraian. Karena

baik suami dengan istri akan meributkan mengenai pembagian harta bersama

yang dimiliki selama perkawinan berlangsung, baik suami dan istri saling

menganggap atau mendalilkan sama-sama memiliki hak atas harta kekayaan

yang ada dalam perkawinan. Hal tersebut disebabkan kebanyakan suami istri

dalam keluarga tidak ada yang mencatatkan tentang harta kekayaan yang

dimiliki oleh suami dan istri, sehingga seringkali terjadi percampuran antara

harta bawaan dengan harta bersama selama perkawinan berlangsung.

Keadaan tersebut menyebabkan sulit diketahui dan dirinci secara detail harta

mana yang milik suami dan harta mana yang milik istri serta pertimbangan

pembagiannya.

Hakim dalam pemeriksaan suatu perkara juga memerlukan adanya

pembuktian, dimana hasil dari pembuktian itu kan digunakan sebagai bahan

pertimbangan dalam memutus perkara. Pembuktian merupakan tahap yang

paling penting dalam pemeriksaan di persidangan. Pembuktian bertujuan

untuk memperoleh kepastian bahwa suatu peristiwa atau fakta yang diajukan

itu benar-benar terjadi, guna mendapatkan putusan hakim yang benar dan

adil. Hakim tidak dapat menjatuhkan suatu putusan sebelum nyata baginya

24 Mukti Arto, Praktek Perkara Perdata pada Pengadilan Agama, Cet. Ke-V,
Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2004. hlm. 140.
55

bahwa peristiwa atau fakta tersebut benar-benar terjadi, yakni dibuktikan

kebenaranya, sehingga nampak adanya hubungan hukum antara para pihak.25

Majelis Hakim Mahkamah Agung pada tingkat Kasasi dalam Perkara

Nomor: 78 K/Ag/2021, dalam amar putusannya, menyatakan menolak

permohonan kasasi dari pemohon kasasi Angkasa Hutapea bin Robinson

Hutapea, dan menguatkan putusan Pengadilan Pengadilan Agama Depok

dengan Putusan Nomor 2802/Pdt.G/2018/PA.Dpk., kemudian Putusan

Banding Pengadilan Tinggi Agama Bandung dengan Putusan Nomor

117/Pdt.G/2020/PTA.Bdg. Dimana Majelis Hakim Mahkamah Agung dalam

Perkara Nomor: 78 K/Ag/2021., dalam amar putusannya, menyatakan Bahwa:

Alasan Pemohon kasasi tentang Judex Facti salah dan keliru dalam

mempertimbangkan perkara a quo tidak dapat dibenarkan karena Judex Facti

tidak salah menerapkan hukum, dengan pertimbangan bahwa Pasal 31 ayat

(3) dan Pasal 34 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019

tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

Perkawinan jo. Pasal 79 Kompilasi Hukum Islam menyatakan suami adalah

kepala keluarga yang berkewajiban mencari nafkah, menyediakan tempat

kediaman anak dan istrinya, sedangkan istri adalah ibu rumah tangga yang

berkewajiban mengurus rumah tangga dan mengasuh anak.

Bahwa dalam keadaan kedua belah pihak menjalankan fungsi masing-

masing tersebut terhadap harta bersama masing-masing mempunyai hak ½

(seperdua) bagiannya;
25 Ibid, hlm. 141.
56

Bahwa namun demikian apabila istri menjalani dua fungsi sekaligus,

yaitu berusaha/bekerja memenuhi kebutuhan rumah tangga dan juga

mengurus rumah tangga serta mengasuh anak sebagaimana dalam perkara a

quo, maka terhadap harta bersama tidak adil apabila masing-masing

mendapat ½ (seperdua) bagian, oleh karena itu pembagian harta bersama

seperti yang telah ditetapkan Judex Facti yaitu 70 (tujuh puluh) persen untuk

Penggugat dan Tergugat 30 (tiga puluh) persen untuk sudah tepat dan benar.

Bahwa dalam pelaksanaan pembagian harta bersama Perkara Nomor: 78

K/Ag/2021, hakim sudah menentukan dan mempertimbangkan harta- harta

yang merupakan harta bersama dan memiliki kekuatan hukum yang tetap

(inkracht van gewijsd) sesuai dengan hasil putusan hakim. Berikut

diantaranya harta – harta yang sudah ditetapkan dan harus dilaksanakan

pembagiannya yaitu:

Menyatakan bagian dari harta bersama sebagai milik Penggugat adalah

sebagai berikut:

1. Mobil merek VW tipe Polo tahun 2008 dengan Nomor Polisi B

2806 RR tahun perolehan 2008 dan harga Rp100.000.000,00 (sera-

tus juta rupiah);

2. Mobil merek Mercedez Benz tipe E 250 tahun 2010 dengan Nomor

Polisi B 28 RWK tahun perolehan 2010 dan harga

Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah);


57

3. Mobil merek Ford tipe Ranger tahun 2006 dengan Nomor Polisi B

9167 KWM tahun perolehan 2017 dan harga Rp50.000.000,00

(lima puluh juta rupiah);

4. Mobil merek Toyota tipe Kijang tahun 2006 dengan Nomor Polisi

B 9107 QM tahun perolehan 2016 dan harga Rp40.000.000,00

(empat puluh juta rupiah);

5. Mobil merek Toyota tipe Land Cruiser tahun 1997 dengan Nomor

Polisi B 2806 RW tahun perolehan 2016 dan harga

Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah);

6. Mobil merek Daihatsu tipe Taft Rocky tahun 1997 dengan Nomor

Polisi B 2806 M tahun perolehan 2017 dan harga Rp70.000.000,00

(tujuh puluh juta rupiah);

7. Mobil merek VW tipe 1200 tahun 1969 dengan Nomor Polisi B 27

KE tahun perolehan 1987 dan harga Rp50.000.000,00 (lima puluh

juta rupiah);

8. Motor merek Honda tipe Beat tahun 2010 dengan Nomor Polisi B

3187 TBH tahun perolehan 2010 dan harga Rp2.500.000,00 (dua

juta lima ratus ribu rupiah);

9. Motor merek Yamaha tipe Vega tahun 2015 dengan Nomor Polisi

B 4660 KBR tahun perolehan 2016 dan harga Rp2.500.000,00 (dua

juta lima ratus ribu rupiah);

10. Satu petak sawah yang terletak di RT. 005 RW. 002 Cisolok Suk-

abumi dengan sertipikat surat keterangan Nomor 594.4/239/PEM/


58

2001 atas nama RR. Wilis Kencana, harga perolehan

Rp160.000.000,00 (seratus enam puluh juta rupiah), tahun perole-

han 2001 dengan batas-batas sebagai berikut:

- Sebelah Utara berbatasan dengan tanah Adin;

- Sebelah Timur berbatasan dengan jalan raya;

- Sebelah Selatan berbatasan dengan tanah Oman;

- Sebelah Barat berbatasan dengan seloka

11. Satu petak tanah yang terletak di Kampung Kali Manggis RT. 001

RW. 009 Harjamukti Cimanggis Kota Depok dengan Akta Jual

Beli Nomor 44/2006 atas nama Nyonya RR. Wilis Kencana, PPAT

Primarini, dengan harga Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah)

dan tahun perolehan 2006;

12. Satu unit kios pasar yang terletak di Kranggan Lantai Dasar/KS/

A2 Nomor 20 Kota Bekasi, dengan Surat Tanda Bukti Izin Hak Pe-

makaian Tempat Dasaran Toko/Kios/Counter/Los Nomor 503/639-

Lopas/VIII/2007 tanggal 24 Agustus 2007 oleh Dinas Pengelolaan

Pasar Pemerintah Kota Bekasi, atas nama R.R. Wilis Kencana,

dengan harga Rp40.000.000,00 (empat puluh juta rupiah) dan

tahun perolehan 2007;

13. Satu unit Ruko Kranggan Permai yang terletak di RT. 12 RW. 003

Jati Sampurna Kota Bekasi, Sertipikat Hak Milik Nomor 3700 oleh

Kantor Pertanahan Kota Bekasi atas nama Raden Roro Wilis Ken-
59

cana dengan harga Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dan

tahun perolehan 2005;

14. Satu unit rumah yang terletak di Perumahan Bumi Eraska Blok

E.3/15 Jati Raden Jati Sampurna Kota Bekasi dengan Buku Tanah

Hak Guna Bangunan Nomor 361 oleh Kantor Pertanahan Kota

Madya Bekasi atas nama Nyonya Rara Wilis Kencana, dengan

harga Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan tahun perole-

han 1997 dengan batas-batas sebagai berikut:

- Sebelah Utara berbatasan dengan jalan kaveling;

- Sebelah Timur berbatasan dengan rumah Blok E3/14;

- Sebelah Selatan berbatasan dengan jalan kaveling;

- Sebelah Barat berbatasan dengan rumah Blok E3/16

15. unit rumah yang terletak di Perumahan Bumi Eraska Blok E.3/16

Jati Raden Jati Sampurna Kota Bekasi dengan Sertipikat Hak Milik

atas nama Rara Wilis Kencana dengan harga Rp200.000.000,00

(dua ratus juta rupiah) dan tahun perolehan 1999 dengan batas-

batas sebagai berikut:

- Sebelah Utara berbatasan dengan rumah Blok E3/15;

- Sebelah Timur berbatasan dengan rumah Blok E3/17;

- Sebelah Selatan berbatasan dengan jalan kaveling;

- Sebelah Barat berbatasan dengan rumah jalan kaveling

16. Satu unit rumah yang terletak di Perumahan Raffles Hills Blok EF.

3/15 Harjamukti Cimanggis Kota Depok, Akta Jual Beli Nomor


60

320/2013 tanggal 24 Juli 2013, oleh PPAT Susanti Salim, S.H.,

atas nama Nyonya Raden Roro Wilis Kencana, harga

Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) dan tahun perolehan 2016

dengan batas-batas sesuai Surat Ukur tanggal 13 Februari 2002

Nomor 1419/Harjamukti;

17. Perhiasan dan lainnya yaitu saham dan aset CV. Angkasa Kencana

Mas sejumlah Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta ru-

piah); total yang menjadi bagian Penggugat adalah sejumlah

Rp4.365.000.000,00 (empat miliar tiga ratus enam puluh lima juta

rupiah) dan Memerintahkan Tergugat untuk menyerahkan kepada

Penggugat seluruh unit yang menjadi bagian Penggugat atas harta

bersama sebagaimana tersebut di atas yang ada pada Tergugat be-

serta surat-surat/aktakta/sertifikat sertifikat.

Menyatakan bagian dari harta bersama sebagai milik Tergugat adalah

sebagai berikut:

1. Mobil merek Mitsubishi tipe Outlander tahun 2015 dengan Nomor

Polisi B 2806 RK tahun perolehan 2015 dan harga

Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah);

2. Mobil merek Suzuki tipe Katana tahun 2005 dengan Nomor Polisi

B 2806 KW tahun perolehan 2017 dan harga Rp40.000.000,00

(empat puluh juta rupiah);


61

3. Mobil merek Toyota tipe Alphard tahun 2017 dengan Nomor

Polisi B 28 RRW tahun perolehan 2017 dan harga

Rp900.000.000,00 (sembilan ratus juta rupiah);

4. Mobil merek BMW tipe 320i tahun 2017 dengan Nomor Polisi B

136 YRW tahun perolehan 2017 dan harga Rp500.000.000,00

(lima ratus juta rupiah);

5. Mobil merek Mitsubishi tipe Outlander tahun 2018 dengan Nomor

Polisi B 411 MNB tahun perolehan 2018 dan harga

Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah);

6. Mobil merek Mercedes Benz tipe S500 tahun 2017 dengan Nomor

Polisi B 2806 WK tahun perolehan 2017 dan harga

Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah);

7. Satu unit rumah yang terletak di Lippo Karawaci Taman Hijau 336

Tangerang dengan Akta Jual Beli Nomor 105/2016 tanggal 1 De-

sember 2016 oleh PPAT Ida Rosyidah, S.H., M.Kn., atas nama Ny-

onya R.R. Wilis Kencana, harga Rp230.000.000,00 (dua ratus tiga

puluh juta rupiah) dan tahun perolehan 2011 dengan batas-batas

sesuai dengan Gambar Denah tanggal 28 Februari 2002 Nomor

00522/Binong;

8. Satu unit rumah yang terletak di Taman Kota Bunga Blok NB.1

Nomor 1 Desa Sukanagalih Pacet Cianjur oleh Kantor Pertanahan

Kabupaten Cianjur dengan atas nama Raden Roro Wilis Kencana,

harga Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah), tahun perolehan


62

2011 dengan batas-batas sesuai Surat Ukur Nomor 752/Sukana-

galih/2008 tanggal 13 Mei 2008;

9. Satu unit rumah yang terletak di Taman Kota Bunga Blok NB.1

Nomor 1 Desa Sukanagalih Pacet Cianjur dengan Sertipikat Hak

Guna Bangunan Nomor 2845 oleh Kantor Pertanahan Kabupaten

Cianjur dengan atas nama Raden Roro Wilis Kencana, harga

Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah), tahun perolehan 2011

dengan batas-batas sesuai Surat Ukur Nomor 752/Sukanagalih/

2008 tanggal 13 Mei 2008;

10. Satu unit rumah yang terletak di Perumahan Raffles Hills Blok

EF.3/14, Harjamukti Cimanggis Kota Depok dengan Sertipikat Hak

Guna Bangunan Nomor 02414 oleh Kantor Pertanahan Kota

Madya Depok, atas nama Nyonya Rara Wilis Kencana dengan

batas-batas sesuai Surat Ukur Nomor 1394/Harjamukti tanggal 13

Februari 2002;

11. Jam tangan merek Rolex sejumlah Rp25.000.000,00 (dua puluh

lima juta rupiah) dengan tahun perolehan 2012;

12. Perhiasan (anting-anting, kalung, gelang, dan lain-lain), emas,

berlian sejumlah total Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah)

dengan tahun perolehan 1995 sampai dengan 2017;

13. Total yang menjadi bagian Tergugat adalah sejumlah

Rp7.545.000.000,- (tujuh miliar lima ratus empat puluh lima juta

rupiah), karenanya cukup alasan untuk menyatakan bagian harta


63

bersama tersebut sebagai milik Tergugat serta Memerintahkan

Penggugat untuk menyerahkan kepada Tergugat seluruh unit yang

menjadi bagian Tergugat atas harta bersama sebagaimana tersebut

di atas yang ada pada Penggugat beserta surat-surat/akta-akta/serti-

fikat-sertifikat/dokumen-dokumen bukti kepemilikan atas unit-unit

tersebut.

Dalam hal tersebut Putusan dituntut untuk menciptakan keadilan, dan

untuk itu hakim melakukan penilaian dan pemeriksaan berdasarkan peristiwa

dan fakta-fakta. Hal ini dapat dilakukan melalui pembuktian,

mengklarifikasikan antara yang penting atau tidak, dan menanyakan kembali

kepada para pihak mengenai keterangan para saksi dan fakta-fakta yang ada.

Maka dalam putusan hakim yang perlu diperhatikan adalah pertimbangan

hukumnya, sehingga dapat dinilai apakah putusan yang dijatuhkan cukup

memenuhi alasan yang objektif atau tidak.26

Yang dimana berdasarkan analisis penulis sebagaimana apa yang telah

diputuskan oleh majelis bahwa pertimbangan Pasal 31 ayat (3) dan Pasal 34

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan sebagaimana

telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

jo. Pasal 79 Kompilasi Hukum Islam menyatakan suami adalah kepala

keluarga yang berkewajiban mencari nafkah, menyediakan tempat kediaman

26 R. Soeroso, Praktik Hukum Acara Perdata, Cet. IV, Sinar Grafika, Jakarta,
2004. hlm. 79.
64

anak dan istrinya, sedangkan istri adalah ibu rumah tangga yang berkewajiban

mengurus rumah tangga dan mengasuh anak; dan kemudian Hakim

memberikan bagian harta bersama kepada Penggugat 30% dan Tergugat 70%

karena harta bersama tersebut di hasilkan oleh Penggugat dan Tergugat yang

dalam hal ini Tergugat menjalankan fungsi ganda yaitu sebagai ibu rumah

tangga sekaligus mencari nafkah bersama dengan penggugat begitu timpang,

sebab menurut penulis Harta bersama ialah harta yang diperoleh selama

perkawinan, baik itu diperoleh oleh suami maupun oleh istri di luar warisan,

hibah, atau hadiah. Setelah terjadi perceraian, harta bersama dibagi dua antara

bekas suami dan istri. Berkaitan dengan bagian yang harus diterima oleh

masing-masing bekas istri dan bekas suami, Undang-Undang Perkawinan No

1 Tahun 1974 pasal 37 menyebutkan bahwa apabila suatu Perkawinan putus

karena perceraian maka harta bersama dibagi menurut hukumnya masing-

masing.

Lebih lanjut pada Pasal 97 Kompilasi Hukum Islam dinyatakan bahwa

“janda atau duda cerai hidup masing-masing berhak seperdua dari harta

bersama sepanjang tidak ditentukan lain dalam perjanjian perkawinan”.

Sehingga Menurut penulis, Majlis hakim dalam memutus perkara

tersebut tidak sesuai dengan ketentuan dalam hukum positif dengan membagi

harta bersama Dimana istri mendapatkan 70% harta bersama, sedangkan

suami hanya mendapatkan 30% harta bersama. Ini artinya mantan istri

mendapatkan bagian harta yang lebih banyak dibandingkan dengan bagian

harta yang dimiliki oleh mantan suami dengan menyimpangi pasal 97


65

Kompilasi Hukum Islam yang besarannya 50-50 atau seperdua (1/2) untuk

suami dan seperdua (1/2) untuk isteri.

Menurut Penulis pertimbangan hakim terkait Tergugat menjalankan

fungsi ganda yaitu sebagai ibu rumah tangga sekaligus mencari nafkah

bersama sehingga besaran pembagiannya menjadi lebih besar tidaklah tepat

dengan tidak mempertimbangkan juga bahwa penggugat dalam hal ini

suamipun sebagai kepala rumah tangga telah mengayomi keluarga antara lain

memberikan izin istri untuk bekerja dan suamipun berkerja juga memelihara

anak-anak sebgaimana mestinya. Sehingga suami juga memiliki andil yang

sama dalam keluarga tersebut.

Seharusnya dalam hal ini majelis hakim alangkah lebih tepat dapat bisa

memberikan beban pembuktian yang proporsional kepada para pihak, maka

akan didapatkan suatu putusan yang akan mendekati rasa keadilan bagi para

pihak suami maupun istri. Dengan jalan kalkulasi yang mendetail, dan

kontruksi pasal demi pasal yang ada kaitanya dengan harta bersama

diharapkan hakim dan juga tidak hanya sekedar menjadi corong dari Undang

– undang, akan tetapi hakim akan dapat menemukan hukum yang dapat

memberikan rasa keadilan bagi para pihak.

C. Konsep keadilan dalam penerapan pembagian harta bersama dalam

putusan Nomor 78 K/Ag/2021

Sebagai suatu adagium prinsip hukum bahwa hendaklah keadilan

ditegakkan, walaupun langit akan runtuh (Fiat justitia ruat caelum) berkaitan

erat dengan suatu titik tolak penegakan hukum itu sendiri yang dalam hal ini
66

Hakim pada proses pemeriksaan perkara harus menunjukkan diri sebagai

orang bijak, dan memiliki sifat-sifat yang memperlakukan semua orang

secara sama, menempatkan para pihak pada kedudukan sama, dan tidak

pernah memperlakukan para pihak dengan berat sebelah. Jiwa dari "Demi

Keadilan" harus terwujud dalam mempertimbangkan kejadian atau peristiwa

dengan menempatkan fakta yang benar sebagai sesuatu yang benar dan bukan

sebaliknya. Demikian juga, pada saat fakta yang benar dikualifikasi kedalam

aturan hukum haruslah dengan benar, dan aturan hukum yang ditetapkan

haruslah aturan hukum yang adil.27 Penerapan keadilan harus dicari setelah

memahami dan mempelajari perkara yang diperiksa, kondisi serta aturan

hukum yang menjadi dasar perkara tersebut.

Berkenaan dengan penerapan pembagian harta bersama dalam putusan

Nomor 78 K/Ag/2021 atas suatu kasus perceraian, yang dimana menurut

penulis perlu diketahui bahwa Pada saat sepasang manusia saling jatuh cinta,

mereka akan terbuai dalam mimpi dan khayalan. Mereka berbicara dalam

kehangatan, merencanakan kehidupan dan masa depan dalam senyuman.

Mereka beranggapan bahwa perkawinan adalah kesempurnaan dalam

kehidupan, dan dalam perkawinan semuanya akan mudah terselesaikan.

Banyak orang kurang memahami bahwa perkawinan adalah lembaga

kehidupan yang akan melahirkan hak dan kewajiban manusia menjadi makin

kompleks.

27 Sukarno, Filsafat hukum: teori dan praktik, Kencana Cet ke-6, Jakarta,
2021. hlm. 37.
67

Melalui pertimbangan majelis hakim dalam putusan Nomor 78

K/Ag/2021 bahwa Pasal 31 ayat (3) dan Pasal 34 Undang-Undang Nomor 1

Tahun 1974 tentang Perkawinan sebagaimana telah diubah dengan Undang-

Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-Undang

Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan jo. Pasal 79 Kompilasi Hukum

Islam menyatakan suami adalah kepala keluarga yang berkewajiban mencari

nafkah, menyediakan tempat kediaman anak dan istrinya, sedangkan istri

adalah ibu rumah tangga yang berkewajiban mengurus rumah tangga dan

mengasuh anak; dan kemudian Hakim memberikan bagian harta bersama

kepada Penggugat 30% dan Tergugat 70% karena harta bersama tersebut di

hasilkan oleh Penggugat dan Tergugat yang dalam hal ini Tergugat

menjalankan fungsi ganda yaitu sebagai ibu rumah tangga sekaligus mencari

nafkah bersama dengan penggugat, yang dimana menurut penulis putusan

tersebut masih belum terpenuhinya konsep keadilan dalam pembagian harta

bersama.

Menurut anlisis penulis perlu didudukan secara komperhensif melalui

koridor hukum tentang harta bersama Harta bersama ialah harta yang

diperoleh selama perkawinan, sehingga barang-barang yang diperoleh dalam

perkawinan itu menjadi harta kekayaan bersama, sebagaimana disebutkan

dalam pasal 35 ayat (1) Undang – undang No.1 tahun 1974 tentang

perkawinan menyebutkan, harta benda yang diperoleh selama perkawinan

menjadi harta bersama. Dalam hal harta bersama ini, baik suami atau istri

dapat mepergunakanya dengan persetujuan salah satu pihak.


68

Kemudian pasal 36 ayat 1 Undang-undang No.1 tahun 1974 tentang

perkawinan menyatakan, mengenai harta bersama, suami atau istri dapat

bertindak atas persetujuan ke dua belah pihak, Tentang harta bersama ini,

suami atau istri dapat bertindak untuk berbuat sesuatu atau tidak berbuat

sesuatu atas harta bersama tersebut melalui persetujuan kedua belah pihak.

Semua harta yang diperoleh suami istri selama dalam ikatan perkawinan

menjadi harta bersama baik harta tersebut diperoleh secara tersendiri maupun

diperoleh secara bersama-sama. Demikian juga harta yang dibeli selama

ikatan perkawinan berlangsung adalah menjadi harta bersama, tidak menjadi

suatu permasalahan apakah istri atau suami yang membeli, tidak menjadi

masalah juga apakah istri atau suami mengetahui pada saat pembelian itu atau

atas nama siapa harta itu harus didaftarkan.28

Kemudian melihat dan memperhatikan Putusan Mahkamah Agung

Nomor 78 K/Ag/2021 menurut penulis hakim memberikan keputusan yang

memberikan lebih besar harta bersama kepada istri sebesar 70% dan

memberikan harta bersama kepada suami yang lebih sedikit sebesar 30%,

dengan alasan dalam hal ini istri menjalankan fungsi ganda yaitu sebagai ibu

rumah tangga sekaligus mencari nafkah bersama dengan penggugat, namun

hakim tidak mempeertimbangkan aspek keadilan pada pihak suami yang juga

bertanggung jawab dalam kewajibannya mencari nafkah untuk istri dan anak-

anaknya dengan menjalankan usahanya dan juga merawat anak-anaknya

28 Abu Yasid, Fatwa Tradisional untuk Orang Modern 3; Fikih Keluarga,


Erlangga, Jakarta, 2007. hlm. 119.
69

sebagaimana mestinya, Artinya masing-masing dari suami dan istri tersebut

menjalankan peran dalam rumah tangga secara bersama-sama.

Maka menurut penulis seyogyanya dalam putusan Nomor 78 K/AG/2021

memuat prinsip dari tujuan hukum itu sendiri yang mendudukan 3 hal yaitu

yang pertama mengenai Legal Certainty (kepastian hukum), Apabila terjadi

perceraian, Undang-Undang Perkawinan No 1 Tahun 1974 pasal 37 ayat 1

menyebutkan bahwa apabila suatu Perkawinan putus karena perceraian maka

harta bersama dibagi menurut hukumnya masing-masing. Lebih jauh dalam

penjelasan pasal 37 UUP disebutkan bahwa “yang dimaksud dengan

“hukumnya” masing-masing ialah hukum agama, hukum adat dan hukum

hukum lainnya.” Artinya, mengenai pembagian harta bersama ini diserahkan

kepada para pihak yang bercerai untuk melakukan penyelesaian hukumnya.

Lebih lanjut melalui aturan Kompilasi Hukum Islam Pola pembagian harta

bersama yang disebutkan dalam Kompilasi Hukum Islam Pasal 97: “Janda

atau duda yang becerai, maka masing-masing berhak seperdua dari harta

bersama sepanjang tidak ditentukan lain dalam perjanjian perkawinan”.

Dengan rumusan pola pembagian seperdua dalam ketentuan KHI, maka

bentuk ini menjadi acuan dalam pembagian harta yang diperoleh dari

penggabungan kedua harta suami istri selama dalam ikatan perkawinan,

meskipun pola ini tidak mengikat untuk diikuti oleh masyarakat. Namun

setidaknya sudah dapat dijadikan dalam menyelesaikan perkara sengketa

harta bersama.29

29 Zaiyad Zubaidi, Tanggapan Ulama Dayah Terhadap Pembagian Harta


Bersama Menurut Pasal 97 KHI, Journal Media Syariah, Vol. 22 No. 1, Banda Aceh,
70

Kemudian yang kedua yaitu Legal Benefits (kemanfaatan hukum), hal

terebut dapat dilihat dari apa yang dikehendaki bahwa masing-masing pihak

tentu menginginkan kebermanfaatan atas suatu putusan hukum, yang dimana

kebermanfaatan tersebut diletakkan pada tingkatan bahwa antara kedua belah

pihak tidak ada yang dirugikan, namun melalui analisis dalam putusan Nomor

78 K/AG/2021, bahwa pembagiannya 70 (tujuh puluh) persen untuk istri dan

30 (tiga puluh) persen untuk suami sungguh putusan yang kurang begitu

berimbang dan suami dalam hal ini bertindak sebagai penggugat merasa

dirugikan atas putusan tersebut, sebab suami memiliki andil dalam berumah

tangga serta menafkahi keluarga, yang kemudianpun suami berjiwa besar

untuk memperkenankan istri untuk bekerja, sebagimana dalam pasal 30

Undang-Undang Perkawinan menjelaskan bahwa: ”Suami isteri memikul

kewajiban yang luhur untuk menegakkan rumah tangga yang menjadi sendi

dasar dari susunan masyarakat” dan Pasal 31: “Hak dan kedudukan isteri

adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami dalam kehidupan rumah

tangga dan pergaulan hidup bersama dalam masyarakat”, sebab Seorang laki-

laki atau perempuan, ketika belum menikah mereka mempunyai hak dan

kewajiban yang utuh. Hak dan kewajiban yang berkaitan dengan

kehidupannya, hak dan kewajiban akan harta miliknya dan sebagainya.

Kemudian setelah mereka mengikatkan diri dalam lembaga perkawinan,

maka mulai saat itulah hak kewajiban mereka menjadi satu. Pengertian

menjadi satu tersebut bukan berarti hak dan kewajiban masing-masing pihak

akan meleburkan diri, melainkan hak dan kewajiban mereka tetap utuh
2020. hlm. 37.
71

walaupun mereka telah bersatu dalam kehidupannya. Untuk itulah mereka

harus memahami dan menghormati satu sama lain. Tidak merasa salah satu

sebagai penguasa dan lainnya menjadi budak, tidak merasa salah satu dari

mereka paling berjasa dan lainnya menumpang, maka sudah barang tentunya

juga dalam pembagian harta berasama baik suami (penggugat) dan istri

(tergugat) diposisikan secara setara yang memberikan manfaat pada

keduanya.

Terakhir yang ketiga yaitu tentang Legal Justice (keadilan hukum),

Keputusan seorang hakim yang terutama serta yang paling penting ialah

keadilan hukum, berarti khusus mengandung definisi proses serta karya yang

dilakukan oleh hakim, seorang hakim memberikan pertimbangan mengenai

benar dan tidak benar menurut hukum dalam suatu kejelasan peristiwanya.

Mengenai peningkatan peran hakim sebagai perwujudkan putusan yang benar

dan adil untuk itu dituntut kepada seorang hakim untuk menerapkan metode

pendekatan keadilan hukum yang dapat memenuhi rasa keadilan masyarakat.

Seorang hakim dapat mewujudkan putusan yang memiliki nilai kejujuran dan

adil yang selalu dicita –cita bagi para pencari keadilan. Keadilan hukum ini

didapat dari fakta persidangan, dari kedua belah pihak yang berperkara mulai

dari gugatan, jawaban, replik, duplik, surat keterangan saksi yang mana

semuanya itu harus diuji di sidang pembuktian, dan didalam sidang

pembuktianlah Majelis Hakim mendapatkan konklusi (pendapat dan

simpulan). Oleh karena itu juga keadilan disini didasarkan pada Pasal 229

Kompilasi Hukum Islam (KHI) yaitu Hakim dalam menyelesaikan perkara-


72

perkara yang diajukan kepadanya, wajib memperhatikan dengan sungguh-

sungguh nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat, sehingga

putusannya sesuai dengan rasa keadilan. Sehingga dalam melihat fakta-fakta

dan bukti-bukti dalam persidangan, yang memperlihatkan bahwa suami

(penggugat) menginginkan keadilan pada dirinya dan tanpa merampas

keadilan pada istrinya (tergugat) dengan pembagian harta bersama secara

proporsional. Dimana dalam perkara tersebut sebagaiamna yang telah diatur

dalam Kompilasi Hukum Islam Pasal 97: “Janda atau duda yang becerai,

maka masing-masing berhak seperdua dari harta bersama sepanjang tidak

ditentukan lain dalam perjanjian perkawinan”. Sehingga letak kepastian yang

juga mencerminkan rasa keadilannya adalah dengan membaginya dengan

besaran 50-50 atau seperdua (1/2) untuk suami dan seperdua (1/2) untuk

isteri, yang hal tersebut secara filosofis pola pembagian yang dirumuskan

sesuai kaidah dan hukum islam yang menghendaki adanya keseimbangan atau

keadilan pada masing-masing kedua belah pihak.


BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan kajian dan penelitian yang dilakukan penulis, serta uraian-

urain pada bab-bab sebelumnya maka penulis menarik kesimpulan:

1. Pertimbangan Majelis Hakim Mahkamah Agung dalam Perkara Nomor:

Nomor 78 K/Ag/2021, yang telah memutuskan dengan menyatakan

Bahwa demikian apabila istri menjalani dua fungsi sekaligus, yaitu

berusaha/bekerja memenuhi kebutuhan rumah tangga dan juga mengurus

rumah tangga serta mengasuh anak sebagaimana dalam perkara a quo,

maka terhadap harta bersama tidak adil apabila masing-masing mendapat

½ (seperdua) bagian, oleh karena itu pembagian harta bersama seperti

yang telah ditetapkan Judex Facti yaitu 70 (tujuh puluh) persen untuk

Penggugat Rekonvensi/Tergugat Konvensi dan 30 (tiga puluh) persen un-

tuk Tergugat Rekonvensi/Penggugat Konvensi sudah tepat dan benar,

adalah didasarkan pada pertimbangan yang keliru dan tidak berdasar

hukum. Menurut Penulis pertimbangan hakim terkait Tergugat men-

jalankan fungsi ganda yaitu sebagai ibu rumah tangga sekaligus mencari

nafkah bersama sehingga besaran pembagiannya menjadi lebih besar

tidaklah tepat dengan tidak mempertimbangkan juga bahwa penggugat

dalam hal ini suamipun sebagai kepala rumah tangga telah mengayomi

keluarga antara lain memberikan izin istri untuk bekerja dan suamipun

berkerja juga memelihara anak-anak sebgaimana mestinya. Sehingga

73
74

suami juga memiliki andil yang sama dalam keluarga tersebut. Sehingga

alangkah lebih tepat hakim dapat bisa memberikan beban pembagian yang

proporsional kepada para pihak.

2. Pada dasarnya seorang hakim dalam putusannya dapat mewujudkan putu-

san yang memiliki nilai kejujuran dan adil yang selalu dicita –cita bagi

para pencari keadilan. Sebagai suatu adagium prinsip hukum bahwa hen-

daklah keadilan ditegakkan, walaupun langit akan runtuh (Fiat justitia

ruat caelum) berkaitan erat dengan suatu titik tolak penegakan hukum itu

sendiri yang dalam hal ini Hakim pada proses pemeriksaan perkara harus

menunjukkan diri sebagai orang bijak, dan memiliki sifat-sifat yang mem-

perlakukan semua orang secara sama, menempatkan para pihak pada ke-

dudukan sama, dan tidak pernah memperlakukan para pihak dengan berat

sebelah, yang dimana Pembagian harta bersama dalam pandangan hukum

Islam dan hukum positif telah sesuai melalui dibagi atas dua sama rata di-

antara suami istri. Hal ini dalam KHI Pasal 97 yang menyebutkan bahwa

“Janda atau duda cerai hidup masing-masing berhak seperdua dari harta

bersama sepanjang tidak ditentukan dalam perjanjian perkawinan”.

Berdasarkan pandangan tersebut, pola pembagian dalam hukum islam

yang menghendaki adanya keseimbangan atau keadilan pada masing-mas-

ing kedua belah pihak.

B. Saran

Berdasarkan kajian dan penelitian yang dilakukan penulis, serta uraian-

urain pada bab-bab sebelumnya maka penulis mempunyai saran, yaitu:


75

1. Majelis Hakim sebelum memutuskan sesorang yang dituntut dimuka

persidangan agar mempertimbangkan dan mencermati lebih seksama

dalam menilai dan menafsirkan undang-undang yang akan dijadikan

pijakan hukum dan fakta-fakta hukum secara keseluruhan (holistic)

dalam mengambil keputusan dengan menyesuaikan perkara yang sedang

ditangani. Hakim dalam memberikan putusan, perlu memperhatikan

dengan sungguh-sungguh yang harusnya diputuskan dengan secara

berimbang.

2. Oleh masyarakat yang ingin melakukan perkawinan diharapkan agar

mengetahui dan memahami makna perkawinan serta akibat hukum yang

terjadi apabila perkawinan tersebut berlangsung tidak sebagaimana

mestinya sehingga terjadi perceraian, kemudian dianjurkan supaya

membuat perjanjian mengenai pembagian harta bersama, agar ketika

terjadi perceraian tidak terjadi perselisihan dalam pembagian harta

bersama itu sendiri.


DAFTAR PUSTAKA

BUKU:
Abdul Manan, Aneka Masalah Hukum Perdata Islam di Indonesia, Kencana,
Jakarta, 2008.

Abdul Manan, M. Fauzan, Pokok-Pokok Hukum Perdata Wewenang Peradilan


Agama, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2001.

Abu Yasid, Fatwa Tradisional untuk Orang Modern 3; Fikih Keluarga, Erlangga,
Jakarta, 2007.

Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia, PT Raja Grafindo Persada, cet. ii,
Jakarta 1997.

Hilman Hadikusuma, Hukum Perkawinan Indonesia Menurut Perundangan


Hukum Adat, Hukum Agama, Mandar Maju, cet. i, Bandung, 2000.

Jonaedi Efendi, Metode Penelitian Hukum Nomatif & Empiris, Cetakan 2,


Penerbit Kencana, Jakarta, 2018.

Lubis M. Solly, Filsafat Ilmu dan Penelitian, CV. Mandar Maju, Bandung, 1994.

Muhamad Abduk Kadir, Hukun perdata Indonesia, Citra Aditya, Bandung, 2000.

M Аnshаry, Hаrtа Bersаmа Perkаwinаn dаn Permаsаlаhаnnyа, Mandar Maju,


Bandung, 2016.

76
M, Natsir asnawi, Hukum Harta Bersama Kajian Perbandingan Telaah Norma
Yurisprudensi dan Pembaruan Hukum, Kencana, Jakarta, 2020.

M. Nazil, Metode Penelitian, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2010.

Mukti Arto, Praktek Perkara Perdata pada Pengadilan Agama, CV Pustaka


Pelajar, Yogyakarta, 2004.

Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Kencana Prenada, Jakarta, 2017.

R. Soeroso, Praktik Hukum Acara Perdata, Cet. IV, Sinar Grafika, Jakarta, 2004.

Subekti R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Pradnya

Paramita, cet Ke-19, Jakarta, 1985.

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Penerbit UI Press, Jakarta,


2001.

Soerjono Soekanto, Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, 2010.

Sukarno, Filsafat hukum: teori dan praktik, Kencana Cet ke-6, Jakarta, 2021.

Jurnal:
Zaiyad Zubaidi, Tanggapan Ulama Dayah Terhadap Pembagian Harta Bersama
Menurut Pasal 97 KHI, Journal Media Syariah, Vol. 22 No. 1, Banda
Aceh, (2020).

Sa’adah, Nur. "Akibat Hukum Terhadap Harta Bersama Yang Dilakukan Secara
Sepihak." Jurnal Surya Kencana Satu 12.1 (2021).

77
Website:

Kamus Besar Bahasa Indonesia. Keadilan. http://kbbi.web.id, diakses pada 8 Juli


2023.

Syafruddin Kalo, Penegakan Hukum yang Menjamin Kepastian Hukum dan Rasa
Keadilan Masyarakat, http://www.academia.edu.com, Diakses 24 Juni
2023.

Peraturan Perundang-Undangan:
Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945;

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;

Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang

Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan;

Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 Tentang Kompilasi Hukum Islam;

Putusan Mahkamah Agung: 78 K/Ag/2021.

LAMPIRAN-LAMPIRAN

78

Anda mungkin juga menyukai