Anda di halaman 1dari 305

PENDIDIKAN

KEADVOKATAN
Ishaq, S.H., M.Hum.

PENDIDIKAN
KEADVOKATAN
SG. 02.16.0757
PENDIDIKAN KEADVOKATAN

Oleh:
Ishaq, S.H., M.Hum.

Diterbitkan oleh Sinar Grafika


Jl. Sawo Raya No. 18
Jakarta 13220

Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang memperbanyak


buku ini sebagian atau seluruhnya, dalam bentuk dan dengan
cara apa pun juga, baik secara mekanis maupun elektronis,
termasuk fotokopi, rekaman, dan lain-lain tanpa izin tertulis
dari penerbit.

Cetakan pertama, Juni 2010


Perancang kulit, Kreasindo Mediacita
Dicetak oleh Sinar Grafika Offset

ISBN 978-979-007-307-4

Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KDT)

Ishaq
Pendidikan keadvokatan/Ishaq;
Editor, Leny Wulandari. -- Ed. 1. Cet. 1.
-- Jakarta: Sinar Grafika, 2010
xvi, 294 hlm.; 23 cm

Bibliografi: hlm. 223


ISBN 978-979-007-307-4

1. Pendidikan Keadvokatan 2. Hukum


I. Judul II. Leny Wulandari
PERSEMBAHAN

Buku ini saya persembahkan kepada:

Ayahanda Dama (Almarhum) dan Ibunda Hj. Halwiah.


Kakandaku M. Yusuf
Istriku yang tercinta Asyirah
Putra-putriku tersayang: Nurhikmah Ishaq, dan
Fadhli Muhaimin Ishaq
Para guru-guruku dan
Almamaterku.
Kata Pengantar

Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahman dan rahimnya kepada kita terutama kepada
saudara Ishaq, S.H., M.Hum yang telah berusaha menyusun suatu
buku yang berjudul Pendidikan Keadvokatan. Shalawat dan salam saya
persembahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah mem-
berikan pencerahan kepada kita semua.
Saya menyambut baik terbitnya buku Pendidikan Keadvokatan,
karya saudara Ishaq, S.H., M.Hum, merupakan buku yang membahas
masalah Pendidikan Advokat, serta dilengkapi contoh-contoh surat
kuasa yang sangat dibutuhkan oleh Advokat untuk beracara.
Hampir setiap orang di dalam menghadapi masalah hukum seperti
kasus korupsi, kasus pembunuhan, kasus perbankan, sengketa bisnis,
kepailitan, dan lain sebagainya, cenderung untuk menggunakan jasa
profesi Advokat. Profesi Advokat merupakan profesi yang mulia
(officium nobile) yang harus berani bertindak dengan kejujuran di
dalam menegakkan hak asasi manusia, hukum, dan keadilan.
Harapan saya semoga buku ini dapat menjadi pegangan bagi
rekan-rekan Advokat dan calon Advokat, maupun kalangan akademisi.
Mudah-mudahan usaha penulis ini dapat bermanfaat bagi masyarakat,
praktisi hukum, maupun di kalangan akademisi.

Sungai Penuh, 29 Maret 2010


Advokat LBH Alti Sungai Penuh

PAHRUDIN KASIM, S.H.

Kata Pengantar vii


Prakata

Dengan mengucapkan puji dan syukur yang sedalam-dalamnya


penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan hidayah-Nya, sehingga karena-Nya penulis telah dapat
menyelesaikan penyusunan Pendidikan Keadvokatan.
Penulisan buku ini merupakan penyempurnaan lebih lanjut dari
Buku Dasar-Dasar Pendidikan Advokasi, yang disusun oleh penulis
pada tahun 2004 yang pokok materinya terdiri dari hukum pidana
dan hukum perdata yang pokok bahasannya sudah disesuaikan
dengan kurikulum dengan tujuan untuk membantu mahasiswa dalam
pelaksanaan proses belajar mengajar pada mata kuliah Pendidikan
Advokasi.
Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih
kepada yang terhormat Bapak Prof. Dr. H. Asafri Jaya Bakri, M.A.,
Ketua STAIN Kerinci yang telah banyak memberikan semangat dan
dorongan kepada penulis.
Dengan adanya buku ini tidak berarti bahwa para mahasiswa lalu
dapat menyampingkan buku literatur Advokasi dan buku-buku yang
telah diwajibkan.
Disadari bahwa penyajian materi dan sistematika buku ini masih
jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu penyusun tetap
mengharapkan saran-saran dan kritikan yang bersifat membangun
dari pembaca demi untuk kesempurnaan materi buku ini. Kepada
semua pihak yang telah membantu dalam proses penyusunan dan

viii Pendidikan Keadvokatan


penerbitan buku ini, diucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya,
terutama Sinar Grafika yang telah berkenan menerbitkannya.
Selanjutnya semoga kehadiran buku ini ada manfaatnya bagi kita
semua. Amiin.

Wassalam,

Sungai Penuh, Maret 2010

Ishaq, S.H., M.Hum.

Prakata ix
Daftar Isi

KATA PENGANTAR ...................................................................... v


PRAKATA .......................................................................................... vii

BAB 1 PENDAHULUAN .............................................................. 1


A. Istilah dan Pengertian Pengacara atau Advokat ...... 1
1. Advokat .............................................................. 9
2. Pengacara Praktik .............................................. 10
3. Kuasa Insidentil .................................................. 10
4. Lembaga Bantuan Hukum Perguruan Tinggi .. 11
B. Selintas Sejarah Advokat atau Bantuan Hukum .... 12

BAB 2 KEBUTUHAN AKAN SEORANG ADVOKAT ........ 19


A. Jenis-Jenis Kebutuhan .................................................. 19
B. Cara-Cara Mengukur Adanya Kebutuhan .............. 21
C. Kebutuhan Jasa Hukum Seorang Advokat ............. 23
1. Peradilan (Litigasi) ............................................. 25
2. Di Luar Peradilan (Nonlitigasi) .......................... 29

BAB 3 FUNGSI DAN TANGGUNG JAWAB PROFESI


ADVOKAT .......................................................................... 35
A. Fungsi Advokat ............................................................. 35

Daftar Isi xi
1. Dari Segi Kepentingan Tersangka ..................... 37
2. Dari Segi Kepentingan Pemeriksaan ................. 39
B. Advokat sebagai Pengawal Konstitusi dan Penegak
Hak Asasi Manusia ....................................................... 40
C. Advokat sebagai Penggerak Pembangunan Hukum
(Agen of Law Development) ......................................... 42
D. Sifat dan Asas Profesi Advokat ................................... 42
E. Tanggung Jawab Profesi Advokat .............................. 43
1. Tanggung Jawab kepada Negara ....................... 44
2. Tanggung Jawab kepada Masyarakat ............... 44
3. Tanggung Jawab kepada Pengadilan ................ 45
4. Tanggung Jawab kepada Klien .......................... 45
5. Tanggung Jawab kepada Tuhan ........................ 45
6. Tanggung Jawab kepada Pihak Lawan ............. 46

BAB 4 KODE ETIK DAN SUMBER DAYA ADVOKAT ....... 48


A. Kode Etik Advokat ....................................................... 48
B. Sumber Daya Advokat ................................................ 66
1. Penguasaan Sistem Intelejensia .......................... 67
2. Pendalaman Ilmu dan Pengetahuan ................. 67
3. Peningkatan Penanganan Perkara ..................... 68
4. Kegiatan Sosial Kemasyarakatan ....................... 68
5. Komunikasi Profesi ........................................... 69

BAB 5 CARA-CARA MEMBELA PERKARA .......................... 70


A. Dalam Perkara Pidana ................................................. 70
1. Dalam Persidangan ............................................... 70
2. Eksepsi ..................................................................... 72
3. Surat Dakwaan ...................................................... 77
4. Pemeriksaan Saksi dan Terdakwa ...................... 82

xii Pendidikan Keadvokatan


5. Surat Tuntutan Pidana (Requisitoir) ................... 96
6. Pembelaan atau Pleidooi ....................................... 98
B. Dalam Perkara Perdata ................................................ 103
1. Dalam Persidangan ............................................... 103
2. Gugatan Penggugat Dibacakan .......................... 109
3. Perdamaian dalam Sidang Pengadilan .............. 111
4. Jawaban Tergugat .................................................. 114
5. Rekonvensi (Gugatan Balasan) ............................ 124
6. Intervensi terhadap Perkara yang Diperiksa .... 129
7. Gugatan dengan Prodeo (Cuma-Cuma) ............ 139
8. Pembuktian ............................................................ 148
9. Kesimpulan dari Penggugat dan Tergugat Sebe-
lum Perkara Diputus ............................................ 174

BAB 6 UPAYA HUKUM ................................................................ 178


A. Dalam Perkara Pidana ................................................. 178
1. Upaya Hukum Biasa ............................................. 179
2. Upaya Hukum Luar Biasa ................................... 188
B. Dalam Perkara Perdata ................................................ 197
1. Verzet (Perlawanan) ............................................... 197
2. Banding ................................................................... 200
3. Kasasi ....................................................................... 206
4. Bantahan Pihak Ketiga (Derden Verzet) ............. 210
5. Peninjauan Kembali .............................................. 213

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................ 223

Lampiran ........ .................................................................................. 227


1. Undang-Undang No.18 Tahun 2003 tentang Advokat ....... 227
2. Contoh Gugatan Cerai Gugat ................................................... 251

Daftar Isi xiii


3. Contoh Surat Permohonan Cerai Talak dengan Memakai .
Pengacara ...................................................................................... 254
4. Contoh Surat Gugatan dalam Perkara Perbuatan Melawan
Hukum dengan Memakai Pengacara ..................................... 257
5. Contoh Jawaban Sanggahan terhadap Gugatan ................... 260
6. Contoh Surat Kuasa Khusus untuk Mengajukan Gugatan 261
7. Contoh Surat Kuasa Limpahan Secara Penuh ...................... 262
8. Contoh Surat Kuasa Limpahan Terbatas ............................... 263
9. Contoh Surat Kuasa Khusus untuk Menjawab Gugatan
Penggugat .................................................................................. 264
10. Contoh Surat Kuasa untuk Naik Banding ............................. 265
11. Contoh Surat Kuasa sebagai Terbanding ............................... 266
12. Contoh Surat Kuasa Khusus Untuk Mengajukan Kasasi ... 267
13. Contoh Surat Kuasa untuk Mengajukan Kontra Memori
Kasasi ............................................................................................. 268
14. Contoh Surat Kuasa untuk Mengajukan Permohonan PK 269
15. Contoh Surat Kuasa untuk Mengajukan Jawaban atas Per-
mohonan PK ................................................................................ 270
16. Contoh Surat Kuasa untuk Mengajukan Bantahan ............. 271
17. Contoh Surat Kuasa sebagai Terbantah .................................. 272
18. Contoh Surat Kuasa untuk Intervensi .................................... 273
19. Contoh Surat Kuasa Khusus dalam Perkara Pidana ........... 274
20. Contoh Permohonan Penangguhan Penahanan ................... 276
21. Contoh Surat Keterangan Menjamin ...................................... 277
22. Contoh Surat Permohonan Perubahan Status Tahanan ..... 278
23. Contoh Surat Kuasa Khusus untuk Banding dalam Perkara
Pidana ............................................................................................ 279
24. Contoh Surat Kuasa Khusus untuk Kontra Memori Banding . 280
25. Contoh Surat Kuasa Khusus untuk Memori Kasasi ............ 281
26. Contoh Surat Kuasa Khusus untuk Kontra Memori Kasasi 282

xiv Pendidikan Keadvokatan


27. Contoh Membuat Permohonan Praperadilan ...................... 283
28. Contoh Surat Permohonan Pengangkatan Anak ................. 285
29. Contoh Permohonan Pencabutan Gugatan ........................... 287
30. Tahap-Tahap Pemeriksaan Perdata .......................................... 288
31. Tahap-Tahap Pemeriksaan Perdata Khusus Cerai Gugat .... 289
32. Tahap-Tahap Pemeriksaan Perdata Khusus Cerai Talak ...... 290
33. Tahap-Tahap Pemeriksaan Perdata Khusus Cerai Talak dan
Gugatan Rekonvensi .................................................................. 291
34. Tahap-Tahap Pemeriksaan Perdata Khusus Cerai Gugat dan
Gugatan Rekonvensi .................................................................. 292

PROFIL PENULIS ...................................................................... 293

Daftar Isi xv
BAB 1

Pendahuluan

A. ISTILAH DAN PENGERTIAN PENGACARA ATAU AD-


VOKAT
Sebelum keluarnya Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang
Advokat, maka penggunaan istilah advokat di dalam praktiknya belum
ada yang baku untuk sebutan profesi tersebut. Dalam berbagai
ketentuan perundang-undangan terdapat inkonsistensi sebutannya.
Misalnya Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970, sebagaimana telah
diganti dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 1999, dan diganti
lagi dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 serta terakhir
diganti dengan Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009, tentang
Kekuasaan Kehakiman, menggunakan istilah bantuan hukum dan
advokat.
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-
Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), Undang-Undang Nomor 2
Tahun 1986 tentang Peradilan Umum, Undang-Undang Nomor 5
Tahun 2004 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun
1985 tentang Mahkamah Agung menggunakan istilah penasihat
hukum. Departemen Hukum dan HAM menggunakan istilah
pengacara, dan Pengadilan Tinggi menggunakan istilah advokat dan
pengacara. Kemudian Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang
Advokat menggunakan istilah advokat, di samping itu ada juga yang
menyebutnya dengan istilah pembela.

Bab 1 Pendahuluan 1
Setelah dikeluarkannya Undang-Undang Advokat, yaitu Undang-
Undang Nomor 18 Tahun 2003, Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2003 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4228, maka istilah advokat sudah menjadi baku
dan berstatus sebagai penegak hukum, bebas dan mandiri yang
dijamin oleh hukum serta wilayah kerjanya meliputi seluruh wilayah
negara Republik Indonesia.
Istilah penasihat hukum/bantuan hukum dan advokat/pengacara
merupakan istilah yang lebih tepat dan sesuai dengan fungsinya
sebagai pendamping tersangka atau terdakwa dalam perkara pidana,
atau sebagai pendamping penggugat atau tergugat dalam perkara
perdata dalam pemeriksaan, daripada istilah pembela.
Istilah pembela menurut Andi Hamzah sering disalahtafsirkan,
seakan-akan berfungsi sebagai penolong tersangka atau terdakwa
bebas atau lepas dari pemidanaan, walaupun ia jelas bersalah
melakukan yang didakwakan itu. 1 Padahal fungsi pembela atau
penasihat hukum itu adalah membantu hakim dalam usaha
menemukan kebenaran materiil, 2 walaupun bertolak dari sudut
pandangan subjektif, yaitu berpihak kepada kepentingan tersangka
atau terdakwa.
Istilah advokat bukan asli bahasa Indonesia. Advokat berasal dari
bahasa Belanda, yaitu advocaat, yang berarti orang yang berprofesi
memberikan jasa hukum. Jasa tersebut diberikan baik di dalam atau
di luar ruang sidang.3
Pengertian advokat menurut Blacks’s Law Dictionary adalah to
speak in favour of or defend by argument (berbicara untuk keuntungan

1 Andi Hamzah, Pengantar Hukum Acara Pidana Indonesia, Jakarta: Ghalia


Indonesia, 1985, hlm. 88.
2 Yaitu kebenaran yang nyata atau betul-betul kebenaran dalam perbuatan
pidana yang dilakukan oleh terdakwa, atau hubungan antara pihak yang terkait
dalam perbuatan pidana tersebut.
3 Ari Yusuf Amir, Strategi Bisnis Jasa Advokat, Yogyakarta: Navila Idea, 2008,
hlm. 18.

2 Pendidikan Keadvokatan
dari atau membela dengan argumentasi untuk seseorang). Adapun
orang yang berprofesi sebagai advocate adalah one who assists, defends,
or pleads for another. One who renders legal advice and aid, pleads the
cause of another before a court or a tribunal, a counselor (Seseorang yang
membantu, mempertahankan, atau membela untuk orang lain.
Seseorang yang memberikan nasihat hukum dan bantuan membela
kepentingan orang lain di muka pengadilan atau sidang, seorang
konsultan).
Adapun pengertian advokat menurut Pasal 1 butir (1) Undang-
Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat adalah orang yang
berprofesi memberi jasa hukum, baik di dalam maupun di luar
pengadilan yang memenuhi persyaratan berdasarkan ketentuan
undang-undang ini.
Kemudian Frans Hendra Winarta menjelaskan, bahwa pekerjaan
legal counseling (konsultan hukum) sudah termasuk di dalamnya
mendampingi, membantu, dan menyatakan salah atau tidak bersalah
seseorang di pengadilan maupun sidang umum lainnya.4
Pengertian penasihat hukum menurut Pasal 1 butir 13 Kitab
Undang-Undang Hukum Acara Pidana adalah seseorang yang
memenuhi syarat yang ditentukan oleh atau berdasar undang-undang
untuk memberi bantuan hukum.5 Rumusan Pasal 1 butir 13 tersebut
menjelaskan, bahwa untuk menjadi penasihat hukum itu haruslah
orang yang telah memenuhi persyaratan yang ditentukan oleh
undang-undang.
Selain pengertian penasihat hukum sebagaimana telah dijelaskan
di atas, ada juga pengertian penasihat hukum yang dijelaskan para
ahli, di antaranya adalah sebagai berikut.
1. Sudikno Mertokusumo berpendapat, bahwa penasihat hukum
adalah orang diberi kuasa untuk memberikan bantuan hukum

4 Frans Hendra Winarta, Advokat Indonesia, Citra, Idealisme, dan Keprihatinan,


Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1995, hlm. 66.
5 M. Budiarto, K. Wantjik Saleh, Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana 1981,
Jakarta: Ghalia Indonesia, 1981, hlm. 33.

Bab 1 Pendahuluan 3
dalam bidang hukum perdata maupun pidana kepada yang
memerlukannya, baik berupa nasihat maupun bantuan aktif, baik
di dalam maupun di luar pengadilan dengan jalan mewakili,
mendampingi, atau membelanya.6
2. J.S.T. Simorangkir, dkk., menjelaskan bahwa penasihat hukum
adalah seseorang yang bertindak dalam suatu perkara untuk
kepentingan yang beperkara, dalam perkara perdata untuk
penggugat atau tergugat dan dalam perkara pidana untuk
terdakwa.7
3. Sudarsono berpendapat bahwa penasihat hukum adalah
seseorang yang memenuhi syarat yang ditentukan berdasarkan
undang-undang untuk memberikan bantuan hukum. 8
4. Martiman Prodjohamidjojo menjelaskan bahwa, penasihat hukum
ialah mereka yang pekerjaannya (job) atau mereka yang karena
profesinya memberikan jasa hukum, pelayanan hukum, bantuan
hukum, serta nasihat hukum kepada pencari keadilan baik yang
melalui pengadilan negeri, pengadilan agama, atau panitia
penyelesaian perburuhan maupun yang di luar pengadilan.9
Dari beberapa pendapat di atas dapatlah dijelaskan bahwa
penasihat hukum adalah orang yang diberi kuasa untuk memberikan
bantuan hukum, baik dalam perkara perdata, perkara pidana,
maupun perkara tata usaha negara dengan memenuhi syarat-syarat
yang ditentukan oleh peraturan perundang-undangan.
Berbicara tentang bantuan hukum sebenarnya tidak terlepas dari
fenomena hukum itu sendiri. Seperti telah diketahui keberadaan
bantuan hukum adalah salah satu cara untuk meratakan jalan menuju

6 Sudikno Mertokusumo, Bunga Rampai Ilmu Hukum, Yogyakarta: Liberty, 1984.


hlm. 66.
7 J.S.T. Simorangkir, dan kawan-kawan, Kamus Hukum, Jakarta: Aksara Baru,
1987, hlm. 124.
8 Sudarsono, Kamus Hukum, Jakarta: 1982, hlm. 349.
9 Martiman Prodjohamidjojo, Penasihat Hukum dan Bantuan Hukum Indonesia,
Jakarta: Ghalia Indonesia, 1982, hlm. 5.

4 Pendidikan Keadvokatan
kepada pemerataan keadilan yang penting maksudnya bagi
pembangunan hukum, khususnya di Indonesia.
Adapun pengertian bantuan hukum telah dijelaskan oleh Jaksa
Agung Republik Indonesia, yaitu pembelaan yang diperoleh seseorang
terdakwa dari seseorang penasihat hukum, sewaktu perkaranya
diperiksa dalam pemeriksaan pendahuluan atau dalam proses
pemeriksaan perkaranya di muka pengadilan.10
Kemudian Lasdian Walas mengatakan bahwa, bantuan hukum
adalah jasa memberikan bantuan hukum dengan bertindak baik
sebagai pembela dari seseorang yang tersangkut dalam perkara pidana
maupun kuasa hukum dalam perkara perdata atau tata usaha negara
di muka pengadilan atau memberi nasihat hukum di luar pengadilan.11
Di samping itu juga di dalam Pasal 1 butir 9 Undang-Undang Nomor
18 Tahun 2003 tentang Advokat memberikan suatu penjelasan bahwa
bantuan hukum, adalah jasa hukum yang diberikan oleh advokat
secara cuma-cuma kepada klien yang tidak mampu.
Secara konsepsional, apabila dilihat pada tujuan dan orientasi, sifat,
cara pendekatan, dan ruang lingkup aktivitas program bantuan
hukum, khususnya bagi golongan miskin dan buta hukum di
Indonesia, pada dasarnya dapat dikategorikan pada dua konsep pokok,
yaitu konsep bantuan hukum tradisional dan konsep bantuan hukum
konstitusional.12
Konsep bantuan hukum tradisional adalah pelayanan hukum yang
diberikan kepada masyarakat miskin secara individual. Sifat dari
bantuan hukum ini pasif, dan cara pendekatannya sangat formal-legal,
dalam arti melihat segala permasalahan hukum kaum miskin semata-
mata dari sudut yang hukum yang berlaku. Orientasi dan tujuan

10 Jaksa Agung RI, Pemberian Bantuan Hukum oleh Fakultas Hukum Negeri dan
Penegakan Hukum dalam Pemberian Bantuan Hukum oleh Fakultas Hukum Negeri,
Jakarta: Departemen Penerangan RI, 1976, hlm. 72.
11 Lasdian Walas, Cakrawarala Advokat Indonesia, Yogyakarta: Liberty, 1980, Cet.
ke-1, hlm. 119.
12 Bambang Sunggono, Aries Harianto, Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia,
Bandung: Mandar Maju, 1994, hlm. 26.

Bab 1 Pendahuluan 5
bantuan hukum ini adalah untuk menegakkan keadilan bagi si miskin
menurut hukum yang berlaku, kehendak mana dilakukan atas
landasan semangat derma (charity).
Konsep bantuan hukum konstitusional merupakan bantuan
hukum untuk rakyat miskin yang dilakukan dalam kerangka usaha
dan tujuan yang lebih luas, seperti (a) menyadarkan hak-hak
masyarakat miskin sebagai subjek hukum, (b) penegakan dan
pengembangan nilai-nilai hak asasi manusia sebagai sendi utama bagi
tegaknya negara hukum.13
Dengan demikian, seorang advokat harus memperhatikan
kliennya yang tidak mampu. Sebab dalam kenyataannya yang terlihat
setiap hari di kota-kota besar, seperti Jakarta, Surabaya, dan Bandung,
bantuan hukum yang diberikan oleh advokat tampaknya hanya
berkisar kepada orang-orang yang berada saja. Jarang sekali dilihat
seorang advokat di dalam media massa, baik berupa televisi, surat
kabar, dan majalah diberitakan memberikan jasa hukum kepada
orang yang tidak mampu.
Akan tetapi, Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang
Advokat telah menetapkan dengan tegas tentang bantuan hukum
dengan cuma-cuma kepada pencari keadilan. Hal ini telah dijelaskan
di dalam Pasal 22 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 18 Tahun
2003, yang berbunyi sebagai berikut.
(1) Advokat wajib memberikan bantuan hukum secara Cuma-Cuma
kepada pencari keadilan yang tidak mampu.
(2) Ketentuan mengenai persyaratan dan tata cara pemberian
bantuan hukum secara Cuma-Cuma sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 22 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 ini merupakan


sebuah sentuhan moral kepada advokat, agar dalam menjalankan
profesinya harus tetap memperhatikan kepentingan orang-orang yang

13 Bambang Sunggono, Aries Harianto, ibid., hlm. 28.

6 Pendidikan Keadvokatan
tidak mampu. Pasal ini juga merupakan imbauan moral dan sekaligus
mengasah kepekaan sosial.
Selanjutnya Lasdian Walas menyebutkan bahwa pemberi bantuan
hukum itu dapat dibedakan menjadi dua golongan, sebagai berikut.
1. Pemberi bantuan hukum yang menjalankan pekerjaan sebagai
mata pencaharian pokok adalah advokat, pengacara dan konsultan
hukum.
2. Pemberi bantuan hukum yang menjalankan pekerjaan tersebut
tidak sebagai mata pencarian pokok, yakni mereka yang secara
insidentil memberikan bantuan hukum, yaitu pegawai negeri
termasuk TNI, setelah mendapat izin lebih dahulu dari
pimpinannya, komandan, dan orang-orang swasta.14
Pada tahun 1969 Persatuan Advokat Indonesia (PERADIN) telah
mengadakan kongres di Jakarta yang menghasilkan berdirinya
Lembaga Bantuan Hukum bagi kaum miskin di Indonesia. Lembaga
Bantuan Hukum ini menurut Adnan Buyung Nasution adalah
bertujuan (sebagai pilot project peradin) meliputi tiga hal yaitu:
1. memberikan bantuan hukum kepada masyarakat miskin yang
buta hukum;
2. menumbuhkan dan membina kesadaran warga masyarakat akan
hak-haknya sebagai subjek hukum;
3. mengadakan pembaruan hukum (modernisasi) sesuai dengan
tuntutan zaman.15
Pekerjaan memberikan bantuan hukum, pelayanan, atau jasa
hukum termasuk pekerjaan berwiraswasta. Pekerjaan ini ada
hubungan langsung dengan ketertiban hukum dan ketertiban umum.
Oleh karena itu, dianut sistem pengangkatan yang merupakan izin
untuk berpraktik. Untuk dapat menjadi seseorang yang berprofesi
sebagai penasihat hukum/advokat menurut Undang-Undang Nomor

14 Lasdian Walas, op. cit., hlm. 121.


15 Adnan Buyung Nasution, Bantuan Hukum di Indonesia, Jakarta: LP3ES, 1988,
hlm. 110.

Bab 1 Pendahuluan 7
18 Tahun 2003 tentang Advokat telah dijelaskan dalam Pasal 2 ayat
(1) dan Pasal 3 ayat (1), sebagai berikut.
Pasal 2 ayat (1) berbunyi:
Yang dapat diangkat sebagai Advokat adalah sarjana yang berlatar
belakang pendidikan tinggi hukum dan setelah mengikuti pendidikan
khusus profesi Advokat yang dilaksanakan oleh Organisasi Advokat.

Pasal 3 ayat (1) berbunyi:


Untuk dapat diangkat menjadi Advokat harus memenuhi persyaratan
sebagai berikut:
a . warga negara Republik Indonesia;
b . bertempat tinggal di Indonesia;
c. tidak berstatus sebagai pegawai negeri atau pejabat negara;
d. berusia sekurang-kurangnya 25 (dua puluh lima) tahun;
e. berijazah sarjana yang berlatar belakang pendidikan tinggi
hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1);
f. lulus ujian yang diadakan oleh Organisasi Advokat;
g. magang sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun terus-menerus pada
Kantor Advokat;
h. tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana kejahatan
yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih;
i. berperilaku baik, jujur, bertanggung jawab, adil, dan mempunyai
integritas yang tinggi.

Menurut penjelasan Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 18


Tahun 2003 tentang Advokat menegaskan bahwa, yang dimaksud
dengan “berlatar belakang pendidikan tinggi hukum”, adalah lulusan
fakultas hukum, fakultas syariah, perguruan tinggi hukum militer,
dan perguruan tinggi ilmu kepolisian.
Adapun kedudukan dan peran advokat/pengacara dalam
hubungan dengan hakim dan jaksa dalam sistem peradilan pidana
(criminal justice system) terhadap sikap dan penilaiannya masing-masing

8 Pendidikan Keadvokatan
pihak dalam suatu proses pidana adalah bahwa hakim berpangkal
tolak pada posisinya yang objektif dan penilaiannya juga yang objektif,
sedangkan jaksa penuntut umum yang mewakili negara dan
masyarakat berpangkal tolak pada posisinya yang subjektif, tetapi
penilaiannya yang objektif. Hal ini berbeda dengan penasihat hukum/
pengacara/advokat itu yang berpangkal tolak pada posisinya yang
subjektif karena mewakili kepentingan tersangka/terdakwa atau klien,
dan penilaiannya yang subjektif pula. Meskipun demikian, penasihat
hukum/pengacara advokat itu berdasarkan legitimasi yang berpangkal
pada etika, ia harus mempunyai penilaian yang objektif terhadap
kejadian-kejadian di sidang pengadilan.
Sebelum terbitnya Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003
tentang Advokat, terdapat beberapa jenis penasihat hukum/pengacara
yang berpraktik di muka pengadilan, yaitu sebagai berikut.

1. Advokat
Sebagaimana telah dikemukakan di atas, bahwa advokat adalah salah
satu istilah yang sering digunakan untuk seseorang yang memberikan
bantuan atau layanan hukum kepada pencari keadilan yang beperkara.
Advokat adalah penasihat hukum yang diangkat berdasarkan
Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM dalam Surat Keputusan
tersebut dijelaskan beberapa ketentuan-ketentuan sebagai berikut.
a. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM ter-
sebut, telah ditetapkan tempat kedudukannya atau domisilinya
pada suatu kota tertentu di dalam wilayah Pengadilan Negeri.
b. Pada dasarnya advokat tersebut dapat beracara di muka pengadilan
di semua lingkungan badan, termasuk di Pengadilan Agama di
seluruh wilayah Republik Indonesia.
c. Dalam rangka penertiban administrasi pengawasan dan
pembinaan maka apabila advokat tersebut akan beracara di muka
pengadilan di luar daerah hukum Pengadilan Tinggi di mana ia
berdomisili, maka advokat tersebut wajib melaporkan diri kepada
Ketua Pengadilan Tinggi secara tertulis dengan menyampaikan
tembusan kepada:

Bab 1 Pendahuluan 9
1) Mahkamah Agung RI,
2) Ketua Pengadilan Tinggi Agama yang dituju,
3) Pengadilan Agama yang dituju.
Penyampaian surat pemberitahuan ini dilakukan dengan surat
tercatat, diharapkan sudah diterima pada alamat yang dituju satu
minggu sebelum ia mulai beracara.

2. Pengacara Praktik
Pengacara praktik adalah penasihat hukum yang diangkat
berdasarkan Surat Keputusan Ketua Pengadilan Tinggi. Berdasarkan
Surat Keputusan Ketua Pengadilan Tinggi tersebut, pengacara praktik
dimaksud telah ditetapkan tempat kedudukannya, atau domisilinya
pada suatu kota tertentu di dalam wilayah Pengadilan Negeri. Pada
dasarnya pengacara praktik tersebut dapat beracara di semua
lingkungan badan peradilan, termasuk di Pengadilan Agama, di
seluruh wilayah Pengadilan Tinggi Agama. Dalam rangka penertiban
administrasi pengawasan dan pembinaannya, apabila pengacara
praktik tersebut akan beracara di muka pengadilan di luar daerah
hukum Pengadilan Negeri tempat domisilinya, ia wajib melaporkan
secara tertulis dengan menyampaikan tembusan kepada:
a. Mahkamah Agung RI,
b. Ketua Pengadilan Tinggi Agama tempat domisilinya,
c. Ketua Pengadilan Negeri tempat domisilinya,
d. Ketua Pengadilan Agama yang dituju.

3. Kuasa Insidentil
Kuasa hukum yang dimintakan oleh seseorang yang beperkara untuk
memberikan bantuan atau nasihat hukum selama perkara berjalan,
dengan ketentuan sebagai berikut.
a. Yang bersangkutan tidak harus sarjana hukum, dan tidak pula
melakukan kegiatan memberikan bantuan ataupun jasa hukum
sebagai profesinya.
b. Yang bersangkutan cukup memperoleh izin Ketua Pengadilan
Agama/Pengadilan Negeri, di wilayah hukum di mana yang

10 Pendidikan Keadvokatan
bersangkutan diminta untuk memberikan bantuan hukum, dan
dalam waktu satu tahun untuk satu perkara saja.
c. Yang bersangkutan tidak perlu memiliki izin berpraktik dari Ketua
Pengadilan Tinggi, akan tetapi wajib melaporkan izin dari Ketua
Pengadilan Agama tersebut secara tertulis kepada Ketua Pengadilan
Tinggi tersebut, dan mengirimkan tembusan kepada:
1) Ketua Pengadilan Tinggi Agama,
2) Ketua Pengadilan Negeri,
3) Ketua Pengadilan Agama yang dituju.16

4. Lembaga Bantuan Hukum Perguruan Tinggi


Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Fakultas Hukum atau Syariah dapat
memberikan bantuan hukum di muka pengadilan di daerah hukum
pengadilan, di mana Lembaga Bantuan Hukum (LBH) tersebut
terdaftar. Jika berpraktik di luar wilayah Pengadilan Negeri namun
masih dalam wilayah Pengadilan Tinggi tempat kedudukannya, maka
ia harus mendapat izin praktiknya, dan menyampaikan izin praktik
tersebut kepada (a) Ketua Pengadilan Tinggi di luar Pengadilan Tinggi
Umum, (b) Ketua Pengadilan Negeri tempat terdaftar, dan (c) Ketua
Pengadilan di luar Pengadilan Negeri yang dituju.17
Setelah adanya Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang
Advokat, maka istilah advokat, penasihat hukum, pengacara praktik,
dan konsultan hukum yang berpraktik di muka pengadilan, ditetapkan
sebagai advokat, dan pengangkatan advokat menurut Undang-
Undang Nomor 18 Tahun 2003 itu dilakukan oleh Organisasi Advokat
(Pasal 2 ayat (2)).

16 H. A. Mukti Arto, H. Praktik Perkara Perdata Pada Pengadilan Agama, Yogyakarta:


Pustaka Pelajar, 2005, Cet. Ke-VI, hlm. 53.
17 Ahmad Mujahidin, Pembaharuan Hukum Acara Perdata Peradilan Agama dan
Mahkamah Syariah di Indonesia, Jakarta: Ikatan Hakim Indonesia, 2008,
hlm. 101.

Bab 1 Pendahuluan 11
B. SELINTAS SEJARAH ADVOKAT ATAU BANTUAN
HUKUM
Istilah advokat sesungguhnya telah dikenal semenjak zaman Romawi
yang jabatannya atau profesinya disebut dengan nama officium nobile
(profesi yang mulia), karena mengabdikan dirinya kepada kepentingan
masyarakat dan bukan kepada dirinya sendiri, serta berkewajiban
untuk turut menegakkan hak-hak asasi manusia, serta bergerak di
bidang moral, khususnya untuk menolong orang-orang tanpa
mengharapkan dan/atau menerima imbalan atau honorarium. Hal
ini telah dijelaskan oleh Abdul Hakim G. Nusantara yang mengatakan,
bahwa bantuan hukum (baca advokat) sebagai kegiatan pelayanan
hukum secara cuma-cuma kepada masyarakat miskin dan buta
hukum. 18
Suatu penelitian yang mendalam tentang sejarah pertumbuhan
program bantuan hukum atau advokat dilakukan oleh Mauro
Cippelleti, yang dikutip oleh Adnan Buyung Nasution yang me-
ngatakan bahwa:
"Program bantuan hukum kepada si miskin telah dimulai sejak
zaman Romawi. Juga ternyata bahwa pada tiap zaman, arti dan tujuan
pemberian bantuan hukum kepada miskin erat hubungannya dengan
nilai-nilai moral, pandangan politik dan falsafah hukum yang berlaku.
Pada zaman Romawi pemberian bantuan hukum oleh Patronus
hanyalah didorong oleh motivasi untuk mendatangkan pengaruh
dalam masyarakat. Pada zaman abad pertengahan masalah bantuan
hukum ini mendapat motivasi baru sebagai akibat pengaruh agama
Kristen, yaitu keinginan orang untuk berlomba-lomba memberikan
derma (charity) dalam bentuk membantu si miskin dan bersamaan
dengan itu pula tumbuh nilai-nilai kemuliaan (nobility) dan kesatriaan
(chivalry) yang sangat diagungkan orang. Sejak revolusi Prancis dan
Amerika sampai zaman modern sekarang ini, motivasi pemberian
bantuan hukum bukan hanya charity atau rasa perikemanusiaan
kepada orang yang tidak mampu, melainkan telah timbul aspek hak-

18 Abdul Hakim G. Nusantara, Beberapa Pemikiran Mengenai Bantuan Hukum: Ke arah


Bantuan Hukum Struktural, Bandung: Alumni, 1981, hlm. 16.

12 Pendidikan Keadvokatan
hak politik atau hak warga negara yang berlandaskan kepada konstitusi
modern". 19
Pada tahun 1892 di kota Amsterdam dibentuk suatu biro bantuan
hukum dari organisasi Toynbee, yang bernama Ons Huis. Biro-biro
semacam itu juga dibentuk di kota Leiden dan Den Hag. Biro tersebut
memberikan konsultasi hukum dengan biaya yang sangat rendah.
Pada tahun 1905 di kota Keulen Jerman didirikan biro konsultasi
hukum yang pertama dengan nama Rechtsaus kunfsteble fur
minderbemittleden dengan mendapat subsidi dari kotapraja. Di Amerika
Serikat juga dibentuk organisasi bantuan hukum swasta pada tahun
1876, yang tujuannya untuk melindungi kepentingan-kepentingan
para imigran Jerman, yang bernama Deutsche Rechtsschutz Verein.
Pemberian advokat khususnya bagi rakyat kecil yang tidak
mampu dan buta hukum tampaknya merupakan hal yang dapat
dikatakan relatif baru di negara berkembang, demikian juga di
Indonesia. Bantuan hukum sebagai suatu legal institution (lembaga
hukum) semula tidak dikenal dalam sistem hukum tradisional, dan
baru dikenal di Indonesia sejak masuknya atau diberlakukannya sistem
hukum Barat di Indonesia.
Menurut Ari Yusuf Amir bahwa bantuan hukum merupakan
pelayanan hukum yang bersifat cuma-cuma. 20 Semua warga
masyarakat atau warga negara, memiliki aksesbilitas yang sama dalam
memperoleh pelayanan hukum, baik di dalam maupun di luar
pengadilan.
Kemudian Bambang Sunggono, dan Aries Harianto menjelaskan
bahwa "Bantuan hukum sebagai kegiatan pelayanan hukum secara
cuma-cuma kepada masyarakat miskin dan buta hukum dalam
dekade terakhir ini tampak menunjukkan perkembangan yang amat
pesat di Indonesia, apalagi sejak Pelita ke III, pemerintah
mencanangkan program bantuan hukum sebagai jalur untuk
meratakan jalan menuju pemerataan keadilan di bidang hukum."21

19 Adnan Buyung Nasution, op. cit., hlm. 3–4.


20 Ari Yusuf Amir, op. cit., hlm. 25.
21 Bambang Sunggono, Aries Harianto, Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia,
Bandung: Mandar Maju, 1994, hlm. 11.

Bab 1 Pendahuluan 13
Secara formal, bantuan hukum di Indonesia sudah ada sejak
zaman penjajahan Belanda. Hal ini bermula pada tahun 1848 ketika
di Belanda terjadi perubahan besar dalam sejarah hukumnya.
Berdasarkan asas konkordansi, maka dengan firman raja tanggal 16
Mei 1848 Nomor 1, perundang-undangan di negeri Belanda tersebut
juga diberlakukan untuk Indonesia (waktu itu bernama Hindia
Belanda), antara lain peraturan tentang susunan kehakiman dan
kebijaksanaan pengadilan (Reglement op de Rechterlijke Organisatie en
het beleid der justitie in Indonesia) yang disingkat dengan nama R.O.
Stb. 1847 Nomor 23 Juncto Stb. 1848 Nomor 57, dengan segala
perubahan dan tambahannya.
Dalam reglement ini diatur persyaratan formal tentang kualifikasi
sebagai advokat dan pengacara praktik, pengangkatan dan pember-
hentiannya, jenis bantuan yang dilakukan, sistem pengawasannya,
dan jenis hukuman atas pelanggaran yang dilakukannya. Dengan
demikian, dapatlah diperkirakan bahwa bantuan hukum dalam arti
formal baru dimulai di Indonesia pada tahun-tahun itu, dan hal itu
pun baru terbatas bagi orang-orang Eropa saja di dalam peradilan
Raad Van Justitie.
Menurut Adnan Buyung Nasution, bahwa advokat pertama
bangsa Indonesia adalah Mr. Besar Mertokoesoemo yang baru
membuka kantornya di Tegal dan Semarang pada sekitar tahun
1923.22 Dalam hukum positif Indonesia masalah bantuan hukum
telah diatur dalam Pasal 250 ayat (5) dan ayat (6) Het Herziene Indone-
sische Reglemen (HIR atau Hukum Acara Pidana lama). Pasal tersebut
dalam praktiknya lebih mengutamakan bangsa Belanda daripada
bangsa Indonesia (Inlanders). Daya laku pasal tersebut terbatas bila
para advokat tersedia dan bersedia membela orang-orang yang
dituduh dan diancam hukuman mati dan/atau hukuman seumur
hidup.
Keadaan gambaran di atas terjadi karena di zaman kolonial
Belanda dikenal adanya 2 (dua) sistem peradilan yang terpisah satu
dengan yang lainnya. Pertama, satu hierarki peradilan untuk orang-

22 Adnan Buyung Nasution, op. cit., hlm. 24.

14 Pendidikan Keadvokatan
orang Eropa dan yang dipersamakan (Residentie Gerecht, Raad Van
Justitie, dan Hoge Rechtshof). Kedua, hierarki peradilan untuk orang-
orang Indonesia dan yang dipersamakan (District Gerecht Regents cheps
gerecht, dan lanraad).
Meskipun HIR terbatas daya lakunya dan tidak diperlakukan
secara penuh tetapi HIR masih dianggap sebagai pedoman dalam
beracara sampai terbitnya Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970
tentang Undang-Undang Pokok Kekuasaan Kehakiman, dan
sekarang telah diganti dengan Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009
tentang Kekuasaan Kehakiman, di mana hak untuk mendapatkan ban-
tuan hukum itu dijamin melalui Pasal 56 dan Pasal 57 sebagai berikut.
Pasal 56
(1) Setiap orang yang tersangkut perkara berhak memperoleh
bantuan hukum.
(2) Negara menanggung biaya perkara bagi pencari keadilan yang
tidak mampu.

Pasal 57
(1) Pada setiap pengadilan negeri dibentuk pos bantuan hukum
kepada pencari keadilan yang tidak mampu dalam memperoleh
bantuan hukum.
(2) Bantuan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diberikan
secara cuma-cuma pada semua tingkat peradilan sampai putusan
terhadap perkara tersebut telah memperoleh kekuatan hukum
tetap.
(3) Bantuan hukum dan pos bantuan hukum sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

Demikian juga hak seorang tersangka atau terdakwa dibela dan


di dampingi seorang advokat, juga telah dijamin dalam Kitab Undang-
Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) khususnya dalam Pasal 54,
Pasal 55, Pasal 56, Pasal 57, dan Pasal 114.

Bab 1 Pendahuluan 15
Pasal 54
Guna kepentingan pembelaan tersangka atau terdakwa berhak
mendapat bantuan hukum dari seorang atau lebih penasihat hukum
selama dalam waktu dan pada setiap tingkat pemeriksaan, menurut
tata cara yang ditentukan dalam undang-undang ini.

Pasal 55
Untuk mendapatkan penasihat hukum tersebut dalam Pasal 54,
tersangka atau terdakwa berhak memilih sendiri penasihat hukumnya.

Pasal 56
(1) Dalam hal tersangka atau terdakwa disangka atau didakwa
melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana mati
atau ancaman lima belas tahun atau lebih atau bagi mereka
yang tidak mampu yang diancam dengan pidana lima tahun
atau lebih yang tidak mempunyai penasihat hukum sendiri,
pejabat yang bersangkutan pada semua tingkat pemeriksaan
dalam proses peradilan wajib menunjuk penasihat hukum bagi
mereka.
(2) Setiap penasihat hukum yang ditunjuk untuk bertindak
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), memberikan bantuannya
dengan cuma-cuma.

Pasal 57
(1) Tersangka atau terdakwa yang dikenakan penahanan berhak
menghubungi penasihat hukumnya sesuai dengan ketentuan
undang-undang ini.
(2) Tersangka atau terdakwa yang berkebangsaan asing yang dike-
nakan penahanan berhak menghubungi dan berbicara dengan
perwakilan negaranya dalam menghadapi proses perkaranya.

Pasal 114
Dalam hal seorang disangka melakukan suatu tindak pidana sebelum
dimulainya pemeriksaan oleh penyidik, penyidik wajib mem-
beritahukan kepadanya tentang haknya untuk mendapatkan bantuan

16 Pendidikan Keadvokatan
hukum atau bahwa ia dalam perkaranya itu wajib didampingi oleh
penasihat hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56.

Apabila dilihat dari aspek institusional (kelembagaan) tentang


bantuan hukum ini, dapat diketahui bahwa lembaga atau biro bantuan
hukum dalam bentuk konsultasi hukum bernama Rechtsshooge School
(Sekolah Tinggi Hukum) pernah didirikan di Jakarta pada tahun 1940
oleh Prof. Zeyle Maker, seorang guru besar hukum dagang dan hukum
acara perdata, yang bertugas untuk memberi nasihat hukum kepada
masyarakat yang tidak mampu, di samping itu juga untuk memajukan
kegiatan klinik hukum.
Pada tahun 1953 ide untuk mendirikan semacam biro konsultasi
hukum muncul kembali, dan pada tahun 1954 didirikan biro “Tjandra
Naya,” yang dipimpin oleh Prof. Ting Swan Tiong, dengan ruang
geraknya hanya mengutamakan konsultasi hukum bagi orang-orang
keturunan Cina. Atas usulan Prof. Ting Swan Tiong yang disetujui
oleh Prof. Sujono Hadibroto (Dekan Fakultas Hukum Universitas
Indonesia), pada tanggal 2 Mei 1963 bertepatan dengan hari pendidikan
nasional resmilah berdiri Biro Konsultasi Hukum di Universitas
Indonesia dengan Prof. Ting Swan Tiong sebagai ketuanya. Pada tahun
1968 biro ini berubah namanya menjadi Lembaga Konsultasi Hukum,
dan pada tahun 1974 menjadi Lembaga Konsultasi dan Bantuan
Hukum (LKBH).
Kemudian T. Mulia Lubis mengemukakan, bahwa di daerah-
daerah lain biro yang serupa juga didirikan Prof. Muchtar
Kusumaatmadja di Fakultas Hukum Universitas Pajajaran bisa disebut
tokoh bantuan hukum yang banyak jasanya dalam memberi contoh
teladan bagi biro-biro serupa di daerah lain. Meski Biro Konsultasi
Hukum di Fakultas Hukum Unpad baru didirikan pada tahun 1967,
tidaklah salah jika menyimpulkan bahwa Fakultas Hukum Unpad
telah amat berhasil dalam tugas pengabdian masyarakat.23

23 T. Mulia Lubis, Gerakan Bantuan Hukum di Indonesia Sebuah Studi Awal, dalam
Beberapa Pemikiran Mengenai Bantuan Hukum: Ke arah Bantuan Hukum Struktural,
Bandung: Alumni, 1981, hlm. 11.

Bab 1 Pendahuluan 17
Di luar kelembagaan bantuan hukum di Fakultas-Fakultas
Hukum, lembaga bantuan hukum melakukan aktivitasnya dengan
lingkup yang lebih luas di mulai sejak didirikannya Lembaga Bantuan
Hukum di jakarta pada tanggal 28 Oktober 1970 oleh Persatuan
Advokat Indonesia di bawah pimpinan Adnan Buyung Nasution. Pada
masa Orde Baru itu masalah bantuan hukum tumbuh dan
berkembang dengan pesat.
Dewasa ini jasa bantuan hukum banyak dilakukan oleh organisasi-
organisasi bantuan hukum yang tumbuh dari berbagai organisasi
profesi maupun organisasi kemasyarakatan. Hal ini telah disebutkan
dalam Pasal 32 ayat (3) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003
tentang Advokat, yaitu Ikatan Advokat Indonesia (IKADIN), Asosiasi
Advokat Indonesia (AAI), Ikatan Penasihat Hukum Indonesia (IPHI),
Himpunan Advokat dan Pengacara Indonesia (HAPI), Serikat
Pengacara Indonesia (SPI), Asosiasi Konsultan Hukum Indonesia
(AKHI), Himpunan Konsultan Hukum Pasar Modal (HKHPM), dan
Asosiasi Pengacara Syari’ah Indonesia (APSI). Dengan demikian, para
penikmat bantuan hukum dapat lebih leluasa dalam upaya mencari
keadilan dengan memanfaatkan organisasi-organisasi bantuan hukum
tersebut.

18 Pendidikan Keadvokatan
BAB 2

Kebutuhan Akan Seorang


Advokat

A JENIS-JENIS KEBUTUHAN
Semua warga masyarakat yang menghadapi masalah hukum,
mengharapkan adanya advokat. Akan tetapi di dalam kenyataannya,
tidak semua orang yang menghadapi masalah hukum, memperoleh
advokat/penasihat hukum. Oleh karena itu, sering kali dikatakan,
bahwa kebutuhan akan advokat/penasihat hukum lebih bersifat
subjektif, kekurangan akan advokat lebih bersifat institusional.
Maksudnya ada kekurangan-kekurangan pada penyelenggaraan
proses penasihat hukum (dari sudut pihak yang berfungsi untuk
menyelenggarakannya).
Apabila berbicara masalah kebutuhan secara umum, maka
menurut Maslow dikenal adanya 6 (enam) jenis kebutuhan manusia.
Kebutuhan-kebutuhan tersebut adalah sebagai berikut:
1. kebutuhan fisiologis;
2. kebutuhan akan rasa aman;
3. rasa cinta dan mengerti;
4. ingin tahu dan ingin memiliki;
5. kebutuhan akan penghargaan;
6. kebutuhan akan kebebasan dalam bertingkah laku.1

1 Soerjono Soekanto, Bantuan Hukum Suatu Tinjauan Sosio Yuridis, Jakarta: Ghalia
Indonesia, 1983, hlm. 34.

Bab 2 Kebutuhan Akan Seorang Advokat 19


Adanya kebutuhan-kebutuhan yang dikehendaki oleh manusia
akan menimbulkan suatu hasrat atau motivasi untuk berperilaku, yang
pada gilirannya akan tercapai tujuan-tujuan yang dikehendaki. Kalau
tujuan tersebut tercapai, maka sementara waktu terwujudlah suatu
keserasian.
Seandainya kebutuhan-kebutuhan manusia itu tidak tercapai atau
kurang tercapai, maka akan terjadi kekacauan. Jika toleransi terhadap
kekacauan tersebut tidak memadai, akan menimbulkan berbagai
reaksi, misalnya agresi, dan kompensasi. Sarlito Wirawan Sarwono
pernah menjelaskan, bahwa kalau pada suatu saat terjadi dua
kebutuhan sekaligus yang sama maka akan timbul keadaan dalam
diri orang yang bersangkutan dinamakan konflik.2
Konflik tersebut dapat bersifat mendekat-mendekat, menjauh-
menjauh atau mendekat-menjauh. Konflik mendekat-mendekat
terjadi, apabila seseorang dihadapkan pada pemilihan yang sama kuat
nilai positifnya. Adapun konflik menjauh-menjauh, terjadi apabila
pilihan melibatkan hal-hal yang sama nilai negatifnya.
Secara psikologis kebutuhan akan bantuan hukum atau seorang
advokat senantiasa harus dikaitkan dengan hal-hal di atas. Yang tidak
kalah pentingnya adalah, akibat-akibat yang harus diperhitungkan
apabila kebutuhan itu tidak terpenuhi.
Adnan Buyung Nasution mengatakan antara lain, yaitu "... ma-
salah kesempatan mendapatkan keadilan bukan hanya masalah
hukum melainkan juga merupakan masalah politik , bahkan lebih
jauh lagi adalah pula masalah budaya ..., persoalannya bertambah
rumit apabila kita melihat dari sudut ekonomi disebabkan oleh
kemiskinan yang merembes luas, tingkat tuna huruf yang tinggi, dan
keadaan kesehatan yang buruk."3

2 Sarlito Wirawan Sarwono, Topik-Topik Psikologi Social. Proyek Normalisasi


Kehidupan Kampus, Materi Dasar Pendidikan Program Bimbingan dan Konseling di
Perguruan Tinggi, Jilid II, Jakarta: Departemen P dan K. 1982/1983, hlm. 6.
3 Adnan Buyung Nasution, Bantuan Hukum di Indonesia, Jakarta: LP3ES, 1988,
hlm. 49–50.

20 Pendidikan Keadvokatan
B. CARA-CARA MENGUKUR ADANYA KEBUTUHAN
Sebagaimana telah diketahui, bahwa kebutuhan bukan hanya terbatas
pada bantuan hukum (advokat), namun menyangkut juga masalah-
masalah hidup lainnya, seperti kebutuhan akan pendidikan, pe-
rawatan, kesehatan, dan rekreasi.
Cara untuk mengukur adanya kebutuhan menurut Harvey adalah
sebagai berikut:
1. mekanisme pasaran, melalui permintaan dan penawaran;
2. menanyakan kepada orang-orang yang mempunyai kebutuhan,
misalnya dengan mengadakan suatu survei;
3. menafsirkan data statistik;
4. menanyakan kepada mereka yang ahli.4
Mengukur adanya kebutuhan berdasarkan mekanisme pasaran
agaknya kurang memadai, karena kebutuhan akan bantuan hukum
(advokat) diukur semata-mata atas dasar frekuensi datangnya warga
masyarakat untuk meminta bantuan hukum. Sudah dapat diduga,
bahwa para pemberi bantuan hukum (dalam hal ini para advokat)
akan mempertimbangkan dengan saksama antara bantuan hukum
komersial dengan sosial, sehingga kurang menggambarkan keadaan
yang sebenarnya dari kebutuhan akan bantuan hukum.
Kebutuhan akan bantuan hukum dengan suatu penelitian survei,
akan dapat mengatasi kelemahan-kelemahan yang ditemukan pada
mekanisme pasaran. Beberapa faktor yang mempengaruhi kebutuhan
akan bantuan hukum, akan dapat diungkapkan secara merata. Akan
tetapi ada pula bahayanya, yaitu bahwa kebutuhan akan bantuan
hukum terlalu dibesar-besarkan oleh peneliti. Walaupun demikian,
penelitian tersebut mempunyai arti penting, karena pertama, untuk
mengidentifikasi secara ilmiah permasalahan-permasalahan serta
sasaran utama strategi pemerataan khususnya pemerataan kesempatan
untuk memperoleh keadilan; kedua, sebagai bagian dari upaya
pengembangan pengetahuan mengenai gejala kemiskinan di Indonesia

4 Soerjono Spekanto, op. cit., hlm. 37.

Bab 2 Kebutuhan Akan Seorang Advokat 21


dalam rangka pendayagunaan hukum untuk kepentingan masyarakat
miskin serta guna mengefektifkan operasionalisasi konsep pelayanan
hukum dalam arti luas.5
Kemudian kebutuhan akan advokat dapat juga diukur dari data
statistik mengenai bantuan hukum yang ada. Selain itu dapat juga
digunakan berbagai data statistik mengenai kasus-kasus tertentu,
seperti angka perceraian serta proyeksinya ke masa depan. Walaupun
kadang-kadang data statistik hanyalah mengungkapkan aspek
kuantitatif belaka, akan tetapi informasi ini pun akan sangat berguna.
Sebagai contoh data statistik sebagaimana dikemukakan oleh
Adnan Buyung Nasution mengenai Lembaga Bantuan Hukum
Jakarta, yaitu sebagai berikut.
"Menurut catatan selama 5 (lima ) tahun yang lalu, ternyata ada
rata-rata 2000 (dua ribu) orang pencari keadilan yang datang ke
Lembaga Bantuan Hukum setiap tahunnya untuk meminta bantuan
hukum. Sembilan puluh persen dari padanya diterima sebagai klien
dan hanya 10% yang ditolak. Alasan-alasan penolakan adalah karena
mereka tidak termasuk orang miskin dan buta hukum, atau perkara
yang diajukannya tidak ada dasar hukumnya untuk diurus.
Jika dilihat jenis atau sifat perkara/persoalan-persoalan yang dibela
dan diwakili oleh Lembaga Bantuan Hukum, maka kita peroleh
perincian sebagai berikut:
1. 60% perkara-perkara perdata;
2. 20% perumahan;
3. 15% perkara pidana;
4. 5% perkara perburuhan.
Dari jumlah perkara-perkara yang masuk tersebut di atas,
menurut catatan rata-rata 75 % dapat diselesaikan setiap tahunnya." 6

5 Tim Peneliti Lembaga Kriminologi UI, Kebutuhan Hukum Golongan Miskin,


Jakarta: Seminar Evaluasi Penelitian L.K. UI, 1982, hlm. 2–3.
6 Adnan Buyung Nasution, op. cit., hlm. 11.

22 Pendidikan Keadvokatan
Perlu dijelaskan bahwa pengertian diselesaikan tidaklah berarti
bahwa semua perkara-perkara tersebut diselesaikan melalui proses
peradilan, melainkan juga termasuk penyelesaian perkara di luar
pengadilan, yaitu dengan melalui cara-cara pemberian advis-advis
hukum, perdamaian ataupun teguran-teguran pada pihak-pihak yang
bersangkutan.
Mengukur kebutuhan dengan cara menanyakan pengalaman dari
para ahli, merupakan suatu ukuran juga bagi kebutuhan akan bantuan
hukum. Mereka yang sehari-hari berkecimpung di bidang bantuan
hukum maupun mereka yang meneliti masalah tersebut, akan dapat
memberikan dasar-dasar tertentu bagi kebutuhan akan bantuan
hukum. Lord Denning berpendapat bahwa kebutuhan akan bantuan
hukum tidak hanya terbatas pada lapisan masyarakat terbawah. 7
Selanjutnya Adnan Buyung Nasution berpendapat sebagai berikut.
"Bantuan bagi si miskin umumnya diartikan sebagai pemberian
jasa-jasa hukum (legal services) kepada orang-orang yang tak mampu
untuk menggunakan jasa-jasa advokat atau professional lawyers.
Meskipun motivasi ataupun rationale dari pemberian bantuan
hukum kepada si miskin ini berbeda-beda dari zaman ke zaman,
namun ada suatu hal yang kiranya tidak berubah sehingga merupakan
suatu benang merah, yaitu dasar kemanusiaan (humanity)."8

C. KEBUTUHAN JASA HUKUM SEORANG ADVOKAT


Dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) tahun 1999–2004
dengan tegas dinyatakan, bahwa mengembangkan budaya hukum
di semua lapisan masyarakat untuk terciptanya kesadaran dan
kepatuhan hukum dalam kerangka supremasi hukum dan tegaknya
negara hukum.
Tujuan di atas adalah, agar warga masyarakat menghayati hak
dan kewajibannya. Kecuali itu, tujuannya adalah agar sikap pelaksana

7 Lord Denning, What Next In The Law, London: Butterworths, 1982, hlm. 114.
8 Adnan Buyung Nasution, op. cit., hlm. 99.

Bab 2 Kebutuhan Akan Seorang Advokat 23


penegak hukum menuju pada tegaknya hukum, keadilan serta
perlindungan terhadap harkat dan martabat manusia.
Sebagaimana diketahui, telah banyak lembaga-lembaga yang
didirikan untuk melakukan bantuan hukum. Lembaga-lembaga
tersebut ada yang berada di sektor swasta, dan ada juga yang berada
di bawah naungan perguruan tinggi negeri ataupun swasta. Dalam
memenuhi kebutuhan akan jasa advokat atau Lembaga Bantuan
Hukum dari masyarakat diperlukan beberapa kualifikasi yang
memadai agar seorang advokat dapat memenuhi kebutuhan
masyarakat tersebut.
Menurut Ropaun Rambe menjelaskan bahwa, kebutuhan akan
jasa hukum dari seorang advokat dapat berupa nasihat hukum,
konsultasi hukum, pendapat hukum, legal audit, pembelaan baik di
luar maupun di dalam pengadilan serta pendampingan di dalam
perkara-perkara pidana atau malahan dalam arbitrase perdagangan
dan perburuhan.9
Selanjutnya Soerjono Soekanto pernah menjelaskan, bahwa
kebutuhan akan jasa hukum dari seorang advokat pada umumnya
mencakup sebagai berikut.
1. Penerangan, yaitu memberikan informasi kepada warga
masyarakat yang tidak tahu hukum (yang kadang-kadang
ditafsirkan sebagai “tidak tahu peraturan perundang-undangan”).
2. Pemberian nasihat, yang tujuannya adalah agar warga masyarakat
tersebut dapat mengambil suatu keputusan.
3. Pemberian jasa, misalnya membantu menyusun surat gugatan.
4. Bimbingan yang merupakan suatu bentuk pemberian jasa yang
bersifat permanen.
5. Memberi peraturan antara pencari keadilan dengan lembaga
pemberi keadilan.

9 Ropaun Rambe, Teknik Praktek Advokat, Jakarta: Grasindo, 2001, hlm. 10.

24 Pendidikan Keadvokatan
6. Mewakili atau menjadi kuasa di dalam maupun di luar profesi
peradilan.10
Kebutuhan di atas pada dasarnya merupakan metode atau cara
penyelenggaraan bantuan hukum yang dikenal. Dalam rangka
memasuki era perdagangan bebas, kebutuhan akan jasa advokat
khususnya advokat yang bergerak di bidang business law, investment
law, cross-border acquisition, dan merger akan sedemikian meningkat
sehingga tentunya dunia bisnis membutuhkan dan menuntut kualitas
advokat yang tangguh dan berwawasan internasional.
Advokat yang bergerak di bidang hukum bisnis disebut juga
dengan konsultan hukum. Terjadinya sengketa atau perselisihan di
dalam berbagai kegiatan bisnis dapat merugikan pihak-pihak yang
bersengketa, baik mereka yang berada pada posisi yang benar maupun
pada posisi yang salah. Oleh karena itu, terjadinya sengketa bisnis
perlu dihindari untuk menjaga reputasi dan relasi yang baik ke depan.
Walaupun demikian, sengketa kadang-kadang tidak dapat dihindari
karena adanya kesalahpahaman, pelanggaran perundang-undangan,
ingkar janji, kepentingan yang berlawanan, dan/atau kerugian pada
salah satu pihak.
Apabila sengketa telah terjadi, maka pihak yang merasa dirugikan
tentu melakukan konsultasi hukum kepada advokat, yang akan
menawarkan dua cara yang dapat ditempuh dalam penyelesaian
sengketa yang tepat, yaitu (1) Peradilan (litigasi), dan (2) Di luar
peradilan (nonlitigasi) atau alternative dispute resolution (ADR),11 sebagai
berikut.

1. Peradilan (Litigasi)
Peradilan merupakan jalur penyelesaian konvensional untuk
menyelesaikan berbagai macam sengketa misalnya yang timbul dari
ingkar janji, keluhan konsumen, keluhan masyarakat terhadap
lingkungan, sengketa pemborongan bangunan, dan sengketa sesama

10 Soerjono Soekanto, Beberapa Aspek Sosio Yuridis Masyarakat, Bandung: Alumni,


1983, hlm. 301.

Bab 2 Kebutuhan Akan Seorang Advokat 25


mitra bisnis. Apabila sengketa tersebut timbul, maka salah satu pihak
yang merasa benar atau dirugikan oleh pihak lain dapat membawa
sengketa tersebut ke Pengadilan Negeri.
Seorang advokat akan memberikan jasa hukum kepada pelaku
bisnis yang merasa dirugikan untuk membela hak-haknya, dan
memper-juangkan kebenaran dan keadilan di pengadilan mulai dari
tahap pengajuan gugatan, jawaban, replik, duplik, pembuktian,
kesimpulan, dan putusan hakim.
Contoh gugatan perkara ingkar janji (wanprestasi) atau cidera janji,
sebagai berikut.

Perihal: Gugatan Sungai Penuh, ........... 20 ....


Kepada Yth,
Bapak Ketua Pengadilan Negeri Sungai Penuh
di,
Sungai Penuh.

Dengan hormat,
Yang bertanda tangan di bawah ini:
------------------------------ Ishaq, S.H.,M.Hum, -------------------------------
Advokat, berkantor di jalan Depati Parbo Sungai Penuh Kerinci,
berdasarkan Surat Kuasa tanggal 30 Desember 2009, bertindak untuk
dan atas nama: ---------------------------------------------------------------------
------------------------------------- Sudirman --------------------------------------
Pengusaha, bertempat tinggal di Jalan KH.Ahmad Dahlan Koto Renah
Kecamatan Pesisir Bukit Kabupaten Kerinci, selanjutnya disebut
Penggugat, mohon menyampaikan gugatan terhadap: ------------------
------------------------------------ Abdul Kadir ------------------------------------
pedagang, bertempat tinggal di Jalan Basuki Rahmat No. 10 Rt 2
Sungai Penuh Kabupaten Kerinci, selanjutnya disebut Tergugat; -----
Bahwa gugatan Penggugat tersebut adalah sebagai berikut:------------
---- Bahwa pada tanggal 17 Agustus 2009 antara Penggugat dan

26 Pendidikan Keadvokatan
Tergugat telah diadakan perjanjian di muka Notaris Daman Huri, S.H.
sebagaimana tercantum dalam Akta Notaris Nomor 12 yang isinya
Penggugat akan mengerjakan mendirikan sebuah bangunan di atas
tanah milik Tergugat berukuran panjang 15 meter, lebar 7 meter.
Semua bahan bangunan menjadi tanggung jawab Penggugat.
Bangunan tersebut harus selesai dan diserahkan Penggugat kepada
Tergugat dalam waktu 2 (dua) bulan, yakni tanggal 17 Oktober 2009.
Harga bangunan tersebut adalah sebesar Rp200.000.000,00 (dua ratus
juta rupiah) kepada Penggugat, sedangkan sisanya sebesar
Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dilunasi Tergugat pada saat
bangunan toko tersebut selesai dan diserahkan Penggugat kepa-
danya; --------------------------------------------------------------------------------
---- Bahwa bangunan toko tersebut telah Penggugat selesaikan dan
serahkan kepada Tergugat tepat pada waktunya, yakni tanggal 17
Agustus 2009, tetapi ternyata Tergugat belum melunasi sisa harga
bangunan toko sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) tersebut
kepada Penggugat dengan alasan masih belum ada uang dan ia
meminta waktu dua (2) minggu mendatang. Permintaan Tergugat
tersebut disetujui oleh Penggugat; --------------------------------------------
---- Bahwa setelah tiba waktu dua (2) minggu sesuai yang dijanjikan,
ternyata Tergugat ingkar janji. Oleh karena itu, wajarlah bila Penggugat
menuntutnya lewat Pengadilan Negeri Sungai Penuh; -------------------
-----Bahwa karena Penggugat khawatir Tergugat mengoperkan
bangunan toko tersebut kepada orang lain, maka Penggugat mohon
agar diletakkan sita jaminan atasnya; -----------------------------------------
---- Bahwa agar Tergugat mau melaksanakan putusan perkara ini
nantinya, mohon agar Tergugat dihukum membayar uang paksa
kepada Penggugat sebesar Rp200.000,00 (dua ratus ribu rupiah) sehari,
setiap ia lalai memenuhi isi putusan terhitung sejak putusan diucapkan
sampai dilaksanakan; -------------------------------------------------------------
---- Bahwa mengingat gugatan Penggugat ini cukup beralasan dan
dikuatkan oleh alat-alat bukti yang sah, maka penggugat mohon
putusan bijvoorrad; ----------------------------------------------------------------
Berdasarkan alasan-alasan tersebut di atas, Penggugat mohon kepada

Bab 2 Kebutuhan Akan Seorang Advokat 27


Pengadilan Negeri Sungai Penuh berkenan memutuskan sebagai
berikut: -------------------------------------------------------------------------------

PRIMAIR
1. Mengabulkan gugatan Penggugat seluruhnya; -----------------------
2. Menyatakan sah dan berharga semua alat bukti yang diajukan
Penggugat dalam perkara ini; ----------------------------------------------
3. Menyatakan sah menurut hukum Akta Notaris Nomor 12
tertanggal 17 Agustus 2009 antara Penggugat dan Tergugat yang
dibuat di muka Notaris Daman Huri, S.H.; ----------------------------
4. Menyatakan Tergugat ingkar janji/cidera janji tidak melunasi sisa
pembayaran pembangunan toko sebesar Rp100.000.000,00
(seratus juta rupiah) kepada Penggugat; --------------------------------
5. Menghukum Tergugat untuk membayar kepada Penggugat sisa
pembayaran pembangunan toko sebesar Rp100.000.000,00
(seratus juta rupiah) secara tunai/sekaligus; ----------------------------
6. Menyatakan sah dan berharga sita jaminan dalam perkara ini; ---
7. Menghukum Tergugat membayar uang paksa kepada Penggugat
sebesar Rp200.000,00 (dua ratus ribu rupiah) sehari, setiap ia lalai
memenuhi isi putusan, terhitung sejak putusan diucapkan hingga
dilaksanakannya; -------------------------------------------------------------
8. Menyatakan bahwa putusan ini dapat dijalankan lebih dahulu
meskipun ada perlawanan, banding, atau kasasi; --------------------
9. Menghukum Tergugat untuk membayar segala biaya yang timbul
dalam perkara ini; -------------------------------------------------------------

SUBSIDAIR
Mohon supaya Pengadilan Negeri Sungai Penuh dapat memberikan
putusan yang seadil-adilnya; ----------------------------------------------------

Terima kasih.

Hormat kuasa penggugat

ISHAQ, S.H., M.Hum

28 Pendidikan Keadvokatan
Sebagai advokat peran utamanya adalah mendampingi dan
membela hak-hak klien dalam menjalani seluruh tahapan proses
pemeriksaan sidang tersebut.12 Kehadiran advokat (pengacara) dalam
persidangan pengadilan diharapkan dapat membantu hakim dalam
mencari kebenaran hukum.13

2. Di Luar Peradilan (Nonlitigasi)


Selain advokat memberikan jasa hukum di dalam persidangan
pengadilan, advokat juga memberikan jasanya di luar sidang
pengadilan berdasarkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999
tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa yang mulai
berlaku tanggal 12 Agustus 1999.
Di dalam undang-undang tersebut mengatur mengenai pe-
nyelesaian suatu sengketa antarpara pihak dalam hubungan tertentu
yang telah mengadakan perjanjian arbitrase yang secara tegas
menyatakan bahwa semua sengketa atau beda pendapat yang timbul
atau mungkin timbul dari hubungan hukum akan diselesaikan dengan
prosedur yang disepakati para pihak, yakni penyelesaian di luar
pengadilan dengan cara negosiasi/perundingan (negotiation), mediasi/
penengahan (mediation), dan arbitrase (arbitration)14.

a. Negosiasi/Perundingan (Negotiation)
Seorang pengacara atau advokat di dalam memberikan jasa hukum
kepada klien di luar sidang pengadilan, terlebih dahulu membuat surat
somasi kepada pihak lawan untuk kompromi atau negosiasi guna
mencari penyelesaian. Negosiasi ini merupakan proses tawar-menawar
antara pihak-pihak yang bersengketa, di mana pihak yang satu dalam
hal ini pengacara berhadapan dengan pihak lainnya berusaha untuk
mencapai titik kesepakatan tentang persoalan tertentu yang

12 Ari Yusuf Amir, Strategi Bisnis Jasa Advokat, Yogyakarta: Navila Idea, 2008,
hlm. 19.
13 H. Abdul Manan, Penerapan Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Agama,
Jakarta: Kencana, 2005, hlm. 68.
14 Sanusi Bintang, Dahlan, op. cit., hlm. 116–118.

Bab 2 Kebutuhan Akan Seorang Advokat 29


dipersengketakan. Misalnya negosiasi tentang pembayaran ingkar
janji. Contoh surat somasi dapat dilihat di bawah ini.

Sungai Penuh, ………20…


Nomor : ......................
Lampiran : 1 (satu) berkas
Perihal : Somasi

Kepada Yth,
Bapak Ahmad
Jl. Depati Parbo No.10 Rt. 1 Koto Lebu Sungai Penuh
di
Sungai Penuh Kerinci

Dengan hormat,
Bersama ini disampaikan kepada Bapak, bahwa berhubung sampai
saat ini Bapak masih wanprestasi kepada Bapak Burhan. Oleh karena
itu, kami kuasa hukum Bapak Burhan mengharapkan kehadiran
Bapak pada:

Hari/ tanggal : ...........................


Jam/Pukul : 10.00 Wib sampai dengan selesai.
Tempat : Jl Depati Parbo Rt 2 No.11 Karya Bakti Sungai Penuh
Telp: .................................. Fax ...............................
Maksud : Musyawarah/Perdamaian.

Kehadiran Bapak tepat pada waktunya sangat Kami hargai, guna


untuk menyelesaikan permasalahan ini secara kekeluargaan.

Demikian disampaikan, terima kasih.

30 Pendidikan Keadvokatan
Hormat Kami,
Kuasa Hukum Burhan

ISHAQ, SH., M.Hum.

b. Mediasi/Penengahan (Mediator)
Seorang advokat dapat juga memberikan jasa hukum kepada klien
dengan cara mediasi sebagai kelanjutan proses negosiasi untuk
membantunya menyelesaikan persengketaan itu. Tugas-tugas
mediator menurut Pasal 15 Peraturan Mahkamah Agung Republik
Indonesia Nomor 01 Tahun 2008 adalah sebagai berikut.
1. Mediator wajib mempersiapkan usulan jadwal pertemuan mediasi
kepada para pihak untuk dibahas dan disepakati.
2. Mediator wajib mendorong para pihak untuk secara langsung
berperan dalam proses mediasi.
3. Apabila dianggap perlu, mediator dapat melakukan kaukus.
4. Mediator wajib mendorong para pihak untuk menelusuri dan
menggali kepentingan mereka dan mencari berbagai pilihan
penyelesaian yang terbaik bagi para pihak.15
Dalam proses mediasi yang digunakan adalah nilai-nilai yang
hidup pada para pihak sendiri, yang terdiri dari hukum, agama, moral,
etika, dan rasa adil terhadap fakta-fakta yang diperoleh untuk
mencapai suatu kesepakatan. Kedudukan mediator dalam mediasi
hanya sebagai pembantu para pihak untuk mencapai konsensus,
karena pada prinsipnya para pihak sendirilah yang menentukan
putusannya bukan mediator.
Upaya penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui mediator
demikian dengan memegang teguh keberhasilan, dalam waktu paling

15 Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 01 Tahun 2008 ten-


tang Prosedur Mediasi di Pengadilan, Jakarta: Mahkamah Agung RI, 2008,
hlm. 9–10.

Bab 2 Kebutuhan Akan Seorang Advokat 31


lama 40 (empat puluh) hari kerja sejak mediator dipilih oleh para
pihak. Atas dasar kesepakatan para pihak, jangka waktu mediasi dapat
diperpanjang paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak berakhir
masa 40 (empat puluh) hari.16
Jika mediasi berhasil menyelesaikan sengketa di luar pengadilan
dengan kesepakatan perdamaian, dapat mengajukan perdamaian
tersebut ke pengadilan yang berwenang, dalam hal ini pengadilan
negeri, untuk memperoleh akta perdamaian dengan cara mengajukan
gugatan. Pengajuan gugatan tersebut harus melampirkan kesepakatan
perdamaian dan dokumen yang membuktikan adanya hubungan
hukum antara para pihak dengan objek sengketa.
Berdasarkan ketentuan di atas, maka menurut Pasal 23 ayat (3)
Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 01 Tahun
2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan menyebutkan bahwa,
hakim di hadapan para pihak hanya akan menguatkan kesepakatan
perdamaian dalam bentuk akta perdamaian apabila kesepakatan
perdamaian tersebut memenuhi syarat-syarat sebagai berikut. (a) se-
suai kehendak para pihak, (b) tidak bertentangan dengan hukum,
(c) tidak merugikan pihak ketiga, (d) dapat dieksekusi, (e) dengan
iktikad baik.
Apabila Advokat selaku mediator tidak berhasil mendamaikan
para pihak yang bersengketa selama waktu maksimal 40 (empat
puluh) hari kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (3)
Peraturan Mahkamah Agung Nomor 01 Tahun 2008 tentang Prosedur
Mediasi di Pengadilan, maka mediator itu wajib menyatakan secara
tertulis bahwa proses mediasi telah gagal, dan memberitahukan
kegagalan kepada hakim. Selanjutnya advokat sebagai mediator
menyerahkan kepada pengadilan negeri untuk selanjutnya diperiksa
oleh hakim perkara tersebut sesuai dengan ketentuan hukum acara
yang berlaku.

16 Pasal 13 ayat (3) dan ayat (4) Peraturan Mahkamah Agung Republik Indo-
nesia Nomor 01 Tahun 2008, ibid., hlm. 9.

32 Pendidikan Keadvokatan
c. Arbitrase (Arbitration)
Arbitrase merupakan sistem ADR (Alternative Dispute Resolution) yang
paling formal sifatnya. Lembaga arbitrase tidak lain merupakan suatu
jalur musyawarah yang melibatkan pihak ketiga sebagai wasitnya.17
Jadi, di dalam proses arbitrase para pihak yang bersengketa
menyerahkan penyelesaian sengketanya kepada pihak ketiga yang
bukan hakim, melalui advokat dengan sistem penyelesaian sengketa
arbitrase walaupun dalam pelaksanaan putusannya harus dengan
bantuan hakim.
Pemberian jasa hukum advokat dalam membela kliennya untuk
menyelesaikan sengketa dengan jalur arbitrase ini dapat
mempergunakan salah satu dari dua cara yang dapat membuka jalan
timbulnya perwasitan, yaitu sebagai berikut.
1. Dengan mencantumkan klausula dalam perjanjian pokok, yang
berisi bahwa penyelesaian sengketa yang mungkin timbul akan
diselesaikan dengan peradilan wasit (pactum de compromittendo).
2. Dengan suatu perjanjian tersendiri di luar perjanjian pokok.
Perjanjian ini dibuat secara khusus bila telah timbul sengketa dalam
melaksanakan perjanjian pokok. Surat perjanjian semacam ini
disebut “akta kompromis”. Akta kompromis ini ditulis dalam
suatu akta dan ditandatangani oleh para pihak. Kalau para pihak
tidak dapat menandatangani, akta kompromis itu harus dibuat di
muka notaris dan saksi. Akta kompromis tersebut berisi pokok-
pokok dari perselisihan, nama dan tempat tinggal para pihak,
demikian pula nama dan tempat tinggal wasit atau para wasit,
yang jumlahnya selalu ganjil.18
Perlu diketahui bahwa sengketa yang dapat diselesaikan melalui
jalur arbitrase yaitu sengketa dalam dunia bisnis saja seperti masalah
perdagangan, perindustrian, dan keuangan. Sengketa perdata lainnya

17 Richard Burton Simatupang, Aspek Hukum dalam Bisnis, Jakarta: Bina Cipta,
2003, hlm. 42.
18 Richard Burton Simatupang, ibid., hlm. 45.

Bab 2 Kebutuhan Akan Seorang Advokat 33


seperti masalah warisan, pengangkatan anak, perumahan, perburuhan
dan lain-lainnya, tidak dapat diselesaikan oleh lembaga arbitrase.
Perkembangan akan kebutuhan konsultan hukum bisnis adalah
suatu kenyataan sebagai akibat dari perkembangan zaman. Pada akhir-
akhir ini, permintaan akan seorang advokat secara kuantitatif sudah
meningkat dan diharapkan akan meningkat terus.

34 Pendidikan Keadvokatan
BAB 3

Fungsi dan Tanggung Jawab


Provesi Advokat

A. FUNGSI ADVOKAT
Profesi advokat/pengacara sesungguhnya dikenal sebagai profesi yang
mulia (officium nobile), karena mewajibkan pembelaan kepada semua
orang tanpa membedakan latar belakang ras, warna kulit, agama,
budaya, sosial, ekonomi, kaya miskin, keyakinan politik, gender, dan
ideologi.
Profesi advokat/pengacara menurut Ropaun Rambe bukan
sekadar mencari nafkah semata, tetapi juga harus memperjuangkan
nilai kebenaran dan keadilan, karena di dalamnya terdapat adanya
idealisme dan moralitas.1 Oleh karena itu, seorang advokat tidak dapat
terpaku begitu saja kepada hukum positif yakni kepastian hukum
dalam melakukan pembelaan terhadap kliennya. Akan tetapi seorang
advokat harus juga mengutamakan kebenaran dan keadilan, sebab
tujuan utama sebenarnya hukum itu adalah terciptanya kebenaran
dan keadilan.
Profesi advokat/pengacara berfungsi untuk membela kepentingan
masyarakat (public defender) dan kliennya. Hampir setiap orang yang
menghadapi suatu masalah di bidang hukum di era reformasi ini
cenderung menggunakan jasa advokat. Terlebih lagi dalam rangka

1 Ropaun Rambe, Teknik Praktek Advokat, Jakarta: Gramedia Widiasarana


Indonesia, 2001, hlm. 33.

Bab 3 Fungsi dan Tanggung Jawab Profesi Advokat 35


perdagangan bebas (free trade), keberadaan profesi advokat sangat
dibutuhkan.
Oleh karena itu, dalam pelaksanaan fungsi pengacara itu mutlak
diperlukan adanya profesi advokat yang independen, artinya dalam
menjalankan profesinya membela masyarakat dalam memper-
juangkan keadilan dan kebenaran hukum tidak mendapat tekanan
dari pihak manapun juga. Kebebasan profesi advokat itu sedemikian
rupa harus dijamin dan dilindungi oleh undang-undang, agar jelas
status dan kedudukannya dalam masyarakat sehingga bisa berfungsi
secara maksimal.
Dalam sistem peradilan pidana, masing-masing penegak hukum
sudah mempunyai tugas masing-masing. Seperti polisi bertugas di
bidang penyelidikan dan penyidikan, kejaksaan bertugas di bidang
penuntutan, hakim mempunyai tugas akhir memutuskan perkara,
sedangkan advokat dalam menjalankan tugasnya berada pada posisi
masyarakat (klien). Dalam rangka membela klien, seorang advokat
harus memegang teguh prinsip equality before the law (kesejajaran di
depan hukum) dan asas presumption of innocene (praduga tidak
bersalah), agar di dalam pembelaan dan tugasnya sehari-hari ia berani
menjalankan profesi dan fungsinya dengan efektif.
Adapun fungsi advokat/pengacara dalam membela kepen-
tingan masyarakat dan kliennya dalam perkara pidana terdiri dari
pemeriksaan tingkat penyidikan dan pengadilan. Pada tingkat
pemeriksaan penyidikan telah disebutkan dalam Pasal 114 KUHAP
yang berbunyi:
Dalam hal seorang disangka melakukan suatu tindak pidana sebelum
dimulainya pemeriksaan oleh penyidik, penyidik wajib memberi-
tahukan kepadanya tentang haknya untuk mendapatkan bantuan
hukum atau bahwa ia dalam perkaranya itu wajib didampingi oleh
penasihat hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56. 2

2 M. Budiarto, K.Wantjik Saleh, Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana 1981,


Jakarta: Ghalia Indonesia, 1981, hlm. 77.

36 Pendidikan Keadvokatan
Selanjutnya dalam Pasal 115 ayat (1) KUHAP dikatakan bahwa:
Dalam hal penyidik sedang melakukan pemeriksaan terhadap
tersangka, penasihat hukum dapat mengikuti jalannya pemeriksaan
dengan cara melihat serta mendengar pemeriksaan. 3

Berdasarkan pasal di atas, fungsi penasihat hukum (pengacara)


dalam mendampingi tersangka dalam taraf pemeriksaan atau
penyidikan adalah untuk menjunjung tinggi hak asasi manusia, dan
kedudukan penasihat hukum (pengacara) itu dalam mengikuti
jalannya pemeriksaan hanya secara pasif saja.
Selanjutnya dalam pemeriksaan di tingkat pengadilan, pengacara
itu sudah mempunyai fungsi yang aktif sekali, yakni harus berusaha
membantu terdakwa untuk meringankan, bahkan membebaskan
ancaman hukuman yang didakwakan oleh jaksa penuntut umum
kepada terdakwa, apalagi bagi terdakwa yang diancam dengan pidana
lima tahun atau lebih, tanpa pengacara tentu terdakwa itu akan
menerima ancaman hukuman yang didakwakan oleh jaksa penuntut
umum, sehingga keputusan hakim akan terasa sumbang, karena hanya
mendengar dari sebelah pihak saja yakni dari pihak jaksa selaku
penuntut umum.
Padahal, tujuan hukum acara pidana adalah untuk mencari
kebenaran yang materiil, yaitu kebenaran yang nyata atau betul-betul
kebenaran dalam perbuatan pidana yang dilakukan oleh terdakwa,
atau hubungan antara pihak yang terkait dalam perbuatan pidana
tersebut.
Bertitik tolak dari keterangan di atas, dapat dijelaskan bahwa fungsi
pengacara itu dapat ditinjau dari dua segi, yaitu sebagai berikut.

1. Dari Segi Kepentingan Tersangka


Dari segi ini pengacara berfungsi mendampingi dan membela hak-
hak tersangka (klien) dalam menjalani seluruh tahapan proses sistem
peradilan pidana (criminal justice system), yaitu mulai dari proses

3 M. Budiarto, K. Wantjik Saleh, ibid.

Bab 3 Fungsi dan Tanggung Jawab Profesi Advokat 37


monitoring, evaluasi, penyelidikan, penyidikan dan penahanan di
kepolisian, penahanan dan penuntutan di kejaksaan, proses peradilan
di pengadilan, hingga pelaksanaan eksekusi. Apabila seorang tersangka/
terdakwa telah ditahan oleh penyidik, maka salah satu upaya yang
dilakukan oleh pengacara tersangka adalah melakukan permohonan
penangguhan penahanan.
Adapun contoh permohonan penangguhan penahanan adalah
sebagai berikut.

Kepada Yth,
Bapak Kapolres ...............................
di
..............................
Nomor : .................................
Perihal : Mohon ditangguhkan penahanannya terhadap tersang-
ka/terdakwa ............................
Lampiran : ................ lembar.

Dengan hormat,
Yang bertanda tangan di bawah ini saya bernama AN, S.H., Advokat
pada Kantor Advokat .......................................... (sebutkan nama
kantornya), beralamat di jalan ................................... (sebutkan
alamatnya) berdasarkan surat kuasa khusus tertanggal
................................. (sebutkan tanggal, bulan, dan tahunnya), seperti
terlampir, bertindak selaku Advokat tersangka bernama
................................... (sebutkan namanya), dengan ini mohon kepada
Bapak agar dapat kiranya diberikan kebijaksanaan berupa
penangguhan penahanan, mengingat tersangka tersebut berdasarkan
hasil pemeriksaan dokter menderita penyakit ................................
(sebutkan penyakitnya).
Sebagai bahan pertimbangan Bapak, bersama ini Kami lampirkan
surat jaminan kesanggupan menjadi penjamin dari orang tua

38 Pendidikan Keadvokatan
tersangka/terdakwa, begitu pula surat keterangan hasil pemeriksaan
dokter terlampir.
Demikian permohonan kami, atas bantuan, pertimbangan, dan
kebijaksanaan Bapak diucapkan terima kasih.

Sungai Penuh,………………20…
Kantor Advokat………….
Hormat Kami,
Advokat Tersangka/Terdakwa

AN, S.H.

Seorang tersangka adalah orang yang masih diduga melakukan


kesalahan. Oleh karena itu, untuk membuktikan apakah dia bersalah
atau tidak maka digelarlah proses persidangan. Dalam proses ini
berdasarkan bukti-bukti yang dimilikinya seorang pengacara akan
membela si tersangka. Dalam pembelaan tersebut seorang pengacara
berusaha sedapat mungkin untuk mencari hal-hal yang dapat
menguntungkan kepentingan tersangka (klien), bahkan diusahakan
agar tersangka (klien) dapat dibebaskan.

2. Dari Segi Kepentingan Pemeriksaan


Pengacara dari segi ini, membantu jalannya pemeriksaan dengan
melakukan pendekatan terhadap terdakwa guna mengungkapkan
keadaan yang sebenarnya dalam mencari kebenaran materiil yang
menjadi tujuan hukum acara pidana, dan membantu hakim dalam
menemukan keyakinannya tentang keadaan tersangka, serta
membantu alat negara atau penegak hukum untuk melaksanakan
ketentuan hukum sebagaimana mestinya. Dalam hal ini, pengacara
berperan agar seorang tersangka (klien) dalam proses pemeriksaan
tidak diperlakukan sewenang-wenang. Dalam konteks tersebut tugas
pengacara sangatlah penting, karena apa jadinya dunia ini bila
seseorang yang belum diadili dan masih diduga bersalah langsung

Bab 3 Fungsi dan Tanggung Jawab Profesi Advokat 39


dijatuhi hukuman. Tentu umat manusia akan kembali memasuki
zaman purba yang penuh dengan anarki, siapa yang kuat maka dialah
yang selalu benar.

B. ADVOKAT SEBAGAI PENGAWAL KONSTITUSI DAN


PENEGAK HAK ASASI MANUSIA
Advokat merupakan pengawal konstitusi dan penegak hak asasi
manusia yang akan selalu menentang pembentukan suatu pe-
merintahan diktator. Oleh karena itu, Shakespeare pernah me-
ngatakan, Let’s kil all the lawyers dalam drama Cade’s Rebellion, di
mana untuk mendirikan pemerintahan yang totaliter, hal yang perlu
sekali dilakukan adalah membunuh para lawyers yang dikenal sebagai
pengawal konstitusi.
Hal tersebut merupakan kewajiban bagi advokat, dan pada kenya-
taannya para advokat di negara manapun berpraktik mengutamakan
tugasnya selaku “Garda Konstitusi”, seperti halnya advokat yang
bergabung di PERADIN (Persatuan Advokat Indonesia) yang sekarang
berubah nama menjadi IKADIN (Ikatan Advokat Indonesia) yang
senantiasa menentang penguasa yang menyelewengkan Undang-
Undang Dasar 1945.
Keberadaan advokat sangat penting di tengah masyarakat, karena
berusaha ikut memperkuat kesadaran hukum dan kemampuan
kekuatan-kekuatan sosial, (buruh, tani, mahasiswa, cendikiawan, pers,
dan sebagainya) dalam memperjuangkan hak-hak mereka yang sah.
Menurut Bambang Sunggono, dan Aries Harianto, bahwa gerakan
bantuan hukum (baca advokat) juga tidak boleh henti-hentinya
memperjuangkan tegaknya dan dihormatinya hak-hak asasi manusia
oleh semua pihak, baik penguasa negara maupun anggota masyarakat.4
Hal demikian berarti gerakan bantuan hukum harus senantiasa siap
siaga sebagai penjaga, kapan saja, dan di mana saja yang mampu
menyuarakan hati nurani rakyat apabila hak-hak asasinya dilanggar.

4 Bambang Sunggono, Aries Harianto, Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia,
Bandung: Mandar Maju, 1994, hlm. 135.

40 Pendidikan Keadvokatan
Bantuan hukum (baca advokat) adalah salah satu upaya mengisi
hak-hak asasi manusia (HAM) terutama bagi masyarakat yang tidak
mampu supaya dapat memperoleh keadilan sama dengan masyarakat
yang ekonominya sudah mapan. Dalam hal ini telah dijamin dalam
Universal Declaration of Human Rigts (Deklarasi Umum tentang Hak-
Hak Asasi Manusia), khususnya Pasal 6 dan Pasal 7.
Pasal 6 menyebutkan Every one has the right to recognition every
where as a person before the law, (setiap orang berhak atas pengakuan
sebagai manusia pribadi terhadap undang-undang di mana saja
berada).
Pasal 7 berbunyi All are equal before the law and are entitled without
any descrimination to equal protection of the law. All are entitled to equal
protection against any descrimination in violation of this Declaration and
against in citement to such descrimination, (sekalian orang adalah sama
terhadap undang-undang dan berhak atas perlindungan hukum yang
sama dengan tak ada perbedaan. Semua orang berhak atas
perlindungan yang sama terhadap setiap perbedaan yang melanggar
pernyataan ini dan terhadap segala hasutan yang ditujukan kepada
perbedaan semacam ini).
Di samping itu, di dalam Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Dasar
1945 menyebutkan bahwa, segala warga negara bersamaan
kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib
menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada ke-
cualinya. Oleh karena itu, pembelaan bagi orang tidak mampu baik
itu di dalam ataupun di luar pengadilan merupakan hak asasi manusia
dan bukan sekadar pertolongan.
Sesungguhnya pengabaian hak-hak orang yang tidak mampu
justru akan dapat mengakibatkan gejolak sosial yang tidak perlu.
Lembaga Advokasi sebenarnya sebagai alat peredam yang ampuh akan
kemungkinan terjadinya gejolak sosial dan ketidakpuasan kaum
miskin yang biasanya terlupakan.
Dengan demikian advokat merupakan salah satu cara menuju
masyarakat yang berkeadilan sosial, di mana terjadi pemerataan bukan
saja di bidang ekonomi dan sosial, akan tetapi juga di bidang hukum
dan keadilan.

Bab 3 Fungsi dan Tanggung Jawab Profesi Advokat 41


C. ADVOKAT SEBAGAI PENGGERAK PEMBANGUNAN
HUKUM (AGEN OF LAW DEVELOPMENT)
Di samping advokat berfungsi untuk membela kepentingan
masyarakat (public defender) dan kliennya, juga berfungsi dan
berkewajiban untuk berperan dalam pembangunan hukum (law
development), pembaruan hukum (law reform), dan pembuatan
formulasi rumusan hukum (law shoping/rechtvorming).
Ropaun Rambe menjelaskan bahwa pembangunan hukum (law
development) ialah mendorong dan mengarahkan perkembangan
hukum melalui penyusunan dan pembentukan undang-undang dan
pembentukan hukum kebiasaan yang sesuai dengan tuntutan
kebutuhan-kebutuhan masyarakat (resing demand) yang berkembang
ke arah modernisasi.
Pembaruan hukum (law reform) ialah merombak, memperbarui
hukum yang tertulis dan tidak yang sesuai dengan perubahan dan
kemajuan kesadaran dan aspirasi hak yang hidup dalam masyarakat.
Pembuatan formulasi rumusan hukum (law shoping/rechtsvorming)
dalam undang-undang dan hukum kebiasaan yang dengan tegas dan
jelas memuat dan menampung asas-asas, norma-norma, dan syarat-
syarat hukum yang memihak pada yang lemah, melarang
penyalahgunaan kekuasaan, melarang perbuatan yang menindas,
melarang sistem perekonomian yang monopolistis, melarang
persaingan yang tidak wajar (unfair competition), melarang pemusatan
kekuatan ekonomis dalam bentuk cartel, concern, trust, melarang
perbuatan-perbuatan yang anti demokratis, melindungi hak-hak asasi
manusia dan keadilan sosial.5

D. SIFAT DAN ASAS PROFESI ADVOKAT


Dalam usaha mewujudkan prinsip-prinsip negara hukum dalam
kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara, maka peran dan
fungsi advokat sebagai profesi yang bebas (free profession), yang berarti
tanpa tekanan, ancaman, hambatan, tanpa rasa takut, atau perlakuan

5 Ropaun Rambe, op. cit., hlm. 37.

42 Pendidikan Keadvokatan
yang merendahkan harkat martabat profesi. Kebebasan tersebut
dilaksanakan sesuai dengan kode etik profesi dan peraturan per-
undang-undangan.
Menurut Frans Hendra Winarta, bahwa Kebebasan profesi ad-
vokat menjadi sangat penting artinya bagi masyarakat yang
memerlukan jasa hukum(legal services) dan pembelaan (litigation) dari
seorang advokat, sehingga seorang anggota masyarakat yang perlu
dibela akan mendapat jasa hukum dari seorang advokat independen,
yang dapat membela semua kepentingan kliennya tanpa ragu-ragu.6
Dengan adanya kebebasan profesi advokat tersebut, maka ia bebas
berpartisipasi dan mendiskusikan hukum dan sistem peradilan secara
terbuka untuk konsumsi umum, serta bebas juga mendirikan atau
bergabung dengan organisasi advokat lokal, nasional, maupun
internasional. Ini dapat terwujud jika benar-benar penegakan hukum
dan keadilan ingin dicapai secara merata dan tidak memihak, sebagai
negara hukum yang dijamin dalam Undang-Undang Dasar 1945.
Dalam Revolusi Kongres VII PBB tahun 1985 dinyatakan dengan
tegas, bahwa asas kebebasan advokat merupakan syarat mutlak
sebagai komplemen atau bagian yang tidak terpisahkan dari ke-
bebasan peradilan atau sebagai complement of the independence of the
judiciary.

E. TANGGUNG JAWAB PROFESI ADVOKAT


Pengertian yang diperoleh sehari-hari untuk kata “pertang-
gungjawaban” dari kata “tanggung jawab” merupakan beban psikis
atau kejiwaan yang melandasi pelaksanaan kewajiban atau dalam
melakukan kewajiban dan tugas tertentu.
Tanggung jawab secara umum menurut Joko Tri Prasetya, dan
kawan-kawan adalah kesadaran manusia akan tingkah laku atau
perbuatannya yang disengaja maupun yang tidak disengaja.

6 Frans Hendra Winarta, Advokat Indonesia, Citra, Idealisme, dan Keprihatinan,


Jakarta: Sinar Harapan, 1995, hlm. 37.

Bab 3 Fungsi dan Tanggung Jawab Profesi Advokat 43


Tanggung jawab juga berarti berbuat sebagai perwujudan kesadaran
akan kewajibannya.7
Berdasarkan pengertian di atas, maka dapatlah dijelaskan bahwa
tanggung jawab profesi advokat adalah suatu kesadaran seorang
advokat akan tingkah lakunya atau perbuatannya yang disengaja
maupun yang tidak disengaja di dalam menjalankan profesi
keadvokatan atau kepengacaraan.
Pada hakikatnya bahwa seorang advokat itu adalah termasuk
makhluk bermoral, dan juga seorang pribadi. Karena merupakan
seorang pribadi maka seorang advokat mempunyai pendapat sendiri,
perasaan sendiri, yang dengan itu seorang advokat berbuat atau
bertindak. Dalam hal ini seorang advokat tidak luput dari kesalahan,
kekeliruan, baik yang disengaja maupun tidak disengaja. Oleh karena
itu seorang advokat di dalam menjalankan tugasnya bertanggung
jawab kepada negara, masyarakat, pengadilan, klien, Tuhan, dan pihak
lawannya.

1. Tanggung Jawab kepada Negara


Seorang advokat sebagai manusia dan individu adalah warga negara
suatu negara. Dalam berpikir, berbuat, bertindak, dan bertingkah laku,
seorang advokat senantiasa terikat oleh norma-norma atau aturan-
aturan yang dibuat oleh negara. Seorang advokat tidak dapat berbuat
semaunya sendiri. Jika perbuatan seorang advokat itu salah, maka ia
harus bertanggung jawab kepada negara.

2. Tanggung Jawab kepada Masyarakat


Suatu kenyataan bahwa seorang advokat adalah makhluk sosial.
Seorang advokat merupakan anggota masyarakat. Di samping itu juga
mendapat kepercayaan publik, bahwa advokat tersebut akan selalu
berperilakuan jujur dan bermoral tinggi. Oleh karena itu di dalam
berpikir, bertingkah laku, dan berbicara seorang advokat terikat oleh

7 Joko Tri Prasetya, dkk., Ilmu Budaya Dasar, Jakarta: Rineka Cipta, 2004, cetakan
ketiga, hlm. 154.

44 Pendidikan Keadvokatan
masyarakat. Dengan demikian, segala tingkah laku dan perbuatan
seorang advokat harus dipertanggung jawabkan kepada masyarakat.

3. Tanggung Jawab kepada Pengadilan


Suatu kenyataan bahwa seorang advokat adalah berstatus sebagai
penegak hukum. Dengan demikian advokat sebagai salah satu pe-
rangkat dalam proses peradilan, yang mempunyai kedudukan setara
dengan penegak hukum lainnya dalam menegakkan hukum dan
keadilan.
Oleh karena itu, seorang advokat dalam berpikir, bertingkah laku,
dan berbicara di persidangan wajib mematuhi prinsip-prinsip
persidangan sebagaimana yang telah ditentukan oleh peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Di samping itu juga seorang
advokat harus mendukung kewenangan pengadilan dan menjaga
kewibawaan sidang

4. Tanggung Jawab kepada Klien


Advokat yang mendampingi klien di muka pengadilan harus
menempatkan diri sebagai agen of service, yakni pelayan yang
mengabdi kepada keadilan, serta berkewajiban untuk membela
kepentingan klien yang senantiasa ditimpa dengan nilai-nilai
kebenaran dalam menegakkan hukum dan hak-hak asasi klien. Di
samping itu seorang advokat wajib berusaha memperoleh
pengetahuan yang sebanyak-banyaknya dan sebaik-baiknya tentang
kasus kliennya, sebelum memberikan nasihat dan bantuan hukum.
Seorang advokat wajib memberikan pendapatnya secara terus
terang tentang untung ruginya perkara yang akan dilitigasi dan
kemungkinan hasilnya. Dengan demikian segala tindakan dan
perbuatan seorang advokat harus dipertanggungjawabkan kepada
klien.

5. Tanggung Jawab kepada Tuhan


Advokat merupakan manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan.
Sebagai ciptaan Tuhan advokat dapat mengembangkan diri sendiri

Bab 3 Fungsi dan Tanggung Jawab Profesi Advokat 45


dengan sarana-sarana pada dirinya, yakni pikiran, perasaan, seluruh
anggota tubuhnya, dan alam sekitarnya.
Dalam mengembangkan dirinya advokat bertingkah laku dan
berbuat. Sudah tentu dalam perbuatannya advokat membuat banyak
kesalahan baik yang disengaja maupun tidak. Sebagai hamba Tuhan,
advokat harus bertanggung jawab atas segala perbuatan yang salah
itu, atau dengan istilah agama atas segala dosanya.

6. Tanggung Jawab kepada Pihak Lawan


Advokat merupakan penegak hukum yang sejajar dengan instansi
penegak hukum lainnya. Hubungan antara teman sejawat advokat
atau pihak lawan harus dilandasi menghormati, saling menghargai,
dan saling mempercayai. Advokat jika membicarakan teman sejawat
atau pihak lawan berhadapan satu sama lain dalam sidang pengadilan,
hendaknya tidak menggunakan kata-kata yang tidak sopan baik secara
lisan maupun tertulis, serta tidak diperkenankan merebut seseorang
klien dari teman sejawatnya.
Oleh karena itu seorang advokat di dalam berbuat, bertindak,
bertingkah laku, serta berkata-kata, harus mempertanggungjawabkan
kepada teman sejawat atau kepada pihak lawan.
Selain advokat itu mempunyai tanggung jawab sebagaimana telah
disebutkan di atas, advokat juga berkedudukan sebagai pengawal
konstitusi, sebagai pembela hak asasi manusia, dan profesi hukum
yang paling dekat dengan masyarakat, maka dalam menjalankan
profesinya, seorang advokat harus memegang teguh sumpah advokat
dalam rangka menegakkan hukum, keadilan, dan kebenaran. Sumpah
atau janji advokat sebagai mana lafalnya yang tercantum pada Pasal 4
ayat (2) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 sebagai berikut.
Demi Allah saya bersumpah/saya berjanji:
– Bahwa saya akan memegang teguh dan mengamalkan Pancasila
sebagai Dasar Negara dan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia;
– Bahwa saya untuk memperoleh profesi ini, langsung atau tidak
langsung dengan menggunakan nama atau cara apa pun juga

46 Pendidikan Keadvokatan
tidak memberikan atau menjanjikan sesuatu barang kepada siapa
pun juga;
– Bahwa saya dalam melaksanakan tugas profesi sebagai pemberi
jasa hukum akan bertindak jujur, adil, dan bertanggung jawab
berdasarkan hukum dan keadilan;
– Bahwa saya dalam melaksanakan tugas profesi di dalam atau di
luar pengadilan tidak akan memberikan atau menjanjikan sesuatu
kepada hakim, pejabat pengadilan atau pejabat lainnya agar
memenangkan atau menguntungkan bagi perkara klien yang
sedang atau akan saya tangani;
– Bahwa saya akan menjaga tingkah laku saya dan akan
menjalankan kewajiban saya sesuai dengan kehormatan,
martabat, dan tanggung jawab saya sebagai advokat;
– Bahwa saya tidak akan menolak untuk melakukan pembelaan
atau memberi jasa hukum di dalam suatu perkara yang menurut
hemat saya merupakan bagian dari tanggung jawab profesi saya
sebagai seorang advokat.

Berdasarkan sumpah advokat tersebut, jelaslah bahwa seorang


advokat dalam menjalankan tugasnya harus selalu memasukkan ke
dalam pertimbangannya kewajibannya terhadap klien, lawan
berbicara, pengadilan, diri sendiri, Tuhan, dan terhadap negara.

Bab 3 Fungsi dan Tanggung Jawab Profesi Advokat 47


BAB 4

Kode Etik dan Sumber Daya


Advokat

A. KODE ETIK ADVOKAT


Istilah etik atau ethics berasal dari bahasa Yunani, yaitu ethos yang artinya
adat, kebiasaan, perilaku, atau karakter. Dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia dikatakan bahwa etika adalah ilmu tentang apa yang baik
dan apa yang buruk, dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak).1
Dalam bahasa Indonesia perkataan etika lazim juga disebut susila
atau kesusilaan yang berasal dari bahasa Sanskerta: su (indah) dan sila
(kelakuan). Jadi, kesusilaan mengandung arti kelakuan yang baik yang
berwujud kaidah, dan norma (peraturan hidup kemasyarakatan).2
Di samping itu, oleh James J. Spillane SJ yang dikutip Surahwardi
K. Lubis mengemukakan bahwa etika atau ethic memperhatikan atau
mempertimbangkan tingkah laku manusia dalam pengambilan
keputusan moral. Etika mengerahkan atau menghubungkan
penggunaan akal budi individual dengan objektivitas untuk
menentukan “kebenaran” atau “kesalahan” dan tingkah laku
seseorang terhadap orang lain.3

1 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia,


Jakarta: Balai Pustaka, 1991, edisi kedua, hlm. 271.
2 C.S.T. Kansil, Christine S.T. Kansil, Pokok-Pokok Etika Profesi Hukum, Jakarta:
Pradnya Paramita, 2006, hlm. 1.
3 James J. Spillane SJ, dalam Suhrawardi K. Lubis, Etika Profesi Hukum, Jakarta:
Sinar Grafika 1994, hlm. 1.

48 Pendidikan Keadvokatan
Berdasarkan penjelasan di atas, jelaslah bahwa etika adalah suatu
peraturan yang mengandung petunjuk bagaimana manusia harus
berlaku, bagaimana manusia bertindak. Etika itu terdiri dari peraturan
tentang agama, kesusilaan, hukum, dan adat. Etika itu menyangkut
manusia sebagai perseorangan, sedangkan hukum positif dan hukum
adat menyangkut masyarakat.
Dalam perkembangannya, etika dapat dibagi menjadi 2 (dua),
yaitu (1) etika perangai, dan (2) etika moral. Etika perangai adalah
adat istiadat atau kebiasaan yang menggambarkan perangai manusia
dalam hidup bermasyarakat di daerah tertentu, pada waktu tertentu
pula. Etika perangai tersebut diakui dan berlaku karena disepakati
masyarakat berdasarkan hasil penilaian perilaku. Contoh etika
perangai adalah sebagai berikut:
1. berbusana adat;
2. pergaulan muda-mudi;
3. perkawinan semenda;
4. upacara adat.
Adapun etika moral berkenaan dengan kebiasaan berperilaku
baik dan benar berdasarkan kodrat manusia. Jika etika ini dilanggar,
maka dapat menimbulkan kejahatan, yakni perbuatan yang tidak baik
dan tidak benar. Kebiasaan ini berasal dari kodrat manusia yang disebut
moral. Contoh moral adalah sebagai berikut:
1. berkata dan berbuat jujur;
2. menghormati orang tua atau guru;
3. menghargai orang lain;
4. membela kebenaran dan keadilan;
5. menyantuni anak yatim piatu.
Dalam perkataan sehari-hari sering kali orang salah atau
mencampuradukkan antara kata etika dan etiket. Kata etika berarti
moral, sedangkan kata etiket berarti sopan santun, tata krama.
Persamaan antara etika dengan etiket adalah sama-sama mengenai
perilaku manusia. Etika maupun etiket mengatur perilaku manusia
secara normatif, maksudnya memberi norma perilaku manusia

Bab 4 Kode Etik dan Sumber Daya Advokat 49


bagaimana sepantasnya berbuat atau tidak berbuat. Oleh karena itu,
etika berfungsi sebagai pembimbing tingkah laku manusia agar dalam
mengelola kehidupan ini tidak sampai bersifat tragis.
Untuk menjaga dan mencegah jangan sampai harkat dan
martabat serta kehormatan profesi advokat tidak tercoreng oleh
anggota advokat itu sendiri, maka disusunlah kode etik profesi oleh
organisasi advokat. Kode etik tersebut bersifat mengikat serta wajib
dipatuhi oleh mereka yang menjalankan profesi advokat/penasihat
hukum sebagai pekerjaannya (sebagai mata pencahariannya) maupun
oleh mereka yang bukan advokat/penasihat hukum, akan tetapi
menjalankan fungsi sebagai advokat/penasihat hukum atas dasar
kuasa insidentil atau diberikan izin secara insidentil dari pengadilan
setempat.
Dengan demikian, kode etik advokat merupakan kriteria prinsip
profesional yang telah digariskan, sehingga dapat diketahui dengan
pasti kewajiban profesional anggota lama, baru, atau calon anggota
kelompok profesi. Jadi kode etik advokat berfungsi untuk mencegah
kemungkinan terjadi konflik kepentingan antara sesama anggota
kelompok profesi, atau antara anggota kelompok profesi dan
masyarakat. Anggota kelompok profesi atau anggota masyarakat dapat
melakukan kontrol melalui rumusan kode etik profesi, apakah
anggota kelompok profesi telah memenuhi kewajiban profesionalnya
sesuai dengan kode etik profesi.
Dalam Pasal 26 ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) Undang-
Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat disebutkan bahwa:
(1) Untuk menjaga martabat dan kehormatan profesi advokat,
disusun kode etik profesi advokat oleh organisasi advokat.

(2) Advokat wajib tunduk dan mematuhi kode etik profesi advokat
dan ketentuan tentang Dewan Kehormatan Organisasi Advokat.
(3) Kode etik profesi advokat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-
undangan.
(4) Pengawasan atas pelaksanaan kode etik profesi advokat
dilakukan oleh Organisasi Advokat.

50 Pendidikan Keadvokatan
Bertitik tolak dari ketentuan dalam Pasal 26 ayat (1), ayat (2),
ayat (3), dan ayat (4) di atas, terdapat gambaran bahwa campur tangan
dari luar organisasi advokat dalam mengawasi advokat menjalankan
profesinya telah tidak diperkenankan lagi. Akan tetapi yang perlu di-
waspadai jangan sampai ketentuan ini disalahgunakan oleh kalangan
advokat sendiri dalam membela anggotanya yang melakukan pe-
langgaran kode etik profesi tersebut.
Kode etik advokat merupakan kaidah yang telah ditetapkan
untuk dipedomani oleh advokat dalam berbuat dan sekaligus
menjamin mutu moral profesi di mata masyarakat. Kode etik advokat
merupakan produk etika terapan karena dihasilkan berdasarkan
penerapan pemikiran etis atas suatu profesi.
Selanjutnya Menurut Ropaun Rambe menjelaskan bahwa Kode
etik advokat adalah pengaturan tentang perilaku anggota-anggota baik
dalam interaksi sesama anggota atau rekan anggota organisasi advokat
lainnya maupun dalam kaitannya di muka pengadilan, baik beracara
di dalam maupun di luar pengadilan.4
Untuk menindaklanjuti ketentuan yang tercantum dalam Pasal
26 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat itu,
maka pada tanggal 23 Mei 2003 terdapat 7 (tujuh) organisasi advokat
yang bergabung dalam Komite Kerja Advokat Indonesia (KKAI), yaitu
Ikatan Advokat Indonesia (IKADIN), Asosiasi Advokat Indonesia
(AAI), Ikatan Penasihat Hukum Indonesia (IPHI), Asosiasi Konsultan
Hukum Indonesia (AKHI), Himpunan Konsultan Hukum Pasar
Modal (HKHPM), Serikat Pengacara Indonesia (SPI), dan Himpunan
Advokat & Pengacara Indonesia (HAPI) untuk menciptakan Kode
Etik Advokat Indonesia. Kode etik advokat ini menggantikan kode
etik advokat yang lama.
Adapun kode etik advokat Indonesia yang baru ini terdiri dari 12
bab dan 24 pasal, yaitu sebagai berikut.
Bab I Ketentuan Umum (Pasal 1 ayat (a), ayat (b), ayat (c), ayat
(d), ayat (e), dan ayat (f)).

4 Ropaun Rambe, Teknik Praktik Advokat, Jakarta: Gramedia Widiasarana


Indonesia, 2001, hlm. 45.

Bab 4 Kode Etik dan Sumber Daya Advokat 51


Bab II Kepribadian Advokat (Pasal 2 dan Pasal 3 ayat (a), ayat
(b), ayat (c), ayat (d), ayat (e), ayat (f), ayat (g), ayat (h),
dan ayat (i)).
Bab III Hubungan dengan Klien (Pasal 4 ayat (a), ayat (b), ayat
(c), ayat (d), ayat (e), ayat (f), ayat (g), ayat (h), ayat (i), dan
ayat (k)).
Bab IV Hubungan dengan Teman Sejawat (Pasal 5 ayat (a), ayat (b),
ayat (c), ayat (d), ayat (e), dan ayat (f)).
Bab V Teman Sejawat Asing (Pasal 6).
Bab VI Cara Bertindak Menangani Perkara (Pasal 7 ayat (a), ayat
(b), ayat (c), ayat (d), ayat (e), ayat (f), ayat (g), ayat (h), dan
ayat (i)).
Bab VII Ketentuan-Ketentuan Lain (Pasal 8 ayat (a), ayat (b), ayat (c),
ayat (d), ayat (e), ayat (f), ayat (g), dan ayat (h)).
Bab VIII Pelaksanaan Kode Etik (Pasal 9 ayat (a) dan ayat (b)).
Bab IX Dewan Kehormatan.
Bagian Pertama Ketentuan Umum (Pasal 10 ayat (a), ayat (b),
ayat (c), dan ayat (d)).
Bagian Kedua Pengaduan (Pasal 11 ayat (1), ayat (2), dan
ayat (3)).
Bagian Ketiga Tata Cara Pengaduan (Pasal 12 ayat (1), ayat
(2), ayat (3), dan ayat (4)).
Bagian Keempat Pemeriksaan Tingkat Pertama oleh Dewan
Kehormatan Cabang Daerah (Pasal 13 ayat (1), ayat (2), ayat
(3), ayat (4), ayat (5), ayat (6), ayat (7), ayat (8), dan ayat (9)).
Bagian Kelima Sidang Dewan Kehormatan Cabang Daerah
(Pasal 14 ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5)).
Bagian Keenam Cara Pengambilan Keputusan (Pasal 15 ayat
(1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5)).
Bagian Ketujuh Sanksi-Sanksi (Pasal 16 ayat (1), ayat (2), ayat
(3), dan ayat (4)).
Bagian Kedelapan Penyampaian Salinan Keputusan (Pasal 17).
Bagian Kesembilan Pemeriksaan Tingkat Banding Dewan

52 Pendidikan Keadvokatan
Kehormatan Pusat (Pasal 18 ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat
(4), ayat (5), ayat (6), ayat (7), ayat (8), ayat (9), ayat (10), ayat
(11), ayat (12), dan ayat (13)).
Bagian Kesepuluh Keputusan Dewan Kehormatan (Pasal 19
ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5)).
Bagian Kesebelas Ketentuan-Ketentuan tentang Dewan
Kehormatan (Pasal 20).
Bab X Kode Etik & Dewan Kehormatan (Pasal 21).
Bab XI Aturan Peralihan (Pasal 22 ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat
(4), dan Pasal 23).
Bab XII Penutup (Pasal 24).
Pada Bab II Pasal 2 disebutkan advokat adalah warga negara
Indonesia yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, bersikap satria,
jujur, dalam mempertahankan keadilan dan kebenaran dilandasi moral
yang tinggi, luhur, dan mulia, dan yang dalam melaksanakan tugasnya
menjunjung tinggi hukum, Undang-Undang Dasar Republik Indonesia,
kode etik advokat serta sumpah jabatannya.
Kepribadian merupakan gambaran jati diri seseorang dalam
melaksanakan profesinya. Wujud kepribadian avokat dalam
menjalankan profesinya sebagai pemberi jasa layanan hukum diatur
dalam Pasal 3 kode etik advokat, yaitu sebagai berikut.
a . Advokat dapat menolak untuk memberi nasihat dan bantuan hukum
kepada setiap orang yang memerlukan jasa hukum dan/atau bantuan
hukum dengan pertimbangan tidak sesuai dengan keahliannya atau
bertentangan dengan hati nuraninya, tetapi tidak menolak dengan
alasan karena perbedaan suku, agama, kepercayaan, keturunan, jenis
kelamin, keyakinan, dan kedudukan sosialnya.
b . Advokat dalam melakukan tugasnya tidak bertujuan semata-mata
untuk memperoleh imbalan materi tetapi lebih mengutamakan
tegaknya hukum, kebenaran, dan keadilan.
c. Advokat dalam menjalankan praktik profesinya harus bebas dan
mandiri serta tidak dipengaruhi oleh siapa pun dan wajib mem-
perjuangkan setinggi-tingginya hak asasi manusia dalam negara hu-
kum Indonesia.

Bab 4 Kode Etik dan Sumber Daya Advokat 53


d. Advokat wajib memelihara rasa solidaritas di antara teman sejawat.
e. Advokat wajib memberikan bantuan dan pembelaan hukum kepada
teman sejawat yang diduga atau didakwa dalam suatu perkara pi-
dana atas permintaannya atau karena penunjukan organisasi profesi.
f. Advokat tidak dibenarkan melakukan pekerjaan lain yang dapat
merugikan kebebasan, derajat, dan martabat advokat.
g. Advokat harus senantiasa menjunjung tinggi profesi advokat sebagai
profesi terhormat (officium nobile).
h. Advokat dalam menjalankan profesinya harus bersikap sopan, namun
berkewajiban mempertahankan hak dan martabat advokat.
i. Seorang advokat yang kemudian diangkat untuk menduduki suatu
jabatan negara (eksekutif, legislatif, dan yudikatif) tidak dibenarkan
untuk berpraktik sebagai advokat dan tidak diperkenankan namanya
untuk dicantumkan atau dipergunakan oleh siapa pun atau oleh
kantor manapun dalam suatu perkara yang diproses/berjalan selama
ia menduduki jabatan tersebut.
Penerapan kepribadian advokat yang tercantum dalam Pasal 3 di
atas dapat dimaknai sebagai suatu gambaran sosok seorang advokat
yang lebih mengutamakan nilai-nilai objektif dalam menjalankan
profesinya tersebut. Apalagi pengakuan akan nilai advokat sebagai
profesi yang terhormat di sini dimaknai sebagai suatu ungkapan yang
harus dipegang dan dijunjung tinggi oleh setiap advokat. Sebab apabila
advokat tidak memahami dengan baik akan jiwa dan roh
kepribadiannya tersebut, akan membawa pengaruh yang kurang baik
di tengah-tengah masyarakat mengenai keberadaan advokat tersebut.5
Adapun hubungan antara klien dengan klien dijelaskan di dalam
Pasal 4 Kode Etik Advokat, sebagai berikut.
a . Advokat dalam perkara perdata harus mengutamakan penyelesaian
dengan jalan damai.
b . Advokat tidak dibenarkan memberikan keterangan yang dapat
menyesatkan klien mengenai perkara yang sedang diurusnya.

5 Supriadi, Etika & Tanggung Jawab Profesi Hukum di Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika,
2006, hlm. 90.

54 Pendidikan Keadvokatan
c. Advokat tidak dibenarkan menjamin kepada kliennya bahwa perkara
yang ditanganinya akan menang.
d. Dalam menentukan besarnya honorarium advokat wajib memper-
timbangkan kemampuan klien.
e. Advokat tidak dibenarkan membebani klien dengan biaya-biaya
yang tidak perlu.
f. Advokat dalam mengurus perkara cuma-cuma harus memberikan
perhatian yang sama seperti terhadap perkara untuk mana ia mene-
rima uang.
g. Advokat harus menolak mengurus perkara yang menurut keyaki-
nannya tidak mempunyai dasar hukum.
h. Advokat wajib memegang rahasia jabatan tentang hal-hal yang di-
bertitahukan klien secara kepercayaan dan wajib tetap menjaga
rahasia itu, setelah berakhirnya hubungan antara advokat dan klien
itu.
i. Advokat tidak dibenarkan melepaskan tugas yang dibebankan
kepadanya pada saat-saat yang tidak menguntungkan posisi klien
atau pada saat itu akan dapat menimbulkan kerugian yang tidak
dapat diperbaiki lagi bagi klien yang bersangkutan, dengan tidak
mengurangi ketentuan sebagaimana dalam Pasal 3 huruf (a).
j. Advokat yang mengurus kepentingan bersama dari dua pihak
atau lebih harus mengundurkan diri sepenuhnya dari pengurusan
kepentingan-kepentingan tersebut, apabila di kemudian hari timbul
pertentangan-pertentangan kepentingan antara pihak-pihak yang
bersangkutan.
k. Hak retensi advokat terhadap klien sepanjang tidak akan menim-
bulkan kerugian kepentingan klien.
Apabila diperhatikan dengan saksama tentang hubungan antara
seorang advokat dengan klien sebagaiman telah disebutkan di dalam
Pasal 4 di atas, maka dapatlah dijelaskan bahwa huruf (a) sampai dengan
huruf (k) memberikan gambaran bahwa hubungan antara seorang
advokat dengan klien secara faktual merupakan hubungan ke-
percayaan (trust). Sebab jika isi pasal tersebut dilanggar oleh seorang

Bab 4 Kode Etik dan Sumber Daya Advokat 55


advokat, maka akan berakibat hilangnya kepercayaan seorang klien
kepada seorang advokat tersebut.
Membangun hubungan dengan baik antara advokat dengan klien
ini dilakukan melalui jaringan kerja sama, dan kerja sama itu akan
terjalin jika di antara advokat dengan klien itu terdapat kepercayaan.
Oleh karena itu, untuk menjaga jangan sampai kepercayaan klien
kepada seorang advokat itu hilang, maka seorang advokat harus
memahami dengan baik bahwa lahirnya suatu kepercayaan bukan
karena keinginan salah satu pihak saja, melainkan dengan melalui
suatu proses kesepakatan yang dibangun bersama.
Dengan demikian, menjaga dan mempertahankan hubungan baik
dengan klien adalah tugas utama seorang advokat/penasihat hukum.
Karena di samping klien merupakan sumber penghasilan, karena
profesi advokat/penasihat hukum juga merupakan jasa, sehingga
kepercayaan dari pencari keadilan dalam menegakkan hukum dan
keadilan menjadi sangat penting. Advokat wajib mengurus kepen-
tingan klien lebih dahulu daripada kepentingan pribadinya.
Adapun cara kerja advokat khususnya dalam menangani perkara,
seorang advokat harus memegang rahasia yang berkaitan dengan
rahasia jabatan yang melekat pada dirinya. Hal ini telah disebutkan
dalam Pasal 7 pada Bab VI Kode Etik Advokat yang berbunyi sebagai
berikut.
a . Surat-surat yang dikirimkan oleh advokat kepada teman sejawatnya
dalam suatu perkara dapat ditunjukkan kepada hakim apabila
dianggap perlu, kecuali surat-surat yang bersangkutan dibuat dengan
membubuhi catatan Sans Prejudice.
b . Isi pembicaraan atau korespondensi dalam rangka upaya perdamaian
antaradvokat akan tetapi tidak berhasil, tidak dibenarkan untuk
digunakan sebagai bukti di muka pengadilan.
c. Dalam perkara perdata yang sedang berjalan, advokat hanya dapat
menghubungi hakim apabila bersama-sama dengan advokat pihak
lawan, dan apabila menyampaikan surat termasuk surat yang bersifat
ad informandum maka hendaknya seketika itu tembusan atau surat
tersebut wajib diserahkan atau dikirimkan pula kepada advokat pihak
lawan.

56 Pendidikan Keadvokatan
d. Dalam perkara pidana yang sedang berjalan, advokat hanya dapat
menghubungi hakim apabila bersama-sama dengan jaksa penuntut
umum.
e. Advokat tidak dibenarkan mengajari dan/atau mempengaruhi saksi-
saksi yang diajukan oleh pihak lawan dalam perkara perdata atau
oleh jaksa penuntut umum dalam perkara pidana.
f. Apabila advokat mengetahui bahwa seorang telah menunjuk advokat
mengenai suatu perkara tertentu, maka hubungan dengan orang itu
mengenai perkara tertentu tersebut hanya boleh dilakukan melalui
advokat tersebut.
g. Advokat bebas mengeluarkan pertanyaan-pertanyaan atau pendapat
yang dikemukakan dalam sidang pengadilan dalam rangka pem-
belaan dalam suatu perkara yang menjadi tanggung jawabnya baik
dalam sidang terbuka maupun dalam sidang tertutup yang dike-
mukakan secara proporsional dan tidak berlebihan dan untuk itu
memiliki imunitas hukum baik perdata maupun pidana.
h. Advokat mempunyai kewajiban untuk memberikan bantuan hukum
secara cuma-cuma (prodeo) bagi orang yang tidak mampu.
i. Advokat wajib menyampaikan pemberitahuan tentang putusan peng-
adilan mengenai perkara yang ia tangani kepada kliennya pada
waktunya.
Berdasarkan kode etik advokat di atas, maka advokat merupakan
suatu profesi yang sangat mulia, karena membantu manusia atau orang
yang sangat membutuhkannya, apalagi manusia atau orang yang
sedang dalam keadaan tertimpa masalah. Di sini diharapkan agar
advokat betul-betul mengemban tugas dan fungsi ini sesuai kode etik
profesi dan kode etik agama yang dianutnya. Sebab pada akhirnya
pertanggungjawaban seorang advokat bukan hanya kepada negara,
bangsa dan masyarakat, serta kliennya, namun yang paling penting
dan utama adalah kepada Allah SWT sebagai pencipta alam semesta
ini.
Untuk memeriksa dan mengadili pelanggaran kode etik profesi
advokat, maka dibentuklah “Dewan Kehormatan ”. Dewan
kehormatan ini telah disebutkan di dalam Bab IX Undang-Undang
Nomor 18 Tahun 2003 tentang advokat.

Bab 4 Kode Etik dan Sumber Daya Advokat 57


Di dalam Pasal 10 Kode Etik Advokat disebutkan bahwa:
a . Dewan Kehormatan berwenang memeriksa dan mengadili perkara
pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh advokat.
b . Pemeriksaan suatu pengadilan dapat dilakukan melalui dua tingkat,
yaitu:
1) Tingkat Dewan Kehormatan Cabang/Daerah;
2) Tingkat Dewan Kehormatan Pusat.
c. Dewan Kehormatan Cabang/Daerah memeriksa pengaduan pada
tingkat pertama dan Dewan Kehormatan Pusat pada tingkat terakhir.
d. Segala biaya yang dikeluarkan dibebankan kepada:
1) Dewan Pimpinan Cabang/Daerah di mana teradu sebagai
anggota pada tingkat Dewan Kehormatan Cabang/Daerah.
2) Dewan pimpinan pusat pada tingkat Dewan Pusat organisasi di
mana teradu sebagai anggota.
3) Pengadu/teradu.
Untuk mengefektifkan mengenai adanya pengaduan yang
diajukan oleh masyarakat yang merasa dirugikan oleh tindakan
advokat tersebut, maka menurut Pasal 12 Kode Etik Advokat dise-
butkan bahwa:
1. Pengaduan terhadap advokat sebagai teradu yang dianggap
melanggar kode etik advokat harus disampaikan secara tertulis disertai
dengan alasan-alasannya kepada Dewan Kehormatan Cabang/
Daerah atau kepada Dewan Pimpinan Cabang/Daerah atau Dewan
Pimpinan Pusat di mana teradu menjadi anggota.
2. Bila mana di suatu tempat tidak ada cabang/daerah organisasi,
pengaduan disampaikan kepada Dewan Kehormatan Cabang/Daerah
terdekat atau Dewan Pimpinan Pusat.
3. Bila mana pengaduan disampaikan kepada Dewan Pimpinan Cabang/
Daerah meneruskannya kepada Dewan Kehormatan Cabang/Daerah
yang berwenang untuk memeriksa pengaduan itu.
4. Bila mana pengaduan disampaikan kepada Dewan Pimpinan Pusat/
Dewan Kehormatan Pusat, maka Dewan Pimpinan Pusat/Dewan
Kehormatan Pusat meneruskannya kepada Dewan Kehormatan

58 Pendidikan Keadvokatan
Cabang/Daerah yang berwenang untuk memeriksa pengaduan itu
baik langsung atau melalui Dewan Pimpinan Cabang/Daerah.
Adapun tanggung jawab Dewan Kehormatan dalam memeriksa
pelanggaran kode etik advokat pada tingkat pertama dilakukan
sepenuhnya oleh Dewan Kehormatan Cabang/Daerah. Hal ini telah
dijelaskan di dalam Pasal 13 Kode Etik Advokat sebagai berikut.
1. Dewan Kehormatan Cabang/Daerah setelah menerima pengaduan
tertulis yang disertai surat-surat bukti yang dianggap perlu,
menyampaikan surat pemberitahuan selambat-lambatnya dalam
waktu 14 (empat belas) hari dengan surat kilat khusus/tercatat kepada
teradu tentang adanya pengaduan dengan menyampaikan salinan/
kopi surat pengaduan tersebut.
2. Selambat-lambatnya dalam waktu 21 (dua puluh satu) hari pihak
teradu harus memberikan jawabannya secara tertulis kepada Dewan
Kehormatan Cabang/Daerah yang bersangkutan, disertai surat-surat
yang dianggap perlu.
3. Jika dalam waktu 21 (dua puluh satu) hari tersebut teradu tidak
memberikan jawaban tertulis, Dewan Kehormatan Cabang/Daerah
menyampaikan pemberitahuan kedua dengan peringatan bahwa
apabila dalam waktu 14 (empat belas) hari sejak tanggal surat pe-
ringatan tersebut ia tetap tidak memberikan jawaban tertulis, maka
ia dianggap telah melepaskan hak jawabannya.
4. Dalam hal teradu tidak menyampaikan jawaban sebagaimana diatur
di atas dan dianggap telah melepaskan hak jawabnya, Dewan Ke-
hormatan Cabang/Daerah dapat segera menjatuhkan putusan tanpa
kehadiran pihak-pihak yang bersangkutan.
5. Dalam hal jawaban yang diadukan telah diterima, maka Dewan
Kehormatan dalam waktu selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari
menetapkan hari sidang dan menyampaikan panggilan secara patut
kepada pengadu dan kepada teradu untuk hadir di persidangan yang
sudah ditetapkan tersebut.
6. Panggilan-panggilan tersebut harus sudah diterima oleh yang ber-
sangkutan paling lambat 3 (tiga) hari sebelum hari sidang yang di-
tentukan.

Bab 4 Kode Etik dan Sumber Daya Advokat 59


7. Pengadu dan yang teradu:
a . Harus hadir secara pribadi dan tidak dapat menguasakan kepada
orang lain, yang jika dikehendaki masing-masing dapat didam-
pingi oleh penasihat.
b . Berhak untuk mengajukan saksi-saksi dan bukti-bukti.
8. Pada sidang pertama yang dihadiri kedua pihak:
a . Dewan Kehormatan akan menjelaskan tata cara pemeriksaan
yang berlaku.
b . Perdamaian hanya dimungkinkan bagi pengaduan yang bersifat
perdata atau hanya untuk kepentingan pengadu dan teradu dan
tidak mempunyai kaitan langsung dengan kepentingan organisasi
atau umum, di mana pengadu akan mencatat kembali peng-
aduannya atau dibuatkan akta perdamaian yang dijadikan dasar
keputusan oleh Dewan Kehormatan Cabang/Daerah yang lang-
sung mempunyai kekuatan hukum yang pasti.
c. Kedua belah pihak diminta mengemukakan alasan-alasan peng-
aduannya atau pembelaannya secara bergiliran, sedangkan su-
rat-surat bukti akan diperiksa dan saksi-saksi akan didengar oleh
Dewan Kehormatan Cabang/Daerah.
9. Apabila pada sidang yang pertama kalinya salah satu pihak ti-
dak hadir:
a . Sidang ditunda sampai dengan sidang berikutnya paling lambat
14 (empat belas) hari dengan memanggil pihak yang tidak hadir
secara patut.
b . Apabila pengadu yang telah dipanggil sampai 2 (dua) kali tidak
hadir tanpa alasan yang sah, pengaduan dinyatakan gugur dan
ia tidak dapat mengajukan pengaduan lagi atas dasar yang sama
kecuali Dewan Kehormatan Cabang/Daerah berpendapat bahwa
materi pengaduan berkaitan dengan kepentingan umum atau
kepentingan organisasi.
c. Apabila teradu telah dipanggil sampai 2 (dua) kali tidak datang
tanpa alasan yang sah, pemeriksaan diteruskan tanpa hadirnya
teradu.

60 Pendidikan Keadvokatan
d. Dewan berwenang untuk memberikan keputusan di luar hadir-
nya teradu, yang mempunyai kekuatan yang sama seperti kepu-
tusan biasa.
Dewan Kehormatan Cabang/Daerah dalam melakukan sidang
pemeriksaan kepada advokat yang dituduh/didakwa telah melakukan
pelanggaran kode etik advokat ini dilakukan dengan sekurang-
kurangnya 3 (tiga) orang anggota. Hal ini telah dijelaskan di dalam
Pasal 14 Kode Etik Advokat yang berbunyi sebagai berikut.
1. Dewan Kehormatan Cabang/Daerah bersidang dengan majelis yang
terdiri sekurang-kurangnya atas 3 (tiga) orang anggota yang salah
satu merangkap sebagai Ketua Majelis, tetapi harus selalu berjumlah
ganjil.
2. Mejelis dapat terdiri dari Dewan Kehormatan atau ditambah dengan
anggota Majelis Kehormatan Ad Hoc yaitu orang yang menjalankan
profesi di bidang hukum serta mempunyai pengetahuan dan menjiwai
kode etik advokat.
3. Majelis dipilih dalam rapat Dewan Kehormatan Cabang/Daerah
yang khusus dilakukan untuk itu yang dipimpin oleh Dewan
Kehormatan Cabang/Daerah atau jika ia berhalangan oleh anggota
dan lainnya yang tertua.
4. Setiap dilakukan persidangan, Majelis Dewan Kehormatan diwa-
jibkan membuat atau menyuruh membuat berita acara persidangan
yang disahkan dan ditandatangani oleh Ketua Majelis yang menyi-
dangkan perkara itu.
5. Sidang-sidang dilakukan secara tertutup, sedangkan keputusan diu-
capkan dalam sidang terbuka.
Berdasarkan dengan ketentuan Pasal 14 kode etik di atas, maka
di dalam Pasal 15 Kode Etik Advokat itu diatur khusus mengenai
cara pengambilan keputusan. Adapun bunyi ketentuan dalam Pasal
15 Kode Etik Advokat adalah sebagai berikut.
1. Setelah memeriksa dan mempertimbangkan pengaduan, pembelaan,
surat-surat bukti dan keterangan saksi-saksi maka Majelis Dewan
Kehormatan mengambil keputusan yang dapat berupa:

Bab 4 Kode Etik dan Sumber Daya Advokat 61


a . Menyatakan pengaduan dari pengadu dapat diterima;
b . Menerima pengaduan dari pengadu dan mengadili serta men-
jatuhkan sanksi-sanksi kepada teradu;
c. Menolak pengaduan dari pengadu.
2. Keputusan harus memuat pertimbangan-pertimbangan yang menjadi
dasarnya dan menunjuk pada pasal-pasal kode etik yang dilanggar.
3. Majelis Dewan Kehormatan mengambil keputusan dengan suara
terbanyak dan mengucapkannya dalam sidang terbuka dengan atau
tanpa dihadiri oleh pihak-pihak yang bersangkutan setelah se-
belumnya memberitahukan hari, tanggal, dan waktu persidangan
tersebut kepada pihak-pihak yang bersangkutan.
4. Anggota majelis yang kalah dalam pengambilan keputusan suara
berhak membuat catatan keberatan yang dilampirkan di dalam
berkas perkara.
5. Keputusan ditandatangani oleh Ketua dan semua anggota Majelis
yang apabila berhalangan untuk menandatangani keputusan, hal
mana disebut dalam keputusan yang bersangkutan.
Di dalam sebuah persidangan akan melahirkan suatu keputusan
yang dapat berupa penjatuhan sanksi-sanksi. Di dalam Pasal 16 Kode
Etik Advokat telah diatur tentang sanksi-sanksi terhadap keputusan
pelanggaran kode etik advokat. Adapun sanksi-sanksi yang tercan-
tum di dalam Pasal 16 Kode Etik Advokat itu adalah sebagai berikut.
1. Hubungan yang diberikan dalam keputusan dapat berupa:
a . Peringatan biasa;
b . Peringatan keras;
c. Pemberhentian sementara untuk waktu tertentu;
d. Pemecatan dari keanggotaan organisasi profesi.
2. Dengan pertimbangan atas berat atau ringannya sifat pelanggaran
kode etik advokat dapat dikenakan sanksi:
a . Peringatan biasa bilamana sifat pelanggaran tidak berat.
b . Peringatan keras bilamana sifat pelanggarannya berat atau
karena mengulangi kembali melanggar kode etik dan/atau tidak
mengindahkan sanksi peringatan yang pernah diberikan.

62 Pendidikan Keadvokatan
c. Pemberhentian sementara untuk waktu tertentu bilamana sifat
pelanggarannya berat, tidak mengindahkan dan tidak menghor-
mati ketentuan kode etik atau bilamana setelah mendapat sanksi
berupa peringatan keras masih mengulangi melakukan pelang-
garan kode etik.
d. Pemecatan dari keanggotaan organisasi profesi bilamana di-
lakukan pelanggaran kode etik dengan maksud dan tujuan meru-
sak citra serta martabat kehormatan profesi advokat yang wajib
dijunjung tinggi sebagai profesi yang mulai dan terhormat.
3. Pemberian sanksi pemberhentian sementara untuk waktu tertentu
harus diikuti larangan untuk menjalankan profesi advokat di luar
maupun di muka pengadilan.
4. Terhadap mereka yang dijatuhi sanksi pemberhentian sementara untuk
waktu tertentu dan/atau pemecatan dari keanggotaan organisasi
profesi disampaikan kepada Mahkamah Agung untuk diketahui dan
dicatat dalam daftar advokat.
Adapun putusan yang dijatuhkan oleh majelis dewan kehormatan
kepada seorang advokat (teradu), dan orang yang merasa belum puas
(pengadu) atas putusan tersebut, maka terhadapnya dapat melakukan
keberatan atas putusan tersebut.
Di dalam Pasal 18 Kode Etik Advokat dinyatakan bahwa apabila
pengadu atau teradu tidak puas dengan keputusan Dewan
Kehormatan Cabang/Daerah, ia berhak mengajukan permohonan
banding atas keputusan tersebut kepada Dewan Kehormatan Pusat.
Pengajuan permohonan banding beserta memori banding yang
sifatnya wajib, harus disampaikan melalui Dewan Kehormatan
Cabang/Daerah dalam waktu 21 (dua puluh satu) hari sejak tanggal
yang bersangkutan menerima salinan keputusan.
Oleh karena itu, Dewan Kehormatan Cabang/Daerah setelah
menerima memori banding yang bersangkutan selaku pembanding
selambat-lambatnya dalam waktu 14 (empat belas) hari sejak
penerimaannya, mengirimkan salinannya melalui surat kilat khusus
atau tercatat kepada pihak lainnya selaku terbanding (Pasal 18 ayat
(1) dan ayat (2) Kode Etik Advokat).

Bab 4 Kode Etik dan Sumber Daya Advokat 63


Kemudian pihak terbanding dapat mengajukan kontra memori
banding selambat-lambatnya dalam waktu 21 (dua puluh satu) hari
sejak penerimaan memori banding. Jika dalam jangka waktu yang
ditentukan terbanding tidak dapat menyampaikan kontra memori
banding, ia dianggap telah melepaskan haknya untuk itu. Oleh karena
itu, selambat-lambatnya dalam waktu 14 (empat belas) hari sejak
berkas perkara dilengkapi dengan bahan-bahan yang diperlukan,
berkas perkara tersebut diteruskan oleh Dewan Kehormatan Cabang/
Daerah kepada Dewan Kehormatan Pusat.
Pengajuan permohonan banding menyebabkan ditundanya
pelaksanaan keputusan Dewan Kehormatan Cabang/Daerah. Setelah
berkas yang dikirim oleh Dewan Kehormatan Cabang/Daerah diterima
oleh Dewan Kehormatan Pusat, maka Dewan Kehormatan Pusat
memutus dengan susunan majelis yang terdiri dari sekurang-
kurangnya 3 (tiga) orang anggota atau lebih tetapi harus berjumlah
ganjil yang salah satu merangkap ketua majelis (Pasal 18 ayat (4), ayat
(5), ayat (6), ayat (7), dan ayat (8) Kode Etik Advokat).
Selanjutnya di dalam Pasal 18 ayat (9), (10), (11), (12), dan ayat
(13) Kode Etik Advokat diatur sebagai berikut.
(9) Majelis dapat terdiri dari Dewan Kehormatan atau ditambah
dengan anggota Majelis Kehormatan Ad Hoc yaitu orang yang men-
jalankan profesi di bidang hukum serta mempunyai pengetahuan
dan menjiwai kode etik advokat.
(10) Majelis dipilih dalam rapat Dewan Kehormatan Pusat yang khusus
diadakan untuk itu yang dipimpin oleh Ketua Dewan Kehormatan
Pusat atau jika ia berhalangan oleh anggota dewan lainnya yang
tertua.
(11) Dewan Kehormatan Pusat memutus berdasar bahan-bahan yang
ada dalam berkas perkara, tetapi jika dianggap perlu dapat
meminta bahan tambahan dari pihak-pihak yang bersangkutan
atau memanggil mereka langsung atas biaya sendiri.
(12) Dewan Kehormatan Pusat secara prerogasi dapat menerima
permohonan pemeriksaan langsung dari suatu perkara yang
ditentukan oleh Dewan Kehormatan Cabang/Daerah asal saja
permohonan seperti itu dilampiri surat persetujuan dari kedua belah

64 Pendidikan Keadvokatan
pihak agar perkaranya diperiksa langsung oleh Dewan Kehormatan
Pusat.
(13) Semua ketentuan yang berlaku untuk pemeriksaaan pada tingkat
pertama oleh Dewan Kehormatan Cabang/Daerah, mutatis mu-
tandis berlaku untuk pemeriksaan tingkat banding oleh Dewan
Kehormatan Pusat.
Dalam kaitannya dengan fungsi dan peran keberadaan Dewan
Kehormatan Advokat sebagai dewan yang memiliki peranan yang
sangat penting dalam penegakan kode etik tersebut. Menurut Daniel
S. Lev bahwa untuk mengefektifkan peran Dewan Kehormatan dalam
melaksanakan fungsinya, perlu dilakukan perbaikan-perbaikan
sebagai berikut.
Pertama, penambahan fungsi Dewan Kehormatan yang tidak saja
bertindak sebagai lembaga peradilan pelanggaran kode etik profesi
tetapi juga bertanggung jawab pengembangan materi kode etik. Pada
dasarnya dunia profesional terus berkembang sejalan dengan
perkembangan masyarakat, yang kemudian berdampak terhadap
kode etik dan standar profesi yang diterapkan. Organisasi advokat
dituntut untuk selalu cepat tanggap terhadap perkembangan dalam
masyarakat dan bahkan diharapkan mampu bersikap antisipatif. Oleh
sebab itu, diperlukan organ khusus dalam organisasi advokat yang
mengawasi perkembangan materi kode etik atau kemungkinan
pembuatan standar profesi (bagi bidang-bidang advokat tertentu). Hal
ini termasuk mengadakan riset-riset dan studi banding serta
menampung masukan-masukan dari masyarakat terutama para
pengguna jasa, misalnya masyarakat pelaku usaha atau kalangan bisnis
yang mayoritas pengguna jasa konsultan hukum atau masyarakat
umum sebagai pengguna jasa praktisi hukum (litigasi). Dewan
Kehormatan juga harus mensosialisasikan kode etik seluas mungkin
pada klien dan anggota masyarakat agar mereka tahu ukuran objektif
dalam menilai apakah seorang advokat telah bertindak etis atau tidak
dalam berhubungan secara fungsional dengan mereka.
Kedua, perubahan itu mengakibatkan susunan Dewan Ke-
hormatan yang baru serta kebutuhan penambahan jumlah anggota

Bab 4 Kode Etik dan Sumber Daya Advokat 65


dewan. Dewan Kehormatan diberi kewenangan untuk membentuk
Majelis Kehormatan yang terdiri dari orang-orang yang memenuhi
kualifikasi tertentu. Mereka berwenang khusus mengadili perkara
pelanggaran kode etik profesi. Dengan demikian, susunan Dewan
Kehormatan yang baru ini terdiri atas ketua, sekretaris, dan anggota.
Di bawah Dewan Kehormatan dibentuk dua tim khusus yang
menangani peradilan pelanggaran kode etik serta perkembangan dan
sosialisasi materi kode etik.
Ketiga, penerapan sikap proaktif bagi DPD/DPC dalam mengawasi
perilaku anggotanya sehingga tidak sekadar menunggu aduan.
Keempat, mengikutsertakan masyarakat (lay person) dalam
pengawasan dan penegakan kode etik. Masyarakat yang diikutsertakan
dalam Majelis Kehormatan adalah yang memenuhi kualifikasi tertentu
dengan mekanisme pemilihan yang akuntabel. Porsi mereka dalam
susunan Dewan Kehormatan secara keseluruhan relatif kecil.
Kelima, sebelum federasi atau wadah tunggal organisasi advokat
terbentuk, perlu dibuat kesepakatan antarorganisasi advokat yang ada
di Indonesia untuk tidak menerima advokat lain yang telah
dikeluarkan dari organisasinya atas pelanggaran kode etik. Hal ini
dilakukan agar sanksi pelanggaran berlaku objektif.6

B. SUMBER DAYA ADVOKAT


Adapun pengertian sumber daya advokat adalah segala sesuatu yang
menimbulkan kemampuan atau daya seorang advokat untuk
melakukan suatu pembelaan terhadap suatu perkara.
Sumber daya seorang advokat menurut Ropaun Rambe terdiri
dari beberapa bagian, yaitu:
1. penguasaan sistem intelejensia,
2. pendalaman ilmu dan pengetahuan,
3. peningkatan penanganan perkara,

6 Daniel S. Lev, Advokat Indonesia Mencari Ligitimasi, Studi tentang Tanggung Jawab
Profesi Hukum di Indonesia, Jakarta: The Asia Foudation dan Pusat Studi Hukum
& Kebijakan Indonesia, 2002, edisi revisi, hlm. 325–326.

66 Pendidikan Keadvokatan
4. kegiatan sosial kemasyarakatan,
5. komunikasi profesi.7

1. Penguasaan Sistem Intelejensia


Penguasaan sistim intelejensia dengan cara mempelajari berkas dengan
mengonsentrasi potensi yang sesuai kasus perkara kepada ahlinya, dan
menyesuaikan situasi dan kondisi pada saat observasi ke lapangan
dengan memanfaatkan sarana dan prasarana. Di samping itu, juga harus
mempunyai suatu keyakinan sebagai spirit yang akan mendorong
untuk berbuat maksimal, tidak mudah kalah atau menyerah.
Setelah keyakinan dikembangkan dan akhirnya menjadi suatu
kebanggaan. Apabila keyakinan itu menjadi spirit, maka kebanggaan
akan menjadi daya/kekuatan sekaligus menjadi filter. Dalam rangka
mewujudkan keyakinan itu, dibutuhkan keberanian, dan untuk
keberanian itu dibutuhkan kebanggaan. Kebanggaan yang dimiliki
oleh advokat akan menciptakan kekuatan dalam dirinya sehingga bisa
menjaga citra profesi yang dimilikinya.
Dengan adanya dorongan itu, maka akan menimbulkan
kesadaran luar biasa yang dapat digunakan untuk mengatasi
permasalahan yang dihadapi. Permasalahan itu tidak boleh
ditinggalkan, sebab permasalahan yang akan ditinggalkan bisa menjadi
bola salju. Semakin lama semakin membesar, sehingga siapa saja yang
meninggalkan masalah itu akan semakin memperoleh kesulitan.8

2. Pendalaman Ilmu dan Pengetahuan


Pendalaman ilmu dan pengetahuan, yaitu dengan cara memilih bidang
hukum yang dikuasai dan disenangi, memperdalam dan menggali
spesialisasi hukum, memperkaya khasanah kepustakaan, senantiasa
mengikuti perkembangan hukum, dan aktif seminar dan diskusi
tentang hukum.

7 Ropaun Rambe, op. cit., hlm. 60–61.


8 Ari Yusuf Amir, Strategi Bisnis Jasa Advokat, Yogyakarta: Navila Idea, 2008,
hlm. 11.

Bab 4 Kode Etik dan Sumber Daya Advokat 67


Di samping itu juga seorang advokat harus memiliki faktor-faktor
keterampilan atau skil yang bersifat objektif, seperti technical skill,
human skill, dan conceptual skill.
Technical skill merupakan kemampuan khusus dalam
menjalankan pekerjaan secara efektif yang ditunjang dengan
pengetahuan tentang sifat tugasnya, tuntutannya, tanggung jawabnya,
dan kewajiban-kewajibannya. Human skill, yakni segala hal yang
berkaitan dengan perilakunya sebagai individu dan hubungannya
dengan orang lain dan caranya berinteraksi dengan mereka.
Conceptual skill, yaitu kemampuan untuk melihat secara utuh dan
luas terhadap berbagai masalah.9

3. Peningkatan Penanganan Perkara


Peningkatan penanganan perkara, yakni pada awal dimulai profesi
advokat 100% (seratus persen), menangani perkara prodeo dan
probono, perimbangan penanganan perkara prodeo dan probono.
Peningkatan penanganan perkara dapat menciptakan profesional
penanganan perkara. Seperti misalnya menyusun legal audit, yaitu
pemeriksaan berkas perkara secara cermat, merumuskan posisi
perkara, dan penyusunannya dalam bentuk legal opinion, yakni
pendapat hukum, serta penyelenggaraan gelar perkara. Menurut Ari
Yusuf Amir, bahwa penyelenggaraan gelar perkara dilakukan untuk
memperoleh masukan (input) dan gambaran mengenai strategi
penanganan perkara.10

4. Kegiatan Sosial Kemasyarakatan


Kegiatan sosial kemasyarakatan adalah sangat penting dalam rangka
meningkatkan sumber daya advokat. Kegiatan ini dapat dilakukan
dengan jalan aktif ikut serta dalam organisasi kekeluargaan, organisasi
advokat, organisasi keagamaan, organisasi lingkungan/domisili, dan
organisasi kemasyarakatan bidang hukum.

9 Ari Yusuf Amir, ibid., hlm. 69.


10 Ari Yusuf Amir, ibid., hlm. 92.

68 Pendidikan Keadvokatan
5. Komunikasi Profesi
Komunikasi profesi merupakan salah satu cara untuk meningkatkan
sumber daya advokat. Komunikasi ini dilakukan untuk peningkatan
hubungan yang harmonis dengan penegak hukum sesama advokat,
polisi Republik Indonesia, jaksa, hakim, dan pemerintah, serta menjalin
hubungan dengan mass media.
Membangun hubungan tersebut bertujuan untuk menstimulasi
kelancaran komunikasi antara penegak hukum. Kemampuan tersebut
akan sangat menentukan tingkat keberhasilan dalam memper-
juangkan kebenaran dan keadilan ketika melayani kepentingan klien.
Hal ini telah dijelaskan di dalam Pasal 17 Undang-Undang Nomor 18
Tahun 2003 tentang Advokat yang berbunyi Dalam menjalankan
profesinya, advokat berhak memperoleh informasi, data, dan komunikasi
lainnya, baik dari instansi pemerintah maupun pihak lain yang berkaitan
dengan kepentingan tersebut yang diperlukan untuk pembelaan ke-
pentingan kliennya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Dengan demikian, jelaslah bahwa tanpa kemampuan ber-
komunikasi profesi sesama aparat penegak hukum yang baik, sudah
barang tentu upaya proses pelayanan kepentingan klien menjadi tidak
optimal. Sebagai contoh, misalnya seorang klien ingin mendapatkan
informasi mengenai perkembangan hasil dakwaan jaksa penuntut
umum di kejaksaan. Advokat yang memiliki komunikasi profesi yang
baik dengan jaksa penuntut umum tidak akan mengalami kesulitan
untuk memperoleh informasi tersebut. Pada gilirannya klien akan
memperoleh kepuasan dan manfaat ketika menggunakan jasa dari
advokat bersangkutan.

Bab 4 Kode Etik dan Sumber Daya Advokat 69


BAB 5

Cara-Cara Membela Perkara

A. DALAM PERKARA PIDANA

1. Dalam Persidangan
Sebelum sidang di mulai, panitera, penuntut umum, penasihat
hukum (advokat) dan pengunjung yang sudah ada, duduk di
tempatnya masing-masing dalam ruang sidang. Pada saat hakim
memasuki dan meninggalkan ruang sidang, semua yang hadir berdiri
untuk menghormat. Selama sidang berlangsung setiap orang yang
keluar masuk ruang sidang diwajibkan memberi hormat (Pasal 232
KUHAP).
Dalam pemeriksaan terhadap orang yang disangka dan didakwa
melakukan perbuatan pidana dalam KUHAP ada 2 (dua) macam pe-
meriksaan, yaitu:
1. pemeriksaan pendahuluan yang dilakukan oleh penyidik;
2. pemeriksaan di persidangan yang dilakukan oleh hakim.
Dalam pemeriksaan pendahuluan dianut sistem pemeriksaan
inquisitoir, yakni pemeriksaan yang dilakukan oleh penyidik di mana
tersangka boleh didampingi oleh advokat tetapi kedudukan advokat
hanya bersifat pasif, yaitu hanya melihat dan mendengarkan
pemeriksaan tersangka. Tersangka boleh meminta penjelasan kepada
advokatnya tentang pertanyaan dari penyidik yang tidak dimengerti
oleh tersangka.

70 Pendidikan Keadvokatan
Di dalam pemeriksaan di persidangan dianut sistem acusatoir, di
mana seorang tersangka, terdakwa dan advokat dianggap sebagai
subjek, yang berarti di depan hakim kedudukan dan hak-haknya
sama nilainya oleh penuntut umum. Jadi tersangka, terdakwa dan
advokat serta penuntut umum diberi hak, kesempatan yang sama
oleh hakim. Di dalam persidangan setiap orang yang disangka atau
didakwa di depan pengadilan wajib dianggap tidak bersalah sebelum
adanya keputusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan
memperoleh kekuatan hukum yang tetap.
Di dalam membela perkara, seorang advokat harus tahu etiket,
dan penegak hukum harus tahu tugas masing-masing, seperti
penuntut umum sebagai wakil negara bertugas membuktikan
kesalahan, bahwa terdakwa benar-benar telah melakukan kejahatan
ataupun pelanggaran sebagaimana disebutkan dalam surat dakwaan.
Demikian juga seorang advokat yang mendampingi terdakwa, bertugas
membuktikan terdakwa yang didampinginya itu tidak terbukti me-
lakukan perbuatan kejahatan yang didakwakan, atau terbukti mela-
kukan perbuatan tetapi perbuatannya itu bukan perbuatan kejahatan
atau pelanggaran.
Apabila terdakwa terbukti melakukan perbuatan kejahatan atau
pelanggaran, maka advokat dapat mengajukan permohonan kepada
hakim atau pengadilan suatu keringanan atau kemurahan hati, dan
tugas hakim memeriksa, mengadili, memperhatikan dan meneliti
argumentasi pleidooi (pembelaan) advokat dan requisitoir (tuntutan)
jaksa penuntut umum. Hakim majelis atau tunggal dalam memeriksa
dan memutus perkara pidana berdasarkan alat-alat bukti sebagaimana
telah ditetapkan dalam hukum acara pidana.
Menurut Pasal 183 KUHAP, hakim tidak boleh menjatuhkan
pidana kepada seseorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya
dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak
pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah
melakukannya. 1 Ketentuan Pasal 183 ini adalah untuk menjamin
tegaknya kebenaran, keadilan, dan kepastian hukum bagi seseorang.

1 M. Budiarto, K.Wantjik Saleh, Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana 1981,


Jakarta: Ghalia Indonesia, 1981, hlm. 103.

Bab 5 Cara-Cara Membela Perkara 71


Setelah selesai penuntut umum membacakan surat dakwaannya,
maka hakim ketua sidang menanyakan kepada terdakwa dan advokat,
apakah sudah benar-benar mengerti, apabila terdakwa tidak mengerti,
penuntut umum atas permintaan hakim sidang wajib memberi
penjelasan yang diperlukan, seperti adanya hal-hal yang akan
dikemukakan atas surat dakwaan penuntut umum. Apabila ada yang
akan dikemukakan, hal yang pertama harus dipersiapkan terdakwa
dan advokat adalah eksepsi (tangkisan).

2. Eksepsi
Eksepsi atau tangkisan adalah alat pembelaan dengan tujuan utama
untuk menghindarkan diadakannya putusan tentang pokok perkara,
karena apabila tangkisan ini diterima oleh pengadilan, pokok perkara
tidak perlu diperiksa dan diputus. Eksepsi menurut Luhut M.P.
Pangaribuan adalah untuk menjawab surat dakwaan dan berhu-
bungan dengan apakah (1) pengadilan tidak berwenang mengadili
perkara, (2) dakwaan tidak dapat diterima, dan (3) surat dakwaan
harus dibatalkan.2
Eksepsi di mana pengadilan dinyatakan tidak berwenang dapat
bersifat relatif dan absolut. Eksepsi relatif terjadi bilamana pengadilan
tidak berwenang atau dua pengadilan atau lebih berwenang mengadili
perkara yang sama atau tidak berwenang mengadilinya karena waktu
dan tempat tidak pernah terjadi. Hal ini dapat dilihat Pasal 150 KUHAP
dan Pasal 143 ayat (2) huruf b KUHAP, yang berbunyi:
Pasal 150 KUHAP
Sengketa tentang wewenang mengadili terjadi:
a . jika dua pengadilan atau lebih menyatakan dirinya berwenang
mengadili atas perkara yang sama;
b . jika dua pengadilan atau lebih menyatakan dirinya tidak berwenang
mengadili perkara yang sama. 3

2 Luhut M.P. Pangaribuan, Hukum Acara Pidana Surat-Surat Resmi di Pengadilan


oleh Advokat, Jakarta: Djambatan, 2002, hlm. 24.
3 M. Budiarto, K. Wantjik Saleh, op. cit., hlm. 89–90.

72 Pendidikan Keadvokatan
Pasal 143 ayat (2) huruf b KUHAP
(2) penuntut umum membuat surat dakwaan yang diberi tanggal
dan ditandatangani serta berisi:
b . uraian secara cermat, jelas dan lengkap mengenai tindak
pidana yang didakwakan dengan menyebutkan waktu dan
tempat tindak pidana itu dilakukan. 4

Eksepsi absolut adalah bilamana perkara yang akan diajukan


bukan wewenang pengadilan di mana perkara diajukan. Misalnya
perkara perceraian bagi orang Islam diajukan ke pengadilan negeri,
padahal perkara tersebut berada pada pengadilan agama.
Eksepsi berdasarkan dakwaan tidak dapat diterima terjadi karena
ketentuan Pasal 143 ayat (2) KUHAP tidak dipenuhi. Syarat ini disebut
dengan syarat formil dari surat dakwaan. Ditentukan, surat dakwaan
harus diberi tanggal dan ditandatangani dengan berisi (a) nama
lengkap, (b) tempat lahir, (c) umur atau tanggal lahir, (d) jenis kelamin,
(e) kebangsaan, (f) tempat tinggal, (g) agama, dan (h) pekerjaan
terdakwa.
Eksepsi berdasarkan alasan surat dakwaan harus dibatalkan,
karena surat dakwaan itu tidak memenuhi syarat materiil, yakni
menurut ketentuan Pasal 143 ayat (2) huruf b KUHAP di atas.
Surat dakwaan yang tidak cermat terjadi karena perbuatan yang
dirumuskan bukan merupakan tindak pidana, atau bukan perbuatan
terdakwa, atau kasus tersebut baginya sudah diputus oleh hakim (ne
bis in idem), atau juga kasusnya sudah kadaluarsa.
Perlu diketahui bahwa membuat eksepsi itu bervariasi, sehingga
tidak mustahil akan terjadi perbedaan susunan kata-kata di dalam
suatu eksepsi antara pengacara yang satu dengan pengacara yang lain,
sekali pun perkaranya tidak jauh berbeda. Pengajuan eksepsi
merupakan bagian dari proses beracara, apa yang ditangkis atau
dibantah sebenarnya dimaksud sebagai bantahan pada segi formal
surat dakwaan jaksa penuntut umum.

4 M. Budiarto, K. Wantjik Saleh, ibid., hlm. 86.

Bab 5 Cara-Cara Membela Perkara 73


Adapun contoh penyusunan eksepsi secara sederhana dapat dilihat
di bawah ini.

KEBERATAN (EKSEPSI)
Atas Surat Dakwaan dalam perkara Pidana Nomor……
Dalam perkara pidana atas nama terdakwa:
1. Nama lengkap : Soedirman
Tempat dan tanggal lahir : Sungai Penuh, 19 Agustus 1965
Umur : 41 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Kebangsaan : Indonesia
Agama : Islam
Pekerjaan : Tani
Pendidikan : SMP
Tempat tinggal/alamat : Jalan Depati Parbo Desa Karya Bakti
Sungai Penuh.
2. Status : Ditahan sejak tanggal .......................
3. Didakwa melanggar : Pasal 365 KUHP
4. Disidangkan di : Pengadilan Negeri Sungai Penuh
5. Dibacakan pada : Hari ..................... Tanggal ...................

Bapak Majelis Hakim yang mulia,


Bapak Jaksa Penuntut Umum yang kami hormati.

Setelah mempelajari dan mendengar secara saksama Surat Dak-


waan Bapak Penuntut Umum, sesuai hukum acara, maka sekarang
tibalah giliran kami Penasihat Hukum terdakwa, untuk menyam-
paikan keberatan dan sanggahan (eksepsi) terhadap Surat Dakwaan
Jaksa Penuntut Umum yang telah dibacakan dalam persidangan pada
tanggal .......................... 2005 yang lalu.
Selanjutnya ucapan terima kasih Kami sampaikan pula kepada
Jaksa Penuntut Umum yang telah melaksanakan tugas dan
kewajibannya serta kerja sama yang baik dalam rangka mencari dan
menemukan kebenaran materiil sebagaimana dikehendaki Kitab
Undang-Undang Hukum Acara Pidana.

74 Pendidikan Keadvokatan
Sebelum kami menanggapi Surat Dakwaan Jaksa Penuntut
Umum kiranya perlu kami sampaikan bahwa Surat Dakwaan
merupakan dasar pemeriksaan perkara suatu pidana dalam sidang
pengadilan. Oleh karena itu, Surat Dakwaan merupakan hal yang
sangat penting dalam proses penuntutan perkara pidana, maka surat
dakwaan haruslah dibuat sedemikian rupa dalam arti cermat, jelas
dan lengkap yang didukung oleh fakta-fakta sebagaimana ditentukan
oleh Pasal 143 ayat (2) KUHAP.
Di samping itu, pentingnya surat dakwaan bagi terdakwa adalah
merupakan dasar untuk mempersiapkan pembelaannya, karena surat
dakwaan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana disebutkan
dalam Pasal 143 ayat (2) KUHAP akan merugikan hak pembelaan
diri terdakwa sebagai pencari keadilan. Begitu juga Jaksa Penuntut
Umum bahwa surat dakwaan itu penting yakni sebagai dasar untuk
proses pembuktian perbuatan terdakwa, di samping itu juga sebagai
dasar untuk pembuatan surat dakwaan.
Selanjutnya Hakim dalam surat dakwaan itu juga penting sebagai
dasar pemeriksaan di persidangan dan sekaligus merupakan ruang
lingkup pemeriksaan, serta sebagai dasar pertimbangan dalam
mengambil putusannya kelak.
Secara konkret bahwa syarat sahnya surat dakwaan harus
memenuhi syarat formil dan materiil sebagaimana ditentukan dalam
Pasal 143 ayat (2) KUHAP, bahwa syarat formil, harus memuat
identitas terdakwa yang berisi nama lengkap, tempat lahir/umur,
tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama, dan
pekerjaan terdakwa. Syarat materiil, yaitu harus diuraikan secara
cermat, jelas, dan lengkap mengenai tindak pidana yang didakwakan
dengan menyebut waktu dan tempat tindak pidana itu dilakukan.
Bahwa apabila syarat yang ditentukan dalam Pasal 143 ayat (2)
KUHAP tidak terpenuhi, maka menurut ketentuan Pasal 143 ayat
(3) KUHAP, dakwaan Jaksa Penuntut Umum batal demi hukum.

Bapak Majelis Hakim yang terhormat,


Jaksa Penuntut Umum yang terhormat.

Bab 5 Cara-Cara Membela Perkara 75


Setelah kami meneliti dan mempelajari surat dakwaan Jaksa
Penuntut Umum No ..................... tanggal ................................ dengan
ini kami sampaikan bahwa terdapat hal-hal yang tidak cermat, tidak
jelas, dan tidak lengkap sebagai berikut.
1. Dalam surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum diketik dengan
huruf “u” Sudirman halaman 1, 2, dan 3 yang seharusnya diketik
dengan “oe” Soedirman.
2. Pada halaman 4 tertulis…” Bahwa ucapan-ucapan terdakwa-
terdakwa tersebut”, sedangkan yang sebenarnya hanya ada seorang
terdakwa saja.
Apa yang dilakukan Jaksa Penuntut Umum dalam hal nama
Soedirman yang salah ketik, ucapan-ucapan terdakwa-terdakwa
termasuk klasifikasi uraian tidak cermat, tidak jelas, dan tidak
lengkap yang menjadi alasan surat dakwaan batal demi hukum
sebagaimana ditentukan dalam Pasal 143 ayat (3) KUHAP yang
berbunyi sebagai berikut: “Surat dakwaan yang tidak memenuhi
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf b batal
demi hukum”.
3. Bahwa dalam dakwaan terdapat kalimat-kalimat antara lain
berbunyi:
a. ”atau pada waktu lain setidak-tidaknya dalam Maret 2005,"
b. ”atau setidak-tidaknya di tempat lain dalam wilayah hukum
Pengadilan Negeri Sungai Penuh Kerinci”.
Dari kalimat-kalimat seperti di atas yang ada dalam surat dakwaan
Jaksa Penuntut Umum dapat ditarik kesimpulan bahwa Jaksa
Penuntut Umum masih berpikir, baik waktunya masih ada
kemungkinan tanggal lain selain tanggal 14 Maret 2005, maupun
tempatnya yakni masih ada kemungkinan di tempat lain dalam
wilayah hukum Pengadilan Negeri Sungai Penuh Kerinci selain
di Jalan Depati Parbo.
Cara berpikir Jaksa Penuntut Umum seperti tersebut di atas dari
soal waktu dan tempat kejadian tindak pidana terdapat sikap yang
ragu-ragu, sikap yang tidak pasti, maka unsur waktu dan tempat
seperti cara berpikirnya Jaksa Penuntut Umum dalam surat

76 Pendidikan Keadvokatan
dakwaan tersebut, termasuk tidak memenuhi syarat uraian
cermat, jelas, dan lengkap. Oleh karena itu, dapat menjadi alasan
Majelis Hakim untuk membatalkan demi hukum surat dakwaan
Jaksa Penuntut Umum tersebut.
4. Bahwa Jaksa Penuntut Umum dalam surat dakwaannya men-
dakwa ...............................................................................................

Bapak Majelis Hakim yang Mulia,


Jaksa Penuntut Umum yang terhormat.

Berdasarkan uraian-uraian tersebut di atas kami mohon kepada


Majelis Hakim memeriksa dan mengadili perkara ini dan memutus
sebagai berikut:
1. Menyatakan surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum dalam perkara
pidana atas nama terdakwa Soedirman tidak memenuhi
ketentuan formil maupun materiil sebagaimana ditentukan dalam
Pasal 143 ayat (2) KUHAP.
2. Menyatakan surat dakwaan tersebut kabur (obscuur libell),
sehingga batal demi hukum.
3. Menolak surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum dalam perkara
pidana atas nama Soedirman.
Sungai Penuh,……………..200…

Hormat Kami

AN, S.H.

3. Surat Dakwaan
Menurut Pasal 140 KUHAP, apabila penuntut umum berpendapat
bahwa hasil penyidikan dari penyidik dapat dilakukan penuntutan,
maka ia dalam waktu secepatnya membuat surat dakwaan. Menurut
Syarifuddin Pettenasse, bahwa surat dakwaan adalah suatu surat atau

Bab 5 Cara-Cara Membela Perkara 77


akta yang memuat perumusan dari tindak pidana yang didakwakan,
yang sementara dapat disimpulkan dari hasil penyidikan dari penyidik
yang merupakan dasar bagi hakim untuk melakukan pemeriksaan
di sidang pengadilan.5 Jaksa penuntut umum dalam tuntutannya tidak
dapat di luar batas-batas dari dakwaannya itu. Dalam hal ini terdakwa
hanya dapat dipidana jika terbukti telah melakukan tindak pidana
yang tercantum dalam dakwaan itu. Apabila terdakwa terbukti telah
melakukan tindak pidana tetapi tidak tercantum dalam dakwaan,
maka ia tidak dapat dipidana.
Tujuan utama surat dakwaan menurut Djoko Prakoso dan Iketut
Murtika adalah, bahwa undang-undang ingin melihat ditetapkannya
alasan-alasan yang menjadi dasar penuntutan suatu peristiwa pidana,6
untuk itu unsur-unsur dari suatu tindak pidana yang dilakukan itu
harus dicantumkan dengan sebaik-baiknya. Terdakwa harus
dipersalahkan karena telah melanggar sesuatu peraturan hukum
pidana, pada suatu saat dan tempat tertentu, serta dinyatakan pula
keadaan-keadaan sewaktu melakukannya.
Menyebut waktu, tempat, dan keadaan, menunjukkan bahwa
dakwaan itu tertuju pada perbuatan-perbuatan atau peristiwa-
peristiwa tertentu, yang dispesialisasi dan diindividualisasi. Misalnya,
bukanlah pencurian atau penipuan pada umumnya tetapi pencurian
atau penipuan yang konkret. Dalam hal itu, kepentingan surat
dakwaan bagi terdakwa adalah bahwa ia mengetahui secepatnya dan
setelitinya yang didakwakan untuk dapat mempersiapkan pem-
belaannya terhadap dakwaan tersebut.
Adapun syarat-syarat dakwaan menurut Pasal 143 ayat (2)
KUHAP adalah:
a. syarat formal,
b. syarat materiil.

5 Syarifuddin Pettenasse, Hukum Acara Pidana, Palembang: Universitas Sriwijaya,


1997, hlm. 130.
6 Djoko Prakoso, Iketut Murtika, Mengenal Lembaga Kejaksaan di Indonesia, Jakarta:
Bina Aksara, 1987, hlm. 33.

78 Pendidikan Keadvokatan
Syarat formal yaitu surat dakwaan harus berisi tentang nama
lengkap, tempat lahir, umur, atau tanggal lahir, jenis kelamin, tempat
tinggal, agama, dan pekerjaan tersangka/terdakwa. Adapun syarat
materiil yaitu suatu dakwaan berisi uraian cermat, jelas, dan lengkap
mengenai tindak pidana yang didakwakan dengan menyebut waktu
dan tempat tindak pidana dilakukan.
Surat dakwaan yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a di atas tidaklah dapat diterima, sedangkan
surat dakwaan yang tidak memenuhi ketentuan seperti yang
tercantum pada huruf b di atas batal demi hukum. Turunan surat
pelimpahan perkara beserta surat dakwaan disampaikan kepada
tersangka atau penasihat hukumnya dan penyidik, pada saat yang
bersamaan dengan penyampaian surat pelimpahan perkara tersebut
ke pengadilan negeri.
Penuntut umum dapat mengubah surat dakwaan sebelum
pengadilan menetapkan hari sidang dan perubahan ini dapat
dilakukan hanya satu kali selambat-lambatnya tujuh hari sebelum
sidang dimulai. Apabila ada perubahan atas surat dakwaan oleh
penuntut umum maka turunan perubahan surat dakwaan
disampaikan kepada tersangka atau penasihat hukum dan penyidik.
Menyusun surat dakwaan dikenal beberapa bentuk. Menurut
Djoko Prakoso dan Iketut Murtika, bentuk surat dakwaan terdiri atas:
a. Dakwaan tunggal;
b. Dakwaan alternatif;
c. Dakwaan subsidiair;
d. Dakwaan kumulatif;
e. Dakwaan campuran.7

a. Dakwaan Tunggal
Dalam dakwaan tunggal, terdakwa didakwa perbuatannya yang
termasuk dalam perumusan hanya satu delik atau satu perbuatan

7 Djoko Prakoso, Iketut Murtika, ibid., hlm. 36.

Bab 5 Cara-Cara Membela Perkara 79


pidana saja, tanpa diikuti dengan dakwaan-dakwaan lain. Misalnya
melakukan tindak pidana perkosaan (Pasal 285 KUHP), atau
melarikan perempuan di bawah umur (Pasal 332 KUHP).

b. Dakwaan Alternatif
Dakwaan secara alternatif, kepada terdakwa secara faktual
didakwakan lebih dari satu tindak pidana, tetapi pada hakikatnya ia
hanya didakwa atau dipersalahkan satu tindak pidana saja.
Dinamakan alternatif sebab dakwaannya satu sama lain saling
mengecualikan dan merupakan alternatif. Dipergunakan dakwaan
alternatif adalah untuk menutup kemungkinan terhindarnya
terdakwa dari penghukuman.
Contoh:
Terdakwa didakwa:
– primair : melakukan perbuatan pencurian barang
(Pasal 362 KUHP),
– subsidiair : melakukan perbuatan menggelapkan barang
(Pasal 372 KUHP),
– lebih subsidiair : melakukan perbuatan penipuan ringan (Pasal
379 KUHP),
– dan seterusnya.

c. Dakwaan Subsidiair
Dakwaan secara subsidiair sama halnya dengan dakwaan alternatif,
di mana terdakwa didakwakan satu tindak pidana saja. Maka sebagai
konsekuensi pembuktiannya apabila salah satu dakwaan telah
terbukti, maka dakwaan selebihnya tidak perlu dibuktikan lagi.
Dalam pembuatan surat dakwaan subsidiair, terhadap kejahatan
tersebut ancaman hukuman yang terberat disebutkan paling atas dan
berturut-turut ke bawah yang paling ringan. Dakwaan yang terberat
biasanya digunakan istilah primair, kemudian subsidiair, lebih
subsidiair lagi dan seterusnya.

80 Pendidikan Keadvokatan
Contoh:
Pembunuhan, terdakwa didakwa:
– primair : melakukan perbuatan pembunuhan (Pasal
338 KUHP),
– subsidiair : melakukan penganiayaan akibatnya mening-
gal (Pasal 351 ayat (3) KUHP),
– lebih subsidiair : melakukan perbuatan karena kealpaan me-
nyebabkan matinya orang (Pasal 359 KUHP).

d. Dakwaan Kumulatif
Dakwaan secara kumulatif adalah dakwaan kepada seseorang atau
beberapa orang terdakwa yang didakwa beberapa tindak pidana
sekaligus. Masing-masing tindak pidana berdiri sendiri. Dengan
demikian dakwaan akan disusun sebagai dakwaan pertama, kedua,
ketiga, dan seterusnya dakwaan tersebut masing-masing harus
dibuktikan sendiri-sendiri kebenarannya.

Contoh:
Dakwaan pertama : didakwa mencuri pada tahun 1981 (Pasal 362
KUHP).
Dakwaan kedua : didakwa penggelapan pada tahun 1982 (Pasal
372 KUHP).
Dalam surat dakwaan kumulatif ini sering pula dibuat:
Dakwaan pertama: – primair,
– subsidiair,
– lebih subsidiair, dan seterusnya.
Dakwaan kedua: – primair,
– subsidiair,
– lebih subsidiair, dan seterusnya.
Di dalam praktik sering terjadi, bahwa jaksa penuntut umum
berpendapat dakwaan primair telah terbukti dilakukan oleh terdakwa,
akan tetapi hakim berpendapat lain, yang terbukti bukanlah dakwaan
primair, melainkan dakwaan subsidiair. Tegasnya bagi advokat/

Bab 5 Cara-Cara Membela Perkara 81


penasihat hukum, setiap dakwaan baik dakwaan tunggal, alternatif,
subsidiair, kumulatif, dan campuran harus dibuktikan satu persatu.

e. Dakwaan Campuran
Dakwaan campuran sebenarnya merupakan gabungan antara bentuk
kumulatif dengan dakwaan alternatif ataupun dakwaan subsidiair. Jadi
terdakwa di samping didakwakan secara kumulatif, masih didakwakan
secara alternatif maupun secara subsidiair.

4. Pemeriksaan Saksi dan Terdakwa


Apabila upaya untuk mengadakan eksepsi atas surat dakwaan jaksa
penuntut umum tidak ada, maka pemeriksaan dilanjutkan memeriksa
saksi. Sebelum pemeriksaan saksi dilakukan hakim ketua sidang
selanjutnya meneliti apakah semua saksi yang dipanggil telah hadir
dan memberi perintah untuk mencegah jangan sampai saksi
berhubungan satu dengan yang lain sebelum memberi keterangan di
persidangan.
Selanjutnya di dalam Pasal 160 KUHAP disebutkan, sebagai berikut.
(1) a . Saksi dipanggil ke dalam ruang sidang seorang demi seorang
menurut urutan yang dipandang sebaik-baiknya oleh hakim ketua
sidang setelah mendengar pendapat penuntut umum, terdakwa
atau penasihat hukum.
b . Yang pertama-tama didengar keterangannya adalah korban
yang menjadi saksi.
c. Dalam hal ada saksi baik yang menguntungkan maupun yang
memberatkan terdakwa yang tercantum dalam surat pelimpahan
perkara dan/atau yang diminta oleh terdakwa atau penasihat
hukum atau penuntut umum selama berlangsungnya sidang atau
sebelum dijatuhkannya putusan, hakim ketua sidang wajib
mendengar keterangan saksi tersebut.
(2) Hakim ketua sidang menanyakan kepada saksi keterangan tentang
nama lengkap, tempat lahir, umur, atau tanggal lahir, jenis kelamin,
kebangsaan, tempat tinggal, agama dan pekerjaan, selanjutnya
apakah ia kenal terdakwa sebelum terdakwa melakukan yang menjadi

82 Pendidikan Keadvokatan
dasar dakwaan, serta apakah ia berkeluarga sedarah atau semenda
dan sampai derajat ke berapa dengan terdakwa, atau apakah ia suami
atau istri terdakwa meskipun sudah bercerai atau terikat hubungan
kerja dengannya.
(3) Sebelum memberi keterangan, saksi wajib mengucapkan sumpah atau
janji menurut cara agamanya masing-masing, bahwa ia akan
memberikan keterangan yang sebenarnya dan tidak lain daripada
yang sebenarnya.
(4) Jika pengadilan menganggap perlu, seorang saksi atau ahli wajib
bersumpah atau berjanji sesudah saksi atau ahli itu selesai memberi
keterangan. 8
Dalam pemeriksaan saksi menurut Nawawi ada 4 (empat) macam
larangan untuk ditanyakan oleh hakim, jaksa, maupun oleh penasihat
hukum, yaitu:
a. pertanyaan yang bersifat menjerat (strik vragen);
b. pertanyaan yang bersifat sugestif (suggestieve vragen);
c. pertanyaan yang tidak ada sangkut pautnya dengan perkara (niet
terzake dienende vragen); dan
d. pertanyaan yang tidak sopan (ontbetamelijke vragen).9

a. Pertanyaan yang Bersifat Menjerat


Di dalam pemeriksaan saksi di persidangan dilarang diajukan
pertanyaan yang bersifat menjerat, sebagai contoh A dituduh mencuri
barang milik si B. Kemudian saksi melihat A menjual barang di pasar.
Selanjutnya hakim bertanya pada saksi “saudara saksi apakah barang
yang dijual A di pasar itu milik si B?"
Pertanyaan di atas dilarang. Dalam hal ini penasihat hukum
terdakwa harus mengajakan keberatan terhadap hakim yang
mengajukan pertanyaan yang bersifat menjerat. Sebaiknya hakim,
penasihat hukum mengajukan pertanyaan kepada saksi sebagai

8 M. Budiarto, K. Wantjik Saleh, op. cit., hlm. 94–95.


9 Nawawi, Taktik dan Strategi Membela Perkara Pidana, Jakarta: Fajar Agung, 1987,
hlm. 62.

Bab 5 Cara-Cara Membela Perkara 83


berikut. ”Saudara saksi, waktu saudara saksi berada di pasar, apakah
saksi melihat saudara A membawa barang? Kalau A membawa barang,
barang apa yang dibawanya?, mohon dijelaskan!"

b. Pertanyaan yang Bersifat Sugestif


Pertanyaan ini seakan-akan mendorong saksi kepada suatu hal yang
justru menjadi kehendak hakim ataupun jaksa penuntut umum.
Contoh: Si A dituduh menganiaya si B. Atas pertanyaan hakim
atau jaksa penuntut umum si A menyangkal, karena disangkal, lalu
jaksa penuntut umum ingin membuktikan perbuatan si A telah
menganiaya si B.
Adapun pertanyaannya jaksa penuntut umum kepada saksi, yaitu
"saksi pernah melihat A dan B bertengkar. Karena A bertengkar dengan
B, dengan sendirinya A menganiaya si B, bukan?" Pertanyaan ini
dilarang, karena bersifat sugestif. Dalam hal ini penasihat hukum
mengajukan keberatan. Seharusnya pertanyaan yang diajukan kepada
saksi adalah "dari mana saksi mengetahui, bahwa A bertengkar dengan
si B, mohon dijelaskan atau diterangkan!"

c. Pertanyaan yang Tidak Ada Sangkut Pautnya dengan Perkara


Pertanyaan ini juga dilarang untuk diajukan oleh hakim, jaksa, maupun
pengacara.
Contoh: Si A dituduh melakukan perbuatan pencurian, kebetulan
saksi berada di rumah korban pencurian. Pertanyaan yang diajukan
oleh hakim, jaksa, atau pengacara adalah "apakah saksi tahu berapa
rumah yang dipunyai si A?, atau ada berapa juta simpanan si A di
Bank?" Pertanyaan tersebut dilarang untuk diajukan, sebab tidak ada
sangkut pautnya dengan perkara pencurian.
Pertanyaan yang seharusnya diajukan oleh hakim, jaksa atau
pengacara adalah "waktu saksi berada di rumah korban si B, saksi
berada di ruang mana? Apakah yang dikerjakan si A di dalam rumah
si B pada waktu itu? Apakah si A mengambil barang milik si B?, dan
berapa banyak jumlah barang yang di ambil si A di dalam rumah si B
tersebut?"

84 Pendidikan Keadvokatan
d. Pertanyaan yang Tidak Sopan
Pertanyaan ini juga dilarang untuk ditanyakan kepada saksi. Contoh:
Si A dituduh membunuh si B, dan si A baru kali ini diajukan ke muka
sidang. Kebetulan saksi tahu, bahwa si A adalah anak seorang pem-
bunuh. Waktu jaksa penuntut umum membuktikan, bahwa si A
seorang pembunuh korban si B, lalu diajukan saksi.
Adapun pertanyaan yang diajukan hakim, maupun jaksa
penuntut umum adalah “apakah saksi tahu bahwa si A anak seorang
pembunuh?” Pertanyaan ini dilarang diajukan sebab tidak sopan.
Seharusnya pertanyaan yang diajukan adalah "apakah saksi kenal
dengan seorang yang bernama si A?, jika saudara kenal mohon
dijelaskan, waktu terjadi pembunuhan saudara saksi berada di mana?"
Majelis hakim maupun hakim tunggal dalam memeriksa dan
memutus perkara pidana sekurang-kurangnya dari dua alat bukti yang
sah ia memperoleh keyakinan, bahwa suatu perbuatan pidana benar-
benar terjadi dan terdakwalah yang bersalah melakukannya. Alat bukti
yang sah menurut Pasal 184 KUHAP yaitu:
a. keterangan saksi;
b. keterangan ahli;
c. surat;
d. petunjuk;
e. keterangan terdakwa.10

a. Keterangan Saksi
Secara umum pengertian keterangan saksi telah dicantumkan di dalam
Pasal 1 huruf 27 KUHAP, yang menyatakan bahwa keterangan saksi
ialah salah satu alat bukti dalam perkara pidana yang berupa
keterangan dari saksi mengenai suatu peristiwa pidana yang ia dengar
sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri dengan menyebut alasan

10 M. Budiarto, K. Wantjik Saleh, op.cit., hlm. 103.

Bab 5 Cara-Cara Membela Perkara 85


dari pengetahuannya itu.11 Oleh karena itu, pendapat atau rekaan
yang diperoleh dari hasil pemikirannya saja, bukan merupakan
keterangan saksi. Menurut penjelasan Pasal 185 ayat (1) KUHAP
disebutkan bahwa dalam keterangan saksi tidak termasuk keterangan
yang diperoleh dari orang lain atau testimonium de auditu. Jadi,
kesaksian yang didengar dari orang lain (testimonium de auditu) tidak
diakui oleh undang-undang sebagai alat bukti yang sah, dengan kata
lain tidak mempunyai nilai sebagai alat bukti.
Dalam istilah sehari-hari saksi itu ada yang disebut dengan istilah
saksi a charge dan ada juga yang dinamakan dengan saksi ade charge.
Saksi a charge yaitu saksi yang memberatkan terdakwa, sedangkan
saksi ade charge adalah saksi yang meringankan atau menguntungkan
terdakwa.
Pada umumnya semua orang yang tidak dikecualikan oleh
undang-undang, wajib memberikan kesaksian dan jika dengan
sengaja menolak diancam dengan pidana sebagaimana telah
disebutkan di dalam Pasal 224 KUHP, sebagai berikut.

Barang siapa yang dipanggil menurut undang-undang akan menjadi


saksi, ahli atau juru bahasa, dengan sengaja tidak memenuhi sesuatu
kewajiban yang sepanjang undang-undang harus dipenuhi dalam
jabatan tersebut, dihukum:
1) dalam perkara pidana, dengan hukuman penjara selama-
lamanya sembilan bulan (Pasal 522 KUHP).
2) dalam perkara lain, dengan hukuman penjara selama-lamanya
enam bulan (Pasal 522 KUHP).12
Menurut Pasal 168 KUHAP ada beberapa orang yang dike-
cualikan menjadi saksi, yaitu:
a. keluarga sedarah atau semenda dalam garis lurus ke atas atau ke
bawah sampai derajat ketiga dari terdakwa atau yang bersama-
sama sebagai terdakwa;

11 M. Budiarto, K. Wantjik Saleh, ibid., hlm. 35.


12 R. Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana KUHP serta Komentar-Komentarnya
Lengkap Pasal Demi Pasal, Bogor.

86 Pendidikan Keadvokatan
b. saudara dari terdakwa atau yang sama-sama sebagai terdakwa,
saudara ibu dan saudara bapak, juga mereka yang mempunyai
hubungan karena perkawinan dan anak-anak saudara terdakwa
sampai derajat ketiga;
c. suami atau istri terdakwa meskipun sudah bercerai atau yang
bersama-sama sebagai terdakwa.
Selain karena hubungan kekeluargaan (saudara atau semenda),
menurut Pasal 170 KUHAP terdapat juga mereka karena pekerjaan,
harkat martabat atau jabatannya diwajibkan menyimpan rahasia,
dapat minta dibebaskan dari kewajiban memberi keterangan sebagai
saksi.
Di dalam penjelasan Pasal 170 KUHAP itu menyebutkan bahwa,
pekerjaan atau jabatan yang menentukan adanya kewajiban untuk
menyimpan rahasia ditentukan oleh peraturan perundang-undangan.
Jika tidak ada ketentuan peraturan perundang-undangan yang
mengatur tentang jabatan atau pekerjaan yang dimaksud, maka
seperti yang ditentukan oleh ayat ini, hakim yang menentukan sah
atau tidaknya alasan yang dikemukakan untuk mendapatkan
kebebasan tersebut.
Adapun yang berhak menyimpan rahasia jabatan itu misalnya
dokter yang harus merahasiakan penyakit yang diderita oleh
pasiennya, sedangkan yang dimaksud karena martabatnya dapat
mengundurkan diri adalah pastor agama Katolik Roma. Ini
berhubungan dengan kerahasiaan orang-orang yang melakukan
pengakuan dosa kepada pastor tersebut.
Di dalam Pasal 170 KUHAP pada ayat (1) mengatakan bahwa,
mereka yang karena pekerjaan, harkat martabat atau jabatannya
diwajibkan menyimpan rahasia, dapat minta dibebaskan dari
kewajiban untuk memberi keterangan sebagai saksi ..., maka berarti
jika mereka bersedia menjadi saksi, dapat diperiksa oleh hakim.
Dengan demi-kian, maka kekecualian menjadi saksi karena harus
menyimpan rahasia jabatan atau karena martabatnya merupakan
kekecualian relatif.

Bab 5 Cara-Cara Membela Perkara 87


Hal yang diatur di dalam Pasal 170 KUHAP, sejalan dengan apa
yang diatur di dalam 322 KUHP yang berbunyi:
(1) Barangsiapa dengan sengaja membuka sesuatu rahasia, yang menurut
jabatannya atau pekerjaannya, baik yang sekarang, maupun yang
dahulu, ia diwajibkan menyimpannya, dihukum penjara selama-
lamanya sembilan bulan atau denda sebanyak-banyaknya enam
ratus rupiah.
(2) Jika kejahatan ini dilakukan terhadap seorang yang ditentukan, maka
perbuatan itu hanya dituntut atas pengaduan orang itu. 13
Kemudian di dalam Pasal 171 KUHAP yang mengatakan bahwa
yang boleh diperiksa untuk memberikan keterangan tanpa sumpah
ialah:
a. anak yang umurnya belum cukup lima belas tahun dan belum
pernah kawin;
b. orang sakit ingatan atau sakit jiwa meskipun kadang-kadang
ingatannya baik kembali.14
Menurut penjelasan Pasal 171 KUHAP ini disebutkan bahwa anak
yang belum berumur lima belas tahun, demikian juga orang yang
sakit ingatan, sakit jiwa, sakit gila meskipun hanya kadang-kadang
saja, yang dalam ilmu penyakit jiwa disebut (psychopaat), mereka ini
tidak dapat dipertanggungjawabkan secara sempurna dalam hukum
pidana maka mereka tidak dapat diambil sumpah atau janji dalam
memberikan keterangan. Oleh karena itu keterangan mereka hanya
dipakai sebagai petunjuk saja.
Seorang saksi berkewajiban mengucapkan sumpah atau janji.
KUHAP yang masih mengikuti peraturan lama (HIR) menentukan
bahwa pengucapan sumpah atau janji merupakan syarat mutlak suatu
kesaksian sebagai alat bukti. Hal ini telah dijelaskan di dalam Pasal
160 ayat (3) KUHAP yang mengatakan bahwa sebelum memberi
keterangan, saksi wajib mengucapkan sumpah atau janji menurut cara

13 R. Soesilo, ibid., hlm. 232.


14 M. Budiarto, K. Wantjik Saleh, op.cit., hlm. 98.

88 Pendidikan Keadvokatan
agamanya masing-masing, bahwa ia akan memberikan keterangan
yang sebenarnya dan tidak lain daripada yang sebenarnya.15
Adapun pengucapan sumpah bagi saksi itu merupakan syarat
mutlak, hal ini telah dijelaskan di dalam Pasal 161 ayat (1) dan (2)
KUHAP yang berbunyi:
(1) Dalam hal saksi atau ahli tanpa alasan yang sah menolak untuk
bersumpah atau berjanji sebagaimana dimaksud dalam Pasal 160
ayat (3) dan ayat (4), maka pemeriksaan terhadapnya tetap
dilakukan, sedang ia dengan surat penetapan hakim ketua sidang
dapat dikenakan sandera di tempat rumah tahanan negara paling
lama empat belas hari.
(2) Dalam hal tenggang waktu penyanderaan tersebut telah lampau dan
saksi atau ahli tetap tidak mau disumpah atau mengucapkan janji,
maka keterangan yang telah diberikan merupakan keterangan yang
dapat menguatkan keyakinan hakim. 16
Berdasarkan penjelasan Pasal 161 ayat (2) tersebut dikemukakan
bahwa keterangan saksi atau ahli yang tidak disumpah atau
mengucapkan janji, tidak dapat dianggap sebagai alat bukti yang sah,
tetapi hanyalah merupakan keterangan yang dapat menguatkan
keyakinan hakim. Dengan demikian, pengucapan sumpah bagi saksi
itu merupakan syarat mutlak.
Selanjutnya menurut ketentuan Pasal 185 ayat (7) KUHAP
menyebutkan bahwa keterangan dari saksi yang tidak disumpah
meskipun sesuai satu dengan yang lain, tidak merupakan alat bukti,
namun apabila keterangan itu sesuai dengan keterangan dari saksi
yang disumpah dapat dipergunakan sebagai tambahan alat bukti sah
yang lain.17
Kemudian dijelaskan lagi di dalam Pasal 185 ayat (2) KUHAP yang
menyatakan, bahwa keterangan seorang saksi saja tidak cukup untuk
membuktikan bahwa terdakwa bersalah terhadap perbuatan yang

15 M. Budiarto, K. Wantjik Saleh, ibid., hlm. 95.


16 M. Budiarto, K. Wantjik Saleh, ibid.
17 M. Budiarto, K. Wantjik Saleh, ibid., hlm. 104.

Bab 5 Cara-Cara Membela Perkara 89


didakwakan kepadanya.18 Di dalam hubungan ini dikenal asas yang
dimuat di dalam pepatah Romawi, yaitu unus testis nullus testis, artinya
"satu saksi bukan saksi", di dalam bahasa Belandanya adalah een getuige
is geen getuige, akan tetapi dalam hal ini tidak berlaku jika disertai
dengan alat alat bukti yang sah lainnya.
Di dalam ilmu pengetahuan hukum acara pidana dan yu-
risprudensi, keterangan seorang saksi saja dapat dipergunakan untuk
membuktikan salah satu unsur tindak pidana yang didakwakan itu.
Seperti misalnya Si Ahmad didakwa melakukan penggelapan uang
Rp10.000,00 karena ia telah menggunakan uang si Bujang yang
dititipkan kepadanya tanpa seizin si Bujang tersebut. Si Ahmad
menyangkal dakwaan tersebut. Lalu si Chairuddin memberi
keterangan bahwa ia melihat si Ahmad membeli barang seharga
Rp10.000,00 dan tidak mengetahui bahwa uang tersebut adalah uang
titipan si Bujang. Dalam hal ini si Bujang hanya dapat memberi
keterangan mengenai satu unsur, yaitu ia telah menitipkan uang
Rp10.000,00 kepada si Ahmad, sedangkan si Chairuddin juga hanya
memberi keterangan satu unsur, yaitu melihat si Ahmad membeli
barang seharga Rp10.000,00. Keterangan si Bujang dan si Chairuddin
bersambung dan ada hubungannya. Hal ini lazim disebut dengan istilah
bukti berantai (kettingsbewijs).
Di dalam hubungan di atas, menurut Pasal 185 ayat (4) KUHAP
menyebutkan bahwa keterangan beberapa saksi yang berdiri sendiri-
sendiri tentang suatu kejadian atau keadaan dapat digunakan sebagai
suatu alat bukti yang sah apabila keterangan itu ada hubungannya satu
dengan yang lain sedemikian rupa, sehingga dapat membenarkan
adanya suatu kejadian atau keadaan tertentu.19
Berdasarkan ketentuan Pasal 185 ayat (4) KUHAP ini jelaslah
bahwa keterangan beberapa orang saksi baru dapat dinilai sebagai
alat bukti serta mempunyai kekuatan pembuktian, apabila keterangan
para saksi tersebut saling berhubungan serta saling menguatkan
tentang kebenaran suatu keadaan atau kejadian tertentu. Jika

18 M. Budiarto, K. Wantjik Saleh, ibid.


19 M. Budiarto, K.Wantjik Saleh, ibid.

90 Pendidikan Keadvokatan
keterangan para saksi yang banyak itu saling bertentangan antara yang
satu dengan yang lain, mengakibatkan keterangan yang saling
bertentangan itu, harus disingkirkan sebagai alat bukti, karena ditinjau
dari segi hukum, keterangan semacam itu tidak mempunyai nilai
pembuktian maupun kekuatan pembuktian.
Adapun untuk menilai keterangan beberapa saksi sebagai alat
bukti yang sah, harus terdapat saling berhubungan antara keterangan-
keterangan tersebut, sehingga dapat membentuk keterangan yang
membenarkan adanya suatu kejadian atau keadaan tertentu.20 Dalam
menilai dan mengkonstruksikan kebenaran keterangan para saksi,
menurut Pasal 185 ayat (6) KUHAP menjelaskan, sebagai berikut.
Dalam menilai kebenaran keterangan seorang saksi, hakim harus
dengan sungguh-sungguh memperhatikan:
a . persesuaian antara keterangan saksi satu dengan yang lain;
b . persesuaian antara keterangan saksi dengan alat bukti lain;
c. alasan yang mungkin dipergunakan oleh saksi untuk memberi
keterangan yang tertentu;
d. cara hidup dan kesusilaan saksi serta segala sesuatu yang pada
umumnya dapat mempengaruhi dapat tidaknya keterangan itu
dipercaya. 21

b. Keterangan Ahli
Alat bukti pada urutan kedua berdasarkan pasal 184 KUHAP adalah
keterangan ahli. Pada masa HIR ( Herziene Inlands Reglement) dahulu,
keterangan ahli tidak termasuk alat bukti yang sah dalam pemerik-
saan perkara pidana, akan tetapi menganggapnya sebagai keterangan
keahlian yang dapat dijadikan hakim menjadi pendapatnya sendiri,
apabila hakim menilai keterangan ahli itu dapat diterima. Dalam hal

20 M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP Pemeriksaan


Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali, Jakarta: Sinar Grafika,
2006, Edisi Kedua, hlm. 290.
21 M. Budiarto, K. Wantjik Saleh, op. cit.

Bab 5 Cara-Cara Membela Perkara 91


ini hakim mempunyai kebebasan memilih bahwa keterangan ahli itu
dapat digunakan atau tidak.
Adapun pengertian keterangan ahli menurut Pasal 186 KUHAP
adalah apa yang seorang ahli nyatakan di sidang pengadilan.22 Dengan
demikian, keterangan ahli itu harus dinyatakan dalam sidang.
Selanjutnya di dalam penjelasan Pasal 186 KUHAP disebutkan
bahwa keterangan ahli ini dapat juga sudah diberikan pada waktu
pemeriksaan oleh penyidik atau penuntut umum yang dituangkan
dalam suatu bentuk laporan dan dibuat dengan mengingat sumpah
di waktu ia menerima jabatan atau pekerjaan.
Jika hal itu tidak diberikan pada waktu pemeriksaan oleh penyidik
atau penuntut umum, maka pada pemeriksaan di sidang, diminta
untuk memberikan keterangan dan dicatat dalam berita pemeriksaan.
Keterangan tersebut diberikan setelah ia mengucapkan sumpah atau
janji di hadapan hakim.
Kemudian menurut Pasal 1 huruf 28 KUHAP menyebutkan
bahwa keterangan ahli adalah keterangan yang diberikan oleh seorang
yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk
membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan peme-
riksaan.23
Seorang yang memiliki keahlian dapat bertindak sebagai berikut.
1) Seorang ahli yang ditanya pendapatnya tentang sesuatu soal.
Orang ini hanya mengemukakan pendapatnya tentang suatu
persoalan yang ditanyakan kepadanya tanpa melakukan suatu
pemeriksaan. Contohnya, yaitu dokter spesialis ilmu kebidanan
dan penyakit kandungan yang diminta pendapatnya mengenai
obat “B”, yang dipersoalkan dapat menimbulkan abortus atau
tidak.
2) seorang saksi ahli yang ditanya pengetahuannya tentang suatu
perkara. Orang ini menyaksikan barang bukti atau “saksi diam”,
melakukan pemeriksaan, dan mengemukakan pendapatnya,

22 M. Budiarto, K. Wantjik Saleh, ibid., hlm. 104.


23 M. Budiarto, K. Wantjik Saleh, ibid., hlm. 35.

92 Pendidikan Keadvokatan
misalnya seorang dokter yang melakukan pemeriksaan mayat.
Dalam hal ini, ia menjadi saksi karena menyaksikan barang bukti,
dan kemudian menjadi ahli dengan mengemukakan pendapatnya
mengenai sebab kematian korban itu.
Di antara keterangan seorang saksi dengan keterangan seorang
ahli terdapat perbedaan. Hal ini telah dijelaskan oleh Wirjono
Prodjodikoro, bahwa keterangan seorang saksi mengenai hal-hal yang
dialami oleh saksi itu sendiri (eigen waarneming), sedangkan
keterangan seorang ahli ialah mengenai suatu penghargaan
(waardering) dari hal-hal yang sudah nyata ada, dan pengambilan
kesimpulan dari hal-hal itu.24
Di dalam Pasal 180 ayat (1) KUHAP menjelaskan bahwa dalam
hal diperlukan untuk menjernihkan duduknya persoalan yang timbul
di sidang pengadilan, hakim ketua sidang dapat minta keterangan
ahli dan dapat pula minta agar diajukan bahan baru oleh yang
berkepentingan. 25 Misalnya hakim menganggap perlu untuk
menentukan keaslian suatu intan yang menjadi pokok perkaranya,
untuk itu hakim dapat meminta keterangan dari seorang ahli intan.
Akan tetapi, jika terdakwa atau penasihat hukumnya keberatan
terhadap keterangan ahli tersebut, hakim memerintahkan agar hal
itu dilakukan penelitian ulang (Pasal 180 ayat (2) KUHAP).
Kemudian Pasal 180 ayat (4) KUHAP menjelaskan bahwa
penelitian ulang sebagaimana tersebut pada ayat (2) dan ayat (3)
dilakukan oleh instansi semula dengan komposisi personil yang
berbeda dan instansi lain yang mempunyai wewenang untuk itu.26
Berdasarkan uraian di atas, maka keterangan ahli diberikan oleh
orang yang memiliki pengetahuan khusus. Ini tidak berarti bahwa
ahli lain dalam pembuktian tidak diperlukan. Seorang ahli dapat
memberikan keterangan berbentuk tertulis yang dapat digunakan
sebagai alat bukti surat. Ahli tersebut dapat digunakan sebagai saksi

24 Wirjono Prodjodikoro, Hukum Acara Pidana di Indonesia, Bandung: Sumur, 1983,


hlm. 128.
25 M. Budiarto, K. Wantjik Saleh, op. cit., hlm. 101.
26 M. Budiarto, K. Wantjik Saleh, op. cit.

Bab 5 Cara-Cara Membela Perkara 93


jika memberi keterangan di dalam sidang. Sebaliknya, keterangan
tertulis yang diberikan oleh saksi merupakan alat bukti “surat”.

c. Alat Bukti Surat


Di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)
hanya terdapat satu pasal saja yang mengatur mengenai alat bukti
surat, yaitu Pasal 187.
Di dalam Pasal 187 KUHAP disebutkan sebagai berikut.
Surat sebagaimana dimaksud Pasal 184 ayat (1) huruf c, dibuat atas
sumpah jabatan atau dikuatkan dengan sumpah, adalah:
a . berita acara dan surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat oleh
pejabat umum yang berwenang atau yang dibuat di
hadapannya yang memuat keterangan tentang kejadian atau
keadaan yang didengar, dilihat atau yang dialaminya sendiri,
disertai dengan alasan yang jelas dan tegas tentang keterangan
itu;
b . surat yang dibuat menurut ketentuan peraturan perundang-
undangan atau surat yang dibuat oleh pejabat mengenai hal
yang termasuk dalam tata laksana yang menjadi tanggung
jawabnya dan yang diperuntukkan bagi pembuktian sesuatu hal
atau sesuatu keadaan;
c. surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat
berdasarkan keahliannya mengenai sesuatu hal atau sesuatu
keadaan yang diminta secara resmi dari padanya;
d. surat lain yang hanya dapat berlaku jika ada hubungannya
dengan isi dari alat pembuktian yang lain.27
Adapun surat yang dimaksud oleh Pasal 187 KUHAP itu pada
umumnya adalah surat yang termasuk akta-akta autentik yang
tercantum pada Pasal 1868 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata,
yaitu suatu akta yang di dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-
undang, dibuat oleh atau di hadapan seorang pegawai umum yang
berwenang untuk itu di tempat di mana akta itu dibuatnya. Misalnya,
akta notaris, putusan/penetapan hakim, berita acara, dan sebagainya.

27 M. Budiarto, K. Wantjik Saleh, ibid., hlm. 105.

94 Pendidikan Keadvokatan
d. Alat Bukti Petunjuk
Alat bukti petunjuk menempati pada urutan keempat menurut Pasal
184 KUHAP. Alat bukti petunjuk telah dijelaskan di dalam Pasal 188
KUHAP yang berbunyi:
(1) Petunjuk adalah perbuatan, kejadian atau keadaan, yang karena
persesuaiannya, baik antara yang satu dengan yang lain, maupun
dengan tindak pidana itu sendiri, menandakan bahwa telah terjadi
suatu tindak pidana dan siapa pelakunya.
(2) Petunjuk sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat
diperoleh dari:
a . keterangan saksi;
b . surat;
c. keterangan terdakwa.
(3) Penilaian atas kekuatan pembuktian dari suatu petunjuk dalam setiap
keadaan tertentu dilakukan oleh hakim dengan arif lagi bijaksana,
setelah ia mengadakan pemeriksaan dengan penuh kecermatan dan
kesaksamaan berdasarkan hati nuraninya.28
Adapun kekuatan pembuktian alat bukti petunjuk serupa sifat
dan kekuatannya dengan alat bukti yang lain. Sebagaimana telah
dijelaskan tentang kekuatan pembuktian keterangan saksi, keterangan
ahli, dan alat bukti surat, hanya mempunyai sifat kekuatan
pembuktian “yang bebas” sebagai berikut.
1. Hakim tidak terikat atas kebenaran persesuaian yang diwujudkan
oleh petunjuk, karena itu hakim bebas menilainya dan
menggunakannya sebagai upaya pembuktian.
2. Petunjuk sebagai alat bukti, tidak bisa berdiri sendiri mem-
buktikan kesalahan terdakwa, dia tetap terikat kepada prinsip
batas minimum pembuktian. Oleh karena itu, agar petunjuk
mem-punyai nilai kekuatan pembuktian yang cukup, harus
didukung dengan sekurang-kurangnya satu alat bukti yang lain.29

28 M. Budiarto, K. Wantjik Saleh, ibid.


29 M. Yahya Harahap, op. cit., hlm. 317.

Bab 5 Cara-Cara Membela Perkara 95


e. Alat Bukti Keterangan Terdakwa
Alat bukti keterangan terdakwa telah diatur di dalam Pasal 189 KUHAP
yang berbunyi:
(1) Keterangan terdakwa ialah apa yang terdakwa nyatakan di sidang
tentang perbuatan yang ia lakukan atau yang ia ketahui sendiri atau
alami sendiri.
(2) Keterangan terdakwa yang diberikan di luar sidang dapat digunakan
untuk membantu menemukan bukti di sidang, asalkan keterangan itu
didukung oleh suatu alat bukti yang sah sepanjang mengenai hal
yang didakwakan kepadanya.
(3) Keterangan terdakwa hanya dapat digunakan terhadap dirinya
sendiri.
(4) Keterangan terdakwa saja tidak cukup untuk membuktikan bahwa ia
bersalah melakukan perbuatan yang didakwakan kepadanya,
melainkan harus disertai dengan alat bukti yang lain. 30
Dalam pemeriksaan di sidang kemungkinan terdakwa tidak mau
menjawab atau diam atau menolak memberikan jawaban. Hal yang
demikian ini tidak boleh diterima sebagai bukti bahwa ia mengakui
kesalahannya. Dalam hubungannya dengan ini, Pasal 175 KUHAP
menjelaskan bahwa jika terdakwa tidak mau menjawab atau
menolak untuk menjawab pertanyaan yang diajukan kepadanya,
hakim ketua sidang menganjurkan untuk menjawab dan setelah itu
pemeriksaan dilanjutkan.31
Oleh karena itu, keterangan terdakwa harus benar-benar tuntas,
dalam arti tidak cukup umpamanya pengakuan atas perbuatan yang
didakwakan saja, akan tetapi juga mengenai segala keterangan
mengenai perbuatan yang dilakukannya, dan cara-cara melakukannya.

5. Surat Tuntutan Pidana (Requisitoir)


Setelah pemeriksaan dinyatakan selesai, penuntut umum mengajukan
tuntutan secara tertulis dengan harus mempertimbangkan unsur-

30 M. Budiarto, K. Wantjik Saleh, op. cit., hlm. 106.


31 M. Budiarto, K. Wantjik Saleh, ibid., hlm. 99–100.

96 Pendidikan Keadvokatan
unsur yang mana terbukti, dan unsur-unsur yang mana tidak terbukti
dari sudut dakwaannya, juga mengenai pemidanaan yang dimintakan
kepada hakim yang memeriksa perkara tersebut, serta turunannya
kepada pihak yang berkepentingan.
Penuntut umum dalam menyusun tuntutannya harus memper-
hatikan juga faktor-faktor yang memberatkan dan faktor yang
meringankan. Faktor yang memberatkan dan meringankan menurut
Djoko Prakoso, dan Iketut Murtika, yaitu:
Faktor yang memberatkan antara lain:
a. terdakwa sudah pernah dihukum;
b. perbuatan terdakwa sangat tercela;
c. terdakwa telah menikmati hasil;
d. terdakwa mungkir atas dakwaan jaksa, sehingga memperlambat
jalannya sidang, dan
faktor yang meringankan antara lain:
a. terdakwa masih muda;
b. terdakwa belum pernah dihukum;
c. terdakwa mengakui terus terang perbuatannya;
d. terdakwa bersikap sopan dalam persidangan;
e. terdakwa menyesali atas perbuatannya.32
Setelah penuntut umum selesai membacakan tuntutan pidananya
(requisitoir-nya), maka selanjutnya penasihat hukum dan/atau
terdakwa mengajukan pembelaan (pledoi). Dalam hal ini telah
dijelaskan dalam Pasal 182 ayat (1) huruf b dan huruf c KUHAP, yang
berbunyi:
b . Selanjutnya terdakwa dan/atau penasihat hukum mengajukan
pembelaannya yang dapat dijawab oleh penuntut umum dengan
ketentuan bahwa terdakwa atau penasihat hukum selalu
mendapat giliran terakhir;

32 Djoko Prakoso, Iketut Murtika, op. cit., hlm. 37–38.

Bab 5 Cara-Cara Membela Perkara 97


c. Tuntutan, pembelaan, dan jawaban atas pembelaan dilakukan
secara tertulis, dan setelah dibacakan segera diserahkan kepada
hakim ketua sidang dan turunannya kepada pihak yang
berkepentingan. 33

6. Pembelaan atau Pleidooi


Pembelaan dalam praktik adalah surat resmi yang dibuat, dibacakan
dan disampaikan oleh penasihat hukum (advokat) dan/atau terdakwa
dalam persidangan pada hakim.
Menurut Luhut M.P. Pangaribuan pleidooi adalah hak yang berisi
tanggapan dan sanggahan atas requisitor penuntut umum (jaksa),
pertama, apakah pernyataannya mengenai fakta yaitu keterangan-
keterangan yang didapat dari alat-alat bukti yang diajukan selama
persidangan benar, kedua, apakah sungguh-sungguh benar fakta-fakta
itu semua telah memenuhi unsur-unsur delik sebagaimana
didakwakan di awal persidangan, ketiga, apakah tidak ada faktor-faktor
(dasar) yang menghilangkan sifat pidana (strafluitsluiting gronden),
dan terakhir, apakah tidak ada faktor-faktor yang meringankan.34
Dalam menyusun pleidooi atau nota pembelaan, format dan
panjangnya tidak ada peraturan yang mengatur, sehingga masing-
masing penasihat hukum (advokat) tiap menyusun nota pembelaan
mempunyai seninya masing-masing, atau pleidooi dengan gaya bahasa
agar majelis hakim tidak bosan mendengarnya, namun ada pula yang
menyusun pleidooi secara biasa.
Adapun dasar pleidooi secara umum dapat dilihat pada Pasal 54,
Pasal 70 ayat (1), Pasal 197 ayat (1) huruf d dan f KUHAP serta
penjelasan umumnya pada huruf c dan huruf g.

Pasal 54 KUHAP
Guna kepentingan pembelaan, tersangka atau terdakwa berhak mendapat
bantuan hukum dari seorang atau lebih penasihat hukum ... menurut
tata cara yang ditentukan dalam undang-undang ini.

33 M. Budiarto, K. Wantjik Saleh, op. cit., hlm. 102


34 Luhut M.P. Pangaribuan, Hukum Acara Pidana Surat-Surat Resmi di Pengadilan
oleh Advokat, Jakarta: Djambatan, 2002, hlm. 48.

98 Pendidikan Keadvokatan
Pasal 70 ayat (1) KUHAP
Penasihat hukum ... berhak menghubungi dan berbicara dengan tersangka
... dan setiap waktu kepentingan pembelaan perkaranya.
Pasal 197 ayat (1) huruf d dan huruf f KUHAP
d. pertimbangan yang disusun secara ringkas mengenai fakta dan
keadaan beserta alat pembuktian ... yang menjadi dasar penentuan
kesalahan terdakwa.
f. pasal peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar
pemidanaan dan pasal peraturan perundang-undangan yang menjadi
dasar hukum dari putusan, disertai keadaan yang memberatkan dan
yang meringankan terdakwa.

Penjelasan umum Pasal 197 huruf d dan huruf g KUHAP


d. setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut dan/atau
dihadapkan di muka sidang pengadilan, wajib dianggap tidak
bersalah sampai adanya putusan pengadilan yang menyatakan
kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum tetap.
g. kepada seorang tersangka, sejak saat dilakukan penangkapan dan/
atau penahanan selain wajib diberitahu dakwaan dan dasar hukum
apa yang didakwakan kepadanya juga wajib diberitahu haknya itu
termasuk hak untuk menghubungi dan minta bantuan penasihat
hukum. 35
Adapun contoh pembelaan atau pledooi dapat dilihat di bawah
ini:
Pembelaan Atau Pleidooi
(perkara pidana No……)

Pembelaan perkara pidana atas tuntutan pidana nomor


......................, tanggal .................................. dengan terdakwa sebagai
berikut:
Nama lengkap :
Tempat/tgl lahir :

35 M. Budiarto, K. Wantjik Saleh, op. cit., hlm. 56–147.

Bab 5 Cara-Cara Membela Perkara 99


Umur :
Jenis kelamin :
Kebangsaan :
Agama :
Pekerjaan :
Pendidikan :
Tempat tinggal/alamat :

Hadirin yang kami muliakan


Demi keadilan yang berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, maka
segala sesuatunya kita akan selalu sebagai manusia dan umat yang
beragama memohon doa dan petunjuk kepada Allah SWT, serta
memanjatkan puji syukur kepada-Nya, dan karena-Nya pula sidang
pada hari ini dapat dilaksanakan.
Kebenaran dan keadilan merupakan dambaan segenap manusia,
untuk itu setiap orang yang diduga atau didakwa tersangkut dalam
suatu tindak pidana akan dituntut oleh Jaksa Penuntut Umum dan
diselesaikan perkaranya melalui pemeriksaan di muka Pengadilan
Negeri............ apabila perkaranya cukup bukti atau didukung oleh
alat-alat pembuktian yang cukup untuk diajukan di muka persidangan
pengadilan negeri, mereka terdakwa ..............., di muka sidang ini
adalah mereka dari pencari keadilan, apakah keadilan itu akan
diperolehnya?
Inilah yang menjadi harapan terdakwa dan masyarakat hukum,
sehingga hukum dan hukuman itu berfungsi dengan baik sehingga
tercapai apa yang menjadi tujuannya.

Majelis hakim dan Jaksa Penuntut Umum yang terhormat


Setelah terdakwa mendengar tuntutan Jaksa Penuntut Umum pada
hari, ........................., tanggal ............................, ia menyerahkan untuk
kepentingan pembelaannya kepada kami selaku penasihat hukum bagi
terdakwa. Hal ini sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 54 KUHAP.

100 Pendidikan Keadvokatan


Atas dasar kesepakatan sidang pada tanggal ......................, maka
ditetapkanlah pada hari ini untuk disampaikan pleidooi/pembelaan
dari terdakwa ........................, melalui kami penasihat hukum
terdakwa.
Saudara penuntut umum pada dakwaannya telah mendakwa,
bahwa terdakwa dianggap melanggar ketentuan KUHP yaitu
dakwaannya melanggar Pasal 363 ayat (1) sub 3e KUHP. Apa yang
didakwakan terhadap terdakwa, justru menjadi kewajiban penuntut
umum untuk membuktikan dakwaan tersebut, tentu dengan sadar
dan pertimbangan dari hasil pemeriksaan di muka persidangan yang
telah dilaksanakan atas saksi-saksi dan terdakwa sendiri.

Majelis Hakim dan Penuntut umum yang kami hormati


Dalam persidangan perkara pidana terdakwa telah diperiksa oleh
beberapa orang saksi, termasuk terdakwa sendiri.
1. Keterangan saksi-saksi.
Saksi Sukiman, Karyono, Rozali, Amril, M. Faisal, sebelum
memberikan keterangannya diambil sumpah terlebih dahulu.
Pada pokoknya, saksi-saksi menerangkan, bahwa benar terdakwa
tersebut melakukan suatu pencurian berupa semen dengan
maksud untuk dijual.
Saksi Amril sebelum memberikan keterangannya diambil
sumpahnya terlebih dahulu. Pada pokoknya menerangkan di
muka persidangan, bahwa terdakwa memang benar mengambil
semen di gudang untuk dijual dengan maksud menutupi
kebutuhan kehidupannya, akan tetapi perbuatan terdakwa
tersebut tidak jadi menjual, karena terdakwa yang bersangkutan
timbul kesadaran dan iktikad baik untuk mengembalikan barang
tersebut pada tempatnya semula, sebelum barang itu sampai
ditempat semula, terdakwa tersebut dicegat tengah jalan oleh saksi
M. Faisal yang sedang melakukan patroli.
2. Keterangan terdakwa.
Di muka persidangan terdakwa ini menerangkan bahwa ia benar
mengambil semen yang disimpan di dalam gudang, secara tidak
sadar hal itu terjadi, karena dalam kendaraan tersebut terdakwa

Bab 5 Cara-Cara Membela Perkara 101


ini baru sadar dan berniat untuk mengembalikan barang berupa
semen itu ke tempat semula untuk disimpan kembali. Nyatanya
terdakwa tersebut menyesali perbuatan yang ia lakukan itu.

Majelis Hakim dan Penuntut Umum serta hadirin yang terhormat


Berdasarkan fakta-fakta di muka persidangan, Penuntut Umum
berpendapat dakwaan melanggar Pasal 363 ayat (1) sub 3e KUHP dan
unsur-unsurnya terbukti, karena perbuatan terdakwa mengambil
barang pada waktu malam pada sebuah rumah tertutup.

Majelis Hakim dan Penuntut Umum yang kami hormati


Perlu kami uraikan di sini, sehubungan dengan perkara pidana
terdakwa, dalam perlindungan hukum dan hak asasi terdakwa. Bahwa
hukum berfungsi sebagai pengayom dan mengatur hubungan
manusia dalam masyarakat dan mempunyai tujuan melindungi
kepentingan manusia dalam bernegara dan bermasyarakat. Hukum
yang adil adalah hukum yang bersumber kepada kepribadian dan
falsafah hidup bangsanya. Jadi hukuman yang dirasakan adil oleh
masyarakat itulah yang harus diterapkan dalam pemberian keadilan
dan penegakan hukum.
Sehubungan dengan perkara terdakwa, walaupun terdakwa
terbukti melanggar Pasal 363 ayat (1) sub 3e KUHP. Namun dalam
hal ini perlu dipikirkan dan dipertimbangkan, karena terdakwa dalam
hal ini sadar dan menyadari, bahwa terdakwa beriktikad baik untuk
mengembalikan semua barang tersebut yang diambilnya di tempat
asalnya, dalam arti kata terdakwa tidak jadi menjualnya.
Hal-hal yang meringankan terdakwa.
1. Terdakwa dalam persidangan memberikan keterangan secara jujur
dan tidak berbelit-belit.
2. Terdakwa tidak berhasil memiliki barang tersebut, karena
didorong oleh niat dan iktikad baiknya untuk mengembalikan
barang tersebut ditempat semula.
Hal-hal yang memberatkan terdakwa menurut hemat kami
penasihat hukum terdakwa tidak ada.

102 Pendidikan Keadvokatan


Kesimpulan
1. Mohon pada majelis hakim dapat menjadikan pembelaan ini
sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil keputusan
terhadap perkara terdakwa.
2. Mohon, agar biaya perkara terdakwa dibebankan pada negara.
3. Mohon pada majelis hakim membebaskan hukuman terdakwa.
Demikianlah pembelaan/pleidooi kami atas perkara terdakwa
.........................................................
Terima kasih.

Sungai Penuh, .......... Agustus 200...


Hormat Kami.

Ishaq, S.H., M.Hum.

B. DALAM PERKARA PERDATA

1. Dalam Persidangan
Setelah perkara masuk dan didaftarkan di kepaniteraan pengadilan
negeri/agama, Panitera wajib secepatnya menyampaikan berkas
perkara itu kepada Ketua Pengadilan Negeri/Ketua Pengadilan Agama.
Selanjutnya Ketua Pengadilan Negeri atau Pengadilan Agama
mempelajari berkas perkara, dan kemudian membuat Penetapan
Majelis Hakim (PMH) yang akan memeriksa dan menyelidiki perkara
tersebut.
Adapun contoh penunjukkan Majelis Hakim dapat dilihat di
bawah ini:

Nomor : ................../Pdt/20…/P.N. SPN

PENETAPAN
Kami, Ketua Pengadilan Negeri Sungai Penuh di Sungai Penuh telah
membaca surat gugatan yang didaftarkan di kepaniteraan Pengadilan

Bab 5 Cara-Cara Membela Perkara 103


Negeri Sungai Penuh di Sungai Penuh, tanggal ..........................,
dengan nomor:........................./Pdt/20…./PN.SPN antara
............................... sebagai penggugat.

Melawan
............................., sebagai tergugat.
Menimbang, bahwa untuk memeriksa dan mengadili perkara
tersebut, perlu menunjuk suatu majelis hakim, yang susunannya akan
ditentukan di bawah ini:
Mengingat ketentuan undang-undang yang bersangkutan;

Menetapkan
Menunjuk majelis hakim, yang terdiri dari:
AN, SH, sebagai hakim ketua, AB, S.H, dan AC, S.H., sebagai hakim
anggota, untuk memeriksa dan mengadili perkara di atas.
Demikianlah ditetapkan di Sungai Penuh pada tanggal ...................

Ketua Pengadilan Negeri Sungai Penuh

AS, S.H.

Selanjutnya, Ketua Majelis setelah ia menerima Penetapan Majelis


Hakim (PMH) dari ketua Pengadilan Negeri/Agama tersebut,
kepadanya diserahkan berkas perkara yang bersangkutan dan
selanjutnya membuat Penetapan Hari Sidang (PHS), dan membuat
perintah memanggil para pihak oleh juru sita untuk diperiksa di muka
persidangan.
Contoh surat penetapan hari sidang dapat dilihat di bawah ini:
Nomor: ........................./Pdt/20 ......... PN.SPN

PENETAPAN
Kami, ketua majelis hakim Pengadilan Negeri Sungai Penuh di Sungai
Penuh, telah membaca penetapan ketua Pengadilan Negeri tersebut
tanggal ................................ No ....................................... telah membaca

104 Pendidikan Keadvokatan


pada surat gugatan yang bersangkutan, antara: .................................
sebagai Penggugat.

Melawan
......................................., sebagai Tergugat.
Menimbang, bahwa untuk memeriksa perkara tersebut perlu
ditentukan hari persidangan, pada hari mana pihak-pihak yang
beperkara harus hadir guna didengar keterangan masing-masing;
Mengingat pasal-pasal dari undang-undang yang bersangkutan;

Menetapkan
Persidangan dalam perkara tersebut pada hari ..................................
tanggal, .................................. jam ................. wib;
Memerintahkan untuk memanggil pihak-pihak yang beperkara pada
hari persidangan di atas dengan membawa saksi-saksi yang ia ajukan
dalam perkara tersebut;
Memerintahkan supaya kepada Tergugat diserahkan turunan dari
surat gugatan yang bersangkutan, dengan memerintahkan kepadanya,
bahwa ia dapat menjawab gugatan itu dengan surat yang ditan-
datangani olehnya atau orang yang diberi kuasa olehnya dan diajukan
di muka persidangan tersebut;
Menetapkan bahwa tenggang antara hari panggilan dan hari
persidangan sekurang-kurangnya tiga hari;
Demikian ditetapkan di Sungai Penuh, pada tanggal, ............................
Ketua Majelis Hakim
Pengadilan Negeri Sungai Penuh

(AS, S.H.)

Dalam menetapkan hari sidang itu, harus memperhatikan


kelayakan, artinya ketua harus memperhatikan jarak antara tempat
tinggal pihak-pihak yang beperkara dan tempat Pengadilan Negeri/
Agama itu bersidang. Menurut Abdulkadir Muhammad, bahwa waktu

Bab 5 Cara-Cara Membela Perkara 105


antara pemanggilan pihak-pihak dan hari persidangan lamanya tidak
kurang dari tiga hari (tidak termasuk hari minggu). Ini berarti bahwa
selambat-lambatnya tiga hari sebelum sidang dimulai, pihak-pihak
sudah menerima panggilan secara sah.36
Pemanggilan dilakukan oleh juru sita yang menyerahkan surat
panggilan beserta salinan surat gugat itu kepada tergugat pribadi di
tempat tinggalnya. Apabila tergugat tidak dapat diketemukan di
rumahnya, maka surat panggilan itu diserahkan kepada kepala desa
yang bersangkutan untuk diteruskan (Pasal 390 ayat (1) HIR, Pasal
718 ayat (1) RBg). Jika tergugat sudah meninggal, maka surat
panggilannya disampaikan kepada ahli warisnya.
Kalau ahli warisnya tidak diketahui, maka disampaikan kepada
kepala desa di tempat tinggal terakhir dari tergugat yang meninggal
tersebut. Apabila tidak diketahui tempat tinggal tergugat, surat
panggilan diserahkan kepada bupati dan selanjutnya surat panggilan
tersebut ditempatkan pada papan pengumuman di pengadilan negeri.
Contoh surat panggilan dapat dilihat di bawah ini:
No: .................../......................../Pdt.

SURAT PANGGILAN
Pada hari ini ............................ tanggal ...........................
Saya panitera (pengganti) pada Pengadilan Negeri di………….
Ditunjuk oleh dan guna memenuhi perintah ketua (majelis hakim)
Pengadilan Negeri tersebut, sebagaimana termuat dalam surat kete-
tapannya tertanggal, ....................... No: .............................
Untuk melaksanakan pekerjaan sebagai juru sita pengganti;

TELAH MEMANGGIL KEPADA:


1. ..................................., bertempat tinggal di .......................................
Di mana bertemu dan berbicara, dengan dia sendiri (jika tidak
bertemu dengan kepala desa), sebagai Penggugat.

36 Abdulkadir Muhammad, Hukum Acara Perdata Indonesia, Bandung: Alumni, 1982,


hlm.106.

106 Pendidikan Keadvokatan


2. ...................................., bertempat tinggal di ......................................
Di mana saja saya bertemu dan berbicara dengan dia sendiri (jika
tidak bertemu, dengan kepala desa), sebagai Tergugat.
Untuk datang menghadap di muka persidangan Pengadilan
Negeri di ................................, pada hari ............................., tanggal
.................... jam, ................... wib, untuk didengar keterangan mereka
dalam perkara tersebut dengan membawa saksi-saksi yang mereka
ingin supaya didengar dan surat-surat yang mereka ingin ajukan
sebagai bukti.
Kepada tergugat tersebut, Saya serahkan sehelai turunan
bermeterai cukup dari surat gugatan dengan pemberitahuan bahwa
jika ia menghendaki dapat menjawab gugatan itu dengan tertulis yang
ditandatangani, baik oleh sendiri, maupun oleh kuasanya dan
diserahkan di muka persidangan tersebut.37

Yang menjalankan pekerjaan,

( .................................... )

Adapun contoh surat panggilan saksi adalah sebagai berikut:


No: ................................../20....../Pdt

SURAT PANGGILAN
Pada hari ini, .........................................., tanggal .....................................
Saya panitera (pengganti) pada Pengadilan Negeri di ..............................
Ditunjuk oleh dan guna memenuhi perintah ketua (majelis hakim)
Pengadilan Negeri tersebut, sebagaimana termuat dalam surat
ketetapan tertanggal, ............................ No. ......................................
Untuk menjalankan pekerjaan sebagai juru sita pengganti.

37 R. Soeroso, Praktik Hukum Acara Perdata Contoh Bentuk-Bentuk Surat di Bidang


Pengacaraan Perdata, Jakarta: Sinar Grafika, 2008, edisi kedua, hlm. 49.

Bab 5 Cara-Cara Membela Perkara 107


TELAH MEMANGGIL KEPADA:
............................., bertempat tinggal di ............................., di mana
saya bertemu dan berbicara dengan dia sendiri (jika tidak bertemu,
dengan kepala desa/kampung) untuk datang menghadap di muka
persidangan Pengadilan Negeri di ........................................................
Pada hari ................................... tanggal ........................ jam ...................
Untuk didengar keterangan sebagai Saksi dalam perkara ................
Sebagai Tergugat/Penggugat, lawan ........................... sebagai
Penggugat/Tergugat yang diperiksa oleh Pengadilan Negeri tersebut
pada waktu yang telah ditentukan di atas.38

Yang menjalankan pekerjaan

(...................................)

Ongkos-ongkos:
1. Meterai Rp. ...........................
2. Redaksi surat panggilan Rp. ...........................
3. Perjalanan Rp. ...........................
Setelah melakukan panggilan, juru sita harus menyerahkan risalah
panggilan kepada hakim yang akan memeriksa perkara tersebut,
sebagai bukti bahwa tergugat telah dipanggil. Sebelum sidang dimulai,
panitera sidang pada hari, tanggal, dan jam sidang yang telah di-
tentukan, mempersiapkan dan mengecek segala sesuatunya untuk
sidang.
Setelah siap panitera melapor kepada ketua majelis, lalu panitera
sidang siap menunggu di ruang sidang pada tempat duduk yang
disediakan baginya, dan telah siap memakai baju panitera sidang.
Kemudian majelis hakim memasuki ruang sidang melalui pintu yang
khusus untuknya dalam keadaan sudah berpakaian toga hitam.
Dalam ruang sidang, ketua majelis hakim berada di tengah-tengah
didampingi oleh hakim anggota, seorang sebelah kiri dan seorang lagi

38 R. Soeroso, ibid., hlm. 50.

108 Pendidikan Keadvokatan


di sebelah kanan. Kemudian ketua majelis membuka sidang dengan
mengetukkan palu sidang yang mengatakan, bahwa sidang dibuka
dan terbuka untuk umum.
Selanjutnya memanggil para pihak yang beperkara untuk masuk
ke dalam ruang dan ketua majelis mempersilakan kedua belah pihak
duduk pada tempat yang telah disediakan. Pihak penggugat duduk
di sebelah kanan depan meja hakim ketua majelis, dan pihak tergugat
duduk di sebelah kiri depan meja hakim ketua majelis.
Kemudian majelis hakim segera mulai pemeriksaan terhadap
pihak-pihak. Terlebih dahulu ketua akan menanyakan identitas para
pihak-pihak, seperti nama, umur, pekerjaan, tempat tinggal, dan
seterusnya, lalu menanyakan kepada tergugat apakah sudah mengerti
mengapa sebabnya ia dipanggil ke muka persidangan, apakah sudah
menerima turunan surat gugatan yang diajukan kepadanya.

2. Gugatan Penggugat Dibacakan


Setelah kedua belah pihak duduk pada tempatnya masing-masing,
ketua majelis membacakan isi surat gugatan penggugat terhadap
tergugat, dan seterusnya.
Adapun contoh surat gugatan yang ditandatangani oleh peng-
gugat dapat dilihat di bawah ini:
Kepada Yth,
Bapak Ketua Pengadilan Negeri

Sungai Penuh
Di
Sungai Penuh

Dengan hormat,
Yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama Ali bin Ahmad, umur 40 tahun, pekerjaan Dagang, bertempat
tinggal di Desa Sungai Akar Kecamatan Sungai Penuh Kabupaten
Kerinci, selanjutnya disebut Penggugat.

Bab 5 Cara-Cara Membela Perkara 109


Dengan ini penggugat hendak mengajukan gugatan terhadap:
Nama Badu bin Abdullah, umur 45 tahun, pekerjaan Guru SD No.16/
III Sungai Penuh, bertempat tinggal di Rt. II Desa Gedang Kecamatan
Sungai Penuh Kabupaten Kerinci, selanjutnya disebut Tergugat.
Adapun duduk persoalannya adalah sebagai berikut:
– Bahwa pada tanggal 13 Oktober 2003 penggugat telah membeli
sebidang tanah dari tergugat dengan harga Rp20.0000.000,00 (dua
puluh juta rupiah).
– Bahwa tanah tersebut terletak di jalan H. Muradi Sungai Penuh,
yang berukuran 100 meter persegi, dan jual beli tersebut diadakan
di hadapan PPAT dengan surat No.12/SKP/PPAT/2003/Spn, dan
surat tersebut telah ditandatangani oleh pihak penggugat dan
tergugat.
– Bahwa tanah milik tersebut berbatasan dengan:
• Sebelah utara dengan tanah .........................................................
• Sebelah selatan dengan tanah ......................................................
• Sebelah timur dengan tanah ........................................................
• Sebelah barat dengan tanah .........................................................
– Bahwa setelah diadakan transaksi tersebut tergugat menjanjikan
akan menyerahkan tanah beserta surat-surat lainnya pada tanggal
13 November 2003.
– Bahwa setelah jatuh tempo tanggal 13 November 2003 ternyata
tergugat tidak juga menyerahkan tanah beserta surat-surat yang
berhubungan dengan tanah tersebut kepada penggugat.
– Bahwa atas kelalaian tergugat tersebut, oleh penggugat telah
berkali-kali menegur secara lisan terhadapnya, akan tetapi tergugat
tidak mengindahkannya.
– Bahwa penggugat mempunyai persangkaan yang beralasan
terhadap iktikad buruk tergugat untuk mengalihkan,
memindahkan tanah ke pihak lain, oleh sebab itu sebelum
pemeriksaan perkara ini, tanah milik penggugat tersebut sesuai
dengan surat jual beli tanggal 13 Oktober 2003 dijadikan sebagai
sita jaminan (conservatoir beslag).

110 Pendidikan Keadvokatan


– Bahwa berdasarkan segala apa yang terurai di atas, penggugat
mohon dengan hormat kepada Pengadilan Negeri Sungai Penuh
sudilah kiranya berkenan memutuskan:

Primair
1. Mengabulkan gugatan penggugat seluruhnya.
2. Menyatakan sah terhadap sita jaminan tersebut di atas.
3. Menyatakan bahwa jual beli tersebut sah menurut hukum sesuai
dengan surat PPAT nomor 12/Skp/PPAT/2003/Spn tanggal 13
Oktober 2003.
4. Menyatakan penggugat berhak atas tanah tersebut seluruhnya.
5. Memerintahkan kepada tergugat untuk menyerahkan tanah
beserta surat-surat yang berhubungan dengan tanah tersebut
kepada penggugat.
6. Menyatakan bahwa putusan ini dapat dijalankan lebih dahulu
meskipun ada perlawanan, banding, atau kasasi.
7. Menghukum tergugat untuk membayar biaya perkara yang
timbul dalam perkara ini.

Subsidiair
Mohon keputusan yang seadil-adilnya.
Demikianlah gugatan ini penggugat ajukan, atas berkenannya
Bapak diucapkan terima kasih.
Sungai Penuh, .................... 20.....
Hormat Penggugat

Ali bin Ahmad

3. Perdamaian dalam Sidang Pengadilan


Setelah surat gugatan dibacakan oleh Ketua Majelis, kemudian Ketua
Majelis menanyakan kepada pihak tergugat, apakah tergugat telah
mengerti dan telah menerima pula surat gugatan tersebut. Jika
tergugat sudah menerima surat gugatan dan telah mengerti isi dari

Bab 5 Cara-Cara Membela Perkara 111


surat gugatan tersebut, maka selanjutnya Ketua Majelis menganjurkan
kepada kedua belah pihak yang beperkara untuk damai dalam
menyelesaikan perselisihannya. Hal ini sesuai dengan sifat perkara
perdata, bahwa inisiatif beperkara itu datang dari pihak-pihak, karena
itu pihak-pihaklah yang dapat mengakhiri secara perdamaian dengan
perantaraan hakim di persidangan.
Kemudian dalam ketentuan Pasal 130 ayat (1) HIR dan Pasal 154
ayat (1) RBg, bahwa apabila pada hari sidang yang telah ditentukan
kedua belah pihak hadir, ketua berusaha untuk mendamaikan
mereka.
Usaha hakim untuk mendamaikan para pihak-pihak beperkara
itu bukan hanya pada permulaan sidang pertama saja, melainkan
sepanjang pemeriksaan perkara tersebut, bahhkan sampai kepada
sidang terakhir pun sebelum ketua mengetokkan palu putusannya.
Apabila kedua belah pihak berhasil menyelesaikan sengketanya
dengan jalan damai, maka hasil perdamaian tersebut disampaikan ke
muka persidangan.
Contoh: akta Perdamaian dapat dilihat di bawah ini:
Untuk keadilan

Daftar No: ...................../200...../Pdt.


AKTA PERDAMAIAN

Pada hari ini ..........................,tanggal ............................, telah datang


menghadap di persidangan umum Pengadilan Negeri di ......................
yang bersidang dalam gedungnya di ............................., kedua belah
pihak yang beperkara dalam perkara perdata: ......................... Umur
......................... pekerjaan ......................, tempat tinggal di ...................
selanjutnya disebut penggugat:

LAWAN
............................. umur ................... pekerjaan .......................... tempat
tinggal di .........................., selanjutnya disebut pihak tergugat; yang
menerangkan bahwa kedua belah pihak mufakat menyelesaikan

112 Pendidikan Keadvokatan


perkaranya dengan perdamaian, yang bunyinya sebagai tertera di
bawah ini:

––– disebutkan isi perdamaian (pasal demi pasal).

Setelah perjanjian perdamaian tersebut dituliskan dan dibacakan pada


kedua belah pihak, maka keduanya menerima dan menyetujui
perdamaian tersebut di atas;
Selanjutnya Pengadilan Negeri menjatuhkan putusan sebagai
berikut:

DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG


MAHA ESA

Pengadilan Negeri tersebut;


Telah membaca surat perdamaian tersebut di atas;
Mengingat pasal-pasal dari undang-undang yang bersangkutan:

MENGADILI
Menyatakan, bahwa telah tercapai perdamaian antara kedua belah
pihak;
Menghukum kedua belah pihak untuk mematuhi bunyi isi
perdamaian tersebut di atas;
Menghukum kedua belah pihak untuk membayar ongkos
perkara masing-masing setengahnya, yang hingga perdamaian ini
dibuat berjumlah Rp ..................................

Demikianlah diputuskan pada hari ini ................................ tanggal


.......................... oleh kami hakim-hakim Pengadilan Negeri di
............................... dan pada hari ini juga diumumkan di persidangan
dengan dihadiri oleh ..........................., panitera (pengganti) dan kedua
belah pihak yang beperkara.

Panitera (pengganti) tersebut; Hakim majelis Pengadilan


Negeri tersebut
(...........................) ........................ (hakim ketua)

Bab 5 Cara-Cara Membela Perkara 113


..................... (hakim anggota)
..................... (hakim anggota)

Ongkos-ongkos:
1. Penolakan sita : Rp ..............................
2. Panggilan kedua pihak : Rp ..............................
3. Meterai Akta Perdamaian : Rp ..............................
4. Dan lain-lain : Rp ..............................

4. Jawaban Tergugat
Apabila pihak-pihak beperkara tidak tercapai perdamaian dalam
persidangan, maka pada sidang berikutnya tergugat diharapkan sudah
siap dengan surat jawabannya. Jika pihak tergugat tidak mau melawan
gugatan penggugat, maka gugatan penggugat dikabulkan di luar
hadirnya tergugat (verstek), kecuali jika ternyata bagi hakim, bahwa
gugatan penggugat tidak berdasarkan hukum atau tidak berdasarkan
atas keadaan yang dikemukakan oleh penggugat (Pasal 125 HIR).
Jawaban tergugat menurut Abdulkadir Muhammad adalah dapat
berupa pengakuan, bantahan, tangkisan, dan referte.
Pengakuan ialah jawaban yang membenarkan isi gugatan, artinya
apa yang digugatkan terhadap tergugat diakui kebenarannya. Yang
mendekati pengakuan ialah referte, di sini tergugat tidak membantah,
tetapi tidak pula membenarkan isi gugatan. Tergugat menyerahkan
segala sesuatunya itu kepada kebijaksanaan hakim, tergugat hanya
menunggu putusan. Dalam referte ini tergugat dalam tingkat banding
masih berhak mengajukan bantahan. Jika tergugat pada jawaban
pertama mengakui, maka dalam jawaban berikutnya sampai ke
tingkat banding, tergugat tetap terikat dengan pengakuannya itu,
artinya pengakuan itu tidak dapat ditarik kembali.
Bantahan ialah pernyataan yang tidak membenarkan atau tidak
mengakui apa yang digugatkan terhadap tergugat. Jika tergugat

114 Pendidikan Keadvokatan


mengajukan bantahan, maka bantahannya itu harus disertai dengan
alasan-alasannya.39
Pengakuan harus dibedakan dari referte. Kedua-keduanya
merupakan jawaban yang tidak bersifat. Sudikno Mertokusumo
pernah menjelaskan, bahwa pengakuan itu merupakan jawaban yang
membenarkan isi gugatan, sedangkan referte berarti menyerahkan
segalanya kepada kebijaksanaan hakim dengan tidak membantah dan
tidak pula membenarkan gugatan.40
Dengan demikian, dalam hal referte tergugat hanya bersikap
menunggu putusan. Pada umumnya hal ini terjadi apabila
pemeriksaan perkara itu tidak secara langsung menyangkut
kepentingannya, melainkan kepentingan orang lain. Jika tergugat
menyerahkan segalanya kepada kebijaksanaan hakim ia di dalam
tingkat banding masih berhak mengajukan bantahan.
Contoh jawaban yang berisi bantahan dapat dilihat sebagai be-
rikut.
Kepada Yth,
Bapak Ketua Pengadilan Negeri Sungai Penuh
di
Sungai Penuh

Dengan hormat.
Yang bertanda tangan di bawah ini, nama A, umur 30 tahun,
pekerjaan wiraswasta, bertempat tinggal Koto Lebu, Kecamatan Sungai
Penuh, Kabupaten Kerinci dalam perkara perdata No: ........................
digugat oleh ............................, dengan ini mengajukan jawaban atas
gugatan itu sebagai berikut:
----- Bahwa keterangan perkawinan antara tergugat dengan almarhum
suami tergugat yang dialihkan oleh penggugat terjadi lebih kemudian
daripada adanya harta warisan, adalah tidak benar. Untuk membuk-

39 Abdulkadir Muhammad, ibid., hlm. 126.


40 Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, Yogyakarta: Liberty,
1993, hlm. 94.

Bab 5 Cara-Cara Membela Perkara 115


tikan ketidakbenaran itu, bersama ini dilampirkan surat keterangan
nikah, dan diajukan dua orang saksi masing-masing bernama
...................... umur, ......................, pekerjaan ...................... bertempat
di ...................nama ............... umur ................... pekerjaan ................
bertempat tinggal di ...............................................................................
----- Bahwa , harta warisan yang didalilkan oleh penggugat, yang
berupa sebidang sawah luasnya 4.000 Ha dengan batas-batas sebagai
berikut.
– Sebelah utara berbatas dengan ...........................................................
– Sebelah timur berbatas dengan ..........................................................
– Sebelah barat berbatas dengan .............................. sebuah rumah,
yang terletak di desa Koto Lebu, Kecamatan Sungai Penuh,
Kabupaten Kerinci, yang sekarang didiami oleh tergugat, adalah
tidak benar. Karena sebidang sawah dan sebuah rumah tersebut
adalah harta bersama antara almarhum suami tergugat dengan
tergugat yang telah dibeli semasa perkawinan, yang dapat
dibuktikan dengan surat perjanjian jual beli serta tanda
pembayarannya sebagaimana terlampirkan,
---- Bahwa, penggugat mendalilkan belum pernah mendapat bagian
ataupun hasil dari sawah tersebut, adalah tidak benar. Hal ini dapat
dibuktikan dengan surat keterangan yang dikuatkan oleh kepala desa
Koto Lebu, Kecamatan Sungai Penuh, Kabupaten Kerinci, yang
menyatakan bahwa penggugat sebagai anak (tiri) tergugat telah diberi
kesempatan menggarap sawah tersebut selama 4 (empat) tahun,
sementara tergugat berada di ....................................... surat keterangan
mana bersama ini dilampirkan;
---- Bahwa, penggugat mendalilkan diusir dari usaha garapan sawah
serta merta oleh tergugat, adalah tidak benar. Malahan sebaliknya
tergugat sebagai seorang ibu yang berstatus janda, pernah menawarkan
hidup bersama anak-anak dengan rukun, sekalipun dengan anak tiri,
tetapi dijawab oleh penggugat secara kasar dengan disaksikan oleh
ketua adat nama ............................... umur .............. bertempat tinggal
di ........................ dan nama ............................ umur ......... bertempat
tinggal di ........................ bersama ini diajukan sebagai saksi;

116 Pendidikan Keadvokatan


---- Bahwa, berdasarkan alasan-alasan dan keterangan tersebut di atas
tergugat membantah kebenaran gugatan penggugat dan mohon supaya
bapak ketua menolak gugatan penggugat seluruhnya dan
menghukum penggugat membayar biaya perkara ini;
Sungai Penuh, ................. 200....
Tergugat tersebut di atas

(A)

Eksepsi (tangkisan) merupakan salah satu jawaban tergugat


terhadap gugatan penggugat. Jadi eksepsi adalah sanggahan atau
perlawanan yang dilakukan pihak tergugat terhadap gugatan
penggugat yang tidak mengenai pokok perkara dengan maksud agar
hakim menetapkan gugatan dinyatakan tidak diterima atau ditolak.
Menurut H. Roihan A. Rasyid, bahwa tangkisan dari tergugat yang
diajukannya ke Pengadilan karena tergugat digugat oleh penggugat,
yang tujuannya supaya pengadilan tidak menerima perkara yang
diajukan oleh penggugat karena adanya alasan tertentu.41
Di dalam undang-undang (HIR dan RBg) tidak memberikan
definisi dan penjelasan, akan tetapi HIR hanya mengenal satu macam
eksepsi yaitu perihal tidak berkuasanya hakim. Eksepsi ini terdiri atas:
(a) eksepsi yang menyangkut kekuasaan absolut, dan (b) eksepsi yang
menyangkut kekuasaan relatif. Kedua macam eksepsi ini termasuk
eksepsi yang menyangkut acara, dalam hukum acara perdata disebut
dengan eksepsi prosesuil (procesueel). Hal ini telah diatur dalam Pasal
125 ayat (2), Pasal 133, Pasal 134, Pasal 136 HIR, dan Pasal 149 ayat
(2), Pasal 159, Pasal 160, Pasal 162 RBg.

41 H. Roihan A. Rasyid, Hukum Acara Pengadilan Agama, Jakarta: Raja Grafindo


Persada, 1998, hlm. 106.

Bab 5 Cara-Cara Membela Perkara 117


Contoh eksepsi (tangkisan) terhadap tidak berwenang pengadilan
negeri (Perkara Perdata).

Sungai Penuh, ..................... 20 ....


Kepada Yth,
Bapak Ketua Pengadilan Negeri Sungai Penuh
di
Sungai Penuh
Hal : Eksepsi (tangkisan) Pengadilan Negeri Sungai Penuh
tidak berwenang untuk memeriksa perkara perdata
Nomor ..................... No. .............
Dengan hormat,
Dengan ini kami sampaikan, bahwa yang bertanda tangan di
bawah ini adalah kami:
Nama : Umar Dani bin Bilal Ahmad
Umur : 44 tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Pegawai Negeri Sipil
Alamat : Jl Depati Parbo Desa Karya Bakti Sungai Penuh
Kabupaten Kerinci sebagai TERGUGAT dalam
perkara perdata Nomor ......................./20 .......

Melawan
Nama : Nurhazizah, S.Pd Binti H. Jarab SM.
Umur : 48 tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Pegawai Negeri Sipil
Alamat : Rt IV Desa Sumur Anyir, Kecamatan Sungai Penuh,
Kabupaten Kerinci sebagai PENGGUGAT

Dengan ini mohon diizinkan menolak, pemeriksaannya perkara


perdata tersebut oleh Pengadilan Negeri Sungai Penuh, karena

118 Pendidikan Keadvokatan


menurut pendapat kami hal-hal yang dipermasalahkan dalam surat
gugatannya itu termasuk permasalahan tentang nikah, talak, dan rujuk
antara penggugat dan tergugat, yang dahulu sebagai suami istri telah
menikah secara sah menurut agama Islam, sehingga yang berwenang
untuk memeriksa perkaranya berdasarkan Pasal 49 Undang-Undang
Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor
7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama adalah kewenangan Pengadilan
Agama.
Berdasarkan hal tersebut, kami mohon pada hari sidang pertama
yang akan datang berkenan memutuskan:
Bahwa Pengadilan Negeri Sungai Penuh menyatakan tidak
berwenang untuk memeriksa perkara tersebut. Hal ini sesuai dengan
ketentuan Pasal 134 HIR/Pasal 160 RBg, sedangkan ongkos perkara
dibebankan kepada Penggugat.

Hormat kami,
Tergugat

Umar Dani bin Bilal Ahmad

Sebenarnya eksepsi prosesuil banyak lagi macamnya tetapi tidak


disebutkan dalam HIR, namun kadangkala digunakan juga oleh
pengadilan umum, yang tentunya juga bisa digunakan oleh pengadilan
agama. Seperti eksepsi bahwa persoalan yang sama telah pernah
diputus dan putusannya telah memperoleh kekuatan hukum tetap,
eksepsi bahwa persoalan yang sama sedang diperiksa oleh pengadilan
negeri yang lain atau masih dalam tarap banding atau kasasi, dan
eksepsi bahwa yang bersangkutan tidak mempunyai kualifikasi atau
sifat untuk bertindak menggunakan dalam perkara tersebut. Seperti
penggugat adalah orang gila, tetapi menggugat tidak memberikan
kuasa kepada orang lain yang sehat (walinya).
Selain eksepsi yang menyangkut acara (prosesuil), ada juga eksepsi
yang berdasarkan hukum materiil, dan ini disebut bantahan pokok
perkara. Eksepsi ini menurut R. Subekti ada dua macam, yakni:

Bab 5 Cara-Cara Membela Perkara 119


1. eksepsi dilatoir;
2. eksepsi peremtoir.42
Kedua eksepsi di atas disebut juga eksepsi materiil. Eksepsi dilatoir
adalah eksepsi yang menyatakan bahwa gugatan penggugat belum
dapat dikabulkan, karena penggugat telah memberikan penundaan
pembayaran atau seperti dalam perkara gugatan cerai karena
pelanggaran ta’liq talaq yang diajukan oleh istri (penggugat), padahal
suami (tergugat) belum cukup 3 (tiga) bulan tidak mau memberikan
nafkah, sedangkan dalam lafas ta’liq talaq dicantumkan syarat 3 (tiga)
bulan tidak memberi nafkah.
Eksepsi peremtoir yaitu eksepsi yang menghalangi dikabulkannya
gugatan. Misalnya karena gugatan telah diajukan lampau waktu (kada-
luarsa), atau bahwa utang yang menjadi dasar gugatan telah
dihapuskan, contohnya pada perkara gugatan cerai karena pelanggaran
ta’liq talaq seperti di atas, istri (penggugat) nusyuz (tidak taat kepada
suami) menjadi penghalang hak nafkah istri.
Menurut HIR/RBg, eksepsi prosesuil yang menyangkut kekuasaan
relatif sebagaimana diatur dalam Pasal 125 ayat (2), Pasal 133, Pasal
136 HIR/ Pasal 149 ayat (2), Pasal 159 RBg, hanya boleh diajukan oleh
tergugat pada sidang pertama, baik gugat lisan maupun gugat tertulis,
artinya kalau diajukan sesudah waktu itu tidak diindahkan lagi.
Eksepsi prosesuil yang menyangkut kekuasaan absolut
sebagaimana diatur dalam Pasal 134 HIR/Pasal 160 RBg, dan eksepsi
tentang pokok perkara lain-lainnya, dapat diajukan kapan saja dan ia
akan diadili sekaligus bersama-sama dengan pokok perkara secara
keseluruhan. Maksud dapat diajukan kapan saja, boleh di pengadilan
tingkat pertama kapan saja, boleh juga diajukan ketika di tingkat
banding (kalau banding) ataupun ketika ditingkat kasasi (kalau kasasi),
artinya dapat dijadikan sebagai alasan memohon kasasi.43

42 R. Subekti, Hukum Acara Perdata, Jakarta: Badan Pembinaan Hukum Nasional,


1977, hlm. 61. Ny. Retnowulan Sutantio, Iskandar Oeripkartawinata, Hukum
Acara Perdata dalam Teori dan Praktik, Bandung: Alumni, 1979, hlm. 27.
43 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985, Pasal 30.

120 Pendidikan Keadvokatan


Menurut pendapat Wirjono Prodjodikoro, bahwa Pasal 136 HIR /
Pasal 162 RBg tersebut sebaiknya diartikan sebagai anjuran saja kepada
tergugat supaya seberapa boleh mengumpulkan segala sesuatu yang
ingin diajukan dalam jawaban pada waktu ia mengajukan jawaban
pada permulaan pemeriksaan perkara.44 Pendapatnya itu disandarkan
kepada tidak adanya sanksi pada Pasal 136 HIR /Pasal 162 RBg
tersebut. Sedangkan menurut R. Subekti, bahwa ketentuan Pasal 136
HIR /Pasal 162 RBg itu adalah untuk menghindarkan kelambatan yang
tidak perlu, atau dibuat-buat, agar proses berjalan cepat dan lancar. 45
Jawaban tergugat yang mengenai pokok perkara hendaknya
dibuat dengan jelas, singkat dan berisi, langsung menjawab pokok
persoalan dengan mengemukakan alasan-alasan yang mendasar.
Contoh surat jawaban tergugat terhadap gugatan dapat dilihat
sebagai berikut.

Kepada
Yth Bapak Ketua Pengadilan Negeri ................
di
...............................

Hal: Eksepsi dan jawaban tergugat atas gugatan penggugat dalam


perkara perdata nomor: ................................

Dengan hormat,
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya bernama A, pekerjaan
....................... tempat tinggal di ..............................., yang dalam perkara
perdata nomor: .............................., disebut pihak tergugat.
Bahwa tergugat melalui surat ini mengajukan eksepsi dan jawaban
atas gugatan penggugat sebagai berikut:

44 Wirjono Prodjodikoro, Hukum Acara Perdata di Indonesia, Bandung: Sumur


Bandung, 1962, hlm. 58–59.
45 R. Subekti, op. cit., hlm. 62.

Bab 5 Cara-Cara Membela Perkara 121


Eksepsi:
Bahwa gugatan dan tuntutan penggugat kepada tergugat, harus dinya-
takan tidak dapat diterima, karena suatu gugatan haruslah diajukan
oleh orang yang mempunyai hubungan hukum yang bersangkutan
dan bukan oleh orang lain. (Putusan Mahkamah Agung RI No.294 K/
Sip/1971 tanggal 7 Juli 1971).

Dalam pokok perkara:


1. Bahwa tergugat menyangkal semua dalil gugatan penggugat,
kecuali yang telah diakui secara tegas dan bulat oleh penggugat;
2. Bahwa tergugat tidak pernah mempunyai utang kepada peng-
gugat. Yang berutang kepada penggugat adalah orang bernama
X, tinggal di Jl. ................................. dan kebetulan namanya sama;
3. Bahwa demikian pula dalil gugatan penggugat yang lainnya seperti
penggugat mohon agar baik barang bergerak maupun tidak
bergerak milik tergugat yang terletak di jalan ...........................
diletakkan sita jaminan, tuntutan uang ganti rugi, dan lain-lain
mohon dikesampingkan.
Berdasarkan alasan-alasan tersebut di atas tergugat mohon kepada
Pengadilan Negeri ............................... agar berkenan memutuskan:
1. Menolak gugatan dan tuntutan penggugat seluruhnya, dan
2. Menghukum penggugat untuk membayar biaya perkara yang
timbul dakam perkara ini.

Sungai Penuh ...................... 200 ....


Hormat saya,Tergugat;

(A)
Eksepsi tolak (declinatoir exceptie), yaitu eksepsi yang bersifat
menolak, supaya pemeriksaan perkara jangan diteruskan. Termasuk
jenis ini adalah eksepsi tidak berwenang memeriksa gugatan, eksepsi
batalnya gugatan, eksepsi perkara telah pernah diputus, eksepsi

122 Pendidikan Keadvokatan


penggugat tidak berhak mengajukan gugatan, eksepsi tidak mungkin
naik banding.
Contoh eksepsi tolak (declinatoir) dapat dilihat sebagai berikut.

Sungai Manau,…………….200….
Kepada Yth,
Bapak Ketua Pengadilan Negeri Sungai Penuh
di
Sungai Penuh.

Dengan hormat,
Saya bertanda tangan dibawah ini, saya bernama A, umur 30
tahun, pekerjaan dagang, bertempat tinggal di Jl. ...............................
desa Sungai Manau sebagai tergugat dalam perkara perdata nomor
.............

Melawan
Nama B, umur 35 tahun, pekerjaan wiraswasta, bertempat tinggal di
Jl. Depati Parbo Desa Lawang Agung Sungai Penuh Kerinci, sebagai
penggugat,
Dengan ini mengajukan eksepsi bahwa Pengadilan Negeri Sungai
Penuh tidak berwenang memeriksa perkara perdata nomor:
.................., karena menurut pendapat tergugat, bahwa desa Sungai
Manau di mana tergugat bertempat tinggal termasuk daerah hukum
Kabupaten Merangin sehingga yang berwenang memeriksa perkara
tersebut berdasarkan undang-undang yang berlaku adalah Pengadilan
Negeri Bangko,
---- Bahwa berhubung karena itu, tergugat mohon hari sidang
pertama yang akan datang berkenan memutuskan,
---- Bahwa pengadilan negeri Sungai Penuh, menyatakan tidak ber-
wenang untuk memeriksa perkara tersebut, sesuai dengan Pasal 133
HIR/Pasal 159 RBg, sedangkan ongkos perkara dibebankan kepada
penggugat,

Bab 5 Cara-Cara Membela Perkara 123


----Bahwa, atas kesediaan dan perkenan Bapak ketua, tergugat
mengucapkan banyak terima kasih.
Hormat tergugat

(B)

5. Rekonvensi (Gugatan Balasan)


Gugatan asal disebut “gugatan dalam konvensi”. Tergugat dalam
konvensi (tergugat asal) ada kalanya ia akan menggunakan sekaligus
dalam kesempatan beperkara itu untuk menggugat kembali kepada
penggugat asal (penggugat dalam konvensi), sehingga tergugat asal
(dalam konvensi) sekaligus bertindak menjadi penggugat dalam
rekonvensi (penggugat balik).
Rekonvensi (gugatan balasan) diatur dalam Pasal 132a dan Pasal
132b HIR. Kedua pasal tersebut memberi kemungkinan bagi tergugat
atau para tergugat, apabila ia atau mereka kehendaki, dalam semua
perkara untuk mengajukan gugat balasan terhadap penggugat. Karena
gugat adalah balasan terhadap gugat yang telah diajukan oleh
penggugat, maka tidak dibenarkan apabila tergugat ke-I misalnya,
lalu menggugat tergugat yang lainnya, melainkan gugat balasan harus
ditujukan kepada penggugat atau para penggugat, atau salah seorang
atau beberapa orang dari penggugat saja, dan diajukan oleh tergugat
atau para tergugat atau turut tergugat.
Gugat balasan diajukan bersama-sama dengan jawaban tergugat,
baik itu merupakan jawaban lisan atau tertulis. Dalam praktik gugat
balasan dapat diajukan selama belum dimulai dengan pemeriksaan
bukti, artinya belum pula dimulai dengan pendengaran para saksi.
Pengajuan gugat balasan merupakan suatu hak istimewa yang
diberikan oleh hukum acara perdata kepada tergugat untuk
mengajukan gugatannya terhadap pihak penggugat secara bersama-
sama dengan gugat asal.
Apabila di persidangan pengadilan negeri tergugat tidak
mengajukan rekonvensi (gugat balasan), maka dalam pemeriksaan

124 Pendidikan Keadvokatan


tingkat banding rekonvensi tidak boleh diajukan lagi. Tergugat hanya
dibolehkan mengajukan gugatan biasa kepada pengadilan negeri.
Menurut Abdulkadir Muhammad, rekonvensi adalah gugatan
yang diajukan oleh tergugat, berhubung penggugat juga melakukan
wanprestasi terhadap tergugat.46 Menurut ketentuan Pasal 132a HIR
dan Pasal 157 RBg, terhadap setiap gugatan, tergugat dapat mengajukan
rekonvensi, kecuali dalam tiga hal, yaitu sebagai berikut.
1. Rekonvensi tidak boleh diajukan, apabila penggugat bertindak
dalam suatu kualitas, sedangkan rekonvensi ditujukan kepada diri
penggugat pribadi dan sebaliknya. Contoh: penggugat Sudirman
dalam kualitas sebagai Direktur CV Apotik Bersamo mengajukan
gugatan terhadap tergugat Syafii. Kemudian tergugat Syafii
menjawab dengan mengajukan rekonvensi kepada Sudirman
pribadi. Rekonvensi semacam ini tidak diperbolehkan, dan hakim
akan menolaknya, karena Sudirman itu bukan sebagai pribadi,
melainkan sebagai Direktur CV Apotik Bersamo.
2. Rekonvensi tidak boleh diajukan, apabila pengadilan negeri yang
memeriksa gugatan penggugat tidak berwenang memeriksa
gugatan rekonvensi. Contoh: penggugat Ramli (bekas suami
beragama Islam) mengajukan gugatan terhadap tergugat Fatimah
(bekas istri yang beragama Islam) mengenai pembagian harta yang
dikuasainya. Kemudian tergugat Fatimah mengajukan jawaban
beserta rekonvensi kepada penggugat soal nafkah yang belum
dipenuhinya. Di sini soal nafkah termasuk wewenang pengadilan
agama. Rekonvensi semacam ini akan ditolak oleh hakim
(kompetensi absolut).
3. Rekonvensi tidak boleh diajukan, apabila mengenai perkara
tentang pelaksanaan putusan hakim. Dalam soal pelaksanaan
putusan hakim, tidak ada lagi menyangkut penetapan hak karena
perkaranya sudah diputus dan tinggal lagi pelaksanaan hak yang
telah ditetapkan dalam putusan itu, sedangkan rekonvensi itu
masih menyangkut penetapan hak. Rekonvensi semacam ini harus
ditolak.

46 Abdulkadir Muhammad, op. cit., hlm. 132.

Bab 5 Cara-Cara Membela Perkara 125


Seperti hakim memerintahkan tergugat yang dinyatakan kalah
supaya melaksanakan putusan, yaitu menyerahkan sebidang
sawah kepada penggugat. Kemudian tergugat mengajukan
rekonvensi supaya penggugat membayar hutangnya yang dijamin
dengan sawah tersebut. Hakim akan menolak rekonvensi
tersebut.
Contoh, surat jawaban tergugat dan gugat balik atau gugatan
dalam rekonvensi dapat dilihat di bawah ini:

Kepada
Yth, Bapak Ketua Pengadilan Negeri
di
............................
Hal: Jawaban tergugat atas gugatan penggugat dalam konvensi dan
gugatan penggugat dalam rekonvensi dalam perkara perdata
nomor: .....................................
Antara:
A : – Penggugat dalam konvensi
– Tergugat dalam rekonvensi
Lawan
B : – Tergugat dalam konvensi
– Penggugat dalam rekonvensi.

Dengan hormat,
Untuk dan atas nama saya sendiri bernama B tinggal di Jl.
........................... yang selanjutnya disebut pihak tergugat dalam
konvensi dan penggugat dalam rekonvensi.
Bahwa tergugat dalam konvensi melalui sepucuk surat ini
mengajukan eksepsi dan jawaban dalam konvensi dan gugat balik,
sebagai berikut:

126 Pendidikan Keadvokatan


Dalam konvensi
1. Bahwa tergugat dalam konvensi menyangkal semua dalil gugatan
penggugat dalam konvensi, kecuali yang telah diakui secara tegas
oleh pihak tergugat dalam konvensi.
2. Bahwa tergugat dalam konvensi tidak pernah mempunyai utang
kepada penggugat dalam konvensi sebagaimana tersebut dalam
surat gugatnya karena utang sebagaimana tersebut dalam gugatan
penggugat dalam konvensi telah dibayar lunas dan sebagai bukti
akan diajukan dalam sidang pembuktian nanti oleh tergugat dalam
konvensi.
3. Bahwa tuntutan penggugat selanjutnya mengenai kerugian bunga,
karena utang tergugat dalam konvensi hingga kini belum dibayar
kepada penggugat dalam konvensi juga tergugat tolak dengan
alasan penggugat tidak berhak menuntut bunga karena utang
pokok telah dibayar lunas berikut bunganya.
4. Bahwa ............................... dan seterusnya.
Berdasarkan atas alasan-alasan tersebut di atas tergugat dalam
konvensi mohon agar Pengadilan Negeri ..................berkenan me-
mutuskan:
1. Menolak gugatan penggugat dalam konvensi atau setidak-
tidaknya menyatakan tidak dapat menerima gugatan penggugat
dalam konvensi.
2. Menghukum penggugat dalam konvensi untuk membayar biaya
perkara yang timbul dalam perkara ini.

Gugatan balik atau gugat dalam rekonvensi


Untuk dan atas nama penggugat dalam rekonvensi (dulu tergugat
dalam konvensi) melalui sepucuk surat ini mengajukan gugat balik
kepada tergugat dalam rekonvensi (dulu penggugat dalam konvensi),
sebagai berikut.
1. Bahwa pada tanggal .......................... tergugat dalam rekonvensi
telah membeli dari penggugat dalam rekonvensi sebuah sepeda
motor merk Honda No. BH ....................... seharga Rp9.500.000,00

Bab 5 Cara-Cara Membela Perkara 127


(sembilan juta lima ratus ribu rupiah) dan oleh tergugat dalam
rekonvensi baru dibayar Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah)
dan sisanya sebesar Rp9000.000,00 (sembilan juta rupiah) akan
dilunasi tanggal .................
2. Bahwa jangka waktu pelunasan pada tanggal ..................... sudah
tiba, bahkan telah lewat waktunya, tetapi tergugat dalam
rekonvensi belum juga datang kepada penggugat dalam
rekonvensi untuk melunasinya.
3. Bahwa penggugat dalam rekonvensi telah berusaha dengan segala
jalan agar sisa uang jual beli sepeda motor merk Honda sebesar
Rp9000.000,00 (sembilan juta rupiah) segera dibayar lunas, namun
usaha penggugat menemui jalan buntu.
4. Bahwa untuk menjamin gugat balik penggugat dalam rekonvensi
tidak menjadi illusoir (sia-sia), mohon agar barang-barang bergerak
berupa mobil BH ....................................... milik tergugat dalam
rekonvensi dilekatkan sita jaminan.
5. Bahwa tuntutan penggugat dalam rekonvensi ini berdasarkan atas
surat-surat bukti di bawah tangan yang kebenarannya tidak dapat
disangkal oleh tergugat dalam rekonvensi, maka keputusan dalam
perkara ini dapat dijalankan lebih dahulu (uitvoerbaar bij voorraad)
walaupun tergugat dalam rekonvensi banding maupun kasasi.
Berdasarkan alasan-alasan tersebut di atas penggugat dalam rekon-
vensi mohon kepada Pengadilan Negeri............................. agar
berkenan memutuskan:

Primair:
1. Menyatakan sah dan berharga sita jaminan yang telah dilekatkan.
2. Menyatakan tergugat dalam rekonvensi telah melakukan ingkar
janji atau wanprestasi.
3. Menghukum tergugat dalam rekonvensi untuk membayar sisa
jual beli motor merk Honda no BH…………………….. kepada
penggugat dalam rekonvensi sebesar Rp.9000.000,00 (sembilan
juta rupiah).

128 Pendidikan Keadvokatan


4. Menyatakan keputusan ini dapat dijalankan terlebih dahulu
walaupun tergugat dalam rekonvensi naik banding maupun
kasasi.

Subsidiair:
Memberi keputusan lain yang seadil-adilnya.

Primair dan Subsidiair:


Ongkos perkara menurut hukum.

Sungai Penuh, .......................... 200 .....


Hormat tergugat dalam konvensi
penggugat dalam rekonvensi:

(B)

6. Intervensi terhadap Perkara yang Diperiksa


Istilah intervensi dalam bahasa Belanda adalah interventie, artinya turut
campur tangannya pihak ketiga. Dalam HIR dan RBg tidak mengatur
tentang intervensi, akan tetapi diatur dalam Pasal 279 sampai dengan
Pasal 282 Rv (Reglement of derechts Vordering), yaitu hukum acara
perdata untuk golongan Eropa di Indonesia dulu, yang sekarang sudah
tidak berlaku lagi.
Dalam suatu proses pemeriksaan perkara perdata sangat dimung-
kinkan masuknya pihak ketiga ke dalam proses pemeriksaan.
Masuknya pihak ke tiga ini disebut dengan intervensi. Dengan
demikian, menurut H. A. Mukti Arto, bahwa yang dimaksud dengan
intervensi adalah suatu aksi hukum oleh pihak yang berkepentingan
dengan jalan melibatkan diri atau dilibatkan oleh salah satu pihak
dalam suatu perkara perdata yang sedang berlangsung antara dua
pihak yang sedang beperkara.47

47 H. A. Mukti Arto, Praktik Perkara Perdata pada Pengadilan Agama, Yogyakarta:


Pustaka Pelajar, 2005, hlm. 109.

Bab 5 Cara-Cara Membela Perkara 129


Menurut ketentuan Pasal 279 Rv, barang siapa yang mempunyai
kepentingan dalam suatu perkara yang sedang diperiksa di pengadilan,
dapat ikut serta dalam perkara tersebut dengan jalan menyertai
(voeging) atau menengahi (tussenkomst). Berdasarkan ketentuan pasal
tersebut dapatlah dijelaskan, bahwa intervensi adalah ikut sertanya
pihak ketiga dalam suatu perkara yang sedang berlangsung, apabila
ia mempunyai kepentingan. Jadi syaratnya harus ada kepentingan.
Caranya adalah dengan jalan menyertai salah satu pihak (voeging), atau
menengahi melawan kedua belah pihak (tussenkomst).
Intervensi dalam bentuk voeging adalah ikut sertanya pihak ketiga
menjadi pihak dalam perkara dengan jalan menggabungkan diri
dengan salah satu pihak untuk membela kepentingannya.
Adapun ciri-ciri voeging adalah sebagai berikut:
1. Sebagai pihak yang berkepentingan dan berpihak kepada salah
satu pihak dari penggugat atau tergugat.
2. Adanya kepentingan hukum untuk melindungi dirinya sendiri
dengan jalan membela salah satu yang bersangkutan.
3. Memasukkan tuntutan terhadap pihak-pihak yang beperkara.
Kemudian syarat-syarat voeging yaitu sebagai berikut:
1. Merupakan tuntutan hak.
2. Adanya kepentingan hukum untuk melindungi dirinya dengan
jalan berpihak kepada salah satu pihak.
3. Kepentingan tersebut harus ada hubungannya dengan pokok
sengketa yang sedang berlangsung.
Selanjutnya keuntungan voeging itu dapat dilihat sebagai berikut:
1. prosedur beracara dipermudah dan disederhanakan,
2. proses beperkara dipersingkat,
3. terjadinya penggabungan tuntutan, dan
4. mencegah timbulnya putusan yang saling bertentangan.48
Sedangkan prosedur acara voeging dilakukan oleh pihak ketiga
yang berkepentingan mengajukan permohonan kepada Ketua

48 H. A. Mukti Arto, ibid., hlm. 113.

130 Pendidikan Keadvokatan


Pengadilan Negeri/Agama dengan mencampuri yang sedang
bersengketa yakni penggugat dan tergugat untuk bersama-sama salah
satu pihak menghadapi pihak lain guna kepentingan hukumnya.
Permohonan dibuat seperti gugatan biasa dengan menunjuk nomor
dan tanggal perkara yang akan diikutinya itu. Permohonan voeging
dimasukkan ke meja pertama dan diproses oleh kasir dan meja kedua
sampai pada ketua, yang selanjutnya oleh ketua diserahkan lewat
panitera kepada ketua majelis yang menangani perkara itu.
Contoh Intervensi dalam bentuk voeging dapat dilihat di bawah
ini:
Kepada Yth,
Bapak Ketua Pengadilan Negeri Sungai Penuh
di
Sungai Penuh.

Hal: Permohonan turut campur beperkara dalam perkara perdata


Nomor: ...................... tanggal .................... antara:
A : – Penggugat.
Lawan
B : – Tergugat, dan
C : – Intervenient.

Dengan hormat
Yang bertanda tangan di bawah ini saya bernama C, tinggal di
jalan RE Martadinata Rt. I Desa Koto Renah Sungai Penuh yang
selanjutnya disebut pihak intervenient.
Bahwa intervenient melalui sepucuk surat ini mengajukan
intervensi terhadap perkara perdata No: ............................... tanggal
...................... antara A sebagai penggugat lawan B sebagai tergugat.
Adapun duduk perkaranya adalah sebagai berikut:
1. Bahwa antara penggugat dan tergugat pada tanggal 1 September
2002 telah mengadakan perjanjian utang-piutang Rp20.000.000,00
(dua puluh juta rupiah) dan C sebagai pihak ketiga pada waktu
itu sebagai penjamin.

Bab 5 Cara-Cara Membela Perkara 131


2. Bahwa perjanjian utang-piutang tersebut harus dilunasi tergugat
pada tanggal 1 September 2003, namun tepat pada tanggal 1
September 2003 hingga sekarang utang tergugat tidak juga
dilunasi.
3. Bahwa oleh karena C (pihak ketiga) sebagai penanggung (borg)
dari tergugat dapat mencampuri sengketa utang-piutang antara
penggugat A dan tergugat B.
4. Bahwa sesuai dengan perjanjian utang-piutang tanggal 1 Sep-
tember 2002 antara penggugat dengan tergugat di mana inter-
venient dalam perjanjian tersebut sebagai penjamin, maka dalam
hal ini intervenient akan membayar kepada penggugat A sejumlah
Rp2.000.000,00 (dua juta rupiah) dengan catatan bahwa setelah
intervenient membayar utang tergugat B kepada penggugat A, maka
tergugat B harus mengembalikan uang sejumlah Rp2.000.000,00
(dua juta rupiah) kepada intervenient C.

Berdasarkan alasan-alasan tersebut di atas, intervenient mohon


kepada pengadilan agar berkenan memutuskan:
1. Menetapkan menerima intervensi intervenient dalam perkara
perdata No .................................. tanggal .................................. antara
penggugat A dan tergugat B dan intervenient sebagai pihak ketiga
(penjamin).
2. Menetapkan dan menghukum intervenient sebagai penjamin untuk
membayar utang tergugat B kepada penggugat A.
3. Menghukum tergugat B untuk mengembalikan uang sebesar
Rp2.000.000,00 (dua juta rupiah) kepada intervenient C.

Sungai Penuh, ................... 200 ....


Hormat Intervenient:

(C)

132 Pendidikan Keadvokatan


Adapun intervensi dalam bentuk tussenkomst (menengahi melawan
kedua belah pihak) adalah ikut sertanya pihak ketiga dalam perkara
guna membela kepentingannya sendiri. Menurut Ny. Retnowulan
Sutantio dan Iskandar Oeripkartawinata, bahwa tussenkomst adalah
pencampuran pihak ketiga atas kemauan sendiri yang ikut dalam
proses di mana pihak ketiga ini tidak memihak baik kepada penggugat
maupun kepada tergugat melainkan ia hanya memperjuangkan
kepentingannya sendiri.49
Kemudian oleh H. A. Mukti Arto, mengemukakan bahwa
tussenkomst ialah masuknya pihak ketiga sebagai pihak yang
berkepentingan ke dalam perkara yang sedang berlangsung untuk
membela kepentingannya sendiri, dan oleh karena itu ia melawan
kepentingan kedua belah pihak, (yaitu penggugat dan tergugat) yang
sedang beperkara. 50
Dalam hal ini terjadi gabungan dari beberapa perkara yang bersifat
prosesuil, dalam mana pihak ketiga yang mencampuri, menuntut
supaya ditetapkan haknya dalam hubungan dengan pihak yang
bersengketa itu. Contoh kasus, si A dan si B bersengketa harta waris
yang ditinggalkan oleh kedua orang tuanya yang bernama X dan Y,
sehingga A menggugat B, mendengar tentang adanya gugatan itu, C
yang juga anak kandung dari X dan Y, merasa mempunyai hak atas
sengketa harta waris tersebut. C di sini turut ke dalam proses sebagai
pihak ketiga yang berkepentingan sendiri.
Adapun ciri-ciri tussenkomst adalah sebagai berikut.
1. Sebagai pihak ketiga yang berkepentingan dan berdiri sendiri.
2. Adanya kepentingan untuk mencegah timbulnya kerugian, atau
kehilangan haknya yang terancam.
3. Melawan kepentingan kedua belah pihak yang beperkara.
4. Dengan memasukkan tuntutan terhadap pihak-pihak yang
beperkara (penggabungan tuntutan).

49 Ny. Retnowulan Susantio dan Iskandar Oeripkartawinata, Hukum Acara Perdata


dalam Teori dan Praktik, Bandung: Alumni, 1979, hlm. 38.
50 H. A. Mukti Arto, op. cit., hlm. 110.

Bab 5 Cara-Cara Membela Perkara 133


Kemudian syarat-syarat tusenkomst, yaitu sebagai berikut.
1. Merupakan tuntutan hak.
2. Adanya kepentingan hukum dalam sengketa yang sedang berlang-
sung.
3. Kepentingan tersebut haruslah ada hubungannya dengan pokok
sengketa yang sedang berlangsung.
4. Kepentingan mana untuk mencegah kerugian atau memperta-
hankan hak pihak ketiga.
Sedangkan keuntungan tussenkomst itu adalah sebagai berikut.
1. Prosedur beracara dipermudah dan disederhanakan.
2. Proses beperkara dipersingkat.
3. Terjadi penggabungan tuntutan.
4. Mencegah timbulnya putusan yang saling bertentangan.51
Posedur acara tussenkomst itu dilakukan oleh pihak ketiga yang
bersangkutan mengajukan gugatan kepada ketua pengadilan negeri
atau pengadilan agama dengan melawan pihak yang sedang beperkara
yakni penggugat dan tergugat dengan menunjuk nomor dan tanggal
perkara yang dilawan tersebut. Surat gugatan itu disusun seperti
gugatan biasa dengan memuat identitas, posita, dan petitum. Surat
gugatan tersebut diserahkan kepada meja pertama yang selanjutnya
diproses seperti gugatan biasa, dengan membayar tambahan panjar
biaya perkara tetapi tidak diberi nomor perkara baru, akan tetapi
memakai nomor perkara yang dilawan itu dan dicatat dalam register,
nomor, dan kolom yang sama. Kemudian ketua pengadilan negeri
atau pengadilan agama selanjutnya didisposisi kepada majelis hakim
yang menangani perkaranya itu.
Contoh intervensi dalam bentuk tussenkomst dapat dilihat di bawah
ini:
Kepada Yth,
Bapak Ketua Pengadilan Agama Sungai Penuh
di
Sungai Penuh.

51 H. A. Mukti Arto, ibid., hlm. 111.

134 Pendidikan Keadvokatan


Hal: Permohonan turut campur beperkara dalam perkara perdata
No ............................... antara:
A : – Penggugat
Lawan
B : – Tergugat
C : – Intervenient.

Dengan hormat,
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya bernama C, tinggal di
jalan Kh.Ahmaddahlan Rt. II Desa Koto Renah Sungai Penuh, yang
selanjutnya disebut pihak intervenient.
Bahwa intervenient melalui sepucuk surat ini mengajukan intervensi
terhadap perkara perdata No .............................. antara A sebagai
penggugat melawan B sebagai tergugat.
Adapun duduk perkaranya adalah sebagai berikut:
1. Bahwa penggugat, tergugat dan intervenient adalah anak kandung
dari suami istri X dan Y.
2. Bahwa intervenient mendengar kabar dari tetangga dekat bahwa
penggugat A dan tergugat B di Pengadilan Agama Sungai Penuh
sedang bersengketa mengenai warisan suami istri X dan Y.
3. Bahwa intervenient setelah mendengar penggugat A dan tergugat
B menyengketakan harta warisan orang tua intervenient kemudian
intervenient datang menghadap di pengadilan untuk mohon diberi
salinan suarat gugatan dalam perkara penggugat A dan tergugat B.
4. Bahwa setelah intervenient membaca isi dan maksud surat gugatan
tanggal, ............................ no ................................ yang sudah
intervenient terima dikemukakan oleh penggugat A, bahwa harta
warisan yang dikuasai oleh tergugat B minta dipecah dan dibagi
dua antara pengugat A dan tergugat B.
5. Bahwa oleh karena intervenient pun adalah juga anak kandung
suami istri X dan Y, maka menurut hukum intervenient pun
berkepentingan berhak atas harta warisan tersebut.
6. Bahwa harta warisan yang oleh penggugat A dan tergugat B
disengketakan tersebut bukannya harus dipecah dan dibagi dua,

Bab 5 Cara-Cara Membela Perkara 135


melainkan harus dibagi tiga antara penggugat, tergugat dan
intervenient yang masing-masing 1/3 (sepertiga) bagian.
Berdasarkan alasan-alasan tersebut di atas, intervenient mohon
kepada Bapak Ketua Pengadilan Agama Sungai Penuh Kerinci agar
berkenan memutuskan:
1. Menetapkan menerima intervensi intervenient dalam perkara
perdata No .................................. tanggal .....................................,
antara penggugat A dan tergugat B dan intervenient sebagai pihak
ketiga.
2 Menetapkan, bahwa intervenient adalah ahli waris almarhum
suami istri X dan Y dan berhak mendapat bagian 1/3 (sepertiga)
bagian dari harta warisan almarhum X dan Y yang disengketakan.
3. Menghukum penggugat, tergugat untuk bersama-sama dengan
intervenient memecahkan dan membagi harta warisan almarhum
suami istri X dan Y masing-masing 1/3 (sepertiga) bagian.

Sungai Penuh ........................... 200 ...


Hormat Intervenient:

(C)
Di samping intervensi dalam bentuk voeging dan tussenkomst kini
ada lagi bentuk yang mirip dengan intervensi, tetapi tidak dapat
digolongkan kepada intervensi. Bentuk itu adalah vrijwaring
(penanggungan atau pembebasan). Dikatakan tidak termasuk
intervensi, karena inisiatif ikut serta dalam perkara itu bukanlah datang
dari pihak ketiga, melainkan justru dari salah satu pihak yang
beperkara, yaitu penggugat atau tergugat.
Menurut H. A. Mukti Arto, bahwa yang dimaksud dengan
vrijwaring adalah suatu aksi hukum yang dilakukan oleh tergugat
untuk menarik pihak ketiga ke dalam perkara guna menjamin
kepentingan tergugat dalam menghadapi gugatan penggugat. 52

52 H. A. Mukti Arto, ibid., hlm. 114.

136 Pendidikan Keadvokatan


Kemudian Sudikno Mertokusumo menjelaskan, bahwa vrijwaring
(pembebasan) adalah satu pihak yang sedang bersengketa di muka
pengadilan menarik pihak ketiga di dalam sengketa. Ikut sertanya
pihak ketiga di sini adalah secara terpaksa dan bukan karena kehendak
pihak ketiga itu sendiri.53
Dengan demikian, vrijwaring adalah ikut sertanya pihak ketiga
dalam perkara karena diminta oleh salah satu pihak yang beperkara
(penggugat atau tergugat) sebagai penanggung atau pembebas
menurut hukum.
Tujuan dari vrijwaring itu adalah agar pihak ketiga yang ditarik
ke dalam perkara yang sedang berlangsung akan membebaskan pihak
yang menariknya (tergugat) dari kemungkinan akibat putusan tentang
pokok perkara.
Prosedur vrijwaring yaitu, tergugat dalam jawabannya atau
dupliknya memohon kepada majelis hakim yang memeriksanya agar
pihak ketiga yang dimaksudkan oleh tergugat sebagai penjamin ditarik
masuk ke dalam proses perkara untuk menjamin tergugat.
Adapun ciri-ciri dari vrijwaring itu adalah sebagai berikut.
1. Merupakan penggabungan tuntutan.
2. Salah satu pihak yang bersengketa (tergugat) menarik pihak ketiga
ke dalam sengketa.
3. Keikutsertaan pihak ketiga, timbul karena dipaksa dan bukan
karena kehendaknya.54
Contoh mengajukan vrijwaring dapat dilihat di bawah ini:
Kepada Yth,
Bapak Ketua Pengadilan Negeri Sungai Penuh
di
Sungai Penuh

53 Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, Yogyakarta: Liberty,


1993, hlm. 59.
54 H. A. Mukti Arto, loc. cit.

Bab 5 Cara-Cara Membela Perkara 137


Hal: Permohonan agar Pengadilan Negeri Sungai Penuh
memanggil pihak ketiga C di muka sidang dalam perkara
perdata No ..................... tanggal ....................... berhubung
perjanjian utang-piutang dengan borg orang lain (tergugat).

Dengan hormat,
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya bernama B tinggal di Jl.
Kh Ahmad Dahlan Rt. 2 No.17 Desa Koto Renah Sungai Penuh,
pekerjaan swasta, sebagai tergugat dalam perkara perdata No
........................ tanggal ........................ melawan A sebagai penggugat,
yang akan diperiksa di muka sidang pada hari .......................... tanggal
.......................... yang akan datang.
Bahwa tergugat melalui sepucuk surat ini mohon dengan hormat
agar dapat dipanggil oleh Pengadilan Negeri Sungai Penuh seorang
yang bernama C, tinggal di Jl. Depati Parbo Rt. 2 Desa Karya Bakti
Sungai Penuh, pekerjaan dagang sebagai pihak Ketiga.
Adapun duduk perkaranya adalah sebagai berikut:
1. Bahwa melalui isi dan maksud pokok dari surat gugatan penggugat
no. ............................ tanggal ............................ yang telah saya
terima turunannya waktu mendapat surat panggilan dari
Pengadilan Negeri Sungai Penuh.
2. Bahwa saya (tergugat) dipertanggungjawabkan atas wanprestasi
pembayaran kembali pinjaman uang sebesar Rp5000.000,00 (lima
juta rupiah) untuk keperluan modal perusahaan ditambah dengan
bunga menurut undang-undang 6% setahun (bukti surat
perjanjian utang-piutang tanggal 1 Mei 2003 terlampir).
3. Bahwa sesungguhnya peminjam uang dan pembuat perjanjian
utang-piutang itu adalah saudara C (pihak ketiga) tersebut di atas,
sedang saya (tergugat) hanya sebagai penanggung atau borg.
Menurut hukum, saudara C (pihak ketiga) yang harus
dipertanggungjawabkan sepenuhnya atas wanprestasi dalam
pembayaran kembali pinjamannya sebesar Rp5.000.000,00 (lima
juta rupiah) tersebut.

138 Pendidikan Keadvokatan


4. Bahwa bila C (pihak ketiga) pada hari sidang yang akan datang
sungguh-sungguh hadir menghadap Pengadilan Negeri dan
mengakui bahwa yang bertanggung jawab mengembalikan
pinjamannya kepada penggugat A adalah saudara C, maka saya
bersedia untuk memenuhi kewajiban itu sebagai penanggung
dengan syarat, bahwa dalam sidang itu juga Pengadilan Negeri
sekaligus memutuskan, bahwa C (pihak ketiga) harus membayar
kembali kepada saya (tergugat) sejumlah uang sama banyaknya
seperti yang harus saya bayarkan kepada penggugat A berikut
bunga dan biaya yang timbul dalam perkara ini.
Berdasarkan alasan-alasan tersebut di atas, tergugat B mohon ke-
pada Pengadilan Negeri Sungai Penuh agar berkenan memutuskan:

Primair:
1. Mengabulkan permohonan pemohon seluruhnya.
2. Menetapkan memanggil C untuk menghadap di sidang pengadilan
pada tanggal ..............................
3. Menghukum C bertanggung jawab untuk mengembalikan
pinjamannya kepada penggugat A.

Subsidiair:
Memberi keputusan ini yang seadil-adilnya.

Sungai Penuh ............................. 200 ....


Hormat saya,
Pemohon/Tergugat

(B)

7. Gugatan dengan Prodeo (Cuma-Cuma)


Pada hakikatnya beracara di pengadilan dalam hal gugatan perdata
mesti dikenai biaya sesuai dengan ketentuan dalam HIR, yaitu Pasal
182, Pasal 121 ayat (4), dan Pasal 145 ayat (4), dan R.Bg, yaitu Pasal
192–194, serta Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 Pasal 4 ayat (2),

Bab 5 Cara-Cara Membela Perkara 139


sebagaimana telah diganti dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun
2004 Pasal 4 ayat (2), dan terakhir diganti dengan Undang-Undang
Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, dalam Pasal 2
ayat (4) yang berbunyi, peradilan dilakukan dengan sederhana, cepat,
dan biaya ringan.
Oleh karena itu, jika ingin mengajukan perkara kepada pengadilan
mesti harus ada biayanya, kecuali jika tidak mampu membayar maka
beracara di muka pengadilan dapat dilakukan dengan cuma-cuma
setelah mendapat izin terlebih dahulu dari pengadilan yang berwenang
memeriksa perkara tersebut.
Di dalam hal pihak penggugat maupun tergugat tidak mampu
membayar biaya perkara, maka boleh dilakukan dengan cuma-cuma.
Dalam hal ini telah dijelaskan di dalam Pasal 237 HIR atau Pasal 273
R.Bg, yang berbunyi barang siapa hendak beperkara, baik sebagai
penggugat maupun tergugat, tetapi tidak mampu membayar ongkos
perkara, dapat mengajukan perkara dengan izin tidak membayar ongkos.
Permintaan beperkara secara cuma-cuma ini harus dimintakan
sebelum perkara pokok diperiksa oleh pengadilan. Permintaan untuk
beperkara secara cuma-cuma ini harus melampirkan surat keterangan
tidak mampu dari instansi yang berwenang, dewasa ini dikeluarkan
oleh kepala desa dan diketahui oleh camat.
Menurut Pasal 238 HIR atau Pasal 274 R.Bg menyebutkan bahwa:
1. Jika penggugat menghendaki izin itu, maka ia minta izin pada
waktu ia mengajukan surat gugatan atau pada waktu ia
menyatakan gugatan dengan lisan sebagaimana dimaksud pada
Pasal 142 dan Pasal 144 R.Bg atau Pasal 118 dan Pasal 120 HIR.
2. Jika izin itu dikehendaki oleh tergugat, maka izin itu dimintanya
pada waktu ia mengajukan jawabannya, yang tersebut pada Pasal
145 R.Bg atau Pasal 123 HIR, atau dalam persidangan, jika ia belum
minta lebih dahulu, asal saja sebelum perkara tersebut mulai
diperiksa.

140 Pendidikan Keadvokatan


3. Dalam kedua hal itu haruslah permintaan itu disertai dengan surat
keterangan tidak mampu dari seorang kepala polisi di tempat
tinggal si peminta, yang menerangkan bahwa sesudah
diperiksanya ternyata benar kepadanya bahwa orang itu tidak
mampu.
4. Jika surat keterangan tidak dapat diadakan, maka terserah kepada
pertimbangan pengadilan negeri untuk meyakinkan dari
keterangan orang itu, baik dengan lisan maupun dengan cara lain,
bahwa ia tidak mampu.
Permohonan beperkara dengan cuma-cuma dalam tingkat
pertama terlebih dahulu diperiksa oleh hakim dalam sidang insidental
yang memeriksa ketidakmampuannya pihak yang mengajukan
gugatan itu kepada pengadilan. Hasil pemeriksaan tersebut dituangkan
dalam putusan serta sebagaimana yang dijelaskan dalam Pasal 239
ayat (1) HIR atau Pasal 275 ayat (1) R.Bg, yang berbunyi pada hari
menghadap ke muka pengadilan, terlebih dahulu harus diputuskan oleh
Pengadilan Negeri apakah permintaan akan beperkara dengan tidak
membayar ongkos dapat dikabulkan atau tidak.
Kemudian pihak lawan yang mengajukan permohonan beperkara
dengan cuma-cuma dapat menyangkal permohonan gugat cuma-
cuma tersebut. Dalam hal ini dapat dilihat bunyi Pasal 239 ayat (2)
HIR atau Pasal 275 ayat (2) R.Bg, yaitu:
Lawan orang yang mengajukan permintaan itu dapat membantah
permintaan itu baik dengan semula menyatakan, bahwa gugatan atau
perlindungan si peminta itu tidak beralasan sama sekali, maupun
dengan menyatakan bahwa orang itu sungguh mampu akan
membayar ongkos perkara itu.

Hakim karena jabatannya dapat menolak gugat dengan cuma-


cuma tersebut. Jika ditolak, maka pemohon gugat dengan cuma-cuma
itu harus membayar ongkos perkara sebagaimana mestinya terlebih
dahulu, baru kemudian pemeriksaaan perkara dilanjutkan.
Pembayaran ongkos perkara (persekot biaya perkara) harus
dilakukan oleh pemohon atau penggugat dengan cuma-cuma pada
meja satu dan oleh kasir dicatat dalam jurnal sebagai tambahan biaya

Bab 5 Cara-Cara Membela Perkara 141


perkara, karena pada waktu mendaftarkan perkara pada Skum telah
ditulis nihil. Jika pihak yang mohon beperkara secara cuma-cuma tidak
membayar ongkos dalam tempo satu bulan setelah ditetapkan putusan
sela yang mewajibkan ia harus membayar ongkos perkara, maka
pengadilan dapat mencoret perkara itu dari daftar perkara.
Seandainya permohonan gugat dengan cuma-cuma dikabulkan
oleh majelis hakim, maka proses pemeriksaan perkara dilanjutkan.
Hal ini telah dijelaskan oleh Pasal 241 HIR atau Pasal 277 R.Bg yang
berbunyi putusan Pengadilan Negeri tentang izin untuk beperkara dengan
tidak membayar ongkos, tidak dapat diminta banding atau dikenakan
aturan lain.
Permohonan perkara secara cuma-cuma pada tingkat banding
dapat diajukan oleh para pihak secara lisan maupun secara tertulis
melalui Panitera Pengadilan Agama. Permohonan tersebut
disidangkan terlebih dahulu oleh Majelis Hakim yang ditunjuk oleh
Ketua Pengadilan Agama. Hasil pemeriksaan Majelis Hakim itu
dituangkan dalam Berita Acara Sidang yang ditandatangani oleh Ketua
Majelis dan Panitera yang turut sidang. Berita Acara tersebut dikirim
ke Pengadilan Tinggi Agama bersama-sama dengan bundel A dan
salinan putusan Pengadilan Agama. Putusan Pengadilan Tinggi Agama
atas permohonan beperkara dengan cuma-cuma di tingkat banding
adalah berupa “penetapan” dan penetapan ini dikirim kembali kepada
Pengadilan Agama untuk disampaikan kepada para pihak yang
beperkara.55
Pengadilan Tinggi Agama karena jabatannya dapat menolak
permohonan untuk beperkara secara cuma-cuma. Jika permohonan
izin beperkara secara cuma-cuma ditolak, maka pemohon dapat
mengajukan bandingnya dalam tenggang waktu 14 hari setelah bunyi
penetapan penolakan itu diberitahukan kepadanya, dengan membayar
biaya banding. Kemudian berkas bundel A dan bundel B beserta biaya
banding dikirimkan ke Pengadilan Tinggi Agama untuk pemeriksaan
tingkat banding.

55 H. Abdul Manan, Penerapan Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Agama,


Jakarta: Kencana, 2005, hlm. 64.

142 Pendidikan Keadvokatan


Apabila Pengadilan Agama dan Pengadilan Tinggi Agama
mengabulkan permohonan beracara dengan cuma-cuma, maka amar
putusan sela Pengadilan Agama dan penetapan Pengadilan Tinggi
Agama adalah memberi izin kepada pemohon atau penggugat untuk
beperkara secara cuma-cuma. Selanjutnya jika ditolak bunyi amarnya
adalah tidak memberi izin kepada pemohon atau penggugat untuk
beracara secara cuma-cuma.
Jika pengadilan agama dan pengadilan tinggi agama sudah
memberi izin untuk beracara secara cuma-cuma, maka pihak
pengadilan tidak dibenarkan memungut biaya kepada para pihak
dalam bentuk apapun, termasuk biaya meterai. Persoalan biaya
meterai terdapat perbedaan pendapat di kalangan praktisi hukum.
Ada praktisi hukum yang mengatakan bahwa kalau sudah diberi izin
beracara secara cuma-cuma maka biaya perkara bebas secara
keseluruhan termasuk biaya meterai. Sebagian lagi ada praktisi hukum
berpendapat semuanya bebas biaya kecuali biaya meterai yang harus
ditanggung oleh penggugat sebab biaya tersebut tidak bisa dibebankan
kepada pengadilan.56
Contoh permohonan gugatan secara prodeo dapat dilihat di bawah
ini:

Kepada Yth,
Bapak Ketua Pengadilan Negeri Sungai Penuh
di,
Sungai Penuh

Dengan hormat,
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya bernama A, tinggal di
jalan Depati Parbo Nomor 10 Rt. 1 Desa Karya Bakti Sungai Penuh,
yang selanjutnya disebut Penggugat.

56 H. Abdul Manan, ibid., hlm. 65.

Bab 5 Cara-Cara Membela Perkara 143


Bahwa penggugat melalui sepucuk surat ini mengajukan gugatan
kepada saudara B, tinggal di jalan Depati Parbo Nomor 12 Desa Lawang
Agung Sungai Penuh, yang selanjutnya disebut Tergugat.
Adapun duduk perkaranya adalah sebagai berikut:
a. Bahwa pada tanggal 1 April 1982 antara penggugat dan tergugat
telah terjadi perjanjian sewa-menyewa tanah hak milik penggugat
yang terletak di jalan Depati Parbo Desa Koto Lebu Sungai Penuh
Kerinci.
b. Bahwa luas tanah yang disewakan kepada tergugat 600 m2.
c. Bahwa harga sewa-menyewa tanah yang telah diperjanjikan ialah
Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah) sebulan.
d. Bahwa di atas tanah sewa tersebut telah didirikan sebuah bangunan
rumah tembok milik tergugat.
e. Bahwa pada waktu perjanjian dibuat, anak-anak penggugat masih
kecil, dan sekarang sudah dewasa 22 tahun, dan sudah besar,
untuk itu sangat membutuhkan rumah dan tanah untuk
kelangsungan hidupnya.
f. Bahwa mengingat pada huruf e di atas maka penggugat pada
tanggal 2 Mei 2002 telah mengirim surat kepada tergugat yang
isinya bahwa penggugat ingin memutuskan sewa-menyewa tanah
milik penggugat dengan tergugat dan diharapkan dalam jangka
waktu 1 (satu) tahun tergugat segera mengosongkan tanah dan
memindahkan bangunan milik tergugat ke tempat lain.
g. Bahwa sehubungan dengan jangka waktu yang diberikan telah
lampau sebagaimana tersebut dalam huruf 6 di atas, maka melalui
surat tertanggal 20 Juni 2003 penggugat telah memutuskan
perjanjian sewa-menyewa tanah dengan pihak tergugat. Dengan
demikian, telah putus hubungan hukum antara penggugat dengan
tergugat sejak dikeluarkannya surat tersebut.
h. Bahwa penggugat mengajukan gugatan ini dalam keadaan miskin
dan tidak mampu untuk membayar biaya perkara ini, maka
mohon agar diperkenankan mengajukan perkara tanpa membayar
biaya (prodeo). (Surat keterangan tidak mampu no ..........................
tanggal ........................ (terlampir)).

144 Pendidikan Keadvokatan


Berdasarkan alasan-alasan tersebut di atas penggugat mohon
kepada pengadilan berkenan memutuskan:

Primair:
a. Mengabulkan gugatan penggugat seluruhnya.
b. Memperkenankan penggugat untuk mengajukan perkara tanpa
membayar biaya (prodeo).
c. Menyatakan hubungan sewa-menyewa tanah antara penggugat
dengan tergugat putus.
d. Menghukum tergugat untuk mengosongkan tanah penggugat dan
menyerahkannya kepada penggugat.
e. Menghukum tergugat untuk membongkar rumah milik tergugat
dan memindahkannya ke tempat lain.
f. Menghukum tergugat untuk membayar uang paksa (dwangsom)
sebesar Rp50.000,00 (lima puluh ribu rupiah) tiap hari, jika
tergugat terlambat melaksanakan keputusan ini.
g. Menghukum tergugat untuk membayar biaya perkara yang
timbul dalam perkara ini.

Subsidiair:
Memberi keputusan lain yang seadil-adilnya.

Sungai Penuh, ..................200 ....


Hormat Penggugat

(A)

Contoh surat keterangan tidak mampu.

SURAT KETERANGAN
Nomor: ......................
Kami bernama C, Kepala Desa Karya Bakti, Kecamatan Sungai Penuh,
Kabupaten Kerinci, dengan ini menerangkan dengan sebenarnya

Bab 5 Cara-Cara Membela Perkara 145


bahwa orang yang bernama A, pekerjaan tani adalah benar-benar
penduduk Desa Karya Bakti dan adalah seorang miskin, sehingga tidak
mampu untuk membayar biaya perkara Pengadilan Negeri Sungai
Penuh.

Karya Bakti, ............................


Kepala Desa Karya Bakti

(C)

Mengetahui:
Camat Sungai Penuh

(tanda tangan dan cap)

Pihak tergugat pun dapat mengajukan jawaban dengan cuma-


cuma (prodeo) dengan syarat harus mempunyai surat keterangan tidak
mampu atau miskin dari kepala polisi setempat atau kepala desa, di
mana tergugat bertempat tinggal.
Contoh jawaban tergugat secara cuma-cuma (prodeo) dapat dilihat
sebagai berikut:

Kepada Yth,
Bapak Ketua Pengadilan Negeri Sungai Penuh
di
Sungai Penuh
Hal: Jawaban tergugat atas gugatan penggugat dalam perkara
perdata No ............................ tanggal ..............................

Dengan hormat,
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya bernama B, tinggal di
jalan Depati Parbo No.12 Desa Lawang Agung Sungai Penuh yang
selanjutnya disebut pihak Tergugat.

146 Pendidikan Keadvokatan


Bahwa tergugat melalui sepucuk surat ini sebelum memberikan
jawaban atas gugatan pihak penggugat mohon ditetapkan juga untuk
mengajukan jawaban dan seterusnya tanpa membayar biaya (prodeo).
Bahwa tergugat melaui sepucuk surat ini mengajukan jawaban
sebagai berikut.
1. Bahwa tergugat menyangkal semua dalil gugatan dan tuntutan
penggugat seluruhnya, kecuali yang telah diakui dengan tegas.
2. Bahwa memang benar penggugat dan tergugat pada tanggal 1 April
1982 telah mengadakan perjanjian sewa-menyewa tanah seluas
600 m2 yang terletak di jalan Depati Parbo Desa Koto Lebu Sungai
Penuh Kerinci, dengan harga sewa Rp100.000,00 (seratus ribu
rupiah) setiap bulan.
3. Bahwa dalam perjanjian tidak ditetapkan batas waktu bahkan
penggugat berjanji tidak akan mengakhiri hubungan sewa selama
tergugat memerlukan.
4. Bahwa di atas tanah sengketa memang tergugat telah membangun
sebuah bangunan rumah.
5. Bahwa suatu perjanjian merupakan undang-undang bagi mereka
yang membuatnya (Pasal 1338 KUH Perdata), sehingga dengan
demikian perjanjian sewa-menyewa tanah yang telah berjalan 20
tahun mengikat kedua belah pihak.
6. Bahwa uang sewa tanah tersebut sejak diadakan perjanjian tiap-
tiap bulan diterima oleh penggugat.
7. Bahwa tergugat sebagai penyewa tanah tidak pernah menyimpang
dari apa yang telah diperjanjikan dalam surat perjanjian tanggal 1
April 1982.

Berdasarkan alasan-alasan tersebut di atas, tergugat mohon kepada


pengadilan sudi kiranya berkenan memutuskan:
1. Menetapkan tergugat untuk mengajukan jawaban dan seterusnya
tanpa membayar biaya (prodeo).
2. Menolak atau setidak-tidaknya tidak dapat menerima gugatan dan
tuntutan penggugat seluruhnya.

Bab 5 Cara-Cara Membela Perkara 147


3. Menghukum penggugat untuk membayar biaya yang timbul
dalam perkara ini.

Sungai Penuh,……………200……
Hormat tergugat

(B)

8. Pembuktian
Seorang advokat harus tahu bukti-bukti apa saja yang dapat diajukan
setelah acara gugatan dari pihak penggugat, jawaban dari pihak
tergugat, replik dari pihak penggugat, dan duplik dari pihak tergugat.
Pembuktian menurut Bachtiar Effendie dan A. Chodari, ADP,
adalah penyajian alat-alat bukti yang sah menurut hukum oleh pihak
beperkara kepada hakim dalam persidangan dengan tujuan untuk
memperkuat kebenaran dalil tentang fakta hukum yang menjadi
pokok sengketa, sehingga hakim memperoleh kepastian untuk
dijadikan dasar putusannya. 57 Selanjutnya R. Subekti pernah
menjelaskan, bahwa membuktikan ialah meyakinkan hakim tentang
kebenaran dalil atau dalil-dalil yang dikemukakan dalam suatu
persengketakan. 58 Jadi, jelaslah bahwa pembuktian itu hanyalah
diperlukan dalam persengketaan di muka pengadilan.
Pembuktian itu diperlukan karena adanya bantahan atau
penyangkalan dari pihak lawan tentang apa yang digugatkan, atau
untuk membenarkan suatu hak. Di sini yang wajib membuktikan
atau mengajukan alat-alat bukti adalah yang berkepentingan di dalam
perkara atau sengketa, berkepentingan bahwa gugatannya dikabulkan
atau ditolak. Jadi, yang berkepentingan adalah para pihak (penggugat
dan tergugat). Para pihaklah yang wajib membuktikan peristiwa yang
disengketakan dan bukan hakim.

57 Bachtiar Effendie, dan kawan-kawan, Surat Gugat dan Hukum Pembuktian dalam
Perkara perdata, Bandung: Citra Aditya Bakti, 1991, hlm. 50.
58 R. Subekti, op. cit., hlm. 78.

148 Pendidikan Keadvokatan


Hal ini dapat dilihat atau dibaca dalam Pasal 163 HIR atau Pasal
283 R.Bg, dan Pasal 1865 KUH Perdata. Pasal 1865 KUH Perdata
berbunyi setiap orang yang mendalilkan bahwa ia mempunyai sesuatu
hak, atau guna meneguhkan haknya sendiri maupun membantah suatu
hak orang lain, menunjuk pada suatu peristiwa, diwajibkan membuktikan
adanya hak atau peristiwa tersebut.59
Dalam sengketa yang berlangsung di persidangan pengadilan,
masing-masing pihak dibebani untuk menunjukkan dalil-dalil (posita)
yang saling berlawanan. Majelis hakim harus memeriksa dan
menetapkan dalil-dalil manakah yang benar dan yang tidak benar
berdasar duduk perkaranya yang ditetapkan sebagai yang sebenarnya.
Keyakinan hakim itu dibangun berdasarkan pada sesuatu yang oleh
undang-undang dinamakan alat bukti, dengan alat bukti, masing-
masing pihak berusaha membuktikan dalilnya atau pendiriannya yang
dikemukakan di hadapan majelis hakim dalam persidangan.
Merupakan suatu asas bahwa siapa mendalilkan sesuatu dia harus
membuktikannya, maka advokat harus tahu ada berapa macam alat-
alat bukti dan bagaimana cara harus membuktikannya. Alat-alat bukti
menurut Bachtiar Effendie dan kawan-kawan, ialah bahan-bahan yang
dipakai untuk pembuktian dalam suatu perkara perdata di depan
persidangan pengadilan.60 Alat bukti menurut ketentuan undang-
undang Pasal 164 HIR, Pasal 284 RBg, dan Pasal 1866 KUH Perdata
terdiri atas:
a. Bukti tulisan (surat),
b. Bukti dengan saksi-saksi,
c. Persangkaan-persangkaan,
d. Pengakuan,
e. Sumpah. 61

59 R. Subekti, R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Jakarta:


Pradnya Paramita, 1995, hlm. 475.
60 Bachtiar Effendie, A. Chodari, ADP., op. cit., hlm. 57.
61 R. Subekti, R. Tjitrosudibio, loc. cit.

Bab 5 Cara-Cara Membela Perkara 149


a. Bukti Tulisan (Surat)
Alat bukti surat telah diatur di dalam Pasal 138, Pasal 165, Pasal 167
HIR, Pasal 164, dan Pasal 285 sampai dengan Pasal 305 R.Bg. Stbl.1867
No. 29 dan Pasal 1867–1894 BW, serta Pasal 138–147 RV. Surat
merupakan alat bukti tertulis yang memuat tulisan untuk menyatakan
pikiran seseorang sebagai alat bukti.
Menurut H. A. Mukti Arto mengemukakan, bahwa alat bukti
tertulis atau surat ialah segala sesuatu yang memuat tanda-tanda bacaan
yang dimaksudkan untuk mencurahkan isi hati atau menyampaikan
buah pikiran seseorang dan dipergunakan sebagai pembuktian (alat
bukti). 62
Selanjutnya, oleh Sudikno Mertokusumo menjelaskan bahwa alat
bukti tertulis atau surat ialah segala sesuatu yang memuat tanda-tanda
bacaan yang dimaksudkan untuk mencurahkan isi atau untuk me-
nyampaikan buah pikiran seseorang dan dipergunakan sebagai
pembuktian.63 Surat sebagai alat bukti tertulis itu dapat dibagi kepada
dua bagian, yaitu (1) akta, dan (2) surat-surat lainnya yang bukan akta,
yakni surat yang dibuat tidak dengan tujuan sebagai alat bukti dan
belum tentu ditandatangani.
Akta menurut Abdulkadir Muhammad adalah surat bertanggal
dan diberi tanda tangan, yang memuat peristiwa-peristiwa yang
menjadi dasar suatu hak atau perikatan yang digunakan untuk
pembuktian. 64 Dengan demikian untuk dapat digolongkan dalam
pengertian akta, maka surat harus ditandatangani. Keharusan adanya
tanda tangan tidak lain bertujuan untuk membedakan akta yang satu
dari akta yang lain atau dari akta yang dibuat orang lain. Oleh karena
itu, fungsi tanda tangan adalah untuk memberi ciri atau untuk
mengindividualisasi sebuah akta.
Adapun kekuatan pembuktian akta itu terdapat tiga macam, yaitu
sebagai berikut.

62 H. A. Mukti Arto, op. cit., hlm. 148.


63 Sudikno Mertokusumo, op. cit., hlm. 120.
64 Abdulkadir Muhammad, op. cit., hlm. 150.

150 Pendidikan Keadvokatan


1. Kekuatan pembuktian lahir, maksudnya, bahwa suatu surat yang
secara lahir tampak seperti akta, mempunyai kekuatan pem-
buktian seperti akta, kecuali dapat dibuktikan sebaliknya. Da-
sarnya ini adalah kenyataan lahir.
2. Kekuatan pembuktian formal, yakni secara formal memang benar
ada pernyataan di dalam akta itu. Dasarnya ini adalah kebiasaan.
3. Kekuatan pembuktian materiil, artinya, bahwa secara materiil isi
pernyataan di dalam akta itu benar. Ini dasarnya adalah pada hu-
kum.
Bukan akta adalah suatu surat yang tidak ada tanda tangannya,
seperti resi, karcis, foto dan peta. Nilai kekuatan pembuktiannya
tergantung pada penilaian hakim. Jika isinya mengandung fakta maka
dapat digunakan sebagai bukti permulaan atau sebagai surat
keterangan yang memerlukan dukungan alat bukti lain. Kemudian
akta itu sendiri terdapat dua macam, yaitu (1) akta autentik, dan (2)
akta di bawah tangan.
Akta autentik adalah akta yang dibuat oleh pejabat yang diberi
wewenang untuk itu oleh penguasa, menurut ketentuan-ketentuan
yang telah ditetapkan. Menurut ketentuan Pasal 1868 Kitab Undang-
Undang Hukum Perdata mengatakan bahwa suatu akta autentik ialah
suatu yang di dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang,
dibuat oleh atau di hadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa
untuk itu di tempat di mana akta dibuatnya.
Adapun syarat-syarat akta autentik itu ada 3 (tiga) macam, yaitu:
1. Dibuat oleh atau di hadapan pejabat yang berwenang untuk itu.
2. Dibuat dalam bentuk sesuai ketentuan yang ditetapkan untuk itu.
3. Dibuat di tempat di mana pejabat itu berwenang untuk
menjalankan tugasnya.65
Pejabat yang dimaksudkan di sini di antaranya adalah seperti
notaris, hakim, panitera, juru sita, pegawai pencatat sipil, pegawai
pencatat nikah, pejabat pembuat akta tanah, dan pejabat pembuat
akta ikrar wakaf.

65 H. A. Mukti Arto, loc. cit.

Bab 5 Cara-Cara Membela Perkara 151


Akta autentik dapat diklasifikasikan menjadi dua macam, yaitu
akta ambtelijk, dan akta partij. Akta ambtelijk, yaitu akta yang dibuat
oleh pejabat yang diberi wewenang untuk itu, dengan mana pejabat
menerangkan apa yang dilihat dan dilakukannya, seperti berita acara
pemeriksaan dari penyidik. Adapun akta partij adalah akta yang dibuat
oleh para pihak di hadapan pejabat yang berwenang untuk itu atas
kehendak para pihak, dengan mana pejabat tersebut menerangkan
juga apa yang dilihat didengar dan dilakukannya, seperti akta jual
beli yang dibuat di hadapan notaris.
Akta autentik itu mempunyai tiga macam kekuatan pembuktian,
yaitu:
1. pembuktian formal, yaitu pembuktian antara pihak bahwa mereka
sudah melaksanakan apa yang tertulis di dalam akta tersebut;
2. pembuktian materiil, yaitu pembuktian antara pihak bahwa
peristiwa yang tertulis dalam akta tersebut telah terjadi;
3. pembuktian mengikat, yaitu pembuktian antara para pihak,
bahwa pada tanggal dan waktu tersebut di dalam akta yang
bersangkutan telah menghadap kepada pegawai dan menerangkan
apa yang telah tertulis di dalam akta tersebut.66
Akta di bawah tangan adalah akta yang dibuat oleh para pihak
dengan sengaja untuk pembuktian, tetapi tanpa bantuan dari seseorang
pejabat. Jadi semata-mata dibuat antara para pihak yang
berkepentingan. Contohnya, yaitu surat-surat jual beli yang dibuat
tidak di hadapan pejabat umum dan kuitansi.
Kekuatan pembuktian akta di bawah tangan adalah sama dengan
akta autentik apabila isi dan tanda tangan diakui oleh pihak lawan.
Hanya dapat disingkirkan apabila isinya bertentangan dengan hukum,
ada unsur paksaan dalam pembuatannya, atau ada penipuan.

b. Alat Bukti Saksi


Jika alat bukti tertulis tidak ada, maka advokat dalam menangani suatu
kasus, baik ia sebagai advokat tergugat atau advokat penggugat atau

66 H. Abdul Manan, op. cit., hlm. 143.

152 Pendidikan Keadvokatan


pembantah, harus mencari dan berusaha mendapatkan saksi-saksi,
sekurang-kurangnya 2 (dua) orang yang dapat membenarkan atau
menguatkan dalil-dalil yang ia ajukan di muka persidangan.
Saksi yang hanya seorang diri belum dapat dijadikan dasar pem-
buktian, unus testis nulus testis, artinya satu saksi buka saksi. Oleh
karena itu, harus disempurnakan dengan alat bukti lain, seperti sum-
pah, pengakuan atau lainnya. Hakim dilarang menetapkan suatu pe-
ristiwa sebagai terbukti hanya berdasarkan keterangan seorang saksi
yang berdiri sendiri tanpa didukung alat bukti lain. Alat bukti saksi
telah diatur di dalam Pasal 169 sampai dengan Pasal 172 HIR atau
Pasal 306 sampai dengan Pasal 309 R.Bg.
Saksi adalah orang yang memberikan keterangan di muka sidang,
dengan memenuhi syarat-syarat tertentu, tentang suatu peristiwa atau
keadaan yang ia lihat, dengar, dan ia alami sendiri, sebagai bukti
terjadinya peristiwa atau keadaan tersebut.67
Berdasarkan pengertian di atas, maka seorang saksi itu haruslah
dapat benar-benar menerangkan tentang apa yang dilihatnya sendiri,
didengarnya sendiri, dan dialaminya sendiri. Kesaksian yang diperoleh
secara tidak langsung dengan melihat, mendengar dan mengalami
sendiri melainkan melalui orang lain disebut dengan testimonium de
auditu (Pasal 171 HIR). Kesaksian semacam ini nilai pembuktiannya
tidak perlu dipertimbangkan.
Kemudian seorang saksi harus pula memenuhi syarat formil dan
syarat materiil. Adapun syarat formil saksi itu adalah sebagai berikut.
1. Berumur 15 tahun ke atas.
2. Sehat akalnya.
3. Tidak ada hubungan keluarga sedarah dan keluarga semenda dari
salah satu pihak menurut keturunan yang lurus, kecuali undang-
undang menentukan lain.
4. Tidak ada hubungan perkawinan dengan salah satu pihak
meskipun sudah bercerai (Pasal 145 ayat (1) HIR).

67 H. A. Mukti Arto, op. cit., hlm. 165.

Bab 5 Cara-Cara Membela Perkara 153


5. Tidak ada hubungan kerja dengan salah satu pihak dengan
menerima upah (Pasal 144 ayat (2) HIR), kecuali undang-undang
menentukan lain.
6. Menghadap di persidangan (Pasal 141 ayat (2) HIR).
7. Mengangkat sumpah menurut agamanya (Pasal 147 HIR).
8. Berjumlah sekurang-kurangnya 2 orang untuk kesaksian suatu
peristiwa, atau dikuatkan dengan alat bukti lain (Pasal 169 HIR),
kecuali mengenai perzinaan.
9. Dipanggil masuk ke ruang sidang satu demi satu (Pasal 144 ayat
(1) HIR).
10. Memberikan keterangan secara lisan (Pasal 147 HIR).

Adapun syarat materiil saksi itu adalah sebagai berikut.


1. Menerangkan apa yang dilihat, ia dengar, dan ia alami sendiri
(Pasal 171 HIR atau Pasal 308 R.Bg).
2. Diketahui sebab-sebab ia mengetahui peristiwanya (Pasal 171 ayat
(1) HIR atau Pasal 308 ayat (1) R.Bg).
3. Bukan merupakan pendapat atau kesimpulan saksi sendiri (Pasal
171 ayat (2) HIR atau Pasal 308 ayat (2) R.Bg).
4. Saling bersesuaian satu sama lain (Pasal 170 HIR).
5. Tidak bertentangan dengan akal sehat.68
Menurut ketentuan Pasal 145 ayat (1) HIR atau Pasal 172 ayat (1)
R.Bg, bahwa ada beberapa saksi yang tidak dapat didengar sebagai
saksi, yaitu sebagai berikut.
1. Keluarga sedarah dan keluarga karena perkawinan menurut
keturunan yang lurus dari salah satu pihak.
2. Saudara laki-laki dan saudara perempuan dari ibu dan keponakan
di dalam daerah keresidenan: Bengkulu, Sumatra Barat, dan
Tapanuli, kalau hak mewarisi di situ diatur menurut ada setempat.
3. Istri suami salah satu pihak meskipun sudah bercerai.

68 H. A. Mukti Arto, ibid., hlm. 165–166.

154 Pendidikan Keadvokatan


4. Anak-anak yang tidak dapat diketahui benar apakah umurnya
sudah cukup 15 tahun.
5. Orang gila meskipun kadang-kadang terang ingatannya.
Saksi yang boleh mengundurkan diri sebagai saksi menurut
ketentuan dari Pasal 146 ayat (1) HIR atau Pasal 174 R.Bg, adalah se-
bagai berikut.
1. Saudara laki-laki dan perempuan dan ipar laki-laki dan pe-
rempuan dari salah satu pihak.
2. Keluarga sedarah menurut dari keturunan lurus dari saudara laki-
laki dan perempuan dari suami istri dari salah satu pihak.
3. Orang yang karena martabat, pekerjaan atau jabatannya yang sah
diwajibkan menyimpan rahasia. Dalam hal yang semata-mata
tentang hal itu saja yang dipercayakan karena martabat, pekerjaan
dan jabatannya itu.
Dalam hal benar tidaknya keterangan orang yang diwajibkan me-
nyimpan rahasia itu terserah pada pertimbangan hakim. Hal ini telah
dijelaskan di dalam Pasal 146 ayat (2) HIR atau Pasal 174 ayat (2) R.Bg
yang menyebutkan bahwa pengadilanlah yang mempertimbangkan
benar tidaknya keterangan orang di atas, bahwa ia diwajibkan me-
nyimpan rahasia tersebut.
Adapun orang yang tidak dapat mengundurkan diri sebagai saksi,
ia wajib memenuhi kewajiban sebagai saksi. Apabila seorang saksi
dipanggil menurut ketentuan undang-undang, tetapi dengan sengaja
tidak mau memenuhi suatu kewajiban yang menurut undang-undang
harus ia penuhi, seperti kewajiban untuk datang pada sidang dan
memberikan kesaksian, maka diancam sanksi pidana. Hal ini telah
dijelaskan di dalam Pasal 224 KUHP yang berbunyi sebagai berikut.
Barang siapa yang dipanggil menurut undang-undang akan menjadi
saksi, ahli atau juru bahasa, dengan sengaja tidak memenuhi sesuatu
kewajiban yang sepanjang undang-undang harus dipenuhi dalam
jabatan tersebut, dihukum:
ke-1 dalam perkara pidana, dengan hukuman penjara selama-
lamanya sembilan bulan; (Pasal 552 KUHP).

Bab 5 Cara-Cara Membela Perkara 155


ke-2 dalam perkara lain, dengan hukuman penjara selama-lamanya
enam bulan. (Pasal 522 KUHP).69
Selain kewajiban saksi sebagaimana telah disebutkan di atas, saksi
juga berkewajiban mengangkat sumpah sebelum memberikan
keterangannya. Hal ini telah dijelaskan di dalam Pasal 147 HIR atau
Pasal 175 R.Bg, yaitu apabila orang tidak minta dibebaskan dari pada
memberikan kesaksian atau jika permintaan untuk dibebaskan tidak
beralasan, maka sebelum saksi itu memberikan keterangan lebih dahulu
harus ia sumpah menurut agamanya.
Penegasan pengucapan sumpah merupakan kewajiban hukum
(legal obligation) bagi saksi, disebutkan di dalam Pasal 1911 KUH
Perdata yang berbunyi tiap saksi diwajibkan, menurut cara agamanya,
bersumpah atau berjanji bahwa ia akan menerangkan apa yang
sebenarnya.
Adapun isi pokok sumpah atau janji akan menerangkan apa yang
sebenarnya atau voir dire yaitu berkata benar. Jadi, intisari sumpah
atau janji itu adalah menerangkan yang sebenarnya tentang apa yang
dialami, dilihat atau didengarnya mengenai perkara yang diseng-
ketakan para pihak.
Apabila saksi telah memenuhi syarat formil dan materiil, maka ia
mempunyai nilai pembuktian bebas. Hakim bebas untuk menilai
kesaksian itu sesuai dengan nuraninya. Hakim tidak terikat dengan
keterangan saksi. Hakim dapat menyingkirkannya asal dipertim-
bangkan dengan cukup berdasarkan argumentasi yang kuat.

c. Alat Bukti Persangkaan


Alat bukti persangkaan merupakan alat bukti urutan ketiga menurut
ketentuan Pasal 164 HIR, dan Pasal 1886 KUH Perdata.
Persangkaan diatur di dalam Pasal 173 HIR atau Pasal 310 R.Bg,
dan Pasal 1915 sampai dengan Pasal 1922 KUH Perdata. Pasal 173
HIR atau Pasal 310 R.Bg menyebutkan bahwa sangka saja yang tidak
beralasan pada suatu ketentuan undang-undang yang nyata, hanya

69 R. Soesilo, loc. cit.

156 Pendidikan Keadvokatan


boleh diperhatikan oleh hakim waktu menjatuhkan keputusannya
jika sangka itu penting, saksama tertentu dan bersesuaian.
Apabila diperhatikan bunyi Pasal 173 HIR atau Pasal 310 R.Bg
tersebut tidak menguraikan secara jelas apa yang dimaksud dengan
persangkaan. Adapun pasal yang menguraikan pengertian alat bukti
persangkaan adalah Pasal 1915 KUH Perdata yang berbunyi
persangkaan adalah kesimpulan-kesimpulan yang oleh undang-undang
atau oleh Hakim ditariknya dari suatu peristiwa yang terkenal ke arah
suatu peristiwa yang tidak dikenal. Dari ketentuan ini jelas bahwa
persangkaan itu hanyalah kesimpulan belaka dari ketentuan undang-
undang atau hakim tentang suatu peristiwa yang sudah jelas kepada
peristiwa yang belum jelas.
Kemudian M. Yahya Harahap menjelaskan bahwa persangkaan
adalah bertitik tolak dari fakta-fakta yang diketahui, ditarik kesimpulan
ke arah suatu fakta yang konkret kepastiannya yang sebelumnya fakta
itu belum diketahui, jadi pada langkah pertama, ditemukan fakta atau
bukti langsung dalam persidangan, dan dari fakta atau bukti langsung
itu, ditarik kesimpulan yang mendekati kepastian tentang terbuktinya
fakta lain yang sebelumnya tidak diketahui.70
Dengan demikian, persangkaan merupakan alat bukti tidak
langsung yang ditarik dari alat bukti yang lain, atau merupakan uraian
hakim dengan mana hakim menyimpulkan dari fakta yang terbukti
ke arah yang belum terbukti. Contoh, tergugat sebagai penyewa rumah
digugat oleh penggugat sebagai pemilik rumah yang baru. Dalam
gugatan penggugat dikatakan, bahwa tergugat tidak pernah membayar
uang sewa kepada penggugat. Dalam sidang pembuktian tergugat
dapat membuktikan, bahwa tergugat telah mengajukan bukti tiga
kuitansi pembayaran sewa rumah berturut-turut. Dengan adanya tiga
bukti kuitansi tersebut dapat dipahami, bahwa tergugat betul-betul
sebagai penghuni atau penyewah rumah milik penggugat.

70 M. Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan,


Pembuktian, dan Putusan Pengadilan, Jakarta: Sinar Grafika, 2005, Cet. Ketiga,
hlm. 684.

Bab 5 Cara-Cara Membela Perkara 157


Persangkaan menurut Pasal 1915 KUH Perdata terdiri atas dua
macam, yaitu:
1. persangkaan menurut undang-undang, dan
2. persangkaan yang tidak berdasarkan undang-undang.
Persangkaan menurut undang-undang disebut juga persangkaan
hukum (rechtsvermoeden) atau persangkaan undang-undang (wettelijke
vermoeden). Persangkaan undang-undang menurut Pasal 1916 KUH
Perdata adalah persangkaan yang berdasarkan suatu ketentuan khusus
undang-undang, dihubungkan dengan perbuatan-perbuatan tertentu
atau peristiwa-peristiwa tertentu.
Persangkaan semacam itu menurut Pasal 1916 KUH Perdata di
antaranya adalah:
1. perbuatan yang oleh undang-undang dinyatakan batal, karena
semata-mata demi sifat dan wujudnya, dianggap telah dilakukan
untuk menyelundupi suatu ketentuan undang-undang;
2. hal-hal di mana undang-undang diterangkan bahwa hak milik
atau pembebasan utang disimpulkan dari keadaan-keadaan
tertentu;
3. kekuatan yang oleh undang-undang diberikan kepada suatu
putusan hakim yang telah memperoleh kekuatan mutlak;
4. kekuatan yang oleh undang-undang diberikan kepada pengakuan
atau kepada sumpah salah satu pihak.
Adapun bentuk persangkaan undang-undang (hukum) itu terbagi
atas dua macam, yaitu sebagai berikut.
a . Praesumptions juris tantum, yaitu persangkaan berdasarkan hukum
yang memungkinkan adanya pembuktian lawan.
b . Praesumptions juris et de jure, yaitu persangkaan berdasarkan
hukum yang tidak memungkinkan pembuktian lawan.71
Persangkaan berdasarkan undang-undang (hukum) yang
memungkinkan pembuktian lawan sebagaimana yang tercantum
dalam Pasal 159, Pasal 633, Pasal 658, Pasal 662, Pasal 1394, Pasal 1439

71 Sudikno Mertokusumo, op. cit., hlm. 146.

158 Pendidikan Keadvokatan


KUH Perdata. Adapun persangkaan menurut undang-undang yang
tidak memungkinkan pembuktian lawan diatur dalam Pasal 1921 ayat
(2) KUH Perdata, yaitu yang dapat menjadi dasar untuk membatalkan
perbuatan-perbuatan tertentu (Pasal 184, Pasal 911, dan Pasal 1681
KUH Perdata).
Persangkaan yang tidak berdasarkan undang-undang atau
persangkaan hakim, yaitu kesimpulan yang ditarik oleh hakim
berdasarkan peristiwa atau kejadian tertentu yang telah terungkap
melalui bukti-bukti yang diajukan oleh para pihak. Persangkaan
semacam ini disebut juga persangkaan berdasarkan kenyataan
(praesumptions facti/rechterlijke vermoedens). Bentuk persangkaan ini
diatur dalam Pasal 1922 KUH Perdata.
Persangkaan hakim tidak boleh berdiri sendiri, tetapi harus terdiri
dari beberapa persangkaan yang satu sama lain saling mendukung,
berhubungan, sehingga peristiwa yang disengketakan itu dapat
dianggap terbukti. Hakim bebas menyimpulkan persangkaan
berdasarkan kenyataan yang ada dan hakim bebas menggunakan atau
tidak menggunakan hal-hal yang terbukti dalam suatu perkara sebagai
dasar untuk melakukan persangkaan. Apabila yang ada hanya per-
sangkaan hakim saja, maka nilai pembuktiannya baru mempunyai
pembuktian permulaan, oleh karena itu harus didukung oleh bukti
lain.

d. Alat Bukti Pengakuan


Pengakuan adalah suatu pernyataan secara lisan atau tertulis dari salah
satu pihak yang beperkara yang isinya membenarkan dalil lawan
bagian sebagian atau seluruhnya.72 Menurut H.A. Mukti Arto, bahwa
pengakuan adalah pernyataan seseorang tentang dirinya sendiri,
bersifat sepihak dan tidak memerlukan persetujuan pihak lain.73
Alat bukti pengakuan diatur di dalam Pasal 174 sampai dengan
Pasal 176 HIR atau Pasal 311 sampai dengan Pasal 313 R.Bg, dan Pasal

72 Bachtiar Effendie, op. cit., hlm. 78.


73 H. A. Mukti Arto, op. cit., hlm. 177.

Bab 5 Cara-Cara Membela Perkara 159


1923 sampai dengan Pasal 1928 KUH Perdata. Adapun bunyi pasal
tersebut dapat dilihat di bawah ini:
Pasal 174 HIR atau Pasal 311 R.Bg
Pengakuan, yang diucapkan di hadapan hakim, adalah memberikan
bukti yang sempurna memberatkan orang yang mengucapkannya,
baik sendiri maupun dengan bantuan orang lain, yang khusus
dikuasakan akan itu.

Pasal 175 HIR atau Pasal 312 R.Bg


Diserahkan kepada pertimbangan dan ingatan hakim akan
menentukan gunanya suatu pengakuan dengan lisan, yang dibuat di
luar persidangan.

Pasal 176 HIR atau Pasal 313 R.Bg


Tiap-tiap pengakuan harus diterima segenapnya, dan hakim tidak
bebas untuk menerima sebagiannya saja dan menolak sebagian lain,
sehingga merugikan orang yang mengakui itu; yang demikian itu
hanya boleh dilakukan, kalau orang yang berutang, dengan maksud
akan melepaskan dirinya menyebutkan sesama pengakuan itu
beberapa perbuatan yang tidak benar.

Pasal 1923 KUH Perdata


Pengakuan, yang dikemukakan terhadap suatu pihak, ada yang
dilakukan di muka hakim, dan ada yang dilakukan di luar sidang
Pengadilan.

Pasal 1924 KUH Perdata


Suatu pengakuan tidak boleh dipisah-pisah untuk untuk kerugian
orang yang melakukannya.
Namun, hakim adalah leluasa untuk memisah-misah pengakuan
itu manakala si berutang di dalam melakukannya, guna membe-
baskan dirinya, telah memajukan peristiwa-peristiwa yang ternyata
palsu.

160 Pendidikan Keadvokatan


Pasal 1925 KUH Perdata
Pengakuan yang dilakukan di muka Hakim memberikan suatu bukti
yang sempurna terhadap siapa yang telah melakukannya baik
sendiri, maupun dengan perantaraan seorang yang khusus dikua-
sakan untuk itu.

Pasal 1926 KUH Perdata


Suatu pengakuan, yang dilakukan di muka Hakim tidak dapat ditarik
kembali, kecuali apabila dibuktikan bahwa pengakuan itu adalah
akibat dari suatu kekhilafan mengenai hal-hal yang terjadi.
Tak dapatlah suatu pengakuan ditarik kembali dengan alasan
seolah-olah orang yang melakukannya khilaf tentang hal hukum.

Pasal 1927 KUH Perdata


Suatu pengakuan lisan yang dilakukan di luar sidang Pengadilan
tidak dapat dipakai, selain dalam hal-hal di mana diizinkan pem-
buktian dengan saksi-saksi.

Pasal 1928 KUH Perdata


Dalam hal yang terakhir dalam penutup pasal yang lalu, adalah
terserah kepada pertimbangan Hakim, untuk menentukan kekuatan
mana yang akan diberikan kepada suatu pengakuan lisan yang
dilakukan di luar sidang Pengadilan.

Apabila pasal-pasal di atas dilihat, maka pengakuan itu dapat


dibagi menjadi dua macam, yaitu (1) pengakuan yang dilakukan di
depan sidang, (2) pengakuan yang dilakukan di luar persidangan.
Kedua macam pengakuan yang disebutkan di atas, satu sama lain
berbeda dalam nilai pembuktian. Pengakuan yang dilakukan di depan
sidang mempunyai kekuatan bukti yang sempurna, sedangkan
mengenai pengakuan di luar sidang perihal penilaian terhadap
kekuatan pembuktian, diserahkan kepada kebijaksanaan hakim, atau
dengan lain perkataan merupakan bukti bebas. Hal itu berarti, bahwa

Bab 5 Cara-Cara Membela Perkara 161


hakim leluasa untuk memberi kekuatan pembuktian, atau hanya
menganggap sebagai bukti permulaan. 74
Pengakuan di muka hakim di persidangan merupakan keterangan
sepihak, baik tertulis maupun lisan yang tegas dan dinyatakan oleh
salah satu pihak dalam perkara di persidangan, yang membenarkan
baik seluruhnya atau sebagian dari suatu peristiwa, hak atau hubungan
hukum yang diajukan oleh lawannya, yang mengakibatkan
pemeriksaan lebih lanjut oleh hakim tidak perlu lagi.
Pengakuan di depan sidang dilarang ditarik kembali. Larangan
ini sangat erat kaitannya dengan penegakan kepastian hukum, serta
sekaligus menghindari tindakan tirani dari pihak-pihak yang
beperkara. Pengecualian atas larangan penarikan kembali pengakuan
itu jika pengakuan itu merupakan suatu kekhilafan mengenai hal-hal
yang terjadi. Suatu pengakuan di depan sidang dalam proses tertulis,
dilakukan tertulis dalam surat jawaban, di mana kekuatan
pembuktiannya dipersamakan sebagai suatu pengakuan secara lisan
di depan sidang.
Pengakuan merupakan pernyataan yang tegas, karena pengakuan
secara diam-diam tidaklah memberi kepastian kepada hakim tentang
kebenaran suatu peristiwa, pada hal alat bukti dimaksudkan untuk
memberi kepastian kepada hakim tentang kebenaran suatu peristiwa.
Pengakuan di luar sidang adalah lawan kebalikan dari pengakuan
dalam persidangan atau di muka hakim yang digariskan Pasal 1925
KUH Perdata, Pasal 174 HIR. Dengan demikian, berupa pengakuan
atau pernyataan “pembenaran” tentang dalil gugatan atau bantahan
maupun hak atau fakta, namun pernyataan itu disampaikan atau
diucapkan di luar sidang pengadilan.
Pengakuan yang merupakan bukti mengikat dan sempurna adalah
pengakuan yang bulat terhadap dalil-dalil pihak lawan, yang mengan-
dung pula pengakuan terhadap tuntutan yang didasarkan pada dalil-
dalil tersebut. Di dalam ilmu pengetahuan membagi pengakuan

74 Retnowulan Sutantio, Iskandar Oeripkartawinata, Hukum Acara Perdata dalam


Teori dan Praktik, Bandung: Alumni, 1979, hlm. 59.

162 Pendidikan Keadvokatan


menjadi tiga, yaitu pengakuan murni, pengakuan dengan kualifikasi
dan peng-akuan dengan clausula.75
Pengakuan murni (aveu pur et simple) adalah pengakuan yang sifat-
nya sederhana dan sesuai sepenuhnya dengan tuntutan pihak lawan.
Misalnya Penggugat menuntut tergugat berdasarkan persetujuan jual
beli untuk membayar harga sebanyak Rp2.000.000,00 si tergugat
mengakui ia telah membuat persetujuan pembelian dengan penggugat
dan oleh karena itu ia berhutang sebanyak Rp2.000.000,00. Contoh
lain misalnya penggugat mengatakan bahwa tergugat telah 2 (dua)
tahun tidak memberikan nafkah wajib kepada penggugat, dan
tergugat pun mengakui telah 2 (dua) tahun tidak memberi nafkah
wajib kepada penggugat.
Dalam hal ini tidak ada alasan bagi hakim untuk memisah-
misahkan pengakuan tersebut, karena tidak ada yang perlu dipisahkan.
Oleh karena itu, Pasal 176 HIR, Pasal 313 R.Bg, dan Pasal 1924 KUH
Perdata tidak berlaku bagi pengakuan murni.
Pengakuan berkualifikasi (gequalificeerde bekentenis, avea qualifie)
adalah pengakuan yang disertai dengan sangkalan terhadap sebagian
dari tuntutan penggugat. Pada hakikatnya, pengakuan dengan
berkualifikasi ini tidak lain adalah jawaban tergugat yang sebagiannya
terdiri dari sanggahan dan bantahan. Sebagai contoh, penggugat
menyatakan bahwa tergugat telah membeli rumah dari penggugat
seharga Rp75.000.000,00. Dalam hal ini tergugat mengaku telah
membeli rumah dari penggugat, tetapi bukan seharga Rp75.000.000,00
melainkan Rp7.000.000,00. Pada hakikatnya pengakuan dengan
kualifikasi ini tidak lain adalah jawaban tergugat yang sebagian terdiri
dari pengakuan dan sebagian terdiri dari sangkalan.
Pengakuan berklausula (geclausuleerde bekentenis, aveu complexe),
yaitu suatu pengakuan yang disertai dengan keterangan tambahan
yang bersifat membebaskan. Pada hakikatnya pengakuan yang
berklausula ini adalah jawaban tergugat yang merupakan pengakuan
tentang hal pokok yang diajukan penggugat, tetapi disertai dengan

75 Sudikno Mertokusumo, op. cit., hlm. 150.

Bab 5 Cara-Cara Membela Perkara 163


tambahan yang menjadi dasar penolakan gugat yang diajukan oleh
penggugat.
Misalnya penggugat menyatakan bahwa tergugat telah membeli
rumah penggugat seharga Rp8.000.000,00. Tergugat mengaku telah
mengadakan perjanjian jual beli rumah milik penggugat seharga
Rp8.000.000,00 tetapi pengakuan tersebut ditambah dengan
keterangan bahwa harga rumah telah dibayar lunas. Jadi, pengakuan
di sini adalah pengakuan yang disertai dengan keterangan
penyangkalan. Contoh lain misalnya istri menggugat suami karena
suami tidak memberi nafkah dan sebagiannya kepada istri selama 3
(tiga) tahun kemudian suami menjawab “benar, saya tidak memberi
selama tiga tahun karena istri saya nusyuz”.
Berdasarkan kasus di atas, bahwa jawaban tergugat merupakan
pengakuan tentang hal pokok yang diajukan penggugat, yaitu tidak
memberi nafkah selama 3 (tiga) tahun tetapi disertai dengan tambahan
penjelasan, yaitu bahwa istri telah nusyuz, dan hal ini yang menjadi
dasar penolakan gugatan.
Baik pengakuan dengan kualifikasi maupun dengan klausula
haruslah diterima bulat dan tidak boleh dipisah-pisahkan dari
keterangan tambahannya. Pengakuan semacam inilah yang disebut
sebagai “pengakuan yang tidak boleh dipisah-pisahkan” (onsplitsbare
aveu) yang diatur dalam Pasal 176 HIR, Pasal 313 R.Bg, dan Pasal 1924
KUH Perdata. Pengakuan tersebut dalam pasal ini adalah pengakuan
yang ditambah dengan keterangan yang bersifat menyangkal, dengan
penyangkalan tersebut diharapkan akan melumpuhkan gugatan
penggugat. Larangan untuk memisah-misahkan pengakuan bagi
hakim sebagaimana yang tersebut dalam peraturan tersebut,
dimaksudkan agar tidak memberatkan salah satu pihak yang meng-
akui akibat pemisahan pengakuannya.
Hakim baru boleh memisah-misahkan pengakuan (onsplitbare
eveu) kalau penggugat berhasil membuktikan bahwa keterangan
tambahan pada pengakuan itu tidak benar. Dalam hal ini maka
pembuktian kebenarannya dibebankan kepada pihak tergugat.

164 Pendidikan Keadvokatan


e. Alat Bukti Sumpah
Alat bukti sumpah telah diatur di dalam Pasal 155 sampai dengan
Pasal 158, dan Pasal 177 HIR, Pasal 182 sampai dengan Pasal 185 dan
Pasal 314 R.Bg, Pasal 1929 sampai dengan Pasal 1945 KUH Perdata.
Di dalam pasal-pasal tersebut tidak memberikan pengertian tentang
sumpah. Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dijelaskan bahwa:
sumpah adalah pernyataan yang diucapkan secara resmi dengan
bersaksi kepada Tuhan atau kepada sesuatu yang dianggap suci (untuk
menguatkan kebenaran dan kesungguhannya).76
Menurut H. A. Mukti Arto, bahwa sumpah adalah suatu per-
nyataan yang khidmat yang diberikan atau diucapkan pada waktu
memberi janji atau keterangan dengan mengingat sifat Maha Kuasa
Tuhan dan percaya bahwa siapa yang memberi keterangan atau janji
yang tidak benar akan dihukum oleh-Nya.77
Kemudian Bachtiar Effendie, dan kawan-kawan menjelaskan
bahwa sumpah adalah suatu pernyataan seseorang dengan
mengatasnamakan Tuhan Yang Maha Kuasa sebagai penguat
kebenaran keterangannya yang diberikan di muka Hakim dalam
persidangan.78 Jadi, sumpah itu pada hakikatnya merupakan tindakan
yang bersifat religius yang digunakan dalam persidangan Majelis
Hakim.
Sehubungan dengan hal di atas, sumpah sebagai alat bukti
berbeda dengan sumpah atau janji yang diucapkan saksi sebelum
memberikan keterangan di depan Majelis Hakim. Sumpah atau janji
saksi tersebut bukanlah sebagai alat bukti, tetapi kesaksiannya itulah
yang menjadi bukti. Sebaliknya sumpah yang diucapkan para pihak
dalam perkara adalah menjadi alat bukti.
Di samping itu, sumpah atau janji saksi hanya menyatakan benar
apa yang diketahui, didengar dan dilihat oleh saksi sesuai dengan apa
yang diterangkannya di depan sidang pengadilan. Sebaliknya sumpah

76 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai


Pustaka, 2005, Edisi ketiga, hlm. 1102.
77 H. A. Mukti Arto, op. cit., hlm. 184.
78 Bachtiar Effendie dan kawan-kawan, op. cit., hlm. 80.

Bab 5 Cara-Cara Membela Perkara 165


sebagai alat bukti isinya tentang kebenaran apa yang dilakukan pihak
yang bersumpah itu. Dari penjelasan tersebut, maka sumpah itu
terdapat 2 (dua) macam, yaitu sebagai berikut.
1. Sumpah untuk berjanji melakukan atau tidak melakukan sesuatu,
yang disebut sumpah promissoir.
2. Sumpah untuk memberi keterangan guna meneguhkan bahwa
sesuatu itu benar demikian atau tidak benar, yang disebut dengan
sumpah assertoir atau confirmatoir.
Sumpah promissoir tidak dimungkinkan untuk diwakilkan kepada
orang lain, melainkan harus diucapkan sendiri oleh orang yang akan
dimintakan keterangan itu. Sebab sumpah promissoir adalah sumpah
prosesuil, artinya sebelum seseorang itu dimintakan keterangannya di
persidangan mengenai suatu peristiwa, ia harus disumpah lebih
dahulu. Keharusan ini telah disebutkan di dalam Pasal 147 HIR atau
Pasal 175 R.Bg yang mengatakan, bahwa apabila orang tidak minta
dibebaskan daripada memberikan kesaksian atau jika permintaan
untuk dibebaskan tidak beralasan, maka sebelum saksi itu
memberikan keterangan lebih dahulu harus ia sumpah menurut
agamanya.
Dengan demikian, sumpah promissoir ini berisi pernyataan untuk
memberikan keterangan yang sebenarnya dan tidak lain dari apa yang
sebenarnya tentang masalah yang dimintakan keterangan menurut
pengetahuan dan pengalaman dari pihak yang dimintakan keterangan
itu. Sumpah promissoir pada umumnya menyangkut kepercayaan atau
agama yang dianut oleh yang bersangkutan.
Dalam hal ini bagi orang yang beragama Islam mengucapkan
sumpah, maka menempatkan kitab Alquran di atas kepalanya dengan
mengucapkan, "Demi Allah saya bersumpah bahwa saya akan mem-
berikan keterangan yang sebenarnya dan tidak lain dari apa yang
sebenarnya."
Adapun bagi yang beragama Katolik bersumpah diucapkan sambil
berdiri dengan mengacungkan jari telunjuk dan jari tengah ke atas
dengan kata, "Demi Tuhan saya berjanji bahwa saya akan memberikan
keterangan yang sebenarnya dan tidak lain dari apa yang sebenarnya,

166 Pendidikan Keadvokatan


kiranya Tuhan menolong saya.” Bagi yang beragama Kristen Protestan
mengucapkan sumpah dengan kalimat, “Demi Tuhan saya bersumpah
bahwa saya akan memberikan keterangan yang sebenarnya dan tidak
lain dari apa yang sebenarnya, kiranya Tuhan menolong saya."
Kemudian bagi umat agama Budha bersumpah dengan kalimat,
“Demi sang Hyang Adhi Budha, saya bersumpah bahwa saya akan
memberikan keterangan yang sebenarnya dan tidak lain dari apa yang
sebenarnya.” Begitu juga bagi umat agama Hindu mengucapkan
sumpah dengan kalimat, “Oom Atah Paramawisesa, saya bersumpah
bahwa saya akan memberikan keterangan yang sebenarnya dan tidak
lain dari apa yang sebenarnya.”
Adapun jenis-jenis sumpah promissoir adalah sebagai berikut:
1. Sumpah jabatan,
2. Sumpah pegawai negeri sipil,
3. Sumpah saksi,
4. Sumpah ahli,
5. Sumpah tolk (juru bahasa),
6. Sumpah hakim. 79
Sumpah confirmatoir merupakan alat bukti yang diatur dalam
Pasal 155, Pasal 156 HIR, Pasal 182, dan Pasal 183 R.Bg.
Pasal 155 HIR atau Pasal 182 R.Bg berbunyi:
1. Jika kebenaran gugatan atau jawaban atas tidak cukup terang, tetapi
ada juga sedikit keterangan, dan sama sekali tidak ada jalan untuk
dapat menguatkannya dengan alat bukti lain, maka karena
jabatannya pengadilan dapat menyuruh salah satu pihak bersumpah
di hadapan hakim baik untuk mencapai putusan dalam perkara itu
bergantung kepada sumpah itu, maupun untuk menentukan dengan
sumpah itu jumlah uang yang akan dikabulkan.
2. Dalam hal yang kemudian itu harus pengadilan menentukan jumlah
uang, yang sehingga itulah boleh dipercaya Penggugat karena
sumpahnya.

79 H. A. Mukti Arto, op. cit., hlm. 185.

Bab 5 Cara-Cara Membela Perkara 167


Sumpah yang terdapat di dalam Pasal 155 ayat (1) HIR atau Pasal
182 R.Bg merupakan sumpah pelengkap (supletoir). Sumpah supletoir
atau pelengkap yaitu sumpah yang diperintahkan oleh hakim karena
jabatannya kepada salah satu pihak untuk melengkapi pembuktian
peristiwa yang menjadi sengketa sebagai dasar putusannya.
Sumpah pelengkap (supletoir) ini merupakan alat bukti darurat,
karena tidak ada alat bukti lain yang lengkap. Tegasnya sumpah
pelengkap terlebih dahulu harus sudah ada bukti, akan tetapi bukti
tersebut belum lengkap, belum sempurna dan karenanya perlu
ditambah dengan bukti yang lain, sedangkan untuk mendapatkan
bukti yang lain sudah tidak mungkin lagi. Dengan sumpah itu
perkaranya menjadi selesai, sehingga hakim dapat menjatuhkan
putusannya.
Selain sumpah pelengkap (supletoir) yang terdapat di dalam Pasal
155 ayat (1) HIR atau Pasar 182 R.Bg, juga diatur tentang sumpah
penaksir (aestimatoir/schatting seed). Hal ini dapat dilihat dari kalimat
akhir pasal tersebut, yaitu untuk menentukan dengan sumpah itu jumlah
uang yang akan dikabulkan. Untuk menentukan apakah uang yang
dituntut oleh penggugat itu layak atau tidak jumlahnya, sehingga diada-
kan penaksir. Penaksir saja dipandang belum terbukti dengan cukup
meyakinkan. Kemudian hakim memerintahkan penggugat untuk
bersumpah bahwa jumlah uang yang ditaksir itu adalah layak,
sehingga hakim dapat mengambil putusan.
Tujuan dari sumpah penaksir adalah untuk menetapkan berapa
jumlah ganti rugi atau harga yang akan dikabulkan. Oleh karena itu
penerapan sumpah ini baru dapat dilakukan jika sama sekali tidak
ada bukti dari kedua belah pihak yang dapat membuktikan jumlah
yang sebenarnya. Jika ada bukti, sumpah penaksir tidak boleh
diterapkan.
Pasal 156 HIR atau Pasal 183 R.Bg, dan Pasal 1930 KUH Perdata
berbunyi sebagai berikut.

Pasal 156 HIR atau Pasal 183 R.Bg


1. Walaupun tidak ada suatu keterangan untuk menguatkan
gugatan atau jawaban atas gugatan itu, maka salah satu pihak

168 Pendidikan Keadvokatan


dapat meminta, supaya pihak yang lain bersumpah di hadapan
hakim untuk mencapai putusan dalam perkara itu bergantung
kepada sumpah itu asal perbuatan yang dilakukan oleh pihak
itu sendiri, yang kepada sumpahnya itu akan bergantung putusan
itu.
2. kalau perbuatan itu suatu perbuatan yang dilakukan oleh kedua
belah pihak, pihak yang tidak mau disuruh mengangkat sumpah
dapat menolak sumpah itu kepada lawannya.
3. Barang siapa disuruh bersumpah, tetapi tidak mau bersumpah
sendiri atau menolak sumpah itu kepada lawannya, ataupun
barang siapa menyuruh bersumpah tetapi sumpah itu
dipulangkan kepadanya, dan tidak mau bersumpah maka ia
harus dikabulkan.
4. Sumpah itu tidak dapat diminta ditolak atau diterima oleh orang
lain, hanya oleh pihak itu sendiri atau oleh seorang wakilnya
yang secara khusus dikuasakan untuk itu.

Pasal 1930 KUH Perdata yang berbunyi:


Sumpah pemutus dapat diperintahkan tentang segala persengketaan,
yang berupa apapun juga, selain tentang hal-hal yang para pihak
tidak berkuasa mengadakan suatu perdamaian atau hal-hal di mana
pengakuan mereka tidak akan boleh diperhatikan.
Sumpah pemutus dapat diperintahkan dalam setiap tingkatan per-
kara, bahkan juga apabila tiada upaya lain yang manapun untuk
membuktikan tuntutan atau tangkisan yang diperintahkan
penyumpahannya itu.
Sumpah yang terdapat di dalam Pasal 156 HIR atau Pasal 183
R.Bg dan Pasal 1930 KUH Perdata itu merupakan sumpah pemutus
(decissoir). Sumpah pemutus (decissoir) adalah sumpah yang
dibebankan oleh hakim atas permintaan salah satu pihak kepada
lawannya. Dengan adanya sumpah pemutus ini berarti pihak yang
memerintahkan sumpah dianggap sebagai orang yang melepaskan
suatu hak. Pihak yang minta lawannya mengucapkan sumpah disebut
deferent, sedangkan pihak yang harus bersumpah disebut delaat, dan

Bab 5 Cara-Cara Membela Perkara 169


yang menerima pengembalian sumpah, yakni deferent asal disebut
dengan relaat.
Contoh misalnya penggugat minta kepada hakim agar tergugat
bersumpah, tetapi tergugat minta balik kepada hakim agar penggugat
sendiri yang bersumpah. Jadi, di sini penggugat disebut deferent
sekaligus disebut relaat, sedangkan tergugat disebut delaat.
Pembebanan sumpah pemutus ini dapat dilakukan selama
pemeriksaan perkara sedang berjalan. Sumpah pemutus ini harus
mengenai perbuatan yang dilakukan sendiri oleh pihak yang disuruh
bersumpah. Apabila perbuatan itu suatu tindakan yang dilakukan oleh
kedua belah pihak dan pihak yang disuruh bersumpah tidak bersedia
untuk mengucapkan sumpah tersebut, maka ia boleh mengembalikan
sumpah itu kepada lawannya, atau lawannya tidak bersedia
melakukan sumpah yang dikembalikan kepadanya itu, maka
perkaranya akan dikalahkan. Sumpah ini dapat diperintahkan untuk
segala persengketaan yang berupa apa saja, kecuali atas hal-hal yang
oleh para pihak tidak berkuasa mengadakan perdamaian, atau di mana
pengakuan mereka tidak akan diperhatikan.
Sumpah pemutus itu harus litis decissoir, artinya harus bersifat
menentukan dan menyelesaikan perkara. Dengan ini dimaksudkan
bahwa hal yang diperselisihkan antara pihak-pihak yang beperkara,
dengan sumpah yang akan diucapkan itu menjadi pasti litis decissoir.
Oleh karena itu, sumpah pemutus harus berkenaan dengan hal yang
pokok dan bersifat tuntas atau menentukan serta menyelesaikan
sengketa yang sedang diperiksa di pengadilan.
Sumpah pemutus bertujuan untuk menyelesaikan perkara yang
sedang diperiksa. Jadi pihak yang telah mengucapkan sumpah tidak
boleh lagi diperintahkan memberikan bukti-bukti lagi untuk membe-
narkan apa yang dinyatakan dengan sumpahnya itu. Sumpah pemutus
ini dapat berupa sumpah pocong, sumpah mimbar (sumpah di gereja),
dan sumpah klenteng. Dalam hal sumpah pocong yang dilakukan di
mesjid, pihak yang akan mengucapkan sumpah dibungkus dengan
kain kafan, seakan-akan ia telah meninggal dunia.

170 Pendidikan Keadvokatan


Perumusan sumpah pemutus itu diusulkan oleh pihak yang
memintakan sumpah. Bunyi perumusan sumpah pemutus itu dapat
dilihat sebagai berikut: "saya bersumpah bahwa benar saya telah
membayar uang pembelian barang yang disengketakan." Apabila yang
dimintakan bersumpah itu tidak mau bersumpah dan mengembalikan
sumpah itu kepada lawannya, maka bunyi perumusannya adalah
sebagai berikut: "saya bersumpah bahwa benar saya belum menerima
uang pembayaran barang yang disengketakan."
Apabila sumpah pemutus ini sudah diucapkan, maka kekua-
tannya sebagai alat bukti sempurna tanpa boleh ada bukti lawan,
termasuk dalil Pasal 242 KUHP, Pasal 177 HIR, atau Pasal 314 R.Bg
dan Pasal 1936 KUH Perdata. Kemudian jika delaat menolak
bersumpah tanpa mengembalikan sumpah itu kepada deferent, atau
dikembalikan kepada relaat tapi relaat menolak bersumpah, maka
perkaranya dikalahkan.
Berdasarkan Pasal 155 dan Pasal 156 HIR atau Pasal 182 dan Pasal
183 R.Bg. maka terdapat 3 (tiga) macam sumpah sebagai alat bukti,
yaitu sumpah pelengkap (supletoir), sumpah penaksir (aestimatoir/
schattingseed), dan sumpah pemutus yang bersifat menentukan
(decissoir).
Selain 5 (lima) alat bukti sebagaimana tersebut dalam Pasal 164
HIR, terdapat juga alat-alat bukti di luar ketentuan Pasal 164 HIR
tersebut, yaitu sebagai berikut:
a. hasil pemeriksaan setempat (Pasal 153 HIR atau 180 R.Bg), dan
b. hasil penyelidikan orang ahli (Pasal 154 HIR atau Pasal 182 R.Bg).
Pemeriksaan setempat (descente) adalah pemeriksaan mengenai
perkara oleh hakim karena jabatannya yang dilakukan di luar gedung
pengadilan. Dalam pemeriksaan di tempat, hakim dapat melihat
sendiri tentang peristiwa-peristiwa yang menjadi sengketa. Fungsi
pemeriksaan setempat adalah untuk membuktikan kejelasan dan
kepastian tentang lokasi, ukuran, dan batas-batas objek sengketa.
Pasal 153 HIR atau Pasal 180 R.Bg berbunyi:
(1) Jika dianggap dan berguna, maka Ketua dapat mengangkat
seorang atau dua orang komisaris dari pengadilan itu, yang

Bab 5 Cara-Cara Membela Perkara 171


dengan bantuan Panitera akan memeriksa sesuatu keadaan
setempat, sehingga dapat menjadi keterangan kepada hakim.
(2) Tentang pekerjaan dan hasilnya dibuat oleh Panitera surat berita
acara atau relaas yang ditandatangani oleh komisaris dan
Panitera itu.
(3) Jika tempat yang akan diperiksa itu terletak di luar daerah hukum
tempat kedudukan pengadilan itu, maka Ketua dapat minta
kepada pemerintah setempat supaya melakukan atau menyuruh
melakukan pemeriksaan itu dan mengirimkan dengan selekas
lekasnya berita acara pemeriksaan itu.

Dengan demikian, berdasarkan Pasal 153 HIR atau Pasal 180 R.Bg,
maka hakim dalam jabatannya dapat melakukan pemeriksaan
setempat terhadap objek sengketa. Hasil pemeriksaan setempat dibuat
Berita Acara oleh Panitera Pengganti.
Keterangan ahli (expertise) adalah keterangan pihak ketiga yang
objektif dan bertujuan untuk membantu hakim dalam pemeriksaan
guna menambah pengetahuan hakim sendiri. 80 Dengan demikian,
bahwa keterangan dari seorang ahli adalah untuk memperoleh
kejelasan bagi hakim dari peristiwa yang disengketakan. Keterangan
ahli telah diatur di dalam Pasal 154 HIR atau Pasal 181 R.Bg yang
bunyinya sebagai berikut.
(1) Jika menurut pertimbangan pengadilan, bahwa perkara itu dapat
menjadi lebih terang, kalau diadakan pemeriksaan seorang ahli,
maka dapat ia mengangkat seorang ahli, baik atas permintaan
kedua belah pihak, maupun karena jabatannya.
(2) Dalam hal yang demikian maka ditentukan hari sidang bagi
pemeriksaan seorang ahli itu baik dengan tertulis maupun dengan
lisan, dan menguatkan keterangannya dengan sumpah.
(3) Jika seorang ahli tinggal atau berdiam di luar daerah hukum
kedudukan pengadilan, maka atas permintaan Ketua Pengadilan,
keterangan itu diberikan di tempat seorang ahli itu tinggal atau

80 Sudikno Mertokusumo, op. cit., hlm. 162.

172 Pendidikan Keadvokatan


berdiam, selanjutnya seorang ahli itu disumpah oleh pemerintah
ditempatnya juga. Berita acara itu dibacakan di dalam persi-
dangan.
(4) Tidak dapat diangkat seorang ahli, orang yang tidak dapat
didengar sebagai saksi.
(5) Pengadilan Negeri tidak diwajibkan untuk menurut pendapat
seorang ahli, jika pendapat itu berlawanan keyakinannya.

Di dalam pasal di atas tidak dijelaskan siapa atau apa yang disebut
ahli, sehingga dengan demikian tentang ahli atau tidaknya seseorang
tidak ditentukan oleh pengetahuan atau keahliannya yang khusus,
melainkan ditentukan oleh pengangkatannya oleh hakim. Seorang
ahli yang telah diangkat oleh hakim tidak ada kewajiban untuk
menerima atau memenuhi pengangkatannya itu. Pihak-pihak yang
bersangkutan dapat menunjuk ahli lain sebagai gantinya atau hakim
dapat mengangkat seorang ahli secara ex officio (Pasal 222 Rv).
Laporan seorang ahli yang telah diangkat dapat diberikan baik
secara lisan maupun tertulis, yang diteguhkan dengan sumpah. Fungsi
sumpah di sini seperti halnya pada sumpah saksi tidak lain untuk
menjamin objektivitas keterangannya. Sorang ahli yang telah disumpah
untuk memberi pendapatnya kemudian tidak memenuhi kewa-
jibannya dapat dihukum untuk mengganti kerugian (Pasal 225 Rv).
Seorang ahli tidak sama dengan seorang saksi, dalam hal ini oleh
Abdukkadir Muhammad memberikan perbedaan sebagai berikut.
1. Dapat tidaknya diganti.
Seorang ahli dapat diganti dengan seorang ahli yang lain dalam
bidang keahlian yang sama, karena seorang ahli memberikan
keterangan berdasarkan ilmu yang dimilikinya. Sedangkan
seorang saksi tidak dapat diganti, karena bukan menyangkut
kecakapan khusus, melainkan tentang apa yang dilihat, didengar,
dirasakan, dan dialaminya sendiri.
2. Keterangan yang diperlukan.
Seorang ahli dimintai keterangan tentang hal-hal yang diawasi atau
dilihatnya dalam persidangan saja, seorang saksi mengenai
peristiwa yang terjadi sebelum perkara disidangkan.

Bab 5 Cara-Cara Membela Perkara 173


3. Alat yang dipergunakan untuk memberikan keterangan.
Seorang ahli memberikan keterangan berdasarkan ilmu
pengetahuan yang dimilikinya, sedangkan seorang saksi
berdasarkan panca inderanya, yaitu apa yang dilihat, didengar,
dan dirasakan.
4. Tujuan prosesuil.
Seorang ahli dipanggil ke persidangan untuk memberikan
pertimbangan mengenai suatu peristiwa, sedangkan seorang saksi
dipanggil untuk memberikan bahan baru guna menambah atau
melengkapi bahan yang sudah ada.81
Dalam praktiknya, jika hakim memutuskan perkara ber-
sandarkan pada keterangan seorang ahli, maka keterangan ahli itu
sama kekuatannya dengan pembuktian saksi, yakni sebagai alat bukti.

9. Kesimpulan dari Penggugat dan Tergugat Sebelum Perkara


Diputus
Setelah penggugat mengajukan replik dan tergugat mengajukan
duplik, kemudian disusul dengan pembuktian. Untuk mengakhiri
acara persidangan sebelum perkara diputus, setelah pembuktian itu
disusul dengan diajukannya kesimpulan akhir oleh kedua belah pihak.
Dalam kesempatan sidang untuk mengajukan kesimpulan akhir,
kedua belah pihak bersama-sama menyerahkan kesimpulan kepada
Ketua Majelis Sidang.
Contoh kesimpulan akhir dari penggugat dapat dilihat di bawah
ini:
Kepada Yth
Bapak Ketua Pengadilan Negeri Sungai Penuh
di
Sungai Penuh.
Hal: Kesimpulan terakhir dalam perkara perdata Nomor
...................... antara:

81 Abdulkadir Muhammad, op. cit., hlm. 174.

174 Pendidikan Keadvokatan


A : Penggugat.
Lawan
B : Tergugat.

Dengan hormat,
Untuk dan atas nama pihak penggugat, melalui sepucuk surat ini
mengajukan kesimpulan terakhir sebagai berikut:
1. Bahwa penggugat tetap bertahan pada dalil gugatan dan
tuntutannya dan menyangkal semua dalil jawaban dan duplik
tergugat, kecuali yang telah diakui secara tegas dan bulat oleh
penggugat.
2. Bahwa berdasarkan bukti-bukti tertulis P 1 s.d P ..................... yang
ditunjang dengan keterangan di bawah sumpah bernama:
a. .....................................................................................................
b. ....................................................................................................
c. .................................... dan seterusnya, telah terbukti dalil
gugatan penggugat.
3 Bahwa bukti tertulis yang diajukan tergugat ditambah bukti saksi
di bawah sumpah, kesemuanya tidak menguatkan dalil jawaban
dan dupliknya.
4 Bahwa ............................. dan seterusnya.
Berdasarkan alasan-alasan tersebut di atas, penggugat mohon
kepada pengadilan sudi kiranya berkenan memutuskan:
1. Mengabulkan gugatan dan tuntutan penggugat seluruhnya.
2. Menghukum tergugat untuk membayar biaya perkara yang
timbul dalam perkara ini.

Sungai Penuh, .......................... 200.....


Hormat Penggugat

(A)

Bab 5 Cara-Cara Membela Perkara 175


Selanjutnya juga pihak tergugat membuat kesimpulan akhir dan
mempertahankan dalil yang telah dikemukakan pada jawaban duplik.
Contoh kesimpulan akhir dari tergugat dapat dilihat di bawah ini:
Kepada Yth,
Bapak Ketua Pengadilan Negeri Sungai Penuh
di
Sungai Penuh.

Hal: Kesimpulan terakhir pihak tergugat dalam perkara Perdata


No. .................................. antara:
A : Penggugat.
Lawan
B : Tergugat.
Dengan hormat,
Untuk dan atas nama tergugat, melalui sepucuk surat ini
mengajukan kesimpulan terakhir sebagai berikut:
1. Bahwa pihak tergugat tetap bertahan pada dalil jawaban dan
dupliknya dan menyangkal semua dalil gugatan dan replik
penggugat, kecuali yang telah diakui secara tegas oleh tergugat.
2. Bahwa berdasarkan bukti-bukti tertulis, T 1 s.d T…………….. yang
ditunjang dengan keterangan-keterangan para saksi di bawah
sumpah bernama:
a ...................................................................................................
b ...................................................................................................
c .................................... dan seterusnya, telah terbukti bahwa
dalil jawaban tergugat adalah benar.
3. Bahwa semua bukti-bukti penggugat baik tertulis maupun bukti
saksi, satu sama lain bertentangan, bahkan melemahkan dalil
gugatannya sendiri.
Berdasarkan alasan-alasan tersebut di atas, tergugat mohon ke-
pada pengadilan sudilah kiranya berkenan memutuskan:

176 Pendidikan Keadvokatan


1. Menolak atau setidak-tidaknya tidak menerima gugatan dan
tuntutan penggugat seluruhnya.
2. Menghukum penggugat untuk membayar biaya perkara yang
timbul dalam perkara ini.

Sungai Penuh, ........................... 200......


Hormat Tergugat

(B)

Apabila upaya beperkara ditempuh oleh para pihak. Gugatan dari


penggugat, jawaban dari tergugat, replik dari penggugat (penjelasan
dari gugatan), duplik dari tergugat (penjelasan dari jawaban),
pembuktian dari penggugat, pembuktian dari tergugat, kesimpulan
terakhir dari para pihak, selanjutnya tibalah giliran dari Majelis untuk
menjatuhkan keputusannya.
Setelah keputusan diucapkan oleh Majelis hakim, maka pihak
yang kalah dalam perkara, dan ia tidak puas atas keputusan pengadilan
tersebut sebaiknya menempuh upaya hukum yakni naik banding.

Bab 5 Cara-Cara Membela Perkara 177


BAB 6

Upaya Hukum

A. DALAM PERKARA PIDANA


Upaya hukum dalam perkara pidana menurut Syarifuddin Pettenasse
adalah alat untuk melawan putusan pengadilan (vonis) apabila
terdakwa atau penuntut umum tidak menerima putusan pengadilan.1
Kemudian Lilik Mulyadi mengatakan, bahwa upaya hukum adalah
hak terdakwa atau penuntut umum untuk tidak menerima putusan
pengadilan.2
Adapun dalam perkara perdata, upaya hukum adalah suatu usaha
bagi setiap individu atau badan hukum yang merasa dirugikan haknya
atau atas kepentingannya untuk memperoleh keadilan dan
perlindungan atau kepastian hukum, menurut cara-cara yang
ditetapkan dalam undang-undang.3 Jadi, berdasarkan uraian di atas
dapat dipahami bahwa upaya hukum adalah usaha untuk
memperbaiki kekeliruan dalam suatu keputusan hakim dalam rangka
memperoleh kebenaran dan keadilan.
Di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)
membedakan upaya hukum biasa dan luar biasa. Upaya hukum biasa

1 Syarifuddin Pettenasse, Hukum Acara Pidana, Palembang: Universitas Sriwijaya,


1977, hlm. 223.
2 Lilik Mulyadi, Hukum Acara Pidana Suatu Tinjauan Khusus terhadap Surat Dakwaan,
Eksepsi dan Putusan Peradilan, Bandung: Citra Aditya Bakti, 1996, hlm. 223.
3 H. A. Mukti Arto, Praktik Perkara Perdata pada Pengadilan Agama, Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2005, Edisi Revisi, Cet. VI, hlm. 279.

178 Pendidikan Keadvokatan


diatur dalam Bab XVII pada Pasal 223 sampai dengan Pasal 258
KUHAP, sedangkan upaya hukum luar biasa diatur dalam bab XVIII
pada Pasal 259 sampai dengan Pasal 269 KUHAP.

1. Upaya Hukum Biasa


Upaya hukum biasa terdiri dari dua bagian, yaitu bagian kesatu
tentang pemeriksaan banding, dan bagian kedua tentang pemeriksaan
kasasi.

a. Pemeriksaan Tingkat Banding


Hak terdakwa atau penuntut umum untuk memohon pemeriksaan
banding ini dasarnya telah disebutkan dalam Pasal 26 ayat (1) dan
ayat (2) Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan
Kehakiman yang berbunyi:
(1) Putusan pengadilan tingkat pertama dapat dimintakan banding
kepada pengadilan tinggi oleh pihak-pihak yang bersangkutan,
kecuali undang-undang menentukan lain.

(2) Putusan pengadilan tingkat pertama, yang tidak merupakan


pembebasan dari dakwaan atau putusan lepas dari segala
tuntutan hukum, dapat dimintakan banding kepada pengadilan
tinggi oleh pihak-pihak yang bersangkutan, kecuali undang-
undang menentukan lain.
Pemeriksaan tingkat banding ini pada dasarnya adalah pe-
meriksaan ulangan dari pemeriksaan oleh pengadilan negeri. Dengan
demikian, memeriksa kembali semua fakta-fakta yang ada tanpa
kehadiran para pihak, sehingga pengadilan tinggi sering disebut judex
factie.
Permohonan banding (terdakwa atau pengacara atau penuntut
umum) ditujukan kepada pengadilan tinggi melalui panitera peng-
adilan negeri yang memutus perkaranya dan diajukan dalam tenggang
waktu 7 (tujuh) hari setelah putusan dijatuhkan atau setelah putusan
diberitahukan kepada terdakwa yang tidak hadir (lihat Pasal 233 ayat
(2) KUHAP).

Bab 6 Upaya Hukum 179


Tempo selama 7 (tujuh) hari adalah kesempatan untuk berpikir
bagi terdakwa atau pengacara atau penuntut umum apakah akan naik
banding kepada pengadilan tinggi atau akan menerima saja keputusan
pengadilan negeri tersebut.
Apabila terdakwa atau pengacara atau penuntut umum merasa
puas atas putusan pengadilan negeri tersebut dan menerimanya, maka
keputusan tersebut sudah dapat dijalankan oleh penuntut umum.
Selain itu bagi terdakwa dan/atau pengacara dapat memohon agar
dalam menjalankan keputusan itu ditunda dulu selama 14 (empat
belas) hari lagi karena ia akan mengajukan grasi atau permohonan
ampun kepada presiden.
Jika terdakwa dan/atau pengacara atau penuntut umum tidak
puas dengan keputusan pengadilan negeri, dapat mengajukan banding
ke pengadilan tinggi, dan tidak wajib mengajukan memori banding.
Pengadilan tinggi dalam praktiknya hanya memeriksa dari berkas
perkara, sekali pun ada wewenang untuk mendengarkan para pihak
dan saksi. Upaya hukum banding terhadap putusan bebas, lepas dari
segala tuntutan hukum, dan putusan cepat tidak dapat dilakukan
(Pasal 67 KUHAP).
Terhadap putusan bebas (Vrijspraak/Acquitted) telah dijelaskan di
dalam Pasal 191 ayat (1) KUHAP, apabila kesalahan terdakwa sesuai
dengan perbuatan yang didakwakan kepadanya, “tidak terbukti secara
sah dan meyakinkan,” maka putusan bebas yang demikian tidak dapat
diajukan permintaan banding.
Terhadap putusan lepas dari segala tuntutan hukum (Onslag Van
Rechts Vervolging) telah diatur di dalam Pasal 191 ayat (2) KUHAP,
yakni apabila pengadilan berpendapat apa yang didakwakan terhadap
terdakwa memang terbukti, akan tetapi perbuatan yang didakwakan
tidak merupakan tindak pidana.
Terhadap putusan acara cepat, baik perkara yang diperiksa dengan
acara tindak pidana ringan maupun acara pelanggaran lalu lintas jalan,
tidak dapat dimintakan banding, kecuali apabila putusan itu berupa
pidana perampasan kemerdekaan.

180 Pendidikan Keadvokatan


Dalam ketiga hal di atas, permintaan banding tidak dapat diajukan,
sehingga terhadap putusan-putusan ini hanya cukup diperiksa oleh
pengadilan negeri dalam tingkat pertama dan tingkat terakhir. Tidak
ada alternatif lagi untuk menguji dan mengoreksi putusan tersebut.
Hal seperti ini, sangat tidak wajar, dan benar-benar tidak dapat
dipertanggungjawabkan. Kenyataan masyarakat kurang dapat
menerima jika putusan bebas tidak dapat dimintakan banding.
Oleh karena itu, untuk pihak eksekutif (dalam hal ini Departemen
Hukum dan HAM) maupun Mahkamah Agung sebagai kekuasaan
tertinggi peradilan, menyadari “akibat negatif” yang mungkin timbul
dari keluasaan yang diberikan undang-undang terhadap putusan
bebas. Maka terlepas dari larangan yang diatur dalam Pasal 244
KUHAP, kedua instansi ini mengambil jalan keluar dari ketentuan
tersebut. Jalan keluar dimaksud, memberi kemungkinan bagi
Mahkamah Agung untuk memeriksa putusan bebas dalam peradilan
kasasi atas permintaan penuntut umum.
Departemen Kehakiman dan Mahkamah Agung mengambil
sikap, terhadap putusan bebas mutlak tidak dapat dimintakan
banding, tetapi langsung dapat diminta kasasi. 4 Departemen
Kehakiman mengambil langkah ini telah disebutkan di dalam angka
19 Lampiran Keputusan Menteri Kehakiman Nomor. M.14-PW.07.03
Tahun 1983. Angka 19 Lampiran tersebut memberi pedoman tentang
putusan bebas dalam hubungannya dengan banding dan kasasi.
Petunjuk pedoman itu tetap bertitik tolak dari ketentuan Pasal 67 dan
Pasal 244 KUHAP.
Berdasarkan kedua ketentuan pasal ini (Pasal 67 dan Pasal 244
KUHAP) dapat ditarik pedoman pelaksanaan yang harus diterapkan
dalam kehidupan peradilan yakni:
1. terhadap putusan bebas “tidak dapat dimintakan banding”;
2. tetapi berdasar situasi dan kondisi, demi hukum, keadilan dan
kebenaran, terhadap putusan bebas “dapat dimintakan kasasi”;

4 M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP Pemeriksaan


Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali, Jakarta: Sinar Grafika,
2006, edisi kedua cet. Kedelapan, hlm. 461.

Bab 6 Upaya Hukum 181


3. hal ini akan didasarkan pada yurisprudensi.
Adapun contoh surat memori banding dapat dilihat di bawah
ini:
Sungai Penuh, ......................... 200....

Kepada Yth,
Bapak Ketua Pengadilan Tinggi Jambi
di
Jambi
Melalui
Yth Bapak Ketua Pengadilan Negeri Sungai Penuh
di
Sungai Penuh

Dengan hormat,
Yang bertanda tangan di bawah ini saya bernama A, advokat dan
pengacara, tinggal di jalan Depati Parbo Rt. 2 Koto Lebu Sungai Penuh,
berdasarkan surat kuasa tanggal ...................... (terlampir) penasihat
hukum dari saudara B, tinggal di jalan K.H. Ahmad Dahlan Rt 2 Desa
Koto Renah Sungai Penuh, melalui sepucuk surat ini mengajukan
memori banding atas keputusan Pengadilan Negeri Sungai Penuh No.
............................. tanggal ............................, adalah sebagai berikut.
1. Bahwa terdakwa dengan keputusan pengadilan negeri tersebut
telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan kejahatan
karena mengharap untung menyimpan benda yang patut
disangkanya berasal dari kejahatan (Pasal 480 KUHP). Oleh karena
itu, meng-hukum terdakwa dengan hukuman penjara selama
sepuluh bulan dengan masa percobaan dua tahun.
2. Bahwa pembanding tidak dapat menerima putusan tersebut
dengan alasan-alasan sebagai berikut.

182 Pendidikan Keadvokatan


a. Di dalam pertimbangan hukum pengadilan pada alinea
menimbang pertama telah mengatakan, bahwa ..........................
maka timbullah pada pengadilan keraguan-keraguan tentang
dapat tidaknya terdakwa dipertanggungjawabkan.
Dalam pemeriksaan ternyatalah terdakwa tidak dapat bicara
lancar, sedang pada waktu bicara tidak tenang air mukanya,
meskipun ia sekali-kali tidak ditakuti, melainkan diajak bicara
dengan perlahan-lahan.
Pembanding tidak sependapat atas pertimbangan hukum
Pengadilan Negeri tersebut. Sebab di dalam hukum acara
pidana terkenal dengan indubio pro reo yang berarti, bahwa
kalau ada keraguan-keraguan tentang hal seseorang terdakwa
dapat atau tidak dapat dihukum harus diputuskan secara
menguntungkan terdakwa yaitu membebaskan terdakwa dari
segala tuduhan.
b. Selanjutnya dalam pertimbangan hukum pengadilan, bahwa
berada pada vermin derde toerekenbaarheid (kurang dapat
dipertanggungjawabkan), sehingga pengadilan menentukan
hukuman bersyarat kepada pembanding.
Dalam hal ini pembanding tidak sependapat dengan
pengadilan apabila pengadilan berkeyakinan adanya
keraguan-keraguan tidak perlu ditentukan hukuman ringan
yaitu hukuman bersyarat melainkan harus membebaskannya.
Berdasarkan alasan-alasan tersebut di atas pembanding
mohon kepada Bapak Ketua Pengadilan Tinggi di Jambi agar
berkenan:
1) Membatalkan Keputusan Pengadilan Negeri Sungai
Penuh No ..........................., tanggal .......................... dan
ditinjau kembali dan mengadili sendiri, yaitu
membebaskan terdakwa dari segala tuntutan hukuman.
2) Biaya perkara dibebankan kepada negara.

Bab 6 Upaya Hukum 183


Hormat Kami
Penasihat Hukum Pembanding

(A)

b. Pemeriksaan Tingkat Kasasi


Dalam penjelasan umum alinea terakhir ditegaskan, KUHAP memuat
pula hukum acara pidana Mahkamah Agung setelah dicabutnya Undang-
Undang Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 1951 oleh Undang-Undang
Nomor 13 Tahun 1965. Berarti pemeriksaan perkara pidana oleh
Mahkamah Agung pada peradilan kasasi, mem-pergunakan ketentuan
yang diatur dalam KUHAP sebagai hukum acara, seperti yang diatur
dalam Bagian Kedua Bab XVII, mulai dari Pasal 244 sampai dengan
Pasal 258.
Kasasi menurut R. Soesilo adalah jalan hukum untuk melawan
keputusan-keputusan hakim tingkat tertinggi yaitu keputusan-
keputusan yang tidak dapat dimintakan banding, baik karena memang
tidak diperbolehkan oleh undang-undang, maupun karena
kesempatan banding itu telah digunakan.5
Pemeriksaan untuk kasasi ini diatur dalam Pasal 244 sampai Pasal
258 KUHAP. Ketentuan yang menjadi dasar kasasi adalah Undang-
Undang Nomor 4 Tahun 2004 pada Pasal 11 ayat (2) huruf a yang
berbunyi mengadili pada tingkat kasasi terhadap putusan yang diberikan
pada tingkat terakhir oleh pengadilan di semua lingkungan peradilan
yang berada di bawah Mahkamah Agung, kecuali undang-undang
menentukan lain.
Pemeriksaan kasasi disampaikan oleh pemohon kepada panitera
pengadilan yang telah memutus perkaranya dalam tingkat pertama,
dalam waktu 14 (empat belas) hari sesudah putusan pengadilan yang
dimintakan kasasi itu diberitahukan kepada terdakwa atau penuntut

5 R. Soesilo, Hukum Acara Pidana, Bogor: Politeia, 1982, hlm. 134.

184 Pendidikan Keadvokatan


umum. Permohonan harus disampaikan dalam waktu 14 (empat
belas) hari setelah pemberitahuan putusan.
Sebagai contoh misalnya, putusan pengadilan tinggi diberitahukan
kepada terdakwa pada tanggal 1 Februari. Berarti tenggang waktu
mengajukan permohonan kasasi adalah 14 hari dari tanggal
pemberitahuan putusan tersebut. Jadi batas terakhir bagi terdakwa
mengajukan permohonan kasasi, jatuh pada tanggal 15 Februari. Lewat
dari batas waktu tersebut, berakibat “gugur hak” terdakwa
mengajukan permohonan kasasi. Tidak ada perbedaan tenggang waktu
untuk Jawa dan luar Jawa.
Agar permohonan kasasi dapat dipakai sebagai dasar pemeriksaan
dalam tingkat kasasi oleh pemohon kasasi wajib diajukan memori atau
risalah kasasi yang membuat alasan permohonan kasasinya, dan dalam
waktu 14 (empat belas) hari setelah mengajukan permintaan tersebut,
harus sudah menyerahkannya kepada panitera yang memberikan
surat tanda terima.
Sebagai contoh misalnya, pemberitahuan putusan Pengadilan
Tinggi disampaikan panitera kepada terdakwa pada tanggal 1 Februari.
Oleh karena itu, batas waktu mengajukan permohonan kasasi jatuh
pada tanggal 15 Februari. Jika dimisalkan terdakwa mengajukan
permohonan kasasi pada tanggal 6 Februari, berarti tenggang waktu
dan batas terakhir menyampaikan memori kasasi adalah dalam waktu
14 hari terhitung sejak 6 Februari. Jadi tenggang waktu menyerahkan
memori kasasi dalam contoh ini adalah tanggal 20 Februari. Lewat
dari jangka waktu itu sudah terlambat menyampaikan memori kasasi.
Permohonan kasasi dapat dicabut selama perkara belum diputus
oleh Mahkamah Agung, dan apabila permohonan tersebut sudah
dicabut, maka tidak dapat diajukan lagi. Dengan demikian
permohonan kasasi hanya dapat dilakukan satu kali saja.
Dalam Pasal 253 ayat (1) KUHAP menyebutkan, sebagai berikut.
Pemeriksaan dalam tingkat kasasi dilakukan oleh Mahkamah Agung atas
permintaan para pihak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 244 dan
Pasal 248 guna menentukan:
a . apakah benar suatu peraturan hukum tidak diterapkan atau
diterapkan tidak sebagaimana mestinya;

Bab 6 Upaya Hukum 185


b . apakah benar cara mengadili tidak dilaksanakan menurut ketentuan
undang-undang;
c. apakah benar pengadilan telah melampaui batas wewenangnya. 6
Jika terdakwa dan/atau pengacara atau penuntut umum
mengajukan kasasi maka memori kasasi harus dibuat, dan susunannya
dapat dilihat dalam contoh di bawah ini:

Sungai Penuh, ............................ 200…


Kepada Yth,
Bapak Ketua Mahkamah Agung RI
di
Jakarta
Melalui:
Bapak Ketua Pengadilan Negeri Sungai Penuh
di
Sungai Penuh

Dengan hormat,
Yang bertanda tangan di bawah ini saya bernama A, Advokat dan
pengacara, tinggal di jalan Depati Parbo Rt. 2 Desa Koto Lebu Sungai
Penuh berdasarkan surat kuasa tanggal 14 September 2003 kuasa dari
saudara B, tinggal di jalan K.H. Ahmad Dahlan Rt. 2 Desa Koto Renah
Sungai Penuh, melalui sepucuk surat ini mengajukan memori kasasi
atas Keputusan Pengadilan Tinggi Jambi No .....................................
tanggal .................................. bahwa terdakwa dengan Keputusan
Pengadilan Tinggi Jambi No ..................................... tersebut telah
terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan kejahatan, karena
kealpaannya menyebabkan matinya orang lain.
Menghukum terdakwa karenanya dengan pidana penjara selama
6 bulan.

6 M. Budiatro, K. Wantjik Saleh, Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana 1981,


Jakarta: Ghalia Indonesia, 1981, hlm. 131.

186 Pendidikan Keadvokatan


Menentukan, bahwa waktu selama terdakwa ada di dalam tahanan
sebelum keputusan ini menjadi tetap, seluruhnya dikurangkan dari
pidana tersebut di atas.
Memberitahukan agar barang bukti berupa:
a. SIM B.1. Umum, dikembalikan kepada terdakwa.
b. Sepeda laki-laki milik korban agar dikembalikan kepada keluarga
korban.
c. Visum et repertum agar dilampirkan dalam berkas perkara dalam
peradilan tingkat banding.
Memerintahkan supaya salinan resmi dari keputusan ini beserta
berkas perkaranya dikirimkan kepada Ketua Pengadilan Negeri di
Sungai Penuh.
Bahwa terdakwa merasa keberatan sekali atas keputusan tersebut
dan dalam waktu serta dengan cara sebagaimana mestinya telah
memohon peradilan kasasi.

Keberatan pertama:
Bahwa Pengadilan Tinggi Jambi telah salah menerapkan hukum, sebab
berdasarkan pengakuan terdakwa sendiri yang ditunjang oleh
keterangan saksi-saksi di bawah sumpah bernama C dan D bahwa
kecepatan jalannya colt yang dikemudikan terdakwa adalah 25–35
km perjam, kecepatan yang diperbolehkan dalam kota dan bukan
kecepatan yang tidak diperbolehkan.

Keberatan kedua:
Bahwa Pengadilan Tinggi Jambi dalam pertimbangan hukumnya telah
mengatakan, bahwa terdakwa melakukan perbuatan kurang berhati-
hati, yaitu di jalan umum dengan kecepatan tinggi melebihi kecepatan
maksimum yang diperkenankan di dalam kota di mana walaupun
diketahui sebelumnya ada iring-iringan sepeda di depannya, terdakwa
tidak berusaha mengurangi kecepatannya dan tidak berusaha
memberikan kesempatan kepada pengendara yang akan membelok
bahkan terdakwa justru berusaha menyalip, mendahului iring-iringan
sepeda tersebut sehingga terjadi tabrakan.

Bab 6 Upaya Hukum 187


Dalam hal ini Pengadilan Tinggi Jambi juga salah menerapkan
hukum, sebab sebagaimana telah dikatakan dalam keberatan pertama,
bahwa terdakwa mengendarai mobil colt dalam kota dengan kecepatan
25–35 km perjam dan kecepatan tersebut dalam kota adalah
diperbolehkan dan lagi pula bukan terdakwa yang menyalip iring-
iringan yang naik sepeda, bahkan iring-iringan yang naik sepeda itulah
yang menyalip colt, sehingga terjadilah tabrakan.
Berdasarkan alasan-alasan tersebut Pengadilan Tinggi Jambi telah
salah menerapkan hukum.
Berdasarkan alasan-alasan tersebut di atas terdakwa mohon
dengan hormat sudilah kiranya Mahkamah Agung berkenan:
1. Membatalkan Keputusan Pengadilan Tinggi jambi Nomor,
......................... tanggal ........................... Dan mengadili sendiri,
bahwa kesalahan terdakwa terhadap dakwaan atas dirinya tidak
terbukti dengan sah dan meyakinkan dan oleh karenanya
membebaskan pemohon kasasi dari dakwaan itu dengan
menunjuk negara untuk membayar segala biaya yang timbul
dalam perkara ini dan dengan perintah mengembalikan barang-
barang bukti kepada terdakwa pemohon kasasi.
2. Setidak-tidaknya memberi keputusan lain yang seadil-adilnya.

Hormat kami
Penasihat Hukum Pemohon dalam Kasasi

(A)

2. Upaya Hukum Luar Biasa

a. Kasasi Demi Kepentingan Hukum


Kasasi demi kepentingan hukum dalam KUHAP telah diatur dalam
Pasal 259 sampai dengan Pasal 262 KUHAP. Dalam Pasal 259 ayat (1)
KUHAP berbunyi demi kepentingan hukum terhadap semua putusan
yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dari pengadilan lain selain

188 Pendidikan Keadvokatan


daripada Mahkamah Agung, dapat diajukan satu kali permohonan kasasi
oleh Jaksa Agung.7
Selanjutnya Soedirjo pernah mengatakan, bahwa kasasi luar biasa
sebagaimana kasasi biasa dijalankan untuk melayani peradilan kasasi
agar semua hukum diterapkan secara benar dan tepat, dengan
demikian menjamin adanya kesatuan dalam peradilan,8 karena ada
kemungkinan, bahwa para hakim yang bermacam-macam itu
menafsirkan hukum yang dipakai berbeda-beda, sehingga tidak
bermanfaat bagi kebaikan kesatuan hukum dalam negara.
Kasasi demi kepentingan hukum dengan tegas dikatakan tidak
boleh merugikan pihak yang berkepentingan, sebab tujuan ketentuan
tersebut agar konsistensi hukum dapat dipertahankan dan tidak
menjadi preseden yang buruk yang kemungkinan akan diikuti. Jadi
semuanya untuk hukum dan bukan hukuman untuk terdakwa.
Adapun letak perbedaan antara kasasi demi kepentingan hukum
dengan peninjauan kembali adalah pada upaya hukum kasasi demi
kepentingan hukum, hanya dapat diajukan terhadap putusan
Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi yang telah berkekuatan
hukum tetap. Sedangkan pada upaya hukum peninjauan kembali,
tidak hanya terbatas terhadap putusan Pengadilan Negeri dan/atau
putusan Pengadilan Tinggi saja, akan tetapi juga dapat diajukan
terhadap putusan Mahkamah Agung.
Kasasi demi kepentingan hukum hanya diperbolehkan satu kali
saja. Dalam hal ini berlaku prinsip bahwa kesalahan hanya dapat
diperbaiki satu kali saja. Salah atau tidak salah putusan Mahkamah
Agung, tidak menjadi masalah lagi.
Tenggang waktu pengajuan pemeriksaan kasasi demi kepentingan
hukum yang diatur di dalam Pasal 259 sampai dengan Pasal 262
KUHAP tidak menyinggung masalah tenggang waktu. Demikian juga
di dalam buku pedoman pelaksanaan KUHAP, maupun dalam

7 M. Budiarto, K. Wantjik Saleh, ibid., hlm. 133.


8 Soedirjo, Kasasi dalam Perkara Pidana Sifat dan Fungsi, Jakarta: Akademika
Pressindo, 1984, hlm. 86.

Bab 6 Upaya Hukum 189


tambahan pedoman pelaksanaan KUHAP, persoalan tenggang waktu
tidak dibicarakan. Akan tetapi, di dalam permohonan kasasi biasa
menurut Pasal 245 ayat (1) KUHAP membicarakan secara tegas
tenggang waktu, yakni selambat-lambatnya dalam 14 hari sesudah
putusan yang meminta kasasi diberitahukan kepada terdakwa. Begitu
juga halnya di dalam upaya hukum peninjauan kembali, undang-
undang memberi penegasan tentang batas tenggang waktu. Hal ini
dapat dilihat pada Pasal 264 ayat (3) KUHAP yang mengatakan bahwa
permintaan peninjauan kembali “tidak dibatasi” dengan suatu jangka
waktu. Kapan saja dapat diajukan permintaan peninjauan kembali.
Oleh karena itu, masalah tenggang waktu ini menurut M. Yahya
Harahap lebih objektif konsisten dengan ketentuan Pasal 264 ayat (3)
KUHAP. Titik tolak pemikiran yang melandasi pendirian itu dapat
kita utarakan sebagai berikut.
1. Baik upaya hukum kasasi demi kepentingan hukum maupun
upaya peninjauan kembali adalah merupakan rumpun dan genus
yang sama dalam bentuk lembaga “lembaga hukum luar biasa”.
Hanya spesifikasinya saja yang dipecah dalam dua jenis,. Yang
satu disebut kasasi demi kepentingan hukum, sedang yang satu
lagi dinamai peninjauan kembali.
2. Motivasi juga sama-sama bertujuan untuk mengoreksi putusan
pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.
3. Objeknya juga serupa, sama-sama ditujukan untuk memeriksa
putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.9
Apabila ada keputusan Mahkamah Agung dalam kasasi demi
kepentingan hukum mengandung kekeliruan hukum, maka jalan
yang harus ditempuh untuk memperbaikinya adalah melalui
“peninjauan kembali”, sebab berdasarkan Pasal 263 KUHAP,
peninjauan kembali terhadap putusan yang telah berkekuatan hukum
tetap, dapat diajukan terhadap semua putusan pengadilan, termasuk
putusan Mahkamah Agung sendiri. Jadi terhadap perkara yang telah
diputus Mahkamah Agung dalam tingkat kasasi demi kepentingan

9 M. Yahya Harahap, op. cit., hlm. 614.

190 Pendidikan Keadvokatan


hukum, masih tetap terbuka kemungkinan untuk mengajukan upaya
hukum peninjauan kembali.

b. Peninjauan Kembali Keputusan Pengadilan yang Telah Memperoleh


Kekuatan Hukum Tetap
Upaya hukum tersebut telah diatur di dalam Pasal 263 sampai dengan
Pasal 269 KUHAP. Dalam Pasal 263 ayat (1) KUHAP ditentukan yang
mengajukan permohonan peninjauan kembali adalah (1) terpidana;
dan (2) ahli warisnya. Putusan pengadilan yang dapat diajukan
permintaan peninjauan kembali adalah putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap, kecuali putusan bebas atau lepas
dari segala tuntutan hukum.
Prosedur pengajuan peninjauan kembali adalah sebagai berikut.
Permintaan peninjauan kembali ditujukan kepada panitera pengadilan
negeri yang memutus perkaranya (Pasal 264 ayat (1) KUHAP).
Selanjutnya panitera akan mencatat permohonan tersebut dalam surat
keterangan yang ditandatangani oleh panitera dan pemohon (Pasal
264 ayat (2), Pasal 245 ayat (2) KUHAP). Pengajuan permohonan
peninjauan kembali tidak dibatasi oleh tenggang waktu (Pasal 264
ayat (3) KUHAP).
Tembusan pengiriman ini disampaikan kepada pemohon dan
penuntut umum. Apabila yang dimohonkan peninjauan kembali ini
putusan pengadilan tinggi, maka tembusan ini juga di kirim kepada
pengadilan tinggi. Apabila permohonan peninjauan kembali pemohon
tidak memenuhi ketentuan sebagaimana tersebut dalam Pasal 263 ayat
(2) KUHAP, Mahkamah Agung menyatakan, bahwa permintaan
peninjauan kembali tidak dapat diterima, dan apabila membenarkan
alasan pemohon, maka Mahkamah Agung membatalkan putusan
yang dimintakan peninjauan kembali itu dan menyatakan putusan
yang dapat berupa:
1. putusan bebas,
2. putusan lepas dari segala tuntutan hukum,
3. putusan tidak dapat menerima tuntutan penuntut umum,
4. putusan dengan menerapkan ketentuan pidana yang lebih ringan.

Bab 6 Upaya Hukum 191


Pidana yang dijatuhkan dalam putusan peninjauan kembali
tersebut tidak boleh melebihi pidana yang telah dijatuhkan dalam
putusan semula.
Adapun alasan-alasan yang dapat dijadikan dasar untuk
mengajukan permohonan peninjauan kembali telah disebutkan dalam
Pasal 263 ayat (2) dan (3) KUHAP, yaitu:
Pasal 263 ayat (2) KUHAP:
Permintaan peninjauan kembali dilakukan atas dasar:
a . Apabila terdapat keadaan baru (novum) yang menimbulkan
dugaan kuat, bahwa jika keadaan itu sudah diketahui pada waktu
sidang masih berlangsung, hasilnya akan berupa putusan bebas
atau putusan lepas dari segala tuntutan hukum atau tuntutan
penuntut umum tidak dapat diterima atau terhadap perkara itu
diterapkan ketentuan pidana yang lebih ringan.
b . Apabila dalam berbagai putusan terdapat pernyataan bahwa
sesuatu telah terbukti, akan tetapi hal atau keadaan sebagai dasar
dan alasan putusan yang dinyatakan telah terbukti itu, ternyata
telah bertentangan satu dengan yang lain.
c. Apabila putusan itu dengan jelas memperlihatkan suatu
kekhilafan hakim atau suatu kekeliruan yang nyata.

Pasal 263 ayat (3) KUHAP:


Atas dasar alasan yang sama sebagaimana tersebut pada ayat (2)
terhadap suatu putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan
hukum tetap dapat diajukan permintaan peninjauan kembali apabila
dalam putusan itu suatu perbuatan yang didakwakan telah
dinyatakan terbukti akan tetapi tidak diikuti oleh suatu pemidanaan.10

10 M. Budiarto, K.Wantjik Saleh, op. cit., hlm. 135.

192 Pendidikan Keadvokatan


Contoh permohonan peninjauan kembali dapat dilihat di bawah ini:
Sungai Penuh ................... 200 ...

Kepada Yth,
Bapak Ketua Mahkamah Agung RI
di
Jakarta
Melalui:
Yth, Bapak Ketua Pengadilan Negeri Sungai Penuh
di
Sungai Penuh

Dengan hormat,
Yang bertanda tangan di bawah ini saya bernama A, advokat/
pengacara, tinggal di jalan Depati Parbo Rt. 2 Koto Lebu Sungai Penuh,
berdasarkan surat kuasa tanggal .................... (terlampir) penasihat
hukum saudara B, tinggal di Jalan K.H. Ahmad Dahlan Rt. 2 Koto
Renah Sungai Penuh, yang selanjutnya disebut pihak Pemohon.
Bahwa pemohon melalui sepucuk surat ini mengajukan per-
mohonan Peninjauan Kembali atas Keputusan Pengadilan Negeri
Sungai Penuh No ............................. tanggal ..........................., yang
amarnya sebagai berikut.

MENGADILI

Menyatakan terdakwa B telah bersalah melakukan tindak pidana


pembunuhan sebagaimana diatur dan diancam hukuman berdasarkan
Pasal 338 KUHP. Menghukum terdakwa oleh karena itu dengan
pidana penjara selama 10 tahun.

Keberatan Pertama
Bahwa berdasarkan pengakuan C dan keputusan Pengadilan
Negeri Sungai Penuh No .............................. tanggal .............................

Bab 6 Upaya Hukum 193


yang melakukan pembunuhan atas diri korban bernama D bukanlah
pemohon, melainkan C. Dengan demikian, pengadilan telah salah
menghukum B.
Berdasarkan alasan-alasan tersebut di atas, pemohon mohon
kepada Bapak Ketua Mahkamah Agung RI di Jakarta berkenan
memutuskan:
1. Meninjau kembali Keputusan Pengadilan Negeri Sungai Penuh
No .............................. tanggal ................................ yang telah
memperoleh kekuatan hukum yang tetap dan mengadili sendiri
membebaskan pemohon/terhukum B dari hukuman yang telah
dijatuhkan oleh Pengadilan Negeri tersebut di atas.
2. Biaya perkara dibebankan kepada negara.

Hormat Kami
Penasihat Hukum Pemohon

(A)

Selain upaya hukum yang telah disebutkan di atas, menurut Pasal


14 UUD 1945, Presiden mempunyai hak memberikan grasi, amnesti,
abolisi, dan rehabilitasi.
Grasi adalah hak Presiden untuk memberikan ampunan kepada
orang-orang hukuman karena pertimbangan-pertimbangan
kepantasan. Menurut Nawawi, bahwa grasi itu ada dua macam yaitu:
a. remisi, yaitu penghapusan sebagian dari hukuman misalnya
dihukum 12 tahun Presiden memberi remisi mejadi 8 tahun;
b. komutasi, yaitu perubahan macam hukuman misalnya, hukuman
berat menjadi hukuman ringan atau hukuman badan menjadi
hukuman denda.11

11 Nawawi, Teknik dan Strategi Membela Perkara Perdata, Jakarta: Fajar Agung,
1987, hlm. 93.

194 Pendidikan Keadvokatan


Contoh pengajuan permohonan grasi dapat dilihat di bawah ini.

Sungai Penuh, ..................200....


Kepada Yth,
Bapak Presiden RI
di
Jakarta
Melalui:
Yth, Bapak Ketua Pengadilan Negeri Sungai Penuh
di
Sungai Penuh

Dengan hormat,
Yang bertanda tangan di bawah ini saya bernama A, advokat/
pengacara, tinggal di Jalan Depati Parbo Rt. 2 Koto Lebu Sungai Penuh,
berdasarkan surat kuasa tanggal, ....................... (terlampir), pengacara
dari saudara B, tinggal di Jalan K.H. Ahmad Dahlan Rt. 2 Koto Renah
Sungai Penuh, melalui sepucuk surat ini mengajukan permohonan
grasi kepada Yang Mulia Presiden RI sebagai berikut.
1. Bahwa pemohon/terpidana telah menerima putusan Pengadilan
Negeri Sungai Penuh Nomor:..................... tanggal .......................
di mana/terpidana telah diberi pidana berupa pidana penjara
selama 7 tahun.
2. Bahwa pemohon/terpidana menerima dengan ikhlas putusan
Pengadilan Negeri Sungai Penuh, namun pemohon merasa tidak
bersalah, sebab sewaktu mengendarai mobil pemohon telah sangat
berhati-hati sekali, karena sukar dihindari, terjadilah tabrakan yang
mengakibatkan luka beratnya si korban.
3. Bahwa meskipun pidana penjara yang dijatuhkan pengadilan
kepada pemohon/terpidana sangat berat yaitu pidana penjara 7
tahun, namun pemohon ingin mengajukan sesuatu sebagai bahan
pertimbangan Bapak Presiden RI sebagai berikut:
a. Bahwa pemohon/terpidana termasuk sopir yang miskin dan
satu-satunya pencari nafkah dari keluarga pemohon sebanyak

Bab 6 Upaya Hukum 195


12 orang dan apabila pemohon menjalani pidana penjara
sebagaimana tersebut dalam keputusan pengadilan, maka
akan hancur leburlah keluarga pemohon ke jurang sengsara
alias gelandangan.
b. Bahwa soal tabrakan bukanlah kehendak pemohon/terpidana,
melainkan suatu musibah dan takdir Tuhan Yang Maha Kuasa
kalau kita berpegang pada rukun Islam yang keenam.

Berdasarkan alasan-alasan tersebut di atas pemohon atau terpidana


dengan hati yang sabar dan penuh kepercayaan, menunggu ampunan,
kemurahan dan balas kasihan yang mulia Bapak Presiden RI kepada
pemohon atau terpidana sekeluarga dan selanjutnya pemohon
menghaturkan banyak terima kasih.

Hormat Kami
Pengacara Pemohon atau Terpidana

(A)

Amnesti ialah hak yang diberikan kepada Presiden untuk


menghapuskan hak penuntutan dari penuntut umum dan penghen-
tiannya dan sekaligus penghapusan hak (menyuruh) melaksanakan
pidana dari penuntut umum terhadap pelaku pelaku dari suatu tindak
pidana tertentu demi kepentingan negara.
Abolisi adalah hak yang diberikan kepada Presiden untuk meng-
hapuskan hak penuntutan dari penuntut umum dan penggantiannya
apabila sudah dimulai, terhadap pelaku-pelaku tindak pidana
tertentu.12
Amnesti ini biasanya diberikan pada hari peringatan Proklamasi
Kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus. Adapun rehabilitasi adalah

12 SR. Sianturi, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia dan Penerapannya, Jakarta:


Alumni Ahaem-Petehaem, 1986, hlm. 435.

196 Pendidikan Keadvokatan


hak Presiden untuk mengembalikan kehormatan seseorang, nama baik
seseorang atau pemulihan nama baik.

B. DALAM PERKARA PERDATA


Dalam perkara perdata upaya hukum yang dipergunakan jika
pengadilan telah memutus perkara penggugat dan tergugat, ternyata
pihak yang kurang puas atas keputusan pengadilan tersebut adalah
sebagai berikut:
1. verzet atau perlawanan;
2. banding;
3. kasasi;
4. bantahan pihak ketiga (derden verzet);
5. peninjauan kembali (request civiel).
Pada butir 1, 2, dan 3 disebut upaya hukum biasa, sedangkan
pada butir 4, dan 5 disebut upaya hukum luar biasa.

1. Verzet (Perlawanan)
Verzet (perlawanan) merupakan upaya hukum terhadap putusan yang
dijatuhkan di luar hadirnya tergugat (verstek) (Pasal 125 ayat (3), Pasal
129 HIR atau Pasal 149 ayat (3), Pasal 153 RBg). Dalam praktik, putusan
verstek baru dapat dijatuhkan jika tergugat setelah dipanggil dengan
patut untuk kedua kali, bahkan untuk ketiga kalinya dipanggil dengan
patut tergugat tidak juga datang, maka dijatuhkan putusan verstek.
Tenggang waktu untuk mengajukan verzet (perlawanan) adalah
sebagai berikut.
a. Dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari setelah pemberitahuan
putusan, jika pemberitahuan itu disampaikan dan diterima sendiri
oleh tergugat. Contoh: Putusan diberitahukan tanggal 1 Januari
2009, maka masa verzet, yaitu tanggal 2 sampai dengan 15 Januari
2009, yakni selama 14 (empat belas) hari. Pada tanggal 16 Januari
putusan telah berkekuatan hukum tetap, dan verzet tidak boleh
diajukan lagi.
b. Jika putusan verstek tersebut tidak dapat secara langsung diberita-
hukan kepada orang yang dikalahkan, maka tenggang waktu

Bab 6 Upaya Hukum 197


tersebut pada butir 1 (satu) ditambah 8 (delapan) hari terhitung
hari berikutnya sejak adanya teguran untuk melaksanakan
putusan tersebut. Contoh: Teguran dilakukan kepada tergugat di
Pengadilan Negeri atau Pengadilan Agama tanggal 1 Januari 2009.
Jadi, masa verzet yaitu tanggal 2 Januari sampai dengan tanggal 9
Januari 2009. Pada tanggal 10 Januari 2009 verzet sudah tidak boleh
lagi diajukan.
c. Apabila terjadi seperti tersebut pada angka 2 di atas, dan ternyata
pada waktu dipanggil untuk ditegur tergugat tidak datang
mengha-dap, kemudian ketua pengadilan mengeluarkan perintah
eksekusi. Dalam hal ini maka batas waktu verzet adalah 8 hari
setelah haru tanggal eksekusi (Pasal 197 HIR). Contoh: Pelak-
sanaan eksekusi tanggal 1 Januari 2009. Maka masa verzet yaitu
tanggal 2 Januari sampai dengan 9 Januari 2009. Pada tanggal 10
Januari 2009 sudah tidak boleh diajukan verzet.

Contoh verzet (perlawanan) terhadap putusan verstek dapat dilihat


di bawah ini.

Sungai Penuh, .....................200 ....


Kepada Yth,
Bapak Ketua pengadilan Negeri Sungai Penuh
di
Sungai Penuh

Dengan hormat,
Yang bertanda tangan di bawah ini saya bernama A, tinggal di
Jalan Depati Parbo Rt. 2 Desa Koto Lebu Sungai Penuh, yang
selanjutnya disebut pihak Pembantah.
Bahwa pembantah menurut surat pemberitahuan juru sita pada
Pengadilan Negeri Sungai Penuh telah diberitahukan Keputusan
Pengadilan Negeri Sungai Penuh Nomor ......................... tanggal
.........................

198 Pendidikan Keadvokatan


Dalam perkara antara pembantah sebagai tergugat melawan B
tinggal di jalan K.H. Ahmad Dahlan Rt. 2 Koto Renah, dahulu sebagai
penggugat sekarang disebut sebagai Terbantah.
Bahwa putusan tersebut antara lain berbunyi menyatakan, bahwa
tergugat tidak hadir dalam perkara ini, walaupun ia telah dipanggil
dengan secara sah.
Menghukum tergugat membayar kepada penggugat dengan
menerima tanda pelunasan yang sah, uang sejumlah Rp1.000.000,00
(satu juta rupiah) ditambah dengan bunga menurut undang-undang,
yaitu 6% setahun mulai tanggal perkara ini didaftarkan di Kepaniteraan
Pengadilan Negeri Sungai Penuh sampai hari pelunasan seluruhnya.
Menyatakan sah dan berharga sita jaminan yang telah dilakukan
oleh Panitera pada Pengadilan Negeri Sungai Penuh tanggal
....................... Nomor .......................
Menghukum tergugat untuk membayar segala ongkos-ongkos
perkara yang kini ditaksir sebesar Rp........................ (...........................).
Bahwa pembantah menurut hukum berhak untuk mengajukan
bantahan atas keputusan verstek tersebut dalam tempo 14 (empat belas)
hari sesudah tanggal pemberitahuan keputusan verstek tanggal
...........................
Bahwa pembantah melalui sepucuk surat ini dalam tempo yang
telah ditentukan mengajukan bantahan atas keputusan verstek tersebut
sebagai berikut.
1. Bahwa pembantah menyangkal semua dalil terbantah sebagaimana
tersebut dalam perkara perdata Nomor ........................ tanggal
......................... yang diputus dengan verstek tersebut.
2. Bahwa pembantah telah membayar hutang pembantah kepada
terbantah pada tanggal, ............................. dan sebagai tanda bukti
penerimaan uang akan pembantah ajukan dalam sidang
pembuktian nanti.
3. Bahwa .................................. dan seterusnya.

Bab 6 Upaya Hukum 199


Berdasarkan alasan-alasan tersebut di atas, pembantah mohon
kepada Pengadilan Negeri Sungai Penuh sudilah kiranya berkenan
memutuskan:

PRIMAIR
1. Menyatakan pembantah adalah pembantah yang baik.
2. Menggugurkan atau setidak-tidaknya membatalkan Keputusan
Pengadilan Negeri Sungai Penuh Nomor ..............................
tanggal ..................................
3. Dengan mengadili kembali yaitu menolak atau tidak menerima
tuntutan terbantah.
4. Menyatakan tidak sah sita jaminan yang telah diletakkan atas
barang-barang pembantah dan memerintahkan agar sita jaminan
segera dicabut.
5. Menghukum terbantah untuk membayar biaya perkara yang
timbul dalam perkara ini.

SUBSIDIAIR
Memberikan keputusan lain yang seadil-adilnya.

Hormat Pembantah

(A)

2. Banding
Banding artinya pemeriksaan ulangan oleh Pengadilan Tinggi atas
putusan Pengadilan Negeri atau Pengadilan Agama. Jadi banding
(appel) adalah pemeriksaan ulangan yang dilakukan oleh Pengadilan
Tinggi terhadap putusan pengadilan tingkat pertama (Pengadilan
Negeri atau Pengadilan Agama) atas permohonan pihak yang
berkepentingan (penggugat atau tergugat).
Banding (appel) adalah pemeriksaan ulang oleh Pengadilan Tinggi,
baik atas kejadian atau peristiwa maupun hukumnya. Pemeriksaan

200 Pendidikan Keadvokatan


perkara banding telah diatur Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1947
untuk Jawa dan Madura, sedangkan bagi daerah luar Jawa dan Madura
diatur dalam R.Bg Pasal 199 sampai dengan Pasal 205.
Syarat dan prosedur banding adalah sebagai berikut.
a. Hanya putusan Pengadilan Negeri mengenai perkara yang harga
gugatannya lebih dari Rp100,00 (seratus rupiah) sajalah yang dapat
dimintakan banding.13
b. Apabila suatu putusan diucapkan dengan verstek atau di luar
hadirnya tergugat, pihak tergugat tidak boleh mengajukan
banding, dan hanya boleh mengajukan perlawanan atau bantahan
saja.
c. Apabila penggugat berkeberatan atas putusan hakim Pengadilan
Negeri di luar hadirnya tergugat (verstek), maka penggugat dapat
mengajukan banding. Dalam hal ini, tergugat dapat juga
mengajukan hak perlawanan atas putusan Pengadilan Negeri
tersebut.14
d. Kalau tergugat tidak dapat mempergunakan hak perlawanan
dalam pemeriksaan tingkat pertama tergugat boleh meminta
pemeriksaan ulang (banding) (Pasal 8 Undang-Undang Nomor
20 Tahun 1947 dan Pasal 200 R.Bg).15
e. Permohonan banding tersebut disampaikan pada panitera
Pengadilan Negeri yang menjatuhkan putusan, baik secara tertulis
maupun secara lisan dalam tenggang waktu empat belas hari
terhitung mulai hari berikutnya hari pengumuman putusan
kepada yang berkepentingan. Tenggang waktu tersebut dijadikan
tiga puluh hari jika pemohon banding berdiam di luar daerah
hukum tempat Pengadilan Negeri atau bersidang untuk Jawa dan
Madura, sedangkan untuk luar Jawa dan Madura tenggang waktu
tersebut dijadikan enam minggu. Pemohon banding harus disertai
dengan pembayaran persekot ongkos perkara banding yang

13 Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, Yogyakarta: Liberty,


1993, hlm. 196.
14 Nawawi, op. cit., hlm. 150.
15 Sudikno Mertokusumo, op. cit., hlm. 197.

Bab 6 Upaya Hukum 201


jumlahnya ditaksir oleh panitera Pengadilan Negeri tersebut.
Apabila tenggang waktu yang telah ditentukan di atas sudah
lampau, demikian juga biaya perkara tidak disetor, permohonan
banding itu tidak dapat diterima (Pasal 7 Undang-Undang Nomor
20 Tahun 1947 dan Pasal 199 R.Bg).16
Selanjutnya pemohon banding yang diterima, kemudian dicatat
oleh panitera Pengadilan Negeri dalam daftar yang disediakan untuk
itu. Sesudah itu panitera menyampaikan pemberitahuan permohonan
banding itu kepada pihak lawan. Tiap permohonan banding disertai
dengan surat memori banding yang berisi alasan-alasan diminta
banding. Sedangkan bagi pihak terbanding dapat juga memasukkan
surat kontra memori banding.
Contoh memori banding ke Pengadilan Tinggi dapat dilihat di
bawah ini.

Sungai Penuh, .......................... 200 ....


Kepada Yth,
Bapak Ketua Pengadilan Tinggi Jambi
di
Jambi
Melalui
Yth, Bapak Ketua Pengadilan Negeri Sungai Penuh
di
Sungai Penuh

Hal: Memori Banding atas Keputusan Pengadilan Negeri Sungai


Penuh Nomor ........................... tanggal .................... dalam
perkara antara:
A : Pembanding (dulu tergugat)
Melawan
B : Terbanding (dulu penggugat)

16 Abdulkadir Muhammad, Hukum Acara Perdata Indonesia, Bandung: Alumni, 1982,


hlm. 201.

202 Pendidikan Keadvokatan


Dengan hormat,
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya bernama A, tinggal di
Jalan Depati Parbo Rt. 2 Desa Koto Lebu Sungai Penuh, yang se-
lanjutnya disebut pihak Pembanding (dulu tergugat).
Bahwa pembanding melalui sepucuk surat ini mengajukan
memori banding atas Keputusan Pengadilan Negeri Sungai Penuh
Nomor ....................... tanggal ......................... adalah sebagai berikut.
1. Bahwa pertimbangan hukum Pengadilan Negeri Sungai Penuh
tersebut adalah tidak benar. Adapun alasan tidak benar karena
redaksi gugatan penggugat bila dibaca dengan teliti dalam bahasa
Indonesia yang baik, kemudian diterapkan hukum acaranya dan
praktik peradilan yang baik, maka jelas gugatan yang diajukan
penggugat- terbanding bukan secara pribadi, melainkan secara
jabatan yaitu Direktur dari PT Kayu Manis, maka pilihan
hukumnya gugatan penggugat-terbanding oleh Pengadilan Negeri
Sungai Penuh harus dinyatakan tidak dapat diterima bukannya
dikabulkan.
2. Bahwa semula jual beli antara penggugat-terbanding dengan
tergugat-pembanding selaku pemegang kuasa dari pemilik,
kemudian penggugat-terbanding mengadakan hubungan jual beli
langsung dengan pemilik, kemudian pengadilan dalam
pertimbangan hukumnya telah menyatakan, bahwa pembanding
telah melakukan perbuatan melawan hukum.
Apa yang telah dipertimbangkan dalam pertimbangan hukumnya
adalah tidak benar. Dalam hal ini yang melakukan perbuatan
melawan hukum bukanlah pembanding, melainkan terbanding
itu sendiri.
3. Bahwa ................................ dan seterusnya.
Berdasarkan alasan-alasan tersebut di atas, pembanding mohon
kepada Pengadilan Tinggi Jambi, sudilah kiranya berkenan memu-
tuskan:
1. Membatalkan Keputusan Pengadilan Negeri Sungai Penuh Nomor
...................... tanggal .................................. dan mengadili sendiri
yaitu menyatakan gugatan dan tuntutan terbanding tidak dapat
diterima.

Bab 6 Upaya Hukum 203


2. Menghukum terbanding untuk membayar biaya perkara yang
timbul dalam perkara ini.

Hormat Pembanding

(A)
Apabila memori banding pihak pembanding diserahkan ke
Paniteraan Pengadilan Negeri, dan selanjutnya diberitahukan dan
disampaikan kepada terbanding. Dalam hal ini terbanding boleh
mengajukan kontra memori banding atas memori banding
pembanding.
Contoh kontra memori banding atas memori banding pembanding
dapat dilihat di bawah ini.

Sungai Penuh .................... 200 ...


Kepada Yth
Bapak Ketua Pengadilan Tinggi Jambi
di.
Jambi
Melalui:
Yth, Bapak Ketua Pengadilan Negeri Sungai Penuh
di.
Sungai Penuh.
Hal: Kontra memori banding atas memori banding pembanding
atas Keputusan Pengadilan Negeri Sungai Penuh Nomor
..................... tanggal ....................... dalam perkara antara:
A : Pembanding (dulu tergugat)
Melawan
B : Terbanding (dulu penggugat)

Dengan hormat,
Yang bertanda tangan di bawah ini saya bernama B, tinggal di
Jalan K.H. Ahmad Dahlan Rt. 2 Koto Renah Sungai Penuh yang
selanjutnya disebut pihak Terbanding (dulu penggugat).

204 Pendidikan Keadvokatan


Bahwa terbanding melalui sepucuk surat ini mengajukan kontra
memori banding atas memori banding pembanding atas Keputusan
Pengadilan Negeri Sungai Penuh Nomor ......................... tanggal
.............................. adalah sebagai berikut.
1. Bahwa menurut keberatan pembanding dalam memori
bandingnya butir 1 (satu), telah dinyatakan bahwa gugatan
penggugat-terbanding yang diajukan bukan secara pribadi
melainkan secara jabatan, yaitu bertindak untuk dan atas nama
PT Kayu Manis.
Apa yang telah dikatakan tergugat-pembanding dalam memori
bandingnya tersebut adalah tidak benar. Alasannya, karena
pembanding kurang teliti membaca redaksi gugatan penggugat-
terbanding dan bukti penggugat-terbanding No. P.1.
Keputusan dan pertimbangan hukum Pengadilan Negeri Sungai
Penuh dalam perkara ini sudah tepat dan benar.
2. Bahwa menurut memori banding tergugat-pembanding butir 2
(dua) telah mengatakan, bahwa sebaliknya yang melakukan
perbuatan melawan hukum itu adalah terbanding itu sendiri.
Apa yang telah dikatakan pembanding tersebut adalah tidak benar.
Menurut hemat terbanding, bahwa pertimbangan hukum Penga-
dilan Negeri Sungai Penuh dalam perkara ini tepat dan benar.
3. Bahwa ................................... dan seterusnya.
Berdasarkan alasan-alasan tersebut di atas, terbanding mohon
kepada Pengadilan Tinggi Jambi sudilah kiranya berkenan
memutuskan:
1. Menolak memori banding-pembanding dan menguatkan
Keputusan Pengadilan Negeri Sungai Penuh Nomor: ...............
tanggal .............................
2. Menghukum pembanding untuk membayar biaya perkara yang
timbul dalam perkara ini.
Hormat Terbanding

(B)

Bab 6 Upaya Hukum 205


3. Kasasi
Kasasi artinya pembatalan putusan oleh Mahkamah Agung. Jadi kasasi
adalah pembatalan putusan atas penetapan pengadilan-pengadilan dari
semua lingkungan peradilan dalam tingkat peradilan terakhir.
Menurut H. Roihan A. Rasyid, bahwa kasasi artinya mohon
pembatalan terhadap putusan atau penetapan Pengadilan tingkat
pertama (Pengadilan Agama) atau terhadap putusan Pengadilan
tungkat banding (pengadilan Tinggi Agama) ke Mahkamah Agung di
Jakarta, melalui Pengadilan tingkat pertama (Pengadilan Agama) yang
dahulunya memutus, karena adanya alasan tertentu, dalam waktu
tertentu dan dengan syarat-syarat tertentu.17
Upaya hukum kasasi dilaksanakan oleh Mahkamah Agung RI
sebagai lembaga yang berwenang dan bertugas untuk memeriksa dan
memutus permohonan kasasi terhadap putusan pengadilan yang
sudah tidak dapat lagi dimintakan pemeriksaan ulangan ke pengadilan
yang lebih tinggi atau tingkat banding.
Menurut ketentuan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004
tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985
tentang Mahkamah Agung pada Pasal 30, Mahkamah Agung dalam
tingkat kasasi membatalkan putusan atau penetapan pengadilan-
pengadilan dari semua lingkungan peradilan karena:
a. tidak berwenang atau melampaui batas wewenang;
b. salah menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku;
c. lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan
perundang-undangan yang mengancam kelalaian itu dengan
batalnya putusan yang bersangkutan.18
Dari alasan-alasan di atas dapatlah diketahui, bahwa di dalam
tingkat kasasi tidak diperiksa tentang duduknya perkara atau faktanya,

17 H. Roihan A. Rasyid, Hukum Acara Peradilan Agama, Jakarta: Raja Grafindo


Persada, 1998, hlm. 222.
18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2004 tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung, Surabaya: Karina,
2004, hlm. 20.

206 Pendidikan Keadvokatan


tetapi tentang hukumnya sehingga tentang terbukti tidaknya peristiwa
tidak akan diperiksa. Dalam pemeriksaan tingkat kasasi tidak boleh
diajukan peristiwa-peristiwa baru. Penilaian tentang pengetahuan
sendiri dari hukum, yang merupakan alat bukti, tidak tunduk pada
kasasi. Demikian juga perubahan dalam bantahan tidak diper-
kenankan dalam kasasi.
Kasasi dapat diajukan oleh para pihak yang berkepentingan (Pasal
44 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004), dan para pihak yang
berkepentingan ini dapat mewakilkan kepada seseorang yang diberi
kuasa secara khusus. Tenggang waktu permohonan kasasi dalam
perkara perdata berdasarkan ketentuan Pasal 46 ayat (1) Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 2004 adalah 14 (empat belas) hari sesudah
putusan atau penetapan pengadilan yang dimaksudkan diberitahukan
kepada pemohon.
Keberatan kasasi harus ditujukan kepada Keputusan Pengadilan
Tinggi (Putusan MA RI No.1036 k/Sip/1975 tanggal 14 Juli 1976) dan
pemohon kasasi harus membuat memori kasasi setelah menyerahkan
kasasi. Tanpa mengajukan memori kasasi, permohonan kasasi tidak
dapat diterima. Dalam memori kasasi harus dimuat keberatan-
keberatan atau alasan-alasan kasasi yang berhubungan dengan pokok
persoalan perkara.
Contoh memori kasasi dapat dilihat di bawah ini.

Sungai Penuh, .................. 200...


Kepada Yth,
Bapak Ketua Mahkamah Agung RI
di
Jakarta
Melalui:
Yth, Bapak Ketua Pengadilan Negeri Sungai Penuh
di
Sungai Penuh.

Bab 6 Upaya Hukum 207


Hal: Memori kasasi atas Keputusan Pengadilan Tinggi Nomor:
.......................... tanggal ....................... dalam perkara perdata
antara:
A : Penggugat dalam kasasi (dulu tergugat-terbanding)
Melawan
B : Tergugat dalam kasasi (dulu penggugat-terbanding)

Dengan hormat,

Yang bertanda tangan di bawah ini saya bernama A, tinggal di


Jalan Depati Parbo Rt. 2 Desa Koto Lebu Sungai Penuh yang
selanjutnya disebut pihak Penggugat dalam Kasasi (dulu tergugat-
pembanding).
Bahwa penggugat dalam kasasi melalui sepucuk surat ini mengajukan
memori kasasi atas keputusan Pengadilan Tinggi Jambi Nomor:
......................... tanggal ......................... adalah sebagai berikut.

Keberatan pertama
Bahwa menurut pendapat penggugat dalam kasasi Pengadilan
Tinggi Jambi telah melanggar hukum, yaitu tidak dapat membenarkan
adanya syarat-syarat pengangkatan anak angkat sebagaimana tersebut
dalam Surat Edaran Mahkamah Agung RI Nomor 6 Tahun 1983.

Keberatan kedua
Bahwa selain itu Pengadilan Tinggi Jambi telah melanggar hukum
adat yang berlaku di Kerinci, karena Pengadilan Tinggi tersebut tidak
dapat membenarkan pembagian harta campuran kaya di antara suami
dan istri yang sama, masing-masing setengah bagian dan Pengadilan
Tinggi tersebut berpendapat, bahwa barang campuran kaya dibagi
antara suami istri dengan imbangan dua bagian untuk suami dan satu
bagian untuk istri.
Berdasarkan alasan-alasan di atas, penggugat dalam kasasi mohon
sudilah kiranya Mahkamah Agung RI di Jakarta berkenan
memutuskan:

208 Pendidikan Keadvokatan


1. Membatalkan keputusan Pengadilan Tinggi Jambi Nomor:
........................., tanggal ....................... dan mengadili sendiri yaitu
menguatkan keputusan Pengadilan Negeri Sungai Penuh Nomor:
................................. tanggal .......................
2. Menghukum tergugat dalam kasasi untuk membayar biaya
perkara yang timbul dalam perkara ini.

Hormat penggugat dalam kasasi

(A)

Apabila memori kasasi penggugat dalam kasasi diserahkan di


kepaniteraan perkara perdata, selanjutnya oleh panitera pengadilan,
memori kasasi disampaikan kepada pihak tergugat dalam kasasi.
Dalam hal ini tergugat dalam kasasi membuat kontra memori kasasi.
Contoh kontra memori kasasi dapat dilihat sebagai berikut.
Sungai Penuh, ...................,200…
Kepada Yth,
Bapak Ketua Mahkamah Agung RI
di
Jakarta
Melalui:
Yth Bapak Ketua Pengadilan Negeri Sungai Penuh
di
Sungai Penuh

Dengan hormat,
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya bernama B, tinggal di
Jalan KH. Ahmad Dahlan Rt. 2 Koto Renah Sungai Penuh, yang
selanjutnya disebut pihak Tergugat dalam Kasasi (dulu penggugat-
terbanding).
Bahwa tergugat dalam kasasi (dulu penggugat-terbanding) melalui
sepucuk surat ini mengajukan kontra memori kasasi atas memori

Bab 6 Upaya Hukum 209


kasasi penggugat dalam kasasi atas keputusan Pengadilan Tinggi Jambi
Nomor: .......................... tanggal .....................yang diuraikan di bawah
ini sebagai berikut.

Mengenai Keberatan Pertama


Bahwa menurut hemat tergugat dalam kasasi, Pengadilan Tinggi
Jambi tidak melanggar hukum. Pertimbangan hukum Pengadilan Tinggi
Jambi sudah tepat dan benar karena pengangkatan anak tersebut
sebelum Surat Edaran Mahkamah Agung RI Nomor 6 Tahun 1983.

Mengenai Keberatan Kedua


Bahwa demikian juga Pengadilan Tinggi Jambi menurut hemat
tergugat dalam kasasi tidak melanggar hukum adat yang berlaku di
Kerinci. Karena ketentuan seorang janda mendapat sepertiga bagian
dari harta campuran kaya, karena janda pada waktu itu (sebelum tahun
1950) dianggap bukan ahli waris dari mendiang suaminya.
Berdasarkan alasan-alasan tersebut di atas tergugat dalam kasasi,
mohon kepada Mahkamah Agung RI di Jakarta sudilah kiranya
berkenan memutuskan:
1. Menyatakan permohonan kasasi Penggugat dalam kasasi tidak
dapat diterima.
2. Menguatkan keputusan Pengadilan Tinggi Jambi Nomor:
......................., tanggal ............................
3. Menghukum penggugat dalam kasasi untuk membayar biaya
perkara yang timbul dalam perkara ini.

Hormat tergugat dalam kasasi

(B)

4. Bantahan Pihak Ketiga (Derden Verzet)


Derden verzet merupakan bantahan atau perlawanan pihak ketiga
terhadap subjek pihak-pihak yang terdapat dalam suatu perkara yang
telah diputus yang belum mempunyai kekuatan hukum tetap.

210 Pendidikan Keadvokatan


Apabila pihak ketiga hak-haknya dirugikan oleh suatu putusan,
maka ia dapat mengajukan perlawanan terhadap putusan tersebut
(Pasal 378 Rv). Perlawanan ini diajukan kepada hakim yang
menjatuhkan putusan yang dilawan itu dengan menggugat para pihak
yang bersangkutan dengan cara biasa (Pasal 379 Rv).
Pihak ketiga yang mengajukan derden verzet (perlawanan terhadap
putusan hakim) tersebut disebut dengan “Pelawan atau Pembantah”
yang berhadapan dengan para pihak semula, yaitu Penggugat dan
Tergugat, yang kemudian berkedudukan sebagai “Terlawan atau
Terbantah” yakni pihak penggugat semula menjadi “Terlawan atau
Terbantah I.” dan pihak tergugat semula menjadi “Terlawan atau
Terbantah II.”
Pihak ketiga yang hendak mengajukan perlawanan terhadap suatu
putusan tidak cukup hanya mempunyai kepentingan saja, tetapi harus
juga nyata-nyata telah dirugikan hak-haknya.
Contoh kasus, A dan B sedang beperkara di Pengadilan Negeri
Sungai Penuh, di mana A (penggugat) dan B (tergugat) me-
nyengketakan tanah yang terletak di jalan Depati Parbo Sungai Penuh.
Tanah yang disengketakan antara A dan B itu adalah milik C. Dalam
hal ini C mengetahui, bahwa tanahnya disengketakan oleh A dan B
setelah mendengar adanya putusan Pengadilan Negeri Sungai Penuh
dan pengumuman eksekusi atas tanah milik C tersebut.
Dengan demikian, C sebagai pemilik atau pihak ketiga
mengadakan upaya hukum dalam bentuk verzet, bantahan atau
perlawanan pihak ketiga terhadap putusan Pengadilan Negeri Sungai
Penuh No. .......................... tanggal .......................... dalam perkara
antara A dan B.
Hal ini dapat dilihat contohnya sebagai berikut.

Sungai Penuh, .......................200…


Kepada Yth,
Bapak Ketua Pengadilan Negeri Sungai Penuh
di
Sungai Penuh

Bab 6 Upaya Hukum 211


Dengan hormat,
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya bernama C, tinggal di
jalan Depati Parbo Rt. 2 Koto Lebu Sungai Penuh, yang selanjutnya
disebut pihak pembantah atau pelawan.
Bahwa pembantah atau pelawan melalui sepucuk surat ini meng-
ajukan bantahan terhadap:
A. tinggal di Jalan K.H. Ahmad Dahlan Rt. 2 Koto Renah Sungai
Penuh, yang selanjutnya disebut pihak terbantah atau terlawan I,
dan
B. tinggal di Jalan Basuki Rahmat Rt. I Koto Tinggi Sungai Penuh,
yang selanjutnya disebut pihak terbantah atau terlawan II.
Adapun duduk perkaranya adalah sebagai berikut.
1. Bahwa berdasarkan keputusan Pengadilan Negeri Sungai Penuh
Nomor: ............................ tanggal ....................... dan ketetapan
eksekusi Ketua Pengadilan Negeri Sungai Penuh Nomor:
............................ tanggal .......................... dalam perkara terbantah
atau terlawan I sebagai penggugat melawan terbantah atau terlawan
II sebagai tergugat akan dieksekusi milik pembantah atau pelawan
akan dikosongkan.
2. Bahwa pembantah atau pelawan adalah satu-satunya pemilik yang
sah dari sebidang tanah yang akan dikosongkan tersebut.
3. Bahwa sebidang tanah yang akan dieksekusi atau yang akan
dikosongkan tersebut betul-betul milik pembantah atau pelawan,
bersama ini pembantah atau pelawan melampirkan sertifikat hak
milik Nomor ........................ (foto copy sertifikat hak milik ter-
lampir).
4. Bahwa ....................... dan seterusnya.

Berdasarkan alasan-alasan tersebut di atas pembantah/pelawan


mohon kepada Pengadilan Negeri Sungai Penuh sudilah kiranya
berkenan memutuskan:

212 Pendidikan Keadvokatan


Primair:
1. Menerima perlawanan atau bantahan pembantah.
2. Menyatakan pembantah adalah pembantah yang benar.
3. Menyatakan, bahwa pembantah adalah milik yang sah atas tanah
tersebut di atas.
4. Membatalkan atau meniadakan pelaksanaan (eksekusi) yang akan
dilakukan dalam keputusan Pengadilan Negeri Sungai Penuh
Nomor: ........................ tanggal ....................... Jo. Penetapan
eksekusi Nomor: ......................tanggal ............................. di atas.
5. Menghukum terbantah I dan terbantah II untuk meninggalkan
tanah tersebut di atas berikut orang-orang lain yang mendapat
hak dari padanya dan selanjutnya menyerahkan tanah tersebut
kepada pembantah atau kuasanya, jika perlu dengan jalan
kekerasan dan bantuan polisi.
6. Menyatakan, bahwa keputusan ini dapat dijalankan terlebih
dahulu walaupun ada banding maupun kasasi.

Subsidiair:
Memberikan keputusan lain yang seadil-adilnya.

Primair dan Subsidiair:


Ongkos perkara menurut hukum.

Hormat Pembantah/Pelawan

(C)

5. Peninjauan Kembali
Dalam perundang-undangan nasional, istilah peninjauan kembali telah
diatur dalam Pasal 24 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang
Kekuasaan Kehakiman yang berbunyi:
(1) Terhadap putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan
hukum tetap, pihak-pihak yang bersangkutan dapat mengajukan

Bab 6 Upaya Hukum 213


peninjauan kembali kepada Mahkamah Agung, apabila terdapat
hal atau keadaan tertentu yang ditentukan dalam undang-
undang.
(2) Terhadap putusan peninjauan kembali tidak dapat dilakukan
peninjauan kembali.

Dewasa ini peninjauan kembali diatur dalam Undang-Undang


Nomor 5 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor
14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung pada Pasal 66 sampai
dengan Pasal 77. Permohonan peninjauan kembali dapat diajukan baik
secara tertulis maupun lisan (Pasal 71 Undang-Undang No 5 Tahun
2004) oleh para pihak sendiri, ahli warisnya, seorang wakilnya yang
secara khusus dikuasakan untuk itu, kepada Mahkamah Agung
melalui Ketua Pengadilan Negeri yang memutus perkara dalam tingkat
pertama.
Menurut Pasal 67 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004, per-
mohonan peninjauan kembali atas suatu putusan perdata yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap dapat diajukan dengan alasan-
alasan sebagai berikut.
a. Apabila putusan didasarkan pada suatu kebohongan atau tipu
muslihat pihak lawan yang diketahui setelah perkaranya diputus
atau didasarkan pada bukti-bukti yang kemudian oleh hakim
pidana dinyatakan palsu.
b. Apabila setelah perkara diputus, ditemukan surat-surat bukti yang
bersifat menentukan yang pada waktu perkara diperiksa tidak
dapat ditemukan.
c. Apabila telah dikabulkan suatu hal yang tidak dituntut atau lebih
daripada yang dituntut.
d. Apabila mengenai sesuatu bagian dari tuntutan belum diputus
tanpa dipertimbangkan sebab-sebabnya.
e. Apabila antara pihak-pihak yang sama mengenai suatu soal yang
sama, atas dasar yang sama oleh pengadilan yang sama atau sama
tingkatannya telah diberikan putusan yang bertentangan satu
dengan yang lain.

214 Pendidikan Keadvokatan


f. Apabila dalam suatu putusan terdapat suatu kekhilafan hakim
atau suatu kekeliruan yang nyata.
Permohonan peninjauan kembali tidak menangguhkan atau tidak
menghentikan pelaksanaan putusan hakim, dan dapat dicabut selama
belum diputus, serta hanya dapat diajukan satu kali saja. Jika
permohonan peninjauan kembali dicabut, maka tidak dapat diajukan
lagi.
Tenggang waktu pengajuan permohonan peninjauan kembali
kepada Mahkamah Agung berdasarkan atas alasan-alasan seperti yang
tercantum dalam Pasal 67 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004
tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985
tentang Mahkamah Agung adalah 180 (seratus delapan puluh) hari
atau 6 (enam) bulan untuk:
a. yang disebut pada huruf a sejak diketahui kebohongan atau tipu
muslihat atau sejak putusan hakim pidana memperoleh kekuatan
hukum tetap, dan telah diberitahukan kepada para pihak yang
beperkara;
b. yang disebut pada huruf b sejak ditemukan surat-surat bukti, yang
hari serta tanggal diketemukannya harus dinyatakan di bawah
sumpah dan disahkan oleh pejabat yang berwenang;
c. yang disebut pada huruf c, d, dan f sejak putusan memperoleh
kekuatan hukum tetap dan telah diberitahukan kepada para pihak
yang beperkara;
d. yang disebut pada huruf e sejak putusan yang terakhir dan
bertentangan itu memperoleh kekuatan hukum tetap dan telah
diberitahukan kepada pihak yang beperkara.19
Contoh permohonan Peninjauan Kembali dapat dilihat di bawah
ini.

19 Nawawi, op. cit., hlm. 167.

Bab 6 Upaya Hukum 215


Sungai Penuh, ....................... 200 ....
Kepada Yth,
Bapak Ketua Mahkamah Agung RI
di
Jakarta
Melalui:
Yth, Bapak Ketua Pengadilan Negeri Sungai Penuh
di
Sungai Penuh

Dengan hormat,

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya bernama X, advokat dan


pengacara, tinggal di Jalan Depati Parbo Rt. 2 Koto Lebu Sungai Penuh,
berdasarkan surat kuasa tanggal .............................. 20.... (terlampir),
kuasa dari saudara B, tinggal di Jalan KH. Ahmad Dahlan Rt. 2 Koto
Renah Sungai Penuh, yang selanjutnya disebut Pemohon dalam
Peninjauan Kembali atau Pemohon Peninjauan Kembali.
Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali melalui sepucuk surat ini
mengajukan Peninjauan Kembali atas keputusan Mahkamah Agung
RI di Jakarta Nomor: ................................. tanggal ...................... dalam
perkara antara:
A : Termohon Peninjauan Kembali (dulu Penggugat-
Pembanding-Penggugat dalam kasasi).
Melawan
B : Pemohon Peninjauan Kembali (dulu Tergugat I-Terbanding-
Tergugat dalam Kasasi)
C : Pemohon Peninjauan Kembali (dulu Tergugat II -Terbanding-
Tergugat dalam Kasasi).
D : Turut Termohon Peninjauan Kembali (dulu Tergugat III-
Terbanding-Tergugat dalam Kasasi).

216 Pendidikan Keadvokatan


Yang amarnya berbunyi sebagai berikut.
Mengadili
Menolak permohonan kasasi dari pemohon kasasi A tersebut dengan
perbaikan amar putusan Pengadilan Negeri Sungai Penuh Nomor:
.............................. tanggal .............................. sehingga seluruh amarnya
berbunyi sebagai berikut.

Dalam Konvensi:
Dalam eksepsi:
Menolak eksepsi Tergugat III.

Dalam pokok perkara:


– Mengabulkan gugatan penggugat untuk sebagian.
– Menetapkan bahwa penggugat adalah anak angkat almarhum E
dan Ny. F.
– Menyatakan bahwa perbuatan tergugat I membagi-bagikan harta
warisan sebagaimana tersebut dalam surat gugatan butir 4 sub 2a
dan 2b kepada tergugat II dan tergugat III adalah batal dengan
segala akibat hukumnya.
– Menghukum tergugat I, tergugat II dan tergugat III berikut orang-
orang lain yang mendapat hak dari padanya untuk menyerahkan,
mengembalikan, dan mengosongkan tanah-tanah darat serta
bangunan wasiat milik penggugat sebagaimana tersebut dalam
surat gugat butir 4 sub 2a dan 2b kepada pihak penggugat.
– Menolak gugatan selainnya.

Dalam Rekonvensi:
– Menolak gugatan penggugat dalam rekonvensi.
– Bahwa pemohon dalam Peninjauan Kembali berkeberatan atas
dictum putusan Mahkamah Agung RI tersebut di atas.

Keberatan pertama:
Bahwa berdasarkan bukti Pemohon Peninjauan Kembali Nomor 1
(terlampir) terbukti bahwa harta yang tersebut dalam surat gugat butir

Bab 6 Upaya Hukum 217


4 sub 2a dan 2b adalah harta asal dan bukan harta campur kaya atau
gono gini antara almarhum E dan Ny. F, sedangkan anak angkat yaitu
termohon Peninjauan Kembali yakni A, tidak berhak atas harta asal,
karena harta asal hukumnya harus kembali ke asal, dalam hal ini
kepada Pemohon Peninjauan Kembali.

Keberatan kedua:
Bahwa demikian juga berdasarkan surat pernyataan dari Kepala Desa
setempat tanggal 8 September 1990 yang ditunjang dengan beberapa
keterangan saksi di bawah sumpah bernama K, L, dan M, telah
terbukti, bahwa barang-barang sebagaimana tersebut dalam butir 4
sub 2a, dan sub 2b bukan harta campur kaya sebagaimana disebut
dalam pertimbangan Mahkamah Agung RI, melainkan harta asal.
Berdasarkan alasan-alasan tersebut di atas pemohon Peninjauan
Kembali, mohon kepada Mahkamah Agung RI di Jakarta sudilah
kiranya berkenan memutuskan:
1. Membatalkan keputusan Mahkamah Agung RI Nomor:
.................... tanggal .................... dan mengadili sendiri yaitu
menguatkan Keputusan Pengadilan Tinggi Jambi Nomor:
......................... tanggal .........................................
2. Menghukum tergugat dalam Peninjauan Kembali untuk
membayar biaya yang timbul dalam Peninjauan Kembali ini.

Hormat Kuasa Pemohon Peninjauan Kembali

(X)

Apabila permohonan PK diterima oleh termohon PK melalui


Pengadilan Negeri setempat, maka selanjutnya termohon PK
membuat dan mengajukan jawaban atas permohonan PK pihak
pemohon.

218 Pendidikan Keadvokatan


Adapun contoh jawaban atas permohonan Peninjauan Kembali
pihak pemohon dapat dilihat di bawah ini.
Sungai Penuh, .....................200 …

Kepada Yth
Bapak Ketua Mahkamah Agung RI
di
Jakarta
Melalui:
Yth, Bapak Ketua Pengadilan Negeri Sungai Penuh
di
Sungai Penuh.

Hal: Jawaban atas permohonan PK Pemohon PK atas Keputusan


Mahkamah Agung RI Nomor: .......................tanggal .................
dalam perkara antara:
A. : Termohon PK (dulu Penggugat-Pembanding-
Penggugat dalam Kasasi).
Melawan
B : Pemohon PK (dulu Tergugat I-Terbanding-Tergugat
dalam Kasasi).
C : Termohon PK (dulu Tergugat II- Terbanding-Tergugat
dalam Kasasi)

Dengan hormat,
Yang bertanda tangandi bawah ini, saya bernama Q, advokat dan
pengacara, tinggal di Jalan Ahmad Yani Rt. 1 Nomor 12 Sungai Penuh,
berdasarkan surat kuasa tanggal ......................... 20.... (terlampir) kuasa
dari A. tinggal di Jalan Basuki Rahmat Rt. 2 Nomor 15 Sungai Penuh,
yang selanjutnya disebut pihak termohon dalam PK atau termohon
PK.

Bab 6 Upaya Hukum 219


Bahwa termohon PK melalui sepucuk surat ini mengajukan
jawaban atas kontra atas PK Pemohon PK atas Keputusan Mahkamah
Agung RI di Jakarta Nomor: ............................... tanggal, .......................
adalah sebagai berikut.

Mengenai Keberatan Pertama:


Bahwa permohonan PK pemohon PK Nomor: ...........................
tanggal, ........................., menurut hemat termohon PK tidak
memenuhi syarat-syarat PK sebagaimana dimaksud oleh Peraturan
Mahkamah Agung RI Nomor 1 Tahun 1982 tanggal 11 Maret 1982
Pasal 2 butir a sampai dengan huruf f. Bukti yang dilampirkan oleh
Pemohon PK Nomor bukti 13 bukan suatu hal yang novum, bukan
atas dasar keterangan saksi atau surat-surat bukti yang oleh hakim
dinyatakan palsu, sama sekali bukan.
Bahwa surat keterangan yang dilampirkan dalam surat
permohonan PK Pemohon adalah berdasarkan pemaksaan (lihat bukti
dari orang yang bersangkutan, mereka telah mencabut kembali
tanggal 2 Juli 1992).

Mengenai Keberatan Kedua:


Bahwa harta sebagaimana tersebut dalam surat gugatan butir 4 sub
2a dan 2b adalah harta campur kaya dan bukan harta asal. Hal ini
terbukti dari hasil pemeriksaan saksi-saksi di bawah sumpah dalam
sidang pemeriksaan saksi bernama X, mantan Kepala Desa Pondok
Tinggi yang lama Termohon PK tetap bertahan pada pemeriksaan saksi
di bawah sumpah dalam putusan sela yang diperintahkan oleh
Mahkamah Agung RI Nomor: ........................... tanggal
............................kepada Pengadilan Negeri Sungai Penuh.
Berdasarkan alasan-alasan tersebut di atas, Termohon PK mohon
kepada Mahkamah Agung RI di Jakarta sudilah kiranya berkenan
memutuskan:
1. Menolak permohonan PK pemohon PK Nomor .........................
tanggal ............................ dan menguatkan putusan Mahkamah
Agung RI Nomor ............................. tanggal ..................................

220 Pendidikan Keadvokatan


2. Menghukum pemohon PK untuk membayar biaya perkara yang
timbul dalam perkara ini.

Hormat Kuasa Termohon PK

(Q)

Bab 6 Upaya Hukum 221


Daftar Pustaka

Andi Hamzah. 1985. Pengantar Hukum Acara Pidana Indonesia. Jakarta:


Ghalia Indonesia.
Adnan Buyung Nasution. 1981. Bantuan Hukum di Indonesia. Jakarta:
LP3ES.
Abdul Hakim G. Nusantara. 1981. Beberapa Pemikiran Mengenai
Bantuan Hukum; ke Arah Bantuan Hukum Struktural. Bandung:
Alumni.
Abdulkadir Muhammad. 1982. Hukum Acara Perdata Indonesia.
Bandung: Alumni.
Amiruddin Hamzah. 1997. Kebutuhan Surat Dalam Praktek Proses
Pidana (Proses Beracara). Bandung: Mandar Maju.
A. Mukti Arto. H. 2005. Praktik Perkara Perdata Pada Pengadilan
Agama. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Cet. Ke VI.
Ari Yusuf Amir. 2008. Strategi Bisnis Jasa Advokat. Yogyakarta: Navila
Idea.
Bambang Sunggono. Aries Harianto. 1994. Bantuan Hukum dan Hak
Asasi Manusia. Bandung: Mandar Maju.
Bachtiar Effendie dan kawan-kawan. 1991. Surat Gugat dan Hukum
Pembuktian dalam Perkara Perdata. Bandung: Citra Aditya Bakti.
C.S.T Kansil. Christine S.T. Kansil. 2006. Pokok-Pokok Etika Profesi
Hukum. Jakarta: Pradnya Paramita.
Djoko Prakoso. Iketut Murtika. 1987. Mengenal Lembaga Kejaksaan
di Indonesia. Jakarta: Bina Aksara.

Daftar Pustaka 223


Frans Hendra Winarta. 1995. Advokat Indonesia, Citra, Idealisme, dan
Keprihatinan. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Jaksa Agung RI. 1976. Pemberian Bantuan Hukum oleh Fakultas Hukum
Negeri dan Penegakan Hukum dalam Pemberian bantuan Hukum
oleh Fakultas Hukum Negeri. Jakarta: Depkeh RI.
J.S.T. Simorangkir dan kawan-kawan. 1987. Kamus Hukum. Jakarta:
Aksara Baru.
Luhut.M.P. Pangaribuan. 2002. Hukum Acara Pidana. Surat-Surat
Resmi di Pengadilan oleh Advokat. Jakarta: Djambatan.
Lord Denning. 1982. What Next in the Low. London: Butter Worths.
1982.
Lilik Mulyadi. 1996. Hukum Acara Pidana (Suatu Tinajauan Khusus
terhadap Surat Dakwaan. Eksepsi dan Putusan Peradilan. Bandung:
Citra Aditya Bakti.
M. Budiarto. K. Wantjik Saleh. 1981. Kitab Undang-Undang Hukum
Acara Pidana 1981 dengan Urauan Ringkas. Jakarta: Ghalia
Indonesia.
Nawawi. 1987. Taktik dan Strategi Membela Perkara Pidana. Jakarta:
Fajar Agung.
––– Taktik dan Strategi Membela Perkara Perdata. 1990. Jakarta: Fajar
Agung.
Martiman Prodjohamidjojo. 1982. Penasehat Hukum dan Bantuan
Hukum Indonesia. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Ny. Retnowulan Sutantio dan Iskandar Oeripkarta Winata. 1979.
Hukum Acara Perdata dalam Teori dan Praktek. Bandung: Alumni.
R. Soesilo. 1982. Hukum Acara Pidana. Bogor: Politeia.
R. Subekti. 1977. Hukum Acara Perdata. Jakarta: BPHN.
––– R. Tjitrosudibio. 1995. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Jakarta: Pradnya Paramita.
Ropaun Rambe. 2001. Teknik Praktek Advokasi. Jakarta: Grasindo.
R. Soeroso. 2008. Praktik Hukum Acara Perdata Contoh Bentuk-Bentuk
Surat Dibidang Kepengacaraan Perdata. Jakarta: Sinar Grafika.
Edisi Kedua.

224 Pendidikan Keadvokatan


Roihan A. Rasyid.H. 1998. Hukum Acara Pengadilan Agama. Jakarta:
Raja Grafindo Persada.
Soerjono Soekanto. 1983. Bantuan Hukum Suatu Tianjauan Sosio Yuridis.
Jakarta: Ghalia Indonesia.
––– Beberapa aspek Sosio Yuridis Masyarakat. 1983. Bandung: Alumni.
Sarlito Wirawan sarwono. 1982/1983. Topik-topik Psikologi Social.
Proyek Normalisasi Kehidupan Kampus. Materi Dasar Pendidikan
Program Bimbingan dan Konseling di Perguruan Tinggi. Jilid II.
Jakarta: Dep P dan K.
Syarifuddin Pettenasse. 1997. Hukum acara Pidana. Palembang:
UNSRI.
Sudikno Mertokusumo. 1993. Hukum Acara Perdata Indonesia.
Yogyakarta: Liberty.
S.R. Sianturi. 1986. Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia dan
Penerapannya. Jakarta: Alumni Ahaem-Petehaem.
Soedirjo. 1984. Kasasi Dalam Perkara Pidana. (Sifat dan Fungsi).
Jakarta: Akademika Pressindo.
Supriadi. 2006. Etika dan Tanggung Jawab Profesi Hukum Di Indonesia.
Jakarta: Sinar Ghrafika.
Sudikno Mertokusumo. 1984. Bunga Rampai Ilmu Hukum.
Yogyakarta: Liberty.
Sudarsono. 1982. Kamus Hukum. Jakarta.
T. Mulya Lubis. 1981. Gerakan Bantuan Hukum di Indonesia (Sebuah
Studi Awal) dalam Beberapa Pemikiran Mengenai Bantuan Hukum
Kearah Bantuan Hukum Struktural oleh Abdul Hakim G. Nusantra.
Mulyana W. Kusumah (Ed). Bandung: Alumni.
Tim Peneliti Lembaga kriminologi UI. 1982. Kebutuhan Hukum
Golongan Miskin. Jakarta: Seminar. Evaluasi Penelitian LKUI.
Undang-Undang RI No.18 Tahun 2003 tentang Avokat berikut
Penjelasannya. Surabaya: Karya Anda. 2003.
Undang-Undang RI Nomor. 5 tahun 2004 tentang mahkamah Agung.
Surabaya: Karina. 2004.
Wirjono Prodjodikoro. Hukum Acara Perdata di Indonesia. Bandung:
Sumur. 1962.

Daftar Pustaka 225


Lampiran

Lampiran 1
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 18 TAHUN 2003
TENTANG ADVOKAT

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA


PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Menimbang:
a. bahwa Negara Republik Indonesia, sebagai negara hukum berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945, bertujuan mewujudkan tata kehiduan bangsa yang sejahtera, aman,
tenteram, tertib, dan berkeadilan;
b. bahwa kekuasaan kehakiman yang bebas dari segala campur tangan dan
pengaruh dari luar, memerlukan profesi advokat yang bebas, mandiri,
dan bertanggung jawab, untuk terselenggaranya suatu peradilan yang
jujur, adil, dan memiliki kepasitan hukum bagi semua pencari keadilan
dalam menegakkan hukum, kebenaran, keadilan, dan hak asasi manusia;
c. bahwa advokat sebagai profesi yang bebas, mandiri, dan bertanggung jawab
dalam menegakkan hukum, perlu dijamin dan dilindungi oleh undang-
undang demi terselenggaranya upaya penegakan supermasi hukum;
d. bahwa peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang advokat
yang berlaku saat ini sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan hukum
masyarakat;
e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf
a, huruf b, huruf c, dan huruf d, perlu membentuk undang-undang tentang
advokat.

Lampiran 227
Mengingat:
1. Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 Undang-Undang Dasar Republik Indonesia
tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 1/Drt/1951 tentang Tindakan untuk Menyeleng-
garakan Kesatuan Susunan, Kekuasaan, dan Acara Pengadilan-
Pengadilan Sipil (Lembaran Negara Tahun 1951 Nomor 9, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 81);
3. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-Ketentuan
Pokok Kekuasaan Kehakiman (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1970 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 2951) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor
35 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun
1970 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 35, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3870);
4. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209)
5. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 73, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3316);
6. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1986 Nomor 20, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3327);
7. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha
Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1986 Nomor 77,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3344);
8. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1989 Nomor 49, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3400);
9. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 84, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3713);
10. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998 tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1998 tentang
Perubahan atas Undang-Undang tentang Kepailitan Menjadi Undang-
Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 135,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3778);

228 Pendidikan Keadvokatan


11. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif
Penyelesaian Sengketa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999
Nomor 138, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3872).

Dewan Persetujuan Bersama


DEWAN PERWAKILAN RAKYAT
REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan:
UNDANG-UNDANG TENTANG ADVOKAT.
BAB 1
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan:
1. Advokat adalah orang yang berprofesi memberi jasa hukum, baik di
dalam maupun di luar pengadilan yang memenuhi persyaratan
berdasarkan ketentuan undang-undang ini.
2. Jasa hukum adalah jasa yang diberikan advokat berupa memberikan
konsultasi hukum, bantuan hukum, menjalankan kuasa, mewakili,
mendampingi, membela, dan melakukan tindakan hukum lain untuk
kepentingan hukum klien.
3. Klien adalah orang, badan hukum, atau lembaga lain yang menerima
jasa hukum dari advokat.
4. Organisasi advokat adalah organisasi profesi yang didirikan berdasarkan
undang-undang ini.
5. Pengawasan adalah tindakan teknis dan administratif terhadap advokat
untuk menjaga agar dalam menjalankan profesinya sesuai dengan kode
etik profesi dan peraturan perundang-undangan yang mengatur profesi
advokat.
6. Pembelaan diri adalah hak dan kesempatan yang diberikan kepada
advokat untuk mengemukakan alasan serta sanggahan terhadap hal-hal

Lampiran 229
yang merugikan dirinya di dalam menjalankan profesinya ataupun
kaitannya dengan organisasi profesi.
7. Honorarium adalah imbalan atas jasa hukum yang diterima oleh advokat
berdasarkan kesepakatan dengan klien.
8. Advokat asing adalah advokat berkewarganegaraan asing yang
menjalankan profesinya di wilayah Negara Republik Indonesia
berdasarkan persyaratan ketentuan peraturan perundang-undangan.
9. Bantuan hukum adalah jasa hukum yang diberikan oleh advokat secara
cuma-cuma kepada klien yang tidak mampu.
10. Menteri adalah menteri yang tugas dan tanggung jawabnya meliputi
bidang hukum dan perundang-undangan.

BAB II
PENGANGKATAN, SUMPAH, STATUS, PENINDAKAN, DAN
PEMBERHENTIAN ADVOKAT
Bagian Kesatu
Pengangkatan
Pasal 2
(1) Yang dapat diangkat sebagai advokat adalah sarjana yang berlatar
belakang pendidikan tinggi hukum dan setelah mengikuti pendidikan
khusus profesi advokat yang dilaksanakan oleh Organisasi Advokat.
(2) Pengangkatan advokat dilakukan oleh Organisasi Advokat.
(3) Salinan surat keputusan pengangkatan advokat sebagaimana dimaksud
ayat (2) disampaikan kepada Mahkamah Agung dan Menteri.
Pasal 3
(1) Untuk dapat diangkat menajdi advokat harus memenuhi persyaratan
sebagai berikut.
a. warga negara Republik Indonesia,
b. bertempat tinggal di Indonesia,
c. tidak berstatus sebagai pegawai negeri atau pejabat negara,
d. berusia sekurang-kurangnya 25 (dua puluh lima tahun),
e. berijazah sarjana yang berlatar belakang pendidikan tinggi hukum
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1),
f. lulus ujian yang diadakan oleh Organisasi Advokat,

230 Pendidikan Keadvokatan


g. magang sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun terus-menerus pada
Kantor Advokat,
h. tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana kejahatan
yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih,
i. berperilaku baik, jujur, bertanggung jawab, adil, dan mempunyai
integritas yang tinggi.
(2) Advokat yang telah diangkat berdasarkan persyaratan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dapat menjalankan praktiknya dengan
mengkhususkan diri pada bidang tertentu, sesuai dengan persyaratan
yang ditentukan oleh peraturan perundang-undangan.

Bagian Kedua
Sumpah
Pasal 4
(1) Sebelum menjalankan profesinya advokat wajib bersumpah menurut
agamanya atau berjanji dengan sungguh-sungguh di sidang terbuka
Pengadilan Tinggi di wilayah domisili hukumnya.
(2) Sumpah atau janji sebagaimana dimaksud pada ayat (1), lafalnya sebagai
berikut.
Demi Allah saya bersumpah/saya berjanji:
– bahwa saya akan memegang teguh dan mengamalkan Pancasila
sebagai Dasar Negara dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia;
– bahwa saya untuk memperoleh profesi ini, langsung atau tidak
langsung dengan menggunakan nama atau cara apa pun juga, tidak
memberikan atau menjanjikan barang sesuatu kepada siapa pun
juga;
– bahwa saya dalam melaksanakan tugas profesi sebagai pemberi jasa
hukum akan bertindak jujur, adil, dan bertanggung jawab
berdasarkan hukum dan keadilan;
– bahwa saya dalam melaksanakan tugas profesi di dalam atau di
luar pengadilan tidak memberikan atau menjanjikan sesuatu kepada
hakim, pejabat pengadilan atau pejabat lainnya agar memenangkan
atau menguntungkan bagi perkara klien yang sedang atau akan saya
tangani;
– bahwa saya akan menjaga tingkah laku saya dan akan menjalankan
kewjaiban saya sesuai dengan kehormatan, martabat, dan tanggung
jawab saya sebagai advokat;

Lampiran 231
– bahwa saya tidak akan menolak untuk melakukan pembelaan atau
memberi jasa hukum di dalam suatu perkara yang menurut hemat
saya merupakan bagian dari tanggung jawab profesi saya sebagai
seorang advokat.
(3) Salinan berita secara sumpah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) oleh
Panitera Pengadilan Tinggi yang bersangkutan dikirimkan kepada
Mahkamah Agung, Menteri, dan Organisasi Advokat.

Bagian Ketiga
Status
Pasal 5
(1) Advokat berstatus sebagai penegak hukum, bebas dan mandiri yang
dijamin oleh hukum dan peraturan perundang-undangan.
(2) Wilayah kerja advokat meliputi seluruh wilayah negara Republik
Indonesia.

Bagian Keempat
Penindakan
Pasal 6
Advokat dapat dikenai tindakan dengan alasan:
a. mengabaikan atau menelantarkan kepentingan kliennya;
b. berbuat atau bertingkah laku yang tidak patut terhadap lawan atau rekan
seprofesinya;
c. bersikap, bertingkah laku, bertutur kata, atau mengeluarkan pernyataan
yang menunjukkan sikap tidak hormat terhadap hukum, peraturan
perundang-undangan, atau pengadilan;
d. berbuat hal-hal yang bertentangan dengan kewajiban, kehormatan, atau
harkat dan martabat profesinya;
e. melakukan pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan dan/
atau perbuatan tercela;
f. melanggar sumpah/janji advokat dan/atau kode etik profesi advokat.

Pasal 7
(1) Jenis tindakan yang dikenakan terhadap advokat dapat berupa:
a. teguran lisan,
b. teguran tertulis,

232 Pendidikan Keadvokatan


c. pemberhentian sementara dari profesinya selama 3 (tiga) sampai 12
(dua belas) bulan, dan
d. pemberhentian tetap dari profesinya.
(2) Ketentuan tentang jenis dan tingkat perbuatan yang dapat dikenakan
tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan
Keputusan Dewan Kehormatan Organisasi Advokat.
(3) Sebelum advokat dikenai tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), kepada yang bersangkutan diberikan kesempatan untuk melakukan
pembelaan diri.

Pasal 8
(1) Penindakan terhadap advokat dengan jenis tindakan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, atau huruf d,
dilakukan oleh Dewan Kehormatan Organisasi Advokat sesuai dengan
kode etik profesi advokat.
(2) Dalam hal penindakan berupa pemberhentian sementara sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7 huruf c atau pemberhentian tetap dalam hruf d,
Organisasi Advokat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyampaikan
putusan penindakan tersebut kepada Mahkamah Agung.

Bagian Kelima
Pemberhentian
Pasal 9
(1) Advokat dapat berhenti atau diberhentikan dari profesinya oleh
Organisasi Advokat.
(2) Salinan Surat Keputusan pemberhentian sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) disampaikan kepada Mahkamah Agung, Pengadilan Tinggi, dan
lembaga penegak hukum lainnya.
Pasal 10
(1) Advokat berhenti atau dapat diberhentikan dari profesinya secara tetap
karena alasan:
a. permohonan sendiri,
b. dijatuhi pidana yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap,
karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan hukuman 4
(empat) tahun atau lebih, atau
c. berdasarkan keputusan Organisasi Advokat.

Lampiran 233
(2) Advokat yang diberhentikan berdasarkan ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), tidak berhak menjalankan profesi advokat.

Pasal 11
Dalam hal advokat dijatuhi pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal
10 ayat (1) huruf b yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Panitera
Pengadilan Negeri menyampaikan salinan putusan tersebut kepada Organisasi
Advokat.

BAB III
PENGAWASAN
Pasal 12
(1) Pengawasan terhadap advokat dilakukan oleh Organisasi Advokat.
(2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan agar
advokat dalam menjalankan profesnya selalu menjunjung tinggi kode
etik profesi advokat dan peraturan perundang-undangan.
Pasal 13
(1) Pelaksanaan pengawasan sehari-hari dilakukan oleh Komisi Pengawas
yang dibentuk oleh Organisasi Advokat.
(2) Keanggotaan Komisi Pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
terdiri atas unsur advokat senior, para ahli/akademisi, dan masyarakat.
(3) Ketentuan mengenai tata cara pengawasan diatur lebih lanjut dengan
keputusan Organisasi Advokat.

BAB IV
HAK DAN KEWAJIBAN ADVOKAT
Pasal 14
Advokat bebas mengeluarkan pendapat atau pernyataan dalam membela
perkara yang menjadi tanggung jawabnya di dalam sidang pengadilan dengan
tetap berpegang pada kode etik profesi dan peraturan perundang-undangan.
Pasal 15
Advokat bebas dalam menjalankan tugas profesinya untuk membela
perkara yang menjadi tanggung jawabnya dengan tetap berpegang pada kode
etik profesi dan peraturan perundang-undangan.

234 Pendidikan Keadvokatan


Pasal 16
Advokat tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana dalam
menjalankan tugas profesinya dengan iktikad baik untuk kepentingan
pembelaan klien dalam sidang pengadilan.

Pasal 17
Dalam menjalankan profesinya, advokat berhak memperoleh informasi,
data, dan dokumen lainnya, baik dari instansi pemerintah maupun pihak
lain yang berkaitan dengan kepentingan tersebut yang diperlukan untuk
pembelaan kepentingan kliennya sesuai dengan peraturan perundang-
undangan.

Pasal 18
(1) Advokat dalam menjalankan tugas profesinya dilarang membedakan
perlakuan terhadap klien berdasarkan jenis kelamin, agama, politik,
keturunan, ras atau latar belakang sosial dan budaya.
(2) Advokat tidak dapat diidentikkan dengan kliennya dalam membela
perkara klien oleh pihak yang berwenang dan/atau masyarakat.

Pasal 19
(1) Advokat wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahui atau di-
peroleh dari kliennya karena hubungan profesinya, kecuali ditentukan
lain oleh undang-undang.
(2) Advokat berhak atas kerahasiaan hubungannya dengan klien, termasuk
perlindungan atas berkas dan dokumennya terhadap penyitaan atau
pemeriksaan dan perlindungan terhadap penyadapan atas komunikasi
elektronik advokat.

Pasal 20
(1) Advokat dilarang memegang jabatan lain yang bertentangan dengan
kepentingan tugas dan martabat profesinya.
(2) Advokat dilarang memegang jabatan lain yang meminta pengabdian
sedemikian rupa sehingga merugikan profesi advokat atau mengurangi
kebebasan dan kemerdekaan dalam menjalankan tugas profesinya.
(3) Advokat yang menjadi pejabat negara, tidak boleh melaksanakan tugas
profesi advokat selama memangku jabatan tersebut.

Lampiran 235
BAB V
HONORARIUM

Pasal 21
(1) Advokat berhak menerima honorarium atas jasa hukum yang telah
diberikan kepada kliennya.
(2) Besarnya honorarium atas jasa hukum sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) ditetapkan secara wajar berdasarkan persetujuan kedua belah pihak.

BAB VI
BANTUAN HUKUM CUMA-CUMA

Pasal 22
(1) Advokat wajib memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma kepada
pencari keadilan yang tidak mampu.
(2) Ketentuan mengenai persyaratan dan tata cara pemberina bantuan
hukum secara cuma-cuma sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur
lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

BAB VII
ADVOKAT ASING

Pasal 23
(1) Advokat asing dilarang beracara di sidang pengadilan, berpraktik dan/
atau membuka kantor jasa hukum atau perwakilannya di Indonesia.
(2) Kantor advokat dapat memperkejakan advokat asing sebagai karyawan
atau tenaga ahli dalam bidang hukum asing atas izin pemerintah dengan
rekomendasi Organisasi Advokat.
(3) Advokat asing wajib memberikan jasa hukum secara cuma-cuma untuk
suatu waktu tertentu kepada dunia pendidikan dan penelitian hukum.
(4) Ketentuan mengenai persyaratan dan tata cara memperkerjakan advokat
asing serta kewajiban memberikan jasa hukum secara cuma-cuma kepada
dunia pendidikan dan penelitian hukum diatur lebih lanjut dengan
Keputusan Menteri.

236 Pendidikan Keadvokatan


Pasal 24
Advokat asing sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) tunduk
kepada kode etik Advokat Indonesia dan peraturan perundang-undangan.

BAB VIII
ATRIBUT
Pasal 25
Advokat yang menjalankan tugas dalam sidang pengadilan dalam
menangani perkara pidana wajib mengenakan atribut sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.

BAB IX
KODE ETIK DAN DEWAN KEHORMATAN ADVOKAT
Pasal 26
(1) Untuk menjaga martabat dan kehormatan profesi advokat, disusun kode
etik profesi advokat oleh Organisasi Advokat.
(2) Advokat wajib tunduk dan mematuhi kode etik profesi advokat dan
ketentuan tentang Dewan Kehormatan Organisasi Advokat.
(3) Kode etik profesi advokat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
boleh bertentangan dengan peraturan perundangan-undangan.
(4) Pengawasan atas pelaksanaan kode etik profesi advokat dilakukan oleh
Organisasi Advokat.
(5) Dewan Kehormatan Organisasi Advokat memeriksa dan mengadili
pelanggaran kode etik profesi advokat berdasarkan tata cara Dewan
Kehormatan Organisasi Advokat.
(6) Keputusan Dewan Kehormatan Organisasi Advokat tidak menghilangkan
tanggung jawab pidana apabila pelanggaran terhadap kode etik profesi
advokat mengandung unsur pidana.
(7) Ketentuan mengenai tata cara memeriksa dan mengadili pelanggaran
kode etik profesi advokat diatur lebih lanjut dengan Keputusan Dewan
Kehormatan Organisasi Advokat.

Pasal 27
(1) Organisasi advokat membentuk Dewan Kehormatan Organisasi Advokat
baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah.

Lampiran 237
(2) Dewan Kehormatan di tingkat Daerah mengadili pada tingkat pertama
dan Dewan Kehormatan di tingkat Pusat mengadili pada tingkat banding
dan terakhir.
(3) Keanggotaan Dewan Kehormatan Organisasi Advokat.
(4) Dalam mengadili sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Dewan
Kehormatan membentuk majelis yang susunannya terdiri atas unsur
Dewan Kehromatan, pakar atau tenaga ahli di bidang hukum, dan tokoh
masyarakat.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai susunan, tugas, dan kewenangan Dewan
Kehormatan Organisasi Advokat diatur dalam Kode Etik.

BAB X
ORGANISASI ADVOKAT
Pasal 28
(1) Organisasi Advokat merupakan satu-satunya wadah profesi advokat
yang bebas dan mandiri yang dibentuk sesuai dengan ketentuan undang-
undang ini dengan maksud dan tujuan untuk meningkatkan kualitas
profesi advokat.
(2) Ketentuan mengenai susunan Organisasi Advokat ditetapkan oleh para
advokat dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga.
(3) Pimpinan Organisasi Advokat tidak dapat dirangkap dengan pimpinan
partai politik, baik di tingkat Pusat maupun di tingkat Daerah.

Pasal 29
(1) Organisasi Advokat menetapkan dan menjalankan kode etik profesi
advokat bagi para anggotanya.
(2) Organisasi Advokat harus memiliki buku daftar anggota.
(3) Salinan buku daftar anggota sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
disampaikan kepada Mahkamah Agung dan Menteri.
(4) Setiap 1 (satu) tahun Organisasi Advokat melaporkan pertambahan dan/
atau perubahan jumlah anggotanya kepada Mahkamah Agung dan
Menteri.
(5) Organisasi Advokat menetapkan Kantor Advokat yang diberi kewajiban
menerima calon advokat yang akan melakukan magang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf g.
(6) Kantor advokat sebagaimana dimaksud pada ayat (5) wajib memberikan
pembimbingan, pelatihan, dan kesempatan praktik bagi calon advokat
yang melakukan magang.

238 Pendidikan Keadvokatan


Pasal 30
(1) Advokat yang dapat menjalankan pekerjaan profesi advokat adalah yang
diangkat sesuai dengan ketentuan undang-undang ini.
(2) Setiap advokat yang diangkat berdasarkan undang-undang ini wajib
menjadi anggota Organisasi Advokat.

BAB XI
KETENTUAN PIDANA
Pasal 31
Setiap orang yang dengan sengaja menjalankan pekerjaan advokat dan
bertindak seolah-olah sebagai advokat, tetapi bukan advokat sebagaimana
diatur dalam undang-undang ini, dipidana dengan pidana penjara paling
lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh
juta rupiah).

BAB XII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 32
(1) Advokat, penasihat hukum, pengacara praktik dan konsultan hukum
yang telah diangkat pada saat undang-undang ini mulai berlaku,
dinyatakan sebagai advokat sebagaimana diatur dalam undang-undang
ini.
(2) Pengangkatan sebagai pengacara praktik yang pada saat undang-undang
ini mulai berlaku masih dalam proses penyelesaian, diberlakukan
ketentuan sebagaimana diatur dalam undang-undang ini.
(3) Untuk sementara, tugas dan wewenang Organisasi Advokat sebagaimana
dimaksud dalam undang-undang ini, dijalankan bersama oleh Ikatan
Advokat Indonesia (IKADIN), Asosiasi Advokat Indonesia ((AAI), Ikatan
Penasihat Hukum Indonesia (IPHI), Himpunan Asosiasi Advokat In-
donesia (AAI), Serikat Pengacara Indonesia (SPI), Asosiasi Konsultan
Hukum Indonesia (AKHI), Himpunan Konsultan Hukum Pasar Modal
(HKHPM), dan Asosiasi Pengacara Syariah Indonesia (APSI).
(4) Dalam waktu paling lambat 2 (dua) tahun setelah berlakunya undang-
undang ini, Organisasi Advokat telah terbentuk.

Lampiran 239
Pasal 33
Kode etik dan ketentuan tentang Dewan Kehormatan Profesi Advokat
yang telah ditetapkan oleh Ikatan Advokat Indonesia (IKADIN), Asosiasi
Advokat Indonesia (AAI), Ikatan Penasihat Hukum Indonesia (IPHI), Serikat
Pengacara Indonesia (SPI), Asosiasi Konsultan Hukum Indonesia (AKHI), dan
Himpunan Konsultan Hukum Pasar Modal (HKHPM), pada tanggal 23 Mei
2002 dinyatakan mempunyai kekuatan hukum secara mutatis mutandis
menurut undang-undang ini sampai ada ketentuan yang baru yang dibuat
oleh Organisasi Advokat.

BAB XIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 34
Peraturan pelaksanaan yang mengatur mengenai advokat, tetap berlaku
sepanjang tidak bertentangan atau belum dibentuk atau diganti dengan
peraturan perundang-undangan yang baru sebagai pelaksanaan undang-
undang ini.
Pasal 35
Pada saat undang-undang ini mulai berlaku, maka:
1. Regelement op de Rechterlijke Organisatie en het Beleid der Justitie in Indonesie (Stb.
1847 Nomor 23 Jo. Stb. 1848 Nomor 57), Pasal 185 sampai dengan Pasal
192 dengan segala perubahan dan penambahannya;
2. Bepalingen betreffende het kostuum der Rechterlijke Ambtenaren dat der Advokaten,
procureurs en Deuwaarders (Stb. 1848 Nomor 8);
3. Bevoegdheid departement hoofd in burgelijke zaken van land (Stb. 1910 Nomor
446 Jo. Stb. 1922 Nomor 523); dan
4. Verteenwoordiging van de land in rechten (K.B.S. 1922 Nomor 522);
dinyatakan tidak berlaku lagi.

Pasal 36
Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara
Republik Indonesia.

240 Pendidikan Keadvokatan


Disahkan di Jakarta
Pada tanggal 5 April 2003
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

MEGAWATI SOEKARNOPUTRI

Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal 5 April 2003
SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA

ttd.

BAMBANG KESOWO

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA


TAHUN 2003 NOMOR 49

Lampiran 241
PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 18 TAHUN 2003
TENTANG
ADVOKAT

UMUM
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
menentukan secara tegas bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum.
Prinsip negara hukum menuntut antara lain adanya jaminan kesederajatan
bagi setiap orang di hadapan hukum (equality before the law). Oleh karena itu,
Undang-Undang Dasar juga menentukan bahwa setiap orang berhak atas
pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta
perlakuan yang sama di hadapan hukum.
Dalam usaha mewujudkan prinsip-prinsip negara hukum dalam
kehidupan bermasyarakat dan bernegara, peran, dan fungsi advokat sebagai
profesi yang bebas, mandiri, dan bertanggung jawab merupakan hal yang
penting, di samping lembaga peradilan dan instansi penegak hukum seperti
kepolisian dan kejaksaan. Melalui jasa hukum yang diberikan, advokat
menjalankan tugas profesinya demi tegaknya keadilan berdasarkan hukum
untuk kepentingan masyarakat pencari keadilan, termasuk usaha
memberdayakan masyarakat dalam menyadari hak-hak fundamental mereka
di depan hukum. Advokat sebagai salah satu unsur sistem peradilan
merupakan salah satu pilar dalam menegakkan supremasi hukum dan hak
asasi manusia.
Selain dalam proses peradilan, peran advokat juga terlihat di jalur profesi
di luar pengadilan. Kebutuhan jasa hukum advokat di luar proses peradilan
pada saat sekarang semakin meningkat, sejalan dengan semakin
berkembangnya kebutuhan hukum masyarakat terutama dalam memasuki
kehidupan yang semakin terbuka dalam pergaulan antarbangsa. Melalui
pemberian jasa konsutlasi, negosiasi maupun dalam pembuatan kontrak-
kontrak dagang, profesi advokat ikut memberi sumbangan berarti bagi
pemberdayaan masyarakat serta pembaruan hukum nasional khususnya di
bidang ekonomi dan perdagangan, termasuk dalam penyelesaian sengketa
di luar pengadilan.

242 Pendidikan Keadvokatan


Kendati keberadaan dan fungsi advokat sudah berkembang sebagaimana
dikemukakan, peraturan-peraturan perundang-undangan yang mengatur
institusi advokat sampai saat dibentuknya undang-undang ini masih
berdasarkan pada peraturan perundang-undangan peninggalan zaman
kolonial, seperti ditemukan dalam Reglement op de Rechterlijke Organisatie en het
Beleid der Justitite in Indonesie (Stb. 1847: 23 jo. Stb 1848: 57). Pasal 185 sampai
dengan Pasal 192 dengan segala perubahan dan penambahannya kemudian,
Bepalingen betreffende het kostuum der Rechterlijke Ambtenaren dat der Advokaten,
procurreurs en Deuwaarders (Stb. 1848: 8), Bevoegdheid departement hoof in burgelijke
zaken van land (Stb. 1910: 446 jo. Stb. 1922: 523), dan Vertegenwoordiging van de
land in rechten (K.B.S. 1922: 522).
Untuk menggantikan peraturan perundang-undangan yang dis-
kriminatif dan yang sudah tidak sesuai lagi dengan sistem ketatanegaraan
yang berlaku, serta sekaligus untuk memberi landasan yang kokoh
pelaksanaan tugas pengabdian advokat dalam kehidupan masyarakat, maka
dibentuk undang-undang ini sebagaimana diamanatkan pula dalam Pasal
38 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-Ketentuan
Pokok Kekuasaan Kehakiman, sebagaimana diubah dengan Undang-Undang
Nomor 35 Tahun 1999.
Dalam undang-undang ini diatur secara komprehensif berbagai
ketentuan penting yang melingkupi profesi advokat, dengan tetap
mempertahankan prinsip kebebasan dan kemandirian advokat, seperti dalam
pengangkatan pengawasan dan penindakan serta ketentuan bagi
pengembangan Organisasi Advokat yang kuat di masa mendatang. Di
samping itu, diatur pula berbagai prinsi pdalam penyelenggaraan tugas
profesi advokat khususnya dalam peranannya dalam menegakkan keadilan
serta terwujudnya prinsip-prinsip negara hukum pada umumnya.

PASAL DEMI PASAL


Pasal 1
Cukup jelas
Pasal 2
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan berlatar belakang pendidikan tinggi hukum
adalah lulusan fakultas hukum, fakultas syariah, perguruan tinggi
hukum militer, dan perguruan tinggi ilmu kepolisian.

Lampiran 243
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 3
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Yang dimaksud dengan "bertempat tinggal di Indonesia" adalah
bahwa pada waktu seseorang dinagkat sebagai advokat, orang
tersebut harus bertempat tinggal di Indonesia. Persyaratan
tersebut tidak mengurangi kebebasan seseorang setelah diangkat
sebagai advokat untuk bertempat tinggal di mana pun.
Huruf c
Yang dimaksud dengan "pegawai negeri" dan "pejabat negara"
adalah pegawai negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2
ayat (1) dan "pejabat negara" sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 11 ayat (1) Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang
Pokok-Pokok Kepegawaian.
Dalam Pasal 2 ayat (1) ditentukan bahwa Pegawai Negeri terdiri
atas:
a. Pegawai Negeri Sipil,
b. Anggota Tentara Nasional Indonesia, dan
c. Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Dalam Pasal 11 ayat (1) ditentukan bahwa Pejabat Negara terdiri
atas:
a. Presiden dan Wakil Presiden,
b. Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Majelis Permusyawaratan
Rakyat,
c. Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Dewan Perwakilan
Rakyat,
d. Ketua, Wakil Ketua, Ketua Muda, dan Hakim Agung pada
Mahkamah Agung, serta Ketua, Wakil Ketua, dan Hakim
pada semua Badan Peradilan,
e. Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Dewan Pertimbangan
Agung,

244 Pendidikan Keadvokatan


f. Ketua, Wakil Ketua, dan ANggota Badan Pemeriksa Ke-
uangan,
g. Menteri dan jabatan yang setingkat Menteri,
h. Kepala Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri yang
berkedudukan sebagai Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa
Penuh,
i. Gubernur dan Wakil Gubernur,
j. Bupati/Walikota dan Wakil Bupati/Wakil Walikota, dan
k. Pejabat Negara lainnya yang ditentukan oleh undang-
undang.
Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat
sebagaimana dimaksud dalam huruf c mencakup Dewan
Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Yang dimaksud dengan "Organisasi Advokat" dalam ayat ini
adalah Organisasi Advokat yang dibentuk sesuai dengan
ketentuan Pasal 32 ayat (4) undang-undang ini.
Huruf g
Magang dimaksud agar calon advokat dapat memiliki
pengalaman praktis yang mendukung kemampuan,
keterampilan, dan etika dalam menjalankan profesinya. Magang
dilakukan sebelum calon advokat diangkat sebagai advokat dan
dilakukan di kantor advokat.
Magang tidak harus dilakukan pada satu kantor advokat, namun
yang penting bahwa magang tersebut dilakukan secara terus-
menerus dan sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun.
Huruf h
Cukup jelas
Huruf i
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas

Lampiran 245
Pasal 4
Cukup jelas
Pasal 5
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "Advokat berstatus sebagai penegak hukum"
adalah advokat sebagai salah satu perangkat dalam proses peradilan
yang mempunyai kedudukan setara dengan penegak hukum lainnya,
dalam menegakkan hukum dan keadilan.
Yang dimaksud dengan "bebas" adalah sebagaimana dirumuskan
dalam penjelasan Pasal 14.
Ayat (2)
Dalam hal advokat membuka atau pindah kantor dalam suatu
wilayah Negara Republik Indonesia, advokat wajib membe-
ritahukan kepada Pengadilan Negeri, Organisasi Advokat, dan
Pemerintah Daerah setempat.
Pasal 6
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Ketentuan dalam huruf c ini, berlaku bagi advokat baik di dalam
maupun di luar pengadilan. Hal ini, sebagai konsekuensi status
advokat sebagai penegak hukum, di mana pun berada harus
menunjukkan sikap hormat terhadap hukum, peraturan perundang-
undangan, atau pengadilan.
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Cukup jelas

Pasal 7
Cukup jelas

246 Pendidikan Keadvokatan


Pasal 8
Cukup jelas

Pasal 9
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "penegak hukum lainnya" adalah Pengadilan
Tinggi untuk semua lingkungan Peradilan, Kejaksaan, dan
Kepolisian Negara Republik Indonesia, yang wilayah hukumnya
meliputi tempat kedudukan advokat.

Pasal 10
Cukup jelas

Pasal 11
Cukup jelas

Pasal 12
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "peraturan perundang-undangan" adalah
peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai advokat.
Pasal 13
Cukup jelas
Pasal 14
Yang dimaksud dengan "bebas" adalah tanpa tekanan, ancaman,
hambatan, tanpa rasa takut, atau perlakuan yang merendahkan harkat
dan martabat profesi. Kebebasan tersebut dilaksanakan sesuai dengan
kode etik profesi dan peraturan perundang-undangan.
Pasal 15
Ketentuan ini mengatur mengenai kekebalan advokat dalam
menjalankan tugas profesinya untuk kepentingan kliennya di luar sidang
pengadilan dan dalam mendampingi kliennya pada dengar pendapat di
lembaga perwakilan rakyat.

Lampiran 247
Pasal 16
Yang dimaksud dengan "iktikad baik" adalah menjalankan tugas profesi
demi tegaknya keadilan berdasarkan hukum untuk membela kepentingan
kliennya. Yang dimaksud dengan "sidang pengadilan" adalah sidang
pengadilan dalam setiap tingkat pengadilan di semua lingkungan
peradilan.

Pasal 17
Cukup jelas
Pasal 18
Cukup jelas
Pasal 19
Cukup jelas
Pasal 20
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Ketentuan dalam ayat ini tidak mengurangi hak dan hubungan
perdata advokat tersebut dengan kantornya.
Pasal 21
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "secara wajar" adalah dengan memper-
hatikan risiko, waktu, kemampuan, dan kepentingan klien.
Pasal 22
Cukup jelas
Pasal 23
Ayat (1)
Cukup jelas

248 Pendidikan Keadvokatan


Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "hukum asing" adalah hukum dari negara
asalnya dan/atau hukum internasional di bidang bisnis dan
arbitrase.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 24
Cukup jelas
Pasal 25
Cukup jelas
Pasal 26
Cukup jelas
Pasal 27
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan "tokoh masyarakat" antara lain ahli agama
dan/atau ahli etika.
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 28
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan "pimpinan partai politik" adalah pengurus
partai politik.

Lampiran 249
Pasal 29
Cukup jelas
Pasal 30
Cukup jelas
Pasal 31
Cukup jelas
Pasal 32
Cukup jelas
Pasal 33
Cukup jelas
Pasal 34
Cukup jelas
Pasal 35
Cukup jelas
Pasal 36
Cukup jelas

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA


REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4288

250 Pendidikan Keadvokatan


Lampiran 2

Contoh Gugatan Cerai Gugat


Sungai Penuh, ................. 200 ...

Kepada Yth.
Ketua Pengadilan Agama Sungai Penuh
di
Sungai Penuh

Assalamu'alaikum Wr. Wb.

Yang bertanda tangan di bawah ini:


Nama ................................, binti ................................, umur ...... tahun, Agama Islam,
pendidikan ......................, pekerjaan PNS pada .................................... Bertempat
tinggal di Rt. ..... Desa. ..............................., Kecamatan ...........................................,
Kabupaten Kerinci. Sebagai PENGGUGAT.
Dengan ini hendak mengajukan GUGAT CERAI terhadap:
Nama ........................................, bin ..................................., umur ............. tahun, Agama
Islam, pendidikan ................., pekerjaan PNS pada ..................................... Bertempat
tinggal di Rt. ..... Desa. .................................., Kecamatan ......................................,
Kabupaten/Kodya/Kotip ............................... Sebagai TERGUGAT.
Adapun mengenai alasan dan duduk perkaranya adalah sebagai berikut.
– Bahwa, Penggugat adalah istri sah Tergugat, menikah pada tanggal
................. di Desa ......................... menurut tata cara agama Islam, wali nikah
............................, dua orang saksi dan mahar/mas kawin berupa
................................, tunai/terutang di hadapan pejabat KUA Kecamatan
........................... Kabupaten .......................... dicatat dalam register nikah
sebagaimana tersebut dalam Kutipan Akta Nikah Nomor ............................
tanggal .............................
– Bahwa, sesaat setelah akad nikah, Tergugat dengan disaksikan oleh
Pejabat KUA dan para saksi yang hadir pada saat akad nikah diucapkan,
Tergugat ada mengucapkan shigat ta'lik talak sebagai berikut.
"Bahwa .............................. dan seterusnya.
– Bahwa, antara Penggugat dengan Tergugat telah hidup rukun sebagai
suami-istri selama .........................., di ................................... Desa/Kelurahan

Lampiran 251
......................................., Kecamatan ................................. Kabupaten/Kodya
............................., namun belum dikaruniai anak/dan telah dikaruniai ........
orang anak perempuan/laki-laki yang bernama ...................................., lahir
pada .....................................
– Bahwa, rumah tangga antara Penggugat dengan Tergugat sejak ...............
Sudah tidak harmonis lagi sehingga kebahagiaan dan kedamaian dalam
rumah tangga tersebut sulit terwujud.
– Bahwa, ketidakharmonisan tersebut adalah disebabkan:
1. ...........................................
2. ...........................................
3. ...........................................
4. ...........................................
– Bahwa, permasalahan rumah tangga Penggugat dengan Tergugat telah
diusahakan damai melalui keluarga kedua belah pihak, namun tidak
berhasil.
– Bahwa, Penggugat dengan Tergugat sejak tanggal/bulan ......................... telah
berpisah dari tempat tinggal bersama yang hingga kini telah berlangsung
selama ................... bulan/tahun dan selama itu pula Tergugat tidak pernah
memberikan nafkah wajib kepada Penggugat, baik lahir maupun batin,
sedangkan harta yang ditinggalkan Tergugat yang dapat dijadikan nafkah
oleh Penggugat tidak ada.
– Bahwa, atas tindakan Tergugat tersebut Penggugat sudah tidak sabar
dan tidak ridha serta tidak sanggup lagi untuk membina rumah tangga
bersama Tergugat pada masa-masa mendatang, karena rumah tangga
yang bahagia dan sejahtera sulit terwujud.
– Bahwa, berdasarkan pada alasan-alasan tersebut di atas, maka Penggugat
mohon kepada Ketua Pengadilan Agama Sungai Penuh melalui Majelis
Hakim untuk:
1. Mengabulkan gugatan Penggugat;
2. Menyatakan Tergugat telah melanggar shigat ta'lik talak yang telah
diucapkannya setelah akad nikah dahulu;
3. Menyatakan jatuh talak satu khul'iy Tergugat terhadap Penggugat
atau menceraikan Penggugat dengan Tergugat.
4. Penggugat bersedia membayar biaya perkara sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
5. Mohon putusan yang seadil-adilnya.

252 Pendidikan Keadvokatan


Demikian gugatan ini Penggugat ajukan, atas perkenannya diucapkan
terima kasih.

Wassalam,
Penggugat

( .......................................... )

Lampiran 253
Lampiran 3

Contoh Surat Permohonan Cerai Talak dengan Memakai Pengacara


Sungai Penuh, ................. 200 ...

Kepada Yth.
Ketua Pengadilan Agama Sungai Penuh
di
Sungai Penuh

Assalamu'alaikum Wr.Wb.

Dengan hormat,
Yang bertanda tangan di bawah ini:
--------------------- ISHAQ, S.H., M.HUM. ----------------------
Advokat (Pengacara, Penasihat Hukum) yang beralamat dan berdomisili
hukum tetap di Koto Lebu, Sungai Penuh Kerinci, berdasarkan Surat Kuasa
Khusus Nomor: 01/SK.K/I/V/2008 tanggal 10 Mei 2008 terlampir, bertindak
untuk dan atas nama serta kuasa dari:
Nama : Umar Dani Bin Bilal Ahmad
Umur : 44 tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Pegawai Negeri Sipil
Tempat tinggal : Desa Punai Marindu, Kecamatan Keliling Danau
Kabupaten Kerinci.

Yang selanjutnya disebut sebagai Pemohon.


Dengan ini mengajukan Permohonan Cerai Talak terhadap:
Nama : Nurhazizah, S.Pd. Binti H. Jarab SM
Umur : 48 tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Pegawai Negeri Sipil
Tempat tinggal : Rt. IV Desa Sumur Anyir, Kecamatan Sungai Penuh,
Kabupaten Kerinci.

254 Pendidikan Keadvokatan


Yang selanjutnya disebut sebagai Termohon.
Adapun alasan-alasan dan dalil-dalil serta duduk perkaranya sebagai
berikut:
1. Bahwa Pemohon dan Termohon adlaha suami-istri yang sah, akad nikah
dilaksanakan di KUA (Kantor Urusan Agama) Kecamatan Sungai Penuh,
Kabuapten Kerinci pada tanggal 14 September 2006 M Bertepatan dengan
tanggal 21 Sy'aban 1427 H, yang menjadi Wali Nikahnya adalah Kakak
Kandung Temrohon (NASRIL) dengan mahar berupa Seperangkat Alat
Shalat Tunai.
2. Bahwa pernikahan Pemohon dengan Termohon dilaksanakan secara
Islam yang disaksikan oleh 2 (dua) orang saksi. Pemohon dan Termohon
tidak ada larangan dan halangan untuk melaksanakan pernikahan baik
menurut hukum Syara' maupun Peraturan Perundang-undangan yang
berlaku.
3. Bahwa pernikahan Pemohon dengan Termohon telah mendapat Kutipan
Akta Nikah Nomor: 311/08/IX/2006 tertanggal 14 September 2006.
4. Bahwa setelah melakukan pernikahan (Akad Nikah) Pemohon dan
Termohon bergual baik sebagaimana layaknya suami-istri, walau
demikian Pemohon dan Termohon belum dikaruniai anak.
5. Bahwa setelah menikah (Akad Nikah) Pemohon dan Termohon bertempat
tinggal di rumah Pemohon, hal ini dikarenakan sebelumnya telah ada
perjanjian dan kesepakatan secara lisan antara Pemohon dengan
Termohon yang mana bahwa "Setelah Pemohon menikah dengan
Termohon, maka Pemohon dan Termohon bertempat tinggal di rumah
Pemohon di Desa Punai Marindu, Kecamatan Keliling Danau".
6. Bahwa sesuai dengan perjanjian dan kesepakatan lisan tersebut maka
setleha menikah, yaitu pada bulan September 2006 sampai dengan Maret
2007 Pemohon dan Temrohon bertempat tinggal di rumah Pemohon.
7. Bahwa pada bulan April 2007 sampai sekarang Pemohon dan Termohon
telah berpisah tempat tinggal (Pemohon dan Termohon tinggal tidak
dalam satu rumah lagi), Termohon tinggal di rumah miliknya di Desa
Sumur Anyir, Kecamatan Sungai Penuh, sedangkan Pemohon tinggal di
rumah Pemohon di Deswa Punai Marindu, Kecamatan Keliling Danau.
8. Bahwa sejak berpisah tempat tinggal Pemohon dengan Termohon,
dengan kata lain sejak Pemohon dengan Termohon tidak serumah lagi
lebih kurang 19 (sembilan belas) bulan lamanya perkawinan Pemohon

Lampiran 255
dengan Termohon telah terpecah dan rumah tangga Pemohon dengan
Termohon tidak harmonis.
9. Bahwa dengan berpisahnya tempat tinggal Pemohon dengan Termohon
keharmonisan rumah tangga Pemohon dengan Termohon terganggu, dan
perkawinan Pemohon dengan Termohon terpecah, pertengkaran dan
perselisihan sering terjadi SEHINGGA TIDAK MUNGKIN LAGI MEMBINA
RUMAH TANGGA YANG SAKINAH MAWADDAH DAN RAHMAH.
10. Bahwa Pemohon pernah meminta bantuan orang lain untuk mengajar
Termohon agar bertempat tinggal bersama Pemohon di rumah Pemohon
di Desa Punai Marindu, Kecamatan Keliling Danau, namun tidak berhasil.

Berdasarkan alasan-alasan tersebut Pemohon mohon kepada Bapak Ketua


Pengadilan Agama Sungai Penuh untuk memeriksa dan mengadili
Permohonan Pemohon dengan memberi keputusan sebagai berikut.

PRIMAIR
1. Mengabulkan Permohonan Pemohon untuk seluruhnya.
2. Menetapkan, mengeshakan pernikahan Pemohon dengan Termohon.
3. Menetapkan, memberi izin kepada Pemohon untuk mengikrarkan Talak
kepada Termohon di depan sidang Pengadilan Agama Sungai Penuh.
4. Menetapkan biaya perkara sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.

SUBSIDAIR
– Mohon putusan yang seadil-adilnya.

Salam Hormat Kuasa Pemohon Tersebut

ISHAQ, S.H., M. HUM

256 Pendidikan Keadvokatan


Lampiran 4

Contoh Surat Gugatan dalam Perkara Perbuatan Melawan Hukum dengan


Memakai Pengacara

Perihal: Gugatan Sungai Penuh, ................ 200 ....


Kepada
Yth. Bapak Ketua Pengadilan Negeri Sungai Penuh
di
Sungai Penuh

Dengan hormat,
Yang bertanda tangan di bawah ini:
1. Ishaq, S.H., M. Hum
2. Muntalia, S.H.
Kuduanya anggota LBH ALTI berkantor di Jalan Depati Parbo Sungai
Penuh Kerinci, berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 26 Juli 2008, bertindak
untuk dan atas nama
---------------------- Ali Hamzah ----------------------
Pekerjaan Dagang, bertempat tinggal di Jalan Kh. Ahmad Dahlan No. 10 Rt. II
Desa Koto Renah Kecamatan Pesisir Bukit Kerinci, selanjutany disebut
PENGGUGAT, mohon menyampaikan gugatan terhadap:
------------------------- Sudirman ----------------------
Pekerjaan wiraswasta, bertempat tinggal di Jalan Depati Parbo Desa Karya
Bakti No. 12 Rt. 3 Kecamatan Sungai Penuh Kerinci, selanjutnya disebut
TERGUGAT.
Bahwa gugatan Penggugat tersebut adalah sebagai berikut.
– Bahwa sekitar pertengahan Mei 2008 yang lalu, Tergugat telah melakukan
penganiayaan terhadap diri Penggugat, sehingga Penggugat menderita
luka parah dan sampai dirawat di Rumah Sakit Umum Mayjen H.A.
Thalib, dan untuk itu Penggugat sempat pula mengeluarkan ongkos-
ongkos perawatan dan pembelian obat-obat yang seluruhnya berjumlah
Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah). Selain itu, sebelah tangan kiri Penggugat
menjadi cacat seumur hidup karena tidak berfungsi lagi sebagaimana
mestinya. Tentang cacatnya sebelah tangan kiri Penggugat tersebut tidak

Lampiran 257
ada nilainya, tetapi Penggugat menaksirnya tidak kurang Rp35.000.000,00
(tiga puluh lima juta rupiah).
– Bahwa atas perbuatan Tergugat tersebut ia telah dijatuhi pidana oleh
Pengadilan Negeri Sungai Penuh, berdasarkan keputusan tanggal 5 Juni
2008 No. 5/2008/Pid.B.Spn.
– Bahwa karena itu adalah wajar jika dalam tuntutan ini pihak tergugat
dibebani semua kerugian yang diderita oleh Penggugat tersebut.
– Bahwa untuk menjamin terpenuhinya tuntutan Penggugat tersebut,
mohon agar Pengadilan Negeri Sungai Penuh meletakkan sita jaminan
atas seluruh harta benda milik Tergugat, baik barang bergerak, maupun
tidak bergerak.
– Bahwa pula agar Tergugat nanti mau secara sukarela memenuhi isi
putusan perkara ini, maka adalah wajar jika kepadanya dikenakan
hukuman membayar uang paksa sebesar Rp15.000,00 (lima belas ribu
rupiah) sehari, setiap ia lalai, terhitung sejak putusan diucapkan hingga
dilaksanakan kepada Penggugat.
– Bahwa mengingat gugatan Penggugat sekarang ini cukup didasarkan
kepada bukti yang kuat dan sah menurut hukum, maka Penggugat mohon
agar putusan perkara ini dapat dijalankan lebih dahulu walaupun ada
verzet, banding atau kasasi dari Tergugat.
– Berdasarkan alasan-alasan tersebut di atas, Penggugat mohon kepada
Pengadilan Negeri Sungai Penuh yang memeriksa dan mengadili perkarai
ni berkenan memutuskan:
1. Mengabulkan gugatan Penggugat seluruhnya;
2. Menyatakan sah dan berharga semua alat bukti yang diajukan
Penggugat dalam perkara ini;
3. Menyatakan perbuatan Tergugat adalah melawan hukum;
4. Menghukum Tergugat membayar ganti kerugian kepada Penggugat
beruap ongkos-ongkos perawatan dan pengobatan diri Penggugat
selama dirawat di Rumah Sakit Umum Mayjen H.A. Thalib
seluruhnya Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah);
5. Menghukum Tergugat membayar ganti kerugian kepada Penggugat
berupa cacatnya seumur hidup sebelah tangan kiri Penggugat yang
ditaksir sebesar Rp35.000.000,00 (tiga puluh lima juta rupiah);
6. Menyatakan sah dan berharga sita jaminan dalam perkara ini;
7. Menghukum Tergugat membayar uang paksa sebesar Rp15.000,00
(lima belas ribu rupiah) kepada Penggugat untuk setiap harinya,

258 Pendidikan Keadvokatan


setiap ia lalai memenuhi isi putusan, terhitung sejak putusan
diucapkan hingga dilaksanakan.
8. Menghukum Tergugat untuk membayar biaya perkara ini.
Terima kasih.
Hormat kuasa Penggugat

1. ISHAQ, S.H., M.Hum

2. MUNTALIA, S.H.

Lampiran 259
Lampiran 5
Contoh Jawaban Sanggahan terhadap Gugatan
Sungai Penuh, ................. 200 ...

Kepada Yth.
Bapak Ketua Pengadilan Negeri Sungai Penuh
di
Sungai Penuh

Hal: Sanggahan terhadap gugatan

Dengan hormat,
Dengan ini kami, AS, pekerjaan tani, tempat tinggal Rt. 2 No. 100 Koto
Lebu Sungai Penuh yang dalam perkara perdata No: .................. digugat oleh
BC mengajukan jawaban atas gugatan itu sebagai berikut.
– Bahwa utang yang didalilkan oleh Penggugat dan dikatakan masih
menjadi tanggungan kami adalah tidak benar, karena pada tanggal
.................... telah diadakan perhitungan bayar-membayar antara kami
dengan Penggugat yang dapat kami buktikan dengan adanya surat-surat
tanda pembayaran yang bersama ini kami lampirkan.
– Bahwa dengan begitu sudah tidak ada hubungan utang-piutang antara
kami dengan Penggugat.
– Bahwa berdasarkan keterangan-keterangan tersebut, kami menyangkal
kebenaran gugatan Penggugat dan mohon agar Ketua Pengadilan Negeri
Sungai Penuh menolak gugatan Penggugat seluruhnya dan menghukum
Penggugat untuk membayar biaya perkara ini.

Hormat Tergugat

(AS)

260 Pendidikan Keadvokatan


Lampiran 6
Contoh Surat Kuasa Khusus untuk Mengajukan Gugatan

SURAT KUASA KHUSUS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya bernama A, tinggal di Jalan KH.
Ahmad Dahlan Rt. II Koto Renah Sungai Penuh Kerinci, dengan ini memberi
kuasa kepada B, tinggal di Jalan Depati Parbo Rt. II Koto Lebu Sungai Penuh
Kerinci, khusus untuk:
1. Membuat dan mengajukan gugatan kepada Saudara C, tinggal di Jalan
Depati Parbo Desa Lawang Agung Sungai Penuh Kerinci, dan barang
yang akan digugatnya ialah .................. yang nantinya akan diuraikan dalam
surat gugatan.
2. Yang diberi kuasa berhak menghadap dan berbicara di hadapan
Pengadilan, melakukan segala tindakan-tindakan yang diperbolehkan
oleh hukum dalam rangka pemberi kuasa, melakukan perdamaian baik
di hadapan maupun di luar pengadilan. Selanjutnya, berhak juga
menjawab dan seterusnya terhadap gugat balik Penggugat dalam
rekonpensi.
3. Surat kuasa ini boleh dilimpahkan kepada orang lain/substitusi bila
dianggap perlu oleh yang diberi kuasa.

Sungai Penuh, ............... 200 ....


Yang diberi kuasa Yang memberi kuasa

(B) (A)

Lampiran 261
Lampiran 7
Contoh Surat Kuasa Limpahan Secara Penuh

SURAT KUASA LIMPAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini saya bernama AN, S.H. Advokat,
tinggal di Jalan KH. Ahmad Dahlan Rt. II Koto Renah Sungai Penuh Kerinci,
berdasakran surat kuasa tanggal ............... kuasa dari Saudara B, tinggal di
Jalan Depati Parbo Desa Karya Bakti Sungai Penuh Kerinci, dengan ini memberi
kuasa limpahan (substitusi) kepada Saudara:
---------------------- CN -----------------------
tinggal di Jalan Depati Parbo Rt. II Desa Koto Lebu Sungai Penuh Kerinci,
dalam arti seluas-luasnya untuk mewakili pemberi kuasa dan pemberi kuasa
limpahan guna menghadap sidang di Pengadilan Negeri ............................. pada
tanggal ........................... dan sidang-sidang selanjutnya, sebagai penggugat/
tergugat dalam perkara perdata No. .............................. melawan pihak
................................
Selanjutnya pada hari sidang tersebut yang diberi kuasa limpahan dapat
menghadap di Pengadilan Negeri, menghaturkan keterangan-keterangan,
membantah, menerima, dan menolak sumpah, mohon penundaan sidang,
mohon putusan, dengan perkataan lain melakukan segala daya upaya
menurut hukum yang olehnya dipandang perlu dan menguntungkan
penggugat atau tergugat, sebagaimana dimaksud dalam pokok surat kuasa.

Sungai Penuh, ............... 200....

Yang diberi kuasa Yang memberi kuasa limpahan/


Limpahan/Substitusi Substitusi

(CN) (AN)

262 Pendidikan Keadvokatan


Lampiran 8
Contoh Surat Kuasa Limpahan Terbatas

SURAT KUASA LIMPAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini


--------------------- AN -------------------------
Pekerjaan ...................., tinggal di Jalan Depati Parbo Rt. II Koto Lebu Sungai
Penuh Kerinci, berdasarkan surat kuasa pada tanggal .....................................*),
kuasa dari B, tinggal di Jalan KH. Ahmad Dahlan Rt. II Koto Renah Sungai
Penuh Kerinci, yang dalam perkara Perdata No. .................................. sebagai
Penggugat atau Tergugat.
Bahwa pemberi kuasa dengan ini memberi kuasa limpahan kepada
Saudara:
.................................. XN ................................ tinggal di Jalan Muradi Sungai Penuh
Kerinci khusus untuk:
1. Menerima**) ............................... di sidang Pengadilan Negeri ..............................
pada hari ini ..................... tanggal ..........................
2. Surat kuasa limpahan ini tidak untuk yang lain-lainnya selain dari hal
tersebut dalam butir 1 di atas.

Sungai Penuh, ................................. 200...


Yang diberi kuasa limpahan Yang memberi kuasa limpahan

(XN) (AN)

*) Sebutkan tanggal surat kuasa pokok diberikan.


**) Sebutkan untuk menerima apa, apakah surat jawaban dari tergugat atau replik
dari penggugat dan seterusnya.

Lampiran 263
Lampiran 9
Contoh Surat Kuasa Khusus untuk Menjawab Gugatan Penggugat

SURAT KUASA KHUSUS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya bernama:


------------------ AN -------------------
tinggal di Jl. ...................................... dengan ini memberi kuasa kepada Saudara:
------------------- BN ------------------

KHUSUS
1. Untuk membuat dan mengajukan jawaban, duplik, dan seterusnya atau
gugatan pihak Penggugat CN, dalam perkara Perdata No. .................
2. Yang diberi kuasa berhak menghadap dan berbicara di hadapan
Pengadilan, melakukan segala tindakan-tindakan yang diperbolehkan
hukum yang berlaku dalam rangka perkara pemberi kuasa. Selanjutnya
yang diberi kuasa juga untuk mengajukan gugat balik peada tergugat
dalam rekonpensi.
3. Yang diberi kuasa berhak melakukan perdamaian baik di hadapan
maupun di luar sidang pengadilan dan surat kuasa ini boleh dilimpahkan
atau disubstitusikan kepada orang lain bila dianggap perlu yang diberi
kuasa.

Sungai Penuh ................ 200....

Yang diberi kuasa Yang memberi kuasa

(BN) (AN)

264 Pendidikan Keadvokatan


Lampiran 10
Contoh Surat Kuasa untuk Naik Banding

SURAT KUASA KHUSUS

Yang bertanda tangan di bawah ini saya bernama:


---------------------- AN ---------------------
tinggal di Jalan ................................. Sungai Penuh Kerinci, dengan ini memberi
kuasa kepada Saudara:
-------------------- BN -------------------
Advokat, tinggal di Jalan ............................ Sungai Penuh Kerinci.

KHUSUS
1. Untuk membuat, mengajukan banding dan memori banding atas
Keputusan Pengadilan Negeri ................................. No. ............................ tanggal
........................ ke Pengadilan Tinggi ..................................
2. Yang diberi kuasa berhak menghadap dan berbicara di hadapan
Pengadilan Tinggi, melakukan segala tindakan-tindakan yang
diperbolehkan oleh hukum dalam rangka perkara pemberi kuasa,
melakukan perdamaian baik di luar maupun di hadapan Pengadilan
Tinggi.
3. Surat kuasa ini boleh dilimpahkan kepada orang lain atau substitusi bila
dianggap perlu oleh yang diberi kuasa.

Sungai Penuh .................. 200....

Yang diberi kuasa Yang memberi kuasa

(AN) (BN)

Lampiran 265
Lampiran 11
Contoh Surat Kuasa sebagai Terbanding

SURAT KUASA KHUSUS

Yang bertanda tangan di bawah ini saya bernama:


---------------------- AN ---------------------
tinggal di Jalan ................................. Sungai Penuh Kerinci, dengan ini memberi
kuasa kepada Saudara:
-------------------- BN -------------------
Advokat, tinggal di Jalan ............................ Sungai Penuh Kerinci.

KHUSUS
Untuk membuat dan mengajukan kontra memori banding atas banding pihak
pembanding dalam perkara Perdata No. ...................... tanggal ...................... ke
Pengadilan .............................
1. Yang diberi kuasa berhak menghadap dan berbicara di hadapan
Pengadilan Tinggi ................ melakukan segala tindakan-tindakan yang
diperbolehkan oleh undang-undang/hukum dalam rangka perkara
pemberi kuasa ini, melakukan perdamaian baik di hadapan maupun di
luar Pengadilan.
2. Surat kuasa ini boleh dilimpahkan kepada orang lain/substitusi bila
dianggap perlu oleh yang diberi kuasa.
Sungai Penuh, ................ 200....

Yang diberi kuasa, Yang memberi kuasa

(BN) (AN)

266 Pendidikan Keadvokatan


Lampiran 12
Contoh Surat Kuasa Khusus untuk Mengajukan Kasasi

SURAT KUASA KHUSUS

Yang bertanda tangan di bawah ini saya bernama:


---------------------- AN ---------------------
tinggal di Jalan ................................. Sungai Penuh Kerinci, dengan ini memberi
kuasa kepada Saudara:
-------------------- BN -------------------
Advokat, tinggal di Jalan ............................ Sungai Penuh Kerinci, khusus untuk:
1. Membuat dan mengajukan kasasi dan memori kasasi atau Keputusan
Pengadlan Tinggi .............................. di .......................
2. Yang diberi kuasa berhak menghadap dan berbicara di hadapan
Mahkamah Agung dalam rangka perkara pemberi kuasa ini, melakukan
segala tindakan-tindakan yang diperbolehkan oleh undang-undang yang
berlaku.
3. Surat kuasa ini boleh dilimpahkan kepada orang lain bila dianggap perlu
oleh yang diberi kuasa.
Sungai Penuh, ................ 200....

Yang diberi kuasa, Yang memberi kuasa

(BN) (AN)

Lampiran 267
Lampiran 13
Contoh Surat Kuasa untuk Mengajukan Kontra Memori Kasasi

SURAT KUASA KHUSUS

Yang bertanda tangan di bawah ini saya bernama:


---------------------- AN ---------------------
Pekerjaan, ............................ tinggal di Jalan Depati Parbo Rt. II Koto Lebu Sungai
Penuh Kerinci, dengan ini memberi kuasa kepada saudara:
-------------------- BN -------------------
Advokat, tinggal di Jalan R.E. Martadinata Rt. II Desa Lawang Agung Sungai
Penuh Kerinci, khusus untuk:
1. Membuat dan mengajukan kontra memori kasasi atas memori kasasi
penggugat dalam kasasi atas Keputusan Pengadilan Tinggi
..................................... di .............................. Nomor ....................... tanggal
.......................................
2. Yang diberi kuasa berhak menghadap dan berbicara di hadapan
Mahkamah Agung dalam rangka perkara pemberi kuasa ini, melakukan
segala tindakan-tindakan yang diperbolehkan oleh undang-undang yang
berlaku.
3. Surat kuasa ini boleh dilimpahkan kepada orang lain bila dianggap perlu
oleh yang diberi kuasa.
Sungai Penuh, ................ 200....

Yang diberi kuasa, Yang memberi kuasa

BN AN

268 Pendidikan Keadvokatan


Lampiran 14
Contoh Surat Kuasa untuk Mengajukan Permohonan PK

SURAT KUASA KHUSUS

Yang bertanda tangan di bawah ini saya bernama:


---------------------- AN ---------------------
Pekerjaan, ............................ tinggal di Jalan Depati Parbo Rt. II Koto Lebu Sungai
Penuh Kerinci, dengan ini memberi kuasa kepada saudara:
-------------------- BN -------------------
Advokat, tinggal di Jalan R.E. Martadinata Rt. II Desa Lawang Agung Sungai
Penuh Kerinci, khusus untuk:
1. Membuat dan mengajukan permohonan Peninjauan Kembali atas
Keputusan Mahkamah Agung RI No. ................................ tanggal
.............................
2. Yang diberi kuasa berhak menghadap dan berbicara di hadapan
Mahkamah Agung dalam rangka perkara pemberi kuasa ini, melakukan
segala tindakan-tindakan yang diperbolehkan oleh undang-undang yang
berlaku.
3. Surat kuasa ini boleh dilimpahkan kepada orang lain bila dianggap perlu
oleh yang diberi kuasa.
Sungai Penuh, ................ 200....

Yang diberi kuasa, Yang memberi kuasa

(BN) (AN)

Lampiran 269
Lampiran 15
Contoh Surat Kuasa untuk Mengajukan Jawaban atas Permohonan PK

SURAT KUASA KHUSUS

Yang bertanda tangan di bawah ini saya bernama:


---------------------- AN ---------------------
Pekerjaan, ............................ tinggal di Jalan Depati Parbo Rt. II Koto Lebu Sungai
Penuh Kerinci, dengan ini memberi kuasa kepada saudara:
-------------------- BN, S.H. -------------------
Advokat, tinggal di Jalan R.E. Martadinata Rt. II Desa Lawang Agung Sungai
Penuh Kerinci, khusus untuk:
1. Membuat dan mengajukan jawaban atas permohonan peninjauan
kemblai dari pemohon, ....................... tinggal di Jalan .....................................
Atas Keputusan Mahkamah Agung RI di Jakarta Nomor .............................,
tanggal ..............................
2. Yang diberi kuasa berhak menghadap dan berbicara di hadapan
Mahkamah Agung dalam rangka perkara pemberi kuasa ini, melakukan
segala tindakan-tindakan yang diperbolehkan oleh undang-undang yang
berlaku.
3. Surat kuasa ini boleh dilimpahkan kepada orang lain bila dianggap perlu
oleh yang diberi kuasa.
Sungai Penuh, ................ 200....

Yang diberi kuasa, Yang memberi kuasa

(BN) (AN)

270 Pendidikan Keadvokatan


Lampiran 16
Contoh Surat Kuasa untuk Mengajukan Bantahan

SURAT KUASA KHUSUS

Yang bertanda tangan di bawah ini saya bernama:


---------------------- AN ---------------------
tinggal di Jalan ................................. Sungai Penuh Kerinci, dengan ini memberi
kuasa kepada saudara:
-------------------- BN -------------------
Advokat, tinggal di Jalan R.E. Martadinata Rt. II Desa Lawang Agung Sungai
Penuh Kerinci.
KHUSUS
1. Untuk membuat dan mengajukan gugat bantahan dalam perkara Perdata
No. .............................. 1) Tanggal .................................... antara ................................
2)
sebagia terbantah I dan, .............................. 3) sebagai terbantah II.
2. Yang diberi kuasa berhak menghadap dan berbicara di hadapan
Pengadilan, melakukan segala tindakan-tindakan yang diperbolehkan
oleh undang-undang dalam rangka perkara pemberi kuasa, melakukan
perdamaian baik di hadapan maupun di luar Pengadilan.
3. Surat kuasa ini boleh dilimpahkan kepada orang lain bila dianggap perlu
oleh yang diberi kuasa.
Sungai Penuh, ................ 200....

Yang diberi kuasa, Yang memberi kuasa

(BN, S.H.) (AN)

1) Sebutkan nomor perkara yang dibantah.


2) Sebutkan nama terbantah I.
3) Sebutkan nama terbantah II.

Lampiran 271
Lampiran 17
Contoh Surat Kuasa sebagai Terbantah

SURAT KUASA KHUSUS

Yang bertanda tangan di bawah ini saya bernama:


---------------------- AN ---------------------
Tinggal di Jalan ..........................................., Sungai Penuh Kerinci, dengan ini
memberi kuasa kepada saudara:
-------------------- BN, S.H. -------------------
Advokat, tinggal di Jalan R.E. Martadinata Rt. II Desa Lawang Agung Sungai
Penuh Kerinci.
---------------------- KHUSUS --------------------
1. Untuk membuat jawaban, duplik, dan seterusnya atas gugat bantahan
pihak pembantah/ ..................................... Dalam perkara bantahan No.
...........................
2. Yang diberi kuasa berhak menghadap dan berbicara di hadapan
Pengadilan, melakukan segala tindakan-tindakan yang diperbolehkan
oleh undang-undang yang berlaku dalam perkara pemberi kuasa ini..
3. Yang diberi kuasa berhak melakukan perdamaian baik di hadapan
maupun di luar Pengadilan dan surat kuasa ini boleh dilimpahkan kepada
orang lain bila dianggap perlu oleh yang diberi kausa.
Sungai Penuh, ................ 200....

Yang diberi kuasa, Yang memberi kuasa

(BN, S.H.) (AN)

272 Pendidikan Keadvokatan


Lampiran 18
Contoh Surat Kuasa untuk Intervensi

SURAT KUASA KHUSUS

Yang bertanda tangan di bawah ini saya bernama:


---------------------- AN ---------------------
Tinggal di Jalan ................................... Sungai Penuh Kerinci, dengan ini memberi
kuasa kepada saudara:
-------------------- BN, S.H. -------------------
Advokat, tinggal di Jalan R.E. Martadinata Rt. II Desa Lawang Agung Sungai
Penuh Kerinci.
-------------------KHUSUS---------------
1. Untuk mengajukan intervansi atas perkara perdata No. ............................
Tanggal ........................... dalam perkara antara .............................. 1) sebagai
penggugat lawan .............................. 2) sebagai tergugat.
2. Yang diberi kuasa berhak menghadap dan berbicara di hadapan
Pengadilan, melakukan segala tindakan-tindakan yang diperbolehkan
oleh undang-undang dalam rangka perkara pemberi kuasa ini, melakukan
perdamaian baik di hadapan maupun di luar Pengadilan.
3. Surat kuasa ini boleh dilimpahkan kepada orang lain bila dianggap perlu
oleh yang diberi kuasa.
Sungai Penuh, ................ 200....

Yang diberi kuasa, Yang memberi kuasa

(BN,. S.H.) (AN)

1) Sebutkan nama penggugat


2) Sebutkan nama tergugat

Lampiran 273
Lampiran 19
Contoh Surat Kuasa Khusus dalam Perkara Pidana

SURAT KUASA KHUSUS

Yang bertanda tangan di bawah ini saya bernama:


---------------------- AN ---------------------
tinggal di Jalan ................................. Sungai Penuh Kerinci, dengan ini memberi
kuasa kepada Saudara:
-------------------- BN -------------------
Advokat , tinggal di Jalan ............................................... baik sendiri-sendiri maupun
1)

bersama-sama2).

KHUSUS
1. Untuk memberi bantuan hukum dalam perkara pidana pemberi kuasa
yang diajukan di hadapan Pengadilan Negeri .................................. dalam
perkara pidana nomor dengan dakwaan telah melanggar Pasal .............
Atas namanya mewakili di depan mengadili, menghadap kepada semua
pengadilan, kejaksaan, kepolisian, mengajukan segala permohonan yang
bertalian dengan pekara pemberi kuasa, mendakwa dan membela serta
mengatur pembelaan, memberikan segala keterangan yang diminta,
memeriksa dan menandatangani surat-surat, berita acara dan akta,
mengajukan bukti-bukti, meminta didengar saksi-saksi atau menolak
saksi-saksi, mengajukan permohonan pemeriksaan ulangan (revise) yang
merugikan, mengerjakan segala sesuatu yang dirasa perlu oleh pemberi
kuasa untuk kepentingan yang memberi kuasa berkenaan dengan
pembelaan perkaranya.

1) Kalau yang diberi kuasa bukan Advokat jangan disebut, langsung saja
dituliskan pekerjaan.
2) Kata-kata baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama apabila yang diberi
kuasanya banyak, kalau sendirian tidak perlu memakai kata-kata tersebut.

274 Pendidikan Keadvokatan


2. Yang diberi kuasa berhak mengajukan praperadilan atas perkara pemberi
kuasa ini di Pengadilan Negeri ..................
Sungai Penuh, ................ 200....
Yang diberi kuasa, Yang memberi kuasa

(BN,. S.H.) (AN)

Lampiran 275
Lampiran 20
Contoh Permohonan Penangguhan Penahanan

Kepada Yth,
Bapak KAPOLRES .............................
di
...........................................

Nomor : ...........................................................
Perihal : Mohon ditangguhkan penahanannya
Terhadap tersangka/terdakwa bernama .....................................
Lampiran : ......................... lembar

Dengan hormat,
Yang bertanda tangan di bawah ini saya bernama AN, S.H., Advokat
pada Kantor Advokat ............................... beralamat di Jalan ......................................
bertindak selaku kuasa dari tersangka bernama ......................................
berdasarkan atas kekuatan Surat Kuasa Khusus tertanggal .................. seperti
terlampir, dengan ini mohon kebijaksanaan Bapak agar penahanan terhadap
tersangka/terdakwa bernama ....................................... ditangguhkan
penahanannya untuk sementara, mengingat tersangka tersebut sebagai
Kepala Bagian Keuangan pada PT Kayu Manis, sedangkan orang/pegawai
lain belum ada yang diserahi tugas untuk itu.
Sebagai bahan pertimbangan bagi Bapak, bersama ini kami lampirkan
surat jaminan dari Direktur PT Kayu Manis tersebut.
Demikian permohonan kami, atas bantuan, pertimbangan, dan
kebijaksanaan Bapak diucapkan terima kasih.
Sungai Penuh, .............. 200...

Kantor Advokat .................


Hormat Kami,
Advokat tersangka/terdakwa

AN, S.H.

276 Pendidikan Keadvokatan


Lampiran 21
Contoh Surat Keterangan Menjamin

Yang bertanda tangan di bawah ini:


Nama : ...................................................
Pekerjaan : ...................................................
Alamat : ..................................................

Menyatakan dan menerangkan, bahwa saya bersedia menanggung


penagguhan penahanan dari Saudara ........................................ yang sekarang
ditahan oleh ............................... atau kejaksaan atau pengadilan sejak tanggal
.................................
Saya menjamin dan bertanggung jawab bahwa sewaktu-waktu saudara
tersebut atau yang dijamin dipanggil senantiasa akan menghadap dan tidak
akan menyulitkan pemeriksaan, tidak akan melarikan diri dan menaati
segala persyaratan guna kepentingan pemeriksaan.
Demikian surat keterangan jaminan ini dibuat dengan penuh rasa
tanggung jawab.

Sungai Penuh, ............... 200....

Yang menjamin,

( .................................. )

Lampiran 277
Lampiran 22
Contoh Surat Permohonan Perubahan Status Tahanan
Sungai Penuh, .................. 200....
Kepada Yth.
Bapak KAPOLRES ...................................
di
...............................................

Nomor : .......................................................
Perihal : Permohonan perubahan status tahanan
Lampiran : .................. lembar

Dengan hormat,
Kami yang bertanda tangan di bawah ini saya bernama AN, S.H. advokat
pada kantor ................ alamat, di Jalan Depati Parbo, Desa Lawang Agung Sungai
Penuh Kerinci, berdasarkan atas kekuatan surat kuasa khusus tertanggal
................... terlampir bertindak selaku advokat dari tersangka:
Nama : BN
Tanggal lahir/umur : ..........................
Alamat : Jl. KH. Ahmad Dahlan Rt. II Koto Renah Sunga Penuh
Kerinci
Bahwa sampai saat ini saudara BN tersebut masih ada dalam tahanan
sementara sejak .................. yang tersangkut dalam perkara ..................... 1).
Dengan ini mohon kebijaksanaan Bapak terhadap tersangka tersebut
diubah atau setidak-tidaknya dialihkan jenis penahanannya dari status
tahana rumah tahanan negara menjadi status tahanan rumah. Sebagai bahan
pertimbangan Bapak, bersama ini kami lampirkan surat jaminan dari orang
tua tersangka.
Demikian permohonan kami ini, atas bantuan, pertimbangan, dan
kebijaksanaan bapak diucapkan banyak terima kasih.
Kantor Advokat
Hormat Kami,

(AN, S.H.)

1) Sebutkan nama sangkaannya seperti mencuri, membunuh.

278 Pendidikan Keadvokatan


Lampiran 23
Contoh Surat Kuasa Khusus untuk Banding dalam Perkara Pidana

SURAT KUASA KHUSUS

Yang bertanda tangan di bawah ini saya bernama AN tinggal di Jalan


.................................... dengan ini memberi kuasa kepada saudara BN, tinggal di
Jalan ..........................................
KHUSUS
1. Untuk membuat dan mengajukan banding dan memori banding atas
Keputusan Pengadilan Negeri .................. dalam perkara pidana nomor
.............., tanggal ................... ke pengadilan tinggi ............
2. Atas namanya mewakili di depan Pengadilan Tinggi, menghadap semua
instansi pemerintah, kejaksaan, mengajukan segala permohonan yang
bersangkutan langsung atau tidak langsung dengan perkara pemberi
kuasa, memberi kuasa segala keterangan yang diminta, memeriksa dan
menandatangani berita acara dan akta, mengajukan bukti-bukti, minta
didengar saksi-saksi atau menolak mereka, mengajukan permohonan
peninjauan kembali dan permohonan lainnya berkenaan dengan
pembelaan perkaranya.
3. Yang diberi kuasa berhak mengajukan praperadilan atas perkara pemberi
kuasa.

Sungai Penuh, ............... 200....

Yang diberi kuasa Yang memberi kuasa

(BN) (AN)

Lampiran 279
Lampiran 24
Contoh Surat Kuasa Khusus untuk Kontra Memori Banding

SURAT KUASA KHUSUS

Yang bertanda tangan di bawah ini saya bernama AN, tinggal di Jalan
......................, dengan ini memberi kuasa kepada saudara BN, tinggal di Jalan ....

KHUSUS
1. Untuk mengajukan kontra memori banding atas banding Jaksa Penuntut
Umum dalam perkara pidana pemberi kuasa yang telah diputus oleh
Pengadilan Negeri ..............................
2. Atas namanya mewkaili di depan Pengadilan, menghadap semua instansi
pemerintah, kejaksaan, mengajukan segala permohonan yang berkenaan
dengan perkara pemberi kuasa, membela serta mengatur pembelaan,
memberi segala keterangan yang diminta, memeriksa dan
menandatangani segala surat-surat, berita acara dan akta, mengajukan
bukti-bukti, minta didengar skasi-saksi atau menolak mereka,
mengajukan permohonan yang dianggap perlu oleh yang diberi kuasa
untuk kepentingan yang bertanda tangan/pemberi kuasa berkenaan
dengan pembelaan perkaranya.

Sungai Penuh, .............. 200....

Yang diberi kuasa Yang memberi kuasa

(BN) (AN)

280 Pendidikan Keadvokatan


Lampiran 25
Contoh Surat Kuasa Khusus untuk Memori Kasasi

SURAT KUASA KHUSUS

Yang bertanda tangan di bawah ini saya bernama, AN, tinggal di Jl.
................., dengan ini memberi kuasa kepada saudara BN, tinggal di Jl. .....................

KHUSUS
1. Untuk membuat dan mengajukan kasasi, memori kasasi, dan kontra
memori kasasi atas Keputusan Pengadilan Tinggi ................... Nomor
........................ tanggal ................................
2. Yang diberi kuasa berhak menghadap dan berbicara di hadapan
Mahkamah Agung dalam rangka perkara pemberi kuasa ini, melakukan
tindakan-tindakan yang diperbolehkan oleh hukum yang berlaku.
3. Surat kuasa ini boleh dilimpahkan bila dianggap perlu oleh orang yang
diberi kuasa.

Sungai Penuh, .............. 200....

Yang diberi kuasa Yang memberi kuasa

(BN) (AN)

Lampiran 281
Lampiran 26
Contoh Surat Kuasa Khusus untuk Kontra Memori Kasasi

Yang bertanda tangan di bawah ini saya bernama AN, tinggal di Jl.
................................., dengan ini memberi kuasa kepada saudara BN, tinggal di Jl.
.............................................

KHUSUS
1. Untuk membuat dan mengajukan kontra memori kasasi atas memori
kasasi Jaksa atas Keputusan Pengadilan Tinggi ............................... Nomor
................................ tanggal .....................................
2. Yang diberi kuasa berhak menghadap dan berbicara di hadapan
Mahkamah Agung dalam rangka perkara pemberi kuasa ini, melakukan
tindakan-tindakan yang diperbolehkan oleh hukum yang berlaku.
3. Surat kuasa ini boleh dilimpahkan bila dianggap perlu oleh orang yang
diberi kuasa.

Sungai Penuh, .............. 200....

Yang diberi kuasa Yang memberi kuasa

(BN) (AN)

282 Pendidikan Keadvokatan


Lampiran 27
Contoh Membuat Permohonan Praperadilan
Sungai Penuh, ................ 200....

Kepada Yth.
Bapak Ketua Pengadilan Negeri Sungai Penuh
di
Sungai Penuh

Hal: Permohonan Praperadilan.

Dengan hormat,
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya bernama AN, S.H., Advokat,
tinggal di Jalan RE. Martadinata Rt. II Lawang Agung Sungai Penuh Kerinci
berdasarkan surat kuasa tanggal ......................... (terlampir) dari BN, tinggal di
Jalan Depati Parbo Rt. II Koto Lebu Sungai Penuh Kerinci, yang selanjutnya
disebut PEMOHON.
Bahwa Pemohon melalui sepucuk surat ini mengajukan permohonan
praperadilan, sehubungan dengan penangkapan dan penahanan atas diri
tersangka bernama BN oleh Komando Kepolisian Resort Kerinci dalam hal ini
disebut TERMOHON.
Adapun duduk perkaranya adalah sebagai berikut.
1. Bahwa pemohon telah ditangkap oleh termohon di tempat bekerja
pemohon dan sewaktu menangkap dan terus ditahan oleh termohon,
termohon tidak memperlihatkan surat tugas dan tidak juga
memperlihatkan surat perintah penangkapan.
2. Bahwa menurut ketentuan Pasal 19 ayat (1) KUHAP, penangkapan dapat
dilakukan paling lama satu hari atau 24 jam, tetapi setelah lewat jangka
waktu tersebut termohon belum juga melepaskan perintah dari tahanan
dan tidak memberikan tembusan surat perintah penahanan kepada
keluarga pemohon.
3. Bahwa akibat penangkapan dan penahanan pemohon oleh termohon
tanpa didukung oleh bukti-bukti yang kuat dari tanggal ................................
sampai dengan tanggal ............................. Pemohon menderita kerugian lahir
dan batin, keluarga pemohon menajdi berantakan dan sengsara.

Lampiran 283
4. Bahwa oleh karenanya pemohon berhak menuntut termohon melalui
jalur hukum ini untuk membayar uang ganti rugi karena kebebasan
pemohon dirampas oleh termohon, yang besarnya bila dirinci adalah
sebagai berikut.
a. ....................... Rp. .............................
b. ....................... Rp. ..............................
yang jumlah seluruhnya sebesar Rp. .......................... ( ................) atau sejumlah
uang ganti rugi yang dianggap layak oleh Pengadilan.

Berdasarkan alasan-alasan tersebut di atas pemohon memohon agar


Bapak Ketua Pengadilan Negeri Sungai Penuh berkenan untuk memeriksa
dan memutus:
1. Mengabulkan permohonan pemohon seluruhnya.
2. Menetapkan bahwa penahanan atas diri tersangka/pemohon bernama A
oleh termohon selama ................ dari tanggal ................. sampai dengan
tanggal .................... tidak ada dasar hukumnya oleh karena itu dinyatakan
tidak sah.
3. Menghukum termohon untuk membayar uang ganti rugi sebesar Rp.
................. (...............................) atau sejumlah uang ganti rugi yang dianggap
layak oleh Pengadilan.
4. Menetapkan merehabilitasi atas diri pemohon.

Demikianlah permohonan ini disampaikan dengan harapan semoga


dikabulkan. Terima kasih.

Hormat kuasa pemohon

(AN, S.H.)

284 Pendidikan Keadvokatan


Lampiran 28
Contoh Surat Permohonan Pengangkatan Anak

Kepada Yth.
Ketua Pengadilan Agama Sungai Penuh

Assalamu'alaikum Wr.Wb.

Perkenankanlah saya yang bertanda tangan di bawah ini:


JONDRI SETIAWAN, SE bin MUKHTARUDIN, umur 34 tahun, agama Islam,
Pendidikan S.1, pekerjaan PNS (Pegawai Bank Jambi Cabang Sungai
Penuh) bertempat tinggal di Jl. Muradi No. 9, Kecamatan Sungai Penuh,
Kota Sungai Penuh, Sebagai PEMOHON I.
Telah menikah dengan istri Pemohon:
YENI FITRI, Amd. binti SUHARMAN, umur 29 tahun, agama Islam, Pendidikan
D3, pekerjaan PNS (Pegawai RSU MHA. Thalib), bertempat tinggal di Jl.
Muradi No. 9, Kecamatan Sungai Penuh, Kota Sungai Penuh, Sebagai
PEMOHON II.

Dengan ini mengajukan permohonan pengangkatan anak dengan dasar


dan alasan-alasan sebagai berikut.
– Bahwa, Pemohon I dan Pemohon II telah menikah pada tanggal 6 Agustus
2004, dan telah bergaul sebagaimana layaknya suami istri dan belum
dikaruniai anak.
– Bahwa, Pemohon bermaksud mau mengangkat seorang anak perempuan
yang bernama KEISYA FITRIANI bin AZWAR, lahir pada tanggal 5 Juli
2009 dari pasangan suami istri (AZWAR dan LIA).
– Bahwa, Pemohon berjanji akan mengasuh, mendidik, dan membesarkan
anak tersebut serta menerima segala konsekuensi yang berhubungan
dengan segala kepentingan anak tersebut.
– Bahwa, anak tersebut masih hidup, dan berada dalam asuhan Pemohon
I dan Pemohon II sejak anak tersebut lahir.
– Bahwa, Pemohon I dan Pemohon II mempunyai penghasilan dan
pekerjaan tetap selaku PNS dengan gaji yang cukup sehingga mampu
untuk memenuhi segala kebutuhan anak angkat tersebut.
– Bahwa, Pemohon bermaksud mengangkat anak tersebut adalah untuk
kesejahteraan dan pendidikannya dan segala kebutuhan anak tersebut

Lampiran 285
dengan biak karena ekonomi kedua orang tua anak tersebut yang tidak
mampu untuk membiayai hidup anak tersebut.
– Bahwa, di samping kemampuan materiil, Pemohon juga sehat jasmani
dan rohani, sehingga dapat mengasuh anak tersebut dengan baik.
– Bahwa, untuk menjamin kepastian hukum KEISYA FITRIANI bin AZWAR
sebagai anak angkat Pemohon, maka Pemohon mengajukan permohonan
pengangkatan anak ini ke Pengadilan Agama Sungai Penuh.
– Bahwa, berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka Pemohon mohon
kepada Ketua Pengadilan Agama Sungai Penuh melalui Majelis Hakim
yang bersidang berkenan untuk:
1. Mengabulkan permohonan Pemohon.
2. Menetapkan sah secara hukum pengangkatan anak yang dilakukan
oleh Pemohon I (JONDRI SETIAWAN, SE) dan Pemohon II (YENI FITRI,
Amd) terhadap anak perempuan yang bernama KEISYA FITRIANI
bin AZWAR lahir pada tanggal 5 Juli 2009 dari pasangan sumia istri
(AZWAR dan LIA).
3. Menetapkan biaya perkara sesuai dengan ketentuan hukum yang
berlaku.
4. Memberikan penetapan yang seadil-adilnya.

Demikianlah permohonan Pemohon atas perkenannya, diucapkan terima


kasih.
Wassalam,
Pemohon I Pemohon II

(JONDRI SETIAWAN, SE) (YENI FITRI, Amd)

286 Pendidikan Keadvokatan


Lampiran 29
Contoh Permohonan Pencabutan Gugatan

Hal : Permohonan Pencabutan Perkara


Perdata No. ......../Pdt.G/20...../PA.Spn

Dengan hormat,
Yang bertanda tangan di bawah ini nama ER binti T, umur 22 tahun,
agama Islam, pekerjaan Ibu Rumah Tangga, bertempat tinggal Desa Karya
Bakti Sungai Penuh Kerinci selaku Penggugat dalam perkara No. .........../Pdt.G/
20..../PA.Spn melawan HR bin ST, umur 32 tahun, agama Islam, pekerjaan
wiraswasta, bertempat tinggal Rt. 2 Nomor 100 Desa Koto Lebu Sungai Penuh
Kerinci, dengan ini menyatakan mencabut gugatan Penggugat mengenai
perkara tersebut, karena Penggugat dan Tergugat telah tercapai penyelesaian
secara damai, sehingga penyelesaian di muka hakim dipandang tidak perlu
lagi.
Selanjutnya setelah diadakan perhitungan tentang biaya-biaya yang telah
dikeluarkan, maka jika masih ada sisanya, Penggugat mohon agar sisa tersebut
Bapak Ketua berkenan untuk dikirim ke alamat Penggugat tersebut di atas.
Demikianlah surat permohonan ini sebelu mdan sesudahnya, Penggugat
mengucapkan banyak terima kasih.

Hormat Pemohon

(ER)

Lampiran 287
Lampiran 30
Tahap-Tahap Pemeriksaan Perdata

Majelis Hakim

Penggugat Upaya Damai Tergugat

Pembacaan Jawaban
I Gugatan II
Tergugat

III Replik Duplik IV

V
Pembuktian dari
Penggugat dan Tergugat

VI
Kesimpulan dari
Penggugat dan Tergugat

VII

Putusan Hakim

288 Pendidikan Keadvokatan


Lampiran 31
Tahap-Tahap Pemeriksaan Perdata Khusus Cerai Gugat

Majelis Hakim

Penggugat Upaya Damai Tergugat

Pembacaan Jawaban
I II
Gugatan Tergugat

III Replik Duplik IV

Pembuktian dari
Penggugat dan Tergugat

VI

Kesimpulan dari
Penggugat dan Tergugat

VII

Putusan Hakim

Lampiran 289
Lampiran 32

Tahap-Tahap Pemeriksaan Perdata Khusus Cerai Talak

Majelis Hakim

Pemohon Upaya Damai Termohon

Pembacaan Jawaban
I II
Permohonan Termohon

Replik Duplik
III IV
Pemohon Termohon

Pembuktian dari
Pemohon dan Termohon

VI

Kesimpulan dari
Pemohon dan Termohon

VII

Putusan Hakim

Dikabulkan/Ditolak

Penetapan
Sidang Ikrar Talak
Hakim

290 Pendidikan Keadvokatan


Lampiran 33
Tahap-Tahap Pemeriksaan Perdata Khusus Cerai Talak dan Gugatan Re-
konvensi

Majelis Hakim

Pemohon Upaya Damai Termohon

Pembacaan Jawaban Termohon


I
Permohonan II
Gugatan Penggugat
Rekonvensi

Replik
III Pemohon Konvensi Duplik
IV
Jawaban Tergugat Termohon Konvensi
Rekonvensi

Replik Penggugat
Duplik Tergugat Rekonvensi
Rekonvensi
V
Pembuktian dari
Pemohon dan Termohon

VI
Kesimpulan dari
Pemohon dan Termohon

VII

Putusan Hakim

Dikabulkan/Ditolak

Sidang Ikrar Talak Penetapan


Hakim

Lampiran 291
Lampiran 34
Tahap-Tahap Pemeriksaan Perdata Khusus Cerai Gugat dan Gugatan Re-
konvensi

Majelis Hakim

Penggugat Upaya Damai Tergugat

I Pembacaan Jawaban
II
Gugatan Tergugat

Replik Dalam
III Duplik Dalam
Konvensi IV
Konvensi

Jawaban Dalam
Rekonvensi Gugatan
Rekonvensi

Duplik Dalam
Rekonvensi Replik Dalam
Rekonvensi
V
Pembuktian dari
Penggugat dan Tergugat

VI
Kesimpulan dari
Penggugat dan Tergugat

VII

Putusan Hakim

292 Pendidikan Keadvokatan


Profil Penulis

Ishaq, S.H., M. Hum lahir di Ujung Pandang 18 Desember 1963 adalah


Dosen Tetap pada Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Kerinci.
Pendidikan Sekolah Dasar Negeri di Kuala Enok dan Madrasah
Ibtidaiyah YPI Kuala Enok tahun 1976, Pondok Pesantren As'ad Olak
Kemang Jambi tahun 1983. Fakultas Hukum Universitas Jambi (ju-
rusan hukum Pidana) tahun 1989.
Mendapat gelar Magister Ilmu Hukum S2 (M. Hum) di bidang
hukum pidana pada tahun 2001 di Pascasarjana Program Studi Ilmu
Hukum Universitas Sriwijaya di Palembang.
Karirnya di dunia pendidikan dimulai mengajar pada pondok
pesantren As'ad Olak Kemang Jambi dari tahun 1989 sampai dengan
tahun 1993. Saat ini penulis adalah Lektor kepala pada mata kuliah
hukum pidana STAIN Kerinci, dan pernah dipercayakan sebagai ketua
program studi Ahwal-Al-Syakhsiyah (hukum Perdata/keluarga Islam)
STAIN Kerinci mulai tahun 2004–2008. Sekarang dipercayakan sebagai
Ketua Lembaga Mediator Jurusan Syariah STAIN Kerinci tahun 2009.
Di samping mengajar pada STAIN Kerinci juga mengajar pada
Akademi Manajemen Informatika dan Komputer (AMIK) Depati
Parbo Kerinci dengan mata kuliah Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan, mulai tahun 2001 sampai dengan 2009, serta
Akademi Keperawatan (AKPER) Bina Insani Sakti Kerinci dengan
mata kuliah Kewarganegaraan sampai sekarang.

Profil Penulis 293


Penulis aktif melakukan pengabdian masyarakat berupa
penyuluhan hukum, dan aktif melakukan seminar, penelitian, dan
menulis majalah ilmiah di bidang hukum. Karya ilmiah yang sudah
dibukukan dan dipublikasikan antara lain Dasar-Dasar Metode
Penelitian Hukum, Dasar-Dasar Ilmu Hukum, Dasar-Dasar Hukum Per-
data Internasional, dan Pendidikan Pancasila.

294 Pendidikan Keadvokatan

Anda mungkin juga menyukai