Anda di halaman 1dari 169

Pengantar Hukum Bisnis

Copyright © 2022 – Erwin

Penulis: Erwin., SH., MH.


Editor: Team Cendekia Press
Desainer sampul: Toto Rianto
Layout: Adri Tri Yuliansyah

ISBN: 978-623-6157-86-2
Cetakan pertama, Februari 2021

Hak cipta dilindungi undang-undang


All Rights Reserved

Diterbitkan oleh:
CV CENDEKIA PRESS
NIB: 8120107982776
Komp. GBA Barat Blok C 4 No. 7 Bandung
Email: penerbit@cendekiapress.com
Website: www.cendekiapress.com

Anggota IKAPI No. 328/JBA/2018


Hak Cipta dilindungi oleh Undang-Undang pada penulis,
dan hak penerbitan pada CV. Cendekia Press. Dilarang
memperbanyak tulisan ini dalam bentuk dan dengan cara
apapun tanpa izin tertulis dari penerbit.
KATA PENGANTAR
Alhamdulillaah wasy-syukur lillaah,........
Tidak ada kalimat yang utuh untuk mewakili rasa syukur
penulis kepada Allah SWT atas selesainya buku pertama ini,
Alhamdulillaah wasy-syukur lillaah, Puji dan Puja penulis panjatkan
kepada Allah SWT, semoga atas kerendahan hati ini, penulis dapat
menemukan makan syukur ini.
Tujuan penulisan buku ini adalah mewujudkan satu tujuan
hukum, yakni mencapai keadilan lebih khususnya keadilan di dalam
bidang hukum bisnis, keadilan bagi pengusaha dan masyarakat,
keadilan bagi pemilik perusahaan, keadilan bagi karyawan, buruh,
intinya penulisan buku ini di peruntukan untuk manusia bukan
untuk hukum.
Tidak pernah lepas dari berbagai isu ketergantungan problema
laten pencapaian amanat UUD - 1945 adalah pembangunan hukum
nasional, karena tidak adanya perencanaan hukum yang memadai
dan rentan terhadap pengaruh intervensi pihak luar dengan alasan
globalisasi.
Hukum bisnis adalah produk dari sebuah kebudayaan, yang
antara lain bermakna sebagai suatu kompleks aktivitas kelakuan
berpola dari manusia dalam masyarakat atau pelaku usaha.
Konteks kebudayaan dalam posisi ini berfungsi sebagai paradigma,
karena menentukan bentuk dan sudut penglihatan seseorang, dan
sekaligus mempengaruhi arah dan jenis pilihan yang diambilnya,
berdasarkan preferensi nilai yang dianut dalam kebudayaan yang
iv Pengantar hukum bisnis

bersangkutan. Terlepas dari argumentasi ini, bahwa sejatinya


hukum merupakan sebagian dari kebudayaan suatu bangsa.
Sudah menjadi kenyataan bahwa setiap bangsa mempunyai
kebudayaannya sendiri dan juga mempunyai hukumnya sendiri
yang berbeda dengan kebudayaan dan hukum bangsa lain.
Buku ini akan mengantarkan kepada Hukum Bisnis di Era
Kontemporer, anggap saja buku ini adalah prawacana untuk
memahami hukum bisnis sejatinya. Hukum dan Bisnis adalah
dua entitas yang tidak dapat lepas, banyak para ahli ekonomi
dunia memberikan berbagai pendapatnya bahwa solusi terbaik
untuk dapat menyelesaikan berbagai problema yang menyangkut
perbaikan ekonomi adalah dengan mengedepankan hukum. Buku
ini berusaha untuk memberikan jawaban dan mewakili kepentingan
para pelaku usaha atau para pengusaha baik yang kecil atau besar.
Suatu masyarakat yang sehat cenderung memilih atau
menciptakan hukum-hukum yang dapat mempromosikan
efisiensi ekonomi. Untuk mengukur apakah hukum yang dipilih
atau diciptakan turut mempromosikan efisiensi ekonomi, maka
diperlukan pendekatan terhadap hukum yang tidak semata-mata
hukum an sich. Oleh karena itu Buku sederhana ini, sebagai sebuah
pengantar menuju hukum bisnis kontemporer, akan membahas
suatu pendekatan terhadap hukum yang semakin hari semakin
berkembang, yakni “Economic Analysis of Law”.
Buku ini terdiri dari lima (5) bab pembahasan, yakni: Memahami
hukum bisnis; Hukum kontrak;Badan Hukum; Bentuk Perusahaan
Berbadan Hukum; Restrukturisasi Perusahaan. Materi buku ini
Secara umum, apabila kita berbicara tentang Hukum Bisnis, atau
Mata kuliah Aspek Hukum Dalam Bisnis ini mempelajari ruang
lingkup pembagian hukum yaitu Hukum Perdata dan Hukum
Dagang.
Dalam kesempatan yang cukup berbahagia ini, penulis uraikan
juga ucapan terima kasih kepada kedua orang tua penulis, anak-
anak beserta Istri penulis, yang selalu sigap di dalam memotivasi
penulis untuk menyelesaikan buku ini. Terlepas dari kesibukan
kata pengantar v

apapun, buku ini adalah karya pertama penulis, di samping saat ini
penulis sedang menyelesaikan Disertasi Program Ilmu Hukum di
Universitas Pasundan Bandung.
Tidaklah banyak apa yang hendak penulis ucapkan di kata
pengantar ini, selebihnya kritik dan saran ataupun sumbangsih
saran ataupun masukan akan penulis terima dengan lapang
hati, dengan kerendahan hati yang penulis miliki, sehingga dapat
melengkapi serpihan-serpihan tulisan ini yang masih banyak sekali
diperlukan masukan dan pembaharuan....

Desember, 2021 – Sukabumi

Erwin., S.H., M.H.


Daftar Isi

Kata Pengantar......................................................................... iii


Daftar Isi.................................................................................... vii

BAB SATU
MEMAHAMI HUKUM & HUKUM BISNIS........................... 1
A. Membuka Dunia Hukum............................................................................... 1
1. Hukum dan Manusia............................................................................... 1
2. Mendefinisikan Hukum.......................................................................... 3
3. Pendekatan Terhadap Hukum............................................................. 7
a. Kajian Normatif (analitis-dogmatis).......................................... 8
b. Kajian Filosofis (Metode Transendental).................................. 10
c. Kajian Empiris..................................................................................... 10
4. Sistem Hukum Dunia.............................................................................. 11
a. Sistem Civil Law................................................................................. 11
b. Sistem Common Law...................................................................... 15
c. Sistem Hukum Adat......................................................................... 17
d. Sistem Hukum Islam........................................................................ 21
B. Mengenal Hukum Bisnis................................................................................ 26
1. Istilah & Pengertian Hukum Bisnis.................................................... 26
2. Sumber Hukum Bisnis............................................................................ 30
3. Tujuan Hukum Bisnis.............................................................................. 31
4. Ruang Lingkup Hukum Bisnis.............................................................. 33

BAB DUA
HUKUM KONTRAK.................................................................. 37
A. Perihal Hukum Kontrak.................................................................................. 37
1. Definisi Kontrak dan Kontrak Bisnis.................................................. 37
2. Syarat syahnya Perjanjian dan Fungsi Hukum Kontrak............. 41
viii Pengantar hukum bisnis

B. Asas Kebebasan Berkontrak sebagai Dasar Penyelenggaraan


Perjanjian............................................................................................................. 45
1. Pengertian Azas Kebebasan Berkontrak.......................................... 45
2. Dasar Hukum Kebebasan Berkontrak............................................... 49
3. Batasan-Batasan Asas Kebebasan Berkontrak yang di Atur
dalam BW ................................................................................................... 51
C. Syarat-syarat Keabsahan Perjanjian Menurut Pasal 1320 KUH-
Perdata................................................................................................................. 54

BAB TIGA
TEORI BADAN HUKUM........................................................... 59
A. Teori Badan Hukum & Bukan Badan Hukum........................................ 59
1. Teori Fiksi..................................................................................................... 59
2. Teori Organ (Realis)................................................................................. 60
3. Leer Van Het Ambtelijk Vermogen.................................................... 61
4. Teori Kekayaan Bersama........................................................................ 61
5. Teori Kekayaan Bertujuan...................................................................... 62
6. Teori Kenyataan Yuridis.......................................................................... 63
7. Teori dari Leon Duguit............................................................................ 63
B. Bentuk Badan Hukum..................................................................................... 64
C. Jenis Badan Hukum (Organisasi Bisnis)................................................... 66
1. Persekutuan Perdata (Maatschap)...................................................... 66
a. Pengertian Persekutuan Perdata................................................ 66
b. Unsur Persekutuan Perdata.......................................................... 67
a) Persekutuan Lahir dari Perjanjian....................................... 68
b) Kewajiban untuk Memasukkan Sesuatu ke dalam
Persekutuan................................................................................ 71
c) Persekutuan didirikan Untuk Mencari Keuntungan.... 73
2. Perseroan Terbatas (PT).......................................................................... 75
a. Pendiri Perseroan.............................................................................. 78
b. Pembagian Wewenang dalam PT.............................................. 81
c. Nama Perseroan Terbatas (PT).................................................... 82
d. Maksud dan Tujuan serta Kegiatan Usaha............................. 83
e. Modal Perseroan............................................................................... 84
3. Firma (Fa)..................................................................................................... 85
a. Pengertian Firma (Fa)...................................................................... 85
b. Pendirian Firma (Fa)......................................................................... 87
c. Pengurusan Firma (Fa).................................................................... 89
d. Permodalan Firma (Fa).................................................................... 91
e. Pembubaran Firma (Fa).................................................................. 92
4. Commandaiter Vennvotchap (CV)..................................................... 93
Daftar isi ix

a. Pengertian Commandaiter Vennvotchap (CV)...................... 93


b. Pendirian CV....................................................................................... 95
c. Modal CV............................................................................................. 96
d. Kepengurusan CV............................................................................. 97
5. Badan Usaha Milik Negara (BUMN).................................................. 98
a. Dasar Pertimbangan dibentuknya BUMN............................... 98
b. Pengertian dasar BUMN................................................................ 103
c. Dasar Hukum BUMN....................................................................... 105
d. Permodalan BUMN.......................................................................... 106
e. Jenis-jenis BUMN yang ada di Indonesia................................ 108
a) Perusahaan Perseroan (Persero)......................................... 108
b) Perusahaan Jawatan (Perjan)................................................ 116
c) Perusahaan Umum (Perum).................................................. 116
d) Badan Usaha Milik Daerah (BUMD)................................... 120
6. Koperasi....................................................................................................... 121
7. Yayasan......................................................................................................... 126

BAB EMPAT
RESTRUKTURISASI PERUSAHAAN................................................. 129
A. Merger (Penggabungan Perseroan).......................................................... 129
1. Pengertian Merger................................................................................... 129
2. Model Merger............................................................................................ 135
a. Merger sejajaran (Horizontal Merger)....................................... 135
b. Merger Terkait (Vertical merger)................................................. 137
c. Merger Konglomerat (Mix Merger)............................................ 138
3. Dasar Hukum & Metode Merger...................................................... 143
4. Proses Merger........................................................................................... 145
B. Akuisisi (Proses Pengambilalihan Perseroan)........................................ 147
1. Pengertian Akuisisi................................................................................... 147
2. Jenis Akuisisi............................................................................................... 149
a. Berdasarkan Cara Yang Ditempuh............................................. 149
b. Berdasarkan Tujuannya.................................................................. 150
c. Berdasarkan kekuasaan Perusahaan......................................... 150
d. Berdasarkan Tipologinya............................................................... 151

Daftar Pustaka.......................................................................... 153


BAB
SATU

MEMAHAMI HUKUM
& HUKUM BISNIS
Manusia (masyarakat) dalam hukum merupakan basis sosial hukum,
sebab apabila hukum tidak ingin dikatakan tertinggal dari perkembangan
masyarakatnya, maka hukum dituntut untuk merespon segala seluk-beluk
kehidupan sosial yang melingkupinya.
(Prof. Esmi Warasih)

A. Membuka Dunia Hukum


1. Hukum dan Manusia
Ubi societas ibi ius, di mana ada masyarakat di sana ada hukum
(M.T. Cicero, 106-43 S.M). tidak ada satu masyarakat di dunia ini
yang tidak mengenal hukum, baik masyarakat yang masih primitif
ataupun masyarakat yang sudah modern, tetap mengenal hukum.
Walaupun istilah hukum yang diberikan berbeda-beda, misalnya
di Negara eropa kontinental disebut sebagai “lex”, sebagai istilah
2 Pengantar hukum bisnis

untuk hukum pada umumnya, juga dikenal dengan “Ius” yang


mengandung unsur etika dan menurut Confucius (551 S.M) “I” yang
di rubah menjadi “Li” keadilan1 Pandangan Cicero tersebut, telah
mengingatkan kita bahwa sebenarnya hukum itu hidup di tengah-
tengah masyarakat (manusia). Dalam hal ini hukum dan manusia
memiliki pendekatan yang khas dan tidak dapat di pisahkan, artinya
tanpa manusia hukum tidak ada dan disebut sebagai hukum.
Pandangan hukum dan masyarakat (manusia) ini telah lama
berkembang, kita dapat melihat perkembangan ini dari para pemikir
seperti Marx, Maine, Durkheim, sampai Weber. Mereka mencoba
untuk mengkaji hukum dalam konsepnya yang baru dan sebagai
bagian yang kompleks dari variabel yang empiris. Pengkajian
masyarakat dan hukum ini baru mendapatkan perhatian yang cukup
serius dari para pemikir hukum, sejak peralihan abad 18 sampai
abad ke 19. Ketika masyarakat sudah dikonsepkan oleh para teoritis
seperti Saint Simont, Aguste Comte. Sebagai kompleks hubungan
sosial yang lebih bersifat kontingen dari pada sebagai hubungan
hukum yang laten orang dapat mengkaji masyarakat sebagai objek
dan variabel tersendiri, maka sejak itulah mulai ramai pengkajian
hukum dan masyarakat.2
Manusialah yang mempunyai eksistensi dalam hukum ini,
karena sejak dari awal dikatakan bahwa hukum tidak akan tercipta
tanpa manusia, sementara manusia ada walaupun tidak adanya
hukum di dunia ini. Karena manusia dalam hukum merupakan wujud
yang ekperimental, yakni semua pengetahuan manusia bersifat fisik,
biologis, dan psikologis. Mengapa manusia mempunyai peranan
yang sangat penting dalam hukum ini, karena aspek-aspek material
dan moral manusia tidak dapat dipisahkan Hal itu adalah integritas
manusia yang mencakup pengalaman eksitensinya, karena para
saintis mengklaim bahwa ia tidak dapat memiliki perasaan untuk
mengetahui tentang manusia, karena analisis sains terhadapnya
berada dalam aspek yang berbeda.

1 A. Epping (et al). Filsafat ENSIE. Jenmars: Bandung 1983 hlm 16.
2 Soetandyo Wignjosoebroto. Hukum: Paradigma, Metode Dan Dinamika Masalah. Elsam
Huma: Jakarta 2002 hlm: 19-20.
MEMAHAMI HUKUM & HUKUM BISNIS 3

Kita dapat melihat sisi lain dari manusia yang selalu eksis
dalam hukum, misalnya dari kesadaran. Pengalaman manusia
memiliki eksistensi adalah miliknya sendiri, dengan kata lain segala
hal yang diterima oleh kesadaran manusia akan muncul di dalam
bentuk kesadarannya, dan hal itu kadang-kadang akan menempati
manusia pada tepi wilayah yang mencakupi dalam dirinya sendiri.
Manusia yang sangat dominan dalam hukum, yang mencipta
hukum yang menaati hukum. Karena hal ini diperuntukan mencapai
ketertiban dalam masyarakat. Dalam kehidupan manusia dalam
interaksi sosial, maka diperlukanlah tertib sosial sebagaimana
telah digambarkan dengan keadaan yang serba teratur. Kehidupan
dalam masyarakat yang sedikit banyak berjalan dengan tertib dan
teratur hal ini didukung oleh adanya suatu tatanan, karena adanya
tatanan inilah kehidupan manusia menjadi tertib.
Manusia (masyarakat) dalam hukum merupakan basis sosial
hukum, sebab apabila hukum tidak ingin dikatakan tertinggal
dari perkembangan masyarakatnya, maka hukum dituntut untuk
merespon segala seluk-beluk kehidupan sosial yang melingkupinya3
Itu berarti peranan hukum menjadi semakin penting dalam
menghadapi problema sosial yang timbul. Dalam konteks yang
demikian maka tidaklah cukup kalau hukum hanya di pandang
sebagai suatu yang yuridis-normatif.

2. Mendefinisikan Hukum
Apabila hal ini ditelusuri jauh ke belakang, memang suatu
masalah yang belum mencapai kata putus dari hukum adalah
apakah hukum itu sebenarnya. Sungguh hal yang sangat
susah untuk diungkapkan dari jawaban ini, meskipun demikian
pendefinisian tentang hukum diperlukan dalam hal kita memahami
hukum, sebagian orang menyatakan bahwa pendefinisian hukum
sangat diperlukan, terutama bagi mereka yang mempelajari hukum,
setidak-tidaknya definisi ini merupakan pegangan pendahuluan

3 Esmi Warasih. Pranata Hukum: Sebuah Telaah Sosiologis. PT Suryandaru Utama: semarang,
2005. Hlm: 1.
4 Pengantar hukum bisnis

untuk mempelajari hukum lebih lanjut. Maka dengan pendefinisian


hukum, ia akan tahu apa yang hendak dipelajarinya, definisi
hukum dapat ditafsirkan sebagai jalan pembuka bagi mereka yang
pertama kali hendak mempelajari hukum. Definisi hukum dianggap
oleh sebagian para ahli hukum sebagai amat berharga dan perlu,
terlebih-lebih lagi apabila definisi itu adalah hasil dari pikiran dan
penyelidikannya sendiri.4
Sangat sulitnya hukum didefinisikan, hal ini telah diingatkan 150
tahun yang lalu oleh Kant. Dia mengatakan, Noch suchen die juristen
eine defenition zu ihrem begriffe von recht. Bahwa tidak seorang
ahli hukum pun yang mampu membuat definisi hukum. Tentunya
pemikiran Kant tersebut didasarkan pada pemikiran filosofis yang
mendalam, dan memang itulah kenyataannya sampai saat ini
hukum sulit untuk didefinisikan. Selain itu juga pemikiran Kant telah
menyatakan bahwa hukum merupakan sebuah dunia yang kompleks,
seperti yang dinyatakan oleh B. Arief Sidharta5 bahwa hukum
adalah sebuah entitas yang sangat kompleks, meliputi kenyataan
kemasyarakatan yang majemuk, mempunyai banyak aspek, dimensi
dan fase. Benar apa yang dikatakan oleh Lemaire bahwa hukum itu
banyak seginya dan meliputi segala lapangan, oleh sebab itu orang
tidak mungkin membuat suatu definisi apa sebenarnya hukum itu.
Memang sulit menemukan suatu definisi tentang hukum
yang disetujui oleh semua ahli hukum, namun hal ini tidak berarti
bahwa kita tidak mengetahui sama sekali apakah hukum itu? Apa
sebenarnya hukum itu, kita kembali ke jawaban awal hukum suatu
hal yang membingungkan. Akan tetapi sekedar catatan awal bagi
mahasiswa fakultas hukum semester pertama, tulisan ini akan
memberikan sedikit pengertian tentang hukum.

4 L. J. Van Apeldoorn. Pengantar Ilmu Hukum. Pradya Paramita: Jakarta 1993, hlm 1-7. Lihat
juga dalam: H .L. Hart. The Concept of Law. Clarendon Press: Oxfrod. 1 994. P: 1-3. Yang
diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia “Konsep Hukum”, Nusa Media: Bandung, 2009.
5 Bernard. Arief Sidharta. Refleksi Tentang Stuktur Ilmu Hukum: Sebuah Penelitian Tentang
Fundasi Kefilsafatan Dan Sifat Keilmuan Ilmu Hukum Sebagai Landasan Pengembangan
Ilmu Hukum Nasional Indonesia. MandarMaju: Bandung 2000 hlm 116.
MEMAHAMI HUKUM & HUKUM BISNIS 5

Hans Wehr dalam A Dictionary of Modern Written Arabic6,


mengatakan Hukum berasal dari bahasa arab, hukm (kata jamaknya
ahkam), yang artinya putusan (judgment, verdict, decision), ketetapan
(provision), perintah (command), pemerintahan (government),
kekuasaan (authority, power) dan hukuman (sentence). Dari istilah
hukm, ia mempunyai kata kerjanya hakama-yahkuma yang artinya
memutuskan, memerintah, memberi hukuman, hakama bisa berarti
mengendalikan dengan satu pengendalian7 selain itu juga Istilah
hukum identik dengan istilah law (inggris), droit (perancis), Recht
( jerman), recht (belanda), atau dirito (itali).
Melihat dari berbagai peristilah tersebut yang berusaha untuk
mendefinisikan hukum, dari berbagai istilah. Maka di sini dapat
disimpulkan bahwa hukum tengah berada dalam permainan
bahasa (language game). Karena sangatlah sulit untuk meramu
ide yang tengah berkembang dalam hukum, sebab itulah hukum
masih harus dikonstruksikan (dibangun) sebagaimana kaum
positivistis menjelaskanya, hal ini sesuai dengan apa yang
dijelaskan oleh Wittgenstein8 ia mengungkapkan makna sebuah
kata adalah penggunaannya dalam bahasa, dan makna bahasa
adalah penggunaannya dalam kehidupan manusia yang bersifat
beranekaragam. Untuk membatasi apakah hukum itu, dalam
bagian ini akan dijelaskan berbagai definisi hukum dari berbagai
sumber baik yang sifatnya normatif, filosofis ataupun sosiologis:

6 Hans Wehr. A Dictinoray of Modern written Arabic. London: Mac-Donald & Evans Ltd 1980
hlm 198.
7 Jubran Mas’ud, Al-Raid: Mu’jam Lughawiyyun Ashiiyyun, Cet.VII Beirut Dar al-Ilm li al-
Malayin 1982. hlm 312. lihat pula Rifyal Ka’bah. Hukum Islam Di Indonesia: Persfektif
Muhamadiyah dan NU, Universitas Press: Jakarta 1999 hlm 22.
8 Ludwig Wittgenstein. Philosophical Investigations (translated by: G.E.M. Anscombe) Basil
Blackwell: Oxfrod 1983 hlm 23 Wittegenstein, pada intinya menjelaskan bahwa bahasa
dalam kehidupan sehari-hari yang dipakai oleh manusia dalam banyak cara, sehingga
teorinya dinamakan “permainan bahasa”. Hal ini didasarkan pada terdapat banyak sekali
permainan bahasa dalam kehidupan manusia dan setiap permainan memiliki aturan sendiri-
sendiri. Tiap permainan merupakan suatu aktivitas dalam kehidupan manusia, bahasa,
kata, kalimat, akan mendapatkan makna sejati jika tergantung pada cara pemakaiannya.
Menurut Bartens bahwa tugas dari permainan bahasa ini, adalah hanya melukiskan
berfungsinya permainan bahasa tersebut dan tidak boleh ikut campur di dalamnya.
6 Pengantar hukum bisnis

Ensiklopedi Indonesia (1982:1344)


Hukum merupakan rangkaian kaidah, peraturan-peraturan,
tata aturan, baik tertulis maupun yang tidak tertulis, yang
menentukan atau mengatur hubungan-hubungan antara para
anggota masyarakat.

E. Utrech (1989:1)
Hukum merupakan himpunan peraturan-peraturan (perintah
dan larangan) yang mengurus tata tertib suatu masyarakat dan
karena itu ditaati oleh masyarakat itu

Charles Samford (1989)


Hukum merupakan suatu kelompok kehidupan sosial yang dalam
berbagai kombinasi disebut hukum oleh anggota masyarakat.
Pada beberapa kelompok masyarakat, daftar ciri tersebut
ditambah dan dikurangi sehingga penggunaan kata hukum
antara masyarakat dapat saling menunjang

Mochtar Kusumaarmadja (1999)


Hukum adalah keseluruhan kaidah-kaidah serta asas-asas yang
mengatur pergaulan hidup manusia dalam masyarakat yang
bertujuan memelihara ketertiban juga meliputi lembaga-lembaga
dan proses-proses guna mewujudkan berlakunya kaidah sebagai
kenyataan dalam masyarakat

Sudikno Mertokusumo (2002:40)


Hukum Merupakan Sebagai keseluruhan peraturan atau kaidah
dalam kehidupan bersama; keseluruhan tentang tingkah
laku dalam suatu kehidupan bersama, yang dapat dipaksakan
pelaksanaannya dengan suatu sanksi.

Dari definisi tersebut di atas, terlihat dengan jelas bahwa definisi


hukum hanyalah permainan bahasa. Achmad Ali9 dalam bukunya
Menguak Tabir Hukum telah berhasil mengumpulkan lebih dari

9 Ahmad Ali. Menguak Tabir Hukum Chandra Pratama Jakarta 1996. hlm 17-3.
MEMAHAMI HUKUM & HUKUM BISNIS 7

lima puluh definisi dan pengertian tentang hukum yang disarikan


dari berbagai aliran ilmu hukum yang ada dan dalam rentang
waktu yang sangat panjang, sejak Aristoteles, Ibnu khaldun sampai
Drowkin. Namun definisi yang telah dikumpulkan oleh Achmad
Ali tersebut, mempunyai kesulitan tersendiri untuk menjelaskan
secara utuh apakah hukum itu. Maka dari itu definisi hukum yang
satu akan menjadi kritikan bagi definisi hukum yang lain, sebagai
contoh definisi hukum dari pandangan kaum positivistik yang
menganggap hukum sebagai aturan, kumpulan asas, paksaan
akan dikritiknya oleh kaum sosiologis yang menganggap hukum
sebagai bentukan masyarakat semata.
Jika ditelaah dari berbagai definisi hukum, maka pengertian
itu tidaklah selalu sama hal ini disebabkan karena ada perubahan
cara pandang tentang hukum dari zaman ke zaman. Kiranya dapat
diketengahkan dua zaman yang tengah membicarakan definisi
hukum, yaitu zaman tradisional dan zaman modern, sebelum kita
melangkah lebih jauh ke definisi hukum di zaman kontemporer
saat ini.
Sejak zaman modern (abad ke 15) banyak orang membicarakan
secara spontan hukum dengan negara. Hukum adalah Undang-
undang, secara tradisional hukum lebih dipandang sebagai
bersifat idill atau etis. Sementara itu pada zaman klasik (abad ke
6 SM) hukum di pandang sebagai cerminan aturan alam semesta,
dan pada abad ke 5 SM (middle age) hukum dipandang sebagai
cerminan dari ketentuan-ketentuan Allah.10

3. Pendekatan Terhadap Hukum


Memasuki dunia hukum dan melibatkan diri di dalamnya
tentunya sangat berbeda sekali dengan memasuki alam maya
lewat internet, hukum di dalamnya penuh dengan keteraturan,
sementara penolakan terhadap keteraturan ini sangat jarang sekali
dikumandangkan. Tentunya menuntut kita untuk bisa mengubah

10 Theo Huijbers. Filsafat Hukum. Pustaka Filsafat Kanisius: Yogyakarta 1995 hlm: 21.
8 Pengantar hukum bisnis

dunia yang penuh keteraturan itu. Satjipto Rahardjo11 mengatakan


mengajarkan keteraturan, menemukan ketidakteraturan (teaching
order finding disorder). Berangkat dari hal itu, dalam bagian ini,
pertama penulis akan mengajak belajar memasuki dunia hukum
secara teratur. Dan di bagian selanjutnya akan ditemukan dunia
hukum yang penuh dengan ketidakteraturan. Inilah yang dijadikan
langkah awal untuk memasuki dunia hukum.
Sebagai langkah awal, apabila kita memilih untuk melihat hukum
sebagai perwujudan dari nilai-nilai tertentu. Maka pilihan tersebut
akan membawa kita kepada metode yang bersifat idealis. Metode
ini akan senantiasa berusaha untuk menguji hukum yang harus
mewujudkan nilai-nilai tertentu. Dan bagi seorang yang memilih
untuk melihat hukum sebagai suatu sistem peraturan-peraturan
yang abstrak, maka perhatiannya akan terpusat pada hukum sebagai
lembaga yang benar-benar otonom, yaitu yang bisa kita bicarakan
sebagai subjek tersendiri, yang akan membawa kita kepada metode
Normatif, sesuai dengan cara pembahasannya yang bersifat analitis.
Sedangkan bagi seorang yang memahami hukum sebagai alat untuk
mengatur masyarakat, maka metodenya bersifat sosiologis.12
Ketiga metode tersebut, telah mendapatkan ruang gerak yang
cukup kritis dalam pengkajian hukum dewasa ini. Namun sebelum
kita melangkah lebih jauh, dalam langkah awal ini penulis akan
mengajak pembaca terlebih dahulu untuk menjelajahi masing-
masing metode tersebut.

a. Kajian Normatif (analitis-dogmatis)


Kajian ini memandang hukum dalam wujudnya sebagai
kaidah, yang menentukan apa yang boleh dan apa yang tidak boleh
dilakukan. Kajian ini sifatnya preskritif, yang bersifat menentukan
apa yang salah dan apa yang benar. Kajian normatif terhadap
hukum antara lain Ilmu Hukum Pidana Positif, Hukum Tata Negara
Positif, dan Hukum Perdata Positif. Dengan kata lain Kajian ini lebih

11 Satjipto Rahardjo. Teaching Order Finding Disorder “Menemukan keteraturan, mengajarkan


ketidakteraturan”. Diponegoro University Semarang: Indonesia 2003.
12 Satjipto Rahardjo. Ilmu Hukum. PT. Citra Aditya Bakti: Bandung 2000. Hlm: 5-6.
MEMAHAMI HUKUM & HUKUM BISNIS 9

mencerminkan law in books, yang mempunyai dunianya adalah das


sollen (apa yang seharusnya).
Dalam kajian hukum secara normatif ini, lebih ditekankan
terhadap norma-norma yang berlaku pada saat itu atau norma
yang dinyatakan dalam Undang-undang. Metode yang digunakan
untuk penelitian terhadap ini adalah metode yuridis-normatif.
Kajian terhadap penelitian hukum normatif ini pada dasarnya
adalah mengkaji hukum dalam kepustakaan, misalnya penelitian
inventarisasi hukum positif, penelitian terhadap asas-asas hukum,
penelitian untuk menemukan hukum in concreto, penelitian
terhadap sistematika hukum, dan penelitian terhadap tarap
sinkronisasai vertikal dan horizontal.
Kajian normatif ini merupakan kajian yang sangat menentukan
puncaknya kemekaran hukum sejak abad ke-19. Pada waktu
itu sebagai akibat kemajuan teknologi, industri, perdagangan,
transportasi, maka terjadilah kekosongan besar dalam bidang
perdagangan Berdasarkan kekosongan tersebut hukum memberikan
respon yang sangat masif dan melahirkan suatu orde baru dalam
tatanan hukum yang tidak ada tandingnya. Dari hal inilah, metode-
metode menjadi sangat normatif positivistik, dan legalistik.
Metode analitis dogmatis ini pada hakikatnya hanya
merupakan konsekuensi belaka dari fenomena the statutoriness
of law, metode tersebut muncul karena kebutuhan dari kehadiran
hukum perundang-undangan yang semakin mendesak, guna
mengisi kekosongan dalam dunia perdagangan tersebut, atau
dalam revolusi industri. Metode ini sering disebut sebagai metode
yuridis-dogmatis, adalah metode yang mempertahankan peraturan
hukum yang berlaku dan mempelajarinya secara rasional.
Dalam penggunaan metode ini, maka hubungan antara orang
yang melakukan pengkajian dan objek kajiannya adalah erat sekali
atau hampir tidak ada jarak. Hukum sudah melekat belaka dengan
diri pengkajinya. Bagi pengkaji ini tidak ada pilihan lain kecuali
mematuhi hukum yang berlaku tersebut. Menurut Satjipto Rahardjo
metode ini bersandarkan kepada;
10 Pengantar hukum bisnis

1. Menerima hukum positif sebagai suatu yang harus dijalankan;


2. Hukum dipakai sebagai sarana penyelesaian persoalan
(problem solving device);
3. Berpartisipasi sebagai pihak sehingga mengambil sikap
memihak kepada hukum positif;
4. Dan bersikap menilai atau menghakimi yang ditunjukkan
kepada (para anggota masyarakat, berdasarkan hukum
positif).

b. Kajian Filosofis (Metode Transendental)


Kajian ini lebih menitikberatkan terhadap seperangkat nilai-
nilai ideal, yang seyogyanya senantiasa menjadi rujukan dalam
setiap pembentukan, pengaturan, dan pelaksanaan kaidah hukum.
Kajian ini lebih diperankan oleh kajian filsafat hukum, atau law in
ideas. Kajian filosofis ada dalam kajian terhadap hukum karena
studi hukum dimulai tidak sebagai disiplin yang sifatnya otonom
melainkan sebagai bagian dari studi filsafat. Studi filsafat terhadap
hukum ini lebih dari ribuan tahun orang telah sudah ramai
membicarakannya. Kehadiran yang amat dini tersebut disebabkan
oleh eksistensi dari tatanan itu sendiri, tatanan merupakan sisi lain
dari kehidupan bersama manusia, sebab manusia adalah makhluk
tatanan.

c. Kajian Empiris
Kajian ini memandang hukum sebagai kenyataan, yang
mencakupi kenyataan sosial, kultur dan lain sebagainya. Kajian
ini bersifat deskriptif. Jika dilihat dari peralihan jaman dari abad
19-ke abad 20, metode empiris ini lahir disebabkan metode atau
kajian hukum secara normatif tidak lagi mendapat tempat dalam
wilayahnya. Pendekatan hukum melalui kajian empiris yang lahir
awal abad ke 20 ini, lahir bersamaan dengan lahirnya ilmu baru yang
oleh Comte (1798-1857) di beri nama Sosiologi. Olehnya sosiologi
disebut sebagai ilmu tentang tatanan sosial dan kemajuan sosial.
Kajian terhadap hukum melalui pengkajian secara sosiologi dan
perkembangannya ini, akan penulis bahas dalam bab selanjutnya.
MEMAHAMI HUKUM & HUKUM BISNIS 11

4. Sistem Hukum Dunia


a. Sistem Civil Law
Istilah hukum sipil terjemahan dari “Civil law” Merupakan
istilah yang diambil dari sumber hukum sipil itu sendiri pada zaman
kaisar Justianus yang bernama “Corpus juris Civilis”. Hukum sipil
ini, dapat didefinisikan sebagai suatu tradisi hukum yang berasal
dari hukum Roma yang terkodifikasikan dalam Corpus juris Civilis
Justianus dan tersebar ke seluruh benua Eropa dan seluruh dunia.13
Dalam Civil law ini sumber hukum tidak terlepas dari teori
pemisahan kekuasaan, untuk mengetahui sumber hukum dalam
civil law berawal dari konsep teori kedaulatan negara baik secara
internal maupun secara eksternal. Dengan kedaulatan tersebut
negara memiliki penguasaan monopoli atau disebut dengan “state
monopoly on law making”. Dengan monopoli pembuatan hukum
ada pada negara kemudian dituangkan dalam teori pemisahan
kekuasaan, yang dikenal dengan ajaran trias political.14
Prinsip utama yang menjadi dasar sistem hukum Eropa
kontinental (Civil law) adalah hukum memperoleh kekuatan
mengikat, karena diwujudkan dalam peraturan-peraturan yang
berbentuk Undang-undang dan tersusun secara sistematika di
dalam kodifikasi atau kompilasi tertentu. Prinsip dasar ini dianut
mengingat bahwa nilai utama yang merupakan tujuan hukum
adalah “kepastian hukum”. Dan kepastian hukum hanya dapat

13 Wiliam Tetley. Common Law versus Civil Law: Codified and Uncodified. Law department of
Columbia College, 29 November 1999. Selanjutnya dituliskan: “Civil law may be defined as
that legal tradition which has its origin in Roman law, as codified in the corpus juris Civils
of justinian, and subsequently developed in continental Europe and around the world. Civil
law eventually divided into two streams: The codified Roman Law (French Civil Code 1804
and its progeny and imitators- Continental Europe, Quebec and Louisiana) and uncodified
Roman Law (Scotland and South Africa, Civil Law is highly systematized and structured and
relies on declarations of board principles, often ignoring details”.
14 Teori pemisahan kekuasaan atau dikenal dengan “trias Politica”. Yang dikemukakan
oleh Montesquie, dalam teorinya itu banyak menyempurnakan teori-teori John Locke.
Monstequie memisahkan kekuasaan atau fungsi pemerintahan atas tiga bagian
(1) Kekuasaan legislatif: Kekuasaan untuk membuat Undang-undang (Pouvoir legislatif)
(2) Kekuasaan eksekutif: Kekuasaan untuk melaksanakan Undang-undang (Pouvoir
eksekutif)
(3) Kekuasaan Judikatif: Kekuasaan untuk melaksanakan pengadilan (Pouvoir Judiciar)
12 Pengantar hukum bisnis

diwujudkan kalau tindakan-tindakan manusia di dalam pergaulan


hidup manusia diatur dengan Undang-undang (peraturan hukum
yang tertulis).15 Sejalan dengan ditempatkannya Undang-undang
sebagai sumber hukum utama dalam keluarga sistem Civil law,
maka dengan demikian pembentuk Undang-undang mempunyai
peranan penting untuk menetapkan corak hukum positif negara
yang bersangkutan.16 Pada forum legislatif inilah semua konsep
hukum itu dibicarakan untuk kemudian digunakan sebagai paduan
bagi para hakim dalam memecahkan kasus-kasus konkrit di
pengadilan. Dalam konteks ini, para pembentuk Undang-undang
dituntut untuk berpikir sekomprehensif mungkin agar kasus-kasus
yang dipersepsikan akan muncul di kemudian hari dapat tercakup
dalam pengaturan Undang-undang. Menurut Peter de Cruz17,
makin detail dan eksplisit suatu peraturan diformulasikan, makin
ringan pekerjaan hakim di pengadilan. Dimensi nilai keadilan
(Gerechtigkeit) dan kemanfaatan (Zweckmabig keit) dipersepsikan
sudah diletakkan jauh-jauh hari tatkala Undang-undang itu
dirumuskan oleh wakil-wakil rakyat di tengah lembaga legislatif.
Maka dari itulah, tugas hakim diarahkan kepada penetapan aturan,
sehingga tercapailah kepastian hukum (Rechtssicherheit).
Hakim dalam keluarga sistem Civil law, direkrut langsung dari
tamatan Universitas, sebagian besar diantara mereka menekuni
profesi hukum sebagai karir mereka di bidang hukum. Dalam
sistem hukum ini, hakim sering dianggap sebagai puncak karir dari
berbagai profesi hukum, rekrutmen hakim dilakukan dari profesi
hukum lainnya, yakni penasehat hukum dan Jaksa yang dinilai
mempunyai reputasi tinggi.18

15 R Abdul Djamali. Pengantar Hukum Indonesia. PT Radjagrafindo Persada: Jakarta, 1993.


hlm67.
16 Ade Maman Suherman. Pengantar Perbandingan Hukum. Op cit: 68. lebih lanjut
menjelaskan bahwa: Kekuasaan pembuatan hukum ada pada tangan legislatif dan lembaga
ini harus merespon kepentingan publik (popular will) yang kemudian dituangkan dalam
Statute (undang-undang). Dalam negara-negara penganut civil law ini yang notabenenya
juga sebagai penganut Positivistis, telah mereduksi pengertian hukum kepada ruang yang
lebih sempit, yaitu Undang-undang (statutes): Law is statute enacted by the legislatif power.
17 Peter de Cruz. Comparative Law in A Changing World. Op cit:36.
18 Peter de Cruz. Comparative Law in A Changing World. Ibid: 36.
MEMAHAMI HUKUM & HUKUM BISNIS 13

Pengajaran hukum dalam keluarga sistem “Civil law” pada


dasarnya berasal dari tradisi kuno Civil law19, yang dikembangkan
oleh Irnerius di Stadium Civile di bologna pada abad ke-11. Tradisi
ini sangat kuat pengaruhnya di Eropa sampai ke Amerika pada
abad ke-19. metoda pengajarannya mengacu kepada doktrin-
doktrin, baru berubah secara dramatis di Amerika Serikat pada
tahun 1870-an, yang dirintis oleh Cristopher Columbus Langdell di
Universitas Harvard. Ia dalam pengajarannya menciptakan metoda
perkara (case method)20, yang mengarahkan mahasiswanya
untuk lebih banyak mempelajari dan mengupas laporan (terbitan)
perkara yang diputuskan Pengadilan banding, yang kemudian
perkara-perkara itu dihimpun dalam buku perkara (Casebook)
yang awalnya disusun sendiri oleh langdel. Metode ini lebih dikenal
dengan metoda pembelajaran sokrates21 Pengajaran Langdel
sangat dipengaruhi oleh paham formalisme klasik dalam ilmu
hukum, yang memandang ilmu hukum sama dengan ilmu fisika
yang bekerja atas dasar temuan hubungan kausal. Dalam setiap
pengajarannya Langdel selalu mengatakan, bahwa para yuris itu
harus mendayagunakan perpustakaan hukum sebagaimana para

19 Lawrence M Friedman. America law: An Introduction: Hukum Amerika Sebuah Pengantar.


PT Tata Nusa: Jakarta, 2001. hlm 240.
20 Dalam sejarah pendidikan Hukum di Amerika Serikat, pada mulanya diterapkan sistem
pengajaran kuliah mimbar sepihak (Lecture Method) dan dengan menggunakan buku
teks (texs book method). Kemudian, Richmond M Pearson dari negara bagian North
Carolina memimpin sebuah sekolah Hukum Swasta yang berjalan sampai dekade 1870-
an. Kemudian, Parson menggunakan metoda pengajaran Sokrates, Plato dan Aristoteles.
Mahasiswanya membaca buku, kemudian datang ke kantor Person 2 kali seminggu, di
tempatnya mahasiwa kemudian diuji. Selanjutnya Langdel meneruskan cara pembelajaran
dengan metoda Sokrates. Dengan metoda kasus (Casemethod) Langdel mengubah cara
belajar di kelas, tidak lagi ada pemberian kuliah mimbar sepihak dengan menelaah hukum
dari buku teks, akan tetapi posisi seorang dosen telah banyak berubah menjadi pembimbing
(Socrates Guide), yang memimpin mahasiswanya untuk memahami konsep dan prinsip-
prinsip yang tersembunyi dalam kasus-kasus tersebut. Lihat dalam: Lawrence M Friedman.
Law in A Changing Society. New York: Columbia University Press, 1972, P:611-613.
21 A method of teaching or discussion, as used by Socrates, in which one asks a series of
easily the answerer to a logical conclusion foressen by the questioner: Suatu pengajaran
atau diskusi, seperti yang digunakan oleh Socrates, dengan mana seseorang menanyakan
sejumlah pertanyaan yang gampang dijawab, yang mengarahkan penjawab untuk menarik
kesimpulan-kesimpulan logis, kesimpulan tersebut sebelumnya dapat diramalkan oleh si
penanya. Lihat dalam: Noah Webster. New Universal Unabridged Dictinoray. New York:
World Publishing Co & Wiliam Collins Publishing, Inc. 1973, P:173. Intinya metoda ini
adalah metoda “Dialogis”
14 Pengantar hukum bisnis

ilmuwan fisika menggunakan laboratoriumnya, sebagaimana


para ilmuwan fisika dapat menemukan hubungan sebab akibat
di laboratoriumnya itu, demikian pula para yuris itu dengan
melakukan analisis-analisis hukum di perpustakaan idealnya
akan dapat dengan mudah menemukan hubungan antara suatu
perbuatan hukum yang berfungsi sebagai penyebab dan apa yang
akan menjadi akibat hukumnya.22
Uraian di atas menjelaskan bagaimana prinsip utama dan
pengajaran hukum pada negara-negara yang bertradisi Civil
law. Kemudian yang menjadi sumber dari keluarga hukum Civil
law adalah; (1) Statutes (Undang-undang) yang dibentuk oleh
pemegang kekuasaan legislatif; (2) Regulation, adalah peraturan-
peraturan yang pembuatannya telah melalui “power delegation”
dari legistlatif ke eksekutif. (3) Custom, atau kebiasaan-kebiasaan
yang hidup dan diterima sebagai hukum oleh masyarakat selama
tidak bertentangan dengan Undang-undang. Berdasarkan sumber
hukum itu, maka sistem hukum Eropa Kontinental penggolonganya
ada dua, yaitu penggolongan ke dalam bidang “Hukum publik” dan
“Hukum Privat”. Hukum publik mencakupi pengaturan hukum yang
mengatur kekuasaan dan wewenang penguasa atau negara serta
hubunganya antara masyarakat dengan negara. Yang termasuk ke
dalam hukum publik adalah: (1) Hukum Tata Negara; (2) Hukum
Administrasi Negara; (3) Hukum Pidana. Sedangkan hukum privat
mencakupi peraturan-peraturan hukum yang mengatur tentang
hubungan hukum antara individu-individu dalam memenuhi
kebutuhan kehidupan demi hidupnya, yang termasuk ke dalam
bidang hukum privat adalah: (1) Hukum Sipil , (2) Hukum Dagang.
Pada umumnya, para ahli hukum keluarga sistem hukum civil
law, lebih mengarahkan kepada “Law as it is written in the books”.
Pola seperti ini makin mendapat penguatan pada abad ke–19, yakni
setelah Hans Kelsen mengintrodusir Ajaran Hukum Murni (Reine
Rechtslehre)-nya. Pola penalaran hukum seperti ini, masih sejalan
dengan akar historis yang dibangun sejak ilmu hukum Romawi.

22 Cristopher Columbus Langdell. Harvard Celebration Speeches. Dalam Law Quaterly Review.
1887 No. 3 P 123- 125.
MEMAHAMI HUKUM & HUKUM BISNIS 15

b. Sistem Common Law


Sistem hukum Common law23 lebih dikenal dengan sistem
hukum “Anglo Saxon” atau sistem hukum “Anglo-Amerika”, yang
mulai berkembang di Inggris pada abad ke-XI. Sistem hukum kini
sering juga disebut “Unwritten Law” (Tidak tertulis). Walaupun
disebut sebagai Unwritten law tetapi tidak semuanya benar,
karena di dalam sistem hukum ini dikenal pula adanya sumber-
sumber hukum yang tertulis (Statutes). Sistem hukum ini dalam
perkembangannya, melandasi pula hukum positif di negara-negara
Amerika Utara, seperti Kanada dan beberapa negara Asia yang
termasuk negara-negara persemakmuran Inggris dan Australia,
selain Amerika Serikat sendiri.
Dalam sejarahnya, sistem hukum ini berkembang di bawah
pengaruh sistem yang bersifat “Adversial”. Dalam sejarah England
berdasarkan keputusan pengadilan yang berdasarkan tradisi.
Custom dan preseden. Bentuk “reasoning” yang digunakan dalam
Common law dikenal dengan Casuistry atau case based reasoning.
Common law dapat juga berbentuk hukum tak tertulis ataupun
hukum tertulis seperti tertuang dalam Statutes maupun Codes.
Keaktifan hakim dalam keluarga sistem common law ini, justru
dituntut benar-benar. Dan Undang-undang bukanlah sesuatu
yang dapat diandalkan oleh mereka dalam menghadapi situasi
terberi (given situation) di pengadilan. Dalam pencarian sumber
hukum, perhatian mereka pertama tidak tertuju kepada Undang-
undang, akan tetapi lebih kepada konstelasi hubungan para pihak
yang bersengketa. Sekalipun ada undang-undang yang dapat
dijadikan acuan, akan tetapi hakim tetap diberikan kesempatan
untuk menemukan hukum lain di luar Undang-undang, dengan

23 Ungkapan “Common law” telah dipergunakan sejak abad ke-XIII untuk menyebutkan hukum
Inggris secara keseluruhan sebagai “Mukabalah”. (Kebiasaan-kebiasaan lokal yang berlaku
di daerah-daerah). Kemudian orang menyebutnya sebagai “Commune loy “(loi commune)
selama beberapa abad. Pada hakekatnya Common law adalah sebuah “judge made law”,
artinya hukum yang dibentuk oleh peradilan-peradilan oleh hakim-hakim kerajaan dan
dipertahankan berkat kekuasaan yang diberikan kepada preseden-preseden (putusan)
hakim-hakim. Dan Undang-undang nampaknya hampir tidak berpengaruh terhadap evolusi
common law ini. Lebih lengkap lihat dalam: John Gilessen & Frits Gorle. Sejarah Hukum. PT
Refika Aditama: Bandung, 2005. hlm: 348.
16 Pengantar hukum bisnis

berpandangan subjektif atas kasus-kasus yang tengah dihadapi.24


Cara berpikir pragmatis ini mengarahkan kepada hakim-hakim dari
keluarga sistem Common law untuk meletakkan nilai kemanfaatan
atau nilai daya guna pada tempat yang pertama. Kemanfaatan di
sini tentunya pertama-tama di lihat dari optik kepentingan para
pihak yang bersengketa, namun konsep pihak di sini juga diperluas,
khususnya dalam sengketa hukum publik. Pada kasus-kasus
demikian, hakim dituntut untuk menyelaraskan makna kemanfaatan
itu dengan kepentingan masyarakat, sehingga tercermin dimensi
keadilan dalam keputusannya. Untuk melembagakan semangat
berkeadilan inilah, antara lain lalu dihadirkan dewan juri di
pengadilan sebagai pranata khas Common law. Demikian juga
dengan eksistensi pranata “equity” yang lahir sebagai alternatif dari
pengadilan common law. Selanjutnya, agar nilai kepastian hukum
juga tercakup dalam putusan hakim, maka asas-asas preseden
yang mengikat (the binding force of precedent) diterapkan.
Hakim dalam sistem hukum ini, berfungsi tidak hanya sebagai
pihak yang bertugas menetapkan dan menafsirkan peraturan-
peraturan hukum saja, melainkan sangat besar yaitu membentuk
tata kehidupan seluruh masyarakat. Hakim dalam hal ini mempunyai
wewenang yang sangat luas dalam hal menafsirkan peraturan yang
berlaku dan menciptakan prinsip-prinsip hukum baru yang akan
menjadi pegangan bagi hakim lain untuk memutuskan perkara.
Profesi hakim, dalam sistem hukum ini lebih ‘elitis’ dari sistem Civil
law. Hakim diseleksi dari Bar Association, yang jauh lebih ketat
dari profesi hakim dalam Civil law. Maka dari itu, di negara-negara
keluarga sistem Common law, buku-buku teks hukum yang beredar
di sana-sini dipenuhi oleh analisis putusan hakim. Beda halnya
dengan negara penganut Civil law, buku teksnya terpaku kepada
analisis doktrinal atas hukum norma hukum positif. Dapat ditarik
perbedaanya, kalau dalam Common law, buku teks ilmu hukum
lebih condong kepada pendekatan “Problematik-Sistematika”.
Sedangkan dalam sistem, Civil law buku teksnya, lebih condong
“Sistematik-Problematik”. Maka cara berpikir dalam Common law

24 Peter de Cruz. Comparative Law in A Changing World. Op cit: 36.


MEMAHAMI HUKUM & HUKUM BISNIS 17

adalah “Induktif-Analogi”, dan dalam Civil law, lebih mengarahkan


kepada metode “Deduktif”.
Dari cara berpikirnya, dapat diketahui bahwa sistem hukum
ini dalam perkembangannya mulai meninggalkan arus besar yang
berakar pada ilmu hukum Romawi. Menurut para penyandang
ilmu hukum ini, ia lebih melihat kepada situasi-situasi konkret
di masyarakat daripada pertama-tama harus mengacu kepada
Undang-undang.
Yang menjadi sumber hukum dari sistem hukum Anglo-
Amerika adalah:
(1) Putusan-putusan hakim atau Pengadilan (judicial decisions).
Melalui putusan-putusan hakim yang mewujudkan keadilan,
maka prinsip-prinsip dan kaidah-kaidah hukum dibentuk dan
menjadi kaidah yang mengikat umum. Sumber hukum ini,
dikenal juga dengan “Judge-Made Law” atau “Case-law”
(2) Kebiasaan-kebiasaan dan peraturan tertulis undang-undang
serta peraturan administrasi negara, sumber hukum itu
dapat berupa: putusan hakim, kebiasaan, serta peraturan
administrasi. Peraturan ini tidak tersusun secara sistematik,
seperti yang ada pada civil law. Sumber hukum ini disebut
juga dengan “Custom”.

c. Sistem Hukum Adat


Suatu sistem hukum adat merupakan suatu bagian yang
integral dari sistem sosial secara menyeluruh. Dasar dari suatu
sistem hukum adat adalah sistem sosial yang menjadi wadahnya,
yang secara tradisional akan dapat dikembalikan pada faktor
kekerabatan dan wilayah daan kesatuan tempat tinggal. Sistem
sosial ini biasanya disebut masyarakat hukum adat atau persekutuan
hukum adat (adat-rechtsgemmeenschap) yang menurut Ter Har
adalah: kelompok-kelompok teraturan yang mempunyai sifat
tetap dengan pemerintahan sendiri dan dengan harta materil dan
immateril25 artinya sistem hukum adat ini merupakan sistem atas

25 Soerjono Soekanto. Kedudukan dan Peranan Hukum Adat Di Indonesia. PT Kurnia Esa:
Jakarta, 1985. hlm:25.
18 Pengantar hukum bisnis

dasar alam pikiran bangsa Indonesia yang sudah tentu berlainan


dengan alam pikiran yang menguasai alam pikiran hukum barat,
dan untuk memahami serta sadar akan hukum adat. Orang harus
menyelami dasar-dasar alam pikiran yang hidup dalam masyarakat
Indonesia sendiri.26 Jadi sistem hukum adat itu merupakan suatu
susunan yang teratur dari berbagai unsur, dimana unsur yang
satu dengan unsur yang lain secara fungsional saling bertautan.
Sehingga saling memberikan suatu kesatuan pengertian.27
Sistem hukum adat ini, apabila kita bandingkan dengan
hukum barat (hukum eropa) maka sistematika hukum adat
sangatlah sederhana, bahkan kebanyakan sistem hukum adat ini
tidaklah sistematis. Walaupun dengan demikian, sistem hukum
adat ini hampir mendekati sistem hukum Inggris (Anglo Saxon)
yang disebut dengan Common Law. Sistematikanya berbeda
dengan Civil law dari eropa kontinental, misalnya hukum adat tidak
mengenai perbedaan antara hukum publik dan hukum privat. Tidak
membedakan hak kebendaan dan hak perorangan, serta tidak
membedakan perkara perdata dan perkara pidana.28
Berlainan dengan hukum barat, hukum adat ini mempunyai
corak sebagai berikut:
1. Mempunyai sifat kebersamaan atau komunal yang kuat,
artinya manusia menurut hukum adat merupakan makhluk
dalam ikatan kemasyarakatan yang erat, rasa kebersamaan
ini meliputi seluruh lapangan hukum adat
2. Mempunyai corak religios-magis yang berhubungan dengan
pandangan hidup alam Indonesia

26 Soerojo Wignjodipoero. Pengantar dan Asas-asas Hukum Adat. PT. Gunung Agung: Jakarta,
1995, hlm: 68.
27 Hilman Hadikusuma. Pengantar Ilmu Hukum adat Indonesia. CV Mandar Maju: Bandung,
1992. hlm:39.
28 Djojodigoeno menjelaskan lebih lanjut bahwa di dalam negara Anglo-Saxon, di sana sistem
Common law, tidak lain dari sistem hukum adat, hanya bahannya berlainan. Dalam sistem
hukum adat bahannya adalah hukum Indonesia asli, sedangkan dalam sistem Common law
bahannya memuat tentang unsur-unsur hukum romawi kuno, yang konon katanya telah
mengalami Receprtio in Complexue. Lihat dalam: Djojodiguno. Kedudukan dan Peranan
Hukum adat Dalam Pembinaan Hukum Nasional. BPHN: Binacipta: Jakarta, 1976, hlm:30.
MEMAHAMI HUKUM & HUKUM BISNIS 19

3. Hukum adat diliputi oleh pikiran-pikiran alam yang serba


konkrit, artinya hukum adat sangatlah memperhatikan banyak-
nya perhubungan hidup
4. Hukum adat ini mempunyai sifat yang visual, artinya hubungan
hukum dianggap terjadi, oleh karena ditetapkan dengan suatu
ikatan yang dapat di lihat.

Dengan demikian, dapatlah dikarenakan bahwa suatu


masyarakat hukum adat atau persekutuan hukum adat merupakan
kesatuan masyarakat yang mempunyai kelengkapan-kelengkapan
untuk berdiri sendiri, yakni mempunyai kesatuan hukum, kesatuan
penguasa, dan kesatuan lingkungan hidup berdasarkan hak
bersama atas tanah air bagi semua warganya Yang menjadi aspek-
aspek pokok dari sistem hukum adat adalah mencakupi:29
1. Adanya pengaruh yang menentukan dari sistem sosial atau
sistem kemasyarakatan, yang dapat dikembalikan pada faktor
kekerabatan dan faktor ikatan tempat tinggal atau wilayah
2. Fungsi utamanya adalah untuk menyerasikan dan kewajiban
pribadi dengan hak dan kewajiban umum, serta alam semesta
3. Sistem hukum adat ini merupakan refleksi yang konkret dari
harapan masyarakat, yang didasarkan pada sistem-sistem
nilai yang berlaku
4. Sistem hukum adat merupakan sistem hukum yang tidak
tertulis
5. Adanya harmoni yang internal dan eksternal; dikenakannya
sanksi negatif, hanyalah merupakan suatu sarana untuk
mencapai tujuan itu
6. Hukum adat berorientasi pada kedudukan seseorang di dalam
hukum ajektif atau hukum acaranya
7. Cara pikiran dalam sistem hukum adat adalah bersifat “Induktif”.
8. Cita-cita tentang kedaulatan tidak diformulasikan sebagai suatu
yang secara mutlak dipenuhi. Cita-cita itu lebih diwujudkan
dalam konsepsi tentang dunia nyata, di mana manusia dan
alam semesta merupakan bagian dari suatu kesatuan yang
berdaulat serta menyeluruh.
29 Soerjono Soekanto. Kedudukan dan Peranan Hukum Adat Di Indonesia. Op cit: 27.
20 Pengantar hukum bisnis

Sistem hukum adat ini bersumber pada peraturan-peraturan


hukum yang tidak tertulis yang tumbuh dan berkembang serta
dipertahankan dengan kesadaran hukum masyarakat. Dan hukum
adat itu, mempunyai tipe yang tradisional dengan berpangkal
kepada kehendak nenek moyang. Untuk ketertiban hukumnya
selalu diberikan penghormatan yang sangat besar bagi kehendak
suci nenek moyang itu, karenanya keinginan untuk melakukan atau
tidak melakukan sesuatu selalu dikembalikan kepada pangkalnya
“kehendak suci nenek moyang” sebagai tolak ukur terhadap
keinginan yang dilakukan. Peraturan-peraturan hukum adat ini,
dapat juga berubah tergantung kepada kejadian-kejadian dan
keadaan hidup yang silih berganti. Perubahannya sering tidak
diketahui, bahkan kadang-kadang tanpa disadari oleh masyarakat.
Dari uraian di atas, dapat kita bedakan antara sistem hukum
adat dengan sistem hukum barat:
1. Dalam hukum barat mengenal: perbedaan hak atas benda yang
bersifat “zakelijk” artinya berlaku kepada tiap-tiap orang, jadi
merupakan hak mutlak atau hak absolut. (zakelijke rechtten) dan
perbedaan “Persoonlijke rechten” adalah hak atas sesuatu objek
benda yang hanya berlaku terhadap sesuatu orang lain tertentu,
jadi sifatnya relatif. Hak-hak dalam hukum adat perlindungan-
nya ada dalam tangan hakim, hakim wajib mempertimbangkan
kepentingan-kepentingan yang bersengketa itu;
2. Dalam hukum barat dikenal perbedaan antara hukum publik
dengan hukum privat. Hukum adat tidak mengenal perbedaan
ini;
3. Dalam hukum barat dikenal pelanggaran-pelanggaran dalam
dua golongan, yaitu pelanggaran yang sifatnya pidana harus
diperiksa oleh hakim pidana, dan pelanggaran yang sifatnya
perdata harus diperiksa oleh hakim perdata. Akan tetapi dalam
hukum adat, tidaklah dikenal dua macam pelanggaran ini. Tiap
pelanggaran dalam hukum adat membutuhkan perbaikan
hukum kembali dan hak hakim memutuskan upaya adat dan
harus digunakan untuk memulihkan hukum yang dilanggar itu.
MEMAHAMI HUKUM & HUKUM BISNIS 21

d. Sistem Hukum Islam


Pembicaraan hukum Islam sejak zaman Nabi, Khulafarrusyidin,
Imam mazdhab30 bahkan sampai sekarang (era kontemporer) ini
tetap menjadi pembahasan dalam menjawab dan menyelesaikan
persoalan hukum. Hal ini ditunjukan bahwa eksistensi hukum Islam
merupakan kebutuhan bagi pokok umat islam sekarang dan yang
akan datang.
Sistem hukum Islam pada mulanya dianut oleh masyarakat
Arab sebagai awal dari timbulnya dan penyebaran agama Islam.
Yang kemudian berkembang ke Negara-negara lain di Asia,
Afrika, Eropa dan Amerika secara individual atau kelompok.
Sedangkan untuk beberapa kelompok negara di Asia dan Afrika
perkembangannya sesuai dengan pembentukan Negara itu
yang berasaskan ajaran Islam. Hal ini bagi Indonesia, walaupun
mayoritas warganya beragam Islam, akan tetapi pengaruh Agama
Islam ini tidak besar pengaruhnya dalam bernegara.31
Sebelum Islam datang ke Indonesia, di Kepulauan Nusantara
ini. Sebelumnya sudah ada peradaban dan kebudayaan, yang
dibangun oleh kerajaan-kerajaan pada waktu itu. Pada abad ke-7
M, kerajaan pada waktu yang terbentuk adalah Kerajaan Sriwijaya
yang menguasai Nusantara, Kerajaan Tarumanegara di Jawa Barat,
Kerajaan Kutai di Kalimantan dan kerajaan Kedah di Semenanjung
Malaya. Kemudian setelah abad ke-7 M, di tanah Jawa muncul antara
lain Kerajaan Mataram, Kerajaan Kediri dan Kerajaan Singosari,
yang kemudian muncul Kerajaan Majapahit yang meliputi seluruh
Nusantara sebagaimana Kerajaan Sriwijaya Sebelumnya.32

30 Periodisasi hukum Islam sejak zaman Nabi Muhammad Saw. Dapat di lihat dalam buku: Jaih
Mubarok. Sejarah Dan Perkembangan Hukum Islam. PT. Remaja Rosda Karya: Bandung,
2000., Suparman Usman. Hukum Islam: Asas-Asas dan Pengantar Studi Hukum Islam
Dalam Tata hukum Indonesia. PT. Gaya Media Pertama, 2001. hlm 89-94.
31 Abdul Jamil memberikan komentarnya, bahwa Meskipun umat Islam mayoritas di Negeri
ini, akan tetapi ruang bagi penegakan hukum Islam, hanya tersedia di Pengadilan Agama.
Lihat dalam: Hukum Islam di Indonesia Setelah Pemberlakuan Undang-undang No.7 Tahun
1989. dalam: Jurnal Hukum Dan Keadilan. Universitas Islam Indonesia: Yogyakarta, Vol. I,
1998, hlm 83.
32 Periksa dalam Ruslan Abdul Gani. Sejarah Perkembangan Islam di Indonesia. Pustaka Antar
kota: Jakarta, 1983. hlm 20. Sementara sumber lain menyebutkan bahwa kerajaan-kerajaan
22 Pengantar hukum bisnis

Mengenai masuknya Islam ke nusantara ini, para ahli sejarah


banyak mengemukakan pendapatnya tentang kapan masuknya
Islam ke Nusantara ini. Pendapat pertama ada yang mengatakan
bahwa Islam datang ke Indonesia sejak abad pertama hijrriyah
(abad ke-7 M)33, namun ada yang mengatakan bahwa Islam datang
sekitar abad ke-4 Hijrriyah, karena pada tahun 650 M (masa
Khalifah Usman bin Affan) sudah ada yang datang orang Islam ke
Aceh34. Pendapat kedua mengatakan, bahwa Islam telah masuk
ke Indonesia sekitar abad ke-5 Hijriyah atau abad ke-13 M. hal ini
disimpulkan karena sekitar tahun 1292 M di Ferlec atau Peureula
atau disebut juga Perlak (Aceh), sudah ada yang masuk Islam, dan
kira-kira tahun 1927 M di Basem (Pasei) Sumatera Utara rajanya
sudah memeluk Islam yang bernama al-malik al-salih35. Sementara
masuknya Islam ke Tanah Jawa diperkirakan sudah terjadi pada
abad ke-10 M, melalui kota-kota pesisir. Islam telah datang ke
tanah Jawa jauh sebelum kedatangan Maulana Malik Ibrahami
yang wafat pada tahun 1419 M, dan makamkan digresik.
Hal itu membuktikan bahwa Islam telah datang jauh sebelum
Belanda menjajah Negeri ini. Namun sebelumnya, dalam sejarah ada
yang mengatakan bahwa sebelum kedatangan Islam ke Nusantara
ini, Indonesia sudah memiliki Hukumnya sendiri, yakni Hukum adat.
Dalam sejarah dikatakan bahwa hukum adat, telah lama berlaku di
tanah air kita ini. Waktu berlakunya tidak dapat ditentukan dengan
pasti, akan tetapi dapat dikatakan bahwa, jika dibandingkan dengan
sistem hukum Islam hukum adatlah yang pertama kali berlaku36.
tersebut muncul pada awal abad ke-5 M. dan di Indonesia dapat diketahui dari sejarah
kerajaan yang ada pada waktu itu, bahwa agama pertama kali yang datang ke Nusantara
ini adalah agama hindu. Kemudian pada abad ke-7 M muncullah negara yang nantinya
memegang peranan penting dalam percaturan politik di Asia Tenggara. Negara yang
dimaksud adalah Kerajaan Sriwijaya yang pada abad 5 telah berdiri, kerajaan sriwijaya ini
terletak di Palembang, yang menitik beratkan keagungan armadanya di lautan. Lihat dalam.
Nyoman Dekker. Perjuangan Bangsa Indonesia. Dalam: Santiaji Pancasila. Usaha Nasional:
Surabaya, 1991. hlm 98.
33 Pendapat ini disetujui oleh Ruslan Abdul Gani. Lihat dalam Ruslan Abdul Gani. Sejarah
Perkembangan Islam di Indonesia. Op cit.
34 Solihin Salam. Sejarah Islam di Jawa. Djajamurni: Jakarta, 1964. hlm 7.
35 Solihin Salam. Sejarah Islam di Jawa. Ibid: .
36 Sejarah hukum adat dapat dilihat dalam bukunya: Soerojo Wigjodipoero. Pengantar dan
Asas-asas Hukum Adat. PT. Gunung Agung: Jakarta, 1995. hlm 25-dst.
MEMAHAMI HUKUM & HUKUM BISNIS 23

sampai pada abad ke-14 penduduk di kepulauan nusantara ini


hidup dalam suasana Hukum adatnya masing-masing.
Secara global hukum Islam ini terbagi kepada: Pertama: fiqh
ibadat yang meliputi aturan tentang shalat, puasa, zakat, haji, nazar
dan sebagainya yang bertujuan untuk mengatur hubungan manusia
dengan Tuhannya. Ketentuan hukum Islam ini, semula ditentukan
oleh al-Qur’an, yang kemudian dijelaskan oleh Sunnah Rasul, yang
berupa ucapan, perbuatan, atau penetapannya dan kemudian
diformulasikan oleh para fukaha (ahli hukum) ke dalam, kitab-
kitab fikqh. Pada prinsipnya, dalam hukum seperti ini umat Islam
menerimanya secara ta’abbudy, yang artinya umat islam menerima
secara sepenuh hati, sesuai dengan ketentuan yang telah ada.37
Hukum Islam bagian kedua: adalah fiqh muamalat, adalah
hukum islam yang mengatur hubungan antara manusia dengan
sesamanya, seperti perikatan, sanksi hukum, dan aturan lainnya.
Agar terwujud keadilan dan ketertiban, baik secara perorangan dan
kemasyarakatan. Abdul Wahab Khalaf38 merinci hukum islam bagian
ini menjadi: Hukum Keluarga (ahwal al- syakhisiyah), Hukum Sipil
(al-ahkam al-madaniyah), Hukum Pidana (al-ahkam al-jinaiyah),
Hukum Acara (al-ahkam al-murafat), Hukum Ketatanegaraan (al-
ahkam al dusturiyah), Hukum Internasional (al-ahkam al-duwaliyah),
Hukum Ekonomi (al-ahkam al-iqtisadiyah wa al-maliyah).
Hukum Islam di Indonesia pernah diterima dan dilaksanakan
dengan sepenuhnya oleh masyarakat Islam. Meskipun didominasi
oleh fiqh Syafi’iah. Hal ini kata Rachmat Djatnika39 fiqh Syafi’iyah
lebih banyak dan dekat kepada kepribadian Indonesia. Namun
lambat laun, pengaruh madzhab hanafy, mulai diterima. Penerimaan
hukum Islam ini, dapat dilihat dari masa-masa kerajaan Islam awal.
Pada abad inilah kesultanan Islam, menurut Djatnika Hukum Islam
37 Hukum Islam bagian pertama ini yang mengatur tentang hubungan manusia dengan
Allah. Dapat dipelajari dalam bukunya R. Abdul Djamali. Hukum Islam. CV. Mandar Maju:
Bandung, 2002.
38 Abdul Wahab al-khalaf. ‘ilm Usul al-Fiqh. Maktabah al-dawah al-Islamiyah Syabab al-Azhar:
Jakarta, 1990. hlm 96. lihat pula dalam. Ahmad Rofik. Hukum Islam di Indonesia. PT
RajaGrafindo Persada: Jakarta, 1998. hlm 10-11.
39 Ahmad Rofik. Hukum Islam di Indonesia. Ibid: 12.
24 Pengantar hukum bisnis

sudah berlaku secara resmi sebagai hukum negara. Di Aceh atau


pada pemerintahan Sultan Agung hukum islam telah diberlakukan
walau masih tampak sederhana. Kemudian setelah belanda
menjajah Negeri Nusantara ini, perkembangan Hukum Islam
dikendalikan, dan sesudah tahun 1927 oleh belanda dihambat
perkembangannya di Negeri Nusantara ini.
Pada mulanya Penjajah Belanda sebelum datang ke Negeri
nusantara ini, mengira bahwa di Indonesia (Hindia-Belanda) waktu
itu masih hutan belantara, penuh dengan satwa tanpa hukum di
dalamnya, namun setelah mereka lihat ternyata tidaklah demikian.
Mereka menyaksikan kenyataan bahwa di Hindia Belanda sudah
ada hukum yang berlaku, yakni hukum agamanya masing-masing,
seperti Islam, hindu, dan Nasrani (di Maluku), di samping hukum
adat mereka. Hukum Islam sudah menjadi Hukum Nasional pada
kerajaan Islam Mataram (1613-1764 M) di bawah Sultan Agung.
Jadi dapat disimpulkan, bahwa jauh sebelum kedatangan
Belanda ini Hukum Islam sudah menjadi bagian dari sistem
hukum di negeri kita ini, di samping hukum adat. Pada waktu
kebangkitan hukum Islam di Negeri ini, umat Islam dengan
semangat kebersamaannya langsung mengadakan perlawanan
kepada penjajah Belanda yang masuk ke Indonesia ini. Sehingga
perjuangan Indonesia pertama dalam melawan penjajah itu, identik
dengan perjuangan bangsa Indonesia yang mayoritasnya Islam
untuk mengusir orang-orang belanda yang beragama Nasrani40
karena bersatunya umat Islam dalam menghadapi penjajahan
Belanda, akhirnya Belanda mengambil sikap dalam menghadapi
umat Islam tersebut, bagi kepentingan penjajahannya. Keadaan
ini, menyebabkan kegiatan mereka tidak bisa terhindar dari
terjadinya persentuhan dengan masalah agama Islam yang dianut
oleh sebagian besar bangsa Indonesia. Bagi Belanda, umat Islam
Indonesia merupakan musuh terbesar dan penghambat bagi
kepentingan mereka.

40 Anwar Harjono. Perjalanan Politik Bangsa: Menoleh ke Belakang Menatap masa Depan.
Gema Insani Press: Jakarta, 1997. hlm 16-dst.
MEMAHAMI HUKUM & HUKUM BISNIS 25

Keinginan mereka (Bangsa Belanda) yang keras untuk


tetap berkuasa di Hindia Belanda, mengharuskan mereka untuk
menemukan politik Islam yang tepat, karena sebagian besar
penduduknya adalah Islam. Dalam perang menaklukkan bangsa
Indonesia selama sekian lama, belanda menemukan perlawanan
keras, justru dari pihak-pihak Islam dipandangnya sebagai ancaman
yang harus dikekang dan ditempatkan di bawah pengawasan
yang ketat41. Akhirnya lewat Chiristian Snouck Hurgronje (1857-
1936), penjajah belanda menemukan politik hukumnya tersendiri
dalam menghadapi orang-orang Islam, menurutnya bahwa dalam
menghadapi orang-orang Islam, agar pemerintah Hindia Belanda
bersikap netral terhadap kegiatan (ibadah ritual) agama mereka,
dengan memberikan untuk kegiatan ibadahnya, namun tetap harus
bertindak tegas terhadap setiap perlawanan orang-orang Islam
tersebut. Kebijakan ini bermaksud untuk membangun ketentraman
dan kepentingan pemerintahan Hindia Belanda. Politik ini kemudian
dikenal dengan politik pemisahan antara agama dengan negara,
atau politik Sekuler.
Sistem hukum Islam seperti yang telah dijelaskan di atas,
semula dianut oleh masyarakat Arab sebagai awal dan timbulnya dan
penyebaran agama Islam. Yang kemudian berkembang di negara-
negara Asia, Afrika, Eropa dan Amerika latin secara individual dan
kelompok. Di kebanyakan Negara-negara yang menganut sistem
hukum islam ini, bersumberkan hukumnya kepada:
1. Al-Quran: Adalah kitab suci umat islam, isinya berupa
kumpulan wahyu Allah yang diterima oleh Nabi Muhammad,
melalui perantara malaikat Jibril. Sebagai asas- dan sumber
hukum Islam yang utama dan pertama Al- Quran ini diturunkan
Allah untuk menjadi petunjuk dan pengajaran bagi seluruh
umat manusia. Al-Quran, diturunkan oleh Allah kepada Nabi
Muhammad itu selama 23 tahun, 13 tahun ketika berada
di Mekah (suratnya di sebut surat ‘Makiyah’), yang isinya
kebanyakan mengatur masalah kepercayaan atau keimanan

41 Aqib Suminto. Politik Islam Hindia Belanda. LP3S: Jakarta, 1986 hlm 199.
26 Pengantar hukum bisnis

dan 10 tahun ketika berada di Madinah (Suratnya disebut


‘Madinah”), yang isinya kebanyakan mengatur kehidupan
manusia dalam hal muamalat, misalnya hukum jinayah. Al-
Quran ini terdiri sebagai kodifikasi, 30 juz (bagian), 114 Surah,
serta 6666 ayat.
2. Sunnah: adalah cara-cara hidup Nabi Muhammad sehari-hari.
Dan cara-cara ini menyangkut mengenai perkataan sebagai
ucapan (Sunnah al-qaul disebut juga sunnah al-qauliyah),
perbuatannya (Sunnah al-fi’il disebut juga sunnah fil’liyah)
dan keadaan diam (sunah as-sukut disebut juga sunnah
taqririyah) nabi. Dasar hukum Sunah sebagai sumber hukum
urutan kedua ini adalah: Surah (59) Al-Hasyar (7)
3. Idjma: adalah kebulatan pendapat (konsensus) para ulama
besar pada suatu masa dalam merumuskan suatu yang baru
sebagai hukum islam
4. Qiyas: Adalah mengambil suatu kesimpulan khusus dari dua
kesimpulan umum sebelumnya, artinya Qiyas ini menetapkan
suatu hukum dan masalah baru yang belum pernah disebutkan
hukumnya dengan memperhatikan masalah-masalah lama
yang sudah ada hukumnya yang mempunyai kesamaan pada
segi alasan dari masalah baru.

B. Mengenal Hukum Bisnis


1. Istilah & Pengertian Hukum Bisnis
Hukum Bisnis (HKBS), merupakan dua istilah yang
dipersatukan dari istilah bisnis, dan istilah hukum. Bisnis42 dalam
arti yang luas (global), merupakan istilah yang sangat umum, yang
menggambarkan semua aktivitas dan institusi yang memproduksi
barang dan jasa dalam kehidupan sehari-hari. Untuk memahami
42 Bisnis sebuah istilah bahasa inggris “Business”, secara leksikal istilah ini dapat berarti
“perusahaan”, “urusan”, atau “usaha”. Lihat dalam: John M. Echolos & Hasan Shadily,
Kamus Inggris Indonesia, Gramedia: Jakarta, 1992. Kata “Bisnis” itu sendiri diambil dari
bahasa Inggris “Business“ yang berarti kegiatan usaha. Dalam arti luas, kata bisnis sering
diartikan: sebagai keseluruhan kegiatan usaha yang dijalankan oleh orang atau badan secara
teratur dan terus menerus, yaitu berupa kegiatan mengadakan barang-barang atau jasa-
jasa maupun fasilitas-fasilitas untuk diperjualbelikan, dipertukarkan atau disewagunakan
dengan tujuan mendapatkan keuntungan.
MEMAHAMI HUKUM & HUKUM BISNIS 27

pengertian bisnis secara global, dalam bagian ini kami akan


menguraikan dua definisi dari pakar bisnis, yakni:
Huat T Chewee (1990)43
Mendefinisikan bisnis sebagai suatu sistem yang memproduksi
barang dan jasa untuk memuaskan kebutuhan masyarakat kita
(business is then simply a system that produces goods and service to
satisfy the needs of our society).

Griffin & Ebert (1996)44


Bisnis merupakan suatu organisasi yang menyediakan batang
atau jasa yang bertujuan untuk mendapatkan keuntungan. Laba
dalam hal ini diperoleh dari selisih antara penerimaan bisnis
dengan biaya-biaya yang dikeluarkan.

Istilah “sistem bisnis”45, yang dipergunakan dalam definisi


yang pertama, itu berarti ada suatu harapan suatu hubungan
yang saling mengisi antara bisnis dan pilihan kebutuhan dalam
masyarakat kita, setiap tindakan pada bisnis, akan berakibat pada
suatu sistem sosial yang lebih besar, dalam hal ini tentunya sistem
bisnis berhubungan dengan sistem politik, sistem ekonomi, dan
sistem hukum.46
43 Amirullah & Imam Hardjanto, Pengantar Bisnis, Graha Ilmu: Yogyakarta, 2005, hlm: 2.
44 Ricky W. Griffin & Ronald J. Ebert, Business, 4th edition: Prentice Hall, 1998.
45 Istilah “Sistem Bisnis”, dikenal juga dengan istilah lingkungan perusahaan (business
environment), lingkungan perusahaan, dapat diartikan sebagai kekuatan-kekuatan
yang mempengaruhi, baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap kinerja
perusahaan. Robin & Coluter, mengatakan bahwa lingkungan perusahaan, merujuk pada
lembaga-lembaga atau kekuatan-kekuatan yang berada di luar perusahaan tersebut dan
secara potensial mempengaruhi kinerja perusahaan. Lihat dalam: Robbins & Coulter,
Management,I 5th en, Prentice: Hall International, 1996.
46 Sistem sosial yang dimaksud adalah, lingkungan perusahaan yang langsung dan lingkungan
perusahaan yang tidak langsung, atau juga disebut lingkungan makro (macroenvironment);
dan lingkungan mikro (microenvironment). Michael E Porter, Dalam bukunya yang
berjudul “Competitive Advantage: Creating and Sustaining superior performance, New
York: Free Press, 1980, beliau mengatakan bahwa, lingkungan bisnis dapat dibagi menjadi
dua kategori, yakni lingkungan eksternal dan lingkungan internal. Lingkungan eksternal
terbagi menjadi dua kategori, yakni lingkungan umum, yang meliputi faktor-faktor politik,
sosial, budaya, demografi, ekonomi, alam dan teknologi serta faktor hukum dan lingkungan
industri, meliputi, faktor-faktor, pemerintah, pemasok, pelanggan, pesaing, serta lembaga
keuangan Sementara lingkungan internal perusahaan merupakan aspek-aspek yang ada
dalam perusahaan (bisnis), yang meliputi antara lain: aspek keuangan, SDM, pemasaran,
operasional serta aspek perusahaan itu sendiri.
28 Pengantar hukum bisnis

Sementara pengertian bisnis yang kedua, dari pendapatnya


Griffin & Ebert, bahwa kegiatan bisnis lebih menitikberatkan
kepada kemampuan menghasilkan (produce) serta pencapaian
tingkat keuntungan atau laba, maka dengan demikian organisasi
bisnis yang sukses adalah organisasi yang memenuhi kebutuhan
masyarakat dan perusahaan yang memperoleh keuntungan dari
transaksi tersebut.
Dari kedua definisi tersebut di atas, dapat kami artikan sebagai
sebuah kegiatan yang dilakukan oleh individu atau oleh kelompok
orang (organisasi), yang menciptakan nilai (create of value), melalui
penciptaan barang dan jasa (create of good and service) untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat, dan memperoleh keuntungan
melalui transaksi.
Kegiatan bisnis sering diartikan sebagai seluruh kegiatan
usaha yang dijalankan oleh orang atau badan secara teratur, terus
menerus, yakni berupa kegiatan mengadakan barang atau jasa,
maupun fasilitas-fasilitas untuk diperjualbelikan, dipertukarkan,
atau disewagunakan dengan mendapatkan keuntungan yang lebih
besar dari modal yang dikeluarkan.
Secara garis besar kegiatan bisnis dapat dikelompokkan
menjadi lima bidang usaha, diantaranya:
1. Bidang industri, misalnya pabrik radio, TV, Motor, Mobil, Tekstil,
misalnya:
2. Bidang perdagangan agen, makelar, toko besar, toko kecil
3. Bidang jasa, misalnya: konsultan, penilai, akuntan, biro
perjalanan, perhotelan.
4. Bidang Agraris, misalnya: pertanian, peternakan, perkebunan,
dan lain-lain
5. Bidang Ekstraktif, misalnya: pertambangan, penggalian.

Persoalan hukum, di tengah-tengah para pelaku bisnis


sangatlah penting eksistensi, apa itu hukum?, sudah kita bahas di
muka. Namun pada intinya hukum adalah, Ketentuan/aturan yang
berguna sebagai sarana pengendali dan penyeimbang perubahan-
perubahan dalam masyarakat (kontrol sosial), sebagai sarana social
MEMAHAMI HUKUM & HUKUM BISNIS 29

engineering, sarana emansipasi, sarana legitimasi, dan sarana


pendistribusi keadilan.
Sebagai langkah awal untuk memahami HKBS, definisi kami
tersebut di atas, cukup sederhana dan mudah untuk dipahami baik
oleh orang hukum itu sendiri, ataupun oleh orang ekonomi. Sebab
definisi yang kami uraikan di atas, berangkat dari konstruktivisme,
atau seperangkat bangunan dasar, atau sekumpulan undang-
undang, jika kita berbicara undang-undang, maka jelas undang-
undang itu sudah pasti dibuat oleh lembaga yang berwenang
membuatnya, tentunya dalam hak ini adalah lembaga legislatif.
Undang-undangnya berbicara masalah bisnis, atau perusahaan,
yang dahulu dikenal dengan istilah hukum dagang.
Untuk melengkapi pengertian hukum bisnis, berikut ini kami
akan menguraikan beberapa pengertian yang sudah mendapatkan
pengakuan dari para ahli hukum;
Munir Fuady (2005)47
HKBS adalah suatu perangkat kaidah hukum (termasuk
enforcement), yang mengatur tentang tata cara pelaksanaan
urusan atau kegiatan dagang, industri, atau keuangan yang
dihubungkan dengan produksi atau pertukaran barang atau
jasa dengan menempatkan uang para entrepreneur dalam resiko
tertentu dengan usaha tertentu dengan motif (dari entrepreneur
tersebut) adalah untuk mendapatkan keuntungan tertentu.

Apa yang dimaksud HKBS oleh Munir Fuady tersebut di


atas, pada intinya ingin menjelaskan bahwa aturan hukum itu
harus mengatur berbagai macam kegiatan yang berada dalam
lingkup bisnis (perusahaan), dan kegiatan bisnis tersebut haruslah
memperoleh keuntungan dari kegiatan peredaran uang di dalamnya.
Konteksnya lebih mengarahkan kepada hasil atau tidaknya, jika
suatu kegiatan tidak menghasilkan uang dari peredaran uang di
dalamnya, maka hal tersebut bukanlah kegiatan bisnis, dan tidak
termasuk kedalam lingkup hukum bisnis.
47 Munir Fuady. Pengantar Hukum BIsnis: Menata Bisnis di Era Global, PT. Citra Aditya Bakti:
Bandung, 2005, hlm: 2-3.
30 Pengantar hukum bisnis

Mengapa Munir Fuady mengatakan bahwa harus ada


keuntungan di dalam kegiatannya tersebut, sebab kami tafsirkan
bahwa sebelumnya, orang berbicara bukan HKBS, akan tetapi
orang lebih dekat kepada pengertian Hukum Dagang (HKDG),
atau dengan sebutan Hukum Perniagaan, yang diterjemahkan
dari istilah “Commercial law”, sedangkan hukum dagang itu sendiri
terjemahan dari istilah “Trade law”.
Istilah hukum dagang, biasanya mengacu kepada KUHD
(Kitab Undang-Undang Hukum Dagang), akan tetapi cakupannya
yang berhubungan dengan kegiatan bisnis sangatlah sedikit.
Misalnya, peraturan tentang bisnis yang ada di luar KUHD seperti
ketentuan tentang pasar modal, jual beli komersial, perdagangan
internasional, antitrust, perpajakan, investasi di dalam dan di luar
negeri, ketentuan-ketentuan tersebut tidaklah terjangkau oleh
hukum dagang. Pembahasan masalah ini hanya dapat dijangkau
oleh HKBS. Dengan melihat uraian ini, maka sebenarnya definisi
dari Munir Fuady, tersebut di atas, dapat kita persempit menjadi
“hukum bisnis adalah, hukum yang berkenaan dengan bisnis”, usaha
dagang di atas, termasuk juga ke dalam pengertian bisnis, jadi
HKBS, merupakan perkembangan dari HKDG.

2. Sumber Hukum Bisnis


Sumber hukum bisnispun tidak jauh berbeda dengan sumber
hukum secara umum, namun sumber hukum yang dimaksud
tentunya berkaitan dengan masalah bisnis. Misalnya:
1. Undang-undang yang mengatur seluruh, atau sebagian dari
kegiatan bisnis
2. Perjanjian bisnis
3. Kebiasaan para pelaku bisnis dalam menjalankan kegiatan bisnis
4. Pendapat para ahli hukum bisnis
5. Yurisprudensi tentang bisnis

Undang-undang yang berkaitan dengan masalah bisnis


misalnya: KUH-Perdata, KUHD, UU No. 8 Tahun 1997 tentang
dokumen perusahaan, UU No. 40 Tahun 2007 tentang PT (perseroan
MEMAHAMI HUKUM & HUKUM BISNIS 31

Terbatas), UU No. 5 Tahun 1999 tentang Persaingan Usaha.


Perjanjian bisnis, misalnya meliputi perjanjian bisnis internasional.

3. Tujuan Hukum Bisnis


Jika kita membicarakan tentang tujuan HKBS, maka
pembicaraan kita tidak lepas dari tujuan hukum secara umum.
Dalam ilmu hukum, sebenarnya hukum bukanlah merupakan
tujuan, tetapi alat untuk mencapai tujuan. Yang mempunyai tujuan
adalah manusia. Akan tetapi karena manusia sebagai anggota
masyarakat tidak mungkin dapat dipisahkan dengan hukum, maka
yang dimaksud dengan tujuan hukum adalah manusia dengan
hukum sebagai alat untuk mencapai tujuan.
Mengenai tujuan hukum, di bawah ini akan diuraikan beberapa
pendapat tentang tujuan hukum dari pakar hukum
L. J. van Apeldoorn48, mengatakan bahwa:
Tujuan hukum adalah pengaturan kehidupan masyarakat secara
adil dan damai dengan mengadakan keseimbangan antara hak
dan kewajiban.

Jauh sebelum itu, Aristoteles (284-322), dalam bukunya yang


berjudul Nicomachean Ethic49, Mengatakan bahwa:
Tujuan hukum adalah semata-mata mewujudkan keadilan50,
keadilan dalam pengertian “ius suum cuique tribuere”, yang artinya
memberikan kepada setiap orang apa yang menjadi bagian atau
48 L. J. van Apeldoorn, Pengantar Ilmu Hukum, PT. Pradnya Paramita: Jakarta, 19993. Hlm: 20-
22.
49 Aristoteles, The Nicomachean Ethics, Oxfrod University Press, 1998.
50 Keadilan menurut Aristoteles dapat dibagi menjadi dua bentuk, pertama; keadilan
distributive, adalah keadilan yang memberikan kepada setiap orang jatah menurut jasanya,
ia tidak menuntut supaya tiap-tiap orang mendapatkan bagian yang sama banyaknya,
bukan persamaan, melainkan persebandingan. Dengan kata lain keadilan distributife
adalah; keadilan yang menguasai atau mengatur hubungan antara warga masyarakat dengan
masyarakat sebagai kesatuan (negara), atau apabila diterjemahkan lebih lanjut keadilan
distributife adalah kewajiban pimpinan suatu organisasi atau lembaga untuk memberikan
kepada para anggotanya beban sosial, fungsi, imbalan, balas jasa, serta kehormatan secara
proporsional atau seimbang sesuai dengan kecakapan dan jasanya, bukan berdasarkan
asumsi “like or dislike”. Kedua; keadilan komutatif (commutatief), adalah keadilan yang
memberikan jatah kepada setiap orang sama banyaknya tanpa harus mengingat jasa-jasa
32 Pengantar hukum bisnis

haknya. Atau slogan lengkapnya berbunyi, “Iustitia est constans


et perpetua voluntas ius suum cuique tribuere”, Bahwa bagian atau
hak dari setiap orang tidak akan selalu sama, artinya keadilan
itu bukanlah penyamarataan, sebab jika terjadi penyamarataan,
maka akan terjadi ketidakadilan yang luar biasa.

Teori keadilan menurut Aristoteles tersebut, mendasarkan


paham keadilan kepada teorinya yang sering disebut sebagai
Teori Etis, yakni teori yang mengajarkan bahwa suatu hukum yang
berlaku bagi suatu bangsa tertentu haruslah berdasarkan pada
kesadaran etis bangsa yang seyogyanya menelurkan pandangan-
pandangan yang benar akan nilai-nilai kehidupan yang baik.
Jeremy Bentham (1780) dalam bukunya “Introduction to the
principles of morals and legislation”, mengatakan bahwa:
Hukum bertujuan untuk mewujudkan apa yang berfaedah
atau apa yang sesuai dengan daya guna (efektif), adagium yang
terkenalnya adalah “the greatest happiness for the greatest number”,
kebahagiaan yang terbesar untuk jumlah yang terbanyak.

Dari tujuan hukum menurut Jeremy Bentham tersebut di atas,


sebetulnya apa yang diungkapkan oleh Jeremy Bentham, yang
beraliran Utilities (aliran kegunaan), bahwa tujuan hukum adalah
untuk mengabdikan kepada kegunaan, yakni kegunaan yang dapat
dinikmati oleh masyarakat dalam kadar setinggi mungkin.
Mochtar Kusumatmadja, mengatakan bahwa:
Tujuan hukum adalah berdasarkan cita hukum Pancasila, adalah
melindungi manusia secara pasif (negatif) dengan mencegah
tindakan sewenang-wenang. Dan secara aktif (positif) dengan
menciptakan kondisi kemasyarakatan yang manusiawi, yang
memungkinkan proses kemasyarakatan berlangsung secara
wajar sehingga secara adil tiap manusia memperoleh kesempatan
yang luas dan sama untuk mengembangkan seluruh potensi
kemanusiaan secara utuh.
perseorangan. Keadilan semacam ini memegang peranan dalam tukar menukar barang dan
jasa, yang sedapat mungkin terdapat persamaan antara apa yang dipertukarkan.
MEMAHAMI HUKUM & HUKUM BISNIS 33

4. Ruang Lingkup Hukum Bisnis


Istilah HKBS, sejak dari awal pembahasan buku ini sudah
dijelaskan bahwa istilah tersebut merupakan istilah lain dari
Trade law, Commercial law, serta Economic law. Maka secara
tidak langsung kajian hukum bisnispun merupakan penjabaran,
perluasan dari kajian hukum ekonomi atau hukum dagang. Akan
tetapi, HKBS saat ini telah memiliki kajiannya tersendiri.
Menurut Steven R. Schuit dalam bukunya yang berjudul Dutch
Business law51, bahwa HKBS mencakupi hal-hal sebagai berikut:
1. Moratorium and bankruptcy
2. The profession (legal, accounting, tax)
3. Chois of law; Jurisdiction, enforcement of foreign judgements
4. Contract
5. Real property transaction
6. Agents, distributors, commission agent
7. Company law
8. Accounting, filing and auditing requirement
9. Work council
10. Merger, takeovers, and joint venture
11. EEC and Ducth antitrust
12. Investment incentives and business regulations
13. Exchange control
14. Banking institutions and finance companies
15. Capital raising and financing contract
16. Foreign trade
17. Oil and gas
18. Industrial and property rights
19. Product regulations and liability
20. Insurance practices
21. Zoning, building pem, its and environmental regulations,
22. Labour
23. Social security
24. Taxation
51 Steven R. Schuit, Dutch Business Law, Legal, Accounting and Tax Aspects of Business in The
Netherlands, Deventer, 1993.
34 Pengantar hukum bisnis

Arthur Lewis dalam bukunya yang berjudul “introduction to


Businnes Law52”, mengatakan bahwa ruang lingkup HKBS adalah
meliputi:
1. Arbitrase
2. Hukum kepranataan
3. Hukum persekutuan perdata
4. Hukum Perusahaan
5. Hukum kontrak
6. Hukum Ketenagakerjaan
7. Hukum Asuransi
8. Hukum hak kekayaan intelektual
9. Hukum surat berharga.

Munir Fuady, dalam bukunya yang berjudul “Pengantar Hukum


Bisnis: Menata Bisnis Modern di Era Global”53, mengatakan bahwa
ruang lingkup HKBS adalah:
1. Kontrak bisnis
2. Jual beli
3. Bentuk-bentuk perusahaan
4. Perusahaan go public dan Pasar modal
5. Penanaman modal asing
6. Kepailitan dan likuidasi
7. Merger dan akuisisi
8. Perkreditan dan pembiayaan
9. Jaminan utang
10. Surat berharga
11. Perburuhan
12. Hak atas kekayaan intelektual
13. Anti monopoli
14. Perlindungan konsumen
15. Keagenan dan distribusi
16. Asuransi
17. Perpajakan
18. Penyelesaian sengketa bisnis
52 Arthur Lewis, Introduction to Businness Law, Tudor Business Publishing Ltd, 1998.
53 Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis: Menata Bisnis Modern di Era Global. Op cit, hlm: 2-3.
MEMAHAMI HUKUM & HUKUM BISNIS 35

19. BIsnis internasional


20. Hukum pengangkutan (darat, laut, udara, dan multimoda).

Kegiatan bisnis menurut Sudaryat54 selalu diawali oleh adanya


kesepakatan bisnis yang tertuang dalam suatu perjanjian berbentuk
tertulis yang lazim dinamakan dengan kontrak, agar suatu kontrak
yang dibuat oleh para pihak menjadi syah secara hukum, maka
pembuatan kontrak harus memperhatikan ketentuan-ketentuan
dalam KUH-perdata, yakni terdapat dalam Buku III KUH-perdata,
tentang perikatan.
Dalam suatu kegiatan bisnis, sudah pasti memerlukan wadah
sebagai tempat untuk berbisnis, dan wadah tersebut merupakan
bentuk usaha yang meliputi perusahaan perseorangan, persekutuan
perdata, firma, persekutuan comanditer (CV), perseroan terbatas
(PT), serta koperasi. Suatu kegiatan bisnis selalu berkaitan dengan
Hak kekayaan intelektual, seperti merek, paten, desain industri,
serta rahasia dagang.
Dalam menjalankan sebuah kegiatan bisnis, maka para pelaku
bisnis, dapat meminta bantuan atau dukungan pihak Bank, pihak
pelaku bisnis dapat mengajukan kredit kepada Bank. Sirkulasi
bisnis yang terakhir adalah, tidak selamanya usaha yang digeluti
berjalan lancar, Bisnis yang dilakukan dapat saja mengalami
kebangkrutan, untuk itu para pelaku bisnis juga harus memahami
bagaimana hukum kepailitan.
Dari uraian tersebut, maka ruang lingkup HKBS menurut
Sudaryat adalah:
1. Hukum Kontrak
2. Hukum perusahaan
3. Bentuk-bentuk perusahaan
4. Haki (Hak Kekayaan Intelektual)
5. Bank
6. Kontrak Dagang
7. Persaingan usaha

54 Sudaryat, Hukum Bisnis: Suatu Pengantar, Op cit: 6-7.


36 Pengantar hukum bisnis

8. Perlindungan konsumen
9. Kepailitan
10. Penyelesaian sengketa bisnis.

Dari berbagai literatur HKBS yang kami teliti, ruang lingkup


HKBS itu kami rumuskan sebagai berikut:
1. Hukum tentang bisnis
2. Etika dalam berbisnis
3. Komunikasi dalam berbisnis
4. Hukum kontrak bisnis
5. Bentuk organisasi dalam bisnis
6. Restrukturisasi perseroan
7. Hukum kepailitan
8. Hukum kekayaan intelektual (HAKI)
9. Hukum perbankan
10. Hukum perlindungan konsumen
11. Hukum ketenagakerjaan
12. Hukum lingkungan hidup
13. Pencucian uang (money laundering)
14. Kejahatan pasar modal
15. Penyelesaian sengketa bisnis.
BAB
Dua

HUKUM KONTRAK

A. Perihal Hukum Kontrak


1. Definisi Kontrak dan Kontrak Bisnis
Kontrak berawal dari perbedaan kepentingan diantara mereka
yang berkontrak. Hubungan kontraktual yang terjadi pada dasarnya
diawali dengan proses negosiasi antara mereka dan dalam
negosiasi yang dilakukan menjadi sarana, untuk membicarakan
hal-hal yang mereka inginkan dan mempertemukan berbagai
kepentingan melalui proses tawar-menawar. Kepastian hukum
dan keadilan akan terwujud dalam suatu kontrak bisnis perbedaan
kepentingan yang ada diantara mereka dapat terangkum melalui
mekanisme hubungan kontraktual yang bekerja secara porsi yang
tepat.1
1 Agus Yudha Hernoko, Hukum Perjanjian: Asas Proporsionalitas dalam Kontrak Komersial,
Kencana Prenada Group, Jakarta, 2009, hlm. 1.
38 Pengantar hukum bisnis

Kontrak atau contract dan dalam bahasa Belanda dikenal


dengan istilah overeenkomst-strecht. Lawrence M. Friedman
mengartikan hukum kontrak adalah; Perangkat hukum yang hanya
mengatur aspek tertentu dari pasar dan mengatur jenis perjanjian
tertentu.
Secara umum dikenal dengan perjanjian. Kontrak merupakan
peristiwa yang terjadi antara dua orang atau lebih saling berjanji
untuk melakukan atau tidak melakukan suatu perbuatan tertentu.
Mereka yang telah bersepakat (consensus) untuk mengikat diri
dalam sebuah perjanjian mengenai hal-hal yang diperjanjikan
mesti dipenuhinya (tidak ingkar janji), mengingat perjanjian itu
menimbulkan hubungan hukum. Kontrak atau perjanjian yang
dibuat menimbulkan hak dan kewajiban bagi mereka (para pihak)
yang membuat kontrak. Mengingat kontrak (sah) yang dibuat
merupakan sumber hukum formal bagi para pihak.2
Lawrence M. Friedman tidak menjelaskan lebih lanjut aspek
tertentu dari pasar dan jenis perjanjian tertentu. Apabila dikaji
aspek pasar, tentunya kita akan mengkaji dari berbagai aktivitas
bisnis yang hidup dan berkembang dalam sebuah market. Di
dalam berbagai market tersebut maka akan menimbulkan berbagai
macam kontrak yang dilakukan oleh para pelaku usaha. Ada pelaku
usaha yang mengadakan perjanjian jual beli, sewa-menyewa,
beli sewa, leasing, dan lain-lain. Kemudian, Michael D Bayles
mengartikan contract of law atau hukum kontrak adalah Might
then be taken to be the law pertaining to enforcement of promise or
agreement. (Michael D. Bayles, 1987:143). Artinya, hukum kontrak
adalah sebagai aturan hukum yang berkaitan dengan pelaksanaan
perjanjian atau persetujuan.
Hukum kontrak merupakan suatu aturan hukum yang
memiliki peranan penting dalam hubungan hukum bisnis dan
mereka yang menjalankan bisnis (pengusaha). Realitas dewasa
ini tiada aktivitas bisnis yang terkait dengan pengusaha dalam
pertukaran kepentingan mereka tidak didasarkan atas kontrak.
2 Abdul R. Saliman, Hukum Bisnis untuk Perusahaan “Teori dan Contoh Kasus”, Kencana Prenada
Media Gruop, Jakarta, 2005, hlm. 45.
HUKUM KONTRAK 39

Oleh karena itu, kontrak memiliki daya jangkau yang sangat


luas, dalam arti menjangkau sangat luas hubungan masyarakat,
khususnya hubungan para pengusaha yang menimbulkan hak dan
kewajiban mereka dalam rangka menciptakan kepastian hukum
dalam rangkaian proses bisnis dan tujuan yang diinginkan yaitu
mendapatkan keuntungan.
Dalam kehidupan sehari-hari, manusia sebagai makhluk
sosial selalu melakukan hubungan dengan manusia lainnya dalam
rangka untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, baik yang bersifat
materiil maupun immateriil. Dari sekian banyak hubungan yang
dilakukan antar individu itu, salah satu berupa perjanjian yang
diatur dan diberi akibat oleh hukum.
Perjanjian, merupakan salah satu hubungan hukum yang
sering dilakukan dalam pergaulan hidup di dalam masyarakat.
Hampir semua bentuk kegiatan dan hubungan yang dilakukan
antara orang yang satu dengan yang lain dalam masyarakat adalah
berupa perjanjian.
Kontrak atau perjanjian merupakan salah satu dari dua
dasar hukum yang ada selain dari undang-undang yang dapat
menimbulkan perikatan. Perikatan adalah suatu hubungan hukum
yang mengingat satu atau lebih subjek hukum dengan kewajiban-
kewajiban yang berkaitan satu sama lain. Perikatan yang lahir
karena undang-undang mencakup misalnya kewajiban seorang
ayah untuk menafkahi anak yang dilahirkan istrinya.
Bagian ini perlu menjelaskan hubungan antara kontrak,
perjanjian dan perikatan. Perikatan adalah;
Suatu perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak,
berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu
hal dan pihak yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk
memenuhi tuntutan itu. Pihak yang berhak menuntut sesuatu,
dinamakan kreditur atau si berpiutang, sedangkan pihak yang
berkewajiban memenuhi tuntutan dinamakan debitur atau si
berutang.3
3 Subekti, Hukum Perjanjian, PT. Intermasa: Jakarta, 2013, hlm: 1 – 6.
40 Pengantar hukum bisnis

Hubungan antara dua orang atau dua pihak tersebut, adalah


suatu perhubungan hukum, yang berarti bahwa hak si berpiutang
itu dijamin oleh hukum atau undang-undang. Apabila tuntutan itu
tidak dipenuhi secara sukarela, si berpiutang dapat menuntutnya
di depan Pengadilan. Sementara itu yang dimaksud dengan
Perjanjian adalah;
Suatu peristiwa di mana seorang berjanji kepada seorang lain
atau di mana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan
sesuatu hal. Dan peristiwa ini, timbullah suatu hubungan antara
dua orang tersebut yang dinamakan perikatan.4

Perjanjian itu menerbitkan suatu perikatan antara dua orang


yang membuatnya. Dalam bentuknya, perjanjian itu berupa
suatu rangkaian perkataan yang mengandung janji-janji atau
kesanggupan yang diucapkan atau ditulis. Dengan demikian,
hubungan antara perikatan dan perjanjian adalah bahwa perjanjian
itu menerbitkan perikatan. Perjanjian adalah sumber perikatan, di
sampingnya sumber-sumber lain. Suatu perjanjian juga dinamakan
persetujuan, karena dua pihak itu setuju untuk melakukan
sesuatu. Dapat dikatakan bahwa dua perkataan (perjanjian dan
persetujuan) itu adalah sama artinya. Perkataan kontrak, lebih
sempit karena ditujukan kepada perjanjian atau persetujuan yang
tertulis. Perjanjian merupakan sumber terpenting yang melahirkan
perikatan. Memang, perikatan itu paling banyak diterbitkan oleh
suatu perjanjian, tetapi sebagaimana sudah dikatakan di atas, ada
juga sumber-sumber lain yang melahirkan perikatan. Sumber-
sumber lain ini tercakup dengan nama undang-undang. Jadi, ada
perikatan yang lahir dan “perjanjian” dan ada perikatan yang lahir
dan undang-undang.
Bahwa realitas yang tidak terhindarkan disebabkan terdapat
ketidakseimbangan dalam berkontrak (klausul-klausul) terutama
kontrak-kontrak konsumen dalam bentuk standar/baku. Yang
mana di dalamnya memuat klausul-klausul yang isinya telah
ditetapkan oleh kreditur seperti dalam praktik di lingkungan
4 Subekti, Hukum Perjanjian, Ibid; hlm: 1 – 6.
HUKUM KONTRAK 41

perbankan, bisnis perasuransian dan lainnya. Dalam klausul-


klausul tersebut mewajibkan nasabah untuk tunduk terhadap
segala petunjuk dan peraturan bank, baik yang sudah ada atau
yang akan diatur kemudian, atau klausul yang membebaskan bank
dari kerugian nasabah sebagai akibat tindakan bank. Sebagai
contoh dalam kontrak sewa beli,5 adanya klausul yang berisi
kewajiban pembayaran seluruhnya dan seketika apabila pembeli
sewa menunggak pembayaran dua kali berturut-turut.
Namun demikian memenuhi janji atas suatu perjanjian yang
telah disepakati merupakan hal penting, sebab suatu janji harus
dipertanggungjawabkan. Sebagaimana firman Allah yang artinya:
Penuhilah janji karena pasti dimintakan pertanggungjawaban. (QS
Al Isra’ (17). Roscoe Found6 menyatakan bahwa “memenuhi janji”
adalah sesuatu yang penting dalam kehidupan sosial. Suatu janji
adalah suatu pernyataan tentang sesuatu kehendak yang akan
terjadi atau tidak terjadi pada masa yang akan datang.
Janji merupakan pernyataan yang dibuat oleh seseorang
kepada orang lain yang menyatakan suatu keadaan tertentu
atau yang terjadi, atau yang akan melakukan suatu perbuatan
tertentu. Mereka terikat pada janjinya sendiri dan mengikat serta
menimbulkan utang yang harus dipenuhi oleh para pihak yang
membuatnya.
Dari uraian di atas, mengenai kontrak bisnis dapat dipahami
bahwa kontrak bisnis merupakan wujud dari perbedaan
kepentingan yang terakomodir dalam kontrak yang disesuaikan
dengan ketentuan hukum yang berlaku yang mengikat para pihak.

2. Syarat syahnya Perjanjian dan Fungsi Hukum


Kontrak
Kontrak atau perjanjian merupakan salah satu dari dua
dasar hukum yang ada selain dari undang-undang yang dapat
5 Sri Gambir Melati Hatta, Beli Sewa sebagai Perjanjian Tak Bernama: Pandangan Masyarakat
dan Sikap Mahkamah Agung Indonesia, Alumni, Bandung, 2002, hlm. 12-17.
6 Ridwan Khairandy, Hukum Kontrak Indonesia dalam Perspektif Perbandingan (Bagian Pertama),
FH UII Press, Yogyakarta, 2013, hlm. 57.
42 Pengantar hukum bisnis

menimbulkan perikatan. Perikatan adalah suatu hubungan hukum


yang mengingat satu atau lebih subjek hukum dengan kewajiban-
kewajiban yang berkaitan satu sama lain. Perikatan yang lahir
karena undang-undang mencakup misalnya kewajiban seorang
ayah untuk menafkahi anak yang dilahirkan istrinya. Syarat
syahnya suatu perjanjian secara umum diatur dalam pasal 1320
KUH Perdata terdapat 4 (empat) syarat yang harus dipenuhi untuk
sahnya perjanjian. Syarat-syarat tersebut adalah:
1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya
2. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian
3. Suatu hal tertentu
4. Suatu sebab yang halal

Syarat pertama dan kedua di atas dinamakan syarat-syarat


subjektif, apabila satu dari kedua syarat tersebut tidak dapat
dipenuhi, maka perjanjian dapat dibatalkan, sedangkan syarat
ketiga dan keempat merupakan syarat-syarat objektif yaitu jika
salah satu dari kedua syarat tidak dipenuhi maka perjanjian
menjadi batal demi hukum. Jika syarat syahnya perjanjian
sebagaimana diatur dalam pasal 1320 KUH-Perdata telah dipenuhi,
maka berdasarkan pasal 1338 KUH-Perdata, perjanjian yang telah
mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan kekuatan suatu
undang-undang. Ketentuan pasal 1338 ayat (1) KUH-perdata
menegaskan bahwa: Semua persetujuan yang dibuat secara sah
berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.
Syarat pertama (1) dan kedua (2) di atas dinamakan syarat-
syarat subjektif, apabila satu dari kedua syarat tersebut tidak dapat
dipenuhi, maka perjanjian dapat dibatalkan, sedangkan syarat
ketiga (3) dan keempat (4) merupakan syarat-syarat objektif yaitu
jika salah satu dari kedua syarat tidak dipenuhi maka perjanjian
menjadi batal demi hukum. Jika syarat syahnya perjanjian
sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUH-Perdata telah dipenuhi,
maka berdasarkan Pasal 1338 KUH-Perdata, perjanjian yang telah
mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan kekuatan suatu
undang-undang. Ketentuan pasal 1338 ayat (1) KUH-Perdata
HUKUM KONTRAK 43

menegaskan bahwa: Semua persetujuan yang dibuat secara sah


berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.
Berdasarkan ketentuan di atas maka ketentuan-ketentuan
dalam buku III KUH-Perdata menganut sistem terbuka, artinya
memberikan kebebasan kepada para pihak (dalam menentukan
isi, bentuk serta macam perjanjian) untuk mengadakan perjanjian
akan tetapi isinya selalu tidak bertentangan dengan perundang-
undangan, kesusilaan dan ketertiban umum, juga harus memenuhi
syarat sahnya perjanjian. Ketentuan yang terdapat di dalam hukum
perjanjian merupakan kaidah hukum mengatur artinya kaidah-
kaidah hukum yang dalam kenyataannya dapat dikesampingkan
oleh para pihak dengan membuat ketentuan-ketentuan atau
aturan-aturan khusus di dalam perjanjian yang mereka adakan
sendiri.
Ketentuan-ketentuan dalam buku III KUH Perdata menganut
sistem terbuka, artinya memberikan kebebasan kepada para pihak
(dalam menentukan isi, bentuk serta macam perjanjian) untuk
mengadakan perjanjian akan tetapi isinya selalu tidak bertentangan
dengan perundang-undangan, kesusilaan dan ketertiban umum,
juga harus memenuhi syarat sahnya perjanjian.
Ketentuan yang terdapat di dalam hukum perjanjian
merupakan kaidah hukum mengatur artinya kaidah-kaidah hukum
yang dalam kenyataannya dapat dikesampingkan oleh para pihak
dengan membuat ketentuan-ketentuan atau aturan-aturan khusus
di dalam perjanjian yang mereka adakan sendiri.
Michael Trebilcock, mengidentifikasi empat fungsi hukum
kontrak dalam meningkatkan efisiensi ekonomi, yakni sebagai
berikut: 7
1. Kemanfaatan substansi dan bukan pertukaran bersama
hukum kontrak berisi kemanfaatan yang akan diperoleh dari
masing-masing pihak. Pihak- pihak melakukan prestasi yang
disepakati bersama.

7 Peter Heffey, Principles Contract Law. Thomson Legal and Regulatory Limited, Sidney, 2002
hlm.16.
44 Pengantar hukum bisnis

Prestasi suatu pihak dikehendaki oleh pihak lainnya,


sebagai suatu kemanfaatan substansi kontrak harus dibuat
sedemikian rupa sehingga pihak-pihak memiliki itikad
untuk melaksanakannya jika satu pihak tidak melaksanakan
kewajiban, maka akan ada kompensasi bagi pihak lainnya
sesuai dengan persyaratan khusus yang tercantum dalam
kontrak. Pakar hukum dan ekonomi menekankan bahwa
persyaratan ini menyediakan perlindungan bagi keuntungan
pihak yang dirugikan dengan memberikan kemanfaatan.
Hal lain yang memiliki nilai bagi penegakan kontrak berupa
reputasi baik yang secara nyata menjadikan pihak-pihak untuk
tunduk dan menaati kontrak.

2. Mengurangi biaya-biaya transaksi


Fungsi hukum kontrak berikutnya adalah mengurangi biaya-
biaya transaksi. Hukum kontrak mengurangi biaya-biaya
transaksi dengan mempersiapkan sejumlah persyaratan untuk
menghindari kesalahan dalam suatu kontrak atau default.
Persyaratan tentang kelalaian adalah persyaratan yang secara
umum diberlakukan hampir dalam seluruh kontrak. Kecuali
jika pihak-pihak telah menyusun persyaratan tertentu untuk
melakukan penghentian (termination) atas suatu kontrak.
Aturan kelalaian untuk melindungi pihak-pihak itu dirumuskan
dalam sebuah rancangan untuk menghadapi kondisi yang
tidak menentu dalam sebuah kontrak. Dari sudut pendekatan
ekonomi, memenuhi unsur kelalaian terhadap persyaratan dari
hukum kontrak memudahkan untuk melakukan penegakan
atas perilaku demikian. Hal ini dapat dilakukan dengan dua
cara, pihak-pihak melakukan permufakatan atau jika tidak
memungkinkan, persyaratan lalai harus ditegakkan agar dapat
bertindak secara efisien.

3. Kesenjangan dalam kontrak yang tidak sempurna


Fungsi ketiga dari hukum kontrak berhubungan erat dengan
klausula-klausula dalam mengisi berbagai kesenjangan di
dalam kontrak yang belum sempurna. Suatu kontrak dapat
HUKUM KONTRAK 45

dibuktikan tidak sempurna dimana pihak-pihak gagal untuk


memprediksi hal-hal yang memengaruhi tercapainya kontrak
mereka.
Doktrin ini membebaskan pihak-pihak dari kewajibannya. Jika
tujuan yang hendak dicapai merupakan hal yang mustahil
dapat dilakukan atau berbeda dari apa yang mereka harapkan.

4. Alternatif bagi pembebasan kewajiban dalam situasi tertentu


Fungsi keempat adalah di dalam menyediakan alternatif
untuk suatu pembebasan terhadap pelaksanaan kewajiban
terutama bila dikaitkan dengan kegagalan pasar. Hukum
kontrak dirasakan begitu menakut-nakuti pertukaran yang
tidak efisien dikarenakan kegagalan pasar seperti banyak
terjadi pihak-pihak yang terlibat dalam suatu kontrak dalam
melakukan pemenuhan kewajiban tidak berdasarkan
kehendak melainkan terdapat suatu tekanan tertentu.

B. Asas Kebebasan Berkontrak sebagai Dasar


Penyelenggaraan Perjanjian
1. Pengertian Azas Kebebasan Berkontrak
Pasal 1338 jo. 1337 KUH-Perdata, asas kebebasan berkontrak
adalah kebebasan seluas-luasnya yang oleh Undang-Undang
diberikan kepada masyarakat untuk mengadakan perjanjian
tentang apa saja, asalkan tidak bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan, kepatutan dan ketertiban umum. Kebebasan
berkontrak adalah asas yang esensial, baik bagi individu dalam
mengembangkan diri baik di dalam kehidupan pribadi maupun
kehidupan social kemasyarakatan, sehingga beberapa pakar
menegaskan kebebasan berkontrak merupakan bagian dari hak
asasi manusia yang harus di hormati.
Menurut Subekti, pasal tersebut seolah-olah membuat suatu
pernyataan (proklamasi) bahwa kita diperbolehkan membuat
perjanjian apa saja dan itu akan mengikat kita sebagaimana
mengikatnya undang-undang. Pembatasan terhadap kebebasan
46 Pengantar hukum bisnis

itu hanya berupa apa saja yang dinamakan “ketertiban umum dan
kesusilaan”. Istilah “semua” di dalamnya terkandung asas partij
autonomie, freedom of contract, beginsel van de contract vrijheid,
menyerahkan sepenuhnya kepada para pihak mengenai isi maupun
bentuk perjanjian yang akan mereka buat, termasuk penuangan ke
dalam bentuk kontrak standar.
Asas konsensualisme yang terdapat di dalam pasal 1320
KUH-Perdata mengandung arti kemauan para pihak untuk saling
berpartisipasi, ada kemauan untuk saling mengikatkan diri. Kemauan
ini membangkitkan kepercayaan bahwa perjanjian itu di penuhi.
Asas kepercayaan ini merupakan nilai etis yang bersumber pada
moral. Asas konsensualisme ini mempunyai hubungan yang erat
dengan asas kebebasan berkontrak dan asas kekuatan mengikat
yang terdapat di dalam pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata. Ketentuan
ini berbunyi “Semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku
sebagai Undang- undang bagi mereka yang membuatnya”. Semua
mengandung arti meliputi seluruh perjanjian, baik yang namanya
dikenal maupun yang tidak dikenal oleh Undang-Undang.
Asas kebebasan berkontrak berhubungan dengan isi
perjanjian, yaitu kebebasan menentukan “apa” dan dengan “siapa”
perjanjian itu diadakan perjanjian yang diperbuat sesuai dengan
pasal 1320 KUH-Perdata ini mempunyai kekuatan mengikat.
Kebebasan berkontrak adalah salah satu asas yang sangat penting
dalam hukum perjanjian. Kebebasan ini adalah perwujudan
dari kehendak bebas, pancaran hak asasi manusia. Kebebasan
berkontrak ini berlatar belakang pada individualisme yang secara
embrional dalam zaman yunani, diteruskan dalam kaum epicuristem
dan berkembang pesat dalam zaman reinaissance melalui antara
lain Hugo de Groot, Thomas Hobbes, Jhon locke dan Rousseau.
Puncak perkembangannya tercapai dalam periode setelah revolusi
prancis.
Pada penyusunan kontrak terdapat salah satu asas yang
terkenal, yaitu asas kebebasan berkontrak, sebagai asas universal
yang dipakai oleh hukum perjanjian hampir di seluruh negara saat
HUKUM KONTRAK 47

ini. Asas kebebasan berkontrak ini disebut pula dengan Freedom


of Contract, Liberty of Contract atau Party Autonomy, sedangkan
di negara common law dikenal dengan Laissez faire. Berdasarkan
asas ini suatu pihak dapat memperjanjikan dan/atau tidak
memperjanjikan apa-apa yang dikehendakinya dengan pihak lain.
Menurut Ridwan Khairandy, asas ini merupakan asas umum
yang bersifat universal. ”Asas kebebasan berkontrak merupakan
asas dalam hukum perjanjian yang dikenal hampir semua sistem
hukum”. Asas kebebasan berkontrak telah menjadi asas hukum
utama dalam hukum perdata, khususnya dalam hukum perjanjian,
dikenal dalam civil law system maupun dalam common law system,
bahkan dalam sistem hukum Islam.
Pengertian kebebasan berkontrak dalam civil law system
berasal dan dikembangkan dari konsep dan perkembangan
perikatan atau obligatio yang untuk pertama kali dipergunakan di
dalam civil law tradition pada zaman Romawi oleh Kaisar Justianus,
di dalam Corpus Iuris Civilis pada tahun 533, bagian Institutiones.8
Sedangkan pengertian kebebasan berkontrak dalam common
law yaitu:9
1. Tidak seorang pun terikat untuk membuat kontrak apapun jika
ia tidak menghendakinya (nobody was bound to enter into any
contracts at all if hedidnot chose todo so);
2. Setiap orang memiliki pilihan orang dengan siapa ia akan
membuat kontrak (everyone had a choice of persons with
whom he could contract);
3. Orang dapat membuat pelbagai macam (bentuk) kontrak
(people could make virtually any kind of contract);
4. Orang dapat membuat berbagai kontrak dengan isi dan
persyaratan yang dipilihnya (people could make any kind of
contract on an term they chose).

8 Johannes Gunawan, Kajian Ilmu Hukum Tentang Kebebasan Berkontrak dalam Butir-Butir
Pemikiran dalam Hukum, Memperingati 70 Tahun Prof.,Dr. B. Arief Sidharta, S.H., Refika
Aditama: Bandung, 2011, hlm. 259.
9 Johannes Gunawan, Kajian Ilmu Hukum Tentang Kebebasan Berkontrak dalam Butir-Butir
Pemikiran dalam Hukum, Memperingati 70 Tahun Prof.,Dr. B. Arief Sidharta, S.H., Ibi: 165.
48 Pengantar hukum bisnis

Hukum perjanjian di Indonesia menganut asas kebebasan


dalam hal membuat perjanjian. Asas ini dapat disimpulkan dari Pasal
1338 KUH-Perdata yang menerangkan bahwa segala perjanjian
yang dibuat secara sah berlaku sebagai Undang-Undang bagi
mereka yang membuatnya. Sebenarnya yang dimaksudkan oleh
pasal tersebut tidak lain dari pernyataan bahwa setiap perjanjian
mengikat kedua belah pihak. Tetapi dari pasal ini kemudian dapat
ditarik kesimpulan bahwa orang leluasa untuk membuat perjanjian
apa saja asal tidak melanggar ketertiban umum atau kesusilaan.
Orang tidak saja leluasa untuk membuat perjanjian apa saja,
bahkan pada umumnya juga diperbolehkan mengesampingkan
peraturan-peraturan yang termuat dalam KUH-Perdata. Sistem
tersebut lazim disebut dengan sistem terbuka (openbaar system).
Kebebasan berkontrak dapat diartikan sebagai kebebasan
para subjek hukum untuk mengadakan atau tidak mengadakan
perjanjian, kebebasan untuk menentukan dengan siapa mengada-
kan perjanjian dan kebebasan untuk berkontrak bersumber pada
kebebasan subjek hukum dalam memenuhi kepentingan individu
tersebut. Oleh karena itu, dapat dipahami bahwa guna memenuhi
kepentingan individu dimaksud diberikan kebebasan untuk
membuat suatu perjanjian.
Menurut Subekti bahwa cara menyimpulkan asas kebebasan
berkontrak (beginsel der contractsvrijheid) adalah dengan jalan
menekankan pada perkataan “semua” yang ada di muka perkataan
“perjanjian”.10 Dikatakan bahwa Pasal 1338 ayat (1) tersebut
seolah-olah membuat suatu pernyataan (proklamasi) bahwa kita
diperbolehkan membuat perjanjian apa saja dan itu akan mengikat
kita. Sebagaimana mengikatnya undang-undang. Pembatasan
terhadap kebebasan itu hanya berupa apa yang dinamakan
“ketertiban umum dan kesusilaan”.
Sedangkan menurut Mariam Darus Badrulzaman,11 kata
“semua” mengandung arti meliputi seluruh perjanjian, baik yang
10 Subekti, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wet-boek), Cetakan Keenam Belas,
Pradnya Para-mita: Jakarta, 1983, hlm. 5.
11 Mariam Darus Badrulzaman, (et al) Kompilasi Hukum Perikatan, Cetakan Pertama, PT Citra
Aditya Bakti: Bandung, 2001, hlm. 84.
HUKUM KONTRAK 49

namanya dikenal maupun yang tidak dikenal oleh undang-undang.


Asas kebebasan berkontrak (contract-vrijheid) berhubungan
dengan isi perjanjian, yaitu kebebasan menentukan “apa” dan
“siapa” perjanjian itu diadakan. Perjanjian yang diperbuat sesuai
dengan Pasal 1320 KUH-Perdata ini mempunyai kekuatan mengikat.
Kebebasan berkontrak dapat diartikan sebagai kebebasan
para subjek hukum untuk mengadakan atau tidak mengadakan
perjanjian, kebebasan untuk menentukan dengan siapa mengada-
kan perjanjian dan kebebasan untuk berkontrak bersumber pada
kebebasan subjek hukum dalam memenuhi kepentingan individu
tersebut. Oleh karena itu, dapat dipahami bahwa guna memenuhi
kepentingan individu dimaksud diberikan kebebasan untuk mem-
buat suatu perjanjian.

2. Dasar Hukum Kebebasan Berkontrak


Berlakunya asas kebebasan berkontrak dalam hukum perjanjian
Indonesia antara lain dapat disimpulkan dari beberapa pasal, yaitu:
1. Pasal 1329 BW, Menentukan bahwa setiap orang cakap untuk
membuat perjanjian, kecuali jika ia ditentukan tidak cakap oleh
undang-undang;
2. Pasal 1332 BW, Dapat disimpulkan bahwa asalkan menyangkut
barang-barang yang bernilai ekonomis, maka setiap orang
bebas untuk memperjanjikannya;
3. Pasal 1320 ayat (4) BW jo 1337 BW, Dapat disimpulkan
bahwa asalkan bukan mengenai klausa yang dilarang oleh
undang-undang atau bertentangan dengan kesusilaan baik
atau ketertiban umum, maka setiap orang bebas untuk mem-
perjanjikannya;
4. Pasal 1330 BW, Menyimpulkan bahwa ketentuan peraturan
perundang-undangan tidak memberikan larangan kepada
seseorang untuk membuat perjanjian dalam bentuk tertentu
yang dikehendakinya, seperti: dalam bentuk lisan maupun
tertulis (baik di bawah tangan maupun akta otentik). Ketentuan
yang ada adalah bahwa untuk perjanjian tertentu harus dibuat
dalam bentuk yang ditentukan, misalnya dalam akta otentik.
50 Pengantar hukum bisnis

Sebagaimana diketahui bahwa hukum perjanjian di Indonesia


yang diatur dalam Buku III BW mengandung ketentuan yang
memaksa (dwingend, mandatory) dan yang opsional (aanvullend,
optional) sifatnya. Untuk ketentuan-ketentuan memaksa para
pihak tidak mungkin menyimpanginya dengan membuat syarat-
syarat dan ketentuan-ketentuan yang lain dalam perjanjian yang
mereka buat. Namun dalam ketentuan undang-undang yang
bersifat opsional para pihak bebas untuk menyimpanginya dengan
mengadakan sendiri syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan lain
sesuai dengan kehendak para pihak.
Maksud dari adanya ketentuan yang opsional tersebut adalah
hanya untuk memberikan aturan yang berlaku bagi perjanjian yang
dibuat oleh para pihak bila memang para pihak belum mengatur
atau tidak mengatur secara tersendiri, agar tidak terjadi kekosongan
pengaturan mengenai hal atau materi yang dimaksud. Namun
apabila masih adanya kekosongan aturan, maka adalah kewajiban
hakim untuk mengisi kekosongan itu dengan memberikan aturan
yang diciptakannya untuk menjadi acuan yang mengikat para
pihak dalam menyelesaikan permasalahan.
Dari apa yang telah dijelaskan di atas, maka asas kebebasan
berkontrak menurut hukum perjanjian Indonesia meliputi ruang
lingkup sebagai berikut:
1. Kebebasan untuk membuat atau tidak membuat perjanjian;
2. Kebebasan untuk memilih pihak dengan siapa ia ingin
membuat perjanjian;
3. Kebebasan untuk menentukan atau memilih causa dari
perjanjian yang akan dibuatnya;
4. Kebebasan untuk menentukan objek perjanjian;
5. Kebebasan untuk menentukan bentuk suatu perjanjian;
6. Kebebasan untuk menerima atau menyimpangi ketentuan
undang-undang yang bersifat opsional (aanvullend, optional).
HUKUM KONTRAK 51

3. Batasan-Batasan Asas Kebebasan Berkontrak yang


di Atur dalam BW
Dalam hukum perjanjian, dikenal ada tiga asas dimana antara
asas yang satu dengan yang lainnya saling berkaitan yakni asas
konsensualisme (the principle of consensualism), asas kekuatan
mengikatnya kontrak atau asas Pacta Sunt Servanda (the principle
of the binding force of contract), dan asas kebebasan berkontrak
(the principle of freedom of contarct). Sedangkan yang dianut dalam
sistem hukum perjanjian di Indonesia adalah asas “Konsensual”,
artinya perjanjian itu sudah terjadi (ada) sejak tercapainya kata
sepakat antara para pihak. Dengan kata lain perjanjian itu sudah
dan mengikat serta mempunyai akibat hukum sejak saat tercapai
kata sepakat antara pihak-pihak mengenai pokok perjanjian.12
Menurut Abdulkadir Muhammad, berdasarkan asas
konsensual tersebut dapat disimpulkan bahwa perjanjian yang
dibuat itu dapat dilakukan secara lisan dan dapat pula dituangkan
dalam bentuk tulisan berupa akte, jika dikehendaki sebagai
alat bukti. Dengan demikian, perjanjian yang dibuat menurut
sistem hukum perjanjian di Indonesia tidak harus tertulis, kecuali
perjanjian-perjanjian tertentu yang memang diwajibkan oleh
Undang-Undang dalam bentuk tertulis misalnya perjanjian hibah,
perjanjian perdamaian dan sebagainya. Namun untuk perjanjian-
perjanjian lainnya, misalnya jual-beli, sewa-menyewa, tukar-
menukar, pemberian kuasa, dan lain-lainnya bisa dibuat secara
lisan bisa juga dalam bentuk tulisan.
Asas ini sangat erat kaitannya dengan asas kebebasan
mengadakan perjanjian,13 yang sering disebut dengan asas
kebebasan berkontrak. Dalam asas kebebasan berkontrak
setiap orang diakui memiliki kebebasan untuk membuat kontrak
dengan siapapun juga, menentukan isi kontrak, memilih hukum
yang berlaku bagi kontrak yang bersangkutan, akan tetapi

12 Abdulkadir Muhammad, Hukum Perikatan, Alumni: Bandung, 1982, hlm. 85.


13 Mariam Darus Badrulzaman, K.U.H. Perdata Buku III, Hukum Perikatan Dengan Penjelasannya,
Alumni: Bandung, 1983, hlm. 113.
52 Pengantar hukum bisnis

dalam perkembangannya terutama dalam kegiatan bisnis, pada


umumnya perjanjian dilakukan secara tertulis, yang tentunya
dimaksudkan untuk dijadikan alat bukti bilamana di kemudian hari
terjadi suatu permasalahan yang berkenaan dengan perjanjian
yang bersangkutan.
Kebebasan berkontrak merupakan salah satu asas penting
dalam hukum perikatan. Pada abad ke 19, kebebasan berkontrak
sangat diagungkan dan mendominasi. Keberadaan asas
kebebasan berkontrak tidak dapat dilepaskan dari pengaruh
aliran filsafat ekonomi liberal. Di mana dalam bidang ekonomi
berkembang aliran Laissez Faire, yang dipelopori oleh Adam Smith
yang menekankan kepada prinsip non intervensi pemerintah
dalam kegiatan ekonomi dan bekerjanya pasar.14 Di bidang hukum
perjanjian, pengaruh aliran Laissez Faire diwujudkan dalam bentuk
pembatasan campur tangan pemerintah terhadap kontrak-kontrak
privat yang mengatur hubungan di antara subjek hukum, baik
individu maupun badan hukum. Sepanjang kontrak-kontrak privat
tersebut tidak bertentangan dengan Undang-Undang, ketertiban
umum, kepatutan dan kesusilaan.
Beberapa ketentuan dalam BW melihat asas kebebasan
berkontrak tidak bekerja secara bebas mutlak, karena ada beberapa
pembatasan yang diberikan oleh pasal-pasal di dalam BW yang
membuat asas kebebasan berkontrak merupakan asas yang tidak
tak terbatas, yaitu:
1. Pasal 1320 ayat (1) menentukan bahwa perjanjian atau kontrak
tidak sah apabila dibuat tanpa adanya konsensus atau sepakat
dari para pihak yang membuatnya. Ketentuan tersebut
memberikan petunjuk bahwa hukum perjanjian dikuasai oleh
“asas konsensualisme”. Hal tersebut mengandung pengertian
bahwa kebebasan suatu pihak untuk menentukan suatu isi
perjanjian dibatasi oleh sepakat pihak lain, dengan kata lain
asas kebebasan berkontrak dibatasi oleh asas konsensualisme.

14 Ridwan Khairandy, Itikad Baik Dalam Kebebasan Berkontrak, Fakultas Program Pascasarjana
Fakultas Hukum Universitas Indonesia: Jakarta, 2003, hlm. 234.
HUKUM KONTRAK 53

2. Pasal 1320 ayat (2) dapat pula disimpulkan bahwa kebebasan


orang untuk membuat perjanjian dibatasi oleh kecakapannya
untuk membuat perjanjian. Bagi seseorang yang menurut
ketentuan undang-undang tidak cakap untuk membuat
perjanjian sama sekali tidak mempunyai kebebasan untuk
membuat perjanjian. Menurut Pasal 1330, orang yang belum
dewasa atau orang yang di bawah pengampuan tidak
mempunyai kecakapan untuk membuat perjanjian.
3. Pasal 1320 ayat (4) jo 1337 menentukan bahwa para pihak
tidak bebas untuk membuat perjanjian yang menyangkut
causa yang dilarang oleh undang-undang atau bertentangan
dengan kesusilaan atau bertentangan dengan ketertiban
umum. Perjanjian yang dibuat untuk causa yang dilarang oleh
undang-undang atau bertentangan dengan kesusilaan atau
bertentangan dengan ketertiban umum adalah tidak sah.
4. Pasal 1332 memberikan arah mengenai kebebasan para
pihak untuk membuat perjanjian sepanjang yang menyangkut
obyek perjanjian. Menurut Pasal 1332 tersebut adalah
tidak bebas untuk memperjanjikan setiap barang apapun,
sehingga menurut pasal tersebut hanya barang- barang yang
mempunyai nilai ekonomis saja yang dapat dijadikan obyek
perjanjian.
5. Pasal 1338 ayat (3) menentukan tentang berlakunya “asas
iktikad baik” dalam melaksanakan perjanjian. Berlakunya asas
iktikad baik ini bukan saja mempunyai daya kerja pada waktu
perjanjian dilaksanakan, tetapi juga sudah mulai bekerja
pada waktu perjanjian itu dibuat. Artinya bahwa perjanjian
yang dibuat dengan berlandaskan iktikad buruk (misalnya
penipuan), maka perjanjian itu tidak sah. Dengan demikian
asas iktikad baik mengandung pengertian bahwa kebebasan
suatu pihak dalam membuat perjanjian tidak dapat diwujudkan
sekehendaknya (sesuka hatinya) tetapi dibatasi oleh iktikad
baiknya.
54 Pengantar hukum bisnis

C. Syarat-syarat Keabsahan Perjanjian Menurut


Pasal 1320 KUH-Perdata
Dalam perspektif hukum, suatu perikatan/perjanjian adalah suatu
hubungan hukum antara subjek hukum, berdasarkan mana satu
pihak berkewajiban atas suatu prestasi sedangkan pihak yang lain
berhak atas prestasi tersebut.
Perjanjian sebagai sumber perikatan maka sahnya perjanjian
menjadi sangat penting bagi para pihak yang melakukan kegiatan
perdagangan. Menurut pasal 1320 KUH-Perdata sahnya suatu
perjanjian meliputi syarat subjektif dan syarat objektif. Berdasarkan
ketentuan pasal 1320 KUH-Perdata, untuk sahnya suatu perjanjian
diperlukan syarat-syarat sebagai berikut:
1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;
2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
3. Suatu hal tertentu;
4. Suatu sebab yang halal.

Untuk dua syarat yang pertama, dinamakan syarat subjektif,


karena kedua syarat tersebut mengenai orang-orangnya atau
subjek hukum yang melakukan perjanjian. Dua syarat yang terakhir
dinamakan syarat objektif karena keduanya berkaitan dengan
perjanjiannya itu sendiri atau objek dari perbuatan hukum yang
dilakukan itu.
Menurut Abdulkadir Muhammad,15 sebuah perjanjian tentunya
harus ada unsur-unsur agar perjanjian dapat tercapai, dalam
sebuah perjanjian terdapat unsur-unsur:
1. Adanya pihak-pihak, sedikit-dikitnya dua orang Pihak-pihak ini
disebut sebagai subjek perjanjian. Subjek perjanjian ini dapat
berupa manusia pribadi dan badan hukum. Subjek perjanjian
ini harus mampu atau wenang melakukan perbuatan hukum
seperti yang ditetapkan dalam undang-undang.
2. Adanya persetujuan antara pihak-pihak itu Persetujuan di
sini bersifat tetap,dalam arti bukan baru taraf berunding,
15 Abdulkadir Muhammad, 1992: 79.
HUKUM KONTRAK 55

perundingan merupakan tindakan pendahuluan untuk


menuju adanya persetujuan. Bentuk kenyataan dalam sebuah
perjanjian dapat ditunjukan dengan adanya penerimaan dari
salah satu pihak atas tawaran dari pihak lainnya.
3. Adanya tujuan yang akan dicapai dari perjanjian Tujuan
mengadakan perjanjian terutama untuk memenuhi kebutuhan
pihak-pihak, dan sifatnya tidak boleh bertentangan dengan
ketertiban umum, kesusilaan dan tidak dilarang oleh undang-
undang.
4. Ada prestasi yang akan dilaksanakan Dengan adanya
persetujuan, maka timbul kewajiban untuk melaksanakan
suatu prestasi. Prestasi merupakan kewajiban yang harus
dipenuhi oleh pihak-pihak sesuai dengan syarat-syarat
perjanjian.
5. Adanya bentuk tertentu, baik lisan maupun tertulis Bentuk
ini perlu ditentukan, bahwa bentuk tertentu suatu perjanjian
mempunyai kekuatan mengikat dan kekuatan bukti. Perjanjian
itu dapat dibuat secara lisan, artinya dengan kata-kata yang
jelas dimaksud dan tujuannya dipahami oleh pihak-pihak, itu
sudah cukup, kecuali jika pihak-pihak menghendaki supaya
dibuat secara tertulis.
6. Adanya syarat tertentu sebagai isi dari perjanjian Syarat-syarat
tertentu ini sebenarnya sebagai isi dari perjanjian, karena
dengan syarat-syarat itulah dapat diketahui adanya hak dan
kewajiban dari pihak-pihak. Syarat-syarat ini biasanya terdiri
dari syarat pokok dan syarat pelengkap atau tambahan.

Selain adanya unsur-unsur perjanjian dalam sebuah perjanjian


tentunya ada syarat sahnya perjanjian, ada beberapa syarat yang
harus dipenuhi para pihak dalam membuat suatu perjanjian agar
perjanjian yang dibuat sah. Apabila para pihak menyimpang dari
syarat-syarat tersebut maka dapat mengakibatkan perjanjian yang
mereka buat menjadi tidak sah dan dapat dilakukan pembatalan
atau batal demi hukum.
Adapun syarat-syarat yang harus dipenuhi agar perjanjian
dapat dikatakan sah tertuang dalam pasal 1320 KUH-Perdata,
56 Pengantar hukum bisnis

dimana dalam pasal tersebut disebutkan ada empat syarat sahnya


perjanjian yaitu:
1. Sepakat bagi mereka yang mengikatkan diri
Sepakat mereka yang membuat perjanjian adalah kedua
belah pihak atau para pihak yang mengadakan perjanjian
haruslah sepakat dan setuju atas hal-hal yang diperjanjikan
tanpa adanya paksaan (dwang), kekeliruan (dwaling) dan
penipuan (bedrog). Kekhilafan dapat terjadi mengenai orang
atau mengenai benda atau barang yang menjadi pokok
atau tujuan dari pihak-pihak yang mengadakan perjanjian.
Penipuan dapat terjadi apabila suatu pihak dengan sengaja
memberikan keterangan-keterangan yang tidak benar disertai
akal-akalan sehingga membuat pihak lain terbujuk, sehingga
mau melakukan perjanjian. Paksaan dapat terjadi jika pihak-
pihak memberikan kesepakatannya itu karena takut terhadap
suatu ancaman.
2. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian
Pasal 1329 KUH-Perdata menyatakan “setiap orang adalah
cakap untuk membuat perikatan-perikatan, jika ia oleh
undang-undang tidak dinyatakan tak cakap”. Tak cakap yang
dimaksud adalah seperti yang disebutkan dalam Pasal 1330
KUH-Perdata yaitu:
a) orang-orang yang belum dewasa
b) mereka yang ditaruh di bawah pengampuan
c) orang-orang perempuan, dalam hal-hal yang ditetapkan
oleh undang-undang, dan pada umumnya semua orang
kepada siapa undang-undang telah melarang membuat
persetujuan-persetujuan tertentu.
3. Suatu hal tertentu
Suatu perjanjian harus mengenai suatu hal tertentu dalam
hal ini adalah objek perjanjian, prestasi yang harus dipenuhi.
Berdasarkan Pasal 1333 KUH-Perdata, ”suatu perjanjian harus
mempunyai sebagai pokok suatu barang yang paling sedikit
ditentukan jenisnya”, tidak menjadi halangan bahwa jumlah
HUKUM KONTRAK 57

barang tidak tentu, asal saja barang itu kemudian dapat


ditentukan atau dihitung. Jika pokok perjanjian atau objek
perjanjian itu kabur atau tidak jelas maka perjanjian itu dapat
dibatalkan. Oleh karena itu apabila syarat ini tidak dipenuhi,
maka mengakibatkan perjanjian yang terjadi batal demi
hukum dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Dengan demikian dapat ditegaskan bahwa agar perjanjian itu
mempunyai kekuatan hukum yang sah maka prestasi yang
menjadi objek perjanjian itu harus ditentukan atau sekurang-
kurangnya dapat ditentukan jenisnya.
4. Suatu sebab yang halal
Jenis-jenis perjanjian tertentu yang dengan jelas bertentangan
dengan ketertiban umum tidak dibenarkan sama sekali oleh
hukum. (Abdulkadir Muhammad, 1982:94). Menurut Pasal
1337 KUH-Perdata yang berisi ”suatu sebab adalah terlarang
apabila dilarang oleh undang-undang atau berlawanan
dengan kesusilaan dan ketertiban umum”, oleh karena itu
apabila suatu perjanjian tidak memenuhi ketentuan ini maka
perjanjian itu batal demi hukum, artinya perjanjian itu dianggap
tidak pernah ada sejak semula tanpa dimintakan pembatalan
dimuka hakim.
BAB
Tiga

TEORI BADAN HUKUM

A. Teori Badan Hukum & Bukan Badan Hukum


1. Teori Fiksi
Teori ini dipelopori oleh sarjana jerman Friedrich Carl von
Savigny (1779-1861), tokoh utama aliran sejarah masa permulaan
abad 19. Menurut teori ini bahwa hanya manusia saja yang
mempunyai kehendak. Selanjutnya dikemukakan bahwa badan
hukum adalah suatu abtraksi. Bukuan merupakan suatu hal yang
konkrit. Jadi karena hanya suatu abtraksi maka tidak mungkin
menjadi suatu subjek dari hubungan hukum, sebab hukum
memberi hak-hak kepada yang bersangkutan suatu kekuasaan
dan menimbulkan kehendak berkuasa (wilsmacht). Badan hukum
semata-mata hanyalah buatan pemerintah atau negara. Terkecuali
negara badan hukum itu fiksi yakni sesuatu yang sebenarnya
tidak ada tetapi orang menghidupkannya dalam bayangan untuk
menerangkan sesuatu hal.
60 Pengantar hukum bisnis

Dengan kata lain sebenarnya menurut alam manusia selalu


subjek hukum, tetapi orang menciptakan dalam bayangannya,
badan hukum selalu subjek hukum diperhitungkan sama dengan
manusia. Jadi, orang bersikap seolah-olah ada subjek hukum
yang lain, tetapi wujud yang tidak riil itu tidak dapat melakukan
perbuatan-perbuatan, sehingga yang melakukan ialah manusia
sebagai wakil-wakilnya.

2. Teori Organ (Realis)


Teori ini dikemukakan oleh sarjana Jerman, Otto von Gierke
(1841-1921), pengikut aliran sejarah dan di negeri Belanda dianut
oleh L.G. Polano. Ajarannya disebut leer der volledige realiteit ajaran
realitas sempurna.
Menurut Gierke badan hukum itu seperti manusia, menjadi
penjelmaan yang benar-benar dalam pergaulan hukum yaitu ’eine
leiblichgeistige Lebensein heit’. Badan hukum itu menjadi suatu
’verbandpersoblich keit’ yaitu suatu badan yang membentuk
kehendaknya dengan perantaraan alat-alat atau organ-organ badan
tersebut misalnya anggota-anggotanya atau pengurusnya seperti
manusia yang mengucapkan kehendaknya dengan perantaraan
mulutnya atau dengan perantaraan tangannya jika kehendak
itu ditulis di atas kertas. Apa yang mereka (organen) putuskan,
adalah kehendak dari badan hukum. Dengan demikian menurut
teori organ badan hukum bukanlah suatu hal yang abstrak, tetapi
benar-benar ada. Badan hukum bukanlah suatu kekayaan (hak)
yang tidak bersubjek, tetapi badan hukum itu suatu organisme
yang riil, yang hidup dan bekerja seperti manusia biasa. Tujuan
badan hukum menjadi kolektivitas, terlepas dari individu, ia suatu
’Verband personlichkeit yang memiliki Gesamwille’.
Berfungsi badan hukum dipersamakan dengan fungsinya
manusia. Jadi badan hukum tidak berbeda dengan manusia , dapat
disimpulkan bahwa tiap-tiap perkumpulan/perhimpunan orang
adalah badan hukum. Ini bukan soal yang irriil, justru riil seperti
orang dalam kualitasnya sebagai subjek hukum. Sebab kualitas
TEORI BADAN HUKUM 61

subjek hukum pada manusia juga tidak dapat ditangkap dengan


panca indera, dan bertindaknya tidak dengan kesatuan wujud
orang, tetapi organ dari orang itu yang bertindak. Begitu pula badan
hukum sebagai wujud kesatuan tidak bertindak sendiri melainkan
organnya (bestur, komisaris, dan sebagainya). Tidak sebagai wakil,
tetapi bertindak sendiri dengan organnya. Yang berjual beli dan
sebagainya adalah badan hukum, bukan si wakil.

3. Leer Van Het Ambtelijk Vermogen


Ajaran tentang harta kekayaan yang dimiliki seseorang
dalam jabatannya (ambtelijk vermogen): suatu hak yang melekat
pada suatu kualitas. Penganut ajaran ini menyatakan bahwa tidak
mungkin mempunyai hak jika tidak dapat melakukan hak itu.
Dengan lain perkataan, tanpa daya berkehendak (wilsvermogens)
tidak ada kedudukan sebagai subjek hukum. Ini konsekuensi yang
terluas dari teori yang menitik beratkan pada daya berkehendak.
Untuk badan hukum yang berkehendak ialah para pengrusnya
maka pada badan hukum semua hak itu diliputi oleh pengurus.
Dalam kualitasnya sebagai pengurus mereka adalah berhak,
maka dari itu disebut ambtelijk vermogen. Konsekuensi ajaran ini
ialah bahwa orang belum dewasa dimana wali melakukan segala
perbuatan. Eigendom ada pada curatele eigenaarnya adalah
curator. Teori ini dipelopori oleh Holder dan Binder, sedang di
negeri Belanda dianut oleh F.J. Oud. Teori ambtelijk vermogen itu
mendekati teori kekayaan bertujuan dari Brinz.

4. Teori Kekayaan Bersama


Teori ini dikemukakan oleh Rudolf von Jhering seorang
sarjana Jerman pengikut aliran sejarah tetapi keluar. Pembela teori
ini adalah marcel Pleniol dan Molengraaff, kemudian diikuti Star
Busmann, Kranenburg, Paul Scolten dan Apeldoorn.
Teori kekayaan bersama itu menganggap badan hukum
sebagai kumpulan manusia. Kepentingan badan hukum adalah
kepentingan seluruh anggotanya. Menurut teori ini badan hukum
62 Pengantar hukum bisnis

bukan abstraksi dan bukan organisma. Pada hakikatnya hak


dan kewajiban badan hukum adalah tanggung jawab bersama-
sama. Harta kekayaan badan itu adalah milik bersama seluruh
anggota. Para anggota yang berhimpun adalah suatu kesatuan
dan membentuk suatu pribadi yang disebut badan hukum. Karena
itu, badan hukum hanyalah suatu konstruksi yuridis belaka. Pada
hakikatnya badan hukum itu sesuatu yang abstrak.
Teori ini juga disebut propriete collective theorie (Planiol),
gezemenlijke vermogenstheorie (Molengraaff), Gezamenlijke
eigendomstheorie, teori kolektif (Utrecht), collectiviteitstheorie dan
bestemmingstheorie.

5. Teori Kekayaan Bertujuan


Teori ini timbul dari colltiviteitstheorie. Teori kekayaan bertujuan
dikemukakan oleh sarjana Jerman, a. Brinz dan dibela oleh Van der
Heijden. Menurut Brinz hanya manusia yang dapat menjadi subjek
hukum. Karena itu badan hukum bukan subjek hukum dan hak-
hak yang diberi kepada suatu badan hukum pada hakikatnya hak-
hak dengan tiada subjek hukum. Teori ini mengemukakan bahwa
kekayaan badan hukum itu tidak terdiri dari hak-hak sebagaimana
lazimnya (ada yang menjadi pendukung hak-hak tersebut,
manusia). kekayaan badan hukum dipandang terlepas dari yang
memegangnya.
Di sini yang penting bukanlah siapa badan hukum itu, tetapi
kekayaan tersebut diurus dengan tujuan tertentu. Karena itu
menurut teori ini tidak peduli manusia atau bukan,tidak peduli
kekayaan itu merupakan hak-hak yang normal atau bukan, yang
terpenting adalah tujuan dari kekayaan tersebut. Singkatnya,
apa yang disebut hak-hak badan hukum, sebenarnya hak-hak
tanpa subjek hukum, karena itu sebagai penggantinya adalah
kekayaan yang terikat oleh suatu tujuan. Teori ini disebut ajaran
Zweckvermogen atau teori kekayaan bertujuan.
TEORI BADAN HUKUM 63

6. Teori Kenyataan Yuridis


Dari teori orgaan timbulah teori yang merupakan penghalusan
dari teori organ tersebut ialah teori kenyataan yuridis (Juridische
realiteitsleer). teori ini dikemukakan oleh sarjana Belanda E.M.
Meijers dan dianut oleh Paul Scolten, serta sudah merupakan de
heersende leer. Menurut Meijers badan hukum itu merupakan
suatu realitas, konkrit, riil, walaupun tidak dapat diraba, bukan
khayal, tetapi suatu kenyataan yuridis. Meijers menyebut teori
tersebut sebagai teori kenyataan sederhana, karena menekankan
bahwa hendaknya dalam mempersamakan badan hukum dengan
manusia itu terbatas sampai pada bidang hukum saja. Jadi menurut
teori kenyataan yuridis badan hukum adalah wujud yang riil, sama
riilnya dengan manusia.

7. Teori dari Leon Duguit


Menurut Duguit tidak ada person-person lainnya dari pada
manusia-manusia individual. Akan tetapi menusiapun sebagaimana
perhimpunan dan yayasan tidak dapat menjadi pendukung dari
hak subjektif. Duguit tidak mengakui hak yang oleh badan hukum
diberikan kepada subjek hukum tetapi melihat fungsi-fungsi sosial
yang harus dilakukan sebagai subjek hukum dan ia merupakan
subjek hukum tanpa mendukung hak. Karena hanya manusia
adalah subjek hukum maka bagi Duguit hanya manusia yang
menjadi subjek hukum internasional.

Dari teori-teori mengenai badan hukum di atas dapat kita


menyimpulkan bahwasanya berbagai teori tadi berpusat pada dua
bagian yaitu:
1. Teori yang menganggap badan hukum itu sebagai wujud
nyata, artinya dengan panca indera manusia sendiri, akibatnya
badan hukum tersebut disamakan atau identik dengan
manusia. Badan hukum dianggap identik dengan organ-organ
yang mengurus ialah para pengurusnya dan mereka inilah
oleh hukum dianggap sebagai person.
64 Pengantar hukum bisnis

2. Teori yang menganggap bahwa badan hukum itu tidak sebagai


wujud nyata, tetapi badan hukum itu hanya merupakan
manusia yang berdiri di belakang badan hukum tersebut
akibatnya menurut anggapan yang kedua ini jika badan
hukum tersebut melakukan kesalahan itu adalah kesalahan
manusia-manusia yang berdiri di belakang badan hukum
tersebut secara bersama-sama.

B. Bentuk Badan Hukum


Pembagian badan hukum atau korporasi menurut macamnya
diatur dalam Pasal 1 ayat (1, 2, 3, 4) Undang-Undang Nomor 19
Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara, sebagai berikut:
1. Badan Usaha Milik Negara, yang selanjutnya disebut BUMN,
adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar
modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara
langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan.
2. Perusahaan Perseroan, yang selanjutnya disebut Persero,
adalah BUMN yang berbentuk perseroan terbatas yang
modalnya terbagi dalam saham yang seluruh atau paling
sedikit 51 % (lima puluh satu persen) sahamnya dimiliki oleh
Negara Republik Indonesia yang tujuan utamanya mengejar
keuntungan.
3. Perusahaan Perseroan Terbuka, yang selanjutnya disebut
Persero Terbuka, adalah Persero yang modal dan jumlah
pemegang sahamnya memenuhi kriteria tertentu atau Persero
yang melakukan penawaran umum sesuai dengan peraturan
perundang-undangan di bidang pasar modal.
4. Perusahaan Umum, yang selanjutnya disebut Perum, adalah
BUMN yang seluruh modalnya dimiliki negara dan tidak
terbagi atas saham, yang bertujuan untuk kemanfaatan umum
berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi
dan sekaligus mengejar keuntungan berdasarkan prinsip
pengelolaan perusahaan.”
TEORI BADAN HUKUM 65

Setiyono mengemukakan pendapat Chidir Ali yang


menjelaskan dalam pembagian badan hukum (korporasi) bahwa,
Badan hukum di Indonesia dapat digolongkan menurut macam-
macamnya, jenis dan sifatnya. Secara sistematik, aneka badan
hukum itu dapat dijelaskan sebagai berikut;
1. Badan hukum orisinil (murni, asli), yaitu negara, contohnya
Negara Republik Indonesia yang berdiri pada tanggal 17
Agustus 1945.
2. Badan hukum yang tidak orisinil (tidak murni, tidak asli), yaitu
badan-badan hukum yang berwujud sebagai perkumpulan
berdasarkan ketentuan Pasal 1653 KUH-Perdata. Menurut
pasal tersebut ada empat jenis badan hukum, sebagai berikut.
a. Badan hukum yang diadakan (didirikan) oleh kekuasaan
umum, misalnya propinsi, kotapraja, bank-bank yang
didirikan oleh negara.
b. Badan hukum yang diakui oleh kekuasaan umum, misalnya,
perseroan (venootschap), gereja-gereja (sebelum diatur
sendiri tahun 1927), waterschapen seperti Subak di Bali.
c. Badan hukum yang diperkenankan (diperbolehkan) karena
diizinkan.
d. Badan hukum yang didirikan untuk suatu maksud/ tujuan
tertentu.

Menurut penggolongan hukum, yaitu golongan hukum


publik dan hukum privat, aneka badan hukum dapat dibagi
menjadi badan hukum publik dan badan hukum privat. Badan
hukum publik, merupakan Suatu badan hukum di Indonesia yang
merupakan badan hukum publik adalah negara. Sedangkan Badan
hukum privat, merupakan Hal yang penting dalam badan hukum
keperdataan ialah bahwa badan-badan hukum terjadi atau didirikan
atas pernyataan kehendak dari orang secara perseorangan.
Kemudian, badan hukum privat diatur Pasal 1 ayat (1) Undang-
Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas,
sebagai berikut: “Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut
Perseroan”, adalah badan hukum yang merupakan persekutuan
66 Pengantar hukum bisnis

modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha


dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan
memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-Undang
ini serta peraturan pelaksanaannya

C. Jenis Badan Hukum (Organisasi Bisnis)


1. Persekutuan Perdata (Maatschap)
a. Pengertian Persekutuan Perdata
Maatschap atau Persekutuan Perdata, adalah kumpulan
dari orang-orang yang biasanya memiliki profesi yang sama dan
berkeinginan untuk berhimpun dengan menggunakan nama
bersama1. Maatschap sebenarnya adalah bentuk umum dari Firma
dan Perseroan Komanditer (Comanditaire Venotschap). Dimana
sebenarnya aturan dari Maatschap, Firma dan CV pada dasarnya
sama, namun ada hal-hal yang membedakan di antara ketiganya.
Dengan kata lain Maatschaap adalah suatu perjanjian dengan
mana dua orang atau lebih mengikatkan diri untuk memasukkan
sesuatu (Inbreng) ke dalam persekutuan dengan maksud untuk
membagi keuntungan yang diperoleh karenanya (Pasal 1618 KUH-
Perdata)2. Kemudian menurut Pasal 1619 bahwa masing-masing
sekutu diwajibkan memasukkan uang, barang-barang, ataupun
kerajinan ke dalam persekutuan.

1 Menggunakan nama bersama semata-mata untuk hubungan internal diantara para sekutu
tanpa pengaruh ke luar atau pihak lainnya. Artinya secara eksternal perbuatan hukum
sekutu pelaku dipandang semata-mata sebagai perbuatan pribadi dari sekutu pelaku. Dari
perbuatan ekstern seorang pelaku tidaklah menimbulkan ikatan antara para pihak ketiga
dan sekutu pelaku, kecuali dalam hal : manakala perbuatan hukum yang dilakukan oleh
sekutu pelaku didasarkan atas kuasa sekutu nonpelaku; atau perbuatan yang dilakukan oleh
sekutu pelaku itu mendatangkan manfaat bagi persekutuan.
2 Berangkat dari Pasal 1618 KUH-Perdata, Purwosutijpto mengatakan bahwa persekutuan
perdata adalah “persatuan orang-orang yang sama kepentingannya terhadap suatu
perusahaan tertentu, sedangkan “sekutu” sendiri adalah peserta pada suatu perusahaan,
maka “persekutuan” itu sendiri adalah perkumpulan orang-orang yang menjadi peserta pada
suatu perusahaan tertentu. Apabila perkumpulan itu tidak menjalankan perusahaan, maka
persekutuan itu bukanlah persekutuan perdata, sedangkan orang yang ada di dalamnya
adalah anggota, bukan sekutu.
TEORI BADAN HUKUM 67

Dari rumusan atau definisi yang diberikan oleh Pasal 1618


KUH-Perdata, dapat diketahui bahwa suatu persekutuan memiliki
sekurang-kurangnya lima unsur, sebagai berikut3:
1. Persekutuan dibuat dalam bentuk perjanjian. Keadaan ini
membawa konsekuensi hukum bahwa suatu persekutuan
harus dibuat oleh dua orang atau lebih, dan tunduk pada
ketentuan yang mengatur mengenai perikatan yang lahir dari
perjanjian pada umumnya
2. Dalam persekutuan, masing-masing pihak dalam persekutuan
berkewajiban untuk memasukkan sesuatu ke dalam
persekutuan. Sesuatu kebendaan yang dimasukkan kedalam
persekutuan ini selanjutnya akan menjadi milik bersama
dari pihak-pihak dalam persekutuan tersebut, yang dapat
dipergunakan dimanfaatkan, dan dikelola oleh pihak-pihak
dalam persekutuan untuk memperoleh manfaat bersama bagi
persekutuan
3. Persekutuan dibuat untuk mencari keuntungan
4. Keuntungan yang diharapkan tersebut, dari berjalannya
persekutuan, diperoleh dari penggunaan, pemanfaatan,
pengelolaan harta bersama yang dimasukkan ke dalam
persekutuan tersebut, dan keahlian yang dijanjikan untuk
dimasukkan ke dalam persekutuan
5. Keuntungan yang diperoleh tersebut selanjutnya dibagikan
kepada seluruh pihak yang ada dalam persekutuan

b. Unsur Persekutuan Perdata


Pengertian persekutuan perdata dalam Pasal1618 tersebut jika
diperhatikan, maka terdapat 3 unsur yakni: Perjanjian; Pemasukan
ke dalam perusahaan; serta membagi keuntungan. Unsur pertama
adalah perjanjian, hal ini menunjukkan bahwa persekutuan perdata
didirikan oleh lebih dari satu orang; unsur kedua, dikenal juga
dengan istilah “Imbreng”, pemasukan berupa uang dalam Pasal
1626 KUH-Perdata, di mana bila ketentuan waktu untuk pemasukan
3 Gunawan Widjaja, Seri Aspek Hukum Dalam Bisnis: Persekutuan Perdata; Persekutuan Firmna;
dan persekutuan Komanditer, Kencana: Jakarta, 2004, hlm: 8-10.
68 Pengantar hukum bisnis

seperti halnya untuk ditetapkan dalam perjanjian tidak ditepati


oleh sekutu yang bersangkutan, maka dia harus membayar bunga
selama belum disetor. Sedangkan untuk pemasukan barang-
barang sekutu harus menjamin terhadap gugatan hak dari orang
lain dan terhadap adanya cacat yang tersembunyi. Ketentuan
mengenai ini diatur di dalam Buku III, Bab 8 Pasal 1618 sampai
dengan Pasal 1632 KUH-Perdata.
Bila kita menyimak Pasal 1620-1623, kita akan menjumpai
dua jenis maatschap yakni maatschap penuh dan maatschap
khusus4. Maatcshap penuh adalah sekutu memasukkan segala
harta kekayaan selama persekutuan berlangsung (Pasal
1622), sedangkan maatschap khusus adalah maatcshap yang
pemasukkanya (inbreng) jelas terdiri dari barang-barang tertentu.
a) Persekutuan Lahir dari Perjanjian
Dari dua jenis perikatan yang ada dan dikenal dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata, yakni yang diatur dalam Pasal
1233 KUH-Perdata, persekutuan adalah perjanjian yang melahirkan
perikatan. Persekutuan tidak pernah lahir karena Undang-undang.
Selanjutnya oleh karena persekutuan lahir dari perjanjian berarti
sahnya persekutuan bergantung pada pemenuhan syarat sahnya
perjanjian.
Syarat sahnya suatu perjanjian sebagaimana yang telah
disebutkan di muka (lihat materi Kontrak), adalah sebagai berikut:
1. Kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya;
2. Kecakapan untuk membuat perikatan;
3. Sesuatu hal tertentu;
4. Suatu sebab yang halal5.
4 H. R. Daeng Naja, Pengantar Hukum Bisnis Indonesia, Pustaka Yustisia: Yogyakarta, 2009,
hlm: 3-5.
5 Keempat syarat sahnya perjanjian yang baku tersebut, dalam doktrin ilmu hukum
digolongkan ke dalam unsur subjektif, dan unsur objektif. Unsur subjektif yang dimaksud
adalah mewakili dua unsur pokok yang menyangkut subjek (pihak) yang mengadakan
perjanjian; sedangkan unsur objektif yang dimaksud adalah, unsur yang mewakili dua
unsur pokok lainnya, yakni sesuatu hal tertentu, dan sebab yang halal. Tidak terpenuhinya
keempat unsur dalam perjanjian menyebabkan cacat dalam perjanjian, dan perjanjian
tersebut diancam dengan kebatalan, baik dalam bentuk dapat dibatalkan (jika terdapat
pelanggaran terhadap unsur subjektif), maupun batal demi hukum, dengan pengertian tidak
dapat dipaksakan pelaksanaannya (dalam hal tidak terpenuhinya unsur-unsur objektif).
TEORI BADAN HUKUM 69

Persekutuan yang lahir dari suatu perjanjian setidaknya harus


memenuhi:
1. Kesepakatan dalam pembentukan persekutuan
2. Kecakapan dalam pembentukan persekutuan
3. Hal tertentu dalam persekutuan
4. Causa yang halal dalam pembentukan persekutuan
5. Menegani janji dalam persekutuan

Adanya kesepakatan dalam pembentukan persekutuan


merupakan syarat mutlak bagi adanya suatu persekutuan. KUH-
Perdata tidak mengatur tentang pengertian kesepakatan ini,
walupun demikian KUH-Perdata memberikan cukup banyak aturan
tentang kesepakatan, yakni tertuang dalam Pasal 1321 sampai
dengan Pasal 1328 KUH-Perdata.6
Mengenai kecakapan untuk bertindak dalam hukum, yang
merupakan penjabaran lebih lanjut dari Pasal 1320 angka 2 KUH-
Perdata, Pasal 1329 KUH-Perdata. Dalam Pasal 1329 KUH-Perdata,
dikatakan bahwa: “Setiap orang adalah cakap untuk membuat
perikatan-perikatan, jika ia oleh Undang-undang tidak dinyatakan
tidak cakap” 7

6 Dari ketentuan Pasal 1321 KUH-Perdata sampai dengan Pasal 1328, secara acontrario, dapat
dikatakan bahwa pada dasarnya kesepakatan bebas dianggap terjadi pada saat perjanjian
dibuat oleh para pihak, kecuali dapat dibuktikan pada kesepakatan tersebut terjadi karena
adanya kekhilapan, paksaan maupun penipuan, sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal
1321 KUH-Perdata, yang lengkapnya berbunyi “Tiada suatu persetujuanpun mempunyai
kekuatan jika diberikan karena kekhilapan atau diperoleh dengan paksaan atau penipuan”.
7 Dalam Undang-undang yang tidak dinyatakan cakap untuk membuat perjanjian adalah:
anak yang belum dewasa; orang yang ditaruh di bawah pengampuan; perempuan yang
telah kawin dalam hal-hal yang ditetapkan oleh undang-undang. Jika dalam ketentuan
Pasal 1329 KUH-Perdata tersebut dikaitkan dengan ketentuan Pasal 1320 KUH-Perdata
tentang ketidakcakapan seseorang membuat perjanjian, maka dapat diketahui bahwa setiap
orang termasuk anak yang belum dewasa, orang yang ditaruh di bawah pengampuan tidak
dapat membuat atau menfadkan perjanjian, tetapi anak yang belum dewasa, orang yang
ditaruh di bawah pengampuan dapat membuat atau mengadakan perjanjian, yang lahir
dari undang-undang khususnya yang lahir dari perbuatan melawan hukum. Pernyataan
ini dapat diperjelas lagi dengan melihat ketentuan yang terdapat dalam Pasal 13331,
yang pada intinya mengatakan bahwa perikatan yang lahir dari perjanjian yang dibuat
oleh anak-anak yang belum dewasa, orang-orang yang ditaruh di bawah pengampuan dan
perempuan-perempuan yang bersuami, dapat dibatalkan. Dalam hal ini Undang-undang
secara konsisten yang dapat dibatalkannya adalah perikatannya tersebut, yakni perikatan
yang lahir dari perjanjian.
70 Pengantar hukum bisnis

Pada dasarnya setiap individu, orang perorangan, sejak ia


dilahirkan dengan hidup, adalah subjek hukum, suatu persona
standi in judicio, yang merupakan pendukung hak dan kewajibannya
sendiri. Dengan demikian maka semenjak lahir ia hidup ia sudah
memiliki harta kekayaan sendiri, baik yang merupakan kebendaan
pada sisi positifnya, maupun pada sisi negatifnya. Walaupun
demikian, seperti yang dinyatakan pasal 1330 KUH-Perdata, tidak
setiap orang yang telah dilahirkan, cakap bertindak dalam hukum,
oleh karena mereka dianggap belum mampu mengetahui segala
akibat dari suatu perbuatan hukum, khususnya dalam lapangan
harta kekayaan, yang dapat mengurangi jumlah harta kekayaan,
dalam bentuk perikatan, salah satunya adalah anak-anak yang
belum dewasa.8
Mengenai suatu hal tertentu dalam suatu perjanjian
pembentukan persekutuan adalah “benda” yang dimasukkan ke
dalam persekutuan tersebut. Benda tersebut haruslah benda yang
memiliki nilai ekonomis. Tanpa nilai ekonomis, maka benda tersebut
tidaklah akan ada artinya sama sekali, yang dengan demikian pula

8 Seseorang dapat dikatakan dewasa apabila memenuhi syarat sebagai berikut:


1. Pasal 330, dikatakan bahwa Belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur
genap dua puluh satu tahun (21 th), dan tidak lebih dahulu kawin; Apabila perkawinan
dibubarkan sebelum mereka genap 21 th, maka mereka tidak kembali lagi dalam
kedudukan belum dewasa; Mereka yang belum dewasa dan tidak berada di bawah
kekuasaan orang tua, berada di bawah perwalian atas dasar dan dengan cara yang
ditentukan dalam UU. Pasal 330, pada intinya ingin menyatakan bahwa Seseorang
dapat dikatakan dewasa jika ia telah berumur 21 Tahun atau telah menikah. Syarat telah
menikah, membawa konsekuensi hukum bahwa seseorang anak yang sudah menikah
tetapi kemudian perkawinannya dibubarkan sebelum ia genap berusia 21 tahun, maka
tetap secara hukum dianggap telah dewasa.
2. Pasal 47 & Pasal 50 UU No. 1 Tahun 1974 Tentang perkawinan; Dalam Pasal 47
dikatakan bahwa: (1) anak yangs belum mencapai umum 18 tahun atau belum pernah
melangsungkan perkawinan ada di bawah kekuasaan orang tuanya selama mereka dicabut
dari kekuasaannya; (2) orang tua mewakili anak tersebut mengenai perbuatan hukum
di dalam dan di luar Pengadilan. Sedangkan dalam Pasal 50 dikatakan bahwa (1) anak
yang belum mencapai umur 18 tahun atau belum pernah melangsungkan perkawinan,
yang tidak berada di bawah kekuasaan orang tua berada di bawah kekuasaan wali; (2)
perwalian itu mengenai pribadi anak yang bersangkutan maupun harta bendanya. Pada
intinya UU perkawinan ingin mengatakan bahwa seseorang sudah dikatakan dewasa jika
ia telah berumur 18 tahun, dan atau telah menikah. Seseorang yang telah menikah tetapi
kemudian perkawinannya dibubarkan sebelum ia genap berusia 18 tahun tetap dianggap
telah dewasa.
TEORI BADAN HUKUM 71

berarti tidak mungkin dipergunakan untuk memperoleh keuntungan


(yang akan dibagikan dalam persekutuan). Dengan demikian
jelaslah bahwa benda yang dapat menjadi pokok persetujuan
meliputi segala macam benda, yang diakui dan dikenal secara
memilih nilai ekonomis, dapat dimasukkan dalam persekutuan.9
Pengaturan mengenai Causa yang halal dalam perjanjian
pembentukan persekutuan, secara umum dapat dirujuk pada
ketentuan Pasal 1619 ayat (1) KUH-Perdata, yang berbunyi bahwa
“Segala persekutuan harus mengenai suatu usaha yang halal, dan
harus dibuat untuk manfaat persekutuan bersama para pihak”. Dari
ketentuan Pasal tersebut, dapat diketahui bahwa ada dua hal yang
menjadikan perjanjian pembentukan persekutuan memiliki causa
yang halal yakni:
1) Mengenai suatu usaha yang halal, yang selanjutnya diatur
dalam Pasal 1620 hingga Pasal 1623 KUH-Perdata
2) Harus dibuat untuk manfaat para pihak, yang merupakan
sekutu dalam persekutuan tersebut, yang menemukan
bentuk konkretnya dalam rumusan Pasal 1634 dan pasal
1635 KUH-Perdata.

b) Kewajiban untuk Memasukkan Sesuatu ke dalam


Persekutuan
Kewajiban untuk melakukan pemasukan sesuatu adalah ciri
khas dari persekutuan yang tidak dapat ditemukan dalam jenis-
jenis perjanjian lainnya. Pemasukan ini dalam sudut pandang
Hukum Perdata, dapat dilakukan dalam bentuk:

9 Benda yang dapat dimasukkan ke dalam persekutuan adalah:


1. Benda bergerak, baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud, dapat ditemukan
pengaturannya dalam KUH-Perdata, sebagai ketentuan umum dan ketentuan khusus
dapat ditemukan antara lain dalam: KUH-Dagang mengenai surat berharga, seperti
misalnya cek, promes, wesel serta kuitansi; UU-Perbankan (UU No. 10 Tahun 1998,
mengenai surat berharga uang yang diperdagangkan dalam pasar uang di bawah
pengawasan bank Indonesia; UU pasar Modal, serta UU Tentang utang negara.
2. Benda tidak bergerak, yang bukan tanah, mengenai kapal laut, pengaturannya dapat
ditemukan dalam KUH-Dagang.
3. Hak atas tanah.
4. Hak kekayaan Intelektual.
72 Pengantar hukum bisnis

1) Uang;
2) Benda baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak,
baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud10, baik
tanah atau segala sesuatu yang melekat yang menjadi
satu kesatuan dengan tanah;
3) Keahlian;
4) Kenikmatan atas suatu Benda (baik merupakan hak atas
suatu kebendaan atau bukan, yang juga adalah benda
menurut pasal 508 dan pasal 511 KUH-Perdata.

Pemasukan seperti disebutkan di atas, kecuali dalam bentuk


keahlian, akan menjadi ‘harta kekayaan persekutuan’, yang
merupakan harta bersama dari para pihak dalam persekutuan
tersebut. Mengenai kepemilikan suatu benda secara bersama
(milik bersama) oleh lebih dari satu orang dapat ditemukan
pengaturannya secara umum dalam ketentuan Pasal 526 KUH-
Perdata, yang menyebutkan bahwa “dengan kebendaan milik
badan-badan kesatuan yang dimaksud ialah kebendaan milik
bersama dari perkumpulan-perkumpulan” dan Pasal 527 KUH-
Perdata, yang menyebutkan bahwa “Dengan kebendaan milik
seseorang yang dimaksud ialah kebendaan milik satu orang atau
lebih dalam perseorangan”.
Dari rumusan kedua Pasal tersebut, yakni Pasal 526
KUHPerdata dan Pasal 527 KUH-Perdata, dapat diketahui bahwa
KUH-Perdata membedakan kepemilikan suatu benda oleh lebih
dari satu orang ke dalam:

10 Mengenai Benda bergerak, baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud, dapat
ditemukan pengaturannya dalam KUH-Perdata, sebagai ketentuan umum, dengan
ketentuan khususnya dapat ditemukan, antara lain dalam:
1. KUH-Dagang mengenai surat berharga, seperti misalnya cek; promes; wesel; serta
kuitansi
2. Mengenai surat berharga pasar uang di bawah pengawasan Bank Indonesia, dan surat
berharga lainya yang dipergunakan dalam transaksi perdagangan, seperti misalnya giro,
sertifikat deposito
3. UU Perseroan terbatas No. 1 Tahun 1995, yang merupakan pengaturan lebih lanjut
dari sero-sero, andil-andil atau saham-saham yang merupakan benda yang menurut
ketentuan Pasal 511 angka 4 KUH-Perdata
4. UU-Pasar Modal, yang mengatur tentang efek yang diperdagangkan di Pasar Modal
5. UU No. 24 Tahun 2002, tentang Surat Utang Negara.
TEORI BADAN HUKUM 73

1) Milik bersama yang terikat11, yakni yang diatur dalam


Pasal 526 Kuh-Perdata, yang merupakan milik dari suatu
kesatuan
2) Milik bersama yang bebas12, yang diatur dalam Pasal 527
KUH-Perdata, yakni benda yang merupakan milik satu
orang atau lebih.

c) Persekutuan didirikan Untuk Mencari Keuntungan


Unsur ketiga dari suatu persekutuan adalah mengenai maksud
dan tujuan persekutuan untuk mencari keuntungan. Persyaratan
untuk memperoleh keuntungan untuk melalui pembentukan
suatu persekutuan jelas ternyata dalam Rumusan Pasal 1621 KUH-
Perdata, yang menyatakan bahwa:
“Undang-undang hanyalah mengenal persekutuan penuh tentang
keuntungan. Dilarang adalah segala persekutuan, baik dari semua
kekayaan maupun dari sebagian tertentu dari kekayaan seorang
secara percampuran seumumnya; dengan tidak mengurangi
ketentuan-ketentuan sebagaimana yang ditetapkan dalam Bab
ke-VI, VII, dan Buku ke-1 KUH-Perdata”

Jadi jelas bahwa suatu persekutuan harus dibentuk dengan


maksud dan tujuan untuk mencari atau memperoleh keuntungan.
Undang-undang tidak memperbolehkan suatu persekutuan, yang
hanya semata-mata merupakan campuran seumumnya dari
harta milik dua orang atau lebih, tanpa adanya maksud untuk
memperoleh keuntungan dari percampuran harta tersebut.13

11 Sifat dari harta bersama yang terikat tersebut, adalah ibarat suatu warisan yang sudah
terbuka, tetapi belum dibagikan kepada para ahli warisnya sekalian. Sebagai suatu warisan
yang sudah terbuka, tetapi belum dibagikan kepada par ahli warisnya sekalian, maka setiap
orang (Dalam hal ini para calon ahli waris) tidak diperkenankan untuk berbuat secara bebas
dengan harta warisan yang sudah terbuka, tetapi belum dibagikan kepada para ahli warisnya
sekalian tersebut.
12 Tujuan dari para pihak, dengan kesadaran mereka bahwa mereka ini bermaksud untuk
memiliki secara bersama suatu benda, misalnya dengan cara membeli benda tersebut,
dengan mempergunakan uang bersama.
13 Mengenai “percampuran Harta Kekayaan Seumumnya” dalam KUH-Perdata atau UU lainnya
tidak dijelaskan, namun pengertian ini dapat ditemukan dalam pendapat para ahli hukum,
yang mengatakan bahwa “percampuran harta tanpa menyebutkan secara tegas dan detail
74 Pengantar hukum bisnis

Pada dasarnya pendirian suatu Maatschap dapat dilakukan


untuk 2 tujuan, yaitu: Untuk kegiatan yang bersifat komersial; dan
Untuk persekutuan-persekutuan yang menjalankan suatu profesi.
Contohnya adalah persekutuan di antara para pengacara atau para
akuntan, yang biasanya dikenal dengan istilah associate, partner,
rekan atau Co (compagnon) Mengenai Maatschap ini diatur dalam
bab ke VIII bagian pertama dari buku III Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata Indonesia (selanjutnya akan kita sebut BW).
Karakteristik dari Maatschap yang tidak dimiliki oleh Firma
dan CV adalah: Maatschap merupakan kumpulan dari orang-
orang yang memiliki profesi yang sama. Oleh karena itu, di dalam
pembukaan suatu Maatschap Akuntan misalnya, maka para
sekutunya harusnya hanya orang-orang yang berprofesi sebagai
Akuntan saja. Jadi tidak boleh dibuat misalnya: Kantor Akuntan
Publik Suswinarno, Ak dan Rekan, tapi ternyata para sekutunya
terdiri dari Notaris, Pengacara ataupun konsultan manajemen.
Demikian pula untuk Maatschap yang dibentuk oleh para Notaris
ataupun para pengacara.
Seperti halnya Firma, maka dalam Maatschap para sekutunya
masing-masing bersifat independen. Artinya, masing-masing
sekutu berhak untuk bertindak keluar dan melakukan perbuatan
hukum atas nama dirinya sendiri, khususnya untuk tindakan
pengurusan sepanjang hal tersebut tidak dilarang dalam anggaran
dasarnya.
Pembatasan tindakan keluar tersebut biasanya mengacu pada
perbuatan yang bersifat kepemilikan, ataupun yang memberati
Maatschap tersebut dengan suatu hutang atau kewajiban tertentu.
Dalam hal demikian, maka perbuatan hukum dimaksud harus
mendapat persetujuan dari sekutu yang lain.
Dalam pendirian suatu Maatschap, para sekutu diwajibkan
untuk berkontribusi bagi kepentingan Maatschap tersebut.

kebendaan yang dimasukkan dalam persekutuan. Tanpa adanya penyebutan yang tegas
dan detail mengenai jenis dan nilai benda yang dimasukkan ke dalam persekutuan maka
nantinya tidak mungkin terjadinya pembagian keuntungan, sebagaimana yang disyaratkan
dalam pembagian itu sendiri.
TEORI BADAN HUKUM 75

“Kontribusi” ini dalam istilah hukumnya disebut “inbreng”


(pemasukan ke dalam Perseroan). Para sekutu dapat berkontribusi
dalam berbagai bentuk, yaitu uang, barang, good will, dan know
how. Good Will itu sendiri bisa berupa apa saja, seperti: pangsa
pasar yang luas, jaringan, relasi, ataupun Merek (brand image).
Sedangkan Know how bisa berupa keahlian di bidang tertentu,
seperti: dalam Maatschap Kantor Hukum, bisa berupa keahlian di
bidang penanganan kasus kejahatan di dunia maya misalnya. Jadi
bisa apa saja, yang penting oleh para persero (sekutu) tersebut
dianggap memiliki manfaat dan nilai ekonomis.
Syarat pendirian suatu Maatschap (Persekutuan Perdata),
sama dengan Firma ataupun CV, yaitu harus didirikan oleh paling
sedikit oleh 2 orang berdasarkan perjanjian dengan akta notaries
yang dibuat dalam bahasa Indonesia. Karena, pada dasarnya akta
pendirian Maatschap sebenarnya adalah bentuk kesepakatan
antara para sekutu untuk berserikat dan bersama-sama dan
mengatur hubungan hukum diantara para sekutu tersebut.

2. Perseroan Terbatas (PT)


Apa yang dimaksud dengan Perseroan Terbatas (PT):
Adalah merupakan badan hukum yang merupakan persekutuan
modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan
usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham
dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam UU, serta
peraturan pelaksanaannya (Pasal 1 angka (1) UUPT) (UU No. 40
Tahun 2007).14

Perseroan Terbatas adalah perusahaan yang didirikan oleh


dua orang atau lebih yang berbadan hukum, dulu 1 mei 1848 PT
diatur dalam KUHD namun aturan itu tidak sesuai dengan prinsip
ekonomi Indonesia yang berazaskan demokrasi sesuai dengan

14 UU No. 40 Tahun 2007 merupakan perubahan UU No. 1 Tahun 1995, yang juga merupakan
perubahan terhadap ketentuan perseroan terbatas dalam Pasal 16-Pasal 35 KUH-Dagang.
Pengertian PT dalam UU No. 1 Tahun 1995, adalah: “Badan hukum yang didirikan atas
perjanjian, yang melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang terbagi ke dalam saham
yang memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam UU”.
76 Pengantar hukum bisnis

pancasila dan UUD 1945, maka dibentuk peraturan baru yang


dituangkan dalam UU No. 1 tahun 1995 yang mengatur bahwa
sebuah PT harus didirikan dengan syarat harus memiliki etikat
yang baik, azas kepatutan dan azas kepantasan. Dan setelah
mengikuti berbagai perkembangan akhirnya dikeluarkan UU No.40
tahun 2007 dimana adanya tambahan tentang Prinsip Tata kelola
perseroan yang baik
Perseroan Terbatas (PT), dulu disebut juga Naamloze
Vennootschaap (NV), adalah suatu persekutuan untuk men-
jalankan usaha yang memiliki modal terdiri dari saham-saham,
yang pemiliknya memiliki bagian sebanyak saham yang dimilikinya.
Karena modalnya terdiri dari saham-saham yang dapat diperjual-
belikan, perubahan kepemilikan perusahaan dapat dilakukan tanpa
perlu membubarkan perusahaan.
Perseroan terbatas merupakan badan usaha dan besarnya
modal perseroan tercantum dalam anggaran dasar. Kekayaan
perusahaan terpisah dari kekayaan pribadi pemilik perusahaan
sehingga memiliki harta kekayaan sendiri. Setiap orang dapat
memiliki lebih dari satu saham yang menjadi bukti pemilikan
perusahaan. Pemilik saham mempunyai tanggung jawab yang
terbatas, yaitu sebanyak saham yang dimiliki. Apabila utang
perusahaan melebihi kekayaan perusahaan, maka kelebihan utang
tersebut tidak menjadi tanggung jawab para pemegang saham.
Apabila perusahaan mendapat keuntungan maka keuntungan
tersebut dibagikan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan.
Pemilik saham akan memperoleh bagian keuntungan yang disebut
dividen yang besarnya tergantung pada besar-kecilnya keuntungan
yang diperoleh perseroan terbatas.
Selain berasal dari saham, modal PT dapat pula berasal dari
obligasi. Keuntungan yang diperoleh para pemilik obligasi adalah
mereka mendapatkan bunga tetap tanpa menghiraukan untung
atau ruginya perseroan terbatas tersebut.
Minimal 2 orang atau lebih untuk mendirikan PT, dan pendiri
wajib mengambil bagian saham, mempunyai nama PT, dan
TEORI BADAN HUKUM 77

Mempunyai maksud dan tujuan serta kegiatan usaha. Modal dasar


dari membuat suatu PT adalah Rp 50.000.000,- (Psl 32) dan modal
yang dipakai bisa dari modal sendiri ataupun dari Loan (pinjaman
dalam negeri maupun luar negeri). organ dalam suatu PT terdapat
Direksi, Komisaris, dan RUPS dengan tugasnya masing-masing
Direksi —menjalankan pengurusan perseroan untuk kepentingan
perseroan sesuai dengan maksud tujuan perseroan Komisaris—
sebagai pengawas atas kebijakan perseroan RUPS (Rapat umum
pemegang saham).
PT, terbagi ke dalam tiga bentuk, yakni:
1. Perseroan terbuka adalah perseroan terbatas yang menjual
sahamnya kepada masyarakat melalui pasar modal (go public).
Jadi sahamnya ditawarkan kepada umum, diperjualbelikan
melalui bursa saham dan setiap orang berhak untuk membeli
saham perusahaan tersebut.
2. Perseroan terbatas tertutup adalah perseroan terbatas yang
modalnya berasal dari kalangan tertentu misalnya pemegang
sahamnya hanya dari kerabat dan keluarga saja atau kalangan
terbatas dan tidak dijual kepada umum.
3. Perseroan terbatas kosong adalah perseroan terbatas yang
sudah tidak aktif menjalankan usahanya dan hanya tinggal
nama saja.

Kerumitan perizinan dan organisasi. Untuk mendirikan


sebuah PT tidaklah mudah. Selain biayanya yang tidak sedikit,
PT juga membutuhkan akta notaris dan izin khusus untuk usaha
tertentu. Lalu dengan besarnya perusahaan tersebut, biaya
pengorganisasian akan keluar sangat besar. Belum lagi kerumitan
dan kendala yang terjadi dalam tingkat personel. Hubungan antar
perorangan juga lebih formal dan berkesan kaku.
Sebelum mengajukan permintaan untuk mendirikan perseroan
terbatas (PT), ada baiknya sudah diperoleh kesepakatan sebagai
berikut;
78 Pengantar hukum bisnis

a. Pendiri Perseroan
Anda harus menetapkan Nama Para Pendiri Perseroan
dengan ketentuan seperti di bawah ini;
1. Jumlah Pendiri minimal 2 (dua) orang.15
2. Pendiri harus Warga Negara Indonesia kecuali pendirian PT
yang dimaksud adalah dalam rangka fasilitas Penanaman
Modal Asing (PMA).
3. Para pendiri pada saat perseroan ini didirikan yaitu saat
Pembuatan Akta Pendirian PT harus menjadi Pemegang
Saham di dalam Perseroan.16
4. Para pendiri juga dapat diangkat sebagai salah satu pengurus
baik sebagai Direktur atau Komisaris dan jika Anggota
5. Direktur atau Komisaris lebih dari satu orang maka salah
satu dapat diangkat menjadi Direktur Utama atau Komisaris
Utama.

Proses pendirian PT dilakukan melalui 4 (empat) tahap yakni


sebagai berikut:
1. Pembuatan akta pendirian perseroan di hadapan Notaris17
2. Pengesahan pendirian perseroan oleh Menteri Hukum & Hak
Asasi Manusia
15 Dalam Pasal 7 ayat (1) UUPT disebutkan bahwa perseroan didirikan oleh dua orang atau
lebih dengan akta notaris yang dibuat dalam Bahas indonesia. Pasal ini dapat ditafsirkan
bahwa pada dasarnya pendirian PT merupakan suatu hubungan “kontraktuil” antara dua
orang atau lebih. Ketentuan ini menegaskan prinsip yang berlaku berlandaskan UUPT,
bahwa pada dasarnya sebagai badan hukum, perseroan dibentuk berdasarkan perjanjian,
dan karena itu mempunyai lebih dari satu orang pemegang saham.
16 Jumlah pemegang saham ditegaskan dalam Pasal 7 ayat 5 yang secara lengkap berbunyi
sebagai berikut:
1. Dalam hal setelah perseroan memperoleh status Badan Hukum dan pemegang saham
menjadi kurang dari 2 (dua) maka dalam jangka waktu paling lama enam bulan terhitung
sejak keadaan tersebut pemegang saham yang bersangkutan wajib mengalihkan sebagian
sahamnya kepada orang lain
2. Dalam hal setelah lampau jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (5) pemegang
saham tetap kurang dari dua orang maka pemegang saham bertanggung jawab secara
pribadi atas segala perikatan atau kerugian perseroan, dan atas permohonan pihak yang
berkepentingan, pengadilan negeri dapat membubarkan perseroan tersebut.
17 Dengan kata lain tiada berdiri suatu perseroan tanpa akta notaris. Bahkan hal ini berlaku
juga atas segala perubahan anggaran dasar perseroan, haruslah dengan akta notaris. Artinya
perubahan anggaran dasar perseroan juga harus dibuat dengan akta notaris dalam bahasa
Indonesia.
TEORI BADAN HUKUM 79

3. Pendaftaran pendirian perseroan di daftar perseroan


4. Pengumuman pendirian perseroan di tambahan Berita Negara
Republik Indonesia.

Untuk mendirikan PT, harus dengan menggunakan akta resmi


(akta yang dibuat oleh notaris ) yang di dalamnya dicantumkan
nama lain dari perseroan terbatas, modal, bidang usaha, alamat
perusahaan, dan lain-lain. Akta ini harus disahkan oleh menteri
Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia (dahulu Menteri
Kehakiman). Untuk mendapat izin dari menteri kehakiman, harus
memenuhi syarat sebagai berikut:
1. Perseroan terbatas tidak bertentangan dengan ketertiban
umum dan kesusilaan
2. Akta pendirian memenuhi syarat yang ditetapkan Undang-
Undang18
3. Paling sedikit modal yang ditempatkan dan disetor adalah
25% dari modal dasar (sesuai dengan UU No. 1 Tahun 1995 &
UU No. 40 Tahun 2007, keduanya tentang perseroan terbatas).

Setelah mendapat pengesahan, dahulu sebelum adanya UU


mengenai Perseroan Terbatas (UU No. 1 tahun 1995) Perseroan
Terbatas harus didaftarkan ke Pengadilan Negeri setempat,
tetapi setelah berlakunya UU NO. 1 tahun 1995 tersebut, maka
akta pendirian tersebut harus didaftarkan ke Kantor Pendaftaran
Perusahaan (sesuai UU Wajib Daftar Perusahaan tahun 1982)
(dengan kata lain tidak perlu lagi didaftarkan ke Pengadilan negeri,
dan perkembangan tetapi selanjutnya sesuai UU No. 40 tahun 2007,
kewajiban pendaftaran di Kantor Pendaftaran Perusahaan tersebut
ditiadakan juga. Sedangkan tahapan pengumuman dalam Berita
Negara Republik Indonesia (BNRI) tetap berlaku, hanya yang pada

18 Suatu akta pendirian memuat anggaran dasar dan keterangan lain, sekurang-kurangnya,
memuat:
1. Nam lengkap, tempat tanggal lahir, pekerjaan, tempat tinggal, serta kewarganegaraan.
2. Susunan, nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan, serta kewarganegaraan
anggota direksi dan komisaris yang pertama kali diangkat.
3. Nama pemegang saham yang telah mengambil bagian saham, rincian jumlah saham
serta nilai nominal yang diperjanjikan dari saham yang telah ditempatkan dan disetor
pada saat pendirian.
80 Pengantar hukum bisnis

saat UU No. 1 tahun 1995 berlaku pengumuman tersebut merupakan


kewajiban Direksi PT yang bersangkutan tetapi sesuai dengan
UU NO. 40 tahun 2007 diubah menjadi merupakan kewenangan/
kewajiban Menteri Hukum dan HAM.
Setelah tahap tersebut dilalui maka perseroan telah sah
sebagai badan hukum dan perseroan terbatas menjadi dirinya
sendiri serta dapat melakukan perjanjian-perjanjian dan kekayaan
perseroan terpisah dari kekayaan pemiliknya.
Modal dasar perseroan adalah jumlah modal yang dicantumkan
dalam akta pendirian sampai jumlah maksimal bila seluruh saham
dikeluarkan. Selain modal dasar, dalam perseroan terbatas juga
terdapat modal yang ditempatkan, modal yang disetorkan dan
modal bayar. Modal yang ditempatkan merupakan jumlah yang
disanggupi untuk dimasukkan, yang pada waktu pendiriannya
merupakan jumlah yang disertakan oleh para persero pendiri.
Modal yang disetor merupakan modal yang dimasukkan dalam
perusahaan. Modal bayar merupakan modal yang diwujudkan
dalam jumlah uang.
Dalam masalah pengurusan ini, anda harus menetapkan
siapa saja yang akan diangkat dan menjadi Pengurus Perseroan
yaitu; Direktur dan Komisaris. Jumlah pengurus dalam perseroan
minimal 2 (dua) orang, satu sebagai Direktur dan satu lagi sebagai
Komisaris; Jika jumlah pengurus lebih dari 2 (dua) orang, misalnya
yang akan menjadi Direktur ada 2 dan Komisaris 1 orang, maka
salah satu Direktur diangkat menjadi Direktur Utama begitu juga
jika komisaris ada 2 orang maka salah satu diangkat menjadi
Komisaris Utama; Dalam hal ini pendiri perseroan dapat diangkat
sebagai Direktur atau Komisaris atau mengangkat seseorang
menjadi Direktur atau Komisaris di dalam Perseroan. Jangka Waktu
Berdirinya Perseroan; Dalam hal ini anda selaku pendiri dapat
menetapkan jangka waktu berdirinya perseroan: selama 10 tahun,
20 tahun atau lebih atau bahkan tidak perlu ditentukan lamanya
artinya berlaku seumur hidup.
TEORI BADAN HUKUM 81

b. Pembagian Wewenang dalam PT


Dalam perseroan terbatas selain kekayaan perusahaan dan
kekayaan pemilik modal terpisah juga ada pemisahan antara
pemilik perusahaan dan pengelola perusahaan. Pengelolaan
perusahaan dapat diserahkan kepada tenaga-tenaga ahli dalam
bidangnya (profesional). Struktur organisasi perseroan terbatas
terdiri dari pemegang saham, direksi, dan komisaris.
Dalam PT, para pemegang saham melimpahkan wewenang-
nya kepada direksi untuk menjalankan dan mengembangkan
perusahaan sesuai dengan tujuan dan bidang usaha perusahaan.
Dalam kaitan dengan tugas tersebut, direksi berwenang untuk
mewakili perusahaan, mengadakan perjanjian dan kontrak, dan
sebagainya. Apabila terjadi kerugian yang amat besar (di atas 50%)
maka direksi harus melaporkannya ke para pemegang saham dan
pihak ketiga, untuk kemudian dirapatkan.
Komisaris memiliki fungsi sebagai pengawas kinerja jajaran
direksi perusahaan. Komisaris bisa memeriksa pembukuan,
menegur direksi, memberi petunjuk, bahkan bila perlu
memberhentikan direksi dengan menyelenggarakan RUPS untuk
mengambil keputusan apakah direksi akan diberhentikan atau
tidak.
Dalam RUPS/Rapat Umum Pemegang Saham, semua
pemegang saham sebesar/sekecil apapun sahamnya memiliki
hak untuk mengeluarkan suaranya. Dalam RUPS sendiri dibahas
masalah-masalah yang berkaitan dengan evaluasi kinerja dan
kebijakan perusahaan yang harus dilaksanakan segera. Bila
pemegang saham berhalangan, dia bisa melempar suara miliknya
ke pemegang lain yang disebut proxy. Hasil RUPS biasanya
dilimpahkan ke komisaris untuk diteruskan ke direksi untuk
dijalankan.
Isi RUPS:
1. Menentukan direksi dan pengangkatan komisaris
2. Memberhentikan direksi atau komisaris
82 Pengantar hukum bisnis

3. Menetapkan besar gaji direksi dan komisaris


4. Mengevaluasi kinerja perusahaan
5. Memutuskan rencana penambahan/pengurangan saham
perusahaan
6. Menentukan kebijakan perusahaan
7. Mengumumkan pembagian laba (dividen).

Menurut Undang-undang Perseroan Terbatas Nomor 40


Tahun 2007 hal-hal dari hasil RUPS yang perlu mendapatkan
pengesahan dari Menteri Hukum dan Ham adalah:
1. Perubahan atas nama perseroan dan/atau tempat kedudukan
Perseroan;
2. Perubahan Maksud dan Tujuan serta kegiatan usaha perseroan;
3. Perubahan jangka waktu berdirinya Perseroan;
4. Perubahan besarnya modal dasar;
5. Perubahan pengurangan modal ditempatkan dan disetor;
dan/atau
6. Perubahan Perseroan dari status tertutup menjadi terbuka
atau bisa juga sebaliknya.

Sementara itu hasil RUPS yang cukup didaftarkan saja adalah;


Pengangkatan dan pemberhentian Dewan Komisaris dan Direksi;
serta Penambahan modal ditempatkan atau disetor.

c. Nama Perseroan Terbatas (PT)


Anda harus menetapkan Nama dan Tempat kedudukan
perseroan melakukan kegiatan usaha seperti di bawah;
1. Mengingat pemakaian PT tidak boleh sama atau mirip
sekali dengan Nama PT yang sudah ada maka yang perlu
disiapkan adalah 2 atau 3 pilihan nama PT, usahakan nama
PT mencerminkan kegiatan usaha anda.
2. Sebelum akta dibuat Notaris akan melakukan pengecekan
terlebih dahulu untuk mengetahui Nama PT tersebut bisa
gunakan atau tidak? Jika bisa sebaiknya anda langsung
melakukan pemesanan untuk menghindari nama tersebut
akan digunakan oleh pihak lain.
TEORI BADAN HUKUM 83

3. Pemakaian nama Perseroan Terbatas diatur oleh Peraturan


Pemerintah No. 26 tahun 1998 tentang Pemakaian Nama
Perseroan Terbatas.
4. Kedudukan perseroan harus berada di wilayah Republik
Indonesia dengan menyebutkan nama Kota dimana perseroan
melakukan kegiatan usaha sebagai Kantor Pusat.

d. Maksud dan Tujuan serta Kegiatan Usaha


Setiap perseroan yang didirikan dapat melakukan kegiatan
usaha yang sama dengan perseroan lain atau berbeda, bersifat
khusus atau umum sesuai dengan keinginan para pendiri perseroan.
Namun ada beberapa bidang usaha yang hanya bisa didirikan
dengan ketentuan modal tertentu sesuai dengan peraturan yang
mengatur kegiatan usaha tersebut.
Keuntungan utama membentuk perusahaan perseroan
terbatas adalah:
1. Kewajiban terbatas. Tidak seperti partnership, pemegang
saham sebuah perusahaan tidak memiliki kewajiban untuk
obligasi dan utang perusahaan. Akibatnya kehilangan
potensial yang “terbatas” tidak dapat melebihi dari jumlah
yang mereka bayarkan terhadap saham. Tidak hanya ini
mengijinkan perusahaan untuk melaksanakan dalam usaha
yang beresiko, tetapi kewajiban terbatas juga membentuk
dasar untuk perdagangan di saham perusahaan.
2. Masa hidup abadi. Aset dan struktur perusahaan dapat
melewati masa hidup dari pemegang sahamnya, pejabat atau
direktur. Ini menyebabkan stabilitas modal, yang dapat menjadi
investasi dalam proyek yang lebih besar dan dalam jangka
waktu yang lebih panjang daripada aset perusahaan tetap
dapat menjadi subjek disolusi dan penyebaran. Kelebihan
ini juga sangat penting dalam periode pertengahan, ketika
tanah disumbangkan kepada Gereja (sebuah perusahaan)
yang tidak akan mengumpulkan biaya feudal yang seorang
tuan tanah dapat mengklaim ketika pemilik tanah meninggal.
Untuk hal ini, lihat Statute of Mortmain.
84 Pengantar hukum bisnis

3. Efisiensi manajemen. Manajemen dan spesialisasi


memungkinkan pengelolaan modal yang efisien sehingga
memungkinkan untuk melakukan ekspansi. Dan dengan
menempatkan orang yang tepat, efisiensi maksimum dari
modal yang ada. Dan juga adanya pemisahan antara pengelola
dan pemilik perusahaan, sehingga terlihat tugas pokok dan
fungsi masing-masing.

e. Modal Perseroan
Anda harus menetapkan besarnya Modal Dasar, modal
ditempatkan, modal disetor serta siapa saja yang menjadi
Pemegang saham dan berapa jumlahnya seperti di bawah ini;
1. Perseroan Terbatas harus memiliki modal dasar minimal
Rp.50.000.000,- (lima puluh juta) kecuali ditentukan lain oleh
Undang-undang atau Peraturan yang mengatur tentang
pelaksanaan kegiatan usaha tertentu di Indonesia.
2. Dari modal dasar tersebut minimal 25% (dua puluh lima
persen) atau sebesar Rp.12.500.000,- (dua belas juta lima ratus
ribu) harus sudah ditempatkan dan disetor penuh pada saat
akan mengajukan permohonan Persetujuan Menteri Hukum
dan HAM RI. Untuk menentukan besarnya modal dasar,
modal ditempatkan dan modal disetor ada strateginya. Karena
semua itu tergantung pada jenis/kelas SIUP yang di inginkan.
Penentuan kelas SIUP bukan berdasarkan besarnya modal
dasar, melainkan berdasarkan besarnya modal disetor ke kas
Perseroan.
3. Besarnya modal disetor sebaiknya maksimum sampai dengan
50% dari modal dasar, untuk memberikan kesempatan bagi
Perusahaan apabila sewaktu-waktu akan mengeluarkan
saham dalam simpanan, tidak perlu meningkatkan modal
dasar lagi. Namun demikian, boleh juga modal dasar = Modal
disetor. Tergantung dari kebutuhan.
4. Pemegang saham untuk pertama kali adalah Pendiri Perseroan
jumlahnya minimal 2 (dua) orang, jadi anda tentukan sendiri
TEORI BADAN HUKUM 85

berapa jumlah modal yang ditempatkan dan disetor oleh para


pendiri perseroan. Komposisi Saham Jumlah saham yang
diambil oleh masing-masing pendiri (presentase). Misalnya: A
= 25% B = 50% C = 25%.

3. Firma (Fa)
a. Pengertian Firma (Fa)
Firma (dari bahasa Belanda venootschap onder firma; secara
harfiah: perserikatan dagang antara beberapa perusahaan) atau
sering juga disebut Fa, adalah sebuah bentuk persekutuan untuk
menjalankan usaha antara dua orang atau lebih dengan memakai
nama bersama. Pemilik firma terdiri dari beberapa orang yang
bersekutu dan masing-masing anggota persekutuan menyerahkan
kekayaan pribadi sesuai yang tercantum dalam akta pendirian
perusahaan.
Persekutuna firma (fa) adalah salah satu bentuk persekutuan
khusus yang diatur secara khusus dalam Kitan Undang-undang
Hukum Dagang, dikatakan sebagai suatu persekutuan khusus
karena, dalam ketentuan Pasal 16, yang menyebutkan bahwa
“Yang dinamakan dengan persekutuan firma (fa) adalah tiap-tiap
persekutuan perdata) yang didirikan untuk menjalankan sesuatu
perusahaan di bawah satu nama bersama” dan Pasal 18 KUH-
Dagang, dapatlah ditemukan kekhususan suatu perseroan firma
(fa), yakni:
1. Beberapa perseroan menjalankan suatu perusahaan
dengan memakai suatu nama bersama, kata “firma” sendiri
berarti suatu nama yang dipakai oleh beberapa orang untuk
berdagang
2. Tiap-tiap persero berhak untuk bertindak ke luar atau
melakukan perbuatan hukum, dalam artian bahwa segala
sesuatu perikatan yang dibuat oleh hanya seseorang persero
maka perikatan itu akan mengikat juga (secara tanggung
renteng) seluruh persero lainnya
86 Pengantar hukum bisnis

3. Tanggung jawab para persero adalah bersifat pribadi untuk


keseluruhannya, artinya apabila kekayaan perseroan tidak
mencukupi untuk melunasi utang- tangnya kepada kreditur
maka para perseronya harus menyerahkan harta kekayaan
pribadinya.

Melihat dari ketentuan Pasal 16 KUH-Dagang tersebut di atas,


menunjukkan bahwa persekutuan firma (fa) adalah persekutuan
perdata dengan menjalankan suatu perusahaan, yang berarti
bertujuan untuk mendapatkan keuntungan; menggunakan satu
nama untuk bersama. Mengenai nama perusahaan ini di awal
dengan kata firma, yang di belakangnya diberi nama salah satu
anggota yang digunakan sebagai nama bersama.19
Pasal 1623 KUH-Perdata, mengatur mengenai berbagai jenis
persekutuan perdata. Dari rumusan Pasal 1623 KUH-Perdata
tersebut dapat diketahui beberapa jenis persekutuan khusus
sebagai berikut;
1. Persekutuan harta bersama yang terdiri dari benda-benda
tertentu, yang akan dipergunakan untuk memperoleh ke-
untungan melaluinya;
2. Persekutuan melalui pemanfaatan bersama dari suatu benda
atau benda-benda tertentu, untuk memperoleh keuntungan
yang akan dibagikan untuk kepentingan bersama;
3. Persekutuan mengenai pemanfaatan bersama dari hasil-hasil
yang diperoleh dari benda-benda tertentu;
4. Persekutuan sebagai suatu perusahaan (dengan pengertian
bahwa jenis persekutuan ini adalah persekutuan yang akan
dilaksanakan secara terus menerus, tanpa suatu jangka waktu
tertentu)
5. Persekutuan untuk menjalankan suatu kegiatan usaha
tertentu (yang akan berakhir dengan sendirinya setelah
usaha tersebut selesai); Persekutuan untuk beberapa orang,
19 Nama bersama adalah nama yang setujui oleh para pendiri firma atau para sekutu firma.
Nama bersama dapat diambil dari nama dari salah seorang sekutu, nama dari salah seorang
sekutu dengan tambahan, kumpulan nama dari semua nama atau sebagian dari nama para
sekutu, atau nama lain yang bukan nama keluarga.
TEORI BADAN HUKUM 87

untuk melaksanakan suatu pekerjaan tetap tertentu (yang


didasarkan kepada keahlian yang dimiliki oleh para pihak
yang menjadi sekutu dalam persekutuan tersebut).

b. Pendirian Firma (Fa)


Pendirian firma menurut Pasal 16 KUH-Dagang Jo Pasal 1618
KUH-Perdata tidak di syaratkan adanya akta, namun Pasal 22
KUH-Dagang mengharuskan pendirian firma dengan akta otentik,
dalam hal ini kata notaris. Keharusan tersebut tidak disertai dengan
sanksi, bahkan kalimat berikutnya menyatakan bahwa ketiadaan
akta otentik itu tidak boleh dikemukakan untuk merugikan pihak
ketiga.
Mengenai hal tersebut, H. R. Daeng Naja20 mengemukakan
bahwa:
“Tiap-tiap perseroan firma harus didirikan dengan akta
otentik, akan tetapi ketiadaan akta yang demikian tidak dapat
dikemukakan untuk merugikan pihak ketiga (Pasal 22 KUH-
Dagang). Dari bunyi Pasal ini dapat disimpulkan bahwa perseroan
firma dapat juga dilakukan tanpa adanya suatu akta. Namun
demikian, agar hak dan kewajiban para perseronya jelas maka
pada praktiknya, suatu perseroan firma selalu didirikan dengan
akta. Terlebih lagi bahwa dengan adanya akta tersebut akan
mempermudah suatu pembuktian bagi para perseronya apabila
terjadi suatu perkara.”

Dalam praktek, pendirian firma selalu dengan akta otentik.


Sesudah akta pendirian dibuat di hadapan Notaris, akta tersebut
didaftarkan di kepaniteraan Pengadilan Negeri (Pasal 23 KUH-
Dagang) dan terakhir akta pendirian tersebut diumumkan dalam
berita Negara (Pasal 28 KUH-Dagang).
Rumusan Pasal 22 KUH-Dagang dibuat untuk melindungi
kepentingan pihak ketiga dalam melakukan pembuktian keberadaan
suatu persekutuan firma (Fa) tersebut. Rasio legal yang dapat
penulis ikuti adalah bahwa akta authentik yang merupakan bukti
20 H. R. Daeng Naja, Pengantar Hukum Bisnis Indonesia, Op cit: 6-7.
88 Pengantar hukum bisnis

keberadaan atau eksistensi persekutuan firma (fa) adalah dokumen


internal diantara para sekutu yang mendirikan persekutuan firma
tersebut.
Rasio legal dari Pasal 22 KUH-Dagang, dapat kami rumuskan
sebagai berikut:
1. Kehidupan dunia usaha sehari-hari, seringkali menunjukkan
bahwa tidak semua pelaku usaha cukup “cakap” untuk
mengerti dan merasa perlu untuk mengetahui secara
mendetail eksistensi atau keberadaan status hukum dari
perusahaan atau pelaku usaha yang menjadi mitranya
2. Pelaku usaha dalam dunia bisnis, sebelum berhubungan
dengan hukum dan bertransaksi akan meminta terlebih
dahulu suatu akta yang menunjukkan eksistensi dari suatu
firma (Fa);
3. Jika pelaku usaha yang menjadi mitranya memperkenalkan
diri dan terlibat dalam dunia usaha dengan mempergunakan
suatu nama bersama yang dikenal luas di kalangannya.
Dengan nama yang besar, maka Undang-undang sudah
memungkinkan pelaku usaha tersebut untuk menggugat
mitra usahanya yang cidera janji sebagai suatu persekutuan
firma (Fa);
4. Karena ketiadaan akta dalam pendirian firma (Fa), tidak dapat
merugikan pihak ketiga, maka beban pembuktian mengenai
eksistensi dari persekutuan firma (Fa) dalam dunia bisnis
menjadi lebih mudah. Adalah tugas dari mitra usahanya
tersebut (yang digugat sebagai suatu persekutuan firma)
untuk membuktikan bahwa tidak ada suatu persekutuan firma
di antara par sekutunya tersebut.

Isi dari suatu akta pendirian terdiri dari (Pasal 23 KUH-


Dagang), yakni:
1. Nama; Nama depan; pekerjaan; dan tempat tinggal para
persero (firma)
2. Penyebutan firma mereka dengan keterangan apakah
perseroan itu umum atau hanya terbatas pada suatu mata
TEORI BADAN HUKUM 89

perusahaan yang khusus, dan dalam hal yang belakangan ini,


dengan menyebutkan mata perusahaan khusus itu;
3. Penunjukan persero-persero yang dikecualikan dari hak
menandatangani untuk firma
4. Saat mulai berlakunya dan akan berakhirnya perseroan
5. Akhirnya pun pada umumnya bagian-bagian itulah dari
persetujuan perseroan yang perlu guna menentukan hak-hak
ketiga terhadap perseroan.

Kewajiban pendaftaran dan pengumuman memiliki sanksi


jika tidak dilakukan, karena selama pendaftaran dan pengumuman
belum dilakukan maka persekutuan firma umum yaitu persekutuan
firma yang menjalankan segala macam urusan, didirikan untuk
waktu yang tidak terbatas dan tidak ada seorang sekutupun yang
dikecualikan dari kewenangan bertindak dan menandatangani
surat bagi persekutuan firma itu (Pasal 29 KUH-Dagang).

c. Pengurusan Firma (Fa)


Sekut dalam firma terdiri dari sekutu yang dikecualikan, dan
sekutu yang tidak dikecualikan. Perbedaannya terletak pada
kewenangan bertindak sekutu tersebut atas nama persekutuan.
Jika ada sekutu yang kewenangan bertindaknya dibatasi, maka
sekutu tersebut dinamakan dengan sekutu yang dikecualikan.
Sedangkan jika kewenangan sekutu tersebut tidak dibatasi, maka
sekutu tersebut digolongkan sebagai sekutu yang dikecualikan.
Karena kewenangan firma, maka persekutuan firma dapat
menjalankan usahanya dengan memiliki maksud dan tujuan serta
kegiatan yang dapat dijalankan21 oleh persekutuan firma tersebut,
menjadikan dan membuat suatu persekutuan sebagai suatu

21 Dengan memberikan suatu maksud dan tujuan yang ditegaskan dan khusus, serta kegiatan
pokok yang dapat dilakukan oleh suatu firma, maka undang-undang sudah memasuki
suatu pengertian yang dalam ilmu hukum selanjutnya disebut dengan istilah “Intra vires”,
dengan intravires adalah tindakan yang sejalan dengan maksud dan tujuan perusahaan,
yang kegiatannya dilaksanakan dan diselenggarakan dengan dan berdasarkan pada maksud
dan tujuan yang telah digariskan tersebut. Semua tindakan yang berada di luar maksud dan
tujuan perusahaan adalah tindakan yang merupakan tindakan “Ultra vires” .tindakan ultra
vires ini tidaklah mengikat perusahaan tersebut, dan karenanya tidak dapat dimintakan
pertanggungjawabannya kepada perusahaan tersebut
90 Pengantar hukum bisnis

persekutuan firma dengan maksud dan tujuan yang seumumnya


tanpa batas adalah suatu hal yang dalam pandangan kami akan
merugikan kepentingan baik persekutuan firma itu sendiri maupun
para sekutu dalam persekutuan itu, dengan mempertimbangkan
tanggung jawab yang harus dipikul sehubungan beban suatu
nama bersama.
Unsur yang melingkupi tindakan yang dikecualikan atau
dibatasi kewenangannya, adalah sebagai berikut:
1. Yang berhubungan dengan luasnya kewenangan yang
diberikan (dari sudut pandang objektif, yang berkaitan dengan
objek kewenangan). Batasan ini dapat dijumpai dalam akta
pendirian perusahaan tersebut. Dengan kata lain pembatasan
objektif, adalah “Pembatasan terhadap substansi keabsahan
tindakan atau perbuatan hukum, sehubungan dengan fungsi
perwakilan menjalankan perusahaan”
2. Yang berhubungan dengan subjek yang berhak dan
berwenang untuk mewakili perusahaan . pembatasan subjektif
berkaitan dengan formalitas yang harus dipenuhi agar suatu
tindakan atau perbuatan hukum, yang berkaitan dengan
fungsi perwakilan menjadi sempurna.

Dalam persekutuan firma (fa), tanggung jawab dapat


dibedakan menjadi dua, yakni tanggungjawab ke dalam (interen);
serta tanggung jawab keluar (ektren):
1. Tanggung jawab ke dalam (intern) adalah tanggung jawab
masing-masing sekutu ke dalam persekutuan firma, antara
lain tanggung jawabnya sebagai sekutu yang mempunyai
kewajiban memasukkan sesuatu, dan terhadap untung ruginya
persekutuan merupakan tanggung jawab di antara para sekutu.
2. Tanggung jawab ke luar (ektern); adalah tanggung jawab
terhadap pihak ketiga atau kepada siapa pihak sekutu atau
para sekutu itu melakukan perbuatan perikatan.22

22 Tanggung jawab ektern ini kepada pihak ketiga diantara sekutu terdapat tanggung jawab
renteng/tangung jawab saling menanggung/tanggung menanggung atau tanggung bersama
diantara para anggotanya. Maka diantara satu anggota yang lain terhadap perbuatan atau
perikatan yang dilakukan oleh seseorang kepada pihak ketiga, dapat saling mengikat,
TEORI BADAN HUKUM 91

d. Permodalan Firma (Fa)


Untuk permodalan tidak diatur secara tegas dalam KUH-
Dagang sehingga berlakulah ketentuan-ketentuan yang tertuang
dalam KUH-Perdata, antara lain sebagai berikut:
1. Pasal 1625 KUH-Perdata menyebutkan bahwa masing-
masing sekutu berutang kepada persekutuan atas segala
apa yang telah disanggupi dimasukkan di dalamnya, dan
jika pemasukan ini terdiri atas suatu barang tertentu maka
ia diwajibkan menanggung dengan cara yang sama seperti
dalam jual beli.23
2. Sementara mengenai kekayaan suatu perseroan firma,
diberlakukan ketentuan Pasal 18 KUH-Dagang, yaitu tidak
terpisah antara kekayaan perseroan dan kekayaan pribadi para
perseroannya, artinya di samping kekayaan dari perseroan
firma kekayaan masing-masing perseroanya dipergunakan
untuk memenuhi kewajiban perseroan firma tersebut.

Dalam Pasal 18 KUH-Dagang dijelaskan bahwa, di dalam


persekutuan-persekutuan dengan firma, setiap sekutu bertanggung
jawab secara pribadi dan untuk seluruhnya bagi perikatan-perikatan
persekutuan. Artinya tanggung jawab secara pribadi berarti
tanggung jawabnya sampai harta pribadi, sehingga kalau harta
persekutuan kurang untuk memenuhi kewajibannya, maka harta
pribadi itu ikut bertanggung jawab. Sedangkan tanggung jawab
untuk seluruh perikatan persekutuan menjadi tanggung jawab
untuk pertanggungjawabannya, kecuali untuk anggota yang dikecualikan menurut akta
pendiriannya. Di samping itu sebagai konsekuensi firma bukan badan hukum, maka
tanggung jawabnya sampai kepada harta pribadi, artinya kalau harta di dalam firma tidak
mencukupi untuk memenuhi kewajiban kepada pihak ketiga, maka harta pribadi ikut
bertanggung jawab ke dalam persekutuan firma. Selanjutnya menurut Van Ophuijsen,
tanggung jawab para sekutu terhadap pihak ketiga tidak dilaksanakan secara langsung,
artinya segala untung persekutuan firma dipenuhi lebih dahulu dari kasa persekutuan firma.
Apabila kas tidak cukup, barulah berlaku pasal 18 KUH-Dagang bahwa kekayaan pribadi
masing-masing sekutu dapat dipertanggungjawabkan sampai utang terpenuhi semuanya.
23 Menurut ketentuan pasal 1625 KUH-Perdata, dapat disimpulkan bahwa modal awal suatu
perseroan firma adalah jumlah seberapa besar semula pemasukan dari masing-masing
perseroanya, baik berupa uang untikasnya maupun berupa fix asset, termasuk juga atas
pemasukan oleh perseroanya yang belum direalisasikan sampai dengan pada waktu
seharusnya ia menyetorkannya, dalam hal ini dianggap piutang oleh perseroan kepada
perseroan yang bersangkutan.
92 Pengantar hukum bisnis

bersama, atau tanggung jawab renteng/tanggung-menanggung


atau saling menanggung.
Pengurusan suatu firma (fa) adalah seluruh perseronya, kecuali
terdapat persero yang dikeluarkan dari kewenangan kepengurusan
yang dimuat dalam anggaran dasar atau akta pendiriannya. Pasal
17 KUH-Dagang mengatakan bahwa:
“Tiap-tiap persero yang tidak dikecualikan dari satu sama lain,
berhak untuk bertindak, untuk mengeluarkan dan menerima uang
atas nama persero, pula untuk mengikat persero itu dengan pihak
ketiga dan pihak ketiga dengannya. Segala tindakan yang tidak
bersangkutanpun dengan perseroan itu, atau para persero tidak
berhak melakukannya, tidak termasuk dalam ketentuan di atas”

Dalam melakukan perbuatan hukum dengan pihak ketiga


tesrebut, tiap-tiap sekutu dianggap saling memberikan kuasa
umum bagi dan atas nama semua sekutu, termasuk tindakan-
tindakan di muka hakim (pengadilan). Jadi di sini ada asas
“kewenangan mewakili” diantara para sekutu, di mana setiap
perbuatan hukum seseorang sekutu terhadap pihak ketiga akan
mengikat sekutu-sekutu lainnya, sejauh mana perbuatan tersebut
dilakukan atas nama dan bagi kepentingan persekutuan. Dari hal
ini, maka timbullah asas pertanggungjawaban sekutu yang bersifat
secara pribadi untuk keseluruhan (tanggung jawab renteng).

e. Pembubaran Firma (Fa)


Bubarnya perseroan firma (Fa), sebagai debitur Bank adalah
sebagai berikut;
1. Bubarnya suatu perseroan firma berarti pelunasan seluruh
utangnya diselesaikan oleh suatu tim pemberes perseroan;
2. Bubarnya suatu perseroan tidak berarti bubarnya atau
hilangnya tanggung jawab para perseronya secara pribadi
dan tanggung renteng untuk melunasi utang-utangnya bila
harta kekayaan perseroan tidak atau belum mencukupi;
3. Pembubaran suatu perseroan firma belum atau tidak berlaku
bagi pihak ketiga apabila pembubaran tersebut belum atau
TEORI BADAN HUKUM 93

tidak didaftarkan di kepaniteraan Pengadilan Negeri dan


diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Sebab-sebab bubarnya perseroan firma (Fa) dapat dilihat


dalam pasal 31 KUH-Dagang dan Pasal 1646 KUH-Perdata, yang
antara lain:
1. Lewat jangka waktu yang telah ditentukan dalam akta
pendirian. Hal ini masih dapat diperpanjang, tetapi tetap
dengan proses pendaftaran dan pengumuman seperti
membuat suatu perseroan firma yang barm
2. Pengunduran diri atau pemberhentian sekutu atau persero
3. Pembubaran atas kehendak semata-mata persero
4. Jika salah seorang persero meninggal atau ditaruh di bawah
pengampuan atau dinyatakan pailit.

4. Commandaiter Vennvotchap (CV)


a. Pengertian Commandaiter Vennvotchap (CV)
Persekutuan komanditer adalah persekutuan firma yang
mempunyai satu atau lebih komanditer (Pasal 19 KUH-Dagang).
Sekutu komanditer adalah sekutu yang hanya menyerahkan uang,
barang atau lembaga, sedangkan dia tidak turut campur dalam
pengurusan persekutuan. Sekutu komplementer adalah sekutu
yang tidak hanya menyetorkan uang, barang, atau tenaga, tetapi
aktif mengelola persekutuan komanditer.
Subekti24, menyatakan bahwa yang dinamakan dengan CV
adalah:

24 Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Intermasa: Jakarta, 1980. Berdasarkan pendapat


dari Subekti, maka dalam suatu CV terdapat dua macam persero (1) persero komanditer,
yakni persero yang hanya menyerahkan uang dan barang sebagai pemasukan pada perseroan,
serta tidak ikut dalam kepengurusan perseroan, dan (2) perseroan pengurus, yakni persero
yang selain menyerahkan uang dan barang sebagai pemasukan pada persero, juga sekaligus
sebagai penanggung jawab atas kepengurusan perseroan. Berdasarkan uraian ini, maka
saya secara pribadi memberikan suatu definisi tentang CV, yakni: “Persekutuan komanditer
adalah persekutuan firma yang mempunyai satu atau beberapa orang sekutu komanditer, sekutu
komanditer adalah sekutu yang hanya menyerahkan uang, barang atau tenaga, sedangkan dia
tidak turut campur dalam kepengurusan persekutuan. Persekutuan komanditer terdiri dari sekutu
komanditer dan sekutu komplementer. Sekutu komplementer adalah sekutu yang tidak hanya
menyetorkan uang, barang, atau tenaga juga mengurus atau mengelola persekutuan”.
94 Pengantar hukum bisnis

“Suatu perseroan di mana seorang atau beberapa orang persero


tidak turut campur dalam pengurusan atau pimpinan perseroan,
tetapi hanya memberikan suatu modal saja. Persero hanya berdiri di
belakang layar ini juga turut mendapat bagian dalam keuntungan dan
juga turut memikul kerugian seperti persero biasa, tetapi tanggung
jawabnya adalah terbatas, yakni ia tidak akan memikul kerugian
yang melebihi jumlah modal yang ia masukan menurut perjanjian
persero. Yang berdiri di belakang layar ini dinamakan komanditaris,
sedangkan mereka yang memimpin persero dan bertindak ke luar
dinamakan persero pengurus atau persero pemimpin”.

Pengaturan CV berada diantara pengaturan firma, yakni diatur


dalam Pasal 19 sampai Pasal 21 KUH-Dagang. Sedangkan firma diatur
dalam Pasal 16 sampai dengan Pasal 35 KUH-Dagang. Oleh karena
itu perusahaan komanditer ini sering disingkat dengan CV, yang
merupakan varian firma. Di samping pengaturan firma berlaku juga
ketentuan persekutuan perdata atau maatschap, sebagaimana yang
diatur dalam Pasal 1618 sampai dengan Pasal 1652 KUH-Dagang.
Pasal 19 KUH-Perdata, menyatakan bahwa:
“Persekutuan secara melepas uang yang juga dinamakan
persekutuan komanditer, didirikan antara satu orang atau
beberapa sekutu yang secara tanggung-menanggung bertanggung
jawab untuk seluruhnya pada pihak satu, dan satu orang atau lebih
sebagai pelepasan uang pada pihak lain. Maka dengan demikian,
bisalah terjadi suatu persekutuan itu pada suatu ketika yang
sama merupakan persekutuan firma terhadap para sekutu firma
di dalamnya dan merupakan persekutuan komanditer terhadap si
pelepas uang”.

Dalam Pasal 19 KUH-Dagang dijelaskan bahwa persekutuan


dengan jalan peminjaman uang atau disebut juga persekutuan
komanditer, diadakan antara seorang sekutu atau lebih yang
bertanggung jawab secara pribadi dan untuk seluruhnya, dengan
seorang atau lebih sebagai pihak yang meminjamkan uang.
Sekutu persekutuan komanditer dapat juga pada waktu yang
sama berwujud persekutuan dengan firma terhadap sekutu yang
TEORI BADAN HUKUM 95

memakai nama bersama dan persekutuan secara meminjam uang


bagi pihak yang meminjamkan uang.

b. Pendirian CV
Pada umumnya pendirian CV sama dengan pendirian firma
(Fa), harus dilakukan melalui tiga (3) tahap, yakni tahap pembuatan
akta pendirian di notaris, pendaftaran akta pendirian pada Panitera
Pengadilan Negeri25, serta pengumuman pendirian persekutuan
pada berita Negara. Pasal 22, 23 28, dan 29 KUH–Dagang berlaku
juga dalam pendirian persekutuan.
Yang dimuat dalam akta pendirian CV adalah:
1. Nama dan tempat kedudukan
2. Maksud dan tujuan pendirian
3. Jangka waktu berdirinya
4. Modal perseroan
5. Siapa persero pengurus/persero komanditer
6. Kewenangan persero
7. Pembukuan
8. Pengaturan laba rugi

Ada tiga bentuk persekutuan komanditer (CV), yaitu:


1. CV diam-diam, yakni persekutuan yang belum dinyatakan
dirinya dengan terang-terangan kepada pihak ketiga sebagai
CV. Ke luar persekutuan ini sebagai Fa, tetapi ke dalam sebagai
CV
2. CV terang-terangan, yakni CV yang dengan terang-terangan
menyatakan dirinya sebagai sekutu komanditer kepada pihak
ketiga
3. CV dengan saham, yakni persekutuan terang-terangan yang
modalnya terdiri dari saham-saham.

25 Ada beberapa hal yang menjadi klausula baku dalam pendirian CV, biasanya sebelum
menghadap kepada Notaris, ada baiknya para pendiri CV menyiapkan nama, maksud
dan tujuan CV, modal CV, siapa pengurus aktif dan pengurus pasif CV, serta tempat dan
kedudukan CV. Semuanya ini akan dicantumkan dalam anggaran dasar CV yang merupakan
bagian yang tidak terpisah dari akta pendirian CV. Dalam praktisnya, kami menemukan
penggunaan istilah “persero pengurus” dan “persero diam”, sama dengan sekutu atau sekutu
komplementer, persero diam sama dengan sekutu pasif atau sekutu komanditer.
96 Pengantar hukum bisnis

Tanggung jawab sekutu komanditer dengan tanggung jawab


sekutu komplementer berbeda. Tanggung jawab sekutu komanditer
bersifat terbatas, artinya dibatasi sesuai dengan uang, barang atau
tenaga yang dimasukkan dalam persekutuan. Hal ini berbeda dengan
sekutu komplementer yang bertanggung jawab penuh atau tidak
terbatas yang tanggung jawabnya sama dengan sekutu dalam firma
(Fa), yakni bersifat renteng penuh sampai dengan harta pribadi.
Seorang sekutu komanditer tidak pernah berhubungan
dengan pihak ketiga. Jadi dalam hal ini undang-undang secara
tegas sudah meniadakan hubungan eksternal yang mungkin
dilakukan oleh seorang sekutu komanditer dengan pihak ketiga. Ini
berarti sejak semula memang undang-undang sudah menyatakan
bahwa sekutu komanditer ini tidak boleh mengikat persekutuan
dengan pihak ketiga. Hal ini ternyata dari ketentuan Pasal 20 ayat
(2) KUH-Dagang, yang mengecualikan juga tindakan pengurusan
dari kegiatan seseorang sekutu komanditer.

c. Modal CV
Mengenai modal CV sebagaimana yang diatur dalam Pasal
1625 KUH-Perdata, setiap pemasukan semua persero CV, baik uang
maupun barang, merupakan modal bagi CV yang bersangkutan.
Namun demikian, apabila modal/pemasukan tersebut dihubungkan
dengan tanggung jawab para perseronya maka persero komanditer
adalah persero yang bertanggung jawab hanya sebatas modal
atau pemasukkanya saja. Maka dengan demikian kekayaan pribadi
persero komanditer tidak dapat dipergunakan untuk memenuhi
kewajiban-kewajiban CV tersebut apabila kekayaan CV yang
bersangkutan tidak mencukupi.
Dari ketentuan tersebut, maka sekutu komanditer tidak
berhubungan dengan pihak ketiga, dan hanya memiliki kewajiban
internal, yakni pemasukan sejumlah uang yang disepakati olehnya
dan sekutu lain dalam persekutuan; maka sesudah selayaknya lah jika
sekutu komanditer ini wajib menanggung bahwa ia akan melunasi
seluruh kewajibannya kepada persekutuan. Maka dengan demikian
tepat persekutuan komanditer ini tidak usaha memikul kerugian
TEORI BADAN HUKUM 97

yang lebih daripada jumlah uang yang telah atau harus dimasukkan
oleh nya sebagai modal dalam persekutuan, dan bahwa ia tidak usah
mengembalikan segala keuntungan yang telah dinikmatinya.

d. Kepengurusan CV
Dalam Pasal 20 ayat (2) KUH-Dagang secara tegas dinyatakan
bahwa yang diperbolehkan melakukan perbuatan pengurus
atau bekerja dalam CV hanyalah persero pengurus. Bahkan
Pasal 21 menyediakan sanksi bahwa apabila ketentuan tersebut
dilanggar maka setiap persero dalam CV yang bersangkutan akan
bertanggung jawab secara tanggung renteng untuk seluruhnya
atas segala utang dan segala perikatan dari CV tersebut. Maka
dapat dikatakan bahwa pengurus dalam suatu CV adalah persero
pengurus, yang mengenai kewenangannya dapat ditentukan dalam
anggaran dasar yang dimuat dalam akta pendirian CV.
Pembubaran CV sama dengan pembubaran Fa, pembubaran
Fa sama dengan pembubaran persekutuan perdata, oleh karena itu
pengaturan pembubaran CV diatur dalam Pasal 31 sampai dengan
Pasal 1646 sampai dengan Pasal 1625 KUH-Perdata ditambah
dengan ketentuan KUH-Dagang Pasal 31 sampai dengan Pasal
35. Pembubaran CV harus dilakukan dengan cara pembuatan akta
pembubaran, pendaftaran akta pembubaran, dan pengumuman
pembubaran persekutuan pada tambahan berita negara. Setelah
itu dilanjutkan dengan proses pemberesan26, yakni penghitungan
harta dan serta utang persekutuan.

26 Apabila ternyata suatu CV atau Fa bubar, maka haruslah diadakan suatu upaya penyelesaian
yang juga disebut dengan istilah “Pemberesan”. Proses penyelesaian tersebut dilakukan
oleh pemberes, yang orang-orangnya dapat berasal dari: persero pengurus dari firma yang
bersangkutan; pemberes yang ditentukan dalam akta pendirian; seluruh persero dari perseroan
firma tersebut; persero yang dipilih oleh suara terbanyak dalam persero firma/CV,; dan atau
persero yang ditunjuk oleh penetapan pengadilan negeri setempat. Menurut ketentuan Pasal
32, 33, dan 34 Kuh-Dagang, pemberes diberikan hak, wewenang dan tugas sebagai berikut:
1. Melakukan segala perbuatan hukum untuk dan atas nama firma dalam penyelesaian;
2. Menyelesaikan semua utang perseroan firma/Cv
3. Meminta atau menarik uang-uang kepada para persero forma/CV dalam penyelesaian
apabila harta persero tidak mencukupi untuk melunasi seluruh utang perseroan
4. Membagi uang dan harta bila masih ada sisa setelah penyelesaian semua kewajiban atau
utang perseroan
5. Memegang segala buku-buku perseroan firma/CV dalam penyelesaiannya.
98 Pengantar hukum bisnis

5. Badan Usaha Milik Negara (BUMN)


a. Dasar Pertimbangan dibentuknya BUMN
Memajukan kesejahteraan bagi seluruh rakyat sebagaimana
diamanatkan dalam Pembukaan Undang-undang Dasar 1945 yang
selanjutnya lebih rinci diatur dalam Pasal 33 Undang-undang Dasar
1945 merupakan tugas konstitusional bagi seluruh komponen
bangsa. Dalam kaitan di atas, dirasa perlu untuk meningkatkan
penguasaan seluruh kekuatan ekonomi nasional baik melalui
regulasi sektoral maupun melalui kepemilikan negara terhadap
unit-unit usaha tertentu dengan maksud untuk memberikan
manfaat yang sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat.
Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang seluruh atau
sebagian besar modalnya berasal dari kekayaan negara yang
dipisahkan, merupakan salah satu pelaku ekonomi dalam sistem
perekonomian nasional, di samping usaha swasta dan koperasi.
Dalam menjalankan kegiatan usahanya, BUMN, swasta dan
koperasi melaksanakan peran saling mendukung berdasarkan
demokrasi ekonomi.
Dalam sistem perekonomian nasional, BUMN ikut berperan
menghasilkan barang dan/atau jasa yang diperlukan dalam rangka
mewujudkan sebesar-besarnya kemakmuran masyarakat. Peran
BUMN dirasakan semakin penting sebagai pelopor dan/atau
perintis dalam sektor-sektor usaha yang belum diminati usaha
swasta. Di samping itu, BUMN juga mempunyai peran strategis
sebagai pelaksana pelayanan publik, penyeimbang kekuatan-
kekuatan swasta besar, dan turut membantu pengembangan
usaha kecil/koperasi. BUMN juga merupakan salah satu sumber
penerimaan negara yang signifikan dalam bentuk berbagai jenis
pajak, dividen dan hasil privatisasi.
Pelaksanaan peran BUMN tersebut diwujudkan dalam
kegiatan usaha pada hampir seluruh sektor perekonomian, seperti
sektor pertanian, perikanan, perkebunan, kehutanan, manufaktur,
pertambangan, keuangan, pos dan telekomunikasi, transportasi,
listrik, industri dan perdagangan, serta konstruksi.
TEORI BADAN HUKUM 99

Dalam kenyataannya, walaupun BUMN telah mencapai tujuan


awal sebagai agen pembangunan dan pendorong terciptanya
korporasi, namun tujuan tersebut dicapai dengan biaya yang
relatif tinggi. Kinerja perusahaan dinilai belum memadai, seperti
tampak pada rendahnya laba yang diperoleh dibandingkan
dengan modal yang ditanamkan. Dikarenakan berbagai kendala,
BUMN belum sepenuhnya dapat menyediakan barang dan/atau
jasa yang bermutu tinggi bagi masyarakat dengan harga yang
terjangkau serta belum mampu berkompetisi dalam persaingan
bisnis secara global. Selain itu, karena keterbatasan sumber daya,
fungsi BUMN baik sebagai pelopor/perintis maupun sebagai
penyeimbang kekuatan swasta besar, juga belum sepenuhnya
dapat dilaksanakan.
Di lain pihak, perkembangan ekonomi dunia berlangsung sangat
dinamis, terutama berkaitan dengan liberalisasi dan globalisasi
perdagangan yang telah disepakati oleh dunia internasional
seperti kesepakatan mengenai World Trade Organization (WTO),
ASEAN Free Trade Area (AFTA), ASEAN Framework Agreement on
Service, dan kerja sama ekonomi regional Asia Pacific (Asia Pacific
Economic Cooperation/APEC). Untuk dapat mengoptimalkan
perannya dan mampu mempertahankan keberadaannya dalam
perkembangan ekonomi dunia yang semakin terbuka dan
kompetitif, BUMN perlu menumbuhkan budaya korporasi dan
profesionalisme antara lain melalui pembenahan pengurusan
dan pengawasannya. Pengurusan dan pengawasan BUMN harus
dilakukan berdasarkan prinsip-prinsip tata kelola perusahaan yang
baik (good corporate governance).
Peningkatan efisiensi dan produktivitas BUMN harus
dilakukan melalui langkah-langkah restrukturisasi dan privatisasi.
Restrukturisasi sektoral dilakukan untuk menciptakan iklim usaha
yang kondusif sehingga tercapai efisiensi dan pelayanan yang
optimal. Sedangkan restrukturisasi perusahaan yang meliputi
penataan kembali bentuk badan usaha, kegiatan usaha, organisasi,
manajemen, dan keuangan. Privatisasi bukan semata-mata
dimaknai sebagai penjualan perusahaan, melainkan menjadi alat
100 Pengantar hukum bisnis

dan cara pembenahan BUMN untuk mencapai beberapa sasaran


sekaligus, termasuk di dalamnya adalah peningkatan kinerja
dan nilai tambah perusahaan, perbaikan struktur keuangan dan
manajemen, penciptaan struktur industri yang sehat dan kompetitif,
pemberdayaan BUMN yang mampu bersaing dan berorientasi
global, penyebaran kepemilikan oleh publik serta pengembangan
pasar modal domestik. Dengan dilakukannya privatisasi BUMN,
bukan berarti kendali atau kedaulatan negara atas BUMN yang
bersangkutan menjadi berkurang atau hilang karena sebagaimana
dinyatakan di atas, negara tetap menjalankan fungsi penguasaan
melalui regulasi sektoral dimana BUMN yang diprivatisasi
melaksanakan kegiatan usahanya.
Pentingnya penataan yang berkelanjutan atas pelaksanaan
peran BUMN dalam sistem perekonomian nasional, terutama
upaya peningkatan kinerja dan nilai (value) perusahaan, telah
diamanatkan pula oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)
melalui Ketetapan Nomor IV/MPR/1999 tentang Garis-Garis Besar
Haluan Negara Tahun 1999-2004. Tap MPR tersebut menggariskan
bahwa BUMN, terutama yang usahanya berkaitan dengan
kepentingan umum, perlu terus ditata dan disehatkan melalui
restrukturisasi dan bagi BUMN yang usahanya tidak berkaitan
dengan kepentingan umum dan berada dalam sektor yang telah
kompetitif didorong untuk privatisasi.
Penataan sistem pengelolaan dan pengawasan BUMN telah
dilakukan Pemerintah pada waktu yang lalu dan kiranya akan
terus berlanjut. Salah satu langkah yang telah dilakukan adalah
dengan penataan terhadap peraturan perundang-undangan yang
mengatur BUMN. Pada tahun 1960, telah dikeluarkan Undang-
undang Nomor 19 Prp. Tahun 1960 dengan tujuan mengusahakan
adanya keseragaman dalam cara mengurus dan menguasai serta
bentuk hukum dari badan usaha negara yang ada.
Pada tahun 1969, ditetapkan Undang-undang Nomor 9 Tahun
1969. Dalam Undang-undang tersebut, BUMN disederhanakan
bentuknya menjadi tiga bentuk usaha negara yaitu Perusahaan
Jawatan (Perjan) yang sepenuhnya tunduk pada ketentuan
TEORI BADAN HUKUM 101

Indonesische Bedrijvenwet (Stbl. 1927:419), Perusahaan Umum


(Perum) yang sepenuhnya tunduk pada ketentuan Undang-undang
Nomor 19 Prp. Tahun 1960 dan Perusahaan Perseroan (Persero)
yang sepenuhnya tunduk pada ketentuan Kitab Undang-undang
Hukum Dagang (Stbl. 1847:23) khususnya pasal-pasal yang
mengatur perseroan terbatas yang saat ini telah diganti dengan
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas.
Sejalan dengan amanat Undang- undang Nomor 9 Tahun 1969,
Pemerintah membuat pedoman pembinaan BUMN yang mengatur
secara rinci hal-hal yang berkaitan dengan mekanisme pembinaan,
pengelolaan dan pengawasan yang tertuang dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 3 Tahun 1983, kemudian diperbaharui dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 1998 tentang Perusahaan
Perseroan (PERSERO), Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 1998
tentang Perusahaan Umum (PERUM) dan Peraturan Pemerintah
Nomor 6 Tahun 2000 tentang Perusahaan Jawatan (PERJAN).
Berbagai Peraturan Pemerintah tersebut memberikan arahan yang
lebih pasti mengenai sistem yang dipakai dalam upaya peningkatan
kinerja BUMN, yaitu berupa pemberlakuan mekanisme korporasi
secara jelas dan tegas dalam pengelolaan BUMN.
Namun, berbagai peraturan perundang-undangan yang
ada tersebut masih belum memberi landasan hukum yang
kuat di dalam pengembangan badan usaha negara sejalan
dengan perkembangan dunia korporasi seperti halnya upaya-
upaya privatisasi dan pelaksanaan prinsip-prinsip tata kelola
perusahaan yang baik. Berdasarkan kenyataan tersebut di atas,
dan memerhatikan amanat ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1999,
maka dipandang perlu untuk menetapkan suatu Undang-undang
baru yang mengatur BUMN secara lebih komprehensif dan sesuai
dengan perkembangan dunia usaha.
Undang-undang tersebut dimaksudkan untuk memenuhi visi
pengembangan BUMN di masa yang akan datang dan meletakkan
dasar-dasar atau prinsip-prinsip tata kelola perusahaan yang baik
(good corporate governance). Penerapan prinsip-prinsip tersebut
sangat penting dalam melakukan pengelolaan dan pengawasan
102 Pengantar hukum bisnis

BUMN. Pengalaman membuktikan bahwa keterpurukan ekonomi


di berbagai negara termasuk Indonesia, antara lain disebabkan
perusahaan-perusahaan di negara tersebut tidak menerapkan
prinsip-prinsip tata kelola perusahaan yang baik (good corporate
governance) secara konsisten.
Undang-undang BUMN dirancang untuk menciptakan sistem
pengelolaan dan pengawasan berlandaskan pada prinsip efisiensi
dan produktivitas guna meningkatkan kinerja dan nilai (value)
BUMN, serta menghindarkan BUMN dari tindakan-tindakan
pengeksploitasian di luar asas tata kelola perusahaan yang baik
(good corporate governance). Undang-undang ini juga dirancang
untuk menata dan mempertegas peran lembaga dan posisi wakil
pemerintah sebagai pemegang saham/pemilik modal BUMN, serta
mempertegas dan memperjelas hubungan BUMN selaku operator
usaha dengan lembaga pemerintah sebagai regulator.
Di samping itu, Undang-undang ini mengatur pula ketentuan
mengenai restrukturisasi dan privatisasi sebagai alat dan cara
pembenahan BUMN untuk mencapai cita-citanya serta hal-hal
penting lainnya yang mendukung dan dapat menjadi landasan
bagi upaya-upaya penyehatan BUMN.
Khusus mengenai program privatisasi, Undang-undang ini
menegaskan bahwa privatisasi hanya dapat dilakukan terhadap
BUMN yang berbentuk Persero sepanjang dimungkinkan
berdasarkan peraturan perundang-undangan di sektor kegiatan
yang dilakukan Persero tersebut. BUMN Persero dapat diprivatisasi
karena selain dimungkinkan oleh ketentuan di bidang pasar
modal juga karena pada umumnya hanya BUMN Persero yang
telah bergerak dalam sektor-sektor yang kompetitif. Privatisasi
senantiasa memperhatikan manfaat bagi rakyat.
Memperhatikan sifat usaha BUMN, yaitu untuk memupuk
keuntungan dan melaksanakan kemanfaatan umum, dalam
Undang-undang ini BUMN disederhanakan menjadi dua bentuk
yaitu Perusahaan Perseroan (Persero) yang bertujuan memupuk
keuntungan dan sepenuhnya tunduk pada ketentuan Undang-
TEORI BADAN HUKUM 103

undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas serta


Perusahaan Umum (Perum) yang dibentuk oleh pemerintah untuk
melaksanakan usaha sebagai implementasi kewajiban pemerintah
guna menyediakan barang dan jasa tertentu untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat. Untuk bentuk usaha Perum, walaupun
keberadaannya untuk melaksanakan kemanfaatan umum, namun
demikian sebagai badan usaha diupayakan untuk tetap mandiri
dan untuk itu Perum harus diupayakan juga untuk mendapat laba
agar bisa hidup berkelanjutan.

b. Pengertian dasar BUMN


Badan Usaha Milik Negara (BUMN) adalah badan usaha yang
seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh Negara melalui
penyertaan modal secara langsung yang berasal dari kekayaan
Negara yang dipisahkan (Pasal 1 angka (1) UU No. 19 Tahun
2003 tentang BUMN). Di Indonesia, Badan Usaha Milik Negara
adalah badan usaha yang sebagian atau seluruh kepemilikannya
dimiliki oleh Negara Republik Indonesia. BUMN dapat pula
berupa perusahaan nirlaba yang bertujuan untuk menyediakan
barang atau jasa bagi masyarakat. Pada beberapa BUMN di
Indonesia, pemerintah telah melakukan perubahan mendasar
pada kepemilikannya dengan membuat BUMN tersebut menjadi
perusahaan terbuka yang sahamnya bisa dimiliki oleh publik.
Contohnya adalah PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk.
Badan Usaha Milik Negara adalah suatu unit usaha yang
sebagian besar atau seluruh modal berasal dari kekayaan negara
yang dipisahkan serta membuat suatu produk atau jasa yang
sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. BUMN juga sebagai
salah satu sumber penerimaan keuangan negara yang nilainya
cukup besar.
Maksud dan tujuan pendirian BUMN adalah:
1. Memberikan sumbangan bagi perkembangan perekonomian
nasional pada umumnya dan penerimaan negara pada
khususnya;
2. Mengejar keuntungan;
104 Pengantar hukum bisnis

3. Menyelenggarakan kemanfaatan umum berupa penyediaan


barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan memadai bagi
pemenuhan hajat hidup orang banyak;
4. Menjadi perintis kegiatan-kegiatan usaha yang belum dapat
dilaksanakan oleh sektor swasta dan koperasi;
5. Turut aktif memberikan bimbingan dan bantuan kepada peng-
usaha golongan ekonomi lemah, koperasi, dan masyarakat.

BUMN diharapkan dapat meningkatkan mutu pelayanan pada


masyarakat sekaligus memberikan kontribusi dalam meningkatkan
pertumbuhan ekonomi nasional dan membantu penerimaan
keuangan negara. Meskipun maksud dan tujuan Persero adalah
untuk mengejar keuntungan, namun dalam hal-hal tertentu untuk
melakukan pelayanan umum, Persero dapat diberikan tugas
khusus dengan memperhatikan prinsip-prinsip pengelolaan
perusahaan yang sehat. Dengan demikian, penugasan pemerintah
harus disertai dengan pembiayaannya (kompensasi) berdasarkan
perhitungan bisnis atau komersial, sedangkan untuk Perum yang
tujuannya menyediakan barang dan jasa untuk kepentingan umum,
dalam pelaksanaannya harus memperhatikan prinsip-prinsip
pengelolaan perusahaan yang sehat.
Dengan maksud dan tujuan seperti ini, setiap hasil usaha dari
BUMN, baik barang maupun jasa, dapat memenuhi kebutuhan
masyarakat. Kegiatan perintisan merupakan suatu kegiatan usaha
untuk menyediakan barang dan/atau jasa yang dibutuhkan oleh
masyarakat, namun kegiatan tersebut belum dapat dilakukan oleh
swasta dan koperasi karena secara komersial tidak menguntungkan.
Oleh karena itu, tugas tersebut dapat dilakukan melalui penugasan
kepada BUMN.
Dalam hal adanya kebutuhan masyarakat luas yang mendesak,
pemerintah dapat pula menugasi suatu BUMN yang mempunyai
fungsi pelayanan kemanfaatan umum untuk melaksanakan
program kemitraan dengan pengusaha golongan ekonomi lemah.
Pada beberapa BUMN di Indonesia, pemerintah telah melakukan
perubahan mendasar pada kepemilikannya dengan membuatnya
TEORI BADAN HUKUM 105

menjadi perusahaan terbuka yang sahamnya bisa dimiliki oleh


publik. Contohnya adalah PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk.
Sejak tahun 2001 seluruh BUMN dikoordinasikan
pengelolaannya oleh Kementerian BUMN, yang dipimpin oleh
seorang Menteri Negara BUMN. BUMN sebagai Badan Usaha
Milik Negara sering ditafsirkan bahwa negara berkuasa penuh
terhadap kinerja BUMN. Sehingga BUMN menjadi tergantung
kepada siapa yang memerintah dan yang menjalankannya. BUMN
menjadi fokus perhatian masyarakat, karena adanya gap antara
fasilitas yang dimiliki BUMN dengan harapan masyarakat. BUMN
beroperasi dengan dukungan fasilitas penuh (modal, perlakuan,
sektoral). Sedangkan masyarakat sangat berharap mendapatkan
manfaat dari keberadaan BUMN yang belum bisa terpenuhi
secara optimal. Dominannya peran negara menjadikan BUMN
sebagai kepanjangan tangan penguasa yang sarat kepentingan
politik merupakan salah satu sebab BUMN tidak bisa berkembang
sebagaimana layaknya badan usaha.

c. Dasar Hukum BUMN


Keberadaan BUMN sebagai salah satu pelaku ekonomi,
secara konstitusional diatur dalam Pasal 33 ayat (2) UUD-1945,
yang menyatakan bahwa: “Cabang-cabang produksi yang penting
bagi Negara dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai
oleh Negara”. Kemudian Pasal 33 ayat (3) UUD-1945 selengkapnya
berbunyi “Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di
dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat”.
Dalam UU No. 19 Tahun 2003 Tentang BUMN27, dikatakan
dalam Pasal 1 angka 1, BUMN adalah:

27 Dasar pertimbangan dari dibentuknya UU No. 13 Tahun 2003, adalah: bahwa Badan Usaha
Milik Negara merupakan salah satu pelaku kegiatan ekonomi dalam perekonomian nasional
berdasarkan demokrasi ekonomi; bahwa Badan Usaha Milik Negara mempunyai peranan
penting dalam penyelenggaraan perekonomian nasional guna mewujudkan kesejahteraan
masyarakat;; bahwa pelaksanaan peran Badan Usaha Milik Negara dalam perekonomian
nasional untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat belum optimal; bahwa untuk
mengoptimalkan peran Badan Usaha Milik Negara, pengurusan dan pengawasannya harus
106 Pengantar hukum bisnis

Badan Usaha Milik Negara, yang selanjutnya disebut BUMN,


adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya
dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang
berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan.

d. Permodalan BUMN
Tentang permodalan BUMN ini, telah dijelaskan dalam Pasal 4
UU No. 19 tahun 2003, yakni sebagai berikut:
1. Modal BUMN merupakan dan berasal dari kekayaan negara
yang dipisahkan;
2. Penyertaan modal negara dalam rangka pendirian atau
penyertaan pada BUMN bersumber dari;
3. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara;
4. Kapitalisasi cadangan;
5. Sumber lainnya.
6. Setiap penyertaan modal negara dalam rangka pendirian
BUMN atau perseroan terbatas yang dananya berasal dari
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara ditetapkan dengan
Peraturan Pemerintah;
7. Setiap perubahan penyertaan modal negara sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2), baik berupa penambahan maupun
pengurangan, termasuk perubahan struktur kepemilikan
negara atas saham Persero atau perseroan terbatas,
ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah;
8. Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (4) bagi penambahan penyertaan modal negara yang
berasal dari kapitalisasi cadangan dan sumber lainnya;
9. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyertaan dan
penatausahaan modal negara dalam rangka pendirian atau
penyertaan ke dalam BUMN dan/atau perseroan terbatas

dilakukan secara profesional; bahwa peraturan perundang-undangan yang mengatur Badan


Usaha Milik Negara sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan perekonomian dan dunia
usaha yang semakin pesat, baik secara nasional maupun internasional; bahwa berdasarkan
pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e,
perlu dibentuk Undang-undang tentang Badan Usaha Milik Negara.
TEORI BADAN HUKUM 107

yang sebagian sahamnya dimiliki oleh negara, diatur dengan


Peraturan Pemerintah.

Yang dimaksud dengan dipisahkan adalah pemisahan


kekayaan negara dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
untuk dijadikan penyertaan modal negara pada BUMN untuk
selanjutnya pembinaan dan pengelolaannya tidak lagi didasarkan
pada sistem Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, namun
pembinaan dan pengelolaannya didasarkan pada prinsip-prinsip
perusahaan yang sehat. Termasuk dalam Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara yaitu meliputi pula proyek-proyek Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara yang dikelola oleh BUMN
dan/atau piutang negara pada BUMN yang dijadikan sebagai
penyertaan modal negara.
Yang dimaksud dengan kapitalisasi cadangan adalah
penambahan modal disetor yang berasal dari cadangan. Yang
dimaksud dengan sumber lainnya tersebut, antara lain, adalah
keuntungan revaluasi aset. Pemisahan kekayaan negara untuk
dijadikan penyertaan modal negara ke dalam modal BUMN hanya
dapat dilakukan dengan cara penyertaan langsung negara ke dalam
modal BUMN tersebut, sehingga setiap penyertaan tersebut perlu
ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Untuk memonitor dan
penatausahaan kekayaan negara yang tertanam pada BUMN dan
perseroan terbatas, termasuk penambahan dan pengurangan dari
kekayaan negara tersebut serta perubahan struktur kepemilikan
negara sebagai akibat adanya pengalihan saham milik negara atau
penerbitan saham baru yang tidak diambil bagian oleh negara,
perlu ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Penambahan penyertaan dari kapitalisasi cadangan dan
sumber lainnya cukup dengan Keputusan RUPS/Menteri dan
dilaporkan kepada Menteri Keuangan karena pada prinsipnya
kekayaan negara tersebut telah terpisah dari Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara. Peraturan Pemerintah tersebut di antaranya
mengatur mekanisme hubungan antara Menteri dengan Menteri
Keuangan serta Menteri Teknis sesuai dengan kedudukan
108 Pengantar hukum bisnis

dan fungsinya masing-masing, yaitu Menteri Keuangan selaku


pengelola keuangan negara, Menteri yang ditunjuk untuk mewakili
pemerintah selaku pemegang saham, dan Menteri Teknis selaku
regulator.

e. Jenis-jenis BUMN yang ada di Indonesia


a) Perusahaan Perseroan (Persero)
Dalam UU No. 19 Tahun 2003, Tentang BUMN dikatakan
bahwa Perseroan adalah:
Perusahaan persero adalah BUMN yang berbentuk perseroan
terbatas (PT) yang modal/sahamnya paling sedikit 51% dimiliki
oleh pemerintah, yang tujuannya mengejar keuntungan. Maksud
dan tujuan mendirikan persero ialah untuk menyediakan barang
dan atau jasa yang bermutu tinggi dan berdaya saing kuat dan
mengejar keuntungan untuk meningkatkan nilai perusahaan.

UU No. 19 Tahun 2003, menegaskan atau membagi perseroan


menjadi dua bagian, yakni:
1. Perusahaan Perseroan Terbuka, yang selanjutnya disebut
Persero Terbuka, adalah Persero yang modal dan jumlah
pemegang sahamnya memenuhi kriteria tertentu atau Persero
yang melakukan penawaran umum sesuai dengan peraturan
perundang-undangan di bidang pasar modal.
2. Perusahaan Umum, yang selanjutnya disebut Perum, adalah
BUMN yang seluruh modalnya dimiliki negara dan tidak
terbagi atas saham, yang bertujuan untuk kemanfaatan umum
berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi
dan sekaligus mengejar keuntungan berdasarkan prinsip
pengelolaan perusahaan.

Maksud dan tujuan pendirian Persero adalah menyediakan


barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan berdaya saing kuat;
mengejar keuntungan guna meningkatkan nilai perusahaan (Pasal
12 UU No. 13 Tahun 2003). Kemudian dalam Pasal 10 Bab II UU No.
19 tahun 2003, dikemukakan tentang pendirian perseroan yakni
sebagai berikut:
TEORI BADAN HUKUM 109

1. Pendirian Persero diusulkan oleh Menteri kepada Presiden


disertai dengan dasar pertimbangan setelah dikaji bersama
dengan Menteri Teknis dan Menteri Keuangan.
2. Pelaksanaan pendirian Persero dilakukan oleh Menteri
dengan memperhatikan ketentuan peraturan perundangan-
undangan.
3. Terhadap Persero berlaku segala ketentuan dan prinsip-
prinsip yang berlaku bagi perseroan terbatas sebagaimana
diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang
Perseroan Terbatas.

Ciri-ciri Persero adalah sebagai berikut:


1. Pendirian persero diusulkan oleh menteri kepada presiden
2. Pelaksanaan pendirian dilakukan oleh mentri dengan
memperhatikan perundang-undangan
3. Statusnya berupa perseroan terbatas yang diatur berdasarkan
undang-undang
4. Modalnya berbentuk saham
5. Sebagian atau seluruh modalnya adalah milik negara dari
kekayaan negara yang dipisahkan
6. Organ persero adalah RUPS, direksi dan komisaris
7. Menteri yang ditunjuk memiliki kuasa sebagai pemegang
saham milik pemerintah
8. Apabila seluruh saham dimiliki pemerintah, maka menteri
berlaku sebagai RUPS, jika hanya sebagian, maka sebagai
pemegang saham perseroan terbatas
9. RUPS bertindak sebagai kekuasaan tertinggi perusahaan
10. Dipimpin oleh direksi
11. Laporan tahunan diserahkan ke RUPS untuk disahkan
12. Tidak mendapat fasilitas negara
13. Tujuan utama memperoleh keuntungan
14. Hubungan-hubungan usaha diatur dalam hukum perdata
15. Pegawainya berstatus pegawai Negeri

Fungsi RUPS dalam persero pemerintah ialah memegang


segala wewenang yang ada dalam perusahaan tersebut. RUPS
110 Pengantar hukum bisnis

juga berwenang untuk mengganti komisaris dan direksi. Direksi


persero adalah orang yang bertanggung jawab atas pengurusan
persero baik di dalam maupun di luar pengadilan. Pengangkatan
dan pemberhentian dilakukan oleh RUPS. Komisaris adalah organ
persero yang bertugas dalam pengawasan kinerja persero itu, dan
melaporkannya pada RUPS.
Kewenangan RUPS adalah:
1. Menteri bertindak selaku RUPS dalam hal seluruh saham
Persero dimiliki oleh negara dan bertindak selaku pemegang
saham pada Persero dan perseroan terbatas dalam hal tidak
seluruh sahamnya dimiliki oleh negara.
2. Menteri dapat memberikan kuasa dengan hak substitusi
kepada perorangan atau badan hukum untuk mewakilinya
dalam RUPS.
3. Pihak yang menerima kuasa sebagaimana dimaksud dalam
ayat (2), wajib terlebih dahulu mendapat persetujuan Menteri
untuk mengambil keputusan dalam RUPS mengenai :
a. perubahan jumlah modal;
b. perubahan anggaran dasar;
c. rencana penggunaan laba;
d. penggabungan, peleburan, pengambilalihan, pemisahan,
serta pembubaran Persero;
e. investasi dan pembiayaan jangka panjang;
f. kerja sama Persero;
g. pembentukan anak perusahaan atau penyertaan;
h. pengalihan aktiva.

Sedangkan ketentuan tentang direksi perseroan adalah


sebagai berikut:
1. Pengangkatan dan pemberhentian Direksi dilakukan oleh
RUPS.
2. Dalam hal Menteri bertindak selaku RUPS, pengangkatan dan
pemberhentian Direksi ditetapkan oleh Menteri.
3. Anggota Direksi diangkat berdasarkan pertimbangan
keahlian, integritas, kepemimpinan, pengalaman, jujur, perilaku
TEORI BADAN HUKUM 111

yang baik, serta dedikasi yang tinggi untuk memajukan dan


mengembangkan Persero.
4. Pengangkatan anggota Direksi dilakukan melalui mekanisme
uji kelayakan dan kepatutan.
5. Calon anggota Direksi yang telah dinyatakan lulus uji
kelayakan dan kepatutan wajib menandatangani kontrak
manajemen sebelum ditetapkan pengangkatannya sebagai
anggota Direksi.
6. Masa jabatan anggota Direksi ditetapkan 5 (lima) tahun dan
dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan.
7. Dalam hal Direksi terdiri atas lebih dari seorang anggota, salah
seorang anggota Direksi diangkat sebagai direktur utama.
8. Anggota Direksi sewaktu-waktu dapat diberhentikan berdasar-
kan keputusan RUPS dengan menyebutkan alasannya.
9. Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara
pengangkatan dan pemberhentian anggota Direksi diatur
dengan Keputusan Menteri.
10. Dalam melaksanakan tugasnya, anggota Direksi wajib
mencurahkan tenaga, pikiran dan perhatian secara penuh
pada tugas, kewajiban, dan pencapaian tujuan Persero.
11. Dengan memperhatikan sifat khusus masing-masing Persero,
Direksi dapat mengangkat seorang sekretaris perusahaan.
12. Direksi wajib menyiapkan rancangan rencana jangka panjang
yang merupakan rencana strategis yang memuat sasaran dan
tujuan Persero yang hendak dicapai dalam jangka waktu 5
(lima) tahun.
13. Rancangan rencana jangka panjang yang telah ditandatangani
bersama dengan Komisaris disampaikan kepada RUPS untuk
mendapatkan pengesahan.
14. Direksi wajib menyiapkan rancangan rencana kerja dan
anggaran perusahaan yang merupakan penjabaran tahunan
dari rencana jangka panjang.
15. Direksi wajib menyampaikan rancangan rencana kerja dan
anggaran perusahaan kepada RUPS untuk memperoleh
pengesahan.
112 Pengantar hukum bisnis

16. Dalam waktu 5 (lima) bulan setelah tahun buku Persero


ditutup, Direksi wajib menyampaikan laporan tahunan kepada
RUPS untuk memperoleh pengesahan.
17. Laporan tahunan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
ditandatangani oleh semua anggota Direksi dan Komisaris
18. Dalam hal ada anggota Direksi atau Komisaris tidak
menandatangani laporan tahunan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (2), harus disebutkan alasannya secara tertulis.
19. Ketentuan lebih lanjut mengenai rencana jangka panjang,
rencana kerja dan anggaran perusahaan, laporan tahunan
dan perhitungan tahunan Persero diatur dengan Keputusan
Menteri.
20. Anggota Direksi dilarang memangku jabatan rangkap sebagai:
anggota Direksi pada BUMN, badan usaha milik daerah, badan
usaha milik swasta, dan jabatan lain yang dapat menimbulkan
benturan kepentingan; jabatan struktural dan fungsional
lainnya pada instansi/lembaga pemerintah pusat dan daerah;
dan/atau jabatan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
21. Direksi wajib memelihara risalah rapat dan menyelenggarakan
pembukuan Perseroan.

Persero sebagai salah satu pelaku ekonomi nasional dituntut


untuk dapat memenuhi permintaan pasar melalui penyediaan
barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan berdaya saing
kuat baik di pasar dalam negeri maupun internasional. Dengan
demikian dapat meningkatkan keuntungan dan nilai Persero yang
bersangkutan sehingga akan memberikan manfaat yang optimal
bagi pihak-pihak yang terkait.
Bagi Persero yang seluruh modalnya (100%) dimiliki oleh
negara, Menteri yang ditunjuk mewakili negara selaku pemegang
saham dalam setiap keputusan tertulis yang berhubungan dengan
Persero adalah merupakan keputusan RUPS. Bagi Persero dan
perseroan terbatas yang sahamnya dimiliki negara kurang dari
100% (seratus persen), Menteri berkedudukan selaku pemegang
TEORI BADAN HUKUM 113

saham dan keputusannya diambil bersama-sama dengan


pemegang saham lainnya dalam RUPS.
Yang dimaksud dengan perorangan dalam perseroan adalah:
“Seseorang yang menduduki jabatan di bawah Menteri yang
secara teknis bertugas membantu Menteri selaku pemegang
saham pada Persero yang bersangkutan. Namun demikian, dalam
hal dipandang perlu, tidak tertutup kemungkinan kuasa juga
dapat diberikan kepada badan hukum sesuai dengan peraturan
perundang-undangan”.

Meskipun kedudukan Menteri selaku wakil pemerintah


telah dikuasakan kepada perorangan atau badan hukum untuk
mewakilinya dalam RUPS, untuk hal-hal tertentu penerima kuasa
wajib terlebih dahulu memperoleh persetujuan dari Menteri
sebelum hal-hal dimaksud diputuskan dalam RUPS. Hal ini perlu
mendapat persetujuan terlebih dahulu dari Menteri mengingat
sifatnya yang sangat strategis bagi kelangsungan Persero. Dalam
kedudukannya selaku RUPS, pengangkatan dan pemberhentian
cukup dilakukan dengan keputusan Menteri. Keputusan Menteri
tersebut mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan
keputusan yang diambil secara sah dalam RUPS.
Mengingat kedudukan Direksi sebagai organ Persero strategis
dalam mengurus perusahaan guna mencapai maksud dan tujuan
perusahaan untuk mengisi jabatan tersebut diperlukan calon-calon
anggota direksi yang mempunyai keahlian, integritas, kejujuran,
kepemimpinan, pengalaman, perilaku yang baik, dan dedikasi yang
tinggi, serta mempunyai visi pengembangan perusahaan.
Untuk memperoleh calon-calon anggota Direksi yang terbaik,
diperlukan seleksi melalui uji kelayakan dan kepatutan (fit and
proper test) yang dilakukan secara transparan, profesional, mandiri
dan dapat dipertanggungjawabkan. Uji kelayakan dan kepatutan
tersebut dilakukan oleh suatu tim yang ditunjuk oleh Menteri
selaku RUPS dalam hal seluruh sahamnya dimiliki oleh negara, dan
ditunjuk oleh Menteri selaku pemegang saham dalam hal sebagian
114 Pengantar hukum bisnis

sahamnya dimiliki oleh negara, khusus bagi Direksi yang mewakili


unsur pemerintah.
Anggota-anggota tim yang ditunjuk oleh Menteri harus
memenuhi kriteria antara lain profesionalitas, pemahaman bidang
manajemen dan usaha BUMN yang bersangkutan, tidak memiliki
benturan kepentingan (conflict of interest) dengan calon anggota
direksi yang bersangkutan dan memiliki integritas serta dedikasi
yang tinggi. Menteri dapat pula menunjuk lembaga profesional
yang independen untuk melakukan uji kelayakan dan kepatutan
terhadap calon-calon anggota direksi Persero.
Yang dimaksud dengan kontrak manajemen adalah statement
of corporate intent (SCI), yang antara lain berisikan janji-janji atau
pernyataan Direksi untuk memenuhi segala target-target yang
ditetapkan oleh pemegang saham. Kontrak manajemen tersebut
diperbaharui setiap tahun untuk disesuaikan dengan kondisi
dan perkembangan perusahaan. Anggota Direksi yang telah
menyelesaikan masa jabatannya dapat dipertimbangkan untuk
diangkat kembali berdasarkan penilaian kinerja pada periode
sebelumnya.
Yang dimaksud dengan pemberhentian sewaktu-waktu
adalah pemberhentian sebelum masa jabatannya berakhir.
Pemberhentian sewaktu-waktu tersebut dilakukan apabila Direksi
antara lain tidak dapat memenuhi kewajibannya yang telah
disepakati dalam kontrak manajemen, tidak dapat menjalankan
tugasnya dengan baik, melanggar ketentuan anggaran dasar dan/
atau peraturan perundang-undangan, dinyatakan bersalah dengan
keputusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum yang
tetap, meninggal dunia, dan mengundurkan diri.
Sekretaris perusahaan (corporate secretary) berfungsi
untuk memastikan bahwa Persero mematuhi peraturan tentang
persyaratan keterbukaan sejalan dengan penerapan prinsip-
prinsip good corporate governance, memberikan informasi untuk
Direksi dan Komisaris secara berkala apabila diminta. Sekretaris
perusahaan harus memenuhi kualifikasi profesionalisme yang
TEORI BADAN HUKUM 115

memadai. Sekretaris perusahaan diangkat dan diberhentikan oleh


Direksi serta bertanggung jawab kepada Direksi.
Persero terbuka sesuai kebijakan pemerintah tentang
privatisasi. Privatisasi adalah penjualan sebagian atau seluruh
saham persero kepada pihak lain untuk peningkatan kualitas.
Persero yang diprivatisasi adalah yang unsur usahanya kompetitif
dan teknologinya cepat berubah. Persero yang tidak bisa diubah
ialah:
1. Persero yang menurut perundang-undangan harus berbentuk
BUMN
2. Persero yang bergerak di bidang hankam negara
3. Persero yang diberi tugas khusus untuk kepentingan
masyarakat
4. Persero yang bergerak di bidang Sumber Daya Alam yang
secara tegas dilarang diprivatisasi oleh UU.

Di Indonesia sendiri yang sudah menjadi Persero adalah PT.


PP (Pembangunan Perumahan),PT Bank BNI Tbk, PT Kimia Farma
Tbk, PT Indo Farma Tbk, PT Tambang Timah Tbk, PT Indosat Tbk
(pada akhir tahun 2002 41,94% saham Persero ini telah dijual
kepada Swasta sehingga perusahaan ini bukan BUMN lagi), dan
PT Telekomunikasi Indonesia Tbk. Menindaklanjuti tentang direksi
BUMN tersebut di atas, Direksi selaku organ BUMN yang ditugasi
melakukan pengurusan tunduk pada semua peraturan yang
berlaku terhadap BUMN dan tetap berpegang pada penerapan
prinsip-prinsip good corporate governance yang meliputi:
1. Transparansi, yaitu keterbukaan dalam melaksanakan
proses pengambilan keputusan dan keterbukaan dalam
mengungkapkan informasi material dan relevan mengenai
perusahaan;
2. Kemandirian, yaitu keadaan di mana perusahaan dikelola
secara profesional tanpa benturan kepentingan dan
pengaruh/tekanan dari pihak manapun yang tidak sesuai
dengan peraturan perundang-undangan dan prinsip-prinsip
korporasi yang sehat;
116 Pengantar hukum bisnis

3. Akuntabilitas, yaitu kejelasan fungsi, pelaksanaan dan


pertanggungjawaban Organ sehingga pengelolaan
perusahaan terlaksana secara efektif
4. Pertanggungjawaban, yaitu kesesuaian di dalam pengelolaan
perusahaan terhadap peraturan perundang-undangan dan
prinsip-prinsip korporasi yang sehat;
5. Kewajaran, yaitu kesesuaian di dalam pengelolaan perusahaan
terhadap peraturan perundang-undangan dan prinsip-prinsip
korporasi yang sehat.

b) Perusahaan Jawatan (Perjan)


Perusahaan Jawatan (perjan) sebagai salah satu bentuk
BUMN memiliki modal yang berasal dari negara. Besarnya modal
Perusahaan Jawatan ditetapkan melalui APBN. Ciri-ciri Perusahaan
Jawatan antara lain sebagai berikut:
1. memberikan pelayanan kepada masyarakat
2. merupakan bagian dari suatu departemen pemerintah
3. dipimpin oleh seorang kepala yang bertanggung jawab
langsung kepada menteri atau dirjen departemen yang
bersangkutan
4. status karyawannya adalah pegawai negeri

c) Perusahaan Umum (Perum)


Dalam UU No. 19 Tahun 2003, Tentang BUMN dikatakan
bahwa Perum adalah:
Perusahaan umum atau disingkat perum adalah perusahaan
unit bisnis negara yang seluruh modal dan kepemilikan dikuasai
oleh pemerintah dengan tujuan untuk memberikan penyediaan
barang dan jasa publik yang baik demi melayani masyarakat
umum serta mengejar keuntungan berdasarkan prinsip
pengolahan perusahaan.

Organ Perum yaitu dewan pengawas, menteri dan direksi.


Contoh perum/perusahaan umum yakni: Perum Peruri/PNRI
(Percetakan Negara RI), Perum Perhutani, Perum Damri, Perum
Pegadaian. Pendirian Perum diusulkan oleh Menteri kepada
TEORI BADAN HUKUM 117

Presiden disertai dengan dasar pertimbangan setelah dikaji


bersama dengan Menteri Teknis dan Menteri Keuangan. Perum yang
didirikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) UU No 19 tahun
2003, memperoleh status badan hukum sejak diundangkannya
Peraturan Pemerintah tentang pendiriannya; Ketentuan lebih lanjut
mengenai pendirian, pembinaan, pengurusan, dan pengawasan
Perum diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Maksud dan tujuan Perum adalah menyelenggarakan usaha
yang bertujuan untuk kemanfaatan umum berupa penyediaan
barang dan/atau jasa yang berkualitas dengan harga yang
terjangkau oleh masyarakat berdasarkan prinsip pengelolaan
perusahaan yang sehat, dan Untuk mendukung kegiatan dalam
rangka mencapai maksud dan tujuan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1), dengan persetujuan Menteri, Perum dapat
melakukan penyertaan modal dalam badan usaha lain.
Kewenangan Menteri dalam Perum terdiri dari:
1. Menteri memberikan persetujuan atas kebijakan pengem-
bangan usaha Perum yang diusulkan oleh Direksi.
2. Kebijakan pengembangan usaha sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) diusulkan oleh Direksi kepada Menteri setelah
mendapat persetujuan dari Dewan Pengawas.
3. Kebijakan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan
sesuai dengan maksud dan tujuan Perum yang bersangkutan.
4. Menteri tidak bertanggung jawab atas segala akibat perbuatan
hukum yang dibuat Perum dan tidak bertanggung jawab atas
kerugian Perum melebihi nilai kekayaan negara yang telah
dipisahkan ke dalam Perum, kecuali apabila Menteri:
a. Baik langsung maupun tidak langsung dengan itikad buruk
memanfaatkan Perum semata-mata untuk kepentingan
pribadi;
b. Terlibat dalam perbuatan melawan hukum yang dilakukan
oleh Perum; atau
c. Langsung maupun tidak langsung secara melawan hukum
menggunakan kekayaan Perum
118 Pengantar hukum bisnis

5. Ketentuan mengenai tata cara pemindah tanganan,


pembebanan atas aktiva tetap Perum, serta penerimaan
pinjaman jangka menengah/panjang dan pemberian pinjaman
dalam bentuk dan cara apa pun, serta tidak menagih lagi dan
menghapuskan dari pembukuan piutang dan persediaan
barang oleh Perum diatur dengan Keputusan Menteri.

Anggaran dasar Perum ditetapkan dalam Peraturan


Pemerintah tentang pendiriannya. Perubahan anggaran dasar
Perum ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah; Perubahan
anggaran dasar sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) UU No.
19 Tahun 2003 mulai berlaku sejak tanggal diundangkannya
Peraturan Pemerintah tentang perubahan anggaran dasar Perum.
Pengangkatan dan pemberhentian Direksi ditetapkan oleh Menteri
sesuai dengan mekanisme dan ketentuan peraturan perundang-
undangan. Yang dapat diangkat sebagai anggota Direksi adalah
orang perseorangan yang mampu melaksanakan perbuatan hukum
dan tidak pernah dinyatakan pailit atau menjadi anggota Direksi
atau Komisaris atau Dewan Pengawas yang dinyatakan bersalah
menyebabkan suatu perseroan atau Perum dinyatakan pailit atau
orang yang tidak pernah dihukum karena melakukan tindak pidana
yang merugikan keuangan negara.
Selain kriteria di atas, anggota Direksi diangkat berdasarkan
pertimbangan keahlian, integritas, kepemimpinan, pengalaman,
jujur, perilaku yang baik, serta dedikasi yang tinggi untuk
memajukan dan mengembangkan Perum. Pengangkatan anggota
Direksi dilakukan melalui mekanisme uji kelayakan dan kepatutan.
Calon anggota Direksi yang telah dinyatakan lulus uji kelayakan
dan kepatutan wajib menandatangani kontrak manajemen
sebelum ditetapkan pengangkatannya sebagai anggota Direksi.
Masa jabatan anggota Direksi ditetapkan 5 (lima) tahun dan dapat
diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan.
Dalam hal Direksi terdiri atas lebih dari seorang anggota,
salah seorang anggota Direksi diangkat sebagai direktur utama.
Anggota Direksi sewaktu-waktu dapat diberhentikan berdasarkan
TEORI BADAN HUKUM 119

Keputusan Menteri dengan menyebutkan alasannya. Dalam


melaksanakan tugasnya, Direksi wajib mencurahkan tenaga,
pikiran, dan perhatian secara penuh pada tugas, kewajiban, dan
pencapaian tujuan Perum. Direksi wajib menyiapkan rancangan
rencana jangka panjang yang merupakan rencana strategis yang
memuat sasaran dan tujuan Perum yang hendak dicapai dalam
jangka waktu 5 (lima) tahun. Rancangan rencana jangka panjang
yang telah ditandatangani bersama dengan Dewan Pengawas
disampaikan kepada Menteri untuk mendapatkan pengesahan.
Direksi wajib menyiapkan rancangan rencana kerja dan
anggaran perusahaan yang merupakan penjabaran tahunan dari
rencana jangka panjang. Direksi wajib menyampaikan rancangan
rencana kerja dan anggaran perusahaan kepada Menteri untuk
memperoleh pengesahan.
Dalam waktu 5 (lima) bulan setelah tahun buku Perum ditutup,
Direksi wajib menyampaikan laporan tahunan kepada Menteri
untuk memperoleh pengesahan. Laporan tahunan sebagaimana
dimaksud di atas ditandatangani oleh semua anggota Direksi dan
Dewan Pengawas. Dalam hal ada anggota Direksi atau Dewan
Pengawas tidak menandatangani laporan tahunan sebagaimana
dimaksud di atas harus disebutkan alasannya secara tertulis.
Anggota Direksi dilarang memangku jabatan rangkap sebagai:
1. Anggota Direksi pada BUMN, badan usaha milik daerah, badan
usaha milik swasta, dan jabatan lain yang dapat menimbulkan
benturan kepentingan;
2. Jabatan struktural dan fungsional lainnya pada instansi/
lembaga pemerintah pusat dan daerah; dan/atau
3. Jabatan lainnya sesuai dengan ketentuan dalam peraturan
pendirian Perum dan ketentuan peraturan perundang-
undangan.

Direksi wajib memelihara risalah rapat dan menyelenggarakan


pembukuan Perum. Direksi hanya dapat mengajukan permohonan
ke pengadilan negeri agar Perum dinyatakan pailit berdasarkan
persetujuan Menteri. Dalam hal kepailitan terjadi karena kesalahan
120 Pengantar hukum bisnis

atau kelalaian Direksi dan kekayaan Perum tidak cukup untuk


menutup kerugian akibat kepailitan tersebut, setiap anggota Direksi
secara tanggung renteng bertanggung jawab atas kerugian tersebut.
Anggota Direksi yang dapat membuktikan bahwa kepailitan bukan
karena kesalahan atau kelalaiannya tidak bertanggung jawab secara
tanggung renteng atas kerugian tersebut. Dalam hal tindakan
Direksi menimbulkan kerugian bagi Perum sebagaimana dimaksud
dalam ayat (2), Menteri mewakili Perum untuk melakukan tuntutan
atau gugatan terhadap Direksi melalui pengadilan.

d) Badan Usaha Milik Daerah (BUMD)


Ciri-ciri BUMD adalah sebagai berikut:
1. Pemerintah memegang hak atas segala kekayaan dan usaha
2. Pemerintah berkedudukan sebagai pemegang saham dalam
pemodalan perusahaan
3. Pemerintah memiliki wewenang dan kekuasaan dalam
menetapkan kebijakan perusahaan
4. Pengawasan dilakukan alat pelengkap negara yang berwenang
5. Melayani kepentingan umum, selain mencari keuntungan
6. Sebagai stabillisator perekonomian dalam rangka
menyejahterakan rakyat
7. Sebagai sumber pemasukan negara
8. Seluruh atau sebagian besar modalnya milik negara
9. Modalnya dapat berupa saham atau obligasi bagi perusahaan
yang go public
10. Dapat menghimpun dana dari pihak lain, baik berupa bank
maupun nonbank
11. Direksi bertanggung jawab penuh atas BUMN, dan mewakili
BUMN di pengadilan

Tujuan Pendirian BUMD:


1. Memberikan sumbangsih pada perekonomian nasional dan
penerimaan kas negara
2. Mengejar dan mencari keuntungan
3. Pemenuhan hajat hidup orang banyak
4. Perintis kegiatan-kegiatan usaha
TEORI BADAN HUKUM 121

BUMN utama berkembang dengan monopoli atau peraturan


khusus yang bertentangan dengan semangat persaingan usaha
sehat (UU no. 5 tahun 1999), tidak jarang BUMN bertindak selaku
pelaku bisnis sekaligus sebagai regulator. BUMN kerap menjadi
sumber korupsi, yang lazim dikenal sebagai sapi perahan bagi
oknum pejabat atau partai. Pasca krisis moneter 1998, pemerintah
giat melakukan privatisasi dan mengakhiri berbagai praktek
persaingan tidak sehat. Fungsi regulasi usaha dipisahkan dari
BUMN. Sebagai akibatnya, banyak BUMN yang terancam gulung
tikar, tetapi beberapa BUMN lain berhasil memperkokoh posisi
bisnisnya.

6. Koperasi
Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang-
orang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan
kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai
gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan asas kekeluargaan.
Koperasi bertujuan untuk menyejahterakan anggotanya. Dengan
kata lain Koperasi adalah: asosiasi orang-orang yang bergabung
dan melakukan usaha bersama atas dasar prinsip-prinsip Koperasi,
sehingga mendapatkan manfaat yang lebih besar dengan biaya
yang rendah melalui perusahaan yang dimiliki dan diawasi secara
demokratis oleh anggotanya.
Koperasi bertujuan untuk menjadikan kondisi sosial dan
ekonomi anggotanya lebih baik dibandingkan sebelum bergabung
dengan Koperasi. Dari pengertian di atas dapat diuraikan sebagai
berikut:
1. Asosiasi orang-orang. Artinya, Koperasi adalah organisasi
yang terdiri dari orang-orang yang terdiri dari orang-orang
yang merasa senasib dan sepenanggungan, serta memiliki
kepentingan ekonomi dan tujuan yang sama.
2. Usaha bersama. Artinya, Koperasi adalah badan usaha yang
tunduk pada kaidah-kaidah ekonomi yang berlaku, seperti
adanya modal sendiri, menanggung resiko, penyedia agunan,
dan lain-lain.
122 Pengantar hukum bisnis

3. Manfaat yang lebih besar. Artinya, Koperasi didirikan untuk


menekan biaya, sehingga keuntungan yang diperoleh anggota
menjadi lebih besar.
4. Biaya yang lebih rendah. Dalam menetapkan harga, Koperasi
menerapkan aturan, harga sesuai dengan biaya yang
sesungguhnya, ditambah komponen lain bila dianggap perlu,
seperti untuk kepentingan investasi.

Undang-Undang No. 17 Tahun 2012 Tentang Perkoperasian,


pengertian Koperasi adalah:
Koperasi adalah badan hukum yang didirikan oleh orang
perseorangan atau badan hukum Koperasi, dengan pemisahan
kekayaan para anggotanya sebagai modal untuk menjalankan
usaha, yang memenuhi aspirasi dan kebutuhan bersama di
bidang ekonomi, sosial, dan budaya sesuai dengan nilai dan
prinsip Koperasi.

Sejatinya Koperasi dibentuk demi untuk kesejahteraan


anggotanya. Sementara koperasi dibentuk demi keuntungan
pemodal semata. Ibaratnya PT berbaju koperasi. Bahkan, tak jarang,
mereka (para pemodal) itu rela membeli badan hukum Koperasi
yang sudah tidak aktif lagi dengan nilai tak kurang dari puluhan
juta rupiah. Jadi, ketika UUD 1945 sudah menganggap tidak perlu
untuk mencantumkan lagi kata Koperasi, ketika perbankan masih
memandang KOPERASI dengan sebelah mata, ketika banyak PT
yang beroperasi dengan kedok koperasi.
Sementara menurut ICA Cooperative Identity Statement,
Manchester, 23 September 1995, Koperasi adalah:
“Perkumpulan otonom dari orang-orang yang bersatu secara
sukarela untuk memenuhi kebutuhan dan aspirasi ekonomi,
sosial, dan budaya bersama melalui perusahaan yang mereka
miliki bersama dan mereka kendalikan secara demokrati”.

Koperasi bekerja berdasarkan beberapa prinsip, atau pedoman


bagi Koperasi dalam melaksanakan nilai-nilai Koperasi.
TEORI BADAN HUKUM 123

1. Keanggotaan sukarela dan terbuka. Koperasi adalah


organisasi yang keanggotaannya bersifat sukarela, terbuka
bagi semua orang yang bersedia menggunakan jasa-jasanya,
dan bersedia menerima tanggung jawab keanggotaan, tanpa
membedakan gender, latar belakang sosial, ras, politik, atau
agama.
2. Pengawasan oleh anggota secara demokratis. Koperasi adalah
organisasi demokratis yang diawasi oleh anggotanya, yang
secara aktif menetapkan kebijakan dan membuat keputusan
laki-laki dan perempuan yang dipilih sebagai pengurus atau
pengawas bertanggung jawab kepada Rapat Anggota. Dalam
Koperasi primer, anggota memiliki hak suara yang sama (satu
anggota satu suara) dikelola secara demokratis.
3. Partisipasi anggota dalam kegiatan ekonomi. Anggota
menyetorkan modal mereka secara adil dan melakukan
pengawasan secara demokratis. Sebagian dari modal tersebut
adalah milik bersama. Bila ada balas jasa terhadap modal,
diberikan secara terbatas. Anggota mengalokasikan SHU
untuk beberapa atau semua dari tujuan seperti di bawah ini:
a) Mengembangkan Koperasi. Caranya dengan membentuk
dana cadangan, yang sebagian dari dana itu tidak dapat
dibagikan. b) Dibagikan kepada anggota. Caranya seimbang
berdasarkan transaksi mereka dengan koperasi. c) Mendukung
keanggotaan lainnya yang disepakati dalam Rapat Anggota.
4. Otonomi dan kemandirian. Koperasi adalah organisasi
otonom dan mandiri yang diawasi oleh anggotanya. Apabila
Koperasi membuat perjanjian dengan pihak lain, termasuk
pemerintah, atau memperoleh modal dari luar, maka hal itu
harus berdasarkan persyaratan yang tetap menjamin adanya
upaya: a) Pengawasan yang demokratis dari anggotanya. b)
Mempertahankan otonomi koperasi.
5. Pendidikan, pelatihan dan informasi. Koperasi memberikan
pendidikan dan pelatihan bagi anggota, pengurus, pengawas,
manager, dan karyawan. Tujuannya, agar mereka dapat
melaksanakan tugas dengan lebih efektif bagi perkembangan
124 Pengantar hukum bisnis

Koperasi. Koperasi memberikan informasi kepada masyarakat


umum, khususnya orang-orang muda dan tokoh-tokoh
masyarakat mengenai hakekat dan manfaat berkoperasi.
6. Kerja sama antar koperasi. Dengan bekerja sama pada
tingkat lokal, regional dan internasional, maka: a) Gerakan
Koperasi dapat melayani anggotanya dengan efektif. b) Dapat
memperkuat gerakan Koperasi.
7. Kepedulian terhadap masyarakat. Koperasi melakukan
kegiatan untuk pengembangan masyarakat sekitarnya secara
berkelanjutan melalui kebijakan yang diputuskan oleh Rapat
Anggota.

Sementara itu Prinsip Koperasi menurut UU No. 17 Tahun 2012


tentang perkoperasian adalah:
1. Keanggotaan Koperasi bersifat sukarela dan terbuka;
2. Pengawasan oleh Anggota diselenggarakan secara
demokratis;
3. Anggota berpartisipasi aktif dalam kegiatan ekonomi Koperasi;
4. Koperasi merupakan badan usaha swadaya yang otonom,
dan independen;
5. Koperasi menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan bagi
Anggota, Pengawas, Pengurus, dan karyawannya, serta
memberikan informasi kepada masyarakat tentang jati diri,
kegiatan, dan kemanfaatan Koperasi;
6. Koperasi melayani anggotanya secara prima dan memperkuat
Gerakan Koperasi, dengan bekerja sama melalui jaringan
kegiatan pada tingkat lokal, nasional, regional, dan
internasional; dan
7. Koperasi bekerja untuk pembangunan berkelanjutan bagi
lingkungan dan masyarakatnya melalui kebijakan yang
disepakati oleh Anggota.

Jenis-jenis Koperasi menurut UU No. 17 Tahun 2012, Tentang


Perkoperasian Koperasi secara umum dapat dikelompokkan
menjadi koperasi konsumen, koperasi produsen dan koperasi kredit
( jasa keuangan). Koperasi dapat pula dikelompokkan berdasarkan
TEORI BADAN HUKUM 125

sektor usahanya; Koperasi Simpan Pinjam; Koperasi Konsumen;


Koperasi Produsen; Koperasi Pemasaran; Koperasi Jasa.
Koperasi Simpan Pinjam Adalah koperasi yang bergerak
di bidang simpanan dan pinjaman Koperasi Konsumen Adalah
koperasi beranggotakan para konsumen dengan menjalankan
kegiatannya jual beli menjual barang konsumsi Koperasi Produsen
Adalah koperasi beranggotakan para pengusaha kecil (UKM)
dengan menjalankan kegiatan pengadaan bahan baku dan
penolong untuk anggotanya. Koperasi Pemasaran Koperasi yang
menjalankan kegiatan penjualan produk/jasa koperasinya atau
anggotanya Koperasi Jasa Koperasi yang bergerak di bidang usaha
jasa lainnya.
Sumber Modal Koperasi Seperti halnya bentuk badan
usaha yang lain, untuk menjalankan kegiatan usahanya koperasi
memerlukan modal. Adapun modal koperasi terdiri atas modal
sendiri dan modal pinjaman modal sendiri meliputi sumber modal
sebagai berikut:
1. Simpanan Pokok; Simpanan pokok adalah sejumlah uang
yang wajib dibayarkan oleh anggota kepada koperasi pada
saat masuk menjadi anggota. Simpanan pokok tidak dapat
diambil kembali selama yang bersangkutan masih menjadi
anggota koperasi. Simpanan pokok jumlahnya sama untuk
setiap anggota.
2. Simpanan Wajib; Simpanan wajib adalah jumlah simpanan
tertentu yang harus dibayarkan oleh anggota kepada koperasi
dalam waktu dan kesempatan tertentu, misalnya tiap bulan
dengan jumlah simpanan yang sama untuk setiap bulannya.
Simpanan wajib tidak dapat diambil kembali selama yang
bersangkutan masih menjadi anggota koperasi.
3. Simpanan khusus/lain-lain misalnya: Simpanan sukarela
(simpanan yang dapat diambil kapan saja), Simpanan Qurba,
dan Deposito Berjangka.
4. Dana Cadangan; Dana cadangan adalah sejumlah uang yang
diperoleh dari penyisihan Sisa Hasil usaha, yang dimaksudkan
126 Pengantar hukum bisnis

untuk pemupukan modal sendiri, pembagian kepada anggota


yang keluar dari keanggotaan koperasi, dan untuk menutup
kerugian koperasi bila diperlukan.
5. Hibah; Hibah adalah sejumlah uang atau barang modal yang
dapat dinilai dengan uang yang diterima dari pihak lain yang
bersifat hibah/pemberian dan tidak mengikat.

Adapun modal pinjaman koperasi berasal dari pihak-pihak


sebagai berikut:
1. Anggota dan calon anggota
2. Koperasi lainnya dan/atau anggotanya yang didasari dengan
perjanjian kerja sama antar koperasi
3. Bank dan Lembaga keuangan bukan bank lembaga keuangan
lainnya yang dilakukan berdasarkan ketentuan peraturan
perudang-undangan yang berlaku
4. Penerbitan obligasi dan surat utang lainnya yang dilakukan
berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku
5. Sumber lain yang sah

Mekanisme pendirian koperasi terdiri dari beberapa tahap.


Pertama-tama adalah pengumpulan anggota, karena untuk
menjalankan koperasi membutuhkan minimal 20 anggota. Kedua,
Para anggota tersebut akan mengadakan rapat anggota, untuk
melakukan pemilihan pengurus koperasi (ketua, sekretaris, dan
bendahara). Setelah itu, koperasi tersebut harus merencanakan
anggaran dasar dan rumah tangga koperasi itu. Lalu meminta
perizinan dari negara. Barulah bisa menjalankan koperasi dengan
baik dan benar.

7. Yayasan
Yayasan (Inggris: foundation) adalah suatu badan hukum
yang mempunyai maksud dan tujuan bersifat sosial, keagamaan
dan kemanusiaan, didirikan dengan memperhatikan persyaratan
formal yang ditentukan dalam undang-undang. Di Indonesia,
yayasan diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004
TEORI BADAN HUKUM 127

tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001


tentang Yayasan. Rapat paripurna DPR pada tanggal 7 September
2004 menyetujui undang-undang ini, dan Presiden RI Megawati
Soekarnoputri mengesahkannya pada tanggal 6 Oktober 2004.
Pendirian yayasan dilakukan dengan akta notaris dan
mempunyai status badan hukum setelah akta pendirian memperoleh
pengesahan dari Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia
atau pejabat yang ditunjuk. Permohonan pendirian yayasan dapat
diajukan kepada Kepala Kantor Wilayah Departemen Kehakiman
dan Hak Asasi Manusia yang wilayah kerjanya meliputi tempat
kedudukan yayasan. Yayasan yang telah memperoleh pengesahan
diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Yayasan mempunyai organ yang terdiri atas Pembina,
Pengurus, dan Pengawas. Pengelolaan kekayaan dan pelaksanaan
kegiatan yayasan dilakukan sepenuhnya oleh Pengurus. Pengurus
wajib membuat laporan tahunan yang disampaikan kepada
Pembina mengenai keadaan keuangan dan perkembangan
kegiatan yayasan. Pengawas bertugas melakukan pengawasan
serta memberi nasihat kepada Pengurus dalam menjalankan
kegiatan yayasan.
Yayasan yang kekayaannya berasal dari negara, bantuan luar
negeri atau pihak lain, atau memiliki kekayaan dalam jumlah yang
ditentukan dalam undang-undang, kekayaannya wajib diaudit oleh
akuntan publik dan laporan tahunannya wajib diumumkan dalam
surat kabar berbahasa Indonesia.
Perbuatan hukum penggabungan yayasan dapat dilakukan
dengan menggabungkan satu atau lebih yayasan dengan yayasan
lain, dan mengakibatkan yayasan yang menggabungkan diri
menjadi bubar. Yayasan dapat bubar karena jangka waktu yang
ditetapkan Anggaran Dasar berakhir, tujuan yang ditetapkan
tercapai atau tidak tercapai, putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum.
BAB
Empat

RESTRUKTURISASI
PERUSAHAAN

A. Merger (Penggabungan Perseroan)


1. Pengertian Merger
Merger adalah penggabungan dua perusahaan atau lebih di
mana suatu perusahaan masih eksis sedangkan perusahaan lain
yang bergabung secara serta merta bubar. Merger dengan kata lain
adalah penggabungan (fusi). Atau “penggabungan perusahaan”.
Dengan istilah merger ini, yang dimaksudkan adalah suatu proses
hukum untuk meleburnya (fusi) suatu perusahaan (biasanya
perusahan yang kurang penting) ke dalam perusahaan lain yang
lebih penting, sehingga akibatnya perusahaan yang meleburkan
diri tersebut menjadi bubar atau likuidasi.
130 Pengantar hukum bisnis

Berikut akan diuraikan beberapa pengertian merger dari para


ahli:
1. Sri Redjeki Hartono1: “Merger adalah penggabungan
sedemikian rupa dari dua perusahaan atau lebih (perseroan
terbatas), sehingga dari segi ekonomi dapat dianggap sebagai
suatu kesatuan”
2. Placidus Sudibyo & Nindyo Pramono2; “Apabila suatu
perseroan bergabung dengan yang lain dan hanya satu yang
melanjutkan eksistensinya sebagai badan hukum”
3. F. T. Davis Jr3; “Merger merupakan transaksi hukum korporasi
yang paling canggih dan dalam praktek, merger merupakan
reorganisasi tipe A”
4. W. G. Bynes & B.K. Chesterton4; Melihat definisi Merger
dari segi kualitas keputusan (decision) yang menyatakan
bahwa “merger pada dasarnya merupakan salah satu bentuk
“keputusan manajemen puncak” (top management) yang
tipikal (khas) di samping akuisisi, investasi modal yang besar,
diversifikasi, peluncuran produk baru, atau penanaman modal
patungan (Join venture).

1 Sri Redjeki Hartono, Penggabungan Perusahaan, Masalah-masalah hukum, Majalah Fakultas


Hukum UNDIP: Semarang, 1986, hlm: 4-6.
2 Placidus Sudibyo & Nindyo Pramono, Merger & Akuisisi, Makalah pada seminar Nasional
“Peranan Prinsip Akuntansi Indonesia dalam Pembangunan Jangka Panjang Tahap ke 2”,
Jakarta, 1991, Hlm: 1-5.
3 F. T Davis Jr, Business Acquisition, desk Books, With Checklists and Forms, 2nd Edition, Institute
for Business Planing, englewood Cliffs, NJ, 1981, P-4. Pengertian dari F. T Davis, hampir
sama dengan yang dikemukakan oleh Peter J. Buckley dan Pervez N Ghauri, yang menyatakan
bahwa “Merger dan akuisisi merupakan demonstrasi visi dan strategi yang paling dramatis dalam
dunia korporasi (Corporate world) di mana dengan satu gerakan saja merger dan akuisisi dapat
mengubah usaha perusahaan, karir para manajer, dan meningkatkan nilai pemegang saham”.
Lihat dalam Peter J. Buckley and Pervez N Ghauri, International Mergers and Acquisitions,
Thomson: London, 2001, hlm: 1. Baik definisi dari Davis, atau definisi dari Buckley, telah
dinyatakan lebih dulu oleh Rate A Howell (et al), dalam bukunya yang berjudul “A Business
Law: A text and Cases” menyatakan bahwa “….Is the absorption of one existing corporation by
another; the absorption corporation continues to exist while the one being absorbed ceases to exist.
A merger can be illustrated by the equation A + B=A”.
4 W. G. Bynes & B.K. Chesterton, Decisions, strategies and New Ventures, Modern tools for Top
Management, George Allen and unwin Ltd, Great Britain, 1973, hlm: 14.
RESTRUKTURISASI PERUSAHAAN 131

5. Brian Coyle5; “Merger can be defined in broad as well as


narrow term, in its broads definition, a merger can refer to any
take over of a company by another, when the business of each
company are brought together as one. A more narrow definition
is the coming together or two companies of roughly equal size,
pooing their sources into a single business”.
6. Alexander H. Frey6; “A merger of corporations is the absorption
by one corporation of one or more usually smaller corporations,
which lose their identity by becoming part of the large
enterprise”.

Merger juga dikelompokkan sebagai salah satu bagian


dari restrukturisasi perusahaan (Corporate restructuring) di
samping perubahan dalam struktur permodalan, operasional atau
kepemilikan yang dilakukan di luar kegiatan usaha yang normal7.
Merger (Di Indonesia) termuat dalam Pasal 1 ayat (1) Peraturan
Pemerintah Nomor 27 Tahun 19988, yang mengatur mengenai

5 Coyle, Brian, Corporate Finance, Merger & Acquisitions, CIB Publishing, United Kingdom,
2000, P-2-5.
6 Alexander H. Frey, Cases and Materials on Corporations, Little, Brown & Company: Canada
Limited Canada, 1997, P-1291. Pengertian dari Alexander H. Frey, tidak jauh berbeda
dengan pengertian yang diberikan oleh Black’s Law Dictionary, yang menyatakan bahwa
“The fusion or absorption of one thing or right into another; generally spoken of a case where one
of the subjects is of less dignity or importance than the other. Here the less important ceases to
have an independent existence” dalam paragraf selanjutnya dikatakan bahwa “Corporations,
merger is an amalgamation of two corporations pursuant to statutory provision in which one of
the corporations survives and the other disappears. The absorption of one company by another,
the former losing its legal identity and latter retaining its own name and identity and acquiring
assents, liabilities, franchisees, and powers of former, and absorbed company cesing to exist
as separate business entity”. Selanjutnya lihat dalam: Henry Cambell Black, Black’s Law
Dictionary, West Publishing Co, St, Paul Minn, 1991, P- 988.
7 James C Van home & John M. Wachowicz Jr, Fundamentals of Financial Management, 11th
edition, Prentice Hall international, Inc, New Jersey, 2001, P- 624.
8 Definisi “Merger” dari UU No. 1 Tahun 1995, kemudian dimuat secara khusus dalam PP
No. 27 tahun 1998 tanggal 24 Februari tahun 1998 tentang penggabungan, peleburan,
dan pengambil alihan perseroan terbatas, yang menyatakan bahwa “Penggabungan adalah:
perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu perseroan atau lebih untuk menggabungkan diri
dengan perseroan lain yang telah ada dan selanjutnya perseroan yang menggaungkan diri menjadi
bubar”. Sementara itu khusus bagi perseroan terbatas yang bergerak dalam lapangan usaha
perbankan, peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1999 tentang merger, konsolidasi,
dan akuisisi Bank. Istilah yang digunakan adalah “Merger’, dengan definisi “Merger adalah:
penggabungan dari dua Bank atau lebih, dengan cara tetap mempertahankan berdirinya salah satu
Bank dan membubarkan bank-bank lainnya tanpa melikuidasi terlebih dahulu”. Menindaklanjuti
132 Pengantar hukum bisnis

penggabungan, peleburan, dan pengambil alihan perseroan


terbatas, memberikan batasan penggabungan (merger) yaitu:
“Perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu perseroan atau lebih
untuk menggabungkan diri dengan perseroan lain yang telah ada
dan selanjutnya perseroan yang menggabungkan diri menjadi
bubar”.

Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang PT menggunakan


istilah penggabungan sebagai pengganti terminologi “merger”.
Penggabungan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh
satu Perseroan atau lebih untuk menggabungkan diri dengan
Perseroan lain yang telah ada yang mengakibatkan aktiva dan
pasiva dari Perseroan yang menggabungkan diri beralih karena
hukum kepada Perseroan yang menerima penggabungan dan
selanjutnya status badan hukum Perseroan yang menggabungkan
diri berakhir karena hukum.

PT A
PT A
PT B

Berdasarkan pengertian merger tersebut di atas, maka


dapatlah disimpulkan bahwa merger merupakan penggabungan
dua perusahaan atau lebih dengan tetap mempertahankan salah
satu perusahaan dan perusahaan yang lainnya dibubarkan atau
secara hukum perusahaan atau badan usaha yang dibubarkan
eksistensinya sudah tidak lagi ada.

masalah ini, Peraturan Pasar Modal sendiri memakai istilah “Penggabungan usaha” di
mana peraturan no. IX.G.1 tentang penggabungan usaha atau peleburan usaha perusahaan
publik atau emiten yang termaktub dalam lampiran Keputusan Badan Pengawas pasar
Modal (Bapepam) Nomor 52/PM/1997 tanggal 26 desember 1997, memberikan definisi
penggabungan usaha sebagai berikut “Penggabungan usaha adalah perbuatan hukum yang
dilakukan oleh satu perseroan atau lebih untuk menggabungkan diri dengan perseroan lain yang
ada dan selanjutnya perseroan yang menggabungkan diri menjadi bubar”.
RESTRUKTURISASI PERUSAHAAN 133

Dari ragaan di atas, dapatlah dibentuk rumusan matematisnya


sebagai berikut:

PT A + PT B = PT A
Dari rumusan matematis di atas, dapatlah dinyatakan bahwa
proses merger dapat meliputi sebagai berikut:
1. Masing-masing direksi PT A dan PT B membuat usulan
merger kepada RUPS masing-masing
2. RUPS membahas usulan merger, untuk kemudian jika
disepakati oleh RUPS maka proses merger akan dilakukan;
3. Direksi PT A dan PT B bertemu membicarakan berbagai hal
diantaranya adalah yang berkaitan dengan karyawan, supplier,
atau pihak ketiga lainnya;
4. Direksi perusahaan membuat akta penggabungan.

Dalam praktek alasan melakukan Merger didasarkan kepada


kepentingan-kepentingan tertentu yang secara ekonomis lebih
menguntungkan dan efisien sebagai upaya untuk meraih atau
mewujudkan tujuan (goal) perusahaan, yang dapat dijadikan
alasan penggabungan badan usaha adalah:
1. Pemanfaatan aset yang lebih efisien dalam satu kesatuan
perusahaan;
2. Integrasi usaha, dengan penguasaan atau penggabungan
badan usaha yang segaris biaya produksi menjadi lebih
murah;
3. Profesionalisme manajemen, dengan penggabungan
badan usaha diharapkan mampu menarik manajemen yang
profesional;
4. Sinergi financial dan ekonomi, apabila perusahaan yang merugi
bergabung dengan perusahaan yang memperoleh laba, maka
perusahaan yang rugi akan menampakkan performance yang
baik dan perusahaan yang laba akan berkurang pajaknya
karena dikurangi oleh perusahaan yang bergabung.
134 Pengantar hukum bisnis

Yang perlu diperhatikan dalam Merger ini bahwa perusahaan


yang bergabung harus memiliki kekuatan (secara ekonomis) yang
seimbang, tetapi bisa juga terjadi salah satu perusahaan yang
dipertahankan adalah perusahaan yang kuat dan yang dibubarkan
atau dilikuidasi adalah perusahaan yang lemah. Contoh merger
misalkan dapat diambil dari dua buah perusahaan besar di Amerika
Serikat yang bergerak dalam industri pesawat terbang yaitu boeing
Co. dan McDonnel Douglas. Hasil dari merger ini perusahaan yang
tetap mempertahankan adalah Boeing Co., sedangkan McDonnel
Douglas menjadi salah satu visi dan jaringan produksi Boeing Co.
Dari contoh yang disajikan di atas, dapat diketahui elemen
Merger adalah sebagai berikut:
1. Adanya perbuatan hukum;
2. Adanya dua perseroan atau lebih;
3. Adanya tujuan yang sama, yaitu satu perseroan akan
menggabungkan diri kepada (ke dalam) perseroan yang
menerima penggabungan;
4. Adanya keputusan yang sama, yaitu perseroan yang
menggabungkan diri akan bubar.

Penggabungan perseroan tidak akan mengurangi hak


pemegang saham minoritas untuk menjual sahamnya dengan
harga yang wajar. Ini berarti bahwa pemegang saham minoritas
berhak untuk menjual sahamnya dengan harga yang wajar,
yaitu harga yang berlaku umum di pasar. Apabila hak itu tidak
terlaksana maka pegang saham minoritas dapat tidak menyetujui
penggabungan yang diajukan oleh direksi dan melaksanakan
haknya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 UUPT.
Berdasarkan ketentuan Pasal 3 PP No. 27 Tahun 1998,
penggabungan mengakibatkan, pemegang saham perseroan
yang menggabungkan diri menjadi pemegang saham perseroan
yang menerima penggabungan; Aktiva dan pasiva perseroan yang
menggabungkan diri beralih karena hukum kepada perseroan
yang menerima penggabungan.
RESTRUKTURISASI PERUSAHAAN 135

2. Model Merger
Model merger menurut Douglas Whitman & John Willlin9,
terbagi kedalam 3 model yakni sebagai berikut:
a. Merger sejajaran (Horizontal Merger)
Adalah merger yang dilakukan oleh perusahaan yang
mempunyai bidang usaha yang sama atau sejenis, misalkan dua
buah perusahaan kertas tulis melakukan merger, sehingga akan
tercipta pangsa pasar yang sama, merger seperti ini dapat pula
dilakukan oleh perusahaan-perusahaan yang bergerak dalam
berbagai bidang usaha sebagai upaya untuk memperkuat pangsa
pasar sehingga mereka bernaung dibawah satu perusahaan.10
Meger horizontal potensial menjadi objek penelitian seksama
oleh pembentuk undang-undang federal (Amerika Serikat) dengan
alasan merger jenis ini memberikan peluang untuk memperlemah
persaingan di mana suatu pesaing (competitor) ditiadakan
(dieliinasi) dari pasar.11
Berdasarkan hasil penelitian di Amerika Serikat, dirumuskan
bahwa merger jenis ini dapat terjadi dalam suatu kasus, di mana
suatu perusahaan kecil (small company) yang telah memiliki
teknologi yang maju, tetapi tidak dapat membiayai rencana
ekspansinya atau mengalami kekuarangan fasilitas produksi
untuk memproduksi dan memasarkan produk-produknya. Dalam

9 Douglas Whitman & John Willlin, The legal Environment of Business: second edition, Random
House, Business Division, New York, 1998, P-407-408; Di halaman sebelumnya, pada
halaman 5-6 mereka memberikan pengertian merger, yakni sebagai “The joining together of
to companies that previously operated as separate entities, where by on company absorbs the other
and continues to exist, while the absorbed company ceases to exist as separate entity”.
10 Definisi merger dari Douglas & John tersebut, ditanggapi oleh Sri Redjeki Hartono, yang
menyatakan bahwa “motivasi merger sejajar pada umumnya dengan tujuan untuk membatasi
persaingan diantara sesama mereka, sehingga akan diperoleh kedudukan yang lebih kuat
pada pasar pembelian dan pasar penjualan, di samping itu akan membuka perluasan
lapangan kerja karena ruang lingkup (scope) aktivitas-aktivitas perusahaan menjadi lebih
besar, yang berakibat dapat lebih menekan biaya produksi: Sri Redjeki Hartono, Bentuk-
Bentuk Kerja sama Dalam Dunia Niaga, FH Universitas 17 agustus 1945: Semarang, 1985,
hlm: 82-85.
11 Tom Taulli, the Complete M & A Handbook, Prima Publishing, Roseville: California, 2002,
hlm: 300.
136 Pengantar hukum bisnis

kasus ini, suatu perusahaan yang besar dapat memberikan uang


dan skala keuntungan kepada perusahaan kecil tersebut dengan
cara mengambil alih merger) perusahaan kecil tersebut.12 Merger
horizontal akan menghasilkan suatu economies (of scale), yang hasil
utamanya adalah terjadinya penghapusan (elimination) fasilitas
ganda (duplicate facilities) sesuai dengan harapan peningkatan
permintaan.13
Dalam penggabungan usaha horizontal, sebelum
penggabungan pemegang saham yang sama memiliki saham pada
badan usaha yang menerima pengalihan harta (acquiring company)
dan pada badan usaha yang mengalihkan harta (transferor
company), kedua badan usaha tersebut merupakan badan-
badan usaha yang setara tingkatannya (brother-sister company),
konsekuensi hukum dari penggabungan usaha horizontal adalah
sebagai berikut:
1. Semua aktiva, kecuali uang kas yang dibayarkan kepada
para pemegang saham yang tidak setuju (disapproving
shareholders), dan utang dari badan usaha yang mengalihkan
harta dialihkan kepada badan usaha yang menerima
pengalihan harta (dengan atau tanpa penerbitan saham baru);
2. Badan usaha yang mengalihkan harta menghentikan
kegiatan usahanya dan digabung ke dalam badan usaha yang
menerima pengalihan harta

Model merger horizontal adalah sebagai berikut:

12 A.A Groppelli & Ehsan Nikbakht, Finace, Barron’s Educational Series, Inc New York, 2000,
hlm: 473.
13 James C. Van home & John M. Wachomwicz Jr, Fundamentals of Financial Management,
Op cit:. menanggapi hal ini, Stewart Myers, mengatakan bahwa “Economies of scale are the
natural goal of horizontal mergers”. Selanjutnya lihat dalam: Richard Brealy & Stewart Myers,
Principles of Corporate Finance, 3rd Edition, McGraw-Hill, Inc: London, 1981 P-662. Berbeda
dengan tujuan merger konglomerat, yakni diversification of risk (diversifikasi risiko)
RESTRUKTURISASI PERUSAHAAN 137

b. Merger Terkait (Vertical merger)


Adanya suatu kerja sama antara satu perusahaan dengan
perusahaan yang lainnya yang dapat mengolah lebih lanjut produk
perusahaan yang melakukan meger tersebut karena mempunyai
perbedaan tingkat operasi produksi. Merger seperti ini dapat
dilakukan agar ada jaminan pemasok dengan pembeli. Contoh
merger vertikal, adalah kerja sama antara pabrik pemintalan
benang dengan pabrik tekstil.14
Dalam merger vertikal melibatkan tahapan operasional
produksi yang berbeda. Demikian dikatakan J. Fred Weston &
Samuel C. Weaver15, yang menyatakan bahwa “Vertical mergers
occur in different stages of production operation”. Merger vertikal
terjadi apabila suatu perusahaan bergabung dengan penyaluran
atau pelanggannya, seperti merger antara penjual (seller)
dan pembeli (supplier), atau merger antara perusahaan grosir
(wholesaler) dan perusahaan pengecer (retailer).

14 Pengertian merger vertikal, dapat dipersempit adalah “merger diantara dua atau lebih
perusahaan yang bergerak dalam satu aliran produksi terhadap produk yang sama, yakni
merger dari perusahaan hulu dengan hilir. Misalnya merge antara produsen dengan pihak
supplier. Pengertian ini diambil dari Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis, Op cit: 96.
15 J. Fred Weston & Samuel C. Weaver, Mergers & Acquisition, McGraw-Hill Companies, Inc,
New york, 2001, P-83.
138 Pengantar hukum bisnis

Contoh merger vertikal yang terkenal yaitu perusahaan


Dupont membeli conoco beberapa tahun yang lampau sebagian
disebabkan keinginannya untuk mendapatkan sumber minyak
yang cukup dipercaya untuk keperluan usaha kimianya, juga merger
vertikal yang dilakukan Merck, perusahaan obat-obatan (farmasi)
terbesar di dunia yang mengakuisisi Medco Containment Service,
inc., perusahaan jasa pemasaran terbesar di bidang produk obat
resep untuk nilai US$ 6.000.000.000 (enam miliar dolar Amerika
Serikat).

c. Merger Konglomerat (Mix Merger)


Dalam merger ini, perusahaan yang melakukan merger tidak
saling keterkaitan, jadi hanya merupakan integrasi beberapa
perusahaan yang beroperasi diberbagai rantai perusahaan yang
tidak saling mendukung”. Pendek kata merger konglomerat adalah
meger yang dilakukan dengan tidak melihat keterkaitan antara
satu bidang usaha dengan bidang usaha lainnya, tetapi untuk
mengintegrasikan beberapa perusahaan dalam satu kesatuan
ekonomis.
Merger konglomerat dapat terjadi apabila 2 (dua) perusahaan
yang tidak memiliki lini usaha yang sama 9terkait0 bergabung
atau dengan bahasa lain, merger yang terjadi antara perusahaan-
perusahaan yang tidak bersaing dan tidak memiliki hubungan
penjual pembeli. William C Fredrick (et al)16, menyatakan bahwa “A
conglomerate merger occurs when firms that are in totally unrelated
lines of business are combined”.
Dari ketiga bentuk meger di atas, maka dapatlah disimpulkan
dengan peragaan bagan seperti di bawah ini:

16 William C Fredrick (et al), Business and Society Corporate strategy, Public Policy Ethic, 6th
Edition, McGraw-Hill Publishing Company, New york, 1988, hlm: 220.
RESTRUKTURISASI PERUSAHAAN 139

Selain ketiga model merger tersebut di atas, Eugene F


Brigham & Louis Gapenski17, berpendapat bahwa para ekonomi
juga melihat congneric sebagai salah satu grup merger di samping
merger horizontal, vertikal, dan konglomerat. Merger bentuk ini,

17 Eugene F Brigham & Louis Gapenski, Financial Management, Theory and Practice, the dryden
Press, Holt, Rinehart and Winston, Inc, Orlando, 1990, P-9645.
140 Pengantar hukum bisnis

melibatkan perusahaan-perusahaan yang terkait, namun bukan


produsen yang sama (Horizontal) ataupun dalam hubungan
produsen dan penyalur (Producers dan Suppliers) (Vertikal), contoh
merger ini adalah pengambil alihan (takeover) Shearson Hammil
suatu perusahaan pialang saham (Stock brokerage firm) oleh
Amerika Express atau pengambil alihan (takeover) general Foods
and Krafts oleh Philip Morris.
Model Merger di Indonesia oleh Munir Fuady18, dikelompokkan
menjadi, sebagai berikut:
1. Merger horizontal;
2. Merger vertikal;
3. Merger kon generik;
4. Merger konglomerat;
5. Merger dengan likuidasi;
6. Merger tanpa likuidasi;
7. Merger sederhana;
8. Merger segitiga;
9. Merger segitiga terbalik;
10. Merger dengan metode pembelian;
11. Merger dengan metode pooling of interest.

Merger yang telah disebutkan di atas, baik versi dari Barat,


maupun versi dari Indonesia, adalah merupakan tipe umum sebuah
merger, namun dalam pelaksanaan merger dapat terjadi dengan
dua cara, yakni merger yang dilakukan secara sukarela/ramah
(friendly merger), serta merger yang dilakukan dengan paksaan
(Unfriendly/Hostile Merger).
Merger yang dilakukan secara sukarela/ramah (friendly
merger), adalah19:
Merger yang dilakukan melalui direksi masing-masing perseoan
yang akan melakukan merger di mana perseroan yang akan
mengakuisisi (acquiring company) perseroan sasaran target
(target company) terlebih dahulu menghubungi direksi perseroan
18 Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis. Op cit: 95-96.
19 Donald R. Chambers & Nelson J. Lacey, Modern Corporate Finance, Theory and practice,
Addision wesley Longman, Inc., New ork, 2nd Edition, 1999, hlm. 556.
RESTRUKTURISASI PERUSAHAAN 141

yang mengakuisisi kepada pemegang saham perseroan sasaran


target (target company), kedua direksi yang akan melakukan
merger tersebut kemudian mengeluarkan suatu pernyataan
(statement) yang mengurai persyaratan-persyaratan (terms)
kesepakatan mereka dan merger plan rencana merger) yang akan
disampaikan kepada pemegang saham kedua perseroan tersebut
untuk disetujui.

Merger yang dilakukan dengan paksaan (Unfriendly/Hostile


Merger), adalah;20
Merupakan merger yang dilakukan oleh perseroan yang akan
mengakuisisi (acquiring company) dengan membeli saham
perseroan sasaran (target company) secara langsung kepada
pemegang saham perseroan sasaran (target company) tanpa
terlebih dahulu menghubungi direksi perseroan sasaran.

Jadi direksi perseroan manajemen perseroan sasaran (target


company) di bypass dan langsung mendekati para pemegang
saham perseroan sasaran dengan memberikan argumentasi bahwa
manajemen perseroan tidak memaksimalkan potensi perseroan
dan juga tidak melindungi kepentingan para pemegang saham.
Hostile merger ini biasanya dilakukan dengan tender di mana
persero yang akan mengakuisisi membujuk pegang saham persero
sasaran dengan suatu harga saham yang berada di atas harga
pasar saham tersebut. Apabila tender offer berhasil, perseroan
yang mengakuisisi (acquiring company) akan mengendalikan
perseroan sasaran.
Dari beberapa bentuk merger tersebut di atas, ada beberapa
prinsip-prinsip mendasar dari bentuk umum penggabungan usaha
(Basic merger) adalah sebagai berikut;21
1. Semua aktiva, kecuali uang kas yang dibayarkan kepada
para pemegang saham yang tidak setuju (disapproving
shareholders) dan utang dari satu badan usaha atau lebih
20 Donald R. Chambers & Nelson J. Lacey, Modern Corporate Finance, Theory and practice, Ibid:
21 Cornelius Simanjutak, Hukum Merger Perseroan Terbatas: Teori & Praktek, PT. Citra Aditya
Bakti: Bandung, 2004, hlm: 34-35
142 Pengantar hukum bisnis

(transferor company) dialihkan kepada badan usaha lainnya


(acquiring company):
2. Para pemegang saham dari badan usaha yang mengalihkan
harta tersebut yang setuju dengan penggabungan usaha
(approving shareholders) menjadi pemegang saham dari
badan usaha yang menerima pengalihan harta
3. Badan usaha yang mengalihkan harta tersebut menghentikan
kegiatan usahanya dan digabungkan ke dalam badan usaha
yang menerima pengalihan

Diagram bentuk merger tersebut adalah sebagai berikut:

Dalam penggabungan usaha ke induk perusahaan, sebelum


penggabungan, suatu induk perusahaan (parent company) memiliki
saham pada anak perusahaan (subsidiary company), konsekuensi
hukum dari penggabungan usaha ke induk perusahaan (upstream
merger), adalah sebagai berikut;22
22 Cornelius Simanjutak, Hukum Merger Perseroan Terbatas: Teori & Praktek, Ibid: 35. Dalam
proses penggabungan selain penggabungan usaha ke induk perusahaan (Upstream merger),
dikenal juga penggabungan usaha ke anak perusahaan (Down stream merger), sementara
konsekuensi dari down stream merger adalah sebagai berikut:
1. Semua aktiva, kecuali uang kas yang dibayarkan kepada para pemegang saham yang
tidak setuju dan utang perusahaan induk dialihkan kepada anak perusahaan
2. Para pemegang saham dari induk perusahaan yang setuju dengan penggabungan usaha
(approving shareholders) menjadi pemegang saham dari anak perusahaan;
3. Induk perusahaan menghentikan kegiatan usahanya dan digabungkan ke dalam anak
perusahaan
Dalam penggabungan usaha ke anak perusahaan ini, induk perusahaan adalah badan usaha
yang mengalihkan hartanya (transferor company) sedangkan anak perusahaan adalah badan
usaha yang menerima pengalihan harta (acquiring company), sementara dalam Penggabungan
RESTRUKTURISASI PERUSAHAAN 143

1. Semua aktiva kecuali uang kas dibayarkan kepada


para pemegang saham yang tidak setuju (disapproving
shareholders), dan utang anak perusahaan dialihkan kepada
induk perusahaan;
2. Para pemegang saham minoritas (minority shareholders) dari
anak perusahaan dapat memilih menjadi pemegang saham
dari induk perusahaan atau menukarkan sahamnya pada
anak perusahaan dengan uang tunai;
3. Anak perusahaan menghentikan kegiatan usahanya dan
digabung ke dalam induk perusahaan.

Diagram bentuk penggabungan usaha ke induk perusahaan


(Upstream merger), adalah sebagai berikut:

3. Dasar Hukum & Metode Merger


Yang menjadi dasar hukum merger adalah:
1. UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas PT), yang
menggantikan UU No. 1 Tahun 1995
usaha ke induk perusahaan (Upstream merger), induk perusahaan adalah badan usaha yang
menerima pengalihan harta (acquiring company), sedangkan anak perusahaan adalah badan
usaha yang mengalihkan harta (transferor company).
144 Pengantar hukum bisnis

2. Dasar hukum kontraktual, yakni KUH-Perdata tentang


Perikatan
3. Dasar hukum status perusahaan, yakni berupa ketentuan di
bidang Pasar Modal, penanaman modal asing, serta Badan
Usaha Milik Negara
4. Dasar hukum tentang konsekuensi merger, yakni berupa
Undang-undang antimonopoli, perburuhan, pensius,
pertanahan, likuidasi, dan subrograsi;
5. Dasar hukum pembidangan usaha, yakni berupa Perundang-
undangan di bidang perbankan, perdagangan, industri, jasa
dan lain-lain.

Metode merger, dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga)


kelompok sebagai berikut;
Pertama; Metode perusahaan, metode ini dapat terjadi apabila
ada dua perusahaan (badan usaha), dan salah satu perusahaan
mengambil alih perusahaan lainnya. Contoh: Perusahaan A
mengambil alih aktiva perusahaan B, kemudian perusahaan B
dibubarkan atau dibereskan. Jumlah yang dibayarkan perusahaan
A untuk aktiva, sesudah utang dibayar kepada pemegang saham
kepada perusahaan B tidak terdapat aktiva lagi. Merger perusahaan
ini dapat terjadi dengan beberapa kemungkinan lain jika PT A
menyerahkan perusahaanya kepada PT B, seperti sebagai berikut:
1. Fusi karena pembelian perusahaan-perusahaan, yaitu pada B,
membeli perusahaan A, jadi di sini di samping perusahaannya
sendiri PT B mempunyai pula perusahaan PT A.
2. Fusi dengan inbreng perusahaan penyerahan perusahaan
oleh PT A terjadi dengan penyerahan saham PT B, jadi PT A
yang menyerahkan perusahaan kepada PT B, atau dapat pula
terjadi inbreng perusahaan PT A dan PT B ke dalam PT C yang
didirikan baru, jadi P A dan PT B menjadi satu dari saham-
saham PT C.
3. Fusi dengan inbreng perusahaan-perusahaan dengan tambahan
pembayaran uang kontan, PT A (pengoper) di samping memberi
saham-saham PT A juga membayar sejumlah uang kontan.
RESTRUKTURISASI PERUSAHAAN 145

Kedua; metode merger saham; Dalam metode ini, jika satu


perusahaan mengambil alih saham perusahaan lainnya, dengan
penyerahan tunai atau dengan penyerahan saham-saham dari salah
satu perusahaan yang melakukan merger. Contoh: Perusahaan A
mengambil alih saham-saham perusahaan B dengan penyerahan
tunai atau dengan penyerahan saham-saham di perusahan A.
Dalam hal ini aktiva dan pasiva B tetap berada pada tempatnya
yakni perusahaan B, akan tetap sebagai penggantinya saham-
saham dai perusahaan B beralih menjadi aktiva A. pihak-pihak
dalam perjanjian ini bukanlah A dan B, melainkan perusahaan A
dan pemegang saham B Secara individu.
Ketiga; Metode Merger Yuridis, merger seperti ini ditujukan
kepada perbuatan dari dua atau lebih perusahaan yang
melaksanakan peleburan secara yuridis. Dalam hal ini ada
perusahaan yang memperoleh atau menerima dan ada perusahaan
yang lenyap. Perusahaan yang memperoleh atau menerima selalu
hanya satu dan perusahaan ini yang bersama-sama dengan satu
atau lebih perusahaan yang leyap melaksanakan merger.

4. Proses Merger
Proses merger dapat dilakukan dalam beberapa tahapan
yang secara umum dapat dikelompokkan menjadi tiga (3) tahapan,
yakni: tahapan sebelum merger (pre merger); tahapan saat merger
(at merger); dan tahapan setelah merger (Post-Merger).23 Namun
secara garis besarnya prosedur atau proses merger, adalah sebagai
berikut;24
1. Penjajakan bagi kedua perusahaan tentang kemungkinan
untuk melakukan merger;
2. Dilakukan langkah-langkah persiapan oleh kedua perusahaan
yang akan melakukan merger;
3. Para pihak dalam merger mulai menunjuk pihak-pihak yang
terlibat dalam proses pelaksanaan merger;

23 Cornelius Simanjutak, Hukum Merger Perseroan Terbatas, Op cit: 39.


24 Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis, Op cit: 103-dst.
146 Pengantar hukum bisnis

4. Direksi dari kedua belah pihak dalam merger atau direksi


perusahaan membuat pr0posal untuk merger;
5. Proposal merger dapat dituangkan dalam rancangan merger
6. Pengumuman isi ringkasan rancangan merger ke dalam dua
surat kabar;
7. Memanggil dan membuat rapat umum pemegang saham
bagi masing-masing perusahaan dengan agenda antara lain
menyetujui rancangan merger, keputusan dan kuorum untuk
rapat ini haruslah berdasarkan prinsip supermajority;
8. Lawyer mulai merancang dan mendiskusikan scheme dan
prosedur yang akan ditempuh;
9. Lawyer mulai membuat legal audit, untuk perusahaan biasa
jika diperlukan, dan untuk perusahaan terbuka atau bank,
wajib dilakukan;
10. Akuntan mulai meneliti pembukuan dan neraca perusahaan-
perusahaan biasa jika diperlukan, dan untuk perusahaan
terbuka (Bank) wajib dilakukan;
11. Penilai ( jika dianggap perlu) mulai melakukan penilaian
terhadap aset-aset perusahaan merger
12. Konsultan manajemen mulai menelaah manajemen dari
perusahaan-perusahaan yang akan membuat merger;
13. Mulai ditetapkan langkah-langkah strategis dalam rangka
pelaksanaan merger;
14. Lawyer mulai membuat draft kontrak merger;
15. Mulai dibuat rancangan anggaran dasar;
16. Pengajuan ijin merger;
17. Penandatangan kontrak merger
18. Pendaftaran perubahan anggaran dasar;
19. Pengumuman perubahan anggaran dasar;
20. Penyelesaian administrasi
21. Penyelesaian proses likuidasi bagi merger yang memerlukan
likuidasi.

Tahap-tahap di atas, dapat disederhanakan sebagai berikut;


RESTRUKTURISASI PERUSAHAAN 147

1. Tahap sebelum merger;


Tahap ini dimulai dengan penunjukan pihak profesional,
pihak profesional yang dimaksud adalah Konsultasi hukum;
Akuntan publik; perusahaan penilai; Notaris; Konsultan pajak;
Penasehat keuangan; Profesi penunjang Pasar Modal. Tahap
ke dua adalah pemeriksaan hukum (legal Due Diligence);
tahap ketiga, penyusunan usulan Rancangan Penggabungan,
rancangan penggabungan dan konsep akta merger; Tahap
ke empat, penyampaian rancangan penggabungan kepada
kreditur; tahap kelima adalah pelaksanaan rapat umum.
2. Tahap pada saat merger (at merger)
Tahap ini terdiri dari beberapa tahap, pertama; permohonan
persetujuan menteri kehakiman atas perubahan anggaran
dasar; kedua pelaporan kepada menteri kehakiman atas
perubahan anggaran dasar; ketiga penandatangan akta
merger; keempat pendaftaran dalam daftar perusahaan dan
pengumuman dalam berita negara; kelima pengumuman
merger dalam surat kabar, terakhir adalah peralihan hak dan
kewajiban demi hukum.

B. Akuisisi (Proses Pengambilalihan Perseroan)


1. Pengertian Akuisisi
Akuisisi adalah pengambil alihan suatu perusahaan oleh
perusahaan lain dengan konsekuensi hukum, perusahaan pengambil
alih mengendalikan perusahaan yang diambil alih. Artinya jika
perseroan tertentu membeli aset atau saham perseroan lain dalam
jumlah yang cukup material, sehingga diperoleh kemampuan untuk
mengendalikan pengelolaan perseroan yang dibeli. Eksistensi legal
perseroan yang dibeli masih berlanjut, meskipun secara ekonomis
perseroan pembeli yang dibeli itu dapat dipandang sebagai satu
entitas ekonomis.25

25 Placidus Sudibyo & Nindyo Pramono, Merger & Akuisisi, Op cit: hlm: 1-5.
148 Pengantar hukum bisnis

Menurut Retnowulan Sutantio26, Akuisisi adalah “kepemilikan


suatu perusahaan diambil alih dengan cara membeli seluruh atau
sebagian saham perusahaan itu”. Penggabungan (akuisisi) dalam
hukum positif Indonesia diatur dalam Pasal 1 ayat (3) PP No. 27
Tahun 1998, yang menyatakan bahwa:
Penggabungan (akuisisi) adalah perbuatan hukum yang dilakukan
oleh badan hukum atau orang perseorangan untuk mengambil
alih baik seluruh atau sebagian besar saham perseroan yang dapat
mengakibatkan beralihnya pengendalian terhadap perseroan
tersebut.

Akuisisi yang dimaksud adalah lebih menekankan pada


proses pengambil alihan perusahaan, mengambil alih kepentingan
pengontrolan terhadap suatu perusahaan, yang dilakukan biasanya
dengan mengambil alih mayoritas saham atau mengambil alih
sebagian besar aset-aset perusahaan. Berbeda dengan merger
dan likuidasi di mana hasilnya akan ada perusahaan yang
lenyap setelah akuisisi. Baik perusahaan yang mengambil alih
(pengakuisisi) maupun perusahaan yang diambil alih (perusahaan
terget) tetap eksis setelah tindakan akuisisi terjadi.
Rumusan dari proses akuisisi adalah sebagai berikut;

Keterangan: A=Perusahaan yang melakukan akuisisi (Pengakuisisi),


B= Perusahaan yang diambil alih/diakuisisi (Perusahaan target).
A+B tetap eksis setelah tindakan akuisisi terjadi.
Dalam akuisisi terdapat perusahaan yang membeli (Akuisisitor)
dan ada perusahaan yang menjadi target untuk dibeli sahamnya

26 RetnoWulan Sutantio, Holding Company, Merger dan Lain-lain bentuk Kerja sama Perusahaan,
MA-Republik Indonesia: Jakarta, tt, hlm: 11. Kemudian dikutip oleh Habib Adjie,
Penggabungan, Peleburan & Pengambil alihan Dalam Perseroan Terbatas, CV. Mandar Maju:
Bandung, 2003, hlm: 15. Dalam bukunya Habib Adjie ini, disebutkan juga pengertian dari
Peter salim, yang menyatakan bahwa “Pengambil alihan suatu perusahaan oleh perusahaan
lain, biasanya dicapai dengan membeli saham perusahaan lain”.
RESTRUKTURISASI PERUSAHAAN 149

(target company), dengan adanya pembelian tersebut, maka


perusahaan atau badan usaha pembeli akan menguasai atau
mengambil alih perusahaan yang dibelinya, sehingga perusahaan
pembeli akan dapat melakukan kontrol atau pengendalian terhadap
perusahaan yang dibelinya tersebut, sehingga perusahaan pembeli
akan dapat melakukan kontrol atau pengendalian terhadap
perusahaan yang dibelinya tersebut, dengan kata lain perusahaan
yang mengakuisisi menempatkan perusahaan yang diakuisisi
sebagai subsidiarianya.

2. Jenis Akuisisi
Jenis akuisisi dapat dikelompokkan menjadi 4 (empat) bagian,
yakni: jenis akuisisi berdasarkan cara yang ditempuh; Berdasarkan
tujuannya; Berdasarkan kekuasaan perusahaan; serta berdasarkan
tipologinya.
a. Berdasarkan Cara Yang Ditempuh
1. Akusisi Saham (Stock Acquisition): adalah akuisisi yang
dilakukan dengan cara membeli saham suatu perusahaan
oleh perusahaan yang lain. Akuisisi seperti ini dimaksud
hanya membeli sejumlah saham atau perusahaan yang
bersangkutan berada di bawah kepemilikan perorangan
atau suatu perusahaan yang membeli saham perusahaan
yang bersangkutan.
2. Akuisisi Aset (Asset Acquisition); akuisisi yang dilakukan
dengan cara membeli aset dari perusahaan yang
diakuisisi. Akuisisi jenis ini hanya melakukan pembelian
terhadap aset perusahaan yang berupa aktiva atau pasiva
perusahaan yang akan diakuisisi yang merupakan harta
kekayaan perusahaan, sehingga pada akhirnya aset-aset
tertentu dari perusahaan yang mengakuisisi, dan aset
tersebut berada di bawah penguasaan perusahaan yang
mengakuisisi, sehingga perusahaan mempunyai akses
pada perusahaan yang diakuisisi.
150 Pengantar hukum bisnis

b. Berdasarkan Tujuannya
1. Akuisisi Financial: Akuisisi ini untuk mendapatkan
keuntungan semata-mata bagi perusahaan yang
mengakuisisi atau hanya untuk mendapatkan keuntungan
tertentu dari perusahaan yang diakuisisi. Dalam
melakukan akuisisi financial ini, harus diperhitungkan
likuidasi perusahaan yang akan diakuisisi, keuntungan
dan kerugian perusahaan yang akan diakuisisi menjadi
ukuran untuk memperoleh keuntungan yang diharapkan
dengan mengakuisisi perusahaan yang bersangkutan.
2. Akuisisi Strategis: Akuisisi ini bertujuan untuk
mengembangkan perusahaan (sinergi perusahaan) yang
diakuisisi, karena sinergi merupakan penggabungan dua
faktor atau lebih yang dapat menghasilkan tenaga atau
kekuatan yang lebih besar jika dibandingkan dengan
jumlah tenaga yang dihasilkan jika faktor-faktor tersebut
berjalan secara masing-masing.

c. Berdasarkan kekuasaan Perusahaan


1. Akuisisi Internal: Akuisisi yang dilakukan dalam lingkungan
perusahaan yang mempunyani keterkaitan kepemilikan
saham. Misalnya dilakukan antara perusahaan induk
dengan perusahaan anak, dalam hal ini perusahaan
induk mengakuisisi perusahaan anak yang masih dalam
satu kelompok yang sama.
2. Akuisisi eksternal: Akuisisi yang dilakukan oleh satu
perusahaan terhadap perusahaan yang lainnya tanpa
keterkaitan kepemilikan saham sama sekali atau antara
perusahaan yang mengakuisisi eksternal ini dapat
dilakukan dengan pertimbangan tertentu, misalnya untuk
menyelamatkan suatu perusahaan yang hampir bangkrut
(Collapse) atau pun untuk memperkecil persaingan
diantara sesama perusahaan ataupun untuk memperluas
bidang-bidang usaha sesama perusahaan dengan
RESTRUKTURISASI PERUSAHAAN 151

bidang usaha secara berkelanjutan. Akuisisi seperti ini


dapat dilakukan dengan memperhitungkan aset (Aktiva
dan pasiva) perusahaan yang diakuisisi, agar sesuai
dengan harga yang harus dibayar kepada pemilik saham
perusahaan yang diakuisisi.

d. Berdasarkan Tipologinya
1. Akuisisi Horizontal; Akuisisi yang dilakukan perusahaan
yang mempunyai bidang usaha yang sama atau sejenis.
Bahwa yang menjadi parameter dalam melakukan
akuisisi jenis ini adalah harus mempunyai keterlibatan
dengan barang yang dihasilkan oleh suatu perusahaan
yang akan mengakuisisi oleh perusahaan yang diakuisisi.
2. Akuisi Vertikal; Akuisisi yang dilakukan terhadap
perusahaan yang dapat melanjutkan produksi barang
perusahaan mengakuisisi.
3. Akuisisi Campuran: Akuisisi yang dilakukan dengan
mengakuisisi perusahaan-perusahaan yang mempunyai
keterkaitan bidang-bidang usaha atau tidak
mempunyai keterkaitan produk. Akuisisi seperti ini tidak
mempertimbangkan menghasilkan barang yang sejenis.
Daftar Pustaka

Abdul R. Saliman, Hukum Bisnis untuk Perusahaan “Teori dan


Contoh Kasus”, Kencana Prenada Media Group, Jakarta,
2005.
Abdulkadir Muhammad, Hukum Perikatan, Alumni: Bandung, 1982
Abdul Jamil, Hukum Islam di Indonesia Setelah Pemberlakuan
Undang- undang No.7 Tahun 1989, dalam: Jurnal Hukum
Dan Keadilan. Universitas Islam Indonesia: Yogyakarta,
Vol. I, 1998.
Ade maman Suherman, Pengantar Perbandingan Hukum,
Abdul Wahab al-khalaf, ‘ilm Usul al-Fiqh. Maktabah al-dawah al-
Islamiyah, Syabab al-Azhar: Jakarta, 1990.
Alexander H. Frey, Cases and Materials on Corporations, Little,
Brown & Company: Canada Limited Canada, 1997.
Ahmad Rofik, Hukum Islam di Indonesia, PT Raja Grafindo Persada:
Jakarta, 1998.
Anwar Harjono, Perjalanan Politik Bangsa: Menoleh ke Belakang
Menatap masa Depan, Gema Insani Press: Jakarta, 1997.
Amirullah & Imam Hardjanto, Pengantar Bisnis, Graha Ilmu:
Yogyakarta, 2005.
Ahmad Ali, Menguak Tabir Hukum, Chandra Pratama Jakarta 1996.
Aristoteles, The Nicomachean Ethics, Oxfrod University Press, 1998.
154 Pengantar hukum bisnis

Aqib Suminto, Politik Islam Hindia Belanda, LP3S: Jakarta, 1986.


Agus Yudha Hernoko, Hukum Perjanjian: Asas Proporsionalitas
dalam Kontrak Komersial, Kencana Prenada Group,
Jakarta, 2009.
A.Epping (et al). Filsafat ENSIE. Jenmars: Bandung 1983.
Arthur Lewis, Introduction to Business Law, Tudor Business
Publishing Ltd, 1998
Bernard. Arief Sidharta, Refleksi Tentang Stuktur Ilmu Hukum:
Sebuah Penelitian Tentang Fondasi Kefilsafatan Dan Sifat
Keilmuan Ilmu Hukum Sebagai Landasan Pengembangan
Ilmu Hukum Nasional Indonesia, Mandar Maju: Bandung
2000.
Coyle, Brian, Corporate Finance, Merger & Acquisitions, CIB
Publishing, United Kingdom, 2000.
Cristopher Columbus Langdell, Harvard Celebration Speeches,
Dalam Law Quaterly Review. 1887 No. 3 P 123-125.
Djojodiguno, Kedudukan dan Peranan Hukum adat Dalam Pembinaan
Hukum Nasional, BPHN: Binacipta: Jakarta, 1976.
Douglas Whitman & John Willlin, The legal Environment of Businnes:
second edition, Random House, Business Division, New
York, 1998.
Esmi Warasih, Pranata Hukum: Sebuah Telaah Sosiologis, PT
Suryandaru Utama: semarang, 2005.
Gunawan Widjaja, Seri Aspek Hukum Dalam Bisnis: Persekutuan
Perdata; Persekutuan Firma; dan persekutuan Komanditer,
Kencana: Jakarta, 2004.
F. T Davis Jr, Business Acquisition, desk Books, With Checklists
and Forms, 2nd Edition, Institute for Business Planing,
englewood Cliffs, NJ, 1981
L. J. Van Apeldoorn. Pengantar Ilmu Hukum, Pradya Paramita:
Jakarta 1993.
daftar pustaka 155

Henry Cambell Black, Black’s Law Dictionary, West Publishing Co,


St, Paul Minn, 1991.
H .L. Hart, The Concept of Law, Clarendon Press: Oxfrod. 1 994.
H. R. Daeng Naja, Pengantar Hukum Bisnis Indonesia, Pustaka
Yustisia: Yogyakarta, 2009.
Hans Wehr, A Dictionary of Modern written Arabic, London: Mac-
Donald & Evans Ltd 1980.
James C Van home & John M. Wachowicz Jr, Fundamentals
of Financial Management, 11th edition, Prentice Hall
international, Inc, New Jersey, 2001.
Jubran Mas’ud, Al-Raid, Mu’jam Lughawiyyun Ashiiyyun, Cet. VII
Beirut Dar al-Ilm li al-Malayin 1982.
Ludwig Wittgenstein, Philosophical Investigations (translated by:
G.E.M. Anscombe) Basil Blackwell: Oxfrod 1983.
Mariam Darus Badrulzaman, (et al) Kompilasi Hukum Perikatan,
Cetakan Pertama, PT Citra Aditya Bakti: Bandung, 2001.
Munir Fuady. Pengantar Hukum BIsnis: Menata Bisnis di Era Global,
PT. Citra Aditya Bakti: Bandung, 2005,
Hilman Hadikusuma, Pengantar Ilmu Hukum adat Indonesia, CV
Mandar Maju: Bandung, 1992.
Jaih Mubarok, Sejarah Dan Perkembangan Hukum Islam, PT.
Remaja Rosda Karya: Bandung, 2000.
John Gilessen & Frits Gorle, Sejarah Hukum, PT Refika Aditama:
Bandung, 2005.
John M. Echolos & Hasan Shadily, Kamus Inggris Indonesia,
Gramedia: Jakarta, 1992.
Johannes Gunawan, Kajian Ilmu Hukum Tentang Kebebasan
Berkontrak dalam Butir-Butir Pemikiran dalam Hukum,
Memperingati 70 Tahun Prof.Dr. B. Arief Sidharta, S.H.,
Refika Aditama: Bandung, 2011.
156 Pengantar hukum bisnis

Lawrence M Friedman, America law: An Introduction: Hukum


Amerika Sebuah Pengantar, PT Tata Nusa: Jakarta, 2001.
Lawrence M Friedmann, Law in A Changing Society, New York:
Columbia University Press, 1972.
L. J. van Apeldoorn, Pengantar Ilmu Hukum, PT. Pradnya Paramita:
Jakarta, 19993.
Mariam Darus Badrulzaman, K.U.H. Perdata Buku III, Hukum
Perikatan Dengan Penjelasannya, Alumni: Bandung, 1983.
Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis: Menata Bisnis Modern di
Era Global.
Michael E Porter, Competitive Advantage: Creating and Sustaining
superior performance, New York: Free Press, 1980.
Noah Webster, New Universal Unabridged Dictionary, New York:
World Publishing Co & Wiliam Collins Publishing, Inc.
1973.
Nyoman Dekker, Perjuangan Bangsa Indonesia, Dalam: Santiaji
Pancasila. Usaha Nasional: Surabaya, 1991.
Peter Heffey, Principles Contract Law. Thomson Legal and
Regulatory Limited, Sidney, 2002.
Placidus Sudibyo & Nindyo Pramono, Merger & Akuisisi, Makalah
pada seminar Nasional “Peranan Prinsip Akuntansi
Indonesia dalam Pembangunan Jangka Panjang Tahap ke
2”, Jakarta, 1991.
R Abdul Djamali, Pengantar Hukum Indonesia, PT Radjagrafindo
Persada: Jakarta, 1993.
Rifyal Ka’bah. Hukum Islam Di Indonesia: Perspektif Muhammadiyah
dan NU, Universitas Press: Jakarta 1999.
Ruslan Abdul Gani, Sejarah Perkembangan Islam di Indonesia,
Pustaka Antar kota: Jakarta, 1983.
R. Abdul Djamali, Hukum Islam. CV. Mandar Maju: Bandung, 2002.
daftar pustaka 157

Ricky W. Griffin & Ronald J. Ebert, Business, 4th edition: Prentice Hall,
1998.
Ridwan Khairandy, Hukum Kontrak Indonesia dalam Perspektif
Perbandingan (Bagian Pertama), FH UII Press, Yogyakarta,
2013.
-------------------, Itikad Baik Dalam Kebebasan Berkontrak, Fakultas
Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas
Indonesia: Jakarta, 2003.
Robbins & Coulter, Management,I 5th en, Prentice: Hall International,
1996.
Suparman Usman, Hukum Islam: Asas-Asas dan Pengantar Studi
Hukum Islam Dalam Tata hukum Indonesia, PT. Gaya
Media Pertama, 2001.
Solihin Salam, Sejarah Islam di Jawa, Djajamurni: Jakarta, 1964.
Soerojo Wigjodipoero, Pengantar dan Asas-asas Hukum Adat, PT.
Gunung Agung: Jakarta, 1995.
Soerjono Soekanto, Kedudukan dan Peranan Hukum Adat Di
Indonesia, PT Kurnia Esa: Jakarta, 1985.
Soerojo Wignjodipoero, Pengantar dan Asas-asas Hukum Adat, PT.
Gunung Agung: Jakarta, 1995.
Subekti, Hukum Perjanjian, PT. Intermasa: Jakarta, 2013.
Subekti, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wet-
boek), Cetakan Keenam Belas, Pradnya Paramita: Jakarta.
Sri Redjeki Hartono, Penggabungan Perusahaan, Masalah-masalah
hukum, Majalah Fakultas Hukum UNDIP: Semarang, 1986.
Steven R. Schuit, Dutch Business Law, Legal, Accounting and Tax
Aspects of Business in The Netherlands, Deventer, 1993.
Sri Gambir Melati Hatta, Beli Sewa sebagai Perjanjian Tak Bernama:
Pandangan Masyarakat dan Sikap Mahkamah Agung
Indonesia, Alumni, Bandung, 2002.
158 Pengantar hukum bisnis

Sudaryat, Hukum Bisnis: Suatu Pengantar.


Satjipto Rahardjo, Teaching Order Finding Disorder “Menemukan
keteraturan”, mengajarkan ketidakteraturan, Diponegoro
University Semarang: Indonesia 2003.
Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, PT. Citra Aditya Bakti: Bandung
2000.
Soetandyo Wignjosoebroto, Hukum: Paradigma, Metode Dan
Dinamika Masalah, Elsam-Huma: Jakarta 2002.
Sri Redjeki Hartono, Bentuk-Bentuk Kerja sama Dalam Dunia Niaga,
FH Universitas 17 agustus 1945: Semarang, 1985.
Tom Taulli, the Complete M & A Handbook, Prima Publishing,
Roseville: California, 2002.
Theo Huijbers, Filsafat Hukum, Pustaka Filsafat Kanisius: Yogyakarta
1995.
Wiliam Tetley, Common Law versus Civil Law: Condified and
Uncodified. Law Departement of Columbia College, 29
November 1999.
W. G. Bynes & B.K. Chesterton, Decisions, strategies and New
Ventures, Modern tools for Top Management, George
Allen and unwin Ltd, Great Britain, 1973.

Anda mungkin juga menyukai