· ..
":-~
::us.........
,. ~~
t·:..·.
10 9 8 7 6 5 4 3
Anggota IKAPI
2
."7
'.·!
....
..
_
. .-..
'
'
J
-. 1
t .
·'
.··!
-~ ~-<:'~; -·
'·..
IlI
·. r·
' . ' .j
-R. S U B E K T I · S. H. · ·
·~
?
.·
·' .
.. ~),-,·~·· ... ,;J_~'i ...........~. • . ~ ·.. ·>·-~}~· .. ; .-
..
\
....... ,.,,
{ '
'
f:,
KATA PENGANTAR PADA CETAKAN KEDUA
': .aJ;
.
\ Hukum perikatan termasuk dalam bidang yang ,netral",
artinya tidak akan menggoncangkan masyarakat kalau bidang
hukum tersebut diseragamkan dan diatur dalam satu undang-
undang. Lain halnya dengan hukum perkawinan atau hukum
waris, yang dikatakan tergolong dalam bidang-bidang hukum
yang ,sensitip".
Dalam rencana pengunifikasian dan pengkodif:Ikasian
Hukum Nasional, hukum perikatan itu menduduki skala
prioritas yang tertinggi dan karena itu memang Badan Pem-
binaan Hukum Nasional (BPHN) telah menyiapkan sebuah
naskah ilmiah RUU Hukum Perikatan.
Oleh karena itu maka saya sambut penerbitan cetakan
kedua dari buku ini dengan gembira, dengan harapan supaya
tentang Hukum Perikatan Nasional lebih dikenal o1eh ma-
syarakat 1uas.
: -
....
DAFTAR lSI
4. Azas konsensl!alisme 13
2. Sewa-menyewa 38
40
3. Jual-bcli dengan hak membcli kern bali
·'11
4. Scwa - beli
44
5. Pcrjanjian kcrja/pcrburuhan
47
6. Pcrjanjian pcngangku tan
48
7. Pcrjanjian pinjam uang
8. Perjanjian pcrsckutuan. 50
9. Pcmberian kUasa . 51
~
..
7
BAB III. SUMBER -SUMBER PERIKATAN LAIN-
NYA . . . . . . ·. . . . . . • . 53
BAB IV. PERKEMBANGAN HUKUM PERJANJIAN
DI INDONESIA MENUJU HUKUM NA-
SIONAL . 56
KEPUSTAKAAN. . . • . . . . • • . . • 67
*HY*.
8
BAB I
ASAS-ASAS
9
Kelahiran Undang-undang Hukum Pcrikatan yang nasio-
nal itu sudah pasti akan n1cningkatkan kcpastian hukum
pula bagi s,cluruh rakyat Indonesia, karena kita sudah tidak
akan berbicara lagi tentang Hukum B.W. maupun Hukum
Ada~ dalam bidang perikatan itq., tctapi hanya tentang
Hukum Perikatan mcnurut Undang-undang yang baru itu.
Bagaimana sebaiknya asas-asas yang mendasari huk.um
Perikatan kita itu nanti, akan kami utarakan dalam halaman-
halaman yang beriku t.
2. SOAL ISTILAH.
...
10
kan "perjanjian" yaitu suatu peristi*a yang berupa suatu
rangkaian janji-janji. Dapat dikonstatir bahwa perkataan
"pexjanjian" sudah sangat populer dikalangan rakyat.
Ada bebcrapa pcnulis yang memakai perkataan "pcrse-
tujuan", yang tentu . saja tidak salah, karena peristiwa
tcrmaksud juga berupa · suatu kesepakatan atau pertcmuan
kehendak antara dua orang atau pihak untuk mclaksanakm1
sesuatu dan perkataan "persetujuan" (kalau hanya dilihat
dari segi terjemahan saja) mcmang lehih sesuai dengan
perkataan Bclanda "overccnkomst" yang dipakai olch B.W.,
tetapi karen a perkataan "perjanjian" olch masyarakat. sudah
dirasakan scbagai suatu istilah yang mantap untuk meng-
gambarkan rangkaia"n janji-janji yang pemenuhannya dijamin
oiCh Hukum, kami condong pada pcmakaian istilah "pcijan-
jian".
Hubungan antara perikatan dan perjanjian adalah
demikian, bahwa pcrikatan itu dilahirkan dari suatu pcr-
janjian. Dcngan perkataan lain: pexjanjian adalah sumber ,
bahkan _sumber utama, dari perikatan. ~isamping itu masih
ada sumbcr-sumbcr lainnya yang juga bisa melahirkan per-
ikatan. Sccara tcpatnya dapat dirumuskan bahwa pcrikatan
itu dilahirkan dar!: pcrjanjian, undang-undang dan hu-
kum tak tcrtulis.
Kalau, scbagaimana sudah dikatakan diatas, suatu per-
ikatan adalah suatu pcngcrtian ahstrak ( dalam arti tidak
dapat dilihat dcngan mata), maka suatu pcrjanjian adalah
suatu pcristiwa atau kcjadian yang kongkrit. Kita memang
dapat melihat adanya dua orang atau pihak yang mcng-
ucapkan atau mcnulis janji-janji itu dan kcmudian, sebagai
"· tanda kcscpakatan, bcrjabatan tangan atau mcnancL tangani
"surat pcrjanj.ian" .
•
11
Adapun pcrkataan "lwntrak" lazimnya ditujukan pada
suatu pcijanjian yang diadakan secara tertul£s atau yang
diadakan dikalangan· bisnis (dunia usaha}.
•
12
b. Code Civil atau Burgerlijk Wetboek Belgia dari
tahun 1973 {sangat baru) ;
c. Civil Code of Japan (sebuah negara Asia yang
san gat maju) dari tahun 1898, tcrakhir diper-
baiki dalam tahun 1964 ;
d. Civil Code of the Philippines dari tahun 1949,
scbuah kitab undang-undang dari suatu negara
Asean, jang, meskipun banyak mengandung
unsur-unsur hukum Anglo-Saxon, namun dalam
garis besamya, terutama mengcnai Hukum Per-
ikatan, mencontoh kodifikasi dari negara-negara
Eropali. Barat; dan lain-lain.
15
tcrsebut semakin mcningkat scjak Pcrang Dunia kc II (scwa-
.ti
berisikan sesuatu yang bcrtentangan dcngan kcsusiiaan scrta
perikemanusiaan" bagi sahnya suatu pcrjanjian, hcndaknya
I
merupakan suatu upaya pcnccgah tcrhadap pcnyalah-gunaan
kedudukan (ekonomis) yang lcbih kuat dari satu pihak
tcrhadap pihak-lawannya yang lcmah, disamping pcrlindung-
an yang dibcrikan olch Wockcr-orclonantic tahun 1938, yang,
dalam rangka pcmbuatan Undang-undang Hukum Pcrikatan
yang akan datang, scbaiknya sckaligus dim;isukkan schagai
kctcntuan-kctcntuan dalam .Bagian Umum itu_
Juga pcncantuman kctcntuan bahwa "scnnia pct:janjian
harus dilaksanakan dcngan itikad baik" mcmbcrikan kckuasa-
~ an kepada Hakim untuk mcngawasi agar tidak tcrjadi pcnya-
Iah-gunaan kckuasaan olch satu pihak tcrhadap lawannya
yang lcmah, scpanjang mcngcnai tahap pclaksanaan pcrjan-
JlaiL
18
•
Surat edaran Mahkamah Agung No. 3 tahun 1963 ten-
tang tidak berlakunya lagi beberapa pasal dari B.W., yang
menurut pendapat kami harus dianggap sebagai anjuran
kepada Pengadilan-pengadilan bawaHan untuk membentuk
yurisprudensi yang menyatakan pasal-pasal termaksud tidak
berlaku lagi, dan. maknanya dapat kita setujui, dapat pula
diambil manfa'atnya.
Scbuah pasal dalam Bagian Umum, yaitu P.asal 1266
tcntang pembatalan perjanjian yang bertimbal-balik sebagai
akibat terjadinya wanprestasi (kelalaian) dari siberutang,
pasal mana, sebagaimana kita ketahui,. dalam B.W. (dengan
mcncontoh C.C. Perancis) secara keliru (dan membingung-
kan) mcngkonstruksikan wanprestasi tersebut sebagai suatu
"syarat-batal", harus kita atur kembali secara scderhana
dan jelas, yaitu sebagai pengaturan salah satu akibat dari
wanprcstasi, disamping tuntutan ganti-rugi. Dcngan demikian
maka bukan lagi wanprestasi bcrakibat batalnya pcrjanjian
demi hukum (secara otomatis), tetapi hanya memberikan
kcmungkinan diajukannya tuntutan pembatalan pcrjanjian
kepada Pengadilan. Sckaligus perlu ditegaskan tcntang adanya
kekuasaan discrctionair dari Hakim dalam menghadapi gugat~
an pcmbatalan itu, sedangkan pcnemuan yurisprudensi dalam
hubungan tuntutan ganti-rugi dan pcmbatalan, yaitu kemung-
kinan diajukannya tangkisan atau pembelaan dari pihaknya _
siberutang dengan pengajuan "exceptio nori adimpleti con-
tractus" dan pclepasan hak dari pihaknya siberpiutang, pcrlu
juga dituangkan dalam suatu· kctentuan .
....
19
i. J>ERBEDAAN SII-'AT. HAL-HAL YANG l>APAT DIPERTEMU-
KAN.
20
•
remedy" terhadap si penjual, yang masih merupakan pemilik
dari barangnya dan bila penjual ini jatuh pailit, barang itu
juga masuk dalam budcl kepailitan.
Menurut' "Sale of Goods Act 1893" (disingkat: S.G.A.)
kedua, belah pihak menentukan sendiri saat pindahnya hak
milik (inilah keluwesannya) dan karena itv. :h maka S.G.A.
memuat beberapa pasal atau ketentuan-kc<.entuan sebag-cti
pedoman untuk menemukan kehendak (kemauan atau mak-
sud)para pihak yang bersangkutan.
Pasal (section) 17 S.G.A. dalam hal tersebut mcnentu-
kan:
I~
berikut : .
21
• Rule 3 : Where there is a contract for the sale of
specific goods in a ~eliverablc state, but the seller is bound
to weigh, measure, test or do some other act or thing with
reference to the goods, for the purpose of ascertaining the
price, the property does not pass until such act or thing be
done, and the buyer has notice thereof.
Rule 4 : When goods arc delivered to the buyer on
approval or "on sale or return" or other similar terms, the
property therein passes to the buyer :
(a) when he signifies his approval or acceptance to the
seller, or does any other act adopting the transaction ;
(b) if he does not signify his approval or acceptance to the
seller but retains the goods without giving notice of rejection,
then, if a time has been fixed for the return of the goods, on
the expiration of such time, and if no time has been fixed,
on the expiration of a reasonable time. What is a reasonable
time, is a question of fact".
22
Namun sckarang bagaimanakah kalau harg-a sudah di-
bayar olch pembcli tctapi barangnya bclum diserahkan ?
• Menurut B.W. sudah tcrang bahwa hak milik bclum
bcrpindah, sebab dalam B.W. pcmbayaran adalah "irrelevant".
Tetapi apakah itu juga dcmikian menurut Hukum Adat atau
menurut rasa keadilan orang Indonesia ?
Apakah jawaban yang dibcrikan olch B.W. itu tidak tcrlalu
bcrtentangan dengan sifat riil dan tunai dari jual-bcli mcnurut
Hukum Adat? Disini mungkin tcrdapat suatu pertentangan,
yang dalam Undang-undang yang akan datang perlu dibcrikan
pcnyclcsaian yang memuaskan. Kami usulkan supaya, kalau
barangnya adalah barang yang tertcntu dan terscdia (yang
dalam S.G.A. di lnggeris dimaksudkan dcngan : "specific and
in a deliverable state"), untuk memenuhi rasa keadilan orang
Indonesia, hak milik dianggap tclah berpindah kcpada si
pembeli yang sudah melakukan perbuatan tunai membayar
itu. Perbedaan yang dapat menimbulkan konflik antara dua
sistem dan alam pikiran (B.W. dan Hukum Adat) tcrsebut
~ dapat diatasi deng-an jalan mengkonstruksikan hahwa indivi-
vidualisasi barangnya (menycndirikan dan menycdiakan un-
tuk diambil) dibarcngi dcngan pcmbayaran harganya adalah
cukup untuk memindahkan . hak milik atas harang yang
diperjual-bclikan. Sesuai dcngan pola hukum Inggcris yang
kami katakan lu~es itu, dapat didalilkan bahwa "individuali-
sasi plus pembayaran" mcrupakan "petunjuk" bagi pcnentu-
an kchendak kcdua bclah pihak bahwa mcrcka mcnghcndaki
pemindahan hak milik pada saat dilakukannya pcmba-
yaran.
Apa yang diu tarakan diatas sudah barangtcn tu hanya
mengenai harang bergcrak, karcna tcntang tanah suclah dia-
• tur dalam Undang-undang Pukok Agratia dan pcraturan-pcr-
raturan pclaksanaannya. ·
23
........ . . _ - ···.-. ·--·.........
....-. •·.- ~ .. --~- ·~-- ---·~·· .. -·---- - _
... .. ___ -· ..-~---~
8. SYARAT-SYARAT·SAHNYA PERJANJIAN.
24
I
r
Sistem bahwa tidak dipcnuhinya syarat subycktip hanya
bcrakibat bahwa perjanjiannya dapat dimintakan · pcm batal-
• annya kepada Hakim, tctapi hal tidak dipcnuhinya syarat
obycktip diancam dengan kebatalan pcrjanjiannya dcmi hu-
kum (taripa diajukan atau diminta kcpada Hakim), mcmpa-
kan suatu sistem yang dianut dimana-mana. Sistem terscbut
adalah Iogis karena tidak dipenuhinya syarat subyektip tidak
dapat dilihat oleh Hakim dan karcnanya hams diajukan
kepadanya oleh pihak yang berkcpcntingan, scdangkan hal
tidak dipenuhinya syarat obyektip sekctika dapat dilihat
olch Hakim.
9. ITIKAD BAlK.
25 I
I
-··' ~ -·· ---:.·~~··
. 26
10. PELAKSANAAN PERIKATAN. EKSEKUSI RilL
27
' I
29
. - - - - - - · · .-..-- ·.•. .. ~r···- . .-.-- •...
' .....-... ·,
30
:I
31
pasti dalam hal ke-engganan sipenjual untuk membantu
pembuatannya, akte itu dapat diganti dengan suatu p·utusan
• Pengadilan sehingga penyerahan barang yang dijual dapat
terlaksana. Namun dalam Civil Code of Japan itu mengenai
hal pemindahan hak milik dalam jual-beli, dianut sistem
Code Civil Perancis yang sudah memindahkan hak milik
(secara yuridis} pada saat terjadinya pexjanjian jual-belinya,
,I
sehingga tidak diperlukan procedure sept~rti diatas.
I
Pasal 414 Civil Code of Japan itu berbunyi seleng-
kapnya :
(1) I ( an obligor does not voluntarily perform his
obligation, the obligee may apply to the Court for specific;
performance thereof; however this shall not apply to cases
where the nature of an obligation does not so admit.
(2} If, where the nature of an obligation does not
admit of specific performance, the subject of the obligation
is an act, the obligee may apply to the Court to cause it
• to be done by a third person at the expense of the obligor; ·
however, with regard to an obligation having a juristic
act for its subject, a decission of the Court may b; substituted
for a declaration of intention by the obligor.
(3) With regard to an obligation having forbearance
for its subject, the obligee may deman<:l that what has been
done by the obligor be removed at the latter's expense and
that reasonable precautionary steps be taken against future
repetition.
(4) The provisions of the preceding three paragraphs
shall not prejudice a demand of compensation for damages.
Juga Civil and Commercial Code of Thailand, mengenai
soal pemindahan hak milik (transfer of ownership} menganut
sistem Code Civil Perancis, dengan mcnyatakan dalam pasal
.
32
(section) 458: "The ownership of the property sold is
transferred to the buyer from the moment when the
• contract of sale is entered into".
e. Jika sipersoalkan manakah yang lebih baik dari
dua pola yang digambarkan diatas, maka pertanyaan · itu
dapat dijawab bahwa dari sudut penjaminan hak-hak seorang
berpiutang yang telah mengadakan suatu perjanjian dengan
mengharapkan prestasi yang di-inginkan, mengingat telah
ditonjolkannya postulat: "semua perjanjian bcrlaku schagai
undang-undang bagi mereka yang membuatnya", maka sistem
J epang dan Thailand adalah lebih baik dari pada yang
dipakai oleh B.W. kita. Hendaknya kepercayaan kcpada
postulat tersebut jangan begitu Iekas dihilangkan dengan
suatu pernyataan· bahwa hila diberutang melakukan wan-
prestasi, maka siberpiutang hanya dapat menuntut ganti-rugi
dan hanya dalam hal-hal tertentu ia dapat menuntut diujud-
kannya prestasi. Namun, dalam halnya jual-beli, eksekusi
• riil itu sebaiknya hanya diberikan apabila harga barang
sudah dibayar oleh p·embeli dan diterima oleh penjual.
Dalam hal yang demikian, malahan kami ingin mcngusulkan
supaya dalam Undang-undang Hukum Perikatan kita yang
akan datang nanti, hak milik atas barang yang dijual itu
sudah dianggap beralih pula kepada pcmbeli. Ini memang
menyimpang dari B.W. yang mengcnai barang bergerak
menghendaki penyerahan physik untuk pcralihan hak milik,
tetapi pasti akan mcmenuhi rasa kcadilan orang Indonesia.
Tentunya ini hanya mengenai barang tertentu yang sudah
disediakan (dalam istilah Sale of Goods Act di Inggcris:
specific and in a deliverable state).
Dalam halny~ barang tctap (tanah) pcmindahan hak-
milik sudah diatur, dalam P.P. No. 10 tahun 1961 yang me-
~ nyatakan bahwa scmua pcrjanjian yang bertujuan mcmm-
33
dahkan hak-milik ata~ tanah, hams dilakukan dimuka Pc-
jabat Pembuat Akte Tanah (P.P.A.T). Pembuatan akte
I I
34
J. J ........ ,___..,.""""'·--....
- -.....____
..,iil'lf'·-_...~,,.~
35
pat kami soal jaminan kebendaan itu lcbih baik diatur dalam
undang-undang yang_ mengatur tcritang hak-hak atas benda.
Suatu alasan yan)!; kunt untuk pendapat tersebut adalah
bahwa bcbcrapa kctentuan mengcnai hipotik, yang merupa-
kan jaminan . kebcndaan atas barang tak -bergerdk, telah
dicantumkan dalam Undang-undang Pokok Agraria, sebuah
undang-undang yang akan merupakan sebagian dari perang-
kat perundangan nasional tcntang hak-hak atas bcnda, yang
kami maksudkan diatas.
12. DALUWARSA.
36
BAB II
ANEKA PERJANJIAN
1. JUAL-BELI.
37
bisa mcnuntut pcnycrahan barangnya (eksckusi riil) dan
tidak diwajibkan hanya mencrima ganti-rugi saja.
Soal risiko harus ditautkan secara ketat dcngan moment
peralihan hak milik. Sebagaimana telah kita ketahui, pasal-
pasal tentang risiko dalam Jual-beli yang terdapat dalam B.W.
adalah tidak tepat, disebabkan pasal-pasal itu telah diku tip
bcgitu saja dari Code Civil Perancis, padahal sistem peralihan
hak milik dalam B.W. adalah berlain.an dari sistem C.C.
Perancis itu (C.C. Pcrancis memindahkan hak milik sudah
pada saat terjadinya pczjanjian konsensuil, sehingga apa yang
dinamakan "delivrancc"hanya bersifat "feitelijk" saja).
Sudah dikemukakan dalam Bab tcntang Asas-asas·,
bahwa peraturan "si pembeli yang bcritikad baik harus
diperlindungi" yang dalam B..W. hanya berlaku untuk barang
bergcrak saja dan diatur dalam pasal 19 77 ( 1) tetapi
dalam Hukum Adat berlaku untuk semua. macam barang,
harus dicantumkan sebagai suatu ketentuan dalam Bab yang
mengatur tentang Pcrjanjian Jual-beli dan diberlakukan un-
tuk semua macam barang.
Hak reklame dari si penjual barang bergerak Qual-beli ·
tunai dan harus dilakukan dalam jangka waktu tigapuluh hari
selama barang masih bcrada ditangan si pem beli) yang dalam
B.W. diatur dalam pasal 1145 dari Buku II dan yang pa-
da hakekatnya merupakan ~uatu hak dari si penjual untuk
mcmbatalkan perjanjian jual-belinya tanpa perantaraan Ha-
kim, harus pula dicantumkan sebagai suatu pasal dalam Bah
tentang jual-beli.
38
· - l- I
~ .__..----_..-~---
--·------------......--~
39
Privilege dari pihak yang menyewakan rumah atau ba-
40
-'-p
- ··-j
'
4. SEWA-BELI.
...
Dalam undang-undang yang akan clatang juga pcr-
lu diadakan peraturan tentang perjanjian ':scwa-beli". Pcrjan-
jian· sewa-beli ini {dalam bahasa Belanda: "himrkoop",
dalam bahasa Inggeris: "hire-purchase") di Indonesia mcrupa-
kan suatu ciptaan dari praktck {kebiasaan) yang sudah
diakui sah oleh yurisprudensi, malahan di Nederland sejak
tahun 1936 sudah pula dimasukkan dalam B.W. dan di
Inggeris telah diatur dalam suatu undang-undang terscndiri
yang bcmama : "Hire-purchase Act 1965" yang diadakan
disamping "Sale of Goods Act 1893". Ciptaan scndiri olch
praktek itu mcmang diperbolehkan dalam rangka kcbcbasan
~ bcrkontrak.
Sewa-beli ini sebenamya adalah suatu macam jual-bcli,
• sctidak-tidaknya ia lcbih mendckati jual-beli dari pada
41
• sewa-menyewa, meskipun ia mcrupakan campuran dari kcdua-
duanya dan kontraknya dibcrikan judul: "scwa-menyewa".
.. Dalarn "Hire-purchase Act 1965" tersebut diatas ia dikon-
struksikan sebagai suatu "petjanjian sewa-menyewa dcngan
hak opsi dari si pcnyewa untuk, membeli barang yang
discwanya". Maksud dari kedua belah pihak adalah ditujukan
pada perolehan hak milik atas suatu. barang disatu pihak
dan perolehan sejumlah uang sebagai imbalannya (harga)
dilain pihak.
Scwa-bcli itu mula-mula ditimbulkan dalam praktek
untuk menampung persoalan bagaimanakah caranya mem-
berikan jalan-keluar apabila pihak penjual mcnghadapi ba-
nyak pcrmintaan untuk membeli barangnya tetapi calon-ca-
lon pcmbeli itu tidak marnpu Ill:embayar harga barang
secara tunai. Pihak penjual bcrsedia mcnerima bahwa harga
barang itu dicicil atau diangsur, tetapi ia memcrlukan
jaminan bahwa barangnya, sebelum harganya dibayar lunas, .
tidak akan dijual Iagi oleh si pembeli.
. Sebagai jalan-keluar lalu diketemukan suatu macarn
petjanjian dimana selama harga belum dibayar lunas itu,
si pembcli menjadi penyewa dahulu dari barang yang ingin
dibelinya. Harga sewa yang dibayar sehenarnya adalah ang-
suran atas harga barang. Th·ngan dijadikamL'a "pcnycwa"
(dengan kontrak yang juga beijudul "sewa-menyewa"), si
pembeli itu terancarn olch Hukum Pidana apabila ia bcrani
menjual barangnya, karena ia akan bersalah mclakukan
tindak-pidana "penggelapan". Dengan perjanjian scpcrti itu
kedua belah pihak tcrtolong, artinya si pcmbcli dapat
mengangsur harga yang ia tidak mampu mcmbayar sckaligus
dan sekctika dapat mcnikmati barangnya, scdangkan disebe·
lah lain si penjual merasa arnan karcna barangnya tidak akan
dihilangkan olch si pcmbdi sclama harga bclum dibayar
42
.. ---- --------·-- ---
...
lunas. Adapun pcnyerahan hak milik (sccara yuridis) bam
akan dilakukan pada waktu sudah dibayamya angsuran yan!!
.. tcrakhir, pcnyerc1han mana dapat dilakukim dcngan suatu
,,"
pcrriyataan · saja · karena barc1ngnya sudah bcrada dalam 1.\
·,_1
kckuasaan si pembcli dalani kedudukannya sebagai penycwa. ',i
I
'!· Dalam mcngatur pcrjanjian Scwa-beli ini, kita dapat ,,
I'
f]
mcncontoh "Hire-purchase Act 1965", yang banyak memuat
ketentuan:ketentuan untuk mclind~ngi pihak yang·ekonomis
~~
~!
~
lemah, dalan:t hal ini si penyewa-beli (atau "pcnyewa"), !'
;'
tcrhadap penyalah-gunaan kekuasaan si pemilik. barang, j
~.
antarc1 lain dcngan menetapkan bcntuknya perjanjian (hams i
berupa satu pcrjanjian, dengan memakai judul "sewa-bcli"
dan diadakan tcrtufis) dengan mengadakan larangan kcpada
si pemilik _(pe~jual) barang untuk mcngambil kembal~ ba-
rangnya bcgitu saja kalau si peny_ewa-bcli menungga~ pcm-
bayaran apabila sudah lebih dari sepertiga harga diangsur,
scdang pcnuntutan kembali barc1ng itu harus lcwat Hakim?
• dengan menctapkan kcwajiban ·untuk menegas.kan berapa
jumlah tiang .i>cmbayaran pertama" sebclum perjanjiannya
ditandatangani, penanda-tanganan maria hanis di'lakukan oleh
si pcnyewa-beli sendiri (artinya tidak boleh diw~kili), scdang
si penyewa-bcli selalu bolch mengakhiri scwa-bcli itu tanpa
dikenakan denda atau ganti-rugi, dan lain-lain lagi.
Akhimya, kalau di Inggcris diadakan pembatasan me-
ngcnai harg-c1 barang yang boleh discwa-belikan (£ 2000.-)
dan di Nederland diadakan kctentuan bahwa barang tak-
bcrgcrak dan kapal (yang terdaftar) tidak bisa disewa-bclikan,
di Indonesia pcmbatasan-pcmbatasan sepcrti itu tidak rerlu
diadakan.
43
.. 5. PERJANJIAN KERJA/PERBURUHAN.
44
------~··- ,,.,....c, .•.• --~-- ----- _ _ _ _ _ ., - - - - - _ _ _ .....,...,..,~P•-··"---- ~.
45
• dan sckcdar mcndudukkan bumh Se.JaJar dcngan majikan
dalam hukum" *)
46
- __,....,...-_...-_...- -~··........- -:-----·-·~·-"' ·''·
.. -.... -~-·--...------ ,_, ____ _
6. PER.JANJIAN PENGANGKUTAN.
47
Justeru karen:1 dalam bidang pengangkutan ini kita su-
48
------······--. ·-- ._...______ , ____ . ·--...---... - · - - - ---~- . ~~,.-~-· .......--·~·- -:, ..... ...,-.,---'1
49
,.,... ...._._,..__ -------:- -......----·--· ---
,
8. PERJANJIAN PERSEKUTUAN.
50
badan hukum atau suatu pcrkumpulan, sudah bukan lagi
suatu pexjanjian. Mcrcka itu mcndirikan suatu oadan yang
akan mcmpunyai suatu kehidupan sendiri terlepas dari para
pendiri atau pcsero itu. Karcnanya pcrbuatan semacam itu
di Jerman dinamakan "Gesamt Akt", bukan "Vertrag" (pcr-
janjian).
Atas dasar pertimbangan diatas maka dalam Undang-
undang Hukum Perikatan nanti sebaiknya ha.I1ya diatur
perihal "Pcrsekutuan" saja, sedangkan bcntuk-bcntuk lainnya
diatur tcrsendiri di temp~t lain.
Anggapan bahwa persekutuan firma dan persekutuan
(pcrseroan) komanditcr adalah bcntuk-bcntuk khusus dari
perscku tuan, masili dapat dibcnarkan, tetapi hal tcrsebu t
tidak dapat diterapkan terhadap perseroan terbatas (p.t.)
yang sifatnya sudah sangat lain, karcna unsur kepribadian
sudah hilang sama sckali.
51
,.-.. . - ~-1-~-·------ ,. . . y -------- -·
52
BAB Ill
SUMBER-SUMBER PERIKATAN LAINNYA
53
kcwajiban kcpada orang yang mcnjadi kaya tanpa alasan
alas kcrugian omng lain, mcmberikan kerugian kcpada
pihak yang mcndcri.ta kcrugian itu.
Hcndaknya kita pcrhatikan, bahwa "mcnjadi kaya"
adalah lain dari "mcmperkaya diri", karena ~'menjadi kaya"
mengandung arti bahwa yang bersangkutan tidak mempunyai
kescngajaan ataupun bersalah melakukan perbuatan-pcrhuat-
an yang bertujuan mempcrkaya diri. Dalam hal ia senga-
ja melakukan perbuatan-pcrbuatan terscbut, itu sudah ter-
masuk "pcrbuatan mclanggar hnkum" hal mana tclah terjadi
dalam kasus Cohen - Lindenbaum yang terkcnal itu, yang
telah dibcrikan putusan oleh Hoge Raad Nederland yang
bcrscjarah itu (putusan 31 Januari 1919).
Mcnurut pendapat kami, "unjust enrichment" atau
"ungcrcchtfcrtigtc Bcreicherung" atau "ongerechtvaardigdc
vcrrijking" .tcrscbut adalah tcrlalu kabur untuk dijadikan
sumbcr pcrikatan hukum juga dalam Undang-undang Hukum
Pcrikatan kita, sclainnya bahwa pcmbuktiannyapun sangat
sukar. Dalam hubungan ini perlu kita catat, bahwa Code
Civil (Burgcrlijk Wetback} dari Bclgia, yang adalah sangat
barn ( 1973) juga tidak mcnyebu tkan pcristiwa terscbu t
scbagai sumbcr pcrikatan. Sclain dari itu tcmyata bahwa
Civil Code dari Korea (Selatan) mcmasukkan pembayamn
takwajib kcdalam pcngcrtian "unjust· enrichmcn t" juga.*)
Tcntang pcrsoalan dimana sebaiknya bcrhagai sumbcr
non-pcrjanjian itu harus diatur, kami condong untuk mcncm-
patkan dan mcngatur klompoka1; pcrikatan- pcrikatan terse-
but dibagian scsudahnya bab-bab tcnt;i.ng bcrancka macam
perjanjian. Sistcmatik yang dcmikian kami anggap lcbih
54
.
_
baik dari pada yang dipakai olch B.W. kita sckarang, yang
mcncmpatkan pcrikatan-perikatan yang "lahir dari undang-
.. undang" icrscbu l dalam bagian scbelumnya bab-bab ten tang
"pcijanjian-peijanjian tcrtcntu". Sistcmatik yang kami usul-
kan itu dipakai antara lain olch Civil Code of Japan.
Juga sebaiknya sckaligus bcberapa kaidah yang telah
diCiptakan olch yu risprudensi, seperti: tanggung-jawab sccara
tanggung-menangJ.,rttng dalam halnya bebcrapa orang bcrsama-
sama mclakukan p<:rhuatan mclanggar hukum, kompcnsasi
kesalahan dalam halnya pihak yang mendcrita kcrugian
scndiri juga mclakukan kesalahan, dan lain sebagainya,
dituangkan dalam kctcntuari-ketcntuan.
55
, ··. - -- - • •••••'" •T -· • •- --·· --
. . BAB IV
56
. ------ ... - ---- .. -~----- . --_ --~ ..
-"'"il I
.I. I
r
•
apakah suatu peljanjian mcmpunyai causa yang halal atau
tidak, adalah Hakim .
.....
Kita teJah melihat misalnya diciptakannya olch praktck
dan kemudian disahkannya oleh Hakim, suatu pctjanjian
yang dikenal dengan "fiduciair" scjak arrest Hooggrcchtshof
dahulu dalam perkara B. P.M. - Clignet ( 1933), dcngan
mencontoh pcrkcmbangan di Negeri Bclanda, dimana pcr-
janjian tersebut juga telah diakui olch yurisprudcnsi ("Bicr-
brouwerij-arrest" 1925 ). Peljanjian fiduciair itu mcmang
sangat dibutuhkan olch masyarakat.
Juga dapat disebutkan scbagai suatu pcrkcmbangan
penting ialah lahimya pcrjanjian "scwa-beli" dalam praktck,
yang juga sudah diakui sah olch Pengadilan-pcngadilan kita,
bahkan di Ncgeri BC!anda pcljanjian scwa-bcli itu sudah
... dimasukkan dalam B.W. (scjak tahun 1936). Segala macam
barang dapat discwa-belikan, seperti mesin jahit, sepeda,
mobil, bahkan mmah (Di Nederland, pasal-pasal dari B.W. ~ I
....
yang mcngatur scwa-bcli tidak berlaku untuk bcnda tetap,
sedang di lnggeris berlakunya Hire-purchase Act 1965, ' I
II
!i I
57
• nya, sedangkan menurut kenyataan kcadaannya sering tidak
58
--~--~ ~·----
·---- ·---...
.· ~~----~-- .. .,.... ......
.
dan angku tan di jalan raya" (Undang-undang No. 3 tahun
1965) yang telah mencabut "Wegverkeersordonnantie" dari
i I
1'ahun 1933 dan dilengkapi oleh Perattiran Pemerintah I
'
tentang ketentuan-ketentuan pelaksanaan "Dana Pertanggu-
ngan Wajib Kecelakaan Penumpang" yang mengenai semua
macam pengangkutan (P.P. No. 17 tahun 1965). Peraturan-
peraturan tersebut merupakan perkembangan terhadap per- ·
janjian pengangkutan (didarat), karena disitu diatur tentang
tanggung-jawab pihak juru-pengangkut terhadap penumpang/
barang yang diangkut.
Suatu perobahan penting dalam hukum adat mengenai
gadai tanah telah terjadi dcngan dikeluarkannya Perpu ·56
tahun 1960 sebagai pelaksanaan UUPA, Perpu mana dalam
pasal 7 menetapkan bahwa gadai tanah pertanian yang
,. ~ telah berlangsung 7 tahun lebih, ham~ dikcmbalikan kepa-
da -pemiliknya tanpa uang tebusan. Dalam putusannya
tanggal 6 Maret 1971 No. 810 K/Sip/1970 MahkamahAgung
f .. m·cmutuskan bahwa ketentuan tersebut bersifat memaksa
dan tidak dapat dilunakkan hanya karena telah diperjanjikan
antara kedua pihak yang bersangkutan.
Dalam pada itu telah dikonstatir bahwa disekitar
kota-kota, gadai tanah menurut hukum adat mulai banyak
diselubungi dalam bentuk jual-beli · dcngan hak membeli
kembali menurut B.W. dengan akte notaris, untuk mcng-
hindarkan ketentuan yang berlaku dalam hukum adat ten- ~
'• '
tang gadai bahwa, meskipun diperjanjikan bahwa apabila
setclah lcwatnya suatu waktu terten tu tanah tidak ditcbus
ia akan mcnjadi miliknya si pcnerima gadai, janji tcrsebut
tidak bolch dilaksanakan, tetapi selalu dipcrlukan suatu
transaksi lagi dengan penambahan uang gadai. Penyelubungan
itu tentunya terjadi atas desakan pihak penerima gadai (yang
, I
.. memberikan uang) yang adalah pihak yang ekonomis lebih
59
-----·-~
60
--- ·--~-··-------- ~··, I
t.
j
tf
..
yaitu suatu pciJanJian pemberian jaminan barang yang ber-
... gerak .
Dapat dikonstatir bahwa peJjanjian sewa-beli, yang
dalam zaman pendudukanjepang dan pada permulaan zaman
kemerdekaan telah mati disebabkan tidak stabilnya alat
pembayaran (inflasi), sekarang sudah mulai hidup kembali.
Akhimya dapat disebutkan berkembangnya kontrak-
kontrak joint ventures antara pengusaha-pengusaha bangsa
kita dengan pihak bangsa asing sesudah tahun 1965, yang
merupakan suatu bidang yang baru dan asing bagi pengusa-
~
ha-pengusaha Indonesia.
Sebagaimana telah disebutkan diatas, hukum perjanjian
Indonesia sudah dapat menunjukkan bagian-bagian yang I'
sudah bers~fat- nasional, misalnya: hukum perburuhan, se-
bagian dari hukum pengangkutan, transaksi pemindahtangan
an tanah, perihal gadai tanah, dan lain-lain.
t· Kiranya sudah tiba waktunya untuk memikirkan pcm-
bentukan hukum petjanjian nasional dalam kesduruhannya.
Semenjak kemerdekaan, berbagai usaha telah dilakukan
oleh berbagai pihak untuk merumuskan ketentuan-ketentuan
hukum petjanjian yang bersifat nasional itu. Putusan-putusan
Pengadilan, yang dulu dengan panjang-lebar mempertimbang-
,. kan hukum mana (hukum Barat atau hukum Adat) yang
,, harus dipakai dalam perkara-perkara yang mengandung hu-
·'
i bungan-hubungan intergentil, sudah sejak lama tidak lagi
mcmuat pcrtimbangan-pcrtimbangan seperti itu, tetapi de- _
I
,.
ngan . singkat menunjuk kepada "hukum yang berlaku"
tanpa menyebutkan apakah itu hukum Barat ataukah hu-
kum Adat.
t
f Karcna bangsa Indonesia sudah memasuki gelanggang
,.
intcrnasional, maka hukum pcrjanjian nasional Indonesia
1--
t 61
~ . -- ;-- ·-·--
. ··~ ·~. ··:.·· __ ...: .
... .-- i
I
i
..
\ ...
I
\ 62
tt
'
MAHKAMAH AGUNG
Djl. Lapangan Banteng Timur No.I
!>
Telp. O.P. 64609
Tromol Pos N o.20
t
t
63
belaka dari Burgerlijk Wetboek di Ncgeri Belarid3 dan l'agi
untuk pertama-tama dipcrlakukan bagi orang-orang BCianda
jang ada di Indonesia, maka timbul pertanjaan, apakah
dalam suasana Indonesia Merdeka jang melepaskan diri dari
belengu pendjadjahan Belanda itu~ masih pada tempatnja
untuk memandang Burgerlijk Wetboek ini sedjadjar dengan
suatu undang-undang jang setjara resmi berlaku di Indonesia. . .
Dengan lain perkataan: apakah Burgerlijk Wetboek jang
bersifat kolonial ini, masih pantas harus setjara resmi ditjabut
dulu untuk menghentikan berlakunja di Indonesia sebagai
undang-undang.
Berhubung dengan ini timbul suatu gagasan jang me-
nganggap Burgerlijk Wethoek tidak sebagai suatu undang-
undang, melainkan sebagai suatu dokumen jang hanja meng-
gambarkan suatu kelompok hukum tak-tertulis.
Gagasan baru ini diadjukan oleh Menteri Kehakiman
SAHARDJO SH. pada. suatu sidang Badan Perantjang dari
Lembaga Pembina Hukum Nasional pada bulan Mei 1962.
Gagasan ini sangat menarik hati, oleh karena dengan
demikian para Penguasa, terutama para Hakim, lebih leluasa
- untuk menjampingkan beberapa pasal dari Burgerlijk Wet-
hoek jang tidak sesuai dengan zaman kcmerdekaan Indonesia.
Gagasan ini oleh Ketua Mahkamah Agung dalam bulan
Oktober 1962 ditawarkan kepada chalajak ramai dalam
seksi Hukum dari Kongres Madjelis Ilmu Pcngetahuan Indo-
nesia atau M.I.P.I. dan disitu mendapat persctudjuan bulat
dari para peserta.
Kemudian terdengar banjak sckali suara-suara dari para
sardjana-hukum di Indonesia, jang menjetudjui djuga ga-
gasan mi.
... Sebagai konsekwcnsi dari gagasan ini, maka Mahkamah
Agung menganggap tidak berlaku lagi antara lain pasal-pasal
berikut dari Burgerlijk Wedlock :
64
. . -...-----
-----------------....--.... ~-~·,_,_00(~
~- '·, .~ t·
,...
'
6.
hindarkan terkabulnja ~:,JUgatan dengan membajar hu-
tanhrnja sebclum hari sidang-pcngadilan.
Pasal 1460 B.W. tcntang risiko seorang pcmbcli harang,
pasal mana mcnentukan, bahwa suatu barang tcrtcntu,
r jang sudah didjandjikan didjual, scdjak saat itu adalah
t 65 ~l I
atas tanggungal,l si-pcmbeli, mcskipun pcnjcrahan ba- J!ll.
rang itu belum dilakukan.. {1li
. I
Dcngan tidak Iagi berlakunja pasal ini, maka harus i
ditindjau dari tiap-tiap keadaan, apakah tid~k sepan- 1
tasnja pertanggungan-djawab atau risiko atas musnah- .j i
nja barang jang sudah didjandjikan didjual tetapi belum '
disera~kan,. ha~s ~ibagi an tara kedua belah pihak, dan 4, I
janjian pcrburuhan.
\
DJAKARTA, tanggal4 AGUSTUS 1963.
ATAS PERINTAH MADJELIS: MAHKAMAH
.
AGUNG~I 1
Panitera, .. K e .t u a,
ttd.. ttd. .
. )
! . . . . . •• ;;;·j··.
.· ... ·,
66
KEPUSTAKAAN
*TC*
67