Anda di halaman 1dari 217

Dr. HJ. CINDAWATI, SH., MH.

HUKUM DAGANG
DAN PERKEMBANGANNYA

________________________________________________________________________

Hukum Dagang mengatur tindakan-tindakan manusia


dalam urusan dagang, mengatur hak dan kewajiban
antar pihak dalam hukum perikatan.

_______________________________________________________________________________

_______________________________________________________________________________

PENERBIT PUTRA PENUNTUN

PALEMBANG
BIOGRAFI PENULIS

Dr. Hj. CINDAWATI, SH., MH.

Lahir di Palembang, lulus Strata 1 (S1) Fakultas Hukum Jurusan


Keperdataan pada Universitas Sriwijaya Palembang, tahun 1983.
Penulis adalah Dosen Kopertis Wilayah II Sumsel pada Fakultas
Hukum Universitas Palembang, 1989 s/d sekarang. Penulis mengajar
Mata Kuliah: Hukum Dagang,Hukum Perdata, Hukum Surat
Berharga, Hukum Jaminan. Untuk memperdalam mata kuliah yang
diasuh, penulis kemudian melanjutkan ke Strata 2 (S2) Magister
Ilmu Hukum bidang Hukum Bisnis, Program Pascasarjana di
Universitas Tarumanagara. Jakarta, lulus tahun 2005. Setelah lulus
S2, penulis melanjutkan ke jenjang Strata 3 (S3), pada Program
Doktor Ilmu Hukum bidang Hukum Bisnis, Program Pascasarjana di
Universitas Katolik Parahyangan Bandung, lulus tahun 2008. Penulis
aktif dalam menulis pada berbagai Majalah ilmiah dan Penelitian.

ISBN: 978-602-8491-24-2
Dr. HJ. CINDAWATI, SH., MH.

HUKUM DAGANG
DAN PERKEMBANGANNYA

Hukum Dagang mengatur tindakan-tindakan manusia


dalam urusan dagang, mengatur hak dan kewajiban
antar pihak dalam hukum perikatan.

PENERBIT PUTRA PENUNTUN


Dr.HJ. CINDAWATI, SH., MH.

HUKUM DAGANG DAN PERKEMBANGANNYA

ISBN : 978-602-8491-24-2

Penyusun : Dr.HJ. CINDAWATI, SH., MH.


Editor: HJ. Helmanida, SH,MHum
IR. Dede Sudarsana, MBA

Penerbit CV. Putra Penuntun Palembang.


Telp /Fax : (0711) 351746, 0711.5482955
Email : putra_penuntun@yahoo.com.

Edisi kedua : September 2014


Edisi Pertama : Februari 2011

Undang-Undang Republik Indonesia


Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta

Ketentuan Pidana
Pasal 72
(1). Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak
melakukan Perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2
ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan
penjara masing-masing paling sedikit RP 1.000.000.00
(satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh)
tahun dan/atau denda paling banyak RP 5.000.000.000,00
(lima milyar rupiah)
(2). Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan,
mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan
atau barang hasil pelanggaran Hak cipta atau Hak Terkait
sebagaimana dimaksud pda ayat (1) dipidana dengan
pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda
paling banyak RP 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kita panjatkan pada Kehadirat Tuhan


Yang Maha Esa dengan selesainya penulisan buku berjudul:
“HUKUM DAGANG DAN PERKEMBANGANNYA”
Dalam Hukum Dagang, Hukum Perdata adalah sangat
penting karena disinilah letak Hukum Dagang. Hukum
Perdata adalah hukum yang mengatur hubungan antara
perseorangan yang satu dengan perseorangan yang lain dalam
segala usahanya untuk memenuhi kebutuhannya yang
diselenggarakan sesuai dengan kebutuhannya. Hukum
Dagang mengatur tindakan-tindakan manusia dalam urusan-
urusan dagang sehingga dengan sendirinya Hukum Dagang
mengatur hak dan kewajiban antar pihak termasuk dalam
Hukum Perikatan. Perdagangan mempunyai tugas pokok
sbb:
Membawa dan memindahkan barang-barang dari tempat
yang berkelebihan (surplus) ketempat yang kekurangan
(minus).Memindahkan barang-barang dari produsen ke
konsumen. Menimbun dan menyimpan barang-barang itu
dalam masa yang berkelebihan sampai mengancam bahaya
kekurangan.
Oleh karena itu Hukum Dagang adalah : Hukum yang
mengatur tingkah laku manusia yang turut melakukan
perdagangan dalam usaha untuk mencari keuntungan, Akan
tetapi dalam kegiatan perdagangan, Indonesia tidak hanya
dalam negeri akan tetapi juga melakukan perdagangan luar
negeri. Hukum Perjanjian atau Kontrak Internasional adalah
hukum (kontrak) nasional yang ada unsur asingnya. Namun
dalam hal-hal tertentu Hukum Nasional mungkin saja tidak
mengatur suatu bentuk atau obyek tertentu, yang menjadii
substansial dalam kontrak. Hukum Nasional dalam bentuk
perundang-undangan misalnya agak statis, sedangkan
perkembangan transaksi bisnis sifat dinamis dan cepat.

i
Sehingga acuan yang menjadi pegangan adalah sumber
hukum lainnya seperti kebiasaan dagang, putusan pengadilan,
doktrin. Contoh lain, Dokumen Kontrak adalah sumber
hukum utama bagi para pihak. Dokumen kontrak adalah
dibuat secara tertulis dari kesepakatan para pihak. Dokumen
kontrak adalah dokumen undang-undang bagi para pihak.
Sumber hukum lainnya adalah Perjanjian Internasional, dapat
digolongkan sebagai sumber hukum terpenting setelah
hukum nasional dan dokumen kontrak. Masyarakat bangsa
di dunia menggunakan instrumen perjanjian internasional
sebagai sarana untuk menciptakan Hukum Kontrak
Internasional baru, mengharmonisasikan hukum dan
mengkristalisasi Hukum Kebiasaan ke dalam bentuk formal.
Dalam hukum kontrak, kita mengenal penghormatan dan
pengakuan terhadap prinsip konsensus dan kebebasan para
pihak (party autonomy). Syarat-syarat perdagangan dan hak
serta kewajiban para pihak seluruhnya diserahkan kepada
para pihak dan hukum menghormati kesepakatan ini yang
tertuang dalam perjanjian. Berlandaskan pertimbangan
tersebut, Indonesia masuk dalam perdagangan bebas dunia.
Untuk mengantisipasi agar Indonesia siap memasuki era
perdagangan bebas berdasarkan Hukum Perjanjian
Perdagangan Dunia, maka dalam UU No. 7 Tahun 1994 ini
dirumuskan Hukum Kontrak Bisnis (perdagangan)
Internasional yang mengadopsi kaedah-kaedah yang
dihasilkan sebagai Undang-Undang Bisnis WTO. Kegiatan
dagang (bisnis) terdapat hubungan yang saling membutuhkan
antara pelaku usaha dan konsumen. Kepentingan pelaku
usaha adalah memperoleh laba (profit) dari transaksi dagang
dengan konsumen. Sedangkan kepentingan konsumen adalah
memperoleh kepuasan melalui pemenuhan kebutuhannya
terhadap produk tertentu. Dalam hubungan yang demikian
seringkali terdapat hubungan yang tidak seimbang antara
keduanya. Konsumen biasanya berada pada posisi yang

ii
lemah dan karenanya dapat menjadi sasaran ekspoitasi dari
pelaku usaha yang secara sosial dan ekonomi mempunyai
posisi yang kuat. Untuk mengantisipasi agar Indonesia siap
memasuki era perdagangan bebas berdasarkan Hukum
Perjanjian Perdagangan Dunia, maka dalam UU No. 7 Tahun
1994 ini dirumuskan Hukum Kontrak Bisnis (perdagangan)
Internasional yang mengadopsi kaedah-kaedah yang
dihasilkan sebagai Undang-Undang Bisnis WTO.
Juga pada kesempatan ini penulis menyampaikan, dari
lubuk hati yang paling dalam banyak terima kasih kepada
para Guru Besar yang telah memberikan Ilmu dan bimbingan
sewaktu penulis mengikuti di Program S3, dalam
menyelesaikan Disertasi pada Program Doktor Bidang Ilmu
Hukum Program Pascasarjana Universitas Katolik
Parahyangan Bandung, Kepada yang terhormat Bapak dan
amat terpelajar Prof. Dr. Soedjono Dirdjosisworo, SH.,MM.
sebagai Promotor dan Prof. Dr. Chatamarrasjid Ais, SH.,
MH. Sebagai Ko-promotor. Juga kepada yang terhormat dan
amat terpelajar Bapak Prof. Dr. B. Arief Sidharta, S.H.
sebagai penguji, Bapak Prof. Dr. H. Dwidja Priyatno, SH.
MH. SPn. Sebagai penguji dan Bapak Dr. Gunawan
Djajaputra, SH.MH.SS. sebagai penguji.
Semoga amal kebaikannya mendapat Limpahan Rahmat dari
Tuhan Yang Maha Esa.

iii
Akhirnya penulis mengharapkan kritik dan saran dari
tulisan buku ini, untuk dapat disempurnakan, dan nantinya
dapat bermanfaat bagi yang memerlukannya. Untuk semua
bantuan dan sumbangan yang dimaksud di atas, penulis
mengucapkan terlebih dulu terima kasih, semoga amal baik
anda mendapat balasan yang setimpal dari Allah SWT,
amien....

Jakarta, 8 Februari 2012

(Dr. Hj. CINDAWATI, SH, MH)

iv
KATA PENGANTAR

Buku ini sangat berguna bagi pelaku bisnis di Era bisnis


ekonomi global yang menjadi ciri perdagangan di awal abad
ke 21. Untuk itulah saya gembira menyambut buku ini,
karena sangat menarik untuk dibaca selain judul masih
jarang ditulis, buku ini sangat berguna karena Indonesia
tidak lama lagi akan memasuki perdagangan bebas. Buku
yang berjudul:“ “Hukum Dagang dan Perkembanganya”,
sangat menarik untuk dibaca dimana Indonesia sudah harus
mempersiapkan diri dalam nuansa bisnis yang semakin
kompetitif mutlak harus menghasilkan produk yang prima
dan pelayanan bisnis yang memuaskan, agar tidak tersisih
oleh para pesaing.
Buku yang berjudul Hukum Dagang dan
Perkembangannya sangat bermanfaat dan menarik untuk
dibaca, dan akan menambah Khazanah kepustakaan buku
produk Hukum Dagang yang dinamis dan Up to date.
Menghadirkan Hukum Kontrak Bisnis produk WTO yang
akan berlaku di masa yang akan datang, yang mana hukum
ini memperhatikan dan untuk membantu negara-negara yang
sedang berkembang (termasuk Indonesia), apabila benar-
benar ditaati oleh negara-negara maju, akan tercermin bahwa
dalam era perdagangan bebas terdapat keperangkatan
Hukum Kontrak Bisnis Internasional yang menerapkan
“Asas Keseimbangan”

Jakarta, Februari 2012

PROF Dr. SOEDJONO DIRDJOSISWORO, SH.,MM.

v
DAFTAR ISI

Hal
KATA PENGANTAR ................................................... i
DAFTAR ISI ................................................................. v
BAB I. HUKUM DAGANG...................................... 1
A. HUKUM DAGANG ....................................... 1
1. Asal Usul Hukum Dagang ........................... 1
2. Apakah Hukum ? ......................................... 3
3. RUMUSAN MASALAH ............................. 8
4. Apakah yang Dimaksud Badan Hukum? ..... 10
5. Apakah Pengertian Subyek Hukum
dan Obyek Hukum? ...................................... 12
B. PENGERTIAN HUKUM DAGANG ............ 17
1. Apakah yang dimaksud dengan
Hukum Dagang ? .......................................... 17
2. Bentuk-Bentuk Perusahaan .......................... 22

BAB II. PERUSAHAAN ............................................. 29


1. Pengertian Perusahaan ................................... 29
2 Dokumen Perusahaan ..................................... 31
3. Wajib Daftar Perusahaan ................................ 32
4. Dari Segi Hukum dan Unsur-unsur
Perusahaan ...................................................... 33
5. Hubungan Kerja .............................................. 40

BAB III PERJANJIAN (KONTRAK) .................... 52


A. 1. Apakah Perjanjian ? .................................... 52
2. Teori Perjanjian .......................................... 55
3. Apakah Perjanjian Pengangkutan? ............. 57
4. Bagaimana tentang kebangsaan kapal? ..... 62
B. 1. Perjanjian (kontrak) yang ada unsur
asingnya ............ ....................................... 73

vi
2. Hukum Perjanjian (kontrak) Internasional . 74
3. Sumber Hukum Perjanjian (Kontrak)
Internasional ............................................... 87
4. Asas Keseimbangan Melandasi Hukum
Kontrak Bisnis Internasional ...................... 94

BAB IV. BENDA MENURUT KUHPERDATA ....... 101


A. Bagaimanakah Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata membedakan Benda
dalam urusan Perusahaan? .......................... 101
B. Traditio (Levering) ...................................... 105

BAB V. SURAT BERHARGA .................................... . 108


A. Surat Berharga ........................................... . 108
1. Sejarah Surat Berharga ............................. 108
2. Sejarah Perkembangan Letter Of Credt
(L/C) ....................................................... 110
B. Pengertian Surat Berharga........................ 121
1. Apakah yang dimaksud dengan Surat
Berharga? ................................................. 121
2. Fungsi Surat Berharga ............................. 125
3. Penggolongan Surat Berharga ................. 134
C. Alat Pembayaran transaksi Perdagangan
Luar Negeri ................................................. 137

BAB VI PERKEMBANGAN HUKUM DAGANG 160


A. 1. Apakah Tugas pokok Perdagangan? ....... 160
2. Jenis Perdagangan .................................... 160
3. Apakah yang dimaksud Goodwill? .......... 161
B. Indonesia Meratifikasi Berdirinya WTO ...... 170
C. Kesimpulan ................................................... 186

DAFTAR PUSTAKA .................................................... 189


INDEKS.......................................................................... 204

vii
viii
BAB I
HUKUM DAGANG

A. Hukum Dagang
1. Dari manakah Asal usul KUHD?
Perkembangan Hukum Dagang (1000-1500), dan
hubungannya dengan lahirnya kota-kota di Eropah
Barat. Pada waktu itu di Eropah Barat terutama di
Perancis Selatan dan Italia lahir kota-kota sebagai pusat
perdagangan internasional. Ternyata bahwa Hukum
Romawi tidak dapat memberi penyelesaian perkara-
perkara yang ditimbulkan oleh perniagaan yang pada
waktu itu lebih modern sifatnya. Maka kota-kota di
Eropa dibuat peraturan peraturan hukum baru, yang
lama kelamaan menjadi himpunan peraturan-peraturan
yang berdiri sendiri. Hukum yang baru ini menjadi
hukum bagi golongan pedagang yang dinamakan
Hukum Dagang. Inilah permulaan dari pada timbulnya
kaedah-kaedah Hukum Perdata Internasional.
Perkembangan Hukum Dagang sangat cepat sekali,
pada abad ke 16 dan ke 17 banyak kota di Perancis
mengadakan Pengadilan istimewa hanya untuk
menyelesaikan perkara yang ditimbulkan dalam
lapangan perniagaan, sehingga dinamakan pengadilan
saudagar. Dengan demikian Hukum Dagang menjadi
hukum istimewa yaitu hukum kaum pedagang. Hukum
Dagang pada mulanya belum ada kesatuan baru bersifat
kedaerahan, karena tiap daerah mempunyai hukumnya
sendiri yang berbeda-beda coraknya. Lama kelamaan
diadakan kesatuan Hukum Dagang karena hubungan
dalam perniagaan internasional makin erat.

1
Sehingga pada abad ke 17 di Perancis diadakan
kodifikasi Hukum Perancis. Kodifikasi hukum Perancis
maupun Hukum Belanda dimaksudkan agar supaya ada
kepastian hukum. Hukum Belanda dan Perancis itu ada
hubungannya dengan Hukum Positif di Indonesia,
sebab antara Indonesia dan Belanda terdapat pertautan
sejarah, sebagai akibat penjajahan Belanda. Maka
hukum kita sedikit banyak terpengaruh pada hukum
Belanda, meskipun kita mempunyai hukum yang khas
Indonesia yaitu Hukum Adat.
Berdasarkan Pasal II Aturan Peralihan UUD RI 1945,
maka KUHD masih berlaku di Indonesia. KUHD
Indonesia diumumkan dengan publikasi tanggal 30
April 1987 (S. 1947-23), yang mulai berlaku tanggal 1
Mei 1848. Dalam kaitannya dengan ini kodifikasi
Hukum Perancis yang terbentuk pada tanggal 21 Maret
1804 dengan nama Code Civil des Francais, pada tahun
1807 diundangkan lagi dengan nama Code Napoleon.
Belanda adalah salah satu negara yang pernah dijajah
Perancis antara tahun 1806-1813 sehingga akibat itu
disana berlaku Code Perancis. Setelah Belanda
merdeka pada tahun 1813, maka berdasarkan pasal 100
UUD Belanda tahun 1814, dibentuklah panitia yang
bertugas membuat rencana Kodifikasi Hukum Belanda.
Kodifikasi Hukum Perdata Belanda baru dapat
diresmikan tahun 1838, karena pada tahun 1830-1838
terjadi peperangan Belanda dan Belgia yang
mengakibatkan terpisahnya mereka. Meski Kodifikasi
Hukum Belanda tersebut meniru Code Civil Perancis,
susunan dari Institutiones dalam Corpus Iuris Civilis
dari Hukum Romawi. Karena Code Civil Perancis juga
banyak mengandung unsur-unsur yang berasal dari
Kodifikasi Hukum Romawi tersebut.

2
Dahulu sebelum zaman Romawi, di samping Hukum
Perdata yang mengatur hubungan-hubungan hukum
antara perseorangan yang sekarang termasuk dalam
KUHPerdata, para pedagang membutuhkan peraturan-
peraturan perniagaan. Karena perniagaan makin
berkembang, maka kebutuhan Hukum Perniagaan atau
Hukum Dagang makin bertambah. Lama kelamaan
Hukum Dagang yang pada waktu itu masih merupakan
Hukum Kebiasaan, begitu banyak sehingga dipandang
perlu mengadakan kodifikasi.
Apa kodifikasi Hukum dagang pertama ?
Kodifikasi Hukum dagang pertama dibuat atas perintah
raja Lodewijk XIV di Perancis, yaitu Ordonnance du
Commerce 1673 dan ordonance de la Marine 1681.
Pedagang adalah mereka yang melakukan perbuatan
perniagaan (daden van koophandel) sebagai
pekerjaannya sehari-hari. Apakah yang dinamakan
perniagaan? Perniagaan adalah perbuatan pembelian
barang-barang untuk dijual lagi. Istilah pedagang
dihapus dengan S 1938-276, 17 Juli 1938 diganti
dengan istilah Perusahaan, tetapi dalam KUHD tidak
terdapat pengertian Perusahaan.
Selanjutnya yang dinyatakan atau dianggap sebagai
peraturan yang mengikat bagi sebagian atau seluruh
anggota masyarakat, dengan tujuan untuk mengadakan
suatu tata yang dikehendaki oleh penguasa timbullah
pertanyaan dibawah ini.

2 Apakah Hukum ?
Hukum adalah keseluruhan Norma, yang oleh penguasa
negara atau penguasa masyarakat yang berwenang
menetapkan “Hukum”, dinyatakan atau dianggap
sebagai Peraturan yang mengikat bagi sebagian atau
seluruh anggota masyarakat, dengan tujuan untuk

3
mengadakan suatu tata yang dikehendaki oleh
penguasa tersebut, dengan tujuan untuk mengadakan
suatu tata yang dikehendaki oleh penguasa tersebut.

Penguasa yang berwenang menetapkan hukum ialah:


a. Dalam negara RI ysitu MPR, DPR (pusat maupun
daerah), penguasa-penguasa pemerintahan yang
berwenang mengataur materi tertentu dalam
lingkungan daerah hukumnya: hakim, Panglima
ABRI, Lepala Kepolisian.
b. Dalam masyarakat: kepala suku, kepala marga,
kepala desa. Dinyatakan tertuju pada hukum tertulis
yang berwujud: UU, Perpu, Peraturan Pemerintah
dan peraturan perundangan yang lain.
Sedangkan “Hukum yang tidak tertulis” yaitu
Hukum Adat dan Hukum Kebiasaan. Tujuan hukum
adalah: kepastian hukum dan keadilan, hukum
berwujud norma-norma yang banyak sekali
jumlahnya sehingga untuk menguasainya perlu
adanya pengelompokan norma-norma secara praktis
yang disebut Sistim Hukum. Negara RI mempunyai
Sistim Hukumnya sendiri yang terdiri dari beberapa
lapangan hukum yaitu:
a. Hukum Tata Negara.
b. Hukum Administrasi (Tata Usaha Negara, Tata
Pemerintahan),
c. Hukum Pidana,
d. Hukum Perdata,
e. Hukum Acara.
Bagaimanakah faham-faham tentang tujuan
Hukum sebagar berikut:
a. Tujuan Hukum dalam Hukum Kodrat dari
Thomas aquino.

4
Hukum Kodrat adalah: hukum yang terlepas dari
kehendak manusia, terlepas dari positivering oleh
manusia, berlaku pada semua zaman dan semua
tempat (senantiasa dan dimana-mana). Ajaran dari
Thomas Aquino ini sbb:
1) Lex Aeterna ialah Hukum Abadi.
Lex Aeterna memerintah seluruh dunia, dimana
semua hukum mendapatkan dasar. Hukum Abadi
itu tidak laindri pada de Goddelijke Rede, Akal
Allah yang mengatur seluruh kejadian. Hukum
abadi itu hanya dapat dipahami oleh Allah
sendiri. Untuk mahluk Lex Aeterna itu terlalu
luas dan terlalu dalam untuk difahaminya.
2) Lex Naturalis ialah Hukum Kodrat. Manusia
sebagai mahluk yang berakal, hanya dapat
mengerti sebagian dari pada Lex Aeterna yaitu
Lex Naturalis atau Hukum kodrat (Natural Law,
Natuurrecht).
Hukum Kodrat (Natural Law, Natuurrecht),
hukum yang terdiri dari dua asas:
a) Principia Prima, asas pertama yang
semuanya dapat dikembalikan
pada asas berbuat baik dan singkirkan
kejahatan. Itulah hidup sesuai dengan kodrat
manusia hidup dengan berbuat sesuai dengan
akal sehat.
b) Principia Secundaria yaitu asas-asas yang
dijabarkan dari asas pertama.
3) Lex Positive, Hukum Positif yang berlaku dalam
negara masing-masing dan yang ditetapkan oleh
negara yang bersangkutan.
4) Lex Divina, Hukum Tuhan yaitu Hukum Illahi
yang dinyatakan dalam Alkitab. Lex Divina ialah
Hukum Illahi sumbernya terletak dalam

5
Kehendak Allah, dan sumbernya dalam akal
Allah.
b Stammler
Mengajarkan Hukum Alam dengan isi yang
berubah-ubah. Stammler beranggapan bahwa
mungkin mendapatkan yang baik untuk bangsa
tertentu pada waktu tertentu dengan syarat, kita
mengetahui kebutuhan bangsa yang bersangkutan.
Ukurannya ialah sociaal ideaal yang menurutnya
Gemeinschaft Frei Wollender Menschen
(masyarakat berkehendak bebas). Hukum yang
sesuai dengan sociaal ideaal adalah hukum yang
baik. Hukum kodrat dalam arti: hukum yang baik
untuk waktu tertentu dan bangsa tertentu, oleh
Stammler disebut “Hukum Kodrat dengan isi yang
berubah-ubah”
b. Tujuan Hukum menurut Paul Scholten dan
Radbruch
1) Paul Scholten (1940) berpendapat bahwa :
hukum mencari Keseimbangan antara:
a) Persoonlijkheid (kepribadian) dan
Gemeenschap (masyarakat)
Secara menyebelah mencarai kepentingan
individu tanpa memperatikan masyarakat akan
mengakibatkan individualism.
Secara menyebelah mencari kepentingan
masyarakaat, tanpa memperhatikan individu,
akan mengakibatkan universalisme. Seperti
Fascisme, kommunisme. Dalam memelihara
hukum itu harus mencari keseimbangan antara
kepribadian (individu) dan masyarakat.
b) Mencari Keseimbangan antara: gelijkheid en
gezag, kesamaan manusia dan kewibawaaan.
Perlu diingat bahwa manusia itu pada asasnya

6
sama, apapun pangkatnya dalam masyarakat.
Pada pihak lain perlu diingat bahwa
masyarakat itu memerlukan kewibawaan
gezag. Pemerintah yang berwibawa.
c) Dalam hukum perlu memisahkan : goed en
kwaad, baik dan jahat. Hukum dan
Pemeliharaan Hukum perlu memihak
kebaikan dan menolak kejahatan dalam bentuk
apapun.
2) Radbruch (1940)
Menurut Radbruch hukum dan tujuannya perlu
berorientasi pada tiga hal sbb:
a) Kepastian Hukum
b) Keadilan
c) Daya guna (doelmatigheid)
Kepastian Hukum
Tuntutan pertama pada hukum supaya ia positif
yaitu berlaku dengan pasti. Hukum harus ditaati
supaya hukum itu sungguh-sungguh positif.
Keadilan
Pandangan Radbruch tentang Keadilan tidak
begitu mendalam. Menurut nya cukup apabila
kasus yang sama diperlakukan secara sama.
Daya guna (doelmatigheid)
Hukum perlu menuju pada tujuan yang penuh
Harga (waardevol).
Menurut Radbruch ada tiga nilai bagi hukum sbb:
a) Individualwerte, nilai-nilai pribadi yang
penting mewujudkan kepribadian manusia.
b) Gemeinschaftswerte, nilai-nilai masyarakat
nilai yang hanya dapat diwujudkan
masyarakat manusia

7
3. Rumusan Masalah
Apakah Hukum Dagang terletak dalam Hukum
Perikatan ?
Dalam Hukum Dagang, Hukum Perdata adalah sangat
penting karena disinilah letak Hukum Dagang. Hukum
Perdata adalah hukum yang mengatur hubungan antara
perseorangan yang satu dengan perseorangan yang lain
dalam segala usahanya untuk memenuhi kebutuhannya
yang diselenggarakan sesuai dengan kebutuhannya.

Hukum Perdata dibagi menjadi 4 bidang hukum:


a. Hukum Perseorangan (personenrecht),
b. Hukum Keluarga (familierecht), yang terdiri dari
Hukum Perkawinan dan Hukum Hubungan
Keluarga,
c. Hukum Warisan,
d. Hukum Harta Kekayaan (vermogenrecht) yang
terdiri dari :
1) Hukum Kebendaan (zakenrecht), dan
2) Hukum Perikatan (verbintenissenrecht) dalam
hukum inilah terdapat Hukum Dagang. Hukum
Dagang terletak dalam Hukum Perikatan, yang
khusus timbul dari lapangan Perusahaan.
Perikatan-perikatan itu ada bersumber dari
perjanjian dan ada yang bersumber dari UU.
Bersumber dari Perjanjian: Pengangkutan,
Asuransi, Jual beli Perusahaan, Makelar
Komisioner, Wesel, Cek, dll

Dalam Hukum Perjanjian (Kontrak), mengenal


pengakuan terhadap Prinsip Konsensus dan Kebebasan
para pihak (party autonomy). Syarat-syarat
perdagangan dan hak serta kewajiban para pihak
seluruhnya diserahkan kepada para pihak dan hukum

8
menghormati kesepakatan ini yang tertuang dalam
perjanjian. Meskipun kebebasan para pihak sangatlah
esensial, namun kebebasan tersebut ada batas-batasnya.
Ia tunduk pada berbagai pembatasan yang
melingkupinya:
a. Pembatasan yang utama adalah kebebasan tersebut
tidak boleh bertentangan dengan undang-undang,
dan dalam taraf tertentu, dengan ketertiban umum,
kesusilaan, dan kesopanan.
b. Status dari kontrak itu sendiri. Kontrak dalam
perdagangan internasional yang ada unsur asingnya.1
Artinya kontrak tersebut meskipun di bidang
perdagangan internasional paling tidak tunduk dan
dibatasi oleh hukum nasional (suatu negara
tertentu).2
c. Mengikatnya para pihak adalah kesepakatan-
kesepakatan atau kebiasaan dagang yang
sebelumnya dilakukan oleh para pihak yang
bersangkutan. Daya mengikat kesepakatan-
kesepakatan meskipun tidak tertulis, tetapi mengikat,
sebagai berikut:
“In addition to the contractual terms agreed by
the parties, the course of past dealings between
traders may result in terms becoming part of an
agreement between them. These past dealings, or
trade usages between the parties, may apply to
the contractual relationship despite their not
being incorporated into it in written form”.
Sebagai Negara Hukum, Negara Republik Indonesia
mengakui setiap orang sebagai manusia terhadap
Undang-undang, artinya bahwa: setiap orang diakui
sebagai Subyek Hukum oleh Undang-undang. UUD

1
Sudargo Gautama, Kontrak Dagang, Op Cit, hlm 65.
2
Michelle Sanson Essential, Op Cit, p. 7.

9
1945 Pasal 27: menetapkan segala warga negara
bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan
pemerintahan dan wajib menjungjung hukum dan
pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.
Disamping Manusia sebagai pembawa hak, didalam
hukum juga Badan-badan atau Perkumpulan-
perkumpulan dipandang sebagai Subyek Hukum yang
dapat memiliki hak-hak dan melakukan perbuatan-
perbuatan hukum seperti manusia.
Badan-badan dan Perkumpulan-perkumpulan Hukum
itu memiliki kekayaan sendiri, ikut serta dalam lalu
lintas hukum dengan perantaraan pengurusannya dapat
digugat dan menggugat di muka hakim, singkatnya
diperlakukan sepenuhnya sebagai seorang manusia,
contohnya: Badan hukum Perseroan Terbatas.

4. Apa yang dimaksud Badan Hukum ?


Badan hukum merupakan : kumpulan manusia
pribadi (rechtspersoon) dan mungkin pula kumpulan
dari Badan hukum yang pengaturannya sesuai menurut
hukum yang berlaku.
Contohnya: Badan Hukum Perdata ialah : badan
hukum yang didirikan berdasarkan Hukum Sipil atau
Perdata yang menyangkut kepentingan-kepentingan
pribadi orang di dalam Badan Hukum. Badan Hukum
itu merupakan itu merupakan Badan Swasta yang
didirikan oleh pribadi orang itu untuk tujuan tertentu
yaitu: mencari keuntungan, sosial, pendidikan, ilmu
pengetahuan, politik, kebudayaan, kesenian, olah raga.
Contoh sebagai berikut:
a. Badan Hukum Perseroan Terbatas menurut Bab
III bagian ketiga Buku I KUHD ( Wvk / wet Boek
van Koophandel )

10
b. Koperasi menurut UU No. 7 Tahun 1992,
koperasi yang didirikan oleh para anggota nya
untuk tujuan kesejahteraan bersama para anggota
dengan sistem kekeluargaan dan usaha bersama
dengan kepribadian dan dalam pelaksanaan kegiatan
tugasnya dilakukan oleh pengurus.
c. Yayasan menurut Kebiasaan yang dibuat aktenya di
notaris. Yayasan yang didirikan oleh para
pendiri/anggotanya denagn tujuan sosial,
pendidikan, ilmu Pengetahuan, Kesenian dan
Kebudayaan. Hal ini pengaturannya berdasarkan
Kebiasaan yang dapat dibuatkan Akta Pendiriannya
oleh Notaris.
d. Organisasi Politik dan Golongan Karya sesuai
dengan UU No.3 Tahun 1985.
e. Badan Amal, Wakaf,Perkumpulan .

Badan Hukum Publik adalah : badan hukum yang


didirikan berdasarkan Hukum Publik atau yang
menyangkut kepentingan publik atau orang banyak
atau negara umumnya.
Contoh sebagai berikut: :
a. Negara Indonesia sesuai dengan UUD 1945. Yang
menjadi dasarnya ialah Konstitusi dalam
menjalankan kekuasaan diberikan tugas kepada
Presiden dan pembantu-pembantunya ialah menteri.
b. Pemerintah Daerah (Pemda) tingkat I, II dan
kecamatan sesuai dengan UU No. 5 Tahun 1974,
dan UU lainnya yang dalam menjalankan kekuasaan
diberikan tugas kepada Gubernur/Kepala Daerah
Tingkat I, Bupati atau Wali kotamadya/Kepala
Daerah Tingkat II dan Camat
c. Bank Indonesia yang diatur dalam UU N0.13
Tahun 1968, Bank Negara Indonesia 1946 yang

11
diatur dalam UU No.17 Tahun 1968, Bank Dagang
Negara yang diatur dalam UU No. 18 Tahun 1968,
Bank Bumi daya diatur dalam UU No. 19 tahun
1968, dan Bank-bank Pemerintah lainnya yang
dalam menjalankan pelaksanaan tugas itu
dilaksanakan oleh Direksi atau para Direksi. Bank
Pemerintah sesuai dengan UU yang mengatur
pendiriannya.
d. Perusahaan Negara yang didirikan masing-masing
dengan berdasarkan Peraturan pemerintah yang
kepengurusannya dilaksanakan Direksi.
Selanjutnya menurut Hukum Perdata mengatur seluruh
segi kehidupan manusia sejak ia belum lahir dan masih
dalam kandungan ibunya sampai meninggal dunia..
Dalam hubungan hukum yang terjadi antara pihak-
pihak menunjukkan adanya Subyek sebagai pelaku.
Benda yang dipermasalahkan sebagai Objek oleh para
pihak-pihak.

5. Apakah Pengertian Subyek Hukum dan Obyek


Hukum?
Dalam hubungan hukum yang terjadi antara pihak-
pihak menunjukkan adanya Subyek sebagai pelaku.
Benda yang dipermasalahkan sebagai Objek oleh para
pihak-pihak. Dari pengertian itu akan menimbulkan
Subjek Hukum sebagai: pelaku yang mempunyai hak-
hak dan kewajian. Sedangkan Objek Hukum ialah:
benda yang tidak mempunyai hak dan kewajiban itu.
Dengan demikian yang dimaksud Subjek Hukum
adalah: siapa yang dapat mempunyai hak dan cakap
untuk bertindak didalam hukum, atau dengan kata lain
siapa yang cakap menutut hukum untuk mempunyai
hak.

12
Sedangkan menurut Ilmu Hukum yang menjadi Subjek
hukum adalah: orang dan individu/persoon dan setiap
Badan Hukum.
Sedangkan yang dimaksud dengan Obyek Hukum itu
ialah sesuatu yang tidak mempunyai hak dan tidak
menjadi pihak menurut hukum dan semata-mata hanya
diobjekkan atau berguna bagi para Subjek Hukum.
Yang menjadi Objek Hukum itu ialah “benda atau
barang”.
Manusia pribadi atau Natuurlijke persoon sebagai
Subyek Hukum mempunyai hak dan mampu
menjalankan hak dijamin oleh hukum yang berlaku
Hal itu diatur KUHPer Pasal 2 ayat (1) : anak yang
ada dalam kandungan seorang perempuan dianggap
sebagai telah dilahirkan, apabila kepentingan si anak
menghendakinya. Dengan demikian si anak yang masih
dalam kandungan ibunya sudah dijamin untuk
mendapat warisan jika ayahnya meninggal dunia.
Selanjutnya Pasal 2 ayat (2) KUHPer menyatakan:
bahwa apabila ia dilahirkan mati, maka ia dianggap
tidak pernah ada.
Hubungan Pasal 2 KUHPer dengan Pasal-Pasal
lainnya:
Berlakunya fiksi, bahwa anak dalam kandungan
dianggap ada walau belum lahir dari Pasal 2 KUHPer
itu dengan Pasal 836 KUHPer tentang waris dan Pasal
1679 KUHPer tentang Hibah.. Pasal 836 KUHPer :
dengan mengingat ketentuan dalam Pasal 2 KUHPer
ini supaya dapat bertindak sebagai waris, seorang harus
telah lahir pada saat warisan jatuh meluang.. Sedangkan
bunyi Pasal 1679 KUHPer : agar supaya seseorang
cakap untuk menikmati keuntungan dari suatu hibah,
diperlukan bahwa penerima hibah itu sudah lahir pada
saat terjadinya penghibahan, dengan mengindahkan

13
aturan yang tercantum dalam pasal 2.. Sebagai Negara
Hukum, Negara Republik Indonesia mengakui setiap
orang sebagai manusia terhadap Undang-undang,
artinya bahwa: setiap orang diakui sebagai Subyek
Hukum oleh Undang-undang.
UUD 1945 Pasal 27 menetapkan segala warga negara
bersamaan kedudukannya di dalam Hukum dan
Pemerintahan dan wajib menjungjung hukum dan
pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.3
Disamping manusia sebagai pembawa hak, didalam
hukum juga Badan-badan atau Perkumpulan-
perkumpulan dipandang sebagai Subyek Hukum yang
dapat memiliki hak-hak dan melakukan perbuatan-
perbuatan hukum seperti manusia. Badan-badan dan
Perkumpulan-perkumpulan hukum itu memiliki
kekayaan sendiri, ikut serta dalam lalu lintas hukum
dengan perantaraan pengurusannya dapat digugat
dan menggugat di muka hakim, singkatnya
diperlakukan sepenuhnya sebagai seorang manusia.
Suatu Perkumpulan dapat dimintakan pengesahan
sebagai Badan Hukum dengan cara:
1. Didirikan dengan Akte Notaris
2. Didafttarkan di kantor Panitera Pengadilan Negeri
setempat
3. Dimintakan Pengesahan Anggaran Dasarnya kepada
Menteri Kehakiman
4. Diumumkan dalam Berita Negara

3
Sebagai Negara Hukum, Negara R I mengakui setiap orang sebagai
manusia terhadap Undang-undang, artinya bahwa: setiap orang diakui
sebagai Subyek Hukum oleh Undang-undang. UUD 1945 Pasal 27
menetapkan segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam
Hukum dan Pemerintahan dan wajib menjungjung hukum dan
pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya

14
Dimanakah manusia sebagai Subyek Hukum itu
diatur?
Manusia sebagai Subyek Hukum itu diatur secara luas
dalam Buku I Tentang Orang (van Personen) KUHPer,
UU Kewarganegaraan, UU Orang asing,dan beberapa
Perundang-undangan lainnya.
Menurut Pasal 1 KUHPer bahwa: menikmati hak-hak
kewarganegaraan tidak bergantung pada hak-hak
kewarganegaraan.
Pasal 2 KUHPer bahwa : anak yang ada dalam
kandungan seorang perempuan, dianggap sebagai telah
dilahirkan bila kepentingan si anak menghendakinya,
dan apabila sianak itu mati sewaktu dilahirkan,
dianggap ia tidak pernah ada.4 Secara riil menurut
KUHPer manusia sebagai Subyek Hukum berlaku sejak
ia lahir dan berakhir dengan kematian, sehingga
dikatakan bahwa selama manusia hidup, maka ia
menjadi manusia pribadi.
Pengecualian diadakan oleh Pasal 2 KUHPer yaitu::
a. Anak yang ada dalam kandungan dianggap telah
lahir apabila kepentingan anak menghendaki.
b. Apabila anak meninggal pada saat dilahirkan atau
sebelumnya maka dianggap tidak pernah ada.
Pasal 2 mengatur adanya fiksi terhadap anak dalam
kandungan dianggap ada apabila kepentingan anak itu
menghendaki, umpamanya apabila ada seseorang
mewariskan harta atau meninggalkan harta kepada si
anak yang akan lahir itu. Tetapi apabila anak itu
mempunyai kepentingan dianggap secara riil tidak ada,
seperti contohnya: seorang ibu sedang hamil pergi

4
Manusia sebagai Subyek Hukum itu diatur secara luas dalam Buku I
Tentang Orang (van Personen) KUHPer, UU Kewarganegaraan, UU
Orang asing,dan beberapa Perundang-undangan lainnya.

15
menonton bioskop atau naik bus tidaklah dimint untuk
membayar 2 karcis, karena kepentingan anak tidak ada
terhadap tontonan atau bus itu..
Apakah ada hubungan Pasal 2 KUHPer dengan
Pasal-pasal lainya?
Hubungan Pasal 2 KUHPer dengan Pasal-pasal lainya,
berlakunya fiksi, bahwa anak dalam kandungan
dianggap ada walau belum lahir dari Pasal 2 KUHPer
dengan Pasal 836 KUHPer tentang Waris dan Pasal
1679 KUHPer tentang Hibah.
Pasal 836 KUHPer Sbb: dengan mengingat ketentuan
dalam Pasal 2 KUHPer ini, supaya dapat bertindak
sebagai waris, seorang harus telah lahir pada saat
warisan jatuh meluang.
Pasal 1679 KUHPer sbb: agar supaya seorang cakap
untuk menikmati keuntungan dari suatu hibah,
diperlukan bahwa penerima hibah itu sudah lahir pada
saat terjadinya penghibahan, dengan mengindahkan
aturan yang tercantum dalam Pasal 2 KUHPer.
Apakah Orang (persoon) sebagai Subjek Hukum
dibedakan dalam 2 pengertian ?
Orang (persoon) sebagai Subjek Hukum dibedakan
dalam 2 pengertian yaitu:
1. Natuurlijke persoon atau menselijk persoon yang
disebut orang dalam bentuk manusia atau manusia
pribadi
2. Rechts persoon yang disebut orang dalam bentuk
Badan Hukum atau orang yang diciptakan hukum
acara fiksi atau persona ficta. Sedangkan Badan
Hukum (rechts persoon) dibedakan pula dalam 2
macam yaitu:
a. Badan Hukum Publik (publik rechts persoon)
yang sifatnya terlihat unsur kepentingan publik
yang ditangani oleh Negara.

16
b. Badan Hukum Privat (privat Rechts persoon)
yang sifatnya unsur-unsur kepentingan individual
dalam Badan Swasta.

B. Pengertian Hukum Dagang


1. Apakah yang dimaksud dengan Hukum Dagang?
Hukum Dagang ialah hukum yang mengatur
hubungan antara satu pihak dengan pihak lain yang
berkenaan dengan urusan dagang. Letak Hukum
Dagang dalam ruang lingkup Hukum Perdata ialah
dalam Hukum Perikatan yang menjadi bagian dari
Hukum Harta Kekayaan selain Hukum Kebendaan.
Hukum Dagang mengatur tindakan-tindakan manusia
dalam urusan-urusan dagang sehingga dengan
sendirinya Hukum Dagang mengatur hak dan
kewajiban antar pihak termasuk dalam Hukum
Perikatan.. Hukum Dagang diatur dalam KUHD,
sebagai kodifikasi dan peraturan-peraturan dikuar
kodifikasi misalnya: Pengangkutan, Asuransi.
Hubungan antara KUHPerdata dan KUHD adalah
KUHPerdata adalah Hukum Perdata Umum,
sedangkan KUHD adalah KUH Perdata Khusus. Jadi
hubungan keduanya adalah kedua hukum ini seperti
genus (umum), specialis (khusus) yang berlaku
adagium Lex specialis derogat lex generali (Hukum
Khusus menghapus Hukum Umum). Adagium ini
dirumuskan dalam Pasal 1 KUHD : Kitab Undang-
Undang Hukum Perdata, seberapa jauh dalam Kitab
Undang-Undang ini (KUHD) tidak khusus diadakan
penyimpangan-penyimpangan, berlaku juga terhadap
hal-hal yang disinggung dalam KUHD. Dibuktikan

17
dalam pasal 1319, 1339, 1347 KUHPerdata, pasal 15,
pasal 396 KUHD.5
Maka masalah mekanisme konvensional melalui
ketentuann Pasal 613 KUHPerdata (balik nama untuk
klausula op naam, endosemen untuk klausula aan order,
dan onder hand atau hand by hand untuk klausula aan
toonder) yang dipergunakan, transaksi scripless akan
menyisakan banyak persoalan, bahkan dapat
menghambat bursa, karena:
Pasal 613 KUHPerdata tidak mngkin lagi diberlakukan
dalam transaksi bursa yang sudah menggunakan model
scripless trading-book entry settlement . karena dalam
banyak hal data elektronik dalam pola scripless
trading-book entry settlement menuntut untuk diakui
sebagai alat bukti yang sah menyimpang dalam
ketentuan Buku IV KUHPerdata dengan berpedoman
pada Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1997 tentang
Dokumen Perusahaan.
Kegiatan Pasar modal (UU Nomor 8 Tahun 1995
tentang Pasar Modal) diharapkan mampu mengangkat
bursa pasar modala di Indonesia agar menjadi Pasar
Modal yang handal di Asia Pasifik dalam era
globalisasi perdagangan dunia pada tahun 2020. Saat
ini sudah menggunakan sarana teknologi informasi,
baik dari segi pengadministrasian oleh para pelaku
maupun pelayanan kepada nasabah serta pelaksanaan
kegiatan utama usahanya.
Pengaturan atas pemanfaatan teknologi informasi
menjadi penting untuk memberikan kepastian hukum
ketika dalam hubungan antar pelaku pasar modal
terjadi pelanggaran atau kejahatan atau perselisihan
yang memerlukan penegakan dan penyelesaian hukum..

5
H.M.N. Purwosutjipto, SH, Pengertian Pkok Hukum Dagang Indonesia,
Jakarta Djambatan, 1995, hlm 6.

18
Siapakah yang dinamakan Pengusaha?
Bila seseorang melakukan atau menyuruh melakukan
Perusahaan itu disebut pengusaha. Pengusaha yaitu:
a. Dapat melakukan Perusahaanya sendirian tanpa
pembantu.
b. Dapat melakukan Perusahaannya dengan pembantu-
pembantunya.
c. Dapat menyuruh orang lain untuk melakukan
Perusahaannya sedang dia tidak turut serta dalam
melakukan Perusahaan tersebut. Orang yang
disuruh pengusaha melakukan Perusahaan adalah
pemegang surat kuasa yang menjalankan
Perusahaan atas nama pengusaha si pemberi kuasa.
Pembantu-pembantu Perusahaan ada dua jenis yaitu:
a. Pembantu-pembantu dalam Perusahaan misalnya:
Pelayan toko, pekerja keliling ialah pembantu
pengusaha yang bekerja keliling di luar kontor
untuk memperluas dan memperbanyak perjanjian-
perjanjian jual beli antara majikan (pengusaha) dan
pihak ketiga,
Pengurus filial (filialhorder) adalah petugas yang
mewakili pengusaha mengenai semua hal tetapi
terbatas pada satu cabang Perusahaan atau satu
daerah tertentu. Misalnya pimpinan pusat ada di
Jakarta, sedangkan cabang ada di Semarang,
Surabaya, Pemegang prokurasi (procuratiehouder)
ialah pemegang kuasa Perusahaan) dia adalah wakil
wakil pimpinan Perusahaan atau wakil manager,
dan Pimpinan Perusahaan (manager, bedrijfsleider,
direktur utama) adalah Pemegang Kuasa pertama
pertama dari pengusaha Perusahaan. Dia yang
bertanggung jawab tentang maju dan mundurnya
Perusahaan kepada pengusaha. Dia dibayar oleh

19
pengusaha dengan upah mahal sesuai dengan
keahlian dan hasil karyanya. Jadi hubungan hukum
antra pimpinan Perusahaan dengan pengusaha
adalah bersifat: hubungan perburuhan yaitu:
hubuang yang bersifat subordinasi antara majikan
dan buruh yang memerintah dan yang diperintah.
Manager mengikatkan dirinya untuk menjalankan
Perusahaan dengan sebaik-baiknya, sedangkan
pengusaha mengikatkan diri untuk membayar
upahnya (pasal 1601 a KUHPer). Hubunngan
pemberi kuasa yaitu: suatu hubungan hukum yang
diatur dalam pasal 1792 KUHPer. Pengusaha
pemberi kuasa, sedangkan manager merupakan
pemegang kuasa. Pemegang kuasa mengikatkan diri
untuk melaksanakan perintah si pemberi kuasa,
sedangkan si pemberi kuasa mengikatkan diri untuk
memberi upah sesuai dengan perjanjian yang
bersangkutan. Dua hubungan hukum tersebut tidak
hanya berlaku bagi pimpinan Perusahaan, tetapi juga
berlaku bagi pembantu pengusaha dalam Perusahaan
yang telah dipaparkan tadi (pemegang prokurasi,
pengurus filial, pekerja keliling dan pelayan toko).
Kalau ada perselisihan diantara kedua peraturan itu
maka berlakulah peraturaan mengenai Perjanjian
Perburuhan (pasal 1601c ayat (1) KUHPer).
b. Pembantu-pembantu di luar Perusahaan, misalnya;
Agen perusahaan adalah: orang yang melayani
beberapa pengusaha sebagai perantara dengan pihak
ketiga. Orang ini mempunyai hubungan tetap dengan
pengusaha dan mewakilinya untuk mengadakan dan
selanjutnya melaksanakan perjanjian dengan pihak
ketiga. Hubungannya dengan pengusaha, bukan
merupakan hubungan perburuhan tetapi merupakan
hubungan antara Agen perusahaan dengan

20
pengusaha bersifat tetap, tetapi pelayanan berkala
hubungan bersifat tidak tetap, (hubungan
pengacara dan notaris). Karena Agen Perusahaan
juga mewakili pengusaha, maka di sini ada juga
hubungan Pemberian Kuasa. Perjanjian Pemberian
Kuasa diatur dalam Bab XVI Buku III KUHPer
(pasal 1792 s/d 1819). Perjanjian seperti ini
mengandung unsur perwakilan ini agen adalah
pemegang kuasa, mengadakan perjanjian dengan
pihak ketiga atas nama pengusaha,
Pengacara adalah orang yang mewakili pengusaha
sebagai pihak dalam berperkara dimuka hakim,
Notaris adalah dapat membantu pengusaha dalam
membuat perjanjian dengan pihak ketiga,
Makelar seorang perantar yang menghubungkan
pengusaha dengan pihak ketiga untuk mengadakan
pelbagai perjanjian. Komisioner adalah: orang yang
menjalankan Perusahaan dengan membuat
perjanjian-perjanjian atas namanya sendiri,
mendapat provisi atas perintah dan atas pembiayaan
orang lain (pasal 76 s/d 85a Buku 1 KUHD). Sifat
Hukum Perjanjian Komisi ialah Perjanjian antara
Komisioner dengan komiten yakni Perjanjian
Pemberian Kuasa. Dari hubungan perjanjian itu
timbul hubungan hukum yang bersifat tidak tetap,
sebagai halnya Pengacara dan Makelar. Selanjutnya
dengan pesatnya perkembangan perdagangan di
tanah air, maka banyak dari kalangan pengusaha
kalau tidak bertindak sendiri mereka mendirikan
persekutuan-persekutuan atau perseroan-perseroan.
Setiap Perusahaan termasuk Perusahaan Asing yang
berkedudukan dan menjalankan usahanya di wilayah
Negara RI dan telah memiliki izin, wajib didaftarkan
dalam Daftar Perusahaan. Perusahaan meliputi sbb:

21
PT, Koperasi, Persekutuan Komanditer (CV), Firma
(fa), Perusahaan Perseorangan lainnya yang
melaksanakan kegiatan usaha dengan tujuan
memperoleh keuntungan dan atau laba.

2. Bentuk-Bentuk Perusahaan
Berhubung dengan pesatnya perkembangan
perdagangan di tanah air, maka banyak dari kalangan
pengusaha kalau tidak bertindak sendiri mereka
mendirikan persekutuan-persekutuan atau perseroan-
perseroan. Persekutuan-persekutuan itu dapat berupa
Perseroan Firma, Perseroan Komanditer, ataupun
Perseroan Terbatas. Dalam pengertian Perusahaan,
maka setiap pengusaha bertindak secara terus menerus
dan terang-terangan. Bertindak terang-terangan berarti:
tindak tindakan pengusaha harus dapat diketahui oleh
pihak ketiga, oleh umum dengan cara melakukan
pengumuman-pengumuman dengan cara tertentu, oleh
karena itu menurut KUHD diharuskan tunduk kepada
peraturan-peraturan mengenai pengumuman.
a. Perseroan Firma (Fa= Firma, VOF=Vennoot
schap Onder Firma) adalah : satu bentuk perusahaan
yang diatur bersama-sama dengan Perseroan
Komanditer dalam bagian II dari Bab III Kitab I
KUHD dari Pasal 16 s/d Pasal 35.
Perkataan Firma sebenarnya berarti nama yang
dipakai untuk berdagang bersama-sama. Nama
suatu Firma adalakanya diambil dari nama
seseorang yang turut menjadi pesero pada Firma itu
sendiri, tetapi dapat juga nama itu diambil dari nama
orang yang bukan pesero. Di belakang nama
bersama itu sering kita lihat perkataan co atau cie: co
adalah singkatan dari compagnon yang berarti
kawan dan yang dimaksud ialah orang yang turut

22
berusaha. Cie adalah singkatan dari compagnie,
yang sebetulnya berarti kelompok yang dimaksud
orang atau orang-orang yang bersama-sama
mempunyai perusahaan itu.
Menurut Pasal 17 KUHD:
Setiap anggota Firma tanpa kecuali berhak untuk
bertindak atas nama VOF, mengeluarkan dan
menerima uang, mengikat anggota-anggota Firma
lainnya pada pihak ketiga dan mengikat pihak ketiga
pada anggota-anggota Firma. Dalam hubungan
ekstern para anggota Firma dengan pihak ketiga
berlainan sekali dari perhubungan keluar dari
Perseroan. Karena anggota-anggotanya yang
bertindak hanya mengikat dirinya sendiri pada pihak
ketiga, kecuali apabila ia memperoleh kekuasaan
penuh, sedangkan Mengenai tanggung jawab
Menurut Pasal 18 KUHD : tiap-tiap anggota
perseroan, secara tanggung menanggung
bertanggung jawab untuk seluruhnya atas segala
perikatan dari perseroan Firma. Dalam hubungan
intern sama dengan hubungan maatschap
(Perseroan) kecuali apabila akte pendirian Firma
menentukan sendiri aturan lain. Seperti Perseroan,
Firma adalah bukan merupakan Badan Hukum,
sehingga pihak ketiga tidak berhubungan dengan
perseroan Firma, sebagai satu kesatuan melainkan
sebagai anggota sendiri-sendiri.
Menurut Pasal 22 KUHD: tiap-tiap Perseroan Firma
harus didirikan dengan Akte Otentik, diperlukan Akte
Notaris (Pasal 1816 KUHS) lawan Akte Otentik adalah
Akte dibawah tangan.
Prosedur Pendirian:
a. Adanya akta pendirian Persekutuan yang
dipersyaratkan dengan Akta Authentik (Anggaran

23
Dasar Persekutuan Firma) yang dibuat oleh atau di
hadapan notaris. Akan tetapi pendirian Persekutuan
Firma dapat saja tanpa Akte Authentik, sebab tak
ada keharusan untuk itu. Akan tetapi untuk
kepentingan pihak ketiga Akta tersebut tetap saja
diperlukan (Pasal 22 KUHD)
b. Akta Pendirian tersebut harus didaftarkan di
Kepaniteraan Pengadilan Negeri, dalam daerah
Hukum dimana Perekutuan Firma berdomisili (Pasal
23 KUHD)
c. Setelah dilakukan Pendaftaran, Akta Pendirian
tersebut diumumkan dalam Berita Negara RI (Pasal
28 KUHD)
d. Selama Pendaftaran dan Pengumuman itu belum
berlangsung, maka terhadap pihak ketiga
Persekutuan Firma harus dianggap:
Menjalankan segala urusan perniagaan, didirikan
untuk waktu tidak terbatas, tidak ada sekutu yang
dikecualikan untuk bertindak dan menandatangani
surat bagi Persekutuan Firma (Pasal 29 KUHD).
Berakhirnya Firma diatur dalam Pasal 1646 s/d 1652
KUH Perdata :
a. Lampaunya waktu di mana Persekutuan Perdata
didirikan.
b. Musnahnya barang atau telah diselesaikannya usaha
yang menjadi tugas pokok Persekutuan Perdata.
c. Kehendak dari seseorang atau beberapa orang
sekutu.
d. Salah seorang sekutu meninggal dunia atau dibawah
pengampu atau dinyatakan pailit.

24
b Comanditaier Vennootschap (CV)
Perseroan komanditer (CV= Comanditaier
Vennootschap atau Partnership with sleeping
Partners).
Menurut Pasal 19 KUHD: Perseroan Komanditer
adalah suatu Perseroan untuk menjalankan suatu
Perusahaan yang dibentuk antara satu orang atau
beberapa orang pesero yang secara tanggung
menanggung bertanggung jawab untuk seluruhnya
(tanggung jawab solider) pada satu pihak, dan satu
orang atau lebih sebagai pelepas uang (geldschieter)
pada pihak yang lain.

Menurut KUHD Perseroan Komanditer tidak


bertindak dimuka umum, para pesero bertindak
dibelakang layar disebut anggota pasif atau
komanditaris, yang juga disebut sleeping partners
(stille vennoot),
Sedangkan anggota yang bertindak keluar adalah
anggota aktif yang disebut pengurus atau pengurus
pemimpin atau juga disebut Komplementaris.
Sedangkan pembagian untung rugi diatur dalam
peraturan Komanditer.
Prosedur Pendirian
Dalam KUHD tidak ada aturan tentang pendirian
pendaftaran, maupun pengumumannya. Sehingga
Persekutuan Komanditer dapat diadakan
berdasarkan Perjanjian dengan lisan atau sepakat
para pihak saja (Pasal 22 KUHD).
Praktiknya di Indonesia untuk mendirikan
Persekutuan Komanditer dengan dibuatnya Akta
Pendirian/ berdasarkan Akta Notaris, didaftarkan di
Kepaniteraan Pengadilan Negeri yang berwenang
dan diumumkan dalam Tambahan Berita Negara RI,

25
sama dengan Prosedur mendirikan Persekutuan
Firma seperti yang dipaparkan diatas.
Berakhirnya Persekutuan
Persekutuan Komanditer pada hakikatnya
Persekutuan Perdata (Pasal 16 KUHD). Dengan
demikian berakhirnya Persekutuan Komanaditer
sama dengan seperti berakhirnya Persekutuan
Perdata dan Persekutuan Firma (Pasal 1646 s/d
1652 KUH Perdata).

c Perseroan Terbatas (PT) atau Naamloze


Vennootschap (NV) atau Company Limmited By
Shares (Ltd).
Perseroan Terbatas adalah suatu Badan Hukum
berarti PT dapat melakukan perbuatan-perbutan
hukum seperti seorang manusia dan dapat pula
mempunyai kekayaan atau utang (ia bertindak
dengan perantaraan pengurusnya).
Cara mendirikan PT dengan akta notaris (pasal 38
ayat (1) yo pasal 36 ayat (2) KUHD).
Macam-macam PT:
1. PT Tertutup adalah perseroan dalam mana tidak
setiap orang dapat ikut serta dalam modalnya
dengan membeli satu atau beberapa saham.
2. PT Terbuka: PT yang terbuka untuk setiap orang,
dapat ikut serta dalam modalnya dengan membeli
satu/ lebih surat saham lazimnya tidak tertulis
atas nama.
3. PT Umum : perseroan terbuka yang kebutuhan
modalnya didapat dari umum dengan jalan dijual
sahamnya dalam bursa, orang yang ikut serta
dalam modal perseroan hanyalah mempunyai
perhatian pada kurs saham.

26
4. PT Perseorangan: tidak mungkin didirikan oleh
satu orang saja, karena perseroan merupakan
suatu perjanjian hanya mungkin dilakukan oleh
dua orang, tetapi mungkin semua saham jatuh
pada satu tangan sehingga hanya hanya ada satu
pemegang saham yang menjadi Direktur.

Pemegang saham : mereka yang ikut serta dalam


modal perseroan dengan membeli satu atau lebih
saham-saham. Hak pemegang saham: menerima
deviden, mengunjungi RUPS (Rapat umum
pemegang saham), mengeluarkan suara pada rapat-
rapat PT, mendapat pembayaran kembali saham
yang telah dibayar penuh, jika perseroan dibubarkan.
Saham : adalah suatu tanda masuk ikut serta dalam
modal perseroan. Deviden: pembagian keuntungan
kepada para pemegang saham dilakukan dengan
memberi deviden kepada mereka.
Dalam Perkembangannya menurut UU No. I
Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas, Pasal 1
Ayat 1: Badan Hukum yang didirikan berdasarkan
Perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal
dasar yang seluruhnya terbagi dalam Saham dan
memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam UU
ini serta peraturan pelaksanaannya.
Maka PT sebagai kumpulan (akumulasi) modal yang
mengandung karakteristik sbb:
Badan Hukum dapat dilihat dari ciri-ciri antara lain:
a. Pengesahan dari Menteri Kehakiman dan HAM,
apabila Perseroan Terbatas (PT) belum ada
pengesahan maka statusnya belum sebagai
badan hukum dan segala tanggung jawab dan
kewajibannya sama halnya dengan Persekutuan
Firma.

27
b. PT merupakan bentuk organisasi yang teratur,
ada RUPS, Direksi, dan Komisaris,
c. Dapat melakukan hubungan hukum sendiri,
atas nama perseroan
d. Mempunyai tujuan tersendiri yaitu mencari
keuntungan.
Maka untuk bab selanjutnya akan di paparkan
mengenai Perusahaan.

28
BAB II
PERUSAHAAN

A. 1. Apakah pengertian Perusahaan?


Agar pengertian Perusahaan dapat berkembang baik
sesuai dengan gerak langkah dalam lalu lintas
perusahaan sendiri, maka pengertian Perusahaan dalam
ilmiah terdapat pendapat dari Prof Molengraaff,
Perusahaan adalah: keseluruhan perbuatan yang
dilakukan secara terus menerus, bertindak keluar, untuk
mendapatkan penghasilan, dengan cara
memperniagakan barang-barang, atau mengadakan
perjanjian-perjanjian perdagangan.6 Perusahaan unsur
laba adalah unsur mutlak sedangkan pada pekerjaan
unsur laba tidak merupakan unsur mutlak.
Pengertian urusan perusahaan, Hukum Dagang
adalah Hukum Perikatan yang timbul khusus dari
lapangan perusahaan, yang disebut urusan Perusahaan
(handelszaak) adalah: segala sesuatu yang berwujud
benda maupun yang bukan benda, yang termasuk dalam
lingkungan Perusahaan tertentu misalnya: gedung-
gedung, mebel.\, alat-alat kantor, mesin-mesin, buku,
barang-barang dagangan, piutang, nama perusahaan,
merek, patent, goodwill, utang, relasi, langganan,
rahasia perusahaan.
Dari sudut ekonomis, urusan Perusahaan itu merupakan
satu kesatuan yang bulat, sebab kalau tidak, Perusahaan
akan hancur. Intinya segala tindakan dalam Perusahaan
dari sudut ekonomis ialah untuk mencari laba sebesar-
besarnya dengan pengorbanan yang sekecil-kecilnya.
Untuk itu dalam Perusahaan harus ada pemusatan
kekuatan ekonomis seketat-ketatnya untuk

6
Mollengraaff, Leidraad I, cetakan 9, hlm 38.

29
mendapatkan laba yang sebesar-besarnya. Kalau tidak
laba akan berkurang atau Perusahaan akan menderita
rugi, akhirnya Perusahaan ini akan menjadi hancur.
Sedangkan dari sudut yuridis Perusahaan belum tentu
merupakan kesatuan sebab segala urusan Perusahaan
itu merupakan peraturan sendiri yang masing-masing
berbeda dengan lainnya, terutama mengenai peraturan
penyerahannya, misalnya peraturan penyerahan benda
tetap (tidak bergerak) adalah tidak sama dengan
penyerahan benda bergerak, benda tidak bertubuh
misalnya piutang.
Dalam perkembangannya di Indonesia ada beberapa
bentuk organisasi bisnis atau dagang yang dikenal sejak
zaman Hindia Belanda seperti: Firma, CV
(Commanditair vennootschap), dan Perseroan. Dimana
dalam praktik dagang (bisnis) dewasa ini sering
dipakai istilah perusahaan saja.
Menurut Undang-Undang No. 3 Tahun 1982 tentang
Wajib Daftar Perusahaan yang dimaksud dengan
pengertian:
Usaha adalah setiap tindakan, perbuatan, atau kegiatan
apapun dalam bidang perekonomian yang dilakukan
oleh setiap pengusaha untuk tujuan memperoleh
keuntungan dan atau laba (Pasal 1 huruf d)
Pengusaha adalah setiap orang atau persekutuan atau
badan hukum yang menjalankan suatu jenis perusahaan
(Pasal 1 huruf d)
Perusahaan adalah setiap bentuk usaha yang
menjalankan setiap jenis usaha yang bersifat tetap dan
terus menerus dan yang didirikan, bekerja serta
berkedudukan dalam wilayah negara Republik
Indonesia, untuk tujuan memperoleh keuntungan dan
atau laba (Pasal 1 huruf b).

30
Mengenai Perusahaan ini, dalam naskah memorie van
toelichting rencana pembuatan Undang-Undang Hukum
Dagang (WVK) di muka parlemen pemerintah Belanda
sbb:
Perusahaan adalah keseluruhan perbuatan yang
dilakukan secara tidak terputus-putus, dengan terang-
terangan, dalam kedudukan tertentu dan untuk mencari
laba (bagi diri sendiri).

2. Dokumen Perusahaan
Dalam perkembangannya Perusahaaan menurut UU
NO. 8 Tahun 1997 Tentang Dokumen Perusahaan
terdiri dari enam (6) Bab yang berisi 31 Pasal dan
Penjelasannya.
Bab 1 tentang Ketentuan Umum terdiri dari 7 Pasal,
yaitu Pasal 1 sampai dengan Pasal 7,
Bab II tentang Pembuatan Catatan dan Penyimpanan
Dokumen Perusahaan terdiri dari 4 Pasal, yaitu
mulai dari Pasal 8 sampai dengan Pasal 11,
Bab III tentang Pengalihan Bentuk Dokumen
Perusahaan dan Legalitas terdiri dari 6 Pasal mulai
dari Pasal 17 sampai dengan Pasal 22,
Bab IV tentang Pemindahan, Penyerahan, dan
Pemusnahan Dokumen Perusahaan terdiri dari 6
Pasal mulai dari Pasal 17 sampai dengan Pasal 22,
Bab V tentang Ketentuan Peralihan terdiri dari 5 Pasal
mulai dari Pasal 23 sampai dengan Pasal 27, dan
Bab VI tentang Ketentuan Penutup terdiri dari 4 Pasal
mulai dari Pasal 28 sampai dengan Pasal 31.
Beberapa isu yang merupakan isu-isu baru dalam
Undang-undang Nomor 8 Tahun 1997 antara lain
sebagai berikut: jika dahulu istilah Pedagang di dalam
Pasal 2- Pasal 5 KUHD lama kemudian diubah dengan

31
istilah Perusahaan didalam KUHD seperti sekarang
ini.
Perusahaan, menurut Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1997 adalah: setiap bentuk usaha yang
melakukan Kegiatan secara tetap dan terus menerus
dengan tujuan memperoleh yang diselenggarakan oleh
orang perseorangan maupun badan usaha yang
berbentuk keuntungan atau laba, baik yang
diselenggarakan oleh orang perseorangan maupun
badan usaha yang berbentuk badan hukum atau bukan
badan hukum, yang didirikan dan berkedudukan dalam
wilyah negara Republik Indonesia.
Pengertian Perusahaan selain diatur di dalam Undang-
undang Nomor 8 Tahun 1997 terdapat pula definisi
otentik Perusahaan yang substansinya sebenarnya sama
dengan rumusan Pasal 1 ayat (1) UU No.8 Tahun
1997, yaitu di dalam Undang-undang Nomor 3
Tahun 1982 Tentang Wajib Daftar Perusahaan.

3 Wajib Daftar Perusahaan


Menurut Ketentuan Pasal 1 ayat (b) Undang-undang
Nomor 3 Tahun 1982, yang dimaksud dengan
Perusahaan adalah setiap bentuk usaha yang
menjalankan setiap jenis usaha yang bersifat tetap dan
terus menerus dan didirikan, bekerja, serta
berkedudukan dalam wilayah negara Indonesia, untuk
tujuan memperoleh keuntungan dan atau laba.7

7
. Pasal 1 ayat (b) Undang-undang Nomor 3 Tahun 1982, yang
dimaksud dengan Perusahaan adalah setiap bentuk usaha yang
menjalankan setiap jenis usaha yang bersifat tetap dan terus
menerus dan didirikan, bekerja, serta berkedudukan dalam
wilayah negara Indonesia, untuk tujuan memperoleh keuntungan
dan atau laba.

32
Definisi Otentik tersebut di atas dapat dikatakan
sebagai satu perkembangan baru yang memberikan
tingkat Kepastian Hukum, tentang apa yang dimaksud
dengan apa yang dimaksud dengan Perusahaan. Jika
dahulu orang memahami apa yang dimaksud
Perusahaan menunggu pendapat ahli dan
yurisprudensi, sekarang sudah ada definisi otentik
menurut ketentuan undang-undang tentang apa yang
dimaksud dengan Perusahaan.

4. Dari Segi Hukum dan Unsur-unsur Perusahaan


a. Badan Usaha
Bentuk Hukum menunjukkan Legalitas Perusahaan
sebagai Badan Usaha yang menjalankan kegiatan
ekonomi. Bentuk Hukum itu secara formal termuat
dalam Akta Pendirian, atau Surat Izin Usaha
b. Kegiatan Dalam Bidang Ekonomi
Tidak dilarang oleh Undang-Undang, tidak
bertentangan dengan kepentingan umum dan
kesusilaan, dan tidak dilakukan dengan cara
melawan hukum.
c Terus-Menerus
Kegiatan dijalankan untuk jangka waktu yang
ditetapkan dalam Akta Pendirian atau Surat Izin
Usaha.
d Keuntungan dan atau Laba
Diperoleh berdasarkan legalitas dan ketentuan
Undang-Undang.
e Pembukuan
Kebenaran isi pembukuan dan kebenaran alat bukti
pendukung.

33
Dokumen Perusahaan
Jika buku pertama KUHD Titel Kedua yang berjudul
Pembukuan, dalam perkembangannya dihadapkan
dengan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1997, tampak
istilah Pembukuan yang mencakup catatan dan neraca
serta perhitungan laba rugi Perusahaan beserta data
pendukungnya di dalam KUHD tersebut telah
digantikan dengan istilah Dokumen Perusahaan, seperti
yang diatur dalam Pasal 1 ayat (2) Undang-undang
Nomor 8 Tahun 1997.
Menurut Ketentuan Pasal 1 ayat (2) Undang-undang
Nomor 8 Tahun 1997, yang dimaksud dengan
Dokumen Perusahaan adalah data, catatan, dan atau
keterangan yang dibuat dan atau diterima oleh
Perusahaan dalam rangka pelaksanaan kegiatannya,
baik tertulis di atas kertas atau sarana lain maupun
terekam dalam bentuk corak apapun yang terdapat
dilihat, dibaca, dan didengar.
Selanjutnya menurut ketentuan Pasal 2 Undang-
undang Nomor 8 Tahun 1997, Dokumen Perusahaan
terdiri dari Dokumen Keuangan dan Dokumen lainnya.
Menurut Pasal 3, Dokumen Keuangan terdiri dari
Catatan, Bukti Pembukaan, dan Data Pendukung
Administrasi Keuangan yang merupakan bukti adanya
Hak dan Kewajiban serta kegaitan usaha suatu
Perusahaan.
Sedangkan Dokumen lainnya menurut Pasal 4 terdiri
dari Data atau setiap tulisan yang berisi keterangan
yang mempunyai nilai guna bagi perusahaan meskipun
tidak terkait langsung dengan dokumen keuangan.
Dicontohkan dalam penjelasan pasal tersebut, antara
lain risalah RUPS, akta pendirian, dan akta otentik
lainnya yang mengandung kepentingan hukum tertentu
dan NPWP.

34
Kemudian, menurut Pasal 5 Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1997 cacatan terdiri dari neraca tahunan,
perhitungan laba rugi tahunan, rekening, jurnal
transaksi harian, atau setiap tulisan yang berisi
keterangan mengenai Hak dan Kewajiban, serta hal-hal
lain yang berkaitan dengan kegiatan usaha dan
Perusahaan.
Sedangkan bukti Pembukuan menurut Pasal 6 Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 1997 terdiri dari warkat-
warkat yang digunakan sebagai dasar pembukuan
yang mempengaruhi perubahan kekayaan, utang dan
modal, serta data pendukung administrasi keuangan
merupakan data administratif yang berkaitan dengan
keuangan untuk digunakan sebagai pendukung
penyusunan dan pembuatan dokumen keuangan.
Menurut Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1997, setiap Perusahaan wajib membuat catatan
sesuai dengan kebutuhan Perusahaan. Sedangkan Pasal
9 ayat (1), catatan yang berbentuk neraca dan
perhitungan laba /rugi perusahaan wajib ditandatangani
oleh pimpinan perusahaan atau pejabat yang ditunjuk di
lingkungan perusahaan. Jika tidak ada ketentuan lain,
neraca dan perhitungan laba/rugi wajib dibuat paling
lambat enam bulan terhitung sejak akhir tahun buku
perusahaan yang bersangkutan.
Perubahan yang mendasar dari Pasal 6 KUHD adalah
ketentuan Pasal 11 Undang-Undang Nomor 8 Tahun
1997 Pasal 11 ayat (1) menentukan bahwa Catatan
Perusahaan, bukti pembukuan, dan data pendukung
administrasi keuangan merupakan bagian dari bukti
pembukuan, wajib disimpan selama sepuluh tahun
terhitung sejak akhit tahun buku perusahaan yang
bersangkutan. Kemudian dokumen lainnya seperti
diatur dalam Pasal 4, jangka waktu penyimpanannya

35
ditetapkan berdasarkan nilai guna dokumen tersebut
yaitu nilai guna dokumen untuk mendukung
pelaksanaan kegiatan usaha perusahaan. Jangka waktu
penyimpanan dokumen pendukung yang tidak
merupakan bagian dari bukti pembukuan dan dokumen
lainnya disusun oleh Perusahaan dalam suatu jadwal
retensi yang ditetapkan dengan keputusan pimpinan
perusahaan.
Kewajiban penyimpanan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 11 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) tersebut
tidak menghilangkan fungsi dokumen yang
bersangkutan sebagai alat bukti sesuai dengan
kebutuhan sebagaimana ditentukan dalam ketentuan
mengenai daluwarsa suatu tuntutan yang diatur dalam
peraturan perundang-undangan yang berlaku atau untuk
kepentingan hukum lainnya. Rumusan Pasal 1 ayat (1)
UU No.8 Tahun 1997, yaitu di dalam Undang-undang
Nomor 3 Tahun 1982 Tentang Wajib Daftar
Perusahaan. Menurut Ketentuan Pasal 1 ayat (b)
Undang-undang Nomor 3 Tahun 1982, yang dimaksud
dengan Perusahaan adalah setiap bentuk usaha yang
menjalankan setiap jenis usaha yang bersifat tetap dan
terus menerus dan didirikan, bekerja, serta
berkedudukan dalam wilayah negara Indonesia, untuk
tujuan memperoleh keuntungan dan atau laba.
Dari pemaparan pasal-pasal diatas tampak adanya
penjabaran dan ketentuan Pasal 6 KUHD dengan
berbagai perincian yang diharapkan lebih memperjelas
tentang apa yang dikehendaki oleh undang-undang
yang wajib dilakukan oleh setiap pengusaha dalam
menjalankan Perusahaannya. Contoh pembedaan tegas
antara Catatan, bukti pembukuan, dan data pendukung
administrasi keuangan yang di dalam KUHD tidak

36
diadakan perincian seperti itu, sedangkan dalam
Undang-Undang Dokumen Perusahaan diatur jelas.
Ada lagi hal yang baru di dalam Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1997 adalah cakupan terhadap
perkembangan Ilmu dan Teknologi yang berhubungan
dengan data elektronik dan rekaman, baik berupa
disket, mikrofilm, Read only Memory (CD-Rom),
maupun Write-Once-Read Many (WORM) telah
dimasukkan dalam kualifikasi dokumen perusahaan.
Ketentuan ini merupakan lahirnya teknologi telematika
menjadi bagian yang harus diakui sebagai salah satu
alat bukti di kemudian hari di dalam hukum
pembuktian baik Buku III KUHPerdata maupun HIR.
Dalam perkembangannya dagang (bisnis) dewasa ini
kebutuhan arsip perusahaan yang disimpan di sarana
kearsipan yang tidak lagi konvensional sudah bukan
merupakan sesuatu yang baru.8
Pasal 12 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1997
membuka kemungkinan bahwa Dokumen Perusahaan
seperti yang dimaksud dalam Pasal 1 ayat (2) dapat
dialihkan ke dalam mikrofilm atau media lainnya.
Pengalihan tersebut dapat dilakukan sejak awal, sejak
dokumen itu dibuat atau diterima oleh perusahaan atau
dikemudian hari. Dalam pengalihan tersebut pimpinan
perusahaan wajib mempertimbangkan kegunaan naskah
asli dokumen yang perlu tetap disimpan karena
mengandung nilai tertentu demi kepentingan
perusahaan atau kepentingan nasional.
Misalnya: rekening atau bukti iuran dalam rangka
pendirian Monumen Nasional Pembangunan Masjid
Istiqal. Dalam hal dokumen perusahaan dialihkan ke
dalam mikrofilm atau bentuk lainnya. Naskah asli yang

8
Ninddyo Pramono,Bunga Rampai Hukum Bisnis Aktual, Citra Aditya
Bakti, Bandung, 2006, hlm 110

37
mempunyai kekuatan pembuktian otentik dan masih
mengandung kepentingan hukum tertentu, . pimpinan
perusahaan wajib tetap menyimpan naskah asli
tersebut.
Sebenarnya kewajiban neraca dan perhitungan
rugi/laba dalam tenggang waktu sepuluh tahun seperti
yang diatur di dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun
1997 bukan merupakan barang baru jika dikaitkan
dengan perpajakan. Undang-Undang Nomor 16 Tahun
2000 sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 6
Tahun 1993 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan di dalam Pasal 28 ayat (11) menentukan
bahwa buku-buku, catatan-catatan, dokumen-dokumen
yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan dan
dokumen lain wajib disimpan di Indonesia selama
sepuluh tahun yaitu untuk:
1. Wajib pajak pribadi, di tempat kegiatan atau tempat
tinggal
2. Wajib pajak badan, di tempat didudukan badan
hukum tersebut.
Dengan demikian keluarnya Undang-Undang Nomor
8 Tahun 1997 disambut gembira dari kalangan
Pengusaha di Indonesia karena undang-undang
tersebut telah mampu memberikan pijakan untuk
mengantisipasi perkembangan Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi. Kuhususnya yang bersangkutan dengan
soal manajemen perusahaan, khususnya bidang
dokumen perusahaan yang berbasis elektronik.
Ketentuan Pasal 6 KUHD sudah waktunya untuk
diperbaharui, disamping sudah tidak memadai lagi juga
sudah sangat tua dan tidak mampu mengantisipasi
perkembangan zaman. Hal-hal yang berhubungan
dengan cara-cara penerobosan kerahasiaan pembukuan
perusahaan.

38
Keluarnya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1997
merupakan bukti baru bahwa kodifikasi KUHD secara
menyeluruh, seperti KUHD yang ada sekarang ini,
tampaknya sulit dilakukan oleh pemerintah. Dengan
demikian metode kodifikasi parsial seperti Undang-
Undang Perseroan Terbatas, Undang-Undang Pasar
Modal, dan Undang-Undang Dokumen Perusahaan
merupakan solusi yang ditempuh pemerintah untuk
segera melakukan perubahan terhadap ketentuan-
ketentuan di dalam KUHD yang dirasakan tidak
memadai lagi.
Macam-macam Perusahaan
1. Perusahaan Swasta
Merupakan Perusahaan yang modal seluruhnya
dimiliki oleh swasta dan tidak ada campur tangan
pemerintah sbb:
a. Perusahaan Swasta Nasional
b Perusahaan Swasta Asing
c Perusahaan Swasta Campuran (joint venture)
2. Perusahaan Negara
Merupakan Perusahaan yang seluruh atau sebagian
modalnya milik negara Indonesia.
Pengertian Perusahaan dan Pekerjaan
Rumusan Pasal 1 ayat (1) UU No.8 Tahun 1997, yaitu
di dalam Undang-undang Nomor 3 Tahun 1982
Tentang Wajib Daftar Perusahaan.
Menurut Ketentuan Pasal 1 ayat (b) Undang-undang
Nomor 3 Tahun 1982, yang dimaksud dengan
Perusahaan adalah setiap bentuk usaha yang
menjalankan setiap jenis usaha yang bersifat tetap dan
terus menerus dan didirikan, bekerja, serta
berkedudukan dalam wilayah negara Indonesia, untuk
tujuan memperoleh keuntungan dan atau laba.

39
Menurut perkembangannya pengertian Perusahaan
menurut UU N0. 3 Tahun 1982 di atas meliputi bentuk
usaha (company) dan sekaligus jenis usaha (business).
Dengan demikian Perusahaan adalah badan Usaha yang
menjalankan kegiatan di bidang perekonomian
(keuangan, industri, dan perdagangan), yang dilakukan
secara terus menerus atau teratur (regelmatig), terang-
terangan (openlijk), dan dengan tujuan memperoleh
keuntungan dan atau laba (wints oogmerk). Badan
usaha ini bisa dilakukan perorangan, persekutuan atau
Badan Hukum.
Dengan kata lain Perusahaan adalah kegiatan ekonomi
yang berupa membeli barang dan menjualnya lagi atau
menyewakannya dengan tujuan memperoleh
keuntungan dan atau laba.

5 . Hubungan Kerja
Seorang Pengusaha itu dapat melakukan Perusahaan
sendirian, tanpa pembantu; dapat melakukan
Perusahaan dengan pembantu-pembantunya, atau dapat
menyuruh orang lain untuk melakukan perusahaannya.
Sedangkan Pembantu Pengusaha adalah : setiap
orang yang melakukan perbuatan membantu pengusaha
dalam menjalankan Perusahaan dengan memperoleh
upah. Contohnya: dalam lingkungan Perusahaan yaitu
pelayan toko, pekerja keliling. Di luar lingkungan
Perusahaan yaitu agen Perusahaan, bank, makelar,
komisioner, notaris dan pengacara.
Pemimpin Perusahaan tidak termasuk dalam
pembantu pengusaha karena memperoleh kuasa untuk
menjalankan Perusahaan atas nama pengusaha.
Maka dengan demikian hubungan kerja adalah
hubungan hukum yang terjadi antara pemberi kerja dan
penerima kerja. Hubungan kerja dapat terjadi karena

40
menjalankan pekerjaan dan karena menjalankan
Perusahaan.
Menurut Buku III bab VIIA KUH Perdata, Perjanjian
Untuk Melakukan Pekerjaan. Pasal 1601 KUH
Perdata, Perjanjian Pelayanan Berkala: Pelayan
dilakukan hanya untuk waktu tertentu dan perbuatan
tertentu. Menimbulkan hubungan hukum “koordinasi”,
artinya kedudukan hukum yang sama/ sejajar antara
pihak yang satu dan pihak yang lain.
Perjanjian kerja
Pasal 1601a jo. Pasal 1601d, Pasal 1603z KUH Perdata:
Pekerja (pembantu Pengusaha) berkewajiban
melaksanakan pekerjaan yang dibebankan oleh majikan
(pengusaha), dan majikan (pengusaha) berkewajiban
membayar upah yang telah disetujui oleh kedua belah
pihak. Menimbulkan hubungan hukum “ sub ordinasi”
artinya kedudukan hukum yang tidak sama/ tidak
sejajar antara majikan dan pekerja.
Perjanjian Pemborongan Pekerjaan (Pasal 1601b jo
Pasal 1604 s/d 1617 KUH Perdata). Pemborong
mengikatkan diri untuk melaksanakan pekerjaan
borongan, dan pihak yang memborong mengikatkan
diri untuk membayar harga borongan yang telah
ditentukan. Menimbulkan hubungan hukum
“koordinasi” artinya kedudukan sama/sejajar antara
pihak pemborong dan pihak yang memborongkan.
Perjanjian Pemberian Kuasa (Buku III Bab XVI Pasal
1792s/d Pasal 1819 KUH Perdata): adalah suatu
perjanjian, dengan mana seseorang memberikan
kekuasaan kepada orang lain, yang menerimanya,
untuk atas nama pemberi kuasa untuk
menyelenggarakan suatu urusan yang menimbulkan
hubungan hukum “koordinasi”

41
Dalam perkembangannya Hukum Dagang, menurut
Pasal 11 Ayat 1 UU No. 8 Tahun 1997 tentang
Dokumen Perusahaan:
Catatan terdiri dari neraca tahunan, perhitungan rugi
laba tahunan, rekening, jurnal transaksi harian, atau
setiap tulisan yang berisi keterangan mengenai hak dan
kewajiban, serta hal-hal lain yang berkaitan dengan
kegiatan usaha Perusahaan.
Bukti pembukuan terdiri dari warkat-warkat yang
digunakan sebagai dasar pembukuan yang
mempengaruhi perubahan kekayaan, utang dan modal.
Data pendukung adminstrasi keuangan yang
merupakan bagian dari bukti pembukuan.
Menurut UU NO. 3 Tahun 1982 Tentang Wajib Daftar
Perusahaa adalah: daftar cacatan resmi yang diadakan
menurut atau berdasarkan ketentuan Undang-Undang
ini dan atau peraturan-peraturan pelaksanaan dan
memuat hal-hal yang wajib didaftarkan oleh setiap
Perusahaan serta disahkan oleh pejabat yang berwenang
dari Kantor Pendaftaran Perusahaan.
Wajib Daftar Perusahaan dengan tujuan sbb:
1. Melindungi Perusahaan yang jujur;
2. Melindungi masyarakat atau konsumen;
3. Mengetahui perkembangan dunia usaha;
4. Memudahkan pembinaan, pengarahan, dan
pengawasan.
Maka dengan demikian setiap Perusahaan termasuk
Perusahaan Asing yang berkedudukan dan
menjalankan usahanya di wilayah Negara RI dan telah
memiliki izin, wajib didaftarkan.

Perusahaan
Setiap Perusahaan termasuk Perusahaan Asing yang
berkedudukan dan menjalankan usahanya di wilayah

42
Negara RI dan telah memiliki izin, wajib didaftarkan
dalam Daftar Perusahaan. Perusahaan meliputi sbb:
PT, Koperasi, Persekutuan Komanditer (CV), Firma
(fa), Perusahaan Perseorangan lainnya yang
melaksanakan kegiatan usaha dengan tujuan
memperoleh keuntungan dan atau laba.
Bentuk-Bentuk Perusahaan:
Berhubung dengan pesatnya perkembangan
perdagangan di tanah air, maka banyak dari kalangan
pengusaha kalau tidak bertindak sendiri mereka
mendirikan persekutuan-persekutuan atau perseroan-
perseroan. Persekutuan-persekutuan itu dapat berupa
Perseroan Firma, Perseroan Komanditer, ataupun
Perseroan Terbatas.
Bentuk-bentuk Perusahaan
1. Firma (fa) Koperasi
2. Persekutuan Komanditer ( Comanditair Vennot
schaap/ CV)
3. PT
4. Koperasi
5. Perusahaan Perseorangan lainnya yang
melaksanakan kegiatan usaha dengan tujuan
memperoleh keuntungan dan atau laba.
Dalam pengertian Perusahaan, maka setiap pengusaha
bertindak secara terus menerus dan terang-terangan.
Bertindak terang-terangan berarti: tindak tindakan
pengusaha harus dapat diketahui oleh pihak ketiga, oleh
umum dengan cara melakukan pengumuman-
pengumuman dengan cara tertentu, oleh karena itu
menurut KUHD diharuskan tunduk kepada peraturan-
peraturan mengenai pengumuman.
1. Perseroan Firma (Fa= Firma, VOF=Vennoot
schap Onder Firma) 1 adalah satu bentuk
perusahaan yang diatur bersama-sama dengan

43
Perseroan Komanditer dalam bagian II dari Bab III
Kitab I KUHD dari Pasal 16 s/d Pasal 35.
Perkataan Firma sebenarnya berarti nama yang
dipakai untuk berdagang bersama-sama. Nama
suatu Firma adalakanya diambil dari nama
seseorang yang turut menjadi pesero pada Firma itu
sendiri, tetapi dapat juga nama itu diambil dari nama
orang yang bukan pesero. Di belakang nama
bersama itu sering kita lihat perkataan co atau cie: co
adalah singkatan dari compagnon yang berarti
kawan dan yang dimaksud ialah orang yang turut
berusaha. Cie adalah singkatan dari compagnie,
yang sebetulnya berati kelompok yang dimaksud
orang atau orang-orang yang bersama-sama
mempunyai perusahaan itu.
Menurut pasal 17 KUHD: Setiap anggota Firma
tanpa kecuali berhak untuk bertindak atas nama
VOF, mengeluarkan dan menerima uang, mengikat
anggota-anggota Firma lainnya pada pihak ketiga
dan mengikat pihak ketiga pada anggota-anggota
Firma. Dalam hubungan ekstern para anggota Firma
dengan pihak ketiga berlainan sekali dari
perhubungan keluar dari Perseroan. Karena
anggota-anggotanya yang bertindak hanya mengikat
dirinya sendiri pada pihak ketiga, kecuali apabila ia
memperoleh kekuasaan penuh, sedangkan mengenai
tanggung jawab, Pasal 18 KUHD : tiap-tiap anggota
perseroan, secara tanggung menanggung
bertanggung jawab untuk seluruhnya atas segala
perikatan dari perseroan Firma. Dalam hubungan
intern sama dengan hubungan maatschap
(Perseroan) kecuali apabila akte pendirian Firma
menentukan sendiri aturan lain. Seperti Perseroan,
Firma adalah bukan merupakan Badan Hukum,

44
sehingga pihak ketiga tidak berhubungan dengan
perseroan Firma, sebagai satu kesatuan melainkan
sebagai anggota sendiri-sendiri.
Pasal 22 KUHD: tiap-tiap Perseroan Firma harus
didirikan dengan Akte Otentik, diperlukan Akte
Notaris (Pasal 1816 KUHS) lawan Akte Otentik
adalah Akte dibawah tangan.
Prosedur Pendirian:
a. Adanya akta pendirian Persekutuan yang
dipersyaratkan dengan Akta Authentik
(Anggaran Dasar Persekutuan Firma) yang dibuat
oleh atau di hadapan notaris. Akan tetapi
pendirian Persekutuan Firma dapat saja tanpa
Akte Authentik, sebab tak ada keharusan untuk
itu. Akan tetapi untuk kepentingan pihak ketiga
Akta tersebut tetap saja diperlukan (Pasal 22
KUHD)
b. Akta Pendirian tersebut harus didaftarkan di
Kepaniteraan Pengadilan Negeri, dalam daerah
Hukum dimana Perekutuan Firma berdomisili
(Pasal 23 KUHD)
c. Setelah dilakukan Pendaftaran, Akta Pendirian
tersebut diumumkan dalam Berita Negara RI
(Pasal 28 KUHD)
d.Selama Pendaftaran dan Pengumuman itu belum
berlangsung, maka terhadap pihak ketiga
Persekutuan Firma harus dianggap sbb:
Menjalankan segala urusan perniagaan, didirikan
untuk waktu tidak terbatas, tidak ada sekutu yang
dikecualikan untuk bertindak dan
menandatangani surat bagi Persekutuan Firma
(Pasal 29 KUHD).
Berakhirnya Firma diatur dalam Pasal 1646 s/d
1652 KUH Perdata sbb:

45
a. Lampaunya waktu di mana Persekutuan Perdata
didirikan.
b. Musnahnya barang atau telah diselesaikannya
usaha yang menjadi tugas pokok Persekutuan
Perdata.
c. Kehendak dari seseorang atau beberapa orang
sekutu.
d. Salah seorang sekutu meninggal dunia atau
dibawah pengampu atau dinyatakan pailit.

2. Comanditaier Vennoot schap (CV)


Perseroan komanditer (CV= Comanditaier
Vennootschap atau Partnership with sleeping
Partners). Pasal 19 KUHD: Perseroan Komanditer
adalah suatu Perseroan untuk menjalankan suatu
Perusahaan yang dibentuk antara satu orang atau
beberap orang pesero yang secara tanggung
menanggung bertanggung jawab untuk seluruhnya
(tanggung jawab solider) pada satu pihak, dan satu
orang atau lebih sebagai pelepas uang (geldschieter)
pada pihak yang lain.
Menurut KUHD Perseroan Komanditer tidak
bertindak dimuka umum, para pesero bertindak
dibelakang layar disebut anggota pasif atau
komanditaris, yang juga disebut sleeping partners
(stille vennoot),
Sedangkan anggota yang bertindak keluar adalah
anggota aktif yang disebut pengurus atau pengurus
pemimpin atau juga disebut Komplementaris.
Sedangkan pembagian untung rugi diatur dalam
peraturan Komanditer.
Prosedur Pendirian
Dalam KUHD tidak ada aturan tentang pendirian
pendaftaran, maupun pengumumannya. Sehingga

46
Persekutuan Komanditer dapat diadakan
berdasarkan Perjanjian dengan lisan atau sepakat
para pihak saja (Pasal 22 KUHD).
Praktiknya di Indonesia untuk mendirikan
Persekutuan Komanditer dengan dibuatnya Akta
Pendirian/ berdasarkan Akta Notaris, didaftarkan di
Kepaniteraan Pengadilan Negeri yang berwenang
dan diumumkan dalam Tambahan Berita Negara RI,
sama dengan Prosedur mendirikan Persekutuan
Firma seperti yang dipaparkan diatas.
Berakhirnya Persekutuan
Persekutuan Komanditer pada hakikatnya
Persekutuan Perdata (Pasal 16 KUHD). Dengan
demikian berakhirnya Persekutuan Komanaditer
sama dengan seperti berakhirnya Persekutuan
Perdata dan Persekutuan Firama (Pasal 1646 s/d
1652 KUH Perdata).

3. Perseroan Terbatas (PT) atau Naamloze


Vennootschap (NV) atau Company Limmited By
Shares (Ltd).
Perseroan Terbatas adalah suatu Badan Hukum
berarti PT dapat melakukan perbuatan-perbuatan
hukum seperti seorang manusia dan dapat pula
mempunyai kekayaan atau utang (ia bertindak
dengan perantaraan pengurusnya).
Cara mendirikan PT dengan Akta Notaris (pasal
38 ayat (1) yo pasal 36 ayat (2) KUHD).
Macam-macam Perseroan Terbatas :
1) Perseroan Terbatas Tertutup adalah perseroan
dalam mana tidak setiap orang dapat ikut serta
dalam modalnya dengan membeli satu atau
beberapa saham.

47
2) Perseroan Terbatas Terbuka: PT yang terbuka
untuk setiap orang, dapat ikut serta dalam
modalnya dengan membeli satu/ lebih surat
saham lazimnya tidak tertulis atas nama.
3) Perseroan Terbatas Umum : perseroan terbuka
yang kebutuhan modalnya didapat dari umum
dengan jalan dijual Sahamnya dalam bursa, orang
yang ikut serta dalam modal perseroan hanyalah
mempunyai perhatian pada kurs saham.
4) PT Perseorangan: tidak mungkin didirikan oleh
satu orang saja, karena perseroan merupakan
suatu Perjanjian hanya mungkin dilakukan oleh
dua orang, tetapi mungkin semua Saham jatuh
pada satu tangan sehingga hanya hanya ada satu
pemegang Saham yang menjadi Direktur.
Pemegang Saham : mereka yang ikut serta dalam
modal perseroan dengan membeli satu atau lebih
Saham-saham. Hak pemegang Saham: menerima
deviden, mengunjungi RUPS (Rapat umum
pemegang saham), mengeluarkan suara pada rapat-
rapat PT, mendapat pembayaran kembali Saham
yang telah dibayar penuh, jika perseroan dibubarkan.
Saham : adalah suatu tanda masuk ikut serta dalam
modal perseroan.
Deviden: pembagian keuntungan kepada para
pemegang Saham dilakukan dengan memberi
deviden kepada merDalam Perkembangannya
menurut UU No. I Tahun 1995 tentang Perseroan
Terbatas Pasal 1 Ayat (1): Badan Hukum yang
didirikan berdasarkan Perjanjian, melakukan
kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya
terbagi dalam Saham dan memenuhi persyaratan
yang ditetapkan dalam UU ini serta peraturan
pelaksanaannya.

48
Maka Perseroan Terbatas sebagai kumpulan
(akumulasi) modal yang mengandung karakteristik
sbb:
Badan Hukum dapat dilihat dari ciri-ciri antara
lain:
a. Pengesahan dari Menteri Kehakiman dan HAM,
apabila Perseroan Terbatas (PT) belum ada
pengesahan maka statusnya belum sebagai Badan
ukum dan segala tanggung jawab dan
kewajibannya sama halnya dengan Persekutuan
Firma.
b. Perseroan Terbatas merupakan bentuk organisasi
yang teratur, ada RUPS, Direksi, dan Komisaris,
c. Dapat melakukan hubungan hukum sendiri, atas
nama Perseroan
d. Mempunyai tujuan tersendiri yaitu mencari
keuntungan.

Dasar Hukum
UU No. 1 Tahun 1995 yang diundangkan tanggal 7
Maret 1995 dan mulai berlaku pada tanggal 7 Maret
1996 tentang Perseroan Terbatas. Maka Pasal 36/ 56
KUHD yang menjadi Dasar Hukum NV (Naamloze
Vennootschap) adalah untuk menyebut PT pada
Zaman Belanda, tidak lagi menjadi Dasar Hukum
Persroan Terbatas (sebenarnya NV tidak selalu
sama dengan Perseroan Terbatas). Meskipun
demikian bagi Perseroan Terbatas yang sudah
disahkan sebelum berlakunya Undang-Undang ini
sepanjang tidak bertentangan dengan Anggaran
Dasar, dapat tetap berlaku. Sementara Perusahaan
telah didirikan dan disahkan (KUHD) harus
menyesuaikan diri dalam 2 (dua) tahun sejak tanggal
berlakunya Undang-Undang ini.

49
Hukum Dagang adalah Hukum Perikatan (KUH
Perdata) yang timbul khusus dari lapangan
Perusahaan, yang disebut urusan Perusahaan
(handelszaak). Pengertian urusan perusahaan,
adalah: segala sesuatu yang berwujud benda maupun
yang bukan benda, yang termasuk dalam lingkungan
Perusahaan tertentu contohnya sbb:
1. Gedung-gedung,
2. Mebel\ alat-alat kantor,
3. Mesin-mesin,
4. Buku barang-barang dagangan,
5. Piutang,
6. Nama perusahaan,
7. Merek,
8. Patent,
9. Goodwill,
10. Utang,
11. Relasi,
12. Langganan,
13. Rahasia Perusahaan.

Seperti dipahami, Kontrak adalah Undang-undang


bagi para pihak yang membuatnya. Para pelaku
(pedagang) atau stakeholders dalam Hukum
Perdagangan Internasional, mereka menuangkan
dalam perjanjian-perjanjian tertulis (kontrak). Oleh
karena itu kontrak sangat esensial. Dengan
demikian kontrak berperan sebagai sumber hukum
yang perlu dan terlebih dahulu mereka jadikan acuan
penting dalam melaksanakan hak dan kewajiban
mereka dalam perdagangan internasional.

50
Selanjutnya akan dipaparkan mengenai perjanjian,
perlu diketahui lebih dahulu Perjanjian (kontrak).
Karena dalam Perusahaan dalam kegiatan sehari-hari
tak lepas dari awal terlebih dulu dimulai dengan
dengan Perjanjian (kontrak). Hukum Dagang
terletak dalam hukum perikatan atau hukum
Perjanjian atau Kontrak merupakan sumber
utama dan terpenting yang dibuat para pedagang
sendiri. Maka bab selanjutnya akan dipaparkan
mengenai Perjanjian (Kontrak)

51
BAB III
PERJANJIAN (KONTRAK)

A 1. Apakah Perjanjian ?
Sebelum mengetahui apakah perjanjian, terlebih dulu
mengetahui, bahwa hukum itu terdapat di seluruh
dunia, asal ada masyarakat manusia.. Adagium yang
mengatakan, “ ubi societas ibi ius” yang berarti
dimana ada masyarakat, disitu ada hukum. Telah
menjadi anggap umum sekarang ini, bahwa hukum itu
terdapat di seluruh dunia, asal ada masyarakat manusia.
Karena sebelumnya masih ada anggapan bahwa seakan-
akan hukum itu hanya terdapat dalam masyarakat yang
telah beradab.
Menurut Roscoe Pound: Hukum itu adalah lembaga
kemasyarakatan untuk memenuhi kehidupan sosial.....”,
maka kita akan berkesimpulan bahwa: hukum itu
terdapat pada setiap masyarakat, karena setiap
manusia perlu mengatur hubungan antar manusia yang
tertentu. Kebutuhan inilah yang akan menentukan
bagaimana corak hukumnya. Sehingga di mana corak
sosiologi budaya suatu masyarakat menunjukkan
persamaan, disitu kemungkinan besar sistim hukumnya
akan menunjukkan ciri-ciri yang kurang lebih sama.
Akibatnya persamaan-persamaan yang ditemukan di
dalam sistim hukum yang berbeda itu akan kita bawa
pada pengertian yang lebih dalam tentang masalah-
masalah yang sebenarnya menjadi obyek Filsafat
Hukum, karena persamaan-persamaan tersebut akan
menjelaskan kepada kita apa yang sebenarnya
merupakan inti dan hakikat permasalahan yang hendak
diatur oleh pranata hukum yang bersangkutan.

52
Dalam Hukum Nasional kita perjanjian atau kontrak
adalah undang-undang bagi pihak yang membuatnya.9
Oleh karena itu perjanjian atau kontrak sangat esensial,
kontrak berperan sebagai sumber hukum yang perlu dan
terlebih dahulu mereka jadikan acuan penting dalam
melaksanakan hak dan kewajiban mereka.
Apakah Hukum Perjanjian (Kontrak ) Nasional
Sebagai Sumber Hukum ?
Dalam Hukum Nasional kita Perjanjian atau kontrak
adalah Undang-undang bagi pihak yang membuatnya.10
Oleh karena itu Perjanjian atau kontrak sangat esensial,
kontrak berperan sebagai Sumber Hukum yang perlu
dan terlebih dahulu mereka jadikan acuan penting
dalam melaksanakan hak dan kewajiban mereka.
Hukum Perjanjian terdapat dalam Buku III KUHPerdata
tentang Hukum Harta Kekayaan (vermogenrecht).
Hukum Perdata dibagi menjadi 4 bidang hukum:
1. Hukum Perseorangan (personenrecht),
2. Hukum Keluarga (familierecht), yang terdiri dari
hukum perkawinan dan hukum hubungan keluarga,
3. Hukum Warisan,
4. Hukum Harta Kekayaan (vermogenrecht) yang
terdiri dari :
a. Hukum Kebendaan (zakenrecht), dan
b. Hukum Perikatan (verbintenissenrecht) dalam
hukum inilah terdapat Hukum Dagang. Hukum
Dagang terletak dalam Hukum Perikatan, yang
khusus timbul dari lapangan perusahaan.
Perikatan-perikatan itu ada bersumber dari
perjanjian dan ada yang bersumber dari UU.
Bersumber dari perjanjian: pengangkutan,

9
Adolf Huala, Dasar-dasar Hukum Internasional, Refika Aditama,
Bandung, 2007, hlm 27.
10
Adolf Huala, Dasar-dasar Hukum, Op Cit, hlm 27.

53
asuransi, jual beli perusahaan, makelar
komisioner, wesel, cek.
Definisi Suatu Persetujuan adalah suatu perbuatan
yang terjadi antara satu orang atau lebih mengikatkan
dirinya terhadap orang lain atau lebih (pasal 1313 KUH
Perdata). Perikatan itu ada bersumber dari perjanjian
(pasal 1313 s/d pasal 1352 KUHPerdata).
Perjanjian (Overeenkomst): perbuatan hukum antara
dua pihak atau lebih, di mana salah satu pihak atau
kedua belah pihak atau para pihak berjanji atau saling
berjanji, untuk memberi sesuatu, berbuat sesuatu, atau
tidak berbuat sesuatu.
Agar supaya perjanjian yang dibuat itu sah menurrut
hukum, maka menurut pasal 1320 KUH Perdata
memenuhi syarat-syarat sahnya Perjanjian:
a. Sepakat untuk mengikatkan diri
b. Cakap untuk membuat suatu perikatan
c. Suatu hal tertentu
d. Suatu sebab yang halal.
Pasal 1320 ayat (1), sepakat atau juga dinamakan
perizinan dimaksudkan bahwa kedua subyek yang
mengadakan Perjanjian itu harus bersepakat, setuju
atau seia sekata mengenai hal-hal yang pokok dari
Perjanjian yang diadakan itu. Apa yang dikehendaki
oleh pihak yang satu, juga dikehendaki oleh pihak yang
lain. Mereka menghendaki sesuatu yang sama secara
bertimbal balik : sipenjual menginginkan sejumlah
uang, sedang sipembeli menginginkan sesuatu barang
dari sipenjual.
Asas Konsensualitas ialah pada dasarnya Perjanjian
dan Perikatan yang timbul karenanya sudah dilahirkan
sejak detik tercapainya kesepakatan. Dengan perkataan
lain Perjanjian sudah sah apabila sudah sepakat
mengenai hal-hal yang pokok dan tidak diperlukan

54
sesuatu formalitas. Consensus yang berarti sepakat.
Syarat pertama dan kedua disebut syarat subyektif,
sedangakan syarat ketiga dan keempat syarat obyektif.
Kalau syarat subyektif tidak dipenuhi maka perjanjian
dapat dibatalkan, sedangakan apabila syarat obyektif
tidak tipenuhi maka perjanjian batal demi huku
Jenis-jenis Perjanjian
Perjanjian dapat dibedakan menurut berbagai cara
sebagai berikut:
a. Perjanjian timbal balik
b. Perjanjian Cuma-Cuma dan perjanjian atas beban
c. Perjanjian bernama (benoemd, specified) dan
perjanjian tidak bernama (onbenoemd,un specified).
d. Perjanjian campuran (contractus sui generis)
e. Perjanjian kebendaan (zakekelijke overeenkomst)
f. Perjanjian konsensual dan perjanjian riil
g. Perjanjian-perjanjian yang istimewa sifatnya.
Siapakah subyek Perjanjian?
Pihak-pihak yang terikat dengan suatu perjanjian,
KUHPerdata membedakan tiga golongan yang
tersangkut pada perjanjian yaitu:
a. Para pihak yang mengadakan perjanjian itu sendiri
b. Para ahli waris mereka dan mereka yang mendapat
hak daripadanya
c. Pihak ketiga.

2 Teori Perjanjian.11
Perlu pemahaman tentang Hukum Kontrak (Perjanjian)
dari suatu Sistem Hukum para pihak (contohnya dalam
hal ini Hukum Nasional Indonesia). Pemahaman
tentang hukum nasional (Indonesia) ini relevan karena
Hukum Nasional merupakan salah satu Sumber Hukum

11
Cindawati, Cara Praktis Mengenal Hukum Surat Berharga, Putra
Penuntun, 2011, hlm. 3

55
utama yang dipilih oleh para pihak untuk mengatur
kontrak. Istilah yang digunakan dalam choice of law,
governing law, atau hukum yang dapat digunakan
dalam kontrak (The Law applicable to the contract).
Sumber Hukum perdagangan internasional merupakan
sumber yang utama dan terpenting, seperti perjanjian
atau kontrak adalah undang-undang bagi pihak yang
membuatnya.12 Oleh karena itu perjanjian atau kontrak
sangat esensial, kontrak berperan sebagai sumber
hukum yang perlu dan terlebih dahulu mereka jadikan
acuan penting dalam melaksanakan hak dan kewajiban
mereka dalam perdagangan internasional. Esensi
kontrak adalah sekumpulan janji yang dapat dipaksakan
pelaksanaannya.13
Dalam Hukum Kontrak kita mengenal penghormatan
dan pengakuan terhadap prinsip konsensus dan
kebebasan berkontrak para pihak diserahkan kepada
para pihak dan hukum menghormati kesepakatan ini
tertuang dalam perjanjian.
Meskipun kebebasan para pihak sangat esensial, namun
kebebasan tersebut ada batas-batasnya. Ia tunduk pada
berbagai pembatasan yang melingkupinya.
Pertama, pembatasan kebebasan tersebut tidak boleh
bertentangan dengan undang-undang, dan dalam tarif
tertentu dengan ketertiban umum, kesusilaan dan
kesopanan.
Kedua, status kontrak itu sendiri, kontrak dalam
perdagangan internasional tidak lain adalah kontrak
nasional yang ada unsur asingnya.14 Artinya kontrak
paling tidak tunduk dan dibatasi oleh hukum nasional

12
Adolf Huala, Dasar-dasar Hukum, Op Cit, hlm 27.
13
Syahmin A.K., Hukum Kodrat, Op Cit, hlm 17.
14
Sudargo Gautama, Kontrak Dagang Internasional, Alumni, Bandung,
1976, hlm 65.

56
(suatu negara tertentu).15 Hukum itu adalah peraturan-
peraturan yang bersifat memaksa, yang menentukan
tingkah laku manusia dalam lingkungan masyarakat,
yakni dibuat oleh badan-badan resmi yang berwajib,
pelanggaran terhadap peraturan-peraturan tadi
berakibat diambilnya tindakan yaitu dengan hukum
tertentu.16
Ketiga, pembatasan mengikat para pihak adalah
kesepakatan atau kebiasaan dagang yang sebelumnya
dilakukan para pihak yang bersangkutan. Daya
mengikat kesepakatan-kesepakatan sebelumnya ini
meskipun tidak tertulis, tetapi mengikat.

3 Apakah Perjanjian Pengangkutan?


Soal Pengangkutan merupakan hal penting bagi
perdangangan. Perjanjian Pengangkutan adalah:
suatu perjanjian di mana satu pihak menyanggupi untuk
dengan aman membawa orang atau barang dari satu
tempat kelain tempat. Sedangkan pihak lain
menyanggupi akan membayar ongkosnya. Menurut
UU, seseorang pengangkut hanya menyanggupi untuk
melaksanakan pengangkutan saja. Jadi tidak perlu ia
sendiri mengusahakan sebuah alat pengangkutan.
Meskipun pada umumnya ia sendiri yang
mengusahakan.
Selanjutnya menurut Undang-Undang ada perbedaan
antara seseorang pengangkut dengan seorang
expedidur, yang hanya memberikan jasa-jasa dalam
soal pengirimana barang. Pada hakikatnya mereka
hanya merupakan perantara antara orang yang hendak

15
Michelle Sanson, Essential International Trade Law, Cavendish,
Sidney, 2002, p 7.
16
C.S.T. Kansil, Modul Hukum Dagang, Djambatan Jakarta, 2001, hlm 1.

57
mengirimkan barang dengan orang yang akan
mengangkutnya.
Di Indonesia Bill of lading adalah Konosemen atau
surat muatan kapal (bill of lading) diartikan sebagai
Konosemen diatur dalam Pasal 506 KUHD.
Konosemen surat dari nahkoda atau maskapai
pelayaran yang berisikan : atas dasar surat yang
diterima dari pengirim barang kemudian barang itu
diterimanya dan oleh maskapai itu akan dikirim kepada
yang berhak seperti alamat yang tercantum, konosemen
yang sudah ditandatangani oleh yang berhak dapat
diperjual belikan, pada konosemen harus ada
pernyataan tentang syarat-syarat tertentu yang harus
dipenuhi (pasal 347).17
Konosemen (bill of lading) berfungsi sebagai tanda
kepemilikan barang yang dikapalkan. Oleh karena itu
apabila penjual (eksportir) terdesak kebutuhan dana
dan tidak dapat menunggu saat pembayaran dari
pembeli (importir) diluar negeri, mereka dapat
“menjual” (negotiable) konosemen (bill of lading)
barang yang mereka ekspor kepada bank atau lembaga
keuangan non bank dengan diskonto.18
Bagaimanakah dengan ongkos Pengangkutan?
Biasanya ongkos Pengangkutan dibayar oleh si
pengirim barang. Tetapi adakalanya dibayar oleh orang
yang dialamatkannya. Dengan demikian si pengangkut
selalu berhak menuntut pembayaran ongkos
pengangkutam itu pada kedua-duanya, baik pada si
pengirim maupun pada sipenerima barang.

17
.Pasal 347 KUHD
18
Siswanto Sutojo, Membiayai Perdagangan Ekspor Impor, Jakarta:
Damar Mulia Pustaka, 2001, hal 116.

58
Dimanakah Pengangkutan diatur?
Pengangkutan diatur dalam BW dalam pasal-pasal
Hukum Perjanjian dan Peraturan-peraturan khusus
yang melindungi kepentingan umum dan membatasi
kemerdekaan dalam hal membuat perjanjian
pengangkutan. Dengan cara meletakkan berbagai
kewajiban pada pihak si pengangkut.
Dalam hal Pengangkutan di laut dengan kapal dibuat
sepucuk surat yang namakan konosemen
(cognosement) yaitu: sepucuk surat yang bertanggal,
yang ditanda tangani oleh nakhoda atau oleh seorang
pegawai pelayaran atas nama si pengangkut (maskapai
pelayaran), yang menyatakan sipengangkut telah
menerima barang-barang tertentu untuk diangkut ke
tempat yang ditunjuk dan diserahkan pada orang yang
dialamtkan.
Melihat bentuk dan isinya dapat dikatakan bahwa
konosemen adalah: suatu pengangkutan berutang dari
pihak si pengangkut. Orang yang mengirimkan barang
menerima dua lembar surat konosemen tersebut.
Sehingga ia memegang suatu tanda bukti tentang
Piutangnya terhadap si
pengangkut. Yang berupa “hak” untuk menuntut
diterimanya barang-barang yang disebut dalam surat
tersebut.
Dalam perdagangan Internasional, surat konosemen
merupakan barang perdagangan. contohnya sengan
Surat wesel. Demikian juga barang-barang yang masih
berada dalam dalam pelayaran sudah dapat
diperdagangkan. Surat konosemen dapat ditulis atas
nama orang yang mengirimkan atau atas nama orang
yang harus menerima barang-barang itu atau sebagai

59
Surat Tunjuk. Jadi siapa saja yang
memperlihatkannya.19

Konosemen, charter party juga merupakan Surat


Berharga20
Cater party : surat berharga yang memuat kata
charter-party, yang membuktikan tentang adanya
perjanjian pencarteran kapal, sipenandatangan
mengikatkan diri untuk menyerahkan sebagian atau
seluruh ruangan kapal kepada pencarter untuk
dioperasikan, sedangkan pencarter mengikatkan diri
untuk membayar uang carter.
Pencarteran kapal: jika seorang pedagang hendak
mengirimkan sejumlah besar barang-barangnya. Maka
sering ia memborong pemakain sebuah kapal untuk
seluruhnya atau sebagian guna melakukan
pengangkutan barang-barang itu. Perjanjian yang
dibuatnya dengan maskapai Pelayaran, dinamakan
bevrachtings overeekomst. Perjanjian itu pada
hakikatnya adalah perjanjian sewa menyewa kapal.
Pihak yang menyediakan kapal dinamakan
vervrachter dan pihak yang memborong pemakaian
kapal dinamakan bevrachter.
Menurut Undang-undang ada dua macam perjanjian
Pemborongan pemakaian kapal sebagai berikut:
1. Pemborongan untuk suatu waktu (tijdbevrachting):
kapal disediakan untuk dipakai oleh si pemborong
selama suatu waktu tertentu menurut kehendak si
pemborongnya. Jumlah uang sewa ditetapkan
menurut waktu, contohnya satu juta rupiah atau satu
hari atau seribu rupiah per bruto tiap hari.

19
C.s.t. Kansil, Chriostine S.t. Kansil, Modul hukum Dagang,
Djambatan, Jakarta, 2001, hlm 346
20
Cindawati, Cara Praktis Mengenal.......,Op Cit, hlm 8.

60
2. Pemborongan untuk suatu perjalanan
(reisbevrachting): seorang pemilik atau pengusaha
kapal menyediakan sebuah kapal untuk seluruhnya
atau sebagian untuk satu atau beberapa perjalanan
dengan tidak mengingat dan tidak diperjanjikan
berapa lama waktu yang diperlukan untuk
melakukan perjalanan.
Apakah kerugian di laut ?
Pelayaran di laut menghadapi bermacam-macam
bahaya, contohnya: bencana alam, pembajakan laut,
atau penyitaan oleh negeri musuh. Dalam keadaan
demikian sering kali nakhoda terpaksa mengorbankan
barang-barang muatan. Contohnya: dengan
membuangnya kelaut, atau juga terpaksa membayar
sejumlah uang lepasan kepada bajak-bajak laut dengan
maksud untuk menyelamatkan kapal-kapalnya.
Berhubung dengan kemungkinan tersebut oeh UU
telah ada peraturannya: tentang Averij ialah : segala
pengeluaran atau biaya luar biasa untuk
menyelamatkan kapal dengan semua muatannya
ataupun untuk menyelamatkan semacam barang
tertentu. Adakalanya biaya yang telah dikeluarkan atau
kerugian yang telah diderita itu harus dipikul bersama-
sama oleh si pemilik kapal, si pengangkut barang
(vervrachter) dan si pengirim barang (bevrachter).
Apa yang dimaksud Surat laut?
Surat laut ialah: surat artau dokumen yang dapat
menunjukkan tanda kebangsaan darikapal tersebut, dan
hanya diberikan kepada kapal laut yang besarnya di
bagian dalam sekitar 500 m3 bruto, yang bukan kapal
laut nelayan dan bukan juga suatu kapal pesiar. Surat
Laut diberikan oleh: Direktorat Perhubungan Laut
Departemen Perhubungan RI.

61
Apa yang dimaksud dengan Surat Pas Kapal?
Surat Pas Tahunan hanya diberikan kepada kapal yang
besar bagian dalamnya 20 m3 atau lebih kurang dari
500 m3
Surat Pas Kecil diberikan kepada Kapal Nelayan dan
Kapal Pesiar yang besar bagian dalamnya 20 m3 ke
bawah.
Bagaimanakah Pendaftaran kapal dan akibat
hukumnya?
Membeli , membuat dan memiliki kapal haruslah
tunduk kepada ketentuan UU. Salah satunya kewajiban
untuk mendaftarkan kapal. Pasal 314 KUHD
menyatakan bahwa kapal-kapal Indonesia yang
minimum besarnya dalam 20 m3 harus didaftarkan
pada Kantor Pendaftaran Kapal. Kapal yang telah
didaftarkan mendapat hak dan kewajiban, contohnya:
hak untuk beroperasi dan kewajibannya harus tunduk
kepada seluruh peraturan yang dikeluarkan.
Departemen Perhubungan cq Ditjen Perhubungan Laut
serta ketentuan-ketentuan dari Pengusaha Pelabuhan.
Kapal yang berukuran 20 m3 dapat dijadikan jaminan
untuk memperoleh sejumlah kredit.
Oleh kareana itu Konosemen : Surat berharga yang
memuat kata konosemen atau bill of lading, yang
merupakan “tanda bukti penerima barang” dari
pengirim, ditandatangani oleh pengangkut dan yang
memberikan “hak” kepada pemegangnya untuk
menuntut penyerahan barang-barang yang disebut
dalam konosemen itu.

4 Bagaimana tentang kebangsaan kapal?


Sebuah Kapal mempunyai Kebangsaan seperti juga
seorang manusia. Ia mempunyai kebangsaan dari
negeri tempat ia telah didaftarkan. Selanjutnya sebuah

62
kapal menurut Hukum Internasional dianggap sebagai
suatu bagian dari tanah negeri asalnya. Sehingga
segala sesuatu yang terjadi di atas sebuah kapal Inggris
harus dianggap seperti terjadi di negeri Inggris dan
karenanya dikuasai oleh hukum negeri tersebut.
Apakah Kekuasaan Nakhoda Kapal?
Selama Pelayaran, Nakhoda diberikan kekuasaan
sebagai seseorang pegawai atau pejabat umum.
Contohnya: ia dapat berlaku sebagai notaris atau
pegawai Pencatatan Sipil. Sehingga seorang
Penumpang kapal dapat membuat Surat wasiat atau
melakukan Perkawinan di hadapannya atau
melaporkan Kelahiran anak padanya.
Nakhoda diwajibkan memegang sebuah buku harian
(journal) dimana harus dicatat segala kejadian yang
penting dikapalnya. Jika kapalnya akan memasuki
suatu pelabuhan dan menurut adat kebiasaan atau
peraturan di situ harus dipakai seorang petunjuk jalan
(loods). Maka nakhoda diwajibkan memakai seorang
petunjuk jalan.
Suatu Pengangkutan di Darat : jika orang-orang
mengirimkan barang- dalam barang dengan angkutan
di darat. Contohnya: kereta api.. lazimnya memuat
barang-barang yang diangkut, biaya pengangkutan dan
namanya orang yang dialamtkan. Surat Pengangkutan
tersebut sebetulnya tidak lain dari pada “sepucuk
surat pengantar”
Untuk Pengangkutan di darat, suatu peraturan dalam
Stbl. 1933-86, yang memberikan peraturan lalu lintas
di jalan-jalan umum. Mengenai Tanggung Jawab
seorang Pengangkut menurut Pasal 28 Ayat (1) bahwa:
seorang pemilik atau pengusaha sebuah kendaran
umum bertanggung jawab untuk tiap kerugian yang
diderita oleh seorang penunpang atau kerusakan pada

63
barang yang diangkut, kecuali jika ia dapat
membuktikan bahwa kerugian dan kerusakan itu tidak
disebabkan oleh kesalahannya atau orang-orang yang
bekerja padanya.
Dengan kata lain tiap kerugian yang timbul karena
Pengangkutan, oleh UU dianggap sebagai akibat
kelalaian pihak si pengangkut, yang memberikan hak
pada pihak si penumpang atau pengirim barang untuk
menuntut penggantian kerugian itu.
Perkembangan Hukum Perjanjian (Kontrak) Bisnis
Internasional Dipacu oleh Transaksi Perdagangan
Internasional. 21
Kontrak Berstandar Menjawab Tuntutan Bisnis
Internasional Yang Butuh Kecepatan dan Akurasi.
Apabila Transaksi Bisnis Internasional dewasa ini
dilihat dari alur perkembangannya dan Indonesia
berada didalamnya, maka jelas tercermin benang hijau
seperti di bawah ini.
1. Hukum Dagang Internasional bagi Indonesia
termasuk Hukum Dagang, Hukum Dagang negara-
negara yang dalam Kontrak Bisnis berpegang pada
Asas Kebebasan Berkontrak (Hukum Ekonomi,
Hukum Pembangunan dan Hukum Dagang
Internasional).
2. Memasuki era Bisnis Internasional hadir Kontrak
Bisnis dengan standar kontrak; Hukum Dagang
Internasional berdasarkan rujukan Konvensi
Internasional; Perdagangan Internasional memasuki
era perdagangan bebas yang diwarnai oleh norma-

21
Cindawati, Asas Keseimbangan dalam Hukum Kontrak Perdagangan
Internasional (Menyongsong Era Perdagangan Bebas), Disertasi,
Program Doktor Ilmu Hukum (DIH), UNPAR, Bandung, 2008, hlm 188.

64
norma Hukum Perdagangan Bebas berdasarkan
World Trade Organization (WTO).22
Mengingat bahwa dalam praktek Bisnis Internasional
yang diaplikasikan Hukum (Perjanjian) Kontrak
Berstandar, maka di bawah ini akan dipaparkan esensi
Perjanjian atau Kontrak Berstandar, sebagai berikut :

Perjanjian Berstandar sebagai Model: Pada masyarakat


kapitalis wajar bila pengusaha besar mengendalikan
perekonomian masyarakat dengan menjual produk atau
jasa yang dihasilkannya berdasarkan model-model
perjanjian yang mengandung syarat-syarat yang
menguntungkan pihaknya.
Syarat-syarat perjanjian yang mereka buat dan
sodorkan kepada konsumen umumnya kurang
mencerminkan rasa keadilan karena konsumen tidak
berhak menawar syarat-syarat yang telah ditentukan
oleh pengusaha. Menawar berarti menolak syarat-
syarat yang ditentukan. Perjanjian perjanjian (baku)
diterima oleh para pengusaha umumnya dan dijadikan
model perjanjian tidak hanya di negara-negara maju,
melainkan juga di negara-negara berkembang sebagai
dasar penerapan prinsip ekonomi yaitu efisiensi dalam
menghadapi tuntutan perkembangan sosial. Dalam
hubungan hukum antara sesama pengusaha, perjanjian
baku hampir tidak menimbulkan masalah apa-apa
karena mereka berpegang pada prinsip ekonomi yang
sama dengan “menerapkan sistem bersaing secara sehat
dalam melayani konsumen.
Tetapi dalam hubungan hukum antara pengusaha dan
konsumen biasa (Common Consumers) justru muncul
permasalahan utama, yaitu kemampuan konsumen

22
Soedjono Dirdjosisworo, Pengantar Hukum Dagang Internasional,
Refika Aditama, Bandung, hlm 22.

65
memenuhi syarat-syarat yang telah ditetapkan secara
baku dan sepihak oleh pengusaha. Dalam hal ini
konsumen harus menerima segala akibat yang timbul
dari perjanjian tersebut walaupun akibat itu merugikan
konsumen tanpa kesalahannya. Di sini konsumen
dihadapkan pada satu pilihan, yaitu menerima dengan
berat hati. 23
Jika pengusaha berpegang pada prinsip hubungan
hukum atas dasar perjanjian baku yang menyenangkan
kedua pihak, maka timbullah hubungan harmonis
antara pengusaha dan konsumen.
Pengusaha dapat dianggap oleh konsumen sebagai
dewa penyelamat kebutuhan ekonominya. Sebaliknya,
jika perjanjian baku itu tidak menyenangkan konsumen,
maka timbullah hubungan tidak harmonis. Pengusaha
dicap oleh konsumen sebagai penindas si lemah yang
dikenal dengan ungkapan “exploitation de I’homme par
I’homme”.
Di negara-negara kapitalis prinsip ini diterapkan
sungguh-sungguh oleh majikan terhadap buruhnya,
oleh tuan tanah terhadap petani penggarapnya, oleh
produsen/ penyedia jasa terhadap konsumennya.
Mereka dipekerjakan dengan upah murah berdasarkan
perjanjian yang lebih menguntungkan majikan
(pengusaha). Mereka membeli barang konsumsi
dengan harga yang ditetapkan oleh produsen
(pengusaha). Bahkan negara pun karena menjunjung
tinggi kebebasan individu warga negaranya tidak berani
membatasi atau mengatur penerapan syarat-syarat baku
karena negara juga berkepentingan menarik pajak yang
tinggi terhadap pengusaha.. Sebagai reaksi terhadap

23
Dalam keadaan seperti ini pelaksana hukum harus berani
mengejawantah Hukum Progresif, untuk mewujudkan keseimbangan
antara yang kuat agar tidak menindas pihak yang lemah.

66
penerapan syarat-syarat baku, timbullah usaha-usaha
pihak buruh atau petani membela kepentingan mereka
yang selalu dirugikan. Mereka membentuk serikat
buruh atau serikat pekerja guna memudahkan
konsolidasi pembelaan hak-hak mereka, setidak-
tidaknya supaya syarat-syarat yang ditetapkan oleh
pengusaha ditulis lengkap, diumumkan, dan organisasi
mereka diberi kesempatan mempelajari secara
sempurna hak-hak mereka yang tercantum dalam
perjanjian itu. Negara pun secara moderat menaruh
perhatian dengan membentuk departemen sebagai
instansi yang menangani masalah hubungan kerja ini.
Namun tetap tidak memecahkan masalah hubungan
antara pengusaha dan konsumen secara perseorangan
secara tuntas. 24

Dalam Teori Perjanjian ini terdapat asas-asas


umum yang diatur dalam Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata (KUHPerdata) yaitu:
1. Asas Personalia (Pasal 1315), personalia disini
adalah : tentang siapa- siapa yang tersangkut dalam
suatu Perjanjian. Menurut Pasal 1315 KUHPerdata :
pada umumnya seseorang tidak dapat mengadakan
Perikatan atau Perjanjian selain untuk dirinya
sendiri, asas tersebut dinamakan Asas Kepribadian
suatu Perjanjian. Mengikatkan diari, ditujukan pada
memikul kewajiban-kewajiban atau menyanggupi
melakukan sesuatu, sedangkan minta ditetapkan
sesuatu janji, ditujukan pada memperoleh hak-hak
atas sesuatu atau dapat menuntut sesuatu. Perikatan
Hukum yang dilahirkan oleh suatu Perjanjian, hanya

24
Memang, kontrak baku atau berstandar kelemahannya menghadapi
ketidakseimbangan antara pihak yang kuat dan yang lemah, sementara
kondisi ekonomi dalam keadaan yang tidak kondusif bagi pengusaha.

67
mengikat orang-orang yang mengadakan Perjanjian
itu sendiri dan tidak mengikat orang lain. Suatu
Perjanjian hanya meletakkan hak dan kewajiban
pada pihak-pihak yang membuatnya. Memberikan
kepada kita suatu pedoman tentang, terhadap siapa
sajakah, suatu Perjanjian mempunyai pengaruh
langsung. Perjanjian mengikat para pihak sendiri
adalah logis dalam arti hak dan kewajiban yang
timbul dari padanya hanyalah untuk para pihak
sendiri. Pasal 1315 KUHPerdata menyatakan bahwa
atas namanya sendiri orang hanya dapat
mengikatkan dirinya sendiri. Disini artinya adalah
meletakkan kewajiban pada dirinya sendiri, jadi
orang tidak bisa meletakkan kewajiban kepada orang
lain tanpa sepakatnya. Pasal 1315 KUHPerdata
mencantumkan kata-kata “atas nama sendiri “ dari
ketentuan itu bahwa atas nama orang lain, orang
bisa meletakkan kewajiban-kewajiban kepada
pihak ketiga. Orang-orang lain atau pihak ketiga
yang tidak mempunyai sangkut paut dengan
Perjanjian tersebut. Kalau saja akan mengikatkan
orang lain, harus ada kuasa yang yang diberikan
oleh orang itu. Dan memang Undang-Undang
memberikan kemungkinan yang demikian yaitu :
dalam hal ada kuasa, zaakwaarneming, wali yang
bertindak.
2. Asas Kepribadian (Personalitas) merupakan : asas
yang menentukan bahwa seseorang yang akan
melakukan dan atau membuat kontrak hanya untuk
kepentingan perseorangan saja. Hal ini dapat dilihat
pada Pasal 1315 dan Pasal 1340 KUHPerdata.
Menurut Pasal 1315 KUHPerdata : pada umumnya
seseorang tidak dapat mengadakan Perikatan atau
Perjanjian selain untuk dirinya sendiri. Ini berarti

68
bahwa : seseorang yang mengadakan Perjanjian
hanya untuk kepentingan dirinya sendiri.
Menurut Pasal 1340 KUHPerdata : Perjanjian hanya
berlaku antar pihak yang membuatnya. Ini berarti
bahwa : Perjanjian yang dibuat para pihak hanya
berlaku bagi mereka yang membuatnya.
3 Asas Konsensualitas menurut Pasal 1320 ayat (1),
sepakat atau juga dinamakan perizinan dimaksudkan
bahwa kedua subyek yang mengadakan Perjanjian
itu harus bersepakat, setuju atau seia sekata
mengenai hal-hal yang pokok dari Perjanjian yang
diadakan itu. Apa yang dikehendaki oleh pihak yang
satu, juga dikehendaki oleh pihak yang lain. Mereka
menghendaki sesuatu yang sama secara bertimbal
balik : sipenjual menginginkan sejumlah uang,
sedang sipembeli menginginkan sesuatu barang
dari sipenjual. Asas Konsensualitas ialah pada
dasarnya Perjanjian dan Perikatan yang timbul
karenanya sudah dilahirkan sejak detik tercapainya
kesepakatan. Dengan perkataan lain Perjanjian
sudah sah apabila sudah sepakat mengenai hal-hal
yang pokok dan tidak diperlukan sesuatu
formalitas. Consensus yang berarti sepakat.
4 Asas Kebebasan Berkontrak menurut Pasal 1338
(1) KUHPerdata, Hukum Perjanjian memberikan
kebebasan yang seluas-luasnya kepada masyarakat
untuk mengadakan Perjanjian yang berisi apa saja,
asalkan tidak melanggar Ketertiban umum dan
Kesusilaan. Hukum Perjanjian menganut Sistem
Terbuka yang mengandung Asas Kebebasan
membuat Perjanjian.
5 Asas pacta sunt servanda disebut juga Asas
Kepastian Hukum, asas ini berhubungan dengan
akibat dari Perjanjian. Asas pacta sunt servanda ini,

69
adalah asas bahwa hakim atau pihak ketiga harus
menghormati substansi kontrak yang dibuat oleh
para pihak, sebagai mana layaknya suatu Undang-
Undang, mereka tidak boleh mengadakan intervensi
terhadap substansi kontrak yang dibuat oleh para
pihak. Asas pacta sunt servanda disimpulkan dalam
Pasal 1338 (1) KUHPerdata : semua Perjanjian
yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-
undang bagi mereka yang membuatnya. Perkataan
“semua” berisikan pernyataan kepada masyarakat
bahwa : kita diperbolehkan membuat Perjanjian
yang berupa dan berisi apa saja dan Perjanjian itu
mengikat mereka yang membuatnya seperti
UndangUndang.25 Asas pacta sunt servanda pada
mulanya dikenal didalam Hukum Gereja, di dalam
Hukum Gereja disebutkan bahwa : terjadinya suatu
Perjanjian apabila ada kesepakatan kedua belah
pihak dan dikuatkan dengan sumpah. Ini
mengandung makna bahwa setiap Perjanjian yang
diadakan oleh kedua pihak merupakan perbuatan
yang sakral dan dikaitkan dengan unsur keagamaan .
Namun dalam perkembangannya Asas pacta sunt
servanda diberi arti pactum yang berarti sepakat
tidak perlu dikuatkan dengan sumpah dan tindakan
formalitas lainnya.26

6 Asas itikad baik (goede trouw) dapat disimpulkan


dalam Pasal 1338 (3) KUHPerdata : Perjanjian
harus dilaksanakan dengan itikad baik. Asas itikad
baik merupakan asas bahwa para pihak yaitu :

25
. Subekti, Hukum perjanjian, (Jakarta : Penerbit Intermasa, 1987),
hlm. 14
26
.Salim H.S, Perkembangan Hukum Kontrak Innominaat Di Indonesia,
(Jakarta :Penerbit Sinar Grafika), hlm. 11

70
pihak kreditur dan debitur harus melaksanakan
substansi kontrak berdasarkan kepercayaan atau
keyakinan yang teguh atau kemauan baik para pihak.
Asas itikad baik dibagi dua : asas itikad baik nisbi :
orang memperhatikan sikap dan tingkah laku nyata
dari subyek. Dan Asas itikad baik mutlak :
penilaiannya terletak pada akal sehat dan Keadilan,
dibuat ukuran yang obyektif untuk menilai keadaan
(penilaian tidak memihak), menurut norma-norma
yang obyektif.

Teori Perjanjian ini lebih banyak “berpengaruh”


pada Surat Berharga, yang didahului dengan kontrak
/Perjanjian Jual Beli yang merupakan Perjanjian dasar,
sedangkan penerbitan Surat Berharga merupakan
tindakan lanjutan dari Perjanjian dasar. Perjanjian
dasar inilah akan ditindak lanjuti dengan penerbitan
Surat Berharga yang berfungsi sebagai alat bayar
pengganti uang. Pada waktu penyusunan kontrak atau
Perjanjian yang mereka sepakati harga dan jumlah
barang serta cara pembayarannya. Cara
pembayarannya tidak dilakukan dengan uang tetapi
dengan Surat Berharga yaitu dengan menerbitkan surat
Wesel setelah menerima barang yang diperjanjikan.
Sehingga Wesel disini berfungsi sebagai alat bayar
pengganti uang.Di dalam perjanjian, ungkapan
kehendak yang dinyatakan, dalam perjanjian jual beli
(dagang) penawaran dan penerimaan dianggap sebagai
elemen konstitutif dari kekuatan mengikat kontraktual.
Penawaran dan permintaan mengandung suatu janji.
Namun demikian adanya suatu janji bertimbal balik
tidak serta merta membentuk perjanjian. Perjanjian
baru terbentuk jika ada perjumpaan atau persesuaian
antara janji-janji yang ditujukan satu terhadap lainnya.

71
Kiranya benar, bahwa janji merupakan ungkapan dari
kehendak yang dinyatakan, janji yang diberikan
mencakup kehendak dan kewenangan untuk
mewujudkan janji tersebut. Pentingnya perbuatan
dalam bentuk berjanji, yang dalam dirinya sendiri
mengimplikasikan kekuatan mengikat, dalam makna
yang terkandung dalam dirinya sendiri. Janji adalah
faktor potensial, titik taut yang sesungguhnya
dikehendaki ataupun sepatutnya dimaksud para pihak
dalam rangka menegaskan hubungan hukum tertentu
(terikat pada kata dan perbuatan, dan kemampuan
mewujudkannya). Pencapaian tujuan suatu perjanjian
dilandaskan pada kehendak yang telah diungkapkan
yakni dalam bentuk janji-janji di antara para pihak yang
terkait.
Di dalam perjanjian (kontrak bisnis) merupakan
instrumen terpenting untuk mewujudkan perubahan-
perubahan dalam bentuk pembagian barang dan jasa.
Ratio (dasar pemikiran) kontrak merujuk pada tujuan
terjadinya pergeseran harta kekayaan secara adil
(gerechtvaardigde) dan memunculkan akibat hukum
terjadinya pengayaan para pihak secara adil (perjanjian
pada prinsipnya mengakibatkan pengayaan secara
legal). Kontrak mengejawantahkan ke dalam maksud
dan tujuan “menciptakan keadaan yang lebih baik (een
beter leven brengen) bagi kedua belah pihak. Agar
pertukaran sebagai pengayaan yang adil, dapat
dipandang sebagai fair exchange, maka suatu prestasi
harus diimbangi dengan kontraprestasi. Pertukaran
secara timbal balik merupakan konsep kunci bagi
terciptanya keadilan di atas.
Sedangkan Hukum Nasional pada prinsipnya hanya
berlaku di dalam wilayah suatu negara, yaitu di wilayah
hukum nasional tersebut diundangkan. Hukum

72
tersebut, Hukum perjanjian (Kontrak) Nasional, pada
prinsipnya tidak dapat diberlakukan di luar wilayah
suatu negara. Dengan sifatnya yang terbatas pada
wilayah atau teritorial suatu Negara.
Oleh karena itulah Sifat timbal balik atau resiprositas
adalah unsur paling mendasar dari perikatan yang lahir
dari perjanjian serta juga dapat dikatakan merupakan
inti tidak saja dari Hukum Perjanjian, tetapi juga dari
keseluruhan hukum, tercakup ke dalamnya Hukum
Keperdataan dan Hukum Publik. Kiranya dapat
dikatakan bahwa asas timbal balik (resiprositas)
merupakan gejala universal yang dapat kita jumpai di
semua negara dalam setiap budaya, dan di setiap
tingkatan interaksi manusia.

B. 1. Perjanjian (kontrak) yang ada unsur asingnya


Dalam Hukum Perjanjian (kontrak) Internasional,
terdapat Harmonisasi (keseragaman) aturan atau
prinsip-prinsip substantif, yang terdapat dalam prinsip-
prinsip Hukum (Perjanjian) Kontrak Internasional
Sementara transaksi bisnis secara mengglobal (dunia)
serta persoalan ekonomi saat ini semakin bersifat
transnasional, dipercepat dengan teknologi, sehingga
muncul beberapa Perjanjian Internasional membentuk
suatu pengaturan perdagangan (bisnis) yang sifatnya
umum di antara para pihak.
Perjanjian dalam bentuk dan nama tertentu, yang diatur
dalam Hukum Internasional yang dibuat secara tertulis
serta menimbulkan hak dan kewajiban bersifat umum
(UU No.24 /2000 tentang Perjanjian Internasional)27.

27
Perjanjian dalam bentuk dan nama tertentu, yang diatur dalam Hukum
Internasional yang dibuat secara tertulis serta menimbulkan hak dan
kewajiban bersifat umum (UU No.24 /2000 tentang Perjanjian
Internasional)

73
2. Hukum Perjanjian Internasional
Hukum Perjanjian Internasional: perjanjian dalam
bentuk dan nama tertentu, yang diatur dalam Hukum
Internasional yang dibuat secara tertulis serta
menimbulkan hak dan kewajiban bersifat umum (UU
No.24 /2000 tentang Perjanjian Internasional).
Hal yang penting, karena dari sumber hukum inilah kita
dapat menemukan hukum untuk diterapkan kepada
suatu fakta tertentu dalam Perdagangan
Internasional. Keterkaitan Hukum Perdagangan
Internasional dan Hukum Internasional membawa
konsekuensi dalam sumber-sumber Hukum
Internasional.
Perjanjian Internasional, merupakan salah satu
terpenting. Secara umum terbagi kedalam 3 (tiga)
bentuk yaitu:
Perjanjian Multilateral, adalah kesepakatan tertulis
yang mengikat lebih dari dua pihak (negara) dan
tunduk pada aturan Hukum Internasional, contohnya,
beberapa Perjanjian Internasional membentuk suatu
pengaturan perdagangan (bisnis) yang sifatnya umum
di antara para pihak. Perjanjian Internasional
kadangkala juga berupaya mencari suatu pengaturan
yang seragam guna mempercepat transaksi
perdagangan.
Perjanjian Regional, adalah kesepakatan-kesepakatan
di bidang Perdagangan Internasional yang dibuat
negara-negara yang tergolong atau berada dalam suatu
regional tertentu. Contohnya, di Asia Tenggara
perjanjian pembentukan AFTA (Asean Free Trade
Area) berlaku efektif sejak 1 Januari 2003.
Perjanjian Bilateral, ini hanya mengikat dua subyek
hukum internasional (negara atau organisasi
internasional). Contohnya, Perjanjian Penghindaran

74
Pajak Berganda. Dalam perjanjian persahabatan
bilateral, kedua negara memberikan beberapa preferensi
atau perlakuan khusus tertentu berkaitan dengan
kegiatan ekspor impor kedua negara. Perjanjian ini
biasanya disebut juga dengan nama FCN Treaties
(Friendship, Navigation and Commerce).
Sedangkan dalam Hukum Perjanjian (kontrak)
Internasional, terdapat Harmonisasi (keseragaman)
aturan atau prinsip-prinsip substantif, yang terdapat
dalam prinsip-prinsip Hukum (Perjanjian) Kontrak
Internasional sebagai berikut;

Prinsip-prinsip Hukum (Perjanjian) Kontrak


Internasional 28
a. Prinsip Pacta Sunt Servanda
Berdasarkan prinsip atau aturan dasar ini, para
pelaku harus melaksanakan kesepakatan-
kesepakatan yang telah disepakatinya dan
dituangkan dalam kontrak. Prinsip ini pun sifatnya
universal, setiap sistem hukum di dunia
menghormati prinsip ini.29
Blacks Law Dictionary mengartikan prinsip ini
sebagai berikut:
“Agreement must be kept”. The rule that
agreement and stipulations, esp. those contained
in treaties must be observed”30
b. Prinsip Good Faith (Itikad Baik)

28
Cindawati, Asas Keseimbangan Hukum Kontrak Bisnis Internasional
(Menyongsong Era Perdagangan Bebas), Disertasi Doktor Ilmu Hukum
Universitas Parahyangan Bandung, 2008, hlm 68,
29
Adolf Huala, Hukum Perdagangan….., Op Cit, hlm 16.
30
Cf. Henry Campbell Black, Blacks Law Dictionary, St. Paul: Minn., 5th.
Ed. 1979, p 1133.

75
Prinsip ini harus dianggap ada, pada waktu
negosiasi, pelaksanaan kontrak hingga penyelesaian
sengketa. Prinsip ini penting karena dengan hanya
adanya prinsip inilah rasa percaya yang sangat
dibutuhkan dalam bisnis agar pembuatan kontrak
dapat direalisasikan. Tanpa adanya good faith dari
para pihak sangatlah sulit kontrak dapat dibuat.
Kalaupun kontrak sudah ditandatangani,
pelaksanaan kontrak tersebut pastilah akan sulit
untuk berjalan dengan baik apabila prinsip ini tidak
ada. Dalam kontrak, kadangkala para pihak dengan
tegas mencantumkan aturan prinsip utama ini.
Contoh, dalam kontrak para pihak mensyaratkan
keharusan adanya itikad baik dalam menyelesaikan
sengketa. Namun prinsip ini mengandung makna
berbeda di antara sistem hukum. Pengertian dan
pemahaman itikad baik tampak berbeda khususnya
di antara Sistem Hukum Kontinental dan Common
Law. Menurut Subekti, essensi (prinsip) ini
merupakan salah satu sendi yang terpenting dalam
Hukum Perjanjian.31

Menurut Sudargo Gautama, Hukum Kontrak


Internasional tidak lain adalah hukum kontrak
nasional yang ada unsur asingnya, maka prinsip ini
relevan bagi Hukum Kontrak Internasional. Itikad
baik tampak berbeda khususnya di antara Sistem
Hukum Kontinental dan Common Law :
1) Prinsip Itikad Baik dalam Sistem Hukum
Kontinental.
Dalam Sistem Hukum Kontinental, pendekatan
terhadap prinsip ini didasarkan pada filosofi dari
kontrak yang menitikberatkan atau memusatkan
31
Subekti, Hukum Perjanjian, Cet. VI Intermasa, Jakarta, 1979, hlm 41.

76
pada hubungan para pihak.32 Hubungan ini
mensyaratkan kewajiban itikad baik bukan saja
ketika kontrak ditandatangani, tetapi juga
sebelum kontrak ditutup. Misalnya, Kitab
Undang-undang Hukum Perdata Belgia, negara
ini mensyaratkan semua kontrak dilaksanakan
dengan itikad baik dan penafsiran
(kontraktualnya) pun harus disertai dengan
kebiasaan.33
2) Prinsip Itikad Baik dalam Sistem Common
Law.
Khususnya Inggris, tidak mengenal proses
negosiasi, para pihak terikat oleh prinsip beritikad
baik. Menurut Hukum Inggris, masuknya para
pihak ke dalam negosiasi tidak dengan serta
merta melahirkan kewajiban itikad baik. Menurut
Hukum Inggris, selama kontrak belum
ditandatangani, para pihak tidak terikat satu sama
lain dan tidak memiliki kewajiban apapun
terhadap pihak lainnya hingga kontrak tersebut
akhirnya ditandatangani.34
Seperti hukum di Amerika Serikat (AS) juga
berpendapat sama, bahwa itikad baik hanya ada
setelah kontrak ditandatangani. Dalam Sistem
Common Law, arti itikad baik tidak lain adalah
“kejujuran” dalam perilaku atau kejujuran dalam
bertransaksi dagang, termasuk didalamnya adalah
kejujuran dalam fakta dan penghormatan terhadap
standar-standar dagang yang wajar dan transaksi
dagang yang jujur.

32
Grace Xavier, Global Harmonization of Contract Laws Fact, or
Fincitons, 20:1 construction LJ, 2004, p 13.
33
Ibid, p. 15.
34
Ibid, p. 18.

77
3)Prinsip Itikad Baik dalam Perjanjian
Internasional.
Pengakuan dan kewajiban untuk melaksanakan
prinsip itikad baik diakui dalam prinsip-prinsip
kontrak komersial di negara-negara yang ingin
menerapkannya. Menurut UNIDROIT (The
International Institute for the Unification of
Private Law). Pasal 1.7 prinsip UNIDROIT
menyatakan:
a Each party must act in accordance with Good
Faith and fair dealing in international trade.
b The parties may not exclude or limit thir duty.
Norma-norma yang telah dinyatakan secara
abstrak di dalam ketentuan pasalnya, kemudian
dinyatakan kembali dalam bentuk uraian
penjelasan, disertai dengan contoh-contoh, oleh
karena itu disebut restatement.
Menurut restatement dari pasal di atas ada 3
(tiga) unsur prinsip itikad baik dan transaksi yang
jujur, yaitu:
1) Itikad baik dan transaksi jujur sebagai prinsip
dasar yang melandasi kontrak;
2) Prinsip itikad baik dan transaksi jujur dalam
UPICCS (UNIDROIT Principles of
International Commercial Contracts)
ditekankan pada praktek perdagangan
internasional;
3) Prinsip itikad baik dan transaksi jujur bersifat
memaksa.
Dari pasal ini dapat diketahui tujuannya adalah,
untuk mendorong diterapkannya prinsip itikad
baik (good faith) dan kewajaran (fair dealing)
dalam setiap transaksi komersial yang bersifat

78
internasional. Manifestasi upaya mendorong
harmonisasi hukum tampak ketika di dalam
kontrak atau hukum nasional tidak ditemukan
aturan yang diperlukan atau telah terjadi
kekosongan hukum (gaps), maka prinsip-prinsip
UNIDROIT (The International Institute for the
Unification of Private Law) dapat digunakan
sebagai rujukan.
The United Nations on Contracts for the
International Sale of Goods (CISG) berlaku
terhadap kontrak jual beli barang yang para
pihaknya memilih tempat usaha di negara yang
berbeda. Ruang lingkup jual beli barang dibatasi
hanya untuk tujuan komersial, bukan tujuan
pribadi atau kepentingan pemerintah. Sedangkan
prinsip-prinsip UNIDROIT merupakan prinsip
umum bagi kontrak komersial internasional yang
dapat diterapkan ke dalam aturan hukum
nasional, atau dipakai oleh pembuat kontrak
untuk mengatur transaksi komersial sebagai
pilihan hukum.
Sementara transaksi bisnis serta persoalan
ekonomi saat ini semakin bersifat transnasional,
dipercepat dengan teknologi, sehingga muncul
permasalahan baru. Prinsip-prinsip UNIDROIT
adalah prinsip hukum yang mengatur hak dan
kewajiban para pihak pada saat mereka
menerapkan prinsip kebebasan, jika tidak diatur
bisa membahayakan pihak yang lemah.
Demikian pula, walaupun disadari bahwa prinsip
kebebasan berkontrak bersifat fleksibel, prinsip
itu bisa digunakan untuk menekan pihak yang
lemah. Untuk menerapkan prinsip keseimbangan,
Pengadilan atau Arbitrase harus mampu secara

79
kritis melihat kebebasan berkontrak dengan
prinsip-prinsip UNIDROIT.35

Prinsip-prinsip UNIDROIT memberikan solusi


terhadap masalah yang timbul ketika terbukti
bahwa tidak mungkin untuk menggunakan
sumber hukum yang relevan dengan hukum yang
berlaku di suatu negara. Oleh karena itu prinsip-
prinsip UNIDROIT digunakan sebagai sumber
hukum yang dijadikan acuan dalam menafsirkan
ketentuan kontrak yang tidak jelas. Apabila tidak
ditemukan aturannya dalam hukum yang berlaku
(governing law) maka prinsip-prinsip tambahan,
karena prinsip-prinsipnya diambil dari kebiasaan
dan praktik yang seragam secara internasional.
Sebagian besar prinsip-prinsip UNIDROIT
dimaksudkan seperangkat aturan penyeimbang
untuk digunakan di seluruh dunia tanpa
memperhatikan tradisi hukum dan kondisi
ekonomi politik. Dari segi formal, prinsip ini
menghindari penggunaan terminologi yang
digunakan dalam sistem hukum tertentu. Selain
itu prinsip ini merujuk pada CISG sehingga
dilihat dari segi substansinya prinsip-prinsip
UNIDROIT bersifat fleksibel.36
Kewajiban yang sama terdapat pula dalam The
United Nations on Contract for the International
Sale of Goods (CISG). Pasal 7(1) CISG
menyatakan sebagai berikut: (1) In the
interpretation of Convention, regard is to be had
to its international character and to the need to
promote uniformity in its aplication and

35
Soenandar Taryana, Prinsip-Prinsip UNIDROIT, Op Cit, hlm 4.
36
Ibid, hlm 10.

80
observance of good faith in international trade.
(Dalam menafsirkan konvensi ini, perhatian harus
ditujukan pada sifat internasionalnya dan
kebutuhan untuk mendorong keseragaman dalam
pemakaiannya dan pengamatan terhadap itikad
baik dalam perdagangan internasional).

c. Prinsip Resiprositas (Resiprokal)


Prinsip ini mengisyaratkan bahwa para pihak dalam
kontrak harus melaksanakan hak dan kewajibannya
masing-masing secara timbal balik. Menurut prinsip
ini, pelaksanaan kontrak harus memberi
“keuntungan” timbal balik. Salah satu pihak tidak
boleh semata-mata melakukan prestasi yang tidak
seimbang. Pada prinsipnya, di mana ada hak suatu
pihak, disitu ada kewajiban pihak tersebut, demikian
sebaliknya. Dibandingkan dengan prinsip exceptio
non adimpleti contractus (prinsip resiprositas).
Menurut Mariam Darus Badrulzaman,
menyebutnya Prinsip Keseimbangan.37 Adanya
prestasi timbal balik (resiprositas atau sering juga
disebut dengan resiprokal) ini timbul karena adanya
kesepakatan timbal balik. Prinsip ini antara lain
ditegaskan oleh Hakim Agung Lord Devlin,
Common Law Inggris sebagai berikut: “It is of the
essence of every contract that there should be
mutuality a contract is an exchange of promises for
another…a contract can consist of an exchange of
promises on one subject. eg, payment against
delivery; the if the seller does not delivery on the

37
Mariam Darus Badrulzaman, Aneka Hukum Bisnis, Alumni, Bandung,
1994, hlm 42.

81
due date, the buyer may release himself from his
obligation to pay.38
Sifat timbal balik atau resiprositas adalah unsur
paling mendasar dari perikatan yang lahir dari
perjanjian serta juga dapat dikatakan merupakan inti
tidak saja dari Hukum Perjanjian, tetapi juga dari
keseluruhan hukum, tercakup ke dalamnya Hukum
Keperdataan dan Hukum Publik. Kiranya dapat
dikatakan bahwa asas timbal balik (resiprositas)
merupakan gejala universal yang dapat kita jumpai
di semua negara dalam setiap budaya, dan di setiap
tingkatan interaksi manusia.39

Harmonisasi Hukum Kontrak Internasional dari


fakta tersebut di atas, terdapat minimal 3 (tiga)
pemahaman dasar guna mendukung pemahaman
terhadap Hukum Kontrak Internasional, yaitu:
a. Perlu pemahaman tentang Hukum Kontrak
(Perjanjian) dari suatu sistem hukum para pihak
(contohnya dalam hal ini Hukum Nasional
Indonesia). Pemahaman tentang hukum nasional
(Indonesia) ini relevan karena hukum nasional
merupakan salah satu sumber hukum utama yang
dipilih oleh para pihak untuk mengatur kontrak.
Istilah yang digunakan dalam choice of law,
governing law, atau hukum yang dapat digunakan
dalam kontrak (The Law applicable to the
contract). Sumber hukum perdagangan
internasional merupakan sumber yang utama dan
terpenting, seperti perjanjian atau kontrak adalah
undang-undang bagi pihak yang membuatnya.40

38
Adolf Huala, Dasar-dasar Hukum….., Op Cit, hlm 27.
39
Herlien Budiono, Asas Keseimbangan……., Op Cit, hlm 348.
40
Adolf Huala, Dasar-dasar Hukum, Op Cit, hlm 27.

82
Oleh karena itu perjanjian atau kontrak sangat
esensial, kontrak berperan sebagai sumber hukum
yang perlu dan terlebih dahulu mereka jadikan
acuan penting dalam melaksanakan hak dan
kewajiban mereka dalam perdagangan
internasional. Esensi kontrak adalah sekumpulan
janji yang dapat dipaksakan pelaksanaannya.41
Dalam Hukum Kontrak kita mengenal
penghormatan dan pengakuan terhadap prinsip
konsensus dan kebebasan berkontrak para pihak
diserahkan kepada para pihak dan hukum
menghormati kesepakatan ini tertuang dalam
perjanjian.
Meskipun kebebasan para pihak sangat esensial,
namun kebebasan tersebut ada batas-batasnya. Ia
tunduk pada berbagai pembatasan yang
melingkupinya. Pertama, pembatasan kebebasan
tersebut tidak boleh bertentangan dengan undang-
undang, dan dalam tarif tertentu dengan
ketertiban umum, kesusilaan dan kesopanan.
Kedua, status kontrak itu sendiri, kontrak dalam
perdagangan internasional tidak lain adalah
kontrak nasional yang ada unsur asingnya.42
Artinya kontrak paling tidak tunduk dan dibatasi
oleh hukum nasional (suatu negara tertentu).43
Hukum itu adalah peraturan-peraturan yang
bersifat memaksa, yang menentukan tingkah laku
manusia dalam lingkungan masyarakat, yakni
dibuat oleh badan-badan resmi yang berwajib,

41
Syahmin A.K., Hukum Kodrat, Op Cit, hlm 17.
42
Sudargo Gautama, Kontrak Dagang Internasional, Alumni, Bandung,
1976, hlm 65.
43
Michelle Sanson, Essential International Trade Law, Cavendish,
Sidney, 2002, p 7.

83
pelanggaran terhadap peraturan-peraturan tadi
berakibat diambilnya tindakan yaitu dengan
hukum tertentu.44 Ketiga, pembatasan mengikat
para pihak adalah kesepakatan atau kebiasaan
dagang yang sebelumnya dilakukan para pihak
yang bersangkutan. Daya mengikat kesepakatan-
kesepakatan sebelumnya ini meskipun tidak
tertulis, tetapi mengikat.

b. Perlu pemahaman tentang Hukum Perdata


Internasional (HPI) Indonesia. Fakta atau
ilustrasi di atas menunjukkan adanya dua sistem
hukum yang mengatur status personal para pihak
(dalam ilustrasi kasus di atas, menunjukkan
adalah Hukum Indonesia dan Hukum Singapura).
Dalam situasi ini terdapat kemungkinan
terjadinya konflik hukum antara Hukum
Indonesia dan Hukum Singapura. Untuk
menentukan hukum mana yang diterapkan, maka
peran Hukum Perdata Internasional (misalnya
HPI Indonesia dan HPI Singapura yang akan
digunakan untuk menentukan hukum yang akan
diberlakukan terhadap Hukum Kontrak
Internasional).

c. Perlu pemahaman tentang prinsip-prinsip atau


kaidah-kaidah Hukum Kebiasaan Internasional
yang berlaku dalam kontrak internasional.
Prinsip-prinsip tersebut bisa tertulis maupun tidak
tertulis.45

44
C.S.T. Kansil, Modul Hukum Dagang, Djambatan Jakarta, 2001, hlm 1.
45
Prinsip-prinsip Hukum Kontrak Internasional yang tidak tertulis,
misalnya tertuang dalam UNIDROIT.

84
Prinsip ini mengisyaratkan bahwa para pihak dalam
kontrak harus melaksanakan hak dan kewajibannya
masing-masing secara timbal balik atau Prinsip
Resiprositas (Resiprokal). Pada prinsipnya di mana
ada hak suatu pihak, disitu ada kewajiban pihak
tersebut, demikian sebaliknya. Menurut Mariam
Darius Badrulzaman, inilah yang disebutnya asas
keseimbangan yang menghendaki kedua belah pihak
untuk memenuhi dan melaksanakan perjanjian itu.
Kreditur mempunyai kekuatan untuk pelunasan
prestasi melalui kekayaan debitur, namun kreditur
memikul pula beban untuk melaksanakan perjanjian
itu dengan itikad baik. Dapat dilihat disini bahwa
kedudukan kreditur yang kuat diimbangi dengan
kewajibannya untuk memperhatikan itikad baik,
sehingga kedudukan kreditur dan debitur seimbang.
Dalam kontrak-kontrak internasional khususnya
yang menyangkut dana besar dan terkait dengan
pembangunan suatu infrastruktur, klausul overmacht
antara lain adalah gempa bumi, demonstrasi, perang.
Muatan dari kejadian-kejadian yang tergolong ke
dalam overmacht, misalnya bencana alam seperti
banjir tsunami atau bencana alam, sudah diterima
umum. Pemaparan ini mengakui prinsip Hukum
Kontrak Internasional di berbagai negara. Namun
persamaan tersebut hanya menyentuh substansi
secara sangat umum. Aturan substansi dari setiap
hukum nasional sudah barang tentu memiliki
aturannya sendiri. Keadaan seperti ini tidak
kondusif bagi transaksi perdagangan, ada aturan-
aturan yang berbeda hanya akan menghambat
terlaksananya transaksi-transaksi dagang
internasional yang menghendaki kecepatan dan
kepastian.

85
Salah satu contohnya, praktek perdagangan
internasional yang sangat menghendaki harmonisasi
ini adalah hukum di bidang transportasi, baik laut,
darat, maupun udara.
Para pedagang mengakui, tanpa adanya harmonisasi
hukum yang baik di antara negara di dunia mengenai
hukum bidang ini, transaksi perdagangan sulit untuk
dapat berjalan dengan lancar dan pasti.46
Di samping itu, hukum nasional pada prinsipnya
hanya berlaku di dalam wilayah suatu negara, yaitu
di wilayah hukum nasional tersebut diundangkan.
Hukum tersebut, Hukum Kontrak Nasional, pada
prinsipnya tidak dapat diberlakukan di luar wilayah
suatu negara. Dengan sifatnya yang terbatas pada
wilayah atau teritorial suatu negara, Hukum Kontrak
Internasional tidak efektif untuk mengatur transaksi
yang sifatnya lintas batas atau transnasional.
Harmonisasi, menurut Hannu Honka adalah
menyeragamkan aturan-aturan atau prinsip-prinsip
substantif dari hukum kontrak. Menurut Grace
Xavier, mengungkapkan realita hukum kontrak di
masing-masing negara dengan ciri khasnya masing-
masing. Misalnya, India dan Malaysia memiliki
hukum kontraknya sendiri. Sedangkan Inggris tidak
memiki hukum kontrak secara khusus.47
Oleh karena itu, upaya untuk mengharmonisasi
aturan-aturan substantif tersebut diperlukan.
Seragam disini memiliki beberapa pengertian:
1)Seragam berarti aturan-aturan dan prinsip-prinsip
hukum kontrak internasional yang paling tidak

46
Adolf Huala, Dasar-dasar Hukum, opcit, hlm 30.
47
Grace Xavier, Global Harmonization of Contract Law, 20(1) Const
L.J., 2004. 3.

86
adalah sama atau hampir sama (‘Similar or
almost similar rules’).
2) Seragam berarti penerapan aturan-aturan hukum
kontrak internasional tidak menyebabkan hasil
yang berbeda-beda.48
Tujuan utama harmonisasi hukum, adalah berupaya
mencari keseragaman atau titik temu dari prinsip-
prinsip yang bersifat fundamental dari berbagai
sistem hukum yang ada (yang akan
diharmonisasikan).
Tujuan akhir dari Hukum Perdagangan Internasional
sebenarnya merupakan tujuan dari eksistemsi hukum
perdagangan itu sendiri, terungkap beberapa tujuan
bidang Hukum Perdagangan Internasional ini sangat
positif, yaitu mensejahterakan negara-negara
anggota dan warga negaranya. Untuk mencapai
tujuan positif tersebut harus dibarengi dengan
mengetahui dan pemahaman aturan-aturan hukum
perdagangan itu sendiri.

3 Sumber Hukum Perjanjian (Kontrak) Internasional


Arti atau kata sumber Hukum Kontrak Internasional ini
adalah di mana kita dapat menemukan hukum yang
mengatur kontrak internasional. Pengertian ini
kadangkala disebut sebagai sumber hukum formal.
Sumber tersebut dapat digolongkan dalam bentuk
hukum, sebagai berikut:
(1). Hukum Nasional (termasuk peraturan perundang-
undangan suatu negara, baik secara langsung atau
tidak langsung terkait dengan kontrak);
(2). Dokumen Kontrak;
(3). Kebiasaan-kebiasaan di bidang perdagangan
Internasional yang terkait dengan kontrak;
48
Hannu Honka, Harmonization of Contract, Op Cit, p. 113.

87
(4). Prinsip-prinsip Hukum Umum;
(5). Putusan Pengadilan;
(6). Doktrin; dan
(7). Perjanjian Internasional (mengenai kontrak).
Uraian tersebut diatur menurut derajat kekuatan
mengikatnya, tetapi urutan tersebut tidaklah mutlak.
Misalnya, secara umum diakui bahwa hukum nasional
adalah sumber hukum yang utama.49
Menurut Sudargo Gautama, Hukum Kontrak
Internasional adalah hukum (kontrak) nasional yang
ada unsur asingnya. Namun dalam hal-hal tertentu
hukum nasional mungkin saja tidak mengatur suatu
bentuk atau obyek tertentu, yang menjadi substansi
dalam kontrak. Hukum nasional dalam bentuk
perundang-undangan misalnya agak statis, sedangkan
perkembangan transaksi bisnis sifat dinamis dan cepat.
Sehingga acuan yang menjadi pegangan adalah sumber
hukum lainnya seperti kebiasaan dagang, putusan
pengadilan, doktrin.
Contoh lain, Dokumen Kontrak adalah sumber hukum
utama bagi para pihak. Dokumen kontrak adalah
dibuat secara tertulis dari kesepakatan para pihak.
Dokumen kontrak adalah dokumen undang-undang
bagi para pihak. Sumber hukum lainnya adalah
Perjanjian Internasional, dapat digolongkan sebagai
sumber hukum terpenting setelah hukum nasional dan
dokumen kontrak. Masyarakat bangsa di dunia
menggunakan instrumen perjanjian internasional
sebagai sarana untuk menciptakan Hukum Kontrak
Internasional baru, mengharmonisasikan hukum dan

49
Adolf Huala, Dasar-dasar Hukum, Op Cit, hlm 69.

88
mengkristalisasi Hukum Kebiasaan ke dalam bentuk
formal.50

3. Sumber-sumber Hukum Hukum Internasional


Hal yang penting, karena dari sumber hukum inilah kita
dapat menemukan hukum untuk diterapkan kepada
suatu fakta tertentu dalam perdagangan internasional.
Keterkaitan Hukum Perdagangan Internasional dan
Hukum Internasional membawa konsekuensi bahwa
sumber-sumber Hukum Internasional, yaitu:
a. Perjanjian Internasional, merupakan salah satu
terpenting. Secara umum terbagi kedalam 3 (tiga)
bentuk yaitu: Perjanjian Multilateral, adalah
kesepakatan tertulis yang mengikat lebih dari dua
pihak (negara) dan tunduk pada aturan hukum
internasional, contohnya, beberapa perjanjian
internasional membentuk suatu pengaturan
perdagangan yang sifatnya umum di antara para
pihak. Perjanjian internasional kadangkala juga
berupaya mencari suatu pengaturan yang seragam
guna mempercepat transaksi perdagangan.
Perjanjian Regional, adalah kesepakatan-
kesepakatan di bidang perdagangan internasional
yang dibuat negara-negara yang tergolong atau
berada dalam suatu regional tertentu. Contohnya, di
Asia Tenggara perjanjian pembentukan AFTA
(Asean Free Trade Area) berlaku efektif sejak 1
Januari 2003. Perjanjian bilateral, ini hanya
mengikat dua subyek hukum internasional (negara
atau organisasi internasional). Contohnya,
Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda. Dalam
perjanjian persahabatan bilateral, kedua negara
memberikan beberapa preferensi atau perlakuan
50
Ibid, hlm 72.

89
khusus tertentu berkaitan dengan kegiatan ekspor
impor kedua negara. Perjanjian ini biasanya disebut
juga dengan nama FCN Treaties (Friendship,
Navigation and Commerce).
b. Hukum Kebiasaan Internasional, merupakan sumber
hukum yang dapat dianggap sebagai sumber hukum
yang pertama-tama lahir dalam Hukum Perdagangan
Internasional dari adanya praktik-praktik para
pedagang yang dilakukan berulang-ulang,
sedemikian rupa sehingga kebiasaan yang berulang-
ulang dengan waktu yang relatif lama tersebut
menjadi mengikat.51
Suatu praktik kebiasaan untuk menjadi mengikat
harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
1) Suatu praktik yang berulang-ulang dilakukan dan
diikuti oleh lebih dari dua pihak (praktik negara);
2) Praktik ini diterima sebagai mengikat (opnio iuris
sive necessitatis). Contohnya, kebiasaan
terkodifikasi dalam kontrak pengiriman barang
FOB, CIF.

Kata Lex Mercatoria yang diambil dari bahasa Latin,


yaitu Lex dari bahasan Inggris mengandung arti Law
atau dalam bahasa Indonesianya berarti hukum, dan
Mercatoria dalam bahasa Inggris dipadankan
dengan kata merchant, artinya perniagaan atau
komersial.52
Ketentuan Lex Mercatoria dapat ditemukan antara
lain di dalam kebiasaan-kebiasaan yang berkembang
dan dituangkan dalam kontrak-kontrak perdagangan
internasional, contohnya berupa klausul-klausul

51
Hercules Booysen, International Trade Law on Goods and Services,
Pretoria: Interlegal, 1999, p. 58.
52
Taryana Soenandar, Prinsip-prinsip, Op Cit, hlm 15.

90
kontrak standar (baku), atau kontrak-kontrak di
bidang transportasi. Klausul kontrak perdagangan
tertentu, misalnya ICC dan diikuti oleh anggota dari
organisasi atau asosiasi tersebut.
c. Prinsip-prinsip Hukum Umum. Sumber hukum ini
akan mulai berfungsi ketika hukum perjanjian
internasional dan hukum kebiasaan internasional
tidak memberi jawaban atas sesuatu persoalan. Oleh
karena itu, prinsip-prinsip hukum umum ini
dipandang sebagai sumber hukum penting dalam
upaya mengembangkan hukum.53
Beberapa contoh dari prinsip hukum umum ini
antara lain adalah, prinsip itikad baik, prinsip pacta
sunt servanda, dan prinsip ganti rugi.54 Ketiga
prinsip ini terdapat dan diakui dalam hampir semua
sistem hukum di dunia, dan terdapat pula dalam
Hukum Perdagangan Internasional.
d. Putusan-putusan Badan Pengadilan dan publikasi
sarjana-sarjana terkemuka (doktrin), juga dapat
diadopsi sebagai sumber-sumber hukum dalam
Hukum Perdagangan Internasional. Sumber hukum
ini akan memainkan perannya apabila sumber-
sumber hukum terdahulu tidak memberi kepastian
atau jawaban atas suatu persoalan hukum ( di bidang
perdagangan internasional). Sumber hukum ini
tidak memiliki kekuatan hukum yang kuat seperti
yang dikenal dalam Sistem Hukum Common Law
(Anglo Saxon). Statusnya paling tidak sama dengan
seperti dalam Sistem Kontinental (Civil Law), bahwa
putusan pengadilan sebelumnya hanya akan
dipertimbangkan. Jadi ada semacam “kewajiban”

53
Ibid, p. 58.
54
Michelle Sanson, Essensial International Trade Law, Cavendish,
Sydney 2002, p. 6.

91
yang tidak mengikat bagi badan-badan pengadilan
untuk mmepertimbangkan putusan-putusan
pengadilan sebelumnya (dalam sengketa yang terkait
dengan perdagangan internasional).
Contoh, kasus Japan-Taxes on Alcoholic Beverages
yang diputus oleh Badan Penyelesaian Sengketa
(DBS atau Dispute Settlement Body) WTO. Dalam
tahap banding di DBS, Badan Banding (Appellate
Body) antara lain menyatakan sebagai berikut:
“Adopted panel reports… Are often considered
by subsequent panels. They create legitimate
expectations among WTO members, and
therefore, should be taken into account where
they are relevant to any dispute.”55
e. Perjanjian atau Kontrak nmerupakan sumber
utama dan terpenting yang dibuat para pedagang
sendiri. Seperti kita pahami, kontrak adalah undang-
undang bagi para pihak yang membuatnya. Para
pelaku (pedagang) atau stakeholders dalam Hukum
Perdagangan Internasional, mereka menuangkan
dalam perjanjian-perjanjian tertulis (kontrak). Oleh
karena itu kontrak sangat esensial. Dengan
demikian kontrak berperan sebagai sumber hukum
yang perlu dan terlebih dahulu mereka jadikan acuan
penting dalam melaksanakan hak dan kewajiban
mereka dalam perdagangan internasional.
Dalam Hukum Perjanjian (kontrak), kita mengenal
penghormatan dan pengakuan terhadap prinsip
konsensus dan kebebasan para pihak (party
autonomy). Syarat-syarat perdagangan dan hak serta
kewajiban para pihak seluruhnya diserahkan kepada
para pihak dan hukum menghormati kesepakatan ini
yang tertuang dalam perjanjian. Meskipun
55
Hercules Booysen, International, Op Cit, p. 62.

92
kebebasan para pihak sangatlah esensial, namun
kebebasan tersebut ada batas-batasnya. Ia tunduk
pada berbagai pembatasan yang melingkupinya:
a. Pembatasan yang utama adalah kebebasan
tersebut tidak boleh bertentangan dengan undang-
undang, dan dalam taraf tertentu, dengan
ketertiban umum, kesusilaan, dan kesopanan.
b. Status dari kontrak itu sendiri. Kontrak dalam
perdagangan internasional yang ada unsur
asingnya.56 Artinya kontrak tersebut meskipun di
bidang perdagangan internasional paling tidak
tunduk dan dibatasi oleh hukum nasional (suatu
negara tertentu).57
c. Mengikatnya para pihak adalah kesepakatan-
kesepakatan atau kebiasaan dagang yang
sebelumnya dilakukan oleh para pihak yang
bersangkutan. Daya mengikat kesepakatan-
kesepakatan meskipun tidak tertulis, tetapi
mengikat, sebagai berikut:
“In addition to the contractual terms agreed
by the parties, the course of past dealings
between traders may result in terms becoming
part of an agreement between them. These
past dealings, or trade usages between the
parties, may apply to the contractual
relationship despite their not being
incorporated into it in written form.
d Hukum Nasional. Signifikansi hukum nasional
sebagai sumber hukum dalam hukum
perdagangan internasional tampak dalam uraian
kontrak sebagai sumber hukum, Hukum
Perdagangan Internasional. Peran hukum

56
Sudargo Gautama, Kontrak Dagang, Op Cit, hlm 65.
57
Michelle Sanson Essential, Op Cit, p. 7.

93
nasional ini antara lain akan mulai lahir ketika
timbul sengketa sebagai pelaksanaan dari
kontrak. Dalam hal demikian, Pengadilan
(Badan Arbitrase) pertama-tama akan melihat
klausul pilihan hukum dalam kontrak untuk
menentukan hukum yang mana akan digunakan
untuk menyelesaikan sengketanya. Peran hukum
nasional sebenarnya sangat luas, peran signifikan
dari hukum nasional lahir dari adanya yurisdiksi
(kewenangan) negara. Kewenangan ini sifatnya
mutlak dan eksklusif, artinya apabila tidak ada
pengecualian lain, kekuasaan itu tidak dapat
diganggu gugat. Yurisdiksi atau kewenangan
tersebut adalah kewenangan suatu negara untuk
mengatur :
1) Peristiwa Hukum;
2) Subyek Hukum;
3) Benda yang berada di dalam wilayahnya.
Kewenangan mengatur ini mencakup membuat
hukum (nasional) baik yang sifatnya hukum
publik maupun hukum perdata (privat).
Kewenangan atas peristiwa hukum di sini dapat
berupa transaksi jual beli dagang internasional,
atau transaksi dagang internasional. Dalam hal
ini, hukum nasional yang dibuat suatu negara
dapat mencakup Hukum Perpajakan,
Kepabeanan, Ketenagakerjaan, Persaingan Sehat,
Perlindungan HAKI (Intellectual Property Right)
hingga Perizinan Ekspor Impor suatu produk.

4. Asas Keseimbangan Melandasi Hukum Kontrak


Bisnis Internasional
Hukum Kontrak Internasional relatif mencerminkan
ekspresi aspirasi masyarakat bisnis internasional atau

94
para pelaku dalam perdagangan internasional, terutama
di era bisnis dan ekonomi global yang menjadi ciri
perdagangan di awal abad ke-21. Sebagian besar para
pakar dan ilmuwan hukum bisnis atau hukum dagang
internasional berpendapat bahwa hukum kontrak bisnis
internasional dalam praktek perdagangan internasional
terasa telah memenuhi syarat bisnis transnasional, yang
ditandai dengan sikap kewajaran yang didasari saling
menghormati klausula-klausula kontrak yang telah
disepakati (fairness). Kewajaran untuk rasa keadilan
masing-masing pihak mengandung arti, bahwa praktek
perdagangan internasional yang dituangkan dalam
hukum kontrak bisnis internasional berpegang dan
menghormati asas keseimbangan.
Dipandang sangat relevannya asas keseimbangan dalam
kontrak bisnis internasional, karena para pelaku bisnis
menyadari benar bahwa dalam bisnis masa kini yang
bernuansa kompetitif dan cukup ketat. Dalam keadaan
seperti ini “nama baik” sebuah perusahaan sebagai
pelaku bisnis internasional harus dijaga benar-benar.
Sikap menjaga dan menjamin identitas subyek hukum
sebagai pelaku bisnis dilakukan setidak-tidaknya,
dengan kebijaksanaan bisnis yang mengutamakan mutu
produk (kualitas handal) dan pelayanan yang sempurna,
meliputi penepatan janji, layanan transportasi dan lain-
lain, sehingga importir merasa puas akan prestasi
layanan eksportir sedemikian sehingga pada umumnya
setiap kontrak bisnis terlaksana sesuai kesepakatan.
Sementara itu, sebagian ahli meyakini bahwa asas
keseimbangan dalam kontrak bisnis memang sejalan
dengan harapan masing-masing pihak dalam
perdagangan internasional, yang membutuhkan faktor
kecepatan dan pragmatis. Ada pula ahli hukum dagang
internasional yang melalui pendekatan filosofis,

95
menemukan muatan teori-teori kontrak sosial yang
berusaha dan berhasil mewujudkan tertib sosial lewat
perjanjian serta mewujudkan keseimbangan antara
kepentingan sosial dan kepentingan individu dalam
suatu kehidupan masyarakat yang menghormati derajat
dan harkat manusiawi yang berketuhanan.
Konsep keseimbangan yang berkembang menjadi asas
yang dominan dalam perkembangan hukum kontrak
bisnis internasional, ternyata juga sejalan dengan
wawasan falsafah bangsa Indonesia, yang Bhinneka
Tunggal Ika, yang bermaknakan keseimbangan antara
individu dan masyarakat dalam perlindungan hak dan
kepentingan di berbagai aspek kehidupan, termasuk
aspek ekonomi dan bisnis.
Soediman Kartohadiprodjo, dalam karyanya
“Penglihatan Manusia tentang Tempat Individu Dalam
Pergaulan Hidup”, yang dimuat dalam bukunya
Kumpulan Karangan, menegaskan bahwa Pancasila
yang merupakan pandangan hidup manusia yang
berakar pada Bhinneka Tunggal Ika mencerminkan
wawasan kesatuan dan perbedaan, dan perbedaan
dalam kesatuan, adalah suatu kenyataan hidup bangsa
di mana pergaulan hidup bangsa (rakyat) memandang
tiap individu adalah warga kesatuan hidup (masyarakat)
yang harus dihargai dan dilindungi. Sebaliknya, tiap
individu (pribadi) merupakan kesatuan (masyarakat dan
negara), sebagai kesatuan yang harus dicintai dan
dihormati, yang bila perlu tiap individu siap berkorban
dengan jiwa raganya. Dalam pandangan hidup ini,
individu (pribadi) dan pergaulan hidup (masyarakat-
negara) adalah satu kesatuan yang tidak boleh
dipertentangkan untuk dinilai mana yang lebih penting.
Individu dan pergaulan hidup merupakan kepentingan
mutlak yang seimbang. Inilah makna keseimbangan

96
yang kemudian menjadi Asas Keseimbangan bagi
semua aspek dan kehidupan bersama.58
Oleh karena itu, Perjanjian atau Kontrak merupakan
sumber utama dan terpenting yang dibuat para
pedagang sendiri. Seperti kita pahami, kontrak adalah
undang-undang bagi para pihak yang membuatnya.
Para pelaku (pedagang) atau stakeholders dalam Hukum
Perdagangan Internasional, mereka menuangkan dalam
perjanjian-perjanjian tertulis (kontrak). Oleh karena itu
kontrak sangat esensial. Dengan demikian kontrak
berperan sebagai sumber hukum yang perlu dan terlebih
dahulu mereka jadikan acuan penting dalam
melaksanakan hak dan kewajiban mereka dalam
perdagangan internasional.
Dalam Hukum Perjanjian (kontrak), kita mengenal
penghormatan dan pengakuan terhadap prinsip
konsensus dan kebebasan para pihak (party autonomy).
Syarat-syarat perdagangan dan hak serta kewajiban para
pihak seluruhnya diserahkan kepada para pihak dan
hukum menghormati kesepakatan ini yang tertuang
dalam perjanjian. Meskipun kebebasan para pihak
sangatlah esensial, namun kebebasan tersebut ada batas-
batasnya. Ia tunduk pada berbagai pembatasan yang
melingkupinya:
a. Pembatasan yang utama adalah kebebasan tersebut
tidak boleh bertentangan dengan undang-undang,
dan dalam taraf tertentu, dengan ketertiban umum,
kesusilaan, dan kesopanan.
b. Status dari kontrak itu sendiri. Kontrak dalam
perdagangan internasional yang ada unsur
asingnya.59 Artinya kontrak tersebut meskipun di

58
Soediman Kartohadiprodjo, Kumpulan Karangan, PT Pembangunan,
Djakarta, 1965, hlm 138.
59
Sudargo Gautama, Kontrak Dagang, Op Cit, hlm 65.

97
bidang perdagangan internasional paling tidak
tunduk dan dibatasi oleh hukum nasional (suatu
negara tertentu).
c. Mengikatnya para pihak adalah kesepakatan-
kesepakatan atau kebiasaan dagang yang
sebelumnya dilakukan oleh para pihak yang
bersangkutan. Daya mengikat kesepakatan-
kesepakatan meskipun tidak tertulis, tetapi mengikat,
sebagai berikut:
“In addition to the contractual terms agreed by
the parties, the course of past dealings
between traders may result in terms becoming
part of an agreement between them. These
past dealings, or trade usages between the
parties, may apply to the contractual
relationship despite their not being
incorporated into it in written form.
Kebutuhan bersifat materiil, finansiil antara lain dalam
Lembaga Pembiayaan. Salah satu hal yang cukup
penting dalam menjalankan dunia usaha adalah : “
Modal “ sumber modal dapat berasal dari “Pelaku
Usaha” itu sendiri atau bisa saja berasal dari pihak lain.
Badan Usaha di luar bank dan Lembaga Keuangan
Bukan Bank yang khusus didirikan untuk melakukan
kegiatan yang termasuk dalam bidang usaha Lembaga
Pembiayaan.
Sedangkan Kontrak sebagai sumber hukum Signifikansi
hukum nasional sebagai sumber hukum dalam hukum
perdagangan internasional tampak dalam uraian kontrak
sebagai sumber hukum, Hukum Perdagangan
Internasional. Peran hukum nasional ini antara lain
akan mulai lahir ketika timbul sengketa sebagai
pelaksanaan dari kontrak. Dalam hal demikian,
Pengadilan (Badan Arbitrase) pertama-tama akan

98
melihat klausul pilihan hukum dalam kontrak untuk
menentukan hukum yang mana akan digunakan untuk
menyelesaikan sengketanya.
Peran hukum nasional sebenarnya sangat luas, peran
signifikan dari hukum nasional lahir dari adanya
yurisdiksi (kewenangan) negara. Kewenangan ini
sifatnya mutlak dan eksklusif, artinya apabila tidak ada
pengecualian lain, kekuasaan itu tidak dapat diganggu
gugat. Yurisdiksi atau kewenangan tersebut adalah
kewenangan suatu negara untuk mengatur :
a. Peristiwa Hukum;
b. Subyek Hukum;
c. Benda yang berada di dalam wilayahnya.
Kewenangan mengatur ini mencakup membuat
hukum (nasional) baik yang sifatnya hukum publik
maupun hukum perdata (privat).
Kewenangan atas peristiwa hukum di sini dapat berupa
transaksi jual beli dagang internasional, atau transaksi
dagang internasional. Dalam hal ini, hukum nasional
yang dibuat suatu negara dapat mencakup Hukum
Perpajakan, Kepabeanan, Ketenagakerjaan, Persaingan
Sehat, Perlindungan HAKI (Intellectual Property Right)
hingga Perizinan Ekspor Impor suatu produk.
Selanjutnuya hal yang sangat penting dalam
menjalankan dunia usaha adalah “Modal” karena itu
Kebutuhan bersifat materiil, finansiil antara lain dalam
Lembaga Pembiayaan. Salah satu hal yang cukup
penting dalam menjalankan dunia usaha adalah : “
Modal “ sumber modal dapat berasal dari “Pelaku
Usaha” itu sendiri atau bisa saja berasal dari pihak lain.
Badan Usaha di luar bank dan Lembaga Keuangan
Bukan Bank yang khusus didirikan untuk melakukan
kegiatan yang termasuk dalam bidang usaha Lembaga

99
Pembiayaan. Elemen yang tak kalah penting adalah
modal..
Modal merupakan salah satu elemen penting dalam
suatu kegiatan usaha. Tanpa modal suatu usaha tisdak
akan berjalan. Oleh karena itu dalam realitanya ada
orang yang ingin memiliki, usaha dan mempunyai ide
cemerlang. Akan tetapi hanya sekedar mengawang-
awang karena tidak mempunyai akses ke Lembaga
perbankan untuk memenuhi kebutuhan akan modal
tersebut. Di Indonesia terdapat dan dikenal ada suatu
Lembaga Keuangan yaitu Lembaga keuangan Bank dan
Lembaga keuangan bukan Bank.
Perbedaan keduanya terletak pada kegiatan usaha yang
dapat dilakukan sbb:
Bank adalah lembaga keuangan yang melaksanakan
kegiatan usaha yang menarik dana langsung dari
masyarakat dalam bentuk simpanan dan
menyalurkannya kembali kepada masyarakat dalam
bentuk kredit atau pembiayaan. Sedangakan Lembaga
Keuanagan bukan bank
Lembaga Keuangan Bukan Bank adalah : tidak
dapat melakukan kegiatan penarikan dana langsung dari
msyarakat dalam bentuk simpanan. Adanya Lembaga
Pembiayaan adalah badan usaha dalam bentuk
penyediaan dana atau barang modal, untuk itu
selanjutnya akan dibahas mengenai Perusahaan
Selanjutnya akan dipaparkan tentang obyek hukum
yaitu Benda yang berkaitan dengan Hukum dagang.

100
BAB IV.
BENDA MENURUT KUH PERDATA

A. Bagaimanakah Kitab Undang-Undang Hukum


Perdata
membedakan benda dalam urusan Perusahaan?
Dapat dikatakan bahwa Urusan Perusahaan dalam
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata membedakan
benda beberapa jenis :
1. Benda-benda bertubuh/berwujud (Lichamelijke
Zaken) dan benda tak berwujud (onlichamelijke
zaken) Pasal 50 KUHPerdata. Pembedaan ini
penting jika dikaitkan dengan cara penyerahan
benda yang bersangkutan sebagai akibat adanya
suatu hubungan hukum antara dua pihak atau lebih
misalnya : jual beli.
2. Benda-benda yang kalau dipakai dapat habis
(verbruikbaar) dan benda-benda yang dipakai tidak
dapat habis (on verbruikbaar), yang dapat
dihabiskan adalah barang-barang yang habis karena
dipakai. Pasal 505 KUHPerdata. Barang-barang
yang habis karena pemakaian misalnya : nasi, kopi,
teh, gula, roti dan lain-lain. Barang-barang yang
tidak habis karena pemakaian misalnya : sendok,
garpu, piring, motor, mobil.
3. Benda yang sudah ada (tegenwoordige zaken) dan
benda-benda yang masih akan ada (toekomstige
zaken). Benda-benda yang masih akan ada
dibedakan dalam pengertian absolut dan relatif.
Benda yang akan ada dalam pengertian absolut
artinya : benda tersebut pada suatu saat sama sekali
belum ada, misalnya : panen padi yang akan datang.
Benda-benda yang masih akan ada dalam
pengertian relatif yaitu : benda-benda yang pada

101
satu saat sudah ada, tetapi bagi orang-orang tertentu
belum ada, misalnya : perabot rumah tangga yang
sudah dibeli berdasarkan pesanan tetapi belum
diserahkan.
4. Benda didalam perdagangan (zaken in de handel)
dan benda diluar perdagangan (zaken buiten de
handel) arti pentingnya pembedaan ini terletak pada
obyek perjanjiannya. Benda dalam perdagangan
ialah : benda-benda yang dalam lapangan harta
kekayaan dapat dijadikan obyek suatu perjanjian
artinya dapat diperjual belikan dengan bebas. Benda
diluar perdagangan ialah benda-benda yang dalam
lapangan harta kekayaan tidak dapat dijadikan obyek
sesuatu perjanjian artinya tidak bebas diperjual
belikan misalnya : jalan umum, lapangan sepak bola,
tanah yang sudah diwakafkan. Ditinjau dari sudut
moral misalnya : larangan memperjual belikan bayi-
bayi dan anak-anak balita. Ditinjau dari sudut
ketentuan Undang-Undang misalnya : memperjual
belikan narkotika dan obat-obat terlarang caset dan
video compact disc (VCD) bajakan. Demikian juga
yang bertentangan dengan kesusilaan dan ketertiban
umum misalnya : memperjual belikan kalender
dengan gambar-gambar porno.
5. Benda-benda yang kalau dipakai dapat habis
(verbruikbaar) dan benda-benda yang dipakai tidak
dapat habis (on verbruikbaar), yang dapat
dihabiskan adalah barang-barang yang habis karena
dipakai. Pasal 505 KUHPerdata. Barang-barang
yang habis karena pemakaian misalnya : nasi, kopi,
teh, gula, roti dan lain-lain. Barang-barang yang
tidak habis karena pemakaian misalnya : sendok,
garpu, piring, motor, mobil.

102
6. Benda yang sudah ada (tegenwoordige zaken) dan
benda-benda yang masih akan ada (toekomstige
zaken). Benda-benda yang masih akan ada
dibedakan dalam pengertian absolut dan relatif.
Benda yang akan ada dalam pengertian absolut
artinya : benda tersebut pada suatu saat sama sekali
belum ada, misalnya : panen padi yang akan datang.
Benda-benda yang masih akan ada dalam
pengertian relatif yaitu : benda-benda yang pada
satu saat sudah ada, tetapi bagi orang-orang tertentu
belum ada, misalnya : perabot rumah tangga yang
sudah dibeli berdasarkan pesanan tetapi belum
diserahkan.
7. Benda-benda yang dapat dibagi (deelbare zaken)
dan benda-benda yang tidak dapat dibagi
(ondeelbare zaken). Pembedaan ini berkaitan dengan
wujud dan sifat suatu benda. Benda yang dapat
dibagi ialah : benda yang apabila wujudnya dibagi
tidak mengakibatkan hilangnya sifat dan hakekat
benda tersebut. Misalnya : beras, kopi, gula pasir,
terigu. Benda yang tidak dapat dibagi ialah benda
yang jika wujudnya dibagi mengakibatkan hilangnya
sifat dan hakekat benda tersebut, misalnya : kuda,
sapi, ayam, tetapi akan berupa daging kuda, daging
sapi, daging ayam.
8. Benda-benda yang dapat diganti (wisseling zaken)
dan benda-benda yang tidak dapat diganti
(onwisseling zaken). Benda yang dapat diganti dan
benda yang tidak dapat diganti, misalnya : uang,
hewan. Uang yang masih berlaku kalau dipakai atau
hilang maka dapat diganti. Tetapi kalau uang kuno
yang sudah tidak berlaku lagi kalau hilang maka
kecil kemungkinannya untuk dapat diganti.
Demikian juga seekor kambing, misalnya : kalau

103
hilang atau disembelih tidak dapat diganti dengan
kambing yang jenis dan bentuknya persis sama.
9. Benda-benda yang terdaftar (geregistreerde zaken)
dan benda-benda yang tidak terdaftar
(ongeregistreerde zaken). Benda-benda yang
terdaftar ialah benda-benda yang pemindahan dan
pembebanannya harus didaftarkan dalam daftar buku
atau register umum, artinya pembedaan tersebut
terletak pada pembuktian kepemilikannya. Benda
terdaftar disebut juga benda atas nama ialah benda
yang dibuktikan dengan tanda pendaftaran atau
sertifikat atas nama kepemilikannya. Misalnya :
tanah, rumah. Benda-benda tidak terdaftar disebut
juga benda tidak atas nama, pada umumnya
merupakan benda bergerak yang tidak sulit
membuktikan kepemilikannya, karena pada benda
bergerak berlaku asas bezit berlaku sebagai titel
yang sempurna artinya bezit (kedudukan berkuasa)
adalah sama dengan eigendom sehingga siapa saja
menguasai benda bergerak adalah pemiliknya
(eigenaar) dari benda tersebut.
10. Pembedaan antara benda-benda bergerak (roerend
zaken) dan benda-benda tidak bergerak (onroerend
zaken). Pembedaan kedua jenis benda tersebut
merupakan pembedaan yang terpenting karena
berkaitan erat dengan manfaat sebagai berikut :
a. Cara membedakannya : Benda tidak bergerak
karena sifatnya (Pasal 506 KUHPerdata) misalnya :
tanah dan segala sesuatu yang melekat dan didirikan
diatasnya, atau tanaman-tanaman yang akarnya
menancap dalam tanah atau buah-buahan dipohon
yang belum dipetik, demikian juga barang-barang
tambang. Benda tidak bergerak karena
peruntukkannya atau tujuannya (Pasal 507 KUH

104
Perdata). Benda tidak bergerak karena ketentuan
Undang-Undang misalnya : hak pakai atas
kebendaan tidak bergerak, hak pengabdian tanah,
hak numpang karang dan hak usaha (Pasal 508
KUHPerdata).Untuk kebendaan bergerak dapat
dibagi dalam dua golongan : Benda bergerak karena
sifatnya yaitu : benda-benda yang dapat berpindah
atau dapat dipindahkan (Pasal 509 KUHPerdata).
Benda bergerak karena ketentuan Undang-Undang
menurut Pasal 511 KUHPerdata (5) : saham dalam
utang negara Indonesia, baik yang terdaftar dalam
buku besar, maupun sertifikat, surat pengakuan
utang, obligasi atau surat berharga lainya, beserta
kupon atau surat-surat bukti bunga yang
berhubungan dengan itu
b. Manfaat pembedaannya berkaitan dengan empat hal
yaitu penguasaan, penyerahan, daluwarsa dan
pembebanan. Dalam hal ini akan Traditio
(Levering) diterjemahkan sebagai pengoperan atau
penyerahan. Sifatnya derivatief artinya : seseorang
memperoleh suatu benda melalui penyerahan bagi
orang lain yang telah lebih dahulu menduduki atau
menguasai benda tersebut.

B. Traditio (Levering)
Diterjemahkan sebagai pengoperan atau penyerahan.
Sifatnya derivatief artinya : seseorang memperoleh suatu
benda melalui penyerahan bagi orang lain yang telah
lebih dahulu menduduki atau menguasai benda tersebut.
Menurut Pasal 612 KUHPerdata : penyerahan benda-
benda bergerak dapat dilakukan dengan penyerahan
nyata (feitelijke levering). Dengan sendirinya penyerahan
nyata adalah sekaligus penyerahan yuridis (juridische
levering). Sedangkan menurut Pasal 616 KUHPerdata :

105
penyerahan benda tidak bergerak dilakukan melalui
pengumuman akta yang bersangkutan dengan cara
seperti ditentukan dalam Pasal 620 KUHPerdata antara
lain membukukannya dalam register. Penyerahan
Benda tidak berwujud dapat digolongkan kedalam
benda-benda bergerak tidak berwujud/ tidak bertubuh
adalah: piutang-piutang dan hak-hak. Surat-surat piutang
(vorderings rechten) dapat berupa surat piutang atas
nama (vordering op naam), surat piutang atas/kepada
pembawa sebagai vordering aan order. Yang dimaksud
surat-surat piutang tersebut dan cara penyerahannya
sebagai berikut : Penyerahan surat piutang atas nama
(Vordering op naam) adalah : surat yang hanya
memungkinkan pembayaran uang kepada orang yang
namanya disebut dalam surat tersebut (Pasal 1153
KUHPerdata). Menurut Pasal 613 (1) KUHPerdata
: penyerahan piutang-piutang atas nama dan barang-
barang lain yang tidak bertubuh, dilakukan dengan jalan
membuat akta otentik atau dibawah tangan yang
melimpahkan hak-hak atas barang-barang itu kepada
orang lain. Dalam prakteknya penyerahan dilakukan
dengan bukti penyerahan dilakukan dengan bukti
penyerahan hak (cessie). Cessie diatur dalam Buku II
KUHPerdata tentang “ kebendaan”, karena merupakan
salah satu cara untuk memperoleh (mengalihkan) hak
milik (Pasal 584 KUHPerdata). Jadi merupakan suatu
perjanjian kebendaan (zakelijke overeenkomst).
Perbuatan hukum yang terpenting dalam urusan
Perusahaan adalah perbuatan jual-beli. Peraturan jual beli
urusan Perusahaan ini tidak ada keseragaman. Peraturan
jual beli benda tetap misalnya tanah dengan peraturan
jualbeli benda bergerak misalnya meja kursi. Perlu
diingat dalam peraturan sistim hukum barat perbuatan
jual beli tertdiri dari dua macam yaitu perjanjian jual beli

106
yang sifatnya obligatoir, dan perjanjian penyerahan yang
bersifat mengalihakan hak (milik). Jika dalam perjanjian
jual beli tidak dicantumkan secara khusus barang-barang
apa yang akan beralih, maka peralihan barang-barang
pada urusan perusahaan akan dinyatakan dalam akta
cessie yang harus diberitahukan pada debitur pasal 613
ayat (1) KUHPer. Kalau yang akan dipindahkan pada
pembeli benda tetap, misalnya tanah maka peralihan
harus dilakukan sesuai dengan PP No 10 tahun 1961
(1961-28) tentang Pendaftaraan Tanah.
Selanjutnya yang berkaitan dengan Hukum Dagang
adalah Hukum Surat Berharga

107
BAB V
HUKUM SURAT BERHARGA

A. Hukum Surat Berharga.


1. Sejarah Surat Berharga
Surat berharga mulai dikenal pada abad pertengahan
(the middle ages) dilaut tengah dinegara-negara kota
(cities state) pada awalnya aktivitas transaksi
perdagangan timbul hambatan, karena para pedagang
beraktivitas dengan pedagang diluar kota. Sehingga
mereka kesulitan untuk melakukan pembayaran, alat
apa yang dapat digunakan dan diakui oleh masing-
masing pihak untuk melakukan transaksi
perdagangan tersebut. Untuk itu timbullah ide untuk
menciptakan surat berharga dikalangan pedagang.
Hukum surat berharga (the law of negotiable
instruments) dimulai dari kebiasaan para pedagang
dalam transaksi perdagangan yang pada waktu itu
disebut dengan istilah Law merchant. Kemudian
dalam perkembangannya Inggris pada tahun 1882
menerbitkan Undang-Undang tentang Surat berharga,
yang diikuti negara Amerika dengan Uniform
Negotiable Instruments Acts tahun 1896, kemudian
ketentuan-ketentuan ini diadopsi oleh semua negara.
Perkembangannya surat berharga sampai ke
Indonesia yang pada waktu itu masih jajahan
Belanda, berdasarkan asas konkordansi, Kitab
Undang-Undang Hukum Dagang berlaku di
Indonesia. Surat berharga adalah untuk mendorong
kegiatan transaksi perdagangan para pedagang karena
.dapat diperjual belikan, surat tersebut merupakan
penjelmaan dari suatu hak untuk mendapatkan
suatu kekayaan

108
Surat-surat Berharga (waarde papieren), dalam
surat berharga : wesel (bill of exchange) dan
konosemen (bill of lading) dalam Letter of credit
yang menurut KUHD sebagai alat bayar dan bukti
kepemilikan barang. Wesel (Bill of exchange) dan
konosemen (bill of lading) dalam L/C adalah sebagai
alat pembayaran dan dokumen pengangkutan barang,
yang merupakan bentuk-bentuk surat berharga
dalam KUHD. Surat- surat berharga (waarde
papieren) yang dalam perdagangan disebut surat
perdagangan atu surat perniagaan (handelspapier)
atau juga disebut commercial paper. Dalam surat-
surat berharga umpamanya untuk penagihan
diperlukan syarat-syarat surat-surat resmi seperti
akta tertulis, karena surat yang berharga itu tidak
implicitie mengandung “hak untuk menagih” Surat-
surat berharga terletak kepada tekanan ikatan yang
melekat pada surat itu, kepada hak-hak yang
terkandung dalam surat-surat itu. Dialah yang
mempunyai hak yang tercantum dalam surat itu.
Karena itu apabila surat ini diserahkan maka hal ini
mengandung pula penyerahan hak dalam surat itu.
Surat berharga (waarde papieren) adalah: suatu
surat dimana hak itu dilekatkan/ dibubuhkan kepada
surat itu artinya hak itu tidak ada kalau tidak
diwujudkan berupa surat itu, misalnya : wesel, sero,
saham, obligasi, cell, konosemen. Surat berharga
adalah alat bayar atau instrumen pembayaran dalam
berbagai transaksi perdagangan sebagai pengganti
uang, pemegang surat berharga orang yang berhak
atau dianggap berhak melakukan penagihan. Dalam
surat berharga : wesel (bill of exchange) dan
konosemen (bill of lading) dalam Letter of credit

109
yang menurut KUHD sebagai alat bayar dan bukti
kepemilikan barang.

Dalam penerbitan Surat Berharga minimal terdapat


dua pihak yaitu pihak penerbit dan pihak penerima
surat berharga. Pada awalnya kedua pihak tersebut
terikat dengan perikatan dasar. Perjanjian yang telah
disepakati dimana salah satu pihak untuk memenuhi
prestasi menerbitkan surat berharga.

2. Sejarah Perkembangan Letter Of Credt (L/C)


Sebagai sistim pembayaran dalam transaksi
perdagangan Letter of credit mula-mula
dipergunakan dalam salah satu bentuknya pada
masa ramainya perdagangan di Romawi dan
Lombardia. Negara-negara tersebut memegang
peranan dalam perdagangan dunia. Perkembangan
bentuk kredit yang modern dimulai kira-kira pada
abad ke 17 dan dinegara Inggeris, kredit dokumenter
ini berkembang sampai menjadi bentuk seperti yang
sekarang ini.
Hal ini disebabkan karena dinegara tersebut tersedia
kondisi-kondisi yang membantu berkembangnya
kredit dokumenter itu. Sebelum tahun 1914 London
telah menguasai monopoli, dalam bidang lalu lintas
perdagangan luar negeri. Dikota ini telah memiliki
pasar uang dan modal yang telah maju dan sangat
luas. Selain itu para bankir di London memiliki
pengalaman-pengalaman yang luas dalam bidang
pembiayaan internasional, sehingga mereka
mendapatkan kepercayaan dari seluruh dunia. Hal ini
mengakibatkan mata uang Poundsterling dapat
diterima dinegara manapun dan menjadi valuta dunia.
Akibat lain ialah pembiayaan dan pembayaran dari

110
transaksi-transaksi perdagangan antar negara,
misalnya: negara Amerika Utara dan Amerika
Selatan maupun antara negara-negara di Eropa dapat
diselesaikan melalui London. Begitu besar peranan
London dalam perdagangan dunia, sehingga 95 %
dari transaksi perdagangan sebelum tahun 1914
dilakukan dalam mata uang Pounsterling.
Dengan pecahnya Perang Dunia I membawa akibat
perubahan secara radikal sebagai akibat dari hasil
penjualan senjata. Amerika Serikat mengalami
zaman keemasannya dan segera dapat menarik
sebagian besar dari lalu lintas keuangan dunia.
Sebaliknya posisi l
London dalam perdagangan dunia semakin lama
semakin kurang maju. Dengan diterimanya
Federal reserve act pada tahun 1914 pasar diskonto
di New York semakin berkembang dan akhirnya New
York menjadi pusat keuangan dunia menggeser
kedudukan London.
Akibat lain dari Perang Dunia I ialah menyangkut
perkembangan dalam menggunakan kredit dokumenter
yang sebelum tahun 1914 perdagangan berdasarkan
“atas saling percaya mempercayai”. Kegoncangan
harga dan valuta pada waktu itu tidak perlu
dikhawatirkan. Para supplier tidak perlu merasa
khawatir apabila mereka segera mengapalkan barang-
barang yang dipesan oleh importirnya walaupun
pembayarannya baru diterima kemudian. Mereka tidak
ragu-ragu mengirimkan wesel beserta dokumen
pengapalan lengkap melalui banknya untuk ditagihkan.
Walaupun untuk jarak antara negara di Asia Tenggara
dan Eropa membutuhkan waktu cukup lama bagi
eksportir/supplier untuk menerima pembayaran hasil
penjualannya.

111
Hal-hal lain yang kurang menyenangkan adalah
kegoncangan harga dan valuta dapat berubah sewaktu-
waktu, lalu lintas antar negara dapat terputus sama
sekali sehingga dapat mengakibatkan putusnya
hubungan dengan sebagian besar relasi-relasi
perdagangan yang ada.
Sesudah Perang Dunia I perdagangan dunia memulai
kembali hubungan perdagangan, pengusaha-pengusaha
menghadapi kenyataan bahwa cara pembayaran yang
diikuti sebelum Perang Dunia I yang berdasarkan
“kepercayaan” saja tidak dapat dipertahankan lagi.
Disamping itu para eksportir dan importir tidak
mengetahui kebiasaan (usage) dagang yang berlaku
dinegara-negara lain sedang relasi-relasi baru yang
baik sukar didapat.
Ada unsur risiko bagi eksportir dan importir yang
mendorong mereka untuk menempuh cara-cara yang
termuat dalam documentary credit sebagai alat
pembayaran. Ini merupakan suatu kemajuan dan
perkembangan pesat dengan keuntungan-keuntungan
yang dinikmati oleh eksportir dan importir. Dalam
perkembangan banyak diantara bank-bank pada waktu
itu, kurang memahami dan menyadari bahaya yang
akan timbul oleh fluktuasi harga apalagi belum ada
kesepakatan dan keseragaman didalam memakai istilah-
istilah yang digunakan dalam kontrak-kontrak jual beli.
Penetapan secara yuridis yang menjadi hak dan
kewajiban dari pada eksportir dan importir belum ada.
Istilah-istilah ditafsirkan menurut pendapatnya masing-
masing pihak, dan tidak saja berbeda akan tetapi
bahkan bertentangan. Akibatnya bank-bank yang
menjamin pembayaran terikat untuk memenuhi
kewajiban pembayaran, sehingga banyak diantara
bank-bank yang menderita kerugian. Untuk mengatasi

112
ini di Amerika Serikat diadakan musyawarah untuk
menyeragamkan istilah-istilah yang dipakai dalam
documentary letter of credit pada tahun 1919 yang
disebut American foreign trade definition.
Pada tahun 1920 diadakan New York bankers
commercial credit conference yang menghasilkan
regulation effecting exsport commercial credit.
Tahun 1933 Majelis perdagangan Internasional (the
council of the international chamber of commerce)
telah berhasil mengeluarkan ketentuan yang lebih
sempurna yang disebut International Reglement.
Tahun 1951 Internatioanl reglement disempurnakan
dan menghasilkan Uniform customs and practice for
commercial documentary credits yang dalam bahasa
Perancis disebut Regles et usances uniformes relatives
au credits decumentaires yang berlaku sejak tanggal 1
Januari 1952.60
Revisi tahun 1951 ditujukan untuk menyesuaikan
semua peraturan tahun 1933 dengan perkembangan-
perkembangan yang dialami. Yang terjadi diantara
tahun 1933 sampai tahun 1951 dalam lalu lintas
perdagangan antar negara sehingga peraturan tersebut
dipandang dapat menampung kebutuhan-kebutuhan
negara peserta. Walaupun demikian revisi tahun 1951
itu ada sesuatu hal yang masih dianggap kurang ialah
karena Inggeris menolak, untuk menjadi peserta dan
tunduk pada peraturan tersebut. Hal ini oleh negara-
negara peserta lainnya dianggap bahwa lingkungan
berlakunya peraturan tersebut masih terbatas. Sedang
dalam kenyataannya mereka banyak berhubungan
dengan Inggeris dalam segala aktivitas ekspor impor
barang.

60
Soepriyo Andhibroto, Letter of Credit dalam Teori dan Praktek,
Semarang, Dahara Prize, 1989, hal 33.

113
Kemudian pada bulan November 1962 International
chamber of commerce berhasil mengadakan revisi lagi
dengan ditandai masuknya Inggeris sebagai pesertanya.
Kesediaan Inggeris untuk bergabung ini dengan
mengemukakan pendapat dan pandangan yang berbeda
dengan prinsip yang terdapat dalam ketentuan peraturan
yang berlaku sebelumnya. Dalam peraturan lama yang
menjadi pusat perhatian ialah mengenai kedudukan
pihak bank, sedangkan dalam revisi 1962 Inggeris
mengemukakan bahwa tidak hanya kedudukan bank
saja yang harus diperhatikan akan tetapi, juga
kedudukan para pembeli.
Nopember 1962 International chamber of commerce
berhasil direvisi teks bahasa Perancis secara resmi
diganti kedalam bahasa Inggeris dan dengan masuknya
negara Inggeris sebagai anggota, Inggeris
mengemukakan bahwa : tidak hanya kedudukan bank
saja yang harus diperhatikan tetapi juga kedudukan dari
pihak pembeli. Dasar alasannya : semua hak dan
kewajiban yang timbul dari tindakkan pembukaan
letter of credit bersumber pada amanat atau kuasa yang
diberikan oleh pembeli sebagai applicant kepada bank
pembuka atau issuing bank. Hak untuk berbuat sesuatu
oleh bank harus sesuai dengan amanat yang
diterimanya. Sebaliknya kewajiban-kewajiban bank
semua dilakukan dengan pertimbangan apa yang
diinginkan pembeli. Tujuan dari letter of credit adalah
membayar kepada beneficiary, sedangkan uang yang
dibayarkan itu adalah uang pembeli yang bersangkutan.
Ini bukan berarti pembeli bebas semaunya dan hanya
haknya saja yang harus diperhatikan. Diapun
mempunyai kewajiban dan tanggung jawab sebagai
akibat dari amanatnya itu dan pemberian amanatnya itu
sendiri harus cermat. Setelah Inggeris menjadi peserta

114
dan menganut ketentuan peraturan yang telah direvisi
panda tahun 1962, maka teks dari bahasa Perancis
secara resmi diganti kedalam bahasa Inggris.
Perkembangan selanjutnya dunia pengangkutan
barang-barang dalam perdagangan internasional
mengalami perkembangan yang pesat sehubungan
dengan kemajuan teknologi. Barang tidak diangkut lagi
dengan terpisah-pisah tetapi sudah dimasukkan
kedalam suatu container (peti kemas), bahkan ada
salah satu container yakni FCL (full container load)
yang dapat diisi penuh oleh pengirim dipedalaman atau
dipabrik dan tidak dibuka lagi sampai diterima oleh
pihak pembeli/penerima. Untuk mengangkut container
tersebut sampai ketangan importir dibutuhkan lebih
dari satu mode of transfort. Disamping syarat-syarat
perdagangan sudah berbeda, konsekuensinya dokumen-
dokumen pengangkutan harus menyesuaikan dengan
perkembangan.
Hal-hal semacam itu mendorong untuk meninjau
kembali Uniform customs and Practice yang telah ada,
sampai akhirnya pada tahun 1974 dengan Publication
290 yang mulai berlaku sejak tanggal 1 Oktober 1975
International chamber of commerce berhasil
mengadakan revisi seperlunya.
Dalam perkembangannya sepuluh tahun kemudian
banyak masalah yang timbul yang semata-mata
disebabkan karena kemajuan teknologi dan perubahan
kebiasaan dalam dunia usaha, yang pada hakekatnya
menyangkut 4 aspek pokok yaitu:
1. Perkembangan teknologi pengangkutan dan
perluasaan secara geografis kontainerisasi yang
diikuti oleh beberapa negara.
2. Pengaruh perkembangan fasilitas dibidang kegiatan
perdagangan internasional terutama munculnya

115
dokumen-dokumen baru, cara pembuatan reproduksi
dokumen dengan mempergunakan sistem
reprografis, otomatisasi maupun komputerisasi.
3. Perkembangan teknologi dibidang komunikasi yang
menggantikan kertas sebagai suatu upaya
pengiriman informasi data beralih dengan
menggunakan metode outomated data processing
atau electronic data processing.
4. Perkembangan jenis baru dari documentary letter of
credit yaitu defered payment credit dan standby
credit.

Semua ini mempunyai pengaruh yang besar terhadap


teknis maupun mekanisme pelaksanaan pembayaran
dengan letter of credit. Selama kepentingan dan masalah
yang dihadapi pembeli dan penjual masih menjadi yang
terpenting (paramount) dalam suatu transaksi
perdagangan Internasional. Maka menjadi kewajiban
pihak Internasional Chamber of commerce untuk selalu
menyesuaikan ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam
dalam uniform customs and practice dengan
perkembangan-perkembangan yang ada.. Tahun 1983
direvisi oleh ICC (International chamber of commerce)
commision on banking technique and practice direvisi
lagi menjadi uniform customs and practice for
documentary credits 400 berlaku tanggal 1 Oktober
1984.
Selanjutnya dalam penulisan ini akan diutarakan juga
bahwa pengertian Letter of credit yang seperti sekarang
ini, dalam pengaturan secara Internasional adalah tidak
sama seperti pada permulaan cara pembayaran.itu
dikenal. Documentary letter of credit pada permulaannya
tidaklah dibuka oleh bank, melainkan oleh pedagang-
pedagang. Oleh karena itu dikenal dengan nama

116
Merchants letter of credit yang kemudian berkembang
menjadi Bankers letter of credit.61
Merchants letter of credit mengandung suatu pengertian
bahwa: bank sama sekali tidak mengikatkan dirinya
terhadap beneficiary dalam pembukaan kredit. Pembeli
langsung mengikatkan dirinya kepada penjual untuk
membayar dengan melalui banknya.
Dalam hal ini pihak bank tersebut tidak terikat pada
penjual, dia hanya meneruskan surat pemberitahuan dari
pembeli kepada penjual bahwa : untuk penjual telah
dibuka suatu kredit pada bank tersebut. Dan akan
dibayar apabila penjual menerbitkan wesel atas pembeli
dengan menyerahkan dokumen-dokumen tertentu. Dalam
bentuk ini pihak penjual tidak terlihat mendapat jaminan
dari pembeli atau dari bank bahwa pembayaran sungguh-
sungguh akan dilaksanakan. Antara pembeli dan penjual
didalam hubungan Merchants lettter of credit, unsur
percaya mempercayai dan kejujuran adalah syarat
utama.
Kebanyakan para penjual merasa aman hanya karena
ada suatu kenyataan bahwa: pembeli itu mengenai
pembayaran tersebut memperoleh bantuan jasa dari suatu
bank. Andaikata pembeli itu bukan orang baik kedudukan
ekonominya, tentu bank akan menolak untuk memberi
bantuan tersebut.
Sedangkan Bankers letter of credit adalah pembeli
sudah melibatkan bank terikat kepada penjual.
Pernyataan dari pihak pembeli bahwa ia akan membayar
kepada penjual melalui banknya telah diperkuat oleh
bank. Dalam arti bank disini telah mengikatkan dirinya
kepada beneficiary (penjual).
Dalam perkembangan selanjutnya kearah yang lebih
dekat dengan Documentary letter of credit didalam
61
Ibid, hal 36.

117
perkembangan, cara-cara pembayaran suatu transaksi
ialah bank diberi peranan untuk mengatur pembiayaan
suatu transaksi.
Semua yang berhubungan dengan pembayaran suatu
transaksi diatur bank, mengenai dokumen-dokumen
harus diserahkan kepada bank yang bersangkutan.
Perkembangan lebih lanjut ialah “pihak pembeli yang
membuka kredit, atas amanat dari pembeli”. Pengertian
dalam bentuk seperti inilah sekarang Letter of credit.
Oleh karena itu timbulnya alat pembayaran dengan
menggunakan jasa bank yang disebut Letter of credit
karena adanya rasa tidak kepercayaan, antara pembeli
dan penjual yang melintasi batas-batas kenegaraan
bahwa pembeli akan membayar sejumlah harga yang
telah disepakati pada waktu yang telah ditentukan dan
penjual akan mengirimkan barang sesuai dengan yang
telah disepakati.

Metode pembayaran dengan documentary credit yang


juga disebut letter of credit ini untuk memenuhi
keinginan eksportir dan importir dalam transaksi
perdagangan internasional. Penjual menginginkan
mendapat jaminan produk dibayar, disamping itu
pembayaran tadi dapat diterima sebelum kepemilikan
barang diserahkan.
Dipihak pembeli (importir) menghendaki agar barang
yang mereka beli dapat diterima dalam jumlah, kondisi
dan jadual yang telah disetujui dalam kontrak penjualan.
Dan mereka menginginkan agar tidak membayar terlebih
dulu sebelum barang diterima, minimal mereka mendapat
jaminan akan menerima barang yang dipesan. Kedua
keinginan yang kelihatan bertolak belakang dapat

118
dipertemukan dalam metode pembayaran documentary
credit atau letter of credit.62
Selanjutnya direvisi tahun 1993 menjadi Uniform customs
and practice for documentary credits (UCP 500) yang
masih berlaku sampai sekarang. Sumber hukum yang
mengatur kontrak internasional paling utama (primer)
adalah :
1. Hukum nasional dalam hukum kontrak
internasional. Menurut Sudargo Gautama bahwa
kontrak nasional yang ada unsur asingnya artinya
kontrak tunduk pada salah satu sistem hukum nasional
dibidang hukum komersial atau dagang suatu pihak
2. Dokumen kontrak adalah kesepakatan atau
persetujuan merupakan hukum bagi para pihak aturan
hukum Indonesia, misalnya menyatakan bahwa
persetujuan-persetujuan yang dibuat para pihak adalah
UU bagi para pihak.

3. Kebiasaan perdagangan Internasional dengan istilah


Lex Mercatoria (hukum dan pedagang) karena
hukum itu lahir dan berkembang berkat praktek atau
kebiasaan yang dilakukan oleh para pedagang sendiri.
Kebiasaan perdagangan internasional itu memiliki
dua sifat :
a. Sumber hukum itu biasanya dirumuskan oleh
lembaga-lembaga internasional atau asosiasi-
asosiasi dagang dan,
b. sumber hukum akan berlaku apabila para pihak
menyatakan atau memasukkannya kedalam
kontrak. Sifatnya adalah kekuatan mengikat
kebiasaan internasional baru akan mengikat suatu
kontrak apabila para pihak dengan tegas

62
Siswanto Sutojo, membiayai Perdagangan Ekspor Impor, Jakarta :
Damar Mulia Pustaka, 2001, hal 81.

119
menyatakan demikian secara tertulis. Kebiasaan
dagang yang sifatnya mengikat biasanya tercantum
atau telah dikodifikasi oleh lembaga-lembaga atau
badan-badan internasional dibidang perdagangan,
Contohnya: kebiasaan yang telah terkodifikasi
atau tertulis adalah: 1). UCP 500 (uniform custom
for documentary credits),
2). Incoterm 2000 adalah syarat–syarat dalam
pengangkutan melalui kapal, istilah atau
syarat-syarat perdagangan misalnya FOB, CIF
yang telah mendapat pengertian umum
diantara pelaku umum diantara pelaku dagang.
4. Prinsip-prinsip hukum umum mengenai kontrak yang
telah lama dikenal sebagai salah satu sumber hukum
kontrak internasional yang terkait dengan sumber
hukum internasional yang termuat dalam statuta
Mahkamah Internasional, contoh adalah prinsip pacta
sunt servanda, prinsip itikad baik, prinsip ganti rugi
(kompensasi),
5. Putusan pengadilan sifatnya merupakan sumber
hukum tambahan, ini penting untuk mengetahui posisi
pengadilan terhadap aturan-aturan kontrak
internasioanl, termasuk didalamnya posisi pengadilan
terhadap sumber-sumber hukum yang tercantum diatas.
6. Doktrin atau pendapat para sarjana terkemuka dan
diakui kepakarannya didunia ini termasuk sumber
hukum tambahan. Artinya doktrin dapat dijadikan
acuan untuk menegaskan ada tidaknya suatu ketentuan
hukum mengenai sesuatu obyek kontrak,
7. Perjanjian Internasional mengenai kontrak contohnya
perjanjian internasional atau perjanjian multiteral yang
berlaku bagi lebih dari dua negara dibidang navigasi,
perdagangan dan persahabatan. Perjanjian internasional
yang terekait dengan kontrak internasional yaitu:

120
Konvensi CISG 1980 tentang jual beli Internasional,
konvensi UNIDROIT tentang prinsip-prinsip hukum
umum nasional dapat dipinjam atau diterapkan dalam
hukum kontrak Internasional, konvensi New York 1958
tentang pengakuan dan pelaksanaan putusan Arbitrase
Asing dan Konvensi Den Haag 2005 mengenai
perjanjian pilihan forum bertujuan untuk meningkatkan
prekdiktabilitas dalam perdagangan internasional
melalui penghormatan terhadap kesepakatan atau
perjanjian para pihak, menitikberatkan pada
penghormatan, pengakuan dan pelaksanaan putusan
Badan peradilan (umum).63

B. Pengertian Hukum Surat Berharga


1. Apakah yang dimaksud dengan Surat Berharga?
Surat berharga adalah: suatu surat dimana hak itu
dilekatkan/dibubuhkan kepada surat itu artinya hak itu
tidak ada kalau tidak diwujudkan berupa surat itu. Di
Indonesia mengenai wesel (bill of exchange) dan
konosemen (bill of lading) diatur dalam Kitab Undang-
Undang Hukum Dagang, yang merupakan bentuk-
bentuk dari surat berharga. Wesel berarti alat tukar
menukar, yang kini ditukarkan dengan uang, sebagai
sesuatu yang dijadikan alat pembayaran. Pemegang
wesel adalah pembawa hak. Apabila hak itu
dipindahkan maka hak kebendaan itu selalu
mengikutinya, droit de suite atau zaaksgevolg artinya
suatu hak yang terus mengikuti pemilik benda, atau
hak yang mengikuti benda ditangan siapapun (het recht
volgt de eigendom van de zaak). Sehingga hak itu
dinamakan hak kebendaan (zaaksgevolg). Hak

63
Huala Adolf, Dasar-dasar Hukum Kontrak Internasioanal, Bandung:
Refika Aditama, 2007, hal 102

121
Kebendaan adalah : suatu hak absolut artinya hak yang
melekat pada suatu benda, memberikan kekuasaan
langsung atas benda tersebut dan dapat dipertahankan
terhadap tuntutan oleh setiap orang. Dari rumusan ini
ciri-ciri hak kebendaan sebagai berikut :
a. Bersifat absolut (hak mutlak) yaitu dapat
dipertahankan terhadap tuntutan setiap orang,
b. Droit de suite atau zaaksgevolg artinya: suatu hak
yang terus mengikuti pemilik benda, atau hak
yang mengikuti bendanya ditangan siapapun (het
recht volgt de eigendom van de zaak), artinya hak
itu terus mengikuti bendanya dimanapun juga
(dalam tangan siapapun juga) barang itu berada.
Hak itu terus mengikuti orang yang
mempunyainya. Apabila ada suatu hak kebendaan
melekat hak kebendaan lain, jika kemudian hak
kebendaan pertama dipindah tangankan maka hak
kebendaan yang melekat diatasnya akan tetap
mengikutinya.

Warkat bank yang mempunyai pengertian yaitu surat


yang dipergunakan dalam kegiatan perbankan atau
dalam lalu lintas uang maupun dalam surat berharga :
wesel, cek, bilyet giro, surat perintah membayar, nota
debet, nota kredit. Pemegang warkat (droit de suite)
sehingga hak tersebut dinamakan hak kebendaan
(zaakgevolg), maka warkat bank ada yang bisa
diperjual belikan. Warkat bank ada yang bersifat atas
nama, atas tunjuk dan atas order. Warkat atas tunjuk
menunjuk sipemegang siapapun sebagai yang berhak,
warkat atas order menunjuk sipemegang yang
namanya tercantum didalamnya sebagai yang
berhak.64
64
Muhamad Djumhana, Hukum Perbankan……, op cit, hal 151.

122
Sedangkan Konosemen (Bill of lading) adalah surat
berharga yang memuat kata konosemen atau bill of
lading, yang merupakan tanda bukti penerima barang
dari pengirim, ditanda tangani oleh pengangkut dan
memberi “hak” kepada pemegangnya untuk menuntut
penyerahan barang yang disebut dalam konosemen
itu. Yang merupakan hak menuntut kebendaan
(revindicatie) sebagai akibat asas droit de suite hak
kebendaan. Apabila hak itu dipindahkan maka hak
kebendaan selalu mengikutinya ditangan siapapun ia
berada. Dan bersifat absolut dapat dipertahankan
terhadap tuntutan siapapun. Konosemen juga dapat
dipindahkan atau diperjual belikan menurut pasal 508
KUHD dapat dipindah tangankan/ berpindah hak
dengan cara endosemen:
1. droit de preference (prioritas) artinya: hak yang
didahulukan dan diutamakan. Sehubungan
dengan saat beralihnya hak dalam perjanjian
jual beli adalah masalah reservasi kepemilikan
(title reservation) maksudnya ada kepentingan
dari pihak penjual barang untuk tetap
memegang title atas benda yang dijual sebelum
harga dibayar lunas (kecuali dalam hal jual beli
secara kredit) atau paling tidak barang tersebut
sebagai jaminan atas hutang harga barang
tersebut. Sungguhpun misalnya harta tersebut
pailit dapat jatuh kedalam budel pailit tetapi
penjual tetap mempunyai kedudukan preference
terhadap siapapun terlepas apapun bentuk
pengalihan barang yang dilakukan. 65
2. Hak menuntut kebendaan (revindicatie) adalah
hak menuntut/menggugat pengembalian
haknya dalam keadaan semula. Pasal 574
65
Soedjono. Dirdjosisworo, Pengantar Hukum ….., op cit , hal 85.

123
KUHPerdata: setiap pemilik suatu kebendaan,
berhak menuntut siapapun yang menguasainya
pengembalian kebendaan itu dalam keadaan
beradanya. Hak menuntut ini timbul sebagai akibat
asas droit de suite hak kebendaan, pemegang
warkat bank ini adalah wesel, cek, bilyet giro,
surat perintah membayar, nota debet, nota kredit,
Pemegang surat berharga ini adalah pembawa hak,
hak itu selalu mengikuti warkat tersebut (droit de
suite) sehingga hak tersebut dinamakan hak
kebendaan (zaakgevolg).Konosemen atau bill of
lading, yang merupakan tanda bukti penerima
barang dari pengirim, ditanda tangani oleh
pengangkut dan memberi hak kepada
pemegangnya untuk menuntut penyerahan barang
yang disebut dalam konosemen itu. Yang
merupakan hak menuntut kebendaan (revindicatie)
sebagai akibat asas droit de suite hak kebendaan.

3. Hak sepenuhnya untuk memindahkan dalam hal


pemilik ingin menjual bendanya, maka ia tidak
perlu meminta persetujuan pihak lain. Menurut
pasal 110 KUHD: “ Setiap surat wesel juga tidak
dengan tegas berbunyi atas pengganti dapat
diperalihkan dengan jalan
endossemen.Konosemen menurut pasal 508
KUHD dapat dipindah tangankan/ berpindah hak
dengan cara endosemen. Jenis L/C yang dapat
dipindah tangankan adalah transferable letter of
credit.
Dalam lalu lintas perdagangan surat berharga
dapat diperjualbelikan, karena surat tersebut
merupakan penjelmaan dari suatu hak untuk

124
mendapatkan suatu kekayaan berupa uang atau
barang.
Menurut H.MN.Purwosutjipto, fungsi surat berharga
adalah surat bukti tuntutan utang, pembawa hak, dan
mudah diperjual belikan.
Menurut Abdul kadir Muhammad : surat berharga
adalah surat yang oleh penerbitnya sengaja diterbitkan
sebagai pelaksanaan pemenuhan suatu prestasi yang
berupa pemenuhan suatu prestasi yang berupa
pembayaran sejumlah uang.
Menurut Man Suparman Sastarawidjaja, surat
berharga adalah surat yang didalamnya melekat erat
suatu hak tertentu, mempunyai nilai yang obyektif
sehingga dapat diperjual belikan, hak menuntut
penyerahan barang, hak untuk menagih sejumlah
uang.

B. Fungsi Surat berharga :


a. Sebagai surat bukti tagih hak tagih (surat legitimasi)
artinya : pemegang surat berharga berhak atas
sejumlah uang tertentu yang tercantum dalam surat
berharga itu . Pemegang surat berharga dapat
ditafsirkan dua yaitu
1). Pemegang secara formil, dia yang dianggap
menguasai surat berharga tersebut
mendapatkannya dari pemegang pertama melalui
peralihan yang sah.
2). Pemegang adalah orang tersebut namanya
didalam surat berharga, secara material
pemegang surat berharga ini adalah orang yang
sesungguhnya pemilik dan berhak terhadap
surat berharga tersebut.
b. Alat memindahkan hak tagih artiya : pemegang
dapat mengalihkan surat berharga kepada orang lain.

125
c. Alat pembayaran artinya : kemudahan alat
pembayaran, aman, praktis, lancar dan mudah dalam
lalu lintas perdagangan.
d. Pembawa hak artinya: siapa saja yang membawa
surat berharga itu adalah berhak untuk menguangkan,
sepanjang pemegang surat berharga dapat
membuktikan bahwa dia pemegang yang sah, maka
dia secara hukum orang yang berhak terhadap surat
tersebut misalnya: konosemen.
e. Sebagai alat untuk memindahkan hak tagih
(diperjual belikan dengan mudah dan sederhana)
artinya : siapa yang memiliki surat berharga tersebut
dengan mudah memindahkan hak tagih kepada pihak
lain. Hal ini tergantung dengan bentuk klausula yang
terdapat pada surat berharga tersebut. Apabila surat
berharga tersebut berklausula atas tunjuk, maka dapat
dengan mudah memindahkan kepada pihak lain,
seperti memindahkan uang tunai. Sedangkan surat
berharga atas pengganti peralihannya melalui
endosemen.66
Hak yang melekat erat dimaksud dapat berupa hak
menuntut penyerahan barang 67

Menurut Vollmar ciri-ciri surat berharga dapat


ditambahkan yaitu sebagai alat bukti diri yang menganut
“Asas Legitimasi Formal” artinya bukti diri bagi
pemegangnya bahwa dialah yang berhak atas tagihan
yang tersebut didalamnya, apabila mereka dapat
menunjukkan bukti-bukti yang sesuai dengan yang
ditetapkan dalam perjanjian, dan tujuannya untuk
diperdagangkan.

66
Ibid, hal 19.
67
Man Suparman Sastrawidjaja, Aspek-aspek Hukum Asuransi dan Surat
Berharga, Bandung: Alumni, 2003, hal 237.

126
Menurut Hadi Supraptono, Surat berharga adalah
surat bukti pembawa hak yang dapat diperdagangkan
(negotiable/transferable paper)68

Teori-teori Surat Berharga


Teori-Teori yang berkembang tentang dasar mengikat
pihak-pihak yang terlibat dalam penerbitan surat berharga
yaitu sbb:
1. Teori Kreasi atau Penciptaan (creatie theorie)
Yang menjadi dasar hukum untuk mengikatnya surat
berharga antara penerbit dan pemegang adalah
perbuatan menandatangani surat berharga. Dengan
perbuatan penandatanganan inilah yang menciptakan
perikatan antara penerbit dan pemegang, penerbit
bertanggung jawab membayar kepada pemegang surat
berharga tersebut. Walaupun tanpa perjanjian dengan
pemegang berikutnya. Teori ini dikemukakan oleh
seorang ahli hukum bangsa Jerman bernama Einert
pada tahun 1839, yang kemudian diteruskan oleh Kuntze
didalam bukunya yang berjudul : Die Lehre von den
inbraber papieren pada tahun 1857. Keberatan terhadap
teori ini adalah pernyataan sepihak dengan tanda tangan
saja tidak mungkin menimbulkan perikatan. Supaya
menimbulkan perikatan harus ada dua pihak yang
mengadakan persetujuan (toestemming, meeting of
minds) sebab tanpa persetujuan tidak mungkin ada
kewajiban. Demikian pula kalau surat berharga itu jatuh
ketangan orang yang tidak berhak atau tidak jujur,
misalnya : dicuri, maka penerbit yang menandatangani
tetap terikat untuk membayar. Sedangkan menurut Pasal

68
Heru Supraptono, Perkemangan Pengaturan Surat-Surat Berharga
diIndonesia, Makalah disajikann pada legal seminar diselenggarakan
Bank Duta Ekonomi 1984, Jakarta.

127
1977 (2) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata :
barang siapa kehilangan atau kecurian suatu barang
dalam jangka waktu tiga tahun, terhitung sejak barang itu
hilang atau dicuri itu dikembalikan pemegangnya, tanpa
mengurangi hak orang yang disebut terakhir ini untuk
meminta ganti rugi kepada orang yang menyerahkan
barang itu kepadanya, tanpa mengurangi Pasal 582.
Menurut Pasal 582 Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata : barang siapa menuntut kembali barang yang
telah dicuri atau telah hilang, tidak diwajibkan memberi
penggantian uang yang telah dikeluarkan untuk
pembelian kepada yang memegangnya, kecuali jika
barang itu dibelinya dipekan tahunan atau pekan lain,
dipelelangan umum atau seorang pedagang yang terkenal
sebagai orang yang biasanya memperdagangkan barang
yang sejenis itu. Oleh karena itu Teori Kreasi atau
Penciptaan (creatie theorie) ini ditinggalkan.
2. Teori Kepantasan (redelijk heids theorie)
Teori ini masih berdasarkan pada Teori Kreasi atau
Penciptaan hanya dengan pembatasan. Jika teori kreasi
atau penciptaan menyatakan bahwa : penerbit yang
menandatangani surat ini tetap terikat untuk membayar
kepada pemegang, meskipun pemegang yang tidak jujur,
teori kepantasan ini tidak menerima akibat yang
demikian. Teori Kepantasan (redelijk heids theorie),
pembatasan ialah penerbit hanya bertanggung jawab
atau terikat pada pemegang yang memperoleh surat
berharga secara pantas (redelijk reasonable). Pantas
artinya : menurut cara yang lazim yang diakui oleh
masyarakat dan dilindungi oleh hukum. Pemegang yang
seperti ini dinamakan pemegang yang jujur (te goeder
trouw, in good faith). Dalam Hukum Anglo Saxon,
pemegang yang jujur disebut holder in due course.
Keberatan terhadap teori ini : karena berdasarkan pada

128
teori penciptaan, bahwa penandatanganan surat berharga
itu menimbulkan perikatan, padahal pernyataan sepihak
tidak mungkin menimbulkan perikatan, jika tidak ada
persetujuan dari pihak lain.
3. Teori Perjanjian (Overeenkomst Theorie)
Teori ini yang mengatakan bahwa : yang menjadi dasar
mengikatnya surat berharga antara penerbit dan
pemegang adalah ”suatu perjanjian” yang merupakan
perbuatan hukum antara dua pihak. Pihak penerbit yang
menandatangani dan pihak pemegang pertama yang
menerima surat berharga itu. Jika pemegang pertama
memperalihkan surat itu kepada pemegang berikutnya
maka penerbit tetap terikat didalam perjanjian.
Pemindahtanganan surat berharga itupun didasarkan
pada isi perjanjian yang tersurat dalam teks surat
berharga tersebut. Sumber hukum dari perikatan yang
timbul pada surat berharga adalah ”perjanjian” antara
penerbit dan pemegang pertama.
Teori perjanjian ini terdapat Asas-Asas umum yang
diatur dalam KUHPerdata yaitu:
a. Asas Personalia (Pasal 1315), personalia disini adalah
: tentang siapa siapa yang tersangkut dalam suatu
perjanjian. Menurut Pasal 1315 KUHPerdata : pada
umumnya seseorang tidak dapat mengadakan
perikatan atau perjanjian selain untuk dirinya sendiri,
asas tersebut dinamakan asas kepribadian suatu
perjanjian. Mengikatkan diri, ditujukan pada
memikul kewajiban-kewajiban atau menyanggupi
melakukan sesuatu, sedangkan minta ditetapkan
sesuatu janji, ditujukan pada memperoleh hak-hak
atas sesuatu atau dapat menuntut sesuatu. Memang
sudah semestinya, perikatan hukum yang dilahirkan
oleh suatu perjanjian, hanya mengikat orang-orang
yang mengadakan perjanjian itu sendiri dan tidak

129
mengikat orang lain. Suatu perjanjian hanya
meletakkan hak dan kewajiban pada pihak-pihak yang
membuatnya. Memberikan kepada kita suatu
pedoman tentang, terhadap siapa sajakah, suatu
perjanjian mempunyai pengaruh langsung. Bahwa
perjanjian mengikat para pihak sendiri adalah logis
dalam arti bahwa hak dan kewajiban yang timbul dari
padanya hanyalah untuk para pihak sendiri. Pasal
1315 KUHPerdata menyatakan bahwa atas namanya
sendiri orang hanya dapat mengikatkan dirinya
sendiri. Disini artinya adalah meletakkan kewajiban
pada dirinya sendiri, jadi orang tidak bisa meletakkan
kewajiban kepada orang lain tanpa sepakatnya. Pasal
1315 KUHPerdata mencantumkan kata-kata “atas
nama sendiri “ dari ketentuan itu bahwa atas nama
orang lain, orang bisa meletakkan kewajiban-
kewajiban kepada pihak ketiga. Orang-orang lain
atau pihak ketiga yang tidak mempunyai sangkut paut
dengan perjanjian tersebut. Kalau saja akan
mengikatkan orang lain, harus ada kuasa yang yang
diberikan oleh orang itu. Dan memang Undang-
Undang memberikan kemungkinan yang demikian
yaitu : dalam hal ada kuasa, zaakwaarneming, wali
yang bertindak.
b. Asas Kepribadian (Personalitas) merupakan : asas
yang menentukan bahwa seseorang yang akan
melakukan dan atau membuat kontrak hanya untuk
kepentingan perseorangan saja. Hal ini dapat dilihat
pada Pasal 1315 dan Pasal 1340 KUHPerdata.
Menurut Pasal 1315 KUHPerdata : pada umumnya
seseorang tidak dapat mengadakan perikatan atau
perjanjian selain untuk dirinya sendiri. Ini berarti
bahwa : seseorang yang mengadakan perjanjian hanya
untuk kepentingan dirinya sendiri.

130
Menurut Pasal 1340 KUHPerdata : perjanjian
hanya berlaku antar pihak yang membuatnya. Ini
berarti bahwa : perjanjian yang dibuat para pihak
hanya berlaku bagi mereka yang membuatnya.
c. Asas Konsensualitas menurut Pasal 1320 ayat (1),
sepakat atau juga dinamakan perizinan dimaksudkan
bahwa kedua subyek yang mengadakan perjanjian itu
harus bersepakat, setuju atau seia sekata mengenai
hal-hal yang pokok dari perjanjian yang diadakan itu.
Apa yang dikehendaki oleh pihak yang satu, juga
dikehendaki oleh pihak yang lain. Mereka
menghendaki sesuatu yang sama secara bertimbal
balik : sipenjual menginginkan sejumlah uang, sedang
sipembeli menginginkan sesuatu barang dari
sipenjual. Asas konsensualitas ialah pada dasarnya
perjanjian dan perikatan yang timbul karenanya
sudah dilahirkan sejak detik tercapainya kesepakatan.
Dengan perkataan lain perjanjian sudah sah apabila
sudah sepakat mengenai hal-hal yang pokok dan
tidak diperlukan sesuatu formalitas. Consensus yang
berarti sepakat.
d. Asas Kebebasan Berkontrak menurut Pasal 1338 (1)
KUHPerdata, hukum perjanjian memberikan
kebebasan yang seluas-luasnya kepada masyarakat
untuk mengadakan perjanjian yang berisi apa saja,
asalkan tidak melanggar ketertiban umum dan
kesusilaan. Hukum perjanjian menganut sistem
terbuka yang mengandung asas kebebasan membuat
perjanjian. Asas pacta sunt servanda disebut juga
asas kepastian hukum, asas ini berhubungan dengan
akibat dari perjanjian. Asas pacta sunt servanda ini,
adalah asas bahwa hakim atau pihak ketiga harus
menghormati substansi kontrak yang dibuat oleh para
pihak, sebagai mana layaknya suatu Undang-Undang,

131
mereka tidak boleh mengadakan intervensi terhadap
substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak.
e. Asas pacta sunt servanda disimpulkan dalam Pasal
1338 (1) KUHPerdata : semua perjanjian yang dibuat
secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi
mereka yang membuatnya. Perkataan “semua”
berisikan pernyataan kepada masyarakat bahwa : kita
diperbolehkan membuat perjanjian yang berupa dan
berisi apa saja dan perjanjian itu mengikat mereka
yang membuatnya seperti UndangUndang.69
Asas pacta sunt servanda pada mulanya dikenal
didalam hukum gereja, didalam hukum gereja
disebutkan bahwa : terjadinya suatu perjanjian apabila
ada kesepakatan kedua belah pihak dan dikuatkan
dengan sumpah. Ini mengandung makna bahwa
setiap perjanjian yang diadakan oleh kedua pihak
merupakan perbuatan yang sakral dan dikaitkan
dengan unsur keagamaan . Namun dalam
perkembangannya asas pacta sunt servanda diberi
arti pactum yang berarti sepakat tidak perlu
dikuatkan dengan sumpah dan tindakan formalitas
lainnya.70
f. Asas itikad baik (goede trouw) dapat disimpulkan
dalam Pasal 1338 (3) KUHPerdata : perjanjian harus
dilaksanakan dengan itikad baik. Asas itikad baik
merupakan asas bahwa para pihak yaitu : pihak
kreditur dan debitur harus melaksanakan substansi
kontrak berdasarkan kepercayaan atau keyakinan
yang teguh atau kemauan baik para pihak. Asas itikad
baik dibagi dua : asas itikad baik nisbi : orang

69
. Subekti, Hukum perjanjian, (Jakarta : Penerbit PT Intermasa, 1987),
h. 14
70
.Salim H.S, Perkembangan Hukum Kontrak Innominaat Di Indonesia,
(Jakarta :Penerbit Sinar Grafika), h. 11

132
memperhatikan sikap dan tingkah laku nyata dari
subyek. Dan asas itikad baik mutlak : penilaiannya
terletak pada akal sehat dan keadilan, dibuat ukuran
yang obyektif untuk menilai keadaan (penilaian tidak
memihak), menurut norma-norma yang obyektif.

Teori Perjanjian ini lebih banyak “berpengaruh”


pada Surat Berharga, yang didahului dengan
kontrak /perjanjian jual beli yang merupakan
perjanjian dasar, sedangkan penerbitan surat berharga
merupakan tindakan lanjutan dari perjanjian dasar.
Perjanjian dasar inilah akan ditindak lanjuti dengan
penerbitan surat berharga yang berfungsi sebagai alat
bayar pengganti uang. Pada waktu penyusunan
kontrak atau perjanjian yang mereka sepakati harga
dan jumlah barang serta cara pembayarannya. Cara
pembayarannya tidak dilakukan dengan uang tetapi
dengan surat berharga yaitu dengan menerbitkan surat
wesel setelah menerima barang yang diperjanjikan.
Sehingga wesel disini berfungsi sebagai alat bayar
pengganti uang.

4. Teori Penunjukkan (vertoings theorie)


Teori ini dikemukakan oleh Land dalam bukunya yang
berjudul Beginselen van hedendaag schewissel recht
(1881) dan Wittenwaal dalam bukunya yang berjudul
Het toonderpapier (1893) dan di Jerman oleh Reiser.
Menurut Teori Penunjukan (vertoings theorie) : yang
menjadi dasar mengikatnya surat berharga antara
penerbit dan pemegang adalah perbuatan menunjukkan
surat itu kepada debitur. Teori ini tidak sesuai sama
sekali dengan kenyataan dan banyak menyimpang dari
ketentuan perundang-undangan. Karena pembayaran
adalah pelaksanaan dari suatu perjanjian, dengan

133
demikian perikatan haruslah sudah ada terlebih dahulu
sebelum pelaksanaannya. Sedangkan menurut Kitab
Undang-Undang Hukum Dagang : bahwa perikatan itu
sudah ada sebelum hari pembayaran dan sebelum
penunjukan surat berharga itu.
Menurut Pasal 142 KUHD : pemegang surat wesel bisa
melaksanakan hak regresnya kepada para endosan,
kepada penerbit dan kepada para debitur wesel lainnya,
pada hari bayarnya : apabila pembayaran tidak telah
terjadi. Bahkan sebelum hari bayarnya : 1. apabila
akseptasi seluruhnya atau untuk sebagian ditolak. 2.
dalam hal pailitnya tertarik, baik tertarik akseptan
maupun bukan akseptan, dan mulai saat berlakunya
penundaan pembayaran (surseance van betaling), yang
diberikan kepadanya. 3. dalam hal pailitnya penarik
sesuatu surat wesel yang tidak bisa memperoleh
akseptasinya.
Dari kata-kata bahkan sebelum hari bayar berarti
perikatan sudah ada lebih dahulu atau telah terjadi lebih
dahulu.
Dari teori-teori diatas pada umumnya yang lebih banyak
berpengaruh dalam hukum surat berharga adalah teori
perjanjian (overeenkomst theorie), karena merupakan
sumber hukum dari perikatan yang timbul pada surat
berharga adalah : perjanjian antara penerbit dan
pemegang pertama. Dengan kata lain latar belakang
timbulnya surat berharga adalah perjanjian.

3. Penggolongan Surat berharga


a. Surat-surat yang mempunyai Sifat kebendaan
(zakenrechtelijke papieren):isi dari perikatan surat
adalah bertujuan untuk penyerahan barang.
Misalnya ceel, konosemen / cogossement (Pasal 506
KUHD). Menurut Kitab Undang-Undang Hukum

134
Dagang Pasal 506 Bill of lading atau konosemen :
adalah sepucuk surat yang ditanggali, dimana
pengangkut menyatakan, bahwa ia telah menerima
barang-barang tertentu untuk diangkutnya kesuatu
tempat tujuan yang ditunjuk dan disana menyerahkan
kepada orang yang ditunjuk beserta janji-janji apa
penyerahan akan terjadi.
b. Surat-surat tanda keanggotaan (limaatschaps
papieren) : saham-saham dari Perseroan Terbatas
atau persekutuan lainnya.
c. Surat-surat tagih hutang (schulvorderings papieren):
1). Surat kesanggupan membayar yaitu janji untuk
membayar (betalingsbelofte), misalnya : surat
sanggup dan promes atas tunjuk, surat berharga
komersial.
2). Surat perintah untuk membayar (betalingsdracht)
misalnya : wesel dan cek.
3). Surat pembebasan (kwijting) adalah : tanda bukti
bahwa seseorang telah melaksanakan kewajiban
terhadap orang lain, misalnya pelunasan
pembayaran dengan kwitansi atas tunjuk (Pasal
229 f KUHD).71

Surat-surat Berharga yang diatur dalam Kitab Undang-


Undang Hukum Dagang :
1. Surat Wesel adalah : surat yang memuat kata wesel
didalamnya, ditanggali dan ditandatangani disuatu
tempat, penerbit memberi perintah tanpa syarat
kepada tersangkut untuk pada hari bayar membayar
sejumlah uang kepada orang (penerima) yang
ditunjuk oleh penerbit atau penggantinya disuatu
tempat tertentu.

71
Joni Emirzon, Hukum Surat Berharga dan Perkembangannya di
Indonesia, (Jakarta : PT Prahallindo, 2001), h 68

135
2. Surat Sanggup : surat berharga yang memuat kata
aksep atau promes, penerbit menyanggupi untuk
membayar sejumlah uang kepada orang yang
namanya disebut dalam cek, penggantinya atau
pembawanya pada hari bayar.
3. Surat Cek : surat berharga yang memuat kata cek.
Penerbitnya memerintahkan pada bank tertentu untuk
membayar sejumlah uang kepada orang yang disebut
cek, penggantinya atau pembawa pada saat
diunjukkan.
4. Cater partai : surat berharga yang memuat kata
charter-party, yang membuktikan tentang adanya
perjanjian pencarteran kapal, sipenandatangan
mengikatkan diri untuk menyerahkan sebagian atau
seluruh ruangan kapal kepada pencarter untuk
dioperasikan, sedangkan pencarter mengikatkan diri
untuk membayar uang carter.
5. Konosemen : Surat berharga yang memuat kata
konosemen atau bill of lading, yang merupakan tanda
bukti penerima barang dari pengirim, ditandatangani
oleh pengangkut dan yang memberikan hak kepada
pemegangnya untuk menuntut penyerahan barang-
barang yang disebut dalam konosemen itu.
6. Delivery order : surat berharga yang mencantumkan
kata deliver order (d/o) didalamnya dan merupakan
surat perintah dari pemegang konosemen kepada
pengangkut agar kepada pemegang d/o diserahkan
barang-barang sebagai yang disebut dalam d/o, yang
diambil dari konosemennya.
7. Surat Saham : surat berharga yang mencantumkan
kata saham didalamnya, sebagai tanda bukti
kepemilikan sebagian dari modal perseroan.
8. Promes atas tunjuk atau promes atas pembawa :
surat berharga yang ditanggali dimana

136
penandatanganannya sendiri berjanji akan membayar
sejumlah uang yang ditentukan didalamnya kepada
tertunjuk, pada waktu diperlihatkan pada suatu waktu
tertentu.72

C. Alat Pembayaran dalam Transaksi Perdagangan


Luar Negeri.
Dengan perkembangan dalam bidang dunia binis dan
perkembangan Ilmu dan Teknologi akhir-akhir ini yang
begitu cepat, khususnya dalam dunia perdagangan
ekspor impor yang melintasi batas-batas kenegaraan
menyebabkan alat pembayaran transaksi perdagangan
dilakukan dengan menggunakan jasa perbankan. Semua
yang berhubungan dengan pembayaran suatu transaksi
perdagangan luar negeri dengan Letter of Credit atau
L/C diatur bank, mengenai dokumen-dokumen harus
diserahkan kepada bank yang bersangkutan
Letter Of Credit (L/C) adalah : janji membayar dari
Bank Penerbit (issuing bank) kepada penerima yang
pembayarannya hanya dapat dilakukan oleh bank
penerbit, jika penerima menyerahkan kepada Bank
Penerbit dokumen-dokumen yang sesuai dengan
persyaratan (L/C).
Fungsi Bank sebagai Perantara Pembayaran Luar
Negeri:
Dalam aktivitas perdagangan luar negeri atau
perdagangan Internasional baik dari ekspor maupun
impor ternyata fungsi bank sangatlah penting, terutama
fungsi sebagai perantara dibidang pelaksanaan teknis
pembayaran luar negeri.
Untuk melaksanakan tugas perantara dalam transaksi
perdagangan Internasional dimaksud, suatu bank tidak

72
Ibid, hlm. 73

137
dapat bekerja sendiri. Untuk itu bank-bank tersebut
harus mengadakan hubungan koresponden dengan
bank-bank diluar negeri (correspondent relationship)
terutama dengan bank-bank prima/unggul (first class
bank) yakni : bank-bank yang dalam dunia perbankan
dan perdagangan Internasional tidak diragukan lagi
bonafiditas serta moral dan keuangannya.
Oleh karena bank-bank diluar negeri, seolah-olah
merupakan agen dari bank yang bersangkutan. Maka
hubungan dimaksud sering dikenal dengan Agency
Arrangement yang mengatur tentang cara-cara
penyelesaian sehubungan dengan kepentingan-
kepentingan yang menyangkut bank masing-masing.
Pengaturan tersebut perlu diselenggarakan sehingga
suatu double traffic trade yang menyangkut
kepentingan-kepentingan kedua nasabahnya masing-
masing dapat terlaksana dengan mudah dan cepat..
Di sinilah letak fungsi penting daripada bank sebagai
perantara dalam pembayaran luar negeri. Disamping
untuk mempercepat dan memudahkan pelaksanaannya.
Hubungan koresponden yang demikian berarti adanya
pemakaian jasa-jasa dari bank luar negeri, juga dapat
memberikan keuntungan kepada bank-bank yang telah
menunjuknya sebagai bank koresponden.
Agar hubungan koresponden dapat diselenggarakan
dengan sebaik-baiknya, maka diperlukan beberapa
macam sarana/alat-alat yang disebut : dokumen
pengawasan (control documents).
Dokumen pengawasan ini dimaksud untuk
mengawasi bahwa hubungan kedua bank yang
bersangkutan benar-benar sah atau authentik. Hal ini
sangat penting dalam hal penilaian dan pengujian
terhadap dokumen-dokumen yang dipergunakan dalam
transaksi kedua bank yang bersangkutan.

138
Adapun macam-macam dokumen pengawasan (control
documents) terdiri dari :
1. List of authorized signatures (tandatangan-
tandatangan pejabat yang berwenang diterbitkan
dalam satu buku), dengan demikian semua
tandatangan-tandatangan yang tertera dalam
dokumen-dokumen seperti: letter of credit, bankers
drafts/cheques, mail transfer, debit and credit advices
dan surat/ dokumen lainnya dapat dicocokkan dengan
contoh tandatangan pada buku tersebut.
2. List of terms and conditions (diterbitkan dalam
bentuk buku atau sirkuler yang didalamnya memuat
tarif-tarif atau biaya-biaya mengenai bunga debet dan
kredit atas suatu rekening, biaya transfer dan
reimbursement, biaya documentary collection, biaya
penerusan L/C, konfirmasi atas L/C, perubahan L/C).
Dari buku ini dapat dicocokkan biaya-biaya yang
dibebankan oleh bank koresponden luar negeri
tersebut sesuai dengan yang tercantum didalamnya.
3. Test key arrangement (persetujuan antar bank
mengenai pemakaian kata-kata atau angka-angka test)
Hubungan telegram antar bank dalam penyampaian
perintah atau pemberitahuan. Bagi salah satu atau
kedua belah pihak mengandung sesuatu risiko. Pada
umumnya harus dijamin kepastian dan kebenarannya.
Jaminan tersebut biasanya terdiri dari kata-kata atau
angka-angka dengan suatu arti yang sifatnya rahasia.
Yang susunannya tergantung pada pelbagai jenis
tergantung pada isi telegram atau berita tersebut.
Kata-kata atau angka-angka tersebut dinamakan test
words atau test cyhers. Sedangkan persetujuan antar
bank tersebut mengenai pemakaian kata-kata atau
angka-angka test disebut : test key arrangement.
Pedoman ini memuat petunjuk cara menyusun angka

139
test sesuatu telegram yang diterima.Test key yang
dipergunakan dalam hubungan telegram tersebut
adalah kepunyaan salah satu bank saja.
4. Codes. Dalam rangka mengamankan berita-berita
yang disampaikan dengan kawat /telegram
expres/telex juga untuk menghemat biaya. Terdapat
beberapa bank yang mengirimkan codes yang akan
dipergunakan mereka untuk transaksi-transaksi
tertentu, misalnya: pembukaan L/C, telegraphic
transfer. Apabila bank-bank tersebut memiliki sandi
dapat pula dilakukan berdasarkan katra-kata sandi
dalam buku ini.
5. Specimen Surat-surat berharga. Sebagai tindakan
pengamanan, beberapa bank diluar negeri ada pula
yang mengirimkan contoh: surat berharganya
seperti letter of credit, wesel bank, cek (bankers
drafts/bankers cheques), international money order,
travellers cheque.
Dengan contoh-contoh tersebut diharapkan akan
mempertinggi kewaspadaan bank yang bersangkutan,
terhadap kemungkinan adanya dokumen-dokumen palsu
yang banyak beredar.73
Bank koresponden lazimnya ditunjuk oleh bank-bank kita
setelah mempertimbangkan faktor-faktor sebagai berikut :
1. Luasnya aktivitas ekspor impor yang dilakukan oleh
nasabah yang bersangkutan.
2. Moral dan keuangan dari bank koresponden yang
bersangkutan.
3. Besarnya fasilitas kredit yang mungkin dapat
diberikan oleh bank koresponden tersebut dalam hal
terjadi confirmed L/C atau over draft atas L/C.
4. Gambaran umum tentang capability service dari bank
koresponden yang bersangkutan.
73
Ibid, hal 26.

140
Letter of credit adalah kontrak pembayaran, sedangkan
kontrak dasarnya adalah “kontrak penjualan” berkenaan
dengan keterpisahan antara letter of credit dan kontrak
dasar terdapat suatu teori yang dinamakan Absolute
payment theory, teori ini didasarkan pada putusan
pengadilan Amerika dan Inggeris.

Dengan menerbitkan letter of credit berarti pembeli


telah memenuhi kewajibannya berdasarkan kontrak
penjualan, untuk membayar penjual dan berdasarkan
L/C. Penjual hanya berhak memperoleh pembayaran
melalui bank penerbit (issuing bank) dan penjual tidak
dapat menuntut pembayaran kepada pembeli. Karena
L/C dianggap sebagai pembayaran mutlak (absolute
payment).
Surat berharga dalam transaksi perdagangan luar negeri
adalah alat pembayaran dengan letter of credit
merupakan surat berharga karena suatu surat yang
didalamnya melekat erat suatu hak tertentu, hak
pembayaran yang mempunyai nilai obyektif tertentu
sehingga dapat diperjual belikan. Hak yang melekat erat
dimaksud berupa hak menuntut penyerahan barang, hak
yang berhubungan dengan hak menagih sejumlah uang.
Hakikat Surat Kredit Berdokumen atau Letter of credit
(L/C) adalah: alat pembayaran dan oleh karena itu
keseimbangan hak dan kewajiban para pihak dalam letter
of credit (L/C) harus dipertahankan secara adil dan
terbuka. Keadilan dan keterbukaan dalam pelaksanaan
Letter of credit (L/C) merupakan suatu keharusan karena
inti dari pada L/C adalah perwujudan pembayaran
sejumlah uang senilai L/C.
Karena itu keseimbangan hak dan kewajiban para
pihak dalam letter of credit harus dipertahankan. Hak
dan kewajiban masing-masing pihak adalah sesuai

141
dengan kesepakatan berdasarkan kontrak yang disetujui
para pihak, sejumlah pembayaran yang akan
direalisasikan sebagai pengganti dari pengiriman barang,
dari penerima kepada pemohon. Saat pelaksanaan hak
dan kewajiban direalisasikan dengan merujuk kepada
kesepakatan masing-masing pihak berdasarkan kontrak.

Demikian juga halnya dengan pembayaran biaya dalam


rangka pelakanaan hak dan kewajiban. Hal ini adalah
sesuai dengan asas kebebasan berkontrak
sebagaimana di Indonesia diatur dalam Pasal 1338 Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata.
Asas kebebasan berkontrak berlaku bagi L/C karena L/C
merupakan kontrak artinya para pihak dapat mengatur
sendiri beberapa klausul dalam L/C sesuai kesepakatan
mereka dalam kontrak penjualan dan untuk hal-hal diluar
klausul tersebut tunduk pada UCP atau tidak tunduk pada
UCP.74 Pernyataan tegas para pihak dalam L/C berlaku
sebagai hukum bagi mereka.
Sebagai kontrak internasional L/C lahir atas dasar
ketentuan dari UCP (Uniform customs and practice for
documentary credit) yang berlaku secara
International, atau berdasarkan kesepakatan antara bank
penerbit dan penerima.
Dalam mewujudkan L/C sebagai kontrak internasional
baik karena ketentuan UCP maupun karena kesepakatan
suatu hal harus dipenuhi yaitu : terdapat persetujuan
penerima yang direalisasikan dalam bentuk penyerahan
oleh penerima kepada bank penerbit. Bank penerbit dan
penerima terikat secara hukum sejak penyerahan
dokumen-dokumen L/C dari penerima kepada Bank
penerbit.

74
Ramlan Ginting, Letter of Credit Tinjauan Aspek Hukum dan Bisnis,
Jakarta: Penerbit Salemba empat, 2002, hal 23.

142
Sebagai alat pembayaran L/C dibayar oleh Bank
penerbit kepada penerima yang menyerahkan dokumen-
dokumen L/C dari penerima kepada Bank penerbit.
Berkenaan dengan itu akan dikemukakan beberapa
kerangka teori dalam rangka pelaksanaan L/C sebagai
berikut. Ketentuan internasional L/C dimuat dalam UCP.
UCP mengatur pelaksanaan L/C secara internasional
tetapi hanya bersifat pengaturan umum.
Ketentuan tehnis pelaksanaan L/C tidak diatur dalam
UCP, akan tetapi oleh Hukum Nasional. UCP dan Hukum
Nasional tidak mempunyai hubungan hiearki karena UCP
bukan bagian dari peraturan perundang-undangan suatu
negara. UCP merupakan hasil karya ICC (International
chamber of commerce) kekuatan mengikatnya tidak sama
dengan kekuatan mengikatnya hukum legislatif atau
produk hukum yudikatif pada tingkat nasional atau
konvensi pada tingkat internasional. UCP merupakan
seperangkat ketentuan mengenai L/C yang
penggunaannya didasarkan pada kesepakatan para pihak.
Sehingga kalau para pelaku L/C mau tunduk pada
ketentuan-ketentuan UCP, maka dalam L/C harus dimuat
pernyataan tunduk pada aturan UCP.75
Pernyataan tunduk dapat dilakukan keseluruhan atau
sebagian ketentuan UCP, dalam hal hanya tunduk pada
sebagian ketentuan UCP berarti L/C mengatur sendiri
klausul-klausul tertentu, yang berbeda atau klausul-
klausul tertentu dari L/C. Hal demikian mencerminkan
bahwa pemberlakuan ketentuan-ketentuan UCP adalah
sesuai dengan “asas kebebasan berkontrak” sebagaimana
di Indonesia diatur dalam Pasal 1338 KUHPerdata.
Selain itu berdasarkan Undang-Undang NO. 23 tahun
1999 tentang Bank Indonesia, Undang-Undang NO. 7
tahun 1992 tentang Perbankan dan peraturan khusus SK
75
. ICC, UCP 500 & 400 Compared, 1993, h 2

143
BI No. 27/38/KEP/DIR tentang Surat Kredit
Berdokumen Dalam Negeri, berlaku dalam rangka bagi
perdagangan barang. Dan telah diubah dengan Undang-
Undang No 3 Tahun 2004 Tentang Bank Indonesia dan
Peraturan Bank Indonesia No 5/6/PBI/2003 Tentang
Surat Kredit Berdokumen Dalam Negeri.
Ketentuan yang mendasari transaksi perdagangan dengan
SKBDN ini menggunakan Hukum Perjanjian yang diatur
dalam KUHPerdata Buku III tentang Perikatan, karena
dasar penerbitan SKBDN diawali dengan adanya
perjanjian jual beli, yang pembayaran dilakukan dengan
Surat Kredit Berdokumen Dalam Negeri.
Menurut ketentuan Bab I Ketentuan Umum Pasal 1
Peraturan Bank Indonesia No 5/6/PBI/2003 Tentang
SKBDN : Surat Kredit Berdokumen Dalam Negeri
(SKBDN) atau lazim dikenal dengan nama Letter of
credit (L/C) Dalam Negeri adalah: setiap janji tertulis
berdasarkan permintaan tertulis pemohon (applicant)
yang mengikat bank pembuka (issuing bank) untuk :
a. Melakukan pembayaran kepada Penerima atau
ordernya, atau mengaksep dan membayar wesel yang
ditarik oleh penerima.
b. Memberi kuasa kepada bank lain untuk melakukan
pembayaran kepada penerima atau ordernya, atau
mengaksep dan membayar wesel yang ditarik oleh
penerima atau
c. Memberi kuasa kepada bank lain untuk menegosiasi
wesel yang ditarik oleh sipenerima.
Pengiriman barang dilakukan melalui jasa pengangkutan
darat, udara, sungai, dan laut, sedangkan cara
pembayarannya dilakukan dengan letter of credit melalui
jasa perbankan yang masing-masing berada dinegara
yang berlainan baik mengenai peraturan maupun
pengertiannya. Untuk itu dilakukan secara seragam oleh

144
Kamar Dagang Internasional (ICC /International
chamber of commerce) yang berhasil menyusun suatu
peraturan yang bersifat internasional.

Dikenal dengan Uniform customs and practice for


documentary Credit (UCP 500). Dalam transaksi Letter
of credit Bank Indonesia mendukung agar semua Letter of
credit yang diterbitkan oleh bank, tunduk pada Uniform
customs and practice for documentary credit (UCP) yang
berlaku secara internasional. Letter of credit merupakan
kontrak internasional.
Kontrak Internasional ini tercipta berdasarkan ketentuan
UCP yang mengatakan bahwa: Letter of credit adalah
janji dari bank penerbit kepada penerima, yang keduanya
berada dalam negara yang berbeda. Selain cara
pembayaran Letter of credit dapat berfungsi sebagai alat
penjamin (instrument of guarantee) yang dinamakan
Standby L/C. Standby L/C sama dengan garansi bank.
Perlakuan demikian terjadi karena menurut para pihak,
fungsi Standby L/C dan Garansi bank sama yaitu :
sebagai jaminan bank yang dapat dicairkan dalam hal
terjadi wanprestasi atas kontrak dasar kedua instrumen
tersebut. Para pihak tidak menyadari bahwa persyaratan
pencairan Standby Letter of credit sangat berbeda dengan
Garansi bank. Di Indonesia, persyaratan pencairan
Standby Letter of credit tunduk pada UCP, sedangkan
persyaratan pencairan Garansi bank tunduk pada Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) dan
peraturan Bank Indonesia.
Transaksi perdagangan internasional yang melakukan
pembayaran harga barang secara documentary collection,
yaitu lewat penggunaan dokumen yang disebut wesel
(bill of exchange). Dalam hal ini pihak importir harus

145
membayar harga barang setelah dokumen pengapalan
(shipping documents) tiba di banknya importir.

Pembayaran harga barang tersebut dipertukarkan dengan


dokumen pengapalan (shipping documents); konosemen
(bill of lading) yang bersangkutan. Karena itu tanpa
pembayaran harga barang, dokumen pengapalan
(shipping documents) tidak diberikan oleh pihak bank.
Tanpa shipping documents; konosemen (bill of lading)
ditangannya, pihak importir tidak dapat mengambil
barang-barang impor yang bersangkutan.
Dalam praktek ada dua macam bills of exchange yaitu
clean bills dan documentary bills. Adapun yang
dimaksud dengan clean bills adalah bills of exchange
yang tidak memerlukan dokumen-dokumen supportive
lainnya. Jadi tidak diperlukan misalnya dokumen
kepemilikan barang tersebut, seperti konosemen (bill of
lading). Sementara bentuk lain adalah apa yang disebut
dengan documentary bills, bentuk seperti ini yang lazim
dipraktekkan dalam hal ini wesel (bill of exchange)
haruslah diperkuat oleh dokumen-dokumen supportive
lainnya, seperti dokumen kepemilikan barang atau
konosemen.76
Untuk menjembatani kepentingan pihak penjual
(eksportir) agar barang dikirim setelah harga dibayar,
sementara pihak pembeli (importir) punya kepentingan
agar harga dibayar setelah barang diterima. Maka
dipakailah sistem pembayaran dengan documentary
credit.
Dalam hal ini suatu pembayaran dilakukan melalui bank
sebagai perantara, tanpa terlebih dahulu menunggu
tibanya barang atau tibanya dokumen. Kewajiban ini

76
Soedjono Dirdjosisworo, Pengantar Hukum Dagang Internasional,
Bandung: Refika Aditama, 2006, hal 80.

146
dilakukan dengan kewajiban dari pihak importir untuk
membuka letter of credit (L/C) dibank dinegara pembeli
(importir), untuk kemudian oleh bank tersebut
diteruskan kepada bank dinegara penjual (eksportir).
Sistem pembayaran lewat L/C ini dewasa ini sudah
diterima secara meluas dikalangan lalu lintas
perdagangan internasional.77
Kegunaan dan peranan L/C dalam perdagangan
internasional adalah: untuk memudahkan pelunasan
pembayaran transaksi ekspor, mengamankan dana yang
disediakan importir untuk membayar barang dan
menjamin kelengkapan dokumen pengapalan. Pada
dasarnya ada tiga hal pokok yang harus diketahui semua
pihak baik importir, eksportir dan bank maupun pihak
terkait yaitu : arus pengiriman barang, arus pengiriman
dokumen-dokumen dan arus pengiriman uang atau
pembayarannya. Adapun dokumen-dokumen yang lazim
digunakan adalah:
a. Dokumen keuangan (financial document): wesel
(bills of exchange/ draft),
b. Dokumen pengapalan (shipping documents):
konosemen/ bill of lading,
Dokumen-dokumen penunjang :
Faktur dagang adalah suatu dokumen yang dibuat
oleh penjual dan ditujukan kepada pembeli yang
berfungsi sebagai keterangan atau pernyataan yang
sah tentang barang yang dijual, mencantumkan:
tanggal faktur, tanggal pengiriman barang, amount
atau jumlah yang harus dibayar pembeli, jumlah dan
uraian barang, harga barang perunit, syarat
penyerahan barang atau terms of delivery (FOB,CFR,
CIF), nama kapal, pelabuhan muat barang, pelabuhan
tujuan barang (commercial invoice)
77
Ibid, hal 80

147
Sertifikat atau dokumen pelengkap dari invoice
yang menerangkan dengan tepat dan rinci tentang isi
atau kandungan setiap pack barang dan bagaimana
barang dipacking (packing list and specification) 78
Packing list and specification (daftar isi packing
umumnya) dipergunakan untuk barang-barang ekspor
yang dipak oleh peti atau karton yang menyebutkan
isi masing-masing peti atau karton. Dokumen atau
daftar pengepakan.
Sertifikat atau dokumen yang menjelaskan
mengenai berat barang antara lain: berat kotor
(bruto), potongan, berat bersih (netto) dengan rincian
timbangan, ukuran dari masing-masing peti atau
kemasan pengepakan barang yang dikirimkan,
Sertifikat ini berguna untuk importir a.untuk
menentukan berat barang, b.mempersiapkan segala
sesuatu untuk pelaksanaan angkutan barang dari
pelabuhan asal kepelabuhan tujuan yang ditentukan
(Certificate of Weight).79
Setifikat Kualitas (Certificate of Quality): dokumen
ini menjelaskan kualitas dari dari produk yang
diekspor

Sertifikat Pemeriksaan adalah yang diterbitkan


oleh pihak ketiga yang independen atas permintaan
importir yang bertujuan untuk memastikan bahwa
barang yang dikirim supplier, baik mutu maupun
jumlah terjamin dan cocok dengan surat pesanan.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam sertifikat
pemeriksaan : a. nama surveyor, b. uraian dan jumlah

78
Warsidi, Ekspor Impor Terapan, Surabaya: Karya Abditama, 2003, hal
129.
79
Eddie Rinaldy, Kamus istilah Perdagangan Internasional,Jakarta:
Rajagrafindo Persada, 2000, hal 222.

148
barang,c. keterangan lain yang berkaitan dengan L/C,
d. tanda tangan pejabat perusahaan surveyor
(Infection Certificate).80
Sertifikat Keterangan yang menyatakan Asal
Barang yang diekspor, surat keterangan ini dapat
dikeluarkan oleh eksportir dan menjadi lampiran
commercial invoice atau dikeluarkan oleh pihak
ketiga biasanya kamar dagang wajib dicantumkan
deskripsi lengkap barang yang diekspor, ditanda
tangani pejabat kamar dagang dan dicap. Fungsinya
untuk menetapkan bea masuk untuk barang yang
diimpor(certificate of origin) 81
Certificate of Origin (Surat Keterangan Asal
Barang): dokumen ini menerangkan negara asal
barang yang diekspor. Tujuan utama dari dokumen ini
adalah: untuk memperoleh hak untuk kelonggaran bea
bagi sesuatu produk dinegara importir atau untuk
membuktikan bahwa produk itu diproduksi dinegara
eksportir.
Dokumen ini penting karena untuk menentukan tarif
masuk dinegara importir. Diperlukan oleh jawatan
pabean dinegara importir untuk memudahkan
pungutan bea masuk dan untuk keperluan statistik.
Dokumen ini harus berisikan uraian lengkap tentang
barang-barang yang diekspor, dengan dilampiri
invoice yang disahkan konsul negara pengimpor yang
ada dinegara ekportir. Pengesahan ini diberikan atas
keterangan yang dimuat dalam faktur yang diberikan
oleh penjual/beneficiary kepadanya. Dengan demikian
terjadilah consular invoice, faktur ini menyebutkan
nama dan kebangsaan dari kapal yang mengangkut

80
Siswanto Sutojo, Membiayai Perdagangan Ekspor Impor, Jakarta:
Damar Mulia Pustaka, 2001, hal 46.
81
Ibid, hal 46.

149
barang-barang tersebut, pelabuhan muatan dan
pelabuhan tujuan.
Certificate of Origin adalah surat keterangan asal
barang yang salah satu fungsinya adalah untuk
menetapkan bea masuk untuk barang yang diimpor.
Dokumen ini dapat diterbitkan oleh pemerintah atau
eksportir.82
Certificate of Origin adalah menyatakan tentang asal
barang yang menegaskan bahwa benar-benar barang
yang diekspor adalah produksi dari negara eksportir
atau dari negara tertentu sesuai yang diminta oleh
L/C. Di Indonesia penerbit dokumen ini biasanya
oleh pemerintah dalam hal ini Departemen
Perindustrian dan Perdagangan, atau asosiasi
pengusaha misalnya KADIN.83
Sertifikat Asuransi adalah surat keterangan yang
diberikan pihak asuransi yang menjelaskan bahwa
bahwa barang-barang tertentu sudah diadakan
penutupan asuransi (Insurance Certificate) lembar
pertama dari surat ini akan dijadikan dokumen
pengapalan barang, sebagai bukti barang sudah
diasuransikan.84
Letter of Credit (L/C) merupakan perjanjian bersyarat,
maka dari sudut pembeli pembayaran yang dilakukan
oleh bank adalah atas nama pembeli, dilaksanakan
setelah penyerahan dokumen-dokumen yang
dipersyaratkan dan memberikan hak kepemilikan
barang kepada pembeli. Pengiriman barang
dilakukan melalui jasa pengangkutan laut, sedangkan

82
Warsidi, Ekspor Impor Terapan, Surabaya: penerbit Abditama, 2003,
hal 131.
83
H.M.Syarif Arbi, Seri Impor Petunjuk Praktis Perdagangan Luar
Negeri, Yogyakarta: BPFE, 2003, hal 218.
84
Ibid, hal 48.

150
pembayarannya dilakukan dengan letter of credit
melalui jasa perbankan. Cara pembayaran L/C :
Sight L/C atau atas tunjuk, deferred L/C atau
pembayaran kemudian, acceptance L/C atau
akseptasi/ wesel berjangka/usance L/C, negotiation
L/C atau membeli wesel.
Dalam suatu mekanisme letter of credit terlibat
secara langsung beberapa pihak ialah :
a. Pembeli atau disebut buyer, importir,
accountee, account party, applicant, consignee.
b. Penjual atau disebut seller, exportir, suplier,
beneficiary.
c. Bank pembuka atau disebut juga opening
bank, issuing bank.
d. Bank penerus atau disebut juga advising bank,
notifiying bank.
e. Bank pembayar atau paying bank.
f. Bank pengaksep atau accepting bank.
g. Bank penegosiasi atau negotiating bank.
h. Bank penjamin atau confirming bank.

Dalam keadaan yang sederhana suatu letter of credit


menyangkut 3 (tiga) pihak utama ialah : pembeli,
penjual dan bank pembuka atau bank devisa (issuing
bank).
Ada beberapa tipe atau jenis L/C lain yang melibatkan
lebih daripada itu, namun tidak dapat meninggalkan
tiga pihak tersebut diatas, yaitu :
a. Buyer dan beneficiary. Prosedur yang berhubungan
dengan letter of credit harus lebih dahulu dilandasi
oleh langkah-langkah yang telah ditentukan pembeli
dan penjual dalam perjanjian jual beli (sales contract)
antara mereka. Dalam perjanjian ini mereka
menentukan bahwa pembayaran akan dilakukan

151
melalui pembukaan L/C. Adapun bank bank yang
ditugaskan membuka L/C dapat ditunjuk dalam
perjanjian jual beli yang bersangkutan atau dapat
ditentukan lain, misalnya: Pihak penjual yang berhak
menunjuknya. Akan tetapi dapat juga menentukan
lain bahwa kepada pembeli diberi kewajiban untuk
membuka L/C pada bank prima (first class) bank
tertentu. Proses pembukaan L/C, pembeli
mengajukan permohonan dan mengisi, melengkapi
dan menandatangani suatu formulir yang telah
disediakan oleh bank. Dalam formulir ini disebutkan
suatu permohonan dari pembeli (buyer) kepada bank
untuk untuk membuka suatu L/C guna kepentingan
pihak penjual. Pembeli berjanji akan membayar
kembali kepada bank bilamana bank melakukan
pembayaran lebih dahulu atas dokumen-dokumen
yang diserahkan, yang sekaligus dapat dijadikan
sebagai jaminan. Apabila penjual atau beneficiary
telah menerima L/C, maka adalah menjadi
kewajibannya untuk mengapalkan barang-barang dan
sebaliknya, kemudian berhak melakukan tagihan
dengan menyerahkan dokumen-dokumen yang
diminta dalam L/C kepada bank pembayar.
b. Issuing bank. Walaupun seorang pembeli yang
sudah terkenal, pihak penjual masih ragu-ragu untuk
mempercayainya bahwa pihak pembeli ini akan
benar-benar memenuhi kewajibannya dengan baik.
Guna mengatasi hal ini dengan baik dan adanya suatu
kesanggupan atau janji untuk membayar/mengaksep
wesel haruslah dibuat.
Oleh suatu bank yang reputasinya di luar negeri
cukup terkenal dalam memenuhi kewajiban-
kewajibannya. Dikuatkan lagi dengan alat
pembayaran yang dikenal dengan Letter of credit

152
yang merupakan instrument yang sangat berguna bagi
penjual.
Pembayaran dengan cara membuka letter of credit ini
terjadi dengan pembayaran yang dilakukan oleh bank
atas perintah dari pembeli untuk kepentingan penjual.
Dalam hal ini ada mekanisme dari pihak-pihak yang
mempunyai suatu kewajiban ialah pihak pembeli dan
pihak bank pembuka (issuing bank). Kewajiban
tersebut dibedakan yaitu kewajiban langsung dan
kewajiban turutan.
Suatu Kewajiban langsung terdapat pada pembeli
yaitu berupa kewajiban membayar kembali atas
pembayaran yang telah dilakukan lebih dahulu oleh
issuing bank kepada penjual. Sedangkan kewajiban
yang ada pada issuing bank adalah kewajiban turutan
yang timbul karena adanya permintaan pembukaan
L/C dari pembeli untuk kepentingan pihak penjual.
Dalam hal ini penjual adalah pihak yang
mempunyai peranan netral. Kewajiban turutan
dimaksud masih melekat pada issuing bank dalam
melaksanakan pembayaran kepada beneficiary, ia
memberi kuasa kepada bank lain.
Dalam hal ini issuing bank mempunyai kewajiban
membayar kembali (reimburse) kepada bank
penerima kuasa itu. Dengan demikian terlibatnya
issuing bank disini sehubungan dengan instruksi dari
pihak pembeli. Sedang yang harus dibayarkan itupun
adalah uang dari pihak pembeli. Oleh karena itu logis
apabila pembeli mempunyai kewajiban dan tanggung
jawab memikul beban resiko sebagai konsekuensi dari
instruksinya itu.
Walaupun dalam pelaksanaannya bank yang
bersangkutan (issuing bank) itu minta bantuan pihak
lain, disamping pembeli juga menjamin terhadap

153
kewajiban dan tanggung jawab terhadap yang
dikenakan oleh hukum dan kebiasaan-kebiasaan
negara lain.
c. Advising Bank.
Suatu letter of credit yang telah dibuka oleh issuing
bank dapat dikirim langsung kepada penjual diluar
negeri. Lazimnya melalui perantaraan kantor cabang
atau bank koresponden untuk memberitahukan kepada
pihak penjual (beneficiary) mengenai adanya letter of
credit tersebut.
Maka bank koresponden ini disebut bank penerus
yang dalam istilah asingnya disebut advising bank
atau notifiying bank. Advising bank hanya merupakan
saluran untuk meneruskan instruksi-instruksi, maka
terlibatnya advising bank dalam mekanismenya tidak
menciptakan suatu hubungan kewajiban atau
tanggung jawab baru. Advising bank dalam hal ini
tidak terikat terhadap kredit yang teruskan tetapi
hanya memeriksa bukti keasliannya atas dasar prinsip
ini maka dalam setiap penerusan kredit maupun
perubahannya, advising bank selalu mencantumkan
dalam surat pemberitahuannya kalimat yang berbunyi
sebagai berikut: “This notification and the enclosed
advice are sent to you without engagement on our
parts”.
d. Paying Bank.
Apabila Letter of credit dibuka dalam valuta
beneficiary atau disebabkan oleh alasan lain maka
bank koresponden dinegara beneficiary
diinstruksikan untuk membayar kepada penjual
(beneficiary) atas penyerahan dokumen-dokumen
yang telah ditentukan dalam L/C.
Maka bank koresponden ini disebut bank pembayar
atau paying bank. Peranan paying bank tidak

154
menimbulkan hubungan kewajiban atau tanggung
jawab baru, baik sebelum pembayaran ataupun pada
waktu pembayaran dilakukan. Pembayaran tersebut
segera dibebankan atas rekening issuing bank pada
paying bank yang bersangkutan.
e. Accepting Bank.
Apabila suatu bank yang berada di negara penjual
yang biasanya merupakan depository correspondent
daripada issuing bank, atas dasar L/C yang
bersangkutan melakukan akseptasi atas wesel
berjangka (time/ usance draft) yang ditarik oleh
penjual (beneficiary), maka bank ini disebut
accepting bank.
Dengan mengaksep wesel berarti: accepting bank
telah mengikat janji (comitment) untuk membayar
nilai nominal wesel tersebut pada tanggal jatuh
tempo yang telah ditetapkan kepada seseorang yang
menyerahkannya. Dalam hal ini bank reputasinya
atas dasar L/C yang bersangkutan telah memberikan
pelayanan kepada nasabahnya untuk menjamin suatu
pembayaran pada waktu yang telah ditentukan dan
untuk itu bank berhak menerima biaya akseptasi
(acceptance comission) dan bunga (discount charges)
apabila wesel tersebut didiskontokan kepadanya
sebelum waktunya.
f. Negotiating Bank.
Salah salah satu jenis letter of credit yang
memungkinkan penjual (beneficiary) untuk
menyerahkan dokumen-dokumennya kepada bank
pilihannya sendiri, biasanya tidak disebut dalam L/C.
Sehingga memungkinkan kapada penjual
(beneficiary) untuk memperoleh keuntungan-
keuntungan daripada perbedaan rate of change. Jenis
ini disebut negotiation type letter of credit. Apabila

155
suatu bank yang tidak disebut dalam L/C, yang
berada dinegara pihak penjual atas dasar L/C yang
bersangkutan secara sukarela bersedia
membeli/mengambil alih (menegosiasi) wesel pihak
penjual.
Maka bank ini disebut bank penegosiasi atau
negotiating bank. Tindakan negosiasi ini
menimbulkan hubungan-hubungan kewajiban atau
tanggung jawab baru ialah antara negotiating bank
dengan penjual (beneficiary).
Dengan telah dilakukannya negosiasi atas wesel dari
beneficiary oleh negotiating bank, pihak issuing bank
bertanggung jawab dan mempunyai kewajiban
membayar kepada negotiating bank sebagai
pemegang wesel pihak penjual (beneficiary). Sedang
dalam transaksi antara negotiating bank dengan
beneficiary tersebut bank to confirm its irrevocable
tersebut timbul suatu kewajiban baru dipihak penjual
(beneficiary) yaitu dalam hal wesel ditolak
pembayarannya oleh pihak pembeli karena dokumen-
dokumen tidak sesuai dengan syarat L/C atau karena
sebab lain.
Maka dengan hak menagih kembali (hak regres) yang
ada padanya negotiating bank berhak menarik
kembali pembayaran yang telah diterima pihak
penjual /beneficiary (with recource to drawers).
Dalam hal ini ada tiga pihak yang mempunyai suatu
kewajiban ialah : pihak pembeli, issuing bank dan
penjual (beneficiary). Sedang pihak negotiating
bank yang biasanya tidak disebut dalam L/C
mempunyai peranan netral.
g. Confirming Bank. Dalam mekanisme yang telah
diuraikan diatas cukup jelas bahwa pihak pembeli
meminta kepada bank yang berkedudukan

156
dinegaranya untuk membuka letter of credit guna
kepentingan pihak penjual yang berkedudukan
dinegara lain. Pihak penjual diluar negeri itu
menghendaki agar pembayaran dilakukan ditempat
dimana ia berada.
Dalam hal ini dibutuhkan bantuan bank lain diluar
negeri untuk memberitahukan kepada penjual
mengenai adanya L/C tersebut dengan tanpa ikatan
apapun terhadapnya. Akan tetapi ada kemungkinan
bahwa bank tersebut tidak hanya terbatas sekedar
menyampaikan berita, melainkan mengadakan suatu
perikatan tersendiri dengan penjual yang
bersangkutan.
Dalam transaksi yang disebutkan tadi kita menemui
letter of credit yang tidak dijamin oleh bank penerus.
Sedang pada transaksi yang disebutkan kemudian,
kita melihat adanya jaminan kepada penjual
(beneficiary) mengenai pembayaran wesel-wesel yang
ditarik sesuai dengan ketentuan-ketentuannya. Bank
ini disebut bank penjamin atau confirming bank.
Dalam hal ini pihak penjual (beneficiary) memperoleh
jaminan pembayaran dari dua bank yakni: issuing
bank dan jaminan langsung dari confirming bank.
Jadi suatu bank dapat mejalankan beberapa peranan.
Bank yang berada dinegara penjual dapat berperanan
sebagai advising bank, negotiating bank dan juga
sebagai confirming bank sekaligus. Pada jenis L/C
yang dikonfirmasi oleh confirming bank, jelas issuing
bank tetap mempunyai kewajiban turutan yang
ditimbulkan karena adanya pembukaan L/C. Akan
tetapi kewajiban itu, apabila confirming bank berubah
menjadi kewajiban langsung terhadap pihak penjual
(beneficiary).

157
Kalau ditinjau dari confirming bank telah
menambahkan pengikatan dirinya (add its
angagement) pada L/C tersebut. Maka konfirmasi
demikian itu merupakan suatu ikatan pasti bagi pihak
confirming bank untuk melaksanakan pembayaran
kepada pihak penjual (beneficiary) yang seakan-akan
terpisah dari adanya jaminan pembayaran pihak
issuing bank.
Dalam hal confirming bank yang menegosiasi wesel
yang diajukan oleh pihak penjual dalam rangka
mekanisme L/C ini, kepadanya tidak mempunyai hak
untuk menagih kembali (hak regres). Tidak adanya
hak regres kiranya dapat lebih dipahami karena
maksud dan tujuan dibukanya suatu lettter of credit,
sebagaimana diketahui penarik wesel adalah sebagai
pihak yang harus menerima pembayaran.
Penarikan wesel atas issuing bank atau pembeli
adalah : berdasarkan ketentuan mengenai cara
pembayaran yang telah disepakati dalam pembukaan
letter of credit. Oleh karena apabila pembayaran
kepada penjual (beneficiary) yang merupakan tujuan
utama dalam cara pembayaran ini dapat diregres oleh
pembayar, ini berarti akan berlawanan dengan tujuan
dari letter of credit.

Dengan demikian Surat Berharga adalah: suatu surat


dimana “hak itu dilekatkan/ dibubuhkan” kepada surat itu
artinya hak itu tidak ada kalau tidak diwujudkan berupa surat
itu. Surat berharga dalam transaksi perdagangan luar negeri
adalah “alat pembayaran dengan Letter of Credit”
merupakan surat berharga karena suatu surat yang
didalamnya melekat erat suatu hak tertentu, hak pembayaran
yang mempunyai nilai obyektif tertentu sehingga dapat
diperjual belikan. Hak yang melekat erat dimaksud berupa

158
hak menuntut penyerahan barang, hak yang berhubungan
dengan hak menagih sejumlah uang.
Dalam perkembangannya
Masalah transaksi efek yang yang sekarang sudah banyak
menggunakan scripless trading book entry settlement yaitu
mekanisme perdagangan tanpa sertifikat dan penyelesaian
transaksi dengan cara pemindah bukuan Efek. Melalui
sistem ini investor tidak lagi perlu memegang Efek secara
fisik untuk melakukan transaksi tetapi kepemilikannya cukup
dibuktikan dengan adanya rekening efek yang dikelola secara
elektronik oleh lembaga yang ditunjuk bursa efek. Investasi
dalam berbagai Efek sbb: Saham, Obligasi, Opsi. Investasi
langsung seperti: properti: emas, dolar.85

85
Ibid, hlm 35.

159
BAB VI
PERKEMBANGAN HUKUM DAGANG

A. 1. Apakah Tugas Pokok Perdagangan?


Pada pokoknya perdagangan mempunyai tugas pokok:
a. Membawa dan memindahkan barang-barang dari
tempat yang berkelebihan (surplus) ketempat yang
kekurangan (minus)
b. Memindahkan barang-barang dari produsen ke
konsumen
c. Menimbun dan menyimpan barang-barang itu
dalam masa yang berkelebihan sampai
mengancam bahaya kekurangan.

2. Jenis Perdagangan.
a. Menurut pekerjaan yang dilakukan pedagang
1). Perdagangan mengumpulkan (produsen,
tengkulak besar, eksportir)
2). Perdagangan menyebarkan (importir pedagang
besar pedagang menengah, konsumen)
b. Menurut jenis barang yang diperdagangkan
1). Perdagangan barang, ditujukan untuk
memenuhi kebutuhan jasmani manusia (hasil
pertanian, pertambangan , pabrik)
2). Perdagangan Buku, misik dan kesenian.
3). Perdagangan Uang dan kertas-kertas berharga
(Bursa efek)
c. Menurut daerah, tempat perdagangan itu
dijalankan:
1). Perdagangan dalam negeri
2). Perdagangan Luar negeri (Perdagangan
Internasional) meliputi:
a). Perdagangan Ekspor
b). Perdagangan Impor

160
c). Perdagangan meneruskan (perdagangan
Transito)

3 Apakah yang dimaksud Goodwill ?


Goowill adalah : segala sesuatu yang merupakan
bagian dari usaha perniagaan atau bagian dari pada
perusahaan untuk mempertinggi nilai dari pada
perusahaan itu sebagai kesatuan, misalnya :
pesawat telepon, letak perusahaan.
Oleh karena itu Hukum Dagang adalah : Hukum
yang mengatur tingkah laku manusia yang turut
melakukan perdagangan dalam usaha untuk
mencari keuntungan,
Dasar Hukum
1. Peraturan Perundang-undangan dibidang
ekonomi yang berkaitan dengan Hukum :
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992
Tentang Koperasi,Undang-Undang No. 1
Tahun 1995 yang diundangkan tanggal 7 Maret
1995 dan mulai berlaku pada tanggal 7 Maret
1996 tentang Perseroan Terbatas, Undang-
Undang NO 8 Tahun 1995 tentang Pasar
Modal, Undang-undang Nomor 3 Tahun 1982
Tentang Wajib Daftar Perusahaan, Undang-
Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang
Perbankan.Undang –Undang Nomor 23 Tahun
1999 Bank Sentral, Undang –Undang Nomor 5
Tahun 1999 Tentang Anti Monopoli dan
Persaingan Usha Tidak Sehat. Undang –Undang
No.8 Tahun 1997 Tentang Dokumen
Perusahaan Undang-Undang Nomor 4 Tahun
1998 Tentang Kepalitan pengganti
Faillisementensverordening.

161
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003
Tentang BUMN.

Menurut Ketentuan Pasal 1 ayat (b) Undang-undang No


3 Tahun 1982, yang dimaksud dengan Perusahaan adalah
setiap bentuk usaha yang menjalankan setiap jenis usaha
yang bersifat tetap dan terus menerus dan didirikan,
bekerja, serta berkedudukan dalam wilayah negara
Indonesia, untuk tujuan memperoleh keuntungan dan atau
laba.
Maka Pasal 36/ 56 KUHD yang menjadi Dasar Hukum
NV (Naamloze Vennootschap) adalah untuk menyebut PT
pada Zaman Belanda, tidak lagi menjadi Dasar Hukum PT
(sebenarnya NV tidak selalu sama dengan PT). Meskipun
demikian bagi PT yang sudah disahkan sebelum
berlakunya Undang-Undang ini sepanjang tidak
bertentangan dengan Anggaran Dasar, dapat tetap berlaku.
Sementara Perusahaan telah didirikan dan disahkan
(KUHD) harus menyesuaikan diri dalam 2 (dua) tahun
sejak tanggal berlakunya Undang-Undang ini. Selain itu
Ordonansi MAI (Maskapai Andil Indonesia) 1939 juga
tidak berlaku lagi. Perusahaan tersebut harus
menyesuaikan diri dalam waktu 3 (tiga) tahun.
Selanjutnya perlu untuk diketahui adanya suatu badan
yang berkaitan dengan dagang yang anggotanya terdiri
dari para pengusaha baik swasta maupun negara yang
disebut

162
Kamar Dagang dan Industri Indonesia Kamar
Dagang dan Industri Indonesia: dulu disebut Kamer van
Koophandel atau Chamber of Commerce ialah suatu badan
yang anggotanya terdiri dari para pengusaha baik swasta
maupun negara. Pertama kali didirikan di Jakarta tanggal
30 Nopember 1967.
Azas Kadin berazaskan Pancasila, UUD 1945 dan
Ketetapan-Ketetapan MPR RI. Tujuannya:
1. Turut aktip membina perekonomian Indonesia
dalam mewujudkan masyarakat yag adil dan
makmur.
2. Turut aktip memperlancar Pembangunan Daerah
dan Pembangunan Nasional
3. Membina dan mewujudkan Perusahaan Nasional.
Sedangkan dalam Perdagangan Internasional yaitu
Kamar Dagang Internasional / ICC (The International
Chamber of Commerce), tujuannya melayani dunia
usaha dengan memajukan perdagangan, penanaman
modal, membuka pasar untuk barang dan jasa, serta
memajukan aliran modal.
Peran penting lain, adalah :
a. Sebagai forum penyelesaian sengketa, khususnya
melalui Arbitrase;
b. Sebagai forum untuk menyebarluaskan informasi
dan kebijakan serta aturan-aturan Hukum Dagang
Internasional di antara pengusaha-pengusaha di
dunia;
c. Memberikan pelatihan-pelatihan dan tehnik-
tehnik dalam merancang kontrak serta keahlian-
keahlian praktis lainnya dalam perdagangan
internasional.
ICC memberikan aturan-aturan standar (rule and
standards) di bidang Hukum Perdagangan
Internasional, tetapi tidak berupaya menciptakan

163
unifikasi hukum. Standar-standar yang dikeluarkan
oleh ICC telah banyak dimasukkan ke dalam kontrak-
kontrak dagang yang dibuat oleh para pelaku bisnis,
meskipun sifatnya tidak mengikat. Dua produk hukum
ICC antara lain: UCP (The Uniform Customs and
Practice for Documentary Credits) dan Incoterms (The
International Commercial Terms). Incoterms dibentuk
untuk memberikan definisi baku secara universal
mengenai istilah-istilah yang digunakan dalam transaksi
perdagangan internasional seperti FOB, CIF.86

Dalam kegiatan perdagangan Indonesia tidak hanya


dalam negeri akan tetapi juga melakukan perdagangan
luar negeri. Hukum Perjanjian atau Kontrak
Internasional adalah hukum (kontrak) nasional yang ada
unsur asingnya. Namun dalam hal-hal tertentu Hukum
Nasional mungkin saja tidak mengatur suatu bentuk
atau obyek tertentu, yang menjadii substansial dalam
kontrak. Hukum Nasional dalam bentuk perundang-
undangan misalnya agak statis, sedangkan
perkembangan transaksi bisnis sifat dinamis dan cepat.
Sehingga acuan yang menjadi pegangan adalah sumber
hukum lainnya seperti kebiasaan dagang, putusan
pengadilan, doktrin. Contoh lain, Dokumen Kontrak
adalah sumber hukum utama bagi para pihak.
Dokumen kontrak adalah dibuat secara tertulis dari
kesepakatan para pihak. Dokumen kontrak adalah
dokumen undang-undang bagi para pihak. Sumber
hukum lainnya adalah Perjanjian Internasional, dapat
digolongkan sebagai sumber hukum terpenting setelah
hukum nasional dan dokumen kontrak. Masyarakat
bangsa di dunia menggunakan instrumen perjanjian

86
Aolf Huala, Dasar-dasar Hukum Kontrak Internasional, Raja Grafindo
Persada, Jakarta, 1995 hlm 78.

164
internasional sebagai sarana untuk menciptakan Hukum
Kontrak Internasional baru, mengharmonisasikan
hukum dan mengkristalisasi Hukum Kebiasaan ke
dalam bentuk formal. Hal yang penting, karena dari
sumber hukum inilah kita dapat menemukan hukum
untuk dapat diterapkan kepada suatu fakta tertentu
dalam perdagangan internasional. Keterkaitan Hukum
Perdagangan Internasional dan Hukum Internasional
membawa konsekuensi bahwa sumber-sumber Hukum
Internasional yaitu: Perjanjian Internasional.
Merupakan salah satu terpenting. Secara umum terbagi
kedalam 3 (tiga) bentuk yaitu:

Perjanjian Multilateral, adalah kesepakatan tertulis


yang mengikat lebih dari dua pihak (negara) dan tunduk
pada aturan hukum internasional, contohnya, beberapa
perjanjian internasional membentuk suatu pengaturan
perdagangan yang sifatnya umum di antara para pihak.
Perjanjian internasional kadangkala juga berupaya
mencari suatu pengaturan yang seragam guna
mempercepat transaksi perdagangan.

Perjanjian Regional, adalah kesepakatan-kesepakatan


di bidang perdagangan internasional yang dibuat
negara-negara yang tergolong atau berada dalam suatu
regional tertentu. Contohnya, di Asia Tenggara
perjanjian pembentukan AFTA (Asean Free Trade
Area) berlaku efektif sejak 1 Januari 2003. Perjanjian
bilateral, ini hanya mengikat dua subyek hukum
internasional (negara atau organisasi internasional).
Contohnya, Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda.
Dalam perjanjian persahabatan bilateral, kedua negara
memberikan beberapa preferensi atau perlakuan khusus
tertentu berkaitan dengan kegiatan ekspor impor kedua
negara. Perjanjian ini biasanya disebut juga dengan

165
nama FCN Treaties (Friendship, Navigation and
Commerce).

Hukum Kebiasaan Internasional, merupakan sumber


hukum yang dapatdianggap sebagai sumber hukum
yang pertama-tama lahir dalam Hukum Perdagangan
Internasional dari adanya praktik-praktik para pedagang
yang dilakukan berulang-ulang, sedemikian rupa
sehingga kebiasaan yang berulang-ulang dengan waktu
yang relatif lama tersebut menjadi mengikat.
Suatu praktik kebiasaan untuk menjadi mengikat harus
memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
1 Suatu praktik yang berulang-ulang dilakukan dan
diikuti oleh lebih dari dua pihak (praktik negara);
2 Praktik ini diterima sebagai mengikat (opnio iuris
sive necessitatis). Contohnya, kebiasaan
terkodifikasi dalam kontrak pengiriman barang
FOB, CIF.
Kata Lex Mercatoria yang diambil dari bahasa Latin,
yaitu Lex dari bahasan Inggris mengandung arti Law
atau dalam bahasa Indonesianya berarti hukum, dan
Mercatoria dalam bahasa Inggris dipadankan dengan
kata merchant, artinya perniagaan atau komersial.
Ketentuan Lex Mercatoria dapat ditemukan antara lain
di dalam kebiasaan-kebiasaan yang berkembang dan
dituangkan dalam kontrak-kontrak perdagangan
internasional, contohnya berupa klausul-klausul kontrak
standar (baku), atau kontrak-kontrak di bidang
transportasi. Klausul kontrak perdagangan tertentu,
misalnya ICC dan diikuti oleh anggota dari organisasi
atau asosiasi tersebut.
Prinsip-prinsip Hukum Umum. Sumber hukum ini
akan mulai berfungsi ketika hukum perjanjian
internasional dan hukum kebiasaan internasional tidak

166
memberi jawaban atas sesuatu persoalan. Oleh karena
itu, prinsip-prinsip hukum umum ini dipandang sebagai
sumber hukum penting dalam upaya mengembangkan
hukum.
Beberapa contoh dari prinsip hukum umum ini antara
lain adalah, prinsip itikad baik, prinsip pacta sunt
servanda, dan prinsip ganti rugi. Ketiga prinsip ini
terdapat dan diakui dalam hampir semua sistem hukum
di dunia, dan terdapat pula dalam Hukum Perdagangan
Internasional.. Putusan-putusan Badan Pengadilan dan
publikasi sarjana-sarjana terkemuka (doktrin), juga
dapat diadopsi sebagai sumber-sumber hukum dalam
Hukum Perdagangan Internasional. Sumber hukum ini
akan memainkan perannya apabila sumber-sumber
hukum terdahulu tidak memberi kepastian atau jawaban
atas suatu persoalan hukum ( di bidang perdagangan
internasional). Sumber hukum ini tidak memiliki
kekuatan hukum yang kuat seperti yang dikenal dalam
Sistem Hukum Common Law (Anglo Saxon).
Statusnya paling tidak sama dengan seperti dalam
Sistem Kontinental (Civil Law), bahwa putusan
pengadilan sebelumnya hanya akan dipertimbangkan.
Jadi ada semacam “kewajiban” yang tidak mengikat
bagi badan-badan pengadilan untuk
mmepertimbangkan putusan-putusan pengadilan
sebelumnya (dalam sengketa yang terkait dengan
perdagangan internasional).
Contoh, kasus Japan-Taxes on Alcoholic Beverages
yang diputus oleh Badan Penyelesaian Sengketa (DBS
atau Dispute Settlement Body) WTO. Dalam tahap
banding di DBS, Badan Banding (Appellate Body)
antara lain menyatakan sebagai berikut:
“Adopted panel reports… Are often considered
by subsequent panels. They create legitimate

167
expectations among WTO members, and
therefore, should be taken into account where
they are relevant to any dispute.”
Kontrak atau Perjanjian, merupakan sumber utama dan
terpenting yang dibuat para pedagang sendiri. Seperti
kita pahami, kontrak adalah undang-undang bagi para
pihak yang membuatnya. Para pelaku (pedagang) atau
stakeholders dalam hukum perdagangan internasional,
mereka menuangkan dalam perjanjian-perjanjian
tertulis (kontrak). Oleh karena itu kontrak sangat
esensial. Dengan demikian kontrak berperan sebagai
sumber hukum yang perlu dan terlebih dahulu mereka
jadikan acuan penting dalam melaksanakan hak dan
kewajiban mereka dalam perdagangan internasional.

Dalam hukum kontrak, kita mengenal penghormatan


dan pengakuan terhadap prinsip konsensus dan
kebebasan para pihak (party autonomy). Syarat-syarat
perdagangan dan hak serta kewajiban para pihak
seluruhnya diserahkan kepada para pihak dan hukum
menghormati kesepakatan ini yang tertuang dalam
perjanjian. Meskipun kebebasan para pihak sangatlah
esensial, namun kebebasan tersebut ada batas-batasnya.
Ia tunduk pada berbagai pembatasan yang
melingkupinya:
a. Pembatasan yang utama adalah kebebasan tersebut
tidak boleh bertentangan dengan undang-undang,
dan dalam taraf tertentu, dengan ketertiban umum,
kesusilaan, dan kesopanan.
b. Status dari kontrak itu sendiri. Kontrak dalam
perdagangan internasional yang ada unsur
asingnya. Artinya kontrak tersebut meskipun di
bidang perdagangan internasional paling tidak

168
tunduk dan dibatasi oleh hukum nasional (suatu
negara tertentu).
c. Mengikatnya para pihak adalah kesepakatan-
kesepakatan atau kebiasaan dagang yang
sebelumnya dilakukan oleh para pihak yang
bersangkutan. Daya mengikat kesepakatan-
kesepakatan meskipun tidak tertulis, tetapi
mengikat, sebagai berikut:
“In addition to the contractual terms agreed by the
parties, the course of past dealings between traders
may result in terms becoming part of an agreement
between them. These past dealings, or trade
usages between the parties, may apply to the
contractual relationship despite their not being
incorporated into it in written form.

Hukum Nasional. Signifikansi hukum nasional


sebagai sumber hukum dalam hukum perdagangan
internasional tampak dalam uraian kontrak sebagai
sumber hukum, Hukum Perdagangan Internasional.
Peran hukum nasional ini antara lain akan mulai
lahir ketika timbul sengketa sebagai pelaksanaan
dari kontrak. Dalam hal demikian, Pengadilan
(Badan Arbitrase) pertama-tama akan melihat
klausul pilihan hukum dalam kontrak untuk
menentukan hukum yang mana akan digunakan
untuk menyelesaikan sengketanya. Peran hukum
nasional sebenarnya sangat luas, peran signifikan
dari hukum nasional lahir dari adanya yurisdiksi
(kewenangan) negara. Kewenangan ini sifatnya
mutlak dan eksklusif, artinya apabila tidak ada
pengecualian lain, kekuasaan itu tidak dapat
diganggu gugat. Yurisdiksi atau kewenangan

169
tersebut adalah kewenangan suatu negara untuk
mengatur :
a. Peristiwa Hukum;
b. Subyek Hukum;
c. Benda yang berada di dalam wilayahnya.
Kewenangan mengatur ini mencakup membuat
hukum (nasional) baik yang sifatnya hukum publik
maupun hukum perdata (privat).
Kewenangan atas peristiwa hukum di sini dapat
berupa transaksi jual beli dagang internasional,
atau transaksi dagang internasional.
Dalam hal ini, hukum nasional yang dibuat suatu
negara dapat mencakup Hukum Perpajakan,
Kepabeanan, Ketenagakerjaan, Persaingan Sehat,
Perlindungan HAKI (Intellectual Property Right)
hingga Perizinan Ekspor Impor suatu produk.
Sebagai anggota perdagangan dunia Indonesia
sudah meratifikasi berdirinya WTO.

B. Indonesia meratifikasi berdirinya WTO


WTO adalah Organisasi Perdagangan Dunia (world
trade organization).
Suatu Badan atau Lembaga Internasional yaitu
organisasi perdagangan dunia atau WTO (world trade
organization). WTO sangat kompleks karena tidak
semata-mata mengatur tarif dan barang, tetapi mengatur
juga jasa, Hak Kekayaan Intelektual, penanaman
modal, dan lingkungan:
1 Melalui Undang-Undang No. 7 Tahun 1994
tertanggal 2 Nopember 1994 tentang Pengesahan
“Agreement Establishing The World Trade
Organization” (Persetujuan Pembentukan
Organisasi Perdagangan Dunia).

170
Indonesia pada saatnya akan menjadi pelaku bisnis
atau Perdagangan Internasional yang merupakan
perdagangan bebas se-dunia dan Indonesia harus
tunduk kepada keperangkatan hukum produk WTO
yang telah mendapatkan kesepakatan anggota-
anggota WTO se-dunia.
2 Pertimbangan Indonesia Meratifikasi Berdirinya
WTO. Adapun pertimbangan Indonesia
meratifikasi berdirinya WTO, adalah :
a. bahwa Pembangunan Nasional bertujuan untuk
mewujudkan suatu masyarakat adil dan makmur
yang merata materiel dan spiritual berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945
dalam wadah Negara Kesatuan Republik
Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat dan
berkedaulatan rakyat dalam suasana
perikehidupan bangsa yang aman, tenteram,
tertib, dan dinamis dalam lingkungan pergaulan
dunia yang merdeka, adil, bersahabat, tertib, dan
damai.
b. bahwa dalam pelaksanaan Pembangunan
Nasional, khususnya di bidang ekonomi,
diperlukan upaya-upaya untuk antara lain terus
meningkatkan, memperluas, memantapkan dan
mengamankan pasar bagi segala produk baik
barang maupun jasa, termasuk aspek investasi
dan Hak Atas Kekayaan Intelektual yang
berkaitan dengan perdagangan, serta
meningkatkan kemampuan daya saing terutama
dalam Perdagangan Internasional.
c. bahwa seiring dengan cita-cita sebagaimana
disebutkan huruf a dan b di atas, Indonesia
selalu berusaha menegakkan prinsip-prinsip
pokok yang dikandung dalam General

171
Agreement on Tariff and Trade/ GATT 1947
(Persetujuan Umum mengenai Tarif dan
Perdagangan Tahun 1947), berikut persetujuan
susulan yang telah dihasilkan sebelum
Perundingan Putaran Uruguay.
d. bahwa dari rangkaian Perundingan Putaran
Uruguay yang dimulai sejak tahun 1986, telah
dihasilkan Agreement Establishing The World
Trade Organization (Persetujuan Pembentukan
Organisasi Perdagangan Dunia) yang
selanjutnya akan mengadministrasikan,
mengawasi dan memberikan kepastian bagi
pelaksanaan seluruh persetujuan General
Agreement on Tariff and Trade / GATT serta
hasil Perundingan Putaran Uruguay.
e. bahwa dalam Pertemuan Tingkat Menteri
peserta Putaran Uruguay pada tanggal 15 April
1994 di Marrakesh, Maroko, Pemerintah
Indonesia telah ikut serta menandatangani
Agreement Establishing The World Trade
Organization (Persetujuan Pembentukan
Organisasi Perdagangan Dunia) beserta seluruh
persetujuan yang dijadikan Lampiran 2 dan 3
sebagai bagian Persetujuan tersebut.
f. bahwa dalam Pertemuan Tingkat Menteri
peserta di atas, dipandang perlu mengesahkan
Agreement Establishing The World Trade
Organization (Persetujuan Pembentukan
Organisasi Perdagangan Dunia) dengan
undang-undang.

Berlandaskan pertimbangan tersebut, Indonesia


masuk dalam perdagangan bebas dunia. Untuk
mengantisipasi agar Indonesia siap memasuki era

172
perdagangan bebas berdasarkan Hukum Perjanjian
Perdagangan Dunia, maka dalam UU No. 7 Tahun
1994 ini dirumuskan Hukum Kontrak Bisnis
(perdagangan) Internasional yang mengadopsi
kaedah-kaedah yang dihasilkan sebagai Undang-
Undang Bisnis WTO.
Akan tetapi Kegiatan dagang (bisnis) terdapat
hubungan yang saling membutuhkan antara pelaku
usaha dan konsumen. Kepentingan pelaku usaha
adalah memperoleh laba (profit) dari transaksi
dagang dengan konsumen. Sedangkan kepentingan
konsumen adalah memperoleh kepuasan melalui
pemenuhan kebutuhannya terhadap produk
tertentu. Dalam hubungan yang demikian
seringkali terdapat hubungan yang tidak seimbang
antara keduanya. Konsumen biasanya berada pada
posisi yang lemah dan karenanya dapat menjadi
sasaran ekspoitasi dari pelaku usaha yang secara
sosial dan ekonomi mempunyai posisi yang kuat.

Untuk melindungi atau memperdayakan konsumen


diperlukan seperangkat aturan hukum. Oleh karena itu
diperlukan adanya campur tangan negara melalui
penetapan sistem perlindungan hukum terhadaap
konsumen. Berkaitan dengan itu telah disahkan
Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang
Perlindungan Konsumen.
Menurut UU NO. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen
Perlindungan Konsumen adalah segala upaya yang
menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi
perlindungan kepada konsumen.
Pasal 1 UUPK, Konsumen adalah setiap orang
pemakai barang dan atau jasa yang tersedia dalam

173
masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri,
keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan
tidak untuk diperdagangkan
Pasal 1 (UUPK), Pelaku Usaha adalah: setiap orang
perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk
badan hukum maupun bukan badan hukum yang
didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan
dalam wilayah hukum Republik Indonesia, baik sendiri
maupun bersama-sama melalui perjanjian,
menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai
bidang ekonomi.
Pasal 2 UUPK, Perlindungan Konsumen berasaskan
manfaat, keadilan, keseimbangan, keamanan, dan
keselamatan konsumen, serta kepastian hukum.87

Hak dan kewajiban konsumen yaitu:


Hak Konsumen adalah:
1. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan
dalam mengkonsumsi barang dan atau jasa.
2. Hak untuk memilih barang dan atau jasa serta
mendapatkan barang dan atau jasa tersebut sesuai
dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang
dijanjikan
3. Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur
mengenai kondisi dan jaminan yang dijanjikan.
4. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas
barang dan atau jasa yang digunakan
5. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan
konsumen, dan upaya penyelesaian sengketa
perlindugan konsumen secara patut.

87
Pasal 2 UUPK, Perlindungan Konsumen berasaskan manfaat,
keadilan, keseimbangan, keamanan, dan keselamatan konsumen,
serta kepastian hukum.

174
6. Hak untuk mendapat pembinana dan pendidikan
konsumen.
7. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar
dan jujur serta tidak diskriminatif
8. Hak untuk mendapatkan konpensasi, ganti rugi dan
atau penggantian jika barang dan atau jasa yang
diterima tidak sesuai dengan perjanjian dan tidak
sebagaimana mestinya.
9. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan perundang-
undangan lain.

Kewajiban Konsumen adalah;


1. Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan
prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan
atau jasa, demi keamanan dan keselamatan.
2. Beritikad baik dalam melakukan transaksi
pembelian barang dan atau jasa
3. Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati
4. Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa
perlindungan konsumen secara patut.

Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha


Hak Pelaku Usaha:
1. Hak menerima pembayaran yang sesuai dengan
kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang
dan atau jasa yang diperdagangkan
2. Hak untuk mendapat perlindungan hukum dari
tindakan konsumen yang beritikad tidak baik.
3. Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di
dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen.
4. Hak untuk rehabitasi nama baik apabila terbukti
secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak
diakibatkan oleh barang dan atau jasa yang
diperdagangkan

175
5. Hak- hak yang diatur dalam ketentuan peraturan
perundang-undangaan lainnya.

Kewajiban Pelaku Usaha:


1. Beritikad baik dalam kegiatan usahanya.
2. Memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur
mengenai kondisi dan jaminan barang dan atau jasa
serta memberi penjelasan, penggunana, perbaikan,
dan pemeliharaan.
3. Memperlakukan atau melayani konsumen secara
benar dan jujur serta tidak diskriminatif.
4. Menjamin mutu barang dan atau jasa yang diproduksi
dan atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan
standar mutu brang dan atau jasa yang berlaku.
5. Memberi kesempatan kepada konsumen untuk
menguji dan atau mencoba barang dan atau jasa yang
dibuat dan atau yang diperdagangkan.
6. Memberi konpensasi, gantirugi, dan atau penggantian
atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian, dan
pemanfaatan barang dan atau jasa yang
diperdagangkan.
7. Memberi konpensasi ganti rugi dan atau penggantian
apabila barang dan atau jasa yang diterima atau
dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.
Selanjutnya dalam kegiatan ekonomi atau Dagang
adanya Persaingan Usaha antara pelaku usaha yang satu
dengan yang lain, merupakan hal yang biasa terjadi.
Persaingan usaha yang sehat akan berakibat positif bagi
para pengusaha yang saling bersaing atau kompetisi.
Karena dapat menimbulkan upaya-upaya peningkatan
efisiensi, produktivitas, dan kualitas produk yang
dihasilkan.
Konsumen yang mendapatkan manfaat dari adanya
persaingan yang sehat. Karena dapat menimbulkan

176
penurunan harga dan kualitas produk tetap terjamin.
Sebaliknya apabila persainagn yang terjadi tidak sehat,
akan dapat merusak perekonomian negara yang
merugikan masyarakat.
Kebutuhan akan suatu perangkat hukum yang mengatur
persaingan usaha antar pelaku usaha tidak dapat ditawar-
tawar lagi. Untuk maksud tersebut pada tanggal 5 Maret
1999 telah diundangkan Undang-Undang NO. 5 Tahun
1999 Tentang Larangan Praktik Monopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Dengan demikian dalam pelaksanaan Pembangunan
Nasional, khususnya di bidang ekonomi, diperlukan
upaya-upaya untuk antara lain terus meningkatkan,
memperluas, memantapkan dan mengamankan pasar bagi
segala produk baik barang maupun jasa, termasuk aspek
Investasi dan Hak Atas Kekayaan Intelektual yang
berkaitan dengan Perdagangan, serta meningkatkan
kemampuan daya saing terutama dalam Perdagangan
Internasional. Berkaitan dengan itu dalam kegiatan
dagang perlu adanya Undang-Undang No 5 Tahun
1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan
Tidak Sehat.
Karena Persaingan Usaha dalam Dagang (dunia usaha/
bisnis), perlu kita renungkan terlebih dahulu karena
Persaingan usaha menyangkut “ etika bisnis” Setiap
orang yang berusaha harus berada dalam situasi
Persaingan yang Sehat dan wajar, sehingga tidak
menimbulkan pemusatan kekuatan ekonomi pada pelaku
usaha tertentu. Karena Persaingan Usaha yang Sehat akan
berakibat positif bagi para pengusaha yang saling
bersaing atau kompetisi88

88
Persaingan Usaha yang Sehat akan berakibat positif bagi para
pengusaha yang saling bersaing atau kompetisi

177
UU Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha
Tidak Sehat
Alasan Dibentuknya UU No 5 Tahun 1999 tentang
Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Tidak
Sehat, bahwa setiap orang yang berusaha di Indonesia
harus berada dalam situasi persaingan yang sehat dan
wajar, sehingga tidak menimbulkan adanya pemusatan
kekuatan ekonomi pada pelaku usaha tertentu.
Selanjutnya tujuan pembentukan undang-undang ini
sebagai berikut:
a. Menjaga kepentingan umum dan meningkatkan
efisiensi nasional sebagai salah satu uapaya untuk
meningkatkan kesejahteraan rakyat.
b. Mewujudkan iklim usaha yang kondusif melalui
pengaturan persaingan usaha yang sehat sehingga
menjamin adanya kepastian kesempatan berusaha
yang sama bagi pelaku usaha besar, pelaku usaha
menengah, dan pelaku usah kecil.
c. Mencegah praktek monopoli dan atau persaingan
usaha tidak sehat sehat yang ditimbulkan oleh
pelaku uasa, dan
d. Terciptanya efektivitas dan efisiensi dalam
kegiatan dunia usaha.

Pengertian istilah dalam UU NO. 5 Tahun 1999


Tentang Larangan Praktek Monopoli dan
Persaingan Usaha T idak Sehat.
a. Pasal 1 butir 1:
Monopoli adalah: penguasaan atas produksi
dan atau pemasaran barang dan atau jasa
tertentu oleh 1 (satu) pelaku usaha atau 1 (satu)
kelompok pelaku usaha
b. Pasal 1 butir 2:

178
Praktek Monopoli adalah pemusatan kekuatan
ekonomi oleh 1 (satu) atau lebih pelaku usaha,
yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan
atau pemasaran atas barang dan atau jasa
tertentu sehingga menimbulkan persaingan
usaha tidak sehat dan dapat merugikan
kepentingan umum.89
c. Pasal 1 butir 3:
Pemusatan kekuatan ekonomi adalah
penguasaan yang nyata atas suatu pasar
bersangkutan oleh 1 (satu) atau lebih pelaku
usaha, sehingga dapat menentukan harga barng
dan atau jasa.
d Pasal 1 butir 4:
Posisi dominan adalah keadaan dimana pelaku
usaha tidak mempunyai pesaing yang berarti di
pasar bersangkutan dalam kaitan dengan pangsa
pasar yang dikuasai, atau pelaku usaha
mempunyai posisi tertinggi di antara pesaingnya
di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan
kemampuan keuangan, kemampuan akses pada
pasokan atau penjualan serta kemapuan untuk
menyesuiakan pasokan atau permintaan barang
atau jasa tertentu.
e. Pasal 1 butir 5:
Pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan
atau badan usaha, baik yang berbentuk badan
hkum atau bukan badan hukum yang didirikan

89
Pasal 1 butir 2:
Praktek Monopoli adalah pemusatan kekuatan ekonomi oleh 1 (satu) atau
lebih pelaku usaha, yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau
pemasaran atas barang dan atau jasa tertentu sehingga menimbulkan
persaingan usaha tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan umum.

179
dan berkedudukan atau melakukan kegiatan
dalam wilayah hukum Republik Indonesia, baik
sendiri maupun bersama-sama melalui
perjanjian, menyelengarakan berbagai kegiatan
usaha dalam bidang ekonomi.
f Pasal 1 butir 6:
Persaingan usaha tidak sehat adalah persaingan
antar pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan
produksi dan atau pemasaran barang dan atau
jasa yang dilakukan dengan cara tidak jujur
atau melawan hukum atau menghambat
persaingan usaha.
g Pasar 1 butir 7:
Perjanjian adalah suatu perbuatan 1 (satu) atau
lebih pelaku usaha untuk mengikatkan diri
terhadap 1 (satu) atau lebih pelaku usaha lain
dengan nama apapun, baik tertulis maupun
tidak tertulis.
h Pasal 1 butir 8:
Persekongkolan atau konspirasi usaha adalah
bentuk kerja sama yang dilakukan oleh pelaku
usaha dengan pelaku usaha lain dengan maksud
untuk mengusasi pasar bersangkutan bagi
kepentingan pelaku usaha yang bersekongkol.
j Pasal 1 butir 18:
Komisi Pengawas Persaingan Usaha adalah
komisi yang dibentuk untuk mengawasi pelaku
usaha dalam menjalankan usahanya agar tidak
melakuakn monopoli dan atau persaingan usaha
tidak sehat.

180
Perjanjian yang dilarang
Dalam UU Larangan Praktek Monopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat ada sejumlah
Perjanjian yang tidak boleh dilakukan oleh pelaku
bisnis sebagai berikut:
Penguasaan Produk secara Bersama, Pasal 4 (1)
UU Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan
Usaha tidak Sehat: pelaku usaha dilarang membuat
perjanjian dengan pelaku usaha lain untuk secara
bersama-sama melakukan penguasaan produksi dan
atau pemasaran barang dan atau jasa yang dapat
mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau
persaingan usaha tidak sehat. 90
Penetapan Harga, Pasal 5 (1) UU Larangan Praktek
Monopoli dan Persaingan Usaha tidak Sehat: pelaku
usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku
usaha pesaingnya untuk menetapkan harga atas mutu
suatu barang dan atau jasa yang harus dibayar oleh
konsumen atau pelanggan pasar bersangkutan yang
sama.
Menghalangi Pelaku Usaha lain, Pasal 10 (1) UU
Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha
tidak Sehat: pelaku usaha dilarang membuat
perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang
dapat menghalangi pelaku usaha lain untuk
melakukan usaha yang sama, baik untuk tujuan pasar
dalam negeri maupun pasar luar negeri.

90
Pasal 4 (1) UU Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha
tidak Sehat: pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku
usaha lain untuk secara bersama-sama melakukan penguasaan produksi
dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang dapat mengakibatkan
terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.

181
Merger yang merugikan Pihak lain. Menurut Pasal
12 UU Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan
Usaha tidak Sehat: pelaku usaha dilarang membuat
perjanjian dengan pelaku usaha yang lain untuk
melakukan kerja sama dengan membentuk gabungan
perusahaan atau perseroan lebih besar dengan tetap
menjaga dan mempertahankan kelangsungan hidup
masing-masing perusahaan atau perseroan
anggotanya, yang bertujuan untuk mengontrol
produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau
jasa, sehingga dapat mengakibatkan terjadinya
praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak
sehat.
Kegiatan yang dilarang
Penguasaan atas Produksi, Pasal 17 (1) UU
Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha
tidak Sehat: pelaku usaha dilarang melakukan
penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang
dan atau jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya
praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak
sehat.

Pembeli Tunggal, Pasal 18 (1) UU Larangan Praktek


Monopoli dan Persaingan Usaha tidak Sehat: pelaku
usaha dilarang menguasai penerimaan pasokan atau
menjadi pembeli tunggal atas barang dan atau jasa
dalam pasar bersangkutan yang dapat mengakibatkan
monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
Persaingan Usaha Tidak Sehat, contohnya: menolak
dan atau menghalangi pelaku usaha tertentu untuk
melakukan kegiatan usaha yang sama pada pasar
bersangkutan.
Penetapan Harga yang rendah, Pasal 20 UU Larangan
Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha tidak Sehat:

182
pelaku usaha dilarang melakukan pemasokan barang dan
atau jasa dengan cara melakukan jual rugi atau
menetapkan harga yang sangat rendah dengan maksud
untuk menyingkirkan atau mematikan usaha pesaingnya
di pasar bersangkutan sehingga dapat mengakibatkan
terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha
tidak sehat.
Penetapan biaya produksi, Pasal 21 UU Larangan
Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha tidak Sehat:
pelaku usaha dilarang melakukan kecurangan dalam
menetapkan biaya produksi dan biaya lainnya yang
menjadi bagian dari komponen harga barang dan atau
jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya persaingan
usaha tidak sehat.
Persekongkolan, pelaku usaha dilarang bersekongkol
dengan pihak lain untuk mengatur dan atau menentukan
pemenang tender sehingga dapat mengakibatkan
terjadinya persaing usaha tidak sehat .

Akan tetapi sebagai negara berkembang Indonesia perlu


mengupayakan adanya persaingan yang tangguh di
kalangan dunia usaha. Hal ini sejalan dengan kondisi
global di bidang perdagangan dan investasi. daya saing
seperti ini sudah lama dikenal dalam HaKI contohnya :
Hak Paten. Karena dalam Hak Paten, sebagai imbalan
hak eksklusif yang diberikan negara, dimana penemu
harus mengungkapkan invensinya. Akan tetapi tidak
semua inventor atau kalangan pengusaha bersedia
mengungkapkan invensinya. Mereka tetap menjaga
kerahasiaan karya intekltual mereka. Di Indonesia
masalah kerahasiaan itu terdapat dalam beberapa aturan

183
yang terpisah yang belum merupakan satu sistem aturan
terpadu (penjelasan UU NO. 30 Tahun 2000).91
Kebutuhan akan perlindungan Hukum terhadap rahasia
dagang sesuai dengan dengan salah satu ketenyuan
dalam Agreement on Trade-Related Asfects of
Intellectual Property Rights (Persetujuan TRIPs) yang
merupakan lampiran dari WTO (World Trade of
Organization) atau Organisasi Perdagangan Dunia yang
telah diratifikasi oleh Indonesia dengan UU NO. 7 Tahun
1994 (Penjelasan UU NO. 30 Tahun 2000). Dengan
adanya Perlindungan tersebut akan mendorong lahirnya
invensi baru yang meskipun diperlukan sebagai Rahasia.
Akan tetapi mendapat perlindungan hukum, baik dalam
rangka kepemilikan, penguasaan, mupun kemanfaatanya
oleh inventornya. Dengan adanya UU NO. 30 Tahun
2000 Tentang Rahasia Dagang. Akan menambah
kepastian hukum terutama dalam dunia perdagangan
(bisnis).
Pengertian, menurut Pasal 1 UU NO. 30 Tahun 2000
yang dimaksud dengan Rahasia Dagang adalah:
informasi yang tidak diketahui oleh umum di bidang
teknologi dan atau bisnis, mempunyai nilai eknomi
karena berguna dalam kegiatan usaha, dan atau
kerahasiaannya oleh pemilik Rahasia Dagang92

Hak Rahasia Dagang adalah hak atas rahasia dagang


yang timbul berdasarkan Undang-undang ini.

91
Abdul R. Saliman, Ahmad Jalis, Hermansyah, Esensi Hukum Bisnis
Indonesia, Prenada Media, Jakarta, 2004, hlm141.
92
Pasal 1 UU NO. 30 Tahun 2000 yang dimaksud dengan Rahasia
Dagang adalah: informasi yang tidak diketahui oleh umum di bidang
teknologi dan atau bisnis, mempunyai nilai eknomi karena berguna dalam
kegiatan usaha, dan atau kerahasiaannya oleh pemilik Rahasia Dagang

184
Menurut Pasal 2 UU NO 30 Tahun 2000, lingkup
perlindungan Rahasia Dagang meliputi metode produksi,
metode pengolahan, metode penjualan, atau informasi lain
di bidang teknologi dan atau bisnis yang memiliki nilai
ekonomi dan tidak diketahui oleh masyarakat. Sedangkan
memiliki nilai ekonomi apabila sifat kerahasiaan informasi
tersebut dapat digunakan untuk menjalankan kegiatan atau
usaha yang bersifat komersial atau dapat Meningkatkan
keuntungan secara ekonomi.
Menurut Pasal 4 UUNO. 30 Tahun 2000: pemilik
rahasia dagang memiliki hak:
a. Menggunakan sendiri rahasia dagang yang
dimilikinya
b. Memberikan Lisensi kepada atau melarang pihak lain
untuk menggunakan rahasia dagang atau
mengungkapkan rahasia dagang itu kepada pihak
ketiga untuk kepentingan yang bersifat komersial.93
Pasal 5 UU NO 30 Tahun 2000 mengatur pengalihan Hak
Rahasia Dagang melaui 2 Cara:
1. Pengalihan Hak
Rahasia dagang dapat beralih atau dialihkan dengan:
a. Pewarisan
b. Hibah
c. Wasiat
d. Perjanjian tertulis
e. Sebab-sebab yang dibenarkan oleh Peraturan
Perundang-undangan.

93
. Pasal 4 UUNO. 30 Tahun 2000: pemilik rahasia dagang memiliki hak:
a. Menggunakan sendiri rahasia dagang yang dimilikinya
b. Memberikan Lisensi kepada atau melarang pihak lain untuk
menggunakan rahasia dagang atau mengungkapkan rahasia
dagang itu kepada pihak ketiga untuk kepentingan yang
bersifat komersial.

185
2. Pasal 4 UU NO. 30 Tahun 2000, Lisensi adalah izin
yang diberikan oleh pemegang rahasia kepada pihak
lain melalui suatu perjanjian berdasarkan pada
Pemberian Hak (bukan pengalihan hak), untuk
menikmati manfaat ekonomi dari suatu rahasia
dagang yang diberi perlindungan dalam jangka
waktu tertentu dan syarat tertentu. Pemberian hak ini
bagi pemegang hak rahasia dagang tetap dapat
melaksanakan sendiri atau memberikan lisensi
kepada pihak ketiga untuk melaksanakan perbuatan
sebagaimana dimaksud Pasal 4 kecuali diperjanjikan
lain.
Perjanjian Lisensi wajib dicatatkan pada Dirjen
HaKI, bila tidak dicatatkan maka tidak berakibat
hukum terhadap pihak ketiga. Perjanjian lisensi
dilarang memuat ketentuan yang dapat menimbulkan
akibat yang merugikan perekonomian Indonesia atau
yang mengakibatkan persaingan usaha tidak sehat
sebagaimana diatur dalam UU NO. 5 Tahun 1999,
Dirjen HaKi akan menolak perjanjian yang memuat
hal yang demikian.

C. KESIMPULAN
1 Hukum adalah keseluruhan norma, yang oleh
penguasa negara atau penguasa masyarakat yang
berwenang menetapkan hukum, dinyatakan atau
dianggap sebagai peraturan yang mengikat bagi
sebagian atau seluruh anggota masyarakat, dengan
tujuan untuk mengadakan suatu tata yang dikehendaki
oleh penguasa tersebut,
2 Hukum Dagang mengatur tindakan-tindakan manusia
dalam urusan dagang, mengatur hak dan kewajiban
antar pihak dalam Hukum Perikatan. Letak Hukum
Dagang dalam ruang lingkup Hukum Perdata ialah

186
dalam Hukum Perikatan yang menjadi bagian dari
Hukum Harta Kekayaan selain Hukum Kebendaan.
3 Perusahaan adalah: keseluruhan perbuatan yang
dilakukan secara terus menerus, bertindak keluar,
untuk mendapatkan penghasilan, dengan cara
memperniagakan barang-barang, atau mengadakan
perjanjian-perjanjian perdagangan. Perusahaan unsur
laba adalah unsur mutlak sedangkan pada pekerjaan
unsur laba tidak merupakan unsur mutak.
4 Kontrak atau Perjanjian, merupakan sumber utama
dan terpenting yang dibuat para pedagang sendiri.
Seperti kita pahami, kontrak adalah undang-undang
bagi para pihak yang membuatnya.
5 Dalam kegiatan perdagangan Indonesia tidak hanya
dalam negeri akan tetapi juga melakukan perdagangan
luar negeri. Hukum Perjanjian/ Kontrak Internasional
adalah hukum (kontrak) nasional yang ada unsur
asingnya.
6 Hukum Kontrak Internasional relatif mencerminkan
ekspresi aspirasi masyarakat bisnis internasional atau
para pelaku dalam perdagangan internasional,
terutama di era bisnis dan ekonomi global yang
menjadi ciri perdagangan di awal abad ke-21.
7 Sebagian besar para pakar dan ilmuwan hukum bisnis
atau hukum dagang internasional berpendapat :
hukum kontrak bisnis internasional dalam praktek
perdagangan internasional terasa telah memenuhi
syarat bisnis transnasional, yang ditandai dengan
sikap kewajaran yang didasari saling menghormati
klausula-klausula kontrak yang telah disepakati
(fairness). Kewajaran untuk rasa keadilan masing-
masing pihak mengandung arti, bahwa praktek
perdagangan internasional yang dituangkan dalam

187
hukum kontrak bisnis internasional berpegang dan
menghormati asas keseimbangan.
8 Indonesia meratifikasi berdirinya WTO, WTO adalah
Organisasi Perdagangan Dunia (world trade
organization). Suatu Badan atau Lembaga
Internasional yaitu organisasi perdagangan dunia
atau WTO (world trade organization. WTO sangat
kompleks karena tidak semata-mata mengatur tarif
dan barang, tetapi mengatur juga jasa, Hak Kekayaan
Intelektual, penanaman modal, dan lingkungan

188
DAFTAR PUSTAKA

A. Buku-Buku
A.F. Chalmers, Apa itu yang dinamakan Ilmu ?, Hasta Mitra,
Jakarta, 1983.
A. Sonny Keraf & Mikhael Dua, Ilmu Pengetahuan Sebuah
Tinjauan Filosofis, Jogyakarta: Kanisius, 2001
Abdul Kadir Muhammad, Hukum Perikatan, Alumni,
Bandung, 1982.
Huala Adolf & An-An. Chandrawulan, Masalah-masalah
Hukum Dalam Perdagangan Internasional, Radja
Grafindo Persada, Jakarta, 1995.
__________, Hukum Perdagangan Internasional, Radja
Grafindo Persada, Jakarta, 1995.
________, Dasar-dasar Hukum Kontrak Internasional,
Refika Aditama, Bandung, 2007.
Agus Suryana, Kiat Sukses Ekspor Impor, Progress, Jakarta,
2004.
Alex Lanur (ed), Pancasila Sebagai Ideologi Terbuka:
Problema dan Tantangannya, Kanisius, Yogyakarta,
1995.
Alexis De Tocqueville Le Croy, Tentang Revolusi,
Demokrasi, dan Masyarakat, Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia, 2005
Amir M.S., Letter of Credit Dalam Bisnis Ekspor Impor,
Pustaka Binaman Presindo, Jakarta, 2001.
________, Kontrak Dagang Ekspor, edisi revisi, PPM,
Jakarta, 2002.

189
________, Ekspor-Impor: Teori dan Penerapannya, Pustaka
Binaman Presindo, Jakarta, 1991.
________, Seluk Beluk dan Tehnik Perdagangan Luar
Negeri, PPM, Jakarta, 2000.
________, Ekspor-Impor: Teori dan Penerapannya, PPM,
Jakarta, 2005.
B. Arief Sidharta, Asas, Kaidah dan Sistem Hukum Dalam
Praktek, Bahan Kuliah Program Doktor Ilmu Hukum,
Program Pascasarjana Universitas Katolik Parahyangan,
Bandung, 2005.
________, Hukum dan Logika, Alumni, Bandung, 2002.
________, Teori Murni Tentang Hukum, dalam Lili Rasjidi
dan B. Arief Sidharta, Filsafat Hukum Mazhab dan
Refleksinya, Remaja Karya, Bandung, 1989.
________, Apakah Filsafat dan Filsafat Ilmu itu, Bandung:
Pustaka Sutra, 2008
Bachsan Mustafa, Bewa Ragawini, Yaya Priatna, Asas-Asas
Hukum Perdata dan Hukum Dagang, Armico,
Bandung, 1982.
Bambang Cipto, Hubungan Internasional Di Asia Tenggara
teropong terhadap Dinamika, Realitas, dan Masa
Depan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006.
Bentham, Jeremy, Teori Perundang-undangan: Prinsip-
Prinsip Legislasi, Hukum Perdata dan Hukum Pidana,
Cet. I, Penerjemah: Nurhadi, Nusamedia & Nuansa,
Bandung, 2006.
Bernard Arief Sidharta, Refleksi Tentang Struktur Ilmu
Hukum: Sebuah Penelitian tentang fundasi kefilsafatan
dan sifat keilmuan Ilmu Hukum sebagai landasan

190
pengembangan Ilmu Hukum Nasional Indonesia, Cet.
II, Mandar Maju, Bandung, 2000.
Bourchier, David, Pancasila Versi Orde Baru dan Asal
Muasal Negara Organis (Integralistik), Penerjemah:
Agus Wahyudi, Aditya Media Yogyakarta bekerja sama
dengan Pusat Studi Pancasila UGM, Yogyakarta, 2007.
Bruggink, J.J.H., Refleksi Tentang Hukum, Cet. Kedua, Alih
Bahasa: B. Arief Sidharta, Citra Aditya Bakti, Bandung,
1999.
Budiono Kusumohamidjojo, Filsafat Hukum Problematik
Ketertiban Yang Adil, PT Gramedia Widiasarana
Indonesia, Jakarta, 2004.
Burhanudin Salam, Etika Sosial Asas Moral dalam
Kehidupan Manusia, Rineka Cipta, Jakarta, 1997.
Buscaglia, Edgardo, William Ratliff, Law and Economics in
Developing Countries, Hoover Institutions Press
Standford University, California, 2000.
C. Verhaak dan R. Haryono Imam, Filsafat Ilmu
Pengetahuan, PT Gramedia, Jakarta, 1989.
C.A. van Peursen, Strategi Kebudayaan, BPK Gunung Mulia,
Jakartra, 1976.
C.F.G. Sunarjati Hartono, Apakah the Ruleof Law itu ?
Alumni, Bandung, 1982.
C.S.T. Kansil, Pokok-pokok Hukum Dagang Indonesia, Buku
Kesatu Hukum Dagang Menurut KUHD dan KUHPer,
Sinar Grafika, Jakarta, 1984.
________, Christine S.T. Kansil, Modul Hukum Dagang,
Penerbit Djambatan, Jakarta, 2000.
________, Modul Hukum Perdata Termasuk Asas-Asas
Hukum Perdata, Pradnya Paramita, Jakarta, 2000.

191
Chairul Anwar, Hukum Perdagangan Internasional, Novindo
Pustaka Mandiri, Jakarta, 2001.
Danniels, John D., Lee H. Radebaugh, International Business
Environments and Operations, Addison Wesley, 1988.
Dardji Darmodihardjo & Sidharta, Pokok-pokok Filsafat
Hukum: Apa dan Bagaimana Filsafat Hukum
Indonesia, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1996.
________, Penjabaran Nilai-Nilai Pancasila dalam Sistem
Hukum Indonesia, Rajawali Pers, Jakarta, 1966.
Djojodiguno, M M., Mejandra Hukum Adat, Jogyakarta,
1950.
________, Reorientasi Hukum dan Hukum Adat, orasi, PT
Universitas, Yogyakarta, 1958.
________, Asas-Asas Hukum Adat, Yogyakarta, 1958.
Emmy Pangaribuan Simanjuntak, Pembukuan Kredit
Berdokumen (Documentary Credit Opening), Seksi
Hukum Dagang FH UGM, Jogyakarta, 1979.
F.A. Mann, Foreign Investment in The International Court of
Justice: the ELSI Case, 1992.
Frieda Husni Hasbullah, Hukum Kebendaan Perdata Hak-
Hak Yang Memberi Kenikmatan, Ind-Hill Co, Jakarta,
2002.
G.S. Diponolo, Ilmu Negara, Balai Pustaka, Jakarta, 1975.
Gerald Cooke, Disputes Resolution in International Trading,
in Jonathan Reuvid (ed), The Strategic Guide to
International Trade, Kogan Page, London, 1977.
Gorrys Keraf, Komposisi Sebuah Kemahiran Bahasa, Nusa
Indah, Jakarta, 1979.

192
Grace Xavier, Global Harmonisation of Contract Laws, 20
(1) Const. LJ., 2004.
Gunawan Wijaya, Seri Hukum Bisnis Lisensi, PT Radja
Grafindo Persada, Jakarta, 2001.
________, Seri Hukum Bisnis Efek Sebagai Benda, Divisi
Buku Perguruan Tinggi PT Radja Grafindo Persada,
Jakarta, 2004.
________, Efek Sebagai Benda, PT Radja Grafindo Persada,
Jakarta, 2004.
H. La Ode Hussen, Hubungan Fungsi Pengawasan Dewan
Perwakilan Rakyat dengan Badan Pemeriksa Keuangan
Dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia, Utomo,
Bandung, 2005.
H. Man S. Sastrawidjaya, Bunga Rampai Hukum Dagang,
Alumni, Bandung, 2005.
H.C. Gutteridge dan Maurice Megrah, The Law of Bankers
Commercial Credits, 1976.
H.M. Arbi Syarif, Seri Impor Petunjuk Praktis Perdagangan
Luar Negeri, dicetak dan diterbitkan oleh BPFE,
Yogyakarta, Edisi 2003/2004.
H.S. Kartadjoemena, GATT and WTO Sistem, Forum dan
Lembaga International di Bidang Perdagangan,
Universitas Indonesia, Jakarta.
Hannu Honka, “Harmonization of Contract Law Through
International Trade A Nordic Perspective” 1996 Tulane
European and Civil Law Forum.
Hans Kelsen, General Theory of Law and State, Cambridge
Harvard U.P., 1949.
Hardijan Rusli, Hukum Perjanjian Indonesia dan Common
Law, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1993.

193
Hart, H.L.A., The Concept of Law, Second Edition,
Clarendon Press, Oxford, 1994.
Hasan Bakti Nasution, Filsafat Umum, Gaya Media Pratama,
Jakarta, 2001.
Hata, Individu Dalam Hukum Internasional, STHB Press,
Bandung, 2005.
____, Perdagangan Internasional dalam Sistem GATT dan
WTO Aspek-Aspek Hukum dan Non Hukum,Bandung:
Refika Aditama, 2006
Hawkins, David, The Business of Factoring, Mc Graw Hill
Book Company, London, 1993.
Hazairin, Hukum dan Kesusilaan, Djakarta, 1952.
Herlien Budiono, Asas Keseimbangan bagi Hukum
Perjanjian Indonesia Hukum Perjanjian berlandaskan
Asas-asas Wigati Indonesia, PT Citra Aditya Bakti,
Bandung, 2006.
Howard, Roy J., Pengantar Atas Teori-teori Pemahaman
Kontemporer. Hermeneutika; Wacana Analitik,
Psikososial, dan Ontologis, Penerjemah: Kusmana dam
M.S. Nasrullah, Nuansa, Bandung, 2000.
Hugo Grotius, On The Rights of War and Peace, dalam
Clarence Morris (ed), The Great Legal Philosophers:
Selected Readings in Jurisprudence, University of
Pennsylvania Press, Philadelphia, 1959.
J. Satrio, Hukum Perjanjian, PT Citra Aditya Bakti,
Bandung, 1992.
Joni Emirzon, Hukum Surat Berharga dan Perkembangannya
di Indonesia, PT Prenhalindo, Jakarta, 2002.
Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar
Populer, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1982.

194
________, Ilmu Dalam Perspektif Sebuah Kumpulan
Karangan Tentang Hakekat Ilmu, PT Gramedia,
Jakarta, 1983.
Karla C. Shippey, JD., Menyusun Kontrak Bisnis
Internasional, (terjemahan Hesti Widyaningrum), PPM,
Jakarta, 2001.
Kartini Mulyadi, Gunawan Widjaja, Perikatan Yang Lahir
Dari Perjanjian, PT Radja Grafindo Persada, Jakarta,
2002.
Kelsen, Hans, General Theory of Law and State, Translated
by Anders Wedberg, Russel & Russel, New York,
1961.
Lili Rasjidi, I.B. Wyasa Putra, Hukum Sebagai Suatu Sistem,
PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 1993.
________, Dasar-dasar Filsafat Hukum, Alumni, Bandung,
1982.
________, Filsafat Hukum, Apakah Hukum Itu ?, Bandung,
1988.
________, dan Arief Sidharta, Filsafat Hukum, Mazhab dan
Refleksinya, Remaja Karya, Bandung, 1989.
Locke, John, Kuasa itu Milik Rakyat (Esai Mengenai Asal
Mula Sesungguhnya, Ruang Lingkup, dan Maksud
Tujuan Pemerintahan Sipil), Diterjemahkan oleh A.
Widyamartaya, Kanisius, Yogyakarta, 2002.
M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Mandar Maju,
Bandung, 1994.
Man Suparman Sastrawidjaja, Aspek-Aspek Hukum, Hukum
Asuransi dan Surat Berharga, Alumni, Bandung, 2003.
Mariam Darus Badrulzaman, Aneka Hukum Bisnis, Alumni,
Bandung, 1994.

195
________, Mencari Sistem Hukum Benda Nasional, Alumni,
Bandung, 1997.
Maurich Megrah, Mengutip dari Ramlan Ginting, Letter of
Credit.
McCoubrey, Hilaire and White, Nigel D., Textbook on
Jurisprudence, 2nd Edition, Blackstone Press Limited,
London, 1996.
Mikhail Dua, Filsafat Ilmu Pengetahuan. Telaah Analitis,
Dinamis, dan Dialektis, Penerbit Ledalero, Maumere,
2007.
Mochtar Kusumaatmadja, Konsep-Konsep Hukum Dalam
Pembangunan, Alumni, Bandung, 2002.
________, Hukum, Masyarakat, dan Pembinaan Hukum
Nasional: Suatu uraian tentang Landasan Pikiran, Pola
dan Mekanisme Pembaharuan Hukum di Indonesia,
Cet. Kedua, Binacipta, Bandung, 1986.
________, Pembinaan Hukum dalam Rangka Pembangunan
Nasional, Cet. Kedua, Binacipta, Bandung, 1986.
________, Fungsi dan Perkembangan Hukum dalam
Pembangunan Nasional, Binacipta, Bandung, 1986.
Moh. Nazir, Metode Penelitian, Ghalia Indonesia, Jakarta,
1983.
Montesquieu, The Spirit of the Laws, Translated and Edited
by Cohler, Anne M., et.al., Cambridge University Press,
Cambridge, 1989.
Muhamad Djumhana, Hukum Perbankan di Indonesia, PT
Citra Aditya Bakti, Bandung, 2006.
Munir Fuady, Hukum Kontrak dari Sudut Pandang Hukum
Bisnis, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001.

196
Oden Shenkar, Ya dong Luo, International Business, Willy
International edition, North America, 2004.
P.N.H. Simanjuntak, Pokok-pokok Hukum Perdata
Indonesia, Djambatan, Jakarta, 1999.
Padmo Wahjono, Indonesia Negara Berdasarkan Atas
Hukum, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1983.
Palitha TB. Kohona, The Regulation of International
Economic Relations Through, The Netherlans Martinus
Nijhoff Publ, 1985.
Patrick, G.T.M., Filsafat itu Apa ?, Diedit oleh Arief B.
Sidharta, tidak dipublikasikan.
Perry, Michael J. Morality, Politics and Law. Cet.1. Oxford:
Oxford University Press, 1988.
Peter Behrens, Alternative Methods of Dispute Settlement in
International Economic Relations dalam: Ernst-Ulrich
Petersmann and Gunther Jaenicke, Adjudication of
International Trade Dispute in International and
National Economic Law. Fribourg UP, 1992.
Purnadi Purbacaraka dan Agus Brotosusilo, Sendi-Sendi
Hukum Perdata Internasional: Suatu Orientasi, CV
Rajawali, Jakarta, 1983.
R. Soeroso, Perbandingan Hukum Perdata, Sinar Grafika,
Jakarta, 1995.
Raden Soepomo, Bab-bab tentang Hukum Adat, Universitas,
1962.
Ramlan Ginting, Letter of Credit Tinjauan Aspek Hukum dan
Bisnis, Salemba Empat, Jakarta, 2000.
Richard Burton Simatupang, Aspek Hukum Dalam Bisnis,
Rineka Cipta, Jakarta, 2003.

197
Ronny Hanitijo, Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan
Jurimetri, Cet. Keempat, Ghalia Indonesia, Jakarta,
1990.
Roscoe Pound, An Introduction to the Philosophy of Law,
Yale UP., New Haven, 1954.
Roselyne Hutabarat, Transaksi Ekspor Impor, Erlangga,
Jakarta, 1990.
Roy W. Poe, Hand Book of Business Letters, Bhuana Ilmu
Populer Kelompok Gramedia, Jakarta, 2004.
Rudolf von Jhering, Law as a Means to an End, dalam
Clarence Morris (ed), The Great Legal Philosipher:
Selected Reasings in Jurisprudence, University of
Pensylvania Press, Philadelphia, 1959.
Rusdin, Bisnis Internasional: Teori, Masalah dan Kebijakan,
Alfabeta, Bandung, 2002.
Salim H.S., Perkembangan Hukum Kontrak Innominaat dii
Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 2003.
Satjipto Rahardjo, Biarkan Hukum Mengalir Catatan Kritis
tentang Pergulatan Manusia dan Hukum, Jakarta:
Kompas, 2007.
_________, Ilmu Hukum, Alumni, Bandung, 1982.
_________, Membedah Hukum Progresif, Editor: Joni
Emirzon, et al., Buku Kompas, Jakarta, 2006.
________, Hukum Dalam Jagat Ketertiban: Bacaan
Mahasiswa Program Doktor Ilmu Hukum Universitas
Diponegoro, Penyunting: Mompang L. Panggabean,
UKI Press, Jakarta, 2006.
Scholten, Paul, Struktur Ilmu Hukum, Cet. Kedua, Alih
Bahasa: B. Arief Sidharta, Alumni, Bandung, 2005.

198
Sentosa Sembiring, Hukum Dagang, PT Citra Aditya Bakti,
Bandung, 2004.
Siswanto Sutojo, Membiayai Perdagangan Ekspor Impor,
Damar Mulia Pustaka, Jakarta, 2001.
Slamet Sutrisno, Filsafat dan Ideologi Pancasila, Andi,
Yogyakarta, 2006.
Soediman Kartohadiprodjo, Kumpulan Karangan, PT
Pembangunan, Djakarta, 1965.
Soedjono Dirdjosisworo, Kaidah-kaidah Hukum
Perdagangan Internasional (Perdagangan Multilateral)
versi Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade
Organization = WTO), CV Utomo, Bandung, 2004.
________, Pengantar Hukum Dagang Internasional, Refika
Aditama, Bandung, 2006.
Soepriyo Andhibroto, Letter of Credit Dalam Teori Dan
Praktek, Dahara Prize, Semarang, 1987.
Soeryono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum,
Universitas Indonesia, Jakarta, 1984.
________, Kesadaran Hukum dan Kepatuhan Hukum,
Rajawali, Jakarta, 1982.
Soetandyo Wignjosoebroto, Hukum: Paradigma, Metode dan
Dinamika Masalahnya, Tim Editor: Ifdhal Kasim, et al.,
ELSAM dan HUMA, Jakarta, 2002.
Steven R. Berger, Comments, The Effects of Issuing Bank
Insolvensy on Letters of Credit, Harvard International
Law Journal, Vol. 21 Nim. 1, Winter 1980.
Subekti, Hukum Perjanjian, PT Internusa, Jakarta, 1987.
Sudargo Gautama, Indonesia dan Konvensi-konvensi Hukum
Perdata Internasional, Alumni, Bandung, 1996.

199
________, Pengertian Tentang Negara Hukum, Alumni,
Bandung, 1983.
________, Hukum Dagang Internasional, Alumni, Bandung,
1997.
Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar),
Liberty, Yogyakarta, 1986.
Sunaryati Hartono, Kembali Ke Metode Penelitian Hukum,
FH UNPAD, Bandung, tanpa tahun.
Suyud Margono, Alternative Dispute Resolution & Arbitrase
Proses Pelembagaan dan Aspek Hukum, Ghalia
Indonesia, Jakarta, 2000.
T.B. Irman S., Anatomi Kejahatan Perbankan, MQS
Publishing, Jakarta, 2006.
Taryana Soenandar, Prinsip-prinsip UNIDROIT Sebagai
Sumber Hukum Kontrak dan Penyelesaian Sengketa
Bisnis Internasional, Penerbit Sinar Grafika, Jakarta,
2004.
Tineke Louise Tuegeh Londong, Asas Ketertiban Umumdan
Konvensi New York 1958, PT Citra Aditya Bakti,
Bandung, 1998.
Warsidi, Ekspor Impor Terapan, Karya Adhitama, Surabaya,
2003.
Wayne R. Barnes, Contemplating A Civil Law Paradigm for
a Future International Commercial Code, Louisana
Law Review 677, 2005.
Y. Slamet Purwadi, et al., Pendidikan Nilai Pancasila,
UNPAR Press, bandung, 2007.

200
B. Peraturan Perundang-undangan dan Konvensi
Internasional
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Kitab Undang-Undang Hukum Dagang.
Undang-Undang No. 2 Tahun 1992 tentang Usaha
Perasuransian.
Undang-Undang No. 7 Tahun 1994 tentang Ratifikasi
Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan
Dunia.
Undang-Undang No. 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan.
Undang-Undang No. 17 Tahun 1997 tentang Badan
Penyelesaian Sengketa Pajak.
Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan
Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen.
Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan
Alternatif Penyelesaian Sengketa.
Undang-Undang No. 3 Tahun 2004 tentang Bank Indonesia.
Peraturan Bank Indonesia No. 5/6/PBI/2003 tentang Surat
Kredit Berdokumen Dalam Negeri.
Keputusan Presiden No. 38 Tahun 1981 Indonesia telah
meratifikasi New York Convention Tahun 1958 tentang
Konvensi New York.
Surat Edaran Bank Indonesia No. 31/26/ULN Tanggal 12
Januari 1999 tentang Penjaminan L/C dan atau

201
Pembiayaan L/C melalui Penempatan Dana Bank
Indonesia pada Bank Asing.
Uniform Customs Practice for Documentary Credit (UCP
500).
Uniform Customs Practice for Documentary Credit (UCP
600) Revision 2007, ICC Publication 600.
United Nation Convention on Contract for the International
Sale of Goods/ CISG (Konvensi tentang Jual Beli
Internasional Tahun 1980).
UNIDROIT (The United Nations Commission on
International Trade Law).
UNCITRAL (United Nations Commission on Trade Law)
Arbitration Rules.
C. Kamus :
Andi Hamzah, Kamus Hukum, Ghalia Indonesia, Jakarta,
1986.
Christoper Pass & Bryan Lowes, Collins, Kamus Lengkap
Bisnis, Erlangga, Jakarta, 1999.
Dhanny R. Cyssco, Advanced Pocket Dictionary, English-
Indonesia, Indonesia-English, Batavia Press, Jakarta,
2001.
Henry Campbell Black, Blacks Law Dictionary, West Group.
L.P.M. Ranuhandoko, Terminologi Hukum Inggris-
Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 1992.
John M. Echols, Hassan Shadily, Kamus Inggris Indonesia,
An English-Indonesian Dictionary, PT Gramedia,
Jakarta, 2003.
________, Kamus Indinesia Inggris An Indonesian-English
Dictionary, PT Gramedia, Jakarta, 2003.

202
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pusat Bahasa Departemen
Pendidikan Nasional, Balai Pustaka, Jakarta, 2003.
Kamus Bahasa Indonesia Modern, Apollo, Surabaya, 1994.
Kamus Saku Bisnis, dilengkapi dengan istilah-istilah
Ekonomi, Keuangan dan Perbankan, Diksi, 2005.
Lorens Bagus, Kamus Filsafat, Gramedia Utama, Jakarta,
1996.
M. Dahlan Y. Al-Barry, L. Lya Sofyan Yacub, Kamus Induk
Istilah Ilmiah Seri Intelektual, Target Press, Surabaya,
2003.
Oxford Learness Pocket Dictionary, Third Edition, Oxford
University Press, 2003.
Rinaldy Eddi, Kamus Istilah Perdagangan Internasional,
Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2000.
Sudarsono, Kamus Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 1992.
Websters, New explorer dictionary, Federal street Press, a
Dividion of Merriam-Webster, Incorporated,
Massachusetts, 2005.
Yan Pramadya Puspa, Kamus Hukum Edisi Lengkap Bahasa
Belanda Indonesia Inggris, Aneka, Semarang, 1977.

203
INDEKS G
Gaps /kekosongan hukum 74
A Governing law 75
Asas kepribadian 122
Asas konsensualitas 122 H
Asas kebebasan berkontrak 123 Hak 58
Asas pacta sunt servanda 123 Hukum 3, 7
Asas personalia 121 Hukum Dagang 8, 47
Asas itikadbaik 124 Hukum perdata 8
Hukum perikatan 8, 47
B Hukum kebendaan 8
Badan hukum 10, 46 Hukum warisan 8
Badan hukum perdata 10 Hukum harta kekayaan 8
Badan hukum publik 10 Hukum keluarga 8
Bentuk-bentuk perusahaan 21 Hukum kodrat 4
Bill of lading 115
I
C Issuing Bank 143
Certificate of origin 140
Comanditaier Vennootschap () K
(CV) 24 Kepastian hukum 4
Keadilan 4
D Kontrak 48,49
Deviden 46 Konosemen 115
Delivery order 127 Keseimbangan 6
Doelmatigheid 6
Dokumen keuangan 138 L
Dokumen pengapan 138 Letter of credit (L/C) 103, 128
Droit de preference 115 Lex Acterna 4
Droit de suite 114 Lex Naturalis 5
Lex Positive 5
F Lex Devina 5
Faktur dagang 138
Familierecht 8 N

204
Natuurlijke person 16 U
Nakhoda kapal 59 Unidroit 74,75
Usaha 29

O
Obyek hukum V
Verbintenissenrecht 8
P
Perjanjian 49, 48
Pengusaha 19, 29 W
Perseroan Firma 22 WTO (World trade
Perseroan Terbatas 25, 26 organization) 159, 160
Perusahaan 19, 28, 29
Personenrecht 8 Z
Persoon 10 Zakenrecht 8
Promes 128
Prinsip itikad baik 72, 73

R
Recht person 16

T
Tujuan hukum 8

S
Saham 46, 128
Sale of good (CISG) 74
Sistim common law 72
Sistim hukum continental 72
Subyek hukum 12
Surat sanggup 127
Surat wesel 127
Surat cek 127

205

Anda mungkin juga menyukai