Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH HUKUM DAGANG

TINJAUAN UMUM HUKUM DAGANG

Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Hukum Dagang

Dosen Pengampu:

Yulian Masruroh, M.E

Disusun Oleh:

1. Adisti Afni Vira Mahmudah 102210003


2. Amanda Sintyara Pingky Maylani 102210017
3. Audy Duta Pramesti 102210030

PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH

FAKULTAS SYARIAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PONOROGO

TAHUN AJARAN 2023

1
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah segala puji penulis panjatkan kehadirat Allah swt. yang telah memberi
rahmat, taufiq, serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah dengan materi
yang berjudul "TINJAUAN UMUM HUKUM DAGANG" ini guna memenuhi salah satu tugas
mata kuliah Hukum Dagang.

Sholawat serta salam semoga tetap terlimpah curahkan kepada junjungan kita nabi agung
Muhammad SAW. yang telah membawa kita dari jaman kegelapan menuju jaman yang terang
benderang seperti yang kita alami sekarang ini. Serta yang kita nanti-nantikan syafaatnya di hari
kiamat.

Menyadari keterbatasan pengalaman, pengetahuan, dan kemampuan dalam penyusunan


makalah ini, maka penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya sangat
membangun penulis dalam penyusunan dimasa yang akan datang. Dan semoga makalah ini
bermanfaat bagi penulis khususnya dan para pembaca umumnya. Aamiin.

Ponorogo, 9 Februari 2023

Penyusun

2
DAFTAR ISI

BAB 1 PENDAHULUAN ............................................................................................................................ 4


LATAR BELAKANG .................................................................................................................................... 4
RUMUSAN MASALAH....................................................................................................................... 4
TUJUAN ...................................................................................................................................... 5

BAB II PEMBAHASAN .............................................................................................................................. 4


PENGERTIAN HUKUM DAGANG ............................................................................................................... 6
SEJARAH HUKUM DAGANG ............................................................................................................ 11
SUMBER HUKUM DAGANG ....................................................................................................... 13

PRINSIP PERDAGANGAN INTERNSIONAL ................................................................................. 14

HUBUNGAN HUKUM DAGANG DENGAN HUKUM PERDATA ................................................. 15

BAB III KESIMPULAN ............................................................................................................................. 16

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................................. 17

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Zaman semakin moderen, kebutuhan manusia makin terus bertambah dan tidak ada
puasnya. Banyak produsen y ang menguras pikiran-pikiran yang kreatif untuk meningkatkan
kualitas produknya, agar mampu bersaing dalam merebut pasar karena tingginya persaingan
produsen terkadang menyebabkan salah satu produsen melakukan persaingan tidak sehat. Di
dalam persaingan tersebut terkadang produsen melakukan pelanggran-pelanggaran di dalam
hukum perdagangan yang bertujuan agar saingan produsenya mengalami kurangnya penghasilan
yang berdampak pada kerugian (bangkrut) yang berskala besar.

Dari permasalahan yang sering terjadi maka di buatlah suatu peraturan perdagangan yang
disebut HUKUM DAGANG. Hukun dagang ini di manfatkan agar dapat mengatur berjalannya
suatu perdagangan dan mencegah, dan memberikan sanksi kepada produsen/perusahaan yang
terbukti melakukan pelanggaran.

B. RUMUSAN MASALAH

Pada makalah ini penulis merumuskan beberapa masalah yang akan dibahas pada
makalah ini, antara lain:

1. Apa pengertian dari hukum dagang?

2. Bagaimana sejarah terbentuknya hukum dagang di Indonesia?

3. Bagaimana hubungan hukum dagang dengan hukum perdata

4. Apa saja prinsip-prinsip hukum dagang?

5. Apa saja sumber hukum dagang?

4
C. TUJUAN PENULISAN

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka salah satu tujuan dari makalah ini antara
lain:

1. Untuk mengetahui dan menjelaskan pengertian dari hukum dagang,

2. Untuk mengetahui dan menjelaskan bagaimana sejarah terbentuknya hukum dagang di


Indonesia,

3. Untuk mengetahui dan menjelaskan bagaimana hubungan hukum dagang dengan hukum
perdata,

4. Untuk mengetahui dan menjelaskan apa saja prinsip-prinsip hukum dagang, dan

5. Untuk mengetahui dan menjelaskan apa saja sumber hukum dagang.

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN HUKUM DAGANG

Hukum dagang merupakan sebuah aturan-aturan hukum yang mengatur hubungan orang
yang satu dengan yang lainnya, khusunya dalam perniagaan. Hukum dagang ialah hukum
perdata khusus. Pada mulanya kaidah hukum yang kita kenal sebagai hukum dagang saat ini
mulai muncul dikalangan kaum pedagang sekitar abad ke-17. Kaidah-kaidah hukum tersebut
sebenarnya ialah kebiasaan diantara mereka yang timbul dalam pergaulan di bidang
perdagangan. Ada beberapa hal yang diatur dalam KUH Perdata diatur juga dalam KUHD. Bila
demikian adanya, ketentuan-ketentuan dalam KUHD itulah yang akan berlaku. KUH Perdata
adalah lex generalis (hukum umum), sedangkan KUHD ialah lex specialis (hukum khusus).
Dalam hubungannya dengan hal tersebut berlaku adagium lex specialis derogat lex generalis
(hukum khusus menghapus hukum umum).

Bisa juga hukum dagang disebut dengan perdagangan atau perniagaan pada umumnya
ialah pekerjaan membeli barang dari suatu tempat atau pada suatu waktu dan menjual barang itu
di tempat lain atau pada waktu yang berikut dengan maksud memperoleh keuntungan. Dalam
zaman modern ini perdagangan adalah pemberian perantaraan kepada produsen dan konsumen
untuk membelikan dan menjualkan barang-barang yang memudahkan dan memajukan pembelian
dan penjualan. Jenis-jenis perdagangan dibagi menjadi beberapa, yaitu:

1) Menurut pekerjaan yang dilakukan pedagang

2) Perdagangan mengumpulkan (produsen – tengkulak – pedagang besar – eksportir)

3) Perdagangan menyebutkan (importir –pedagang besar – pedagang menengah –konsumen)

4) Menurut jenis barang yang diperdagangkan

5) Perdagangan barang yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan jasmani manusia. Contoh:
(hasil pertanian, pertambangan, pabrik)

6) Perdagangan yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan rohani manuia. Contoh (kesenian,
musik)

6
7) Perdagangan uang dan kertas-kertas berharga (bursa efek)

8) Menurut daerah, tempat perdagangan itu dilakukan

9) Perdagangan dalam negeri

10) Perdagangan internasional perdagangan ekspor, perdagangan impor

11) Perdagangan meneruskan (perdagangan transito).1

Namun menurut Soesilo Prajogo yang dimaksud Hukum Dagang adalah “Pada
hakekatnya sama dengan hukum perdata hanya saja dalam hukum dagang yang menjadi objek
adalah perusahaan dengan latar belakang dagang pada umumnya termask wesel, cek,
pengangkutan, basuransi dan kepalitan. Sebab itu, istilah “hukum dagang” atau “hukum
perniagaan” merupakan istilah dengan cakupan tradisional dan sangat sempit.

Sebab, pada prinsipnya istilah tersebut hanya melingkupi topik-topik yang terdapat di
Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KHUD) saja. Padahal, begitu banyak hukum bisnis yang
tidak diatur atau tidak lagi diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang. Misalnya,
mengenai perseroan terbatas, kontrak bisnis, pasar modal, merger dan akusisi, pengkreditan, hak
atas kekayaan intelektual, perpajakan, bisnis internasional dan masih banyak lagi.

Sementara dengan dengen istilah “hukum ekonomi” cakupanya sangat luas, sehubungan
dengan pengertian ekonomi makro dan mikro, ekonomi pembangunan dan ekonomi sosial,
ekonomi manajemen dan akutansi, yang kesemuanya tersebut mau tidak mau di cakup oleh
istilah “hukum ekonomi”. Jadi, jika dilihat segi batasan ruang lingkupnya sangat sempit, maka
dengan istilah “hukum ekonomi” ruang lingkupnya sangat luas. Oleh karena itu, istilah yang
ideal adalah “hukum bisnis”.

Selain itu, istilah “hukum dagang” atau “hukum perniagan” merupakan istilah yang
sangat tradisional, bahkan sudah sampai “klasik”. Maka dengan istilah “hukum bisnis”
penekananya adalah kepada hal-hal yang modern sesuai dengan sesuai perkembangan yang
mutakhir. Itulah sebabnya, dibandingkan dengan istilah-istilah lainya hukum binisnis sangat
popular dan sangat banyak digunakan orang, baik di Indonesia, maupun di banyak Negara lain,
bahkan oleh masyarakat internasional.

1
Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia, (Jakarta: Djambatan, 2007), h.17

7
Sebenarnya, apakah yang dimaksud dengan istilah “hukum bisnis” itu?. Sebagaimana
diketahui bahwa istilah “hukum bisnis” terdiri dari 2 (dua) kata. Yaitu kata “hukum” dan kata
“bisnis”. Banyak definisi terkait dengan kata “hukum” meskipun tak ada 1 (satu) definisi pun
yang menggambarkan apa arti hukum secara utuh.

Sedangkan untuk istilah “bisnis” yang di maksud adalah suatu urusan atau kegiatan
dagang, industri atau keuangan yang dihubungkan dengan produksi atau pertukaran barang atau
jasa, dengan menempatkan uang dari para entrepreneur dalam resiko tertentu dengan usaha
tertentu dengan motif untuk mendapatkan keuntungan.

Dengan demikian yang di maksud dengan “hukum bisnis” adalah suatu perangkat kaidah
hukum (termasuk enforcement-nya) yang mengatur tentang tata cara pelaksanaan urusan atau
kegiatan dagang, industri atau keuangan yang dihubungkan dengan produksi atau pertukaran
barang atau jasa dengan menempatkan uang dari para entrepreneur dalam resiko tertentu dengan
usaha tertentu dengan motif (dari entrepreneur tersebut) adalah untuk mendapatkan keuntungan
tertentu. Ada beberapa pendapat sarjana tentang hukum dagang ini, misalnya dari:

1) Van Kant: hukum dagang adalah suatu tambahan hukum perdata yaitu tambahan yang
mengatur hal hal yang khusus.

2) Van Apeldoorn: hukum dagang adalah suatu bagian istimewa dari lapangan hukumperikatan
yang tidak dapat ditetapkan dalam buku III KUH Perdata.

3) Tirtaamijaya: hukum dagang adalah suatu hukum sipil yang istimewa.

Gampangnya, hukum dagang adalah hukum yang mengatur soal-soal perdagangan, yaitu
soal-soal yang timbul karena tingkah laku manusia dalam perdagangan.2

Sebagaimana telah diterangkan, pembagian hukum perdata dalam Kitab Undang-Undang


Hukum Perdata dan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang, hanya berdasarkan riwayat saja.
Karena dalam hukum rumawi belum terkenal peratura-peraturan sebagai yang sekarang termuat
dalam Wetboek van Koophandel (W.v.K.), sebab perdangan internasional baru mulai
berkembang sejak abad pertengahan. Sekarang ini di Negeri Belanda sudah ada aliran yang
bertujuan menghapuskan pemisahan hukum perdata dalam dua kitab undang-undang itu.

2
Achmad Ihsan, Hukum Dagang, (Jakarta: Pradnya Paramita, , 1975), h.17

8
Meskipun di berbagai Negara lain, seperti di Amerika serikat dan di Swis, tidak terdapat suatu
Kitab Undang-undang Hukum Dagang yang terpisah dari Kitab Undang-undang Hukum Perdata.
Dulu memang peraturan-peraturan yang termuat dalam W.v.K. dimaksudkan hanya berlaku bagi
orang-orang “pedagang” saja, misalnya hanyapedagang yang di perbolehkan membuat surat
wesel. Hanya pedagang saja yang dapat dinyatakan pailit.

Tapi sekarang, W.v.K. berlaku bagi setiap orang, meskipun bukan pedagang,
sebagaimana Burgerlijk Wetboek (B.W.) yang berlaku bagi setiap orang, termasuk pedagang.
Malahan dapat dikatakan, Sumber yang terpenting dari dari hukum dagang sebenarnya adalah
B.W. dan ini memang dinyatakan dalam pasal 1 W.v.K. yang menerangkan bahwa untuk hal-hal
yang diatur W.v.K., sepanjang tidak peraturan-peraturan khusus yang berlainan, juga berlaku
peraturan-peraturan dalam B.W. Dengan demikian sudah di akui bahwa kedudukan W.v.K.
terhadap B.W. adalah sebagai hukum khusus terhadap hukum umum.

Adapun pengertian Hukum Dagang menurut beberapa tokoh di antaranya:

1. Achmad Ichsan, mengatakan hukum dagang adalah hukum yang mengatur soal-soal
perdagangan yaitu soal-soal yang timbul karena tingkah laku manusia dalam perdagangan atau
perniagaan.

2. Purwosutjipto mengartikan hukum dagang sebagai hukum perikatan yang timbul dalam
lapangan perusahaan.

3. CST. Kansil, menyamakan hukum dagang dengan hukum perusahaan, sehingga hukum
perusahaan adalah hukum yang mengatur tingkah laku manusia yang turut melakukan
perdagangan dalam usahanya memperoleh keuntungan.

4. Sunaryati Hartono, lebih khusus lagi mensinonimkan hukum dagang dengan hukum ekonomi
yaiitu, keseluruhan peraturan putusan pengadilan dan hukum kebiasaan yang menyangkut
pengembangan kehidupan ekonomi.

5. Munir Fuadi mengartikan Hukum Bisnis, suatu perangkat kaedah hukum yang mengatur
tentang tata cara pelaksanaan urusan kegiatan dagang, industri atau keuangan yang dihubungkan
dengan produksi atau pertukaran barang atau jasa dengan menempatkan uang dalam resiko
tertentu dengan usaha tertentu dengan optik adalah untuk mendapatkan keuntungan tertentu.

9
6. Soekardono, mengatakan hukum dagang adalah bagian dari hukum perdata pada umumnya,
yakni yang mengatur masalah perjanjian dan perikatan-perikatan yang diatur dalam Buku III
BW. Dengan kata lain, hukum dagang adalah himpunan peraturan-peraturan yang mengatur
hubungan seseorang dengan orang lain dalam kegiatan perusahaan yang terutama terdapat dalam
kodifikasi KUHD dan KUHPerdata.

7. Fockema Andreae (Kamus Istilah Hukum Belanda-Indonesia), mengatakan hukum dagang


atau Handelsrecht adalah keseluruhan dari aturan hukum mengenai perusahaan dalam lalu lintas
perdagangan, sejauhmana diatur dalam KUHD dan beberapa undang-undang tambahan.

Saat ini, beberapa pasal dari Buku I KUHD tentang pedagang pada umumnya, sudah dianggap
tidak sesuai lagi dengan perkembangan dalam dunia perdagangan. Hal ini berkaitan dengan
pencabutan Pasal 2 s/d Pasal 5 perihal pedagang dan perbuatanperniagaan. Menurut Pasal 2
KHUD (lama), pedagang adalah mereka yang melakukan perbuatan perniagaan sebagai
pekerjaan sehari-hari. Perbuatan perniagaan itu selanjutnya diperjelas oleh Pasal 3 KUHD
(lama), yaitu perbuatan pembelian barang-barang untuk dijual kembali. Berdasarkan ketentuan
Pasal 3 KUHD (lama) tersebut, HMN. Purwosutjipto mencatat bahwa:

1) Perbuatan perniagaan hanya perbuatan pembelian saja, sedangkan perbuatan penjualan tidak
termasuk didalamnya, karena penjualan adalah tujuan pembelian; dan

2) Pengertian barang di sini berarti barang bergerak. Tidak termasuk di dalamnya barang tetap.

Pasal 4 KUHD (lama) kemudian memerinci lagi beberapa kegiatan yang termasuk dalam
kategori perbuatan perniagaan, yang salah satunya adalah perbuatan jual-beli perlengkapan kapal
dan keperluan kapal. Dengan demikian, bila mengacu pada pendapat Purwosutjipto di atas
mengenai ketentuan Pasal 3 KUHD (lama), kelihatan bertentangan dengan Pasal 4 KUHD (lama)
yang menyebut jual-beli sebagai perbuatan perniagaan.

Sedangkan Pasal 5 KUHD (lama) hanya menambahkan kegiatan-kegiatan yang termasuk


perbuatan perniagaan khususnya perbuatan-perbuatan perniagaan di laut, seperti perbuatan yang
timbul dari kewajiban–kewajiban menjalankan kapal untuk melayari laut, kewajiban-kewajiban
mengenai tubrukan kapal, tolong-menolong dan menyimpan barang di laut, dan lain-lain.

10
Berdasarkan atas kelemahan-kelemahan dalam prinsip Hukum Dagang seperti di atas,
maka akhirnya Pasal 2 s/d Pasal 5 dicabut dengan Stb.1938/276, yangmulai berlaku sejak tanggal
17 Juli 1938. Selanjutnya istilah perbuatan perdagangan atau perniagaan diganti menjadi istilah
“Perusahaan”.

Istilah Perusahaan lahir sebagai wujud perkembangan yang terjadi dalam dunia usaha
yang kemudian diakomodir dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD). Masuknya
istilah Perusahaan dalam KUHD tentu saja diawali dengan ditemukannya beberapa
kekurangan/kelemahan dalam KUHD. Namun istilah Perusahaan ini tidak dirumuskan secara
eksplisit seperti apa yang terjadi dalam istilah Pedagang dan Perbuatan Perdagangan. Pengertian
Perusahaan dibiarkan berkembang sendirinya sesuai dengan perkembangan yang terjadi dalam
duania usaha.3

B. SEJARAH HUKUM DAGANG

Sejarah hukum romawi, hubungan antar warga diatur dalam Corpus Juris Civilis, yaitu
hasil karya perundang-undangan yang diprakarsai oleh Kaisar Justianus. Peraturan perundang-
undangan ini mengatur hubungan keperdataan antar warga. Sementara itu, arus perpindahan
penduduk khususnya kaum pedagang dari satu tempat ke tempat lainnya sangat cepat sehingga
munculah kota-kota dagang di kawasan Benua Eropa. Ketentuan dalam corpus juris civilis
dilaksanakan tidak memadai lagi untuk mengatur hubungan dagang, baik antar sesama penduduk
asli maupun kaum pendatang. Oleh karena itu, hubungan antara pedagang diatur berdasarkan
Kebebasan Berkontrak dan keputusan pengadilan dagang atau jurisprudensi. Hal inilah yang
dijadikan hukum kebiasaan oleh para pedagang dan penduduk dalam melakukan transaksi bisnis.

Pada permulaan abad ke-19 Prancis mulai melakukan kodifikasi baik di bidang Hukum
Perdata (Code Civil) maupun Hukum Dagang (Code de Commerce). Jika ditilik secara saksama
kedua kodifikasi tersebut tampaknya pengkodifikasian yang dilakukan oleh Prancis, tidak jauh
berbeda dengan kebiasaan yang berlaku dikalangan para pedagang.Kebiasaan yang sudah ada
mereka patuhi sebagai undang-undang. Untuk itulah ketika Louis ke-14 berkuasa di Prancis, dia
meminta kepada stafnya untuk mensistematisasikan kententuan yang menyangkut masalah
hukum dagang tersebut. Hasilnya dapat dilihat yakni muncul

3
Drs. C.S.T. Kansil, S.H; pengantar ilmu hukum dan tata hukum Indonesia hal 301

11
a. Ketentuan tentang perdagangan pada umumnya (Ordonnance De Commerce) pada
tahun 1673

b. Ketentuan tentang perdagangan memalui laut (Ordonnance De la Marina) pada tahun


1681.

c. Kitab Undang-undang Hukum Dagang (Code De Commerce) yang dibuat


pascarevolusi Prancis pada tahun 1789.

Kodefikasi Hukum Perdata (Code Civil) dan Hukum Dagang (Code De Commerce)
Prancis tidak jauh berbeda dengan kodefikasi di Belanda, yaitu Hukum Perdata (Burgerlijke
Wetboek) dan Hukum Dagang (Wetboek van Koophandel). Demikian juga pada waktu 13
Belanda menjajah Indonesia, maka di daerah jajahannya berdasarkan asas konkordasi
diberlakukan ketentuan hukum Prancis, yaitu KUHD dan KUH Perdata. Perubahan Bab I KUHD
Indonesia, di mana istilah hukum dagang masih berbeda pendapat bahwa istilah tersebut tidak
tepat. Pendapat ini didasarkan pada Wet (UU Belanda) tanggal 2 Juli 1934 yang menghapuskan
seluruh Bab I dari KUHD yang memuat Pasal 2 s/d Pasal 5 mengenai “pedagang dan perbuatan
dagang” dan menggantikan dengan istilah perusahaan, sehingga lebih tepat digunakan istilah
“hukum perusahaan” . Beberapa kesulitan yang ditimbulkan dari rumusan pasal-pasal tersebut
antara lain yaitu:

a. Perdagangan dalam hal barang-barang tetap yang banyak terjadi dalam masyarakat
tidak dimasukan dalam pengertian perdagangan menurut pasal tersebut dalam KUHD.

b. Amat sukar menentukan apakah sesuatu perbuatan termasuk perbuatan dagang


menurut perumusan KUHD atau tidak dan menentukan apakah seseorang itu adalah pedangang
atau bukan pedagang.

c. Apabila terjadi, bahwa di dalam suatu perjanjian tidaklah buat kedua belah pihak
merupakan suatu perbuatan dangan, misalnya seorang partikelir (swasta) membeli sebuah sepeda
dari seorang pedagang sepeda.

Hal kesulitan ini yang membuat pihak penguasa peraturan untuk sebanyak mungkin
melenyapkan perbedaan-perbedaan hukum antara golongan pedagang. Maka pada tahun 1934 di
Netherlands terjadi perubahan dalam hukum dagang yang dilakukan dengan Wet tanggal 2 Juli

12
1934 (Stb. 1934 No. 347) namun sebagai ganti pada undang-undang ini tidak dimuat penjelasan
resmi tentang istilah “perusahaan dan perbuatan perusahaan”. Selanjutnya, perubahan yang
terjadi di Netherlands tersebut berdasarkan asas konkordansi (vide Pasal 75 R.R) di Indonesia
dilakukan juga perubahan dengan Stb 1938 No.276 .4

C. SUMBER-SUMBER HUKUM DAGANG

Beberapa sumber Hukum Dagang diantaranya adalah:

1. Hukum tertulis yang dikodefikasikan yaitu:

a. KUH Perdata (khususnya buku III perihal perikatan).

b. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD).

c. Peraturan-peraturan di bidang perdagangan di luar KUHD (koperasi, paten, merek,


perum, perjan, persero, perusahaan negara, dan lain-lain)

2. Hukum tertulis yang belum dikodefikasikan, yaitu peraturan-peraturan khusus yang


mengatur hal-hal yang berhubungan dengan perdagangan. Selanjutnya, KUHD terdiri dari 2
(dua) buku yaitu:

a. Buku I tentang Perdagangan

b. Buku II tentang Hukum Laut (Hukum Maritim)

Adapun bagian yang penting dari Hukum Perdata yang mengatur tentang perdagangan
ialah Buku III KUH Perdata perihal Perikatan (Hukum Perikatan) dan ketentuan-ketentuan
tentang Badan Hukum (Rechtspersoon)5

4
Ridwan Khairandy dkk, S.H., M.H., Pengantar Hukum Dagang Indonesia, Yogyakarta: Gama Media, 1999. hal 128-
129
5
Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis, Citra Aditya, Bandung, 2002, hlm.3

13
D. PRINSIP-PRINSIP DASAR HUKUM PERDAGANGAN INTERNASIONAL

Prinsip-prinsip dasar (fundamental principles) yang dikenal dalam hukum perdagangan


internasional diperkenalkan oleh Profesor Aleksancer Goldštajn yaitu :

1. Prinsip Dasar Kebebasan Berkontrak Prinsip pertama, kebebasan berkontrak, sebenarnya


adalah prinsip universal dalam hukum perdagangan internasional. Setiap sistem hukum pada
bidang hukum dagang mengakui kebebasan para pihak ini untuk membuat kontrak-kontrak
dagang (internasional).Kebebasan tersebut mencakup bidang hukum yang cukup luas, meliputi
kebebasan untuk melakukan jenis-jenis kontrak yang para pihak sepakati, kebebasan untuk
memilih forum penyelesaian sengketa dagangnya dan juga kebebasan untuk memilih hukum
yang akan berlaku terhadap kontrak, dll.Kebebasan ini tentu tidak boleh bertentangan dengan
UU, kepentingan umum, kesusilaan, kesopanan, dan lain-lain persyaratan yang ditetapkan oleh
masing-masing sistem hukum.

2. Prinsip Dasar Pacta Sunt Servanda Prinsip kedua, pacta sunt servanda adalah prinsip yang
mensyaratkan bahwa kesepakatan atau kontrak yang telah ditandatangani harus dilaksanakan
dengan sebaik baiknya (dengan itikad baik). Prinsip ini pun sifatnya universal. Setiap sistem
hukum di dunia menghormati prinsip ini.

3. Prinsip Dasar Penyelesaian Sengketa Melalui Arbitrase Prinsip ketiga, prinsip penggunaan
arbitrase tampaknya terdengar agak ganjil. Namun demikian pengakuan Goldštajn menyebut
prinsip ini bukan tanpa alasan yang kuat. Arbitrase dalam perdagangan internasional adalah
forum penyelesaian sengketa yang semakin umum digunakan. Klausul arbitrase sudah semakin
banyak dicantumkan dalam kontrak-kontrak dagang. Oleh karena itulah prinsip ketiga ini
memang relevan.

4. Prinsip Dasar Kebebasan Komunikasi (Navigasi) Inti dari prinsip ini ialah semua pihak
mempunyai akses yang sama dalam komunikasi. Komunikasi atau navigasi adalah kebebasan
para pihak untuk berkomunikasi untuk keperluan dagang dengan siapapun juga dengan melalui
berbagai sarana navigasi atau komunikasi, baik darat, laut, udara, atau melalui sarana elektronik.
Kebebasan ini sangat esensial bagi terlaksananya perdagangan internasional. Dalam
berkomunikasi untuk maksud berdagang ini, kebebasan para pihak tidak boleh dibatasi oleh
system ekonomi, system politik, atau system hukum. Goldstajn mengungkapkan bahwa hukum

14
perdagangan international didasarkan pada prinsip-prinsip umum yang diterima di seluruh dunia,
menyatakan seolah-olah hukum perdagangan international dapat diterima oleh system hukum di
dunia. Pendapat ini diperkuat oleh Professor Tammer:“The law of external trade of countries of
planned economy does not differ in its fundamental principles from the law of external trade of
other countries, such as, e.g., Austria or Switzerland. Consequently, international trade law
specialist of all countries have found without difficulty that they speak a common language." 6

E. HUBUNGAN HUKUM DAGANG DENGAN HUKUM PERDATA

Apabila dicermati secara seksama, terdapat hubungan yang sangat erat antara Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) dengan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang
(KUHD). Kiranya dapat dikemukakan, bahwa KUHPerdata adalah ketentuan umum(genus)
dalam mengatur hubungan dunia usaha, sedangkan KUHD adalah ketentuan khusus(spesis)
bagaimana mengatur dunia usaha. Hubungan antara KUHPerdata dan KUHD terlihat dari isi
Pasal 1 KUHD yang mengemukakan: ”KUHPerdata, seberapa jauh dalam KUHD ini tidak
khusus diadakan penyimpangan-penyimpangan, berlaku juga terhadap hal-hal yang disinggung
dalam kitabini”. Demikian juga dalam Pasal 15 KUHD disebutkan segala perseroan tersebut
dalambab ini dikuasai olah persetujuan pihak-pihak yang bersangkutan oleh kitab ini dan
olehhukum perdata.Jika demikian halnya dalam hal ada 2 (dua) ketentuan yang mengatur
terhadap halyang sama, maka berlaku asas ”Lex Spesialis Derogat Legi Generali” artinya
ketentuan khusus mengesampingkan ketentuan umum. Dengan demikian, ketentuan hukum
perdata tidak berlaku jika sudah diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang. Mengingat
hubungan antara hukum perdata dan hukum. dagang sangat erat, maka di Belanda keduakitab
tersebut kini dijadikan 1 (satu) yang dikenal dengan KUHPerdata Baru (Het NieweSurgerlijke
Wetboek).7

6
C.S.T. Kansil, Pokok-Pokok Pengetahuan Hukum Dagang Indonesia, Jakarta Sinar Grafika, 2002, hlm 71
7
Sentosa Sembiring, Hukum Dagang, PT.Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001. hlm. 38

15
BAB III

KESIMPULAN

 hukum dagang disebut dengan perdagangan atau perniagaan pada umumnya ialah
pekerjaan membeli barang dari suatu tempat atau pada suatu waktu dan menjual barang
itu di tempat lain atau pada waktu yang berikut dengan maksud memperoleh keuntungan.
Dalam zaman modern ini perdagangan adalah pemberian perantaraan kepada produsen
dan konsumen untuk membelikan dan menjualkan barang-barang yang memudahkan dan
memajukan pembelian dan penjualan.
 Sejarah hukum romawi, hubungan antar warga diatur dalam Corpus Juris Civilis, yaitu
hasil karya perundang-undangan yang diprakarsai oleh Kaisar Justianus. Peraturan
perundang-undangan ini mengatur hubungan keperdataan antar warga. Sementara itu,
arus perpindahan penduduk khususnya kaum pedagang dari satu tempat ke tempat
lainnya sangat cepat sehingga munculah kota-kota dagang di kawasan Benua Eropa.
Ketentuan dalam corpus juris civilis dilaksanakan tidak memadai lagi untuk mengatur
hubungan dagang, baik antar sesama penduduk asli maupun kaum pendatang. Oleh
karena itu, hubungan antara pedagang diatur berdasarkan Kebebasan Berkontrak dan
keputusan pengadilan dagang atau jurisprudensi. Hal inilah yang dijadikan hukum
kebiasaan oleh para pedagang dan penduduk dalam melakukan transaksi bisnis.
 Sumber hukum dagang ada 2 yaitu hukum tertulis yang dikodefikasikan dan hukum
tertulis yang belum dikodefikasikan.
 Prinsip perdagangan internasional ada 4 yaitu Prinsip Dasar Kebebasan Berkontrak,
Prinsip Dasar Pacta Sunt Servanda, Prinsip Dasar Penyelesaian Sengketa Melalui
Arbitrase, dan Prinsip Dasar Kebebasan Komunikasi (Navigasi).
 Hubungan antara KUHPerdata dan KUHD terlihat dari isi Pasal 1 KUHD yang
mengemukakan: ”KUHPerdata, seberapa jauh dalam KUHD ini tidak khusus diadakan
penyimpangan-penyimpangan, berlaku juga terhadap hal-hal yang disinggung dalam
kitabini”. Demikian juga dalam Pasal 15 KUHD disebutkan segala perseroan tersebut
dalambab ini dikuasai olah persetujuan pihak-pihak yang bersangkutan oleh kitab ini dan
oleh hukum perdata.

16
DAFTAR PUSTAKA

Drs. C.S.T. Kansil, S.H; pengantar ilmu hukum dan tata hukum Indonesia

Achmad Ihsan, Hukum Dagang, (Jakarta: Pradnya Paramita, , 1975)

Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia, (Jakarta: Djambatan, 2007)

Ridwan Khairandy dkk, S.H., M.H., Pengantar Hukum Dagang Indonesia, Yogyakarta:
Gama Media, 1999.

Achmad Ihsan “Hukum Dagang” Pradnya Paramita: Jakarta 1975

Sentosa Sembiring, Hukum Dagang, PT.Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001.

C.S.T. Kansil, Pokok-Pokok Pengetahuan Hukum Dagang Indonesia, Jakarta Sinar


Grafika, 2002.

17

Anda mungkin juga menyukai