Dosen Pembimbing:
Disusun Oleh :
Reguler A
FAKULTAS HUKUM
KATA PENGANTAR
Penulis
ii
DAFTAR ISI
Halaman Judul
Kata Pengantar.......................................................................................................ii
Daftar Isi...............................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.........................................................................................1
B. Rumusan Masalah....................................................................................2
C. Tujuan......................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
A. Kesimpulan..................................................................................................
B. Kritik dan saran............................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembangunan dalam bidang ekonomi, baik yang bergerak di sektor
mikro maupun makro. Merupakan Pembangunan yang ada di dalam negeri yang
tidak dapat terpisahkan daripada intervensi pemerintah Inti permasalahan dari
keterlibatan negara dalam aktivitas ekonomi bersumber pada politik
perekonomian suatu negara. Munculnya corak sosial ekonomi dalam konsep
Kedaulatan berkaitan dengan munculnya hukum yang mengatur transaksi di
dalamnya. Dalam kaitan dengan cabang-cabang hukum yang beragam maka
negara membuat hukum yang mengatur urusan tersebut. KUHD adalah produk
yang dijadikan pedoman dasar untuk memutuskan suatu hukum yang berkembang
di masyarakat.
Zaman semakin moderen, kebutuhan manusia makin terus bertambah dan
tidak ada puasnya. Banyak produsen yang menguras pikiran-pikiran yang kreatif
untuk meningkatkan kualitas produknya, agar mampu bersaing dalam merebut
pasar karena tingginya persaingan produsen terkadang menyebabkan salah satu
produsen melakukan persaingan tidak sehat. Di dalam persaingan tersebut
terkadang produsen melakukan pelanggran-pelanggaran di dalam hukum
perdagangan yang bertujuan agar saingan produsenya mengalami kurangnya
penghasilan yang berdampak pada kerugian (bangkrut) yang berskala besar.
Dari permasalahan yang sering terjadi maka di buatlah suatu peraturan
perdagangan yang disebut Hukum Dagang. Hukum dagang ini di manfatkan agar
dapat mengatur berjalannya suatu perdagangan dan mencegah, dan memberikan
sanksi kepada produsen/perusahaan yang terbukti melakukan pelanggaran.
Sebelum tahun 1938 Hukum Dagang hanya mengikat pedagang saja. Kemudian,
sejak tahun 1938 pengertian dari perdagangan mengalami perluasan kata menjadi
segala kegiatan yang berkaitan dengan usaha. Jadi sejak saat itulah Hukum
1
Dagang diberlakukan bukan hanya untuk pedagang melainkan juga untuk semua
orang yang melakukan kegiatan usaha.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Sejarah Hukum Dagang?
2. Apakah Pengertian Hukum Dagang?
3. Bagaimana Hubungan Dagang Dengan KUH Perdana ?
4. Apa saja Hal Penting yang Diatur Dalam Hukum Dagang ?
5. Bagaimana Hukum Pertanggungan?
6. Bagaimana Hukum Pengangkutan?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui Sejarah Hukum Dagang
2. Untuk mengetahui Pengertian Hukum Dagang
3. Untuk mengetahui Hubungan Dagang Dengan KUH Perdana
4. Untuk mengetahui Hal Penting yang Diatur Dalam Hukum Dagang
5. Untuk mengetahui Hukum Pertanggungan
6. Untuk mengetahui Hukum Pengangkutan
7.
2
BAB II
PEMBAHASAN
1
Mulhadi, Diktat Hukum Dagang, (Medan: Fakultas Hukum-Universitas Sumatera Utara, 2008),
hal.9
2
C.S.T. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1986),
307.
3
Pada tahun 1807 di Perancis, Napoleon Bonaparte memerintahkan
berlakunya Code de Commerce, yaitu hukum yang berlaku bagi
pedagang.Kodifikasi ini juga menjelaskan bahwa di Prancis telah terdapat
kodifikasi hukum dagang yang dipisahkan dari hukum perdata yang
dikodifikasikan dalam Code Civil. Code de Commerce ini memuat peraturan-
peraturan hukum yang timbul dalam bidang perdagangan sejak zaman
pertengahan. Adapun yang menjadi dasar bagi penyusunanCode de
Commerceantara lain adalah Ordonnance du Commerce (tahun 1673) dan
Ordonnance de la Marine (tahun 1681).
Pada awal abad ke 19, Nederlands menginginkan adanya hokum dagang
tersendiri yaitu KUHD Belanda. Pada tahun 1819 direncanakan KUHD tersebut
terdiri dari 3 kitab dan tidak mengenal peradilan khusus, sebagaimana dalam
KUHD Perancis. Namun akhirnya pada 1 Oktober 1838 disahkan KUHD Perancis
sebagai KUHD Belanda dengan asas konkordansi. Dalam tahun itu disahkan
Code Civil de Prancois sebagai Burgelijk Wetboek (BW) dan Code de Commerce
dinamakan Wetboek van Koophandel (WvK). Pemberlakuan ini karena Belanda
merupakan jajahan Prancis.Para pedagang berusaha mencari jalan dengan
unifikasi hukum, yang tujuannya adalah adanya kepastian hukum, kesatuan
hukum dan keseragaman hukum.
Meskipun WvK merupakan turunan dari Code du Commerce Perancis,
akan tetapi tidak semua isinya diambil alih oleh Pemerintah Belanda. Misalnya
tentang peradilan khusus yang mengadili perselisihan dalam lapangan
perdagangan, di mana dalam Code du Commerce ditangani oleh lembaga
peradilan khusus (Speciale Handelrechtbanken), namun di negeri Belanda
perselisihan ini menjadi jurisdiksi peradilan biasa. Selanjutnya WvK berdasarkan
azas konkordansi berlaku di Hindia Belanda. Dalam asas konkordansi dinyatakan
bahwa hukum yang berlaku di Belanda, berlaku juga di Hindia Belanda atas dasar
asas unifikasi. Tepatnya pada tanggal 1 Oktober 1838 dengan Staatblaad 1847 No.
23 WvK disahkan di Hindia Belanda dan mulai berlaku pada tanggal 1 mei 1848.
Dalam perkembangannya, WvK ini mengalami dua perubahan, yaitu:
4
1. Akhir abad ke-19 Prof. Molengraaff merancang Undang-undang Kepailitan
sebagai buku III di WvK Nederlands menjadi undang-undang yang berdiri
sendiri, yaitu pada tahun 1893 dan mulai berlaku pada tahun 1896. Ini juga
berlaku di Hindia Belanda sejak tahun 1906 dengan Stb. 1906 No. 348,
sehingga Buku III dikeluarkan dalam WvK dan diatur secara sendiri dalam
Undang-undang Kepailitan.
2. Sebelum tahun 1938 hukum dagang hanya mengikat kepada para pedagang
yang melakukan perbuatan dagang. Akan tetapi sejak tahun 1938 pengertian
pedagang dirubah dengan pengusaha dan pengertian perbuatan dagang
dirubah menjadi perbuatan perusahaan. Yaitu dengan dikeluarkannya Stb.
1934-347 untuk negeri Belanda dan Stb. 1938-276 untuk Hindia Belanda,
yang berlaku mulai 17 Juli 1938.
Pada tanggal 17 Agustus 1945negara Republik Indonesia merdeka.
Tentunya sebagai negara baru mempunyai keabsahan baru dalam tata hukumnya.
Namun membuat tata hukum secara komplet dalam waktu singkat merupakan
masalah tersendiri. Oleh karena itu dalam Undang-undang Dasar 1945 yang mulai
berlaku sejak tanggal 18 Agustus 1945, terdapat Aturan Peralihan Pasal II, yang
pada pokoknya mengatur bahwa peraturan yang ada masih tetap berlaku sampai
pemerintah Indonesia memberlakukan aturan penggantinya. Fungsi dari Pasal
tersebut adalah untuk mengisi kekosongan hukum. Hal ini juga berlaku dalam
lapangan hukum dagang, sehingga bisa dikatakan bahwa WvK Hindia Belanda
masih berlaku di Indonesia dengan adanya Aturan Peralihan dalam Undang-
undang Dasar tersebut, sepanjang belum diganti dengan yang baru menurut
undang-undang dasar Republik Indonesia tahun 1945.
Di negeri Belanda sendiri WvK telah mengalami perubahan, namun di
Indonesia KUHD tidak mengalami perubahan yang komprehensif sebagai suatu
kodifikasi hukum. Namun demikian kondisi ini tidak berarti bahwa sejak
Indonesia merdeka, tidak ada pengembangan peraturan terhadap permasalahan
perniagaan.Perubahan pengaturan terjadi, namun tidak tersistematisasi dalam
kodifikasi KUHD.Strategi perubahan pengaturan terhadap masalah perniagaan di
5
Indonesia dilakukan secara parsial, yaitu pada substansi KUHD, dan membuat
peraturan baru terhadap substansi yang tidak diatur dalam KUHD.
Pada saat ini Indonesia telah menciptakan beberapa hukum yang mengatur
bidang perniagaan, misalnya dalam bidang asuransi dengan Undang-undang No. 2
Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian, dalam bidang koperasi dengan Undang-
undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian. Pada masa sekarang ini
salah satu cabang dari hukum dagang, misalnya hukum asuransi juga semakin
berkembang jenis dan ruang lingkupnya, misalnya adanya Jamsostek dan
pemerintah juga telah mengesahkan Undang-undang Nomor 3 Tahun 1992
tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja. Apalagi dalam bidang keuangan, baik
investasi, pasar modal, dan perbankan.
Tantangan yang dihadapi sekarang adalah bagaimana agar hukum dagang
yang sekarang ada ini dapat dipakai sebagai sarana atau rambu-rambu hukum di
bidang perdagangan era abad 21.Tidak hanya itu hukum dagang yang digunakan
di Indonesia juga merupakan hukum yang berkiblat ke hukum Belanda.
Sedangkan pada era globalisasi hukum dagang di negara Indonesia akan semakin
tinggi frekuensinya untuk bersinggungan dengan hukum lain misalnya hukum
negara tetangga dan bahkan juga hukum yang berkiblat kepada hukum Inggris.
6
pula dirumuskan adalah serangkaian kaidah yang mengatur tentang dunia
usaha atau bisnis dan dalam lalu lintas perdagangan.”
3. Fockema Andreaeberpendapat bahwa “Hukum dagang (Handelsrecht)
adalah keseluruhan dari atuaran hukum mengenai perusahaan dalam lalu
lintas perdagangan, sejauh mana diatur dalam KUHD dan beberapa
undang-undang tambahan. Di Belanda hukum dagang dan hukum perdata
dijadikan satu buku, yaitu Buku II dalam BW baru Belanda.”
4. Purwosutjiptomengemukakan bahwa “Hukum dagang adalah hukum
perikatan yang timbul khusus dari lapangan perusahaan.”3
Jika memperhatikan pengertian-pengertian diatas maka dapat disimpulkan
bahwa hukum dagang merupakan keseluruhan aturan dalam lalu lintas
perdagangan yang dilakukan antara orang/badan hukum dengan orang/badan
hukum lainnya sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Dagang
(KUHD) dan beberapa undang-undang tambahan yang timbul khusus dari
lapangan perusahaan. Pendeknya hukum dagang adalah hukum yang mengatur
hubungan hukum antara manusia dan badan-badan hukum satu sama lainnya
dalam lapangan perdagangan atau perniagaan.4
3
5M. N. Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia 1 (Jakarta: Penerbit
Djambatan, 1995), hal.5
4
Nafi’ Mubarok, Buku Diktat Hukum Dagang, (Surabaya: Fakultas Syariah IAIN Sunan Ampel,
2012), hal.4
7
Hubungan antara hukum dagang dengan hukum perdata merupakan lex
specialis derogat lex generalis,5 hukum yang khusus megenyampingkan hukum
yang umum, dengan hukum dagang sebagai hukum khusus dan hukum perdata
sebagai hukum umum. Artinya ada beberapa ketentuan hukum dagang yang diatur
dalam KUHD saja, atau diatur dalam KUHPerdata saja, atau bahkan mungkin
diatur dalam kedua-duanya, yang gambarannya sebagai berikut:
1. Jika KUHD tidak mengaturnya, maka yang berlaku adalah KUHPerdata.
Sebagi contoh adalah tentang pemberian kuasa. KUHD tidak mengaturnya
secara khusus, namun KUHPerdata mengatur dalam Pasak 1792-1819,
sehingga merujuk pada KUHP Perdata.
2. Jika KUHD mengatur secara khusus dari KUHPerdata, maka yang berlaku
adalah KUHD. Sebagai contoh adalah pasal 7 KUHD dengan pasal 1881
BW. Dalam Pasal 7 KUHD dinyatakan bahwa “Untuk kepentingan setiap
orang, hakim bebas untuk memberikan kepada pemegang buku, kekuatan
bukti sedemikian rupa yang menurut pendapatnya harus diberikan pada
masing-masing kejadian yang khusus,” sehingga pembukuan dapat
menjadi alat bukti yang menguntungkan. Sedangkan dalam Pasal 1881
KUHPerdata dinyatakan bahwa “Daftar dan surat-surat urusan rumah
tangga tidak memberikan bukti untuk keuntungan pembuatnya,” sehingga
pembukuan tidak dapat dijadikan alat bukti yang menguntungkan. Dalam
hal ini maka yang berlaku adalah ketentuan yang ada dalam KUHD, yaitu
pembukuan sebagai alat bukti yang menguntungkan bagi pembuatnya.
Selaras dengan hal tersebut adalah pendapat beberapa ahli hukum, antara lain:
1. Van Kanyang beranggapan bahwa Hukum Dagang adalah suatu tambahan
Hukum Perdata. KUHPerdata memuat hukum perdata dalam arti sempit,
sedangkan KUHD memuat penambahan yang mengatur hal-hal khusus
hukum perdata dalam arti sempit itu.
2. Van Apeldoornyang menganggap bahwa hukum dagang suatu bagian
istimewa dari lapangan Hukum Perikatan yang tidak tercantumdalam
Buku III dari KUHPerdata.
5
Neltje F. Katuuk, Aspek Hukum dalam Bisnis, (Jakarta: Universitas Gunadarma, 2007), 255.
8
3. Sukardonoyang menyatakan bahwa dengan adanya Pasal 1 KUHD
makaKUHD tidak secara khusus menyimpang dari KUHPerdata”.
4. Tirtamijaya yang menyatakanbahwa Hukum Dagang adalah suatu Hukum
Sipil yang istimewa.
Meskipun begitu, banyak ahli hukum yang memberikan pendapat yang
berbeda tentang keberadaan hukum dagang. Di antaranya Subekti, yang
berpendapat bahwa terdapatnya KUHD disamping KUHPerdata pada masa
sekarang tidak pada tempatnya. Hal ini dikarenakan bahwa hukum dagang
tidaklah lain daripada hukum perdata, dan istilah “dagang” bukanlah istilah
hukum, melainkan istilah dalam ilmu ekonomi. Atau, pembagian hukum privat ke
dalam hukum perdata dan hukum dagang pada dasarnya bukan merupakan
pembagian yang asasi, hanya lebih kepada pembagian yang berdasarkan sejarah
hukum dagang.Pendapat ini merujuk pada ketentuan dalam Pasal 1 KUHD yang
menyatakan bahwa peraturan-peraturan KUH Perdata dapat juga dijalankan dalam
penyelesaian masalah yang disinggung dalam KUHD, terkecuali dalam
penyelesaian masalah yang semata-mata diadakan oleh KUHD.Argumen lainnya
adalah:
1. Perjanjian jual beli yang merupakan perjanjian terpenting dalam bidang
perdagangan tidak ditetapkan dalam KUHD, justru diatur dalam KUH
Perdata.
2. Sebaliknya, perjanjian pertanggungan (asuransi) yang sangat penting
dalam soal keperdataan justru ditetapkan dalam KUHD.
Hukum dagang diatur KUHD dan KUHS, Pada bagian KUHS itu mengatur
tentang hukum dagang. Hal-hal penting yang diatur dalam KUHS adalah
mengenai perikatan umumnya seperti :
1. Persetujuan jual beli (contract of sale)
Istilah perjanjian jual beli berasal dari terjemahan dari contract of sale.
Perjanjian jual beli diatur dalam Pasal 1457 s.d Pasal 1450 KUH Perdata.
9
Yang dimaksud dengan jual beli adalah suatu persetujuan, dengan mana
pihak satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan, dan
pihak lain untuk membayar harga yang dijanjikan (Pasal 1457 KUH
Perdata).6
Esensi dari definisi ini penyerahan benda dan membayar harga, Definisi
ini ada kesamaannya dengan definisi yang tercantum dalam artikel 1493
NBW. Perjanjian jual beli adalah persetujuan dimana penjual mengikatkan
dirinya untuk menyerahkan kepada pembeli suatu barang sebagai milik
(eneigendum te leveren) dan menjaminnya (virjwaren) pembeli mengikat
diri untuk membayar harga yang diperjanjikan.7
2. Persetujuan sewa-menyewa (contract of hire)
Sewa menyewa adalah suatu perjanjian, dengan mana pihak yang satu
mengikatkan dirinya untuk memberikan kenikmatan suatu barang kepada
pihak lain selama waktu tertentu, dengan pembayaran suatu harga yang
disanggupi oleh pihak yang terakhir itu (perhatikan Pasal 1548
KUHPerdata).Pengertian lain mengenai sewa menyewa dikemukakan oleh
Algra (1983 : 199) sebagai persetujuan untuk pemakaian sementara suatu
benda, baik bergerak maupun tidak bergerak, dengan pembayaran suatu
harga tertentu.
3. Persetujuan pinjaman uang (contract of loun)
E. Surat-Surat Berharga
Surat berharga adalah sebuah dokumen yang bernilai uang yang telah
diakui dan dilindungi hukum bagi keperluan transaksi perdagangan, pembayaran,
penagihan atau sejenis lainnya. Surat tersebut memberikan hak kepada pemegang
yang bermanfaat bagi yang menerima atau memilikinya, maka dari itu surat
berharga begitu penting dan nilainya sama dengan mata uang tunai.
6
Ahmadi Miru, Hukum Kontrak dan Perancangan Kontrak, (Jakarta:Rajawali Pers,
2007), hal. 126
7
Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Hukum Jaminan di Indonesia Pokok-Pokok Hukum
Jaminan dan Perorangan, (Yogyakarta:Liberty Offset, 1980), hal. 37
10
Surat-surat tersebut merupakan surat surat toonder atau order artinya surat
ini menjanjikan sesuatu bila ditunjukkan atau mengandung suatu perintah kepada
pihak lain untuk memberikan sesuatu yang dapat berupa barang, pembayaran
sejumlah uang, atau pelaksanaan suatu bentuk hak lain.
Adanya surat berharga dimaksudkan agar mempermudah dalam
melakukan transaksi. Disamping itu fungsi yang terutama dari surat-surat tersebut
adalah sebagai surat legitimasi karena surat-surat tersebut merupakan petunjuk
bagi pemegang surat itu yang dianggap sebagai orang yang melaksanakan atau
mempunyai hak tertentu. Surat-surat berharga dalam perdagangan banyak
macamnya diantaranya adalah
1. Wesel dan Promes
Wesel merupakan suatu perintah pembayaran yang diberikan oleh penarik
kepada yang kena tarikyang harus melakukan pembayaran itu kepada
pemegangnya.
2. Cek
Menurut ketentuan undang-undang, cek adalah surat berharga yang
mempunyai sifat sebagai alat pembayar.
3. Promes/Aksep
Berbeda dengan surat wesel yang mengandung perinrah, promes atau aksep
menyebutkan janji atau kesanggupan untuk membayar. Tipa promes berisikan
ketentuan-ketentuan
4. Kuitansi pada Pembawa
Surat ini mengandung perintah kepada pihak ketiga untuk membayarkan
sejumlah uang tertentu yang tertulis pada kuitansi tersebut
5. Konosemen
Sesuai dengan bunyi undang-undang Pasal 504 KUHD maka konosemen
adalah surat dimana pengangkut (kapten kapal) menerangkan bahwa ia telah
menerima sejumlah barang untuk mengangkutnya ke suatu tempat dan
menyerahkannya di sana kepada seseorang atau kepada wakil (kuasa order)
nya, segala sesuatu dengan syarat-syarat serta ongkos-ongkos terterntu. Dari
definisi dapat dikatakan bahwa konosemen mempunyai fungsi sebagai tanda
11
penerimaan (sejumlah barang tertentu) dan sebagai surat perjanjian
pengangkutan.
6. Celen
Celen adalah surat-surat yang dikeluarkan oleh tempat tempat penyimpanan
barang sebagai bukti adanya penyimpanan.
7. Obligasi
Obligasi adalah surat-surat pengakuan hutang kepada badan-badan umum
yang tersusun dalam suatu seri dengan jumlah-jumlah yang besarnya sama
dengan syarat-syarat yang sama pula
F. Hukum Pertanggungan
Istilah Asuransi atau Pertanggungan berasal dari bahasa Belanda yaituVerzekering
dan assurantie. Dalam bahasa Inggris Insurance. Prof Soekardono menerjemahkan
verzekering adalah pertanggungan. Istilah pertanggungan banyak dipakai dalam
Ilmu Pengetahuan dan literatur. Istilah asuransi dipakai pada Nama Perjanjian atau
Nama Perusahaan
Insurance (digunakan untuk asuransi jiwa/jumlah
Assurance (digunakan untuk asuransi kerugian)
Pertanggungan dan asuransi mempunyai arti yang sama.
Pengertian Asuransi Menurut Pasal 246 KUHD Suatu perjanjian dimana seorang
penanggung dengan menikmati suatu premi mengikatkan dirinya kepada
tertanggung untuk membebaskannya dari kerugian kerena kehilangan, kerusakan
atau ketiadaan keuntungan yang diharapkan, yang akan dideritanya karena
kejadian yang tidak pasti.
sifat-sifat perjanjian asuransi:
1. Timbal balik (Hak dan kewajiban para pihak dalam perjanjian asuransi
saling berhadapan)
2. Penggantian kerugian (Jika terjadi kerugian penanggung berkewajiban
mengganti kerugian)
3. Perjanjian bersyarat digantungkan pada syarat tertentu yaitu adanya
evenement)
12
4. Perjanjian konsensuil ( perjanjian asuransi cukup adanya kata sepakat dan
sah mengikat para pihak )
5. Perjanjian asuransi bersifat khusus (kepercayaan).
G. Hukum Pengangkutan
Hukum pengangkutan adalah hukum yang mengatur bisnis pengangkutan
baik pengangkutan di laut, udara, darat dan perairan pedalaman.Secara umum
pengangkut adalah barang siapa yang baik dnegan persetujuan charter menurut
waktu (time charter) atau charter menurut perjalanan baik dengan suatu
persetujuan lain mengikatkan diri untuk menyelenggarakann pengangkutan barang
yagn seluruhnya maupun sebagian melalui pengangkutan.Suatu proses kegiatan
memuat barang/penumpang ke dalam alat pengangkutan membawa barang/
penumpang dari pemuatan ke tempat tujuan dan dan menurunkan
barnag/penumpang dari alat pengangkutan ke tempat yang ditentukan. Disini
sering menimbulkan tanggungjawab dari pengangkut.
Perjanjian Pengangkutan adalah suatu perjanjian dimana satu pihak
menyanggupi untuk dengan aman membawa orang/barang dari suatu tempat ke
tempat yang lain. Sedangkan pihak yang lain menyanggupi untuk membayar
ongkos. Asas-asas hukum merupakan fondasi suatu undang-undang dan peraturan
pelaksananya. Bila asas-asas di kesampingkan, maka runtuhlah bangunan undang-
undang itu dan segenap peraturan pelaksananya asas hukum pengangkutan yang
terdapat di hukum pengangkutan ada 2 macam yaitu asas hukum bersifat publik
meliputi :asas manfaat ,usaha ,adil ,dan keseimbangan ,kepentingan umum dan
keterpaduan . asas yang bersifat perdata yaitu :asas konsensual ,koordinatif
,campuran ,dan pembuktian
Menurut Sri Redjeki Hartono pengangkutan dilakukan karena nilai barang
akan lebih tinggi di tempat tujuan daripada di tempat asalnya, karena itu dikatakan
pengangkutanmemberi nilai kepada barang yang diangkut dan nilai ini lebih besar
daripada biaya-biayayang dikeluarkan. Nilai yang diberikan adalah berupa nilai
tempat (place utility)dan nilaiwaktu (time utility).Nilai tempat (place
utility)mengandung pengertian bahwa dengan adanya pengangkutan berarti terjadi
13
perpindahan barang darisuatu tempat, dimana barang tadi dirasakan kurang
berguna atau bermanfaat di tempat asal, akan tetapi setelah adanyapengangkutan
nilai barang tersebut bertambah, bermanfaat dan memiliki nilai guna bagi
manusia, oleh karena itu apabila dilihat dari kegunaan dan manfaatnya bagi
manusia, makabarang tadi sudah berambah nilainya karena ada pengangkutan.
Nilai Kegunaan Waktu (time utility), dengan adanya pengangkutan berarti bahwa
dapat dimungkinkan terjadinyasuatu perpindahan barang dari suatu tempat ke
tempat lainnya dimana barang tersebut lebih diperlukan tepat pada waktunya.
14
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
15
DAFTAR PUSTAKA
Mulhadi, Diktat Hukum Dagang, (Medan: Fakultas Hukum-Universitas Sumatera Utara, 2008),
hal.9
C.S.T. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1986),
307.
5M. N. Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia 1 (Jakarta: Penerbit
Djambatan, 1995), hal.5
Nafi’ Mubarok, Buku Diktat Hukum Dagang, (Surabaya: Fakultas Syariah IAIN Sunan Ampel,
2012), hal.4
Neltje F. Katuuk, Aspek Hukum dalam Bisnis, (Jakarta: Universitas Gunadarma, 2007), 255.
Ahmadi Miru, Hukum Kontrak dan Perancangan Kontrak, (Jakarta:Rajawali Pers,
2007), hal. 126
Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Hukum Jaminan di Indonesia Pokok-Pokok Hukum
Jaminan dan Perorangan, (Yogyakarta:Liberty Offset, 1980), hal. 37
16