Anda di halaman 1dari 35

MAKALAH

Hukum Bisnis Internasional


“Tinjauan Umum Tentang Hukum Perdagangan Internasional”
Dosen Pengampu:

Di susun oleh :
Nama : Inaya Zulkifli
Npm : 02042211099
Semester : 3/III
Prodi : Manajemen

UNIVERSITAS KHAIRUN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
PROGRAM STUDI MANAJEMEN
KOTA TERNATE
2023
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Tuhan Yang Maha Esa yang telah menolong hamba-Nya
menyelesaikan makalah ini dengan penuh kemudahan. Berkat pertolongan-Nya saya mampu
menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas
dalam mata kuliah Hukum Bisnis Internasional, yang saya sajikan berdasarkan pengamatan
dari berbagai sumber. Makalah ini saya susun penuh dengan teliti untuk mempersiapkan
makalah ini dengan baik. Saya juga mendapati beberapa rintangan ketika membuat makalah
ini, namun dengan penuh kesabaran dan terutama pertolongan dari Tuhan YME akhirnya
makalah ini dapat terselesaikan.

Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca.
Walaupun makalah ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Saya mohon untuk saran dan
kritiknya untuk pengembangan makalah yang lebih baik di masa depan. Terima kasih.

ii
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN...........................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.............................................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................................................2
1.3 Tujuan Penelitian.........................................................................................................................2
1.4 Manfaat Penilitian.......................................................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN............................................................................................................................4
2.1 Pengertian Hukum Perdagangan Internasional...........................................................................4
2.2 Asas, Tujuan, dan Ruang Lingkup Hukum Perdagangan Internasional Asas Hukum Perdagangan
Internasional......................................................................................................................................7
2.3 Tujuan Hukum Perdagangan Internasional..................................................................................7
2.4 Ruang Lingkup Hukum Perdagangan Internasional.....................................................................7
2.5 Pendekatan Hukum Perdagangan Internasional........................................................................10
2.6 Prinsip-Prinsip Dasar Hukum Perdagangan Internasional..........................................................10
2.7 Kelemahan-Kelemahan Hukum Perdagangan Internasional......................................................12
2.8 Perkembangan Hukum Perdagangan Internasional...................................................................12
2.9 Teori-Teori Hukum Perdagangan Internasional.........................................................................13
2.10 Sebab-Sebab Timbulnya Perdagangan Internasional...............................................................16
2.11 Dampak Perdagangan Internasional terhadap Perekonomian Indonesia................................16
2.12 Hambatan Perdagangaan Internasional...................................................................................17
2.13 Kebijakan Perdagangan Internasional......................................................................................17
2.14 Hukum Dagang Internasional Lahir dari Transaksi Internasional dan Incoterm.......................17
2.15 Pergeseran Karakteristik Hukum Dagang.................................................................................24
2.16 Sumber Hukum Dagang Internasional.....................................................................................25
2.17 Permasalahan-Permasalahan dalam Hukum Dagang Internasional.........................................30
BAB III PENUTUP..................................................................................................................................31
3.1 Kesimpulan dan Saran...............................................................................................................31
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................................32

iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan antar negara atau
pemerintah negara dengan negara lain yang menjalani suatu hubungan perdagangan yang
sesuai kesepakatan antarkedua belah pihak yang melakukan perdagangan internasional
tersebut. Perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh penduduk suatu
negara dengan penduduk negara lain atas dasar kesepakatan bersama. Penduduk yang
dimaksud dapat berupa antarperseorangan (individu dengan individu), antara individu dengan
pemerintah suatu negara, atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain.
Perdagangan internasional adalah proses tukar-menukar yang didasarkan atas kehendak
sukarela dari masing-masing negara. Adapun motifnya adalah memperoleh manfaat
perdagangan atau gains off trade. Perdagangan merupakan kegiatan ekonomi yang sangat
penting saat ini, maka tidak ada negara-negara di dunia yang tidak terlibat di perdagangan,
baik perdagangan antarregional, antarkawasan, ataupun antar negara. Pengertian perdagangan
internasional merupakan hubungan kegiatan ekonomi antar negara yang diwujudkan dengan
adanya proses pertukaran barang atau jasa atas dasar sukarela dan saling menguntungkan.
Ada berbagai motif atau alasan mengapa negara atau subjek hukum (pelaku dalam
perdagangan) melakukan transaksi dagang internasional.

1.2 Rumusan Masalah


1. Pengertian Hukum Perdagangan Internasional
2. Asas, Tujuan, dan Ruang Lingkup Hukum Perdagangan Internasional Asas
Hukum Perdagangan Internasional
3. Tujuan Hukum Perdagangan Internasional
4. Ruang Lingkup Hukum Perdagangan Internasional
5. Pendekatan Hukum Perdagangan Internasional
6. Prinsip-Prinsip Dasar Hukum Perdagangan Internasional
7. Kelemahan-Kelemahan Hukum Perdagangan Internasional
8. Perkembangan Hukum Perdagangan Internasional
9. Teori-Teori Hukum Perdagangan Internasional
10. Sebab-Sebab Timbulnya Perdagangan Internasional
11. Dampak Perdagangan Internasional terhadap Perekonomian Indonesia
12. Hambatan Perdagangan Internasional
13. Kebijakan Perdagangan Internasional
14. Hukum Dagang Internasional Lahir dari Transaksi Internasional dan Incoterm
15. Pergeseran Karakteristik Hukum Dagang
16. Sumber Hukum Dagang Internasional
17. Permasalahan-Permasalahan dalam Hukum Dagang Internasional

iv
1.3 Tujuan Penelitian
1. Untuk Mengetahui Pengertian Hukum Perdagangan Internasional
2. Memahami Asas, Tujuan, dan Ruang Lingkup Hukum Perdagangan
Internasional Asas Hukum Perdagangan Internasional
3. Memahami Tujuan Hukum Perdagangan Internasional
4. Memahami Ruang Lingkup Hukum Perdagangan Internasional
5. Memahami Prinsip-Prinsip Dasar Hukum Perdagangan Internasional
6. Memahami Kelemahan-Kelemahan Hukum Perdagangan Internasional
7. Memahami Perkembangan Hukum Perdagangan Internasional
8. Memahami Teori-Teori Hukum Perdagangan Internasional
9. Memahami Sebab-Sebab Timbulnya Perdagangan Internasional
10. Memahami Dampak Perdagangan Internasional terhadap Perekonomian
Indonesia
11. Memahami Hambatan Perdagangan Internasional
12. Memahami Kebijakan Perdagangan Internasional
13. Memahami Hukum Dagang Internasional Lahir dari Transaksi Internasional
dan Incoterm
14. Memahami Pergeseran Karakteristik Hukum Dagang
15. Memahami Sumber Hukum Dagang Internasional
16. Memahami Permasalahan-Permasalahan dalam Hukum Dagang Internasional

1.4 Manfaat Penilitian

1. Mengetahui Pengertian Hukum Perdagangan Internasional


2. Mengetahui Asas, Tujuan, dan Ruang Lingkup Hukum Perdagangan
Internasional Asas Hukum Perdagangan Internasional
3. Mengetahui Tujuan Hukum Perdagangan Internasional
4. Mengetahui Ruang Lingkup Hukum Perdagangan Internasional
5. Mengetahui Pendekatan Hukum Perdagangan Internasional
6. Mengetahui Prinsip-Prinsip Dasar Hukum Perdagangan Internasional
7. Mengetahui Kelemahan-Kelemahan Hukum Perdagangan Internasional
8. Mengetahui Perkembangan Hukum Perdagangan Internasional
9. Mengetahui Teori-Teori Hukum Perdagangan Internasional
10. Mengetahui Sebab-Sebab Timbulnya Perdagangan Internasional
11. Mengetahui Dampak Perdagangan Internasional terhadap Perekonomian
Indonesia
12. Mengetahui Hambatan Perdagangan Internasional
13. MengetahuiKebijakan Perdagangan Internasional
14. Mengetahui Hukum Dagang Internasional Lahir dari Transaksi Internasional
dan Incoterm
15. Mengetahui Pergeseran Karakteristik Hukum Dagang

v
16. Mengetahui Sumber Hukum Dagang Internasional
17. Mengetahui Permasalahan-Permasalahan dalam Hukum Dagang Internasional

vi
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Hukum Perdagangan Internasional
Perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan antar negara atau
pemerintah negara dengan negara lain yang menjalani suatu hubungan perdagangan yang
sesuai kesepakatan antarkedua belah pihak yang melakukan perdagangan internasional
tersebut. Perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh penduduk suatu
negara dengan penduduk negara lain atas dasar kesepakatan bersama. Penduduk yang
dimaksud dapat berupa antarperseorangan (individu dengan individu), antara individu dengan
pemerintah suatu negara, atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain.
Perdagangan internasional adalah proses tukar-menukar yang didasarkan atas kehendak
sukarela dari masing-masing negara. Adapun motifnya adalah memperoleh manfaat
perdagangan atau gains off trade. Perdagangan merupakan kegiatan ekonomi yang sangat
penting saat ini, maka tidak ada negara-negara di dunia yang tidak terlibat di perdagangan,
baik perdagangan antarregional, antarkawasan, ataupun antar negara. Pengertian perdagangan
internasional merupakan hubungan kegiatan ekonomi antar negara yang diwujudkan dengan
adanya proses pertukaran barang atau jasa atas dasar sukarela dan saling menguntungkan.
Ada berbagai motif atau alasan mengapa negara atau subjek hukum (pelaku dalam
perdagangan) melakukan transaksi dagang internasional. Fakta yang sekarang ini terjadi
adalah perdagangan internasional sudah menjadi tulang punggung bagi negara untuk menjadi
makmur, sejahtera, dan kuat. Hal ini sudah banyak terbukti dalam sejarah perkembangan
dunia. Walaupun perkembangan bidang hukum berjalan dengan cepat, namun ternyata masih
belum ada kesepakatan tentang definisi untuk bidang hukum perdagangan internasional.
Hingga sekarang ini terdapat berbagai definisi yang satu sama lain berbeda, yaitu:
1. Definisi Menurut Schmitthoff
Hukum perdagangan internasional adalah sekumpulan aturan yang mengatur hubungan-
hubungan komersial yang sifatnya perdata. Aturan-aturan hukum tersebut mengatur
transaksi-transaksi yang berbeda negara. Definisi di atas menunjukkan dengan jelas bahwa
aturan-aturan tersebut bersifat komersial. Dalam definisinya, Schmitthoff menegaskan bahwa
ruang lingkup bidang hukum ini tidak termasuk hubungan-hubungan komersial internasional
dengan ciri hukum publik. Termasuk dalam bidang hukum publik ini, yakni aturan-aturan
yang mengatur tingkah laku atau perilaku negara-negara dalam mengatur perilaku
perdagangan yang memengaruhi wilayahnya.
2. Definisi Menurut M. Rafiqul Islam
Dalam upayanya memberi batasan atau definisi hukum perdagangan internasional, M.
Rafiqul Islam menekankan keterkaitan erat antara perdagangan internasional dan hubungan
keuangan. Adanya keterkaitan erat antara perdagangan internasional dan hubungan keuangan,
beliau mendefinisikan hukum perdagangan dan keuangan sebagai suatu kumpulan aturan,
prinsip, norma, dan praktik yang menciptakan suatu pengaturan untuk transaksi-transaksi
perdagangan internasional dan sistem pembayarannya, yang memiliki dampak terhadap
perilaku komersial lembaga-lembaga perdagangan.
3. Definisi Menurut Michelle Sanson

vii
Sanson memberi batasan bidang ini sesuai dengan pengertian kata-kata dari bidang
hukum ini, yaitu hukum, dagang, dan internasional. Sanson membagi hukum perdagangan
internasional ini ke dalam dua bagian utama, yaitu hukum perdagangan internasional publik
dan hukum perdagangan internasional privat. Hukum internasional publik adalah hukum
yang mengatur perilaku dagang antarnegara. Sementara itu, hukum internasional privat
adalah hukum yang mengatur perilaku dagang secara orang perorangan di negara-negara
yang berbeda.
4. Definisi Menurut Hercules Booysen
Booysen, sarjana Afrika Selatan tidak memberi definisi secara tegas. Beliau menyadari
bahwa ilmu hukum sangatlah kompleks. Oleh karena itu, upaya untuk membuat definisi
bidang hukum, termasuk hukum perdagangan internasional, sangatlah sulit dan jarang tepat.
Oleh karena itu, dalam upayanya memberi definisi tersebut, Hercules Booysen hanya
mengungkapkan unsur-unsur dari definisi hukum perdagangan internasional. Menurut
Hercules Booysen ada tiga unsur, sebagai berikut:
a. Hukum perdagangan internasional dapat dipandang sebagai suatu cabang khusus dari
hukum internasional.
b. Hukum perdagangan internasional adalah aturan-aturan hukum internasional yang
berlaku terhadap perdagangan barang, jasa, dan perlindungan Hak Atas Kekayaan
Intelektual (HAKI).
c. Hukum perdagangan internasional terdiri dari aturan-aturan hukum nasional yang
memiliki atau berpengaruh langsung terhadap perdagangan internasional secara
umum. Karena sifat aturan-aturan hukum nasional ini, aturan-aturan tersebut
merupakan bagian dari hukum perdagangan internasional.
Sesuai dengan definisi di atas, perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan
oleh penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain atas dasar kesepakatan bersama.
Penduduk yang dimaksud dapat berupa antarperorangan (individu dengan individu), antara
individu dengan pemerintah suatu negara, atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah
negara lain. Bila dibandingkan dengan pelaksanaan perdagangan di dalam negeri, maka
perdagangan internasional sangatlah rumit dan kompleks. Kerumitan ini disebabkan oleh
faktor-faktor, antara lain:
a. pembeli dan penjual terpisah oleh batas-batas kenegaraan;
b. barang harus dikirim dan diangkut dari suatu negara ke negara lainnya melalui
bermacam peraturan, seperti pabean, yang bersumber dari pembatasan yang
dikeluarkan oleh masing-masing pemerintah;
c. antara satu negara dengan negara lainnya terdapat perbedaan dalam bahasa, mata
uang, taksiran dan timbangan, hukum dalam perdagangan, dan sebagainya.
Di banyak negara, perdagangan internasional menjadi salah satu faktor utama untuk
meningkatkan Gross Domestic Product (GDP). Meskipun perdagangan internasional telah
terjadi selama ribuan tahun dampaknya terhadap kepentingan ekonomi, sosial, dan politik
baru dirasakan beberapa abad belakangan. Perdagangan internasional pun turut mendorong
industrialisasi, kemajuan transportasi, globalisasi, dan kehadiran perusahaan multinasional.
Menurut Sadono Sukirno perdagangan internasional memiliki banyak manfaat, di
antaranya:

viii
a. Memperoleh barang yang tidak dapat diproduksi di negeri sendiri
Banyak faktor-faktor yang memengaruhi perbedaan hasil produksi di setiap negara.
Faktor-faktor tersebut di antaranya, yaitu kondisi geografi, iklim, tingkat penguasaan
IPTEK, dan lain-lain. Dengan adanya perdagangan internasional, setiap negara
mampu memenuhi kebutuhan yang tidak diproduksi sendiri.
b. Memperoleh keuntungan dari spesialisasi
Sebab utama kegiatan perdagangan luar negeri adalah untuk memperoleh keuntungan
yang diwujudkan oleh spesialisasi. Walaupun suatu negara dapat memproduksi suatu
barang yang sama jenisnya dengan yang diproduksi oleh negara lain, tetapi ada
kalanya lebih baik apabila negara tersebut mengimpor barang tersebut dari luar
negeri.
c. Memperluas pasar dan menambah keuntungan
Terkadang para pengusaha tidak menjalankan mesin-mesinnya (alat produksinya)
dengan maksimal karena mereka khawatir akan terjadi kelebihan produksi, yang
mengakibatkan turunnya harga produk mereka. Dengan adanya perdagangan
internasional, pengusaha dapat menjalankan mesin-mesinnya secara maksimal dan
menjual kelebihan produk tersebut ke luar negeri.
d. Transfer teknologi modern
Perdagangan luar negeri memungkinkan suatu negara untuk mempelajari teknik
produksi yang lebih efisien dan cara-cara manajemen yang lebih modern.

2.2 Asas, Tujuan, dan Ruang Lingkup Hukum Perdagangan Internasional Asas Hukum
Perdagangan Internasional
Dalam kegiatan perdagangan internasional dikenal istilah kontrak dagang. Pembuatan
kontrak dagang internasional ini didasarkan pada asas-asas hukum. Dengan demikian, maka
kegiatan ekspor dan impor suatu negara bisa berjalan dengan tertib tanpa ada pihak yang
dirugikan. Aturan pembuatan kontrak dagang ini juga ada dalam hukum dagang
internasional. Selanjutnya, perlu diketahui asas-asas dalam kontrak dagang, khususnya untuk
melindungi hak dan kewajiban, baik penjual maupun pembeli:
1. asas kebebasan berkontrak;
2. pengakuan atas kebiasaan serta praktik perdagangan antara negara (perdagangan
internasional);
3. asas iktikad baik serta transaksi yang jujur;
4. asas bisa dibatalkannya kontrak saat terjadi kesenjangan yang lebar antara hak serta
kewajiban pihak-pihak yang ada dalam kontrak.

2.3 Tujuan Hukum Perdagangan Internasional


Setiap hukum atau aturan dibuat untuk tujuan tertentu. Begitu pula dengan hukum
perdagangan internasional. Aturan ini dibuat dengan tujuan:
1. perlindungan kegiatan perdagangan yang menjadi satu-satunya cara membangun
ekonomi suatu negara;
2. mencapai perdagangan internasional yang stabil;
3. menghindari kebijakan dan praktik perdagangan nasional yang merugikan negara
lainnya;

ix
4. meningkatkan volume perdagangan dunia;
5. menciptakan perdagangan yang menguntungkan bagi pembangunan ekonomi setiap
negara;
6. meningkatkan standar hidup manusia;
7. memberikan lebih banyak peluang lapangan kerja;
8. mengembangkan sistem dagang multilateral yang menciptakan kebijakan
perdagangan yang adil dan terbuka bagi semua negara;
9. meningkatkan pemanfaatan dalam pemakaian sumber kekayaan dunia sehingga bisa
meningkatkan transaksi jual-beli.

2.4 Ruang Lingkup Hukum Perdagangan Internasional


Hukum perdagangan internasional merupakan bidang hukum yang berkembang cepat.
Ruang lingkup bidang hukum ini cukup luas. Hubungan-hubungan dagang yang sifatnya
lintas batas dapat mencakup banyak jenisnya, dari bentuknya yang sederhana, yaitu dari
barter, jual-beli barang, atau komoditas, hingga hubungan atau transaksi dagang yang
kompleks. Kompleksnya hubungan atau transaksi dagang internasional ini paling tidak
disebabkan oleh adanya jasa teknologi (khususnya teknologi informasi) sehingga transaksi-
transaksi dagang semakin berlangsung cepat. Batas-batas negara bukan lagi menjadi halangan
dalam bertransaksi. Ada beberapa motif atau alasan mengapa negara atau subjek hukum
(pelaku dalam perdagangan) melakukan transaksi dagang internasional. Kesadaran untuk
melakukan transaksi dagang internasional juga telah cukup lama disadari oleh para pelaku
pedagang di Tanah Air sejak abad ke-17. Salah satunya adalah Amanna Gappa, kepala suku
Bugis yang sadar akan pentingnya dagang (pelayaran) bagi kesejahteraan sukunya.
Keunggulan suku Bugis dalam berlayar dengan hanya menggunakan perahu-perahu Bugis
yang kecil telah mengarungi lautan luas hingga ke Malaya (sekarang menjadi wilayah
Singapura dan Malaysia).
Esensi untuk bertransaksi dagang ini merupakan dasar filosofis dari munculnya
perdagangan. Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya bahwa berdagang ini merupakan
suatu “kebebasan fundamental” (fundamental freedom). Dengan kebebasan ini, siapa saja
harus memiliki kebebasan untuk berdagang. Kebebasan ini tidak boleh dibatasi oleh adanya
perbedaan agama, suku, kepercayaan, politik, sistem hukum, dan lain-lain. Piagam hak-hak
dan kewajiban Negara (charter of economic right and duties of state) juga mengakui bahwa
setiap negara memiliki hak untuk melakukan perdagangan internasional. Walaupun
perkembangan bidang hukum berjalan dengan cepat, namun ternyata masih belum ada
kesepakatan tentang definisi untuk bidang hukum dagang internasional ini. Hanya dewasa ini
terdapat berbagai definisi mengenai hukum dagang internasional yang satu sama lain
berbeda.
Schmitthoff mendefinisikan hukum perdagangan internasional sebagai: “… the body of
rules governing commercial relationship of a private law nature involving different nations.”
Dari definisi tersebut tampak unsur-unsur sebagai berikut:
1. Hukum perdagangan internasional adalah sekumpulan aturan yang mengatur
hubungan komersial yang sifatnya hukum perdata.
2. Aturan-aturan hukum tersebut mengatur transaksi-transaksi yang berbeda negara.
Definisi di atas menunjukkan dengan jelas bahwa aturan-aturan tersebut bersifat

x
komersial, artinya Schmitthoff dengan tegas membedakan antara hukum perdata
(private law nature) dan hukum publik.
Dalam definisinya, Schmitthoff menegaskan bahwa ruang lingkup bidang hukum
dagang internasional tidak termasuk hubunganhubungan komersial internasional dengan ciri
hukum publik. Dengan kata lain, Schmitthoff menegaskan bahwa wilayah hukum
perdagangan internasional tidak termasuk atau terlepas dari aturan-aturan hukum
internasional publik yang mengatur hubungan-hubungan komersial, misalnya aturan-aturan
hukum internasional yang mengatur hubungan dagang dalam kerangka GATT atau aturan-
aturan yang mengatur blokblok perdagangan regional, aturan-aturan yang mengatur
komoditas, dan lain sebagainya. Dari latar belakang definisi tersebut berdampak pada ruang
lingkup cakupan hukum dagang internasional. Schmitthoff menguraikan bidang-bidang
berikut sebagai cakupan bidang hukum dagang internasional, seperti:
1. jual-beli dagang internasional, yang meliputi pembentukan kontrak, mengatur
tentang perwakilan-perwakilan dagang, dan pengaturan penjualan eksklusif;
2. surat-surat berharga;
3. hukum mengenai kegiatan-kegiatan tentang tingkah laku mengenai perdagangan
internasional;
4. asuransi;
5. pengangkutan melalui darat dan kereta api, laut, udara, dan perairan pedalaman;
6. hak milik industri;
7. arbitrase komersial.
Definisi hukum perdagangan internasional menurut M. Rafiqul Islam, dalam upayanya
memberi batasan atau definisi hukum perdagangan internasional, Rafiqul Islam menekankan
keterkaitan erat antara perdagangan internasional dan hubungan keuangan (financial
relations). Hubungan finansial terkait erat dengan perdagangan internasional. Keterkaitan erat
ini tampak karena hubungan-hubungan keuangan ini mendampingi transaksi perdagangan
antara para pedagang (dengan pengecualian transaksi barter atau counter trade). Dengan
adanya keterkaitan erat antara perdagangan internasional dan keuangan (international trade
and finance law), Rafiqul Islam mendefinisikan hukum perdagangan dan keuangan sebagai
suatu kumpulan aturan, prinsip, norma, dan praktik yang menciptakan suatu pengaturan
(regulatory regime) untuk transaksitransaksi perdagangan transnasional dan sistem
pembayarannya, yang memiliki dampak terhadap perilaku komersial lembaga-lembaga
perdagangan. Kegiatan-kegiatan komersial tersebut dapat dibagi ke dalam kegiatan komersial
yang berada dalam ruang lingkup hukum perdata internasional atau conflict of law;
perdagangan antar pemerintah atau antarnegara yang diatur oleh hukum internasional publik.
Dalam hal ini Rafiqul Islam memberi batasan perdagangan internasional sebagai: “… a
wide ranging, transnational,commercial exchange of goods and services between individual
business persons, trading bodies, and states.” Dari batasan tersebut tampak bahwa ruang
lingkup hukum perdagangan internasional sangat luas. Karena ruang lingkup kajian bidang
hukum ini sifatnya adalah lintas batas atau transnasional, konsekuensinya adalah terkaitnya
lebih dari satu sistem hukum yang berbeda.
Definisi hukum perdagangan internasional menurut Michelle Sanson, seorang sarjana
dari Australia. Hukum perdagangan internasional menurut definisi Sanson adalah: “… can be

xi
defined as the regulation of the conduct of parties involved in the exchange of goods,
services, and technology between nations.”
Sanson tidak menyebut secara jelas bidang hukum dagang internasional ini jatuh ke
bidang hukum privat, publik, atau hukum internasional. Sanson hanya menyebut bidang
hukum ini adalah the regulation of the conduct of parties. Meskipun Sanson memberi definisi
yang mengambang, Sanson membagi hukum perdagangan internasional ini ke dalam dua
bagian utama, yaitu hukum perdagangan internasional publik (public international trade law)
dan hukum perdagangan internasional privat (private international trade law). Public
international trade law adalah hukum yang mengatur perilaku dagang antarnegara. Sementara
itu, private international trade law adalah hukum yang mengatur perilaku dagang secara
orang perorangan di negara-negara yang berbeda.
Definisi hukum perdagangan internasional menurut Hercules Booysen, seorang sarjana
dari Afrika Selatan tidak memberikan definisi secara tegas. Booysen menyadari bahwa ilmu
hukum sangatlah kompleks. Oleh karena itu, upaya untuk membuat definisi bidang hukum
termasuk hukum perdagangan internasional sangatlah sulit dan jarang tepat. Oleh karena itu,
upayanya untuk memberi definisi, Booysen hanya mengungkapkan unsur-unsur dari definisi
hukum perdagangan internasional. Menurut Booysen ada tiga unsur, yaitu:
1. Hukum perdagangan internasional dapat dipandang sebagai suatu cabang khusus
dari hukum internasional (international trade law may also be regarded as a
specialized branch of international law).
2. Hukum perdagangan internasional adalah aturan-aturan hukum internasional yang
berlaku terhadap perdagangan barang, jasa, dan perlindungan Hak Atas Kekayaan
Intelektual (HAKI) (international trade law can be described as those rules of
international law which are applicableto trade in goods, services, and the protection
of intellectual property).
3. Hukum perdagangan internasional terdiri dari aturan-aturan hukum nasional yang
memiliki atau berpengaruh langsung terhadap perdagangan internasional secara
umum.

2.5 Pendekatan Hukum Perdagangan Internasional


Luasnya bidang cakupan dalam hukum perdagangan internasional membuat cakupan
yang dikajinya sulit untuk tidak tumpang-tindih dengan bidang-bidang lainnya, misalnya
dengan hukum ekonomi internasional, hukum transaksi bisnis internasional, hukum
komersial internasional, dan lain-lain. Masalahnya adalah di mana letak atau garis batas di
antara hukum perdagangan dengan bidang-bidang hukum lain, khususnya hukum ekonomi
internasional. Sementara itu, pendekatan yang ditempuh untuk membedakan kedua bidang
hukum ini adalah dengan melihat subjek hukum yang tunduk kepada kedua bidang hukum
tersebut. Hukum ekonomi internasional lebih banyak mengatur subjek hukum yang bersifat
publik, sedangkan hukum perdagangan internasional lebih menekankan kepada hubungan-
hubungan hukum yang dilakukan oleh badan-badan hukum privat.
Dalam kenyataannya, pendapat tersebut tidak begitu valid. Hukum ekonomi
internasional dalam kenyataannya juga mengatur kegiatankegiatan atau transaksi-transaksi
badan hukum privat atau yang terkait dengan kepentingan privat, misalnya mengenai

xii
perlindungan dan nasionalisasi atau ekspropriasi perusahaan asing. Selain itu, meskipun
hukum ekonomi internasional mengatur subjek-subjek hukum publik atau negara, namun
aturan-aturan tersebut bagaimanapun juga akan berdampak pada individu atau subjek-subjek
hukum lainnya dalam wilayah suatu negara. Karakteristik lain dari hukum perdagangan
internasional adalah pendekatannya yang interdisipliner. Untuk dapat memahami bidang
hukum ini secara komprehensif, dibutuhkan sedikit banyak bantuan disiplin (ilmu) lain.
Dalam bidang hukum ini terkait dengan bidang pengangkutan (darat, udara, dan laut). Hal ini
membutuhkan bantuan dari pemahaman disiplin ilmu pelayaran.

2.6 Prinsip-Prinsip Dasar Hukum Perdagangan Internasional


Menurut Profesor Alexander Goldstajn ada tiga prinsip dalam hukum perdagangan
internasional, yaitu:
1. Prinsip Dasar Kebebasan Berkontrak
Prinsip kebebasan berkontrak sebenarnya merupakan prinsip universal dalam hukum
perdagangan internasional. Setiap sistem hukum dalam hukum dagang mengakui kebebasan
para pihak untuk membuat kontrak-kontrak dagang (internasional). Schmitthoff menanggapi
secara positif kebebasan berkontrak ini dengan menyatakan:
“The autonomy of the parties will in the law of contract is the foundation on which an
autonomous law of international trade can be built. The national sovereign has. No objection
that in that area an autonomous law of international trade is developed by the parties,
provided always that law respects in every national jurisdiction the limitations imposed by
public policy"
Kebebasan ini mencakup bidang hukum yang cukup luas, meliputi kebebasan untuk
melakukan jenis-jenis kontrak yang disepakati oleh para pihak. Dalam prinsip kebebasan
berkontrak ini termasuk pula kebebasan untuk memilih forum penyelesaian sengketa
dagangnya serta mencakup pula kebebasan untuk memilih hukum yang akan berlaku
terhadap kontrak yang dibuatnya. Sudah barang tentu kebebasan ini tidak boleh bertentangan
dengan undang-undang, kepentingan umum, kesusilaan, kesopanan, dan persyaratan lain
yang ditetapkan oleh masing-masing sistem hukum.
2. Prinsip Dasar Pacta Sunt Servanda
Prinsip pacta sunt servanda adalah prinsip yang mensyaratkan bahwa kesepakatan atau
kontrak yang telah ditandatangani harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya (dengan iktikad
baik). Prinsip ini berlaku secara universal.
3. Prinsip Dasar Penyelesaian Sengketa Melalui Arbitrase
Arbitrase dalam perdagangan internasional adalah merupakan forum penyelesaian
sengketa yang umum digunakan. Klausul arbitrase sudah semakin banyak dicantumkan
dalam kontrak-kontrak dagang. Goldstajn kelebihan dan alasan mengapa penggunaan
arbitrase dijadikan prinsip dasar dalam hukum perdagangan internasional, yaitu:
“Moreover to the extent that the settlement of defferences is referred to arbitration, a
uniform legal order is being created. Arbitration tribunals aften apply criteria other than those

xiii
applied in courts. Arbitrators appear more ready to interpret rules freely, taking into account
customs, usage and business practice. Futher, the fact that the enforcement of foreign arbitral
awards is generally more easy than the enforcement of foreign court decisions is conducive to
ap preference for arbitration.”
4. Prinsip Dasar Kebebasan Komunikasi (Navigasi)
Di samping tiga prinsip dasar tersebut, prinsip dasarnya yang relevan dengan prinsip
dasar yang dikenal dalam hukum ekonomi internasional, yaitu prinsip kebebasan untuk
berkomunikasi (dalam pengertian luas, termasuk di dalamnya kebebasan bernavigasi).
Komunikasi atau navigasi adalah kebebasan para pihak untuk berkomunikasi untuk
keperluan dagang dengan siapa pun juga dengan melalui berbagai sarana navigasi atau
komunikasi, baik darat, laut, udara, atau melalui media sarana elektronik. Kebebasan
komunikasi ini bersifat sangat esensial bagi terlaksananya perdagangan internasional.
Dalam komunikasi untuk maksud berdagang ini, kebebasan para pihak tidak boleh
dibatasi oleh sistem ekonomi, politik, atau sistem hukum.

2.7 Kelemahan-Kelemahan Hukum Perdagangan Internasional


Tujuan hukum perdagangan internasional sebenarnya tidak berbeda dengan tujuan GATT
(General Agreement on Tariffs and Trade, 1974), yang termuat dalam pembukaannya.
Adapun tujuan dari hukum perdagangan internasional adalah:
1. untuk mencapai perdagangan internasional yang stabil dan menghindari kebijakan-
kebijakan dan praktik-praktik perdagangan nasional yang merugikan negara lain;
2. untuk meningkatkan volume perdagangan dunia dengan menciptakan perdagangan
yang menarik dan menguntungkan bagi pembangunan ekonomi semua negara;
3. meningkatkan standar hidup umat manusia;
4. meningkatkan lapangan kerja;
5. mngembangkan sistem perdagangan multilateral; dan
6. meningkatkan pemanfaatan sumber-sumber kekayaan dunia dan meningkatkan
produk dan transaksi jual-beli barang.
Meskipun adanya tujuan dalam hukum perdagangan internasional tersebut di atas bagus,
namun hukum perdagangan internasional masih memiliki cukup banyak kelemahan.
Kelemahan tersebut dapat ditemui dalam bidang-bidang hukum lainnya, yakni terdapatnya
pengecualian-pengecualian atau klausul-klausul “penyelamat” yang bersifat memperlonggar
kewajiban-kewajiban hukum.
Kelemahan spesifik tersebut:
1. Hukum perdagangan internasional sebagian besar bersifat pragmatis dan permisif. Hal
ini mengakibatkan aturan-aturan hukum perdagangan internasional kurang objektif di
dalam “memaksakan” negara-negara untuk tunduk pada hukum. Dalam kenyataannya,
negara-negara yang memiliki kekuatan politis dan ekonomi memanfaatkan
perdagangan sebagai sarana kebijakan politisnya.

2. Aturan-aturan hukum perdagangan internasional bersifat mendamaikan dan persuasif


(tidak memaksa). Kelemahan ini sekaligus juga merupakan kekuatan bagi

xiv
perkembangan hukum perdagangan internasional yang menyebabkan atau
memungkinkan perkembangan hukum ini di tengah krisis.

2.8 Perkembangan Hukum Perdagangan Internasional


Hukum perdagangan internasional telah ada sejak lahirnya negara dalam arti modern.
Sejak saat itu, hukum perdagangan internasional telah mengalami perkembangan yang cukup
pesat sesuai dengan perkembangan hubungan-hubungan perdagangan. Dilihat dari
perkembangan sumber hukumnya (dalam arti materiel), perkembangan hukum perdagangan
internasional dapat dikelompokkan ke dalam tiga tahap, yaitu:
1. Hukum perdagangan internasional dalam masa awal pertumbuhan.
2. Hukum perdagangan internasional yang dicantumkan dalam hukum nasional.
3. Lahirnya aturan-aturan hukum perdagangan internasional dan munculnya
lembaga-lembaga internasional yang mengurusi perdagangan internasional.

2.9 Teori-Teori Hukum Perdagangan Internasional


Tidak ada satu negara pun yang mampu memenuhi kebutuhan penduduknya sendiri.
Banyak barang-barang yang kita gunakan seharihari berasal dari luar negeri, di antaranya:
komputer, mobil, sepeda motor, TV, kapas bahan pakaian kita, dan lainnya. Bagaimana jika
barangbarang dari luar negeri tersebut tidak ada? Kita terpaksa menggantikan barang tersebut
dengan barang-barang buatan dalam negeri. Namun, sayangnya kita tidak bisa membuat
barang tersebut semuanya, karena kita tidak menguasai teknologi dan mungkin tidak
memiliki bahan mentahnya. Berarti kita harus kerja sama dengan bangsa-bangsa lain untuk
saling tukar-menukar hasil produksi. Perdagangan internasional adalah tukar-menukar barang
antarnegara dengan perantaraan uang dengan kota lain. Perdagangan internasional adalah
kegiatan ekspor dan impor antarnegara. Ekspor, yakni menjual atau mengirim barang ke luar
negeri, sedangkan impor adalah membeli/mendatangkan barang dari luar negeri. Sebelum
membahas teori perdagangan internasional, terlebih dahulu perlu kamu ketahui manfaat
mempelajari teori perdagangan internasional. Manfaat mempelajari teori perdagangan
internasional, di antaranya sebagai berikut :
1. Membantu menjelaskan arah dan komposisi perdagangan antarnegara, serta
efeknya terhadap struktur perekonomian suatu negara.
2. Dapat menunjukkan adanya keuntungan yang timbul dari adanya perdagangan
internasional (gains from trade).
3. Dapat mengatasi permasalahan neraca pembayaran yang defisit.
Adapun teori-teori perdagangan internasional dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Pandangan Kaum Merkantilisme
Merkantilisme merupakan suatu kelompok yang mencerminkan cita-cita dan
ideologi kapitalisme komersial, serta pandangan tentang politik kemakmuran suatu negara
yang ditujukan untuk memperkuat posisi dan kemakmuran negara melebihi kemakmuran
perseorangan.

xv
Teori perdagangan internasional dari kaum merkantilisme berkembang pesat
sekitar abad ke-16 berdasar pemikiran mengembangkan ekonomi nasional dan
pembangunan ekonomi, dengan mengusahakan jumlah ekspor harus melebihi jumlah
impor. Dalam sektor perdagangan luar negeri, kebijakan merkantilis berpusat pada dua
ide pokok, yaitu:
a. Pemupukan logam mulia, tujuannya adalah pembentukan negara nasional yang
kuat dan pemupukan kemakmuran nasional untuk mempertahankan dan
mengembangkan kekuatan negara tersebut.
b. Setiap politik perdagangan ditujukan untuk menunjang kelebihan ekspor di atas
impor (neraca perdagangan yang aktif). Untuk memperoleh neraca perdagangan
yang aktif, maka ekspor harus didorong dan impor harus dibatasi. Hal ini
dikarenakan tujuan utama perdagangan luar negeri adalah memperoleh tambahan
logam mulia.
Dengan demikian, dalam perdagangan internasional atau perdagangan luar negeri, titik
berat politik merkantilisme ditujukan untuk memperbesar ekspor di atas impor, serta
kelebihan ekspor dapat dibayar dengan logam mulia. Kebijakan merkantilis lainnya adalah
kebijakan dalam usaha untuk monopoli perdagangan dan yang terkait lainnya, dalam
usahanya untuk memperoleh daerah-daerah jajahan guna memasarkan hasil industri. Pelopor
teori merkantilisme, antara lain Sir Josiah Child, Thomas Mun, Jean Bodin, Von Hornich,
dan Jean Baptiste Colbert.
2. Teori Keunggulan Mutlak (Absolute Advantage) oleh Adam Smith
Dalam teori keunggulan mutlak, Adam Smith mengemukakan ide-ide sebagai berikut:
a. Adanya division of labour (pembagian kerja internasional) dalam menghasilkan
sejenis barang dengan adanya pembagian kerja. Suatu negara dapat memproduksi
barang dengan biaya yang lebih murah dibanding negara lain, sehingga dalam
mengadakan perdagangan negara tersebut memperoleh keunggulan mutlak.
b. Spesialisasi internasional dan efisiensi produksi. Dengan spesialisasi, suatu
negara akan mengkhususkan pada produksi barang yang memiliki keuntungan.
Suatu negara akan mengimpor barang-barang yang bila diproduksi sendiri (dalam
negeri) tidak efisien atau kurang menguntungkan, sehingga keunggulan mutlak
diperoleh bila suatu negara mengadakan spesialisasi dalam memproduksi barang.
Keuntungan mutlak diartikan sebagai keuntungan yang dinyatakan dengan banyaknya
jam/hari kerja yang dibutuhkan untuk membuat barang-barang produksi. Suatu negara akan
mengekspor barang tertentu karena dapat menghasilkan barang tersebut dengan biaya yang
secara mutlak lebih murah daripada negara lain. Dengan kata lain, negara tersebut memiliki
keuntungan mutlak dalam produksi barang. Jadi, keuntungan mutlak terjadi bila suatu negara
lebih unggul terhadap satu macam produk yang dihasilkan, dengan biaya produksi yang lebih
murah jika dibandingkan dengan biaya produksi di negara lain. Berdasarkan ulasan di atas
dapat diketahui, bahwa Indonesia lebih unggul untuk memproduksi rempah-rempah dan
Jepang lebih unggul untuk produksi elektronik, sehingga negara Indonesia sebaiknya
berspesialisasi untuk produk rempah-rempah dan negara Jepang berspesialisasi untuk produk
elektronik. Dengan demikian, seandainya kedua negara tersebut mengadakan perdagangan

xvi
atau ekspor dan impor, maka keduanya akan memperoleh keuntungan. Besarnya keuntungan
dapat dihitung sebagai berikut:
a. Untuk negara Indonesia, Dasar Tukar Dalam Negeri (DTD) 1 kg rempah-rempah
akan mendapatkan 1 unit elektronik, sedangkan Jepang 1 kg rempah-rempah akan
mendapatkan 4 unit elektronik. Dengan demikian, jika Indonesia menukarkan
rempah-rempahnya dengan elektronik Jepang akan memperoleh keuntungan
sebesar 3 unit elektronik, yang diperoleh dari (4 elektronik – 1 elektronik).
b. Untuk negara Jepang, Dasar Tukar Dalam Negerinya (DTD) 1 unit elektronik
akan mendapatkan 0,25 rempah-rempah, sedangkan di Indonesia 1 unit elektronik
akan mendapatkan 1 kg rempahrempah. Dengan demikian, jika negara Jepang
mengadakan perdagangan atau menukarkan elektroniknya dengan Indonesia akan
memperoleh keuntungan sebesar 0,75 kg rempah-rempah, yang diperoleh dari (1
kg rempah-rempah – 0,25 rempah-rempah).

3. Teori Keunggulan Komparatif (Comparative Advantage) oleh David Ricardo


David Ricardo menyampaikan bahwa teori keunggulan mutlak yang dikemukakan oleh
Adam Smith memiliki kelemahan, di antaranya sebagai berikut:
a. Bagaimana bila suatu negara lebih produktif dalam memproduksi dua jenis
barang dibanding dengan negara lain? Sebagai gambaran awal, di satu pihak
suatu negara memiliki faktor produksi tenaga kerja dan alam yang lebih
menguntungkan dibanding dengan negara lain, sehingga negara tersebut lebih
unggul dan lebih produktif dalam menghasilkan barang daripada negara lain.
Sebaliknya, di lain pihak negara lain tertinggal dalam memproduksi barang. Dari
uraian di atas dapat disimpulkan, bahwa jika kondisi suatu negara lebih produktif
atas dua jenis barang, maka negara tersebut tidak dapat mengadakan hubungan
pertukaran atau perdagangan.
b. Apakah negara tersebut juga dapat mengadakan perdagangan internasional. Pada
konsep keunggulan komparatif (perbedaan biaya yang dapat dibandingkan) yang
digunakan sebagai dasar dalam perdagangan internasional adalah banyaknya
tenaga kerja yang digunakan untuk memproduksi suatu barang. Jadi, motif
melakukan perdagangan bukan sekadar mutlak lebih produktif (lebih
menguntungkan) dalam menghasilkan sejenis barang, tetapi menurut David
Ricardo sekalipun suatu negara itu tertinggal dalam segala rupa, ia tetap dapat
ikut serta dalam perdagangan internasional, asalkan negara tersebut menghasilkan
barang dengan biaya yang lebih murah (tenaga kerja) dibanding dengan lainnya.
Jadi, keuntungan komparatif terjadi bila suatu negara lebih unggul terhadap kedua
macam produk yang dihasilkan, dengan biaya tenaga kerja yang lebih murah jika
dibandingkan dengan biaya tenaga kerja di negara lain.
Negara Jepang unggul terhadap kedua jenis produk, baik elektronik maupun rempah-
rempah, akan tetapi keunggulan tertingginya pada produksi elektronik. Sebaliknya, negara
Indonesia lemah terhadap kedua jenis produk, baik rempah-rempah maupun elektronik, akan
tetapi kelemahan terkecilnya pada produksi rempah-rempah. Jadi, sebaiknya negara Jepang
berspesialisasi pada produk elektronik dan negara Indonesia berspesialisasi pada produk
rempah-rempah. Seandainya kedua negara tersebut mengadakan perdagangan, maka

xvii
keduanya akan mendapatkan keuntungan. Besarnya keuntungan dapat dihitung sebagai
berikut:
a. Di Jepang 1 unit elektronik = 0,625 kg rempah-rempah, sedangkan di Indonesia 1
unit elektronik = 1 kg rempah-rempah. Jika negara Jepang menukarkan elektronik
dengan rempah-rempah di Indonesia, maka akan mendapatkan keuntungan
sebesar 0,375, yang diperoleh dari (1 rempah-rempah – 0,625 rempah-rempah).
b. Di Indonesia 1 kg rempah-rempah = 1 unit elektronik, sedangkan di Jepang 1 kg
rempah-rempah = 1,6 unit elektronik. Jika negara Indonesia menukarkan rempah-
rempahnya dengan elektronik, maka akan mendapatkan keuntungan sebesar 0,6,
yang diperoleh dari (1,6 elektronik – 1 elektronik).

4. Teori Permintaan Timbal Balik (Reciprocal Demand) olehJohn Stuart Mill


Teori yang dikemukakan oleh J.S. Mill sebenarnya melanjutkan Teori Keunggulan
Komparatif dari David Ricardo, yaitu mencari titik keseimbangan pertukaran antara dua
barang oleh dua negara dengan perbandingan pertukarannya atau dengan menentukan Dasar
Tukar Dalam Negeri (DTD). Maksud teori timbal balik adalah menyeimbangkan antara
permintaan dengan penawarannya karena, baik permintaan dan penawaran menentukan
besarnya barang yang diekspor dan barang yang diimpor. Jadi, menurut J.S. Mill selama
terdapat perbedaan dalam rasio produksi konsumsi antara kedua negara, maka manfaat dari
perdagangan selalu dapat dilaksanakan di kedua negara tersebut. Dan suatu negara akan
memperoleh manfaat apabila jumlah jam kerja yang dibutuhkan untuk membuat seluruh
barang-barang ekspornya lebih kecil daripada jumlah jam kerja yang dibutuhkan seandainya
seluruh barang impor diproduksi sendiri.

2.10 Sebab-Sebab Timbulnya Perdagangan Internasional


Perdagangan internasional disebabkan adanya perbedaan masingmasing negara, antara
lain:
1. Perbedaan jumlah penduduk dalam perbandingan luas tanah.
2. Perbedaan kekayaan alam yang dimiliki.
3. Perbedaan tingkat kecerdasan dan peradaban bangsanya.
4. Perbedaan iklim dan keadaan alam.
5. Perbedaan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dikuasai.
6. Perbedaan politik, sosial, dan budaya.

2.11 Dampak Perdagangan Internasional terhadap Perekonomian Indonesia


Dalam era modern ini orang sering mengatakan bahwa dunia itu menjadi tanpa batas.
Sesuatu yang terjadi di negara lain dapat kita ketahui dan dapat dengan cepat memengaruhi
masyarakat di negara kita, maka sering disebut era globalisasi.
1. Dampak Positif Ekspor
a. Memperluas lapangan kerja.
b. Meningkatkan cadangan devisa.
c. Memperluas pasar karena dapat memasarkan hasil produksi ke seluruh dunia.
2. Dampak Negatif Ekspor

xviii
a. Menimbulkan kelangkaan barang di dalam negara.
b. Menyebabkan eksploitasi besar-besaran sumber daya alam.
Misalnya: ekspor barang tambang telah menyebabkan semakin
tipisnya cadangan bahan tambang dan menimbulkan kerusakan alam/lingkungan.
3. Dampak Positif Impor
a. Meningkatkan kesejahteraan konsumen karena masyarakat Indonesia dapat
menggunakan barang-barang yang tidak terdapat di dalam negeri.
b. Meningkatkan industri dalam negeri, terutama yang bahan bakunya berasal dari
luar negeri.
c. Dengan adanya impor memungkinkan terjadinya alih teknologi secara bertahap
negara kita mencoba mengembangkan teknologi modern untuk mengurangi
ketertinggalan kita dengan bangsa yang sudah maju.
4. Dampak Negatif Impor
a. Menciptakan pesaing bagi industri dalam negeri.
b. Menciptakan pengangguran, artinya kita telah kehilangan kesempatan untuk
membuka lapangan kerja.
c. Konsumerisme, artinya konsumen berlebihan, terutama untuk barang-barang
mewah.
Contoh: pakaian mewah, mobil mewah, dan alat-alat rumah tangga mewah.

2.12 Hambatan Perdagangaan Internasional


Berikut hambatan perdagangan internasional, di antaranya:
1. Perbedaan mata uang.
2. Kebijakan impor suatu negara-negara proteksi.
3. Kuota impor.
4. Perang dan resesi.
5. Adanya tarif yang dibebankan pada/atas melintas daerah pabean.
6. Produsen ekspor masih berbelit-belit sehingga memerlukan waktu lama.

2.13 Kebijakan Perdagangan Internasional


Berbagai macam kebijakan yang mungkin dapat dilaksanakan suatu negara untuk
mendapatkan manfaat dari kegiatan perdagangan internasional, antara lain proteksi,
perdagangan bebas, dan politik dumping.
1. Proteksi
Proteksi adalah kebijakan perdagangan internasional yang bertujuan untuk
melindungi produksi dalam negeri. Bentuk-bentuk proteksi yang dapat dijalankan
suatu negara, antara lain:
a. Larangan Impor
Melarang impor produk tertentu yang juga diproduksi di dalam negeri, terutama
untuk barang-barang yang memiliki daya asing lemah.
b. Tarif Impor
Mengenakan tarif impor yang tinggi terhadap barang-barang tertentu untuk
mengurangi masuknya barang-barang tersebut.
c. Kuota
Membatasi masuknya jumlah barang tertentu ke dalam negeri.

xix
d. Subsidi
Memberi subsidi kepada produsen untuk meningkatkan produksinya agar dapat
memenuhi kebutuhan pasar dalam negeri.
e. Premi
Memberikan premi kepada produsen yang mampu mencapai jumlah produksi
tertentu dengan kualitas yang baik sehingga memiliki daya saing.

2. Perdagangan Bebas
Kebijakan perdagangan bebas adalah kebijakan dalam perdagangan internasional
untuk menghilangkan hambatan-hambatan dalam perdagangan internasional. Penentuan
dan penetapan harga diserahkan bebas, itu hanya berlaku bagi negara anggota yang
tergabung dalam kelompok perdagangan bebas tersebut.
3. Politik Dumping
Politik dumping adalah kebijakan perdagangan internasional yang menjual hasil
produksi lebih murah di luar negeri dibandingkan di dalam negeri. Tujuan politik
dumping adalah untuk meningkatkan daya saing untuk memperluas pasar.

2.14 Hukum Dagang Internasional Lahir dari Transaksi Internasional dan Incoterm
Suatu perjanjian perdagangan internasional mengikat berdasarkan kesepakatan para
pihak yang membuatnya. Oleh karena itu, sebagaimana halnya perjanjian internasional pada
umumnya, perjanjian perdagangan internasional pun hanya akan mengikat suatu negara
apabila negara tersebut sepakat untuk menandatangani dan meratifikasinya. Agar suatu
perjanjian dapat berjalan, maka hak dan kewajiban antara pembeli dan penjual harus jelas,
karena ketidakjelasan akan hak dan kewajiban antara pembeli dan penjual akan menyebabkan
pembeli sulit untuk menghitung biaya pembelian, dan penjual sulit menetapkan harga atas
barang yang dijual. Namun demikian, walaupun isi kontrak atau perjanjian sudah jelas
terkadang muncul permasalahan yang diakibatkan oleh perbedaan pengertian dari isi kontrak
atau perjanjian tersebut. Untuk mengantisipasi hal tersebut International Chamber of
Commerce (ICC)Kamar/Organisasi Dagang Non-Pemerintahan Internasional merumuskan
International Commercial Term atau Incoterm, dan diterbitkan pertama kali pada tahun 1936.
Incoterms atau terms of trade merupakan kelengkapan dari “sales contract” yang
mengatur tentang hak dan kewajiban antara penjual dan pembeli yang menyangkut:
1. Penyerahan barang dari penjual kepada pembeli.
2. Pembagian risiko antara penjual dan pembeli.
3. Tanggung jawab dalam perolehan izin ekspor-impor.
Hal di atas sangat diperlukan karena dengan adanya perkembangan zaman, ekonomi
global telah memberikan akses pasar yang lebih luas bagi dunia usaha, sehingga dalam setiap
perdagangan internasional tak jarang ditemukan perbedaan pengertian antara penjual dan
pembeli, untuk menghindari ini maka International Chamber of Commerce (ICC)
menciptakan Incoterms (International Commercial Terminologies).
Incoterms bertujuan untuk menyediakan seperangkat peraturan internasional untuk
memberikan penafsiran yang seragam atas istilah yang lazim dipakai dalam perdagangan
internasional. Ruang lingkup Incoterms hanya terbatas pada hal-hal yang berkaitan dengan
hak dan kewajiban penjual dan pembeli terhadap barang-barang yang bersifat “nyata”
(tangible) atau materi yang terkait dengan kontrak jual-beli, yang berkenan dengan

xx
penyerahan barang yang dapat diraba. Pada dasarnya Incoterms mengatur perdagangan yang
melewati batas negara, tetapi dapat juga dipakai untuk perdagangan dalam negeri.
Incoterms memiliki fungsi untuk dapat menjelaskan hak dan kewajiban pembeli dan
penjual yang berhubungan dengan pengiriman barang, meliputi proses pengiriman barang,
penanggung jawab proses ekspor-impor, penanggung biaya yang timbul serta penanggung
risiko bila terjadi perubahan kondisi barang yang terjadi akibat proses pengiriman. Salah satu
pedoman yang ditetapkan Incoterms 1990 adalah ketentuan “ex-work”, yang artinya
“penjual” menunaikan kewajibannya menyerahkan barang pada saat penjual telah
menyiapkan barang-barangnya ke atas alat pengangkut yang disediakan pembeli. Bila
disepakati, penjual dapat melakukan clearance barang-barang untuk dinyatakan layak ekspor.
Dalam hubungan ini pembeli menanggung semua biaya dan risiko terkait dalam mengambil
barang-barang dari tempat si penjual ke tempat tujuan. Dalam setiap transaksi perdagangan
yang dilakukan berdasarkan perjanjian yang telah dibuat dan disepakati oleh penjual dan
pembeli tentunya telah melahirkan hubungan hukum antara dua pihak yang mana masing-
masing memiliki hak dan kewajiban yang merupakan tanggung jawab yang harus dipenuhi,
karena jika tidak dipenuhi tentu akan menimbulkan akibat hukum yang tegas. Dengan
demikian, untuk memperjelas pengertian mengenai kewajiban antara penjual dan pembeli,
berdasarkan fungsinya Incoterms menjelaskan hak dan kewajiban pembeli dan penjual yang
berhubungan dengan pengiriman barang, yaitu:
1. Kewajiban Penjual
a. Menyediakan barang sesuai kontrak.
b. Membantu pembeli atas permintaan, dalam mendapatkan lisensi ekspor dan
prosedur lainnya yang harus ditempuh.
c. Menempatkan barang yang telah dibeli pada tempat penyerahan sesuai waktu
yang telah ditentukan, pada tempat dan waktu yang lazim untuk penyerahan.
d. Pengalihan risiko. Penjual menanggung risiko dari kehilangan atau kerusakan
barang-barang sampai pada waktu barang diserahkan kepada pembeli sesuai
ketentuan.
e. Membayar biaya sampai tempat yang diperuntukkan pembeli.
f. Memberitahu pembeli waktu yang cukup mengenai barang yang diperuntukkan
pembeli.
g. Membayar biaya periksa kualitas, berat, ukuran satuan barang bagi pembeli, juga
termasuk kemasan.
2. Kewajiban Pembeli
a. Membayar harga barang sesuai kontrak.
b. Mengusahakan lisensi ekspor dan impor serta prosedur lainnya.
c. Mengambil barang sesegera mungkin setelah barang sampai.
d. Memikul risiko kehilangan atau kerusakan.
e. Membayar seluruh biaya barang sejak waktu barang tersebut sampai sesuai
ketentuan.
f. Menyediakan bagi penjual bukti-bukti telah mengambil oper penyerahan barang.
g. Membayar biaya pemeriksaan prapengapalan, kecuali disetujui lain.
h. Membayar seluruh tagihan untuk memperoleh dokumen atau pesan elektronik
sejenis dan mengganti biaya bantuan yang dilakukan penjual.

xxi
Untuk pemakaian di dalam suatu kontrak perdagangan internasional, para pihak harus
menjadikan teks original Incoterms 2000 yang telah dipublikasi ICC secara resmi sebagai
satu-satunya referensi agar tujuan terciptanya mono interpretasi dapat tercapai.
1. EXW (Sebutkan Nama Tempat) “Ex Works”
Artinya penjual hanya menyediakan barang untuk diambil oleh si pembeli di tempat si
penjual itu sendiri atau tempat lain, seperti gudang, showroom, dan lain-lain. Penjual
tidak bertanggung jawab atas pemindahan (pemuatan) barang ke alat transportasi apa
pun yang mengambil barang tersebut dari tempatnya, termasuk juga segala prosedur
ekspor. Pendek kata, segala biaya dan risiko terhadap kerusakan dan kehilangan
barang beralih dari penjual ke pembeli pada saat itu juga.
2. FCA (Sebutkan Nama Tempat) “Free Carrier”
Maksudnya adalah penjual bertanggung jawab untuk mengirimkan barang ke
pengangkut yang ditunjuk oleh pembeli ke tempat yang telah disetujui. Yang
dimaksud sebagai “pengangkut” adalah setiap orang atau badan hukum yang
berdasarkan suatu perjanjian pengangkutan berkewajiban untuk melakukan atau
menyediakan jasa pengangkutan melalui jalur kereta api, jalan raya, udara, laut,
perairan pedalaman, atau kombinasi dari cara-cara pengangkutan tersebut.
Terminologi ini berlaku untuk segala macam mode transportasi.
3. FAS (Sebutkan Nama Pelabuhan Muat) “Free Alongside Ship”
Maksudnya adalah bahwa barang diserahkan penjual di samping kapal di pelabuhan
muat yang disebut. Sehingga tanggung jawab atas barang beralih dari penjual ke
pembeli sejak saat itu. Terminologi ini mewajibkan penjual untuk melakukan segala
prosedur ekspor. Terminologi ini dalam Incoterms 2000 merupakan kebalikan dari
versi terdahulunya dalam Incoterms 1990 yang mewajibkan pembeli untuk
menuntaskan segala prosedur ekspor. Namun, apabila memang diinginkan agar
pembeli yang berkewajiban dalam pengurusan prosedur ekspor, maka hal ini harus
disebutkan secara tegas di dalam kontrak. Terminologi ini hanya bisa dipakai pada
alat transportasi laut dan perairan pedalaman.
4. FOB (Sebutkan Nama Pelabuhan Muat) “Free on Board”
Artinya peralihan segala risiko atas barang dari penjual kepada pembeli terjadi ketika
barang telah melewati rail kapal (pagar pengaman kapal) di pelabuhan yang telah
disebutkan. FOB berlaku khusus hanya bagi alat transportasi laut dan perairan
pedalaman.
5. CFR (Sebutkan Nama Pelabuhan Tujuan) “Cost and Freight”
Maksudnya segala risiko atas kerusakan atau kehilangan barang serta segala macam
biaya yang timbul setelah barang melewati rail kapal beralih dari penjual kepada
pembeli. Namun, berdasarkan terminologi ini maka penjual berkewajiban untuk
menanggung segala biaya pengangkutan yang dibutuhkan agar barang sampai pada
pelabuhan tujuan yang disebutkan. Terminologi ini juga mewajibkan penjual untuk
melakukan pengurusan ekspor yang dibutuhkan oleh barang tersebut. CFR hanya
berlaku untuk transportasi laut dan perairan pedalaman.
6. CIF (Sebutkan Nama Pelabuhan Tujuan) “Cost, Insurance, and Freight”
Artinya bahwa segala risiko atas kerusakan atau kehilangan barang serta segala
macam biaya yang timbul setelah barang melewati rail kapal beralih dari penjual
kepada pembeli. Namun, berdasarkan terminologi ini maka penjual berkewajiban
untuk menanggung segala biaya pengangkutan yang dibutuhkan agar barang sampai

xxii
pada pelabuhan tujuan yang disebutkan, termasuk menyediakan asuransi
pengangkutan laut untuk menanggung risiko pembeli atas kehilangan atau kerusakan
barang selama masa pengangkutan laut tersebut. Perlu dicatat bahwa penjual hanya
berkewajiban membayarkan premi asuransi dengan perlindungan minimal saja. Jika
pembeli menginginkan perlindungan asuransi yang lebih besar, maka pembeli harus
mendapatkan persetujuan terlebih dahulu dengan penjual karena memang penjual
yang harus membayarkannya. Namun, jika penjual tidak setuju, maka pembeli harus
membayar asuransi tambahan sendiri untuk memberikan perlindungan yang lebih
besar. CIF mempersyaratkan penjual untuk mengurus prosedur ekspor. Terminologi
ini hanya berlaku untuk alat transportasi laut dan perairan pedalaman.
7. CPT (Sebutkan Nama Tempat Tujuan) “Carriage Paid to …”
Maksudnya adalah bahwa peralihan risiko atas kerusakan atau kehilangan barang
beralih dari penjual kepada pembeli pada saat barang diserahkan kepada pengangkut
yang ditunjuk oleh penjual, namun penjual masih tetap harus menanggung biaya
pengangkutan yang diperlukan sampai dengan barang tiba di tempat tujuan yang telah
disebutkan. Apabila terdapat peralihan atau perpindahan alat transportasi, maka
peralihan risiko terjadi pada saat barang diserahkan kepada pengangkutan yang
pertama. Terminologi ini berlaku bagi segala jenis alat transportasi.
8. CIP (Sebutkan Nama Tempat Tujuan) “Carriage and Insurance Paid to …”
Maksudnya adalah bahwa peralihan risiko atas kerusakan atau kehilangan barang
beralih dari penjual kepada pembeli pada saat barang diserahkan kepada pengangkut
yang ditunjuk oleh penjual, namun penjual masih tetap harus menanggung biaya
pengangkutan yang diperlukan sampai dengan barang tiba di tempat tujuan yang telah
disebutkan. Dalam CIP penjual harus menyediakan asuransi pengangkutan yang
menanggung risiko pembeli atas kehilangan atau kerusakan barang selama masa
pengangkutan tersebut. Perlu dicatat bahwa penjual hanya berkewajiban
membayarkan premi asuransi dengan perlindungan minimal saja. Jika pembeli
menginginkan perlindungan asuransi yang lebih besar, maka pembeli harus
mendapatkan persetujuan terlebih dahulu dengan penjual karena memang penjual
yang harus membayarnya. Namun, jika penjual tidak setuju, maka pembeli harus
membayar asuransi tambahan sendiri untuk memberikan perlindungan yang lebih
besar. Apabila terdapat peralihan atau perpindahan alat transportasi, maka peralihan
risiko terjadi pada saat barang diserahkan kepada pengangkutan yang pertama.
Terminologi ini berlaku bagi segala jenis alat transportasi.
9. DAF (Sebutkan Nama Tempat) “Delivered at Frontier”
Maksudnya adalah bahwa penjual dianggap telah melakukan kewajiban pengiriman
barang ketika barang telah ditempatkan pada kondisi untuk siap dibawa oleh pembeli,
masih berada di dalam alat transportasi yang terakhir membawanya, belum
diturunkan, telah diurus prosedur ekspornya, tetapi belum diurus prosedur impornya,
pada suatu titik dan tempat di perbatasan yang telah disebutkan, tetapi sebelum
mencapai perbatasan kepabeanan negara tetangga. Kata “frontier” atau “perbatasan”
bisa dipakai untuk semua perbatasan, termasuk perbatasan negara ekspor. Oleh karena
itulah, titik dan nama perbatasan yang dimaksud harus selalu disebutkan dengan jelas.
Jika para pihak setuju agar penjual bertanggung jawab untuk menurunkan barang dari
alat transportasi terakhir yang membawanya sampai ke perbatasan yang dimaksud,
termasuk menanggung segala risiko yang terjadi pada saat penurunan barang tersebut,

xxiii
maka hal ini harus dituliskan secara eksplisit dalam perjanjian jual-beli yang
dimaksud. Terminologi ini berlaku bagi segala jenis alat transportasi yang membawa
barang tersebut melewati perbatasan darat. Namun, apabila saat pengiriman terjadi di
pelabuhan tujuan, dalam lambung atau geladak suatu kapal, atau di dermaga, maka
DES atau DEQ-lah yang seharusnya dipakai.
10. DES (Sebutkan Nama Pelabuhan Tujuan) “Delivered Ex Ship”
Maksudnya adalah bahwa penjual dianggap telah melakukan kewajiban pengiriman
barang ketika barang telah ditempatkan pada kondisi untuk siap dibawa oleh pembeli
di atas geladak kapal, belum diurus prosedur impornya di pelabuhan tujuan. Penjual
berkewajiban untuk menanggung segala biaya dan risiko untuk membawa barang
sampai di pelabuhan tujuan sebelum barang diturunkan atau dibongkar. Jika para
pihak menghendaki agar penjual menanggung segala risiko dan biaya sampai dengan
barang diturunkan atau dibongkar, maka terminologi yang harus dipakai adalah DEQ.
Terminologi ini dipakai untuk alat transportasi laut atau perairan pedalaman atau
transportasi multimoda dalam suatu kendaraan air di pelabuhan tujuan.
11. DEQ (Sebutkan Nama Pelabuhan Tujuan) “Delivered Ex Quay”
Maksudnya adalah bahwa penjual dianggap telah melakukan kewajiban pengiriman
barang ketika barang telah ditempatkan pada kondisi untuk siap dibawa oleh pembeli
di dermaga pelabuhan tujuan, namun belum diurus prosedur impornya. Penjual
menanggung segala risiko dan biaya untuk mengantar barang sampai di pelabuhan
tujuan dan menurunkannya di dermaga. Jika para pihak menghendaki agar penjual
ikut ambil bagian dalam pembayaran bea impor atau pengurusannya, baik sebagian
maupun seluruhnya, maka hal ini harus disebutkan dengan jelas dalam kontrak.
Terminologi ini dipakai untuk alat transportasi laut atau perairan pedalaman atau
transportasi multimoda dalam suatu kendaraan air yang menurunkan barang sampai di
dermaga.
12. DDU (Sebutkan Nama Tempat Tujuan) “Delivered Duty Unpaid”
Maksudnya adalah bahwa penjual mengirimkan barang kepada pembeli sampai ke
tempat tujuan yang telah disebutkan, belum dibereskan prosedur impornya, dan belum
diturunkan atau dibongkar dari alat transportasi yang terakhir membawanya. Penjual
harus menanggung segala risiko dan biaya untuk mengantarkan barang sampai ke
tempat tujuan yang telah disebutkan, namun tidak termasuk menanggung bea masuk,
dan pajak-pajak lain untuk impor. Segala formalitas impor tersebut menjadi tanggung
jawab pembeli, termasuk ia juga harus menanggung segala risiko yang timbul akibat
kegagalannya dalam mengurus prosedur impor tepat waktu. Namun, apabila para
pihak berkehendak agar penjual juga ikut bertanggung jawab dalam pengurusan
prosedur impor, maka hal ini harus disebutkan secara eksplisit dalam kontrak.
Terminologi ini berlaku pada semua alat transportasi. Namun, apabila pengiriman
terjadi di pelabuhan tujuan di lambung atau geladak kapal, atau di dermaga, maka
terminologi yang seharusnya dipakai adalah DES atau DEQ.
13. DDP (Sebutkan Nama Tempat Tujuan) “Delivered Duty Paid”
Maksudnya adalah bahwa penjual mengirimkan barang kepada pembeli sampai ke
tempat tujuan yang telah disebutkan, telah diurus prosedur impornya, dan belum
dibongkar dari kendaraan yang membawanya. Pendek kata, terminologi ini
membebankan segala risiko dan biaya kepada penjual untuk mengantarkan barang
sampai ke tempat tujuan yang dimaksud. Jika EXW membebankan kewajiban yang

xxiv
terberat kepada pembeli, maka DDP membebankan kewajiban yang terberat kepada
penjual. DDP tidak bisa digunakan jika penjual tidak bisa melakukan pengurusan
prosedur impor. Jika para pihak menghendaki agar pembeli yang melakukan
pengurusan prosedur impor dan menanggung segala risikonya, maka terminologi
DDU-lah yang harus dipakai. Jika para pihak ingin agar kewajiban untuk
menanggung sebagian bea masuk atau pajak-pajak impor lainnya, seperti pajak
pertambahan nilai beralih dari penjual kepada pembeli, maka hal ini harus disebutkan
dengan jelas di dalam kontrak. Apabila saat pengiriman terjadi di pelabuhan tujuan di
lambung atau geladak kapal, atau di dermaga, maka terminologi yang seharusnya
dipakai adalah DES atau DEQ.
Incoterms sudah diakui hampir di semua negara-negara yang ada di dunia sebagai
rujukan utama bagi penafsiran berbagai istilah yang biasa digunakan dalam transaksi
perdagangan di dunia internasional. Hal tersebut akan mengurangi risiko perbedaan
pengertian bagi para pelaku perdagangan internasional, karena sudah adanya
kesepakatan yang diketahui bersama. Maka dari itu para pelaku perdagangan
internasional di Indonesia harus mulai memperhatikan pentingnya pemahaman akan
Incoterms, karena pemahaman yang baik dan menyeluruh akan Incoterms, dapat
mengurangi risiko dan biaya-biaya tak terduga bagi para pelaku yang melakukan
perdagangan internasional, dan juga potensi terjadinya permasalahan dalam
perdagangan internasional akan berkurang. Dengan demikian, daya saing eksportir
dan importir Indonesia dalam kegiatan perdagangan internasional akan meningkat.
Dalam hal ini kelompok berpendapat bahwa hal-hal yang diatur dalam Incoterms akan
sangat berpengaruh untuk menentukan keberhasilan perusahaan dalam kegiatan
perdagangan internasional. Oleh karena itu, para pelaku perdagangan internasional
perlu meningkatkan kesadaran tentang keberadaan Incoterms, karena dengan
memahami Incotermssecara menyeluruh sesuai dengan pembahasan yang sudah
dibahas sebelumnya, manfaat yang akan didapatkan dengan adanya Incoterms adalah:
a. Mengurangi perbedaan pemahaman perdagangan ketika sale contracttidak
mencakupnya.
b. Mengatur perdagangan domestik maupun internasional.
c. Mengurangi risiko komplikasi ketentuan di masing-masing negara.

Praktik perdagangan internasional yang secara standar dan praktis menjadi pedoman
dalam suatu form sederhana memotong batasanbatasan hukum kontrak yang tradisional dan
rumit. Aspek dan elemen penting dalam kontrak standar, khususnya sale contract dan yang
berkaitan akan diuraikan di bawah ini:
a. Hukum dagang untuk transaksi perdagangan internasional berdasarkan International
Chamber of Commerce (Incoterms) 2000:
1) Lembaga yang mengurusi perdagangan internasional atau “export merchant”
Yaitu perusahaan yang menangani pengapalan barang-barang ke tempat tujuan
dalam kontrak perjanjian. Perusahaan export merchant meliputi export houses,
confirming houses, dan merchant shipper (pembelian, konfirmasi, dan pengapalan).
2) Beberapa lembaga yang mengurusi dan/atau terkait dalam transaksi
perdagangan internasional, seperti di antaranya:
a) Bank-bank
b) Lembaga keuangan nonbank

xxv
c) Perusahaan asuransi
d) Perusahaan-perusahaan angkutan
e) Perusahaan ekspedisi (veem)
b. Kewajiban penjual dalam transaksi jual-beli (Incoterm 2000):
1) Menyediakan barang sesuai kontak.
2) Membantu pembeli atas permintaan, dalam mendapatkan lisensi ekspor dan
prosedur lainnya yang harus ditempuh.
3) Menempatkan barang yang telah dibeli pada tempat penyerahan sesuai waktu
yang telah ditentukan, pada tempat dan waktu yang lazim untuk penyerahan.
4) Membayar biaya sampai tempat yang diperuntukkan pembeli.
5) Pengalihan risiko.
6) Memberitahu pembeli waktu yang cukup mengenai barang yang diperuntukkan
pembeli.
7) Membayar periksa kualitas, berat, ukuran satuan barang bagi pembeli, juga
termasuk kemasan.
c. Kewajiban pembeli dalam transaksi jual-beli:
1) Membayar harga sesuai kontrak.
2) Mengusahakan lisensi ekspor dan impor serta prosedur lainnya.
3) Mengambil barang sesegera mungkin setelah barang sampai.
4) Memikul risiko kehilangan atau kerusakan.
5) Membayar seluruh biaya barang sejak waktu barang sampai sesuai ketentuan.
6) Membayar biaya pemeriksaan prapengapalan, kecuali disetujui lain.
7) Membayar seluruh tagihan untuk memperoleh dokumen atas pesan elektronik
sejenis dan mengganti biaya bantuan yang dilakukan penjual.
2.15 Pergeseran Karakteristik Hukum Dagang
1. Sumber Hukum Dagang Indonesia
Sumber hukum dagang Indonesia yang utama adalah KUHD dan KUHPdt (Buku
1ke-III). Hukum dagang merupakan lex-specialis dan hukum perdata mengenai perikatan
merupakan lex-generalis, yang berarti sepanjang hukum dagang (KUHD) tidak mengatur
akan berlakunya hukum perikatan (KUHPdt Buku III). Dalam praktik perdagangan yang
semakin meluas dan transnasional, hukum dagang Indonesia yang berlandaskan pada
KUHD dan KUHPdt (Buku III) telah ketinggalan zaman dan membutuhkan “penyelarasan”
terhadap realitas kebutuhan dunia perdagangan, antara lain dengan memanfaatkan hukum
dagang internasional yang terdapat dalam perjanjian bilateral dan multilateral. Seperti
international trade law atau world trade law, yang mencakup instrumen internasional
mengenai perdagangan.
2. Kesulitan dalam Pembaruan Hukum Dagang Indonesia
KUHD dan KUHPdt (Buku III) memiliki karakteristik, sebagai hukum privat yang
menekankan perjanjian antara pihak-pihak yang apabila telah disepakati akan mengikat
masing-masing pihak sebagai hukum. Sementara perjanjian mengikat atau perjanjian
obligator menganut asas kebebasan berkontrak, sehingga hukum dagang Indonesia yang
bermuatan asas-asas sederhana dapat digambarkan sebagai berikut:
a. Hukum Dagang Indonesia Berlandas pada Perjanjian PihakPihak
Di dalam sistem hukum nasional dewasa ini, hubungan-hubungan yang meliputi
bidang perdagangan, diberlakukan hukum Barat, yaitu KUHPdt (Buku III) dan tentunya
KUHD. Hukum perjanjian memainkan peranan yang penting dalam dunia bisnis.

xxvi
Hukum perjanjian sangat menonjolkan sifat perseorangan, dan menimbulkan gejala-
gejala hukum sebagai akibat dari hubungan hukum antara satu pihak dengan pihak
lainnya.

b. Aspek-Aspek Kebebasan Berkontrak dalam Hukum Dagang


1) Mengenai Terjadinya Perjanjian
Asas yang disebut konsensualisme. Artinya, menurut hukum perdata (KUHPdt)
perjanjian telah terjadi apabila telah adanya persetujuan kehendak antara pihak-
pihak.
2) Tentang Isi Perjanjian
Sepenuhnya diserahkan kepada para pihak yang bersangkutan.
3) Tentang Akibat Perjanjian
Bahwa perjanjian mempunyai kekuatan yang mengikat antara pihak-pihak itu
sendiri. Asas ini ditegaskan dalam Pasal 1338 (1) KUHPdt yang menegaskan
bahwa perjanjian yang dibuat secara sah di antara pihak-pihak, berlaku sebagai
undang-undang bagi pihak-pihak yang melakukan perjanjian tersebut.

3. Pergeseran Karakteristik Hukum Dagang Indonesia


Sebagai hukum yang mengatur pihak-pihak yang mengadakan perjanjian dagang
pascakemerdekaan, karakteristik hukum dagang yang individualistis liberalistis bergeser
mengiringi penerapan ajaran fungsi sosial yang membatasi kemutlakan hak eigendom
dalam kontrak bisnis yang berasaskan kebebasan berkontrak. Karakteristik hukum
dagang yang semula berpegang teguh pada asas kebebasan berkontrak antarindividu
menjadi adanya pembatasan demi kepentingan sosial. Hal ini diperkuat dengan
kepentingan-kepentingan praktik bisnis internasional yang terikat oleh perjanjian, baik
bilateral maupun multilateral.

2.16 Sumber Hukum Dagang Internasional


Perdagangan internasional merupakan salah satu bagian dari kegiatan ekonomi yang
akhir-akhir ini mengalami perkembangan pesat. Perhatian dunia terhadap bisnis internasional
juga semakin meningkat, hal ini terlihat dari semakin berkembangnya arus perdagangan
barang, jasa, modal, dan tenaga kerja antarnegara. Ruang lingkup hukum perdagangan
internasional cukup luas, dikarenakan hubungan dagang yang terjadi sifatnya lintas batas.
Berbagai alasan mengapa negara atau subjek hukum bersedia melakukan transaksi dagang
internasional. Faktanya adalah bahwa perdagangan internasional sudah menjadi tulang
punggung bagi negara untuk menjadi makmur, sejahtera, dan kuat. Pada mulanya hubungan
perdagangan hanya terbatas pada satu wilayah negara tertentu, tetapi dengan semakin
berkembangnya arus perdagangan maka hubungan dagang tersebut tidak hanya dilakukan
antarpara pengusaha dalam satu wilayah negara saja, akan tetapi turut melibatkan para
pedagang dari negara lain. Kegiatan ekspor-impor didasari oleh kondisi bahwa tidak ada satu
negara yang benar-benar mandiri karena satu sama lain saling membutuhkan dan saling
mengisi. Setiap negara memiliki karakteristik yang berbeda, baik sumber daya alam, iklim,
geografis, demografi, struktur ekonomi, dan struktur sosial. Sehingga dengan perbedaan-
perbedaan tersebut menyebabkan perbedaan komoditas yang dihasilkan. Maka dari itu,
negara-negara perlu menjalin suatu hubungan perdagangan untuk memenuhi kebutuhan tiap-
tiap negara.

xxvii
Hukum perdagangan internasional lahir pada awalnya dari praktik para pedagang.
Hukum yang diciptakan oleh para pedagang ini lazim disebut sebagai lex mercatoria (law of
merchant). Pada awal perkembangannya lex mercatoria tumbuh dari adanya empat faktor,
pertama, lahirnya aturan-aturan yang timbul dari kebiasaan dalam berbagai pekan raya (the
law of the fairs); kedua, lahirnya kebiasaankebiasaan dalam hukum laut; ketiga, lahirnya
kebiasaan-kebiasaan yang timbul dari praktik penyelesaian sengketa-sengketa di bidang
perdagangan; dan keempat, berperannya notaris dalam memberi pelayanan jasa-jasa hukum
dagang. Pada tahap perkembangan ini, negara-negara mulai sadar perlunya pengaturan
hukum perdagangan internasional. Mereka lalu mencantumkan aturan-aturan perdagangan
internasional dalam kitab undang-undang hukum. Misal, Prancis yang membuat Kitab UU
Hukum Dagang (Code de Commerce) tahun 1807 dan Jerman yang menerbitkan Allgemeine
Handelsgezetbuch tahun 1861. Setelah perkembangan hukum perdagangan yang ditandai
dengan pencantuman dalam hukum nasional setiap negara, perkembangan selanjutnya adalah
ditandai dengan munculnya organisasi-organisasi internasional yang mengurusi perdagangan
internasional. Aturan-aturan perdagangan internasional lahir sebagian besar karena
dipengaruhi oleh semakin banyaknya berbagai perjanjian internasional yang ditandatangani,
baik secara bilateral, regional, maupun multilateral. Secara khusus, tahap ini muncul secara
signifikan setelah berakhirnya Perang Dunia II. Salah satu perjanjian multilateral yang
ditandatangani pada masa ini adalah disepakati lahirnya GATT tahun 1947. Ciri kedua dalam
perkembangan di tahap ini yakni munculnya organisasi internasional. Salah satu badan yang
menonjol adalah PBB, walaupun sebenarnya peran PBB di bidang perdagangan internasional
tidak terjun secara langsung. Akan tetapi, peran PBB di bidang ekonomi dan perdagangan
termuat dalam Piagam PBB, yakni aturan tentang tujuan PBB yaitu mencapai kerja sama
internasional, antara lain meneyelesaikan masalahmasalah ekonomi internasional. Ciri ketiga
dari tahapan perkembangan ini adalah disepakatinya pendirian badan-badan ekonomi
regional di suatu kawasan region tertentu. Blok perdagangan regional yang mulamula
membawa pengaruh cukup luas adalah The European Single Markettahun 1982 dan blok
perdagangan Amerika Utara (The North American Free Trade Area) tahun 1994.
Tidak dapat dipungkiri bahwasannya perkembangan hukum perdagangan internasional
sangat signifikan, di mana kebutuhan negara untuk menyejahterakan bangsanya menjadi
pendorong utama hukum ini. Akan tetapi, definisi dari hukum perdagangan internasional
ternyata tidak mempunyai pengertian konkret. Schmitthoff dalam Adolf (2005)
mendefinisikan hukum perdagangan internasional sebagai,“The body of rules governing
commercial relationship of a private law nature involving different nations.” Berangkat dari
definisi tersebut terdapat beberapa unsur, bahwasannya hukum perdagangan internasional
adalah sekumpulan aturan yang mengatur hubungan-hubungan komersial yang sifatnya
hukum perdata dan aturan-aturan hukum tersebut mengatur transaksi-transaksi yang berbeda
negara. Berdasarkan latar belakang dari definisi yang diberikan oleh Schmitthoff,
memberikan dampak pada ruang lingkup cakupan hukum dagang internasional. Pertama,
jual-beli dagang internasional yang meliputi pembentukan kontrak, perwakilanperwakilan
dagang, dan pengaturan penjualan eksklusif; kedua, surat-surat berharga; ketiga, hukum
mengenai kegiatan-kegiatan tentang tingkah laku mengenai perdagangan internasional;
keempat, asuransi; kelima, pengangkutan melalui darat dan kereta api, laut, udara, dan
perairan pedalaman; keenam, hak milik industri; dan ketujuh, arbitrase komersial.
Pada praktiknya, hukum perdagangan internasional mengadopsi beberapa prinsip penting
yang menunjang berlangsungnya aktivitas dagang antarnegara. Adolf menyebutkan di mana

xxviii
prinsip pertama dari hukum perdagangan internasional adalah kebebasan berkontrak, yakni
prinsip universal dalam hukum perdagangan internasional. Setiap sistem hukum pada bidang
hukum dagang mengakui kebebasan para pihak ini untuk membuat kontrak-kontrak dagang
internasional. Kebebasan tersebut meliputi kebebasan untuk melakukan jenis-jenis kontrak
yang disepakati, termasuk pula kebebasan untuk memilih forum penyelesaian sengketa
dagangnya, dan memilih hukum yang berlaku di dalam kontrak. Prinsip kedua, yakni pacta
sunt servanda yang mensyaratkan bahwa kesepakatan atau kontrak yang telah ditandatangani
harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Prinsip ketiga selanjutnya adalah penggunaan
arbitrase sebagai dasar penyelesaian sengketa. Klausul arbitrase sudah semakin banyak
dicantumkan dalam kontrak-kontrak dagang. Prinsip terakhir, yakni dasar kebebasan
komunikasi, yaitu kebebasan para pihak dalam berkomunikasi untuk keperluan dagang
dengan siapa pun juga dengan melalui berbagai sarana komunikasi baik darat, laut, udara,
atau meliputi sarana elektronik.
Sumber hukum perdagangan internasional merupakan poin penting, karena dari situlah
kita dapat menemukan hukum untuk dapat diterapkan kepada suatu fakta dalam perdagangan
internasional. Perjanjian internasional adalah salah satu sumber hukum yang secara umum
perjanjian internasional terbagi dalam tiga bentuk, yaitu perjanjian multilateral, regional, dan
bilateral. Intinya adalah kesepakatan-kesepakatan dalam bidang perdagangan yang dibuat
oleh para pihak. Sumber hukum kedua, yaitu hukum kebiasaan internasional yang mana
merupakan salah satu pedoman dalam menginterpretasikan kontrak bisnis, termasuk hukum
dagang internasional. Sejak awal perkembangannya, hukum perdagangan internasional justru
lahir dari adanya praktik para pedagang yang dilakukan berulang-ulang sehingga kebiasaan
yang terulang tersebut mengikat sedemikian rupa. Sumber hukum selanjutnya adalah prinsip-
prinsip hukum umum, seperti yang telah dibahas sebelumnya. Sumber hukum ini baru
berfungsi manakala hukum perjanjian internasional dan hukum kebiasaan internasional tidak
memberi jawaban atas suatu persoalan. Putusan badan pengadilan dan doktrin muncul
sebagai sumber hukum dagang internasional yang keempat, dan memilliki fungsi dan peran
pelengkap, seperti prinsipprinsip hukum umum. Akan tetapi, perbedaannya terletak pada
penggunaan sumber hukum ini sebatas pada pertimbangan dan bukan kewajiban yang
mengikat dari hukum dagang internasional. Sumber hukum perdagangan internasional yang
sebenarnya merupakan sumber utama adalah kontrak yang dibuat oleh para pihak yang
bersangkutan. Karena itu, kontrak adalah sumber hukum yang sangat esensial dan berperan
sebagai sumber yang perlu dan terlebih dahulu dijadikan acuan penting dalam melaksanakan
hak dan kewajiban para pihak dalam perdagangan internasional. Sumber hukum yang terakhir
adalah hukum nasional. Kewenangan hukum nasional dapat berupa transaksi jual-beli dagang
internasional. Dalam hal ini, maka hukum nasional yang dibuat suatu negara dapat mencakup
hukum perpajakan, kepabean, ketenagakerjaan, persaingan sehat, perlindungan konsumen,
kesehatan, hingga perizinan ekspor-impor suatu produk.
Indonesia jelas mempunyai aturan hukum dagangnya sendiri yang tertuang dalam
ketentuan hukum nasionalnya. Hukum yang mengatur dijelaskan dalam ketentuan hukum
dagang, yang mana diartikan sebagai hukum yang mengatur tingkah laku manusia yang turut
melakukan perdagangan untuk memperoleh keuntungan atau hukum yang mengatur
hubungan hukum antara manusia dan badan hukum satu dengan lainnya dalam bidang
perdagangan. Pada awalnya hukum dagang berinduk pada hukum perdata. Namun, seiring
berjalannya waktu hukum dagang mengodifikasi aturan-aturan hukumnya sehingga
terciptalah Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) yang sekarang telah berdiri

xxix
sendiri atau terpisah dari Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHP). Sumber hukum
dagang adalah tempat di mana bisa didapatkan peraturan-peraturan mengenai hukum dagang.
Pertama, KUHD Wetboek van Koophandel Indonesia mengatur berbagai perserikatan yang
berkaitan dengan perkembangan lapangan hukum perusahaan. Kedua, KUH Perdata di mana
sesuai pada Pasal 1 KUHD, KUH Perdata menjadi sumber hukum dagang sepanjang KUHD
tidak mengatur halhal tertentu dan hal-hal tersebut diatur dalam KUH Perdata. Selain KUHD,
masih terdapat beberapa aturan peraturan perundang-undangan lain yang mengatur hukum
dagang, di antaranya: Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan; Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas (PT); Undang-Undang Nomor 7
Tahun 1987 tentang Hak Cipta; Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Persaingan
Usaha; dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal.
Perdagangan internasional merupakan transaksi jual-beli lintas negara. Pihak-pihak yang
bersangkutan merupakan pihak-pihak yang berasal dari negara yang berbeda atau memiliki
nasionalitas yang berbeda. Perdagangan internasional sebenarnya sudah berlangsung
beberapa abad yang lalu, tetapi tentu berdasarkan perdagangan yang masih primitif. Sistem
perdagangan yang berlaku saat itu masih berdasarkan sistem barter antara barang dengan
barang. Dengan kemajuan peradaban manusia yang meningkat, maka terjadilah perubahan
yang amat drastis pada sistem perdagangan internasional. Dengan kemajuan teknologi yang
sangat cepat, distribusi barang dan jasa semakin mudah dan perdagangan internasional pun
menunjukkan kompleksitasnya. Ketentuan-ketentuan dalam hukum perdagangan
internasional berperan sebagai aturan pokok yang mengatur jalannya perdagangan pada
praktiknya, yang mana dilakukan oleh para subjek dagang internasional. Perdagangan yang
terjadi di Indonesia juga telah terjadi sejak abad yang lalu dan aturan hukum yang berlaku
mengenai dagang telah diatur sejak Indonesia berada di bawah penjajahan Belanda. Seiring
berjalannya waktu sumber hukum dagang yang dikodifikasikan dari hukum Belanda, lalu
kemudian UU setelahnya dimunculkan dan dikaitkan dengan hukum perdata yang berlaku di
Indonesia.
Perdagangan internasional yang bermanfaat bagi seluruh umat manusia, memerlukan
pengaturan yang bersifat internasional yang akan mengatur perdagangan internasional.
Seperti yang dikemukakan oleh mantan Direktur Jenderal GATT dan WTO, Peter Sutherland
pada tahun 1997 menyatakan bahwa tantangan yang dunia hadapi adalah tantangan untuk
membentuk suatu sistem ekonomi internasional yang dapat meningkatkan pertumbuhan
ekonomi secara maksimal, tetapi juga dapat menciptakan keadilan. Sistem ini adalah sistem
yang dapat mengintegrasikan negara-negara yang kuat dan yang lemah dalam upaya mereka
memperluas tingkat pertumbuhan ekonomi. Sutherland berpendapat, sistem yang dicita-
citakan tersebut juga harus dapat menciptakan perdamaian dan kemakmuran di masa yang
akan datang dan sistem tersebut hanya dapat terwujud melalui terciptanya suatu kerja sama
internasional untuk mencari pendekatan-pendekatan dan lembaga internasional yang efektif.
Sikap, tindakan, atau aktivitas suatu negara mungkin tidak berkenan, mungkin tidak
menguntungkan atau merugikan negara atau negara-negara lain. Sikap, tindakan, atau
aktivitas suatu negara mungkin termasuk kategori tindakan yang salah atau tindakan yang
melawan hukum internasional (internationally) kehidupan internasional yang kompleks,
kepentingan negara-negara satu sama lain saling bertemu, saling bersinggungan. Bahkan
saling berhadapan, sehingga sikap atau tindakan suatu negara dapat secara langsung atau
tindakan suatu negara dapat secara langsung atau tak langsung merugikan atau mengancam
kepentingan negara lain. Sehingga dari sisi hukum internasional dapat dituntut

xxx
pertanggungjawaban hukumnya berdasarkan the principle of state responsibility. Di sini,
negara yang menjadi korban dari sikap, tindakan, atau aktivitas yang melawan hukum
internasional seperti itu dapat mengajukan tuntunan tanggung jawab hukum terhadap negara
yang melanggar hukum internasional tersebut berdasarkan the principle of state
responsibility. Kekuatan di bidang militer dan politik yang pada umumnya kerap dijadikan
alat paksa dalam mencapai tujuan suatu negara, kekuatan di bidang ekonomi juga kerap
dijadikan alat pemaksa terhadap negara lain yang lebih lemah agar melakukan suatu tindakan
atau tidak melakukan sesuatu tindakan yang tentu akan berdampak dalam sistem
pemerintahan negara itu sendiri.
Penggunaan kekuatan ekonomi dilaksanakan, antara lain dalam bentuk ancaman atau
penerapan sanksi dagang berupa kebijakankebijakan tertentu. Sanksi dagang yang bersifat
multilateral, yaitu sanksi yang diterapkan secara kolektif oleh sejumlah negara atau sanksi
dagang yang diterapkan berdasarkan suatu keputusan organisasi internasional (multilateral
trade sanction) umumnya lebih dapat diterima sebagai instrumen untuk menegakkan standar
hukum atau moral internasional. Kekuatan ekonomi juga dapat digunakan oleh suatu negara
tertentu untuk melakukan ancaman atau pelaksanaan sanksi dagang terhadap negara lain.
Rusli Pandika menyatakan sanksi dagang unilateral atau sanksi dagang sepihak kerap
digunakan sebagai alat kebijakan luar negeri, yaitu sebagai alat paksaan agar negara lain
mengubah kebijakan dalam atau luar negerinya.
Tindakan ini tentu merendahkan kedaulatan atau mengganggu pertumbuhan ekonomi
negara-negara sasaran sanksi. Campur tangan negara dibutuhkan dalam meregulasi pasar agar
dapat berjalan baik. Namun, motif ekonomi bukanlah satu-satunya sebab negara memberikan
kebijakan perdagangan, masih ada motif politik dan budaya yang menjadi latar belakang
penentuan kebijakan perdagangan. Motif politik antara lain guna melindungi posisi sang
pemimpin sendiri yang akan goyah apabila kondisi ekonomi dalam negeri menurun akibat
kebijakan yang tidak tepat dan akan berujung pada keengganan masyarakat untuk memilih
pemimpin tersebut. Selain itu, kebijakan perdagangan juga dapat digunakan untuk merespons
perdagangan dari negara lain yang dianggap tidak adil.
Secara umum, terdapat dua jenis kebijakan perdagangan, yakni kebijakan perdagangan
untuk meningkatkan perdagangan dan kebijakan perdagangan untuk membatasi perdagangan.
Kebijakan perdagangan ini memiliki implikasi masing-masing terhadap perdagangan
internasional. Misalnya, kebijakan subsidi barang dalam motif ekonomi, negara
memberlakukan kebijakan perdagangan guna melindungi industri yang masih baru berdiri
agar dapat bersaing. Sedangkan motif budaya dapat memengaruhi penerapan kebijakan
perdagangan sebab negara berupaya untuk melindungi budaya dan identitas nasionalnya agar
tidak tergerus oleh budaya-budaya asing dan budaya populer yang inheren berada dalam
produk asing yang diimpor. Dapat membuat tingkat daya saing produk domestik di pasar
internasional meningkat akibat aliran dana bantuan dari pemerintah.
Adapun yang menjadi sumber hukum perdagangan internasional, yaitu sebagai berikut:
1. Perjanjian Internasional
Perjanjian internasional merupakan salah satu sumber hukum yang terpenting. Secara
umum, perjanjian internasional terbagi ke dalam tiga bentuk, yaitu perjanjian multilateral,
regional, dan bilateral. Perjanjian internasional atau multilateral adalah kesepakatan tertulis
yang mengikat lebih dari dua pihak (negara) dan tunduk pada aturan hukum internasional.
Beberapa perjanjian internasional membentuk suatu pengaturan perdagangan yang sifatnya
umum di antara para pihak. Perjanjian regional adalah kesepakatan-kesepakatan di bidang

xxxi
perdagangan internasional yang dibuat oleh negara-negara yang tergolong atau berada dalam
suatu regional tertentu. Misalnya, perjanjian pembentukan ASEAN Free Trade Area (AFTA)
di Asia Tenggara. Suatu perjanjian dikatakan bilateral ketika perjanjian tersebut mengikat dua
subjek hukum internasional. Termasuk dalam kelompok perjanjian ini adalah perjanjian
penghindaraan pajak berganda.
2. Hukum Kebiasaan Internasional
Dalam studi hukum perdagangan internasional, sumber hukum ini disebut juga
sebagai lex mercatoria atau hukum para pedagang (the law of the merchants). Ketentuan lex
mercatoria dapat ditemukan, antara lain di dalam kebiasaan-kebiasaan yang berkembang dan
dituangkan dalam kontrak-kontrak perdagangan internasional, misalnya berupa
klausulklausul kontrak standar atau kontrak-kontrak di bidang pengangkutan.
3. Prinsip-Prinsip Hukum Umum
Sumber hukum ini akan mulai berfungsi ketika hukum perjanjian dan hukum
kebiasaan internasional tidak memberi jawaban atas sesuatu persoalan. Beberapa contoh dari
prinsip-prinsip hukum umum ini, antara lain: prinsip iktikad baik, prinsip pacta sunt
servanda, dan prinsip ganti rugi.
4. Putusan-Putusan Badan Pengadilan dan Doktrin
Sumber hukum ini dalam hukum perdagangan internasional tidak memiliki kekuatan
hukum yang kuat, seperti yang dikenal dalam sistem hukum common law. Jadi, ada semacam
kewajiban yang tidak mengikat bagi badan-badan pengadilan untuk mempertimbangkan
putusanputusan pengadilan sebelumnya.
5. Kontrak
Sumber hukum perdagangan internasional yang sebenarnya merupakan sumber utama
dan terpenting adalah perjanjian atau kontrak yang dibuat oleh para pedagang sendiri.
Kontrak tersebut ialah undang-undang bagi para pihak yang membuatnya. Dengan demikian,
kontrak berperan sebagai sumber hukum yang perlu dan terlebih dahulu mereka jadikan
acuan penting dalam melaksanakan hak dan kewajiban mereka dalam perdagangan
internasional.
6. Hukum Nasional
Signifikasi hukum nasional sebagai sumber hukum perdagangan internasional tampak
dalam uraian mengenai kontrak. Peran hukum nasional akan mulai lahir ketika timbul
sengketa sebagai pelaksanaan dari kontrak. Dalam hal demikian, pengadilan (badan arbitrase)
pertama-tama akan melihat klausul pilihan hukum dalam kontrak untuk menentukan hukum
yang akan digunakan untuk menyelesaikan sengketanya.

2.17 Permasalahan-Permasalahan dalam Hukum Dagang Internasional


Hukum yang dimanfaatkan dalam perdagangan internasional karena melibatkan banyak
negara, melibatkan pula banyak hukum yang tidak seragam, sehingga kerap kali
menghadirkan permasalahan. Beberapa butir bahasan di bawah ini mencoba menyimaknya.
4. Kekuatan Hukum Negosiasi
Kekuatan hukum suatu negosiasi berbeda-beda antara hukum di suatu negara dengan
negara lain. Ada sistem hukum yang mensyaratkan bahwa negosiasi kontrak belum
mengikat sama sekali sebelum kontrak tersebut ditandatangani. Sistem hukum
Indonesia (berdasarkan KUH Perdata) menganut sistem ini.
5. Akseptasi yang Tidak Sama dengan Tawaran

xxxii
Sering kali terjadi bahwa akseptasi atau penerimaan tawaran oleh satu pihak dalam
jual-beli internasional tidak persis sama dengan tawaran (offer) yang telah dilakukan
dengan pihak lain. Terhadap kejadian hukum seperti ini, pengaturan hukum di suatu
negara dengan negara lain bervariasi. Hukum di Indonesia misalnya, menganggap
bahwa apabila terdapat perbedaan antara offer oleh suatu pihak dan akseptasi oleh
pihak yang lain, maka kita sepakat dianggap tidak terbentuk, sehingga kontrak
dianggap belum terjadi (Pasal 1320 KUHPdt).
6. Pembatalan Suatu Tawaran
Kerap kali terjadi isu yuridis dalam hal pembatalan tawaran adalah apakah suatu offer
(tawaran), misalnya tawaran penjualan barang oleh penjual, dapat dibatalkan oleh
pihak yang melakukan penawaran tersebut. Negara-negara seperti Indonesia, dan juga
secara umum di USA, berserta juga di banyak negara lain, yang menganggap tawaran
selalu dapat dibatalkan sebelum menjadi suatu kontrak (sebelum ada kata sepakat).
Karena bukankah tawaran itu adalah perbuatan sepihak yang karenanya dapat pula
dibatalkan secara sepihak pula.
7. “Consideration” dalam Jual-Beli
Consideration dalam suatu kontrak adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh suatu
pihak sebagai imbalan dari prestasi yang dilakukan oleh pihak lain berdasarkan suatu
kontrak. Tanpa kontak tersebut, tidak ada keharusan baginya untuk melakukan atau
tidak melakukan tindakan tersebut.
8. Keharusan Kontrak Tertulis
Dengan kemajuan teknologi komunikasi, para pedagang semakin cepat dan semakin
lebih bervariasi dalam berkomunikasi bisnis satu sama lain. Faksimile sudah semakin
lazim digunakan. Bahkan ada order barang yang hanya dapat dilakukan lewat telepon
interlokal saja. Masalahnya, apakah suatu kontrak memang harus ditulis dan
ditandatangani oleh kedua belah pihak agar menjadi sah atau tidak perlu dituangkan
secara tertulis.
9. Waktu Dianggap Tercapainya Kata Sepakat
Beberapa negara memberlakukan ketentuan bahwa akseptasi telah terjadi, dan karena
itu kata sepakat telah tercapai, pada saat pihak penerima tawaran tersebut secara wajar
mengirim akseptasi kepada pihak yang melakukan offer. Akan tetapi, ada juga negara
yang menganggap bahwa akseptasi terjadi saat diterimanya akseptasi tersebut oleh
pihak yang melakukan offer.

xxxiii
BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan dan Saran


Kesimpulannya, tinjauan umum tentang hukum perdagangan internasional menyoroti
kompleksitas dan pentingnya pemahaman mendalam tentang peraturan, perjanjian, dan
prosedur yang terkait dengan perdagangan lintas batas. Hal ini menekankan perlunya
pemantauan terhadap perkembangan terkini dalam hukum perdagangan internasional, serta
perhatian terhadap perbedaan dalam hukum di berbagai yurisdiksi. Dengan pemahaman yang
baik tentang aspek-aspek ini, pelaku bisnis dapat mengurangi risiko hukum dan
memanfaatkan peluang secara efektif dalam perdagangan internasional.
Saran tinjauan umum tentang hukum perdagangan internasional mencakup pemahaman yang
mendalam tentang peraturan perdagangan internasional, termasuk hukum kontrak
internasional, regulasi perdagangan internasional, dan perjanjian perdagangan multilateral.
Selain itu, penting untuk memahami prosedur penyelesaian sengketa internasional, baik
melalui jalur arbitrase maupun melalui lembaga penyelesaian sengketa lainnya.
Selain itu, penting untuk memantau perkembangan terkini dalam hukum perdagangan
internasional, seperti perubahan dalam perjanjian perdagangan, kebijakan perdagangan, dan
kebijakan perlindungan investasi. Mengikuti tren dalam globalisasi ekonomi dan integrasi
regional juga penting, karena hal ini dapat memengaruhi dinamika hukum perdagangan
internasional.
Terakhir, saran ini juga meliputi pentingnya memahami perbedaan dalam hukum
perdagangan internasional di berbagai yurisdiksi, serta mengidentifikasi strategi yang efektif
dalam memitigasi risiko hukum dan mengoptimalkan peluang dalam perdagangan
internasional.

xxxiv
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrasyid, Priyatna. 2002. Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa:
Suatu Pengantar. Jakarta: PT Fikahati Anesta dan BANI.
Adolf, Huala. 2003. Arbitrase Komersial Internasional. Cetakan 3. Jakarta:
RajaGrafindo.
________. 2002. Aspek-Aspek Negara dalam Hukum Internasional. Cetakan
3. Jakarta: Rajawali Pers.
________. 2007. Dasar-Dasar Hukum Kontrak Internasional. Bandung:
Refika Aditama.
________. 2002. Hukum Ekonomi Internasional: Suatu Pengantar. Cetakan
3. Jakarta: Rajawali Pers.
________. 2004. Hukum Perdagangan Internasional. Jakarta: Rajawali Pers.
________. 2005. Hukum Perdagangan Internasional. Jakarta: RajaGrafindo
Persada.
Al-Barry, M. Dahlan Y. 2003. Kamus Induk Istilah Ilmiah Seri Intelektual.
Surabaya: Tardet Press.
Al-Bram, Djafar. 2011. Penyelesaian Sengketa Bisnis Melalui Mediasi. Jakarta:
Pusat Kajian Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Pancasila.
Amirizal. 1999. Hukum Bisnis: Risalah Teori dan Praktek. Jakarta:
Djambatan.

xxxv

Anda mungkin juga menyukai