Anda di halaman 1dari 25

SEJARAH HUKUM

DAGANG DI INDONESIA

Dosen Pengampu :
Prof.Dr.H.Ediwarman,S.H.,M.Hum

Disusun oleh

NAMA : RIRIS PANGGABEAN


NPM : 211021081
KELAS : A REGULER

PROGRAM MAGISTER(S2) ILMU HUKUM


PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM RIAU
PEKANBARU
2021
Kata Pengantar

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah

melimpahkan rahmat dan hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan Paper

yang Berjudul “Sejarah Hukum Dagang Di Indonesia” yang diajukan untuk

melengkapi tugas dalam Perkuliahan Sosiologi Hukum .

Banyak hambatan yang menimbulkan kesulitan dalam menyelesaikan

penulisan paper ini, namun akhirnya kesulitan yang timbul dapat teratasi. Untuk itu

dengan segala kerendahan hati, penulis mengucapkan terimakasih.

Kamis,14 Oktober 2021

Riris Panggabean

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ....................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ............................................................................................ 1


B. Rumusan Masalah ....................................................................................... 3

BAB II PEMBAHASAN

A. Sejarah Hukum Dagang .............................................................................. 4


B. Hubungan Antara Hukum Dagang dengan Hukum Perdata ..................... 13
C. Hukum Dagang penting mendasari aturan-aturan bisnis ........................... 17

BAB III PENUTUP

Kesimpulan ...................................................................................................... 19

BAB IV

Saran ................................................................................................................. 21

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 22

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang

Sejak abad pertengahan eropa (1000/ 1500) yang terjadi di negara dan kota-

kota di Eropa dan pada zaman itu di Italia dan Perancis selatan telah lahir kota-

kota sebagai pusat perdagangan (Genoa, Florence, vennetia, Marseille, Barcelona

dan Negara-negara lainnya ).Tetapi pada saat itu Hukum Romawi (corpus lurus

civilis) tidak dapat menyelsaikan perkara-perkara dalam perdagangan, maka

dibuatlah hukum baru di samping Hukum Romawi yang berdiri sendiri pada abad

ke-16 yang disebut hukum pedagang (koopmansrecht). Karena bertambah

pesatnya hubungan dagang maka pada abad ke-17 diadakan kodifikasi dalam

hukum dagang oleh mentri keuangan dari raja Louis XIV (1613- 1715) yaitu

Corbert dengan peraturan (Ordonnance Du Commerce) 1673. Dan pada tahun 1681

disusun Ordonnance De La Marine yang mengatur tenteng kedaulatan dan pada

tahun 1807 di Perancis di buat hukum dagang tersendiri dari hukum sipil yang ada

yaitu (Code De Commerce) yang tersusun dari Ordonnance Du Commerce (1673)

dan Ordonnance Du La Marine (1838).

Pada saat itu Nederlands menginginkan adanya hukum dagang tersendiri

yaitu KUHD belanda dan pada tahun 1819 drencanakan dalam KUHD ini ada 3

kitab dan tidak mengenal peradilan khusus. Lalu pada tahun 1838 akhirnya di

sahkan. KUHD Belanda berdasarkan azas konkordansi.1 KUHD belanda 1838

1
Siti Rahayu, Mohammad Roesli,Hukum Dagang di Indonesia, Jurnal Media Hukum dan
Peradilan, Program Pascasarjana Universitas Sunan Giri Surabaya ISSN : 2654-8178 (Online)
hlm.297

1
menjadi contoh bagi pembuatan KUHD di Indonesia pada tahun 18484. Dan pada

akhir abad ke-19 Prof. Molengraaff merancang UU kepailitan sebagai buku III di

KUHD Nederlands menjadi UU yang berdiri sendiri (1893 berlaku 1896). Dan

sampai sekarang KUHD Indonesia memiliki 2 kitab yaitu, tentang dagang

umumnya dan tentang hak-hak dan kewajiban yang tertib dari pelayaran.

Pembagian Hukum Privat ke dalam Hukum Perdata dan Hukum Dagang

sebenarnya bukanlah pembagian yang asasi, tetapi pembagian yang berdasarkan

sejarah daripada Hukum Dagang. Bahwa pembagian tersebut tidak bersifat asasi,

dapat kita lihat dalam ketentuan yang tercantum dalam Pasal 1 KUHD yang

menyatakan : bahwa peraturan-peraturan KUHPerdata dapat juga dijalankan dalam

penyelesaian soal-soal yang disinggung dalam KUHD terkecuali dalam

penyelesaian soal-soal yang semata-mata diadakan oleh KUHD itu. Kenyataan lain

yang membuktikan bahwa pembagian itu bukan pembagian asasi ialah :

a. perjanjian jual beli yang merupakan perjanjian terpenting dalam bidang

perdagangan, tidak ditetapkan dalam KUHD tetapi diatur dalam

KUHPerdata.

b. Perjanjian pertanggungan (asuransi) yang sangat penting dalam soal

keperdataan ditetapkan dalam KUHD.2

Berdasarkan masalah tersebut, maka salah satu tujuan dari pembuatan artikel

ini adalah untuk mengetahui dan menjelaskan pengertian dari hukum dagang,

mengetahui hubungan antar hukum dagang dengan hukum perdata, mengetahui

2
Dr.M Shidqon Prabowo,SH.,MH, Buku Ajar Hukum Dagang, Rangkang Education,
hlm. 2

2
sumber-sumber hukum dagang dan lain-lainnya yang berhubungan dengan materi

hukum dagang.3

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana Sejarah Hukum Dagang ?

2. Bagaimana Hubungan Antara Hukum Dagang dan Hukum Perdata ?

3. Mengapa Hukum Dagang mendasari aturan-aturan bisnis ?

3
Ibid, Hlm.298

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Sejarah Hukum Dagang

Untuk memahami makna hukum dagang, berikut dikutip rumusan hukum

dagang yang dikemukakan oleh para sarjana, yaitu:

1. Hukum dagang adalah hukum yang mengatur soal-soal perdagangan yaitu

soal-soal yang timbul karena tingkah laku manusia dalam perdagangan;4

2. Hukum dagang adalah bagian dari hukum perdata pada umumnya, yakni

yang mengatur masalah perjanjian dan perikatan-perikatan yang di atur

dalam lll BW. Dengan kata lain, hukum dagang adalah himpunan

peraturan-peraturan yang mengatur seseorang dengan orang lain dalam

kegitan perusahaan yang terutama terdapat dalam kodifikasi kitab undang-

undang hukum perdata. Hukum dagang dapat pula dirumuskan sebagai

serangkaian kaidah yang mengatur tentang dunia usaha atau bisnis dan

dalam lalu lintas perdagangan ; 5

3. Hukum dagang (handelsrecht) adalah keseluruhan dari aturan hukum

mengenai perusahaan dalam lalu lintas perdagangan. Sejauh mana diatur

dalam Kitab Undang Undang Dagang dan berapa undang-undang

tambahan. Di Belanda Hukum Dagang Dan Hukum Perdata dijadikan

dalam 1 (satu) buku, yaitu buku ll dalam BW baru Belanda.

4
Achmad Ichsan, Hukum Dagang, Jakarta: Pradnya Paramita, 1987; hal. 17
5
R. Soekardono, Hukum Dagang Indonesia, Jakarta: Soeroengan, 1963; hal. 17.

4
4. Hukum dagang adalah hukum perikatan yang timbul khusus dari lapangan

perusahaan

Mempelajari sejarah Hukum Dagang erat kaitannya dengan sejarah hukum

dagang Belanda. Sejarah hukum dagang Belanda tentu ada kaitannya dengan

sejarah hukum dagang Perancis. Sedangkan hukum dagang Perancis tidak bisa

dipisahkan dari hukum Romawi yang dikenal dengan Corpus Iuris Civilis. Corpus

Iuris Civilis peninggalan Romawi tersebut terdiri dari 4 buku:

1) Institusionil (lembaga)

Buku I ini memuat tentang lembaga-lembaga yang ada pada masa

kekaisaran Romawi, termasuk didalamnya Consules Mercatorum

(pengadilan untuk kaum pedagang).

2) Pandecta
Buku II ini memuat asas-asas dan adagium hukum, seperti “ asas facta

sun servanda (berjanji harus ditepati); asas partai otonom (kebebasan

berkontrak); unus testis nullus testis (satu saksi bukanlah saksi), dan

lain-lain.

3) Codex
Memuat uraian pasal demi pasal yang tidak memisahkan antara hukum

perdata dan hukum dagang.

4) Novelete

Berisi karangan/cerita.

Perkembangan pesat Hukum Dagang sebenarnya telah dimulai sejak abad

pertengahan di Eropah, kira-kira dari tahun 1000 sampai tahun 1500. Perdagangan

5
mulai berkembang di wilayah Italia dan Perancis selatan, seperti dikota Florence,

Vennecia, Marseille, Barcelona, dll. Pedagang membuat peraturanperaturan

perdagangan baru dikalangan mereka, karena Corpus Iuris Civilis (CIC) yang

mengatur hukum perdata tidak memadai. 6Asal mula perkembangan hukum ini

dapat dihubungkan dengan tumbuh dan berkembangnya kota-kota dagang di Eropa

Barat. Pada zaman itu di Italia dan Perancis Selatan telah lahir kotakota sebagai

pusat perdagangan, seperti Genoa, Florence, Vennetia, Marseille, Bercelona, dan

lain-lain. Hukum Romawi (Corpus Iuris Civilis) ternyata tidak dapat menyelesaikan

seluruh perkara-perkara yang timbul di bidang perdagangan. Oleh karena itulah di

kota-kota Eropah Barat disusun peraturan-peraturan hukum baru yang berdiri

sendiri disamping Hukum Romawi yang berlaku.7

Hukum yang baru dan berdiri sendiri ini berlaku hanya bagi pedagang dan

hubungan-hubungan perdagangan, sehingga lebih populer ia disebut “Hukum

Pedagang” (Koopmansrecht). Kemudian, pada abad ke16 dan ke-17 sebagian besar

kota di Perancis mulai menyelenggarakan pengadilan-pengadilan istimewa khusus

menyelesaikan perkaraperkara di bidang perdagangan (pengadilan pedagang).

Hukum pedagang ini awalnya belum merupakan unifikasi (berlakunya satu

sistem hukum untuk seluruh daerah), karena berlakunya masih bersifat kedaerahan.

Tiap-tiap daerah mempunyai hukum pedagang sendiri-sendiri yang berbeda satu

sama lainnya. Kemudian, disebabkan pesatnya perkembangan dalam dunia

6
Sulthon Miladiyanto, Sh., Mh., Hukum Dagang, Malang : Universitas Kejurusan
Malang, Fakultas Hukum, 2015, Hlm.5
7
C.S.T. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, (Jakarta : Balai
Pustaka, 1986), hal. 307

6
perdagangan dan eratnya hubungan antar daerah, ditambah dengan banyaknya

konflik-konflik dagang yang menemui jalan buntu di masa itu, telah mendorong

keinginan untuk membentuk satu kesatuan hukum (unifikasi) di bidang

perdagangan yang berlaku untuk seluruh daerah.

1. Prancis

Pada abad 17 di Perancis, masa pemerintahan Raja Louis XIV (1643-

1715). Raja Louis XIV ini memiliki seorang Perdana Mentri bernama Colber,

dan Colber ini dikenal memiliki minat yang sangat tinggi dengan

perkembangan hukum. Oleh karena itu ia memerintahkan untuk membuat

ordonansi yang mengatur tentang perdagangan.

Kodifikasi hukum dagang pertama dibuat pada tahun 1673, yang

dikenal dengan nama Ordonance de Commerce. Ordonansi ini isinya tentang

pedagang, bank dan pedagang perantara (makelar), catatan-catatan dagang,

badan usaha, perbuatan dagang, surat berharga (seperti wesel), paksaan badan

terhadap pedagang (gijzeling), pemisahan barang-barang antara suami-istri

dimana salah satunya menjadi pedagang melalui huwelijk overeenskomst,

pernyataan pailit dan peradilan dalam perkara-perkara dagang, dan

sebagainya.8

Kemudian pada tahun 1681, lahirlah kodifikasi hukum dagang kedua

yang dikenal dengan nama Ordonance de la Marine. Dalam ordonansi ini

dimuat segala peraturanperaturan mengenai kapal dan perlengkapan kapal,

8
Ibid, hlm.308

7
nahkoda dan anak buah kapal, perjanjian perdagangan di laut, polisi

pelabuhan dan perikanan laut. Pada umumnya ordonansi ini mencakup semua

hal berkaitan dengan kodifikasi hukum laut atau hukum perdagangan laut

(untuk pedagang-pedagang kota pelabuhan. Kedua kitab hukum tersebut

dijadikan sumber bagi pengkodifikasian hukum dagang baru yang mulai

dikerjakan pada permulaan abad ke-19.

Kodifikasi hukum dagang baru tersebut bernama Code de Commerce

yang mulai berlaku pada tahun 1807. Beberapa tahun sebelum kodifikasi

hukum dagang berlaku, sebenarnya juga sudah disahkan kodifikasi hukum

perdata yaitu Code Civil (1804). Dengan demikian, pada tahun 1807 di

Perancis terdapat Hukum Dagang yang dikodifikasikan dalam Code de

Commerce yang dipisahkan dari Hukum Perdata (Sipil) yang dikodifikasikan

dalam Code Civil. Code de Commerce ini memuat peraturanperaturan hukum

yang timbul dalam bidang perdagangan sejak zaman pertengahan.

Di Romawi, ditemukan adanya sebuah pengadilan khusus bagi para

pedagang yang dinamakan “Consules Mercatorum”, yang kemudian oleh

hukum dagang Perancis diambil alih dengan nama “Judge et Consuls”.

Hakim-hakim Consules Mercatorum diambil dari para pedagang itu sendiri.

Badan peradilan ini berdiri sendiri, terpisah dari badan peradilan umum

lainnya. Lembaga penyelesaian sengketa dagang ini mirip dengan

“Arbitration” (pertamakali diperkenalkan di Amerika) yang memang lebih

popular diberlakukan saat ini dalam hubungan-hubungan dagang atau bisnis

yang berskala internasional.

8
Sebenarnya, masuknya pengaruh hukum Romawi dalam hukum dagang

Perancis ini disebut dengan gejala Resepsi hukum Romawi. Pemisahan

hukum perdata dan hukum dagang di Perancis adalah masuk akal disebabkan

adanya perbedaan strata sosial dan golongan-golongan masyarakat yang

berbeda, yang tidak persis sama dengan keadaan di Belanda.

2. Belanda

Belanda sebagai negara bekas jajahan Perancis, kondisinya agak

berbeda, dimana telah terjadi pluralisme (keanekaragaman) hukum di bidang

hukum perdata. Ada hukum Romawi, hukum Perancis, hukum Belgia, hukum

German, dan peraturanperaturan Raja atau Gubernur. Dapat dibayangkan

bahwa pluralisme hukum tersebut telah menyebabkan tidak adanya kepastian

hukum.

Setahun setelah Belanda merdeka dari Perancis (tahun 1813),

memperhatikan keadaan pluralisme hukum tersebut dan dampaknya, serta

atas amanat UUD Belanda untuk mengkodifikasi hukum privat (hukum

perdata dan hukum dagang), maka Raja Lodewijk Napoleon memerintahkan

pembentukan sebuah Komisi Pembuat Undang-undang. Komisi ini diketuai

oleh ahli hukum (seorang guru besar) Belanda yang bernama Van Kemper

Komisi ini terbentuk pada tahun 1814. Dua tahun berikutnya (1816) berhasil

disiapkan sebuah RUU yang dinamakan “Ont Werp Kemper” (naskah

rancangan Kemper) yang terdiri dari 4000 pasal, yang bertujuan untuk

menghapuskan pengaruh hukum Perancis. Tetapi RUU ini harus dilimpahkan

9
lebih dahulu ke Paerlemen Belanda. Hasilnya, Parlemen Belanda menolak

RUU ini untuk disahkan menjadi UU karena terlalu berbau Belanda.

Penolakan ini dilakukan atas prakarsa seorang hakim tinggi Belanda

keturunan Belgia bernama Nikolai, yang tidak senang dengan RUU tersebut.

Karena ditolak, Raja kemudian mengembalikan RUU tersebut kepada

Komisi. Selanjutnya Kemper berusaha menyelesaikan revisi RUU tersebut

selama 4 tahun yang dinamakan dengan “Ont Werp Kemper II” (1820).

Namun demikian, RUU revisi itu ditolak untuk kedua kalinya oleh Paerlemen

Belanda, sehingga tugas komisi tersebut dinyatakan gagal. Kemper kemudian

frustasi dan tidak mau lagi menjadi Ketua Komisi, Ia kemudian meninggal

dunia pada tahun 1824.

Dalam usul KUHD Belanda 1820 (Ont Werp Kemper II) telah

direncanakan sebuah KUHD yang terdiri atas 3 kitab, akan tetapi didalamnya

tidak mengakui lagi pengadilan istimewa yang menyelesaikan perkaraperkara

yang timbul di bidang perdagangan, dan perkara-perkara dagang itu untuk

selanjutnya diselesaikan di muka pengadilan biasa.Dalam usul KUHD

Belanda 1820 (Ont Werp Kemper II) telah direncanakan sebuah KUHD yang

terdiri atas 3 kitab, akan tetapi didalamnya tidak mengakui lagi pengadilan

istimewa yang menyelesaikan perkara-perkara yang timbul di bidang

perdagangan, dan perkaraperkara dagang itu untuk selanjutnya diselesaikan

di muka pengadilan biasa. 9

9
Muhamad Qustulani (TimDosen STISNU Tangerang), Hukum Dagang (Buku Bacaan
Mahasiswa), (Tangerang :PSP Nusantara Press, 2018),hlm.9.

10
Pengganti Kemper sebagai Ketua Komisi Perancang Hukum Dagang

adalah Nikolai. Dalam pekerjaannya, Komisi dibawah pimpinan Nikolai

ternyata tidak mampu mewujudkan gagasannya dalam menciptakan Hukum

Dagang baru. Akhirnya setelah melalui sebuah rapat Komisi, diputuskanlah

untuk mengadakan studi banding ke Perancis. Komisi memutuskan untuk

mengambil alih Code Civil dan Code du Commerce Perancis untuk

dialihbahasakan menjadi BW dan WvK (1838).

Pada akhir abad 19, Molengraaff merencanakan suatu UU Kepailitan

yang akan menggantikan Buku III KUHD Belanda. Rencana Molengraaff ini

berhasil diwujudkan menjadi UU Kepailitan tahun 1893 (mulai berlaku tahun

1896). Berdasarkan asas konkordansi, perobahan ini juga dilakukan di

Indonesia pada tahun 1906 yang dikenal dengan Failissement Verordenig Stb.

1905/217 jo Stb. 1906/348Stb.

Dari beberapa hal diatas, sarjana Van Kant beranggapan bahwa hukum

dagang itu merupakan hukum tambahan daripada hukum perdata, yaitu suatu

tambahan yang mengatur hal-hal yang khusus. Akibat adanya hukum dagang

khusus bagi pedagang (hukum pedagang/ koopmanrecht). Konsekuensinya,

hanya para pedagang saja yang bisa melakukan kegiatan dagang seperti

mendirikan CV, Fa, NV. Bagi non pedagang, hanya dibolehkan mendirikan

badan usaha lain seperti maatschap yang diatur dalam KUHPerdata.

Melihat keadaan tersebut di atas, Molengraff dan Van Apeldooren tidak

setuju adanya diskriminasi hukum yang membedakan antara pedagang dan

11
non pedagang A. Atas anjuran dua sarjana itu (khususnya Molengraff)

menyebabkan dicabutnya Pasal 2 s/d Pasal 5 KUHD dengan stb. 1938/276

tanggal 17 Juli 1938. Sedangkan di negeri Belanda pencabutan pasal-pasal

tersebut sudah lebih dahulu dilakukan pada tanggal 2 Juli 1934 melalui stb.

1934/347.

3. Indonesia (Hindia Belanda)

Ketika keinginan untuk memberlakukan hukum Belanda di Hindia

Belanda (Indonesia), muncullah dua perbedaan pendapat:

a. Pendapat I: Menginginkan agar seluruh hukum Belanda

diberlakukan di HB agar penjajahan Belanda di HB bisa langgeng.

b. Pendapat II: Tidak setuju asas konkordansi dilaksanakan secara

utuh di HB, sebab di masyarakat Indonesia sudah ada hukum yang

hidup dan mengatur perikehidupan masyarakatnya yang lebih

dikenal dengan sebutan hukum adat (adatrecht). Disamping itu,

kenyataannya banyak sekali hukum Belanda (Eropah) yang

bertentangan dengan hukum asli orang Indonesia (hukum adat).

Namun demikian, tidak ada larangan bagi orang Indonesia untuk

menundukkan diri secara sukarela pada hukum Eropah. Untuk

mengakomodasi hal ini dibentuklah Lembaga Tunduk Sukarela 10

Akhirnya, berdasarkan asas konkordansi kedua kodifikasi itu juga

diberlakukan di Indonesia (dahulu Hindia Belanda) dengan nama Kitab

10
Ibid,hlm.12

12
UndangUndang Hukum Perdata (KUHPerdata) dan Kitab Undang-Undang Hukum

Dagang (KUHD). KUHD sendiri dipublikasikan pada tanggal 30 April 1847 dalam

Stb.1847/23, yang mulai berlaku pada tanggal 1 Mei 1848.

B. Hubungan Hukum Perdata dengan Hukum Dagang

Hukum dagang adalah keseluruhan aturan hukum yang mengatur dengan

disertai sanksi terhadap perbuatan manusia di dalam usaha mereka untuk

menjalankan perdagangan. Hubungan antara Hukum Dagang dengan Hukum

Perdata erat sekali, karena sebagian dari aturan-aturan Hukum Dagang terdapat

dalam Buku III KUH-Perdata tentang Perikatan. Adapun yang dimaksud dengan

perikatan adalah hukum yang mengatur hubungan hukum antara dua orang atau

lebih yang di satu pihak menimbulkan kewajiban dan di pihak yang lain

menimbulkan suatu hak. Hak dan kewajiban itu bersumber dari perjanjian misalnya

jual-beli, asuransi, pengangkutan, makelar, komisioner, wesel, cheque, Firma, CV,

PT dan sebagainya10 .

Begitu eratnya hubungan Hukum Perdata dengan Hukum Dagang ini dapat

dilihat dari bunyi pasal 1 KUHD yaitu:

“Kitab Undang-undang Hukum Dagang, selama dalam Kitab Undang-undang

ini terhadap Kitab Undang-undang Hukum Perdata tidak diadakan penyimpangan

khusus, maka berlaku juga terhadap hal-hal yang dibicarakan dalam Undang-

undang ini.”

Rumusan pasal 1 di atas mencerminkan bahwa KUH-Dagang adalah hukum

yang bersifat khusus sedangkan KUH-Perdata merupakan peraturan yang bersifat

umum. Hal ini terjadi apabila suatu hal telah diatur dalam KUH-Dagang, maka

13
ketentuan-ketentuan Hukum Perdata tidak diberlakukan, tetapi bila suatu hal tidak

diatur dalam KUHD aturan itu terdapat dalam KUHPerdata, maka ketentuan-

ketentuan KUH-Perdata berlaku dalam hubungan hukum di bidang perdagangan

yaitu dalam melakukan perjanjian-perjanjian yang menimbulkan hak dan

kewajiban masing-masing pihak.

Hubungan hukum perdata dengan hukum dagang dapat dilihat dari rumusan

pasal 1 KUHPer yang berbunyi: “Ketentuan-ketentuan dari KUH Perdata berlaku

juga pada hal-hal yang diatur dalam KUH Dagang, kecuali bila KUH Dagang

sendiri mengaturnya secara khusus”. Dalam hubungan ini berlaku adagium “Lex

specialis derogat lex generalis” yaitu hukum yang bersifat khusus mengalahkan

hukum yang bersifat umum. 11

Dari rumusan pasal 1 di atas dapat dilihat bahwa KUH Dagang adalah hukum

yang bersifat khusus dan KUH Perdata bersifat umum. KUH Perdata adalah

genusnya dan KUH Dagang adalah speciesnya. Jadi KUH Dagang adalah

perkecualian dari KUH Perdata. Berarti jika KUH Dagang telah mengaturnya

secara khusus, maka ketentuan-ketentuan KUH Perdata tidak berlaku lagi, tapi bila

dalam KUH Dagang belum diatur, maka ketentuan-ketentuan praktek perdagangan

tersebut, tunduk terhadap KUH Perdata yaitu tentang perikatan atau perjanjian-

perjanjian yang menimbulkan hak dan kewajiban dalam lapangan harta kekayaan.

Dengan demikian, hukum dagang adalah bagian yang tidak terpisahkan dari

hukum perikatan, karena hukum perikatan adalah hukum perjanjian yang terdapat

11
Erie Haryanto,M.H, Hukum Dagang & Perusahaan di Indonesia,Surabaya: Pena
salsabila, 2013,hlm.4

14
baik dalam masyarakat umum maupun dalam perdagangan. Karena hukum

perikatan adalah bagian dari hukum perdata maka hukum dagang adalah merupakan

bagian dari hukum perdata, misalnya pasal 1319 KUH Perdata menentukan bahwa

semua perjanjian yang bernama maupun yang tidak bernama harus tunduk pada

ketentuan-ketentuan KUH Perdata.

Dalam hukum dagang banyak sekali perjanjian bernama seperti perjanjian

jual-beli, pengangkutan, asuransi, makelar, dan lain-lain, maka sepanjang tidak

ditentukan secara khusus dalam KUH Dagang, asas-asas pokok perjanjian tersebut

tunduk pada KUH Perdata. Demikian eratnya hubungan tersebut, sehingga ada

beberapa pendata para sarjana hukum yang menggambarkan hubungan hukum

perdata dengan hukum dagang, yaitu12 :

1) Prof. Subekti, S.H., berpendapat: “Terdapatnya KUHP di samping,

KUHS/KUH Perdata sekarang ini dianggap tidak pada tempatnya, karena

sebenarnya “hukum dagang tidak lain daripada hukum perdata”, dan

perkataan dagang bukanlah suatu pengertian hukum, melainkan suatu

pengertian perekonomian. Dengan demikian sudahlah diakui, bahwa

kedudukan KUHD terhadap KUHS adalah sebagai hukum khusus

terhadap hukum umum.

2) Prof. Sudiman Kartodiprojo, S.H., berpendapat: “Dengan perkataan lain

KUHD merupakan lex specialis terhadap KUH Perdata, dan KUH Perdata

sebagai lex generalis terhadap KUHD.”

12
Siti Rahayu, Mohammad Roesli, Hukum Dagang Indonesa( A review), Jurnal Media
Hukum dan Peradilan, Program Pascasarjana Universitas Sunan Giri Surabaya, hlm. 300.

15
3) Prof. Soekardono, S.H., berpendapat: “Pasal 1 KUHD memelihara

kesatuan antara hukum perdata umum dan hukum dagang, sekedar KUHD

tidak khusus menyimpang dari KUHS.”

Bagian manakah dari hukum perdata umum adalah hukum dagang itu? Ialah

bagian yang mengatur beberapa perjanjian (overeenkomsten) dan perikatan

(verbintenissen) yang diterbitkan karenanya dan yang untuk sebagian sudah diatur

di dalam kodifikasi hukum perdata umum, untuk Indonesia di dalam Buku ke III

Kitab Undang-undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek Indonesia), buku ke

III Tentang perikatan-perikatan” (Van Verbintenissen), baikpun mengenai azas -

azas umum hukum perjanjian, maupun perihal beberapa perjanjian khusus,

misalnya tentang pengertian dan keleluasan (omvang) risiko, pemberian

penggantian kerugian, pertanggungan djawab seseorang untuk sepenuhnya

(hoofdelijke aansprakelijkheid), keadaan memaksa (overmacht), perbuatan

melawan hukum, perjanjian jual-beli, pemberian kuasa, perburuhan,

pemborongan.13

Dapatlah dirumuskan bahwa hukum perdata adalah hukum yang mengatur

hubungan hukum antar individu (non-pemerintah) yaitu orang atau badan hukum

sebagai satu dengan orang atau badan hukum sebagai pihak lain, mengenai benda

bergerak atau tidak bergerak dan jasa serta berbagai kebutuhan individu (non-

pemerintah) yang diatur sedemikian rupa sejak individu masih dalam kandungan

sampai dengan setelah meninggal dunia. Ketentuan Hukum Perdata ini berkaitan

13
Mr R. Soekardono,Hukum Dagang Indonesia,Jakarta : Soeroengan Petjenongan 58,
1956, Hlm.8

16
dengan hak dan kewajiban serta tanggung jawab yang diikuti dengan akibat hukum

yang dapat dipaksakan berdasarkan keputusan pengadilan.

Mencermati pendapat yang telah disebut di atas jelas bahwa Hukum Dagang

adalah bagian Hukum Perdata yang secara khusus mengatur perdagangan. Oleh

karena itu, seperti telah dikemukakan bahwa Hukum Dagang yang terkodifikasi

dalam KUHD yang sudah lebih dari satu abad itu sudah tidak mampu mewadahi

hubungan hukum mengenai kegiatan perdagangan, baik nasional apalagi

internasional, yang perkembangannya semakin pesat ditunjang oleh hasil teknologi

canggih dalam informasi dan komunikasi di era kesejagatan ini.

C. Hukum Dagang penting mendasari aturan-aturan Bisnis

Pelaku bisnis dapat lebih mengetahui hak dan kewajbannya saat membangun

bisnis, sehingga bisnisnya tidak menyimpang dari aturan yang ada dan telah tertulis

dalam Undang-Undang. Pelaku bisnis lebih memahami suatu hak-hak dan

kewajibannya dalam suatu kegiatan bisnis.

Hukum bisnis dibuat untuk mengatur dan melindungi bisnis dari berbagai

risiko yang mungkin terjadi di kemudian hari. Di bawah ini adalah beberapa tujuan

hukum bisnis yang perlu Anda ketahui:

1) Menjamin berfungsinya keamanan mekanisme pasar secara efisien dan

lancar.

2) Melindungi berbagai suatu jenis usaha, khususnya untuk jenis Usaha

Kecil Menengah (UKM)

3) Membantu memperbaiki sistem keuangan dan perbankan.

4) Perlindungan terhadap suatu pelaku ekonomi atau pelaku bisnis.

17
5) Mewujudkan bisnis yang aman dan adil untuk semua pelaku bisnis.

Seperti yang Anda ketahui, hukum dibuat untuk menciptakan kehidupan yang

aman, tertib, dan tentram, sama dengan hukum bisnis. Di bawah ini beberapa fungsi

hukum bisnis:

1) Menjadi sumber informasi yang bermanfaat bagi pelaku bisnis.

2) Pelaku bisnis dapat lebih mengetahui hak dan kewajbannya saat mambangun

bisnis, sehingga bisnisnya tidak menyimpang dari aturan yang ada dan telah

tertulis dalam Undang-Undang.

3) Pelaku bisnis lebih memahami suatu hak-hak dan kewajibannya dalam suatu

kegiatan bisnis.Terwujudnya sikap dan perilaku bisnis atau kegiatan bisnis

yang adil, jujur, wajar, sehat, dinamis, dan berkeadilan karena telah memiliki

kepastian hukum

18
BAB III

PENUTUP

1. Sejarah hukum dagang Belanda tentu ada kaitannya dengan sejarah hukum

dagang Perancis. Sedangkan hukum dagang Perancis tidak bisa dipisahkan

dari hukum Romawi yang dikenal dengan Corpus Iuris Civilis Perkembangan

pesat Hukum Dagang sebenarnya telah dimulai sejak abad pertengahan di

Eropah, kira-kira dari tahun 1000 sampai tahun 1500. Perdagangan mulai

berkembang di wilayah Italia dan Perancis selatan, seperti dikota Florence,

Vennecia, Marseille, Barcelona, dll. Pedagang membuat peraturanperaturan

perdagangan baru dikalangan mereka, karena Corpus Iuris Civilis (CIC) yang

mengatur hukum perdata tidak memadai.Asal mula perkembangan hukum ini

dapat dihubungkan dengan tumbuh dan berkembangnya kota-kota dagang di

Eropa Barat. Pada zaman itu di Italia dan Perancis Selatan telah lahir kotakota

sebagai pusat perdagangan, seperti Genoa, Florence, Vennetia, Marseille,

Bercelona, dan lain-lain. Hukum Romawi (Corpus Iuris Civilis) ternyata tidak

dapat menyelesaikan seluruh perkara-perkara yang timbul di bidang

perdagangan. Oleh karena itulah di kota-kota Eropah Barat disusun peraturan-

peraturan hukum baru yang berdiri sendiri disamping Hukum Romawi yang

berlaku

2. Hubungan hukum perdata dengan hukum dagang dapat dilihat dari rumusan

pasal 1 KUHPer yang berbunyi: “Ketentuan-ketentuan dari KUH Perdata

berlaku juga pada hal-hal yang diatur dalam KUH Dagang, kecuali bila KUH

Dagang sendiri mengaturnya secara khusus”. Dalam hubungan ini berlaku

19
adagium “Lex specialis derogat lex generalis” yaitu hukum yang bersifat

khusus mengalahkan hukum yang bersifat umum

3. Pelaku bisnis dapat lebih mengetahui hak dan kewajbannya saat membangun

bisnis, sehingga bisnisnya tidak menyimpang dari aturan yang ada dan telah

tertulis dalam Undang-Undang. Pelaku bisnis lebih memahami suatu hak-hak

dan kewajibannya dalam suatu kegiatan bisnis. Hukum bisnis dibuat untuk

mengatur dan melindungi bisnis dari berbagai risiko yang mungkin terjadi

di kemudian hari.

20
BAB IV

SARAN

1. Perlu adanya literatur atau sumber bacaan secara komprehensif membahasa

ketentuan-ketentuan yang ada di dalam Kitab Undang-undang Hukum

Dagang sebagai Hukum Kolonial, disesuaikan dengan perkembangan yang

terjadi, dan dikaitkan dengan Peraturan Perundang-udangan Nasional

2. Perlu adanya ketegasan dan kejelasan pengaturan yang tercantum dalam

Pengaturan Perundang-undangan nasional yang akan datang dalam hal

hubungan antara Hukum dagang dengan Hukum Perdata yang masih

berlaku di Indonesia yaitu KUHD dengan KUHPerdata serta dikaitka

dengan Peraturan perundang-undangan nasional disesuaikan dengan

Perkembangan jaman yang terjadi.

3. Perlu adanya spesifikasi untuk menjelaskan lebih detail mengenai

pentingnya Hukum dagang dalam dunia bisnis agar para pebisnis memulai

bisnisnya sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan lebih baik bahwa

ketentuan tersebut dikaitkan dalam peraturan perundang-undangan yang

berlaku.

21
DAFTAR PUSTAKA

Achmad Ichsan, Hukum Dagang, Jakarta: Pradnya Paramita, 1987; hal. 17

C.S.T. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, (Jakarta : Balai

Pustaka, 1986), hal. 307

Dr.M Shidqon Prabowo,SH.,MH, Buku Ajar Hukum Dagang, Rangkang

Education, hlm.2

Erie Haryanto,M.H, Hukum Dagang & Perusahaan di Indonesia,Surabaya: Pena

salsabila, 2013,hlm.4

Mr R. Soekardono,Hukum Dagang Indonesia,Jakarta : Soeroengan Petjenongan 58,

1956, Hlm.8

Muhamad Qustulani (Tim Dosen STISNU Tangerang), Hukum Dagang (Buku

Bacaan Mahasiswa), (Tangerang :PSP Nusantara Press, 2018),hlm.9.

R. Soekardono, Hukum Dagang Indonesia, Jakarta: Soeroengan, 1963; hal. 17.

Siti Rahayu, Mohammad Roesli,Hukum Dagang di Indonesia, Jurnal Media Hukum

dan Peradilan, Program Pascasarjana Universitas Sunan Giri Surabaya ISSN

: 2654-8178 (Online) hlm.297

Sulthon Miladiyanto, Sh., Mh., Hukum Dagang, Malang : Universitas Kejurusan

Malang, Fakultas Hukum, 2015, Hlm.5

22

Anda mungkin juga menyukai